32
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah Permasalahan pendidikan di Indonesia seolah- olah tidak ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini mencuat yaitu mutu pendidikan, perubahan kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, sistem evaluasi, sertifikasi guru, dan masalah-masalah lain yang menjadi proses belajar mengajar. Persoalan alam pembelajaran merupakan suatu dinamika kehidupan guru dan murid di sekolah. Masalah itu tidak akan pernah habis untuk dikupas dan tidak pernah tuntas dibahas. Maka dari itu, guru hendaknya dengan seprofesional mungkin, begitu juga dengan murid-murid, setiap tahun berganti murid, masalah yang dihadapi guru akan berbeda pula. IPA bagi kalangan pelajar khususnya siswa SD, merupakan paradigma yang menakutkan bahkan disisi 1

Problematika Pembelajaran IPA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Metodologi Pembelajaran IPA

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

a. Latar Belakang MasalahPermasalahan pendidikan di Indonesia seolah-olah tidak ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini mencuat yaitu mutu pendidikan, perubahan kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, sistem evaluasi, sertifikasi guru, dan masalah-masalah lain yang menjadi proses belajar mengajar. Persoalan alam pembelajaran merupakan suatu dinamika kehidupan guru dan murid di sekolah. Masalah itu tidak akan pernah habis untuk dikupas dan tidak pernah tuntas dibahas. Maka dari itu, guru hendaknya dengan seprofesional mungkin, begitu juga dengan murid-murid, setiap tahun berganti murid, masalah yang dihadapi guru akan berbeda pula.IPA bagi kalangan pelajar khususnya siswa SD, merupakan paradigma yang menakutkan bahkan disisi lain menimbulkan ketakutan yang berlebihan (phobia), hiperbolis ? tentu tidak. Karakteristik IPA (Ilmu Eksak) menjadi sebuah dasar untuk menentukan sebuah pandangan yang baik bagi IPA khususnya anak IPA tetapi ini sudah menjawab IPA merupakan sebuah studi yang hanya mampu dilakukan sebagian orang dengan kata lain mempunyai stratifikasi khusus. Bagaimanakah anak yang tak mampu mempelajari IPA mengimbangi sebuah kehidupan yang akan mereka hadapi yaitu globalisasi yang menuntut bertahan pada pembelajaran holistik? Sesungguhnya mereka tidak pernah beruntung ke dunia ini.Hancurnya paradigma kuno tentang IPA menjadi tema khususnya pembelajaran IPA di sekolah, khususnya di Sekolah Dasar (SD). Sebagai arena pembentuk dan pemberi watak usia dini anak sudah tidak suka pembelajaran IPA. Oleh Choiri mengatakan bahwa banyak permasalahan pembelajaran IPA yang diangkat ke media tanpa adanya inovasi pembelajaran di kelas, seakan-akan tetap bertahan bahkan jatuh pada lobang yang sama, lantas bagaimana dengan kemajuan yang kita inginkan. Selain itu pemberian materipun harus diperhatikan, hal ini untuk menghindari kesalahan/kekurangan penerimaan konsep pada anak dengan benar dengan memperhatikan psikologi anak yang dimulai dari pembukaan, sampai evaluasi di akhir pembelajaran pertama ini.Selain itu pembelajaran bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah memahami dan dirasakan lebih bernilai, maksudnya lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.

b. Rumusan MasalahDari rumusan masalah tersebut, maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana karakteristik pembelajaran IPA di SD/MI?2. Apa saja problematika pembelajaran IPA di SD/MI dan solusinya?c. TujuanDari rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah berikut:1. Mengetahui karakteristik pembelajaran IPA di SD/MI.2. Mengetahui problematika pembelajaran IPA di SD/MI dan solusinya.

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan AlamIlmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Carin dan Sund mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.[footnoteRef:1] IPA juga berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sitematis, IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.[footnoteRef:2] Ilmu Pengetahuan Alam secara konsep dikenal berupa konsep konkrit (benda nyata) atau abstrak.[footnoteRef:3] [1: Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2007), hlm. 283] [2: Ibid.,hlm. 282] [3: Nuryani R., Strategi Belajar Mengajar Biologi (Malang: UM Press, 2005), hlm. 52]

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar dari teknologi, adapun teknologi itu sendiri merupakan tulang punggung dari pembangunan. Sementara itu teknologi dimanfaatkan hampir pada semua bidang, sehingga IPA dapat kita rasakan pada semua bidang kehidupan. Selain penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, IPA juga merupakan suatu proses penemuan. Hal ini karena IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Rasa ingin tahu hanya dimiliki oleh makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Rasa ingin tahu pada hewan dan tumbuhan berlangsung sepanjang masa yang hanya berpusat pada satu tujuan yaitu mempertahankan kelestarian hidupnya.[footnoteRef:4] [4: Hakikat IPA (http: repository.upi.edu, diakses 10 November 2012 , jam 10.20 wib)]

Proses pembelajaran sains/IPA yang tepat diharapkan dapat membentuk keterampilan maupun kemampuan berpikir dalam menemukan pemecahan secara kritis dan rasional berdasarkan permasalahan di kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajari.[footnoteRef:5] [5: Agus Mukti Wibowo, Penerapan Pendekatan Science Technology and Society (STS) dalam Pembelajaran Sain di MI. Jurnal Madrasah, UIN Maliki Malang. Volume 1, NO.2 Januari-Juni 2009 .]

Jika ditinjau dari fisiknya IPA merupakan ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah alam dengan segala isinya termasuk bumi, tumbuhan, hewan, dan manusia. Sedangkan jika dilihat istilah atau namanya IPA dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab akibat dari kejadian-kejadian di alam ini. Selain merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, IPA juga merupakan cara kerja, cara berpikir, dan cara memcahkan masalah.Berdasarkan pernyataan di atas tersirat tiga unsur utama IPA yaitu sikap manusia, proses atau metode, dan hasil yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia berupa rasa ingin tahu akan lingkungan, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan opini-opininya. Dari itu muncul masalah-masalah, unuk pemecahannya digunakan proses atau metode dengan cara menyusun hipotesis, membuat desain eksperimen dan evaluasi atau mengadakan pengukuran dan lain-lain sehingga akhirnya dihasilkan suatu produk berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori-teori, dan lain-lain.[footnoteRef:6] [6: Ibid..]

Telah diungkapkan di atas bahwa, IPA sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai proses. Produk IPA dalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip, serta teori-teori. Prosedur yang digunkan para ilmuwan untuk mempelajari alam ini adalah prosedur empirik dan analisis. Dalam prosedur empirik ilmuwan mengumpulkan informasi, mengorganisasikan informasi untuk selanjutnya dianalisa. Proses empirik dalam IPA mencakup observasi, klasifikai, dan pengukuran. Sedangkan dalam prosedur analitik ilmuwan menginterpretasikan penemuan mereka dengan menggunakan proses-proses sebagai hipotesa, eksperimentasi terkontrol, menarik kesimpulan, dan memprediksi. Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa untuk menjalankan suatu penelitian alam diperlukan pengetahuan terpadu tentang proses dan materi dalam topik yang akan diselidiki.[footnoteRef:7] [7: Ibid.,hlm. 1]

b. Karakteristik Pembelajaran Ilmu Pengetahuan AlamIlmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebauh gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkan sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi dan eksperimen.[footnoteRef:8] [8: Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2007) , hlm. 284]

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada metode ilmiah. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, (2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, (4) memperkanalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembutan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.[footnoteRef:9] [9: Ibid..]

c. Problematika Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Solusinya1. Problematika Pembelajaran Ilmu Pengetahuan AlamPermasalahan pendidikan di Indonesia seolah-olah tidak ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah-masalah yang akhir-akhir ini mencuat yaitu mutu pendidikan, perubahan kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, sistem evaluasi, sertifikasi guru, dan masalah-masalah lain yang menjadi proses belajar mengajar. Persoalan alam pembelajaran merupakan suatu dinamika kehidupan guru dan murid di sekolah. Masalah itu tidak akan pernah habis untuk dikupas dan tidak pernah tuntas dibahas. Maka dari itu, guru hendaknya dengan seprofesional mungkin, begitu juga dengan murid-murid, setiap tahun berganti murid, masalah yang dihadapi guru akan berbeda pula.IPA sebagai suatu penopang pembelajaran memiliki permasalahan tersendiri yang ikut andil menjadi sebuah problematika wajah pendidikan tanah air. Simpony permasalahan ini seolah membuka tabir sejarah pendidikan yang tak pernah berubah seiring kemajuan dan perubahan kurikulum. Memang pada dasarnya kurikulum hadir bukan untuk menghilangkan masalah tetapi apakah problematika ini menjadi identitas negeri kita.IPA bagi kalangan pelajar khususnya siswa SD, merupakan paradigma yang menakutkan bahkan disisi lain menimbulkan ketakutan yang berlebihan (phobia), hiperbolis ? tentu tidak. Karakteristik IPA (Ilmu Eksak) menjadi sebuah dasar untuk menentukan sebuah pandangan yang baik bagi IPA khususnya anak IPA tetapi ini sudah menjawab IPA merupakan sebuah studi yang hanya mampu dilakukan sebagian orang dengan kata lain mempunyai stratifikasi khusus. Bagaimanakah anak yang tak mampu mempelajari IPA mengimbangi sebuah kehidupan yang akan mereka hadapi yaitu globalisasi yang menuntut bertahan pada pembelajaran holistik? Sesungguhnya mereka tidak pernah beruntung ke dunia ini.Hancurnya paradigma kuno tentang IPA menjadi tema khususnya pembelajaran IPA di sekolah, khususnya di Sekolah Dasar (SD). Sebagai arena pembentuk dan pemberi watak usia dini anak sudah tidak suka pembelajaran IPA. Oleh Choiri mengatakan bahwa banyak permasalahan pembelajaran IPA yang diangkat ke media tanpa adanya inovasi pembelajaran di kelas, seakan-akan tetap bertahan bahkan jatuh pada lobang yang sama, lantas bagaimana dengan kemajuan yang kita inginkan Selain itu pemberian materipun harus diperhatikan, hal ini untuk menghindari kesalahan/kekurangan penerimaan konsep pada anak dengan benar dengan memperhatikan psikologi anak yang dimulai dari pembukaan, sampai evaluasi di akhir pembelajaran pertama ini.Selain itu pembelajaran bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah memahami dan dirasakan lebih bernilai, maksudnya lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori dan menyenangkan.Permasalahan lain yang timbul yaitu tidak adanya media pembelajaran yang memadai untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikum dan observasi. Hal ini akan mempersulit anak dalam memahami konsep sehingga tak jarang anak memahami diluar konsep yang sebetulnya jadi guru harus kreatif dan inovatif.Berdasarkan hasil monitoring kelas pada saat pembelajaran IPA, banyak sekali masalah yang muncul yang dialami oleh guru, diantaranya :1. Guru tidak siap mengajar, dalam arti terkadang guru belum memahami konsep materi yang diajarkan.2. Kesulitan memahami pelajaran, guru sering kesulitan dalam memunculkan minat belajar anak.3. Kurang optimal dalam penerapan metode pembelajran yang ada4. Kesulitan memilih dan menentukan alat peraga yang sesuai dengan materi yang diajarkan.5. Kesulitan menanamkan konsep yang benar pada siswa dan sering bersifat verbalistik. Setelah ditemukan berbagai masalah dalam pembelajaran IPA SD dicatat dan diidentifikasi dan masalah tersebut dibahas dalam KKG IPA tiap guslah untuk membenahi berbagai macam kekurangan pembelajaran. Para guru bergantian melaksanakan microteaching, dihadapan guru lain secara bergantian sehingga masalah-masalah dalam pembelajaran dieliminiasi sekecil mungkin.Kegiatan membenahi motivasi dan prestasi merupakan kegiatan awal pembelajaran. Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin guna mengkoordinasikan murid-murid untuk siap belajar, menerima pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan, misalnya metode ceramah (bercerita), peragaan, demonstrasi, dan sosiodrama dengan bermain peran, serta metode tanya jawab. Pada kegiatan memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan pertanyaan awaL yang mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul berbagai opini anak tentang bebagai macam pelajaran. Hal ini penting sekali bagi murid untuk menghilangkan pola pembelajaran DDCH (duduk, dengar, catat dan hapal). Pola pembelajaran DDCH punya kelemahan, yaitu :1. kurangnya interaksi guru sehingga murid dapat menurunkan motivasi anak belajar2. murid apatis karena tidak ada keaktifan terlihat dalam proses pembelajaran.3. .murid kesulitan memahami konsep materi pelajaran.4. munculnya trauma murid kepada guru yang mengajar5. materi pelajaran yang diserap murid masuk dalam ingatan jangka pendek alias STM (short time memory).6. prestasi pembelajaran IPA SD cenderung menurun.Untuk mengurangi bebagai permasalahan diatas, guru dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran PAIKEM dan inovatif, pembelajaran aktif, kreatif, enak, menyenangkan. Pendekatan pembelajaran PAIKEM paling tidak dapat membawa angin perubahan dalam pembelajaran, yaitu :1. guru dan murid sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal balik antar keduanya.2. guru dan murid dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam pembelajaran.murid merasa senagn dan nyaman dalam pembelajaran3. munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.Akhirnya pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin mencapai Sukses sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu : guru, murid, tujuan yang akan dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode diterapkan dan sistem evaluasi, pengetahuan yang tepat yang dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan siswa ini menjadi semacam penjaring tentang hal-hal yang harus dipelajari, selain itu pengetahuan yang telah dimiliki juga menentukan bangunan pengetahuan yang baru dikonstruksi. Proses belajar siswa sesungguhnya mirip dengan apa yang dilakukan para Ilmuwan IPA, yaitu melalui pengamatan dan percobaan. Penelitian IPA adalah penelitian empiris, siswa sekolah dasar juga belajar IPA melalui investigasi yang mereka lakukan sendiri. Jika pengalaman itu tidak memadai maka pemahamannya juga tidak lengkap. Investigasi merupakan cara normal bagi siswa yang belajar.Abstrak mata pelajaran di Sekolah Dasar merupakan program menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan menilai ilmiah kepada siswa. Dengan pelajaran IPA diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan dan ide tentang alam (kurikulim SD hal-61). Dilihat dari sisi satu cakupan materi IPA termasuk mata pelajaran yang relatif sarat dengan materi. Secara keseluruhan materi mata perlajaran IPA di SD mencakup (1) makhluk hidup dan proses kehidupannya yaitu manusia, hewan dan tumbuhan serta interaksinya, (2) materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi ; udara, air, tanah dan batuan, (3) listrik dan magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tatasurya, bumi dan benda-benda langit lainnya, (4) kesehatan makanan, penyakit dan pencegahannya, dan (5) sumber daya alam, pemeliharaan dan kegunaan, pemeliharaan dan pelestarian (program pengajaran IPA, Kur, SD 1994:62). Pembelajaran IPA di sekolah dasar mempunyai misi mengembangkan proses berpikir untuk memperoleh konsep.Yang menjadi permasalahan adalah menentukan model pembelajaran yang dapat mengembangkan misi pembelajaran IPA tersebut.2. Solusi Problematika Pembelajaran Ilmu Pengetahuan AlamDalam pembelajaran ini ditawarkan suatu model pembelajaran IPA SD secara terpadu yang dimaksudkan adalah pembelajaran yang menyajikan materi pelajaran secara menyeluruh dan melibatkan adanya proses sehingga anak dapat memperoleh konsep secara bermakna. Model pembelajaran IPA secara terpadu disini disajikan dengan metode eksperimen, dengan tujuan agar dapat memajukan antara materi dengan proses atau memadukan antara teori dengan praktek, baik yang terjadi dalam lingkungan alam maupun yang diterapkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksudkan adalah pembelajaran IPA baik yang secara terpadu maupun pembelajaran IPA secara biasa. Sedangkan dimaksud dengan variabel terikat adalah hasil belajar anak setelah mengikuti pembelajaran yang mencakup penguasaan konsep, pengembangan sikap ilmiah dan pengembangan persepsi terhadap keterampilan proses. Menggunakan analisis perbedaan dua rata-rata yang dimaksudkan untuk melihat sejauh mana efektifitas pembelajaran IPA secara terpadu tersebut, terhadap hasil belajar siswa tentang IPA.Dari hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa dengan pembelajaran IPA secara terpadu dapat : (1) Mencapai penguasaan konsep pada siswa lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran IPA secara biasa, (2) Mengembangkan sikap alamiah pada siswa lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran IPA secara biasa, dan (3) mengembangkan persepsi terhadap keterampilan, proses pada siswa lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran IPA secara biasa.Setelah selesai dengan kegiatan awal guru dapat melanjutkan dengan kegiatan inti yang meliputi berbagai kegiatan yaitu pembelajaran kelompok kerja, pengajaran tugas dalam kelompok, penjelasan, tanya jawab, pemaparan hasil kerja kelompok dan kesimpulan.Sedangkan kegiatan penutup pelajaran dapat dijadikan kegiatan pemantapan yaitu mengulas kembali semua materi yang telah diserap murid. Selanjutnya ada tanya jawab tentang aplikasi materi pelajaran yang sudah dibahas dengan penerapan yang terjadi di sekitar murid. Kegiatan akhir penutup adalah post test pemberian evaluasi akhir pelajaran untuk mengetahui daya serap murid terhadap pembelajaran yang dilaksanakan.Berdasarkan pengalaman selama kegiatan konsep kerja ilmiah yang termuat dalam kurikulum SD 2004 telah banyak melibatkan siswa secara aktif khususnya pada sub konsep keterampilan proses. Para siswa sudah mempu melakukan pengamatan, menentukan variabel penelitian dan menganalisis langkah-langkah penelitian. Kondisi ini tidak sama halnya dengan proses pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah yang berada di daerah atau di luar daerah. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru bidang studi pendidikan IPA pembelajaran IPA masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat didalam buku (Conseptual Learning) dan kurang memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitar sekolah (Contextual Learning and Teaching). Selama ini siswa dianggap berhasil dalam belajar bilamana mereka telah menguasai isi buku yang disampaikan guru, tanpa memikirkan seberapa jauh mereka dapat memahami isi buku apalagi mengingat kuruikulum berbasis kompetensi selanjutnya disingkat KBK tidakhanya menuntut siswa memperoleh sains (IPA) tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir dan sejumlah keterampilan proses (Depdiknas. 2001).Menurut penelitian Dewey (1916) dalamToharudin (2005) siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang tekah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.Dalam pelaksanaannya pembelajan IPA sealalu berkaitan dengan metode ilmiah. Penggunaan metode ini pada dasarnya tidak terlepas dari bebagai pendekatan-pendekatan terutama pendekatan proses. Proses merupakan sekumpulan keterampilan intelektual yang harus dimiliki oleh para siswa sebagai bekal dalam mempelajari IPA.Prestasi belajar siswa tidak semata-mata berasal dari pengetahuan yang ditransfer langsung dari pikiran guru ke dalam pikiran siswa. Hal ini disebabkan siswa yang datang ke sekolah sudah membawa pengetahuan awal yang siap dikembangkan dengan bimbingan guru, sesuai dengan kaidah pembelajaran yakni proses interaksi antara guru dengan siswa. Dalam proses pembelajaran, guru memberikan bimbingan, menyediakan berbagai kesempatan yang dapt mendorong siswa belajar, dan memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dikatakan tercapai ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian (Hamalik, 2002).Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran yang bersifat kontekstual dan memberikan kaitan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individu siswa, mengaktifkan siswa dan guru mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyarakat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar (Toharudin, 2005). Salah satu cara yaitu melalui pembelajaran yang dilaksanakan di luar kelas agar terjadi interaksi secara langsung antara siswa dengan lingkungannya.Menurut Toharudin (2005) memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh pengalaman belajar yakni dengan cara memberikan penugasan siswa untk belajar di luar kelas. Jadi lingkungan sebagai salah satu kajian dalam IPA dapat dimanfaatkan dalam mempelajari konsep kerja ilmiah. Dalam hal ini Napari dkk (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pendekatan lingkungan dapat meningkatkan produk, proses, keterampilan dan meningkatkan kinerja para siswa SD dalam pembelajaran IPA. Sedangkan lingkungan sebagai sumber pembelajaran untuk memahami konsep kerja ilmiah masih belum pernah dilaksanakan. Proses pembelajaran dengan konteks lingkung akan berjalan efektif apabila ada kerjasama dalam kelompok, maka penyelidikan kelompok (group investigation) merupakan salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif yang mungkin dapat mengatarkan siswa belajar dengan baik dalam upaya memahami keterampilan proses dalam kerja ilmiah.Dalam memahami keterampilan proses siswa tidakselalu terikat dengan urutan materi berdasarkan kurikulum. Ini menjadi alasan penyelidikan kelompok bisa dijadikan metode dalam pembelajaran konsep kerja ilmiah. Atas pertimbangan ini pula maka perlu dilaksanakan penelitian tentang optimalisasi pemahaman siswa tentang konsep kerja ilmiah dengan menggunakan pendekatan lingkungan. Penentuan sekolah ini sebagai tempat penelitian didasarkan pada pengamatan dalam proses pembelajaran IPA tentang konsep kerja ilmiah yang belum maksimal dan cenderung diajarkan secara verbal saja.

BAB IIIPENUTUPa. Kesimpulan Dari ulasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dunia pendidikan atau pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai banyak problem. Problem tersebut muncul karena ketidaksesuaian konsep dasar IPA dan karakteristik pembelajaran IPA di tingkat pendidikan SD/MI. Maka dari itu bagi seorang guru harus mampu menganalisis permasalahan-permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan dan mampu mengatasinya dengan sesuai dengan kemauan kurikulum.b. Saran Sebagai seorang guru atau tenaga kependidikan haruslah mampu mengetahui masalah yang ada dalam dunia pendidikan dan haruslah mampu mengatasinya dengan cara yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Hakikat IPA (http: repository.upi.edu, diakses 10 November 2012 , jam 10.20 wib)

Nuryani R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press

Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Jakarta: Pustaka Yustisia

Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP. Jakarta: Pustaka Yustisia

Wibowo, Agus Mukti. 2009. Penerapan Pendekatan Science Technology and Society (STS) dalam Pembelajaran Sain di MI. Jurnal Madrasah, UIN Maliki Malang. Volume 1, NO.2 Januari-Juni 2009.

19