Upload
siska-aprilia-wijaya
View
372
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Profil BUMN yang telah di privatisasi melalui IPOPosted on Desember 10, 2007 by buletin| 3 Komentar
Profil BUMN yang telah di privatisasi melalui IPO
BUMN Tahun IPO Harga IPO Harga P’nutupan
Kimia Farma 2001 Rp 200 Rp 325
Indo Farma 2001 Rp 250 Rp 215
Jasa Marga 2007 Rp 1,700 Rp 2,025
Adhi Karya 2004 Rp 150 Rp 1,450
Wijaya Karya 2007 Rp 420 Rp 570
BNI 1996 Rp 850 Rp 2,050
Bank Mandiri 2003 Rp 675 Rp 3,700
BRI 2003 Rp 875 Rp 7,950
Timah 1995 Rp 2,900 Rp 29,900
Antam 1997 Rp 1,400 Rp 4,650
Bukit Asam 2002 Rp 575 Rp 12,250
Semen Gresik 1991 Rp 7,000 Rp 5,900
Indosat 1994 Rp 7,000 Rp 9,150
Telkom 1995 Rp 2,050 Rp 11,100
PGN 2003 Rp 1,500 Rp 15,500
http://buletinbisnis.wordpress.com/2007/12/10/profil-bumn-yang-telah-di-privatisasi-melalui-ipo/
Fakta dan Kebohongan Privatisasi di IndonesiaFebruary 18th, 2008 in JURNAL | 3 Comments »
PERAMPOKAN HARTA NEGARA
oleh: Hidayatullah Muttaqin
Komite Privatisasi memutuskan menerima usulan Kementerian BUMN untuk memprivatisasi 37 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang
diprivatisasi mencakup 34 BUMN yang baru memasuki program privatisasi tahun 2008 dan 3 BUMN yang privatisasinya tertunda di tahun 2007.
BUMN-BUMN ini akan diprivatisasi melalui penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal dan penjualan langsung kepada investor strategis
(strategic sales) yang ditunjuk oleh pemerintah (Bisnis Indonesia,5/2/2008). Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyatakan
Kementerian BUMN siap melepas seluruh saham pemerintah pada 14 BUMN sektor industri (Bisnis Indonesia Online, 25/1/2008) sedangkan
Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil menyatakan pemerintah akan menjual 12 BUMN kepada investor strategis (Bisnis Indonesia, 21/1/2008)
dari 37 BUMN yang diprivatisasi.
BUMN yang diprivatisasi antara lain: Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, BNI Persero, Adhi
Karya, PT Asuransi Jasa Indonesia, BTN, Jakarta Lloyd, Krakatau Steel, Industri Sandang, PT Inti, Rukindo, dan Bahtera Adi Guna, Kemudian, PT
Perkebunan Nusantara III, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Perkebunan Nusantara VII, dan Sarana Karya, Semen Batu Raya, Waskita Karya,
Sucofindo, Surveyor Indonesia, Kawasan Berikat Nusantara, Pembangunan Perumahan (melalui IPO), Kawasan Industri Surabaya, dan Rekayasa
Industri. Yodya Karya, Kimia Farma dan Indo Farma (keduanya mau merger), PT Kraft Aceh, PT Dirgantara Industri, Boma Vista, PT Barata, PT
Inka, Dok Perkapalan Surabaya, Dok Perkapalan Koja Bahari, Biramaya Karya, dan Industri Kapal Indonesia (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Keputusan pemerintah melakukan privatisasi besar-besaran sangat mengejutkan. Sebab belum pernah privatisasi dilaksanakan sebanyak 37
BUMN sekaligus dalam setahun. Sejak kebijakan privatisasi dimulai pada tahun 1991, privatisasi terbesar menimpa 4 buah BUMN dalam satu
tahun.
Privatisasi paling menghebohkan terjadi pada tahun 2002 ketika pemerintah menjual 41,94% saham Indosat kepada Singapura dengan harga
obral US$ 608,4 juta. Padahal tahun tersebut Indosat baru saja membeli 25% saham Satelindo dari De Te Asia senilai US$ 350 juta. Dengan
pembelian tersebut kepemilikan Indosat atas Satelindo genap 100% dengan nilai perkiraan US$ 1,3 milyar. Di samping memiliki Satelindo,
Indosat juga mempunyai anak perusahaan IM3, Lintasarta, dan MGTI. Pada tahun 2001 penerimaan negara dari pajak dan deviden Indosat
mencapai Rp 1,4 trilyun. Jadi dari sisi finansial saja pemerintah Indonesia sangat dirugikan (Hidayatullah: 2002).
Sejak awal privatisasi Indosat sudah tidak transparan. Singapura yang menawar Indosat melalui salah satu sayap bisnis BUMNnya, Singapore
Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) ditetapkan sebagai pemenang. Anehnya, ketika penandatangan persetujuan pembelian saham Indosat,
nama pembeli yang muncul bukannya STT melainkan Indonesia Communications Limited (ICL) yang berkedudukan di Mauritius, sebuah negara
yang menjadi surga pencucian uang. Kepada Metrotv (29/12/2002) Gus Dur mensinyalir adanya komisi 7 persen atau sekitar 39 juta dolar dari
total nilai penjualan yang masuk ke kas PDI-Perjuangan untuk pemenangan pemilu pada tahun 2004 (Hidayatullah: 2002).
Belajar dari kasus privatisasi Indosat, kemungkinan obral besar-besaran BUMN tahun ini merupakan upaya untuk menggalang dana
pemenangan pemilu 2009 bisa saja terjadi. Semestinya masyarakat mulai sekarang mewaspadai pengompasan harta negara oleh oknum-
oknum rakus dan tamak. Jika tidak, di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini, aset negara terus menyusut sementara asing semakin
menguasai negeri ini.
Privatisasi di Indonesia
Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar
moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual
35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI
didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus
membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua
kali lipat menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari
hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$
53,865 milyar pada tahun 1997 (Hidayatullah: 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi (program penyesuaian
struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) intervensi pemerintah harus
dihilangkan atau diminimumkan, (2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya, (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan
menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi, (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih
besar (Sritua Arief: 2001).
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang
pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program
privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun
kepada investor strategis. Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999
pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor
Australia. Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT
Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales (www.bumn-
ri.com).
Kebohongan Privatisasi
Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour: 2003). Namun Undang-Undang Nomor
19 tahun 2003 tentang BUMN mempercantik makna privatisasi dengan menambahkan alasan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat. Berdasarkan pengertian
privatisasi dalam undang-undang BUMN, visi Kementerian Negara BUMN tentang privatisasi adalah “Mendorong BUMN untuk
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam kepemilikan sahamnya†� (www.bumn-ri.com). Sementara itu dalam program privatisasi tahun ini alasan yang dikemukakan olehSofyan
Djalil adalah: “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan
menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis� (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Privatisasi tidak semanis apa yang digambarkan dalam visi Kementerian Negara BUMN seperti pada poin meningkatkan peran serta masyarakat
dalam kepemilikan saham BUMN. Sekilas masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN, padahal kita tahu bahwa yang dimaksud
masyarakat bukanlah pengertian masyarakat secara umum, tetapi memiliki makna khusus yaitu investor.
Sebagaimana metode privatisasi BUMN dilakukan dengan IPO dan strategis sales, maka yang membeli saham-saham BUMN baik sedikit
ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi
menggunakan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri.
Sementara yang dimaksud investor itu sendiri adalah individu yang melakukan investasi (menurut situs www.investordictionary.com, investor
didefinisikan sebagai:An individual who makes investments). Jadi tidak mungkin privatisasi akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab
kehidupan masyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dan kesehatan, bagaimana bisa mereka
dapat berinvestasi di pasar modal. Apalagi hingga akhir tahun 2007 investor asing menguasai 60% pasar modal Indonesia sehingga
memprivatisasi BUMN melalui IPO jatuhnya ke asing juga. Sedangkan investor lokal, mereka ini juga kebanyakan para kapitalis yang hanya
mengejar laba, apalagi konglomerat-konglomerat yang dulu membangkrutkan Indonesia sudah banyak yang comeback.
Menurut Dr. Mansour Fakih (2003) dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme, istilah privatisasi biasa dibungkus dengan istilah dan pemaknaan
yang berbeda-beda. Misalnya, privatisasi perguruan tinggi negeri (PTN) dibungkus dengan istilah otonomi kampus, dan istilah privatisasi BUMN
dimaknai sebagai meningkatkan peran serta masyarakat. Tujuan pembungkusan istilah dan makna privatisasi ini adalah untuk mengelabui
pandangan publik. Pernyataan Sofyan Djalil bahwa privatisasi BUMN bukanlah untuk menjual BUMN melainkan untuk memberdayakan BUMN
adalah pernyataan yang menyesatkan.
Sementara itu, langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal
Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan
menghilangkan persoalan hukum.Pertama, memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap privatisasi.Kedua, amandemen
undang-undang atau peraturan yang merintangi privatisasi.Ketiga, ciptakan institusi yang memiliki kewenangan dalam implimentasi
privatisasi.Keempat, hindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat
dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bagaimana lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank
Dunia aktif terhadap permasalahan privatisasi di Indonesia. Sementara itu ADB dalam News Release yang berjudul Project Information: State-
Owned Enterprise Governance and Privatization Program tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program
privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor
komersial. Jadi lembaga-lembaga keuangan kapitalis, negara-negara kapitalis, dan para kapitalis kalangan investor sangat berkepentingan
terhadap pelaksanaan privatisasi di Indonesia. Sebaliknya rakyat Indonesia sangat tidak berkepentingan terhadap privatisasi. Para kapitalis ini
menginginkan pemerintah Indonesia membuka ladang penjarahan bagi mereka. Mereka sebenarnya tidak mengharapkan perbaikan ekonomi
dan kesejahteraan rakyat Indonesia, tapi yang mereka inginkan adalah merampok kekayaan Indonesia.
Adapun apa yang sering mereka katakan bahwa privatisasi bertujuan peningkatan efisiensi dan pemberantasan korupsi adalah sangat tidak
berdasar. DR. Mansour Fakih (2003) menjelaskan tidak ada kaitan antara BUMN yang bersih dengan pemindahan kepemilikan ke tangan
investor. Justru kita menyaksikan malapetaka perekonomian dunia tahun 2001 diawali oleh korupsi besar-besaran yang dilakukan perusahaan
raksasa dunia seperti Worldcom dan Enron. Di Indonesia kalangan swasta (kebanyakan warga keturunan) melakukan korupsi besar-besaran
dalam bentuk KLBI dan BLBI.
Untuk memberantas korupsi di BUMN bukanlah dengan cara privatisasi melainkan dengan penegakkan hukum yang tegas dan keras tanpa
pandang bulu, sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengatakan “Hancurnya umat-umat terdahulu adalah tatkala kalangan rakyat jelata
melakukan pelanggaran, mereka menerapkan hukum dengan tegas, tetapi manakala pelanggar itu dari kalangan bangsawan, mereka tidak
melaksanakan hukum sepenuhnya. Oleh karena itu, sekiranya Fathimah putri Rasulullah mencuri, pasti kopotong tangannya†�. Sudah menjadi
rahasia umum BUMN menjadi sapi perahan para pejabat, politisi, swasta, dan orang dalam BUMN itu sendiri. Kita juga mengetahui saat ini
permasalahan korupsi sangat parah dari pemerintahan di pusat sampai tingkat RT, dari DPR pusat sampai DPRD tingkat kabupaten/kota.
Namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang tegas dan jelas dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Dalam masalah privatisasi kita harus belajar dari kasus Amerika Serikat dan Cina. AS yang selalu memaksakan agenda neoliberal terhadap
negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, justru menolak mentah-mentah keinginan BUMN migas Cina CNOOC untuk membeli
perusahaan minyak swasta nasional AS UNOCAL. PemerintahAS, anggota kongres, dan masyarakat berupaya menggagalkan akuisisi UNOCAL
oleh CNOOC. Alasan mereka Cuma satu, yakni akuisisi akan membahayakan national security (keamanan nasional), sebagaimana yang dikatakan
Byron Dorgan (senator AS): “UNOCAL berada di AS dan telah menghasilkan 1,75 miliar barrel minyak. Sangat bodoh bila perusahaan ini
menjadi milik asing†� (Republika, 18/7/2005).
Privatisasi dalam Pandangan Syariat
Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Sehingga privatisasi
selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-
negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuan program-program politik ekonomi yang mereka usung adalah untuk menjaga
kesinambungan penjajahan para kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Syariat Islam melarang para pejabat
negara mengambil suatu kebijakan dengan menyerahkan penanganan ekonomi kepada para kapitalis ataupun dengan menggunakan standar-
standar kapitalis karena selain bertentangan dengan konsep syariah juga membahayakan negara dan masyarakat. Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan†� (HR Ahmad & Ibn Majah).
Di samping itu, privatisasi dan program penyesuaian struktural merupakan ide kufur yang tegak di atas paham pemikiran konyol Adam Smith
tentang laissez faire. Paham ini menjauhkan pemerintah dari masyarakat dengan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai pelayan dan
pengatur urusan publik. Kemudian mengalihkan peran pemerintah kepada para kapitalis baik investor asing maupun investor lokal. Liberalisasi
ini menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat sementara para kapitalis terus meningkatkan laba sebagaimana yang dikatakan tokoh
ekonomi neoliberal, Milton Friedman dalam tulisannya yang berjudul The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits, bahwa
tanggung jawab sosial bisnis adalah mengerahkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan akumulasi laba.
Syariat menggariskan pemerintah memiliki peranan kuat dalam perekonomian sehingga tidak boleh berlepastangan terhadap hak-hak
rakyatnya. Syariat menegaskan pemerintah harus dapat menjadi pengatur dan pelayan urusan masyarakat (ri’ayatu as-su’un al-ummah)
sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia
akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya†�. (HR Bukhari dan Muslim). Untuk dapat mengatur dan melayani urusan
masyarakat, pemerintah harus memiliki alat dan sarana, salah satunya dengan mendirikan badan-badan yang bertugas mengeksplorasi barang
tambang, memproduksi barang-barang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak, memproduksi barang-barang modal/mesin yang
dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan industri dan kegiatan pertanian mereka, kemudian memiliki lembaga yang menjamin
pendistribusian barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam adalah ibarat penggembala dan
hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)†� (HR. Muslim).
Privatisasi yang dilakukan pemerintah menyangkut BUMN yang terkatagori harta milik umum dan sektor/industri strategis tidak diperbolehkan
syariat Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padangrumput, dan api†�. Menurut
Taqiyuddin an-Nabhani (2002) harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar, sumber daya alam
yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu. Sedangkan industri strategis adalah adalah industri yang
menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, trasnportasi,
dan telekomunikasi.
Dari alasan-alasan yang dikemukakan Kementerian Negara BUMN, nampak kebohongan publik telah dilakukan untuk memenuhi keinginan-
keinginan para kapitalis. Selain itu tidak tertutup kemungkinan ada agenda pengumpulan dana dalam rangka pemilu 2009 sebagaimana
dilansir Indonesia Corupption Watch (ICW) bulan lalu. Koordinator Bidang Info Publik ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan privatisasi BUMN
merupakan sumber dana politik (Republika, 22/1/2008). Cukup sudah kebohongan dan pemerasan harta negara jika tidak ingin mendapat
laknat Allah SWT dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslimin, kemudian
ia meninggal sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka maka Allah mengharamkan surga baginya.†�
Privatisasi bukanlah solusi bagi Indonesia tetapi merupakan sebuah ancaman bagi eksistensi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat
dan kemandirian negara. Sudah saatnya pemerintah dan rakyat bersatu membangun negara ini untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat
dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. []
————————–
Hidayatullah Muttaqin, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan pengelola website www.jurnal-
ekonomi.org
Privatisasi: Penguasa Mengkhianati RakyatTagged with: Pengkhianat Penguasa Privatisasi SDA
Setelah secara ugal-ugalan gagal memprivatisasi (menjual) 44 BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pada tahun lalu akibat kriris keuangan global, Pemerintah kembali menggulirkan
program privatisasi BUMN tahun ini. Jumlah BUMN yang diprivatisasi Kementerian Negara BUMN kali ini mencapai 20 BUMN.Sebagaimana privatisasi BUMN tahun lalu, tahun ini privatisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu initial public offering (IPO) atau penjualan saham perdana di pasar modal dan strategic sales (penjualan strategis).Privatisasi Sejak Orde BaruPrivatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim Orde Baru. Pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT Indosat (1994), 35% saham PT Tambang Timah (1995) dan 23% saham PT Telkom (1995), 25% saham BNI (1996) dan 35% saham PT Aneka Tambang (1997) (www.bumn-ri.com).Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. HLN Pemerintah yang berjumlah US$ 25,321 miliar pada tahun 1985 bertambah menjadi US$ 59,588 miliar pada tahun 1995. Sementara pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 hanya dapat menurunkan HLN Pemerintah menjadi US$ 53,865 miliar pada tahun 1997 (Hidayatullah, 2002).Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi —program penyesuaian struktural— yang didasarkan pada Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan Pemerintah harus dihilangkan; (2) penyerahan perekonomian Indonesia kepada swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief, 2001).Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan pelayanan publik, meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan cara memprivatisasi BUMN.Pada tahun 1998 Pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing, Cemex; 9,62% saham PT Telkom; 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong; dan 49% saham PT Pelindo III kepada investor Australia. Tahun 2001 Pemerintah lagi-lagi menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9% saham PT Telkom.Kebohongan dan Ketidakmampuan PemerintahPrivatisasi hakikatnya adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour, 2003). Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mengkaburkan makna privatisasi dengan menambahkan alasan, yaitu dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat.
Dalam program privatisasi tahun ini, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil beralasan, “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis.” (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).Kenyataannya, privatisasi tidak seperti yang digambarkan Pemerintah, yakni bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Pasalnya, yang dimaksud masyarakat bukanlah masyarakat secara keseluruhan, tetapi tentu saja hanya ’kelompok masyarakat khusus’, yakni mereka yang punya uang (investor).Privatisasi tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Hal ini terjadi karena Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengelola negara. Tidak aneh, setiap tahun Pemerintah hanya bisa menjual aset/kekayaan negara dengan cara ugal-ugalan. Akibatnya, kekayaan negara—yang hakikatnya milik rakyat—terus menyusut, sedangkan hutang negara terus bertambah.Pada tahun 2007, Wapres Jusuf Kalla mengemukakan bahwa dari 135 BUMN yang dimiliki Pemerintah, jumlahnya akan diciutkan menjadi 69 di tahun 2009, dan 25 BUMN pada tahun 2015 (Antara, 19/2/2007). Artinya, sebagian besar BUMN itu bakal dijual ke pihak swata/asing.Intervensi AsingKebijakan privatisasi di Indonesia telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana Pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama: memastikan tujuan-tujuan Pemerintah dan komitmennya terhadap privatisasi. Kedua: mengubah undang-undang atau peraturan yang menghalangi privatisasi. Ketiga; menciptakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam menerapkan kebijakan privatisasi. Keempat: menghindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam proyek privatisasi di Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam News Release yang berjudul, Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor komersial.Dampak krisis global mendorong Indonesia mencari pinjaman luar negeri langsung kepada lembaga keuangan dan dunia internasional untuk menutup defisit APBN. Langkah ini semakin memberikan peluang menguatnya campur tangan dan tekanan asing di Indonesia.Agenda Politik 2009Privatisasi BUMN saat ini juga diduga kuat tidak bisa dilepaskan dari agenda politik 2009. Peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar
mengemukakan, partai politik menjadikan privatisasi sebagai sarana untuk mengeruk dana besar dari BUMN. Parpol melakukannya melalui kader-kader mereka yang duduk di birokrat (Media Indonesia, 9/8/2008).Direktur Eksekutif Charta Politica, Bima Arya Sugiarto memandang kursi pimpinan BUMN sangat dekat dengan parpol dan kekuasaan. Tanpa peranan keduanya sangat sulit bagi seseorang menjadi pimpinan BUMN. Ini menjadikan BUMN sangat dipengaruhi kepentingan politik (Kompas, 20/2/2009).Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai privatisasi BUMN di tengah pasar global yang sedang jatuh sangat tidak wajar. Ia juga menilai agenda privatisasi tahun ini sarat dengan kepentingan politis untuk Pemilu 2009(Republika, 17/2/2009).Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam Corruption Outlook 2008 membeberkan, bahwa privatisasi BUMN menjelang Pemilu sangat terkait dengan penggalian dana parpol. Hal ini selaras dengan semakin tingginya temuan transaksi mencurigakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan. Berdasarkan laporan PPATK per 31 Januari 2009, transaksi keuangan yang mencurigakan hingga saat ini jumlahnya meningkat drastis menjadi 24.392 kasus dari sebelumnya 17.331 kasus pada pertengahan tahun lalu.Bukti bahwa privatisasi adalah untuk kepentingan pembiayaan Pemilu 2009 semakin kuat dengan tidak disetorkannya dana hasil privatisasi 2009 ke kas negara (APBN). Menurut Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, M. Yasin, dana hasil privatisasi 2009 tidak diserahkan untuk memperkuat APBN melainkan untuk kepentingan restrukturisasi BUMN (Republika, 30/12/2008). Hal ini memberikan peluang besar bagi parpol, khususnya yang memegang Kementerian BUMN, untuk menggunakan dana hasil privatisasi.Menghilangkan Peran NegaraPrivatisasi merupakan salah satu agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara Kapitalis lainnya, serta para investor global. Tujuannya tidak lain adalah penjajahan. Selain itu, syariah Islam telah mengharamkan dilakukannya privatisasi, yang hakikatnya memindahkan kepemilikan umum kepada pribadi (swasta), baik asing maupun domestik. Program ini jelas sangat berbahaya, bukan saja bagi negara, tetapi bagi rakyat. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«??? ?????? ????? ???????»Tidak boleh ada bahaya dan (saling) membahayakan (HR Ahmad dan Ibn Majah).
Privatisasi juga merupakan hukum Kufur yang tegak di atas prinsip pasar bebas yang —menjadi salah satu pilar sistem ekonomi kapitalis— sangat bertentangan dengan Islam. Penerapan hukum ini menjadikan Pemerintah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pelayan dan pengatur urusan masyarakat. Pemerintah kemudian menyerahkan perannya kepada pemilik modal.Privatisasi juga menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat, sementara para pemilik modal terus meningkatkan labanya, sebagaimana yang dikatakan tokoh ekonomi neoliberal.
Syariah Islam menegaskan, bahwa Pemerintah harus mampu mengatur dan melayani urusan masyarakat (ri’âyah as-su’ûn al-ummah), sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad saw.:
«?????????? ????? ??????????? ???? ???????????»Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; dia akan dimintai
pertanggungjawabannya atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).Untuk itu, Pemerintah harus memiliki alat dan sarana. Salah satunya dengan mendirikan badan-badan yang bertugas menggali sekaligus mengolah barang tambang serta memproduksi barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga harus memiliki badan yang dapat menjamin terdistribusikannya semua itu di tengah-tengah masyarakat.Privatisasi terhadap BUMN yang terkategori sebagai milik umum dan sektor/industri strategis diharamkan oleh syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«?????????????? ????????? ??? ??????? ??? ????????? ?????????? ??????????»Kaum Muslim bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan
api (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).Harta milik umum itu meliputi fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi penguasaan oleh individu. Adapun industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk vital yang tanpanya kegiatan pemerintahan dan masyarakat menjadi terhambat.Privatisasi bukanlah solusi, tetapi merupakan program pemakzulan peran negara dalam melayani
rakyatnya. Privatisasi merupakan ancaman yang harus dicegah dengan menerapkan hukum Islam yang
terkait dengan kepemilikan umum, juga dengan menegakkan Islam sebagai haluan negara, sehingga
fungsi negara sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat benar-benar tegak. Tanpanya, mustahil
negara akan menjalankan fungsinya sebagai negara. Karena itu, kita memang membutuhkan syariah
Islam dan Khilafah untuk merealisasikannya.http://moebsmart.co.cc/?tag=privatisasi
Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua kali lipat menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$ 53,865 milyar
pada tahun 1997 (Hidayatullah: 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi (program penyesuaian struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi:(1) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan,(2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya,(3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi,(4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar (Sritua Arief: 2001).
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun kepada investor strategis.
Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia.Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales(www.bumn-ri.com).
Berita Selengkapnya
26 September 2006 00:00:00
10 BUMN siap IPO tahun depan
JAKARTA: Pemerintah memproyeksikan untuk melepas saham di 10 BUMN melalui penawaran umum
perdana (initial public offering/IPO) tahun depan.
Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu menjelaskan realisasi rencana ini menunggu penuntasan
pembentukan Komite Privatisasi.
"Sekitar 10 BUMN sudah siap melepas sahamnya ke bursa tetapi masih menunggu persetujuan dari Komite
Privatiasi. Saat ini, kami masih menunggu keppres pembentukan Komite Privatisasi," ujarnya kemarin.
Kini, tutur dia, BUMN dan anak usahanya sudah antre untuk melepas sahamnya di bursa seperti PT Indonesia
Power, PT Jasa Marga, PT Bank Tabungan Negara, PT Wijaya Karya, dan lainnya.
Dia memaparkan proposal usulan IPO dari BUMN tersebut sudah diterima oleh Kementerian BUMN untuk
diputuskan kelanjutannya.
Selain itu, terdapat tiga BUMN kehutanan yaitu PT Inhutani I, II, dan III yang berencana mencatatkan
minoritas sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Rencananya, tiga BUMN di sektor kehutanan akan masuk BEJ
dalam waktu tiga tahun ke depan setelah pemerintah selesai membenahi manajemen dan merestrukturisasi
keuangan perusahaan itu.
Said menjelaskan Kementerian BUMN juga mempertimbangkan melepas sebagian sahamnya di BUMN yang
sudah menjadi perusahaan terbuka tetapi jumlah saham yang beredar hanya sedikit seperti PT Bank Negara
Indonesia Tbk.
Namun, dia mengingatkan jumlah saham yang dilepaskan ke bursa dibatasi maksimal sebesar 35%.
Tiga kali
Secara terpisah, Direktur Wijaya Karya Slamet Maryono menambahkan sudah tiga kali mengajukan proposal
mengenai IPO BUMN konstruksi tersebut.
Dia memaparkan Wijaya Karya akan menggelar pemilihan penjamin pelaksana emisi yang akan membantu
proses IPO 35% saham BUMN tersebut.
Setelah surat persetujuan resmi dari Kementerian BUMN turun, lanjut dia, maka perseroan akan menggelar
pemilihan pemilihan penjamin pelaksana emisi.
"Kami sudah menunggu persetujuan untuk penawaran saham perdana selama 1,5 tahun. Padahal Menneg
BUMN secara lisan sudah memberikan persetujuannya."
Selain itu, Direktur Keuangan Jasa Marga Reynaldi Hermansyah mengatakan perseroan masih menyiapkan
penunjukan profesi penunjang emisi saham.
"Kami masih menunggu persetujuan dari Komite Privatisasi. Namun kami juga sedang memilih konsultan
hukum, penjamin pelaksana emisi, dan profesi penunjang lainnya agar dapat melaksanakan IPO setelah Jasa
Marga mendapatkan izin dari pemerintah."
Sementara itu, BTN akan melakukan kuasi reorganisasi pada tahun ini sebelum melepas 20% dari sahamnya
ke publik.
Kementerian BUMN memproyeksikan terdapat 30 BUMN yang siap didivestasi dan diutamakan kepada
investor lokal. Data Kementerian BUMN menyebutkan terdapat 37 BUMN yang tetap dipertahankan.
Selanjutnya, terdapat 37 BUMN yang akan dikonsolidasi menjadi 15 atau 16 BUMN.
Kementerian BUMN juga berencana membangun perusahaan induk (holding) untuk 35 BUMN. Diperkirakan
35 BUMN itu akan berada di bawah enam sampai dengan delapan holding.
Rencananya, terdapat 139 BUMN yang akan dirasionalisasi jumlahnya menjadi 80-85 BUMN. Jumlah BUMN ini
tidak memperhitungkan BUMN mayoritas dan perusahaan jawatan.
Kementerian membagi lima opsi yang akan ditempuh terhadap BUMN itu yaitu dipertahankan
keberadaannya, merger, membentuk holding, divestasi dan likuidasi.
Suatu BUMN dipertahankan keberadaannya apabila memenuhi kriteria seperti mempunyai kekuatan modal,
berfungsi sebagai penyeimbang pasar, dan berpotensi menjadi entitas bisnis terbaik di sektornya. (munir.
Oleh M. Munir Haikal
Bisnis IndonesiaSumber : Bisnis , 26 September 2006
(Kementerian BUMN / -)
IPO Kimia Farma dan Indo Farma Rp 250 Miliar
Hasilnya Tak Masuk Kas Negara
JAKARTA – Hasil penjualan saham dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Kimia Farma dan Indo Farma, melalui penawaran saham ke publik (Initial Public Offering, IPO) ternyata tidak disetor ke negara. Hasil IPO dua BUMN yang bergerak di bidang farmasi senilai Rp 250 miliar itu seluruhnya masuk ke kas perusahaan.Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan BUMN Departemen Keuangan, I Nyoman Tjager, di Jakarta, Senin (6/8). ’’Privatisasi Indo Farma dan Kimia Farma memang dimaksudkan untuk tes pasar. Karena yang dijual adalah saham baru, hasilnya tidak disetor ke negara, tetapi masuk ke perusahaan,’’ ujarnya.
IPO Indo Farma sendiri menghasilkan Rp 150 miliar dan Kimia Farma menghasilkan Rp 100 miliar. Padahal, kedua BUMN itu termasuk 16 BUMN yang akan diprivatisasi tahun ini, untuk memenuhi target setoran ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 senilai Rp 6,5 triliun.Dengan demikian, lanjut Tjager, hingga saat ini, program privatisasi BUMN belum mampu menyetorkan dana ke APBN 2001. Dia menegaskan, tidak ada revisi target setoran ke pemerintah.’’Dalam sisa waktu sekitar lima bulan, kita tetap berkomitmen untuk mencapai target penerimaan APBN senilai Rp 6,5 triliun dari privatisasi,’’ tegasnya.Pada kesempatan itu, Direktur Restrukturisasi dan Privatisasi Direktorat Pembinaan BUMN Depkeu, Parikesit Suprapto menyatakan, saat ini, belum ada kebijakan khusus dalam rangka memacu privatisasi yang hanya tinggal tersisa waktu lima bulan. ’’Kita tetap menjalankan sesuai program, dan kami optimistis target itu akan tercapai,’’ katanya.Namun Parikesit mengakui, optimisme tersebut sangat bergantung pada situasi pasar. Semua bergantung pada faktor-faktor yang berada di luar kendali Ditjen BUMN. Tetapi investor yakin setelah Agustus, situasi akan membaik.Berkaitan dengan hal itu, direncanakan privatisasi akan banyak dilakukan dengan penjualan kepada calon investor strategis (strategic sales). ’’Dengan strategic sales, kita harapkan bisa tercapai,’’ ujar Parikesit.Sebagai contoh, untuk Indo Farma dan Kimia Farma, pemerintah telah menyelesaikan privatisasi tahap pertama melalui IPO. Sekarang, sedang dikaji privatisasi tahap kedua yang kemungkinan akan dilakukan dengan strategic sales, yang diharapkan selesai semuanya pada akhir Desember 2001.Selain mengalihkan mekanisme penjualan, pemerintah juga menggeser jadwal privatisasi, akibat belum terlaksananya penjualan sejumlah BUMN sesuai jadwal.Menyangkut masalah penentuan jadwal tersebut, Direktur Utama Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Ignatius Jonan mengatakan, bisa mempengaruhi harga penjualan. ’’Kita tidak bisa menetapkan jadwal secara pasti, karena ini menyangkut harga. Kalau kita tetapkan jadwalnya, investor bisa menekan harga serendah mungkin,’’ jelasnya.KendalaSelanjutnya Parikesit mengungkapkan adanya sejumlah kendala yang mempengaruhi privatisasi BUMN. Di antaranya terhadap rencana privatisasi PT Pupuk Kalimantan Timur melalui IPO, terkendala oleh penentuan harga gas yang merupakan salah satu bahan baku utama industri pupuk.Di samping itu, ada pertimbangan kesinambungan penyediaan pupuk dalam negeri, akibat kurangnya suplai menyusul terhentinya produksi PT Pupuk Iskandar Muda Aceh yang disebabkan penutupan dihentikannya operasional ExxonMobil Oil di Aceh.Begitu pula, rencana privatisasi PT Sucofindo –BUMN yang bergerak di bi-dang jasa verifikasi– terpengaruh oleh kebijakan pemerintah mengalihkan
tugas verifikasi barang ekspor dari Sucofindo kepada Ditjen Bea dan Cukai Depkeu. ’’Pengalihan itu tentu mengurangi pendapatan Sucofindo, sehingga mempengaruhi value-nya saat diprivatisasi,’’ jelas Parikesit.Adapun rencana privatisasi Bank Mandiri masih bergantung pada program restrukturisasi dan konsolidasi perbankan secara keseluruhan. Selain itu, Bank Mandiri saat ini tengah memfokuskan diri pada persiapan akuisisi Bank Internasional Indonesia (BII). (A-17) isasi PT Sucofindo –BUMN yang bergerak di bi-dang jasa verifikasi– terpengaruh oleh kebijakan pemerintah mengalihkan tugas verifikasi barang ekspor dari Sucofindo kepada Ditjen Bea dan Cukai Depkeu. ’’Pengalihan itu tentu mengurangi pendapatan Sucofindo, sehingga mempengaruhi value-nya saat diprivatisasi,’’ jelas Parikesit.Adapun rencana privatisasi Bank Mandiri masih bergantung pada program restrukturisasi dan konsolidasi perbankan secara keseluruhan. Selain itu, Bank Mandiri saat ini tengah memfokuskan diri pada persiapan akuisisi Bank Internasional Indonesia (BII). (A-17)PRIVATISASIDefinisi, Maksud dan Tujuan Privatisasi
Sesuai Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, pengertian
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat,
serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut
maka “visi” Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi adalah: “Mendorong BUMN untuk
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya”.
Sesuai pasal 74 Undang-undang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi.
Maksud dan tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi ”misi”
Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi yaitu: ”memperluas kepemilikan masyarakat atas
Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan
manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif,
menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha,
ekonomi makro, dan kapasitas pasar”.
Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan
memperhatikan prinsip- prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan
kewajaran.
Kinerja Privatisasi
Privatisasi BUMN 1991-Triwulan I 2010
Tahun BUMN % Yang Dijual Metode Hasil % Sisa Saham RI
1991 PT. Semen Gresik Tbk 27*
8IPO Rp. 280 milyar
Rp. 126 milyar65
1994 PT. Indosat Tbk 10*
25IPO Rp. 2.537 milyar 65
1995 PT. Tambang Timah tbk 2510*
IPO Rp. 511 milyar 65
PT. Telkom Tbk 10*
13IPO Rp. 5.058 milyar 80
1996 PT BNI Tbk 25* IPO Rp. 920 milyar 99**
1997 PT. Aneka Tambang Tbk 35* IPO Rp. 603 milyar 65
1998 PT Semen Gresik Tbk 14 SS Rp. 1.317 milyar 51
1999 PT Pelindo II 49*** SS USD 190 juta 100
PT Pelindo III 51**** SS USD 157 juta 100
PT Telkom Tbk 9,62 Plecement Rp. 3.188 milyar 66,19
2001 PT Kimia Farma Tbk 9,2* IPO Rp. 110 milyar 90,8
PT Indofarma Tbk 19,8* IPO Rp. 150 milyar 80,2
PT Socfindo 30 SS USD 45,4 juta 10
PT Telkom Tbk 11,9 Plecement Rp. 3.100 milyar 54,29
2002 PT Indosat Tbk 8,0641,94
PlecementSS
Rp. 967 milyarUSD 608,4 juta
56,94*****
14,39
PT Telkom Tbk 3,1 Plecement Rp. 1.100 milyar 51,19
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 151,26*
IPO Rp. 156 milyar 84
PT WNI 41,99 SS Rp. 255 milyar 0
2003 PT Bank Mandiri Tbk 20 IPO Rp. 2.547 milyar 80
PT Indocement TP Tbk 16,67 SS Rp. 1.157 milyar 0
PT BRI Tbk 3015*
IPO Rp. 2.512 milyar 57,57
PT PGN Tbk 2019*
IPO Rp. 1.235 milyar 60,03
2004 PT Pembangunan Perumahan 49 EMBO Rp. 60,49 milyar 51
PT Adhi Karya Tbk 24,524,5*
EMBOIPO
Rp. 65 milyar 51******
PT Bank Mandiri Tbk 10 Plecement Rp. 2.844 milyar 69,96
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 12,5 PO Rp. 180 milyar 65,02
2005 Tidak ada Privatisasi
2006 PT PGN Tbk 5,31 Plecement Rp. 2,088 milyar 55,33
2007 PT BNI Tbk 10,8615*
SO Rp. 3,125 milyarRp. 4.034 milyar
73,3
PT Wijaya Karya Tbk 31,7* IPO Rp. 775,38 milyar 68,4
PT Jasa Marga Tbk 30* IPO Rp. 3,468 milyar 70
2008 Tidak ada Privatisasi
2009 PT BTN Tbk 27,08* IPO Rp. 1,819 milyar 72,92
2010 PT Pembangunan Perumahan 21,46* IPO Rp. 581 milyar** 51
Catatan:
* : Dari saham baru
** : Termasuk dana rekap bank
*** : Saham yang dijual adalah saham PT JICT, anak perusahaan PT Pelindo II
**** : Saham yang dijual adalah saham PT TPS, anak perusahaan PT Pelindo III
***** : Pada saat yang sama privatisasi PT Indosat Tbk dilakukan 2 metode (Placement & SS)
****** : Pada saat yang sama privatisasi PT Adhi Karya dilakukan 2 metode (IPO & EMBO)
KONTRIBUSI
Definisi
Dividen
Adalah bagian dari laba BUMN yang diputuskan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen BUMN
seringkali menjadi indikator prestasi Kementerian Negara BUMN sebagai Pemegang Saham BUMN.
Pajak
Adalah iuran masyarakat atau korporasi kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan perundang-undangan dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk. Pajak digunakan terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
PKBL
Adalah kependekan dari Program kemitraan dan Bina Lingkungan. Program ini wajib dilakukan oleh BUMN
yang dibiayai dari penyisihan sebagian laba bersih perusahaan. Pelaksanaan PKBL juga merupakan tugas
social mengingat ini bukan core business BUMN. Dalam pelaporannya, BUMN wajib melakukan
pembukuan tersendiri terhadap PKBL tersebut, yang merupakan bagian dari penilaian kinerja Direksi
BUMN yang tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI).Dividen
(Rp.Miliar)
Tahun Target APBN Target APBN-P Realisasi Setoran
1998 4.000,00 5.758,60 5.430,40
1999 5.281,30 5.281,30 4.017,80
2000 10.500,00 10.439,90 8.836,70
2001 10.352,40 10.907,40 9.760,20
2002 10.414,20 12.290,30 12.616,60
2003 11.454,20 9.103,50 9.817,50
2004 10.591,30 12.000,00 12.835,20
2005 23.278,00 20.800,00 21.450,60
2006 19.100,00 21.800,00 29.088,37
2007 23.400,00 31.240,00 29.090,00
2008 26.110,00 28.610,00 26.010,00
2009 24.000,00 29.500,00 0,00
Pajak
(Rp.Juta)
Tahun
Status Lapora
n
PPh Non Migas
PPh Miga
s
PPN dan Ppn BM
Pajak Lainnya dan PIB
PBB BPHTB PDRD Jumlah
2000 Audited
11.221.592,34
0,00 3.349.616,81
48.101,65 345.062,16
67.582,16 585.915,99
15.617.871,11
2001 Audited
11.929.603,89
0,00 3.648.521,01
56.267,57 446.668,52
86.057,98 349.223,47
16.516.342,44
2002 Audited
13.457.130,93
0,00 4.408.391,07
52.736,57 517.976,54
261.557,20
330.780,42
19.028.572,73
2003 Audited
14.415.127,33
0,00 2.683.195,30
628.875,78
470.072,20
9.517,35 586.593,61
18.793.381,57
2004 Audited
5.219.992,99
0,00 3.119.266,98
61.277,49 277.878,87
6.757,85 601.492,48
9.286.666,66
Program Kemitraan
Tahun
(Rp.Juta)
No. Nama BUMNStatus
LaporanLaba
DiterimaPenerimaan
Dana Tersedia
Total Penggunaan
Sisa Saldo
LDR
1 PT Telkom Tbk Audited 353.444 267.345 620.789 461.696 159.093 1,31
2 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero)
Audited 287.359 95.375 382.734 253.257 129.477 0,88
3 PT Bank Mandiri (Persero), Tbk
Audited 263.104 245.344 508.448 428.311 80.137 1,63
4 PT Pos Indonesia Audited 220.081 249.719 469.800 469.761 39 2,13
5 PT Bank Negara Indonesia TBk
Audited 116.101 2.020 118.121 75.299 42.822 0,65
6 PT PLN (Persero) Audited 115.068 149.298 264.366 261.707 2.659 2,27
7 PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja
Audited 87.605 189.161 276.766 274.566 2.200 3,13
8 PT Jamsostek Audited 86.384 56.425 142.809 135.345 7.464 1,57
9 PT Pupuk Sriwidjaja (Persero)
Audited 79.259 88.488 167.747 161.205 6.542 2,03
10 PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Audited 74.756 78.861 153.617 152.825 792 2,04
11 PT Angkasa Pura I Audited 66.407 81.597 148.004 146.026 1.978 2,20
12 PT Perusahaan Gas Negara Tbk
Audited 65.468 18.999 84.467 80.292 4.175 1,23
13 PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia III
Audited 63.352 63.654 127.006 126.116 890 1,99
14 PT Angkasa Pura II (Persero)
Audited 62.047 73.419 135.466 130.155 5.311 2,10
15 PT Sucofindo (Persero)
Audited 60.075 112.799 172.874 171.771 1.103 2,86
16 PT Pelabuhan Indonesia II
Audited 57.790 37.231 95.021 93.110 1.911 1,61
17 PT Aneka Tambang Tbk
Audited 49.027 21.852 70.879 58.049 12.830 1,18
18 PT Krakatau Steel Audited 46.904 35.785 82.689 84.664 -1.975 1,81
19 PT. Bukit Asam (Persero),Tbk.
Audited 40.212 36.120 76.332 76.098 234 1,89
20 PT Taspen (Persero) Audited 35.688 39.747 75.435 73.017 2.418 2,05
21 Perum Perhutani Audited 35.543 37.494 73.037 70.188 2.849 1,97
22 PT Timah (Persero) Tbk
Audited 30.495 6.993 37.488 13.918 23.570 0,46
23 Asuransi Kredit Indonesia
Audited 29.958 49.000 78.958 78.954 4 2,64
24 PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
Audited 28.195 35.604 63.799 63.323 476 2,25
25 PT Perkebunan Nusantara IV
Audited 27.921 15.583 43.504 43.409 95 1,55
26 PT Askes (Persero) Audited 27.618 46.219 73.837 72.453 1.384 2,62
27 Perum Peruri Audited 26.698 43.100 69.798 69.698 100 2,61
28 PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)
Audited 25.834 22.392 48.226 47.749 477 1,85
29 PT Bank Tabungan Negara
Audited 20.661 20.190 40.851 32.579 8.272 1,58
30 PT Asuransi Ekspor Indonesia
Audited 19.372 65.675 85.047 83.719 1.328 4,32
31 PT Perkebunan Nusantara X (Persero)
Audited 18.822 42.958 61.780 61.095 685 3,25
32 PT INTI Audited 17.372 20.266 37.638 37.624 14 2,17
33 Perum Pegadaian Audited 16.828 18.960 35.788 33.728 2.060 2,00
34 PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)
Audited 15.507 34.301 49.808 48.939 869 3,16
35 PT Perkebunan Nusantara V
Audited 14.434 13.016 27.450 26.869 581 1,86
36 PT Perkebunan Nusantara VIII
Audited 14.067 15.000 29.067 27.745 1.322 1,97
37 PT Semen Gresik (Persero) Tbk
Audited 13.670 13.833 27.503 20.859 6.644 1,53
38 PT Kawasan Berikat Audited 13.414 20.600 34.014 36.276 -2.262 2,70
Nusantara
39 PT Asean Aceh Fertilizer
Audited 13.254 5.753 19.007 18.852 155 1,42
40 PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Audited 12.430 13.880 26.310 26.280 30 2,11
41 PT Bio Farma (Persero)
Audited 11.583 12.321 23.904 23.855 49 2,06
42 PT Asuransi Jasa Indonesia
Audited 11.554 11.544 23.098 23.942 -844 2,07
43 PT Kimia Farma (Persero) Tbk
Audited 11.026 18.933 29.959 29.867 92 2,71
44 PT Surveyor Indonesia
Audited 11.018 15.302 26.320 26.176 144 2,38
45 PT Perkebunan Nusantara II
Audited 8.843 8.335 17.178 17.090 88 1,93
46 PT Garuda Indonesia (Persero)
Audited 8.558 4.225 12.783 7.401 5.382 0,86
47 PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Audited 8.527 8.258 16.785 16.719 66 1,96
48 PT Perkebunan Nusantara XI
Audited 8.167 42.338 50.505 49.192 1.313 6,02
49 PT Perkebunan Nusantara XII ( Persero )
Audited 8.079 8.255 16.334 16.152 182 2,00
50 PT. Pelayaran Nasional Indonesia
Audited 7.536 11.852 19.388 19.194 194 2,55
51 PT Danareksa (Persero)
Audited 7.486 9.273 16.759 16.707 52 2,23
52 Perum Perumnas Audited 7.423 8.769 16.192 13.232 2.960 1,78
53 PT Indofarma Audited 7.405 9.887 17.292 16.846 446 2,27
(Persero) Tbk.
54 PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Audited 7.095 8.879 15.974 15.903 71 2,24
55 PT Asuransi ABRI Audited 6.929 13.755 20.684 19.888 796 2,87
56 PT Pengembangan Pariwita Bali (Pesero)
Audited 6.556 7.563 14.119 13.366 753 2,04
57 PT Perusahaan Pengelola Aset
Audited 6.024 221 6.245 1 6.244 0,00
58 PT Inhutani I Audited 5.894 8.202 14.096 13.269 827 2,25
59 PT Pembangunan Perumahan
Audited 5.730 6.043 11.773 11.716 57 2,04
60 PT Asuransi Jiwasraya
Audited 5.564 9.283 14.847 13.770 1.077 2,47
61 PT Waskita Karya Audited 5.237 5.888 11.125 10.966 159 2,09
62 PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)
Audited 5.015 4.210 9.225 7.729 1.496 1,54
63 Perum Jasa Tirta II Audited 4.866 6.841 11.707 10.949 758 2,25
64 PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Audited 4.768 3.772 8.540 8.027 513 1,68
65 PT Semen Baturaja Audited 4.652 9.080 13.732 12.341 1.391 2,65
66 PT Perkebunan Nusantara I (Persero)
Audited 4.575 8.501 13.076 12.878 198 2,81
67 PT Perkebunan Nusantara XIII
Audited 4.566 2.297 6.863 6.696 167 1,47
68 Jaminan Kredit Indonesia
Audited 4.459 12.153 16.612 16.521 91 3,71
69 PT Kereta Api Indonesia
Audited 4.155 6.018 10.173 10.063 110 2,42
70 PT PANN (Persero) Audited 3.802 9.283 13.085 12.550 535 3,30
71 PT INKA (Persero) Audited 3.732 10.317 14.049 13.889 160 3,72
72 PT PAL Indonesia Audited 3.273 11.191 14.464 14.377 87 4,39
73 PT Pindad Audited 3.233 4.461 7.694 7.690 4 2,38
74 PT Inhutani III Audited 3.150 1.658 4.808 3.995 813 1,27
75 PT Dahana ( Persero )
Audited 2.879 7.201 10.080 9.947 133 3,46
76 PT Hutama Karya Audited 2.867 2.766 5.633 5.593 40 1,95
77 PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung
Audited 2.743 2.294 5.037 4.951 86 1,80
78 PT Surabaya Industrial Estate Rungkut
Audited 2.549 5.516 8.065 7.943 122 3,12
79 PT Bhanda Ghara Reksa
Audited 2.493 5.664 8.157 8.077 80 3,24
80 PT Ind. Sandang Nusantara
Audited 2.372 17.354 19.726 18.671 1.055 7,87
81 PT Sarinah ( Persero )
Audited 2.266 8.990 11.256 11.074 182 4,89
82 PT Perkebunan Nusantara VI
Audited 2.144 2.190 4.334 4.330 4 2,02
83 PT Hotel Indonesia Natour
Audited 2.039 5.287 7.326 7.188 138 3,53
84 PT Berdikari (Persero)
Audited 1.894 1.633 3.527 3.487 40 1,84
85 PT Kertas Kraft Aceh ( Persero )
Audited 1.861 500 2.361 2.299 62 1,24
86 PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)
Audited 1.779 1.974 3.753 3.749 4 2,11
87 PT Inhutani II Audited 1.731 2.040 3.771 2.740 1.031 1,58
88 PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Audited 1.695 4.774 6.469 6.466 3 3,81
89 PT GARAM (Persero) Audited 1.654 1.084 2.738 2.759 -21 1,67
90 PT. Primissima (Persero)
Audited 1.585 4.347 5.932 6.048 -116 3,82
91 Perum Jasa Tirta I Audited 1.507 1.823 3.330 3.331 -1 2,21
92 PT Nindya Karya (Persero)
Audited 1.332 3.460 4.792 4.704 88 3,53
93 PT Inhutani IV Audited 1.309 2.289 3.598 2.135 1.463 1,63
94 PT (Persero) Reasuransi Umum Indonesia
Audited 1.294 2.568 3.862 3.862 0 2,98
95 PT Bahana PUI Audited 1.099 524 1.623 446 1.177 0,41
96 PT Perkebunan Nusantara XIV
Audited 1.066 617 1.683 1.599 84 1,50
97 PT Inhutani V Audited 980 555 1.535 1.474 61 1,50
98 PT Bahtera Adhiguna
Audited 979 1.187 2.166 2.026 140 2,07
99 PT PDI Pulau Batam Audited 938 2.872 3.810 3.708 102 3,95
100 PERUM PNRI Audited 930 434 1.364 1.184 180 1,27
101 PT Taman Wisata Candi BP&RB
Audited 888 2.934 3.822 3.819 3 4,30
102 PT Iglas (Persero) Audited 835 1.132 1.967 1.939 28 2,32
103 PT Pengerukan Indonesia
Audited 635 270 905 870 35 1,37
104 PT Kawasan Industri Makassar (Persero)
Audited 606 522 1.128 1.501 -373 2,48
105 PT Industri Soda Indonesia
Audited 586 498 1.084 1.045 39 1,78
106 PT Istaka Karya Audited 548 602 1.150 931 219 1,70
107 PT Sang Hyang Seri (Persero)
Audited 547 1.262 1.809 1.791 18 3,27
108 PT Virama Karya Audited 533 703 1.236 1.172 64 2,20
109 PT LEN INDUSTRI (PERSERO)
Audited 530 1.427 1.957 1.953 4 3,68
110 PT Dok dan Perkapalan SuraBaya
Audited 528 283 811 808 3 1,53
111 PT Brantas Abipraya (Persero)
Audited 395 780 1.175 1.121 54 2,84
112 PT Pertani Audited 306 269 575 354 221 1,16
113 PT Indah Karya Audited 290 481 771 752 19 2,59
114 PT Yodya Karya (Persero)
Audited 286 235 521 520 1 1,82
115 Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS)
Audited 280 469 749 734 15 2,62
116 PT Bina Karya Audited 268 200 468 443 25 1,65
117 PT Kawasan Industri Wijayakusuma
Audited 267 213 480 465 15 1,74
118 PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero)
Audited 265 1.013 1.278 1.278 0 4,82
119 PT Perikanan Samodra Besar
Audited 259 305 564 622 -58 2,40
120 PT Amarta Karya Audited 238 547 785 774 11 3,25
121 PT Indra Karya Audited 233 155 388 413 -25 1,77
122 PT Kawasan Industri Medan (Persero)
Audited 206 55 261 246 15 1,19
123 PT Kertas Leces Audited 200 705 905 818 87 4,09
(Persero)
124 PT Boma Bisma Indra (Persero)
Audited 186 98 284 254 30 1,37
125 PT Semen Kupang Audited 135 68 203 142 61 1,05
126 PT Batan Teknologi Audited 126 301 427 400 27 3,17
127 PT Tirta Raya Mina Audited 125 117 242 198 44 1,58
128 PT Balai Pustaka (Persero)
Audited 124 86 210 172 38 1,39
129 Perum Damri Audited 91 1.083 1.174 1.102 72 12,11
130 PT Varuna Tirta Prakasya
Audited 75 0 75 6 69 0,08
131 PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)
Audited 55 102 157 215 -58 3,91
132 PT Industri Kapal Indonesia (Persero)
Audited 50 57 107 109 -2 2,18
133 PT Energy Management Indonesia (Persero)
Audited 22 48 70 62 8 2,82
Bina Lingkungan
Tahun
(Rp.Juta)
No. Nama BUMNStatus
LaporanSaldo Awal
Alokasi Laba
Lain lain
Dana Tersedia
Penggunaan Dana
Saldo Akhir
1 PT Telkom Tbk Audited 18.977 0 751 19.728 11.392 8.336
2 PT Bank Mandiri (Persero), Tbk
Audited 11.154 0 360 11.514 11.227 287
3 PT.(Persero) Pelabuhan Indonesia III
Audited 3.131 2.258 553 5.942 4.819 1.123
4 PT Perusahaan Gas Negara Tbk
Audited 2.682 5.195 85 7.962 4.603 3.359
5 PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)
Audited 2.053 4.063 42 6.158 6.011 147
6 PT Bank Ekspor Indonesia (Persero)
Audited 1.600 587 77 2.264 862 1.402
7 PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Audited 1.402 2.503 46 3.951 1.639 2.312
8 PT Pelabuhan Indonesia II
Audited 1.401 12.222 114 13.737 7.866 5.871
9 PT Pelabuhan Indonesia I (Persero)
Audited 1.218 2.438 35 3.691 2.153 1.538
10 PT Angkasa Pura II (Persero)
Audited 1.122 9.012 707 10.841 2.237 8.604
11 PT Asuransi ABRI Audited 1.021 462 56 1.539 321 1.218
12 PT Angkasa Pura I Audited 1.003 2.400 84 3.487 3.186 301
13 PT Perkebunan Nusantara VIII
Audited 970 156 1 1.127 1.121 6
14 PT Krakatau Steel Audited 940 1.100 0 2.040 1.363 677
15 PT Perkebunan Nusantara V
Audited 878 2.178 84 3.140 2.576 564
16 PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja
Audited 823 2.309 42 3.174 2.757 417
17 PT Askes (Persero) Audited 668 1.566 33 2.267 1.619 648
18 PT Taspen (Persero) Audited 662 1.766 262 2.690 1.638 1.052
19 Perum Peruri Audited 633 348 18 999 664 335
20 PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero)
Audited 391 3.000 46 3.437 3.152 285
21 PT Ind. Sandang Audited 305 0 2 307 4 303
Nusantara
22 PT Perkebunan Nusantara IV
Audited 295 2.509 70 2.874 2.818 56
23 PT PAL Indonesia Audited 290 295 9 594 309 285
24 PT Bio Farma (Persero) Audited 279 998 4 1.281 1.176 105
25 PT Surveyor Indonesia Audited 234 306 0 540 423 117
26 PT Perkebunan Nusantara XII ( Persero )
Audited 218 404 144 766 710 56
27 Asuransi Kredit Indonesia
Audited 200 454 6 660 527 133
28 PT Asuransi Ekspor Indonesia
Audited 195 448 2 645 572 73
29 PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung
Audited 189 226 7 422 71 351
30 PT. Pelayaran Nasional Indonesia
Audited 188 0 3 191 69 122
31 PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI)
Audited 186 943 0 1.129 225 904
32 PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)
Audited 152 556 5 713 707 6
33 PT Kawasan Berikat Nusantara
Audited 147 503 2 652 569 83
34 PT Pupuk Sriwidjaja (Persero)
Audited 135 4.276 55 4.466 3.825 641
35 PT Jamsostek Audited 131 10.705 368 11.204 9.889 1.315
36 PT INTI Audited 112 414 3 529 297 232
37 PT Perkebunan Nusantara X (Persero)
Audited 107 595 0 702 658 44
38 PT Perkebunan Audited 103 0 512 615 306 309
Nusantara I (Persero)
39 PT Pos Indonesia Audited 102 0 2 104 74 30
40 Perum Pegadaian Audited 85 300 0 385 253 132
41 PT Bhanda Ghara Reksa
Audited 77 82 1 160 155 5
42 PT Asuransi Jiwasraya Audited 73 60 0 133 64 69
43 PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Audited 72 577 1 650 583 67
44 PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Audited 61 1.501 18 1.580 1.244 336
45 Jaminan Kredit Indonesia
Audited 39 50 1 90 79 11
46 PT Sarinah ( Persero ) Audited 39 89 1 129 104 25
47 PT Perkebunan Nusantara VI
Audited 39 372 2 413 346 67
48 PT Perkebunan Nusantara XIII
Audited 28 2.388 16 2.432 2.274 158
49 PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)
Audited 26 500 0 526 186 340
50 PT Hutama Karya Audited 24 308 0 332 280 52
51 PT Pindad Audited 17 213 1 231 83 148
52 PT Istaka Karya Audited 14 98 0 112 6 106
53 PT Sang Hyang Seri (Persero)
Audited 14 27 2 43 30 13
54 PT Indra Karya Audited 13 11 0 24 11 13
55 PT INKA (Persero) Audited 13 0 0 13 6 7
56 PT Virama Karya Audited 10 6 0 16 15 1
57 PT Pembangunan Audited 7 292 1 300 285 15
Perumahan
58 PT Dahana ( Persero ) Audited 4 137 1 142 95 47
59 PT Waskita Karya Audited 2 173 1 176 176 0
60 PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero)
Audited 2 75 0 77 75 2
61 Perum Jasa Tirta I Audited 2 19 0 21 20 1
62 PT Taman Wisata Candi BP&RB
Audited 2 78 1 81 81 0
63 PT Bank Tabungan Negara
Audited 1 257 6 264 264 0
64 PT Yodya Karya (Persero)
Audited 1 9 0 10 9 1
65 Perum Jasa Tirta II Audited 1 5 0 6 0 6
66 PT Perkebunan Nusantara XI
Audited 1 291 311 603 454 149
67 PT Semen Baturaja Audited 1 0 0 1 0 1
68 PT Asuransi Jasa Indonesia
Audited 0 335 0 335 317 18
69 PT Nindya Karya (Persero)
Audited 0 31 0 31 30 1
70 PT Kereta Api Indonesia
Audited 0 80 2 82 15 67
71 PT Surabaya Industrial Estate Rungkut
Audited 0 146 85 231 230 1
72 PT Perkebunan Nusantara II
Audited 0 333 15 348 348 0
73 PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Audited 0 0 250 250 249 1
74 PT Pertani Audited 0 0 7 7 7 0
75 Perum Prasarana Audited 0 3 0 3 2 1
Perikanan Samudera (PPPS)
76 PERUM PNRI Audited 0 166 0 166 26 140
77 PT PLN (Persero) Audited 0 0 50.000 50.000 49.030 970
78 PT LEN INDUSTRI (PERSERO)
Audited 0 0 0 0 0 0
79 PT GARAM (Persero) Audited 0 10 0 10 10 0
RESTRUKTURISASI
Definisi, Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, restrukturisasi adalah upaya
yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk
memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.
Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara
efisien, transparan, dan profesional.
Program restrukturisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan
manfaat berupa dividen dan pajak kepada Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang
kompetitif kepada konsumen dan memudahkan pelaksanaan privatisasi.
KINERJA BUMN
Neraca
(Rp.Juta)
Tahun Total Aktiva Total Ekuitas Penjualan Laba Usaha Laba Bersih
2009 2.234.000.000,00 574.000.000,00 986.000.000,00 154.000.000,00 88.000.000,00
2008 1.977.634.196,70 527.338.182,60 1.161.722.488,95 133.428.924,83 78.438.256,48
2007 1.725.183.040,80 511.136.962,60 865.240.314,72 119.095.328,25 70.705.433,21
2006 1.406.691.513,00 436.482.013,90 276.326.800,48 36.914.459,72 29.172.478,05
2005 1.308.888.494,00 423.494.367,40 555.563.616,34 67.654.849,52 42.349.995,94
2004 1.196.654.344,00 406.004.146,20 440.279.522,74 66.315.057,17 44.175.589,06
2003 980.017.609,30 278.579.906,60 191.878.249,79 35.015.860,27 21.369.614,98
2002 931.822.642,80 265.415.274,60 181.564.383,08 31.863.629,12 25.483.352,68
2001 792.851.991,60 123.074.273,80 183.253.527,08 26.918.991,68 18.657.948,18
2000 705.124.924,70 110.405.804,20 129.216.736,19 18.500.250,36 13.624.248,84
BUMN Laba
(Rp.Juta)
Tahun Total BUMN Total BUMN Laba Total Laba
2009 141 117 88.046.709,67
2008 142 114 77.630.007,16
2007 139 108 70.772.567,03
2006 139 100 53.242.880,64
2005 139 103 32.973.811,75
BUMN Rugi
(Rp.Juta)
Tahun Total BUMN Total BUMN Rugi Total Kerugian
2009 141 24 -1.724.279,62
2008 142 27 -13.819.515,45
2007 139 31 -7.156.766,92
2006 139 39 -3.875.442,19
2005 139 36 -7.025.312,09
Kembali ke atas
VISI DAN MISI KEMENTERIAN BUMN
Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam rangka mengelola aset negara, Kementerian BUMN memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi : "Meningkatkan peran BUMN sebagai instrumen negara untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat berdasarkan mekanisme korporasi"
Misi : Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Kementerian BUMN menetapkan misi
sebagai berikut: 1. Peningkatan kualitas pengelolaan BUMN yang semakin transparan dan akuntabel 2. Peningkatan peran BUMN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan
pendapatan negara 3. Peningkatan kualitas pelaksanaan penugasan pemerintah untuk pelayanan umum 4. Peningkatan peran BUMN dalam keperintisan usaha dan pengembangan UMKM 5. Mewujudkan sistem pengelolaan BUMN berbasis mekanisme korporasi 6. Peningkatan peran BUMN untuk percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan
nasional Kembali Ke Atas PROGRAM DAN KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN 2005-2009