Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PRIVATISASI BUMN DALAM PERSPEKTIF
MAQȂSHID ASY-SYARȊʻAH
(Studi Kasus UU No. 30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Hukum (MH) Dalam Bidang Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
Lestari
NIM. 217420291
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1440 H / 2019 M
PRIVATISASI BUMN DALAM PERSPEKTIF
MAQȂSHID ASY-SYARȊʻAH
(Studi Kasus UU No. 30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan)
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Magister Hukum (MH)Dalam Bidang Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
Lestari
NIM. 211610135
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA
Dr. Syarif Hidayatullah, S.S.I.,MA,MCHC
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Privatisasi BUMN Dalam Perspektif Maqȃshid
Asy-Syarȋʻah (Studi Kasus UU No. 30/2009 Tentang Ketenagalistrikan)”
yang disusun oleh Lestari, dengan Nomor Induk Mahasiswa: 211610135,
telah melaui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing
telah memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan ke sidang munaqasah.
Pembimbing I,
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA
Tanggal: 15 Maret 2019
Pembimbing II,
Dr. Syarif Hidayatullah, S.S.I, MA, MCHC
Tanggal: 16 Maret 2019
ii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan tangan di bawah ini:
Nama : Lestari
NIM : 211610135
Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 15 Mei 1972
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Privatisasi BUMN Dalam Perspektif
Maqȃshid Asy-Syarȋah (Studi Kasus UU.No. 30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan)” adalah benar hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan
yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 29 April 2019
25 Rajab 1440 H
Penulis
Lestari
iii
بسم الله الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas semua berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Shalawat serta salam Penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya serta seluruh umat manusia yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam penulisan tesis ini, Penulis menyadari akan sulit terwujud
tanpa adanya bantuan semua pihak, oleh karena itu, Penulis ingin
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah
Tahido Yanggo, MA,
2. Direktur Program Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Bapak
Dr. Azizan,MA,
3. Dosen Pembimbing I dan II, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
MA dan Bapak Dr. Syarif Hidayatullah, S.S.I., MA, MCHC, yang
senantiasa membimbing, memberi ilmu dan mengarahkan Penulis
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik,
4. Segenap Dosen Program Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta
yang telah memberikan pengetahuan dan ilmunya kepada Penulis,
5. Ketua dan seluruh staf Tata Usaha Program Pasca Sarjana Institut Ilmu
Al-Qur’an Jakarta,
iv
6. Pimpinan dan staf perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur’an dan Perpustakaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pondok Aren, 29 April 2019 M
25 Rajab 1440 H
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf abjad yang
satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis ini, Penulis mengacu pada
buku pedoman Akademik Program Pescasarjana Institut Ilmu Al-Quran, IIQ
Jakarta tentang sistem transliterasi sebagai berikut:
A. Konsonan
Arab Latin Arab Latin Arab Latin
Q ق Z ز A أ
K ك S س B ب
L ل Sy ش T ت
M م Sh ص Ts ث
N ن Dh ض J ج
W و Th ط H ح
H ه Zh ظ Kh خ
‘ ء ‘ ع D د
Y ي Gh غ Dz ذ
F ف R ر
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Fathah : a contoh : = dharaba
Kasrah : i contoh : = rahima
Dhammah : u contoh : = kutub
2. Vokal Rangkap
Vokal Rangkap (fathah dan ya mati) ditulis “ai”
Contoh: =Zainab = kaifa
Vokal Rangkap (fathah dan waw mati) ditulis “au”
Contoh: = haula = qaula
3. Vokal Panjang
Fathah : ȃ contoh: = qȃla
Kasrah : ȋ contoh: = qȋla
vi
Dhammah : û contoh: = kûb
4. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam ( ال) qomariyah
Kata sandang yang diikuti alif lam ( ال) qomariyah ditransliterasi
sesuai dengan bunyinya. Contoh:
: Al-Baqarah : Al-Madinah
b. Kata sandang yang diikuti alif lam ( ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti alif lam ( ال) syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan didepan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh:
: asy-Syams : ad-Dȃrimî
c. Syaddah ( Tasydȋd )
Syaddah ( Tasydȋd ) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang
,sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf ,(ا )
yaitu dengan menggandakan huruf yang bertanda tasydȋd, aturan ini
berlaku umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata, di akhir
kata ataupun tasydȋd yang terletak di setelah kata sandang, yaitu :
: Ȃmannȃ billȃhi : Ȃmana as-sufahȃ’a
: Inna al-ladzȋna : wa ar-rukka ‘i
d. Ta Marbûthah ( ة)
Ta Marbûthah ( ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh
kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi
huruf “h”. Contoh:
: al-Afʻidah
: al-Jȃmiʻah al-Islamiyyah
Sedangkan Ta Marbûthah ( ة) yang diikuti atau disambungkan (di
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
: ‘Ȃmilatun Nȃshibah.
e. Huruf Kapital
vii
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan
tetapi apabila telah dialihaksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan
yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan
awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan
lain-lain. Ketentuan yang berlaku dalam EYD berlaku pula dalam
alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau ctak tebal (bold)
dan ketentuan lainnya. Adapun nama diri yang diawali huruf
sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri,
bukan kata sandangnya. Contoh: Muhammad Abu Bakar, Umar
Usman ‘Ali, al-‘Asqalani, dan seterusnya. Khusus untuk penulisan
kata Al-Qur’an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf
kapital. Contoh: Al-Qur’an, Al-Baqarah dan seterusnya.
C. Singkatan – singkatan
SWT. : Subhanahu wa Ta’ala
SAW. : Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
r.a. : Radhiallahu ʻanhu
Q.S. : Al-Qur’an Surat
H. : Tahun Hijriyyah
M. : Tahun Masehi
Cet. : Cetakan
t.tp. : Tanpa tempat penerbit
t.p. : Tanpa penerbit
t.th. : Tanpa tahun
h. : Halaman
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... ...i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................ii
PERNYATAAN PENULIS ................................................................... ..iii
KATA PENGHANTAR ........................................................................ ..iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ ...v
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................... ..xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................. ..1
B. Permasalaan……………………………………………....16
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... ..18
D. Kajian Pustaka ................................................................ ..18
E. Metode Penelitian ......................................................... ..21
F. Sistematika Penulisan ..................................................... ..24
BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG PRIVATISASI BUMN
A. Definisi ............................................................................ ..27
B. Sejarah Privatisasi ............................................................ ..30
C. Kebijakan Privatisasi BUMN ........................................... ..35
ix
D. Realitas Privatisasi BUMN di Indonesia dan Dampaknya
..............................................................................................62
E.Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang
Ketenagalistrikan..................................................................69
1. Sejarah Ketenagalistrikan Indonesia...............................73
2. Pokok-pokok Privatisasi Ketenagalistrikan dalam UU No.
30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan
.........................................................................................76
BAB III: MAQȂSHID ASY-SYARȊʻAH
A. Pengertian…………………………………………….........79
1. Pandangan Ulama Tentang Maqȃshid asy-Syarȋʻah........84
2. Kedudukan dan Fungsi Maqȃshid asy-Syarȋʻah…..........95
3. Kemaslahatan Sebagai Maqȃshid asy-Syarȋʻah…..........97
4. Tingkatan Kemaslahatan dan Kulliyatul Khams............102
5. Kaidah-kaidah untuk Mengetahui Maqȃshid
asy-Syarȋʻah....…..... ……….....………….....................114
B. Kemaslahatan dalam Ekonomi …………….......................121
BAB IV: KONTEKSTUALISASI MAQȂSHID ASY-SYARȊʻAH
PADA PRIVATISASI KETENAGALISTRIKAN(UU No.
30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan)
A. Kekuasaan Negara dalam Islam pada Pengelolaan Sumber
Daya Strategis.………….....…………...............................137
1. Mewujudkan Kekuasaan Negara Melalui Pembentukan
dan Pengendalian BUMN…………………….............138
2. Privatisasi BUMN dalam Perspektif Sistem Ekonomi
Islam...............................................................................142
x
a. Privatisasi BUMN Kepemilikan Umum..….............142
b. Kedudukan Privatisasi Beberapa BUMN: Studi
Kasus……………….................................................157
B. Urgensi Sumber Daya Listrik…………….…..………........161
C. Kalkulasi Privatisasi Ketenagalistrikan……………............163
D. Maqȃshid asy-Syarȋʻah pada Pengelolaan Ketenagalistrikan
..............................................................................................172
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................17
8
B. Saran.....................................................................................18
0
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
ABSTRAKSI
Penelitian yang berjudul Privatisasi BUMN dalam Perspektif
Maqȃshid asy-Syariʻah (Studi Kasus UU No. 30/2009 tentang
Ketenagalistrikan) ini menegaskan bahwa kebijakan privatisasi
ketenagalistrikan adalah kebijakan yang tidak tepat. Pemerintah sebagai
pemegang kendali kebijakan sektor publik tidak boleh mengambil kebijakan
pelepasan pengelolaan semisal ketenagalistrikan kepada swasta.
Penulis setuju pandangan Ikhsan Abadi dalam bukunya Neo
Liberalisme dalam Timbangan Ekonomi Islam yang mengkritisi kebijakan
pemerintah melakukan privatisasi melalui unblunding dan divestasi pada
Perusahaan Listrik Negara (PLN). Unblunding pada PLN mengakibatkan
setiap jenis usaha ketenagalistrikan dapat dimiliki oleh pihak non pemerintah.
Di sisi lain Penulis juga tidak sependapat alasan bahwa upaya melakukan
privatisasi PLN melalui divestasi adalah untuk menciptakan iklim kompetisi
dan meningkatnya peran swasta, karena realitasnya divestasi justru
menyebabkan pihak swasta akan dominan dalam penyediaan listrik.
Kebijakan di atas secara otomatis berakibat harga listrik akan didikte
oleh kartel perusaan listrik swasta. Dampak ini dirasakan oleh konsumen
berupa harga tarif dasar listrik yang memberatkan. Di sisi lain fungsi
pemerintah sebagai pengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak semisal bidang ketenagalistrikan harus mengupayakan
kesejahteraan dan kemudahan sarana bagi rakyat dan bukan sebaliknya, hal
itu selaras dengan maqȃshid asy-syariʻah. Listrik yang terkategori sebagai
obyek milik publik, tentu hukum positif yang menaunginyapun harus
berpihak kepada kemaslahatan umum. Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat seyogyanya lebih intensif mendengar aspirasi rakyat
kebanyakan dibanding kepentingan beberapa pelaku ekonomi swasta.
Dengan menggunakan metode kualitatif melalui studi pustaka, tesis
ini menghasilkan beberapa pokok pemikiran normatif. Penulis mengambil
referensi primer Undang-Undang No.30/2009 Tentang Ketenagalistrikan dan
buku Neo Liberalisme dalam Timbangan Ekonomi Islam karya Ikhsan Abadi
sebagai referensi sekundernya. Poin pentingnya adalah hifzhul mȃl selaras
dengan inti konstitusi.Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi yang
menjadi landasan undang-undang dan peraturan di bawahnya memiliki nafas
xii
keberpihakan pada kepentingan umum dan menjaga sumber-sumber ekonomi
optimal sesuai sasaran sebagaimana pesan dari maqȃshid asy-syariʻah.
ص خ ل م ل ا
ب وتية"فم ن ةال ع ن ك الشريع ةظ و رم ق اصدت ؤ كد الدر اس ة بع ن و ان"خ ص خ ص ة الشب ك ة ضيال ق ر اس ة د) ر ق م ني سي الإن د و 30لل ق ان ون /2009 ق ر ار أ ن ) ر ب اء ال ك ه ع ن
ع ل ى بصف ته اص احب ة الرق اب ة ال ك وم ة م لا ئم.إن غ ي ر ق ر ار ه و ر ب اء ال ك ه خ ص خ ص ةر ب اءإل د ار ة لمث لال ك ه الإ ت ع طي ل اأ ن ي و ز .سياس ةال قط اعال ع امل ا ال قط اعا
ف ة ال ديد "الليبالية كت ابه ف عب ادي س ان إح ن ظ ر ه ة وج اتب ة ع ل ى ال ك ت و افق من ص خ ص ة ا ف ال ك وم ة ق ر ار ع ل ى ان ت ق د الذي " لامي الإ س ق تص اد ال م ن ظ ور
ر ب اءال ك ومية )خلا ل ةال ك ه في ةفش رك كيكو التص ف(.ن ت ج PLNالت ف الت ف كيك PLN .ح ك ومية ل ط رافغ ي م ل وكا ر ب اء ال ك ه ال أ ع م من ن و ع ك ل ي ك ون ع ل ىأ ن
ت و افق ر ى،ل ن احي ةأ خ ص خ ص ةال من اتب ة أي ضاع ل ىالسب ب خلا ل PLN ك من ال ك و مية،ل ن غ ي ا ال م ن اف س ةو زياد ةد و رال قط اعا كيكه و ص ن ع م ن اخمن الت ف
س ي ط ر ةال قط اع في ةت ؤ ديبال فع لإل التص و اقع ع ل ىم الت و فيغ ي ال ك و ميةةصار ب اءلل ع ام ة. ال ك ه
ر ب اء ةال ك ه قب لش رك ر ب اءمن ع ارال ك ه ار تف اعأس السياس ة تل ق ائياإل ت ؤ ديتل ك ع ر ال ك و م ة.و ي ش اصةغ ي ا أ ن ب ر ى،ي ن احي ةأ خ االتأ ثي.من ب ذ لك ون ت ه ال م س
الناس ثيمن فس ب لع ي شال ك ن تاجالتت ت ح كم لف ر وعالإ ك م دير ع ىال ك و م ة ت س ال ع ال و س ائل قيقس ه و ل ة لت ح ر ب اء ال ك ه م ع مث ل ،ف هيت تفق ال ع ك س للناسو ل ي س ام ة
لل ق ان ون ب د لل ع ام ةل ائنم ل وك ك ك ر ب اء الشريع ة.ال ك ه لل م ص الحل ه أني ك و ن م ق اصد
xiii
ال ك وم ة م ع م لسالن وابالإ ت ك و ن أ ن ب اعالت ط ل ع ا ال ع امة.ي تم ث ر اس أ ك ني سي ن د و اصةغ ي ال ك و مية. ق تص اديةا ه ا ال ال ع امةالناسم ق ار ن ةب ص الحال ع ديدمن
الدر اس ا ال د بي خلا ل من ال س الي بالن و عية دام تخ ت ن تج باس الرس ال ة ذه ه ة،ال ق ان ون أ س اسي ر ك م ص د ال ك اتب ة ت أ خ ذ ال مع ي اري. كي الت ف من نق اط عدة
ر ق م ني سي 30الإن د و م ق اييس2009/ ف ال ديد ة "الليبالية و كت اب ر ب اء ال ك ه ع ن عب ادي ا س ان اتبإح ال ك من " الإ س لامي ق تص اد ث ان ويل ر ال م همة ك م ص د الن ق ط ة .
ت ور د س أ ن ك م ا ت ور. الد س ر ج و ه م ع ت ت م اش ى ال م ال ظ حف ة ق اعد أ ن 1945هيال ق و اني أ س اس ي ش كل ت ور لل حف ا ك د س ال ع امة ة ال م ص ل ح ع ل ى م ن حاز ة ر و ل ه ،
ق تص اديةال م تفق ةب ق اصدالشريع ة. ع ل ىال م و اردال
xiv
ABSTRACT
The study entitled Privatization of BUMN in the Maqâshid
ash-Shari'ah Perspective (Case Study of Law No. 30/2009 on Electricity)
confirms that the electricity privatization policy is an inappropriate policy.
The government as the holder of public sector policy control may not take
management release policies such as electricity to the private sector.
The author agrees with Iksan Abadi's view in his book Neo
Liberalism in the Islamic Economic Scales which criticizes the government's
policy of privatization through unblunding and divestment in the National
Electricity Company (PLN). Unblunding at PLN resulted in every type of
electricity business being owned by non-government parties. On the other
hand the author also disagrees with the reason that the effort to privatize PLN
through divestment is to create a climate of competition and increase the role
of the private sector, because the reality of divestiture actually causes the
private sector to be dominant in providing electricity.
The above policy automatically results in electricity prices being
dictated by private electricity company cartels. This impact is felt by
consumers in the form of burdensome prices of basic electricity tariffs. On
the other hand the function of the government as the manager of production
branches which controls the livelihoods of many people such as the
electricity sector must strive for prosperity and ease of facilities for the
people and not vice versa, it is in harmony with the maqȃshid ash-shariʻah.
Electricity that is categorized as an object that belongs to the public, of
course positive law that shelves it must also be in favor of the common good.
The government together with the House of Representatives should be more
intensive in hearing the aspirations of the common people compared to the
interests of several private economic actors.
By using qualitative methods through literature studies, this thesis
produces several normative ideas. The author takes the primary reference to Law
No. 30/2009 concerning Electricity and the book Neo Liberalism in the Islamic
Economic Scales by Ikhsan Abadi as a secondary reference to this thesis. The
important point is that hifzhulmȃl is in line with the core of the
constitution.The 1945 Constitution as a constitution which forms as the basis
of the laws and regulations below also has spirit of partiality on the public
interest and maintains economic resources optimally so that it is accurate on
the target as the core message of the maqȃshidasy-syarȋʻ.
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Privatisasi adalah salah satu tema pembahasan dalam diskusi
ekonomi dasawarsa terakhir ini. Terkadang perdebatan tentang privatisasi
baik dalam tataran teori maupun tatanan praksis sulit untuk mencapai titik
temu. Gejala ini mungkin adalah hal yang wajar mengingat kontroversi
seputar privatisasi juga terjadi di banyak negara, bukan hanya di negara-
negara berkembang.1Argumentasi para pendukung dan penolak privatisasi
(secara teori) yang terjadi di Indonesia pada dasarnya berakar pada
perdebatan mengenai eksistensi peran negara dalam perekonomian.
Dari perdebatan mereka didapatkan argumentasi umum dan
mendasar atas keberlangsungan peran negara baik sebagai aktor maupun
regulator. Tentu argumentasi ini tidak menafikan efektivitas dan efisiensi
swasta dalam aktifitas perekonomiannya, sehingga ada batasan-batasan
sampai sejauh mana inetervensi negara dalam perekonomian. Dan pada
akhirnya kita tidak gamang dalam memandang privatisasi BUMN.2
Beberapa alasan yang diajukan oleh para pendukung privatisasi
diantaranya privatisasi bertujuan meningkatkan efisiensi dan kinerja
perusahaan. Namun hal tersebut tidak sesuai fakta karena seharusnya jika
argumentasinya demikian yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan
yang tidak efisien, produktifitasnya rendah, namun kenyataannya yang
diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien, sebagai contoh PT
1Fahri Hamzah, Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta: Yayasan
FAHAM Indonesia, 2012), Cet; II, h. 67. 2Fahri Hamzah, Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat, h. 67.
2
Timah, PT Telkom, PT Indosat dan PT BNI Tbk3, termasuk wacana
pemerintah melibatkan swasta dalam sektor strategis diantaranya pengelolaan
ketenagalistrikan sektor strategis yang masih debatable, apakah meringankan
beban masyarakat atau justru memberatkan mereka.
Alasan lainnya adalah bahwa dengan privatisasi bisa mendapatkan
pendapatan baru bagi negara. Hal ini memang benar, ketika terjadi penjualan
aset-aset BUMN negara mendapatkan pendapatan baru. Namun sebagaimana
layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan
pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu
sumber pendapatannya menjadi lebih berbahaya jika pembelinya dari
perusahaan asing.4
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata privatisasi
diartikan sebagai suatu proses atau perbuatan menjadi milik perseorangan
dari milik negara. Dengan kata lain, privatisasi adalah suatu proses peralihan
produksi barang dan jasa dari sektor negara kepada sektor swasta. Pengertian
lain dari privatisasi dikemukakan oleh Bacelius Ruru: “Privatisasi BUMN
tidak hanya terbatas pada alih kepemilikan saja, tetapi privatisasi BUMN
mencakup non divestiture yang dapat ditempuh melalui upaya korporatisasi,
privatisasi manajemen (kontrak manajemen, konsepsi, kerja sama) serta
privatisasi swasta dalam pelayanan jasa umum dan pilihan divestiture, yaitu
privatisasi dari modal BUMN.5
Perubahan yang terpenting adalah adanya denasionalisasi melalui
penjualan kepemilikan publik, serta deregulasi terhadap status monopoli dan
kontrak, melalui kompetisi antara perusahaan swasta yang diantaranya dalam
3Ikhsan Abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, (Jakarta: Salam
Media, 2015), h. 189. 4Ikhsan Abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h. 190.
5Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, (Jakarta,
Kencana Prenada Media, 2012), Cet; I, h. 119.
3
bentuk waralaba.6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara membuat definisi tentang privatisasi sebagai penjualan
saham persero baik sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi
negara dan masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh
masyarakat. Perubahan peran pemerintah dari pemilik dan pelaksana,
menjadi regulator dan fasilitator kebijakan serta penetapan sasaran nasional
maupun sektoral.
Pembahasan privatisasi BUMN tentu sangat terkait dengan peran
negara dan obyek privatisasi berupa kepemilikan umum. Tentu kita bisa
mengaitkan hal ini dengan prinsip Islam yang juga menaungi masalah
perekonomian. Adalah tidak realistis berasumsi bahwa semua individu akan
berkesadaran moral dalam masyarakat manusia, karena beriman kepada
Tuhan dan bertanggungjawab di hadapanNya. Bahkan jika seseorang
berkesadaran moral sekaligus dia mungkin saja tidak menyadari prioritas
sosial dalam penggunaan sumber daya. Hal ini memaksa negara untuk
berperan secara komplementer.7
Dalam wacana privatisasi BUMN yang obyeknya adalah milik
negara atau milik publik kita bisa memahami manfaat dan madharat
privatisasi minimal melalui referensi-referensi yang terkumpul dari hasil
penellitian maupun kesimpulan di lapangan. Islam yang mengandung
substansi rahmatan lil‘âlamîn tentu sangat menekankan meraih manfaat
untuk semua dan meminimlisasi madharat atau bahkan menghilangkannya.
Setiap syariat dalam Islam mengandung tujuan tersebut yang disebut
maqâshid asy-syarî‘ah. Maqâshid asy-syarî‘ah adalah tujuan yang menjadi
6Soeharsono Sagir, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Kencana,2009),
Cet; I,h. 288. 7M. Umer Chapra, Visi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi, (Solo: Alhamra,
2011), Cet; I, h. 56.
4
target teks dan hukum-hukum partikulat untuk direalisasikan dalam
kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan dan mubah, untuk
individu, keluarga, jamaah dan umat.8Tentu saja problematika privatisasi
BUMN ini terkait hajat hidup orang banyak yang syariat memberi bingkainya
dalam maqâshid ‘ammah (maqâshid umum).9
Terkait hal tersebut, sebagai salah satu spirit kehidupan berbangsa
dan bernegara, Islam mengatur semua bidang dalam berbagai skala, mikro
maupun makro memiliki andil dalam memberikan solusi dari berbagai
permasalahan pengelolaan SDA melalui prinsip-prinsipnya. Bukan hanya
secara normatif bagaimana berbagai sumber daya itu dikelola, Islam juga
memaparkan dukungan pembiayaan terhadap aspek-aspek tegaknya suatu
negara.10Disebabkan ideologi ekonomi buatan manusia bersifat relatif
kemutlakannya maka Islam hadir dengan prinsip umum yang adaptif dalam
berbagai kondisi. Prinsip maqâshid asy-syarî‘ah menurut Al-Ghazali:
،مه ال م و مه ل سن و مه ل قع و مه س فن و مه ن ي د مه يل ع ظ ف حي نأ و ه و ،ة س مخ ق لخ الن م ع رالش د وقص م ة د س فم و ه ف ل وص هال ذ ه ت وف اي م ل ك و ة ح ل صم و ه ف س مخ الل وص ال ه ذ ه ظ فح ن م ض ت اي م ل ك ف 11.ةح ل صام ه ع ف د و
“Maqâshid asy-syarî‘ah adalah meningkatkan kesejahteraan
seluruh manusia yang terletak pada perlindungan keimanan, jiwa, akal,
keturunan dan kekayaan mereka. Apapun yang menjamin kelima hal ini
menjamin kepentingan publik dan merupakan hal yang diinginkan”.
8Yusuf al-Qarȃdhawi, Fiqih Maqâshid Syarî‘ah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
2005),Cet; III h. 17. 9Oni Sahroni, Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
2016), Cet; II, h. 66. 10
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi,
Keuangan dan Sistem Administrasi, (Jakarta, Gaung Persada Press, 2007), h.10. 11
Abu Hamid al-Ghazali, Al-Mustashfâ, (Kairo, al-Maktabah al-Tijariyyah
al-Kubra; vol 1, 1937), h. 139.
5
Menurut asy-Syathibi:
12 اع ام ي ن الد و ن يالد ىف مه ح ال ص م ام ي يق ف ع ير الش د اص ق م ق يق حت ل تع ض و ة ع ي ر الش ه ذ ه
“Sesungguhnya syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan
manusia di dunia dan akhirat.”
Apabila ditelaah pernyataan asy-Syathibi tersebut, dapat dikatakan
bahwa kandungan maqâshid asy-syarî‘ah atau tujuan hukum adalah untuk
kemaslahatan umat manusia.13Tak satupun hukum Allah dalam pandangan
asy-Syathibi yang tidak memiliki tujuan. Hukum yang tidak memiliki tujuan
sama dengan membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan. Dalam
mengomentari pandangan asy-Syathibi ini ad-Daraini, menguatkannya. Ia
menegaskan bahwa hukum-hukum itu tidaklah dibuat untuk hukum itu
sendiri, melainkan dibuat untuk tujuan lain yakni untuk kemaslahatan.14
Muhammad Abu Zahrah dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan
hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan.15Ajaran maqâshid asy-syarî‘ah
asy-Syathibi menurut Khalid Mas‘ud adalah tujuan memantapkan maslahat
sebagai unsur penting dari tujuan-tujuan hukum.16Asy-Syathibi menjelaskan
bahwa syariat Islam berurusan dengan perlindungan mashâlih dengan cara
yang positif, seperti dengan menjaga eksistensi mashâlih, baik dengan
mengambil berbagai tindakan untuk menunjang landasan-landasan mashâlih
maupun dengan cara preventif, seperti mengambil berbagai tindakan untuk
12
Abu Ishaq asy-Syatibi, al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Syarî‘ah, (Kairo: Dar al-Bab,
tt,), Cet; II, h. 21. 13
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqâshid Syarî‘ah Menurut al-Syathibi, ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), Cet; I, h. 64. 14
Fathi ad-Daraini, al-Manâhij al-Ushûliyyah fî Ijtihad bi ar-Ra’yi fî al-Tasyri‘
(Damsyik: Dar al-Kitab al-Hadits, 1975), h.28. 15
Muhammad Abu Zahrah, Ushûl al-Fiqh, (Mesir, Dar al-Fikr al’Arabi, 1958), h.
366. 16
Muhammad Khalid Mas‘ud, Islamic Legal Philosophy, (Islamabad: Islamic
Research Institut, 1977), h. 223.
6
melenyapkan unsur apa pun yang secara aktual atau potensial merusak
mashâlih.17
Sehubungan dengan itu, maka dapat dipahami bahwa ada korelasi
yang signifikan antara penerapan maqâshid asy-syarî‘ah dalam bentuk
mashlahah dengan aktivitas ekonomi. Sebab, bagaimanapun, prinsip utama
dalam formulasi ekonomi Islam adalah mashlahah. Penempatan mashlahah
sebagai prinsip utama, karena mashlahah merupakan konsep yang paling
penting dalam syariah. Mashlahah merupakan tujuan syariah Islam dan
bahkan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.
Hal ini bisa berarti bahwa semua aktifitas ekonomi itu bisa
dibenarkan sepanjang bisa mewujudkan maqâshid asy-syarî‘ah lebih khusus
menciptakan mashâlih bagi umat manusia. Namun, menurut asy-Syathibi,
kemaslahatan manusia itu dapat terealisasi apabila lima pokok unsur
kehidupan manusia dapat diwujudkan dan dapat dipelihara, yaitu agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam kerangka ini, ia membagi maqâshid
asy-syari‘ah menjadi tiga tingkatan, yaitu dharuriyyat, hajiyyat, dan
tahsiniyyat.18
Islam berbeda dengan sosialisme, yang prinsip kepemilikannya tidak
mengakui pemilikan individu. Prinsip ini awalnya diyakini dapat
menghancurkan dominasi ekonomi oleh satu atau beberapa kelompok
manusia, namun akibat yang ditimbulkan di luar dugaan tidak mampu
menjaga keseimbangan perekonomian secara umum. Karena pemilikan
17
Abu Ishaq asy-Syathibi, al-Muwâfaqât fî Ushûl al Syarî‘ah, h.26. 18
Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2016),Cet; I, h. 238.
7
pribadi tidak diakui, maka motif-motif pencapaian individu sangat lemah.
Tidak ada gairah kerja pada individu-individu sosialis.19
Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta, yang sama
sekali berbeda dengan kapitalisme, yang tidak mengatur kuantitas maupun
kualitas perolehan harta maupun pemanfaatannya. Dalam prinsip Islam
pengelolaan terhadap harta pemilikan umum dilakukan oleh negara, sedang
dari sisi pemanfaatannya bisa dinikmati masyarakat umum. Sedangkan jika
pemanfaatannya membutuhkan eksplorasi dan eksploitasi yang sulit,
pengelolaan milik umum ini dilakukan hanya oleh negara untuk seluruh
rakyat dengan cara diberikan cuma-cuma atau dengan harga murah. Dalam
perspektif sistem ekonomi Islam, kewenangan negara terhadap kepemilikan
umum sebatas hanya mengelola dan mengaturnya untuk kepentingan untuk
masyarakat umum. Negara tidak boleh mengalihkan kepemilikan umum
(privatisasi) atau menjual aset-aset milik umum.20
Rasulullah saw dalam sebuah hadits yang dirawayatkan Ahmad
menyebutkan bingkai kekuasaan negara terhadap potensi SDA yang wajib
dilindungi dalam otoritas kekuasaan yang kemanfaatannya dirasakan
bersama. Negaralah yang memerankan dan merepresentasikan kepentingan
dan kemaslahatan-kemaslahatan masyarakat umum.
اش،ع نر ج لم نأ صح اب د ع ثم ان ،ع نأ ب يخ ث ن اث ور الش ام ي ،ع نح ر يز بن ث ن او ك يع ،ح د ح د الن ي ع ل يه و س ل ث:الم اء ص ل ىالله ع ل يه و س ل م :"الم سل م ون ش ر ك اء ف يث ل الله ص ل ىالله ر س ول :ق ال م ق ال
رواه احمد(”(و الك ل و الن ار 21.
“Waki‘ telah menyampaikan hadats pada kami. Tsaur as-Syami
menyampaikan hadits pada kami dari Haritz bin Utsman dari Abi Khirasy
19
Ikhsan Abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h. 202. 20
Ikhsan Abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h. 204. 21
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (w. 241 H), Musnad Ahmad, (Damaskus:
Muassasah ar-Risalah, Vol, 38, 2001), h, 174.
8
dari seorang sahabat yang menyatakan bahwa Rasul saw bersabda: “ Kaum
muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, rumput liar dan energi
api”(HR. Ahmad).
Hadits ini mengandung makna bahwa tiga sumber daya tersebut
adalah perkara yang mubah (boleh) bagi semua orang, artinya siapa saja
berhak memanfaatkannya. Negaralah yang memerankan sebagai fasilitator
dan regulator agar bisa dimanfaatkan sebesar-sebesarnya bagi kepentingan
bersama.22
Di sisi lain para ahli ekonomi mendefinisikan produksi sebagai
upaya menciptakan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-
sumber kekayaan lingkungan.23
Dibutuhkan sebuah otoritas yang memastikan
upaya produksi dan pemerataan hasil produksi tersebut bisa menjadi sumber
kesejahteraan umat.
Oleh karena itu negara memiliki kewenangan untuk menguasai
perkara-perkara tersebut dan semua hal yang menjadi kebutuhan pokok dan
vital seperti kekayaan alam mentah, industri-industri pengelolaan, dan
produksi bahan-bahan dasar dan utama. Selain itu negara juga memiliki
kewenangan atas pengelolaan dan penguasaan atas sarana dan prasarana
umum dan yang akan selalu berubah, berganti dan berkembang sesuai dengan
kondisi lingkungan dan masa, semisal pertambangan dan minyak bumi
meskipun itu ditemukan di lahan pribadi, listrik, fasilitas dan instalasi-
instalasi umum serta sarana-sarana lainnya yang merupakan sarana vital dan
dasar bagi kemaslahatan umum.24
22
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa ’Adilatuhu, h.46. 23
Yusuf Qaradhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, (Jakarta,
Robbani Press, 2004), h.138. 24
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa ’Adilatuhu, h.47.
9
Dalam tataran ajaran, Islam amat menghargai orang yang bekerja
dan sikap positif terhadap bekerja sejak awal perkembangannya.25 Prinsip
dasar dalam Islam adalah pengakuan terhadap kepemilikan individu dan
pengakuan terhadap kebebasan ekonomi, namun pada waktu-waktu tertentu
tidak ada larangan bagi negara untuk melakukan intervensi demi melindungi
dan menjamin kemaslahatan umat, dengan mengambil langkah kebijakan
yang bisa menciptakan dan kemaslahatan umum, berdasarkan pada sebuah
prinsip al-istihsân, al-mashâlih al-mursalah. Yaitu kaidah-kaidah yang
menolak kemadharatan berskala umum, artinya madharat yang berskala
khusus terpaksa ditempuh demi menolak kemadharatan yang berskala
umum.26
Para pakar yang membicangkan politik ekonomi mestinya
memahami realitas negara dan apa yang dibutuhkan negara dengan tidak
mengesampingkan nilai-nilai spiritual yang diyakini masyarakatnya.27
Meskipun sudah terdapat ketegasan tentang sistem perekonomian Indonesia,
yakni sistem ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan diatur dalam UUD
1945 guna mewujudkan demokrasi ekonomi, akan tetapi dalam
pelaksanaannya masih belum sepenuhnya dirasakan keadilan yang merata.
Umumnya mereka masih meragukan apakah dengan sistem ekonomi
sebagaimana yang ditetapkan itu akan dapat mengatasi berbagai persoalan
ekonomi yang muncul belakangan ini, seperti masalah perdagangan bebas
(free trade area).28
25
Abuzar Asra, Pembangunan Dan Kemiskinan Dari Perspektif Islam, (Jakarta:
Jurnal Ekonomika Vol.1 No.1, CISFED, 2013), h. 11. 26
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa ’Adilatuhu, h. 47. 27
Abdurrahman Al-Maliki, Politik Ekonomi Islam, (Bogor, Al-Azhar Press, 2009),
h. 42. 28
Ikhsan Abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h.11.
10
Para pendiri bangsa sejak awal telah menyadari bahwa Indonesia
sebagai kolektivitas politik saat itu, belum memiliki modal yang cukup untuk
melaksanakan pembangunan ekonomi, sehingga pemikiran ini ditampung
dalam Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat (2) yang menyatakan bahwa:
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Ayat ini menyatakan bahwa Negara mengambil peran dalam kegiatan
ekonomi. Selama substansi Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 masih ada dalam
konstitusi, maka selama itu pula keterlibatan pemerintah (termasuk Badan
Usaha Milik Negara atau BUMN) dalam perekonomian Indonesia masih
tetap ada.29Dibutuhkan pemerintah yang kuat yang mengatur pengelolaan atas
sumber daya alam yang potensial demi mewujudkan amanat memajukan
kesejahteraan umum sebagai tujuan pendirian negara.30
Problematika negara berkembang yang sedang berusaha bangkit
dengan SDM yang belum sepadan dengan kebutuhan target yang ingin
dicapai pemerintah dalam indikator-indikator ekonomi yang semakin maju
adalah kendala teknologi dan profesionalitas mengelola SDA. Sebagai contoh
dalam bidang minyak dan gas bumi, pada kegiatan hulu yakni eksplorasi dan
eksploitasi dituangkan dalam kontrak production sharing kerjasama
pemerintah dengan kontraktor.31
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) mengatur hal
tersebut:
“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diatur
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
29
Soeharsono Sagir, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, h. 285. 30
Fahri Hamzah, Negara, Pasar dan Rakyat, h. 256. 31
Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), h.328.
11
Sedangkan prinsip pengelolaan juga secara ideal berpihak dan menjamin
kepentingan rakyat. Pada pasal tersebut ayat (4) menyebutkan:
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas dasar
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Dalam perkembangannya tujuan ideal yang diharapkan bersama
akan berhadapan dengan perilaku pelaku ekonomi, hingga bisa jadi tidak
seluruh prinsip tersebut bias diterapkan.32Baik pemerintah maupun swasta
dihadapkan pada kemampuan pengelolaan masing-masing. Kita berasumsi
bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam mengelola sumber daya alam
(SDA) adalah untuk sebesar- besarnya bagi kepentingan rakyat. Politik
ekonomi haruslah ditujukan untuk menjamin pendistribusian kekayaan
negara bagi seluruh individu dan kebutuhan masyarakat hingga terpenuhi
kebutuhan primer (basic needs) secara merata dan kebutuhan sekunder
sekedar kemampuannya.33Pembangunan ekonomi seharusnya diterjemahkan
sebagai suatu proses ekspansi dan kebebasan positif yang dinikmati oleh
masyarakat.34
Namun di sisi lain keterbatasan pemerintah dalam mengatur
pengelolaan tersebut perlu ada solusi. Keterbatasan itu bisa berasal dari dua
hal, yakni kebijakan lama yang perlu disempurnakan karena mengandung
beberapa kelemahan dan faktor keterbatasan pemerintah sebagai pihak pelaku
ekonomi dalam mengelola sumber daya alam. Secara khusus pengelolaan
BUMN dengan pilihan jalan privatisasi dianggap sebagai salah satu jalan
keluar dari krisis jangka pendek yang mengandung konsekwensi logis berupa
32
Fahri Hamzah, Negara, Pasar Dan Rakyat, h.255. 33
Abdurrahman Al Maliki, Politik Ekonomi Islam, h. 4. 34
Mudrajad Kuncoro, Indikator Ekonomi, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Yogyakarta, 2015), h.22.
12
tergerusnya kewenangan pemerintah mengatur segala dinamika
pengelolaaanya dan konsekwensi-konsekwensi lain terutama untuk
kepentingan jangka panjang.35
Spirit Pancasila yang menjadi nafas pengambilan kebijakan, yang
dalam sila kelimanya menyebutkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengertian keadilan sosial tidaklah dapat dipahami sebagai sebuah pengertian
keadilan semata, akan tetapi keadilan berkenaan pula dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat secara merata oleh negara. Seperti dikemukakan oleh
Arnold Hertjee, bahwa peningkatan kehidupan ekonomi seorang individu dan
anggota masyarakat tidak hanya tergantung pada peranan pasar dan
keberadaan organisasi-organisasi ekonomi swasta saja, akan tetapi
bergantung pula pada peranan negara.36Oleh karena itu kehadiran negara
dalam kegiatan ekonomi sangatlah penting dan relevan dalam tujuan
pencapaian tujuan negara, yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian kehadiran negara melalui BUMN tidaklah
sepenuhnya diarahkan kepada pencarian keuntungan semata, akan tetapi yang
lebih utama adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui fungsi
pelayanan kepada masyarakat. Peran negara melalui BUMN akan lebih jelas
terlihat melalui berbagai fungsi negara dalam konsep hukum kesejahteraan,
yakni negara tidak hanya berfungsi sebagai penyedia kesejahteraan dan
sebagai pengusaha maupun bertindak sebagai wasit.37Peran ini dalam semua
tujuan mencapai kesejahteraan termasuk upaya pengentasan kemiskinan dan
memperbaiki distribusi pendapatan harusnya pemerintah berani mengambil
resiko apapun demi rakyatnya termasuk berani mengatur kepemilikan
35
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, h. 13. 36
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, h. Xiii. 37
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, h. Xiv.
13
aset.38Konsekwensinya pemerintah harus tegas menghadapi berbagai
kepentingan yang mereduksi otoritasnya mengatur sumber kekayaan negara.
Privatisasi BUMN dianggap sebagai faktor dalam upaya
meningkatkan penerimaan negara, mengurangi utang pemerintah dan
memperkecil anggaran pengeluaran pemerintah sebagai pemecahan yang
bersifat jangka pendek. Namun demikian penjualan aset negara melalui
privatisasi itu akan dapat mengorbankan future income.39 Oleh karena itu,
meskipun negara mendapatkan suntikan sumber dana secara cepat dari hasil
privatisasi itu, akan tetapi negara akan kehilangan sumber dana jangka
panjang dan bahkan kehilangan nilai sosial dari aktivitas BUMN. Istilah
privatisasi dalam beberapa literatur disamakan dengan istilah swastanisasi.
Secara khusus pada karya ilmiah ini Penulis memilih obyek kajian
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yang di
dalamnya menyangkut posisi Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai
BUMN di bidang ini yang keberadaan dan kegunaannya sangat strategis
dalam seluruh dinamika kehidupan bangsa kita. Namun dari posisi yang
strategis ini ada wacana dari beberapa pihak agar pemerintah melakukan
privatisasi PLN. Dalam beberapa literatur yang ditulis setelah krisis ekonomi
1998, dicantumkan secara jelas bahwa privatisasi PLN merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari paket kebijakan ekonomi Konsesus Washington
yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia.40
Pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan UU No. 20/2002
Tentang Ketenagalistrikan. UU tersebut menggantikan UU yang berlaku
sebelumnya yaitu UU No. 15/1985. Inti dari UU No. 20/2002 adalah
38
Michel P. Todaro, Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,
(Jakarta, Erlangga, 2004), h. 265. 39
Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, h. 113. 40
Ikhsan abadi, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h.163.
14
privatisasi (liberalisasi) usaha di sektor ketenagalistrikan. Hanya saja,
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU tersebut karena dianggap
bertentangan dengan konstitusi, yaitu UUD 1945 pasal 33. Namun pada
tahun 2006 pemerintah kembali mengeluarkan Rancangan UU tentang
ketenagalistrikan baru yang isinya tidak jauh berbeda dengan UU Nomor
20/2002 yang telah dibatalkan.41Finalnya adalah ditetapkannya UU No.
30/2009 Tentang Ketenagalistrikan, yang secara substansi tetap mengurangi
peran pemerintah dalam mengelola ketenagalistrikan, karena dalam pasal 11
Undang-Undang tersebut menyebutkan terbukanya peluang swasta dalam
penyediaan listrik untuk kepentingan umum, artinya listrik yang memiliki
peran strategis dalam kehidupan ini ada porsi tertentu yang diberikan kepada
swasta dalam pengelolaannya.
Menurut pemerintah persoalan yang paling penting bagi Perusahaan
Listrik Negara (PLN) adalah bagaimana menggenjot penyediaan tenaga
listrik yang memadai, mencukupi, dan dengan harga yang wajar, serta di lain
pihak pemerintah tidak dibebani beban yang terlalu besar dari sektor ini. Dan
masih menurut pemerintah hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi
kesempatan partisipasi pihak pemerintah (swasta) dalam usaha penyediaan
tenaga listrik, dengan kata lain melakukan privatisasi. Harapannya dengan
penyertaan pihak swasta akan tercipta efisiensi dan kompetisi yang sehat
yang menguntungkan semua pihak.42
Dalam pembahasan ini Penulis memfokuskan pembahasan langkah
kebijakan pemerintah melakukan privatisasi secara umum dan secara khusus
pada PLN, serta efek-efek ekonomis yang ditimbulkan dari dinamika
pelaksanaan kebijakan tersebut. Selanjutnya Penulis menganalisis langkah-
41
Ikhsan Abadi, Neoliberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h. 150. 42
Ikhsan Abadi, Neoliberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, h. 150.
15
langkah dan efek-efek tersebut dari sudut pandang maqâshid asy-syarî‘ah,
dimana menurut hemat Penulis fungsi listrik minimal menempati kategori
sekunder (hajiyyat) dalam kebutuhan hidup manusia atau kategori primer
(dharuriyyat) karena dinamika ekonomi masyarakat era modern ini teritegrasi
dalam sistem kelistrikan. Efek-efek yang timbul akibat pelaksanaan
kebijakan privatisasi itu menjadi sumber pemikiran pokok tepat tidaknya
kebijakan tersebut, walaupun bukan satu-satunya sumber pemikiran, karena
efek yang timbul hanya bisa dirasakan jangka pendek sedang kebutuhan akan
listrik adalah kebutuhan terus-menerus berkelanjutan.
Sisi maqâshid asy-syarî‘ah bisa diarahkan sebagai pisau analisis
poin normatif yang seyogyanya dilakukan pemerintah dalam menetapkan
kebijakan ketenagalistrikan. Karena sebuah kebijakan tentu
mempertimbangkan efek jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Maqâshid asy-syarî‘ah bersifat filosofis sebagai sumber pemikiran utama
untuk menetapkan kebijakan yang mengoptimalisasi manfaat dan menekan
madharat.
Ketika berbicara aturan main, maka peran pemerintah lebih dominan
sebagai regulator, namun pemerintah juga pada kondisi tertentu sebagai
pelaku ekonomi itu sendiri. Prinsip keadilan yang lebih ingin diperankan oleh
pemerintah pada setiap dinamika ekonomi mengalami tuntutan perubahan
kebijakan yang harus diwujudkan dengan penuh keberanian tanpa merasa ada
tekanan dari pihak manapun. Karena sesungguhnya itulah peran inti
pemerintah untuk menjaga netralitas dari berbagai kepentingan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sedemikian strategisnya fungsi listrik dalam kehidupan hingga
Penulis merasa penting membahas kebijakan privatisasi yang terkait
dengannya. Maqȃshid asy-syarȋʻah bisa jadi bukan jadi alasan yang
16
mendasari pengambilan kebijakan pemerintah untuk meninjau berbagai
kebijakannya, akan tetapi Penulis merasa sangat perlu menegaskan bahwa
sebagian prinsip Islam bisa menjadi kontrol bagi kekuasaan legislatif dan
eksekutif untuk secara bersama menyadari kemaslahatan rakyat banyak dan
itu juga yang dikehendaki Pembuat Syariah menurunkan aturan-aturanNya.
Untuk itu tema terkait dengan ketenagalistrikan sebagai salah satu
sektor yang teramat strategis, penting untuk dikaji kembali posisi
kesesuaiannya dengan sumber hukum di Indonesia maupun prinsip-prinsip
Islam sebagai acuan meraih maslahat melalui dinamika kehidupan berbangsa
dan bernegara. Penulis merasa sangat urgen untuk melakukan penelitian ini.
Maka tesis ini hadir dengan judul Privatisasi BUMN dalam Perpektif
Maqȃshid asy-Syariʻah (Studi Kasus UU No. 30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan) sebagai upaya untuk andil memberikan sumbangsih spirit
dan pemikiran dalam bidang ekonomi dan keuangan.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
penelitiandapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a. Realitas pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia
b. Perdebatan privatisasi BUMN tataran teori dan praksis
c. Konsep maqâshid asy-syarî‘ah secara umum
d. Korelasi maqâshid asy-syarî‘ah dengan penetapan kebijakan privatisasi
BUMN
17
e. Prinsip umum dalam UUD 1945 terkait pengelolaan sumber daya alam
dan sistem perekonomian Indonesia
f. Undang-undang No. 30/2009 Tentang Ketenagalistrikan dasar pemikiran
privatisasi ketenagalistrikan pada PLN
g. Maqâshid asy-syarî‘ah pada kebijakan privatisasi ketenagalistrikan dan
dampak-dampaknya.
2. Pembatasan Masalah
Melihat latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan, maka Penulis membatasi penelitian yang mengerucut pada:
a. Realitas pelaksanaan privatisasi BUMN secara umum dan substansi
privatisasi ketenagalistrikan pada PLN yang terkandung dalam UU
No.30/2009.
b. Maqâshid asy-syarî‘ah pada kebijakan privatisasi ketenagalistrikan dan
efek-efek pelaksanaannya.
3. Perumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang yang telah Penulis paparkan, maka inti
dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pelaksanaan privatisasi BUMN secara umum dan
substansi privatisasi ketenagalistrikan pada PLN yang terkandung
dalam UU No. 30/2009 Tentang Ketenagalistrikan?
b. Bagaimanakah analisis maqâshid asy-syarî‘ah pada kebijakan
privatisasi ketenagalistrikan dan efek-efek pelaksanaannya?
18
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia secara
umum dan perdebatan pro dan kontranya.
2. Untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan privatisasi BUMN
secara umum dan substansi privatisasi ketenagalistrikan pada PLN yang
terkandung dalam UU No. 30/2009 secara khusus dengan maqâshid asy-
syarî‘ah sebagai bingkai nilai-nilai Islami.
Bila tujuan-tujuan di atas tercapai maka manfaat-manfaat yang bisa
diambil dari penelitian ini adalah:
a. Sebagai pengembangan khazanah keilmuan dalam bidang ekonomi
Islam khususnya ekonomi makro Islam yang berpatokan pada landasan
nilai agama terutama untuk negara Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945.
b. Sebagai kontribusi pemikiran bagi masyarakat Indonesia tentang
gambaran ideal kebijakan yang perlu disesuaikan dengan sumber
prinsip kehidupan bangsa yaitu Islam dan UUD 1945 dimana
Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dan memiliki landasan
filosofis.
D. Kajian Pustaka
Penulis menelaah beberapa penelitian yang telah dilakukan yang
berkaitan erat dengan tema yang Penulis angkat. Penelitian-penelitian yang
berhasil Penulis telaah diantaranya:
19
Rahmat Hidayat, Shariah Maqasid Implementasi Pada Kinerja
Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia (Tesis, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2016).43Tesis ini melakukan pengujian hubungan kausalitas antara
konsep maqâshid asy-syarî‘ah terhadap kinerja keuangan perbankan syariah
yang meliputi tiga aspek yaitu tahdhibal-fard (mendidik individu), iqamad
al-‘adl (membangun keadilan), jalb al-maslahah (menciptakan kepentingan
umum). Tesis ini berbasis studi lapangan yang terkait dengan praktek
pengelolaan keuangan pada beberapa perbankan syariah di Indonesia.
Dengan demikian tesis ini membahas sisi mikro ekonomi, berbeda dengan
tesis yang akan Penulis kembangkan yang membahas makro ekonomi.
Itang, Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi, (Disertasi,
Bidang Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). 44Penelitian
yang menerapkan metode deskriptif kualitatif ini menggambarkan sistem
perekonomian Indonesia era reformasi yang secara substansial bercorak
Pancasilais Islamis dengan mendasarkan landasan gerak pada pasal 33, pasal
27 dan pasal 34 UUD 1945. Pada era reformasi menurut Itang terjadi suatu
perubahan tatanan ekonomi yang lebih baik, dan sistem ekonominya menuju
arah demokratisasi, artinya sistem ekonomi yang menitikberatkan pada
kepentingan rakyat. Karya ilmiah ini tentu sangat mendukung deskripsi
penelitian Penulis yang bertujuan memotret kebijakan pemerintah era kini
dengan alat tinjau teori ekonomi Islam dan landasan dari UUD 1945,
terutama kebijakan privatisasi BUMN yang marak sebelum maupun sesudah
era reformasi.
43
Rahmat Hidayat, Syariat Maqasid Implementasi Pada Kinerja Keuangan
Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Cinta Buku Media, 2016),Cet; I, Tesis
(Diterbitkan). 44
Itang, Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi, (Jakarta, UIN Syarif
Hidayatullah, 2010), Disertasi (tidak diterbitkan).
20
Tajuddin Pogo, Distribusi Kekayaan Individu Dalam Ekonomi
Islam, (Disertasi, Bidang Ilmu Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2010).45Disertasi ini juga menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif menjelaskan secara analitis terkait teori ekonomi Islam dalam
bidang redistribusi pendapatan dan kekayaan. Maksud karya tersebut terfokus
pada redistribusi kekayaan individu dan aplikasinya untuk menciptakan
pemerataan kesejahteraan, bukan terkait pengelolaan kepemilikan umum oleh
negara, akan tetapi tetap dibutuhkan sebuah kekokohan posisi pemerintah
sebagai regulator dan fasilitator. Selain itu konten disertasi ini juga
menyebutkan secara luas pengaruh ideologi ekonomi liberalisme kapitalisme
yang menitikberatkan pada hak milik individual. Tentu saja pengaruhnya
sampai pada kebijakan pemerintah yang memprivatisasi BUMN yang
konsekwensinya pemerintah melepas sebagian kepemilikan publik untuk
dikelola swasta.
Muhandis Natadiwirya, Strategi Pengembangan Hutan Tanaman
Industri Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Disertasi Bidang Ekonomi Islam,
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008).46Disertasi yang menerapkan
deskriptif kualitatif ini sarat dengan analisis kebijakan pemerintah khususnya
terkait kebijakan pengembangan hutan tanaman industri dengan pisau analisis
teori ekonomi Islam dan ilmu organisasi pemerintahan. Prinsip-prinsip
ekonomi Islam dielaborasi sedemikan rupa terkait kepemilikan publik yang
mana obyek penelitian disertasinya adalah bagian yang disebut tanah
produktif yang terkait erat dengan hajat hidup orang banyak. Tentu karya
45
Tajuddin Pogo, Distribusi Kekayaan Individu Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta,
UIN Syarif Hidayatullah, 2010), Disertasi (tidak diterbitkan) 46
Muhandis Natadiwirya, Strategi Pengembangan Hutan Tanaman Industri Dalam
Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2003). Disertasi (tidak
diterbitkan).
21
ilmiah ini sangat mendukung penelitian Penulis yang sama-sama membahas
kebijakan pengelolaan kepemilikan publik oleh pemerintah.
Dari beberapa kajian terdahulu yang disebutkan di atas, yang
membedakan dengan penelitian Penulis terletak pada aplikasi prinsip-prinsip
pengelolaan kepemilikan publik yang UUD 1945 menyebutkannya lebih
detail dari sebelum karya-karya ilmiah di atas ditulis, yang kemudian Penulis
mengelaborasikannya dan membobotinya dengan prinsip-prinsip kekuasaan
negara dalam Islam terhadap kepemilikan publik. Obyek penelitian Penulis
adalah kebijakan pemerintah dalam privatisasi BUMN secara umum.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan model penelitian ekonomi Islam dengan
pendekatan kualitatif sehingga metode kualitatif dengan penekanan studi
dokumen ketenagalitrikan di Indonesia. Melalui studi dokumen berupa
undang-undang ini Penulis mengaitkan kesesuaian sumber hukum
ketenagalistrikan yang lebih tinggi dengan sumber hukum di bawahnya.
Penulis memaparkan konten tesis dan semua analisis secara deskriptif
sebagaimana Lexy J. Moleong menerangkan bahwa penelitian kualitatif
bersifat deskriptif dan menerapkan metode kualitatif dan menerapkan
metode kualitatif.47
Dalam penelitian kualitatif diterapkan model logika
47
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1997), h.4.
22
reflektif, yang di dalamnya proses berpikir membuat abstraksi dan proses
berfikir membuat penjabaran berlangsung cepat.48
2. Sumber Data
Sumber primer yang terkait dengan kajian dalam tesis ini yang
membahas maqâshid asy-syarî‘ah korelasinya dalam kegiatan ekonomi
diperoleh dari beberapa buku diantaranya dari Abu Ishaq asy-Syatibi yang
berjudul al-Muwâfaqât fȋ Ushûl al-Syarî‘ah, buku Muhammad Abu
Zahrah berjudul Ushûl al-Fiqh, Visi Islam dalam Pembangunan Ekonomi
Menurut Maqashid Syari‘ah karangan M. Umer Chapra, Konsep
Maqashid Syari‘ah Menurut al-Syatibi karangan Asafri Jaya Bakri,
Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam karangan Oni Syahroni. Sedangkan
terkait privatisasi BUMN khususnya privatisasi PLN diperoleh dari buku
Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonom Islam karangan Ikhsan
Abadi, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia karya Soeharsono Saghir,
sedangkan yang berkaitan dengan konsep umum Islam terkait hak negara
mengelola kepemilikan publik dipeoleh dari buku Hak Menguasai Negara
Dalam Privatisasi BUMN karangan Aminuddin Ilmar, Fiqih Islam Wa
’Adilatuhu karya Wahbah Az Zuhaili.
Adapun sumber sekunder diperoleh dari buku-buku dan jurnal
pendukung terkait pollitik ekonomi Islam, teori dan praktek ekonomi
Islam, konsep negara, pasar dan rakyat dan lain sebagainya.
48
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pendekatan Positivistik
Fenomenologik, Dan Realisme Metafisik, Telaah Studi Teks Dan Penelitian Agama,
(Yogyakarta: Raka Sarasin, 1996), h.6.
23
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan informasi dan data
dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yaitu penelitian
yang dilakukan dengan menelaah bahan-bahan pustaka, baik berupa
buku, jurnal, ensiklopedi dan sumber lainnya yang relevan dengan topik
yang dikaji.49
4. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul, lalu diklasifikasikan sesuai dengan
kebutuhan, kemudian diolah dengan menggunakan metode deskriptif
analisis.50Melalui metode ini Penulis berupaya secara sistematis dan
objektif menyajikan data-data berdasarkan kerangka teori yang telah
ditetapkan.51
Data yang berkaitan secara langsung dengan yang diteliti
dideskripsikan dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi
(content analysis), yaitu menganalisis data menurut isinya; suatu upaya
untuk menelaah maksud dari isi sesuatu bentuk informasi yang termuat
dalam dokumen.52
Sedang dalam menganalisis data, Penulis menggunakan metode
induktif (usaha penemuan jawaban dengan menganalisis berbagai data
49
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Rajawali, 1986), h.15. 50
Analisis deskriptif merupakan prosedur statistik untuk menguji generalisasi hasil
penelitian yang didasarkan atas satu variable. Lihat dalam Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi
Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h.136.
52
Lihat Earl Babbie, The Practice of Social Research, (California: Wadswort
Publishing, 1980), h. 267.
24
untuk diambil sebuah kesimpulan). Data-data yang dihimpun dari literatur,
baik primer maupun sekunder akan dijadikan bahan analisis terhadap
masalah ini. Hal ini berarti setelah mengumpulkan data-data yang bersifat
umum, selanjutnya dilakukan analisis dengan berbagai pendekatan kepada
hal-hal yang khusus.53
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan, dan agar pembahasan dapat
dilakukan secara komprehensif serta sistematis, penelitian ini disusun dalam
lima bab, dengan tiga bagian: bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian
penutup.
Bab pendahuluan berada pada bab pertama yang berisi tentang latar
belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, kajian pustaka yang relevan dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua dipaparkan mengenai tinjauan umum tentang
privatisasi BUMN yakni uraian mengenai definisi, sejarah, latar belakang
munculnya kebijakan privatisasi BUMN, keuntungan dan kerugiannya, juga
memaparkan intisari privatisasi pada UU No. 30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan.
Bab ketiga membahas tentang maqȃshid asy-syari‘ah secara umum,
pengertian, pandangan ulama tentang maqȃshid asy-syari‘ah, kedudukan dan
fungsi maqȃshid asy-syari‘ah, kemaslahatan sebagai maqȃshid asy-syari‘ah,
kulliyatul khams dan tingkatan kemaslahatan, kaidah-kaidah untuk
mengetahui maqȃshid asy-syari‘ah serta kemaslahatan pada bidang ekonomi.
53
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Dan Teknik,
(Bandung: Tarsito, 1985), h.42.
25
Bab keempat memuat kontekstualisasi maqȃshid asy-syari‘ah pada
privatisasi ketenagalistrikan yang tercantum dalam UU No.30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan, urgensi sumber daya listrik, kalkulasi privatisasi
ketenagalistrikan, kekuasaan negara dalam Islam pada pengelolaan sumber
daya strategis, hifzhul mâl pada pengelolaan ketenagalistrikan.
Bab kelima adalah penutup yang memuat beberapa kesimpulan dan
saran. Di halaman terakhir akan disertakan daftar pustaka dan lampiran yang
dibutuhkan.
26
173
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengelaborasi tema tulisan privatisasi di bidang
ketenagalistrikan yang Penulis kaitkan dengan dengan maqȃshid
asy-syarȋʻah maka Penulis menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:
1. Ditinjau dari sisi ekonomi dan keuangan realitas kebijakan privatisasi
adalah kebijakan beresiko tinggi. Hemat Penulis privatisasi adalah pilihan
terakhir untuk menjadikannya solusi atas rendahnya kinerja BUMN dan
problematika perekonomian lain. Langkah prioritas adalah melakukan
restrukturisasi, profitisasi baru privatisasi BUMN. Pro kontra terkait
privatisasi BUMN masing-masing pihak yang berbeda pandangan
memiliki argumen mendasar. Pihak yang setuju dengan adanya privatisasi
menyampaikan alasan-alasan perlunya dilakukan privatisasi untuk
peningkatan efisiensi kerja, kinerja, produktivitas perusahaan yang
diprivatisasi, untuk mendorong perkembangan pasar modal, dan untuk
meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah. Sedangkan pihak yang
tidak setuju pelaksanaan privatisasi memiliki alasan diantaranya bahwa
perusahaan yang diprivatisasi dalam realitasnya justru yang sehat dan
efisien, selain itu pemerintah akan kehilangan future income dari
perusahaan tadi. Dan alasan yang lebih jauh dari yang menolak privatisasi
adalah jika privatisasi itu akhirnya jatuh ke negara asing yang bermakna
hak atas segala informasi dan bagian dari modal menjadi bagian dari
perusahaan asing. Bukan hanya labanya tidak masuk kas negara dan jatuh
174
ke pemilik baru yang ada di luar negeri, namun ketika merepatriasi
labanya dapat menguras devisa.
Sedikitnya ada tiga hal pokok (menurut Salamuddin Daeng,
pengamat Ekonomi Politik) yang perlu dicermati yang menjadi misi
neoliberlisme dari UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan: pertama,
undang-undang tersebut mengandung semangat komersialisasi listrik,
yakni bisnis ketenagalistrikan dijalankan dengan prinsip usaha yang ketat,
dalam arti harus menguntungkan, kedua, undang-undang tersebut
mengandung misi liberalisasi, artinya penyelenggaraan ketenagalistrikan
dapat dilakukan secara terpisah-pisah, ketiga, undang-undang tersebut
mengandung semangat privatisasi sekaligus penjarahan kekayaan negara
oleh oligarki nasional, semua pihak dapat melakukan bisnis
ketenagalistrikan dalam seluruh rantai yang terpisah-pisah.
2. Dilihat dari sisi maqȃshid asy-syarȋʻah, kebijakan privatisasi
ketenagalistrikan tidaklah tepat dijalankan. Maqȃshid asy-syarȋʻah
sebagai salah satu sumber hukum khususnya dalam masalah yang tidak
dijelaskan dalam nash, juga sebagai indikator produk ijtihad sejauh mana
memenuhi aspek maslahat dan hajat manusia. Ketenagalistrikan obyeknya
adalah milik umum dan harus terjaga mashlahat dan kemanfaatannya.
Ditinjau dari sisi tersebut maka kebijakan privatisasi tidak terlihat bisa
mereduksi kerugian dan mengoptimalkan keuntungan, yang terjadi justru
beban harga lstrik yang meningkat untuk masyarakat banyak. Bidang
ketenagalistrikan sebagai sumber daya strategis dan terkategori milik
umum tentu tidak bisa diserahkan oleh pemerintah kepada pihak yang
memiliki potensi mengancam kemanfaatannya untuk mengendalikannya.
Pemerintah, apapun alasannya wewenang mengendalikan
ketenagalistrikan tetap harus ada padanya, solusi atas kerugian di PLN
175
bukan dengan memprivatisasinya baik dengan blunding ataupun
unblunding akan tetapi mengatasi sumber masalahnya.
B. SARAN
1. Dalam mengambil kebijakan terkhusus kebijakan yang terkait erat dengan
kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini bidang ketengalistrikan,
pemerintah sewajibnya mengedepankan spirit dari UUD 1945 yang terkait
perekonomian. Jika merujuk dengan sempurna pada spirit itu tentu akan
selaras dengan prinsip maqȃshid asy-syarȋʻah yang mengedepankan
terjaminnya kesejahteraan publik.
Selain itu pemerintah sebaiknya mengedepankan kepentingan jangka
panjang masyarakat secara umum terkhusus masalah ketenagalistrikan
dalam mengambil kebijakannya dan tidak terjebak dalam kasus jangka
pendek yang membutuhkan solusi namun mengorbankan kepentingan
jangka panjang. Dalam hal ini pemerintah harus menjamin tarif dasar
listrik yang terjangkau untuk masyarakat umum.
2. Umat Islam dalam hal ini yang direpresentasikan para pakar ekonomi
syari’ah yang tergabung dalam lembaga semisal Majelis Ulama Indonesia
hendaknya secara pro aktif menyodorkan nilai-nilai umum yang bisa
diadopsi dari prinsip ekonomi Islam kepada pemerintah agar selaras
antara spirit berekonomi dan beragama.
179
DAFTAR PUSTAKA
A, Chaniago, Gagalnya Pembangunan: Membaca Ulang Keruntuhan Orde Baru, Jakarta:
LP3ES, 2012.
Abadi, Al-Fairuz, Bashâ’ir Dhawit Tamyîz, Beirût, Dârul Fikr, jilid 4, t.th.
Abadi, Ikhsan, Neo Liberalisme Dalam Timbangan Ekonomi Islam, Jakarta: Salam Media,
2015.
Al-Afjan, Muhammad Abu, Min Atsar Fuqaha’ al-Andalus Fatawa al-Imam asy-Syatibi,
Tunis, Matbaʻah al-Kawakib, 1985.
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (w. 241 H), Musnad Ahmad, Damaskus: Muassasah ar-
Risalah, Vol, 38, 2001.
Asra, Abuzar, Pembangunan Dan Kemiskinan Dari Perspektif Islam, Jakarta: Jurnal
Ekonomika Vol.1 No.1, CISFED, 2013.
Babbie, Earl, The Practice of Social Research, California: Wadswort Publishing, 1980.
Budiarjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik , Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Bakri , Asafri Jaya, Konsep Maqâshid Syarî‘ah Menurut al-Syatibi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Cet; I,1996.
Al-Basri, Abu al-Hasan, al-Mu’tamad fî Ushul al-Fiqh, Beirut, Dar al-Kutubal-Islamiyyâh,
1983.
Al-Biqâʻi, Najmud-Durar, al-Maktabah asy-Syâmilah, jilid 2 t.t, t.th.
Booth, Anne dan P. McCawley, Kebijaksanaan Fiskal Dalam Ekonomi Orde Baru, Jakarta:
LP3ES, 1982.
Al-Bûtî, Dhawâbit al-Mashlahah, t.t, t.p, t.th
Chapra, M. Umer, Visi Islam Dalam Pembangunan Ekonomi, Solo: Alhamra,Cet; I, 2011.
Ad-Daraini , Fathi, al-Manahij al-Usuliyyah fî Ijtihad bi ar-Ra’yi fî at-Tasyriʻ, Damsyik, Dar
al-Hadits,1975.
Darmono, Djoko, Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa, Sejarah Pertambangan dan Energi
Indonesia, Departemen ESDM, 2009.
Fazlurrahman, Islam, alih bahasa Ahsin Muhammad, Bandung, Pustaka, 1984.
Friedmann, W, The State and The Rule of Law in a Mixed Economy, London: Steven And
Son.
180
Al-Ghazali, Abu Hamid, Al-Mustashfâ,(Kairo, al-Maktabah al-Tijariyyah al-Kubra; vol 1,
1937.
H, Crouch, The Army and Politics in Indonesia, Singapore: Equinox Publishing, 2007.
Hallaq, Wael B, The Frimacy of The Qur’an in Syatibi Legal Theory, dalam Wael B. Hallaq
dan Donald P. Little (ed) Islamic Studies Presented to Charles J. Adams, Leiden,
EJ-Brill, 1991.
Hamzah, Fahri, Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat, Jakarta: Yayasan FAHAM
Indonesia,Cet; II 2012.
Harsono, Kerja Sama antara Perusahaan Negara, Swasta dan Koperasi dalam Rangka
Menyukseskan Pembangunan Ekonomi di Indonesia, Pidato pengukuhan dan
penerimaan jabatan Guru Besar, Universitas Brawijaya
Hasan , Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2002.
Hidayat , Rahmat, Syariat Maqasid Implementasi Pada Kinerja Keuangan Perbankan
Syariah di Indonesia, (Jakarta: Cinta Buku Media,Cet; I, 2016.
HS , Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
https://m.hukumonline.com, UU Ketenagalistrikan Kembali Diuji ke MK, Kementrian
ESDM: Itu Hak Warga Negara.
Ibnu ʻÂsyûr, at-Tahrir wat Tanwîr, t.t, t.p, jilid 11, t.th.
Ilmar, Aminuddin, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Jakarta, Kencana
Prenada Media, Cet; I,2012.
Al-Ishfahânî, Muʻjam Mufradât alfâdz al-Qur’an, Beirut, Dârul Fikr, t.th.
Isjwara, F, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Bina Cipta, 1997.
Itang, Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah,
2010.
Janwari , Yadi, Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet; I, 2016.
Al-Jauziyyah , Ibnu Qayyim, Iʻlamul Muwaqqiʻîn, Kairo, an-Nahdhah al-Jadîdah, juz III.
Khallâf, ʻAbdul Wahhâb, ʻIlm Usûlul-Fiqh, Kairo, Maktabah ad-Daʻwah al-Islâmiyyah,
1968.
Kementerian Agama, Mâqasidusy-Syari’ah; Memahami Tujuan Utama Syariah, Jakarta,
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an , 2013.
181
Kementerian Agama Republik Indonesia, Pembangunan Ekonomi Umat, Tafsir al-Qur’an
Tematik, Jakarta, Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.
Keputusan sidang Majma’ Fikih Internasional OKI no,167 dalam konferensinya yang ke-11
di Kuala Lumpur dari tanggal 9-14 Juli 2007.
Kuncoro, Mudrajad, Indikator Ekonomi, Yogyakarta: UPP STIM YKPN Yogyakarta, 2015.
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052, Undang-Undang No.30/2009 Tentang
Ketenagalistrikan.
M, Pangestu dan A. D. Habir, Trends and Prospects in Privatization and Deregulation in
Indonesia, ASEAN Economic Bulletin, Vol. 5, No. 3, 1989.
Al-Maliki, Abdurrahman, Politik Ekonomi Islam, Bogor, Al-Azhar Press, 2009.
Mardjana, I Ketut, Korporatisasi dan Privatisasi: Sebagai Alternatif Pembenahan BUMN,
Jurnal Keuangan dan Moneter, Jakarta, 1994.
Al-Marbawiy, Muhammad Idrîs, Qâmûs al-Marbawiy, Beirut, Dârul Fikr, juz II.
Masʻud, Muhammad Khalid, Islamic Legal Philosophy, Islamabad, Islamic Research
Institute, 1977.
Moeljono, Djokosantoso, Reinvensi BUMN, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Pendekatan Positivistik Fenomenologik,
Dan Realisme Metafisik, Telaah Studi Teks Dan Penelitian Agama, Yogyakarta:
Raka Sarasin, 1996.
Muhammad, Qutb Ibrahim, Bagaiman Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan
Sistem Administrasi, Jakarta, Gaung Persada Press, 2007.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,Jakarta, UI Press, 1984.
Natadiwirya, Muhandis , Strategi Pengembangan Hutan Tanaman Industri Dalam Perspektif
Ekonomi Islam, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2003.
P, McCawley, Some Consequences of the Pertamina Crisis in Indonesia, Journal of
Southeast Asian Studies, Vol. 9, No. 1.
Pogo, Tajuddin, Distribusi Kekayaan Individu Dalam Ekonomi Islam, Jakarta, UIN Syarif
Hidayatullah, 2010.
Prasetya, Rudhi dan Neil Hamilton, The Regulation of Indonesian State Enterprises, Malaya
Law Review, Vol.16, No.2, Desember 1974.
182
Al-Qarâdhawiy , Yûsuf, Dirasat fî Maqâshid asy-Syariʻah Baina al-Maqâshid al-Kulliyah
wa an-Nushish al-Juz’iyyah.
Al-Qarȃdhawi , Yûsuf, Fiqih Maqâshid Syarî‘ah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Cet; III, 2005.
Al-Qarȃdhawi, Yûsuf, al-Ijtihâd fisy-Syarîʻahal-Islâmiyyah, Kuwait Dârul-Qalam,1999.
Al-Qarȃdhawi, Yûsuf, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta, Robbani
Press, 2004.
Al-Qardhâwiy, Yûsuf, Riʻayatul Biʻah fî Syarîʻatil Islâm, Kairo, Dârusy –Syurûq, 2001.
Rahmad, Muhammmad dan Ahmad Erani Yustika, Di Bawah Bendera Pasar, Malang:
Empatdua Kelompok Intrans Publishing, 2017.
Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 28 Mei -22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1995.
Risuni, al-Ijtihad an-Nash al-Waqiʻ al-Mashlahah, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002.
Robinson, Indonesia: The Rise Capital, Jakarta-Kuala Lumpur: Equinox Publishing, 2009.
Redwood, John, Populer Capitalism, London, Routledge, 1989.
Ruru, Bacelius, Arah Kebijakan BUMN: Menghadapi Era AFTA 2003 dan APEC 2020,
Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol. 3, No. 1, Jakarta, 1996
Ar-Râzî, Mafâtîhul Ghaib, jilid 3, al-Maktabah asy-Syâmilah.
Sachs, Ignancy, Searching for New Development Strategies Challenges of Social Summit,
dalam Economic and Political Weekly,Volume XXX, 1995.
Sahroni, Oni, dan Adiwarman A. Karim,Maqâshid Bisnis dan Keuangan Islam, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2016.
Sagir , Soeharsono Sagir, Kapita Selekta Ekonomi Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, Cet. I, 2009.
Al-Sayis, Ali, Nasyʻah al-Fiqh al-Ijtihadi wa Atwaruh, (Kairo, Majmaʻ al Buhus al-
Islâmiyyah, 1970.
As-Saʻadi, Asʻad, Mabahis al-ʻIllah fî al-Qiyas ʻind al- Usuliyyîn, Beirut, Daral-Basyaʻir al-
Islâmiyyah, 1986.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Rajawali, 1986.
Surahmad , Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Dan Teknik, Bandung:
Tarsito, 1985.
183
Asy-Syatibi , Abu Ishaq, al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Syarî‘ah, Kairo: Dar al-Bab, Cet; II, tt.
Syaltout, Mahmoud, Islam: ʻAqidah wa Syariʻah, Kairo, Dar al-Qalam, 1996.
Todaro, Michel P., Economic Development, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga),
Jakarta: Penerbit Erlangga, jilid II, edisi ke 7, 2000.
Wahyuni, Erma, Tomo HS, Hessel Nogi S. Tangkisilan, Kebijakan dan Manajemen
PrivatisasiBUMN/BUMD, Yogyakarta: Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia.
Y, Sungkar, Indonesia’s State Enterprises: from State Leadership to International
Concencus, Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities, Vol. 1.
Zahrah , Muhammad Abu, Usul al-Fiqh, Mesir, Dar al-Fikr al-ʻA rabi, 1958.
Zaidan , ʻAbdul Karîm , as-Sunan al-Ilâhiyah, fil Umam wal Jamâʻât wal Afrâd, Syria,
Mu’assasah ar-Risâlah, 1993.
Az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, Mesir, Musthafâ al- Bâbi al-Halabî, jilid 5, 1966.
Al-ʻÂlim , Yûsuf Hâmid, al-Maqâshid al-ʻÂmmah lisy-Syarîʻah, Kairo, Dârul Hadîts, t.t.
ʻÂsyûr, Ibnu, Muhammad at-Thahir, Maqȃshidusy Syarȋʻah Islâmiyyah, Urdun, Dârun
Nafâ’is, 2001.