134
PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Mia Nurdaniah NIM 1110013000095 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA NOVEL

PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

Mia Nurdaniah

NIM 1110013000095

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 3: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 4: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

i

ABSTRAK

MIA NURDANIAH. NIM: 1110013000095. Skripsi. Prinsip Kesantunan Berbahasa

Menurut Leech pada Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini dan Implikasinya

Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA, Program Studi Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Djoko Kentjono, M. A.

Kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting saat berinteraksi

dengan lawan tutur. Apalagi pada dunia pendidikan, kesantunan berbahasa memiliki

peran penting dalam kemampuan berbahasa siswa. Novel sebagai media ajar dapat

digunakan pengajar untuk menyampaikan pengajaran mengenai kesantunan

berbahasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip kesantunan

berbahasa menurut Leech dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini dan

implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Manfaat dari

penelitian ini meliputi dua hal, yaitu manfaat teoritis yang dapat memberikan

wawasan tentang kesantuan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di

Sekolah Menengah Atas dan manfaat praktis yang dapat memberikan sumber

referensi baru untuk penelitian selanjutnya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan pragmatik.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber

data primer yang merupakan sumber data pokok berupa novel karya Nh. Dini yang

berjudul Pertemuan Dua Hati dan sumber sekunder yang merupakan buku ataupun

sumber lain yang berhubungan dengan permasalahan objek penelitian. Metode

pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (1)

membaca keseluruhan data primer sambil memahami isi dari data tersebut, (2)

pengumpulan data, yaitu menandai hal-hal penting yang terdapat pada sumber primer.

Hasil penelitian menunjukkan lebih banyak tuturan yang mematuhi maksim

kesantunan berbahasa menurut Leech. Berikut adalah jumlah hasil penelitian, terdapat

45 tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan dan 38 tuturan yang melanggar prinsip

kesantunan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa novel Pertemuan

Dua Hati karya Nh. Dini sangat layak untuk dijadikan bahan ajar Bahasa Indonesia

pada materi yang berhubungan dengan novel, terutama mengenai membaca novel.

Walaupun novel Nh. Dini adalah novel lama, namun Nh. Dini sangat piawai

menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca dan memiliki nilai

kehidupan untuk pembacanya, terutama untuk guru dan orang tua dalam mendidik

anak-anak. Selain siswa dapat mengusai materi pelajaran mengenai membaca novel,

siswa pun dapat mempelajari kesantunan berbahasa yang terdapat dalam novel dan

dapat langsung dipraktekkan pada kehidupan sehari-harinya dalam segala situasi

sosial, baik dalam lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan sekolah.

Kata kunci: kesantunan berbahasa, prinsip kesantunan, novel Pertemuan Dua Hati

Page 5: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

ii

ABSTRACT

MIA NURDANIAH. NIM: 1110013000095. The title of the research paper is

“Language Politeness Principle Based on Leech in the Novel Entitled Pertemuan Dua

Hati by Nh. Dini and its Implication towards Teaching Learning Process in Senior

High School”, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen

Pembimbing: Djoko Kentjono, M. A.

Language politeness is the important aspect when someone interact with other

people. In the education environment, language politeness has an important role in

the students speaking ability. Novel as the media of teaching learning process can be

used by the teacher to convey materials about language politeness. The aim of this

research is to know language politeness principle based on Leech in the novel entitled

Pertemuan Dua Hati by Nh. Dini and its implication towards teaching and learning

process in Senior High School. The benefit of this research includes two aspects; the

theoretic benefit which could give knowledge about language politeness on teaching

and learning process in Senior High School, and practical benefit which could give

new reference source for the next research.

This research used descriptive method with pragmatic approach. The source

of data that used in this research is divided into two: the primary source of the data

that is the main source in the form of novel by Nh. Dini entitled Pertemuan Dua Hati,

and secondary source of the data in the form of book or another source related to the

problem of object research. Collecting data technique that is used in this research

were in this following list; (1) read overall the primary source and try to understand

about its content, (2) collected the data, marking important things in the primary

source.

Result of the research showed that most of the discourses obey the language

politeness maxim based on Leech. The following is the amount of research result,

there were forty-five discourses which obey the politeness principle and thirty-eight

discourses which contravene the politeness principle. Based on the result of the

research, it could be said that the novel entitled Pertemuan Dua Hati by Nh. Dini is

very suitable to be used as a material for teaching and learning Bahasa Indonesia in

the topic related with novel, especially about reading a novel. Even though this novel

belongs to old novel, Nh. Dini is very adept of using language style that is easy to be

understood by the readers and has so many life values for the readers, especially for

the teacher and the parents who educate their children. Students are not only able to

acquir the material about reading novel, but also able to study about language

politeness from the novel and able to practice it directly in their daily life in every

social situation, not only in the society environment but also in the school

environment.

Keywords: language politeness, politeness principle, novel entitle Pertemuan Dua

Hati

Page 6: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang, atas segala nikmat dan karunia-Nya serta limpahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

yang berjudul ”Prinsip Kesantunan Berbahasa Menurut Leech Pada Novel

Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”, sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Sarjana Strata (S1) pada jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Faktultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai

hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak,

skripsi ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan

inipenulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1) Dra. Nurlena Rifai, M. A., P.h.D., selaku Dekan FTIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2) Didin Syafruddin, M. A., Ph.D., selaku PLT Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia;

3) Dra. Hindun, M. Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan kepada penulis

untuk menyelesaikan skripsi;

4) Djoko Kentjono, M.A selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan ilmu, bimbingan serta kesabaran dalam membimbing

penulis;

5) Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Sastra dan Bahasa Indonesia,

yang telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan;

Page 7: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

iv

6) Ayahanda Cuparno, S. Sos dan Ibunda Aidah selaku orangtua penulis,

serta adik-adik Agung Permana dan M. Argya. Raffa yang senantiasa

mendoakan, memberikan dorongan moral, dan moril, serta memotivasi

penulis sehingga penelitian dapat terselesaikan dengan baik;

7) Seluruh mahasiswa PBSI, khususnya kelas C angkatan 2010,

terimakasih atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis

dapatkan selama ini;

8) Aris Fadilah, Deby Rachma Rizka, Nisa Kurniasih, Rizka Amalia

Sapitri, Widia Cahya Pratami, Ajeng Rosmala, Siti Halimatussadiah,

Anggi Pramesti. Terimakasih telah mundukung, mengingatkan,

membantu, menyemangati penulis dalam proses pembuatan skripsi;

9) Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan

kepada penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Amin.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca, dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

khususnya bagi para pembaca.

Jakarta, 21 November 2014

Penulis

Page 8: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................... 4

C. Pembatasan Masalah ..................................................... 4

D. Perumusan Masalah ...................................................... 5

E. Tujuan Penelitian .......................................................... 5

F. Manfaat Penelitian ........................................................ 5

G. Sistematika Penulisan ................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................... 7

A. Pragmatik ...................................................................... 7

1. Pengertian Pragmatik .............................................. 7

2. Kesantunan .............................................................. 8

3. Prinsip Kesantunan Menurut Leech ........................ 8

4. Konteks ................................................................... 15

B. Sastra .............................................................................. 17

a. Pengertian Sastra ..................................................... 17

b. Pengertian Novel .................................................... 18

c. Jenis-Jenis Novel ..................................................... 20

d. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel ...................... 21

e. Biografi Nh. Dini ..................................................... 23

f. Sinopsis Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh.

Dini ........................................................................ 25

C. Penelitian Relevan ......................................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................... 30

A. Metode Penelitian.......................................................... 30

B. Sumber Data .................................................................. 31

C. Metode Pengumpulan Data ........................................... 31

D. Teknik Analisis Data ..................................................... 31

Page 9: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................... 33

A. Tabel Tuturan dalam Novel Pertemuan Dua Hati

Karya Nh. Dini .............................................................. 33

B. Analisis Deskriptif Prinsip Kesantunan Berbahasa

Menurut Leech pada Novel Pertemuan Dua Hati

Karya Nh. Dini .............................................................. 60

C. Hasil Analisis Prinsip Kesantunan dalam Novel

Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini ............................ 103

D. Implikasi Penelitian dengan Pembelajaran Bahasa

Indonesia di SMA ......................................................... 103

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................... 106

A. Simpulan ....................................................................... 106

B. Saran .............................................................................. 107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

vii

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Surat Pernyataan Karya Sendiri

Lampiran 2 Lembar Uji Referensi

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 4 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 5 Cover novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini

Lampiran 6 Profil Penulis

Page 11: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa yang

berkaitan erat dengan tindak tutur. Konteks dalam suatu tindak tutur

adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Apabila seorang mitra tutur

menafsirkan maksud dari penutur tanpa memperhatikan konteks maka

dapat dikatakan orang itu belum sepenuhnya menangkap informasi atau

tujuan apa yang disampaikan oleh penutur. Begitu pula dengan penutur,

jika ia berbicara seenaknya saja sekedar basa-basi tanpa memperhatikan

konteks, maka tujuan dari tuturan tersebut pun tidak tercapai.

Agar tercapainya tujuan penutur kepada mitra tutur maka penutur

harus memiliki kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan bukan hal yang

asing lagi bagi masyarakat, apalagi masyarakat Indonesia yang kental akan

budaya dan adat istiadat. Kesantunan dapat berupa tindak tutur, sikap dan

sebagainya yang menggambarkan identitas diri seseorang. Maka dari itu

kesantunan merupakan hal yang sangat penting saat berinteraksi dengan

orang lain agar hubungan baik selalu terjaga. Pragmatik, dalam hal ini

kesantunan berbahasa dapat dilihat dari karya sastra, misalnya novel.

Sastra merupakan karya lisan ataupun tulisan yang

menggambarkan, dan membahas segala macam kehidupan manusia.

Kehidupan dalam sastra dibangun oleh tema, penokohan, alur cerita, latar

maupun gaya bahasa pengarang dalam penciptaannya. Bahasa yang

digunakan pada sastra pun bukan bahasa sehari-hari, tapi bahasa yang

memiliki ciri khas, ciri khas tersebut diciptakan oleh para pengarang agar

menambah keindahan dari karya sastra yang dihasilkan.

Novel berisi tentang gambaran kehidupan sehari-hari yang

biasanya diangkat dari realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Ide-ide

yang pengarang ekspresikan dalam karyanya tidak dapat dipisahkan dari

situasi kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, pengalaman, kejadian,

Page 12: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

2

dan situasi yang pengarang alami diolah sedemikian rupa sehingga

menciptakan karya sastra berupa novel.

Totalitas ekspresi pengarang yang dituangkan dalam karyanya

yang berupa novel menjadi lebih hidup karena disisipkan interaksi antar

tokoh dalam suatu konteks atau situasi kehidupan sehari-hari. Konteks

atau situasi kehidupan sehari-hari pada novel biasanya berkaitan dengan

masalah pendidikan, percintaan, kemiskinan, kekuasaan, kekeluargaan,

dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, novel dapat dikaji menggunakan ilmu

pragmatik tentang kesantunan berbahasa karena terdapat interaksi antar

tokoh dengan konteks atau situasi seperti pada kehidupan sehari-hari.

Aspek kesantunan sangat penting saat berinteraksi dengan lawan

tutur. Apalagi pada dunia pendidikan, aspek kesantunan memiliki peran

penting dalam kemampuan berbahasa siswa. Hal tersebut berkaitan dengan

buku yang digunakan dalam pengajaran terutama pada pelajaran Bahasa

Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang

“menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media untuk siswa

mendapatkan pengajaran kesantunan. Siswa dapat mengetahui kesantunan

dari buku yang bahasanya santun, dan memiliki amanat yang bermanfaat

bagi kehidupan siswa.

Novel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Pertemuan Dua

Hati karya seorang pengarang wanita bernama Nh. Dini. Novel ini

bertema tentang kehidupan guru sekolah dasar yang mengalami konflik

batin dengan siswa, dan keluarganya. Walaupun novel ini bukan novel

yang baru, karena cetakan pertamanya tahun 1986, namun konflik yang

terkandung dalam novel ini masih menarik pada era modern ini yaitu

masalah pada dunia pendidikan, keprofesionalan guru yang dipertaruhkan.

Sekilas tentang novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini

menceritakan tentang kehidupan guru Sekolah Dasar yang bijak, dan

sepenuh hati dalam menjalankan tugasnya. Ia menjadi guru baru di suatu

sekolah dasar, ada siswa yang menarik perhatiannya bernama Waskito.

Waskito merupakan murid yang nakal. Hati bu Suci pun tergerak untuk

Page 13: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

3

menyelesaikan masalah Waskito, dan ingin membantu membimbingnya

agar menjadi anak yang lebih baik. Namun, disaat yang bersamaan anak

kedua bu Suci dinyatakan menyidap penyakit ayan oleh dokter, maka

harus dijaga dan tidak boleh beraktivitas. Bu Suci pun merasa ingin di

kelas untuk mengetahui perkembangan Waskito, namun di sisi lain dia

harus mengantar anaknya ke rumah sakit. Karena bu Suci tidak memiliki

informasi yang cukup tentang Waskito, akhirnya ia memutuskan untuk ke

kediaman kakek, dan nenek Waskito. Di sana bu Suci mendapatkan

informasi, bahwa Waskito sebenarnya bukanlah anak nakal hanya saja

orangtuanya salah mendidiknya. Dari situ bu Suci mulai mendekati

Waskito, ia membuat Waskito lebih dianggap ada keberadaannya oleh

teman-teman sekelasnya. Waskito dipercayakan oleh bu Suci melakukan

hal-hal yang sebelumnya belum pernah ia lakukan, termasuk

mengantarkan makanan kepada anak bu Suci yang sedang di rumah sakit.

Di akhir cerita, Waskito berhasil menjadi anak yang baik, dan dapat naik

kelas.

Terdapat banyak nilai kehidupan dari novel Pertemuan Dua Hati

karya Nh. Dini, sehingga penulis tertarik memilih novel ini sebagai

sumber penelitian. Perjuangan seorang guru untuk muridnya sangat

terlihat pada novel ini. Selain isi dari novel ini peneliti pun tertarik karena

pengarang novel ini adalah Nh. Dini, seorang sastrawan wanita yang

berjaya pada masanya. Novel ini pun bisa menjadi bahan bacaan siswa

pada pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA dalam materi yang

membahas novel. Maka dari itu peneliti memilih judul Prinsip

Kesantunan “Berbahasa Menurut Leech Pada Novel Pertemuan Dua

Hati Karya N.H Dini dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran

Bahasa Indonesia di SMA”.

Page 14: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

4

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut.

1. Kurangnya siswa dalam menggunakan kesantunan dalam berbahasa.

2. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran bahasa.

3. Keterbatasan kemampuan siswa dalam memahami kesantunan

berbahasa.

4. Rendahnya minat siswa dalam membaca karya sastra.

5. Kurangnya presentase pengajaran sastra pada siswa SMA.

6. Tindak tutur tidak hanya terjadi pada karya sastra.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan suatu masalah dalam suatu penelitian sangat penting

agar permasalahan yang akan diteliti lebih terarah dan tidak menyimpang

dari masalah yang diterapkan. Peneliti lebih berfokus pada prinsip

kesantunan menurut Leech pada novel Pertemuan Dua Hati karya Nh.

Dini yang diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di

Sekolah Menengah Atas.

D. Perumusan Masalah

Untuk mencapai hasil penelitian yang maksimal dan terarah, maka

diperlukan rumusan masalah dalam suatu penelitian. Adapun rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana prinsip kesantunan

berbahasa menurut Leech pada novel Pertemuan Dua Hati karya N.H Dini

dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah

Menengah Atas?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan prinsip kesantunan

Page 15: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

5

berbahasa menurut Leech dalam novel Pertemuan Dua Hati karya Nh.

Dini dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah

Menengah Atas.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis

Dapat memberikan wawasan tentang kesantunan berbahasa

terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

Manfaat praktis

Dapat memberikan sumber referensi baru untuk mahasiswa lain

yang ingin meneliti hal yang sama dengan penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini penulis membagi

dalam lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan ini penulis akan memaparkan

tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Dalam bab ini penulis akan memaparkan pengertian sastra,

pengertian novel, jenis-jenis novel, unsur intrinsik dan

ekstrinsik novel, biografi Nh. Dini, sinopsis novel

Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini, pengertian

pragmatik, kesantunan, prinsip kesantunan Leech,

penelitian relevan, serta implikasi penelitian dengan

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

BAB III : Metodologi Penelitian

Dalam bab ini penulisakan menguraikan tentang metode

penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan

Page 16: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

6

teknik analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang

gambaran umum prinsip kesantunan berbahasa dalam

novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini serta deskripsi,

data, analisis data dan interpretasi data.

BAB V : Penutup

Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran-

saran.

Page 17: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pragmatik

1. Pengertian Pragmatik

Menurut Leech pada tahun 1983, fonologi, sintaksis dan semantic

merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik

merupakan bagian dari pengunaan tata bahasa (language use).1 Telah banyak

ahli yang mendefinisikan pengertian pragmatik. Istilah pragmatik berasal dari

pragmatika diperkenalkan oleh Charles Moris (1938).2 Dalam sumber lain

dikatakan pula, :‖… pragmatik adalah tindakan aliran struktural yang

berkonteks, dan yang pada hakikatnya ada karena digunakan di dalam

komunikasi.‖3

Pragmatik adalah telaah umum tentang cara kita menafsirkan kalimat

dalam suatu konteks (unsur waktu dan tempat mutlak dituntut oleh suatu

ujaran).4 Menurut Heatherington (1980:155), pragmatik adalah ilmu yang

menelaah mengenai ucapakan-ucapan khusus dalam situasi-situasi tertentu dan

memandang performasi ujaran sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh

aneka ragam konvensi sosial.5 Pragmatik adalah studi tentang makna dalam

hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). 6 Menurut Ninio

dan Snow pada tahun 1998 dan Verschueren pada tahun 1999, pragmatik

adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan orang lain

dalam masyarakat yang sama. 7

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan pragmatik adalah ilmu

yang merupakan bagian dari linguistik, meneliti ujaran yang memiliki konteks

dan digunakan dalam berkomunikasi. Cara penutur menafsirkan kalimat dalam

1 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Yogjakarta: Penerbit Erlangga, 2009), h.20.

2 Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),

h.60.

3 Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum

1984 (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h.16.

4 Hindun, Pragmatik untuk Perguruan Tinggi (Depok: Nofa Citra Mandiri, 2012), h.3.

5 Ibid., h. 3.

6 Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, Terj. Dari The Principles Of Pragmatics oleh

M. D. D. Oka, (UI-Press, 2011), h.8.

7 Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia,

(Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 264.

Page 18: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

8

suatu konteks bergantung pada tanda yang melibatkan unsur waktu dan tempat

yang digunakan setiap ujaran.

2. Kesantunan

Leech mengatakan bahwa ―kesantunan merupakan ujaran yang membuat

orang lain dapat menerima dan tidak menyakiti perasaannya.‖ Sedangkan Yule

menyatakan bahwa ―kesantunan adalah usaha mempertunjukan kesadaran yang

berkenaan dengan muka orang lain. Kesantunan dapat dilakukan dalam situasi

yang bergayut dengan jarak sosial dan keintiman.‖8 Selanjutnya, Baryadi

dalam PELBBA 18 mengartikan kesantunan sebagai ―salah satu wujud

penghormatan seseorang kepada orang lain‖.9

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, kesantunan adalah suatu usaha

pola penyampaian pesan dengan menjaga perasaan mitra tutur dengan

menghomati mitra tutur agar tidak menyakiti perasaannya dalam situasi

tertentu. Cara penghormatan guna menjaga perasaan mitra tutur dilakukan

dengan menjaga bahasa yang digunakan dalam berinteraksi, tidak asal bicara

dan menyampaikan ujaran dengan bahasa yang sopan.

3. Prinsip Kesantunan Menurut Leech

Prinsip kesantunan yang dianggap paling lengkap adalah prinsip

kesantunan menurut Leech pada tahun 1983. Prinsip kesantunan ini dituangkan

dalam enam maksim.

Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual.

Kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan

interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucaapan mitra tuturnya.

Selain itu, maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip

kerja sama dan prinsip kesantunan. Berikut ini enam maksim yang merupakan

prinsip kesantunan menurut Leech:

8 George Yule dalam buku Hindun, “Pragmatik untuk Perguruan Tinggi”, (Depok: Nofa

Citra Mandiri, 2012), h. 67.

9 Yassir Nasanius (peny.), PELBBA 18:Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan

Budaya Atmajaya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.101.

Page 19: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

9

1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

Kurangi kerugian orang lain, tambahi keuntungan orang lain.

Contoh:

Ibu : ―Ayo dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.‖

Rekan Ibu : ―Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?‖

Informasi Indeksal: Dituturkan oleh seorang ibu kepada teman dekatnya pada

saat ia berkunjung ke rumahnya.

Kalau dalam tuturan penutur berusaha memaksimalkan keuntungan orang

lain, maka mitra tutur harus pula memaksimalkan kerugian dirinya, bukan

sebaliknya.. Bandingkan pertuturan (25) yang mematuhi maksim

kebijaksanaan dan petuturan (26) yang melanggarnya.

(25) A: Mari saya bawakan tas Bapak!

B: Jangan, tidak usah!

(26) A: Mari saya bawakan tas Bapak!

B: Ini, begitu dong jadi mahasiswa!10

2) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Menurut Leech dalam The Principles Of Pragmatics, maksim

kedermawanan mengacu pada, “Minimize benefit to self: maximize cost to

self.”11

Kurangi keuntungan diri sendiri, tambahi pengorbanan diri sendiri.

Contoh:

Bapak A : ―Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang.‖

Bapak B : ―Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya ambilkan dulu!‖

Informasi Indeksal: Dituturkan oleh seseorang kepada tetangga dekatnya di

sebuah perumahan ketika mereka sedang sama-sama merawat mobil masing-

masing di garasi.12

10 Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 57.

11

Geoffrey Leech, The Principles Of Pragmatics (London and New York: Longman, 1989), h. 133.

Page 20: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

10

Menurut Abdul Chaer dalam Kesantunan Berbahasa, maksim ini disebut

juga sebagai maksim penerimaan, yaitu maksim yang menghendaki setiap

peserta pertuturan untuk memaksimalkan kerugian diri sendiri dan

meminimalkan keuntungan diri sendiri. Tuturan (27) dan (28) dipandang

kurang santun bila dibandingkan dengan tuturan (29) dan (30).

(27) Pinjami saya uang seratus ribu rupiah!

(28) Ajaklah saya makan di restaurant itu!

(29) Saya akan meminjami Anda uang seratus ribu rupiah.

(30) Saya ingin mengajak Anda makan siang di restaurant.

Tuturan (27) dan (28) serasa kurang santun karena penutur berusaha

memaksimalkan keuntungan untuk dirinya dengan mengusulkan orang lain.

Sebaliknya tuturan (29) dan (30) serasa lebih santun karena penutur berusaha

memaksimalkan kerugian diri sendiri.13

3) Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

Menurut Leech pada The Princiles Of Pragmatics, approbation maxim adalah

sebagai berikut.

Minimize dispraise of other; maximize praise of other. An unflattering subtitle

for the Approbation Maxim would be „the Flattery Maxim‟ – but the term

„flattery‟ is generally reserved for insincere approbation. In its more important

negative aspect, this maxim says „avoid saying unpleasant things about others,

and more particulary, about h‟. Hence whereas a compliment like What a

marvelous meal you cooked! Is highly valued according to the Aprobation

Maxim, †What an awful meal you cooked! Is not.14

Approbation maxim yang telah dijelaskan di atas berarti kurangi cacian pada

orang lain, tambahi pujian pada orang lain. Approbatin maxim bisa diberi nama

lain, namun kurang baik, yaitu, ‗Maksim Rayuan‘ – tetapi istilah ‗rayuan‘

biasanya digunakan untuk pujian tidak tulus. Pada approbation maxim, aspek

negatif yang paling penting, yaitu jangan mengatakan hal-hal yang tidak

menyenangkan mengenai orang lain, terutama mengenai mitra tutur. Karena

itu, menurut approbation maxim, sebuah pujian seperti ―Masakanmu enak

12 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta:

Erlangga, 2005), h.59.

13 Chaer, op. cit., h.57.

14

Leech, op. cit., h. 135.

Page 21: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

11

sekali‖ sangat dihargai, sedangkan ucapan ―Masakanmu samasekali tidak

enak!‖ tidak dihargai.

Contoh:

Dosen A : ―Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas

Business English.‖

Dosen B : ―Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari

sini.‖

Informasi Indeksal:

Dituturkan oleh seorang dosen kepada temannya yang juga seorang dosen

dalam ruang kerja dosen pada sebuah perguruan tinggi.

Abdul Chaer menyatakan bahwa Approbation Maxim disebut juga maksim

kemurahan. Maksim kemurahan menuntut setiap peserta pertuturan untuk

memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak

hormat kepada orang lain.

(31) A: Sepatumu bagus sekali!

B: Wah, ini sepatu bekas; belinya juga di pasar loak.

(32) A: Sepatumu bagus sekali!

B: Tentu dong, ini sepatu mahal; belinya juga di Singapura!

Penutur A pada (31) dan (32) bersikap santun karena berusaha

memaksimalkan keuntungan pada (B) mitra tuturnya. Lalu, mitra tutur pada

(31) juga berupaya santun dengan berusaha meminimalkan penghargaan diri

sendiri; tetapi (B) pada (32) melanggar kesantunan dengan berusaha

memaksimalkan keuntungan diri sendiri. Jadi, (B) pada (32) tidak berlaku

santun.15

4) Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

15 Chaer, op. cit., h. 58.

Page 22: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

12

Kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi cacian pada diri sendiri.

Contoh:

Sekretaris A: ―Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda yang

memimpin!

Sekretaris B: ― Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho.‖

Informasi Indeksal:

Dituturkan oleh seorang sekretaris kepada sekretaris lain yang masih junior

pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang kerja mereka.

Dalam Kesantunan berbahasa, Modesty Maxim disebut sebagai maksim

kerendahan hati. Maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta pertuturan

untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan

rasa hormat pada diri sendiri.

(40) A: Kamu memang sangat berani.

B: Ah tidak; tadi ‗kan cuma kebetulan saja.

5) Maksim Permufakatan (Agreement Maxim)

Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang orang lain, tingkatkan

persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

Contoh:

Noni: ―Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!‖

Yuyun: ―Boleh. Saya tunggu di Bambu Resto.‖

Informasi Indeksal:

Dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang juga mahasiswa

pada saat mereka sedang berada di sebuah ruang kelas.16

16 Ibid,. h. 64.

Page 23: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

13

Abdul Chaer dalam Kesantunan Berbahasa menyebut Agreement Maxim

dengan sebutan maksim kecocokan, yang berarti menghendaki agar setiap

penutur dan mitra tutur memaksimalkan kesetujuan di antara mereka; dan

meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka.

(41) A: Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat

memalukan.

B: Ya, memang!

(42) A: Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat

memalukan.

B: Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi.

Tuturan B pada (41) lebih santun dibandingkan dengan tuturan B pada

(42), mengapa? Karena pada (42), B memaksimalkan ketidaksetujuan dengan

pernyataan A. Namun bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan

pendapat atau pernyataan mitra tuturnya. Dalam hal ia tidak setuju dengan

pernyataan mitra tuturnya, dia dapat membuat pernyataan yang mengandung

ketidaksetujuan parsial (partial agreement) seperti tampak pada pertuturan

berikut.

(43) A: Kericuhan dalam siding umum DPR itu sangat

memalukan.

B: Memang, tetapi itu hanya melibatkan beberapa oknum

anggota DPR saja.

Pertuturan (43) terasa lebih santun daripada pertuturan (42) karena

ketidaksetujuan B tidak dinyatakan secara total, tetapi secara parsial sehingga

tidak terkesan bahwa B adalah orang yang sombong.17

6) Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

17 Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.59-61.

Page 24: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

14

Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain, perbesar simpati antara

diri sendiri dengan orang lain. (Tarigan, 1990: 82-83).

Contoh:

Ani: ―Tut, nenekku meninggal.‖

Tuti: ―Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita.‖

Informasi Indeksal:

Dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lain yang sudah

berhubungan erat pada saat mereka berada di ruang kerja mereka. 18

Menurut Abdul Chaer dalam Kesantunan Berbahasa, Sympathy Maxim

disebut juga sebagai maksim kesimpatian. Maksim ini mengharuskan semua

peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa

antipasti kepada mitra tuturnya. Bila mitra tutur memperoleh keberuntungan

atau kebahagiaan penutur wajib memberikan ucapan selamat. Jika mitra tutur

mendapat kesulitan atau musibah penutur sudah sepantasnya menyampaikan

rasa duka atau bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Simak pertuturan

(45) dan (46) yang cukup santun karena si penutur mematuhi maksim

kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada mitra tuturnya yang

mendapatkan kebahagiaan pada (45) dan kedukaan pada (46).

(45) A: Bukuku yang kedua puluh sudah terbit.

B: Selamat ya, Anda memang orang hebat.

(46) A: Aku tidak terpilih jadi anggota legislatif; padahal uangku sudah banyak

keluar.

B: Oh, aku ikut prihatin; tetapi bisa dicoba lagi dalam pemilu

mendatang.19

Berdasarkan pemaparan di atasa dapat disimpulkan bahwa

menurut Leech prisip kesantunan ada 6, yaitu tact maxim (maksim

kebijaksanaan), generosity maxim (maksim kedermawanan atau maksim

penerimaan), approbation maxim (maksim penghargaan atau maksim

18 Kunjana Rahardi, Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta:

Erlangga, 2005), h.59.

19

Chaer, op.cit., h. 61

Page 25: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

15

kemurahan), modesty maxim (maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan

hati), agreement maxim (maksim permufakatan atau maksim kecocokan), dan

sympathy maxim (maksim simpati atau maksim kesimpatian). Keenam maksim

pada prinsip kesantunan, dilihat dari keuntungan terhadap diri sendiri,

pengorbanan, pujian, cacian, penyesuaian diri dan simpati serta antisimpati.

Maksim kemufakatan dan maksim simpati berhubungan dengan

penilaian penutur kepada dirinya sendiri ataupun pada mitra tuturnya.

Sedangkan maksim kebijaksanaan dan maksim kesederhanaan mempunyai

kesamaan, karena keduanya berpusat pada orang lain. Maksim kedermawanan

dan maksim kesederhanaan berpusat pada diri sendiri, baik penutur ataupun

mitra tutur.

4. Konteks

Dalam pragmatik, konteks sangatlah penting dan tidak dapat dipisahkan.

Menurut KBBI, konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat

mendukung atau menambah kejelasan makna.20

Sedangkan menurut Mey pada

tahun 1993, dalam F.X. Nadar adalah the surrounding, in the widest sense, that

enable the participants the communication process their interaction

intelligible, yang berarti situasi lingkungan dalam arti luas yang

memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat

ujaran mereka dapat dipahami. Selain itu, pentingnya konteks dalam pragmatik

ditekankan oleh Wijana pada tahun 1996, yang menyebutkann bahwa

pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks.21

Leech mengartikan konteks

sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh

penutur dan mitra tutur, dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna

tuturan.22

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konteks sangat penting dalam

pragmatik yang mengkaji makna dari setiap ujaran dalam suatu situasi.

Konteks merupakan latar belakang yang sama-sama diketahui oleh penutur dan

mitra tutur.

20 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2002), Edisi ke-3, h. 728.

21 F.X. Nadar, Pragmatik & Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.3-4.

22

Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, Terj. Dari The Principles Of Pragmatics oleh M. D. D. Oka, (UI-Press, 2011), h.20.

Page 26: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

16

Menurut John. J. Gumperz dan Dell Hymes, konteks dapat mempermudah

pola-pola komunikatif dengan menggunakan klasifikasi kisi-kisi yang diajukan

Hymes yang dikenal dengan istilah SPEAKING. Istilah SPEAKING,

merupakan akronim yang tiap hurufnya merupakan unsur dari konteks. Unsur-

unsur itu adalah:

1) Setting dan scene / adegan (S). Setting mengacu pada waktu dan tempat.

Contohnya adalah lingkungan yang secara fisik dapat dilihat pada

peristiwa tutur berlangsung. Sedangkan dapat pula terjadi suatu ujaran

tertentu menjelaskan scene/ adegan.

2) Participant/ peserta (P), termasuk penutur dan mitra tutur, yang

menuturkan dan yang mendengarkan, pengirim dan penerima. Tuturan

tersebut antara penutur dan mitra tutur dan pedengar yang saling berganti

peran.

3) End/ hasil akhir (E), mengacu pada hasil akhir dari respon dalam

percakapan yang dilakukan dan juga tujuan akhir personal yang dicari oleh

peserta percakapan.

4) Act sequence/ urutan tindakan (A), mengacu pada bentuk dan isi yang

actual dari kata-kata yang digunakan, sehingga terhubung antara apa yang

dituturkan dengan urutan tindakan dengan tema yang actual saat itu.

5) Key/ Kunci (K), mengacu pada nada/ tone, perilaku atau semangat saat

pesan tersebut digunakan, di antaranya adalah serius, bahagia, mencekam,

menakutkan, kegembiraan, kelembutan. Kunci yang dimaksud adalah

body language atau bahasa tubuh yaitu dengan perilaku gerak tubuh.

6) Instrument (I), mengacu pada pilihan channel/ jalur yaitu sesuatu yang

digunakan agar pesan itu dapat tersampaikan seperti ujaran lisan, tulisan,

sms, dan bentuk ujaran yang digunakan seperti bahasa, simbol-simbol,

kode dan dialek.

7) Norm/ cara interaksi dan interpretasi (N), merupakan perilaku tertentu

yang berkaitan erat dengan peristiwa tutur, baik dari volume suara,

ekspresi dan gerak tubuh bahkan diam.

8) Genre (G), merupakan jenis bahasa ujaran, seperti ungkapan pantun,

peribahasa, motto, nasihat, lelucon, kampanye yang keseleluruhannya

Page 27: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

17

ditandai dengan cara yang tidak biasa. 23

Menurut Swales pada tahun 1990

dirangkum dalam bahasa Indonesia, menyatakan bahwa suatu genre terdiri

atas suatu kelas peristiwa-peristiwa komunikatif yang para anggotanya

bersama-sama memiliki beberapa perangkat tujuan komunikatif.24

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Hymes memberikan penjelas

pada setiap unsur dengan akurat. Unsur dari akronim SPEAKING tersebut

digunakan untuk memperjelas konteks setiap tuturan dalam analisis deskriptif

pada BAB IV, yaitu peristiwa tutur, tempat, waktu, tujuan, mitra tutur dan

situasi.

B. Sastra

1. Pengertian Sastra

Sastra adalah bahasa, kata-kata, gaya bahasa yang dipakai dalam kitab-

kitab, bukan bahasa sehari-hari.25

Karya sastra adalah karya imajinatif

pengarang yang menggambarkan kehidupan masyarakat pada waktu karya

sastra itu diciptakan.26

Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang

terdiri dari akar kata Ças atau sâs dan –tra. Ças dalam bentuk kata kerja yang

diturunkan memiliki arti mengarahkan, mengajar, memberikan suatu petunjuk

ataupun intruksi. Akhiran –tra menunjukan satu sarana atau alat. Sastra secara

harfiah berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi ataupun

pengajaran.27

Karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) adalah karya imajinatif, fiksional,

dan ungkapan ekspresi pengarang. Karya sastra adalah produk budaya, dan

sebagai produk budaya karya sastra mencerminkan ataupun merepresentasikan

realitas masyarakat sekitarnya dan pada zamannya. Dengan asumsi itu, karya

23 Nuri Nurhaidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart

Writing, 2014), h. 55-56.

24 Fatimah Djajasudarma, Wacana- Pemahaman dan Hubungan Antarunsur, (Bandung:

Refika Aditama, 2006), h.29.

25

A.A. Waskito, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: WahyuMedia, 2009), h. 508.

26 Yuana Agus Dirgantara, Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya Indonesia, (Garudhawaca,

2012), h. 123.

27 Dwi Susanto S.S., M. Hum. Pengantar Teori Sastra, (Yogyakarta: Caps, 2012), h. 1

Page 28: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

18

sastra hanya mencerminkan jiwa zamannya saja.28

Dapat dikatakan bahwa sastra adalah karya imajinatif yang

menggambarkan kehidupan sehari-hari namun bahasa yang digunakannya

bukan bahasa sehari-hari. Bahasa yang digunakan pada karya sastra adalah

bahasa yang mempunyai ciri khas pengarang, karena itu karya sastra disebut

karya yang mempunyai keorsinilan pada penciptaannya. Bahasa yang

digunakan mempunyai ciri khas karena sastra diciptakan untuk dinikmati

pembacanya.

2. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa latin novellus yang diturunkan pula dari

kata novies yang berarti ―baru‖. Dikatakan baru karena jika dibandingkan

dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain maka jenis

novel ini muncul kemudian. 29

Novel merupakan genre sastra baru dibandingkan puisi, drama, dan lain-

lain, karena novel baru muncul setelah jenis sastra lainnya. Novel merupakan

karya sastra yang mempunyai konteks seperti kehidupan sehari-hari. Ada

beberapa pengertian novel yang dikemukakan oleh para ahli.

The American College Dictionary of Current English yang disebut dalam

buku Henry Guntur Tarigan, menyebut novel adalah suatu cerita yang fiktif

dalam panjang yang tertentu, yang menuliskan para tokoh, gerak, serta adegan

kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang

agak kacau atau kusut.30

Dewasa ini novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia novelette (Inggris: novelette, yang berarti sebuah karya prosa

fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang namun tidak juga terlalu

pendek.31

Novel merupakan cerita fiktif yang panjang. Di dalam novel terdapat

28 Ibid., h. 32-33.

29

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Penerbit Angkasa,

2011), h. 164.

30

Ibid,. h. 164.

31

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), h. 9-10.

Page 29: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

19

tokoh, gerakan, dan kehidupan nyata yang diwakilkan pada jalan cerita yang

mempunyai konflik.

Pengertian selanjutnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel

adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya dengan menonjolkan watak

sifat pelaku.32

Pengertian novel menurut R.J. Rees pada tahun 1973, “A

fictitious prose narrative of considerable length in which characters and

actions representative of real life are portrayed in a plot of more or less

complexity.” Dapat diartikan, menurut R.J. Rees novel merupakan sebuah

cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan

perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan

dalam suatu plot yang cukup kompleks.33

Berdasarkan penjabaran dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa

novel merupakan karangan prosa yang mencerminkan kehidupan seseorang

dengan orang-orang di sekelilingnya yang digambarkan dalam suatu alur yang

cukup kompleks dengan beragam bahasa keseharian yang mengandung ciri

khas dari kepribadian pengarangnya. Dalam novel, setiap pelaku mempunyai

watak dan berinterkasi antara tokoh satu dengan tokoh lainnya, hal itu yang

menonjol dalam novel dibandingkan dengan puisi. Dapat dibuktikan pada puisi

tidak terdapat tokoh pun bisa dinikmati oleh pembaca.

3. Jenis-Jenis Novel

Novel memiliki kategori yang beragam, walaupun kategorisasi novel kerap

kali menimbulkan pertentangan karena perbedaan pendapat antara pihak satu

dengan pihak lainnya. Namun kategorisasi novel sangatlah diperlukan untuk

mengetahui serta memahami karakteristik, dan cerita novel. Berikut ini adalah

jenis novel dalam Teori Pengkajian Fiksi.

a. Novel serius

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru

32 Pusat Bahasa Depdiknas, op.cit., h. 788.

33

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 1.

Page 30: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

20

dengan cara pengucapan yang baru pula. Novel serius memerlukan daya

konsentrasi yang tinggi, dan kemauan jika ingin memahaminya. Novel ini

merupakan makna sastra yang sebenarnya. Pengalaman, dan permasalahan

kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti, dan diungkapkan

sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius

mengambil realitas kehidupan ini sebagai model, kemudian menciptakan

sebuah ―dunia-baru‖ lewat penampilan cerita dan tokoh-tokoh dalam situasi

yang khusus.34

Novel serius biasanya mengangkat cerita yang lebih kompleks,

bukan hanya kisah asmara antara sejoli. Kisah asmara atau kisah cinta yang

diangkat pada novel serius bukan hanya kepada pasangan tetapi bisa saja

kepada keluarga, orang tua, teman dan lain sebagainya. Cerita yang disuguhkan

dalam novel popular pun lebih rumit. Novel popular tidak berkiblat pada selera

pembaca seperti novel popular. Karya novel popular biasanya lebih abadi dari

novel popular yang tidak akan diingat pembaca dalam waktu yang lama.

b. Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan

banyak penggemarnya. Khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia

menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun

hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan

kehidupan secara intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel ini

pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan

zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Biasanya

banyak dilupakan orang, apalagi denhan munculnya novel-novel baru yang

lebih populer pada asa sesudahnya. Menurut Stanton dalam Teori Pengkajian

Fiksi, novel popular lebih mudah dibaca, dan lebih mudah dinikmati karena ia

memang semata-mata menyampaikan cerita.35

Novel popular tidak masuk dalam masalah kehidupan yang rumit,

kebanyakan novel popular hanya menunjukan emosi-emosi yang biasa remaja

34 Nurgiyantoro, op. cit., h. 18-20.

35

Ibid., h. 18.

Page 31: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

21

alami, misalnya masalah asmara. Maka dari itu, jenis novel ini banyak diminati

oleh kalangan remaja. Jika sudah habis jamannya, novel jenis ini tidak lagi

diingat lagi. Jalan cerita novel popular biasanya sederhana karena novel

popular mengincar selera pembaca.

Dari jenis-jenis novel yang disampaikan, maka novel Pertemuan

Dua Hati karya Nh. Dini merupakan novel serius. Hal tersebut karena

Pertemuan Dua Hati mengangkat masalah yang perlu direnungkan oleh para

pembaca. Novel ini memiliki nilai kehidupan, dan nilai pendidikan yang tidak

habis dimakan zaman.

4. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel

Unsur-unsur pembangun sebuah novel—yang kemudian secara bersama

membentuk sebuah totalitas itu— di samping unsur formal bahasa, masih

banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur

tersebut secara tradisional dapat dikelompokan menjadi dua bagian, walau

pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah

unsur intrinsik dan ekstrinsik.

a. Unsur Intrinsik

Unsur Intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya

sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir

sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang

membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang

(secara langsung) turut serta membangun cerita. 36

Unsur intrinsik yang

dimaksud dalam Wellek & Warren adalah sebagai berikut,

1) Sastra dan seni;

2) modus keberadaan karya sastra;

3) efoni, irama dan matra;

4) gaya dan stilistika;

5) citra, metafora, symbol, dan mitos;

6) sifat dan ragam fiksi naratif;

7) genre sastra;

36 Ibid., h. 23.

Page 32: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

22

8) penilaian;

9) sejarah sastra;37

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar

karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau

sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan

sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra,

namun sendiri, tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur

ekstrinsik cukup berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan)

terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Sebagaimana halnya unsur

intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang

dimaksud (Wellek & Warren, 1956 : 75—135) antara lain adalah keadaan

subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan

pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang

ditulisnya. Pendek kata, unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak

karya yang dihasilkannya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik

psikologi pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi

dalam karya. 38

5. Biografi Nh. Dini

Bernama pena Nh. Dini atau N.H Dini, penulis novel dan biografi yang

bernama lengkap Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin, lahir di Sekay Semarang,

Jawa Tengah pada tanggal 29 Februari 1936. Ia mengenyam pendidikan di

SMA Sastra Bojong pada tahun 1956, selanjutnya Kursus Pramugari Darat

GIA Jakarta pada tahun 1956, dan dilanjutkan Kursus B-1 Jurusan Sejarah

pada tahun 1957.

Nh. Dini menikah dengan Yves Coffin, seorang diplomat yang bekerja di

Konsulat Perancis di Kobe, Jepang pada tahun 1960, namun bercerai pada

37Renne Wellek and Austin Wareen, Teori Kesusastraan, oleh Melani Budianta, (Jakarta:

PT Gramedia Pusaka Utama, 1993), h.160-338

38Nurgiyantoro, op.cit., h. 23-24.

Page 33: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

23

tahun 1984. Dari pernikahannya tersebut Nh. Dini dikaruniai dua orang anak

bernama Marie Claire Lintang dan Pierre Louis Padang Coffin, sutradara dan

animator film Despicable Me dan Despicable Me 2.

Nh. Dini diakui sebagai salah seorang penulis pertama yang

mengetengahkan pengalaman wanita Indonesia secara blak-blakan ke dalam

tulisan. Kini ia tinggal di Yogyakarta walaupun kenangannya berpusat pada

kehidupannya di Semarang dan Paris. Ia mulai menulis sajak dan prosa

berirama pada tahun 1951 dan membacakannya sendiri di RII Semarang, Jawa

Tengah.

Pada tahun 1952, ia mengirimkan sajak-sajaknya ke siaran nasional RRI

Jakarta, dan karyanya mulai ditebitkan di majalah. Cerita-cerita pendeknya

mulai diterbitkan majalah Kisah, Mimbar Indonesia, dan Siasat pada tahun

1953. Nh. Dini menulis naskah sandiwara radio yang dimainkan oleh

kelompoknya sendiri yang diberi nama Kuncup Berseri di RRI Semarang, Jawa

Tengah (1953). Ia sempat membentuk sandiwara di sekolahnya, SMA Sastra

Bojong dan diberi nama Pura Bhakti pada tahun 1954. 39

Lebih dari 20 tahun ia berpindah-pindah tinggal di Jepang, Kamboja,

Filipina, Amerika Serikat, Belanda, dan Prancis. Tahun 1980 kembali ke

Indonesia dan segera aktif dalam Wahana Lingkungan Hidup dan Forum

Komunikasi Generasi Muda Keluarga Berencana. Tahun 1986 ia mendirikan

Pondok Baca Nh. Dini, taman bacaan untuk anak-anak.

Pada tahun 1988, ia memenangkann hadiah pertama lomba penulisan

cerpen dalam bahasa Prancis yang diselenggarakan surat kabar Le Monde,

Kedutaan Prancis di Jakarta, dan Radio Franche Internationale, dengan cerpen

berjudul Le Nid de Poison dans le Bale de Jakarta.

Berbagai penghargaan telah diterimanya, antara lain: ―Hadiah Seni untuk

Sastra, 1989‖ (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan); ―Bhakti Upapradana

39Taman Ismail Marzuki, ‘Tokoh nh dini’, 2013, h.1,

(http://www.tamanismailmarzuki.com).

Page 34: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

24

Bidang Sastra‖ (1991, Pemerintah Daerah Jawa Tengah); dan ―South-East Asia

Writes‘ Award‖ (2003).

Karya:

a) Seri Cerita Kenangan

Sebuah Lorong di Kotaku (1989)

Padang Ilalang di Belakang Rumah (1987)

Langit dan Bumi Sahabat Kami (1988)

Sekayu (1988)

Kuncup Berseri (1996)

Kemayoran (2000)

Jepun Negerinya Hiroko (2001)

Dari Parangakik ke Kampuchea (2003)

Dari Fontenay ke Magallianes (2005)

La Grande Borne (2007)

Hidup Memisahkan Diri (2008)

b) Novel-novel lain

Pada Sebuah Kapal (1985)

Pertemuan Dua Hati (1986)

Namaku Hiroko (1986)

Keberangkatan (1987)

Tirai Menurun (1993)

Page 35: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

25

Jalan Bandungan (2009)40

Nh. Dini merupakan pengarang wanita yang menempati kedudukan

istimewa. Nh. Dini berhasil menerobos dan menempatkan dirinya sebagai

novelis wanita yang sejajar dengan novelis pria pada zamannya.41

6. Sinopsis Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini

Bu Suci adalah seorang guru Sekolah Dasar di Purwodadi. Purwodadi

merupakan kota kecil yang gersang tetapi kota itu tempat kelahirannya. Ia

adalah seorang guru yang bijak dan sangat menyayangi keluarganya serta

murid-muridnya.

Bu Suci pindah ke Semarang karena tempat bekerja suaminya dipindahkan

ke sana. Di Semarang ia tinggal dengan suami, ketiga anaknya, dan bibi yang

menjaga anak-anaknya. Suami bu Suci orang yang pengertian dan selalu

mendukung keinginan bu Suci. Semenjak pindah ke Semarang, bu Suci belum

bekerja hanya di rumah saja menjaga anak-anaknya. Ia pun rindu dengan

pekerjaannya, hingga suatu hari ia mengantar anaknya ke Sekolah dan ditawari

menjadi guru di sana, bu Suci pun menerimanya.

Hari pertama dilalui bu Suci baik-baik saja, namun ada yang mengganjal

dalam pikirannya. Hari kedua pun dilalui bu Suci dengan lancar, namun ia

mulai mengetahui apa yang mengganjal dalam pikirannya itu. Seorang murid

bernama Waskito telah menarik perhatiannya. Ia pun bertanya tentang Waskito

pada teman-teman sekelasnya, namun tidak ada yang mau membuka mulut. Bu

Suci semakin bingung dengan apa yang terjadi pada Waskito.

Sampai suatu saat, bu Suci akhirnya mendapatkan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaannya. Ternyata Waskito adalah anak yang sukar,

begitulah bu Suci menyebutnya. Sukar menurut bu Suci adalah anak yang

nakal dan selalu membuat keonaran. Teman-teman Waskito merasa segan dan

tidak mau bermasalah dengannya. Mengetahui hal tersebut, bu Suci semakin

40 Nh. Dini, Pertemuan Dua Hati, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 87-88.

41

Maman S. Mahayana, Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia, (Jakarta: PR Raja Grafindo Persada, 2007), h. 60-61.

Page 36: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

26

ingin masuk lebih dalam ke masalah Waskito dan ingin menyelesaikannya.

Hatinya terdorong untuk melakukan lebih dari apa yang dilakukannya

sekarang.

Seolah-olah cobaan sedang menghampiri bu Suci. Anak kedua bu Suci

dinyatakan mengidap penyakit ayan oleh dokter, sehingga harus dijaga dan

tidak boleh banyak beraktivitas. Bu Suci pun harus menjaga anaknya, tapi di

sisi lain, ia ingin sekali di kelas mengetahui perkembangan Waskito dan dia

pun harus mengantar anaknya ke rumah sakit untuk berobat.

Untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut, bu Suci mendatangi rumah

kakek dan nenek Waskito. Ia pun mendapatkan informasi tentang asal usul

kenapa Waskito bersikap seperti itu. Menurut kakek dan neneknya, Waskito

sebenarnya adalah anak yang baik tetapi karena orangtuanya

memperlakukannya kurang baik maka Waskito menjadi anak yang nakal.

Neneknya mengatakan bahwa ayahnya sering memukuli Waskito tanpa sebab

yang jelas ketika Waskito melakukan kesalahan, bukan pengarahan yang

diberikannya malah pukulan. Sementara ibunya terlalu memanjakan Waskito

sehingga ia tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dahulu,

sewaktu Waskito tinggal bersama kakek dan neneknya Waskito jadi anak yang

disiplin dan tahu aturan, namun semenjak ia kembali kepada orang tuanya ia

kembali menjadi anak yang nakal.

Bu Suci berusaha membantu permasalahan Waskito. Ia selalu

memperhatikan sikap Waskito ketika sedang berada di kelas. Perlahan bu Suci

mendekati Waskito, lalu memintanya mengantarkan makanan ke anaknya yang

sedang sakit di rumah sakit. Hal tersebut dimaksudkan bu Suci agar Waskito

tahu bahwa ia masih beruntung karena masih diberikan kesehatan dan dapat

menjalankan aktivitas sebagaimana mestinya tanpa harus melakukan hal-hal

yang tidak berguna dalam hidupnya.

Awalnya keberadaan Waskito tidak dihiraukan oleh teman-temannya,

namun kini bu Suci membuat Waskito ada keberadaannya. Waskito dipercayai

Page 37: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

27

bu Suci untuk membuat sesuatu, hingga pekerjaannya mendapatkan

penghargaan dari teman-temannya.

Kini Waskito tinggal bersama bibinya, sehingga sudah mulai mendapatkan

pelajaran tentang kasih sayang. Waskito senang tinggal di sana meskipun

keadaan ekonomi mereka sulit, bahkan kadang mereka harus berbagi makanan.

Bu Suci mulai sedikit tenang melihat perubahan yang Waskito tunjukan.

Namun hal itu tidaklah berlangsung lama. Pada suatu hari, Waskito marah

kepada seeorang yang menghina tanaman yang ia tanam. Padahal maksud dari

seseorang itu hanyalah bercanda. Waskito mengacungkan sebuah cutter,

namun bu Suci mengambil cutter dari tangan Waskito dengan berani. Karena

kejadian tersebut, semua guru di sekolah sepakat untuk mengeluarkan Waskito

dari sekolah. Hal itu dihalangi oleh bu Suci, ia meminta agar diberi waktu

untuk membimbing Waskito dan mempertaruhkan pekerjaannya jika ia gagal.

Ia pun menekankan kepada Waskito bahwa ia bisa berubah, jika ia gagal, selain

Waskito harus pindah dari sekolah itu, pekerjaannya pun dipertaruhkan.

Hal buruk tersebut membuat Waskito dan bu Suci semakin dekat. Waskito

sudah mulai memberanikan diri berbagi cerita kepada bu Suci. Waskoto naik

kelas pada akhir semester, seluruh keluarganya sangat berterimakasih kepada

bu Suci karena dapat membuat Waskito mengubah sikapnya bahkan dapat naik

kelas. Seusai itu, Waskito ikut berlibur ke desa Purwodadi bersama keluarga bu

Suci sesuai dengan janji bu Suci. Semenjak bertemu dengan Waskito, bu Suci

merasa hatinya telah dipertemukan dengan hati Waskito.

C. Penelitian Relevan

Suatu penelitian yang baik, merupakan penelitian hasil dari diri sendiri,

tidak boleh menyadur dari hasil penelitian orang lain. Sebuah penelitian

diharapkan mampu memberikan informasi baru. Informasi baru tentu saja

didapatkan dari penelitian yang baru. Untuk menghindari adanya penyaduran,

maka diperlukan penelitian yang relevan.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menemukan

beberapa judul skripsi yang terkait dengan permasalahan serupa. Berikut ini

Page 38: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

28

adalah judul skripsi yang terkait.

Pertama, Skripsi yang berudul ‗Realisasi Kesantunan Berbahasa Anak

Kelas X di SMA Muhammadyah 8 Ciputat‘ disusun oleh Lilis Suci Melati pada

tahun 2012, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia. Peneliti menganalisis kesantunan berbahasa menggunakan

prinsip kesantunan Geoffrey Leech. Hasil dari analisis peneliti adalah bentuk

petuturan yang terjadi pada kelas X-A di SMA Muhammadiyah 8 Ciputat

menunjukan lebih banyak yang melanggar prinsip kesantunan (politeness

principle) di bandingkan yang mematuhinya.

Kedua, Skripsi yang berjudul ‗Bentuk Kesantunan Berbahasa Dalam

Interaksi Verbal Pada Kegiatan Pembelajaran Nonformal Sanggar Kegiatan

Belajar (SKB), Studi Kasus pada Kelas VII SMP Cilandak Jakarta Selatan

Tahun Pelajaran 2011-2012‘ di susun oleh Ina pada tahun 2012, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti

menganalisis bentuk kesantunan berbahasa pada kegiatan pembelajaran

nonformal Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Dalam penelitiannya, peneliti

memasukan empat maksim, yaitu maksim kedermawanan, maksim

penghargaan, maksim kebijaksanaan, dan maksim kesederhanaan.

Ketiga, skripsi yang berjudul „Kesantunan Berbahasa Dalam Novel Saman

Karya Ayu Utami (Suatu Kajian Pragmatik) dan Implementasinya terhadap

Pembelajaran Sastra di SMA‘ disusun oleh Nurul Syaefitri pada tahun 2012,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia. Penulis memfokuskan permasalahan pada penelitian pragmatik

terkait kesantunan berbahasa dalam tindak tutur percakapan antar tokoh di

dalam novel Saman karya Ayu Utami dengan menggunakan prinsip kesantunan

yang dirumuskan oleh Leech. Penulis juga mengaitkannya dengan

implementasi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang ada di SMA

dengan membuat RPP. Kesimpulan yang penulis peroleh adalah tidak

selamanya kata-kata seks atau segala sesuatu yang berhubungan dengan seks

itu menjadi kata-kata yang tidak sopan dalam prinsip maksim kesantunan

berbahasa menurut Leech.

Berdasarkan tiga penelitian relevan yang peneliti temukan, maka

Page 39: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

29

penelititian yang berjudul Prinsip Kesantunan Berbahasa Menurut Leech Pada

Novel Pertemuan Dua Hati Karya N.H Dini dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) penting

dilakukan. Hal tersebut karena penelitian ini diimplikasikan pada pembelajaran

bahasa Indonesia siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Peneliti juga belum

menemukan adanya penelitian tentang prinsip kesantunan berbahasa yang

dikaji melalui novel Pertemuan Dua Hati karya Nh.Dini. Prinsip kesantunan

sangat penting diketahui oleh siswa SMA, dengan penelitian ini guru dapat

menjadikan novel Pertemuan Dua Hati sebagai buku bacaan siswa pada saat

pembelajaran tentang novel berlangsung.

Page 40: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang

dipilih dalam melaksanakan penelitian (dalam mengumpulkan data).1

Metode penelitian yang dipakai peneliti adalah metode deskriptif dengan

pendekatan pragmatik. Metode deskriptif merupakan suatu cara yang

digunakan untuk membahas objek penelitian secara apa adanya

berdasarkan data-data yang diperoleh. Metode deskriptif disebut juga

sebagai metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat

gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data,

sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti.2

Pendekatan pragmatik mempelajari strategi-strategi yang ditempuh oleh

penutur di dalam mengkomunikasikan maksud-maksud pertuturannya

(I Dewa Putu Wijana dalam Kris Budiman (ed.), 2002: 57-58).

Pendekatan Pragmatik mengasumsikan bahwa setiap tuturan dilandasi

tujuan tertentu, dan setiap peserta tutur bertanggung jawab atas segala

penyimpangan bentuk tuturan yang dibuatnya. Berdasarkan pernyataan

tersebut, maksud-maksud tuturan, terutama maksud yang tersirat, hanya

dapat teridentifikasi melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan

mempertimbangkan secara seksama komponen situasi tutur atau

konteks (I Dewa Putu Wijana, 1996:3). 3

Pendekatan pragmatik mempelajari proses penutur dalam

berkomunikasi untuk menyampaikam maksud pada tuturannya. Pada

pendekatan pragmatik, semua tuturan memiliki maksud tertentu dan

dipertimbangkan konteks ujaran saat tuturan berlangsung.

1 Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik- Ancangan Metode Penelitian dan Kajian,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.4

2 Ibid,. h.9

3 Nurhayati, “Realisasi Kesantunan Berbahasa dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya

Ahmad Tohari”, 2014, h.57, (http://eprints.uns.ac.id/9482/1/185730811201110211.unlocked.pdf).

Page 41: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

31

B. Sumber Data

Terdapat dua sumber data pada penelitian ini, yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data-data

yang didapatkan dari sumber data yang utama. Adapun sumber data primer

dalam penelitian ini adalah

Judul Buku : Pertemuan Dua Hati

Penulis : N.H Dini

Jumlah Halaman : 88 Halaman

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Keempat belas, Desember 2009

Sumber data sekunder adalah sumber data yang digunakan peneliti

untuk menganalisis sumber data primer. Adapun data sekunder dalam

penelitian ini adalah sumber yang berhubungan dengan permasalahan

objek penelitian.

C. Metode Pengumpulan Data

1. Membaca

Membaca adalah melihat lalu melafalkan apa yang tertulis. Dalam

membaca, seorang pembaca bukan hanya melafalkan namun harus

memahami isi dari yang tertulis. Pada penelitian ini, peneliti membaca

sumber primer yaitu novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

2. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti membaca sumber

primer. Pada tahap ini peneliti menentukan klasifikasi maksim kesantunan

yang terdapat pada sumber primer.

D. Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisis data, peneliti berusaha untuk memberikan

uraian mengenai hasil penelitian. Tahap ini merupakan tahap lanjutan

Page 42: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

32

setelah peneliti membaca novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

Teknik ini dilakukan dengan mendata hasil temuan satu persatu, lalu

menganalisisnya. Agar pembaca lebih mudah memahami analisis, maka

penulis memberi kode penamaan tuturan untuk setiap bagian dari novel,

beserta halamannya. Terdapat enam bagian dalam novel, yaitu dengan

judul Pindah, Waskito, Tugas, Perkenalan, Lingkungan, dan Pertemuan.

Maka penulis memberi kode sebagai berikut: B.1: untuk tuturan yang

terdapat pada bagian berjudul Pindah; B.2: untuk tuturan yang terdapat

pada bagian yang berjudul Waskito; B.3: untuk tuturan yang terdapat pada

bagian yang berjudul Tugas; B.4: untuk tuturan yang terdapat pada bagian

yang berjudul Perkenalan; B.5: untuk tuturan yang terdapat pada bagian

yang berjudul Lingkungan; B.6: untuk tuturan yang terdapat pada bagian

yang berjudul Pertemuan.

1. Tuturan (B.2, hlm.23)

“Disana lebih banyak pohon buah ya, Bu,” kata sulungku.

“Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan,” sahutku.

“Di rumah kita malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu

satunya lagi?”

“Gadung.” Jawabku, dan kuteruskan, “Di tempat kakek lebih banyak

lagi. Hampir semua jenis mangga, ada.”

“Di sana itu bukan rumah kita, Sayang. Sekarang, di Semarang inilah

rumah kita!”4

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Tokoh anak sulung dan Bu Suci

membandingkan tempat tinggalnya yang dulu (Purwodadi) dengan tempat

tinggal yang sekarang (Semarang); (2) tempat: becak; (3) waktu: pagi

hari, saat perjalan menuju sekolah; (4) tujuan: untuk mengenang

Purwodadi; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: ….

4 Nh. Dini, Pertemuan Dua Hati, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 23

Page 43: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

30

Page 44: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Tabel Tuturan dalam Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini

Berdasarkan landasan teori pada Bab II, maka diperoleh tabel tuturan sebagai

berikut.

No.

Kode,

Hlm

Penutur Tuturan Keterangan

1.

B.2,

hlm. 23

Anak

Sulung Bu

Suci

Disana lebih banyak pohon

buah ya, Bu.

Bu Suci Karena kebanyakan rumah di

sana punya pekarangan.

Mematuhi maksim

kesederhanaan dan

maksim

permufakatan

Anak

Sulung Bu

Suci

Di rumah kita malahan ada

tiga macam: golek, lalijiwo,

lalu apa Bu satunya lagi?

Bu Suci Gadung. Di tempat kakek

lebih banyak lagi. Hampir

semua jenis mangga, ada.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Anak

Sulung Bu

Suci

Karena tempat kakek lebih

luas dari rumah kita di sana.

Mematuhi maksim

kesederhanaan dan

permufakatan

Bu Suci Di sana itu bukan rumah kita,

Sayang. Sekarang, di

Semarang inilah rumah kita!

Melanggar maksim

permufakatan

2. B.2,

hlm. 23

Anak

Sulung Bu

Suci

Di Purwodadi, Bapak tidak

pernah pulang terlambat

Bu Suci Purwodadi kota kecil. Kantor

Bapak dipergunakan hanya

sebagai tempat singgah. Di

sini lain halnya. Semua

kendaraan berangkat dari sini,

atau menuju kemari.

Mematuhi maksim

kesimpatisan

3. B.2,

hlm.24

Bu Suci Lihat! Di Purwodadi tidak

ada sekolah sebagus ini!

Anak

Sulung Bu

Apanya yang bagus? Melanggar maksim

permufakatan

Page 45: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

34

Suci

Bu Suci Perhatikan baik-baik!

Atapnya lain dari atap yang di

sana itu. Gedungnya

demikian pula. Bentuk tiang

dan pintunya! Tidakkah kamu

menyukainya? Di zaman

sekarang tidak banyak gedung

seperti ini.

4. B.2,

hlm. 24

Kepala

Sekolah

Ini Bu Suci. Selama beberapa

hari, dua kelas digabung.

Berusahalah tenang, jangan

nakal. Tunjukkan kepada Bu

Suci bahwa kalian anak-anak

kota besar juga sepatuh anak-

anak kota kecil Purwodadi di

mana Bu Suci sudah

mengajar sepuluh tahun

lamanya.

Mematuhi maksim

penghargaan

Murid-

murid

(diam) Mematuhi maksim

kedermawanan

5. B.2,

hlm.25-

26

Bu Suci Siapa tahu di mana rumah

Waskito?

Murid-

murid

(Tangan-tangan juga tidak

diacungkan, dua kelompok

berbisik-bisik).

Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Ya? Siapa yang tahu?

Rumahnya jauh atau dekat?

Murid-

murid

(Tidak ada jawaban). Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Kalau ada yang tahu, cobalah

menengok ke sana. Jangan-

jangan dia sakit.

Mematuhi maksim

kesimpatisan

6. B.2,

hlm. 26

Bu Suci Raharjo! Pergilah ke rumah

Waskito sepulang dari

sekolah nanti! Atau sore,

sambil jalan-jalan! Tanyakan

mengapa dia lama tidak

masuk!

Mematuhi maksim

kesimpatisan

Raharjo (Tidak menjawab) Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Ya Raharjo?

Page 46: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

35

Raharjo (Menghindari pandangan Bu

Suci)

Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Mengapa tidak menjawab,

Raharjo? Kamu tidak tahu

rumah Waskito?

Raharjo Tahu, Bu. Mematuhi maksim

permufakatan Bu Suci Lalu? Terlalu jauh buat

kamu?

Raharjo Oh, tidak, Bu! Saya selalu

melaluinya kalau berangkat

atau pulang!

Melanggar maksim

permufakatan

7. B.2,

hlm. 26

Bu Suci Mengapa kamu tidak singgah

selama ini? Apakah kamu

tidak ingin mengetahui

mengapa dia tidak masuk?

Raharjo (Menggerakan badan ke

kanan, ke kiri).

Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Siapa lagi yang mengetahui

rumah Waskito?

Murid-

murid

(Tidak ada yang

mengacungkan lengan).

Melanggar maksim

kedermawanan

8. B.2,

hlm. 27

Bu Suci Marno! Coba, tolonglah Bu

Suci! Beritahu mengapa kamu

tidak mau menengok

Waskito.

Marno Takut, Bu. Mematuhi maksim

kesederhanaan

Bu Suci Mengapa? Raharjo! Ganti

kamu yang menjelaskan!

Mengapa kalian takut pergi ke

rumah Waskito!

Raharjo Marno saja, Bu! Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Kamu yang menjadi ketua

kelas di sini. Saya kira kamu

seharusnya memberitau apa

yang terjadi di dalam

kelasmu. Bu Suci orang baru

di sini, bukan? Kamulah yang

memberi penjelasan apa yang

saya perlukan mengenai kelas

Page 47: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

36

ini.

Raharjo (Menghindari pandangan Bu

Suci)

Melanggar maksim

kedermawanan

9. B.2,

hlm. 27

Raharjo Rumahnya besar, Bu. Selalu

ada anjing yang

menggonggong di

halamannya.

Murid lain Dia orang kaya, Bu.

Bu Suci Hanya itu? Apa lagi lain-

lainnya? Tentunya kalian

sudah mengetahui bahwa

orang kaya tidak perlu

ditakuti. Kalau takut kepada

anjing, lain persoalannya.

Melanggar maksim

permufakatan

10. B.2,

hlm.

27-28

Murid

perempuan

Biar Waskito tidak masuk,

Bu! Kami malahan senang!

Melanggar maksim

kedermawanan

Murid laki-

laki

Ya betul, Bu! Kelas tenang

kalau dia tidak ada.

Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci O, ya? Mengapa? Karena

Waskito suka bergurau?

Membikin keributan?

Murid

perempuan

Oh, tidak! Bukan bergurau!

Kalau itu, kami juga suka!

Melanggar maksim

permufakatan

Murid

perempuan

Dia jahat! Jahat sekali, Bu! Melanggar maksim

penghargaan

Bu Suci Ah, masa! Tidak ada anak-

anak yang jahat, kalian masih

tergolong tingkatan umur

yang dapat dididik. Memang

kalian bukan kanak-kanak

lagi! Tetapi kalian sudah bisa

diajar berpikir teratur,

ditunjukkan mana yang baik

dan mana yang buruk. Jadi,

Bu Suci beritahu sejelas-

jelasnya: tidak ada anak jahat.

Kalaupun seandainya terjadi

kenakalan yang keterlaluan,

anak itu mempunyai kelainan.

Tapi dia nakal. Bukan jahat!

Melanggar maksim

permufakatan

Page 48: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

37

Seorang

murid

Waskito jahat atau nakal, saya

tidak tahu, Bu! Tapi dia

mempunyai kelainan. Suka

memukul! Menyakiti siapa

saja!

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Melanggar maksim

penghargaan

11. B.2,

hlm. 28

Bu Suci Siapa yang pernah dipukul?

Disakiti?

Murid-

murid

(Sepertiga kelas

mengacungkan lengan)

Bu Suci Bagaimana terjadinya? Kalian

bergelut? Bertengkar

kemudian berkelahi?

Murid Tidak, Bu! Melanggar maksim

permufakatan

Raharjo Kalau saya, memang

bertengkar! Lalu dipukul!

Mematuhi maksim

permufakatan

Raharjo Kebanyakan kali tanpa ada

yang dipersoalkan, Bu. Tiba-

tiba saja saya memecut atau

memukul. Yang paling sering

menjegal. Sesudah itu dia

pura-pura tidak tahu!

Bu Suci Bagaimana dia memukul?

Sampai berdarah?

Murid-

murid

(Tidak ada jawaban) Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Menurut peraturan, kalau ada

luka berdarah, harus lapor

kepada Kepala Sekolah.

12. B.2,

hlm. 29

Seorang

murid

Satu kali, dahi saya dipukul.

Sorenya, bengkak sebesar

telur!

Bu Suci Apa kata orang tuamu?

Seorang

murid

Saya bilang jatuh, Bu. Melanggar maksim

kebijaksanaan

Bu Suci Mengapa berdusta?

Seorang

murid

Saya takut dimarahi karena

bertengkar di sekolah.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Page 49: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

38

13. B.2,

hlm. 29

Bu Suci Siapa lagi yang pernah

berurusan dengan Waskito?

Murid Saya dilempari batu-batu

besar, Bu. Untung tidak kena.

Tetapi lampu sepeda saya

pecah. Saya kena marah di

rumah!

Bu Suci Kamu katakan bahwa

Waskito yang

memecahkannya?

Murid Saya bilang tabrakan dengan

teman.

Melanggar maksim

kebijaksanaan

Bu Suci Mengapa?

Murid Saya tidak suka Bapak bikin

perkara di sekolah.

14. B.2,

hlm. 29

Seorang

murid

Lebih baik dia tidak masuk,

Bu!

Murid lain Ya, mudah-mudahan dia

pindah!

Mematuhi maksim

permufakatan

Murid lain

(2)

Untung kalau begitu! Tanpa

dikeluarkan, dia keluar

sendiri!

Melanggar maksim

kedermawanan

15. B.2,

hlm. 29

Raharjo Dulu dia pernah dikeluarkan

sekolah lain.

Bu Suci Dari sekolah mana?

Raharjo Sekolah swasta, Bu.

Murid lain Bukan! SD negeri juga tapi di

kota.

Melanggar maksim

permufakatan

Murid lain

(2)

Sekolah swasta, betul! Mematuhi maksim

permufakatan

Raharjo Memang SD swasta. Mematuhi maksim

permufakatan

Raharjo Neneknya yang memasukan

dia di sana. Tetapi karena

sering membolos, lalu

dikeluarkan.

Page 50: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

39

16. B.2,

hlm.

29-30

Bu Suci Waskito tinggal bersama

neneknya?

Murid

perempuan

Dulu, Bu. Sekarng sudah

diambil kembali oleh bapak

dan ibunya.

Bu Suci Diambil kembali?

Raharjo Ya, Bu. Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci Apakah orang tuanya pernah

pindah ke kota lain atau

bagaimana?

Raharjo Tidak tahu, Bu!

Bu Suci Dari siapa kalian mengetahui

semua ini?

Raharjo (Tidak menjawab)

17. B.2,

hlm. 30

Bu Suci Kamu pernah ke rumah

neneknya? Lalu pindah ke

tempat orang tuanya?

Raharjo Tidak, Bu. Saya belum kenal

ketika dia tinggal bersama

neneknya.

Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Jadi dari mana kamu tahu

semua itu?

Raharjo Waskito sendiri yang

mengatakannya. Setiap dia

kambuh menjadi bengis, lalu

berteriak-teriak. Macam-

macam yang dikatakan. Yang

sering diulang-ulang: Seperti

barang. Nih, begini, dilempar

ke sana kemari. Dititipkan!

Apa itu! Persetan! Aku tidak

perlu kalian semua!

Murid

lelaki

Kemudian menyebut

kakeknya, neneknya, orang

tuanya. Semua dicaci-maki!

Kami yang ada di dekatnya

terkena cambukan atau

pukulan.

Bu Suci Apa kata-kata lainnya lagi?

Page 51: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

40

Murid

Perempuan

Tidak semua jelas, Bu.

Paling-paling: aku benci! Aku

benci!

18. B.2,

hlm. 30

Murid

perempuan

Anehnya, kalau dia kambuh

begitu, yang menjadi sasaran

pertama selalu Raharjo,

Marno, Denok.

Rini Aku juga! Selalu kalau aku

berada jauh pun, seolah-olah

dia sengaja mencari aku untuk

kena sabetannya!

Mematuhi maksim

permufakatan

Marno Saya tidak pernah tahu apa

kesalahan saya.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Raharjo Saya juga tidak tahu. Mematuhi maksim

permufakatan

Denok Apalagi kami anak

perempuan! Kami tidak

pernah main dengan dia!

Mematuhi maksim

permufakatan

19. B.3,

hlm. 36

Bu Suci Tua-tua masih paktek, Jeng.

Nenek

Waskito

Hanya dua kali seminggu. Dia

bergantian dengan dokter

muda, muridnya sendiri.

Sekalian menolong, hasilnya

buat tambah-tambah belanja.

Mematuhi maksim

kesedrhanaan

Bu Suci Di samping itu Bapak tidak

bekerja di mana-mana lagi,

Bu?

Nenek

Waskito

Masih. Setiap pagi ke Rumah

Sakit Karyadi. Gaji

pemerintah, Jeng! Katanya

hanya supaya tidak

ketinggalan metode-metode

baru. Diminta ke rumah sakit

lain yang lebih dapat

menghasilkan uang, tetapi

sudah cape. Katanya biar

yang muda-muda saja. Yang

pentingkan sekarang

mengajar.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

20. B.3,

hlm. 36

Nenek

Waskito

Bekas sopir kami tadi datang,

Jeng. Memberitahu anaknya

ketabrak kolt, sekarang di

rumah sakit. Dia sama tua

dengan Bapak, tidak bekerja

Page 52: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

41

lagi. Jaga warung bersama

isterinya. Bayangkan, akan

masuk rumah sakit orang

harus bayar dulu sebagian.

Mau cari hutangan ke mana!

Bu Suci Untung dia kenal Anda

berdua!

Mematuhi maksim

penghargaan

Nenek

Waskito

Ya, kami bantu sebisanya.

Tadi Bapak sudah menelepon

rumah sakit. Kami yang

menanggung pondokan dan

dokternya. Tapi pengeluaran

untuk lain-lainnya pasti juga

bertambah. Harus menengok

setiap hari, naik bis atau

Daihatsu.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Page 53: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

42

21. B.3,

hlm.

37-38

Nenek

Waskito

Anak kami belum pernah

menghukum, apalagi memukul

Waskito! Barangkali inilah

kesalahannya. Ada anak-anak

yang memerlukan perhatian,

yang menganggap hukuman

jasmaniahsebagai ganti

perhatian yang diinginkan. Saya

pernah menyaksikan sendiri

anak-anak saudara saya. Mereka

baru sadar akan kekeliruannya

jika kena tangan ayah dan ibu

mereka. Waskito sudah terlanjur

tidak mendapatkan kata-kata

manis atau bujukan, dia

mungkin harus dipukul. Ah,

kalau Anda melihat dia di

rumah mereka, Jeng! Tidak

pernah ditegur, tidak pernah

diberitahu mana yang baik dan

mana yang jelek. Seumpama

anak berjalan, kaki menyuntuh

pot sehingga jatuh pecah. Di

rumah kami, saya bilang: hati-

hati kalau berjalan, Sayang!

Tolong sekarang tanaman dan

pot pecah itu dibenahi!

Seumpama ibunya ada,

langsung dia akan membela: ah,

enggak apa-apa, nanti saya

ganti. Biar pembantu yang

membenahi! Nah begitu setiap

kali waskito berbuat kekeliruan.

Maksud saya, saya hanya ingin

mendidik anak bersikap rapi dan

teratur, Jeng.

Bu Suci (Mendengarkan Nenek Waskito)

Nenek

Waskito

Saya akui bahwa bapaknya

Waskito menjadi laki-laki yang

seperti sekarang karena didikan

serta pengaruh suami saya. Dia

cerdas, pandai, tetapi kaku dan

sukar bergaul. Oleh karena itu,

setelah kawin lalu mempunyai

anak, menjadi bapak yang kakau

pula. Didampingi istri yang

tidak tahu-menahu soal

Melanggar maksim

penghargaan

Page 54: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

43

pendidikan! Naluri punwanita

itu tidak punya! Kalau anak

rewel, dia mau menggendong,

mau memberi makanan atau

barang permainan. Tetapi

permainan itu diberikan saja

begitu! Tidak ditunjukan

bagaimanacaranya supaya benda

itu menarik bagi si anak. Jadi,

bayi hanya memegangi benda

permainan tanpa dapat

mempergunakannya. Jika

memang anak sudah memiliki

dasar aktif, lain halnya. Tetapi

yang umum, anak-anak

memerlukan diajak bicara,

dibujuk dengan kata-kata

ataupun ciuman, belaian. Saya

menjadi cerewet mengulang-

ulanginya memberitahukan hal

ini kepada mereka, Jeng. Baik

secara diskusi serius maupun

bergurau. Dengan Bapak

sendiri, berpuluh-puluh tahun

hidup bersama, saya tidak

berhasil mempengaruhi dia.

Ketika anak kami masih muda,

bapaknya terlalu mengarahkan

dia ke berbagai lapangan.

Semua serba bersungguh-

sungguh. Di antaranya, katanya

harus bisa memaikan satu alat

musik!

Bu Suci (Memperhatikan tuturan Nenek

Waskito)

Page 55: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

44

Nenek

Waskito

Katanya lagi, yang paling

anggun dan kelihatan serius

adalah biola. Maka bapaknya

Waskito pun dileskan supaya

dapat menggesek biola. Dengan

sendirinya dijubeli dengan serba

pengetahuan musik klasik.

Tidak itu saja! Pergaulannya

juga diteliti. Suami saya

berpendapat bahwa anaknya

“hanya” boleh bergaul dengan

anak-anak yang berorang tua

saderajat dengan kami.

Artinya sependidikan. Kalau

bisa malahan suami saya

mengenal orang tua itu! Waktu

kawin pun, seumpama bapaknya

bilang tidak menyetujui pilihan

anak kami, pastilah tidak jadi!

Melanggar maksim

kesederhanaan

Nenek

Waskito

Padahal kalau keputusan-

keputusan lain, saya dapat

mempengaruhi Bapak, Jeng!

Bu Suci (Bu Suci terdiam)

22. B.3,

hlm.

40-41

Nenek

Waskito

Anak kami hanya satu, Jeng. Ya

bapak Waskito itu!”

demikianlah si nenek menjawab

pertanyaanku. Dialah satu-

satunya yang hidup setelah saya

mengalami lima kali keguguran.

Kata orang saya lemah.

Maklumlah kita wanita, selalu

menjadi tumpuan kesalahan. Kalau suami-isteri tidak punya

anak, katanya si isteri gabuk,

steril. Kalau terus-menerus

keguguran, katanya

kandungannya yang lemah.

Sekarang sudah banyak bacaan

medical, saya baru tahu bahwa

hal itu bisa saja disebabkan

karena bibit laki-laki yang steril

atau yang lemah. Zaman saya

dulu, belum ada pendalaman

pemeriksaan yang macam-

macam di sini. Jadi, ya semua

salah saya. Tetapi akhirnya,

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Page 56: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

45

setelah banyak tinggal di tempat

tidur, anak saya bisa selamat

seorang. Dapat dimengerti

mengapa suami saya ingin

menjadikan anak itu manusia

yang diidamkannya. Apalagi

anak lelaki.

Bu Suci Tetapi Ibu „kan juga

memberikan didikan!

Nenek

Waskito

Oh, tidak banyak, Jeng!

Sewaktu bayi, kemudian kanak-

kanak, saya memang turut

membesarkannya. Tetapi

sebegitu dia dapat berpikir

sendiri, bapaknyalah yang

menjadi model. Suami saya

menjadi pusat dunia, dicontoh

segala-galanya. Kalau anak saya

duduk sambil menggoyangkan

kursi, saya tegur karena

gerakannya membahayakan

selain mungkin merusak kursi

pula. Jawabnya: Bapak juga

begitu. Kalau saya jelaskan

karena bapaknya memakai gigi

depan palsu sehingga tidak

mudah menahan untuk tidak

membunyikan suara hirupannya,

dia tidak percaya. Hingga dia

besar, menjadi insinyur, tepat

segala-galanya adalah potret

bapaknya.

Nenek

Waskito

Suami yang mencari makan,

Jeng. Biar dia yang memutuskan

dan mengambil prakarsa dalam

hidup ini.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

23. B.3,

hlm.

41-43

Nenek

Waskito

Seminggu sekali, dia kami beri

„upah‟ untuk kepatuhannya

Bu Suci Padahal kelakuan sopan dan

menolong mengerjakan tugas-

tugas kecil itu sebenarnya

kewajiban biasa, Bu. Apakah

dengan memberi upah uang itu

tidak membuat anak menjadi

mata-duitan?

Nenek

Waskito

Semula juga kami berpikir

begitu, Jeng! Tetapi teman

kami, ahli ilmu jiwa anak

Page 57: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

46

mempunyai debatan yang

meyakinkan kami. Katanya,

anak seperti Waskito berada

dalam umur-umuran yang masih

bisa dirobah. Dan cara terbaik

untuk merobahnyaadalahdengan

jalan ini. Dia biasa memegang

ribuan rupiah tanpa berbuat

sesuatu pun yang berguna bagi

orang lain. Cukup merengek,

mengatakan kebohongan, tiba-

tiba lima ribu diulurkan ke

tangannya. Dia harus

disadarkan, bahwa hidup tidak

selamanya demikian mudah,

apalagi berlangsung seperti

kehendaknya! Jadi, uang

merupakan keperluan utama.

Kemudian, setelah sebulan dua

bulan tinggal bersama kami

ternyata kami melihat bahwa dia

juga memerlukan perhatian dan

dialog.

Bu Suci (Mendengarkan Nenek Waskito)

Nenek

Waskito

Itu semua disebabkan karena

omongan pembantu, Jeng.

Bu Suci (Mendengarkan Nenek Waskito)

Nenek

Waskito

Waskito mengatakan ingin

mempunyai burung parkit. Dia

sering bercerita bahwa teman

sekelasnya memilikinya.

Kadang-kadang cucu kami

bermain ke sana, dan kami tahu

siapa anak itu. Untuk membeli

dengan uangnya sendiri,

tabungannya belum mencapai.

Burung itu cukup mahal,

sebaiknya dibeli berpasangan.

Lalu kakeknya berunding

dengan saya. Sejak Waskito

tinggal bersama kam, suami

saya banyak berobah.

Kebanyakan kali,keputusan

tentang anak itu dipasrahkan

kepada saya. Tiba-tiba saya

merasa lebih berguna dalam

Page 58: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

47

hidup ini, Jeng! Barangkali

karena suami saya terpengaruh

dengan umur, atau oleh rekan-

rekannya yang banyak

mengetahui dalam persoalan

anak-anak. Begitulah, kami

berdua setuju akan membelikan

burung parkit, asal Waskito

berjanji mengurus sendiri

peliharaannya. Dia harus

memberi makanan dan

minuman sebelum berangkat ke

sekolah, sore membersihkan

kurungan dan sebagainya.

Waskito sanggup. Nah, begitu,

Jeng. Pada suatuhari,dia sedang

mencuci sangkar si parkit,

datang seorang pembantu dari

rumah orang tuanya. Sudah

biasa demikian, sering ada yang

membawakan pakaian, makanan

atau buah. Saya tidak dapat

mencegah ibunya mengirim

sesuatu, bukan? Ketika kembali

di rumah sana, si ibu tanya

kepada pembantu Waskito

sedang apa, jawabannya ya

jujur: sedang mencuci kurungan

burung. Katanya, langsung saja

menantu saya menjadi gusar!

Dia mengadu kepada suaminya

bahwa Waskito di rumah kakek

dan neneknya diperlakukan

seperti pembantu. Anak itu

harus diambil kembali!

Bu Suci (Bu Suci merasa kasihan

terhadap Waskito, mendengar

cerita Nenek Waskito)

Nenek

Waskito

Bukan maksud kami menyiksa

cucu, Jeng! Betul-betul kami

sangat mencintainya!

Mematuhi maksim

kesimpatisan

Bu Suci (Mendengarkan cerita Nenek

Waskito)

Nenek

Waskito

Dua hari sebelum kejadian itu,

Waskito pulang dari sekolah

Page 59: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

48

mengatakan, bahwa penjaga

halaman di sana sedang

membuat cangkokan kembang

soka. Yang saya punyai di

kebun ini berwarna merah dan

satu lagi putih. Sedangkan di

sekolah, berwarna kuning. Kata

Waskito, Jeng, penjaga sekolah

dia beri uang supaya membikin

cangkokan buat saya.

Bu Suci (Bu Suci mendengarkan Nenek

Waskito)

Nenek

Waskito

Dia anak baik, Jeng.Walaupun

pemberian itu belum saya

terima, saya sudah sangat

bahagia rasanya! Ketika dia

mengatakan maksud pemberian

tersebut, langsung saya peluk

dan saya ciumi. Baru kali itulah

saya merasa rangkulan

lengannya yang tidak ragu-ragu

dan erat. Dulu, kalau saya cium,

tidak pernah mau ganti

menunjukan kesayangannya.

Tangannya terlukai saja di

samping tubuh.

Mematuhi maksim

penghargaan

24. B.4,

hlm. 54

Waskito Tidak, Bu! Saya disini saja! Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Mengapa? (sambil mengatur

anak-anak lain)

Bu Suci Narsih ke bangku

sana,dibelakang! Di samping

Rusidah!

Bu Suci Kalau kamu tidak mau pindah,

coba katakan apa sebabnya!

Pasti ada alasanmu, bukan?

(mengarah pandangan pada

Waskito)

Waskito (Tetap tinggal di tempat semula)

Bu Suci Baiklah! Saya kira, saya tahu

mengapa kamu tidak mau

pindah!

Page 60: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

49

25. B.4,

hlm. 55

Bu Suci Raharjo! Buku bacaan akan

dipergunakan kelas lain setelah

istirahat ini. Kamu cepat

mengembalikannya ke lemari

kantor, ya! Waskito Tolong

bawakan buku-buku tugas! Saya

tidak dapat membawa semuanya

sendiri.

Waskito (Beberapa saat kemudian,

Waskito datang ke kantor

membawa buku tugas)

Bu Suci Terimakasih! Nanti akan saya

periksa.

Mematuhi maksim

penghargaan

26. B.4,

hlm. 56

Murid

perempuan

Ah, Waskito! Mengapa sih

kamu!

Bu Suci Kalau terdengar lagi kapur yang

dilempar, Waskito, akan saya

geledah dirimu! Saya akan

ambil sejumlah uang dari

sakumu sebagai pembayar kapur

yang kau hambur-hamburkan.

Sekolah bisa rugi karena

kehabisan kapur buat main-main

begitu!

Mematuhi maksim

permufakatan

Waskito Bukan saya! Mengapa selalu

saya yang salah!

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Bu Suci Itu tidak benar! Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Yang bersalah tidak selalu

kamu. Ingat kemarin? Ada pot

pecah, itu bukan salahmu. Dan

seisi kelas mengetahuinya! Kali

ini, seisi kelas juga tahu bahwa

hanya kamu yang kaya,

sehingga dapat membayar kapur

hanya buat dibuang-buang!

27. B.5,

hlm.

65-66

Bu Suci Kalian ke tukang pateri untuk

melekatkan lobang buat pipa

ini?

Wahyudi Tidak, Bu! Melanggar maksim

permufakatan

Wahyudi Waskito mempunyai alat

sendiri.

Page 61: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

50

Bu Suci Bahan-bahannya dari dia?

Murid lain Waskito memberi potongan

seng yang ditempel.

Wahyudi Kalengnya, saya yang minta

dari kelurahan, Bu. Kalengnya,

saya yang minta dari kelurahan,

Bu.

Wahyudi Saya lihat bertumpuk di

belakang tempat kami bermain

ping-pong. Dulu bekas latihan

pemadam kebakaran di

kampung.

Bu Suci Diminta atau dipinjam?

Bu Suci Kalau pinjam harus

dikembalikan. Kelak kalau

latihan lagi mereka kekurangan.

Wahyudi Di sana masih banyak

sekali,Bu!

28. B.5,

hlm. 66

Murid lain Nampaknya dia biasa sekali

mengerjakan kerajinan tangan

begitu, Bu!

Mematuhi maksim

penghargaan

Murid lain Semua terbuat dari kayu tipis,

Bu! Dicat, bagus! Wah saya iri

melihat perlengkapannya buat

mengerjakan kayu sedemikian

tipis dan rapuh. Semua kecil!

Mematuhi maksim

penghargaan

Bu Suci Jangan iri!

Bu Suci Sudah kuterangkan, Waskito

sangat menderita batinnya

karena kekurangan perhatian.

Untuk mengimbanginya, Tuhan

memberi hiburan benda-benda

tersebut.

29. B.5,

hlm.

67-68

Seorang

Murid

Bu Suci! Waskito kambuh, Bu!

Dia mengamok! Dia mau

membakar kelas!

Bu Suci Mengapa begitu? Apa yang

menyebabkan dia marah? Kalian

bertengkar?

Seorang Tidak, Bu! Melanggar maksim

Page 62: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

51

Murid permufakatan

Seorang

Murid

Dia tidak mau keluar istirahat.

Wahyudi dan beberapa kawan

mau menemaaninya, juga tidak

kluar. Tadinya saya ikut-ikut,

tapi saya hanya sebentar terus

keluar. Tidak tahu lagi apa yang

terjadi! Saya kembali dari kamar

kecil, dari jauh terdengar

Waskito berteriak-teriak seperti

dulu! Betul sama, Bu! Katanya:

aku benci! Aku benci kalian

semua! Saya masuk kelas,

Waskito menodongkan gunting!

Entah dari mana! Begitu tiba-

tiba, saya berbalik, lari ke

kantor!

30. B.5,

hlm. 68

Kepala

Sekolah

Berikan gunting itu, Waskito!

Bu Suci Ah, kamu ini ada-ada saja! Dari

mana kau dapatkan gunting ini!

Mematuhi maksim

kedermawanan

31. B.5,

hlm.

69-70

Bu Suci Berilah saya waktu sebulan lagi.

Seorang

Guru

Sebulan! (suaranya jengkel)

Seorang

Guru

Sementara itu, sebelum waktu

satu bulan habis, barangkali

besok atau tiga hari lagi dia

membakar kelas Anda!

Membakar sekolah kita!

Melanggar maksim

penghargaan

Bu Suci Pastilah telah terjadi sesuatu di

rumah, di antara keluarganya

atau di kelas sehingga dia

menjadi geram. Kemarahannya

dilampiaskannya kepada siapa

kalau tidak kepada kita,

lingkungannya terdekat? Karena

dia tidak memiliki orang tua

yang dapat disebutnya sebagai

lingkungan terdekatnya!

Mematuhi maksim

kesimpatisan

Seorang

Guru

Kalau setiap kali dia marah, kita

yang menanggung

akibatnya,kita menjadi

korbannya, itu tidak adil! Tidak

Melanggar maksim

permufakatan

Page 63: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

52

termasuk dalam program

maupun kurikulum! Tugas kita

mengajar!

Bu Suci Berbicara mengenai tugas, saya

kira tugas kita juga termasuk

menolong murid-murid sukar.

Selama hampir tiga bulan, ya

hampir tiga bulan sekarang saya

bertanggung-jawab akan kelas

dan murid ini, saya merasa

mulai mengenal dan mengerti

dia. Barangkali dia juga

demikian terhadap saya. Tetapi

kami berdua masih memerlukan

waktu lagi.

Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Satu bulan, Pak! Saya mohon

diberi satu bulan lagi!

Bu Suci Kalau dalam batas waktu itu

tidak ada perobahan yang

membaik, kalau malahan terjadi

kekambuhan dengan sikap yang

membahayakan, terserahlah!

Kalau boleh sekali lagi saya

mengingatkan, bukan tugas kita

mengucilkan anak yang malang

seperti Waskito. Dia betul-betul

sangat menderita. Hanya

pelampiasannya yang meledak

begitu, lalu semua orang takut

kepadanya.

Mematuhi maksim

kesimpatisan

Page 64: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

53

32. B.5,

hlm.

70-71

Bu Suci Karsih! Mulai hari ini saya

minta kamu ganti tempat duduk

di belakang. Waskito maju,

menempati bangku Karsih! Jadi

kamu duduk paling depan, di

muka Bu Suci! Guru-guru

memutuskan bahwa mulai hari

ini saya bertanggung jawab

langsung dan sepenuhnya akan

segala yang kamu kerjakan,

Waskito! Kalau kamu berbuat

sesuatu yang keji, yang

membahayakan kamu sendiri

atau kawan-kawan serta

gurumu, Bu Suci dikeluarkan!

Kamu juga!

Waskito (Waskito tidak bergerak dari

tempatnya)

Melanggar maksim

kedermawanan

Bu Suci Ketika saya datang di hari

pertama sudah saya jelaskan

bagaimana kedudukan saya di

sini. Saya dalam masa

percobaan karena menunggu

surat keputusan pindah dari

Departemen. Belum sebagai

guru tetap. Sekarang, sekali lagi

di sini saya mengulangi:

kedudukan saya tidak kuat di

sekolah ini. Tetapi meskipun

begitu, Bu Suci orang yang

nekad! Saya berani berjanji

kepada guru-guru lain bahwa

selama sebulan akan dicoba lagi

kemampuan saya, apakah dapat

memiliki murid-murid yang

berdisiplin, berbudi dan

berprestasi. Kalau ada seorang

anak yang mengacau keadaan,

biar! Bu Suci dikeluarkan tidak

apa-apa. Tentu saja keluarga

saya akan rugi karena kalau

saya tidak bekerja, tidak ada

pemasukan gaji. Kami harus

hidup lebih menghemat.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Bu Suci (Bu Suci menoleh ke arah

Waskito, lalu meneruskan

Page 65: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

54

tuturannya)

Bu Suci Tetapi belum tentu Waskito

akan membuat tontonan yang

mengagetkan lagi seperti tadi!

Siapa tahu dia mempunyai

sedikit pengertian bahwa Bu

Suci juga turut menanggung

biaya hidup tiga anaknya dan

dua saudaranya di sekolah

kejuruan di kota lain.

Mematuhi maksim

penghargaan

33. B.5,

hlm. 72

Bu Suci Buku-buku tugas harus

dibungkus dengan sampul yang

sama. Waskito! Tolong

ambilkan gulungan kertas yang

ada di meja Bu Suci di kantor!

Waskito (berdiri dan pergi ke kantor

guru)

34. B.6,

hlm. 76

Bu Suci Betul, bukan? Seorang ibu yang

memanjakan anaknya secara

berlebihan itu dapat dimengerti.

Bu Suci memastikan, bahwa

ibumu berusaha menyenangkan

hatimu.

Waskito (Diam sambil menundukan

kepala menggarisi buku tulis

besar)

Bu Suci Hanya, kadang-kadang

keinginan memanjakan itu salah

karena terlalu berlebihan.

Waskito (Tidak menjawab)

Bu Suci Ya, bukan?

Waskito Ya, Bu. Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci Ya yang bagaimana? Ibu

memberi kamu uang atau

membawakan makanan lezat-

lezat!

Waskito Bawa makanan. Tapi itu saya

taruh di meja makan, buat

Page 66: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

55

semua.

Bu Suci Uangnya kamu tabung?

Waskito Saya tidak punya tabungan.

Kalau Ibu memberi uang, saya

teruskan kepada Bu De.

Sewaktu-waktu saya

memerlukan, saya minta. Setiap

hari saya minta uang kendaraan

dan jajan sedikit.

35. B.6,

hlm.

76-77

Bu Suci Mengapa tidak diperbolehkan?”

Waskito Tidak tahu!

Bu Suci Mereka tidak menerangkan

alasan larangan itu?

Waskito Tidak! Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci Barangkali karena orangtuamu

khawatir kamu terjatuh ke

dalam sungai, atau hanyut, atau

mendapat kecelakaan?

Waskito Entah, Bu! Mereka kalau sudah

berkata tidak boleh, ya tidak

boleh! Dulu saya selalu

bertanya, mengapa saya tidak

seperti kawan-kawan lain?

Orangtua mereka membiarkan

mereka bersepedahan ke mana-

mana. Di waktu liburan, mereka

diizinkan naik gunung, jalan

kaki jauh. Kalau saya mau ikut,

dijawab: Nanti saja bersama-

sama sekeluarga, naik mobil ke

Bandungan, ke Kopeng!

Bu Suci Jadi kamu tidak pernah

berpergian bersama-sama

teman-teman sebayamu?

Waskito Tidak, Bu! Kecuali kalau

mencuri-curi waktu sebentar

seperti membolos.

Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci Kalau membolos, dengan siapa

kamu pergi?

Page 67: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

56

Waskito Dengan anak-anak kampung.

Siapa saja yang mau diajak buat

teman.

36. B.6,

hlm. 77

Bu Suci Kamu bisa berenang?

Seumpama jatuh ke sungai?

Waskito Dulu saya ingin belajar

berenang, tapi tidak boleh oleh

Ibu. Katanya kolam renang

umum selalu kotor. Orang-orang

pada kencing dan sebagainya di

sana. Harus tunggu sampai kami

bikin kolam sendiri.

Melanggar maksim

kesederhanaan

Bu Suci Akan membuat kolam renang?

Waskito Ya, katanya begitu. Di belakang

rumah masih ada tempat luas.

Mematuhi maksim

permufakatan

37. B.6,

hlm. 78

Bu Suci Mengapa kamu suka

memancing?

Waskito Karena makan ikan hasil jerih

payah sendiri, Bu. Rasanya

lebih enak. Kata Kakek dan

Nenek, memancing juga baik

buat melatih kesabaran.

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Bu Suci Mereka tahu kamu suka

memancing?

Waskito Ya, Bu. Mereka yang membawa

saya memancing pertama

kalinya dulu.

Mematuhi maksim

permufakatan

Bu Suci Kalau kamu naik kelas, kelak

kubawa ke kota kecil kami. Di

sana masih ada sungai yang

berair jernih. Ikannya banyak

sekali! Kita bersama-sama

memancing. Keluargaku juga

suka makan ikan hasil jerih

payah sendiri!

Mematuhi maksim

kesederhanaan

Mematuhi maksim

permufakatan

38. B.6,

hlm. 80

Wahyudi Waskito, Bu!

Bu Suci Mengamuk lagi dia?

Wahyudi (Tertawa terkikih) Tidak, Bu. Melanggar maksim

permufakatan

Page 68: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

57

Tanaman kami dirusak!

Bu Suci Tanaman mana? Pot-pot di

sudut kelas? Di samping pintu?

Wahyudi Bukan! Tanaman percobaan

yang tadi pagi kita letakan di

jendela supaya kena panas.

Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Dicabuti? semua?

Wahyudi Hanya kepunyaan beberapa

orang, dibanting kalengnya!

Melanggar maksim

permufakatan

39. B.6,

hlm. 81

Bu Suci Di mana Waskito?

Seorang

murid

Keluar, Bu?

Murid lain Saya cari, Bu?

Bu Suci

Tidak! Jangan! Biarkan dulu!

Dia harus datang atas

kemauannya sendiri. Kita

tunggu sebentar.

Melanggar maksim

permufakatan

Wahyudi

dan

seorang

anak

perempuan

(Hendak membersihkan tebaran

tanah serta kaleng)

Bu Suci Jangan! Sementara ini biar

kotor, tidak apa-apa sebentar

saja.

Melanggar maksim

permufakatan

Bu Suci Nanti dibersihkan bersama-

sama.

40. B6,

hlm.

82-83

Bu Suci Sedang mengapa kamu di sini?

Waskito (Tidak menjawab)

Page 69: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

58

Bu Suci Sejak tadi seisi kelas

mencarimu. Kami semua

khawatir! Jangan-jangan kamu

mengamuk di tempat lain!

Malahan ada yang mengatakan

barangkali kamu tidak akan mau

masuk sekolah lagi, setiap hari

ke Banjirkanal, memancing!

Mematuhi maksim

kesimpatisan

Waskito (Tidak menjawab dan dibawa

Bu Suci ke kantor)

Bu Suci Apakah kau menyadari telah

melakukan pembunuhan?

Melanggar maksim

penghargaan

Waskito (Membelalakan mata, wajahnya

cemberut, bibirnya bergerak

seperti hendak mengatakan

sesuatu, tetapi tidak ada suara

yang keluar)

Bu Suci Ya, betul! Pembunuhan!

Bu Suci Kamu membanting dan

menginjak-nginjak tanaman

yang tidak berdosa! Bayi-bayi

tanaman itulah yang kamu

bunuh. Bu Suci tidak mengira

kamu bisa berbuat sekejam itu.

Kamu yang demikian sayang

kepada kucing, kepada parkit

dan anak-anak kecil! Sudah

berapa kali Bu Suci mengulangi,

alam ini serba penuh keajaiban.

Biji yang kecil mungil, hanya

satu, kamu masukan ke dalam

tanah. Itu dapat tumbuh

bertunas, bercabang, yang

kadang-kadang lebih dari satu.

Keluar daunnya yang bentuknya

pun bermacam-macam. Kalau

sudah cukup dewasa, memberi

buah atau akar yang dimakan

makhluk sedunia. Manusia

demikian pula. Seoerti adik-

adikmu, seperti anak-anak Bu

Page 70: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

59

De, seperti anakku yang kedua,

kamu semua yang masih anak-

anak. Kalian juga akan menjadi

besar. Kamu membantu

mengawasi anak-anak Bu De,

menemani anakku. Mereka akan

menjadi sebesar kamu, dan

kamu akan menjadi dewasa.

Tetapi dewasa tidak hanya

berarti berbadan besar, tinggi.

Pikiran dan perasaan harus

tumbuh dengan baik pula. Coba

kalau kamu dewasa, apakah kau

kira akan menjadi manusia yang

baik?Apakah kamu akandapat

hidup bersama-sama orang lain

kalau tetap tidak mampu

mengendalikan kemarahanmu?

41. B.6,

hlm.

83-85

Bu Suci Ceritakan apa yang terjadi!

Waskito (Tetap bungkam)

Bu Suci Aku ingin mendengar sebabnya

mengapa kamu berbuat

semacam itu. Anak-anak lain

sudah bercerita, tetapi mereka

bukan kamu. Pikiran mereka

lain dari pikiranmu.

Waskito Mereka mengejek saya. Mematuhi maksim

kesederhanaan

Bu Suci Kalau memang betul

tanamanmu kurang subur,

jangan malu mengakui

kenyataan.

Bu Suci Bagaimana yang sesungguhnya?

Subur atau tidak?

Waskito (Tidak menjawab)

Bu Suci Kutunggu jawabanmu,

bagaimana menurut pendapatmu

apakah tanamanmu subur atau

tidak?

Page 71: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

60

Waskito (Tetap tidak menjawab,

badannya tidak tenang)

Bu Suci Tidak ada orang yang baik atau

pandai atau cekatan dalam

segala-galanya. Kamu terampil

dalam hal pertukangan,

otakmu cerdas meskipun

pelajaranmu biasa-biasa saja. Bukankah itu sudah sangat

mencukupi? Kalau memang

kamu hendak membalas dendam

terhadap teman-temanmu, tidak

dengan cara membanting dan

menginjak-nginjak tanaman

mereka. Bikinlah presentasi

dalam hal lain yang kamu kira

lebih mampu. Tekunilah

pelajaranmu misalnya!

Bejanamu dipasang di ruang

keterampilan, dipergunakan

sebagai contoh untuk kelas-

kelas lain! Itulah prestasimu!

Tunjukan lain-lainnya! Kalau

memang kamu lemah dalam

tumbuh-menumbuhkan biji, itu

bukan merupakan masalah. Cari

sebab-sebabnya. Barangkali

kurang air, atau kurang

matahari. Anak seperti ksmu

tidak seharusnya cepat berputus

asa. Memalukan sekali!

Mematuhi maksim

penghargaan

B. Analisis Deskriptif Prinsip Kesantunan Berbahasa Menurut Leech Pada

Novel Pertemuan Dua Hati Karya Nh. Dini

Agar dapat mengetahui lebih jelas mengenai bentuk prinsip kesantunan

berbahasa pada novel “Pertemuan Dua Hati” karya Nh. Dini beserta

alasannya, peneliti menganalisis dengan analisis deskriptif, berikut adalah

hasilnya.

1. Tuturan (B.2, hlm. 23) :

“Disana lebih banyak pohon buah ya, Bu,” kata sulungku.

“Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan,” sahutku.

Page 72: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

61

“Di rumah kita malahan ada tiga macam: golek, lalijiwo, lalu apa Bu

satunya lagi?”

“Gadung.” Jawabku, dan kuteruskan, “Di tempat kakek lebih banyak lagi.

Hampir semua jenis mangga, ada.”

“Karena tempat Kakek lebih luas dari rumah kita di sana!”

“Di sana itu bukan rumah kita, Sayang. Sekarang, di Semarang inilah

rumah kita!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Tokoh anak sulung dan Bu Suci membandingkan

tempat tinggalnya yang dulu (Purwodadi) dengan tempat tinggal yang sekarang

(Semarang); (2) tempat: becak; (3) waktu: pagi hari, saat perjalan menuju

sekolah; (4) tujuan: untuk mengenang Purwodadi; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6)

situasi: non formal.

Analisis:

“Disana lebih banyak pohon buah ya, Bu,” kata sulungku.

“Karena kebanyakan rumah di sana punya pekarangan,” sahutku.

Tuturan di atas mematuhi maksim kesederhanaan (modesty maxim). Tokoh

anak sulung bu Suci memuji rumah di Purwodadi memiliki banyak pohon buah,

namun tokoh bu Suci menjawab karena kebanyakan rumah di sana punya

pekarangan. Bukan hanya rumah yang ditempatinya saja memiliki banyak buah.

Selain itu juga, tuturan tersebut mematuhi maksim permufakatan (agreement

maxim), saat tokoh anak sulung mengatakan “Disana lebih banyak pohon buah

ya, Bu,”. Tokoh Bu Suci menyetujuinya walaupun tidak berkata “iya” sebagai

tanda setuju tapi tokoh Bu Suci mengatakan sebab dari di sana banyak pohon

buah.

“Di tempat kakek lebih banyak lagi. Hampir semua jenis mangga, ada.”

Tuturan tersebut mematuhi maksim kesederhanaan, karena tokoh bu Suci

mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri dengan membandingkan di rumah

kakek lebih banyak memiliki pohon buah ketimbang rumahnya. Selain itu,

“Karena tempat Kakek lebih luas dari rumah kita di sana!” mematuhi maksim

kemufakatan. Walaupun tokoh anak sulung Bu Suci tidak mengatakan “ya” atau

“setuju” tetapi melalui tuturan tersebut sudah digambarkan kesetujuan anak

Page 73: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

62

sulung Bu Suci atas pernyataan Bu Suci dengan mengutarakan alasan mengapa di

rumah kakek lebih banyak pohon buah.

Selain itu, terdapat juga tuturan yang melanggar Agreement Maxim atau

maksim permufakatan, yang ditunjukan dalam kutipan, berikut.

Anak sulung Bu Suci : “Karena tempat Kakek lebih luas dari rumah kita di

sana!”

Bu Suci : “Di sana itu bukan rumah kita, Sayang. Sekarang, di

Semarang inilah rumah kita!.”

Tuturan tersebut melanggar maksim permufakatan karena bu Suci tidak

menyetujui pernyataan anak sulungnya bahwa rumah di Purwodadi adalah rumah

mereka. Tokoh anak sulung bu Suci sering membandingkan dan beranggapan di

Purwodadi lebih baik dan lebih bagus. Bu Suci tidak ingin anaknya terus

tenggelam pada kenangan masa lalunya di Purwodadi. Sesuai dengan kutipan

berikut. Dia terlalu sering mengingat kembali suasana di Purwodadi. Menurut

pendapatnya, semua yang ada di sana lebih baik dan lebih bagus. Aku tidak mau

memberiarkan dia tenggelam dalam kenangan yang terlalu berlarur-larut.(hlm.

23)

2. Tuturan (B.2, hlm.23) :

“Di Purwodadi, Bapak tidak pernah pulang terlambat,” tanpa kuduga anak

sulungku menambahkan.

Aku agak terkejut. Kalimat itu merupakan keluhan yang belum pernah

kudengar selama ini. Barangkali telah lama dia menahannya!

“Purwodadi kota kecil. Kantor Bapak dipergunakan hanya sebagai tempat

singgah. Di sini lain halnya. Semua kendaraan berangkat dari sini, atau

menuju kemari.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Tokoh Anak sulung mengeluh kepada Bu Suci; (2)

tempat: becak; (3) waktu: pagi hari; (4) tujuan: mengungkapkan perasaannya

tentang ayahnya yang semenjak pindah rumah sering pulang terlambat; (5) mitra

tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Page 74: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

63

Analisis:

“Di Purwodadi, Bapak tidak pernah pulang terlambat,” tanpa kuduga

anak sulungku menambahkan. “Purwodadi kota kecil. Kantor Bapak

dipergunakan hanya sebagai tempat singgah. Di sini lain halnya. Semua

kendaraan berangkat dari sini, atau menuju kemari.” Tuturan tersebut mematuhi

maksim kesimpatisan (sympathy maxim). Hal itu karena tokoh Bu Suci simpati

terhadap keluhan anaknya dan memberi penjelasan agar tokoh anak sulung

memahami sebab dari bapaknya selalu pulang terlambat.

3. Tuturan (B.2, hlm.24) :

“Lihat! Di Purwodadi tidak ada sekolah sebagus ini!”

“Apanya yang bagus?” suara anakku kedengaran lugu.

“Perhatikan baik-baik! Atapnya lain dari atap yang di sana itu. Gedungnya

demikian pula. Bentuk tiang dan pintunya! Tidakkah kamu menyukainya?

Di zaman sekarang tidak banyak gedung seperti ini.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci mengatakan bahwa sekolah baru tempat

anaknya sekolah, bagus; (2) tempat: becak; (3) waktu: pagi hari; (4) tujuan:

agar anak sulung menyukai sekolah baru; (5) mitra tutur: anak sulung (6)

situasi: non formal.

Analisis: Tuturan tersebut melanggar maksim permufakatan (agreement maxim).

“Lihat! Di Purwodadi tidak ada sekolah sebagus ini!”. “Apanya yang bagus?”

suara anakku kedengaran lugu. Tokoh anak sulung bu Suci tidak menanggapi

dengan jawaban setuju. Tokoh anak bu Suci tidak melihat apa yang dikatakan

ibunya, menurutnya sama saja. Ditandai dengan kata “Apanya yang bagus?”.

4. Tuturan (B.2, hlm. 24):

“Ini Bu Suci,” katanya kepada murid.

“Selama beberapa hari, dua kelas digabung. Berusahalah tenang, jangan

nakal. Tunjukan kepada Bu Suci bahwa kalian anak-anak kota besar juga

sepatuh anak-anak kota kecil Purwodadi di mana Bu Suci sudah

mengajar sepuluh tahun lamanya.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Kepala sekolah mengenalkan Bu Suci kepada

murid; (2) tempat: dalam kelas; (3) waktu: jam pelajaran pertama; (4) tujuan:

Page 75: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

64

agar seisi kelas mengenal Bu Suci; (5) mitra tutur: Bu Suci, murid; (6) situasi:

formal.

Analisis: Tunjukan kepada Bu Suci bahwa kalian anak-anak kota besar juga

sepatuh anak-anak kota kecil Purwodadi di mana Bu Suci sudah mengajar

sepuluh tahun lamanya.Tuturan yang sampaikan oleh tokoh kepala sekolah

mematuhi approbation maxim atau maksim penghargaan, karena kepala sekolah

memuji anak-anak kota kecil yang patuh dihadapan Bu Suci dan memaparkan

pengalaman mengajar bu Suci yan sudah sepuluh tahun.

5. Tuturan (B.2, hlm.25-26):

“Siapa tahu di mana rumah Waskito?” tanyaku.

Suaraku biasa. Pertanyaan itu sebenarnya kutunjukan kepada ketua kelas.

Tetapi aku melayangkan pandang ke seluruh ruang, memberi kesempatan

kepada murid-murid lain. Tidak ada yang menyahut.

Tangan-tangan juga tidak diacungkan. Kuperhatikan dua kelompok

berbisik-bisik.

“Ya? Siapa yang tahu? Rumahnya jauh atau dekat?”

Tetap tidak ada jawaban.

“Kalau ada yang tahu, cobalah menengok ke sana. Jangan-jangan dia

sakit.”

Aku kembali menundukan kepala, pura-pura sibuk dengan buku catatan.

Tetapi aku masih mendengar beberapa murid saling berbisik. Tiba-tiba

kusebut nama ketua kelas.

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Tokoh Bu Suci sebagai penanggung jawab kelas

menanyakan kabar Waskito dan rumahnya kepada teman-teman sekelasnya,

namun tidak ada yang menjawab; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: mengetahui kabar dan alamat rumah

Waskito; (5) mitra tutur: murid; (6) situasi: non formal.

Analisis: Suaraku biasa. Pertanyaan itu sebenarnya kutunjukan kepada ketua

kelas. Tetapi aku melayangkan pandang ke seluruh ruang, memberi kesempatan

kepada murid-murid lain. Tidak ada yang menyahut. Tangan-tangan juga tidak

diacungkan. Kuperhatikan dua kelompok berbisik-bisik. Kutipan tersebut

menunjukan bahwa siswa melanggar maksim kedermawanan (generosity maxim),

karena tidak ada yang mau menjawab pertanyaan Bu Suci. Siswa tidak

menghormati Bu Suci dengan mengacuhkan pertanyaan bu Suci.

Page 76: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

65

Selain itu, terdapat tuturan yang mematuhi maksim kesimpatisan

(sympathy maxim). Hal itu ditunjukan pada tuturan bu Suci, “kalau ada yang

tahu, cobalah menengok ke sana. Jangan-jangan dia sakit”. Bu Suci meminta

teman-teman Waskito untuk menongok, khawatir terjadi sesuatu kepada Waskito.

6. Tuturan (B.2, hlm. 26) :

“Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti! Atau

sore, sambil jalan-jalan! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!

Perintah itu kuberi tekanan lembut. Kuucapkan perlahan namun tegas.

Karena tidak menerima sahutan, aku mengangkat muka, melihat ke tempat

Raharjo.

“Ya Raharjo?”

Anak laki-laki itu menghindari pandanganku. Tubuhnya beringsut ke

kanan ke kiri. Teman di sampingnya mengatakan sesuatu, mulutnya

hampir tidak bergerak. Aku tidak dapat menerka satu kata pun.

“Mengapa tidak menjawab, Raharjo? Kamu tidak tahu rumah Waskito?”

“Tahu, Bu.”

“Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

“Oh, tidak, Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang!”

Jawaban itu langsung, jujur dan kedengaran keluar tanpa dipikir. Namun

justru menambah rasa keherananku. Mengapa sejak tadi dia diam, pura-

pura tidak mengenal tempat tinggal kawannya!

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan rumah Waskito kepada

Raharjo dan menyuruhnya ke sana; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: untuk mengetahui letak rumah

Waskito dan agar Raharjo pergi ke rumah Waskito; (5) mitra tutur: Raharjo; (6)

situasi: formal.

Analisis: “Raharjo! Pergilah ke rumah Waskito sepulang dari sekolah nanti!

Atau sore, sambil jalan-jalan! Tanyakan mengapa dia lama tidak masuk!.”

Kalimat yang dituturkan oleh Bu Suci tersebut merupakan kalimat perintah.

Memerintah dengan kalimat berita atau kalimat Tanya dipandang lebih santun

dibandingkan dengan kalimat perintah (imperative).1 Jadi, berdasarkan pernyataan

tersebut dapat dikatakan tuturan bu Suci kurang santun. Namun menurut prinsip

kesantunan Leech, tuturan bu Suci mematuhi maksim kesimpatisan (sympathy

1 Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). h. 57.

Page 77: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

66

maxim), dapat dilihat pada kutipan tuturan“Tanyakan mengapa dia lama tidak

masuk!”. Bu Suci merasa khawatir akan keadaan Waskito, maka menyuruh

Raharjo pergi ke rumah Waskito.

Raharjo tidak menghiraukan apa yang dikatakan bu Suci, hal itu

menunjukan tokoh Raharjo melanggar maksim kedermawanan (generosity

maxim). Sebagai guru di sekolah yang bertanya kepada siswa, seharusnya siswa

menjawabnya. Hal ini terkait pada skala keotoritasan yang merupakan skala

pengukur kesantunan menurut Leech, hubungan sosial antara Bu Suci dan Raharjo

terbilang berjarak jauh, seorang guru baru dan siswa. Sehingga Raharjo tidak

terbuka kepada bu Suci.

Tuturan Raharjo melanggar maksim permufakatan, ditunjukan pada tuturan

berikut.

Bu Suci: “Mengapa tidak menjawab, Raharjo? Kamu tidak tahu rumah

Waskito?”.

Raharjo: “Tahu, Bu”.

Bu Suci mengira Raharjo tidak mengetahui rumah Waskito, ternyata Raharjo

mengetahuinya. Tuturan Raharjo yang melanggar maksim permufakatan juga

terdapat pada kutipan tuturan berikut, Bu Suci: “Lalu? Terlalu jauh buat kamu?”

Raharjo: “Oh, tidak, Bu! Saya selalu melaluinya kalau berangkat atau pulang!”

Tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim permufakatan ditandai dengan kata

“tidak”. Raharjo menyatakan tidak sepakat dengan ada yang ditanyakan Bu Suci.

Namun, tuturan “Tahu, Bu” dan “Oh, tidak, Bu…” merupakan tuturan yang

berkaitan dengan pengetahuan penutur mengenai hal yang ditanyakan oleh peserta

tutur lain.

7. Tuturan (B.2, hlm. 26) :

“Mengapa kamu tidak singgah selama ini? Apakah kamu tidak ingin

mengetahui mengapa dia tidak masuk?”

Sekali lagi Raharjo menggerakan badan ke kanan, ke kiri. Aku merasa

kasihan, mencoba mengalihkan perhatian.

Page 78: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

67

“Siapa lagi yang mengetahui rumah Waskito?”

(Tidak ada yang mengacungkan lengan).

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci bertanya kepada Raharjo, namun Ia tidak

tidak menjawab, begitu pula murid di kelas; (2) tempat: di dalam kelas; (3)

waktu: hari keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: mengetahui rumah

Waskito; (5) mitra tutur: Raharjo dan murid di kelas; (6) situasi: formal.

Analisis: Sekali lagi Raharjo menggerakan badan ke kanan, ke kiri. Aku merasa

kasihan, mencoba mengalihkan perhatian. Sikap Raharjo yang tidak menjawab

pertanyaan bu Suci melanggar maksim kedermawanan (generosity maxim).

Karena tidak seharusnya Raharjo sebagai murid, tidak menjawab pertanyaan Bu

Suci sebagai guru. Selain pelanggaran maksim kedermawanan yang di lakukan

Raharjo, semua murid di kelas juga melanggar maksim kedermawanan pada

tuturan berikutnya, ketika bu Suci menanyakan kepada semua murid mengenai

rumah Waskito, karena tidak ada satu pun yang mengacungkan lengan untuk

menjawab saat Bu Suci mengajukan pertanyaan maka semua murid dapat

dikatakan melanggar maksim kedermawanan.

8. Tuturan (B.2, hlm. 27) :

“Marno! Coba, tolonglah Bu Suci! Beritahu mengapa kamu tidak mau

menengok Waskito.”

“Takut, Bu.”

“Mengapa?”

“Raharjo! Ganti kamu yang menjelaskan! Mengapa kalian takut pergi ke

rumah Waskito!”

“Marno saja, Bu!”

“Kamu yang menjadi ketua kelas di sini.”

“Saya kira kamu seharusnya memberitau apa yang terjadi di dalam

kelasmu. Bu Suci orang baru di sini, bukan? Kamulah yang memberi

penjelasan apa yang saya perlukan mengenai kelas ini.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan alasan Marno dan Raharjo

yang tidak mau menengok Waskito; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: mengetahui alasan Marno dan

Raharjo yang tidak mau menengok Waskito; (5) mitra tutur: Marno dan Raharjo;

(6) situasi: formal.

Page 79: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

68

Analisis: Tuturan Marno yang menyatakan takut untuk menengok Waskito,

memenuhi maksim kesederhanaan (modesty maxim). Hal itu karena pada maksim

kesederhanaan, peserta tutur diharapkan untuk mengurangi pujian pada dirinya

sendiri.

Raharjo: “Marno saja, Bu!”, kutipan tuturan tersebut melanggar maksim

kedermawanan. Hal tersebut karena, tokoh Raharjo memaksimalkan keuntungan

bagi dirinya sendiri, dengan tidak mau menjawab pertanyaan Bu Suci. Raharjo

melemparkan yang menjadi keharusannya untuk menjawab kepada tokoh Marno.

9. Tuturan (B.2, hlm. 27) :

“Rumahnya besar, Bu. Selalu ada anjing yang menggonggong di

halamannya,” kata anak didikku itu.

“Dia orang kaya, Bu,” seorang murid lain tiba-tiba berani menyeletuk.

“Hanya itu? Apa lagi lain-lainnya?”

“Tentunya kalian sudah mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu ditakuti.

Kalau takut kepada anjing, lain persoalannya.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Siswa di kelas memberi alasan mengapa mereka

tidak mau menengok Waskito; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: agar bu Suci mengetahui alasan siswa

yang tidak ma menengok Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: formal.

Analisis: Raharjo dan seorang murid lain memberikan alasan mengapa mereka

tidak mau menengok Waskito, namun bu Suci tidak sependapat dengan

pernyataan mudid-muridnya itu. Bu Suci berusaha menghindari

ketidaksetujuannya dengan kata, “Hanya itu? Apa lagi lain-lainnya?.

Selanjutnya, bu Suci memberikan pernyataan bahwa orang kaya itu tidak perlu

ditakuti, yang bertentangan dengan pernyataan murid-muridnya, dapat dilihat

pada kutipan, “Tentunya kalian sudah mengetahui bahwa orang kaya tidak perlu

ditakuti. Kalau takut kepada anjing, lain persoalannya.” Maka tuturan bu Suci

pada konteks tersebut melanggar maksim permufakatan (agreement maxim)

dengan penjelasan yang sudah dipaparkan di atas.

Page 80: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

69

10. Tuturan (B.2, hlm. 27-28) :

“Biar Waskito tidak masuk, Bu! Kami malahan senang!”

“Ya betul, Bu! Kelas tenang kalau dia tidak ada,” suara murid laki-laki

lain yang sama tegasnya menguatkan pendapat itu.

“O, ya?”

“Mengapa? Karena Waskito suka bergurau? Membikin keributan?”

“Oh, tidak! Bukan bergurau! Kalau itu, kami juga suka!”

“Dia jahat! Jahat sekali, Bu!”

“Ah, masa!”

“Tidak ada anak-anak yang jahat, kalian masih tergolong tingkatan umur

yang dapat dididik. Memang kalian bukan kanak-kanak lagi! Tetapi

kalian sudah bisa diajar berpikir teratur, ditunjukkan mana yang baik dan

mana yang buruk. Jadi, Bu Suci beritahu sejelas-jelasnya: tidak ada anak

jahat. Kalaupun seandainya terjadi kenakalana yang keterlaluan, anak itu

mempunyai kelainan. Tapi dia nakal. Bukan jahat!”

“Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu, Bu! Tapi dia mempunyai

kelainan. Suka memukul! Menyakiti siapa saja!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Siswa mengutarakan pendapat tentang Waskito

yang sedang tidak masuk sekolah; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: Agar Bu Suci mengetahui tentang

Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: formal.

Analisis: “Biar Waskito tidak masuk, Bu! Kami malahan senang!” Tuturan

tersebut dikatakan oleh siswa perempuan, menurut prinsip kesantunan Leech,

tuturan tersebut melanggar maksim kedermawanan (generosity maxim). Karena

murid perempuan tersebut menambah keuntungan bagi dirinya sendiri dan

meminimalkan keuntungan bagi Waskito yang sedang dibicarakan. Untuk

keuntungan dirinya sendiri, tokoh murid perempuan mengorbankan Waskito agar

tidak masuk sekolah saja, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan maksim

kedermawanan. Selanjutnya, respon dari murid laki-laki yang menanggapi

pernyataan tersebut mematuhi maksim permufakatan, karena murid laki-laki

sepakat serta sepemikiran dengan murid perempuan tadi. Ditunjukan dengan

kalimat berikut, “Ya betul, Bu! Kelas tenang kalau dia tidak ada,”.

Seanjutnya, terdapat tuturan yang melanggar maksim permufakatan karena peserta

tutur tidak saling membina kecocokan atau kemufakatan, berikut tuturan yang

menunjukan melanggar maksim permufakatan pada tuturan 2.10:

Page 81: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

70

Bu Suci : Mengapa? Karena Waskito suka bergurau? Membikin

keributan?

Murid perempuan : Oh, tidak! Bukan bergurau! Kalau itu, kami juga suka!

Melanggar maksim permufakatan pada tuturan di atas di tunjukan dengan

pernyataan “Oh, tidak! Bukan bergurau…..”.

“Dia jahat! Jahat sekali, Bu!”. Tuturan tersebut dituturkan oleh murid

perempuan, melanggar maksim penghargaan (approbation maxim). Dalam

maksim penghargaan (approbation maxim), penutur harus sopan tidak hanya pada

waktu menyuruh ataupun menawarkan sesuatu, tetapi dalam mengungkapkan

perasaan, dan menyatakan pendapatnya.2

Setelah murid perempuan mengatakan bahwa Waskito jahat, bu Suci berkata “Ah,

masa!”. Menandakan bu Suci tidak sependapat dengan pernyataan murid

perempuan tersebut. Diteruskan dengan pernyataan bu Suci, Tidak ada anak-anak

yang jahat, kalian masih tergolong tingkatan umur yang dapat dididik. Memang

kalian bukan kanak-kanak lagi! Tetapi kalian sudah bisa diajar berpikir teratur,

ditunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi, Bu Suci beritahu

sejelas-jelasnya: tidak ada anak jahat. Kalaupun seandainya terjadi kenakalana

yang keterlaluan, anak itu mempunyai kelainan. Tapi dia nakal. Bukan jahat!.

Maka tuturan bu Suci tersebut melanggar maksim permufakatan (agreement

maxim), karena peserta tutur tidak membina kecocokan atau kemufakatan dalam

tuturan.

Selai itu, terdapat juga tuturan yang melanggar maksim penghargaan namun

mematuhi maksim kesederhanaan, “Waskito jahat atau nakal, saya tidak tahu,

Bu! Tapi dia mempunyai kelainan. Suka memukul! Menyakiti siapa saja!.” Pada

tuturan tersebut, tokoh seorang murid dalam kelas mengungkapkan keluhannya

dengan kalimat yang kurang santun. Namun, tookoh seorang murid mengakui

bahwa dirinya tidak tahu harus menyebut Waskito nakal atau jahat, menandakan

tokoh tersebut meminimalkan pujian terhadap dirinya sendiri.

2 F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.30.

Page 82: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

71

11. Tuturan (B.2, hlm. 28) :

“Siapa yang pernah dipukul? Disakiti?”

(Sepertiga kelas mengacungkan lengan)

“Bagaimana terjadinya? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian

berkelahi?”

“Tidak, Bu!”

“Kalau saya, memang bertengkar! Lalu dipukul!”

“Kebanyakan kali tanpa ada yang dipersoalkan, Bu. Tiba-tiba saja saya

memecut atau memukul. Yang paling sering menjegal. Sesudah itu dia

pura- pura tidak tahu!”

“Bagaimana dia memukul? Sampai berdarah?”

(Tidak ada jawaban)

“Menurut peraturan, kalau ada luka berdarah, harus lapor kepada Kepala

Sekolah.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci bertanya kepada seisi kelas, lalu beberapa

murid mengutarakan keluhannya mengenai sikap Waskito; (2) tempat: di dalam

kelas; (3) waktu: hari keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: untuk

mengetahui lebih banyak mengenai Waskito; (5) mitra tutur: murid-murid; (6)

situasi: formal.

Analisis:

Bu Suci : Bagaimana terjadinya? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian

berkelahi?

Murid : Tidak, Bu!

Tuturan tersebut melanggar maksim permufakatan (agreement maxim), karena

tokoh murid mengatakan kata “tidak” sebagai tanda tidak mufakat, atau tidak

sepakat dengan apa yang ditanyakan oleh Bu Suci.

Terdapat juga, tuturan Raharjo yang mematuhi maksim permufakatan (agreement

maxim), “Kalau saya, memang bertengkar! Lalu dipukul!”. Tuturan tersebut

menyatakan kecocokan atau kemufakatan dengan pertanyaan yang disampaikan

oleh bu Suci, Bagaimana terjadinya? Kalian bergelut? Bertengkar kemudian

berkelahi?.

Selanjutnya, terapat juga tuturan yang melanggar maksim kedermawanan

(generosity masim) pada konteks 2.11, yaitu pada kutipan berikut,

Page 83: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

72

Bu Suci : Bagaimana dia memukul? Sampai berdarah?

Murid-murid : (Tidak ada jawaban)

Respon murid-murid yang tidak memberi tanggapan terhadap pertanyaan bu suci,

melanggar maksim kedermawanan karena murid-murid meminimalkan rasa

hormat terhadap Bu Suci. Murid-murid meminimalkan keuntungan Bu Suci,

untuk mengetahui sebernarnya apa yang terjadi dalam kelas tersebut.

12. Tuturan (B.2, hlm. 29) :

“Satu kali, dahi saya dipukul. Sorenya, bengkak sebesar telur!”

“Apa kata orang tuamu?”

“Saya bilang jatuh, Bu.”

“Mengapa berdusta?”

“Saya takut dimarahi karena bertengkar di sekolah.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: seorang murid laki-laki mengeluh kepada Bu Suci

akibat perbuatan Waskito kepadanya; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari

keempat jam pelajaran pertama; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui perbuatan

buruk Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: formal.

Analisis: Terdapat tuturan yang melanggar maksim kebijaksanaan (taxt maxim),

yaitu pada tuturan, “Saya bilang jatuh, Bu.” Dituturkan oleh seorang murid laki-

laki kepada bu Suci, murid laki-laki tersebut berbohong kepada orangtuanya

sehingga ia memaksimalkan keuntungan diri sendiri dan meminimalkan

keuntungan pihak lain. Hal yang dimaksud dengan memaksimalkan keuntungan

diri sendiri adalah ia berbohong agar tidak dimarahi dapat dilihat dalam kutipan,

“Saya takut dimarahi karena bertengkar di sekolah.” Selanjutnya, meminimalkan

keuntungan pihak lain, adalah ia meminimalkan keuntungan orangtuanya

sehingga tidak mengetahui kejadian yang sesungguhnya. Kebohongan yang

dilakukan oleh tokoh murid laki-laki tersebut bertujuan untuk menyelamatkan

dirinya sendiri dari situasi tang tidak menyenangkan baginya.

Selain itu, terdapat juga tuturan yang mematuhi maksim kesederhanaan,

“Saya takut dimarahi karena bertengkar di sekolah.” Tuturan tersebut masih

dituturkan oleh murid laki-laki, tokoh murid laki-laki mengurangi pujian terhadap

Page 84: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

73

dirinya sendiri dengan mengatakan takut dimarahi jika berkata jujur kepada

orangtuanya.

13. Tuturan (B.2, hlm. 29) :

“Siapa lagi yang pernah berurusan dengan Waskito?”

“Saya dilempari batu-batu besar, Bu. Untung tidak kena. Tetapi lampu

sepeda saya pecah. Saya kena marah di rumah!”

“Kamu katakana bahwa Waskito yang memecahkannya?”

“Saya bilang tabrakan dengan teman.”

“Mengapa?”

Sebentar murid itu berdiam diri. Lalu menyahut:

“Saya tidak suka Bapak bikin perkara di sekolah.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan siapa saja yang bernah

berurusan dengan Waskito dan seorang murid menceritakan pengalamannya; (2)

tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam pelajaran pertama; (4)

tujuan: agar Bu Suci lebih mengetahui mengenai sikap Waskito selama ini; (5)

mitra tutur: seorang murid; (6) situasi: formal.

Analisis: Seorang murid menceritakan pengalamannya tentang akibat perbuatan

Waskito yang mengakibatkan lampu sepedanya pecah. Lalu murid tersebut

dimarahi oleh orangtuanya, tapi ia berbohong mengenai penyebab pecahnya

lampu sepedanya, “Saya bilang tabrakan dengan teman.” Kebohongan yang

dilakukan oleh murid itu melanggar maksim kebijaksanaan, karena murid tersebut

berbohong demi keuntungan dirinya sendiri agar Bapaknya tidak datang ke

sekolah untuk membuat perkara, dapat dilhat dalam kutipan “Saya tidak suka

Bapak bikin perkara di sekolah.” Tokoh murid tersebut meminimalkan

keuntungan orangtuanya, sehingga orangtuanya tidak tahu apa yang sebenarnya

terjadi.

14. Tuturan (B.2, hlm. 29) :

Sesaat kelas menjadi sepi. Mendadak terdengar seorang murid berkata

perlahan:

“Lebih baik dia tidak masuk, Bu!”

“Ya, mudah-mudahan dia pindah!” sambung murid lain.

“Untung kalau begitu! Tanpa dikeluarkan, dia keluar sendiri!” kawannya

menyahuti.

Page 85: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

74

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Beberapa murid lebih menyukai Waskito tidak

masuk sekolah; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam

pelajaran pertama; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui keinginan murid

mengenai Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: formal.

Analisis:

Seorang murid :Lebih baik dia tidak masuk, Bu!

Murid lain :Ya, mudah-mudahan dia pindah!

Tuturan murid lain menanggapi tuturan seorang murid, Ya, mudah-

mudahan dia pindah! mematuhi maksim permufakatan (agreement maxim). Hal

tersebut karena tokoh murid lain sebagai mitra tutur berusaha membina kecocokan

atau kemufakatan dengan penutur.

Selanjutnya terdapat juga tuturan yang melanggar maksim kedermawanan

(generosity maxim), yaitu Untung kalau begitu! Tanpa dikeluarkan, dia keluar

sendiri!, tuturan tersebut diucapkan oleh Murid Lain (2). Tuturan tersebut

melanggar maksim kedermawanan karena berpusat pada diri sendiri, hal tersebut

menguntungkan dirinya sendiri namun tidak demikian dengan Waskito. Maksim

kedermawanan mengharuskan peserta tutur mengurangi keuntungan diri sendiri,

tetapi pada tuturan tersebut sebaliknya.

15. Tuturan (B.2, hlm. 29) :

“Dulu dia pernah dikeluarkan sekolah lain,” kata Raharjo.

“Dari sekolah mana?” tanyaku.

“Sekolah swasta, Bu.”

“Bukan!” bantah murid lain, “SD negeri juga tapi di kota.”

“Sekolah swasta, betul!” murid lain membenarkan ketua kelas.

“Memang SD swasta,” Raharjo menjelaskan lagi. “Neneknya yang

memasukan dia di sana. Tetapi karena sering membolos, lalu dikeluarkan.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: murid-murid sedang menceritakan masa lalu

Waskito; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam pelajaran

pertama; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui informasi mengenai Waskito; (5)

mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: formal.

Page 86: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

75

Analisis: Raharjo mengatakan bahwa Waskito pernah dikeluarkan sekolah lain,

yaitu sekolah swasta. Namun ada murid lain yang membantah, yang menunjukan

adanya tuturan yang melanggar maksim permufakatan (agreement maxim), yaitu

pada kutipan “Bukan! SD Negeri juga tapi di kota”. Ada juga murid lain yang

membenarkan pernyataan Raharjo, yang menunjukan bahwa penutur tersebut

mematuhi maksim permufakatan antara dirinya dan Raharjo, yaitu “Sekolah

swasta, betul”. Dan Raharjo menegaskan kembali, “memang SD swasta” yang

menunjukan tuturan tersebut mematuhi maksim permufakatan. Bantahan ataupun

persetujuan pada tuturan 2.15 di atas, merupakan bantahan ataupun persetujuan

yang merupakan opini dan pengetahuan penutur, tidak dapat dipastikan mana

tuturan yang benar dan mana yang salah.

16. Tuturan (B.2, hlm. 29-30) :

“Waskito tinggal bersama neneknya?” tanyaku.

“Dulu, Bu,” murid perempuan ganti memberi keterangan.

“Sekarng sudah diambil kembali oleh bapak dan ibunya.”

“Diambil kembali?”

“Ya, Bu,” suara Raharjo membenarkan.

“Apakah orang tuanya pernah pindah ke kota lain atau bagaimana?”

“Tidak tahu, Bu!

“Dari siapa kalian mengetahui semua ini?”

Raharjo tidak menjawab. Seperti ada kesepakatan, murid-murid lain juga

diam.

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan mengenai tempat tinggal

Waskito; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam pelajaran

pertama; (4) tujuan: untuk mengetahui tempat tinggal Waskito; (5) mitra tutur:

murid-murid; (6) situasi: non formal.

Analisis: Terdapat tuturan yang mematuhi maksim permufakatan (agreement

maxim), yaitu pada tuturan, “Ya, Bu.” Yang di tuturkan oleh Raharjo, ketika bu

Suci bertanya mengenai Waskito yang diambil kembali oleh orangtuanya dari

rumah neneknya. Tokoh Raharjo memaksimalkan kecocokan atau kemufakatan

terhadap mitra tuturnya, sehingga dapat dikatakan tuturan Raharjo tersebut

mematuhi maksim permufakatan.

Page 87: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

76

Saat Bu Suci bertanya dari siapa murid-murid mengetahui semua

informasi mengenai Waskito, Raharjo dan murid lainnya pun diam. Maka sikap

diam Raharjo beserta teman-temannya melanggar maksim kedermawanan

(generosity maxim).

17. Tuturan (B.2, hlm. 30) :

“Kamu pernah ke rumah neneknya? Lalu pindah ke tempat orang tuanya?”

Sambil mengucapkan ini aku tetap memandang ke arah ketua kelas.

“Tidak, Bu. Saya belum kenal ketika dia tinggal bersama neneknya.”

“Jadi dari mana kamu tahu semua itu?”

Setelah membungkam sesaat dia menatap mataku dan menjawab:

“Waskito sendiri yang mengatakannya. Setiap dia kambuh menjadi bengis,

lalu berteriak-teriak. Macam-macam yang dikatakan. Yang sering diulang-

ulang: Seperti barang. Nih, begini, dilempar ke sana kemari. Dititipkan!

Apa itu! Persetan! Aku tidak perlu kalian semua!”

“Kemudian menyebut kakeknya, neneknya, orang tuanya. Semua dicaci-

maki! Kami yang ada di dekatnya terkena cambukan atau pukulan,”

seorang murid laki-laki menyambung.

“Apa kata-kata lainnya lagi?” Mataku mengedar ke seisi kelas.

“Tidak semua jelas, Bu. Paling-paling: aku benci! Aku benci!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan lebih jauh mengenai

Waskito, dan murid bergantian menyampaikan apa yang mereka ketahui; (2)

tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam pelajaran pertama; (4)

tujuan: untuk mengetahui keseharian Waskito; (5) mitra tutur: murid-murid; (6)

situasi: non formal.

Analisis:

Bu Suci : Kamu pernah ke rumah neneknya? Lalu pindah ke tempat

orang tuanya?

Raharjo : Tidak, Bu. Saya belum kenal ketika dia tinggal bersama

neneknya.

Tuturan tersebut melanggar maksim permufakatan (agreement maxim) karena

ditunjukan oleh tuturan Raharjo “Tidak, Bu….”. Bu Suci mengira Raharjo pernah

mengunjungi rumah nenek Waskito sebelumnya, lalu pindah ke tempat

orangtuanya, namun Raharjo menampik hal itu, bahwa dia tidak pernah ke rumah

nenek Waskito karena saat itu mereka belum saling kenal.

Page 88: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

77

Selanjutnya, Bu Suci ingin mengetahui kata-kata apa lagi yang sering

diucapkan oleh Waskito ketika kambuh. Seorang murid perempuan menjawabnya,

“Tidak semua jelas, Bu….”. Tuturan tersebut menunjukan murid perempuan

tersebut tidak memiliki pengetahuan banyak mengenai hal yang ditanyakan mitra

tuturnya.

18. Tuturan (B.2, hlm. 30) :

“Anehnya, kalau dia kambuh begitu, yang menjadi sasaran pertama selalu

Raharjo, Marno, Denok,” kata murid perempuan.

“Aku juga! Selalu kalau aku berada jauh pun, seolah-olah dia sengaja

mencari aku untuk kena sabetannya!” Rini mengadu kepada kawannya.

“Saya tidak pernah tahu apa kesalahan saya,” kata Marno.

“Saya juga tidak tahu,” Raharjo menyambung.

“Apalagi kami anak perempuan! Kami tidak pernah main dengan dia!”

Denok yang duduk di belakang menyeletuk perlahan.

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Beberapa murid mengeluhkan perlakuan Waskito

terhadap mereka; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari keempat jam

pelajaran pertama; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui perilaku Waskito; (5)

mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: Terdapat tuturan yang mematuhi maksim permufakatan (agreement

maxim) pada tuturandi atas, yaitu pada kutipan berikut “Aku juga!...” yang

dituturkan oleh Rini. Rini memaksimalkan kemufakatan terhadap pernyataan yang

dituturkan oleh tokoh Murid Perempuan di kelasnya yang menyatakan kalau

Waskito kambuh selalu Raharjo, Marno dan Denok. Tokoh Rini pun menyatakan

bahwa dia juga menjadi sasaran Waskito.

“Saya tidak pernah tahu apa kesalahan saya,” kata Marno. Tuturan

tersebut mematuhi maksim kesederhanaan (modesty maxim) sebab Marno

mengurangi terhadap dirinya sendiri di depan murid-murid lain dan juga Bu Suci.

Marno mengatakan tidak pernah tahu kesalahannya, kenapa selalu menjadi

sasaran Waskito. Selanjutnya, terdapat juga tuturan yang mematuhi maksim

permufakatan (agreement maxim), Raharjo “Saya juga tidak tahu”. Terdapat kata

“juga” dalam tuturan tokoh Raharjo yang berarti Raharjo juga tidak tahu apa

kesalahannya sehingga Waskito menjadikannya sasaran kemarahannya jika

Page 89: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

78

kambuh. “Apalagi kami anak perempuan! Kami tidak pernah main dengan dia!”,

kata Denok. Kata “apalagi” yang dituturkan oleh denok menguatkan pernyataan

Marno dan Raharjo. Denok juga tidak tahu apa kesalahannya, apalagi denok dan

anak perempuan lainnya tidak pernah bermain dengan Waskito. Sehingga, tuturan

Denok dapat dikatakan mematuhi maksim permufakatan (agreement maxim).

19. Tuturan (B.3, hlm. 36) :

“Tua-tua masih paktek, Jeng,” kata nenek muridku.

“Hanya dua kali seminggu. Dia bergantian dengan dokter muda, muridnya

sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja.”

“Di samping itu Bapak tidak bekerja di mana-mana lagi, Bu?” tanyaku

untuk basa-basi.

“Masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji pemerintah, Jeng!

Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru. Diminta ke

rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah cape.

Katanya biar yang muda-muda saja. Yang pentingkan sekarang

mengajar.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci mengunjungi rumah Kakek dan Nenek

Waskito; (2) tempat: rumah kakek dan nenek Waskito; (3) waktu: sore hari; (4)

tujuan: untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang Waskito; (5) mitra tutur:

Nenek Waskito; (6) situasi: non formal.

Analisis: “Hanya dua kali seminggu. Dia bergantian dengan dokter muda,

muridnya sendiri. Sekalian menolong, hasilnya buat tambah-tambah belanja,”

kata Nenek Waskito. Tuturan nenek Waskito tersebut mematuhi maksim

kesederhanaan (modesty maxim), karena Nenek waskito meminimalkan pujian

terhadap dirinya sendiri dengan mengatakan “…sekalian menolong, hasilnya buat

tambah-tambah belanja.” Nenek Waskito terkesan merendah, penghasilan dokter

dikatakannya buat menambah uang belanja, seakan-akan hasilnya tidak seberapa.

Maksim kesederhanaan (modesty maxim) juga terpenuhi pada tuturan Nenek

Waskito berikutnya, “Masih. Setiap pagi ke Rumah Sakit Karyadi. Gaji

pemerintah, Jeng! Katanya hanya supaya tidak ketinggalan metode-metode baru.

Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat menghasilkan uang, tetapi sudah

cape. Katanya biar yang muda-muda saja. Yang pentingkan sekarang mengajar.”

Nenek Waskito mengatatakan “… gaji pemerintah, Jeng…”, kutipan tuturan

Page 90: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

79

tersebut singkat dikatakan oleh Nenek Waskito, seakan-akan mitra tutur juga

mengetahui makna dari gaji pemerintah, gaji yang tidak seberapa, sehingga Nenek

Waskito terlihat tidak menyombongkan diri yang menjadi salah satu ketentuan

maksim kesederhanaan. “…Diminta ke rumah sakit lain yang lebih dapat

menghasilkan uang, tetapi sudah cape. Katanya biar yang muda-muda saja. Yang

pentingkan sekarang mengajar.” Nenek Waskito menceritakan bahwa suaminya

diminta ke rumah sakit lain, namun katanya itu bagian yang muda dan ia yang tua

yang penting mengajar saja. Tuturan tersebut juga menandakan memenuhi

maksim kesederhanaan.

20. Tuturan (B.3, hlm. 36) :

“Bekas sopir kami tadi datang, Jeng,” si nenek menjelaskan. Memberitahu

anaknya ketabrak kolt, sekarang di rumah sakit. Dia sama tua dengan

Bapak, tidak bekerja lagi. Jaga warung bersama isterinya. Bayangkan,

akan masuk rumah sakit orang harus bayar dulu sebagian. Mau cari

hutangan ke mana!”

“Untung dia kenal Anda berdua!” sahutku.

“Ya, kami bantu sebisanya. Tadi Bapak sudah menelepon rumah sakit.

Kami yang menanggung pondokan dan dokternya. Tapi pengeluaran

untuk lain-lainnya pasti juga bertambah. Harus menengok setiap hari, naik

bis atau Daihatsu.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Nenek Waskito membicarakan mengenai anak

bekas sopirnya yang mendapat musibah; (2) tempat: rumah Nenek Waskito; (3)

waktu: sore hari; (4) tujuan: untuk mengisi pembicaraan; (5) mitra tutur: Bu

Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: “Untung dia kenal Anda berdua!” Tuturan tersebut diujarkan oleh Bu

Suci, mematuhi maksim penghargaan (approbation maxim). Hal itu karena Bu

Suci memberikan pujian terhadap mitra tutur. Kata “untung” yang diujarkan oleh

Bu Suci berarti guna atau manfaat bekas sopir Nenek Waskito mengenal Nenek

dan Kakek Waskito tersebut.

“Ya, kami bantu sebisanya. Tadi Bapak sudah menelepon rumah sakit.

Kami yang menanggung pondokan dan dokternya. Tapi pengeluaran untuk lain-

lainnya pasti juga bertambah. Harus menengok setiap hari, naik bis atau

Daihatsu.” Nenek waskito mengatakan mereka membantu bekas sopirnya

Page 91: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

80

sebisanya saja, menangung biaya menginap dan dokternya. Tuturan tersebut

mematuhi maksim kesederhanaan ditandai dengan kalimat awal dari tuturan “Ya,

kami bantu sebisanya…”, Nenek Waskito mengurangi pujian terhadap dirinya

sendiri sehingga terakesan Nenek Waskito orang yang rendah hati.

21. Tuturan (B.3, hlm. 37-38):

“Anak kami belum pernah menghukum, apalagi memukul Waskito!”

“Barangkali inilah kesalahannya. Ada anak-anak yang memerlukan

perhatian, yang menganggap hukuman jasmaniahsebagai ganti perhatian

yang diinginkan. Saya pernah menyaksikan sendiri anak-anak saudara

saya. Mereka baru sadar akan kekeliruannya jika kena tangan ayah dan

ibu mereka. Waskito sudah terlanjur tidak mendapatkan kata-kata manis

atau bujukan, dia mungkin harus dipukul. Ah, kalau Anda melihat dia di

rumah mereka, Jeng! Tidak pernah ditegur, tidak pernah diberitahu mana

yang baik dan mana yang jelek. Seumpama anak berjalan, kaki menyuntuh

pot sehingga jatuh pecah. Di rumah kami, saya bilang: hati-hati kalau

berjalan, Sayang! Tolong sekarang tanaman dan pot pecah itu dibenahi!

Seumpama ibunya ada, langsung dia akan membela: ah, enggak apa-apa,

nanti saya ganti. Biar pembantu yang membenahi! Nah begitu setiap kali

waskito berbuat kekeliruan. Maksud saya, saya hanya ingin mendidik anak

bersikap rapi dan teratur, Jeng.”

“Saya akui bahwa bapaknya Waskito menjadi laki-laki yang seperti

sekarang karena didikan serta pengaruh suami saya. Dia cerdas, pandai,

tetapi kaku dan sukar bergaul. Oleh karena itu, setelah kawin lalu

mempunyai anak, menjadi bapak yang kakau pula. Didampingi istri yang

tidak tahu-menahu soal pendidikan! Naluri punwanita itu tidak punya!

Kalau anak rewel, dia mau menggendong, mau memberi makanan atau

barang permainan. Tetapi permainan itu diberikan saja begitu! Tidak

ditunjukan bagaimanacaranya supaya benda itu menarik bagi si anak. Jadi,

bayi hanya memegangi benda permainan tanpa dapat mempergunakannya.

Jika memang anak sudah memiliki dasar aktif, lain halnya. Tetapi yang

umum, anak-anak memerlukan diajak bicara, dibujuk dengan kata-kata

ataupun ciuman, belaian. Saya menjadi cerewet mengulang-ulanginya

memberitahukan hal ini kepada mereka, Jeng. Baik secara diskusi serius

maupun bergurau. Dengan Bapak sendiri, berpuluh-puluh tahun hidup

bersama, saya tidak berhasil mempengaruhi dia. Ketika anak kami masih

muda, bapaknya terlalu mengarahkan dia ke berbagai lapangan. Semua

serba bersungguh-sungguh. Di antaranya, katanya harus bisa memaikan

satu alat musik!”

“Katanya lagi, yang paling anggun dan kelihatan serius adalah biola. Maka

bapaknya Waskito pun dileskan supaya dapat menggesek biola. Dengan

sendirinya dijubeli dengan serba pengetahuan musik klasik. Tidak itu saja!

Pergaulannya juga diteliti. Suami saya berpendapat bahwa anaknya

Page 92: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

81

“hanya” boleh bergaul dengan anak-anak yang berorang tua saderajat

dengan kami. Artinya sependidikan. Kalau bisa malahan suami saya

mengenal orang tua itu! Waktu kawin pun, seumpama bapaknya bilang

tidak menyetujui pilihan anak kami, pastilah tidak jadi!”

“Padahal kalau keputusan-keputusan lain, saya dapat mempengaruhi

Bapak, Jeng!”

(Bu Suci terdiam)

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Nenek Waskito menceritakan perlakuan orang tua

Waskito terhadap Waskito; (2) tempat: rumah Nenek Waskito; (3) waktu: sore

hari; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui didikan orang tua Waskito terhadap

Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: Nenek Waskito bertutur sendiri pada tuturan ini, Bu Suci sebagai mitra

tutur hanya mendengarkan cerita dari Nenek Waskito. Berikut adalah kutipan

tuturan Nenek Waskito yang tidak menyukai menantunya yaitu, Ibu Waskito, “…

Didampingi istri yang tidak tahu-menahu soal pendidikan! Naluri pun wanita itu

tidak punya!....” . Kutipan tuturan tersebut menunjukan bahwa melanggar maksim

penghargaan. Hal itu terjadi karena Nenek Waskito mencela Ibu Waskito. Dirasa

kurang santun, apabila dalam budaya Indonesia membicarakan keburukan orang

lain kepada orang yang baru saja dikenalnya.

Selanjutnya terdapat kutipan tuturan Nenek Waskito yang melanggar

maksim kesederhanaan, yaitu sebagai berikut, “… Suami saya berpendapat

bahwa anaknya “hanya” boleh bergaul dengan anak-anak yang berorang tua

sederajat dengan kamu….” Tuturan tersebut melanggar maksim kesederhanaan,

sebab tidak santun apabila sebagai makluk sosial membeda-bedakan hanya karena

status sosial saja, dan tidak santun jika kita berbicara dengan tinggi hati kepada

orang lain. Tokoh Nenek Waskito, menceritakan tentang didikan suaminya

terhadap Ayah Waskito yang terkesan sempurna.

22. Tuturan (B.3, hlm. 40-41) :

“Anak kami hanya satu, Jeng. Ya bapak Waskito itu!” demikianlah si

nenek menjawab pertanyaanku. Dialah satu-satunya yang hidup setelah

Page 93: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

82

saya mengalami lima kali keguguran. Kata orang saya lemah. Maklumlah

kita wanita, selalu menjadi tumpuan kesalahan. Kalau suami-isteri tidak

punya anak, katanya si isteri gabuk, steril. Kalau terus-menerus

keguguran, katanya kandungannya yang lemah. Sekarang sudah banyak

bacaan medical, saya baru tahu bahwa hal itu bisa saja disebabkan karena

bibit laki-laki yang steril atau yang lemah. Zaman saya dulu, belum ada

pendalaman pemeriksaan yang macam-macam di sini. Jadi, ya semua

salah saya. Tetapi akhirnya, setelah banyak tinggal di tempat tidur, anak

saya bisa selamat seorang. Dapat dimengerti mengapa suami saya ingin

menjadikan anak itu manusia yang diidamkannya. Apalagi anak lelaki.”

“Tetapi Ibu „kan juga memberikan didikan!” aku tidak kuasa menahan

menyelakan isi hatiku.

“Oh, tidak banyak, Jeng! Sewaktu bayi, kemudian kanak-kanak, saya

memang turut membesarkannya. Tetapi sebegitu dia dapat berpikir

sendiri, bapaknyalah yang menjadi model. Suami saya menjadi pusat

dunia, dicontoh segala-galanya. Kalau anak saya duduk sambil

menggoyangkan kursi, saya tegur karena gerakannya membahayakan

selain mungkin merusak kursi pula. Jawabnya: Bapak juga begitu. Kalau

saya jelaskan karena bapaknya memakai gigi depan palsu sehingga tidak

mudah menahan untuk tidak membunyikan suara hirupannya, dia tidak

percaya. Hingga dia besar, menjadi insinyur, tepat segala-galanya adalah

potret bapaknya.”

“Suami yang mencari makan, Jeng. Biar dia yang memutuskan dan

mengambil prakarsa dalam hidup ini.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Nenek Waskito bercerita lebih banyak mengenai

keluarganya, terutama tentang didikan suaminya terhadap ayah Waskito; (2)

tempat: rumah Nenek Waskito; (3) waktu: sore hari; (4) tujuan: agar Bu Suci

mengetahui tentang didikan keluarganya; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi:

non formal.

Analisis: “…kita wanita, selalu menjadi tumpuan kesalahan…” kutipan tuturan

tersebut diujarkan oleh Nenek Waskito, mematuhi maksim kesederhanaan

(modesty maxim). Tuturan tersebut mematuhi maksim kesederhanaan sebab

maksim kesederhanaan berpusat pada dirinya sendiri, Ia mengurangi pujian

terhadap dirinya sendiri, berbicara seakan-akan posisi wanita rendah di mata

lelaki.

Page 94: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

83

23. Tuturan (B.3, hlm. 41-43) :

“Seminggu sekali, dia kami beri „upah‟ untuk kepatuhannya,” kata nenek

itu kepadaku.

“Padahal kelakuan sopan dan menolong mengerjakan tugas-tugas kecil itu

sebenarnya kewajiban biasa, Bu. Apakah dengan memberi upah uang itu

tidak membuat anak menjadi mata-duitan?”

“Semula juga kami berpikir begitu, Jeng! Tetapi teman kami, ahli ilmu

jiwa anak mempunyai debatan yang meyakinkan kami. Katanya, anak

seperti Waskito berada dalam umur-umuran yang masih bisa dirobah. Dan

cara terbaik untuk merobahnyaadalahdengan jalan ini. Dia biasa

memegang ribuan rupiah tanpa berbuat sesuatu pun yang berguna bagi

orang lain. Cukup merengek, mengatakan kebohongan, tiba-tiba lima ribu

diulurkan ke tangannya. Dia harus disadarkan, bahwa hidup tidak

selamanya demikian mudah, apalagi berlangsung seperti kehendaknya!

Jadi, uang merupakan keperluan utama. Kemudian, setelah sebulan dua

bulan tinggal bersama kami ternyata kami melihat bahwa dia juga

memerlukan perhatian dan dialog.”

“Itu semua disebabkan karena omongan pembantu, Jeng.” Kata Nenek,

sambil matanya berkaca-kaca mengenangkan kejadian yang mematahkan

hatinya.

“Waskito mengatakan ingin mempunyai burung parkit. Dia sering

bercerita bahwa teman sekelasnya memilikinya. Kadang-kadang cucu

kami bermain ke sana, dan kami tahu siapa anak itu. Untuk membeli

dengan uangnya sendiri, tabungannya belum mencapai. Burung itu cukup

mahal, sebaiknya dibeli berpasangan. Lalu kakeknya berunding dengan

saya. Sejak Waskito tinggal bersama kam, suami saya banyak berobah.

Kebanyakan kali,keputusan tentang anak itu dipasrahkan kepada saya.

Tiba-tiba saya merasa lebih berguna dalam hidup ini, Jeng! Barangkali

karena suami saya terpengaruh dengan umur, atau oleh rekan-rekannya

yang banyak mengetahui dalam persoalan anak-anak. Begitulah, kami

berdua setuju akan membelikan burung parkit, asal Waskito berjanji

mengurus sendiri peliharaannya. Dia harus member makanan dan

minuman sebelum berangkat ke sekolah, sore membersihkan kurungan dan

sebagainya. Waskito sanggup. Nah, begitu, Jeng. Pada suatuhari,dia

sedang mencuci sangkar si parkit, datang seorang pembantu dari rumah

orang tuanya. Sudah biasa demikian, sering ada yang membawakan

pakaian, makanan atau buah. Saya tidak dapat mencegah ibunya

mengirim sesuatu, bukan? Ketika kembali di rumah sana, si ibu tanya

kepada pembantu Waskito sedang apa, jawabannya ya jujur: sedang

mencuci kurungan burung. Katanya, langsung saja menantu saya menjadi

gusar! Dia mengadu kepada suaminya bahwa Waskito di rumah kakek dan

neneknya diperlakukan seperti pembantu. Anak itu harus diambil

kembali!”

Page 95: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

84

“Bukan maksud kami menyiksa cucu, Jeng! Betul-betul kami sangat

mencintainya!”

“Dua hari sebelum kejadian itu, Waskito pulang dari sekolah mengatakan,

bahwa penjaga halaman di sana sedang membuat cangkokan kembang

soka. Yang saya punyai di kebun ini berwarna merah dan satu lagi putih.

Sedangkan di sekolah, berwarna kuning. Kata Waskito, Jeng, penjaga

sekolah dia beri uang supaya membikin cangkokan buat saya.”

“Dia anak baik, Jeng.Walaupun pemberian itu belum saya terima, saya

sudah sangat bahagia rasanya! Ketika dia mengatakan maksud pemberian

tersebut, langsung saya peluk dan saya ciumi. Baru kali itulah saya merasa

rangkulan lengannya yang tidak ragu-ragu dan erat. Dulu, kalau saya cium,

tidak pernah mau ganti menunjukan kesayangannya. Tangannya terlukai

saja di samping tubuh.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Nenek Waskito bercerita kepada Bu Suci

menganai Waskito ketika masih tinggal bersamanya; (2) tempat: rumah Nenek

Waskito; (3) waktu: sore hari; (4) tujuan: agar Bu Suci mengetahui sisi baik dari

Waskito; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: Nenek dan Kakek Waskito sangat menyayangi Waskito, “Bukan

maksud kami menyiksa cucu, Jeng! Betul-betul kami sangat mencintainya!.”

Tuturan tersebut diujarkan oleh Nenek Waskito kepada Bu Suci dan memenuhi

maksim kesimpatisan (sympathy maxim), hal itu karena Nenek Waskito

memaksimalkan rasa simpati terhadap cucunya, Waskito. Nenek Waskito

menyadari bahwa didikan dari orangtua Waskito tidaklah baik bagi cucunya,

sehingga Ia dan suaminya mendidik Waskito dengan cara yang berbeda, namun

Ibu Waskito menganggap hal itu adalah cara yang kejam, maksud dari Nenek dan

Kakek Waskito adalah menjadikan cucunya lebih baik lagi.

“Dia anak baik, Jeng….,” begitulah tuturan yang dikatakan oleh Nenek

Waskito mengenai cucunya, Waskito. Tuturan tersebut memenuhi maksim

penghargaan (approbation maxim), sebab Nenek Waskito memberikan pujian

untuk cucunya sesuai dengan maksim penghargaan yang mengharuskan peserta

tutur memberikan penghargaan terhadap peserta tutur lain tidak saling mengejek

ataupun merendahkan. Jika mengejek ataupun merendahkan peserta tutur lain itu

terjadi, maka dapat dikatakan penutur tersebut tidak santun dalam bertutur.

Page 96: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

85

24. Tuturan (B.4, hlm. 54) :

“Tidak, Bu! Saya disini saja!”

“Mengapa?”

“Narsih ke bangku sana,dibelakang! Di samping Rusidah!”

“Kalau kamu tidak mau pindah, coba katakan apa sebabnya! Pasti ada

alasanmu, bukan?”

“Baiklah!” kataku.

“Saya kira, saya tahu mengapakamu tidak mau pindah!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menyuruh murid-murid pindah tempat

duduk, semua menuruti pindah ke bangku yang ia tunjuk, kecuali Waskito; (2)

tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari itu; (4) tujuan: agar murid dalam kelas

berpribadi; (5) mitra tutur: Narsih, Waskito; (6) situasi: formal.

Analisis: Semua murid menuruti perintah Bu Suci, namun Waskito membantah,

“Tidak, Bu! Saya disini saja!”. Bantahan Waskito tersebut menurut Leech pada

prinsip kesantunan berbahasa, melanggar maksim permufakatan (agreement

maxim). Hal tersebut karena pada konteks tersebut, Waskito tidak memaksimalkan

kecocokan atau kemufakatan terhadap ujaran Bu Suci, malah membantah.

Seharusnya, Waskito menyertakan alasannya mengapa ia tidak mau pindah, agar

Bu Suci tidak tersinggung dengan sikap Waskito.

25. Tuturan (B.4, hlm. 55) :

“Raharjo! Buku bacaan akan dipergunakan kelas lain setelah istirahat ini.

Kamu cepat mengembalikannya ke lemari kantor, ya! Waskito Tolong

bawakan buku-buku tugas! Saya tidak dapat membawa semuanya sendiri.”

“Terimakasih! Nanti akan saya periksa.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci meminta tolong kepada Raharjo untuk

mengmbalikan buku bacaan ke ruang kantor dan kepada Waskito untuk

membawakanbuku-buku tugas; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: jam

istirahat; (4) tujuan: untuk mempermudah Bu Suci, karena Ia tidak bisa

membawanya sendiri; (5) mitra tutur: Raharjo, Waskito; (6) situasi: formal.

Analisis: Waskito mengantarkan buku-buku tugas kepada Bu Suci, lalu Bu Suci

berkata, “Terimakasih! Nanti akan saya periksa.” Ucapan terimakasih yang

Page 97: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

86

diujarkan Bu Suci adalah sesuatu bentuk penghargaan kepada Waskito yang telah

menolongnya membawakan buku tugas murid kelas ke kantor guru. Bentuk

kesantunan yang ditunjukan Bu Suci dalam tuturan 2.25 merupakan kebiasaan

baik dan dapat menciptakan keakraban antara penutur dan mitra tuturnya. Maka

dari itu, tuturan Bu Suci tersebut mematuhi maksim penghargaan (approbation

maxim).

26. Tuturan (B.4, hlm. 56) :

“Ah, Waskito! Mengapa sih kamu!”

“Kalau terdengar lagi kapur yang dilempar, Waskito, akan saya geledah

dirimu! Saya akan ambil sejumlah uang dari sakumu sebagai pembayar

kapur yang kau hambur-hamburkan. Sekolah bisa rugi karena kehabisan

kapur buat main-main begitu!”

“Bukan saya! Mengapa selalu saya yang salah!”

“Itu tidak benar!”

“Yang bersalah tidak selalu kamu. Ingat kemarin? Ada pot pecah, itu

bukan salahmu. Dan seisi kelas mengetahuinya! Kali ini, seisi kelas juga

tahu bahwa hanya kamu yang kaya, sehingga dapat membayar kapur

hanya buat dibuang-buang!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Waskito mengganggu murid lain dengan

melempari kapur, dan seorang murid perempuan mengeluh, kemudian Bu Suci

bertindak; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: di tengah-tengah waktu

pelajaran; (4) tujuan: agar Waskito menghentikan tindakannya; (5) mitra tutur:

murid lain, Bu Suci; (6) situasi: formal.

Analisis: Di tengah jam pelajaran, Waskito mengganggu murid lain dengan

melempar kapur, “Kalau terdengar lagi kapur yang dilempar, Waskito, akan saya

geledah dirimu! Saya akan ambil sejumlah uang dari sakumu sebagai pembayar

kapur yang kau hambur-hamburkan. Sekolah bisa rugi karena kehabisan kapur

buat main-main begitu!,” kata Bu Suci. Tuturan Bu Suci mematuhi maksim

permufakatan terhadap tuturan murid lain yang dilempari kapur oleh Waskito.

Tujuan pertuturan tokoh murid dengan Bu Suci mempunyai kesamaan, yaitu

menghentikan tindakan Waskito.

“…Mengapa selalu saya yang salah!” tuturan tersebut diujarkan oleh

Waskito ketika ditegur oleh Bu Suci ditengah waktu belajar dalam kelas. Tuturan

Page 98: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

87

tersebut mematuhi maksim kesederhanaan (modesty maxim) sebab tokoh Waskito

merasa dia selalu salah di mata Bu Suci ataupun teman-temannya. Respon Bu

Suci, tidak membenarkan bahwa selalu Waskito yang salah, dapat dilihat pada

kutipan, “itu tidak benar!.” Respon Bu Suci atas tuturan Waskito tersebut

melanggar maksim permufakatan. Sebab Bu Suci tidak menjalin kecocokan

terhadap tuturan Waskito. Namun, Bu Suci memberi penjelasan agar Waskito

tidak kecil hati pada tuturan selanjutnya.

27. Tuturan (B.5, hlm. 65-66) :

“Kalian ke tukang pateri untuk melekatkan lobang buat pipa ini?”

“Tidak, Bu!” kata Wahyudi yang termasuk dalam kelompok itu.

“Waskito mempunyai alat sendiri.”

“Bahan-bahannya dari dia?” tanyaku penuh kecurigaan.

“Waskito memberi potongan seng yang ditempel,” kata murid lain.

“Kalengnya, saya yang minta dari kelurahan, Bu,” kata Wahyudi lagi.

“Saya lihat bertumpuk di belakang tempat kami bermain ping-pong. Dulu

bekas latihan pemadam kebakaran di kampung.”

“Diminta atau dipinjam?”

“Kalau pinjam harus dikembalikan. Kelak kalau latihan lagi mereka

kekurangan!”

“Di sana masih banyak sekali, Bu!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Murid-murid mengumpulkan hasil karya

kelompok mereka, hasil kelompok Waskito yang terbaik; (2) tempat: di dalam

kelas; (3) waktu: hari pengumpulan hasil karya; (4) tujuan: agar dinilai oleh Bu

Suci; (5) mitra tutur: Wahyudi, murid lain; (6) situasi: formal.

Analisis:

Bu Suci : Kalian ke tukang pateri untuk melekatkan lobang buat pipa ini?

Wahyudi : Tidak, Bu! Waskito mempunyai alat sendiri.

Bu Suci menyangka bahwa kelompok Waskito dalam pengerjaan bejana pergi ke

tempat patri untuk membuat lobang pada pipa. Namun Wahyudi sebagai anggota

kelompok menampiknya, dengan mengatakan “Tidak, Bu! Waskito mempunyai

alat sendiri.”Tuturan tersebut melanggar maksim permufakatan, karena mitra

tutur menyambut negatif pertanyaan dari penutur. Namun, terdapat penyelesaian

Page 99: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

88

dalam tuturan tersebut, dengan mengatakan kejadian yang sebenarnya terjadi, agar

kecurigaan Bu Suci tidak berkelanjutan.

28. Tuturan (B.5, hlm. 66) :

“Nampaknya dia biasa sekali mengerjakan kerajinan tangan begitu, Bu!”

kata murid yang lain.

“Semua terbuat dari kayu tipis, Bu! Dicat, bagus! Wah saya iri melihat

perlengkapannya buat mengerjakan kayu sedemikian tipis dan rapuh.

Semua kecil!”

“Jangan iri!” selaku memotong pembicaraan mereka. “Sudah kuterangkan,

Waskito sangat menderita batinnya karena kekurangan perhatian. Untuk

mengimbanginya, Tuhan memberi hiburan benda-benda tersebut.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Seorang murid yang sempat ke rumah Waskito

menceritakan kemahiran Waskito mengenai kerajinan tangan dan menceritakan

ada model-model pesawat karya sendiri yang bergantungan di sebuah kamar

khusus; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: hari pengumpulan hasil karya; (4)

tujuan: untuk memberitahu Bu Suci; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non

formal.

Analisis: “Nampaknya dia biasa sekali mengerjakan kerajinan tangan begitu,

Bu!.” Tuturan tersebut diujarkan oleh seorang murid Bu Suci. Ia mengatakan

bahwa Waskito mahir membuat kerajinan tangan, ia mengakui kelebihan yang

dimiliki Waskito. Maka tuturan tersebut mematuhi maksim penghargaan

(approbation maxim), sebab tokoh murid tersebut mengakui kelebihan pihak lain,

Waskito. Tokoh murid mengatakan Waskito seperti terbiasa mengerjakan

kerajinan tangan, sebab hasil kerajinan tangannya bagus.

Tokoh murid menambahkan pujiannya terhadap kemahiran Waskito

namun ia merasa iri. Tuturan tersebut mematuhi maksim penghargaan seperti

tuturan sebelumnya, ditandai dengan kutipan tuturan berikut, “Semua terbuat dari

kayu tipis, Bu! Dicat, bagus!”. Tuturan tersebut mematuhi maksim penghargaan

karena tokoh Murid memberikan penghargaan berupa pujian terhadap kemahiran

Wasakito dalam mengerjakan kerajinan pertukangan.

Page 100: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

89

29. Tuturan (B.5, hlm. 67-68) :

“Bu Suci! Waskito kambuh, Bu! Dia mengamok! Dia mau membakar

kelas!”

“Mengapa begitu? Apa yang menyebabkan dia marah? Kalian

bertengkar?”

“Tidak, Bu!” bantah anak itu keras.

“Dia tidak mau keluar istirahat. Wahyudi dan beberapa kawan mau

menemaaninya, juga tidak kluar. Tadinya saya ikut-ikut, tapi saya hanya

sebentar terus keluar. Tidak tahu lagi apa yang terjadi! Saya kembali dari

kamar kecil, dari jauh terdengar Waskito berteriak-teriak seperti dulu!

Betul sama, Bu! Katanya: aku benci! Aku benci kalian semua! Saya

masuk kelas, Waskito menodongkan gunting! Entah dari mana! Begitu

tiba-tiba, saya berbalik, lari ke kantor!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Seorang murid Bu Suci mendatangi Bu Suci dan

membawa kabar buruk; (2) tempat: di kantor guru; (3) waktu: jam istirahat

sekolah; (4) tujuan: untuk memberitahu Bu Suci tentang Waskito; (5) mitra

tutur: Bu Suci; (6) situasi: non formal.

Analisis: Terdapat tuturan yang melangar maksim permufakatan pada tuturan

seorang murid yang datang membawa kabar buruk tentang Waskito, yaitu

tanggapan negatif terhadap pertanyaan yang diajukan padanya. Bu Suci

menanyakan apakah penyebab dari sikap Waskito adalah pertengkaran antar

murid, tokoh Murid tersebut mengatakan, “Tidak, Bu!.” Walaupun melanggar

maksim permufakatan, tokoh Murid tersebt menjelaskan kejadian sebelum

Waskito mengamuk tersebut. Hal tersebut agar tokoh Bu Suci dapat mengetahui

kejadian yang sebenarnya, tidak seperti perkiraan yang Bu Suci ungkapkan

sebelumnya.

30. Tuturan (B.5, hlm. 68) :

Suara Kepala Sekolah menggelegar: “Berikan gunting itu, Waskito!”

“Ah, kamu ini ada-ada saja! Dari mana kau dapatkan gunting ini!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Waskito mengamuk, memegang gunting. Lalu Bu

Suci dan Kepala sekolah datang; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: jam

istirahat sekolah; (4) tujuan: untuk memberhentikan Waskito berbuat yang tidak

baik; (5) mitra tutur: Waskito; (6) situasi: non formal.

Page 101: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

90

Analisis: Bu Suci khawatir suara kasar Kepala Sekolah membuat Waskito gelap

mata, maka Bu Suci mendahului Kepala Sekolah untuk mendekati Waskito lalu

mengambil gunting yang ada ditangan Waskito sambil berkata, “Ah, kamu ini

ada-ada saja! Dari mana kau dapatkan gunting ini!.” Tuturan Bu Suci tersebut

mematuhi maksim kedermawanan, karena Bu Suci meminimalkan keuntungan

dirinya sendiri dan berkorban untuk orang lain. Bisa saja Bu Suci mengalami hal

yang membahayakan dirinya sendiri dengan mengambil tindakan nekad tersebut.

31. Tuturan (B.5, hlm. 69-70) :

“Berilah saya waktu sebulan lagi,” itulah permintaanku dalam rapat.

“Sebulan!” seru seorang guru, suaranya jengkel. “Sementara itu, sebelum

waktu satu bulan habis, barangkali besok atau tiga hari lagi dia membakar

kelas Anda! Membakar sekolah kita!”

Aku menambahkan pembelaan:

“Pastilah telah terjadi sesuatu di rumah, di antara keluarganya atau di kelas

sehingga dia menjadi geram. Kemarahannya dilampiaskannya kepada

siapa kalau tidak kepada kita, lingkungannya terdekat? Karena dia tidak

memiliki orang tua yang dapat disebutnya sebagai lingkungan

terdekatnya!”

“Kalau setiap kali dia marah, kita yang menanggung akibatnya, kita

menjadi korbannya, itu tidak adil! Tidak termasuk dalam program maupun

kurikulum! Tugas kita mengajar!”

“Berbicara mengenai tugas,” aku cepat menyela, karena terlalu bersenang

hati mendapat kesempatan mengutarakan isi hatiku mengenai

pendidikan. “Saya kira tugas kita juga termasuk menolong murid-murid

sukar. Selama hampir tiga bulan, ya hampir tiga bulan sekarang saya

bertanggung-jawab akan kelas dan murid ini, saya merasa mulai mengenal

dan mengerti dia. Barangkali dia juga demikian terhadap saya. Tetapi kami

berdua masih memerlukan waktu lagi.”

“Satu bulan, Pak! Saya mohon diberi satu bulan lagi!”

“Kalau dalam batas waktu itu tidak ada perobahan yang membaik, kalau

malahan terjadi kekambuhan dengan sikap yang membahayakan,

terserahlah! Kalau boleh sekali lagi saya mengingatkan, bukan tugas kita

mengucilkan anak yang malang seperti Waskito. Dia betul-betul sangat

menderita. Hanya pelampiasannya yang meledak begitu, lalu semua orang

takut kepadanya.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci memohon waktu untuk Waskito agar

diberi kesempatan untuk memperbaiki sikapnya; (2) tempat: di ruang guru; (3)

waktu: setelah kejadian mengamuknya Waskito; (4) tujuan: agar Kepala Sekolah

Page 102: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

91

dan guru lain menyetujui usulannya; (5) mitra tutur: Kepala Sekolah, Guru; (6)

situasi: formal.

Analisis: Ketika Bu Suci memohon untuk diberi waktu sebulan, rekan guru

menanggapi dengan suara jengkel, “Sebulan! Sementara itu, sebelum waktu satu

bulan habis, barangkali besok atau tiga hari lagi dia membakar kelas Anda!

Membakar sekolah kita!.” Tanggapan negatif disampaikan oleh rekan guru

tersebut melanggar maksim penghargaan, karena terdapat kata-kata yang

menyudutkan pihak lain, Waskito. Tidak seharusnya tokoh Guru mengira-ngira

keonaran akan dilakukan lagi oleh Waskito.

“Pastilah telah terjadi sesuatu di rumah, di antara keluarganya atau di

kelas sehingga dia menjadi geram. Kemarahannya dilampiaskannya kepada siapa

kalau tidak kepada kita, lingkungannya terdekat? Karena dia tidak memiliki

orang tua yang dapat disebutnya sebagai lingkungan terdekatnya!” adalah

pembelaan Bu Suci. Pembelaan tersebut mematuhi maksim kesimpatisan

(sympath maxim), sebab tokoh Bu Suci merasa ikut merasakan penderitaan yang

dialami oleh Waskito dan menjelaskannya kepada Kepala sekolah dan rekan guru.

Rekan guru menyanggah pembelaan Bu Suci, “Kalau setiap kali dia

marah, kita yang menanggung akibatnya, kita menjadi korbannya, itu tidak adil!

Tidak termasuk dalam program maupun kurikulum! Tugas kita mengajar!.”

Sanggahan rekan guru tersebut melanggar maksim permufakatan, sebab tidak

memaksimalkan kecocokan dengan penutur. Rekan guru merasa tidak adil jika

harus menanggung akibat dari ulah Waskito, bertentangan dengan pembelaan Bu

Suci sebelumnya.

Tuturan dilanjutkan dengan sanggahan Bu Suci, tetap pada pendiriannya

yang ingin mempertahankan Waskito, Bu Suci berkata, “Berbicara mengenai

tugas (Bu Suci menyela). Saya kira tugas kita juga termasuk menolong murid-

murid sukar. Selama hampir tiga bulan, ya hampir tiga bulan sekarang saya

bertanggung-jawab akan kelas dan murid ini, saya merasa mulai mengenal dan

mengerti dia. Barangkali dia juga demikian terhadap saya. Tetapi kami berdua

masih memerlukan waktu lagi.” Tuturan tersebut melanggar maksim

Page 103: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

92

permufakatan, karena tokoh Bu Suci dan tokoh Rekan guru saling bertentangan

pendapatnya, terlebih lagi tokoh Bu Suci menyela karena terlalu bersemangat.

“…Kalau boleh sekali lagi saya mengingatkan, bukan tugas kita

mengucilkan anak yang malang seperti Waskito. Dia betul-betul sangat

menderita. Hanya pelampiasannya yang meledak begitu, lalu semua orang takut

kepadanya.” Tuturan tersebut diujarkan oleh Bu Suci dengan tujuan meyakinkan

Kepala Sekolah dan Rekan Guru untuk mengabulkan permintaannya. Tuturan

tersebut mematuhi maksim kesimpatisan (sympath maxim), karena tokoh Bu Suci

merasa simpati terhadap anak sukar seperti Waskito.

32. Tuturan (B.5, hlm. 70-71) :

“Karsih! Mulai hari ini saya minta kamu ganti tempat duduk di belakang.

Waskito maju, menempati bangku Karsih! Jadi kamu duduk paling depan,

di muka Bu Suci! Guru-guru memutuskan bahwa mulai hari ini saya

bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya akan segala yang kamu

kerjakan,Waskito! Kalau kamu berbuat sesuatu yang keji, yang

membahayakan kamu sendiri atau kawan-kawan serta gurumu, Bu Suci

dikeluarkan! Kamu juga!”

“Ketika saya datang di hari pertama sudah saya jelaskan bagaimana

kedudukan saya di sini. Saya dalam masa percobaan karena menunggu

surat keputusan pindah dari Departemen. Belum sebagai guru tetap.

Sekarang, sekali lagi di sini saya mengulangi: kedudukan saya tidak kuat

di sekolah ini. Tetapi meskipun begitu, Bu Suci orang yang nekad! Saya

berani berjanji kepada guru-guru lain bahwa selama sebulan akan dicoba

lagi kemampuan saya, apakah dapat memiliki murid-murid yang

berdisiplin, berbudi dan berprestasi. Kalau ada seorang anak yang

mengacau keadaan, biar! Bu Suci dikeluarkan tidak apa-apa. Tentu saja

keluarga saya akan rugi karena kalau saya tidak bekerja, tidak ada

pemasukan gaji. Kami harus hidup lebih menghemat.”

“Tetapi belum tentu Waskito akan membuat tontonan yang mengagetkan

lagi seperti tadi! Siapa tahu dia mempunyai sedikit pengertian bahwa Bu

Suci juga turut menanggung biaya hidup tiga anaknya dan dua saudaranya

di sekolah kejuruan di kota lain.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci kembali ke kelas dan memindahkan

tempat duduk Waskito di kelas, namun Waskito tidak menuruti Bu Suci; (2)

tempat: di dalam kelas; (3) waktu: jam pelajaran; (4) tujuan: untuk merubah

sikap Waskito menjadi anak yang baik; (5) mitra tutur: Karsih, Murid; (6)

situasi: formal.

Page 104: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

93

Analisis: Bu Suci menjelaskan kedudukannya di sekolah kepada murid di

kelasnya dengan tujuan murid mengerti, terutama Waskito. “… kedudukan saya

tidak kuat…” itulah yang diujarkan oleh Bu Suci mengenai kedudukan dirinya

yang menunjukan tuturan Bu Suci mematuhi maksim kesederhanaan (modesty

maxim) yang mengharuskan penutur bersikap rendah hati. Dilanjutkan dengan

tuturan, “…Bu Suci dikeluarkan tidak apa-apa. Tentu saja keluarga saya akan

rugi karena kalau saya tidak bekerja, tidak ada pemasukan gaji. Kami harus

hidup lebih menghemat.” Tuturan tersebut pun mematuhi maksim keseerhanaan,

sebab Bu Suci merendakan hatinya di hadapan murid dalam kelas. Bu Suci

mengatakan tidak apa-apa jika dikeluarkan dari sekolah,agar Waskito dapat

tersentuh hatinya.

Tuturan dilanjutkan dengan, “Tetapi belum tentu Waskito akan membuat

tontonan yang mengagetkan lagi seperti tadi! Siapa tahu dia mempunyai sedikit

pengertian bahwa Bu Suci juga turut menanggung biaya hidup tiga anaknya dan

dua saudaranya di sekolah kejuruan di kota lain.” Bu Suci berpikir positif

mengenai Waskito, ia tidak mengejek ataupun mencaci Waskito meskipun Ia tahu

Waskito lah yang selalu membuat onar. Hal tersebut menandakan tuturan Bu Suci

mematuhi maksim penghargaan (approbation maxim). Di depan umum Bu Suci

tidak mencaci Waskito, agar Waskito tidak semakin merasa tersudutkan dan

teman-teman menyayangi Waskito.

33. Tuturan (B.5, hlm. 72) :

“Buku-buku tugas harus dibungkus dengan sampul yang sama. Waskito!

Tolong ambilkan gulungan kertas yang ada di meja Bu Suci di kantor!”

Waskito berdiri dan pergi.

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Waskito sudah duduk ditempat yang perintahkan

oleh Bu Suci kemarin, Bu Suci meminta tolong kepada Waskito dan Waskito

menuruti keinginan Bu Suci; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: jam

pelajaran pertama; (4) tujuan: untuk menunjukan kepada Bu Suci perubahan

sikap Waskito; (5) mitra tutur: Waskito; (6) situasi: formal.

Page 105: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

94

Analisis: Bu Suci meminta tolong kepada Waskito dengan sopan santun sebab

disertai dengan kata tolong, tidak langsung saja dengan kalimat imperatif,

sehingga dirasa lebih santun. Waskito pun berdiri dan pergi mengambil gulungan

kertas yang berada di meja Bu Suci di kantor guru.

34. Tuturan (B.6, hlm. 76) :

“Betul, bukan? Seorang ibu yang memanjakan anaknya secara berlebihan

itu dapat dimengerti. Bu Suci memastikan, bahwa ibumu berusaha

menyenangkan hatimu.”

“Hanya, kadang-kadang keinginan memanjakan itu salah karena terlalu

berlebihan,” sambutku lagi.

“Ya, bukan?”

“Ya, Bu,” sahutnya.

“Ya yang bagaimana? Ibu memberi kamu uang atau membawakan

makanan lezat-lezat!”

“Bawa makanan. Tapi itu saya taruh di meja makan, buat semua.”

“Uangnya kamu tabung?”

“Saya tidak punya tabungan. Kalau Ibu memberi uang, saya teruskan

kepada Bu De. Sewaktu-waktu saya memerlukan, saya minta. Setiap hari

saya minta uang kendaraan dan jajan sedikit.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci sedang mengawasi Waskito menggarisi

buku besar sambil bercengkrama tentang keluarga Waskito; (2) tempat: di dalam

kelas; (3) waktu: jam istirahat; (4) tujuan: untuk mengetahui keseharian

Waskito; (5) mitra tutur: Waskito; (6) situasi: non formal.

Analisis: “Ya, Bu,” jawaban itulah yang keluar dari mulut Waskito saat Bu Suci

mendesaknya untuk menjawab pendapatnya mengenai seorang ibu yang

memanjakan anaknya itu adalah sesuatu hal yang salah karena berlebihan.

Waskito memaksimalkan kecocokan dengan peserta tutur lain, Bu Suci. Sehingga

dapat dikatakan, tuturan tersebut mematuhi maksim permufakatan (agreement

maxim).

35. Tuturan (B.6, hlm. 76-77) :

“Mengapa tidak diperbolehkan?”

“Tidak tahu!” sahut murid sukarku.

“Mereka tidak menerangkan alasan larangan itu?”

“Tidak!”

Page 106: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

95

“Barangkali karena orangtuamu khawatir kamu terjatuh ke dalam sungai,

atau hanyut, atau mendapat kecelakaan?”

“Entah, Bu! Mereka kalau sudah berkata tidak boleh, ya tidak boleh! Dulu

saya selalu bertanya, mengapa saya tidak seperti kawan-kawan lain?

Orangtua mereka membiarkan mereka bersepedahan ke mana-mana. Di

waktu liburan, mereka diizinkan naik gunung, jalan kaki jauh. Kalau saya

mau ikut, dijawab: Nanti saja bersama-sama sekeluarga, naik mobil ke

Bandungan, ke Kopeng!”

“Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama-sama teman-teman

sebayamu?”

“Tidak, Bu!”

“ Kecuali kalau mencuri-curi waktu sebentar seperti membolos.”

“Kalau membolos, dengan siapa kamu pergi?”

“Dengan anak-anak kampung. Siapa saja yang mau diajak buat teman.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan kegiatan Waskito selama

membolos sepekan penuh berserta alasannya; (2) tempat: di dalam kelas; (3)

waktu: jam istirahat; (4) tujuan: untuk mengetahui kegiatan Waskito selama

membolos sepekan penuh beserta alasannya; (5) mitra tutur: Waskito; (6)

situasi: non formal.

Analisis: Waskito tidak pernah diperbolehkan memancing oleh orangtuanya.

Ketika Bu Suci bertanya, mengapa tidak diperbolehkan. Namun, Waskito tidak

megetahui apa alasan kedua orangtuanya melarangnya. Peruturan dapat dikatakan

gagal jika mitra tutur tidak mengetahui apa yang dibicarakan penutur.

“Mereka tidak menerangkan alasan larangan itu?,” kata Bu Suci.

Dijawab oleh Waskito, “tidak.” Tuturan tersebut mematuhi maksim permufakatan

(agreement maxim) sebab peserta tutur saling memaksimalkan kecocokannya. Bu

Suci mengira-ngira bahwa alasan Waskito tidak mengetahui sebab orangtuanya

melarangnya memancing, karena orangtuanya tidak menerangkan alasannya

kepada anak itu. Waskito menyatakan benar, dengan jawaban “tidak.” Yang

dimaksudkan “tidak” oleh Waskito adalah tidak menerangkan alasan larangan itu.

Tuturan yang memenuhi maksim permufakatan juga terdapat dalam

tuturan ketika Bu Suci menanyakan apakah Waskito tidak pernah pergi bersama

teman-temannya, dapat dilihat pada kutipan berikut:

Page 107: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

96

Bu Suci : Jadi kamu tidak pernah berpergian bersama-sama teman-teman

sebayamu?

Waskito : Tidak, Bu! Kecuali kalau mencuri-curi waktu sebentar seperti

membolos.

Waskito menyatakan benar terhadap dugaan Bu Suci, dengan mengatakan “Tidak,

Bu!”. Maksud dari Waskito mengatakan tidak adalah benar kalau ia tidak pernah

bepergian dengan

36. Tuturan (B.6, hlm. 77) :

“Kamu bisa berenang? Seumpama jatuh ke sungai?”

“Dulu saya ingin belajar berenang, tapi tidak boleh oleh Ibu. Katanya

kolam renang umum selalu kotor. Orang-orang pada kencing dan

sebagainya di sana. Harus tunggu sampai kami bikin kolam sendiri.”

“Akan membuat kolam renang?”

“Ya, katanya begitu. Di belakang rumah masih ada tempat luas.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci dan Waskito berbincang mengenai

berenang; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: jam istirahat; (4) tujuan: untuk

mengetahui minat Waskito terhadap berenang; (5) mitra tutur: Waskito; (6)

situasi: non formal.

Analisis: Ibu Waskito menganggap kolam renang umum selalu kotor, sehingga

anaknya yaitu Waskito tidak boleh belajar berenang. Tuturan tersebut melanggar

maksim kesederhanaan (modesty maxim) sebab Ibu Waskito dari tuturan yang

diujarkan Waskito, sombong dan tidak mau anaknya berbaur dengan teman-teman

sebayanya, tidak rendah hati karena mereka adalah orang kaya. Dilanjutkan

dengan tuturan Bu Suci yang mengulangi pernyataan Waskito, untuk meyakinkan

bahwa yang didengarnya adalah hal yang benar, “Akan membuat kolam

renang?”. Waskito pun membenarkan, “Ya, katanya begitu. Di belakang rumah

masih ada tempat luas.” Tuturan tersebut mematuhi maksim permufakatan

(agreement maxim), sebab peserta tutur memaksimalnya kemufakatannya.

Page 108: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

97

37. Tuturan (B.6, hlm. 78) :

“Mengapa kamu suka memancing?”

“Karena makan ikan hasil jerih payah sendiri, Bu. Rasanya lebih enak.

Kata Kakek dan Nenek, memancing juga baik buat melatih kesabaran.”

“Mereka tahu kamu suka memancing?”

“Ya, Bu. Mereka yang membawa saya memancing pertama kalinya dulu.”

“Kalau kamu naik kelas, kelak kubawa ke kota kecil kami. Di sana masih

ada sungai yang berair jernih. Ikannya banyak sekali! Kita bersama-sama

memancing. Keluargaku juga suka makan ikan hasil jerih payah sendiri!”

(hlm. 78)

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci mengetahui Waskito suka memancing

karena cerita sebelumnya. Bu Suci menanyakan alasannya; (2) tempat: di dalam

kelas; (3) waktu: sebelum pulang sekolah; (4) tujuan: untuk mengatahui alasan

Waskito menyukai memancing; (5) mitra tutur: Waskito; (6) situasi: non

formal.

Analisis: Bu Suci menanyakan kepada Waskito, mengapa Ia menyukai

memancing. Waskito pun menjawab, “Karena makan ikan hasil jerih payah

sendiri, Bu. Rasanya lebih enak. Kata Kakek dan Nenek, memancing juga baik

buat melatih kesabaran.” Waskito menjawabnya dari hati, dan alasannya begitu

masuk akal. Tuturan Waskito tersebut mematuhi maksim kesederhanaan , Waskito

merasa ikan hasil jerih payahnya sendiri lebih enak dibandingkan hasil dari

membeli meskipun Waskito adalah orang yang berkecukupan.

Tuturan selanjutnya, Bu Suci menanyakan apakah Kakek dan Neneknya

mengetahui kesukaan cucunya. Waskito menjawab, “Ya, Bu.” Tuturan Waskito

santun karena menyebutkan nama Bu dalam jawabannya, pertanda Ia

menghormati gurunya dan memaksimalkan kecocokan dengan peserta tutur lain

yaitu, Bu Suci. Waskito pun menyertakan alasan mengapa Kakek dan Neneknya

mengetahui kesukaannya itu. Dengan demikian, tuturan Waskito mematuhi

maksim permufakatan (agreement maxim).

Tuturan selanjutnya diujarkan oleh Bu Suci, “Kalau kamu naik kelas,

kelak kubawa ke kota kecil kami….” Tuturan tersebut mematuhi maksim

kesederhanaan (modesty maxim) , karena Bu Suci tidak hanya menyebut kampung

Page 109: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

98

halamannya dengan kota saja, namun kota kecil. Masih pada tuturan yang sama,

Bu Suci mengatakan “… keluargaku juga suka makan ikan hasil jerih payah

sendiri.” Maksud dari tuturan Bu Suci adalah keluarga Bu Suci dan Waskito

mempunyai kesukaan yang sama yaitu makan ikan hasil jerih payah sendiri.

Tuturan Bu Suci tersebut yang menyatakan kesukaan yang sama memenuhi

maksim permufakatan (agreement maxim), karena Bu Suci berusaha

memaksimalkan kecocokan dengan peserta tutur lain, yaitu Waskito.

38. Tuturan (B.6, hlm. 80) :

“Waskito, Bu!”

“Mengamuk lagi dia?”

(Wahyudi tertawa terkikih) “Tidak, Bu. Tanaman kami dirusak!”

“Tanaman mana? Pot-pot di sudut kelas? Di samping pintu?”

“Bukan! Tanaman percobaan yang tadi pagi kita letakan di jendela supaya

kena panas.”

“Dicabuti? semua?”

“Hanya kepunyaan beberapa orang, dibanting kalengnya!”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Wahyudi memberitahukan bahwa Waskito

merusak tanaman percobaan yang telah murid-murid kerjakan; (2) tempat: di

jalan menuju kelas; (3) waktu: setelah jam istirahat; (4) tujuan: agar Bu Suci

segera ke kelas mendamaikan keadaan; (5) mitra tutur: Bu Suci; (6) situasi: non

formal.

Analisis: Bu Suci terkejut ketika Wahyudi memberitahukan padanya mengenai

Waskito. Bu Suci menduga, Waskito mengamuk lagi. Namun, dugaannya tidak

benar. Wahyudi menjawab, “Tidak, Bu. Tanaman kami dirusak!.” Dengan begitu,

tuturan Wahyudi yang tidak memaksimalkan kecocokan tersebut melanggar

maksim permufakatan karena Wahyudi tertawa terkikih seperti meledek itu tidak

santun jika membuat oranglain panik, namun Wahyudi mengatakan hal yang

sebenarnya terjadi. Walaupun maksud dari tuturannya benar, tetap saja tuturan

Wahyudi tersebut melanggar maksim permufakatan.

Dilanjutkan dengan tuturan Bu Suci dengan kepanikannya menuturkan

dugaan demi dugaan, “Tanaman mana? Pot-pot di sudut kelas? Di samping

pintu?.” Wahyudi pun menjawab, “Bukan! Tanaman percobaan yang tadi pagi

Page 110: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

99

kita letakan di jendela supaya kena panas.” Dengan demikian, tuturan Wahyudi

yang menepis dugaan Bu Suci melanggar maksim permufakatan sebab tidak

memaksimalkan kecocokan diantara Bu Suci dan Wahyudi sebagai peserta tutur.

Tuturan yang melanggar maksim permufakatan pun terdapat pada tuturan

Wahyudi yang selanjutnya, yaitu “Hanya kepunyaan beberapa orang, dibanting

kalengnya!.”

39. Tuturan (B.6, hlm. 81) :

“Di mana Waskito?”

“Keluar, Bu?”

“Saya cari, Bu?”

“Tidak! Jangan!” “Biarkan dulu! Dia harus datang atas kemauannya

sendiri. Kita tunggu sebentar.”

“Jangan! Sementara ini biar kotor, tidak apa-apa sebentar saja.”

“Nanti dibersihkan bersama-sama.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci ke dalam kelas melihat hasil perbuatan

Waskito, tetapi Waskito tidak ada di bangkunya, kemudian Bu Suci menanyakan

kepada murid-murid yang lain; (2) tempat: di dalam kelas; (3) waktu: setelah

jam istirahat; (4) tujuan: untuk mengetahui keberadaan Waskito; (5) mitra tutur:

murid-murid; (6) situasi: formal.

Analisis: “Tidak! Jangan! Biarkan dulu! Dia harus datang atas kemauannya

sendiri. Kita tunggu sebentar.” Tuturan tersebut diujarkan oleh Bu Suci ketika

seorang murid berinisiatif ingin mencari Waskito yang keluar kelas. Tuturan

tersebut melanggar maksim permufakatan sebab Bu Suci melarang murid tersebut

mencari Waskito, namun Bu Suci memberi alasan sebagai pengertian terhadap

muridnya tersebut.

“Jangan! Sementara ini biar kotor, tidak apa-apa sebentar saja.” Tuturan

tersebut diujarkan oleh Bu Suci ketika Wahyudi dan seorang murid perempuan

ingin membersihkan tebaran kaleng dan tanah akibat ulah Waskito. Tuturan

tersebut melanggar maksim permufakatan sebab peserta tutur tidak

memaksimalkan kecocokan. Wahyudi dan seorang murid perempuan bermaksud

ingin membersihkan tebaran kaleng dan tanah akibat ulah Waskito, namun Bu

Suci melarangnya dengan alasan agar dibersihkan bersama-sama, namun

Page 111: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

100

sepertinya kedua muridnya tersebut dan murid lainnya belum memahami maksud

Bu Suci.

40. Tuturan (B6, hlm. 82-83) :

“Sedang mengapa kamu di sini?”

“Sejak tadi seisi kelas mencarimu. Kami semua khawatir! Jangan-jangan

kamu mengamuk di tempat lain! Malahan ada yang mengatakan

barangkali kamu tidak akan mau masuk sekolah lagi, setiap hari ke

Banjirkanal, memancing!”

“Apakah kau menyadari telah melakukan pembunuhan?”

“Ya, betul! Pembunuhan!”

“Kamu membanting dan menginjak-nginjak tanaman yang tidak berdosa!

Bayi-bayi tanaman itulah yang kamu bunuh. Bu Suci tidak mengira kamu

bisa berbuat sekejam itu. Kamu yang demikian sayang kepada kucing,

kepada parkit dan anak-anak kecil! Sudah berapa kali Bu Suci mengulangi,

alam ini serba penuh keajaiban. Biji yang kecil mungil, hanya satu, kamu

masukan ke dalam tanah. Itu dapat tumbuh bertunas, bercabang, yang

kadang-kadang lebih dari satu. Keluar daunnya yang bentuknya pun

bermacam-macam. Kalau sudah cukup dewasa, memberi buah atau akar

yang dimakan makhluk sedunia. Manusia demikian pula. Seoerti adik-

adikmu, seperti anak-anak Bu De, seperti anakku yang kedua, kamu semua

yang masih anak-anak. Kalian juga akan menjadi besar. Kamu membantu

mengawasi anak-anak Bu De, menemani anakku. Mereka akan menjadi

sebesar kamu, dan kamu akan menjadi dewasa. Tetapi dewasa tidak hanya

berarti berbadan besar, tinggi. Pikiran dan perasaan harus tumbuh dengan

baik pula. Coba kalau kamu dewasa, apakah kau kira akan menjadi

manusia yang baik?Apakah kamu akan dapat hidup bersama-sama orang

lain kalau tetap tidak mampu mengendalikankemarahanmu?”(hlm. 82- 83)

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan kepada Waskito tentang

mengapa Ia tidak di kelas; (2) tempat: di pinngir selokan kelas di arah depan

kelas-kelas termuda, kantor guru; (3) waktu: setelah kejadian merusak tanaman;

(4) tujuan: untuk mengetahui alasan Waskito tidak masuk kelas; (5) mitra tutur:

Waskito; (6) situasi: non formal.

Analisis: Bu Suci mengatakan kepada Waskito bahwa seisi kelas khawatir dan

mencarinya. Tuturan Bu Suci mematuhi maksim kesimpatisan (sympathy maxim),

sebab Bu Suci memaksimalkan sikap simpati kepada pihak lain yaitu, Waskito.

Tuturan Bu Suci yang mematuhi maksim kesimpatisan dapat dilihat, sebagai

berikut “Sejak tadi seisi kelas mencarimu. Kami semua khawatir! Jangan-jangan

Page 112: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

101

kamu mengamuk di tempat lain! Malahan ada yang mengatakan barangkali kamu

tidak akan mau masuk sekolah lagi, setiap hari ke Banjirkanal, memancing!.”

Selanjutnya, tuturan Bu Suci “Apakah kau menyadari telah melakukan

pembunuhan?,” Tuturan tersebut adalah tuturan yang langsung dan kurang

santun. Sebab, tidak seharusnya Bu Suci berkata demikian, walaupun maksud Bu

Suci benar. Akibat dari kata-kata Bu Suci tersebut, mata Waskito pun terbelalak

dan wajahnya cemberut. Bibir Waskito pun seperti ingin mengatakan sesuatu,

namun disambar oleh Bu Suci sebelum Waskito membantahnya. “Ya, betul!

Pembunuhan!,” itulah yang diucapkan Bu Suci sebelum muncul pembelaan dari

Waskito atas perbuatannya. Dengan demikian tuturan Bu Suci melanggar maksim

penghargaan, sebab tidak seharusnya kata-kata langsung seperti itu diucapkan

kepada anak muridnya. Namun, Bu Suci pun menjelaskan, maksud dari

pembunuhan yang Ia tuduhkan.

41. Tuturan (B.6, hlm. 83-85)

“Ceritakan apa yang terjadi!”

“Aku ingin mendengar sebabnya mengapa kamu berbuat semacam itu.

Anak- anak lain sudah bercerita, tetapi mereka bukan kamu. Pikiran

mereka lain dari pikiranmu.”

“Mereka mengejek saya.”

“Kalau memang betul tanamanmu kurang subur, jangan malu mengakui

kenyataan.”

“Bagaimana yang sesungguhnya? Subur atau tidak?”

“Kutunggu jawabanmu, bagaimana menurut pendapatmu apakah

tanamanmu subur atau tidak?”

“Tidak ada orang yang baik atau pandai atau cekatan dalam segala-

galanya. Kamu terampil dalam hal pertukangan, otakmu cerdas meskipun

pelajaranmu biasa-biasa saja. Bukankah itu sudah sangat mencukupi?

Kalau memang kamu hendak membalas dendam terhadap teman-

temanmu, tidak dengan cara membanting dan menginjak-nginjak

tanaman mereka. Bikinlah presentasi dalam hal lain yang kamu kira lebih

mampu. Tekunilah pelajaranmu misalnya! Bejanamu dipasang di ruang

keterampilan, dipergunakan sebagai contoh untuk kelas-kelas lain! Itulah

prestasimu! Tunjukan lain-lainnya! Kalau memang kamu lemah dalam

tumbuh-menumbuhkan biji, itu bukan merupakan masalah. Cari sebab-

sebabnya. Barangkali kurang air, atau kurang matahari. Anak seperti ksmu

tidak seharusnya cepat berputus asa. Memalukan sekali!”

“Kita semua cenderung memuaskan nafsu kekesalan dan kemarahan

semau kita. Itu memang sifat manusia. Bu Suci berusaha memberi didikan

Page 113: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

102

kerendahan hati dan menahan perasaan kepada murid-murid. Hingga saat

ini kamu berhasil mendapat pujian para guru dan Kepala Sekolah.

Pertahankanlah ini! Jangan selalu membuat seisi kelas dan aku ketakutan

semacam tadi.”

“Ayo, kembali ke kelas! Tadi kawan-kawanmu akan menyapu dan

membenahi hasil pelampiasan kemarahanmu. Baik hati mereka, bukan?

Meskipun tadi mereka mengejekmu, ternyata mereka mau membantu juga.

Tapi mereka kularang menyapu. Aku yakin, sebegitu kamu akan

membersihkan lantai, pastilah ada yang menolongmu tanpa kusuruh.”

Konteks: (1) Peristiwa tutur: Bu Suci menanyakan apa yang terjadi sebenarnya

sehingga Waskito begitu marah dan merusak tanaman teman-temannya; (2)

tempat: kantor guru; (3) waktu: setelah kejadian merusak tanaman; (4) tujuan:

untuk mengetahui alasan Waskito; (5) mitra tutur: Waskito; (6) situasi: non

formal.

Analisis: Bu Suci mendesak Waskito agar Ia menceritakan kepadanya mengenai

sebab Waskito berbuat ulah seperti itu. Bu Suci mengatakan, “Aku ingin

mendengar sebabnya mengapa kamu berbuat semacam itu. Anak-anak lain sudah

bercerita, tetapi mereka bukan kamu. Pikiran mereka lain dari pikiranmu.”

Tuturan tersebut bertujuan, agar Waskito lebih terbuka kepada Bu Suci dan

menjawab pertanyaan Bu Suci. Waskito menjawab, “Mereka mengejek saya.”

Jawaban Waskito tersebut mematuhi maksim kesederhanaan (modesty maxim)

sebab Waskito mengakui bahwa Ia diejek.

Bu Suci menasihati Waskito agar tidak lagi berbuat hal seperti itu, “Tidak

ada orang yang baik atau pandai atau cekatan dalam segala-galanya. Kamu

terampil dalam hal pertukangan, otakmu cerdas meskipun pelajaranmu biasa-

biasa saja. Bukankah itu sudah sangat mencukupi?….” Kutipan tutran tersebut

diujarkan oleh Bu Suci agar Waskito menyadari kelebihannya. Tuturan tersebut

mematuhi maksim penghargaan (approbation maxim). Bu Suci tidak mencaci

maki Waskito karena malah menyadarkannya dengan cara menasehatinya dengan

mengingatkan kelebihan yang dimiliki oleh murid sukarnya itu.

Page 114: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

103

C. Tabel Jumlah Tuturan yang Mematuhi dan Melanggar Prinsip

Kesantunan Menurut Leech.

Agar dapat mengetahui jumlah maksim kesantunan yang mematuhi dan

melanggar pada novel Pertemuan Hati karya Nh. Dini maka peneliti membuat

tabel sebagai berikut.

No Maksim Mematuhi Melanggar

1. Maksim kebijaksanaan (Tact maxim) - 2

2. Maksim kedermawanan

(Generosity Maxim)

2 11

3. Maksim penghargaan

(Approbation maxim)

7 5

4. Maksim kesederhanaan

(Modesty maxim)

15 2

5. Maksim permufakatan

(Agreement Maxim)

15 18

6. Maksim kesimpatisan (Sympathy

Maxim)

7 -

Jumlah 46 38

D. Implikasi Penelitian dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

Lembaga pendidikan yang memiliki moto tut wuri handayani bertujuan

untuk mencerdaskan anak bangsa dengan segala komponen di dalamnya yang

tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Siswa mendapatkan pelajaran mengenai

banyak hal yang mendukung kehidupannya kelak, termasuk pelajaran mengenai

kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa tidak dapat dipisahkan alam

kehidupan sehari-hari karena setiap makhluk sosial berinteraksi satu sama lain

setiap harinya. Melalui pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di lembaga

pendidikan, kesantunan berbahasa dapat disisipkan menjadi pembelajaran yang

menyenangkan.

Page 115: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

104

Terdapat materi “menceritakan isi novel” pada pelajaran bahasa dan sastra

Indonesia kelas XI. Untuk mengajarkan materi tersebut, guru harus menyediakan

novel sebagai bahan ajar yang memiliki bahasa yang mudah dipahami dan

memiliki nilai-nilai moral. Agar setelah pelajaran selesai siswa selain mencapai

kompetensi juga dapat mempraktekannya dalam kehidupannya sehari-hari. Maka

dari itu, penelitian ini memilih novel Pertemuan Dua Hati sebagai objek

penelitian dan diharapkan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia untuk

mempertimbangkan tentang penggunaan novel tersebut sebagai bahan ajar.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada masalah bentuk prinsip

kesantunan menurut Leech pada novel Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini.

Peneliti melihat seberapa banyak jumlah tuturan yang mematuhi maksim

kesantunan berbahasa dan yang tidak mematuhi. Salah satu novel yang memiliki

tuturan sehari-hari seperti pada tuturan kehidupan sehari-hari adalah novel

Pertemuan Dua Hati. Selain terdapat tuturan sehari-hari, bahasanya pun mudah

dipahami sehingga tidak menyulitkan siswa dalam memahami isi novel dan

menceritakan isi novel kepada teman sekelas di depan kelas, dan mendiskusikan

hal-hal yang menarik di dalamnya bersama teman-teman sekelas. Terdapat tuturan

antar teman sebaya, tuturan antara murid dengan guru, tuturan dengan orang yang

lebih tua pada novel Pertemuan Dua Hati.

Dari hasil analisis kesantunan berbahasa, lebih banyak tuturan yang

mematuhi kesantunan berbahasa sehingga dapat dijadikan bahan ajar untuk siswa

pada saat pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas. Hal itu karena novel

Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini memiliki bahasa yang santun, mudah

dipahami, dan memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menjadi cerminan untuk

kehidupan sehari-hari para pembacanya, terutama untuk guru dan orang tua agar

dapat mengetahui cara mendidik anak. Selain guru dan orang tua yang dapat

mengetahui cara mendidik anak pada novel Pertemuan Dua Hati, siswa juga

dapat mempergunakan kesantunan berbahasa untuk berinteksi pada segala situasi

sosial, baik di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan tempat tinggal.

Berkaitan dengan kesantunan berbahasa dapat digunakan dalam situasi

sosial, berikut adalah beberapa situasi sosial yang dapat siswa terapkan

Page 116: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

105

kesantunan berbahasanya, dikutip dari A Study Dictionary Of Social English.

Siswa dapat memakai kesantunan berbahasa untuk menyatakan kemampuan atau

ketidakmampuannya dalam mengerjakan sesuatu (ability / inability), pada saat

siswa menasihati teman sebayanya atau orang yang lebih muda darinya (advising),

saat siswa menyatakan kesetujuannya atau ketidak setujuannya dalam kegiatan

diskusi di kelas atau berdiskusi dengan keluarga (agreeing / disagreeing), saat

siswa meminta maaf saat melakukan kesalahan (apolozing / making excuses), saat

siswa memberikan apresiasi (appreciation), saat siswa menanyakan suatu

informasi kepada mitra tutur (asking for information), saat siswa menarik

perhatian mitra tuturnya (attracting someone’s), saat siswa mengoreksi temannya

dalam segala hal (correcting), saat siswa mengambil kesimpulan (deducting,

drawing a conclusions), saat siswa menyangkal atau mengakui apa yang mitra

tuturnya katakana (denying / admitting), saat siswa menyatakan kekecewaannya

(disappointment), saat siswa mengungkapkan rasa takut atau khawatir ataupun

gelisah (fearing, expressing worry, anxiety), saat siswa mengidentifikasi mitra

tuturnya (identifying), saat siswa menyatakan kesukaannya ataupun

ketidaksukaannya kepada mitra tutur (liking / disliking), saat siswa bersimpati

ataupun tidak bersimpati terhadap mitra tuturnya (sympathizing / not

sympathizing), saat siswa memuji mitra tuturnya (praising) saat siswa

berterimakasih terhadap mitra tuturnya (thanking).3 Jadi, kesantunan berbahasa

dapat digunakan dalam berbagai situasi sosial agar komunikasi tetap terjaga tanpa

menyakiti hati mitra tutur.

3 William R. Lee, A study Dictionary Of Social English, (Oxford: Pergamon Press, 1983), h.

vii-viii.

Page 117: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

106

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan

bentuk prinsip kesantunan berbahasa dalam novel Pertemuan Dua Hati

karya Nh. Dini dan dianalisis menggunakan prinsip kesantunan Geoffrey

Leech dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, yaitu lebih banyak tuturan

yang mematuhi prinsip kesantunan daripada yang melanggarnya. Berikut

adalah jumlah hasil penelitian, terdapat 46 tuturan yang mematuhi prinsip

kesantunan dan 38 tuturan yang melanggar prinsip kesantunan. Prinsip

kesantunan yang dipatuhi adalah maksim kedermawanan, maksim

penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan dan maksim

kesimpatisan. Sedangkan, prinsip kesantunan yang dilanggar adalah

maksim kebijaksanaan, maksim kedermawaan, maksim penghargaan,

maksim kesederhanaan, dan maksism permufakatan. Namun, tuturan tidak

ada yang mematuhi maksim kebijaksanaan dan melanggar maksim

kesimpatisan. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dikatakan bahwa

novel Pertemuan Dua Hati karya Nh Dini sangat layak untuk dijadikan

bahan ajar Bahasa Indonesia pada materi menceritakan isi novel, sebab

walaupun novel lama namun Nh. Dini sangat piawai menyajikannya

dengan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca dan memiliki

nilai-nilai kehidupan bagi pembacanya, terutama untuk guru dan orangtua

untuk mendidik anak-anak. Selain siswa dapat mengusai materi pelajaran

mengenai menceritakan isi novel, siswa pun dapat mempelajari kesantunan

berbahasa yang terdapat dalam novel dan dapat langsung dipraktekkan

pada kehidupan sehari-harinya dalam segala situasi sosial, baik dalam

lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan sekolah.

Page 118: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

107

B. Saran

Saran yang perlu penulis berikan terkait penelitian yang telah

dilakukan, yaitu:

1. Bagi siswa, penerapan prinsip kesantunan berbahasa perlu

ditingkatkan bukan hanya dengan media komunikasi langsung,

melainkan dengan media pembelajaran seperti novel.

2. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian mengenai kesantunan

berbahasa perlu diperbanyak mengingat kesantunan berbahasa

sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat.

3. Bagi pembelajaran di sekolah, prinsip kesantunan berbahasa dapat

disisipkan untuk menambah wawasan siswa dan ilmu siswa

berkaitan dengan muatan pendidikan karakter.

4. Bagi pembaca, sopan santun dalam bermasyarakat perlu

ditingkatkan agar hubungan antar peserta tutur dapat terjaga

dengan baik.

Page 119: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

108

Daftar Pustaka

Aziez, Furqonul., dan Hasim, Abdul. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.

Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Dini, Nh. Pertemuan Dua Hati. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Dirgantara, Yuana Agus. Pelangi Bahasa Sastra dan Budaya Indonesia.

Garudhawaca, 2012.

Djajasudarma, Fatimah. Metode Linguistik- Ancangan Metode Penelitian dan

Kajian. Bandung: PT Refika Aditama, 2006.

___. Wacana- Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: PT Refika

Aditama, 2006

___. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT Refika Aditama, 2012.

Hindun. Pragmatik untuk Perguruan Tinggi. Depok: Nofa Citra Mandiri, 2012.

Lee, William R. A study Dictionary Of Social English. Oxford: Pergamon Press,

1983.

Leech, Geoffrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terj. Dari The Principles Of

Pragmatics oleh M. D. D. Oka. UI-Press, 2011.

___. The Principles Of Pragmatics . London and New York:

Longman, 1989.

Mahayana, Maman S. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: PR Raja

Grafindo Persada, 2007.

Nadar, F.X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Nurhaidah, Nuri. Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta:

Smart Writing, 2014.

Nasanius, Yassir (peny.). PELBBA 18:Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa

dan Budaya Atmajaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2012.

Page 120: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

109

Nurhayati, “Realisasi Kesantunan Berbahasa dalam Novel Ronggeng Dukuh

Paruk Karya Ahmad Tohari”.

http://eprints.uns.ac.id/9482/1/185730811201110211.unlocked.pdf. 2014

Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak

Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

2002. Edisi ke-3.

Rahardi, R. Kunjana. Sosiopragmatik. Yogjakarta: Penerbit Erlangga, 2009.

___. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga,

2005.

Susanto, Dwi. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Caps, 2012.

Taman Ismail Marzuki, „Tokoh nh dini‟, (http://www.tamanismailmarzuki.com),

2013.

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit

Angkasa, 2011.

Wellek, Renne and Warren, Austin. Teori Kesusastraan. Oleh Melani Budianta.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Waskito, A. A. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: WahyuMedia, 2009.

Page 121: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 122: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 123: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 124: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 125: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 126: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP )

Sekolah : SMA Negeri 7 Tangerang

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas / Semester : XI / 2

Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit

A. Standar Kompetensi:

11. Membaca isi novel

B. Kompentensi Dasar:

11.1. Menceritakan isi novel Pertemuan Dua Hati dan menentukan nilai-nilai

yang terdapat pada novel Pertemuan Dua Hati

11.2. Mengetahui maksim kesantunan berbahasa dalam novel Pertemuan Dua

Hati dan merealisasikan kesantunan berbahasa saat pelajaran berlangsung.

C. Materi Pembelajaran:

Membaca novel.

Nilai-nilai yang terkandung dalam novel.

Kesantunan berbahasa menurut Leech.

D. Indikator Pencapaian

NO Indikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

Kewirausahaan/E

konomi kreatif

1 Mampu membaca serta memahami

novel Pertemuan Dua Hati secara

menyeluruh.

Kreatif

Rasa ingin tahu

Rasa hormat

Percaya Diri

Kemandirian

Keorsinilan

Dapat dipercaya

2

Mampu merangkum dan

menceritakan kembali isi novel.

3 Mampu mengomentari hal-hal yang

menarik serta nilai-nilai yang

terkandung dalam novel Pertemuan

Dua Hati.

Page 127: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

4 Mengetahui maksim kesantunan

berbahasa dalam novel Pertemuan

Dua Hati, membedakan antar

maksim dan mempraktekannya saat

berdiskusi dalam kelas.

E. Tujuan Pembelajaran

Siswa dapat:

Membaca serta memahami isi novel Pertemuan Dua Hati.

Merangkum dan menceritakan kembali isi novel Pertemuan Dua Hati.

Mengomentari dan menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam novel

Pertemuan Dua Hati.

Membedakan maksim kesantunan berbahasa.

F. Metode Pembelajaran

Tanya jawab

Diskusi

Ceramah

Penugasan

Presentasi

G. Strategi Pembelajaran

Tatap Muka Terstruktur Mandiri

Membaca novel

Pertemuan Dua

Hati

Menandai hal-hal

yang menarik

dalam novel

Pertemuan Dua

Hati.

Siswa dapat

menceritakan

kembali isi

novel

Pertemuan

Dua Hati di

depan kelas.

Siswa dapat

membedakan

maksim

kesantunan

berbahasa.

Page 128: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

H. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

NO Kegiatan Belajar Nilai Budaya dan

Karakter Bangsa

1. Kegiatan awal :

Guru mengucapkan salam.

Guru tersenyum dan

menanyakan kabar.

Guru mengabsen siswa.

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran.

Guru menanyakan pembelajaran

tentang materi lalu.

Guru menanyakan mengenai

pengalaman membaca novel

siswa.

Bersahabat/Komunikatif

2. Kegiatan ini :

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi :

Guru menjelaskan tentang

pengertian novel, sekilas tentang

novel Pertemuan Dua Hati,

menjelaskan tentang pentingnya

kesantunan berbahasa.

Siswa membaca novel

Pertemuan Dua Hati..

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi ,

Membentuk kelompok kecil 5-6

orang.

Mendiskusikan materi pokok

dengan teman sekelompok

Menentukan hal-hal yang

menarik yang terdapat dalam

Kreatif

Bersahabat/Komunikatif

Page 129: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

novel Pertemuan Dua Hati dan

menentukan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya.

Berdiskusi dengan kesantunan

berbahasa yang telah dijabarkan

sekilas pada eksplorasi.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, siswa:

Menyimpulkan tentang hal-

hal yang belum diketahui.

Menjelaskan tentang hal-hal

yang belum diketahui

3. Kegiatan akhir:

Refleksi

Guru meminta siswa

menyimpulkan pelajaran.

Guru memberi penguatan pada

kesimpulan pembelajaran.

Penugasan

Bersahabat/ Komunikatif

I. Alokasi Waktu

2 X 45 Menit

J. Sumber Belajar/ Alat/ Bahan

Buku Belajar Efektif Bahasa Indonesia 2 Kelas XI

K. Penilaian

Jenis Tagihan:

Tugas Kelompok

Tugas Individu

Bentuk Instrumen:

1. Bacalah novel Pertemuan Dua Hati!

2. Buatlah ringkasan ceritanya dan ceritakan kembali isi cerita novel di

depan kelas!

Page 130: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

3. Sebutkan masing-masing contoh maksim kesantunan berbahasa yang

terdapat pada novel Pertemuan Dua Hati!

Jakarta, 21 November 2014

Guru Bahasa Indonesia

(Mia Nurdaniah)

Page 131: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 132: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 133: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media
Page 134: PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA MENURUT LEECH PADA …€¦ · Indonesia. Pada siswa SMA kelas XI terdapat pelajaran tentang “menceritakan isi novel”, maka dapat dijadikan media

PROFIL PENULIS

Mia Nurdaniah, lahir di Cianjur 19 Juli 1992. Anak pertama dari tiga

bersaudara dari Bapak Cuparno dan Ibu Aidah. Ia menuntaskan

pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN Cikokol 4 Tangerang, lulus

pada tahun 2004. Kemudian Ia melanjutkan pendidikannya ke SMP

Negeri 13 Tangerang. Setelah lulus pada tahun 2007, pendidikannya

pada jenjang Sekolah Menengah Akhir ditempuhnya di SMA Negeri 7 Tangerang dan

mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. Sejak kecil Ia bercita-cita ingin menjadi seorang

dokter, namun setelah memasuki bangku SMA, ia lebih tertarik dengan profesi guru, sehingga ia

melanjutkannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia pada tahun 2010 sampai dengan 2014.