Upload
muhammad-pringgo-arifianto
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
1/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
1
DATA PASIEN
A. SUBJEKTIF
1. Identitas pasien
Nomor RM : 439872 Tanggal masuk : 20/11/2012 Nama pasien : Tn.K Alamat : Prawirodirjan RT 52/RW 16 No 643 Umur : 74 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Buruh
2. Anamnesis
Didapatkan dari autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 Oktober 2012 pukul
13.00 WIB
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Kedinginan
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan sesak nafas. Pasien juga
sering batuk sejak 1,5 tahun ini. Selain itu pasien juga mengeluhkan nafsu makan dan
minumnya berkurang. Pasien juga merasakan mual dan muntah. Dan badan terasa
lemas.
Hari masuk RS pasien mengeluh kedinginan setelah mandi sore. Dan sesak
nafas dirasakan semakin berat.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
2/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2
Demam (-), batuk (+), dahak (+) kuning, pilek (-), mual (+), muntah(+), BAB
(-) sejak 1 minggu sebelum masuk RS, BAK (+), nyeri kepala(-), nyeri sendi(-), nyeri
dada (-).
Riwayat 10 bulan sebelumnya pasien pernah dirawat di RS jogja karena CP
decomp dan pernah mendapatkan pengobatan TB selama 6 bulan. Dan 5 bulan yang
lalu pasien dirawat di RS jogja karena SVTdan Syok kardiogenik.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
3/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
3
Anamnesis Sistem
Sistem SSP : demam (-), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran (-),
kejang (-).
Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-), pucat (-), kebiruan
(-) mimisan (-), gusi berdarah (-)
Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (+), dahak (+) kuning, batuk
darah (-), pilek (-), bunyi ngik-ngik (-).
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), nyeri perut (-),
diare (-), konstipasi (-), BAB hitam seperti jenang (-),
BAB darah (-), BAB seperti dempul (-), nafsu makan
menurun (+).
Sistem urogenital : Anyang-anyangan (-), nyeri saat berkemih (-), sulit
berkemih (-), air kemih menetes (-), warna air kemih
jernih (+).
Sistem integumentum : Kuning (-), pucat (-), kebiruan (-), bengkak pada kedua
tungkai kaki (-), sikatrik (-), jaringan mati (-).
Sistem muskuloskletal : Gerakan bebas (+), nyeri sendi (-), tanda peradangan
sendi (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : SVT , syok kardiogenik
Riwayat penyakit paru : TB, sudah mendapatkan pengobatan
selama 6 bulan
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat penyakit saluran pencernaan : disangkal
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
4/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
4
Riwayat penyakit Stroke : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat penyakit saluran pencernaan : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Gizi: Hubungan dengan keluarga harmonis.
Hubungan pasien dengan tetangga baik. Ekonomi
keluarga mencukupi.
Riwayat Alergi: Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
B. OBJEKTIF
Pemeriksaan fisik tanggal 23 November 2012 pukul 15.30 WIB
1. Keadaan umum : Baik, tampak kurus
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
2. Vital sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/m, reguler
Respiration rate : 23 x/menit, reguler, thorakoabdominal
Suhu : 36,50C per axilla
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
5/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
5
3. Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), polip (-), perdarahan (-),
lendir (-), sumbatan (-)
Mulut : mukosa lembab, hiperemis (-), sianosis (-), faring hiperemi (-), lidah
kotor (-).
4. Leher
Tampak simetris, limfonodi tidak teraba, JVP tidak meningkat, massa (-)
5. Thorak
Pemeriksaan Thorax Anterior Pemeriksaan Thorax Posterior
Inspeksi:
-Bentuk dada simetris (+)-Statis (Hemitorax kiri = kanan)-
Dinamis (Hemitorax kiri = kanan)-Sela iga tidak melebar (+)-Retraksi interkostal (-)-Retraksi subkostal (-)-Iktus kordis tidak tampak di SIC V
linea mid clavikularis sinistra
-Tanda peradangan (-)- Perbesaran massa (-)
Palpasi:
-Fremitus suara melemah padahemithorak dextra
Inspeksi:
-Bentuk dada simetris (+)-Statis (Hemitorax kiri = kanan)-
Dinamis (Hemitorax kiri = kanan)-Sela iga tidak melebar (+)-Retraksi interkostal (-)-Retraksi subkostal (-)-Tanda peradangan (-)Perbesaran massa (-)
Palpasi:
-Fremitus suara melemah padahemithorak dextra
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
6/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
6
-Pergerakkan dada simetris- Emfisema subkutis (-)Perkusi:
- Redup pada hemithorax dextra
Batas atas hepar sulit dinilai
Auskultasi :
-Suara paru: vesikuler menurun padahemithorak dextra, wheezing (+),
RBB (+) pada hemithorak dextra
-Pergerakkan dada simetris- Emfisema subkutis (-)
Perkusi:
-Redup pada hemithorax dextra
Auskultasi :
Suara paru: vesikuler menurun pada
hemithorak dextra, wheezing (+), RBB
(+) pada hemithorak dextra
6. Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis sinistra
P : batas jantung:
- kanan atas : SIC II Linea para sternalis dextra
- Kiri atas : SIC II Linea para sternalis sinistra- Kanan bawah : SIC IV Linea para sternalis dextra
- Kiri bawah : SIC IV Linea midklavikula sinistra
A : suara jantung : S1,S2 reguler, bising (-)
Kesan jantung: tidak terdapat pembesaran jantung.7. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dibanding dengan dinding dada, massa (-),
tampak bekas luka (-) , tanda peradangan (-)
Auskultasi : Peristaltik (+)
Perkusi : Timpani (+), nyeri ketok costovertebra (-)
Palpasi : perut supel(+), nyeri tekan ulu hati (-), nyeri alih (-), hepatomegali(-),
Undulasi (-), splenomegali (-)
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
7/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
7
8. Ekstremitas
Superior : Gerak aktif (+/+), gerak pasif (+/+), sianosis (-/-), udem (-/-), akral
hangat, perfusi baik, CRT
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
8/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
8
2. Hasil pemeriksaan patobiokimiawi, 05-10-2012 jam 20.00
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL UNIT
Glukosa Sewaktu 80 70-140 mg/dl
Ureum 20 10.0-50.0 mg/dl
Kreatinin 1,1 L:
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
9/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
9
3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tanggal 05-10-2012
Rontgen foto thorax
Posisi supine, proyeksi AP, simetris, inspirasi cukup, kondisi cukup.
Tampak opasitas pada hemithorax dextra seluruh lapangan,homogen dengan
trachea, cor dan struktur mediastinum deviasi ke dextra.
CTR : tak bisa dinilai
Kesan : Destroyed lung dextra dengan CTR tak bisa dinilai
Suspek KP Ddx colaps paru dextra
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
10/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
10
D. ASSESMENT
1. Problem Pasien :
Mual
Muntah
Lemas
Sesak nafas
Batuk
Dahak (+)
Riwayat pengobatan TB (+)
Foto polos thorak : Destroyed Lung Dextra
2.Diagnosis :
SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkolosis )
Observasi vomitus
SOPT
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
11/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Sindrom obstruksi difus yang berhubungan dengan TB paru dikenal dengan
berbagai nama. TB paru dengan sindrom obstruksi dan sindrom obstruksi pasca TB
(SOPT). Kekerapan sindrom obstruksi pada TB paru bervariasi antara16%50%.
Patogenesis timbulnya sindrom obstruksi pada TB paru yang mengarah ke timbulnya
sindrom pasca TB sangat kompleks. Pada suatu penelitian dikatakan akibat destruksi
jaringan paru oleh proses TB. Kemungkinan lain adalah akibat infeksi TB,
dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga menimbulkan reaksi
peradangan nonspesifik yang luas karena tertariknya neutrofil ke dalam parenkim
paru makrofag aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses
proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka lama sehingga
destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru menahun dan
mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara spirometri.
SINDROM OBSTRUKSI PASCA TB
PATOGENESIS
Gangguan faal paru akibat proses tuberkulosis paru berupa kelainan restriksi dan
obstruksi telah banyak diteliti; kelainan yang bersifat obstruksi dan menetap akan
mengarah pada terjadinya sindrom obstruksi pasca TB (SOPT). Destruksi parenkim
paru pada emfisema menyebabkan elastisitas berkurang sehingga terjadi mekanisme
ventil yang menjadi dasar terjadinya obstruksi arus udara. Emfisema kompensasi
yang ditemukan pasca reseksi paru dan akibat atelektasis lobus atas karena TB paru
seharusnya tidak obstruktif. Tetapi kelainan obstruksi pada TB paru tidak berasal dari
emfisema kompensasi. Hirasawa (1965) tidak menemukan perbedaan morfologik
yang nyata antara jenis emfisema pada kasus TB dan non TB, perubahan emfisema
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
12/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
12
yang tidak merata lebih menonjol pada TB dengan kesan sebagai efek lokal dalam
perkembangan emfisema. Gaensler dan Lindgren berpendapat bahwa bronkitis kronis
spesifik lebih mungkin merupakan faktor etiologi timbulnya emfisema obstruksi pada
tuberkulosis paru dibandingkan dengan over distentionjaringan paru di dekat daerah
retraksi. Bell(11) berhasil menimbulkan bula emfisematous pada kelinci yang ditulari
mikobakterium tuberkulosis secara trakeal dan menyimpulkan bahwa proses
emfisema dimulai dengan destruksi jaringan lalu diikuti ekspansi. Vargha dan
Bruckner menyatakan bahwa bronkitis kronis difus yang disebabkan sekret dari
kavitas menimbulkan kelainan obstruksi. Baum(13), Crofton dan Douglas(14)
menyatakan bahwa reaksi hipersensitif terhadap fokus TB atau hasil sampingan
kuman TB yang mati sering tampak berupa perubahan non spesifik yaitu peradangan
yang kadang-kadang jauh lebih luas daripada lesi spesifiknya sendiri. Hennes et
al(15) menemukan bahwa zat anti terhadap ekstrak paru manusia penderita TB
merangsang pembentukan zat anti terhadap jaringan yang rusak. Pada emfisema
mungkin timbul zat anti terhadap jaringan retikulum paru, yang dapat berperan
penting pada patogenesis emfisema. Hubungan kelainan obstruksi pada tuberkulosis
paru dengan beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, merokok, lama sakit,
luas lesi telah diteliti oleh beberapa peneliti(2,611,13) Pemeriksaan spirometri pada
penderita tuberkulosis paru lanjut di RSUP Persahabatan Jakarta, menyimpulkan
bahwa kelainan obstruksi berhubungan dengan jenis kelamin dan lama sakit, tetapi
tidak berhubungan dengan umur, kebiasaan merokok, luas kelainan dan distribusi
lesi(9). Pemeriksaan perubahan faal ventilasi penderita TB paru yang diobati paduan
obat jangka pendek dengan.tujuan khusus pada gangguan obstruksi di RSUP
Persahabatan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan positif antara derajat
obstruksi dan restriksi dengan luas lesi, kelainan obstruksi pada penderita TB paru
maupun bekas TB paru bersifat ireversibel, dan obstruksi yang ireversibel ini
merupakan akibat proses TB. Pemeriksaan spirometri pada penderita TB paru dan
bekas TB paru dengan lesi minimal dan moderately advanced di RSTP Cipaganti
Bandung mendapatkan sindrom obstruksi difus pada 46,9% penderita TB paru dan
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
13/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
13
30% sindrom obstruksi ditemukan pada lesi minimal; sindrom obstruksi difus
mempunyai hubungan dengan faktor merokok dan luas lesi dan tidak mempunyai
hubungan dengan jenis kelamin dan lama sakit(9). Salah satu kemungkinan lain
patogenesis timbulnya sindrom obstruksi difus pada penderita TB adalah karena
infeksi kuman TB, dipengaruhi reaksi imunologik perseorangan, dapat menimbulkan
reaksi radang nonspesifik luas karena tertariknya netrofil ke dalam parenkim paru
oleh makrofag aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan beban
proteolitik dan oksidasi meningkat dan merusak matriks alveoli sehingga
menimbulkan sindrom obstruksi difus yang dapat diketahui dari pemeriksaan
spirometri.
SISTIM IMUNITAS TUBUH
Sistim pertahanan tubuh terdiri atas sistim pertahanan spesifik dan
nonspesifik. Sistim imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan
respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistim imun spesifik membutuhkan
waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan responnya.
Paru merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai daya proteksi
melalui suatu mekanisme pertahanan paru, berupa sistim pertahanan tubuh yang
spesifik maupun nonspesifik. Di alveolus makrofag merupakan komponen sel fagosit
yang paling aktif memfagosit partikel atau mikroorganisme. Makrofag ini penting
dalam sistim imun karena kemampuan memfagosit serta respon imunologiknya.
Kemampuan untuk menghancurkan mikroorganisme terjadi karena sel ini mempunyai
sejumlah lisozim di dalam sitoplasma. Lisozim ini mengandung enzim hidrolase
maupun peroksidase yang merupakan enzim perusak. Selain itu makrofag juga
mempunyai reseptor terhadap komplemen. Adanya reseptor-reseptor ini
meningkatkan kemampuan sel makrofag untuk menghancurkan benda asing yang
dilapisi oleh antibodi atau komplemen. Selain bertindak sebagai sel fagosit, makrofag
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
14/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
14
juga dapat mengeluarkan beberapa bahan yang berguna untuk menarik dan
mengaktifkan neutrofil serta bekerja sama dengan limfosit dalam reaksi inflamasi.
TUBERKULOSIS PARU SERTA RESPON IMUN
Apabila tubuh terinfeksi hasil tuberkulosis, maka pertama - tama lekosit
polimorfonukleus (PMN) akan berusaha mengatasi infeksi tersebut. Sel PMN dapat
menelan hasil tapi tidak dapat menghancurkan selubung lemak dinding hasil,
sehingga hasil dapat terbawa ke jaringan yang lebih dalam dan mendapat
perlindungan dari serangan antibodi yang bekerja ekstraseluler. Hal ini tidak
berlangsung lama karena sel PMN akan segera mengalami lisis. Selanjutnya hasil
tersebut difagositosis oleh makrofag. Sel makrofag aktif akan mengalami perubahan
metabolisme, metabolisme oksidatif meningkat sehingga mampu memproduksi zat
yang dapat membunuh hasil, zat yang terpenting adalah hidrogen peroksida (H2O2).
Mikobakterium tuberkulosis mempunyai dinding sel lipoid tebal yang melin
dunginya terhadap pengaruh luar yang merusak dan juga mengaktifkan sistim
imunitas. Mikobakterium tuberkulosis yang jumlahnya banyak dalam tubuh
menyebabkan :
Penglepasan komponen toksik kuman ke dalam jaringan
Induksi hipersensitif seluler yang kuat dan respon yang meningkat terhadap antigen
bakteri yang menimbulkan kerusakan jaringan, perkejuan dan penyebaran kuman
lebih lanjut.
Akhirnya populasi sel supresor yang jumlahnya banyakakan muncul menimbulkan
anergik dan prognosis jelek.
Perjalanan dan interaksi imunologis dimulai ketika makrofag bertemu dengan kuman
TB, memprosesnya lalu menyajikan antigen kepada limfosit. Dalam keadaan normal,
infeksi TB merangsang limfosit T untuk mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih
efektif membunuh kuman. Makrofag aktif melepaskan interleukin-1 yang
merangsang limfosit T. Limfosit T melepaskan interleukin-2 yang selanjutnya
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
15/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
15
merangsang limfosit T lain untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon
lebih baik terhadap antigen. Limfosit T supresi (TS) mengatur keseimbangan
imunitas melalui peranan yang komplek dan sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan
seperti pada TB progresif, maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul
anergi dan prognosis jelek. TS melepas substansi supresor yang mengubah produksi
sel B, sel T aksi-aksi mediatornya. Mekanisme makrofag aktif membunuh hasil
tuberculosis masih belum jelas, salah satu adalah melalui oksidasi dan pembentukan
peroksida. Pada makrofag aktif, metabolisme oksidatif meningkat dan melepaskan zat
bakterisidal seperti anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan
ipohalida sehingga terjadi kerusakan membran sel dan dinding sel, lalu bersama
enzim lisozim atau medoator, metabolit oksigen membunuh hasil tuberkulosis.
Beberapa hasil tuberkulosis dapat bertahan dan tetap mengaktifkan makrofag, dengan
demikian hasil tuberkulosis terlepas dan menginfeksi makrofag lain. Diduga dua
proses yaitu proteolisis dan oksidasi sebagai penanggungjawab destruksi matriks.
Komponen utama yang membentuk kerangka atau matriks dinding alveoli terdiri dari:
kolagen interstisial (tipe I dan II), serat elastin (elastin dan mikrofibril),
proteoglikaninterstisial, fibrokinetin. Kolagen adalah yang paling banyak jumlahnya
dalam janingan ikat paru. Proteolisis berarti destruksi protein yang membentuk
matriks dinding alveoli oleh protease, sedangkan oksidasi berarti pelepasan elektron
dani suatu molekul. Bila kehilangan elektron terjadi pada suatu struktur maka fungsi
molekul itu akan berubah. Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel
epitel, sel endotel dan anti protease.
Sel neutrofil melepas beberapa protease yaitu :
1) Elastase adalah yang paling kuat memecah elastin dan protein janingan ikat lain
sehingga sanggup menghancurkan dinding alveoli.
2) Catepsin G menyerupai elastase tetapi potensinya lebih rendah dan dilepas
bersama elastase.
3) Kolagenase cukup kuat tetapi hanya bisa memecah kolagen tipe I, bila sendiri tidak
dapat menimbulkan emfisema.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
16/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
16
4) Plasminogen aktivator yaitu urokinase dan tissue plasmin aktivator merubah
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin selain merusak fibrin juga mengaktifkan
proenzim elastase dan bekerja sama dengan elastase.
Oksidan merusak alveoli melalui beberapa cara seperti :
a) Peningkatan beban oksidan ekstraseluler yang tinggi, secara langsung merusak sel
terutama pneumosit I.
b) Secara langsung memodifikasi jaringan ikat sehingga lebih peka terhadap
proteolisis.
c) Secara langsung berinteraksi dengan 1-antitripsin sehingga daya antiproteasenya
menurun.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi menahun sehingga sistim imunologis
diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya beban proteolisis dan beban oksidasi sangat
meningkat untuk jangka yang lama sekali sehingga destruksi matriks alveoli cukup
luas menuju kerusakan paru menahun dan gangguan faal paru yang akhirnya dapat
dideteksi secara spirometri.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
17/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
17
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Bp.K masuk ke IRD RS Jogja dengan keluhan utama sesak nafas.
Pasien juga mengeluh batuk berdahak, Pasien sering merasakan batuknya sudah
kurang lebih 1,5 tahun yang lalu. susah makan dan minum, terasa mual dan muntah.
Pasien juga merasa kedinginan sebelum masuk RS.
Riwayat 10 bulan sebelumnya pasien pernah dirawat di RS jogja karena CP
decomp dan pernah mendapatkan pengobatan TB selama 6 bulan. Dan 5 bulan yang
lalu pasien dirawat di RS jogja karena SVT dan Syok kardiogenik.
Dari anamnesis pasien keluarga pasien juga mengaku tidak ada riwayat
penyakit serupa.
Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital masih dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik thorak didapatkan vocal fremitus melemah pada hemithorak dextra,
pada palpasi didapatkan redup pada hemithorax dextra. Pada auskultasi juga
ditemukan suara ronkhi basah basal pada hemithorak dextra dan vesicular menurun.
Pada pemeriksaan penunjang radiologi posisi supine, proyeksi AP. Tampak
opasitas pada hemithorax dextra seluruh lapangan, homogeny dengan trachea, cord an
struktur mediastinum deviasi ked extra. CTR : Tak bisa dinilai. kesan Destroyed lung
dextra dengan CTR tak bisa dinilai. Suspek KP ddx Colaps paru dextra. Pada
pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan kenaikan nilai Leukosit.
Pada pasien ini diagnosa Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkolosis ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
SOPT disebabkan oleh bekas dari luka akibat infeksi TB paru. Jadi, semakin
luas jaringan paru yang rusak akibat infeksi kuman TB, semakin luas bekas luka ang
ditimbulkan. jika pasien datang dengan TB paru yang parah (destroyed lung) maka
kemungkinan setelah sembuh akan meninggalkan bekas yang luas sehingga keluahan
yang dirasakan juga semakin berat.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
18/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
18
Dari seluruh pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatannya, 16-50%
akan menderita SOPT mulai dari derajad ringan sampai berat. Mengingat insidensi
SOPT yang tinggi, maka pada pasien TB yang masih dalam pengobatan, dokter selalu
menganjurkan agar rajin berolahraga untuk mengembalikan fungsi paru. Olahraga
yang dianjurkan adalah: jalan kaki, lari-lari kecil (jogging), bersepeda atau renang.
Bagi pasien dengan keluhan nyeri sendi, dianjurkan untuk bersepeda atau renang.
Tidak seperti TB yang masih aktif, SOPT tidak menularkan pada orang-orang
di sekitarnya. Namun sayangnya SOPT tidak dapat disembuhkan. Gejalanya hanya
dapat diminimalisasi dengan olahraga secara teratur.
7/30/2019 Presus Radiology Pringgo
19/19
PRESENTASI KASUS BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
1) Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-
1005, 1045-9.
2) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 9. Jakarta. DepartemenKesehatan Republik Indonesia. 2005
3) Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta. EGC. 2007
4) Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 2001
5) World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for NationalProgram. 2003
6) Sherlock, S. & Dooley, J., 2002, Diseases of the Liver and Biliary System. Edisike 11. London: Blackwell Publishing
7) World Health Organization, 1979, ART Adverse Drug Reaction terminology.Geneva: WHO Collaborating for Drug International Monitoring.
8) Jasmer, R.M., Saukkonen J.J., Blumberg H.M., 2002. Short-Course Rifampinand Pyrazinamide Company Latent Tuberculosis Infection: A Multicenter
Clinical Trial. Annals. of. Int Med, 137: 6407.
9) Tobias, H., Sherman, A., 2004, Hepatobiliary Tuberculosis. Dalam Rom W.N.,Garray, S.M. (penyunting). Tuberculosis, Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins, 537-48.