41
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69 ANAMNESIS Nama : An. BASH Ruang : polikinik Umur : 8 tahun Nama : An. BASH Tanggal lahir : Purworejo, 30-04-2004 Jenis Kelamin : laki laki Umur : 8 tahun Nama Ayah : Tn. T.S Pekerjaan ayah : PNS Alamat : Doplang RT 03/RW 02, Purworejo Tanggal Pemeriksaan : 8 Mei 2012 Dokter Pembimbing : dr. Bambang S.B, Sp.KK Co-asisten: Herwinda Octaviana P. KELUHAN UTAMA : Gatal gatal pada bagian wajah dan tubuh, kambuh-kambuhan sejak ± 1 bulan yll RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Sejak ± 1 bulan yang lalu, timbul bentol bentol pada bagian wajah dan tubuh. Awalnya timbul bentol dengan bercak kemerahan yang terasa gatal pada bagian dahi, lalu bentol tersebut melebar dan meluas sampai hampir menutupi seluruh dahi. Lesi juga terdapat pada bagian tubuh, terutama pada bagian perut dan RM.01.

Presus Kulit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

ANAMNESISNama : An. BASH Ruang : polikinik

Umur : 8 tahun

Nama : An. BASH

Tanggal lahir : Purworejo, 30-04-2004

Jenis Kelamin : laki laki

Umur : 8 tahun

Nama Ayah : Tn. T.S

Pekerjaan ayah : PNS

Alamat : Doplang RT 03/RW 02, Purworejo

Tanggal Pemeriksaan : 8 Mei 2012

Dokter Pembimbing : dr. Bambang S.B, Sp.KK Co-asisten: Herwinda Octaviana P.

KELUHAN UTAMA :

Gatal gatal pada bagian wajah dan tubuh, kambuh-kambuhan sejak ± 1 bulan yll

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Sejak ± 1 bulan yang lalu, timbul bentol bentol pada bagian wajah dan tubuh. Awalnya

timbul bentol dengan bercak kemerahan yang terasa gatal pada bagian dahi, lalu bentol tersebut

melebar dan meluas sampai hampir menutupi seluruh dahi. Lesi juga terdapat pada bagian tubuh,

terutama pada bagian perut dan punggung. Lesi tersebut dirasakan sangat gatal dan biasanya

menghilang dalam waktu singkat (± 3-5 jam). Bentol-bentol tersebut dirasa sering kambuh pada

saat malam hari terutama jika udara sedang dingin.

1 hari SPPRS, bentol tersebut kambuh kembali dan kali ini bentol tersebut muncul di daerah

wajah serta bibir pasien. Bentol tersebut juga muncul di bagian perut pasien. Bentol tersebut

dirasakan sangat gatal, tidak nyeri, dan tidak terasa panas. Gatal dirasakan sepanjang waktu. akan

tetapi bentol tersebut membaik dalam waktu ± 4 jam kemudian.

Os belum pernah berobat sebelumnya, oleh karena penyakit tersebut sering kambuh-

kambuhan maka orang tua pasien membawa pasien ke Sp.KK RSUD Saras Husada untuk berobat.

RM.01.

Page 2: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya (kambuhan), riwayat asma (+),

riwayat alergi udara dingin dan debu (+), riwayat rhinitis (-), riwayat penyakit kulit lainnya (-).

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat penyakit serupa pada ayah pasien (+), riwayat asma (-), riwayat alergi (-), riwayat

rhinitis (-) ataupun riwayat penyakit kulit lainnya (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Kompos Mentis

Keadaan Umum : Baik

Status Dermatologis :

Regio :

Supra-orbitalis dan abdomen

UKK :

Pada regio supra-orbitalis dextra-sinistra terdapat urtika dengan dasar eritematosa tampak

lebih pucat di bagian tengah, berbatas tegas, berbentuk plakat, susunan soliter, distribusi

regional pada wajah.

Pada regio abdomen terdapat urtika dengan dasar eritematosa tampak pucat di bagian

tengah, berbatas tegas, berbentuk plakat, susunan diskret, distribusi regional pada abdomen.

DIAGNOSIS BANDING

Angioedema

Pitiriasis rosea

Urtikaria pigmentosa

Dermatitis atopik

Dermatitis kontak alergi

DIAGNOSIS KERJA

Urtikaria

RM.02.

Page 3: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

TERAPI

Promotif

Memberikan penjelasan/edukasi mengenai penyakit urtikaria serta faktor resiko yang

berperan dalam kekambuhannya dan perlunya ketelatenan pasien dan keluarga pasien untuk

mengamati sendiri faktor yang menyebabkan kekambuhan.

Preventive

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas/dingin , stres, alcohol,

dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%

Menjaga kebersihan badan

Memperhatikan asupam gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang anak

Kuratif

Topikal : Hidrocortison salep 3x oles

Sistemik : Antihistamin 2x ½ tablet

PROGNOSIS

Dubia at bonam

Diperiksa dan disahkan oleh :

Dokter Pembimbing, Co-Assisten,

(dr. Bambang S.B, Sp.KK) (Herwinda Octaviana Presti)

RM.03.

Page 4: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

PEMBAHASAN

Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai

dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan

kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo.

Epidemiologi

Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria (kronis, akut,

atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waktu dalam hidup mereka. Chronic

idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi semasa hidupnya. Insiden urtikaria

akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Insiden urticaria kronis tidak meningkat pada orang

dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria berdasarkan usia menunjukkan bahwa urtikaria akut

paling sering terjadi pada anak dan dewasa muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada

dewasa dan wanita setengah baya.

Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%) daripada laki-

laki (0.12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi urtikaria

kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis, atau luas wilayah suatu kota. Sedangkan

insidensi urtikaria akut pada suatu kota dengan penduduk lebih dari 500.000 orang mempunyai

frekuensi urtikaria akut yang secara signifikan lebih tinggi daripada wilayah dengan jumlah

penduduk kurang dari 500.000.

Etiologi

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab

urtikaria bermacam-macam, antara lain:

Obat

RM.04.

Page 5: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun

non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria

secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung

merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.

Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi

imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang,

coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.

Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak

diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).

Bahan fotosenzitiser

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan

sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan

aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).

Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur

binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent

(penangkis serangga), dan bahan kosmetik.

Trauma Fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan

emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Dapat

timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam

kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.

Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,

jamur, maupun infestasi parasit.

Psikis

RM.05.

Page 6: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan

permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .

Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan

penurunan autosomal dominant.

Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih

sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.

Klasifikasi

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada etiologi

karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria dan banyak kasus

karena idiopatik. Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria, berdasarkan lamanya

serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Klasifikasi urtikaria yang lain

tampak pada tabel 1

Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria

Ordinary urticarias

Acute urticaria

Chronic urticaria

Contact urticaria

Physical urticarias

Dermatographism

Delayed dermatographism

Pressure urticaria

Cholinergic urticaria

Vibratory angioedema

Exercise-induced urticaria

Adrenergic urticaria

Delayed-pressure urticaria

Solar urticaria

Aquagenic urticaria

Cold urticaria

Special syndromes

Schnitzler syndrome

Muckle-Wells syndrome

RM.06.

Page 7: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy

Urticarial vasculitis

1. Urtikaria Akut

Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung selama

4 minggu tetapi timbul setiap hari. Lesi individu biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih

sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan

urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.

2. Urtikaria Kronik

Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu, pengembangan urtika

kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi

berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait

dengan kualitas hidup.

3. Urtikaria Kontak

Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat di mana agen

eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak dapat dibagi lagi

menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).

4. Urtikaria Fisik

a. Dermographism

Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan merupakan

suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem

yang muncul beberapa detik setelah kulit digores. Dermographism tampak sebagai garis

biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara muncul secara cepat

dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus

sehingga bekas garukan dapat muncul.

RM.07.

Gambar 3. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.

Page 8: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

b. Delayed dermographism

Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa

immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul eritema

linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.

c. Delayed pressure urticaria

Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering

disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit. Episode

spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki

setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.

d. Vibratory angioedema

Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat

berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena paparan

vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-

getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan

dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.

e. Cold urticaria

Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).

Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan dalam

temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara paparan

dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode

adalah 12 jam.

RM.08.

Gambar 4. Delayed Pressure Urticaria pada Kaki.

Gambar 5. Cold Urticaria.

Page 9: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

f. Cholinergic urticaria

Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic urticaria

terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan biduran bentuk

papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau

luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.

g. Local heat urticaria

Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam beberapa

menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit setelah kulit

terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan

menjadi merah, bengkak dan indurasi.

RM.09.

Gambar 6. Cold Urticaria.

Gambar 7. Local Heat Urticaria.

Page 10: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

h. Solar urticaria

Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-kadang

angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar matahari atau

sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat

ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan

sinar/cahaya yang terlihat.

i. Exercise-induced anaphylaxis

Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari pruritus,

urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang berbeda dari

cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai

stimulusnya.

j. Adrenergic urticaria

Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang terjadi

selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran norepinefrin. Biasanya

muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi,

dan coklat.

k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus

Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan urtikaria dan

atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigen-antigen

RM.010.

Gambar 8. Solar Urticaria.

Gambar 9. Exercise-induced anaphylaxis.

Page 11: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan

cholinergic urticaria.

5. Sindrom Khusus

a. Schnitzler syndrome

Schnitzler Syndrome adalah varian unik urtikaria kronis yang ditandai oleh pruritic non-

wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri tulang, arthralgias, atau radang sendi,

terdapat peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan monoclonal IgM

gammopathy.

b. Muckle-Wells syndrome

Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan

autoinflammatory yang ditandai dengan urtikaria, arthralgia, ketulian sensorineural yang

progresif, dan amiloidosis.

c. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy

Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal yang

dikenal dengan Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy (PUPP). Erupsi

muncul secara tiba-tiba dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar

secara simetris dengan tidak melibatkan wajah.

d. Urticarial vasculitis

Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria kronis. Berbeda

dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis cenderung bertahan lebih lama dari 24

jam dan berkaitan dengan sensasi panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini juga digambarkan sebagai

penyembuhan dengan atau petechiae purpura karena garukan.

Patogenesis

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga

terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara

klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin,

slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau

basofil.

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil

untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang nonimunologik mungkin sekali

siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator.

RM.011.

Page 12: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin,

kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik

misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui

langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas,

dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa

keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang langsung pada pembuluh

darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik; biasanya

IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada

antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu

melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi

obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun

secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel

mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks

imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga

terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.

Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang

herediter.

RM.012.

SEL MAS BASOFIL

FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Efek kolinergik

Faktor fisik(panas, dingin, trauma,

sinar X, cahaya)

AlkoholEmosi

Demam

Idiopatik?

Bahan kimia pelepas mediator(morfin,kodein)

Reaksi tipe I (IgE)(inhalan, obat, makanan, infeksi)

Reaksi tipe IV (kontaktan)

Pengaruh komplemen

Reaksi tipe II

Reaksi tipe III

URTIKARIA

Aktivasi komplemenklasik – alternatif

(Ag-Ab, venom, toksin)

Faktor genetik(defisiensi C1 esterase inhibitor)

PELEPASAN MEDIATOR(histamin, SRSA, serotonin,

kinin, PEG, PAF)

VASODILATASI

PERMEABILITAS KAPILER ↑

Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria

Page 13: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Gejala dan Tanda

Gejala

Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:

Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.

Biduran berwarna merah muda sampai merah.

Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul seterusnya.

Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare, muntah dan

nyeri kepala.

Tanda

Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:

RM.013.

Page 14: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian

tengah tampak lebih pucat.

Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.

Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory

distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka

merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan

pigmentasi.

Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan

diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.

Diagnosis Banding

1. Angioedema

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan submukosa yang terjadi

pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat disebabkan oleh mekanisme

patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan dermis

yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus. Karakteristik dari angioedema meliputi

vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada yang tampak pada

urtikaria, pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada

permukaan mukosa dari saluran nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan

nyeri abdomen berat), serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema

laring.

2. Pitiriasis rosea

Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.

Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai

dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat tersebar di seluruh

tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi berupa makula

eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi

dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi sesuai dengan garis lipat

kulit dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald patch =

RM.014.

Page 15: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6 cm. Jarang terdapat lebih

dari 1 herald patch.

3. Urtikaria pigmentosa

Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang

berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal. Penyebabnya

adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada badan, tapi dapat juga

mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula coklat-kemerahan atau

papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga berupa nodula-nodula atau

bahkan vesikel.

4. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi

pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis alergika,

dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti belum diketahui,

tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit. Gejala utama

dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih

hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul papul,

likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. Diagnosis dermatitis atopi harus

mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor dari Hanifin dan Rajka.

5. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang

menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu

alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat terkena. Pada yang

akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosindan

eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan

mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.

Diagnosis

Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal dapat

bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.

RM.015.

Page 16: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah sebagai

berikut:

a. Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru yang

ditambahkan dalam menu makanan?

b. Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat baru? Jika

iya, apakah jenis obat tersebut?

c. Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?

d. Apakah pasien sedang hamil?

e. Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan,

vibrasi?

f. Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak dengan kulit

yang mungkin timbul pada tempat kerja?

g. Apakah biduran berhubungan dengan gigitan/sengatan serangga?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:

Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.

Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi kulit,

kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.

Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.

Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.

Dermographism.

Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan menjadi

presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa, diantaranya adalah:

Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.

Angioedema pada bibir, lidah, atau laring.

Sklera ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya hepatitis

atau penyakit kolestatik hati.

Pembesaran kelenjar tiroid.

Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma.

Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan penyambung,

rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus (SLE).

RM.016.

Page 17: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm (asthma).

Ekstremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang

tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk

mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti

komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis

akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen

sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.Cryoglubulin dan cold

hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.

Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.

Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.

Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan melakukan tes

kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik (radio-allergosorbent test-

RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum skin

test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui

adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies.

Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes alergi memberi

hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi ini dipertimbangkan

secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.

Tes eleminasi makanan

Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk

beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.

Tes foto tempel

Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.

Suntikan mecholyl intradermal

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.

Tes fisik

RM.017.

Page 18: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi

pada suhu tertentu.

Pemeriksaan histopatologik

Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis. Pada urtikaria

perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada

dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena

dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla

dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat

limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya

pada kulit yang bersangkutan.

Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik. Beberapa lesi

urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran limfosit, polymorphonuclear

leukocyte(PMN),dansel-selinflamasilainnya.

Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon alergi fase akhir.

Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau urtikaria atipikal memiliki

vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan

penyakit, mulai dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line therapy, dan

third-line therapy.

First-line therapy

First-line therapy terdiri dari:

Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan menggunakan bahasa

verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak mengancam

nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria

terkadang tidak dapat ditemukan.

Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan

agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

RM.018.

Page 19: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.

Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan

dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah

diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara

klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek

antagonis terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali

berkaitan dengan efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya

terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1

tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin, aztemizol,

cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai

kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek

maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu

96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan

dengan AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis

tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang

long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi

karena tidak dapat menembus sawar darah otak.

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada beberapa

kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe H2. Antagonis

reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya yang minimal pada

pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan

famotidine.

Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line therapy

harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus UVA [PUVA])

telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian menunjukkan peningkatan efektivitas

PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

RM.019.

Page 20: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis reseptor H1 dan H2

dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai efek sedasi daripada

diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik. Doxepin dapat sangat berguna pada

pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk

pengobatan depresi dapat bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang

dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang menunjukkan efek

signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah dilaporkan untuk

membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayed-pressure urticaria pada dosis

30 mg/hari.

Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan

pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu, terapi

urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka

pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,

vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis, yang biasanya

tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan

setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid

dapat membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap

antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan

urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis,

ulkus peptikum, dan hipertensi.

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone, dan

triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek,

dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan

dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat

mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO (4 kali

sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO

(dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan

permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak

0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.

Leukotriene Receptor Antagonist

RM.020.

Page 21: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan mempunyai respon

terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria kronis atau pada individu yang sehat.

Leukotriene receptor antagonist seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan

keunggulan yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan

urtikaria kronik.

Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan whealing pada pasien

dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan antihistamin.

Mekanisme nifedipin berhubungan dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast

kutaneus.

Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon terhadap

first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen immunomodulatori,

yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate

mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line therapy

seringkali mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya meliputi

plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline,

sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan warfarin.

a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam mengobati pasien

dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari

menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon

terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan dosis 20-µg/mL setiap hari dapat mengobati

pasien dengan corticosteroid-dependent urticaria.

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen pasien dengan

urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme yang terlibat tidak jelas,

namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi anti-idiotypic antibody yang bersaing

dengan IgG endogen untuk reseptor H1 dan memblok pelepasan histamin atau

memperbanyak klirens IgG endogen.

b. Plasmapheresis

RM.021.

Page 22: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan urtikaria autoimun

kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk mencegah akumulasi kembali

autoantibodi yang melepaskan histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan

penggunaan immunosuppressant pharmacotherapy.

c. Obat lainnya

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola urtikaria ketika

infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin paling berguna untuk

urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan

dalam pengobatan urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik

pada hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-adrenoceptor agonist

terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik, penggunaannya umumnya

tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan insomnia yang tidak dapat

ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien.

RM.022.

First-line TherapyEdukasiLangkah non-medis

↓Antihistamin

Second-line TherapyFarmakologiNon-farmakologi

PUVAAntidepresanKortikosteroidLeukotriene receptor antagonistCCB

Third-line TherapyImmunomodulatory agent

CyclosporineTacrolimus

PlasmapheresisObat lain:

Colchicine DapsoneHydroxychloroquineTerbutaline

URTIKARIA

Gambar 11. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

Page 23: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal, namun sayang

sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun demikian, faktor pendorong

yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria

akut ringan seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin H1 non sedatif. Pada pasien

dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga menjadi terapi

RM.023.

NACNAC selama 3 minggu

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

Ringan Sedang-Berat Berat(Distress pernapasan, asma,

edema laring)

Antihistamin H1 non sedatif Antihistamin H1 non sedatif

Antihistamin H1 non sedatif+

Kortikosteroid oral

Epinefrin subkutan↓

Kortikosteroid sistemik(oral atau IV)

↓Antihistamin H1 (IM)

NAC: not adequately controlled

Gambar 12. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria

Page 24: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

pilihan utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara adekuat, pemberian

kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan. Pada pasien yang menunjukkan

urtikaria akut yang berat dengan gejala distress pernapasan, asma, atau edema laring, pengobatan

yang mungkin diberikan berupa epinefrin subkutan, kortikosteroid sistemik (oral atau intravena),

dan antihistamin H1 intramuskuler.

Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya selalu dirujuk ke

spesialis untuk evaluasi diagnostik dan program penanganan. Strategi penanganan awal

RM.024.

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

NAC: not adequately controlled

NAC

Antihistamin H1 non sedatif

NAC

Antihistamin H1 non sedatif+

Tambahan obat:antihistamin H1 pada malam hari, antidepresan trisiklik, antihistamin H2.

Antihistamin H1 + kostikosteroid oral jangka

pendek + pencarian/penanganan untuk urtikaria karena vaskulitis,

faktor tekanan, dan lain-lain + dicoba obat lain

Gambar 13. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Kronik.

Page 25: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non sedatif. Terapi tambahan lain mungkin

berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif menjelang tidur, antidepresan trisiklik, atau antihistamin

H2. Sebagai tambahan antihistamin H1 mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan

kortikosteroid jangka pendek dengan harapan dapat memotong siklus penyakit.

Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, sedangkan

urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.

RM.025.

Page 26: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 11 Mei 2012, dari http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print

2. Djuanda, A. (2008). sIlmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.

4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 11 Mei 2012, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print

5. Perdanakusuma, D.S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Kulit. Surabaya Plastic Surgery, Artikel. Diakses 11 Mei 2012, dari http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-penyembuhan.html

6. Anonim. (2009). Epidermal Layer. Wordpress, Gambar. Diakses 11 Mei 2012, dari http://sekolahperawat.files.wordpress.com/2009/02/kulit1-copy.jpg

7. Anonim. (2009). Skin Anatomy and Physiology. Gambar. Diakses 11 Mei 2012, dari http://www.essentialdayspa.com/images/emerginc/Skin_Anathomy_and_Physiology.gif

8. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220

9. Hasan. (2009). Urtikaria. Wordpress, Artikel. Diakses tanggal 11 Mei 2012, dari http://drhasan.files.wordpress.com/2009/02/refurtikariafh.doc

10. Siahaan, J. (2009). Urtikaria/Biduran. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Desember 2009, dari http://jeksonsiahaansked.blogspot.com/2009/05/urtikariabiduran.html

11. Anonim. (2009). Urticaria. Gambar. Diakses tanggal 11 Mei 2012, dari http://www.urticaria.thunderworksinc.com/pages/UrticariaPhotos/images/foot1.jpg

12. Anonim. (2006). Urticaria Info. Steadyhealth, Gambar. Diakses tanggal 11 Mei 2012, dari http://www.steadyhealth.com/articles/user_files/4542/Image/687_urticaria.jpg

13. Kolodziej, K. (2005). Asthma and Exercise-Induced Anaphalaxis: A Case Study. Cfkeep, Gambar. Diakses tanggal 11 Mei 2012, dari http://www.cfkeep.org/html/phpThumb.php%3Fsrc%3D/uploads/uticaria.jpg

RM.026.

Page 27: Presus Kulit

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAHYOGYAKARTA

PRESENTASI KASUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN NO.RM : 0005-37-69

14. Lipsker, D. (2004). Schnitzler Syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tabnggal 11 Mei 2012, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-schnitzler.pdf

15. Grateau, G.(2005). Muckle-Wells syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 11 Mei 2012, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-MWS.pdf

16. Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

17. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.

18. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UMY

RM.027.