Presus Kejang Demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KEJANG

Citation preview

BAB IIKASUS

IDENTITAS PASIENNama: An. Aziza Naila PutriTanggal lahir: 05-04-2013 / 2 tahun 4 bulanJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamAlamat: Perum Azalia Jln Terate No 15Tgl masuk RS: 13-08-2015 pukul 11.15 WIBTgl masuk Bangsal: 13-08-2015 pukul 12.30 WIB

ANAMNESAKeluhan UtamaPasien datang ke IGD RST dr Soedjono dengan keluhan kejang.

Keluhan TambahanBatuk (-), pilek (-), diare (-), demam (+)

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RST dr Soedjono dengan keluhan kejang 1 kali kurang lebih selama 5 menit. Sebelum kejang ibu pasien mengatakan sejak pagi pasien demam 39oC, kemudian diberikan obat penurun panas. Dua jam selang demam, pasien kejang dengan kejang umum tonik klonik, post ictal pasien sadar dan menangis kuat. Dalam perjalanan ke RS pasien muntah 1 kali berisi makanan. Kejang baru pertama kali dialami oleh pasien, buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan pasien lalu dianjurkan untuk dirawat, berat badan pasien tidak mengalami penurunan. Keluhan lain seperti batuk (-), pilek (-), diare (-).

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat alergi, asma, maupun riwayat batuk-batuk dalam jangka waktu yang lama sebelumnya. Pasien belum pernah mendapat perawatan di rumah sakit, dan tidak pernah mengalami gejala serupa. Batuk pilek disertai demam pernah dialami pasien, namun segera sembuh setelah berobat ke klinik.

Riwayat PengobatanDiberikan obat penurun panas syrup paracetamol

Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga. Riwayat asma, batuk lama maupun alergi disangkal oleh kedua orang tua pasien.Riwayat Kehamilan dan Kelahirana. Kehamilan : Perawatan antenatal : teratur Penyakit kehamilan : disangkalb. Kelahiran : Tempat kelahiran : rumah sakit Penolong persalinan : dokter Cara persalinan : spontan pervaginam Penyulit persalinan : disangkal Masa gestasi : cukup bulan Keadaan bayi : Berat badan lahir : 3450 gram Panjang badan lahir : 50 cm Lingkar kepala : 35 cm Langsung menangis Kelainan bawaan : disangkal

Riwayat Imunisasi B.C.G : 1 bulan D.P.T : 2, 3, 4 bulan Polio : 2, 3,4 bulan Campak : - TIPA: - Hep.-B : 0,1,6 bulan Kesan imunisasi dasar tidak lengkap

PEMERIKSAAN FISIKA. Status GeneralisKeadaan Umum :Tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentis Tanda Vital :N:100 x/menit, reguler, volume cukup, equalitas sama kanan dan kiriR: 48 x/menitS: 39,2 oC BB: 12 KgPB: 84 cmKepalaBentuk: NormocephalRambut: Hitam, tidak mudah dicabutMata Palpebra: Edema /Konjungtiva: Anemis/Sklera: Ikterik/Pupil: Bulat, isokorRefleks Cahaya : +/+ Cekung: -/-TelingaBentuk:Normal/Normal Liang: LapangMukosa:TidakhiperemisSerumen: /MembranTimpani :Intak/IntakHidungBentuk: Normal Deviasi Septum :Sekret: /Concha: Hipertrofi/, hperemis/, oedem/MulutBibir: kering Lidah: Coated tongueTonsil: T1T2tenangMukosa Faring : Hiperemis (-)LeherKGB: Tidak terdapat pembesaranKel. Thyroid: Tidak terdapat pembesaranThoraksParu Inspeksi: Hemithorax kanan-kiri simetris Palpasi: Fremitus taktildanvokalkanansamadengankiri Perkusi: Sonorpadakedualapangparu Auskultasi: Suaranafasvesikuler, rhonki/, wheezing /Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat Palpasi: Ictus cordis tidak teraba Perkusi: Jantung dalam batas normal Auskultasi: BJ IBJ II reguler, murmur (), gallop () Abdomen Inspeksi: kembung, simetris Auskultasi:Bising usus(+) normal Palpasi: Supel, nyeri tekan Perkusi: TimpaniEkstermitasSuperiorInferiorAkral dingin(-/-)(-/-)Edema(-/-)(-/-)Sianosis(-/-)(-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaanHasilNilai Normal

Hemoglobin10.9 g/dL11.0 17.0

Leukosit8700 /uL4000 - 12000

Hematokrit33.7 %35.0 55.0

Eritrosit5.62 106/uL4.7 6.1

Trombosit317000 /uL150000 450000

MCV59.9 fL79.0 99.0

MCH19.4 pg27.0 31.0

MCHC32.3 %33.0 37.0

RDW14.2 %11.5 14.5

MPV9.4 %7.2 11.1

LYM0.8 K/uL1.0 5.0

MID0.4 K/uL0.1 1.0

GRA7.52.0 8.0

LYM %9.3 %25.0 50.0

MID %4.5 %2.0 10.0

GRA %86.2 %50.0 80.0

DIAGNOSIS KERJA Obs. Kejang Demam

PLAN TERAPI Inf D5 NS 1000/24 jam. Ranitidin 2 x amp Kalfoxim 3 x 400 mg Sanmol 150 mg + stesolid 0,3 mg puyer 3 x 1 Valium 3,5 mg (k/p)PLAN Cek darah lengkap

FOLLOW UP

Hari/Tanggal/HasilPemeriksaanInstruksiDokter

14/08/2015S : Pasien masih demam, naik turun, kejang (-), mual (+), muntah (+), BAB cair (+) 3 x ampas (+) lender (-) darah (-)O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM VS : R : 40 x/menitS : 37,7 CHR: 120 x/mKepala : normochepalMata : CA /, SI /Hidung: rinorhe (-) Thorax : Simetris, statis&dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suaranafasvesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/-Cor : SI>S2 regular, murmur (), gallop () Abdomen: BU (+) normal, nyeritekan(+)++

++

Ekstremitas : akralhangat

edemStatus dermatologis:Nodul eritematosus pada tangan dan kaki

A : Observasi kejang demamDiare AkutTherapy: Inf D5 NS 1000/24 jam. Ranitidin 2 x amp Kalfoxim 3 x 400 mg Sanmol 150 mg + stesolid 0,3 mg puyer 3 x 1 Valium 3,5 mg (k/p) Lacto B 1 x 1 Orezync syrup 1 x 1 Sanprimo syrup 2 x 1

15/08/2015S : Demam (+), BAB (+) tadi pagi cair (-) ampas (+), batuk (-), pilek (-), kejang (-)O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM VS : R : 40 x/menitS : 37,7 CHR: 100 x/mKepala : normochepalMata : CA /, SI /Hidung: rinorhe (-) Thorax : Simetris, statis&dinamis, retraksi (-) Pulmo : Suaranafasvesikuler +/+, Rh -/- , Wh -/-Cor : SI>S2 regular, murmur (), gallop () Abdomen: BU (+) normal, nyeritekan(+)++

++

Ekstremitas : akralhangat

edemStatus dermatologis:Nodul eritematosus pada tangan dan kaki

A : Observasi kejang demamDiare AkutTherapy : Sanprimo syrup 2 x 1 Orezync syrup 1 x 1 Lacto B 2 x 1 Sanmol 150 mg + stesolid 0,3 mg puyer 3 x 1

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI OTAKOtak merupakan alat untuk memproses ata tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang di terima reseptor pada alat indra. Data tersebut di kirimkan oleh urat syaraf yang di kenal dengan sistem saraf. Sistem saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk inpuls listrik, kemudian impuls listrik di kirim ke pusat sistem saraf, yang berada di otot dan urat saraf tulang belakang. Di sinilah data di proses dan di respon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor yang berfungsi untuk mengirim impuls saraf ke otot, sehingga otot berkontraksi atau rileks.Bagian bagian Otak :Otak di bagi menjadi otak depan, otak tengah, otak belakang, medulla oblongata, pons, dan formasi retikuler.B. FUNGSI SARAFSistem saraf adalah sistem untuk mengirim sinyal dari satu sel ke sel lain. Pada tingkat yang integrative, fungsi utama dari sistem saraf adalah untuk mengontrol tubuh. Karena konsistensi ini, sel sel glutamatergic sering di sebut sebagai neuron rangsang dan sel GABAergic sebagai neuron penghambatC. KEJANG DEMAMa. DefinisiKejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.Infeksi ekstrakranial yang paling banyak didapatkan yakni dari saluran pernapasan bagian atas (merupakan 70% dari seluruh penyebab kejang demam) radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.Kejang adalah manifestasi klinis intermiten yang khas : Gangguan Kesadaran Tingkah laku, emosi Motoric, sensorik, otonom Umumnya kejang berlangsung < 5 menit berhenti sendiri. Perlu di pastikan juga, apakah benar kejang atau bukan kejang. b. EtiologiDemam pada kejang Demam sering disebabkan oleh : infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan obat-obat tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit

c. Klasifikasi

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut: Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut: Kejang lama, > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam3. Kejang demam Plus ( Febrile seizure plus ) Kejang demam yang ada > umur 6 tahun Kejang demam bersamaan dengan epilepsy Serangan kejang yang sering > 13x/tahun phenotype kejang demam mutasi pada chanel sodium dan GABA

d. Faktor resikofaktor yang mempengaruhi kejang demam adalah :1. Umur 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

2. Jenis kelaminKejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.3. Suhu badanKenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3C 41,4C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.4. Faktor keturunanFaktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi. Faktor faktor lain diantaranya: riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang rekuren. Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini: Usia muda saat kejang demam pertama Suhu yang rendah saat kejang pertama Riwayat kejang demam dalam keluarga Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejangPasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.

e. PatofisiologiKelangsungan hidup sel otak memerlukan energi yang didapat dari metabolisme glukosa melalui suatu proses oksidasi. Dimana dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan dengan perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium ( K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah oleh adanya :1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler2. rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan membran neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan perantaraan neurotransmiter sehingga terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, dan tergantung dari tinggi rendahnya nilai ambang kejang, seorang anak menerita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan ambang kejang yang rendah. Sehingga dalam penanggulangan anak dengan ambang kejang demikian perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa anak tersebut akan mendapat serangan.Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi pada kejang lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian tadi adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.Berdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabas) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glumaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan eksistasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil secara bedah. Kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan konvulsi berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang-ulang dari lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus kallosum.Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan imatur. Kejang tertentu pada populasi pediatri adalah spesifik umur (misal spasme infantil) , yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih rentan rerhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa. Faktor genetik menyebabkan setidaknya 20% dari semua kasus epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi. Penggunaan analisis kaitan, lokasi kromosom beberapa epilepsi famili telah dikenali, termasuk konvulsi neonatus benigna (20q), epilepsi mioklonik juvenil (6p), dan epilepsi mioklonik progresif (21q22.3), Adalah amat mungkin bahwa dalam waktu dekat dasar molekular epilepsi tambahan, seperti epilepsi rolandik benigna dan kejang-kejang linglung, akan dikenali. Juga diketahui bahwa substansia abu-abu memegang peran integral pada terjadinya kejang menyeluruh. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2 deoksiglukosa pada binatang dewasa, tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan substansia abu-abu dapat memainkan peran pada peningkatan kerentanan kejang otot imatur. Lagipula, neuron pars retikulata substansia abu-abu (substantia nigra pars reticulata (SNR) sensitif-asam gama aminobutirat (GABA) memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya kejang. Penelitian eksitabilitas neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sipnapsis perambatan kejang dan kelainan seseptor GABA.

f. Manifestasi klinisGejala Kejang Demam berupa :1. Suhu anak tinggi.2. Anak pucat / diam saja3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit8. Seringkali kejang berhenti sendiri.g. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Penunjang yang bisa di lakukan : EEG : Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang. CT SCAN : Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses. Pungsi Lumbal : Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Laboratorium : Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya adalah : EEG--> Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks Lumbal PungsiTes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)

h. Kriteria diagnosisKejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang didahului oleh demam Pasca kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit Pemeriksaan punksi lumbal normalPengamatan kejang tergantung pada banyak faktor, termasuk umur penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan discharge (rabas) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostik epilepsi, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal tidak mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar-kejang normal pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivasi yang meliputi hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi, penghentian tidur dan perempatan elektrode khusus (misal hantaran zigomatik), sangat meningkatkan hasil positif, discharge (rabas) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja atau dewasa.Memonitor EEG lama dengan rekaman video aliran pendek dicadangkan pada penderita yang terkomplikasi dengan kejang lama dan tidak responsif. Monitor EEG ini memberikan metode yang tidak terhingga nilainya untuk perekaman kejadian kejang yang jarang diperoleh selama pemeriksaan EEG rutin. Tehnik ini sangat membantu dalam klasifikasi kejang karena ia dapat secara tepat menentukan lokasi dan frekuensi discharge (rabas) kejang saat perubahan perekaman pada tingkat yang sadar dan adanya tanda klinis. Penderita dengan kejang palsu dapat dengan mudah dibedakan dari kejang epilepsi sejati, dan tipe kejang (misal, kompleks parsial vs menyeluruh) dapat lebih dikenali dengan tepat, yang adalah penting pada pengamatan anak yang mungkin merupakan calon untuk pembedaan epilepsi.Peran skenning CT atau MRI pada pengamatan kejang adalah kontroversial. Hasilnya pada penggunaan rutin tindakan ini pada penderita dengan kejang tanpa demam pertama dan pemeriksaan neurologis normal adalah dapat diabaikan. Pada pemeriksaan anak dengan gangguan kejang kronis, hasilnya adalah serupa. Meskipun sekitar 30% anak ini menunjukkan kelainan struktural (misal atrofi korteks setempat atau ventrikel dilatasi), hanya sedikit sekali manfaat dari intervensi aktif sebagai akibat dari skenning CT dengan demikian, skenning CT atau MRI harus dicadangkan untuk penderita yang pemeriksaannya neurologis abnormal. Kejang sebagian yang lama, tidak mempan dengan terapi antikonvulsan, defisit neurologis setempat, dan bukti adanya kenaikan tekanan intrakranial merupakan indikasi untuk pemeriksaan pencitraan saraf.Pemeriksaan CSS terindikasi jika kejang berkemungkinan terkait dengan proses infeksi, perdarahan subaraknoid, atau gangguan demielinasi. Uji metabolik spesifik digambarkan pada seksi mengenai kejang neonatus dan status epileptikus.

i. KomplikasiMenurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu : Kerusakan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. Retardasi mentalDapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

j. Diagnosis bandingPenyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis, dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.Adapun diagnosis banding kejang pada anak dan bayi adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna. Kejang pada anak merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Gangguan primer mungkin terdapat intrakranium atau ekstrakranium. Berbagai penyakit intra serebral dan gangguan metabolik yang juga dapat menyebabkan kejang antara lain :1. Kelainan intrakraniuma. Meningitisb. Ensefalitisc. Infeksi subdural dan epidurald. Abses otake. Trauma kepalaf. Stroke dan AVMg. Cytomegalic inclusion disease2. Gangguan metabolica. Hipoglikemib. Defisiensi vitamin B-6c. Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiriad. Keracunan3. EpilepsiEpilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.4. MeningitisMeningitis merupakan peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri patogen. Ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.5. EnsefalitisEnsefalitis ialah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, misalnya bakteri, ptozoa, cacing, spichaeta, atau virus. Penyebab yang tersering dan terpenting adalah virus. Pada banyak pasien sering terjadi keterlibatan leptomeningeal (meningoensefalitis), sedangkan ensefalomielitis menunjukkan keterlibatan medulla spinalis. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari demam tidak tinggi disertai sakit kepala, sampai keadaan berat, koma, kejang dan kematian. Awitan ensefalitis dapat secara tiba-tiba atau gradual. Komplikasi yang dapat terjadi termasuk kenaikan tekanan intrakranial, edema otak dan syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) secretion. Ensefalitis dapat menyebabkan gejala sisa neurologis seperti kejang/ epilepsi, tuli, atau buta

k. PenatalaksanaanAlogaritma penatalaksanaan Kejang Demam :

Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan kejang :1. Penanganan Pada Saat Kejang Menghentikan kejang:Diazepamdosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian. Turunkan demam:oAntipiretika:Paracetamol10 mg/KgBB/dosis PO atauIbuprofen5-10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari Kompres: suhu > 390C: air hangat; suhu >380C: air biasa Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya Penanganan suportif lainnya meliputi:oBebaskan jalan nafasoPemberian oksigenoMenjaga keseimbangan air dan elektrolitoPertahankan keseimbangan tekanan darah2. Pencegahan KejangPencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana denganDiazepam0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demamPencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata denganAsam Valproat15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis

l. PrognosisKemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1. Kematian Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik, tidak sampai terjadi kematian.Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %2. Terulangnya KejangKemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor:- riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga- kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS- kejang berlangsung lama atau kejang fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.Retardasi MentalDitemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.Kemungkinan berulangnya kejang demam :Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia < 12 bulan3. Suhu rendah saat kejang demam4. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

m. PencegahanAda 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam(2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulanProfilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu : Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.12