34
PRESENTASI KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) Diajukan kepada Yth: dr. Ma’mun, Sp. PD Disusun oleh : Insan Fadillah P G1A212121 Renata Nadhia Mardian G1A212106 Amrina Ayu Floridiana G1A212107

Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ckd

Citation preview

Page 1: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

PRESENTASI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Diajukan kepada Yth:

dr. Ma’mun, Sp. PD

Disusun oleh :

Insan Fadillah P G1A212121

Renata Nadhia Mardian G1A212106

Amrina Ayu Floridiana G1A212107

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2013

Page 2: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh :

Insan Fadillah P G1A212121

Renata Nadhia Mardian G1A212106

Amrina Ayu Floridiana G1A212107

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di

bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : 2013

Dokter Pembimbing :

dr. Ma’mun, Sp. PD

Page 3: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal ireversibel

yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ (McCance dan Sue,

2006). Kidney Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan

CKD sebagai kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60

mL/min//1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih (Levey et., al., 2005). Pasien dengan

CKD akan memiliki perjalanan penyakit yang progresif menuju End Stage Renal

Disease (ESRD) (McCance dan Sue, 2006).

CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit

dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin

buruk (Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005). Tanda dan gejala yang muncul pada

CKD sering dideskripsikan sebagai uremia. Uremia merupakan beberapa gejala

yang muncul dikarenakan terganggunya fungsi ginjal disertai akumulasi toksin

pada plasma darah.

CKD merupakan keadaan gangguan fungsi ginjal progresif yang dapat

disebabkan oleh banyak faktor, namun hipertensi dan diabetes mellitus merupakan

2 buah penyebab yang paling sering mendasari terjadinya CKD (McCance dan

Sue, 2006). Penyebab lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal

progresif adalah reduksi massa ginjal dan obstruksi ginjal (Lopez-Novoa et., al.,

2010).

Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan

adanya DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis

lainnya pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena

keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan

sebaliknya (Eknoyan, 2009).

Page 4: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

STATUS PENDERITA

A. Identitas Penderita

Nama : Tn. S

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Banyumas

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Pedagang

Tanggal masuk RSMS : 25 Mei 2013

Tanggal periksa : 1 April 2013

No.CM : 919852

B. Anamnesis

Keluhan utama : Nyeri perut

Keluhan tambahan

Kembung dan pusing

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri perut sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri tersebut terasa

dibagian perut bagian bawah. Satu tahun yang lalu pasien pernah mondok di

Rumah Sakit Banyumas karena nyeri perut dibagian bawah. Pasien mengaku

sudah sembuh. Satu bulan yang lalu nyeri tersebut kambuh disertai mual,

muntah dan kencing kurang lancar. Pasien berobat ke puskesmas dan

diberikan obat penahan rasa sakit. Selain berobat ke puskesmas, pasien

mengaku berobat ke pengobatan herbal.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan yang sama : 1 tahun yang lalu

2. Riwayat hipertensi : Disangkal

3. Riwayat DM : Disangkal

4. Riwayat penyakit jantung : Disangkal

5. Riwayat asam urat : Disangkal

Page 5: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

6. Riwayat alergi : Telor asin dan sea food

7. Riwayat mondok : 1 tahun yang lalu di RS. Banyumas

8. Riwayat Pengobatan : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat keluhan yang sama : Disangkal

2. Riwayat sakit kuning : Disangkal

3. Riwayat hipertensi : Disangkal

4. Riwayat DM : Kakek

5. Riwayat penyakit jantung : Kakak

6. Riwayat penyakit ginjal : Disangkal

Riwayat sosial ekonomi

1. Occupational

Saat ini pasien adalah seorang pedagang unggas.

2. Diet

Pasien suka sekali mengkonsumsi es susu.

3. Drug

Pasien mengkonsumsi obat penahan rasa sakit dan obat-obatan herbal 1

bulan yang lalu ketika sakit-sakitan setelah pulang dari RS. Banyumas

C. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan di bangsal Mawar kamar 4 RSMS, 1 April 2013.

1. Keadaan umum : Sedang

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Vital sign

Tekanan Darah : 110/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respiration Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,2 0C

4. Berat badan : 65 kg

5. Tinggi badan : 165 cm

Page 6: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

6. Indeks Massa Tubuh : 23,9 kg/m2

7. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata

3) Mata

Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Palpasi : JVP R+2 cm

c. Pemeriksaan thoraks

Paru

Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan

kiri, kelainan bentuk dada (-)

Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor

Batas paru-hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+

Ronki basah halus -/-

Ronki basah kasar -/-

Wheezing -/-

Page 7: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial

LMCS dan kuat angkat (-)

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS

Auskultasi : S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+), undulasi (-),Nyeri Ketok (+)

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

e. Pemeriksaan ekstremitas

Pemeriksaan Ekstremitas superior

Ekstremitas inferior

Dextra Sinistra Dextra SinistraEdema - - - -Sianosis - - - -Akral dingin - - - -Reflek fisiologis + + + +Reflek patologis - - - -

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium tanggal 25 April 2013

Hematologi

Hemoglobin : 13.6 g/dl ↓ (14 – 18 g/dl)

Hematokrit : 40 % (42 – 52 %)

Kimia Klinik

Ureum darah : 125 mg/dl ↑ (14.90 – 30.52 mg/dl)

Kreatinin darah : 14.92 mg/dl ↑ (0.00 – 1.30 mg/dl)

Page 8: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Laboratorium tanggal 29 April 2013

Hematologi

Hemoglobin : 11.6g/dl ↓ (14 – 18 g/dl)

Hematokrit : 36 % ↓ (42 – 52 %)

Kimia Klinik

Ureum darah : 90.7 mg/dl ↑ (14.90 – 30.52 mg/dl)

Kreatinin darah : 5.64 mg/dl ↑ (0.00 – 1.30 mg/dl)

Laboratorium tanggal 1 April 2013

Hematologi

Ureum darah : 124.3 mg/dl ↑ (14.90 – 30.52 mg/dl)

Kreatinin darah : 7.55 mg/dl ↑ (0.00 – 1.30 mg/dl)

Laboratorium tanggal 2 April 2013

Hematologi

Hemoglobin : 10.8g/dl ↓ (14 – 18 g/dl)

Hematokrit : 34 % ↓ (42 – 52 %)

Kimia Klinik

Ureum darah : 45.7 mg/dl ↑ (14.90 – 30.52 mg/dl)

Kreatinin darah : 3.34 mg/dl ↑ (0.00 – 1.30 mg/dl)

E. Resume

1. Anamnesis

a. Nyeri perut

b. Kembung

c. Pusing

d. Mual

e. Muntah

Page 9: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

2. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan abdomen

Palpasi Abdomen: Nyeri tekan (+), nyeri ketok (+)

3. Pemeriksaan Penunjang

Ureum darah : 124.3 mg/dl ↑ (14.90 – 30.52 mg/dl)

Kreatinin darah : 7.55 mg/dl ↑ (0.00 – 1.30 mg/dl)

F. Diagnosis

CRF CKD Grade V

G. Usulan Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan BNO IVP

2. Pemeriksaan EKG

3. Pemeriksaan USG Abdomen

H. Penatalaksanaan

Non Farmakologi

1. Bed rest

2. Hemodialisa Rutin

Farmakologi :

1. IVFD RL 12 tpm

2. Inj. Lasix 3x1 amp iv.

3. Inj. Ranitidine 2x1 amp. iv.

4. Asam Folat 3x1 tab p.o.

5. CaCO3 3x1 tab p.o.

6. Sotatis 3x1 tab p.o.

7. Flunarizin 1x10 mg p.o

8. Sucralfat 3 cth

9. Pronages supp (KLP).

Page 10: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Monitoring

1. Ureum, Kreatinin, dan Hb

2. Tekanan darah

I. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Page 11: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gagal ginjal kronik / chronic kidney disease (CKD) didefinisikan

sebagai penurunan progresif faal ginjal yang menahun dan perlahan. Biasanya

berlangsung dalam beberapa tahun, yang umumnya tidak reversibel dan

cukup lanjut dari berbagai penyebab, biasanya berlangsung dalam beberapa

tahun. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

atau keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea

dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suwitra, 2007).

Batasan penyakit ginjal kronik :

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,

dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan penanda

kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan gambaran radiologi.

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.

Derajat Penjelasan LFG

(mL/menit/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

atau ↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit

dan nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin

buruk (Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005).

Tabel 2.. Klasifikasi Chronic Kidney Disease

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.

Page 12: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Derajat DeskripsiKlasifikasi Berdasarkan Keparahan

GFRmL/min/1.73 m2 Keadaan Klinis

1 Kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat

≥ 90Albuminuria, proteinuria, hematuria

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60-89

Albuminuria, proteinuria, hematuria

3 Penurunan GFR sedang30-59

Insufisiensi ginjal kronik

4 Penurunan GFR berat15-29

Insufisiensi ginjal kronik, pre-ESRD

5 Gagal ginjal < 15Atau dialisis

Gagal ginjal, uremia, ESRD

(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005)

B. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya CKD antara lain (Sudoyo, 2006) :

1. Gangguan imunologis

a. Glomerulonefritis

b. Poliartritis nodosa

c. Lupus eritematous

2. Gangguan metabolik

a. Diabetes Mellitus

b. Amiloidosis

c. Nefropati Diabetik

3. Gangguan pembuluh darah ginjal

a. Arterisklerosis

b. Nefrosklerosis

4. Infeksi

a. Pielonefritis

b. Tuberkulosis

5. Gangguan tubulus primer

Nefrotoksin (analgesik, logam berat)

6. Obstruksi traktus urinarius

a. Batu ginjal

b. Hipertopi prostat

Page 13: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

c. Konstriksi uretra

7. Kelainan kongenital

a. Penyakit polikistik

b. Tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia

renalis)

C. Epidemiologi

Insidens penyakit CKD di Amerika Serikat diperkirakan sejumlah 100

juta kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8%

setiap tahunnya. Terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya di

Malaysia, dan di negara berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar

40-60 kasis perjuta penduduk per tahun (Suwitra, 2007). Penyakit gagal ginjal

kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya pun lebih

sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.

Beberapa penyebab CKD yang menjalani hemodialisis di Indonesia

pada tahun 2000 antara lain Glomerulonefritis (46,39%), Diabetes Mellitus

(18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi (8,46%), dan penyebab

yang lain dengan presentase sebesar (13,65%) (Murray et al, 2007).

D. Patofisiologi

Berdasarkan hipofisis nefron yang utuh, mengatakan bahwa bila nefron

terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron

yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul jika jumlah nefron

sudah berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat

dipertahankan lagi (Price et al, 2005).

Sisa nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertrofi dalam

usahanya untuk mengimbangi beban ginjal. Terjadinya peningkatan filtrasi

dan reabsorbsi glomerulus tubulus dalam setiap nefron, meskipun GRF untuk

seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal,

namun jika 75% massa nefron telah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban

solut bagi setiap nefron akan semakin tinggi. Ini mengakibatkan

keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat dopertahankan lagi (Price et al,

2005).

Page 14: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih

menyebabkan BJ urin tetap pada nilai 1,010 atau 285m Osmot (sama dengan

konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.

Retensi cairan dan natrium ini mengkibatkan ginjal tidak mampu

mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin. Respon ginjal yang tersisa

terhadap masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Penderita

sering menahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan risiko terjadinya

edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi

akibat aktivasi aksis rennin dan angiotensin. Kerjasama keduanya

meningkatkan sekresi aldosteron. Saat muntah dan diare menyebabkan

penipisan air dan natrium yang dapat memepreberat stadium uremik. Dengan

berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik seiring dengan

ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal

mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (Price et al,

2005).

Anemia pada CKD sebagai akibat terjadinya produksi erytropoetin

yang tidak adekuat dan memendekkan usia sel darah merah. Erytropoitin

adalah suatu substansi normal yang diprosuksi oleh ginjal, menstimulus sum-

sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada penderita CKD,

produksi erytropoetin menurun dan anemia berat akan terjadi disertai

keletihan, angina dan sesak nafas (Price et al, 2005).

Pada penderita CKD, juga terjadi gangguan metabolisme kalsium dan

fosfat. Kedua kadar serum tersebut memiliki hubungan yang saling

berlawanan. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat

peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium (Price et

al, 2005).

Pada pendeita DM, konsentrasi gula dalam darah yang meningkat,

menyebabkan kerusakan pada nefron ginjal atau menurunkan fungsinya yang

akhirnya akan merusak sistem kerja nefron untuk memfiltrasi zat – zat sisa.

Keadaan ini bisa mengakibatkan ditemukannya mikroalbuminuria dalam

Page 15: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

urine penderita. Inilah yang biasa disebut sebagai nefropati diabetik (Price et

al, 2005).

Penderita CKD juga dapat mengalami osteophorosis sebagai akibat dari

menurunnya fungsi ginjal untuk memproduksi vitamin D, sehingga terjadi

perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan hormone (Price et al,

2005).

Perjalanan penyakit CRF secara umum terjadi dalam beberapa tahapan,

yaitu (McCance dan Sue, 2006):

1. Penurunan Fungsi Ginjal. Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan GFR

< 50%. Pada keadaan ini, tanda dan gejala CRF belum muncul, namun

sudah terdapat peningkatan pada ureum dan kreatinin darah.

2. Insufisiensi Ginjal. Insufisiensi ginjal menandakan bahwa ginjal sudah

tidak dapat lagi menjalankan fungsinya secara normal, pada keadaan ini

GFR mengalami penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta

disfungsi ginjal yang ringan sudah muncul. Nefron yang masih berfungsi

akan melakukan kompensasi untuk memaksimalkan fungsi ginjal.

Kelainan konsentrasi urin, nokturia, anemia ringan, dan gangguan fungsi

ginjala saat stres dapat terjadi pada tahapan ini.

3. Gagal Ginjal. Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia,

asidosis, ketidakseimbangan konsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan

elektrolit (hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan

gagal ginjal terjadi saat GFR < 20% dan penyakit mulai memberikan efek

pada sistem organ lain.

4. ESRD. End Stage Renal Disease merupakan tahapan terakhir dari

gangguan fungsi ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang

berat. GFR hampir tidak ada lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi

juga terganggu, dikarenakan perubahan yang besar dari elektrolit, regulasi

cairan, dan gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan kardiovaskuler,

hematologi, neurologi, gastrointestinal, endokrin, metabolik, gangguan

tulang dan mineral juga dapat terjadi.

E. Manifestasi Klinis

Page 16: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Manifestasi klinis CKD terdiri dari kelainan hemopoeisis, saluran cerna,

mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan kardiovaskular (Murray et al., 2007).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),

sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien

gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal

lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi,

kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup

eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut

ataupun kronik (Suwitra, 2007).

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL

atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi

serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity

(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit,

kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya ((Murray et al., 2007;

Suwitra, 2007).

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di

samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal

kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan

pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak

cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan

perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi

klinik adalah 11-12 g/dL (Suwitra, 2007).

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian

pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis

mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah

yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus

Page 17: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang

setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian

kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah

beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat,

misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala

nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)

mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada

pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada

conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa

pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder

atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas

dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan

gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit

biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea

pada kulit muka dan dinamakan urea frost (Kumar et al., 2007).

e. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik

sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,

aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat

menyebabkan kegagalan faal jantung.

F. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis CKD berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

mengenai manifestasi klinis yang ada pada pasien dan dibantu hasil

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Page 18: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus

Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,

perikarditis, kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya, seperti anemia, asidosis metabolik, dan

sebagainya.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan

terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosi masih dalam

batas normal. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi

glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal

terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1000mg/hari.

b. Penurunan fungsi ginjal berupa penurunan ureum dan kreatinin serum,

dan penghitungan TKK

c. Kelainan biokimiawi darah seperti penurunan kadar hemoglobin dan

asam urat.

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.

3. Gambaran radiologis;

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

4. Biopsi

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada

penderita dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana

diagnosis secara invasif sulit ditegakkan (Suwitra, 2007).

G. Penatalaksanaan

Diagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan

patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang tepat

Page 19: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan umum. Tujuan

dari terapi CRF adalah (K/DOQI, 2002):

1. Terapi Spesifik terhadap Penyakit Dasarnya

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah

sebelum penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi.

Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan

pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat

terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-

30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasarnya sudah tidak banyak

bermanfaat (Suwitra, 2006).

2. Pencegahan dan Terapi terhadap Kondisi Komorbid

Penting untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG

pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi

komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor

komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang

tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan

radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya (Suwitra,

2006).

3. Memperlambat Pemburukan Fungsi Ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus ini adalah dengan (Suwitra, 2006):

a. Pembatasan asupan protein

Pembatasan mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan

di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu

dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gr di

antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang

diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi, jumlah

asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak

dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi

dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama

diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang

Page 20: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

mengandung ion hydrogen, fosfat, sulfat, dan ion nonorganic lain juga

diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan

penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain dan

mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut uremia,

dengan demikian pembatasan protein akan mengakibatkan

berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan

protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang

akan meningkatkan progresivitas pemburukan fungsi ginjal.

Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan

fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.

Pembatasa fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia

(Suwitra, 2006).

b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus

Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk

memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi

hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu, sasaran

terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria, karena

proteinuria merupakan factor risiko terjadinya pemburukan fungsi

ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama golongan ACE inhibitor

melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

pemburukan fungsi ginjal (Suwitra, 2006).

4. Pencegahan dan Terapi terhadap Penyakit Kardiovaskular

40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan

terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, anemia, hperfosfatemia, dan terapi terhadap cairan dan

gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan terapi dan

pencegahan terhadap koplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan

(Suwitra, 2006).

Page 21: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

5. Pencegahan dan Terapi terhadap Komplikasi

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang

manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi,

yaitu sebagai berikut (Suwitra, 2006):

a. Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan (LFG 60-89

ml/menit) : tekanan darah mulai meningkat

b. Penurunan LFG sedang (LFG 30-59 ml/menit) : hiperfosfatemia,

hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi, dan

hiperhomosisteinemia

c. Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis

metabolik, kecenderungan hiperkalemia, dan dislipidemia

d. Gagal ginjal (LFG < 15 ml/menit) : gagal jantung dan uremia

6. Terapi Pengganti Ginjal berupa Dialisis atau Transplantasi

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG ≤ 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat

berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,

2006).

Monitoring balance cairan, tekanan darah, ureum, kreatinin, Hb, dan Gula

darah juga perlu dilakukan untuk mecegah progresivitas penyakit untuk

berkembang lebih cepat (K/DOQI, 2002).

H. Komplikasi

1. Hiperkalemia

Hiperkalemia dapat terjadi akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,

katabolisme dan masukan diit berlebih.

2. Perkarditis akibat terjadinya infeksi akibat efusi pleura dan tamponade

jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah.

Page 22: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum

rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

I. Prognosis

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium

terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis

yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing.

Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan

kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang

menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani

dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%),

infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%)

(Medscape, 2011).

J. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah

mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya

pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal

dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah

makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak

darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan

pengendalian berat badan.

Page 23: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

DAFTAR PUSTAKA

Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011.

Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari: http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari 2011.

Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease. US Nephrology: 13-7.

Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. New York: National Kidney Foundation.

Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L. 2007. Robbins buku ajar patologi volume 2 edisi 7. Jakarta: EGC.

Levey, Andrew S., Kai-Uwe E., Yusuke T., Adeera L., Josef C., Jerome R., Dick DZ., Thomas H. H., Norbert L., Garabed E. 2005. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney International: 67; 2089-2100.

Lopez-Novoa, Jose M., Carlos MS., Ana B. RP., Francisco J. L. H. 2010. Common Pathophysiological Mechanism of Chronic Kidney Disease: Therapeutic Perspectives. Pharmacology and Therapeutics: 128; 61-81.

McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.

Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.. hlm 168-70.

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses perjalanan penyakit, volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid I. Jakarta Balai Penerbit FKUI. p. 725 – 33 ; 766 – 71.

Page 24: Presus CKD Ec Nefrolitiasis

Suwitra, K. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 570-3.