32
PRESENTASI KASUS APENDISITIS AKUT Disusun oleh: Avissa Mada Vashti (1111103000042) Farah Nabilla Rahma (1111103000035) Yofara Maulidia Muslihah (1111103000045) Elsa Amelia Firdaus(1111103000097) KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN EMERGENCY RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

PRESKAS BEDAH APP.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PRESKAS BEDAH APP.docx

PRESENTASI KASUS

APENDISITIS AKUT

Disusun oleh:

Avissa Mada Vashti (1111103000042)

Farah Nabilla Rahma (1111103000035)

Yofara Maulidia Muslihah (1111103000045)

Elsa Amelia Firdaus(1111103000097)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN EMERGENCY

RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: PRESKAS BEDAH APP.docx

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. FH

No. RM : 01376149

Usia : 12 Tahun 8 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tanggerang-Bnten

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan aloanamnesis di IGD RSUP Fatmawati

pada tanggal 5 Maret 2015.

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan rasa nyeri di bagian perut kanan bawah yang memberat sejak

3 hari SMRS. Sebelumnya pasien sudah merasakan adanya nyeri di lokasi yang sama 2

minggu yang lalu. Nyeri dirasakan diawali dengan adanya nyeri ulu hati, mual, dan

muntah berisi air. Nafsu makan juga dirasakan menurun. Pasien juga mengalami

demam.Pasien sudah berobat ke klinik 2 kali, diberikan antibiotik, antinyeri, dan anti

mual. Nyeri sempat menghilang namun sekarang timbul lagi.Saat ini BAB cair dengan

Page 3: PRESKAS BEDAH APP.docx

frekuensi 3-4 kali sehari, berwarna kuning dan berbau seperti busuk. BAK dirasakan

nyeri.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Riwayat radang

usus buntu disangkal oleh pasien. Riwayat gastritis disangkal. Riwayat hipertensi dan

diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga disangkal pasien.

Riwayat Sosial

Pasien makan teratur 3 kali sehari. Jarang makan buah dan sayuran. Pasien tidak

merokok.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

BB : 30 kg

TB : 145

Suhu : 36.1 ˚ C axila

Primary survey

a. Airway :bebas

b. Breathing : spontan, frekuensi napas 20 x/ menit

c. Circulation :

TD : 100/70mmHg

Nadi :72x/menit

CRT : <2detik

d. Dissability : GCS 15

Page 4: PRESKAS BEDAH APP.docx

Secondary Survey

Kepala : tidak ada kelainan

Mata : Konjungtiva pucat- ,sklera ikterik -/-,sekret -/-, pupil bulat isokor +/+,

RCL +/+ RCTL +/+

Telinga : Normotia +/+

Hidung : tidak ada kelainan

Leher : Trakea lurus di tengah,pembesaran tiroid -, KGB tidak membesar

Mulut : mukosa mulut lembab

PEMERIKSAAN JANTUNG

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI, 1cm lateral linea midclavikula sinistra

Perkusi : Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri ICS VI 1 cm lateral linea midklavikula sinistra

Batas pinggang jantung ICS III Linea parasternal sinistra

Auskultasi : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop(-)

P EMERIKSAAN PARU

Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dinamis.

Palpasi : Ekspansi dada simetris, vocal fremitus pada hemitoraks sama, massa (-)

Perkusi : Sonor padakedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : tampak datar, tidak ada massa.

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : pada perabaan nyeri tekan McBurny +, massa -, rovsing sign +, Psoas

sign +, obturator sign -.

Perkusi : timpani, shifting dullness (–)

Page 5: PRESKAS BEDAH APP.docx

EKSTREMITAS

Akral hangat, CRT < 3 detik, edema -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

22/07/2015 02:03 dilakukan di RS. Sari Asih

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12 g/dl 12.3-18

Leukosit 17900 /ul 4500-11000

Hematokrit 36 ul 40-45

Trombosit 276 1000/ul 150-449

Hitung Jenis

Basofil 0 % 0-1

Eosinofil 1 % 1-3

Netrofil 87 % 40-70

Limfosit 7 % 20-40

Monosit 6 % 4-8

Pemeriksaan Laboratorium (22.07.2015 11:33:31)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Urinalisa

Urobilinogen 0.2 E.U/dl <1

Albumin negatif Negatif

Berat Jenis 1.020 1.005-1.020

Birilubin negatif Negatif

Keton negatif Negatif

Nitrit negatif Negatif

PH 6.0 4.8-7.4

Leukosit Negatif Negatif

Page 6: PRESKAS BEDAH APP.docx

Darah/HB Trace Negatif

Glukosa urin/

Reduksi

Negatif Negatif

Warna Kuning Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih Jernih

Sedimen Urin

Epitel Positif

Leukosit 2-3 /LPB 0-5

Eritrosit 1-2 /LPB 0-2

Silinder Negatif Negatif

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Lain-Lain Negatif Negatif

22-07-2015 (20:35:18)

Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 12.3 g/dl 11.8-15

Leukosit 12.3 ribu/ul 4.5-13.5

Hematokrit 38 % 33-45

Trombosit 276 1000/ul 150-449

Eritrosit 4.90 Juta/ul 4.40-5.90

VER 78.3 fl 80-100

HER 25.0 pg 16-34

KHER 31.9 g/dl 32-36

RDW 14.2 % 11.5-14.5

Hemostasis

APTT 37.2 detik 28-37.9

Kontrol APTT 30.7 detik -

PT 13 detik 12.7-16.1

Kontrol PT 13.6 Detik -

Page 7: PRESKAS BEDAH APP.docx

INR 0.94 Detik -

Kimia Klinik

Fungsi Hati

SGOT 31 U/l 0-34

SGPT 13 u/L 0-40

Fungsi Ginjal

Ureum darah 19 mg/dl 0-48

Kreatinin darah 0.5 Mg/dl 0.0-0.9

Elektrolit darah

Natrium 131 mmol/l 135-147

Kalium 3.71 Mmol/l 3.10-5.10

Klorida 101 Mmol/l 95-108

E. RESUME

Pasien Tn.TA 21 tahun datang ke RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri perut

bagian kanan bawah sejak 3 hari SMRS. 2 minggu sebelumnya pasien mengalami hal

yang sama yang didahului nyeri ulu hati, mual, dan muntah. Pasien diberi obat dari klinik

berupa antibiotik, antinyeri, dan obat anti mual. Nyeri sempat menghilang kemudian

muncul kembali 3 hari yang lalu. Saat ini BAB pasien cair 3-4 kali sehari. BAK pasien

dirasakan nyeri.Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120 / 80 mmHg,

HR 104x/menit, RR 20x/menit, Suhu 37,80C. Pada pemeriksaan fisik abdomen

didapatkan nyeri tekan McBurny+, Psoas sign +, Rovsing sign+. Dari hasil laboratorium

didapatkan leukositosis dan anemia.

F. Diagnosis

Appendisitis akut

Page 8: PRESKAS BEDAH APP.docx

G. TATALAKSANA

Non Medikamentosa

Puasa sebelum operasi

Medikamentosa

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam

Cefotaxim 3x500 mg (iv)

Paracetamol 3x500 mg (iv)

Anti emetik = Omeprazole 2 x 40 mg inj

Puasa sebelum operasi

Operatif

Appendektomi cito

H. PROGNOSIS

Ad Vitam : Bonam

Ad Fungtionam : Bonam

Ad Sanationam : Bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung dimana bentuk lumennya menyempit

pada bagian proksimal dan melebar pada bagian distal, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm) dengan panjang rata-rata apendiks adalah 8-10 cm (berkisar 2-20 cm)

Page 9: PRESKAS BEDAH APP.docx

dan berpangkal di sekum. Apendiks muncul selama bulan kelima masa gestasi dan

beberapa folikel limfoid tersebar di mukosanya.Folikel limfoid tersebut meningkat

jumlahnya ketika individu berusia 8-20 tahun.Lapisan otot apendiks terbagi menjadi dua,

bagian luar berbentuk longitudinal sedangkan bagian dalamnya berbentuk sirkular,

diantara kedua lapisan otot tersebut terdapat lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan

limfoepitelial.Lapisan mukosanya terdiri dari epitel kolumnar dengan beberapa kelenjar

dan sel argentaffin neuroendokrin.

Bentuk anatomis apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada bagian proksimal

dan menyempit pada bagian distal.Keadaan ini dapat menjadi sebab rendahnya insidensi

apendisitis pada bayi. Pada bayi dan anak, dinding apendiks masih belum sempurna oleh

karena lumen apendiks yang masih tipis dan omentum yang belum

berkembang.Sedangkan pada lansia, lumen apendiks umumnya tidak dapat ditemukan

karena lumen apendiks seringkali sudah tertutup sepenuhnya.

Sebagian besar yaitu sekitar 65%, letak apendiks di intraperitoneal yang

memungkinkan apendiks bergerak dengan ruang gerak yang bergantung pada panjang

mesoapendiks. Selain itu, letak apendiks ada yang di retroperitoneal yaitu dibelakang

sekum, dibelakang kolon asenden, atau di tepi lateral kolon asenden. Letak apendiks

tersebut akan menentukan gejala klinis yang timbul pada apendisitis.

Gambar 2.1 Letak

Sumber : Harold Ellis, 2006

Page 10: PRESKAS BEDAH APP.docx

Persarafanpada jaringan apendiks yaitu persarafan parasimpatis yang berasal dari

cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis

dan persarafan simpatis yang berasal dari nervus torakalis X. Oleh sebab itu, nyeri

visceral pada apendisitis diawali nyeri di periumbilikal atau di epigastrium.

Gambar 2.2 Suplai

Darah Pada Jaringan Apendiks

Sumber : Harold Ellis, 2006.

Pada jaringan apendiks, arteri apendiks terdapat di dalam lipatan mesenterika, yang

merupakan cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan berdekatan dengan dinding

apendiks. Suplai darah apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika terjadi sumbatan pada arteri tersebut, misalnya karena trombosis

pada infeksi, apendiks dapat menjadi gangrene. Drainase vena apendiks melalui vena

ileokolika dan vena kolik kanan ke vena portal, dan drainase limfatik apendiks terjadi

melalui nodus ileokolika sepanjang perjalanan mesenterika arteri superior ke kelenjar

celiac dan cisterna chyli.

Dalam sehari mukus yang dihasilkan jaringan apendiks sekitar 1-2 mL.Pada

keadaan normal, mukus tersebut mengalir ke dalam lumen dan menuju sekum.Aliran

mukus yang terhambat pada muara apendiks berperan pada patogenesis apendisitis.

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) mensekresikan IgA pada jaringan

apendiks, dimana IgA sangat efektif sebagai proteksi terhadap infeksi. Namun, sistem

imun tubuh tidak terlalu dipengaruhi dengan pengangkatan jaringan apendiks karena

Page 11: PRESKAS BEDAH APP.docx

jumlah jaringan limfoid pada apendiks hanya sebagian kecil dari jumlah jaringan limfoid

yang ada di sepanjang saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.1.2. Apendisitis Akut

2.1.2.1. Epidemiologi

Insidensi apendisitis akut kian menurun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir ini.

Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya konsumsi makanan berserat pada

penduduk dalam menu makanan sehari-harinya. Setiap tahunnya di Amerika Serikat,

dilaporkan sebanyak 250.000 kasus yang mewakili 1 juta pasien. Sejak akhir tahun 1940,

insiden apendisitis akut terus menurun dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per

100.000 penduduk. Apendisitis terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1

kasus per 1000 orang per tahun. Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian

apendisitis akut lebih rendah karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki

kebiasaan untuk memakan makanan berserat. Di Indonesia, apendisitis menempati urutan

tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya.

Apendisitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, mulai dari bayi, anak,

remaja, dewasa, hingga lansia. Menurut buku ajar ilmu bedah, insidensi tertinggi

apendisitis akut terjadi pada kelompok usia dewasa yaitu usia 20-30 tahun dan akan

berkurang pada usia selanjutnya.

Untuk pasien anak, apendisitis akut sering terjadi pada rentang usia 6-10 tahun

dan 50-85% kasus apendisitis akut pada anak baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Tingginya kejadian perforasi apendiks pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang

belum sempurna dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang, dan

daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi berlangsung

cepat. Selain itu, pasien anak biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri

yang timbul sehingga memperlambat waktu untuk diagnosis. Keadaan ini juga dapat

terjadi pada pasien lansia dimana dilaporkan kejadian perforasi apendiks sekitar 60%. Hal

ini disebabkan oleh karena pada pasien lansia telah terjadi perubahan anatomi apendiks

yaitu lumen apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering menimbulkan

gejala yang tidak spesifik dan keterlambatan diagnosis.

Page 12: PRESKAS BEDAH APP.docx

Berdasarkan jenis kelamin, kejadian apendisitis akut umumnya sama antara laki-

laki dan perempuan. Namun, pada laki-laki dewasa usia 20-30 tahun insidensi apendisitis

akut lebih tinggi yaitu 1.4 kali lebih besar.Rasio perbandingannya antara laki-laki dan

perempuan adala 3:2. Sedangkan menurut buku ajar patologi, rasio kejadian apendisitis

akut antara laki-laki dan perempuan yaitu 1.5 : 1.1,5Angka mortalitas apendisitis secara

keseluruhan 0,2-0,8% yang disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan

keterlambatan diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1%-1%, pada pasien

dengan usia lebih dari 70 tahun, angka mortalitasnya diatas 20%, hal ini terjadi terutama

karena keterlambatan diagnostik dan terapi.

2.1.2.2 Etiologi

Apendisitis akut umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri.Ada berbagai

keadaan yang berperan sebagai faktor pencetusnya.Lumen apendiks yang tersumbat

merupakan faktor pencetus terjadinya apendisitis akut.Keadaan yang dapat membuat

sumbatan pada lumen apendiks yaitu hiperplasia jaringan limfe, adanya fekalit, tumor

apendiks, dan cacing askaris pada jaringan apendiks.Selain itu, erosi pada mukosa

apendiks akibat parasit seperti E.histolytica diduga dapat pula menimbulkan peradangan

pada apendiks.

Studi epidemiologi menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah

serat dapat menimbulkan kejadian konstipasi yang berpengaruh terhadap kejadian

apendisitis. Tekanan intrasekal akan meningkat karena adanya konstipasi yang dapat

berakibat timbulnya obstruksi fungsional pada jaringan apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan flora normal pada kolon.

a. Obstruksi Lumen Apendiks

Obstruksi lumen apendiks adalah penyebab utama apendisitis akut. Obstruksi

lumen akan menstimulus sekresi mukus pada mukosa apendiks. Hal tersebut

akanmeningkatkan tekanan dalam lumen dimana tekanannya melebihi tekanan pada

submukosa venula dan limfatik sehingga menyebabkan distensi jaringan

apendiks.Keadaan itu membuat semakin meningkatkan tekanan pada dinding apendiks

dan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi dan limfatik sehingga dapat terjadi

Page 13: PRESKAS BEDAH APP.docx

iskemia pada mukosa apendiks dan berakhir dengan nekrosis jaringan.Dalam keadaan

normal, kapasitas lumen apendiks sekitar 0,1 mL dan jaringan apendiks dapat

menghasilkan sekitar 1-2 mL mukus perhari. Adanya obstruksi pada lumen apendiks

akan meningkatkan produksi mukus sekitar 0,5 mL, yang akan meningkatkan tekanan

intraluminal sehingga menstimulus serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan

nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen di bawah epigastrium.

Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik untuk

pertumbuhan bakteri. Ketika tekanan intraluminal meningkat, maka akan mengganggu

aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal tersebut semakin

meningkatkan tekanan intraluminal apendiks dan menyebabkan gangguan aliran

vaskularisasi apendiks sehingga dapat terjadi iskemia jaringan intraluminal apendiks,

infark, dan gangrene.Setelah itu bakteri dapat melakukan invasi ke dinding apendiks.

Invasi bakteri akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi. Dan ketika eksudat

inflamasi yang berasal dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum parietal,

serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga terasa nyeri lokal pada titik McBurney.

b. Peran Flora Normal Pada Kolon

Jaringan apendiks yang meradang memiliki flora yang berbeda dengan flora

normal apendiks pada umumnya, dimana 60% cairan aspirasi dari apendisitis ditemukan

bakteri jenis anaerob, sedangkan pada cairan aspirasi apendiks normal hanya ditemukan

sekitar 25%. Hal ini terjadi ketika ada obstruksi pada lumen apendiks dapat

meningkatkan tekanan intraluminal dan menganggu aliran darah serta limfatik sehingga

pertahanan mukosa terganggu dan terjadi iskemia pada jaringan intraluminal apendiks

yang memudahkan bakteri untuk invasi ke mukosa apendiks.

Apendisitis merupakan penyakit infeksi dengan polimikrobial. Dalam beberapa

studi dilaporkan bahwa terdapat 14 mikroorganisme yang berbeda yang ditemukan pada

pasien apendisitis perforata. Bakteri yang umumnya terdapat di jaringan apendiks normal,

apendisitis akut, dan apendisitis perforata adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis.

Page 14: PRESKAS BEDAH APP.docx

2.1.2.3. Patologi

Peradangan pada jaringan apendiks diawali pada bagian mukosa, kemudian

mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Proteksi dari tubuh dalam membatasi

terjadinya proses peradangan tersebut yaitu adanya omentum, usus halus, atau adneksa

yang menutupi apendiks sehingga terbentuk massa periapendikuler.Sementara itu, dalam

waktu 24-48 jam pertama, peradangan apendiks sudah dapat mengenai seluruh lapisan

dinding apendiks, dimana dapat terjadi nekrosis jaringan yang dapat membentuk abses

sehingga dapat terjadi perforasi pada tahap selanjutnya.Jika tidak terbentuk abses,

apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya

akan mengurai diri secara lambat.Apendiks yang pernah mengalami peradangan tidak

akan kembali ke bentuk normal atau sembuh sempurna melainkan membentuk jaringan

parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan ini dapat menimbulkan

keluhan nyeri berulang di regio abdomen kanan bawah.Jika terjadi peradangan akut

kembali pada jaringan apendiks tersebut maka dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.

2.1.2.4. Gambaran Klinis

Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah

epigastrium atau di periumbilikus adalah gejala klasik dari apendisitis yang dapat disertai

dengan keluhan mual dan muntah. Selain itu, nafsu makan pada penderita apendisitis akut

akan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney yaitu pada

kuadran kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya

sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada kuadran kanan bawah

abdomen bisa tidak begitu jelas apabila letak apendiks di retrosekal retroperitoneal, rasa

nyeri lebih dirasa kearah abdomen sisi kanan dan timbul ketika sedang berjalan karena

kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Bila apendiks terletak di rongga pelvis, peradangan pada apendiks dapat

menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis

meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat. Bila jaringan apendiks melekat

pada vesica urinaria, peradangan pada apendiks dapat menimbulkan stimulus terhadap

dinding vesica urinaria sehingga untuk gejalanya terjadi peningkatan frekuensi urinasi.

Page 15: PRESKAS BEDAH APP.docx

Pada bayi dan anak, gejala apendisitis akut tidak spesifik karena bayi dan anak

kurang mampu menggambarkan rasa nyeri yang dialaminya. Gejala awalnya biasanya

hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Beberapa jam kemudian, anak

akan muntah dan menjadi lemah dan letargik. Hal ini menyebabkan insidensi apendisitis

perforasi tinggi pada usia bayi dan anak yaitu sekitar 80-90%.

2.1.2.5. Pemeriksaan

Tabel 2.1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut

Gambaran Klinis Apendisitis Akut

Tanda awal

- Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai

mual dan anoreksia

Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda

rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney

- Nyeri tekan

- Nyeri lepas

- Defans muscular

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)

- Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepaskan

(Blumberg sign)

- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti

napas dalam, berjalan, batuk, mengedan

Sumber :Sjamsuhidayat, 2011

Pada pemeriksaan fisik untuk pasien apendisitis akut, umumnya terjadi

peningkatan suhu sekitar 37.5-38.50C, bila suhu lebih tinggi, kemungkinan sudah terjadi

perforasi.Tidak ditemukan gambaran spesifik pada pemeriksaan inspeksi

abdomen.Ditemukan adanya nyeri tekan pada regio iliaka kanan, disertai nyeri lepas pada

pemeriksaan palpasi abdomen.Selain itu, ditemukan adanya defans muskular yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Ditemukan juga tanda Rovsing

yaitu ketika abdomen sebelah kiri bawah ditekan, akan dirasakan nyeri diabdomen

Page 16: PRESKAS BEDAH APP.docx

sebelah kanan bagian bawah. Pada pemeriksaan auskultasi abdomen, umumnya bising

usus normal, tetapi bisa saja hilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis

generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata.Pada apendisitis pelvika, nyeri

dapat dirasakan saat pemeriksaan colok dubur. Namun, bila peradangan apendiks

menempel pada otot psoas mayor, maka akan ditemukan rasa nyeri pada uji psoas. Uji

psoas dilakukan dengan memberi stimulus pada otot psoas melalui hiperekstensi sendi

panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.Selain

itu, bila apendisitis bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding

panggul minor, dapat dirasakan nyeri saat dilakukan uji obturator yaitu melalui gerakan

fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang.

2.1.3. Skor Alvarado

Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis

akut pada usia dewasa. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986

untuk mendiagnosis pasien apendisitis pada penelitian kohort terhadap 305 pasien suspek

apendisitis di Nazareth Hospital, Philadelphia, United States of America. Sistem skoring

ini didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana yang

sering didapatkan pada pasien apendisitis akut.

Penelitian di Armed Forces Hospital, Saudi Arabia tahun 2001-2002 pada 125

pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas skor Alvarado 53.8% dan spesifisitas

80% untuk semua pasien, pada pasien wanita sensitifitas skor Alvarado 48% dan

spesifisitas 62.5% sedangkan untuk pasien laki-laki sensitifitas skor Alvarado 54.6% dan

spesifisitas 100%.

Tabel 2.2. Skor Alvarado

Characteristics Score

3 Symptoms

Migration of pain to the right lower quadrant

1

Nausea and vomiting 1Anorexia 13 signsTenderness in right iliac fossa 2

Page 17: PRESKAS BEDAH APP.docx

Rebound tenderness in right iliac fossa 1Elevated temperature 12 Laboratory findingLeukocytosis 2Shift to left of neutrophils 1Total 10

Sumber :Tamanna Zikrullah, 2012

Sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sistem skoring sederhana ini

dapat menentukan tindakan selanjutnya pada pasien apendisitis akut.

Menurut kepustakaan, skor Alvaradodapat menurunkan kejadian apendisitis

perforasi, menurunkan angka mortalitas dalam 2 tahun terakhir ini, dan dapat

menurunkan nilai negatif apendektomi.Nilai negatif apendektomi merupakan persentase

ditemukannya gambaran jaringan apendiks normal pada pemeriksaan patologi anatomi

pasca apendektomi.Pada studi sebelumnya di Mandeville Regional Hospital tahun 2010

melaporkan bahwa nilai persentase negatif apendektomi 15-40% dan sistem skoring

Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dari 35.8% menjadi 30.2%

dimanaskor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi sebesar 71-94% karena sesuai dengan

hasil pemeriksaan patologi anatomi.

Tabel 2.3. Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado

Skor Alvarado Manajemen

0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi

apendektomi, dan segera kembali ke dokter jika

tidak ada perbaikan dari gejala.

4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai

kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6

dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan

makadilakukan apendektomi.

7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi,

sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan

pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian

apendektomi.

Page 18: PRESKAS BEDAH APP.docx

Sumber : Michael, 2000.

Pemeriksaan laboratorium

Leukositosis ringan (10.000-20.000/uL) dengan peningkatan jumlah neutrophil.

Leukositosis tinggi didapatkan apabila sudah terjadi perforasi dan gangrene. Urinalisa

dapat dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada

appendicitis akut didapatkan ketonuria. Pada perempuan perlu diperiksa tes kehamilan

bila dicurigai kehamilan ektopik

Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat digunakan dengan menepuan diameter anteroposterior

apendiks yang lebih besar dari 7 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat

di kompresi (lesi target), atau adanya apendikolit.

2.1.4. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks sering digunakan

sebagai gold standar dalam uji diagnositik apendisitis akut, karena memiliki sensitifitas

paling baik diantara pemeriksaan lain.

Bila terjadi peradangan akut pada apendiks dalam pemeriksaan patologi anatomi

pada seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propia apendiks ditemukan adanya

sedikit eksudat, tampak adanya bendungan pada pembuluh subserosa, terdapat infiltrasi

Page 19: PRESKAS BEDAH APP.docx

neutrofilik perivaskular ringan, dan terjadi perubahan warna pada membrane serosa

menjadi merah, granular, dan suram. Jika sudah terjadi apendisitis supuratif akut pada

pemeriksaan patologi anatomi akan ditemukan eksudat neutrofilik yang menghasilkan

reaksi fibrinopurulen di atas serosa, abses di dinding usus, disertai ulserasi dan fokus

nekrosis di mukosa. Bila keadaan apendiks kian memburuk, pada stadium selanjutnya

yaitu apendisitis gangrenosa akutakan ditemukan daerah ulkus hijau hemoragik di

mukosa dan nekrosis gangrene hijau tua di seluruh lapisan dinding apendiks.

Gambar 2.3. Apendisitis Akut*

Untuk diagnosis apendisitis akut, gambaran histopatologi yaitu adanya infiltrasi

neutrofilik pada mukosa, submukosa, dan muskularis propia apendiks. Dalam studinya,

Humes menggolongkan 3 terminologi mengenai gambaran jaringan apendiks berdasarkan

hasil pemeriksaan patologi anatomi, yang pertama simple apendicitis yang berarti

adanya inflamasi pada jaringan apendiks tanpa disertai gangren, perforasi dan abses, yang

kedua complicated appendicitisyaitu ditemukan gangrenosa apendiks atau perforasi

apendiks atau abses periapendikular, dan yang terakhir negative appendicectomy artinya

jaringan apendiks yang ditemukan berupa jaringan normal. Selain itu, terdapat beberapa

penyakit yang memiliki gambaran klinis mirip dengan apendisitis akut, diantaranya

adalah limfadenitis mesenterium setelah infeksi virus sistemik, gastroenteritis dengan

adenitis mesenterium, penyakit radang pelvis dengan keterlibatan tuba falopi dan

ovarium, ruptur ovarium saat ovulasi, kehamilan ektopik, dan divertikulitis Meckel.

*Apendiks yang meradang (bawah) tampak merah, membengkak, dan ditutupi oleh eksudat fibrinosa. Sebagai pembanding, apendiks normal (atas).

Sumber : Kumar Vinay, 2007

Page 20: PRESKAS BEDAH APP.docx

2.1.5. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dapat dilihat berdasarkan usia:

Bayi: stenosis pylorus, obstruksi usus

Anak: intrusepsi, diverticulitis Meckel, gastroenteritis akut, limfadenitis

mesenteric, inflammatory bowel disease.

Dewasa: pieonefritis, colitis, diverticulitis pankreatitis,

Perempuan usia subur: pelvic inflammatory disease (PID), abses tubo-ovarium,

rupture kista ovarium, kehamilan ektopik.

2.1.6. Tatalaksana

1. Pre-operatif

Observasi ketat, tirah baring, dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta

pemeriksaan darah dapat diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks dapat

dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spectrum luas dan

analgesic dapat diberikan. Pada perforasi appendiks perlu diberikan resusitasi

cairan sebelum operasi

2. Operatif

Apendiktomi terbuka: dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan

bawah atau insisi oblik (Mc Arthur Burney). Pada diagnosis belum jelas,

dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.

Laparoskopi : teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil

3. Pasca-Operatif

Observasi tanda vital,dibaringkan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu.

PAda operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga usus

kembali normal. Secara bertahap pasien diberkan minum, makanan saring, makanan

lunak, dan makanan biasa.

2.1.7. Komplikasi

Page 21: PRESKAS BEDAH APP.docx

Perforasi usus, peritonitis umum, abses apendiks, tromboflebitis supuratif system

portal, abses subfrenikus, sepsis dan obstruksi usus.

2.1.8.Prognosis

Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat serta

pembedahan. Tingkat mortalitas sekitar 0,2-0,8% dan disebabkan komplikasi penyakit

pada intervensi bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Apendiks. In:

Riwanto I, editor. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-dejong. Ed 3. Jakarta: EGC;

2010.

Page 22: PRESKAS BEDAH APP.docx

2. Craig S. Appendicitis [Internet]. Medscape; 2012 [updated 2012 Oct 26; cited 2013

Aug 29]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773895-

overview#showall.

3. Ellis H. The appendix. In: Sugden M, editor. Clinical anatomy applied anatomy for

students and junior doctor. 11th ed. Oxford: Blackwell Publishing; 2006. p.80-81.

4. Norton J, Barie PS, Bollinger RR, Chang AE, Lowry S, Mulvihill SJ, et al. Surgery

basic science and clinical evidence. 2nd ed. New York: Springer Science & Business

Media; 2009. p. 994-96

5. Jaffe BM, Berger DH. The appendix in schwartz's principle of surgery. 9th ed. New

York: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 1073.

6. Keyzer C, Geve PA. Clinical presentation of acute appendicitis. In: Humes DJ,

Simpson J, editor. Imaging of acute apendicitis in adults and children. New York:

Springer Science & Business Media; 2011. p.17.

7. Olakolu S, Llyold C, Day G, Wellington P. Diagnosis of acute appendicitis at

mandeville regional hospital clinical judgment versus alvarado score. Int J Emerg

Surg 2010; 27(1):1-5.

8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Apendisitis akut. In: Hartanto H, editor. Buku ajar

patologi robbins. Ed 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 660-61.

9. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. Br Med J 2006; 333: 530-34.