29
PRESENTASI KASUS Oleh : Reza oktarama putra Pembimbing : Dr. Imai indra, sp.An

Presentasi Ujian 2

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTASI KASUS

Oleh :

Reza oktarama putra

Pembimbing :

Dr. Imai indra, sp.An

IDENTITAS PASIEN

• Nama : Abu Bakar• Umur : 54 tahun• Berat Badan : 50 kg• Tinggi Badan : 160 cm • Registrasi/ ruangan : 981981/ jeumpa 1• MRS : 8 Februari 2014

ANAMNESIS

• KU : benjolan di kepala

• RPS : pasien datang dengan keluhan benjolan di kepala yang sudah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Dengan nyeri yang dirasakan hilang timbul dan bila timbul mengganggu aktivitas pasien. Pemicu nyeri tidak spesifik

• RPD / riwayat operasi : pasien belum pernah operasi sebelumnya, riwayat hipertensi (-) . DM (-), alergi (-), asma (-)

• Riwayat penyakit keluarga : alergi (-), HT (-), dm (-), asma (-). dan tidak ada keluarga menderita penyakit seperti yang di alami oleh pasien

PEM. FISIK

• Airway : bebas, malapati gradasi 1, obstruksi (-), leher normal, gigi palsu (-)

• Breathing : RR 19x / menit, RIC (-), NCH (-), pneumothorakx (-/-), hematothoraks (-/-)

• Circulation : nadi 72 x/menit, td 120/80 mmHg, oedem ektremitas (-/-), perfusi hangat, kering,

merah. Anemia (-/-), produksi urin ± 700 cc/hari

• Brain : kesadaran compos mentis ( gcs 15), pupil isokor

• Eksposure/ Status lokalis : ditemukan massa di kepala dengan ukuran 6 x 4,5 cm ; 5x 3 cm; 6x2 cm, yang kadang terasa nyeri tapi saat dilakukan pemeriksaan nyeri tekan (-)

• Thoraks : simetris (+) ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

• Abdomen : soepel (+), nyeri tekan (-), distensi (-), peristaltic usus (+)

PEM. FISIKPEM. FISIK

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• LAB DARAH

Lab 8/2/2014

Nilai Lab Nilai

Hb 12,5 gr/dL CT/BT 7’/3’

Ht 40 % Na/ K/ Cl 146/4,1/106

Leu 11,4 x 103 /uL

Ur/Cr 37/0,8

Trom 314 x 103 /uL

KGDS/PP/2j PP

83/-/-

LED SGOT/SGPT -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN RADIOLOGI• Rontgen thorak PA (19/02/2013) cor : bentuk dan

ukuran normal, pulmo : tidak tampak ada infiltrat. Kesimpulan cor dan pulmo tidak tampak ada kelainan• CT scan kepala (AP/ lateral) : (19/02/2013)

Destruksi kalvaria parietal kiri dengan massa jaringan lunak. Bentuk dan ukuran sella normal. Tak tampak lesi lytik atau osteoblatik. Kesimpulan : massa jaringan lunak parietal kiri disertai destruksi kalvaria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• EKG : (11/02/2014) irama sinus, axis normoaxis, gel. P : 0,08 s’ : 0,1 mvolt, PR interfal 0.2 s’, QRS komplit 0,06 s’, QRS rate 93x / menit, ST elevasi (-) ST depresi (+), Q patologis : lead II, III, avf. Kesimpulan sinus ritme, OMI inferior. Toleransi operasi resiko sedang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosa :

Tumor Intrakranial

Tindakan :

Removal

Tumor

PEMBAHASAN

Tumor Intrakran

ial

Terapi terbatas

Efek massa

Menimbulkan

gangguan fungsional

SSP

Salah satu

tumor system saraf

ETIOLOGI

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Adapun faktor-faktor risiko yang perlu ditinjau, yaitu :

Substansi-substansi karsinoge

nik

VirusRadiasi jaringan

Sisa-sisa sel

embrional ( embryonic cell rest )

Herediter

• Di Amerika Serikat diperkirakan 98.000-170.000 kasus baru dari tumor intrakranial didiagnosis setiap tahun. Perbandingan insidens tumor sekunder dengan tumor primer intrakranial adalah 10:1. Di Indonesia sendiri belum ada data pasti angka kejadian trumor intrakranial

PREVALENSI

Patofisiologi

Gangguan fokal akibat

tumor

infiltrasi atau invasi

langsung pada

parenkim otak dengan

kerusakan jaringan neural

Perubahan suplai darah akibat tumor yang tumbuh menyebabkan

nekrosis jaringan otak

Peningkatan tekanan

intrakranial

• Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi ventilasi harus dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan compliance. Sulit untuk membedakan mual dan muntah selama pemberian opiod preoperasi dengan mual dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga, obat yang menyebabkan sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang diakibatkan peningkatan progresif TIK

PRE OPERATIF

• Hubungan dokter-pasien lebih penting dalam menangani anxiety/ kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.

DURANTE OPERASI

• Obat-obatan

Anestesi intravena

1. Barbiturat. Tiopental dan fenobarbital . mengurangi aliran darah ke otak (CBF), volume darah otak (CBV), dan tekanan intrakranial (ICP)

2. Etomidate. Bersamaan dengan barbiturat etomidat mengurangi CBF, dan ICP. Hipotensi sistemik muncul lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan barbiturate

3. Propofol. Efek hemodinamik dan metabolik pada otak dengan penggunaan propofol menyerupai obat barbiturate

4. Obat jenis opioid (ex : Fentanil) meningkatkan TIK

• ANASTESI INHALASI

1. Isoflurane. Depresan metabolik yang potent, isofluran memiliki sedikit efek pada aliran darah otak dan tekanan intrakranial daripada halotan. Karena isofluran menekan metabolisme serebral, obat ini mungkin memiliki efek melindungi saat iskemi tidak berat.

2. Sevoflurane. Peningkatan ICP muncul dengan kenaikan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan halotan.

3. Nitrous oxide (N2O). N2O mendilatasi pembuluh darah otak, sehingga dapat meningkatkan ICP

ANASTESI LOKAL

• Infiltrasi lidokain 1% maupun bupivacaine 0,25%, dengan atau tidak dengan epinephrine, di kulit sekitar insisi skalp dan tempat insersi pin head holder membantu mencegah hipertensi sitemik dan intrakranial terhadap rangsangan ini dan menghindari penggunaan yang tidak perlu dari anestesi dalam

MUSCLE RELAXANT

•Muscle relaxant yang adekuat memfasilitasi mekanikal ventilasi dan mengurangi ICP

DURANTE OPERASI

PENANGANAN SIRKULASI DAN RESPIRASI INTRAOPERATIF

• Setelah dilakukan intubasi ventilasi mekanik PaCO2 di buat sebesar 35mmHg. Hiperventilasi agresif (PaCO2 < 30mmHg) sebaiknya dihindari kecuali terjadi herniasi transtentorial.

PENANGANAN SIRKULASI

• Ketika hipotensi bertahan meskipun dengan oksigenasi yang adekuat, ventilasi, dan pengganti cairan, peningkatan tekanan darah dengan menggunakan inotropic atau vasopresor. Hipertensi ditangani secara hati-hati karena peningkatan tekanan darah dapat merupakan gambaran dari hiperaktivitas simpatis sebagai respon dari peningkatan TIK dan penekanan batang otak (refleks cushing).

DURANTE OPERASI

• Kepala ditempatkan sedikit diatas garis level jantung untuk memfasilitasi drainage vena dan mengurangi kongesti otak.

• Hindarkan pemakaian larutan yang mengandung glukosa

karena hiperglikemia bisa menyebabkan perburukan

neurologis.

• Fentanil atau obat golongan opioid sebaiknya diberikan setelah pemberian muskulo-relaksan, karena dosis kecil dari obat-obat tersebut dapat meningkatkan TIK

• Posisi pasien head-up 30 derajat dengan posisi netral yaitu tidak miring ke kiri atau ke kanan, tidak hiperekstensi atau hiperfleksi.• Bila perlu diventilasi, pertahankan normokapni.

Harus dihindari PaCO2 < 35 mmhg selama 24 jam pertama pasca operasi• Kendalikan tekanan darah dalam batas

autoregulasi. Sistolik tidak boleh kurang dari 90 mmhg. terapi bila tekanan arteri rerata > 130 mmhg.• Infus dengan Nacl 0.9%, batasi pemberian RL.

Hematokrit pertahankan minimal 33%.

POST OPERATIF

• Bila hb < 10 gr% transfusi darah. • Untuk mengendalikan kejang bisa diberikan

diazepam 5-10 mg intravena (0,3 mg/kg bb) perlahan – lahan selama 1-2 menit.

POST OPERASI

Perlu perawatan intensif care untuk diobservasi lebih lanjut.

KESIMPULAN

• Tumor intrakranial merupakan tumor yang terdapat dalam rongga kranial

• Kerusakan yang ditimbulkan diakibatkan oleh progresivitas tumor yang merusak otak dan akibat efek massa tumor yang menekan otak di dalam rongga kranial yang memiliki volume tetap.

• Penanganan pada pasien dengan tumor intrakranial harus mempertimbangkan efek obat / tindakan terhadap perfusi darah, aliran darah ke otak, serta pengaruhnya terhadap perubahan tekanan intrakranial.

DAFTAR PUSTAKA

• Mayer, SA. Management of Increased Intracranial Pressure in Wijdicks EFM . Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology. 2002.

• Mahar, M. (2000). Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf Dalam Neurologi Klinis Dasar. Edisi 5. Dian Rakyat. Jakarta : 390 – 402

• Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. (2007). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

• Jurnal Anastesiologi Indonesia. 2010. Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Ikatan Dokter spesialis anestesiologi dan reanimasi (IDSAI) jawa tengah. 2(1): 52-54.

• Kirkness CJ, Burr RL, Cain KC, Newell DW, Mitchell PH. 2005. Relationship of Cerebral Perfusion Pressure Level to Outcome in Traumatic Brain Injury. Acta Neurochir. 95: 13-16

KASIH

TERIMA