37
PRESENTASI KASUS TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA CARIES DENTIS Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M.Sc Disusun oleh: Yovita Widawati 1810221035 DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019

PRESENTASI KASUS TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA … · Nyeri kepala sebelah sejak 2 bulan SMRS. ... daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. (Sjahrir dkk, 2013)

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTASI KASUS

TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA CARIES DENTIS

Pembimbing :

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M.Sc

Disusun oleh:

Yovita Widawati 1810221035

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2019

2

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA CARIES DENTIS

Disusun Oleh : Yovita Widawati 1810221035

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian

Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal : Januari 2019

Dokter Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

3

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. SBM

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Sedandang 05/04 Lemahireng, Bawen,

Kabupaten Semarang

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk RS : 3 Januari 2019

Tanggal Keluar RS : 7 Januari 2019

No RM : 066157-2014

B. Keluhan Utama:

Nyeri kepala sebelah sejak 2 bulan SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri sejak 2 bulan sebelum

masuk rumah sakit. Timbul secara spontan ketika sedang beristirahat dan

nyeri kepala dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan sepanjang hari dan

nyeri kepala dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS dengan skala nyeri 8

dari 10. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh jarum di kepala bagian kiri

dan menjalar hingga wajah bagian kiri. Keluhan bertambah parah jika

pasien sedang beristirahat (sedang tidur) dan nyeri berkurang saat pasien

sedang berjalan atau melakukan aktivitas lain. Keluhan nyeri kepala juga

disertai perasaan mual. Mual diikuti rasa ingin muntah, namun pasien tidak

muntah.

Untuk mengatasi nyeri tersebut, pasien membeli obat warung yang

dapat meredakan nyeri kepala, berupa obat parasetamol. Biasanya nyeri

kepala berkurang setelah minum obat tersebut, namun kali ini keluhan tak

membaik. Akhirnya 7 hari SMRS pasien memutuskan pergi mengunjungi

dokter gigi dan oleh dokter gigi disarankan untuk melakukan pencabutan

4

gigi karena gigi bagian kanan atas ada yang bolong. Namun, pasien belum

melakukan pencabutan gigi dan 7 hari kemudian saat nyeri kepalanya

kambuh pasien langsung ke IGD. Di IGD RSU Ambarawa, pasien

mendapatkan segera terapi injeksi ondancentron 1 ampul untuk mengatasi

mual yang cukup hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat inap

dengan terapi yang lebih spesifik.

Selain itu, Demam juga sempat dirasakan oleh pasien sejak 1 hari

SMRS. Keluhan keluar cairan dari telinga kiri terus menerus juga

dikeluhkan sejak 3 hari SMRS. Keluhan tersebut dirasakan saat pasien

sedang berbaring di rumah, namun tidak disertai telinga berdenging. Pasien

juga mengeluhkan sering pilek sejak 2 tahun SMRS disertai hidung sering

tersumbat. Keluhan lain seperti pandangan kabur tidak ada, pandangan

gelap tidak ada, pandangan ganda tidak ada. Pasien juga menyangkal pernah

mengalami kejang, mulut lumpuh, maupun bicara pelo. Anggota gerak juga

tak mengalami kelumpuhan maupun kekakuan. Tak ada rasa kebas atau

kesemutan yang dirasakan pasien pada anggota geraknya. Keringat berlebih

saat nyeri kepala kambuh disangkal dan masalah dalam buang air kecil dan

buang air besar disangkal selama perjalanan penyakit dan masih dalam batas

normal. Daya ingat dan fungsi berpikir baik dan masih dalam batas normal.

Pasien juga menyangkal sedang memiliki beban pikiran yang dapat

menimbulkan stress.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat trauma dibagian kepala disangkal pasien. Namun, 3 tahun

yang lalu pasien mengaku memiliki masalah gigi bolong di bagian gigi kiri

atas dan pasien berobat ke dokter gigi. Saat berobat ke dokter gigi, pasien

melakukan penambalan di bagian gigi yang bolong tersebut dan setelah itu

pasien tidak pernah kontrol rutin ke dokter gigi karena tidak pernah

bermasalah lagi giginya sejak setelah giginya di tambal.

Riwayat Lain:

• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

• Riwayat sakit kencing manis diakui

5

• Riwayat maag diakui.

• Riwayat pingsan disangkal,

• Riwayat kontak batuk lama disangkal.

• Riwayat alergi (makanan : -), (obat : -).

• Riwayat kejang disangkal.

• Riwayat gigi berlubang diakui pada gigi kiri atas.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat keluhan serupa disangkal

• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

• Riwayat sakit kencing manis disangkal

• Riwayat TB disangkal

• Riwayat kontak dengan orang yang memiliki batuk lama juga disangkal

F. Riwayat Sosial Ekonomi

Sehari-hari berperan sebagai kepala rumah tangga dan bekerja sebagai

petani. Biaya pengobatan pasien memakai umum. Kesan ekonomi cukup. Pasien

mengaku sedang tidak memiliki masalah yang menjadi beban pikirannya.

G. Anamesis Sistem

Sistem serebrospinal : Nyeri kepala diakui

Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Sistem respirasi : Tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : Mual diakui

Sistem musculoskeletal : Tidak ada keluhan

Sistem integumentum : Tidak ada keluhan

Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

6

H. Resume Anamnesa:

Pasien Tn. SBM mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri sejak 2

bulan sebelum masuk rumah sakit. Timbul secara spontan ketika sedang

beristirahat dan nyeri kepala dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan

sepanjang hari dan nyeri kepala dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS.

Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh jarum di kepala bagian kiri dan

menjalar hingga wajah bagian kiri. Keluhan bertambah parah jika pasien

sedang beristirahat (sedang tidur) dan nyeri berkurang saat pasien sedang

berjalan atau melakukan aktivitas lain.

Pasien membeli obat warung yang dapat meredakan nyeri kepala,

berupa obat parasetamol untuk mengatasi masalah nyeri kepalanya.

Biasanya nyeri kepala berkurang setelah minum obat tersebut, namun kali

ini keluhan tak membaik. Akhirnya 7 hari SMRS pasien memutuskan pergi

mengunjungi dokter gigi dan oleh dokter gigi disarankan untuk melakukan

pencabutan gigi karena gigi bagian kanan atas ada yang bolong. Namun,

pasien belum melakukan pencabutan gigi dan 7 hari kemudian saat nyeri

kepalanya kambuh langsung ke IGD SMRS. Di IGD RSU Ambarawa,

pasien mendapatkan segera terapi injeksi ondancentron 1 ampul untuk

mengatasi mual yang cukup hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat

inap dengan terapi yang lebih spesifik.

Diskusi I

Dari hasil anamnesa didapatkan seorang pasien laki-laki 55 tahun

mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri. Nyeri kepala timbul karena

perangsangan terhadap struktur yang peka didaerah kepala dan leher yang

peka terhadap rasa nyeri. Bangunan-bangunan peka nyeri pada kepala

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bangunan intrakranial meliputi sinus

venosus, arteri-arteri basalis, durameter, nervus V, IX, X, dan bangunan

ekstrakranial meliputi pembuluh darah dan otot kulit kepala, orbita,

membrane mukosa sinus nasalis dan paranasalis, telinga luar dan tengah,

7

gigi dan gusi, nervus cervical II dan III (Lindsay, 2002). Perangsangan

bangunan-bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai

nyeri pada daerah terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat

perangsangan bangunan intracranial akan diproyeksikan ke permukaan dan

dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan.

Nyeri kepala pada pasien kemungkinan disebabkan oleh penyebab

sekunder, seperti neoplasma (primer/ sekunder), infeksi (akut/ kronis) virus,

bakteri, jamur, vaskuler, ataupun bisa disebabkan oleh penyebab primer

berupa migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tegang otot

Nyeri yang dirasakan pasien, diduga merupakan nyeri yang terbagi

atas dua bagian nyeri non neurogenik dan neurogenik. Pada yang non

neurogenik merupakan nyeri yang terjadi pada anggota gerak diantaranya,

artalgia (patologis pada persendian), myalgia (otot), entesialgia (proses

patologis pada tendon, fasia jaringan miofasial dan periosteum). Umumnya,

hal teresebut disebabkan karena proses patologik setempat berupa

peradangan bakterial, imonologik, non infeksi atau perdarahan serta

keganasan. Pada nyeri neurogenik, jenis nyeri ini terjadi akibat iritasi

langsung terhadap serabut sensoris perifer. Ciri khasnya adalah nyeri

menjalar sepanjang daerah distal saraf dan perjalanan nyeri tersebut

berpangkal pada bagian saraf yang mengalami iritasi. Nyeri neurogenik ini

juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran apabila terjadi sensitisasi

sangat hebat dan tak tertahankan. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab

pasien pingsan saat mengalami nyeri kepala.

1. Cephalgia

1.1 Definisi

Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa tidak enak pada

daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. (Sjahrir

dkk, 2013). Sedangkan, menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau

cephalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala, setempat atau

menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, gigi, rahang bawah dan leher.

8

1.2. Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi

penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin

sublingual dan faktor genetik.

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang

(16,54%) atau 45juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari

45juta tersebutmerupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe

tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar

dan bekerja sebanyak 62,7 %.

Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12

tahunsedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12

tahun. HIS juga mengemukakan cluster headache 80-90 % terjadi pada pria

dan prevalensi sakitkepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

1.3. Etiologi

a. Penggunaan obat yang berlebihan.

Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain

seperti acetaminophen dan triptans, bisa membuat sakit kepala parah bila

terlalu sering dipakai untuk jangka waktu lama. Menggunakan terlalu

banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang disebut rebound sakit kepala.

b. Stres

Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala,

termasuk sakit kepala kronis. Selain itu, itu terkait dengan kecemasan dan

depresi, yang juga faktor risiko untuk berkembang menjadi sakit kepala

kronis.

c. Masalah tidur

Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala

kronis. Mendengkur, yang dapat mengganggu pernapasan di malam hari

dan mencegah tidur nyenyak, juga merupakan faktor risiko. Dokter tidak

yakin persis mengapa, menjaga berat badan yang sehat tampaknya dapat

dihubungkan dengan penurunan risiko untuk sakit kepala kronis.

Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas

ketika ditambahkan ke beberapa obat sakit kepala, terlalu banyak kafein

9

dapat memiliki efek yang berlawanan. Sama seperti obat sakit kepala

berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan

dapat menciptakan efek rebound.

d. Penyakit atau infeksi

Seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.

1.4. Klasifikasi

Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition,

dari the International Headache Society (Sjahrir

dkk, 2013) secara garis besar nyeri kepala diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Migren

2. Tension-Type Headache

3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lainnya

4. Nyeri kepala primer lainnya

5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial dan/atau

servikalis

7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau

proses withdrawal nya

9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis

11. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga,

hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur fasial atau kranial lainnya

12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri

13. Neuralgia kranial

10

Jenis-Jenis Nyeri Kepala:

Nyeri

Kepala

Sifat

Nyeri Lokasi

Lama

Nyeri Frekuensi Gejala

Migren

umum Berdenyut

Unilateral atau

Bilateral 6-48 jam

Sporadik Mual,

muntah,

malaise,

fotobia Beberapa

kali sebulan

Migren

klasik Berdenyut Unilateral 3-12 jam

Sporadik Prodromal

visual,

mual,

muntah,

malaise,

fotobia

Beberapa

kali sebulan

Klaster Menjemu-

kan, tajam

Unilateral,

orbita

15-20

menit

Serangan

berkelompok

dengan

remisi lama

Lakrimasi

ipsilateral,

wajah

merah,

hidung

tersumbat,

horner

Tipe

tegang

Tumpul,

ditekan Difus, Bilateral

Terus

menerus Konstan

Depresi,

ansietas

Neuralgia

trigeminus

Ditusuk-

tusuk

Dermaton saraf

V

Singkat,

15-60

detik

Beberapa

kali sehari

Zona

pemicu

nyeri

11

Atipikal Tumpul Unilateral atau

Bilateral

Terus

menerus Konstan

Depresi,

kadang-

kadang

psikosis

Sinus Tumpul/

tajam Di atas sinus Bervariasi

Sporadik

atau konstan Rinore

Lesi desak

ruang Bervariasi`

Unilateral

(awal),

Bilateral

(lanjut)

Bervariasi,

progresif

Bervariasi,

semakin

sering

Papiledema,

defisit

neurologik

fokal,

gangguan

mental atau

perilaku,

kejang, dll

Menurut Arif Mansjoer (2000) pada nyeri kepala atau cephalgia struktur

diwajah yang peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra

serebral dan intra serebral, meningen, dasar fosa anterior, fosa posterior, tentorium

serebri, sinus venosus, nervus V, VII, IX, X, radiks posterior C2, C3, bola mata,

rongga hidung, rongga sinus, dentin dan pulpa gigi. Sedangkan otak tidak sensitif

terhadap nyeri. Pada struktur yang disebutkan sebelumnya terdapat ujung saraf

nyeri yang mudah dirangsang atau etiologinya oleh :

1. Traksi atau pergeseran sinus venosus dan cabang-cabang kortikal.

2. Traksi, dilatasi atau inflamasi pada arteri intrakranial dan ekstrakranial.

3. Traksi, pergeseran atau penyakit yang mengenai saraf kranial dan servikal.

4. Perubahan tekanan intrakranial.

5. Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga dan leher.

12

1.5. Manifestasi Klinis

Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) manifestasi klinis adanya nyeri kepala atau

cephalgia memerlukan anamnesis khusus yaitu:

1. Awitan dan lama serangan

2. Bentuk serangan; paroksismal periodik atau terus menerus

3. Lokalisasi nyeri

4. Sifat nyeri; berdenyut-denyut, rasa berat, menusuk-nusuk, dll

5. Prodromal

6. Gejala penyerta

7. Faktor presipitasi

8. Faktor yang mengurangi atau memberatkan nyeri kepala

9. Pola tidur

10. Faktor emosional/stres

11. Riwayat keluarga

12. Riwayat trauma kepala

13. Riwayat penyakit medik; peradangan selaput otak, hipertensi, demam tifoid,

sinusitis, glaukoma, dsb.

14. Riwayat operasi

15. Riwayat alergi

16. Pola haid bagi wanita

17. Riwayat pemakaian obat; analgetik, narkotik, penenang, vasodilator.

1.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:

1. Foto Rontgen terhadap tengkorak

2. Pemeriksaan kadar Lemak darah ( kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)

3. Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll

Pemeriksaan lebih lanjut menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan

khusus pada cephalgia meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan

bentuk, nyeri tekan dan benjolan. Palpasi pada otot untuk mengetahui tonusdan

nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri temporalis superfisialis dan arteri

karotis komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung, tenggorok, telinga, mulut

13

dan gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis lengkap, ditekankan

pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta

koordinasi.

Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan

evaluasi penunjang adalah:

1. Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak

2. Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami

3. Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu

4. Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin, membungkuk atau

nafsu seksual meningkat

5. Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mualo, muntah atau

kaku kuduk

6. Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi

buruk, kelemahan fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek menurun,

perubahan kepribadian dan penurunan visus.

Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain:

1. CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri

kepala yang menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial, seperti

tumor, perdarahan subaraknoid, AVM, dll.

2. Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran

menurun, trauma kepala atau presinkop.

Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk

menetukan adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.

2. Nyeri Odontogen

Nyeri odontogenik adalah nyeri yang berasal dari pulpa gigi atau

jaringan periodonsium. Nyeri periodonsium merupakan nyeri dalam

somatik. Penyebab nyeri ini bervariasi, antara lain inflamasi atau trauma

oklusi, impaksi gigi, akibat tindakan profilaksis, perawatan endodonsia,

ortodonsia, preparasi mahkota, kontur gigi yang tidak tepat, atau trauma

pembedahan. Dapat pula disebabkan penyebaran inflamasi pulpa melalui

foramen apikalis.

14

Pada tindakan odontektomi, kedalaman anestesi dapat pula

dipengaruhi oleh jenis pembedahan, lama pembedahan, obat anestesi, faktor

psikologis, serta inflamasi.

3. Sinusitis

3.1. Definisi

Sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasales; mungkin

purulen atau nonpurulen, akut atau kronik.

Tipe-tipe peradangan ini dinamakan sesuai dengan sinus yang terkena.

Ethmoid sinusitis adalah peradangan sinus ethmoidalis, disebut juga ethmoiditis.

Frontal sinusitis adalah peradangan sinus frontalis. Maxillary sinusitis adalah

peradangan sinus maxillaris, disebut juga antritis. Sphenoid sinusitis adalah

peradangan sinus sphenoidalis, disebut juga sphenoiditis.

3.2. Etiologi

Adapun penyebab sinusitis umumnya adalah karena adanya infeksi yang diinisiasi

oleh mikroorganisme, yaitu:

1. Sinusitis virus akut.

Mayoritas utama oleh sinusitis episodik adalah disebabkan oleh infeksi

virus. Kebanyakan virus Infeksi Saluran Pernafasan Atas adalah disebabkan

rhinovirus. Akan tetapi korona virus, influenza A dan B, parainfluenza,

adenovirus, dan enterovirus adalah agen kausatif. Virus rhinovirus,

influenza, dan paravirus adalah virus primer patogenik, pada 3- 15% pasien

dengan sinusitis akut. Sekitar 0,5%-2%, pasien dengan sinusitis viral bisa

berlanjut menjadi sinusitis bakterial akut.

2. Sinusitis bakterial akut

Sangat sering terkait dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas oleh virus,

dan juga alergi, trauma, neoplasma, granulomatosa dan penyakit inflamasi,

15

faktor lingkungan, infeksi gigi, variasi anatomi. Hal ini diakibatkan karena

perannya yang bisa merusak mukosilia normal dan akan mempredisposisi

infeksi bakterial. Antara lain adalah Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.

3. Sinusitis fungal akut

Sangat jarang sinusitis disebabkan oleh fungi. Sinusitis fungi (sinusitis

fungal allergi) akan terlihat serupa dengan kelainan saluran napas bagian

bawah dan bronchopulmonarry asppergillos allergy. Bipolaris dan spesies

Curvullaria adalah fungi yang paling sering terdapat pada sinusitis fungal

alergi.

Data yang paling meyakinkan menyebutkan, pada dewasa

disebabkan oleh Haemophyllus Influnzae dan Streptococcus Pneumoniae

sebagai patogen yang paling sering ditemukan. Hal ini terhitung dengan

65% strains bakteri yang signifikan ditemukan. Bakteri lainnya yang

terlibat antara lain Neisseria sp., Streptococcus pyogenes (grup A), dan

streptococcus alpha-haemolytic. Untuk infeksi campuran akan didapati

dengan pertumbuhannya yang berat, akan tetapi kultur yang paling aktif

tumbuh adalah organisme yang tunggal. Ditemukan 11 virus dari 70

spesimen positif; antara lain 6 rhinovirus, 3 virus influenza A dan 2 virus

parainfluenza. (Ellen, R. Wald, 1985)

3.3. Epidemiologi

Sinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah

yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang. Menurut National

Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 %

penderita dewasa mengalami sinusitis yang bersifat episodik per tahunnya dan

seperlimanya sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun

1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk pengobatan

sinusitis. Sekitar 40 % sinusitis akut merupakan kasus yang bisa sembuh dengan

16

sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua

jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.

Wanita memiliki angka episodik yang lebih tinggi dibandingkan pria, disebutkan

karena wanita lebih sering dekat dengan anak-anak. Dimana persentase

kejadiannya, wanita 20,3% sedangkan pria 11,5%. Diestimasikan bahwa 0,5%

infeksi saluran pernafasan atas memiliki komplikasi sinusitis akut. Keabsensian

dari defenisinya yang tepat, bagaimanapun estimasinya mungkin tidak akurat. Ini

seperti menjatuhkan angka antara 0,5% dan 5,0%. Untuk orang dewasa rata-rata 2

hingga 3 kali mengalami pilek per tahun dan anak-anak 6 sampai 8 kali.

3.4. Manifestasi Klinis

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama

pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala

subjektif terdiri dari gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal

yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke

nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,

nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada

sinusitis maksila, nyeri terasa dibawah kelopak mata dan kadang menyebar ke

alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih terasa di dahi dan depan telinga. Pada

sinusitis etmoid, nyeri di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri

di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis.

Pada sinusitis frontal, nyeri terlokalisasi di dahi atau di seluruh kepala. Pada

sinusitis sfenoid, rasa nyeri di verteks, oksipital, retroorbital, dan di sfenoid.

Sinusitis dapat dicurigai bila ditemukan 2 kriteria mayor + 1 minor atau 1 mayor +

2 minor

17

Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila

terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan

kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak, kecuali bila ada

komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis

maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius. Pada

sinusitis etmoid posterior dan pada sfenoid, tampak nanah keluar dari meatus

superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukpus di nasofaring (post nasal drip).

Pada anak dengan demam tinggi (>39C),ingus purulen, dan sebelumnya menderita

infeksi saluran nafas atas, patut dicurigai adanya sinusitis akut, terutama jika

tampak edema periorbital yang ringan. Khusus pada anak-anak, gejala batuk jauh

lebih hebat pada siang hari tetapi terasa sangat mengganggu pada malam hari,

kadang disertai serangan mengi. Keluhan sinusitis akut pada anak kurang spesifik

dibandingkan dewasa. Anak sering tidak mengeluh sakit kepala dan nyeri muka.

Biasaya yang terlibat hanya sinus maksila dan etmoid.

3.5. Patofisiologi

Patofisiologi sinusitis terkait pada 3 faktor:

1. Obstruksi jalur drainase sinus

Hal ini akan mencegah drainase mukus normal. Ostium bisa tertutup oleh

pembengkakan mukosa, ataupun penyebab lokal (trauma, rhinitis). Penyakit

18

sisitemik yang mengakibatkan berkurangnya mukosilia, termasuklah cystic

fibrosis, alergi respiratori, dan diskinesia silia primer (Sindrom Kartagener), bisa

menjadi faktor predisposisi akut sinusitis pada kasus yang jarang. Pasien dengan

immunodefisiensi juga akan meningkatkan resiko munculnya sinusitis akut.

Obstruksi mekanis disebabkan oleh polip nasal, benda asing, deviated septa, atau

tumor bisa menyebabkan penyumbatan ostium.

Ostium sinus paranasalis adalah kunci dari patologi pada area sinus. Faktor yang

mempredisposisikan obstruksi ostium bisa disebabkan oleh pembengkakan mukosa

dan bisa dikarenakan obstruksi mekanik. Ketika sudah muncul obstruksi komplit

dari ostium, akan ada peningkatan transien dalam tekanan intrasinus diikuti oleh

pembentukan tekanan negative intrasinus. Pertukaran gas dalam kavitas sinus juga

akan terganggu jika ostium obstruksi. Dalam hal ini, maka aparatus mukosiliar

cukup kuat berkaitan dengan perubahan pasokan dalam oksigen

2.Rusaknya fungsi silia

Berdasarkan fisiologi sinus, drainase sinus bukan bergantung pada gravitasi

melainkan pada mekanisme transport silia. Fungi silia yang buruk bisa disebabkan

berkurangnya sel epitel silia, aliran udara yang tinggi, virus, bakteri atau siliatoxin

dari lingkungan, mediator inflamasi, berdempetannya 2 permukaan mukosa, luka,

dan sindrom Kartagener.

Kerja silia dipengaruhi oleh faktor genetik,seperti sindrom Kartagener. Sindrom

Kartagener terkait dengan silia immobile, menyebabkan retensi dari sekresi

sehingga menjadi faktor predisposisi infeksi sinus. Fungsi sinus juga akan menurun

dengan adanya pH yang rendah, anoxia, rokok, racun kimia, dehidrasi, dan obat-

obatan (antikolinergik dan antihistamin). Terpapar dengan toxin bakteri juga bisa

menyebabkan menurunnya fungsi silia. Abses dental ataupun prosedur yang

menghubungkan antara kavitas oral dan sinus bisa menyebabkan sinusitis dengan

mekanisme ini. Sebagai tambahan, kerja silia bisa dipengaruhi apabila habis kontak

dengan virus.

19

Udara dingin juga menghentikan epithelium silia, mengakibatkan pada kerusakan

gerakan silia, serta retensi sekresi pada kavitas sinus. Pada kebalikannya,

menginhalasai udara yang kering menyebabkan penggumpalan mukus sinus, dan

menyebabkan sekresi berkurang.

Kelainan dari apparatus mukosiliari dalam hubungannya berkurang patensi dari

ostia sinus adalah patofisiologi utama bahkan pada sinusitis akut. Faktor yang bisa

mengganggu transport mukosiliari normal termasuk udara dingin dan panas;

perubahan mukus; obat-obatan dan kimiawi; infeksi virus; kelainan kongenital

seperti immotil cilia syndrome. Silia dengan pola mikrotubular abnormal

merupakan yang paling sering selama periode akut, dengan kedua tambahan di

sentral mikrotubular dan mikrotubular supernumeri terkait dengan struktur perifer.

Motilitas normal dari silia dan adhesivitas dari lapisan mukosa biasanya melindungi

peitelium respirasi dari invasi bakteri

3.Berubahanya kualitas dan kuantitas mucus

Sekresi sinonasal memiliki peran yang penting pada rhinosinusitis. Mukus

menyelimuti garis sinus paranasal tersebut, mengandung mukoglikoprotein,

immunoglobulin, dan sel inflammatori. Ini terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan serosa

dimana silia recover dari active beat mereka, kemudian lapisan viskos dimana

sebagai transportasi silia. Jika komposisi mukus berubah, sehingga mukus

memproduksi viskos lebih banyak (cth, cycstic fibrosis), transport ke ostium akan

lebih pelan, dan Silia bisa dikalahkan hanya jika di medium fluida. Perubahan pada

mukus, seperti cystic fibrose atau asthma, bisa mengganggu aktivitas silia. Adanya

material purulen pada infeksi sinus akut bisa mengganggu gerakan silia dan efeknya

akan diperparah dengan penutupan ostium.

3.6. Pemeriksaan Penunjang

1.Transiluminasi

Akan memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal. Jika

sinus normal, tiga hal harus diperhatikan:

(1) refleks pupil merah,

20

(2) bayangan sinar bulan sabit yang sesuai dengan posisi kelopak mata bawah,

(3) sensasi sinar dalam mata jika kelopak mata tertutup.

2. Cairan Radioopak

Dengan menyuntikkannya ke dalam sinus, terlebih pada sinus maksila dan sfenoid.

Dengan adanya cairan itu rongga sinus tampak jelas tergambar, shingga penebalan

mukosa dan adanya polip dapat diketahui, dan ketidaksamaan ukuran dan bentuk

dapat tergambar dengan tepat. Mukosa yang sakit tampak sebagai daerah yang tidak

terisi, diantara massa minyak dan tepi tulang.

3.7. Diagnosa dan Terapi

1. Metode pertukaran (Displacement)

Hal ini agar obat dapat masuk ke sel-sel etmoid, sinus maksila dan sfenoid.

Tekniknya adalah kepala pasien diturunkan ke posterior, sehingga dagu dan kanalis

auditorius eksterna berada dalam satu garis vertikal. Kemudian cavum nasi pada

satu sisi diisi dengan 2 sampai 3 ml cairan radioopak yang dipertukarkan. Dengan

memiringkan kepala ke sisi homolateral akan meningkatkan kemungkinan cairan

menutupi ostium sinus. Saat pasien menaikkan palatum molenya, tekanan negatif

180 mmHg diberikan secara hilang timbul di nares pada sisi yang diisi, dan pada

sisi lainnnya ditutup dengan jari. Roentgen diambil pada 24 dan 72 jam untuk

memastikan waktu pengosongan. Pada keadaan normal, sinus harus kosong dalam

96 jam.

2.Irigasi diagnostic

Pada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak dapat diketahui tanpa

irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara sama seperti untuk terapi, melalui

ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur atau usapan dapat diambil

dari cairan pada saat pencucian.

21

3.8. Penatalaksanaan

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik sampai semua gejala hilang.

Jenis amoksisilin, ampisilin, eritromisin, sefaklor monohidrat, asetil sefuroksim,

trimetoprim sulfometoksazol, amoksisilin-asam klavulanat, dan klaritromisin telah

terbukti secara klinis. Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis, diganti

dengan antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu

amoksisilin dan ampisilin dikombinasi dengan asam klavulanat. Diberikan pula

dekongestan untuk memperlancar drainase sinus. Bila perlu diberikan analgesik

untuk menghilangkan nyeri; mukolitik untuk mengencerkan, meningkatkan kerja

silia, dan merangsang pemecahan fibrin.

Pemberian steroid intranasal, kadang diperlukan untuk mengurangi edema di

daerah kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi. Apabila

terdapat komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau nyeri yang hebat akibat

tertahannya sekret oleh sumbatan, sehingga perlu dirujuk untuk dilakukan tindakan

bedah.

Diagnosa Sementara

Diagnosa klinis : Cephalgia pada kepala bagian kiri yang meluas hingga

wajah kiri seperti ditusuk-tusuk

Diagnosa topik : Intrakranial dd ekstrakranial

Diagnosa etiologi : Sekunder (odontogenik dd sinusitis) dd Primer (neuralgia

trigeminal)

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 Januari 2019.

22

Status Generalis

Keadaan Umum

Tampak sakit sedang. Kesan status gizi cukup

Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6 VAS: 8 dari 10

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 85x/menit

Nafas : 22x/menit

Suhu : 36,4oC

Kepala Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm,

reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+

Leher Limfonodi tak membesar, simetris

Dada

Paru:

Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai sekitar Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal Perkusi : sonor diseluruh lapang paru Auskultasi: vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-).

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tak tampak Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-) Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal, Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)

Abdomen Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar

Auskultasi : bising usus (+) normal

23

Perkusi : thimpani seluruh lapang abomen

Palpasi .: Supel,nyeri tekan (-) diseluruh lapang abdomen

Status Psikiatrik normoaktif

Tingkah laku normotimik

Perasan hati dalam batas normal

Orientasi dalam batas normal

Kecerdasan dalam batas normal

Daya ingat dalam batas normal

Status Neurologis:

Sikap Tubuh Simetri

Gerakan Abnormal (-)

Cara Berjalan Tidak bisa dinilai

Kepala Mesocephal

24

Nervus Cranialis Kanan Kiri

N I Daya Penghidu N N

N II

Daya Penglihatan N N

Medan Penglihatan N N

Pengenalan warna N N

N III

Ptosis (-) (-)

Gerakan Mata Bebas Bebas

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Bulat Bulat

Refleks Cahaya (+) (+)

Refleks Akomodasi (+) (+)

N IV

Strabismus Divergen (-) (-)

Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)

Strabismus Konvergen (-) (-)

N V

Menggigit (+) (+)

Membuka Mulut (+) (+)

Sensibilitas Muka N Terganggu

(saat serangan)

Refleks Cornea (+) (+)

Trismus (-) (-)

N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)

25

Strabismus Konvergen (-) (-)

Diplopia (-) (-)

N VII

Kedipan Mata (+) (+)

Lipatan Nasolabial Simetris

Sudut Mulut Simetris

Mengerutkan Dahi (+) (+)

Mengerutkan Alis (+) (+)

Menutup Mata (+) (+)

Meringis (+) (+)

Menggembungkan Pipi (+) (+)

Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N N

N VIII

Mendengar Suara Berbisik (+) (+)

Mendengar Detik Arloji (+) (+)

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak

dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak

dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak

dilakukan

N IX Arkus Faring N N

Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang N N

26

Pemeriksaan Esktremitas Superior (D/S) Ekstremitas Inferior (D/S)

Gerakan Bebas/ Bebas Bebas/Bebas

Sensibilitas +N/+N +N/+N

Refleks Muntah (+) (+)

Suara Sengau (-) (-)

Tersedak (-) (-)

N X

Denyut Nadi 86 x / menit 86 x / menit

Arkus Faring N N

Bersuara N N

Menelan (+) (+)

N XI

Memalingkan Kepala (+) (+)

Sikap Bahu N N

Mengangkat Bahu (+) (+)

Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi

N XII

Sikap Lidah Ditengah

Artikulasi N

Tremor Lidah (-)

Menjulurkan Lidah Simetris

Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi

Fasikulasi Lidah (-)

27

Kekuatan 5/5 5 / 5

Tonus N/N N/N

Klonus +N/+N +N/+N

Trofi Eutrofi Eutrofi

Refleks Dextra/Sinistra

Biceps +N/+N

Triceps +N/+N

Patella +N/+N

Refleks Dextra/Sinistra

Babinski -/-

Chaddock -/-

Oppenheim -/-

Gordon -/-

Schaeffer -/-

Gonda -/-

Kaku Kuduk –

Kernig –

Laseque –

Brudzinski 1, 2 ,3, 4 –

28

Hasil Lab. Darah Rutin

5 April 2017

Darah Rutin Kimia Klinik

Hemoglobin : 14,1 Ureum : 27.7

Lekosit : 9,84 Creatinin : 0.76

Eritrosit : 4,67 Kolesterol : 202

Hematokrit : 40,7 Trigliserida : 94

Trombosit : 332.000 LDL Kolesterol : 145.2

MCV : 87,1 SGOT : 17

MCH : 30,2 SGPT : 16

MCHC : 34,7 Natrium :141.8

RDW : 11,2 Kalium : 3.93

MPV : 5,98 (L) Chlorida : 102.9

Limfosit : 2.30

Monosit : 1.02 GDS: 305 (H)

Limfosit% : 23 – L HbA1C: 10.17 (DM tidak terkontrol)

Neutrofil : 6.14

Pemeriksaan Sensibilitas : +

Pemeriksaan Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal

29

Pemeriksaan Sinus : Terdapat Nyeri Ketok (+) di regio sinus

maksilaris sinistra

Rontgen Waters

kesan:

1. Lesi opak lobulated sinus maksilaris kiri dd/ polip

2. Tak tampak deviasi septum nasi

Diskusi II

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelainan saat pemeriksaan di

nervus V (nervus trigeminal). Dimana, saat terjadi serangan sensibilitas di

wajah bagian kiri terganggu. Hal ini menguatkan bahwa nyeri yang

dirasakan pasien berasal dari nervus trigeminal. Neuralgia Trigeminal

adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan dari nervus cranialis ke-5

yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai tic douloureux. Gangguan

dari nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk pada

30

pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi pada salah satu sisi wajah

(unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi dalam hitungan detik sampai sekitar 2

menit. Dan episode nyeri ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu

hingga beberapa tahun.

Terdapat beberapa nyeri orofasial yang tidak disebabkan oleh

adanya kelainan odontogenik, salah satunya adalah trigeminal neuralgia.

Trigeminal neuralgia idiopatik tidak diketahui pasti penyebab spesifiknya,

namun sering kali dikaitkan dengan adanya kompresi oleh pembuluh perifer

intrakranial pada area di sekitar percabangan saraf trigeminal, sehingga

mempengaruhi proses penghantaran impuls saraf pada percabangan V1, V2,

atau V3 yang menginervasi area wajah. Nyeri ini disebabkan karena

kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya

selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Klasifikasi

trigeminal neuralgia dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe classical trigeminal

neuralgia dan painful trigeminal neuropathy. Terapi trigeminal neuralgia

dapat dengan perawatan medis dan perawatan bedah.

Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, tetapi ada

beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi. Seperti diketahui N. V

merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan

dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat

berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,

infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab

Neuralgia trigeminal

31

Gambar 5.1 Nervus Trigeminus

Penjelasan utama penyebab dari trigeminal neuralgia adalah adanya

kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya

selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Adanya

variasi anatomis pembuluh darah yang berbeda-beda dapat menyebabkan

kompresi arteri dan/atau vena (terutama arteri cerebellar superior) pada area

percabangan saraf trigeminal. Kompresi atau penekanan yang terus-

menerus dalam jangka waktu lama menyebabkan selaput pelindung saraf

yang berada di bawah kompresi pembuluh darah mengalami penipisan dan

lama-kelamaan menjadi rusak (demyelinasi). Selanjutnya, demyelinasi ini

menyebabkan impuls listrik saraf menjadi ektopik (tidak menentu) dan

ephaptik (tidak langsung) secara bersilangan di antara serabut saraf, hal ini

membuat penghantaran impuls saraf terganggu. Impuls listrik ektopik dan

ephaptik yang abnormal dapat menyebabkan perkembangan

hipersensitivitas pada saraf, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang

berkesinambungan.

Angka Hb yang normal menunjukan bahwa pasien tak mengalami

perdarahan aktif dan masif serta angka leukosit yang normal juga tak

menunjukan tanda-tanda infeksi pada tubuh. Kondisi metabolik pasien

menunjukkan bahwa pasien mempunyai Kadar Gula Darah yang tinggi.

Untuk memastikan apakah ada kelainan secara fisik dan fungsional dari area

kepala dan wajah yang menyebabkan cephalgia tersebut maka perlu

dilakukan evaluasi lebih lanjut yakni foto Waters dan juga pasien

32

dikonsulkan ke bagian THT dan Gigi untuk mengkonfirmasi kelainan yang

diderita pasien yang menyebabkan pasien mengalami cephalgia. Pasien juga

dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk evaluasi gula darah dan

masalah diabetes melitus.

Diagnosa Akhir

Diagnosa klinis : Cephalgia pada kepala bagian kiri yang meluas hingga

wajah kiri seperti ditusuk-tusuk

Diagnose topik : Ekstrakranial

Diagnose etiologi : Sekunder (odontogenik dd sinusitis e.c polip sinus

maksilaris sinistra) dd Primer (neuralgia trigeminal)

PLANNING:

• Konsultasi ke bagian THT

• Konsul ke bagian Gigi

• Konsul ke bagian penyakit dalam

• MRI

PENATALAKSANAAN :

• Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram

• Injeksi Ranitidin 2x1

• Injeksi vit B kompleks 2x1

• Injeksi ketorolac 2x30 mg ekstra

• Paracetamol 2x650 mg

• Betahistin 3x1

• Diazepam 2x2 mg

33

Diskusi III

Pada pemberian obat pasien ini, diantaranya :

• Injeksi Ceftriaxon

Ceftriaxon merupakan sefalosporin ke-3 dengan spektrum aktivitas anti

bakteri yang luas dan masa kerja yang panjang. Spektrum aktivitasnya

mencakup bakteri Gram negatif dan Gram positif antara lain : H. influenza,

E.Coli, Klebsiella sp., Enterobacter sp., Citrobacter sp., P.mirabilis,

Proteus indol postif, Salmonella sp., Shigella sp., Serratia marcessens,

Neisseria meningitis, H.gonorrhoeae, Streptococcus pneumoniae,

Streptococcus viridans, Streptococcus group A & B, Staphylococcus

aureus, Peptococcus sp., Peptostreptococcus sp. Dengan pemberian secara

parenteral, Ceftriaxon cepat berdifusi ke dalam jaringan dan cairan tubuh,

dimana kadar bakterisidal obat akan bertahan selama 24 jam. Ikatan

proteinnya adalah 80-95%. Ceftriaxon dapat menembus sawar darah otak

sehingga dapat dicapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan

cerebrospinal. Ekskresinya dalam bentuk aktif, melalui ginjal (60%) dan

hati (40%), waktu paruh eliminasinya adalah 8 jam.

• Injeksi Ranitidin 2 x 1

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping

dan interaksi dari obat lain. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor

H2 sehingga sekresi asam lambung dapat dihambat.

• Injeksi vit B kompleks

Merupakan obat untuk mengatasi defisiensi vitamin B1, B6, dan B12,

seperti pada pasien pengidap beri-beri, neuritis perifer, dan neuralgia (nyeri

urat saraf). Multivitamin ini mengandung vitamin B kompleks yang bisa

digunakan untuk mengatasi defisiensi vitamin B kompleks. Vitamin B

kompleks adalah jenis vitamin larut air yang berguna untuk meningkatkan

energi, membantu proses metabolisme, meningkatkan fungsi otak,

mencegah penuaan diri, dan menurunkan kadar kolesterol.

34

• Injeksi Ketorolac

Ketorolac adalah obat dengan fungsi mengatasi nyeri sedang hingga nyeri

berat untuk sementara. Biasanya obat ini digunakan sebelum atau sesudah

prosedur medis, atau setelah operasi. Ketorolac adalah golongan obat

nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang bekerja dengan

memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi.

Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau demam.

• Paracetamol

Paracetamol adalah analgesik ringan yang banyak digunakan di masyarakat

luas. Paracetamol merupakan obat yang memiliki khasiat untuk meredakan

rasa nyeri (analgetik) dan menurunkan demam (antipiretik). Obat ini banyak

dipakai untuk kondisi arthritis dan rematik yang melibatkan nyeri

muskuloskeletal, serta gangguan nyeri lain seperti sakit kepala,

dysmenorrhea, myalgia, dan neuralgia. Paracetamol adalah jenis obat yang

aman, apabila dikonsumsi dalam dosis yang tepat, namun jika berlebihan

akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah bahkan

sampai menyebabkan kematian.

• Betahistin

Betahistin adalah obat untuk mengatasi gejala penyakit meniere berupa

vertigo atau pusing, telinga berdenging (tinnitus), dan pendengaran

menurun. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor histamin di

telinga bagian dalam, yakni sebagai antagonis reseptor histamin H3

sekaligus agonis reseptor histamin H1. Sebagai hasilnya, pembuluh darah

pada telinga bagian dalam akan melebar sehingga meningkatkan aliran

darah dan menurunkan tekanan yang terjadi pada telinga, dan pada akhirnya

akan meredakan gejala-gejala penyakit meniere tersebut.

• Diazepam

Diazepam adalah salah satu jenis obat benzodiazepine yang dapat

memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan efek penenang. Diazepam

35

bekerja dengan cara mempengaruhi neurotransmiter, yang berfungsi

memancarkan sinyal ke sel otak. Obat ini digunakan untuk mengatasi

gangguan kecemasan, insomnia, kejang-kejang, gejala putus alkohol akut,

serta digunakan sebagai obat bius sebelum operasi.

Prognosis

Death : Dubia ad bonam

Disease : Dubia ad bonam

Disability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Dissatisfaction : Dubia ad bonam

Distitution : Dubia ad bonam

Follow Up

Tanggal S O A P

3/1/2019 pasien

mengeluhkan

nyeri kepala

sebelah kiri

seperti ditusuk-

tusuk

GCS:

E4V5M6

TD: 153/76

Nadi:

71x/mnt

RR:

22x/mnt

Suhu:36.3

Cephalgia dd

general

disease

Susp.

Sinusitis

Susp. Caries

dentis

• Injeksi Ceftriaxon

2x1 gram

• Injeksi Ranitidin

2x1

• Injeksi vit B

kompleks 2x1

• Injeksi Ketorolac

2x30 mg ekstra

• Paracetamol 2x650

mg

• Betahistin 3x1

4/1/2019 Nyeri kepala

semakin

GCS:

E4V5M6

+ Diazepam 2x2 gram

+ konsul THT

36

memberat, mual

(-), muntah (-)

TD: 120/70

Nadi:

85x/mnt

RR:

22x/mnt

Suhu:36.6

+ konsul gigi

5/1/2019 Nyeri kepala

sudah berkurang

GCS:

E4V5M6

TD: 120/60

Nadi:

95x/mnt

RR:

22x/mnt

Suhu:36.5

+ konsul penyakit dalam

6/1/2019 Nyeri kepala

sudah jauh

berkurang

GCS:

E4V5M6

TD: 120/70

Nadi:

92x/mnt

RR:

22x/mnt

Suhu:36.5

+ bila stasioner besok

(7/1/2019)

7/1/2019 Nyeri kepala

berkurang

GCS:

E4V5M6

TD: 120/70

Nadi:

89x/mnt

RR:

22x/mnt

Suhu:36.5

+ pasien BLPL

+ obat pulang:

atrocox 1x15

diazepam 2x2mg

omeprazole 1x1

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Arthur, H. 2012. Neurologi : Ringkasan Topik Lesi desak Ruang

Intrakranial dan Neoplasma Otak.

2. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,

Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010. Hal: 358-370.

3. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-

Hill. 2006.

4. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine.

5. Eccher M, Suarez JI. 2004. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics. In

: Suarez JI, ed. Critical Care Neurology and Neurosurgery. New Jersey :

Humana Press

6. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical

Series. Jakarta. 74-75

7. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group.

Department of Neurology University of California. San Francisco. Diunduh

dari : http://www.americanheadachesociety.org.

8. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

9. 2011. Health Care Guideline : Diagnosis and Treatment of Headache.

10. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston:

McGraw Hill. 2007.

11. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004

12. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo,

4-6 Juli 2008

13. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal :

231- 236 & 485-90.

14. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

Halaman 359.