Upload
vannguyet
View
224
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA CARIES DENTIS
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M.Sc
Disusun oleh:
Yovita Widawati 1810221035
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
TRIGEMINAL NEURALGIA ET CAUSA CARIES DENTIS
Disusun Oleh : Yovita Widawati 1810221035
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal : Januari 2019
Dokter Pembimbing:
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc
3
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. SBM
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sedandang 05/04 Lemahireng, Bawen,
Kabupaten Semarang
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk RS : 3 Januari 2019
Tanggal Keluar RS : 7 Januari 2019
No RM : 066157-2014
B. Keluhan Utama:
Nyeri kepala sebelah sejak 2 bulan SMRS.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Timbul secara spontan ketika sedang beristirahat dan
nyeri kepala dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan sepanjang hari dan
nyeri kepala dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS dengan skala nyeri 8
dari 10. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh jarum di kepala bagian kiri
dan menjalar hingga wajah bagian kiri. Keluhan bertambah parah jika
pasien sedang beristirahat (sedang tidur) dan nyeri berkurang saat pasien
sedang berjalan atau melakukan aktivitas lain. Keluhan nyeri kepala juga
disertai perasaan mual. Mual diikuti rasa ingin muntah, namun pasien tidak
muntah.
Untuk mengatasi nyeri tersebut, pasien membeli obat warung yang
dapat meredakan nyeri kepala, berupa obat parasetamol. Biasanya nyeri
kepala berkurang setelah minum obat tersebut, namun kali ini keluhan tak
membaik. Akhirnya 7 hari SMRS pasien memutuskan pergi mengunjungi
dokter gigi dan oleh dokter gigi disarankan untuk melakukan pencabutan
4
gigi karena gigi bagian kanan atas ada yang bolong. Namun, pasien belum
melakukan pencabutan gigi dan 7 hari kemudian saat nyeri kepalanya
kambuh pasien langsung ke IGD. Di IGD RSU Ambarawa, pasien
mendapatkan segera terapi injeksi ondancentron 1 ampul untuk mengatasi
mual yang cukup hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat inap
dengan terapi yang lebih spesifik.
Selain itu, Demam juga sempat dirasakan oleh pasien sejak 1 hari
SMRS. Keluhan keluar cairan dari telinga kiri terus menerus juga
dikeluhkan sejak 3 hari SMRS. Keluhan tersebut dirasakan saat pasien
sedang berbaring di rumah, namun tidak disertai telinga berdenging. Pasien
juga mengeluhkan sering pilek sejak 2 tahun SMRS disertai hidung sering
tersumbat. Keluhan lain seperti pandangan kabur tidak ada, pandangan
gelap tidak ada, pandangan ganda tidak ada. Pasien juga menyangkal pernah
mengalami kejang, mulut lumpuh, maupun bicara pelo. Anggota gerak juga
tak mengalami kelumpuhan maupun kekakuan. Tak ada rasa kebas atau
kesemutan yang dirasakan pasien pada anggota geraknya. Keringat berlebih
saat nyeri kepala kambuh disangkal dan masalah dalam buang air kecil dan
buang air besar disangkal selama perjalanan penyakit dan masih dalam batas
normal. Daya ingat dan fungsi berpikir baik dan masih dalam batas normal.
Pasien juga menyangkal sedang memiliki beban pikiran yang dapat
menimbulkan stress.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma dibagian kepala disangkal pasien. Namun, 3 tahun
yang lalu pasien mengaku memiliki masalah gigi bolong di bagian gigi kiri
atas dan pasien berobat ke dokter gigi. Saat berobat ke dokter gigi, pasien
melakukan penambalan di bagian gigi yang bolong tersebut dan setelah itu
pasien tidak pernah kontrol rutin ke dokter gigi karena tidak pernah
bermasalah lagi giginya sejak setelah giginya di tambal.
Riwayat Lain:
• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
• Riwayat sakit kencing manis diakui
5
• Riwayat maag diakui.
• Riwayat pingsan disangkal,
• Riwayat kontak batuk lama disangkal.
• Riwayat alergi (makanan : -), (obat : -).
• Riwayat kejang disangkal.
• Riwayat gigi berlubang diakui pada gigi kiri atas.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat keluhan serupa disangkal
• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
• Riwayat sakit kencing manis disangkal
• Riwayat TB disangkal
• Riwayat kontak dengan orang yang memiliki batuk lama juga disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Sehari-hari berperan sebagai kepala rumah tangga dan bekerja sebagai
petani. Biaya pengobatan pasien memakai umum. Kesan ekonomi cukup. Pasien
mengaku sedang tidak memiliki masalah yang menjadi beban pikirannya.
G. Anamesis Sistem
Sistem serebrospinal : Nyeri kepala diakui
Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : Mual diakui
Sistem musculoskeletal : Tidak ada keluhan
Sistem integumentum : Tidak ada keluhan
Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
6
H. Resume Anamnesa:
Pasien Tn. SBM mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri sejak 2
bulan sebelum masuk rumah sakit. Timbul secara spontan ketika sedang
beristirahat dan nyeri kepala dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan
sepanjang hari dan nyeri kepala dirasakan memberat sejak 3 hari SMRS.
Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk oleh jarum di kepala bagian kiri dan
menjalar hingga wajah bagian kiri. Keluhan bertambah parah jika pasien
sedang beristirahat (sedang tidur) dan nyeri berkurang saat pasien sedang
berjalan atau melakukan aktivitas lain.
Pasien membeli obat warung yang dapat meredakan nyeri kepala,
berupa obat parasetamol untuk mengatasi masalah nyeri kepalanya.
Biasanya nyeri kepala berkurang setelah minum obat tersebut, namun kali
ini keluhan tak membaik. Akhirnya 7 hari SMRS pasien memutuskan pergi
mengunjungi dokter gigi dan oleh dokter gigi disarankan untuk melakukan
pencabutan gigi karena gigi bagian kanan atas ada yang bolong. Namun,
pasien belum melakukan pencabutan gigi dan 7 hari kemudian saat nyeri
kepalanya kambuh langsung ke IGD SMRS. Di IGD RSU Ambarawa,
pasien mendapatkan segera terapi injeksi ondancentron 1 ampul untuk
mengatasi mual yang cukup hebat hingga pasien direncanakan untuk rawat
inap dengan terapi yang lebih spesifik.
Diskusi I
Dari hasil anamnesa didapatkan seorang pasien laki-laki 55 tahun
mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri. Nyeri kepala timbul karena
perangsangan terhadap struktur yang peka didaerah kepala dan leher yang
peka terhadap rasa nyeri. Bangunan-bangunan peka nyeri pada kepala
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bangunan intrakranial meliputi sinus
venosus, arteri-arteri basalis, durameter, nervus V, IX, X, dan bangunan
ekstrakranial meliputi pembuluh darah dan otot kulit kepala, orbita,
membrane mukosa sinus nasalis dan paranasalis, telinga luar dan tengah,
7
gigi dan gusi, nervus cervical II dan III (Lindsay, 2002). Perangsangan
bangunan-bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai
nyeri pada daerah terangsang. Sedangkan nyeri kepala sebagai akibat
perangsangan bangunan intracranial akan diproyeksikan ke permukaan dan
dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan.
Nyeri kepala pada pasien kemungkinan disebabkan oleh penyebab
sekunder, seperti neoplasma (primer/ sekunder), infeksi (akut/ kronis) virus,
bakteri, jamur, vaskuler, ataupun bisa disebabkan oleh penyebab primer
berupa migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tegang otot
Nyeri yang dirasakan pasien, diduga merupakan nyeri yang terbagi
atas dua bagian nyeri non neurogenik dan neurogenik. Pada yang non
neurogenik merupakan nyeri yang terjadi pada anggota gerak diantaranya,
artalgia (patologis pada persendian), myalgia (otot), entesialgia (proses
patologis pada tendon, fasia jaringan miofasial dan periosteum). Umumnya,
hal teresebut disebabkan karena proses patologik setempat berupa
peradangan bakterial, imonologik, non infeksi atau perdarahan serta
keganasan. Pada nyeri neurogenik, jenis nyeri ini terjadi akibat iritasi
langsung terhadap serabut sensoris perifer. Ciri khasnya adalah nyeri
menjalar sepanjang daerah distal saraf dan perjalanan nyeri tersebut
berpangkal pada bagian saraf yang mengalami iritasi. Nyeri neurogenik ini
juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran apabila terjadi sensitisasi
sangat hebat dan tak tertahankan. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab
pasien pingsan saat mengalami nyeri kepala.
1. Cephalgia
1.1 Definisi
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa tidak enak pada
daerah kepala termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. (Sjahrir
dkk, 2013). Sedangkan, menurut Arif Mansjoer (2000) nyeri kepala atau
cephalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala, setempat atau
menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, gigi, rahang bawah dan leher.
8
1.2. Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi
penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin
sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang
(16,54%) atau 45juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari
45juta tersebutmerupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe
tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar
dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12
tahunsedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12
tahun. HIS juga mengemukakan cluster headache 80-90 % terjadi pada pria
dan prevalensi sakitkepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.
1.3. Etiologi
a. Penggunaan obat yang berlebihan.
Hampir semua obat sakit kepala, termasuk dan penghilang migrain
seperti acetaminophen dan triptans, bisa membuat sakit kepala parah bila
terlalu sering dipakai untuk jangka waktu lama. Menggunakan terlalu
banyak obat dapat menyebabkan kondisi yang disebut rebound sakit kepala.
b. Stres
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala,
termasuk sakit kepala kronis. Selain itu, itu terkait dengan kecemasan dan
depresi, yang juga faktor risiko untuk berkembang menjadi sakit kepala
kronis.
c. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor risiko umum untuk sakit kepala
kronis. Mendengkur, yang dapat mengganggu pernapasan di malam hari
dan mencegah tidur nyenyak, juga merupakan faktor risiko. Dokter tidak
yakin persis mengapa, menjaga berat badan yang sehat tampaknya dapat
dihubungkan dengan penurunan risiko untuk sakit kepala kronis.
Sementara kafein telah ditunjukkan untuk meningkatkan efektivitas
ketika ditambahkan ke beberapa obat sakit kepala, terlalu banyak kafein
9
dapat memiliki efek yang berlawanan. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan
dapat menciptakan efek rebound.
d. Penyakit atau infeksi
Seperti meningitis, saraf terjepit di leher, atau bahkan tumor.
1.4. Klasifikasi
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition,
dari the International Headache Society (Sjahrir
dkk, 2013) secara garis besar nyeri kepala diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Migren
2. Tension-Type Headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lainnya
4. Nyeri kepala primer lainnya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial dan/atau
servikalis
7. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan suatu substansi atau
proses withdrawal nya
9. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
10. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis
11. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur fasial atau kranial lainnya
12. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri
13. Neuralgia kranial
10
Jenis-Jenis Nyeri Kepala:
Nyeri
Kepala
Sifat
Nyeri Lokasi
Lama
Nyeri Frekuensi Gejala
Migren
umum Berdenyut
Unilateral atau
Bilateral 6-48 jam
Sporadik Mual,
muntah,
malaise,
fotobia Beberapa
kali sebulan
Migren
klasik Berdenyut Unilateral 3-12 jam
Sporadik Prodromal
visual,
mual,
muntah,
malaise,
fotobia
Beberapa
kali sebulan
Klaster Menjemu-
kan, tajam
Unilateral,
orbita
15-20
menit
Serangan
berkelompok
dengan
remisi lama
Lakrimasi
ipsilateral,
wajah
merah,
hidung
tersumbat,
horner
Tipe
tegang
Tumpul,
ditekan Difus, Bilateral
Terus
menerus Konstan
Depresi,
ansietas
Neuralgia
trigeminus
Ditusuk-
tusuk
Dermaton saraf
V
Singkat,
15-60
detik
Beberapa
kali sehari
Zona
pemicu
nyeri
11
Atipikal Tumpul Unilateral atau
Bilateral
Terus
menerus Konstan
Depresi,
kadang-
kadang
psikosis
Sinus Tumpul/
tajam Di atas sinus Bervariasi
Sporadik
atau konstan Rinore
Lesi desak
ruang Bervariasi`
Unilateral
(awal),
Bilateral
(lanjut)
Bervariasi,
progresif
Bervariasi,
semakin
sering
Papiledema,
defisit
neurologik
fokal,
gangguan
mental atau
perilaku,
kejang, dll
Menurut Arif Mansjoer (2000) pada nyeri kepala atau cephalgia struktur
diwajah yang peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra
serebral dan intra serebral, meningen, dasar fosa anterior, fosa posterior, tentorium
serebri, sinus venosus, nervus V, VII, IX, X, radiks posterior C2, C3, bola mata,
rongga hidung, rongga sinus, dentin dan pulpa gigi. Sedangkan otak tidak sensitif
terhadap nyeri. Pada struktur yang disebutkan sebelumnya terdapat ujung saraf
nyeri yang mudah dirangsang atau etiologinya oleh :
1. Traksi atau pergeseran sinus venosus dan cabang-cabang kortikal.
2. Traksi, dilatasi atau inflamasi pada arteri intrakranial dan ekstrakranial.
3. Traksi, pergeseran atau penyakit yang mengenai saraf kranial dan servikal.
4. Perubahan tekanan intrakranial.
5. Penyakit jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung, telinga dan leher.
12
1.5. Manifestasi Klinis
Menurut Arif Mansjoer, dkk (2000) manifestasi klinis adanya nyeri kepala atau
cephalgia memerlukan anamnesis khusus yaitu:
1. Awitan dan lama serangan
2. Bentuk serangan; paroksismal periodik atau terus menerus
3. Lokalisasi nyeri
4. Sifat nyeri; berdenyut-denyut, rasa berat, menusuk-nusuk, dll
5. Prodromal
6. Gejala penyerta
7. Faktor presipitasi
8. Faktor yang mengurangi atau memberatkan nyeri kepala
9. Pola tidur
10. Faktor emosional/stres
11. Riwayat keluarga
12. Riwayat trauma kepala
13. Riwayat penyakit medik; peradangan selaput otak, hipertensi, demam tifoid,
sinusitis, glaukoma, dsb.
14. Riwayat operasi
15. Riwayat alergi
16. Pola haid bagi wanita
17. Riwayat pemakaian obat; analgetik, narkotik, penenang, vasodilator.
1.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang disarankan menurut Basuki Pramana (2007) adalah:
1. Foto Rontgen terhadap tengkorak
2. Pemeriksaan kadar Lemak darah ( kolesterol, Trigliuseride HDL dan LDL)
3. Kadar Hemoglobin darah ( Hb ) dll
Pemeriksaan lebih lanjut menurut Arif Mansjoer, dkk, (2000) pemeriksaan
khusus pada cephalgia meliputi palpasi pada tengkorak untuk mencari kelainan
bentuk, nyeri tekan dan benjolan. Palpasi pada otot untuk mengetahui tonusdan
nyeri tekan daerah tengkuk. Perabaan arteri temporalis superfisialis dan arteri
karotis komunis. Pemeriksaan leher, mata, hidung, tenggorok, telinga, mulut
13
dan gigi geligi perlu dilakukan. Pemeriksaan neurologis lengkap, ditekankan
pada fungsi saraf otak termasuk funduskopi, fungsi motorik, sensorik serta
koordinasi.
Beberapa nyeri kepala menunjukkan tanda bahaya dan memerlukan
evaluasi penunjang adalah:
1. Nyeri kepala hebat pertama kali yang timbul mendadak
2. Nyeri kepala yang paling berat yang pernah dialami
3. Nyeri kepala yang berat progresif selama beberapa hari atau minggu
4. Nyeri kepala yang timbul bila latihan fisik, batuk, bersin, membungkuk atau
nafsu seksual meningkat
5. Nyeri kepala yang disertai penyakit umum atau demam, mualo, muntah atau
kaku kuduk
6. Nyeri kepala yang disertai gejala neurologis seperti afasia, koordinasi
buruk, kelemahan fokal atau rasa baal, mengantuk, fungsi intelek menurun,
perubahan kepribadian dan penurunan visus.
Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain:
1. CT-Scan atau resonansi magnetik (MRI) otak hanya dilakukan pada nyeri
kepala yang menunjukkan kemungkinan penyakit intrakranial, seperti
tumor, perdarahan subaraknoid, AVM, dll.
2. Elektroensefalogram dilakukan bila ada riwayat kejang, kesadaran
menurun, trauma kepala atau presinkop.
Foto sinus paranasal untuk melihat adanya sinusitis dan foto servikal untuk
menetukan adanya spondiloartrosis dan fraktur servikal.
2. Nyeri Odontogen
Nyeri odontogenik adalah nyeri yang berasal dari pulpa gigi atau
jaringan periodonsium. Nyeri periodonsium merupakan nyeri dalam
somatik. Penyebab nyeri ini bervariasi, antara lain inflamasi atau trauma
oklusi, impaksi gigi, akibat tindakan profilaksis, perawatan endodonsia,
ortodonsia, preparasi mahkota, kontur gigi yang tidak tepat, atau trauma
pembedahan. Dapat pula disebabkan penyebaran inflamasi pulpa melalui
foramen apikalis.
14
Pada tindakan odontektomi, kedalaman anestesi dapat pula
dipengaruhi oleh jenis pembedahan, lama pembedahan, obat anestesi, faktor
psikologis, serta inflamasi.
3. Sinusitis
3.1. Definisi
Sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasales; mungkin
purulen atau nonpurulen, akut atau kronik.
Tipe-tipe peradangan ini dinamakan sesuai dengan sinus yang terkena.
Ethmoid sinusitis adalah peradangan sinus ethmoidalis, disebut juga ethmoiditis.
Frontal sinusitis adalah peradangan sinus frontalis. Maxillary sinusitis adalah
peradangan sinus maxillaris, disebut juga antritis. Sphenoid sinusitis adalah
peradangan sinus sphenoidalis, disebut juga sphenoiditis.
3.2. Etiologi
Adapun penyebab sinusitis umumnya adalah karena adanya infeksi yang diinisiasi
oleh mikroorganisme, yaitu:
1. Sinusitis virus akut.
Mayoritas utama oleh sinusitis episodik adalah disebabkan oleh infeksi
virus. Kebanyakan virus Infeksi Saluran Pernafasan Atas adalah disebabkan
rhinovirus. Akan tetapi korona virus, influenza A dan B, parainfluenza,
adenovirus, dan enterovirus adalah agen kausatif. Virus rhinovirus,
influenza, dan paravirus adalah virus primer patogenik, pada 3- 15% pasien
dengan sinusitis akut. Sekitar 0,5%-2%, pasien dengan sinusitis viral bisa
berlanjut menjadi sinusitis bakterial akut.
2. Sinusitis bakterial akut
Sangat sering terkait dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas oleh virus,
dan juga alergi, trauma, neoplasma, granulomatosa dan penyakit inflamasi,
15
faktor lingkungan, infeksi gigi, variasi anatomi. Hal ini diakibatkan karena
perannya yang bisa merusak mukosilia normal dan akan mempredisposisi
infeksi bakterial. Antara lain adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis.
3. Sinusitis fungal akut
Sangat jarang sinusitis disebabkan oleh fungi. Sinusitis fungi (sinusitis
fungal allergi) akan terlihat serupa dengan kelainan saluran napas bagian
bawah dan bronchopulmonarry asppergillos allergy. Bipolaris dan spesies
Curvullaria adalah fungi yang paling sering terdapat pada sinusitis fungal
alergi.
Data yang paling meyakinkan menyebutkan, pada dewasa
disebabkan oleh Haemophyllus Influnzae dan Streptococcus Pneumoniae
sebagai patogen yang paling sering ditemukan. Hal ini terhitung dengan
65% strains bakteri yang signifikan ditemukan. Bakteri lainnya yang
terlibat antara lain Neisseria sp., Streptococcus pyogenes (grup A), dan
streptococcus alpha-haemolytic. Untuk infeksi campuran akan didapati
dengan pertumbuhannya yang berat, akan tetapi kultur yang paling aktif
tumbuh adalah organisme yang tunggal. Ditemukan 11 virus dari 70
spesimen positif; antara lain 6 rhinovirus, 3 virus influenza A dan 2 virus
parainfluenza. (Ellen, R. Wald, 1985)
3.3. Epidemiologi
Sinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika dan jumlah
yang mengunjugi rumah sakit mendekati 16 juta orang. Menurut National
Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), kurang lebih dilaporkan 14 %
penderita dewasa mengalami sinusitis yang bersifat episodik per tahunnya dan
seperlimanya sebagian besar didiagnosis dengan pemberian antibiotik. Pada tahun
1996, orang Amerika menghabiskan sekitar $3.39 miliyar untuk pengobatan
sinusitis. Sekitar 40 % sinusitis akut merupakan kasus yang bisa sembuh dengan
16
sendirinya tanpa diperlukan pengobatan. Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua
jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan dan pada semua kelompok umur.
Wanita memiliki angka episodik yang lebih tinggi dibandingkan pria, disebutkan
karena wanita lebih sering dekat dengan anak-anak. Dimana persentase
kejadiannya, wanita 20,3% sedangkan pria 11,5%. Diestimasikan bahwa 0,5%
infeksi saluran pernafasan atas memiliki komplikasi sinusitis akut. Keabsensian
dari defenisinya yang tepat, bagaimanapun estimasinya mungkin tidak akurat. Ini
seperti menjatuhkan angka antara 0,5% dan 5,0%. Untuk orang dewasa rata-rata 2
hingga 3 kali mengalami pilek per tahun dan anak-anak 6 sampai 8 kali.
3.4. Manifestasi Klinis
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala
subjektif terdiri dari gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,
nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain. Pada
sinusitis maksila, nyeri terasa dibawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus, hingga terasa di gigi. Nyeri alih terasa di dahi dan depan telinga. Pada
sinusitis etmoid, nyeri di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri
di bola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis.
Pada sinusitis frontal, nyeri terlokalisasi di dahi atau di seluruh kepala. Pada
sinusitis sfenoid, rasa nyeri di verteks, oksipital, retroorbital, dan di sfenoid.
Sinusitis dapat dicurigai bila ditemukan 2 kriteria mayor + 1 minor atau 1 mayor +
2 minor
17
Gejala objektif, tampak pembengkakan di daerah muka. Pada sinusitis maksila
terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan
kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak, kecuali bila ada
komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, frontal, dan etmoid anterior tampak mukopus di meatus medius. Pada
sinusitis etmoid posterior dan pada sfenoid, tampak nanah keluar dari meatus
superior. Pada rinoskopi posterior tampak mukpus di nasofaring (post nasal drip).
Pada anak dengan demam tinggi (>39C),ingus purulen, dan sebelumnya menderita
infeksi saluran nafas atas, patut dicurigai adanya sinusitis akut, terutama jika
tampak edema periorbital yang ringan. Khusus pada anak-anak, gejala batuk jauh
lebih hebat pada siang hari tetapi terasa sangat mengganggu pada malam hari,
kadang disertai serangan mengi. Keluhan sinusitis akut pada anak kurang spesifik
dibandingkan dewasa. Anak sering tidak mengeluh sakit kepala dan nyeri muka.
Biasaya yang terlibat hanya sinus maksila dan etmoid.
3.5. Patofisiologi
Patofisiologi sinusitis terkait pada 3 faktor:
1. Obstruksi jalur drainase sinus
Hal ini akan mencegah drainase mukus normal. Ostium bisa tertutup oleh
pembengkakan mukosa, ataupun penyebab lokal (trauma, rhinitis). Penyakit
18
sisitemik yang mengakibatkan berkurangnya mukosilia, termasuklah cystic
fibrosis, alergi respiratori, dan diskinesia silia primer (Sindrom Kartagener), bisa
menjadi faktor predisposisi akut sinusitis pada kasus yang jarang. Pasien dengan
immunodefisiensi juga akan meningkatkan resiko munculnya sinusitis akut.
Obstruksi mekanis disebabkan oleh polip nasal, benda asing, deviated septa, atau
tumor bisa menyebabkan penyumbatan ostium.
Ostium sinus paranasalis adalah kunci dari patologi pada area sinus. Faktor yang
mempredisposisikan obstruksi ostium bisa disebabkan oleh pembengkakan mukosa
dan bisa dikarenakan obstruksi mekanik. Ketika sudah muncul obstruksi komplit
dari ostium, akan ada peningkatan transien dalam tekanan intrasinus diikuti oleh
pembentukan tekanan negative intrasinus. Pertukaran gas dalam kavitas sinus juga
akan terganggu jika ostium obstruksi. Dalam hal ini, maka aparatus mukosiliar
cukup kuat berkaitan dengan perubahan pasokan dalam oksigen
2.Rusaknya fungsi silia
Berdasarkan fisiologi sinus, drainase sinus bukan bergantung pada gravitasi
melainkan pada mekanisme transport silia. Fungi silia yang buruk bisa disebabkan
berkurangnya sel epitel silia, aliran udara yang tinggi, virus, bakteri atau siliatoxin
dari lingkungan, mediator inflamasi, berdempetannya 2 permukaan mukosa, luka,
dan sindrom Kartagener.
Kerja silia dipengaruhi oleh faktor genetik,seperti sindrom Kartagener. Sindrom
Kartagener terkait dengan silia immobile, menyebabkan retensi dari sekresi
sehingga menjadi faktor predisposisi infeksi sinus. Fungsi sinus juga akan menurun
dengan adanya pH yang rendah, anoxia, rokok, racun kimia, dehidrasi, dan obat-
obatan (antikolinergik dan antihistamin). Terpapar dengan toxin bakteri juga bisa
menyebabkan menurunnya fungsi silia. Abses dental ataupun prosedur yang
menghubungkan antara kavitas oral dan sinus bisa menyebabkan sinusitis dengan
mekanisme ini. Sebagai tambahan, kerja silia bisa dipengaruhi apabila habis kontak
dengan virus.
19
Udara dingin juga menghentikan epithelium silia, mengakibatkan pada kerusakan
gerakan silia, serta retensi sekresi pada kavitas sinus. Pada kebalikannya,
menginhalasai udara yang kering menyebabkan penggumpalan mukus sinus, dan
menyebabkan sekresi berkurang.
Kelainan dari apparatus mukosiliari dalam hubungannya berkurang patensi dari
ostia sinus adalah patofisiologi utama bahkan pada sinusitis akut. Faktor yang bisa
mengganggu transport mukosiliari normal termasuk udara dingin dan panas;
perubahan mukus; obat-obatan dan kimiawi; infeksi virus; kelainan kongenital
seperti immotil cilia syndrome. Silia dengan pola mikrotubular abnormal
merupakan yang paling sering selama periode akut, dengan kedua tambahan di
sentral mikrotubular dan mikrotubular supernumeri terkait dengan struktur perifer.
Motilitas normal dari silia dan adhesivitas dari lapisan mukosa biasanya melindungi
peitelium respirasi dari invasi bakteri
3.Berubahanya kualitas dan kuantitas mucus
Sekresi sinonasal memiliki peran yang penting pada rhinosinusitis. Mukus
menyelimuti garis sinus paranasal tersebut, mengandung mukoglikoprotein,
immunoglobulin, dan sel inflammatori. Ini terdiri dari 2 lapisan, yaitu lapisan serosa
dimana silia recover dari active beat mereka, kemudian lapisan viskos dimana
sebagai transportasi silia. Jika komposisi mukus berubah, sehingga mukus
memproduksi viskos lebih banyak (cth, cycstic fibrosis), transport ke ostium akan
lebih pelan, dan Silia bisa dikalahkan hanya jika di medium fluida. Perubahan pada
mukus, seperti cystic fibrose atau asthma, bisa mengganggu aktivitas silia. Adanya
material purulen pada infeksi sinus akut bisa mengganggu gerakan silia dan efeknya
akan diperparah dengan penutupan ostium.
3.6. Pemeriksaan Penunjang
1.Transiluminasi
Akan memberikan informasi objektif atas kondisi sinus maksila dan frontal. Jika
sinus normal, tiga hal harus diperhatikan:
(1) refleks pupil merah,
20
(2) bayangan sinar bulan sabit yang sesuai dengan posisi kelopak mata bawah,
(3) sensasi sinar dalam mata jika kelopak mata tertutup.
2. Cairan Radioopak
Dengan menyuntikkannya ke dalam sinus, terlebih pada sinus maksila dan sfenoid.
Dengan adanya cairan itu rongga sinus tampak jelas tergambar, shingga penebalan
mukosa dan adanya polip dapat diketahui, dan ketidaksamaan ukuran dan bentuk
dapat tergambar dengan tepat. Mukosa yang sakit tampak sebagai daerah yang tidak
terisi, diantara massa minyak dan tepi tulang.
3.7. Diagnosa dan Terapi
1. Metode pertukaran (Displacement)
Hal ini agar obat dapat masuk ke sel-sel etmoid, sinus maksila dan sfenoid.
Tekniknya adalah kepala pasien diturunkan ke posterior, sehingga dagu dan kanalis
auditorius eksterna berada dalam satu garis vertikal. Kemudian cavum nasi pada
satu sisi diisi dengan 2 sampai 3 ml cairan radioopak yang dipertukarkan. Dengan
memiringkan kepala ke sisi homolateral akan meningkatkan kemungkinan cairan
menutupi ostium sinus. Saat pasien menaikkan palatum molenya, tekanan negatif
180 mmHg diberikan secara hilang timbul di nares pada sisi yang diisi, dan pada
sisi lainnnya ditutup dengan jari. Roentgen diambil pada 24 dan 72 jam untuk
memastikan waktu pengosongan. Pada keadaan normal, sinus harus kosong dalam
96 jam.
2.Irigasi diagnostic
Pada banyak kasus, diagnosis pasti akan adanya pus tidak dapat diketahui tanpa
irigasi diagnostik. Hal ini dilakukan dengan cara sama seperti untuk terapi, melalui
ostium alami atau melalui pungsi. Bahan untuk kultur atau usapan dapat diambil
dari cairan pada saat pencucian.
21
3.8. Penatalaksanaan
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik sampai semua gejala hilang.
Jenis amoksisilin, ampisilin, eritromisin, sefaklor monohidrat, asetil sefuroksim,
trimetoprim sulfometoksazol, amoksisilin-asam klavulanat, dan klaritromisin telah
terbukti secara klinis. Jika dalam 48-72 jam tidak ada perbaikan klinis, diganti
dengan antibiotik untuk kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu
amoksisilin dan ampisilin dikombinasi dengan asam klavulanat. Diberikan pula
dekongestan untuk memperlancar drainase sinus. Bila perlu diberikan analgesik
untuk menghilangkan nyeri; mukolitik untuk mengencerkan, meningkatkan kerja
silia, dan merangsang pemecahan fibrin.
Pemberian steroid intranasal, kadang diperlukan untuk mengurangi edema di
daerah kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi. Apabila
terdapat komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau nyeri yang hebat akibat
tertahannya sekret oleh sumbatan, sehingga perlu dirujuk untuk dilakukan tindakan
bedah.
Diagnosa Sementara
Diagnosa klinis : Cephalgia pada kepala bagian kiri yang meluas hingga
wajah kiri seperti ditusuk-tusuk
Diagnosa topik : Intrakranial dd ekstrakranial
Diagnosa etiologi : Sekunder (odontogenik dd sinusitis) dd Primer (neuralgia
trigeminal)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 Januari 2019.
22
Status Generalis
Keadaan Umum
Tampak sakit sedang. Kesan status gizi cukup
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6 VAS: 8 dari 10
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 85x/menit
Nafas : 22x/menit
Suhu : 36,4oC
Kepala Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm,
reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
Leher Limfonodi tak membesar, simetris
Dada
Paru:
Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai sekitar Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal Perkusi : sonor diseluruh lapang paru Auskultasi: vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-).
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tak tampak Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-) Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal, Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)
Abdomen Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) normal
23
Perkusi : thimpani seluruh lapang abomen
Palpasi .: Supel,nyeri tekan (-) diseluruh lapang abdomen
Status Psikiatrik normoaktif
Tingkah laku normotimik
Perasan hati dalam batas normal
Orientasi dalam batas normal
Kecerdasan dalam batas normal
Daya ingat dalam batas normal
Status Neurologis:
Sikap Tubuh Simetri
Gerakan Abnormal (-)
Cara Berjalan Tidak bisa dinilai
Kepala Mesocephal
24
Nervus Cranialis Kanan Kiri
N I Daya Penghidu N N
N II
Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III
Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata Bebas Bebas
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV
Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
N V
Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N Terganggu
(saat serangan)
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
25
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII
Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N N
N VIII
Mendengar Suara Berbisik (+) (+)
Mendengar Detik Arloji (+) (+)
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak
dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak
dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak
dilakukan
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang N N
26
Pemeriksaan Esktremitas Superior (D/S) Ekstremitas Inferior (D/S)
Gerakan Bebas/ Bebas Bebas/Bebas
Sensibilitas +N/+N +N/+N
Refleks Muntah (+) (+)
Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
N X
Denyut Nadi 86 x / menit 86 x / menit
Arkus Faring N N
Bersuara N N
Menelan (+) (+)
N XI
Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi
N XII
Sikap Lidah Ditengah
Artikulasi N
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris
Trofi Otot Lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi Lidah (-)
27
Kekuatan 5/5 5 / 5
Tonus N/N N/N
Klonus +N/+N +N/+N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Dextra/Sinistra
Biceps +N/+N
Triceps +N/+N
Patella +N/+N
Refleks Dextra/Sinistra
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Schaeffer -/-
Gonda -/-
Kaku Kuduk –
Kernig –
Laseque –
Brudzinski 1, 2 ,3, 4 –
28
Hasil Lab. Darah Rutin
5 April 2017
Darah Rutin Kimia Klinik
Hemoglobin : 14,1 Ureum : 27.7
Lekosit : 9,84 Creatinin : 0.76
Eritrosit : 4,67 Kolesterol : 202
Hematokrit : 40,7 Trigliserida : 94
Trombosit : 332.000 LDL Kolesterol : 145.2
MCV : 87,1 SGOT : 17
MCH : 30,2 SGPT : 16
MCHC : 34,7 Natrium :141.8
RDW : 11,2 Kalium : 3.93
MPV : 5,98 (L) Chlorida : 102.9
Limfosit : 2.30
Monosit : 1.02 GDS: 305 (H)
Limfosit% : 23 – L HbA1C: 10.17 (DM tidak terkontrol)
Neutrofil : 6.14
Pemeriksaan Sensibilitas : +
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal
29
Pemeriksaan Sinus : Terdapat Nyeri Ketok (+) di regio sinus
maksilaris sinistra
Rontgen Waters
kesan:
1. Lesi opak lobulated sinus maksilaris kiri dd/ polip
2. Tak tampak deviasi septum nasi
Diskusi II
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kelainan saat pemeriksaan di
nervus V (nervus trigeminal). Dimana, saat terjadi serangan sensibilitas di
wajah bagian kiri terganggu. Hal ini menguatkan bahwa nyeri yang
dirasakan pasien berasal dari nervus trigeminal. Neuralgia Trigeminal
adalah gangguan yang terjadi akibat kelainan dari nervus cranialis ke-5
yaitu nervus trigeminal dan dikenal juga sebagai tic douloureux. Gangguan
dari nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk pada
30
pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi pada salah satu sisi wajah
(unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi dalam hitungan detik sampai sekitar 2
menit. Dan episode nyeri ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu
hingga beberapa tahun.
Terdapat beberapa nyeri orofasial yang tidak disebabkan oleh
adanya kelainan odontogenik, salah satunya adalah trigeminal neuralgia.
Trigeminal neuralgia idiopatik tidak diketahui pasti penyebab spesifiknya,
namun sering kali dikaitkan dengan adanya kompresi oleh pembuluh perifer
intrakranial pada area di sekitar percabangan saraf trigeminal, sehingga
mempengaruhi proses penghantaran impuls saraf pada percabangan V1, V2,
atau V3 yang menginervasi area wajah. Nyeri ini disebabkan karena
kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya
selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Klasifikasi
trigeminal neuralgia dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe classical trigeminal
neuralgia dan painful trigeminal neuropathy. Terapi trigeminal neuralgia
dapat dengan perawatan medis dan perawatan bedah.
Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, tetapi ada
beberapa penyebab yang berhubungan dengan gigi. Seperti diketahui N. V
merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan
dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat
berupa karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab,
infeksi periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab
Neuralgia trigeminal
31
Gambar 5.1 Nervus Trigeminus
Penjelasan utama penyebab dari trigeminal neuralgia adalah adanya
kompresi oleh pembuluh darah intrakranial yang menyebabkan rusaknya
selaput pelindung saraf atau dikenal dengan proses demyelinasi. Adanya
variasi anatomis pembuluh darah yang berbeda-beda dapat menyebabkan
kompresi arteri dan/atau vena (terutama arteri cerebellar superior) pada area
percabangan saraf trigeminal. Kompresi atau penekanan yang terus-
menerus dalam jangka waktu lama menyebabkan selaput pelindung saraf
yang berada di bawah kompresi pembuluh darah mengalami penipisan dan
lama-kelamaan menjadi rusak (demyelinasi). Selanjutnya, demyelinasi ini
menyebabkan impuls listrik saraf menjadi ektopik (tidak menentu) dan
ephaptik (tidak langsung) secara bersilangan di antara serabut saraf, hal ini
membuat penghantaran impuls saraf terganggu. Impuls listrik ektopik dan
ephaptik yang abnormal dapat menyebabkan perkembangan
hipersensitivitas pada saraf, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang
berkesinambungan.
Angka Hb yang normal menunjukan bahwa pasien tak mengalami
perdarahan aktif dan masif serta angka leukosit yang normal juga tak
menunjukan tanda-tanda infeksi pada tubuh. Kondisi metabolik pasien
menunjukkan bahwa pasien mempunyai Kadar Gula Darah yang tinggi.
Untuk memastikan apakah ada kelainan secara fisik dan fungsional dari area
kepala dan wajah yang menyebabkan cephalgia tersebut maka perlu
dilakukan evaluasi lebih lanjut yakni foto Waters dan juga pasien
32
dikonsulkan ke bagian THT dan Gigi untuk mengkonfirmasi kelainan yang
diderita pasien yang menyebabkan pasien mengalami cephalgia. Pasien juga
dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk evaluasi gula darah dan
masalah diabetes melitus.
Diagnosa Akhir
Diagnosa klinis : Cephalgia pada kepala bagian kiri yang meluas hingga
wajah kiri seperti ditusuk-tusuk
Diagnose topik : Ekstrakranial
Diagnose etiologi : Sekunder (odontogenik dd sinusitis e.c polip sinus
maksilaris sinistra) dd Primer (neuralgia trigeminal)
PLANNING:
• Konsultasi ke bagian THT
• Konsul ke bagian Gigi
• Konsul ke bagian penyakit dalam
• MRI
PENATALAKSANAAN :
• Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram
• Injeksi Ranitidin 2x1
• Injeksi vit B kompleks 2x1
• Injeksi ketorolac 2x30 mg ekstra
• Paracetamol 2x650 mg
• Betahistin 3x1
• Diazepam 2x2 mg
33
Diskusi III
Pada pemberian obat pasien ini, diantaranya :
• Injeksi Ceftriaxon
Ceftriaxon merupakan sefalosporin ke-3 dengan spektrum aktivitas anti
bakteri yang luas dan masa kerja yang panjang. Spektrum aktivitasnya
mencakup bakteri Gram negatif dan Gram positif antara lain : H. influenza,
E.Coli, Klebsiella sp., Enterobacter sp., Citrobacter sp., P.mirabilis,
Proteus indol postif, Salmonella sp., Shigella sp., Serratia marcessens,
Neisseria meningitis, H.gonorrhoeae, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus viridans, Streptococcus group A & B, Staphylococcus
aureus, Peptococcus sp., Peptostreptococcus sp. Dengan pemberian secara
parenteral, Ceftriaxon cepat berdifusi ke dalam jaringan dan cairan tubuh,
dimana kadar bakterisidal obat akan bertahan selama 24 jam. Ikatan
proteinnya adalah 80-95%. Ceftriaxon dapat menembus sawar darah otak
sehingga dapat dicapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan
cerebrospinal. Ekskresinya dalam bentuk aktif, melalui ginjal (60%) dan
hati (40%), waktu paruh eliminasinya adalah 8 jam.
• Injeksi Ranitidin 2 x 1
Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping
dan interaksi dari obat lain. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor
H2 sehingga sekresi asam lambung dapat dihambat.
• Injeksi vit B kompleks
Merupakan obat untuk mengatasi defisiensi vitamin B1, B6, dan B12,
seperti pada pasien pengidap beri-beri, neuritis perifer, dan neuralgia (nyeri
urat saraf). Multivitamin ini mengandung vitamin B kompleks yang bisa
digunakan untuk mengatasi defisiensi vitamin B kompleks. Vitamin B
kompleks adalah jenis vitamin larut air yang berguna untuk meningkatkan
energi, membantu proses metabolisme, meningkatkan fungsi otak,
mencegah penuaan diri, dan menurunkan kadar kolesterol.
34
• Injeksi Ketorolac
Ketorolac adalah obat dengan fungsi mengatasi nyeri sedang hingga nyeri
berat untuk sementara. Biasanya obat ini digunakan sebelum atau sesudah
prosedur medis, atau setelah operasi. Ketorolac adalah golongan obat
nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang bekerja dengan
memblok produksi substansi alami tubuh yang menyebabkan inflamasi.
Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau demam.
• Paracetamol
Paracetamol adalah analgesik ringan yang banyak digunakan di masyarakat
luas. Paracetamol merupakan obat yang memiliki khasiat untuk meredakan
rasa nyeri (analgetik) dan menurunkan demam (antipiretik). Obat ini banyak
dipakai untuk kondisi arthritis dan rematik yang melibatkan nyeri
muskuloskeletal, serta gangguan nyeri lain seperti sakit kepala,
dysmenorrhea, myalgia, dan neuralgia. Paracetamol adalah jenis obat yang
aman, apabila dikonsumsi dalam dosis yang tepat, namun jika berlebihan
akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup parah bahkan
sampai menyebabkan kematian.
• Betahistin
Betahistin adalah obat untuk mengatasi gejala penyakit meniere berupa
vertigo atau pusing, telinga berdenging (tinnitus), dan pendengaran
menurun. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi reseptor histamin di
telinga bagian dalam, yakni sebagai antagonis reseptor histamin H3
sekaligus agonis reseptor histamin H1. Sebagai hasilnya, pembuluh darah
pada telinga bagian dalam akan melebar sehingga meningkatkan aliran
darah dan menurunkan tekanan yang terjadi pada telinga, dan pada akhirnya
akan meredakan gejala-gejala penyakit meniere tersebut.
• Diazepam
Diazepam adalah salah satu jenis obat benzodiazepine yang dapat
memengaruhi sistem saraf otak dan memberikan efek penenang. Diazepam
35
bekerja dengan cara mempengaruhi neurotransmiter, yang berfungsi
memancarkan sinyal ke sel otak. Obat ini digunakan untuk mengatasi
gangguan kecemasan, insomnia, kejang-kejang, gejala putus alkohol akut,
serta digunakan sebagai obat bius sebelum operasi.
Prognosis
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Disability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distitution : Dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal S O A P
3/1/2019 pasien
mengeluhkan
nyeri kepala
sebelah kiri
seperti ditusuk-
tusuk
GCS:
E4V5M6
TD: 153/76
Nadi:
71x/mnt
RR:
22x/mnt
Suhu:36.3
Cephalgia dd
general
disease
Susp.
Sinusitis
Susp. Caries
dentis
• Injeksi Ceftriaxon
2x1 gram
• Injeksi Ranitidin
2x1
• Injeksi vit B
kompleks 2x1
• Injeksi Ketorolac
2x30 mg ekstra
• Paracetamol 2x650
mg
• Betahistin 3x1
4/1/2019 Nyeri kepala
semakin
GCS:
E4V5M6
+ Diazepam 2x2 gram
+ konsul THT
36
memberat, mual
(-), muntah (-)
TD: 120/70
Nadi:
85x/mnt
RR:
22x/mnt
Suhu:36.6
+ konsul gigi
5/1/2019 Nyeri kepala
sudah berkurang
GCS:
E4V5M6
TD: 120/60
Nadi:
95x/mnt
RR:
22x/mnt
Suhu:36.5
+ konsul penyakit dalam
6/1/2019 Nyeri kepala
sudah jauh
berkurang
GCS:
E4V5M6
TD: 120/70
Nadi:
92x/mnt
RR:
22x/mnt
Suhu:36.5
+ bila stasioner besok
(7/1/2019)
7/1/2019 Nyeri kepala
berkurang
GCS:
E4V5M6
TD: 120/70
Nadi:
89x/mnt
RR:
22x/mnt
Suhu:36.5
+ pasien BLPL
+ obat pulang:
atrocox 1x15
diazepam 2x2mg
omeprazole 1x1
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Arthur, H. 2012. Neurologi : Ringkasan Topik Lesi desak Ruang
Intrakranial dan Neoplasma Otak.
2. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010. Hal: 358-370.
3. Brunton, LL. Goodman and Gilman’s Pharmacology. Boston: McGraw-
Hill. 2006.
4. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine.
5. Eccher M, Suarez JI. 2004. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics. In
: Suarez JI, ed. Critical Care Neurology and Neurosurgery. New Jersey :
Humana Press
6. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical
Series. Jakarta. 74-75
7. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group.
Department of Neurology University of California. San Francisco. Diunduh
dari : http://www.americanheadachesociety.org.
8. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
9. 2011. Health Care Guideline : Diagnosis and Treatment of Headache.
10. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston:
McGraw Hill. 2007.
11. Lumbantombing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004
12. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo,
4-6 Juli 2008
13. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal :
231- 236 & 485-90.
14. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Halaman 359.