30
Presentasi Kasus ILMU KESEHATAN MATA Oleh: Erickson G99121014 Florantia Setya Nugraha G99121018 Muhammad Iqbal Sugiantoro G99122076 Maria Dewi Caetline G99122070 Nurul Rahmawati Swadini G99122090 Ginong Pratidina Wijnaputri G99122113 Pembimbing : Raharjo K., dr., SpM 0

Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Presentasi kasus stase mata dengan pasien subkonjungtiva bleeding

Citation preview

Page 1: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Presentasi Kasus

ILMU KESEHATAN MATA

Oleh:

Erickson G99121014

Florantia Setya Nugraha G99121018

Muhammad Iqbal Sugiantoro G99122076

Maria Dewi Caetline G99122070

Nurul Rahmawati Swadini G99122090

Ginong Pratidina Wijnaputri G99122113

Pembimbing :

Raharjo K., dr., SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

0

Page 2: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS

Nama : Ny. E

Umur : 20tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Jawa

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan swasta

Alamat : Pucang sawit, Jebres

Tgl pemeriksaan : 19 Agustus 2013

No. CM :-

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama :mata kiri nyeri dan merah

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan mata kiri nyeri dan merah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan

diawali ketika pasien mata kirinya terbentur stang sepeda motor saat mengalami

kecelakaan lalu lintas. Keluhan dirasakan terus menerus dan makin lama makin

memberat sehingga pasien datang ke rumah sakit.Selain itu, pasien juga

mengeluhkan mata berair.Saat di poli pasien mengeluh mata kanan nyeri, merah,

nrocos, gatal (-), pandangan kabur (-) perih (+).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat hipertensi : disangkal

2. Riwayat kencing manis : disangkal

3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

4. Riwayat trauma mata : +, 1 hari yang lalu

5. Riwayat kacamata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat hipertensi : disangkal

2. Riwayat kencing manis : disangkal

1

Page 3: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

3. Riwayat sakit serupa : disangkal

E. Kesimpulan Anamnesis

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

1. Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B. Pemeriksaan subyektif

OD OSA. Visus Sentralis1. Visus sentralis jauh 6/6 6/6 a. pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukanB. Visus Perifer

1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mata OD OS a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. luka Tidak ada Tidak ada c. parut Tidak ada Tidak ada d. kelainan warna Tidak ada Ada, hematom e. kelainan bentuk Tidak ada Tidak ada2. Supercilia a. warna Hitam Hitam b. tumbuhnya Normal Normal c. kulit Sawo matang Sawo matang

2

OD OS

Proses - TraumaLokalisasi - Subkonjungtiva

Sebab - TraumaPerjalanan - AkutKomplikasi - Belum ditemukan

Page 4: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal3. Pasangan bola mata dalam orbita

a. heteroforia Tidak ada Tidak ada b. strabismus Tidak ada Tidak ada c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada5. Gerakan bola mata a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat

1) temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat2) temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat

d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat1) nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat2) nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat

6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema Tidak ada Ada 2.) hiperemi Tidak ada Ada 3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada 4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada b. gerakannya 1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal 2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal c. rima 1.) lebar 10 mm 10 mm 2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada 3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada d. kulit 1.) tanda radang Tidak ada Tidak ada 2.) warna Sawo matang Sawo matang 3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada 4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada e. tepi kelopak mata 1.) enteropion Tidak ada Tidak ada 2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada 3.) koloboma Tidak ada Tidak ada 4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal7. Sekitar glandula lakrimalis a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak adac. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan8. Sekitar saccus lakrimalis

3

Page 5: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada9. Tekanan intraocular a. palpasi Kesan normal Kesan normal b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada c. konjungtiva fornix 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) benjolan Tidak ada Tidak ada d. konjungtiva bulbi 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada 5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada11. Sclera a. warna Putih Putih b. tanda radang Tidak ada Tidak ada c. penonjolan Tidak ada Tidak ada12. Kornea a. ukuran 12 mm 12 mm b. limbus Jernih Jernih c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan e. keratoskop ( placido ) reguler, tidak

terputusreguler, tidak

terputus f. fluoresin tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada13. Kamera okuli anterior a. kejernihan Jernih Jernih

4

Page 6: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

b. kedalaman Dalam Dalam14. Iris a. warna Cokelat Cokelat b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak tampakd. sinekia posterior Tidak tampak Tidak tampak15. Pupil a. ukuran 3 mm 3 mm b. bentuk Bulat Bulat c. letak Sentral Sentral d. reaksi cahaya langsung Positif Positif e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan16. Lensa a. ada/tidak Ada Ada b. kejernihan Jernih Jernih c. letak Sentral Sentral e. shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan17. Corpus vitreum

1.Kejernihan2.Reflek fundus

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Tidak dilakukanTidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

OD OSA. Visus sentralis jauh 6/6 6/6

B. Visus perifera. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukanb. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukanc. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

C. Sekitar mata Dalam batas normal Ada hematom sekitar palpebra superior et

inferiorD. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normalE. Pasangan bola mata

dalam orbitaDalam batas normal Dalam batas normal

F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalG. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalH. Kelopak mata Dalam batas normal Edema, hematomI. Sekitar saccus

lakrimalisDalam batas normal Dalam batas normal

J. Sekitar glandula lakrimalis

Dalam batas normal Dalam batas normal

K. Tekanan intarokular Dalam batas normal Dalam batas normalL. Konjungtiva palpebra Dalam batas normal hiperemisM. Konjungtiva bulbi Dalam batas normal Terdapat perdarahan

subkonjungtivaN. Konjungtiva fornix Dalam batas normal Dalam batas normal

5

Page 7: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normalP. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normalQ. Camera okuli anterior Kesan normal Kesan normalR. Iris Bulat reguler, warna

coklatBulat regular, warnacoklat

S. Pupil Diameter 3 mm, bulat, sentral

Diameter 3 mm, bulat, sentral

T. Lensa Kesan normal Kesan normal

U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gambar 1

Gambar 2

V. DIAGNOSIS

OS subkonjungtival bleeding

VI. DIAGNOSIS BANDING

OS Konjungtivitis

OS Skleritis

6

Page 8: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

OS Pinguekula iritan

VII. TERAPI

Asam traneksamat 3x1

VIII. PLANNING

Pemeriksaan slit lamp

IX. PROGNOSIS

OD OS1. Ad vitam Bonam Bonam2. Ad fungsionam Bonam Bonam3. Ad sanam Bonam Bonam4. Ad kosmetikum Bonam Bonam

7

Page 9: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Mata dan Konjungtiva

Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem

anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem

anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :

1. Anatomi kelopak mata

Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing

yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi

bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air

mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian – bagian seperti kelanjar

sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara

pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi

oleh N. Fasialis.

2. Anatomi sistem lakrimal

Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal

terletak di daerah temporal bola mata.

Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus

lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.

3. Anatomi konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian

belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.

Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar

digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di

bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat

peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

8

Page 10: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan

jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

4. Anatomi bola mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus

oleh 3 lapis jaringan, yaitu :

Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian

terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan

sinar masuk ke dalam bola mata.

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea

dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan

uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan

cairan bilik mata (akuos humor).

Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran

neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik

dan diteruskan ke otak.

5. Anatomi rongga orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang

membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar

orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang

palatinum dan zigomatikus.

Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam) :

Kornea

Kamera okuli anterior

Iris

Lensa

Kamera okuli posterior (vitreus body)

Retina

Nervus optikus

9

Page 11: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Gambar 1. Anatomi mata

Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di

permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini

memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus

dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen

penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi.

Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden

dengan aliran di kelopak mata.

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak

dan bergabung ke lapis tarsal posterior (Ilyas, 2008). Konjungtiva palpebralis

melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi

superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi

konjungtiva bulbaris (Vaughan, 2000).

Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra

dan bulbi

Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan

epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk

palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus

10

Page 12: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

dimana dua lapisan menyatu (Ilyas, 2008). Konjungtiva bulbaris melekat

longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali. Pelipatan ini

memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak

(plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata

ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging

(karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan

merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa

(Vaughan, 2000).

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5

Gambar 2. Anatomi konjungtiva mata

Pasokan darah, limfe dan persarafan

Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri

palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena

konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring

vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan

profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk

pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan

11

Page 13: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

(oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri

(Vaughan, 2000).

Histologi konjungtiva :

Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya

sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar

sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam

sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di

konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal

(Ilyas, 2008). Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima

lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel

konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan

mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa.

Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan

di dekat limbus dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2000).

Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak

kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu

lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan

adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.

Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3

bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus

bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

Perdarahan Subkonjungtiva

A. Definisi

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh

darah konjungtiva (ilyas, 20008). Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera.

Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi

pasien (Vaughan, 2000).

12

Page 14: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva

B. Sinonim (Graham, 2009)

Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:

1. bleeding in the eye

2. eye injury

3. ruptured blood vessels

4. blood in the eye

5. bleeding under the conjunctiva

6. bloodshot eye

7. pink eye

C. Epidemiologi

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok

umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur

(Graham, 2009). Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami

perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun (Kaimbo, 2008). Perdarahan

subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).

Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan

yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi

memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan

subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin,

malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.

Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk

pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan

13

Page 15: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (Stolp,

2013).

D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva

Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan

perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva

pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak

nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.

Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal).

Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang

ringan.

Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian

akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi (American Academy,

2009).

E. Patofisiologi

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola

mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata.  Konjungtiva merupakan lapisan

pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan

sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya

tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan.  Pembuluh-

pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga

mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva

tampak berupa bercak berwarna merah terang di sklera.

Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara

difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya

memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva

yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang

secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak

berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak

14

Page 16: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa

sakit (graham, 2009).

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,

berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak

mata.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun

infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang

bermuara ke ruang subkonjungtiva.

.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba –

tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi

endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang

dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,

arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan

dan batuk rejan (Ilyas, 2008).

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.

Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali;

untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik)

harus disingkirkan terlebih dahulu (Vaughan, 2000).

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di

mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.

Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola

mata yang terjadi.

F. Etiologi

1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali

mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya

perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun

heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan

subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor

15

Page 17: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami

kekambuhan (Parmeggiani, 2013). Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin

sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan

subkonjungtiva (Incovaia, 2013).

2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)

3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur

bola mata)

4. Hipertensi (Pitts, 2013).

5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya

riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes,

SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.

6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang

telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva,

penggunaan warfarin (Leiker, 2013).

7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada

konjungtiva.

8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,

termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,

malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).

9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari

patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah

jantung.

10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang

diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan

pinguecula (Mimura, 2013).

11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan

peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

G. Diagnosis dan pemeriksaan

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu

penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma

dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva

idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut

16

Page 18: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan

koagulasi harus disingkirkan.

Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine

(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga

etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia (Chern, 2002).

Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva

traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di

rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien

dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada

konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain

konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib

pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa

ada trauma organ mata lainnya (Graham, 2009).

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila

perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan

subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan

subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu

prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit

(Chern, 2002).

H. Diagnosis banding (Graham, 2009)

1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu

mata merah.

2. Konjungtivitis hemoragik akut

3. Sarcoma kaposi

I. Penatalaksanaan

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan

dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan

subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati (Ilyas,

2008).

17

Page 19: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat

dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata

buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan

penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter

memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi

ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang

(Rifki, 2010).

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika

ditemukan kondisi berikut ini :

1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan

untuk melihat)

3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

4. Riwayat hipertensi

5. Riwayat trauma pada mata.

J. Komplikasi

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 –

2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan

subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal

seperti yang telah disebutkan diatas (Ilyas, 2008)

Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang

(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan

Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami

kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap

merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler (Graham, 2009).

K. Prognosis

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena

sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti

sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka

dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi (Ilyas, 2008).

18

Page 20: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

DAFTAR PUSTAKA

American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika

Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-Hill, Massachusetts.

Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 27 Agustus 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta

Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation/9372

Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure

Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/ Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin/3i2r43

Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com

Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage/42u3-upr2

Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013, dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id

Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

19

Page 21: Presentasi Kasus Subkonjungtiva Bleeding

Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013

Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

20