25
IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. m Umur : 64 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Jln. Anggrek No. 3 RT/RW Mertoyudan, Magelang KASUS Seorang laki-laki, umur 64 tahun datang ke bagian radiologi RSUD Tidar Magelang untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen. Pasien merupakan pasien rawat inap di Bangsal Penyakit Dalam. Dokter menulis klinis pasien dengan ikterik dd. hepatitis, kolelitiasis. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. 10 hari yang lalu pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual (+), muntah (-), perut sebah, demam hari ke-8, BAB belum sudah 10 hari, flatus jarang, BAK lancar tapi terasa panas dan berwarna seperti teh. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (+) Diabetes mellitus (-) Hepatitis (-) D. Riwayat Penyakit Keluarga

PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

  • Upload
    binadi

  • View
    303

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wow

Citation preview

Page 1: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. m

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Jln. Anggrek No. 3 RT/RW Mertoyudan, Magelang

KASUS

Seorang laki-laki, umur 64 tahun datang ke bagian radiologi RSUD Tidar Magelang

untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen. Pasien merupakan pasien rawat

inap di Bangsal Penyakit Dalam. Dokter menulis klinis pasien dengan ikterik dd.

hepatitis, kolelitiasis.

ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu yang lalu. 10 hari yang lalu

pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual (+), muntah (-), perut sebah, demam

hari ke-8, BAB belum sudah 10 hari, flatus jarang, BAK lancar tapi terasa panas dan

berwarna seperti teh.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (+) Diabetes mellitus (-) Hepatitis (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Sakit Jantung : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat sakit penyakit yang sama dengan pasien : disangkal

E. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : lemas

Kesadaran : compos mentis

Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 120 x/menit, reguler

Page 2: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

Suhu : 39,7 oc

Respirasi : 36x/menit

Kepala : Konjungtiva anemis (+/+) , sklera ikterik (+/+)

Leher : limfonodi tak teraba, JVP tidak meningkat

Thoraks : simetris (+) ketinggalan gerak (-)

Pulmo : SDV (+/+) STP (-/-)

Cor : S1-S2 reguler, Bising jantung (-) cardiomegali (-)

Abdomen : supel, bising usus (+) menurun, nyeri tekan (+)

Hepar : teraba 4 jari di bawah arcus costae, permukaan berbenjol-

benjol

Limpa : tak teraba

Anggota gerak : akral hangat (+) edema (-) benjolan di antebrachium dextra et

sinistra

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah Lengkap

Parameter 23/10/2014 24/10/2014 Satuan

Hemoglobin 14 14,7 g/dl

Leukosit 24 H 18,8 H 10^3/ul

Eritrosit 4,6 4,8 10^6/ul

Hematokrit 37,6 L 40 %

Angka Trombosit 63 L 59 L 10^3/ul

Netrofil Segmen 90 H 80 H %

Limfosit 5 L 10 L %

Monosit 5 10 %

Eosinofil 0 L 0 L %

Basofil 0 0 %

RDW-CV 13,9 H 14,5 H %

RDW-SD 41 43,7 fL

MCV 84,2 fL

MCH 30,9 Pg

MCHC 36,8 H g/dl

b. Fungsi Hati

Page 3: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

Parameter Hasil Satuan

SGOT 256,1 H

SGPT 300,8 H

HbsAg (-)

c. Kimia Klinik

Parameter Hasil Satuan

Protein Total 5,8 L mg/dL

Albumin 3,1 L g/dL

Globulin 2,7 mg/dL

Bilirubin total 10,3 H mg/dL

Bilirubin direk 8,93 H mg/dL

Bilirubin indirek 1,37 H mg/dL

d. USG Abdomen

Page 4: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

.

Hepar : ukuran normal, echostructure parenkim relatif meningkat, permukaan rata,

sudut lancip, nodul (-), vena hepatica dbn, vena porta dbn.

Ves. Fellea : ukuran membesar, dinding dbn, tampak batu (multiple kecil2)

Pancreas : ukuran relatif normal, echostructure parenkim meningkat, permukaan rata,

nodul (-)

Lien : ukuran dbn, echostructure parenkim homogen, permukaan rata, v.lienalis dbn

Renal bilateral : ukuran dan echostructure parenkim normal, batas tegas, PCS tak melebar,tak

tampak massa/batu

VU : dinding dbn, tidak tampak batu

Kesan : hydrops vesica fellea dengan obstruksi bilier et causa cholelithiasis (multiple

kecil-kecil) pada CBD

Page 5: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

I. PENDAHULUAN

Kolelitiasis merupakan adanya batu yang terdapat dalam kandung empedu

(cholecystolithiasis) atau dalam saluran empedu (choledocholithiasis). Kolelitiasis lebih

sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan

memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Kolelitiasis dapat memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu yang mengandung material

kristal atau amorf dapat mempunyai berbagai macam bentuk. Batu itu di bentuk di dalam

vesica vellea. Empedu terdiri dari larutan netral dari garam empedu yang terikat (conjugated

bile salt) dalam bentuk natrium, kolestrol, fosfolipid dan pigmen empedu.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko

penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun,

sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala

kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya

obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi parsial baik

disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis,

kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin

saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda

cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan

cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus

choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama

di sekitar letak batu dan di ampula vateri.

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%

penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini

menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua

dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun

yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50

tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu

empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan

Page 6: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya

orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di

wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.

III. ETIOLOGI

Batu empedu hampir selalu di bentuk dalam kandung empedu dan jarang pada bagian

saluran empedu lainnya. Etiologi atau penyebab batu empedu masih belum diketahui dengan

sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan

metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi

kandung empedu.

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada

pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita

penyakit batu kolesterol mengekresi empedu yang supersaturasi dengan kolesterol.

Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum

dimengerti sepenuhnya.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung

empedu atau spasme sfinkter oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor

hormonal, khususnya selama kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan

kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada

pembentukan batu dengan peningkatan deskuamasi selular dan pembentukan mukus. Mukus

dapat meningkatkan viskositas, dan unsur selular atau bakteri dapat berperanan sebagai pusat

presipitasi. Akan tetapi, kenyataannya adalah bahwa infeksi lebih sering sebagai akibat

pembentukan batu empedu, dibandingkan infeksi menyebabkan pembentukan batu.

IV. SISTEM BILIARIS

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak

pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc

dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu

proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling

berhubungan. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini

kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya

Page 7: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat

cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak

menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum. Hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus (sphincter oddi’s) dan ampula

relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.

Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus

halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini

disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang

mukosa sehingga hormon cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling

besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung

atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung

empedu.

Page 8: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai

Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan

empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

V. PATOGENESIS DAN TIPE BATU

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Tipe kolesterol

2. Tipe pigmen empedu

3. Tipe campuran

Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu:

1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu

kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan

hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu. Ada tiga

faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol, yaitu hipersaturasi

kolesterol dalam kandung empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan

gangguan motilitas kandung empedu dan usus.

2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-

bilirubinate sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses

hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam

empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas

yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin. Patogenesis batu pigmen

melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet.

Kelebihan aktifitas enzim β-glucuronidase bakteri dan manusia (endogen)

memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara

timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak

terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim β-

glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran

empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya

meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur,

hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan

Page 9: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor

genetik.

VI.     MANIFESTASI KLINIK

Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri

dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Gejalanya bisa bersifat akut atau

kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar

pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu

mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.

      Rasa Nyeri Dan Kolik Bilier.

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan

mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin

teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri

hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan;

rasa nyeri itu biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam

waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan

membolak-balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi

yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik

melainkan persisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu

yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.

Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding

abdomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini

menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien

melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.

  Ikterus.

Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan

presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi

pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas,

yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibaawa ke dalam duodenum akan diserap oleh

darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna

kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada

kulit.

       Perubahan Warna Urine dan Feses.

Page 10: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat

gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan

biasanya pekat yang disebut “clay-coloured”.

         Defisiensi Vitamin.

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E dan K

yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-

vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat

mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan

tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya

keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relative singkat. Jika

batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat menyebabkan

abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

VII. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:

a. CT Scan Abdominal

b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)

c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)

d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya batu empedu, antara

lain :

a. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto

polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas

yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Page 11: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

X-Ray Gallstones

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung

empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

USG Abdomen. Tampak cholelithiasis dengan gambaran ‘acoustic shadow’.

Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan)

dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang

Page 12: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada

dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic

enhancement).

c. Computed Tomography (CT)

Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada

pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang utama.

CT Scan abdomen pada cholelithiasis

d. Pemeriksaan Cholecystography

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,

sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah

dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar

bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan

tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna

pada penilaian fungsi kandung empedu.

Page 13: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

Gambar 7: Kolesistografi

e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit

saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi.

Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus

biliaris. ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa

bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris

memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai

dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan

biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui

jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya

memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle

biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage

stents dapat dikerjakan secara perkutan.

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya

untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh

makan atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau

untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga

operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.

Page 14: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

ERCP menunjukkan batu empedu pada duktus ekstrahepatik (panah kecil) dan duktus intrahepatik (panah panjang)

f. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti

ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada

MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai

intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas

sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode

ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan

tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati.

MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang

memiliki kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP

yang mengalami kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan,

MRCP juga memiliki peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi

choledocholithiasis yang spontan sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek

choledocholithiasis dengan pembedahan gastritis atau kandung empedu.

g. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan

pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD

bagian distal atau kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan

penyakit batu intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan

needle yang panjang dan besar untuk dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan

Page 15: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran

duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik

direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan rata-rata 10 %, dan

kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus, kebocoran kandung

empedu, dan cholangitis. Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.

VIII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk

diagnosis choledocholithiasis. Karena pasien dengan choledocholithiasis tidak

menimbulkan gejala atau sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal

berarti tidak ditemukan kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu

bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya :

o Meningkatnya serum kolesterol

o Meningkatnya fosfolipid

o Menurunnya ester kolesterol

o Meningkatnya protrombin serum time

o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum

glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase)

meningkat pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis

atau keduanya.

o Menurunnya urobilirubin

o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau

inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.

o Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu pankreatitis akut

akibat komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu di duktus utama.

o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.

IX. KOMPLIKASI

Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris. Rata-

rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi

cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau sirosis

biliaris. Ditegakkannya sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali sebelum

diusahakan terapi dalam bentuk apapun. Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam

kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya

komplikasi. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu

Page 16: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

(cholecystitis) dan obstruksi duktus sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini

dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus

dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan

terjadinya peritonitis, atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.

VIII. PENATALAKSANAAN

Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik

untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat diberi

antibiotik. Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi

sfingterotomi. Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus

(choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena bila

tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang nantinya

dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan

basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum

sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang

kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi : 3,8

Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.

Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut

Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital

Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

IX. PROGNOSIS

Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya

kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya

komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya

komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam

saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan

pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.

PRESENTASI KASUS

Page 17: PRESENTASI KASUS RADIOLOGI

HYDROPS VESICA FELLEA ET CAUSA MULTIPLE CHOLELITHIASIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti

Ujian Akhir Stase Radiologi Di RSUD Tidar Magelang

Diajukan Kepada :

dr. H. Handri Andika, Sp. Rad

Disusun Oleh :

Aryanti Ambarsari (2009.031.0019)

SMF BAGIAN ILMU RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014