Upload
phamlien
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PREFERENSI PAKAN KODOK BUDUK (Duttaphrynus
melanostictus) DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
SUCI NINDA UTARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Preferensi Pakan
Kodok Buduk (Duttaphrynus melanostictus) di Kampus IPB Darmaga
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Suci Ninda Utari
NIM E34120042
ABSTRAK
SUCI NINDA UTARI. Preferensi Pakan Kodok (Duttaphrynus melanostictus) di
Kampus IPB Darmaga Bogor. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan
NOOR FARIKHAH HANEDA.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebiasaan pakan
Kodok Buduk di habitat alamnya, kelimpahan pakan, lebar relung dan tumpang
tindih relung, serta untuk menilai efektivitas metode pembilasan perut
dibandingkan dengan pembedahan perut. Analisis dilakukan pada 100 spesimen
Kodok Buduk yang terdiri dari 50 betina dan 50 jantan. Frekuensi pakan tertinggi
di lambung adalah Hymenoptera, tapi volume tertinggi didominasi oleh Isoptera.
Tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh dengan volume pakan, dikarenakan
terdapat bias pada data spesimen yang diambil yakni dengan ukuran tubuh 60-90
mm atau ukuran dewasa. D. melanostictus adalah satwa opotunis, namun
pemilihan pakan cenderung pada jenis tertentu saja sehingga menyebabkan
rendahnya nilai relungnya. Jantan dan betina mempunyai komposisi pakan yang
sama, sehingga terdapat tumpang tindih yang tinggi. Metode pembilasan perut
tidak mendapatkan hasil yang bagus karena penggunaannya yang belum benar.
Kata kunci: Duttaphrynus melanostictus, kebiasaan pakan, lebar relung,
pembilasan perut, pembedahan, tumpang tindih relung
ABSTRACT
SUCI NINDA UTARI. The Feed Preferences of Asian Toad (Duttaphrynus
melanostictus) in Bogor Agricultural University Darmaga. Supervised by MIRZA
DIKARI KUSRINI and NOOR FARIKHAH HANEDA.
The purpose of this research is to analyze feeding habit of the Asian toad) in
natural habitat, food abundance, niche breadth and niche overlapping and to
assess whether stomach flushing as an effective method to conduct food habits
analysis compared to stomach dissection. We analyzed 100 speciments consisting
D. melanostictus 50 females and 50 males. We found that highest frequency of
food in the stomach content is Hymenoptera, but in term of volume the highest
number is Isoptera. There is no correlation between body size and volume of food,
which probably caused by bias in size of speciments (mostly adult, snout vent
length 60-90 mm). D. melanostictus is an opportunistic toad, however they have
tendencies to choose specific types of food which resulted in a narrow niche
breadth. Male and females eats the same food composition, which make their
niche highly overlap. We were unable to get sufficient result of stomach flushing
method due to incorrect use of catheter.
Keywords: food habit, Duttaphrynus melanostictus, niche breadth, niche
overlaping, stomach dissection, stomach flushing
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PREFERENSI PAKAN KODOK BUDUK (Duttaphrynus
melanostictus) DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR
SUCI NINDA UTARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah Pakan
Kodok, dengan judul Preferensi Pakan Kodok Buduk (Duttaphrynus
melanostictus) di Kampus IPB Darmaga Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mirza Dikari Kusrini MSi
dan Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda MSi selaku pembimbing. Tidak lupa terima
kasih penulis ucapkan kepada Beasiswa BIDIKMISI IPB yang telah membantu
dalam pembiayaan kuliah penulis dan kepada Fakultas Kehutanan IPB serta
kepada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada teman – teman Cantigi Gunung 49 yang telah membantu dalam
pengambilan data di lapang sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Suci Ninda Utari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 3
Jenis Data 3
Metode Pengambilan Data 4
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 13
SIMPULAN DAN SARAN 15
Simpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1 Ukuran panjang dan berat Duttaphrynus melanostictus 4
2 Pemilihan Pakan Duttaphrynus melanostictus 11
3 Lebar Relung Duttaphrynus melanostictus 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi pengambilan data spesimen 3
2 Metode pembedahan dan pembilasan perut 5
3 Perangkap cahaya serangga 6
4 Komposisi pakan di Kampus IPB Darmaga 9
5 Korelasi pakan 10
6 Kelimpahan pakan di lambung dan habitat 11
7 Volume pakan yang dimuntahkan pada jenis kelamin 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi & volume pakan 18
2 Suhu & kelembaban 18
3 Jenis – jenis pakan 19
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian mengenai pakan sangat penting sebagai indikator untuk melihat
strategi setiap jenis untuk bertahan hidup dan pemahaman tentang fungsi
ekosistem. Informasi seperti ini, sayangnya tidak tersedia untuk sebagian besar
takson dan sering tidak lengkap datanya. Variasi musiman, pergeseran
ontogenetik dan hubungan antara ketersediaan mangsa tertentu, kehadiran pesaing
potensial dan komposisi makan biasanya tidak banyak diteliti. Seharusnya
penelitian masa depan harus fokus pada isu-isu ini (Gascon et al. 2007). Dari
berbagai penelitian diketahui bahwa amfibi merupakan salah satu komponen
penyusun ekosistem yang memiliki peran sangat penting untuk lingkungan karena
secara ekologis amfibi dapat berperan sebagai pemangsa konsumen primer
(serangga atau hewan invertebrata lainnya) (Iskandar 1998) serta dapat digunakan
sebagai bio-indikator kondisi lingkungan (Stebbins & Cohen 1997). Penelitian
mengenai pakan amfibi saat ini lebih banyak dilakukan pada jenis-jenis di luar
Indonesia seperti Bufo japonicus formosus (Hirai 2002), Rice (1993) di Amerika
(USA) pada spesies Rana pipiens, R. septentrionalis, dan R. catesbeiana, Loman
(1979) pada spesies Rana arvalis dan R. temporaria L, dan Clarke (1974) pada
famili Bufonidae.
Duttaphrynus melanostictus merupakan kodok paling umum ditemukan
diberbagai tempat termasuk perkampungan dan kota yang luas, lahan olahan,
tempat terbuka, kebun, parit di pinggiran jalan serta biasa berada di tanah kering,
di atas rumput dan di atas serasah (Kusrini 2013). Penyebaran D. melanostictus
tersebar di berbagai negara antara lain, Andaman, Pulau Nicobar, Myanmar, Laos,
Vietnam, Malaysia, Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali (hasil introduksi), Sulawesi
(hasil introduksi), Ambon (hasil introduksi), dan Papua (hasil introduksi).
Penyebaran terluas di Jawa Barat terutama pada daerah yang telah terpengaruh
oleh aktivitas manusia seperti di perkotaan dan desa-desa (Kusrini 2013).
Penelitian pakan katak D. melanostictus pernah dilakukan oleh Berry (1962)
di Semenanjung Malaysia dan oleh Jamdar dan Shinde (2013) di Aurangabad
India. Hasil penelitian Berry (1962) mencatat beberapa invertebrata atau serangga
dengan ukuran yang berbeda-beda di dalam usus kodok tersebut. Umumnya
ukuran dari serangga tersebut sekitar 5-20 mm yang tertelan dan ukuran kecil 5
mm (Berry 1962).
Umumnya penelitian mengenai pakan D. melanostictus dilakukan dengan
menggunakan metode pembedahan. Penelitian dengan pembedahan ini akan
menyebabkan katak mati dan tidak dapat dilepas kembali pada habitatnya. Selain
metode pembedahan terdapat metode lain untuk mendapatkan pakan katak dengan
menggunakan metode pencucian perut (Stomach Flushing) (Leggler dan Sullivan
1979, Patto 1998). Metode ini telah digunakan oleh Fraser (1976) untuk
mempelajari pakan salamander dan telah digunakan untuk mempelajari pakan
baik dari amfibi dan reptil. Penelitian Rahman (2009) untuk mengetahui pakan
Katak Pohon Jawa (R. margaritifer) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
juga menggunakan metode ini. Pada metode pembedahan cenderung objek yang
2
dijadikan sasaran tidak dapat dikembalikan lagi ke alam sehingga membutuhkan
jenis yang mempunyai kelimpahan banyak. Berbeda dengan metode pencucian
perut, objek dapat dikembalikan ke alam meskipun tidak seluruhnya bisa
dikembalikan.
Metode pencucian perut (Stomach Flushing) dan pembedahan memiliki
kekurangan yaitu pada metode pencucian perut harus dilakukan berulang-ulang
agar pakan dalam perut dapat keluar semua, sedangkan metode pembedahan dapat
menyebabkan kematian pada katak. Persamaan dari metode pencucian perut dan
pembedahan menghasilkan data yang bervariasi pada empat jenis katak namun
tidak ada perbedaan yang signifikan (Wu et al. 2007). Kodok buduk (D.
melanostictus) merupakan jenis yang melimpah di Kampus IPB Darmaga Jawa
Barat (KPH Himakova 2008), sehingga dapat menjadi model untuk mempelajari
bagaimana keberhasilan satu spesies dilihat dari pemanfaatan pakan. Selain itu
hewan ini juga bisa digunakan untuk melihat efektivitas metode pembedahan
dibandingkan dengan pencucian perut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain:
1. Menentukan jenis pakan D. melanostictus di habitat alamnya.
2. Menghitung ketersediaan pakan D. melanostictus di Kampus IPB Darmaga
3. Menghitung lebar relung dan tumpang tindih relung D. melanostictus
berdasarkan sumberdaya pakan yang digunakan
4. Menentukan keberhasilan metode pencucian perut dengan metode pembedahan
untuk melihat jenis pakan pada D. melanostictus
METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan data spesimen Kodok Buduk (Duttaphrynus melanostictus)
dilakukan pada tanggal 7 Maret - 16 April 2016 yang dilakukan di empat lokasi
Kampus IPB Darmaga diantaranya di sekitaran Cikabayan Bawah, sekitaran
Taman Rektorat atau Gladiator IPB, sekitaran Arboretum Bambu, dan sekitaran
Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Danau LSI serta pelataran
Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) (Gambar 1). Analisis pakan di lambung
dari spesimen Kodok Buduk (D. melanostictus) diidentifikasi di Laboratorium
Entomologi, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(IPB) dengan menggunakan mikroskop dan buku panduan identifikasi serangga.
3
Gambar 1 Peta lokasi pengambilan kodok buduk (Duttaphrynus melanostictus)
di Kampus IPB Darmaga
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah senter, plastik
spesimen, spidol permanen, jangka sorong 0,05 mm, neraca pegas 60 gram, jam
(pencatat waktu), termometer dry-wet, box peralatan atau tas, alkohol 90%, lup
atau mikroskop stereo, pipa plastik, air (secukupnya), syiringe (alat semprot),
cawan petri, buku panduan identifikasi, botol spesimen, masker, sarung tangan,
perangkap cahaya, aspirator serangga, meteran, gelas ukur vol. 10 ml, buku
catatan atau tally sheet dan kamera digital.
Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data spesies, data jenis pakan dan data
ketersediaan pakan di habitat D. melanostictus. Data spesies yang dikumpulkan
meliputi waktu spesimen ditemukan, panjang tubuh (SVL atau Snout-Vent-
Lenght), bobot tubuh dan jenis kelamin setiap spesimen. Data jenis pakan yang
dikumpulkan adalah jenis pakan, jumlah jenis pakan setiap individu spesimen dan
ukuran pakan (L dan W) serta volume (V) pakan dalam lambung. Sedangkan data
ketersediaan pakan yang dikumpulkan antara lain jenis serangga yang terdapat
pada habitat D. melanostictus.
SUCI NINDA UTARI E34120042 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
4
Metode Pengambilan Data
Data spesies
Pengambilan data dengan mengambil spesimen sebanyak 100 spesimen D.
melanostictus di Kampus IPB Darmaga Bogor yang terdiri dari 50 jantan dan 50
betina. Spesimen yang diambil adalah spesies yang dewasa dengan ukuran SVL
sekitar 60-90 milimeter dari moncong sampai kloaka (Tabel 1). Setiap spesimen
diukur SVL dan bobot tubuhnya menggunakan jangka sorong dan timbangan.
Waktu ditemukan, jenis kelamin, substrat, aktivitas ditemukan, serta posisi
penemuan juga dicatat. Spesimen ditangkap langsung dengan menggunakan
tangan dan disimpan sementara dalam keadaan hidup dalam plastik spesimen,
kemudian dilakukan pembilasan perut lalu dimatikan untuk dibedah.
Tabel 1 Ukuran panjang dan berat Kodok Buduk (Duttaphrynus melanostictus)
yang dinilai di Kampus IPB Darmaga
Lokasi Jantan Betina
N SVL
(x +sdmm)
Berat
(x +sd g)
N SVL
(x +sdmm)
Berat
( x +sd g)
Cikabayan 6 73.33+
11.99
37.13+
10.78
14 81.25+
14.93
41.32+
13.44
Taman rektorat
Gladiator
21 65.57+
8.37
32.63+
7.62
11 70.48+
11.86
36.22+
12.65
Arboretum
Bambu
6 64.50+
4.48
31.16+
5.92
13 75.22+
9.91
36.65+
7.22
Perpustakaan
IPB-Pelataran
FEMA
17 67.83+
7.17
34.44+
9.97
12 69.01+
10.60
35.90+
14.54
Total 50 67.14+
8.20
33.61+
8.63
50 74.38+
12.70
37.69+
12.09
Keterangan: SVL ( ukuran tubuh)
Data pakan kodok buduk
Data pakan setiap spesimen dikumpulkan dengan melakukan analisis isi
lambung menggunakan metode pembilasan perut (Legler dan Sullivan 1979) dan
metode pembedahan perut D. melanostictus. Metode pembedahan umum
digunakan untuk mengetahui data pakan (Kusrini 2009 ). Sebelum isi lambung
spesimen dikeluarkan, dilakukan anastesi sampai spesimen tidak sadar lagi. Isi
lambung spesimen dikeluarkan dengan menyemprotkan air ke dalam perutnya
melalui esofagus. Air tersebut dialirkan ke dalam lambung spesimen melalui pipa
plastik. Air yang telah dimasukkan ke dalam perut spesimen kemudian dicampur
dengan isi lambung spesimen dengan cara memijat perutnya secara perlahan. Air
dan isi lambung yang telah tercampur tersebut kemudian dikeluarkan dengan cara
membalikkan tubuh spesimen sampai posisi kepala berada di bawah. Isi lambung
spesimen kemudian disimpan di dalam larutan alkohol 90% untuk pengawetan
sebelum dibawa ke laboratorium untuk identifikasi.
Setelah pembilasan perut kemudian katak dibunuh agar dapat dilakukan
pembedahan. Pembedahan dilakukan pada bagian perut karena merupakan tempat
5
makanan yang telah dikonsumsi sebelum dikeluarkan menjadi kotoran. (Gambar
2) menunjukkan tata cara dalam pembedahan perut dan pembilasan perut kodok
buduk (D. melanostictus):
Keterangan: (a) spesies yang digunakan,(b) menganestasi dengan syiringe,(c) persiapan untuk
pembilasan, (d) melakukan pembilasan dengan selang dan memijat bagian perut, (e)
membedah isi lambung, (f) hasil identifikasi isi lambung (g) hasil pakan dengan
pembilasan, (h) spesimen pakan.
Gambar 2 Metode pembedahan dan pembilasan perut
Volume pakan yang berhasil dikeluarkan dari dalam lambung spesimen
diukur dengan menggunakan gelas ukur, sedangkan dimensinya diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Gelas ukur yang digunakan adalah gelas ukur
dengan volume 10 ml. Pengukuran dilakukan dengan memasukkan seluruh pakan
dari satu spesimen ke dalam gelas ukur yang telah berisi 0.5 ml air. Pertambahan
volume alkohol yang ditunjukkan pada gelas ukur setelah pakan dimasukkan
dicatat sebagai volume pakan spesimen tersebut. Pengukuran volume pakan
dilakukan pada masing-masing spesimen. Kemudian untuk mengetahui volume
individu pakan setiap spesimen yakni dengan mengukur dimensi pakan
menggunakan jangka sorong 0,05 mm, setelah itu dapat diketahui volume invidu
pakan baik dari isi lambung (pembedahan) atau pembilasan perut. Identifikasi
terhadap isi lambung spesimen yang telah dikeluarkan dilakukan berdasarkan
kunci identifikasi serangga (Borror et al. 1996) sampai dengan tingkat ordo atau
famili. Identifikasi hanya dilakukan terhadap isi lambung yang masih
memungkinkan untuk diidentifikasi dengan menggunakan kaca pembesar (Lup)
atau mikroskop stereo.
a b c
d e f
g
h
6
Data ketersediaan pakan Ketersediaan pakan D. melanostictus diperkirakan dengan melakukan
penangkapan dan pengumpulan serangga yang hidup di sekitar tempat ditemukan
kodok buduk (D. melanostictus). Data dikumpulkan dengan menggunakan dua
cara yaitu perangkap dan penangkapan langsung dengan tangan (Borror et al.
1996). Perangkap yang digunakan adalah perangkap cahaya (Light Trap).
Perangkap cahaya dibuat dengan kayu atau bambu, kain putih dan dilengkapi
dengan cahaya (senter) yang lebih terang dari kondisi sekitarnya, hal tersebut
bertujuan agar membuat ketertarikan serangga untuk masuk dalam perangkap
cahaya (Gambar 3). Perangkap cahaya tersebut dibuat dengan ukuran 2m x 2m
dari tempat ditemukannya kodok buduk. Jumlah plot perangkap cahaya yakni 8
plot yang dibuat di sekitar tempat ditemukannya kodok buduk (D. melanostictus).
Lokasi perangkap serangga juga disesuaikan dengan lokasi penangkapan spesies
yakni di Cikabayan, sekitar Taman Rektorat atau Gladiator, Arboretum Bambu,
dan sekitar Perpustakaan IPB serta Pelataran Fakultas Ekonomi dan Manajemen
IPB.
Penangkapan dengan tangan bertujuan untuk mengumpulkan jenis serangga
di dalam plot yang bukan termasuk jenis serangga yang sensitif terhadap cahaya.
Cara ini terutama dilakukan untuk mendapatkan jenis serangga yang berada di
tempat yang tersembunyi seperti di bawah daun atau untuk mendapatkan serangga
dari berbagai stadia (larva, nimfa dan imago). Selain itu, metode ini juga
digunakan untuk mendapatkan jenis serangga yang merayap pada batang pohon.
Serangga yang telah berhasil ditangkap di lapangan kemudian dikumpulkan di
dalam botol spesimen yang telah terisi alkohol 90%. Awetan serangga tersebut
kemudian dibawa ke Laboratorium Entomologi, Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor untuk dilakukan identifikasi, penghitungan
jumlah individu per jenis yang tertangkap dan pengukuran dimensi serta volume
pakan dari D. melanostictus.
Gambar 3 Perangkap cahaya serangga
7
Analisis Data
Identifikasi dan pengelompokkan jenis pakan
Pakan yang telah berhasil dikeluarkan dari dalam lambung sampel
kemudian diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi serangga (Borror
et al. 1996) sampai tingkat ordo dan dikelompokkan berdasarkan kelompoknya
(serangga:larva dan imago, laba-laba, tumbuhan, dll). Data yang terkumpul
dianalisis secara tabulatif dan deskriptif.
Komposisi pakan
Analisis komposisi pakan D. melanostictus dilakukan dengan menghitung
jumlah jenis pakan yang dikeluarkan dari lambung spesimen. Kemudian dihitung
frekuensi masing-masing jenis pakan tersebut. Persentase komposisi pakan yang
digunakan oleh D. melanostictus dihitung menggunakan persamaan
Keterangan:
Pi : Jenis pakan ke-i
N : Jumlah seluruh pakan
qi : Jumlah jenis pakan ke-i
Kelimpahan pakan
Kelimpahan relatif masing-masing jenis pakan D. melanostictus baik
dihabitat maupun di dalam lambungnya dihitung dengan menggunakan
persamaan:
DR = Dtotalspesies X 10%
Dseluruh spesies
Keterangan:
D : Densitas
DR : Densitas Relatif
Pemilihan pakan
Untuk mengetahui apakah D. melanostictus merupakan satwa oportunis atau
bukan, dilakukan analisis hubungan antara kelimpahan pakan di dalam lambungs
pesimen dengan kelimpahan relatif pakan yang tersedia di habitatnya. Analisis
dilakukan dengan mengkalkulasi nilai Koefisien Korelasi Kendall (τ) antara
kelimpahan relatif serangga pakan dengan pakan yang ditemukan (Herve 2007).
* ( )+
( )
Nilai yang dihasilkan dari analisis dengan Kendall tau berkisar antara -1sampai
+1. Dalam hubungannya dengan pemilihan pakan, maka:
8
- Jika -1 ≤ τ < 0 berarti D. melanostictus merupakan satwa spesialis
- Jika 0 ≤ τ ≤ 1 berarti D. melanostictus merupakan satwa oportunis
Relung
Ukuran relung yang digunakan oleh D. melanostictus dihitung berdasarkan
jumlah sumberdaya pakan yang digunakan oleh spesies tersebut. Persamaan yang
digunakan untuk melakukan analisis adalah persamaan Index Levin’s yang telah
distandarisasi (1968) yang diacu dalam Krebs (1978).
∑
Keterangan:
B : dugaan lebar relung Levin’s
BA : standar lebar relung Levin’s
pj : proporsi sumberdaya yang digunakan sebagai pakan oleh D. melanostictus
n : jumlah sumberdaya yang mungkin
Nilai standardisasi Index Levin’s berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum
nilai yang dihasilkan, berarti semakin besar sumberdaya pakan yang digunakan
oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin lebar. Sebaliknya
jika nilai indeks minimum, berarti semakin kecil sumberdaya pakan yang
digunakan oleh spesies tersebut sehingga relung yang digunakan semakin sempit.
Tumpang tindih relung juga dihitung untuk mengetahui tingkat tumpang tindih
penggunaan relung oleh D. melanostictus jantan dan betina. Persamaan yang
digunakan untuk menganalisis hal ini adalah persamaan Index Morisita (1959)
dalam Krebs (1978).
∑
∑ [ ]
∑ [
]
Keterangan:
C : Index Morisita
Pij : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies j
Pik : Proporsi sumberdaya i yang digunakan oleh spesies k
nij : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-j
nik : jumlah sumberdaya ke-i yang digunakan oleh spesies ke-k
Nj & Nk : jumlah total setiap spesies yang dimanfaatkan
Nilai Indeks Morisita berkisar antara 0 – 1. Semakin maksimum nilai indeks
yang dihasilkan, berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin
besar. Sebaliknya jika nilai indeks yang dihasilkan mendekati minimum maka
berarti bahwa tumpang tindih relung antar individu semakin kecil.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jenis pakan
Komposisi jenis
Dari 100 ekor kodok yang dibedah, 6 ekor dalam keadaan lambung yang
kosong (2 jantan, 4 betina) sehingga analisis komposisi jenis pakan hanya
dilakukan pada 94 ekor kodok. D. melanostictus memakan 23 ordo mangsa yang
utamanya terdiri dari serangga. Terdapat 3 kelompok hewan yang belum bisa
diidentifikasi dan ditulis sebagai Larva X, Jenis X, dan Pupa X. Frekuensi jenis
pakan tertinggi yang ditemukan baik di perut jantan maupun betina adalah jenis
Hymenoptera, kemudian jenis tertinggi lainnya adalah Coleoptera, Blattaria,
Diplopoda, dan Isoptera ( Gambar 4).
Gambar 4 Komposisi pakan Duttaphrynus melanostictus di kampus IPB
Darmaga (n =100, njantan =50, nbetina= 50)
Volume pakan (V)
Berdasarkan total volume pakan pada lambung jantan lebih besar
dibandingkan dengan volume pada lambung betina. Jenis pakan dengan volume
terbesar adalah Blattaria (total Vjantan = 2.344 ml, total Vbetina = 1.334 ml),
sedangkan jenis pakan lainnya yang memiliki volume besar yakni
10
Scolopendromorpha (total Vjantan = 1.438 ml, total Vbetina = 0.002 ml),
Haplotaxida (total Vjantan = 0.169 ml, total Vbetina = 0.786 ml), Coleoptera
(total Vjantan = 0.121ml , total Vbetina = 1.638 ml), dan Hymenoptera (total
Vjantan = 0.037 ml, total Vbetina = 0.156 ml).
Korelasi antara ukuran tubuh spesimen dengan volume pakan
Tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh spesimen dengan volume pakan
(R = 0.005), begitu juga antara ukuran tubuh spesimen dengan volume total (R =
0.004) dan jumlah mangsa ( R = 0.012). Hubungan ukuran tubuh dengan volume
pakan, mangsa, dan volume total (pembilasan dan pembedahan) disajikan pada
Gambar 5.
a. b.
c.
Gambar 5 (a) Hubungan korelasi ukuran tubuh dengan volume pakan, (b) Hubungan korelasi
ukuran tubuh dengan jumlah mangsa, (c) Hubungan korelasi ukuran tubuh dengan
volume tota
11
Ketersediaan pakan di alam dan di lambung
Frekuensi jenis serangga yang terdapat di alam didominasi oleh jenis
Orthoptera, sementara pada lambung frekuensi jenis pakan tertinggi adalah
Hymenoptera. Dari segi kelimpahan, serangga di alam didominasi oleh jenis
Orthoptera sedangkan kelimpahan pakan di lambung didominasi oleh jenis
Isoptera seperti yang tersaji dalam (Gambar 6). Jenis pakan lainnya yang
mempunyai kelimpahan tertinggi di lambung yakni Hymenoptera, Coleoptera,
Diplopoda, dan Larva X. Untuk keberadaan serangga kelimpahan tertinggi di
habitat adalah Coleoptera, Blattaria, Araneae, dan Dermaptera.
Gambar 6 Kelimpahan pakan Duttaphrynus melanostictus di alam dan di habitat
D. melanostictus merupakan satwa oportunis (τ = 0.963). Individu jantan (τ
= 0.971) sedikit lebih oportunis dibandingkan dengan individu betina (τ = 0.964)
dalam pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di habitatnya sebagai pakan. (Tabel
2).
Tabel 2 Pemilihan pakan Duttaphrynus melanostictus
Jenis Kelamin Nilai Koefisien
Kendall (τ)
Keterangan
Jantan 0.971 Satwa Oportunis
Betina 0.964 Satwa Oportunis
Jantan dan Betina 0.971 Satwa Oportunis
Lebar relung dan tumpang tindih
Nilai lebar relung D. melanostictus secara keseluruhan cukup rendah yaitu
0.239. Hal ini juga terlihat pada relung jantan (0.263) dan betina ( 0.314). Nilai
12
tumpang tindih D. melanostictus jantan dan betina adalah maksimal yaitu 1 yang
berarti baik jantan maupun betina memakan jenis makanan yang sama. (Tabel 3).
Tabel 3 Nilai relung Duttaphrynus melanostictus
Jenis Kelamin Nilai Relung (Ba) Keterangan
Jantan 0.263 Nilai relung rendah dan pemanfaatan
pakan di habitatnya terbatas
Betina 0.314 Nilai relung rendah dan pemanfaatan
pakan di habitatnya terbatas
Jantan dan Betina 0.239 Nilai relung rendah dan pemanfaatan
pakan di habitatnya terbatas
Efektivitas metode pembilasan perut dan pembedahan
Hasil pembilasan perut tidak sesuai dengan harapan karena hanya 12
spesimen (3 jantan dan 9 betina) yang dapat dikeluarkan isi perutnya dengan
volume pakan kurang dari 5 ml seperti yang disajikan pada (Gambar 7). Dari 12
ekor ini yang dapat dimuntahkan, ternyata hanya 1 ekor yang ketika dibedah,
perutnya telah benar-benar kosong, sedangkan 11 ekor lainnya masih memiliki
lambung yang terisi.
Gambar 7 Volume pakan yang dimuntahkan oleh Duttaphrynus
melanostictus dengan metode pembilasan perut
berdasarkan jenis kelamin
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
Betina
1
Betina
2
Betina
3
Betina
4
Betina
5
Betina
6
Betina
7
Betina
8
Betina
9
Jantan
1
Jantan
2
Jantan
3
Volu
me p
emb
ilasa
n (
ml)
Jenis kelamin
13
Pembahasan
Komposisi pakan Duttaphrynus melanostictus terdiri dari 23 ordo yang
semuanya merupakan jenis dari invertebrata, terutama serangga (Lampiran 1).
Jenis pakan dengan frekuensi tertinggi adalah jenis Hymenoptera dari famili
Formicidae baik oleh individu jantan maupun betina (Lampiran 2). Jumlah
Hymenoptera yang ditemukan pada lambung D. melanostictus sebagian besar
dalam jumlah yang banyak, misalnya satu individu jantan 35 ekor dan betina 141
ekor di dalam lambungnya. Dapat disimpulkan bahwa Kodok Buduk memangsa
jenis Hymenoptera yang bersarang. Komposisi pakan D. melanostictus di Kampus
IPB Darmaga memiliki kesamaan dengan penelitian Berry (1962) di Semenanjung
Malaysia dan hanya berbeda 11 jenis pakan diantaranya Collembola, Termitidae,
Rediviidae, Lymantriidae, Muscidae, Melolonthidae, Scorpinodae, Palangida,
Acarina, Gilopoda, dan Veronocellidae. Selain itu terdapat kesamaan komposisi
pakan berdasarkan penelitian Jamdar dan Shinde (2013) hanya berbeda 4 jenis
pakan diantaranya Collembola, Chilipoda, Stylommatophora, dan Ophisthopora.
Bila dilihat dari jenis pakan di dalam lambung, sebenarnya D. melanostictus
berperan dalam menekan serangga yang berpotensi menjadi hama. Jenis serangga
yang merugikan manusia diantaranya Coleoptera, Isoptera, Lepidoptera,
Homoptera, dan Orthoptera ( Pelawi 2009).
Menurut Hodgkinson dan Hero (2002) semakin besar ukuran tubuh maka
semakin besar kemampuan menampung pakan. Volume pakan Duttaphrynus
melanostictus pada individu jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Hal
itu berbeda dengan penelitian Rahman (2009) dimana betina Rhacophorus
margaritifer yang berukuran lebih besar memanfaatkan pakan dengan jumlah
besar. Secara rata-rata ukuran katak jantan (rerata SVL = 67.14 + 8.20) yang
menjadi obyek penelitian lebih kecil dari pada katak betina (rerata SVL = 74.38 +
12.70 ). Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut kenapa jantan lebih banyak
memangsa pakan dari pada betina dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh spesimen
dengan volume mangsa, ukuran tubuh spesimen dengan total volume (pembilasan
perut dan pembedahan) dan ukuran tubuh spesimen dengan jumlah mangsa.
Untuk mencapai korelasi antara ukuran tubuh spesimen dengan volume pakan
harus mencapai nilai korelasi ( R ) minimal 0.5 – 0.75 menurut Sarwono (2006).
Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Rahman (2009) ataupun
Hodgkinson dan Hero (2003) kemungkinan besar disebabkan oleh bias
pengambilan spesimen. Spesimen yang dijadikan objek penelitian ini merupakan
individu-individu dewasa yang memiliki ukuran tubuh yakni 60-90 mm.
Seharusnya data yang diambil adalah kodok yang memiliki ukuran yang beragam
(anakan sampai dewasa) agar terlihat adanya variasi antara ukuran tubuh dengan
volume pakan.
Terdapat perbedaan antara jenis dengan presentase kelimpahan pakan
tertinggi di lambung dengan di alam. Jenis persentase tertinggi di lambung adalah
Isoptera, sedangkan di alam adalah Orthoptera (25.52%). Hal ini tidak berarti
bahwa Isoptera lebih sedikit di alam namun disebabkan oleh besarnya jumlah
tangkapan Orthoptera karena alat yang digunakan. Penggunaan perangkap cahaya
menghasilkan tangkapan jenis Orthoptera, sedangkan jenis Hymenoptera
14
ditemukan sedikit. Pada penelitian Rahman (2009) juga diperoleh bahwa jenis
Orthoptera merupakan jenis tertinggi di habitatnya. Jenis cahaya dapat
mempengaruhi jenis serangga yang tertangkap. Menurut penelitian Ramamurthy
(2010) yang menggunakan 3 jenis cahaya yaitu cahaya Merkuri, cahaya sinar UV
(ultra violet), cahaya sinar Hitam. Cahaya Merkuri yang menunjukkan dengan
kemampuan maksimum dalam menarik jenis serangga, kemudian diikuti oleh
cahaya Hitam dan sinar UV (ultra violet). Namun apabila dilihat perbandingan
hasil jumlah serangga jenis Orthoptera dari ketiga cahaya tersebut, cahaya sinar
UV (ultra violet) lebih banyak dihasilkan Orthoptera dibandingkan dengan cahaya
Merkuri dan cahaya sinar Hitam. Penelitian tersebut juga sama dengan hasil dari
Upadhyay (2000) dan Nair (2004).
Pada penelitian ini penangkapan serangga dilakukan dengan penangkapan
langsung dan perangkap cahaya (Light Trap). Untuk memperbesar kemungkinan
penangkapan jenis-jenis serangga lain, sebaiknya dibuat perangkap cahaya (Light
Trap) dengan menggunakan senter sebagai alat penerang yang mengandung
cahaya sinar UV (ultra violet) (Alatas dan Lusiyanti 2001). Selain itu apabila
ingin mendapatkan jenis pakan tinggi maka perangkap yang digunakan sebaiknya
menggunakan perangkap dengan menggunakan jenis cahaya sinar Merkuri, sinar
UV dan sinar Hitam seperti yang disarankan oleh Ramamurthy (2010). Selain itu
sebaiknya menggunakan jaring (net) dalam penangkapan langsung agar jenis
serangga yang diperoleh lebih banyak serta penambahan jumlah perangkap untuk
menangkap serangga.
Ketersediaan pakan di habitat dapat juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yakni suhu dan kelembaban. Pada penelitian ini suhu rata – rata dalah
27oC dan rata – rata kelembaban 95% (Lampiran 3). Menurut Suhardjono (1997)
faktor vegetasi dapat mempengaruhi penyediaan habitat bagi serangga permukaan
tanah. Pada area yang lebih rapat dengan vegetasi akan lebih banyak serangga
yang terdapat di dalamnya dikarenakan penetrasi sinar matahari lebih sedikit
dibandingkan dengan area yang kurang rapat dengan vegetasi.
Sebagian besar amfibi merupakan satwa oportunis termasuk juga
Duttaphrynus melanostictus bila dilihat dari nilai (τ = 0.963) yang artinya kodok
ini memanfaatkan sumberdaya yang terdapat di habitatnya sebagai sumber pakan.
Individu jantan sedikit lebih oportunis (τ = 0.971) dari pada individu betina (τ =
0.964). Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Csurhes (2010) yang
menyatakan D. melanostictus satwa oportunis yang memangsa pakan disekitar
habitatnya. Walaupun dalam data diketahui bahwa D. melanostictus merupakan
jenis yang oportunistik namun penghitungan relung pakan menunjukkan
kebalikan yaitu nilai di bawah 0.5. Hal ini disebabkan karena walaupun kodok ini
makan banyak jenis serangga namun cenderung untuk memakan jenis-jenis
tertentu dalam jumlah banyak yaitu Hymenoptera, Isoptera, Coleoptera, Blattaria,
Diplopoda dan Larva X. Hal ini bisa saja berhubungan dengan kemudahan
serangga tersebut untuk dimakan sehingga lebih banyak dipilih atau kelimpahan
serangga jenis tertentu di alam.
Pakan merupakan salah satu sumberdaya yang terbatas jumlahnya di habitat,
sehingga sering terjadi tumpang tindih dalam pemanfaatannya pada satu spesies
yang sama. Tumpang tindih pemanfaatan pakan ini juga terlihat antara
Duttaphrynus melanostictus jantan dan betina. Kesamaan pakan antara jantan dan
betina memungkinkan adanya kompetisi antara kedua jenis kelamin (jantan dan
15
betina) dalam mencari pakan. Namun demikian, bila pakan dalam keadaan
melimpah, hal ini tidak akan mengganggu keberadaan jenis kelamin.
Penggunaan metode untuk mengetahui pakan amfibi biasanya dengan
menggunakan pembedahan (Stomach Dissection) atau pembilasan perut (Stomach
Flushing). Penggunaan kedua metode tersebut, masih sedikit apabila dilakukan
dalam waktu bersamaan, namun penggunaan metode dalam menentukan pakan
juga tidak semuanya berhasil dilakukan. Pada penelitian ini metode pembilasan
perut mengalami kegagalan dan hanya dapat dilakukan pada 12 spesimen (12 %)
dari 100 spesimen yang terdiri dari 3 jantan dan 9 betina. Berbeda dengan metode
pembedahan yang berhasil dilakukan untuk mengetahui pakan Duttaphrynus
melanostictus. Akan tetapi pada penelitian sebelumnya Rahman (2009) pada
spesies R. magaritifier berhasil dilakukan dengan menggunakan pembilasan perut.
Kegagalan dari metode pembilasan perut disebabkan karena perbedaan dari
ukuran selang dengan spesimen. Ukuran selang yang digunakan yakni dengan
ukuran 6.35 mm (0.25 inchi) dan 19.05 mm (0.75 inchi). Seharusnya ukuran
selang yang digunakan sesuai dengan ukuran spesimen. Menurut Rice (1993)
ukuran selang untuk kodok dengan panjang tubuh antara 45-90 mm sebaiknya
menggunakan selang dengan ukuran 2 mm (0.07 inchi) bagian dalam dan 3 mm
(0.11 inchi) bagian luar dan ukuran syiringe 600 cc dan untuk kodok yang lebih
besar ukuran selangnya 3 mm (0.11 inchi) bagian dalam dan 4 mm (0.15 inchi)
bagian luar dan ukuran syiringe 1000 cc.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Jenis pakan D. melanostictus adalah dari jenis Invertebrata
2. Ketersediaan pakan di habitanya didominasi oleh Orthoptera (25.52%)
3. Nilai lebar relung D. melanostictus secara keseluruhan cukup rendah yaitu
0.239, terlihat juga pada relung jantan (Ba = 0.263) dan betina (Ba = 0.314).
Nilai tumpang tindih D. melanostictus jantan dan betina adalah 1 yang berarti
baik jantan maupun betina memakan jenis pakan yang sama. D. melanostictus
secara keseluruhan merupakan satwa oportunis (τ = 0.963), namun dalam
pemilihan relung cenderung dominan memakan jenis pakan tertentu walaupun
memakan banyak jenis lainnya
4. Metode pembedahan lebih berhasil dalam mengetahui pakan D. melanostictus
dari pada metode pembilasan
Saran
1. Ukuran tubuh (SVL) dari spesimen sebaiknya tidak sama pada satu ukuran,
tetapi dengan ukuran yang berbeda agar menghasilkan data yang beragam
2. Alat yang digunakan untuk data ketersedian pakan di habitat sebaiknya
ditambahkan jumlah trap dan alat penangkapan langsung menggunakan jaring
(net)
3. Penggunaan selang pada metode pembilasan perut sebaiknya disesuaikan
dengan ukuran spesimennya untuk mengurangi kemungkinan kegagalan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alatas Z, Lusiyanti Y. 2001. Efek kesehatan radiasi non pengionan pada manusia
[Internet]. [diunduh 2016 September 11]. Tersedia pada http://www.
Iaea.org
Berry PY, Bullock JA. 1962. The Food of the Common Malayan Toad, Bufo
melanostictus Schneider [Internet]. [diunduh 2016 Januari 1]. Tersedia
pada http://www.jstor.org/stable/1440674
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga:
Clarke RD. 1974. Food Habits of Toads Genus Bufo (Amphibia: Bufonidae).
Edisi Keenam. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Press. Indiana
(US): The University of Notre Dame. [diunduh 2016 Agustus 27]. Tersedia
dari: http://www.jstor.org/stable/2424517.
Csurhes S. 2010. Asian Spined Toad (Bufo melanostictus). Australia (AU): The
Quesnsland Government
Fraser DF. 1976. Coexistence of salamander in the genus Plethodon, a variation
of the Santa Rosalia theme. J Ecology. 57:238-51.
Gascon CJP, Collins RD, Moore DR, Church JE, McKay JR, Mendelson III.
2007. Amphibian conservation action plan IUCN/SSC Amphibian
Specialist Group, Gland, Switzerland, and Cambridge [Internet]. [diunduh
2016 Januari 1]. Tersedia dari: www.amphibianark.org/pdf/ACAP.pdf
Hirai T, Matsui M. 2002. Feeding Ecology of Bufo japonicus formosus from the
Montane Region of Kyoto Japan. Japan : The Society for the Study of
Amphibians and Reptile. J Herpetology, 36 (4):719-723
Herve A. 2007. The Kendall Rank Correlation Coefficient. Encyclopedia of
Measurement and Statistics. [internet]. [diunduh 2015Oktober19]. Tersedia
pada http://www.utd.edu/-herve/Abdi-KendallCorrelation2007-pretty.pdf
Hodgkison S, Hero JM. 2003. Seasonal, Sexual and Ontogenic Variation in the
Diet of the Declining Frog Litoria nannotis, Litoria rheocola, and
Nyctimystes dayi. J Wildlife Research, 30: 345 – 354
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID):
Puslitbang LIPI.
Jamdar S, Shinde K. 2013. Gut content analysis of common india toad
Duttaphrynus melanostictus from aurangabad (Maharashtra) india. Ind.
JSci. Res. and Tech. 1(1):23-26.
Kusrini MD. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei Amfibi. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Kusrini MD. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Bogor
(ID) : Fakultas Kehutanan IPB.
[KPH] Kelompok Pemerhati Herpetofauna Himakova. 2008. Panduan Lapang
Herpetofauna Kampus IPB Darmaga, Bogor. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan IPB.
Krebs CJ. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper & Row
Publisher.Legler JM dan Sullivan LJ. 1979. The Application of Stomuch-
Flushing To Lizard And Anurans. Herpetologica 35(2): 107-110.S
Legler JM, Sullivan LJ. 1979. The application of stomach flushing to lizards and
anurans. J Herpetologica. 35(2):107-110.
17
Loman J. 1992. Food feeding rates and prey-size selection in juvenile and adult frog,
Rana arvalis Nilss and R. temporaria L. J Ekologia Polska 27:581-160.
Nair KSS, Sudheendrakumar VV, Sajeev TV, Mathew G, Mohanadas K, Varma
RV, Sivadas TA. 2004. A. solar light trap for monitoring forest insect
populations. Entomo. 29 (2): 111-117.
Patto CEG. 1998. A simple stomach flushing method for small frogs. J
Herpetological Review 29(3):156-157
Pelawi AP. 2009. Indeks keanekaragaman jenis serangga pada beberapa ekosistem
di areal perkebunan PT. Umbul Mas Wisesa kabupaten labuhanratu
[skripsi]. Medan (ID): Fakultas Pertanian USU
Rahman LN. 2009. Preferensi pakan katak pohon jawa (Rhacophorus
margaritifer) [skipsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB
Ramamurthy VV, Akhtar MS, Patankar NV, Menon P, Kumar R, Singh SK, Ayri
S, Parveen S, Mittal V. 2010. Efficiency of different light sources in light
traps in monitoring insect diversity. Munis Entomology & Zoology 5 (1):
109-114
Rice TM, Douglas HT. 1993. A simple stomach flushing method for ranid frog.J
Herpetological Review 24 (4).
Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID) :
Graha Ilmu
Suhardjono YR. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam
Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah
[Internet]. [diunduh 2016 september 17]. Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/910/3/hutanrahmawaty12.p
df.txt
Stebbins RC, Cohen NW. 1997. A Natural History of Amphibians. New Jersey
(US): Princeton Univ. Pr.
Tyler MJ. 1958. Diet and feeding habits in the edible frog (Rana esculenta
Linnaeus). Proc. Zool. Soc. Lond. 131:583-595.
Upadhyay RN, Dubey OP, Vaishampayan SM. 2000. Study on the common
predarory and parasitic species of insects collected on light trap. JNKVV
Research Journal. 33 (1/2): 50-57.
Winston RM. 1995 Identification and ecology of the toad Bufo regularis. Copeia
1995, 293-302.
Wu ZJ, Li YM, Wang YP. 2007. A comparison of stomach flush and stomach
dissection in diet analysis of four frog species. Acta Zoologica Sinica
53(2):364-372
18
Lampiran 1 Jenis-jenis pakan yang ditemukan dalam lambung Kodok Buduk
(Duttaphrynus melanostictus) di kampus IPB Darmaga pada tanggal
7 Maret – 16 April 2016
Larva X
(12 kali)
10 x 1.2
Pupa X
(12 kali)
10 x 1.2
Jenis X
(12 kali)
10 x 1.2
Coleoptera
(12 kali)
10 x 1.2
Blattaria
(10 kali)
10 x 1
Hemiptera
(12 kali)
10 x 1.2
Isoptera
(10 kali)
10 x 1
Diptera
(12 kali)
10 x 1.2
Larva
Lepidoptera
(12 kali)
10 x 1.2
Scolopendromorpha
(10 kali)
10 x 1
Stylomatophora
(10 kali)
10 x 1
Diplopoda
(10 kali)
10 x 1
Hymenoptera
(10 kali)
10 x 1
Dermaptera
(10 kali)
10 x 1
Orthoptera
(10 kali)
10 x 1
19
Lampiran 1 Jenis-jenis pakan yang ditemukan dalam lambung Kodok Buduk
(Duttaphrynus melanostictus) di kampus IPB Darmaga pada tanggal
7 Maret – 16 April 2016 (lanjutan)
Haplotaxida
(12 kali)
10 x 1.2
Araneae
( 10 kali)
10 x 1
Orthoptera
(12 kali)
10 x 1.2
Psocoptera
(12 kali)
10 x 1.2
Homoptera
(12 kali)
10 x 1.2
Lepidoptera
(10 kali)
10 x 1
Diplura
(10 kali)
10 x 1
Protura
10 kali)
10 x 1
Isopoda
(10 kali)
10 x 1
20
Lampiran 2 Komposisi dan volume pakan pada Kodok Buduk (Duttaphrynus
melanostictus) di kampus IPB Darmaga, 7 Maret – 16 April 2016
Jenis pakan Frekuensi pakan Volume pakan (ml)
Betina Jantan Betina Jantan
Blattaria 14 10 1.334 2.344
Scolopendromorpha 1 4 0.002 1.483
Haplotaxida 9 1 0.786 0.169
Coleoptera 25 16 1.638 0.121
Hymenoptera 52 47 0.156 0.037
Diptera - 1 - 0.037
Orthoptera 5 2 0.108 0.029
Diplopoda 12 6 0.011 0.012
Araneae 9 7 0.040 0.009
Lepidoptera - 1 - 0.008
Dermaptera 5 5 0.008 0.003
Hemiptera 8 3 0.006 0.002
Isoptera 12 11 0.146 0.002
Isopoda 1 1 0.000 0.002
Larva X 9 8 1.247 0.001
Jenis X - 2 - 0.001
Larva Lepidoptera 1 1 0.138 0.000
Stylomatophora 1 - 0.005
Protura 1 - 0.014
Diplura 1 - 0.001
Psocoptera 1 - 0.000
Pupa X 1 - 0.000
Homoptera 1 - 0.000
Lampiran 3 Suhu dan kelembaban di kampus IPB Darmaga selama penelitian (7 Maret
– 16 April 2016)
Lokasi
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
Arboretum Bambu 26 100
Gladiator atau Taman Rektorat 25 100
Cikabayan Bawah 25.2 90
LSI dan pelataran FEM 29 91
Rata-rata 27 95
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 23
Februari 1995 dari Ayah Dana dan Ibu Raimah. Penulis adalah putri pertama dari
dua bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Slawi dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur undangan SNMPTN dan diterima di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis telah melaksanakan beberapa praktek
lapang, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2013 dan
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2014. Pada tahun 2014 – 2015
penulis mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang
PKM – KC. Penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) kepengurusan tahun
2014/2015 sebagai anggota Biro Kewirausahaan, anggota Kelompok Pemerhati
Gua “ Hira”. Penulis juga ikut andil dalam menjadi panitia diacara seminar
nasional hasil ekspedisi HIMAKOVA. Pada tahun 2015 penulis mengikuti
ekspedisi Kawasan Karst di Filipina. Pada awal tahun 2016 penulis melakukan
Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
bersama dengan rekan satu Departemen.