Author
lathifanur
View
291
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
faal lab
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat kami selesaikan.
Secara umum tugas ini menjelaskan mengenai semua data hasil pembelajaran kelompok
kami yang kami rangkum dalam bentuk suatu makalah, sebagai hasil pertanggungjawaban kami
terhadap materi yang telah kami terima.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Yang terhormat staf pengajar di Laboratorium Fisiologi
3. Serta kepada teman – teman yang selalu ada untuk membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bertujuan untuk membangun dan
mengembangkan makalah ini kami terima dengan lapang dada dan senang hati.
Jakarta, Mei 2013
Penulis
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 1
BAB II
PENDENGARAN
I. Dasar Teori
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan
rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di
telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran
basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut
tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan,
maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan
potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).
Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron
aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian
membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara
berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh
dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah.
Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak
menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen
yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran
timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal,
disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua
yang menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut
hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang
tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 2
menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga
berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).
Untuk memeriksa pendengaran :
1. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu:
a. Tes Rinne
Tujuan: untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga
yang diperiksa.
Cara: garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak
terdengar garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne
(+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih
panjang daripada hantaran tulang.
b. Tes Weber
Tujuan: untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 3
Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi atau kepala. Bila
bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila
terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit
(lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut,bila
sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.
c. Tes Schwabach
Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang
pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf,
bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien
masih mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama
mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
Positif
Negatif
Positif
Tidak ada
lateralisasi
Lateralisasi ke
telinga yang
sakit
Lateralisasi ke
telinga yang
sehat
Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Memendek
Normal
Tuli konduktif
Tuli
sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 4
Pure Tone Audiometry
Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran
per detik. Memberikan gambaran yang luas mengenai tingkat kehilangan pendengaran pasien dan
penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone yang
diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .
Tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif
maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada rangsangan
pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai terdengar oleh
pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500
Hz.
Tone Decay Test (TDT)
Digunakan untuk mendeteksi kelainan pada jalur sensorineural. Prosedurnya, operator
memilih frekuensi kemudian pasien mendapat rangsangan dan memberikan respon lagi pada saat
tidak menerima rangsangan, durasi diantara keduanya diukur. Tone yang dipakai diberikan dari
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 5
frekuensi, tinggi ke rendah. Dengan 30 dB pada saat pertama kemudian selama 1 menit pasien
mendengarkan maka tone level diturunkan dengan skala 5 dB, hal ini diulangi sampai tone tidak
terdengar selama kurang dari 1 menit
Short Increment Sensitivity Index (SISI)
SISI untuk mendeteksi penyakit di cochlea atau recrocochlear lesions. Menggambarkan
kapasitas pasien untuk mendeteksi perbedaan kenaikan intensitas 1 dB yang dalam rentan waktu 5
detik pada frekuensi tertentu. Operator akan menset frekuensi pada 20 dB, Tone yang diberikan
dengan madulasi singkat 1 dB diatas carrier tone setiap 5 detik. Kenaikan 1 dB dipresentasikan
dengan interval 300 ms, dengan rise time danfall time sebesar 50 ms. Respon pasien pada saat dapat
membedakan perbedaan level adalah yang diukur.
Bekesy Audiometry
Test audiometry yang dijalankan secara automatis. Karena frekuensi dan intensita akanturun
dan naik secara otomatis
Speech Audiometry
Pure tone audiometry adalah test pada sensitivitas pasien sedangkan speech audiometry
mengacu pada integritas seluruh sistem auditory (mengacu kemampuan mendengarkan dan mengerti
pembicaraan)
II. Pelaksanaan Praktikum
Tujuan :
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran.
2. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan Audiometer)
3. Menmbuat kesimpulan menegenai “hearing loss” dari hasil pemeriksaan audiometer sehingga
dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 6
Alat yang diperlukan :
1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir
2. Penala berfrekuensi 256
3. Kapas untuk menyumbat telinga
I. TES PENALA
A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala
a. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak
tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang
diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan kemudian ujung
jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.
3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua
telinganya atau terjadi lateralisasi.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 7
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan,
tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
c. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus o.p. ke
processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap normal. Bila
dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih dapat didengar oleh si pemeriksa
maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat didengar oleh si
pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau Schwabach memanjang.
Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke
processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih
dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah
dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil pemeriksaan
adalah Schwabach normal.
B. Hasil Pengamatan
percobaan memperoleh hasil yang sama, yaitu lateralisasi pada telinga kanan dan kiri. Hal
ini, menandakan bahwa telinga semua orang percobaan normal terhadap dengungan yang terjadi.
Pada percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala suda tidak terdengar lagi oleh
orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula sebaliknya. Hal ini berlaku pada
semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga hasil pemeriksaan tersebut adalah schwabach
normal.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 8
D. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat
mendengar dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang
percobaan masih bekerja secara normal.
II. AUDIOMETRI
Keterangan teknis mengenai audiometer.
p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?
Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi sebagai
berikut :
Tombol 1 (T) : Tombol utama.
Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat
Tombol 2 (T2) : Tombol frekwensi nada.
Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat dibangkitkan oleh Alat.
Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang dinayatakan dalam satuan hertz.
p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz?
Tombol 3 (T3) : Tombol kekuatan nada.
Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat dibaca pada skala (51)
yang dinyatakan dengan dB
p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB?
Tombol 4 (T4) : Tombol pemilih telepon telinga.
Bila tombol ini menunjukkan ke “B”, berarti nada yang dihantarkan ketelepon berwarna black. Bila
tombol menunjuk ke “G” yang bekerja hanya telepon grey.
Tombol 5 (T5) : Tombol penghubung nada.
Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol dilepas, nada tidak
terdengar lagi
p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan?
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 9
A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Audiometri
1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut :
a. Memutar tombol utama T1 pada “off”
b. Memutar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.
c. Memutar tombol kekuatan nada (T3) pada 10 Db.
p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dp pada a/at ?
2. Hubungkan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke “ON”, S1 danS2 akan
menyala, bila tidak demikian halnya maka melaporkan pada supervisor.
3. Menyuruh orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan memasang telepon pada
telingnya, sehingga telepon “black” ditelinga kiri.
4. Memberikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke atas pada saat
mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon danmenurunkan tangannya pada saat
nada mulai tidak terdengar lagi.
5. Menunggu 2 menit untuk “memanaskan” alat
6. Memutar T5 ke kiri dan mempertahankannya selama pemeriksaan
7. Memutar tombol kekuatan nada T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampaiorang
percobaan mengacungkan tangannya keatas.
8. Meneruskan memutar tombol tersebut sebesar 10 dB dan kemudian memutar tombolT3 tersebut
perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaa nmenurunkan tangannya.
Mencatat angka dB pada saat itu
9. Mengulangi tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan mengambil angka terkecil sebagai “hearing loss”
orang percobaan pada frekuensi 125 Hz.
10. Selama percobaan ini T5 dilepaskan sekalikali pada waktu orang percobaanmengacungkan
tangannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya pura-
pura mendengar.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 10
11. Mengukur “hearing loss” untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula padafrekuensi
250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 12.000 Hz dan mencatat data hasil pengukuran pada formulir
yang telah disediakan.
12. Mengulangi seluruh pengukuran ini pada telinga yang lainnya.
13. Membuat audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang
diperoleh pada pengukuran
B. Hasil Pengamatan
C. Pembahasan
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-
putus (intensitas yang diperiksa 250 – 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan
telinga kanan warna merah.
Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat
kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap
rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .
Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif
maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada rangsangan
pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai terdengar oleh
pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500
Hz.
Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang
datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan kaku diujung
jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai daerah di membrana
basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang berbeda.Ujung sempit
paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi sedangkan ujung lebar paling
dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 11
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal merupakan
nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Derajat ketulian menurut ISO, yaitu :
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada murni.
Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang
normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan
aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka
mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction
menggambarkan SNHL.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 12
D. Kesimpulan
Semakin tinggi frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah. Bila
terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh
bone conduction menggambarkan SNHL. Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa
orang percobaan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan (dari frekuensi
rendah ke tinggi). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendengaran telinga orang
percobaan masih tuli ringan “mild hearing loss” pada saat AC telinga kanan (35dB), telinga kiri
(30dB) sedangkan BC telinga kiri (35dB) → (liat hasil pengamatan serta batas ambang pendengaran
menurut ISO).
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 13
BAB II
KESEIMBANGAN
SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN
I. DASAR TEORI
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di
tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu
menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot
yang minimal.
Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa
tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung oleh
sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh
untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas
papan keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan ketika bergerak.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik
(vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi,
dan jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh
obat dan pengalaman terdahulu.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 14
Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh
aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan
dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah :
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa
tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh
lain bergerak.
Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah :
Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan
bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus
pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama
melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang
lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi
dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata
menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan
bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam
keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam
telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus.
Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi
perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 15
mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan
melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus
tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks
serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan
serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula
spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher
dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi
propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan
(input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui
lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls
yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf
yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam
ruang.
Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika
terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat
gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 16
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di
tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan
massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan
seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat
gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang
vertebra sakrum ke dua.
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat
gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu,
serta berat badan.
b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan
pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah
menentukan derajat stabilitas tubuh.
c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.
Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang
baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi
stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki.
Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.
Keseimbangan Berdiri
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa
tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali
tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada
tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular
dan somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan
bayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol
keseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular
berfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 17
sikap dan memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya.
Masukan (input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan
hal penting untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap,
serta mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat
biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur
lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang
memungkinkan tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak,hanya
terdapat gerakan kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan
arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah
telapak kaki, yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika
berdiri tegak di pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul,
lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi
yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi
untuk mencegah kelelahan.
II. TUJUAN :
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia.
2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi barany terhadap : gerakan bola mata
b. Dengan berjalan mengelilingi statif
III. ALAT YANG DIPERLUKAN :
Kursi Brany + Tongkat/statif yang panjang
IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Percobaan dengan kursi Barany 1
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 18
1. Tata Kerja
Nistagmus
a. Suruh orang percobaan duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat
tangan kursi.
b. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukkan kepala o.p 30 derajat kedepan.
P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan?
c. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan
d. Hentikan pemutaran kursi tiba-tiba
e. Bukalah sapu tangan dan suruhlah o.p melihat jauh kedepan
f. Perhatikan adanya nistagmus
Tetapkanlah arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut
P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus ?
2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali. Maka pada mata o.p
terjadi nistagmus
Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri dan komponen lambat ke
arah kanan. Hal ini disebabkan oleh adanya refleks vestibulo-okular (VOR) yang merupakan refleks
gerakan mata untuk menstabilkan gambar pada retina selama gerakan kepala dengan memproduksi
sebuah gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan
gambar untuk berada pada pusat bidang visual.
3. Menjawab Pertanyaan
P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan?
Jawab :
Agar canalis semisirkularis anterior sejajar dengan bidang bumi
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 19
P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus ?
Jawab:
Nistagmus horizontal : nistagmus yang gerakannya berada mata disekitar aksisvisual. Post-rotatory
nistagmus adalah keadaan normal yang ditemukan pada hewan pasca pemutaran yang terjadi akibat
pergerakan kupula sewaktu rotasi dihentikan memilikiarah berlawanan.
4. Kesimpulan
Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan,
mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat
adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju
nuklei okulomotor.
B. Tes Penyimpangan Penunjukkan ( Pas Pointing Test of Barany )
1. Tata Kerja
a. Suruh OP duduk tegak dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan
b. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan ke arah OP
c. Suruhlah OP menunjulurkan lengan kanannya ke depan sehingga dpt menyentuh jari tangan
pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya
d. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkan
kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no 1-4 merupakan persiapan untuk
tes yang berikut :
e. Suruhlah sekarang OP dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi
f. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menunjuk dengan deviasi ke arah kanan.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 20
Saat mata OP dalam keadaan tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari OP karena sensasi
perputaran yang dialaminya. Namun, setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan yang
sebenarnya bisa dilakukan dengan tepat.
3. Kesimpulan
Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun karena koordinasi
yang salah
C. Kesan sensasi
1. Tata Kerja
a. Gunakan o.p. yang lain
b. Suruh o.p duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan
c. Putarlah kursi barany ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan kemudian
kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai berhenti.
d. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar
1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah
2) sewaktu kecepatan menetap
3) sewaktu kecepatan dikurangi
4) segera setelah kursi dihentikan
e. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p .
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah : pusing meningkat,arah badan berlawanan arah putar
2) sewaktu kecepatan menetap : melayang
3) sewaktu kecepatan dikurangi : pusing berkurang
4) segera setelah kursi dihentikan : pusing meningkat
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 21
5) mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p.:
perasaan berputar dikarenakan adanya gangguan keseimbangan pada organ tympani pada telinga.
Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri.
Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula
akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak ke kanan.
Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa tidak berputar.
Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kanan, sehingga OP akan
merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP masih merasa berputar ke kanan saat
kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar ke kanan saat kursi dihentikan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP yang bagus.
3. Kesimpulan
Dengan adanya sensasidari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri,
namun jika konstan tidak terasa berputar, dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.
D. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horisontalis
1. Tata Kerja
a. Suruhlah o.p. dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30o , berputar sambil berpegangan
pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik
b. Suruhlah o.p. berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka
c. Perhatikan apa yang terjadi
d. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam
P. VI.4. 11 a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan lurus ke muka setelah
berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab : o.p. akan berjalan miring ke kanan, tidak lurus ke depan
b.Bagaimana keterangannya?
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 22
Jawab : Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketika terdapat
penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputaran tersebut.
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
O.P. berjalan tidak lurus dan miring hampir jatuh berlawanan dengan arah putaran, lebih merasa
pusing saat diputar ke arah jarum jam (yang pertama).
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian-
bagiannya dalam hubungannya dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous
visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan
serebelum. Kanalis semisirkularis punya posisi anatomis terangkat 30o, kalau seseorang menunduk
dengan sudut 30o maka posisi kanalis semisirkularis lateral dibidang horizontal. Kesulitan berjalan
lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak.
3. Menjawab Pertanyaan
a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan luru ke muka setelah berputar 10 kali
searah dengan jarum jam?
b. Bagaimana keterangannya?
Jawab:
a. OP berjalan tidak lurus ke depan tetapi mengarah ke kanan.
b. Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketikaterdapat penghentian
putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputarantersebut.
4. KESIMPULAN
Posisi berjalan dan keseimbangan dipengaruhi oleh posisi kanalis semisirkularis serta
pergerakan cairan endolimph-perilimph.
V. KESIMPULAN AKHIR
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis
semisirkularis mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala. Akselarasi atau
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 23
deselarasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe yang awalnya
tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi kepala karena inersia.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan
menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak.
Ketika kepala berhenti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri
bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat unutk berhenti. Ketika seseorang
berada dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal dan rambut-
rambut sakulus berjajar secara horizontal.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 24
DAFTAR PUSTAKA
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies
Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20. Jakarta:EGC
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies
Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC
Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
Fakultas Kedokteran UPN’VJ Page 25