37
PRAKTIKUM FISIOLOGI III PENDENGARAN I. Dasar Teori Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001). Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001). Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah. Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001). Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang menutupi fenestra

PRAKTIKUM FISIOLOGI 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hvjvjghgg

Citation preview

PRAKTIKUM FISIOLOGI III

PENDENGARAN

I. Dasar Teori

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran

udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi

(pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan

rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).

Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di

telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran

basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut

tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan,

maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan

potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).

Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron

aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian

membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara

berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh

dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah.

Otak menginterpretasikan suatu suara berdasarkan neuron-neuron yang diaktifkan. Otak

menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen

yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).

Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani

dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut

hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang

menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut

hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang

tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita

menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga

berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).

Untuk memeriksa pendengaran :

1. Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu:

a. Tes Rinne

Tujuan: untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada

telinga yang diperiksa.

Cara: garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah

tidak terdengar garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih

terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). Dalam keadaan

normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.

b. Tes Weber

Tujuan: untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.

Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi atau

kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke

telinga tersebut. Bila terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi.

Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli

konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat)

berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.

c. Tes Schwabach

Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang

pendengarannya normal.

Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus

sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa

yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek

atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara

sebaliknya. Bila pasien masih mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli

konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach DiagnosisPositif

Negatif

Positif

Tidak ada lateralisasi

Lateralisasi ke telinga yang sakit

Lateralisasi ke telinga yang sehat

Sama dengan pemeriksa

Memanjang

Memendek

Normal

Tuli konduktif

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk

pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk

memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu

tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu

penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga

garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi

suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).

2. Pemeriksaan dengan menggunakan Audiometer merupakan tes kuantitatif

Audiometri nada murni

Teknik untuk mengidentifikasi prilaku dari kehilangan kemampuan mendengar dan untuk

mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah

memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC (air conductor) yaitu dibuat dengan garis

lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC (bone conductor)

yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 – 4000 Hz). Untuk telinga

kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah. Pemeriksaan audiometri nada

murni bisa didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 – 6000 Hz) dan

pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.

Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara mesin dengan hantaran

udara untuk masing-masing telinga dengan frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000 dan 6000

Hz). Tes audiometri yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap suara dan masing-masing

telinga dengan frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000,4000, 6000 dan 8000 Hz)

Pure Tone Audiometry Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan

dalam jumlah getaran per detik.

Memberikan gambaran yang luas mengenai tingkat kehilangan pendengaran pasien dan

penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone

yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .

Tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif

maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada

rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai

terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan

berkisar 125-500 Hz.

Tone Decay Test  (TDT)

Digunakan untuk mendeteksi kelainan pada jalur sensorineural. Prosedurnya, operator

memilih frekuensi kemudian pasien mendapat rangsangan dan memberikan respon lagi pada

saat tidak menerima rangsangan, durasi diantara keduanya diukur. Tone yang dipakai diberikan

dari frekuensi, tinggi ke rendah. Dengan 30 dB pada saat pertama kemudian selama 1 menit

pasien mendengarkan maka tone level diturunkan dengan skala 5 dB, hal ini diulangi sampai

tone tidak terdengar selama kurang dari 1 menit

Short Increment Sensitivity Index (SISI)

SISI untuk mendeteksi penyakit di cochlea atau recrocochlear lesions. Menggambarkan

kapasitas pasien untuk mendeteksi perbedaan kenaikan intensitas 1 dB yang dalam rentan waktu

5 detik pada frekuensi tertentu. Operator akan menset frekuensi pada 20 dB, Tone yang

diberikan dengan madulasi singkat 1 dB diatas carrier tone setiap 5 detik. Kenaikan 1 dB

dipresentasikan dengan interval 300 ms, dengan rise time danfall time sebesar 50 ms. Respon

pasien pada saat dapat membedakan perbedaan level adalah yang diukur.

Bekesy Audiometry

Test audiometry yang dijalankan secara automatis. Karena frekuensi dan intensita akanturun

dan naik secara otomatis

Speech Audiometry

Pure tone audiometry adalah test pada sensitivitas pasien sedangkan speech audiometry

mengacu pada integritas seluruh sistem auditory (mengacu kemampuan mendengarkan dan

mengerti pembicaraan)

II. Pelaksanaan Praktikum

Tujuan :

1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran.

2. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan Audiometer)

3. Menmbuat kesimpulan menegenai “hearing loss” dari hasil pemeriksaan audiometer sehingga dapat

menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak

Alat yang diperlukan :

1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir

2. Penala berfrekuensi 256

3. Kapas untuk menyumbat telinga

I. TES PENALA

A. Tata Kerja

Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala

a. Cara Rinne

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke

telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.

2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.

3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang

diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu

menghilang.

4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan kemudian

ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa

itu.

5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :

Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.

Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.

b. Cara Webber

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.

2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.

3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua

telinganya atau terjadi lateralisasi.

4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan,

tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.

c. Cara Schwabach

1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.

2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.

3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.

4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus

o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap

normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih dapat didengar

oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.

5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat didengar

oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau Schwabach

memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si

pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke

processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa)

masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila

dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p.

maka hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.

B. Hasil Pengamatan

Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran

Orang

Percobaan

Cara Rinne

Cara WebberCara

Schawabach

Telinga (penala

digetarkan pada

processus mastoideus)

Telinga (penala

digetarkan lewat

udara)

Kanan Kiri Kanan Kiri

Ulima

Rahmagita

(OP)

+ + + + Lateralisasi ke

kanan

Schwabach

normal

C. Pembahasan

Pada percobaan rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran

melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Saat penala digetarkan pada processus mastoideus,

terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan, seluruh orang percobaan.

Begitu pula saat penala digetarkan di udara ,tanpa menyentuh processus mastoideus, suara

dengungan terdengar jelas.

Pada percobaan cara webber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri

dengan telinga kanan. Saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua orang

percobaan memperoleh hasil, yaitu lateralisasi pada telinga kanan. Hal ini, menandakan bahwa

telinga orang percobaan normal terhadap dengungan yang terjadi.

Pada percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa

dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala sudah tidak terdengar lagi

oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula sebaliknya. Hal ini berlaku

pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga hasil pemeriksaan tersebut adalah

schwabach normal.

D. Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat mendengar

dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang percobaan

masih bekerja secara normal.

II. AUDIOMETRI

Keterangan teknis mengenai audiometer.

p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya? Audiometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. Untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.

Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi sebagai berikut :

Tombol 1 (T) : Tombol utama.

Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat

Tombol 2 (T2) : Tombol frekwensi nada.

Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat dibangkitkan oleh

Alat. Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang dinayatakan dalam satuan

hertz.

p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz? hertz merupakan satuan frekuensi yang

menandakan banyakanya suatu gelombang dalam 1 detik.

Tombol 3 (T3) : Tombol kekuatan nada.

Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat dibaca

pada skala (51) yang dinyatakan dengan dB

p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB? Desibel (dB) adalah satuan untuk mengukur intensitas suara. Satu desibel ekuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell.Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi (voltage), intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan dengan Phon dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara).

Tombol 4 (T4) : Tombol pemilih telepon telinga.

Bila tombol ini menunjukkan ke “B”, berarti nada yang dihantarkan ketelepon berwarna

black. Bila tombol menunjuk ke “G” yang bekerja hanya telepon grey.

Tombol 5 (T5) : Tombol penghubung nada.

Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol dilepas,

nada tidak terdengar lagi

p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan? maksud pemutusan nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak terdengar lagi untuk menguji apakah o.p benar-benar mendengar atau hanya pura-pura mendengar.

A. Tata Kerja

Pemeriksaan Pendengaran dengan Audiometri

1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut :

a. Memutar tombol utama T1 pada “off” 

b. Memutar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.

c. Memutar tombol kekuatan nada (T3) pada 10 Db.

p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dp pada a/at ? 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz.

2. Hubungkan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke “ON”, S1 danS2 akan

menyala, bila tidak demikian halnya maka melaporkan pada supervisor.

3. Menyuruh orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan memasang telepon pada

telingnya, sehingga telepon “black” ditelinga kiri.

4. Memberikan petunjuk pada orang percobaan untuk mengacungkan tangannya ke

atas pada saat mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon danmenurunkan

tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.

5. Menunggu 2 menit untuk “memanaskan” alat

6. Memutar T5 ke kiri dan mempertahankannya selama pemeriksaan

7. Memutar tombol kekuatan nada T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampaiorang

percobaan mengacungkan tangannya keatas.

8. Meneruskan memutar tombol tersebut sebesar 10 dB dan kemudian memutar tombolT3 tersebut

perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaa nmenurunkan tangannya.

Mencatat angka dB pada saat itu

9. Mengulangi tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan mengambil angka terkecil sebagai “hearing loss”

orang percobaan pada frekuensi 125 Hz.

10. Selama percobaan ini T5 dilepaskan sekalikali pada waktu orang percobaanmengacungkan ta

ngannya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya pura-

pura mendengar.

11. Mengukur “hearing loss” untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula padafrekuensi

250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 12.000 Hz dan mencatat data hasil pengukuran pada formulir

yang telah disediakan.

12. Mengulangi seluruh pengukuran ini pada telinga yang lainnya.

13. Membuat audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang

diperoleh pada pengukuran

B. Hasil Pengamatan

O.P : Riski Gumelar

Skema di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan tidak adekuat dikarenakan hasil dari pengukuran

percobaan dengan alat audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor

alat (kondisi dan kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor kemampuan

konsentrasi/memusatkan pikiran o.p (sebaiknya konsentrasi o.p tidak terganggu dengan kondisi suara

sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan tulang). Tetapi o.p memiliki

kemampuan pendengaran dalam batas normal yang tercatat dalam bentuk angka terkecil (ambang)

suara yang masih dapat didengar dalam setiap frekuensi suara yang berbeda.

C. Pembahasan

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh

(intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-

putus (intensitas yang diperiksa 250 – 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan

telinga kanan warna merah.

Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat

kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap

rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .

Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon

positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada

rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai

terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan

berkisar 125-500 Hz.

Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang

datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan kaku diujung

jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai daerah di membrana

basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang berbeda.Ujung sempit

paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi sedangkan ujung lebar paling

dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah

Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran

seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal merupakan

nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Derajat ketulian menurut ISO, yaitu :

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada

murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran

yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan

aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka

mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction

menggambarkan SNHL.

D. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan audiogram o.p dinyatakan normal. Semakin tinggi

frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier.. p663-6.

Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc

Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC

Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. ; hal. 17-8

LAPORAN FISIOLOGI IV

SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN

I. DASAR TEORI

Nuklei vestibular adalah untuk mengatur secara selektif sinyal-sinyal eksitatorik berbagai otot

antigravitasi untuk menjaga keseimbangan,sebagi responnya terhadap sinyal dari aparatus

vestibular.

Hewan Deserebrasi mengalami kekakuan spastik bila batang otak seekor hewan d potong

dibawah garis tengah mesensefalon,tetapi pontin sistem retikular mendular juga sistem vestibular

dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami keadaan yang disebut kekauan deserebasi.

Kekakuan inni tidak timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot antigravitasi yaitu otot leher dan

batang tubuh serta ekstensor tungkai.

Aparatus vestibular merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini

terbungkus salam satu tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus

(bagian seperti batu,bagian keras) dari tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem

ini terdapat tabung membran dan ruangan yang di sebut labirin membranosa yang merupakan bagian

fungsional aparatus vestibular.

Labirin ini terdiri atas koklea (duktus koklearis), tiga kanalis semisirkularis dan dua ruangan besar

yang dikenal sebagai utrikulus dan sakulus. Koklea merupakan organ sensorik utama

pendengaran.dan hampir tidak berhub dg keseimbangan.kanalis semirikularis,utrikulus dan

sakulus ,semua ini merupakan bagian intragal dr mekanisme keseimbangan.

Makula organ sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi orientasi kepala sehubungan

dengan gravitasi. Makula pada utrikulus terutama terletak pada bidang horizontal permukaan inferior

utrikulus dan berperan penting dalam menentukan orientasi kepala ketika kepala dalam posisi tegak.

Sebaliknya, makula pada sakulus terutama terletak dalam bidang vertikal dan memberikan sinyal

orientasi kepala saat seseorang berbaring.

Setiap makula d tutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh banyak krista kalsium karbonat

kecil kecil yang di sebut statokonia.dalam makula juga didapati beribu-ribu sel rambut, pangkal dan

sisi sel-sel rambut bersinaps denganujung-ujung sensorik saraf vestibular.

Dalam aparatus vestibular terdapat kanalis semisirkularis,dikenal sebagai kanil semisrikularis

anterior, posterior dan lateral tersusun tegak lurus satu sama lain sehingga kanalis ini terdapat 3

bidang.

Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke depan,kanalis semirikularis lateral kira-kira aada pd

bidang horizontal sesuai dengan permukaan bumi, kemudian kanalis anterior ada pd bidang vertikal

yang arah ptoyeksinya ke depan dan 45 derajat ke luar, dankanalis posterior ada pada bidang

vertikal yang berproyeksi ke belakang dan 45 derajat keluar.

Pada setiap ujung kanalis semisirkualris terdapat pembesaran yang disebut ampula, dan kanlis

serta ampula ini terisi oleh cairan yang disebut endolimfe. Aliran cairan melalui canalis dan

ampulanya merangsang organ sensorik.

Pada puncak krista ini terdapat jaringan longgar massa gelatinosa,yang disebut kupula. Bila

seseorang mulai memutar ke suatu arah, inersia cairan didalam satu atau lebih kanalis semisirkularis

akan mempertahankan cairan agar tetap seimbang sementara kanalis semisirkularis berputar searah

dengan kepala. Hal iini menyebabkan cairan mengalir dari kanalis menuju ampula,membelokkan

kupula ke satu sisi. Putaran kepala dalam arah yang berlawanan menyebabkan kupula berbelok ke

sisi yang berlawanan.

Kedalam kupula terdapat ratusan penjuluran silia dari sel-sel rambut yang terletak pada

sepanjang krista ampularis. Kinosilia sel-sel rambut ini semuanya beorientasi ke arah sisi yang sama

dalam kupula,dan pembelokkannya ke arah yang berlawanan mengakibatkan hiperpolarisasi sel

rambut. Kemudian, dari sel-sel rambut sinyal-sinyal yang sesuai dikirimkan melalui nervus vestibular

untuk memberitahu sistem saraf pusat mengenai perubahan perputaran kepala dan kecepatan

perubahan pada setiap tiga bidang ruangan.

Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan,

mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat

adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju

nuklei okulomotor.

II. TUJUAN :

Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :

1. Mengemukakan pelbagai reaksi perubahan sikap badan katak oleh perangsangan kanalis

semisirkularis dan reaksi 11 menegakkan bada “setelah ekstriparsi labirin

2. Menyebutkan beberapa faktoer yang dapat mempengaruhi rekasi perubahan sikap diatas.

3. Mendemomstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan

keseimbangan badan pada manusia.

4. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :

a. Dengan kursi Barany terhadap :

- Gerakan bola mata

- Tes penyimpangan penunjukan tes jatuh kesan (sensasi)

b. Dengan berjalan mengelilingi statif

III. ALAT DAN BINATANG PERCOBAAN YANG DIPERLUKAN :

1. Katak

2. Papan fiksasi katak + ge;as beker

3. Ether + kapas + jarum pentul

4. Scalpel + gunting halus + pinset halus + bor halus

5. Kursi putar Barany

6. Tongkat atau statif yang panjang

7. Bak berisi air

IV. Pelaksanaan Praktikum

I. Percobaan pada katak

A. Cara Kerja

1. Meletakkan seekor katak dipapan fiksasi dan menutup dengan gelas beker

2. Memegang papan fiksasi dan gelas beker itu dengan kedua belah tangan dan menggerakkan

keatas, kebawah dan memutar kekanan dan ke kiri.

3. Memperhatikan dengan seksama perubahan-perubahan sikap pada katak

a. Posisi kepala 

b. Fleksi/ekstensi ekstermitas

4. Membuka gelas beker dan memalingkan kepala katak kanan, memperhatikan sikapdan

kedudukan kakinya.

P. VI. 4.6 .Apa maksud kita memalingkan kepala katak ? Melihat sikap dan kedudukan kaki

yang normal bila kepala katak dimiringkan ke kanan

5. Memasukkan katak itu kedalam bak yang berisi air dan memperhatikan gerakankaki dan arah

berenangnya.

6. Membuang labirin kanan katak itu dengan cara sebagai berikut :

a. Membius katak dengan cara memasukkan bersama-sama dengan kapas yang telah dibasahi

dengan eter ke dalam gelas beker yang ditelungkupkan. 

b. Setelah katak itu terbius, meletakkan katak telentang dipapan fiksasi dan sematkan jarum-

jarum pentul pada kakinya.

P. VIA. 4.7.Bagaimana kita mengetahui bahwa katak sudah terbius ? Cara

mengetahuinya adalah katak yang terbius maka pergerakannya kurang dan tidak  begitu

aktif daripada saat katak tersebut dalam keadaan tidak terbius (normal), ditusuk dengan

jarum pentul tidak memberikan respon.

c. Fiksasi rahang atas katak dengan jarum pentul pada papan fiksasi dan membuka mulut

selebar-lebarnya.

d. Mengunting selaput lendir rahang atas di garis median dengan guting halus sesuai dengan

garis y pada gambar.

e. Membebaskan selaput lender itu dari jaringan dibawahnya dan mendorong kea rah lateral.

Mencegah perdarahan sedapat-dapatnya.

f. Memperhatikan dasar tengkorak katak terutama os. Parabasalenya yang membayang (= p

pada gambar).

g. Merusak labirin kanan dengan jalan member os parabasale di tempatyang diberikan tanda X

secara hati-hatu sedalam ± 1-2 mm (sampai terasa bahwa bor telah menembus tulang yang

keras)

h. Membersihkan daerah operasi dengan kapas dan mengembalikan selaput lender ketempat

semula dengan demikian alat keseimbangan kanantelah dibuang.

7. Setelah efek pembiusan pada katak menghilang, mengulangi tindakan no. 1 s/d no.5

8. Membuang sekarang labirin kiri dengan cara yang sama seperti sub. 6 dengan demikian kedua

alat keseimbangan telah dibuang.

9. Menggulangi sekarang tindakan no. 1 s/d no. 5

10. Mencatat hasil pengamatan pada formulir yang tersedia.

B. Hasil Pengamatan

1. sikap pada katak setelah digerak-gerakkan

Posisi kepala → menghadap ke kiri

Posisi ekstremitas → ekstremitas atas → ekstensi

→ ekstremitas bawah → flexi

2. Sikap dan kedudukan kaki setelah kepala dipalingkan ke kanan → tidak ada perubahan

3. Arah berenangnya → normal / lurus

4. Setelah katak dibius

Labirin kiri dirusak → katak berenang ke kanan

Labirin kanan dirusak → katak berenang ke kiri

C. Pembahasan

Aparatus vestibular merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini

terbungkus salam satu tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus

(bagian seperti batu,bagian keras) dari tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem

ini terdapat tabung membran dan ruangan yang di sebut labirin membranosa yang merupakan bagian

fungsional aparatus vestibular

Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi pontin

sistem retikular mendular juga sistem vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami

keadaan yang disebut kekakuan deserebasi. Kekakuan ini tidak timbul disemua otot tubuh tetapi

hanya otot antigravitasi yaitu otot leher dan batang tubuh serta ekstensor tungkai.

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,

kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor

pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem

sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine.

Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut.

Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang

bergerak.

Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di

batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio

retikularis, thalamus dan korteks serebri.

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan

serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula

spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher

dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehigga

membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural

D. Kesimpulan

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,

kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor

pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem

sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine

Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi sistem

vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami keadaan yang disebut kekakuan

deserebasi. Kekakuan ini tidak timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot antigravitasi yaitu otot

leher dan batang tubuh serta ekstensor tungkai.

Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut.

Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang

bergerak. Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehigga membantu mempertahankan

keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural

II. Percobaan pada Manusia

A. Cara Kerja

Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:

1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka dan sikap

kepala dan badan yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami

kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.

2. Mengulangi percobaan di atas (no.1) dengan mata tertutup

3. Mengulangi percobaan di atas (no. 1 dan 2) dengan:

a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri

b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan

P.VI.4.8. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan? Ketika

mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari mata dan posisi kepala, maka jika mata

tertutup dengan kepala, tubuh cenderung ingin jatuh ke arah kepala miring dan diseimbangkan

dengan berjalan berlawanan dengan miringnya kepala supaya tidak jatuh,

B. Hasil Pengamatan

Informasi keseimbangan berasal dari visual, vestibular, dan somatosensori. Dimana 50% yang paling

berpengaruh pada keseimbangan adalah vestibular. Kompensasi ketika terjadi pengeliminasian dari

isyarat visual (OP memejamkan mata) dan kepala dimiringkan dengan kuat ke satu bagian (kanan/kiri)

dalam mempertahankan keseimbangan adalah terjadinya kecenderungan adanya deviasi kearah

berlawanan dimana OP memiringkan kepalanya agar tidak jatuh.

C. Kesimpulan

Sikap mata (visual) dan kepala sangat berpengaruh dengan keseimbangan atau arah berjalan kita.

PerlakuanOP: Rizky Gumelar

Hasil

Jalan lurus ke depan dengan mata terbuka jalan lurus, tidak terjadi deviasiJalan lurus ke depan dengan mata tertutup jalan miring ke sampingJalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri mata terbuka

Jalan lurus

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri serta mata tertutup

Terjadi deviasi ke kanan

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan mata terbuka

Jalan lurus

Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan serta mata tertutup

Terjadi deviasi ke kiri

PERCOBAAN KESEIMBANGAN PADA MANUSIA

I. DASAR TEORI

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di

tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut O’Sullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk

mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu

menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam

posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot

yang minimal.

Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa

tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of

support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung

oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh

dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh untuk

menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan

keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan

ketika bergerak.

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik

(vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan

jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,

cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.

Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh

obat dan pengalaman terdahulu.

Fisiologi Keseimbangan

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas

motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam

pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah :

menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa

tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh

lain bergerak.

Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah :

Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.

a. Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan

bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap

fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama

melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi

tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk

mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan

muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.

Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan

bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh.

b. Sistem vestibular

Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,

kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga.

Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor

dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi

perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular,

mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka

meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang

otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis,

thalamus dan korteks serebri.

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan

serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula

spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada

leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat

sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot

postural.

c. Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi

propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar

masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri

melalui lemniskus medialis dan talamus.

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls

yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf

yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di

kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam

ruang.

Adaptive systems

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi

perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.

Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan

yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan

a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah

benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa

tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan

seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat.

Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan

belakang vertebra sakrum ke dua.

Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi

dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta

berat badan.

b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan

pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah

menentukan derajat stabilitas tubuh.

c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.

Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas

yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin

tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan

satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

tinggi.

Keseimbangan Berdiri

Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh

(center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh

membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh

manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan

somatosensoris), central processing dan efektor.

Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan bayangan)

dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan,

pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai

pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan

memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan

(input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting

untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik

Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta

mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat

biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur

lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.

Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan

tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan

kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan

diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki,

yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di

pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu.

Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan

di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang

paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi

untuk mencegah kelelahan.

II. TUJUAN :

1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan

keseimbangan badan pada manusia.

2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :

a. Dengan kursi barany terhadap : gerakan bola mata

b. Dengan berjalan mengelilingi statif

III. ALAT YANG DIPERLUKAN :

Kursi Brany + Tongkat/statif yang panjang

IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Percobaan dengan kursi Barany 1

1. Tata Kerja

Nistagmus

a. Suruh orang percobaan duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat

tangan kursi.

b. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukkan kepala o.p 30 derajat kedepan.

P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan? Untuk meneliti hubungan antara aparatus vestibularis yang memberi informasi esensial bagi

sensasi keseimbangan terhadap koordinasi gerakan kepala, leher, gerakan mata dan postur tubuh.

c. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan

d. Hentikan pemutaran kursi tiba-tiba

e. Bukalah sapu tangan dan suruhlah o.p melihat jauh kedepan

f. Perhatikan adanya nistagmus

Tetapkanlah arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut

P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nystagmus?Rotatory Nistagmus : Gerakan involunter bola mata sesuai gerak rotasi dari axis.Postrotatory Nistagmus: Apabila seseorang sedang berputar dan secara tiba-tiba dihentikan, dimana fase cepat dari nistagmus berlawanan arah dari gerakan rotasi sebelumnya.

2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali. Maka pada mata

o.p terjadi nistagmus.Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri

dan komponen lambat ke arah kanan.

3. Kesimpulan

Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan, mata

berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat

adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju

nuklei okulomotor.

B. Tes Penyimpangan Penunjukkan ( Pas Pointing Test of Barany )

1. Tata Kerja

a. Suruh OP duduk tegak dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan

b. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan ke arah OP

c. Suruhlah OP menunjulurkan lengan kanannya ke depan sehingga dpt menyentuh jari tangan

pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya

d. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkan

kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no 1-4 merupakan persiapan

untuk tes yang berikut :

e. Suruhlah sekarang OP dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi

f. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.

2. Hasil Pengamatan dan Analisa

Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menjulurkan tangannya namun menurunkannya

dengan cepat tetapi o.p tidak dapat meraih tangan pemeriksa dengan tepat

3. Kesimpulan

Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun karena koordinasi yang

salah.

C. Kesan sensasi

1. Tata Kerja

a. Gunakan o.p. yang lain

b. Suruh o.p duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan

c. Putarlah kursi barany ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan

kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai berhenti.

d. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar

1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah

2) sewaktu kecepatan menetap

3) sewaktu kecepatan dikurangi

4) segera setelah kursi dihentikan

e. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p .

2. Hasil Pengamatan dan Analisa

1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah : pusing meningkat,arah badan berlawanan arah

putar

2) sewaktu kecepatan menetap : melayang

3) sewaktu kecepatan dikurangi : pusing berkurang

4) segera setelah kursi dihentikan : pusing meningkat

mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p.: perasaan berputar

dikarenakan adanya gangguan keseimbangan pada organ tympani pada telinga.Saat kursi

mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Akibatnya,

kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula akan

bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak ke

kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa

tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke

kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP masih

merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar ke

kanan saat kursi dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP

yang bagus.

3. Kesimpulan

Dengan adanya sensasi dari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri, namun

jika konstan tidak terasa berputar, dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.

D. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horisontalis

1. Tata Kerja

a. Suruhlah o.p. dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30o , berputar sambil berpegangan

pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik

b. Suruhlah o.p. berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka

c. Perhatikan apa yang terjadi

d. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam

P. VI.4. 11 a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan lurus ke muka

setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam? o.p. akan berjalan miring ke kanan, tidak

lurus ke depan

b.Bagaimana keterangannya? Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul

jadi ketika terdapat penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputaran

tersebut.

2. Hasil Pengamatan dan Analisa

Pada percobaan menurut arah jarum jam → o.p masih bisa berjalan lurus tapi sedikit miring

Pada percobaan menurut arah berlawanan → o.p berjalan miring

4. KESIMPULAN

Posisi berjalan dan keseimbangan dipengaruhi oleh posisi kanalis semisirkularis serta pergerakan

cairan endolimph-perilimph.

V. KESIMPULAN AKHIR

Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis semisirkularis

mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala. Akselarasi atau deselarasi

selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe yang awalnya tidak ikut

bergerak sesuai arah rotasi kepala karena inersia.

Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan

menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak.

Ketika kepala berhenti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri

bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat unutk  berhenti. Ketika

seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal

dan rambut-rambut sakulus berjajar secara horizontal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . (2010). Lima Alat Indera . http://organisasi.org/. 21 Maret 2010. 22.00.

Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Penerbit Buku

Kedokteran EGC : Jakarta

Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies

Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20. Jakarta:EGC

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier.. p663-6.

http://neurowww.cwru.edu/faculty/strowbridge/OlfactoryBulb/bulb1.htm

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf

Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 2530

Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc

Panji.2009.sistem syaraf perifer. http://panji1102.blogspot.com/2008/03/sistem-saraf-perifer-divisi-

aferen.htm. tanggal akses 3-10-2009

Radiopoetro, R. 1986. Psikologi Faal 1. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2801.ppt – sabtu, 03 april 2010.

Sears, dan Zemansky. “Fisika untuk Universitas”, jilid III

Seksi Laboratorium Psikologi Faal, 2001, Petunjuk Praktikum Psikologi Faal, Yogyakarta : Laboratorium

Psikologi Faal Fakultas Psikologi UGM

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta:EGC

Sloane, Ethel. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. ; hal. 17-8

Sunny Kumar. 2011. The Neural Basis of Olfaction diunduh pada

http://www.yalescientific.org/2011/05/the-neural-basis-of-olfaction/

Sutrisno, Seri Fisika Dasar, ITB

Thianren. 2008. Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus.