45
LAPORA PRAKTIK MONEY POL DAN PEMILIHAN U KABUPA KOMIS AN HASIL PENELITIA LITICS DALAM PEMILIHAN UMUM UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PR ATEN SABU RAIJUA TAHUN 2014 OLEH: TIM PENELITI KERJA SAMA DENGAN SI PEMILIHAN UMUM SABU RAIJUA TAHUN 2015 AN M LEGISLATIF RESIDEN DI

Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PRAKTIK MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIFDAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI

KABUPATEN SABU RAIJUA TAHUN 2014

OLEH:

TIM PENELITI

KERJA SAMA DENGAN

KOMISI PEMILIHAN UMUM SABU RAIJUA

TAHUN 2015

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PRAKTIK MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIFDAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI

KABUPATEN SABU RAIJUA TAHUN 2014

OLEH:

TIM PENELITI

KERJA SAMA DENGAN

KOMISI PEMILIHAN UMUM SABU RAIJUA

TAHUN 2015

LAPORAN HASIL PENELITIAN

PRAKTIK MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIFDAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI

KABUPATEN SABU RAIJUA TAHUN 2014

OLEH:

TIM PENELITI

KERJA SAMA DENGAN

KOMISI PEMILIHAN UMUM SABU RAIJUA

TAHUN 2015

Page 2: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tuntunan dan

bimbingan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penulisan riset ini.

Tulisan ini disusun merupakan penelitian dasar yang bertujuan untuk mengetahui

gambaran umum mengenai dalam Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden

tahun 2014 dan sekaligus mengidentifikasi harapan dan kecenderungan masyarakat dalam

pemilu selanjutnya di Kabupaten Sabu Raijua.

Kami menyadari selama penyusunan, banyak mendapat bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak untuk itu pada kesempatan ini ijinkan Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sabu Raijua yang telah memberikan kesempatan untuk

melakukan penelitian ini.

2. Para informan kunci yang telah meluangkan waktu dalam memberikan jawaban mengenai

pengaruh money politics dalam Pemilihan Umum Legislatif, dan pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden.

3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Harapan kami, semoga bantuan Bapak, Ibu yang diberikan kepada kami mendapat

kelimpahan dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Di sadari dalam penulisan ini mempunyai keterbatasan dan kekurangan dan masih jauh

dari harapan serta kesempurnaan. Untuk itu dengan lapang dada kami menerima setiap kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.

Kupang, Agustus 2015

Tim Peneliti

Page 3: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

ii

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

ABSTRAKSI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar belakang................................................................................... 1

B. Rumusan masalah ............................................................................. 6

C. Tujuan ............................................................................................... 6

D. Manfaat ............................................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8

A. Pengertian Politik Uang (Money Politics) ........................................ 8

B. Dampak Politik Uang ....................................................................... 10

C. Pengaruh Politik Uang Terhadap Pemilih......................................... 11

D. Partisipasi Politik ............................................................................. 12

BAB III METODOLOGI.............................................................................. 17

A. Metode .............................................................................................. 17

B. Sumber Data...................................................................................... 17

C. Teknik Pengambilan Data................................................................. 17

D. Teknik Analisis Data......................................................................... 18

E. Lokasi Penelitian............................................................................... 18

BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 19

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................. 19

B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................ 22

BAB V PENUTUP......................................................................................... 39

A. Kesimpulan....................................................................................... 39

B. Saran................................................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

iii

PRAKTIK MONEY POLITICS DALAM PEMILU LEGISLATIF DANPEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI

KABUPATEN SABU RAIJUA TAHUN 2014

ABSTRAK

Adapun praktik money politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilihan UmumPresiden dan Wakil Presiden di Kabupaten Sabu Raijua tahun 2014 masih terlihat. Padaproses demokrasi level akar rumput (grass root), praktik money politics tumbuh subur.Karena dianggap sebagai suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya.Mereka membiarkannya, karena tidak merasa bahwa money politics secara normatif harusdijauhi. Segalanya berjalan dengan wajar. Kendati jelas terjadi money politics, dan hal itudiakui oleh kalangan masyarakat, namun tidak ada protes. Masyarakat Kabupaten SabuRaijua menilai money politics sebagai sesuatu yang wajar karena alasan ekonomis dansebagaian karena ketidaktahuan mereka. Anggapan ini muncul disebabkan pramagtismepolitik, yang tidak hanya dipraktikan oleh elit politik tetapi juga telah menyebar ke dalamkultur terlihat masyarakat. Dalam penelitian ini nantinya akan dipelajari mengenai adanyapergeseran nilai di masyarakat Kabupaten Sabu Raijua tentang praktik money politics yangsemula dianggap penyelewengan menjadi sesuatu yang wajar.

Page 5: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

iii

Page 6: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara hukum, pada kenyataannya supremasi bukannya

pada kekuatan Hukum namun kekuatan atau kekuasaan tertinggi sebelum amandemen

UUD 1945 masih ada pada MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat, sehingga

supremasinya adalah supremasi parlemen. Salah satu perubahan mendasar dari hasil

amandemen UUD 1945 adalah menyangkut masalah pengisian jabatan kepala daerah.

Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih

secara demokratis. Frase “dipilih secara demokratis” mengisyaratkan bahwa proses

pemilihan kepala daerah dengan sistem perwakilan (melalui institusi DPRD) yang

berlangsung sebelum amandemen UUD 1945 masih sangat jauh dari demokratis.

Menurut Jimly Asshiddiqie perkataan ‘dipilih secara demokratis’ bersifat

luwes, sehingga mencakup pengertian pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat

ataupun oleh DPRD seperti yang pada umumnya sekarang dipraktekkan di daerah-

daerah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai suatu sistem, Pemilihan Umum secara langsung mempunyai bagian-

bagian yang merupakan sistem sekunder (secondary system) atau sub-sistem

(subsystems). Bagian-bagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process

dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau

aturan mengenai Pemilihan Umum, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi

penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-

masing.

Page 7: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

2

Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung

dengan Pemilihan Umum yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik

yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakkan

hukum terhadap aturan-aturan pemilihan umum baik politis, administratif atau

pidana.

Ketiga bagian sistem Pemilihan Umum langsung tersebut sangat menentukan

sejauh mana kapasitas sistem dapat menjembatani pencapaian tujuan dari proses

awalnya. Masing-masing bagian tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan

suatu kesatuan utuh yang komplementer. Termasuk halnya dengan sistem

pendaftaran dan penetapan daftar pemilih.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah bersepakat pengganti

Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan sudah disahkan

oleh presiden menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Sebagian isi Undang-

undang yang baru ini (Pasal 56 s/d Pasal 119) berisi prosedur dan mekanisme

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat.

Ramlan Surbakti menjawab pertanyaan mengapa calon anggota legislatif dipilih

secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum? Jawaban yang pertama agar

lebih konsisten dengan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan

presidensial antara lain ditandai oleh pemilihan kepala pemerintahan secara langsung

oleh rakyat. Kedua, untuk menciptakan pembagian kekuasaan yang seimbang dan

saling mengecek antara DPRD dan kepala daerah/wakil kepala daerah. Salah satu ciri

pemerintahan yang menganut pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling

mengecek adalah baik lembaga legislatif maupun eksekutif sama-sama dipilih secara

langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Page 8: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

3

Pemilihan umum yang dipilih secara langsung di Indonesia yang dimulai Juni

2005 sering dikatakan sebagai “lompatan demokrasi”. Istilah ini bisa diartikan positif

maupun negatif. Dalam pengertian positif, pemilihan umum secara langsung sebagai

sarana demokrasi memberikan kesempatan kepada rakyat sebagai infrastruktur

politik untuk memilih calon legislatif secara langsung melalui mekanisme

pemungutan suara. Sarana ini akan membuat keseimbangan dengan suprastruktur

politik, karena melalui pemilihan langsung rakyat dapat menentukan jalannya

pemerintahan dengan memilih pemimpin yang dikehendaki secara bebas dan rahasia.

Dalam pengertian negatif, Pemilihan umum secara langsung sebagai “lompatan

demokrasi” mencerminkan penafsiran sepihak atas manfaat dan proses pemilihan

umum. Proses ini sering dianggap sebagai ”pesta demokrasi rakyat” dimana rakyat

berhak untuk membuat apa saja, termasuk tindakan-tindakan anarki, baik atas

inisiatif sendiri maupun yang dimobilisasi oleh kandidat dan pendukungnya atau

karena dorongan partai politik sebagai pihak yang mengajukan kandidat tersebut.

Bagi masyarakat umum, pemilihan umum secara langsung sering juga ditafsirkan

sebagai kesempatan bagi-bagi uang. Mereka tahu bahwa tiap-tiap kandidat

menyediakan anggaran yang cukup besar untuk memenangkan kompetisi.

Itulah fenomena money politics dalam pemilihan umum legislatif yang di tengah

kegamangan ”lompatan demokrasi” tersebut lahirnya cenderung ditoleransi

keberadaannya. Dengan alasan, kedua belah pihak baik kandidat maupun rakyat

sama-sama membutuhkannya. Sepanjang tidak ada unsur pemaksaan dan intimidasi

atau bentuk-bentuk kekerasan politik lainnya, praktek politik uang semacam itu

biasanya sulit untuk ditindak atau dikenai hukuman, kecuali yang tertangkap basah.

Pelaku yang tidak tertangkap akan sulit melacaknya, apalagi jika mempertimbangkan

suatu klausul bahwa calon pemilih bisa saja menerima pemberian uang oleh kandidat

Page 9: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

4

atau tim suksesnya, namun dia bebas menentukan pilihannya. Klausul inilah yang

biasanya dianggap sebagai “jalan kompromi” untuk menoleransi politik uang

ditengah berlakunya hukum ekonomi pemilu, yaitu adanya supply and demand antara

pihak kandidat dan pemilih.

Harkristuti Harkrisnowo dalam diskusi bertema politik uang dalam pemilihan

umum di Jakarta menjelaskan bahwa:

ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaanpemilihan calon legislatif secara langsung dinilai masih terlalu longgar sehinggabelum bisa menjerat para pelaku politik uang (money politics) dengan hukumanyang setimpal. Dengan undang-undang yang masih mempunyai banyak celahyang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk melakukan kecurangan,termasuk praktek politik uang. Akibatnya, indikasi praktek politik uang olehseorang calon legislatif bisa dengan mudah dipatahkan dengan alasan si pemberimateri atau uang bukanlah calon anggota legislatif yang bersangkutan atau timsuksesnya.

Masyarakat Indonesia berharap pada pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif ini

dapat berjalan secara demokratis, jujur dan adil. Dari gambaran singkat diatas, sangat

banyak faktor-faktor untuk terjadinya pelanggaran politik uang dalam Pemilihan

Umum legislatif serta pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta juga

sangat sukar untuk menjerat pelaku-pelaku politik uang dalam Pemilihan Umum

sampai ke proses pengadilan.

Sistem Pemilihan Umum legislatif secara langsung tahun 2014 membuka

maraknya praktik money politics di Kabupaten Sabu Raijua. Dalam situasi serba sulit,

uang merupakan alat kampanye yang cukup ampuh untuk mempengaruhi masyarakat

guna memilih calon legislatif tertentu. Kecerdasan intelektual dan kesalehan pribadi

Page 10: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

5

tidak menjadi tolak ukur kelayakan bagi calon legislatif, tetapi kekayaan

finansial turut menjadi penentu pemenangan dalam pemilu.

Pada proses demokrasi level akar rumput (grass root), praktik money politics

tumbuh subur. Karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap

bahayanya.

Dalam perspektif sosiologi politik, fenomena bantuan politis ini dipahami

sebagai wujud sistem pertukaran sosial yang biasa terjadi dalam realitas permainan

politik. Karena interaksi politik memang meniscayakan sikap seseorang untuk

dipenuhi oleh penggarapan timbal balik (reciprocity). Dengan kata lain, relasi

resiprositas merupakan dasar bagi terciptanya sistem pertukaran sosial yang

seimbang.

Perilaku money politics dalam konteks politik sekarang, seringkali diatas

namakan sebagai bantuan, dan lain – lain. Pergeseran istilah money politics ke dalam

istilah moral ini secara tidak langsung telah menghasilkan perlindungan secara sosial

melalui norma kultural masyarakat yang melazimkan tindakan itu terjadi. Tatkala

masyarakat telah menganggapnya sebagai tindakan yang wajar, maka kekuatan legal

formal hukum akan kesulitan menjangkaunya. Karena itu dibutuhkan kerangka kerja

tafsir untuk memahami setiap makna yang tersimpan di balik perilaku politik

(political behaviour) sehingga dapat memudahkan dalam pemisahan secara analitik

antara pemberian yang sarat dengan nuansa suap, dan pemberian dalam arti

sesungguhnya sebagai bantuan (Umam, 2006:47).

Melihat kenyataan bahwa praktik money politics telah begitu melekat dalam

kehidupan masyarakat, mulai dari level tingkat bawah hingga atas, maka persoalan

yang pelik ini harus disikapi dengan serius. Persoalan yang terkesan remeh namun

memiliki implikasi negatif yang sangat besar bagi perkembangan demokrasi dan

Page 11: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

6

penegakkan hukum (supremacy) di Indonesia. Money politics membuat proses politik

menjadi bias. Akibat penyalahgunaan uang, pemilu sulit menampakkan ciri kejujuran,

keadilan serta persaingan yang sehat. Pemilu seperti itu akhirnya menciptakan

pemerintah yang tidak memikirkan nasib serta kesejahteraan rakyat.

Namun demikian, masyarakat tidak bisa memberikan justifikasi hukum

terhadap semua pemberian politis sebagai bentuk money politics. Karena ketetapan

hukum atas pemberian politis ini harus melalui proses interpretasi berupa upaya

pemahaman secara mendalam terhadap makna kepentingan yang sesungguhnya di

balik perilaku politik terlebih dahulu, sehingga publik dapat mengetahui alasan yang

mendasari suatu tindakan atau bantuan tersebut. Berangkat dari latar belakang

pemikiran inilah kami ingin mengadakan penelitian mengenai tema diatas dengan

mengambil lokasi di Kabupaten Sabu Raijua.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang

menjadi fokus riset ini mencakup: Bagaimana Money Politics mempengaruhi

partisipasi politik dan dampaknya bagi masyarakat Kabupaten Sabu Raijua ?

C. Tujuan

Tujuan yang diharapkan dari riset ini adalah memperoleh deskripsi yang jelas

dan empirik lewat analisis komperehensif mengenai beberapa hal yang meliputi

sejumlah poin berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Money Politics ?

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Money Politics terhadap partisipasi

pemilih dalam menentukan pilihan.

3. Untuk mengetahui dampak dari Money Politics ?

Page 12: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

7

D. Manfaat

Beberapa manfaat yang ingin didapat dari riset ini adalah :

1. Basis data analisis bagi evaluasi penyelenggaraan pemilu sebelumnya terutama

Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

tahun 2014, dan pijakan bagi perbaikan penyelenggaraan Pemilihan Umum

selanjutnya.

2. Basis empirik berdasarkan riset bagi peningkatan kualitas penyelenggara dan

penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Page 13: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Politik Uang (Money Politics)

Istilah politik uang (money politics) merupakan sebuah istilah yang dekat dengan

istilah korupsi politik (political corruption). Apabila penggunaan uang pribadi dalam

kampanye disebut sebagai money politics, maka tidak ada orang atau partai politik yang

bersih dari korupsi. Indra J. Piliang (2011) menyatakan bahwa dalam sejumlah penelitian

tentang pemilihan umum, penggunaan uang untuk mengadakan perhelatan, makan

bersama, dan lain-lainnya sudah menjadi kebiasaan untuk memperoleh dukungan. Kalau

kepala desa itu terpilih, lalu dianggap melakukan politik uang, tentu akan menghadapi

krisis multilevel dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi atas pemerintahan atau

pimpinan formal. Pada titik inilah terjadi bias antara politik uang (money politics) dengan

biaya politik (cost politics).

Karena itulah belum ada kesimpulan tegas mengenai money politics. Tidak ada

batas-batas jelas antara praktik jual beli suara dan pengeluaran uang dari partai untuk

keperluan yang kongkrit. Garis demarkasi antara money politics (politik uang) dan

political financing atau pembiayaan kegiatan politik masih sangat kabur. Indra Ismawan

(1999: 5-10) dalam bukunya Pengaruh Uang Dalam Pemilu, menyatakan bahwa politik

uang biasa diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan

imbalan tertentu. Ada pula yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara

pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu dapat terjadi dalam jangkauan

(range) yang lebar, dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum di suatu negara.

Page 14: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

9

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya telah menerbitkan aturan tentang

politik uang ini. Politik uang yang dimaksud mempunyai pengertian tindakan membagi-

bagi uang bagi sebagai milik partai atau pribadi untuk membeli suara. Melalui Peraturan

Nomor 1 tahun 2013 tentang Pedoman Kampanye, Komisi Pemilihan Umum telah

dengan tegas melarang setiap peserta pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau

materi lainnya kepada peserta kampanye.

Selain itu dalam pasal 49 dijelaskan pula bahwa ancaman pelanggaran atas

praktek politik uang dapat dibatalkan keterpilihanya, apabila:

1) terbukti pelaksana kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya

sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak

langsung untuk:

a. tidak menggunakan hak pilihnya;

b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu

sehingga surat suaranya tidak sah;

c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;

d. memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tertentu;

atau

e. memilih calon anggota DPD tertentu, dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang.

2) Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada

peserta kampanye secara langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), inisiatifnya berasal dari pelaksana kampanye untuk mempengaruhi pemilih.

(3) Materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk barang-barang yang

merupakan alat peraga atau bahan kampanye pemilu.

Page 15: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

10

Praktik politik uang paling marak terjadi pada saat kampanye. Menurut Robi

Cahyadi Kurniawan (2009), kampanye merupakan bagian penting dalam proses

pemilihan umum yang melibatkan dua unsur penting, yaitu: peserta pemilihan umum dan

warga yang mempunyai hak pilih. Analoginya adalah peserta pemilu merupakan penjual,

dan warga adalah pembeli yang dapat melakukan deal politik berkat ketertarikan visi,

program, dan/atau janji berupa uang dan barang. Politik uang dapat dilakukan oleh aktor

secara langsung ataupun tidak langsung, misalnya melalui tim sukses.

B. Dampak Politik Uang

Sabilal (2009) menyatakan bahwa praktek politik uang pada proses demokrasi

level akar rumput (grass root) tumbuh subur karena dianggap suatu kewajaran,

masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya. Mereka membiarkannya, karena tidak

merasa bahwa money politics secara normatif harus dijauhi. Segalanya berjalan dengan

wajar. Kendati jelas terjadi money politics, dan hal itu diakui oleh kalangan masyarakat,

namun tidak ada protes.

Fuji Hastuti (2012) berpendapat bahwa disadari atau tidak, penggunaan politik

uang sebagai alat mencapai tujuan politik telah mengesampingkan uang dari posisi

sebagai tujuan utama pelaku transaksi politik uang akhirnya mendapatkan uang sebagai

konsekuensi dari kekuasaan. Tetapi ketika mereka bertransaksi fokus tidak dilakukan

pada uang itu sendiri melainkan pada “kekuasaan”. Persoalan yang terkesan remeh namun

memiliki implikasi negatif yang sangat besar bagi perkembangan demokrasi dan

penegakan hukum di Indonesia. Politik uang membuat proses politik menjadi bias. Akibat

penyalahgunaan uang, pemilu sulit menampakkan ciri kejujuran, keadilan serta

persaingan yang fair. Pemilu seperti itu akhirnya menciptakan pemerintah yang tidak

memikirkan nasib dan kesejahteraan rakyat. Mantan Presiden Susilo Bambang

Page 16: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

11

Yudhoyono pun menegaskan bahwa politik uang dapat merusak demokrasi, mengkhianati

kepercayaan publik dan akan melahirkan demokrasi palsu.

Selain itu, politik uang adalah mata rantai dari terbentuknya kartel politik. Kartel

hanya terjadi bila kontrol keuangan dalam sistem kapitalistik tidak berlangsung dan

praktek money politics berlangsung liar. Pada tahap selanjutnya, hal tersebut akan

memicu munculnya praktek korupsi politik. Hamdan Zoelva (2013) menyebutkan bahwa

political corruption sendiri melibatkan pembentuk undang-undang (raja, diktator,

legislatif) yang berperan sebagai pembentuk peraturan dan standar-standar yang

diberlakukan negara, para pejabat menerima suap atau dana untuk kepentingan politik dan

pribadi mereka dan memberikan bantuan kepada pendukung mereka dengan

mengorbankan kepentingan publik yang lebih besar.

C. Pengaruh Politik Uang Terhadap Pemilih

Sejauh mana politik uang mempengaruhi perilaku politik tidak dapat diukur secara

pasti. Perilaku politik masyarakat dapat berubah-ubah sesuai dengan prefensi yang

melatarinya. Kejadian itu sangat memungkinkan karena setiap manusia dan masyarakat

hidup dalam suatu ruang yang bergerak. Leo Agustino (2009) menyebutkan berbagai

perubahan perilaku politik masyarakat, khususnya dalam konteks partisipasi politik,

banyak ditunjukan oleh mereka diantaranya disebabkan oleh perubahan sistem politik,

tumbuhnya kesadaran kelas, termasuk orang yang berpengaruh pada suatu partai politik,

berkurangnya tingkat ketergantungan seseorang, program yang ditawarkan pasangan

calon, dan masih banyak lagi.

Menurut John Markoff (2002), Indonesia saat ini mengalami hybrid demokrasi.

Yang dimaksud hybrid demokrasi adalah mekanisme demokrasi berlangsung secara

bersama-sama dengan praktek-praktek non-demokratis. Pemilihan umum sebagai salah

satu pilar demokrasi politik berjalan beriringan dengan perilaku money politics yang

Page 17: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

12

sejatinya merusak demokrasi itu sendiri. Maka rasionalitas pemilih menjadi layak untuk

dipertanyakan. Pemilih tidak memilih calon berdasarkan program dan visi yang

ditawarkan tapi hanya berdasar jumlah uang yang diterima menjelang pemilihan. Dalam

hal ini maka menurut teori John Markoff maka perilaku pemilih di Indonesia sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor non-demokratis.

Partisipasi politik yang ditunjukkan dalam angka penggunaan hak pilih tersebut

adalah partisipasi semu. Halili mengutip Larry Diamond menyebutkan bahwa partisipasi

demikian akan melahirkan sebagai demokrasi semu (pseudo democracy), dimana

keberadaan mekanisme demokrasi tidak menjamin adanya demokrasi sebenarnya

(hakiki). Simbol-simbol demokrasi (misalnya prosedur electoral) mengandung elemen-

elemen yang hakikatnya penyelewengan terhadap demokrasi.

D. Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan

taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik baik yang

bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung

guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Wahyudi Kumorotomo (1999:112) mengatakan, “Partisipasi adalah berbagai

corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal

balik antara pemerintah dan warganya.”

Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang

dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa

bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis,

secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.

Page 18: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

13

Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak partisipasi warga negara

dibedakan menjadi empat macam, yaitu : pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral

participation). Kedua, partisipasi kelompok (group participation). Ketiga, kontak antara

warga negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan keempat,

partisipasi warga negara secara langsung.

Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy Choice, (1997:3)

Political participation in developing. Sedangkan Ramlan Surbakti (Rahmat 1998:128)

mendefinisikan partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam

mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan

pemimpin pemerintah.

Dengan demikian, pengertian Hutington dan Nelson dibatasi beberapa hal, yaitu:

pertama, Hutington dan Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah mencakup

kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan

komponen-komponen subjektif seperti pengetahuan tentang politik, keefektifan politik,

tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap dan perasaan tersebut

berkaitan dengan bentuk tindakan politik. Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi

politik adalah warga negara biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini didasarkan

pada pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan profesional di bidang itu, padahal justru

kajian ini pada warga negara biasa. Ketiga, kegiatan politik adalah kegiatan yang

dimaksud untuk mempengaruhi keputusan pemerintah. Kegiatan yang dimaksudkan

misalnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk bertindak dengan cara - cara

tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan dengan cara mengubah aspek-aspek

sistem politik. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan

pembrontak untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi

politik. Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi

Page 19: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

14

pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima,

partisipasi politik dilakukan langsung atau tidak langsung, artinya langsung oleh

pelakunya sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula yang tidak langsung

melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan ke pemerintah.

Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang

dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua,

yaitu:

a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran

suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai

suatu kebijakana umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan

kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan

kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan

pemerintahan.

b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem

politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan

begitu saja setiap keputusan pemerintah. (Sastroadmojo, 1995:74)

Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang

menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyinggung dari apa

yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. Orang-orang yang tidak ikut

dalam politik mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme, alienasi, dan anomie.

a. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya

perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.

b. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”,

dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat

Page 20: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

15

dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia dan tidak

ada hasilnya.

c. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan

pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan

politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk oranng lain tidak adil.

d. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan

ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan

dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari

tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak (Michael Rush dan Althoff,

1989:131)

Menurut Rosenberg dalam Michael Rush dan Althoff, (1989:131) ada 3 alasan

mengapa orang enggan sekali berpartisipasi politik:

Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan ancaman

terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan bahwa mengikuti kegiatan politik

dapat merusak hubungan sosial, dengan lawannya dan dengan pekerjaannya karena

kedekatannya dengan partai-partai politik tertentu. Kedua, bahwa konsekuensi yang

ditanggung dari suatu aktivitas politik mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disini

individu merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya dengan realitas politik. Karena

jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggap tidak ada lagi aktifitas politik yang

kiranya dapat menjembatani. Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat

atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat penting untuk

mendorong aktifitas politik.

Maka dengan tidak adanya perangsang politik yang sedemikian, hal itu membuat

atau mendorong kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan apatis. Disini

Page 21: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

16

individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai yang bersifat pribadi

sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan ini, individu merasa bahwa

kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan secara langsung menyajikan kepuasan yang

relatif kecil.

Dengan demikian partisipasi politik diterima sebagai suatu hal yang sama sekali

tidak dapat dianggap sebagai suatu yang dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan

kebutuhan material individu itu.

Page 22: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

17

BAB III

METODOLOGI

A. Metode

Riset ini merupakan survei ahli yang menggunakan metode campuran (mixed method)

antar metode kuantitatif dan kualitatif. Metode campuran yang digunakan di dalam

survei ini adalah menggabungkan sejumlah teknik yang biasa dipakai dalam riset

kuantitatif dan kualitatif.

B. Sumber Data

Riset ini dilakukan terhadap informan kunci yang tinggal di lokasi riset yang

diklasifikasikan sebagai orang yang berkecimpung langsung dengan penyelenggara

penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden pada tahun 2014 lalu dan atau

mengamati pemilu dan pemilukada. Adapun para informan kunci dimaksud meliputi

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Panitia Pengawas Pemilu

(Panwaslu), Gakumdu, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Panitia Penyelenggara

Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), aktifis Partai Politik, Relawan

Demokrasi dan wartawan.

C. Teknik Pengambilan Data

Riset ini menggunakan teknik pengambilan data gabungan antara teknik yang

biasa digunakan dalam riset kuantitatif dan kualitatif. Adapun teknik pengambilan

data dimaksud meliputi penggunaan kuisioner seperti yang dipakai dalam riset

kuantitatif digabungkan dengan wawancara mendalam yang dilakukan langsung oleh

peneliti layaknya dalam riset kualitatif dan juga termasuk focused group discussion

Page 23: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

18

(FGD). Selain itu survey ahli ini juga memanfaatkan basis data sekunder sebagai

sumber data.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam riset ini adalah analisis deskriptif yang dilakukan dengan

melewati sejumlah proses yang diawali dengan kuantifikasi terhadap seluruh

tanggapan yang diberikan para informan kunci. Dikarenakan metode riset ini adalah

campuran, maka kuantifikasi dimaksud adalah inventarisasi semua tanggapan yang

muncul dari informan kunci untuk selanjutnya dilakukan klasifikasi. Dengan

demikian, hasil kuantifikasi nantinya bukanlah merupakan representasi dari sample

tetapi hanya untuk menunjukkan tinggi rendahnya hasil ukur terhadap indikator yang

mengejewantah melalui tanggapan – tanggapan para informasi kunci untuk

mengetahui pola sikap dan partisipasi pemilih. Kuantifikasi dari klasifikasi tersebut

pada gilirannya diinterpretasi untuk memenuhi kebutuhan induksi yang digunakan

dalam riset ini.

E. Lokasi Penelitian

Area yang menjadi lokasi riset ini adalah wilayah Kabupaten Sabu Raijua yang terdiri

dari 6 Kecamatan.

Page 24: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

19

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

Kabupaten Sabu Raijua merupakan daerah otonomi baru di Provinsi Nusa Tenggara

Timur yang dimekarkan dari Kabupaten Kupang dan disahkan Undang – Undang

Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2008 dan diresmikan oleh Menteri Dalam

Negeri pada tanggal 26 Mei 2009. Ibukota Kabupaten Sabu Raijua berada di Seba,

Kecamatan Sabu Barat. Cakupan wilayah Kabupaten Sabu Raijua meliputi :

Kecamatan Sabu Barat

Kecamatan Sabu Tengah

Kecamatan Sabu Timur

Kecamatan Sabu Liae

Kecamatan Hawu Mehara

Kecamatan Raijua

- Letak dan Batas Administrasi Daerah

Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Sabu Raijua :

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sabu

Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Sabu

Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sabu

Sebelah Selatan berbatasan dengan Lautan Hindia

- Luas Wilayah

Luas Wilayah daratan 480,78 km2 atau 48.078 Ha. Meliputi Pulau Sabu, Pulau

Raijua, Pulau Dana dan Pulau Wadu Wea.

Page 25: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

20

Pulau Sabu : 44.172,48 Ha

Pulau Raijua : 3.815,88 Ha

Pulau Dana : 89,35 Ha

Pulau Wadu Wea : 0,29 Ha

Panjang garis pantai : 134, 36 Km

Luas wilayah laut 4 Mil : 136.954,74 Ha

Total luas wilayah daratan ditambah luas wilayah laut : 185.032, 74 Ha

2. Kondisi Topografi

Dari segi topografi, ketinggian tanah untuk wilayah Kabupaten Sabu Raijua rata – rata

antara 0 – 310 meter dari permukaan laut serta dari daratan rendah berada dipesisir.

Dataran agak tinggi berada di sebagian wilayah Kecamatan Sabu Barat, Hawu

Mehara, Sabu Liae dan Sabu Timur.

- Batas Wilayah Kecamatan

Kecamatan Sabu Barat

Kecamatan Sabu Barat adalah wilayah kecamatan terluas dalam Wilayah

Kabupaten Sabu Raijua dengan luas wilayah 152,44 km2 (28,81 %) dari luas

wilayah Kabupaten Sabu Raijua yang diapit oleh 3 kecamatan yakni bagian

timur berbatasan dengan Kecamatan Sabu Tengah, bagian selatan berbatasan

dengan Kecamatan Sabu Liae, bagian selatan berbatasan dengan Laut Sabu

sedangkan bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Hawu Mehara.

Kecamatan Hawu Mehara

Letak geografis Kecamatan Hawu Mehara, bagian utara berbatasan dengan

Sabu Barat, bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Samudra Indonesia,

Page 26: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

21

Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Sabu Liae, Bagian Barat

berbatasan dengan Laut Sabu dengan luas wilayah 65,36 km2 (12,35%)

Kecamatan Raijua

Kecamatan Raijua, bagian utara berbatasan dengan Laut Sabu, bagian

selatan berbatasan dengan Laut Indonesia, Bagian Timur berbatasan dengan

Selat Raijua, bagian barat berbatasan dengan Laut Sabu dengan luas wilayah

126,9 km2 (23,99%) dari Luas Wilayah Kabupaten Sabu Raijua.

Kecamatan Sabu Timur

Secara geografis Kecamatan Sabu Timur memilik luas wilayah 60,45 km2

(11,4%) dari daerah Kabupaten Sabu Raijua yang berbatasan pada bagian

utara dengan Laut Sabu, bagian selatan dengan Samudra Indonesia, bagian

timur dengan Laut Sabu dan bagian baratdengan Kecamatan Sabu Tengah.

Kecamatan Sabu Tengah

Kecamatan Sabu Tengah dengan luas wilayah 66,85 km2 (12,6%) dari luas

daerah Kabupaten yang berbatasan pada bagian utara dengan Laut Sabu,

bagian Selatan dengan Kecamatan Liae, bagian tim

ur berbatasan dengan Kecamatan Liae, bagian Timur berbatasan dengan

Sabu timur bagian barat dengan Kecamatan Sabu Barat.

Kecamatan Sabu Liae

Kecamatan Sabu Liae dengan luas wilayah 57,05 km2 (10,78%) dari luas

daerah Kabupaten pada bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Sabu

Barat, bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, bagian timur

berbatasan dengan Kecamatan Sabu Tengah dan Bagian Barat berbatasan

dengan Laut Sabu.

Page 27: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

22

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Bagaimana money politics mempengaruhi partisipasi pemilih legislatif di

Kabupaten Sabu Raijua

Berbicara tentang kekuasaan maka tidak terlepas dari kehidupan manusia dimana

dalam interaksi sosialnya manusia ada yang memimpin dan ada yang dipimpin.

Fenomena social ini di Negara Moderen untuk menetapkan seseorang menjadi pemimpin

dilakukan secara Demokratis yaitu lewat Pemilu. Kuasa disenangi semua orang, hal ini

karena didalam kuasa ada harta, takhta, peningkatan strata sosial dan sebagainya, yang

mana orang atau kelompok yang ingin mendapatkannya ada yang dilakukan dengan baik

atau sesuai ketentuan yang berlaku objektif tetapi ada juga yang dilakukan dengan cara –

cara yang oleh Michael Velli yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, atau

dengan segala upaya baik benar atau tidak benar hasrat untuk mendapatkan kekuasaan

dicapai.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa fenomena sosial ini ada dalam konteks

pemilu legislatif, maupun pemilihan presiden. Politik uang adalah suatu bentuk

pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya

untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat

pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang

adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden bahwa Politik uang

umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari

H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk

uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan

untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang

bersangkutan ataupun calon tersebut.

Page 28: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

23

Menurut peneliti, kehidupan politik sejatinya adalah untuk mewujudkan idealisme

bagi masyarakat dan negara. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam prakteknya

politik uang adalah untuk mempengaruhi dan menggiring pilihan dan opini masyarakat

dengan segala cara. Sehingga, seseorang dan sekelompok orang bisa meraih kekuasaan

dengan pilihan dan opini masyarakat yang berhasil di bangunnya atau dipengaruhinya. Ini

memerlukan modal atau dukungan pemilik modal. Sehingga wajar jika seseorang dan

partai perlu mengarahkan dana yang tidak sedikit. Pemilu menjelma menjadi ajang

pertaruhan yang besar. Namun sangat sulit untuk mengharapkan ketulusan dan ketidak

pamrihan dari investasi dan resiko yang ditanggung politisi.

Selain itu penyebab terjadinya money politics bisa disebabkan kurang tegasnya

hukum di Indonesia. Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:

"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang

ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak

menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara

tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu

dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat

sesuatu.

Lebih lanjut untuk mempertegas pendapat diatas kami mengemukakan pendapat

responden mengenai Money politics yaitu menurut salah satu tokoh masyarakat Sabu

Raijua:

Money Politics adalah jual beli suara, dalam konteks Sabu Raijua, masyarakat

Sabu Raijua jika dilihat dari tingkat ekonominya kebanyakan masyarakat yang tidak

memiliki penghasilan tetap, sehingga jika di lihat money politics ada itu atau tidak sulit

untuk dibuktikan. Kalau kita memakai teori probabilitas, kemungkinan itu ada. Hanya

persoalannya seberapa persen kah money politics berpengaruh terhadap pemilih,di

Page 29: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

24

bandingkan dengan yang tidak melakukan money politics. Dalam penelitian ini peluang

untuk itu selalu ada. Tetapi tidak mendominasi seluruh tingkat partisipasi masyarakat

dalam menggunakan hak pilihnya. Boleh dikatakan bahwa di suatu masyarakat yang

tingkat ekonominya sangat rentan terhadap pendapatan yang tidak tetap, besar

kemungkinan oleh orang-orang tertentu akan menggunakan kekurangan itu untuk

kepentingan – kepentingan mereka, Hanya saja masyarakat kita masih terikat oleh rasa

emosional mereka untuk memilih siapa yang dekat dengan mereka. Dalam pemahaman

ini muncul anggapan mudah – mudahan dengan memilih berdasarkan unsur kedekatan

secara emosional dengan mereka itu berarti mereka tidak menjual harga diri mereka

hanya untuk 1 rupiah,atau katakanlah Rp. 25.000, ataupun Rp. 50.000,- tetapi pada

tingkat dimana partisipasi masyarakat yang sudah memahami hak politik dengan baik

dikategorikan sebagai pemilih rasional, kondisi ini berbanding terbalik dengan pemilih

yang menggunakan emosional, dimana julahnya tidak banyak, hanya berapa persen saja.

Untuk itu masih dibutuh orang – orang tertentu untuk melakukan pencerahan politik

sehingga dapat memberi perubahan dari waktu ke waktu, dalam pemilu legislatif, pemilu

presiden dan pemilu kepala daerah, orang – orang tersebut terus melakukan pencerahan –

pencerahan politik. Money Politics sebagai instrumen penting untuk mendapatkan

dukungan politik dari berbagai segmen politik, penggunaannya juga didistribusikan

kepada berbagai segmen penting dalam masyarakat seperti tokoh agama, tokoh

masyarakat, tokoh kepemudaan di Kabupaten Sabu Raijua. Money Politics merupakan

model penyuapan dan salah satu cara pintas bagi seseorang yang ingin menduduki jabatan

atau meraih kesuksesan dalam pemilihan umum. Money Politics merupakan pelanggaran

kampanye yang sering digunakan atau ditempuh dalam memperoleh dukungan dalam

masyarakat. Suara rakyat yang sering didengungkan sebagai suara Tuhan, hanyalah

isapan jempol belaka. Yang sering diucapkan oleh para politikus dan ungkapan ini

Page 30: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

25

bersifat manipulatif jika diperhadapakan dengan realitas bahwa uang dan kepentingan

dijadikan sebagai alat utama dalam mendapatkan kekuasaan. Praktik money Politics di

Kabupaten Sabu Raijua lebih mengarah kepada kalangan menengah ke bawah dengan

dasar kebutuhan ekonomi yang dirasakan kurang. Praktik ini dilakukan oleh oknum

politik yang memiliki kemampuan keuangan yang banyak. Praktik ini bahkan dilakukan

secara terang – terangan lewat sumbangan baik sarana maupun prasarana ataupun

renovasi sarana sosial bahkan individu – individu di pelosok pedesaan menerima

pemberian panas ini, dengan syarat memberikan suaranya pada ajang pemungutan suara.

Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa para calon legislatif mengeluarkan uang yang

banyak untuk mendapatkan kursi di DPRD. Dengan penjelasan diatas maka menurut

peneliti jelaslah masalah dalam pertanyaan penelitian yaitu bagaimana Money Politics

mempengaruhi partisipasi politik dan dampaknya bagi masyarakat Kabupaten Sabu

Raijua telah dilihat jawabannya. Politik uang dapat mempengaruhi masyarakat yang tidak

mempunyai penghasilan tetap dengan sasaran pada pemilih tradisional.

Lebih lanjut dilihat dari aspek hukum, maka sesuai hasil penelitian sulit untuk

membuktikan adanya money politics. Karena yang tahu hanya si pemberi dan si penerima,

bagaimana cara komunikasi antara mereka pun tidak diketahui secara persis. Hanya orang

– orang tertentu yang sudah ahli dalam bidang ini. Yang bisa menentukan sasaran yang

tepat untuk dapat melakukan money politics.

Kampanye gerakan masyarakat untuk menolak politik uang, dilakukan secara

radikal terhadap politik uang, bahwa politik uang adalah sesuatu yang busuk, ini

bermaksud dalam rangka pembentukan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

pencerahan secara terstruktur dilakukan melalui program pemerintah, penyelenggara

(KPU, Panwaslu) dalam memberikan pencerahan nilai edukatif untuk masalah

pendidikan politik yang baik. Tidak hanya melihat yang salah lalu melaporkan. Tetapi di

Page 31: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

26

setiap tubuh institusi harus membawa nilai – nilai yang memberikan pencerahan politik

kepada masyarakat.

Sesuai hasil penelitian maka didapati fakta bahwa masyarakat di Kabupaten Sabu

Raijua jika dilihat dari IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang berpendidikan rendah,

kemisikinan, di daerah yang terisolir itu sangat rentan terhadap permainan apapun.

Karena dalam diri mereka itu tidak mempunyai pendirian yang tetap dan labil sekali.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden dalam mendukung

penjelasan diatas maka peneliti menampilkan hasil wawancara penulis dengan beberapa

informan kunci sebagai berikut.

Wawancara penulis dengan Ketua KPUD Sabu Raijua didapati jawaban

bahwa money politics itu sebenarnya adalah upaya membeli suara dengan berupa

barang, uang ataupun jasa. Money Politics dalam pemilihan umum menunjukkan

betapa lemahnya pengawasan pemerintah yang sebenarnya memiliki tugas dalam

mengawasi dan mencegah money politics. Sehingga hasil yang didapatkan

berkualitas, bersih, santun dan beretika. Tidak jarang kita melihat kinerja perilaku

para pemimpin dan wakil rakyat yang dipilih dalam pemilihan umum banyak

memberitakan penyimpangan – penyimpangan dan pelanggaran hukum yang

dilakukan oleh para wakil rakyat. Dan banyak pula anggota DPRD yang bermasalah

dalam kasus hukum seperti kasus korupsi, kode etik, ketidak hadiran dalam rapat

penting. Dalam pemilu legislatif di Kabupaten Sabu Raijua, money politics ibarat

sesuatu yang tidak dapat dibuktikan tetapi ada di tengah kehidupan masyarakat.

Dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden, money politics ibarat kentut, dapat

dicium baunya namun tidak dapat dilihat wujudnya. Money politics ini berjalan

seiring dengan peradaban demokrasi di daerah-daerah yang pendidikannya masih

rendah, tingkat ekonomi masih rendah dan pemahaman politik yang masih rendah.

Page 32: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

27

Sehingga orang memilih bukan dasar kualitas tetapi orang memilih oleh karena dia

diberi imbalan seperti yang disebutkan diatas.

Selanjutnya menurut peneliti sebenarnya money politics ini menjadi tanggung

jawab seluruh lapisan masyarakat, partai politik, pemerintah dan penyelenggara (

KPU dan Panwaslu ) hal ini perlu dikendalikan sehingga orang tidak lagi harga

dirinya dibayar untuk menentukan pilihannya, tetapi orang memilih itu karena melihat

kualitas, orang memilih karena melihat kemampuan dari orang yang dipilih, bukan

atas dasar iming – iming uang yang diberikan.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden dalam kondisi struktur

masyarakat di Sabu Raijua, masyarakat yang memahami dan mengerti itu hanya

berada di kota. Sedangkan masyarakat yang berada di pedalaman kebanyakan pilihan

mengarah pada pilihan yang menggunakan hak pilihmya secara emosional. Pemilih

yang emosional itu gampang dipakai oleh oknum untuk membelanjakan pilihan

tersebut dengan janji atau barang yang dapat ditukar dengan pilihan – pilihan tersebut.

Kondisi masyarakat Sabu Raijua dilihat dari struktur masyarakat yang memiliki

tingkat pendidikan yang baik hanya berada pada wilayah perkotaan, yang kebanyakan

mereka adalah kaum terpelajar, atau mereka yang berstatus sebagai Pegawai Negeri

Sipil, mereka cenderung memilih dengan menggunakan rasional, artinya melihat

calon atau melihat figur dari sisi kemampuanya. Selanjutnya hasil penelitian

memperlihatkan jawaban responden terhadap pola pikir dan pola tindak ini berbeda

pada status domisilinya masyarakat yang berada di daerah – daerah pedalaman yang

lebih cenderung menjatuhkan pilihan yang sifatnya emosional, pemilih tersebut yang

dapat dimanfaatkan untuk menukar atau barter terhadap pilihan mereka.

Hasil wawancara dengan Anggota DPRD Kabupaten Sabu Raijua mengenai

apakah Money Politics mempengaruhi perilaku masyarakat dalam menggunakan hak

Page 33: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

28

pilihnya didapati jawaban bahwa, money politics berpengaruh terhadap tingkat

partisipasi pemilih karena money politics itu bentuk rangsangan negatif. Dengan

melakukan intrik – intrik yang sifatnya politik uang itu berakibat pada pilihan yang

tidak melihat pada kemampuan kualitas. Jika kita melihat money politics berpengaruh

terhadap partisipasi pemilih di Sabu Raijua maka hal tersebut ada pengaruhnya

terhadap masyarakat Sabu Raijua, namun di sisi lain banyak juga masyarakat yang

memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembangunan daerah, dan memiliki tanggung

jawab terhadap keberlangsungan demokrasi di Kabupaten Sabu Raijua. Tetapi tidak

menutup kemungkinan bahwa perilaku dari oknum yang membayar pilihan

masyarakat itu. Pada peristiwa demokrasi baik pemilu legislatif dan pemilu presiden

tingkat pasrtisipasi masyarakat itu bukan ditentukan dengan ada tidaknya money

politics tetapi money politics memang berjalan dan tumbuh subur karena kondisi latar

belakang pendidikan politik yang masih rendah, pertumbuhan ekonomi yang masih

rendah, sistem penegakan hukum yang rendah. Peluang itu memberikan dukungan

untuk pelaku dapat memainkan politik uang, Sehingga orang dapat saja

menggunakan uang itu sebagai perantara agar oknum tersebut bisa menjalankan

tujuannnya sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan. Namun partisipasi itu

tumbuh sebenarnya bukan karena adanya money politics semata tetapi adanya

tanggung jawab dari masyarakat untuk membangun daerah dan menentukan pilihan

untuk masa depan daerah juga masa depan bangsa.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden dalam menentukan

pilihan di Kabupaten Sabu Raijua masih menggunakan tolak ukur kekeluargaan,

suku, ras, agama. Faktor ini secara kultur terdapat di enam kecamatan terbagai atas

berbagai suku dan tiap suku biasanya dipimpin oleh seorang kepala suku atau kepala

adat. Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden bahwa biasanya pengaruh

Page 34: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

29

politik uang itu dilakukan dengan kepala suku dan kepala suku mempengaruhi suku

yang dipimpinnya.

2. Dampak dari money politics (Politik Uang)

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden terhadap dampak dari money

politics, baik itu dampak bagi masyarakat maupun dampak bagi para calon legislatif itu

sendiri. Dampak bagi para calon legislatif sendiri ada dua sisi, yang pertama apabila

mereka berhasil terpilih karena suksesnya money politics yang mereka lakukan, maupun

dampak dari kekalahan para calon legislatif yang gagal dalam money politics.

Bagi para calon legislatif yang gagal dampaknya ialah bila mereka terlalu

berambisi, mereka dapat menjadi gila, atau psikologinya terganggu, hal tersebut kita bisa

temukan para calon legislatif yang gila karena mereka gagal menduduki kursi legislatif.

Selain karena kurang suara, tidak sedikit calon legislatif yang berurusan dengan hukum

karena terlibat masalah kasus korupsi, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula,

sudah keluar uang banyak tidak terpilih dan akhirnya tertangkap pula, akibatnya rumah

sakitlah yang menjadi ujung perjuangan mereka.

Dampak lainnya kita perhatikan dari sisi apabila para calon legislatif itu berhasil

mendapatkan kursi legislatif akibat dari money politics. Dalam hal ini dampak yang harus

kita waspadai ialah penyalahgunaan jabatan, karena bisa kita lihat banyak kasus-kasus

korupsi di ranah legislatif. Mereka berfikir karena sebelum menduduki kursi legislatif

mereka sudah habis modal besar-besaran, sehingga saat menduduki jabatan, ada upaya

atau cara agar modal yang telah habis mereka gunakan (money politics) dapat

dikembalikan lagi, istilah lainnya mengembalikan dana atau ongkos politik yang telah

dikeluarkan. Tidak dapat dipungkiri banyak sekali proyek-proyek yang bisa menimbulkan

korupsi.

Page 35: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

30

Selain itu akibat dari tidak kompetennya para legislator bisa semakin

memperkeruh keadaan pemerintahaan di Indonesia. Mereka para calon legislatif

umumnya hanya bisa mengumbar janji tidak tahu seperti apa kompetensi yang mereka

miliki dan hasilnya hanyalah korupsi, kolusi dan nepotisme.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden mengenai dampak dari

money politics bagi masyarakat sendiri. Money politics bisa dijadikan ajang mencari

penghasilan, masyarakat awam tidak mempedulikan nilai-nilai dari demokrasi yang

terpenting baginya ialah mereka telah mendapatkan uang atau bentuk penyuapan lainnya.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden bahwa dampak lainnya ialah

masyarakat harus berhutang budi kepada mereka yang telah memberikan uang agar

masyarakat memilih mereka. Dalam hal inilah hak asasi seseorang dalam menentukan

pilihan yang tidak diperhatikan. Selain itu dampaknya bisa tidak ada kepercayaan lagi

dari masyarakat kepada para wakil-wakil rakyat. Dengan adanya ketidakpercayaan

masyarakat terhadap para calon pemimpin memberikan efek negatif bagi para elit-elit

dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi kekuasaan semata.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Money politics bisa juga berdampak

perpecahan antar masyarakat, karena masyarakat telah berhutang budi kepada calon

legislatif yang telah memberikan bentuk penyuapan, sehingga sikap fanatik akan timbul

dan mereka menganggap para calon legislatif lainnya buruk dibandingkan yang mereka

dukung, disinilah akan terjadi konflik antar pendukung masing-masing para calon

legislatif. Sangat disayangkan apabila terjadi perpecahan yang terjadi di masyarakat

akibat permainan para politisi dengan money politics.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden mengenai dampak money

politics Jika dilihat dari resikonya para politisi menggunakan money politics untuk

kepentingan politiknya, hal ini merupakan insiden buruk bagi bangsa, bahwa para politisi

Page 36: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

31

tidak lagi melihat tujuan utama dari menjadi seorang legislator. Menjadi seorang

legislator tujuannya ialah membawa aspirasi masyarakat, tapi kalau ada legislator yang

menggunakan politik uang, maka tentunya setelah dia terpilih, output dari money politics

menjadi kurang baik di parlemen. Seperti itu kesulitan – kesulitan ketika orang masuk

dalam ranah money politics, tujuannya menjadi bias. Jadi menurut penulis tujuan utama

sebagi seorang penyalur aspirasi menyuarakan aspisarsi masyarakat dengan sebaik-

baiknya. Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden tentang pernahkah terlihat,

dalam pemilihan legislatif tahun 2014, ada partai lain, atau calon legislatif lain

menggunakan upaya money politics secara kasat mata sulit untuk membuktikannya.

Karena calon yang menggunakan cara yang terlarang, tentunya ia akan sangat hati – hati.

Tetapi yang penting kita bisa memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat,

memberikan penyadaran, sehingga kedepan masyarakat Sabu Raijua sulit dipengaruhi

oleh politik uang.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadinya money politics salah satunya

disebabkan oleh adanya suatu persaingan antara calon legislatif yang bersaing bebas

dalam pemilu legislatif 2014. Calon legislatif tersebut bersaing untuk mendapatkan suara

pemilih sebanyak-banyaknya. Namun cara untuk mendapatkan suara sering tidak sesuai

dengan aturan, karena masyarakat dipandang sebagai suatu komunitas yng materialistis.

Pandangan para calon legislatif yang seperti itu cukup wajar karena masyarakat

kebanyakan tidak mengetahui profil calon legislatif yang akan dipilihnya.

Di sisi lain berdasarkan Undang-undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang Partai

Politik dan Undang-undang Nomor 10 tentang Pemilu, sangat dilarang untuk

menggunakan politik uang seperti yang telah banyak terjadi, karena politik uang sama

saja dengan “membeli” suara rakyat. Politik uang tidak akan memberikan pendidikan

politik yang baik bagi rakyat yang notabene baru masuk era demokratisasi sekarang ini.

Page 37: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

32

Kesenjangan kepentingan antara calon legislatif dan aturan (undang-undang) yang

berlaku dapat dilihat dari teori ilmu sosial.

Fenomena di atas dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan atau teori

konflik. Teori konflik ini salah satunya mengkaji penyebab timbulnya konflik dalam

masyarakat. Salah satu teori yang menyebabkan timbulnya konflik adalah teori kebutuhan

masyarakat. Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam

disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi

atau dihalangi keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering

merupakan inti pembicaraan. Sasaran dari teori ini adalah membantu pihak-pihak yang

mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan

mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan itu, dan agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai

kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. Dalam tataran pendekatan di

atas, money politics dapat dilihat dari latar belakang terjadinya. Calon legislatif dalam

kasus di atas melakukan politik uang karena mereka membutuhkan sesuatu dari usahanya

membagi-bagikan uang kepada konstituennya tersebut. Adapun kebutuhan yang mereka

inginkan adalah kedudukan dan uang, yang (mungkin) akan mereka dapatkan setelah

menjadi salah satu pemilik kursi di parlemen. Mungkin ketika seorang calon legislatif

tidak akan bersaing jika ia dipilih karena dukungan murni dari konstituennya. Namun

yang banyak terjadi pada pemilu legislatif tahun 2014, di Kabupaten Sabu Raijua, sesuai

hasil penelitian memperlihatkan bahwa adalah dominan konstituen yang mempunyai hak

pilih tidak mengenal calon wakil rakyat yang akan dipilihnya. Ditambah lagi calon

legislatif yang menjadi calon wakil rakyat. Inilah sebenarnya dapat dipandang sebagai

konflik yang terjadi antara calon legislatif yang bersaing dalam Pemilu. Karena mereka

Page 38: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

33

merasa bahwa dirinya tidak terlalu dikenal oleh konstituennya, maka para calon legislatif

tersebut melakukan politik uang (money politics).

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bentuk konflik yang terjadi dalam

fenomena money politics ini adalah konflik laten, karena konflik yang terjadi tidak dapat

dilihat dengan kasat mata, namun dapat dirasakan dari fenomena yang terjadi, yaitu

persaingan para calon legislatif yang berusaha memperoleh suara konstituen dengan

membagi-bagikan uang. Namun ada kalanya bentuk konflik tersebut berubah menjadi

konflik over (manifest) ketika money politics ini muncul ke permukaan dan menimbulkan

konflik secara nyata, seperti saling menjatuhkan antara calon legislatif, dan bentuk

persaingan lain yang tidak sehat. Belum lagi konflik antara pendukung salah satu calon

legislatif yang agak fanatis untuk memenangkan calon legislatifnya, tentu akan

menghalalkan segala cara, termasuk dengan politik uang yang dianggap paling efektif

dalam mengumpulkan suara untuk para calon legislatif yang sedang bersaing. Teori

konflik yang lain yang dapat digunakan untuk mengkaji fenomena di atas adalah teori

hubungan masyarakat. Teori hubungan masyarakat menganggap bahwa konflik

disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan

permusuhan/persaingan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Hubungan seperti ini tentu saja mengancam posisi seorang calon legislatif, yang

kemungkinan akan gagal karena tidak mendapat suara dalam Pemilu yang digelar karena

para konstituen tidak mengenal dirinya. Sosialisasi baik melalui media massa, spanduk,

baliho, SMS, ataupun di internet, juga tidak begitu efektif untuk mengumpulkan suara

karena masyarakat merasa tidak memiliki ikatan emosional dengan caleg yang

bersangkutan. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk mendapat dukungan suara dari

masyarakat yang realistis dan (mungkin saja) materialistis adalah dengan politik uang,

Page 39: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

34

yaitu membagikan uang kepada konstituen dengan timbal balik masyarakat mau memilih

calon legislatif yang memberikan uang.

Seharusnya politik uang tersebut tidak akan terjadi, jika seseorang yang akan

menjadi calon legislatif memang mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat.

Jika hubungan tersebut baik secara berkelanjutan dan ikhlas tanpa ada kepentingan

tertentu, maka tanpa dimintapun masyarakat pasti akan memilih orang tersebut jika ia

mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Namun di jaman sekarang ini mungkin sulit sekali

untuk mencari orang yang demikian karena masyarakat lebih percaya kepada uang

(moneytheisme), dibandingkan dengan calon legislatif yang mengumbar janji belaka,

tanpa ada perjuangan nyata untuk rakyat yang memerlukan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ada faktor yang sebenarnya membuat

Money Politics masih tetap ada namun sulit untuk diungkap. Hal ini ada kaitan dengan

budaya masyarakat bahwa khusus di Kabupaten Sabu Raijua, misalnya ada calon yang

melakukan politik uang, dan ada masyarakat yang sudah menerima, rasanya sulit bagi

warga tersebut untuk melaporkan kejadian tersebut yang menyebabkan penyelenggara

kesulitan untuk mengungkap money politics.

Lebih lanjut secara geografis dan kultur budayan hasil penelitian memperlihatkan

jawaban responden megenai kecendrungan pemilih tradisional masih sangat relevan,

khusus di Kabupaten Sabu Raijua ini, kekerabatan masih sangat kental, sehingga orang

memilih karena kecenderungan punya hubungan kekeluargaan itu masih sangat relevan.

Pemilih yang rasional di Kabupaten Sabu Raijua itu masih sedikit dibandingkan dengan

pemilih yang tradisional.

Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden tentang bagaimana upaya

Komisi Pemilihan Umum dalam menghadapi calon legislatif yang melakukan money

politics tetapi berupaya berlindung di balik makna cost politic, Memang sulit dalam

Page 40: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

35

membedakan cost politic dengan money politic, tetapi mengkambing hitamkan cost

politic dalam perlakuan money politics itu sebenarnya hal yang tidak wajar. Karena kita

sadari bahwa runtuhnya suatu demokrasi itu terjadi proses money politics. Di Kabupaten

Sabu Raijua, seringkali orang mengatakan bahwa tidak melakukan money politics,

contohnya hanya membeli sirih pinang, tembakau, rokok, dan mereka menganggap itu

adalah cost politic. Padahal itu money politic. Kondisi ini sulit diungkap, karena antara

pemberi dan penerima sulit untuk melaporkan kejadian yang telah terjadi. Menurut

peneliti kedekatan emosional antara pemberi dan penerima itu membuat tidak ada aduan

yang disampaikan kepada panwaslu. Panwas akan menindaklanjuti karena adanya aduan

dari masyarakat, namun jika tidak ada aduan, hal tersebut sulit untuk diungkap, apalagi

membuktikannya sangat susah. Akhirnya proses money politics yang sebenarnya terjadi

di dalam masyarakat itu tidak dapat di buktikan. Hasil penelitian memperlihatkan

jawaban responden mengenai bagaimana memberikan pendidikan politik kepada

masyarakat bahwa money politics itu adalah perbuatan yang haram. Perlu adanya

pemahaman yang sama tentang akibat buruk dari adanya politik uang.

Lebih lanjut menurut peneliti, harapan untuk pemilu yang akan datang, antara

partai politik dan semua yang berkepentingan di dalam, stakeholder, tokoh masyarakat,

tokoh agama, semuanya punya peran yang sama dalam membangun demokrasi. Dapat

dikatakan bahwa pelaksanaan demokrasi terhalang, oleh karena adanya niat dari

sekelompok orang yang membangun pencitraan dengan uang sebagai pelicin atau

perantara. Demokrasi ini gugur karena pencitraan bahwa uang dapat melegalkan pilihan

masyarakat sehingga masyarakat ada di dalam pilihan tanpa melihat kualitas dan

kemampuan dari pada calon itu. Harapan terbesar yaitu jauhkan pikiran masyarakat dari

adanya iming – iming, dari adanya janji – janji yang sifatnya masuk dalam kategori

money politics. Janji politik itu bukan sesuatu yang haram tapi harus diwujudkan melalui

Page 41: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

36

visi dan misi, kebanyakan janji yang dipakai adalah janji yang menjadi hambar, tidak

nyata, sehingga masyarakat itu tidak mendapat suatu yang nyata.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terhadap pertanyaan faktor apa saja yang

sebenarnya membuat Money Politics masih tetap ada namun sulit untuk diungkap serta

Langkah kongkrit apa saja yang dilakukan oleh KPU untuk dapat memberi pencerahan

kepada masyarakat tradisonal dalam mencegah praktik money politics menurut peneliti,

yaitu pembelajaran politik. Jadi pembelajaran politik bukan hanya menjadi tanggung

jawab KPU semata, tapi pembelajaran politik ini juga berlaku bagi lembaga politik itu

sendiri. Bagaimana lembaga politik ini memberikan pencitraan politik pada masyarakat

sehingga masyarakat dalam menentukan pilihannya bukan karena emosi, tetapi

berdasarkan pertimbangan rasio atau bagaimana menyalurkan pilihannya dengan pikiran,

nalar mereka, intelektual mereka, pendidikan politik, pencerahan politik. Sehingga boleh

dikatakan jangan memilih kucing dalam karung, itu artinya kita memilih tidak melihat

dari kualitas orang tersebut. Tapi orang tersebut harus menunjukan kualitas, kemampuan

sehingga masyarakat memilih dengan kecerdasan mereka. Hasil penelitian

memperlihatkan jawaban responden mengenai bagaimana membangun kecerdasan politik

dalam masyarakat, harus dibangun bersama, antara KPU, Panwaslu, Partai Politik sendiri

yang memiliki kader – kader politik tersebut. Sehingga menurut penulis kepada partai

politik yang memiliki kader tersebut juga memberikan support bagaimana membangun

kecerdasan dalam masyarakat, sehingga jika ada kader yang melakukan hal – hal tersebut

partai politik bisa melakukan penekanan, baik apakah dia dikeluarkan sebagai calon atau

penekanan – penekanan lain. Sehingga yang dijual bukan uang, namun kualitas, visi dan

misi daripada kader tersebut, untuk menjadi perhatian bersama dari semua stake holder

dalam kehidupan bermasyarakat, berpolitik, berdemokrasi di Kabupaten Sabu Raijua.

Page 42: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

37

Selanjutnya hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden tentang

peranan instansi terkait seperti KPU, PANWASLU dan pihak terkait berperan aktif

dalam upaya pencegahan money politics, berdasarkan hasil wawancara dengan salah

seorang Komisioner KPU Sabu Raijua mengatakan bahwa, politik uang tersebut

merupakan hal yang terlarang, sehingga orang sangat hati – hati. Tapi kalau bicara

kecenderungan, pasti ada, dimanapun itu. Penyelenggara bukan melakukan

pembiaran, namun sulit untuk melacak pelaku yang melakukan money politics. Upaya

partai politik membekali kader – kadernya untuk tidak melakukan money politik

pasti, pendidikan politik seperti itu ada bagi seluruh kader, pengurus, hingga ke

bawah selalu ada himbauan, dan itu menjadi program utama atau program kerja yang

diutamakan. Program mirip dengan program pemerintah daerah. Kita juga melakukan

musyawarah untuk menyusun program kerja yang nanti digabungkan dengan

program pemerintah daerah sehingga tiap akhir tahun kami selalu menyusun program

kerja, sehingga seluruh kader, pengurus bisa lebih fokus dengan program yang bisa

menarik simpatik masyarakat lewat program - program kerja bukan melalui money

politics.

Jawaban responden tentang langkah kongkrit apa saja yang dilakukan untuk

dapat mencegah praktik money politics ini dapat dilakukan misalnya saat kegiatan ke

desa-desa salah satu tugas ialah melakukan penyadaran - penyadaran, kalau dari sisi

legislator ada saat reses, kami bisa memanfaatkan masa reses, memilih itu bukan

karena diiming - imingi dalam bentuk uang dan sebagainya, namun seharusnya

menjadi pemilih yang cerdas, bahwa legislator yang terpilih itu benar - benar yang

bisa membawa aspirasi masyarakat.

Upaya yang dilakukan oleh partai politik atau calon legislatif dalam

mengantisipsi politik uang yaiu penyadaran dan menumbuh kembangkan pendidikan

Page 43: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

38

politik yang benar. Hasil penelitian memperlihatkan jawaban responden tentang

hukuman bagi pelaku money politics belum optimal atau kurang malah hampir belum

terlihat karena mungkin kesulitan bagi panwas sebagai pihak yang berkompeten

kesulitan untuk merekam pelanggaran– pelanggaran seperti itu sehingga sanksi yang

diharapkan belum berdampak. Misalnya hukuman dianulir dari pencalonan sehingga

dapat menimbulkan efek jera, sehingga itu penting untuk kedepanya kalau boleh

misalnya ada laporan masyarakat yang masuk dan ditindaklanjuti secara baik dan

terbukti pihak penyelenggara tidak boleh sungkan untuk mencoret yang bersangkutan

dari pencalonan.

Harapan untuk pemilu yang akan datang selanjutnya hasil penelitian

memperlihatkan jawaban responden terhadap peran partai politik dan pihak

pemerintah dalam melakukan sosilasiasi kepada masyarakat harusnya juga lebih

selektif saat melakukan perekrutan calon. Jika perekrutan sudah sangat ketat

harapannya bisa diminimalisir dari oknum-oknum yang melakukan politik uang. Dan

juga masalah regulasi syarat – syarat untuk calon, hal tersebut perlu disempurnakan

kembali untuk pencalonan sehingga bisa lebih baik ke depannya.

Page 44: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

39

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Money politics atau politik uang itu merupakan tindakan penyimpangan dari

kampanye yang bentuknya dengan cara memberikan uang kepada simpatisan ataupun

masyarakat lainnya agar mereka yang telah mendapatkan uang itu agar mengikuti

keinginan orang yang memiliki kepentingan tersebut. Selain itu juga money politics bukan

hanya uang, namun juga bisa berbentuk bahan-bahan sembako.

Banyak sekali penyebab terjadinya Money politics diantaranya disebabkan

masyarakat masih belum siap untuk hidup berdemokrasi secara utuh. Selain itu money

politics bisa terjadi karena masih kurang di tegakkannya hukum. Tugas bawaslu yang

masih kurang efektif dalam mengawasi pemilihan umum agar berjalan sesuai tujuan. Ada

juga penyebab lainnya yaitu kurang diperhatikannya menganai Hak Asasi Manusia

(HAM), masyarakat tentunya akan bimbang apabila telah mendapatkan money politics

karena mereka berhutang budi kepada mereka, padahal dalam lubuk hatinya mereka tidak

mau memilih calon legislatif tersebut. Tetapi dari alasan penyebab terjadinya money

politics yang terpenting yaitu karena masih kurang iman dan taqwanya para politisi

maupun masyarakatnya itu sendiri. Apabila para politisi maupun masyarakatnya sendiri

dibentengi dengan iman yang kuat mungkin tidak akan ada bentuk-bentuk penyimpangan

yang terjadi.

Dampak dari adanya money politics tentunya banyak sekali. Dampak bagi para calon

legislatif yang lolos maupun para calon legislatif yang tidak berhasil lolos. Dampak bagi

calon legislatif yang berhasil lolos tentunya akan berdampak juga terhadap pemerintahan

karena yang berhasil menduduki kursi legisatif tidak bisa dipungkiri masih banyak yang

Page 45: Praktek Money Politics dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

40

tidak kompeten aspirasi rakyat tidak kurang diperjuangkan. Lebih memperjuangkan

mengembalikan cost politic yang dikeluarkan.

B. Saran

1. Diharapakan adanya pencerahan politik yang benar pada masyarakat berkaitan dengan

Money Politics.

2. Perlunya penegakan hukum yang tegas bagi pelanggaran money politics.

3. Partai politik harus melakukan pembinaan politik pada kader dalam upaya

menjauhkan kadernya dari praktek politik uang.

4. Diharapkan Pemerintah sebagai Pembina politik dapat memberikan pendidikan politik

pada semua elemen masyarakat.

5. Diharapkan penyelenggara dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku

politik uang.

6. Diharapkan bagi penyelenggara lebih proaktif dalam melihat potensi terjadinya politik

uang.