Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PRAKTEK ISBAT NIKAH DI DESA PENGALUSAN KECAMATAN
MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H)
Oleh
Ahmad Makinudin
NIM : 11140440000050
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ii
ii
ABSTRAK
Ahmad Makinudin. NIM 11140440000050. PRAKTEK ISBAT NIKAH DI
DESA PENGALUSAN KECAMATAN MREBET KABUPATEN
PURBALINGGA. Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syahsyiyah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440
H/2018. 61 halaman 10 halaman lampiran.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui alasan permohonan isbat nikah di
Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dan dampak isbat
nikah terhadap kehidupan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan metode
deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan memberikan analisa
terhadap kenyataan dilapangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, (1) faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
melakukan pernikahan siri karena faktor ekonomi, usia dan pendidikan. (2)
alasan-alasan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet melakukan
permohonan isbat nikah dikarenakan (a) untuk mendapatkan buku nikah, (b)
mengesahkan status anak atau mendapatkan akta kelahiran. (c) untuk
mendapatkan kemudahan layanan publik.
Kata Kunci : Isbat Nikah, pernikahan
Pembimbing : DR. H. Muchtar Ali, M.hum
Daftar Pustaka : 1984 s.d. 2012
iii
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas Berkah, Rahmat dan Inayah-Nya
dalam memberikan kesehatan, ketabahan dan kekuatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan Salam tak lupa pula dipanjatkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga
akhir zaman.
Penulis menyadari bahwasannya banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, banyak pula hambatan, halangan dan rintangan yang selalu
berdatangan seiring berjalannya waktu namun berkat dukungan moril dan materil
serta dukungan dan bimbingan yang tak ada henti-hentinya dari berbagai pihak.
Atas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan banyak terimakasih tanpa mengurangi rasa hormat kepada kepada
semua pihak yang telah sangat berjasa dalam proses pengerjaan skripsi ini kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta serta para jajarannya
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan juga kepada Bapak Indra Rahmatullah, S.Hi., M.H.,
selaku sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.
3. Bapak Muchtar Ali, M.hum., sebagai pembimbing skripsi yang telah
banyak membimbing, memberikan arahan, serta nasihat kepada
penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
iv
iv
4. Bapak Dr. H. A. Juani.,Lc.,M.A dan bapak Afwan Faizin, M.A selaku
dosen penguji yang telah memberikan arahan, masukan, kritik dan
saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mencurahkan
segala kemampuannya guna memberikan ilmu-ilmu. Serta kepada
civitas academika UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan
pelayanan terbaiknya.
6. Kepada seluruh pegawai Kantor Kepala Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga
7. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda H. Abdul
Rasyid dan ibunda Hj. Mursyidah yang telah memberikan kasih sayang
yang amat sangat besar kepada penulis. Teruntuk adiku tercinta Nila
Maghfuroti yang telah memberikan semangat tiada henti serta doa- doa
yang selalu mengalun lima wktu untuk penulis. .
Atas segala kebaikan yang telah di berikan, penulis mengucapan banyak
terimakasih kepada semuapihak tertulis maupun tidak, penulis sangat menyadari
bahwasannya skripsi ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulismohonsaran
dan keritik yang bersifat membangun demi kesempurnaannya. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat dan sumbangsih khususnya kepada penulis sendiri dan
umumnya kepada pembaca dan semua pihak. Para pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini semoga amal dan segala kebaikannya mendapat
balasan berlimpah dari Allah SWT. Amin.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Jakarta, 14 Januari 2019 M
8 Jumadil Ula 1440 H
Penulis
v
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 7
E. Review Studi Terdahulu ............................................................. 8
F. Metodologi Penelitian ................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Nikah Siri .................................................................. 10
B. Hukum Pernikahan Siri ............................................................... 12
C. Status Pernikahan Siri Menurut Fikih ......................................... 13
D. Status Pernikahan Siri Menurut Hukum Positif..................... ..... 14
E. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Siri ..................................... 15
F. Solusi PernikahanSiri .................................................................. 17
G. Pengertian Isbat Nikah ................................................................ 19
H. Dasar Hukum Isbat Nikah ........................................................... 20
I. Syarat-syarat Isbat Nikah ............................................................ 22
J. Hubungan Isbat Nikah Dengan Pencatatan Perkawinan ............. 23
K. Tujuan Pencatatan Perkawinan ................................................... 30
L. Prosedur Isbat Nikah ................................................................... 31
vi
vi
BAB III POTRET MASYARAKAT DESA PENGALUSAN
KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
A. Letak Kondisi Geografis ............................................................. 36
B. Kondisi Geologi dan Morfologi .................................................. 36
C. Transportasi dan Komunikasi ..................................................... 37
D. Kondisi Sosial dan Ekonomi ....................................................... 38
E. Kondisi Sosial Budaya ................................................................ 43
BAB IV ANALISIS PRAKTEK ISBAT NIKAH DI DESA
PENGALUSAN KECAMATAN MREBET KABUPATEN
PURBALINGGA
A. Pelaksanaan Isbat Nikah di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga................................................... 46
B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pernikahan Siri di Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga ............ 49
C. Dampak Pernikahan Siri ............................................................. 52
D. Alasan-alasan Masyarakat Desa Pengalusan Mengajukan
Permohonan Isbat Nikah ............................................................. 54
E. Dampak Isbat Nikah di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga................................................... 56
F. Hambatan Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga dalam Mengajukan Permohonan
Isbat Nikah............................................................................. ..... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 58
B. Saran ............................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 62
LAMPIRAN ..................................................................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami
dari kehidupan manusia itu sendiri yang meliputi kebutuhan dan fungsi
biologis, kebutuhan akan kasih sayang, cinta dan persaudaraan, serta
melahirkan keturunan, memelihara dan mendidik anak-anak menjadi manusia
yang berbudi pekerti luhur dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, perkawinan itu sendiri mempunyai arti penting karena di dalamnya
ada hak dan kewajiban masing-masing pihak di antara suami istri, keberadaan
status perkawinan, anak-anak, harta kekayaan, waris dan faktor kependudukan
di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Ikatan perkawinan merupakan unsur pokok dalam pembentukan
keluarga yang harmonis dan penuh rasa cinta kasih, maka dalam pelaksanaan
perkawinan tersebut, diperlukan norma hukum dalam pelaksanaan perkawinan
terutama diperlukan dalam rangka mengatur hak, kewajiban, dan tanggung
jawab masing-masing anggota keluarga, guna membentuk rumah tangga yang
bahagia dan sejahtera.
Negara telah menjamin kehidupan beragama dan telah ikut serta
mengamankanya melalui peraturan perundang-undangan dan bahkan materi
perundang-undangan tersebut mulai diangkat dari materi hukum islam
normatif. Hal itu merupakan suatu jaminan untuk tegaknya muatan-muatan
2
yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadist Nabi sehingga diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.1
Perbuatan kawin atau nikah, baru dikatakan pernuatan hukum
apabila memenuhi unsur tata cara agama dan tata cara pencatatan nikah
yang diatur pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Perkawinan No.1
Tahun 1974. Dengan kata lain, menurut Undang-undang Perkawinan
selain memenuhi aturan syarat juga harus dicatat petugas pencatat nikah.
Pernikahan yang memenuhi kedua aturan tersebut disebut legal wedding,
dan jika sebaliknya disebut ilegal wedding.
Ketika suatu perkawinan hanya dilaksanakan sampai kepada batas
pasal 2 ayat (1) saja, maka akibat hukumnya adalah ketika terjadi
persengketaan antara suami istri maka pasangan tersebut tidak bisa minta
perlindungan secara konkrit kepada Negara.2 Hal ini terjadi karena
perkawinan yang bersangkutan tidak tercatat secara resmi di dalam
administrasi Negara. Akibatnya adalah segala konsekuensi hukum apapun
yang terjadi selama dalam perkawinan bagi Negara dianggap tidak pernah
ada.
Perkawinan dibawah tangan berdampak sangat merugikan bagi
istri dan perempuan umumnya, baik secara hukum maupun sosial. Secara
hukum perempuan tidak diangap sebagai istri sah, ia tidak berhak atas
nafkah dan warisan dari suami jika suami meninggal dunia. Selain itu sang
istri tidak berhak atas harta gono gini jika terjadi perpisahan, karena secara
hukum perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial,
sang istri akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan
perkawinan dibawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan
1M. Anshary MK, 2010, Hukum Perkawinan di Indonesia Masalah-masalah Krusial,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Hlm. 7 2Zainudin Ali, 2012, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,
Hlm. 7
3
laki-laki tanpa ikatan perkawinan alias kumpul kebo atau dianggap
menjadi istri simpanan.3
Tidak sahnya perkawinan di bawah tangan menurut hukum
Negara, memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata
hukum. Status anak yang lahirkan dianggap sebagai anak yang tidak sah.
Konsekuensinya anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu
dan keluarga ibunya.
Masalah pencatatan nikah, menempati terdepan dalam pemikiran
fiqh modern, mengingat banyaknya masalah praktis yang timbul dari tidak
dicatatnya perkawinan yang berhubungan dengan soal-soal penting seperti
asal usul anak, kewarisan dan nafkah.4 Oleh karena itu, isbat nikah sangat
diperlukan untuk kepastian hukum anak dan perkawinanya. Adapun yang
berhak mengajukan isbat nikah telah tercantum dalam pasal 7 ayat 4 KHI
yakni : “Yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah suami
atau istri, anak-anak mereka, wali nikah, dan pihak yang berkepentingan
dengan perkawinan itu”. Pengajuan isbat nikah harus dilengkapi dengan
alasan dan kepentingan yang jelas dan konkrit.
Ketentuan mengenai pihak yang berhak mengajukan permohonan
isbat nikah ke Pengadilan Agama adalah sebagai berikut :5
1. Permohonan isbat nikah yang diajukan oleh kedua suami istri bersifat
voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut
menolak permohonan isbat nikah, maka suami dan istri bersama-sama
atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum
kasasi.
3 Wildan Suyuti Mustofa, Nikah Sirri (Antara Kenyataan dan Kepastian Hukum),
Mimbar Hukum 60 (Maret-April, 2003), Hlm. 35 4 Wildan Suyuti Mustofa, Nikah Sirri (Antara Kenyataan dan Kepastian Hukum),
Mimbar Hukum 60 (Maret-April, 2003), Hlm. 36 5 Buku II, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, 2010,
Edisi Revisi, Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, Jakarta, Hlm. 148-149
4
2. Permohonan isbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau
istri bersifat kontentius, dengan mendudukan istri atau suami yang
tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon, produknya
berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diupayakan hukum
banding dan kasasi. Apabila dalam proses pemeriksaan permohonan
isbat nikah dalam angka 1 dan 2 di atas diketahui bahwa suami masih
terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri
terdahulu harus dijadikan pihak dalam perkara, bila tidak mau
mengubah permohonan dengan memasukan istri terdahulu sebagai
pihak maka permohonanya harus dinyatakan tidak dapat diterima,
3. Permohonan isbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan
pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontentius, dengan
mendudukan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon.
4. Suami atau istri yang ditinggal mati oleh istri atau suaminya, dapat
mengajukan isbat nikah secara kontentius, dengan mendudukan ahli
waris lainya sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan
atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi.
5. Dalam hal suami atau istri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada
ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan isbat nikah diajukan
secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan
tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum
kasasi.
Dalam praktek pengajuan permohonan isbat nikah ke Pengadilan
Agama ternyata beraneka ragam alasan yang dikemukakan pemohon, tidak
hanya terbatas pada alasan dalam ketentuan pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum
Islam, misalnya alasan pengajuan isbat nikah untuk kepentingan mengurus
akta kelahiran anak, untuk mendapatkan tabungan pensiun, untuk
mendapatkan buku nikah, untuk keperluan mengurus kartu keluarga, untuk
kemudahan pelayanan publik dan sebagainya.
5
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap PRAKTEK ISBAT NIKAH DI DESA
PENGALUSAN KECAMATAN MREBET KABUPATEN
PURBALINGGA.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah Praktek Isbat Nikah yang Terjadi di Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga ?
2. Apa Alasan-alasan Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga Mengajukan Permohonan Isbat Nikah ?
3. Apa hambatan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga dalam mengajukan permohonan isbat nikah?
C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah berfungsi sebagai pijakan awal dan landasan
penelitian. Batasan masalah dapat mempermudah peneliti dalam penelitian
agar tetap fokus terhadap penelitianya. Maka, masalah harus sudah
diidentifikasi, dibatasi dan dirumuskan secara jelas, sederhana dan tuntas
saat memulai memikirkan penelitian.6 Dengan adanya batasan masalah,
maka fokus masalah dalam penelitian akan terjaga agar tujuan akhir
penelitian tercapai.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup pada
masalah praktek isbat nikah yang terjadi di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga.
6Lexy J Moleong, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya, Hlm. 93
6
D. Perumusan Masalah
Penulis merumuskan permasalahan yaitu bagaimana praktek isbat
nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana praktek isbat nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga ?
2. Apa alasan-alasan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah ?
3. Apa hambatan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga dalam mengajukan permohonan isbat nikah ?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menjelaskan praktek isbat nikah yang terjadi di Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
2. Mengetahui dan menjelaskan alasan-alasan masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga mengajukan
permohonan isbat nikah.
3. Mengetahui dan menjelaskan bagaimana dampak isbat nikah sebelum
dan sesudah adanya penetapan Pengadilan Agama pada pelaku isbat
nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat
digunakan oleh peneliti ketika sudah berada dalam lingkungan
masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Bermanfaat sebagai pengetahuan bagi masyarakat tentang pentingnya
pencatatan nikah demi kejelasan status perkawinan dan status anak
hasil perkawinan itu.
7
3. Bagi Lembaga
Sebagai masukan yang konstruktif dan merupakan dokumen yang bisa
dijadikan kerangka acuan dalam penelitian selanjutnya.
G. Kajian Terdahulu
Ahmad Taridi, Progam Studi Akhwal Syahsyiyah, Konsentrasi
Peradilan Agama Tahun 2005. Skripsi yang berjudul “Isbat Nikah Karena
Perkawinan Tidak Tercatat Setelah Lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 (Studi
Kasus Pengadilan Agama Jakarta Timur)” dalam skripsi ini penulis lebih
fokus kepada isbat nikah yang terjadi sesudah berlakunya UU No. 1 Tahun
1974 yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Sedangkan dalam
skripsi ini membahas praktek isbat nikah di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga.
Ulfa Fauziyah, Tahun 2008 skripsi yang berjudul “ Isbat Nikah
dan Proses Penyelesaianya di Pengadila Agama (Studi Ananlisis di
Pengadilan Agama Jakarta Timur)” dalam skripsi ini penulis lebih fokus
pada banyaknya kasus isbat nikah yang terjadi di Pengadilan Agama
Jakarta Timur dan ingin mengetahui bagaimana proses persidangan isbat
nikah sesudah adanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sedangkan dalam skripsi ini membahas praktek isbat nikah di Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
Ria Amaliyah, tahun 2009 skripsi yang berjudul “Dampak
Penolakan Isbat Nikah Terhadap Hak Perempuan”. Dalam skripsi ini
penulis lebih fokus pada hak perempuan jika terjadi penolakan dalam isbat
nikah. Sedangkan dalam skripsi ini membahas praktek isbat nikah di Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
8
H. Metode Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam skripsi adalah dengan
melakukan pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah pendekatan
dengan cara mendekati masalah yang akan diteliti dengan memperhatikan
dan melihat apakah sesuatu itu lebih baik atau buruk, benar atau salah
berdasarkan norma-norma agama dan norma yang berlaku di masyarakat.
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan normatif
dengan metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan dan
memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan.7
1. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini,
maka sumber data yang penulis gunakan yaitu data primer dan data
sekunder.
a. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber
asal, yang dalam hal ini data primer penulis adalah wawancara
dengan msyarakat yang mengajukan permohonan isbat nikah.
b. Data Sekunder adalah semua bahan yang memberikan penjelasan
mengenai sumber data primer, seperti buku-buku, peraturan
perundang-undangan dan sebagainya yang ada kaitanya dengan topik
yang dibahas.
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penyelesaian penelitian adalah interview, observasi dan studi
kepustakaan yakni menelusuri bahan pustaka yang terkait dengan
masalah isbat nikah pernikahan dibawah tangan, baik dari dokumen-
dokumen, buku-buku dan lain-lain yang ada relevansinya dengan tema
penelitian.
7Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada), Hlm. 38
9
3. Analisis Data
Sekumpulan bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian
kepustakaan ini, yang berupa peraturan perundang-undangan dan artikel
dipaparkan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga dapat
disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh baik dari
studi lapangan maupun studi pustaka diuraikan secara logis dan
sistematis selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan
penyelesaian masalah.
I. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan
masalah, dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metode
penelitian, Studi review terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II : Kerangka teori, Pembahasan dalam bab ini mengenai pengertian
isbat nikah, dasar hukum isbat nikah dan hubungan isbat nikah dengan
pencatatan perkawinan.
BAB III : Potret masyarakat Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga. Bab ini terdiri atas letak dan kondisi geografis,
dan demografis masyarakat yang terdiri atas, penduduk, pendidikan, sosial
ekonomi dan keagamaan.
BAB IV : Praktek isbat nikah di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga. Bab ini terdiri atas praktek isbat nikah, alasan-
alasan masyarakat Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah, hambatan masyarakat
Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam
mengajukan permohonan isbat nikah
BAB V : Penutup yang meliputi ; Kesimpulan dan Saran.
10
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Nikah Siri
Siri Secara etimologi berarti rahasia.8 atau perbuatan yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nikah siri juga disebut dengan
nikah di bawah tangan. Istilah pernikahan di bawah tangan ini lahir setelah
UU Perkawinan berlaku, secara efektif tanggal 1 Oktober 1975.
Pernikahan di bawah tangan pada dasarnya adalah kebalikan dari
pernikahan yang dilakukan secara Undang-undang dan pernikahan
menurut Undang-undang. Dengan demikian, makna normatifnya adalah
setiap pernikahan yang dilakukan tidak menurut hukum positif, berarti
terkategori pernikahan di bawah tangan.9
Madzhab Maliki tidak membolehkan nikah siri. Nikahnya dapat
dibatalkan, dan kedua pelakunya bisa dikenakan hukum had (dera atau
rajam), jika telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan diakuinya
atau dengan kesaksian empat orang saksi. Madzhab Syafi’i dan Hanafi
juga tidak membolehkan nikah siri. Sedangkan menurut Madzhab Hanbali
nikah yang telah dilangsungkan menurut syariat islam adalah sah,
meskipun dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali, dan para saksinya.
Hanya saja hukumnya makruh.10
Adapun dalam perkembanganya, pernikahan siri yang terjadi di
Indonesia saat ini merupakan pernikahan yang memenuhi syarat-syarat
dan rukun-rukun pernikahan sehingga dipandang sah menurut hukum
islam. Namun apabila perkawinan dilaksanakan tanpa adanya wali dan
8Ahmad Warson Munawir, 1984, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya :
Pustaka Progresif, Hlm. 667 9Abdul Ghani, 1995, Perkawinan Dibawah Tangan, Mimbar Hukum No 23, Hlm. 47
10Jurnal Dua Bulanan Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam. No. 28 Thn VII
1996, Jakarta : PT. Internasa, Hlm. 8
11
saksi maka perkawinan tersebut tidak sah.11
Perkawina siri juga dapat
diartikan sebagai perkawinan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
ada yang dicatat tapi disembunyikan dari masyarakat dan ada pula yang
tidak dicatatkan pada Petugas Pencatat Nikah (PPN) dan tidak terdaftar di
Kantor Urusan Agama (KUA).12
Sementara dalam pandangan KH. Ma’ruf Amin, Forum Ijtima’
Ulama Komisi Fatwa, sengaja memakai istilah nikah bawah tangan. Selain
untuk membedakan perkawinan siri yang sudah dikenal oleh masyarakat,
istilah ini lebih sesuai dengan ketentuan agama Islam. Menurutnya
penyebutan dengan istilah bawah tangan untuk membedakan dengan
perkawinan siri yang berkonotasi lain. Kalau nikah nikah siri dalam
pengertian nikah yang dilakukan hanya berdua saja, tidak memakai syarat
dan rukun nikah lainya, bisa dipastikan perkawinan semacam itu tidak
sah.13
Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi ada perkembangan
pengertian dan praktek nikah siri dikalangan masyarakat Indonesia. Ada
tiga tipe : Pertama, nikah siri diartikan sebagai nikah yang dilangsungkan
menurut ketentuan syariat islam (telah memenuhi rukun dan syarat), tetapi
masih bersifat intern keluarga, belum dilakukan pencatatan oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN). Kedua,nikah siri diartikan sebagai nikah yang telah
memenuhi ketentuan syariat islam dan juga sudah dilangsungkan
dihadapan Pegawai Pencatat Nikah dan telah pula diberikan salinan akta
nikah kepada kedua mempelai, karena calon suami istri sudah memenuhi
syarat-syarat sahnya nikah menurut hukum positif.Ketiga, nikah siri
diartikan sebagai nikah yang hanya dilangsungkan menurut ketentuan
syariat islam, karena terbentur pada Peraturan Pemerintah Nomor 10/1983
11
Fatikhudin Abdul Yasin, 2006, Risalah Hukum Nikah, Surabaya : Terbit Terang,
Hlm. 65 12
Mardani, 2011, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta :
Graha Ilmu, Hlm. 17 13
Asrorun Ni’am Sholeh, 2008, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga,
Jakarta : Elsas, Hlm. 147
12
Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Pada
tipe ketiga ini, calon suami menikahi calon istri secara diam-diam dan
dirahasiakan hubunganya sebagai suami istri untuk menghindari hukuman
disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai pegawai negeri sipil.14
B. Hukum Nikah Siri
Dalam rumusan ulama fikih, pengertian nikah siri menurut
Wahbah Zuhaili ada dua yaitu :
1. Akad pernikahan yang dilakukan tanpa saksi, tanpa publikasi dan
tanpa pencatatan. Para ulama fikih sepakat melarang pernikahan siri
semacam ini.
2. Akad nikah yang dihadiri oleh para saksi, tetapi mereka diharuskan
untuk merahasiakan pernikahan tersebut. Para ahli fikih berbeda
pendapat tentang keabsahan nikah siri semacam ini. Sebagian ulama,
seperti Hanafiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa pesan agar saksi
merahasiakan terjadinya pernikahan tidak berpengaruh terhadap
sahnya pernikahan, sebab adanya saksi telah menjadikan nikah
tersebut tidak siri lagi. Sebagian ulama yang lain seperti Imam Malik
dan ulama yang sepakat denganya, berpendapat bahwa adanya pesan
untuk merahasiakan pernikahan telah mencabut kesaksian dari tujuan
di syariatkanya pernikahan, yaitu publikasi. Oleh karena itu, maka
pernikahan tersebut tidak sah. Sedangkan menurut Hanabilah hukum
nikah siri semacam ini adalah makruh.15
Menurut Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat
bahwa nikah siri itu tidak boleh dan jika itu terjadi maka harus dibatalkan.
Namun apabila saksi telah terpenuhi tetapi para saksi dipesan oleh wali
14
Jurnal Dua Bulanan Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 28 Thn VII
1996, Hlm. 10 15
Wahbah Al Zuhaili, 2011, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, jilid 9, Terjemahan
Abdul Hayyi al Kaffani, Jakarta : Gema Insani, Hlm. 685
13
nikah untuk merahasiakan pernikahan yang mereka saksikan, ulama-ulama
berbeda pendapat.16
1. Menurut Imam Malik memandang pernikahan itu pernikahan siri dan
harus dibatalkan karena yang menjadi syarat sahnya pernikahan adalah
mengumumkan (mempublikasikan), keberadaan saksi hanya
pelengkap, maka pernikahan yang ada saksi namun tidak
mengumumkan maka pernikahan itu tidak memenuhi syarat.
2. Menurut Madzhab Hanafi dan Hambali suatu pernikahan yang syarat
dan rukunya terpenuhi maka sah.
3. Menurut Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Ibnu Munzir berpendapat
bahwa nikah semacam ini adalah sah.17
4. Dr. Yusuf Qardawi salah seorang pakar muslim kontemporer
terkemuka di islam, ia berpendapat bahwa nikah siri itu sah selama ada
ijab kabul dan saksi.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian nikah
siri menurut Wahbah Zuhaili ada dua. Pertama, akad pernikahan yang
dilakukan tanpa saksi, tanpa publikasi dan tanpa pencatatan. Kedua, akad
nikah yang dihadiri oleh para saksi, tetapi mereka diharuskan untuk
merahasiakan pernikahan tersebut.
C. Status Pernikahan Siri Menurut Fikih
Para fuqaha Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i
sepakat bahwa tidak boleh melakukan pernikahan siri, mereka berbeda
pendapat jika mendatangkan dua orang saksi, lalu keduanya diwasiatkan
untuk merahasiakanya, apakah pernikahan tersebut termasuk pernikahan
siri atau bukan. Imam Malik mengatakan bahwa itu adalah nikah secara
16
Dr. H. Anshori, Siti Rahmah Aziz, Tafsir Tematik Isu-isu Kontemporer Perempuan,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, Hlm. 121 17
Ibnu Rusd, 2011, Bidayah al-Mujtahid, Jilid 2, Terjemahan Abu Usamah Fakhtur,
Jakarta : Pustaka Azzam, Hlm. 17
14
rahasia dan harus dibatalkan, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan
bahwa itu bukan nikah secara rahasia.18
Perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka terletak pada
kesaksian, apakah kesaksian dalam hal ini merupakan hukum syar’i atau
maksud dari kesaksian tersebut adalah menutup jalan perselisihan atau
pengingkaran. Ulama yang mengatakan bahwa itu adalah hukum syar’i
mengatakan bahwa kesaksian adalah salah satu syarat sah, sedangkan
ulama yang berpendapat bahwa kesaksian itu hanya bentuk pembuktian
mengatakan bahwa kesaksian termasuk syarat kesempurnaan.19
Dengan demikan, status hukum dari perkawinan siri menurut fikih
atau hukum islam adalah sah sebagaimana perkawinan pada umumnya,
selama memenuhi syarat dan rukun perkawinan dalam islam, yakni adanya
akad, calon suami, calon istri, dua orang saksi dan adanya wali. Hanya saja
dalam pelaksanaanya perkawinan siri tidak dicatatkan pada instansi yang
berwenang.
D. Status Pernikahan Siri Menurut Hukum Positif
Dalam ketentuan Undang-Undang pencatatan perkawinan
sebagaimana yang tertera dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Dalam aturan tersebut jelas dikatakan bahwa
“tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan menurut perundangan yang
berlaku”. Adapun prosedur lebih detailnya termuat dalam pasal 10, 11, 12
dan 13 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Apabila perkawinan dilakukan hanya secara agama saja dan tidak
dicatatkan pada instansi yang berwenang dalam hal ini Kantor Urusan
Agama (KUA), maka suami dapat saja mengingkari perkawinan tersebut.
18
Ibnu Rusd, 2011, Bidayah al-Mujtahid, Jilid 2, Terjemahan Abu Usamah Fakhtur,
Jakarta : Pustaka Azzam, Hlm. 31 19
Ibid, Hlm. 32
15
Untuk itu pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
sebagai syarat sahnya suatu perkawinan.
Oleh karena itu, status perkawinan siri menurut hukum positif yang
berlaku di Indonesia dianggap tidak memiliki kekuatan hukum karena
tidak terpenuhinya syarat sahnya perkawinan, yaitu setiap perkawinan
harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa para fuqaha
Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam syafi’i sepakat bahwa tidak
membolehkan pernikahan siri. Imam Malik mengatakan bahwa jika saksi
itu diwasiatkan untuk merahasiakan pernikahan maka itu secara rahasia
dan harus dibatalkan, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah mengatakan
bahwa itu bukan nikah secara rahasia. Menurut hukum positif secara tegas
mewajibkan pencatatan pernikahan sebagaimana tertera dalam pasal 2 ayat
(2) UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan “Tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku”.20
E. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Siri
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan
pernikahanya di lembaga pencatatan sipil antara lain :
1. Faktor biaya, atau tidak mampu membayar administrasi pencatatan.
2. Poligami tanpa izin.
3. Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan
tertentu, misalnya karena takut mendapatkan sigma negatif dari
masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri.
20
Redaksi New Merah Putih, 2009, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Yogyakarta : New Merah Putih, Pasal 2 (1), Hlm. 12
16
4. Pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk
merahasiakan pernikahanya.21
5. Nikah siri dilakukan karena kedua belah pihak belum atau tidak punya
biaya pendaftaran atau pencatatan nikah ke KUA.
6. Nikah siri dilakukan karena kedua pihak atau salah satu pihak calon
mempelai belum siap lantaran masih sekolah atau kuliah yang tidak
diperbolehkan nikah terlebih dahulu.
7. Dari pihak orang tua pernikahan siri dimaksudkan untuk adanya ikatan
resmi dan juga untuk menghindari perbuatan yang melanggar ajaran
agama, seperti zina.
8. Nikah siri dilakukan karena kedua belah pihak atau salah satu calon
mempelai belum cukup umur, dimana pihak orang tua menginginkan
adanya penjodohan antara kedua pihak sehingga dikemudian hari calon
mempelai tidak lagi nikah dengan pihak lain, dan pihak calon
mempelai perempuan tidak dipinang pihak lain.
9. Nikah siri dilakukan sebagai solusi untuk mendapatkan anak apabila
dengan istri yang ada tidak dikarunia anak, dan apabila nikah secara
resmi akan terkendala dengan Undang-undang maupun aturan lain baik
yang menyangkut aturan perkawinan maupun yang menyangkut
kepegawaian maupun jabatan.
10. Nikah siri dilakukan karena terpaksa dimana pihak calon pengantin
laki-laki tertangkap basah bersenang-senang dengan wanita pujaanya,
karena dengan alasan belum siap dari pihak laki-laki maka untuk
menutupi aib dilakukan pernikahan siri.22
21
Susanto happy, 2007, Nikah Siri Apa Untungnya, Jakarta Selatan : Transmedia
Pustaka, Hlm. 40 22
Daud Ali, 2003, Peradilan Agama dan Masalahnya, Jakarta : PT Raja Grafindo,
Cet VI, Hlm. 120
17
F. Solusi Pernikahan Siri
Pernikahan siri merupakan merupakan suatu hal yang sering terjadi
dalam melangsungkan pernikahan umat islam pada umumnya dan Disisi
lain hal ini dapat menimbulkan permasalahan dalam keluarga yang
melaksanakan pernikahan siri. Sehingga keluarga tersebut diliputi masalah
yang menyebabkan keharmonisan dan ketenangan dalam rumah tangga
menjadi terganggu.
Berdasarkan hal di atas penulis memberikan solusi pernikahan siri
agar pernikahan siri tersebut menjadi legal dan sah secara hukum Negara
dan mempunyai kekuatan hukum, sehingga dapat tercapainya tujuan
pernikahan yaitu membentuk keluarga sakinah mawadah dan warahmah.
1. Melakukan Pernikahan Ulang
Pernikahan ulang dilakukan dengan layaknya pernikahan
menurut agama islam, namun pernikahan harus disertai dengan
pencatatan pernikahan oleh pejabat yang berwenang pencatat
pernikahan (KUA) pencatatan ini penting agar ada status dalam
perkawinan yang dilakukan.
Namun status anak yang dilahirkan dalam perkawinan di
bawah tangan akan dianggap anak di luar nikah, karena perkawinan
ulang tidak berlaku surut terhadap status anak yang dilahirkan sebelum
perkawinan ulang dilangsungkan.
Oleh karenanya dalam akta kelahiran, anak yang dilahirkan
sebelum perkawinan ulang tetap sebagai anak di luar nikah, sebaliknya
anak yang lahir setelah pernikahan ulang statusnya sebagai anak yang
sah dalam pernikahan.
18
2. Mencatatkan Pernikahan dengan Isbat Nikah
Untuk memberikan ligitimasi nikah siri atau perkawinan yang
tidak dicatatkan kadang di tempuh dengan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama, isbat nikah yang sering disebut pengesahan nikah
adalah kewenangan Pengadilan Agama yang merupakan perkara
voluntair.
Perkara voluntair adalah perkara permohonan yang hanya
terdiri dari pemohon saja. Oleh karena itu, perkara voluntair tidak
disebut perkara karena tidak ada pihak lawan atau obyek hukum yang
disengketakan.
Bagi yang telah melakukan pernikahan di bawah tangan atau
nikah siri namun tidak dapat membuktikan pernikahan dengan akta
nikah, dapat mengajukan permohonan isbat nikah kepada Pengadilan
Agama. Namun isbat nikah ini hanya dimungkinkan bila hanya
berkenaan dengan :
a. Dalam rangka penyelesaian perceraian.
b. Hilangnya akta nikah.
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan.
d. Perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.23
Artinya bila ada salah satu dari alasan kelima di atas yang dapat
dipergunakan, maka dapat segera mengajukan permohonan isbat nikah
23
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, Kompilasi Hukum Islam, Pasal 7 ayat (2), Hlm. 3
19
ke Pengadilan Agama, sebaliknya akan sulit bila tidak memenuhi salah
satu alasan di atas.
G. Pengertian Isbat Nikah
Isbat nikah berasal dari bahasa arab إثبات yang merupakan masdar
dari kata إثباتا –يثبت –أثبت yang mempunyai makna penetapan, penentuan
atau pembuktian. yang dimaksud dengan isbat nikah adalah suatu
penetapan, penentuan, pembuktian atau pengabsahan pengadilan terhadap
pernikahan yang telah dilakukan dengan alasan-alasan tertentu.24
Isbat (penetapan) merupakan produk Pengadilan Agama, dalam arti
bukan pengadilan yang sesungguhnya, dikatakan bukan pengadilan yang
sesungguhnya karena di dalam perkara ini hanya ada pemohon, yang
memohon untuk ditetapkan tentang sesuatu yaitu penetapan nikah. Perkara
voluntair adalah perkara yang sifatnya permohonan dan di dalamnya tidak
ada sengketa, sehingga tidak ada lawan. Pada dasarnya perkara
permohonan tidak dapat diterima, kecuali kepentingan undang-undang
menghendaki demikian.25
Gugatan voluntair sering disebut gugatan permohonan adalah
permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang
ditanda tangani oleh pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada ketua
pengadilan. Perkara voluntair yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama
seperti :
1. Penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu
untuk melakukan tindakan hukum.
2. Penetapan pengangkatan wali.
3. Penetapan pengangkatan anak.
24
Yayan Sofyan, 2002, Isbat Nikah Bagi Perkawinan Yang Tidak di Catat Setelah
Diberlakukanya UU No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
(Ahkam IV, No. 8), Hlm. 75 25
Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogykarta :
Pustaka Pelajar, Hlm. 41
20
4. Penetapan nikah (Isbat Nikah)
5. Penetapan wali adhol (KHI Pasal 7).
Isbat nikah pada mulanya merupakan solusi atas diberlakukanya
UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) yang mengharuskan
pencatatan perkawinan, karena sebelum itu, banyak perkawinan yang tidak
dicatatkan, tetapi dapat dimintakan isbat nikahnya kepada Pengadilan
Agama. Kewenangan mengenai perkara isbat nikah bagi Pengadilan
Agama adalah diperuntukan bagi mereka yang melakukan perkawinan
dibawah tangan sebelum berlakunya undang-undang No. 1 Tahun 1974
merujuk pada pasal 64 yang menyebutkan : “Untuk perkawinan dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi setelah
sebelum undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan
lama adalah sah”.26
Pengaturan mengenai isbat nikah juga diatur dalam Peraturan
Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 dalam pasal 39 ayat (4)
menyebutkan apabila KUA tidak bisa membuktikan duplikat akta nikah
karena catatanya rusak atau hilang, maka untuk menetapkan adanya nikah,
talak, rujuk atau cerai harus dibuktikan dengan penetapan atau Putusan
Pengadilan Agama.27
H. Dasar Hukum Isbat Nikah
Pada dasarnya kewenangan perkara isbat nikah bagi Pengadilan
Agama dalam sejarahnya adalah diperuntukan bagi mereka yang
melakukan perkawinan dibawah tangan sebelum diberlakukanya undang-
undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Pemerintah
No.9 Tahun 1975 (penjelasan pasal 49 ayat (2) jo. Pasal 64 UU No.1
Tahun 1974). Namun kewenangan ini berkembang dan diperluas dengan
dipakainya ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7 ayat (2) dan
26
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 64 27
Permenag No. 3 Tahun 1975
21
(3) dalam ayat (2) disebutkan : “Dalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke
Pengadilan Agama”.28
Pada pasal 7 ayat (3) berbunyi “Isbat nikah yang dapat diajukan ke
Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya akta nikah.
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan.
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1
Tahun 1974
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut UU No.1 Tahun
1974.29
Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1970 beserta penjelasanya
menetukan bahwa adanya kewenangan suatu peradilan untuk
menyelesaikan perkara yang tidak mengandung unsur sengketa (voluntair)
adalah dengan syarat apabila dikehendaki adanya ketentuan atau
penunjukan oleh undang-undang.30
Mengenai isbat nikah ini Permenag No.3 Tahun 1975 yang dalam
pasal 39 ayat (4) menetukan bahwa jika KUA tidak bisa membuatkan
duplikat akta nikah karena catatanya telah rusak atau hilang atau sebab
lain, maka untuk menetukan adanya nikah, talak, cerai atau rujuk, harus
ditentukan dengan keputusan (dalam arti penetapan) Pengadilan Agama,
28
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, Kompilasi Hukum Islam, Pasal 7 ayat (2), Hlm. 3 29
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, Kompilasi Hukum Islam, Pasal 7 ayat (2), Hlm. 4 30
Nasrudin Salim, 2003, Isbat Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam (Tinjauan
Yuridis, Filosofis, dan Sosiologis), dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam,
No. 62 Tahun. XIV, Jakarta : Yayasan Al Hikmah, Hlm. 70
22
tetapi hal ini berkaitan dengan pernikahan yang dilakukan sebelum UU
No.1 Tahun 1974 bukan terhadap perkawinan yang terjadi sesudahnya.
Dengan demikian mengenai kompetensi absolut tentang isbat nikah
sebagai perkara voluntair ini tidak bisa dianalogikan (qiyaskan) dengan
perkara pembatalan perkawinan, perceraian, atau poligami. Prinsipnya
pengadilan tidak mencari-cari perkara tetapi perkara itu yang telah menjadi
kewenanganya karena telah diberikan Undang-undang. Menurut Wasit
Aulawi bahwa perkara isbat nikah tidak dilayani.31
I. Syarat-syarat Isbat Nikah
Tentang syarat isbat nikah ini tidak dijelaskan dalam kitab fiqh
klasik maupun kontemporer, akan tetapi syarat isbat nikah ini dapat
dianalogikan dengan syarat pernikahan. Hal ini karena isbat (penetapan
nikah) pada dasarnya adalah penetapan suatu pernikahan yang telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam syariat islam.
Bahwa pernikahan telah dilakukan dengan sah yaitu telah sesuai syarat dan
rukun nikah tetapi pernikahan belum dicatat ke pejabat yang berwenang
yaitu pegawai pencatat nikah (PPN). Maka untuk mendapatkan penetapan
harus mengajukan terlebih dahulu permohonan isbat nikah ke Pengadilan
Agama.
Dalam membahas tentang pencatatan pernikahan dan pernikahan
tidak dicatat, tidak dapat dilepaskan dari ketentuan-ketentuan rukun dan
syarat perkawinan yang berlaku bagi orang islam di Indonesia. Adapun
rukun dan syarat pernikahan sebagai berikut :
1. Rukun Pernikahan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas :
a. Adanya calon suami dan istri
31
A. Wasit Aulawi, 1996, Pernikahan Harus Melibatkan Orang Banyak, dalam
Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 28 Tahun VII, Jakarta : Yayasan Al
Hikmah, Hlm. 22
23
b. Adanya wali dari calon pihak pengantin wanita
c. Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh pihak calon
pengantin laki-laki.
2. Syarat sahnya pernikahan
Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya pernikahan itu ada dua yaitu
sebagai berikut :
a. Calon mempelai perempuan yang dikawini oleh laki-laki yang
ingin menjadikanya istri. Jadi, perempuan itu bukan merupakan
orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk
sementara maupun untuk selama-lamanya.
b. Akad nikahnya dihadiri pada saksi
1). Berakal, bukan orang gila
2). Baligh, bukan anak-anak
3). Merdeka, bukan budak
4). Islam
5). Kedua saksi itu mendengar.32
J. Hubungan Isbat Nikah Dengan Pencatatan Perkawinan
Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur
melalui perundang-undangan perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, dan
lebih khusus lagi bagi perempuan dalam kehidupan berumah tangga.
Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah yang
masing-masing suami istri mendapat salinanya, apabila terjadi perselisihan
atau percecokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab.
Karena dengan akta tersebut, memiliki bukti otentik perbuatan hukum
yang mereka lakukan. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 3
32
Ibnu Rusd, 2011, Bidayah al-Mujtahid, Jilid 2, Terjemahan Abu Usamah Fakhtur,
Jakarta : Pustaka Azzam, Hlm. 271
24
dijelaskan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.33
Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah,
dan warahmah setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana yang disebutkan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pencatatan perkawinan
menjelaskan dalam pasal 5 ayat (1) “Agara terjamin ketertiban
perkawinan bagi masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat”.
Ayat (2) “Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh
pegawai pencatat nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
No. 22 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang
penetapan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia tanggal 21
November No. 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk
di seluruh daerah luar jawa dan madura”.34
Teknik pelaksanaanya dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI) pasal 6 yang menyebutkan :
1. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5 setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat
nikah.
2. Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah
tidak mempunyai kekuatan hukum.35
Secara rinci peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
dalam dalam Bab II pasal pasal 2 menjelaskan :
33
Ahmad Mukti Arto, 1996, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya
Perkawinan, (Mimbar Hukum No. 26 Tahun IV mei-Juni), Hlm. 51-52 34
Ahmad Mukti Arto, 1996, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya
Perkawinan, (Mimbar Hukum No. 26 Tahun IV mei-Juni), Hlm.54 35
Ahmad Rafiq, 1995, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, Hlm. 109
25
1. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinanya menurut agama islam, dilakukan oleh pegawai pencatat
nikah sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang No. 32 Tahun
1954 tentang pencatatan nikah, talak, dan rujuk.
2. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinanya menurut agamanya dan kepercayaanya selain agama
Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor
catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-
undangan mengenai pencatatan perkawinan.
3. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku
bagi tata cara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan
yang berlaku, tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana
ditentukan dalam pasal 3 peraturan pemerintah sampai dengan pasal 9
peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.36
Dalam pasal 3 peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menjelaskan :
1. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya itu kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan yang
akan dilangsungkan.
2. Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya
10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
3. Pengecualian terhadap waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan suatu
alasan yang penting, diberikan oleh camat atas nama bupati kepala
daerah.
36
Abdul Ghani Abdullah, Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan
Agama, Hlm. 32
26
Tata cara pemberitahuan rencana perkawinan dapat dilakukan
secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai atau oleh orang tua atau
wakilnya (pasal 4 peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
adapun hal-hal yang diberitahukan meliputi : Nama, Umur, Agama atau
kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai, dan apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau
suami terdahulu (pasal 5 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).
Dengan adanya pemberitahuan ini kemungkinan terjadinya pemalsuan
atau penyimpangan identitas dapat dihindari.37
Tindakan yang harus diambil oleh pegawai pencatat nikah setelah
menerima pemberitahuan, diatur dalam pasal 6 peraturan pemerintah No. 9
tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan sebagai berikut :
1. Pegawai pencatat nikah yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan meneliti apakah syarat-syarat perkawinan
telah terpenuhi dan apabila tidak terdapat halangan perkawinan
menurut Undang-undang.
2. Selain penelitian terhadap hal yang dimaksud dalam ayat (1) pegawai
pencatat meliputi pula :
a. Kutipan akta kelahiran calon mempelai dalam hal tidak ada akta
kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat
keterangan yang menyatakan umur dan asal usul calon mempelai
yang diberikan oleh kepala Desa atau yang setingkat dengan itu.
b. Keterangan mengenai nama, agama atau kepercayaan, pekerjaan,
tempat tinggal orang tua calon mempelai.
c. Izin tertulis atau izin pengadilan sebagaimana dimaksud pasal 6
ayat (2), (3), (4) dan (5) undang-undang Perkawinan, apabila salah 37
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Hlm. 112-114
27
seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21
tahun.
d. Izin pengadilan sebagai dimaksud pasal 4 undang-undang
perkawinan, dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang
masih mempunyai istri.
e. Dispensasi pengadilan atau pejabat sebagai dimaksud pasal 7 ayat
(2) undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
f. Surat kematian istri atau suami yang terdahulu atau dalam hal
perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan yang
kedua kalinya atau lebih.38
Ketentuan dalam klausul Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 6
ayat (1) dan (2) diatas memberi manfaat, pertama : memelihara ketertiban
hukum yang menyangkut kompetensi relatif, kewilayahan dari pegawai
pencatat nikah. Kedua : menghindari terjadinya pemalsuan atau
penyimpangan hukum lainya, seperti : identitas calon mempelai dan status
perkawinan mereka. Penelitian pegawai pencatat nikah juga bermaksud
untuk meneliti status perkawinan seseorang baik calon suami maupun
calon istri oleh karena itu, jika diperlukan calon mempelai melampirkan
surat-surat yang telah disebutkan diatas.
Mengingat kesadaran masyarakat yang menjadi subjek hukum
tidak sama, mungkin karena tidak tahu atau karena hal lain. Sehingga
ketentuan-ketentuan tersebut diatas belum dapat berjalan dengan baik.
Peraturan perundang-undangan memberi alternatif kepada pihak-pihak
karena suatu hal harus melangsungkan perkawinan yaitu mengajukan izin
tertulis, izin pengadilan agama apabila salah seorang calon mempelai
belum mencapai umur 21 tahun.39
Apabila suatu kehidupan suami istri
berlangsung tanpa akta nikah karena adanya suatu sebab, Kompilasi
Hukum Islam (KHI) membuka kesempatan kepada mereka untuk
38
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Pasal 6 39
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Hlm. 113
28
mengajukan permohonan isbat nikah kepada Pengadilan Agama sehingga
yang bersangkutan mempunyai kekuatan hukum tetap dalam ikatan
perkawinanya. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 7
menyebutkan sebagai berikut :
1. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat
oleh pegawai pencatat nikah.
2. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat
diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
3. Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan :
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
b. Hilangnya akta nikah
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
4. Yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah suami, istri,
anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan
perkawinan itu.40
Menurut Ahmad Rafiq pencatatan perkawinan merupakan syarat
administratif perkawinan. Tetapi walaupun hanya sebagai suatu kewajiban
administratif saja, ia mempunyai cakupan manfaat yang sangat besar bagi
kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan. Manfaat dari pencatatan
perkawinan ini adalah : pertama, manfaat yang bersifat preventif yaitu
untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan
rukun dan syarat-syarat perkawinan baik menurut agama dan 40
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 7
29
kepercayaanya ataupun menurut perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Dengan ini dapat dihindari pelanggar terhadap kompetensi
relatif pegawai pencatat perkawinan. Atau menghindari terjadinya
pemalsuan sepeti, identitas calon mempelai, status perkawinan, perbedaan
agama dan usia calon mempelai. Kedua, manfaat akta nikah yang bersifat
refresif yaitu bagi suami istri yang karena sesuatu perkawinanya tidak
dibuktikan dengan akta nikah, Kompilasi Hukum Islam membuka
kesempatan kepada mereka untuk mengajukan permohonan isbat nikah
kepada Pengadilan Agama, pencatatan inilah disebut sebagai tindakan
refresif, yang dimaksudkan untuk membentuk masyarakat, agar didalam
melangsungkan perkawinan tidak mementingkan aspek hukum fiqh saja,
tetapi aspek-aspek keperdataanya juga perlu diperlukan secara seimbang.41
Dalam pembahasan diatas hubungan isbat nikah dengan pencatatan
perkawinan dapat dipahami bahwa esensi dari isbat nikah itu adalah
pencatatan perkawinan. Sebab dengan diterbitkanya penetapan isbat nikah
maka pegawai pencatat nikah berdasarkan penetapan Pengadilan Agama
berkewajiban mengeluarkan akta perkawinan. Dengan tercatatnya suatu
perkawinan, maka pihak yang bersangkutan akan mendapatkan bukti
otentik telah terjadinya perkawinan yang berwujud dalam bentuk akta
nikah, maka bagi yang belum mendapatkan dapat meminta isbat nikah
(pengesahan nikah) ke Pengadilan Agama. Dalam pasal 5 KHI disebutkan
bahwa :
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan masyarakat islam setiap
perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh pegawai
pencatat nikah sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 22
Tahun 1946 jo. Undang-undang No. 32 Tahun 1945.
41
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Hlm. 111-112
30
K. Tujuan Pencatatan Perkawinan
Pada mulanya syariat islam baik dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits
tidak mengatur secara kongkrit tentang adanya pencatatan pernikahan. Hal
ini berbeda dengan ayat muamalat yang dalam situasi tertentu
diperintahkan untuk mencatatnya. Tuntutan perkembangan dengan
berbagai pertimbangan kemaslahatan.42
Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban
perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan upaya yang diatur melalui
perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian
perkawinan, lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga.
Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang
masing-masing suami istri mendapat salinanya, apabila terjadi perselisihan
atau percecokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab,
maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan
atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, suami
istri mempunyai bukti otentik atas perbuatan hukum yang telah merela
lakukan.43
Ketentuan pencatatan perkawinan sebenarnya bukan masalah baru
bagi penduduk. Di lingkungan masyarakat yang beragama islam, sejak
tahun 1946 telah berlaku UU No. 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan
Nikah, Talak, Rujuk. Namun, ketentuan tersebut belum terlaksana secara
efektif. Sedangkan bagi masyarakat pemeluk agama kristen protestan dan
katolik, sudah sejak lama mempunyai ordonansi yang mengatur percatatan
perkawinan mereka.44
42
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo, Cet. ke IV,
2000, Hlm 107 43
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo, Cet. ke IV,
2000, Hlm 109
44
Moh. Zahid, Dua Puluh Lima Tahun Pelaksaan Undag-Undang Perkawinan,
Jakarta : Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan,
2002, Hlm. 69-70
31
L. Prosedur Isbat Nikah
Dalam pelaksanaan mengajukan permohonan isbat nikah, bagi para
pihak yang ingin mengajukan permohonan isbat nikah harus mendaftarkan
permohonanya ke Pengadilan Agama dimana mereka bertempat tinggal.
Apabila dalam permohonan tersebut diterima oleh Pengadilan
Agama, maka setelah adanya penetapan para pihak dapat membawa hasil
tersebut kepada pihak catatan sipil guna mendapatkan akta nikah dan juga
akta kelahiran apabila mereka sudah mempunyai anak.
Adapun tahapan prosedur isbat nikah yaitu permohonan agar akad
nikah yang pernah dilaksanakan dimasa lalu, ditetapkan sah karena tidak
ada bukti otentik pernikahanya dan prosedurnya sebagai berikut :
1. Mendatangi kantor Pengadilan Agama diwilayah tempat tinggal
2. Suami atau istri, anak-anak, wali nikah dan pihak yang
berkepentingan dengan perkawinan sebagai pemohon, mengajukan
permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama.
3. Membuat surat permohonan isbat nikah, surat permohonan dapat
dibuat sendiri, apabila tidak bisa membuat surat permohonan sendiri,
dapat meminta bantuan ke Posbakum (Pos Bantuan Hukum) yang ada
dipengadilan Agama.
4. Memfoto copy formulir permohonan isbat nikah sebanyak lima
rangkap, kemudian mengisinya dan menandatangani formulir yang
telah lengkap, empat rangkap formulir permohonan diserahkan
kepada petugas pengadilan, satu fotocopy disimpan.
5. Permohonan isbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama di tempat
tinggal pemohon.
6. Permohonan harus meliputi :
a. Identitas pihak pemohon
b. Posita (alasan-alasan yang mendasari diajukanya permohonan
isbat nikah)
32
c. Petitum (hal yang dimohon penetapanya dari Pengadilan
Agama)
d. Surat keterangan dari kepala desa bahwa pemohon telah
melangsumgkan pernikahan.
e. Surat keterangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat
yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut belum dicatatkan.
f. Foto copy KTP pemohon isbat nikah.
g. Membayar perkara. Apabila tidak mampu membayar panjar
biaya perkara, masyarakat dapat mengajukan permohonan untuk
berperkara secara Cuma-Cuma (Prodeo).
h. Apabila mendapat fasilitas prodeo, semua biaya yang
berkepentingan dengan perkara di Pengadilan menjadi tanggung
jawab Pengadilan kecuali biaya transport dari rumah ke
Pengadilan Agama. Apabila biaya tersebut masih tidak
terjangkau masyarakat dapat mengajukan sidang keliling.
i. Setelah menyerahkan panjar biaya perkara masyarakat meminta
bukti pembayaran yang akan dipakai untuk meminta sisa panjar
biaya perkara.
j. Menunggu panggilan sidang di Pengadilan Agama
a. Pengadilan Agama akan mengirim surat panggilan yang
berisi tentang tanggal dan tempat sidang kepada pemohon
dan termohon secara langsung ke alamat yang tertera dalam
surat permohonan.
k. Menghadiri persidangan
a. Datang ke Pengadilan Agama dengan tanggal dan waktu
yang tertera dalam surat panggilan.
b. Sidang pertama, masyarakat membawa dokumen seperti
surat panggilan persidangan, fotocopy formulir
permohonan yang telah diisi.
c. Sidang selanjutnya, hakim memberitahukan kepada
pemohon atau termohon yang hadir dalam sidang kapan
33
tanggal dan waktu sidang berikutnya. Bagi pemohon atau
termohon yang tidak hadir pada sidang pertama untuk
sidang berikutnya akan dilakukan pemanggilan ulang
kepada yang bersangkutan melalui surat.
d. Sidang kedua dan seterusnya, masyarakat harus
mempersiapkan dokumen dan bukti sesuai permintaan
hakim. Dalam kondisi tertentu hakim akan meminta
menghadirkan saksi-saksi yaitu orang yang mengetahui
pernikahan tersebut.
e. Penetapan Pengadilan Agama, jika permohonan dikabulkan
Pengadilan akan mengeluarkan penetapan isbat nikah.
f. Salinan penetapan isbat nikah dapat diambil dalam jangka
waktu setelah 14 hari dari penetapan Majlis Hakim.45
Menurut hukum islam, apabila suatu perkawinan dilakukan dan
memenuhi syarat dan rukun perkawinan maka perkawinan tersebut adalah
sah menurut hukum islam walaupun perkawinan tersebut tidak mempunyai
akta nikah. Namun menurut ketentuan hukum positif yang mengatur
mengenai tata cara perkawinan yang dibenarkan oleh hukum oleh hukum
adalah seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal
2 ayat (1) yaitu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaanya. Pada pasal 2 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.46
Dampak dari perkawinan sebelum diisbatkanya perkawinan
tersebut atau dengan kata lain perkawinan tanpa akta nikah adalah sebagai
berikut :
45
Panduan Pengajuan Isbat Nikah “Artikel di Akses pada 18 Februari 2018 dari
www. Pekka.or.id/panduanibatnikah.doc 46
Abdul Ghani, “Perkawinan di Bawah Tangan”, Mimbar Hukum No 23 (Tahun VI,
1995). Hlm. 47
34
1. Makna historis Undang-undang No. 1 Tahun 1974 akan tidak efekif
sehingga tujuan dari lahirnya Undang-undang perkawinan tersebut
tidak akan tercapai.
2. Tujuan normatif dari pencatatan perkawinan tidak terpenuhi seperti
yang dikehendaki Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2),
sehingga akan menciptakan ketidak teraturan di dalam mekanisme
kependudukan.
3. Naik turunya jumlah penduduk dan pengaturan umur kawin atau
angka kelahiran tidak dapat terkendali dan pada akhirnya akan
berulang kembali ketimpangan antara pertumbuhan jumlah penduduk
dengan mekanisme konsumsi nasional.
4. Masyarakat pada umumnya, terutama masyarakat islam dipandang
tidak memperdulikan kehidupan bangsa dan kenegraan dalam bidang
hukum yang pada akhirnya akan sampai pada anggapan bahwa
pelaksanaan ajaran agama islam tidak memerlukan ketertiban negara.
5. Apabila perkawinan di bawah tangan terjadi maka secara hukum
hanya dapat diikuti dengan perceraian dibawah tangan juga.47
Dan apabila dampak tersebut ditinjau dari para pelaku sebelum
diisbatkanya perkawinan mereka adalah sebagai berikut :
a. Perkawinan tidak dianggap sah. Meskipun perkawinan dilakukan
menurut agama dan kepercayaan, namun dimata Negara
perkawinan tersebut dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh
Kantor Urusan Agama.
b. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibu. Anak-anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau
perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap tidak sah, juga
47
Mufidah Ulfah, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah
Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Kaitanya dengan Hukum Islam”.
Hlm 83-84
35
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga
ibunya.
c. Anak dan ibunya tidak berhak atas warisan dan nafkah. Akibat
lebih jauh dari pernikahan tidak tercatat adalah baik istri maupun
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak tercatat tersebut
tidak berhak menuntut nafkah maupun warisan dari ayahnya harta
yang didapat dalam perkawinan tersebut hanya dimiliki oleh
masing-masing yang menghasilkanya, karena tidak ada harta
gono gini atau harta bersama.
d. Terhadap suami. Tidak ada dampak yang merugikan bagi suami
yang melakukan perkawinan siri atau perkawinan yang tidak
tercatat. Sebelum perkawinan tidak tercatat itu diisbatkan,
perkawinan itu justru menguntungkan pihak suami karena bebas
menikah lagi. Sebab perkawinan sebelumnya dianggap tidak sah
menurut hukum positif di Indonesia. Sehingga suami bisa berkelit
dan menghindar dari kewajibanya memberikan nafkat terhadap
anak-anak dan istrinya.48
48
Mufidah Ulfah, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perkawinan Tanpa Akta Nikah
Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Kaitanya dengan Hukum Islam”.
Hlm 86
36
BAB III
POTRET MASYARAKAT DESA PANGALUSAN KECAMATAN
MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
A. Letak dan Kondisi Geografis
Desa Pengalusan terletak di Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mempunyai letak astronomis Kabupaten pada titik 7,10 LU -
7,29 LS dan 101,11 BB – 109,35 BT dengan luas wilayah 390.3480 ha dan
jumlah penduduk sebanyak 5.948 jiwa dengan kepadatan 1.739 jiwa/km².
Desa Pangalusan terletak di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
yang mana dibatasi oleh :
- Sebelah utara : Desa Campakoah dan Desa Sangkanayu
- Sebelah timur : Perhutani dan Desa Serang
- Sebelah selatan : Desa Binangun
- Sebelah barat : Desa Pagerandong
Wilayah Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mempunyai curah hujan berkisar 3.180 mm dengan suhu
udara rata-rata 22˚ - 33˚ C. Desa Pangalusan mempunyai kelembaban
udara mencapai 85 , ketinggian Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga diukur diatas permukaan air laut memiliki
ketinggian 308 mdpl.49
B. Kondisi Geologi dan Geomorfologi
Desa Pangalusan yang terletak di Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mempunyai jenis batuan berupa batu andesit, batu pasir dan
49
Sumber data Balai Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
37
sirtu. Hal ini dapat dilihat dari kondisi alam yang sebagian besar wilayah
terdapat galian berupa pasir. Wilayah Kecamatan Mrebet mempunyai
topografi berupa dataran tinggi berbukit-bukit dengan kemiringan lereng
lebih dari 40 , kecamatan Mrebet sendiri mempunyai jarak cukup dekat
dengan gunung slamet yaitu berkisar 60 km. sedangkan dari Desa
Pangalusan ke gunung slamet mempunyai jarak sejauh 45 km, sehingga
dapat dikatakan bahwa daerah Mrebet merupakan kaki gunung slamet.
Jenis tanah yang ada di wilayah Desa Pangalusan yaitu berupa
tanah berpasir. Dengan tanah berpasir tersebut, masyarakat Desa
Pangalusan dapat memanfaatkan tanah tersebut untuk penggalian yang
dapat menunjang perekonomian warga.
C. Transportasi dan Komunikasi
Sarana transportasi yang umunya digunakan oleh masyarakat Desa
Pangalusan yaitu truk, mini bus, sepeda motor dan juga sepeda onthel.
Untuk kegiatan sehari-hari pada umumnya penduduk Desa Pangalusan
cenderung menggunakan sepeda motor, karena sepeda motor dinilai lebih
praktis dan cepat untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti berangkat
kerja, kepasar maupun kegiatan yang lain. Untuk transportasi umum atau
yang biasa disebut angkutan umum, sementara ini belum ada yang
menjangkau sampai seluruh wilayah Desa Pangalusan. Angkutan umum
yang ada baru sebatas menghubungkan dari Desa Mrebet sampai dengan
pasar Pangalusan. Sedangkan untuk truk biasanya digunakan sebagai
sarana angkut hasil penggalian seperti pasir, batu serta kayu.
Media komunikasi yang digunakan antara lain radio, televisi dan
telepon genggam. Untuk penggunaan telepon rumah atau telkom di daerah
Desa Pangalusan tidak terlalu banyak, hanya beberapa orang saja yang
mempunyai jaringan telepon rumah atau telkom. Namun pada umunya
masyarakat Desa Pangalusan sudah menggunakan jaringan telepon seluler
yaitu menggunakan telepon genggam. Bahkan sudah hampir seluruh
38
masyarkat Desa Pangalusan menggunakan telepon genggam baik dari
kalangan bawah, menengah, sampai atas.
D. Kondisi Sosial dan Ekonomi
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Desa Pangalusan berjumlah 5.948 jiwa dari
jumlah tersebut, penduduk laki-laki berjumlah 3.001 jiwa dan penduduk
perempuan berjumlah 2.942 jiwa. Berikut merupakan tabel jumlah
penduduk berdasarkan umur yang diperoleh dari data Kecamatan Mrebet.
Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0 – 4 265 254 519
5 – 9 268 254 522
10 – 14 282 260 542
15 – 19 234 225 459
20 – 24 244 232 476
25 – 29 260 231 491
30 – 34 240 231 471
35 – 39 223 233 456
40 – 44 209 219 428
45 – 49 172 199 371
50 – 54 138 160 298
55 – 59 157 142 299
60 – 64 119 97 216
65 – 69 51 70 121
70 – 74 68 63 131
75+ 71 77 148
Total 3.001 2.942 5.948
Tabel 01. Jumlah penduduk berdasarkan umur ( Sumber : Data
Kecamatan Mrebet).
Warga Desa Pangalusan berjumlah 5.948 jiwa. Beragama islam
sebanyak 5757 jiwa dan sebanyak 191 jiwa beragama kristen protestan. Di
Desa Pangalusan hanya terdapat dua agama dimana mayoritas penduduk
beragama islam.
Dari jumlah warga 5.948 jiwa terdapat 1.474 rumah di Desa
Pangalusan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 1.979. dan
jumlah kepala keluarga tersebut sebanyak 681 KK merupakan warga
miskin dan sisanya merupakan warga kelas menengah atas.
39
Dari uraian data di atas penulis menyimpulkan bahwa aktivitas
keseharian masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga menggunakan sepeda motor karena angkutan umum yang lain
belum ada yang menjangkan sampai Desa Pengalusan di karenakan akeses
Desa menuju kota yang cukup lumayan jauh dan letak Desa yang terpecil
serta berada di daerah lereng gunung slamet dengan letak geografis yang
naik turun.
Dari jumlah warga sebanyak 5.948 jiwa sebanyak 681 kepala
keluarga merupakan warga miskin. Dari faktor inilah yang menjadi
penyebab masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga tidak mencatatkan pernikahanya di Kantor Urusan Agama
(KUA) di sebabkan letak KUA berada di Kecamatan Mrebet yang jauh
dari Desa Pengalusan. Selain letak KUA yang jauh dari Desa Pengalusan
faktor lain yang menyebabkan masyarakat Desa Pengalusan tidak
mencatatkan pernikahanya adalah karena mereka tidak mampu membayar,
masih kurangnya kesadaran tentang pencatatan nikah dan tidak ada
transportasi menuju KUA yang letaknya berada di Kecamatan Mrebet.
Dengan demikian faktor utama yang menjadi penyebab pernikahan
siri adalah kemiskinan, kondisi dan letak Kantor Urusan Agama (KUA)
yang jauh dari Desa Pengalusan dan minimnya angkutan umum yang
menuju Kantor Urusan Agama (KUA).
2. Ketenagakerjaan
Warga Desa Pangalusan mempunyai jenis pekerjaan yang cukup
bervariasi. Keadaan ini disebabkan antara lain karena faktor alam dimana
Desa Pangalusan berada di daerah berbukit-bukit sehingga banyak
penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani maupun buruh tani.
Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
40
Jenis Pekerjaan Jumlah
Petani 781
Buruh tani 1.118
Buruh industri 534
Buruh bangunan 288
Pengusaha 66
Pedagang 378
Angkutan 95
PNS 27
Abri 1
Pensiunan 9
Lainya 1.437
TKI laki-laki 3
TKI perempuan 4
Tidak bekerja 1.207
Total 5.948
Tabel 02. Jenis Pekerjaan (Sumber : Data Kecamatan Mrebet)
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk
Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga bermata
pencaharian sebagai buruh tani. Buruh tani yang dimaksud disini yaitu
sebagai penderes pohon kelapa. Jenis pekerjaan ini salah satunya
dipengaruhi oleh faktor alam, dimana di Desa Pangalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga yang berada di perbukitan banyak terdapat
pohon kelapa. Karena faktor tersebut banyak penduduk yang bermata
pencaharian sebagai buruh tani penderes. Dari kegiatan nderes
(mengambil air buah kelapa) tersebut menghasilkan sari buah kelapa yang
dapat diolah menjadi gula jawa atau gula merah . sedangkan sebanyak
1.207 orang yang tidak bekerja sebagian besar merupakan warga yang
berumur kurang dari 13 tahun sehingga belum termasuk usia angkatan
kerja atau usia produktif.
3. Sarana Sosial
Di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
terdapat empat Sekolah Dasar Dasar Negeri dengan jumlah siswa
sebanyak 111 siswa dan total seluruh siswa 635. Terdapat 29 guru tetap
41
dan 12 guru tidak tetap yang tersebar di empat sekolah dasar tersebut.
Berikut tabel jumlah siswa sekolah dasar berdasarkan umur :
Umur Jumlah
<5 5
6 – 12 501
>13 129
Total 635
Tabel 03. Jumlah siswa SD Berdasarkan umur (sumber : Data
Kecamatan Mrebet)
Selain sekolah dasar, di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga terdapat satu TK swasta dengan jumlah siswa
sebanyak 26 anak. Dari jumlah tersebut sebanyak 25 anak merupakan
siswa baru dan satu siswa lama, di TK tersebut terdapat tiga orang guru
tetap.
Di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
juga terdapat sarana beribadah seperti masjid, mushola dan satu gereja,
karena di daerah Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
terdapat satu wilayah yang penghuninya merupakan warga yang
mempunyai agama kristen protestan.
Sarana kesehatan di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga juga sudah cukup bagus, di buktikan dengan
adanya satu puskesmas di Desa tersebut. Selain itu terdapat satu orang
bidan, satu orang paramedis lain dan juga terdapat 3 posyandu. Kesehatan
dari sisi rumah juga nampaknya sudah cukup baik dibuktikan dari
kepemilikan jamban pribadi sebanyak 958, milik bersama 198, umum 13,
dan yang tidak memiliki jamban sebanyak 239. Kemudian mengenai
kesehatan bayi dari data kecamatan dalam angka 2017 di Desa Pangalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dari total bayi sebanyak 17
anak terdapat 3 bayi yang kurang gizi dan satu bayi kelebihan gizi.
4. Pertanian, Peternakan dan Pertambangan
42
Sistem pertanian yang ada di daerah Pangalusan didominasi oleh
sistem pertanian non sawah. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah
Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga berupa
tegalan. Sistem pertanian dengan sawah irigasi yang ada di Desa
Pangalusan hanya seluas 8,97 ha, pertanian non irigasi 27,19 ha dan untuk
non sawah seluas 136 ha. Jenis tanaman yang umunya bisa di tanam di
Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain :
padi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, cabai rawit, petai dan jengkol. Untuk
jenis buahnya antara lain : rambutan, duku, jambu, pepaya, pisang, salak,
nanas, dan manggis. Selain itu ada jenis sayuran seperti kacang panjang,
buncis dan juga bayam.
Penduduk Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga yang mayoritas mata pencaharianya sebagai petani ternyata
juga ada sebagian yang mengembangkan usaha peternakan mikro sebagai
usaha sampingan. Jenis ternak yang umumnya ada di Desa Pangalusan
yaitu : kambing, ayam kampung, sapi potong, serta ikan kolam berupa
gurame dan lele.50
Karena banyaknya tanah berpasir dan sungai yang kering, sehingga
Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga mempunyai
kegiatan pertambangan dan penggalian berupa pasir dan batu pasir. Hasil
produksi dari kegiatan tersebut berkisar 3.500 dengan nilai Rp 140.000,00
per kubik. Pasir dan batu tersebut biasanya dijual kepada orang yang
sedang melakukan pembangunan, pasir tanah tersebut mempunyai kualitas
cukup bagus karena pasir tersebut telah terbukti lebih kuat jika
dibandingkan dengan pasir sungai maupun pasir laut.
5. Usia Pernikahan
50
Supandi, Kepala Desa Pengalusan, Wawancara pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
43
Usia Pernikahan Tidak Tercatat Tercatat
>20 450 210
< 20 330 198
Jumlah 780 408
Tabel 04. Jumlah pernikahan tidak tercatat dan tercatat tahun 1981-
1996 (Sumber : Data KUA Kecamatan Mrebet)
Usia pernikahan yang terjadi di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga yang tercatat dan tidak tercatat pada tahun
1981 sampai 1996 ialah angka usia pernikahan di atas umur 20 tahun
sebanyak 450 pernikahan tidak tercatat dan sebanyak 210 pernikahan
tercatat. Sedangkan angka usia pernikahan di bawah 20 tahun sebanyak
330 pernikahan tidak tercatat dan sebanyak 198 pernikahan tercatat.
E. Kondisi Sosial Budaya
1. Bahasa
Bahasa yang digunakan penduduk Desa Pangalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam kegiatan sehari-hari yaitu bahasa
jawa. Baik bahasa jawa ngoko atau krama inggil yang biasa digunakan
oleh anak-anak kepada orang tua maupun orang dewasa pada umumnya
kepada seseorang yang dianggap mempunyai jabatan lebih atau yang
berperan di masyarakat seperti perangkat desa dan para alim ulama.
Bahasa jawa ngoko yang digunakan oleh masyarakat Desa Pangalusan
biasanya dikenal sebagai bahasa jawa ngapak.
2. Keyakinan
Di Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
terdapat dua agama yang berkembang di masyarakat yakni agama islam
yang dianut oleh mayoritas penduduk dan agama Kristen Protestan yang
dianut sebagian penduduk masyarakat Desa Pangalusan. Meskipun jumlah
penduduk yang beragama non muslim dapat dikatakan minoritas, namun
toleransi antar umat beragama di Desa Pangalusan sudah cukup tinggi.
44
Sehingga perbedaan tersebut tidak dijadikan alasan sebagai bahan
perdebatan, bahkan kegiatan gotong royong dan silaturrakhim di Desa
Pangalusan dapat tetap berjalan harmonis.
3. Kesenian dan Adat Istiadat
Kesenian yang masih terus sembuh dan berkembang di wilayah
Desa Pangalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain
kesenian kuda kepang yang biasanya oleh warga Pangalusan disebut ebeg.
Kesenian ini masih sering dipertunjukan pada acara-acara penting seperti
pada upacara khitanan dan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Selain
kuda kepang kesenian yang masih tumbuh dan berkembang yaitu rebana
dan wayang kulit. Rebama biasanya ditampilkan pada acara khitanan,
pernikahan dan juga acara keagamaan.
Sedangkan pernikahan siri yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tidak
menggunakan rebana atau kesenian lainya.
Untuk adat-istiadat yang masih berkembang di Desa Pangalusan
yakni penduduk Desa Pangalusan masih tetap menggunakan perhitungan
kejawen sebelum mulai dalam pembangunan rumah maupun hajat yang
lainya seperti pernikahan dan khitanan. Hal ini dimaksudkan agar
memperoleh hari baik untuk melangsungkan suatu acara. Masyarakat Desa
Pangalusan percaya dengan perhitungan kejawen acara yang akan
dilangsungkan dapat berjalan dengan baik.51
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa mayoritas
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
beragama islam dan sebagian beragama agama kristen protestan.
51
Harnanto, Kepala Desa Pengalusan, Wawancara pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
45
Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga masih percaya terhadap perhitungan kejawen dalam
melakukan hajat yang akan di rencanakan, misalnya khitanan dan
pernikahan.
Mayoritas masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga bermata pencaharian sebagai buruh tani dan
petani. Sedangkan bahasa yang di gunakan penduduk Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam kegiatan sehari-hari
ialah bahasa jawa baik jawa ngoko atau krama inggil.
Kesenian yang masih berkembang di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain kuda kepang. Untuk sarana
pendidikan Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
terdapat empat Sekolah Dasar Negeri, satu TK. Selain sarana pendidikan
Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga juga terdapat
sarana beribadah seperti masjid dan gereja. Karena di daerah Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga terdapat satu wilayah yang
penghuninya merupakan warga yang beragama kristen protsetan yakni RT
06.
46
BAB IV
ANALISIS PRAKTEK ISBAT NIKAH DI DESA PENGALUSAN
KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
A. Pelaksanaan Isbat Nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga
Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama di
karenakan pernikahan mereka yang tidak tercatatkan di Kantor Urusan
Agama (KUA) sehingga masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga kesulitan untuk mendapatkan pelayanan publik,
seperti tidak dapat mendaftarkan sekolah anaknya karena tidak
mempunyai akta kelahiran, tidak dapat mendaftar haji dan umroh di
karenakan tidak memiliki buku nikah.
Dalam proses mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan
Agama masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga harus meminta surat keterangan dari kepala desa bahwa
pemohon telah melangsungkan perikahan dan meminta surat keterangan
dari Kantor Urusan Agma (KUA) setempat yang menyatakan bahwa
pernikahan tersebut belum di catatkan.52
Setelah kedua surat dari kepala desa dan Kantor Urusan Agama di
keluarkan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mendatangi Kantor Pengadilan Agama di wilayah tempat
tinggal, memfotokopy formulir pendaftaran kemudian mengisinya dan
menandatanganinya. Setelah mendaftar masyarakat Desa Pengalusan
52
Nuryanto, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018
47
kemudian membayar panjar perkara adapula yang mengajukan
permohonan untuk berperkara secara Cuma-Cuma (Prodeo). kemudian
membuat surat permohonan isbat nikah dengan dibantu oleh petugas
Posbakum (Pos Bantuan Hukum) yang ada di Pengadilan Agama.
Setelah berkas selesai semua masyarakat Desa Pengaluan
menghadiri persidangan di Pengadilan Agama dengan tanggal dan waktu
yang sudah di tetapkan Pengadilan Agama, sidang pertama masyarakat
Desa Pengalusan menunjukan berkas yang berupa surat panggilan
persidangan, fotokopy formulir pendaftaran yang sudah diisi dan di tanda
tangani, sidang kedua masyarakat Desa Pengalusan menunjukan bukti
berupa surat keterangan telah menikah dari ketua RT dan surat keterangan
pernikahan tidak tercatatkan dari Kantor Urusan Agama dan
menghadirkan saksi-saksi yang mengetahui pernikahan tersebut. Sidang
ketiga hakim mengeluarkan penetapan isbat nikah dan salinanya di ambil
oleh masyarakat Desa Pengalusan setelah 14 hari dari penetapan Majlis
Hakim.53
Pelaksanaan isbat nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga menurut penulis sudah benar sesuai dengan aturan
Undang-Undang No 3 Tahun 2006 pasal 49 pengadilan agama bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara lain di bidang isbat nikah.
Pelaksaan sidang isbat nikahnya sudah sesuai dengan prosedur
isbat nikah dimana pada sidang pertama hakim menanyakan identitas para
pemohon dan memeriksa berkas-berkas yang harus ada dalam
persidangan, sidang kedua hakim meminta bekas-berkas dan alat bukti
yang diperlukan dalam persidangan ini hakim meminta para pemohon
53
Narsito, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
48
untuk menghadirkan saks-saksi yaitu orang yang mengetahui pernikahan
tersebut.
Setelah permohonan dikabulkan Pengadilan Agama Masyarakat
Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga menunggu
salinan penetapan isbat nikah yang dapat diambil setelah 14 hari dari
penetapan Majis Hakim.
1. Masyarakat menuju Kantor Kepala Desa.
2. Kantor Kepala Desa Mengeluarkan Surat Keterangan telah menikah.
3. Kantor Urusan Agama mengeluarkan Surat Keterangan pernikahan
belum tercatatkan.
4. Pengadilan Agama mengeluarkan penetapan isbat nikah dan diberikan
kepada masyarakat.
Terkait banyaknya pasangan yang pernikahanya belum legal ini,
Pemkab Kabupaten Purbalingga memberikan fasilitas pelayanan terpadu
sidang keliling Pengadilan Agama dalam rangka penerbitan akta
perkawinan, dan akta kelahiran.54
Sidang keliling yang diadakan oleh Pemkab Purbalingga yang
bekerja sama dengan Pengadilan Agama dan Dinas Kependudukan
54
Basuki, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
Masyarakat Kantor Kepala Desa
Desa
Pengadilan Agama KUA
49
Catatan Sipil tidak dipungut biaya. Setelah selesai sidang masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga langsung
dicatatkan di Kantor Urusan Agama dan dikeluarkan duplikat buku nikah
yang mempunyai kekuatan hukum sehingga dapat menyelesaikan
persoalan kependudukan. Sedangkan bagi masyarakat non muslim Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga mengajukan
permohonan isbat nikahnya ke Pengadilan Negeri Purbalingga.
B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Nikah Siri di Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
1. Faktor Ekonomi
Faktor pendorong pernikahan siri di Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga yang pertama adalah
kondisi ekonomi masyarakat yang lemah. Masyarakat Desa
Pengalusan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani,
tepatnya mereka bekerja sebagai buruh tani. Mereka hanya bekerja
sebegai buruh tani dikarenakan lahan yang mereka garap bukan milik
pribadi. Bekerja sebagai buruh tani sejak pukul 8 pagi sampai 3 sore
mereka hanya mendapat upah sebesar Rp. 1000 perorang. Selain
menjadi petani mereka mempunyai pekerjaan sampingan yaitu
mengambil air buah kelapa untuk dibuat menjadi gula merah.
Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga seperti masyarakat pada umumnya, dimana anggotanya
menginginkan adanya pasangan hidup yang dapat menemani disaat
suka dan duka. Pernikahan adalah jalan untuk dapat mewujudkan
sepasang manusia menjadi sebuah keluarga yang sah.
Dengan keadaan ekonomi masyarakat Desa Pengalusan yang
kurang mampu dan cukup kesulitan membayar sejumlah uang untuk
50
membayar administrasi pernikahan di KUA membuat mereka berfikir
ulang untuk melangsungkan pernikahan di KUA.55
2. Faktor Usia
Faktor pendorong pernikahan siri di Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga adalah faktor usia. Faktor
usia yang dimaksud disini adalah usia calon mempelai, yang belum
cukup umur untuk melangsungkan pernikahan.
Pernikahan yang dilakukan di bawah usia yang telah ditentukan
jika ingin dilangsungkan di KUA harus melalui persidangan di
Pengadilan Agama Setempat yang tentunya akan lebih merepotkan dan
cukup menyulitkan mereka yang ingin menikah. Keinginan menikah
yang besar dan keluarga yang menyetujui namun terdapat kendala
menyebabkan mereka mengambil keputusan untuk menikah secara
agama saja atau yang populer di kenal dengan pernikahan siri. Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga yang lokasinya
jauh dari kota dan hanya memiliki beberapa sekolah dan minimnya
pendapatan membuat mereka dan keluarga mempunyai keinginan
menikah di usia muda.
Keluarga mempelai yang usianya masih di bawah umur
tersebut juga mempunyai anggapan bahwa jika anak-anak mereka
sudah menikah, maka lepaslah tanggung jawab mereka terhadap anak
sehingga dapat mengurangi beban hidup keluarga.
Persepsi yang telah berkembang pada masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga yaitu anak
yang tidak meneruskan sekolah lantas tidak menikah dianggap anak
perempuan yang tidak laku. Dari hasil wawancara di atas dapat
55
Darsoni, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018
51
disimpulkan bahwa selain faktor ekonomi, faktor usia adalah faktor
yang mendorong masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga untuk melakukan pernikahan siri.
3. Faktor pendidikan
Faktor pendorong pernikahan siri masyarakat Desa Pengalusan
yang selanjutnya adalah rendahnya pendidikan. Pendidikan dalam hal
ini yang mendorong pernikahan siri bukan hanya pendidikan formal
tetapi juga pendidikan yang terjadi dalam keluarga. Keluarga adalah
tempat pertama dan paling utama seorang individu mendapatkan
sosialisasi tentang nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Tidak bersekolah adalah salah satu faktor pendorong terjadinya
pernikahan siri, mereka tidak mengetahui akan permasalahan yang
dapat ditimbulkan dari pernikahan siri. Minimnya pendidikan ternyata
mempengaruhi pola pikir mereka yang setelah tidak bersekolah
memutuskan untuk segera menikah dan belum mengetahui
konsekuensi dari keputusanya untuk melangsungkan pernikahan siri.56
4. Faktor Keluarga
Faktor pendorong pernikahan siri masyarakat Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga adalah faktor keluarga.
Menikah selain kemauan diri sendiri juga didorong oleh keluarga yang
menginginkan adanya pernikahan untuk mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak di inginkan misalnya kehamilan di luar nikah.
Lingkungan tempat tinggal dan keluarga adalah dua hal penting
yang mempengaruhi tindakan seseorang. Keluarga yang mendorong
didukung dengan kondisi masyarakat yang menganggap biasa
menjadikan pelaksanaan nikah siri menjadi alternatif bagi pasangan
56
Sukaro, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
52
yang mempunyai keterbatasan tetapi ingin menikah. Dari kesimpulan
uraian di atas faktor pendorong pernikahan siri yang terjadi di Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga selain faktor
ekonomi, usia, pendidikan juga karena faktor keluarga dan masyarakat
setempat.57
C. Dampak Pernikahan Siri
Pernikahan siri apabila dilihat dari segi hukum Negara
menunujukan suatu pernikahan yang tidak mempunyai perlindungan
hukum karena tidak dilakukan pencatatan oleh Pegawai Pencatat Nikah
(PPN), sehingga pasangan tidak memilik akta pernikahan. Tidak memiliki
akta pernikahan ini, menyebabkan pasangan tidak memiliki bukti sah
tentang pernikahnya. Hal ini berarti perempuan tidak memiliki
perlindungan hukum, sehingga dapat menimbulkan banyak masalah bagi
dirinya. Dampak pernikahan siri juga tidak hanya dirasakan oleh
perempuan tetapi juga laki-laki dan anak.
1. Dampak Pernikahan Siri Bagi Perempuan
Dampak positif pernikahan siri yang dirasakan oleh perempuan
pelaku pernikahan siri di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga pertama, melalui pernikahan siri pelaku yang
masih berada di bawah usia yang ditentukan oleh aturan yang berlaku
dan terkendala ekonomi dapat melaksanakan pernikahan sehingga
perempuan tersebut dapat memelihara kehormatanya.
Kedua, dampak negatif pernikahan siri yang dirasakan oleh
perempuan pelaku pernikahan siri di Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga seperti telah diketahui bersama bahwa
nikah siri tidak disertifikasi artinya tidak tercatat dalam dokumen
57
Riswandi, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018
53
resmi Negara. Dari sini muncul persoalan penetapanya saat terjadi
konflik antara suami dan istri yang berujung perpisahanya. Istri tidak
dapat menuntut haknya seperti harta bersama dan nafkah bagi yang
sudah mempunyai anak.
2. Dampak Pernikahan Siri Bagi laki-laki
Dampak positif pernikahan siri yang berhubungan dengan laki-
laki tidak banyak, bila dibandingkan dengan dampak yang dirasakan
oleh perempuan. Adapun dampak pernikahan siri bagi laki-laki
pertama, jumlah biaya yang dibutuhkan dalam pernikahan siri lebih
ringan dibandingkan dengan pernikahan secara resmi (tercatat),
melalui pernikahan siri seorang laki-laki dapat menghindari aturan-
aturan resmi yang berlaku pada pernikahan resmi seperti aturan
batasan usia minimal dan keinginan untuk poligami.
Kedua, dampak negatif pernikahan siri bagi laki-laki suami
dapat bebas menikah lagi sebab pernikahan siri yang dilakukan
dianggap tidak sah oleh Negara. Tidak adanya sertifikasi pernikahan
secara sah secara hukum Negara disatu sisi menimbulkan kerugian
bagi pihak perempuan tetapi tidak bagi pihak laki-laki. Jika bagi
perempuan tidak adanya sertifikasi pernikahan yang dilakukan dapat
menimbulkan persoalan ketetapan status jika terjadi perceraian, maka
lain halnya dengan laki-laki. Ketiadaan sertifikasi dapat dimanfaatkan
laki-laki untuk dapat lebih mudah menikah lagi.58
Ketiga, laki-laki tidak dipusingkan dengan harta bersama dan
warisan jika terjadi sesuatu dikemudian hari. Hal tersebut, kembali lagi
dikarenakan tidak adanya sertifikasi sehingga lak-laki tidak dapat
dituntut apabila terjadi sesuatu dikemudian hari misalnya, jika terjadi
58
Mistoro, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018
54
perceraian atau meninggal dunia. Istri dan anak dari hasil pernikahan
siri tersebut tidak dapat menuntut hak atas nafkah atau warisan kepada
suami atau ayahnya karena pernikahan siri tidak mempunyai kekuatan
hukum.
3. Dampak Pernikahan Siri Terhadap Anak
Dampak pernikahan siri yang dirasakan oleh anak hasil
pernikahan siri di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga yaitu kesulitan dalam mendapatkan akta kelahiran.
Pernikahan siri yang tidak tercatat di KUA tidak mempunyai kekuatan
hukum sehingga anak yang dilahirkan dari pernikahan siri tersebut
dianggap sebagai anak luar kawin yang tidak dapat mencantumkan
nama ayah kandungnya karena tidak ada bukti otentik yang menjadi
bukti bahwa telah ada sebuah pernikahan.
Berdasarkan hal di atas penulis memberikan gambaran bahwa
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga sangatlah minim pengetahuan akan pernikahan siri dan
konsekuensi yang akan dihadapi. Meskipun begitu ada di antara
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga yang mulai menyadari pentingnya pencatatan pernikahan
demi anak yang akan dilahirkan.59
D. Alasan-alasan Masyarakat Desa Pengalusan Mengajukan Permohonan
Isbat Nikah.
Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah adalah agar perkawinan
mereka dinyatakan sah dan diakui secara resmi oleh Negara yaitu dengan
59
Supandi, Masyarakat Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018
55
dicatatkanya pernikahan mereka, sehingga mereka mendapatkan akta
nikah.
Selain alasan diatas masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga mengajukan isbat nikah karena mengalami
kesulitan saat membutuhkan pelayanan publik, misalnya mau mendaftar
umroh, mendaftar haji harus ada buku nikah, menyekolahkan anaknya
harus ada akta lahir dan kartu keluarga, anak mau mendaftar pekerjaan
harus ada akta lahir dan SKCK sedangkan syarat membuat SKCK adalah
akta lahir dan kartu keluarga60
Dengan adanya akta nikah masyarakat Desa Pengalusan Kabupaten
Purbalingga dapat terjamin status perkawinanya dan hak-hak anaknya
yang lahir dalam perkawinan tersebut.
Jumlah pasangan yang hidup serumah hanya didasari proses nikah
siri di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga sampai
saat ini masih banyak. Hasil verifikasi dari Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Purbalingga hingga saat ini masih ada 430
pasangan.61
Alasan sosiologis masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga karena masyarakat belum memiliki kesadaran
tentang pentingnya pencatatan nikah, akta nikah yang hilang karena
bencana alam, pernikahan dini dan juga karena minimnya pendidikan
masyarakat Desa Pengalusan serta tempat tinggal yang jauh dari layanan
publik sehingga masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga mengambil jalan pintas dengan melakukan
pernikahan siri.
60
Mutiarso Daslam, warga Desa Pengalusan. Wawancara Pribadi, Purbalingga 15
Januari 2018 61
Harnanto, Kepala Desa Pengalusan, Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
56
Dampak negatif dari pernikahan siri yang dilakukan masyarakat
Desa Penga lusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain
mereka kesulitan mendapatkan layanan publik, anak tidak bisa masuk
sekolah dikarenakan tidak mempunyai akta kelahiran. Dengan alasan ini
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama Purbalingga.
Alasan hukum masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah adalah agar
status pernikahan mereka mempunyai kepastian hukum dan diakui oleh
Negara serta mendapatkan buku nikah. Karena buku nikah adalah
dokumen vital yang harus dimiliki oleh setiap warga Indonesia. Dengan
mengajukan permohonan isbat nikah masyarakat Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dapat memiliki buku nikah dan
kartu keluarga.
E. Dampak Isbat Nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga
Dampak positif isbat nikah bagi masyarakat Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain, status perkawinan
mereka menjadi legal dan diakui oleh Negara, anak-anak yang dilahirkan
dari perkawinan yang tidak tercatatkan menjadi anak yang sah dimata
hukum, suami istri berhak saling mewarisi dan anak berhak mewarisi harta
orang tuanya, bapak berhak menjadi wali nikah anak perempuanya.
Dampak positif isbat nikah lainya bagi masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga adalah masyarakat
mudah mendapatkan layanan publik. Misalnya mudah saat mendaftar
umroh karena sudah memiliki buku nikah, mudah mendaftarkan sekolah
anaknya karena sudah memiliki akta kelahiran.62
62
Suyadi, warga Desa Pengalusan. Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari 2018
57
Dampak negatif isbat nikah bagi masyarakat Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga antara lain masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga cenderung
meremehkan pernikahan siri mereka menganggap bahwa pernikahan siri
itu yang terpenting adalah terpenuhinya syarat dan rukun pernikahanya
sehingga pernikahan itu sah menurut agama islam dan mereka tidak
memikirkan resiko kedepanya karena beranggapan bahwa jika
pernikahanya tidak tercatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) suatu
waktu ada permasalahan dengan pernikahanya mereka bisa mengajukan
permohonan isbat nikah.63
Menurut penulis anggapan mereka tentang pernikahan siri adalah
melanggar aturan Undang-Undang di Indonesia. Dimana dalam pasal 2
ayat (2) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan
bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.
Seharusnya ada sanksi yang tegas bagi warga Negara Indonesia
yang tidak mencatatkan pernikahanya di Kantor Urusan Agama (KUA).
Karena tanpa ada sanksi tegas yang berlaku di Indonesia masyarakat
mudah meremehkan pentingnya pencatatan pernikahan yang bertujuan
menjadikan peristiwa pernikahan menjadi jelas, baik oleh yang
bersangkutan maupun pihak lainya dan sebagai alat bukti bagi anak-anak
kelak apabila timbul sengketa.
Berbeda dengan Indonesia di Negara Malaysia apabila orang
melakukan pernikahan tidak tercatatkan dikenakan hukuman denda
maksimal seribu ringgit atau penjara maksimal enam bulan. Sedangkan di
Iran seseorang yang tidak mencatatkan pernikahanya di lembaga yang
63
Musthafa, warga Desa Pengalusan. Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
58
berwenanag mendapat hukuman fisik yaitu penjara selama satu hingga
enam bulan.
F. Hambatan Masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga dalam Mengajukan Permohonan Isbat Nikah
Hambatan yang dialami oleh masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam mengajukan permohonan isbat nikah
antara lain akses kendaraan umum yang sangat sulit dijangkau oleh
masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga
karena letak Desa Pengalusan yang terpencil dan jauh dari perkotaan sehingga
tidak ada kendaraan umum yang beroperasi sampai dari Desa Pengalusan
menuju kota. Selain faktor letak geografis yang jauh dari perkotaan, hambatan
yang dialami masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga ialah adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dimana setiap
keluarga yang ingin mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan
Agama Purbalingga mendapat uang saku dari Pengadilan Agama sebesar
seratus empat puluh ribu rupiah dan Dinas Catatan Sipil Purbalingga sebesar
delapan puluh ribu rupiah, namun uang yang sampai ke tangan masyarakat
Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga hanya sebesar
seratus ribu rupiah.kedua faktor inilah yang menghambat masyarakat Desa
Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam mengajukan
permohonan isbat nikah agar mendapatkan akta nikah dan pernikahanya legal
secara hukum Indonesia.64
64
Kapidin, warga Desa Pengalusan. Wawancara Pribadi, Purbalingga 15 Januari
2018
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan masalah dan uraian diatas penulis menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pelaksanaan isbat nikah di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet
Kabupaten Purbalingga menurut penulis sudah benar sesuai dengan
aturan Undang-Undang No 3 Tahun 2006 pasal 49 yang berbunyi
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara lain di bidang isbat
nikah.
2. Alasan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah adalah untuk
melegalkan pernikahan, status anak, dan kepentingan administrasi
untuk mendapatkan akses kemudahan dalam pelayanan publik
misalnya, ketika mendaftar umroh, menyekolahkan anaknya, untuk
mendaftar pekerjaan anak karena harus ada akta lahir dan kartu
keluarga. Pada dasarnya masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah
untuk mendapatkan buku nikah atau akta nikah karena perkawinan
yang terdahulu tidak tercatatkan di Kantor Urusan Agama. Selain itu
alasan masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga mengajukan permohonan isbat nikah adalah agar
pernikahanya diakui oleh Negara dan tercatatkan di Kantor Urusan
Agama, sehingga hak-hak istri dan anak-anak lebih terjamin jika
pernikahanya diakui oleh Negara.
60
3. Hambatan yang dialami oleh masyarakat Desa Pengalusan Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam mengajukan permohonan isbat
nikah adalah kondisi geografis desa yang jauh dari Pengadilan Agama
dan akses kendaraan umum yang belum terjangkau dari desa ke kota
serta adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang memungut
uang dari bantuan Pengadilan Agama Purbalingga dan Dinas
Pencatatan Sipil Purbalingga.
B. Saran-saran
Dari apa yang telah penulis uraikan di atas maka dapat diberikan
suatu saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat Desa Pengalusan
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, dari pemerintah daerah
Purbalingga maupun Kantor Urusan Agama akan dampak negatif
pernikahan dibawah tangan.
2. Bagi perempuan perlu dipertimbangkan kembali untuk menikah
dibawah tangan karena dampaknya yang sangat merugikan bagi pihak
perempuan dan anak-anaknya kelak.
3. Kepada pemerintah dan legislatif Perlu menyusun aturan hukum bagi
yang menikah dibawah tangan harus dikenakan sanksi untuk
menimbulkan efek jera bagi pelaku agar tidak menimbulkan dampak
negatif dikemudian hari.
61
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Yasin, Fatikhuddin, Risalah Hukum Nikah, Surabaya : Terbit Terang, 2006.
Ali, Daud, Peradilan Agama dan Masalahnya, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2003.
Ali, Zainudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2012.
Al-Zuhaili, Wahbah, Terjemahan Abdul Hayyi Al-Kaffani, Al-Fiqh Al-Islami
Waadillatuhu Jilid 9, Jakarta : Gema Insani, 2011.
Arto, Mukti, Prakek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1996.
Arto, Mukti, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya Perkawinan, (Mimbar
Hukum No. 26 Tahun IV Mei-Juni), 1996.
Aulawi, A. Wasit, Pernikahan Harus Melibatkan Orang Banyak, Dalam Mimbar
Hukum Aktualisasi Hukum Islam No. 28 Tahun VII, Jakarta : Yayasan
Al-Hikmah, 1996.
Buku II, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi
Revisi Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama, Jakarta: 2010.
Ghani, Abdul, Perkawinan di Bawah Tangan, Mimbar Hukum No. 23, 1995.
Happy, Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya, Jakarta Selatan : Transmedia
Pustaka, 2007.
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern, Yogyakarta : Graha Ilmu,
2011.
M. Anshory MK, Hukum Perkawinan Masalah-masalah Krusial, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2010.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2006.
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada,
Munawir, Ahmad Warson, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya :
Pustaka Progresif, 1984.
62
Mustofa, Wildan Suyuti, Nikah Siri (Antara Kenyataan dan Kepastian Hukum),
Mimbar Hukum 60, (Maret-April 2003).
Panduan Pengajuan Isbat Nikah, Artikel di Akses pada 18 Februari 2018 dari
www. Pekka.or.id
PERMENAG No. 3 Tahun 1975
Redaksi New Merah Putih, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Yogyakarta : New Merah Putih, 2009
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1995.
Rusyd, Ibnu, Terjemahan Abu Usamah Fakhtur, Bidayah Al-Mujtahid Jilid 2,
Jakarta : Pustaka Azzam, 2011.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunah Jilid 3, Penerjemah Abu Syauqin dan Abu Aulia
Rahma, Jakarta : Tinta Abadi Gemilang, 2003.
Salim, Nasrudin, Isbat Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam (Tinjauan Yuridis,
Filosofis, dan Sosiologis), dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum
Islam No. 62 Tahun XIV, Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, 2003.
Sholeh, Asrorun niam, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta :
Elsas, 2008.
Siti Ramah Aziz, Anshori, Tafsir Tematik Isu-isu Kontemporer Perempuan,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011
Sopyan, Yayan, Isbat Nikah Bagi Perkawinan yang Tidak di Catat Setelah
Diberlakukanya UU No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, (Ahkam IV No. 8), 2002.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat 2, 2008
Uraidy, Ali, Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya, Jakarta : Pustaka Azzam,
2012.
Zahid, Mohammad, Dua Puluh Lima Tahun Pelaksanaan Undang-Undang
Perkawinan, Jakarta : Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama dan
Diklat Keagamaan, 2002.
63
DAFTAR HASIL WAWANCARA
“PRAKTEK ISBAT NIKAH DI DESA PENGALUSAN
KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA”
Nama Informan : Nuryanto/Sahiroh
Pendidikan : SD/SD
Usia : 53 Tahun/ 50 Tahun
Tanggal Wawancara : 15 Januari 2018
Pertanyaan : Apa faktor-faktor yang menyebabkan bapak/ibu melakukan
pernikahan siri ?
Jawaban : Banyak mas, kalo saya dari ekonomi penghasilan yang pas-pasan
bisa dikatakan kurang
Pertanyaan : Apakah ada dampak pernikahan sirii bagi keluarga bapak/ibu ?
Jawaban : Awalnya sih dulu biasa-biasa saja mas, baru kemaren-kemaren
ketika saya mau daftar umroh dipersulit karena saya tidak punya
buku nikah.
64
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu melakukan pernikahan siri karena budaya di
desa ini ?
Jawaban : Tidak, emang hampir mayoritas masyarakat di desa pengalusan ini
beranggapan bahwa nikah menurut secara agama saja sudah cukup
Pertanyaan : Apakah ada solusi untuk pernikahan siri ?
Jawaban : Ada, kata pak lurah saya harus mengajukan permohonan isbat
nikah ke Pengadilan Agama.
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu isbat nikah ?
Jawaban : Isbat nikah itu ya agar pernikahan siri tercatatkan dan mendapat
buku nikah
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya, saya mengajukan permohonan isbat nikah bersama istri saya ke
Pengadilan Agama
Pertanyaan : Apa alasan bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya agar pernikahan saya resmi dan tercatatkan mas, sehingga
segala urusan saya lancar.
Pertanyaan : Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan
permohonan isbat nikah ?
Jawaban : Kemaren saya Cuma membawa KTP sama surat pengantar dari
kepala desa.
Pertanyaan : Bagaimana prosedur mengajukan permohonan isbat nikah ?
65
Jawaban : Ya saya datang ke pengadilan agama terus seminggu kemudian
saya ikut persidangan.
Pertanyaan : Apakah ada dampak isbat nikah terhadap status pernikahan siri
bapak/ibu ?
Jawaban : Sebelum saya mengajukan isbat nikah, pernikahan saya kan tidak
resmi jadi tidak punya buku nikah, setelah isbat nikah alhamdulillah
saya jadi punya buku nikah
66
Nama Informan : Narsito/Sumpeni
Pendidikan : SD/SD
Usia : 50 Tahun/ 45 Tahun
Tanggal Wawancara : 15 Januari 2018
Pertanyaan :Apa faktor-faktor yang menyebabkan bapak/ibu melakukan
pernikahan siri ?
Jawaban :Saya melalukan pernikahan siri karena pada waktu itu
perekonomian orang tua terbatas hanya cukup untuk makan sehari-
hari.
Pertanyaan : Apakah ada dampak pernikahan sirii bagi keluarga bapak/ibu ?
Jawaban : selama 30tahun saya menikah biasa-biasa saja mas, baru awal-awal
kemaren ketika anak saya mau pindah sekolah tidak bisa, karena
anak saya tidak memiliki akta kelahiran.
Pertanyaan :Apakah bapak/ibu melakukan pernikahan siri karena budaya di desa
ini ?
Jawaban : Tidak, saya melakukan pernikahan siri memang atas dasar kemauan
diri sendiri mengingat keterbatasan perekonomian orang tua saya
Pertanyaan : Apakah ada solusi untuk pernikahan siri ?
67
Jawaban : menurut para warga yang lain, kita yang nikahnya tidak tercatatkan
suruh mengajukan isbat nikah ke pengadilan agama.
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu isbat nikah ?
Jawaban : ya sedikit yang intinya supaya kita yang pernikahanya tidak
tercatatkan dapat tercatat di KUA dan mendapat buku nikah
Pertanyaan :Apakah bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya, saya mengajukan karena untuk mendapatkan akta kelahiran
anak saya
Pertanyaan : Apa alasan bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya itu supaya anak saya bisa sekolah diluar desa, karena kalo tidak
ada akta kelahiran anak saya tidak bisa pindah sekolah.
Pertanyaan : Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan
permohonan isbat nikah ?
Jawaban : KTP, surat dari pak lurah dan surat dari KUA
Pertanyaan : Bagaimana prosedur mengajukan permohonan isbat nikah ?
Jawaban : saya datang ke Pengadilan Agama Purbalinga, lalu mendaftar,
mengisi formulir dan membuat surat permohonan isbat nikah.
Pertanyaan : Apakah ada dampak isbat nikah terhadap status pernikahan siri
bapak/ibu ?
Jawaban : ya sebelum adanya isbat nikah pernikahan saya belum dicatat di
KUA sehingga tidak memiliki buku nikah, dan imbasnya ke anak
saya yang tidak bisa sekolah diluar desa dikarenakan tidak memiliki
68
buku nikah, alhamdulillah setelah saya mengajukan isbat nikah
segala urusan jadi mudah.
69
Nama Informan : Darsoni/Dasri
Pendidikan : SMP/SD
Usia : 53 Tahun/ 52 Tahun
Tanggal Wawancara : 15 Januari 2018
Pertanyaan : Apa faktor-faktor yang menyebabkan bapak/ibu melakukan
pernikahan siri ?
Jawaban :saya melakukan pernikahan siri pada waktu itu atas dasar dorongan
orang tua, kami dijodohkan tetapi keadaan orang tua kami sama-
sama pas-pasan ya beliau hanya sebagai petani disawah.
Pertanyaan : Apakah ada dampak pernikahan sirii bagi keluarga bapak/ibu ?
Jawaban : ya pastinya ada, saya merasa canggung sama warga yang bisa
mencatatkan pernikahanya ke KUA
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu melakukan pernikahan siri karena budaya di
desa ini ?
Jawaban : walawpun mayoritas warga sini melakukan pernikahan siri karena
perekonomian yang terbatas, sebenarnya saya pribadi tidak
menginginkan hanya saja saya tidak bisa menyalahkan takdir dimana
orang tua saya dulu tidak mampu untuk membayar keperluan
pernikahan saya.
70
Pertanyaan : Apakah ada solusi untuk pernikahan siri ?
Jawaban : menurut yang disampaikan pak lurah dibalai desa, kita yang tidak
memiliki buku nikah harus isbat nikah ke pengadilan agama
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu isbat nikah ?
Jawaban : ya saya baru tau ketika pak lurah menyampaikan pidatonya
kemaren di kantor kepala desa. Kita dikumpulkan dan diberi arahan
agar bisa memiliki buku nikah.
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya, waktu itu anak saya yang ke pengadilan untuk mendaftar isbat
nikah
Pertanyaan : Apa alasan bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : agar pernikahan saya bisa dicatatkan dan anak saya bisa bekerja di
kota. Kan kerja dikota harus punya SKCK sedangkan membuat
SKCK harus ada surat kelahiran.
Pertanyaan : Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan
permohonan isbat nikah ?
Jawaban : saya waktu itu cukup menyerahkan KTP dan anak saya yang
ngurus selanjutnya.
Pertanyaan : Bagaimana prosedur mengajukan permohonan isbat nikah ?
Jawaban : saya kurang begitu paham, yang jelas saya dipanggil ke pengadilan
untuk sidang isbat nikah
71
Pertanyaan : Apakah ada dampak isbat nikah terhadap status pernikahan siri
bapak/ibu ?
Jawaban : ya jelas ada, ini sangat terasa sekali, setelah dua minggu saya
nunggu hasil dari persidangan, akhirnya saya bisa ambil buku nikah
di KUA. Dan urusan untuk anak saya juga menjadi mudah.
72
Nama Informan : Riswandi/Sudati
Pendidikan : SD/SD
Usia : 54 Tahun/ 51 Tahun
Tanggal Wawancara : 15 Januari 2018
Pertanyaan : Apa faktor-faktor yang menyebabkan bapak/ibu melakukan
pernikahan siri ?
Jawaban :faktor ekonomi dulu pas waktu saya mau menikah saya hanya
sebagai petani penderes (ambil sari buah kelapa) yang penghasilanya
tidak seberapa, disamping itu karena letak KUA yang jauh dari desa
ini.
Pertanyaan : Apakah ada dampak pernikahan sirii bagi keluarga bapak/ibu ?
Jawaban : sedikit dimana saya tidak mempunyai buku nikah, kartu keluarga
dan anak-anak saya juga tidak mempunyai akta kelahiran
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu melakukan pernikahan siri karena budaya di
desa ini ?
Jawaban : tidak, saya sama seperti kebanyakan warga yang lain, kami tidak
mencatatkan pernikahan karena ekonomi dan jarak yang lumayan
jauh dari rumah menunggu KUA dan juga keterbatasan angkutan
umum yang kesana bahkan tidak ada.
73
Pertanyaan : Apakah ada solusi untuk pernikahan siri ?
Jawaban : ada, agar pernikahan kita yang belum tercatatkan bisa dicatatkan
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu isbat nikah ?
Jawaban : ya awalnya sama sekali tidak tau, tetapi karena ada sosialisasi dari
pak lurah saya jadi tau, dimana pak lurah menghimbau kepada
warganya bagi yang belum mempunyai buku nikah bisa melakukan
isbat nikah ke Pengadilan Agama
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya,
Pertanyaan : Apa alasan bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : supaya saya dan istri saya mempunyai buku nikah, kartu keluarga
dan yang terpenting akta kelahiran anak saya.
Pertanyaan : Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan
permohonan isbat nikah ?
Jawaban : saya membawa sura dari kantor desa dan surat dari KUA
Pertanyaan : Bagaimana prosedur mengajukan permohonan isbat nikah ?
Jawaban : setelah saya dapat surat dari KUA dan Kantor Desa saya langsung
ke Pengadilan Agama Purbalingga, saya mengisi formulir dan bayar
perkara setelah itu sidang
Pertanyaan : Apakah ada dampak isbat nikah terhadap status pernikahan siri
bapak/ibu ?
74
Jawaban : ya dampak positifnya dengan saya mengajukan permohonan isbat
nikah adalah pernikahan saya menjadi jelas, saya kartu keluarga dan
anak saya bisa mempunyai akta kelahiran.
75
Nama Informan : Supandi/Suwatir
Pendidikan : SD/SD
Usia : 55 Tahun/ 51 Tahun
Tanggal Wawancara : 15 Januari 2018
Pertanyaan : Apa faktor-faktor yang menyebabkan bapak/ibu melakukan
pernikahan siri ?
Jawaban :faktor ekonomilah yang membuat saya melakukan pernikahan siri,
karena pada waktu itu saya hanya bertani di kebun. Saya berpikiran
sangat sulit untuk mengumpulkan uang karena penghasilan saya
yang pas-pasan.
Pertanyaan : Apakah ada dampak pernikahan sirii bagi keluarga bapak/ibu ?
Jawaban : ada, ketika perekonomian saya yang alhamdulillah sudah membaik,
saya ingin sekali mendaftar haji bersama istri saya, namun tidak bisa
dikarenakan kami tidak mempunyai buku nikah
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu melakukan pernikahan siri karena budaya di
desa ini ?
Jawaban : tentu saja tidak, masnya kan sudah tau masyarakat sini, mereka
melakukan pernikahan siri karena ekonomi, bahkan sampai
76
sekarangpun masih banyak yang melakukan itu karena mata
pencaharian masyarakat sini sebagai petani baik disawah maupun
dikebun
Pertanyaan : Apakah ada solusi untuk pernikahan siri ?
Jawaban : ada, saya disarankan orang biro haji supaya isbat nikah agar saya
bisa mempunyai buku nikah dan dapat mendfatar haji
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu isbat nikah ?
Jawaban : ya, isbat nikah itu kita ke pengadilan agar pernikahan saya yang
belum tercatatkan dapat dicatat dan mempunyai buku nikah
Pertanyaan : Apakah bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : Ya, karena saya sangat membutuhkan buku nikah agar bisa
berangkat haji
Pertanyaan : Apa alasan bapak/ibu mengajukan permohonan isbat nikah ke
Pengadilan Agama ?
Jawaban : ya supaya bisa berangkat haji, karena kan syarat untuk mendaftar
haji adalah buku nikah sedangkan saya belum punya karena dulu
pernikahan saya tidak dicatat KUA.
Pertanyaan : Apa saja persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengajukan
permohonan isbat nikah ?
Jawaban : KTP, surat keterangan menikah dari pak lurah dan surat keterangan
belum dicatat dari KUA
Pertanyaan : Bagaimana prosedur mengajukan permohonan isbat nikah ?
77
Jawaban : setelah tiga syarat sudah, saya ke pengadilan agama, mengisi
formulir pendaftaran, membayar perkara, dan sidang seminggu
kemudian
Pertanyaan : Apakah ada dampak isbat nikah terhadap status pernikahan siri
bapak/ibu ?
Jawaban : ya alhamdulillah setelah dua minggu saya menunggu hasil dari
pengadilan akhirnya saya bisa mengambil buku nikah di KUA
sehingga saya bisa mendaftar haji walaupun berangkatnya 19tahun
lagi.
78
LAMPIRAN FOTO
1. Wawancara bersama bapak Nuryanto/IbuSahiroh
2. Wawancara bersama bapak Narsito/Ibu Sumpeni
79
3. Wawancara bersama bapak Darsoni/ibu Dasri
4. Wawancara bersama ibu Sudati