42
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Tn. S Usia : 75 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Tidak bekerja Alamat : Maos Kidul Tanggal masuk : 07 November 2013 Tanggal periksa : 09 November 2013 No. CM : 308133 II. SUBJEKTIF 1. Keluhan Utama Sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien Tn. S masuk ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada hari Kamis, 07 November 2013 dengan keluhan sesak nafas yang memberat. Keluhan sesak nafas telah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan terus- menerus sehingga mengganggu aktivitas pasien dan menyebabkan pasien sulit tidur. Sesak memberat terutama bila kelelahan dan berkurang jika

PPOK Interna

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppok

Citation preview

Page 1: PPOK Interna

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Usia : 75 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Maos Kidul

Tanggal masuk : 07 November 2013

Tanggal periksa : 09 November 2013

No. CM : 308133

II. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien Tn. S masuk ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo

pada hari Kamis, 07 November 2013 dengan keluhan sesak nafas yang

memberat. Keluhan sesak nafas telah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.

Sesak nafas dirasakan terus-menerus sehingga mengganggu aktivitas

pasien dan menyebabkan pasien sulit tidur. Sesak memberat terutama

bila kelelahan dan berkurang jika pasien berbaring dengan 2 bantal atau

posisi setengah duduk.

Selain sesak Tn S juga mengeluhkan apabila berjalan merasa cepat

lelah. Selain itu, Tn S juga mengeluhkan batuk berdahak. Batuk

dirasakan setelah merasa sesak. Batuk berdahak berwarna putih tetapi

dahak sulit dikeluarkan sehingga sesak bertambah. Batuk terjadi

sewaktu-waktu tidak meningkat di malam hari, tidak dipengaruhi oleh

cuaca dingin atau debu. Pasien mengaku belum pernah berobat kemana

Page 2: PPOK Interna

saja baik puskesmas, mantri maupun dokter. Karena pasien merasa

keluhan semakin bertambah sehingga pasien di bawa ke RSMS.

Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak usia 18 tahun. Setiap

hari pasien menghabiskan 1 bungkus rokok per hari dan sampai

sekarang pasien masih merokok. Pasien mulai berhenti merokok sejak

masuk ke RSMS. Pasien terbiasa tidur dengan menyalakan obat

nyamuk bakar setiap hari. Tidak ada anggota keluarga pasien yang

merokok. Pasien tidak pernah batuk lama, batuk berdarah, tidak sering

berkeringat di waktu malam hari, berat badan tidak menurun drastis

dan tidak ada riwayat pemakaian obat anti TB. Di sekitar tempat

pasien tidak ada penderita batuk lama.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat asma : disangkal

c. Riwayat OAT : disangkal

d. Riwayat hipertensi : disangkal

e. Riwayat diabetes melitus : disangkal

f. Riwayat mondok : disangkal

g. Riwayat alergi : disangkal

h. Riwayat jantung : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat penyakit tuberkulosis: disangkal

c. Riwayat hipertensi : disangkal

d. Riwayat diabetes melitus : disangkal

e. Riwayat asma : disangkal

f. Riwayat alergi : disangkal

g. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan

yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan

2

Page 3: PPOK Interna

keluarga dekat baik. Anggota keluarga pasien lain yang tinggal satu

rumah dan tetangga sekitar pasien tidak ada keluhan seperti pasien.

b. Home

Pasien tinggal bersama istri dan adik kandung pasien. Pasien

memiliki 5 anak perempuan. Rumah pasien sebagian berdinding

tembok dan sebagian kayu, berlantai ubin dan memiliki langit-langit

dan beratap genting. Rumah memiliki jendela dan ventilasi yang

memadai.

c. Occupational

Pasien sudah tidak bekerja lagi karena mengingat usia pasien yang

sudah tua.

d. Personal habit

Pasien mengaku makan sehari 3 kali. Pasien adalah seorang

perokok berat. Setiap harinya dapat menghabiskan 1 bungkus (12

batang) rokok. Pasien telah merokok usia 18 tahun dan mulai

berhenti merokok sejak masuk ke rumah sakit. Indeks Brinkman =

12 x 57 = 684 = perokok berat.

III. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Sedang

b. Kesadaran : Compos mentis

c. BB : 45 kg

d. TB : 157 cm

e. Vital sign

- Tekanan Darah : 100/60 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- RR : 20 x/menit

- Suhu : 36, 2 oC

3

Page 4: PPOK Interna

d. Status Generalis

1) Kepala : Venektasi temporal (-/-)

2) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

3) Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)

4) Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

5) Leher : Deviasi trakhea (-), JVP 5 + 2 cmH2O

e. Status Lokalis

1) Pulmo

Inspeksi : Hemithoraks sinistra > cembung dari dextra,

ketinggalan gerak (-)

Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra = sinistra

Vocal fremitus lobus inferior dextra = sinistra

Perkusi : Hipersonor pada lapang paru dextra dan sinistra

Batas paru hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki basah kasar (+/+),

ronkhi basah halus (-/-),Wheezing (-/-)

2) Cor

Inspeksi : Ictus cordis terlihat di SIC V 2 jari medial LMCS,

pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-)

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,

kuat angkat (-)

Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah di SIC IV LPSD

Batas jantung kiri bawah di SIC V 2 jari medial

LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

3) Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)

4

Page 5: PPOK Interna

4) Hepar dan lien : Tidak teraba

5) Ekstremitas

Superior : Edema (-/-), akral hangat (-/-), sianosis (-/-)

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (-/-), sianosis (-/-)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (07 November 2013)

Darah lengkap

Hemoglobin : 9,9 g/dl (↓) Normal : 14-18 gr/dl

Leukosit : 9860 /uL (N) Normal : 4800-10800 /uL

Hematokrit : 31 % (↓) Normal : 42 %-52 %

Eritrosit : 4 10^6/uL (↓) Normal : 4,7-6,1 juta/ uL

Trombosit : 506000 /uL (↑) Normal : 150000-450000/uL

MCV : 76,2 fL (↓) Normal : 79-99 fL

MCH : 24,6 pg (↓) Normal : 27-31 pg

MCHC : 32,2 % (↓) Normal : 33-37 gr/dl

RDW : 15,8 % (↑) Normal : 11,5-14,5

MPV : 8 fL (N) Normal : 7,2-11,1

Hitung Jenis

Basofil : 0,5 % (N) Normal : 0-1 %

Eosinofil : 0,3 % (↓) Normal : 2-4 %

Batang : 0,7 % (↓) Normal : 2-5 %

Segmen : 83,8 % (↑) Normal : 40-70 %

Limfosit : 6,6 % (↓) Normal : 25-40 %

Monosit : 8,1 % (↑) Normal : 2-8 %

LED : 120 mm/jam (↑)

Kimia Klinik

Globulin

Total protein : 6,77 g/dl (N) Normal : 6,40-8,20

Albumin : 3,06 g/dl (↓) Normal : 3,40-5,00

Globulin : 3,71 g/dl (↑) Normal : 2,70-3,20

SGOT : 30 U/L (N) Normal : 15-37 U/L

5

Page 6: PPOK Interna

SGPT : 15 U/L (↓) Normal : 30-65 U/L

Ureum Darah : 23,2 mg/dL (N) Normal : 14,98-38,52 mg/dl

Kreatinin Darah: 0,75 mg/dL (↓) Normal : 0,80-1,30 mg/dl

Glukosa Sewaktu: 86 mg/dL (N) Normal : ≥ 200 mg/dl

Elektrolit

Natrium : 131 mmol/L (↓) Normal : 136-145

Kalium : 5,1 mmol/L (N) Normal : 3,5-5,1

Klorida : 96 mmol/L (↓) Normal : 98-107

Kalsium : 9,5 mg/dl (N) Normal : 8,4-10.2

b. Pemeriksaan Foto thoraks

Gambar 1.1. Foto Thoraks

6

Page 7: PPOK Interna

IV. ASSESSMENT

1. Diagnosis Klinis:

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

V. PLANNING

1. DiagnosisKerja:

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2. Terapi

a. Farmakologi

1) IVFD RL 20 tpm

2) Nebulizer combivent/flexotide 3x/hari K/P

3) Injeksi Ceftriaxon 1x2 gr IV

4) Rifastar 4 FDC 1x II

5) Po. Neurodex 1x1 tab

6) Po. Bionemi 1x1 tab

7) Po. Braxidin 2x1 tab

8) Lasal syrup 3x1 cth

b. Non Farmakologi

1) Istirahat

2) Menghindari faktor pencetus

3) Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi

pencetus, terapi, komplikasi penyakit, prognosis penyakit.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Periksa sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)

b. Pemeriksaan darah lengkap

Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit, MCV, MCHC, hitung jenis

leukosit

c. Periksa radiologi : foto thoraks PA

4. Usulan Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan faal paru : spirometri

7

Page 8: PPOK Interna

5. Monitoring

a. Keadaan umum dan kesadaran

b. Tanda vital

c. Evaluasi penyakitnya

6. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

8

Page 9: PPOK Interna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat

dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons

inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai

efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. PPOK

merupakan penyakit paru kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progresif irreversibel atau reversibel

parsial, disebabkan oleh proses inflamasi paru karena pajanan gas berbahaya

yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Karakteristik hambatan

aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruktif saluran

napas kecil (obstruktif bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang

bervariasi pada setiap individu (PDPI, 2011).

B. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Merokok

Merokok sampai sekarang merupakan etiologi utama terjadinya

PPOK. Hubungan ini pun berkaitan langsung dengan jumlah rokok yang

dihisap. Studi menunjukkan adanya perbaikan fungsi respirasi pada

perokok yang berhenti merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru

dengan intensitas merokok ini juga berkaitan dengan peningkatan kadar

prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Prevalansi merokok

yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi

PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita

semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari

tahun ke tahun (Macnee, 2000; PDPI, 2011).

Hal yang dapat membantu penilaian faktor resiko merokok pada

PPOK antara lain :

a. Riwayat merokok, dibagi atas :

9

Page 10: PPOK Interna

1) Perokok aktif

2) Perokok pasif

3) Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

1) Ringan : 0-200

2) Sedang : 200-600

3) Berat : > 600

2. Riwayat Pekerjaan

Pada pekerja tambang, misalnya tambang batu bara, PPOK dapat

terjadi disebabkan adanya inhalasi debu dari bahan tambang yang

terakumulasi didalam paru dan dapat merusak jaringan paru. Respon

inflamasi terhadap bahan asing inipun mengakibatkan terjadinya PPOK

(Macnee, 2000).

3. Hiperresponsi Jalan Napas

Meskipun dianggap faktor resiko, hal ini semakin jarang diadaptasi

karena sulit membedakannya dengan asma. Faktor resiko ini pertama

sekali diajukan oleh Orie pada 1961 yang menganggap bahwa adanya

hiperresponsi dan eosinofilia merupakan faktor penyebab terjadinya PPOK

sehingga adanya riwayat alergi dan asma menjadi faktor resiko PPOK

(Macnee, 2000).

4. Riwayat Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang

Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk

perkembangan dan progresifitas PPOK pada orang dewasa. Dipercaya

bahwa infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai

faktor predisposisi perkembangan PPOK. Hal ini pertama diungkapkan

oleh Fletcher dalam studi selama 8 tahun di Inggris pada tahun 1976, yang

menjelaskan bahwa infeksi akut bronkopulmonar dapat menyebabkan

penurunan fungsi paru dalam jangka pendek dan merupakan faktor penting

dalam terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK.

5. Defisiensi Antitripsin Alfa – 1

10

Page 11: PPOK Interna

Alfa-1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di

hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru. Jika konsentrasi

plasma alfa-1-antitripsin dibawah dari 1g/liter maka resiko

berkemabangnya emfisema akan meningkat drastis dan menjadi PPOK.

Defisiensi a1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko

untuk terjadinya PPOK. Hal ini pertama sekali dikemukakan oleh Laurell

dan Eriksen pada 19633.

6. Polusi udaraBeberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran

pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang

berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun

demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak

bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil industri

dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada

kaum wanita di beberapa negara (Macnee, 2000; PDPI, 2011).

C. Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat (Antonio et al, 2007) :

1. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).

Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1> 80%

Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa

fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%;

50% < VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.

Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena

sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin

memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi

11

Page 12: PPOK Interna

sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan

eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%;

VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya

gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita,

oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin

tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

D. Patofisiologi

Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan ISPA

Iritasi jalan nafas

Hiperekskresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

Bronkiolus menyempit & tersumbat Berat badan

Batuk tidak efektif

Gang. Pola Nafas alveoli kolaps

Nafas pendek obstruksi alveoli

Pe ventilasi paru Hipoksemia

Gambar 2.1. Patofisiologi PPOK (PDPI, 2011)

12

Pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

PPOKPPOK

Page 13: PPOK Interna

E. Penegakkan Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,

gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan

jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan

gambaran klinis, yaitu (PDPI, 2011; Riyanto, 2006):

a. Anamnesis

1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

3) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

4) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

5) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

a) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

b) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

c) Penggunaan otot bantu napas

d) Hipertropi otot bantu napas

e) Pelebaran sela iga

f) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

leher dan edema tungkai

g) Penampilan pink puffer atau blue bloater

2. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.

3. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah.

4. Auskultasi

a) Suara napas vesikuler normal, atau melemah

13

Page 14: PPOK Interna

b) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau

pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar

jauh

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :

1) Pink puffer : gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,

kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing

2) Blue bloater : gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk

sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,

sianosis sentral dan perifer.

3) Pursed - lips breathing : sikap seseorang yang bernapas dengan mulut

mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai

mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada

gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan rutin

a) Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP).

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau

VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang

paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau

perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak

mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat

dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi

dan sore, tidak lebih dari 20%

b) Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter.Setelah pemberian bronkodilator inhalasi

sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai

VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan

< 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

c) Darah rutin : Hb, Ht, leukosit

14

Page 15: PPOK Interna

d) Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan

penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :Hiperinflasi,

Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar,

Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

e) Pada bronkitis kronik :Normal. Corakan bronkovaskuler bertambah

pada 21 % kasus

2. Pemeriksaan khusus

a. Faal paru

1) Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti

Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

2) DLCO menurun pada emfisema

3) Raw meningkat pada bronkitis kronik

4) Sgaw meningkat

5) Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

b. Uji latih kardiopulmoner

Sepeda statis (ergocycle), Jentera (treadmill) dan Jalan 6 menit, lebih

rendah dari normal.

c. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil

PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan

d. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama

2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan

minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal

paru setelah pemberian kortikosteroid

e. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil dan Gagal napas

akut pada gagal napas kronik

f. Radiologi : CT - Scan resolusi tinggi

15

Page 16: PPOK Interna

1) Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema

atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

2) Scan ventilasi perfusi

3) Mengetahui fungsi respirasi paru

g. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal

dan hipertrofi ventrikel kanan serta enilai fungsi jantung kanan.

h. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur

resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih

antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan

penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

i. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema

pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di

Indonesia.

F. Diagnosis Banding

Diagnosis Banding PPOK adalah (PDPI, 2011) :

1) Asma

2) SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Penyakit obstruksi

saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan

lesi paru yang minimal.

3) Pneumotoraks

4) Gagal jantung kronik

5) Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,

destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering

ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan

karena terapi dan prognosisnya berbeda. Berikut karakteristik dari Asma,

PPOK, dan SOPT :

16

Page 17: PPOK Interna

Tabel 2.1. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(PDPI, 2010)

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan

meningkatkan kualiti hidup penderita. Penatalaksanaan secara umum PPOK

meliputi (PDPI, 2011):

1. Edukasi

2. Obat – obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,

sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada

keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang

pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada

17

Page 18: PPOK Interna

asma karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif,

inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan

mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang

masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat

adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi

pada pasien PPOK :

a) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

b) Melaksanakan pengobatan yang maksimal

c) Mencapai aktivitas optimal

d) Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut

secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun

bagi keluarganya.Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat,

bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah.Secara intensif

edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena

memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.Edukasi

yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,

memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.

Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian

edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat

pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi

penderita.Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah (PDPI,

2011) :

a) Pengetahuan dasar tentang PPOK

b) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

c) Cara pencegahan perburukan penyakit

d) Menghindari pencetus (berhenti merokok)

e) Penyesuaian aktivitas

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah

diterima, langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu

itu.Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi

18

Page 19: PPOK Interna

yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan.Edukasi merupakan

hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena

PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.Pemberian

edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

1) Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

2) Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus,

antara lain berhenti merokok

3) Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

1) Menggunakan obat dengan tepat

2) Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

3) Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

1) Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

2) Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan

3) Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat – obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit

(lihat tabel 2). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser

tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat

berefek panjang (long acting).Macam - macam bronkodilator

(Wedzicha, 2011):

a) Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4

kali perhari).

b) Golongan agonis beta -2

19

Page 20: PPOK Interna

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.

Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet

yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk

mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat.

c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

d) Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk

tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),

bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi

akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar

aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka

panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250

mg (Drummond, 2011).

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I (amoksisilin dan makrolid), Lini II (Amoksisilin dan asam

klavulanat, Sefalosporin, Kuinolon dan Makrolid baru)

d. Antioksidan

20

Page 21: PPOK Interna

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,

digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan

eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik

dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK

bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif : diberikan dengan hati – hati

Tabel 2.2. Penatalaksanaan PPOK (PDPI, 2010)

21

Page 22: PPOK Interna

3. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada

pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik

dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi

mekanik dapat dilakukan dengan cara :intubasi dan tanpa intubasi.

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal

napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.Bentuk ventilasi

mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure

(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV). NIPPV dapat

diberikan dengan tipe ventilasi (Riyanto, 2006):

1) Volume control

2) Pressure control

3) Bilevel positive airway pressure (BiPAP)

4) Continous positive airway pressure (CPAP)

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus

menerus (LTOT / Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan

perbaikan yang signifikan pada :

1) Analisis gas darah

2) Kualiti dan kuantiti tidur

3) Kualiti hidup

4) Analisis gas darah

Indikasi penggunaan NIPPV (Slamet, 2006):

1) Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus

respirasi dan abdominal paradoksal

2) Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35

3) Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran

napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak

sederhana.

22

Page 23: PPOK Interna

4. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan

terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti

PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan

perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan

(Riyanto, 2006):

1) Penurunan berat badan

2) Kadar albumin darah

3) Antropometri

4) Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan

otot pipi)

5) Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis

tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK

tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme

karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk

denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan

secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah

karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat

meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons

ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan

gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan

kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada

PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat

sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi

adalah :Hipofosfatemi, Hiperkalemi, Hipokalsemi dan

Hipomagnesemi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi

diafragma.Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang,

23

Page 24: PPOK Interna

yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering (Slamet,

2006).

5. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan

dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang

dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai (Rani, 2006):

1) Simptom pernapasan berat

2) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

3) Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh

suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori

terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen

yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.Tujuan

rehabilitasi adalah untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem

transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan (Rani,

2006):

1) Peningkatan VO2 max

2) Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

3) Peningkatan cardiac output dan stroke volume

4) Peningkatan efisiensi distribusi darah

5) Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

6. Terapi Pembedahan

Bertujuan untuk :

a. Memperbaiki fungsi paru

b. Memperbaiki mekanik paru

c. Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi

d. Memperbaiki kualiti hidup

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

1) Bulektomi

24

Page 25: PPOK Interna

2) Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction

surgey (LVRS)

3) Transplantasi paru

Gambar 2.2. Algoritma PPOK (PDPI, 2011)

H. Komplikasi

Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang

progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti (PDPI, 2011; Rani, 2006):

1. Gagal napas

a. Gagal napas kronik

25

Page 26: PPOK Interna

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :

1) Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

2) Bronkodilator adekuat

3) Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

4) Antioksi

5) Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

1) Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

2) Sputum bertambah dan purulen

3) Demam

4) Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.

Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan

menurunnya kadar limposit darah.

3. Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat

disertai gagal jantung kanan

I. Prognosis

Tergantung pada:

1) Beratnya obstruksi

2) Adanya kor pulmonale

3) Kegagalan jantung kongestif

4) Derajat gangguan analisa gas darah

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak berhenti merokok,

penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti

merokok. Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada

umur dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit

emfisema paru akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya bronkitis

26

Page 27: PPOK Interna

kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50 tahun), 5 tahun kemudian

akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita datang dengan sesak

sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan sesak lebih berat dan

meninggal (Slamet, 2006).

27

Page 28: PPOK Interna

BAB III

KESIMPULAN

1. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan hambatan aliran udara yang

disebabkan oleh gabungan antara obstruktif saluran napas kecil (obstruktif

bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada

setiap individu

2. Faktor risiko dari PPOK antara lain merokok, riwayat pekerjaan,

hiperresponsi saluran napas, polusi udara, dan riwayat infeksi saluran

napas bawah berulang.

3. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru dan

meningkatkan kualiti hidup penderita

4. PPOK dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, seperti infeksi berulang,

gagal napas akut dan gagal napas kronik serta cor pulmonal.

28

Page 29: PPOK Interna

DAFTAR PUSTAKA

Antonio et al 2007. Global Strategy For The Diagnosis, Management, And

Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19

Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et al. 2011. Inhaled Corticosteroids in

Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of

American Medical Association, p. 2408-2416

Macnee W. 2000. Chronic Bronchitis and Emphysema. In Seaton A, Seaton D,

Leitch AG editors. Crofton and Douglas’s Respiratory Disease. Vol 1. 5 th

ed. London. Blackwell Science. Hal : 617-695

PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2011. Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta : PDPI

Rani AA. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen IPD FKUI, p. 105-8

Riyanto BS, Hisyam B. 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD

FKUI, p. 984-5

Slamet H. 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis Dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: p. 1-18

Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator Therapy For COPD. New England Journal

Medicine. Diakses tanggal 09 November 2013

29