Potensi Ekstrak Biji Jarak Pagar sebagai Pestisida Nabati (oleh: Mario Donald Bani, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jarak Pagar (Jathropa curcas L.) dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang ramah lingkungan dan murah.

Citation preview

1PENDAHULUANLatar Belakang Dampak negatif penggunaan pestisida sudah semakin diwaspadai oleh berbagai komponen masyarakat Indonesia saat ini. Sayangnya kesadaran ini masih belum diimbangi oleh pengurangan penggunaan pestisida oleh para petani di lapang. Penggunaan pestisida oleh para petani Indonesia masih cukup tinggi sebab pengembangan dan penerapan alternatif teknik pengendalian hama dan penyakit di luar pestisida masih sangat kurang. Pengelolaan hama terpadu (PHT) yang menjadi kebijakan nasional perlindungan tanaman (pasal 20 UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman) tampaknya masih belum bisa diterapkan secara baik di tingkat petani. Masih banyak yang belum paham apa itu PHT dan teknik pengendalian hama apa saja yang bisa ditawarkan oleh PHT (Untung, 2006). Salah satu alternatif teknik pengendalian hama yang cukup efektif dan efisien adalah penggunaan pestisida nabati, atau penggunaan zat kimia nabati yang terkandung dalam jaringan tumbuh-tumbuhan untuk mengendalikan populasi hama. Untung (2006) mengungkapkan bahwa pestisida botani atau pestisida nabati merupakan pestisida alami yang bahannya diambil langsung dari tanaman atau hasil tanaman. Pestisida nabati sangat berbeda dari pestisida sintetis kimia sebab tidak menimbulkan dampak residu (pestisida nabati sangat mudah terurai secara alami) dan memiliki spektrum yang spesifik dan efektif untuk hama tertentu. Selain itu sebagai hasil ekstrak jaringan tumbuhan, pestisida nabati tentunya dapat dibuat sendiri dengan bahan yang sudah tersedia di lingkungan sekitar kita, sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin berkurang. Sayangnya teknik ekstraksi yang baik masih belum diperkenalkan kepada para petani sehingga hal yang mudah ini terasa sulit dilakukan oleh para petani; pestisida sintetis kimia pun tetap menjadi pilihan utama.2Salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati adalah jarak pagar, Jatropha curcas L. Tanaman ini tersedia dalam jumlah yang banyak di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Awalnya tanaman ini mulai dikembangkan karena potensi bioetanol yang dapat diperoleh dari bijinya. Namun beberapa hasil penelitian laboratorium dan literatur ilmiah menunjukkan bahwa jarak pagar tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai bioetanol, tetapi juga sebagai pestisida nabati yang efektif mengendalikan beberapa jenis serangga hama, termasuk Sitophilus zeamais, kumbang bubuk jagung yang biasa menyerang bulir jagung di tempat penyimpanan. Perumusan Masalah Tulisan ilmiah yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitianlaboratorium ini, difokuskan pada hasil pengujian laboratorium terhadap ekstrak biji jarak pagar, Jatropha curcas L, dalam meningkatkan mortalitas kumbang bubuk jagung, Sitophilus zeamais. Beberapa fokus kajian yang diangkat: 1. cara pembuatan ekstrak biji jarak pagar yang murah dan mudah dilakukan 2. pengaruh peningkatan dosis ekstrak biji jarak pagar terhadap tingkat kematian kumbang bubuk 3. uji data hasil pengamatan terhadap perbedaan dosis ekstrak jarak pagar dan kematian kumbang bubuk. Tujuan Penulisan Hasil penelitian yang diangkat dalam tulisan ini memang perlu disempurnakan lagi dengan penelitian lanjutan. Namun pada dasarnya apa yang diangkat di sini ingin menunjukkan bahwa jarak pagar tidak hanya bisa dikembangkan sebagai bioetanol tetapi juga sebagai pestisida nabati. Selain itu jarak pagar sebagai salah satu kekayaan lokal NTT seharusnya lebih diperhatikan dan dikembangkan agar posisi pestisida kimia di hati para petani NTT dapat digantikan oleh pestisida nabati yang berasal dari kekayaan lokal NTT.3LANDASAN TEORIMelambungnya harga minyak dunia telah menimbulkan keresahan tersendiri bagi negara-negara maju dan berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Kenaikan harga minyak ini telah memicu kenaikan harga bahan makanan p okok dan kebutuhan lainnya, sementara peningkatan pendapatan masyarakat hampir tidak pernah terjadi. Melihat kegelisahan sosial yang timbul akibat ketergantungan terhadap energi fosil, perlu dikembangkan berbagai inovasi baru yang mampu mengurangi ketergantungan tersebut. Salah satunya adalah pengembangan sumber energi alternatif, seperti biodiesel. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan sebagai biodiesel. Hambali et al. (2006) mengungkapkan bahwa minyak yang dihasilkan tanaman jarak pagar ini merupakan salah satu minyak nabati yang tidak dimanfaatkan sebagai minyak makan (edible oil), seperti minyak kelapa sawit, sehingga penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan energi tidak akan mengganggu kebutuhan lainnya. Selain itu tanaman tahunan yang tahan kekeringan ini dapat berkembang dengan baik di wilayah-wilayah marginal Indonesia Timur, seperti NTT, NTB, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, tanaman jarak pagar ternyata memiliki berbagai keunggulan lain yang belum banyak dimanfaatkan, misalnya sebagai bahan obat tradisional, sumber pupuk, pakan ternak, dan sumber pestisida botanik yang mampu mengendalikan beberapa jenis hama dan penyakit. Syah (2006) mengungkapkan bahwa di Mali, racikan daun jarak pagar digunakan sebagai obat malaria; di Filipina, telah dibuktikan secara medis bahwa senyawa kimia yang dikandung biji jarak pagar mampu melawan cacing hati, Lymneae auricularia, salah satu penyebab penyakit perut. Selain itu diungkapkan pula bahwa konsentrat daun tanaman ini bersifat racun bagi kumbang pemakan jagung, Callosubruchus chinensis, dan kumbang bubuk,4Sitophilus zeamais, serta efektif mengendalikan populasi lalat rumah, Musca domestica. Penggunaan pestisida sintetik berbahan aktif racun kimia dalam bidang pertanian, memang mampu menanggulangi kemerosotan hasil akibat serangan hama. Pestisida kimia pun sanggup menekan populasi hama dalam waktu singkat, lebih mudah diaplikasikan, dan sudah diformulasikan dalam bentuk yang siap pakai (Oka, 1995). Akan tetapi penggunaan pestisida sintetik yang kurang bijaksana telah menimbulkan resistensi dan resurgensi hama, pencemaran lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Untung, 1993). Keracunan akut dan kronik dalam jangka waktu panjang dapat menjadi masalah kesehatan serius bagi manusia. Keracunan akut dapat terjadi karena kecerobohan dan perilaku pengguna yang tidak memperhatikan aspek keamanan penggunaan bahan kimia berbahaya. Sementara itu keracunan kronik dapat terjadi akibat terpapar pestisida yang lalu menimbulkan kerusakan hormon endokrin, sistem syaraf, dan sistem pernapasan (Untung, 2006). Untuk menekan pengeluaran petani serta mengurangi dampak negatif penggunaan pestisida sintetik, maka dicarilah alternatif lain yang lebih ramah lingkungan, aman bagi kesehatan manusia, dan murah. Pestisida botanik merupakan salah satu alternatif utama yang ditawarkan. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam pestisida botanik lebih mudah terurai di alam, dan memberikan pengaruh negatif yang kecil pada manusia. Pestisida botanik ini pun mudah diperoleh dari bahan-bahan alami yang tersedia secara gratis di sekitar kita. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi menjadi pestisida botanik. Sayangnya pengujian secara ilmiah terhadap potensi tanaman ini sebagai sumber pestisida botanik baru mulai dikembangkan akhir-akhir ini. Kami pun berpikir bahwa perlu dilakukan percobaan lain yang dapat mendukung pengembangannya sebagai pestisida botanik. Pada kegiatan percobaan yang5dilakukan dalam rangka Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Benih Induk (BBI) Tarus, Kupang, NTT, hama bubuk, Sitophilus zeamais, dipilih sebagai komponen uji coba utama. Hama ini termasuk salah satu hama gudang penting di wilayah NTT. Hama ini juga bersifat polifag dan menimbulkan kerusakan pada beras, kacang tanah, dan gaplek (Kartasapoetra, 1991). Gambaran Umum Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Klasifikasi kumbang bubuk (Sitophilus zeamais) menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut kingdom phylum kelas ordo famili genus spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae : Sitophilus : Sitophilus zeamaisMorfologi Sitophilus zeamais dewasa memiliki panjang tubuh 2,54,5 mm, berwarna cokelat, serta memiliki moncong yang sempit dan panjang. Hama inijuga memiliki antena yang menyiku (siku-siku). Sementara itu, larvanya berwarna putih, gemuk, dan tidak berkaki. Larva ini tumbuh dan berkembang dalam biji jagung (Pracaya, 2007). Daur Hidup Sitophilus zeamais memiliki kekuatan terbang yang cukup baik, sehingga dengan mudah menyerang biji-bijian jagung yang telah masak di lapang dan menimbulkan lubang pada tongkol jagung. Meski begitu, biji-biji jagung yang yang sudah berada di tempat penyimpanan, lebih rentan terhadap serangan S. zeamais. Setiap lubang yang dibuat akan digunakan untuk meletakkan satu butir telur, kemudian ditutup lagi. Kumbang betina biasa menghasilkan telur sampai 300 butir dalam beberapa minggu. Larva yang menetas lalu makan dan6berkembang dalam satu butir jagung, dan menjadi pupa di tempat yang sama. Setelah menyelesaikan stadium pupa, imago kumbang keluar dari butir jagung dan mulai memakan serta merusak biji-biji jagung lainnya. Kumbang bubuk jagung dapat hidup hingga usia lima bulan. Dalam keadaan optimum, daur hidup sejak stadium telur hingga dewasa diperkirakan 30 hari (Pracaya, 2007). Kerusakan Akibat Serangan Sitophilus zeamays Serangan kumbang bubuk, Sitophylus zeamais, pada komoditi jagung menyebabkan susut kualitatif dan kuantitatif. Imdad dan Nawangsih (1995) menyatakan bahwa susut kualitatif adalah penurunan kualitas yang menurunkan harga jual, sedangkan susut kuantitatif adalah susut berat yang mengurangi jumlah produksi. Baik susut kualitatif maupun susut kuantitatif mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi para petani. Sitophilus zeamais merupakan hama gudang, yang serangannya dapat menimbulkan kerusakan pada butir-butir jagung: berlubang serta mudah pecah dan hancur. Kerusakan yang hebat dapat ditimbulkan sejak stadium larva hingga dewasa. Imago kumbang bubuk jagung akan melubangi melubangi biji jagung dan pada masing-masing lubang tersebut akan diletakkan satu telur. Lubang bekas gerekan itu direkatkan kembali dengan air liur dan sisa gerekannya (Kartasapoetra, 1991). Gambaran Umum Jarak Pagar Jatropha curcas L Menurut Hambali et al. (2006), sistematika tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut kingdom divisi subdivisi kelas ordo famili : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Euphorbiales : Euphorbiaceae7genus spesies: Jatropha : Jatropha curcas LJarak pagar termasuk tanaman setahun dan berupa tanaman perdu yang dapat tumbuh pada kisaran ketinggian 0-1700 meter di atas permukaan laut. Batangnya berkayu, berbentuk silindris, bercabang, berkulit licin, dan memiliki tonjolan-tonjolan bekas tangkai daun yang gugur. Tanaman jarak pagar memiliki daun tunggal yang tumbuh berseling dan tersebar di sepanjang batangnya. Daunnya lebar, berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang dan lebar yang hampir sama, yaitu 5-15 cm. Helai daun berlekuk dan membentuk sudut 3 atau 5 (Hambali et al. 2006). Bunga tanaman jarak pagar merupakan bunga majemuk, berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman). Jumlah bunga betina 4-5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Baik bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau di ketiak daun (Hambali et al. 2006). Buah tanaman jarak pagar berbentuk bulat telur, memiliki diameter 2-4 cm, panjang 2 cm, dan tebal 1 cm. Buahnya berwarna hijau ketika masih muda,dan berwarna kuning, abu-abu kecoklatan atau kehitaman jika sudah masak. Bagian dalam buah terbagi atas tiga ruang yang masing-masingnya berisi satu biji. Sementara itu bijinya berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman, dan mengandung banyak minyak (Hambali et al. 2006). Selanjutnya Sinaga (2006) menyatakan bahwa biji jarak pagar rata-rata berukuran 18x11x9 mm, dengan berat 0,62 gram, serta terdiri atas 58,1% biji inti yang berupa daging (kernel) dan 41,9% kulit. Hambali et al. (2006) mengemukakan bahwa di Indonesia tanaman jarak pagar dapat ditanam di seluruh wilayah, karena tanaman ini tahan terhadap kekeringan, dan dapat pula tumbuh di tempat bercurah hujan 300-2380 mm per tahun. Sementara itu kisaran suhu lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan8jarak pagar adalah 11 -38 C. Produksi buah dimulai sejak tanaman ini mencapai usia lima bulan, sedangkan produktivitas penuh dicapai pada usia lima tahun. Daun dan ranting jarak pagar mengandung senyawa stigmast-5-en-3b,7bdiol; stigmast-5-en-3b,7a-diol; cholest-5-en-3b,7b-diol; cholest-5-en-3b,7a-diol; campesterol; b-sitosterol. Selain itu terdapat pula senyawa falvonoid, apigenin, dan isvitexin. Batang jarak mengandung asam organik seperti iridoits, saponin, tannin, senyawa fridelin, tetrasiklik triterpen ester jatrocurin, dan scopeletin metal ester. Kulit batangnya mengandung senyawa b-amyrin, dan tarasterol. Sementara itu akar jarak mengandung b-sitosterol, b-D-glukosida, marmesin, propasin, curculathyrane A dan B, diterpenoid jatrophol, jatropholone A dan B, chomarin tomentin, comarino-lignan jatrophin, serta saponin dan flavonoid. Getah jarak mengandung senyawa curcacyline A dan B, saponin, flavonoida, tannin, dan senyawa-senyawa polifenol. Pada biji jarak terkandung senyawa alkaloida, saponin, dan sejenis protein beracun yang disebut kursin. Bijinya juga mengandung 35-45% minyak lemak yang terdiri atas berbagai trigliserida asam palmitat, stearat, dan kurkalonat (Alamsyah, 2006 dan Sinaga, 2006).9BAHAN DAN METODEKegiatan ini dilakukan selama tiga bulan, November 2007 - Januari 2008, di Balai Benih Induk (BBI) Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Sementara itu peralatan yang digunakan yaitu 12 buah stoples, kain kasa, saringan/ayakan, dan timbangan. Bahan yang digunakan adalah biji jagung, imago kumbang bubuk (Sitophilus zeamais), dan biji jarak pagar (Jatropha curcas L). Biji jagung yang digunakan merupakan hasil panen BBI yang sebelumnya disimpan pada kadar air 10-11%. Biji jagung tersebut disortir untuk mendapatkan benih jagung yang masih baik/utuh. Sementara itu imago Sitophilus zeamais diperoleh dari biji jagung yang berlubang atau terdapat bekas gigitan kumbang bubuk yang diduga menjadi tempat diletakannya telur hama ini. Biji jagung tersebut kemudian dibiarkan selama beberapa waktu hingga kumbang bubuk tersebut berkembang manjadi dewasa. Pembuatan Pestisida Nabati Pembuatan ekstrak biji jarak pagar sebenarnya cukup mudah dan murah untuk dilakukan sendiri oleh para petani. Dalam kegiatan penelitian ini, pestisida nabati dibuat dari biji Jatropa curcas L yang sudah agak tua (berwarna cokelat kehitaman). Biji tersebut dibersihkan dan dikeringkan lalu dihaluskan dengan cara ditumbuk hingga menjadi ekstrak yang lalu disaring atau diayak. Pengujian Dosis Ekstrak Biji Jatropha curcas L terhadap Mortalitas Sitophilus zeamais Tiga dosis berbeda ekstrak biji jarak pagar merupakan perlakuan yang diujicoba: A = dosis 5 gr/200 gr biji jagung; B = dosis 10 gr/200 gr biji jagung; dan C = dosis 15 gr/200 gr biji jagung; serta D = kontrol (tanpa perlakuan pestisida nabati). Setiap perlakuan diulang tiga kali dan dirancang berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada setiap stoples yang sudah disediakan, dimasukan biji jagung sebanyak 200 gram. Kemudian dimasukan pula ekstrak biji Jatropha curcas L10yang dicampur merata dengan biji jagung. Setiap stoples lalu diisi dengan sepuluh ekor imago kumbang bubuk (Sitophilus zeamais), dan kemudian mulut stoples ditutup dengan kain kasa. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada 1 minggu setelah perlakuan (MSP), 2 MSP, dan 3 MSP. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap kumbang bubuk yang mati. Data pengamatan yang dikumpulkan kemudian dihitung dengan rumus probit di bawah ini untuk mengetahui bersarnya persentase mortalitas kumbang bubuk: serangga mati % kematian = X 100% serangga mati + serangga hidup11HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata bahan nabati yang diuji, dimana terdapat dosis bahan nabati yang mampu menyebabkan kematian Sitophilus zeamais hingga 93,33%, yaitu pada dosis 15 gram/200gram biji jagung (Tabel 1). Tabel 1. Persentase mortalitas Sitophilus zeamais karena perlakuan bahan nabatiPerlakuan Ulangan Dosis I A II III I B II III I C II III I Kontrol II III 1 MSP 3 2 3 1 2 2 3 3 4 0 0 0 2 MSP 2 2 3 3 4 3 3 4 4 0 0 0 3 MSP 3 3 1 4 3 3 3 2 2 0 0 0 Serangga Uji yang Mati pada seranggauji yang mati 8 7 7 8 9 8 9 9 10 0 0 0rata-rata serangga mati/minggu 2.6666667 2.3333333 2.3333333 2.6666667 3 2.6666667 3 3 3.3333333 0 0 0 0 93.33333333 86.66666667 73.33333333 % MortalitasHasil analisis sidik ragam memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata perlakuan ekstrak biji jarak pagar dalam meningkatkan jumlah kematian kumbang bubuk jagung (Tabel 2). Hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa dosis ekstrak biji jarak pagar yang paling efektif terhadap kematian serangga uji (Sitophilus zeamais) adalah 15 gram/200 gram biji jagung. Perlakuan dengan dosis ini berbeda nyata dengan kedua perlakuan yang lain dan kontrol. Persentase kematian serangga uji (Sitophilus zeamais) yang tinggi mengindikasikan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak12Jatropa curcas L tersebut. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai daya insektisidal yang tinggi yang dapat menyebabkan kematian serangga uji (Sitophilus zeamais). Menurut Lajis & Jaafar (1998), biji jarak mengandung senyawa alkaloid dan senyawa protein beracun yang disebut kursin yang bersifat insektisidal. Hal ini didukung oleh Hambali et al. (2006), yang menyatakan bahwa daging biji jarak pagar selain mengandung minyak juga mengandung senyawasenyawa kimia seperti alkaloida, saponin, dan sejenis protein beracun yangdisebut kursin. Senyawa beracun ini yang diduga dapat membunuh serangga uji S. zeamais. Tambahan pula pada bagian kulit biji mengandung ekstrak eter yang juga dapat membunuh S. zeamais. Tabel 2. Analisis ragam mortalitas Sitophilus zeamaisF tabel Sumber variasi Perlakuan Acak Total DB 3 8 11 JK 24.67 2 26.67 KT 8.2233333 0.25 2.4245455 F hitung 0.05 32.893333 4.07 0.01 7.59**Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada F (0.01) KK= 5,995% Pada perlakuan beberapa dosis ekstrak biji jarak yang dicobakan ternyata dosis tertinggi (15 gram/200 gram biji jagung) yang menyebabkan mortalitas tertinggi Sitophilus zeamais serta berbeda nyata dengan dosis yang lainnya dan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan efek insektisidal dalam ekstrak biji jarak pagar yang disebabkan karena perbedaan konsentrasi senyawa metabolit sekunder dalam ekstraksi tersebut. Konsentrasi senyawa dalam ekstrak dipengaruhi oleh akumulasi senyawa-senyawa tersebut dalam biji jarak pagar.13KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan penelitian sederhana yang sudah dilakukan ini dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Ekstrak biji jarak pagar sangat efektif dalam mengendalikan hama gudang Sitophilus zeamais 2. Di antara perlakuan yang dicobakan, dosis ekstrak biji jarak yang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap mortalitas Sitophilus zeamais yaitu 15 gram/200 gram biji jagung. Sementara itu, sangat disarankan agar perlu diadakan penelitian lanjutan di lapang untuk lebih memastikan efektivitas ekstrak biji jarak pagar terhadap kematian kumbang bubuk dalam habitat hidup yang sebenarnya.14DAFTAR PUSTAKAAlam Syah, A.N, 2006. Yang Beracun, Yang Berfaeda. Hangtuah Digital Library. http://www.google.co.id [4 Maret 2008]. Hambali, E. dkk. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Penebar Swadaya. Jakarta. Imdad, H. P. dan A. A. Nawangsih.1995. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta. Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van Der. Penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan daru: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Kartasapoetra, A.G. 1991. Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. Rineka Cipta, Jakarta. Lajis, Razak Hj & Adenan Jaafar. 1998. Jarak Pagar: Siri Tumbuhan Beracun. http://www.prn2.usm.my/mainsite/bulletin/1998/penawa22.html [November 2007]. Oka. I. N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman, edisi revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Sinaga, E. 2006. Jatropha curcas L. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan UNHAS. Jakarta. http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg tanaman obat/jarak pagar [4 Maret 2008]. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.