51
POTENSI ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK KASAR BAKTERI ASOSIASI KARANG BATU YANG TERINFEKSI PENYAKIT BROWN BAND (BrB) TERHADAP BAKTERI PATOGEN Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SKRIPSI FUNTY SEPTIYAWATI POLAPA L111 11 016 Pembimbing : Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

POTENSI ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK KASAR BAKTERI … · Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli ... Peningkatan jumlah kasus resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik ... TINJAUAN

  • Upload
    buitruc

  • View
    247

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

POTENSI ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK KASAR BAKTERI ASOSIASI KARANG BATU YANG TERINFEKSI PENYAKIT

BROWN BAND (BrB) TERHADAP BAKTERI PATOGEN Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

SKRIPSI

FUNTY SEPTIYAWATI POLAPA

L111 11 016

Pembimbing :

Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si

Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

ii

ABSTRACT

FUNTY SEPTIYAWATI POLAPA. L 111 11 016. Antibacterial Potential Of Crude

Extract Associated Bacterial From Stony Coral Infected by Brown Band Disease

(BrB) to Staphylococcus aureus And Escherichia coli. Supervised by Arniati

Massinai and Abdul Haris.

An increasing number of cases of pathogenic bacterial resistance to antibiotics is

triggering increased supply of new antimicrobial compounds. One potential source of

antimicrobial compounds is bacterial associated with stony coral infected by Brown

Band Disease (BrB). The purpose of this study is to obtain crude extracts reef-

associated bacteria that have antimicrobial activity to Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli. This study uses three isolates of Pseudomonas sp, Flavobacterium

sp, and Bacillus sp. The results of the initial screening method using High

Throughput Screening (HTS) indicate only Flavobacterium sp isolated extract having

antibacterial activity. The results of the agar diffusion test indicate crude extract of

Flavobacterium sp is possibly pathogenic to bacteria Staphylococcus aureus with a

clear zone diameter of 0.2-1.3 mm, while against Escherichia coli, it has no activity.

keywords: Antibacterial Compounds, stony coral associated bacteria coral, Brown

Band Disease

iii

ABSTRAK

FUNTY SEPTIYAWATI POLAPA. L 111 11 016. Potensi Antibakteri Dari Ekstrak Kasar Bakteri Asosiasi Karang Batu Yang Terinfeksi Penyakit Brown Band (BrB) Terhadap Bakteri Patogen Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Dibimbing oleh Arniati Massinai dan Abdul Haris.

Peningkatan jumlah kasus resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik akhir-akhir ini memicu peningkatan pencarian sumber senyawa antimikroba baru. Salah satu sumber potensial penghasil senyawa antimikroba adalah bakteri yang berasosiasi dengan karang yang terinfeksi penyakit. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan karang yang memiliki aktivitas antimikroba S. aureus dan E. coli. Penelitian ini menggunakan 3 isolat bakteri asosiasi jenis Pseudomonas sp, Flavobacterium sp dan Bacillus sp. Hasil skrining awal dengan metode High Throughput Screening (HTS) hanya ekstrak isolat bakteri Flavobacterium sp yang memiliki aktivitas antibakteri, selanjutnya hasil uji difusi agar menunjukkan adanya potensi terhadap Staphylococcus aureus dengan diameter zona bening 0,2 - 1,3 mm, sedangkan terhadap bakteri Escherichia coli tidak memiliki aktivitas.

Kata Kunci : Senyawa Antibakteri, Bakteri Asosiasi Karang Batu, Brown Band

iv

POTENSI ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK KASAR BAKTERI ASOSIASI KARANG BATU YANG TERINFEKSI PENYAKIT

BROWN BAND (BrB) TERHADAP BAKTERI PATOGEN Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Oleh:

FUNTY SEPTIYAWATI POLAPA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

v

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1993 di Kota

Makassar, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari empat

bersaudara dari pasangan Bobby Polapa dan Harianti A. Hasan,

SH. Pada tahun 2005 lulus dari SDN 233 Batara Kota Palopo,

tahun 2008 lulus dari SMPN 3 Kota Palopo dan tahun 2011 lulus

dari SMAN 3 Kota Palopo. Pada tahun 2011, melalui Seleksi Jalur undangan penulis

berhasil diterima pada Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Selama kuliah di Jurusan Ilmu Kelautan, penulis aktif sebagai asisten di

beberapa mata kuliah seperti Ekologi Laut, Mikrobiologi Laut, Koralogi, dan

Planktonologi Laut. Selain itu, penulis juga aktif pada berbagai organisasi

diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan, Marine Science Diving Club

(MSDC), dan Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Voli Universitas Hasanuddin.

Pada tahun 2014, penulis melaksanakan salah satu tridarma perguruan

tinggi yaitu pengabdian masyarakat dengan mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN)

gelombang 87, di Desa Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi

Selatan. Pada saat bersamaan, penulis sekaligus melaksanakan Praktik Kerja

Lapang (PKL) di Perairan Desa Lero, Kec. Suppa, Kab. Pinrang dengan judul

Kondisi Air Perairan Desa Lero Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

Akhirnya, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Potensi Antibakteri Dari Ekstrak Kasar Bakteri

Asosiasi Karang Batu Yang Terinfeksi Peyakit Brown Band (BrB) Terhadap Bakteri

Patogen Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli”.

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan

anugerah-Nya serta kasih sayang-Nya yang tidak henti-hentinya khususnya kepada

penulis dan keluarga penulis, hingga saat ini. Tidak lupa Shalawat kepada junjungan

Nabi dan Rasul Muhammad saw beserta para sahabatnya atas segala

perjuangannya atas segala perjuangannya dalam menyebarkan ajaran Islam.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sangat tulus

kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis mulai dari awal perkuliahan

hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

1. Kepada kedua orangtuaku, Ayahanda Bobby Polapa dan Ibunda Harianti A.

Hasan, SH yang telah bersedia dengan ikhlas memberikan segala dukungan baik

itu materi dan nonmateri selama kuliah dan mendidik penulis dalam menimbah

ilmu pengetahuan sampai kepada penyelesaian studi di Jurusan Ilmu Kelautan

Universitas Hasanuddin

2. Kepada Pembimbing Ibu Dr. Ir. Arniati Massianai, M.Si dan Bapak Prof. Dr.

Abdul Haris, M.Si yang selalu memberikan nasehat dan memberikan arahan

dalam menyelesaikan tullisan ini.

3. Kepada Penguji Ibu Dr. Ir. Shinta Werorilangi, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Akbar

Tahir, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si yang memberikan kritik

yang sangat membangun dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Muh. Hatta, M.Si sebagai penasehat akademik yang selalu

memberikan semangat dan saran-saran yang membangun bagi penulis.

viii

5. Kepada Ibu Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si selaku ketua tim Penelitian dari Badan

Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) yang terlah mengikut sertakan saya

dalam penelitian tersebut dan membantu dalam hal dana penelitian.

6. Kepada Saudaraku Irfan, S.Pd, Hardieyanto Polapa, Haryanun Polapa dan

Muh. Randi Polapa yang senantiasa mendukung dan memberi semangat.

7. Kepada sahabatku Raodah Septi Legina, Fajria Sari Sakaria, Ismayanti,

Mustiara Bakri, Endang, Aswin Wardhana dan Suci Rahmadhani Artika,

Muh. Isman, Nizar Ardiansyah, Sartina, Yanuardi Septian, Fajar Pajrin dan

teman-teman KEDUBES lainnya yang selalu memberi warna selama masa

perkuliahan.

8. Teman-teman seperjuangan Wulan Sari Usman, Widyastuti, St. Radiyah

Jasrah, Annisa Z., Asirwan, Robby Nimzet, dan Mustono yang sangat

membantu selama penelitian berlangsung.

9. Teman-teman UKM Bola Voli UH Fitri Mabir Masa, Harvina Mukrim dan Andi

Evi Putri sari.

Masih sangat banyak orang-orang yang membantu dalam menyelasaikan tulisan

ini yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Penulis mengetahui jika tanpa

bantuan kalian semua maka tulisan ini tidak angka pernah mencapai akhir yang

baik, oleh karena itu sekali lagi penulis ucapkan TERIMA KASIH setulus-tulusnya,

tanpa kalian semua tidak akan ada artinya.

ix

DAFTAR ISI

Hal.

Abstrak ....................................................................................................................... ii

Sampul ....................................................................................................................... iii

Halaman Pengesahan .............................................................................................. v

Riwayat Hidup ........................................................................................................... vi

Ucapan Terima Kasih ............................................................................................... vii

Daftar Isi ..................................................................................................................... ix

Daftar Tabel ............................................................................................................... xi

Daftar Gambar ........................................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 3

C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................. 3

D. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 4

E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Brown Band (BrB) ........................................................................ 5

B. Bakteri Asosiasi Hewan Karang ................................................................. 6

C. Senyawa Aktif Pada Hewan karang........................................................... 7

D. Uji Antimikroba ............................................................................................. 9

E. Bakteri Patogen ........................................................................................... 13

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ...................................................................................... 18

x

B. Alat dan Bahan ............................................................................................ 18

C. Prosedur Kerja ............................................................................................. 19

1. Stok Bakteri............................................................................................ 19

2. Pembuatan Media ................................................................................. 20

3. Peremajaan Stok Bakteri ...................................................................... 21

4. Peremajaan Bakteri Patogen ............................................................... 21

5. Skrining Awal Antibakteri ...................................................................... 22

6. Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode HTS ..................................... 23

7. Penentuan Fase Stationer .................................................................... 23

8. Uji Potensi Ekstrak Bakteri Dengan Metode Difusi Agar ................... 23

D. Analisis Data ................................................................................................ 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Skrining Awal Aktivitas Antibakteri ............................................................. 27

B. Karakteristik Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi BrB ..................... 29

C. Potensi Antibakteri Ekstrak Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi

Penyakit BrB ................................................................................................ 29

V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 35

xi

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 1. Standar Kekeruan Mc Farland .................................................................. 20

Tabel 2. Diameter zona bening aktivitas antibakteri terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ........................................... 28

xii

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 1. Karang Yang terinfeksi Penyakit BrB Pada Karang Acropora sp ...... 6

Gambar 2. Zona bening hasil uji antimikroba dengan difusi agar ......................... 10

Gambar 3. Metode dilusi. ......................................................................................... 11

Gambar 4. Microplate wells. ..................................................................................... 13

Gambar 5. Bakteri Staphylococcus aureus. ........................................................... 15

Gambar 6. Bakteri Escherichia coli ......................................................................... 16

Gambar 7. Biakan Isolat bakteri asosiasi karang yang terinfeksi BrB .................. 19

Gamba 8. Bakteri Uji ................................................................................................. 20

Gambar 9. Pembuatan Medium ............................................................................... 20

Gambar 10. Alat Sentrifuse ...................................................................................... 20

Gambar 11. Metode HTS ....................................................................................... 23

Gambar 12. Alat Shaker-inkubator .......................................................................... 24

Gambar 13. Alat Corong Pemisah ........................................................................... 25

Gambar 14. Pengukuran Zona Bening.................................................................... 26

Gambar 16. Hasil Skrining awal aktifitas antibakteri ekstrak bakteri karang

batu yang terinfeksi BrB dengan Metode HTS .................................... 27

Gambar 17. Uji Daya Hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus ............. 30

Gambar 18. Uji Daya hambat Bakteri Escherichia coli .......................................... 30

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resistensi bakteri patogen tehadap antibiotik-antibiotik yang ditemukan telah

menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Pencarian suatu antibakteri sangat

perlu dilakukan untuk menanggulangi patogen penyakit pada manusia. Penelitian

tentang penggunaan bahan aktif yang berasal dari laut telah banyak dilakukan.

Ginting dkk. (2010) melaporkan bahwa ekstrak kasar bakteri yang berasosiasi

dengan spons jenis Acanthostrongylophora sp memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Vibrio cholera, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtillis. Selanjutnya Lisdayanti

(2013) mendapatkan fraksi dari ekstrak lamun Enhalus acoroides yang berasal dari

Kepulauan Spermonde Makassar dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus. Namun informasi tentang bahan aktif yang berasal dari

karang masih sangat kurang. Karang merupakan hewan masif yang rentan

terhadap predator dan perubahan parameter lingkungan yang ekstrim. Sehingga

untuk mempertahankan diri karang menghasilkan metabolit sekunder.

Penelitian tentang penggunaan bahan aktif yang berasal dari karang sebagai

antimikroba masih sangat terbatas. Penelitian Priyatmoko (2008) mengungkap

bahwa ekstrak karang lunak Sinularia sp yang berasal dari Kepulauan Seribu

memiliki potensi sebagai antikanker. Ritchie (2006) mendapatkan bakteri asosiasi

pada lendir karang Acropora palmata yang berasal dari kanal Florida Keys dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dan Gram positif, yaitu Bacillus

subtilis, S. aureus, Salmonella typhimurium, dan Serratia marcescens. S.

marcescens adalah bakteri yang diisolasi dari karang yang terinfeksi penyakit white

pox. Ekstrak yang diambil dari bakteri yang berasosiasi dengan organisme memiliki

2

kelebihan dalam hal jumlah sampel. Untuk mengekstrak organisme dibutuhkan

jumlah sampel yang lebih banyak dibanding dengan bakteri asosiasi organisme.

Pastra (2011) dalam Rizka (2013) menyatakan bahwa bakteri yang berasosiasi

menghasilkan zat bioaktif yang sama dengan inangnya.

Pengambilan senyawa aktif biasanya diambil dari bakteri asosiasi organisme

sehat, tetapi untuk pengambilan dari organisme yang terinfeksi penyakit belum

pernah dilakukan, padahal bakteri yang berasosiasi dengan organisme yang sakit

untuk bertahan hid up dan berada pada lingkungannya akan mengeluarkan

metabolit sekunder untuk melawan bakteri patogen. Abubakar dkk. (2011)

melakukan skrining bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp. sebagai

penghasil senyawa antimikroba dengan hasil senyawa dari bakteri yang didapatkan

dapat mengahambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen.

Peningkatan prevalensi resistensi bakteri patogen telah banyak dilaporkan

selama bertahun-tahun di berbagai daerah di dunia termasuk negara-negara

berkembang, dikaitkan dengan perubahan karakteristik mikroba, tekanan selektif

penggunaan antimikroba, perubahan teknologi yang meningkatkan pengembangan

dan transmisi yang resistan terhadap obat organisme (Byarugaba, 2009). Kumala

(2007) melaporkan bahwa jenis bakteri patogen S. aureus dan Escherichia coli telah

menjadi kebal terhadap antibiotik, sehingga perlunya pengembangan suatu zat kimia

yang memiliki kandungan sebagai antibakteri.

S. aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat yang tersusun

dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur. S. aureus

bersifat patogen yang menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase dan mampu

meragikan manitol (Warsa, 1994). Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan

jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan

3

oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo dan infeksi luka. Infeksi yang lebih

berat di antaranya pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, infeksi saluran kemih,

osteomielitis dan endokarditis (Ryan dkk.., 1994).

E. coli adalah bakteri yang secara normal hidup di saluran pencernaan

maunusia dan hewan. Bakteri ini berbentuk batang dan termasuk bakteri Gram

negatif (Anonim, 2013). Meskipun bakteri E. coli secara normal hidup di saluran

pencernaan, banyak kasus diare yang disebabkan oleh bakteri ini. Banyak terjadi

kasus EHEC (Enterohaemorrohagic Escherichia coli) terutama disebabkan oleh E.

coli O157:H7. Bakteri ini merupakan satu serotype E. coli yang bersifat patogen dan

berbahaya bagi manusia.

Penemuan antimikroba baru sebagai antibakteri patogen S. aureus dan E. coli

dan lingkungan perairan laut, maka penelitian tentang uji antibakteri asosiasi karang

batu yang terinfeksi penyakit BrB penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka diturunkan pertanyaan penelitian “Bagaimana

aktivitas dan potensi antibakteri senyawa dari ekstrak bakteri asosiasi karang batu

yang terinfeksi penyakit BrB terhadap bakteri S. aureus dan E. coli”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan potensi antibakteri

senyawa dari ekstrak bakteri asosiasi karang batu yang terinfeksi penyakit BrB

terhadap bakteri S. aureus dan E. coli.

4

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup berupa uji aktivitas dan potensi antibakteri

senyawa dari ekstrak bakteri asosiasi karang batu yang terinfeksi penyakit BrB

terhadap Bakteri S. aureus dan E. coli.

E. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian

selanjutnya dan sebagai informasi dasar pada industri farmasi untuk bahan dasar

pembuatan antibiotik.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Brown Band (BrB)

Penyakit Brown Band (BrB) pertama kali ditemukan di Great Barrier Reef

Australia pada tahun 2002. Penyakit ini dicirikan oleh band (pita) warna coklat

keemasan atau coklat muda yang terdapat antara jaringan yang sehat dengan

jaringan yang sudah mati (Gambar 1), terkadang terdapat jaringan memutih antara

band berwarna coklat keemasan dengan jaringan yang sehat. Pada pita yang

berwarna coklat ditemukan populasi ciliata yang didalam tubuhnya terdapat

zooxantella. Borneman (2001) berdasarkan hasil pengamatan penyakit BrB di

aquarium menunjukkan bahwa kemungkinan siliata (Helicostoma nonatum) yang

menghasilkan warna coklat seperti jely pada karang. Keberadaan ciliata ini

dikemukakan pula oleh Bourne dkk. (2008) memakan jaringan karang pada

permukaan koloni yang luka. Ciri-ciri penyakit dan adanya siliata pada band warna

coklat ditemukan pula oleh Raymundo dkk. (2006) di Philiphina dan juga ditemukan

oleh Massinai dkk. (2012) di empat pulau yang terdapat pada gugusan Kepulauan

Spermonde yaitu Pulau Kodingarenglompo, Pulau Badi, Pulau Barranglompo dan

Pulau Salemo.

Simanjuntak (2012) melaporkan pertumbuhan Acropora nobilis dengan metode

transplantasi penempelan fragmen karang pada media semen dan pengamatan

dilakukan selama 10 bulan hasil yang didapatkan laju pertumbuhan lebar rata-rata 6,

38 mm per bulan, sedangkan laju pertumbuhan tinggi rata-rata 5,53 mm per bulan.

Pengamatan prevalensi penyakit BrB yang dilakukan oleh Massinai dkk.. (2012)

pada tiga terumbu karang di Kepulauan Spormonde, dengan hasil presentasi Pulau

Salemo (0,07%), Pulau Barranglompo (0,21%) dan Pulau Kodingarenglompo

6

(0,27%). Penyakit BrB ini laju infeksinya lebih cepat dibanding dengan laju

pertumbuhannya. Data tentang laju infeksi penyakit BrB di beberapa lokasi antara

lain pada karang Acropora sp 1,58 – 6,11 cm per hari di Pulau Barranglompo

Sulawesi Selatan (Massinai dkk., 2013). Sedangkan laju pertumbuhan karang pada

umumnya hanya 0,3 cm per hari (Nash, 2003). Laju infeksi penyakit BrB ini lebih

tinggi 5,4 kali lipat dibanding dengan laju infeksi penyakit Black Band yaitu 0,387 ±

0,309 cm per hari (Boyett, 2006) dan 0,14 cm per hari (Massinai dkk., 2012).

Gambar 1. Karang yang terinfeksi penyakit BrB pada karang Acropora sp. a. Pulau

Badi & b. Pulau Barranglompo (Sumber : Massinai (2012; 2013).

B. Bakteri Asosiasi Hewan Karang

Bakteri yang termasuk dalam organisme prokariot selain memiliki kegunaan,

juga bisa menimbulkan kerugian. Bakteri laut mampu mendiami seluruh bagian laut,

mulai dari permukaan air laut hingga dasar relung terdalam dan menempati berbagai

habitat. Habitat epibiotik (komunitas biofouling) merupakan permukaan benda mati

yang dilekati oleh komunitas bakteri, sedangkan komunitas endobiotik adalah

lingkungan dalam jaringan tubuh organisme inang (host) mungkin menguntungkan

(mutualisme), merugikan karena mengambil sari makanan dari organisme semang,

tapi tidak menyebabkan penyakit (parasitisme), dan membahayakan karena

menimbulkan penyakit yang mematikan (pathogenesis) (Sidharta, 2000).

7

Berbagai jenis bakteri yang berasosiasi dengan karang yang berada pada lokasi

yang berbeda-beda. Hasil pengamatan Massinai dkk.. (2013) terhadap karang

Acropora sp yang terinfeksi BrB dan 3 jenis karang sehat yang diinvasi dengan BrB

ditemukan Choromobacterium sp, Pseudomonas sp, Flavobacterium sp dan,

Staphylococcus sp, sedangkan pada karang sehat ditemukan Choromobacterium

sp dan Flavobacterium sp. Selanjutnya Boyett (2006) melaporkan ada 9 jenis siliata

yang berasosiasi dengan Acropora brown band yaitu Parauronema longum,

Schizocaryum dogieli, Cohnilembus verminua, Anophyroides haemophila,

Miamiensis avidus, Pseudocohnilembus marinus, Metanophrys similis, Paranophrys

magna dan Urenema marinum.

Bakteri asosiasi ada yang sementara dan ada yang menetap pada inangnya.

Bakteri yang menetap pada suatu biota disebut sebagai bakteri simbion. Bakteri

simbion pada umumnya melindungi biota yang ditumpanginya dan dirinya dengan

menghasilkan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan golongan

senyawa dengan struktur bervariasi dan khas untuk setiap organisme, memiliki berat

molekul relatif kecil, ditemukan dalam jumlah minor, berfungsi untuk pertahanan diri

organisme, melawan penyakit, pertumbuhan, atau hormon.

C. Senyawa Aktif Pada Hewan Karang

Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia aktif yang dihasilkan oleh organisme

melalui jalur biosintetik metabolit sekunder (Khatab, 2008 dalam Romansyah, 2011).

Selain oleh inangnya senyawa aktif juga dapat dihasilkan oleh bakteri yang

berasosiasi dengan organisme tersebut (Pastra, 2011 dalam Rizka, 2013).

8

1. Senyawa Aktif Pada Karang

Metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme

primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi

adaptasi lingkungan. Kompetisi ruang dan makanan yang kuat juga mendorong

organisme laut menghasilkan metabolit sekunder (Muniarsih, 2005). Metabolit

sekunder yang dihasilkan oleh karang lunak memiliki keragaman yang tinggi dan

struktur kimia yang unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya keanekaragaman

organisme laut dan pengaruh lingkungan laut, yaitu salinitas, intensitas cahaya,

arus, dan tekanan. Karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa

hasil metabolit sekunder, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan

peptida. Karang lunak Sarcophyton sp dilaporkan memiliki kandungan senyawa

bioaktif alkaloid, steroid, dan flavonoid (Romansyah, 2011).

2. Senyawa Aktif Bakteri Asoiasi Karang

Bakteri diketahui terdapat sangat melimpah dan aktif di sekitar karang. Dinamika

mikrobiota ini dapat berada di sejumlah lekuk/celah karang, pada lapisan permukaan

mukus karang (Ritchie & Smith, 1995; Ritchie & Smith, 2004), di dalam jaringan

karang (Banin dkk., 2000), dan di badan air sekeliling karang (Frias-Lopez dkk.,

2002). Bakteri yang bersimbiosis dengan organisme kemungkinan besar banyak

melakukan interaksi biokimia dengan organisme inangnya. Interaksi biokimia

tersebut memungkinkan bakteri yang bersimbiosis menghasilkan zat bioaktif yang

sama dengan inangnya (Pastra, 2011 dalam Rizka A., 2013). Bakteri yang memiliki

kemampuan antimikroba dapat menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa

antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri pada umumnya merupakan metabolit

sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993), tetapi

9

untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain dalam mendapatkan

nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain (Baker dan Cook, 1974).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa aktif yang

berasal dari bakteri asosiasi karang. Seperti yang dilakukan oleh Huda dkk. (2011)

pada bakteri asosiasi karang lunak Sarcophyton sp, Ritchie (2006) pada bakteri

lendir karang A. palmata, Sabdono (2009) pada mikroba yang berasosiasi dengan

karang Goniastrea asper, dan masih banyak penelitian serupa dengan spesies

karang yang beragam.

D. Uji Antimikroba

Pengujian antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa besar potensi atau

konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi mikroorganisme. Secara

umum dikenal 3 metode utama untuk uji antimikroba yaitu difusi agar, dilusi dan

bioautografi Brock dan Madigan (1991).

1. Metode Difusi Agar Kirby-Bauer

Metode difusi agar Kirby-Bauer adalah salah satu metode pengujian kerentanan

bakteri terhadap antimikroba atau sering juga dinamakan uji daya hambat. Pertama

kali dikembangkan awal tahun 1950-an pada sebagian besar laboratorium

mikrobiologi klinis di amerika serikat, dan pada tahun 1956 Kirby dan Bauer

mengusulkan metode disk tunggal untuk menyempurnakan pengujian kerentanan

antimikroba, kemudian pada tahun 1961 dibakukan oleh Organisasi Kesehatan

Dunia. Metode ini digunakan untuk menetukan resistensi atau sensivitas bakteri

aerob dan fakultatif anaerob terhadap bahan kimia tertentu (Hudzicki, 2010).

Metode difusi agar dilakukan dengan bahan uji yang telah dilarutkan dalam

pelarut yang sesuai dimasukkan kedalam sumuran atau diteteskan pada paper disk.

10

Kemudian ditanam dalam medium padat yang telah berisi mikroba uji. Setelah

inkubasi diamati adanya zona bening di sekitar sumuran atau paper disk.

Kemampuan bahan uji menghambat bakteri uji ditandai dengan terbentuknya zona

jernih disekitar cakram uji dan dievaluasi : >20 mm (strong inhibition), 5-10 mm

(moderate inhibition) and <5 mm (weak inhibition) (Rante dkk., 2010). Hasil dari cara

kerja tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Zona bening hasil uji antimikroba dengan difusi agar.

2. Metode Dilusi

Metode ini biasanya digunakan untuk menetukan nilai MIC (minimum inhibition

concentration), konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba uji metode dilusi dilakukan dengan mencampur sampel, mikroba uji dan

media inokulasi dengan beberapa variasi pengenceran. Aktivitas yang diamati

dengan kontrol tanpa adanya bahan uji. Microplate titer assay menggunakan prinsip

dalam metode dilusi tapi dengan skala yang lebih kecil (100-250µL) (Gambar 3).

11

Gambar 3. Metode Dilusi.

Sumber : http://aguskrisnoblog.files.wordpress.com/

3. Metode Bioautografi

Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk mememukan suatu

senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara melokalisir aktivitas

antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode ini memanfaatkan

pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada bioautogafi ini didasarkan atas

efek biologi berupa antibakteri, antiprotozoa, antitumor dan lain-lain dari substansi

yang diteliti. Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi

agar, dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke medium

agar yang telah diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang peka. Dari hasil

inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona hambatan di sekeliling

spot dari KLT yang telah ditempelkan pada media agar. Zona hambatan

ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di dalam bahan yang

diperiksa terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji. Bioautografi dapat

dipertimbangkan karena paling efisien untuk mendetekski komponen antimikroba,

sebab dapat melokalisir aktivitas meskipun dalam senyawa aktif tersebut terdapat

12

dalam bentuk senyawa kompleks dan dapat pula diisolasi langsung dari komponen

yang aktif (Akhyar, 2010).

4. HTS (High Throughput Screening)

Metode HTS merupakan salah satu alternatif cara yang paling efektif dan efisien

untuk melakukan penapisan (seleksi) dan mengetahui potensi suatu mikroorganisme

(bakteri, actinomycetes, fungi maupun yeast) dalam jumlah besar serta waktu yang

singkat. Dengan sistem high throughput screening ini kegiatan penelitian sangat

dimudahkan karena seorang peneliti dapat dengan cepat mengendalikan jutaan

reaksi biokimiawi, melakukan analisis genetika atau farmakologi. Secara umum

metode ini banyak digunakan dalam penelitian ilmiah bidang biokimiawi untuk

pencarian senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme sebagai

bahan obat baru bagi dunia farmasi dan kesehatan. Sistem HTS ini menyediakan

titik awal untuk melakukan desain obat dan memahami interaksi maupun peranan

dari satu proses biokimia pada suatu fenomena biologis. Teknik HTS ini didukung

oleh beberapa bahan di antaranya: microplate wells (Gambar 4) sebagai pelat

pengujian/ tempat untuk melakukan reaksi biokimiawi antara cairan sampel yang

dianalisis dengan pereaksi kimia dan buffer, software pengolah data dan perangkat

kontrol otomatis, microplate reader yang dilengkapi dengan detektor yang sensitif

terhadap reaksi biokimiawi yang terjadi (reaksi perubahan warna maupun

kekeruhan). Microplate titer yang digunakan untuk analisis HTS umumnya

mempunyai jumlah sumur/ lubang sebanyak 96 dengan ukuran tiap-tiap lubang 8 x

129 mm (Haryo, 2014).

13

Gambar 4. microplate wells.

5. Metode MTT Assay (3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium

bromide)

Metode MTT Assay merupakan metode kolorimetri, dimana pereaksi MTT ini

merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh

sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada

mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup. Kristal formazon ini memberi

warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan Enzyme-linked

Immunosorbent Assay (ELISA) reader (Pamilih, 2009).

E. Bakteri Patogen

Bakteri Patogen adalah bakteri parasit yang menimbulkan penyakit pada hospes

atau inang yang dihinggapi. Adapun contoh bakteri patogen pada

manusia, Misalnya: E. Coli (Penyebab penyakit diare), S. aureus (penyebab infeksi

pada luka), Salmonella thyphosa (penyebab penyakit tifus) dan Vibrio comma

(penyebab penyakit kolera). Pada tumbuhan, misalnya Psedomonas cattleyae

(penyebab penyakit pada anggrek) dan P. Solanacearum (penyebab penyakit pada

pisang), sedangkan pada organisme budidaya, misalnya Vibrio harveii (patogen

pada Udang) dan Aeromonas hydrophila (patogen pada Ikan) (Yusuf, 2008).

14

1. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan nama spesies yang merupakan bagian dari

genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakkan oleh Pasteur

dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan Rosenbach pada

era tahun 1880-an. Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena

bakteri ini, pada pengamatan mikroskopis berbentuk seperti stangkai buah anggur

(Gambar 5), sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena

pada biakan murni, kolini bakteri ini terlihat berwarna keemas-emasan. Rosenbach

juga mengungkapkan bahwa S. aureus dikenal secara luas sebagai penyebab

infeksi pada pasien pasca bedah dan pneumonia terutama pada musim dingin/hujan

(Delero dkk., 2009).

Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah radang supuratif

(bernanah) pada jaringan lokal yang cenderung menjadi abses. Manifestasi klinis

yang paling sering ditemukan adalah furunkel pada kulit dan impetigo pada anak-

anak. Infeksi superfisal ini dapat menyebar (metastatik) ke jaringan yang lebih dalam

menimbulkan osteomielitis, arthritis, endokarditis dan abses pada otak, paru-paru,

ginjal serta gelenjar mamae. Pneumonia yang disebabkan S. aureus sering

merupakan suatu infeksi sekunder setelah infeksi virus influenza. S. aureus dikenal

sebagai bakteri yang paling sering mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga

menimbulkan kontaminasi. Sumber pencemaran pada infeksi pasca bedah ini

diantaranya berasal dari penderita carrier yaitu dokter, perawat atau petugas

kesehatan yang terlibat dalam perawatan dan pembedahan pasien dan peralatan

medis yang terkontaminasi. Bila terjadi bakterimia, infeksi dapat bermetastasis ke

berbagai organ (Delero dkk., 2009).

15

Perang dunia kedua merupakan momen penting dalam sejarah resistensi S.

aureus terhadap antimikroba. Berbagai infeksi S. aureus termasuk sepsis, pada

waktu itu dapat diatasi dengan antimikroba penisilin. Tetapi dalam kurun waktu

kurang dari lima tahun telah ditemukan galur (strain) resisten terhadap antimikroba

tersebut. Bahkan pada tahun 1948 di Inggris misalnya, 60% isolat S. aureus telah

resisten terhadap penisilin dan pada akhir tahun 1950-an di berbagai negara Eropa

angka resistensi S. aureus terhadap penisilin telah mencapai 90% lebih (Giesbrecht

dkk., 1998).

Gambar 5. Bakteri Staphylococcus aureus. Sumber : weareanalyst.blogspot.com

Klasifikasi Bakteri S. aureus menurut Fardiaz (1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Eubacteria

Divisio : Firmicutes

Classis : Bacili

Ordo : Bacillales

Familia : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : S. aureus

16

2. Bakteri Escherichia coli

E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang dalam sel tunggal atau

berpasangan, merupakan anggota familie Enterobacteriacea dan flora normal

intestinal yang mempunyai kontribusi pada fungsi normal intestine dan nutrisi tetapi

bakteri ini akan menjadi patogen bila mencapai jaringan di luar jaringan intestinal.

Spesies E.coli bersifat motil dengan flagel peritrik yang dimilikinya, tetapi beberapa

ada yang nonmotil. Manifestasi klinis dari infeksi E. coli ini tergantung pada daerah

infeksi dan tidak dapat dibedakan dari gejala yang disebabkan oleh bakteri lainnya

(Noviana, 2014).

E. coli adalah bakteri yang resisten terhadap beberapa antibakteri hal ini

disebabkan karena tiga lapisan dinding sel pada bakteri ini, sehingga beberapa

senyawa tidak mampu merusak jaringan dari dinding sel bakteri E. coli (Gambar 6).

Bakteri ini yang bersifat patogen pada manusia yang menyebabkan gangguan

pencernaan pada manusia dan menganggu system kerja dari organ lambung.

Bakteri ini sangat merugikan bagi manusia sehingga perlu adanya senyawa

penghambat dari bakteri patogen ini (Agung, 2010 dalam Nurfadillah, 2013).

Klasifikasi bakteri Escherichia coli menurut Fardiaz (1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Eubacteria

Divisio : Proteobacteria

Classis : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

17

Gambar 6. Bakteri Esherichia Coli.

Sumber : yalun.wordpress.com

18

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober tahun 2014 di

Laboratorium Mikrobiologi Laut dan Laboratorium Penyakit dan Parasit Ikan Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Tabung reaksi sebagai wadah

dalam peremajaan bakteri, Autoclave untuk mensterilkan peralatan basah, oven

untuk mensterilkan peralatan kaca/kering, hot plate with stirrer untuk membuat

medium, timbangan elektrik untuk menimbang bahan, erlen mayer sebagai wadah

medium, spatula digunakan untuk memindahkan bahan serbuk, gelas kimia sebagai

wadah cairan, ose bulat/lurus untuk memindahkan bakteri dari medium lama ke

medium yang baru, tip untuk memindahkan bahan cari dengan volume tertentu,

kertas saring untuk menyaring bahan, well plate 96 sebagai wadah pada proses

screening awal, bunzen untu memanaskan, cawan petri sebagai wadah untuk

menumbuhkan bakteri, sentrifus untuk memisahkan supernatant dan biomassa

sampel, laminar sebagai tempat untuk melakukan penanaman, inkubator digunakan

untuk membiakkan bakteri, sheker inkubator digunakan untuk membiakkan bakteri,

Spektrofotomete digunakan untuk menentukan standar McFarland sampel, gloves

sebagai pengaman tangan, masker sebagai pelindung pernapasan. Sedangkan

bahan yang digunakan dalah Trypticase Soy Agar (TSA) dan Trypticase Soy Broth

(TSB) sebagai medium bakteri, BaCl2(Barium Clorida) 1% dan H2SO4(Asam Sulfat)

1% larutan untuk pembuatan standar McFarland, Metanol sebagai larutan esktraksi,

bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, Ciprofloxacin sebagai kontrol

19

positif, DMSO (Dimethyl sulfoxide) sebagai kontrol negatif, larutan MTT {-3(4,5-

dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide} sebagai bahan uji screening

awal, alkohol 70%, aquades, tissue, kapas, almunium poil, kertas saring, dan pentul.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang akan dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Stok Bakteri

Stok bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit BrB diambil di Laboratorium

Mikrobiologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan Unhas. Sampel karang berasal dari Pulau

Barranglompo yang diambil pada bulan Mei 2014, titik koordinat pengambilan

sampel 050 3’ 14” BT dan E 1190 19’ 32” L, kemudian sampel diinokulasi dan diuji

biokimia, didapatkan hasil 3 jenis bakteri yaitu Bacillus sp (Kode sampel AF),

Flavobacterium sp (Kode Sampel AO, AM dan AH) dan Pseudomonas sp (Kode

sampel AH). Adapun gambar biakan isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 7. Stok

bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli diperoleh dari laboratorium

Karantina Ikan Makassar, sedangkan Bakteri uji Vibrio harveii dan Aeromonas

Hydrophila diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Laut FIKP UNHAS (Gambar 8).

Gambar 7. Biakan Isolat bakteri asosiasi karang yang terinfeksi BrB (a.

Pseudomonas sp, b. Bacillus sp, c. Flavobacterium sp).

20

Gambar 8. Bakteri Uji (a. Staphylococcus aureus, b. Escherichia coli).

2. Pembuatan Media

a. Tryptic Soy Broth (TSB)

Medium TSB terdiri dari pepton from casein 17 g, pepton from soymeal 3 g,

Glucose monohydrate 2,5, sodium chloride 5 g dan di-potassium hydrogen

phosphate 2,5 g. Pembuatannya dengan cara melarutkan 30 gram/liter medium TSB

dalam akuades steril. kemudian dididihkan, selanjutnya disterilkan dengan autoklaf

pada suhu 1210C selama 15 menit.

b. Triptic Soy Agar (TSA)

Medium TSA terdiri dari pepton from casein 15 g, pepton from soymeal 5 g,

sodium chloride 5 g dan agar 15 g. Pembuatannya dengan cara melarutkan 40

gram/liter medium TSA dalam akuades steril. Kemudian dididihkan (Gambar 9a),

selanjutnya disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (gambar 9b).

Gambar 9. Pembuatan medium.

21

3. Peremajaan Stok Bakteri

Peremajaan bakteri asosiasi penyakit BrB dilakukan dengan cara mengambil

isolat bakteri dengan ose bulat kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

berisi Medium TSB, inkubasi dengan suhu 30oC selama 1 x 24 jam. Bakteri yang

telah tumbuh ditandai dengan terjadinya perubahan medium dari jernih menjadi

keruh.

Bakteri asosiasi karang yang telah diremajakan selanjutnya di inokulasi pada

medium TSA, dengan cara mengambil isolat bakteri menggunakan ose bulat

kemudian digoreskan dengan cara zigzag di permukaan medium yang telah

memadat lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 1x 24 jam. Bakteri yang telah

tumbuh pada medium TSA selanjutnya diinokulasi kembali ke medium TSB. Hasil

inokulasi tersebut kemudian di sentrifuse pada 6000 rpm selama 20 menit untuk

memisahkan supernatan dan biomassa sel bakteri (Gambar 10).

Gambar 10. Alat Sentrifuse.

4. Peremajaan Bakteri Patogen

Bakteri patogen yang digunakan dalam peneltian ini, yaitu Escherichia coli

(bakteri Gram negatif), Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif), Aeromonas

hyrophyla (bakteri patogen pada ikan) dan Vibrio harveii (bakteri patogen pada

udang).

22

Peremajaan bakteri patogen dilakukan dengan cara mengambil isolat bakteri

dengan ose bulat kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi Medium

TSB, inkubasi dengan suhu 30oC selama 1 x 24 jam. Bakteri yang telah tumbuh

ditandai dengan terjadinya perubahan medium dari jernih menjadi keruh.

5. Skrining Awal Antibakteri

a. Penentuan Konsentrasi Bakteri Uji Standar Mc Farland

Bakteri uji diremajakan pada medium TSB, kemudian disiapkan Larutan H2SO4

0,36 N sebanyak 99,5 ml dicampurkan dengan larutan BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak

0,05 ml dalam tabung reaksi. Kemudian dikocok sampai terbentuk larutan yang

keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan suspensi bakteri uji

(Victor,1980). Selanjutnya konsentrasi bakteri diukur menggunakan

spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 620 µm. Nilai standar untuk uji

Mc Farland dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar kekeruan Mcfarland.

Standar McFarland

CFU (x106/mL)

1% BaCl2 / 1% H2SO4 (mL)

0,5 <300 0.05 / 9.95

1 300 0.1 / 9.9

2 600 0.2 / 9.8

3 900 0.3 / 9.7

4 1200 0.4 / 9.6

5 1500 0.5 / 9.5

6 1800 0.6 / 9.4

7 2100 0.7 / 9.3

8 2400 0.8 / 9.2

9 2700 0.9 / 9.1

10 3000 1.0 / 9.0

Sumber : Sutton, 2011

23

6. Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode HTS (High Throughput Screening)

Skrining awal metode HTS menggunakan microwell plate 96 well (gambar 11).

Pelaksanaannya dilakukan dengan cara memasukkan medium TSB sebanyak 40 µl

pada well. Lalu menambahkan supernatant/biomassa bakteri asosiasi karang

sebanyak 40 µl, Bakteri uji S. aureus/E. coli sebanyak 20 µl , kontrol positif dan

negatif sebanyak 40 µl pada well yang telah ditentukan sebelumnya. Well plate

yang telah terisi di inkubasi selama 1x20 jam. Kemudian ditetesi larutan MTT.

Kemampuan aktivitas antimikroba dapat diketahui dengan melihat perubahan warna

setelah pemberian larutan MTT. MTT merupakan indikator pertumbuhan bakteri, bila

terjadi perubahan warna biru-ungu berarti bahan aktif tidak mampu menghambat

pertumbuhan bakteri (tidak ada aktivitas), sedangkan bila tidak terjadi perubahan

warna berarti ada aktivitas dari sampel uji.

Gambar 11. Metode HTS (High Throughput Screening).

7. Penentuan Fase Stasioner Bakteri

Berdasarkan skrining awal didapatkan bakteri asosiasi BrB yang memiliki aktivitas

sebagai antibakteri terhadap S. aereus dan E. coli. Bakteri yang memiliki aktivitas

24

sebelum diekstrak ditentukan fase stationer, menurut Bonang dan Enggar (1982)

pada fase stationer bakteri akan mengeluarkan metabolit sekunder seperti antibiotik

dan polimer. Penentuan fase stationer bakteri dilakukan dengan menginokulasi stok

bakteri asosiasi dengan menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan kedalam

erlen mayer 250mL yang berisi medium TSB 100 mL, shaker selama 6 hari (Gambar

12). Isolat bakteri dipanen setiap hari sebanyak 1 mL disentrifus pada 6000 rpm

selama 20 menit untuk memisahkan bagian supernatant dan biomassa sel seperti

yang dilakukan Kumala dkk. (2007). Supernatant dan biomassa sel disimpan di

lemari pendingin. Selanjutnya dilakukan pengujian daya hambat dengan metode

difusi agar. Fase stasioner diketahui dengan mengamati diameter zona bening

terbesar seperti yang dilakukan oleh Massinai dkk.(2012).

Gambar 12. Alat Shaker-inkubator.

8. Uji Potensi Ekstrak Bakteri Dengan Metode Difusi Agar Sebelum melalakukan uji potensi antinbakteri ekstrask bakteri asosiasi karang

yang terinfekksi karang yang terinfeksi BrB terlebih dahulu dilakukan pembuatan

stok dan ekstraksi bakteri

25

Stok bakteri asosiasi dilakukan dengan mengkultur bakteri dalam medium TSB

dengan memasukkan Inokulum menggunakana jarum ose ke dalam erlen mayer 1 L

yang berisi medium TSB 500 mL, selanjutnya di-sheker suhu 30˚C lama inkubasi

berdasarkan fase stationer masing-masing bakteri. Bakteri yang telah tumbuh

ditandai dengan terjadinya perubahan medium dari jernih menjadi keruh.

Stok bakteri yang telah dikultur disentrifus pada 6000 rpm selama 20 menit untuk

memisahkan supernatant dan sel. Supernatan diambil dan dilarutkan dengan pelarut

metanol 1:1, dimasukkan ke dalam corong pemisah dikocok selama 20 menit,

setelah terjadi pemisahan antara pelarut (lapisan atas berwarna bening) dan

medium (lapisan bawah berwarna kuning) (Gambar 13). Lapisan bagian atas

diambil dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diupkan hingga didapatkan ekstrak

berbentuk pasta. Untuk biosel diekstraksi mencuci telebih dahulu dengan aquades

steril kemudian direndam dengan Etil Asetat 1:10, sebanyak 2 kali ulangan.

Selanjutnya dievaporasi sampai kering seperti yang dilakukan Akhyar (2010).

Gambar 13. Alat corong pemisah.

26

Uji potensi antimikroba dengan metode difusi agar dengan merujuk pada

Zainuddin (2006). Dilakukan dengan mengambil 20µL supernatant/biomassa sel

bakteri dengan konsentrasi 40 ppm,diteteskan pada paper disk (size 6mm) dibiarkan

sampai kering. Bakteri uji yang telah diketahui kepadatannya diambil sebanyak 200

µL dimasukkan ke dalam cawan yang berisi 20 ml medium TSA hangat, dibiarkan

sampai memadat. Paper disk diletakkan dipermukaan medium yang berisi bakteri

uji, selanjutnya diinkubasi suhu 370C selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan

pengamatan dan pengukuran zona bening disekitar paper disk (Gambar 14).

. Gambar 14. Pengkuran Zona Bening

D. Analisis Data

Data hasil uji aktivitas dan potensi antibakteri dari ekstrak bakteri asosiasi

karang batu yang terinfeksi penyakit BrB terhadap bakteri patogen S. aureus dan

E.coli dianalisis secara deskriptif menggunakan bantuan tabel dan gambar.

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Skrining Awal Aktivitas Antibakteri

Skrining awal aktivitas antibakteri dalam penelitian ini menggunakan

metode high throughput screening (HTS). HTS merupakan salah satu alternatif cara

yang paling efektif dan efisien untuk melakukan penapisan (seleksi) dan mengetahui

potensi suatu mikroorganisme (bakteri, actinomycetes, fungi maupun yeast) dalam

jumlah besar serta waktu yang singkat (Haryo, 2014).

Stok isolat bakteri asosiasi karang batu yang terinfeksi penyakit BrB yang

digunakan pada penelitian ini adalah bakteri jenis Pseudomonas sp, Flavobacterium

sp dan Bacillus sp. Hasil uji aktivitas antibakteri ketiga ekstrak isolat bakteri

terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Vibrio harvei dan

Aeromonas Hydrophila dengan metode HTS disajikan pada Gambar 15.

Gambar 15. Hasil skrining awal aktivitas antibakteri ekstrak bakteri karang batu yang terinfeki BrB dengan metode HTS (High Throughput Screening).

28

Gambar 8 memperlihatkan bahwa dari ketiga isolat yang diuji aktivitasnya

hanya isolat bakteri jenis Flavobacterium sp yang memiliki aktivitas terhadap bakteri

patogen S. aureus dan E. coli, sedangkan terhadap bakteri patogen V. harvei dan

A. Hydrophila tidak memiliki aktivitas. Adanya aktivitas ditandai dengan terjadinya

perubahan warna terhadap ekstrak uji setelah pemberian indikator pertumbuhan

bakteri MTT, sedangkan isolat lainnya tidak memiliki aktivitas yang ditandai terjadi

perubahan warna menjadi biru-ungu setelah pemberian MTT. Hal ini didukung oleh

pernyataan Mosmann (1983) dalam Haris dkk. (2013) bahwa penggunaan indikator

pertumbuhan bakteri MTT dengan metode HTS. Apabila terjadi perubahan warna

sampel menjadi warna biru-ungu menandakan adanya pertumbuhan bakteri berarti

bahan aktif yang diuji tidak memiliki aktivitas, sedangkan apabila tidak mengalami

perubahan warna menandakan tidak ada pertumbuhan bakteri berarti bahan uji

mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen (bakteri uji).

Penggunaan larutan MTT sebagai indikator pertumbuhan bakteri dilaporkan

oleh Massinai dkk. (2014) untuk menguji aktivitas dari bakteri asosiasi pada karang

Acropora sp sehat dengan hasil dapat mengahambat pertumbuhan bakteri patogen

Aeromonas Hydrophila. Larutan indikator MTT juga digunakan oleh beberapa

penelitian, seperti Penelitian Haris dkk. (2013) tentang Uji Antibakteri Ekstrak

Sponge terhadap bakteri patogen Salmonella typhii, Aeromonas hydrophila, Vibrio

harveyii, dan Pseudomonas sp didapatkan 8 esktrak yang memiliki aktivitas.

Peneltian Khudry dkk. (2014) juga menggunakan larutan MTT sebagai larutan

indikator tentang aktivitas antibakteri ekstrak daun pohpohan (Pilea trinervia W.)

terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, didapatkan hasil ekstrak yang

aktif terhadap bakteri Gram positif.

29

B. Karakteristik Bakteri Asosiasi Karang Yang Terinfeksi Penyakit BrB

Karasteristik bakteri asosiasi karang batu yang terinfeksi penyakit BrB yang

memiliki aktivitas sebagai antibakteri yaitu berwarna putih susu, bentuk koloninya

bulat (circular), elevasi convex dengan tepi entire, termasuk ke dalam Gram negatif,

kebutuhan terhadap oksigen termasuk aerob, bersifat non motil, oksidasi positif dan

katalase positif. Karasteristik Flavobacterium sp ini seperti yang dikemukakan oleh

Wahyuni (2011) bakteri Flavobacterium memiliki bentuk sel berupa batang, diameter

koloni mulai dari 0,2-2μm, koloni berwarna kuning tua, termasuk ke dalam Gram

negatif, kebutuhan terhadap oksigen termasuk aerob, rsifat non motil, oksidasi positif

dan katalase positif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Jaelani (2014).

Menurut Durborrow et al. (1988), klasifikasi dari jenis bakteri Flavobacterium

adalah sebagai berikut ;

Kingdom: Bacteria

Phylum: Bacteroidetes

Class: Flavobacteria

Order: Flavobacteriales

Family: Flavobacteriaceae

Genus: Flavobacterium

Species: Flavobacterium sp

C. Potensi Antibakteri Ekstrak Bakteri Asosiasi Karang yang Terinfeksi BrB

Sebelum dilakukan uji potensi aktivitas antibakteri dari ekstrak bakteri

Flavobacterium sp dilakukan inkubasi selama 3 hari untuk menentukan fase

stationer. Namun berdasarkan hasil uji difusi tidak ditemukan adanya zona bening di

sekitar paper disk, sehingga digunakan lama inkubasi selama 3 hari berdasarkan

hasil pengamatan Massinai dkk. (2014) mendapatkan fase stasioner

Champbacterium sp bakteri yang berasosiasi dengan karang Acropora sp sehat

yaitu pada hari ketiga.

30

Hasil pengujian aktivitas antibakteri dari bakteri asosiasi karang batu yang

teinfeksi penyakit BrB terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

ditunjukkan dengan terdapat zona bening di sekitar paper disk (Gambar 16 dan 17).

Diameter zona bening merupakan indikator daya hambat ekstrak Flavobacterium sp

terhadap S. aureus dan E. coli disajikan pada Tabel 2.

Gambar 16. Uji Daya Hambat terhadap bakteri S. aureus (a) Zona Bening (b) Paper

Disk (c) Kode Sampel (1) Ekstrak (2&3) Kontrol negatif (4) Kontrol positif.

Gambar 17. Uji Daya hambat terhadap bakteri E. coli (a) Paper Disk (b) Kode

Sampel(1) Ekstrak (2&3) Kontrol negatif (4) Kontrol positif.

31

Gambar 16-17 menunjukkan terdapat zona bening (0,7 mm) di sekitar paper

disk pada cawan petri yang mengandung bakteri S. aureus. Hal ini membuktikan

bahwa ekstrak Flavobacterium sp memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap

bakteri Gram positif, sedangkan cawan petri yang mengandung bakteri E.coli tidak

terdapat zona bening disekitar paper disk, berarti ekstrak uji tidak memiliki potensi

sebagai antibakteri terhadap bakteri Gram negatif. Hal ini didukung dengan

pernyataan Noviani dkk. (2009) bahwa bakteri yang menunjukkan aktivitas daya

hambat ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri. Zheng

dkk. (2005) juga menemukan bakteri Flavobacterium sp dengan kode sampel NJ2-9-

1 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus

dan Agrobaceterium tumefaciens. Sedangan pada kode sampel NJ6-10-1, QD1-6

dan QD3-10 dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus.

Iskandar dkk. (2009) melakukan Uji aktivitas ekstrak etanol rumput laut yang

memiliki aktivitas terhadap bakteri Gram negatif Escherichia coli dan bakteri Gram

positif Bacillus cereus. Selanjutnya Uji aktivitas bakteri yang berasosiasi dengan

Spons Jaspis sp yang dilakukan oleh Abubakar dkk. (2011) juga dapat

mengahambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penelitian

Lisdayanti (2013) terhadap ekstrak Lamun tidak dapat menghambat pertumbuhan

Bakteri Gram negatif, namun dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif.

32

Tabel 2. Diameter zona bening aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Genus Bakteri

Kisaran diameter zona bening (mm)

S. aureus E. coli

Penelitian ini Zheng (2005) Penelitian ini Zheng (2005)

Flavobacterium sp. 0,2 - 1,3 0 - 0,3 - -

Bacillus sp. * 0 – 5 * 0 – 3

Pseudomonas sp. * 0 – 3 * -

Ket : * tidak dilakukan penelitian - Tidak menghambat

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai zona bening di sekitar paper disk ekstrak uji,

yaitu 0,2 – 1,3 mm. Hasil penelitian Zheng (2005) mendapatkan ekstrak

Flavobacterium sp diujikan terhadap S. aureus memiliki zona bening antara 0-3 mm

sedangkan pada bakteri uji E. coli tidak memiliki zona bening.

Perbedaan aktivitas dari senyawa anti bakteri dari terhadap kedua bakteri

tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dinding selnya, E. coli

merupakan bakteri Gram negatif yang struktur dinding selnya terdiri dari tiga lapis,

sedangkan bakteri S. aureus adalah bakteri Gram positif yang berdinding sel

berlapis tunggal. Pelczar dan Chan (1988), menyatakan bahwa struktur dinding sel

bakteri S.aureus yang berlapis tunggal dan relatif sederhana akan memudahkan

masuknya zat-zat yang dapat merusak sel bakteri, sedangkan bakteri E. coli struktur

dinding selnya berlapis tiga. Membran luar berfungsi sebagai penyaring molekul dan

merupakan membran asimetrik yang terdiri dari lapisan fosfolipid, lipopolisakarida,

lipoprotein dan protein, sehingga molekul dari luar tidak mudah masuk. Selain itu,

bakteri Gram negatif memiliki endotoksin berupa polisakarida yang pada keadaan

tertentu bersifat toksik yang mampu mengeluarkan molekul yang akan masuk ke sel.

33

Allais dkk. (1986) menyatakan bahwa Bakteri Flavobacterium sp mengandung

enzim β-fructosidase. Enzim ini mengasilkan Asam Lemak Rantai Pendek, yaitu

asam asetat, propionat dan butirat. Senyawa-senyawa ini menurunkan pH

intraluminal dan secara langsung menghambat pertumbuhan mikroorganisme

berbahaya. Nuraida (2013) menyatakan ß-fructosidase dan ß-galaktosidase

menhidrolisis prebiotik. Prebiotik tertentu apabila dikonsumsi dalam jumlah yang

cukup telah menunjukkan manfaat kesehatan antara lain memperbaiki fungsi

saluran pencernaan, memodulasi sistem imun, memperbaiki metabolisme lipida dan

penyerapan mineral serta mengurangi risiko kanker.

34

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak bakteri

Flavobacterium sp yang merupakan bakteri asosiasi dengan Acropora sp yang

terinfeksi penyakit BrB memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Gram

positif Staphylococcus aureus.

B. Saran

Senyawa isolat bakteri asosiasi karang yang terinfeksi penyakit BrB

mempunyai potensi sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus,

untuk penerapannya diperlukan penelitian lanjutan.

35

DAFTAR PUSTAKA Akhyar. 2010. Uji Daya Hambat Dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar Dan

Buah Bakau (Rhizophora Stylosa Griff.) Terhadap Vibrio Harveyi (Skripsi). Fakultas Farmasi Universitas hasanuddin. Makassar.

Anonim. 2013. Mengenal Bakteri Escherichia coli(Online). (http://www.anneahira.com/bakteri-escherichia-coli.htm). [diakses pada tanggal 16 September 2014].

Anonim. 2007. Bioprospecting-Fact Sheet(Online). (http://www.iavascript.history.go) [diakses tanggal 13 September 2014].

Balai Penelitian Budidaya Air Payau. 2014. Laboratorium penguji. Kementrian kelautan dan perikanan.

Boyett, H.V. 2006. The Ecology and Microbiology of Black Band Disease and Brown Band Syndrome on The Great Barrier Reef (Tesis). James Cook University. Townsville.

Bonang, G. dan S. Enggar. 1982. Mikrobiologi kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik. Gramedia. Jakarta.

Brock, T. D. dan M. T. Madigan. 1991. Biology Of Microorganisme (6). Prentice-Hall International. inc. New Jersey.

Brown, W.L. 2007. Bioprospecting. Missouri Botanial Garden (Online). (http://www.wlbcenter.org/bioprospecting.htm). [diakses tanggal 17September 2007].

Byarugaba, D.K. 2009. Department of Veterinary Microbiology and Parasitology. Faculty of Veterinary Medicine (Jurnal). Makerere University. Kampala.

DeLeo, F.R. dan H.F. Chambers. 2009. Reemergence of antibiotic resistant Staphylococcus aureus in the genomics era. J Clin Invest. 119(9):74.

DeLeo, F.R., Diep B.A, dan Otto M. 2009. Host defense and pathogenesis in Staphylococcus aureus infections. Infect Dis Clin North Am. 23(1):17-34.

Efendi. 2010. Bioprospecting Senyawa Aktif dari Laut (Online). (http://agoblog.blogs

pot.com/2010/05/bioprospecting-senyawa-aktif-dari-laut.html). [diakses pada tanggal 14 September 2014].

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Giesbrecht, P., Kersten T., Maidhof, and Wecke. 1998. Staphylococcal cell wall: Mor

phogenesis and fatal variations in the presence of penicillin. Microbioly Mol Biol Rev. 62:1371-1414.

36

Gupta S,1990, Mikrobiologi Dasar, diterjemahkan oleh Julius ES., edisi 3, Peberbit Binarupa Aksara.

Haris, A., M. Arniati dan W. Shinta. 2013. Uji Antibakteri Patogen Ekstrak Sponge

Menggunakan Metode HighTroughput Screening(HTS) dengan indikator MTT (3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 diphenyltetrazolium bromide. Jurnal. Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin.

Haryo, R. 2014. Pemanfaatan Sistem High Throughput Screening (Hts) Untuk

Penapisan Dan Mengungkap Potensi Mikroba Unggulan (Online). (Http://Haryobimo88.Blogspot.Com/) [Diakses Pada Tanggal 17 September 2014].

Hudzicki, J. 2009. Kirby-Bauer Disk Diffusion Susceptibility Test Protocol (Online). (www.mikrolibrary.org). [Diakses Tanggal 12 September 2014].

Iskandar Y., R. Dewi., dan R. Rini. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Terhadap Bakteri Escherichia Coli Dan Bacillus Cereus. Jurnal. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Jaelani, I. 2014. Bakteri Asosiasi Pada Karang Pachyseris Sp. Yang Terinfeksi [Skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Kumala, S., E. Agustina, dan P. Wahyudi. 2007. Uji Aktifitas Antimikroba Metabolit Sekunder kapang Endofit Tanaman trengguli (Jurnal). Bahan alam Indonesia Vol.6, No.2 : 46-48.

Lisdayanti, E. 2013. Potensi Antibakteri Dari Bakteri Asosiasi Lamun (Seagrass) Dari Pulau Bonebatang Perairan Kota Makassar (Skripsi). Fakultas Ilmu kelautan dan perikanan universitas hasanuddin. Makassar.

Massinai, A., Syafiuddin, dan A.R. Jalil. 2013. Laju Infeksi Dan Kemampuan Invasi Penyakit Brown Band (BrB) Terhadap Beberapa Karang Bercabang Di Pulau Barranglompo. Progress Brown Band Disease (BrB) And Ivasion Of Same Branching Coral In Barranglompo Island. Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Massinai, A. 2012. Kondisi dan Sebaran Penyakit pada Karang Batu (Stony coral) di

Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan(Disertasi). Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Massinai, A., A.R. Tondok, A. Tahir, dan J. Jompa. 2012. Penyakit pada Karang Batu di Pulau Kodingareng Lompo Makassar Sulawesi Selatan. Torani, 1: 47-54

Melki., E.P.W. Ayu, dan Kurniati. 2011. Uji Antibakteri Ekstrak Gracilaria sp (Rumput Laut) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus(Jurnal).

37

Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya. Indralaya-Indonesia

Muchtar, M. 2001. Bioprospeksi. Indonesian Nature Concervation Newsletter. Hal

11.

Murniasih, T. 2005. Substansi kimia untuk pertahanan diri dari hewan laut tak bertulang belakang. Oseana. 30(2):19-27.

Nash, K. 2003. Ecological Inportance of Brown Band Syndrome. Master Of Applied Science Project. James Cook University. Townsville.

Noviana, H. 2004. Pola kepekaan antibiotika Escherichia coli yang diisolasi dari

berbagai spesimen klinis.(jurnal). Jakarta. Vol. 23(4)

Nofiani. R, S. Nurbetty, dan A. Sapar. 2009. Aktivitas Antimikroba EkstrakMetanol Bakteri Berasosiasi Spons Dari Pulau Lemukutan, Kalimantan Barat.Pontianak. Universitas Tanjung Pura.

Nurfadillah. 2013. Uji Bioaktifitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Lamun dari Kepulauan Spermonde Kota Makassar (Skripsi). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas hasanuddin. Makassar.

Pelczar, M. J., E.C.S. Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi.Jilid 2. Hadioetomo, R.

S., Imas, T., tjitrosomo, S. S. Angka, S. L., penerjemaah; Jakarta: UI dariElements of Microbioloy.

Plotkin, M.J. 2007. Searching Nature’s Medicines.American Institute og Biologycal

Science (Online). (http://www.action.bioscience.org/biotech/). [diakses tanggal 17 September 2014].

Polski, M. 2005. The institutional economics of biodiversity biological materials and bioprospecting. Ecological Economics. 53:543–557.

Priyatmoko, W. 2008. Aktivitas Antibakteri Karang Lunak Hasil Transplantasi (Sinularia Sp.) Pada Dua Kedalaman Berbeda Di Perairan Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Dki Jakarta (Skripsi). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. (Repository Ipb).

Rante, H., B. Taebe, dan S. Intan. 2013. Isolasi Fungi Endofit Penghasil Senyawa Antimikroba Dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum Annuum L Var. Chinensis) Dan Profil Klt Bioautografi. Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 17, No.2. Makassar.

Reid, W.V., S.A. Laird, R. Gamez, A. Sittenfeld, D.H Janzen, M.A. Gollin, dan C. Juma. 1993. A new lease on life. In: Biodiversity Prospecting: Using Genetic Resources for Sustainable Development. World Resources Institute. pp.1–52.

38

Ritchie, K. 2006. Regulation of microbial populations by coral surface mucus and mucus-associated bacteria (Artikel). Marine Ecology. 322: 1–14.

Riyadi, I. 2008. Potensi Pengelolaan Bioprospeksi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia (Jurnal). Litbang Pertanian. 27(2). Bogor.

Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak Sarcophyton Sp. Alami Dan Transplantasi Di Perairan Pulau Pramuka,Kepulauan Seribu (Skripsi). Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt, dan C.G. Roy. 1994. Medical Microbiology An Introduction to Infectious Diseases(3).

Santoso, S. 2005. Metodelogi penelitian kuantitatif & kualitatif. Jakarta. Prestasi pustaka publisher.

Sidharta, B.R. 2000. Pengantar Mikrobiologi Kelautan (jurnal). Universitas Atmajaya Yokyakarta.

Simanjuntak, L.S.M. 2012. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Karang Acropora nobilis dan Montipora altasepta Hasil Transplantasi di Pulau Karya Kepulauan Seribu(Abstrak).(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55628) Diakses tanggal 16 September 2014.

Sutton, S. 2011. Determination of Inoculum for Microbiological Testing. 15 (3):49-53

Syamsinar, S. 2013. Isolasi senyawa bioaktif ekstrak teripang Stichopus hermanii dan sebagai antibakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (Skripsi). Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tinambunan, H., Melki dan Isnaini. 2012. Efektifitas Ekstrak Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons dan Karang Lunak sebagai Antibakteri dari Perairan Pulau Tegal Lampung (Jurnal). Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya, Indralaya-Indonesia.

Yusuf, I. 2008.Pembagian Parasit.(http://iswadiyusuf.blogspot.com/2008/09/pembagian -parasit.html). diakses pada tanggal 26 Desember 2014.

Yulinery, T., I. Y. Petria dan N. Nurhidayat. 2009. Penggunaan Antimikroba Dari Isolat Lactobacillus Terseleksi sebagai Bahan Pengawet Alami Untuk Menghambat pertumbuhan Vibrio Sp. Dan Staphylococcus Aureus Pada Filletikan Kakap. Berk. Penel. Hayati: 15 (85–92). Bidang Mikrobiologi, P2B LIPI. Cibinong.

39

Wahyuni, P. 2011. Bioteknologi. (Makalah). (http://www.academia.edu). Diakses pada tanggal 11 Januari 2015.

Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi

Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara. hal 103-110.

Zainuddin, E.N. 2006. Chemical and Biological Investigation of Selected Cyanobacteria (Blue-Green Algae).Thesis, University Greifswald.]

Zheng li, Xiaotian HAN, Haimin CHEN,Wei LIN dan Xiaojun YAN. 2005. Marine bacteria associated with marine macroorganisms: the potential antimicrobial resources. Annals of Microbiology,55 (2)119-124.