86

poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

  • Upload
    hanga

  • View
    243

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,
Page 2: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

1

TIM REDAKSI

Jurnal Forum Kesehatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Tim Penyunting :

Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes

Redaktur : Asih Rusmani, SKM, M.Kes

Editor : Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA

Tim Pembantu Penyunting :

Penyunting Pelaksana : 1. Ns. Gad Datak, M.Kep, Sp.MB

2. Riyanti, M.Keb

3. Yena Wineini Migang, SKM, MPH

Pelaksana TU : 1. Deddy Eko Heryanto, ST

2. Daniel, A.Md.Kom

3. Arizal, A.Md

Tim Mitra Bestari :

1. Dr. Hotma Rumoharbo, S.Kp., M.Epid.

2. Dr. Djenta Saha, S.Kp., MARS.

3. Dr. Demsa Simbolon, SKM., MKM.

Alamat Redaksi :

Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah

Telepon/Fax : 0536 – 3221768

Email : j fk@poltekkes -palangkaraya.ac. id

Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id

Terbit 2 (dua) kali setahun.

Page 3: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

2

PENGANTAR REDAKSI

Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam

Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian dan

karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan

Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka diperlukan

suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.

Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang

menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun

informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya

bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya

berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum Kesehatan

Volume VI Nomor 2, Agustus 2016 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan

kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan

yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan

kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan Volume

VI Nomor 2, Agustus 2016 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan

kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan waktunya untuk

mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah yang telah

disampaikan kepada redaksi.

Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan

naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan Jurnal

Forum Kesehatan ini selanjutnya.

Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan

Volume VI Nomor 2, Agustus 2016 ini dapat menambah wawasan dan memberikan

pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.

Tim Redaksi

Page 4: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

3

DAFTAR ISI

Pengaruh Pemberian Salep Kunyit (Curcuma Domestica) Untuk Mengurangi Striae

Hal.

Gravidarum “Studi Ibu Hamil Trimester II Pada Bidan Praktik Mandiri Wilayah Kerja

UPT Puskesmas Bukit Hindu Kota Palangka Raya”.............................................................

4

Eline Charla Sabatina Bingan , Soeharyo Hadisaputro , Ida Ariyanti

Hubungan Antara Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi IUD Yang Tidak Terpenuhi

(Unmet Need) Pada Pasangan Usia Subur Dengan Niat Keluarga Berencana ..................

19

Yeni Lucin, Herlinadiyaningsih, Ketut Resmaniasih

Efektivitas Salep Jintan Hitam (Nigella Sativa) Pada Proses Penyembuhan Luka

Perineum Rupture Ibu Nifas ..................................................................................................

26

Yuniarti, Ari Suwondo, C.Tjahjono Kuntjoro

Peran Petugas Kesehatan Dalam Budaya Melahirkan Suku Nuaulu di Pulau Seram

Maluku Tengah ......................................................................................................................

36

Sri Eny Setyowati. Asih Rusmani

Pengaruh Exercise (Abdominal Stretching Exercise) Terhadap Penurunan Intensitas

Dismenore Pada Remaja Putri ...............................................................................................

41

Herlinadiyaningsih, Ketut Resmaniasih, Greiny Arisani

Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa Smp Negeri 2 Colomadu

Karanganyar ...........................................................................................................................

48

Mursudarinah

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan KB Pasca Salin Pada Ibu Nifas di

Puskesmas Murung, Kabupaten Murung Raya Tahun 2014 ...............................................

54

Asih Rusmani, Cia Aprilianti, Yuniarti

Jurnal Forum Kesehatan Volume VI Nomor 2, Agustus 2016

Promosi Kesehatan dengan Peer Education pada WPS Komunitas Km 12 Terhadap

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang HIV/AIDS di Kota Palangka Raya ……………...

Untung Halajur

64

Page 5: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

4

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pengaruh Pemberian Salep Kunyit (Curcuma Domestica) untuk

Mengurangi Striae Gravidarum “Studi Ibu Hamil Trimester II pada Bidan

Praktik Mandiri Wilayah Kerja UPT Puskesmas Bukit Hindu Kota

Palangka Raya”

Eline Charla Sabatina Bingan1, Soeharyo Hadisaputro

2, Ida Ariyanti

3

1 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

2 Fakultas Kedokteran Universitas Semarang

3 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Latar Belakang : Striae Gravidarum (SG) adalah garis yang terlihat pada kulit perut wanita

hamil akibat peregangan kulit sejalan dengan membesarnya rahim dan dinding perut. Kadang

muncul rasa gatal diguratan dan sekitarnya. Walaupun tidak dapat dihilangkan penuh,

keadaannya dapat diminimalisir dengan perawatan kulit. Terapi herbal merupakan salah satu

metode pengobatan komplementer dan alternatif, lebih disukai karena komplikasinya lebih

sedikit dan biaya lebih murah dibandingkan dengan prosedur invasif seperti terapi laser dan bedah

kosmetik. Pencegahan Striae Gravidarum (SG) sama dengan penyembuhan luka dan bekas

luka.

Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis pengaruh pemberian salep kunyit

(Curcuma Domestica) untuk mengurangi Striae Gravidarum.

Metode : Penelitian Eksperimen dengan rancangan Pretest-Posttest with Control Group

Design. Pada desain penelitian ini terdapat 2 (Dua) kelompok, yaitu 1 (Satu) kelompok intervensi

dan 1 kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan salep Kunyit dan kelompok kontrol

diberikan salep Placebo.

Hasil : Hasil analisis bivariat menunjukkan ada pengaruh yang bermakna secara statistik pada

kelompok intervensi (Salep Kunyit) untuk mengurangi garis Striae Gravidarum dengan nilai p-

value = 0,004 dan tidak ada pengaruh yang bermakna secara statistik untuk mengurangi warna

SG dengan nilai p-value = 0,510.

Simpulan : Pemberian intervensi salep Kunyit (Curcuma Domestica) dapat mengurangi garis

Striae Gravidarum (SG), tetapi tidak dapat mengurangi warna SG.

Kata Kunci : Striae Gravidarum, Salep Kunyit.

Page 6: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

5

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

LATAR BELAKANG

Striae Gravidarum (SG) adalah garis

yang terlihat pada kulit perut wanita hamil.

Striae atau guratan terjadi pada hampir

90% ibu hamil. SG terjadi di perut akibat

peregangan kulit sejalan dengan

membesarnya rahim dan dinding perut.

Guratan yang muncul bentuknya mirip

garis-garis berlekuk dipermukaan kulit

dengan warna agak putih. Terkadang

muncul rasa gatal diguratan dan sekitarnya.

Tidak sedikit ibu yang mengeluh soal SG

saat kehamilan. Walaupun tidak dapat

hilangkan penuh, keadaannya dapat

diminimalisir dengan perawatan kulit sejak

dini.1

SG adalah Striae yang berkembang

selama kehamilan sebagai tanda linear pada

perut, payudara, pinggul, pantat atau paha.

Warna Striae dapat berkisar dari merah,

merah muda hingga menjadi coklat. SG

memberikan efek pada sekitar 50-90% pada

wanita kulit putih. Meskipun tidak

berbahaya, namun dapat menyebabkan

gatal, terbakar, dan tekanan emosional.2

Striae Gravidarum (SG) ditandai

dengan kondisi umum yang tidak baik pada

kehamilan. Ketika dalam keadaan parah SG

dapat menyebabkan gatal-gatal dan

ketidaknyamanan yang siginifikan serta

tekanan psikologis pasien.3

Terdapat sedikit

data tentang mekanisme dibalik

pengembangan SG, tetapi secara histologis

SG mirip dengan Striae Distance (SD),

dengan reorganisasi dan penurunan

jaringan elastis di kulit.4

Striae Distance atau Streach Mark

disebut Striae Gravidarum (SG) ketika

keadaan ini terjadi pada kehamilan, serta

merupakan masalah kulit yang umum dari

keprihatinan kosmetik yang cukup bagi

banyak pasien. SG ditandai secara klinis oleh

lingkaran-lingkaran linear yang awalnya

eritematosa lembut dan bertahap memudar

menjadi kulit bewarna atau

hipopigmentasi garis atropik yang mungkin

tipis atau lebar. SG terjadi pada perut,

payudara, bokong, pinggul, dan paha

biasanya berkembang setelah minggu ke-24

kehamilan.4

Penyebab SG masih belum

banyak diketahui, tetapi jelas berkaitan

dengan perubahan dalam struktur kekuatan

tarik kulit dan elastisitas. Teknik

peregangan kulit berhubungan dengan

hormonal.5

Terapi herbal merupakan salah satu

metode pengobatan komplementer dan

alternatif, lebih disukai karena

komplikasinya lebih sedikit dan biaya lebih

murah dibandingkan dengan prosedur

invasif seperti terapi laser dan bedah

kosmetik. Pencegahan perkembangan

Striae Distance (SD) atau Striae Gravidarum

(SG) sama dengan

penyembuhan luka dan bekas luka.14

Salah satu penelitian yang pernah

dilakukan oleh Mitts Thomas

tahun 2010, menyatakan bahwa pemberian

terapi dengan memberikan salah satu garam

asam yang terdiri dari garam asam L-

Pirolidon Carboxylic Acid, Asam Klorida,

Asam Askorbat (Vitamin C), Asam

Glukonat, dan Asam Sulfat dapat

merangsang migrasi sel, merangsang

proliferasi sel, dan merangsang sintesis

Endogen dan deposisi Elastin dalam

jaringan sehingga efektif dalam

merangsang potensi regeneratif dari

komponen matriks ekstra seluler dari kulit

untuk mencegah terjadinya Striae pada

jaringan kulit.36

Kunyit (Curcuma Domestica)

merupakan tanaman rempah tropis yang

banyak digunakan pada pengobatan herbal

di Asia sejak ratusan tahun yang lalu.

Menurut Wikipedia kunyit mengandung

senyawa berkhasiat obat yang disebut

kurkuminoid, terdiri dari kurkumin dan

desmetoksikumin. Kunyit yang cukup

tinggi kandungan Vitamin C, oleh karena

Page 7: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

6

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

itu tumbuhan ini sering sekali dimanfaatkan

untuk mengobati berbagai penyakit. Selain

itu kunyit mengandung bahan antiseptik

yang cocok untuk mencegah peradangan

pada luka, dapat mengobati gatal, dan

mencerahkan warna kulit.9

Kunyit (Curcuma Domestica)

merupakan jenis temu-temuan yang

mengandung Kurkuminoid, yang terdiri

atas senyawa Kurkumin dan turunannya

yang meliputi Desmetoksikurkumin dan

Bisdesmetokskurkumin. Selain itu, rimpang

kunyit juga mengandung minyak atsiri

(Volatil Oil) 1-3%, lemak 3%, karbohidrat

30%, protein 8%, pati 45-55%, dan sisanya

terdiri dari vitamin C, garam-garam mineral

seperti zat besi, posfor, dan kalsium.43

Kunyit telah dikenal dan dimanfaatkan oleh

masyarakat secara luas baik di Perkotaan

atau di Pedesaan terutama dalam Rumah

Tangga berbagai macam kegunaannya.

Bagian dari kunyit yang terutama

dimanfaatkan adalah rimpangnya yaitu

banyak dimanfaatkan untuk keperluan

ramuan obat tradisional, bahan pewarna

tekstil, bumbu penyedap masakan, rempah-

rempah, dan bahan kosmetik. Manfaat

rimpang kunyit sebagai obat tradisional

antara lain untuk obat gatal, kesemutan,

gusi bengkak, luka, sesak nafas, sakit perut,

bisul, kudis, encok, sakit kuning,

memperbaiki pencernaan, anti diare,

penawar racun, dan sebagainya.7

Kurkumin dilaporkan mempunyai

aktivitas multiseluler karena dapat

menangkal dan mengurangi risiko beragam

penyakit antara lain antiproliferasi dan

antioksidan dengan menghambat 97,3%

aktivitas peroxidasi lipid seluler.8

Hampir

semua kandungan Kunyit dapat

dimanfaatkan sebagai bahan obat-

obatan. Manfaat kandungan Vitamin C

yang terdapat dalam Kunyit dapat

membantu peningkatan proliferasi sel

endotelial, stimulasi sintesis Kolagen Tipe

IV, degradasi oksidasi LDL, menghambat

Aterosklerosis, dan stress intraselular

dengan memelihara Kadar Α-Tocopherol

pada Eritrosit dan Neuron, serta melindungi

Hepatosit dari stress oksidatif akibat

paparan Alkohol Alil. Kandungan Kunyit

tersebut yang dapat diberikan sebagai terapi

pada bagian jaringan dermal yang rusak.36

Penelitian aktivitas farmakologi

kurkumin sebagai zat anti peradangan

(Antiinflamasi) telah diuji oleh Srimal dan

Dhawan. Dalam studi tersebut dilaporkan

bahwa senyawa kurkumin efektif pada model

peradangan akut dan kronis. Potensi

kurkumin hampir setara dengan

fenilbutazon pada uji edema yang diinduksi

oleh karagenin, tapi hanya setengah dari

aktivitas fenilbutazon pada percobaan

kronis.15

Penelitian yang dilakukan oleh Elisso

Quintanilla Almagro, 2000 menyatakan

bahwa pemberian krim dari kunyit dapat

diterima secara farmasi dan telah terbukti

secara klinis efektif dalam berbagai jenis

penyakit. Setelah 15 (lima belas) hari

pengobatan dengan krim dari kunyit

perubahan pada eritema, infiltrasi, dan

skala menghilang.62

Berdasarkan latar belakang di atas

dan ditunjang belum adanya penelitian

yang serupa menjadi dasar peneliti untuk

melakukan penelitian dengan

Judul : “Pengaruh Pemberian Salep Kunyit

(Curcuma Domestica) untuk mengurangi

Striae Gravidarum”.

TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Penelitian ini menjelaskan

tentang pengaruh pemberian salep

kunyit (Curcuma Domestica) untuk

mengurangi Striae Gravidarum.

2. Tujuan Khusus

a. Membuktikan pengaruh

pengurangan jumlah garis Striae

Page 8: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

7

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Gravidarum yang mendapatkan

salep kunyit (Curcuma Domestica).

b. Membuktikan pengaruh perubahan

warna dari Striae Gravidarum yang

mendapatkan salep kunyit

(Curcuma Domestica).

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan desain penelitian

eksperimental dengan rancangan

Randomized Control Group Pretest-

Posttest Design, yang dilakukan pada

pasien dengan Striae Gravidarum. Pada

desain penelitian ini pengelompokkan

anggota-anggota kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dilakukan dengan cara

random. Kemudian dilakukan Pretest pada

kedua kelompok tersebut dan diberikan

perlakuan pada kelompok eksperimen,

selanjutnya setelah beberapa waktu

dilakukan Posttest pada kedua kelompok

tersebut.58

pada pre-test maupun post-test

menggunakan uji statistik Nonparametrik

Mann Whitney U (Priyatno, 2009:190).63

Hal ini dikarenakan data yang digunakan

dalam penelitian ini bertipe ordinal dan ada

dua kelompok data yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sehingga

uji statistik yang tepat digunakan adalah

statistik nonparametrik Mann Whitney U.

Dalam pengujian Mann Whitney U, tingkat

Striae Gravidarum antar kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

dikatakan berbeda secara signifikan jika

nilai signifikansi (p-value) < 0,05.

HASIL

A. Analisis Univariat Karakteristik

Responden

Tabel 4.1 Karakteristik responden

berdasarkan usia,

graviditas, dan umur

kehamilan.

Pengumpulan data primer pertama

adalah wawancara kepada responden untuk Usia

Kunyit Kontrol P-Value

N 31 31 0,812*

mendapatkan data ibu hamil. Pengumpulan (Tahun) Rata- 26,52 25,26

data primer kedua untuk perawatan kulit rata

SD 3.604 3.661

dengan Striae Gravidarum dilakukan Min- 21-34 18-32

menurut kontol kehamilan selama 4 Paritas

Max

N 31 31 0,750*

minggu sebanyak 2 kali yaitu pada minggu (Orang) Rata- 1,84 1,77

ke-4 dan minggu ke-8 oleh peneliti dan rata

SD 0,934 0,805

enumeratur. Pengamatan dan pengambilan Min- 1-4 1-4

data secara makroskopis pada SG dapat Max

Umur N 31 31 0,324*

dilakukan dengan pengukuran jumlah garis Kehamilan Rata- 20,35 20,61

dan warna SG menggunakan lembar (Minggu) rata

SD 2,169 2,124

observasi dengan Score Davey’s pada awal Min- 18-24 17-24

observasi (Pre), kontrol kehamilan minggu Max *)Chi-Square

ke-4 dan kontrol kehamilan minggu ke-8

(Post). Pertemuan pertama pemeriksaan

kehamilan untuk melihat kondisi abdomen

ibu yang mengalami SG. Pada minggu ke-4

dan minggu ke-8 pemeriksaan kehamilan

dilihat perubahan garis SG dan warna SG.

Page 9: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

8

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Untuk mengetahui perbedaan tingkat

Striae Gravidarum antar kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol baik

Tabel 4.1 menunjukkan kelompok

kunyit rata-rata pada usia 26,52 tahun

dan pada kelompok kontrol 25,26

tahun. Dari hasil uji Chi-Square

(P=0,812) yang artinya tidak ada

perbedaan usia yang signifikan pada

kedua kelompok.

Page 10: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

9

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pada tabel 4.3

Berdasarkan hasil uji ranking

Paritas pada kelompok kunyit

rata-rata 1,84 orang dan kelompok

kontrol rata-rata 1,77 orang. Dari hasil

uji Chi-Square (P=0,750) yang artinya

tidak ada perbedaan paritas yang

signifikan pada kedua kelompok.

Umur kehamilan pada kelompok

kunyit rata-rata 20,35 minggu dan

kelompok kontrol rata-rata 20,61

minggu. Dari hasil uji Chi-Square

(P=0,324) yang artinya tidak ada

perbedaan umur kehamilan yang

2. Perbedaan Jumlah Garis SG

Sebelum dan Sesudah diberikan

Salep Kunyit (Curcuma

Domestica)

Tabel 4.3 Perbedaan Jumlah

Garis SG Sebelum dan

Sesudah diberikan

Salep Kunyit (Curcuma

Domestica).

signifikan pada kedua kelompok. Mean Mean

P-

Rank Rank z Value

B. Analisis Bivariat

1. Gambaran Jumlah Garis SG

Responden Sebelum dan

Sesudah diberikan Salep Kunyit

(Curcuma Domestica)

Tabel 4.2 Gambaran Jumlah

Garis SG Responden Sebelum

dan Sesudah diberikan Salep

Kunyit (Curcuma Domestica).

Intervensi Kontrol Pre 33,00 30,00 -,989 0,323

Post-1 27,00 36,00 -2,541 0,011

Post-2 26,35 36,65 -2,870 0,004

memperlihatkan bahwa Mean

Rank pada kelompok Pre

intervensi yaitu 33,00 dan Mean

Rank pada kelompok Pre kontrol

yaitu 30,00, artinya jumlah garis

SG pada kelompok Pre intervensi

lebih tinggi dibandingkan

Variabel Jumlah Garis

Pre Post-1 Post-2 kelompok Pre kontrol. Mean

Rank pada kelompok Post-1 SG

<5 0 0 10

(32,3%)

intervensi yaitu 27,00 dan Mean

Rank pada kelompok Post-1

Intervensi 5-10 4 13 3

(12,9%) (41,9%) (9,7%)

>10 27 18 18

(87,1%) (58,1%) (58,1%)

<5 0 0 0

5-10 7 4 4

kontrol yaitu 36,00, artinya

terjadi penurunan jumlah garis

SG pada kelompok Post-1

intervensi dibandingkan

Kontrol (22,6%) (12,9%) (12,9%)

>10 24 27 27

(77,4%) (87,1%) (87,1%)

Secara keseluruhan pada

kelompok intervensi maupun

kontrol sebagian besar responden

mengalami rata-rata Striae

Gravidarum dengan jumlah garis

lebih dari 10.

kelompok Post-1 kontrol. Mean

Rank pada kelompok Post-2

intervensi yaitu 26,35 dan Mean

Rank pada kelompok Post-2

kontrol yaitu 36,65, artinya

terjadi penurunan jumlah garis

SG pada kelompok Post-2

intervensi dibandingkan dengan

kelompok Post-2 kontrol. Dari

Page 11: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

10

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

hasil uji Mann-Whitney U pada kelompok

Pre diperoleh (z = -

Page 12: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

11

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

,989 ; P = 0,323) yang

menunjukan bahwa tidak ada

perbedaan jumlah garis SG pada

kelompok intervensi maupun

kontrol dan Post-1 diperoleh (z =

-2,541 ; P = 0,011) yang

menunjukkan terdapat perbedaan

jumlah garis SG pada kelompok

intervensi dengan kelompok

kontrol, serta Post-2 diperoleh (z

4. Perbedaan Warna SG Sebelum

dan Sesudah diberikan Salep

Kunyit (Curcuma Domestica)

Tabel 4.5 Perbedaan Warna SG

Sebelum dan Sesudah

diberikan Salep Kunyit

(Curcuma Domestica).

= -2,870 ; P = 0,004) yang Warna Mean Mean

SG Rank Rank z

P-

menunjukkan terdapat perbedaan Intervensi Kontrol Value

signifikan jumlah garis SG pada

kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol.

Pre 31,55 31,45 -,026 0,980

Post-1 32,06 31,94 -,234 0,815

Post-2 30,27 32,73 -,659 0,510

3. Gambaran Warna SG

Pada tabel

4.5 Responden Sebelum dan Berdasarkan hasil uji ranking

Sesudah diberikan Salep Kunyit (Curcuma Domestica)

Tabel 4.4 Gambaran Warna SG

Responden Sebelum

dan Sesudah diberikan

Salep Kunyit (Curcuma

Domestica).

memperlihatkan bahwa Mean

Rank pada kelompok Pre

intervensi yaitu 31,55 dan Mean

Rank pada kelompok Pre kontrol

yaitu 31,45, artinya warna SG

pada kelompok Pre intervensi

hampir sebanding dengan

kelompok Pre kontrol. Mean

Rank pada kelompok Post-1Variabel Warna Pre Post-1 Post-2 intervensi yaitu 32,06 dan Mean

SG

Tidak 6 7 7 Eritema (19,4%) (22,6%) (22,6%)

Rank pada kelompok Post-1 kontrol yaitu 31,94, artinya

Merah 20 19 21 terjadi peningkatan warna SG

Intervensi Muda (64,5%) (61,3%) (67,7%)

Merah 4 4 2

Tua (12,9%) (12,9%) (6,5%)

Keunguan 1 1 1

pada kelompok Post-1 intervensi dibandingkan kelompok Post-1

kontrol. Mean Rank pada

(3,2%) (3,2%) (3,2%)

Tidak 5 4 5

Eritema (16,1%) (12,9%) (16,1%)

kelompok Post-2 intervensi yaitu 30,27 dan Mean Rank pada

Kontrol Merah 22 24 22 kelompok Post-2 kontrol yaitu

Muda (71%) (77,4%) (71%) 32,73, artinya terjadi penurunanMerah 4 3 4

Tua (12,9%) (9,7%) (12,9%)

Keunguan 0 0 0

Secara

keseluruhan pada

kelompok intervensi

dan kontrol sebagian

Page 13: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

12

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

besar responden mengalami Striae

Gravidarum dengan warna merah

muda.

warna SG pada kelompok Post-2 intervensi dibandingkan dengan

kelompok Post-2 kontrol. Dari

hasil uji Mann-Whitney U pada

kelompok Pre diperoleh

(z = -,026 ; P = 0,980) yang

menunjukan bahwa tidak ada

perbedaan warna SG pada

kelompok intervensi maupun

kontrol dan Post-1 diperoleh (z

= -,234 ; P = 0,815) yang

menunjukkan tidak terdapat

Page 14: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

13

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

perbedaan warna SG pada

kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol, serta Post-2

diperoleh (z = -,659 ; P = 0,510)

yang menunjukkan tidak terdapat

perbedaan signifikan warna SG

pada kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol.

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden

a. Usia

Dalam penelitian ini

karakteristik ibu hamil dengan

Striae Gravidarum (SG) dapat

dikatakan hampir seimbang

antara kelompok intervensi dan

kontrol. Ditinjau dari

karakteristik usia, graviditas,

dan umur kehamilan. Hasil

penelitian ini menunjukkan

bahwa responden sebagian

besar adalah berusia 26,25

tahun pada kelompok kunyit,

sedangkan pada kelompok

kontrol rata-rata berusia 25,26

tahun.

Hampir serupa dengan

penelitian sebelumnya pada

penelitian tahun 2009 di

Bangkok usia merupakan

faktor yang signifikan

berhubungan dengan SG rata-

rata usia 26,5 tahun yang

menyatakan bahwa secara

signifikan usia berpengaruh

terhadap munculnya SG dalam

kaitannya dengan kualitas

maupun kuantitas fibrilin

terkait dengan peregangan

kulit yang disebabkan oleh

kerusakan mikrofibril dan

fibrilin. Pada wanita dengan

usia muda fibrilin lebih rapuh

dan rentan untuk pecah.29

b. Paritas

Dalam penelitian ini

rata-rata ibu hamil dengan

paritas 1,84 orang pada

kelompok kunyit dan pada

kelompok kontrol rata-rata

1,77 orang. Sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa

primigravida dikaitkan dengan

waktu munculnya SG. Menurut

hasil penelitian yang dilakukan

tahun 2007 di India rata-rata

pasien dengan SG dialami oleh

primigravida.

Hal ini didasarkan

bahwa munculnya SG ini

dikaitkan dengan elastisitas

kulit sehingga paritas pertama

menjadi ukuran dalam

munculnya SG.29

c. Umur Kehamilan

Penelitian yang

dilakukan ini menunjukkan

bahwa rata-rata umur

kehamilan ibu yang mengalami

SG pada kelompok kunyit

sebesar 20,35 tahun, sedangkan

pada kelompok kontrol

sebesar

20,61 tahun. Sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang

menyatakan rata-rata

berkembangnya SG berkisar

pada usia kehamilan

12-20 minggu.

SG sangat berkaitan

dengan hormon relaksin yang

diekskresikan oleh korpus

luteum dan plasenta. Sekresi

relaksin ditingkatkan oleh

Human Chorionic

Gonadothropin (hCG).

Hormon ini meningkat hingga

mencapai 120 iu/ml kemudian

Page 15: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

14

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

mengalami penurunan mulai

kehamilan sekitar 10 minggu

dan terus menerus hingga pada

sekitar 24-40 minggu relatif

tetap pada kisaran angka 35

IU/ ml.28

B. Analisis Bivariat

1. Jumlah Garis Striae Gravidarum

(SG)

SG pada kulit yang

mengalami striae menunjukkan

reorganisasi dan penyusutan

jaringan elastis pada serat kulit.

Pada pemeriksaan mikroskopis,

lesi striae tampak perubahan pada

epidermis, seperti atrofi dan

hilangnya rete ridges, serta tampak

adanya jaringan parut.17

Histologi

dari SG adalah bekas luka dan

pengembangan SG sama dengan

penyembuhan luka dan bekas luka.

Pada tahap awal perubahan

inflamasi mungkin mencolok,

tetapi kemudian lapisan epidermis

mengalami penipisan dan rata.22

Individu yang rentan atau

cenderung untuk perkembangan

SG memiliki kekurangan fibrilin

dalam kulit. Pada kehamilan

mungkin cukup pecah pada

jaringan serat elastik (penting

untuk elastisitas kulit) yang

mengarah ke pembentukan SG.20

Pada kulit yang mengalami SG

menunjukkan reorganisasi dan

penyusutan jaringan elastic pada

serat kulit. Pada pemeriksaan

mikroskopis, lesi SG tampak

perubahan pada epidermis, seperti

atrofi dan hilangnya Rete Ridges,

serta tampak adanya jaringan

parut.17

Penelitian menunjukkan

bahwa SG berhubungan dengan

hilangnya fibrilin pada Asam

Retinoat Therapy.22

Berdasarkan hasil prosentase

terhadap jumlah garis SG sebelum

dan sesudah diberikan intervensi

pada kedua kelompok baik pada

kelompok Salep Kunyit (Curcuma

Domestica) maupun kelompok

Salep Placebo menunjukkan

bahwa responden rata-rata

mengalami jumlah garis SG

dengan jumlah garis yang sama

yaitu lebih dari 10 (Pretest),

sedangkan sesudah diberikan

intervensi terhadap kedua

kelompok membuktikan bahwa

pada minggu ke-4 dan minggu ke-

8 (Posttest) terjadi pengurangan

jumlah garis Striae Gravidarum.

Hasil membuktikan bahwa

pemberian salep Kunyit (Curcuma

Domestica) berpengaruh terhadap

pengurangan SG.

Hasil penelitian dan

dilakukan uji statistik

menunjukkan bahwa diperoleh p-

value dari masing-masing

perlakuan Kunyit dan Placebo

pada pretest didapatkan p-value

0,323 dan posttest 1 didapatkan p-

value 0,011 maka disimpulkan

bahwa masing-masing data yang

diperoleh tidak terdapat perbedaan

yang bermakna antara sebelum

dan sesudah perlakuan, sebaliknya

pada posttest 2 didapatkan p-value

0,004 maka dapat disimpulkan

terdapat perbedaan yang bermakna

antara sebelum dan sesudah

perlakuan.

Penelitian tentang aktivitas

anti peradangan oleh kunyit telah

dipublikasikan Aktivitas

farmakologi kurkumin sebagai zat

anti peradangan telah diuji oleh

Srimal dan Dhawan46

, dalam studi

tersebut senyawa kurkumin efektif

pada model peradangan akut dan

Page 16: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

15

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

kronis. Ekstrak kunyit terlihat

memiliki sifat antioksidan. Ekstrak

kunyit menggambarkan aktivitas

antioksidan turmerin, protein yang

hadir dalam rimpang kunyit.

Ekstrak kunyit juga memiliki efek

anti-inflamasi dengan sifat yang

mirip dengan hidrokortison.62

Pemberian krim di mana

bahan aktif adalah ekstrak kunyit

dapat diterima secara farmasi

sekaligus telah terbukti secara

klinis efektif dalam berbagai jenis

penyakit. Setelah 15 hari

pengobatan dengan krim

menggunakan ekstrak kunyit,

terjadi perubahan pada eritema,

infiltrasi dan skala menghilang.62

Pada penelitian yang pernah

dilakukan dalam memberikan

metode untuk mencegah

munculnya SG pada jaringan kulit

yang terdiri dari keefektifan

pemberian terapi ke bagian

jaringan dermal dari pasien dengan

pemberian sejumlah satu dari

Peptida Fragmen Elastin, Garam

Asam, Komponen Besi Trivalen,

atau senyawa Poliferol, atau

turunannya. Dalam bentuk lebih

lanjut komposisi bahan ini

merangsang migrasi sel dalam

jaringan yang diberikan terapi.

Komposisi bahan ini dapat

merangsang Proliferasi sel dalam

jaringan yang diberikan terapi.

Bentuk dimana komposisi bahan

ini merangsang sintesis Endogen

dan Deposisi elastin dalam

jaringan yang diberikan terapi.36

Bahan atau zat yang terdapat

dalam penelitian salep kunyit

dengan ekstrak kunyit dimana

kurcumin dan kurkuminoid hadir

dalam rimpang dari kurcuma dan

keluarga Zingiberaceae, secara

umum telah digunakan untuk

pengobatan berbagai macam

penyakit. Contohnya adalah

inhibitor NF kappa B aktivasi,

inhibitor dari delta 5 desaturase,

pengobatan sindrom penyerapan

yang buruk, agen anti-virus,

hiperlipidemia dan agregasi

platelet peredam, pelindung sel

dan antioksidan dan anti-inflamasi,

anti-inflamasi, melawan

kerontokan rambut, anti-platelet

agregasi dan anti-kolesterol agen,

pengobatan gangguan neurologis,

lipidic peroksida peredam,

memodulasi density lipoprotein

teroksidasi tinggi dan rendah,

melindungi terhadap keratinosit

radikal bebas, serta proliferasi sel

meningkat dalam jaringan

manusia.62

2. Warna Striae Gravidarum (SG)

Striae Distance (SD) yang

baru atau immature bertekstur rata

pada daerah kulit dengan rona

merah dan merah muda yang

mungkin gatal dan sedikit

menonjol. Stretch Mark kemudian

cenderung untuk bertambah

panjang dan berubah menjadi

warna ungu gelap. Seiring

bertambahnya waktu SD menjadi

putih, datar, dan depressed. Secara

histologi, SD tahap awal atau

immature cenderung muncul

dengan warna merah muda atau

merah (striae rubra) dan dari

waktu ke waktu dengan perubahan

atrofik menjadi putih (striae

alba).22

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan diketahui bahwa pada

kelompok intervensi maupun

kontrol responden yang mengalami

Striae Gravidarum

Page 17: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

16

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

hanya sedikit mengalami

penurunan warna garis, sedangkan

kelompok kontrol responden yang

mengalami Striae Gravidarum

sedikit mengalami kenaikan warna

garis. Pada minggu ke-8, dapat

dilihat bahwa nilai p-value 0,510.

Sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan

signifikan warna garis pada

minggu ke-8 (Posttest) pada

kelompok intervensi dan

kelompok kontrol, hal ini

dikarenakan nilai signifikansinya

>0,05. Hasil ini membuktikan

bahwa pada minggu ke-8

pemberian salep kunyit (Curcuma

Demostica) tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan

warna Striae Gravidarum.

Unnikrishnan dan Rao49

meneliti aktivitas antioksidan

kurkumin dan 3 (Tiga) senyawa

turunannya (demetoksikurkumin,

bisdemetoksi kurkumin dan

diasetilkurkumin). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa senyawa

tersebut pada 0,08 μM dapat

melindungi hemoglobin dari

oksidasi yang diinduksi oleh

nitrit, kecuali diasetilkurkumin

yang memperlihatkan sedikit efek

dalam penghambatan oksidasi

hemoglobin.49

Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Indian J Pharm Sci

Tahun 2014, diperoleh hasil bahwa

untuk bahan tanpa ekstrak

menunjukkan perubahan tidak

signifikan secara statistik, yang

berarti bahwa bahan dasar tidak

mengubah warna kulit, sehingga

bisa menjadi standar untuk

pengukuran dilakukan setelah

aplikasi bahan dengan kunyit.

Kemudian, studi dilakukan dengan

menggunakan kandungan 12%

dari kunyit. Hasil yang diperoleh

untuk bahan ini menunjukkan

perubahan yang signifikan secara

statistik. Perubahan warna kulit

menjadi baik setelah yang pertama

dan kedua perlakuan. Formulasi

dengan 12% dari kunyit setelah

perlakuan yang dilakukan pertama

warna kulit gelap dan telah

mengubah warna kulit menjadi

cerah. Setelah bahan dihapuskan

dari kulit, warna kulit kembali ke

keadaan sebelum perlakuan, yang

menunjukkan bahwa pemberian

formulasi 12% dari kunyit tidak

menyebabkan perubahan

permanen dalam kecerahan kulit.

Page 18: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

17

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

mengenai “Pengaruh pemberian salep

Kunyit (Curcuma Domestica) selama 8

(Delapan) minggu untuk mengurangi

Striae Gravidarum (SG)”, disimpulkan

sebagai berikut :

1. Salep Kunyit 12% (Curcuma

Domestica) berpengaruh dalam

mengurangi jumlah garis Striae

Gravidarum.

2. Salep Kunyit 12% (Curcuma

Domestica) tidak berpengaruh

dalam mengurangi warna Striae

Gravidarum.

B. Saran

1. Salep Kunyit (Curcuma

Domestica) dapat

direkomendasikan sebagai

pendamping antidermatitis pada

perawatan kulit dengan Striae

Gravidarum (SG).

2. Perlu dilakukan penelitian salep

Kunyit (Curcuma Domestica)

dalam jangka waktu yang lama

selama kehamilan dan masa nifas

agar semakin mengurangi Striae

Gravidarum karena produk yang

digunakan sangat aman.

3. Perlu dilakukan penelitian

efektivitas penggunaan bahan

Kunyit (Curcuma Domestica)

untuk mengurangi Striae

Gravidarum (SG) yang berasal

dari daerah Pulau Kalimantan,

peneliti dalam penelitian ini

menggunakan bahan Kunyit dari

daerah Pulau Jawa.

4. Ibu Hamil dengan Striae

Gravidarum dapat membuat

produk sendiri dengan bahan yang

berasal dari Kunyit secara

tradisional misalnya dalam bentuk

bedak basah yang dioleskan pada

perut yang mengalami Striae

Gravidarum.

Page 19: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

18

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

DAFTAR PUSTAKA

1. Pitaloka, Diah.”Striae Gravidarum”.20

Maret 2015.www.blogwordpress.com

2. Ramsal Lerdpien Pitayakul MD, et al.

Prevalence and Risk Factors of SG in

Primipara. Thai Journal of Obstetrics

and Gynekology April 2009. Vol 17

PP 70-79

3. Young GL, Jewel D.Cream for

Preventing Streach Marcks in

Pregnancy.The Cocbrane database of

Systematic Review 2000;2;CD000066

4. Chang A. L., Agredano Y. z, Kimball

A. B., Risk Factors Assiciated with

SG.J.Am Acad Dermatol 2004;

51:881-885

5. Shusters. The Cause of Striae

Distance.Acta Derm

Venereol.1979;59(supple):161-169

6. Ernita, D, dan R.

Rosyidah.2000.Kunyit (Curcuma

Domestica

Val.).www..asiamaya.com/jamu/isi/kun

yit_curcumaedomestica.htm

7. Rukmana, R, 1999. Kunyit.Cetakan

Pertama. Yogyakarta : Kanisius

8. Tuba AK. Gulcin.I.Antioxidant and

Radical Scavenging Properties of

Curcumin.Chem_B10

Interac.2008;174(1);27;37

9. Setyorini, Tantri.”9 Manfaat Kunyit”.

10 Maret 2014. www.

merdeka.com.htm

10. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku

Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi

IV. Jakarta : EGC. 2005. 117

11. Dorlan WN. Kamus Kedokteran

Dorland. Edisi 29. Jakarta : AGC.

2002. 302

12. Pierard FC, Hermanns LT, Pierard GE.

Striae Distansae in Darker Skin Types :

The Influence of Melanocyte

Mechanobiology. Journal of Cosmetic

Dermatology. 2005;4:174-8

13. Dwi RL, Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Integumen. Jakarta : EGC. 2008. 30-3

14. Mohamed EL. Leslie SB, Lotfy TE.

Striae Distance (Stretch Mark) and

Different Modalities of Therapy : An

Update. Dermatology Surgery.

2009;35(4):563-73

15. Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973.

Pharmacology of diferuloyl methane

(curcumin), a non-steroidal

anti- inflammantory agent. J. Pharm.

Pharmacol. 25, p.447-5

16. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku

Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi

IV. Jakarta : EGC. 2005. 117

17. Dorlan WN. Kamus Kedokteran

Dorland. Edisi 29. Jakarta : AGC.

2002. 302

18. Pierard FC, Hermanns LT, Pierard GE.

Striae Distansae in Darker Skin Types :

The Influence of Melanocyte

Mechanobiology. Journal of Cosmetic

Dermatology. 2005;4:174-8

19. Dwi RL, Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Integumen. Jakarta : EGC. 2008. 30-3

20. R.A.B Wat Son. Fibrilin Microfibril

are Reduced in Skin Exhibitions Striae

Distance. 1998. British Association of

Dermatologis, British Journal of

Dermatology, 138, 931-937

21. Sharon A, Salter M, Alexa B, Kimball

M. Striae Gravidarum. Clinic in

Dermatology. 2006;24:97-100

22. Mohamed EL. Leslie SB, Lotfy TE.

Striae Distance (Stretch Mark) and

Different Modalities of Therapy : An

Update. Dermatology Surgery.

2009;35(4):563-73

23. Ghasemi A, Gorouhi F, Rashigi FM,

Jafarian S, Firooz A. Striae gravidarum

: Associated Factors. JEADV.

2007;21:743-6

Page 20: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

19

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Rachel N, Anthony VB. Cosmetic marks and implications for the

Aspect of Pregnancy. Clinics in preventative treatment thereof.

24.

Dermatology. 2006;24:133-41

25. Brincat M, Studd J. Oesterogen and

The Skin. J of Cosm Dermatol.

2004;3(3):41-9

26. Samuel L, Zippora M, Asora F,

Abraham G, Oscar S. Association of

Serum Relaxin with Striae Gravidarum

in Pregnant Women. Arch Gynecol

Obstet.2011;283:219-22

27. Maya MM, G RN. Physiological and

Biological Skin Changes in Pregnancy.

Clinics in Dermatology. 2006;24:80-3

28. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.

1997. 1310-3

29. Chang A. Agredano Y, Kimball A.

Risk Factors Associated with Striae

Gravidarum. J Am Acad Dermatol.

2004;51(6):881-5

30. Rashmi K, TJ J, Mohan TD. A Clinical

Study of Skin Changes ini Pregnancy.

IJDVL. 2007;73(2):141

31. Ratree J, VitayaT. Prevalence and

Associate Factors for Striae

Gravidarum. J Med Assoc Thai.

2008;91(4):445-51

32. Hibah O, Nelly R, Hala T, H NA. Risk

Factors for The Development of Striae

Gravidarum, Am J Obstet Gynecol.

2007;196(62):el-62.e5

33. Kartal DSP, Fatma E. Striae

Gravidarum : Associated Factors in

Turkish Primiparae. J Turk Acad

Dermatol. 2009;3(4):93401a

34. Maia M, Marcon C, Rodrigues S, Aoki

T. Striae Distensae in Pregnancy : Risk

Factors in Primiparaous Women. Am

Bras Dermatol. 2009;84(6):599-605

35. Romsai L, Sumonmal M, BusabaW,

Jariya L. Prevalence and Risk Factor of

Striae Gravidarum in Primiparae. Thai

J of Obstet Gynecol. 2009;17:70-9

36. Thomas, Mitts. 2010. Prognostic tests

for development of dermal stretch

US20100267641

37. Gary CF, Norman FG, Kenneth JL,

Larry CG, John CH, Katherine DW.

William Obstetrics. 23th

ed. United

States : Mc Graw Medical. 2010. 199

38. Ushma MJ, Maria SRA, Amy HH.

Effect of Body Image on Pregnancy

Weight Gain. Maternal and Child Health

Journal. 2011;15(3):324-32

39. Michael H, Joanne B, Simon G,

Elizabeth WM. Farmakognosi dan

Fisioterapi, Jakarta : EGC. 2009. 311-3

40. Bleve, Ariella Capra , Priscilla Capra.

Pavanetto, Franca. and Perugini, Paola.

Ultrasound and 3D Skin Imaging:

Methods to Evaluate Efficacy of Striae

Distensae Treatment, vol. 2012, Article

ID 673706, 10 pages. DOI

:10.1155/2012/673706, 2012

41. Aiano AB, Ambacco RTA, Terraco N,

Revitali MAP, Amacchia CL, Elant.

Change in Phenolic Content and

Antioxidant Activity of Italian Extra-

Virgin Olive Oils During Storage.

Journal of Food Science. 2009;74(Nr

2):177-83

42. Fuentes F, Miranda JL, Pe’rez M,

Jime’nez Y, Mari,n C, Go’mez P, et al.

Chronic Effects of A High-Fat Diet

Enriched with Virgin Olive Oil and

Low-Fat Diet Enriched with

a-Linolenic Acid on Postprandial

Endothelial Fuction in Healthy Men.

British Journal of Nutrition.

2008;100:159-65

43. Nugroho, Nurfina Aznam, Hajah.

Manfaat dan Prospek Pengembangan

Kunyit.Ungaran : Trubus Agriwidya,

1998

44. Mukophadhyay A., Basu, N., Ghatak,

N, and Gujral, P. K. 1982. Anti-

inflamantory and irritant activities of

curcumin analogues I rats. Agents and

Actions 12, p. 508-12

Page 21: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

20

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

45. Arora, R. B., Basu, ., Kapoor, V., and

Jain, A.P. 1971. Anti-inflamantory

studies on Curcuma longa (Turmeric),

Indian J. Med. Res. 59, p.1289 – 95

46. Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973.

Pharmacology of diferuloyl methane

(curcumin), a non-steroidal anti-

inflammantory agent. J. Pharm.

Pharmacol. 25, p.447-5

47. Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin,

J.K..2000. Inhibition by curcumin of

diethylnitro samine-induced hepatic

hyperplasia, inflammation, cellular

gene products and cell-cycle related

protein in rats. Food Chem. Toxicol.

38, p. 991 – 25

48. Park, E.J., C. H., Ko, G., Kim, j., and

Sohn, D. 2000. Protective effect of

curcumin in rat liver injury induced by

carbon tetracholide, J. Pharm.

Pharmacol. 52, p. 437 – 40

49. Unnikrishnan, M. K., and Rao, R.

1995. Inhibition of nitrite induced

oxidation of hemoglobin by

curcuminoids. Pharmazie 50, p. 490-

492

50. Ruby, A.J., Khuttan, G., Babu, K. D.,

Rajasekharan, K. N., and Khuttan R.,

1995. Anti-tumour and antioxidant

activity of natural curcuminoids,

Cancer lett. 94 (1), p. 79 – 83

51. Aradjo C.A.C., Alegrio, L.V., Lima.

M. E. F., Gomes-Cardoso, L., and

Leon, L. L., 1999. Studies on the

effectiveness of diarylheptanoids

derivatives against Leishmania

amzonensis. Mem. Inst. Oswaldo Cruz.

94 p. 791 – 794

52. Chopra, G. N., Gupta, J.C., Chopra, G.

S., 1941. Pharmacological action of the

essential oil of Curcuma longa, Indian

J. Med. Res. 29, p. 769 – 72

53. Bhavani, S., Murthy, S. 1979. Effect of

turmeric (Curcuma longai) fractions in

the growth of some intestinal and

pathogenic bacteria in vitro, Indian J.

Exp. Biol. 17, p. 1363 – 66

54. Ferreira, L.A.F., Henriques, O.B.,

Andreoni, A.A.S., Vital, G. R. F.,

Campos, M.M.C., Habermehl, G.G.,

and Moraes, V/.L.G. 1982. Antivenom

and biological effects of ar-turmerone

isolated from Curcuma longa

(Zingeberaceae). Toxicon 30, p. 1211 –

1218

55. Mazumber, A., Rhagavan, K.,

Weinstein, J., Kohn, K. W., Pommer,

Y. 1995. Inhibiton of human

immunodeficiency virus type-1

integrase by curcumin. Biochem.

Pharmacol. 49, p.1165 – 1170

56. Eigner, D., Schol, D. 1999. Curcuma

longa in traditional medicinal treatment

and diet in Nepal, J. Etnopharmacol

67, p. 1 – 6

57. Huang, M. T., Smart, RC., Wong, C.

Conney, A.H. 1988. Inhibitory effect

of curcumin, chlorogenic acid, caffeic

acid and ferulic acid on tumor

promotion in mouse skin by 12-O-

tetradecanoylphorbol-13-acetate,

Cancer Res. 48, p. 5941 – 5946

58. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Edisi

ke-5. Jakarta : Sagung Seto. 2014

59. Notoatmodjo. S, Metodologi Peneltian

Kesehatan. PT. Rineka Cipta. 2012

60. Dahlan, Sopiyudin., 2011.Statistik

Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi

5.Jakarta, Salemba Medika

61. Fraenkel, J. & Wallen, N. (1993). How

to Design and evaluate research in

education. (2nd ed). New York:

McGraw-Hill Inc

62. Almagro, Elissa Quintanilla, et

al.2000.Pharmacological Activities of

Curcuma Longa Extracts.

US6841177B1.PCT/ES2000/000354

63. Priyatno, Dwi. 2009. 5 Jam Belajar

Olah Data dengan SPSS 17.

Yogyakarta : Andi. Hamrolie Harun

Page 22: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

21

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

64. J. Arct, Anna Ratz-Kyko, M.Mieloch,

and M. Witulska. Evaluation of Skin

Colouring Propertis of Curcuma Longa

Extract. 2014;76(4);374-378

65. Curcumin acts as anti-tumorigenic and

hormone-suppressive agent in murine

and human pituitary tumour cells in

vitro and in vivo. Schaaf, C., et al., et

al. [ed.] James A. Fagin. 4, New York:

Society for Endocrinology, December

1, 2009, Endocrine-Related Cancer,

Vol. 16, pp. 1339-1350. DOI:

10.1677/ERC-09-0129;

http://erc.endocrinology-

journals.org/content/16/4/1339.

Society for Endocrinology

66. Baumann, Leslie and Saghari, Sogol.

Skin Pigmentation and Pigmentation

Disorders. [ed.] Leslie, Saghari, Sogol,

Weisberg, Edmund Baumann.

Cosmetic Dermatology: Principles and

Practice. 2nd. New York: The

McGraw-Hill Companies, Inc., 2009,

13, pp. 98-108. ISBN: 978-0-07-

164128-9

67. Handog, Evangeline B. and Macarayo,

Maria Juliet E. Melasma. [ed.]

Antonella Tosti, Pearl E. Grimes and

Maria Pia De Padova. Color Atlas of

Chemical Peels. 2. s.l.: Springer-

Verlag Berlin Heidelberg, 2012, 15,

pp. 123-140. ISBN:978-3-642-20269-8

68. Phytolastil in the treatment of weals of

gravid origin., Chastrusse L,

Soumireu-Mourat J, Ambonville C,

Hourcabie J., J Gynecol Obstet Biol

Reprod (Paris). 1976 Sep;5(6):848-9

69. Efficacy and Safety of Curcuminoids

Loaded Solid Lipid Nanoparticles

Facial Cream as an Anti-aging Agent.

Plianbangchang, Pinyupa, Tungpradit,

Watcharaphorn and Tiyaboonchai,

Waree. [ed.] Sakchai Wihayaareekul.

2, Mueang District: Naresuan

University, May-August 2007,

Naresuan University Journal, Vol. 15,

pp. 73-81. ISSN: 0858-7418

70. Wegmann, Michael, et al., et al.

Cellular Protection: Protective

turmerones from Curcuma longa.

Essen:Evonik Industries Personal Care,

2009, pp. 1-4.

Page 23: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

22

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Hubungan Antara Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi IUD yang Tidak

Terpenuhi (Unmet Need) pada Pasangan Usia Subur dengan Niat

Keluarga Berencana

Relationship Between The Need For Services That Are Not Fulfilled IUD

Contraception (Unmet Need) in Fertile Age Couple with The Intention

Family Planning

Yeni Lucin1, Herlinadiyaningsih

2, Ketut Resmaniasih

3

ABSTRACT

Abstrak: Perilaku unmet need kontrasepsi merupakan salah satu dari penyebab kejadian kehamilan yang

tidak dikehendaki (KTD), Faktor psikososial sangat berhubungan dengan persepsi masyarakat yang negatif

terhadap kontrasepsi. Faktor tersebut mempengaruhi motivasi individu untuk menggunakan kontrasepsi. 58,8%

tidak niat ber-KB di waktu yang akan datang . Pada umumnya masyarakat memilih metode non MKJP. Sehingga

metode KB MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD) kurang diminati. Tujuan penelitian mengkaji hubungan

hambatan psikososial yang dialami oleh wanita unmet need kontrasepsi IUD dengan niat untuk ber-KB,

dalam upaya menurunkan kejadian unmet need kontrasepsi IUD ,Desain penelitian menggunakan pendekatan

kuantitatif, rancangan penelitian analitik observasional jenis desain cross-sectional. Sampel adalah Wanita wanita

menikah yang tidak menggunakan kontrasepsi IUD ,berjumlah 178 orang Analisis data Kuantitatif menggunakan

analisis univariabel, bivariabel dengan uji statistik chi-square p < 0,05 dan tingkat kemaknaan CI 95%, dan

multivariabel dengan regresi logistik. Hasil: Nilai odds ratio didapatkan sebesar 1,2 artinya responden yang tidak

memiliki masalah psikososial akan cenderung tidak merencanakan ikut KB sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan

yang ada hambatan psikososial. Hambatan psikososial masih merupakan masalah bagi wanita unmet need pelayanan

kontrasepsi untuk niat ber-KB.

kata kunci: Unmet Need, Niat ber KB IUD

Abstract: The behavior of unmet need for contraception is one of the causes of the incidence of unwanted pregnancy

(KTD), Psychosocial factors highly correlated with negative public perception towards contraception. These factors

influence the individual's motivation to use contraception. 58.8% had no intention of family planning in the

future. In general, people choose the method of non LTM. LTM so that family planning methods such as Intra

Uterine Devices (IUD) less attractive. The aim of research examines the relationship between psychosocial barriers

experienced by women with unmet need for contraceptive IUD intention to family planning, in an effort to decrease

the incidence of unmet need IUD, study design using a quantitative approach, the study design was observational

analytic cross-sectional design types. The sample is a woman married women who were not using contraception

IUD, totaling 178 Quantitative Data Analysis using univariable, bivariable with a statistical test of chi-square

p <0.05 and CI 95% significance level, and multivariable logistic regression. Results: Values obtained odds ratio of

1.2 means that respondents who did not have psychosocial problems will likely not planning to have a KB of 1.2

times compared to existing psychosocial barriers. Psychosocial barriers still an issue for women unmet need of

contraceptive services for family planning intentions.

keywords: Unmet Need, Intention IUD

Page 24: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

23

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PENDAHULUAN

Keberhasilan program KB tidak hanya

dapat dinilai dengan melihat pencapaian

penggunaan kontrasepsi atau

contraceptive prevalence rate (CPR) saja.

Namun, indikator yang dipergunakan

untuk menilai keberhasilan program KB

juga meliputi pelayanan KB yang tidak

terpenuhi atau dikenal dengan istilah unmet

need pelayanan KB (1)

Faktor psikososial

sangat berhubungan dengan persepsi

masyarakat yang negatif terhadap

kontrasepsi, (2)

Faktor tersebut

mempengaruhi motivasi individu untuk

menggunakan kontrasepsi (3)

. (58,8%)

tidak niat ber-KB di waktu yang akan

datang (4)

prosentase penggunaan IUD

masih menempati peringkat ketiga di

Indonesia. Bila dilihat dari cara pemakaian

alat kontasepsi dapat dibuktikan 51,21 %

akseptor KB memilih suntikan sebagai alat

kontrasepsi, 40,02 % memilih Pil, 4,93 %

memilih Implant 2,72% memilih IUD 1,11

%.(3)

Pada umumnya masyarakat memilih

metode non MKJP. Sehingga metode KB

MKJP seperti Intra Uterine Devices (IUD)

kurang diminati (5)

. Penelitian (6)

membuktikan masih sedikit wanita yang

memakai IUD sebagai pilihan kontrasepsi.

Hal ini disebabkan factor budaya, peran

suami pengetahuan dan paritas faktor

penyebabnya, dimana dominasi suami

sangat tinggi dalam pemilihan alat

kontrasepsi IUD. Keadaan ini dapat

mempengaruhi minat wanita untuk

menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi.

Berdasarkan survey pendahuluan diwilayah

kerja puskemas pahandut, didapatkan

kesimpulan bahwa metode kontrasepsi

suntik lebih diminati dari pada metode

kontrasepsi IUD. Dari 10 responden hanya

2 yang mengatakan berminat terhadap

kontrasepsi IUD. Dan 8 reponden lainya

lebih memilih memakai kontrasepsi suntik.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian menggunakan pendekatan

kuantitatif rancangan penelitian cross-

sectional(7)

. Lokasi penelitian Kota

Palangka Raya. Populasi semua Pasangan

usia subur (PUS) 15-49 tahun , status

kawin, tidak pernah menggunakan

kontrasepsi IUD . Sampel Pasangan usia

subur 15-49 tahun yang tidak pernah

menggunakan kontrasepsi IUD besar

sampel : 178 orang , dengan kriteria :

Inklusi : 1). WUS (15-49 tahun) 2). Wanita

yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi

IUD. 3). Wanita yang tidak ingin anak

lagi (limiting) dan yang ingin menunda

kelahiran berikutnya (spacing) 2 tahun

atau lebih, atau wanita yang tidak yakin

ingin memiliki anak lagi. 4). Wanita yang

tidak haid (amenorrae) sejak kelahiran anak

terakhir. Eklusi : 1). Wanita yang tidak

menginginkan kehamilannya (mistemed

atau unwanted) tetapi karena gagal KB.

Wanita yang ingin menunda kelahiran

berikutnya (spacing) 2 tahun atau lebih,

tetapi menyatakan tidak masalah jika hamil.

3). Wanita tidak subur (infecund). Sumber

data adalah data primer. Instrumen

penelitian menggunakan kuesioner disusun

berdasarkan telaah kepustakaan(8)

. Analisis

mengunakan computer meliputi: analisis

univariabel, bivariabel, dan multivariabel.

Uji statistik yang digunakan chi square dan

regresi logistik dengan p < 0,05, dan

confidence interval 95%.

HASIL PENELITIAN

analisis Univariabel

analisis univariabel untuk

mendeskripsikan karakteristik subjek

penelitian yang meliputi umur,

pendidikan, agama, paritas, jumlah anak

A. Karakteristik Responden

Berdasarkan table 4.1. didapatkan hasil

pada variable umur, umur terbanyak berada

pada kelompok umur 20-35 tahun sebanyak

Page 25: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

24

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Variabel n % x ± SD

Md Min- Max

95% CI

Umur <20 tahun

20-35 tahun

32

146

18

82

24,8

± 4,5

24

15 -

25

24.19

– 25.53

Pendidikan SD SMP SMA

Akademi

Universitas

53 72 27

16 10

29,8 40,4 15,2

9 5,6

-

-

-

-

Agama Islam Protestan Katolik

Hindu

133

23

17 5

74,7

12,9

9,6 2,8

-

-

-

-

Paritas 1-3

>3

158

20

88,8

11,2

2,6 ±

0,9

2

1 - 6

2,4 -

6,9

JumlahAnak 1-3

>3

158

20

88,8

11,2

2,6 ±

0,9

2

1 - 6

2,4 -

6,9

82%. Nilai rerata umur yaitu 24, 8 tahun

dengan standar deviasi 4,5 tahun. Umur

termu daya itu berumur 15 tahun dan yang

tertua yaitu berumur 25 tahun (95% CI:

24,19 – 25,53).

Pada variable pendidikan, pendidikan

terbanyak yaitu SMP (40,4%) sedangkan

yang terendah proporsinya yaitu universitas

(5,6%). Responden yang berpendidikan SD

relative banyak yaitu 29,8% sedangkan

SMA hanya 15,2%. Sementara itu,

responden mayoritas memeluk agama Islam

(74,7%) diikuti dengan yang beragama

Kristen (12,9%). Hindu merupakan agama

yang paling sedikit dianut (5,6%).

Untuk variable paritas dan jumlah

anak tidak mengalami perbedaan. Sebagian

besar responden (88,8%) memiliki 1-3 anak

sedangkan yang memiliki lebih dari 3 anak

hanya 11,2%. Jumlah anak ideal bagi

Tabel 4.1.

Distribusi Frekuensi dan Rata-Rata Hitung

(Mean), Deviasi Standar (Standard Deviation)

Umur, Penduduk, Paritas, Jumlah Anak Hidup,

Jumlah Anak Ideal Responden, Tahun 2015 Variabel n % x ±

SD Md Min-

Max 95% CI

Jumlah Anak Ideal

Tidaktahu

2

3

4

5

4

54

85

27

8

2,2

30,3

47,8

15,2

4,5

-

-

-

-

B. Keinginan Mengikuti Program KB

Keinginan responden untuk ber-KB

nampakpada diagram pie. Sebesar 73%

responden menjawab tidak ingin

menggunakan alat kontrasepsi. Hanya 27%

saja yang menjawab ingin menggunakan

alat kontrasepsi. (Gambar 4.1.).

27%

responden yaitu 2-3 anak (30,3% dan

47,8% secara berturut-turut). Namun ada

pula yang menjawab jumlah anak yang

ideal yaitu 5 anak sebesar 4,5%.

73%

ya

tidak

Tabel 4.1.

Distribusi Frekuensi dan Rata-Rata Hitung

(Mean), Deviasi Standar (Standard Deviation)

Umur, Penduduk, Paritas, Jumlah Anak Hidup,

Jumlah Anak Ideal Responden, Tahun 2015

Gambar 4.1. DistribusiKeinginanmengikuti

Program KB Responden, 2015 (n=78)

C. Gambaran Faktor-Faktor yang

mempengaruhi keinginan ber-KB

Beberapa factor diidentifikasi

mempengaruhi keinginan seseorang untuk

ber-KB diantaranya yaitu hambatan

psikososial, pengetahuan tentang KB, pilihan

untuk fertilitas, dan persepsi jumlah anak

ideal oleh suami. Tabel 4.2. memaparparkan

gambaran tentang factor- faktor yang

mungkin berperan dalam mempengaruhi niat

untuk ber-KB.

Sebanyak 74,7% responden

mengatakan memiliki masalah psikososial

sedangkan hanya 25,3% saja yang

menyatakan tidak ada masalah. Bila dilihat

dari pengetahuan tentang KB, tidak terlihat

perbedaan yang berarti antara responden

yang pengetahuannya kurang dengan yang

baik (49,4% dan 50,6% secara berturut-

Page 26: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

25

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Variabel Niat KB Total Nila

i P

O

R

Tidak Ya

n % n % n %

0,57-

2,69

Hambatan

Tidakada

Hambatan

psikososial

34

95

75

,6

71

,4

11

38

24

,4

28

,6

45

13

3

10

0

10

0

0,596

1,2

Jumlah 129 72

,5

49 27

,5

17

8

10

0

Variabel n %

HambatanPsikososial

Tidak ada masalah

Masalah

45

133

25,3

74,7

Pengetahuan KB

Kurang

Baik

88

90

49,4

50,6

PilihanFertilitas

Menunda

Membatasi

72

106

40,4

59,6

Anak Ideal

1-3 anak

4-5 anak

116

62

65,2

34,8

Total 178 100

turut). Membatasi fertilitas sedikit lebih

banyak dijawab oleh responden (59,6%)

dari pada menunda fertilitas (40,4%). Lebih

dari separuh (65,2%) suami responden

memiliki persepsi jumlah anak ideal yaitu

1-3 anak dan hanya 34,8% yang menjawab

4-5 anak. (Tabel 4.2.).

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Faktor-Faktor

yang mungkin mempengaruhi Niat Ber-KB pada

Responden, 2015 (n=178)

square yang mendapatkan nilai P > 0,05

(nilai P = 0,596; 95% CI 0,57-2,69). (Tabel

4.3.).

Tabel 4.3. Hubungan antara Hambatan

Psikososial dengan Niat Ber-KB pada Responden

berdasarkan Uji Chi Square, 2015 (n=178)

95%

CI

*berdasarkanuji chi square

D. Hubungan antara Hambatan

Psikososial dengan Niat Ber-KB

Hubungan antar variable dilakukan

dengan menggunakan uji Chi-Square

seluruh uji memenuhi syarat uji Chi

Square. Tingkat kemaknaan memakai nilai

P < 0,05. Berdasarkan table 4.3.

didapatkan hasil dari responden yang tidak

memiliki rencana untuk ber-KB hamper

sama antara responden yang memiliki

masalah psikososial (71,4%) dengan yang

tidak memiliki (75,6%). Sementara itu,

dari responden yang berniat untuk KB juga

memiliki pola yang sama 28,6%

menyatakan memiliki masalah psikososial

dan 24,4% menyatakan tidak ada

hambatan. Nilai odds ratio didapatkan

sebesar 1,2, artinya responden yang tidak

memiliki masalah psikososial akan

cenderung tidak merencanakan ikut KB

sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan yang

ada hambatan psikososial. Hasil OR yang

kecil ini didukung dengan hasil uji chi

E. HubunganantaraNiat Ber-KB

dengan Faktor Lainnya

Proporsi pilihan fertilitas pada

kelompok tidak berniat ber-KB terlihat

tidak menunjukan perbedaan yang

signifikan (73,6% membatasi dan 70,8%

menunda fertilitas) demikian pula dengan

yang berniat ber-KB (26,4% dan 28,4%).

Nilai OR yaitu 1,147, artinya responden yang

menyatakan membatasi fertilitas memiliki

kecenderungan untuk tidak ber- KB

dibandingkan dengan yang menunda

fertilitas (95% CI: 0,59-2,24). Nilai OR

yang kecil tersebut didukung dengan hasil uji

chi square yaitu nilai P didapatkan 0,687 (>

0,05), artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara niat untuk ber-KB dengan

pilihan fertilitas. (Tabel 4.4.).

Hal senada juga ditemui pada

variable pengetahuan. Proporsi antara

pengetahuan baik dan kurang pada kelompok

yang tidak merencanakan KB hampir sama

(73,3% dan 71,6% secara berturut-turut).

Nilai OR yang didapatkan yaitu 1,09,

artinya responden yang berpengetahuan baik

cenderung untuk melakukan tidak ber-KB

sebesar 1,09 kali dibandingkan yang

pengetahuannya kurang. Hal tersebut

disyahkan dengan hasil uji chi square yaitu

nilai P = 0,795 (>

0,05) dengan nilai 95% CI: 0,56-2,11.

Page 27: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

26

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pola yang sama juga terjadi pada

variable jumlah anak ideal menurut suami

dengan proporsi yang hamper sama antara

kelompok 4-5 anak dan 1-3 anak. Nilai OR

didapati berkisar 1 yang artinya tidak ada

perbedaan proprosi antar kedua kelompok.

Hasil uji chi square juga menyatakan hal

yang sama dengan nilai P = 0,981 (95% CI:

0,51-2,01). (Tabel 4.4.).

Tabel 4.4. Hubungan antara Pilihan Fertilitas,

Anak Ideal, Pengetahuan KB dengan Niat Ber-

KB pada Respon den berdasarkan Uji Chi

Square, 2015 (n=178) Variabel Niat KB Total Nilai

P

O

R

95%

CI

Tidak Ya n % n % n %

0,59 –

2,24

Pilihan

Fertilitas

Membatasi

Menunda

78

51

73,6

70,8

2

8

2

1

26,4

29,2

106

72

100

100

0,687

1,147

Pengetahuan

Baik

Kurang

66

63

73,3

71,6

2

4

2

5

26,7

28,4

90

88

100

100

0,795

1,09

0,56 –

2,11

Anak Ideal

4-5

1-3

45

84

72,6

72,4

1

7

3

2

27,4

27,6

62

116

100

100

0,981

1,01

0,51 –

2,01

umlah 12

9

72,5 4

9

7,5 178 100

PEMBAHASAN

1. Hambatan psikososial dengan Niat KB

Fenomena psikososial yang terjadi

pada wanita yang tidak menggunakan

kontrasepsi. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan (9)

dengan menggunakan data demographic

and health survey (DHS) menunjukkan

bahwa faktor yang paling mungkin

penyebab dari unmet need pelayanan KB

adalah sikap dan persepsi yang kurang baik

terhadap pelayanan kontrasepsi. Di Ghana,

sikap istri terhadap KB juga dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan suami dan pilihan

fertilitas suami, namun tidak berlaku

sebaliknya (10)

Faktor psikososial juga sangat

berkaitan dengan persepsi masyarakat yang

negatif terhadap kontrasepsi. Persepsi

masyarakat yang positif dapat membawa

dampak positif pada motivasi perempuan

untuk menggunakan kontrasepsi begitu

juga sebaliknya, sehingga dalam konteks

ini faktor sosial budaya mutlak harus

dipertimbangkan dalam setiap pelayanan,

karena akseptabilitas program sangat

dipengaruhi oleh faktor sosial budaya (11)

Seperti yang telah dijelaskan di atas,

aspek psikososial dalam penelitian ini juga

mempresentasikan sejauh mana seseorang

menggunakan kontrasepsi terhalang oleh

adanya perasaan takut akan efek kesehatan

yang akan timbul bila menggunakan

kontrasepsi. penelitian menunjukkan bahwa

ketakutan akan efek samping juga terbukti

sebagai alasan utama untuk tidak (12)

kontrasepsi, yaitu sikap terhadap program menggunakan kontrasepsi. Hasil

KB, persepsi tentang sikap suami, takut penelitian ini juga dapat dijelaskan dengan

(13)

efek samping penggunaan KB, dan teori planned behavior yang

penerimaan sosial budaya. Sikap dalam

penelitian ini dapat diterjemahkan ke dalam

sikap individu terhadap program KB yaitu

berupa pernyataan persetujuan maupun

pertentangan terhadap penggunaan

kontrasepsi. Sikap di luar individu berupa

sikap suami dan pandangan agama maupun

budaya terhadap penggunaan kontrasepsi.

Analisis menunjukkan bahwa ada

hubungan yang positif antara hambatan

psikososial dengan niat penggunaan

Page 28: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

27

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

menyatakan bahwa niat untuk melakukan

perilaku (intention) adalah kecenderungan

seseorang untuk memilih melakukan atau tidak

melakukan sesuatu, ditentukan oleh sikap

positif terhadap perilaku tersebut, dan bila

seseorang memilih untuk tidak melakukan

perilaku tersebut, sejauhmana dia mendapat

dukungan dari orang-orang yang berpengaruh

dalam kehidupannya. Hal ini dapat

menjelaskan fenomena psikososial yang terjadi

pada individu.

Page 29: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

28

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

2. Pengetahuan tentang keluarga

berencana dengan niat KB

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengetahuan tentang KB berkolerasi

negatif dengan niat untuk menggunakan

pada wanita unmet need. Meliputi

pengetahuan tentang metode kontrasepsi,

pengetahuan tentang masa subur. Wanita

unmet need yang memiliki pengetahuan

kurang tentang metode atau alat KB dan

tidak tahu tempat sumber pelayanan,

berpotensi lebih besar untuk tidak niat ber-

KB. Temuan ini sejalan dengan penelitian–

penelitian yang telah terdahulu, (14)

menemukan bahwa kurangnya pengetahuan

dari sumber penyediaan kontrasepsi

merupakan salah satu hambatan

penggunaan kontrasepsi dan merupakan

faktor penting yang dapat melemahkan

motivasi untuk menggunakan metode

kontrasepsi.

Penelitian menunjukan (14)

bahwa

kurangnya informasi tentang keluarga

berencana adalah faktor utama yang

bertanggung jawab atas kebutuhan

kontrasepsi yang tidak terpenuhi. Mereka

berkesimpulan bahwa pengetahuan

berkontribusi terhadap unmet need

kontrasepsi di negara dengan prevalensi

unmet need KB yang tinggi bahkan di

negara-negara dengan prevalensi unmet

need yang rendah. Pengetahuan yang

dimiliki sangat menentukan seseorang

untuk menggunakan atau tidak

menggunakan kontrasepsi. Bila seseorang

telah mengetahui manfaat, maka

kemungkinan besar ia akan

menggunakannya, sedangkan bila

seseorang kurang atau tidak tahu tentang

metode KB, sumber pelayanan dan kapan

waktu kegiatan reproduksi yang berisiko

untuk terjadi kehamilan, sulit diharapkan

kesertaannya dalam pemakaian kontrasepsi.

3. Pilihan fertilitas dengan niat KB

Pilihan fertilitas merupakan niat

atau motivasi individu atau pasangan untuk

mengontrol fertilitas di masa yang akan

datang. Pilihan fertilitas pada wanita unmet

need kontrasepsi dalam penelitian ini

dibagi menjadi 2, yaitu keinginan untuk

menunda kehamilan anak berikutnya

(spacing) dan keinginan untuk membatasi

kehamilan.

berikutnya (limitting). Pilihan fertilitas untuk

membatasi kelahiran anak atau menunda

kehamilan berikutnya, bervariasi di kalangan

perempuan. Hasil analisis univariabel

menunjukkan ada perbedaan antara yang

ingin menunda kehamilan (spacing) dengan

yang tidak ingin anak lagi (limitting).

Ditemukan lebih sedikit wanita unmet need

dialami pada wanita yang ingin menunda

kehamilan (sepertiga dari total unmet need)

dibandingkan dengan ingin membatasi

kehamilan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

prevalensi wanita unmet need kontrasepsi

untuk tidak niat ber-KB di waktu yang

akan datang lebih tinggi pada wanita yang

tidak menginginkan anak lagi (limitting).

4. Jumlah anak Ideal pasangan dengan

niat KB

Keinginan memiliki anak

dinyatakan dengan jumlah anak ideal yang

diinginkan oleh pasangan (15)

Anak Ideal

yang dinginkan pasangan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah selisih jumlah

anak ideal yang diinginkan oleh suami

dengan responden (istri). Digali dari

pertanyaan yaitu seandainya responden

belum mempunyai anak, maka berapa

jumlah anak yang diinginkan oleh

suaminya,sama, lebih banyak atau lebih

sedikit dari keinginan responden, dan

termasuk juga responden yang tidak tahu

jumlah anak yang diinginkan suaminya.

Berdasarkan hasil analisis, terbukti bahwa

secara praktis prevalensi wanita yang tidak

Page 30: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

29

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

berniat untuk menggunakan kontrasepsi

lebih tinggi pada wanita yang suaminya

ingin memiliki jumlah anak lebih banyak

dari keinginan nya , dibandingkan dengan

wanita yang suaminya ingin anak lebih

sedikit dari keinginan sendiri .

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang pernah dilakukan oleh

Freedman(16)

yang menyatakan bahwa

keinginan mempunyai anak berkaitan

dengan pilihan pasangan terhadap jumlah

keluarga yang diinginkan. Pada saat jumlah

anak masih sedikit, keinginan suami untuk

menambah anak mendominasi pilihan

pasangan. Seperti yang telah disebutkan pada

bagian sebelumnya bahwa selain faktor

persetujuan suami terhadap KB,

pengetahuan tentang KB, dan komunikasi

suami istri, pemakaian kontrasepsi juga

dipengaruhi oleh keinginan memiliki anak

dan jumlah keluarga yang diinginkan suami

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dapat

disimpulkan: 1) Hambatan psikososial

masih merupakan masalah bagi wanita unmet

need pelayanan kontrasepsi untuk niat ber-

KB. Hambatan psikososial tersebut di

antaranya sikap mereka yang tidak setuju

terhadap program KB, persepsi terhadap

sikap suami yang menentang KB, takut efek

samping penggunaan kontrasepsi, dan

penolakan budaya atau agama terhadap

penggunaan kontrasepsi. Nilai odds ratio

didapatkan sebesar 1,2, artinya responden

yang tidak memiliki masalah psikososial

akan cenderung tidak merencanakan ikut

KB sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan

yang ada hambatan psikososial.(2) Faktor

lain yang berhubungan dengan niat ber-KB

di waktu yang akan datang adalah faktor

pengetahuan tentang KB, pilihan fertilitas,

dan jumlah anak ideal yang diinginkan

pasangan. Adapun saran yang diberikan (1)

program KB hendaknya tidak hanya

ditujukan untuk wanita, karena suami

merupakan faktor penting bagi wanita dapat

memutuskan waktu dan jenis kontrasepsi

secara tepat. Keterlibatan suami dapat

disosialisasikan selama postpartum care

oleh petugas kesehatan. (2) Kurangnya

pengetahuan KB faktor penting niat ber KB

dan pengetahuan tentang kesuburan dan

menjadi dasar dalam mengambil keputusan

secara tepat mengenai pemakaian kontrasepsi

DAFTAR PUSTAKA

1. West off,C.F.& Bankole,A (2006)

Unmet need, DHS Comparative Studies

No.16,Calverton,MD:Institute for

Resource

2. Betrand J.T. Hardee.K Magnani (1999)

Acces Quality Of care Medical Baries in

Family Flaning Program

3. Bloom,D.E,Canning D,Gunther (2010)

Social Interaction and Fertility in

Develoving Counties

4. BKKBN Kota Palangka Raya. Laporan

KB Triwulan III Tahun 2010. Palangka

Raya, Kalimantan Tengah: BKKBN

Kota Palangka Raya, 2010.

5. Gordis L. Epidemiology. Philadelphia:

W.B. Saunders; 2004.

6. Murti B. Prinsip dan Metode Riset

Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press; 1997.

7. Betrand J.T. Hardee.K Magnani (1999)

Acces Quality Of care Medical Baries in

Family Flaning Program

8. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan

Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar; 2010.

9. Bizuneh,G., Shiferaw, S., &

Melkamu,Y. (2008) Unmet Need and

Evaluation of Programme Options to

Unmet Need for Contraception

10.Adler, N.E., Kegeles, S.M., Irwin, C.E.

& Wibbelsman, C (1990) Adolescent

contraceptive behavior: An assessment

of decision processes. J Paediatr ,

116(3): 463–471.

Page 31: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

30

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Efektivitas Salep Jintan Hitam (Nigella Sativa) pada Proses

Penyembuhan Luka Perineum Rupture Ibu Nifas

The Effectiveness of Black Cumin Oinment (Nigella Sativa) in The

Healing Process of Perineum Rupture on Postpartum Mothers

Yuniarti1, Ari Suwondo

2, C.Tjahjono Kuntjoro

3

1 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

2 Fakultas Kedokteran Universitas Semarang

3 Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyebab kematian maternal di Indonesia terkait persalinan adalah infeksi 11%

berawal dari penatalaksanaan ruptur perineum yang kurang baik. Sekitar 85% wanita yang melahirkan

spontan pervaginam mengalami trauma perineum, sebanyak 1% mengalami infeksi. Ruptur perineum

perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita

menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis. Prosedur perawatan luka perineum saat ini masih

menggunakan cairan desinfektan Povidon Iodin 10%, belum ada yang berbentuk obat herbal salep sebagai tambahan

perlindungan luka dan mengurangi ketidaknyamanan luka perineum. Sehingga penulis tertarik untuk

melakukan penelitian efektivitas Salep Jintan Hitam 5 % dan 10 % dalam penyembuhan luka perineum

rupture ibu nifas di RSUD Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.

Metode : 21 ibu nifas dengan luka Perineum rupture derajat II, dibagi menjadi 3 kelompok secara

random menggunakan Rancangan penelitian Randomised pre-post test control group design. Salep jintan hitam 5% dan 10% dioleskan pada luka Perineum rupture setiap hari, selama 7 hari postpartum sesuai kelompok perlakuan. Penilaian luka menggunakan skala REEDA dilakukan pada hari 1 (pre test), hari 3, 5 dan 7 (post test).

Hasil : Salep jintan hitam efektif mempercepat proses penyembuhan luka Perineum rupture pada ibu

nifas sejak hari ke-3 dilihat dari penurunan nilai Redness, Oedema, Ecchymosis secara signifikan dibanding kelompok kontrol (p<0,05), selanjutnya hari ke-5 dan 7 dilihat dari penurunan nilai Discharge, Aprroximation dan Luka, secara signifikan dibanding kelompok kontrol (p<0,05). Tidak ada

perbedaan efektivitas Salep jintan hitam 5% dan 10% (p>0,05), tetapi secara deskriptif Salep jintan

hitam 10% lebih efektif dalam proses penyembuhan luka Perineum rupture pada ibu nifas dibandingkan

Salep jintan hitam 5%. Kesimpulan : Salep jintan hitam berperan pada fase inflamasi dengan menghambat pembentukkan kinin dan prostglandin secara tidak langsung, sedangkan pada fase proliferasi Salep jintan hitam berperan dalam angiogenesis, sintesis kolagen, dan kontraksi luka. Salep jintan hitam 10% lebih efektif dibandingkan Salep jintan hitam 5%.

Kata kunci : Salep jintan hitam 5% dan 10%, Redness, Oedema, Ecchymosis Discharge, Aprroximation,

Luka.

Page 32: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

31

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PENDAHULUAN Salah satu masalah morbiditas yang

sering timbul karena proses persalinan pervaginam adalah terjadinya laserasi pada perineum, sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam mengalami trauma perineum karena tindakan episiotomi dan

laserasi spontan. 1

Ruptur perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, atau jalan keluar masuknya infeksi. Penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait yaitu

infeksi 11%. 2

Penyebab kematian ibu yang disebabkan karena Infeksi berawal dari penatalaksanaan ruptur perineum yang kurang

baik.3

Cairan desinfektan yang sering digunakan pada penatalaksanaan luka perineum pascasalin adalah Povidon Iodin 10 % yang punya sifat antiseptik (membunuh kuman) baik bakteri gram positif maupun negatif. Povidon Iodin 10 % dapat digunakan secara topikal untuk infeksi permukaan rektum manusia

dengan efek samping perih.4 Salah satu intervensi

yang disarankan kepada ibu nifas dengan laserasi perineum memberikan obat – obatan topical berupa salep untuk meningkatkan penyembuhan

dan mengurangi ketidaknyamanan luka.5

Penelitian tentang salep obat herbal untuk luka adalah pemberian salep Jintan Hitam (Nigella sativa) 10% dapat menurunkan proses inflamasi

dan mempercepat proses penyembuhan luka.6

Obat herbal digunakan sebagai alternatif untuk obat-obatan kimia. Jintan hitam (Nigella Sativa) adalah sejenis rempah – rempah yang dapat digunakan sebagai tanaman obat. Keunggulan Nigella sativa adalah Thymoquinone. Sejumlah aktivitas farmakologis TQ telah diselidiki termasuk anti- oksidan, anti-inflamasi, imunomodulator, efek

anti-histaminin, dan anti-mikroba.7

Berdasarkan hasil penelitian dan data, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian

efektivitas Salep Jintan Hitam 5 % dan 10 %

dalam penyembuhan luka laserasi perineum

(perineum rupture) di RSUD Puruk Cahu,

Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penambahan salep jintan hitam (nigella sativa) 5% dan 10% sebagai pendamping antiseptik pada proses penyembuhan luka Perineum Rupture dibandingkan dengan kelompok kontrol Povidon Iodin 10 %.

MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah menjadi

temuan evidence based dalam pengembangan asuhan kebidanan khususnya luka perineum dan perlindungan luka jahitan perineum (wound coverage) dengan bahan dari herbal.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah true eksperiment dengan rancangan penelitian Randomised control group pre-post test design. Sampel adalah ibu nifas dengan perineum rupture derajat II dan telah dilakukan penjahitan sebanyak 21 orang dibagi menjadi 3 kelompok secara random. Penilaian luka menggunakan skala REEDA pada hari ke 1, 3, 5 dan 7. Penelitian dilakukan sejak bulan nopember 2015 – februari 2016 di RSUD Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis, uji Mann Whitney U serta uji Regresi Logistik.

HASIL PENELITIAN Tabel 1. Gambaran Distribusi responden dan uji beda berdasarkan karakteristik ibu nifas di RSUD Puruk Cahu

Data hasil uji statistik dengan menggunakan uji

Kruskal Wallis dengan nilai p value > 0,05

diketahui karakteristik responden baik

kelompok intervensi dan kontrol tidak ada

perbedaan yang bermakna.

Page 33: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

32

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Tabel 2. Penyembuhan luka perineum

dilihat dari Redness

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3,5 dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai Redness masing – masing kelompok.

Tabel 3. Penyembuhan luka perineum dilihat dari Oedema

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3

dan 5 menunjukkan p value < 0,05 sehingga

diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai

Oedema masing – masing kelompok.

Tabel 4. Penyembuhan luka perineum

dilihat dari Ecchymosis

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3

dan 5 menunjukkan p value < 0,05 sehingga

diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai

Ecchymosis masing – masing kelompok.

Tabel 5. Penyembuhan luka perineum

dilihat dari Discharge

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 5

dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga

diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai

Discharge masing – masing kelompok.

Page 34: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

33

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Tabel 6. Penyembuhan luka perineum

dilihat dari Approximation

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 3,5 dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga diketahui ada perbedaan yang signifikan nilai Approximation masing – masing kelompok.

Tabel 7. Penyembuhan luka perineum

dilihat dari Luka

Hasil analisis uji kruskal wallis Pada hari ke – 5

dan 7 menunjukkan p value < 0,05 sehingga

diketahui ada perbedaan yang signifikan pada

proses penyembuhan Luka perineum rupture

masing – masing kelompok. Gambaran proses penyembuhan luka

perineum yang dialami responden dapat dilihat pada grafik berikut :Gambar 1. Grafik

penyembuhan luka perineum rupture derajat II pada ibu nifas Dari grafik terlihat bahwa kelompok intervensi 1 (X1) dan kelompok intervensi 2 (X2)

menunjukkan penyembuhan luka yang lebih

cepat dibandingkan kelompok kontrol.

Tabel 8 Perbedaan Efektivitas

Penyembuhan Luka Perineum Kelompok

Intervensi 1 dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil pengujian Mann Whitney U

pada hari ke-3 diperoleh perbedaan signifikan

penyembuhan luka perineum pada Oedema dan

Ecchymosis dengan nilai p value < 0,05. Pada

hari ke-5 dan 7 analisis data menunjukkan nilai

p value < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa

ada perbedaan efektivitas penyembuhan luka

perineum kelompok intervensi I dan kontrol.

Tabel 9. Perbedaan Efektivitas

Penyembuhan Luka Perineum Kelompok

Intervensi 2 dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan hasil pengujian Mann Whitney U pada hari ke-3 diperoleh bahwa Oedema ,Ecchymosis dan Approximation dengan nilai p

value < 0,05 menunjukkan ada perbedaan

signifikan penyembuhan luka perineum pada

kelompok intervensi 2 dan kelompok control.

Hari ke-5 dan 7 nilai p value < 0,05 dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan

penyembuhan luka perineum pada kelompok

intervensi 2 dan kelompok kontrol.

Tabel 10. Perbedaan Efektivitas

Penyembuhan Luka Perineum Kelompok

Intervensi 1 dan Kelompok Intervensi 2

Berdasarkan hasil pada hari ke-3,5 dan 7

diperoleh nilai p value > 0,05 menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan signifikan

penyembuhan luka perineum kelompok

intervensi 1 dan kelompok intervensi 2.

Page 35: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

34

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Tabel 11. Pengaruh Variabel Counfounding

yaitu Usia, IMT, Kadar Hemoglobin (Hb)

dan Pendidikan terhadap Proses

Penyembuhan Luka Perineum Rupture

Hasil analisa dengan uji Kruskal Wallis antara

kelompok perlakuan dengan penyembuhan luka

perineum berdasarkan Variabel Counfounding

diperoleh nilai p-value < 0,05 pada variabel

Usia dan IMT >25 ada perbedaan signifikan

penyembuhan luka perineum masing-masing

kelompok perlakuan sehingga variabel Usia dan

IMT merupakan variabel yang mempengaruhi.

Variabel Kadar Hb dan Pendidikan dengan nilai

p-value > 0,05 bukan variabel yang

mempengaruhi. Walaupun pada kelompok tidak

anemia diperoleh nilai p-value < 0,05 hal tersebut

diabaikan karena bukan kelompok beresiko.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan responden sebagian besar adalah primipara sebanyak 11 orang (52,1%). Dari analisis hubungan status obstetri didapatkan responden primipara (72%) dengan tanda REEDA hasil uji statistic diperolah Pv: 0, 491 yang bermakna bahwa tidak ada hubungan yang signifikan faktor status obstetri dengan penyembuhan luka

perineum. 8

Rentang usia responden antara 16 – 37 tahun dan terbanyak berada pada rentang usia 20 – 35 tahun sebanyak 17 orang ibu nifas (81%), pada rentang usia > 35 tahun sebanyak 2 orang ibu nifas (9,5%) dan pada rentang usia <20 tahun sebanyak 2 orang ibu nifas (9,5%). Ini berarti bahwa trauma ruptur perineum dapat terjadi pada usia berapapun, baik usia reproduksi sehat maupun yang tidak sehat. Sesuai penelitian sebelumnya diperoleh bahwa ada sebanyak 92,2% responden dengan luka jahitan perineum dengan usia 20-35 tahun.

8

Dan hal ini sejalan dengan teori bahwa penuaan usia menyebabkan penurunan elastisitas dikulit dengan penipisan dermoepidermal dan menurunnya kolagen. Proses penuaan juga mengakibatkan penurunan kemampuan sel untuk memperbanyak dan membagi diri. Pada orang dewasa yang lebih tua terjadi peningkatan risiko infeksi karena

Respon imun berkurang memungkinkan mikroorganisme untuk berkembang biak dalam

luka. 9

Status gizi ibu nifas dapat diukur dengan

pemeriksaan kadar hemoglobin dan indeks massa

tubuh (IMT). Pada penelitian ini responden

terbanyak tidak mengalami anemia sebanyak 14

responden (66,7%) dan responden yang

mengalami anemia sebanyak 7 responden

(33,3%) hasil analisa bahwa kadar Hb bukan

variabel perancu dalam penyembuhan luka

perineum karena pada kelompok Anemia (p ≥0,05).

Hasil penelitian menunjukkan indeks

massa tubuh responden terbanyak 18,5 – 25 yaitu

13 responden (61,9 %), dan IMT responden >25

kategori gemuk yaitu sebanyak 8 responden (38,1 %) dengan p value (< 0,05). Didapatkan hasil bahwa IMT merupakan variabel perancu.

Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan

lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan

luka juga akan terhambat. 10

Kurangnya asupan nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan luka. Defisiensi vitamin C sebagai dasar pembentukan sintesis kolagen yang penyebabkan penyembuhan tertunda. Kekurangan zinc akan menyebabkan perlambatan epithelialisasi dan sintesis kolagen .11

1. Redness Hasil analisa pada item Redness

pada hari ke - 3 posttest kelompok intervensi sudah mengalami penurunan menjadi < 0,5 cm (nilai 2) dibandingkan hari ke - 1 pretest item Redness >0,5 cm (nilai 3) dengan p = 0,036 menunjukkan

perbedaan signifikan diantara masing –

masing kelompok perlakuan dibandingkan

kelompok kontrol yang belum mengalami

penurunan nilai.

Redness yaitu tampak kemerahan

pada daerah penjahitan. Kemerahan pada

luka terjadi karena pelebaran pembuluh

darah (vasodilatasi) pada jaringan yang

mengalami inflamasi. Inflamasi atau

peradangan adalah reaksi normal dari

sistem kekebalan tubuh saat terjadi cedera

jaringan. Tanda dan gejalanya yang dapat

Page 36: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

35

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

diamati saat terjadi peradangan adalah adanya perubahan warna di kulit di sekitarnya (merah, biru, ungu) fase inflamasi terjadi segera setelah perlukaan

pada hari 0-5. 9,12

Kandungan dari ekstrak jintan hitam yang mengatasi kemerahan pada daerah luka adalah Thymoquinone dan Saponin. Thymoquinone adalah zat aktif utama dari volatile oil (minyak atsiri) Nigella sativa. Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dan anti histamin dengan cara menghambat jalur siklo-oksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alergi dan peradangan sehingga mengurangi vasodilatasi (pelebaran

pembuluh darah). 13,14,15

Saponin diketahui juga terkandung dalam Nigella sativa yang berperan dalam antiinflamasi sehingga

reaksi radang berkurang 13,16

2. Oedema Hasil analisa pada item Oedema

pada hari ke - 3 posttest kelompok intervensi sudah mengalami penurunan menjadi < 1 cm (nilai 1 ) sebanyak 3 responden dan tidak ada oedema (nilai 0)

sebanyak 10 responden dengan p (0,004)

menunjukkan perbedaan signifikan

diantara masing – masing kelompok

perlakuan dibandingkan kelompok kontrol

yang belum mengalami penurunan nilai. Oedema yaitu adanya cairan dalam

jumlah besar yang abnormal di ruang jaringan intraselular tubuh, menunjukkan jumlah yang nyata dalam jaringan subkutis, edema dapat terbatas yang disebabkan oleh obstruksi vena atau saluran limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas vaskular. Pada fase inflamasi pembentukan kinin dan prostaglandin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah di daerah luka. Hal ini menyebabkan Oedema dan kemudian menimbulkan pembengkakan dan nyeri pada awal

terjadinya luka. 17

Jintan hitam (Nigella sativa) mengandung Thymoquinone.

Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dan antihistamin dengan cara menghambat proses pengeluaran kinin dan prostaglandin sehingga mengurangi permeabilitas dari pembuluh darah serta memperlancar aliran pembuluh darah, cairan yang tertahan dapat dikeluarkan atau diserap oleh jaringan intraselular

tubuh. 7,18

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

sebelumnya bahwa ekstrak etanol jintan

hitam (Nigella Sativa) mampu

mengurangi Oedema sebanyak 38,75% pada tikus putih dalam 1 jam observasi (p<0,05), sehingga Nigella Sativa berpotensi sebagai anti- inflamasi dan anti histamin.

7,18

3. Ecchymosis Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa luka perineum dengan Ecchymosis pada hari ke -3 mulai mengalami penurunan nilai secara signifikan (p = 0,000) kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 seluruh responden tidak ada Ecchymosis (nilai 0) dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 1 responden yang tidak ada Ecchymosis, 6 responden masih mengalami Ecchymosis.

Ecchymosis yaitu bercak perdarahan yang kecil pada kulit perineum membentuk bercak biru atau ungu yang rata, bulat atau tidak beraturan. Ecchymosis muncul pada fase inflamasi terjadi segera setelah perlukaan pada hari 0-5. Adanya luka karena trauma atau luka karena pembedahan mengakibatkan kerusakan pada struktur jaringan dan mengakibatkan perdarahan, mengakibatkan terjadinya degranulasi trombosit dan pengaktifan faktor Hageman (faktor koagulasi).

9

Penelitian lain embuktikan efek Nigella sativa dalam meningkatkan lekosit PMN dan menstimulasi sitokin

Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang berperan dalam membersihkan kotoran dari pembuluh darah yang nekrotik dengan cara menelan dan memfagositosis antara lain bagian dari trombosit yang tidak diperlukan dengan demikian Ecchymosis berkurang. Saponin berperan mempercepat

pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) melalui Vascular Endothelial Growth

Factor (VEGF).13,16

Biji Nigella sativa memiliki efek terapi yang luas dan telah

dilaporkan memiliki efek yang signifikan terhadap perdarahan intrinsik yang berperan

adalah Thymoquinone (TQ) dan saponin. 7

Page 37: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

36

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

4. Discharge Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Discharge pada luka perineum hari ke -5 ada perbedaan pada masing – masing kelompok secara signifikan (p = 0,002). Discharge Hari ke – 5 mulai mengalami penurunan nilai seluruh responden kelompok intervensi 1 dan kelompok intervensi 2 mengalami Discharge dalam bentuk serum (nilai 1) sebanyak 14 responden dibandingkan dengan kelompok kontrol hanya 2 responden yang mengalami Discharge dalam bentuk serum (sekret bening) dan 5 responden tetap mengalami Discharge dalam bentuk Serosanguinus (nilai 2).

Discharge yaitu adanya ekskresi atau pengeluaran dari luka perineum dapat berupa komponen darah antara lain trombosit dan leukosit. Polimorfonuklear (PMN) adalah sel leukosit pertama yang menuju ke tempat terjadinya luka. Jumlahnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada 24–48 jam (fase inflamasi). Fungsi utamanya adalah

memfagositosis bakteri yang masuk. . 17

Selain dari lekosit PMN, makrofag

penting keberadaannya pada penyembuhan

luka normal. lekosit PMN dan Makrofag

memfagositosis dan mencerna organisme-

organisme patologis dan sisa-sisa jaringan.

Makrofag juga melepas zat biologis aktif.

Zat ini mempermudah terbentuknya sel

inflamasi tambahan yang membantu

makrofag dalam dekontaminasi dan

membersihkan sisa jaringan kemudian

membawa keluar dari tubuh melalui

jaringan luka yang belum tertutup. 19

Pada suatu studi ilmiah, ekstrak biji Nigella sativa yaitu Thymoquinone (TQ) terbukti mampu meningkatkan fungsi sel polymorphonuclear (PMN). Penelitian lain juga membuktikan efek Nigella sativa dalam menstimulasi sitokin Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang

berperan dalam sistem imun seluler.13,14,15

5. Approximation Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa Approximation pada luka perineum mulai hari ke -3 memasuki fase proliferasi ada perbedaan pada masing – masing kelompok secara signifikan (p = 0,005).

Terbanyak pada kelompok intervensi 2

jumlah responden yang mengalami

penurunan nilai dari 3 menjadi 2 atau

mengalami kedekatan jaringan lebih cepat

yaitu 7 responden (100 %) dibandingkan

kelompok intervensi 1 dan kontrol. Approximation yaitu kedekatan

jaringan yang dijahit. Adanya luka karena

trauma atau luka karena pembedahan

mengakibatkan kerusakan pada struktur

jaringan. Selama fase inflamasi, jaringan

tidak mempunyai daya tarik yang cukup,

tapi hanya tergantung pada bahan benang

yang digunakan untuk penjahitan dalam

rangka mendekatkan tepi laserasi

perineum. Pada kondisi yang baik epitelisasi

perineum dapat terjadi antara 48-72 jam.

12,20,21

Sesuai dengan penelitian lainnya bahwa pada salep jintan hitam yang berperan dalam proses Approximation adalah saponin dan Zinc. Saponin berperan mempercepat pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) pada fase proliferasi.

Zinc diketahui memiliki kemampuan untuk pembentukan sel dan jaringan ikat dalam mempercepat penyembuhan luka, baik sebagai activator enzim yang penting pada pembentukan protein dan proses pertahanan tubuh. Pada jaringan yang luka, zinc berfungsi pada replikasi fibroblas, sintesis kolagen, serta pengikatan silang

kolagen.13

Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan sehingga menghasilkan peningkatan kekuatan luka

dan terjadi penyembuhan luka.

17,22

6. Luka Perineum Rupture Hasil penelitian ini menunjukkan

ada perbedaan signifikan antara kelompok

yang di berikan penambahan salep jintan

hitam dan kelompok yang tidak diberikan

penambahan salep jintan hitam. Terbukti

bahwa pemberian salep jintan hitam

membantu mempercepat proses

penyembuhan luka, sejak fase inflamasi

hingga pada fase proliferasi. Hasil penelitian sejalan dengan

teori bahwa proses penyembuhan luka sudah dimulai saat luka ruptur perineum mulai terbentuk. Dalam penelitian ini sejak hari 1 fase inflamasi sampai dengan hari ke-7 memasuki fase proliferasi penyembuhan luka. Tujuan fase penyembuhan ini adalah untuk mengisi bagian luka dengan jaringan baru dan mengembalikan integritas kulit.

Page 38: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

37

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pembentukan jaringan baru adalah patokan untuk memulai fase ini. Proses yang terlibat dalam fase proliferasi adalah angiogenesis (pertumbuhan darah baru), sintesis kolagen pembentukan Ekstra Celular Matrix (ECM), dan kontraksi luka

yang dimulai pada tepi luka. 9,12

Hasil penelitian ini sejalan penelitian sebelumnya bahwa Thymoquinone berfungsi sebagai anti- inflamasi dengan cara menghambat jalur siklo-oksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alergi dan peradangan. Ekstrak biji Nigella sativa

terbukti mampu meningkatkan fungsi sel

polymorphonuclear (PMN dan

menstimulasi sitokin Macrophage

Activating Factor (MAF) sehingga

meningkatkan fungsi makrofag yang

berperan dalam sistem imun seluler.

Saponin selain sebagai antiinflamasi, juga

dapat mempercepat pembentukan

pembuluh darah baru dalam proses

penyembuhan luka (angiogenesis) melalui

VEGF. Seng atau zinc berperan dalam

pembentukan protein serta sintesis kolagen

yang penting dalam tahap penyembuhan

luka. 13

Sejalan dengan penelitian sebelumnya perawatan luka dengan perlakuan Nigella sativa dalam sediaan krim efektif dalam memberikan kesembuhan terlihat pada perawatan hari

ke-4, ke-9 dan ke-14 (p<0,001). 23

Hasil analisa data pada kelompok

intervensi 1 dan intervensi 2 menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan

(p>0,05). Statistik menunjukkan bahwa

penambahan salep jintan hitam 5% dan

penambahan salep jintan hitam 10 % tidak

ada perbedaan efektivitas dalam proses

penyembuhan luka perineum ibu nifas.

Hal ini berbeda dari gambaran

penyembuhan luka berdasarkan Redness

hari ke – 5 pada kelompok intervensi 2

ditemukan responden yang tidak

mengalami Redness sebanyak 1 orang

(4,8%) dibandingkan kelompok intervensi 1 dan kelompok kontrol responden seluruhnya masih mengalami Redness. Kemudian berdasarkan gambaran Oedema hari ke-3 pada kelompok intervensi 2 ditemukan responden yang tidak mengalami Oedema sebanyak 6 orang (28,6%) dibandingkan kelompok intervensi 1 sebanyak 4 orang dan kelompok kontrol seluruh responden masih mengalami Oedema. Kemudian

berdasarkan gambaran Approximation hari

ke-3 pada kelompok intervensi 2

ditemukan seluruh responden yang

mengalami kedekatan jaringan dengan

pengurangan nilai menjadi 2 sebelumnya

nilai 3 yaitu sebanyak 7 orang

dibandingkan kelompok intervensi 1

sebanyak 5 orang dan kelompok kontrol

sebanyak 1 orang. Diperoleh hasil bahwa

salep jintan hitam 10% lebih efektif dalam

mempercepat penyembuhan luka perineum

dibandingkan salep jintan hitam 5%. Sejalan dengan penelitian

sebelumnya dengan Uji Statistik Skor luka Diabetes Pre dan Post intervensi dengan pemberian salep jinten hitam (Nigella sativa) 10% dan 20%, tidak terdapat perbedaan secara bermakna (p > 0,05). Dari gambaran diskriptif diketahui salep jinten hitam (Nigella sativa) 10% lebih baik dari 20% dalam proses penyembuhan

ulkus diabetik.6

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lainnya dengan hasil ekstrak jintan hitam paling efektif menghambat pertumbuhan Streptococcus pyogenes semakin tinggi kandungan atau konsentrasi dari bahan aktif jintan hitam semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan

mikroba.24

Sehingga disimpulkan bahwa secara

statistik salep jintan hitam 5% dan 10 %

tidak berbeda efektivitasnya dalam

penyembuhan luka perineum ibu nifas,

namun dilihat secara deskriptif salep jintan

hitam 10% lebih efektif dalam mempercepat

penyembuhan luka perineum ibu nifas

dibandingkan salep 5%.

Page 39: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

38

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan Penambahan salep jintan hitam

(nigella sativa) 5 % dan 10 % sebagai

pendamping antiseptik menjadikan proses

penyembuhan luka Perineum Rupture

lebih cepat dibandingkan kelompok

kontrol, Secara statistik salep jintan hitam

(nigella sativa) 5% dan 10 % tidak

berbeda efektifitasnya sebagai pendamping

antiseptik terhadap penyembuhan luka

Perineum Rupture (p>0,05), secara

deskriptif salep jintan hitam (nigella

sativa) 10% lebih efektif dalam proses

penyembuhan luka perineum ibu nifas

dibandingkan salep jintan hitam 5%.

2. Saran Salep jintan hitam (nigella sativa) 10

% dapat direkomendasikan sebagai

pendamping antiseptik pada perawatan

luka Perineum Rupture. Perlu dilakukan

penelitian jintan hitam (nigella sativa)

yang berasal dari indonesia, peneliti dalam

penelitian ini menggunakan biji jintan

hitam dari india (kalonji). Penelitian

selanjutnya untuk mengetahui efek

mikroba dari ekstrak jintan hitam dalam

bentuk salep dengan konsentrasi jintan

hitam diatas 10%, menggunakan

Randomized Double Blind pretest-post test

control group design dengan jumlah

sampel yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Henderson C, Bick D. Perineal care: an in international issue. London: Cromwell Press; 2005.

2. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia : www.depkes.go.id/.../structure-publikasi- pusdatin-pro; 2010. (diunduh 10 September 2014)

3. Carey, J. Ilmu Kesehatan Obstetri Patologi

Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005;

h.346

4. www.infoobatindonesia.com. Betadine.

Diakses tanggal 9 Juni 2015

5. Hamilton P. Dasar – dasar Keperawatan Maternitas Ed.6. Jakarta : EGC ; 1995 .p. 285

6. Yulistiani ,M. Efektifitas Salep Jintan

Hitam (Nigella Sativa) 10% Dan 20%

Pada Proses Penyembuhan Ulkus

Diabetik. Undergraduate Theses from

YOPTUMYFKPP ; 2014.

http://digilib.fk.umy.ac.id.

7. Khader M, Eckl PM. Thymoquinone: an

emerging natural drug with a wide range

of medical applications. Iran J Basic Med

Sci 2014 Dec;17(12):950-7.

8. Rejeki,Sri. Faktor – faktor yang

berpengaruh pada penyembuhan luka

perineum ibu pasca persalinan di

Puskesmas Brangsong dan Kaliwungu

Kabupaten Kendal. Fakultas Ilmu

Keperawatan dan Kesehatan UNIMUS :

Proseding Seminar Nasional UNIMUS.

ISBN.978.979.704.883.9 ; 2010

9. Bates-Jensen B. Wound care : a collaborative practice manual for health professionals / [edited by] Carrie Sussman. 2011.

10. Gitarja, WS. Perawatan Luka Diabetes. Wocare Indonesia. Bogor ; 2011; h.101

11. Potter, Patricia A., & Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume II. Jakarta: EGC; 2006; h.476

12. Boyle M. Wound Healing in Midwifery. London; Radcliffe Publishing Ltd: 2006.

13. Ringga W. Pemberian Salep Ekstrak

Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap

Peningkatan Kepadatan Sabut Kolagen

pada Mukosa Oral Marmut ( Cavia

cobaya). Journal Media Oral Biology Dental

Journal ; 2012/ Vol. 4. No. 1.

14. Evans, William Charles. Plants in

Complementary and Traditional Systems

of Medicine. United Kingdom: Harcourt

Publishers; 2002. p:478.

Page 40: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

39

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

15. Tembhurne, et al. A review on therapeutic

potential of Nigella sativa (kalonji) seeds :

Journal of Medicinal Plants Research Vol. 8(3), pp. 167-177, 17 January, 2014 DOI: 10.5897/JMPR10.737 ISSN 1996-0875 ©2014 Academic Journals http://www.academicjournals.org/JMPR

16. Ahmad A, Husain A, Mujeeb M, et al. A review on therapeutic potential of Nigella sativa: A miracle herb. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 2013;3(5):337-352. doi:10.1016/S2221- 1691(13)60075-1.

17. Sabiston CD. Wound healing : Biologic

and Clinical Features. Textbook of

Surgery The Biological Basis of Modern

Surgical Practice, 15th ed.1997. WB

Saunders Comp. Philadelpia: 207 – 219.

Dalam Tesis Yudhi p. 2007.

18. Bashir MU, et al. Comparison Of Anti-

Inflammatory Activity Of Nigella Sativa

And Diclofenac Sodium In Albino Rats. J

Ayub Med Coll Abbottabad 2015;27(3)

19. Redjeki, ISM. Pengelolaan nyeri pasca

bedah. 1st National Congress Indonesian

Pain Society ; (Tesis) 2001;58 - 62.

20. Ethicon J, Johnson. Wound closure

manual. Somerville: Johnson & Johnson

Company; 2005.

21. Lipscomb GH. Wound healing, suture

material and surgical instrumentation.

Dalam: Rock AJ, Jones HW, penyunting. Te

linde’s operative gynecology. Edisi ke- 10. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2008. hlm. 226-42.

22. Kerstein MD, Bensing KA, Brill LR, et al. The Physiology of Wound Healing. Philadelphia, PA: The Oxford Institute for

Continuing Education and Allegheny.

University of Health Sciences. 1998.

23. Yaman I, et al. Effects of Nigella sativa

and silver sulfadiazine on burn wound

healing in rats. Veterinarni Medicina, 55,

2010 (12): 619–624

24. Rahman MA. Uji Efektivitas Ekstrak

Jintan Hitam Terhadap Pertumbuhan

Bakteri Streptococcus pyogenes. Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Prodi

Pendidikan Dokter UIN Jakarta ; 2014

Page 41: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

40

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Peran Petugas Kesehatan

dalam Budaya Melahirkan Suku Nuaulu di Pulau

Seram Maluku Tengah

Sri Eny Setyowati*)

Asih Rusmani **)

Abstrak

Latar Belakang : Peran petugas kesehatan adalah bentuk bantuan yang diberikan pada perempuan suku Nuaulu saat kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan suku yang berupa informasi kesehatan ibu dan anak. Tujuan : menganalisa pengaruh peran petugas kesehatan terhadap budaya praktek melahirkan suku Nuaulu di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah. Metode Penelitian : menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan

data menggunakan kuesioner. Sampel adalah total populasi yaitu ibu-ibu suku Nuaulu yang mempunyai

anak usia 3 tahun kebawah yang berjumlah 68 orang.

Hasil : perempuan suku Nuaulu sebagian besar mempunyai penilaian terhadap peran petugas kesehatan

dengan katagori baik yaitu peran petugas dalam menjelaskan tentang kesehatan ibu dan anak seperti

menjelaskan tentang perawatan kehamilan, manfaat memeriksakan kehamilan dan menjelaskan persalinan

yang sehat. Tidak ada hubungan antara peran petugas kesehatan dengan budaya mengasingkan

wanita melahirkan suku Nuaulu di dusun Rohua, namun fakta di lapangan menunjukkan adanya ketaatan

terhadap adat-istiadat yang berlaku di Suku Nuaulu.

Kata Kunci : praktek persalinan, peran petugas kesehatan, posuno

Page 42: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

41

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Latar Belakang Di Indonesia, setiap tahun sekitar

20.000 perempuan Indonesia meninggal akibat komplikasi dalam persalinan. Angka kematian ibu (AKI) yang tinggi tersebut juga diikuti dengan tingginya angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian anak. AKB pada tahun 1997 sebesar 97 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun pada tahun 2007 angka ini mengalami penurunan menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup, namun masih belum mencapai target MDGs(Milenium Development Goals) yaitu 32 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan angka

kematian di Malaysia, hampir 2 kali

dibandingkan dengan Thailand dan 1,3 kali

dibandingkan dengan Filipina (Peter

Salker,2008)

Angka Kematian Ibu (AKI/MMR) di Provinsi

Maluku berdasarkan pencatatan dan pelaporan

dari Kabupaten/Kota berfluktuasi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 namun mengalami penurunan dari 369 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 menjadi 288 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (DinKes Propinsi Maluku,2010). Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah pada tahun 2008 menyebutkan bahwa masalah masih tingginya AKI dan AKB disebabkan oleh letak geografis yang terdiri dari pulau- pulau, faktor ekonomi, kurangnya

tenaga kesehatan terutama bidan, rendahnya

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan,

rendahnya peran serta masyarakat dan

keterpaduan pelaksanaan program kesehatan

dengan masyarakat.( Dinkes Kabupaten maluku

Tengah,2009)

Data yang dapat dihimpun dari Puskesmas

Tamilouw adalah pemeriksaan antenatal (K1)

pada tahun 2007 mencapai 71,88 % kemudaian

pada tahun 2008 meningkat menjadi 73,19%

dan pada tahun 2009 menurun menjadi 60,67%.

Cakupan K1 tersebut tidak dapat dipertahankan

untuk K4 nya yang menunjukkan adanya

penurunan dari mulai tahun 2007 hingga tahun

2009 dengan rentang cakupan antar 49,20%

hingga 69,09%. Baik cakupan K1 maupun K4

masih di bawah target cakupan nasional yaitu

K1 95% dan K4 85%. Dusun Rohua adalah anak desa dari Negeri Sepa dan merupakan salah satu bagian dari

wilayah kerja Puskesmas Tamilouw. Di sana

berdiam Suku Nuaulu, yang merupakan

keturunan dari Suku Alune dan Wemale yang

adalah orang pertama yang mendiami Pulau

Seram. Suku Nuaulu mendiami beberapa dusun

yaitu dusun Rohua, dusun Hawalan/Latan,

dusun Bonara, dusun Nuanea/Aisuru dengan

jumlah penduduk 3911 jiwa (Sumber : Data

Kecamatan Amahai 2011). Suku Nuaulu mempunyai kebiasaan dalam persalinan bahwa perempuan hamil pada kehamilan sembilan bulan, perempuan itu harus dipisahkan dari suami maupun kaum pria lainnya, dan ditempatkan di rumah khusus yang disebut Posuno. Karena Suku Nuaulu memandang bahwa proses kehamilan pada usia 1-8 bulan merupakan peristiwa biasa dan pada kehamilan usia 9 bulan dianggap bahwa wanita hamil banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib bagi dirinya maupun pada bayi yang dikandungnya tetapi juga orang lain yang ada di sekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat, maka wanita hamil tersebut perlu diasingkan atau dipisahkan dari rumah induk dan tinggal di

posuno atau tikosune hingga tiba saat

melahirkan. Posuno berukuran 2 m x 2,5 meter,

yang pada awalnya terletak sangat jauh dari

rumah dan terletak di dalam hutan. Namun saat

ini jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah atau

hanya di samping rumah. Hal ini berkaitan

dengan pemahaman bahwa pengaruh roh-roh

jahat hanya berada di sekitar diri perempuan itu

dan tempat tinggalnya saja. Tradisi

mengasingkan wanita hamil ini biasanya

dilakukan dalam bentuk upacara yang dinamakan

upacara masa kehamilan atau Tinantawa. Untuk

mencegah kemungkinan terjadinya berbagai

jenis bahaya gaib yang dapat menghambat atau

menghalangi berlangsungnya kehidupan seorang

individu, yang menurut suku Nuaulu proses

tersebut dimulai dari kelahiran hingga kematian

(Suradi,HP,dkk.1984). Perempuan Suku Nuaulu yang hamil umumnya menjalani proses kehamilan hingga melahirkan pada seorang dukun bayi (mama biang), karena mereka memiliki keyakinan bahwa mama biang mempunyai berbagai ilmu yang mampu mengusir roh jahat sehingga ibu dan bayi akan selamat, dengan melakukan upacara-upacara tertentu untuk menghadapi kekuatan gaib.

Salah satunya adalah upacara masa kehamilan,

yang dilakukan pada bulan kesembilan untuk

menghindarkan perempuan hamil dari bahaya

gaib sehingga dapat selamat hingga proses

kelahiran. Saat melahirkan perempuan Suku

Nuaulu ditolong oleh seorang dukun beranak

atau mama biang yang disebut Irihitipue.

Ihiritipue merupakan gelar yang khusus

diberikan kepada seorang wanita yang bertugas

menolong proses kelahiran. Pada saat melahirkan

biasanya Irihitipue melaksanakan tugasnya

dengan terlebih dahulu

Page 43: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

42

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

mempersiapkan alat yang diperlukan menolong

persalinan seperti alat pemotong tali pusar yang

terbuat dari bambu (Uneputty,1984). Alat ini

dinamakan kaitimatana atau wane. Di samping

alat ini, juga disediakan air untuk dipakai

memandikan bayi. Air itu diambil dari sungai

yang dianggap keramat oleh masyarakat.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Program

Save Motherhood yang memiliki tiga pesan

kunci dan empat pilar strategi utama dalam

Making Pregnancy Saver. Tiga pesan kunci

dimaksud masing-masing : 1) Setiap persalinan

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2)

Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal

mendapat penanganan yang tepat-akurat; 3)

Setiap perempuan usia subur mempunyai akses

terhadap pencegahan kehamilan yang tidak

diinginkan dan penanganan komplikasi

keguguran. Sedangkan empat pilar strategi

utama adalah: 1) meningkatkan akses dan

cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru

lahir yang berkualitas; 2) membangun

kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas

program, lintas sektor dan mitra lainnya, 3)

mendorong pemberdayaan perempuan dan juga

keluarga melalui peningkatan pengetahuan; 4)

Mendorong keterlibatan masyarakat dalam

menjamin penyediaan dan pemanfaatan

pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

(Prawiroharjo,S,2006). Namun Program Save

Motherhood dalam praktiknya tidak dapat

dilaksanakan dengan baik oleh semua lapisan

masyarakat di Indonesia karena perbedaan

budaya, seperti yang terjadi pada Suku Nuaulu

yang mendiami Pulau Seram Kabupaten

Maluku Tengah. Proses penanganan kelahiran yang terjadi pada Suku Nuaulu merupakan proses menolong

persalinan yang masih tradisional dan

sederhana tanpa peralatan medis, kondisi ini

berbeda dengan tindakan persalinan yang

dilakukan dokter atau bidan di rumah sakit

maupun pusat pelayanan kesehatan lain.

Kondisi kesehatan masyarakat Nuaulu secara

keseluruhan masih rendah. Menurut L. Green

ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu

dalam persalinan yaitu faktor perdisposing

meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,

persepsi dan faktor penguat meliputi; peranan

dukun, peranan tokoh adat, dan peranan

petugas kesehatan dalam praktek ibu mencapai

derajat kesehatan yang optimal.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitik dengan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Lokasi penelitian

adalah dusun Rohua Kecamatan Amahai

Kabupaten Maluku Tengah. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua wanita yang pernah

mengalami pengasingan saat melahirkan di

Posuno dengan jumlah (68) orang. Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik, peran petugas kesehatan sedangkan variabel dependen adalah budaya praktek perawatan persalinan dalam pengasingan wanita suku Nuaulu. Instrumen pengumpulan data adalah kuesioner terstruktur dan pedoman wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada ibu yang pernah melahirkan di posuno dipilih 2 responden, keluarga yang mempunyai anggota keluarga (ibu) meninggal 1 responden, ibu yang pernah mengalami keguguran 2 responden, tokoh adat 2 responden, dukun bayi 2 responden, bidan 1 responden. Data kuantitatif diolah dengan SPSS dan disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi. Hasil analisis

penelitian dianalisis secara univariat, bivariat.

Analisis bivariat menggunakan uji chi square.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Karakteristik Responden

Sebagian besar responden berumur antara 20 – 35 tahun sebanyak (86,8%), dengan tingkat pendidikan terbanyak responden tidak sekolah (47%). Kebanyakan responden mempunyai lebih dari 6 anak sebanyak 32,2%, masih tingginya jumlah anak disebabkan oleh karena di Dusun Rohua ada aturan adat yang melarang wanita mengikuti KB (Keluarga Berencana).

Usia hamil pertama responden, sebagian besar hamil pertama pada usia 15 – 19 tahun sebanyak 70,6%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya yang melakukan perkawinan usia dini.

Budaya praktek melahirkan perempuan suku Nuaulu.

Sebagian besar responden melahirkan dalam pengasingan di posuno yang tidak sesuai kesehatan sebesar 83,8%, sebelum melahirkan biasanya responden memeriksakan kehamilannya ke dukun bila ada keluhan (88,2%) dan pertolongan persalinan sebanyak 97,1% ditolong oleh dukun. Masa kehamilan bagi masyarakat suku Nuaulu dianggap sebagai hal yang alami sehingga pemeriksaan kehamilan kepada petugas kesehatan belum dipahami dengan baik, oleh karena itu masyarakat cenderung memeriksakan kehamilannya ke dukun, itupun kalau ada keluhan. Salah satu contoh kalau perut ibu terasa sakit, dukun akan mengurut perut ibu dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit

Page 44: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

43

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

sekaligus membetulkan posisi bayi dalam

kandungan. Walaupun demikian mereka juga memeriksakan kehamilannya setiap bulan di posyandu. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pemeriksaan kehamilan begitu penting dilakukan oleh para ibu hamil, karena kehamilan perlu dimonitoring secara menyeluruh untuk mengetahui kondisi ibu maupun janin yang sedang

dikandungnya.(Saifuddin,2006).

Sebagian besar pertolongan persalinan perempuan suku Nuaulu ditolong oleh dukun. Menurut tokoh adat bahwa pertolongan persalinan harus dilakukan oleh dukun karena

sudah merupakan tradisi aturan adat dan dukun

dipercaya sebagai Upu Nahatanah untuk

menolong persalinan serta mempunyai

kemampuan untuk mantra-mantra. Sedangkan

menurut Safe Motherhood bahwa dalam

persalinan wanita harus ditolong oleh tenaga

kesehatan profesional yang memahami cara

menolong persalinan secara bersih dan aman,

demikian juga dalam pelayanan

obstetriessensial yang meliputi kemampuan

vasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan

tindakan dalam mengatasi resiko tinggi dan

komplikasi.(Manuaba,2001).

Tentu saja ini bertentangan dengan kondisi masyarakat suku Nuaulu di dusun Rohua di mana persalinan sebagian besar masih ditangani oleh dukun dan tempat melahirkan di posuno

dengan kondisi yang sangat sederhana. Hal ini didukung dengan masih tingginya angka kematian akibat persalinan 228 per 100.000 kelahiran di propinsi Maluku pada tahun 2012, sedangkan angka kematian bayi mencapai 59 sehingga hal ini perlu menjadi perhatian khusus

oleh Dinas Kesehatan Maluku .(Bapenas,2008).

Menurut laporan bidan dusun Rohua tempat penelitian, terdapat kematian bayi sebanyak 6 orang dari 85 kelahiran pada tahun 2007-2011.

Sebagian besar responden memberitahu tua-tua adat bila terjadi kesulitan dalam persalinan dan masa nifas karena tua-tua adat mempunyai peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat Nuaulu. Peranan tua-tua adat nampak dalam beberapa hal antara lain ketika terjadi kesulitan dalam persalinan dan

masa nifas di mana wanita masih berada di

posuno maka tua-tua adat berada di rumah adat

untuk mawe (bermusyawarah) dan berdoa

dengan air setelah itu air dibawa oleh

perempuan ke posuno untuk diminum dengan

harapan agar persalinan lancar. Untuk

membawa perempuan ke Rumah Sakit juga harus

dilakukan doa oleh tua-tua adat dulu agar

perempuan itu bersih secara adat baru dibawa

ke RS. Adanya kebiasaan yang demikian dapat

mengakibatkan keterlambatan dalam

pertolongan persalinan yang berakibat kematian

pada ibu dan bayi.

Faktor budaya sangat menentukan

seseorang dalam berperilaku sesuai kesehatan,

L.Green menyatakan bahwa faktor yang

mempermudah seseorang atau kelompok ke

dalam suatu pengalaman belajar yang mungkin

mendukung atau menghambat terbentuknya

perubahan perilaku kesehatan yaitu

pengetahuan, tradisi atau kebiasaan,

kepercayaan dan persepsi.(Green,L.W.2000).

Peran Petugas Kesehatan

Sebagian besar (67,6%) responden menilai peran petugas kesehatan dalam praktek

persalinan baik. Petugas kesehatan sudah

menjalankan tugasnya dengan baik yaitu

memberikan penjelasan tentang kesehatan ibu

dan anak (100%), sementara 95,6% responden

pernah mendapatkan penjelasan tentang

perawatan kehamilan dan responden pernah

mendapatkan penjelasan tentang persalinan

yang sehat(98,5%). Meskipun sudah diberi

penjelasan dari bidan tetapi karena adat masih

kuat, sehingga masyarakat tetap menjalankan

aturan adat yang sedang berlaku, seperti wanita

Nuaulu masih bersalin di Posuno dan dukun

masih berperan, hal ini yang membuat petugas

kesehatan harus bekerja keras dalam memberi

pemahaman kepada masyarakat. Hasil uji

statistik peran petugas kesehatan didapatkan

bahwa p.volue > α, (0,987>0,05). Artinya

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

peran petugas kesehatan dengan praktek

perawatan persalinan dalam pengasingan

perempuan suku Nualulu dusun Rohua di

Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah.

Walaupun peran petugas kesehatan yang baik

namun tokoh adat maupun dukun sangat

berpengaruh dalam masyarakat Nuaulu

sehingga tenaga kesehatan dalam menjalankan

tugasnya untuk membantu proses persalinan

akan terhambat pada aturan adat dan budaya

pada masyarakat Nuaulu. Hal ini juga tidak

sesuai dengan teori Green bahwa dukungan

tenaga kesehatan ini merupakan factor

pemungkin (enabling factors) terhadap

terbentuknya suatu perilaku, dalam hal ini

adalah praktek perawatan persalinan dalam

pengasingan pada suku Nuaulu di Dusun

Rohua.

Hal ini mungkin disebabkan karena

tenaga kesehatan telah memberikan dukungan

yang baik kepada semua wanita hamil, namun

demikian ada factor lain yang mungkin

memberikan pengaruh lebih besar sehingga

wanita Nuaulu tetap melakukan praktek

Page 45: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

44

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

persalinan dalam pengasingan di Posuno,

misalnya factor lingkungan, tingkat

pemahaman dari responden, adat-istiadat dan

lain-lain.

Kesimpulan

Budaya melahirkan dalam pengasingan pada wanita suku Nuaulu di dusun Rohua di Pulau Seram Kabupaten Maluku Tengah menunjukkan masih banyak wanita Nuaulu yang melakukan praktek perawatan persalinan yang tidak sesuai kesehatan karena tradisi yang sudah turun-temurun dan sampai sekarang masih dipertahankan. Kondisi seperti ini bisa merugikan wanita dan bayinya. Peran petugas kesehatan sudah baik tetapi karena masyarakat hidup dalam lingkungan adat yang masih kuat sehingga tradisi melahirkan di posuno hingga sekarang masih dipertahankan.

Masih diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) kepada tokoh adat dan dukun dalam menambah pengetahuan tentang budaya perawatan kehamilan yang sesuai kesehatan.

Daftar Pustaka 1. Saifuddin,A.B. Buku Acuan Nasional

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. PT Bina Pustaka.Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.2006.

2. Peter Salker, Millenium Development Goals. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.2008

3. DepKes RI. Program Perencanaan ..Persalinan . Proyek Kesehatan Perempuan Dan kesejahteraan Keluarga. Jakarta. DepKes RI.2006

4. Dinas Kesehatan Propinsi Maluku. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Ambon. 2010.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah. Profil Kesehatan Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2008. Masohi. 2009.

6. Suradi Hp,dkk. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ambon.1982.

7. Prawirohardjo,S. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.20066.

8. Uneputty. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ambon.1984.

9. Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. 2001.

10.Bapenas. Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional. Badan

Pembangunan Nasional. Jakarta. 2001.

11.Green,L.W. Health Promotion Planning. An

Educational and Environmental Approach.

Second Edition. Mountain View-Toronto-

London.Mayfieltd Publishing Company. 2000.

12.Notoatmodjo,S. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Andi Offset. Yogyakarta. 2003.

13.Sri,H. Tantangan Akselerasi Penurunan AKI. Direktorat Bina Kesehatan Ibu. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 2007.

14.Notoatmojo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarata. Rineka Cipta. Jakarta. 2010.

Page 46: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

45

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pengaruh Exercise (Abdominal Stretching

Exercise) Terhadap Penurunan Intensitas

Dismenore pada Remaja Putri

Herlinadiyaningsih1, Ketut Resmaniasih

2, Greiny Arisani

3

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Abstrak

Latar Belakang Remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seseorang. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan

perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.1

Masa remaja sebagai suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan

biologis, kognitif dan sosio-emosional.2

Salah satu tanda ke remajaan secara biologis, yaitu mulainya

remaja wanita mengalami menstruasi.3

Pada saat menstruasi masalah yang banyak dialami wanita

adalah rasa tidak nyaman atau rasa nyeri yang hebat dan hal ini biasa disebut dismenore.4

Dismenore berdampak kepada aktivitas belajar dan secara tidak langsung berdampak pada kualitas hidup remaja. Tujuan Penelitian Membuktikan Pengaruh exercise (abdominal stretching exercise) terhadap penurunan intensitas dismenore pada remaja putri di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangkaraya. Metoda Penelitian Penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah One group pretest-posttest with control group design. pengukuran intensitas nyeri dilakukan dengan menggunakan numeric VAS (visual analog scale) dengan skala 0-10.

Hasil Penelitian Penelitian dilakukan terhadap 42 responden yang terdiri dari kelompok Exercise dan

kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pada kelompok exercise sebelum

intervensi sebagian besar responden pada skala nyeri nyeri 3 (23,8%) dan 5 (23,8%) dan sesudah

intervensi sebagian responden berada pada skala myeri 2 (23,8%) dan 3 (23,8%). Pada kelompok

kontrol skala nyeri pada bulan pertama sebagian besar responden berada pada nyeri dengan skala nyeri 5

(16,7%) dan pada bulan kedua responden mengalami nyeri dengan skala nyeri 4 (nyeri sedang), yaitu

sebesar 33,3%. Hasil uji paired t-test didapatkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri

sebelum dan sesudah intervensi baik pada kelompok exercise (p value 0,000) maupun kelompok kontrol

value 0,000). Hasil uji Mann-Whitney pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan

penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol dengan nilai (p

value 0,009). Nilai rata-rata penurunan kelompok exercise (26,10) lebih tinggi daripada rata-rata

penurunan intensitas nyeri pada kelompok kontrol (16,90). Kesimpulan Exercise efektif dalam menurunkan intensitas dismenore.

Kata Kunci : Exercise, remaja, dismenore

Page 47: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

46

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PENDAHULUAN Dismenore merupakan masalah

ginekologis yang paling umum dialami wanita baik wanita dewasa maupun wanita pada umur

remaja.1

Prevalensi kejadian dismenore terjadi hampir pada semua wanita disetiap Negara dengan rata-rata lebih dari 50% wanita disetiap

negara mengalami dismenore.2

Prevalensi dismenore tertinggi pada wanita remaja dengan perkiraan antara 20-90%. Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. Dismenore yang paling banyak terjadi pada remaja wanita adalah

dismenore primer (primary dysmenorrhea).5

Dismenore primer dialami oleh 60-75% wanita muda dengan 3/4 dari jumlah wanita tersebut mengalami nyeri ringan sampai sedang dan 1/4

lagi mengalami nyeri berat.6

Dismenore Primer merupakan nyeri menstruasi yang terjadi bukan karena adanya gangguan fisik tetapi karena adanya jumlah prostaglandin yang berlebihan pada darah menstruasi sehingga terjadi hiperaktivitas

uterus.7

Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya PGF2α disekresi. Pelepasan PGF2α meningkatkan amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme arteriol uterus sehingga mengakibatkan iskemia dan kram abdomen

bawah yang bersifat siklik.8

Dismenore menimbulkan dampak bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Dismenore membuat wanita tidak dapat beraktivitas secara normal dan memerlukan pengobatan. Keadaan tersebut menyebabkan

menurunnya kualitas hidup wanita.9

Dismenore ini setidaknya menganggu 50% wanita umur reproduksi dan 60-80% pada remaja dan 67% pada umur dewasa yang mengakibatkan banyak

absensi pada sekolah, kuliah maupun kerja.3

Dismenore primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja

dan sekolah selama 1-3 hari setiap bulannya.10

Penanganan awal pada penderita

dismenore primer adalah dengan memberikan

obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri setelah minum obat penghambat prostaglandin, yaitu NSAIDs (non-steroids anti-inflamatory drugs) berupa ibuprofen, naproksan, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan

sebagai terapi awal untuk dismenore.11

Tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nause,

dispepsia dan muntah-muntah.12

Manajemen non-farmakologis lebih aman

digunakan selain sederhana, mudah dilakukan,

minimal efek samping, tidak memerlukan biaya

dan bersifat preventif juga tidak menimbulkan

efek samping. Ada beberapa cara non-

farmakologis untuk meredakan dismenore, yaitu

kompres hangat/mandi air hangat, massase,

distraksi, latihan fisik/exercise, tidur cukup, diet

rendah garam dan peningkatan penggunaan

diuretik alami.13

Sehingga dapat disimpulkan

bahwa exercise merupakan salah satu manajemen

non farmakologis sederhana yang dapat

mengurangi keluhan dismenore. Exercise sangat dianjurkan untuk

mengurangi dismenore. Exercise merupakan salah satu teknik rileksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan exercise tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon ini berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman.

14

Kadar endorphin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi. Latihan fisik/exercise terbukti dapat meningkatkan kadar endorphin empat sampai lima kali didalam darah, sehingga semakin banyak melakukan exercise maka semakin

tinggi pula kadar endorphin.11

Peningkatan endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, sehingga latihan fisik/exercise dapat efektif dalam mengurangi masalah nyeri terutama

dismenore pada remaja14

. Selain itu, exercise dapat dilakukan sendiri oleh remaja dan merupakan salah satu manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan tanpa efek samping karena menggunakan proses

fisiologis.15

Hal ini didukung hasil penelitian yang menyatakan exercise efektif dalam

menurunkan dismenore primer.16

Penelitian menyatakan bahwa senam dismenore efektif untuk menurunkan dismenore

primer pada remaja.12

Penelitian lain menyatakan bahwa intervensi home-based exercise memberikan peningkatan yang signifikan dalam mengurangi dismenore

primer.16

Penelitian mengenai intervensi dengan posisi dada-lutut (knee chest position) ternyata dapat mengurangi rasa sakit dan

gangguan menstruasi pada dismenore primer.17

Kemudian penelitian lain mengenai exercise menyatakan bahwa paket pereda (kombinasi air putih dan exercise) terbukti efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada remaja

dengan dismenore.18

Page 48: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

47

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Salah satu cara exercise untuk

menurunkan intensitas dismenore adalah

dengan melakukan abdominal stretching

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penatalaksanaan Dismenore

untuk Mengatasi Dismenore pada Kelompok Exercise dan

Kelompok Kontrol

exercise yang merupakan suatu latihan peregangan otot terutama pada perut yang

Kelompok

Kelompok

dilakukan selama 10 menit. Latihan ini Jenis Penanganan Exercise Kontrol

dirancang khusus untuk meningkatkan

kekuatan otot, daya tahan dan fleksibilitas

sehingga diharapkan dapat mengurangi

dismenore.

METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi Eksperimental.

Rancangan yang digunakan adalah One group

pretest-posttest with control group design. Pada

desain ini dilakukan tes pada satu kelompok

dengan intervensi berupa exercise yaitu

kelompok di observasi sebelum dilakukan

intervensi kemudian diobservasi kembali

setelah intervensi di lain waktu dengan

f % f %

Minum Obat 11 52,4 8 38,1

Kompres Hangat 1 4,8 7 33,3

Istirahat 2 9,5 2 9,5

Minum Jamu 5 23,8 4 19,1

Minum Air Putih 2 9,5 0 0

Jumlah 21 100 21 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar

responden melakukan penanganan terhadap

dismenore dengan meminum obat dengan

persentase sebesar 52,4% pada kelompok

exercise dan 38,1% pada kelompok kontrol.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Menstruasi

Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Exercise

kelompok kontrol. Intensitas Sebelum Intensitas Sesudah

HASIL PENELITIAN Hasil uji homogenitas responden berdasarkan umur, lama menstruasi, kecemasan, riwayat

dismenore dan nyeri sebelum diberikan

intervensi pada kelompok intervensi Exercise

dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 1 Hasil Uji Homogenitas Responden Pada Kelompok

Intervensi Exercise dan Kelompok Kontrol

Nyeri f % Nyeri f %

2 3 14,3 0 2 9,5

3 5 23,8 1 4 19

4 2 9,5 2 5 23,8

5 5 23,8 3 5 23,8

6 2 9,5 4 2 9,5

7 3 14,3 5 3 14,3

8 1 4,8

Jumlah 21 100 Jumlah 21 100

Tabel 3 disimpulkan bahwa persentase terbesar

Variabel

Kelompok Exercise

Kelompok Kontrol p

intensitas nyeri sebelum dilakukan intervensi

pada kelompok exercise sebesar 23,8% adalah

Mean SD Mean SD value

Umur (tahun) 18,140,727 18,24 0,625 0,601

Lama menstruasi 5,571,287 5,861,493 0,266

Kecemasan 39,196,794 40,677,657 0,487

responden yang mengalami nyeri dengan skala nyeri 3 dan 5 (nyeri sedang). Sedangkan persentase skala nyeri terbesar intensitas nyeri setelah dilakukan intervensi pada kelompok

Riwayat dismenore

1,190,402 1,240,436 0,465 exercise adalah responden mengalami nyeri

Nyeri sebelum 4,521,834 5,811,436 0,105

Tabel 1 dapat dilihat bahwa umur rata-rata

responden pada kelompok exercise 18,14 tahun

dan kelompok kontrol rata-rata umur responden

exercise 5,57 hari sedangkan kelompok kontrol

rata-rata lama menstruasi 5,86 hari. Rata-rata

skor kecemasan kelompok exercise dan

kelompok kontrol berada pada tingkat

kecemasan normal, yaitu 39,19 dan 40,67.

Rata-rata responden pada kedua kelompok

memiliki riwayat dismenore.

Pada kelompok exercise skala nyeri rata-rata

sebelum, yaitu 4,52 sedangkan pada kelompok

kontrol rata-rata skala nyeri sebelum intervensi

sebesar 5,81.

Page 49: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

48

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

dengan skala nyeri 2 dan 3 (nyeri ringan), yaitu

sebesar 23,8%.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri

Menstruasi

Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol

(tanpa

intervensi)

Nyeri f % Nyeri f %

2 1 2,4 2 3

7,1

4 1 2,4 3 1

2,4

5 7 16,7 4 7 33,3

6 6 14,3 5 5 23,8

7 3 7,1 6 4 19

8 3 7,1 7 1

4,8

Jumlah 21 100 Jumlah 21

100

Page 50: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

49

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Sesudah 0,74 0

1,847 0,00

* 0 lutheal menyebabkan

tanpa 21 4,43±1,399 dalam jumlah besar.20

Berdasarkan tabel 4 dapat disimpulkan

persentase terbesar intensitas nyeri pada bulan

pertama (tanpa diberikan intervensi) pada

kelompok kontrol sebesar 16,7% adalah

dan sesudah (tanpa intervensi) pada kelompok

kontrol. Tabel 7 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah

Intervensi pada Kelompok Exercise dan Kelompok Kontrol

responden yang mengalami nyeri dengan skala Intensitas Nyeri N Median

Min- Mean p

nyeri 5 (nyeri sedang). Sedangkan persentase

skala nyeri terbesar intensitas nyeri setelah (tanpa diberikan intervensi) pada kelompok

Selisih Skor

Intensitas Nyeri Kelompok

Max Rank value

21 1 0-4 26,10

kontrol adalah responden mengalami nyeri Exercise

Selisih Skor 0,011*

dengan skala nyeri 4 (nyeri sedang), yaitu sebesar 33,3%.

Intensitas Nyeri

Kelompok 21 2 0-3 16,90

Tabel 5 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah

Intervensi pada Kelompok Exercise

Kontrol

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwaIntensitas

Nyeri

Sebelum

n Mean±SD

Koefisien Korelasi

(r)

Perbedaan Rerata (IK

95%)

p

value

hasil uji statistik nilai p value sebesar 0,011

(p<0,05) maka secara statistik dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

Exercise 21 4,52±1,834

Sesudah 21 2,48±1,537

Exercise

0,901

1,681- *

2,414 0,000

bermakna penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol (tanpa intervensi).

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai

rata-rata skala intensitas nyeri responden

sebelum intervensi exercise adalah sebesar 4,52

dan sesudah intervensi exercise adalah 2,48 dapat

disimpulkan terjadi penurunan nilai rata- rata

intensitas nyeri pada responden sebelum dan

sesudah intervensi exercise sebesar 2,04. Dari

hasil analisis diatas didapatkan nilai p value

sebesar 0,000 (p<0,05), maka secara statistik

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

rerata intensitas nyeri yang signifikan antara

sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada

kelompok intervensi exercise.

Tabel 6 Perbedaan Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah

Intervensi pada Kelompok Kontrol

Penurunan intensitas nyeri pada kelompok

exercise memiliki nilai rata-rata lebih tinggi

dibandingkan kelompok kontrol (tanpa

intervensi), yaitu sebesar 26,10 dan kelompok

kontrol sebesar 16,90 dapat disimpulkan bahwa

pemberian intervensi exercise berpengaruh

dalam menurunkan intensitas nyeri menstruasi

dibandingkan tanpa diberikan intervensi.

PEMBAHASAN

Nyeri menstruasi merupakan nyeri saat menstruasi (dismenore) yang terjadi akibat keluarnya prostaglandin dari sel-sel dinding endometrium yang mengalami deskuamasi akibat perubahan hormon estrogen dan progesteron yang turun secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh iskemia jaringan.

19 Sejak

Intensit

Nyeri n Mean±SD

Koefisien Korelasi

Perbedaan Rerata p

value ovulasi dianggap mengawali kejadian dismenore primer. Hormon-hormon ovarium

Sebelum tanpa

(r) (IK 95%) 21 5,81±1,436

dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin intrauteri. Kadar estrogen yang tinggi saat fase

intervens

intervens

0,915- produksi prostaglandin

Penelitian selanjutnya menunjukkan

bahwa aksi prostaglandin dalam uterusBerdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata skala intensitas nyeri responden

sebelum (tanpa intervensi) pada kelompok

kontrol adalah sebesar 5,81 dan sesudah (tanpa

intervensi) adalah 4,43 terjadi penurunan nilai

rata-rata intensitas nyeri pada responden

sebelum dan sesudah (tanpa intervensi) pada

kelompok kontrol, yaitu sebesar 1,38. Dari hasil

analisis diatas didapatkan nilai p value sebesar

0,000 (p<0,05), maka secara statistik dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata

intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum

Page 51: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

50

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

tergantung pada kadar hormon progesteron dimana tingginya kadar progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin dan saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak resisten terhadap kadar prostaglandin

sehingga menyebabkan nyeri menstruasi.21

Berdasarkan hasil analisis univariat

terhadap nyeri sebelum dan sesudah diberikan

intervensi pada kedua kelompok menunjukkan

bahwa intensitas nyeri menstruasi pada

kelompok exercise dan kelompok kontrol

(tanpa intervensi) sebelum pemberian

Page 52: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

51

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

intervensi berada pada tingkatan nyeri berat dan

sedang sedangkan sesudah diberikan intervensi

terhadap kedua kelompok terjadi penurunan

intensitas nyeri menjadi sedang dan nyeri

ringan serta tidak ada responden yang mengalami

nyeri berat.

Salah satu manajemen non-farmakologis

yang sangat dianjurkan untuk mengurangi nyeri

menstruasi adalah dengan melakukan exercise

yang berupa gerakan peregangan otot perut

(abdominal stretching exercise). Exercise

merupakan salah satu teknik relaksasi yang

dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Hal

ini disebabkan saat melakukan exercise tubuh

akan menghasilkan endorphin. Hormon ini

berfungsi sebagai obat penenang alami yang

diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa

nyaman dan mengurangi rasa nyeri pada saat

menstruasi. Dismenore dapat menimbulkan dampak

bagi kegiatan atau aktivitas para wanita khususnya remaja. Dismenore membuat wanita tidak dapat beraktivitas secara normal dan memerlukan pengobatan. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup

wanita.19

Dismenore ini setidaknya menganggu

50% wanita umur reproduksi dan 60-80% pada remaja dan 67% pada umur dewasa yang mengakibatkan banyak absensi pada sekolah,

kuliah maupun kerja.5

Dismenore primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah

selama 1-3 hari setiap bulannya.15

Banyak cara untuk menghilangkan atau

menurunkan dismenore baik secara

farmakologis maupun non-farmakologis.

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa sebagian

besar responden baik pada kelompok intervensi

exercise dan kelompok kontrol mengatasi

dismenore dengan cara meminum obat hanya

sebagian kecil responden yang mengatasi

dismenore dengan menggunakan manajemen

non-farmakologis. Sebagian besar wanita menggunakan

obat-obatan yang berfungsi secara kuratif dimana pada umumnya 50-60% wanita diantaranya memerlukan obat-obatan analgesik untuk mengatasi masalah dismenore ini.

12,18

Penanganan awal pada penderita dismenore primer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri setelah minum obat penghambat prostaglandin, yaitu NSAIDs (non-steroids anti-inflamatory drugs) berupa ibuprofen, naproksan, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan

sebagai terapi awal untuk dismenore.11

Tetapi

obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nause,

dispepsia dan muntah-muntah.12

Berdasarkan hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata

intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum

dan sesudah diberikan intervensi pada

kelompok intervensi exercise. Terjadi

penurunan rata-rata intensitas nyeri sebelum

dan sesudah intervensi exercsise dan korelasi

rata-rata intensitas nyeri sebelum intervensi dan

sesudah intervensi termasuk kategori kuat

sehingga dapat disimpulkan bahwa exercise

mempengaruhi intensitas nyeri menstruasi

sehingga terjadi penurunan intensitas nyeri

menstruasi. Exercise merupakan salah satu

manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan karena menggunakan proses fisiologis tubuh. Exercise merupakan salah satu teknik rileksasi yang dapat digunakan untuk

mengurangi nyeri.15

Remaja dengan dismenore akan mengalami nyeri (kram) pada saat menstruasi terutama pada abdomen bagian

bawah yang bersifat kronis dan siklik.22

Selain itu, kontraksi yang kuat dan lama pada dinding uterus menyebabkan terjadi kelelahan otot dan physical inactivity maka diperlukan exercise

untuk menghilangkan kram otot tersebut.23

Salah satu cara exercise untuk

menurunkan intensitas nyeri menstruasi adalah

dengan melakukan latihan peregangan otot

perut (abdominal stretching exercise). Latihan

peregangan otot perut membantu meningkatkan

perfusi darah ke uterus dan merileksasikan otot-

otot uterus, sehingga tidak terjadi metabolisme

anaerob yang akan menghasilkan asam laktat.

Oleh karena asam laktat tidak terbentuk, implus

nyeri yang diterima serabut syaraf tipe C tidak

adekuat. Sehingga tidak adekuatnya implus

nyeri yang diterima serabut nyeri tipe C,

substansi P tidak disekresikan dan pintu

gerbang substansia gelatinosa (SG Gate)

menjadi tidak terbuka sehingga tidak terjadi

penurunan informasi intensitas nyeri yang akan

dipersepsikan di korteks serebri.16,24

Exercise (abdominal stretching exercise) juga mempengaruhi proses fisiologis dalam

tubuh melalui sistem hipofisis pituitari adrenal

(HPAaxis). Jalur HPAaxis melepas hormon

CRF (corticotropin releasing factor).

Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitari

untuk mempengaruhi medula adrenal dalam

meningkatkan produksi prooploidmelanocortin

sehingga enkephalin juga meningkat. Kelenjar

pituitari yang menghasilkan β-endorphin

sebagai neurotransmiter yang dapat

mempengaruhi suasana hati menjadi rileks dan

Page 53: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

52

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

sebagai obat untuk mengurangi rasa sakit. Kadar endorphin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat

kontraksi.25

Exercise memiliki hubungan yang signifikan dengan penurunan tingkat keletihan

otot.26

Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan exercise akan mengurangi keletihan/kelelahan otot terutama pada abdomen bawah sehingga intensitas nyeri dapat menurun. Penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara partisipasi

dalam olahraga dengan dismenore primer.11

Penelitian lain membuktikan bahwa intervensi dengan posisi dada lutut (knee chest position) dapat digunakan bersama dengan HMP untuk mengurangi rasa sakit dan

gangguan menstruasi pada dismenore primer.17

Hal ini didukung oleh Penelitian yang menyatakan bahwa intervensi home-based exercise memberikan peningkatan yang signifikan dalam mengurangi dismenore

primer.16

Kemudian penelitian lain mengenai exercise menyatakan bahwa paket pereda (kombinasi air putih dan exercise) terbukti efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada

remaja dengan dismenore.18

KESIMPULAN 1. Pada kelompok exercise persentase terbesar

tingkat skala nyeri sebelum dilakukan

intervensi adalah 3 (23,8%) dan 5 (23,8%)

dan persentase terbesar tingkat skala nyeri

setelah dilakukan intervensi adalah skala

nyeri 2 (23,8%) dan skala nyeri 3 (23,8%)

sedangkan pada kelompok kontrol (tanpa

intervensi) persentase tingkat skala nyeri

terbesar bulan pertama (tanpa intervensi)

adalah 5 (16,7%) sedangkan persentase

terbesar tingkat skala nyeri bulan kedua

(tanpa intervensi) adalah 4 (33,3%). 2. Secara statistik terdapat perbedaan rerata

intensitas nyeri yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kelompok exercise (p value < 0,05).

3. Secara statistik terdapat perbedaan rata-rata

intensitas nyeri yang signifikan antara

sebelum dan sesudah (tanpa intervensi) pada

kelompok kontrol (p value < 0,05). 4. Secara statistik secara statistik dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan intensitas nyeri antara kelompok intervensi exercise dan kelompok kontrol ( p value < 0,05).

SARAN Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk dijadikan sebagai bagian dari intervensi kebidanan dalam pengelolaan remaja yang mengalami dismenore dengan menggunakan manajemen non-farmakologis yang lebih bersifat preventif serta meningkatkan asuhan kebidanan yang holistik pada remaja yang mengalami dismenore dengan pilihan alternatif pengobatan yang lebih sederhana, mudah dilakukan dan minimal efek samping.

DAFTAR PUSTAKA 1. F.J. Monks, Koers, Haditomo.S.R. Psikologi

perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Gajah Mada University Press : Yogyakarta. 2002.

2. Santrock. J.W. Perkembangan anak jilid 11 edisi 2. Erlangga :. 2009.

3. Schwartz. M.W. Pedoman klinis pediatric. EGC : Jakarta. 2005.

4. Sarwono.W. Psikologi remaja edisi revisi. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2013.

5. Proverawati. A & Misaroh.S. Menarceh :

menstruasi pertama penuh makna. Nuha

Medika : Yogyakarta. 2009. 6. French. L. Dysmenorrhea volume 71.

American Family Physician Academic Research Library Michigan State University

College of Human Medicine.

http://www.aafp.org/afp. 2009. 7. Liliawayi, Verna, Khairani. Dysmenorrhoea

and its effect on school activities among adolescent girls in a rural school in Selangor Malaysia. Med & Health. 2007.

8. Info Sehat. Nyeri haid bisa karena stress:

situs kesehatan keluarga. Available from :

http://www.infosehat.com/inside_level2.asp ?artid=829&secid=&intid=4. 2008.

9. Hendrik. Problema haid : tinjauan syariat islam dan medis cetakan I. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri : Solo. 2006.

10.Tambayong.J. Patofisiologi untuk keperawatan. EGC : Jakarta. 2000.

11.Dawood. M. Y. Primary dysmenorrhoae : advances in pathogenesis and management

volume 108. Clinical Expert Series :

American College of Obstretricians and

Gynecologists. 2006. 12.Harel. Z. Dysmenorrhoae in adolescent and

young adults : etiology and management. North American Society for Pediatric and Adolescent Gynecology : Published Elsevier. 2006.

13.Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. EGC : Jakarta. 2004.

Page 54: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

53

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

14.Suparto. A. efektivitas senam dismenore

dalam mengurangi dismenore pada remaja

putrid. Phederal Vol 4 No.1. Sumenep :

STIKIP PGRI. 15.Woo.P, Mc. Eneaney.M.J. New strategies to

treat primary dysmenorrhoae the clinical advisor. Available from : http://www.clinicaladvisor.com/new- strategies-to-treat-primary- dysmenorrhea/article/190249/. 2010.

16.Ozlem O, Iiknur G, Aysel D, Ikbal K, Serap S, Emel U, Melahat Y, Kevser G, Hasim C.

Impact of home-based exercise on quality of

life of women with primary dysmenorrhoea.

Department of Physical Medicine and

Rehabilitation. 2013. 17.Mahishale Aratil, Mascarenhas Dinika,

Patted Shobhana. Effect of knee chest position in primary dysmenorrhoea : a randomized controlled trial. Indian Journal of Physiotheraphy and Occupational Therapy. 2013.

18.Ningsih. R. Efektifitas Paket pereda terhadap intensitas nyeri pada remaja dengan dismenore di SMAN Kecamatan Curup. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia : Jakarta [Tesis]. 2011.

19.Prawirohardjo. S. Ilmu kebidanan. YBP-SP : Jakarta. 2010.

20.Ahrendt. H.J, Karck. U, Pichi. T, Mueller. T, Ernst U. The Effect of an oestrogen-free, desogesrel-containing oral contraceptive in women with cyclical symptoms : Results from two studies on oestrogen-related symptoms and dysmenorrhoae. European Society of Contraception : Informa Health Care. 2007.

21.Lumsden. M. A. Dysmenorrhoea. Women’s Health Medicine Volume . 2005.

22.Daley.A.J. Exercise and primary

dysmenorrhoae : a comprehensive and

critical review of the literature. J. Sport

Medicine. 2008. 23.Jhamb. M, Weisbord. S.D, Steel. J.L,

Unruh. M. Fatigue in patients receiving maintenance dialysis : a review of definitions, measures and contributing factors. AMJ Kidney. 2008.

24.Potter. P.A, Perry. A.G. Fundamentals of nursing : concepts, process and practice : fourth edition. USA : Mosby-year Book Inc. 2006.

25.Guyton. A.C, Hall. J.E. Buku ajar fisiologi kedokteran (textbook of medical physiology) 11

th ed. EGC : Jakarta. 2007.

26.Daniel. S.E, Talwalker.S, Torri. S, Snabes. M.C, Recker.D.P, Verburg. K.M.

Valdecoxib, a cyclooxygenase-2-specific

inhibitor; is effective in treating primary

dysmenorrhea. Obstetrics and Gynecology

Elsevier Science : New York. 2002.

Page 55: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

54

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Perilaku Konsumsi Makanan Jajanan pada Siswa SMP Negeri 2

Colomadu Karanganyar

Mursudarinah

ABSTRAK

Latar Belakang: Pemberian makan yang baik harus sesuai dengan jumlah, jenis dan jadwal

pada umur anak tertentu. Ketiga hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara keseluruhan, bukan

hanya mengutamakan jenis tapi melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan jumlahnya yang

cukup tapi jenisnya sudah cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung nilai gizi yang

baik. Pada Umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau di

warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Tujuan: Mengetahuan siswa tentang

makanan jajanan yang sehat perilaku konsumsi makanan jajanan pada siswa Luaran penelitian ini

adalah publikasi ilmiah dalam jurnal lokal yang mempunyai ISSN. Metode: Desain penelitian yang

digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Teknik pengumpulan

data yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil:

pada pengetahuan baik terdapat 40 siswa yang memilih jajan di dalam kantin, hal ini menunjukkan

dalam hal memilih tempat jajan siswa lebih banyak memilih jajan di dalam kantin sekolah

dibandingkan jajan di luar kantin. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2

= 7, 320 dan p = 0,

026, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan

tempat jajan siswa; pada pengetahuan baik terdapat 27 siswa yang memilih jenis jajanan naget, hal ini menunjukkan bahwa dalam hal jenis jajanan siswa lebih banyak memilih naget dibanding jenis jajanan

lain. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2

= 6, 353 dan p = 0, 174, artinya terdapat hubungan yang

tidak signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan jenis pilihan jajanan siswa; pada pengetahuan baik terdapat 29 siswa yang jajan setiap istirahat, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan

siswa jajan pada setiap istirahat. Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2

= 23, 856 dan p = 0, 000,

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan frekuensi jajan; pada pengetahuan baik terdapat 26 siswa yang jajan karena alasan murah harganya, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memilih jajanan karena murah harganya. Hasil Chi Square

menunjukkan nilai 2

= 23, 856 dan p = 0, 000, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan siswa tentang jajanan dengan alasan memilih jajanan.

Kata Kunci: Perilaku Konsumsi, Makanan Jajanan.

Page 56: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

55

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Behavior of Consuming Snacks in The Students of SMP Negeri 2

Colomadu Karanganyar

Mursudarinah

ABSTRACT

Background: A good feeding must be in accordance with the amount, the kind, and the

schedule of children in a certain age. The three categories must be met according to the children’s age

thoroughly, not only prioritizing on the kind but forgetting the amount or in contrary, giving an enough

amount but the kinds of foods lack of good nutrient content. Commonly, habits which often become the

problem are habit of eating in the canteen or in the food stall around the school and habit of eating fast

food. Objectives: To give knowledge to the students about the healthy snacks and to know about the

behavior of consuming snacks in the students. The output of this research is a scientific publication in a

local journal which has ISSN. Method: The design of research which was used was descriptive with the

cross sectional approach. The technique of data collection which was used to collect the primary data

using a structured questionnaire. Results: in the good knowledge, there were 40 students who chose to

buy snacks in the canteen, it showed that in choosing the place of buying snacks, more students chose to

buy the snacks in the school canteen than to buy the snack outside the canteen. The results of Chi

Square revealed the score of 2

= 7,320 and p = 0, 026, it meant that there was a significant correlation

between the students’ knowledge on the snacks and the students’ place of buying snacks; in the good

knowledge, there were 27 students who chose a kind of nugget snack, it showed that in the matter of the

kind of the snacks, more students chose nugget than kinds of other snacks. The results of Chi Square

revealed the score of 2

= 6, 353 and p = 0, 174, it meant that there was a insignificant correlation

between the students’ knowledge on the snacks and the students’ preference kinds of snacks; in the

good knowledge, there were 29 students who buying snacks in every break time, it showed that most of

students bought snacks in every break time. The results of Chi Square revealed the score of 2

= 23, 856

and p = 0, 000, it meant that there was a significant correlation between the students’ knowledge on the

snacks and the frequency of buying snacks; in the good knowledge, there were 26 students who bought

snacks because of the cheap price, it showed that most of students bought snacks because of the cheap

price. The results of Chi Square showed the score of 2

= 23, 856 and p = 0, 000, it meant that there was

a significant correlation between the students’ knowledge on the snacks and the reason of choosing the

snacks.

Keywords: Behavior of Consuming, Snacks.

Page 57: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

56

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

A. PENDAHULUAN Pada dasarnya, proses tumbuh kembang

anak dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu masa janin atau pralahir, masa bayi, prasekolah, masa sekolah dasar/ masa usia sekolah dan masa remaja. Remaja merupakan asset bangsa untuk terciptanya generasi mendatang yang baik. Masa remaja atau adolescence adalah waktu terjadinya perubahan- perubahan yang berlangsungnya cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial atau tingkah laku. (Meryana 2014.)

Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja banyak perubahan yang terjadi karena bertambahanya masa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam

tubuh. Remaja dianggap mampu membuat

keputusan dalam kehidupan mereka daripada

ketika mereka masih anak-anak. Teman sebaya dan

kehidupan social mendorong mereka untuk

memilih antara minum alcohol atau tidak, merokok

atau tidak. Remaja sering menentukan sendiri

makanan yang akan di konsumsi. Makanan

yang mereka pilih merupakan sebuah refleksi dari

berbagai factor, meliputi kebiasaan makan

keluarga, teman sebaya, dan pengaruh iklan atau

media dan ketersediaan makanan. Kualitas gizi

remaja ditentukan oleh pengaruh psikologis dan

social. (Depkes, 2014). Makanan jajanan merupakan makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat- tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Almatsier S 2003). Menurut Baliwati, Y. F (2004), masalah

keracunan makanan sudah menjadi langganan di

Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan

selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup

tinggi. Dari seluruh kasus keracunan makanan

yang ada, semua bersumber pada pengolahan

makanan tidak higienis.

Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan

masyarakat terhadap makanan yang murah,

mudah, menarik dan bervariasi sehingga anak-

anak tertarik untuk membelinya. Anak-anak

sekolah umumnya setiap hari menghabiskan

seperempat waktunya lebih banyak di sekolah

sehingga ada kecenderungan untuk

mengkonsumsi makanan yang ditawarkan di

sekolah. (Winarno FG, 1993) Menariknya,

makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan

energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. (Winarno FG, 1997)

Bahaya yang senantiasa mengancam

kesehatan anak usia sekolah karena perilaku makan

ini harus diperhatikan oleh semua pihak. Orang

tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru,

pemerintah daerah khususnya departemen

pendidikan dan departemen kesehatan harus

mulai mengambil langkah cepat berkoordinasi

untuk melakukan upaya perbaikkan. Perlu

dipikirkan pembuatan peraturan atau

kebjaksanaan baik oleh pihak sekolah atau

instansi terkait sehingga dapat mengatasi masalah

ini. Peningkatan perhatian kesehatan anak usia

sekolah ini diharapkan dapat mengciptakan

peserta didik yang sehat, cerdas dan berprestasi. Makanan jajanan sekolah merupakan

masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola sekolah. Makanan dan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap cemaran biologis atau kimiawi yang banyak menganggu kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Februhartanty dan Iswaranti, 2004).

Anak sekolah rata-rata memilih makanan jajanan dengan kandungan energi dan protein yang rendah sehingga sumbangan energi dan protein dari makanan jajanan terhadap total

konsumsi sehari masih rendah. Berpedoman pada

Program PMT-AS, makanan jajanan diharapkan

mempunyai mutu gizi kurang lebih 200-300 kkal

untuk menyumbangkan kurang lebih 15-20%

terhadap total konsumsi energi. Rendahnya

sumbangan zat gizi dari makanan jajanan juga

disebabkan karena zat gizi dari makanan jajanan

juga disebabkan karena sebagian besar anak

Sekolah mengkonsumsi makanan jajanan yang

kandungan zat gizinya kurang beragam yaitu hanya

terdiri dari 1 atau 2 jenis zat gizi saja (Hermina,

dkk, 2000). Sedangkan dari segi kuantitas, porsi

makanan jajanan tradisional yang dijual di

lingkungan Sekolah Dasar disesuaikan dengan

daya beli anak sehingga porsinya relatif kecil.

(Rahayu TP, 2003).

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilaksanakan di SMP

Negeri 2 Colomadu Kabupaten Karanganyar

bulan Agustus 2015 – Nopember 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa SMP

kelas VII sejumlah 255 siswa , sedangkan

sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

sejumlah 106 yaitu di SMP Negeri 2 Colomadu

Kabupaten Karanganyar. Variabel penelitian yang digunakan

adalah pengetahuan tentang konsumsi makanan jajanan dan perilaku tentang konsumsi makanan jajanan. Data yang digunakan adalah data primer

Page 58: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

57

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

yang berasal dari hasil pengisian kuesioner oleh

responden dan data sekunder berupa data-data

siswa SMP Negeri 2 Colomadu. Teknik

pengumpulan data yang digunakan untuk

mengumpulkan data primer dengan

menggunakan kuesioner terstruktur. Data yang

diperoleh kemudian dianalisa dengan analisa

univariat (distribusi frekuensi).

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 di atas menunjukkan distribusi frekuensi

jenis makanan jajanan siswa yaitu sebanyak 18

siswa (17%) memilih jajanan jenis siomay,

sebanyak 69 siswa (33%) memilih jenis makanan

jajanan naget dan sebanyak 19 siswa (17, 9%)

memilih jajanan jenis bola mie.

d. Frekuensi Jajan Tabel 4 Distribusi

Frekuensi Frekuensi Jajan

1. Hasil Analisis Univariat Frekuensi Frekuensi Persentase

a. Pengetahuan tentang Jajanan Tabel 1 Jajan

Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Jajanan

Pengetahuan Frekuensi Persentase

Kurang 45 42, 5

Setelah

Istirahat

Setiap

Jam

25 23, 6

59 55, 7

Cukup 35 33, 0 Baik 26 24, 5

Total 106 100, 0

Istirahat

Setiap

Istirahat,

Sumber: Data primer yang diolah. Sebelum dan

22 20, 8

Tabel 1 menunjukkan distribusi frekuensi

pengetahuan siswa tentang jajanan yaitu

sebanyak 45 siswa (42, 5%) memiliki

pengetahuan tentang jajanan kategori kurang,

sebanyak 35 siswa (33%) memiliki pengetahuan

kategori cukup dan sebanyak 26 siswa (24, 5%)

memiliki pengetahuan kategori baik.

b. Tempat Membeli Jajanan Tabel 2

Distribusi Frekuensi Tempat Membeli Jajanan

Tempat Frekuensi Persentase

Pulang

Total 106 100, 0

Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4 di atas menunjukkan distribusi frekuensi

jajan siswa yaitu sebanyak 25 siswa (23, 6%)

jajan pada waktu setelah istirahat, sebanyak 59

siswa (55, 7%) jajan pada setiap jam istirahat dan

sebanyak 22 siswa (20, 8%) jajan setiap istirahat,

sebelum masuk, dan pulang sekolah. Alasan Memilih Jajanan Tabel 5 Distribusi Frekuensi Alasan Memilih Jajanan

Dalam 82 77, 4 Alasan Jajan Frekuensi Persentase

Kantin Luar

24 22, 6

Enak

Rasanya 38 35, 8

Kantin

Total 106 100, 0

Sumber: Data primer yang diolah.

Murah

Harganya

Menarik

Kemasannya

46 43, 4

22 20, 8

Tabel 2 menunjukkan distribusi frekuensi

pengetahuan siswa tentang jajanan yaitu

sebanyak 45 siswa (42, 5%) memiliki

pengetahuan tentang jajanan kategori kurang,

sebanyak 35 siswa (33%) memiliki pengetahuan

kategori cukup dan sebanyak 26 siswa (24, 5%)

memiliki pengetahuan kategori baik.

c. Jenis makanan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Jenis Makanan Jajanan

Total 106 100, 0

Sumber: Data primer yang diolah.

Tabel 5 di atas menunjukkan distribusi frekuensi

alasan mengapa siswa membeli jajanan yaitu

sebanyak 38 siswa (35, 8%) membeli karena

enak rasanya, sebanyak 46 siswa (43, 4%) membeli

karena murah harganya dan sebanyak 22 siswa (20, 8%) membeli karena menarik kemasannya.

Page 59: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

58

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016 Jenis Makanan

Frekuensi Persentase

Siomay 18 17, 0 Naget 69 65, 1

Bola Mie

19 17, 9

Total 106 100, 0

Sumber: Data primer yang diolah.

Page 60: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

59

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

2. Hasil Analisis Bivariat a. Hubungan Pengetahuan dengan

Tempat Jajan

Tabel 6 Tabulasi Silang Hubungan

c. Hubungan Pengetahuan dengan Frekuensi Jajan

Tabel 8 Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Frekuensi Jajan

Pengetahuan dengan Tempat Jajan Frekuensi Setiap

Tempat Pengetahuan

Dalam Kantin Luar Kantin Total

F % F % F % Setelah Istiraha

Setiap Istiraha

Istirahat, Sebelum,

Total

Kurang 16 15, 1 10 9, 4 26 24, 5 t t dan

Sesudah

Cukup 26 24, 5 9 8, 5 35 33, 0 Baik 40 37, 7 5 4, 7 45 42, 5

Pengetahuan

Pulang

F % F % F % F %

Total 82 77, 4 24 22, 6 106 100, 0

2= 7, 320; p = 0, 026

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa pada

pengetahuan baik terdapat 40 siswa yang

memilih jajan di dalam kantin, hal ini

menunjukkan dalam hal memilih tempat jajan

siswa lebih banyak memilih jajan di dalam kantin

sekolah dibandingkan jajan di luar kantin. Hasil

Chi Square menunjukkan nilai 2

= 7, 320 dan p = 0, 026, artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan tempat jajan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan siswa tentang jajanan dengan pemilihan tempat jajan. Tempat pilihan favorit siswa untuk jajan adalah di dalam kantin sekolah. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan siswa tentang jajanan maka siswa akan lebih memilih jajan di kantin sekolah dibandingkan di luar kantin sekolah.

Kurang 3 2, 8 10 9, 4 13 12, 3 26 24, 5

Cukup 7 6, 6 20 18, 9 8 7, 5 35 33, 0

Baik 15 10, 6 29 27, 4 1 0, 9 45 42, 5

Total 25 23, 6 59 55, 7 22 20, 8 106 100, 0

2= 23, 859; p = 0, 000

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa pada

pengetahuan baik terdapat 29 siswa yang jajan

setiap istirahat, hal ini menunjukkan bahwa

kebanyakan siswa jajan pada setiap istirahat.

Hasil Chi Square menunjukkan nilai 2

= 23, 856

dan p = 0, 000, artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan siswa tentang

jajanan dengan frekuensi jajan.

d. Hubungan Pengetahuan dengan

Alasan Memilih Jajanan Tabel 9 Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Alasan Memilih Jajanan

Alasan Enak Murah Menarik

Rasanya Harganya Kemasannya Total

b. Hubungan Pengetahuan dengan Jenis Pengetahuan F % F % F % F %

Jajanan Tabel 7 Tabulasi Silang Hubunan Pengetahuan dengan Jenis Jajanan

Kurang 7 6, 6 8 7, 5 11 10, 4 26 24, 5 Cukup 14 13, 2 12 11, 3 9 8, 5 35 33, 0

Baik 17 16, 0 26 24, 5 2 1, 9 45 42, 5

Total 38 35, 8 46 43, 4 22 20, 8 106 100, 0

Jenis Pengetahuan

Siomay Naget Bola Mie

Total 2= 16, 564; p = 0, 002

F % F % F % F %

Kurang 4 3, 8 17 16, 0 5 4, 7 26 24, 5

Cukup 8 7, 5 25 23, 6 2 1, 9 35 33, 0 Baik 6 5, 7 27 25, 5 12 11, 3 45 42, 5

Total 18 17, 0 69 65, 1 19 17, 9 106 100, 0

2= 6, 353; p = 0, 274

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa pada pengetahuan baik terdapat 27 siswa yang memilih jenis jajanan naget, hal ini menunjukkan bahwa dalam hal jenis jajanan siswa lebih banyak memilih naget dibanding jenis jajanan lain. Hasil

Chi Square menunjukkan nilai 2

= 6, 353 dan p = 0, 174, artinya terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan dengan jenis pilihan jajanan siswa.

Makanan jajanan memegang peranan penting

dalam memberikan kontribusi tambahan untuk

kecukupan gizi, khususnya energi dan protein.

Kebiasaan jajan di sekolah terjadi karena 3-4 jam

setelah makan pagi perut akan terasa lapar kembali.

Page 61: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

60

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa pada

pengetahuan baik terdapat 26 siswa yang jajan

karena alasan murah harganya, hal ini

menunjukkan bahwa kebanyakan siswa memilih

jajanan karena murah harganya. Hasil Chi Square

menunjukkan nilai 2

= 23, 856 dan p = 0, 000,

artinya terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan siswa tentang jajanan dengan alasan

memilih jajanan.

C. SIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa memiliki pengetahuan yang rendah tentang pemilihan makanan jajanan dan perilaku tentang jajanan. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pihak

tenaga kesehatan setempat dapat meningkatkan

partisipasinya dalam meningkatkan pengetahuan

tentang makanan jajanan yang sehat untu anak

sekolah di area SMP Negeri 2 Colomadu

Page 62: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

61

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Kabupaten Karanganyar sehingga para siswa

sebagai generasi penerus bangsa terbiasa dengan

mengkonsumsi makanan yang sehat Hal ini dapat

diwujudkan juga oleh pihak sekolah untuk lebih

meningkatkan kualitas maupun kuantitas jajanan

di kantin sekolah dan lebih selektif memilih jenis

makanan yang ada di kantin sekolah. Diharapkan

pihak orang tua memberikan jajanan yang

berkualitas kepada anaknya dan lebih mengontrol

perilaku makan siswa di rumah. Pihak Dinas

Pendidikan Menyediakan kantin yang berkualitas

di setiap Sekolah Negeri. Dan mengalokasikan

dana pelayanan kesehatan di sekolah-sekolah yang

terdapat kantin.

D. DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S, editor. Penuntun diit anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2003. Hal. 18-19.

2. Baliwati, Y. F. , Khomsan, A. , and Dwiriani, C. M. , 2004, Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta

3. Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Penyuluhan Gizi pada Anak Sekolah bagi

Petugas Puskesmas. Jakarta: Direktorat

Jendral Bina Kesehatan Masyarakat

Direktorat Gizi Masyarakat 4. Februhartanti J. 2004. Amankah makanan

jajanan anak sekolah di Indonesia?. [Diakses 21 April 2015]. Tersedia dari: URL: http://www. gizi. net.

5. Hermina TS, Hidayat N, Afriansyah, Salimar, Susanto D. Perilaku makan murid sekolah dasar penerima PMT-AS di Desa Ciheuleut dan Pasir Gaok Kabupaten Bogor. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi; 2000.

6. Hermina TS, Hidayat N, Afriansyah,

Salimar, Susanto D. Perilaku makan murid

sekolah dasar penerima PMT-AS di Desa

Ciheuleut dan Pasir Gaok Kabupaten

Bogor. Bogor: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Gizi; 2000 7. Hidayat TS, Mujianto TT, Susanto D. Pola

kebiasaan jajan murid Sekolah Dasar dan ketersediaan makanan jajanan tradisional di lingkungan sekolah di Propinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta: Kantor Mentri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia;1995. hal. 597- 602.

8. Intaian Maut Formalin. (2005. 29 Desember) Media Indonesia Online. Ditemukan kembali pada 21 April 2015. dari http://mobile media-indonesia. com. mobile _enditorial. asp?id =200

9. Jajana Sekolah potensi sebabkan

keracunan. (2009. 20 Maret.) Kapanlagi.

com Ditemukan kembali pada 6 April 2015

dari http:// www. kapanlagi. com

h/jajanan-sekolah-potensi- sebabkan-

keracunan. html.

10.Jajanan Anak Mengandung Zat Pewarna

Tekstil, (2008, 19 Agustus) Tempo

Interaktif di temukan kembali 6 April 2015.

11.Jajanan Pembawa Maut. (2004. 7 Juni) Tempo. 15/XXXIII

12.Khomsan, Ali. 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Grasindo, Jakarta.

13.Marliyati SA. Formulasi Makanan Kudapan PMT-AS, Pelatihan Pengembangan Teknologi dan keamanan makanan kudapan, Bogor. 1999.

14.Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007.

15.Notoatmodjo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003. Hal. 16, 124, 125.

16. . 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

17.Pudjiadi S. Ilmu gizi pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.

18.Putra AE. Gambaran kebiasaan jajan siswa di Sekolah [skripsi]. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro; 2009

19.Rahayu TP. Politik identitas anak-anak dalam iklan anak-anak. Ilmu komunikasi FISIP Unair Surabaya [serial online] 2003 [Diakses 17April 2015]. Tersedia dari: URL: http://www. jurnal. unair. ac. id.

20.Sihadi. Makanan jajanan bagi Anak sekolah. Jurnal Kedokteran Yarsi; 2004:12 (2).

21.Ulya N. 2003. Analisis Deskriptif Pola Jajan dan Kontribusi Zat Gizi Makanan Jajanan Terhadap Konsumsi Sehari dan Status Gi- zi Anak Kelas IV, V, dan VI SD Negeri Cawang 05 Pagi Jakarta Timur Tahun 2003. Skripsi Sarjana Kesehatan Masya- rakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

22.Winarno FG. Makanan Jajanan. Laporan Akhir Proyek Makanan jajanan. Bogor: Institut pertanian Bogor; 1993.

23. . Potensi dan masalah makanan jajanan. Dalam: Keamanan pangan. Naskah akademis. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 1997. Hal. 98.

Page 63: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

62

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan KB Pasca Salin pada

Ibu Nifas di Puskesmas Murung, Kabupaten Murung Raya Tahun

2014

Asih Rusmani1, Cia Aprilianti

2, Yuniarti

3

ABSTRAK

Latar Belakang : Program pelayanan Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti penting dalam

mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan. Faktor

yang lain yang mempengaruhi klien dalam memilih alat kontrasepsi suntik yaitu karena kepraktisannya

jika dibanding kontrasepsi yang lain. Di Kalimantan Tengah pada tahun 2012, di Kabupaten Murung Raya

menunjukkan penurunan peserta KB aktif yaitu Jumlah peserta KB aktif seluruhnya di Kabupaten Murung

Raya sebanyak 8.171 peserta KB aktif (48,3 %) dari 16.933 jumlah PUS dengan proporsi pemakaian KB

suntik dan PIL menjadi pemakaian tertinggi dimasyarakat yaitu KB suntik (52,7%), PIL (39,1%), diikuti

Implant (5,4%), kondom (1,7%), dan IUD (0,6%).

Metode : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB

pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Jenis

penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif crossectional. Jumlah populasi sebanyak 364 orang

dan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Pemilihan sampel dengan cara accidental sampling. Hasil : Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor paritas (p=0,332), faktor pendidikan

(p=0,962), faktor pendapatan keluarga (p=0,564) dan faktor pekerjaan (p=0,988) dengan pemilihan KB

pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Kesimpulan :

Peneliti menyarankan bagi ibu yang berusia < 20 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang

dapat membantu untuk mencegah kehamilan, sedangkan bagi ibu yang berusia 20 – 30 tahun disarankan

menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu mengatur jarak kehamilan dan bagi ibu yang berusia >

30 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi operatif. Kepada petugas KB untuk meningkatkan

pemberian penyuluhan kepada ibu-ibu agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan memberikan

pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi.

Kata kunci : KB pasca salin, faktor paritas, faktor pendidikan, faktor pendapatan keluarga dan

faktor pekerjaan.

Page 64: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

63

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PENDAHULUAN Paradigma baru program Keluarga

Berencana (KB) Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga Berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru KB ini, penekanan misinya pada pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Saifuddin, 2010).

Upaya yang dilakukan untuk keberhasilan KB, salah satunya adalah strategi

Making Pregnancy Safer (MPS), yang

didukung oleh badan-badan internasional

seperti UNFPA, UNICEF, dan World Bank.

Menempatkan Safe Motherhood sebagai

prioritas utama dalam rencana pembangunan

nasional dan internasional. Intervensi strategis

dalam Safe Motherhood menempatkan KB

sebagai pilar pertama yang memastikan bahwa

setiap orang/ pasangan mempunyai akses ke

informasi dan pelayanan KB agar dapat

merencanakan waktu yang tepat untuk

kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak

(Saifuddin, 2006). Sebagai upaya untuk pengendalian

jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jampersal, tata laksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap). Pada ruang lingkup pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan KB. Jenis pelayanan KB pasca salin yang dapat diberikan antara lain : 1) Kontrasepsi mantap (Kontap), 2) IUD, Implant, dan 3) Suntik (Kemenkes RI, 2012).

Pelayanan ibu nifas sesuai standar adalah

pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali,

pada 6 jam pasca persalinan sampai dengan 3

hari, pada minggu II, dan pada minggu VI

termasuk pemberian Vitamin A 2 kali dan

persiapan KB Pasca Persalinan. Yang paling

meningkat adalah penggunaan alat kontrasepsi

injeksi/ suntik. KB suntik merupakan metode

kontrasepsi yang diberikan melalui suntikan.

Metode suntikan telah menjadi bagian Gerakan

Keluarga Berencana Nasional serta peminatnya

semakin bertambah. Tingginya peminat

suntikan karena KB suntik aman, sederhana,

efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat

dipakai pasca persalinan (Manuaba, 2008). Sampai saat ini di Indonesia cakupan

peserta Keluarga berencana (KB) aktif (contraceptive Prevalance Rate /CPR) mencapai 61.4 % (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian yang cukup tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 31.6 %, pil 13.2 %, AKDR 4.8 %, susuk 2.8 %, tubektomi 3.1 %, vasektomi 0.2 %, dan kondom 1.3 % (Depkes RI, 2009).

Faktor yang lain yang mempengaruhi klien dalam memilih alat kontrasepsi suntik

yaitu karena kepraktisannya jika dibanding

kontrasepsi yang lain. Misalnya penggunaan IUD

(Intra Uterine Device) mereka sangat takut

menggunakanya karena harus dimasukan melalui

vagina kedalam rahim akseptor dan terkadang

penggunaanya mengganggu hubungan suami

istri. Kontrasepsi oral Pil, klien sering

mengeluh takut lupa minum dan sering pusing.

Kontrasepsi Implant, dengan penggunaannya

yang dimasukan di bawah kulit membuat klien

merasa takut untuk menggunakannya (Saifuddin,

2006). Masih rendahnya angka CPR ini

berkaitan dengan masih tingginya unmet need. Tingginya unmet need pelayanan KB, yakni 8,5% dari jumlah pasangan usia subur (PUS), baik untuk membatasi kelahiran (4,6%) maupun menjarangkan kelahiran (3,9%) berpotensi besar untuk terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Oleh sebab itu, dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu, sasaran utama program KB adalah pada kelompok unmet need, dan ibu pasca bersalin merupakan sasaran yang sangat penting. KTD pada ibu pasca bersalin, akan dihadapkan pada dua hal yang sama-sama berisiko. Pertama, jika kehamilan diteruskan, maka kehamilan tersebut akan berjarak sangat dekat dengan kehamilan sebelumnya, yang merupakan salah satu komponen “4 Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat). Keadaan ini akan menjadi kehamilan yang berisiko terhadap terjadinya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas berikutnya yang dapat berkontribusi terhadap kematian ibu (dan juga kematian bayi). Kedua, jika kehamilan diakhiri (aborsi, terutama jika dilakukan dengan tidak aman), maka berpeluang untuk terjadinya komplikasi aborsi yang juga dapat berkontribusi terhadap

Page 65: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

64

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

kematian ibu. Oleh sebab itu, KB pasca

persalinan merupakan suatu upaya strategis

dalam penurunan AKI, juga AKB dan sekaligus

juga penurunan TFR (Mujiati, 2013).

Ada berbagai rujukan yang

mendefinisikan tentang KB pasca persalinan, di

antaranya menyebutkan bahwa KB pasca

persalinan adalah penggunaan metode KB

sampai satu tahun setelah persalinan atau dalam

satu tahun pertama kelahiran. Namun,

Kementerian Kesehatan membatasi periode KB

pasca persalinan adalah sampai dengan 42 hari

pasca bersalin. Hal ini ditetapkan untuk

mencegah missed opportunity pada ibu pasca

bersalin, dimana jumlah kelahiran di Indonesia

sangat besar, diperkirakan sekitar 4.500.000

setiap tahunnya (Riskesdas 2007), dan 760.000

(17%) di antaranya merupakan kelahiran yang

tidak diinginkan atau tidak direncanakan. Oleh

sebab itu, definisi KB pasca persalinan di

Indonesia adalah: pemanfaatan atau

penggunaan alat kontrasepsi segera sesudah

melahirkan sampai 6 minggu (42 hari) sesudah

melahirkan (Mujiati, 2013). Namun sejauh ini cakupan pelayanan KB

Pasca Persalinan masih belum menggembirakan. Berdasarkan Laporan Hasil Pelayanan Kontrasepsi Januari-Juli 2013 (BKKBN), cakupan KB Pasca Persalinan dan Pasca Keguguran dibandingkan dengan cakupan peserta KB Baru masih sebesar 13,27%. Capaian tersebut juga masih didominasi oleh non MKJP yaitu suntikan

(52,49%) dan pil (18,95%), sementara capaian

MKJP implan (8,08%), IUD (14,06%), MOW

(3,27%) dan MOP (0,02%). Beberapa

permasalahan yang dapat diidentifikasi antara

lain belum tersosialisasinya pelayanan KB

Pasca Persalinan dengan baik, belum samanya

persepsi tentang metode KB Pasca Persalinan

dan kecilnya angka ini kemungkinan juga

karena belum masuknya cakupan KB Pasca

Persalinan dalam laporan rutin KIA (Mujiati, 2013).

Di Kalimantan Tengah pada tahun 2011,

berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Tengah, jumlah Pasangan Usia

Subur (PUS) yang ada adalah 429.953, dengan

jumlah peserta KB aktif 142.569 (41.8 %) dan

jumlah peserta KB suntik baru 43.211 (46 %).

Sedangkan di Kabupaten Murung Raya yang

merupakan salah satu kabupaten kota di

Provinsi Kalimantan Tengah, pada tahun 2011

PUS yang ada berjumlah 16.102 dengan peserta KB aktif 12.013 (74,6 %) dan peserta MKJP 1.110 (0,3 %) (Dinkes Provinsi Kal-Teng, 2011). Sedangkan pada tahun 2012 data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Murung Raya

menunjukkan penurunan peserta KB aktif yaitu

Jumlah peserta KB aktif seluruhnya di

Kabupaten Murung Raya sebanyak 8.171

peserta KB aktif (48,3 %) dari 16.933 jumlah

PUS dengan proporsi pemakaian KB suntik dan

PIL menjadi pemakaian tertinggi dimasyarakat

yaitu KB suntik (52,7%), PIL (39,1%), diikuti

Implant (5,4%), kondom (1,7%), dan IUD

(0,6%). Pencegahan kematian dan kesakitan ibu

nifas merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan KB. Selain alasan lain, misalnya memebebaskan ibu dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat (Saifuddin, 2010).

Persentase cakupan pelayanan ibu nifas

dari tahun 2009 s.d 2012 berdasarkan hasil

laporan Rumah Sakit dan Puskesmas

Kabupaten Murung Raya adalah 64,8% tahun 2009, 88,6 % tahun 2010, cakupan tahun 2011 sebesar 94,7 % dan pada tahun 2012 sebesar 92,5%. Melihat trends data cakupan pelayanan ibu nifas diatas tahun 2009 s/d 2011 meningkat setiap tahunnya dan terjadi penurunan pada tahun 2012. (Dinkes Mura, 2012)

Berdasarkan latar belakang tersebut

diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Faktor yang mempengaruhi

Pemilihan KB Pasca Salin Pada Ibu Nifas Di

Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya Tahun 2014.“

TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan

pengalaman hingga mampu mengenali

permasalahan-permasalahan kesehatan

khususnya tentang Keluarga Berencana,

menambah pengalaman dalam melakukan

penelitian selanjutnya.

Bagi Puskesmas Untuk menambah bahan

masukan dalam intervensi peningkatan akseptor

KB Pasca Salin di wilayah kerja Puskesmas dan

layanan KB pada ibu nifas. Bagi Ibu Nifas Sebagai masukan dalam pemilihan kontrasepsi yang paling baik sesuai kondisi ibu nifas.

Page 66: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

65

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PNS 39 39 1.723.970,- Karyawan Swasta 2 2

Pedagang 9 9 Total 100 100 Buruh Tani 2 2

METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik deskriptif

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden

terbanyak adalah berpendidikan SMA, yaitu

sebanyak 39 responden (39%).

Tabel 3 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan paritas

Paritas Frekuensi Presentase

crossectional. Jumlah populasi sebanyak 364 (%)

orang dan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Primipara 41 41 Pemilihan sampel dengan cara accidental Multipara 42 42 sampling. Grande 17 17

Analisis menggunakan uji “Chi Square”Setelah didapatkan hasil dari uji “Chi Square”, dilanjutkan dengan menggunakan Koefisien Kontingensi (C) digunakan untuk mencari keeratan hubungan antara dua variabel.

HASIL PENELITIAN Hasil penelitian di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya dilakukan pada

Multipara

Total 100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden

terbanyak adalah multipara, yaitu sebanyak 42

responden (42%).

Tabel 4 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan efek samping KB Sebelumnya Efek Samping Frekuensi Presentase

bulan September - Desember 2014 diperoleh (%)

100 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden Hasil penelitian Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, pendidikan, paritas, efek samping KB sebelumnya, pendapatan keluarga, metode KB yang dipilih, alas an memilih KB sekarang dan dukungan suami terhadap

Tidak terdapat efek 44 44

samping 56 56 Terdapat efek samping

Total 100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden

mayoritas adalah tidak mendapatkan efek

samping penggunaan KB Sebelumnya, yaitu

sebanyak 56 responden (56%).

Tabel 5 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan pendapatan keluarga

KB dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Pendapatan Frekuensi Presentase

Keluarga (%) Tabel 1 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Presentase (%)

< UMR Rp.

1.723.970,-

> UMR Rp.

14 14

86 86

IRT 48 48

Total 100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden

mayoritas adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), yaitu

sebanyak 48 responden (48%).

Tabel 2 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan pendidikan Pendidikan Frekuensi Presentase (%)

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah berpendapatan diatas UMR Provinsi Kalteng Rp. 1.723.970,-, yaitu sebanyak 86 responden (86%).

Tabel 6 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan metode KB yang dipilih

Metode KB Frekuensi Presentase

(%)Tidak sekolah 2 SD 7

2 Non MKJP 98 98 7

SMP 14 14 MKJP 2 2

Page 67: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

66

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

SMA 39 39 Total 100 100 Sarjana 38 38

Total 100 100 Tabel di atas menunjukkan bahwa responden mayoritas adalah menggunakan KB non MKJP, yaitu sebanyak 98 responden (98%).

Page 68: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

67

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pendidikan

Metode KB yang diplih

Total

p

value

α

Non MKJP

MKJP

Tidak

Sekolah

2

(100%)

0 (0%)

2

0,962

0,05

SD

7 (100%)

0 (0%)

7

SMP

14

(100%)

0 (0%)

14

SMA

38

(97,4%)

1

(2,6%)

39

Sarjana

37 (97,4%)

1 (2,6%)

38

Jumlah 98 2 100

Paritas

Metode KB yang diplih

Total

p

value

α

Non MKJP

MKJP

Primipara

40

(97,6%)

1

(2,4%)

41

0,332

0,05

Multipara

42

(100%)

0 (0%)

42

Grande

Multipara

16

(94,1%)

1

(5,9%)

17

Jumlah 98 2 100

Tabel 7 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan alasan memilih KB sekarang Alasan memilih KB Frekuensi Presentase (%)

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh paritas sebagai faktor yang mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di

Aman untuk tekanan 1

darah 1 ASI lancar, hemat 72

ASI lancar, murah 12 Haid teratur 2 Hemat 3 Mudah didapat 3

Murah, aman 1 Murah, haid teratur 1 Tidak gemuk, haid 4 teratur Tidak gemuk

1 Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten 1 Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar

72

12 0,332 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0

2 gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada 3 pengaruh paritas terhadap pemilihan KB pasca 3

1 salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung 1 (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. 4

3. Faktor pendidikan terhadap pemilihan KB

Total 100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden

mayoritas adalah memilih KB sekarang karena

ASI lancar dan murah, yaitu sebanyak 72

responden (72%).

Tabel 8 Distribusi frekuensi responden

berdasarkan dukungan suami terhadap

penggunaan KB

pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung

Raya

Tabel 10 Hasil uji pendidikan sebagai

faktor yang mempengaruhi pemilihan KB

pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya

Dukungan Frekuensi Presentase

Suami (%)

Mendukung 100 100

Total 100 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh

responden didukung oleh suami untuk

menggunakan KB, yaitu sebanyak 100 responden

(100%).

2. Faktor paritas terhadap pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung

(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya

Tabel 9 Hasil uji paritas sebagai faktor

yang mempengaruhi pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh

pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di

Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar 0,962 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0

gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pendidikan terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.

Page 69: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

68

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pekerjaan

Metode KB yang diplih

Total

p

value

α

Non MKJP MKJP

PNS 38

(97,4%) 1

(2,6%) 39

0,988

0,05

Karyawan Swasta

2 (100%) 0 (0%) 2

Pedagang 9 (100%) 0 (0%) 9

Buruh Tani 2 (100%) 0 (0%) 2

IRT 47

(97,9%) 1

(2,1%) 48

Jumlah 98 2 100

4. Faktor pendapatan keluarga terhadap

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di

Puskesmas Murung (Puruk Cahu)

Kabupaten Murung Raya

Tabel 11 Hasil uji pendapatan keluarga

sebagai faktor yang mempengaruhi

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas

di Puskesmas Murung (Puruk Cahu)

Kabupaten Murung Raya

Pendapatan

keluarga

Metode KB yang diplih

Total

p

value

α

Non MKJP

MKJP

< UMR Rp. 1.723.970,-

14 (100%)

0 (0%)

14

0,564

0,05 > UMR Rp.

1.723.970,-

84 (97,7%)

2 (2,3%)

86

Jumlah 98 2 100

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh

pendapatan keluarga sebagai faktor yang

mempengaruhi pemilihan KB pasca salin pada

ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu)

Kabupaten Murung Raya menunjukkan nilai p

sebesar 0,564 (p > 0,05). Dapat disimpulkan

bahwa H0 gagal ditolak yang berarti bahwa

tidak ada pengaruh pendapatan keluarga

terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas

di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya.

5. Faktor pekerjaan terhadap pemilihan KB

pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung

Raya

Tabel 12 Hasil uji pekerjaan sebagai faktor

yang mempengaruhi pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung

(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji pengaruh

pekerjaan sebagai faktor yang mempengaruhi

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di

Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya menunjukkan nilai p sebesar

0,988 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa H0

gagal ditolak yang berarti bahwa tidak ada pengaruh pekerjaan terhadap pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.

PEMBAHASAN 1. Hubungan antara paritas dengan pemilihan

KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 41 (41%) responden primipara, 42 (42%) responden multipara dan 17 (17%) responden grande multipara. Analisis bivariat hubungan antara paritas dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,332 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor paritas dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nintyasari, dkk (2014), bahwa hasil uji hubungan menunjukkan hasil pvalue 0,389 > 0,05 yang sehingga H0 diterima, artinya

tidak ada hubungan jumlah anak dengan pemilihan kontrasepsi hormonal pada wanita

usia subur di Desa Batusari Mranggen

Kabupaten Demak. Ibu yang telah mimiliki 2 anak dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi hormonal yang memiliki efektifitas yang tinggi dan bersifat jangka panjang. Namun pengaruh dari pengalaman masa lalu dan kultur masyarakat cenderung membuat masyarakat enggan mengikuti anjuran pemerintah (BKKBN, 2010). Adapun penelitian lain yang berbeda dengan penelitian di atas adalah penelitian Hakim, dkk (2013), bahwa nilai p = 0,000 dengan menggunakan α = 0,05 yang berarti p = 0,000 < 0,05 artinya bahwa ada pengaruh signifikan antara paritas atau jumlah anak yang dimiliki terhadap partisipasi pasangan usia subur dalam program keluarga berencana di Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Menurut Bertrand (1980) seperti dikutip dalam Nazilah (2010), mengatakan bahwa faktor-faktor yang

Page 70: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

69

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

mempengaruhi penggunaan kontrasepsi

adalah faktor sosio-demografi, faktor sosio-

psikologi dan faktor yang berhubungan

dengan pelayanan kesehatan. Faktor sosio-

demografi yang berpengeruh adalah

pendidikan, pendapatan, pekerjaan, umur,

paritas, suku dan agama. Penggunaan

kontrasepsi lebih banyak pada wanita

berumur 20-30 tahun dengan jumlah anak 2

orang. Pemerimaan keluarga berencana

lebih banyak pada mereka yang memiliki

standar hidup yang lebih tinggi. 2. Hubungan antara pendidikan dengan

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini

menunjukkan bahwa 2 (2%) responden

Tidak Sekolah, 7 (7%) responden SD, 14

(14%) responden SMP, 39 (39%) responden

SMA dan 38 (38%) responden Sarjana.

Analisis bivariat hubungan antara

pendidikan dengan pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung

(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya

didapatkan nilai p sebesar 0,962 (p > 0,05)

maka secara statistik tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara faktor

pendidikan dengan pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung

(Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil ini sejalan dengan adanya penelitian yang dilakukan Arliana, dkk (2013), yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara

dengan nilai p=0,179. Namun hal ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan

Ali (2013), dimana pada penelitiannya

disebutkan bahwa terdapat hubungan

pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi

pada pasangan usia subur di wilayah

Puskesmas Buhu Kabupaten Gorontalo

dengan nilai p=0,000.

Berdasarkan tiga penelitian tersebut, tampak

bahwa tidak selalu adanya hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan

pemilihan metode kontrasepsi. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh karakteristik dan jumlah

responden dari tiap penelitian. Pendidikan

adalah proses dimana seseorang

mengembangkan kemampuan sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya didalam

masyarakat dimana ia hidup, proses sosial

dimana orang dihadapkan pada pengaruh

lingkungan yang terpilih dan terkontrol

(khususnya yang datang dari sekolah)

sehingga dia dapat memperoleh, mengalami

perkembangan kemampuan individu

optimum (Sukmadinata, 2003). 3. Hubungan antara pendapatan keluarga

dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 14 (14%) responden < UMR Rp. 1.723.970,- dan 86 (86%) responden > UMR Rp. 1.723.970,-. Analisis bivariat hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,564 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pendapatan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraidah (2000), yang menyatakan dalam penelitannya bahwa tidak ada hubungan status ekonomi dengan pemilihan kontrasepsi MKJP dan Non MKJP. Friedman (1998), menambahkan bahwa kriteria dan deskripsi keluarga marginal, keluarga secara ekonomi bersifat adekuat. Pendapatan yang mencakup kebutuhan sebuah keluarga umumnya berasal dari pekerjaan para anggota keluarga dan sumber-sumber pribadi seperti pension, sementara penghasilan yang sebagian berasal dari bantuan, bantuan umum bersifat marginal, tidak stabil. Keluarga yang bersifat secara tidak adekuat dalam bidang ini menunjukkan karakteristik. Ekonomi adalah sebuah kegiatan yang bisa menghasilkan uang. Ekonomi juga cakupan urusan keuangan rumah tangga (Depdiknas, 2002). Tingkat ekonomi memperngaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Arliana, dkk (2013), yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor pendapatan keluarga dengan penggunaan metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB di Kelurahan Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan nilai p=0,033.

Page 71: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

70

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Menurut Azwar (1983), perilaku kesehatan

dipengaruhi oleh latar belakang ekonomi,

bagi yang berstatus ekonomi tinggi akan

semakin mudah dalam memilih pelayanan

kesehatan begitu juga sebaliknya. Status

ekonomi sebuah kelas sosial mengacu pada

tingkat pendapatan keluarga dan sumber

pendapatan. Salah satu fungsi dasar keluarga

adalah tersedianya dukungan ekonomi yang

memadai dan pengalokasian sumber-

sumber. 4. Hubungan antara pekerjaan dengan

pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya Berdasarkan analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa 39 (39%) responden

PNS, 2 (2%) responden Karyawan Swasta, 9

(9%) responden Pedagang, 2 (2%)

responden Buruh Tani dan 48 (48%)

responden IRS. Analisis bivariat hubungan antara pekerjaan dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya didapatkan nilai p sebesar 0,988 (p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan keluarga dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, dkk (2013), bahwa hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta dengan nilai p = 1,000. Dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Panuntun (2004), pekerjaan ibu didapatkan hasil bahwa tidak ada keterkaitan dengan pola pemilihan kontrasepsi. Dari hasil penelitian tersebut bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang untuk memilih KB IUD sebesar 0,4 kali (OR=0,4; CI 95%=0,20 – 0,60)

dibandingkan bila ibu yang tidak bekerja.

Dalam penelitian Hakim, dkk (2013), bahwa

nilai p = 0,000 dengan menggunakan α = 0,05 yang berarti p = 0,000 < 0,05, artinya bahwa ada pengaruh yang signifikan antara status pekerjaan terhadap partisipasi pasangan usia subur dalam dalam program keluarga berencana di Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Wanita yang tidak bekerja lebih cenderung berada dirumah dan mempunyai frekuensi dengan keluarga lebih banyak daripada mereka yang bekerja. Wanita yang tidak bekerja cenderung tidak

mempunyai tanggungan mengenai jumlah

anak yang banyak sehingga mereka enggan

untuk membatasi kelahiran yang ada.

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor paritas

dengan pemilihan KB pasca salin pada

ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk

Cahu) Kabupaten Murung Raya. 2. Secara statistik tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara faktor pendidikan dengan pemilihan KB pasca salin pada ibu nifas di Puskesmas Murung (Puruk Cahu) Kabupaten Murung Raya.

3. Secara statistik tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara faktor pendapatan

keluarga dengan pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya.

4. Secara statistik tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara faktor pekerjaan

keluarga dengan pemilihan KB pasca

salin pada ibu nifas di Puskesmas

Murung (Puruk Cahu) Kabupaten

Murung Raya.

B. Saran

1. Bagi ibu yang berusia < 20 tahun disarankan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu untuk mencegah kehamilan (seperti pil, IUD, suntik dan implant), sedangkan bagi ibu yang berusia 20 – 30 tahun disarankan menggunakan kontrasepsi yang dapat membantu mengatur jarak kehamilan (seperti IUD, pil, suntik,dan implant) dan

bagi ibu yang berusia > 30 tahun

disarankan untuk menggunakan

kontrasepsi operatif. 2. Bagi ibu dengan jumlah anak cukup

disarankan untuk menggunakan kontrasepsi untuk mencegah dan mengontrol jarak kelahiran (seperti pil, suntik, implant, kondom, IUD) sedangkan bagi ibu yang telah memiliki anak banyak dan tidak menginginkan anak lagi disarankan untuk menggunakan kontrasepsi operatif.

3. Disarankan kepada petugas KB untuk meningkatkan pemberian penyuluhan kepada ibu-ibu agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi.

Page 72: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

71

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

DAFTAR PUSTAKA Ali, Rifa’i, 2013. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Buhu Kabupaten Gorontalo. fkm.unej.ac.id

Arliana, dkk, 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Hormonal Pada Akseptor

KB di Kelurahan Pasarwajo

Kecamatan Pasarwajo Kabupaten

Buton Sulawesi Tenggara.

repository.unhas.ac.id.

Azwar, S. 2004. Metode Penelitian, Cetakan V. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2010. Rapat Kerja Program KB Nasional Jawa Tengah.

_, 2010. Suntikan KB. Terdapat di http://www.BKKBN.jatim.go.id diakses pada tanggal 09-05-2013

Cokroaminoto, 2010. Variabel Penelitian. Terdapat di http://www.Menulis.proposal.penelitian .go.id di akses pada tanggal 09-05-2013

Depkes RI,2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta

Dinas Kesehatan, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah . Kalimantan Tengah

Dinas Kesehatan Kab. Murung Raya, 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Murung Raya. Kalimantan Tengah

Dinas Kesehatan Kab. Murung Raya, 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Murung Raya. Kalimantan Tengah

Fika W, 2012. Program Keluarga Berencana. Terdapat pada http:// www.program.keluarga.berencana.htm diakses pada tanggal 25-04-2013.

Friedman, M. Marilyn. 1998. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Gunawan, 2000. Sosiologi Pendidikan , Jakarta : Rineka Cipta

Gungde, 2008. Hubungan Kontrasepsi Suntik

dengan Peningkatan Berat Badan

Akseptor. Terdapat pada http://

www.one.Indoskripsi.com diakses pada

tanggal 24-04-2013 Hakim, dkk, 2013. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Partisipasi Pasangan

Usia Subur Dalam Program KB di

Kecamatan Kauman Kabupaten

Ponorogo. http://geo.fis.unesa.ac.id/.

Hidayat,A. 2007. Metode Penelitian

Kebidanan dan Tehnik Analisis Data

Edisi I. Jakarta : Salemba Medik Lusi, I. 2013. Alat Kontrasepsi Suntik.

Terdapat pada http:// www.one.Indoskripsi.com diakses pada tanggal 26-04-2013

Manuaba, IBG. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

, 2008. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC

Mujiati, 2013. Pelayanan KB Pasca Persalinan Dalam Upaya Mendukung Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Dalam Buletin Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Kemenkes RI

Nazilah, L. 2012. Kontribusi Otonomi

Perempuan dalam Rumah Tangga

Terhadap Pemakaian Kontrasepsi di

Nusa Tenggara Timur (Skripsi). Fakultas

Kesehatan Masyarakat UI. Depok

Nintyasari, dkk, 2014. Faktor-Faktor Yang

Mempengeruhi Wanita Usia Subur

(WUS) Dalam Pemilihan Kontrasepsi

Hormonal di DesaBatusari Kecamatan

Mranggen Kabupaten Demak.

jurnal.unimus.ac.id.

Notoadmodjo,S 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta.

Nuraidah, 2000. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MKJP dan Non MKJP Pada Akseptor KB di Kelurahan Pasir Putih dan Bungo Timur Kecamatan Muara Bungo Kabupaten Bungo Jambi. repository.usu.ac.id.

Octavianna, V dan Berliani, P 2009. Kontrasepsi Suntikan (Injeksi) Depo Provera. Terdapat di http://www.kontrasepsi.suntik.pro.healt h.htm diakses pada tanggal 06-07-2013

Pemda Kalteng, 2012. Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 21 Tahun 2012, Tentang Upah Minimum Provinsi

(UMP) dan Upah Minimum Sektoral

Provinsi (UMSP) Tahun 2013.

Palangka Raya Poltekkes Depkes Yogyakarta. 2009.

Kontrasepsi suntikan menyebabkan peningkatan berat badan. Terdapat pada http:// www.Klik.dokter.com/article/detail/70

Page 73: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

Page 63 of 84

4.gdl.php.htm diakses pada tanggal 17-

04-2013 Poppy K dkk, 2010. Kamus Saku Kedokteran

Dorland. Jakarta. EGC Ratih, S. 2009. Kontrasepsi suntikan

menyebabkan peningkatan berat

badan,

http://www.semararatih.Wordpress.co m diakses pada tanggal 17-04-2013

Saifuddin,AB dkk 2010. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi . Jakarta : YBP-SP

, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta : YBP- SP , 2006. Buku Acuan

Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBP- SP Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian.

Bandung : Alfabeta Sukmadinata. 2003. Informasi dan

Pengetahuan. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Wiknjosastro, H dkk 2008. Ilmu kebidanan (Edisi III, Cetakan VI). Jakarta: YBP- SP

Wulandari, dkk 2013. Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Keikutsertaan KB IUD di Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta Tahun 2013. journal.respati.ac.id.

Page 74: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

64

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Promosi Kesehatan dengan Peer Education

pada WPS Komunitas Km 12 Terhadap Pengetahuan,

Sikap dan Perilaku Tentang HIV/AIDS

di Kota Palangka Raya

Untung Halajur

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Email: [email protected]

Abstract: Results of the 2010 Basic Health Research in Central Kalimantan province that the percentage

of age ≥ 15 years with comprehensive knowledge of HIV / AIDS and the percentage of population aged ≥

15 years who have heard of HIV / AIDS is still below 57.5% (Profile of Central Kalimantan in 2012).

Communities that do not correctly understand the information and knowledge they obtain about HIV /

AIDS can lead to misunderstandings in attitudes and will ultimately have an impact on their behavior. This

study aims to measure the effect of health promotion with peer education on changes in knowledge,

attitudes and behavior of the km 12 community about HIV / AIDS in the city of Palangka Raya. The design

of this study was quasi-experimental with non-equivalent control group design with pretest and posttest

using two groups. That there is no difference in the value of knowledge between the lecture groups and the

group peer education. In the first two levels the measurement of attitude values before intervention, p

value> 0.05. This means that there is no difference in attitude values between lecture groups and groups

peer education. Before the intervention, the values of their attitudes were the same, so also one week after

the training there had not been seen differences in attitude values between lecture groups with peer

education after being controlled by education variables and length of time working in the kml2 community.

In the first two levels the measurement of behavior values before intervention, p value> 0.05. This means

that there is no difference in the value of behavior between the lecture groups and the group peer education.

Before the intervention, the same value of their behavior, as well as one week after the training has not seen

the difference of behavior between groups with peer education lecture after being controlled by the variable

long education and work in the community KM 12. There is no significant difference in improvement of

health promotion with peer education and lectures before and after health promotion, but there is

consistency of answers between knowledge, attitude and behavior.

Keywords : Peer education, HIV/AIDS

Abstrak: Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 di provinsi Kalimantan Tengah bahwa persentase umur

≥ 15 tahun dengan pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS dan persentase penduduk umur ≥ 15

tahun yang pernah mendengar HIV/AIDS masih dibawah 57,5% (Profil Kalimantan Tengah Tahun 2012).

Komunitas yang tidak memahami secara benar informasi dan pengetahuan yang mereka peroleh tentang

HIV/AIDS dapat menimbulkan kesalahpahaman pada sikap dan akhirnya akan berdampak pada

perilakunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh promosi kesehatan dengan peer education

terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku komunitas km 12 tentang HIV/AIDS di kota Palangka

Raya. Desain penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan non-equivalent

control group design with pretest and posttest. Tidak ada perbedaan nilai sikap antara kelompok ceramah

dengan kelompok peer education. Sebelum intervensi, nilai sikap mereka sama, begitu juga satu minggu

setelah pelatihan belum terlihat perbedaan nilai sikap antar kelompok ceramah dengan peer education

setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama bekerja di komunitas kml2. Pada dua level pertama

pengukuran nilai perilaku sebelum intervensi, p value > 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai perilaku

antara kelompok ceramah dengan kelompok peer education. Sebelum intervensi, nilai perilaku mereka

sama, begitu juga satu minggu setelah pelatihan belum terlihat perbedaan nilai perilaku antar kelompok

ceramah dengan peer education setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama bekerja di komunitas

KM 12. Tidak ada perbedaan bermakna peningkatan promosi kesehatan dengan peer education dan

ceramah sebelum dan sesudah promosi kesehatan, tetapi ada konsistensi jawaban antara pengetahuan, sikap

dan perilaku.

Kata Kunci : Peer education, HIV/AIDS

Page 75: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

65

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PENDAHULUAN

Promosi kesehatan merupakan suatu proses

memandirikan masyarakat agar dapat memelihara

dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter,

1986). Untuk mewujudkan proses memandirikan

masyarakat tersebut, maka disusunlah suatu

strategi. Strategi tersebut meliputi advokasi, bina

suasana/dukungan sosial dan pemberdayaan

masyarakat.

Human Immunodeficiency Virus (HIV), adalah

virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia

sehingga menimbulkan Acquired Immune

Deficiensy Syndrome (AIDS) yaitu sindrom

menurunnya kekebalan tubuh pada manusia.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrom)

yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus), masih menjadi salah

satu tangan global yang dihadapi saat ini. AIDS

pun disebut-sebut sebagai penyebab kematian

nomor tiga di dunia (UNAIDS, 2001).

Di Kalimantan Tengah jumlah kasus baru

HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus meningkat.

Padai tahun 2005 hanya ditemukan 1 kasus, dan

sampai tahun 2012 sudah ditemukan 96 kasus baru

HIV dan 14 kasus baru AIDS di Kalteng yang

sebagian besar kasus ditemukan pada kelompok

jenis kelamin perempuan sebanyak 63 orang untuk

kasus HIV, dan 10 orang perempuan untuk kasus

AIDS. Jumlah kasus AIDS yang meninggal

ditemukan sebanyak 11 kasus. Meningkatnya

kasus HIV-AIDS di Kalimantan Tengah

disebabkan masih rendahnya pengetahuan

masyarakat tentang HIV/AIDS. Hasil Riset

Kesehatan Dasar tahun 2010 di propinsi

Kalimantan Tengah bahwa persentase umur > 15

tahun dengan pengetahuan komprehensif tentang

HIV/AIDS dan persentase penduduk umur > 15

tahun yang pernah mendengar HIV/AIDS masih

dibawah 57,5% (Profil Kalimantan Tengah Tahun

2012).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh

Herlina (2001) dengan judul analisis faktor-faktor

yang berhubungan dengan konsistensi pemakaian

kondom pada pekerja seks komersil di Jakarta

Utara Tahun 2000, hasil penelitian menunjukkan

bahwa, umur, tempat bekerja, tingkat

keterpaparan informasi HIV/AIDS dan riwayat

menderita IMS berhubungan secara bermakna

dengan konsistensi pemakaian kondom.

Selanjutnya Iskandar (2001) melakukan penelitian

dengan judul analisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan keinginan menggunakan

kondom untuk mencegah terinfeksi HIV/AIDS

pada WPS, hasil penelitian menunjukkan bahwa

keterpaparan informasi HIV/AIDS,dan tingkat

pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna

dengan keinginan menggunakan kondom,

Jumlah terbesar faktor resiko kasus AIDS adalah

hubungan heteroseksual, artinya, penularan HIV/

AIDS lebih banyak pada hubungan seks yang

tidak aman di pasangan heteroseksual, hal ini bisa

jadi dikarenakan kurangnya pemahaman tentang

bagaimana melakukan hubungan seks yang lebih

aman, membuat penularan HIV menjadi

meningkat. Komunitas yang tidak memahami

secara benar informasi dan pengetahuan yang

mereka peroleh tentang HIV/AIDS dapat

menimbulkan kesalahpahaman pada sikap dan

akhirnya akan berdampak pada perilakunya

artinya bahwa perilaku dalam melakukan

pencegahan HIV/AIDS dengan menawarkan

kondom saat sebelum melayani tamu, merupakan

perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh

pengetahuan, yang merupakan salah satu dari

faktor predisposisi berdasarkan analisis Green.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini

penting dilakukan yaitu “Promosi Kesehatan

Dengan Peer Education Pada WPS Komunitas km

12 Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

Tentang HIV/AIDS di Kota Palangka Raya”.

METODE

Desain penelitian ini merupakan

penelitian quasi experimental dengan rancangan

non-equivalent control group design with pretest

and postest menggunakan dua kelompok yaitu

kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan

promosi kesehatan dengan peer education dan

kelompok kontrol mendapat perlakuan promosi

kesehatan dengan metode ceramah oleh tenaga

penyuluh dari Komisi Pemberantasan AIDS

(KPA). Sebagai unit analisis akan dilakukan

kepada responden yaitu wanita pekerja seks.

Waktu penelitian yang dilakukan adalah Minggu

ke-1 bulan September 2013 sampai dengan

minggu ke-4 Desember 2013.

Adapun lokasi penelitian adalah lokalisasi jalan

cilik riwut km 12 di kota Palangka Raya, yaitu

komunitas km 12 (lokalisasi wanita pekerja

seks/WPS). Populasi dalam penelitian adalah

populasi terjangkau yaitu seluruh WPS

dilokalisasi jalan Cilik Riwut Km 12 kota

Page 76: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

66

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Palangka Raya.

HASIL

Pengaruh Intervensi terhadap Nilai

Pengetahuan pada Kelompok Ceramah dan

Peer Education.

1. Distribusi Nilai Pengetahuan Sebelum

dan Sesudah Intervensi

Ada 2 variabel nilai yang diukur secara berulang

dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat perbedaan

nilainya, yaitu kelompok ceramah (jumlah

responen=30) dan kelompok peer education

(jumlah responden =30). Secara umum/total,

terdapat peningkatan rata-rata nilai, dari nilai

sebelum (mean= 77,58) s/d nilai sesudah (mean=

78,17). Antara kelompok ceramah dengan peer

education terlihat nilai kelompok peer education

lebih tinggi di level sebelum intervensi. Namun

sesudah intervensi tidak ada perbedaan nilai

(Tabel 4.2.).

Tabel 1. Distribusi Nilai Pengetahuan Kelompok

Ceramah dan Kelompok Peer Education pada WPS

komunitas km 12

Metoda Mean

Std.

Deviation N

Nilai

sebelum

Ceramah 76.17 7.733 30

Peer

education

79.00 8.550 30

total 77.58 8.208 60

Nilai

sesudah

Ceramah 78.17 8.355 30

Peer

education

78.17 9.330 30

total 78.17 8.780 60

2. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai

Pengetahuan

Pengaruh intervensi terhadap nilai pengetahuan

pada kelompok ceramah dan peer education dapat

dianalisis dengan membandingkan nilai

pengetahuan sebelum intervensi dengan sesudah

intervensi dengan menggunakan analisis

Generalize Linier Model Repeted Measure (GLM-

RM). Berdasarkan tabel 2 Pada dua level pertama

pengukuran nilai pengetahuan sebelum intervensi,

p value > 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai

pengetahuan antara kelompok ceramah dengan

kelompok peer education. Sebelum intervensi,

nilai pengetahuan mereka sama, begitu juga satu

minggu setelah pelatihan belum terlihat perbedaan

nilai pengetahuan antar kelompok ceramah

dengan peer education setelah dikontrol oleh

variabel pendidikan dan lama bekerja di

komunitas km 12.

Tabel 2. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai

Pengetahuan Kelompok Ceramah dan Peer Education Pada WPS

Komunitas km 12 (n=30)

Dependent

Variable

Parameter 95%

Interval

Confidece

B Std. Error Sig.

Lower

Bound

Upper

Bound

Pre Intercept 75.000 4.792 15.650 .000 65.388 84.612

A6_thn .353 .685 .516 .608 -1.021 1.728

[metoda=1] -1.603 5.661 -.283 .778 -12.958 9.751

[metoda=2] 0a . . . . .

[A4=1] 1.829 5.586 .328 .745 -9.374 13.933

[A4=2] 5.398 5.185 1.041 .303 -5.002 15.799

[A4=3] 0a . . . . .

Post Intercept 68.333 4.935 13.848 .000 58.436 78.231

A6_thn 1.345 .706 1.906 .062 -.071 2.761

[metoda=1] 6.572 5.829 1.127 .265 -5.120 18.263

[metoda=2] 0a . . . . .

[A4=1] 11.283 5.752 1.962 .055 -.253 22.820

[A4=2] 9.402 5.339 1.761 .084 -1.307 20.111

[A4=3] 0a . . . . .

Page 77: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

67

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Pada graft terlihat bahwa ada peningkatan nilai

kelompok ceramah, sedangkan pada kelompok

peer education ada penurunan nilai pengetahuan

setelah dilakukan intervensi.

Grafik Perubahan Nilai Pengetahuan

Kelompok Ceramah dan Peer Education Pada

WPS komunitas km 12 (n=60)

Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap

Kelompok Ceramah dan Peer Education

a. Distribusi Nilai Sikap Sebelum dan

Sesudah Intervensi

Ada 2 variabel nilai sikap yang diukur secara

berulang dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat

perbedaan nilainya, yaitu kelompok ceramah

(jumlah responden=30) dan kelompok peer

education (jumlah responden =30). Secara

umum/total, terdapat peningkatan rata-rata nilai

sikap, dari nilai sebelum (mean 36,15±4,9) s/d

nilai sesudah (mean = 40,62±15,9). Antara

kelompok ceramah dengan peer education terlihat

nilai kelompok peer education sama di level

sebelum intervensi. Namun sesudah intervensi ada

sedikit perbedaan nilai (Tabel 3)

Tabel 3. Distribusi Nilai Sikap Pengetahuan Pada

Kelompok Ceramah dan

Kelompok Peer Education Pada WPS Komunitas

km 12 (n=60)

Metoda Mean

Std.

Deviation N

Sikap_

sebelum

Ceramah 36.20 5.997 30

Peer

education

36.10 3.458 30

total 36.15 4.853 60

Sikap_

sesudah

Ceramah 42.57 18.196 30

Peer

education

38.67 13.348 30

total 40.62 15.943 60

b. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap

Sebelum dan Sesudah Intervensi

Pengaruh intervensi terhadap sikap responden

pada kelompok ceramah dan peer education dapat

dianalisis dengan membandingkan nilai sikap

sebelum intervensi dengan sesudah intervensi

dengan menggunakan analisis Generalize Linier

Model Repeted Measure (GLM-RM).

Berdasarkan tabel 4.5. Pada dua level pertama

pengukuran nilai sikap sebelum intervensi, p value

> 0,05. Artinya tidak ada perbedaan nilai sikap

antara kelompok ceramah dengan kelompok peer

education. Sebelum intervensi, nilai sikap mereka

sama, begitu juga satu minggu setelah pelatihan

belum terlihat perbedaan nilai sikap antar

kelompok ceramah dengan peer education setelah

dikontrol oleh variabel pendidikan dan lama

bekerja di komunitas km 12.Tabel 4. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Sikap

Kelompok Ceramah dan Peer Education pada WPS Komunitas Km 12, (n=60)

Dependent

Variable

Parameter 95% Confidece Interval

B

Std.

Error

t Sig.

Lower

Bound

Upper

Bound

Pre Intercept 37.333 2.691 13.876 .000 31.937 42.730

A6_thn .358 .385 .931 .356 -.414 1.130

[metoda=1] .683 3.178 .215 .831 -5.692 7.05`8

[metoda=2] 0a . . . . .

[A4=1] -.398 3.136 -.127 .899 -6.688 5.892

[A4=2] -2.215 2.911 -.761 .450 -8.054 3.624

[A4=3] 0a . . . . .

Post Intercept 36.333 9.480 3.833 .000 17.319 55.347

A6_thn -1.087 1.356 -.802 .426 -3.807 1.633

[metoda=1] 9.379 11.198 .837 .406 -13.083 31.840

[metoda=2] 02 . . . . .

[A4=1] 2.319 11.050 .210 .835 -19.844 24.481

[A4=2] 3.816 10.257 .372 .711 -16.757 24.389

[A4=3] 0a . . . . .

Pada grafik terlihat bahwa ada sedikit penurunan

nilai sikap pada kelompok peer education,

sedangkan pada kelompok ceramah terjadi

kenaikan yang cukup tajam. Namun, kedua garis

Page 78: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

69

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

menunjukan adanya perpotongan.

Grafik Perubahan Nilai Sikap Kelompok

Ceramah dan Peer Education pada WPS

komunitaskm 12 (n=60)

Pengaruh Intervensi terhadap Perilaku

Kelompok Ceramah dan Peer Education

a. Distribusi Nilai Perilaku Sebelum dan

Sesudah Intervensi

Ada 2 variabel nilai perilaku yang diukur secara

berulang dan ada 2 kelompok yang ingin dilihat

perbedaan nilainya, yaitu kelompok ceramah

(jumlah responden=30) dan kelompok peer

education (jumlah responden =30). Secara

umum/total, terdapat peningkatan rata-rata nilai

perilaku, dari nilai sebelum (mean 17,20±4,48) s/d

nilai sesudah (mean = 16,27±2,14). Antara

kelompok ceramah dengan peer education terlihat

nilai perlilaku kelompok ceramah sedikit lebih

tinggi dripada kelompok peer education di level

sebelum intervensi. Namun sesudah intervensi ada

perbedaan nilai yang cukup tajam antara

kelompok kontrol (15,53) dan intervensi (17,00)

(Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi Nilai Perilaku Kelompok

Ceramah dan Peer Education

Metoda Mean

Std.

Deviation N

Perilaku

sebelum Ceramah 17.30 4.070 30

Peer

education 17.10 4.930 30

total 17.20 4.483 60

Perilaku

sesudah Ceramah 15.53 2.161 30

Peer

education 17.00 2.464 30

total 16.27 2.414 60

b. Pengaruh Intervensi terhadap Nilai

Perilaku Sebelum dan Sesudah Intervensi

Pengaruh intervensi terhadap perilaku responden

pada kelompok ceramah dan peer education dapat

dianalisis dengan membandingkan nilai perilaku

sebelum intervensi dengan Sesudah intervensi

dengan menggunakan analisis Generalize Linier

Model Repeted Measure (GLM-RM). Berdasarkan

tabel 4.5. Pada dua level pertama pengukuran nilai

perilaku sebelum intervensi, p value > 0,05.

Artinya tidak ada perbedaan nilai perlaku antara

kelompok ceramah dengan kelompok peer

education. Sebelum intervensi, nilai perilaku

mereka sama, begitu juga satu minggu setelah

pelatihan belum terlihat perbedaan nilai perlaku

antar kelompok ceramah dengan peer education

setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan

lama bekerja di komunitas km 12. Namun,

perubahan nilai perilaku sebelum dan sesudah

intervensi terlihat pada lamanya responden

bekerja di komunitas km.12 (nilai P=0,049)

dengan nilai B =0,381 artinya setiap kenaikan

0,381 tahun lamanya responden berada di

komunitas km 12 akan menaikan nilai perilaku

terhadap pencegahan HIV setelah dikontrol oleh

variabel lain. (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil Uji GLM RM Pengaruh Intervensi terhadap Nilai Perilaku Kelompok Ceramah dan Peer

Education di WPS Komunitas km 12 (n=60)

Dependent

Variable

Parameter 95% Confidece

Interval

B

Std.

Error

t Sig.

Lower

Bound

Upper

Bound

Pre Intercept 14.333 2.561 5.596 .000 9.196 19.470

A6_thn -.375 .366 -1.023 .311 -1.110 .360

[metoda=1] 5.666 3.026 1.873 .067 -.402 11.735

[metoda=2] 0a . . . . .

[A4=1] 2.194 2.985 .735 .466 -3.793 8.182

[A4=2] 3.889 2.771 1.403 .166 -1.669 9.447

Page 79: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

69

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

[A4=3] 0a . . . . .

Post Intercept 17.333 1.320 13.127 .000 14.685 19.982

A6_thn .381 .189 2.019 .049 .002 .760

[metoda=1] -1.215 1.560 -.779 .440 -4.343 1.914

[metoda=2] 0a . . . . .

[A4=1] -.535 1.539 -.347 .730 -3.622 2.552

[A4=2] -.669 1.429 -.469 .641 -3.535 2.196

[A4=3] 0a . . . . .

Dari grafik terlihat bahwa ada ada penurunan nilai

perilaku yang tajam pada kelompok ceramah.

Sedangkan pada kelompok peer education terlihat

ada kenaikan nilai perlaku namun tidak terlalu

tajam. Namun, kedua garis menunjukan adanya

perpotongan.

Grafik Perubahan Nilai Perilaku Kelompok

Ceramah dan Peer Education Pada Komunitas

km 12, November 2013 (n=60)

Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Responden

per Item Pernyataan

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas

tentang persentasi responden menjawab benar per

item pernyataan aspek pengetahuan, sikap dan

perilaku pada kedua kelompok ceramah dan peer

edukation sesudah post test dapat dilihat pada

Tabel 7,8,9 berikut.

Tabel 7. Persentase WPS yang Menjawab Benar

Variabel Pengetahuan

NO PERNYATAAN

Jawaban Benar

Kelompok Ceramah dan

Kelompok Peer Education

Frequensi (%)

1.

HIV (Human Immunodeficiensy

Virus) adalah penyebab

AIDS

60 100

2.

HIV terdapat didalam

cairan tubuh (darah, air

mani, cairan vagina dan air susu ibu) seseorang

yang telah terinfeksi.

59 98,3

3.

Virus HIV tidak menyerang sistem

kekebalan tubuh

manusia.

17 28,3

4.

AIDS (Acquired

Immune Deficiensy

Sistem) adalah kumpulan gejala

penyakit yang timbul

akibat menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan virus HIV.

57 95

5.

HIV tidak bisa menular dengan cara

penggunaan jarum

suntik/tindik & tato yang tidak steril &

dipakai bergantian

3 5

6.

HIV bisa menular dengan cara melalui

hubungan seksual (oral, anal & vaginal).

58 96,7

7.

HIV bisa menular dari

ibu yang (+) HIV kepada bayinya

sewaktu dalam

kandungan & ketika melahirkan secara

normal atau melalui

ASI.

54 90

8.

HIV tidak bisa menular

dengan cara

penggunaan peralatan dokter yang tidak steril

seperti peralatan dokter

gigi.

22 36,7

9.

Cara mencegah

penularan HIV, salah

satunya adalah dengan penggunaan kondom

yang baik dan benar

pada saat sebelum

berhubungan seks.

59 98,3

Page 80: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

70

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

10.

HIV tidak bisa menular

kepada orang yang

mendapat tranfusi

darah yang

mengandung HIV

7 11,7

11.

HIV bisa menular melalui bersentuhan,

berciuman, bersalaman,

berpelukan.

14 23,3

12.

HIV bisa menular

melalui penggunaan

peralatan makan & minum, penggunaan

kamar mandi/jamban

yang sama, duduk bersama dalam satu

ruangan tertutup,

tinggal serumah, gigitan nyamuk, kolam

renang.

15 25

13.

Cara pemasangan kondom selain

menggunakan tangan,

juga bisa menggunakan cara magic (dengan

mulut/lidah).

33 55

14.

Setelah terinfeksi HIV biasanya tidak ada

gejala dalam waktu 5-

10 tahun.

37 61,7

15.

AIDS (sindrom

menurunnya kekebalan

tubuh yg disebabkan HIV) mulai

berkembang dan

menunjukan gejala antara lain kehilangan

berat badan secara

drastis, diare yang berkelanjutan, batuk

terus menerus.

60 100

16.

Cara mengetahui seseorang sudah

terinfeksi virus HIV

atau belum adalah dengan cara

pemeriksaan darah

dilaboratorium.

58 96,7

17.

AIDS dapat diobati

dengan kombinasi obat

yang dikenal sebagai terapi Antiretroviral

(ARV).

41 68,3

18.

Pengobatan dengan

ARV, dapat membunuh

virus HIV didalam

tubuh & menghambat

perjalanan lajunya

penyebaran HIV.

55 91,7

19.

Jika seseorang sudah

mendapatkan

pengobatan dengan ARV, maka orang

tersebut tidak harus

menggunakan ARV terus menerus seumur

hidupnya

25 41,7

20.

Jika menyimpan kondom, simpanlah

dalam dompet atau

saku belakang celana jean.

17 28,3

Keterangan : Pernyataan Unfavourable = Item

nomor 3, 5, 8, 10,11,12 dan 20.

Tabel 7. memperlihatkan hasil penghitungan

frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab benar pada aspek pengetahuan post test

antara kelompok metode ceramah dan peer

education. Frekuensi pemunculan jumlah WPS

yang menjawab benar sebanyak 60 responden

(100%), terjadi pada item pernyataan nomor 1 dan

15, yang menjawab benar sebanyak 59 responden

(98,3%) terjadi pada item pernyataan nomor 2 dan

9, yang menjawab “ benar sebanyak 58 responden

(96,7%), terjadi pada item pernyataan nomor 6 dan

16, yang menjawab benar sebanyak 57 responden

(95%), terjadi pada item pernyataan nomor 4, dan

yang menjawab benar pada rentang 33 responden

sampai dengan 55 (55% - 91,7%), terjadi pada

item pernyataan nomor 13, 14, 17, 7 dan 18.

Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab benar dibawah 30 responden (50%),

terjadi pada item pernyataan nomor 19, 8, 3, 20,

12 dan 11, sedangkan frekuensi pemunculan

jumlah WPS yang menjawab benar dibawah 10

responden (20%), terjadi pada item pernyataan

nomor 10 dan 5.

Tabel 8. Persentase WPS Menjawab STS, KS, R, S, SS Variabel Sikap

No Pernyataan STS KS R S SS

F % F % F % F % F %

1. Sebelum melayani tamu, saya terlebih dulu

menawarkan kondom untuk digunakan.

1 1,7 5 0 13 21,7 43 71,7

2. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya tidak akan memaksa.

15 26 28 46,7 7 11, 7

7 11 7 2 3 3

3. Jika tamu menolak menggunakan kondom,

saya tidak mau melayani.

6 10 13 21,7 13 21,7 10 167 18 30

4. Jika tamu menolak menggunakan kondom,

saya tetap melayani, saya lebih khawatir

kehilangan tamu daripada tertular HIV/AIDS.

25 41,7 15 25 10 16,7 3 5 6 10

5. Jika tamu menolak menggunakan kondom,

saya tetap melayani dan memasang kondom

dengan cara magic (dengan mulut/lidah) tanpa diketahui oleh tamu.

12 20 12 20 9 15 17 28,3 10 16,7

6. Jika tamu menolak, saya akan memaksa dengan

cara merayu sampai mau.

1 1,7 3 5 2 3 3 23 38,3 31 51,7

7. Sebelum kehabisan kondom, saya akan segera 2 3,3 0 1 1,7 16 267 41 68,3

Page 81: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

71

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

mencari kondom.

8. Jika saya kehabisan kondom, saya akan pinjam

atau membeli dengan teman sebelum melayani

tamu.

1 1,7 0 3 5 21 35 35 58,3

9. Jika menggunakan pelumas kondom, saya

menggunakan pelumas khusus untuk kondom yang dijual diapotik.

1 1,7 2 3,3 2 3,3 19 31 7 36 60

10. Jika menyimpan kondom, saya menyimpannya

dalam dompet atau saku belakang celana jean.

18 30 21 35 3 5 6 10 12 20

Keterangan : Pernyataan Unfavourable = Item nomor 2, 4 dan 10

Tabel 8 memperlihatkan hasil penghitungan

frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab sangat setuju untuk pernyataan

favourable dan sangat tidak setuju untuk

pernyataan unfavourable pada aspek sikap post

test pada kelompok metode ceramah dan peer

education. Frekuensi pemunculan jumlah WPS

yang menjawab sangat setuju pada pernyataan

favourable dengan nilai 4, terjadi pada item

pernyataan nomor 1 sebanyak 43 responden

(71,7%), item pernyataan nomor 3 dan 7 sebanyak

41 responden (68,3%), item nomor 9, 8, dan 6

masing-masing sebanyak 36 responden (60%), 35

responden (58,3%), dan 31 responden (51,7),

sedangkan pada item pernyataan nomor 4, hanya

dijawab oleh 10 responden (16,7%). Frekuensi

pemunculan jumlah WPS yang menjawab sangat

tidak setuju pada pernyataan unfavourable dengan

nilai 4, terjadi pada item pernyataan nomor 4, 10

dan 2 masing-masing sebanyak 25 atau (41,7%)

responden, sebanyak 18 atau (30%) responden dan

sebanyak 15 atau (26%) responden, dimana dari

60 responden yang menjawab STS masih dibawah

30 atau (50%) responden.

Tabel 9. Persentase WPS Menjawab Selalu, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah Variabel Perilaku

Post Test

No Pernyataan

SELALU KADANG-

KADANG

TIDAK

PERNAH

F % F % F %

1. Sebelum melayani tamu, saya terlebih dulu

menawarkan kondom untuk diqunakan.

59 98,3 1 1,7 - -

2. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya

tidak akan memaksa.

5 8,3 34 56,7 21 35

3. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya

tidak mau melayani.

27 45 16 26,7 17 28,3

4. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya

tetap

melayani, saya lebih khawatir kehilangan tamu

daripada tertular HIV/AIDS.

13 21,7 10 16,7 37 61,7

5. Jika tamu menolak menggunakan kondom, saya

tetap

melayani dan memasang kondom dengan cara

magic

(dengan mulut/lidah) tanpa diketahui oleh tamu.

28 46,7 17 28,3 15 25

6. Jika tamu menolak, saya akan memaksa dengan cara

merayu sampai mau.

47 78,3 12 20 1 1,7

7. Sebelum kehabisan kondom, saya akan segera

mencari kondom

57 95 3,3 1 1,7

8. Jika saya kehabisan kondom, saya akan pinjam atau

membeli dengan teman sebelum melayani tamu.

48 80 9 15 3 5

9. Jika menggunakan pelumas kondom, saya

menggunakan pelumas khusus untuk kondom yang

dijual diapotik.

47 78,3 10 16,7 3 5

10. Jika menyimpan kondom, saya menyimpanya dalam

dompet atau saku belakang celana jean.

19 31 7 13 21 7 28 46,7

Keterangan : Unfavourable nomor 2, 4 dan 10

Page 82: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

72

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

Tabel 9. memperlihatkan hasil penghitungan

frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab selalu untuk pernyataan

favourable dan pernyataan unfavourable

aspek perilaku post test pada kelompok

metode ceramah dan peer education.

Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab selalu pada pernyataan favourable

dengan nilai 2, terjadi pada pernyataan nomor

1, 3, 5, 6, 7, 8 dan 9. Pada item pernyataan

nomor 1, 6.7.8 dan 9 masing-masing

berjumlah diatas 30 (50%) responden,

sedangkan item nomor 3 dan 5 jumlah

responden menjawab adalah dibawah 30

responden atau dibawah 50%.

PEMBAHASAN

1. Tidak ada perbedaan bermakna

antara pre test dan post test

variabel pengetahuan, sikap dan

perilaku kelompok ceramah

dengan kelompok peer education.

Variabel pengetahuan, sikap dan perilaku

menunjukkan hasil tidak ada perbedaan

peningkatan secara bermakna yaitu P value >

0,005 antara pre test dan post test, hal ini bisa

disebabkan oleh beberapa hat antara lain : (a)

karena pemberian informasi yang dilakukan

hanya 1 kali; perubahan perilaku

memerlukan waktu yang lama, jarang ada

orang yang langsung berubah perilakunya

setelah diberi penyuluhan 1 kali (Mantra,

1997), (b) perubahan perilaku perlu

penguatan dan dukungan yang konsisten;

agar tercipta dan berlangsungnya perilaku

dimaksud, penyuluhan sebaiknya ditujukan

bukan hanya kepada subjeknya saja, tetapi

juga kepada lingkungan (Mantra, 1997), (c)

sampel sedikit; semakin besar sampel,

kemungkinan untuk membuat keputusan

yang tepat dalam menolak hipotesis not

semakin tepat (Kountour, 2004).

2. Frekuensi pemunculan jumlah WPS

yang menjawab benar post test, pada

pengetahuan kelompok ceramah

dan kelompok peer education.

Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab benar sebanyak 31 - 60 responden

(100%) berturut-turut, terjadi pada item

pernyataan nomor 1 dan 15, item pernyataan

nomor 2 dan 9 sebanyak 59 responden

(98,3%), sebanyak 58 responden (96,7%),

pada item nomor 6 dan 16, sebanyak 57

responden (95%), pada item nomor 4, dan

pada rentang 33 responden sampai dengan 55

(55% - 91,7%), terjadi pada item pernyataan

nomor 13, 14, 17, 7 dan 18, sedangkan

frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab benar dibawah 30 responden

(50%), terjadi pada item pernyataan nomor

19, 8, 3, 20, 12 dan 11, serta frekuensi

pemunculan jumlah WPS yang menjawab

benar dibawah 10 responden (20%), terjadi

pada item pernyataan nomor 10 dan 5.

Pertanyaan nomor satu tentang pengertian

HIV/Aids dan pertanyaan nomor 15 tentang

gejala HIV/Aids, hal ini terjadi karena

informasi tersebut paling sering didengar dari

berbaga sumber anatara lain televisi, petugas

puskesmas maupun sesama mereka dengan

kata lain tingkat keterpaparannya tinggi, hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Kalsum

(2000) dengan judul penggunaan kondom

pada pelanggan WPS (responden) tahun 1998

yang dilakukan oleh PPK UI dengan desain

studi cross sectional dengan jumlah sampel

400 responden, hasil penelitian menunjukkan

bahwa keterpaparan informasi mempunyai

hubungan yang bermakna dengan perilaku

pemakaian kondom, sedangkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Herlina

(2001) dengan judul analisis faktor-faktor

yang berhubungan dengan konsistensi

pemakaian kondom pada pekerja seks

komersil di Jakarta Utara Tahun 2000, adalah

variabel umur, tempat bekerja, tingkat

keterpaparan informasi HIV/AIDS dan

riwayat menderita IMS berhubungan secara

bermakna dengan konsistensi pemakaian

kondom, dibandingkan dengan pertanyaan

nomor 5 HIV/Aids tidak bisa menular

melalui jarum suntik, item pertanyaan nomor

10 tentang HIV/Aids tidak bisa menular saat

transfusi darah dari penderita HIV/Aids,

kedua item pernyataan tersebut tentang cara

penularan HIV/Aids, dimana hal ini

kemungkinan informasi yang didapat oleh

WPS belum sepenuhnya utuh/lengkap cara

penularannya atau tingkat keterpaparannya

masih rendah.

3. Frekuensi pemunculan jumlah WPS

yang menjawab sangat setuju untuk

pernyataan favourable dan sangat

tidak setuju untuk pernyataan

unfavourable pada aspek sikap post

Page 83: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

73

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

test, pada kelompok ceramah dan

kelompok peer education.

Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab sangat setuju pada pernyataan

favourable dengan nilai 4, terjadi pada item

pernyataan nomor 1 sebanyak 43 responden

(71,7%), item pernyataan nomor 3 dan 7

sebanyak 41 responden (68,3%), item nomor

9, 8, dan 6 masing-masing sebanyak 36

responden (60%), 35 responden (58,3%), dan

31 responden (51,7), sedangkan pada item

pernyataan nomor 4, hanya dijawab oleh 10

responden (16,7%), sedangkan frekuensi

pemunculan jumlah WPS yang menjawab

sangat tidak setuju pada pernyataan

unfavourable dengan nilai 4, terjadi pada

item pernyataan nomor 4, 10 dan 2 masing-

masing sebanyak 25 (41,7%) responden,

sebanyak 18 (30%) responden dan sebanyak

15 (26%) responden, dimana dari 60

responden yang menjawab STS masih

dibawah 30 (50%) responden. Pada item

pernyataan sikap favourable maupun

unfavourable belum ada wps yang menjawab

100% sangat setuju dan sangat tidak setuju,

semua item pernyataan dijawab oleh WPS

sangat bervariasi mulai dari paling rendah

26% sampai dengan paling tinggi 71,7%,

akan tetapi frekuensi WPS yang menjawab

sangat setuju pada item pernyataan nomor

satu yaitu tentang sebelum melayani tamu,

saya terlebih dulu menawarkan kondom

untuk digunakan yaitu sebanyak 98,3%, WPS

bersikap sangat setuju, hal ini sesuai dengan

tingkat keterpaparan mereka tentang

informasi tersebut yang dibuktikan dengan

jawaban WPS pada item pernyataan

pengetahuan dimana 100% menjawab benar

pada item nomor 1 dan 2.

4. Frekuensi pemunculan jumlah WPS

yang menjawab selalu untuk

pernyataan favourable dan tidak

pernah untuk pernyataan

unfavourable pada aspek perilaku

post test, pada kelompok ceramah

dan kelompok peer education.

Frekuensi pemunculan jumlah WPS yang

menjawab selalu pada pernyataan favourable

dengan nilai 2, terjadi pada pernyataan nomor

1, 6.7.8 dan 9 masing-masing berjumlah

diatas 30 orang (50%) responden, sedangkan

jumlah responden menjawab selalu berada

dibawah 30 responden atau dibawah 50%,

terjadi pada item nomor 3 dan 5, frekuensi

WPS yang menjawab selalu pada item

pernyataan nomor 1, 6.7.8 dan 9 masing-

masing berjumlah diatas 30 orang (50%)

responden, yaitu tentang sebelum melayani

tamu, saya terlebih dulu menawarkan

kondom untuk digunakan, jika tamu

menolak, saya akan memaksa dengan cara

merayu sampai mau, sbeleum kehabisan

kondom saya akan segera mencari kondom,

jika saya kehabisan kondom saya akan

pinjam atau membeli dengan teman sebelum

melayani tamu, jika menggunakan pelumas

kondom saya menggunakan pelumas khusus

untuk kondom yang dijual diapotik, WPS

berperilaku selalu, hal ini sesuai dengan

tingkat keterpaparan mereka tentang

informasi tersebut yang dibuktikan dengan

jawaban WPS pada item pernyataan

pengetahuan dimana 100% menjawab benar

pada item nomor 1 dan 2 dan sesuia dengan

sikap WPS dengan menjawab item

pernyataan nomor 1.

KESIMPULAN

1. Pengetahuan WPS komunitas km 12

tentang HIV/AIDS sebelum dan sesudah

diberikan informasi melalui peer

education maupun ceramah tidak ada

peningkatan dan perbedaan bermakna.

2. Sikap WPS komunitas km 12 tentang

HIV/AIDS sebelum dan sesudah

diberikan informasi melaui peer

education maupun ceramah tidak ada

peningkatan dan perbedaan bermakna.

3. Perilaku WPS komunitas km 12 tentang

HIV/AIDS sebelum dan sesudah

diberikan informasi melalui peer

education maupun ceramah tidak ada

peningkatan dan perbedaan bermakna.

4. Pendidikan teman sebaya telah banyak

digunakan diberbagai bidang kesehatan

termasuk pendidikan kesehatan tentang

HIV/Aids, metode ini sangat baik

digunakan karena pertukaran informasi

dapat berlangsung terus menerus dimana

saja dan kapan saja sesuai dengan situasi

dan kondisi yang memungkinkan untuk

terjadinya hal tersebut diantara sesama.

5. Terdapat konsistensi jawaban WPS antara

Page 84: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

74

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap

pencegahan penularan HIV/AIDS

SARAN

1. perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat

hubungan persepsi pelanggan/ tamu WPS

komunitas km 12 dihubungkan dengan

sikap dan perilakunya.

2. Kepada pengelola WPS Komunitas km 12

Perlu memberikan pendidikan kesehatan

tentang HIV/AIDS secara terus menerus

dan berkesinambungan, karena mobilitas

WPS yang tinggi, khususnya metode

pendidikan teman sebaya.

3. Perlu memberikan penghargaan bagi

WPS yang selalu menawarkan kondom

kepada tamu untuk digunakan dan WPS

tidak mau melayani tamu jika tidak

menggunakan kondom serta memberikan

sanksi atau hukuman disiplin bagi WPS

yang ketahuan tidak menawarkan kondom

kepada tamu.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar S. Penyusunan Skala Psikologi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003.

Azwar S. Realibitas dan Validitas.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Offset, 2003.

Kountur R. Metode Penelitian untuk

penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta : PPM,

2005.

Mulyana D. Emu Komunikasi Suatu

Pengantar. Bandung; Remaja Rosdakarya

Offset. 2001

Nurgiyanto B, Gunawan, Marzuki. Statistik

Terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial.

Yogyakarta : Gajah Mada University Press,

2004

Notoatmojo S. Pendidikan Kesehatan. Edisi

Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. 2002.

Sugiyono. Statistika untuk Penelitian.

Cetakan keempat. Bandung: CV.

Alfabeta,2000.

Suliha U, Herawani, Sumiati, Resnayati T.

Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan.

Jakarta: EGC. 2002

Rakhmat J. Psikologi Komunikasi. Edisi

Revisi. Bandung; Remaja Rosdakarya Offset.

2004

WWW.aidsindonesia.ore. id. Laporan

HIV/AIDSTw I 2013, final, senin, 4

Nopember 2013. 09.14 WIB.

Group. Yahoo.

Com/neo/groups/wartaaids/conversation/tipx

/3 5 22. Statistik HIV. Triwulan 2013

(Januari-Maret 2013), Senin, 04 Nopember

2013. 09.18 WIB

Herlina (2001), Analisis faktor-faktor yang

berhubungan dengan konsistensi pemakaian

kondom pada PSK di Jakarta Utara•tahun

2000.

Iskandar (2001), Analisis faktor-faktor yang

berhubungan 'dengan keinginan

menggunakan pemakaian kondom.

Pavillaningtyas. A, et all (2002), Hubungan

pengetahuan HIV/AIDS dan pola asuh orang

tua dengan sikap terhadap pencegahan

penularan HIV/AIDS (studi pada siswa putri

SMA Negeri Semarang).

Juliastika, et all (2011), Hubungan

pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan

sikap dan tindakan penggunaan kondom pria

pada WPS di kota Manado.

Page 85: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,

75

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VI No. 2 Agustus 2016

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

1. Jurnal ini memuat naskah di bidang kesehatan.

2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang

ditujukan kepada Forum Kesehatan, belum

dipublikasikan di tempat lain.

3. Komponen naskah:

Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf

dan spasi.

Teks naskah ditulis dengan huruf Times New Roman

size 11pt.

Identitas peneliti ditulis dicatatan kaki di halaman

pertama.

Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

maksimal 200 kata, dalam satu alenia mencakup

masalah, tujuan, metoda, hasil, disertai dengan 3-5

kata kunci.

Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang,

sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.

Metode dijelaskan secara rinci, desain, populasi,

sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpul

data, prosedur analisa data.

Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif

hasil penelitian, temuan dengan teori yang relevan,

bahasa dialog yang logis, sistematik, dan mengalir.

Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam

teks. Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat.

Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian

tidak melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas.

Saran logis, tepat guna, dan tidak mengada-ada.

4. Rujukan sesuai dengan aturan Vancouver, urut sesuai

dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, dibatasi

25 rujukan dan 80% merupakan publikasi 10 tahun

terakhir.

Cantumkan nama belakang penulis dan inisial nama

depan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (et

al)”.

Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar,

selebihnya dengan huruf kecil, kecuali penamaan

orang, tempat dan waktu. Judul tidak boleh digaris

bawah dan ditebalkan hurufnya.

Artikel Jurnal Penulis Individu:

Rivera JA, Sotres-Alvares D, Habicht JP, Shamah T,

Villalpando S. Impact of the Mexican Program for

Education, Health, and Nutrition on Rates of Growth and

Anemia in infants and young children a

randomized effectiveness study. JAMA. 2004;

291(21):2463-70.

Artikel Jurnal Penulis Organisasi

Diabetes Prevention Program Research Group.

Hypertension, insulin, and prosulin in participants with

impaired glucose tolerance. Hypertension.

2002;40(5):679-86.

Buku yang ditulis Individu: Price, SA, Koch, MW, Basset, S. Health Care Resource Management: Present and Future Challenges. St. Louis: Mosby;1998. Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:

Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide,

Departement of Clinical Nursing. Compendium of

nursing research and practice development, 1999-2000.

Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001.

Bab dalam Buku:

Soentoro. Penyerapan Tenaga Kerja Luar Sektor

Pertanian di Pedesaan. Dalam Faisal Kasryno, editor.

Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia.

Jakarta:Yayasan Obor; 1984. p.202-262.

Artikel Koran:

Tynan T. Medical improvements lower homicide rate:

study sees drop in assault rate. The Washington Post.

2002 Aug 12; Sect. A:2 (col.4).

CD-ROM:

Women and HIV/AIDS: Reproductive and Sexual

Health[CD ROM], London: Reproductive Health

Matters;2005.

Artikel Jurnal di Internet:

Griffith, AI. Cordinating Family and School:

Mothering for Schooling, Education Policy Analysis

Archives [Online]. 1997 Jan [Cited 1997 February12] ;

102 (3): [about 3 p.]. Available from:

http://olam.ed.asu.edu/epaa/.

Buku di Internet:

Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliative care

for cancer [monograph on the internet]. Washington:

National Academy Press; 2001 [cited

2002 Jul 9]. Available from:

http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.

Situs Internet:

Canadian Cancer Society [homepage on the internet].

Toronto: The Society; 2006 [update 2006 May 12;

cited 2006 Oct 17]. Available from:

http://www.cancer.ca/.

5. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda,

ditulis dengan program komputer Microsoft Word,

dalam softcopy dan 2 (dua) eksemplar copy dokumen

tertulis.

6. Naskah harus disertai surat pengantar yang

ditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika ada

permintaan tertulis.

7. Naskah dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal „Forum

Kesehatan‟, Perpustakaan Gedung B Lantai 2

Politeknik Kesehatan Palangka Raya, Jalan George Obos

No.32 Palangka Raya, Telp : 0536-3221768 atau email:

[email protected].

Page 86: poltekkes-palangkaraya.ac.id · 1 TIM REDAKSI Jurnal Forum Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Tim Penyunting : Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes Redaktur : Asih Rusmani,