Upload
buinhu
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLISEMI KATA WALI dalam AL-QUR’AN
Studi Kasus Terjemahan ALI AUDAH dan TAFSIR MAHMUD YUNUS
Oleh:
UWES ALKURNI 1110024000030
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan
gelar.
Jakarta, 7 Juni 2017
Uwes Alkurni Nim: 1110024000030
ii
LISEMI KATA WALI dalam AL-QUR’AN Studi Kasus Terjemahan ALI AUDAH dan TAFSIR MAHMUD
YUNUS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Uwes Alkurni NIM: 1110024000030
Di bawah Bimbingan
Dr. Darsita Suparno, M.Hum. 196108071993032001
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1438 H
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Polisemi kata Wali dalam Al-Qur’an Studi Kasus Terjemahan
Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus” yang ditulis oleh UWES ALKURNI,
NIM 1110024000030 telah diujikan dalam sidang Munaqasyah di Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullh pada tangal 25 Juli 2017. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
(S.Hum) pada program studi TARJAMAH.
Ciputat, 25 Juli 2017
Sidang Munaqasyah
TIM PENGUJI TANDA TANGAN
Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum, ( ) (Ketua Sidang) Tgl.
Rizqi Handayani, MA ( ) (Sekretaris Sidang) Tgl.
Dr. Darsita Suparno, M.Hum. ( ) (Pembimbing) Tgl.
(Penguji 1) ( ) Tgl.
(Penguji II) ( ) Tgl.
iv
ABSTRAK
Uwes Alkurni Polisemi kata Wali dalam Al-Qur’an Studi Kasus Terjemahan Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
Kagiatan menerjemahkan bukanlah suatu yang mudah, karena tidak semua orang bisa menerjemahkan dengan baik, dan tentunya menerjemahkan Al-Qur’an mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada naskah-naskah yang lainnya. Di dalam skripsi ini penulis mengkaji tentang polisemi di dalam bahasa Arab dan menjadi persoalan dalam penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Polisemi merupakan satu kata atau leksem yang mengandung banyak makna dan dari banyaknya makna tersebut tidak saling bertentangan atau masih ada hubungannya. Banyaknya makna tersebut polisemi selain dapat berakibat negative juga merupakan unsur positif, disebut negatif karena dapat menimbulkan kesalahan penerimaan informasi, disebut positif karena justru memperkaya kandungan makna suatu bentuk kebahasaan sehingga lebih lentur untuk digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda. Pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan penelitian ini pada kata Wali dan Auliya yang ada di dalam Al- Qur’an dengan membandingkannya antara terjemahan The Holy Qur’an karya Abdullah Yusuf Ali oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus. Buku The Holy Qur’an yang diterjemahkan oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus merupakan karya manumental yang sampai saat ini tetap dipakai dan menjadi rujukan penting dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Penelitian yang penulis lakukan ini bertujuan untuk mengetahui makna terjemahan kata Wali di dalam terjemahan Tafsir The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus dan bagaimana terjemahan makna kata Wali dalam terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus apakah terdapat persamaan dan perbedaan antar terjemahan keduanya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode Deskriptif Analitis yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dari Al-Qur’an hasil terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus kemudian dianalisis dengan membandingkan antara terjemahan The Holy Qur’an karya Abdullah Yusuf Ali oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus.
Pada akhirnya setelah penulis analisis terjemahan kata Wali dan Auliya yang terdapat pada Tafsir Qur’an Karim karya Mahmud Yunus dan Terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah terdapat perbedaan dan persamaan antar keduanya, namun perbedaan itu hanya pada di diksinya saja karena kedua penerjemah tersebut masih satu pemahaman dalam memaknai arti kata Wali dan Auliya.
v
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya ucapkan kepada Allah SWT tuhan semesta alam,
atas limpahan karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat
dan berkah-Nya. Sholawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah
SAW yang telah membawa umatnya dari jalan kesesatan menuju jalan yang
benar.
Peneliti bersyukur, karena setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya
peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Polisemi kata Wali
dalam Al-Qur’an Studi Kasus Terjemahan Ali Audah dan Tafsir Mahmud
Yunus
Peneliti menyedari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang
melekat pada diri peneliti, khususnya saat menyelesaikan skripsi ini. Namun
Alhamdulillah dengan keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya peneliti bisa
menyelesaikan penelitian ini. Hal ini tidak akan terwujud dengan sendirinya,
melainkan karena dukungan dan bantuan dari banyak pihak, baik moril maupun
materil. Sehingga peneliti ucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil
2. Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. selaku Kepala Prodi Tarjamah
dan Rizki Handayani, M.A, selaku Sekretaris Prodi Tarjamah yang sudah
banyak membantu dan arahan untuk mencapai ke tahap ini.
3. Dr. Darsita Suparno, M.Hum. selaku dosen pembimbing peneliti yang
telah banyak memberikan bimbingan, bantuan serta arahan yang tiada tara
kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Akhmad Saehudin, M.ag. selaku Penguji 1 dan Drs. Ikhwan Azizi,
M.ag. selaku Penguji II.
5. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Machyudin dan ibunda Siti Lohiyah
yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang tak henti-hentinya
kepada saya dengan tabah, dan ini aku persembahkan untuk kalian.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terimaksih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu peneliti baik
secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT menambah Rahmat
vi
dan Karunia-Nya. Peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penelitian karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk para
pembacanya. Amin Ya Rabbal A’lamin.
Jakarta, 15 April 2017
Uwes Al Kurni NIM: 1110024000030
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN .......................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian............................................................................... 6
E. Metode Penelitian ................................................................................ 7
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 13
BAB II KERANGKA TEORI
A. Konsep Umum Penerjemahan.............................................................. 15
1. Definisi Penerjemahan ................................................................... 15
2. Jenis-jenis Penerjemahan ............................................................... 16
viii
3. Prinsip Penerjemahan .................................................................... 17
B. Terjemahan Al-Qur’an ........................................................................ 18
1. Defnisi Penerjemahan Al-Qu’an .................................................... 18
2. Metode-metode Penerjemahan Al-Qur’an ...................................... 18
C. Konsep Umum Semantik ..................................................................... 21
1. Pengertian Semantik ...................................................................... 21
2. Jenis-jenis Semantik ...................................................................... 22
3. Semantik Kontekstual .................................................................... 24
4. Pentingnya Semantik Kontekstual Dalam Penerjemahan ................ 25
D. Wawasan Polisemi .............................................................................. 27
1. Pengertian Polisemi ....................................................................... 27
2. Faktor Penyebab Munculnya Polisemi ........................................... 29
3. Pengertian Homonimi .................................................................... 32
4. Perbedaan antara Polisemi dan Homonimi ..................................... 35
BAB III BIOGRAFI
A. Riwayat Hidup, Pendidikan, Karir dan Karya-karya Ali Audah ........... 36
B. Riwayat Hidup, Pendidikanv dan Karir Abdullah Yusuf Ali ................ 42
C. Riwayat Hidup, Pendidikan, Karir dan Karya-karya Mahmud Yunus... 46
BAB IV Analisis Hasil Terjemahan Kata Wali dan Auliya
A. Pendahuluan ........................................................................................ 53
B. Persamaan dan Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya
antara Tafsir Yusuf Ali Terjemahan Ali Audah dan Terjemahan
Tafsir Mahmud Yunus .................................................................... 54
ix
1. Persamaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya Tafsir Yusuf
Ali Terjemahan Ali Audah dan Terjemahan Tafsir Mahmud
Yunus ......................................................................................... 54
2. Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya Tafsir Yusuf
Ali Terjemahan Ali Audah dan Terjemahan Tafsir Mahmud
Yunus ......................................................................................... 57
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ......................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 88
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf Latin.
Transliterasi ini berdasarkan pedoman Arab-Latin dalam buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin t ط ا z ظ b ب ‘ ع t ت gh غ ts ث f ف j ج q ق h ح k ك kh خ L ل d د m م dz ذ n ن r ر w و z ز h ھا s س ‘ ء sy ش y ي s ص d ض 2. Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari
Vokal Tunggal atau Monoftong dan Vokal Rangkap atau Diftong
A. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan a Fathah ٙـ -------------- ِ i Kasrah ـۥ ------- u Dammah
B. Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan َ ي---- ـ ai a dan i َ و----- ـ au a dan u
xi
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan â a dengan topi di atas ــــــــا/يـــــــــــِو ـ î i dengan topi di atas ُو ـــــــــــ ـ û u dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan arrijâl, al-dîwân bukan ad-
dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda ّ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu ــــــ
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.
5. Ta Marbûtah
Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga
berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata sifat (contoh
no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3)
xii
No Kata Arab Alih Aksara
tarîqah طریقة 1
Al-Jâmi’ah Al-Islâmiyah الجامعة اإلسالمیة 2
Wahdat Al-Wujûd وحدة الوجود 3
6. Huruf Kapital
Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama
tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a
tidak boleh kapital.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting, maka tidak
salah apabila ada beberapa pendapat dalam memandang ketidakmampuan
manusia dalam menyaingi Al-Qur’an dari segi aspek bahasa atau balaghah1.
Pendapat pertama (Al-Suyuthi dan Baqillani) mengatakan bahwa
ketidakmampuan manusia disebabkan oleh ketinggian dan keindahan susunan
bahasa atau balaghah Al-Qur’an. Pendapat kedua mengatakan ketidakmampuan
manusia menandingi Al-Qur’an karena Sharfiah, yakni Allah memalingkan
manusia untuk tidak dapat menandingi Al-Qur’an atau untuk menghilangkan
kemampuan yang dimiliki manusia, sehingga pada saat muncul ide dalam pikiran
untuk membuat semacam Al-Qur’an, ide itu menjadi hilang ketika akan
diwujudkan2, Pemahaman yang salah pada Al-Qur’an dapat menimbulkan
interpretasi yang menyimpang dari ajaran sesungguhnya. Pemahaman tentang
teks dan konteks Al-Qur’an sangatlah beragam dan bermacam-macam.
Penerjemah merupakan proses memindahkan pesan yang telah
diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) ke dalam bahasa yang lain (Bsa)
secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya sehingga tidak menimbulkan
1 Muhammad Aly Ash Shabuny, Pengantar Study Al-Qur’an (Bandung: At-Tibyan
Al-Ma’arif, 1984), cet. 1. Hlm. 276 2 Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta : Raja Grasindo Persada, 1998), cet.ke-6.
Hlm. 32
2
kesalahan persepsi dan kesan asing dalam menangkap pesan tersebut3. Karena itu
seorang penerjemah Al-Qur’an haruslah mempunyai wawasan yang luas untuk
memahami apa makna yang terkandung di dalam ayat tersebut baik dari segi teks
maupun konteks, kegiatan penerjemah merupakan kajian antarilmu
(interdisipliner). Jadi menerjemahkan memerlukan ilmu pengetahuan lain yang
bersifat pendukung, seperti semantik, pragmatik, sosiolinguistik, budaya,
pengetahuan umum, dan sebagainya.
Berlainan dengan tataran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan
cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial
lainnya seperti sosiologi dan antropologi.4 Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa
Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik
antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa
lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini baik menyangkut hal kesamaan
makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi),
ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna
(redudansi), dan sebagainya.
Polisemi merupakan salah satu dari relasi makna yang cukup rumit dalam
melakukan proses penerjemahan. Karena seorang penerjemah sulit
menerjemahkan arti suatu kata dengan tepat tanpa melihat konteks kalimat dengan
keseluruhan. Dalam hal ini sangat tidak asing ketika seorang penerjemah ingin
menerjemahkan atau mengkaji bahasa Arab apalagi Al-Qur’an yang memang
terkenal dengan mempunyai beragam makna dalam setiap kata.
3 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer (Tangerang selatan: alkitabizz, 2014). Hlm. 17
4 Abdul Chaer, Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). Hlm. 4
3
Untuk lebih jelas penulis akan sedikit memaparkan beberapa pengertian
tentang polisemi. Polisemi merupakan satuan bahasa (terutama kata, bisa juga
frase) yang memiliki makna lebih dari satu yang mana makna tersebut masih ada
hubungannya5. Setiawati Darmojuwonopun mengatakan demikian bahwa
polisemi berkaitan dengan kata atau frasa yang memiliki beberapa makna yang
berhubungan6. Sedangkan Riemer mendifinisikan bahwa polisemi merupakan
bentuk leksikal yang memiliki beberapa arti yang terkait secara konseptual7.
Dari beberapa pengertian itulah seorang penerjemah harus benar-benar
memahami konteks bahasa yang ingin diterjemahkan, Karena seorang penerjemah
pada dasarnya adalah menafsirkan sebuah makna yang terkandung di dalamnya
tanpa merubah isi pesan tersebut. Apalagi Al-Qur’an adalah sebuah kitab suci
pedoman umat Islam di seluruh dunia dan Indonesia adalah salah satu penganut
agama Islam terbanyak di dunia, jadi tidak asing lagi bahwa Indonesia telah
melahirkan ahli-ahli bahasa yang telah menerjemahkan atau menafsirkan
Al-Qur’an, diantaranya adalah The Holy Qur’an yang diterjemahkan oleh
Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus.
Buku The Holy Qur’an yang diterjemahkan oleh Ali Audah dan
Tafsir Mahmud Yunus merupakan karya manumental yang sampai saat ini tetap
dipakai dan menjadi rujukan penting dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, oleh
karena itu peneliti ingin mencoba menganalisis kedua tafsir tersebut, namun
peneliti hanya akan menganalisis kata yang mengandung Polisemi dalam kedua
5 Abdul Chaer, Semantik Bahasa Indonesia, Hlm. 101-104 6 Allan E Lauder, Pesona Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007). Hlm. 116 7 Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa (Jakarta: Trans
Pustaka, 2011). Hlm. 94
4
tafsir tersebut, dengan mengangkat judul skripsi ini “Polisemi kata Wali dalam
Al-Qur’an Studi Kasus Terjemahan Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
Berdasarkan kamus Al-Munawwir Arab – Indonesia kata Wali diartikan
yang mencintai, teman, sahabat, yang menolong, orang yang mengurus perkara
seseorang, wali8.
Sedangkan dalam kamus Al-Asyri kata Wali bermakna wakil, pejabat,
pelaksana, penolong, sahabat, teman, wali, orang yang bertaqwa, tuan, kepala,
yang mencintai, tetangga, sekutu, pengikut, pemilik, penanggung jawab,
pemimpin, putra mahkota, wali yang diwasiatkan, pengasuh anak yatim, yang
dermawan9, dan dalam kajiannya kata Wali di dalam Al-Quran terdapat 86 kata10.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
Atas penjelasan latar belakang dan judul yang akan dibahas, maka penulis
perlu membatasi permasalahan ini hanya berkisar pada relasi makna yaitu
Polisemi kata Wali dengan menggunakan kajian komparatif.
Adapun objek yang akan dibahas oleh penulis dalam pembatasan dan
perumusan masalah, yaitu pada Terjemahan Tafsir The Holy Qur’an karya
Abdullah Yusuf Ali oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus kata Wali dan
Auliya yang mengandung polisemi.
Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
8 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Pogressif, 1997). Hlm: 1582 9 Atabik Ali, Al-Asryi kamus Arab-Indnesia, (Yogyakarta: Mulya Karya Grafika, 1998).
Hlm: 2040 10 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahrosh Li Al-fadzi Al-Qur’an
Al-Karim, (Turki, Maktabah Al-Islamiyah, 1984). Hlm: 933-934
5
1. Bagaimana terjemahan makna kata Wali dalam terjemahan
The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
apakah terdapat persamaan dan perbedaan antar terjemahan
keduanya?
2. Apa saja arti kata Wali di dalam Al-Qur’an dan apakah memiliki
arti yang berbeda-beda?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah
1. Mengetahui makna terjemahan kata Wali di dalam terjemahan
Tafsir The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud
Yunus?
2. Mengetahui macam-macam makna kata Wali di dalam Al-Qur’an
diartikan apa saja dan untuk membuktikan bahwa kata-kata
tersebut memiliki makna lebih dari satu.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaatnya adalah:
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman baru bagi yang
mempelajari Bahasa Arab terutama penerjemah, yaitu pengetahuan
tentang relasi makna khususnya polisemi.
2. Memberikan pengetahuan tentang perbedaan dan persamaan dari
terjemahan kedua tafsir tersebut terutama dari terjemahan makna
kata Wali
6
3. Untuk para peneliti yang lain agar tergugah untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan semantik yang
berkaitan dengan relasi makna
E. METODE PENELITIAN
A. Metode Pembahasan
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode Deskriptif Analitis yaitu
dengan cara mengumpulkan data-data dari Al-Quran hasil terjemahan Tafsir
The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus, di samping itu
juga peneliti menggunakan pendekatan semantik kontekstual karena cakupan
yang peneliti kaji terkait dalam segi makna suatu bahasa.
B. Korpus Data
Korpus data dalam penelitian ini adalah Terjemahan Tafsir The Holy
Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus. Buku tersebut membahas
tentang makna dalam Al-Qur’an.
C. Sumber Data
Sumber data dalam peneitian ini, peneliti lakukan dengan cara studi
kepustakaan terhadap kajian-kajian yang terkait dengan tema penelitian ini. Di
samping itu, sampel-sampel data dalam penelitian ini peneliti dapatkan
melalui penusuran literatur Bahasa Arab serta literature dalam penerjemahan.
D. Teknik Analisis
Dalam penelitian ini prosedur analisis yang penulis lakukan terdiri dari
beberapa langkah:
1. Menganalisis kata Wali terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah
dan Tafsir Mahmud Yunus
7
2. Mengumpulkan data berdasarkan batasan ruang lingkup penelitian
yang sudah dikemukakan
3. Mengklasifikasikan data berdasarkan konsep yang sesuai untuk
kepentingan penelitian
4. Menganalisis dan mendeskripsikan dalam strategi serta metode
penerjemahan buku terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan
Tafsir Mahmud Yunus dengan menggunakan pendekatan penelitian
semantik
5. Menarik kesimpulan
Dalam penulisan skripsi ini mengacu pada sumber-sumber skunder berupa
buku-buku semantik, kamus-kamus Arab, buku-buku terjemahan, The Holy
Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus. Adapun pedoman penelitian
skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasis
yang disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta press 2011.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Pada skripsi ini, penulis menggunakan Terjemahan The Holy Qur’an oleh
Ali Audah dan Tafsir Tafsir Mahmud Yunus sebagai objek penelitian ini yang
berjudul “Polisemi Dalam Al-Qur’an Kata Wali Terjemahan The Holy Qur’an
Oleh Ali Audah Dan Tafsir Mahmud Yunus” memang sudah banyak yang
membahas tentang analisis semantik, akan tetapi penulis mencoba meneliti
kembali dengan objek yang berbeda. Adapun referensi lain yang dapat dijadikan
acuan yang terkait dengan analisis yang penulis teliti.
8
Adapun judul skripsi yang mencakup Polisemi yaitu :
1. Ismiyati Nur Azizah dengan judul Polisemi kata Wali dalam Al-Quran
hasil terjemahan Hamka Dan Quraish Shihab. Gambaran umum pada
skripsi ini adalah tentang menganalisis dan membandingkan makna kata
Wali dalam Al-Quran terjemahan Hamka Dan Quraish Shihab yang
dimana terdapat perbedaan dalam pemilihan diksi. Pada penelitian ini telah
menghasilkan penyimpulan yang bagus, dimana telah menganalisis cara
menerjemahkan kedua tokoh tersebut (Hamka Dan Quraish Shihab).
Perbandingan antara skripsi saya yaitu ia menggunakan relasi makna
polisemi dalam menganalisis hasil semua terjemahan Hamka Dan Quraish
Shihab sebagai objek penelitiannya pada kata wali, sedangkan skripsi saya
menggunakan relasi makna Polisemi dalam menganalisis kata wali dengan
objek terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud
Yunus.
2. Firmansyah dengan judul Polisemi dalam Al-Qur’an Studi Kasus
Terjemahan Kata Al-As’ah. Gambaran umum pada skripsi ini adalah
menerangkan tentang pemilihan kata yang pas sesuai konteks pada ayat
tersebut. Perbandingan dengan penelitian yang saya lakukan dengan
penelitian ini ialah pada penjelasan tentang bagaimana kepolisemian
dalam kata tersebut.
3. Ahmad Fauzi dengan judul Analisis Homonimi kata Nafsun dalam
Al-Qur’an karya Hamka. Gambaran umum pada penelitian ini adalah
menerangkan tentang penilaian kualitas kata dan keefektifan kalimat pada
terjemahan yang telah dilakukan oleh Prof. Dr. Hamka. Penelitian ini
9
menggunakan metode deskriptif analitis. Dokumen yang di analisis berupa
buku-buku tafsir Al-Quran hasil terjemahan Hamka kedalam bahasa
Indonesia. Dalam penelitian ini telah menghasilkan kualitas keakuratan
kata dalam pengalihan pesan terhadap isi ayat tersebut. Perbandingan
dengan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian ini ialah ia
menggunakan metode penelitian Deskriptif analitis dengan objek kata
Nafsu dari semua tafsir ayat-ayat Al-Qur’an karya Hamka, sedangkan pada
penelitian yang saya lakukan adalah dari relasi makna polisemi kata Wali.
4. Dewi Utami dengan judul Analisis Homonimi (Musytarak Lafzi) terhadap
Terjemahan Tafsir As-sa’di karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir
As-sa’di. Gambaran umum pada penelitian ini ialah menerangkan tentang
penilaian kualitas terjemahan kata-kata yang terdapat didalam ayat-ayat
Al-Quran Tafsir As-sa’di dengan tepat menggunakan metode kualitatif
dengan analisis deskriptif. Dalam penelitian ini telah menghasilkan daftar
kata-kata yang berhomonimi di dalam ayat-ayat Al-Quran Tafsir As-sa’di.
Perbandingan dengan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian ini
ialah ia menggunakan objek penelitiannya Tafsir Al-Quran karya Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-sa’di dengan menganalisis hasil terjemahan
yang kurang tepat. Sedangkan skripsi yang saya teliti menggunakan objek
terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus.
Dengan menganalisis kata yang berpolisemi dilihat dari segi semantik
kontekstualnya.
5. Yatmi dengan judul Analisis Musytarak (Homonim) dalam Al-Qur’an
tejemahan H.B. Jassin yang menerangkan tentang gambaran mengenai
10
cara menerjemahkan kata yang bermakna Musytarak serta bagaimana cara
menganalisis kata yang berhomonimi. Dalam penelitian ini telah
menghasilkan penilaian ayat-ayat yang mengandung homonimi pada
Tafsir H.B Jassin. Perbandingan dengan penelitian yang saya lakukan
dengan penelitian ini ialah ia menggunakan objek penelitiannya Al-Qur’an
tejemahan H.B. Jassin dengan menganalisis seluruh ayat Al-Quran
terjemahan H.B. Jassin, sedangkan skripsi saya menggunakan objek
Terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus.
6. Deni Wahyudin dengan judul Analisis Homonimi terhadap kata Kufr
dalam Al-Quran hasil terjemahan H.B. Jassin dan Mahmud Yunus.
Gambaran umum pada skripsi ini ialah membandingkan hasil terjemahan
ayat Al-Quran kata Kufr antara hasil terjemahan H.B. Jassin dan
Mahmud Yunus serta bagaimana pengaruh hasil terjemahan keduanya
terhadap teologi umat Islam. Dalam penelitian ini telah menghasilkan
penilaian antara hasil terjemahan keduanya bahwa tidak ada perbedaan
secara makna, namun berbeda pada pemilihan diksi saja. Perbandingan
dengan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian ini ialah ia
menggunakan objek penelitiannya hasil terjemahannya antara H.B. Jassin
dan Mahmud Yunus dengan menggunakan metode deskriptif analitis kata
Kufr. Sedangkan skripsi saya menggunakan objek penelitiannya
Terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang akan penulis
rincikan sebagai berikut:
11
BAB I : Pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah problematika
pembahasan dilanjut dengan pembatasan dan perumusan masalah, kemudian
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II: Kerangka Teori. Penulis akan mengulas tentang konsep umum
penerjemahan diantaranya, definisi penerjemahan, jenis-jenis penerjemahan dan
prinsip penerjemahan. Dilanjut dengan pembahasan tentang penerjemahan
Al-Qur’an diantaranya, definisi terjemahan Al-Qur’an, metode terjemahan
Al-Qur’an yang terdiri dari terjemahan secara harfiah, penerjemahan kata demi
kata dan penerjemahan secara tafsiriyah, kemudian penulis akan mengulas tentang
wawasan semantik yang terdiri dari pengertian semantik, jenis-jenis semantik,
semantik kontekstual, pentingnya semantik kontekstual dalam penerjemahan dan
dilanjut dengan mengulas tentang wawasan polisemi diantaranya, pengertian
polisemi, faktor penyebab munculnya polisemi, pengerian homonimi, perbedaan
antara polisemi dan homonimi.
BAB III: Biografi yaitu terdiri dari riwayat hidup penerjemah Ali Audah
dan sekilas biografi penulis Tafsir The Holy Qur’an Yusuf Ali lalu biografi
penulis Tafsir Mahmud Yunus beserta pendidikan, karir dan karya-karya mereka.
BAB IV: Analisis terjemahan kata Wali dalam buku terjemahan
The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus berisikan unsur
persamaan dan perbedaan kedua tafsir.
BAB V: Bab penutup yang akan berisi mengenai kesimpulan dari
penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
12
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Konsep Umum Penerjemahan
1. Definisi terjemahan
Para ahli bahasa mendefinisikan Penerjemahan dengan bermacam-macam
definisi. Penerjemahan adalah proses memindahkan pesan yang telah
diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) kedalam bahasa yang lain (Bsa)
secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya sehingga tidak menimbulkan
kesalahan persepsi dan kesan asing dalam menangkap pesan tersebut11. Definisi
Terjemah secara luas adalah semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna
atau pesan baik verbal maupun nonverbal, dari suatu bentuk ke bentuk yang
lainnya12.
Eugene A. Nida mendefinisikan Penerjemahan sebagai kegiatan menghasilkan
kembali di dalam bahasa penerima barang yang sedekat-dekatnya dan sewajarnya,
sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut
maknanya dan kedua menyangkut gayanya13.
Newmark, seperti yang dikutip oleh Rochyah Machali, mengatakan bahwa
yang dimaksud dari Penerjemahan adalah rendering the meaning of a text into
another language in the way that the author intended the text. “Menerjemahkan
makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan
pengarang”14.
11 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Hlm17 12 Suhendra Yusuf, Teori Terjemah; Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik, (Bandung: TPA, 1994), cet. I. Hlm. 8 13 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 11 14 Rochyah Machali, Pedoman bagi Penerjemahan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), cet.
13
J. Levy, agak berlainan dari Newmark dalam menyatakan definisi
penerjemahan. Yang ia tonjolkan adalah Terjemahan sebagai salah satu
keterampilan, dimana kejelasan dari penerjemah tampak tercermin dalam
opininya. Dalam bukunya Translation as A Decision Process, seperti yang dikutip
Nurrachman Hanafi, menyatakan translation is a creative process with always
leaves the translater a freedom of choice between several approximately
equivalent possibilities of realizing situational meaning. “Terjemahan merupakan
proses kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah buat memilih
padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasi”15.
Dari definisi tersebut dapat pula di simpulkan bahwa tugas penerjemahan
adalah penyambung lidah penulis atau pembicara, dia diikat oleh pesan yang ingin
disampaikan penulis atau pembicara. Dia tidak boleh menambahi atau mengurangi
dalam masalah pemahaman.
2. Jenis-jenis Penerjemahan
Istilah metode berasal dari bahasa Inggris yaitu method. Dalam Macquarie
Dictionary (1982), Metode di definisikan sebagai: “Way of doing something,
especially in accordance with a definitc plan” atau suatu cara untuk melakukan
sesuatu, terutama yang berkaitan dengan rencana (tertentu)16.
Dalam penerjemahan banyak sekali jenis-jenisnya tergantung dalam ruang
lingkup dalam menerjemahkan, misalnya dalam ruang lingkup pekerjaan itu ada
tiga:
Ke-1. Hlm. 5
15 Nurrachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Flores: Nusa Indah, 1986), cet. Ke-1. Hlm. 24
16 Shihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktek, (Bandung: Humaniora, 2005), cet. Ke-1. Hlm. 8
14
1. Penerjemahan di perusahaan atau biro penerjemahan yakni seseorang yang
hanya punya pekerjaan tetap sebagai penerjemah penuh.
2. Penerjemah paruh waktu yakni sesorng yang sudah mempunyai pekerjaan
tetap, namun meluangkan waktu untuk menerjemahkan.
3. Penerjemahan bebas yakni penerjemah yang tidak mempunyai pekerjaan
tetap namun bekerja sebagai penerjemah lepas baik di penerbit maupun
dibiro penerjemahan.17.
3. Prinsip Penerjemahan
Para ahli terjemah memberikan prinsip-prinsip dasar bagi seorang penerjemah
yang berbeda-beda, namun pada dasarnya sama, salah satunya prinsip yang di
tulis oleh Dr. Moch Syarif Hidayatullah, M.HUM yakni:
1. Penerjemah harus menguasai Bsu dan Bsa.
2. Memahami dengan baik isi teks18.
B. Terjemahan Al-Qur’an
1. Definisi Penerjemahan Al-Qur’an
Menurut Ibnu Katsir dan Al-Bagawi menyatakan bahwa kata terjemah dalam
tuturan bahasa Arab digunakan secara mutlak dengan arti menjelaskan19.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata Tarjamah
dalam tuturan bahasa Arab bermakna menjelaskan dan kata Terjemah dapat
diperluas untuk setiap ungkapan yang membutuhkan penjelasan.
17 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Hlm. 33 18Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Hlm. 36 19 M. Ali Hasan dan Rifa’at Syauqi Nawasi, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1988). Hlm. 170
15
2. Metode-Metode Terjemahan Al-Qur’an
Secara harfiah, Metode berarti cara teratur yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan dikehendaki; cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yg ditentukan. Terkait penerjemahan, metode berarti rencana dan cara yang
sistematis dalam melakukan penerjemahan. Seorang penerjemah haruslah
memiliki metode penerjemahan yang jelas, yaitu melakukan penerjemahan sesuai
dengan apa yang telah direncanakan. Sebagai contoh, ketika akan menerjemahkan
sebuah teks untuk anak-anak, penerjemah sudah merencanakan apakah akan
menghilangkan istilah-istilah sulit yang mungkin akan menimbulkan kesulitan
bagi pembaca sasaran ataupun tidak. Tentunya pemilihan suatu metode disertai
dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang mengenai pembaca sasaran,
jenis teks, keinginan dan maksud pengarang teks, dan tujuan penerjemahan teks
tersebut.
Munculnya persoalan-pesoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat
yang progresif mendorong umat Islam untuk mencurahkan perhatian yang besar
dalam menjawab problematika kontemporer yang semakin kompleks dari masa ke
masa20, karena penulis ingin menjelaskan beberapa metode penerjamahan yang di
kembangkan diantaranya adalah sebagai berikut.
A. Terjemahan Harfiyah
Saat menerjemahkan metode ini, seorang penerjemah mencarikan padanan
kontruksi gramatikal Tsu yang terdekat dalam Tsa. Penerjemahan kata-kata Tsu
masih dilakukan terpisah dari konteks, metode ini biasanya digunakan pada tahap
20 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus 2000).
Hlm. 132
16
awal21. Dalam penerjemahan harfiyah ada dua hal yang perlu diikuti saat
menerjemahkan Al-Qur’an yaitu:
1) Adanya kosa kata yang sempurna dalam bahasa terjemah sama dengan
kosa kata bahasa asli.
2) Harus adanya penyesuaian kedua bahasa mengenai kata ganti dan
kalimat penghubung yang menghubungkan antara satu frasa dengan
frasa yang lain untuk menyusun kalimat.
B. Terjemahan Kata Demi Kata
Penerjemahan kata demi kata. Metode penerjemahan ini sangat terikat pada
tataran kata, sehingga susunan kata sangat dipertahankan. Setiap kata
diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks,
sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara
harfiah. Karena metode ini biasanya digunakan untuk para pemula yang tidak
mempunyai wawasan Tsu yang cukup baik atau digunakan untuk kegiatan
pra penerjemahan (analisis dan tahap pengalihan) untuk Tsu sukar di pahami.
Metode ini memang tidak mempunyai pertimbangan dan perhatian apakah
karya terjemahan yang dihasilkan terasa janggal atau tidak bagi penutur Bsa22.
C. Terjemahan Tafsiriyah
Terjemahan Tafsiriyah (Ma’nawiyah) yaitu menerjemahkan dari ayat-ayat
Al-Qur’an dimana si penerjemah memusatkan perhatiannya pada arti Al-Qur’an
yang diterjemahkan dengan lafadz-lafadz yang tidak terikat oleh kata-kata dan
susunan kalimat dalam bahasa asli. Model terjemah tafsiriyah seperti ini juga
21 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer,
Hlm. 58 22 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Hlm. 57-58
17
sudah banyak beredar di masyarakat23. Karena itu saat menerjemahkan dengan
model ini, seorang penerjemah harus lebih luwes dan lebih fleksibel daripada
penerjemah yang menggunakan penerjemahan lain, penerjemah
mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama
masih dalam batas wajar24.
C. Konsep Umum Semantk
1. Pengertian Semantik
Semantik merupakan salahsatu dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi,
tata bahasa (morfologi-sintaksis), dan semantik25. Para ahli semantik banyak
sekali mengeluarkan pendapatnya terkait definisi-definisi yang berbeda-beda,
namun pada hakikatnya itu sama, salah satunya pengertian semantik yang di
tuliskan oleh Drs. Aminuddin, Mpd, menurutnya semantik berasal dari Bahasa
Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai atau studi tentang makna,
dengan anggapan makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan
bagian dari linguistik26. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, dalam hal ini
komponen makna menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen umumnya
menduduki tingkatan pertama, tata bahasa tingkatan kedua, maka komponen
makna menduduki tingkatan terakhir. Karena hubungan ketiga komponen tersebut
sesuai dengan kenyataan.
Sedangkan menurut ahli semantik lain bahwa kata semantik dalam Bahasa
Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari Bahasa Yunani Sema kata benda yang
23 M. Ali Hasan dan Rifa’at Syauqi Nawasi, Pengantar Ilmu Tafsir. Hlm. 181 24 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
Hlm. 60 25 Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016). Hlm. 3 26 Aminuddin, Semantik Pengantar Studi Tentang Makna (Malang: Sinar Baru
Algensindo 1985). Hlm. 15
18
berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti
“menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksudkan lambang dan tanda di sini
adalah sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik27.
Dalam bahasa Arab, kata semantik diterjemahkan dengan ‘Ilm Al-Dilalah
terdiri dari dua kata : ‘Ilm yang berarti ilmu pengetahuan, dan Al-Dilalah atau
Al-Dalalah yang berarti petunjuk atau makna, jadi ‘Ilm Al-Dilalah menurut
bahasa adalah ilmu tentang makna dan secara terminologi ‘Ilm Al-Dilalah sebagai
salah satu cabang linguistic (Ilm Al-Lughah) yang telah berdiri sendiri adalah ilmu
yang mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran mufradat (kosa
kata) maupun pada tataran tarakib (stuktur)28.
2. Jenis-jenis Semantik
Berbagai macam makna yang ada dalam ragam makna diantaranya makna
leksikal, gramatikal, struktural, konstruksi, kontekstual, konseptual, kognitif,
deskriptif, ideasional, referensial, asositif, pusat, luas, sempit, intensional,
ekstensional, denotatif, konotatif, hakikat, afektif, emotif, klokatif, idiomatikal,
kiasan, stilistika, proposisional, piktoial, gereflekter, tematis, kata dan makna
istilah29. Sedangkan menurut Abdul Chaer jenis-jenis makna dibagi menjadi 12
macam, yaitu: Leksikal, Gramatikal, Kontekstual, Referensial, non Referensial,
denotative, Konotatif, Konseptual, Asosiatif, Kata, Istilah, Idiom serta makna
Pribahasa30.
27 Abdul Chaer, Semantik Bahasa Indonesia. Hlm. 2 28 Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016). Hm. 3 29 George Yule, Kajian Bahasa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm 164 30 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Renika cipta, 1995)
Hlm. 289-296
19
Makna bahasa terkait dengan lafadz (bentuk kata), stuktur (tarkib), dan
konteks (syiaq) situasi dan kondisi. Makna kata suatu bahasa tidak dapat
dipisahkan dari akar kata, petunjuk, dan konteks penggunaannya. Karena itu
dalam ‘Ilm Al-Dilalah di jumpai setidaknya delapan teori tentang makna31, yaitu:
1) Al-Nazhariyah Al-Isy’ariyyah (Teori Referensi/Korespondensi)
2) Al-Nazhariyyah Al-Tashawwuriyyah (Teori Konseptual)
3) Al-Nazhariyyah Al-Sulukiyyah (Teori Behaviorisme)
4) Al-Nazhariyyah Al-Siyaqiyyah (Teori Kontekstual)
5) Al-Nazhariyyah Al-Tahliliyyah (Teori Analitik)
6) Al-Nazhariyyah Al-Taulidiyyah (Teori Generative)
7) Al-Nazhariyyah Al-Wad’iyyah Al-Mantiqiyyah fi ma’na (Teori Situasional
Logis)
8) Al-Nazhariyyah Al-Brajmatiyyah (Teori Pragmatisme)
3. Semantik Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam
suatu konteks. Dalam bahasa Arab diterjemahkan Al-Nazhariyyah Al-Siyaqiyyah
yaitu teori semantik yang berasumsi bahwa sistem bahasa itu saling berkaitan satu
sama lain di antara unit-unitnya, dan selalu mengalami perubahan dan
perkembangan.32. Karena dalam menentukan makna di perlukan adanya
penentuan berbagai konteks yang melingkupinya33. Teori yang dikembangkan
oleh Wittgenstein ini menegaskan bahwa makna suatu kata di pengaruhi oleh
empat konteks, yaitu:
31 Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer. Hlm. 11 32 Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer. Hlm.14 33 Stephen Ullman, Pengantar Semantik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Hlm. 228
20
a) Konteks kebahasaan adalah konteks kebahasaan berkaitan dengan struktur
kata dalam kalimat yang dapat menentukan makna yang berbeda, seperti
taqdim (posisi di dahulukan) dan ta’khir (posisi di akhirkan)
b) Konteks emosional yaitu konteks yang dapat menentukan makna bentuk
kata dan strukturnya dari segi kuat lemahnya dari muatan emosional
c) Konteks situasi dan kondisi adalah situasi ekstenal yang membuat suatu
kata berubah maknanya karena adanya perubahan situasi
d) Konteks sosiokultural adalah nilai-nilai sosial dan kultural yang mengitari
kata yang menjadikannya mempunyai makna yang berbeda dari makna
leksikalnya.
Menurut J.R. Firth teori kontekstual sejalan dengan teori relativisme dalam
pendekatan semantik bandingan antara bahasa34. Makna sebuah kata terikat oleh
lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu. Teori ini
mengisyaratkan adanya hubungan antara kultural dan ekologis pemakai bahasa
tertentu. Menurut teori ini sebuah kata atau simbol tidak mempunyai makna jika
ia terlepas dari konteks35. Namun demikian ada yang berpendapat bahwa setiap
kata mempunyai makna dasar atau primer yang terlepas dari konteks situasi.
Singkatnya hubungan makna itu baru dapat ditentukan setelah masing-masing
kata berada dalam konteks pemakaian melalui beberapa tataran analisis, seperti
leksikal, gramatikal, dan sosiokultural36.
34 George Yule, Kajian Bahasa. Hlm. 185 35Moh. Matsna, Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer. Hlm. 15 36 Mansur Padeta, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. Ke-2. Hlm. 221-
222
21
4. Pentingnya Semantik Kontekstual dalam Penerjemahan
Secara langsung kita akan mempunyai pengetahuan tentang makna bahasa
secara mendalam. Kedua, penguasaan semantik akan meningkatkan kompetensi
pembelajaran bahasa karena penguasaan makna ini berkaitan erat dengan
sejumlah mata kuliah lain, yakni morfologi, sintaksis, pragmatik, dll.
Jadi dengan memahami dan menguasai semantik, akan mempermudah dan
memperlancar dalam pembelajaran bahasa berikutnya misalkan dalam
mempelajari pragmatik, karena pada dasarnya kedua bidang bahasa ini saling
berhubungan dan menunjang satu sama lain. Bagi pelajar Sastra, pengetahuan
semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk menganalisis bahasa yang
sedang dipelajari. Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan
memberi manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik
akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan
diajarkannya Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.
Makna kontekstual menjadi sangat penting dalam penerjemahan karena makna
kontekstual menjadi bagian dari teks yang mempengaruhi proses dalam
penerjemahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu teks terjemahan meliputi
faktor kontekstual, tekstual dan penerjemahan. Makna kontekstual sangat
berpengaruh terhadap hasil tulisan karena teks ditulis oleh seorang penulis pada
suatu konteks tertentu. Oleh karena itu segala hal yang di pahami oleh penulis
pada masa ia hidup akan mempengaruhi apa yang ditulisnya dalam teks tersebut.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan konteks produksi teks meliputi sejarah
bahasa, penulis teks, budaya tempat teks ditulis wilayah tempat teks dihasilkan,
variasi sosial teks, dan topik teks. Diantara faktor-faktor inilah setiap penerjemah
22
akan menghasilkan terjemahan yang berbeda dari suatu teks yang sama. Hal ini
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kompetensi penerjemah, wawasan dan kamus
yang digunakannya dalam proses menerjemahkan.
Teks tidak muncul begitu saja, tetapi teks dihasilkan dari suatu ruang dan
waktu tertentu di suatu masa. Jika sebuah teks ada sekarang teks tersebut tentunya
di produksi dari masa yang lebih lampau daripada sekarang. Dengan kata lain teks
berkaitan erat dengan sejarah37.
D. Wawasan Polisemi
1. Pengertian Polisemi
Kalimat atau kalimat-kalimat yang kita susun dalam sebuah wacana, kita
gunakan untuk menyampaikan amanat atau pesan kepada lawan bicara atau
kepada pembaca agar amanat yang disampaikan itu dapat diterima dengan baik
persis yang diinginkan oleh sang penulis kepada sang pembaca, maka kata-kata
yang kita pilih harus kita pilih dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan konsep
pesan yang hendak disampaikan. Kita baru bisa dengan baik menggunakan kata-
kata tersebut kalau kita mengerti hal-hal yang menyangkut masalah hubungan
kata dengan maknanya (Al-Ala:qa:t Al-Dilaliyyah) tersebut seperti masalah
Polisemi (بولیسیمى / تعدد المعنى).
Di sini penulis mendapatkan beberapa pendapat mengenai pengertian
polisemi, diantaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
ketiga, Polisemi berarti satu bentuk bahasa ( kata,frasa, dsb ) yang mempunyai
makna lebih dari satu, dan menurut data yang peneliti dapat Polisemi merupakan
kata-kata yang maknanya lebih dari satu, sebagai akibat terdapatnya lebih dari
37 Muh. Arif Rokhman, Penerjemahan Teks Inggris (teori dan latihan dilengkapi Teks-
teks Ilmu Sosial dan Humaniora) (Yogyakarta: Pyiramid Publisher, 2006). Hlm. 11-12
23
sebuah komponen konsep makna pada kata-kata tersebut38, lalu Fromkin dan
Rodman (1998:164) memberikan penjelasan tentang polisemi dengan
mengartikan Polisemi adalah When a word has multiple meanings that are related
conceptually or historically (ketika suatu kata memiliki banyak makna yang
saling berhubungan secara konseptual atau secara historis), sama halnya Mattews
(1997: 285) mendefinisikan Polisemi dengan The case of a single word having
two or more related senses (kasus satu kata yang memiliki dua atau tiga makna
yang saling berhubungan)39.
Pengertian polisemi menurut J. D. Parera adalah satu ujaran dalam bentuk kata
yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan
antara makna-makna yang berlainan tersebut. Menurut Pateda (2010:214)
Polisemi adalah kata yang mengandung makna lebih dari satu atau ganda, dan
dalam Bahasa Arab didefinisikan dengan البو لیسیس ھو عبارة عن كلمة واحدة لھا أكثر من
Polisemi (Ta’addud Al-Ma’na) adalah sebuah kata yang maknanya lebih dari معنى
satu, sebagai akibat adanya lebih dari sebuah komponen konsep makna pada kata
tersebut40.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Polisemi
merupakan satu kata atau leksem yang mengandung banyak makna dan dari
banyaknya makna tersebut tidak saling bertentangan atau masih ada hubungannya.
Banyaknya makna tersebut polisemi selain dapat berakibat negative, juga
merupakan unsur positif, disebut negatif karena dapat menimbulkan kesalahan
38 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Idonesia (Jakarta: Rineka Citra, 2011).
Hlm. 386 39 Moch. Syarif Hidayatullah, Pengantar Linguisik Bahasa Arab (Klasik Modern)
(Jakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta, 2010). Hlm. 126 40 H.R. Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2008).
Hlm. 71
24
penerimaan informasi, disebut positif karena justru memperkaya kandungan
makna suatu bentuk kebahasaan sehingga lebih lentur untuk digunakan dalam
berbagai konteks yang berbeda. Karena itu untuk menghindari kesalah pahaman
informasi kita harus memperhatikan fitur semantis yang dimiliki bentuk-bentuk
polisemik dan melihat konteks kalimatnya.
Lebih lanjut, polisemi pada dasarnya juga memiliki hubungan erat dengan
homonimi (Al-Musytarak Al-Lafzi). Pengertian Homonimi tersebut adalah
ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain
tetapi maknanya tidak sama dan saling berlawanan41. Keduanya memiliki
hubungan erat karena polisemi dapat saja menjadi penyebab dari homonimi,
ataupun sebaliknya justru homonimi menyebabkan terjadinya polisemi.
2. Faktor Penyebab Munculnya Polisemi
Dalam pemakaian bahasa, polisemi itu timbul disebabkan oleh beberapa hal
berikut:
a) Perluasan Pemakaian
Perluasan pemakaian sebuah kata pada mulanya digunakan untuk satu
kontekstual tertentu, tetapi kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian
pada konteks lain. Misalnya, kata jatuh yang memiliki makna konseptual
’meluncur kebawah dengan cepat’ yang kemudian mengalami perluasan
pemakaian seperti :
1) jatuh cinta yang bermakna ‘menaruh hati kepada’
2) jatuh harga yang bermakna ‘turun harga’
3) jatuh dalam waktu ujian yang bermakna ‘gagal dalam ujian’
41 Abdul Chaer, Semantik Bahasa Indonesia. Hlm. 94
25
b) Pemakaian Khas
Pada suatu lingkungan masyarakat, arti yang berbeda dari sebuah kata timbul
karena dipakai oleh lingkungan masyarakat yang berbeda. Perbedaannya dengan
faktor pertama ialah faktor kedua itu ditekankan pada lingkungan masyarakat
pemakainya, sedangkan faktor pertama ditekankan pada bidang pemakaian.
Misalnya, kata operasi pada bidang kedokteran yang bermakna ‘pekerjaan
membedah bagian tubuh untuk menyelamatkan nyawa’. Pada bidang militer
kata operasi bermakna ‘kegiatan untuk melumpuhkan musuh atau memberantas
kejahatan’. Sedangkan bagi departemen tenaga kerja kata operasi bermakna
‘salahsatu kegiatan yang akan atau sedang dilaksanakan’.
c) Pemakaian Kiasan
Faktor yang ketiga, yang menyebabkan polisemi adalah pemakaian kata untuk
makna kiasan. Sebuah kata digunakan dengan makna kiasan karena pemakai
bahasa ingin membandingkan, mengibaratkan, atau memisahkan suatu kejadian
tertentu dengan kejadian lain. Misalnya: kata bunga yang arti konseptualnya
‘bagian tumbuhan yang menjadi bakal buah (warnanya indah dan beragam).
Namun, bentuk kata tersebut dijadikan sebagai kiasan seperti pada kata bunga
bibir yang bermakna ‘kata-kata manis’ dan bunga hati yang bermakna ‘orang
yang sangat disayangi’
d) Pemberdayaan Bahasa
Faktor lain yang menyebabkan polisemi adalah pemberdayaan sebuah kata
pada beberapa konteks berdasarkan pada makna dasarnya atau tetap berhubungan
makna dengan konseptualnya.
Menurut Pateda (2010:214) polisemi terjadi, karena :
26
1) Kecepatan melafalkan kata, misalnya bantuan dan bantuan. Apakah ban
kepunyaan tuan, atau bantuan?
2) Faktor gramatikal, misalnya kata pemukul dapat bermakna alat yang
digunakan untuk memukul atau orang yang memukul.
3) Faktor pengaruh bahasa asing, misalnya kata rencana digunakan untuk
menggantikan kata planning
4) Faktor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata maksudnya
dengan satu kata, pemakai bahasa dapat mengungkapkan berbagai ide atau
perasaan yang terkandung di dalam hatinya.
5) Faktor leksikal sebuah kata yang mengalami perubahan pemakaian dalam
ujaran yang mengakibatkan munculnya makna baru, misalnya
kata makan biasanya digunakan dengan kegiatan manusia atau binatang
memasukkan sesuatu ke dalam perut, tetapi kini muncul urutan kata rem tidak
makan, makan angin, pagar makan tanaman dan lain lain.
3. Pengerian Homonimi
Dibandingkan dengan polisemi, homonimi tidak begitu sering terjadi dan tidak
begitu kompleks, walaupun efeknya mungkin lebih serius dan bahkan lebih
dramatis dalam fenomena semantik. Istilah homonimi (Inggris: homonymy)
berasal dari Bahasa Yunani Kuno, onoma diartikan nama dan homos diartikan
sama. Secara harfiah, homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan42.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma, kata Homonimi adalah hubungan makna
dan bentuk bila dua buah makna atau lebih dinyatakan dengan sebuah bentuk
yang sama (homonimi, sama nama atau sering disebut juga dengan homofoni,
42 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal. Hlm. 211
27
sama bunyi). Sedangkan Kushartanti mengatakan bahwasanya Homonimi adalah
relasi makna antarkata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya
berbeda43.
Pengertian homonim (Musytarak) di dalam buku ‘Inda Al-Arab di bagi
menjadi dua bagian yaitu polisemi dan homonim, sedangkan dalam buku Ilmu Ad-
Dilalah, musytarak banyak dipelajari dalam ilmu Al-Qur’an, hadits Nabi, dan
teks-teks Bahasa Arab yang pernah kita pelajari. Menurut salah satu ahli bahasa
Ushul, Musytarak adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu,
pengertian ini sama dengan definisi polisemi dalam Bahasa Indonesia44.
Jadi kata musyatarak adalah kata yang diletakkan untuk dua makna atau lebih
dengan peletakkan yang bermacam-macam, dimana kata itu menunjukkan makna
yang ditetapkan secara bergantian, artinya kata itu menunjukkan makna ini atau
makna itu. Apapun yang menjadi sebab-sebab persekutuan makna dalam lafazh
menurut bahasa, maka sesungguhnya lafazh yang musytarak antara dua makna
atau lebih tidaklah sedikit di dalam bahasa, dan terdapat dalam nash-nash Al-
Quran maupun hadits Nabi45.
Berdasarkan pendapat Ullmann homonimi bisa terjadi disebabkan oleh tiga
cara46, di antaranya adalah:
1. Konvergensi Fonetis umumnya homonimi seringkali dijumpai dengan
timbulnya konvergensi fonetis (pemusatan atau perpaduan bunyi). Karena
pengaruh bunyi yang ada, maka dua atau tiga kata yang semula berbeda
43 Kushartanti, Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007). Hlm. 118 44 Ahmad ‘Umar Mukhtar, Ilmu Dilalah (Kuwait: Jamiatul Kuwait, 1982) cet. 1. Hlm.
147 45 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Toha Putra Group, 1994), cet. 1.
Hlm. 35 46 Stephen Ullmann, Pengantar Semantik. Hlm. 223
28
bentuknya, lalu menjadi sama bunyinya dalam bahasa lisan atau bahkan
sampai dengan bahasa tulisannya.
2. Divergensi Makna Perkembangan makna yang “menyebar” (divergen)
juga bisa menimbulkan homonimi. Jika dua buah makna atau lebih
(polisemi) dari sebuah kata berkembang ke arah yang berbeda, maka di
sana tidak akan jelas lagi hubungan antara makna-makna itu, dan kesatuan
kata itu menjadi rusak, dan polisemi berubah menjadi homonimi. Kriteria
lain yang kadang-kadang dapat menentukan homonimi atau bukan
homonimi adalah rima kriteria semacam ini memang sangat menolong
dalam beberapa hal tetapi tetap tidak dapat menyelesaikan masalah
seluruhnya. Misalnya, flower bermakna bunga dan flour tepung47
3. Pengaruh asing banyaknya kata asing yang masuk ke dalam suatu bahasa
sangat mungkin menimbulkan homonimi dalam bahasa Inggris dan dalam
bahasa-bahasa lainnya. Pengaruh bahasa asing dapat juga membawa ke
arah homonimi lewat peminjaman makna (semantic borrowing), ini
memang proses yang jarang terjadi.
4. Perbedaan antara Polisemi dan Homonimi
Palmer mengemukakan cara untuk membedakan polisemi dari homonimi
caranya yaitu:
a. Penelusuran secara etimologis.
b. Mencari makna tersebut. Misalnya kata tangan yang biasa dihubungkan
dengan bagian anggota badan. Tetapi dalam perkembangannya, terdapat
urutan tangan kursi, dan terdapat urutan kaki tangan musuh.
47 Stephen Ullmann, Pengantar Semantik. Hlm. 228
29
c. Mencari antonimnya kalau antonimnya sama, maka kita berhadapan
dengan polisemi, dan kalau antonimnya berbeda, kita berhadapan dengan
homonimi.
d. Alasan formal. Contoh, dalam bahasa Perancis terdapat bentuk poli yang
bermakna tingkah laku yang halus, baik yang dihubungkan dengan makna
literer, maupun makna kiasan48.
48 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, cet. Ke-2. Hlm. 221-222
30
BAB III
BIOGRAFI
A. Riwayat Hidup, Pendidikan dan karya Ali Audah, Yusuf Ali dan
Mahmud Yunus
1. Ali Audah
Lahir di Bondowoso pada 14 juli 1924, Jawa Timur. Ayahnya adalah
termasuk orang yang berpengaruh di Bondowoso bernama Salim Audah dan
ibundanya adalah Aisyah Jubrani49. Pada umur 6 tahun ia memasuki sekolah
Ibtida’iyyah setingkat sekolah dasar (SD) di tempat ia lahir. Namun, saat
menduduki kursi kelas 2, Ali Audah berhenti bersekolah dan tidak
melanjutkannya sampai seterusnya, sampai ia tidak pernah mengenyam
pendidikan formal sampai tingkat perguruan tinggi entah apa alasan ia berhenti
sekolah dan tidak melanjutkannya. Pada usia Ali Audah menginjak 7 tahun
ayahnya meninggal dunia, saat itu keempat saudara Ali belum ada yang bekerja,
mereka diasuh oleh ibundanya dengan sabar dan bijaksana.
Ia adalah seorang pengarang Sastra Indonesia modern. Sejak kecil ia gemar
membaca, kemampuan belajarnya keras, ia belajar sendiri, membaca buku apa
saja. Mulai kertas koran pembungkus kue, sampai majalah-majalah bekas dan
buku-buku pelajaran atau bacaan sekolah. Dengan ketekunannya itu ia berhasil
menjadi seorang penerjemah profesional, sehingga banyak karya-karya berbahasa
Arab yang berhasil ia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia50.
49 Ali Audah. Dari Khazanah Dunia Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), cet ke-1.
Hlm. 1 50 Supratman Abdul Rani dan Endang Sugriati, 115 Ikhtisar Roman Sastra Indonesia,
(Bandung: CV. Pustaka Selia, 1999), cet. ke-I. Hlm. 356
31
Dalam perjalanan hidupnya banyak sekali rintangan-rintangan, terutama pada
saat ia menulis cerpen Dibawah Jembatan Gantung. Jacob Sumardjo
mengungkapkan pandangannya tentang Ali Audah dalam Pikiran Rakyat
Bandung ketika mengkritisi kumpulan cerpennya Di Bawah Jembatan Gantung
(Pustaka Firdaus 1983) yang mengisahkan tentang masa pemberontakan/ revolusi
kemerdekaan masyarakat Al Jazair me1awan Perancis tahun 1954-1955 sebagai
berikut: Sastra Arab modern agak jarang kita baca dalam terjemahan Indonesia.
Salah satu sebabnya mungkin karena sastra Arab sendiri kurang banyak menaruh
perhatian, sehingga jarang mereka menerjemahkannya dalam salah satu bahasa
Arab. Maka satu-satunya cara memperkenalkan sastra Arab modern adalah lewat
terjemahan langsung dan bahasa Arabnya. Dan untung bahwa kita memiliki
tenaga demikian itu, yakni sastranya dan gaya terjemahannya tentu dapat kita
harapkan mendekati otentiknya dalam konteks budaya51.
Sosok Ali Audah adalah sosok pribadi yang tekun membaca dan menulis.
Dengan ketekunannya itu ia berhasil menjadi seorang penerjemah profesional,
sehingga banyak karya-karya berbahasa Arab yang berhasil ia terjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia seperti Han-han Berlalu (Thoha Husain), Sejarah Hidup
Muhammad (M. Husain Haekal) dan lain-lain. Selain itu ia juga menerjemahkan
buku-buku berbahasa Inggris, seperti Theseus (Andre Gide), Marie Antoinette
(Stefan Zweig), dan lain-lain. Di samping itu ia pun dijuluki sebagai sastrawan
angkatan "66", karena ia banyak menelorkan karya-karya sastra di tahun 60-an.
51 Jacob Sumardjo, "Kritik Cerpen di Bawah Jembatan Gantung", Pikiran Rakyal
Bandung, th XX, no: 87, Rabu 26 Juni 1985. Hlm. 7 kol. 1 dan 3
32
Salah satunya adalah novel "Jalan Terbuka" yang diterbitkan pertama kali pada
tahun 1971 oleh Lentera Jakarta52.
Tahun 1943, majalah sastrawan terbitan Malang memilih naskah drama karya
Ali Audah sebagai yang terbaik, dan untuk pertama kali karyanya dimuat di
majalah. Majalah Sastrawan merupakan majalah papan atas untuk komunitas
sastra zaman itu. Sebagai hadiahnya ia dapat berlangganan majalah selama
setahun. Sejak saat itu rasa keingin tahuannya semakin menyala. Buku jenis
apapun ia baca, mulai dari pengetahuan agama, sejarah dunia, hingga sastra.
Praktis dalam setiap hari, selain membaca, mencatat peristiwa sejarah atau
kosakata dan lain-lain. Pada tahun 1949, di zaman revolusi ia mulai merintis
karirnya dengan menerjemahkan cerita-cerita pendek dari bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia. Kemudian aktifitas ini beralih, ia pun menerjemahkan dari
bahasa Arab-Indonesia. Peralihan ini berawal dari seorang sahabat Asrul Sani
(Alm) yang menganjurkan untuk menerjemahkan naskah-naskah berbahasa Arab.
Karena pada saat itu penerjemahan Arab-Indonesia terbilang langka. Meski Ali
Audah lahir dari keluarga berdarah Arab, tidak serta merta ia tahu bahasa Arab
dengan sendirinya. Oleh karena itu ia dengan keras mendidik dirinya agar mampu
menguasai bahasa Arab dengan baik. Bukan hanya dalam komunikasi, membaca
dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga menguasai seluk
beluk tata bahasanya.
Setelah ia merasa yakin baru Ia mulai serius menerjemahkan karya-karya
berbahasa Arab. Dalam menerjemahkan Arab- Indonesia ia mulai dengan cerita-
cerita pendek karya sastrawan Mesir modern seperti Najib Mahfudz, Taha Husain,
52 Supratman Abdul Rani dan Endang Sugriati, 115 Ikhtisar Roman Sastra Indonesia,
(Bandung: CV. Pustaka Selia, 1999), cet. ke-I. Hlm. 356
33
Mahmud Tymor. Dan pada tahun 1955, karya terjemahan Ali Audah mulai
diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusantara di Bukit Tinggi. Untuk
selanjutnya hasil karyanya banyak diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Pustaka Firdaus
dan Lintera Internusa53.
Ali audah dikenal sebagai novelis yang memilki kecenderungan religius dan
novel yang pertama kali ia buat adalah yang berjudul Jalan Terbuka, novel ini
menceritakan sifat pesimis, sinis dan penuh keragu-raguan dalam diri seoarng
pemuda dalam menjalani kehidupannya. Namun, kemudian berganti menjadi
sifat-sifat positif, optimis dan keyakinan yang menggebu-gebu setelah ia
menemukan jalan suatu terbuka yaitu agama Islam dalam hidupnya54.
Ali audah termasuk seorang penerjemah yang produktif, jumlah yang telah ia
terjemahkan kurang lebih 280 karya, salah satu terjemahannya yang monumental
adalah The Holy Qur’an Karya Abdullah Yusuf Ali, yaitu salah satu tafsir terbaik
dalam bahasa Inggris yang diakui oleh seluruh ulama di dunia. Ia pun
menerjemahkan buku berbahasa Inggris lainnya seperti karya M. Iqbal yang
berjudul The Recontruction of Religius Thougt in Islam, 1966 dan Midaq Allay
(Lorong Midaq, 1991) karya Najib Mahfuz ia adalah seorang sastrawan Mesir
yang berhasil memperoleh nobel pada tahun 1988, lewat karyanya yang sangat
populer. Dalam karyanya Midaq Allay ini. Ia mengungkapkan gambaran
kehidupan disuatu daerah yang terpencil dan terisolasi dari dunia luar. Namun
mereka tetap melakukan aktifitas dan kesibukan dengan cara hidupnya sendiri,
mereka itu adalah penghuni Lorong Midaq55.
53 Ahmad Kholil, Firdaus, (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2005). Hlm. 14. 54 Ali Audah. Jalan Terbuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997). Hlm. VII 55 Najib Mahfuz. Midaq Allay (Jakarta: Obor Indonesia, 1991). Hlm. 10
34
Adapun karya-karya Ali Audah yaitu:
a) Karya asli Ali Audah
1. Malam Bimbang, 1961 (Cerpen)
2. Murka, 1963 (Cerpen)
3. Hari Masih Panjang, 1963 (Cerpen)
4. Jalan Terbuka, 1971 (Novel)
5. Icih, 1971 (Cerpen)
6. Ibn. Kholdun, 1989 (Studi Biorafi)
7. Konkordansi Qur’an, 1991 (buku referensi)
8. Kamus Arab-Indonesia, 1995
9. Ensiklopedi Tematis, 2008
b) Karya terjemahan Arab-Indonesia
1. Sejarah Hidup Muhammad, 1972
2. Abu Bakar As-Siddiq, 1995
3. Umar Bin Bin Khattab, 1998
4. Ustman Bin Affan, 2001
5. Suasana Bergema, 1959
6. Peluru Dan Asap, 1963
7. Kleopatra Dalam Konfrensi Perdamaian, 1966
8. Genta Daerah Wadi, 1967
9. Lampu Minyak Ibu Hasyim, 1976
10. Kisah-Kisah Dari Mesir, 1977
11. Setan Dalam Bahaya, 1978
12. Murba, 1979
35
13. Saat Lonceng Berbunyi, 1982
14. Di Bawah Jembatan Gantung, 1983
15. Hari-Hari Sudah Berlalu, 1985
16. Dua Tokoh Besar Dalam Sejarah Islam, 1986
c) Karya terjemahan Inggris-Indonesia
1. The Recontruction of Religius Thougt in Islam (membangun kembali
pemikiran agama dalam islam), 1966
2. Lorong Midaq, 1991
3. Oedipus And Theseus, 1979
4. Maria Antinette, 1986
5. The Holy Qur’an, 198656
2. Yusuf Ali
Lahir di Surat, Bombay 4 April 1872 (1289 H), Abdullah Yusuf Ali
dibesarkan di tengah-tengah keluarga pedagang. Ayahnya seorang saudagar
Bombay yang taat beragama. Perhatiannya mengenai pendidikan anaknya besar
sekali. Yang pertama kali diajarkan kepadanya membaca Al-Qur’an. Tamat
membaca Al-Qur’an, sebagai tanda syukur, seperti sengaja ia mengadakan
perayaan besar-besaran. Dengan demikian ia hendak menanamkan dalam hati
anaknya betapa pentingnya dan agungnya Al-Qur’an Al-Karim. Dalam pada itu ia
juga diberi pelajaran bahasa Arab, dan bahasa ini dapat dikuasainya dengan
baik57.
Setelah itu ia melanjutkan pelajarannya dengan memasuki pendidikan umum.
Di sekolah ia mendapat kemajuan hingga dapat meneruskan ke perguruan tinggi,
56 Ali Audah, Tafsir Yusuf Ali, teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009). Hlm. xxii
57 Ali Audah, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz. Hlm. ix
36
tanpa pernah meninggalkan Al-Qur’an sebagai pegangannya yang utama. Yusuf
Ali memasuki Witson Scool hingga usia 15 tahun58, dan terus menekuni sekolah
sampai ke perguruan tinggi, dan melanjutkan ke Inggris. Ia dapat menyelesaikan
studinya dengan baik sekali, karena memang sejak kecil dia sudah mempunyai
kecenderungan mempelajari kebudayaan, termasuk Filsafat Umum dan Bahasa. Ia
menguasai bahasa Yunani dan sastra Yunani kuno, ia juga menguasai bahasa
Latin. Dalam bidang ini ia sangat menonjol sekali bahkan melebihi teman-teman
sebayanya. Pernah ia memenangkan perlombaan penulisan karya ilmiah yang di
adakan dalam rangka pemilihan tenaga untuk ditempatkan dalam dinas
pemerintahan India59. Perlombaan penulisan ilmiah ini merupakan kegiatan yang
paling bergengsi dan menjadi harapan setiap orang kaya untuk anak-anaknya.
Tetapi diantara mereka hanya sedikit yang berhasil. Abdullah muda yang ketika
itu sudah mendalami sastra Inggris, dalam karang-mengarang juga ia melampaui
teman-teman setanah airnya. Gaya sastranya dalam penulisan yang sangat
memikat dan sudah menjadi bakatnya, mendapat perhatian majalah-majalah
ilmiah terkenal. Dalam majalah-majalah itulah tulisan-tulisannya banyak
disiarkan.
Pada usia muda ia mengembara ke kota-kota di Eropa, dan kemudian menetap
di London. Di ibu kota Inggris ini ia tinggal cukup lama. Ia mengenal benar
kebudayaan barat dan filasafatnya. Dalam memperluas wawasannya dalam
kehidupan beragama, ia banyak bergaul dengan pemuka-pemuka agama lain. Ia
mendapat kesempatan lebih baik mempelajari berbagai terjemahan kitab-kitab
suci mereka dengan tekun, sehingga dapat dikatakan banyak pula yang sudah
58 Ali Audah, Qur’an-Terjemahan dan Tafsirnya (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996). Hlm. xi
59 Ali Audah, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz. Hlm. ix
37
dihafalnya, disamping minatnya yang tak putus-putusnya hendak memperdalam
Al-Qur’an dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu. Cukup lama ia
menekuni pengkajian mengenai Al-Qu’an dan seluk beluknya, termasuk tafsirnya,
yang klasik dan yang mutakhir, yang ditulis dalam bahasa-bahasa Barat dan
Timur. Semua itu diserapnya dengan baik sekali. Sementara itu ia sudah
mendalami bahasa Arab, yang kemudian merupakan persiapannya
menerjemahkan Al-Qur’an dan menulis Tafsir. Allamah Abdullah Yusuf Ali juga
dikenal sebagai seorang peminat sastra, terutama Sastra Persia dan Sastra Inggris
Klasik. Dia mengenal baik sekali karya-karya Shakespeare dan puisi-puisi Milton,
Wordworth, Shelley, Tennyson, Keats dan yang lain.
Kemudian ia kembali lagi ke India dan menetap di Lahore. Dan ia wafat pada
10 Desember 1953 (3 Rabiulakhir 1373) di sebuah rumah sakit di Inggris karena
serangan jantung, dan di makamkan secara Islam dibagian pemakaman muslim di
Brookwood, Surrey, Barat Daya London, dalam usia 81 tahun60. Ia meninggalkan
sebuah karya monumental yang tidak akan mudah dilupakan orang.
Selama di Inggris Yusuf Ali telah terpilih sebagai anggota Royang Society of
Arts dan Royang Society oleh Literature. Kemudian ia kembali lagi ke India dan
menetap di Lahore. Di kota budaya ini kemudian ia di serahi jabatan sebagai
Dekan Islamic College. Sejak itulah ia memulai pekerjaaanya menerjemahkan Al-
Qur’an ke dalam bahasa Inggris berikut tafsirnya, yakni The Holy Qur’an, Text,
Translation and Commentary, yang kemudian menjadi karya bakunya61. Lebih
dari setengah abad sejak pertama kali tafsir ini di terbitkan, sampai sekarang
menempati kedudukan tinggi dalam dunia tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Inggris,
60 Ali Audah, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz: hal. x 61 Ali Audah, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz. Hal. x
38
dengan gaya bahasanya yang khas. Karya yang sangat terkenal ini sudah berulang
kali mengalami cetak ulang dan di terbitkan dalam jumlah jutaan eksemplar,
tersebar keseluruh dunia. Sampai sekarang buku ini sangat di hormati dan minati,
paling banyak di pelajari orang, dicetak dalam jumlah besar dan tersebar ke
seluruh dunia, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mula-mula terbit di
Lahore, 1934, kemudian di Arab Saudi di terbitkan oleh King Fahd Holy Qur’an
Printing Complex (1990), dan oleh Amana Corporation/International Institute of
Islamic Though/IIIT di Amerika Serikat. Cara penafsirannya dalam bentuk
catatan-catatan bawah banyak membuka cakrawala pikiran pembacanya dan yang
menyebabkan tafsir ini menduduki tempat yang tinggi dan menjadi acuan penting
sekali. Mungkin semasa hidupnya semua ini di luar dugaan penulisnya.
3. Mahmud Yunus
Mahmud Yunus berasal dari keluarga terpelajar di bidang agama. Lahir pada
tanggal 30 Ramadhan 1316 H, bertepatan dengan tanggal 10 februari 1899 M. di
desa Sungayang Batusangkar. Sumatera Barat. Ia adalah anak Yunus bin Incek
yang menikah dengan Hafsyah. Meski berprofesi sebagai petani biasa ayahnya
ditunjuk sebagai Imam Nagari lantaran wawasan keagamaan yang dimilikinya
dari pengalamannya belajar di Surau. Sementara dari garis ibunya, ia masih
keturunan ulama terkenal, Syekh Muḥammad Ali yang masyhur dengan sebutan
Tuanku Kolok. Sementara itu, saudara sepupu ibunya yang bernama H. Ibrahim
Dt. Sinaro Sati adalah seorang kaya raya yang berperan penting dalam membiayai
pendidikan Yunus, khususnya ketika ia dikirim belajar ke Mesir62.
62 Malta Rina, Pemikiran dan Karya-karya Prof. Dr. Mahmud Yunus tentang Pendidikan
Islam (Jurusan Ilmu Sejarah Pascasarjana Universitas Andalas, Padang, 2011). Hlm. 170-2.
39
Yunus pertama kali mengaji dan belajar tatacara ibadah di Surau kakeknya,
Muḥammad Thahir bin Muḥammad Ali atau Engku Gadang pada usia tujuh tahun.
Selain mengaji di Surau, Yunus juga sempat masuk Sekolah Dasar, namun hanya
sampai kelas tiga. Ia keluar dari SD karena bosan dengan mata pelajaran yang
diulang-ulang terus. Pada tahun 1908, ia kemudian masuk madrasah di Tanjung
Pauh, menimba ilmu di Surau pimpinan H.M. Thaib Umar selama 8 tahun
lamanya. Setelah lulus, Yunus diminta untuk mengajar menggantikan gurunya
yang sakit, dan menjabat sebagai pemimpin madrasah secara permanen sejak
tahun 191763.
Setelah mengabdi beberapa tahun di madrasah tersebut, pada tahun 1924
Mahmud Yunus memperoleh kesempatan untuk memperdalam ilmu
pengetahuannya ke Universitas Al-Azhar, Cairo dan memperoleh ijazah setahun
berikutnya. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Universitas Darul Ilum Ulya,
cairo. Dengan mengambil Spesialisasi Tafsir Hadits, hingga berhasil memperoleh
ijazah pada tahun 1930. Ia tercatat sabagai orang Indonesia pertama yang belajar
di Universitas tersebut64.
Ketika ia kembali dari Timur Tengah, waktunya bertepatan dengan bangkitnya
semangat pembaharuan Islam di Minangkabau. Iapun mengabdi diri diberbagai
perguruan Islam antara lain Al-Jami‟ah Islamiah di Batu Sangkar (1931-1932),
Kuliah Mu’alimin Islamiyah (atau normal Islam) di Padang (1943-1946). Ia ikut
mendirikan Majlis Islam Tinggi (MIT) Sumatera Barat 1946 dan pernah mengajar
agama di Akademi Pamongpraja Bukit Tinggi (1948-1949). Tahun 1957 ia
63 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzurriyah, 2011).
Hlm. 1 64 Abdul Halim Soebahar. Wawasan baru Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,
2002), Hlm. 18
40
mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), yang sekarang bernama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada tahun 1960-1963 ia menjadi Dekan
Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan tahun 1966-1971 menjadi
Rektor IAIN Imam Bonjol di Padang. Atas jasa-jasanya dibidang pendidikan
Agama ini. IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menganugerahkan gelar Doktor
Honoris Causa kepadanya pada tahun 197765.
Ia pernah memangku beberapa jabatan dilembaga pemerintah untuk bidang
pendidikan. Tahun 1945-1946 ia terpilih menjadi anggota Komite Nasional untuk
Sumatera Barat. Pada tahun 1946-1949 ia memegang kepala bagian Islam
Provinsi Sumatera di Pematang Siantar (sekarang masuk dalam provinsi Sumatera
Utara). Tahun 1947 ia menjabat sebagai Inspektur Agama pada jabatan PP dan K
(sekarang Kanwil Departemen Pendidikan Nasional) provinsi Sumatera di Bukit
Tinggi. Iapun pernah dipercaya untuk menjabat sebagai sekretaris Menteri Agama
pada masa pemerintah Darurat Republik Indonesia (1949). Tahun 1950 ia diserahi
tugas sebagai pegawai tinggi diperbatasan pada Kementerian Agama di
Yogyakarta, setahun kemudian ia diangkat sebagai kepala Penghubung
Pendidikan Agama pada tahun 1956 ia diangkat sebagai Kepala Lembaga
Pendidikan Agama pada jawatan Pendidikan Agama. Beliau sering juga
berkunjung ke luar negeri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada
beliau maupun atas undangan untuk menghadiri berbagai muktamar sebagai
berikut: ke Singapura sebagai salah seorang utusan MIT untuk menghadiri
Muktamar Alim Ulama (1943), ke sembilan negara Islam yakni Mesir, Arab
Saudi, Suriah, Libanon, Yordan, Irak, Turki, Tunisia dan Marako dalam rangka
65 Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), Hlm. 34
41
mempelajari pendidikan Agama (1961), ke Arab Saudi untuk menghadiri sidang
Majlis A’la Istisyari Al-Jamiyah Al-Islamiyah di Madinah Munawarah (1962dan
1969), ke Mesir memenuhi undangan Majma Buhutsul Islamiyah Universitas Al-
Azhar untuk menghadiri Muktamar yang kesatu (1964) yang kedua (1965) yang
ketika (1966) dan yang keempat (1967), dimana beliau mengucapkan pidatonya
yang berjudul Al-Israiliyat Tafsir Wal hadits66. Akhirnya pada tanggal 16 Januari
1982, dalam usia 83 tahun, Mahmud Yunus berpulang kerahmatullah di
kediamannya, kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat, sehari
kemudian ia dimakamkan pada pemakaman IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebagai seorang mufasir dan yang aktif dalam bidang pendidikan, beliau juga
adalah seorang penulis handal, yang telah memberikan kontribusi besar terhadap
umat Islam Indonesia khususnya bagi para pelajar. melalui karangan-karangannya
yang sampai saat ini masih dipakai sebagai bahan rujukan. Banyak sekali karya-
karyanya dari berbagai cabang ilmu, diantaranya: Tauhid, Fiqih, Perbandingan
agama, Tafsir, Hadist, Bahasa Arab, Politik, Ilmu Jiwa Pendidikan dan
sebagainya. Karya-karyanya ada yang berbentuk bahasa Arab dan ada juga yang
berbentuk bahasa Indonesia. Ada 76 karya yang telah di bukukan dan 27
diantaranya berbahasa Arab. Adapun karya-karyanya yaitu:
a) Bidang Al-Qur’an dan Hadist
1. Tafsir Al-Qur’an Karim
2. Terjemahan Al-Quran Tanpa Tafsir, untuk memudahkan dan memahami
Al-Qur’an
66 Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim, (Jakarta; Pt Hidakarya Agung, 1993) cet 31.
Hlm. VII
42
3. Malik Al-Qur’an, pelajaran untuk tingkat Tsanawiyya dan PGA. Buku ini
ditulis bernama H. Ilyas M. Ali
4. Kesimpulan Isi Al-Qur’an
5. Allah Dan Makhluknya, buku ini berisi tentang ilmu tauhid
6. Ta’lim Unuk Ilmu Al-Qur’an, untuk Ibtidaiyyah, sebanyak 2 jilid
7. Alif Ba Ta Wa Juz Amma, sebanyak 1 jilid untuk Ibtidaiyyah
8. Juz Amma Wa Tarjamatuhu, untuk tingkat Tsanawiyyah
9. Mudkhal Fi Tafsir Al-Qur’an, untuk Perguruan Tinggi
10. Tafsir Al-Fatihah, untuk Perguruan Tinggi bersama temannya
11. Muhadharah Fi Li Al-Isma’iliyyah Fi Al-Tafsir Wa Al-Hadist, untuk
Perguruan Tinggi
12. Tafsir Ayat Al-Akhlak, untuk SLTA dan Perguruan Tinggi
b) Bidang Fiqh
1. Marilah Sembahyang, untuk anak-anak SD, sebanyak empat jilid
2. Puasa dan Zakat, untuk anak-anak SD
3. Haji ke Mekkah, cara-cara untuk mengerjakan haji untuk anak SD
4. Hukum Warisan Dalam Islam, untuk tingkat Aliyah
5. Do’a-do’a Rasulullah SAW, untuk tingkat Tsanawiyyah
6. Kajian Sembahyang (Shalat), untuk tingkat Aliyyah, Mahasiswa dan
umum
7. Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Empat Mazhab
8. Manasik Haji untuk orang dewasa
9. Al-Figh Al-Wadhiib, tingkat Tsanawiyyah
43
10. Al-Masa’il Al-Fiqhiyah’ala Al-Mazhab Al-Arba’ah (perbandingan empat
mazhab), untuk Perguruan Tinggi
11. Mabadi Al-Fiqh Al-Wadhiib, untuk Ibtida’iyyah
12. Mudzakirat Ushul Fiqh, untuk tingkat Aliyah
13. Tarikh Al-Figh Al-Islami, untuk Perguruan Tinggi
c) Bidang tauhid
1. Keimanan Dan Akhlak
2. Beriman Dan Budi Pekerti
3. Perbandingan Agama
4. Daru Al-Tauhid
5. Al-Adyah
d) Bidang Bahasa Arab
1. Metodik Khusus Bahasa Arab
2. Daru Al-Lughah Al-Arabiyah
3. Al-Muhaddatsah Al-Arabiyyah
4. Al-Mukhtarat Li Al-Muthala’ah Wa Al-Mahfudzat
5. Qomus A’rabi Indunisi
e) Bidang Pendidikan
1. Pemimpin Pelajaran Agama
2. Pelajaran Umum Ilmu Mendidik
3. Pokok-Pokok Pendidikan Dan Pengajaran
4. Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam
44
5. Sejarah Pendidikan Islam Dari Zaman Rasulullah, Khilafah Rasyidin,
Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, Sampai Zaman Mamluk Dan Ustmani
Turki
6. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
7. Perbandingan Di Negara-Negara Islam Dan Intisari Pendidikan Barat
8. Ilmu Jiwa Anak-Anak67.
67 Mahmud, yunus, Tafsir Qur’an Karim. Hal. 595
45
BAB IV
Analisis Hasil Terjemahan Kata Wali dan Auliya
A. Pendahuluan
Setiap perbuatan tidak akan terlepas dari pelakunya (subjek). Demikian halnya
dengan produk penerjemahan. Produk terjemahan itu dianggap baik atau buruk,
jelas atau bertele-tele, sangat tergantung siapa yang menerjemahkan. Walaupun
penerjemah sebagai pencipta, ia tidak punya kebebasan seluas kebebasan yang
dimiliki penulis naskah aslinya, karena ia menciptakan dunia ciptaan yang sudah
ada68.
Seperti yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya bahwa objek
penelitian ini adalah penulis akan menganalisis Al-Qur’an terjemahan bahasa
Indonesia The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus yang
mengandung makna polisemi. Penulis juga membatasi analisis ini hanya pada kata
Wali dan Aulia.
Dengan demikian, untuk memudahkan penulis menganalisa dan mengambil
kesimpulan berikut ini penulis akan menganalisis dan mengkategorikan kata wali
dan auliya yang mengandung makna polisemi dalam penjelasan di berikut ini.
B. Persamaan dan Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya antara
Terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
1. Persamaan Makna Polisemi Kata Waliyy dan Auliya antara Terjemahan The
Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
68 Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004). Hlm. v
46
a. Wali
Setelah peneliti menganalisa kedua tafsir yaitu Tafsir The Holy Qur’an
terjemahan Ali Audah dan Terjemahan Tafsir Mahmud Yunus, peneliti telah
menemukan ayat-ayat Al-Qur’an yang diterjemahkan dengan kata Wali hanya ada
satu surat, yaitu di dalam surat Yunus: 62.
No Ayat Surat Persamaan Terjemahan
versi Ali Audah versi Mahmud Yunus
یونس : 62 1
Ketahuilah, para wali Allah, mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah, tiada ketakutan terhadap mereka dan tiada pula mereka berdukacita
Berdasarkan perbandingan terjemahan yang ada pada surat di atas, maka dapat
diketahui persamaan terjemahan Ali Audah dan Mahmud Yunus tidak
menunjukkan adanya perbedaan diantara keduanya, mereka sama-sama
menerjemahkan kata wali dengan terjemahan wali. Selanjutnya, persamaan yang
didapat ketika menganalisis persamaan antara terjemahan Ali Audah dan Mahmud
Yunus kedua penafsir sama-sama memilih menggunakan model penerjemahan
praktis dengan menerjemahkan apa adanya makna kata tersebut, sebab pengertian
kata-kata tersebut sudah terbiasa dipahami dengan pengertian harfiahnya. Menurut
Mahmud Yunus dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud Wali ialah
orang-orang yang beriman serta takut kepada Allah, artinya mengikuti
47
perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Mereka tiada takut dan tiada pula
berduka cita, serta mendapat kabar suka pada hidup di dunia dan akhirat. Jika
mereka ditimpa musibah mereka selalu menerima dengan hati yang sabar dan
iman yang teguh69. Sedangkan menurut Ali Audah di dalam bukunya adalah
Auliya bentuk jamak dari kata wali yang bermakna dasarnya adalah dekat. Dari
sini kemudian berkembang makna-makna baru pendukung, pelindung, kawan70
Yang semuanya diikat oleh benang merah kedekatan. Jadi, jika dilihat kedua
penerjemah ini sama-sama memiliki pemahaman yang sama dalam menafsirkan
kata wali.
b. Teman
Pada analisa yang selanjutnya penulis juga menemukan bahwasanya kata wali
dan auliya selain diterjemahkan Wali oleh Ali Audah dan Mahmud Yunus,
merekapun menerjemahkan kata tersebut dengan terjemahan teman. Penulis
menemukannya hanya pada satu ayat saja yaitu pada surat Maryam ayat 45.
69 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 300 70 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 206
48
Pada surat Maryam ayat 45 di sini penulis tidak melihat adanya perbedaan
diantara terjemahan Yusuf Ali dan Mahmud Yunus mereka berdua sama-sama
menerjemahkan kata wali dengan terjemahan teman. Di sini Ali Audah dan
Mahmud Yunus menerjemahkan kata wali melihat kata tersebut berada di dalam
konteks dari kedekatan, maka yang dimaksudkan Wali di sini adalah orang-orang
yang menyimpan rasa persahabatan dengan setan dan persahabatan dengan setan
juga mengandung arti bersekutu dengan setan yang sudah lepas dari perlindungan
hukum71. Karena dalam ayat ini membahas tentang konteks Nabi Ibrahim yang
melarang bapanya menyembah setan72.
2. Perbedaan Makna Polisemi Kata Wali dan Auliya antara Terjemahan
The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus
Ada persamaan antara Terjemahan The Holy Qur’an oleh Ali Audah dan
Tafsir Mahmud Yunus dalam memaknai dan menafsirkan kata Wali dan Auliya,
71 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm.760
72 Mahmud, Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 442
No Ayat Surat Persamaan Terjemahan
versi Ali Audah versi Mahmud Yunus
مریم : 45 1
Ayah, saya khawatir ayah akan mendapat azab dari (Allah) Maha pemurah akan menimpa ayah, maka setan akan menjadi teman ayah
Ya bapaku, sesungguhnya aku takut (khwatir), bahwa engkau akan ditimpa siksaan dari yang Mahapengasih, lalu engkau menjadi wali (teman) bagi syetan
49
bahkan juga terdapat perbedaan-perbedaan dalam kedua tafsir tersebut. Adapun
perbedaannya yaitu:
a. Pelindung dan Wali
Di sini penulis dapat melihat di dalam beberapa surat yang terdapat di
Al-Qur’an kata wali dan auliya menurut versi Ali Audah dan Mahmud Yunus
diterjemahkan secara berbeda. Ali Audah menerjemahkan kata tersebut dengan
kata pelindung sedangkan Mahmud Yunus menerjemahkan kata tersebut dengan
terjemahan Wali. Di antaranya pada surat Al-Baqarah Ayat 107, 120, Al-An’am;
70,127, Attaubah; 74, 116, 23,71, Arrad; 37,16, Al-Kahfi; 26, 50, 17, Al-Maidah;
51,57,81, Al-A’rof;30, 155, 196, Al-Anfal; 72,73, Hud; 20,113, Annisa; 75,119,
123, 173, Yusuf;101. Namun, di sini Penulis hanya akan memberikan beberapa
contoh kasus pada surat Al-Baqarah Ayat 107, Attaubah; 116, Arrad; 37 dan
Al-Kahfi; 26.
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud Yunus
البقرة : 107 1
Tidakkah kau ketahui bahwa kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi? Dan selain Allah, bagimu tiada pelindung dan penolong
Tidakkah engkau tahu, bahwa bagi Allah kerajaan langit dan bumi; dan tak ada wali dan penolong untukmu, selain dari Allah
التوبة : 116 2
Milik Allah segala kerajaan langit dan bumi. Dialah yang menghidupkan dan yang mematikan. Bagimu tiada
Sesungguhnya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan.
50
Di sini penulis melihat banyak sekali terjadinya perbedaan makna yang
diterjemahkan oleh Ali Audah dan Mahmud Yunus. Yang dimana Ali Audah
menerjemahkan dengan kata Pelindung sedangkan Mahmud Yunus
pelindung dan penolong selain Allah
Dan tidak ada bagimu wali dan penolong selain daripada Allah
الرعد : 37 3
Demikian kami menurunkannya sebagai peraturan yang sah dalam bahasa arab. Kalau engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu disampaikan kepadamu, maka bagimu tak ada pelindung dan penjaga
Demikianlah kami turunkan Qur’an (berisi) hukum dan dalam bahasa Arab. Demi, jika engkau ikut hawa nafsu mereka, setelah datang ilmu pengetahuan kepadamu, mereka tidak ada bagimu wali dan tiada pula yang memeliharakan dari (siksaan) Allah
الكھف : 26 4
Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal: hanya Dia (yang mengetahui) segala rahasia langit dan bumi: betapa jelas Ia melihat dan mendengar (segalanya). Tak ada pelindung bagi mereka selain Dia, dan tiada dengan siapapun Ia bersekutu dalam menetapkan perintah-Nya
Katakanlah: Allah lebih mengetahui berapa lama pemuda2 itu diam dalam gua itu. bagiNya yang gaib di langit dan di bumi. Alangkah (terang) pnglihatanNya dan alangkah (nyaring) pendengaranNya! Tak ada bagi mereka wali, selain dari padaNya dan taiada bersekutu dengan seorang juapun tentang hukumNya
51
memaknainya dengan kata Wali. Di sini memang terlihat perbedaan makna akan
tetapi, perbedaan tersebut tidak terlalu fatal. Karena, keduanya hanya berbeda
pada metodenya saja, Mahmud Yunus menerjemahkannya dengan terjemahan
Harfiah. Padahal pemahaman di antara keduanya tentang makna wali masih satu
pemahaman. Ali Audah menerjemahkan Pelindung karena menurutnya Wali itu
adalah jamak dari Auliya yang mempunyai beberapa makna salahsatunya adalah
sifat pelindung73. Maka dari itu Ali Audah lebih menonjolkan terjemahannya pada
Tafsiriah yaitu sifatnya dari Wali (Pelindung)
b. Pelindung dan Pemimpin
Selanjutnya peneliti juga melihat adanya perbedaan terjemahan kata Wali dan
Auliya pada kedua tafsir tersebut yakni pada surat Al-Baqarah; 257, Al-Imron;68,
28. Ali Audah menerjemahkannya dengan kata pelindung, sedangkan Mahmud
Yunus menerjemahkannya dengan kata Pemimipin. Berikut surat-surat yang di
terjemahkan secara berbeda:
73 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 206
52
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud Yunus
البقرة : 257 1
Allah pelindung mereka yang beriman, mengeluarkan mereka dari jurang kegelapan ke dalam cahaya; dan mereka yang ingkar pelindung mereka adalah setan: mengeluarkan mereka dari cahaya ke dalam jurang kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka; disana mereka tinggal selama-lamanya.
Allah memimpin orang-orang yang beriman, dikeluarkanNya mereka dari gelap gulita kedalam nur (terang benderang). Orang-orang yang kafir itu, wali2nya ialah thaghut. Mereka itulah penghuni neraka, serta kekal didalamnya.
العمران : 68 2
Orang-orang yang terdekat kepada ibrahim ialah mereka yang mengikutinya, dan seperti juga nabi ini dan mereka yang beriman: dan Allah pelindung orang-orang mukmin
Sesunguhnya yang se-hampir2 manusia kepada Ibrahim, ialah orang2 yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang2 yang beriman, dan Allah memimpin orang2 yang beriman
53
Berikutnya penulis melihat perbedaan makna yang ditafsirkan oleh Ali Audah
dan Mahmud Yunus. Yaitu pada surat surat Al-Baqarah; 257, dan Al-Imron;68,
28. Ali Audah menerjemahkan pelindung sedangkan Mahmud Yunus
menerjemahkan pemimpin di sini memang terlihat perbedaan makna akan tetapi,
perbedaan tersebut tidak terlalu fatal. Karena, keduanya hanya berbeda
dipemilihan diksinya saja. Karena pemahaman di antara keduanya tentang makna
wali masih satu pemahaman. Ali Audah menerjemahkan pelindung karena
menurutnya seorang pelindung itu adalah seorang Pemimpin74, namun Ali Audah
lebih menonjolkan terjemahannya pada sifatnya (pelindung) sedangkan, Mahmud
Yunus lebih pada subjeknya Pemimpin
c. Kawan dan Wali
74 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 193
3 28
Janganlah orang beriman mengambil orang tak tak beriman menjadi pelindung, dengan meninggalkan orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, tak ada satu pertolongan dari Allah, kecuali bila menjaga diri dari mereka dan Allah memperingatkan kamu terhadapNya dan hanya kepada Allah tempat kembali
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orng-orang kafir jadi pemimpin bukan orang mukmin. Barangsiap memperbuat demikian, bukanlah ia dari (agama) Allah sedikitpun, kecuali jika kamu takut kepada mereka sebenar2nya takut; dan Allah mempertakuti kamu dengan dirinya dan kepada Allah tempat kembali
54
Pada penelitian selanjutnya penulis juga menemukan perbedaan dalam
menerjemahkan kata Wali dan Auliya pada surat Annisa; 76,89. Yaitu dengan
menerjemahkan kata Kawan dan Wali, Ali Audah menerjemahkannya dengan
kata Kawan, sedangkan Mahmud Yunus menerjemahkannya dengan kata Wali.
Adapun ayatnya sebagai berikut:
No Aya
t
Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
النساء : 76 1
Mereka yang beriman, berperang di jalan Allah dan mereka yang kafir berperang di jalan setan: maka, perangilah kawan-kawan setan; tipu daya setan sesungguhnya lemah
Orang2 beriman berperang pada sabilillah dan orang2 yang kafir berperang pada jalan syetan, maka perangilah olehmu wali-wali syetan, sesungguhnya tipu daya sytan itu amat lemah
55
2 89
Mereka mengharapkan sekiranya kamu mau menjadi kafir seperti mereka sendiri yang sudah kafir. Dengan demikian kamu sama sejajar (dengan mereka). Janganlah kamu jadikan mereka kawan sebelum mereka mau berpindah ke jalan Allah (dari yang segala dilarang), tetapi jika mereka membelot tangkaplah dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka. Dan janganlah jadikan mereka kawa, jangan jadikan penolong.
Mereka bercita2, supaya kamu menjadi kafir, seperti mereka telah menjadi kafir, sehingga kamu bersamaan dengan mereka, sebab itu janganlah kamu angkat mereka jadi wali, kecuali jika mereka telah berhijrah pada jalan Allah. Jika mereka berpaling, tawanlah dan bunuhlah mereka dimana kamu memperoleh mereka. Janganlah kamu ambil mereka jadi wali dan janganlah pula jadi pembantu
Pada surat Annisa; 76,89, jelas sekali terlihat perbedaan antara kedua tafsir
tersebut yang mengartikan kata Auliya. Yang mana Ali Audah menerjemahkannya
dengan kata Kawan, sedangkan Mahmud Yunus mengartikannya dengan kata
Wali. Namun, perbedaan tersebut tidak terlalu fatal. Dan perbedaan lainnya yaitu
dalam metode terjemahnnya saja. Mahmud Yunus menerjemahkannya
menggunakan metode Harfiay, sedangkan Ali Audah menggunakan metode
Tafsiriay. Karena kedua tokoh tersebut yakni Ali Audah dan Mahmud Yunus
56
mengartikan kata Wali sama pendapatnya. Yusuf Ali berpendapat bahwa kata
Wali dari akar kata yang sama seperti maula, sedangkan kata maula dari akar kata
Wala, yakni dekat dalam arti tempat atau hubungan, kerabat dekat, teman,
kawan75
d. Pelindung dan Tuhan
Selain diterjemahkan yang telah disebutkan di atas, kata Wali dan Auliya juga
diterjemahkan oleh kedua tafsir tersebut dengan kata Pelindung dan Tuhan.
Yakni pada surat Al-An’am;14, dan Al-Kahfi;102. Ali Audah menerjemahkannya
dengan kata pelindung, sedangkan Mahmud Yunus dengan kata Tuhan. Adapun
surat-suratnya yaitu sebagai berikut:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
األنعام : 14 1
Katakanlah: “adakah yang selain Allah akan kuambil sebagai pelindung, pencipta langit dan bumi? Dan Dia memberi makan tetapi tidak diberi makan. Katakanlah: “aku mendapat perintah menjadi orang yang pertama
Katakanlah: adakah pantas lain Allah kuangkat menjadi wali (Tuhan)? Padahal Dia yang menciptakan langit dan bumi dan Dia memberi makan dan Dia tiada diberi makan. Katakanlah: sesungguhnya
75 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 193
57
tunduk (dalam Islam) dan janganlah kamu masuk kedalam golongan orang musyrik
aku disuruh, supaya aku orang yang mula2 Islam dan janganlah engkau termasuk orang2 yang musyrik
الكھف : 102 2
Adakah mereka yang kafir akan menjadikan Aku sebagai pelindung selain Aku? Sungguh, Kami telah menyediakan neraka jahannam sebagai tempat tinggal orang-orang kafir
Adakah orang2 kafir mengira, bahwa mereka mengangkat hambaKu (Malaikat, Isa dll). Jadi wali (Tuhan), selain daripadaKu? Sesungguhnya Kami sediakan nereka jahannam untuk tempat tinggal orang2 kafir itu
Pada kasus di atas sebenarnya kedua terjemahan ini memiliki makna yang
sama. Hanya pemilihan diksi yang berbeda. Karena sifat salah satu sifat dari
Tuhan adalah Pelindung. Karena itu Ali Audah lebih menggunakan kata
Pelindung dari sifat Tuhan itu sendiri, sedangkan Mahmud Yunus lebih kepada
subjeknya yaitu Wali dalam hal ini adalah Tuhan.
e. Penguasa dan Wali
Barikutnya perbedaan yang terjadi yaitu pada surat Al-Anfal; 34. Yaitu antara
terjemahan kata Penguasa yang digunakan oleh Ali Audah, dan kata Wali yang
58
digunakan oleh Mahmud Yunus. Berikut surat dan terjemahan kedua versi tafsir
tersebut:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
األنفال : 34 1
Mengapa mereka tidak diazab oleh Allah, ketika merintangi (orang) memasuki Masjidil Haram padahal mereka bukan penguasanya; yang berhak menguasai hanyalah orang yang bertakwa. Tetapi kebanyakan mereka tidak tahu.
Mengapakah Allah tidak akan menyiksa mereka, sedang mereka menghalang-halangi masuk ke masjidil haram, padahal mereka bukan menjadi walinya. Walinya tidak lain, hanya orang2 yang takwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui
Pada surat Al-Anfal; 34 jelas sekali terlihat adanya perbedaan penggunaan
kata dalam menerjemahkan kata auliya. Akan tetapi perbedaan tersebut hanya
dalam pemilihan diksinya saja. Namun terjemahan versi Ali Audah lebih
menyesuaikan konteksnya, karena ayat ini dalam tafsirnya menjelaskan tentang
ketika orang-orang kaum aristokrat melarang kaum muslim masuk ke Masjidil
Haram, padahal mereka bukanlah seorang penguasa, hanya berpuara-pura sebagai
59
penjaga76. Sedangkan terjemahan versi Mahmud Yunus lebih kepada terjemahan
apa adanya atau harfiah
f. Teman dan Wali
Setelah penulis menganalisis di dalam surat Annisa ayat 139 dan ayat 144
pada buku Ali Audah dan Tafsir Mahmud Yunus menerjemahkan kata auliya
tersebut secara berbeda, berikut ini contohnya:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
النساء : 139 1
Mereka yang menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dengan meninggalkan kaum beriman, adakah mengharapkan pada mereka kehormatan? Tidak semua kehormatan hanya pada Allah
(yaitu) mereka yang mengangkat orang2 menjadi wali, bukan orang2 mukmin. Adakah mereka menuntut kekuasaan dari mereka itu? Sesungguhnya kekuasaan itu semuanya bagi Allah
2 144
Orang-orang beriman! Janganlah jadikan orang kafir sebagai
Hai orang2 yang beriman, janganlah kamu mengangkat
76 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 416
60
teman seperjuangan dengan meninggalkan kaum mukmin. Inginkah kamu supaya Allah memberikan bukti yang nyata terhadap kamu?
orang2 kafir menjadi wali, bukan orang2 mukmin. Adakah kamu kehendaki, mengadakan bagi Allah keterangan yang nyata atas kekafiranmu?
Adapun hasil dari penelitian ayat di atas, penulis telah menemukan perbedaan.
Yakni Ali Audah menerjemahkan kata Auliya dengan kata Teman, sedangkan
Mahmud Yunus menerjemahkan dengan kata wali. Seperti yang telah disebutkan
di atas bahwa perbedaan di atas hanya berbeda pada pemilihan katanya dan
metode penerjemahannya. Dalam metode terjemahan yang digunakan oleh
Mahmud Yunus menggunakan metode Harfiah, sedangkan Ali Audah lebih
menyesuaikan konteksnya yang mana konteks ayat tersebut mengenai tentang
orang yang paling pantas dijadikan teman seperjuangan adalah orang mukmin77
dan lebih mudah dipahami.
g. Kawan dan Pemimpin
Dari banyaknya makna yang ada, kata wali atau auliya juga diterjemahkan
dengan makna kawan. Akan tetapi, antara Ali Audah dengan Mahmud Yunus
menerjemahkan kata tersebut dengan berbeda makna, Ali Audah menerjemahkan
dengan makna Kawan sedangkan Mahmud Yunus dengan makna pemimpin
Berikut surat-surat yang diterjemahkan secara berbeda Al-Imron-175, Al-An’am;
128
77 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 230
61
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
العمران : 175 1
Hanya setanlah yang menakuti-nakuti (kamu) terhadap kawan-kawanya, janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu beriman
Sesunguhnya syetan2 itu hanya mempertakuti yang di bawah pimpinannya, sebabitu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu, jika kamu orang yang beriman
األنعام : 128 2
Suatu hari ia akan mengumpulkan mereka semua (dan berfirman): “Hai masyarakat jin! Sudah banyak kamu (menyesatkan) manusia.” Kawan-kawan mereka dari kalangan manusia akan berkata: “Tuhan kami sudah saling memperoleh keuntungan, tetapi sekarang saat yang Kau tentukan buat kami sudah tiba.” Ia
Pada hari Allah menghimpun mereka sekalian, (lalu dikatakan kepada mereka): Hai sekalian jin, sesungguhnya telah banyak memperdayakan manusia. Berkatalah pemimpin-pemimpin manusia: ya Tuhan kami, telah bersuka ria setengah kami dengan yang lain; (sekarang) telah tiba masa yang telah
62
berfirman: “Ya, apilah tempat tinggalmu! Tempat tinggalmu yang selama-lamanya, kecuali Allah menghendaki lain.” Karena Tuhanmu Maha bijaksana, Maha tahu.
Engkau janjikan kepada kami. Allah berfirman: nerakalah tempat kamu, serta kekal di dalamnya, kecuali jika Allah menghendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Maha bijaksana, lagi Maha mengetahui
Pada surat Pada surat Al-Imron-175, Al-An’am; 128 di sini terlihat perbedaan
antara terjemahan keduanya Ali Audah menerjemahkan Kawan sedangkan
Mahmud Yunus menerjemahkan pemimpin. Perbedaan disini terletak pada
diksinya. Dan perbedaan lainnya terlihat bahwa bentuk jamak atau tunggalnya Ali
Audah lebih memperhatikan kedudukan bahasa sumber dan bahasa sasarannya
terlihat di sini bahasa sumbernya berbentuk jamak kemudian Ali Audahpun
menerjemahkan ke dalam bahasa sasarannya dalam bentuk jamak pula yaitu pada
surat Al-imron ayat 175. Kalau dilihat maknanya keduanya memiliki pemahaman
makna yang sama. Karena pada dasarnya seorang pemimpim itu harus dekat
seperti seorang kawan.
h. Pelindung dan Pemelihara
Pelindung dan Pemelihara adalah suatu kata yang berpolisemi karena masih
ada hubungannya tidak saling berlawanan antara kedua kata tersebut. Selanjutnya
penulis juga menemukan perbedaan terjemahan pada kata Wali di dalam surat
63
Al Imron ayat 122 dan Annisa ayat 45 yang di terjemahkan dengan dua versi yang
berbeda-beda. Yakni Ali Audah menerjemahkannya memakai kata Pelindung,
sedangkan Mahmud Yunus dengan kata Pemelihara. Berikut adalah ayat-ayatnya
dan versi terjemahannya penulis cantumkan dibawah ini:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Yusuf Ali
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
العمران : 122 1
Tatkala ada dua golongan dari pihak kamu mulai merasa takut padahal Allah melindungi mereka. Dan hanya kepada Allah orang beriman seharusnya tawakal
Ketika dua golongan di antara kamu bercita-cita hendak mundur (lari) dan Allah, wali (memeliharakan) keduanya; dan hanya kepada Allah hendaklah orang2 beriman menyerahkan diri
النساء : 45 2
Tetapi Allah lebih mengetahui akan musuh-musuh kamu. Dan sudah cukup Allah sebagai pelindung, cukup Allah sebagai penolong
Allah lebih mengetahui musuh-musuhmu dan cukuplah Allah jadi walimu (memeliharamu) dan cukuplah Allah penolongmu
Pada ayat-ayat di atas jelas sekali terjadi perbedaan terjemahan antar kedua
Tafsir tersebut. Namun perbedaan itu hanya pada pemilihan diksinya saja. Karena
64
hubungan antara kata Pelindung dan Pemelihara masih ada hubungannya, yaitu
sama- sama suatu kata sifatnya Wali dalam hal ini yaitu Allah. Dan menurut
Mahmud Yunus kata auliya adalah jamak dari Wali yang mana mempunyai
makna yang menolong, yang memelihara, yang memimpin seperti Allahu
waliyu’lmukminin artinya Allah Wali yang artinya yang menolong orang-orang
mukmin78.
i. Pelindung dan Penolong
Selanjutnya setelah penulis meneliti surat Al-Isra ayat 111 dan ayat 97.
Penulis melihat adanya perbedaan antara kedua tafsir tersebut. Yaitu pada surat
Al-Isra ayat 111 dan ayat 97. Mahmud Yunus menerjemahkannya dengan kata
Penolong, sedangkan Ali Audah menerjemahkannya dengan kata Pelindung.
Namun penulis hanya mengambil contoh pada ayat 111 saja. Adapun surat dan
terjemahan kedua versi tersebut adalah sebagai berikut:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
االسراء : 111 1
Katakanlah: “segala puji bagi Allah yang tidak beranak dan tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan; dan Ia tidak (memerlukan) apapun yang akan melindungi-
Katakanlah: (segala) puji bagi Allah yang tiada mempunyai anak dan tak ada bagi-Nya sekutu dalam kerajaan-Nya, dan tak ada bagi-Nya penolong
78 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 98
65
Nya dari kehinaan; agungkanlah Dia demi kemuliaan-Nya
karena (mendapatkan) kehinaan dan besarkanlah Dia sebesar2nya
Adapun hasil dari peneliti pada ayat di atas yaitu surat Al-Isra ayat 111
yaitu hanya berbeda pada diksinya saja. Padahal keduanya sama-sama
menyebutkan sifat dari wali (Allah) tersebut yaitu pelindung dan penolong. Kata
wali yang bermakna dasarnya adalah dekat. Dari sini kemudian berkembang
makna-makna baru pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai, lebih utama
dan lain-lain yang semuanya diikat oleh benang merah kedekatan79.
Penggunaan kata wali jika menjadi sifat Allah hanya ditunjukkan kepada
orang-orang yang beriman. Karena itu kata wali bagi Allah diartikan dengan
pembela, pendukung dan sejenisnya80, tetapi pembelaan dan pendukungan yang
bersifat positif serta berkesudahan baik.
j. Penolong dan Wali
Selain itu ada beberapa ayat yang berbeda terjemahannya antara Ali Audah
dengan Mahmud Yunus. Ali Audah menerjemahkan kata wali dengan terjemahan
penolong, sedangkan Mahmud Yunus menerjemahkan kata tersebut dengan
terjemahan Wali. Berikut adalah kata wali yang diterjemahkan secara berbeda di
antaranya pada surat Al-An’am ayat 51 dan surat Al-Maidah ayat 55:
79 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 98 80 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 98
66
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
األنعام : 51 1
Peringatkanlah dengan itu mereka yang takut akan dihimpun kehadapan tuhan. Selain Dia, bagi mereka tak ada penolong dan tak ada pemberi syafa’at, supaya mereka bertakwa
Berilah peringatan dengan Qur’an akan orang2 yang takut, bahwa mereka akan dihimpunkan kepada Tuhannya, tidak ada bagi mereka wali dan tidak pula penolong, selain dari padaNya, mudah2an mereka bertaqwa
المائدة : 55 2
Penolongmu sesungguhnya Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, mereka yang mendirikan salat dan menunaikan zakat seraya menundukan kepala
Sesungguhnya wali kamu ialah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang mendirikan sembahyang dan memberikan zakat, sedang mereka itu tunduk (kepada Allah)
67
Kemudian dalam surat Al-An’am ayat 51 dan surat Al-Maidah ayat 55,
perbedaan yang terdapat di sini tidaklah terlalu fatal Ali Audah menerjemahkan
penolong sedangkan, Mahmud Yunus menerjemahkan wali di sini hanya berbeda
di diksinya saja. Kalau Ali Audah lebih memilih diksi yang modern atau sering
dipahami oleh para pembaca. Namun perbedaan ini tidaklah terlalu fatal.
k. Kawan dan Pengikut
Pada kali ini penulis juga menemukan perbedaan dalam surat Al-An’am ayat
121 pada terjemahan Ali Audah dan Mahmud Yunus pada kata Auliya. Ali Audah
menerjemahkannya memakai kata Kawan, sedangkan Mahmud Yunus
menerjemahkan dengan kata Pengikut. Adapun surat dan terjemahan pada kedua
versi tersebut adalah sebagai berikut:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
األنعام : 121 1
Janganlah kamu makan (sembelihan) apa saja yang untuk itu tidak disebutkan nama Allah, karena yang demikian suatu perbuatan fasik; setan-setan yang akan membisikkan kepada kawan-kawannya supaya membantah kamu; dan kalau kamu menuruti
Janganlah kamu memakan hewan yang disembelih tanpa disebut nama Allah. Sungguh yang demikian itu adalah fasik. Sesungguhnya syetan-syetan itu membisikkan kepada pengikut-pengikutnya, supaya
68
mereka niscaya kamu termasuk orang yang musyrik.
mereka membantah kamu dan jika kamu ikut mereka itu, niscaya kamu menjadi orang2 musyrik
Setelah penulis analisis pada ayat di atas yaitu pada surat Al-An’am ayat 121.
Perbedaan ini hanya pada di diksinya saja, karena pada dasarnya kedua penafsir
ini mengartikan kata Wali dengan pengertian yang sama. Ali Audah mengatakan
bahwa wali dari akar kata yang sama seperti maula, dan maula dari akar kata wala
yaitu dengan makna dekat dalam arti tempat atau hubungan. Oleh karena itu wali
berarti sama seperti arti tetangga, teman, kawan, mitra atau pengikut81.
l. Sekutu dan Wali
Pada selanjutnya penulis juga menemukan satu ayat yang menerjemahkannya
kata Auliya secara berbeda antara kedua terjemahan tersebut yakni pada surat
Al-A’rof ayat 27, dimana Ali Audah menerjemahkannya dengan kata Sekutu,
sedangkan Mahmud Yunus dengan menggunakan kata Wali. Berikut adalah
terjemahan kedua versi tersebut:
81 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 193 dan 206
69
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
األعراف : 27 1
Hai anak-anak adam! Janganlah biarkan setan menggoda kamu seperti perbuatannya mengeluarkan ibu bapamu dari surga, dengan meninggalkan pakaian supaya mereka memperlihatkan aurat. Ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat dan kamu tak dapat melihat mereka. Kami jadikan setan-setan sekutu mereka yang tak beriman
Hai anak2 Adam, janganlah kamu terperdaya oleh syetan, sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari dalam syurga, sedang ia meninggalkan pakaian keduanya, supaya terbuka kemaluannya. Sesungguhnya syetan itu dan balatentaranya melihat kamu sedang kamu tiada melihatnya. Sesungguhnya kami angkat syetan2 itu menjadi wali bagi orang2 yang tiada beriman
Pada ayat di atas yakni pada surat Al-A’rof ayat 27, di sini terlihat jelas sekali
kedua mufassir menerjemahkan kata Auliya secara berbeda. Namun seperti yang
telah disebutkan diatas bahwa perbedaan terjemahan pada kata Auliya di dalam
70
ayat Al-A’rof ayat 27 hanya berbeda pada diksinya saja. Karena Mahmud yunus
berpendapat bahwa kata Wali itu adalah dua orang yang sangat berdekatan,
menolong atau di tolong82, dan Ali Audahpun berpendapat bahwa wali dari akar
kata yang sama seperti maula, dan maula dari akar kata wala yaitu dengan makna
dekat dalam arti tempat atau hubungan. Oleh karena itu wali berarti sama seperti
arti tetangga, teman, kawan, mitra atau pengikut83. Selain itu perbedaan antara
kedua penafsir itu adalah dari metode penerjemahannya. Ali Audah lebih
menyesuaikan bahasa modern, sedangkan Mahmud Yunus lebih kepada
terjemahan apa adanya atau tafsiriyah.
m. Ahli waris dan Anak
Ahli waris dan Anak adalah kata yang berpolisemi yang mana sama-sama
mempunyai makna yang berhubungan yakni sama-sama keturunan dari seorang
ayah dan ibu, dan pada hal ini penulis menemukannya di dalam surat Maryam
ayat 5. Disini penulis mencantumkan ayat beserta kedua versi terjemahan antara
Ali Audah dan Mahmud Yunus:
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
مریم : 5 1
Dan aku khawatir akan kerabat-kerabatku sesudah kutinggalkan, sebab istriku
Sesungguhnya aku takut akan orang2 yang akan menjadi wali sepeninggalku (yaitu orang-
82 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 98 83 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks, Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 193 dan 206
71
mandul. Maka karuniakanlah kepadaku seorang ahli waris dari pihak-Mu
orang yang jahat), sedang perempuanku mandul, sebab itu berilah aku seorang wali (anak) dari sisi-Mu
Pada surat Maryam ayat 5 di atas, setelah penulis teliti bahwa perbedaan itu
hanya terdapat pada diksinya saja, karena kedua penafsir tersebut menafsirkannya
dengan sama yakni tentang membahas Zakaria yang menginginkan seorang
keturunan yang baik dari Allah, karena Zakaria dan istrinya sudah melampaui usia
untuk mendapatkan anak. Melihat pertumbuhan Maryam itu. Lalu Zakaria sempat
berdzikir adakah ia ingin mengambil Maryam sebagai anak angkat? Sangat
mengejutkan sekali, ia diberi seorang putra yang nyata, di tandai oleh sebuah
tanda kegaiban84
n. Ahli waris dan Wali
Dalam surat Al-Isra ayat 33 penulis melihat hanya Mahmud Yunuslah yang
menerjemahkan kata Wali dengan makna apadanya yaitu dengan menerjemahkan
Wali juga sedangkan Ali Audah menerjemahkan kata wali dengan makna Ahli
Waris. Berikut ini adalah kasusnya
84 Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali teks Terjemahan dan Tafsir Quran 30 juz Terjemahan
Bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Hlm. 139
72
No Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
اإلسراء : 33 1
Dan janganlah kamu menghilangkan nyawa yang diharamkan Allah, kecuali demi kebenaran. Dan barang siapa di bunuh dengan melanggar keadilan, kepada ahli warisnya Kami beri hak (menuntut kisas atau maaf); tetapi janganlah berlebihan dalam melakukan pembunuhan, sebab dia dibela (oleh undang-undang)
Janganlah kamu membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan kebenaran. Barangsiapa terbunuh dengan aniaya, sesungguhnya Kami berikan kekuasaan kepada walinya (untuk menuntun bela), sebab itu janganlah ia berlebih-lebihan dalam pembunuhan. Sesungguhnya ia mendapat pertolongan
Pada kasus di atas sebenarnya sama seperti kasus-kasus sebelumnya yakni
hanya berbeda pada diksinya dan pada metode penerjemahannya. Karena pada
dasarnya kedua penafsir itu mempunyai pemahaman yang sama dilihat dari cara
menafsirkannya di dalam buku kedua penafsir tersebut.
o. Pemuka dan Wali
Pada analisis terakhir ini, penulis juga menemukan perbedaan di dalam surat
An-Nahl ayat 63. Berikut ini contohnya:
73
Ayat Surat Perbedaan
Terjemahan versi Ali Audah
Terjemahan versi Mahmud
Yunus
النحل : 63 1
Demi Allah kami (juga), telah mengutus (rasul-rasul) kepada beberapa umat sebelummu; lalu setan mengelabui mereka seolah pekerjaan mereka indah. Maka dia itulah pemuka mereka hari ini, dan mereka akan merasakan azab yang pedih
Demi Allah. Sesungguhnya telah kami utus (beberapa rasul) kepada beberapa umat sebelum engkau, lalu syetan menghiaskan (memandangkan baik) kepada mereka perbuatannya (yang jahat), sebab itu dialah wali mereka pada hari ini (dunia) dan untuk mereka itu siksaan yang pedih
Pada surat An-Nahl ayat 63 ini perbedaan yang terlihat pada pemilihan
diksinya. Karena wali menurut Mahmud Yunus di sini adalah orang yang paling
dekat85.
85 Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim. Hlm. 98
74
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai penerjemah Ali Audah dan Mahmud Yunus sama-sama memberikan
penjelasan yang mudah untuk dipahami. Hal ini disebabkan antara lain karena
keduanya lebih sama-sama memilih bahasa yang cocok dengan bahasa umat dan
pemikiran mereka di abad modern.
Polisemi merupakan satu kata atau leksem yang mengandung banyak makna
dan dari banyaknya makna tersebut tidak saling bertentangan atau masih ada
hubungannya. Banyaknya makna tersebut polisemi selain dapat berakibat
negative, juga merupakan unsur positif, disebut negatif karena dapat
menimbulkan kesalahan penerimaan informasi, disebut positif karena justru
memperkaya kandungan makna suatu bentuk kebahasaan sehingga lebih lentur
untuk digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda
Setelah penulis analisis terjemahan Wali dan Auliya yang terdapat pada Tafsir
Mahmud Yunus. Kata Wali dan Auliya terdapat tiga belas arti yaitu: Pengikut,
Pemimpin, Wali, Penolong, Tuhan, Pemelihara, Teman, Anak, Saudara,
Kakasih, Pembantu, Sekutu, Sahabat sedangkan pada Terjemahan The Holy
Qur’an oleh Ali Audah. Kata Wali dan Auliya terdapat 8 arti yaitu: Penguasa,
Pelindung, Kawan, Penolong, Teman, Sekutu, Ahli waris, Pemuka.
75
DAFTAR PUSTAKA
Aly Ash Shabuny, Muhammad. Pengantar Study Al-Qur’an. Bandung: At-tibyan AL-Ma’arif, 1984, cet.1.
Nata, Abuddin. Al-Qur’an dan Hadist. Jakarta: Raja Grasindo Persada, 1998, cet.ke 6.
E Lauder, Allan. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Ali, Atabik. Al-Asryi kamus arab-indnesia. Yogyakarta: Mulya Karya Grafika,1998.
Fuad Abdul Baqi, Muhammad. Al-Mu’jam Al-Mufahrosh Li Al-fadzi Al-Qur’an
Al-Karim. Turki, Maktabah Al-Islamiyah, 1984.
Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah; Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik, Bandung: TPA, 1994, cet. I.
Widyamartaya, Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Machali, Rochyah. Pedoman Bagi Penerjemahan. Jakarta: PT. Grasindo, 2000, cet.
Ke-1.
Hanafi, Nurrachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Flores: Nusa Indah, 1986, cet. Ke-1.
Hidayatullah, Moch. Syarif. Pengantar Linguistik Bahasa Arab. Klasik Modern.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer. Tangerang: Al-Kitabah, 2014.
Subuki, Makyun. SEMANTIK. Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Trans Pustaka Model Aplikasi: Jakarta RAJA GRAFINDO PERSADA, 2011.
Munawwir Warson, Ahmad. Qamus al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009. Tata Bahasa Praktis Bahasa Idonesia. Jakarta: Rineka Citra, 2011.
Aminuddin. Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna. Malang: Sinar Baru Algensindo, 1985.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
76
Shihabuddin. Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktek. Bandung: Humaniora, 2005, cet. Ke-1.
Ali Hasan, Muhammad. dan Syauqi Nawasi, Rifa’at. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Amin Suma. Muhammad. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Matsna, Muhammad. Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontemporer. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Yule, George. Kajian Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Ullman, Stephen. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Padeta, Mansur. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2010, Cet. Ke-2.
Arif Rokhman, Muhammad. Penerjemahan teks inggris teori dan latihan dilengkapi Teks teks Ilmu sosial dan Humaniora. Yogyakarta: Pyiramid Publisher, 2006.
Taufiqurrochman, H.R. Leksikologi Bahasa Arabi. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Kushartanti. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Mukhtar Umar, Ahmad. Ilmu Dilalah. Kuwait: Jamiatul Kuwait, 1982.
Wahhab Khallaf, Abdul. Ilmu Ushul Fiqih.nSemarang: Toha Putra Group, 1994, cet. 1.
Audah, Ali. Dari Khazanah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999, cet ke-1. Tafsir Yusuf Ali teks, terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 Juz. Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa, 2009. Qur’an-Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996
Supratman, Abdul Rani dan Sugriati, Endang. 115 Ikhtisar Roman Sastra Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Selia, 1999, cet. ke-I.
Kholil, Ahmad. Firdaus. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2005.
Sumardjo, Jacob. "Kritik Cerpen di Bawah Jembatan Gantung". Pikiran Rakyal Bandllng. th XX, no: 87. Rabu 26 Juni 1985.
Rina, Malta. Pemikiran dan Karya-karya Prof. Dr. Mahmud Yunus tentang
77
Pendidikan Islam Jurusan Ilmu Sejarah Pascasarjana Universitas Andalas, Padang, 2011.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Jakarta: Mahmud Yunus wa Dzurriyah, 2011.
Halim Soebahar, Abdul. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Nasution, H. harun. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Dahlan Azis, Abdul. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Mahfuz, Najib. Midaq Allay. Jakarta: Obor Indonesia, 1991.
Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.
Yusuf Ali, Abdullah. Tafsir Yusuf Ali teks, terjemahan dan tafsir Quran 30 juz terjemahan bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Bogor: Litera AntarNusa, 2009.