12
1 POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani Hutan ”Bulu Dua” yang mengelola hutan rakyat di Desa Lasiwala, Kecamatan Pitu Riawa Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengelolaan lahan kritis bersama masyarakat pada areal hutan rakyat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, dianalisis dan dibahas dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengelolaan hutan rakyat dilakukan dalam bentuk monokultur tanpa tanaman pendamping. Anggota kelompok tani pada umumnya mempunyai kebun di luar kawasan hutan Gmelina yang dikelola secara terpisah berupa kebun coklat, jambu mete dan kelapa. Untuk menambah sumber pendapatan selain dari sektor kehutanan, rata-rata petani memiliki lahan pertanian atau empang ikan yang dikelola secara terpisah di luar kawasan hutan rakyat atau bekerja di luar sektor kehutanan dan pertanian. Struktur organisasi kelompok tani termasuk dalam kategori organisasi modern. Adanya wadah kelompok tani ini semakin mempermudah pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan para petani khususnya dalam melakukan pembinaan. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program hutan rakyat adalah lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan kering yang berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor. Kata kunci : pengelolaan, hutan rakyat, lahan kritis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan sumberdaya hutan tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, karena kerusakan dan menurunnya produktifitas. Salah satu alternatif pemecahannya adalah melakukan pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan hutan yang tidak produktif, atau pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat atau hutan hak adalah hutan alam atau hutan tanaman yang berada di luar kawasan hutan negara yang telah dibebani hak milik secara sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Bupati Sidrap, 2003).

Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

1

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan)

Oleh :

Nur Hayati

Ringkasan

Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani Hutan ”Bulu Dua” yang mengelola hutan rakyat di Desa Lasiwala, Kecamatan Pitu Riawa Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengelolaan lahan kritis bersama masyarakat pada areal hutan rakyat. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, dianalisis dan dibahas dengan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengelolaan hutan rakyat dilakukan dalam bentuk monokultur tanpa tanaman pendamping. Anggota kelompok tani pada umumnya mempunyai kebun di luar kawasan hutan Gmelina yang dikelola secara terpisah berupa kebun coklat, jambu mete dan kelapa. Untuk menambah sumber pendapatan selain dari sektor kehutanan, rata-rata petani memiliki lahan pertanian atau empang ikan yang dikelola secara terpisah di luar kawasan hutan rakyat atau bekerja di luar sektor kehutanan dan pertanian. Struktur organisasi kelompok tani termasuk dalam kategori organisasi modern. Adanya wadah kelompok tani ini semakin mempermudah pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan para petani khususnya dalam melakukan pembinaan. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program hutan rakyat adalah lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan kering yang berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor.

Kata kunci : pengelolaan, hutan rakyat, lahan kritis

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan

sumberdaya hutan tidak mampu memberikan manfaat yang optimal, karena kerusakan

dan menurunnya produktifitas. Salah satu alternatif pemecahannya adalah melakukan

pembangunan hutan tanaman di dalam kawasan hutan yang tidak produktif, atau

pembangunan hutan rakyat. Hutan rakyat atau hutan hak adalah hutan alam atau hutan

tanaman yang berada di luar kawasan hutan negara yang telah dibebani hak milik secara

sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Bupati Sidrap, 2003).

Page 2: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

2

Hutan rakyat mempunyai peran positip baik secara ekonomi maupun secara

ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan, penyediaan

lapangan kerja, dan memacu pembangunan daerah. Sedangkan dari aspek ekologi hutan

rakyat mampu berperan positip dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan,

memperbaiki kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air.

Program hutan rakyat jenis Gmelina di Sulawesi Selatan khususnya yang dilakukan

di Dusun Makkoring Desa Lasiwala Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap merupakan

inisiatif pemerintah melalui program pengembangan hutan rakyat pada lahan kritis. Hal

ini disebabkan di wilayah tersebut terdapat hampir 250 hektar lahan kritis yang terletak

di hulu DAS Bila. Melihat kenyataan tersebut, perlu kiranya mengetahui pola

pengelolaan hutan rakyat bersama masyarakat pada lahan kritis yang dianggap telah

berhasil sehingga dapat dijadikan acuan dan pembelajaran dalam rangka menghijaukan

kembali lahan-lahan kritis di Indonesia.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pengelolaan hutan rakyat pada

lahan kritis bersama masyarakat.

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2003 di Desa Lasiwala, Kecamatan

Pitu Riawa, Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Lokasi ini merupakan lahan marjinal

yang dikelola atas inisiatif masyarakat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan

cara disengaja (purposive). Kriteria lokasi yang dipilih adalah kecamatan/desa yang

mempunyai areal hutan di luar kawasan negara.

Page 3: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

3

B. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan warga masyarakat, tokoh

masyarakat, aparat desa dan lain-lain. Pengambilan sampel responden dilakukan secara

acak terhadap anggota kelompok tani Bulu Dua. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, kantor BPS Sidrap, kecamatan Pitu Riawa dan desa

Lasiwala, dan beberapa literatur yang relevan dengan penelitian ini.

C. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, dianalisis dan dibahas dengan

metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah

analisis penjelasan untuk data-data kualitatif. Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif

adalah analisis penjelasan untuk data-data yang bersifat kuantitatif dengan cara tabulasi

sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Letak dan Luas

Desa Lasiwala merupakan salah satu desa di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten

Sidrap, Propinsi Sulawesi Selatan. Desa ini terletak kira-kira 18 km dari ibukota

kabupaten dengan luas wilayah 11,17 Km2. Kondisi topografi kecamatan Pitu Riawa 53%

keadaan tanahnya datar, 35% berbukit dan bergunung 12%. Di Desa Lasiwala

topografinya 75% datar dan 25% berbukit dengan ketinggian < 500 meter dpl. Luas

kawasan hutan rakyat di kecamatan Pitu Riawa seluas 8.013,1 Ha. Sedangkan luas lahan

kritis di luar kawasan hutan di kecamatan Pitu Riawa sebesar 2.210 Ha. Lokasi desa ini

bertipe iklim F (kering), dengan bulan basah terjadi antara bulan Oktober – Januari,

sedang bulan kering terjadi antara bulan Februari – Agustus. Curah hujan lokasi ini

adalah 76,8 mm/th.

Page 4: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

4

2. Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi angkutan yang ada di Desa Lasiwala yaitu mobil penumpang

umum, mobil angkutan umum, sepeda motor dan sepeda. Alat tranportasi yang umum

digunakan 80% adalah sepeda. Selain itu transportasi menuju desa ini juga cukup sulit.

Sarana jalan di Dusun Makkoring desa Lasiwala sepanjang 4 km yang berupa jalan tanah

setapak. Jadi sarana jalan tergolong sangat kurang. Namun fasilitas lainnya agak baik,

karena terdapat sekolah dasar, tempat ibadah, sarana olah raga dan sarana kesehatan.

3. Kependudukan

Desa Lasiwala termasuk dalam klasifikasi desa swakarya yang dihuni sebanyak

1.226 orang, dengan kepadatan 110 per km2. Tingkat pendidikan masyarakat cukup baik

karena 42,2% (517 orang) lulus SD, 231 orang (18,8%) lulus SMP, 4,8% (59 orang)

tamat SLTA atau sederajat, 0,04% (4 orang) tamat perguruan tinggi dan 33,8% (415

orang) belum sekolah/tidak tamat SD.

Mata pencaharian masyarakat desa ini sebagian besar 50,1% bekerja sebagai

petani, 1,7% peternak, 34,7% sektor perkebunan, 2,9% pedagang, 1,8% bekerja di sektor

industri, 1,7% transportasi, 3,5% pegawai negeri dan 3,8% bekerja di sektor lainnya.

Jumlah rata-rata tanggungan keluarga yang mengelola hutan rakyat sebanyak tiga orang.

4. Sejarah Hutan Rakyat

Areal tanaman ini semula berupa padang alang-alang yang merupakan lahan Hak

Guna usaha (HGU) yang tidak dikelola. Pada tahun 1996 seorang tokoh masyarakat

berinisiatif untuk mengelola lahan tersebut untuk dijadikan lahan perkebunan dengan cara

mengajak masyarakat sekitar untuk mau menghijaukan lahan tersebut. Setelah melihat

keberhasilan tokoh masyarakat tersebut dalam mengubah lahan ilalang menjadi lahan

yang lebih produktif, maka pemerintah dalam hal ini BRLKT pada tahun 1999

memberikan bantuan bibit Gmelina untuk areal seluas 148 ha. Bibit tanaman tersebut

ditanam oleh masyarakat pada tahun 2000. Salah satu syarat agar masyarakat dapat

menggarap lahan negara ini adalah harus ada suatu kelembagaan yang berbentuk

kelompok tani. Maka pada bulan September 2000 dibentuklah Kelompok Tani.

Page 5: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

5

Bantuan yang diberikan berupa bibit Gmelina sebanyak 200.000 batang, jambu

serta bibit tanaman lain seperti mete, sukun, mangga, coklat, gamal dan palawija yang

diserahkan kepada kelompok tani desa Lasiwala. Setiap anggota berhak mengelola lahan

seluas maksimal 1 hektar/KK. Masyarakat beranggapan bahwa lahan tersebut akhirnya

akan menjadi hak milik, sehingga mereka datang ke lokasi tersebut untuk ikut

berpartisipasi, walaupun sebenarnya mereka bukan penduduk setempat. Karena hutan

Gmelina yang dikelola oleh rakyat baru berumur 3 tahun dan belum bisa dipetik hasilnya,

maka sumber mata pencaharian utama adalah berladang di sawah sendiri atau bekerja di

sektor lain di luar lokasi hutan rakyat Gmelina ini. Dengan demikian perekonomian

mereka sudah tercukupi, dan hutan Gmelina mereka anggap sebagai tabungan di masa

depan.

Dampak lingkungan dengan adanya program hutan rakyat ini adalah masyarakat

merasakan lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah gersang dan lahan

kering yang berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor. Disamping itu keberadaan hutan

rakyat ini mengakibatkan terciptanya sumber-sumber air yang dimanfaatkan oleh

penduduk untuk mencukupi kebutuhan air setiap harinya dan biasa digunakan untuk

memelihara ikan.

5. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat

Sistem penanaman Gmelina (Gmelina arborea) yang dilakukan adalah dengan

cara menamam ulang semua tanaman dengan tanaman baru. Metode penanaman

beraturan dengan jarak 3 x 3 m. Jenis tanaman pokok yang diusahakan adalah Gmelina

(Gmelina arborea). Pengelolaan hutan rakyat di Desa Lasiwala dilakukan dalam bentuk

monokultur tanpa tanaman pendamping. Umur pengelolaan lahan hutan Gmelina di desa

Lasiwala ini hampir 7 tahun sedangkan umur pengelolaan Gmelina sendiri baru berumur

tiga tahun dengan keliling pohon masih relatif kecil berkisar antara 20 cm – 40 cm.

Sehingga dari segi finansial petani belum memperoleh pendapatan dari penjualan

tanaman Gmelina ini. Umur produktif daur dari hutan Gmelina sekitar 10 – 15 tahun

sudah masak tebang dan bisa dipakai untuk bahan baku kayu pertukangan maupun

bangunan, sedangkan pada umur kurang lebih 8 tahun sangat baik digunakan sebagai

bahan baku pulp dan kertas.

Page 6: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

6

Anggota kelompok tani pada umumnya mempunyai kebun di luar kawasan hutan

Gmelina yang dikelola secara terpisah berupa kebun coklat, jambu mete dan kelapa.

Untuk menambah sumber pendapatan selain dari sektor kehutanan, rata-rata petani

memiliki lahan pertanian atau empang ikan yang dikelola secara terpisah di luar kawasan

hutan rakyat atau bekerja di luar sektor kehutanan dan pertanian (misalnya : pedagang,

pegawai negeri, buruh pabrik dan lain-lain). Hal ini disebabkan tanaman kehutanan

memiliki daur produksi yang cukup lama yaitu berkisar antara 8 – 15 tahun dan ini

merupakan tabungan (saving) jangka panjang yang diharapkan (espected value) diperoleh

oleh masyarakat.

Hasil yang dikelola di luar hutan rakyat ini umumnya untuk dikonsumsi sendiri

(subsisten) sedangkan hasil dari tanaman tahunan umumnya dijual ke pasar (komersial)

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari segi ekonomi tanaman tahunan seperti

coklat yang sudah berumur 4 tahun dalam sebulan dapat dipanen dua kali dengan hasil

sebesar 300 kg per panen dan harga jual Rp. 10.000/kg. Sedangan jambu mete yang

berumur 7 tahun dapat dipanen tiga kali setahun dengan hasil 60 kg per panen dan harga

jual Rp. 6000/kg. Berikut ini beberapa jenis-jenis tanaman semusim yang dibudidayakan

oleh masyarakat dan merupakan bantuan dari BP DAS Jeneberang Walanae pada tahun

2001-2002 :

kakkao55%

lombok8%

pisang33%

kacang hijau0%

jagung1%

ubi kayu3%

Gambar 1. Jenis tanaman sela

Page 7: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

7

Rata-rata pemilikan lahan berkisar antara 0,5 - 4 Ha. Berikut ini komposisi luas

kepemilikan lahan anggota kelompok tani :

< 1 Ha20%

>2 Ha4%

1 - 2 Ha76%

Gambar 2. Komposisi kepemilikan lahan

Dari gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata luas kepemilikan lahan anggota

kelompok tani berkisar antara 1-2 hektar. Sedangkan tataguna lahan di Kecamatan Pitu

Riawa menunjukkan bahwa 38% lahan digunakan untuk hutan rakyat dan 29%

merupakan tanah sawah. Berikut ini komposisi tataguna lahan yang terdapat di

Kecamatan Pitu Riawa :

19%

6% 38%

29% 4%

0%

2% 2%

Tanah sawah Tegalan PekaranganPerkebunan Padang Rumput Kolam TambakHutan Rakyat Lainnya

Gambar 3. Komposisi tataguna lahan di Kecamatan Pitu Riawa

Page 8: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

8

Jumlah keluarga yang terlibat dalam kegiatan hutan rakyat Gmelina ini sebanyak

100 KK dari 271 jumlah KK (37%). Mayoritas usia anggota kelompok tani yang terlibat

dalam kelompok tani Bulu Dua merupakan usia produktif dengan kisaran usia responden

antara 20– 70 tahun. Prosentase penduduk dengan pendidikan minimal populasi sebesar

5% (63 orang lulusan SMU). Dari hasil wawancara 90% responden merupakan penduduk

asli setempat sedangkan sisanya merupakan pendatang. Rata-rata jumlah tanggungan

keluarga tiga orang. Berikut komposisi umur anggota kelompok tani yang terlibat dalam

pengelolaan lahan hutan rakyat tersebut :

36-50 th27%

20-35 th50%

>66 th8%51-65 th

15%

Gambar 4. Komposisi umur anggota Kelompok Tani Bulu Dua

6. Kelembagaan

Kelembagaan untuk mengelola hutan rakyat Gmelina di Desa Lasiwala yaitu

Kelompok Pelestarian Sumber Daya Alam “ Bulu Dua” dengan jumlah anggota pada

awal berdirinya tahun 2000 sebanyak 84 orang sedangkan sekarang sudah bertambah

menjadi sekitar 100 orang. Kelompok tani ini dibentuk dengan tujuan untuk mencari

jalan keluar yang cepat dan tepat dalam memecahkan permasalahan, kesepakatan

bersama dalam mengatasi masalah bersama, serta berbagi pengalaman mengenai

masalah pertanian secara umum maupun kehutanan.

Struktur organisasinya termasuk dalam kategori organisasi modern. Tata

hubungan antar pengurus dan anggota kurang berfungsi karena kesibukan masing-masing

dalam mengurus lahan pertaniannya (sawah). Anggota kelompok tani adalah penduduk

Page 9: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

9

sekitar dan di dalam hutan yang masuk secara aktif dengan melakukan pendaftaran.

Berikut ini bagan struktur organisasi Kelompok Tani Bulu Dua :

Gambar 5. Struktur organisasi Kelompok Tani Bulu Dua

Pergantian pengurus dalam kelompok tani belum pernah terjadi, karena dianggap

bahwa pengurus belum ada penggantinya. Aturan organisasi bersifat formal karena aturan

dan sanksi-sanksi sudah tertulis, dengan peran dan tanggungjawab yang jelas. Adapun

peran dari masing-masing pengurus adalah sebagai berikut : (a) pelindung berperan

melindungi organisasi, yang bertindak sebagai pelindung adalah Dinas Kehutanan Sidrap,

(b) pembina berperan melaksanakan pembinaan terhadap kelompok tani baik teknik

maupun non teknis, yang bertindak sebagai pembina adalah BP DAS Jeneberang dan

LSM Yagrobitama, (c) ketua berperan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok,

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya ketua kelompok dibantu oleh

sekretaris dan bendahara kelompok. Selain itu ada peraturan tidak tertulis yang telah

Ketua

Pembina

Pelindung

Sekretaris Bendahara

Anggota

Page 10: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

10

disepakati, yaitu apabila lahan hutan tidak dikelola dengan baik selama tiga bulan maka

luas lahan tersebut dikurangi 0,5 ha. Kemudian bila masih tidak dikelola, petani tersebut

dikeluarkan dari keanggotaan dan dicabut hak pengelolaannya. Sebaliknya apabila petani

mampu mengelola lahan hutannya dengan baik dalam jangka waktu tiga bulan maka luas

lahan yang diberikan kepadanya, dapat ditambah menjadi dua hektar atau sesuai

kemampuannya.

Adanya wadah kelompok tani semakin mempermudah pemerintah daerah, dalam

hal ini adalah Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP DAS Jeneberang Walanae dan

LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi dengan para petani khususnya dalam

kegiatan pembinaan. Disamping itu dari segi sosial budaya adanya kelompok tani

mampu menciptakan suasana ”gotong-royong” diantara anggotanya secara intern dan

dengan warga desa secara ekstern.

Pengembangan kelompok tani dilakukan melalui kegiatan pelatihan/kursus

pengelolaan hutan rakyat yang diselenggarakan oleh instansi terkait (lebih dari satu kali

dalam setahun). Pertemuan rutin kelompok tani dilaksanakan dua kali dalam sebulan

untuk membahas pelaksanaan, perkembangan hutan rakyat, evaluasi kendala-kendala

yang dihadapi masyarakat secara langsung di lapangan, dan didiskusikan bersama-sama

untuk mencari solusi yang tepat. Pemerintah daerah mendukung pengembangan hutan

rakyat, melalui pemberian bibit unggul setempat seperti Gmelina dalam pelaksanaan

program penangananan lahan kritis.

Hutan rakyat di Kabupaten Sidrap telah diatur dalam PERDA No. 3 tahun 2003

tentang izin pengelolaan/ pemanfaataan hutan rakyat. Izin pengelolaan hutan rakyat

dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi dan mengembangkan hutan rakyat sesuai

dengan fungsinya. Sedangkan izin ini bertujuan untuk memberikan wewenang kepada

pemegang izin untuk melaksanakan eksploitasi kayu yang meliputi penebangan,

penyaradan, pengumpulan dan pengangkutan. Disamping itu setiap pemegang izin

dilarang :

1) menebang atau memungut kayu melebihi target dan waktu yang ditentukan dalam

izin;

2) memungut atau menerima kayu dari luar areal yang telah ditentukan dalam izin dan

Page 11: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

11

3) menebang pohon pada areal yang dilindungi sebagaimana yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Desa Lasiwala mempunyai aturan tertulis (legal) maupun tidak tertulis yang

merupakan hasil kesepakatan (konvensi) warga masyarakatnya. Semua peraturan itu

mendukung pelaksanaan hutan rakyat desa tersebut. Sedangkan beberapa program

diantaranya program Pengembangan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Program Reboisasi)

pemerintah yang berkaitan dengan bidang kehutanan sangat mendukung program

penghijauan lahan kritis yang ada di desa Lasiwala.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jenis tanaman pokok yang diusahakan di hutan rakyat desa Lasiwala adalah

Gmelina (Gmelina arborea) dengan pola monokultur tanpa tanaman pendamping.

2. Organisasi kelompok tani memiliki struktur organisasi modern. Adanya wadah

kelompok tani ini semakin mempermudah Dinas Kehutanan Kabupaten Sidrap, BP

DAS Jeneberang Walanae dan LSM Yagrobitama, untuk melakukan koordinasi

dengan petani khususnya dalam melakukan pembinaan.

3. Dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program hutan

rakyat adalah terciptanya lingkungan (iklim mikro) yang lebih baik, tidak ada tanah

gersang dan lahan kering berupa alang-alang, erosi dan tanah longsor, tercipta

sumber-sumber air yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk mencukupi kebutuhan

air setiap harinya dan digunakan untuk memelihara ikan.

B. Saran

1. Perlunya upaya penanaman kembali lahan-lahan kritis (lahan tidur) yang belum

dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pendekatan social forestry sehingga dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat dan hutan lestari.

2. Perlunya pemberdayaan masyarakat (empowering) melalui Kelompok Tani Hutan

sehingga sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

Page 12: Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan Kritis - puspijak.orgpuspijak.org/uploads/info/Pola Pengelolaan Hutan Rakyat pd Lahan... · POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS

12

DAFTAR PUSTAKA

Bupati Sidrap, 2003. Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 3 tahun 2003 tentang Izin pengelolaan/pemanfaatan hutan rakyat. Sidrap.

BPS. 2003. Kabupaten Sidrap dalam angka 2002. Sidrap. BPS. 2003. Kecamatan Pitu Riawa dalam angka 2002. Sidrap.