95
1 POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS DI LEMBAGA U & ME CARE PALEMBANG SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Oleh : MAGFIRAH AS SYIFA NUR PRATIWI 1730701124 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG 2021

POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

  • Upload
    others

  • View
    22

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

1

POLA KOMUNIKASI TERAPIS

DALAM TERAPI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS

DI LEMBAGA U & ME CARE PALEMBANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Komunikasi

Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh :

MAGFIRAH AS SYIFA NUR PRATIWI

1730701124

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

RADEN FATAH PALEMBANG

2021

Page 2: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

2

Page 3: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

3

Page 4: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

4

Page 5: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Selalu Ada Harapan Bagi Orang yang Berdo’a dan Selalu Ada Jalan Bagi

Orang yang Berusaha”

SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK :

1. Terimakasih kepada Allah SWT, atas nikmat hidup yang sudah diberikan

kepada saya, atas kesehatan dan kekuatan yang sudah diberikan. Saya

bersyukur untuk setiap keberkahan dan karunia, bahkan doa-doa yang

sudah engkau jawab ya Robb.

2. Kedua orang tuaku, Subur Anendi dan Yenny Nurbayani, A.Md yang tak

hentinya mendo’akan ku disetiap langkahku menuju cita-citaku.

3. Saudara ku Muhammad Lutfi Nur Anendi dan Abdurrahman Nur Aidil

Fitri yang selalu menjadi penyemangat.

4. Keluarga Besar Papa dan Mama yang selalu menjadi support dalam

perkuliahan dan pengerjaan skripsi.

5. Mbak Yessi dan Tiara Oktaviani, A.Md, Kep yang telah support dalam

penelitian.

6. Teman–teman Vici partner skripsi, Sundari, Ichi, Ojak, Serli,Tria, Tesya,

Maudy dan Ilmu Komunikasi D 2017 Almamater dan teman-teman

seperjuangan Program Studi Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang

7. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, telah membantu

dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Seluruh mahasiswa/i Ilmu Komunikasi FISIP UIN Raden Fatah

Palembang dan semua pihak yang sudah membantu saya, terima kasih

sebanyak-banyaknya.

Page 6: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

6

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur saya panjatkan atas kehadiran Allah SWT, karena limpahan

Rahmat dan Keberkahan-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang

berjudul “Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Penyandang Autisme di Lembaga U&Me Care Palembang”. Sholawat

beserta salam saya curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai

Uswatun Hasanah dalam meraih kesusksesan di dunia maupun di akhirat.

Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan akhir guna mendapatkan gelar

sarjana pada program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Raden Fatah Palembang. penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Prof. Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag,. M.A, selaku Rektor UIN Raden

Fatah Palembang

2. Prof. Dr. Izomiddin, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politk UIN Raden Fatah Palembang

3. Dr. Yenrizal, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu poltik UIN Raden Fatah Palembang.

4. Ainur Rofik, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang, sekaligus sebagai Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan dalam

menyelesaikan skripsi

5. Dr. Kun Budianto, M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang

6. Reza Aprianti M.A selaku Kepala Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang

7. Eraskaita Ginting, M.I.Kom selaku Sekretaris Prodi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah

Palembang, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi

8. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden

Fatah Palembang yang telah memberikan banyak ilmu selama proses

perkuliahan

9. Staf/pegawai administrasi FISIP UIN Raden Fatah Palembang yang

membantu segala proses administrasi saat perkuliahan.

10. Deasy Hassanah selaku Kepala Terapis Lembaga U&Me Care telah

memberikan izin penelitian ditempat sekaligus menjadi Narasumber.

11. Emilda dan Masna selaku Terapis terapi perilaku Lembaga U&Me

Care yang telah bersedia menjadi narasumber.

Page 7: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

7

12. Betrice selaku orang tua dari anak terapis yang telah memberi

kesempatan menjadi narasumber.

13. Staf/pegawai administrasi Lembaga U&Me Care yang membantu

segala izin dalam penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan terdapat hal-hal yang harus diperbaiki. Maka dari itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua penyusunan skripsi

ini, dan penulis juga berharap agar skripsi ini dapat dijadikan referensi serta

memberikan manfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 04 Agustus 2021

Magfirah As Syifa Nur Pratiwi

Page 8: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

8

DAFTAR ISI

COVER LUAR

HALAMAN NOTA PERSETUJUAN ........................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ..................................................................... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi

DAFTAR TABLE .................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii

DAFTAR BAGAN.................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5

C. Tujuan .................................................................................................... 5

D. Manfaat .................................................................................................. 5

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6

F. Kerangka Teori .................................................................................... 12

1. Komunikasi .................................................................................. 12

2. Pola Komunikasi .......................................................................... 12

3. Komunikasi Antarpribadi ............................................................. 13

4. Terapis ........................................................................................ 14

5. Autisme ........................................................................................ 14

6. Terapi Perilaku ............................................................................. 14

7. Teori Interaksi Simbolik ............................................................... 15

G. Metodelogi Penelitian ......................................................................... 15

1. Pendekatan Penelitian .......................................................... 15

2. Data dan Sumber Data .......................................................... 16

3. Teknik Pengumpulan data .................................................... 16

4. Lokasi Penelitian .................................................................. 17

5. Teknik Analisis Data ............................................................ 17

H. Sistematika Penelitian ................................................................. 19

BAB II KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERAPIS DAN TERAPI

PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS ................................ 20

A. Peran Penting Komunikasi Interpersonal Terapis ...................... 20

B. Terapi Perilaku Anak Penyandang Autis Secara Umum ............. 22

Page 9: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

9

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................ 25

A. Sejarah U&Me Care Palembang .................................................. 25

B. Visi dan Misi Lembaga U&Me Care Palembang ........................ 26

C. Program Terapi Lembaga U&Me Care Palembang .................... 27

D. Struktur Organisasi U & Me Care Palembang ............................ 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 30

A. Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Penyandang Autisme di Lembaga U&Me Care Palembang ....... 30

1. Pola Komunikasi Primer ....................................................... 30

a. Komunikasi Verbal ........................................................ 31

b. Komunikasi Nonverbal .................................................. 32

2. Pola Komunikasi Sekunder................................................... 34

3. Pola komunikasi Sirkular ..................................................... 36

B. Proses Komunikasi Yang ddi Lakukan Terapis dalam Terapi

Perilaku Anak Penyandang Autis ................................................ 40

C. Kendala Terapis dalam Terapi Perilaku Anak Penyandang Autis54

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 56

A. Kesimpulan .................................................................................. 56

B. Saran ........................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian Terdahulu........................................................................... 6

Tabel 2. Daftar Informan ................................................................................ 16

Page 11: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

11

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dokumentasi gedung U &Me Care Palembang ........................... 25

Gambar 2. Lambang U & Me Care Palembang ............................................. 27

Gambar 3. Komunikasi Nonverbal terapis pada saat terapi ........................... 32

Gambar 4. Media terapis stopwatch dan bola ................................................ 35

Gambar 5. Terapis menggunakan Flash Card ............................................... 36

Gambar 6. Anak mengikuti intruksi ............................................................... 39

Gambar 7. Anak mengikuti intruksi ............................................................... 39

Gambar 8. Anak mengikuti intruksi ............................................................... 39

Gambar 10. Anak memalingkan pandangan saat kontak mata....................... 44

Gambar 11. Terapis mengarahkan anak untuk kontak mata .......................... 45

Gambar 12. Anak mengikuti intruksi ............................................................. 45

Gambar 13. Anak mengikuti intruksi menjunjuk telinga ............................... 46

Gambar 14. Anak mamalingkan pandangan .................................................. 47

Gambar 15. Terapis mengulang intruksi ........................................................ 47

Gambar 16. Anak meletakan tangan pada posisi sesuai intruksi.................... 48

Gambar 17. Terapis intruksi duduk tenang .................................................... 59

Gambar 18. Kaki anak tetap bergerak ............................................................ 50

Gambar 19. Terapis mengulang intruksi dan anak memalingkan pandangan 50

Gambar 20.Anak mengikuti intruksi duduk tenang ....................................... 51

Gambar 21. Bentuk reward pada komunikasi terapis ..................................... 53

Page 12: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

12

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Program Lembaga U&Me Care Palembang ................................... 26

Bagan 2. Struktur Organisasi U&Me Care Palembang ................................ 29

Page 13: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

13

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Penyandang Autis di Lembaga U&Me Care Palembang”. Lembaga U&Me Care

Palembang merupakan salah satu lembaga terapi anak berkebutuhan khusus di

Palembang yang memberikan pelayanan yang baik dan terapis yang

berpengalaman. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola komunikasi

apa yang diterapkan terapis Lembaga U&Me Care Palembang dalam terapi

perilaku anak penyandang autis. Metode penelitian yang digunakan ialah

desktiptif kualitatif. Sumber data primer dengan mewawancarai kepala terapis

dan dua terapis perilaku di lembaga U&Me Care beserta orang tua anak yang

telah tingkat akhir dalam terapi perilaku. Sumber data sekunder ialah berupa

dokumen lembaga U&Me Care Palembang, buku-buku, jurnal, foto, dan video.

Teori yang digunakan ialah teori interaksi simbolik dimana terdapat pertukaran

simbol dan makna antar interaksi manusia. Hasil dari penelitian ini ialah pola

komunikasi yang diterapkan oleh Lembaga U&Me Care Palembang adalah pola

komunikasi primer yang dilakukan antara terapis dan anak penyandang autis

terjadi komunikasi non verbal dan verbal, pola komunikasi sekunder yang

menggunakan media dan alat dalam terapi sebagai sarana berkomunikasi antara

terapis dan anak penyandang autism seperti, flashcard, pena, pensil, stopwatch,

bola dan serta benda disekitar area terapi dan Pola komunikasi sirkular. Proses

komunikasi yang dilakukan terapis dalam terapi perilaku dengan konseling,

assessment, materi kontak mata, intruksi dan duduk tenang. Pada hasil terapi

anak autis menghasilkan komunikasi dua arah dan mengikuti intruksi, terapis

mengalami kendala saat terapi ketika anak tantrum dalam kondisi tertentu.

Kata Kunci : Pola, Komunikasi, Terapis, Autis.

Page 14: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

14

ABSTRACT

This study entitled "Therapist Communication Patterns in Behavior Therapy of

Children with Autism at the U&Me Care Institute Palembang". The U&Me Care

Institute Palembang is one of the therapy institutions for children with special needs in

Palembang that provides good service and experienced therapists. The purpose of this

study is to find out what Communication patterns are applied by the therapist of the

Palembang U&Me Care Institute in behavioral therapy for children with autism. The

research method used is descriptive qualitative. Sources of primary data by

interviewing the head therapist and two behavioral therapists at U&Me Care

institutions along with parents of children who have final degrees in behavioral

therapy. Secondary data sources are documents from the U&Me Care Palembang

institution, books, journals, photos, and videos. The theory used is the theory of

symbolic interaction where there is an exchange of symbols and meanings between

human interactions. The results of this study are the Communication patterns applied

by the U&Me Care Institute Palembang are the primary Communication patterns

carried out between the therapist and children with autism, non-verbal and verbal

Communication occurs, secondary Communication patterns that use media and tools in

therapy as a means of Communication between therapists and children. people with

autism such as flashcards, pens, pencils, stopwatches, balls and objects around the

therapy area and circular Communication patterns. The Communication process

carried out by the therapist in behavioral therapy is counseling, assessment, eye

contact material, instructions and sitting quietly. The results of therapy for autistic

children produce two-way Communication and follow instructions, the therapist

experiences problems during therapy when the child has tantrums under certain

conditions.

Keywords: Pattern, Communication, Therapist, Autism.

Page 15: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat dilakukannya Pra-penelitian yang dilakukan peneliti di

Lembaga U&Me Care Palembang, Peneliti bertemu dengan salah satu

anak didik terapi penyandang Autis di dalam area tempat tunggu. Peneliti

melihat anak penyandang autis ini dengan senangnya keluar dari gerbang

belajar untuk menuju orang tuanya, sebelum berpamitan anak penyandang

autis ini melakukan perintah dari terapis untuk bersalaman, 2 dari 3 anak

yang ada di lingkungan tersebut merespon dengan cepat perintah terapis,

walau dengan gerakan badan dan pandangan yang tidak fokus dengan di

tuntun oleh orang tua. Tetap melakukan gerakan tangan melambaikan

tangan sambil masuk kedalam kendaraan tetapi anak tersebut tetap

berusaha mendengarkan suara yang ada disekitarnya untuk merespon.

Peneliti mendengarkan dari salah satu terapis yang mengatakan

bahwa terdapat proses – proses yang dilewati untuk mencapai anak

penyandang autis ini dapat merespon perintah dari orang sekitarnya,

terkadang ada hal yang tidak diinginkan terjadi saat melakukan terapi.

Dikarenakan tujuan terapi mengubah perilaku anak yang menyimpang

menjadi lebih baik lagi. Setiap anak memiliki tingkat kesulitan dalam

terapi, baik itu anak penyandang autis ringan sampai menuju berat. maka

dari itu, terapi tidak luput dari komunikasi antara terapis dan anak

penyandang autis dalam melakukan terapi. Tujuannya memberikan

dukungan dan imbalan semangat terhadap anak penyandang autis, hal

tersebut salah satu bentuk semangat yang diberikan.

Komunikasi yang baik, salah satu langkah untuk membimbing dan

melakukan arahan yang baik bagi anak penyandang autis, komunikasi

antarpribadi yang menjadi acuan dalam proses komunikasi yang baik bagi

anak penyandang autis untuk menerima pesan dan menyampaikan

feedback. Komunikasi yang baik disampaikan dalam proses pengawasan

anak penyandang autis dalam mengolah perilaku anak penyandang autis

menjadi lebih baik sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku untuk

dapat lanjut menempuh pendidikan.

Sarwindah (dalam Jati, 2017:198) menjelaskan dari Salah satu

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Anak Autisme Gangguan

perkembangan yang dimiliki dan terjadi pada anak dalam kondisi tertutup,

gangguan kompleks ini akan menyebabkan anak menjadi terbatas dalam

perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Istilah autisme ini berasal dari

artian diri sendiri dan aliran Autisme mengacu pada orang yang hanya

tertarik pada dunianya sendiri, dan juga autism ini adalah gangguan pada

kemampuan komunikasi yang di alami pada waktu panjang, gejala

gangguan autis terlihat ketidakmampuan berkomunikasi yang terjadipada

Page 16: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

16

kondisi penyandang autis menyendiri dan tidak respons terhadap orang

lain yang terlihat pada usia tiga tahun pertama.

Penyebab autisme ini bisa diketahui sejak anak berusia dini, gejala

anak penyandang autisme bisa dilihat dari umur kurang lebih saat berusia

3 tahun, secara fisik anak penyandang autisme sebenernya dapat dilihat

awalnya dari bentuk wajah yang berbeda dengan anak-anak normal

lainnya, namun terkadang fisik ini sungkar dilihat sehingga bisa juga

dilihat dari cara anak berbicara dan melihat respon mereka berinteraksi

dengan orang sekitarnya. Dalam beberapa studi lain , mengatakan bahwa

autime dapat disebabkan dikarenakan kombinasi dari berbagai faktor, baik

dari genetik dan keturunan. Dan dapat merujuk faktor biologis pada

aktifitas manusia. (Atmaja, 2017:205)

Berdasarkan pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS),

menunjukan jumlah pada anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia

mencapai angka 1,6 juta anak (data 2017) dan Survei sosial Ekonomi

Nasional Badan Pusat Statistik menjelaskan pada 2016, sebanyak satu juta

diantaranya ABK yang tidak mendapatkan perlayanan khusus seperti ABK

pada umumnya (Kemendikbud.go.id/2017). Gangguan yang terjadi pada

penyandang autisme memiliki aspek gejala utama, yaitu pada gangguan

komunikasi, pada gangguan interaksi sosialdan perilaku gangguan

komunikasi, yang paling penting untuk diri anak penyandang autisme itu

sendiri ialah pada interaksi sosial anak tersebut. Sering kali gangguan

komunikasi akan terjadi interaksi sosial meningkat, dan perilaku akan

meningkat secara otomatis.

Anak penyandang autism, anak yang memiliki gangguan

interaksi sosial sama halnya dengan gangguan bersosialisasi dengan

lingkungan terdekatnya, mempunyai dunia sendiri tanpa memperdulikan

orang disekitarnya, sulitnya berinteraksi sosial membuat anak penyandang

autism ini tidak memiliki respon, siapapun yang memanggil namanya,

anak tidak akan bisa merespon. Sering kali orang tua khawatir dengan

anak yang belum merespon sekitarannya dikarenakan anak yang tidak bisa

berinteraksi dan kurangnya kontak mata merupakan suatu yang berbahaya,

anak tidak perduli apa yang akan terjadi dengan dirinya, bahkan orang

sekitar hanya dianggap anak penyandang autis sebagai objek figur.

Hal yang tidak jarang kita temui gangguan yang dimiliki anak

penyandang autisme yaitu gangguan komunikasi, pada kondisi ini anak

mempunyai isyarat sendiri untuk menarik perhatian orang disekitarnya,

mulai dari berteriak, menarik tangan, memukul sehingga itu menjadi suatu

isyarat yang digunakan anak, sering kali membuat bahasa yang digunakan

sulit untuk dipahami keinginannya.

Tidak hanya dua gangguan yang mereka punya, namun gangguan

perilaku ini sering kali menjadi perhatian orang tua, dari tidak

meresponnya anak sampai sulitnya berkomunikasi, anak kerap kali

Page 17: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

17

bertingkah laku yang tidak sewajarnya seperti anak normal pada umunya,

jika keinginannya tidak tersampaikan, sering kali anak bertingkah laku

seperti mengamuk, menjering-jerit, memukul kepala, bahkan menyakiti

orang sekitar. Penanganan anak penyandang autis baik dirumah atau di

tempat terapi perlu memperhatikan aspek materi program yang akan

maupun sedang dijalankan, maka dari itu butuh perhatian lebih dalam hal

yang berhubungan dengan faktor keselamatan anak dalam proses

penanganan. (Siswanto dan Rakhmawati,2015:56)

Jumlah penyandang Autisme di Indonesia terus meningkat.

Asisten Deputi Anak Berkebutuhan Khusus Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dalam

Auticare.id/ 2019 mengatakan jumlah penyandang autis merujuk pada dua

kasus baru setiap 1.000 penduduk per tahun dan 10 kasus per 1000

penduduk. Jumlah penduduk di Indonesia adalah 237.8 juta per 2018

dengan pertumbuhan 1,15 persen. Di Prediksi untuk penyandang Autis di

Indonesia 2,4 juta Orang dan bertambah 500 orang per tahunnya. Anak

Penyandang Autisme di Indonesia mendapatkan perlindungan hukum

diatur dalam UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabillitas.

(kompas.com, 2019).

Pendidikan bagi anak autis adalah hal yang penting bagi mereka,

dilansir dari situs berita online (okezone.com, 2018) Autism Center Riau

(ACR) menghimbau untuk anak yang menderita Autisme untuk orang tua

tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal baik itu Pendidikan

Anak Usia Dini (PAUD) maupun Sekolah Luar Biasa (SLB). Anak

penyandang autisme sangat membutuhkan penanganan dan pelayanan

khusus, anak penyandang autis merupakan anak yang memiliki hak seperti

anak normal lainnya, namun anak autis memiliki keterbatasan dalam

mengendalikan dunia nya dan mengoptimalkan kerja otak dirinya sendiri.

Orang tua kerap kali mendapatkan tingkah laku anaknya yang buruk,

dalam kondisi ini tidak sedikit anak yang mendapatkan pendidikan formal

malah mempunyai kondisi yang semakin memburuk.

Dalam hal ini dijelaskan Psikolog Tri Gunand,OT, S.Psi, S.Ked

tidak seluruh anak penyandang autism dapat dan mampu bersekolah di

sekolah formal dan umumnya. Dari pemaparan terdapat syarat - syarat

untuk anak dapat bersekolah di sekolah umum dan formal yaitu :

1. Anak dapat berkomunikasi dengan klasik, baik secara verbal maupun

nonverbal

2. Anak tidak ada lagi gangguan-gangguan perilaku seperti biasanya tatrum,

suka marah mendadak dan berteriak-teriak

3. Gangguan emosi anak sudah meredah dan pulih

4. Punya kekampuan untuk menerima akademis (HaiBunda.com,2019)

Maka dari itu jalan yang terbaik untuk anak autis mendapatkan

pendidikan dalam kondisi yang belum stabil, yaitu melalui sekolah inklusi

Page 18: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

18

atau terapi anak ABK terutama anak autis. Peneliti memilih tempat

lembaga terapi, dikarenakan penanganan yang diberikan pada terapi sesuai

dengan gejala yang dialami anak masing masing. Untuk anak penderita

autis yang ringan, anak bisa diajak berkomunikasi dengan terapis, namun

bila anak bermental lambat atau retardasi, anak dalam menjalani

rutinitasnya sehari hari membutuhkan pengawasan dan bantuan.

Terapis kerap kali menemukan anak autis yang sering

tantrum/mengamuk dikelas, atau anak merusak benda dikelas dan

menyakiti dirinya sendiri, menunjukan ledakan emosi dan kemaraham

ketika mereka menghadapkan keadaan yang sulit dan tidak mereka

mengerti apa yang sebenarnya mereka inginkan. Anak autis tanpa

kesadarannya bertingkah seperti membuat orang lain bingung dengan

tingkahnya, mulai marah tidak jelas sampai membuat mereka kesal

sendiri, tetapi kebanyakan pula anak autis ini yang tidak agresif seperti

teman-temannya, namun terkadang bertingkah sama dengan temannya

tetapi masih bisa diatasi dengan hal yang wajar. Dalam mengubah perilaku

dan berkomunikasi ini terapis membutuhkan penerapan pola komunikasi

yang benar.

Pola komunikasi adalah model hubungan antara dua orang atau

lebih yangmengirim danmenerima pesan dengan benar dan pesan yang

diterima mudah dipahami dan dipahami. Model komunikasi dapat

dipahami sebagai hubungan dan kontak dalammengirim dan menerima

pesan antara dua orang atau lebih.(Ngalimun dan Zakiah, 2019:93)

Terapi merupakan upaya dalam memulihkan dan mengontrol

kualitas kesehatan seseorang, baik yang mengalami gangguan secara

mental, fisik maupun psikososial. Terapi anak autis terdiri dari beberapa

penangananan, yaitu Terapi Akupuntur, Terapi Musik, Terapi

Balur,Terapi Makanan, dan Terapi Perilaku Terapi Lumba-Lumba. Terapi

perilaku ialah terapi yang bertujuan untuk mengubah sikap anak yang

tidak baik menjadi baik, mengubah perilaku berulang-ulang, tidak patas

dan agresif (Atmaja, 2017:216).

Dan terdapat beberapa yayasan terapi yang menangani anak

berkebutuhan khusus salah satunya Lembaga U & Me Care Palembang,

yang beralamatkan di Jalan Petanang No. 19, 20 Ilir D.I, Kecamatan Ilir

Timur I, Kota Palembang, Sumatera Selatan, Lembaga U & Me Care ini

sudah menjadi terdaftar dalam Kementerian Pendidikan dan kebudayaan

(Kemendikbud). Lembaga ini berdiri sejak 2012 di Palembang.

Lembaga U & Me Care adalah tempat yang tepat bagi anak autis

dan penyandang lainnya dikarenakan Lembaga U & Me Care secara

bertahap dalam memberikan terapi pada anak- anak yang membutuhkan

pelayanan khusus. Lembaga ini memiliki terapis yang sudah ahli dalam

menangani terapi Anak Berkebutuhan Khusus terutama Anak autis.

Lembaga ini merupakan tempat terapi yang memiliki cara dan tingkat

Page 19: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

19

perlevel dalam menangani anak autis dan penyandang lainnya. Dalam

penanganan anak yang memiliki kebutuhan khusus terapis U & Me Care

menggunakan tahapan terapi dimulai dari Basic, elementary, intermediate.

Lembaga U & Me Care Palembang berbeda dengan sekolah anak

luar biasa lainnya, lembaga U & Me Care berfokus menangani anak

berperilaku menyimpang, emosi yang tidak terkontrol diluar akademik.

Terapis sama khalayaknya dengan guru di sekolah luar biasa, namun

terapis disini berkonsentrasi dengan bagian terapi untuk keluhan anak

autis, berusaha memahami anak autis yang memiliki dunianya sendiri.

Terapis membentuk hubungan dan komunikasi yang baik kepada Anak

autis sehinga mereka merasa nyaman dan mengerti apa yang di berikan

oleh para terapis.

Sehingga terapis akan memberikan pembekalan dalam proses

terapi dengan proses pendekatan dan penerapan kasih sayang, sehingga

setiap kegiatannya diharapkan anak autisme dapat mempraktekan

bimbingan yang telah terapis berikan di Lembaga U & Me Care

Palembang. Dengan tujuan agar dapat melihat perubahan perilaku

menyimpang anak autis, bila anak Autis sudah berperilaku baik dan

menyimpang maka Anak yang emosinya sudah terkontrol bisa dilanjutkan

dengan bersekolah pendidikan formal.

Betapa pentingnya komunikasi dalam penerapan saat terapi maka

permasalahan yang sudah di jabarkan menarik ketertarikan penulis untuk

membahas “Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Autis di Lembaga U&Me Care Palembang”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, untuk memperjelas masalah yang

ada maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Penyandang Autis ?”

2. Bagaimana Proses Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak

Penyandang Autis?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan diatas maka ditemukan

tujuan penelitian ini, adalah:

1. Untuk mengetahui pola komunikasi yang diterapkan terapis dalam

terapi perilaku Anak Autis.

2. Untuk mengetahui proses komunikasi Terapis dalam terapi perillaku

anak autis

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat baik secara

teoritis dan juga secara praktis, adapun sebagai berikut :

Page 20: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

20

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi akademis

secara langsung bagi para pembaca, khususnya bagi prodi ilmu

komunikasi dalam mengetahui Pola Komunikasi Lembaga U&Me Care

Palembang saat Terapis melakukan Terapi Perilaku anak Autis, Sebagai

gambaran evaluasi dalam menangangi perilaku anak autis yang kadang

bersifat dengan dunia sendiri dan dapat memberikan masukan yang

membangun mengenai pola komunikasi tersebut.

2. Secara Praktis

Peneliti berharap bahwa penelitian ini mampu memberikan

informasi mengenai bagaimana Pola Komunikasi Lembaga U&Me

Care Palembang saat Terapis melakukan Terapi Perilaku anak Autis

dan dapat dijadikan salah satu referensi bagi para peneliti selanjutnya

untuk melakukan peneliti pada selanjutnya untuk melakukan penelitian

yang serupa

E. Tinjauan Pustaka Sebelumnya peneliti melakukan tinjauan dan menemukan beberapa

referensi dari penelitian terdahulu, yang memiliki kesamaan pada fokus

yang serupa dengan yang dilakukan oleh penulis, yang ditulis dalam bentuk

ringkasan sebagai berikut :

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

NO.

Nama

Peneliti,Tah

un/ Judul

Penelitian

Metode

Penelitian

Teori

Hasil

Perbedaan

dengan

Peneliti

Sebelumnya

1.

Sinta

Listani,2016/

Dalam skripsi

Ilmu

Komunikasi

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Ilmu Politik

Universitas

Sultan Ageng

Tirtayasa

/Pola

Komunikasi

Antar pribadi

Orang

TuaDengan

Anak

Pengidap

Autisme.

Metodelogi

yang

digunakan

dalam

penelitian ini

adalah

deskriptif

kualitatif

dengan teknik

wawancara,ob

servasi,dokum

entasi.

Teori yang

peneliti

mengguna

kanadalah

Model

Hubungan

Lima

Tahap dari

Joseph

DeVito

Hasil

penelitan,

yaitu

mengenai

pola

komunikasi

antarpribadi

orang tua

dengan anak

autis di

Kelompok

belajar ABK

AMANDA.

Adapun

hasil

penelitian ini

berdasarkan

wawancara,

observasi

Perbedaan

dengan

penelitian

sebelumnya,

peneliti

sebelumnya

menghasilkan

penemuan tahap

mulai tahap

interaksi awal

sampai ke

pemutusan dari

pola komunikasi

orang tua

terhdap anak

autis

dikelompok

belajar ABK

Amanda,

Page 21: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

21

dan

dokumentasi

. Merujuk

pada

pendapat

Joseph A

deVito

dalam

bukunya

Komunikasi

Antarmanusi

a mengenai

hubungan

antarpribadi

dapat

dijelaskan

dengan

mengidentifi

kasi dua

karakteristik

penting.

Pertama,

hubungan

antarpribadi

berlangsung

melalui

beberapa

tahap, mulai

dari tahap

interaksi

awal sampai

ke

pemutusan

(dissolution)

.

Kebanyakan

hubungan

berkembang

melalui

tahap-tahap,

kita

menumbuhk

an

keakraban

secara

bertahap,

melalui

serangkaian

atau tahap

dan hal yang

sama

barangkali

sedangkan

Penelitian yang

sekarang

melihat pola

komunikasi

yang di bentuk

oleh terapis

untuk anak

penyandang

autis saat terapi

perilaku di

lembaga U&Me

Care.

Page 22: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

22

berlaku pula

untuk

kebanyakan

hubungan

lainya.

2. Prayogo Danu

Putra 2017/

Dalam skripsi

Ilmu

Komunikasi

Fakultas Ilmu

Sosial dan

Ilmu Politik

universitas

lampung/

penerapan

komunikasi

terapeutik

oleh terapis

pada pasien

anak pengidap

down

syndrome

dalam

meningkatkan

kemandirian.

Penelitian

yang

dilakukan

bersifat

Deskriptif

Kualitatif,

penelitian ini

menggunakan

teknik

wawancara

mendalam

(indepth

interview),

observasi, dan

Studi

kepustakaan,

Teori yang

digunakan

pada

penelitian

ini yaitu

teori

Interaksion

alisme

Simbolik

dan Teori

Hubungan

Model

Permainan

(Eric

Berne).

Hasil dari

penelitian ini

terdapat

emapt fase

tahapan

interaksi

komunikasi

terapeutik

menurut

Stuart dan

Sundeen

yang wajib

dijalani oleh

terapis

sebelum

menerapi,

yaitu fase

pra interaksi,

fase

orientasi,

fase kerja

dan fase

terminasi.

Terapis

selalu

mengutamak

an pesan

verbal dan

proses

terapi, dan

penerapan

komunikasi

terapeutik

oleh terapis

pada pasien

anak selalu

berdasarkan

dalam empat

fase terapi di

YAMET

Perbedaan

dengan peneliti

sebelumnya,

pada penelitian

sebelumnya

dengan

menggunakan

kajian teori

komunikasi

terapetik yang

menghasilkan

permasalahan

dalam fase fase.

Penelitian

sebelumnya

sama-sama

menggunakan

teori interaksi

simbolik,

namun peneliti

sebelumnya

juga

menggunakan

Teori Hubungan

Model

Permainan.

3. Andriyani

Puspita Lily /

jurnal judul

Audit Pola

Komunikasi

Guru dengan

Siswa/siswi

Penelitian

yang

dilakukan

bersifat

Deskriptif

Kualitatif,

penelitian ini

Teori yang

digunakan

pada

penelitian

ini yaitu

Teori

Manajeme

Hasil dari

penelitian

Pelaksanaan

audit pola

komunikasi

dalam

kegiatan

Perbedaan

dengan

penelitian

sebelumnya,

penelitian

sebelumnya

Page 23: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

23

Autisme di

Sekolah

Khusus (SKh)

YKDW 01

Tangerang.

menggunakan

Pengumpulan

data dengan

observasi,

wawancara,

studi

kepustakaan.

n Makna

Terkoordin

asi

(CMM).

komunikasi

di dalam

kelas antara

guru dengan

siswasiswi

autisme

dilakukan

secara

sistematis

dan kegiatan

belajar

mengajar

dikelas VI A

yaitu guru

mengikuti

keinginan

anak

autisme,

metode

belajar yang

digunakan

oleh guru

disesuaikan

dengan

karakter dari

masing

masing anak.

ingin

mengetahui

audit pola

komunikasi

untuk

mengukur

sesuai

tidaknya

metode belajar

yang

digunakan

guru pada

masing masing

anak.

Sedangkan

penelitian ini

ingin melihat

bentuk

komunikasi

dari terapis

dalam terapi

perilaku anak

penyandang

autis

4. Rachel

shondak/

jurnal

berjudul Pola

Komunikasi

Guru Dalam

Proses Belajar

Anak Down

Sindrom di

Yayasan

Pendidikan

Anak Cacat

Malalayang

Metedologi

pada

penelitian ini

menggunakan

pendekatan

Kuantitatif

dengan teknik

wawancara,

obsevasi dan

dokumentasi

Mengguna

kan teori

Interaksi

Simbolik,

dan teori

belajar

skiner

Hasil dari

penelitian

Hasil dari

penelitian

Pola

komunikasi

yang

digunakan

pada guru

adalah pola

komunikasi

gabungan

antara pola

komunikasi

primer dan

komunikasi

dua arah.

Dalam

kegiatan

proses

belajar ada

yang

menjadi

hambatan

dalam

Perbedaan

dengan

penelitian

sebelumnya

adalah peneliti

menggunakan

tambahan teori

belajar

skinner.

Dengan

melihat pola

komunikasi

guru dalam

proses belajar

anak down

sindrom di

Yayasan

Pendidikan

Anak Cacat

malalayang

sedangkan

penelitian

Page 24: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

24

komunikasi

antara

pengajar dan

murid down

sindrom

yaitu

diantara lain

adalah

keadaan

pengajar

yang sakit

atau dirinya

sedang ada

masalah dan

suasana hati

atau mood

siswa yang

sedang tidak

baik.

Meskipun

memiliki

keterbatasan,

memerlukan

waktu yang

lama dan

diperlukan

pengulangan

, anak down

sindrom

tetap

memiliki

hak seperti

anak lainnya

untuk

mendapatka

n

pendidikan.

Karena

mereka juga

memerlukan

bekal untuk

dapat hidup

mandiri dan

bersosialisas

i dengan

masyarakat

luas. Yang

diperlukan

adalah

kesabaran

guru dalam

mendidik

sekarang ingin

mengetahui

pola

komunikasi

dalam terapi

perilaku anak

penyandang

autis di

lembaga

U&Me Care

Palembang

Page 25: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

25

dan melatih

mereka.

5. Syamsul

Bahri Alhafid/

judul skripsi

Pola

Komunikasi

Antar Pribadi

Guru dan

Siswa

Berkebutuhan

Khusus

Dalam

menumbuhka

n

Kemandirian

(Studi di SLB

Tunas

Harapan

Bangsa Balai

Kembang

Luwu Timur/

Ilmu

Komunikasi

Teknik

Pengumpulan

data melalui

Observasi,

wawancara

dan

dokumentasi

dengan

metode

kualitatif

. Hasil

penelitian

menunjukka

n bahwa

pola

komunikasi

antarpribadi

yang

digunakan

oleh guru

dan siswa

berkebutuha

n khusus

pada SLB

Tunas

Harapan

Bangsa

Balai

Kembang

Luwu Timur

yaitu, pola

demonstrasi,

pola tanya

jawab, dan

pola

pemecahan

masalah.

Selain pola

komunikasi

nonverbal

serta variasi

belajar juga

turut andil

dalam pola

komunikasi

antarpribadi

guru dan

siswa-siswa.

Sementara

untuk

menumbuhk

an

kemandirian

siswa SLB

Tunas

Harapan

Bangsa

Balai

Kembang

Luwu Timur

Perbedaan pada

penelitian yang

sebelumnya

adalah

penelitian ini

melihat pola

komunikasi

guru dan siswa

berkebutuhan

khususnya

dalam

menumbuhkan

kemandirian

dengan hasil

ditemukan pola

demonstrasi,

pola tanya

jawab, dan pola

pemecahan

masalah

sedangkan

penelitian

sekarang

sekarang ingin

mengetahui pola

komunikasi

dalam terapi

perilaku anak

penyandang

autis di lembaga

U&Me

CarePalembang

dengan teori

interaksi

simbolik

Page 26: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

26

menerapkan

cara-cara

seperti,

melakukan

percakapan

antara guru

dan siswa,

Tanya

jawab,

kegiatan

membaca,

serta

membangun

kemandirian

dengan

kegiatan

ekstrakulikul

er.

Sumber : Diolah oleh peneliti

F. Kerangka Teori

1. Komunikasi

Komunikasi ialah perihal yang berarti dalam kehidupan kita,

mendefinisikan arti yang diberikan sesuatu sikap proses pemindahan

gagasan serta data dari orang ke orang lain, yang mengaitkan kata

kata yang digunakan dalam obrolan, tercantum ekspresi muka,

intonasi, sikap serta sebagainya. Komunikasi memiliki arti bersama-

sama (common), istillah komunikasi berasal dari bahasa Inggris ialah

Communication yang berarti pertukaran ataupun pemberitahuan serta

bahasa latin Communication. Dalam kata communis yang mempunyai

tujuan kebersamaan ataupun bersama yang dimaksud sama arti.(

Effendy, 2017: 9)

Komunikasi pada biasanya dilakukan secara lisan atau verbal.

Komunikasi verbal merupakan bahasa yang sering digunakan baik

lisan maupun tulisan dalam hubungan antar manusia,seperti dalam

ungkapan, emosi perasaan, pemikiran, gagasan dan lainnya.

2. Pola Komunikasi

Pola komunikasi ialah wujud hubungan antara 2 orang ataupun

lebih dalam proses pengiriman pesan serta penerimaan dengan metode

yang benar sehingga pesan yang diartikan gampang dipahami serta

dimengerti. Pola komunikasi bisa dikatakan komunikasi yang ialah

proses dalam membandingkan anggapan, angan, serta rasa

komunikator dengan komunikan.

Pola komunikasi sesuatu model dari proses komunikasi,

sehingga dengan terdapatnya berbagai model komunikasi dari bagian

proses komunikasi, hingga proses komunikasi ialah rangkaian dari

Page 27: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

27

kegiatan mengantarkan pesan yang akan memperoleh feedback dari

penerima pesan.

a. Pola Komunikasi Primer

Pola komunikasi primer berbentuk proses simbolik dalam

hal menggunakan sarana lain, informasi di pindahkan antara

komunikator kepada komunikasn berbentuk symbol serta

lambang tanpa memakai media lain tidak hanya simbol itu

khusus. Pada pola ini dibagi jadi 2 lambang ialah lambang verbal

serta lambang non verbal, lambang verbal yang sangat banyak

digunakan, karna bahasa sanggup mengatakan benak antara

komunikator kepada komunikan serta lambang non verbal ialah

lambang yang digunakan bukan bahasa ialah gerak isyarat tubuh,

tangan terlebih lagi mata.

b. Pola Komunikasi Sekunder

Dalam pola komunikasi sekunder, menyampaikan pesan

dengan memakai perlengkapan ataupun media selaku fasilitas

kedua sesudah mengenakan lambang pada media awal.

Komunikator memakai media kedua karna sebagai sasaran

komunikasi yang jauh tempatnya ataupun banyak jumlahnya.

Proses komunikasi sekunder ialah proses yang terus menjadi lama

hendak semakin efektif serta efesien, dengan dorongan teknologi

yang terus menjadi canggih.

c. Pola Komunikasi Linier

Pola komunikasi linier terjadi dalam komunikasi tatap

muka (face to face) pada proses komunikasi biasa, tetapi ada kala

komunikasi menggunakan media. Komunikasi linier diartikan

pada suatu makna garis lurus yang dimaksud berda dalam garis

lurus dari satu titik ke titik lainnya. Proses komunikasi ini akan

efektif bila terlebih dahulu diperencanakan sebelum melakukan

komunikasi.

d. Pola Komunikasi Sirkular

Pola Komunikasi sirkular ini menerapkan proses

komunikasi umpan balik, yang terjadi antara perjalanan pesan

antara komunikan disebarkan kepada komunikator dalam

berkomunikasi sebagai penentu utama keberhasilan, seperti

harfiah sirkular yang berarti bulat, bundar ataupun berkeliling

3. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi Antarpribadi merupakan bentuk komunikasi antara

individu-individu, suatu proses antara orang-orang saling

berkomunikasi dalam pertukaran makna. Menurut Joseph A. Devito

dalam buku komunikasi kesehatan (2018:30) komunikasi antarpribadi

“ the process ofsending and receiving messages between two person,

or among a small group of persons, with some effect and some

Page 28: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

28

immediately feedback” komunikasi antarpribadi merupakan proses

dan penerimaan makna pesan-pesan dianta orang orang atau

sekelompok kecil yang memberikan umpan balik secara spontan atau

seketika.

Adapun ciri komunikasi antarpribadi menurut Steward L, Tubbs

dan Sylvia Moss (Ngalimun, 2016:63) yaitu :

1. Pelaku komunikasi berada dalam jarak dekat

2. Pelaku komunikasi mengirim dan menerima pesan-pesan dengan

spontan ataupun simultan secara verbal dan non verbal

Komunikasi antarpribadi melibatkan paling tidak dua orang atau

lebih, biasanya yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi fokus dan

mengirimkan pesan sekaligus menerima dan memahami pesan. Pesan

dapat berbentuk seperti kata kata ( Verbal) atau gerak tubuh dan

symbol ( Non Verbal ) atau gabungan dari bentuk verbal dan verbal.

4. Terapis

Menurut KBBI, kata terapis berasal dari kata therapy yang

berarti pengobatan dan mengacu pada masalah kesehatan. Terapis

adalah nama orang yang melakukan perawatan. Terapis bertanggung

jawab atas pasien atau klien. Namun, terapis juga bertanggung jawab

atas keluarga, tempat kerja, dan pekerjaan pengunjung.

Tugas terapis adalah mencoba memahami klien yang

membutuhkan. Kegiatan terapis dimulai dengan merencanakan,

menjadwalkan, mengevaluasi, dan berpartisipasi dalam rencana

perawatan untuk membantu anak autis memperbaiki pola perilaku

anak.

5. Autisme

Autisme adalah anak yang menderita cacat perkembangan

dalam situasi mandiri. Gangguan anak autis ini memiliki keterbatasan

dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Menurut Dr.

Hardiono (dalam buku pendidikan dan bimbingan ABK 2017:196)

Dikatakan bahwa ciri-ciri autisme adalah tiga gejala utama, yaitu

gangguan komunikasi sosial, gangguan komunikasi dan perilaku

stereotipik.

6. Terapi Perilaku

Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan untuk

menghilangkan hambatan perilaku negatif yang tidak dapat diterima

anak di masyarakat, dan membentuk perilaku baru bagi anak agar

dapat diterima oleh masyarakat. Terapi perilaku juga merupakan cara

untuk mengubah dan menumbuhkan perilaku baru berupa komunikasi

spontan anak, dan mendukung kemampuan berinteraksi sosial dengan

orang lain dan lingkungan sekitarnya. Terapi perilaku biasanya

dilakukan oleh seorang terapis, dan sistemnya adalah terapis untuk

seorang anak, melalui pemberian beberapa instruksi singkat yang jelas

Page 29: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

29

dan berkesinambungan. Terapi perilaku disebut juga terapi perilaku

(pusatterapibermain.com/2019).

7. Teori Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik Morissan (2013:224) berfokus pada

cara manusia mengkonstruksi makna dan struktur sosial melalui

dialog. Sejarah Interaksi Simbolik pada awalnya merupakan ide

sosiologis yang diciptakan oleh George Herbert Mead. Teori interaksi

simbolik tidak terlepas dari pemikiran George Herbert Mead (1863-

1931). Mead mengemukakan sebuah ide orisinal, yaitu “perspektif

teoretis”, yang merupakan pionir dari “teori interaksi simbol” dan

memiliki makna yang sangat penting. Simbol dapat mempengaruhi

perilaku seseorang yang diberikan oleh orang/pihak lain. Dengan

mengirimkan sinyal berupa simbol. Sesuai dengan pemikiran-

pemikiran Mead, terdapat tiga konsep dalam teori yang dikemukakan

yaitu :

a. Self (diri pribadi)

Hubungan sosial terjalin pada setiap individu dalam

masyarakat, dan setiap individu dapat berpartisipasi aktif dalam

perilakunya, dan pada akhirnya membimbing manusia untuk

memahami perannya dalam masyarakat.

b. Mind (pikiran)

Dengan kemampuan menggunakan simbol-simbol dengan

makna sosial yang sama, setiap orang harus mengembangkan

pemikirannya melalui interaksi dengan orang lain.

c. Society (masyarakat)

Hubungan sosial terjalin pada setiap individu dalam

masyarakat, dan setiap individu dapat berpartisipasi aktif dalam

perilakunya, dan pada akhirnya membimbing manusia untuk

memahami perannya dalam masyarakat.

G. METODELOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

metode deskriptif, penelitian kualitatif ialah peneliti yang

menggambarkan suatu kondisi dan situasi yang ada secara kongkrit

dari penelitian tersebut. Penelitian dengan metode kualitatif deskriptif

ini berguna untuk memahami fenomena yang ada dan sedang dialami

dari subjek penelitian.metode kualitatif ini digunakan karean metode

menyajikan secara langsung pada hubungan antara peneliti dan

responden. Menurut Sugiyono dalam buku Metode penelitian,

kuantitatif, kualitatif dan R&D (2016:51) mengatakan bahwa

pendekatan kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang

Page 30: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

30

menghasilkan data deskriptif yang berupa kata kata tulisan atau lisan

dari orang dan perilaku yang kita amati.

2. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian merupakan asal data yang

diperoleh seorang penulis. Dalam penelitian ini menggunakan dua

sumber data yaitu:

a. Sumber data primer

Data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang peneliti

amati dilakukan dengan cara mewawancarai 4 narasumber

kepala lembaga U & Me Care Palembang , Terapis-terapis pada

terapi perilaku Lembaga U & Me Care Palembang serta orang

tua dari anak terapi.

Tabel 2. Daftar Informan dan Kriteria Informan

No Informan Jumlah Kriteria

1 Kepala Terapis 1

Yang mengetahui jalan

program yang ada pada

U&Me Care, yang

mendukung kebijakan

didalam terapi-terapi di

lembaga U&Me Care

Palembang

2 Terapis Perilaku 2

Guru yang berpengalaman

minimal 2 tahun dalam

melakukan terapi dan dapat

memahami tingkah dari

anak penyandang autis.

3 Orang Tua

Murid 1

Orang tua dari murid anak

penyandang autis yang

anaknya mengikuti terapi

perilaku Sumber : Diolah oleh peneliti

b. Sumber data sekunder

Data sekunder merupakan data tambahan untuk memperkuat

sumber penelitian sebagai acuan penelitian yang bersumberkan

seperti data dari Lembaga U & Me Care Palembang, buku,

video, foto, jurnal yang terdapat hubungan dengan penelitian

dan catatan lapangan.

Page 31: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

31

3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat, lengkap dan dapat

dipertanggung jawabkan serta sesuai dengan maksud tujuan

penelitian, penulis menggunakan beberapa dari teknik pengumpulan

data primer dan data sekunder yaitu :

a. Teknik Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan

narasumber atau disebut wawancara, wawancara merupakan

percakapan diantara dua pihak, pemberi pertanyaan dan yang

memberikan jawaban. Melalui wawancara, peneliti menggali data

dan menemukan informasi dari narasumber.

Wawancara akan di lakukan kepada 4 informan yaitu Kepala

terapis dan Terapis perilaku dengan kriteria yang ada. dengan

kriteria yang ada. Teknik wawancara yang digunakan wawancara

terstuktur, proses wawancara dengan panduan pedoman

wawancara yang digunakan berupa garis-garis besar pokok-

pokok masalah yang diteliti yang akan dilakukan di lembaga

U&Me CarePalembang. Wawancara dilakukan dengan Face to

face menyesuaikan dengan keadaan.

b. Teknik observasi

Teknik Observasi merupakan metode pengumpulan data,

peneliti mencatat informasi apa yang dilihat dan saksikan selama

penelitian, Observasi yang di lakukan peneliti adalah observasi

partisipan, yang berarti mengamati secara langsung, ikut

melakukan kegaiatan yang sedang dilakukan kelompok yang

diteliti. Observasi ini akan mengamati terapis dalam melakukan

terapi perilaku anak penyandang autis di Lembaga U&Me

CarePalembang, melihat terapis khususnya dalam terapi perilaku

menangani anak penyandang autis sesuai jadwalnya, menonton

video yang ditunjukan terapis, dengan mencatat keadaan dan hal

yang mendukung penelitian.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik mencari data berupa catatan peritiwa yang sudah

berlalu disebut dokumen. Dokumentasi bisa berupa buku-buku,

gambar atau video sebagai sumber dari objek penelitian. Sumber-

sumber dokumentasi yang paling penting dari peneliti ialah

catatan lapangan dan dokumen yang digunakan pada penelitian di

Lembaga U & Me Care Palembang.

4. Lokasi Penelitian

Objek pada penelitian ini dilakukan pada lembaga terapi anak

autis yaitu Lembaga U & Me Care Palembang yang beralamatkan di

Jalan Penatang No. 19, 20 Ilir D.I, Kecamatan Ilir Timur I, Kota

Palembang, Sumatera Selatan 30114. Telepon : (0711) 310153

Page 32: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

32

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik kualitatif.

Data kualitatif yang bersifat deskriptif pada umumnya berbentuk

uraian kalimat. Kalimat yang berupa informasi megenai keadaan

bagaimna keadaan sumber data dengan hubungan masalah yang

diselidiki.

Analisis data dimulai dan dilakukan sejak daya di kumpulkan

sampai pada akhir penelitian lapangan. Proses analisis data ini diawali

dari memahami data yang ada secara keseluruhan baik yang diperoleh

dari wawancara, observasi maupun catatan lapangan. Kemudian data

di rangkum dan disusun kedalam satuan yang dikategorikan agar

memudahkan dalam proses pemahaman dan penjelasan dari “ Pola

Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak Autis di

Lembaga U & Me Care Palembang”.

Page 33: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

33

H. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan dalam menyusun

penelitian ini perlu dikemukakan terlebih dahulu sistematika dan

penyusunan secara gatis besarnya penelitian ini dari terdiri dari empat bab

yang dapat di jelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menjelaskan secara singkat tentang pembahasan

yang berhubungan dengan penelitian. Pendahuluan yang

menjelaskan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka

Teori, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERAPIS DAN

TERAPI PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME

Kajian kepustakaan yang relevan terdiri dari kajian mengenai

peran penting komunikasi terapis dan terapi perilaku anak

penyandang autis.

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini akan berisi kejelasan tentang gambaran umum lokasi

penelitian oleh peneliti.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengurai hasil dari rumusan masalah dalam penelitian

dalam bentuk deskriptif secara mendalam mengenai hasil dan

fenomena yang didapat saat dilapangan.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini menyajikan hasil akhir penulisan skripsi yang

berupa kesimpulan dari hasil penelitian

Page 34: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

34

BAB II

KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERAPIS DAN TERAPI

PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTIS

A. Peran Penting Komunikasi Interpersonal Terapis

Terapis seseorang yang ditujukan untuk orang yang melakukan

terapi, seseorang yang melakukan terapi ialah disebut terapis. Terapis

dikaitkan dengan usaha seseorang upaya dalam penyembuha pasien yang

sakit. Tugas terapis berusaha memahami klien yang membutuhkan.

Kegiatan mulai dari merencanakan, mengatur menilai dan berpartisipasi

yang dilakukan oleh terapis dalam program terapi untuk membantu Anak

autis dalam memperbaiki pola perilaku sang anak.

Terapis melalukan pendekatan kepada klien untuk memiliki rasa

nyaman. Terapis untuk membantuk pasien atau klien dalam menghadapi

masalah-masalah dalam diri atau kehidupannya, melakukan pendekatan

mengurangi pengalaman dalam kurang rasa kenyamanan antar terapis dan

klien atau pasien. Fungsi terapis sebagai pemandu yang membantu pasien

memiliki keyakinan dan sikap saling mempengatuhi perasaan dan perilaku.

Terapis pada umumnya lebih aktif dibandingkan klien sehingga

terlihat jelas upaya pendekatan komunikasi diantara terapis dan klien

sehingga terapis membuat upaya agar tujuan dalam terapi tercapai kepada

mereka. Terapis selalu memberikan energi positif dalam upaya

penyembuhan. Terapis bertugas untuk mengoptimalkan potensi yang

dimiliki klien. Karekterisitik yang dimiliki klien berbeda beda sehingga

perlakuan terapis pada masing masing masalah adalah berbeda.

Menurut Sukinah (2018: 31) bahwa terapis pada terapi tingkah laku

atau perilaku sangat terarah dan perperan aktif dalam pemberian treatment

atau terapi, karena terapis menjalankan wawasan yang ilmiah pada

penyelesaian masalah terhadap klien. Terapis pada khususnya sama seperti

guru dan pengarah yang ahli dalam mendiagbosis dan menentukan

prosedur-prosedur penyembuhan.

Terdapat Tugas terapis adalah sebagai seseorang yang berusaha

memahami Anak Autis sebagai ada dalam dunia. Teknik yang digunakan

mengikuti alih-alih pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman

klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam

menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka

bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada Anak Penyandang

Autis yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase yang dijalani oleh klien

yang sama.

1. Memberikan layanan terapi kepada klien atau Anak penyandang autis

yang memiliki gangguan

2. Menganalisa dan mengartikan keluhan klien atau anak penyandang

autis

Page 35: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

35

3. Meyakinkan anak untuk kuat menghadapi masalah dengan pikiran

positif.

4. Membangun kenyamanan terhadap anak penyandang autis

5. Membantu klien atau anak penyandang autis untuk mengembangkan

potensi berdasarkan kebutuhan

6. Terapis berperan dalam menyampaikan pesan verbal dan non verbal

dalam tutur komunikasi.

Tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami

sepenuhnya keberadaan dirinya dulu dan sekarang dengan penyadaran atas

tindakannya untuk mencegah diri sendiri terjebak pada permasalahan masa

lalu dan mengalaminya sekarang. Memahami pesan dan mengertikan suatu

pesan merupakan suatu point dari komunikasi antarpribadi yang efektif.

Berdasarkan artian dalam komunikasi, dapat disebutkan bahwa komunikasi

antarpribadi yang efektif apabila memiliki tiga persyaratan yang utama.

Handojo pada jurnal syamsuddin (2013:112) mengungkapkan bahwa

sebelum dan sewaktu melakukan terapi seharusnya setiap terapis sudah

mempunyai bekal mental, antara lain: Pertama, Kasih sayang tanpa pamrih

adalah suatu gambaran pada pendidikan untuk anak. Anak-anak ini harus di

kendalikan dan dilatih perilakunya, karena itu orangtua dan terapis harus

berperan sebagai orang yang penuh kasih Dia harus tegas namun tidak

semena-mena dalam bertindak. Terapis harus memiliki jiwa yang empati

dan respect pada anak. Jangan sekali-kali memandang anak sebagai suatu

anak yang bodoh (retaldasi mental). Sekalipun memang diantara anak-anak

ini ada yang juga mempunyai intelegensi dibawah normal. Kasih sayang

yang bertumbuh dan tulus akan memberikan ketabahan dan ketahanan yang

tinggi, serta meminimalkan terjadinya stress pada terapis. Kedua,

Profesional Siapapun yang akan menterapi anak harus memiliki

pengetahuan tentang kelainan perilaku anak dan metode yang akan dipakai

dalam proses terapi. Disamping pengetahuan dia juga harus memiliki

keterampilan yang memadai dalam menerapkan metode yang dipakai.

Ketiga, Displin pada terapis dalam terapi harus dilakukan secara

tertib dan tepat. Waktu yang dipakai untuk terapi harus ditepati sesuai

dengan metode yang dipakai. Pelaksanaan terapi tanpa disiplin waktu dan

metoda hanya akan membuang-buang waktu yang sangat berharga bagi

anak autis. Keempat, Etika pada setiap terapis seharusnya memiliki

kesadaran dan tanggung jawab terhadap aturan, tata-krama dan norma yang

berlaku umum. Namun patut disayangkan banyak Terapis yang lebih

banyak memprioritaskan masalah finansial. Mereka dengan mudahnya

meninggalkan anak yang sedang diterapinya hanya karena anggapan kurang

memadainya honor yang di terima. Begitu mereka mendapatkan informasi

dari rekanrekannya dan memperoleh kesempatan lebih baik, mereka

meninggalkan anak yang di tanganinya tanpa pamit. Seharusnya para

Page 36: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

36

Terapis bebas maupun sebagai Terapis yang sedang terikat kontrak kerja,

tidak begitu saja meninggalkan anak.

Terapis yang efektif adalah mereka yang berusaha untuk menyadari

potensi mereka dan hidup dengan cara yang efektif, positif, dan religius.

Terapis yang efektif mempelajari prinsip-prinsip dasar bagaimana hidup

sepenuhnya dan menikmati hidup, bahagia, seimbang, produktif, dan

menjadi panutan bagi klien. Mereka menyelesaikan konflik atau trauma

besar dalam hidup, bersikap positif, dapat diandalkan, memiliki sikap dan

mentalitas yang positif, peka terhadap orang lain, peduli terhadap orang

lain, dan berempati.

Orang yang menyadari realisasi diri belajar mengendalikan dan

menguasai pikirannya sendiri dengan secara sadar membatasi diri untuk

menjauhi hal-hal negatif dan kenangan masa lalu yang tidak berguna, dan

memperhatikan masa depan sesuai keinginannya sendiri. Mereka tidak

mudah terpengaruh oleh lingkungan, mengetahui apa yang diinginkan,

hidup dengan prinsip dan nilai spiritual yang luhur, serta dapat menjaga

ketenangan dan pemikiran yang jernih meskipun dalam menghadapi

masalah atau kesulitan.

B. Terapi Perilaku Anak Penyandang Autis secara Umum

Terapi suatu artian dari upaya penyembuhan, merawat seseorang

yang sedang mengalami sakit. Terapi dalam penyembuhan atau pemulihan

kesehatan orang yang sedang sakit atau perawatan penyakit pada seseorang.

Terapi dalam upaya penyembuhan atau perawatan salah satunya adalah

terapi perilaku. Dalam skripsi Evi Sulistyawati (2018:21) menjelaskan

Terapi perilaku merupakan suatu terapi yang menganggap bahwa perilaku

dapat dipahami sebagai hasil dari kombinasi antara pembelajaran masa lalu

dengan keadaan yang sama, dan keadaan semangat yang berpengaruh

terhadap kepekaan lingkungan dari perbedaan biologis baik secara genetik

maupun secara fisiologis.

Menurut Corey (2013: 193), terapi perilaku adalah penanganan

aneka ragam teknik yang berakar pada berbagai teori tentang belajar,

dengan menererapkan prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku

kearag yang lebih baik. Terapi perilaku merupaka terapi dasar bagi para

anak yang belum patuh, belum memiliki fokus kontak mata atau

kemandirian pada anak sehingga terapi ini melatih kepatuhan anak pada

intruksi terapis.

Terapi perilaku menjadi suatu jenis terapi yang diperlukan pada anak

penyandang autisme. Suatu teknik terapiperilaku merupakan tujuannya

untuk mengubah atau menghilangkan perilaku yang berlebih, tidak dapat

diterima secara sosial dan membangun perilaku perilaku yang baik yang

dapat diterima oleh masyarakat.

Page 37: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

37

Autisme ialah gangguan perkembangan dalam kondisi menutup diri

yang terjadi pada anak. Gangguan pada anak autis ini memiliki keterbatasan

dari perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Menurut Dr. Hardiono

(dalam buku pendidikan dan bimbingan ABK 2017:196) mengatakan

bahwa gangguan autistik terdapat tiga gejala awal, yaitu gangguan perilaku

yang stereotipik., gangguan komunikasi, dan bahkan interaksi sosial.

Autisme bukan suatu penyakit yang menular seperti yang lainya, sangat

jarang untuk Autisme ini untuk disembuhkan. Penderita Autisme memiliki

tingkatan yang beragam.

Menurut Lakshita (2012:49) Terapi perilaku dikenal diseluruh dunia

yaitu Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O.Ivar

Lovaas PhD dari Universitas Of California Los Angeles (UCLA). Prinsip

dasar terapi perilaku di jabarkan seperti A-B-C; yaitu A (antecendent)

dilanjutkan dengan B (behavior) lalu selanjutnya C (consequence).

Diartikan dalam suatu pengertian bahwa Antecendent hal yang mendahului

terjadinya perilaku anak autis lalu memahami behavior melalui pengajaran

yang terstruktur dan consequence yang dilakukan setelah anak instruksi

yang diberikan.

Terapi perilaku sering kali ditujukan untuk memodifikasi perilaku.

Pada terapi ini anak akan mendapatkan pujian atau penghargaan langsung

ketika dia meyelesaikan intruksi dengan baik. Menurut Wiyani (2014:201),

terapi perilaku bertujuan untuk :

1. Membangun kemampuan secara social yang tidak dimiliki dan

mengurangi atau menghilangkan hal hal yang menjadi masalah bagi

anak dengan gangguan autism;

2. Mempelajari cara anak penyandang autism bereaksi terhadap suatu

stimulus dan apa yang terjadi sebagai akibat dari reaksi tersebut;

3. Mengajarkan anak penyandang autism hal mengenai belajar pada

lingkungan normal, bagaimana mengajarkan perilaku dan menghadapi

lingkungan dari berbagai hal tertentu.

Muhajiddin (2012:30) menjelaskan anak dengan autisme juga tidak

mampu dalam menerima dan memahami pesan apa yang diberikan oleh

orang disekitar mereka. Sehingga anak dengan autisme dapat dikategorikan

tidak memiliki kemampuan dalam berbicara reseptif (receptive langguage).

Dengan kondisi seperti ini terkadang anak dengan autisme sering dianggap

memiliki gangguan pendengaran. Ada perbedaan yang mendasar tentang

anak yang terganggu pendengarannya dengan anak autisme.

Jika anak yang terganggu pendengarannya maka ia tetap dapat

memahami pesan dari orang-orang di sekitar mereka melalui bahasa

nonverbal seperti gerak tubuh dan simbol-simbol bahasa lainnya sedangkan

untuk anak pada autisme mereka mendengar semua bahasa atau suara yang

kita sampaikan kepada mereka tetapi mereka tidak dapat memahami apa

yang kita maksudkan.

Page 38: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

38

Untuk membantu meningkatkan pengertian atau pemahaman anak

pada autisme ini maka peran orang tua atau keluarga sangat dibutuhkan

dengan selalu melatih anak berbicara dengan menggunakan benda-benda

yang sering mereka gunakan di sekitar mereka. Misalnya “ini gelas”, dan itu

terus diulang sampai anak mau mengatakan kata gelas tersebut dan ketika

dia meminta gelas tersbut katakan lagi “ini gelas, kemudian tanyakan “apa

ini?” dan anda bantu juga mengucapkan “gelas”. Lebih lanjut anda dapat

katakan fungsi gelas sebagai tempat minum dan anda juga dapat

menunjukkan benda-benda lainnya berserta fungsi pada benda tersebut.

Tidak itu saja, mengajarkan anak juga dapat dilakukan ketika anak sedang

menendang atau melempar bola, maka anda bisa ajarkan kata-kata ini

“bola”, ini “tendang bola” dan sebagainya.

Tujuan lain dijelaskan lakshita (2012:49) bahwa terapi perilaku ini

melakukan penanganan untukkepatuhan anak terhadap aturan dan

meningkatkan pemahaman. Terapi ini dilakukan untuk melihat hasil yang

bermakna bila dilakukan konsisten pada usia dini dan secara teratur.

Tujuan terapi perilaku menurut George & Cristiani (dalam Sukinah

2018:31) yaitu :

1. Mengubah perilaku maladaktif pada anak penyandang autism

2. Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan acara

lebih efesien

3. Mencegah munculnya masalah dikemudian hari

4. Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta klien

5. Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan

kehidupannya.

Page 39: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

39

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah U & Me Care Palembang

Gambar 1. Gedung Lembaga U&Me Care

Sumber : Dokumentasi U & Me Care Palembang

U & Me Care didirikan pada bulan April tahun 2011, U & Me Care

ialah Lembaga terapi yang berlokasi di Jalan Petanang No 17 Palembang.

Lembaga terapi yang berada di pusat kota berjarak ±2,7 km dan kisaran 34

menit dari pusat Jembatan Ampera ini merupakan pusat terapi yang

memberikan wadah pada anak berkebutuhan khusus. U & Me Care terdiri

dari beberapa orang terapi yang telah didik untuk mengatasi anak

berkebutuhan khusus.

Pada awal mula U & Me Care hanya memiiki 3 orang terapis, yang

dilatih dan dididik oleh Ibu Annie. Ibu Annie adalah perintis UMC-MR,

dengan diawali 1 klien anak penyandang autis , reterdasi mental, dan

down syndrome. Mencapai keberhasilan pada terapi, klien semakin

bertambah banyak untuk mengikuti terapi sehingga U & Me Care

menambah kualitas mulai dari terapis yang dilatih agar lebih memahami

wawasan tentang anak ABK dan alat-alat terapi untuk terapi.

Pada bulan Juli 2012 U & Me Careterdapat pengembangan divisi

baru yaitu Home schooling (sekolah rumah) dan sekolah autis. Sekolah ini

didirikan khusus untuk mendidik anak yang memiliki karakteristik

berbeda dengan anak normal pada umunya baik secara mental maupun

fisik yang. Sekolah ini mulanya hanya mempunyai 3 orang anak

penyandang autis, 1 orang anak retardasi mental dan 3 orang guru. Dengan

sekarang semakin banyak murid maka semakin banyak tenaga pengajar

Page 40: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

40

yang dibutuhkan yang sudah memperoleh keterampilan dan kealian

sebagai tenaga pengajar.

Namun kini U & Me Care telah tumbuh dan mempunyai tenaga

kerja atau terapis yang banyak dan terlatih maka U & Me Care

berkembang menjadi 3 divisi seperti berikut :

Bagan 1. Program Lembaga U&Me Care

Sumber : Dokumen U & Me Care Palembang

Pada bulan Oktober ditahun 2014 U & Me Care yang bermula

berada dialamat JL. Mayor Ruslan No 7114 pindah ke alamat Jalan

Petanang No 17 Palembang. Memiliki tempat yang lebih besar dan

ruangan untuk terapi sudah terpisah yaitu memiliki ruangan.sebagai

berikut:

Ruang terapi BT

Ruang Terapi OT

Ruang terapi SI

Ruang terapi SPT

Kelas untuk ASD

Homeschooling

Indoor

Outdoor

Lobby

Administrasi.

U & Me Care

Sekolah Anak

Autis (ASD)

Terapi Anak

Berkebutuhan

Khusus

Sekolah Inklusi

Page 41: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

41

B. Visi & Misi Lembaga U & Me Care Palembang

Pusat terapi yang berdiri pada tahun 2011, memiliki sebuah visi dan

misi yang disimbolkan dalam filosofi dengan memberikan wadah bagi

anak berkebutuhan khusus. Sesuai dengan simbol filosofi pohon orang

yang berada di U & Me Care Palembang adalah orang orang yang perduli,

mempunyai perhatian, sabar dan mempunyai kasih sayang pada anak

berkebutuhan khusus.

Gambar 2. Lambang Lembaga U&Me Care

Sumber : Instagram U & Me Care Palembang

U & Me Care Palembang memiliki keperdulian yang tinggi terhadap

anak berkebutuhan khusus. Siap dalam menerima dengan tangan terbuka

untuk setiap anak dengan berbagai macam kekhususan. U & Me Care

berdiri dengan kesiapandalam menghadapi permasalahan dan mau

berusaha dengan terus menerus menyerap ilmu- ilmu untuk memberikan

yang terbaik anak didik.

U & Me Care dikembangkan dengan hati yang tulus dan bekerja

sama serta berusaha untuk keberhasilan anak anak untuk menjadi lebih

baik dimasa depan. U & Me Care akan menyambut menaungi dan berbagi

untuk setiap anak yang hadir dan membutuhkan keperdulian yang lebih.

C. Program Terapi Lembaga U & Me Care Palembang

1. Terapi Perilaku / Behaviour Therapy

Terapi perilakuadalah salah satu perawatan yang bertujuan untuk

memodifikasi pasien mereka menjadi berbahayadan memodifikasi

perilaku negatif yang dapat menangani perasaan dan perasaan yang

dapat menyebabkan perilaku berbahaya.

Terapi perilaku dapat mengobati semua jenis perilaku

danmenciptakan perilaku untuk tindakan karenafaktor-faktordi

lingkungan sekitarnya. Untuk tujuan ini, terapis perilaku

menggunakan kombinasiteknologi yang biasa digunakan untuk

mengobati gangguan psikologis pasien. Perawatan perilaku adalah

pengobatan berdasarkan rasa percaya diri yang sangat relevan atau

dipengaruhi oleh perilaku mereka. Akibatnya, perilaku yang

bermasalah bukanlah bahwa seseorang memiliki pembelajaran,

lingkungan dan dampak pada lingkungan.

Page 42: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

42

2. Terapi Okupasi/ Occupation therapy

Terapi okupasi diberikan atas dasar kemandirian anak

dalampenguasaan dan keterampilan sensorik dan motorik. Terapi

diberikan karena kemandirian anak bermasalah, selalu bergantung

pada orang lain, bahkan keengganan atau ketidakpedulianterhadap

aktivitas. Terapi ini di utamakan dalam motoric bila motorik

bermasalah akan menyebabkan aktivitas keseharian terganggu

misalkan mandi, berpakaian dan makan sungkar untuk di kerjakan

dengan dirinya sendiri.

3. Terapi Sensori / sensori integrasi

Terapi sensori integrasi diterapkan pada anak dengan gangguan

integrasi sensoriksepertisensasi taktil, sensasi visual, sensasi

pendengaran dan keseimbangan antara otak kanan dan kiri.

Integrasisensorik adalah proses neurologis yang mengatursensasi dari

tubuh seseorang dan lingkungannya yang memungkinkan tubuh

berfungsi secara efektif di lingkungan. Anak belajar sopansantun

dengan sistempenghargaan dan hukuman.

4. Terapi Wicara / speech therapy

Terapi Wicara ialah terapi yang diterapkan pada anak

tunagrahita atau anak yang memiliki masalah dengan keterlambatan

bicara. Terapi wicara fokus pada melatih kemampuan anak berbicara

sulit, melatih otot-otot mulit, lidah dan tenggorokan. Dengan

mengajak anak anda untuk meniup, mengikuti gerakan mulut dan

bahkan melatih bahasa isyarat. Anak anak dengan cerebral palsy, bisu

tuli dan autis.

Konsonan yang tampak salah hilang atau keberadaan konsosnan

tidak diucapkan, membuat mereka mencoba mendekati pengucapan

yang benar tapi salah yang menyebabkan kebingungan dan

menambahkan pegucapan konsonan.

5. Terapi Sosial /sosial terapi

Terapi sosial diberikan kepada anak yang mengalami kesulitan

dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Anak perlu berhubungan baik

antar manusia dan manusia, alam, binatang dan benda disekitar.

Terapi ini membantu anak dalam kemampuan bersosialisasi,

kecakapan dalam berbicara, berinterkasi dengan orang baru dan

mengenal dunia bermain.

6. Terapi bermain

Terapi bermain merupakan terapi pilihan dalam pendukung

terapi anak ABK, terapi ini proses terapi psikologik pada alat bermain

anak yang menjadi sasaran utama dalam mencapai tujuan.

Memberikan eksplorasi dan ekpresi diri saat bermain. Media yang

diberikan merupakan suatu cara hal yang memberikan kebebasan

dalam perkembangan emosi anak.

Page 43: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

43

7. Pre Akademik

Pre akademik merupakan tingkatan dalam suatu terapi, anak

ABK yang telah mendapat tingkatan advance yang dapat

meneruskan ke pre akademi. Tingkat kesiapan anak sebelum

menerima kegiatan akademik. Bekal pre akademik yang menjadi

pedoman untuk melanjutkan ke akademik.

D. Struktur Organisasi U & Me Care Palembang

Bagan 2 . Sturuktur Organisasi

Sumber : U & Me Care Palembang

PIMPINAN

Annie M. Sidhanta

KEUANGAN

Dyah

KEPALA

TERAPIS

Deasy Hasnah

TEST

PSIKOLOGI

Desy F

BAG. UMUM

Emil

HOME

SCHOOLING

Masnah

TERAPIS

Masnah

Emilda Laily KH

Rika Sugiarti

Yessy Gasela

Rini Destiana

Anggi Agustina

Debbie

Novrianti

Putri Liana

Adeline

OB/PARKIR/

KESELURUHA

N

Page 44: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan hasil penelitian yang telah

dilakukan yaitu tentang bagaimana pola komunikasi yang di terapkan terapis

dalam terapi perilaku anak penyandang autisme di Lembaga U&Me Care

Palembang. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu kurang lebih 4 bulan

dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret untuk mengumpulkan data,

wawancara, dokumentasi dan memahami bagaimana pola komunikasi yang di

terapkan terapis dalam terapi perilaku anak penyandang autisme di Lembaga

U&Me Care Palembang. Lembaga ini merupakan lembaga penanganan anak

berkebutuhan khusus yang ada dipalembang. Memfokuskan kegiatan anak yang

mengalami kemunduran untuk melatih perkembangan anak dengan cara terapi,

sehingga anak dapat siap dengan dunia lingkungan diluar dengan

keterbatasannya.

Setelah melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa terdapat

sebuah proses komunikasi yang dilakukan oleh Terapis dalam terapi perilaku di

Lembaga U&Me Care Palembang yaitu memberikan suatu layanan terapi

perilaku kepada anak penyandang autisme agar memiliki tingkat kepatuhan pada

anak dengan metode pendekatan dan tingkatan pada Lembaga U&Me Care

Palembang. Terapi perilaku yang dilakukan bertujuan untuk mengubah perilaku

negative yang ada pada diri anak yang belum dapat mengubah atau

mengendalikan emosinya, sehingga perilaku tersebut dapat membahayakan diri

anak sendiri. Kemudian pada terapi perilaku Lembaga U&Me Care Palembang

memberikan komunikasi kepada anak mulai dari awal mula bertemu dengan

melakukan prosedur untuk melihat awal kebutuhan terapi, menyesuaikan dengan

identifikasi hingga dapat melakukan terapi yang tepat.

A. Pola Komunikasi Terapis dalam Terapi Perilaku Anak Penyandang

Autisme di Lembaga U&Me Care Palembang

1. Pola Komunikasi Primer

Pola komunikasi suatu bagian dalam komunikasi dalam

mengupayakan suatu interaksi agar terjadi komunikasi yang efektif

dengan memperhatikan suatu pesan yang disampaikan oleh komunikan

kepada sebuah komunikator dengan maksud pesan tersebut dapat

dipahami dengan maksud dan tujuan. Komunikasi ialah proses berbagai

makna melalui perilaku verbal dan non verbal, komunikasi yang

melibatkan dua orang atau lebih, komunikasi yang terjadi sebagai

sumber permulaan dalam membentuk pesan berupa tanda, simbol baik

verbal atau non verbal.

Pola komunikasi dalam penelitian ini dapat di pahami sebagai pola

komunikasi yang dilakukan dalam suatu lembaga terapi anak

penyandang autisme yaitu menjelaskan pola yang digunakan saat terapis

Page 45: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

45

lembaga U&Me Care dalam melakukan terapi anak penyandang autisme

hingga menciptakan suatu komunikasi pada lembaga tersebut.

Pola komunikasi primer ialah suatu proses komunikasi yang

menyampaikan pesan dengan menggunakan lambang-lambang sebagai

contoh media atau saluran. Ada dua jenis lambang dalam komunikasi

primer, yaitu verbal dan non verbal. Yang pertama Lambang verbal

merupakan sebuah komunikasi dalam bentuk bahasa, dalam bentuk lisan

maupun tulisan. Kemampuan verbal pada manusia meningkatkan

perkembangan komunikasi dan hubungan antara manusia.

Dikarenakan lambang komunikasi verbal lebih dering

digunakan saat berinteraksi antar dua orang maupun lebih, sehingga

menjadi keefektifan dalam berkomunikasi sesuai dengan situasi dan

kondisi, Yang kedua Lambang non-verbal ialah suatu lambang yang

bukan berupa bahasa, seperti isyarat anggota tubuh, gesture, tanda-tanda

yang bukan berupa bahasa baik lisan ataupun tulisan. Dalam terapi

perilaku lembaga U&Me Care Palembang, terapis melakukan interaksi

diawal perkenalan dengan anak penyadang autis pada tahap basic atau

awal masuk anak penyandang autis saat terapi perilaku .

Adapun komunikasi yang dilakuka terapis lembaga U&Me Care

saat melakukan terapi perilaku, baik secara verbal dan non verbal :

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah suatu bentuk komunikasi yang

disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis

maupun lisan . Komunikasi verbal digunakan saat mengutarakan ide,

pemikiran atau keputusan, saat berkomunikasi lebih mudah

diungkapkan ataupun disampaikan secara verbal dibandingkan non

verbal. Dengan tujuan, komunikan dapat memahami pesan yang

disampaikan lebih mudah.

Dalam komunikasi verbal terapis terhadap anak penyandang

autism yang terdapat percakapan dua arah yang dilakukan oleh

minimal dua orang, yang didalamnya terdapat pokok pembicaraan

atau pun maksud tujuan dalam perkacapan yang dimana hasil tersebut

bisa tuntas bisa tidak. Tujuan terapi perilaku ialah memberikan terapi

untuk memperbaiki perilaku anak penyandang autis, anak yang tidak

dapat mengikuti perintah salah satu contohnya, maka dari itu terapi

menerapkan komunikasi verbal saat terapi, dengan mengeluarkan

suatu intruksi untuk anak agar intruksi tersebut.

Pernyataan ini disampaikan oleh informan II Ibu masna pada

tanggal 07 April 2021 :

“keseluruhannya itu kita verbal, walaupun anaknya gak bisa

bahasa verbal, atau komunikasi verbal , walaupun anaknya

belum jelas artikulasinya, tapi kita tetap harus latih verbalnya

juga kayak gitu, itu fungsinya supaya dia bisa ngomong verbal

Page 46: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

46

yang jelas artikulasinya, jadi walau anaknya gak ngerti cuci

tangan gak ngerti misalnya, tapi kita tetap ngomong cuci

tangan….. cuci tangan…. Tetap diarahin, oh jadi anak tuh

mainsetnya mikir, oh ini namanya cuci tangan, gerakannyamhm

seperti ini jadi terekam di kepala anak kek gitu, lama lama

nantikan dia mencoba sendiri terus dia ucapi lagi kata katanya”

Dalam wawancara diatas disimpulkan bahwa terapis

menggunakan komunikasi verbal untuk memberikan intruksi,

bertujuan agar anak mengetahui apa yang diucapkan agar selalu

mengingat dengan intruksi dan ucapan yang disampaikan terapis.

Komunikasi lisan menjadi suatu pegangan kuat bagi para terapis,

gangguan pada anak penyandang autis berbeda, dengan komunikasi

verbal berupa komunikasi lisan kepada anak penyandang autis yang

sudah dapat verbal akan menyempurnakan konsonan kata dan bagi

anak penyandang autis non verbal dengan seiring waktu dalam terapi

anak akan memahami kosa kata verbal.

b. Komunikasi Nonverbal

Komunikasi Nonverbal merupakan komunikasi yang dilakukan

tanpa lisan, di gunakan pesan nonverbal. pesan nonverbal dipakai

untuk menggambarkan semua peristiwa komunikasi di kata-kata yang

tertulis dan terucap. komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal

bisa dipisahkan. Namun pada kenyataannya, pada dua komunikasi ini

saling jalin berkaitan yang kita lakukan dalam komunikasi seharihari.

Pesan nonverbal tidak di utarakan memanfaatkan kata-kata melainkan

gerakan, kontak mata bahasa tubuh, tulisan, simbol, dan bahasa

isyarat.

Pada terapi perilaku anak penyandang autis tentunya terapis

perlu paham betul dengan kondisi anak, memahami situasi pada anak,

mendorong dan melihat kemampuan anak tersebut dapat

menggunakan bahasa verbal atau non verbal. Pada nyatanya terapis di

lembaga U&Me Care ini menggunakan bahasa lisan atau verbal,

namun bahasa tersebut tidak seluruhnya dapat dipahami anak yang

belum memiliki kemampuan dari segi verbal, sehingga anak akan

dipandu terapis saat terapi memahami intruksi tersebut dengan

sentuhan, gestur tubuh atau menunjuk.

Page 47: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

47

Gambar 3. Komunikasi Non Verbal Terapis pada saat Terapi

Pada komunikasi non verbal saat terapi perilaku, terapis

membantu anak, agar dapat mengerti dengan intruksi yang diberikan,

dengan mencontohkan dan memberikan gerakan agar anak melihat

mata merupakan salah satu cara yang digunakan terapis. Dikarenakan

pada level basic anak masih belum dapat sepenuhnya mengikuti

intruksi. Komunikasi non verbal memberikan kenyamanan pada anak

dengan melihat ekspresi terapis dan aktivas yang diberikan terapis

terhadap anak. Terapis memahami ekspresi yang diberikan anak,

apakah nyaman atau tidak dengan intruksi tersebut. Dalam kondisi

tertentu anak perlu diberikan suasana yang cair.

Komunikasi lisan terapi sebenarnya dapat pula efektif bila

beriringan dilakukan bersamaan dengan komunikasi non verbal.

Membuat sikap anak lebih terarah dengan baik, anak yang tidak bisa

mengutarakan keinginannya secara verbal maka anak akan

memberikan simbol keinginan tersebut dengan cara menunjuk, bila

awal mula anak belum tahu cara menunjukan secara verbal maupun

nonverbal maka anak akan meluapkan emosinya dengan secara tidak

stabil, maka dari itu tujuan terapi perilaku ini memberikan arahan

kepada anak berperilaku baik dengan melihat terapis menunjuk-unjuk

barang yang dia mau tanpa harus tantrum.

Dalam berkomunikasi saat melakukan terapi, terapis perlu

kesabaran khusus dan keikhlasan dalam berkomunikasi bersama anak

penyandang autis, tidak berbeda dalam berinteraksi dengan anak

normal dengan anak penyandang autis, hanya saja anak penyandang

autis belum bisa mengontol emosi nya, terapis berupaya untuk anak

dapat tetap mengikuti intruksi dan materi yang disampaikan dengan

simbol nonverbal dilakukan terapis berupaya memberikan pesan

kepada anak.

Berikut wawancara bersama ibu Deasy sebagai kepala terapis

pada tanggal 07 April 2021:

“kita butuh duduk tenang satu menit aja dia gak bisa, dia pasti

mau lari, meja kita saat terapi itu bentuknya agak bundar ya,

jadi kadang kita jepit kakinya, kayak dirapatkan kakinya pakai

kaki kita agar dia gak lari, terkadang kita kasih contoh duduk

tenang, kita arahin”

Pernyataan wawancara diatas disimpulan contoh pesan

nonverbal terapis pada anak disampaikan berupa gerakan,

memberikan pesan kepada anak untuk duduk tetap tenang, dan tidak

pergi kemana-mana. Upaya tersebut terkadang dapat diterima anak

dan terkadang anak menolak pada pesan tersebut dan menangis, hal

yang di tunjukan pada anak merupakan hal yang wajar, anak

Page 48: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

48

mengespresikan penolakan mereka. Tak jarang anak menangis karena

menolak namun tidak dapat mengendalikan emosinya tersebut

sehingga anak menjadi tantrum. Gerakan gestur tubuh terapis

mengambarkan sebuah interaksi untuk menjalankan pesan nonverbal

yang sesuai dengan suatu cara keadaan dan pantas dilakukan.

2. Pola Komunikasi Sekunder

Pola komunikasi sekunder merupakan suatu proses komunikasi yang

menyampaikan suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan alat atau sarana lain sebagai media kedua setelah pesan

disampaikan menggunakan lambang sebagai media pertama.

Media pada komunikasi sekunder bagi terapis pada saat melakukan

terapi perilaku anak penyandang autis berupa benda benda, gambar yang

khusus dipergunakan untuk anak yang belum paham penggunakan

bahasa verbal. Disisi lain benda atau media yang digunakan bagi para

terapis di gunakan untuk memudahkan terapis mengetahui kehendak

anak, dan mengajarkan anak untuk mengenal benda disekeliling mereka.

Media digunakan terapis bertujuan untuk mengajarkan atau

mengarahkan anak agar mereka dapat meluapkan keinginan diri mereka

dengan cara menunjuk tanpa tantrum, dan mengontrol emosi mereka

karena munculnya tantrum selain penolakan dikarenakan juga mereka

yang tidak dapat mengungkapkan keinginan mereka. Media yang

diterapkan terapis digunakan sebagai titik focus mata pada anak

penyandang autism yang masih tingkat perilakunya turun atau di tingkat

terapi basic. Pada terapi perilaku, terapi selalu menggunakan dan

membawa media, seperti stopwatch dan benda disekitar, contoh pada

level basic, disampaikan oleh Kepala terapis perilaku,Ibu Deasy, bahwa

anak pada awal mula yang belum pernah melakukan terapi dan

perilakunya masih buruk maka anak akan tidak stabil, perilaku masih

negatif dan tidak ada kontak mata, berikut wawancaranya pada tanggal

07 April 2021 :

“.....anak autis yang belum pernah mendapatkan terapi

perilaku biasanya gradak gruduk yah,ibaratnya larinya gak

terarah jalan gak terarah pegang sana pegang sini, belum tahu

bahaya, gak ada kontak mata…..”

Pada pernyataan diatas, bahwa anak penyandang autis yang belum

pernah melakukan terapi perilaku, belum mempunyai kontak mata,

sehingga dalam proses terapi, terapis melakukan materi kontak mata

bersama anak dengan menggunakan benda seperti pena atau bola dan

stopwatch, terapis akan menghitung 1x2 detik, 2x2 detik menggunakan

stopwatch sambil memegang bola untuk anak tatap, setiap level waktu

untuk kontak mata akan dilakukan secara bertahap, dan level pemula

akan lebih sulit dibanding level atas.

Page 49: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

49

Gambar 4. Contoh Media Terapis pada Materi Kontak Mata Stopwatch dan Bola

Disampaikan oleh terapis emil, dalam menggunakan media saat

terapi, sebagai berikut:

“ iya kita pakai mbak, contohnya Flash Card, gambar, atau media

asli, pena, pensil sebagai media terapi……”

Ditambah lagi dengan pernyataan wawancara Ibu Deasy, berikut

pernyataannya:

“ada, ada yang menggunakan ada yang gak pakai media, media

misalnya Flash Card, ada misalnya pena, misalnya bilang ambil…

ambil… ambil pena…kek gitu ambil gak dianya, misalnya ambil

pensill… dia ngerti gak medianya. Ada juga medianya seperti bola,

Flash Card seperti gambar, misalnya kita nunjuki gambar apa disini

kek gitu sambil nunjukin ke dia, gambar bola…. Ini bolaaa…. Ini

apa…. Bolaaaa…. Nanti tunjukin kemedia lain yang sama seperti

digambar, awalnya kita kasih contoh dulu tunjuk media tersebut

berarti dia ngerti itu bola kek gitu”

Page 50: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

50

Gambar 5. Terapis Menggunakan Flash Card

Terapi perilaku merupakan terapi yang tidak lepas dari benda

sebagai sarana berkomunikasi antara terapis dan anak autism, benda atau

media tersebut berupa pena, pensil, buku, bola, Flash Card, gambar

bahkan buah asli. Dengan menggunakan media seperti ini merupakan

komunikasi sekunder yang bertujuan agar anak mampu melihat dan

mencocokan benda disekitar mereka atau menunjuk apa yang mereka

lihat. Tingkat konsentrasi pada anak penyandang autis berbeda dengan

anak normal.Sehingga media tersebut sangat berperan bagi anak yang

belum paham akan benda disekitar dan juga sebagai sarana mereka

menyampaikan keinginan mereka.

Sarana alat atau media pada terapi perilaku ini, berguna untuk

meningkatkan kepatuhan kepada anak, semakin tinggi tingkat kemampuan

patuh anak, dan semakin cepat materi yang anak terapkan, maka semakin

bertambah level anak untuk mecampai tahap tahapnya, sehingga anak

akan siap untuk lanjut kesekolah dikarenakan anak sudah bisa berkontak

mata dan duduk tenang.

3. Pola Komunikasi Sirkular

Pola ini merupakan pola yang terdapat proses komunikasi yang

terjadinya feedback atau umpan balik, yang terjadi antara arus komunikan

ke komunikator sebagai penentu utama keberhasilan dalam komunikasi.

Page 51: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

51

Komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi yang sedang

berlangsung.

Komunikasi yang diterapkan terapis dalam terapi perilaku di

lembaga U&Me Care dilakukan sesuai materi dan silabus pada lembaga,

dilakukan secara bertahap. Untuk mencapai tujuan mengubah perilaku

anak yang negative menjadi positif dengan proses waktu saat terapi. Pada

kriteria anak penyandang autis yang melakukan terapi perilaku terdapat 2

tipe yaitu anak penyandang autis dari lahir dan anak penyandang autis

karena pola asuh, gadget dan makanan pada anak. Tingkat kesulitan anak

mencapai feedback diukur dari tingkat kepatuhan dan memperhatikan

intruksi terapis.

Harapan dan upaya dalam terapis mengharapkan suatu perubahan

pada anak dengan proses yang dilakukan sehingga terapis memperhatikan

tingkah atau perilaku yang diberikan atau respon pada anak saat diberi

perintah atau intruksi. Komunikasi yang disampaikan terapis

mengharapkan anak untuk menghasilkan feedback.

Pola komunikasi sirkular ini tergambarkan alur komunikasinya

secara sirkular yang berarti bahwa komunikasi disini dapat saling

mengirimkan pesan kemudian diterjemahkan lalu selanjutnya akan

dilanjutkan dengan umpan balik kepada pengirim pesan. Setiap

komunikasi yang terjadinya antara terapis dan anak autism akan terdapat

feedback atau umpan balik, walaupun dalam keadaan yang secara

berangsur-angsur dengan proses, sebagai penentu utama keberhasilan

terjadi arus pada komunikan ke komunikator dalam komunikasi.

Komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi yang sedang

berlangsung.

Komunikasi yang diterapkan terapis dalam terapi perilaku di

lembaga U&Me Care dilakukan sesuai materi dan silabus pada lembaga,

dilakukan secara bertahap. Untuk mencapai tujuan mengubah perilaku

anak yang negative menjadi positif dengan proses waktu saat terapi. Pada

kriteria anak penyandang autis yang melakukan terapi perilaku terdapat 2

tipe yaitu anak penyandang autis dari lahir dan anak penyandang autis

karena pola asuh, gadget dan makanan pada anak. Tingkat kesulitan anak

mencapai feedback diukur dari tingkat kepatuhan dan memperhatikan

intruksi terapis.

Berikut ini hasil wawancara pada salah satu informan pada tanggal

07 April 2021 :

“biasanya autism itu ada dua macem, ada invantil ada regresif,

invantil itu biasanya dari lahir, nah yang dari lahir itu agak parah

biasanya, regeresif itu biasanya kemungkinan dari gadget dan pola

asuh,mereka mengalami kemunduran, lahir secara normal, umur

dua tahun dikasih gadget terus tiba tiba mundur, jadi seperti infantil

itu dari lahir, kelihatan gak ada kontak mata, kalo dipanggil kurang

Page 52: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

52

respon, umur tiga bulan dan umur enam bulan fase babbling

kurangnya kosa kata seperti ba ba ba ba, pa pa pa pa seperti

mengeja, susah dari lahir. Jadi untuk untuk mengukur waktunya itu

tidak bisa dipastikan, dan semua proses terapi mengikuti tingkatan

dan mengikuti kemampuan anak…..”

Pada proses terapi disetiap level, anak penyandang autis

menyampaikan feed back kepada terapis pada setiap intruksi dengan

waktu yang berbeda beda, komunikasi yang dilakukan secara melingkar

menyampaikan untuk keberhasilan pesan yang disampaikan dalam

beberapa jangka waktu dan prosesnya. Tujuan dari terapi perilaku untuk

meningkatkan kepatuhan anak, menciptakan perilaku yang baik. Pada

terapi perilaku ini, komunikasi terapis terhadap anak autis dilakukan

secara bertahap.

Gambar 6. Anak Mengikuti Intruksi

Page 53: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

53

Gambar 7. Anak Mengikuti Intruksi

Gambar 8. Anak Mengikuti Intruksi

Page 54: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

54

Anak akan mengikuti intruksi terapis dengan mendengarkan dan

melihat, komunikasi yang dilakukan ini menghasilkan feedback atau

umpan balik, feed back yang dihasilkan anak saat mengikuti intruksi

terapis dan feedback yang diberikan terapis saat anak mengikuti intruksi,

pola komunikasi ini merupakan suatu pola sirkular, melihat keberhasilan

anak terhadap terapis, menyesuaikan jangka waktu dan proses dikarenakan

setiap anak yang melakukan terapi menyampaikan feed back secara

berbeda beda, terkadang terdapat anak yang melakukan penolakan dengan

cara menggelengkan kepala menangis, mengigit dan berlari. Namun

dengan seiring waktu melakukan terapi, anak akan dapat mengontrol

emosinya. Hal ini disampaikan juga pada wawancara bersama ibu emil :

“ya gitu untuk anak kita tidak bisa prediksi, ada yang perilakunya

masih negative ada yang sudah terarah tapi masih sedikit negative,

jadi kadang dia marah-marah, teriak, menyakiti diri, kebanyakan

sih nangis yang menolak, mengelak, maka dari itu sering terjadinya

tantrum diawal anak masuk”

B. Proses Komunikasi Yang Dilakukan Terapis Dalam Terapi Perilaku

Anak Penyandang Autis

Lembaga U&Me Care merupakan lembaga penanganan anak

berkebutuhan khusus yang ada dipalembang. Memfokuskan kegiatan anak

yang mengalami kemunduran untuk melatih perkembangan anak dengan

cara terapi, sehingga anak dapat siap dengan dunia lingkungan diluar

dengan keterbatasannya. Dalam sebuah proses komunikasi yang dilakukan

oleh Terapis dalam terapi perilaku di Lembaga U&Me Care Palembang

yaitu memberikan suatu layanan terapi perilaku kepada anak penyandang

autisme agar memiliki tingkat kepatuhan pada anak dengan metode

pendekatan dan tingkatan pada Lembaga U&Me Care Palembang.

Terapi perilaku yang dilakukan bertujuan untuk mengubah perilaku

negative yang ada pada diri anak yang belum dapat mengubah atau

mengendalikan emosinya, sehingga perilaku tersebut dapat

membahayakan diri anak sendiri. Kemudian pada terapi perilaku Lembaga

U&Me Care Palembang memberikan komunikasi kepada anak mulai dari

awal mula bertemu dengan melakukan prosedur untuk melihat awal

kebutuhan terapi, menyesuaikan dengan identifikasi hingga dapat

melakukan terapi yang tepat. Lalu pendekatan komunikasi yang diciptakan

oleh terapis untuk memberikan rasa nyaman kepada anak penyandang

autis dalam terapi perilaku. Terapis lembaga U&Me Care yang telah

melakukan training dan telah memberikan pelayanan yang terbaik selama

kurang lebih 10 tahun.

Page 55: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

55

Hal tersebut disampaikan pada hasil wawancara dengan kepala

terapis Lembaga U&Me Care Palembang mengenai proses komunikasi

awal mula terapi perilaku :

“ Untuk diawal kita konseling dan assessment, konseling itu Tanya

jawab kepada orang tua, kalau assessment itu kita melihat

parameter perkembangan anak normal, jadi misal usianya 3

tahun, kita lihat parameter usia anak 3 tahun, mengalami

kemunduran atau ndak, dari segi bicara dan segi prilaku, perilaku

itu terdiri dari rentan perhatian, kontak mata dia, sosialisasinya

bisa apa ngak, motorik kasar dan motoric halus yang kita lihat,

untuk melihat anak membutuhkan tidak terapi perilaku”

Dalam hasil wawancara diatas, ibu Deasy selaku kepala terapis

bertujuan memulai komunikasi terlebih dahulu dengan orang tua mengenai

gejala pada anak tersebut dengan melakukan Tanya jawab, memperhatikan

dari segi kemunduran anak lalu melakukan pendekatan kepada anak yang

membutuhan terapi tersebut.

Berikut hasil wawancara bersama Ibu Emil, selaku terapis perilaku

menjelaskan pendekatan awal terhadap anak penyandang autism:

“awalnya kita ajak bermain dulu, kita pengenalan diri dulu,

pendekatan dulu gak langsung terapi, kita buat senyaman-

nyamannya mungkin anak, kadang anak itu baru liat kita udah

nangis, ada juga yang tiba tiba memberontak, ada yang mau

tantrum udah kelihatan gerak geriknya, jadi dengan pendekatan

itu kita lakukan pengenalan awal”

Disampaikan oleh informan ke-2 ini menjelaskan untuk melakukan

pendekatan komunikasi diawal saat melakukan terapi perilaku, terdapat

pada proses komunikasi interpersonal yaitu pendekatan kontak dengan

awal mula dimulai dari membuat kesan pertama yang baik kepada orang

lain. Kesan yang baik dapat di perlihatkan melalui bahasa tubuh dan

bahasa ucapan yang baik. Memberikan rasa percaya dan nyaman untuk

berkomunikasi merupakan proses komunikasi diciptakan untuk membuat

suatu hubungan baik dengan orang bahkan orang baru dalam memahami

makna dan simbol yang dilakukan saat kegiatan terapi perilaku di

Lembaga U&Me Care. Berkomunikasi pada anak autis dengan gangguan

perilaku merupakan berkomunikasi dengan satu arah, tidak adanya kontak

mata dan tidak ada focus dalam berbalas cakap. Dengan melakukan terapi

dengan tujuan membuat kemungkinan menjadikan komunikasi dengan

anak autis menjadi dua arah dan mendapatkan feed back.

Pada terapi perilaku anak penyandang autis, terapis memahami pola

pesan yang harus disampaikan kepada anak. Tujuan terapi ialah merubah

perilaku anak yang tidak baik menjadi hal yang baik, dalam hal tersebut

membutuhkan proses dari awal sampai akhir hasil dari terapi.

Page 56: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

56

Dalam terapi perilaku lembaga U&Me Care Palembang, terapis

melakukan interaksi diawal perkenalan dengan anak penyadang autis pada

tahap basic atau awal masuk anak penyandang autis saat terapi perilaku .

Berikut kutipan wawancara dengan informan (Ibu Masnah, 7 April 2021) :

“Rata-rata biasanya anak nangis dulu yah, kan usia 2 tahun

biasanya nangis dulu, pendekatan floor time pendekatan dulu

kesiswa, itu metode sambil bermain, jadi pendekatan terapis kesiswa

dulu, baru sambil materi pelan pelan tapi sambil bermain. Ayo kita

main…. Apa ini yah… Lama lama dia bisa, baru bisa masuk dan

duduk dikelas, satu terapis satu anak”

Berdasarkan pernyataan diatas, menjelaskan bahwa saat awal

melakukan terapi perilaku, terapis perlu melakukan komunikasi

pendekatan bersama anak penyandang autism, dengan mengajak bermain,

untuk memberikan rasa nyaman dan memberikan kepercayaan kepada

terapis untuk anak dapat melakukan terapi. Pendekatan floor time

merupakan pendekatan yang bersahabat, menciptakan kedekatan dan

kenyamanan untuk membangan hubungan dengan anak sebagai indivdu,

untuk membantu memperbaiki proses perkembangan anak melalui bahasa

tubuh (gasture), kata-kata serta media bermain (pretend play).

Terapis pada proses terapi perilaku berkaitan erat dengan simbol-

simbol dan bahasa, terapis mengerti simbol dan bahasa yang anak

digunakan, diawal terapi anak masih belum bisa beradaptasi, anak

menggeluarkan simbol belum nyaman dengan kondisi tersebut. Anak

menyimbolkan tangisan bahwa anak masih belum memiliki pendekatan

terhadap lingkungan sekitar. Dalam simbol-simbol ini diarahkan terapis

untuk memahami dan proses memahami merupakan cara kerja dalam

pikiran (mind)

Mind ialah suatu pikiran yang memicu suatu tindakan, diperlihatkan

bahwa perbuatan manusia dilakukan berupa perbuatan singkat dan

sederhana. Tindakan itu muncul seperti pemenuhan tujuan hidup yang

kuat dari dalam (dorongan hati) yang dialami atau yang dirasakan

manusia. Dengan tahap awal impulse (dorongan hati) terapis saat akan

bertemu dengan anak didik terapi, dengan dilanjutkan tahap persepsi yang

merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya, dengan melakukan

pendekatan kepada anak yang akan dterapis, sehingga mempertimbangkan

untuk memanipulatif keadaan yang menyesuaikan suasana dan materi

pada anak yang akan diterapi. Tahap konsumsi melanjutkan dari tahap-

tahap sebelumnya untuk memberikan terapi pada anak, merealisasikan

aksi.

Proses berpikir dan memahami dengan adanya simbol yang

diberikan. Ketika memulai komunikasi dengan anak penyandang autis

yang telah memiliki keperluan untuk terapi perilaku. Dengan mula terapis

akan memberikan pendekatan kata kata dan permainan. Dengan menyapa

Page 57: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

57

anak dan bertanya. Komunikasi yang terjadi akan kembali menggeluarkan

simbol dari anak yang berupa hal menimbulkan suatu respon.

Dalam berkomunikasi dengan anak penyandang autism pada

umumnya sangat berbeda dengan anak normal, anak penyandang autis

terdapat emosi yang belum dapat mereka kontrol dengan sendirinya,

ketika anak merasa tidak nyaman atau takut pada situasi tersebut anak

akan menunjukan kondisi diri mereka untuk menolak, maka dari itu

terapis melakukan pendekatan kontak terhadap anak menciptakan kesan

pertama yang baik kepada orang lain.

Kesan yang baik dapat di perlihatkan melalui bahasa tubuh dan

bahasa ucapan yang baik. Peneliti memahami, komunikasi yang dilakukan

terapis kepada anak autis yang masih berperilaku negatif ialah komunikasi

linier. Anak yang masih belum bisa mematuhi intruksi terapis biasanya

anak akan melakukan penolakan, bahkan tidak anak kontak mata kepada

terapis. Hal ini diperkuat pernyataan wawancara oleh terapis terapi

perilaku (Ibu emil, 07 April 2021), berikut wawancaranya :

“ya gitu untuk anak kita tidak bisa prediksi, ada yang perilakunya

masih negative ada yang sudah terarah tapi masih sedikit negative,

jadi kadang dia marah-marah, teriak, menyakiti diri, kebanyakan

sih nangis yang menolak, mengelak, maka dari itu sering terjadinya

tantrum diawal anak masuk terapi.

Terapi perilaku memberikan suatu hasil yang bertujuan untuk anak

nanti akan bisa mengendalikan emosi anak, awal mula terapi perilaku

dilakukan dengan level basic, pada level ini merupakan tahap yang

terbilang sulit, dikarenakan anak belum dapat kooperatif dengan terapis.

Komunikasi pada terapi perilaku dilakukan dengan pendekatan face to

face. Satu anak akan diterapi dengan satu terapis. Anak yang sudah

kooperatif akan mematuhi intruksi terapis dengan siring waktu dengan

anak merasakan hal positif yang diberikan terapis sehingga komunikasi

dapat dilakukan secara dua arah.

Proses komunikasi atau tahapan komunikasi yang seringkali

diterapkan pada saat terapi, proses komunikasi yang dilakukan setelah

assement dan konseling ialah kontak mata, duduk tenang dan menunjuk.

Kontak mata adalah interaksi ketika dua orang melihat mata satu sama lain

pada saat yang sama. Kontak mata merupakan salah satu bentuk

komunikasi nonverbal yang disebut okulesik dan memiliki pengaruh yang

besar dalam perilaku sosial.

Manusia berinteraksi dengan orang lain maka proses interaksi

mengarah pada hubungan antar manusia Untuk melakukan interaksi sosial

diperlukan kontak sosial salah satunya kontak mata. Kontak mata anak

umumnya terjadi saat anak berkomunikasi dengan orang dewasa atau

teman sebaya.Tidak seperti anak penyandang autis, anak autis cenderung

menghindari kontak mata saat berkomunikasi.

Page 58: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

58

Kontak mata selalu diupayakan agar anak dapat memiliki kontak

mata untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Proses

komunikasi dalam kontak mata merupakan proses awal yang di lakukan

terapis dalam terapi perilaku ini. Berikut hasil wawancara dengan

informan :

“Proses terapi perilaku kita ada perlevel-levelnya yah, itu ada level

Basic, elementary, intermediate, advance, jadi kalau memang anak

yang masih dasar kita kasih Basic yang belum dikasih apa-apa, jadi

kita kasih silabus itu sesuai dengan kemampuan siswa, berdasarkan

diawal apakah kontak mata dahulu, liat kekurangannya, jadi kita

lihat dari silabusnya sendiri. Misal kontak mata satu detik dulu

untuk yang basic, lihat mata….. lihat….. lihat ini….”

Proses komunikasi kontak mata pada terapi perilaku, terapis

memberikan intruksi lihat mata. Memfokuskan intruksi tatap mata sampai

anak mengikuti intruksi tersebut. Resmisari (2016:375) mengatakan

Terapi kontak mata untuk anak autis merupakan kegiatan sosial yang

penting, bahkan sebelum perawatan lainnya. Hal ini karena kontak mata

membantu mengatur interaksi sosial tatap muka dan memiliki pengaruh

komunikatif terhadap interaksi sosial. Kontak mata adalah koordinasi

perhatian visual antara individu dan objek yang menarik. Melalui kontak

mata, interaksi sosial dapat berlangsung secara normal, tetapi sebaliknya

kurangnya kontak mata akan mempengaruhi kurangnya interaksi sosial

dan kemampuan belajar

Gambar 10 . Anak Memalingkan Pandangan Saat Kontak Mata

Page 59: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

59

Gambar 11 . Terapis Mengarahkan Anak Untuk Kontak Mata

Gambar 12 . Anak Mengikuti Intruksi

Pada 3 gambar di atas merupakan proses komunikasi terapis dalam

terapi kontak mata, tahap demi tahap sampai anak mengikuti intruksi

Page 60: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

60

tersebut. Pada buku memahami anak autisme, Mujahidin (2012:17)

mengatakan Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang cukup memadai

merupakan kontak mata yang sangat kurang dengan tanda ekspresi wajah

kurang hidup dan gerak gerik pada anak yang kurang tertuju. Kontak mata

dalam pengertian bukan hanya memiliki tatapan pada lawan bicara tetapi

kontak mata selayaknya yang dilakukan untuk menunjukkan suatu pesan

yang jelas. Ini menjadi bukti untuk membedakan kualitas kontak mata anak

autisme dengan anak-anak pada umumnya. Karena sebagian anak pada

autisme dapat berkontak mata dengan baik (lama tatapan dan arah tatapan)

tetapi ternyata anak autisme tidak dapat menggunakan kontak matanya

sebagai pengirim pesan.

Proses komunikasi yang terjadi pada terapi perilaku lainnya yaitu

menunjuk. Menunjuk merupakan suatu tahap dimana anak tetap melakukan

kontak mata dan mengerti apa yang akan di tunjuk sesuai dengan intruksi

terapis dan mengikuti gerakan terapis setelah bagian dari kontak mata yang

dimilki anak, melatih fokus pada dihadapannya. Kesulitan lebih lanjut untuk

anak-anak dengan autisme dalam proses ini interaksi adalah seberapa sulit

bagi mereka untuk meniru tindakan, Karena mereka sulit berkonsentrasi

terhadap model manusia. Mungkin ada hubungannya dengan itu anak autis

mengalami kesulitan melakukan kontak mata, Meskipun penelitian lebih

mendalam diperlukan hubungan dua hal ini. Imitasi adalah yang paling

penting Biarkan anak-anak mulai belajar sesuatu. Karena itu saat

menggunakan terapi menirukan proses peniruan. terapis bisa mengajarkan

anak-anak dalam banyak hal, seperti aktifitas sehari hari.

Gambar 13 . Terapis Intruksi Tunjuk Telinga

Page 61: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

61

Gambar 14 . Anak Memalingkan Pandangan

Gambar 15. Terapis Mengulang Intruksi

Page 62: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

62

Gambar 16. Anak Meletakan Tangan pada Posisi Sesuai Intruksi

Pada proses komunikasi terapi perilaku bertujuan untuk anak

memiliki perilaku kepatuhan, proses ini dilakukan pada terapis agar anak

memiliki Kemampuan Menirukan berupa kemampuan untuk mengikuti

gerakan motorik kasar dan gerakan motorik halus. Yang ingin dilatih dari

imitasi gerakan motorik kasar seperti mengangkat tangan,. Dan yang ingin

dilatih dari imitasi gerakan motorik halusnya ialah menunjuk bagian-

bagian tubuh, menggoyangkan jari-jari tangan dan mengacungkan jempol.

Berikut hasil wawancara dengan narasumber:

”satu detik kali satu, satu detik kali dua naik tingkatan sering

dengan tahap, dan ada pengenalan anggota tubuh, mata hidup mulut

telinga, kepatuhan yang kita arahi, seperti tepuk tangan, tepuk meja dan

banyak lagi”

Pada hasil wawancara diatas juga, tujuan terapis mengenalkan

anggota tubuh pada anak, sehingga motorik dan pikiran anak akan

mengingat dengan yang disampaikan saat terapi dengan memahami

konsep meniru. Muhajiddin (2012:17) menjelaskan Gangguan kualitatif

dalam bidang komunikasi pada anak ditunjukan pada salah satu acuan

pemantauan ialah cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan

kurang bisa meniru. Terapi perilaku menekankan kepatuhan dan

keterampilan dalam meniru dan membangun kontak mata.

Proses komunikasi yang lainnya setelah kontak mata dan

menirukan adalah duduk tenang. Gangguan perilaku dan komunikasi anak

yang sering membuat anak tidak mengetahui aturan dan tidak mengerti

Page 63: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

63

dengan sebuah perintah. Anak autis memiliki perilaku yang terkadang sulit

untuk di stablikan, keaktifan pada anak membuat anak kerap kali

bertingkah dan membuat perilaku yang melebihi tingkah anak normal

pada umumnya. Ketertarikan dan terus menggerakan badannya tanpa

aturan. Perilaku ini terkadang membuat anak sulit untuk duduk tenang.

Untuk duduk tenang anak autis memiliki kemampuan waktu yang minim.

Sehingga anak akan terus di latih kemampuan kongitif anak. Adapula hasil

wawancara pada narasumber, berikut:

“tingkat kepatuhan anak sama duduk tenang, anak autism rata rata

gak bisa duduk tenang, kita butuh duduk tenang satu menit aja dia

gak bisa, dia pasti mau lari”

Duduk tenang dibutuhkan agar anak dapat tenang pada kondisi,

situasi dan tempat tertentu, terutama bila anak ingin melanjutkan ke

sekolah akademik. Maka tujuan duduk tenang membuat anak kooperatif

dalam kelas dan memperhatikan guru saat memberikan pelajaran. Duduk

tenang ini dilakukan dengan terapis menggunakan hitungan waktu, setiap

intruksi duduk tenang dan kontak mata akan selalu menggunakan hitungan

waktu 1x2 detik, 1x4 detik.

Gambar 17 .Terapis Intruksi Duduk Tenang

Page 64: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

64

Gambar 18. Kaki Anak Tetap Bergerak Belum Tenang

Gambar 19 . Terapis Mengulang Intruksi dan Anak Memalingkan Pandangan

Page 65: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

65

Gambar 20. Anak Mengikuti Duduk Tenang

Pada 4 gambar di atas tahap setiap terapi pada duduk tenang, posisi

duduk anak tidak serapih anak normal umumnya. Pada dasarnya anak

tetap akan mengikuti intruksi namun sesuai dengan situasi dan kondisi

pada anak. Terapis akan tetap berupaya dalam melatih stimulus anak agar

mengikuti intruksi. Setiap intruksi akan disampaikan dengan cara

mengulang dan tegas.Proses komunikasi dalam konsep diri (Self) seorang

terapis suatu proses secara simbolik kepada individu lainnya, diri yang

merupakan kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek

dari perspektif yang berasal dari orang lain atau masyarakat.

Self sebagai langkah penting untuk mengembangkan akal (mind).

Terapis menyesuaikan diri mereka pada kondisi tersebut, memberikan

kedekatan yang terbaik saat bersama anak autis, mengambil peran dalam

melakukan terapi, terapis memposisikan diri nya sebagai terapis yang

berempati dan perduli terhadap anak penyandang autis untuk

menyelesaikan persoalan perilaku pada anak yang menyimpang. Terapis

akan melakukan terapi seusai dengan kemmampuan dan kebutuhan anak,

menyesuaikan bahasa yang tegas dan jelas dengan gerakan dan mimik

wajah. Kata yang singkat disampaikan terapis, akan lebih mudah dipahami

anak penyandang autis mengingat anak memiliki keterbatasan dalam segi

komunikasi.

Page 66: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

66

Bila anak tidak mau ngikuti intruksi maka terapis akan terus

memberikan intruksi sampai anak mengikuti, dengan catatan bila anak

melakukan penolakan yang wajar. Lalu dalam terapi perilaku ini setelah

anak berhasil mengikuti intruksi akan mendapatkan reward pada anak

untuk mengapresiasikan keberhasilan anak dalam mengikuti intruksi, pola

sirkular diberikan kembali kepada anak berupa reward, pada reward ini

bertujuan memberikan support dan bentuk upaya dalam mengurangi

perilaku negative atau hiperaktif pada anak. Reward yang di berikan

kepada anak, secara langsung menbuat dan memacu stimulus anak untuk

terus mengikuti perintah terapis.

Berikut hasil wawancara mengenai feed back pada salah satu

informan pada tanggal 07 April 2021 :

“ ya anak yang mengikuti kita kasih reward, dan yang tidak

mengikuti belum kita kasih rewardnya, jadi saat dia dapet intruksi

dari kita langsung kita kasih reward kayak gitu, karena reward juga

fungsinya supaya dia mau melakukan dan memberikan feedback

yang kita kasih intruksi, sehingga ada keinginan dari dia untuk

melakukannya, istilahnya dia berfikir kalau aku ngelakuin aku dapet

gak ya. Jadi rewardnya macem-macem, kalau anak ngikutin intruksi

kita, kita kasih reward kayak makanan, boleh mainan yang dia

sukai, tergantung anak ya sukanya apa”

Ditambah pernyataan oleh terapis ibu emil, berikut hasil wawancara

pada tanggal 07 April 2021:

“ ya, anak yang gak ngikutin gak kita kasih reward, jadi kalo dia

ngikutin, kita kasih reward, bisa juga makanan dia, mainan, tapi

kalo dia bosan ya dengan reward itu kita kasih dia keluar ruangan

untuk bermain, satu-dua menit kemudian kita masuk kekelas lagi”

Page 67: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

67

Gambar 21. Bentuk Reward pada Komunikasi Terapis

Sehingga bila anak terus dapat mengikuti perintah, perilaku anak

sudah dapat di pantau dan mulai disiplin, dan kepatuhan anak terus

meningkat maka anak akan memasuki level yang baru sesuai dengan

kemampuan anak, kesulitan dalam terapi diliat dari anak yang dapat

menyelesaikan materi dari terapi perilaku, mulai basic, elementary,

intermediate, dan advance dan dapat melanjutkan kesekolah.

Hal ini juga didukung saat mewawancara oramg tua dari anak yang

sudah menyelesaikan terapi perilaku, berikut pernyataan ibu betrice :

“dulu dhea awal-awal itu suka benturin kepalanya, terus gak ada

kontak mata, susah banget kalo disuruh, puji tuhan ya dhea dua

tahun terapi udah bisa masuk sekolah, jadi skrng sudah bisa duduk

tenang, sekarang disana dia terapi wicara terakhir habis perilaku

dhea terapi sensori……”

Pada proses komunikasi ini terapis memberikan feed back kepada

anak sebagai reward anak mengikuti perintah dan tingkat kesulitan saat

terapi dilihat pada kemampuan anak, namun bila dilakukan secara teratur

maka anak akan menjunjukan kemampuan yang meningkat dan anak dapat

mengontrol emosinya tersendiri.

Keterlibatan terapis pada terapi perilaku anak penyandang autis

berperan dalam mendidik dan mengajarkan anak yang memiliki kondisi

dan emosi yang stabil. Keterlibatan antara terapis dan anak penyandang

autis membentuk pikiran dan diri dalam hubungan individu dengan

masyarakat (society). Anak penyandang autis yang mempunyai dalam hal

yang menyangkut kondisi prilaku emosional, anak autism menampakan

perilakunya yang kurang baik, ketika emosi anak sedang tidak stabil dan

Page 68: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

68

belum teratur / tantrum, terapi berupaya dilakukan terapis untuk

mengurangi dan memperbaiki emosi anak yang tidak stabil dikarenakan

salah satu penyebabnya sulitnya berkomunikasi dan kurang kontak mata,

terapis harus menempatkan dirinya pada posisi orang lain. terapis akan

berupaya melakukan pendekatan pada anak seolah dirinya adalah anak

yang butuh seseorang, sehingga dapat memberikan penanganan sesuai

dengan kondisi dari anak penyandang autis. Anak penyandang autis akan

bersikap terbuka dan percaya kepada terapis, sehingga komunikasi

antarpribadi terapis dan anak menjadi efektif.

C. Kendala Terapis dalam Terapi Perilaku Anak Penyandang Autis

Komunikasi ialah salah satu cara dalam penyampaian suatu

informasi yang diterima bagi para penerima dari pengirim pesan maka

dapat menghasilkan proses timbal balik setelah melakukan proses-proses

terapi. Dalam melakukan terapi anak penyandang autism tidak semudah

berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak pada umumnya.

Berkomunikasi antar terapis dan anak penyandang autis perlu membentuk

dan memelihara hubungan yang baik. Memberikan rasa simpati dan

empati yang positif dan menunbuhkan rasa percaya anak kepada terapis.

Dalam berkomunikasi pasti akan nada hambatan yang dihasilkan

yang dapat disebut noise. Beberapa hambatan dalam komunikasi antar

terapis dan anak penyandang autis dalam terapi perilaku. Proses

komunikasi yang berlangsung pada konteks situasional. Saat

berkomunikasi, komunikator harus dan dapat melihat situasi. Komunikasi

terdapat hambatan yang terbentuk dalam keadaan yang memperhatikan

situasi dan kondisi.

Pada situasi ini, hal yang dihadapi terapis terapat pada anak yang

menolak dengan situasi. Anak penyandang autis yang tidak berada di masa

nyaman pada kondisi tersebut anak akan tantrum. Hal ini yang menjadi

tugas terapis untuk mengatasi anak. Maka dari itu terapis perlu memahami

simbol-simbol yang diungkapkan anak saat terapi. Tidak menutup

kemungkinan anak yang ada di dalam kondisi tersebut bila tidak kita

pahami keinginan selain menolak yaitu dengan simbol tantrum. Dengan

kondisi ini terapis dapat mengubah situasi menjadi lebih cair bahkan

berpindah objek dalam terapi.

Penyataan juga disampaikan oleh terapis ibu emil, berikut hasil

wawancara pada tanggal 07 April 2021:

“kalau tantrum, moodnya bagus atau ngaknya, itu yang kadang

kadang anak tiba tiba tantrum, kan gak semudah membuat tenang

anak pada umumnya”

Hal ini dapat juga ditambahkan oleh terapis ibu masna, berikut hasil

wawancara pada tanggal 07 April 2021:

Page 69: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

69

“ untuk kendala, selama ini karena kita tahu tuh, kondisi masing

masing anak kita, masih bisa ditangani juga, ditangani terapis jadi gak

terlalu sih, paling kalo anaknya udah tantrum, tantrum yang bener

bener tantrum, jadi kita coba netralin dulu.

Orang tua dari anak penyandang autis juga diharapkan untuk

memperhatikan pola makan yang diberikan kepada anak, seperti

karbohidrat semacamnya yang menjadi peringatan. Dalam memperhatikan

pola makanan juga menjadi kunci keadaan anak. Anak yang tidak dijaga

pola makanan dapat menyebabkan kondisi anak yang tidak stabil hal

tersebut menjadikan pengaruh anak dapat tidaknya merespon intruksi

terapis.

Dalam kondisi ini sudah dapat dipastikan bahwa terapis akan

memahami kondisi tersebut, mengetahui hal ini sudah menjadi

pengalaman bagi terapis untuk dapat mengatasi anak dikarenakan terapis

sudah banyak mendapatkan pengetahuan bekal dalam penanganan anak

autis, kesabaran yang penuh dalam mengatasi anak adalah sebuah kunci

utama.

Page 70: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan,

pada hasil penelitian bahwa pola komunikasi yang diterapkan terapis dalam

terapi perilaku anak penyandang autis di Lembaga U&Me Care Palembang

ialah

1. Pola komunikasi primer yang dilakukan antara terapis dan anak

penyandang autis terjadi komunikasi non verbal dan verbal, Pola

komunikasi yang dilakukan dalam terapi memerlukan komunikasi lisan

dan sentuhan berserta gestur tubuh terapis terhadap anak dalam terapi

dan pola komunikasi sekunder yang menggunakan media dan alat

dalam terapi sebagai sarana berkomunikasi antara terapis dan anak

penyandang autism seperti, flashcard, pena, pensil, stopwatch, bola dan

serta benda disekitar area terapi. pola komunikasi berupa sirkular yang

terjadinya arus komunikan ke komunikator, oleh karena itu terdapat

feedback itu mengalir dari anak kepada terapis, begitu sebaliknya

berupa tanggapan pesan yang ia terima dari komunikator.

2. Proses komunikasi terapis dalam terapi perilaku adalah melalui tahap-

tahapan seperti konseling dan assessment, proses selanjutnya setelah

mengetahui kebutuhan anak dengan memberikan terapi anak dengan

materi kontak mata, menirukan, dan duduk tenang.

B. Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka

sebagai penutup penelitian skripsi ini, peneliti akan memberikan saran

antara lain, sebagai berikut:

1. Untuk lembaga U&Me Care Palembang diharapkan terus

meningkatkan kualitas pelayanan terapi, diharapkan terus

meningkatkan kualitas para terapis yang sudah berpengalaman dibidang

menangani anak berkebutuhan khusus, terutama pada anak penyandang

autis dalam terapi perilaku

2. Untuk terapis lembaga U&Me Care Palembang, untuk dapat lebih

sabar dalam membimbing dan menerapi anak penyandang autis,

terlebih mengetahui bahwa anak penyandang autis memiliki

keistimewaan yang dimana membutuhkan pendampingan lebih dari

terapis.

3. Untuk akademis peneliti berharap penelitian ini bisa berguna bagi

mahasiswa yang melakukan penelitian serupa atau mengelanjutkan

pada topik yang sama. Peneliti juga berharap penelitian ini bisa menjadi

bahan pembelajaran mahasiswa lain untuk mengetahui tentang ilmu

komunikasi terutama pada pola komunikasi.

Page 71: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

71

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anas, Muhammad Ikhwan (2020), Cari Tahu Tentang Autisme. Jakarta: PT

Glory Offset Press.

Atmaja, Jati Rinakri, (2017), Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan

Khusus. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Corey, George, (2013), Teori dan praktek konseling dan Psikoterapi.

Terjemahan: E.koeswara. Bandung : PT Eresco.

Deden, koswara, (2013), Pendidikan Anak berkebutuhan khusus Autis. Jakarta :

PT Luxima Metro Media.

Effendy,Onong Uchjana, (2017), Ilmu komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Hanani, Silfia, (2017), Komunikasi AntarPribadi Teori dan Praktek,

Yogyakarta: AR-Ruzz Media

Lakshita, Nattaya, (2012), Panduan Simple Mendidik Anak Autis, Yogyakarta:

PT. Javalitera.

Morissan, (2013), Teori komunikasi Individu Hingga Massa, Jakarta: PT.

Prenadamedia Group

Ngalimun, (2017), Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Praktis. Yogyakarta:

PT. Pustaka Baru Press

Ngalimun dan Zakiah, (2019), Komunikasi Kesehatan Konseling dan Terapeutik

Yogyakarta: Parama Ilmu

Sari, A.Anditha, (2017), Komunikasi Antarpribadi, Yogyakarta: CV. Budi

Utama

Siswanto,Arif dan Dwi Rakhmawati, (2015), Menjadi Terapis Dirumah Sendiri,

Yogyakarta: Inti Media Group

Sugiyono, (2016), Metode penelitian, kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta

Page 72: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

72

Wiyani, Novan Ardy, (2014), Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini

Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: AR-Ruzz Media

Jurnal :

Rachel Sondakh, 2017. “Pola Komunikasi Guru Dalam Proses Belajar Anak

Down Sindrom di Yayasan Pendidikan Anak Cacat Malalayan,” 6(1).,5.

Tri Indah Kusuma.2016. Komunikasi Verbal dan Non verbal, Jurnal Pendidikan

dan konseling: 6(2): 90-91

Skripsi :

Evi Sulistyawati, 2018. “Penerapan Metode Terapi Perilaku Pada Anak Usia

Dini Dengan Autisme (Studi Deskriptif di Pusat Layanan Disabilitas dan

Pendidikan Inklusif Kota Surakarta dan Mutiara Center Kota Bandung).

Nisawatun Ulmi, 2017. ”Komunikasi Verbal Dan Non Verbal Dalam Proses

Tahfidz AL-Quran. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Raden Intan Lampung.

Sumber lainnya:

Agregasi Antara, Jurnalis, (2018, April 13) Bunda Jangan Masukan Anak Autis

ke Sekolah Formal, Itu Salah. Retrieved dari

https://lifestyle.okezone.com/ read/2018/04/13/196/1886239/bunda-

jangan-masukkan-anak-autis-ke sekolah-formal-itu-salah

Ardianingtyas, Maria, (2019, April 11). Pentingnya Aturan Penyelenggaraan

Terapi Perilaku Bagi Penyandang Autisme di Indonesia. Retrieved dari

https://nasional.kompas.com/read/2019/03/11/18182461/pentingnya-

aturan-penyelenggaraan-terapi-perilaku-bagi-penyandang-autisme-

di?page=all

Faridatun, Muhayati ,(2019, September 16). Di Mana Anak Autis Harus

Sekolah?. Retrieved dari

https://www.haibunda.com/parenting/20190916101941- 61-57292/di-

mana-anak-autis-harus-sekolah.

Page 73: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

73

LAMPIRAN

Page 74: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

74

PEDOMAN WAWANCARA

1. Sudah berapa lama ibu menjadi kepala terapis/terapis di Lembaga U&Me

Care ?

2. Bagaimana proses terapi perilaku pada anak penyandang autisme ?

3. Bagaimana cara terapis berkomunikasi awal mula berinteraksi dengan

Anak penyandang autis dalam terapi perilaku ini ?

4. Apakah komunikasi verbal atau nonverbal yang lebih digunakan terapis

dalam terapi perilaku?

5. Bentuk komunikasi yang sering digunakan terapis terhadap anak ?

6. Bagaimana perilaku awal mula anak autis saat belum melakukan terapi

perilaku ?

7. Apakah dalam proses terapi perilaku menggunakan media atau alat bantu

?

8. Bagaimana cara terapis dalam mengendalikan Anak Penyandang Autis

dalam kondisi tatrum?

9. Hal apa yang diberikan bila anak mengikuti intruksi terapis dan

Bagaimana bila anak tidak mengikuti intruksi terapis dalam proses

terapis ?

10. Adakah tingkatan atau tahapan dalam proses terapi perilaku ? Apa yang

menjadi perbedaan setiap tingkatnya dalam proses terapi ?

11. Bentuk Komunikasi seperti apa yang diberikan setiap tahapnya?

12. Apa kendala yang dihadapi saat melakukan terapi ?

Page 75: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

75

LAMPIRAN GAMBAR

Wawancara bersama Kepala Terapis, Ibu Deasy

Wawancara Bersama Terapis Ibu Masnah

Page 76: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

76

LAMPIRAN GAMBAR

Wawancara bersama Terapis Ibu Emilda

Dokumentasi pada gerbang U&Me Care Palembang

Page 77: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

77

LAMPIRAN GAMBAR

Media Terapi yang digunakan

Page 78: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

78

Page 79: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

79

Page 80: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

80

Page 81: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

81

Page 82: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

82

Page 83: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

83

Page 84: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

84

Page 85: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

85

Page 86: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

86

Page 87: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

87

TRANSKIP WAWANCARA

KEPALA TERAPIS

Nama : Ibu Deasy Hasanah

1) Sudah berapa lama ibu menjadi kepala terapis/terapis di Lembaga

U&Me Care ?

“Menjadi terapis di lembaga U&Me sejak 2011, menjadi kepala terapis

sejak 2015”

2) Bagaimana melihat dibutuhkannya terapi perilaku pada anak

penyandang autisme?

“ untuk diawal kita konseling dan assessment, konseling itu Tanya

jawab kepada orang tua, kalau assessment itu kita melihat parameter

perkembangan anak normal, jadi missal usianya 3 tahun, kita lihat

parameter usia anak 3 tahun, mengalami kemunduran atau ndak, dari

segi bicara dan segi prilaku, perilaku itu terdiri dari rentan perhatian,

kontak mata dia, sosialisasinya bisa apa ngak, motorik kasar dan

motoric halus yang kita lihat, untuk melihat anak membutuhkan tidak

terapi perilaku”

3) Bagaimana proses terapi perilaku pada anak penyandang autisme antara

terapis dan anak autism?

“Proses terapi perilaku kita ada perlevel-levelnya yah, itu ada level

Basic, elementary, intermediate, advance, jadi kalau memang anak

yang masih dasar kita kasih Basic yang belum dikasih apa-apa, jadi kita

kasih silabus itu sesuai dengan kemampuan siswa, berdasarkan diawal

apakah kontak mata dahulu, liat kekurangannya, jadi kita lihat dari

silabusnya sendiri. Misal kontak mata satu detik dulu untuk yang basic,

lihat mata….. lihat….. lihat ini…., dan untuk elementary, intermedit

level biasanya kontak matanya akan lebih meningkat, dan biasanya

level intermediate dan advance prilakunya sudah baik dan sudah siap

kesekolah”

4) Bagaimana cara terapis berkomunikasi awal mula berinteraksi dengan

Anak penyandang autis dalam terapi perilaku ini?

“Rata-rata biasanya anak nangis dulu yah, kan usia 2 tahun biasanya

nangis dulu, pendekatan floor time pendekatan dulu kesiswa, itu

metode sambil bermain, jadi pendekatan terapis kesiswa dulu, baru

sambil materi pelan pelan tapi sambil bermain. Ayo kita main…. Apa

ini yah…Lama lama dia bisa, baru bisa masuk dan duduk dikelas, satu

terapis satu anak”

Page 88: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

88

5) Apakah komunikasi verbal atau nonverbal yang lebih digunakan anak

dalam terapi perilaku?

“kita ada dua macam, kita ada terapi Aba-Viby itu verbal, kalau Aba

lovaas itu ada verbal ada ngak, kebanyakan ke bahasa reseptik

menunjuk, kebanyakan kita Aba-Viby menunjuk.

6) Bagaimana perilaku awal mula anak autis saat belum melakukan terapi

perilaku ?

“ tergantung anaknya ya ada yang sudah patuh tetapi rata-rata anak

autis belum patuh semua perilakunya sebelum diterapi, kecuali speech

delay ya telat ngomong aja”

7) Apakah dalam proses terapi perilaku menggunakan media atau alat

bantu?

“ada, ada yang menggunakan ada yang gak pakai media, media

misalnya Flash Card, ada misalnya pena, misalnya bilang ambil…

ambil… ambil pena…kek gitu ambil gak dianya, misalnya ambil

pensill… dia ngerti gak medianya. Ada juga medianya seperti bola,

Flash Card seperti gambar, misalnya kita nunjuki gambar apa disini

kek gitu sambil nunjukin ke dia, gambar bola…. Ini bolaaa…. Ini

apa…. Bolaaaa…. Nanti tunjukin kemedia lain yang sama seperti

digambar, berarti dia ngerti itu bola kek gitu.

8) Pada saat mereka tantrum, bagaimana cara terapis dalam

mengendalikan Anak Penyandang Autis dalam kondisi tatrum?

“ Kalo kita ngeliat kondisi anak, Anak kan berbeda, karena mungkin

pengalaman yah, jadi kita liat apakah anak ini hanya diabaikan nanti

diem sendiri, ataukah cuman mau dipeluk atau anak ini kita gunakan

metode tantrum, peluk dari belakang. Terus terapis harus waspada saat

tantrum, posisi anak harus kita liat, saat kepalanya kebelakang maka

bisa membenturkan ke kita, posisi tangan agar tidak digigit oleh, pasti

dia mau gigit tuh, tapi kita menggunakan cara itu, maka ada tekniknya

gitu. Bahkan ada yang gak tantrum tiba tiba mukul kek gitu, tiba tiba

terapis di gigit, karenakan anak autism itu emosinya meledak ledak,

gak tahu kita gitu, jadi kita sebagai terapis tetap waspada aja gitu”

9) Bagaimana bila anak tidak mengikuti intruksi terapis dalam proses

terapis?Hal apa yang diberikan bila anak mengikuti intruksi terapis ?

“ya, gak di kasih reward kalo gak ngikuti, kalo ikuti intruksi maka

dikasih reward, reward bisa berupa makanan dia, mainan dia. Jadi kalau

mereka gak ngikutin intruksi maka akan diulang ulang terus sampai

mengikuti”

Page 89: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

89

10) Adakah tingkatan atau tahapan dalam proses terapi perilaku? Apa yang

menjadi perbedaan setiap tingkatnya dalam proses terapi?

“ biasanya autism itu ada dua macem, ada invantil ada regresif, invantil

itu biasanya dari lahir, nah yang dari lahit itu agak parah biasanya,

regeresif itu biasanya kemungkinan dari gadget dan pola asuh,mereka

mengalami kemunduran, lahir secara normal, umur dua tahun dikasih

gadget terus tiba tiba mundur, jadi seperti infantil itu dari lahir,

kelihatan gak ada kontak mata, kalo dipanggil kurang respon, umur tiga

bulan dan umur enam bulan fase babbling kurangnya kosa kata seperti

ba ba ba ba, pa pa pa pa seperti mengeja, susah dari lahir. Jadi untuk

untuk mengukur waktunya itu tidak bisa dipastikan, dan semua proses

terapi mengikuti tingkatan dan mengikuti kemampuan anak, lalu

intensitas dari orang tua dikarenakan terkadangkan ada orang tua yang

hari ini datang hari ini nggak”

11) Bagaimana perbedaan anak sebelum dan setelah mendapatkan

terapi?Dibutuhkan berapa lama proses komunikasi terapi perilaku ?

“ kita menurut pengalaman kita yah, anak autis yang belum pernah

mendapatkan terapi perilaku biasanya gradak gruduk yah,ibaratnya

larinya gak terarah jalan gak terarah pegang sana pegang sini, belum

tahu bahaya, gak ada kontak mata, dan yang membedakan yang sudah

ada terapi perilakunya terarah dan mengalami peningkatan sudah bisa

ngerespon, kita juga kan soalnya ada juga memperkenalkan diri, Evan

manaa… Mana evan…kita tunjuk bantu dia, ini evan.. Biar dia tahu

bahwa nama dia itu Evan. Jadi ibaratnya satu materi itu bisa sampai 3

bulan sampai enam bulan, makanya sampai di bisa sampai dia mampu”

12) Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam terapi perilaku anak autis

ini ?

“ kepatuhan sih, tingkat kepatuhan anak sama duduk tenang, anak

autism rata rata gak bisa duduk tenang, kita butuh duduk tenang satu

menit aja dia gak bisa, dia pasti mau lari, meja kita saat terapi itu

bentuknya agak bundar ya, jadi kadang kita jepit kakinya, kayak

dirapatkan kakinya pakai kaki kita agar dia gak lari”

13) Apakah ada feed back antara terapis dan anak penyandang autis saat

terapi perilaku?

“ada, ada tergantung anaknya masing masing yah, ada yang menolak

ada yang mengikuti, beda beda, ada yang menolak dengan mereka

bicara, ada yang menangis, ada yang memukul dan yang mengikuti dia

bilang abis ini apa lagi… abis ini apa lagiii.. ada yang kayak gitu”

Page 90: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

90

TRANSKIP WAWANCARA

TERAPIS

Nama : Ibu Emilda

1) Sudah berapa lama ibu menjadi kepala terapis/terapis di Lembaga U&Me

Care ?

“mulai dari tahun 2012 sampai dengan tahun sekarang “

2) Bagaimana proses terapi perilaku pada anak penyandang autisme ?

“kalau proses terapi perilakunya, kita liat perilakunya, duduk tenang,

terus melatih kemandiriannya, yang jelas kontak matanya dulu ya yang

pertama, itu yang pertama kali kita lakukan dalam proses terapi perilaku”

3) Bagaimana cara terapis berkomunikasi awal mula berinteraksi dengan

Anak penyandang autis dalam terapi perilaku ini ?

“awalnya kita ajak bermain dulu, kita pengenalan diri dulu, pendekatan

dulu gak langsung terapi, kita buat senyaman-nyamannya mungkin anak

4) Apakah komunikasi verbal atau nonverbal yang lebih digunakan terapis

dalam terapi perilaku ?

kalau anak yang sudah pakai verbal kita gunakan bahasa verbal dan

untuk anak yang belum bisa non verbal kita hm pakek non verbal juga,

jadi kayak kita ikutin gerakan mereka, tiru gerakan, pakek gambar, unjuk

gambar ”

5) Bentuk komunikasi yang sering digunakan terapis terhadap anak ?

“tergantung anaknya ya kembali, seperti tadi ya kalo anak non verbal

kita akan non verbal misalnya kita tunjuk gambar dia akan ikutin, tunjuk

barang dia akan ambil, kalo verbal kita akan ucapi ambill…. Tunjuk….

Dan untuk anak penyandang autis di terapi perilaku menggunakan kata

yang singkat, biasanya 1-3 kata yang simple, tegas perintahnya, kalo

misalnya ambil.. ya ambil.

6) Bagaimana perilaku awal mula anak autis saat belum melakukan terapi

perilaku ?

“ya gitu untuk anak kita tidak bisa prediksi, ada yang perilakunya masih

negative ada yang sudah terarah tapi masih sedikit negative, jadi kadang

dia marah-marah, teriak, menyakiti diri, kebanyakan sih nangis yang

menolak, mengelak, maka dari itu sering terjadinya tantrum diawal anak

masuk”

Page 91: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

91

7) Apakah dalam proses terapi perilaku menggunakan media atau alat bantu

?

“ iya kita pakai mbak, contohnya Flash Card, gambar, atau media asli,

pena, pensil sebagai media terapi”

8) Bagaimana cara terapis dalam mengendalikan Anak Penyandang Autis

dalam kondisi tatrum ?

“ kalau misalnya bisa diatasi dengan secara verbal, misal, Stop

Fatimah… Stop…, kalu misalnya anak sudah gak bisa pakai pakai verbal

dan menyakiti, jadi kita pakai system kayak peluk, memeluk dari

belakang, coba ditenangin dengan ditidurin juga bisa “

9) Hal apa yang diberikan bila anak mengikuti intruksi terapis dan

Bagaimana bila anak tidak mengikuti intruksi terapis dalam proses

terapis ?

“ ya, anak yan gak ngikutin gak kita kasih reward, jadi kalo dia ngikutin,

kita kasih reward makanan dia, mainan, tapi kalo dia bosan ya dengan

reward itu kita kasih dia keluar ruangan untuk bermain, satu-dua menit

kemudian kita masuk kekelas lagi”

10) Adakah tingkatan atau tahapan dalam proses terapi perilaku ? Apa yang

menjadi perbedaan setiap tingkatnya dalam proses terapi ?

“jadi tingkatannya itu, ada basic, elementary, intermediate dan advance,

untuk komunikasinya berbeda beda kita sesuai kan anak dan

tingkatannya, untuk anak yang sulit di terapi untuk awal seperti basic

dan dia tidak bisa non verbal, kita lakukan kontak mata

11) Bentuk Komunikasi seperti apa yang diberikan setiap tahapnya?

“mulai dari basic ya, jadi untuk di basic kita ajarkan kontak mata, dan

duduk tenang contohnya, ayo sini…., lihat sini…. Lalu duduk tenang satu

menit, kita bilang duduk tenang….. duduk tenang….. Kalo di elementary itu

yang jelas kita latih komunikasi social diri mengenal namanya biasanya, dan

intermediate sudah mengenal lingkungan luar, kita unjuk rumah sakit, kita

untuk sekolah, dan anak sudah bisa dengan mudah mengenal itu, lalu advance

sudah siap, lebih banyak becerita dengan kosa kata yang mulai banyak dari

awal. Jadi untu anak yang belum bisa bahasa verbal, kita terapis tunjuk gambar

saja, dia akan cari barang tersebut dan diambil, sesuai tingkatan yah, yang tadi

kalau kontak matanya sudah ada. Kebanyakan anak autis non verbal, maka dari

itu kita latih verbalnya, dan melihat juga tingkat kesulitannya, kalau dia

memang dari lahir itu agak sulit dan terapi akan dilakukan sesuai tahapannya, ”

12) Apa kendala yang dihadapi saat melakukan terapi ?

Page 92: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

92

“kalau tantrum, moodnya bagus atau ngaknya, itu yang kadang kadang

anak tiba tiba tantrum, kan gak semudah membuat tenang anak pada

umumnya”

TRANSKIP WAWANCARA

TERAPIS

Nama : Ibu Masna

1. Sudah berapa lama ibu menjadi kepala terapis/terapis di Lembaga U&Me

Care ?

“sejak 2011 sampai sekarang”

2. Bagaimana proses terapi perilaku pada anak penyandang autisme ?

“jadi gini untuk terapi perilaku ini, kita liat dulu kondisi anaknya seperti

apa karenakan anak-anak yang autis ini kan tidak focus kayak gitukan,

kontak matanya gak ada, jadi kalo dia liat kita tuh matanya kemana-

mana kayak gitu kan, ehh terus ada anak yang perilaku negative,

misalnya suka memukul suka mengigit, terus berlari kesana kesini, gak

bisa diam nah itu masuknya ke terapi perilaku tadi, diterapi perilaku itu

nanti kita sebagai terapis kita ajarin anak, kita arahkan untuk dia melihat

mata kita ketika kita panggil namanya, jadi dia bisa lebih fokus, jadi dia

lebih terarah, kemudian juga anak yang gak bisa diam, ambil ini itu,

sudah harus lebih terarah. Nantikan keliatan hasilnya setelah terapi

perilaku, anaknya sudah bisa lebih tenang, udah lebih focus itu fungsinya

kalau sudah masuk sekolah anak lebih tenang dan bisa duduk dikursi,

ngikutin pelajaran dari guru fungsinya”

3. Bagaimana cara terapis berkomunikasi awal mula berinteraksi dengan

Anak penyandang autis dalam terapi perilaku ini ?

“kita ada pendekatan dulu antara terapis dan anak, misalnya ada anak

yang baru terapi, itu biasanya kita ada orientasi dulu, jadi anaknya

bermain sambil belajar tapi tetap masuk kemateri, materinya kontak

mata, kontak mata itu seperti lihat….. lihat…. Dia sambil bermain, tapi

kita tetap pangil lihat…… lihat…. Dia liat mata kita, sambil bermain

sambil belajar, jadi anak ada keterikatan sama terapis kek gitu”

4. Apakah komunikasi verbal atau nonverbal yang lebih digunakan terapis

dalam terapi perilaku ?

“kita verbal mbak ya, inikan ada dua macam mbak ya terapinya itu, ada

terapi perilaku ASD, ASD itu untuk anak anak yang belum bisa berbaur

sama sekali, ada juga yang sudah bisa. Jadi kalau yang belum bisa kita

pakai materi, materinya kita pakai ABA-Viby, dia pakek Flash Card,

jadi dia nunjuk misalnya terapis tanya mau apa di Flash Cardnya kek

Page 93: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

93

gitu, , misalnya mau minta minum dia tunjuk botol minum atau tunjuk

gambar botol, terapis ikut bantu untuk menjunjukan nanti dia minum,

tapi untuk anak yang bisa verbal, kita Tanya mau apa? dia langsung

bilang minum, kalau bedanya anak normal sama anak autis ini, dalam

bicara biasanya anak normal bilang bentuk kalimat, Mama aku mau

minum….. kalau anak autis, cuman bilang minum…… minum…. Jadi

kita menyesuaikan ”

5. Bentuk komunikasi yang sering digunakan terapis terhadap anak ?

“keseluruhannya itu kita verbal, walaupun anaknya gak bisa bahasa

verbal, atau komunikasi verbal , walaupun anaknya belum jelas

artikulasinya, tapi kita tetap harus latih verbalnya juga kayak gitu, itu

fungsinya supaya dia bisa ngomong verbal yang jelas artikulasinya, jadi

walau anaknya gak ngerti cuci tangan gak ngerti misalnya, tapi kita tetap

ngomong cuci tangan….. cuci tangan…. Tetap diarahin, oh jadi anak tuh

mainsetnya mikir, oh ini namanya cuci tangan, gerakannya seperti ini

jadi terekam di kepala anak kek gitu, lama lama nantikan dia mencoba

sendiri terus dia ucapi lagi kata katanya.

6. Bagaimana perilaku awal mula anak autis saat belum melakukan terapi

perilaku ?

“ iya perilakunya gak terarah perilakunya aneh dari anak anak normal

kek gitu, yang gak bisa diarahin sering, tantrum, suka marah marah gak

jelas, melempar, mengigit.

7. Apakah dalam proses terapi perilaku menggunakan media atau alat bantu

?

“ iya, seperti yang tadi dibilang yah, untuk media anak kita contohnya

menggunakan Flash Card, benda benda yang ada disekitar, upaya

mereka menunjuk barang tersebut”

8. Bagaimana cara terapis dalam mengendalikan Anak Penyandang Autis

dalam kondisi tatrum ?

“ kita tenangin dulu anaknya, jadi anaknya kita diemin dulu jadi kita liat

anaknya mau apa, saat anaknya sudah lebih tenang, baru kita lanjutin

lagi materinya, cuman didiemin aja, kalau misalnya anaknya masih bisa

diarahin kita bilang Stop… Stop… Fatimah Stop… jadi untuk anak autis

jangan kita berikan kata kata panjang. Lalu ada anak tantrum yang harus

di peluk untuk mendiamkannya, dipeluk biasa atau dipeluk dari dalam

sampai anak benar tenang, kalau sudah tenang kita lanjutin materinya,

tapi kalau emosinya gak tenang tenang, kita stop materi tanpa intruksi,

itu tadi kita diamkan saja dulu sampai dia capek atau harus dipeluk. “

Page 94: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

94

9. Hal apa yang diberikan bila anak mengikuti intruksi terapis dan

Bagaimana bila anak tidak mengikuti intruksi terapis dalam proses

terapis ?

“ ya anak yang mengikuti kita kasih reward, dan yang tidak mengikuti

belum kita kasih rewardnya, jadi saat dia dapet intruksi dari kita

langsung kita kasih reward kayak gitu, karena reward juga fungsinya

supaya dia mau melakukan dan memberikan feedback yang kita kasih

intruksi, sehingga ada keinginan dari dia untuk melakukannya, istilahnya

dia berfikir kalau aku ngelakuin aku dapet gak ya. Jadi rewardnya

macem-macem, kalau anak ngikutin intruksi kita, kita kasih reward

kayak makanan, boleh mainan yang dia sukai, tergantung anak ya

sukanya apa

10. Adakah tingkatan atau tahapan dalam proses terapi perilaku ? Apa yang

menjadi perbedaan setiap tingkatnya dalam proses terapi ?

“ tingkatan yah, ada, dimulai dari Basic kemudian elementary lalu

intermediate dan advance, basic itu biasanya anak anak yang baru

masuk, elementary agak lebih ketengah anak menunjukan peningkatan

dari sebelumnya, untuk intermediate udah agak tinggi yah anaknya udah

ada, udah ada yang bisa kata katanya, kosakatanya udah banyak, terus,

nah advance itu anak yang sudah kita anggap lulus,dan materi

advancenya sudah selesai dan perilakunya terarah, dia sudah bisa masuk

kesekolah. Jadi untuk anak yang sudah bisa verbal di berikan sesuai

tahap tahap tersebut, untuk anak yang belum bisa verbal diberikan terapi

perilaku Aba-Viby, kita suruh dia tunjuk.

11. Bentuk Komunikasi seperti apa yang diberikan setiap tahapnya?

“ dari basic yah, kontak mata kayak gitu, duduk tenang, kontak mata itu

mengarahkan untuk melihat mata terapis satu detik dikali berapa, satu

detik kali satu, satu detik kali dua naik tingkatan sering dengan tahap,

dan ada pengenalan anggota tubuh, mata hidup mulut teling, kepatuhan

yang kita arahi, seperti tepuk tangan, tepuk meja dan banyak lagi, kalau

elementary sudah lebih ke perintah gitu, terapis akan bilang, tunjuk

balok, balok……., kalau intermediate sudah bisa seperti identifikasi,

sudah ada lebih tahu, jadi terapis bilang ini apa…. Anak akan menjawab

ini apel. Kalau advance sudah luas, jadi ada materi yang terapis

bercerita kepada anak,terkadang sambil kita kita Tanya satu minggu ada

berapa hari, dan pengetahuannya sedikit ada perkembangan sehingga

anak bisa menjawab.

12. Apa kendala yang dihadapi saat melakukan terapi ?

“ untuk kendala, selama ini karena kita tahu tuh, kondisi masing masing

anak kita, masih bisa ditangani juga, ditangani terapis jadi gak terlalu

Page 95: POLA KOMUNIKASI TERAPIS DALAM TERAPI PERILAKU …

95

sih, paling kalo anaknya udah tantrum, tantrum yang bener bener

tantrum, jadi kita coba netralin dulu.”