200
POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA YANG AUTIS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Adrianus Dian Widyatmoko NIM : 019114061 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

POLA ASUH PADA KELUARGA YANG

MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA YANG

AUTIS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Adrianus Dian Widyatmoko

NIM : 019114061

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI

ANGGOTA KELUARGA YANG AUTIS

Telah disetujui oleh :

Sylvia Carolina Murtisari, %Psi., M. Psi . 22 Januari 2008 Tanggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

HALAMAN MOTTO

Succes is not final, failure is not fatal

Sukses bukanlah akhir, kegagalan bukan sesuatu yang fatal

:It is the courage to continue that count

Adalah keteguhan hati dan keberanian untuk dapat

melanjutkan apa yang telah dimulai

Sir Winston Churcil

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi dengan Judul

POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI

ANGGOTA KELUARGA YANG AUTIS

Saya persembahkan kepada:  

MY LORD JESUS CHRIST BAPAKKU B.Z ABIDIN 

IBUKU YOHANA RATNA SUSANTI ADIK‐ADIKKU HANY‐YOSI‐AYOE 

 dan para orang tua yang memiliki anak autis serta semua yang terlibat dalam penelitian ini  

           

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang saya tuliskan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Desember 2007

Penulis,

Adrianus Dian Widyatmoko

 

 

 

 

 

 

 

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

ABSTRAK

Adrianus Dian Widyatmoko (2007). Pola Asuh Pada Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga yang Autis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara orang tua mengasuh dan menangani anak autis, serta mengetahui pola asuh yang ideal untuk anak autis dengan melihat berbagai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di dalam keluarga yang memiliki anggota anak autis. Latar belakang permasalahan yang terjadi adalah orang tua yang memiliki anak autis masih kesulitan untuk mengasuh dan menangani anak autis. Responden penelitian ini adalah para ibu yang memiliki beberapa orang anak dan salah satunya autis. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah empat orang ibu. Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah metode fenomenologi. Metode penelitian fenomenologi adalah suatu penelitian yang menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep) pada beberapa individu. Pengumpulan data menggunakan observasi langsung, wawancara dan wawancara pendukung. Teknik verifikasi menggunakan intersubjective validity, serta menggunakan sumber data majemuk (wawancara dengan orang dekat dan observasi langsung). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar orang tua memberlakukan pola asuh autoritatif dalam menangani anak autis. Namun, sebagian lainnya juga menerapkan pola autoritarian untuk menangani anak autis. Masing-masing subjek menerapkan cara yang berbeda untuk menangani anak-anak autis sesuai dengan kondisi keluarga, lingkungan dan yang paling utama karakteristik anak autis itu sendiri. Faktor utama yang mendukung keberhasilan penanganan anak autis adalah dalam diri subjek harus tumbuh sikap sabar dan pantang menyerah, mengerti kebutuhan anak autis, serta penuh perhatian dan kasih sayang. Selain itu, perlu juga harus dimunculkan sikap penerimaan akan keberadaan dan kondisi anak autis serta tidak menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak autis pada orang lain. Sikap total dalam menangani juga menjadi faktor pendukung keberhasilan perkembangan anak autis. Kata kunci : pola asuh, anak autis

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

ABSTRACT

Adrianus Dian Widyatmoko (2007). Parenting Method in the Family with Autistic. Yogyakarta: Faculty of Psychology Sanata Dharma University.

The aims of this qualitative study were to know how parents take care and treat an autistic child and what the ideal parenting method for an autistic is by observing various parenting models implemented by parents in the family with an autistic child. The problem of this study was that parents found it is difficult to take care of children with autism.

The subjects of this research were four mothers whose one of their children is an autistic. The method used in taking the data was phenomenology method. It is a research method which describes the meaning of an experience in a phenomenon (or a topic or a concept) upon any individual. The data were collected by using observation, interview and supporting interview. The verification techniques used were intersubjective validity and complex data sources (such as interviewing and observing the people around the autistic).

The findings showed that some of the parents implemented authoritative parenting method whilst the others implemented authoritarian parenting method in taking care and treating the autistic. Each subject implemented a different way. It depended on the condition of the family and the environment, but above all it depended on the condition of the autistic himself. The main factor which supported the success of treating an autistic is that the subject should never give up, understood the needs of the autistic and had to be very patient and full of caring and loving. Besides, it was necessary to develop the attitude of accepting the existence and the condition of the autistic and not to pass over the responsibility to take care and educate the autistic to the caretaker. The attitude in treating the autistic totally was also a supporting factor to the success on the development of the autistic. Key words : parenting, autistic children

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Adrianus Dian Widyatmoko

Nomor Mahasiswa : 019114061

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pola Asuh pada Keluarga yang Memiliki Anggota Keluarga yang Autis.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin saya maupun memberikan royalty kepada saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 22 Januari 2008 Yang menyatakan

(Adrianus Dian Widyatmoko)

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang karena

berkat kasihNya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Tanpa bimbinganNya,

skripsi ini akan semakin lama terselesaikan.

Penulisan skripsi ini dilakukan sekitar dua tahun. Sebuah proses yang cukup

panjang untuk sebuah penulisan skripsi. Selama dua tahun itu pula, penulis

mengalamai banyak dinamika hidup. Dinamika untuk mengalahkan diri sendiri,

untuk tetap fokus pada studi dan untuk tetap bisa bersikap rasional serta pasrah

terhadap keadaan. Namun semua tantangan ini sudah dapat dilalui dan tiba

saatnya untuk mempertanggunjawabkannya. Meskipun demikian, peneliti

menyadari berbagai kekurangan yang masih ada dalam skripsi ini, oleh karena itu,

masukan-masukan akan sangat berguna bagi kesempurnaan skripsi ini.

Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga

selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan

dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Sylvia Carolina Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku pembimbing skripsi, yang

dengan teliti memeriksa dan senantiasa memberikan masukan demi

kesempurnaan skripsi ini.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

3. Bapak C. Siswa Widyatmoko, S. Psi dan Ibu Silvia Carolina Maria Yuniati

Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Dr. Augustinus Supratiknya dan Ibu MM. Nimas Eki, S.Psi., Psi.,

M. Si., yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk

mempertanggungjawabkan penelitian ini.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Ibu MB.

Rohaniwati, Mas Gandung Widiyantoro, Mas P. Mujiono, Mas Doni, dan

Bpk Giyono yang dengan setia senantiasa membantu.

6. Buat semua responden yang telah membantu penulis untuk memperoleh

data-data yang akurat. Terima kasih telah membatu saya “bu......mudah-

mudahan penelitian ini bisa membawa kesejukan untuk anak-anak autis di

Indonesia.”

7. Buat Pak Somad, Bu Nila dan Pak Hendro selaku pimpinan lembaga terapi

dan sekolah autis. Terima kasih untuk bantuan dan masukkan yang sudah

diberikan. Berkat anda semua saya bisa mendapatkan responden yang sesuai.

8. Papah dan mamah. Terimakasih banyak buat waktu, tenaga, materi yang

sudah dikorbankan buat aku. Terima kasih buat dukungan, cinta kasih, dan

kesabaran yang sudah diberikan. “Akhirnya aku bisa ujian mi...pi....”

9. Adik-adikku....Hany & Yosi.” Akhire aku lulus bro!!!” Buat adik terkecilku

yang juga autis, Ayoe. “Mbak, dido akhirnya sudah lulus universitas.

Mudah-mudahan dido bisa bantu kamu jadi lebih baik....”

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

10. My special one.....Maia Stepanie. Thanks udah mau menghadapi and

mendukung aku. Thanks buat rasa sayang dan cintamu yang bisa bikin aku

tetap semangat buat terus berjuang. Thanks a lot honey.....

Buat Sella, makasih juga udah mau jadi korban keisenganku. Maaf ya kalau

sering bikin kamu jutek. Trima kasih juga buat pinjeman motor yang sering

jadi kendaraan operasionalku.

Buat Vika, makasih banyak buat pinjeman laptopnya. Jadi aku bisa

presentasi dengan maksimal.....

11. Tente Ameng and Family---Om Yopie, Dino, Bella, Duta----makasih buat

semua bantuannya. Makasih buat tumpangannya selama aku di Semarang.

Buat Dino, makasih banyak....sory sampe bikin kakimu cedera. “Semoga

cepet sembuh ya bro!.........”

12. Temen-teman dikala susah dan senang: Acong, Oho, Dian (cuk), Kodok,

Sondlop. Kalian semua sudah bikin aku mengerti tentang banyak hal,

mengerti tentang dunia. Nice to be yours friend.....

13. Teman-teman 01, Ari, Adi Gendut, Kris dan Pati. Makasih banyak atas

pertemanan selama ini, kalian adalah teman-teman “sialku”. “Guys....kapan

do ngumpul meneh and rembugan jaket??” Tak lupa juga eks anak 99999

Crodel, Diana, Fentul, Okta, Nyunz, (+) Tien & Mbeng. Makasih udah mau

ngajarin aku tentang persahabatan.

14. Transformind Counsultainment, Mas Is, Mbak Mei, Windra, Neri, Suko,

Kodok, Aconk, Laura, dkk. Makasih buat semuanya pren.....

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

15. Teman-teman PAT (Psychology Adventure Team), Topik, Barjo, Cuki,

Vembri, Nuke, Boloth, Sutaman, Bayu, Ratna, dan teman-teman yang

lainnya.... “kapan kita bisa mengakrabi alam lagi teman?”. Aku benar-

benar menikmati perjalanan bersama kalian.....Life free and go wild, pals.....

16. Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi

USD (terutama angkatan 2001) dan teman-teman yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu yang senantiasa menyemangati saya dalam tugas ini.

Juga buat semua teman yang sudah mendukung dan menemaniku saat ujian

berlangsung....Terima kasih banyak!!!.........

Akhirnya, saya ucapkan terimakasih atas semua yang telah mewarnai hidup

saya. Bapa, dampingilah dan berkatilah semuanya...amin.

Yogyakarta, 18 Desember 2007

Hormat saya,

Penulis

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………...….......……………………………..i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii

MOTTO..................................................................................................................iv

HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v

PERNYATAAN KEASLIAN DATA....................................................................vi

ABSTRAK.............................................................................................................vii

ABSTRACT..........................................................................................................viii

HALAMAN PERSETUJUAN ...............................................................................ix

KATA PENGANTAR.............................................................................................x

DAFTAR ISI.........................................................................................................xiv

DAFTAR TABEL................................................................................................xvii

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xviii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvix

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Masalah Penelitian.......................................................................................6

C. Tujuan............................................................................................................6

D. Manfaat Penelitian.........................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................8

A. Pola Asuh.....................................................................................................8

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

1. Bentuk-bentuk pola asuh.........................................................................9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi.........................................................11

B. Anak Autis..................................................................................................14 1. Penyebab autis......................................................................................15

2. Karakteristik anak autis........................................................................18

C. Pola asuh pada keluarga yang emiliki anak autis......................................22

1. Langkah-langkah untk menangani anak autis.......................................24

2. Cara-cara mengajarkan berbagai hal pada anak autis...........................25

3. Sikap-sikap orang tua yang mendukung perkembangan anak autis.....27

D. Kerangka Penelitian..................................................................................31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................32

A. Desain Penelitian......................................................................................32

B. Subjek Penelitian......................................................................................33

C. Identifikasi variabel dan batasan istilah.....................................................34

D. MetodePengambilan Data.........................................................................37

1. Wawancara...........................................................................................37

2. Observasi.............................................................................................43

E. Analisis Data.............................................................................................44

1. Organisasi data....................................................................................44

2. Koding.................................................................................................45

3. Interpretasi..........................................................................................46

F. Pemeriksaan Keabsahan Data...................................................................48

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN.........................................50

A. Identitas dan Gambaran Subjek.................................................................50

1. Identitas subjek.....................................................................................50

2. Gambaran Subjek...................................................................................51

B. Tahap Pengambilan Data...........................................................................55

C. Hasil Penelitian..........................................................................................57

1. Subjek 1................................................................................................59

2. Subjek 2................................................................................................77

3. Subjek 3................................................................................................91

4. Subjek 4..............................................................................................105

D. Pembahasan.............................................................................................118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................151

A. Kesimpulan.............................................................................................151

B. Saran........................................................................................................153

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................154

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Aspek Penelitian .................................................................................36

TABEL 2. Pedoman Wawancara...........................................................................38

TABEL 3. Identitas Subjek...................................................................................50

TABEL 4. Tahap Pengumpulan Data ..................................................................56

TABEL 5. Ringkasan Analisis Hasil Penelitian..................................................117

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

DAFTAR GAMBAR

Skema 1: Kerangka penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis .............................................................31

Skema 2: Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis Subjek 1................................................58

Skema 3: Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis subjek 2................................................76

Skema 4: Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis Subjek 3..................................................90

Skema 5: Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis Subjek 4..............................................104

Skema 6: Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki

Anggota Keluarga yang Autis..............................................................116

Skema 7: Keberhasilan Pengasuhan Pada Perkembangan Anak Autis…………149

Skema 8: Kekurangberhasilan Pengasuhan Pada Perkembangan Anak Autis.....150

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1.Verbatim Subjek..........................................................................158

LAMPIRAN 2. Koding Subjek ...........………………………………………...159

LAMPIRAN 3. Koding Observasi Subjek...........................................................160

LAMPIRAN 4. Koding Wawancara Sumber lain...............................................161

LAMPIRAN 5. Pernyataan subjek..............…………………………………….162 LAMPIRAN 6. Surat keterangan Penelitian.....………………………………...163

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menjadi orang tua bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Orang

tua merupakan bentuk pelayanan yang paling dasar, yang meliputi pengasuhan,

pendidikan dan pemberian perhatian terutama bagi anak-anaknya. Hal ini

dikarenakan pengasuhan dan pendidikan yang diberikan orang tua dalam sebuah

keluarga pada anak-anaknya merupakan dasar bagi pendidikan, proses sosialisasi

dan kehidupannya di masyarakat (Amal, 2005).

Ketika seseorang memutuskan untuk membentuk sebuah keluarga, ia

tentunya sudah memiliki pemahaman mengenai keluarga. Sekalipun mereka

memiliki sejarahnya sendiri-sendiri dan punya latar belakang yang seringkali

sangat jauh berbeda, baik latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal

ataupun pengalaman pribadinya selama ini, mereka harus siap menghilangkan itu

semua (Rini, 2002). Mereka harus benar-benar memahami bahwa mereka tidak

lagi dua individu yang berbeda tetapi sudah menjadi satu kesatuan yang utuh yang

bernama keluarga, yang siap untuk memasuki fase kedua dan ketiga dalam hidup

manusia, yaitu perkawinan dan kelahiran anak dengan segala bentuk

permasalahannya (Santrock, 1995).

Permasalahan yang dihadapi oleh para orang tua biasanya berputar pada

masalah finansial, terutama pada pasangan yang baru membina hubungan

keluarga (Harefa; dkk, 2002). Selain permasalahan finansial, permasalahan

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mengenai anak juga muncul, dimana permasalahan ini cukup banyak menyita

perhatian dari para orang tua. Bentuk permasalahan mengenai anak ini beraneka

ragam yang dapat kita lihat, seperti permasalahan tentang pendidikan, pengasuhan

dan perilaku anak (Harefa; dkk, 2002).

Masalah pengasuhan menjadi menarik untuk dibahas karena pengasuhan

menjadi dasar yang utama dalam perkembangan diri anak, terutama kreativitas

dan pembentukan karakter kepribadian anak (Amal, 2005). Sebelum menginjak

bangku sekolah, kehidupan anak-anak banyak dihabiskan dengan orang tuanya.

Pada saat memasuki bangku sekolah, anak-anak juga lebih banyak bertemu

dengan orang tuanya sehingga dapat dikatakan bahwa peran orang tua dalam

mengasuh dan mendidik anak sangat besar. Orang tua memiliki tanggung jawab

untuk mengembangkan eksistensi anak (Gunarsa, 1995).

Dalam menghadapi anak, orang tua banyak menggunakan berbagai pola

pengasuhan yang variatif. Kita tidak bisa menyamaratakan bentuk pola

pengasuhan yang ada dalam setiap rumah tangga. Hal ini dikarenakan pola

pengasuhan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola pikir yang dimiliki oleh orang

tua dan tingkat pendidikan serta sosial ekonomi rumah tangga. Dengan kata lain,

bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dipengaruhi faktor internal dan

eksternal (Amal, 2005). Selain itu, karakteristik anak yang beraneka ragam juga

mempengaruhi bentuk pola asuh yang diterapkan oleh keluarga. Berbagai

kekhasan yang dimiliki anak juga tidak bisa disamaratakan begitu saja, tetapi kita

harus melihat keunikan dan memperhitungkan keadaan-keadaan dari masing-

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

masing anak, baru dapat diterapkan pola asuh yang sesuai bagi anak tersebut (Rini,

2006).

Karakteristik dari masing-masing anak yang khusus membuat orang tua

harus benar-benar pandai untuk mencari celah dalam mengasuh anak-anaknya.

Ada keluarga yang memiliki anak-anak yang lahir secara normal dan dapat

berkembang sesuai dengan kemampuan dan tugas perkembangannya dengan baik.

Namun, ada juga keluarga yang memiliki anak dengan berbagai hambatan yang

dapat mengganggu proses perkembangan dari anak tersebut. Hal ini secara tidak

langsung dapat mempengaruhi bentuk pola asuh yang diterapkan orang tua pada

anaknya (Rini, 2006). Salah satu hambatan dalam proses perkembangan anak

adalah anak-anak yang terlahir autis.

Hawkes (2002), mengatakan bahwa autisme adalah suatu bentuk

ketidakmampuan dan gangguan perilaku yang membuat penyandangnya lebih

suka menyendiri. Ketidakmampuan dan gangguan perilaku pada anak autis ini

membuat mereka mengalami kesulitan untuk memahami apa yang mereka lihat,

dengar dan rasakan, sehingga menyebabkan keterlambatan perkembangan dalam

kemampuan komunikasi, bicara, interaksi sosial, emosi, kepandaian serta perilaku

dan keterampilan motorik (Oyeng, 2002).

Bagi orang tua yang memiliki anak autis, tentu akan memiliki pola

pengasuhan yang berbeda dan khusus dibandingkan dengan anak yang normal.

Hal ini dikarenakan anak-anak autis memiliki kehidupan sendiri dan kontak yang

sangat terbatas dengan lingkungan, sehingga membutuhkan dukungan yang penuh

dari lingkungan di sekitarnya untuk dapat berkembang (Oyeng, 2002).

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Lingkungan sekitar yang paling dekat dan paling bisa menjadi tempat dan sarana

bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang adalah keluarga, terutama kedua

orang tuanya.

Anak autis tidak bisa diperlakukan dengan pola pengasuhan yang sama

dengan anak yang normal. Mereka tidak bisa diberi bimbingan dan petunjuk

secukupnya kemudian kita lepaskan begitu saja. Orang tua perlu memberikan

perhatian yang lebih untuk mendukung perkembangan diri dan kepribadian anak

autis. Mereka juga perlu diawasi dan dibimbing dengan sangat baik dalam

melakukan tugasnya, sehingga mereka dapat bekerja dengan baik dan benar.

Dukungan bagi perkembangan diri anak autis terkadang memerlukan

pengorbanan yang cukup besar, khususnya dari pihak keluarga. Kasus yang cukup

nyata adalah adanya 2 orang ibu yang memiliki anak autis yang rela berhenti

bekerja agar dapat memiliki banyak waktu untuk mengasuh anaknya yang autis

(CP & ARN, 2003). Seorang ibu bernama Erni memilih berhenti bekerja karena ia

ingin selalu memonitor dan mendampingi anaknya yang autis, sehingga dapat

memperoleh pengasuhan yang tepat. Ibu lainnya bernama Riri memilih berhenti

bekerja karena ia ingin anaknya dapat mendapatkan pendidikan yang tepat dan

baik, sehingga ia membawa anaknya ke Australia untuk memperoleh pendidikan

yang tepat. Dengan demikian, peran orang tua merupakan sosok sentral dalam

kehidupan dan perkembangan diri dan kepribadian anak-anak autis ini.

Penanganan atau pengasuhan terhadap anak autis membutuhkan biaya dan

tenaga yang tidak sedikit. Ada upaya-upaya untuk memberdayakan orang tua yang

mempunyai anak autis, sehingga diharapkan orang tua dapat menjadi seorang

4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

pelatih dan pendidik sekaligus terapis yang baik bagi anak-anak mereka yang

menderita autis (Haniman, 2001). Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh

orang tua yang memiliki anak autis apabila akan menitipkan anaknya pada

lembaga yang khusus menangani anak autis menjadi satu alasan mengapa peran

orang tua menjadi lebih vital. Selain itu, tidak semua daerah memiliki lembaga

yang khusus menangani anak autis, sehingga banyak orang tua yang harus

mengeluarkan biaya transportasi tambahan untuk mencapai tempat tersebut (CP &

ARN, 2003). Padahal tidak semua orang tua memiliki kemampuan finansial yang

mencukupi untuk mengantar anaknya melakukan terapi dan membiayai mereka

agar dapat menerima terapi di lembaga khusus autis.

Dari sudut pandang psikologi perkembangan, anak autis memiliki

hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dibandingkan

dengan anak-anak yang normal. Dengan demikian tentu akan terdapat perbedaan

dalam proses pengasuhan, meskipun anak autis tersebut berada dalam satu

keluarga yang sama dengan saudara-saudaranya yang normal. Akibat dari

kekurangan yang dimiliki anak autis tersebut maka seharusnya para orang tua

menerapkan pola asuh yang berbeda dengan saudara-saudaranya yang dapat

berkembang dengan normal.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan memberikan gambaran

mengenai bentuk pola asuh orang tua yang memiliki anak autis, terutama orang

tua yang memiliki anak lebih dari satu dan salah satu diantaranya menderita autis.

Dengan demikian, akan dapat diketahui apakah para orang tua telah memberikan

pola pengasuhan yang sesuai dalam mengasuh dan mendidik anaknya yang autis.

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Selain itu, pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai pola asuh yang ideal bagi para orang tua yang memiliki anak autis.

B. Rumusan Permasalahan

Bagaimanakah bentuk pola asuh pada keluarga yang memiliki anggota keluarga

yang autis?

C. Tujuan

• Mengetahui bagaimana cara orang tua mengasuh dan menangani individu

autis

• Mengetahui bentuk pola asuh yang ideal untuk anak autis dengan melihat

berbagai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di dalam keluarga yang

memiliki anggota keluarga yang autis

D. Manfaat

1. Manfaat Teoretis

Memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai penanganan dan pengasuhan

individu autis dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga yang autis

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek

Subjek dapat lebih memahami keadaan anggota keluarganya yang autis,

sehingga bisa memperlakukannya sesuai dengan keadaan individu

tersebut.

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

b. Bagi Lembaga Terapi Autis

Membantu mendampingi orang tua dalam mengasuh dan

memperlakukan individu autis agar mereka bisa berkembang dengan

maksimal.

c. Bagi Masyarakat Umum

Mengenalkan mengenai individu autis dengan berbagai kondisinya,

sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan

diri individu autis tersebut.

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pola Asuh

Orang tua merupakan sosok yang paling dekat dengan anak-anaknya. Dengan

demikian, orang tua merupakan sosok yang paling bertanggung jawab terhadap anak-

anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan

mengasuh anak-anaknya agar dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tugas

perkembangannya. Bentuk tanggung jawab yang bisa dilakukan orang tua adalah

dengan menerapkan pola asuh yang benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak-

anaknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya.

Kohn (dalam Tarmuji, 2001) menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap

orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara

orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua

menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan

terhadap anaknya.

Amal (2005) mengatakan bahwa pola asuh merupakan suatu sistem atau cara

pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Dalam hal

ini adalah pola asuh yang diberikan orang tua atau pendidik terhadap anak adalah

mengasuh dan mendidiknya dengan penuh pengertian.

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Jadi, dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan interaksi antara anak dan

orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

A.1 Bentuk-bentuk Pola Asuh

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anaknya harus disesuaikan

dengan kondisi dari masing-masing anak. Baumrind (1991, dalam Santrock 1996)

dan Astuti (2008) menekankan 3 jenis pola asuh yang pada umumnya diterapkan

dalam rumah tangga, yaitu:

A.1.1 Pola Asuh autoritarian

Pola asuh autoritarian adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum

yang mendesak anak untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati

pekerjaan dan usaha. Pola ini bersifat kaku dan terdapat penerapan hukuman fisik dan

aturan-aturan tanpa perlu menjelaskan pada anak apa maksud dari aturan tersebut.

Pola asuh ini biasanya berdampak buruk pada anak, seperti tidak merasa bahagia,

ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, tidak mampu menyelesaikan

masalah, dan kemampuan komunikasinya buruk.

A.1.2 Pola Asuh Autoritatif

Pola asuh autoritatif mendorong anak untuk bersikap bebas tetapi tetap

memberikan batasan-batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka.

Komunikasi verbal timbal balik bisa berlangsung dengan bebas, dan orang tua

bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati anak. Anak yang terbiasa dengan pola

9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

asuh ini biasanya menunjukkan sikap merasa bahagia, kontrol diri dan rasa percaya

diri terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa

berkomunikasi baik dengan orang lain.

A.1.3 Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif ini memiliki 2 bentuk, yaitu pola asuh permisif memanjakan

dan pola asuh permisif-tidak peduli.

A.1.3.1 Pola Asuh Permisif Memanjakan

Pola asuh permisif memanjakan adalah suatu pola dimana orang tua sangat

terlibat dengan anak tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan

mereka. Pola ini membuat orang tua selalu mengikuti keinginan anak apapun

keinginan tersebut. Akibat dari pola asuh ini yang biasanya muncul adalah

sikap anak yang selalu menuntut orang lain menuruti keinginannya, tapi tidak

bisa menghormati dan cenderung mendominasi orang lain. Akibatnya, anak-

anak ini memiliki kesulitan dalam berteman.

A.1.3.2 Pola Asuh Permisif Tidak Peduli

Pola asuh permisif tidak peduli adalah suatu pola dimana orang tua tidak ikut

campur dalam kehidupan anak. Pola ini menunjukkan sikap orang tua yang

tidak mau pusing memedulikan kehidupan anaknya. Walau tinggal satu rumah,

bisa jadi orang tua tidak begitu tahu perkembangan anaknya. Akibat dari pola

asuh ini, anak akan menunjukan sikap memiliki harga diri yang rendah, tidak

punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan

bagian penting untuk orang tuanya.

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

A.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

Pola asuh yang banyak diterapkan oleh orang tua untuk mendidik anak di

dalam keluarga sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal

(Amal, 2005). Dengan demikian, kemampuan seorang anak untuk mengembangkan

dirinya tidak terlepas dari bentuk pengasuhan orang tua atau pendidik. Beberapa

faktor yang memiliki peran dalam pembentukan pola asuh orang tua dalam keluarga

adalah:

A.2.1 Faktor Keluarga Asal

Faktor keluarga asal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri masing-

masing orang tua yang pada akhirnya mempengaruhi penggunaan bentuk pola asuh

yang diterapkan oleh orang tua pada anak-anaknya. Faktor-faktor dari dalam diri

masing-masing orang tua ini meliputi aspek pribadi, identitas dan diri seseorang.

Pribadi, identitas dan diri seseorang ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah pola asuh. Pola asuh orang tua, pada dasarnya merupakan sintesa –

hasil dinamika dua pribadi (ayah dan ibu) dalam mengasuh, mendidik dan

menghadapi anak. Jika hendak diperdalam lagi, pribadi ayah yang menghasilkan pola

sikap tertentu terhadap anak – juga hasil dari pola asuh orang tua sang ayah (Rini,

2006).

Rini (2002) juga menjelaskan bahwa menurut para ahli, pola asuh orang tua

atau pun kualitas hubungan yang terjalin antara orang tua dengan anak, merupakan

11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

faktor penting yang kelak mempengaruhi kualitas persepsi orang tersebut terhadap

perannya sendiri.

A.2.2 Faktor Lingkungan Sosial dan Budaya

Faktor lingkungan sosial budaya merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pemilihan bentuk pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Faktor

lingkungan sosial budaya ini sedikit banyak dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap

orang tua pada anaknya. Hal ini dikarenakan pola asuh yang berkembang di

masyarakat terbentuk menjadi kebiasaan yang turun-temurun (Jalu, 2003).

Tarmuji (2001) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa dalam mengasuh

anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Hal ini

semakin menguatkan bahwa pengaruh lingkungan sosial budaya membawa pengaruh

yang kuat bagi orang tua dalam mengasuh anak-anaknya.

A.2.3 Faktor Kepribadian dan Karakteristik Anak

Menurut Tedjasaputra (2008, dalam Rahayu, 2008), terdapat tiga tipe

kepribadian yang umumnya terdapat pada anak. Ketiga tipe tersebut antar lain:

A.2.3.1 Tipe Mudah

Anak dengan kepribadian tipe mdah ini cenderung memiliki suasana

hati yang positif dan cenderung tidak rewel. Mereka dengan mudah

membentuk kebiasaan rutin yang teratur dan mudah menyesuaikan diri

dengan pengalaman, situasi dan orang-orang baru. Selain itu, anak

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

dengan tipe ini pada umumnya mudah untuk memahami penjelasan

tentang perilaku yang diharapkan dari mereka.

A.2.3.2 Tipe Sulit

Anak dengan tipe ini cenderung untuk bereaksi secara negatif dan

seringkali menangis. Mereka cenderung untuk bereaksi negatif

terhadap kegiatan rutin dan lamban untuk menyesuaikan diri dengan

situasi, lingkungan dan orang-orang baru. Selain itu, makanan baru

pun sulit untuk diterimanya. Anak-anak tipe ini sulit untuk diberi

pengertian tentang perilaku yang tidak diharapkan dari mereka.

A.2.3.3 Tipe Slow to warm up

Anak dengan tipe ini cenderung memiliki aktivitas yang rendah.

Mereka juga menunjukkan suasana hati yang negatif (namun sedikit

lebih baik dari tipe sulit). Selain itu, mereka memiliki penyesuaian diri

yang lamban, namun mudah dibujuk untuk ditenangkan. Anak-anak

dengan tipe ini tidak terlalu mudah saat diberi pengertian dan

penjelasan tentang perilaku yang diharapkan dari mereka. Dituntut

usaha yang cukup kuat dan kesabaran yang ekstra dari orang tua dalam

rangka mengajak anaknya bekertja sama.

Tedjasaputra (2008, dalam Rahayu, 2008) menambahkan bahwa ada juga anak-anak

yang tidak memiliki ciri-ciri seperti yang telah diungkapkan diatas. Orang tua perlu

mewaspadai anak-anak dengan keterbelakangan mental, autis ataupun gangguan

perkembangan hiperaktif (atau anak-anak dengan kebutuhan khusus).

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Anak- anak dengan kebutuhan khusus demikian bisa jadi memiliki tipe

kepribadian yang merupakan gabungan lebih dari satu tipe kepribadian yang telah

diuraikan diatas. Tedjasaputra (2008, dalam Rahayu, 2008) mengatakan bahwa anak-

anak autis bisa memiliki ciri kepribadian yang merupakan gabungan dari ketiga tipe

kepribadian diatas, sehingga butuh kewaspadaan dan kepekaan orang tua dalam

mengamati proses perkembangan diri anak-anaknya. Dengan demikian, anak-anak

mereka dapat ditangani dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhann dan

kemampuannya (Tedjasaputra, 2008 dalam Rahayu, 2008).

B. Autis

Hawkes (2002), mengatakan bahwa autisme adalah suatu bentuk

ketidakmampuan dan gangguan perilaku yang membuat penyandangnya lebih suka

menyendiri. Ketidakmampuan dan gangguan perilaku pada individu autis ini

membuat mereka mengalami kesulitan untuk memahami apa yang mereka lihat,

dengar dan rasakan; sehingga menyebabkan keterlambatan perkembangan dalam

kemampuan komunikasi, bicara, interaksi sosial, emosi, kepandaian serta perilaku

dan keterampilan motorik (Oyeng, 2002).

Budiman (1999) mengungkapkan bahwa autis merupakan gangguan

perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku yang luas

dan berat. Gangguan perkembangan yang terjadi pada individu autis ini dikarenakan

adanya kerusakan pada salah satu bagian otak dari individu tersebut. Sekitar 10 tahun

14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

yang lalu, banyak individu autis yang salah didiagnosis oleh para ahli medis. Hal ini

dikarenakan pada saat itu autis masih merupakan sesuatu yang asing di Indonesia dan

masih cukup sulit mencari tahu apa sebenarnya penyebab dari autis ini.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang autis adalah seseorang yang

mengalami gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi,

dan perilaku sehingga menyebabkan mereka tampak hidup dalam dunianya sendiri.

B. 1. Penyebab Autis

Pada awal dekade ’90-an, penyebab autis masih merupakan suatu misteri yang

cukup membuat banyak ahli medis bingung. Hal ini dikarenakan banyak orang tua

yang sering merujuk anaknya yang memiliki kelainan autis ini ke para ahli medis

tersebut. Padahal saat itu, autis ini masih merupakan suatu kelainan yang langka di

masyarakat. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, maka saat ini

para ahli medis telah behasil menyingkap penyebabnya (Budiman, 2002).

Autis merupakan suatu kelainan perkembangan otak yang disebabkan oleh

dua hal yang paling berpengaruh dalam proses perkembangan diri seseorang, yaitu

faktor genetik dan faktor neurologis (Wenar & Kerig, 2000).

B.1.1 Penyebab Genetik

Faktor genetika bisa dikarenakan kelainan yang disebabkan oleh cacar air

yang diderita ibu selama mengandung dan karena diturunkan melalui percampuran

15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

gen dari orang tua yang memiliki kelainan genetik secara klinis (Wenar & Kerig,

2000).

Selain karena penyebab di atas, gangguan autis juga bisa disebabkan karena

pada proses pembentukan sel-sel otak tersebut dalam kandungan terjadi

penghambatan pertumbuhan sel-sel otak, misalnya karena virus (rubella, tokso,

herpes), jamur (candida), oksigenasi (perdarahan), dan keracunan dari makanan

(Budiman, 1999). Kelainan tersebut mengakibatkan kelainan pada struktur sel otak,

yaitu gangguan pertumbuhan sel otak pada trisemester pertama, terutama fungsi otak

yang mengendalikan pemikiran, pemahaman, komunikasi dan interaksi (Budiman,

1999).

Penelitian Wakkerfield, dkk di Inggris pada tahun 1998 (Jalu, 2001)

menunjukkan bahwa gangguan perkembangan otak dapat disebabkan karena

pengaruh biologis. Pengaruh biologis ini dapat disebabkan karena faktor genetik atau

kelainan kromosom dan dapat pula karena pengaruh negatif selama masa

perkembangan otak. Faktor- faktor yang dapat menyebabkan pengaruh negatif selama

masa perkembangan otak, antara lain:

1.1 Penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat

1.2 Trauma

1.3 Keracunan logam berat maupun zat kimia lain baik selama dalam

kandungan maupun setelah dilahirkan.

16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Salah satu logam berat yang menyebabkan keracunan Sistem Saraf Pusat

adalah Hg (Hydrogyrum = air raksa) yang terdapat dalam vaksin DPT

dan Hepatitis B dalam bentuk senyawa Thiomerosal.

1.4 Gangguan imunologis

1.5 Gangguan absorbsi protein tertentu akibat kelainan di usus

B.1.2 Penyebab Neurologis

Faktor neurologis dapat disebabkan oleh kelainan di otak dan sistem saraf.

Courchesne, dkk pada tahun 1988 (dalam Wenar & Kerig, 2000) mengungkapkan

hasil penelitiannya yang menemukan bahwa dari hasil MRI penderita autis

mengalami cerebral hypoplasia (penyusutan ukuran otak) pada bagian pons atau otak

tengah. Kerusakan ini mempengaruhi kerja sistem saraf yang terhubung langsung

dengan cerebellum (otak kecil), termasuk saraf yang mengatur atensi dan gerakan

motorik.

Penelitian Courchesne, dkk tahun 1988 dalam Wenar & Kerig (2000) tersebut

mengindikasikan bahwa ada hubungan antara simptom autistik dengan disfungsi

sistem otak, khususnya kognisi sosial. Pendapat ini diperkuat oleh Dawson (1996

dalam Wenar & Kerig, 2000) yang berpendapat bahwa pada individu autis, amigdala

(bagian dalam lobus temporalis otak) telah tergabung menjadi satu bagian dengan

simptom autistik awal, termasuk orientasi sosial, imitasi motorik, atensi, dan empati.

Kondisi neurotransmitter (zat kimia pengantar pesan dalam sistem saraf) yang

abnormal juga menjadi salah satu faktor dari gangguan perkembangan otak. Pada

17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

sebagian anak autis, jumlah serotonin dalam neurotransmitter menunjukkan jumlah

yang cukup tinggi (Wenar & Kerig, 2000). Serotonin merupakan salah satu jenis

neurotransmitter dalam otak yang dapat meningkatkan aktivitas otak (Handout Faal,

2002; hal 187). Apabila jumlah serotonin di dalam otak meningkat, maka aktivitas

otak meningkat dan dapat mengakibatkan kegelisahan.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa penyebab utama dari autis adalah

kelainan di otak yang terjadi akibat adanya gangguan dalam masa perkembangan otak.

Gangguan selama masa perkembangan otak ini dapat disebabkan karena faktor

genetik yang diakibatkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak dan

faktor neurologis yang terpengaruh gangguan perkembangan otak.

B. 2. Karakteristik Anak Autis

Tidak semua individu yang acuh atau tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya

termasuk dalam kategori individu autis. Individu yang masuk dalam kategori autis

apabila mereka menunjukkan karakteristik sebagai berikut (Wenar & Kerig, 2000):

B. 2. 1 Interaksi Sosial

Individu dengan gangguan autis memiliki kekurangan dalam tiga aspek

perkembangan yang normal yang membedakannya dari bayi dan balita dalam

lingkungan sosialnya. Aspek-aspek tersebut adalah orientasi, imitasi dan perhatian.

Kesulitan kognisi untuk memahami suasana hati orang lain sejalan dengan kesulitan

untuk mengekspresikan emosi diri secara nyata, mengakibatkan peningkatan isolasi

sosial pada anak autis. Akibatnya, orang-orang di sekitarnya merasa kesulitan untuk

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

memahami individu autis karena kekurangan individu autis dalam menjalin relasi

sosial.

Siegel (1996, dalam Puspita, 2003) menambahkan bahwa kekurangan

individu autis untuk berelasi sosial dan juga banyak dan cenderung menarik diri dari

lingkungan sosial dikarenakan faktor sensory sensitivities (sensitivitas indera) yang

sangat peka dari individu autis. Sebagian dari mereka bahkan cenderung sangat peka

terhadap berbagai muatan emosi yang terjadi di sekitarnya. Mereka bingung dan

cemas bila tidak dapat memahami pesan-pesan emosi yang terjadi saat bergaul,

sehingga mereka kadang memutuskan untuk menarik diri dari pergaulan.

Menurut Siegel (1996, dalam Puspita, 2003), beberapa indera perangsang yang

memiliki kepekaan tinggi pada individu autis adalah:

B.2.1.1 Sound sensitivity

Individu menjadi takut secara berlebihan pada suara keras atau bising.

Ketakutan yang berlebihan ini membuat mereka bingung, merasa cemas atau

terganggu, yang sering termanifestasi dalam bentuk perilaku buruk. Pola

kepekaan akan suara keras atau bising ini tidak sama, dan frekuensi setiap

individu juga berbeda-beda. Kadang individu mendengung atau bergumam

untuk menghalangi gangguan suara tadi, sehingga dengan ia mendengung, ia

hanya mendengar dengungannya dan tidak mendengar suara lain yang tidak

dapat ia prediksi.

19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B.2.1.2 Touch sensitivity

Individu memiliki kepekaan terhadap sentuhan ringan atau sebaliknya

terhadap sentuhan dalam. Masalah kepekaan yang berlebihan ini biasanya

terwujud dalam bentuk masalah perilaku (termasuk masalah makan dan

pakaian). Bila individu peka terhadap sentuhan dan terganggu dengan

sentuhan kita, maka pelukan kita justru dapat ia artikan sebagai hukuman

yang menyakitkan.

B.2.1.3 Rhytm difficulties

Individu sulit mempersepsi irama yang tertampil dalam bentuk lagu, bicara,

jeda dan ‘saat untuk masuk dalam percakapan’. Itu sebabnya banyak individu

autis terus menerus berbicara, atau menyerobot masuk saat percakapan sedang

berlangsung, yang seringkali dianggap lingkungan sebagai ‘tidak sopan’.

Padahal, ini adalah masalah fisik mereka.

B. 2. 2 Bahasa

Individu autis memiliki kesulitan untuk memahami simbol-simbol secara

umum. Simbol-simbol yang mudah dipahami adalah yang sesuai dengan minat dan

ketertarikan mereka. Selain itu, individu autis juga mengalami kesulitan dalam

mengungkapkan apa yang ingin dikatakan. Pada dasarnya mereka dapat membuat

kalimat dengan pola dan susunan yang sempurna, namun apa yang dikatakan tidak

sesuai dengan konteks sosial. Hanya saja, individu autis mengalami kesulitan untuk

memahami komunikasi verbal dari lawan bicaranya. Mereka lebih mudah untuk

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

memahami gerak tubuh dalam berkomunikasi. Hal ini dikarenakan individu autis

memiliki pola berpikir visual (visual thinking,), sehingga lebih mudah untuk

memahami hal kongkret (dapat dilihat dan dipegang) daripada hal abstrak (Siegel,

1996 dalam Puspita, 2003). Oleh karena itu, akibat dari proses berpikir dengan

menggunakan gambar atau film seperti ini, maka jelas akan lebih lambat daripada

proses berpikir verbal, sehingga mereka perlu jeda beberapa saat sebelum bisa

memberikan jawaban atas pertanyaan tertentu.

Siegel (1996, dalam Puspita, 2003) menambahkan bahwa bahwa individu

autis lebih berpikir menggunakan asosiasi daripada berpikir secara logis

menggunakan logika. Hal ini disebabkan anak autis memiliki problems of

connection yang berkaitan dengan ‘kemampuan individu menalar’. Menurut Siegel

(1996, dalam Puspita, 2003) berbagai masalah tersebut adalah:

B.2.2.1 Attention problems: masalah pemusatan perhatian, terus menerus

terdistraksi

B.2.2.2 Perceptual problems: masalah proses persepsi, bingung sehingga

menghindari orang lain.

B.2.2.3 Systems integration problems: proses informasi di otak bekerja secara

‘mono’ (tunggal) sehingga sulit memproses beberapa hal sekaligus

B.2.2.4 Left-right hemisphere-integration problems: otak kiri tidak secara

konsisten tahu apa yang terjadi pada otak kanan (dan sebaliknya),

sehingga tidak sepenuhnya sadar pada apa yang sedang terjadi.

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B. 2. 3 Keinginan untuk selalu sama

Individu autis selalu ingin tampil dengan pola dan kegiatan yang sama sehari-

hari. Kesamaan-kesamaan ini dapat mereka tunjukkan dengan berbagai aktivitas yang

monoton setiap hari, pakaian ataupun makanan yang selalu sama setiap hari. Mereka

juga suka dengan pola-pola tertentu, baik itu penempatan ataupun penyimpanan

barang yang mereka sukai. Mereka dapat menjadi panik, gusar dan marah apabila

mereka tidak menemukan pola dan kegiatan yang sama seperti biasanya.

C. Cara-cara untuk Mengasuh Anggota Keluarga yang Autis

Dalam mengasuh individu yang autis, para orang tua tidak bisa menggunakan

berbagai cara yang umum digunakan pada individu yang normal. Oleh karena itu,

orang tua perlu memahami beberapa cara yang bisa digunakan untuk menghadapi

individu autis seperti berikut ini.

C.1 Langkah-langkah untuk anggota keluarga yang autis

Menangani individu autis diperlukan langkah-langkah yang khusus dan

berbeda dari anak-anak lain yang normal. Pada saat menghadapi individu-individu

autis ini, para orang tua ada baiknya menerapkan langkah-langkah berikut ini (Puspita,

2005):

C.1.1 Memahami keadaan apa adanya

Langkah ini merupakan langkah yang paling sulit dilakukan orang tua. Hal ini

dikarenakan banyak dari mereka enggan menangani sendiri anggota keluarga

22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mereka yang autis. Padahal pengasuhan sehari-hari bisa berdampak baik bagi

hubungan interpersonal antara individu yang autis ini dengan orang tuanya,

sebab bisa membuat orang tua:

C.1.1.1 Memahami kebiasaan-kebiasaan mereka

C.1.1.2 Menyadari apa yang bisa dan belum bisa mereka lakukan

C.1.1.3 Menyadari penyebab perilaku buruk atau baik mereka

C.1.1.4 Membentuk ikatan batin yang kuat dengan mereka

C.1.2 Mendampingi dengan intensif

Langkah ini bukan dimaksudkan agar orang tua menemani individu yang autis

ini, tetapi memastikan adanya interaksi aktif antara individu yang autis

tersebut dengan orang-orang disekitarnya. Tujuan dari pendampingan ini

bukan untuk melatih kontak mata, namun untuk memunculkan kontak batin

dan meningkatkan pemahaman indivdu autis yang pada umumnya terbatas.

Orang tua perlu terlibat langsung disini, sebab orang tua merupakan guru

terbaik bagi mereka. Pada langkah ini perlu kesadaran orang tua untuk

mendampingi dan membimbing individu autis tanpa pamrih dan tidak

mengenal kata percuma.

23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

C.2 Cara-cara mengajarkan berbagai hal pada anggota keluarga

yang autis

Peran orang tua dalam mengasuh individu autis kembali diperlukan dalam

mengajarkan berbagai hal baru pada mereka. Orang tua perlu untuk menerapkan cara-

cara yang khusus ketika hendak memberi tahu sesuatu hal pada anggota keluarganya

yang autis. Cara-cara yang disarankan untuk mengajari individu yang autis adalah

(Puspita, 2005):

C.2.1 Instruksi Verbal

Cara ini hanya efektif diberikan pada individu autis hanya jika mereka

memperhatikan. Instruksi verbal tersebut diberikan dengan kata-kata yang

dipahami individu autis, lugas dan menggunakan kalimat yang singkat.

C.2.2 Peragaan

Mendemonstrasikan apa yang kita maksud dalam instruksi verbal tadi. Cara

ini efektif bila dilakukan dengan lambat dan berlebihan. Sejalan dengan

penguasaan mereka, ada baiknya porsi peragaan dikurangi sedikit-sedikit.

C.2.3 Pengarahan

Cara ini dilakukan sambil memberikan pengarahan dan peragaan pada

individu autis. Pada cara ini, orang tua bisa sambil mengarahkan tangan

mereka atau menunjukkan apa yang kita instruksikan tersebut. Sejalan dengan

pemahaman individu autis tersebut, kita harus mengurangi cara ini atau

24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

bahkan menghilangkannya, sehingga mereka dapat mengerjakan secara

mandiri.

Manolson (1995, dalam Puspita, 2005) menambahkan beberapa cara yang

bisa digunakan untuk menambahkan pengalaman dan kosa kata baru. Cara-cara yang

digunakan adalah:

C.2.4 Menggunakan gerakan yang dapat ditirunya

C.2.5 Memberikan nama pada benda atau gerakan apapun yang ia lihat atau

lakukan

C.2.6 Meniru anak sambil menambahkan kata atau gerakan yang sesuai

C.2.7 Memberi penekanan pada kata-kata yang bermakna

C.2.8 Menambahkan ide baru pada hal-hal yang sudah dikuasainya.

C.3 Sikap-sikap orang tua yang mendukung perkembangan anggota

keluarga yang autis

Selain berbagai cara dan langkah yang bisa diaplikasikan orang tua dalam

menghadapi individu autis, diperlukan juga sikap-sikap dari dalam diri orang tua

yang bisa membuat proses pengasuhan individu autis berjalan dengan baik. Sikap-

sikap tersebut antara lain (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005):

1. Sabar dan pantang menyerah dalam menghadapi dan membimbing

Kesabaran dan sikap pantang menyerah dari orang tua akan dapat membantu

perkembangan diri individu autis. Kesabaran dalam menghadapi perilaku dan sikap

25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

pantang menyerah dalam menghadapi berbagai hal seputar kebutuhan individu autis

akan banyak membantu individu autis tersebut mencapai perkembangan dirinya yang

lebih baik.

2. Penuh perhatian dan kasih sayang

Orang tua dituntut untuk selalu memantau dan mengajari berbagai hal bagi

anggota keluarganya yang autis. Walaupun sudah mendapatkan pendidikan atau

terapi pada suatu lembaga, peran orang tua masih tetap vital dalam mendidik.

Diharapkan, dengan adanya perhatian dan kasih sayang, serta adanya sikap

penerimaan individu autis dari orang tua, akan sangat membantu perkembangan

dirinya.

3. Memahami kemauan dan kebutuhan anggota keluarga yang autis

Orang tua harus pintar dalam menangkap maksud individu autis. Hal ini

dikarenakan mereka memiliki kesulitan dalam mengungkapkan apa yang

diinginkannya. Kemampuan orang tua untuk menangkap kebutuhan dan kemauan

individu autis tersebut akan banyak membantu perkembangan diri mereka.

Kris (2008) menambahkan juga beberapa sikap yang bisa mendukung orang

tua untuk menghadapi individu autis. Sikap-sikap tersebut adalah:

1. Jangan Menuntut Terlalu Tinggi

Jangan menyamakan individu autis dengan anak normal lainnya. Kadang

sesuatu hal yang mudah sangat sulit dilakukan oleh individu autis. Jadi,

jangan menuntut sesuatu yang sulit dilakukan oleh mereka.

26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

2. Bersikap Realis

Kadang orang tua masih berharap setelah individu autis diterapi ini dan itu ,

mereka bisa mengikuti teman sebayanya sehingga bisa masuk sekolah

umum. Jika memang setelah terapi tidak bisa mengikuti teman sebayanya,

maka bersikaplah realis. Memang ia hanya memiliki takaran segitu. Lebih

penting mengoptimalkan potensi yang ada daripada memaksa kemampuan

yang kurang

3. Suara Lembut

Memberitahu atau memperingatkan individu autis jangan dengan suara

keras. Semakin keras suara Anda maka dia semakin “marah”.

D. Pola Asuh untuk Anggota Keluarga yang Autis

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama

mengadakan kegiatan pengasuhan. Interaksi orang tua dengan anaknya ini sedikit

banyak akan mempengaruhi perkembangan diri anak tersebut ke depan. Oleh karena

itu, orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat dan benar sesuai dengan kondisi

dan kebutuhan anak-anaknya (Rini,2006). Orang tua memegang peranan yang cukup

penting dalam perkembangan diri anak-anaknya, karena orang tua merupakan sosok

yang paling dekat dengan anak-anaknya, dan keluarga merupakan institusi awal yang

paling bertanggung jawab dimana seorang anak tumbuh dan berkembang.

27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Seseorang yang autis merupakan seseorang yang mengalami gangguan

perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku sehingga

menyebabkan mereka tampak hidup dalam dunianya sendiri. Penerapan pola asuh

yang digunakan oleh orang tua dalam mengasuh anggota keluarganya yang autis

hendaknya disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh individu yang autis

tersebut. Setiap individu sangat unik, sehingga penanganan haruslah bisa menjawab

kebutuhan masing-masing individu (Puspita, 2005). Jangan memaksakan individu

autis untuk berkembang seperti layaknya individu yang normal dengan mengarahkan

individu autis sesuai standar dan kemauan orang tua (Rini, 2006). Hal ini dikarenakan

individu autis memiliki karakteristik berupa hambatan untuk berinteraksi dengan

lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Selain itu, individu autis juga memiliki

kesulitan dalam berkonsentrasi dan menggunakan bahasa secara tepat, sesuai dengan

maksud yang diinginkannya (Wenar & Kerig, 2000 ; Oyeng, 2002). Dengan demikian,

diperlukan keahlian dan pemahaman dari orang yang mengasuh, khususnya orang tua,

dalam menangani individu- individu autis ini.

Menghadapi individu autis, kondisi orang tua harus benar-benar siap. Orang

tua perlu untuk membuang jauh-jauh sikap denial (penolakan) dan memunculkan

sikap menerima kondisi anaknya yang autis tersebut. Sikap denial yang ada dalam

diri orang tua justru akan memperlambat proses penanganan, membuat individu autis

merasa tidak dimengerti dan tidak diterima apa adanya, serta menimbulkan penolakan

dari mereka yang lalu termanifestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan

(Puspita, 2005). Orang tua perlu menyadari bahwa anggota keluarganya termasuk

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

kategori individu autis, sehingga dengan adanya sikap menerima, orang tua

diharapkan bisa menangani mereka dengan lebih baik. Kesadaran orang tua yang baik

untuk terlibat langsung dalam proses perkembangan anggota keluarganya yang autis

juga dapat membuat individu autis ini menjadi berkembang dengan maksimal

(Puspita, 2005). Keterlibatan langsung orang tua dengan individu autis ini secara

tidak langsung akan membuat mereka merasa diperhatikan.

Selain menerima dan memahami kondisi serta karateristik anggota

keluarganya yang autis, para orang tua yang memiliki anggota keluarga yang autis

juga harus memberikan pengertian dan pemahaman pada orang-orang di lingkungan

di sekitar individu autis tersebut tinggal. Hal ini dikarenakan penerimaan lingkungan

terhadap individu autis akan dapat membantu perkembangan diri individu autis

tersebut (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005). Lingkungan sekitar yang

dimaksud antara lain saudara kandung individu autis tersebut, keluarga besar dan

saudara-saudara, lingkungan sekitar, lingkungan dimana individu autis tersebut biasa

beraktifitas, dan orang lain yang berada di rumah dimana individu autis tersebut

tinggal (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005).

Jadi, pola asuh yang sesuai untuk individu autis adalah pola asuh yang tidak

membuat mereka tersebut merasa ditinggalkan, tertekan ataupun terlalu dimanjakan,

sebab pola asuh yang demikian justru akan membuat mereka merasa kurang bisa

mandiri, tidak diterima dan akan kembali ke dalam dunianya (Puspita, 2005). Pola

asuh yang tepat adalah pola asuh yang bisa membuat mood individu autis bisa terjaga,

sehingga orang tua bisa masuk dalam kehidupan individu autis ini dan mengajaknya

29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

melakukan berbagai aktivitas serta mempelajari hal baru (Safaria, 2005). Oleh sebab

itu, pola asuh yang paling mendekati ideal adalah pola autoritatif. Hal ini dikarenakan

pola asuh autoritatif mengajak para orang tua untuk berlaku lebih demokratis pada

anak-anaknya, tetapi tidak melepaskan mereka begitu saja tanpa pengawasan

(Baumrind, 1991 dalam Santrock, 1996).

Pada penerapannya, pola asuh autoritatif ini perlu didukung dengan

pemahaman orang tua mengenai keberadaan individu autis. Jadi, pola asuh ini juga

memerlukan beberapa penyesuaian dalam penerapannya pada individu autis.

Penyesuaian yang dimaksud adalah penyesuaian proses pengasuhan antara pola asuh

dengan karakteristik dari masing-masing individu, terutama individu autis. Selain itu,

perlu ada dukungan sikap dari orang tua untuk bisa menerima dan mendukung

perkembangan individu autis serta menerapkan cara-cara yang tepat menghadapi

individu autis. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa pengasuhan sehari-hari oleh

orang tua sangat memegang peranan pada perkembangan individu autis (Puspita,

2005).

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D. Kerangka Penelitian

Berdasarkan kerangka penelitian berikut ini, peneliti ingin meneliti

mengenai pola asuh dan penanganan terhadap anak autis, di dalam keluarga yang

memiliki anggota keluarga yang autis.

Subjek: Ibu

Skema 1. Kerangka Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Anggota

Keluarga Autis

Individu Autis

- Individu yang memiliki gangguan perkembangan

- Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan individu lain seusianya

- Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang di sekitarnya

- Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

Individu Normal

- Relasi dengan individu yang

autis

Hubungan dengan Lingkungan Pemilihan Pola Asuh:

Pola asuh khusus yang sesuai dengan karakteristik individu autis

Hubungan dengan Keluarga

Pengasuhan dan Perlakuan pada individu autis

Berkaitan dengan keberhasilan tugas perkembangan individu autis

31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitan kualitatif-fenomenologis untuk

melihat bagaimana relasi keluarga, terutama orang tua terhadap anak autis, pada

keluarga yang memiliki anak autis. Penelitian fenomenologis merupakan suatu

penelitian yang menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena

(topik atau konsep) pada beberapa individu (Creswell, 1998). Penelitian ini

menggunakan metode fenomenologi dengan pertimbangan bahwa fenomenologi

memungkinkan untuk mengetahui bentuk-bentuk pola asuh dan penanganan

terhadap anak autis, di dalam keluarga yang memiliki anak autis.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu gambaran mengenai

bentuk pola asuh yang ideal bagi keluarga yang memiliki anak autis. Penelitian ini

akan dilakukan dalam natural setting (Creswell, 1998) artinya peneliti tidak akan

memanipulasi lingkungan penelitian, melainkan melihat sebuah fenomena dalam

situasi dimana fenomena tersebut ada. Pada penelitian ini, peneliti tidak akan

mengubah setting lingkungan, sehingga pengambilan data diharapkan dapat sesuai

dengan fenomena aslinya. Fokus penelitian ini dapat berupa orang, program, pola

hubungan maupun interaksi dalam konteks yang alamiah (Poerwandari, 1998).

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan mengambil subjek para orang tua yang memiliki anak-

anak autis. Subjek dari penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak autis. Dukes

(dalam Creswell 1998) mengungkapkan bahwa dalam penelitian kualitatif jumlah

subjek yang direkomendasikan 3 sampai 10 orang. Proses pengambilan sampel

yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang digunakan dalam proses penelitian

kualitatif. Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa pengambilan

sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik (1) tidak

diarahkan pada jumlah yang besar, namun pada kasus-kasus tipikal sesuai

kekhususan masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi

dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai

dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; dan (3) tidak

diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/ peristiwa acak) melainkan pada

peristiwa konteks.

Sebjek dalam penelitian fenomenologis harus merupakan individu-

individu yang memiliki pengalaman pada permasalahan yang akan dibahas dan

dapat membagikan pengalaman-pengalaman tersebut (Creswell, 1998). Oleh

karena itu, penelitian ini akan mengambil sampel penelitian dengan menggunakan

prosedur pengambilan sampel pada kasus tipikal. Sampel pada kasus tipikal ini

sendiri merupakan pengambilan sampel yang dianggap mewakili kelompok

“normal” dari fenomena yang diteliti (Poerwandari, 1998). Dengan demikian

dapat diharapkan diperoleh subjek penelitian yang relevan dan benar-benar

33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

memahami banyak hal yang terkait dengan penelitian, sehingga dapat diperoleh

hasil yang maksimal.

Patton (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa penggunaan metode

pemilihan sampel ini seringkali cocok untuk mempelajari perkembangan

masyarakat di dunia ketiga. Hal ini sesuai dengan kondisi perkembangan sosial

ekonomi mayarakat di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Dengan

demikian diharapkan penggunaan metode pemilihan sampel ini akan dapat

mewakili dan menjawab pertanyaan yang melandasi penelitian ini.

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan subjek adalah:

1. Ibu yang memiliki anak autis

2. Tidak dibatasi karier, bisa bekerja atau ibu rumah tangga

3. Jenis kelamin anak autis tidak ditentukan

4. Anak tidak dibatasi sedang mengikuti program terapi atau tidak,

bersekolah disekolah autis atau tidak.

C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah

Penelitian ini ingin melihat bagaimana bentuk pola asuh yang diterapkan

para orang tua yang memiliki anak autis. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui

bentuk pola asuh yang ideal untuk anak autis dengan melihat berbagai pola asuh

yang diterapkan di dalam keluarga yang memiliki anak autis. Oleh karena itu,

perlu kiranya dilakukan pembatasan hal-hal yang akan dibahas dalam proses

penelitian ini.

34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Batasan hal-hal yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain:

1. Pola asuh adalah interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan

kegiatan pengasuhan.

2. Anak autis adalah individu yang mengalami gangguan perkembangan

yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku

sehingga menyebabkan mereka tampak hidup dalam dunianya

sendiri.

Gangguan komunikasi yang dialami anak autis ini berbentuk

keterlambatan bicara dan kesulitan komunikasi secara verbal.

Gangguan interaksi lebih dikarenakan ketidakmampuan anak

autis untuk mengekspresikan perasaannya dan kesulitan mereka

untuk berkonsentrasi serta berkontak mata dengan orang lain.

Gangguan perilaku anak autis ini terlihat dari respon mereka

terhadap suatu stimulus. Anak autis kadang bereaksi secara

berlebihan atau bahkan tidak bereaksi sama sekali pada suatu

stimulus. (Wenar & Kerig, 2000; Oyeng, 2002).

3. Pola asuh pada anak autis adalah interaksi antara orang tua dengan

anaknya, terutama mengarah pada hubungan orang tua dengan

dan lingkungannya.

35

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Tabel 1: Aspek Penelitian

Tema Diperoleh dari

1. Anak autis

2. Pola asuh pada anak autis

a. Apakah subjek memahami tetntang autis

b. Apakah subjek memahami kondisi anaknya

dari kecil

c. Bagaimana subjek memperlakukan anaknya

yang autis

d. Apakah subjek memiliki cara-cara khusus

dalam mengasuh anaknya yang autis.

a. Bagaimana relasi antara subjek dengan

anaknya yang autis

b. Bagaimana relasi anak tersebut dengan

saudara-saudara dan lingkungannya

c. Apakah subjek menjelaskan kondisi anaknya

pada lingkungan dan saudara-saudaranya

d. Apakah subjek menutup-nutupi keadaan

anaknya dari lingkungan

36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D. Metode Pengambilan Data

D.1 Wawancara

Metode yang digunakan dalam pengambilan data yang utama adalah

dengan melakukan wawancara pada para subjek. Wawancara adalah tanya jawab

dan percakapan antara dua orang untuk mendapatkan informasi berdasarkan

tujuan tertentu (Poerwandari, 1998). Wawancara ini penting dilakukan karena

dengan wawancara peneliti dapat memperoleh berbagai data subjektif yang dapat

dieksplorasi secara lebih mendalam mengenai fenomena yang akan diteliti, yang

tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Poerwandari, 1998).

Pada proses wawancara nanti, teknik wawancara yang digunakan adalah

wawancara dengan pedoman umum. Paton (dalam Poerwandari, 1998)

mengungkapkan bahwa wawancara dengan pedoman umum adalah proses

wawancara yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan

urutan pertanyaan. Pada teknik wawancara ini, peneliti tetap harus memiliki daftar

pertanyaan yang akan digunakan sebagai acuan, akan tetapi proses wawancara

sendiri tidak terpaku pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

Daftar pertanyaan tersebut hanya merupakan pedoman bagi peneliti untuk

tetap berada dalam jalur yang telah direncanakan dan sebagai checklist bagi

peneliti apakah aspek-aspek yang sesuai tersebut telah ditanyakan atau dibahas

(Paton, dalam Poerwandari, 1998). Pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan

atau dibahas juga tidak terpaku pada daftar yang telah ada, akan tetapi juga dapat

disesuaikan dengan kondisi pada saat proses wawancara berlangsung.

37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Pedoman wawancara mengacu pada landasan teori yang telah

dicantumkan di Bab II. Pedoman wawancara yang akan digunakan untuk

memperoleh data adalah sebagai berikut:

Tabel 2: Pedoman Wawancara

Tema Diperoleh dari

1. Anak autis

a. Apakah subjek memahami tentang autis

• Menurut ibu apakah anak autis itu?

• Dari mana ibu memahami tentang

anak autis itu?

• Bagaimana pendapat ibu tentang

perilaku anak autis itu? Dan

bagaimana ibu mengatasi atau

menghadapi hal tersebut?

b. Apakah subjek memahami kondisi

anaknya dari kecil

• Kapan ibu mengetahui bahwa

putranya autis?

• Apakah ibu menyadari sendiri atau

setelah ada pemberitahuan dari orang

lain (ahli)? Jika ada pemberitahuan

dari ahli, apakah itu atas keinginan

ibu sendiri atau ada dorongan dari

orang lain?

38

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

• Bagaimana reaksi ibu ketika

mengetahui hal tersebut? Bagaimana

ibu menghadapinya? Apakah sempat

ada penolakan?

c. Bagaimana subjek memperlakukan

anaknya yang autis

• Setelah mengetahui anak ibu autis, apa

yang ibu lakukan pada anak tersebut?

Apakah ada perubahan perilaku atau

perlakuan ibu pada dia?

• Adakah bentuk perlakuan yang khusus,

yang istimewa dari ibu terhadap

anaknya yang autis dibandingkan

dengan saudara lainnya? Jika iya,

seperti apa bentuk perlakuan tersebut?

• Apakah ibu memahami berbagai hal

yang harus dilakukan atau tidak boleh

dilakukan diberikan pada anak autis?

Apakah hal tersebut dilakukan?

d. Apakah subjek memiliki cara-cara khusus

dalam mengasuh anaknya yang autis

• Bagaimana cara ibu menerangkan

berbagai hal pada anak anda ini?

39

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

2. Pola asuh pada anak

autis

• Apakah yang mendasari ibu

menerapkan cara yang demikian

dalam mengasuh anak tersebut?

• Apakah ada yang menganjurkan ibu

untuk mengasuh anak-anak dengan

cara demikian?

a. Bagaimana relasi antara subjek dengan

anaknya yang autis dan keluarga

• Bagaimana hubungan ibu dengan

anak tersebut?

• Apakah ada kedekatan yang lebih

antara ibu dengan anak ibu ini

dibandingkan dengan saudara yang

lain?

• Bagaimana relasi ibu dengan anggota

keluarga yang lain? Apakah ada

kecemburuan?

b. Bagaimana relasi anak tersebut dengan

saudara-saudara dan lingkungannya

• Bagaimana sikap saudara-saudara

yang lain ketika mengetahui salah satu

saudaranya autis? Apakah mereka

40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

sempat merasa malu, minder atau

bahkan menolak keberadaannya?

• Bagaimana hubungan anak ibu yang

autis ini sedniri dengan saudaranya?

Apakah bisa membaur atau tidak?

• Bagaimana hubungannya dengan

lingkungan? Apakah ada relasi yang

akrab dengan lingkungan bu?

c. Apakah subjek menjelaskan kondisi

anaknya pada lingkungan dan saudara-

saudaranya

• Apakah ibu berusaha memberikan

penjelasan atau pemahaman mengenai

keberadaan salah satu anaknya yang

autis kepada keluarga? Lingkungan?

• Bagaimana sikap orang-orang di

sekitarnya (seperti tetangga, saudara-

saudara yang lain)? Apakah ada

penolakan bu?

• Bagaimana dengan reaksi saudara atau

lingkungan sekarang bu? Jika

menerima, apakah penerimaan itu

berasal dari mereka sendiri atau ada

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

penjelasan dari ibu?

• Apabila ada penolakan atau

cemoohan, apakah ibu tetap berusaha

menjelaskan pada mereka?

d. Apakah subjek menutup-nutupi keadaan

anaknya.

• Ketika mengetahui anaknya ada yang

autis, apakah ibu sempat berusaha

menutupi dari orang lain?

• Apakah ibu berusaha untuk membatasi

relasi anak ibu ini dengan lingkungan

atau saudara-saudaranya?

• Jika ada, apa yang mendasari ibu

menutupi keberadaannya dari orang

lain?

42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.2 Observasi

Selain menggunakan metode wawancara dalam mengumpulkan data,

penelitian ini juga menggunakan metode observasi atau pengamatan. Metode

observasi ini dipilih karena dengan menggunakan observasi, peneliti

dimungkinkan untuk memperoleh data-data yang lebih akurat dari subjek, yang

tidak terungkap melalui wawancara (Paton dalam Poerwandari, 1998). Dengan

demikian, diharapkan akan diperoleh data-data yang lebih akurat dan sesuai

dengan keadaan nyata yang dialami oleh subjek.

Metode observasi yang akan digunakan adalah observasi langsung, yaitu cara

pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa adanya pertolongan alat

standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir, 1985). Peneliti memilih

menggunakan metode observasi secara langsung karena metode ini memiliki

beberapa keuntungan dalam proses penelitian. Keuntungan menggunakan metode

observasi secara langsung menurut Nazir (1985) adalah:

1. Terdapat kemungkinan untuk mencatat perilaku, pertumbuhan, dan

lain sebagainya sewaktu kejadian berlangsung, tanpa perlu

mengandalkan data atau ingatan orang lain.

2. Dapat memperoleh data dari orang yang tidak dapat atau tidak mau

berkomunikasi secara verbal.

Tujuan dilakukannya metode observasi adalah mendeskripsikan setting

yang dipelajari, aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam

aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam

kejadian yang diamati tersebut (Poerwandari, 1998). Metode observasi ini

43

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

digunakan untuk memperoleh data yang dapat mendukung data yang diperoleh

dari proses wawancara. Metode ini juga dapat digunakan selama proses penelitian

berlangsung dan di akhir penelitian untuk melihat perkembangan-perkembangan

yang terjadi pada subjek.

Untuk itu, perlu kiranya dibuat suatu sistematika dari berbagai hal yang

akan diamati oleh peneliti baik sebelum, selama dan pada akhir proses penelitian.

Hal- hal yang perlu diamati adalah (1) hubungan subjek dengan anak-anaknya; (2)

perlakuan subjek pada anak-anaknya; (3) aktivitas keseharian subjek; (4)

hubungan anak autis dengan saudara-saudaranya atau lingkungannya; (5)

hubungan subjek dengan anaknya yang autis.

E. Analisis Data

E.1 Organisasi Data

Setelah memperoleh data yang akan digunakan dalam penelitian ini,

peneliti perlu untuk mengorganisasikan data-data tersebut agar dapat berguna

secara lebih maksimal. Tujuan dari pengorganisasian data-data tersebut adalah

supaya peneliti tidak merasa kesulitan ketika melakukan proses analisis dari data-

data yang telah diperoleh. Highlen & Finley (dalam Poerwandari, 1998)

mengungkapkan bahwa pengorganisasian data yang sistematis memungkinkan

peneliti untuk (a) memperoleh kualitas data yang baik; (b) mendokumentasikan

analisis yang dilakukan; dan (c) menyimpan data dan analisis yang berkaitan

dengan penyelesaian penelitian. Data-data yang perlu disimpan adalah

(Poerwandari, 1998):

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

1. Data mentah (data lapangan, kaset hasil rekaman)

2. Data yang sudah diproses sebagiannya (transkrip wawancara)

3. Data-data yang sudah dikode/ ditandai

Jika dilakukan, proses pengorganisasian data ini terkesan akan

membutuhkan banyak waktu dan tempat. Padahal, tidak semua data yang

diorganisasikan relevan dengan penelitian yang kita lakukan. Namun demikian,

data-data tersebut perlu untuk dikumpulkan karena dalam proses penelitian

kualitatif, seorang peneliti perlu untuk memiliki data selengkap mungkin karena

dapat menunjang keberhasilan, keakuratan dan kredibilitas penelitian.

E.2 Koding

Koding merupakan proses mengorganisasi dan mensistematisasi data

secara lengkap dan mendetail, sehingga data dapat memunculkan gambaran

tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 1998). Proses koding ini sangat

diperlukan dalam penelitian kulitatif mengingat banyaknya data mentah yang

harus dikumpulkan oleh peneliti. Dengan koding ini, peneliti akan dipermudah

dalam proses penelusuran fakta yang memperkuat argumentasi dan analisis data

dalam penelitian.

Agar dapat memperoleh hasil yang maksimal, proses koding sendiri

hendaknya dapat dibuat seringkas dan semudah mungkin, sehingga tidak

membingungkan dan menyesatkan peneliti dalam penelusuran fakta. Langkah-

langkah melakukan proses koding menurut Poerwandari (1998) adalah, pertama

peneliti menyusun transkrip verbatim atau catatan lapangan sedemikian rupa

45

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kanan dan kiri transkrip.

Hal ini akan memudahkan pemberian kode atau catatan tertentu pada transkrip

tersebut.

Kedua, peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada

baris-baris transkrip atau catatan lapangan tersebut. Ketiga, peneliti memberikan

nama pada masing-masing berkas dengan kode-kode tertentu. Kode yang

digunakan harus kode yang mudah diingat dan dianggap paling mewakili berkas

tersebut. Contoh untuk memberikan nama berkas adalah:

WS 2.YK.31agus06.S1: Transkrip wawancara pada subjek 2, dilaksanakan

di Yogyakarta pada tanggal 31 Agustus 2006, subjek 1.

E.3 Interpretasi

Kvale (dalam Poerwandari, 1998) membedakan istilah analisis dan

interpretasi. Menurutnya, interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara

lebih ekstensi sekaligus mendalam. Peneliti menggunakan data-data yang tersedia

untuk untuk menginterpretasikan perspektif mengenai apa yang sedang diteliti.

Pada saat menginterpretasi data, peneliti perlu mengambil jarak dari data, dan

perlu memasukkan data ke dalam konteks konseptual yang khusus.

Penelitian kualitatif mentoleransi adanya multi tafsir akan satu data yang

sama. Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa interpretasi memang

tidak tunggal. Adalah sah-sah saja (legitimate) bila satu pihak dengan pihak lain

mengembangkan interpretasi berbeda tentang data yang sama, dan hal itu tidak

langsung berarti bahwa metode kualitatif tidak ilmiah.

46

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Lebih jauh lagi, Kvale (dalam Poerwandari 1998) menjelaskan

mengenai konteks situasi dan komunitas validasi yang memungkinkan muncul

interpretasi yang berbeda. Konteks interpretasi pemahaman diri terjadi bila

peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk lebih padat (condensed) apa

yang oleh responden penelitian sendiri dipakai sebagai makna dari pernyataan-

pernyataannya. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan

dikembalikan pada pemahaman diri responden penelitian, dilihat dari sudut

pandang dan pengertian responden penelitian tersebut.

Konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis terjadi bila peneliti

beranjak lebih jauh dari pemahaman diri subjek penelitiannya. Peneliti

menggunakan pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman subjek.

Meski demikian, hal ini tetap ditempatkan dalam konteks penalaran umum,

peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dalam mana subjek

penelitian berada.

Konteks interpretasi pemahaman teoretis adalah konteks paling

konseptual. Pada tingkatan ketiga ini, kerangka teoretis tertentu digunakan untuk

memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks

pemahaman diri subjek ataupun penalaran umum. Meskipun ada tingkatan-

tingkatan, Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa ketiganya dapat

berbaur satu sama lain, dan harus dilihat saling terkait. Poerwandari (1998)

mengatakan bahwa suatu penelitian yang baik akan mencakup semua tahapan

interpretasi, tetapi berakhir pada kesimpulan pemahaman teroretis.

47

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk menggantikan istilah validitas, namun beberapa peneliti

kualitatif tetap menggunakan istilah validitas, meskipun memiliki pengertian yang

berbeda dengan konsep validitas kuantitatif-positivistik (Poerwandari, 1998).

Kredibilitas penelitian ini dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut

kualitas penelitian kualitatif. Poerwandari (1998) mengatakan bahwa kredibilitas

studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi

masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau proses

interaksi yang kompleks. Poerwandari menambahkan bahwa kredibilitas

penelitian kualitatif dilihat dari deskripsi yang mendalam yang menjelaskan

kemajemukan aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek. Strangl

& Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) mengungkapkan bahwa dalam

penelitian kualitatif, validitas dicoba dicapai tidak melalui manipulasi variabel,

melainkan melalui orientasinya, dan upaya mendalami dunia empiris, dengan

menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisis data.

Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) mengatakan bahwa salah satu

validitas penelitian kualitatif adalah validitas komunikatif, yaitu validitas dimana

peneliti mengkomunikasikan kembali data penelitian pada responden penelitian.

Validitas ini sama dengan konsep intersubjective validity yaitu menguji kembali

pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek melalui proses timbal balik (back-

and-forth) (Creswell, 1998). Setiap subjek akan diberi salinan deskripsi dari hasil

interview dan diminta untuk secara hati-hati memeriksa deskripsi tersebut. Selama

48

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

memeriksa, mereka dapat memberikan tambahan masukan dan pembetulan.

Terakhir, peneliti merevisi pernyataan sintesisnya apabila ada perbedaan persepsi.

Selain itu, peneliti menggunakan sumber data yang majemuk yaitu wawancara

dengan orang lain yang mengetahui kondisi subjek serta observasi lapangan.

49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

A. Identitas dan Gambaran subjek

A.1 Identitas Subjek

Tabel 3: Identitas Subjek

Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4

Nama S1 S2 S3 S4

Usia 49 tahun 46 tahun 34 tahun 51 tahun

Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga

PNS Ibu Rumah

Tangga

Wiraswasta

Nama individu

autis

O F B V

Usia individu

autis dan urutan

kelahiran

20 tahun

Anak kedua

(bungsu)

6 tahun

Anak ketiga

(bungsu)

13 tahun

Anak kedua

12 tahun

Anak ketiga

(bungsu)

Urutan kelahiran

anak normal

Anak pertama Anak pertama

dan kedua

Anak pertama

dan ketiga

Anak

pertama dan

kedua

50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

A.2 Gambaran Subjek

A.2.1 Subjek 1

Subjek 1 seorang ibu rumah tangga. Ia termasuk dari golongan keluarga

yang berada. Subjek memiliki 2 orang putra, yang pertama seorang mahasiswa di

salah satu perguruan tinggi swasta di Jogjakarta. Selain itu, anak subjek ini juga

kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogjakarta. Anak subjek yang

kedua adalah seorang anak autis yang berusia sudah cukup dewasa. Keseharian

anak subjek ini bersekolah di sekolah lanjutan autis di Jogjakarta, yang sengaja

didirikan oleh subjek .

Subjek tinggal di sebuah kompleks perumahan yang dapat dikatakan

cukup bagus. Lingkungan perumahan tersebut termasuk tenang dan sepi. Rumah

subjek tergolong besar, karena terdiri atas 2 lantai. Pada bagian depan terdapat

pagar besi yang selalu dikunci apabila tidak ada tamu. Di bagian dalam rumah

subjek, terdapat banyak foto keluarga yang dipajang di ruang tamu. Selain foto

keluarga, ada juga foto anak-anak subjek dan foto subjek bersama dengan suami.

Selain itu, banyak juga replika pesawat mainan yang dipajang di penyekat antara

ruang tamu dan dapur. Menurut subjek, replika mainan pesawat itu adalah koleksi

dari anaknya yang autis, yang memang menyukai pesawat. Kondisi mainan

tersebut masih tampak bagus dan tidak rusak maupun kotor.

Subjek memiliki tinggi sekitar 165 cm dan berat badan sekitar 70 kg. Ia

memiliki sifat keibuan yang tampak jelas dari perilakunya. Selama proses

wawancara, subjek menunjukkan sikap yang kooperatif. Subjek juga tidak segan

untuk menceriterakan banyak hal yang bisa membantu penelitian ini. Bahkan,

51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

peneliti tidak perlu bertanya terlalu banyak, subjek sudah bercerita banyak hal

mengenai kondisi dan cara-cara penanganan pada anaknya.

A.2.1 Subjek 2

Subjek adalah seorang pegawai negeri sipil di sebuah kantor pemerintah di

Purwokerto. Subjek termasuk dalam golongan keluarga yang berkecukupan. Ia

memiliki 3 orang anak yang salah satunya autis. Anak subjek yang pertama saat

ini berkuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Jogjakarta. Sementara itu,

anak subjek yang kedua dan ketiga tinggal bersama subjek di rumahnya. Anak

subjek yang kedua masih duduk di bangku SMP, sementara anak yang ketiga ini

seorang anak autis yang masih berusia 5 tahun. Anak subjek ini bersekolah di

Taman kanak-kanak dan mengikuti terapi untuk anak autis.

Subjek tinggal di sebuah kompleks perumahan yang cukup bagus.

Lingkungan perumahan tersebut termasuk tenang dan sepi. Rumah subjek

termasuk berukuran ideal untuk tinggal satu keluarga. Bagian depan rumah subjek

tidak terdapat pagar. Akan tetapi, di depan rumah subjek bukan merupakan jalan

utama kompleks, kondisi jalan ini cukup sepi dari lalu-lalang kendaraan. Oleh

karena itu, rumah subjek tidak terlalu bising sehari-harinya dan tidak berbahaya

bila anak-anak kecil bermain-main di jalan tersebut.

Subjek memiliki tinggi sekitar 160 cm dan berat lebih kurang 75 kg. Pada

proses wawancara, subjek bersikap kooperatif dan membantu peneliti untuk

mendapatkan data wawancara yang mendukung. Subjek juga menunjukkan

harapan yang sangat besar dan antusiasme yang cukup tinggi pada peneliti untuk

52

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

bisa membantu memberikan berbagai informasi dan penanganan yang terbaik bagi

anaknya yang autis.

A.2.3 Subjek 3

Subjek merupakan seorang ibu rumah tangga. Ia termasuk dalam keluarga

yang berkecukupan. Subjek memiliki 3 orang anak. Anak subjek yang pertama

berusia sekolah. Saat ini tengah bersekolah di sekolah lanjutan di kota Semarang.

Anak subjek yang kedua saat ini berusia 12 tahun dan autis. Anak ini tidak

bersekolah, akan tetapi mengikuti suatu terapi khusus untuk anak autis. Anak

subjek yang ketiga masih duduk di bangku sekolah dasar.

Kondisi lingkungan rumah subjek sangat nyaman dan sejuk. Meskipun

berada di lingkungan kota Semarang yang panas dan bising, kompleks rumah

subjek tidak menunjukkan hal tersebut. Di sekitar rumah subjek masih terdapat

pohon besar yang rindang dan jalanan kompleks yang cukup lebar namun jarang

sekali ada kendaraan yang lalu lalang. Hal ini juga ditambah dengan letak rumah

subjek yang berada di ujung gang, sehingga minim sekali jumlah kendaraan yang

lewat.

Subjek memiliki tinggi badan sekitar 165 cm, namun berat badannya

sekitar 50 kg. Oleh karena itu, ia bisa dikategorikan cukup kecil. Selama proses

wawancara, subjek banyak bercerita tentang berbagai hal yang berhubungan

dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki anaknya yang autis. Wawancara

dengan subjek 3 ini selain dengan pola tanya jawab juga lebih berupa sharing

pengalaman subjek yang cukup banyak, sehingga peneliti tidak perlu

53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mengungkapkan banyak pertanyaan. Pada awalnya subjek menunjukkan sikap

yang kurang simpatik. Namun, ketika proses wawancara sudah berlangsung,

subjek menunjukkan antusiasme yang tinggi dan menceriterakan banyak hal

mengenai anaknya.

A.2.4 Subjek 4

Subjek merupakan seorang wiraswastawan pengusaha roti rumahan di kota

Semarang. Ia dapat digolongkan dalam keluarga menengah atas. Ia bekerja

membuat roti-roti kering pesanan. Subjek sendiri memiliki 3 orang anak. Anak

yang pertama kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di kota Bogor. Sementara

itu, anak subjek yang kedua bersekolah di perguruan tinggi swasta di kota Salatiga,

sedangkan anak subjek yang ketiga masih berusia 11 tahun, dan mengikuti

beberapa sesi terapi di beberapa lembaga yang berbeda.

Kondisi lingkungan subjek cukup tenang. Walaupun ia tinggal di kawasan

padat penduduk di Semarang, akan tetapi lingkungannya tidak menunjukkan

kebisingan yang berlebihan. Bahkan cenderung tenang dan nyaman. Letak rumah

subjek yang berada di dalam kompleks dan jauh dari hingar bingar jalan utama

juga menjadi salah satu faktor penunjang keadaan ini. Rumah subjek selalu

terbuka dan selalu menampakkan kegiatan setiap harinya. Pintu rumah tidak

pernah tertutup, sehingga apabila ada orang yang lewat, mereka selalu bisa

melihat kegiatan yang tengah dilakukan subjek di rumahnya.

Subjek memiliki tinggi badan lebih kurang 165 cm dan berat badan sekitar

60 kg. Pada saat proses wawancara berlangsung, subjek tampak menunjukkan

54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

respon yang bersahabat. Ia tidak terlihat takut mengungkapkan banyak hal

mengenai kondisi anaknya. Semua pertanyaan dari peneliti dijawab dengan penuh

keyakinan oleh subjek. Hanya saja, suami subjek yang kebetulan berada di sekitar

tempat wawancara menunjukkan sikap yang kurang bersahabat dan tampak

kurang senang dengan kehadiran peneliti. Namun, subjek tetap bersikap santai dan

bersahabat untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan.

B. Tahap Pengambilan Data

Setelah melakukan tahap pre-lapangan yaitu menyusun rancangan penelitian,

menetapkan lokasi, informasi dan responden serta menetapkan metode

pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap memasuki lokasi

penelitian.

1. Tahap pengurusan perijinan

Perijinan yang dilakukan melalui lembaga autis karena peneliti ingin agar

subjek penelitian memang benar memiliki anak yang didiagnosa autis.

Pengurusan perijinan dilakukan dalam beberapa hari. Hal ini dikarenakan

subjek penelitian berada di beberapa kota yang berbeda. Pada tahap ini,

peneliti juga mencari informasi pada lembaga tersebut mengenai gambaran

karakteristik subjek dan kondisi anak serta keluarga subjek.

2. Tahap catatan lapangan pre-penelitian

Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian meminta ijin perihal

proses wawancara yang akan dilakukan sekaligus mengenal subjek dan

keluarganya.

55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

3. Tahap pengumpulan data

Metode yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi langsung

pada saat wawancara dan proses perijinan berlangsung.

Tabel 4 Tahap pengumpulan data

No Tanggal Keterangan Lokasi 1 16 November

2006 Mengajukan ijin pada SLA Fredofios untuk wawancara subjek 1

SLA Fredofios Jalan Inderagiri Perumnas Condongsari, Seturan, Sleman

2 20 November 2006

Mengkonfirmasi ijin pada SLA Fredofios untuk wawancara subjek 1 dan meminta informasi mengenai subjek

SLA Fredofios Jalan Inderagiri, Perumnas Condongsari, Seturan, Sleman

3 23 November 2006

Menemui subjek 1 untuk meminta kesediaan wawancara dan observasi kondisi subjek dan lingkungan

Rumah Subjek 1 Perum APH Condongsari, Seturan, Sleman

4 26 November 2006

Wawancara dan observasi subjek 1

Rumah Subjek 1 Perum APH Condongsari, Seturan, Sleman

5 8 Januari 2007 Wawancara lanjutan dan observasi subjek 1 serta wawancara sumber lain untuk subjek 1

Rumah Subjek 1 Perum APH Condongsari, Seturan, Sleman

6 26 Maret 2007 Mengajukan ijin pada Elian Center untuk wawancara subjek 2

Elian Center Jalan Sokabaru, Purwokerto

7 29 Maret 2007 Mengkonfirmasi ijin pada Elian Center untuk wawancara subjek 2 dan meminta informasi mengenai subjek

Elian Center Jalan Sokabaru, Purwokerto

8 1 April 2007 Menemui subjek 2 untuk meminta kesediaan wawancara dan observasi kondisi subjek dan

Rumah Subjek 2 Perum Puri Hijau, Purwokerto

56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

lingkungan 9 4 April 2007 Wawancara dan observasi

subjek 2 Rumah Subjek 2 Perum Puri Hijau Purwokerto

10 11 April 2007 Wawancara lanjutan dan observasi subjek 2 serta wawancara sumber lain untuk subjek 2

Rumah Subjek 2 Perum Puri Hijau, Purwokerto

11 25 April 2007 Mengajukan ijin pada Star Kids Center untuk wawancara subjek 3 dan 4

Star Kids Center Jalan Mahesa Utara, Semarang

12 30 April 2007 Mengkonfirmasi ijin pada Star Kids Center untuk wawancara subjek 3 dan 4 serta meminta informasi mengenai subjek

Star Kids Center Jalan Mahesa Utara, Semarang

13 1 Mei 2007 Menemui subjek 3 untuk meminta kesediaan wawancara dan observasi kondisi subjek dan lingkungan

Rumah Subjek 3 Jalan Ganesa Barat, Semarang

14 8-9 Mei 2007 Wawancara dan observasi subjek 3

Rumah Subjek 3 Jalan Ganesa Barat, Semarang

15 10 Mei 2007 Menemui subjek 3 untuk meminta kesediaan wawancara dan observasi kondisi subjek dan lingkungan

Rumah Subjek 4 Jalan Beruang Barat Dalam, Semarang

16 15-16 Mei 2007

Wawancara dan observasi subjek 3

Rumah Subjek 4 Jalan Beruang Barat Dalam, Semarang

17 5 Juni 2007 Wawancara sumber lain untuk subjek 3 dan 4

Star Kids Center Jalan Mahesa Utara, Semarang

C. Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi

kemudian digabungkan dan dikategorikan berdasarkan aspek-aspek yang ada

dalam bentuk narasi.

57

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 1: Ibu Rumah Tangga

Individu Normal

Skema 2. Hasil Penelitian Pola Asuh pada Keluarga yang Memiliki Anggota

Keluarga yang Autis Subjek 1

- Individu normal 1 orang

- Anak pertama dari 2 bersaudara

- Memiliki hubungan yang akrab

dan sangat menyayangi

saudaranya yang autis

Individu Autis

- Individu yang memiliki gangguan perkembangan

- Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan individu seusianya

- Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang disekitarnya

- Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

• Menunjukan komitmen yang tinggi dalam memperkenal-kan keberadaan anggota keluarganya yang autis pada lingkungan

• Mengajak individu autis untuk mengenal lingkungan

• Memiliki hubungan yang dekat dengan kedua anaknya dan suami • Menjadi sosok sentral dalam rumah tangga • Berhasil membuat keluarga menerima keberadaan individu autis

Menerapkan Pola Asuh Autoritatif dengan memberikan totalitas untuk

mengasuh individu yang autis

• Berusaha membuat individu autis merasa nyaman

• Memberikan perhatian yang lebih besar pada individu yang autis daripada sebelumnya

• Memberikan kebebasan pada individu autis untuk melakukan apa yang diinginkannya

• Menjadi individu yang tenang

• Mudah beradaptasi dengan lingkungan baru

• Memahami beberapa aturan lingkungan

58

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

C.1 Subjek 1

A. Pemahaman Tentang Autis

Subjek menganggap autis sebagai masalah perilaku. Ia tidak setuju jika autis

disebut sebagai penyakit. Oleh karena itu, subjek berusaha menyadarkan orang tua

anak autis untuk mengubah pandangan bahwa autis itu bukan merupakan suatu

penyakit. Hal ini terdapat dalam hasil wawancara:

Sebenernya autis itu bukan penyakit. Itulah yang sebenarnya orang tua harus disadarkan. Ini bukan penyakit, ini masalah perilaku. (WS 1. G. 85-88) Subjek meyakini demikian, karena ia mendapatkan dukungan dari seorang

ahli yang mengatakan bahwa autis merupakan gangguan otak, dimana ada bagian

yang terputus. Jadi bukan merupakan suatu penyakit dan tidak ada korelasinya

dengan makanan. Hal ini terdapat dalam hasil wawancara:

Trus itu ada dokter ahli syaraf di Ali sadikin, dia juga menangani autis dia juga gak setuju. Tidak ada korelasinya katanya, ditunjukin..nih autis itu diotaknya itu seperti ada bagian yang terputus, jadi tidak ada hubungan dengan makanan. (WS 1. G. 45-51) Pendapat yang demikian, menimbulkan ketertarikan subjek pada dunia autis.

Selama 17 tahun ia sudah mengasuh anak autis dan selama itu juga ia mencari

informasi mengenai banyak hal yang berhubungan dengan dunia autis. Dengan

demikian, pemahaman subjek tentang dunia autis ini cukup besar. Keingintahuan

subjek ini dikarenakan subjek merasa menyesal bahwa ia kurang tanggap ketika

anaknya divonis menderita autis. Ia merasa waktu itu dia tidak tahu apapun

tentang anak autis. Dengan demikian ia menjadi termotivasi untuk terus

mengembangkan informasi dunia autis, karena ia merasa bahwa ia dulu

59

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mendapakan informasi yang sangat terbatas tentang autis. Hal ini terlihat dari

hasil wawancara:

Padahal saya waktu itu belom tau apa itu autis. Apaan lagi.....ya jaman tahun segitu ya..... kan belom banyak informasi yang mengatakan tentang autis. (WS 1. A. 54-58) Ketidaktahuan subjek tentang autis ketika itu membuatnya berusaha untuk

mencari tahu dan memberikan yang terbaik bagi perkembangan anaknya. Akan

tetapi, ketidaktahuan subjek tentang autis tidak menjadikannya percaya begitu saja

apa yang dikatakan para ahli. Seperti halnya dengan penanganan anak autis.

Subjek juga tidak mau begitu saja mengikuti anjuran para ahli. Ia merasa tidak

semua yang dikatakan ahli itu benar. Selai itu, masalah pantangan juga menjadi

perhatian subjek. Ketika ada ahli yang mengatakan tentang pantangan, ia tidak

begitu saja mengikutinya. Hal ini terlihat dari:

……saya gak setuju makanya saya kurang setuju sama ABA itu loh….ABA…itu yang dipaksa-paksa untuk ngeliat (sambil memegang kepalanya memberi contoh). Saya gak setuju itu karena dulu pernah adik ipar saya anaknya juga gitu. Trus dia bawa dua orang terapis. Trus anaknya diteriak-teriakin dan dipaksa gitu, trus saya bilang “eh kok anakmu digituin aku gak setuju”…soalnya katanya ada dokter yang anaknya sembuh karena ABA, padahal terakhir baru tau kalau anaknya bukan autis…..(WS 1.A. 244-257) ....itukan penelitiannya diluar, belum ada di Indonesia dokter atau psikiater yang meneliti makanan yang cocok buat anak autis apa…belum ada kan…hanya diadopsi dari luar, internet. Misalnya kasein dari susu, terus tepung terigu, kentang katanya ada zat yang bisa membuat mereka ketagihan, saya bilang itu bohong. Dulu O susu gak masalah, kentang juga. Dulu O hiperaktif kan terus berkurang dengan adanya kegiatan tidak ada hubungannya dengan makanan. Dulu juga tidak dikasih obat sama dokternya disana, dari itu sampai sekarang gak pernah dikasih obat. (WS 1. G. 12-27)

Pada saat ini, subjek merupakan seorang yang sangat mencintai dunia autis.

Dia sangat tertarik untuk memajukan pendidikan bagi anak autis di Indonesia,

60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

terutama di Yogyakarta. Hal ini terbukti dari keseriusan subjek membangun dunia

pendidikan anak autis dengan mendirikan sekolah khusus yang diperuntukan bagi

anak autis usia remaja. Dari sini menunjukan bahwa subjek memiliki perhatian

yang serius dengan dunia pendidikan anak autis di Indonesia. Subjek berusaha

mengajarkan kemandirian pada mereka, supaya anak-anak autis ini bisa

berkembang dengan maksimal dan mengurus kebutuhan hidupnya sendiri. Hal ini

tampak dari:

Subjek merupakan seorang ibu yang sangat perduli dengan dunia autis. Saking pedulinya, subjek sampai mendirikan sekolah lanjutan autis di dekat rumahnya (OS 1. 59-63) Ada…..mulai usia 12 - 22 tahun. Tapi kita juga mempersiapkan untuk selamanya. Kaya ini sekarang mereka lagi diajarin magang….biar nanti bisa kerja (WS 1. AH. 1-5) Alasan subjek untuk mendirikan sekolah autis adalah karena ia merasa

pemerintah kurang memperhatikan pendidikan bagi anak –anak autis, terutama

mereka yang sudah besar. Dengan demikian, mereka menjadi terbengkalai.

Padahal, ia sendiri memiliki seorang anak autis yang sudah cukup dewasa.

Disamping itu, subjek juga cukup aktif untuk terlibat dalam kegiatan yang

berhubungan dengan dunia autis. Subjek beberapa kali bahkan tampil sebagai

pembicara dalam seminar-seminar tentang autis. Hal ini tampak dari:

Alasan subjek mendirikan sekolah autis adalah karena di Indonesia anak autis yang sudah besar kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang sesuai. Padahal subjek memiliki anak autis yang berusia 19 tahun. Dengan demikian, untuk menjamin masa depan puteranya itu, subjek bersama beberapa orang mendirikan sekolah lanjutan autis dan mengelolanya. (OS 1. 63-73) ...subjek juga aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan perkembangan diri anak autis. Subjek juga beberpa kali menjadi pembicara atau narasumber bagi peserta seminar mengenai autis... (OS 1.41-46)

61

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

A.1. Pemahaman Subjek akan Kondisi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek mengerti betul keadaan anaknya. Ia paham bahwa anaknya tidak bisa

makan banyak variasi makanan. Oleh karena itu, ia berusaha memberikan yang

terbaik sekalipun itu harus melanggar pantangan yang umum diberikan pada anak

autis. Hal ini terlihat dari hasil wawancara:

Iya. Karena sudah saya bilang tadi anak saya cuman bisa makan-makanan yang terbatas, jadi saya nggak membatasi hal itu. Kasian dia mau makan apa nanti kalo saya batasin. Toh nyatanya baik-baik saja dia walaupun nggak dikasih pantangan apapun (WS 1. H. 1-7) Subjek tidak mengkuti anjuran para ahli untuk melakukan pantangan bukan

tanpa alasan. Subjek sangat menyayangi anaknya dan merasa memahami betul

kondisi anaknya, maka ia tidak mengikuti anjuran dari para ahli tersebut. Jadi,

bukannya subjek menentang para ahli, akan tetapi lebih karena ia merasa sayang

pada anaknya sehingga ia mencoba mencari jalan yang terbaik untuk menangani

anaknya. Selain itu, subjek juga telah selama 20 tahun mengasuh anak autis,

namun ia tidak pernah mengalami kesulitan apapun, sekalipun anaknya melanggar

pantangan. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Saya yang sudah hampir 20 tahun punya anak yang begini nggak pernah mengalami apa yang katanya mereka kalo melanggar pantangan anak autis jadi lebih agresif dan sulit konsentrasi.......nggak. (WS 1. G. 94-99)

62

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B. Pengasuhan Anggota Keluarga yang Autis

B.1 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek menerapkan pola asuh autoritatif untuk mengasuh anaknya di

rumah. Subjek membantu perkembangan anaknya dengan memberikan kebebasan

bagi anaknya yang autis untuk melakukan apa yang dia mau. Kebebasan yang

diberikan diwujudkan subjek dengan cara berusaha untuk memenuhi apa yang

diinginkan anaknya supaya anaknya ini bisa mempelajari banyak hal. Hal ini

terungkap dari wawancara:

Waktu saya belian organ, si O ngikut-ngikut. Dan saya tau….bairkan dia main kan….eeee ko ada iramanya… jadi saya biarkan aja dia main. Saya itu, buat O ga pernah melarang dia. Alat-alat gitu mau dimainin ya silahkan. Seperti organ, gitar….kebetulan O kan nggak pernah lempar-lempar ya. Sampai mainannya aja dia nggak pernah lemparin (WS1. AB. 7-17) ....Jadi untuk kegiatan yang boleh dan gak boleh itu semua saya bolehin, semua makanan…duren saya suruh cicipin, biar kemana-mana pun nanti dia bisa…memang kalau pas dia di kota semuanya ada, kalau misalnya dia pas di kampung, gak ada kentang (WS 1. G. 32-39) Kebebasan yang diberikan subjek pada anaknya yang autis, bukan berarti

subjek ingin memanjakannya. Ia memenuhi kebutuhan anaknya tapi juga

menyesuaikan dengan kemampuannya. Subjek hanya memenuhi kebutuhan yang

memang benar-benar disukai oleh anaknya. Hal ini terungkap dari hasil

wawancara:

.......Tapi emang kalo udah keliatan dia mau….ya sudah saya belikan. Kaya ini majalah angkasa. Asalkan dia suka pasti saya belikan. Karena kalo dia suka….pasti dibaca sama dia gitu loh. Karena kalo O milih pasti dibaca. Walaupun udah selesai….pasti nanti dibaca lagi. (WS1. AF. 19-26)

63

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Akan tetapi, kebebasan yang diberikan subjek tetap ada batasannya.

Subjek tidak membiarkan anaknya yang autis melakukan apapun yang ia mau,

namun tetap berusaha untuk memberikan batasan dan mengendalikan perilakunya.

Seperti halnya untuk masalah toilet training. Subjek berusaha untuk

mengendalikan perilaku anaknya supaya bisa buang air dengan benar pada

tempatnya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Oh ya dulu…dulu kalau waktu di Inggris kemana-mana dia selalu pake pampers kan, tapi pas dia udah agak gede gak lagi....trus setelah itu dijam-jam-in. Kalau udah jamnya ya saya taruh ke kamar mandi. Trus biasanya saya liat mimic mukanya kan keliatan kalau misalnya dia mau kebelakang, ya saya ajak ke kamar mandi. Tapi sekarang udah gak masalah. Tapi lama itu lama sekali, tapi dia habis itu jarang ditempat tidur mungkin karena dibiasain ya. Jam segini ini, asal dia tau tempatnya ya, waktu umur 6-7 tahun gitu udah bisa sendiri. (WS 1. S 1-15) Cara mengasuh anak dengan memberikan kebebasan bagi mereka ini,

membuat subjek merasa ia telah memberikan kesempatan bagi anaknya untuk

berkembang dengan lebih baik dan mandiri. Hal ini dikarenakan pengalamannya

semasa kecil dulu, dimana subjek tumbuh di dalam keluarga yang cukup besar,

sehingga mereka kesulitan untuk berkembang karena keterbatasan sarana dari

orang tuanya. Berkaca dari pengalamannya itu, subjek menginginkan anak-

anaknya bisa menjadi anak yang berkembang dengan lebih baik. Oleh karena itu,

subjek banyak memberikan kebebasan dan dukungan pada mereka. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

Gini…..waktu aku kecil dulu….. anaknya kan 14…..(tertawa) jadi mau apa gitu kan susah gitu ya….terus bapaknya juga gitu juga kan dulu. Ya…..dia kan dulu ada banyak adek gitu……jadi fasilitas kan terbatas gitu. Kalo saya sih bapak saya yang streng….maksudnya ini banget ya….tentara sih ya…..apa-apa…..jam 1 harus di rumah. Sampe anak laki mau kerumah aja takut. Kita kan ngalamin dulu…..jadi saya nggak mau anak saya

64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

ngalamin itu…..gitu loh. Yang penting dia diberikan tanggung jawab gitu aja sih. (WS 1. AC. 1-15) Meskipun memiliki anak autis, bukan berarti subjek membedakan

perlakuan pada anak-anaknya. Yang penting bagi subjek, ia ingin agar anaknya

yang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban bagi anaknya yang normal. Hal

ini tampak pada hasil wawancara:

Disamaratakan…..khusus itu mengenai O, kita sudah bilang sama dia….jangan sampai jadi beban buat dia. Jadi makanya kita bikin sekolah buat O….biar si O bisa belajar kemandirian…..biar dia bisa sendiri (WS 1. AE. 1-6)

B.2 Perlakuan pada Anggota Keluarga yang Autis

Ketika mengetahui anaknya autis, subjek masih belum memahaminya. Hal

ini dikarenakan pemahaman subjek tentang autis kala itu memang masih terbatas.

Akan tetapi, ketika subjek sudah mengetahui tentang autis, ia justru berusaha

membuat anaknya merasa nyaman. Ia memberikan perhatian yang lebih besar

pada anaknya. Kemanapun subjek pergi, anaknya ini selalu bersamanya Hal ini

terlihat dari wawancara:

Setelah ada diagnosis seperti itu, maka saya memberikan perhatian yang lebih pada anak saya. Kemana-mana selalu saya ajak. Saya nggak pernah ninggal dia (WS 1. A. 112-116)

Ketika anaknya didiagnosa dokter autis, maka subjek berusaha untuk

memberikan hampir seluruh perhatiannya pada anaknya ini. Subjek bahkan

sampai berhenti kerja agar ia bisa memberikan perhatiannya bagi anaknya yang

autis ini dan pada akhirnya mendirikan sekolah. Hal ini sesuai dengan hasil

wawancara:

Setelah saya coba 2 tahun (cuti-red), saya lihat merekanya banyak perubahan lah. Sesudah bener-bener saya untuk dia. Akhirnya saya

65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

putuskan untuk berhenti Sejak itu ya udah…..hanya untuk ngurusin dia aja. Sampai akhirnya tahun 2003 saya bikin sekolah sendiri itu (WS 1.V. 39-42. 45-48)

Subjek memberikan perhatian kepada semua anaknya karena ia merasa

bahwa orang tua memegang peranan penting dalam perkembangan diri anak.

Terlebih bagi anaknya yang autis. Hal ini terlihat dari hasil wawancara:

Jadi makanya saya bilang peran orang tua tuh gede banget kalau anak seperti itu (WS 1. A. 343-345)

B.3 Cara Mengasuh Anggota Keluarga yang Autis

Subjek banyak menggunakan berbagai karakteristik yang terdapat dalam

diri anak autis untuk mengasuh anaknya tersebut. Hal ini membantu subjek untuk

sedikit banyak mendidik anaknya suapaya ia bisa berkembang menjad lebih baik.

B.3.1 Memaksimalkan Visual Thinking

Subjek memahami bahwa anak autis mengalami kesulitan untuk

berkomunikasi dan membayangkan sesuatu dalam pikiran mereka. Oleh karena itu,

subjek sering menggunakan contoh yang melibatkan dirinya untuk mengajarkan

anaknya ini sesuatu hal yang baru. Dengan menggunakan contoh-contoh ini,

anaknya dapat lebih mudah menangkap dan melakukan apa yang kita ajarkan. Hal

ini terlihat dari hasil wawancara:

“Walaupun mengkerut dia tapi mau…”mama minum, papa juga minum, semua minum, ini kan obat..” dia minum. Jadi kalau banyak orang yang minum dia mau minum. Jadi kalau udah rutin gitu alhamdulilah gak usah diajar” (WS 1. I. 21-27)

B.3.2 Keinginan untuk selalu sama

Subjek memahami jika anak autis memiliki sebuah rutinitas yang statis

dan kurang bisa mentolerir adanya perubahan. Hal ini berlaku juga bagi anak

66

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

subjek. Akan tetapi, subjek tidak merasa kesulitan untuk mengubah rutinitas yang

biasa dilakukan anaknya ketika tiba-tiba ada suatu hal yang harus dilakukan.

Anaknya dengan mudah akan menuruti apa kata subjek. Proses ini tidak

berlangsung cepat dan instan, namun membutuhkan proses yang cukup lama dan

penuh kesabaran. Dengan pola demikian, subjek bisa mengendalikan anaknya

untuk bisa mengerti keadaan dan tidak harus selalu menuruti keinginan anaknya

ini. Hal ini terungkap melalui hasil wawancara:

Kadang-kadang dia bingung mungkin….tapi selalu dibilangin nanti kita ke Malioboro ya….gitu ya….trus tiba-tiba berubah trus ke Makro, dia kan tau jalan ke Malioboro arahnya kemana trus arahnya berubah dia bilang “O ke Malioboro….” Trus dibilangin “enggak nak kita ke Makro…” sampai tiga kali trus akhirnya oke. Dulu itu tiga kali, tapi kalau sekarang satu kali udah. (WS 1. J. 1-10)

B.3.3 Menggunakan Sensory sensitivities menjadi Kelebihan

Subjek mengerti bahwa anak autis pada umumnya memiliki ketakutan

yang berlebihan pada sesuatu hal. Hal ini dikarenakan mereka memiliki tingkat

sensitifitas yang lebih dibandingkan dengan orang normal. Anak subjek ini juga

memiliki ketakutan yang sama. Ia mengalami ketakutan yang sangat besar ketika

berada di tempat yang gelap. Oleh karena itu, subjek mengajarkan dengan

perlahan untuk mengenali tempat-tempat yang gelap, sehingga lama kelamaan

anaknya ini menjadi terbiasa. Hal ini terlihat dari hasil wawancara:

Waktu itu pas kita di Inggris di tempat untuk patung lilin itu kan gelap, nangis dia disitu…nangis terus. Tapi terus saya bawa ke suasana gelap dan saya bilang ini gak apa-apa. Sekarang lama-lama gak apa-apa. (WS 1. A. 345-350)

67

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B.3.4 Menunjukkan Sikap Penuh Perhatian dan Kasih Sayang Subjek pada

Anggota Keluarga yang Autis

Subjek menerapkan sikap penuh perhatian dan kasih sayang pada setiap

kesempatan ia berelasi dengan anaknya yang autis. Subjek berusaha untuk

memperhatikan aktivitas anaknya. Dengan demikian, ia mengetahui kegiatan

anaknya dan bisa segera mencari alternatif kegiatan ketika anaknya mulai bosan..

Selain itu, Sikap penuh perhatian dan kasih sayang subjek yang paling menonjol

adalah keputusan subjek untuk mendirikan sekolah lanjutan khusus anak autis

bagi anaknya. Subjek melakukan ini karena ia merasa bahwa anak autis yang

sudah besar kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang sesuai. Hal ini

terungkap dalam:

kemarin kan saya cari puzzle…ini kan lama-lama dia bosen sama PS ini kan. Kadang-kadang dia bosen, duduk aja gitu kan..trus saya pikir “apa ini….?” Trus saya cari puzzle, yang kecil-kecil yang ada 1000. sebentar itu dia ngerjainnya. Seneng dia kalo gitu. Jadi kemarin di Jakarta saya cari yang kecil-kecil gambarnya menara Eiffel (WS 1. C. 33-42) Alasan subjek mendirikan sekolah autis adalah karena di Indonesia anak autis yang sudah besar kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang sesuai. Padahal subjek memiliki anak autis yang berusia 19 tahun. Dengan demikian, untuk menjamin masa depan puteranya itu, subjek bersama beberapa orang mendirikan sekolah lanjutan autis dan mengelolanya. (OS 1. 88-99)

B.3.5 Memahami Kebutuhan dan Kemauan Anggota Keluarga yang Autis

Subjek memahami jika anak autis mengalami kesulitan mengungkapkan

keinginannya. Oleh sebab itu, subjek berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan

dan kemauan anaknya tanpa harus anaknya meminta lebih dahulu. Akan tetapi,

kebutuhan dan kemauan yang dipenuhi itu adalah kebutuhan yang benar-benar

bisa mendukung perkembangan diri anak mereka yang autis. Subjek tidak segan

68

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

untuk memberikan banyak barang yang mahal-mahal, asal itu bisa medukung

perkembangan diri anaknya tersebut. Subjek juga berusaha memenuhi semua

kebutuhan itu tanpa harus anaknya meminta labih dahulu. Hal ini terungkap dari

hasil wawancara:

tapi ya memang semua harus disiapkan. Jadi dari dulu memang makanan yang dia suka saya siapkan di meja. Jadi kalau dia mau dia ambil, jadi gak begitu ngerepotin. Makanya tergantung banget sama orang tua lah…kalo terapis itu hanya membantu aja…sekarang kalau dia belum ngomong saya udah tau. (WS 1. F. 16-24)

Termasuk O…..O itu saya siapkan apa yang memang dia butuhkan. Seperti ini ya…alfa link, terus alat-alat lukis….semua itu memang saya ambil yang maksimal….yang bagus. Tapi saya lihat dulu bakatnya dia….bukan saya beli tapi nggak kepake gitu. (WS 1. AF. 13-19) Selain itu, subjek juga bisa memahami keinginan anaknya ini sebelum ia

mengungkapkannnya. Dengan demikian, anak subjek ini tidak mengalami

kesulitan yang berarti ketika ia menginginkan sesuatu, sebab subjek sudah bisa

memahami maksud anaknya ini dengan baik. Hal ini baik bagi anak autis, sebab

mereka mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keinginannya dengan baik.

Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Jadi kalo dia ini dari dulu memang dekat dengan saya, dari dulu dari belum bisa ngomong saya udah tau dia maunya apa sekarang kalau dia belum ngomong saya udah tau. (WS1. A. 261-263)

C. Hubungan dengan Anggota Keluarga

Hubungan antar anggota keluarga ketika mengetahui salah satu anaknya

autis pada awalnya kurang berjalan mulus. Kedekatan subjek dengan anaknya

yang autis ini mengakibatkan rasa cemburu dari anggota keluarga yang lain.

Selain itu, rasa malu juga mengakibatkan hubungan antara anak autis dengan

69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

saudara dan ayahnya tidak berjalan sebagaimana sebuah keluarga. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

“Kalau dulu pernah dia sama bapaknya kayak musuhan. Karena bapaknya dulu gak tau kalau autis. Terus dia apa-apa sama ibunya. Saya juga mikirnya karena masih kecil kemana-mana maunya ikut ibunya” (WS 1. C. 55-60) “Trus si M masuk SMP pindah ke SMP 5 sini, disana dia juga masih malu. Kalau saya datang jemput dengan O dia protes..”kenapa O dibawa” trus saya bilang “kenapa…..O kan anak mama juga, mama aja gak malu.” (WS 1. D. 31-37) Usaha subjek untuk menyelaraskan hubungan antara anaknya yang autis

dengan anggota keluarga yang lain tidak pernah berhenti. Subjek selalu berusaha

untuk menjelaskan pada keluarga mengenai anaknya itu. Meskipun mendapat

berbagai respon negatif dari keluarganya, namun subjek tetap berusaha untuk

memberikan pengertian-pengertian tentang kondisi anaknya yang autis pada

keluarganya. Kesabaran dan keteguhan subjek untuk memberikan pemahaman

pada keluarganya membuahkan hasil yang maksimal dalam hubungan antar

anggota keluarga. Hal ini tampak dari:

”orang mama aja gak malu punya anak seperti ini, orang lain ngomong apa biarin aja.” Trus lama-lama sambil ngasih pengertian, lama-lama gak apa-apa. Malah pas udah kelas 3 SMP itu, temen-temennya diajak ketemu sama O. Malah terakhir SMA itu ada apa sih namanya…ekstra…ya sosial itu lah…malah datang ke rumah semua, dia udah gak apa-apa. Kadang dia nganterin O ke sekolah, kalau sabtu kan ada outing, dia nganter, kan dia bawa mobil…udah gak apa-apa. Tapi memang butuh waktu juga, lama itu. Sekarang dia ngomong dia mau nikah sama orang yang mau menerima adiknya.” (WS 1. D. 38-54) “Sekarang suami saya sudah mulai memahami apa itu autis.....dan sudah mulai mengerti bagaimana memperlakukan anaknya ini.” (WS 1. O. 14-17)

70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Pernyataan subjek tersebut, diperkuat oleh pernyataan anak subjek yang

normal. Ia menunjukkan rasa sayangnya pada saudaranya yang autis ini dengan

mengatakan akan mengurus saudaranya ini jika orang tuanya sudah tidak ada.

Bahkan ia mengatakan pada seseorang jika ia menikah nanti, suaminya itu harus

bisa menerima adiknya yang autis ini. Hal ini terlihat dari:

Aku waktu itu dah mulai kepikiran......”besok kalo mamah sama papah dah nggak ada, siapa yang mau ngurusin O ya??” akhirnya ya udah....aku jadi mulai sayang sama O. Terus aku mulai bisa nerima O apa adanya.....sampe sekarang (WSL. S1. C.4-12) Aku bilang ke sopir taksi tu.....”besok kalo aku punya cowok atau suami harus yang bisa sayang sama menerima O apa adanya. (WSL.S1.B .8-12)

Pada akhirnya, hubungan subjek dengan anaknya yang autis tetap berjalan

dengan baik, namun hubungan dengan anggota keluarga yang lain juga bisa

berjalan dengan baik. Subjek selalu menyempatkan diri selama beberapa kali

dalam setahun untuk mengunjungi tempat suaminya bekerja. Akan tetapi, jika ia

sedang pergi, ia juga tidak melupakan tanggung jawabnya dirumah untuk

memperhatikan anaknya, terutama yang autis. Hal ini tampak dari:

Selain dirumah, subjek beberapa kali dalam setahun juga pergi menemani suaminya yang bekerja di luar pulau. Ketika menemani suaminya ini, subjek akan pergi meninggalkan rumah dan anak-anaknya selama lebih kurang 1 minggu (OS 1. 47-53)

Ya kalo mamah nelpon nggak papa. Pokoknya tu kalo mamah pergi, yang penting mamah nelpon setiap hari dan 3 kali sehari......O pasti seneng.(WSL. S1.F.1-5)

71

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D. Hubungan dengan Lingkungan

D.1 Hubungan Subjek dengan Lingkungan

Subjek selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Ia

tidak ingin anaknya terkucil dari lingkungan maupun keluarga besarnya. Oleh

sebab itu, subjek selalu memperkenalkan dan menjelaskan kondisi anaknya pada

orang-orang yang ada disekitarnya. Subjek juga tidak pernah merasa malu akan

keadaan anaknya, sehingga ia merasa anaknya memiliki kesempatan untuk

mengenal dunia luar. Hal ini terlihat dari hasil wawancara subjek, yaitu:

“Saya selalu memperkenalkan dia pada semua orang dan saya bilang apa adanya saja pada mereka. Buktinya, mereka malah bisa mengerti dan menerima O. Dulu waktu di Inggris, saya senang bawa dia jalan karena orang-orang disana sudah paham dan mudah diberi tahu. Mereka kalo tanya cuman saya jawab “ ya anak saya ini memiliki special needs” mereka sudah paham dan akan memperlakukan dengan khusus” (WS 1. M. 7-18) “Kalau perasaan malu sih saya gak pernah punya perasaan malu. Cuma kalau ada orang nanya dia kenapa ya saya beritahu. Jadi kalau di pupuk Kaltim itu semua kenal dia. Jadi pokoknya saya bilang ke teman-teman kalau anak itu punya kelebihan, anak itu adalah anugerah. Anak itu gak punya dosa, soalnya dia gak mikir apa-apa sih, yang penting makan, kebutuhannya” (WS 1. Q. 7-17)

Usaha subjek untuk mengenalkan anaknya ini dikarenakan subjek merasa

bahwa anaknya memiliki kesempatan untuk mengenal lingkungan dan bergaul

dengan lingkungan yang ada disekitarnya. Selain itu, ia juga ingin mengajarkan

pada anaknya tentang relasi sosial, yang merupakan suatu hal yang menjadi

kekurangan bagi anak autis. Hasilnya, anak subjek ini menjadi seorang anak yang

mudah beradaptasi ketika ia harus memasuki lingkungan yang baru. Hal ini

terlihat dari hasil wawancara:

72

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Kalau sekolah senang dia, kalau di sekolah kata gurunya dia lebih mudah beradaptasi, daripada anak lain. Mungkin karena sering dibawa kemana-mana itu kali ya (WS 1. R. 9-14) “Kalo ke undangan perkawinan itu gak apa-apa, malah dia lebih gede dari bapaknya, salaman itu gak masalah. Ngantri makanan, ambil sendiri itu gak masalah bisa sendiri.” ( WS 1. A. 350-355) Usaha yang dilakukan subjek ini bukan tidak menemui hambatan. Subjek

mengatakan bahwa ia membutuhkan perjuangan yang lebih besar untuk

menjelaskan keadaan anaknya pada lingkungan di Indonesia. Akan tetapi, ia

mendapat kemudahan dari masyarakat ketika ia berada di Inggris. Namun, ia tetap

berusaha dan berhasil meyakinkan banyak orang mengenai keadaan anaknya dan

masyarakat justru bisa menerima keberadaan anaknya itu apa adanya. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

“Waktu di Indonesia perlu perjuangan lebih walaupun O sudah lebih besar dan lebih kalem daripada waktu di Inggris. Tapi orang-orang disini tidak semua memahami dan bisa menerima. Dan, kalo nggak begitu ya mereka tidak akan pernah mengerti. Kaya waktu kemaren saya kondangan di Jakarta, saya ajak dia. Disana orang-orang malah bisa bercanda sama O. Karena mereka sudah tau dan sudah kenal O” (WS 1. M. 22-23) “Waktu puasa, kan kita biasanya males ya taraweh ke mesjid, trus kita bilang “O kita tarawehnya di rumah aja ya…” dia gak mau maunya di mesjid. Ya udah kita jadi ngikutin dia semua. Sebenernya baik juga ya, kita jadi rajin taraweh. Tapi kalau pas ada bapaknya dia di tempat yang cowok tapi kalau gak ada ya dia sama saya di tempat yang cewek. Tapi semua orang di sini udah tau dan gak apa-apa O disitu” (WS 1. R. 26-36) Mengenalkan anak autis pada lingkungan bukan perkara yang mudah.

Subjek harus benar-benar berhati-hati dalam menjelaskan keadaan anaknya pada

lingkungan. Tidak semua orang bisa menerima penjelasan dari subjek. Apalagi

orang tertentu yang memiliki kebiasaan khusus. Subjek hanya berani membawa

73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

dan mnegenalkan anaknya pada teman-teman dekatnya saja. Hal ini terlihat dari

hasil wawancara:

Dulu kan dia gitu, masuk rumah orang, masuk kamarnya, saya bilang kalau dia cuma pengen tau aja, ya udah mereka gak apa-apa. Tapi saya liat dulu orangnya, kalau orangnya gimana gak saya bawa kesitu. Misalnya orangnya terlalu bersihan, takut gitu ya gak saya bawa kesitu. Jadi saya bawa dia ke teman-teman saya yang tau saya deket (WS1.L. 17-26)

D.2 Pengenalan Anggota Keluarga yang Autis pada Lingkungan

Sekalipun memiliki seorang anak yang autis, subjek tetap berusaha

memperlakukannya seperti orang normal. Ia tidak segan-segan untuk mengajak

anaknya pergi ke berbagai acara yang ia lakukan. Hal ini dikarenakan agar

anaknya ini menjadi terbiasa dengan berbagai aturan yang ada di masyarakat,

sehingga tidak selalu melakukan sebuah rutinitas dan selalu tampil dengan sebuah

kesamaan dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari hasil wawancara:

Trus kalau saya bilang topinya gak usah dipake ya gak dipake sama dia. Maksudnya ya biar dia beradaptasi gak usah selalu pake topi. Seperti kemarin waktu ke kawinan “O pake topi” saya bilangin “enggak nak kalau ke kawinan gak usah pake topi”…gitu (WS 1. K. 6-12) Setelah anak subjek bisa memahami berbagai aturan yang ada di dalam

masyarakat, ia juga berusaha untuk membuat anaknya ini menjadi mandiri. Subjek

sampai rela mendirikan sekolah lanjutan khusus bagi anak autis berusia remaja

supaya mereka bisa belajar banyak hal dan menjadi mandiri. Satu hal yang

diinginkan subjek adalah ia ingin agar anaknya ini bisa memenuhi kebutuhannya

sendiri, sehingga tidak merepotkan saudara-saudaranya pada nantinya. Hal ini

terlihat dari hasil wawancara:

74

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Ada…..mulai usia 12 - 22 tahun. Tapi kita juga mempersiapkan untuk selamanya. Kaya ini sekarang mereka lagi diajarin magang….biar nanti bisa kerja. Jadi 2 hari disini terus 2 hari disana…gitu. Sebenernya kami juga punya rencana untuk kedepannya. Tapi belom ada dananya. Rencananya kami pengen bikin semacam hotel kecil….katakanlah 10 kamar gitu…..jadi mereka bisa kerja disitu. Jadi ada yang bisa kerja cleaning sevice, ada yang di kantor, di kantinnya atau kasir. Yang penting bagi saya….O ini nggak membebani M kedepannya. Atau membebani adik-adik saya. Mereka mungkin hanya monitor aja (WS 1. AH. 1-17)

75

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 2: PNS

Individu Normal - Individu normal 2 orang

- Anak pertama dan kedua

- Anak pertama perempuan memiliki

relasi yang cukup akrab, namun

sekarang berkuliah di luar kota.

Anak kedua laki-laki kurang begitu

akrab dengan adiknya yang autis.

Individu Autis

- Individu yang memiliki gangguan perkembangan

- Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan individu lain seusianya

- Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang disekitarnya

- Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

Skema 3. Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Anggota

Keluarga yang Autis Subjek 2

• Tidak membedakn perlakuan antara individu yang autis dengan saudaranya yang normal.

• Perhatian dan kasih sayang yang diberikan subjek pada individu membuat hubungan mereka semakin dekat

Menerapkan Pola Asuh Autoritatif dengan sedikit ketegasan dan memaksimalkan relasi

dengan individu yang autis meskipun memiliki waktu yang terbatas

• Memiliki hubungan yang baik dan hangat dengan lingkung-an • Tidak pernah menutupi keberada-an individu autis.

• Tidak berubah dan tidak menolak keberadan individu yang autis • Berusaha memberikan perhatian yang terbaik,

sabar dan telaten • Berusaha untuk mencari cara penanganan yang

terbaik, mulai dari medis, alternatif sampai terapi • Kerapkali marah dan membentak jika melihat

tingkah individu autis jika tidak bisa diberitahu dan sudah mulai mengacau

• Hiperaktif dan sulit berelasi dengan orang lain

• Cenderung untuk menyakiti orang lain

76

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

C.2 Subjek 2

A. Pemahaman Tentang Autis

Subjek memahami tentang autis atas penjelasan dari orang lain. Pada

awalnya ada orang yang memberitahu subjek tentang autis ketika orang tersebut

melihat kondisi anak subjek. Dari situ ia berusaha mencari tahu tentang berbagai

hal yang berhubungan dengan autis. Setelah dirasakan cukup mendapat informasi,

subjek kemudian mencoba untuk memeriksakan anaknya pada ahlinya untuk

mendapatkan kepastian keadaan anak terbut. Hal ini terungkap dalam wawancara:

saya coba cari tau kenapa….eh ada orang yang bilang kalo siapa tau anak ini autis. Saya jadi bingung autis itu apa….terus saya coba cari informasinya. Terus itu…saya dapat informasi itu…..terus saya coba periksa ke Margono. Baru ketahuan itu sekitar umur 3 tahunan kalo dia autis-hiperaktif. (WS 2. D. 13-20)

Subjek memiliki inisiatif untuk mencari tahu autis secara lebih mendalam

dengan bertanya pada ahlinya dan mencari informasi dari buku dan teman-teman

subjek yang dianggap mengerti. Usaha subjek ini dikarenakan ia ingin

memberikan perhatian dan penanganan yang tepat bagi anaknya. Berbagai

informasi subjek kumpulkan untuk memperoleh banyak hal yang positif, yang

mendukung perkembangan anaknya. Hal ini terlihat dalam wawancara:

Jadi saya bingung gitu. Autis itu apa….akhirnya saya cari tau gitu. Saya tanya-tanya ke dokter yang memeriksa F ini. Terus saya juga coba cari informasi dari buku dan teman-teman saya. Setelah dapat informasi itu, kemudian saya dapet informasi kalo di Margono sendiri ada Terapinya untuk anak-anak autis ini. Kemudian saya cari informasi dan saya bawa anak saya kesitu. (WS 2. B. 13-22) Subjek memiliki kemauan yang cukup besar dalam mencari informasi

tentang autis. Dengan demikian, subjek sedikit banyak telah mengetahui bahwa

anaknya autis melalui berbagai ciri yang nampak, sebelum ia membawanya ke

77

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

ahli medis yang paham lebih mendalam tentang autis. Hal ini tampak dalam hasil

wawancara:

Iya…..jadi sebelum ke dokter…..saya sudah mencari berbagai informasi dulu…dari informasi yang saya dapatkan ini semuanya ada….autisnya itu ada. Dari sikapnya dia itu yang nggak mau disentuh….terus kontak mata nggak ada kalo diajak ngomong. Dari situ saya memiliki pemahaman kalo anak ini autis. Tapi sekarang ini udah mendingan….semenjak terapi di Elian (tempat terapi anak subjek) sudah mulai ada kontak mata……walaupun sedikit kemudian ilang gitu. (WS 2. T. 1-12) Usaha subjek untuk mencari tahu tentang autis dan penanganannya tidak

berhenti, namun masih terus dilakukannya sampai saat ini. Usaha subjek ini

terlihat dari apa yang dilakukannya ketika peneliti datang ke rumah subjek. Ia

tidak segan untuk meminta informasi yang lebih terkini mengenai perkembangan

dunia autis dan penanganan yang terbaik kepada peneliti. Demkian halnya suami

subjek yang senang akan kedatangan peneliti. Ia mengharap bisa ada pertukaran

informasi. Semua ini subjek lakukan supaya bisa mendidik anaknya lebih

maksimal. Hal ini terungkap dari:

Makanya kebetulan sekali nih masnya kesini….nanti saya tolong dikasih tahu banyak hal yang berhubungan dengan autis. Kan masnya yang belajar banyak tentang kondisi anak saya. Nanti siapa tau bisa kasih saran atau informasi yang berhubungan dengan autis ini mas (WS 2. B. 31-37) makanya ni saya juga cukup senang neh masnya mau mencari informasi dan ingin tahu perihal kondisi keluarga kami... jadinya kami bisa mendapat informasi yang baru juga dari masnya.....ya...kita kan jadi bisa bertukar informasi kan mas....kami memang nggak memahami dengan baik....yang bisa kami berikan ya sekedar berbagi pengalaman seperti ini.....(WSL. S2. H. 11-20) Setelah memahami banyak hal tentang autis, subjek mulai menerapkan

berbagai hal yang menjadi larangan bagi anak autis, terutama masalah makanan.

Akan tetapi, tidak berarti subjek begitu tegas dengan sikapnya. Ia tidak melarang,

78

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

namun hanya membatasi konsumsi yang boleh dimakan oleh anaknya. Hal ini

terlihat dari hasil wawancara:

Ya…nggak menghindari sih….Cuma memang kami batasi gitu. Seperti makanan yang mengandung tepung…..atau mie gitu ya kami batasi hanya kami berikan seminggu sekali. (WS 2. AE. 1-5) Alasan subjek untuk membatasi konsumsi adalah karena subjek tidak bisa

mengawasi terus apa yang dimakan anaknya. Selain itu, lingkungan juga kurang

mendukung jika subjek mengharuskan anaknya tidak boleh makan makanan-

makanan yang menjadi pantangan. Oleh sebab itu dibatasi saja konsumsinya. Hal

ini dilakukan karena menurut subjek dengan mengkonsumsi makanan-makanan

tersebut membuat perilaku anaknya tidak bisa dikontrol, dan hal itu tampak jelas

sekali. Hal ini terungkap dalam wawancara:

Ooooo iya….kelihatan sekali. Kalo misalkan susu gitu ya….kita misalkan kasih dia minum susu……langsung gitu aktif sekali. Seperti kalo misalkan kita bikin kopi susu gitu…..dia pasti coba sedikit….kalo dia suka pasti dia mau habiskan itu…… Tapi emang kasian juga sih ya….kalo nggak dikasih gitu ya. Kaya macam biscuit gitu ya…kan kalo misalkan sore-sore gitu ada yang makan biscuit gitu dia cuma ngeliat gitu….kan kasian ya….ya udah kita kasih…. Terus kalo makan pisang goreng. Dia ini paling suka malah makan pisang goreng yang dibuat sendiri….kalo beli malah dia nggak suka. Kalo pisang goreng itu, dia lebih suka yang dipotongin kecil-kecil gitu….jadi kan banyak tepungnya. Kalo yang besar-besar kan tepungnya sedikit. Dia nggak suka…..dia ini makanya malah yang tepungnya…..(tertawa) …..susah ini…mamang agak susah ini. (WS 2. AF. 1-21)

A.1 Pemahaman Subjek akan Kondisi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek mengetahui jika anaknya autis dari usia 1 tahun. Pada awalnya,

kecurigaan subjek adalah karena perbedaan perilaku yang ada pada anaknya

dengan anak-anak lainnya. Anak subjek belom bisa bicara dan terlalu aktif.

Sementara anak-anak lain asik bermain, anak subjek lebih asik bermain sendiri.

79

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Berangkat dari situ, subjek menjadi curiga dan bertanya-tanya akan keadaan

anaknya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Tapi setelah usia sekitar 1 tahunan lebih…saya mulai curiga….ni anak ko nggak bisa ngomong. Padahal anak-anak seusianya sudah mulai bisa bicara. Dari situ mulai keliatan juga kalo anak ini nggak bisa diam. Saya sempat kewalahan ngurusnya. Terus….lama kelamaan saya perhatikan lagi ko dia kayaknya nggak seperti anak-anak yang lainya. Dia nggak bisa main sama anak-anak yang lain….tapi malah asik sendiri gitu. (WS 2. D. 2-12) Iya benar....mungkin karena dari kecil emang yang lebih perhatian ibunya jadi dia lebih dekat ke ibunya.....terus waktu kecil dulu...ibunya juga yang menyadari kalo anak ini berbeda. Jadi emang ibu yang paling banyak ngurus F dari kecil dan menangani F....(WSL. S2. D. 1-7)

B. Pengasuhan pada Anggota Keluarga yang Autis

B.1 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek menerapkan pola autoritatif dalam mengasuh anaknya sehari-hari

dirumah. Ia memberikan kebebasan pada anaknya yang autis untuk melakukan

apa yang ia mau. Hal ini tampak dari hasil wawancara:

Iyo…ya…seperti itulah mas. Kalo dia sedang sehat begitu, dia pasti nggak bisa diam. Lari sana…lari sini. Ambil apa aja terus buat mainan begitu. Nanti terus kalo sudah bosan….ditinggalin….terus ganti ngambil apa lagi untuk mainan begitu...... kadang juga ngambilin itu…alat-alat dapur buat mainan gitu mas (WS 2. C. 1-10) Fais….ni ada om liat kamu ni loh….(subjek berinteraksi dengan anaknya)....tu ada kertas gitu mas.....tadi disobek-sobek....buat masak-masakan katanya….itu tadi berantakan gitu….berserak dimana-mana….baru tadi ini saya beresin. (WS 2. L. 39-44) Akan tetapi, kebebasan yang diterapkan subjek pada anaknya yang autis

tidak berarti ia memperbolehkan anaknya yang autis ini untuk melakukan apapun.

Subjek dan keluarganya tetap berusaha untuk memberikan batasan-batasan pada

anaknya. Tidak jarang subjek menggunakan cara-cara yang tegas dengan bentakan

80

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

agar anaknya yang autis ini tidak melakuka hal-hal yang menyakiti dirinya sendiri.

Akan tetapi, batasan-batasan yang tegas ini tidak membuat subjek memaksakan

kehendaknya pada anaknya yang autis ini. Subjek tidak menerapkan hukuman

fisik pada anaknya. Ia hanya menggunakan suara keras untuk memperingatkan

anaknya karena anaknya baru bisa menurut jika agak diberitahu dengan suara

yang agak keras. Hal ini terlihat dari:

…….(pada saat itu suami subjek memaksa dengan berteriak pada anaknya untuk turun dari rak televisi yang ada di depan kami, karena anak subjek ini naik ke atas rak televisi tersebut)………..(WS 2. L. 32-35) Kalo sama bapaknya juga kadang dia takut……(tertawa). Misalnya bapaknya marah karena F ini nggak bisa dibilangin gitu……bapaknya bicara agak keras sedikit….mungkin agak membentak gitu ya….dia takut. Paling hanya itu ya mas yang bikin dia takut. Selebihnya kayaknya dia semau dirinya sendiri gitu.(WS 2. H. 7-15) Sikap subjek yang keras ini bukan menunjukkan sikap yang autoriter.

Akan tetapi, subjek ingin agar anaknya tidak bersikap semaunya sendiri. Subjek

ingin berusaha memberikan perhatian maksimal pada anaknya, namun

dikarenakan subjek juga memiliki kewajiban untuk bekerja seharian, maka kadang

sikap tegas ini yang menjadi cara untuk mengatur perilaku anaknya. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

Kami kan kerja gitu ya mas….pulang udah sore. Ya kami juga pasti cape dan pengen istirahat gitu kan….nah kadang kalo anak ini mulai bertingkah gitu….terus kaya kehilangan mood gitu kan kadang suka jadi nggak bisa diberitahu gitu ya mas….nah kalo udah gitu, kadang kami jadi kesal dan marah sama dia. Tapi sebenarnya dia itu ngerti kalo dibilangin gitu ya mas…..Cuma kadang dia itu suka ngulangin lagi buatin gitu ya….kaya mengancam kita (menggoda-red)….kaya mengancam gitu. (WS 2. L. 11-22)

81

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Kalo pas lagi kami nggak capek aja sih nggak pa ya mas....tapi kan kami tu seharian bekerja to....jadi kadang kalo dah lagi cape...ada kerjaan yang belum selesai...ehh di rumah malah dia berulah yang anek-aneh....saya suka marah-marah. Biasanya saya bentak dia.....agak keras saya peringatkan dia. Kalo sudah demikian....dia biasanya takut dan terus diam....tapi ya hanya beberapa saat. Setealh itu berulah lagi......mencari dia objek baru yang bisa dia lakukan.... mungkin dari sini dia agak merasa takut dengan saya. Karena mungkin dia pikir saya galak dan dia jadi ketakutan sama saya.....(WSL. C.2-18)

B.2 Perlakuan pada Anggota Keluarga yang Autis

Begitu mengetahui jika anaknya autis, subjek tidak berubah sama sekali

dalam perlakuan. Subjek tetap menyayangi anaknya. Ia berusaha untuk lebih

memberikan perhatian dan penanganan yang khusus karena perilaku yang berbeda

dari anaknya ini. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Ooo…..nggak ada. Masih tetap biasa saja…..hanya memang kami memberikan perhatian dan penanganan yang khusus pada dia. (WS 2. W. 1-4) Subjek juga tidak menolak akan keberadaan anaknya setelah tahu kalau

anaknya autis. Subjek ingin berusaha untuk menjadi orang tua yang baik bagi

anaknya dan berusaha untuk sabar dan telaten menghadapi dan mengurus anaknya.

Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Nggak ya….kami sebagai orang tua memang harus menerima apa yang terjadi pada anak kami. Jadi kami nggak merasa kecewa atau menolak kondisi yang ada di F. Cuma memang kami harus lebih ini ya……lebih telaten aja mungkin ya untuk menghadapi anak ini. (WS 2. L. 1-7) Bahkan, subjek menunjukkan bentuk rasa sayang yang nyata terlihat pada

saat proses wawancara berlangsung. Pada saat itu, anak subjek berlari ke kamar

mandi dan masuk ke bak mandi. Subjek tampak panik dan khawatir anaknya akan

sakit lagi. Padahal, pada saat itu, anak subjek dalam kondisi yang belum fit dari

sakit. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Allahuakbar…pak main air pak dia pak…..aaaa habis sakit belom sembuh pak…..tolong pak dibalurin pake minyak kayu putih…..sebentar ya mas….. (WS 2. W. 71-74)

Setelah mengetahui anaknya autis, subjek kemudian berusaha memberikan

penanganan yang terbaik bagi anaknya. Berbagai usaha untuk membantu

perkembangan anaknya dilakukan. Pada awalnya, subjek memberikan terapi

medis pada anaknya dengan menggunakan obat. Akan tetapi, subjek tidak

merasakan efek yang maksimal dengan penggunaann obat, bahkan subjek takut

anaknya menjadi ketagihan dengan konsumsi obat-obatan. Oleh karena itu, ia

memutuskan untuk menghentikan. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Ini dulu pernah dikasih obat juga untuk menenangkan dia biar nggak aktif banget gitu….tapi saya merasa kalo obat diberikan gitu ko nggak akan berhasil kalo pantangan yang lainnya nggak dijalankan. Lagian sepertinya obat itu kurang baik kalo terus diberikan…..bisa jadi ketagihan nanti dia.(WS 2 AJ. 11-17)

Setelah pengobatan medis, subjek juga mencoba berbagai alternatif. Salah

satunya adalah pengobatan alternatif dan terapi. Bahkan, subjek juga berencana

untuk memeriksakan anaknya di luar kota yang lebih maju penanganan autisnya

daripada di kota subjek. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Iya…tapi dulu sempat ke pengobatan alternatif juga….baru setelah tau Elian itu kami bawa dia kesana….kami tau Elian juga dari orang ini…asuransi gitu. Nanti kalo ada rejeki rencananya kami mau coba bawa ke Jakarta atau Semarang gitu. (WS 2. AD. 1-6)

Subjek merasakan manfaat yang besar lebih ketika anaknya ini mulai ikut

terapi di tempat terapinya yang sekarang. Subjek merasa anaknya sudah lebih bisa

berkomunikasi, meskipun belum lancar, dan nilai-nilai disekolahnya menjadi

lebih baik dibandingkan dengan sebelum ikut terapi. Hal ini terungkap dari hasil

wawancara:

83

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Ada banyak….sekarang dia sudah bisa menyanyi ya….walaupun masih belum jelas kata-katanya, tapi sudah bisa dimengerti lafal katanya. Terus itu kan ada rapor sekolahnya ya……kalo dulu itu nilainya C…..D…..C…..D…..sekarang ini udah tahun yang ke 3 ya…..sudah A…..B……A…..B…….ya C nya masih banyak, tapi udah lebih berkurang dibandingkan dulu. (WS 2. V. 1-10)

B.3 Cara Mengasuh Anggota Keluarga yang Autis

B.3.1 Memaksimalkan Visual Thinking dan Gangguan Berbahasa

Mengetahui anaknya suka menonton televisi, subjek memanfaatkan betul

kesenangannya tersebut. Ia memanfaatkan media televisi untuk mengajari

anaknya berbicara. Melalui tayangan yang disiarkan televisi, subjek mengajari

anaknya bernyanyi dan berbicara. Dari situ secara perlahan anak subjek bisa

belajar untuk berbicara. Hal ini terungkap dari hsil wawancara:

TV biasanya ya….dia suka banget kalo liat TV gitu. Terutama itu kalo ada iklan yang dia sukai gitu….dia pasti seneng. Kadang dia ikut nyanyi juga lagu yang ada di iklan itu. Yah itu yang bisa dia omongin itu biasanya karena dia dengar dari TV, terutama lagu di iklan yang dia suka gitu. (WS 2. F. 1-7)

B.3.2 Memanfaatkan Sensory sensitivities

Dirumah, subjek kadangkala memberikan peringatan agak tegas pada

anaknya. Akan tetapi, tidak setiap saat ia menerapkan perlakuan semacam ini.

Ketika anak subjek bisa diberitahu dengan pelan, maka subjek juga bisa

memberitahunya dengan lembut. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Memang kalo dengan F ini, saya sama suami kadang agak keras kalo ngasih tau. Kalo misal dengan yang lain gitu nggak masalah. Atau kalo misal dia nggak terlalu menyusahkan dan berperilaku yang aneh-anek ya kami juga nggak keras-keras memperlakukan dia .(WS 2. H. 16-22)

Cara agak tegas juga dilakukan subjek ketika anaknya susah untuk diajak

tidur padahal hari sudah malam. Biasanya anak ini selalu menonton televisi

84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

sampai larut malam. Jika subjek menuruti maunya, maka ia akan kesulitan untuk

bangun esok paginya, sebab anak subjek ini baru akan tidur pukul 2 dinihari. Hal

ini terungkap dari hasil wawancara:

Ini kalo tidur tuh mas sampe tengah malem….pernah dia baru tidur itu jam 2 dinihari. Jadi kalo malem gitu kita suka bingung karena dia nggak mau tidur gitu. Akhirnya ya kalo udah lewat jam 9, TV dan lampu dimatikan semua terus kita masuk kamar semua….tidur. Dia biasanya kalo udah gelap gitu masuk kamar…..nangis di kamar. Mungkin karena belom mau tidur terus dipaksa tidur dia jadi marah. Tapi lama-lama dia juga tidur gitu…..mungkin karena kecapean akhirnya dia tidur juga. Kalo nggak begitu dan diikutin terus maunya ya baru jam 2 dinihari itu dia tidur…. (WS 2. AG. 8-21)

Sikap tegas untuk mengajak anak subjek tidur perlu dilakukan karena anak

subjek sulit diajari untuk bisa tidur dengan cara yang mudah. Subjek pernah

mencoba untuk tidak menyuruh anaknya tidur siang, namun pada akhirnya, sama

saja. Anak subjek tetap saja tidak bisa tidur cepat pada malam harinya. Oleh sebab

itu, subjek tidak pernah lagi menyuruh anaknya untuk istirahat siang. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

Pernah dulu dibiarin aja supaya dia kecapean dan bisa tidur cepat malamnya….ternyata dia tetap saja nggak bisa tidur cepat. Malem terus tidurnya….. jadi ya udah, sekarang kalo mau tidur siang ya tidur…kalo nggak ya tantenya nggak pernah nyuruh dia tidur. (WS 2. AJ. 5-10)

C. Hubungan dalam Keluarga

Subjek memperlakukan anaknya yang autis seperti layaknya orang yang

normal. Ia tidak membedakan dengan anaknya yang lain. Hanya saja subjek lebih

memberikan perhatiannya pada anaknya yang autis ini, sebab subjek merasa anak

ini berbeda dengan kakaknya dan memerlukan perhatian yang lebih. Hal ini

terungkap dalam wawancara:

85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Yah….kalo yang ini memang agak beda ya…..mungkin lebih ini ya diberikan perhatian lebih aja gitu. Karena dia kan beda dengan kakaknya ya. (WS 2. AC. 1-4) pada anak yang ketiga, subjek memberikan perhatian dan kasih sayang yang sangat besar, sebab ia merasa anaknya yang bungsu ini memerlukan perhatian dan kasih sayang yang lebih daripada saudaranya yang lain.(OS 1. 17-23) Perhatian yang diberikan subjek pada anaknya yang autis ini menjadikan

hubungan keduanya sangat dekat. Menurut subjek, anaknya ini hanya bisa berlaku

demikian hanya pada subjek. Orang lain yang juga cukup dekat dan akrab dengan

anaknya yang autis ini hanya anak subjek yang paling besar. Hal ini terlihat dalam

hasil wawancara:

Kalo dengan saya (ibunya-red) dia ini suka peluk-peluk....cium-cium.....gemes keliatannya. Itu hanya dengan saya....kalo dengan yang lain dia ini....sama mbaknya.....mbaknya yang mbarep.(WS 2. M. 8-12) Selain dengan subjek dan anaknya yang pertama, hubungan antara anak

subjek yang autis dengan anggota keluarga yang lainnya lebih berupa hubungan

yang menguntungkan bagi anak subjek, namun merugikan orang lain. Seperti

halnya ketika ia menginginkan sesuatu, barulah anak subjek ini meminta pada

orang lain. Hal ini terungkap melalui wawancara:

Semua….jadi kalo dia mau apa ya siapa yang ada disitu ditarik gitu. Kalo makan …..baru dia pake inisiatif sendiri. Kalo dia udah minta sesuatu gitu memang kita harus kasih….kalo nggak dikasih ngamuk dia (WS 2. AA. 1-5) Demikian halnya ketika anak subjek ini merasa kesal karena apa yang

diinginkannya tidak terwujud, maka ia akan menjadikan orang lain yang berada

disekitarnya sebagai sasaran kekesalannya. Anak subjek ini akan mengganggu

86

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

saudara-saudaranya yang lain, yang kebetulan ada dirumah subjek. Hal ini

terungkap melalui wawancara:

Ya kadang dia juga begitu mas…..kalo dia sudah kesal mungkin karena nggak boleh ini…..nggak boleh gitu….dia jadi mengganggu sepupunya yang dijadikan sasaran berikutnya. Dia gangguin gitu. (WS 2. W. 51-55)

D. Hubungan dengan Lingkungan

D.1 Hubungan Subjek dengan Lingkungan

Subjek merasa bahwa lingkungan di sekitarnya bisa menerima keberadaan

anaknya apa adanya. Ia merasa demikian karena subjek merasa dia cukup terbuka.

Selain itu, subjek bersama suaminya juga aktif di lingkungan sekitarnya, sehingga

mereka bisa memastikan jika lingkungan tidak mempermasalahkan keberadaan

anaknya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Mereka sih sejauh ini bisa menerima ya. kami juga nggak pernah menutupi keberadaan anak kami ini….jadi kalo ada yang bertanya ya kami jawab saja. Kebetulan kan saya juga aktif di sini….terus suami juga aktif. Di tempat lain juga….jadi sejauh ini sih kami nggak pernah mendapatkan masalah dengan keberadaan F. Mereka sepertinya bisa menerima apa adanya. (WS 2. AO. 1-9) Kalo sepanjang pengamatan saya sih mereka bisa menerima dengan baik. Saya merasa dihargai dan diperhatikan oleh lingkungan...kebetulan saya kan juga cukup aktif juga di lingkungan sini. Jadi saya bisa memahami benar bagaimana reaksi orang-orang disini..... walaupun kami seperti ini kondisinya....namun kami masih benar-benar dihargai. (WSL. S2. G. 1-10) Subjek merasa demikian karena ia merasa jika ia selama ini tidak pernah

menyembunyikan dan menutup-nutupi keberadaan anaknya dari lingkungan.

Hanya saja ia memang membatasi anaknya dalam berelasi dengan lingkungan.

Subjek kerap merasa tidak enak jika anaknya merusak barang-barang yang ada di

rumah orang lain. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

87

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Nggak ya......kenapa kita mesti malu. Kan nggak ada yang perlu disembunyikan. Cuma memang dia ini suka nakal gitu kan.....takutnya kalo kita main ke rumah orang trus dia ngerusakin barang-barang disana gitu kan kita yang jadi nggak enak. Kalo misalnya kita jalan lewat........itu kan ada warung-warung gitu ya......nah kalo kita lewat gitu dia suka langsung masuk dan apa aja diambil-ambil gitu.......(tertawa) (WS 2. P. 1-10)

Subjek memiliki alasan yang mendukung juga ketika ia membatasi relasi

anaknya yang autis dengan lingkungan. Subjek merasa tidak yakin akan perasaan

orang lain. Oleh karena itu, ia lebih memilih untuk mengawasi anaknya secara

maksimal. Untuk itu, ia selalu mengunci pintu rumah agar anaknya ini tidak pergi.

Dengan demikian, ketika berada di luar rumah, anak subjek ini ada yang

mengawasi. Hal ini terungkap dalam wanacara:

Iya……ya kurang tau juga sih ya….mungkin mereka ada yang masih belom memahami gitu ya…..belom tau gitu ya. Kalo kita nggak tau kan sebenernya nggak keliatan kalo dia itu istimewa kan mas…..tapi kan orang lain siapa yang tau ya….kadang juga mungkin masih ada yang yang kurang sreg jadi nggak mau tau gitu….. Jadi pintu ini memang selalu dikunci gitu mas….takutnya kami nanti nggak tau terus tau-tau dia udah ilang gitu lari keluar entah kemana. Takutnya nanti dia ngrusakin barang orang gitu ya mas…..Jadi memang pintu ini selalu kita kunci….jadi kalo dia mau keluar bisa selalu kita ini…..awasi gitu ya. (WS 2. R. 1-16) Pada dasarnya tidak ya mas…..tapi emang kami membatasi sekali dia buat keluar rumah…..soalnya begini mas. Kami kan bekerja seharian…..sementara dia di rumah hanya bersama dengan tantenya. Saya menyadari sekali bagaimana tingkah anak saya….jadi saya tahan dia supaya tidak keluar. Saya takut kalo dia mengacau dan merusak milik tetangga. Mungkin mereka nggak apa ya mas….karena banyak juga yang tau kondisi F. Tapi saya juga kan merasa nggak enak. Lagian….saya juga nggak bisa memastikan pikiran orang kan mas....sapa tau dia baik di luarnya….tapi sebenarnya dia marah dan kesal karena ulah anak saya. Kan saya juga yang jadi nggak enak disini…(WSL. S2. F. 1-18)

88

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.2 Hubungan Anggota Keluarga yang Autis dengan Lingkungan

Hubungan antara anak subjek dengan lingkungan sama seperti hubungan

antara ia dengan saudara-saudaranya yang lain. Anak subjek ini lebih berperan

sebagai pengacau kelompok. Seperti halnya dalam terapi kelompok yang

dilakukan olehnya, apabila merasa tidak cocok, maka ia akan mengacaukan

permainan yang ada dan akan mengganggu teman-temannya. Hal ini terungkap

melalui hasil wawancara:

Ini kalo ikut terapi bermain gitu suka badung.....kalo nggak cocok gitu dia biasanya berantakin mainan-mainannya itu. Terus, biasanya dia juga gangguin teman-teman yang lain. Pernah juga dia sampe dipukul sama temannya gara-gara dia ngegangguin gitu……(WS 2. AL. 11-17)

Hanya saja, anak subjek ini memang bukan tipikal anak yang

temperamental. Ia tidak pernah memukul teman-temannya, namun, kadangkala

ketika apa yang diinginkan tidak tercapai, ia akan mudah untuk mengamuk. Hal

ini terlihat dalam hasil wawancaar:

Kalo sosialisasinya dia nggak ini ya......tapi untuk main pukul-pukul dia nggak ya. Cuman kalo ini....dia minta sesuatu tapi nggak dikasih.......dia baru ini.....ngamuk gitu. Kalo untuk main-main.....temperamen sama temen-temennya nggak .(WS 2. N. 1-7)

89

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 3: Ibu Rumah Tangga

Skema 4. Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Anggota

Keluarga yang Autis Subjek 3.

Individu Autis

- Individu yang memiliki gangguan perkembangan

- Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan indivdiu seusianya

- Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang disekitarnya

- Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

Individu Normal

- Individu normal 2 orang

- Anak pertama dan ketiga

- Bisa berelasi dan bermain

akrab dengan saudaranya

yang autis, walaupun

kadangkala mereka berkelahi

karena saling kesal

• Bersikap adil kepada semua anaknya • Menjadi penengah dalam hubungan antara individu autis dengan saudaranya • Terdapat kolaborasi yang baik diantara anggota keluarga untuk mendukung anggota keluarga yang autis

Menggunakan Pola Asuh Autoritatif dengan penanganan yang maksimal dari

subjek sendiri

• Terbuka terhadap lingkungan • Lingkungan beberapa kali membantu anggota keluarganya yang autis• Membatasi relasi

gan lingkungan apabila tanpa pengawasan karena pengalaman masa lalu yang buruk

den

• Berusaha untuk selalu menjaga mood individu autis, agar mudah untuk diberitahu

• Mencari tahu bagaimana cara penanganan dan penyembuhan individu autis

• Melakukan berbagai hal untuk menyembuhkannya, termasuk mengikuti saran para ahli untuk menjaga makanan

• Menjadi anak yang penurut• Bisa berelasi dengan baik

dengan saudaranya • Bisa berkomunikasi dengan

baik walaupun tidak lancar

90

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

C.3 Subjek 3

A. Pemahaman Tentang Autis

Subjek memahami tentang autis setelah anaknya divonis autis oleh

seorang dokter saraf. Dari situ ia berusaha untuk mencari tahu berbagai informasi

yang mendalam tentang autis dan berusaha untuk mencari cara-cara

penanganannya. Hal ini terungkap dalam wawancara berikut ini:

Akhirnya ketauannya ya di dokter saraf itu. Kan di CT scan sama EEG…..hasilnya ya katanya…..autis. Terus saya coba cari informasi tentang autis itu…..ya dari situ mulai keliatan. Saya perhatikan emang awalnya kontak matanya nggak ini ya….nggak ada. Terus saya pengen coba terapi buat dia. (WS 3. G. 15-23) Hanya saja sampai saat ini subjek memang kurang paham apakah anaknya

itu termasuk hiperaktif atau tidak. Sebab, subjek menilai anaknya memang tidak

aktif dan tidak bisa diam, namun ia menilai masih masuk dalam kategori yang

biasa. Oleh karena itu, subjek tidak bisa memastikan apakan anaknya hiperaktif

atau tidak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan subjek dalam wawancara:

Saya sendiri sebenernya nggak tau dia hiperaktif atau nggak. Soalnya kalo dulu emang dia aktif gitu…..cuman kalo sekarang…..eeee…..ya emang dia nggak bisa diam gitu sih anaknya. Ada aja yang dilakukan gitu. Tapi saya nggak ngerti itu masuk hiperaktif nggak. Soalnya masih biasa-biasa saja. Hanya nggak bisa diam aja…..(WS 3. N. 3-11) Saat in subjek lebih bersikap menerima kondisi anaknya apa adanya. Ia

bisa menerima jika anaknya autis. Akan tetapi, kepasrahannya bukan berarti dia

menjadi benar-benar menyerahkan segala sesuatu pada ahlinya. Ia juga berusaha

mengasuh anaknya, hanya meminta pendampingan dari lembaga untuk bisa

membantu anaknya berkembang maksimal. Selain itu, subjek juga mau terlibat

91

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

dalam berbagai hal yang berhubungan dengan anaknya secara langsung. Hal ini

terungkap dari:

Kalo ibunya B....dia nggak menuntut banyak. Hanya dia minta bantuan saja agar anaknya ini bisa maksimal dalam berkembang dan bisa menjadi lebih baik. Hasilnya....walaupun belum tampak jelas.......anak ini udah menunjukan perkembangan yang lebih baik. Selain itu, ibunya B ini juga terlibat langsung di dalam proses terapi. Jadi bagus juga buat melihat perkembangan kondisi B. Ibunya B ini mengantar....mengurus dan mau terlibat dalam banyak hal yang berhubungan dengan perkembangan anaknya. Jadi anaknya menunjukkan perubahan yang positif (WSL.S 3. D. 31-44)

A.1. Pemahaman Subjek akan Kondisi Anggota Keluarga yang Autis Subjek memahami kodisi anaknya dari ketika anaknya masih balita. Pada

awalnya subjek curiga karena ia merasa heran melihat anaknya hanya bisa teriak-

teriak dan menangis saja. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya. Selain itu,

pola tidur anaknya tersebut juga terbalik-balik. Oleh karena itu ia merasa ada

sesuatu yang berbeda akan keadaan anaknya dibandingkan dengan anak-anak

yang normal. Hal ini terungkap dalam hasil wawancara:

Ya kemana-mana......awalnya kan ngomongnya nggak ini....nggak keluar gitu ya.....hanya teriakan.....teriakan gitu. Terus dari dulu kan emang kebalik ya.....tidurnya. Jadi biasanya dia tidur itu jam 4 pagi gitu ya baru tidur.....terus bangunnya baru jam 2 siang baru bangun...itu dah dari dulu....sampe sekarang kaya gitu. (WS 3. F. 1-9)

Hal lain yang membuat kecurigaan subjek adalah kebiasaan anak subjek

untuk berteriak-teriak pada waktu yang sama setiap hari. Selain itu, pada usia 2

tahun anak subjek belum bisa berkomunikasi dengan baik, akan tetapi hanya

mengeluarkan bahasa-bahasa “planet” saja. Hal ini terungkap dalam hasil

wawancara:

92

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Oh dulu waktu umur 2 tahunan…..kan dia bisanya cuman teriak-teriak gitu ya…..nangis bisa….teriak-teriak bisa….kalo dulu tuh jam 2 jam 3an gitu dia pasti nangis terus teriak-teriak keluar ini ya…..bahasa planetnya…. (WS 3. G. 1-6) Berangkat dari kecurigaan akan kondisi anaknya inilah maka subjek

beserta suami berusaha untuk mencari tahu penyebab keadaan anaknya ini.

Mereka memeriksakan anaknya ini pada dokter sampai “orang pintar” untuk

mencari penyebab perilaku anaknya tersebut. Sampai akhirnya subjek mengetahui

kalau anaknya autis setelah memeriksakan anaknya ke dokter syaraf. Hal ini

terungkap dalam hasil wawancara:

sampe umur 2 tahunan bapaknya bilang ko ni anak bisanya cuman gini…..terus ya dibawa ke banyak tempat….dokter saraf iya….THT juga…..dokter anak ya banyak lah….semua dokter kayaknya. Ya….ada orang pinter juga…..pokoknya yang semua bisa kita lakukan ya kita lakukan. Akhirnya ketauannya ya di dokter saraf itu. Kan di CT scan sama EEG…..hasilnya ya katanya…..autis.(WS 3. G. 7-17)

B. Pengasuhan pada Anggota Keluarga yang Autis

B.1 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek menerapkan pola asuh autoritatif dalam mengasuh anak-anaknya.

Ia memberikan kebebasan pada anaknya untuk melakukan apa yang diinginkan

oleh anaknya yang autis ini. Seperti halnya ketika ia mengijinkan anaknya untuk

melakukan apa yang disukainya. Halini terungkap dari:

….iya…..kadang dia liat orang itu seneng…..tapi ya sebentar aja….terus abis itu main sendiri. Kaya kalo liatin orang mbangun tu (rumah-red)….dia seneng itu ngributin (nggangguin-red)........(WS 3. S. 2-7) Sekalipun memberikan kebebasan, bukan berarti subjek membiarkan

anaknya melakukan apa yang diinginkannya. Subjek juga berusaha memberikan

batasan-batasan dan mengatur perilaku anaknya ini. Hal yang paling nyata adalah

93

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

ketika subjek memergoki anaknya yang autis ini hendak memanjat pagar keluar

rumah. Dengan hanya mengingatkan saja, anak ini sudah memahami maksud

ibunya dan tidak lagi melanjutkan apa yang dilakukannya. Hal ini terbukti dengan

wawancara berikut:

Kadang juga adeknya kan suka manjat....dia ikutan gitu.....ya udah ilang dia. Suka liat-liat ini......niru-niru dia....adiknya manjat gitu....dia ikutan manjat juga. Kalo ketauan gitu biasanya saya bilang “hayo.....hayo....” tau dia kalo itu nggak boleh. Dia balik lagi. Kalo nggak ketauan gitu....ilang udah jalan kemana gitu.(WS 3. U. 57-66)

Subjek hanya berusaha mengingatkan dalam mengatur perilaku anaknya

yang autis, sebab ia merasa jika anaknya yang autis merupakan anak yang bisa

diberitahu tanpa harus dengan membentak atau melakukan kekerasan. Akan tetapi,

hal ini bisa dilakukan hanya jika mood anak tersebut sedang bagus tentunya. Jika

sedang buruk, maka akan lebih susah bagi subjek untuk memberitahu anaknya ini.

Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Ya dia kalo dibilangin.....”Bob jangan gini......jangan gitu”....mau dia.....nurut. kecuali kalo dia moodnya lagi nggak bagus gitu ya......agak susah. Tapi kalo lagi bagus gitu dia asal dibilangin dengan halus gitu......”B duduk ya.....” mau dia. (WS 3. Y. 1-7)

Ketika anak subjek yang autis ini sedang dalam kondisi mood yang kurang

bagus, subjek memahami apa yang harus dilakukannya. Ia tidak memarahi dan

menghukum anaknya, akan tetapi berusaha untuk membujuknya supaya bisa

kembali ke keadaan yang semula. Jika sudah bisa kembali pada kondisi mood

yang bagus, maka ia akan lebih mudah untuk diberitahu berbagai hal. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

94

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Cuma ya itu.....kalo dia lagi marah ya nggak mau. Diminta ngapa-ngapa gitu ya nggak mau.... Kalo udah begitu ya…..pelan-pelan saya coba cari tau….saya tanyain dianya gitu pelan-pelan…..”kenapa ya Bob?.....ayo……kenapa…….” gitu. Biasanya sih kalo dah gitu….dianya pelan-pelan bisa ini……cair gitu ya….. terus biasa lagi….tapi ya itu mas….harus bisa sabar…….harus pelan-pelaaaannnn banget. Kalo nggak ya dia tambah kesal. Terus diem….mutung…..ngambek gitu…..diapa-apain nggak mau. Tapi kalo dah biasa lagi gitu….moodnya dah baik lagi…. Ya pelan-pelan dia bisa dibilangin gitu…. (WS 3. Y. 7-24)

B.2 Perlakuan pada Anggota Keluarga yang Autis

Begitu mengetahui anaknya autis, subjek lantas berusaha untuk

memberikan yang terbaik. Ia mencari cara bagaimana cara menangani anak autis.

Subjek lantas mencari tahu berbagai hal yang bisa membuat anaknya menjadi

lebih baik perkembangannya. Ia mencari berbagai tempat terapi yang bisa

mengakomodasi perkembangan anaknya. Ia berusaha untuk memberikan yang

terbaik bagi perkembangan anaknya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Cuma ini memang agak telat….kan terapinya baru umur 3 tahun 8 bulan. Tapi nggak langsung diterapi sih. Waktu itu terapinya cuma....bukan yayasan yah.....yaaa terapi sih dia ada terapi bicara sama terapi perilaku ya.....tapi ya itu.....dia kan ribut sama nangis-nangis gitu....setiap kali terapi dia nangis terus. Jadi nggak lama.....terus coba saya cari-cari tempat terapi gitu di Jawa ya....kalo di Jakarta gitu kan banyak ya......karena kebetulan orang tua di Bogor, jadi saya coba nyari di Jakarta sama di Bogor. (WS 3. G. 36-48)

Subjek merasa bahwa anak autis tidak bisa disamaratakan dalam

penanganannya. Subjek mengatakan bahwa kemampuan anak tersebut

mempengaruhi lama dan bagaimana proses terapi yang akan diberikan untuk

membantu proses perkembangan anak autis. Hal ini terungkap dalam hasil

wawancara berikut:

.....jadi setiap anak kan nggak bisa disamaratakan gitu... berat ringannya autis sama mungkin lamanya terapi atau waktu terapinya juga

95

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berpengaruh pada kemampuan anak-anak itu juga kan..... (WS 3. R. 26-31) Selain memberikan terapi bagi anaknya, subjek juga mencoba untuk

membawa anaknya berobat secara medis. Ia berobat pada Dokter Melly di Jakarta.

Akan tetapi subjek tidak melanjutkan proses pengobatan karena ia merasa tidak

terlihat efek yang jelas dari pengobatan dan tidak adanya jaminan dari dokter akan

batas waktu penggunaan obatnya. Oleh karena itu, subjek memilih untuk

menghentikan proses pengobatan secara medis bagi anaknya. Hal ini terungkap

dari hasil wawancara:

Oooo pake......dah dari dulu dia pake. Dari dokter Melly itu obatnya....(WS 3. J. 1-2). Ada sih......cuman nggak begitu banyak ya yang saya lihat. Cuman kan dokternya sendiri juga nggak bisa memastikan kapan brentinya ya.....jadi bapaknya juga berpikir wah...obatnya kan ada seabrek gitu.....ada 12 macem. Jadi akhirnya saya memutuskan udah aja. Soalnya nggak ada kepastian dan garansi dari dokternya.(WS 3. K. 1-9) Subjek berusaha juga untuk selalu menjaga makanan anaknya karena ia

merasa anak autis perlu untuk melakukan pembatasan makanan agar

perkembangannya bisa maksimal. Akan tetapi subjek tidak bisa mengawasi secara

terus menerus. Subjek kadangkala bisa kecolongan karena pengawasannya tidak

bisa kontinyu. Namun ia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga makanan-

makanan yang akan dimakan anaknya tersebut. Hal ini tampak dalam wawancara:

Kadang-kadang bocor......tapi kalo dirumah sih nggak ya.....kadang-kadang kalo keluar gitu loh.....udah ya udah biarin aja.....saya kan ini ya....ngurus sendiri.....jadi kadang suka nggak bisa ini ya....ngawasin. kalo diet.....mah diet....kalo tepung terigu gitu nggak......nggak....pernah gitu. Cuman kalo susu itu. Kan kakaknya minum.....adiknya juga....jadi kadang dia suka minta.....(tertawa). Ya.....nyari sendiri juga. Apalagi kan tidurnya kebalik.....jadi ya nggrapak-nggrapak gitu.....mesti.(WS 3. L. 1-14)

96

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B.3 Cara Mengasuh Anggota Keluarga yang Autis

B.3.1 Memahami Kebutuhan dan Kemauan

Subjek ingin memberikan yang terbaik untuk kebutuhan anaknya. Melihat

anaknya senang bermain air, subjek memberikan fasilitas yang mendukung agar ia

bisa bermain air dengan aman dan tidak menyakiti dirinya sendiri serta

mengganggu orang lain. Bahkan subjek melihat bahwa kebiasaan yang dilakukan

anaknya bisa menjadi salah satu cara yang bisa digunakan untuk membantu

perkembangannya yaitu ingin mencoba terapi renang. Hal ini terlihat dari hasil

wawancara berikut:

Kalo B sih senengnya main air gitu…..dia seneng banget kalo udah liat air. Sampe itu sama bapaknya dibelikan kolam renang boong-boongan gitu.....udah kalo masuk situ ya berendem gitu......bisa tahan berjam-jam dia kalo udah berendem gitu..... Mungkin harus ini ya......dicariin guru renang kali ya....kan ada kan ini....terapi renang ada kan? (WS 3. Q. 28-37)

B.3.2 Penuh Perhatian dan Kasih Sayang

Usaha subjek untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya ini, tidak

hanya terlihat dari fasilitas-fasilitas yang diberikan pada anaknya saja, akan tetapi

juga perhatian. Subjek benar-benar mencurahkan tenaga dan segalanya untuk

mencari anaknya ini ketika ia hilang di kota lain. Pada waktu itu, subjek

menyadari bahwa anaknya tidak ada di rumah, tempat saudaranya akan

mengadakan respesi pernikahan. Hal ini terbukti dari wawancara

Terus waktu saya cari dia.....saya nggak nemuin. Jadi saya tanya ke ibu saya. Kata dia “tadi disitu....”. “ masa ditanah mamah.....” kata saya.....”iya tadi disitu”....terus saya liat. Ternyata nggak ada. Terus saya tanya sama kakak, sama sodara…nggak ada…..”loh tadi keatas….tadi nanya saya terus saya suruh ke atas….” . Mungkin anak-anak lagi pada asik gitu ya……mereka asik pada main-mian komputer gitu ya jadi Bnya cuek….ya udah saya anggep ilang….(WS 3. W. 20-32)

97

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Berbagai cara telah dilakukan subjek untuk mendapatkan anaknya. Dari

mulai bertanya dan mencari sampai menghubungi orang pintar. Usaha mereka

pada akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa, karena anaknya berhasil

ditemukan kembali dengan selamat. Kegembiraan dan kebahagiaan terlihat dari

apa yang diungkapkan subjek dalam wawancara:

Akhirnya saya cari kemana-mana nggak ada. Keperumahan-perumahan…..nggak ketemu juga. Itu kan dah malem to…..udah jam setengah 8an…..sampe jam 12 saya cari nggak ada!!!..... Wah udah saya udah…..udah panik gitu….bapaknya juga sama.(WS 3. W. 33-39) Terus kata kakak saya....”udah kita ke ini aja.....ke orang pinter”....udah akhirnya kami ke orang pinter itu. Katanya...”bu ini dari rumah....belok kiri...kiri lagi...nyebrang.....muter-muter....”.......wah...belok kiri...belok kiri...nyebrang...muter-muter....wah apa anak ini diapa-apain gitu....saya kan jadi mikirnya nggak bagus gitu loh. Dari pagi dia nggak makan lagi....dari pagi emang dia nggak mau makan....nggak tau kenapa. (WS 3. W. 73-84) Sampe rumah jam berapa ya......setengah 2 apa ya....iya setengah 2. Bapaknya itu waktu dibilangin B ketemu gitu.....wah nangis gitu.....nangisnya ya nangis seneng gitu. Iya.....(WS 3. W. 238-244)

B.3.3 Memaksimalkan Gangguan Pemahaman Bahasa

Seperti pada anaknya, subjek selalu berusaha untuk memberikan berbagai

variasi ketika mengajarkan sesuatu hal. Tujuannya adalah supaya anak tersebut

mengenal berbagai variasi pertanyaan, sehingga ketika ia mendapatkan pertanyaan

yang sama dengan cara yang berbeda, ia tidak bingung dan mampu menjawab.

Subjek juga mengajari anaknya untuk bertanya dan subjek yang menjawab.

Dengan demikian, anak dilatih untuk berkreasi. Hal ini terungkap dari hasil

wawancara:

Biasanya emang orang tua kan kalo ngajar anaknya gitu kaku ya.....biasanya kan yang sering saya liat itu kalo orang tua ngajarin anaknya itu kita yang bertanya terus mereka menjawab. Nggak pernah

98

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

kan dibalik mereka yang bertanya kita yang menjawab......jadi kaku dianya. Kaya misalnya ditanya......”siapa namamu?” gitu.....dia bisa jawab. Tapi kalo dibalik “namamu siapa?” gitu dia dah ga bisa jawab lagi......jadi beneran kaku gitu ya....kaya ini....kaya robot gitu jadinya lama-lama. Kemaren saya coba gitu.....yang penting dia bisa. Jadi kalo saya tanya saya bolak-balik gitu.....biar dia nggak kesulitan dan nggak kaku gitu.(WS 3. R. 8-24)

B.3.4 Sikap Sabar dan Pantang Menyerah dalam Menghadapi dan

Membimbing

Mengajari merangkai kata pada anak autis bukan perkara mudah. Subjek

membutuhkan waktu yang lama untuk mengajari anaknya demikian. Pada saat

mempraktekan ini memang dibutuhkan kesabaran dan itu benar-benar dilakukan

oleh subjek. Ia akan menjawab ketika anaknya sudah bisa merangkai kata dengan

baik. Hasil yang diperoleh, anak subjek sudah bisa mengungkapkan pertanyaan

dengan baik meskipun belum tepat dan masih harus dibantu oleh subjek. Hal ini

terungkap dalam wawancara:

Ya diajarin juga.....kaya tadi tuh dia nanyain bapaknya....”bapak.....bapak.....bapak” terus saya kasih tau.....”bapak mana bu??” gitu.....masih ’bapak......bapak.....bapak” gitu. Terus saya ualng-ulang sampe dia bisa nanyain ”bapak mana bu?” baru saya jawab. ”Di kantor”...gitu misalnya. Tapi ya itu biasanya cuman bertahan sebentar. Besok lupa lagi. Jadi mesti diajarin lagi pelan-pelan gitu. Memang ya harus sabar gitu ngadepin anak kaya dia.(WS 3. AC. 1-14)

C. Hubungan dalam Keluarga

Hubungan anak subjek yang autis dengan saudara-saudaranya bisa

berjalan dengan baik. Mereka bisa menerima keadaan saudaranya yang autis

dengan baik dan bisa bermain-mai bersama. Hanya saja memang kadangkala

terjadi suatu hal yang membuat salah satu saudaranya menangis akibat ulah anak

subjek yang autis ini. Akan tetapi, karena bimbingan subjek, mereka bisa tetap

bermain bersama kembali. Hal ini terlihat dari hasil wawancara berikut:

99

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Nggak….cuman kalo sama adiknya itu….adiknya kan cerewet. Suka banyak ngomongnya…..sementara dia nggak bisa lancar komunikasinya. Jadi kalo mau ngajak main gitu….dia suka narik adiknya gitu….nah kadang nariknya suka kekerasan. Nangis… Terus biasanya kalo udah gitu saya bilangin dia…..”jangan ditarik-tarik gitu kalo ngajakin main. Bilang aja, main yok dik....” gitu. Biasanya sih bisa.....tapi nanti lama-lama lupa lagi.....karena dia ngomongnya harus dibantu terus.....jadi dia ya senengnya narik-narik gitu. Kalo adiknya nggak siap gitu....ketarik gitu....kaget. (WS 3. Q. 1-16)

Permasalahan yang terjadi diantara kakak beradik anak subjek ini lebih

disebabkan karena ego masing-masing yang cukup tinggi dan tidak ada yang mau

mengalah. Jika sudah demikian, maka subjek akan berperan sebagai penengah.

Anak subjek yang saling bermusuhan pada akhirnya bisa saling memafkan lagi

dan kemudian akn bermin bersama lagi. Hal ini tampak dari:

Ia bisa bermain dan berelasi dengan kakak dan adiknya. Akan tetapi, kadangkala diantara mereka terjadi perselisihan dan pertengkaran karena ego masing-masing anak yang cukup tinggi, ditambah lagi rasa ingin menang sendiri, sehingga tidak ada yang mau mengalah (OS 3. 74-81)

Hanya saja, kadangkala anaknya yang paling kecil merasa bahwa ibunya lebih memperhatikan kakaknya yang autis. Selain itu, ia juga kerap kali diminta untuk mengalah oleh subjek ketika terjadi perselisihan dengan kakaknya. Ketika terjadi demikian, subjek mulai menjalankan peranannya sebagai penengah dalam relasi anak-anaknya. Biasanya, anak-anak subjek akan salng bisa memafkan dan menerima keberadaan saudaranya yang autis, dan bisa bermain bersama kembali. (OS 3. 37-50) Subjek merasa bahwa anak-anaknya yang lain tidak pernah merasa

cemburu atas perlakuan istimewa yang diterima saudara mereka yang autis.

Mereka bisa menerima saudara mereka dengan baik dan bahkan bisa bermain

bersama. Subjek mengatakan bahwa ia selalu berusaha untuk adil dalam

memperlakukan semua anak-anaknya. Jadi, ketika mereka berbuat kesalahan,

subjek akan menegur mereka agar tidak berbuat demikian. Hal ini terungkap

dalam wawancara berikut:

100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Kalo kakaknya sih nggak ya……dia malah sayang banget gitu sama B. Cuman kalo adiknya gitu mungkin dalam hatinya bilang “mamah apa-apa mas B terus….aku yang disuruh ngalah terus”…..gitu. Soalnya saya sering ngasih tau dia kalo mas B jangan dinakalin….jangan digangguin gitu….jadi kalo misal Bnya nakal dan dia mau bales saya sering bilang “jangan dek….” . tapi ya kalo B nakal gitu saya juga bilang “tidak….B….tidak”. (WS 3. Z. 1- 13) Keluarga subjek memang benar-benar menerima keberadan saudara

mereka dengan baik. Mereka mau bermain bersama, dan mau saling mendukung

untuk mengajak anggota keluarga mereka yang autis untuk mengenal dan berlatih

banyak hal. Jika subjek tidak bisa, suami ataupun anak-anaknya yang lain bisa

bertugas menjadi pengawas dan teman bagi saudara mereka yang autis. Hal ini

terungkap dari:

Nah, kalo B itu seperti yang udah saya bilang tadi. Orang tuanya memperhatikan dengan baik anaknya. B ini kan tidurnya kebalik-balik ya mas. Jadi kadang kan ibunya kerepotan. Tapi karena ibunya nggak bekerja makanya dia bisa mengurus anaknya dengan maksimal. Terus kemudian, kalo bapaknya ada dirumah, bapaknya ini juga memberikan perhatian yang bagus buat anaknya. Jadi keduanya berkolaborasi gitu lah. kalo bapaknya nggak bisa ada ibunya. Kalo ibunya nggak bisa ada bapaknya yang mengawasi. Bagitu....jadi hasilnya lebih baik dalam perkembangan anaknya ini. Seperti ini mas....kalo B ini pengen main sepeda gitu.....bapaknya menunggui. Jadi rumahnya kan di pojokan gitu ya mas.....nah kalo B ini lagi main sepeda...bapaknya menutup jalan keluar yang sini.....saudaranya yang sini.....(sambil memperagakan)....terus B ini dibiarin main. Yang penting nggak keluar kompleks. Jadi anak ini terlatih dan gerakannya jadi bagus....perkembangannya juga lebih baik. Terus kalo udah mau pulang dicek dulu apa B ini dah dirumah atau belom. Kalo udah baru mereka pulang. Pernah juga B kesini naik sepeda. Terus diikutin dan dikawal dari belakang sama bapaknya sama ibunya juga.....jadinya anak ini bisa bagus...(WSL. C. 32-62)

D. Hubungan dengan Lingkungan

Subjek merasa bahwa lingkungan memahami kebaradaan anaknya dan

bisa menerima keberadaan anaknya degan baik. Orang-orang yang tinggal di

101

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

sekeliling subjek juga mau bergaul dengan subjek dan anaknya. Mereka bisa

berinteraksi dengan baik dengan anak subjek yang autis ini. Hal ini terungkap dari

pernyataan subjek dalam wawancara:

Udah pada tau.....orang sini emang sudah pada ngerti keadaan B. Ini anak kan sukanya jalan gitu....main di sawah-sawah situ ya...ya itu masuk ke got gitu. Nanti pulang-pulang udah jorok gitu....dianterin sama orang yang rumahnya deket sama tempat dia main itu....(WS 3. U. 1-8) Hubungan yang baik antara subjek dengan lingkungan juga pernah

membuat tetangga subjek mengantarkan anaknya ini pulang. Tetangga subjek

tersebut melihat anak subjek ini sedang naik becak keluar kompleks sendirian.

Tetangga subjek ini mengetahui kondisi anak subjek dengan baik, maka tetangga

ini kemudian meminta anak subjek untuk turun dan mengantarkannya kembali ke

rumah. Hal ini diungkapkan subjek dalam wawancara:

Pernah juga disini gitu. Naik becak.....tapi becak luar. Kalo becak dalem kan dah pada tau.....ni becaknya kan mungkin ada orang naik becak terus brenti dia naik.....gitu kan.(WS 3. W. 245-250) Iya dikirain mau kemana gitu kan….terus jalan sampai jalan raya. Waktu sampe jalan raya….ada tetangga yang liat…..”loh itu kaya B??” katanya. Terus ditanyain sama dia…..”pak, itu mau kemana?” kata tetangga saya…..”nggak tau belom saya tanya” pak becaknya jawab gitu….(tertawa). Terus sama tetangga saya dibilang…..”udah suruh turun aja pak biar anu sama saya aja”….(tertawa). Dia mau….sebenernya nurut gitu loh. Dia mau. Terus sama dia diajak pulang……”ayo Bob pulang” gitu katanya. Dia kan naik mobil terus Bnya diajakin pulang naik mobil.(WS 3. X. 1-16) Subjek juga beberapa kali merasa ditolong orang dalam mengurus

anaknya yang autis karena hubungannya yang baik dengan lingkungan. Bahkan

sampai orang luar lingkungan tempat tinggalnya pun tahu keadaan anak subjek.

Pernah suatu ketika anak subjek pergi keluar kompleks sendirian. kebetulan ada

orang yang mengetahui kondisi anak subjek. Oleh karena itu, penjual buah tadi

102

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berinisiatif mengajak anak subjek pulang dan mengantarnya sampai rumah. Hal

ini terungkap dari hasil wawancara:

Dia jalan ke mesjid itu.....ada orang naek motor kan....brenti....dia naek gitu. Saya nggak tau dia naek dari mana.....saya dikasih tau sama ini....mbak buah itu. Yang biasa saya sering beli disini. Dia naek motor....si mbak buah ini liat dan tau kalo itu B....terus pas udah mau sampe jalan raya gitu dipanggil sama mbak ini....diteriakin gitu....terus dia balik lagi bapaknya itu. “kenapa bu?” kata bapak itu....ini mau “dibawa kemana pa?”......”nggak tau...belom saya tanya...saya pikir dia mau nunut aja sampe depan. Nanti kalo udah sampe dia bilang.” Gitu kata bapaknya..... Udah sama mbak ini dibilang “udah pak turunin aja.....nanti saya anter pulang kerumahnya...” gitu. “oooooo saya nggak tau....kirain nunut....” kata bapaknya gitu.....”nggak.....nggak....nggak.....dah biar saya anter pulang aja pak” terus akhirnya dia dianter pulang kesini sama mbaknya.(WS3. U. 27-51) Berawal dari beberapa peristiwa yang membuat anaknya hampir hilang,

maka subjek memilih untuk mengunci pintu gerbang rumahnya. Apa yang

dilakukan subjek ini bukan merupakan bentuk ketakutan, melainkan bentuk

tindakan antisipasi agar ia bisa mengawasi anaknya dengan lebih baik. Oleh sebab

itu, belakangan ini, anak subjek yang autis lebih sering berada di rumah dari pada

beberapa waktu sebelumnya. Hal ini terungkap dari:

Sedangkan dengan lingkungan, anak subjek ini mulai jarang untuk keluar rumah. Selain karena pola tidurnya yang terbalik, pintu gerbang rumah yang terkunci juga membuatnya menjadi tidak bisa keluar rumah. Alasan subjek untuk mengunci pintu gerbang adalah karena anak subjek ini pernah akan hilang dari rumah. Ia pergi keluar dari kompleks tempat tinggal subjek menuju ke jalan raya sendiri. Berdasarkan pengalaman itu, maka subjek memilih untuk mengunci rapat pagar rumahnya, supaya anak subjek ini bisa terpantau ketika keluar dari rumah. Sebelum kejadian tersebut, anak subjek ini kerap bermain sendiri diluar rumah, namun, tidak jarang pula ia berelasi dengan orang-orang lain disekitarnya (OS 3. 81-100)

103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 4: Wiraswasta

Individu Normal

Skema 5. Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Anggota

Keluarga yang Autis Subjek 4

- Individu normal 2 orang

- Anak pertama dan kedua

- Memiliki hubungan yang

akrab dengan adik meeka

yang autis, namun saat ini

berkuliah di luar kota.

Individu Autis

- Individu yang memiliki gangguan perkembangan

- Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan anak lain seusianya

- Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang disekitarnya

- Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

• Kurang terlihat relasi antara subjek dengan anggota keluarga- nya

• Memiliki hubunga yang kurang harmonis dengan suami dalam hal pembagian tugas rumah tangga

• Kurang terlihat hubungan dengan lingkungan

• Tidak pernah menutupi keberada-an individu autis

• Menjelas-kan pada orang lain tentang keadaan individu autis

• Menemani individu autis berelasi hanya ketika ada waktu luang

Menerapkan Pola Asuh Autoritarian dengan melepaskan tanggungjawab

penangan individu autis pada orang lain

• Tidak mengasuh individu autis sendiri karena kesibukannya bekerja

• Memasukan pada lembaga autis dengan harapan bisa berkembang menjadi individu yang mandiri dan dapat bersosialisasi, serta bisa berkurang keaktifannya

• Berusaha mencari cara penanganan yang terbaik dengan menggunakan cara medis dan pengobatan alternatif

• Menjadi individu yang pendiam dan sering menyendiri • Tampak kurang bersemangat dan masih suka bertindak semaunya

104

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

C.4 Subjek 4

A. Pemahaman Tentang Autis Subjek mengerti akan autis karena informasi dari orang lain yang

memahami tentang autis setelah melihat kondisi anak subjek. Setelah mendapat

informasi ini, subjek baru berusaha mencari berbagai informasi yang lebih

mendalam dan akurat tentang autis dan cara-cara penanganannya. Hal ini

terungkap dalam wawancara berikut:

ada famili yang kebetulan dia jadi psikolog gitu ngeliat kondisi V (nama anak subjek). Waktu liat kondisi V dia bilang kalo kemungkinan ni anak autis....terus watu dia periksa beneran......dia bilang kalo anak ini positif autis. Dari situ saya baru mulai ngerti tentang autis.....terus saya mulai dari situ coba cari tau apa autis....terus cari cara penanganannya. (WS 4. E. 35- 46).

Keluarga subjek menganggap autis sebagai suatu gangguan otak permanen

yang sudah tidak mungkin bisa diperbaiki lagi. Mereka beranggapan bahwa anak

autis tidak akan mampu untuk berkembang lebih baik lagi karena kondisi otaknya

tidak mampu untuk itu, seberapapun baiknya orang lain berusaha untuk

membantunya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara berikut:

Pokoknya kalo anak autis itu nggak akan bisa berkembang kalo otaknya nggak mampu. Dia nggak akan bisa diajarin apapun kalo otaknya aja nggak mampu. Percuma mau ngajarin seperti apa juga....jadi tergantung kemampuan otak gitu. Kalo nggak bisa ya udah nggak mungkin bisa (WS 4. C.8-15)

Keluarga subjek juga beranggapan bahwa anak autis memiliki kemampuan

yang biasa saja. Mereka menganggap bahwa anak autis hanya bisa berada di jalur

eksakta saja. Tidak akan mungkin seorang anak autis mampu untuk mendalami

bidang diluar eksakta. Mereka juga beranggapan bahwa kemampuan anak autis

105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

hanya bisa berada di bidang eksakta saja. Hal ini terungkap dari hasil wawancara

berikut:

Anak autis itu nggak akan lari ke sastra....mereka nggak mampu untuk itu......biasanya ke eksak......(WS 4. D. 28-30) Pandangan keluarga yang demikian, tidak berarti membuat subjek tidak

memberikan perhatian pada dunia autis. Paling tidak subjek banyak memberikan

perhatian pada anaknya yang autis. Perhatian subjek ini dikarenakan ia merasa

menyesal kurang tanggap kan kondisi anaknya selama proses perkembangan dari

lahir hingga usia 5 tahun. Dengan demikian, subjek merasa terlambat untuk untuk

menangani perkembangan anaknya. Hal ini terungkap dari hasil wawancara

berikut:

Iya...pas waktu dirumah itu dia nggak pernah ngeliat ke saya kalo lagi saya susuin...dari situ saya merasa kalo ni anak pasti ada sesuatu gitu. Dia sempat saya kira budeg gitu mas...abis pas udah umur 2,5 tahunan gitu aku panggil-panggil dia nggak mau nengok atau ngeliat. Tapi pas waktu itu pernah dia denger di TV ada iklan yang dia suka......lari dia ndeket....padahal dia lagi ada di luar. Eh begitu dia denger....lari dia ngedeketin TV itu. Jadi kan nggak mungkin kalo dia budeg gitu kan mas.... Saya terus nggak terlalu memikirkan itu. Karena nggak berapa lama gitu dia mulai ngomong....waktu itu dia ngomong “ dua.....dua....dua.....” gitu mas....saya sempat heran aja waktu denger gitu. Ni anak ko ngomongnya begini??? Tapi saya lagi-lagi nggak ambil pusing.....abis itu dia nggak pernah ngomong apa-apa lagi sampe usia 5 tahunan. Saya dalam jangka waktu itu.....mulai panik lagi. Sempat saya berpikir....”ni anak kenapa sih? Ko sampe umur hampir 5 tahunan gini dia masih belom bisa ngomong??” tapi waktu itu suami saya bilang...”nggak apa...ni anak nggak apa-apa ko, nanti juga bisa”......gitu. jadi saya seperti ngerasa tenang aja... (WS 4. E. 1-35)

A.1 Pemahaman Subjek akan Kondisi Anggota Keluarganya yang Autis

Subjek menyadari bahwa anaknya berbeda dari ketika anak subjek tersebut

lahir. Ia melihat adanya perbedaan yang mendasar antara kondisi anaknya ini

dengan kondisi kedua anak subjek yang lain ketika baru lahir. Paling nyata adalah

106

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

tidak adanya kontak mata antara anak subjek dengan dirinya. Hal ini terungkap

dalam wawancara dengan subjek seperti berikut:

Dari lahir….saya. saya udah merasa kalo anak ini berbeda dari lahir. Tapi karena dulu belom tau tentang autis jadi saya nggak berpikir terlalu jauh tentang dia. Dia ini dari dulu emang udah keliatan kalo beda sama 2 kakaknya yang sebelumnya. Kontak matanya nggak ada…..itu yang paling saya inget. (WS 4. A. 1-9) Keyakinan subjek akan keistimewaan yang dimiliki anaknya semakin kuat

karena ketika proses melahirkan, subjek merasa ada banyak keganjilan. Mulai dari

proses persalinan sampai penanganan setelah persalinan, subjek banyak

menemukan keganjilan yang memperkuat anggapannya bahwa anaknya ini

berbeda dibandingkan dengan anak-anak subjek lainnya maupun dengan anak-

anak normal lainnya. Subjek mengungkapkan hal ini dalam wawancara berikut:

Iya….waktu proses kelahiran itu emang dulu nggak lancar. Jadi waktu dia dah mau keluar gitu saya sempat kejang….jadi kejepit pas di bagian kepalanya….terus dia ditarik keluar gitu. Seharusnya dia ini kan masuk inkubator gitu ya mas….kalo di rumah sakit kan mestinya begitu. Tapi waktu saya melahirkan dia ini kan waktu itu di bidan….dan bidannya ini kurang berpengalaman gitu kayaknya. Saya juga sempat heran…….ko ni anak nggak masuk ke inkubator…..padahal kalo di rumah sakit itu anak seperti ini mestinya masuk inkubator dulu paling nggak 3 hari baru keluar....ini ko abis lahir gitu dia langsung diperlakukan kaya anak normal gitu.....dimandiin..terus saya disuruh menyusui gitu. Saya udah sempat tanya ko nggak masuk inkubator sih?......tapi katanya bidan itu dibilang nggak usah gak apa. Saya udah sempat curiga kalo ni anak nantinya kenapa-napa....akhirnya bener gitu....pas pulang ada yang berbeda dibandingkan dengan anak yang normal lainnya. (WS 4. B. 1-29)

B. Pengasuhan pada Anggota Keluarga yang Autis

B.1 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Subjek menerapkan pola asuh autoritarian pada anaknya yang autis di

rumah. Hal ini dikarenakan meskipun memahami bahwa anaknya autis, subjek

107

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

tidak menangani sendiri pengasuhan anaknya. Subjek memasukan anaknya ke

berbagai lembaga yang menangani anak autis karena ia sendiri disibukan oleh

kegiatannya untuk membuat roti sebagi penopang hidup keluarga. Dengan

demikan, subjek mendesak anak untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk

menghormati pekerjaan dan usaha. Hal ini terungkap dari hasil wawancara:

Dia ikut beberapa tempat gitu....soalnya kalo di rumah dia nanti nggak bisa diem. Terus ngacak-acak barang-barang ini. Ni roti-roti ini dulu pernah diacak-acak sama dia (orang tua V merupakan wiraswastawan pembuat roti kering). Yah namanya barang dagangan....kalo nggak bagus kan nggak ada yang mau beli. Kalo nggak bikin roti gini...saya nggak bisa makan nanti....(tertawa) Jadi ya dia terpaksa kami masukan ke beberapa tempat untuk belajar. Pagi sampe jam 10an dia belajar di SLB. Terus nanti pulang dari sana....ke tempatnya Pak Hendro. Abis makan siang sampe sorean.......jam-jam 4an gitu dia ke AGCA center. Itu juga semacem tempat terapi. jadi full dari pagi sampe sore dia begitu....(WS 4. H. 2-23) Alasan utama subjek memasukkan anaknya dalam lembaga terapi adalah

supaya anak ini tidak mengganggu kerja subjek. Selain itu, subjek beranggapan

bahwa dengan memasukkan anaknya ke lembaga-lembaga yang menangani anak

autis, anak subjek bisa menjadi lebih mandiri dan mampu bersosialisasi. Sikap

subjek yang mengharapkan anaknya yang autis ini bisa lebih mandiri dan

bersosialisasi merupakan sebuah tuntutan yang bagi subjek yang tidak perlu

dijelaskan maksudnya pada anaknya yang autis tersebut. Sikap subjek yang

demikian ini menunjukkan ciri khas dari perilaku otoriter yang diterapkan subjek

pada saat mengasuh anaknya yang autis tersebut

B.2 Perlakuan pada Anggota Keluarga yang Autis

Setelah mengetahui anaknya autis dan memahami berbagai hal tentang

autis, subjek melakukan tindakan antisipatif yang bisa membantu anaknya

108

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

menjadi lebih baik. Ia membawa anaknya untuk berobat ke dokter dengan harapan

bisa sembuh, sebab subjek menganggap bahwa autis adalah penyakit. Hal ini

terungkap dari hasil wawancara:

Iya....dia bilang gitu...terus saya coba bawa berobat ke dokter. Karena waktu itu saya pikir itu semacam penyakit. (WS 4. F. 1-4) Pada awal-awal pengobatan, dokter memberikan obat yang dirasakan

subjek cukup membantu untuk mengurangi keaktifan anaknya. Akan tetapi,

subjek kemudian merasa bahwa pengobatan tersebut tidak membawa hasil yang

lebih baik di kemudian hari. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menghentikan

pengobatan. Hal ini diungkapkan subjek dalam wawancara:

Sempat juga saya dikasih obat buat penurun aktivitas gitu....saya amati pengaruh obat itu nggak gitu besar. Awal-awal aja memang obat itu berpengaruh pada tingkat keaktifan anak saya....tapi lama kelamaan saya amati nggak ada pengaruhnya. Akhirnya ya udah saya hentikan. Kalo nggak salah 3 kali saya berobat itu....satu kali pengobatan itu efeknya sekitar 3 bulan (WS 4. F. 4-15) Penghentian pengobatan bagi anaknya yang autis, tidak lantas membuat

subjek berhenti menangani anaknya. Ia masih tetap berusaha untuk mencari cara

lain yang lebih baik dan efektif untuk mendukung perkembangan anaknya.

Subjek kemudian memilih pengobatan alternatif yang lebih alami dan bisa terlihat

hasilnya lebih jelas. Subjek mencoba pengobatan balur yang dilakukan di Jakarta.

Alasan subjek memilih cara ini karena sebelumnya anak subjek pernah menjadi

lebih baik ketika dipijit di kelas terapinya tetapi belakangan ini tidak lagi

dilakukan oleh terapisnya. Hal ini terungkap dalam wawancara:

Terus saya coba cari cara yang lain....kalo sekarang ini V sedang ikut pengobatan balur di Jakarta. Jadi dia dibalurin gitu di semua bagian tubuhnya. Hasilnya sih sudah mulai keliatan kalo dia jadi nggak lemes dan keseimbangannya udah mulai bagus.

109

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Sebelum ini dia kalo terapi di tempat Pak Hendro (terapist V), dia selalu dipijat. Jadi Pak Hendro itu pinter mijet....terus pada proses terapinya itu dia pake pemijatan untuk meningkatkan keseimbangfan anak. Tapi belakangan ini udah nggak lagi (WS 4. F. 15-31) Dulu waktu dia masih pake terapi pijet, buat V efeknya terasa sekali. Dulu dia kalo buang air besar gitu bisa jongkok sampai tuntas.....kalo sekarang dia jongkok gitu nggak bisa lama-lama...karena pasti jatuh. Jadi kalo buang air besar gitu, dia pasti cepet-cepet karena takut jatuh......jadi nggak selesai. Kalo dulu bisa lama dia jongkok. Keseimbangannya bagus gitu. Sekarang ngancingin baju aja masih belom bisa. Nggak lancar.....kayaknya badannya tu lemes banget. Telapak tangan menggenggam gitu aja nggak kuat.... (WS 4. F. 33-49) Selain pengobatan, subjek juga menggunakan terapi untuk membantu

kesembuhan anaknya. Akan tetapi, terapi yang diikuti anaknya ini tidak disertai

dengan tindakan yang mendukung dari subjek. Subjek kurang menangani dengan

maksimal dirumah. Kesibukan subjek yang sangat padat bisa jadi merupakan

salah satu alasan subjek kurang memperhatikan anaknya dengan maksimal. Hal

ini terungkap dari:

Tapi kalo saya lihat, fokus penanganannya hanya dilakukan tempat-tempat terapi saja. Setelah pulang dari tempat terapi, orang tuanya kurang memperhatikan dengan baik. Ya maklum aja ya mas. Ibunya kan sibuk banget tuh. Ngurusin rumah…kerja bikin roti buat kehidupan rumah tangganya. Jadi kurang begitu menangani V dengan maksimal. (WSL. S4. B. 1-10) Sikap subjek yang kurang memaksimalkan perhatian ini mengakibatkan

adanya perbedaan persepsi yang antara subjek dengan pihak terapis. Perbedaan

persepsi ini mengakibatkan penurunan aktivitas pada anak subjek. Bisa jadi,

perbedaan persepsi yang terjadi antara subjek dengan terapis ini karena sikap

subjek yang serba ingin melihat perubahan yang instan pada diri anaknya. Padahal,

perubahan anak autis tidak bisa langsung terlihat. Perlu kesabaran dan kontinuitas

penanganan untuk memperoleh hasil yang terbai. Hal ini terungkap dari:

110

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Iya dulu.....tapi itu juga karena ada bantuan dari keluarga mas. Jadi begini. Dulu saya sama ibunya V ini sempat berbeda persepsi gitu. Ibunya menganggap bahwa terapi pijat yang saya berikan itu membuat anaknya jadi lebih baik. Padahal itu tidak. Wong pijatan yang saya berikan berefek pada relaksasi ko. Tapi Ibunya menganggap pijatan itu membuat anaknya bisa menjadi lebih baik. Sebenarnya gini mas....pijatan yang saya berikan itu membawa hasil yang positif ketika dirumah juga dibantu dengan okupansi terapi (OT) yang diberikan orang tua. Jadi kaya misal dulu tuh sering dia main sepeda di rumah..... itu kan secara nggak langsung membantu gerakan tubuh anaknya. Terus dulu juga sering diajak main-main gitu kalo dirumah. Jadi itu juga melatih gerakan tubuh. Meskipun tidak saya pijat, anak ini juga bisa berkembang dengan baik karena adanya OT yang dilakukan orang tua dirumah. Namun, OT dirumah itu hanya berjalan beberapa saat. Terus kemudian nggak dilakukan lagi. Jadi ya kondisi anaknya menurun. Nah, ibunya V ini menganggap bahwa karena saya tidak memijat lagi, makanya kondisi aktivitas tubuh anaknya menurun. Padahal tidak demikian mas.........(WSL. S4. C. 1-31) Soalnya gini mas....ibunya itu tipe orang yang kepengin instan. Langsung masuk terus dapet hasil yang terlihat. Padahal terapi autis kan nggak bisa begitu. Anak autis itu penanganannya harus konsisten dan kontinyu.....baru terlihat hasilnya. Jadi kadang dia bisa naik bagus....tapi ada juga kenaikan yang sedikit-sedikit....ada juga yang stabil aga lama baru naik lagi. Dan ini harus dilatih terus kan mas......nggak bisa langsung jadi. Itu yang nggak bisa dipahami oleh ibunya V. (WSL. S4. D. 19-30)

C. Hubungan dalam Keluarga

Hubungan antara anak subjek yang autis dengan anggota keluarga yang

lain, terutama saudara-saudaranya berjalan dengan baik. Subjek tidak pernah

melihat adanya penolakan dari saudara-saudaranya. Hal ini terungkap dalam hasil

wawancara:

Iya....mereka nggak merasa aneh sama V. Kalo lagi ngumpul dirumah gitu ya bercanda-bercanda gitu mereka semua. Biasanya V yang sering di usilin.......(tertawa) (WS 4. M. 1-5) Hubungan yang baik antara anak subjek yang autis dengan saudara-

saudaranya ini terlihat dari sikap mereka pada adiknya yang autis ini ketika

111

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berkumpul. Mereka bisa berkomunikasi dengan baik dan berkumpul bersama

dengan senang. Namun, anak subjek yang autis ini sering tetap lebih memilih

menyendiri ketika mereka tengah bekumpul. Hal ini terungkap dari hasil

wawancara:

Bisa...dia malah akrab sama kakaknya. V ini kan anak ke 3....bungsu dia. Nah kakaknya 2 orang cewek semua. Kebetulan mereka di luar kota semua. Kaya kamu lah kuliah gitu di luar kota. Nah kalo pas ngumpul gitu. Mereka kan banyak dirumahnya gitu ya.....V ini bisa maen sama kakak-kakaknya gitu. Tapi ya tetep aja dia lebih banyak sendirinya gitu. Paling kalo lagi duduk nonton TV gitu ada komunikasi sama kakaknya. Kebetulan kan kakaknya nggak begitu sering pulang ya....kecuali yang di Salatiga agak sering pulang....tapi mungkin karena jarang ketemu gitu ya jadi mereka tuh kayaknya seneng banget kalo ketemu ma V. Mereka sayang banget kalo maen sama V gitu. (WS 3. L. 1-21) Menurut subjek, kedekatan anaknya dengan orang lain hanya sebatas

dengan saudara-saudara kandungnya saja. Anak subjek ini tidak bisa bermain

dengan orang lain selain kakak-kakaknya. Ketika tidak ada kedua kakaknya, maka

anak subjek ini akan lebih banyak bermain sendirian. Hal ini terlihat dari petikan

wawancara berikut:

Cuma dengan kakaknya aja....kayaknya dia kalo maen nggak pernah sama orang lain ya..... dia lebih sering sendirian. Jadi kayaknya dia nggak pernah keliatan bisa gabung dengan orang lain .(WS 4. P. 1-6)

Hubungan subjek sendiri dengan suaminya kurang menunjukkan

keharmonisan. Subjek banyak berjuang sendiri untuk mengurus segalanya, mulai

dari urusan rumah tangga sampai mengurus anak. Subjek seolah kurang bisa

berbagi tugas dengan suaminya. Suami subjek sendiri tampak kurang begitu

peduli dengan kondisi anaknya ini, sehingga sedikit banyak akan mengurangi

perkembangan diri anaknya. Hal ini terlihat dari:

112

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Padahal, ibunya itu termasuk orang tua yang single fighter yang mengurusi anaknya ini. Bapaknya kurang berperan aktif dalam mengurus anaknya. Padahal bapaknya ini kan bisa dibilang punya banyak waktu juga. Kalo saya lihat….hubungan bapak -ibu dalam hal mengurusi anaknya ini sangat bertolak belakang mas. Ibunya berjuang mengurus rumah dan anak, sementara bapaknya kan tampak…..cuek gitu ya. jadi anak ini beneran terbengkalai. (WSL. S4. B. 10-21) Bapaknya yang punya banyak waktu luang kan tadi saya bilang cuek gitu ya mas. Kalo njemput....kalo dia mau ya njemput. Kalo nggak ya nanti. Pernah dulu V ini telat dijemput hampr 3 jam karena bapaknya males jemput. Kan kasian buat anaknya sendiri to mas…(WSL. S4. D. 48-54)

D. Hubungan dengan Lingkungan

Subjek merasa bahwa orang-orang dimana tempat ia tinggal tidak

memiliki pandangan yang negatif terhadap kondisi anaknya. Ia beranggapan

bahwa mereka bisa menerima keberadaan anak subjek dan tidak menolahnya,

walaupun subjek tampak kurang yakin dengan apa yang dikatakannya, namun ia

merasa selama ini tidak ada orang yang bilang ketidaksukaannya pada anak

subjek. Hal ini terlihat dari :

Wah.....sepertinya nggak ada ya....saya ngak tau kalo ada yang ngomong di belakang....misalnya “ni anak kenapa sih?”.....mungkin ada yang dibelakang ngomong demikian. Tapi saya nggak pernah dengar tuh ada yang ngomong begitu. (WS 4. R. 1-7)

Menurut subjek, orang-orang di lingkungannya bisa menerima keberadaan

anaknya karena keaktifan suaminya dalam menginformasikan tentang autis pada

lingkungan. Selain itu informasi di media juga banyak, sehingga subjek merasa

bahwa orang-orang dilingkunganya bisa memahami keberadaan anak autis di

lingkungannya. Hal ini terlihat dari:

Lagian papahnya ini suka ini ko....ngomong tentang autis juga. Jadi papahnya suka cerita autis itu apa....kenapa.....gitu. Sekarang juga autis kan sepertinya udah banyak juga di masyarakatkan di berbagai media.

113

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Jadi kayaknya kalo warga atau lingkungan disini dah banyak yang paham, jadinya nggak ada yang berpikiran negatif. (WS 4. S. 5-14) Selain karena keaktifan suaminya menginformasikan tentang autis, subjek

juga tidak pernah menutupi keberadaan anaknya. Dia malah senang

menceriterakan kondisi anaknya ketika ada orang lain yang menanyakannya.

Sikap keterbukaan inilah yang membuat subjek merasa keberadaan anaknya

diterima oleh lingkungan. Akan tetapi, subjek hanya akan menemani anaknya ini

ketika ia memiliki waktu luang. Hal ini terungkap dari:

Terus juga ini....kalo sore di sini kan ada sering tuh kuda-kuda lewat gitu.....terus dia biasanya minta itu “naik kuda......naik kuda” gitu. Jadi saya ajak aja naik kuda. Terus kan biasanya di dalem kudanya itu (delman-red) ada juga orang lain yang naik.....kadang juga mereka nanya.....kenapa ni bu anaknya?? Gitu... ya saya jawab aja autis.....terus kalo dia nanya autis tu apa?? Gitu....ya saya jelasin aja. Biasanya mereka mengerti.....kalo tetangga sini kayaknya nggak papa (WS 4. S. 22-36) Ketika subjek memiliki waktu luang, ia akan berusaha menemani anaknya ini. Ketika anak ini meminta subjek untuk menemaninya bermain, ia juga akan berusaha menemaninya (OS 4. 92-97) Apa yang dikatakan subjek terbukti dengan sikap orang-orang di

lingkungannya yang bisa memahami kondisi anaknya. Orang-orang di sekitar

subjek tidak menjauhi anaknya ketika ia bermain di lingkungan tempat tinggalnya,

namun mereka menerima keberadaan anak subjek tersebut apa adanya. Hal ini

terlihat dari petikan wawancara subjek berikut ini:

Malahan tu.....itu kan di situ ada bengkel. Kadang Vicktor juga seneng maen kesana. Kalo udah disana dia tu seneng banget ngumpulin kaleng-kaleng cat gitu. Terus.....malah sama orang bengkelnya itu dikasi-kasiin tu kaleng cat buat V....(WS 4. S. 15-22)

114

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

E. Harapan-harapan Subjek

Subjek memiliki harapan yang besar bagi lingkungan untuk membantu

perkembangan diri anak autis. Subjek menyadari bahwa ia tidak bisa menangani

anaknya sendiri karena keterbatasan waktu dan kemampuan untuk menangani

anaknya. Oleh karena itu subjek banyak menitipkan anaknya pada lembaga yang

mengurusi anak autis. Akan tetapi, ia juga merasa bahwa orang-orang yang berada

di lembaga tersebut kuarang memiliki kemampuan yang memadahi, sehingga

anak-anak autis ini kurang tertangani dengan maksimal. Untuk itu, ia ingin agar

mereka yang terlibat lebih profesional dan bisa bertanggungjawab. Hal ini tampak

dalam hasil waancara:

SLB ini sebenernya bagus programnya......Cuma karena yang mendidik di situ belom berpengalaman atau malah nggak begitu ngerti tentang autis......jadinya saya agak kurang pas dengan metode pengajarannya. Sebenernya kalo dilihat programnya bagus...Pak Ciptono kepala sekolahnya punya program yang bagus banget untuk anak autis.....dia juga kreatif banget orangnya.....cuman mungkin karena dia nggak didukung sama tenaga yang mampu...jadi nggak berjalan baik programnya. Saya masukin V kesitu cuman buat ini aja....belajar sosialisasi gitu. (WS 4. I. 53-70) Selain itu, subjek juga mengajak orang tua anak autis untuk berkembang

bersama anak-anaknya, sehingga mereka bisa tumbuh dengan maksimal. Ia

mengajak para orang tua anak autis untuk tidak memperdulikan orang lain yang

menolak keberadaan anaknya. Dengan demikian, mereka bisa menjalani hidup

lebih ringan dan tanpa beban. Hal ini teungkap dari hasil wawancara:

Iya....jadi kayaknya mereka menerima-nerima aja. Mungkin kalo merasa ditolak gitu dari orang tuanya sendiri ya......mereka nggak siap menghadapi lingkungan dan terlalu dipikirin banget gitu. Jadi malah seolah ada beban.....udah nggak usah dipikirin...yang jelas dijalani aja...( WS 4. T.1-9).

115

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Skema 6. Hasil Penelitian Pola Asuh Pada Keluarga yang Memiliki Angota Keluarga yang Autis.

116

Hubungan dengan Lingkungan

• Aktif untuk memberikan informasi-informasi mengenai autis

• Aktif mengenalkan individu lain ada lingkungan

• Merasa bahwa lingkungan bisa menerima keberadaan individu autis

Subjek:

Individu Autis Hubungan dengan Keluarga

Individu Normal

• Individu yang memiliki gangguan perkembangan

• Memiliki perilaku dan pola pikir yang berbeda dengan individu lain seusianya

• Berusaha menyelaraskan hubungan individu autis dengan anggota keluarga yang lain

• Berusaha untuk tidak membedakan perlakuan

• Merasa bahwa anggota keluarga bisa menerima keberadaan individu autis

• Memerlukan perhatian dan dukungan yang besar dari orang-orang disekitarnya

• Memerlukan penanganan dan perlakuan yang khusus

• Mayoritas memiliki 2 orang individu normal

• Mayoritas individu normal berusia lebih tua, kecuali S 3

• Bisa berelasi dengan baik dengan saudara yang autis.

Pola asuh autoritarian Pola asuh autoritatif Pola Asuh dalam Keluarga

Pengasuhan dan Perlakuan Pengasuhan dan Perlakuan pada anak autis pada individu autis

• Berusaha membuat individu autis merasa nyaman (S1) • Memberikan perhatian yang lebih besar pada individu yang autis daripada

sebelumnya (S1) • Memberikan kebebasan pada individu autis untuk melakukan apa yang

diinginkannya (S1) • Tidak berubah dan tidak menolak keberadan anggota keluarga yang autis (S2) • Berusaha memberikan perhatian yang terbaik, sabar dan telaten ((S2) • Berusaha untuk mencari cara penanganan yang terbaik, mulai dari medis, alternatif

sampai terapi (S2) • Kerapkali marah dan membentak jika melihat tingkah individu autis yang tidak bisa

diberitahu dan sudah mulai mengacau (S2) • Berusaha untuk selalu menjaga mood individu autis , agar mudah untuk diberitahu

(S3) • Mencari tahu bagaimana cara penanganan dan penyembuhan anak autis (S3)

• Tidak mengasuh individu autis sendiri karena kesibukannya bekerja (S4)

• Memasukan pada lembaga autis dengan harapan bisa berkembang menjadiindividu yang mandiri dan dapat bersosialisasi, serta bisa berkurang keaktifannya (S4)

Keberhasilan Perkembangan

Pola asuh autoritatif Pola asuh autoritarian

• Menjadi individu yang pendiam(S1) • Mudah beradaptasi dengan lingkungan baru (S1) • Memahami beberapa aturan lingkungan (S1) • Bisa berelasi dengan baik dengan saudaranya (S3) • Bisa berkomunikasi dengan baik walaupun tidak

lancar (S3) • Menjadi individu yang penurut (S3) • Cenderung untuk menyakiti orang lain (S2)

• Menjadi individu yang pendiam dan sering menyendiri (S4)

• Tampak kurang bersemangat dan masih suka bertindak semaunya (S4)

• Hiperaktif serta sulit berelasi dengan orang lain (S2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Tabel 5: Ringkasan Analisis Hasil Penelitian

117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Tabel 5: Ringkasan Analisis Hasil Penelitian

Keterangan Aspek Indikator

Subjek 1

Subjek 2

Subjek 3

Subjek 4

Persamaan Perbedaan

Data demografi

subjek

Usia 49 tahun 46 tahun 34 tahun 51 tahun

Pekerjaan Ibu Rumah

Tangga

PNS Ibu Rumah

Tangga

Wiraswasta

Usia individu autis dan urutan kelahiran

20 tahun

Anak kedua

(bungsu)

6 tahun

Anak ketiga

(bungsu)

13 tahun

Anak kedua

12 tahun

Anak ketiga

(bungsu)

A. Pemahaman subjek akan autis

• Menganggap autis sebagai gangguan perilaku

• Mengetahui

autis pertama kali karena informasi dari orang lain

• Berusaha untuk

mencari tahu

• Menganggap individu autis sebagai individu yang memiliki ganguan

• Mengetahui autis

pertama kali dari orang lain

• Menganggap individu autis sebagai individu yang memiliki gangguan

• Mengatahui autis pertama kali dari orang lain

• Menerima keadaan

• Keluarga menganggap autis sebagai suatu penyakit

• Mengetahui

autis pertama kali dari orang lain

• Terus berusaha

untuk mencari tahu keadaan

• Keempat subjek memahami autis atas pemberi-tahuan orang lain dan menegas-kannya lebih lanjut pada ahlinya.

• Subjek 1 meng-anggap autis sebagai ganggu-an perilaku

• Subjek 4

meng-anggap autis sebagai

a

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berbagai info tentang autis pada ahlinya

• Melibatkan diri

secara langsung dalam dunia autis

• Masih terus berusaha untuk mencari tahu berbagai info tentang autis dan bertanya pada ahlinya

• Mengikuti saran

dan anjuran para ahli, namun tidak melarang anggota keluarganya yang autis makan makanan tertentu. Hanya membatasi.

anggota keluarganya yang autis apa adanya

• Berusaha untuk mencari informasi tentang autis dan penanganannya pada ahlinya

• Terlibat aktif

pada berbagai hal yang berhubungan dengan individunya

• Terapi hanya

dijadikan sarana untuk membantu perkembangan diri individunya

anggota keluarganya yang autis agar mendapat informasi yang pasti pada ahlinya

• Subjek merasa

menyesal tidak segera tanggap akan kondisi anggota keluarganya yang autis sampai ia berusia 5 tahun

penyakit akibat ganggu-an otak.

• Subjek 3

menun-jukkan peneri-maan yang apa adanya

A.1 Pemahaman akan kondisi anggota keluarganya yang autis

• Merasa memahami kondisi anggota keluarganya yang autis dari kecil, sehingga

• Memahami keadaan anggota keluarganya yang autis dari kecil karena merasa curiga dengan

• Memahami kondisi anggota keluarganya yang autis dari kecil karena merasa curiga

• Menyadari jika anggota keluarganya yang autis berbeda dari ketika lahir

• Para subjek menyadari jika anggota keluarganya yang autis ini berbeda

• Subjek 1 tidak mau mengikuti anjuran para ahli mengenai

b

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berusaha untuk memberikan yang terbaik

• Menolak

melakukan pantangan karena merasa memahami kondisi anggota keluarganya yang autis, sehingga berusaha mencari cara penanganan yang terbaik

perbedaan perilaku dengan individu lain seusianya

akan perilaku anggota keluarganya yang autis yang hanya bisa teriak dan mengeluarkan bahasa planet saja

karena proses persalinan yang tidak wajar.

• Anggota

keluarganya yang autis memiliki perbedaan kondisi yang mendasar dengan saudaranya yang normal

dari kecil. pantangan yang harus diikuti.

B. Pengasuhan individu autis

B.1 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

• Menerapkan pola asuh autoritatif dengan berusaha memenuhi apa yang diinginkan individu autis yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan individu tersebut

• Menerapkan pola asuh autoritatif dengan menggunakan peringatan-perngatan yang tegas pada saat mengasuh anggota keluarganya yang autis

• Menerapkan pola asuh autoritatif dengan berusaha menjaga mood individu autis supaya bisa dengan mudah diberitahu

• Jika individu

autis berada dalam kondisi mood yang

• Menerapkan pola autoritarian dengan mengikutkan anggota keluarganya yang autis pada beberapa lembaga autis dengan alasan supaya ia tidak mengganggu kerja subjek

c

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

• Memberikan kebebasan pada anggota keluarganya yang autis, namun masih memberikan batasan-batasan

• Menerapkan

pola autoritatif karena pengaruh pengalaman masa kecil subjek. Subjek juga berusaha untuk tidak membedakan perlakuan

• Peringatan tegas ini bukan merupakan sikap autoriter subjek, melainkan bentuk perhatian subjek pada anggota keluarganya yang autis supaya ia tidak bersikap semaunya sendiri yang bisa menyakiti dirinya sendiri

buruk, subjek berusaha untuk membujuknya supaya relasi antara dirinya dengan individu autis bisa tetap terjaga

• Subjek juga menuntut banyak hal yang kurang bisa dilakukan anak autis tanpa dukungan orang tua

B.2 Perlakuan terhadap individu autis

• Berusaha untuk selalu dekat dengan anggota keluarganya yang autis, dengan membawanya kemanapun subjek pergi

• Tidak mengubah perlakuan, tetap menyayangi dan menerima keberadaan anggota keluarganya yang autis apa adanya begitu mengetahui bahwa ia autis

• Beusaha untuk memberikan penanganan yang terbaik bagi anggota keluarganya yang autis

• Merasa bahwa

individu autis tidak bisa

• Berusaha untuk mencari cara yang bisa menyembuh- kan individu autis dengan membawa anggota keluarganya yang autis pada beberapa

• Subjek 2 dan 3 berusaha untuk mencari tahu cara penanganan yang terbaik bagi anggota keluarganya

• Subjek 1 berusaha mengajak anggota keluarganya yang autis untuk mengopti-malkan kemam-

d

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

• Berusaha mencurahkan seluruh perhatiannya bagi anggota keluarganya yang autis sampai memutuskan untuk berhenti bekerja

• Berusaha untuk membantu perkembangan anggota keluarganya yang autis dengan mencari cara yang baik dan sesuai dengan keadaan anggota keluarganya yang autis tersebut

disamaratakan sehingga berusaha untuk menangani anggota keluarganya yang autis sesuai dengan kemampuan individu tersebut

• Berusaha untuk

menjaga pola makan anggota keluarganya yang autis supaya bisa mengontrol perilakunya

dokter dan terapis

• Tidak

menangani sendiri pengasuhan anggota keluarganya yang autis karena kesibukan subjek yang sangat padat

• Sikap subjek

yang ingin melihat perubahan yang instan membuatnya mengikutkan anggota keluarganya yang autis pada banyak lembaga terapi yang berbeda-beda

yang autis puannya. • Subjek 3

berusaha melaku-kan pantangan bagi anggota keluarganya yang autis

• Subjek 4

erusaha mencari pengobat-an yang bisa menyem-buhkan bagi anggota keluarganya yang autis

• Subjek 4

ingin perubahan yang instan jadi

e

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B.3.1 Memaksi-malkan visual thinking

• Memberikan contoh langsung dengan menggunakan dirinya sendiri untuk mengajari anggota keluarganya yang autis sesuatu

• Dimanfaatkan untuk mengajari anggota keluarganya yang autis berbicara dengan menggunakan media televis

B.3.2 Memaksimal-kan gangguan pemahaman berbahasa

• Digunakan untuk mengajari anggota keluarganya yang autis menyusun kalimat dengan berbagai variasi

B.3 Cara Mengasuh individu autis

B.3.3 Keinginan untuk selalu sama

• Dimanfaatkan untuk mengajari anggota keluarganya yang autis mengubah rutinitas yang kontinyu dan tidak berubah agar lebih dinamis

• Para subjek

mengguna-kan berbagai hal yang menjadi kelemahan dan kekurangan individu autis untuk mengajar-kan berbagai hal yang baru pada individu autis, yang disesuaikan dengan karakteris-tik dan keadaan

f

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

B.3.4 Menggu-nakan sensory sensitivi-ties menjadi kelebihan

• Dimanfaatkan untuk mengajari dan meyakinkan anggota keluarganya yang autis agar ia berani melakukan sesuatu hal dan tidak takut lagi.

• Dimanfaatkan untuk memberikan peringatan-peringatan ketika anggota keluarganya yang autis sudah susah untuk diberitahu.

B.3.5 Menun-jukkan sikap yang sabar dan pantang menyerah dalam mengha-dapi dan membim-bing

• Terus berusaha untuk memberi tahu anggota keluarganya yang autis akan sesuatu hal, sehingga iatidak lagi melakukan kesalahan yang sama, terutama dalam berkomunikasi

B.3.6 Menunjukan sikap penuh perhatian dan kasih sayang

• Memahami kondisi anggota keluarganya yang autis, sehingga bisa segera mencari alternatif

• Berusaha untuk memperhatikan anggota keluarganya yang autis secara penuh sehingga

masing-masing.

g

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

pada individu autis

kegiatan ketika ia merasa bosan

• Terlibat

langsung dalam dunia autis

individunya tidak menderita.

B.3.7 Memahami kebutuhan dan kemauan individu autis

• Berusaha untuk memenuhi apa yang diinginkan dan dibutuhkan anggota keluarganya yang autis sebelum ia mengatakan, sebab individu autis mengalami kesulitan untuk berkomunikasi

• Mencoba untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan anggota keluarganya yang autis, yang juga bisa membuat ia berkembang menjadi lebih baik

C. Hubungan dengan keluarga

• Berusaha untuk terus menyelaraskan ketidakharmo-nisan hubungan antara individu autis dengan anggota keluarga lainnya

• Berhasil membuat keluarga

• Tidak membedakan perlakuan antara individu yang autis dengan saudaranya yang normal.

• Perhatian dan

kasih sayang yang diberikan subjek pada anggota

• Subjek berusaha untuk bersikap adil terhadap anggota keluarganya

• Merasa anggota

keluarga lain bisa menerima keberadaan anggota keluarganya yang autis

• Merasa anggota keluarga bisa menerima keberadaan anggota keluarganya yang autis

• Kedekatan

anggota keluarganya yang autis ini

• Merasa bahwa anggota keluarga mereka bisa menerima keberadaan anggota keluarga-nya yang autis

• Subjek 1 berusaha untuk meyela-raskan hubungan dalam keluarga

h

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

menerima keberadaan individu autis

keluarganya yang autis membuat hubungan mereka semakin dekat

• Merasa anggota keluarga yang lain tidak cemburu pada perlakuan istimewa subjek pada anggota keluarganya yang autis

• Subjek

seringkali menjadi penengah dalam hubungan antara anggota keluarganya yang autis dengan saudaranya

• Terdapat

kolaborasi yang baik diantara anggota keluarganya untuk mendukung perkembangan anggota keluarga yang autis

hanya pada saudara kandung saja.

• Memiliki

hubungan yang kurang harmonis dengan suami dalam hal pembagian tugas rumah tangga

• Subjek 2 berusaha untuk tidak membeda-kan perlakuan

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D. Hubungan dengan lingkungan

• Merasa anggota keluarganya yang autis memiliki kesempatan untuk mengenal lingkungan

• Berusaha untuk

menjelaskan keberadaan anggota keluarganya yang autis terhadap lingkungan

• Berhasil

meyakinkan masyarakat untuk menerima individu autis, walaupun tidak seluruhnya

• Subjek tidak pernah menutup-nutupi keberadaan anggota keluarganya yang autis.

• Subjek merasa

lingkungan bisa menerima keberadaan individunya. Namun ia merasa tidak yakin dengan perasaan orang-orang tersebut.

• Anggota

keluarganya yang autis kurang memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan

• Merasa lingkungan bisa menerima anggota keluarganya yang autis dengan baik, bahkan beberapa kali lingkungan terlibat langsung dalam berelasi dengannya

• Membatasi

relasi dengan lingkungan apabila tanpa pengawasan karena pengalaman masa lalu yang buruk

• Merasa lingkungan bisa menerima anggota keluarganya yang autis, walaupun tidak yakin sepenuhnya

• Subjek dan

keluarga tetap terbuka dan aktif memberikan informasi mengenai autis terhadap lingkungan.

• Menemani

anggota keluarganya yang autis berelasi hanya ketika ada waktu luang

• Merasa bahwa lingkungan bisa menerima keberadaan anggota keluarga mereka yang autis

• Subjek 1 dan 4 aktif untuk memberi-kan informasi mengenai autis pada lingkung-an

j

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.1 Pengenalan individu autis pada lingkungan

• Berusaha memperlakukan anggota keluarganya yang autis dengan aturan-aturan dalam lingkungan

• Berharap

individunya bisa belajar menjadi lebih mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

D.2 Hubungan individu autis dengan lingkung-an

• Hubungan individu dengan lingkungan kurang akrab

k

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D. Pembahasan

D.1 Keberadaan Anggota Keluarga yang Autis dalam Keluarga

Autis merupakan gangguan perkembangan yang mencakup bidang

komunikasi, interaksi, dan perilaku (Budiman, 1999). Kondisi yang demikian,

menyebabkan seorang autis ini mengalami keterbatasan dalam menjalin relasi

dengan orang lain. Oleh karena itu, seorang autis lebih suka untuk menyendiri

(Hawkes, 2002). Pada subjek yang memiliki anggota keluarga (selanjutnya

disebut anak) yang autis di dalam keluarga juga merasakan hal yang demikian.

Anak mereka yang autis mengalami banyak hambatan untuk melakukan apapun.

Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kadangkala kurang mendukung,

dan kondisi anak juga yang kadangkala juga tidak dapat diprediksi.

Anak autis merupakan anak yang memiliki keistimewaan dalam

perilakunya. Mereka bisa dikategorikan sebagai anak yang normal karena tidak

masuk dalam kategori difabel, namun mereka juga tidak sepenuhnya normal

karena mereka memiliki keterlambatan perkembangan dalam kemampuan

komunikasi, bicara, interaksi sosial, emosi, kepandaian serta perilaku dan

keterampilan motorik, sehingga menyebabkan mereka hidup dalam dunianya

sendiri (Oyeng, 2002). Oleh karena itu, mereka membutuhkan penanganan dan

perhatian yang terbaik dari orang yang berada di sekitarnya, terutama orang

tuanya untuk membantu perkembangan dirinya.

118

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.1.1 Penanganan untuk Anggota Keluarga yang Autis

Melihat keadaan anak autis yang demikian, maka diperlukan penanganan

khusus dalam mengasuh dan mendidik anak autis. Penanganan ini meliputi pola

pengasuhan yang digunakan oleh subjek dalam mengasuh anak autis. Pola asuh

yang sesuai untuk anak autis adalah pola asuh yang tidak membuat anak tersebut

merasa ditinggalkan, tertekan ataupun terlalu dimanjakan, sebab pola asuh yang

demikian justru akan membuat anak merasa kurang bisa mandiri, tidak diterima

dan akan kembali ke dalam dunianya (Puspita, 2005).

Sebelum menentukan pola asuh apa yang akan diterapkan dalam

mengasuh anak mereka yang autis, para subjek ada baiknya juga memahami

karakteristik dari anak autis masing-masing. Hal ini dikarenakan Setiap anak

sangat unik, sehingga penanganan haruslah bisa menjawab kebutuhan masing-

masing anak (Puspita, 2005). Yang perlu diingat orang tua adalah anak autis

merupakan anak anak yang memiliki kebutuhan khusus, sehingga jangan

memaksakan anak autis untuk berkembang seperti layaknya anak yang normal

dengan mengarahkan anak sesuai standar dan kemauan orang tua (Rini, 2006).

Sikap seperti subjek 3 perlu dimunculkan dalam diri masing-masing subjek, yakni

sikap menerima kondisi anak mereka yang autis apa adanya.

Adanya penerimaan diri akan kondisi anak mereka, maka fokus

penanganan tidak akan lagi pada usaha penyembuhan, namun pada penanganan

anak autis agar mereka bisa berkembang dengan lebih baik dan maksimal, sesuai

dengan kemampuan mereka masing-masing. Subjek 1 memberikan bukti nyata

melalui kemampuan anaknya untuk berkembang dengan baik. Meskipun subjek 1

tidak secara eksplisit mengatakan menerima kondisi anaknya, namun ia

119

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

menganggap autis sebagai gangguan perilaku, bukan penyakit. Dengan demikian,

subjek 1 lebih berfokus pada penanganan perkembangan anaknya yang autis.

Hasilnya, anak subjek 1 yang autis ini sudah bisa untuk melakukan berbagai hal

yang berhubungan dengan bina diri dan berelasi dengan orang lain. Demikian

halnya dengan subjek 3 yang sudah berhasil mengajarkan beberapa hal pada

anaknya yang autis, terutama untuk berkomunikasi.

Sementara itu, keluarga subjek 4 menganggap autis sebagai penyakit. Hal

ini secara tidak langsung mempengaruhi pandangan subjek 4 sendiri. Dengan

demikian, subjek 4 lebih berfokus pada penyembuhan anaknya yang autis, bukan

penanganan perkembangannya. Sedangkan subjek 2 lebih menganggap autis

sebagai gangguan yang harus ditangani, sehingga kadangkala subjek juga terfokus

pada penyembuhan.

D.1.1.1 Langkah-langkah untuk Mememahami Karakteristik Anggota

Keluarga yang Autis

Anak autis memerlukan penanganan khusus yang tidak bisa disamakan

dengan menangani anak-anak normal. Penanganan khusus ini, harus dipahami

para subjek agar dapat memberikan penanganan yang tepat. Oleh sebab itu, subjek

perlu memahami karakteristik dari anak mereka yang autis terlebih dahulu.

Puspita (2005) mengatakan bahwa ada 2 langkah untuk memehami karakteristik

anak autis, yaitu memahami keadaan anak apa adanya dan mendampingi anak

dengan intensif. Puspita (2005) menambahkan kesadaran orang tua untuk terlibat

langsung dalam proses perkembangan anaknya yang autis juga dapat membuat

120

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

anak ini menjadi berkembang dengan maksimal. Langkah-langkah diatas ini telah

diaplikasikan oleh 3 subjek untuk memahami karakteristik anak mereka yang autis.

Subjek 1, 2 dan 3 menerapkan langkah untuk memahami anak apa adanya.

Dari langkah ini, mereka bisa mendapakan pemahaman akan kebiasaan-kebiasaan

anaknya, apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anaknya, penyebab baik atau

buruknya perilaku anak dan yang paling penting ikatan batin yang kuat dengan

anaknya. Pada langkah yang kedua, yaitu mendampingi anak dengan intensif

dilakukan secara maksimal oleh subjek 1 dan 3. Mereka benar-benar mencurahkan

sebagian besar waktunya untuk mendampingi dan mengasuh anak mereka yang

autis. Subjek 1 bahkan sampai memutuskan untu berhenti bekerja demi anaknya

yang autis.

Subjek 2 kurang bisa mendampingi anaknya yang autis secara intensif

karena keterbatasan waktu, sementara subjek 4 hanya bisa melakukan langkah

pertama, namun dengan banyak keterbatasan. Hal ini dikarenakan subjek 4

memiliki sangat sedikit waktu untuk berelasi dengan anaknya yang autis. Dengan

demikian, subjek 4 kurang memahami karakteristik anaknya yang autis ini.

D.1.2 Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Setelah memahami karakteristik anak mereka yang autis, sebagian subjek

menerapkan pola asuh autoritatif dalam mengasuh anak mereka yang autis

dirumah. Pola asuh ini banyak diterapkan oleh para subjek karena pola asuh

autoritatif mengajak para orang tua untuk berlaku lebih demokratis pada anak-

anaknya, tetapi tidak melepaskan mereka begitu saja tanpa pengawasan

121

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

(Baumrind, 1991 dalam Santrock, 1996; Astuti, 2008). Dengan demikian, di sini

subjek berusaha mengajak anak mereka untuk belajar mandiri dengan

membebaskan mereka melakukan berbagai hal yang mereka sukai tetapi masih

tetap dalam batasan, dengan perhatian dan pengawasan yang terbaik dari mereka.

Pola asuh ini juga sedikit banyak akan meringankan beban subjek untuk

mengawasi secara terus-menerus anak subjek yang autis ini, yang memerlukan

penanganan ekstra.

Subjek 1 misalnya, ia menerapkan pola asuh autoritatif dengan

memberikan kebebasan bagi anaknya untuk melakukan apa saja yang disukainya.

Akan tetapi, subjek juga tidak melepaskan dan membiarkan begitu saja, anaknya

yang autis untuk bertindak semaunya. Subjek disini tetap membatasi dan

mengatur batasan-batasan tindakan yang dilakukan anaknya. Subjek 3 juga

cenderung menggunakan pola asuh autoritatif dalam mendidik anaknya. Ia tidak

memberikan tuntutan apapun bagi anaknya ini. Subjek hanya berperan sebagai

penengah dalam relasi anaknya ini dengan saudara-saudaranya, dan sebagai

pengawas apabila ada tindakan yang salah dari anak-anaknya. Kedua subjek diatas

juga menunjukan sikap yang memberikan perhatian dan kasih sayang, serta penuh

kesabaran dalam menghadapi anaknya, serta dalam mencari cara yang terbaik

untuk membuat anaknya menjadi lebih baik.

Sedikit berbeda dengan 2 subjek diatas adalah pola asuh yang diterapkan

oleh subjek 2. Subjek juga enerapkan pola asuh autoritatif dalam mengasuh

anaknya. Ia juga memberikan perhatian dan kasih sayang serta usaha subjek untuk

menjadikan anaknya bisa menjadi lebih baik. Subjek juga hanya bersikap

122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mengawasi dan membatasi perilaku anaknya saja ketika hal itu sudah di luar batas

toleransi Hanya saja, kadang subjek menggunakan cara-cara yang tegas dalam

mengawasi dan membatasi perilaku anaknya. Cara-cara tegas yang dilakukan

subjek 2 ini seperti sikap subjek yang memilih untuk mengunci pintu rumah

sekalipun ada orang di ruang tamu karena kecemasan subjek terhadap perasaan

orang lain, sebagai akibat dari perilaku anaknya yang hiperaktif. Selain itu, cara

subjek untuk meminta anaknya ini melakukan sesuatu, seperti menyuruh anaknya

untuk tidur, atau memperingatkan kesalahan yang sudah berulang kali dilakukan

anak subjek dengan membentak. Akan tetapi, sikap tegas subjek ini tidak setiap

saat muncul. Hanya ketika ia merasa lelah setelah seharian bekerja saja, sementara

anaknya bertingkah yang membuat subjek menjadi kesal.

Pola yang berbeda diaplikasikan oleh subjek 4. Subjek ini menerapkan

pola asuh autoritarian. Subjek 4 ini memiliki peranan yang minim sebagai orang

tua anak autis. Hal ini disebabkan subjek memilih untuk memasukkan anaknya

pada beberapa lembaga belajar dan terapi anak autis, sehingga dalam satu hari,

praktis hanya sore hari sampai dengan malam, subjek berelasi dengan anaknya.

Itu saja masih harus berbagi dengan waktu subjek untuk bekerja yang bisa

menghabiskan waktu hapir sehari penuh.

Alasan utama subjek memasukkan anaknya pada lembaga autis adalah

supaya ia bisa bekerja dengan baik tanpa harus memikirkan anaknya dan

diganggu oleh anaknya. Subjek 4 beranggapan bahwa dengan kegiatan yang

cukup padat dari pagi sampai sore, subjek berpendapat anaknya akan kelelahan

dan tidak akan mengganggu pekerjaannya. Disamping itu, subjek 4 juga

123

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

berpandangan bahwa dengan memasukkan anaknya ke lembaga-lembaga tersebut,

anaknya bisa menjadi anak yang mandiri dan bisa bersosialisasi dengan orang lain.

Hal ini menunjukkan sikap autoritarian subjek yang ingin anaknya mengikuti

keinginannya, yaitu memaksa anak untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk

menghormati pekerjaan dan usaha (Baumrind, 1991 dalam Santrock, 1996; Astuti,

2008).

Akan tetapi, tidak selamanya subjek 4 melepaskan tanggungjawab sebagai

ibu bagi anak autis. Subjek 4 juga masih memiliki usaha dalam hal pemberian

perhatian dan kasih sayang terhadap anaknya yang autis, serta usaha

membawanya agar bisa berkembang dengan baik. Usaha-usaha subjek seperti

mencari berbagai cara yang bisa membuat anaknya menjadi lebih baik

perkembangan dirinya. Namun, sikap ini dijalankan terbatas hanya ketika ia

memiliki waktu luang. Jika subjek sibuk bekerja, maka anaknya ini akan kurang

mendapatkan perhatian.

D.1.3 Alasan Pemilihan Pola Asuh bagi Anggota Keluarga yang Autis

Para subjek tidak hanya menggunakan satu jenis pola asuh. Mereka

menggunakan berbagai macam pola asuh. Akan tetapi, dari keempat subjek, ada

tiga subjek yang menggunakan pola asuh autoritatif, sementara itu satu subjek

lainnya menggunakan pola asuh autoritarian. Ketiga subjek memilih pola asuh

autoritatif karena berbagai alasan. Alasan yang paling kuat adalah karena adanya

faktor kepribadian dan karakteristik anak. Tedjasaputra (2008, dalam Rahayu,

2008) mengatakan terdapat tiga tipe kepribadian yang umumnya terdapat pada

anak, yaitu tipe mudah, sulit dan slow to warm up.

124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 1 memiliki anak dengan karakteristik kepribadian tipe mudah,

sebab anak subjek 1 cenderung tidak rewel, mudah membentuk kebiasaan rutin

yang teratur dan mudah menyesuaikan diri dengan pengalaman, situasi dan orang-

orang baru. Subjek 2 memiliki anak dengan karakteristik kepribadian tipe sulit,

sebab anak subjek 2 cenderung untuk bereaksi secara negatif dan seringkali

menangis, dan anak-anak tipe ini sulit untuk diberi pengertian tentang perilaku

yang tidak diharapkan dari mereka. Subjek 3 memiliki anak dengan karakteristik

campuran antara tipe mudah dan slow to warm up. Tedjasaputra (2008, dalam

Rahayu, 2008) mengatakan anak- anak autis bisa jadi memiliki tipe kepribadian

yang merupakan gabungan lebih dari satu tipe kepribadian yang telah diuraikan

diatas. Anak subjek 3 memiliki penyesuaian diri yang lamban, namun mudah

dibujuk untuk ditenangkan. Anak-anak dengan tipe ini tidak terlalu mudah saat

diberi pengertian dan dituntut usaha yang cukup kuat dan kesabaran yang ekstra

dari orang tua dalam rangka mengajak anaknya bekerja sama. Akan tetapi, mereka

cenderung memiliki suasana hati yang positif dan cenderung tidak rewel, serta

mudah menyesuaikan diri dengan pengalaman, situasi dan orang-orang baru

Karakteristik dari anak-anak mereka yang autis ini membuat subjek

memilih untuk menerapkan pola asuh autoritatif. Hal ini dikarenakan, dengan

tipe kepribadian yang demikian, ditambah dengan karakteristik yang pada

umumnya ada dalam diri anak autis, seperti keterlambatan perkembangan dalam

kemampuan komunikasi, bicara, interaksi sosial, emosi, kepandaian serta perilaku

dan keterampilan motorik, sehingga menyebabkan mereka hidup dalam dunianya

sendiri (Oyeng, 2002), maka perlu kehati-hatian pada orang tua dalam menangani

125

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

anaknya. Selain itu, orang tua perlu membuat mood anak autis bisa terjaga,

sehingga orang tua bisa masuk dalam kehidupan anak dan mengajaknya

melakukan berbagai aktivitas serta mempelajari hal baru (Safaria, 2005).

Subjek 1, 2, dan 3 memilih pola ini karena dipengaruhi faktor sosial

budaya, yaitu karena adanya pengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya

(Tarmuji, 2001). Mereka banyak mendapat informasi tentang penanganan anak

autis dari berbagai tempat, dan mereka mengaplikasikan hal tersebut untuk

mengasuh anak mereka yang autis. Subjek 1 memilih juga menambahkan bahwa

ia menerapkan pola autoritatif karena faktor keluarga asal, yaitu faktor yang

berasal dari dalam diri masing-masing orang tua yang pada akhirnya

mempengaruhi penggunaan bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada

anak-anaknya (Amal, 2005). Subjek 1 ingin agar anaknya mendapat kesempatan

yang lebih baik untuk berkembang, dibandingkan masa lalunya.

Faktor lingkungan dan sosial budaya juga yang memperngaruhi subjek 4

menerapkan pola asuh autoritarian. Faktor sosial budaya berarti dalam mengasuh

anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya (Tarmuji,

2001). Subjek 4 memiliki kesibukan yang cukup padat dalam satu hari, yang

cukup menyita waktu mereka. Dengan demikian, ia juga harus membatasi dengan

tegas waktu untuk melakukan pekerjaan, mengasuh anak dan beristirahat. Waktu

untuk mengasuh anak biasanya menjadi kurang diprioritaskan ketika subjek ingin

beristirahat karena kelelahan. Hal ini dikarenakan waktu kerja subjek tidak

mungkin lagi dikurangi, sebab menyangkut keberlangsungan ekonomi rumah

126

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

tangga. Dengan demikian, sikap otoriterlah yang lebih sering muncul, ketika

subjek berhadapan dengan anaknya yang autis.

Penggunaan pola asuh autoritatif membuat subjek merasa lebih fleksibel

dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Hal ini dikarenakan mereka dihadapkan

pada banyak dilema dalam mengasuh anak autis. Jika menggunakan hukuman dan

terus menerus diatur, maka anak autis akan memberontak dan membuat mood

mereka menjadi buruk, sehingga mereka tidak bisa masuk dalam dunia anaknya.

Akan tetapi, jika subjek sedikit memperhatikan atau bahkan tidak terlibat sama

sekali, maka para subjek akan merasa kesulitan untuk mengatur dan

mengendalikan perilaku anak autis. Dengan demikan, pola autoritatif banyak

digunakan subjek, sebab pola asuh ini mengakomodasi kepentingan kedua pihak,

yaitu subjek sebagai orang tua dan anak autis.

Penerapan pola asuh ini membuat subjek menjadi bisa memberikan

perhatian dan mengendalikan perilaku anak autis. Selain itu, tugas subjek sebagai

orang tua juga menjadi lebih ringan mengingat anak autis lebih menggunakan

mood dalam bertindak, sehingga para orang tua juga lebih bisa memelihara mood

anaknya. Kemudian, mereka juga menjadi bisa tidak terlalu memforsir tenaga dan

pikiran dengan maksimal, mengingat anak autis memerlukan perhatian dan

penanganan yang khusus. Padahal tidak sedikit pula orangtua yang memiliki tugas

lain, seperti bekerja, disamping mengasuh anak mereka. Sementara untuk anak

autis sendiri, pola asuh ini melatih mereka untuk menggunakan kemampuan yang

mereka miliki dan bisa melatih mereka untuk mandiri. Disamping itu, anak autis

127

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

juga bisa menjaga mood mereka sendiri karena minimnya tuntutan dan tekanan

dari orang lain dan bisa mempelajari banyak hal sesuai dengan kemampuannya.

D.2 Cara-cara Mengasuh Anak Autis

Pada umumnya, para subjek mengasuh anak mereka sendiri, kecuali

subjek 4 yang mengikutkan anaknya ke beberapa lembaga terapi anak autis sehari

penuh. Mereka semaksimal mungkin memberikan perhatian langsung pada

anaknya untuk bisa memberikan yang terbaik pada mereka. Sebagian subjek

sependapat bahwa terapi hanya merupakan sarana untuk membantu proses

perkembangan dan kemandirian anak mereka saja, sedangkan peran orang tua

dirasa masih sangat besar dalam perkembangan diri anaknya. Hal ini dikarenakan

pengasuhan sehari-hari oleh orang tua sangat memegang peranan pada

perkembangan individu autis (Puspita, 2005)

Pengaplikasian pola asuh autoritatif bagi anak autis memerlukan juga

penyesuaian-penyesuaian yang berguna dalam menghadapi anak autis.

Peyesuaian-penyesuaian tersebut antara lain:

D.2.1 Sikap-sikap yang Mendukung Perkembangan Anak Autis

D.2.1.1 Sikap Sabar dan Pantang Menyerah dalam Menghadapi dan

Membimbing

Sikap sabar dan pantang menyerah menjadi kunci subjek untuk bisa

mengasuh anak autis dengan baik. Kesabaran dan sikap pantang menyerah yang

ditunjukan pada subjek dalam menghadapai berbagai hal seputar kebutuhan anak

autis, akan banyak membantu anak autis tersebut untuk mencapai perkembangan

128

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

dirinya yang lebih baik (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005). Subjek 3 telah

berusaha untuk mempraktikannya dengan baik. Mengajari merangkai kata pada

anak autis bukan perkara mudah. Subjek 3 membutuhkan waktu yang lama untuk

mengajari anaknya demikian. Pada saat mempraktekan ini memang dibutuhkan

kesabaran dan itu benar-benar dilakukan oleh subjek. Ia akan menjawab ketika

anaknya sudah bisa merangkai kata dengan baik. Hasil yang diperoleh, anak

subjek sudah bisa mengungkapkan pertanyaan dengan baik meskipun belum tepat

dan masih harus dibantu oleh subjek.

Subjek 1 dan 2 juga memiliki sikap pantang menyerah dan sabar.

Walaupun tidak terungkap secara jelas, namun usaha-usaha subjek untuk

membimbing dan mengajarkan banyak hal baru pada anaknya yang autis

mengisyaratkan sikap sabar dan pantang menyerah dalam dirinya. Sementara

untuk subjek 2 sikap subjek yang berusaha untuk berelasi dengan anaknya yang

autis walaupun seharian sibuk bekerja juga menunjukkan sikap sabar dan pantang

menyerah dalam dirinya. Sementara itu, subjek 4 tidak terlihat memiliki sikap

demikian. Kemauan subjek untuk selalu mendapatkan hasil yang instan dai terapi

ataupun penanganan pada anaknya, menguatkan sikap subjek yang kurang

menunjukan kesabaran dan semangat pantang menyerah dalam mendidik dan

membimbing.

D.2.1.2 Memahami Kebutuhan dan Kemauan Anak Autis

Para subjek harus pintar menangkap maksud anak autis. Hal ini

dikarenakan anak autis memiliki kesulitan untuk mengungkapkan sesuatu dan

berkomunikasi dengan baik. Jika subjek mampu menangkap kemauan dan

129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

kebutuhan anak autis, maka subjek akan banyak membantu perkembangan diri

anak autis (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005). Oleh karena itu, para

subjek juga dituntut untuk paham dengan kebutuhan anaknya.

Subjek 3 berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kebutuhan

anaknya. Melihat anaknya senang bermain air, subjek memberikan fasilitas yang

mendukung agar ia bisa bermain air dengan aman dan tidak menyakiti dirinya

sendiri serta mengganggu orang lain. Bahkan subjek melihat bahwa kebiasaan

yang dilakukan anaknya bisa menjadi salah satu cara yang bisa digunakan untuk

membantu perkembangannya yaitu ingin mencoba terapi renang

Subjek 1 juga menunjukan sikap yang sama. Ia berusaha untuk selalu

memenuhi kebutuhan anaknya tanpa harus anaknya meminta terlebih dahulu.

Akan tetapi, kebutuhan dan kemauan anaknya yang akan dipenuhi oleh subjek

adalah kebutuhan dan kemauan yang bisa mendukung perkembangan diri anaknya.

Subjek tidak segan untuk mengeluarkan harga mahal apabila hal itu memang bisa

mendukung perkembangan anak subjek. Sementara itu, pada kedua subjek lainnya,

sikap ini tidak terungkap

D.2.1.3 Penuh Perhatian dan Kasih Sayang

Perhatian yang besar dan tanpa batas juga penting dalam perkembangan

diri anak autis. Disamping pendidikan dan terapi, perhatian orang tua juga

menjadi kunci sukses perkembangan diri anak autis. Hal ini disebabkan, walaupun

anak autis itu sudah mendapatkan terapi ataupun pendidikan pada sebuah lembaga,

namun peran subjek juga tetap vital dalam mendidik anak autis, sebab, adanya

130

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

perhatian dan kasih sayang serta adanya sikap penerimaan anak autis dari orang

tua, jauh lebih penting daripada proses terapi ataupun pendidikan pada sebuah

lembaga (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005).

Subjek 1 berusaha untuk memahami keadaan anaknya, sehingga bisa

segera mencarikan alternatif kegiatan ketika anaknya merasa bosan. Selain itu, ia

juga mendirikan lembaga pendidikan untuk anak autis supaya mereka bisa belajar

mandiri dengan baik. Subjek 3 juga memiliki perhatian dan kasih sayang yang

besar pada anaknya. Contoh yang paling nyata adalah ketika subjek berada di luar

kota dan ia menyadari anaknya ini tidak bisa ia temukan. Begitu mengetahui

anaknya hilang, subjek berusaha untuk mencari dan menemukannya. Ia

menggunakan berbagai cara untuk terus berusaha menemukan anaknya ini. Ia juga

mencurahkan semua perhatian dan tenaganya untuk berusaha menemukan

anaknya.

Untuk subjek yang lainnya, sikap penuh perhatian dan kasih sayang tidak

secara eksplisit terungkap, namun secara implisit terlihat dari cara mereka

mengasuh anak-anaknya dan bagaimana mereka berelasi dengan anak-anaknya.

Seperti halnya subjek 2 yang merasa memiliki hubungan yang akrab dengan

anaknya yang autis. Selain itu, subjek 2 juga memiliki hubungan emosional yang

lebih baik dengan anaknya ini dibandingkan anaknya dengan anggota keluarga

yang lain. Subjek 4 memiliki sikap yang penuh perhatian dan kasih sayang, tetapi

kesibukkan subjek yang cukup tinggi menyebabkan minimnya waktu untuk

memberikan perhatian pada anaknya yang autis. Ditambah lagi ketergantungan

pada orang lain menyebabkan ia kurang bisa memberikan perhatian dengan

131

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

maksimal. Subjek lebih mengharapkan orang lain yang memberikan perhatian itu,

dan ia hanya berharap anaknya bisa berkembang karena usaha orang lain tersebut.

D.2.1.4 Bersikap Realis

Kadang orang tua masih berharap setelah anaknya diterapi ini dan itu

bisa mengikuti teman sebayanya sehingga bisa masuk sekolah umum. Jika

memang setelah terapi tidak bisa mengikuti teman sebayanya, maka bersikaplah

realis. Memang anak tersebut takarannya segitu. Lebih penting mengoptimalkan

potensi yang ada daripada memaksa kemampuan yang kurang (Kris, 2008).

Subjek 4 menunjukkan sikap yang justru bertolak belakang dengan sikap realis ini.

Ia mengikutkan anaknya pada banyak sesi terapi dengan harapan anaknya bisa

menjadi lebih baik dan bisa menjadi lebih mandiri. Subjek 4 juga merupakan

seorang yang mudah terpengaruh orang lain, sehingga dengan gampangnya ia

memindahkan anaknya dari satu tempat terapi ke tempat lain karena mendengar

ada seseorang yang sukses menggnakan terapi tersebut.

Sementara itu, subjek 1 dan 3 lebih menerima keberadaan anaknya apa

adanya. Mereka justru berusaha agar anaknya yang autis ini bisa berkembang

dengan baik, dengan pengasuhan dari mereka sendiri, dibantu terapis dan guru

sekolah autis pada sesi terapi dan waktu sekolah. Sama halnya dengan subjek 2.

Meskipun subjek 2 memiliki waktu terbatas dalam berelasi dengan anak, ia tetap

berusaha mengasuh anaknya sendiri. Sekalipun pengasuhan itu dibantu orang lain.

Akan tetapi, subjek 2 tidak sepenuhnya melepaskan tanggung jawab dan

menyerahkan pengasuhan anaknya yang autis pada terapis.

132

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.2.2 Memanfaatkan Karakteristik Anak Autis

D.2.1.1 Visual Thinking

Siegel (1996 dalam Puspita, 2003) meengatakan bahwa anak autis

cenderung memiliki pola visual thinking dalam proses belajarnya. Hal ini

dikarenakan, mereka lebih mudah memahami informasi yang diperoleh secara

kongkrit (dapat dilihat dan dipegang) daripada hal-hal yang abstrak. Disamping

itu, dalam konsep memori, ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam bentuk

video atau file gambar. Akan lebih efektif bila peragaan atau pengarahan

dilakukan dengan lambat dan berlebihan. Akan tetapi, seiring dengan penguasaan

anak akan suatu hal, ada baiknya porsi peragaan dan pengarahan dikurangi atau

bahkan dihilangkan sama sekali, sehingga anak dapat melakukannya sendiri

(Puspita, 2005).

Mengetahui anaknya memiliki kemampuan visual thinking yang bagus,

subjek 1 menggunakan kelebihan ini untuk mengajarkan anaknya berbagai hal.

Ketika subjek perlu memberitahu anaknya ini suatu hal yang kurang disukainya,

maka subjek akan memberikan contoh terlebih dahulu pada anaknya. Tidak segan

juga subjek menggunakan dirinya sendiri sebagai contoh hal yang akan diajarkan

pada anaknya, seperti halnya ketika subjek meminta anaknya untuk meminum

obat. Subjek juga pura-pura minum obat itu dan menunjukan ekspresi merasa

enak sesudahnya supaya anaknya ini melihat bahwa subjek juga minum dan tidak

merasa sakit atau tersiksa.

Pada subjek 2, visual thinking dimanfaatkan subjek untuk mengajari

anaknya belajar hal baru. Mengetahui anaknya senang menonton televisi, maka

133

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

subjek memanfaatkan media televisi untuk mengajari anaknya belajar berbagai hal

yang bisa mendukungknya berkembang, seperti mempelajari berbagai benda

untuk mengenalkan benda tersebut akan kegunaannya.

D.2.1.2 Kesamaan dalam Segala Hal dan Sensory Sensitivities

Anak autis cenderung untuk memiliki kegiatan yang sama sehari-hari.

Mereka cenderung menunjukkan pola-pola yang monoton, yang selalu akan

berulang setiap harinya (Siegel, 1996 dalam Puspita, 2003). Mereka akan menjadi

gusar atau marah, ketika mereka tidak menemukan pola yang sama seperti

biasanya. Subjek 1 juga memanfaatkan ciri anak autis yang selalu ingin sama

dalam segala hal untuk memberitahu aturan dalam masyarakat. Ketika harus

mengarahkan anaknya untuk melakukan hal yang berbeda, subjek menggunakan

pengulangan juga untuk menjawab pertanyaan atau permintaan anaknya. Dengan

cara ini, lama kelamaan anaknya bisa mengerti dan tidak perlu memberikan

pengertian yang berulang-ulang pada anaknya mengapa ia harus menggunakan

cara yang berbeda suatu saat.

Demikian halnya dengan ciri sensory sensitivities yang menjadi kelemahan

anak autis diubah subjek menjadi kekuatan bagi anaknya. Anak autis memiliki

kepekaan dalam hal sound sesitivity, touch sensitivity dan rhytm difficulties.

Mereka akan mudah bereaksi jika ia mengalami rangsangan yang menurut mereka

berlebihan karena berada diluar ambang batas yang bisa mereka toleransi. Padahal,

ambang batas yang bisa mereka toleransi sangat kecil. Mereka akan merasa

rangsangan-rangsangan tersebut sebagai hukuman yang menyakitkan.

134

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek memanfaatkan ketakutan anaknya yang berlebihan karena

sensitifitas sensorisnya yang sangat peka untuk mengajarkan berbagai hal yang

akhirnya justru membuat anaknya menjadi tidak takut lagi. Hasilnya, cara-cara

yang digunakan oleh subjek ini cukup efektif untuk mengajarkan berbagai hal

pada anaknya, dan membuatnya semakin mudah ketika harus menyampaikan

suatu hal baru pada anaknya yang autis ini. Subjek 1 misalnya. Ia memanfaatkan

kepekaan anaknya yang takut berada di tempat yang gelap. Oleh karena itu,

subjek mengajarkan dengan perlahan untuk mengenali tempat-tempat yang gelap,

sehingga lama kelamaan anaknya ini menjadi terbiasa

Subjek 2 juga memanfaatkan kepekaan anaknya yang berlebihan untuk

mendidik anaknya. Mengatahui anaknya takut akan suara yang keras, subjek dan

suaminya memanfaatkan hal itu untuk mengatur perilakunya. Ketika anaknya

sudah tidak bisa diberitahu, suami subjek akan menggunakan suara keras untuk

memperingatkan anaknya. Hal ini dikarenakan perilaku anaknya yang cukup

agresif dan seringkali kesulitan untuk dibertahu. Biasanya, anak subjek ini akan

memperhatikan dan menuruti kata-kata subjek.

D.2.1.3 Gangguan Berbahasa

Kelemahan lain yang digunakan subjek adalah gangguan berbahasa

sebagai karakteristik anak autis pada umumnya. Menurut Wenar dan Kerig (2000),

anak autis memiliki kesulitan untuk memahami simbol-simbol secara umum,

kecuali yang mereka sukai dan membuat mereka menjadi tertarik. Mereka juga

kesulitan untuk memahami kata-kata verbal dalam berkomunikasi. Mereka lebih

mudah untuk memahami gerak tubuh, sebab dapat dilihat secara visual. Akan

135

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

tetapi, anak autis bisa menyusun pola kalimat dengan sempurna walaupun tidak

sesuai dengan konteks sosial. Oleh sebab itu, untuk memudahkan pengajaran

dengan kata-kata verbal, ada baiknya orang tua memberikan nama pada benda

atau gerakan apapun yang ia lihat atau lakukan dan menirukan anak sambil

menambahkan kata atau gerakan yang sesuai (Manolson (1995, dalam Puspita,

2005).

Gangguan ini bisa diminimalisir subjek 3 untuk belajar menyusun kata-

kata. Kekurangan anak subjek dalam merangkai kata dimanfaatkan subjek untuk

mengajarkan berbagai kata dan variasi bentuk kalimat, sehingga anaknya bisa

belajar untuk mengucapkan kata dan kalimat yang tepat dan bisa menjawab

berbagai pertanyaan dengan benar. Selain itu, cara ini juga mengajarkan anak

subjek untuk belajar berkonsentrasi dengan lebih baik karena menggunakan

berbagai variasi kata juga membutuhkan pemahaman. Hasilnya, anak subjek bisa

memahami berbagai kata dan variasi kalimat dengan baik.

Pada subjek 2, anak subjek dididik menggunakan bantuan media televisi.

Subjek memanfaatkan televisi untuk mengajari anaknya bernyanyi dan berbicara.

Tayangan-tayangan yang disiarkan televisi, dimanfaatkan subjek untuk mengajari

anaknya mengatakan sesuatu hal dan bernyanyi. Dengan demikian, anak subjek

bisa belajar berbicara dengan lebih baik.

136

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.3 Penerapan Pola Asuh dalam Berelasi

D.3.1 Dalam Keluarga

Pada umumnya, hubungan anak autis dengan orang lain dirumah bisa

berjalan dengan baik. Orang lain dirumah bisa menerima keberadaan anak subjek

ini dengan baik. Bahkan, anak-anak autis ini bisa berelasi dengan cukup baik

dengan saudara-saudaranya. Hal ini perlu menjadi perhatian subjek sebeb

keberadaan dan dukungan dari anggota keluarga yang lain di rumah bisa

membantu proses perkembangan anggota keluarga mereka yang autis ini (CP &

ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005). Oleh karena itu, sebagian subjek lebih

berperan sebagai penengah di dalam keluarga. Subjek 1 banyak memberikan

pengertian pada anggota keluarga yang lain perihal salah satu anaknya yang autis.

Ia tidak pernah bosan untuk menyelaraskan hubungan anaknya yang autis dengan

orang lain di rumah.

Demikian pula dengan subjek 2 dan 3. Peran subjek lebih sebagai

penengah dan sosok yang bisa memberikan kenyamanan bagi anak-anaknya

ketika mereka konflik satu sama lain. Disamping itu, subjek 2 dan 3 menjadi

pengawas juga bagi kegiatan anak mereka. Mereka akan berusaha mengendalikan

perilaku anaknya supaya tidak bertindak semaunya. Sementara itu, peran subjek 4

lebih sebagai pengawas dan pengamat relasi anaknya yang autis dengan

saudaranya yang lain. Subjek kurang bisa memfasilitasi hubungan antara anggota

keluarga yang lain dan anaknya yang autis. Hal ini terlihat dari kekurangpedulian

anggota keluarga yang lain akan saudara mereka yang auis. Dengan demikian,

137

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

mereka kurang bisa mendukung perkembangan anggota keluarga mereka yang

autis.

Subjek 1 dan 3 memiliki hubungan yang cukup baik dengan anggota

keluarga lainnya. Mereka bisa menjadi sosok yang bisa diandalkan bagi semua

aggota keluarga. Mereka juga tidak melupakan anggota keluarga yang lain

meskipun memberikan perhatian dan kasih sayang yang lebih besar pada anggota

keluarga yang lain. Subjek 1 misalnya. Ia masih menyempatkan diri dalam satu

tahun beberapa kali mengunjungi tempat kerja suaminya di luar pulau.

Subjek 3 menunjukkan sikap saling mendukung dan membantu satu sama

lain. Menyadari ada anggota keluarga yang autis, subjek 3 dan keluarga saling

bantu dan saling mengisi kesempatan untuk membimbing dan mendampingi

anggota keluarga mereka yang autis. Sementara subjek 4 kurang menunjukkan

kedekatan dengan anak-anaknya, dan menunjukkan kekurang perhatian yang

cukup besar pada anaknya yang autis. Selain itu, terlihat juga hubungan yang

kurang harmonis antara subjek dengan suaminya perihal urusan rumah tangga

mereka, terutama dalam mengasuh anak mereka yang autis. Suami subjek tampak

masih belum bisa menerima kenyataan mengenai keberadaan anaknya yang autis.

Padahal, sikap denial yang ada dalam diri orang tua justru akan memperlambat

proses penanganan anak autis, membuat anak autis merasa tidak dimengerti dan

tidak diterima apa adanya, serta menimbulkan penolakan dari anak anak autis

yang lalu termanifestasi dalam bentuk perilaku yang tidak diinginkan (Puspita,

2005)

138

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

D.3.2 Dengan Lingkungan

D.3.2.1 Hubungan Subjek dengan Lingkungan

Para subjek merasa jika lingkungan tempat mereka berada tidak pernah

mempermasalahkan keberadaan anak mereka yang autis. Mereka beranggapan

jika lingkungan bisa menerima keberadaan anak mereka dengan baik. Bahkan,

para subjek merasa bahwa anak mereka dihargai dan diterima sebagai seseorang

pada umumnya. Hal ini memiliki arti yang cukup besar, sebab penerimaan

lingkungan terhadap anak autis akan dapat membantu perkembangan diri anak

autis tersebut (CP & ARN, 2003; Messwati, 2005; 2005). Oleh sebab itu,

keterbukaan subjek dan kemampuan subjek untuk menjelaskan menganai

keberadaan anaknya yang autis pada lingkungan menjadi suatu hal yang tidak

boleh dilewatkan.

Sebagian subjek disini lebih berperan sebagai mediator antara anak

mereka yang autis dengan lingkungan, sehingga dengan penjelasan mereka,

lingkungan bisa memahami keberadaan anaknya. Subjek 4 beranggapan bahwa

tanggapan orang-orang di lingkungan dikarenakan keterbukaan mereka mengenai

kondisi anaknya. Ia beranggapan bahwa selama ini tidak pernah menutupi kondisi

anak mereka dan selalu aktif untuk menginformasikan tentang autis pada

lingkungan. Dengan demikian, subjek merasa lingkungan tidak pernah

mempermasalahkan keberadaan anaknya.

Demikian halnya dengan subjek 3. Ia merasa jika lingkungan memiliki

perhatian yang besar juga pada anaknya. Mereka bahkan memperhatikan keadaan

anaknya dan tidak segan untuk menolong ketika anaknya yang autis tersebut

139

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

kesulitan. Akan tetapi, subjek 2 juga mengatakan bahwa bukan tidak mungkin ada

orang-orang disekitar mereka yang kurang pas atau kurang bisa menerima

keberadaan anaknya. Hal ini dikarenakan masing-masing orang memiliki perasaan

yang berbeda. Oleh karena itu, ia memilih untuk mengawasi anaknya secara

maksimal, sehingga tidak mengganggu atau membuat orang lain menjadi tidak

nyaman karena keberadaan anaknya.

Subjek 1 juga beranggapan bahwa lingkungan bisa menerma keberadaan

anaknya. Ia juga tidak segan dan takut untuk melepaskan anaknya sendiri di

dalam lingkungan tersebut. Akan tetapi hanya pada lingkungan-lingkungan

tertentu saja, seperti keluarga atau lingkungan dimana anaknya ini bisa diterima,

yaitu lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah dan teman-teman dekat

subjek. Subjek 1 belum berani untuk menempatkan anaknya dalam lingkungan

yang lebih luas lagi, karena ia merasa takut akan kejahatan terhadap anak yang

marak belakangan ini.

D.3.2.2 Hubungan Anak Autis dengan Lingkungan

Hubungan antara anak autis dengan lingkungan berjalan baik-baik saja.

Subjek 1 merasa bahwa anaknya bisa bergaul dengan lingkungan tanpa ada

masalah. Anak subjek yang autis ini bisa dengan mudah beradaptasi pada

lingkungan yang baru. Hal ini menurut subjek dikarenakan anak subjek ini sudah

dibiasakan untuk mengenal lingkungan dan bergaul dengan lingkungan yang ada

disekitarnya. Selain itu, ia juga ingin mengajarkan pada anaknya tentang relasi

sosial, yang merupakan suatu hal yang menjadi kekurangan bagi anak autis

140

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 2 memperlakukan dengan agak mengurangi relasi dengan

lingkungan sekitar. Anak subjek secara tegas tidak dibolehkan untuk keluar dari

rumah apabila subjek dan suaminya tidak berada di rumah. Pintu rumah subjek

selalu tertutup dan terkunci. Hal ini disebabkan subjek takut anaknya pergi dan

mengacau dirumah orang karena tidak ada pengawasan yang ketat. Hasilnya

hubungan antara anak subjek dengan lingkungan kurang terbina dengan baik.

Anak subjek 3 ini kurang bergaul dengan lingkungan. Hal ini dikarenakan

keterbatasan anak ini untuk keluar di lingkungannya. Anak subjek ini hanya bisa

bergaul dengan saudara-saudaranya di rumah. Jika saudara-saudara yang lain ini

sekolah maka ia lebih menghabiskan waktu dirumah saja atau tidur, mengingat

pola tidurnya yang berkebalikan dengan orang normal. Dahulu, anak subjek ini

bisa bermain sendiri di lingkungannya, namun karena anak ini beberapa kali

hampir hilang dari rumah, maka sejak saat itu subjek kemudian cukup ketat

mengawasi tindakan anaknya. Dengan demikian, anak ini memiliki pergaulan

dengan lingkungan yang cukup terbatas. Akan tetapi, apabila keluarga subjek

tengah berkumpul, anak subjek ini diberikan kebebasan untuk bermain di

lingkungan sekitar rumahnya.

Anak subjek 4 ini tampak mudah bergaul dengan lingkungan. Ia bisa

bermain di lingkungannya walaupun tetap saja bermain sendiri tidak dengan orang

lain. Akan tetapi, anak ini bisa diterima lingkungannya dan mereka tidak

canggung untuk berelasi dengan anak subjek ini. Orang-orang di sekitar tempat

tinggal subjek tidak menjauhi anaknya ketika ia bermain disitu, namun mereka

menerima keberadaan anak subjek tersebut apa adanya. Contohnya adalah ketika

141

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

anak ini bermain di bengkel didekat rumahnya. Orang-orang bengkel tersebut

menerima anak subjek dengan baik, dan bahkan memberikan apa yang menjadi

kesukaan anak subjek itu.

D.4 Dampak Pola Pengasuhan Pada Perkembangan Anak Autis

Usaha para subjek untuk membuat anaknya menjadi lebih baik merupakan

usaha yang sangat luar biasa dan patut dihargai. Hal ini dikarenakan mendidik

anak autis bukan merupakan suatu perkara yang mudah. Butuh ketelatenan dan

kesabaran yang luar biasa dari orang tua anak autis tersebut. Empat subjek yang

memiliki anak autis ini belum semuanya mampu membuat anaknya bisa

berkembang menjadi lebih baik. Hanya subjek 1 dan 3 saja yang sudah bisa

menunjukkan hasil yang tampak nyata. Meskipun demikian, subjek 1 juga masih

terus berusaha melatih kemandirian bagi anaknya. Sementara itu, subjek 3 masih

berusaha untuk mencari suatu hal yng menjadi ketertarikan dari anaknya yang

autis ini. Dua subjek yang lain belum menunjukkan hasil yang tampak nyata

dalam perkembangan diri anak autis, dari pengasuhan dan pendidikan yang

mereka lakukan.

Keberhasilan subjek 1 dalam mengasuh anaknya yang autis sampai bisa

menunjukan hasil yang tampak nyata dalam tugas perkembangan anak tersebut

lebih dikarenakan pemahaman subjek, yang lebih menekankan bahwa autis

merupakan suatu gangguan perilaku, bukan merupakan suatu penyakit. Berangkat

dari pemahaman ini, subjek 1 memiliki pandangan untuk mengasuh anaknya

dengan memperlakukannya seperti layaknya anak normal. Akan tetapi, cara

subjek memperlakukan anaknya ini bukan berarti ia menganggap anaknya normal.

142

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek tetap menganggap anaknya autis dan memerlukan perhatian serta

penanganan yang khusus. Subjek hanya ingin agar anaknya memperoleh

kesempatan yang sama dengan anak-anak normal yang lainnya. Oleh karena itu,

subjek juga tidak segan untuk mengenalkan anaknya ini pada lingkungan dan

mengajarkan berbagai norma-norma lingkungan pada anaknya.

Subjek juga menunjukan sikap yang total dalam penanganan terhadap

anak autis. Ia terlibat dalam dunia autis secara langsung dengan mendirikan

sekolah lanjutan khusus untuk anak autis dan juga aktif terlibat dalam berbagai

acara yang berhubungan dengan perkembangan anak autis. Kesungguhan subjek

dalam penanganan anak autis ini juga terlihat secara jelas dan nyata dari

komitmennya untuk fokus dalam mengurus anak. Subjek bahkan sampai

memutuskan untuk berhenti bekerja kala itu demi untuk total mengurus anaknya,

terutama agar bisa memberikan perhatian lebih pada anaknya yang autis.

Komitmen yang total untuk menanganani anak autis membuatnya menjadi

orang tua yang memahami benar kondisi anaknya. Dengan demikian, subjek jadi

bisa bersikap tegas akan saran para ahli yang menggeluti dunia autis. Subjek

berani memutuskan untuk menolak saran para ahli dalam hal diet makanan khusus

bagi anak autis. Subjek dengan tegas mengatakan tidak akan menuruti saran para

ahli karena ia merasa tidak ada korelasi antara makanan dan autis yang dialami

anaknya. Oleh sebab itu, subjek memilih memberikan kebebasan bagi anaknya

untuk makan apa yang dia suka. Selama ini juga tidak efek yang negatif dari

anaknya setelah mengkonsumsi makanan-makanan yang menjadi pantangan.

143

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Dalam menangani anaknya, subjek 1 juga tidak membatasi apapun. Ia

memberikan kebebasan bagi anaknya untuk melakukan dan mengerjakan apapun.

Akan tetapi, subjek juga masih mengontrolnya. Ketika apa yang dilakukan dan

dikerjakan anaknya yang autis ini mengindikasikan bahaya dan ketidaksesuaian

dengan norma atau aturan yang berlaku, maka subjek akan memberikan

pengertian pada anaknya agar tidak melakukan hal tersebut. Biasanya anak subjek

ini akan menurut ketika diberitahu demikian. Subjek juga menyediakan fasilitas

yang mendukung perkembangan dan yang paling penting anaknya suka dan

tertarik dengan fasilitas tersebut. Usaha subjek ini mengalihkan anaknya anaknya

untuk tidak lagi menunjukan kehiperaktifannya dan membuatnya menjadi anak

yang tenang dan bisa memahami berbagai hal yang diajarkan subjek kepadanya.

Selain itu, dengan memberikan kebebasan ini, subjek berharap anaknya bisa

menjadi lebih mandiri dan dan bisa mengeksplorasi bakat dan kemampuan yang

dimilikinya dengan maksimal.

Hasil dari penanganan dan perlakuan subjek pada anaknya yang autis

membuat anaknya menjadi anak yang bisa mandiri. Anak subjek 1 ini bisa sedikit

demi sedikit mengurus diri dan berbagai keperluan yang berhubungan dengan

dirinya sendiri. Selain itu, anak subjek ini juga bisa diajak untuk berelasi dengan

orang lain dengan cukup baik dan bisa mengikuti dan memahami norma dan

aturan yang berlaku dimasyarakat.

Demikian halnya dengan subjek 3. Keberhasilan subjek 3 dalam mengasuh

anaknya yang autis lebi disebabkan penerimaan dirinya yang besar akan kondisi

anaknya ini. Dengan demikian, subjek bisa lebih terfokus pada penanganan

144

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

perkembangan diri anaknya yang autis. Subjek juga memiliki waktu luang yang

cukup banyak, sehingga memungkinkan untuk menjalin relasi yang intensif

dengan anaknya yang autis ini. Oleh sebab itu, subjek lebih banyak mengurus

anaknya sendiri, sedangkan terapis hanya sebagai konselor mengenai

perkembangan diri anaknya yang autis saja. Akan tetapi, pola tidur yang

berkebalikan dengan orang normal, membuat anak subjek yang autis ini kadang

kurang bisa terawasi dengan baik.

Kemauan dan kemampuan subjek untuk mengurus anaknya sendiri

menunjukkan hasil yang positif. Anak subjek menjadi memiliki ikatan batin yang

cukup denat dengan subjek, sehingga subjek tidak perlu harus menggunakan

energi ekstra untuk mengajarkan suatu hal atau memperingatkan kesalahan

anaknya yang autis ini. Akan tetapi, cukup dengan kata-kata yang ringan anak

subjek yang autis ini sudah bisa diberi tahu. Selain itu, kedekatan anaknya yang

autis ini dengan subjek ini juga menjadikan lingkungan keluarga subjek menjadi

kondusif untu mendukung perkembangan diri anaknya yang autis tersebut.

Subjek 3 juga tidak terlalu membebani anaknya yang autis ini dengan

tuntutan yang memberatkan. Ia memberikan kebebasan bagi anaknya untuk

melakukan apa yang disukai, namun masih tetap memberikan batasan-batasan

yang sesuai dengan kemampuan anaknya yang autis ini. Hasil dari usaha subjek

ini, anak subjek yang autis ini mampu untuk berkomunikasi dengan kata-kata

yang jelas. Selain itu, anak subjek ini juga bisa menjalin relasi yang akrab dengan

saudara-saudaranya dan dengan orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya,

serta cukup bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhannya.

145

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Sementara itu, pada pola pengasuhan yang diterapkan subjek 2, dan 4

menunjukan anak mereka yang autis belum menunjukan keberhasilan

perkembangan yang signifikan. Subjek 2 menganggap autis merupakan suatu

gangguan yang terdapat pada anaknya. Walaupun sudah bisa menerima kondisi

anaknya dan berusaha membantu perkemabnagn anaknya dengan maksimal,

kadangkala subjek berpikir untuk mengobati anaknya. Sehingga fokus untuk

membantu perkembangan anaknya yang autis menjadi berkurang. Kesibukan

subjek 2 di kantor selama setengah hari, membuat relasi subjek dengan anaknya

yang autis menjadi terbatas. Namun demikian, subjek berusaha untuk menjalin

relasi maksimal dengan anaknya. Oleh sebab itu, subjek dan anaknya yang autis

bisa memiliki hubungan yang akrab.

Kurangnya relasi dengan anaknya yang autis membuat subjek kurang

memahami apa yang menjadi kebutuhan dari anaknya ini. Ia masih merasa

kesulitan untuk memahami apa yang diinginkan anaknya dengan baik. Ia juga

menjadi kurang memberikan kesempatan pada anaknya untuk menjalin relasi

dengan lingkungan karena pengawasan dari subjek dan suaminya yang terbatas.

Subjek takut anaknya akan mengacau karena kurang diawasi ketika sedang berada

diluar rumah. Oleh sebab itu, relasi antara anak dengan lingkungan menjadi

kurang dan anak subjek ini kurang memahami dan memperoleh dukungan

maksimal dari lingkungan. Hasilnya, anak subjek masih menunjukan keaktifan

dan agresifitas yang tinggi pada orang lain dan benda-benda yang ada disekitarnya.

Ia juga kurang bisa berelasi baik dengan orang lain, kecuali subjek dan kakaknya

146

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

yang paling tua. Selain itu, anak subjek ini juga masih belum bisa memenuhi

kebutuhannya secara mandiri.

Subjek 4 malah menganggap autis merupakan suatu penyakit yang tidak

bisa disembuhkan. Dengan demikian, subjek lebih terfokus pada penyembuhan

autis dari anaknya ini ukan bagaimana cara agar anak autis ini bisa berkembang

dengan maksimal. Selain itu, hubungan yang kurang baik antara subjek dan

suaminya perihal pengasuhan anaknya yang autis anaknya menjadi kurang bisa

berkembang dengan maksimal. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan dari

lingkungan sekitar, terutama justru dari orangorang yang paling dekat.

Kesibukan subjek yang sangat terfokus pada pekerjaannya membuat

subjek 4 menunjukkan sikap otoriternya dalam mengasuh dan memperlakukkan

anak mereka yang autis. Subjek memilih memasukkan anaknya yang autis pada

beberapa lembaga terapi dalam satu hari penuh dengan harapan anaknya ini akan

kelelahan dan tidak akan mengganggu pekerjaannya. Disamping itu subjek juga

berharap, dengan mengikuti trapi-terapi tersebut, anak subjek yang autis ini bisa

belajar mandiri dan sosialisasi. Akan tetapi, usaha subjek ini tidak diikuti dengan

sikap mereka ketika anak subjek yang autis ini berada di rumah. Dengan demikian,

harapan subjek melalui lembaga terapi untuk perkembangan dan kesembuhan

anak subjek yang autis ini menjadi sia-sia.

Kesibukkan subjek untuk bekerja juga membuat waktu untuk berelasi

antara subjek dengan anaknya menjadi terbatas dan membuat subjek menjadi

kurang mengerti dan memahami kondisi anaknya dengan baik. Selain itu,

kesibukkan subjek juga membuatnya menggantungkan penanganan anaknya yang

147

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

autis pada orang lain. Anak subjek yang autis juga menjadi terbatas dalam

menjalin relasi dengan lingkungan disekitarnya. Dengan demikian, anak subjek

ini kurang mendapatkan dukungan dan penerimaan yang tulus dari lingkungan

sekitar. Subjek 4 sebenarnya tidak membatasi anaknya untuk bergaul dengan

lingkungan sebab anak subjek yang autis ini bisa bermain sendiri di lingkungan

sekitarnya. Akan tetapi, keterbatasan waktu yang dimiliki anaknya karena

mengikuti berbagai sesi terapi seharian, maka anak subjek 4 ini menjadi terbatas

relasinya dengan lingkungan. Hasilnya, anak subjek menjadi anak yang sulit

untuk bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Selain itu, anak subjek ini tampak

lemah, sehingga kurang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri secara mandiri.

Subjek 2 dan 4 terlihat kurang total dalam mengurus dan mengasuh

anaknya yang autis. Padahal, keberadaan orang tua menjadi penting, karena

penerimaan, kesabaran dan perhatian dari orang tua merupakan kunci sukses

dalam perkembangan anak autis, sementara terapi hanya sedikit membantu saja.

Hasilnya, anak-anak mereka kurang menunjukan potensi dan kemampuan mereka

secara maksimal. Anak-anak ini kurang bisa berelasi dengan lingkungan dan

masih belum bisa mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan diri mereka

sendiri. Selain itu, anak-anak ini juga masih menunjukan sikap egois mereka dan

cenderung untuk bersikap tidak perduli pada siapapun.

148

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 1 dan 3

* S: Subjek Skema 7. Keberhasilan Pengasuhan Pada Perkembangan Individu Autis

Penanganan Terhadap

Individu Autis

• Memperlakukan individu autis seperti individu yang normal dengan memberikan kesempatan yang sama (S 1) • Total dalam menangani individu autis (S 1 dan S 3)• Terlibat aktif dalam dunia autis (S 1) • Menunjukan sikap yang sabar dan pantang menyerah dalam menghadapi dan membimbing ( S 3) • Menunjukan sikap penuh perhatian dan kasih sayang pada individu autis ( S 1 dan 3) • Memahami kebutuhan dan kemauan anak autis ( S1 dan 3)

Pemahaman Akan Autis

Pengasuhan

Terhadap Individu

Autis

• Memberikan kebebasan pada individu autis untuk mengeksplorasi bakat dan keampuannya, namun tetap menberikan batasan-batasan ( S 1 dan 3)

• Menganggap autis bukan merupakan penyakit, namun gangguan perilaku (S 1) • Menerima keadaan individu autis apa adanya (S 3) • Lebih fokus pada penanganan individu autis agar bisa berkembang dengan baik (S 1 dan 3)

• Mengenalkan lingkungan pada individu autis dan mengenalkan individu autis pada lingkungan ( S 1 dan 3) • Mengajarkan berbagai norma lingkungan (S 1)

Kondisi Perkembangan Individu

Autis

• Menjadi lebih mandiri ( S 1 dan 3) • Bisa berelasi orang lain ( S 1 dan 3)• Bisa berkomunikasi dengan kata-kata yang jelas ( S 3)

149

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Subjek 2 dan 4

Pengasuhan

Terhadap idnividu

Autis

Pemahaman Akan

Autis

* S: Subjek

Skema 8. Kekurangberhasilan Pengasuhan Pada Perkembangan Individu Autis

• Menganggap autis sebagai gangguan (S 2) • Membatasi relasi

dengan lingkungan ( S 2) •sika Menunjukkan

p yang otoriter (S 4) • Berusaha menjalin relasi dengan maksimal ( S 2) • Kurang memperhatikan kondisi individu autis ( S 4)

• Menganggap autis sebagai penyakit (S 4) • Fokus pada penyembuhan penyakit ( S 4) • Fokus terpecah antara membantu perkembangan dan penyembuhan ( S 2)

Penanganan Terhadap

Individu Autis

• Kurang menunjukan hubungan yang intens antara orang tua dengan individu autis ( S 4) • Kurang bisa fokus

menangani karena keterbatasan waktu untuk berelasi ( S 2 dan 3)

Kondisi Perkembangan Individu

Autis

• Lemah dan kurang bisa mandiri ( S 2 dan 4) • Kurang bisa berelasi dengan orang lain ( S 2 dan 4) • Agresif dan aktif yang berlebihan ( S 2 )

150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Bentuk pola asuh yang diaplikasikan para subjek dalam mengasuh anak autis

secara umum adalah pola asuh autoritatif. Pola asuh ini mengajak subjek dan

anaknya untuk sama-sama bisa berkembang dan memanfaatkan waktu

semaksimal mungkin. Subjek sebagai orang tua tidak terlalu direpotkan oleh

kondisi anaknya yang menuntut perhatian lebih, sementara anaknya juga bisa

belajar untuk mengurus diri mereka secara mandiri.

Cara-cara yang digunakan dalam menerapkan pola asuh autoritatif ini tidak

sama antar para subjek. Masing-masing subjek menerapkan cara yang berbeda

sesuai dengan kondisi keluarga, lingkungan dan yang paling utama kondisi anak

autis itu sendiri. Cara-cara yang umum muncul adalah dengan memunculkan

sikap-sikap yang mendukung perkembangan anak autis pada diri subjek dan

memanfaatkan berbagai karakteristik dan ciri yang dimiliki anak autis.

Karakteristik dan ciri yang menjadi kelemahan anak autis dijadikan sebagai cara

untuk mendidik dan mengajari hal baru.

Dua orang subjek menunjukkan keberhasilan dalam mengasuh anak autis.

Kesuksesan dua subjek ini dalam mendidik karena dukungan dari keluarga

mereka sendiri. Harus ada sikap saling mendukung dan kerja sama yang baik

antar anggota keluarga yang lain. Akan tetapi, yang paling utama, dalam diri

151

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

subjek juga harus tumbuh sikap sabar dan pantang menyerah, mengerti kebutuhan

anak autis, serta penuh perhatian dan kasih sayang. Selain itu, perlu juga di

munculkan sikap penerimaan akan keberadaan dan kondisi anak autis serta tidak

menggantungkan pengasuhan anak autis pada orang lain. Sekalipun anak autis

ikut terapi ataupun sekolah di sekolah khusus, orang tua tetap harus berperan

untuk mendidik dan mengasuh anak autis. Jika subjek memiliki sikap yang

demikian dalam mendidik anak autis, maka anak tersebut bisa lebih berkembang

secara maksimal.

Sementara, dua orang subjek yang belum berhasil lebih dikarenakan

minimnya waktu subjek untuk berelasi dengan anaknya yang autis. Selain itu,

kurangnya kerja sama dan dukungan dari anggota keluarga yang lain dan

lingkungan sekitar juga memegang peranan penting bagi perkembangan anak

subjek yang autis ini. Satu orang subjek yang belum berhasil dalam mengasuh

anak autis menggunakan pola asuh autoritatif., sementara lainnya menggunakan

pola asuh autoritarian.

Jadi, bentuk pola asuh yang paling ideal bagi para subjek dalam mengasuh

anak autis adalah pola asuh autoritatif. Hal ini dikarenakan, pola ini mengajak

subjek sebagai orang tua memberikan kebebasan pada anak-anak mereka untuk

bertindak namun dengan tetap memberikan batasan-batasan dan mengendalikan

tindakan-tindakan mereka. Dengan memanfaatkan karakteristik dan ciri yang ada

di dalam diri anak autis, serta sikap-sikap yang dimiliki orang tua, maka pola asuh

autoritatif dapat menjadi pola asuh yang paling ideal dalam mendidik anak autis.

152

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Hal ini tentu disesuaikan lagi dengan kondisi keluarga, lingkungan dan keadaan

anak autis itu sendiri.

B. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Para subjek diharapkan dapat lebih lagi memperjuangkan keberadaan

anak-anak autis dengan menunjukan bahwa mereka telah berhasil

mendidik anak autis dan tidak malu memiliki anak autis.

2. Bagi Para Praktisi Psikologi Perkembangan

Lebih memperhatikan lagi dunia autis dan lebih aktif untuk memberikan

informasi mengenai autis yang lengkap dan benar pada masyarakat.

Mengkaji ulang kebenaran berbagai hal yang telah diteliti oleh para

peneliti di luar negeri, dan melihat apahakah hasil penelitian itu cocok

untuk diterapkan di Indonesia.

3. Bagi Penelitian Berikutnya

Lebih memperdalam bahasan mengenai pola asuh autoritatif , supaya bisa

dikaji lebih jauh, sehingga bisa menemukan cara-cara pengasuhan yang

terbaik bagi anak-anak autis.

4. Bagi Lingkungan

Diharapkan agar bisa lebih memahami dan menerima keberadaan anak

autis, sehingga mereka bisa memaksimalkan kemampuan mereka yang

pada dasarnya tidak kalah dengan anak-anak normal, bahkan ada yang

lebih baik.

153

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Daftar Pustaka

Amal, Bachrul Khair. (2005, 24 Oktober). Pendidkan anak usia dini.

http://www.waspada.co.id.(tanggal akses 7 Februari 2006).

Astuti, Marfuah Panji. (2008). Empat tipe pola asuh orang tua.

http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah06279-08.htm.

(tanggal akses 27 Januari 2008)

Budiman, Melly. (1999, 5 Agustus). Ciri-ciri dan penanganan autisme.

http://www.swara.com. (tanggal akses Oktober 2001).

Budiman, Melly. (2002). Penanganan dini bagi anak autisme. Dalam Djati

Surendro & L. R. Supriyapto Yahya ( Eds. ). Intisari: Kumpulan artikel

kesehatan anak (h. 38- 45). Jakarta: PT Intisari Mediatama.

CP & ARN. (2003, 28 Mei). Kami mencintaimu sebagaimana adanya.

http://www.kompas.com. (tanggal akses 30 April 2006).

CP & ARN. (2003, 26 Oktober). Kenali anak sebelum pilih terapi

www.kompas.com /kompas-cetak/ 0310/26/ konsumen/ 64479. htm.

(tanggal akses 23 November 2004)

Creswell, John W. (1998). Qualitative inquiry and research design: choosing

among five tradition. USA: SAGE Publication

Gunarsa, Singgih D.(1995).Psikologi perkembangan.Jakarta: PT BPK Gunung

Mulia.

154

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Handout mata kuliah Psikologi Faal II. (2002). Yogyakarta: Fakultas Psikologi,

Universitas Sanata Dharma.

Haniman, Fatimah. (2001). Pemberdayaan orang tua dalam penanganan anak

penyandang autisme di ruang day care psikiatri anak SMF Psikiatri-

RSUD DR. Soetomo. Anima, Indonesian Psychological Journal vol. 16

no 2, 184-189.

Harefa, Andrias., Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.

(2002). Siklus pertumbuhan anak dan pengetahuan keuangan personal.

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/2002/082/ eur1. html.

(tanggal akses 8 Februari 2006).

Hawkes, Nigel. (2002). Why a dash of autism may be key to success.

http://puterakembara.org/archives/ 00000016.shtml. (tanggal akses 29

November 2004)

Kris. (2008, 19 Januari). Tips Tangani Anak Autis.

http://catatanwartawan.wordpress.com /2008/01/19/tips-menangani-

anak-autis/. (tanggal akses 26 Januari 2008)

Jalu. (2003, 24 Mei). Membuat anak mandiri. Pikiran rakyat. http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/0503/24/hikmah/ lainnya06.htm. (tanggal akses 8

Februari 2006).

Jalu. (2001, 15 Agustus). Faktor-faktor pemicu autis.

http://www.pikiranrakyat.com .(tanggal akses Oktober 2001).

155

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Messwati, Elok Dyah. (2005, 16 April). Tetap optimis mendapingi anak autis.

http://www.kompas.com.(tanggal akses 30 April 2006).

Messwati, Elok Dyah. (2005, 20 Juli). Anak autis, yang penting mental orang tua.

http://www.kompas.com (tanggal akses 30 April 2006).

Nazir, Moh. (1985). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oyeng. (2002, 29 Juni). Autisme, gejala dan terapinya. http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/0602/29/hikmah/ lain04.htm. (tanggal akses 7 Februari

2006).

Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.

Jakarta: Lembga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Puspita, Dyah. (2003). Kiat praktis mempersiapkan & membantu anak autis

mengikuti pendidikan di sekolah umum.

http://puterakembara.org/rm/sekolah.shtml. (tanggal akses 23 November

2004)

Puspita, Dyah. (2005). Peran keluarga pada penanganan individu Autistic

Spectrum Disorder. http://puterakembara.org/rm/peran_ortu.shtml.

(tanggal akses 8 Februari 2006).

Rahayu, Utami Sri.. (2007). Pola asuh tepat untuk semua tipe anak.

http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah06279-08.htm.

(tanggal akses 27 Januari 2008)

156

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

Rini, Jacinta F. Apakah anak saya bermasalah ? (2006, 6 Januari). i http://www.e-

psikologi.com/anak/060106.htm.(tanggal akses 8 Februari 2006).

Rini, Jacinta F. Pengaruh keluarga asal terhadap perkawinan. (2002, 7 Juni)

http://www.e-psikologi.com/anak/060106.htm.(tanggal akses 7 Februari

2006).

Safaria, Triantoro. (2005). Autisme: pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi

orang tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Santrock, John. W. (1995). Life span development edisi 5 jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W.(1996). Perkembangan remaja: adolesence, edisi keenam.

Jakarta: Erlangga.

Tarmuji, Tarsis.(2001). Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja.

Jurnal Depdiknas, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/37/hubungan_

pola_asuh_orang_tua.htm. (tanggal akses 8 Februari 2006).

Wenar, Charles dan Patricia Kerig.(2000).Developmental psychopatology: from

infancy through adolescence.Singapore: McGraw-Hill.

157

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 1:

Verbatim Subjek

Semua data verbatim wawancara maupun observasi dapat anda akses dengan

menghubungi penulis pada [email protected] atau telpon 08122727361.

158

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 2:

Koding Subjek

Data koding subjek dapat anda akses dengan menghubungi penulis pada

[email protected] atau telpon 08122727361.

159

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 3:

Koding Observasi

Data koding observasi subjek dapat anda akses dengan menghubungi penulis pada

[email protected] atau telpon 08122727361.

160

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 4:

Koding Wawancara Sumber Lain

Data koding wawancara sumber lain dapat anda akses dengan menghubungi

penulis pada [email protected] atau telpon 08122727361.

161

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 5: Pernyataan Subjek

162

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

LAMPIRAN 6:

Surat Keterangan Penelitian

163

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: POLA ASUH PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA …

& star kids Center Terapi Anak Berkebutuhan Khusus JI-Mahesa Utara I1 / 423 Semarang 50192 Telp.(024) 6712349 HP. 081 325 373 696

SURAT KETERANGAN No: 047 15~';~; ( ( % / Q ?

Dengan hormat,

Bersama dengan surat ini, kami menyatakan bahwa:

Nama: ADRIANUS DIAN WJDYATMOKO

mahiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Jogjakarta dengan

nornor mahasiswa 019114061, telah rnelakukan penelitian melalui lembaga kami pada

bulan Mei tahun 2007. Penelitian yang telah ditakukan adalah wawanma pada 2 (dm)

orang klien lembaga kami, untuk melengkapi data penelitian mengenai "Pola Asuh Pada

Keluarga Yang Memililu Anak Autis".

Demilaan surat keterangan ini kami ajukau untulc dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Atas perhatian bapak/ibu/saudara, kami ucapkan terima kasik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI