81
PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG SUMATERA BARAT SKRIPSI Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran oleh OSHARINANDA MONITA No.BP 1010312106 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014

pneumonia pada anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pneumonia pada anak

PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran

oleh

OSHARINANDA MONITA

No.BP 1010312106

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

Page 2: pneumonia pada anak

PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

SUMATERA BARAT

Skripsi

Oleh

OSHARINANDA MONITA

No. BP 1010312106

Telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi Fakultas Kedokteran Unand

Pembimbing Skripsi

Nama Jabatan Tandatangan

dr. Finny Fitry Yani, SpA (K) Pembimbing I

dr. Yuniar Lestari, MKes Pembimbing II

Page 3: pneumonia pada anak

PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

SUMATERA BARAT

Skripsi

Oleh

OSHARINANDA MONITA

No. BP 1010312106

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas pada tanggal 19 Maret 2014.

Tim Penguji

Nama Jabatan Tanda tangan

dr.Eva Chundrayetti, SpA (K) Ketua

dr. Oea Khairsyaf, SpP (K)

Anggota I

dr. Yulistini, MMedEd

Anggota II

Page 4: pneumonia pada anak

ABSTRACT

PROFILE OF COMMUNITY-ACQUIRED PNEUMONIA (CAP) IN

PEDIATRIC WARD OF DR. M. DJAMIL HOSPITAL PADANG WEST

SUMATERA

By

OSHARINANDA MONITA

Pneumonia is infection or inflammation of the lung and it is a major cause

of morbidity and mortality in children aged under five years, especially in

developing countries. Prevalence of CAP in children at West Sumatra is quite

high. The objective of the study was to report the profile of CAP in pediatric ward

of DR. M. Djamil Hospital Padang in 2010–2012.

This research was a descriptive study using medical records of children

with primary diagnosis of CAP in the period of January 1, 2010 until December

31, 2012.

During the study period, 178 patients were diagnosed as CAP, 55.6%

found in boys, especially in the age group 2 - <12 months 43.8% with the poor

nutritional status 62% and 34.8% have incomplete immunization status. The chief

complaint of children with pneumonia are shortness of breath 97.8%, and clinical

symptoms such as fever found 92.7% with an average temperature of 37.6 ° C,

cough 92.1%, takipneu average respiratory rate 66 breaths/min in the age group

<2 months, tachycardia average pulse rate 124 beats/min in the age group >48-72

months, with nasal flaring 92.7%, chest wall indrawing 86%, rhonchi 91.6% and

wheezing 14.6%. The laboratory test showed leucocyte 63% within normal limits

and infiltrate found in 96,6% chest radiograph. Accompanying diseases that

often in children with pneumonia are anemic 30.9% and complications that occur

is acid-base balance disorders 48,3%. The hospital length of stay for children is 5-

10 days and 56.7% children had improvement outcomes.

The high incidence of CAP in children at DR. M. Djamil hospital

influenced by several factors, such as malnutrition status, incomplete

immunization and the environmental factor of the child’s residence which is the

presence of air pollution. The treatment and management of CAP in children

quickly and accurately can reduce mortality.

Keywords : profile, community-acquired pneumonia, children

Page 5: pneumonia pada anak

ABSTRAK

PROFIL PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG SUMATERA BARAT

Oleh

OSHARINANDA MONITA

Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru dan merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun,

terutama di negara berkembang. Prevalensi kejadian pneumonia komunitas pada

anak di Sumatera Barat cukup tinggi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

mengetahui gambaran pasien pneumonia komunitas di Bagian Anak RSUP DR.

M. Djamil Padang tahun 2010-2012.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data rekam medik

anak yang dirawat dengan diagnosis utama pneumonia periode 1 Januari 2010

sampai 31 Desember 2012 dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 178 orang

anak.

Hasil penelitian yang didapatkan yaitu pneumonia komunitas pada anak

banyak terdapat pada anak laki-laki 55,6%, terutama pada kelompok usia 2-<12

bulan 60% dengan status gizi anak yang kurang 62% dan status imunisasi masih

belum lengkap 34,8%. Keluhan utama anak dengan pneumonia yaitu sesak napas

97,8% dan gejala klinis yang ditemukan yaitu demam 92,7% dengan suhu rata-

rata 37,6o

C, batuk 92,1 %, takipneu rata-rata laju napas 66 kali/menit pada

kelompok usia < 2bulan, takikardi rata-rata denyut nadi 124 kali/menit pada

kelompok usia >48-72 bulan, disertai nafas cuping hidung 92,7%, retraksi dinding

dada 86%, ronkhi 91,6% dan wheezing 14,6%. Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan jumlah leukosit dalam batas normal 63% dan gambaran foto rontgen

thoraks berupa infiltrat 96,6%. Penyakit yang sering menyertai pneumonia pada

anak yaitu anemia 30,9% dan komplikasi yang terjadi berupa gangguan

keseimbangan asam-basa 48,3%. Lama rawatan paling banyak 5-10 hari dengan

outcome perbaikan 56,7%.

Tingginya insiden pneumonia anak di RSUP DR. M. Djamil dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu status gizi kurang, status imunisasi yang

belum lengkap, serta faktor lingkungan tempat tinggal anak, salah satunya yaitu

adanya polusi udara. Penatalaksanaan penyakit pneumonia komunitas pada anak

yang cepat dan tepat dapat menurunkan angka mortalitas.

Kata kunci: Profil, pneumonia komunitas, anak

Page 6: pneumonia pada anak

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat

dan karunia-Nya serta kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga

penulis bisa menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PROFIL PASIEN

PNEUMONIA KOMUNITAS DI BAGIAN ANAK RSUP DR M DJAMIL

PADANG”. Shalawat dan salam untuk junjungan mulia Rasulullah SAW dan para

sahabat beliau.

Skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Padang.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1 dr. Finny Fitry Yani, SpA (K) sebagai Dosen Pembimbing I dan dr. Yuniar

Lestari, MKes sebagai Dosen Pembimbing II atas segala pengorbanan

waktu dan pikiran yang diberikan dalam pembuatan skripsi ini.

2 dr. Eva Chundrayetti, SpA (K), dr. Oea Khairsyaf, SpP (K) dan dr.

Yulistini, MMedEd atas kesediaannya menjadi penguji skripsi ini.

3 Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan karyawan /

karyawati yang banyak membantu penulis dalam perkuliahan.

4 Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang telah

dengan sabar memberikan ilmu sebagai bekal amalan di hari depan.

5 Bapak / Ibu karyawan / karyawati Bagian Rekam Medis dan karyawan

Bagian Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang atas bantuan dan kerjasamanya.

Page 7: pneumonia pada anak

6 Yang terkasih dan tersayang ayahanda Mulyawarman dan ibunda

Husnilita, SE. yang begitu sabar, penuh kasih sayang, senantiasa

mendukung dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini, serta

adinda Ryan Azano yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis.

7 Daulat Azhari, yang telah banyak membantu dan sebagai motivator dalam

pembuatan skripsi ini.

8 Temanku Atikah Mardikah, Aulia Putri E, Anita Yulistiani, Adelin Prima,

Habdillah, Nidia Ramadhani, Yenny Mayang dan Virgi Anggia yang

berjuang bersama dalam menempuh studi ini, rekan-rekan CARD10

angkatan 2010 FK Unand, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya

ucapkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya dan

masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman

yang penulis miliki. Untuk itu penulis berharap adanya saran dan kritikan yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

dan kemajuan ilmu pengetahuan. Amin.

Padang, 6 Maret 2014

Penulis

Page 8: pneumonia pada anak

i

Daftar Isi

Daftar Isi ............................................................................................................... i

Daftar Tabel ........................................................................................................ iii

Daftar Gambar .................................................................................................... iv

Daftar Singkatan .................................................................................................. v

Daftar Lampiran.................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.3.1. Tujuan Umum.................................................................................... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6

2.1 Definisi Pneumonia Komunitas .................................................................. 6

2.2 Epidemiologi Pneumonia pada Anak .......................................................... 6

2.3 Etiologi Pneumonia pada Anak ................................................................... 7

2.4 Klasifikasi Pneumonia pada Anak .............................................................. 9

2.5 Faktor Risiko ............................................................................................ 11

2.6 Patogenesis Pneumonia pada Anak ........................................................... 15

2.7 Manifestasi Klinis Pneumonia pada Anak ................................................. 17

2.8 Diagnosis Pneumonia pada Anak .............................................................. 18

2.9 Pengobatan Pneumonia pada Anak ........................................................... 20

2.10 Komplikasi Pneumonia pada Anak ......................................................... 21

2.11 Prognosis ................................................................................................ 21

2.12 Kerangka Teori ....................................................................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 23

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 23

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 23

3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 23

3.3.1 Populasi ........................................................................................... 23

3.3.2 Sampel............................................................................................. 23

Page 9: pneumonia pada anak

ii

3.4 Definisi Operasional ............................................................................... 24

3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 30

3.6 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................... 31

3.7 Proses Pengolahan Data .......................................................................... 31

3.8 Alur Penelitian ....................................................................................... 33

3.9 Analisis Data .......................................................................................... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 34

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 41

BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 52

6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 52

6.2 Saran ........................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: pneumonia pada anak

iii

Daftar Tabel

TABEL 2. 1 : Pola mikroorganisme penyebab pneumonia berdasarkan umur ........... 8

TABEL 2. 2 : Klasifikasi klinis pneumonia pada balita menurut kelompok umur ... 11

TABEL 4. 1 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan

karakteristik dasar ........................................................................... 34

TABEL 4. 2 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan keluhan

utama ............................................................................................... 35

TABEL 4. 3 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan gejala

klinis ................................................................................................ 35

TABEL 4. 4 : Distribusi frekuensi pneumonia anak berdasarkan hasil pemeriksaan

fisik .................................................................................................. 36

TABEL 4. 5 : Frekuensi pernapasan anak dengan pneumonia berdasarkan

kelompok usia ................................................................................. 36

TABEL 4. 6 : Frekuensi nadi anak dengan pneumonia berdasarkan kelompok usia . 37

TABEL 4. 7 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan

pemeriksaan penunjang .................................................................... 37

TABEL 4. 8 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan penyakit

penyerta ........................................................................................... 38

TABEL 4. 9 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan

komplikasi ....................................................................................... 38

TABEL 4.10 : Distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan

keberhasilan terapi ........................................................................... 39

Page 11: pneumonia pada anak

iv

Daftar Gambar

Gambar 2. 1 : Kerangka Teori Kejadian Pneumonia pada Anak .............................. 22

Gambar 4. 1 : Grafik distribusi frekuensi pasien pneumonia anak berdasarkan

lama rawatan .................................................................................... 39

Page 12: pneumonia pada anak

v

Daftar Singkatan

ASD = Atrial septal defect

ASI = Air Susu Ibu

BCG = Bacille Calmette-Guerin

BBL = Berat Badan Lahir

BBLB = Berat Badan Lahir Besar

BBLN = Berat Badan Lahir Normal

BBLR = Berat Badan Lahir Rendah

CAP = Community-Acquired Pneumonia

CHD = Congenital Heart Disease

DPT = Difteri Pertusis Tetanus

HAP = Hospital-Acquired Pneumonia

HIV = Human Immunodeficiency Virus

IRA-B = Infeksi Respiratorik Akut Bawah

ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Akut

JKN = Jaminan Kesehatan Nasional

NICU = Neonatal Intensive Care Unit

PDA = Patent ductus arteriosus

PJB = Penyakit Jantung Bawaan

PMN = Poly Morpho Nuclear

VSD = Ventricel Septum Defect

WHO = World Health Organization

Page 13: pneumonia pada anak

vi

Daftar Lampiran

Lampiran 1 : Surat izin penelitian

Lampiran 2 : Master Tabel

Lampiran 3 : Penghitungan statistik

Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup

Page 14: pneumonia pada anak

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi respiratorik akut bawah (IRA-B) menimbulkan angka kesakitan

dan kematian yang cukup tinggi. IRA-B dapat dijumpai dalam berbagai bentuk,

tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah peradangan yang

mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru

dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009). Berdasarkan klinis dan

epidemiologi pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas (Community-

Acquired Pneumonia), pneumonia nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia),

pneumonia aspirasi dan pneumonia pada penderita immunocompromised.

Pneumonia komunitas (CAP) adalah pneumonia yang didapat di

masyarakat, sedangkan pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang

terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua

infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Etiologi dan tatalaksana dari

pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial berbeda, oleh karena itu

penelitian ini hanya meneliti tentang pneumonia komunitas, selain itu angka

kejadian dari pneumonia nosokomial juga tidak diketahui (PDPI, 2003).

Pneumonia komunitas merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan

angka kematian tinggi di dunia (PDPI, 2003). Pneumonia yang didapat dari

komunitas merupakan bentuk terberat dari infeksi respiratori akut, yang

menyebabkan sekitar 80% dari seluruh kematian akibat infeksi respiratori akut

Page 15: pneumonia pada anak

2

dan menjadi salah satu dari 5 penyebab utama kematian pada anak usia di bawah

5 tahun di negara berkembang, dengan jumlah kematian sekitar 3 juta

kematian/tahun (Amorim, 2012). Faktor-faktor seperti kunjungan ke pelayanan

kesehatan, banyaknya jumlah orang yang tinggal serumah, dan paparan perokok

pasif, serta riwayat adanya wheezing dan pneumonia, berhubungan dengan

meningkatnya risiko terkena pneumonia yang didapat dari komunitas (Tiewsoh,

2009; Victorino, 2009).

Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang

dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah

kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi) (Depkes, 2011). Pneumonia yang

terjadi pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek daripada

orang dewasa karena pada balita sistem pertahanan tubuh yang dimiliki relatif

rendah. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon

imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik (Price and Wilson, 2006).

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang, merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (Kurniawan dan Indriyani, 2012).

Tingkat kematian anak dibawah usia lima tahun di sebagian besar negara

berkembang berkisar 60-100 per 1000 kelahiran hidup, seperlima dari kematian

ini disebabkan oleh pneumonia (UNICEF/WHO, 2006).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO/ World Health Organization)

memperkirakan bahwa ada 150.7 juta kasus infeksi paru setiap tahun pada anak

usia kurang dari 5 tahun, dengan sebanyak 20 juta kasus cukup berat sehingga

membutuhkan perawatan di rumah sakit (Rudan et al., 2004). Pada tahun 2005

Page 16: pneumonia pada anak

3

WHO menyatakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19%

atau berkisar 1,6 – 2,2 juta setiap tahunnya. Sebagian besar terjadi di negara

berkembang yaitu sekitar 70% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia

mempunyai konstribusi terbesar sebagai penyebab kematian balita dan merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tidak heran bila melihat

konstribusinya yang besar terhadap kematian balita, pneumonia dikenal juga

sebagai „pembunuh balita nomor 1‟ (Said, 2006).

Pada tahun 2011 didapatkan 480.033 kasus pneumonia pada balita di

Indonesia dengan angka kejadian tertinggi pada provinsi Jawa Barat sebesar

39,11%. Pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2010, insiden pneumonia pada balita

ditemukan lebih tinggi yaitu 499.259 kasus dengan insiden tertinggi pada provinsi

Nusa Tenggara Barat sebesar 64,49% dan Sumatera Barat termasuk sepuluh

provinsi dengan insiden pneumonia tertinggi pada balita di Indonesia yaitu

sebesar 10.544 kasus. Angka kejadian pneumonia di Sumatera Barat setiap

tahunnya meningkat, terbukti pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 48.591 anak

menderita pneumonia yang didapat dari komunitas dan Kota Padang merupakan

daerah yang memiliki angka kejadian tertinggi yaitu sebesar 8.670 kasus

(Kementrian Kesehatan RI, 2012; Depkes, 2011; Dinkes Sumbar, 2013).

Penelitian tentang gambaran pneumonia anak yang dirawat di RSUP DR.

M. Djamil Padang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Febrianne Eldrian

pada tahun 2005. Dalam penelitian tersebut didapatkan kasus sebanyak 336 pasien

pneumonia anak pada periode tahun 2001 hingga 2004 dengan 27 orang anak

meninggal dunia (Eldrian, 2005).

Page 17: pneumonia pada anak

4

Peneliti tertarik untuk meneliti kembali tentang gambaran pneumonia anak

yang dirawat di ruang rawat inap anak RSUP DR. M. Djamil Padang, khususnya

pada periode 2010-2012 sebagai gambaran terbaru dari kasus-kasus pneumonia

anak di RSUP DR. M. Djamil Padang.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran karakteristik pasien pneumonia anak yang dirawat di

Bagian Anak Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang tahun 2010-2012?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil pasien pneumonia pada anak yang dirawat di

Bagian Anak Rumah Sakit Umum Pusat DR. M.Djamil Padang periode 1 Januari

2010 – 31 Desember 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien pneumonia pada anak

berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi, dan imunisasi.

2. Untuk mengetahui keluhan utama dan gambaran klinis pasien

pneumonia pada anak berdasarkan gejala klinis yang dialami dan

kelainan penyerta.

3. Untuk mengetahui hasil pemeriksaan penunjang pasien pneumonia pada

anak berdasarkan pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit dan

pemeriksaan radiologi foto rontgen thoraks.

Page 18: pneumonia pada anak

5

4. Untuk mengetahui keberhasilan terapi (outcome), komplikasi dan lama

rawatan pasien pneumonia anak.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUP DR. M. Djamil Padang

tentang karakteristik dan insiden pneumonia anak yang dirawat inap di

rumah sakit tersebut sehingga berguna dalam peningkatan pelayanan

serta penyediaan fasilitas perawatan dan pengobatan yang lebih baik

terhadap pasien pneumonia.

2. Sebagai sumber informasi bagi petugas kesehatan dan masyarakat untuk

mengetahui dan mempermudah diagnosis terhadap pneumonia pada

anak sehingga bisa dilakukan upaya preventif agar risiko mortalitas

menurun.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang membutuhkan data

penelitian ini, sehingga dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan

desain penelitian yang lebih sempurna.

Page 19: pneumonia pada anak

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pneumonia Komunitas

Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh

mikroorganime (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi, dan

obat-obatan, yang dapat terjadi pada segala usia (Soedarsono, 2010; Nurjannah

2012).

Pneumonia komunitas (CAP) merupakan klasifikasi dari jenis pneumonia

berdasarkan lingkungan kejadiannya atau epidemiologinya. CAP adalah

pneumonia yang didapat di masyarakat (PDIP, 2003). CAP pada anak merupakan

infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak diseluruh dunia yang secara

fundamental berbeda dengan CAP pada dewasa dan merupakan salah satu

penyebab kematian pada anak (Asih, 2006; Nurjannah, 2012).

2.2 Epidemiologi Pneumonia pada Anak

Angka kejadian pneumonia di Amerika dan Eropa yang merupakan negara

maju masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada

umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12

kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Insidensi tahunan pneumonia

yang didapat dari komunitas sebesar 150,7 juta kasus, dengan 11 juta diantaranya

memerlukan perawatan di RS. Selain itu, pneumonia merupakan penyebab

kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang (Asih, 2006; Farha,

2005). Pada bayi ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia

Page 20: pneumonia pada anak

7

berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Mansjoer, 2000).

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV)

didapatkan sebanyak 40% (Asih, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh

Yudhi Kurniawan selama tahun 2010 ditemukan pneumonia anak lebih banyak

pada anak laki-laki dan berusia 0-1 tahun (Kurniawan dan Indriyani, 2010).

Insiden pneumonia pada anak terbanyak pada umur 1-5 tahun dan

menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakterimia

oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di

negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses

perawatan. Pneumonia rata-rata terjadi pada dua sampai empat anak dalam

populasi 100 orang anak dan di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada

musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan.

(Asih, 2006; Muscari, 2005)

2.3 Etiologi Pneumonia pada Anak

Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, aspirasi dari cairan

lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi

hipersensitivitas. Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan

pneumonia komunitas. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman

bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae,

Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya

Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus

aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob

Page 21: pneumonia pada anak

8

dan virus jarang terjadi. Pneumonia komunitas pada anak umumnya dapat

disebabkan oleh bakteri dan virus (Sectish, 2008; PDIP, 2003).

Tabel 2.1. Pola mikroorganisme penyebab pneumonia komunitas

berdasarkan umur

Umur Penyebab yang sering

Neonatus

Bakteri

Escherichia colli

Group B strepcocci

Listeria monocytogenes

3 minggu - 3 bulan

Bakteria

• Chlamydia trachomatis

• Streptococcus pneumoniae

Virus

• Respiratory syncytial virus

• Influenza virus

• Para influenza virus 1,2 dan 3

• Adenovirus

4 bulan - 5 tahun

Bakteria

• Streptococcus pneumoniae (67%)

• Clamydia pneumoniae

• Mycoplasma pneumonae

Virus

• Respiratory syncytial virus

• Influenza virus

• Parainfluenza virus

• Rhinovirus

• Adenovirus

5 tahun – remaja Bakteria

• Chlamydia pneumoniae

• Mycoplasma pneumoniae

• Streptococcus pneumonia

Sumber :Pneumonia (Said, 2008)

Kebanyakan kasus pneumonia pada anak disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan mikoplasma. Pada masa neonatus

Streptococcus Group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab

Page 22: pneumonia pada anak

9

pneumonia paling banyak. Selain itu, Streptococcus pneumoniae merupakan

penyebab paling utama pada pneumonia bakterial.

Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan

berkurang dengan bertambahnya usia. Pneumonia mikoplasma mirip dengan

pneumonia virus, tetapi organisme mikoplasma lebih besar dibandingkan virus.

Pneumonia mikoplasma yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan

Chlamydia pneumonia terjadi lebih sering pada anak-anak berusia lebih dari 5

tahun (Asih, 2006; Muscari, 2005).

Pada neonatus, pneumonia sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak

yang berhubungan dengan proses persalinan misalnya karena aspirasi mekonium

atau cairan amnion (Said, 2008).

2.4 Klasifikasi Pneumonia pada Anak

Pneumonia diklasifikasikan menurut agen etiologinya, lokasi dan luas paru

yang terkena.

1. Menurut klinis dan epidemiologi :

a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)

b. Pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised

2. Menurut agen etiologinya :

a. Pneumonia bakterial/tipikal.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan oleh Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

Page 23: pneumonia pada anak

10

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah

(immunocompromised) (Soedarsono, 2010).

3. Menurut lokasinya :

a. Pneumonia lobaris menyerang segmen luas pada satu lobus atau lebih

b. Bronkopneumonia dimulai pada ujung bronkiolus dan mengenai

lobulus yang terdekat

c. Pneumonia intersisial menyerang dinding alveolus dan jaringan

peribronkial serta lobular (Muscari, 2005)

Adapun penentuan klasifikasi klinis penyakit pneumonia dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok umur 2 bulan - <5 tahun dan kelompok umur < 2

bulan. Untuk anak berumur 2 bulan - <5 tahun , klasifikasi dibagi atas bukan

pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat sedangkan untuk kelompok umur <

2 bulan, maka diklasifikasikan atas bukan pneumonia dan pneumonia berat

(Depkes RI, 2007).

Page 24: pneumonia pada anak

11

Tabel 2.2 Klasifikasi Klinis Pneumonia pada Balita Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis

2 bulan - < 5 tahun

Batuk bukan

Pneumonia

Tidak ada napas cepat dan

tidak ada tarikan dinding dada

bagian bawah

Pneumonia Adanya napas cepat dan tidak

ada tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam

Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam

< 2 bulan

Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan

tidak ada tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam yang

kuat

Pneumonia berat Adanya napas cepat dan

tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam yang kuat

Sumber : Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita (Depkes RI, 2007)

2.5 Faktor Risiko

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka

mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko

tersebut yaitu :

1. Umur

Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit

pneumonia dibanding anak-anak yang berusia diatas 2 tahun karena

imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang cukup

sempit (Price, 2006).

Page 25: pneumonia pada anak

12

2. Jenis Kelamin

Anak laki-laki mempunyai risiko pneumonia sebesar 1,5 kali

dibandingkan dengan perempuan karena diameter saluran pernapasan

anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau

adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan

perempuan (Sunyataningkamto, 2004).

3. Berat badan lahir

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko

kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir

normal terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih

mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan penyakit

saluran napas lainnya (Hartati, 2011).

4. Imunisasi yang tidak lengkap

Sebagian besar tingkat kematian yang disebabkan oleh ISPA berasal

dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak. Peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan

ISPA, salah satunya pneumonia. Bayi dan balita yang mempunyai

status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan

perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat (Hartati,

2011).

Page 26: pneumonia pada anak

13

5. Tidak mendapat ASI yang adekuat

Air Susu Ibu (ASI) mengandung nutrisi, antioksidan, hormon dan

antibodi yang dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang

serta sebagai sistem kekebalan tubuh anak yang baik (UNICEF-WHO,

2006). Apabila anak tidak mendapatkan ASI yang adekuat maka

tubuhnya rentan terkena infeksi, salah satunya pneumonia.

6. Status gizi

Anak-anak dengan gizi buruk mempunyai risiko pneumonia sebesar

2,6 kali dibanding dengan anak yang mempunyai gizi baik.

Kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan untuk

merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit,

penurunan fungsi komplemen dan menyebabkan kekurangan

mikroprotein (Sunyataningkamto, 2004).

7. Defisiensi vitamin A

Hasil penelitian di Sumatera Selatan menggambarkan bahwa balita

yang tidak mendapatkan vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai

peluang 3,8 kali terkena pneumonia dibanding anak yang mempunyai

riwayat pemberian vitamin A dosis tinggi lengkap (Herman, 2002).

Pemberian vitamin A berperan sebagai proteksi melawan infeksi

dengan memelihara integritas epitel/fungsi barrier, kekebalan tubuh

serta mengatur pengembangan dan fungsi paru (Klemm, 2008).

Page 27: pneumonia pada anak

14

8. Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring

Streptococcus pneumoniae sering ditemukan di nasofaring manusia.

Penelitian di Lombok memperlihatkan pada usap tenggorok anak usia

kurang dari 2 tahun ditemukan S.pneumoniae 48% (Soewignjo, 2001).

9. Immunocompromised

Anak-anak dengan penurunan daya tahan tubuh memiliki risiko lebih

tinggi terkena pneumonia. Penyakit HIV dan campak yang sudah ada

sebelumnya bisa meningkatkan risiko anak tertular pneumonia (WHO,

2013).

10. Tingginya pajanan terhadap polusi udara

Anak-anak yang terpapar asap rokok atau asap kayu kompor dan

anak-anak dari tingkat sosial ekonomi rendah memiliki insiden yang

lebih tinggi terkena pneumonia (Durbin and Stille, 2008). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Niessen dkk (2009), ditemukan cara

untuk mengurangi polusi udara dalam ruangan yaitu beralih ke bahan

bakar gas (bahan bakar gas cair, minyak tanah atau etanol) dalam

rumah tangga atau kompor biomassa dan meningkatkan ventilasi

didalam rumah. Dengan menggunakan intervensi ini dapat

mengurangi kejadian pneumonia sebesar 22-46% (Niessen, 2009).

11. Kepadatan Hunian

Semakin banyak penghuni rumah berkumpul dalam suatu ruangan

kemungkinan mendapatkan risiko untuk terjadinya penularan penyakit

akan lebih mudah, khususnya bayi yang relatif lebih rentan terhadap

penularan penyakit. Anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat

Page 28: pneumonia pada anak

15

hunian padat mempunyai risiko pneumonia 2,7 kali lebih besar

dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian

tidak padat (Yuwono, 2008).

12. Ventilasi udara rumah

Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar

masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah. Rumah yang

tidak dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai udara segar

dalam rumah menjadi sangat minimal. Kecukupan suplai udara akan

berpengaruh pada fungsi fisiologis alat pernapasan bagi penghuninya,

terutama bagi bayi dan balita. Balita yang menghuni rumah dengan

ventilasi yang tidak baik mempunyai peluang untuk terjadinya

pneumonia sebesar 4,2 kali dibandingkan dengan balita yang

menghuni rumah dengan ventilasi yang baik (Herman, 2002).

Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya

kelainan anatomi kongenital (contoh fistula trakeaesofagus, penyakit jantung

bawaan), gangguan fungsi imun (penggunaan sitostatika dan steroid jangka

panjang, gangguan sistem imun terkait penyakit tertentu seperti HIV), campak,

pertusis, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal, dan gangguan klirens

mukus/ sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau disfungsi

silier (Asih, 2006).

2.6 Patogenesis Pneumonia pada Anak

Pneumonia anak biasanya diawali dengan kolonisasi di nasofaring yang

berlanjut menjadi infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Browne and

Page 29: pneumonia pada anak

16

Gorelick, 2010). Streptococcus pneumoniae sering ditemukan sebagai bakteri

komensal di nasofaring manusia. Penelitian di Lombok memperlihatkan pada usap

tenggorok anak usia kurang dari 2 tahun ditemukan S.pneumoniae pada 48% anak

yang diteliti (Soewignjo, 2001).

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran nafas bagian bawah

biasanya ditularkan secara langsung melalui droplet atau secara tidak langsung

melalui fomites yang terkontaminasi. Umumnya mikroorganisme penyebab

terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi

edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran

kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,

yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya

kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya

deposit fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan

terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi

kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami

degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut

stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan

tetap normal (Said, 2008)

Beberapa bakteri sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila

dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya

bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru

(bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi

pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering

disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi, karena

Page 30: pneumonia pada anak

17

Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti

hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Toksin dan enzim ini

menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan

faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen

menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara

produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak

menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius (Said, 2008).

2.7 Manifestasi Klinis Pneumonia pada Anak

Anak yang mengalami pneumonia menunjukkan gejala demam dan gejala

pernapasan atas yang kemudian disertai napas cepat dan batuk, dengan gangguan

sistemik dalam derajat yang bervariasi. Selain meningkatnya frekuensi napas,

tanda-tanda konsolidasi sulit dideteksi pada bayi meskipun dalam perjalanan

penyakit selanjutnya dapat didengar krepitasi yang terlokalisasi (Subanada dan

Puriniti, 2010). Gejala lain yang ditemukan yaitu adanya retraksi dinding dada,

“see-saw breathing” , wheezing pada auskultasi, nyeri dada, grunting dan sianosis

(Callahan, 2005).

a. Tanda dan gejala umum pneumonia bakteri antara lain :

1. Demam tinggi

2. Tanda dan gejala pernapasan, antara lain batuk (nonproduktif sampai

produktif dengan sputum berwarna putih), takipneu, ronkhi, ronkhi

basah, perkusi tumpul, nyeri dada, retraksi, pernapasan cuping hidung,

dan pucat atau sianosis (tergantung tingkat keparahan)

3. Iritabilitas, gelisah, dan letargi

Page 31: pneumonia pada anak

18

4. Mual, muntah, anoreksia, diare, dan nyeri abdominal

5. Tanda-tanda meningeal (meningismus)

b. Tanda dan gejala umum pneumonia virus antara lain :

1. Bervariasi mulai dari demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai

demam tinggi dan batuk parah

2. Batuk nonproduktif atau produktif dengan sputum berwarna putih

3. Ronkhi atau ronkhi basah yang halus

c. Tanda dan gejala umum pneumonia mikoplasma antara lain :

1. Awitan atau insiden tersembunyi

2. Demam, menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, dan myalgia

3. Batuk berat, rhinitis dan sakit tenggorok

4. Batuk berkembang dari nonproduktif menjadi produktif dengan

sputum seromukoid, yang kemudian menjadi mukopurulen, atau

mengandung darah (Muscary, 2005).

Pneumonia dapat menyebabkan rasa sakit di daerah abdominal (Miall,

2003). Menggigil dan adanya produksi mukus juga sering terlihat pada anak

dengan pneumonia (Browne and Gorelick, 2010).

2.8 Diagnosis Pneumonia pada Anak

Diagnosis pneumonia dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dengan

anamnesa dan pemeriksaan fisik secara umum. Setelah itu ada pula pemeriksaan

penunjang seperti rontgen paru dan pemeriksaan darah. Faktor usia juga ikut

menentukan dugaan pola kuman penyebabnya serta gejala klinis yang didapatkan

dari anamnesa dan pemeriksaan fisik (Pdpersi, 2013; Asih, 2006).

Page 32: pneumonia pada anak

19

Gambaran klinis pada anak penderita pneumonia yang didapatkan dari

anamnesa adalah batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang

disertai darah, demam dengan suhu tubuh meningkat sampai >40o c, sesak napas

dan nyeri dada. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada inspeksi terlihat takipnea

dan adanya retraksi dinding dada. Pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada

perkusi redup, dan pada auskultasi terdengar suara napas (bronkovesikuler)

sampai bronkial, dapat disertai ronkhi basah halus, yang kemudian menjadi ronkhi

basah kasar pada stadium resolusi (Soedarsono, 2010). Pada pemeriksaan

laboratorium apabila ditemukan leukositosis dengan dominasi sel PMN maka

diduga bakteri diduga sebagai penyebab pneumonia, sedangkan bila penyebabnya

virus, didominasi oleh sel limfosit. Suhu dan jumlah leukosit berhubungan

dengan pneumonia bakteri (Subanada dan Puriniti, 2010).

Diagnosis pneumonia dibuat berdasarkan kriteria WHO berupa gejala

infeksi umum seperti demam dan gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak

nafas, retraksi dinding dada, takipnea, nafas cuping hidung, merintih dan mengi

(Schrock, 2012).

Frekuensi pernapasan anak untuk mengidentifikasi pneumonia menurut

WHO sebagai berikut :

a. Anak umur kurang dari 2 bulan : lebih besar dari atau sama dengan 60

kali/menit

b. Anak umur 2-11 bulan : lebih besar dari atau sama dengan 50 kali/menit

c. Anak umur 12-59 bulan : lebih besar dari atau sama dengan 40

kali/menit (WHO, 2013)

Page 33: pneumonia pada anak

20

Rontgen dada dan uji laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi

diagnosis pneumonia, termasuk luas, lokasi infeksi dan prediksi penyebabnya.

Tetapi karena miskin sumber daya, penderita kasus pneumonia didiagnosis

dengan gejala klinis mereka. Anak-anak dan bayi dianggap memiliki pneumonia

jika mereka menunjukkan batuk dan napas cepat atau sulit (Setyanto, 2009).

2.9 Pengobatan Pneumonia pada Anak

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi

perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit. Neonatus dan bayi

kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap (Said, 2008).

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Pada pneumonia ringan rawat

jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25

mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB. Pada pneumonia rawat inap, berbagai

RS di Indonesia memberikan antibiotik beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin,

dikombinasikan dengan kloramfenikol (Said, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh ISCAP Study Group di beberapa

rumah sakit di India pada tahun 2000 hingga 2002 menunjukkan bahwa

amoksisilin 31–54 mg/kg/hari selama 5 hari yang diberikan pada 2188 anak

penderita pneumonia usia 2-59 bulan memiliki tingkat keberhasilan pengobatan

90% (Bhutta, 2007).

Page 34: pneumonia pada anak

21

Pneumonia dapat dicegah dengan imunisasi, gizi yang adekuat, dan faktor

lingkungan yang higienis (WHO, 2013)

2.10 Komplikasi Pneumonia pada Anak

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, purulenta,

pneumotoraks, abses paru, dan gagal napas akut. Selain itu, dapat terjadi infeksi

ekstrapulmonal seperti meningitis, abses sistem saraf pusat, perikarditis,

endokarditis, dan osteomielitis. Sepsis dan sindrom hemolitik uremik dapat

terjadi sebagai komplikasi sistemik (Said, 2008; Bradly, 2011). Efusi dan

empiema merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia (Schultz,

2004).

2.11 Prognosis

Gejala pneumonia sukar dikenali oleh orang awam maupun tenaga

kesehatan yang tidak terlatih (Ditjen PP&PL, 2009). Anak dalam keadaan

malnutrisi energi dan protein, dan yang datang terlambat untuk mendapatkan

pertolongan menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. Tingginya mortalitas

dipengaruhi oleh lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur

penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit lain atau penyulit lain

yang memperberat penyakit seperti asma bronkial, gangguan defisiensi imun,

anomali kongenital dan sindrom aspirasi. Dengan terapi antibiotik yang tepat yang

diberikan awal pada perjalanan penyakit, angka mortalitas dan morbiditas pada

bayi dan anak sekarang berkurang (Sectish, 2008; Ozdemir, 2010).

Page 35: pneumonia pada anak

22

2.12 Kerangka Teori

Kerangka teori yang dipakai mengacu pada tinjauan pustaka dan beberapa

konsep yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak sehingga dapat

digambarkan skema sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kejadian Pneumonia pada Anak

PNEUMONIA Imunitas Tubuh

Rendah

Umur

Jenis Kelamin

Berat Badan Lahir

Status Gizi

Imunisasi

Defisiensi Vit A

Kepadatan Hunian

Polusi Udara

Ventilasi Rumah

Bakteri

Virus

Jamur

Faktor Lingkungan

Agen

Penyebab

Page 36: pneumonia pada anak

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengambil data

rekam medik dari pasien pneumonia anak yang terdaftar di Bagian Anak Rumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2010 – 31

Desember 2012.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dan penelitian akan dilakukan di Instalasi Rekam Medik

dan Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Juli 2013 – Maret 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak penderita pneumonia

yang dirawat di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari

2010 – 31 Desember 2012.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik Total

Sampling dimana sampel adalah semua pasien pneumonia anak yang dirawat di

Bagian Anak RSUP DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2010 – 31 Desember

2012 yang tercatat di bagian rekam medik. Besar sampel pada penelitian ini

Page 37: pneumonia pada anak

24

diambil secara keseluruhan, dengan demikian diperoleh jumlah sampel sama

dengan jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

a. Kriteria inklusi :

1. Anak kelompok usia > 1 bulan yang didiagnosis pneumonia yang

tercatat di rekam medik.

b. Kriteria ekslusi

1. Data pasien pneumonia yang tidak lengkap.

3.4 Definisi Operasional

1. Umur

Definisi: lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai

dengan pasien dirawat di Bagian Anak RSUP DR. M.

Djamil Padang yang tercatat di rekam medik.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = 1 - < 2 bulan

1 = 2 - < 12 bulan

2 = 12 – 60 bulan

3 = > 60 bulan

Hal ini didasarkan pada literatur yang mengatakan

bahwa usia anak penting dalam menegakkan diagnosis.

Pembagian kelompok usia anak seperti diatas bertujuan

untuk mengetahui penyebab pneumonia sehingga dapat

ditatalaksana dengan antibiotik yang tepat. Gejala klinis

Page 38: pneumonia pada anak

25

yang muncul dapat berbeda pada setiap kelompok umur

anak (Ostaphcuk, 2004).

Skala ukur: ordinal

2. Jenis kelamin

Definisi: jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan

perempuan berdasarkan rekam medik.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = laki-laki

1 = perempuan

Skala ukur: nominal

3. Status gizi

Definisi: gambaran keseimbangan antara kebutuhan zat gizi dan

masukan gizi yang diukur dengan cara mengukur berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB), kemudian

diplotkan ke dalam growth chart untuk anak dari CDC

agar diperoleh status gizi menurut persentil (McKinney,

2011)

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = Gizi kurang : < 90persentil

1 = Gizi normal : ≥ 90 - 110 persentil

2 = Gizi lebih : >110 persentil

Skala ukur: interval

Page 39: pneumonia pada anak

26

4. Status Imunisasi

Definisi: kelengkapan imunisasi yang telah diperoleh pasien

pneumonia anak, meliputi imunisasi BCG, DTP dan

campak berdasarkan usia anak. Imunisasi BCG untuk

anak usia 1 bulan, DTP untuk anak usia 2 bulan dan

campak untuk anak usia 9 bulan (IDAI, 2011).

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = belum diimunisasi berdasarkan umur

1 = tidak lengkap, jika salah satu jenis imunisasi tidak

terpenuhi.

2 = lengkap, jika ketiga jenis imunisasi sudah

terpenuhi.

Skala ukur: nominal

5. Keluhan utama

Definisi: alasan pasien mencari pelayanan kesehatan (Muscari,

2005).

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: semua keluhan utama yang tercatat di rekam medik.

Anak biasanya datang dengan keluhan sesak napas.

Onset sesak napas dibagi menjadi dua yaitu < 24 jam

dan > 24 jam untuk melihat outcome anak dengan

pneumonia, anak yang datang terlambat mencari

Page 40: pneumonia pada anak

27

pengobatan cenderung memiliki gejala yang lebih berat

(Onyago, 2012).

Skala ukur: nominal

6. Gejala klinis

Definisi: semua gejala yang dikeluhkan dan ditemukan pada

pasien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit serta

hasil pemeriksaan fisik anak saat pertama kali dibawa

ke rumah sakit.

Cara ukur: observasi

Alat ukut: rekam medik

Hasil ukur: semua gejala klinis yang berhubungan dengan gejala

pneumonia seperti batuk, pilek, demam, sesak napas,

mual, muntah, diare, dll. Hasil pemeriksaan fisik

berupa frekuensi napas anak sesuai umur, frekuensi

nadi anak sesuai umur, rata-rata suhu badan anak,

retraksi dinding dada, nafas cuping hidung dan suara

napas tambahan (ronkhi dan wheezing) (Muscary,

2005).

Skala ukur: nominal

7. Hasil laboratorium

Definisi: hasil pemeriksaan leukosit pertama kali ketika dirawat

di Bagian Anak berdasarkan kelompok umur yang

terdapat di rekam medik.

Cara ukur: observasi

Page 41: pneumonia pada anak

28

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur:

0 = leukopenia (jumlah leukosit dibawah normal)

1 = normal

2 = leukositosis (jumlah leukosit diatas normal)

(Ohls, 2007)

Skala ukur: ordinal

8. Rontgen

Definisi: hasil pemeriksaan radiologi foto rontgen thoraks pasien

pneumonia anak yang dibaca oleh dokter radiologi

RSUP DR. M. Djamil Padang dan didiagnosis sebagai

pneumonia.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: semua hasil pemeriksaan foto thoraks yang tercatat di

rekam medik.

Skala ukur: nominal

9. Penyakit penyerta

Definisi: penyakit lain yang ditemukan bersamaan dengan

penyakit pneumonia.

Umur Jumlah Leukosit

Normal (/mm3)

2 minggu - <3 bulan 5000-21000

3 bulan - <6 bulan 6000-18000

6 bulan - <7 tahun 6000-15000

7 tahun – 12 tahun 4500-13500

>12 tahun 5000-10000

Page 42: pneumonia pada anak

29

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: semua penyakit penyerta yang tercatat di rekam medik

yang berhubungan dengan pneumonia seperti penyakit-

penyakit yang menyebabkan malnutrisi, gangguan

defisiensi imun, asma bronkial, sindrom aspirasi,

anomali kongenital dll (Ozdemir, 2010).

Skala ukur: nominal

10. Komplikasi

Definisi: penyakit yang timbul selama penderita dirawat di

Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: semua komplikasi yang tercatat di rekam medik.

Skala ukur: nominal

11. Lama Rawatan

Definisi: lama pasien dirawat di rumah sakit (dalam hari) yang

dihitung dari selisih tanggal masuk dan keluar rumah

sakit.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = pasien dirawat < 5 hari

1 = pasien dirawat 5 – 10 hari

2 = pasien dirawat 11 – 15 hari

Page 43: pneumonia pada anak

30

3 = pasien dirawat > 15 hari

Dengan tiga cara keluar, yaitu :

a = perbaikan

b = meninggal

c = pulang atas permintaan sendiri, yaitu pasien dibawa

pulang sebelum kondisinya memungkinkan untuk

pulang.

Skala ukur: interval

12. Keberhasilan terapi

Definisi: Outcome penderita pneumonia anak yang tercatat di

rekam medik dengan melihat data follow up terakhir.

Cara ukur: observasi

Alat ukur: rekam medik

Hasil ukur: 0 = pasien sembuh

1 = pasien belum sembuh

2 = pasien meninggal dunia

Skala ukur: nominal

3.5 Instrumen Penelitian

Penelitian menggunakan data sekunder, yaitu buku status rekam medik

pasien pneumonia anak yang dirawat di Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil

Padang periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012. Buku status rekam medik

tersebut adalah rangkuman rekam medik yang terdapat di Instalasi Rekam Medik

dan Bagian Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Page 44: pneumonia pada anak

31

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data diambil dari buku

status rekam medik yang terdapat di Bagian Anak dan Instalasi Rekam Medik

RSUP DR. M. Djamil Padang lalu dilakukan evaluasi data. Setelah evaluasi, data

tersebut dicatat untuk diolah dan dianalisis. Data yang akan diambil adalah

sebagai berikut :

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Tinggi badan

4. Berat badan

5. Riwayat imunisasi dasar

6. Keluhan utama

7. Gejala klinis (anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik)

8. Jumlah leukosit

9. Hasil foto rontgen thoraks

10. Penyakit penyerta

11. Komplikasi

12. Tanggal masuk RS

13. Tanggal keluar RS

14. Outcome

3.7 Proses Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan diolah

menggunakan program komputer meliputi:

Page 45: pneumonia pada anak

32

1. Editing

Sebelum diolah data diteliti, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data.

Jika terdapat data tidak lengkap, dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan

pemeriksaan kembali, data rekam medik yang tidak lengkap tidak dijadikan

sampel penelitian.

2. Coding

Data yang sudah dikumpulkan diberi kode pada setiap variabel untuk

memudahkan pemasukan, mengelompokan dan pengolahan data.

3. Entry

Setelah data diteliti, diperiksa kelengkapannya dan diberi kode, maka

langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data yang berhubungan dengan

variabel penelitian ke dalam komputer. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan

program komputer.

4. Cleaning

Proses pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan

atau tidak, sehingga data tersebut siap diolah dan dianalisis.

Page 46: pneumonia pada anak

33

Mencatat nomor rekam medik pasien

pneumonia anak yang dirawat inap

Pengambilan data pasien di bagian

rekam medik

Skrinning data

Pencatatan data

Pengolahan data

Penyusunan hasil penelitian

3.8 Alur Penelitian

3.9 Analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase yaitu

meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi, keluhan utama,

gejala klinis, hasil laboratorium (jumlah leukosit), gambaran rontgen

thoraks, penyakit penyerta, komplikasi, lama rawatan dan keberhasilan

terapi

Page 47: pneumonia pada anak

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian yang telah dilakukan terhadap penderita pneumonia yang

dirawat di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2010

sampai 31 Desember 2012 yang didapat melalui data rekam medik pasien,

ditemukan 352 kasus pneumonia pada anak yang dirawat, yang memenuhi kriteria

inklusi adalah 178 orang dan 147 orang termasuk kriteria eksklusi karena data

rekam medik yang tidak lengkap. Diperoleh hasil mengenai distribusi frekuensi

pasien pneumonia anak berdasarkan karakteristik dasarnya sebagai berikut :

Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan Karakteristik

Dasar

Karakteristik dasar n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 99 55,6

Perempuan 79 44,4

Usia

1 – < 2 bulan 21 11,8

2 – < 12 bulan 78 43,8

12 – 60 bulan 63 35,4

> 60 bulan 16 9

Status Gizi

Gizi Kurang 127 62

Gizi Baik 48 23,4

Gizi Lebih 3 1,5

Status Imunisasi

Belum Lengkap 62 34,8

Tidak Lengkap 61 34,3

Lengkap 55 30,9

Pada penelitian ini kejadian pneumonia anak banyak terdapat pada anak

laki-laki sebesar 55,6% dengan perbandingan antara pasien pneumonia anak laki-

laki dan perempuan adalah 1,25 : 1. Kasus paling banyak terjadi pada kelompok

Page 48: pneumonia pada anak

35

usia 2 - <12 bulan tahun sebanyak 43,8% anak, dengan status gizi baik 55,6%.

Selain itu, status imunisasi dasar anak dengan pneumonia sebanyak 34,8% masih

belum lengkap.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan Keluhan

Utama

Keluhan Utama n %

Sesak Napas 174 97,8

Terminum benda asing 1 0,6

Demam 1 0,6

Kejang 1 0,6

Sianosis 1 0,6

Pada tabel 4.2 sesak napas merupakan keluhan terbanyak pada penderita

pneumonia anak sebesar 97,8%, yang terdiri dari 61,5% anak datang ke rumah

sakit dengan keluhan sesak napas kurang dari 24 jam dan 38,5% anak datang ke

rumah sakit dengan keluhan sesak napas lebih dari 24 jam.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pneumonia Anak berdasarkan Gejala Klinis

Gejala Klinis n %

Demam 165 92,7

Batuk 164 92,1

Muntah 70 39,3

Pilek 63 35,4

Berak-berak encer 22 12,4

Sianosis 6 3,4

Kejang 5 2,8

Tidak mau menyusu 4 2,2

Sesak napas 4 2,2

Tersedak 3 1,7

Keluar cairan dari telinga 2 1,1

Bintik kemerahan di kulit 2 1,1

Page 49: pneumonia pada anak

36

Berdasarkan tabel 4.3, gejala klinis pneumonia anak yang paling sering

ditemukan yaitu demam 92,7%, diikuti oleh batuk 92,1% dan muntah 39,3%.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pneumonia Anak berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Fisik

Pemeriksaan Fisik n %

Suhu (rerata) 37,6 -

Nafas Cuping Hidung 165 92,7

Retraksi Dinding Dada 153 86

Ronkhi 163 91,6

Wheezing 26 14,6

Tabel 4.4 menjelaskan hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada anak

dengan pneumonia, ditemukan nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, dan

suara napas tambahan berupa ronkhi dan wheezing.

Tabel 4.5 Frekuensi Pernapasan Anak dengan Pneumonia berdasarkan Kelompok

Usia

Usia Normal

(per menit)*

Frekuensi Napas

(rerata) (per menit)

< 2 bulan <60 65,5

2 - < 12 bulan <50 61,1

12 - < 60 bulan <40 58,6

≥ 60 bulan <30 46,1

*Sumber: WHO, 2013

Pada tabel 4.5 terlihat bahwa rata-rata frekuensi napas anak diatas normal

(takipneu).

Page 50: pneumonia pada anak

37

Tabel 4.6 Frekuensi Nadi Anak dengan Pneumonia berdasarkan Kelompok Usia

Usia Normal

(per menit)*

Frekuensi Napas

(rerata) (per menit)

1 – 11 bulan 80-160 131,3

>11 – 24 bulan 80-130 122,2

> 24 – 48 bulan 80-120 120,4

>48 – 72 bulan 75-115 124

>72 – 96 bulan 70-110 116

>96 – 120 bulan 70-110 106,8

*Sumber: Bernstein, 2007

Berdasarkan tabel 4.6, dapat disimpulkan bahwa anak kelompok usia >48

– 72 bulan pada penelitian ini memiliki frekuensi nadi diatas normal (takikardi).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan Pemeriksaan

Penunjang

n %

Hasil Laboratorium (Leukosit)

Leukopenia 9 5

Normal 112 63

Leukositosis 57 32

Rontgen Thoraks

Infiltrat 172 96,6

Perselubungan 7 3,9

Hilus Melebar 5 2,8

Corakan Vaskular 2 1,1

Tabel 4.7 memaparkan tentang hasil pemeriksaan penunjang pada anak

dengan pneumonia dan ditemukan banyak anak memiliki jumlah leukosit dalam

batas normal sebesar 63%. Gambaran infiltrat di perihiler dan parakardial

lapangan paru merupakan gambaran rontgen thoraks yang paling banyak

ditemukan pada kasus pneumonia anak yaitu sebesar 96,6%.

Page 51: pneumonia pada anak

38

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan Penyakit

Penyerta

Penyakit penyerta n %

Anemia 55 30,9

Penyakit Jantung Bawaan 20 11,2

Diare 15 8,4

Kandidiasis Oral 13 7,3

Asma Bronkial 13 7,3

Bronkiolitis 7 3,9

Tonsilofaringitis Akut 7 3,9

Sindrom Down 7 3,9

Hipotiroid Kongenital 7 3,9

Hernia Umbilikalis 4 2,2

Kejang Demam 3 1,7

Trakeomalasia Kongenital 3 1,7

Morbili 2 1,1

Berdasarkan tabel 4.8, penyakit yang paling sering menyertai pneumonia

pada anak yaitu anemia 30,9%. Penyakit Jantung Bawaan (PJB) juga sering

ditemukan pada anak dengan pneumonia, khususnya PJB non sianotik, sebanyak

11,2%.

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan Komplikasi

Komplikasi n %

Gangguan Keseimbangan Asam Basa 86 48,3

Syok septik 6 3,4

Septis 5 2,8

Gagal Napas 3 1,7

Otitis Media 2 1,1

Meningitis 2 1,1

Empiema 1 0,6

Tidak ada komplikasi 87 48,9

Sebagian besar anak yang dirawat inap mengalami komplikasi.

Komplikasi yang paling sering timbul pada anak dengan pneumonia yaitu

gangguan asam basa sebesar 48,3%, berupa asidosis metabolik, alkalosis

Page 52: pneumonia pada anak

39

0

20

40

60

80

100

120

<5 hari 5-10 hari 10-15 hari >15 hari

Meninggal

Perbaikan

Pulang paksa

metabolik, dan asidosis respiratorik. Tidak ditemukan komplikasi pada 48,9%

anak pneumonia yang dirawat, seperti tabel 4.9 diatas.

Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan

Lama Rawatan

Berdasarkan grafik 4.1 terlihat bahwa lama rawatan pada pasien

pneumonia anak yang paling sering adalah 5-10 hari sebanyak 98 (55%) anak

dengan outcome perbaikan pada 65 (66,3%) anak. Lama rawatan <5 hari pada 53

(2,8%) anak ditemukan dengan outcome yang paling sering yaitu pulang atas

permintaan sendiri sebanyak 30 (56,6%) anak.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Pasien Pneumonia Anak berdasarkan

Keberhasilan Terapi

Keberhasilan Terapi n %

Sembuh 101 56,7

Belum Sembuh 64 36

Meninggal 13 7,3

Jumlah 178 100

Page 53: pneumonia pada anak

40

Pada tabel 4.10 tampak keberhasilan terapi pada pasien pneumonia anak

yang dirawat di RSUP DR. M. Djamil Padang dan didapatkan pasien yang

sembuh sebanyak 56,7% dan yang meninggal sebanyak 7,3%. Selain itu, 36%

anak dibawa pulang atas permintaan sendiri.

Page 54: pneumonia pada anak

41

BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan kasus pneumonia pada anak sebanyak 352

anak yang dirawat di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang selama periode

Januari 2010 hingga Desember 2012 dengan insiden tertinggi pada tahun 2011.

Angka kejadian pneumonia pada anak meningkat dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Febriane Eldrian di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

periode Januari 2001 - Desember 2004, yaitu sebesar 3,4%.

Persentase pasien anak laki-laki sebanyak 55,6 % dan persentase pasien

anak perempuan sebanyak 44,4 %. Dari hasil tersebut terlihat perbandingan pasien

anak laki-laki dengan perempuan adalah 1,25 : 1. Pada penelitian Nurjannah

(2012) yang dilakukan di RSUD DR. Zainal Abidin Banda Aceh didapatkan kasus

pneumonia pada anak sebanyak 144 kasus selama tahun 2008 hingga 2009 dengan

persentasi pasien pneumonia anak laki-laki lebih tinggi dari pada pneumonia pada

anak perempuan yaitu 59,3%.

Data statistik rumah sakit di Indonesia dari tahun 2004 hingga 2008

memaparkan bahwa insiden pneumonia lebih tinggi pada anak laki-laki

dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 1,3:1 (Pangribowo, 2010).

Selain itu, penelitian di Irak ditemukan kasus pneumonia pada anak sebesar 237

dengan perbandingan pneumonia anak pada anak laki-laki dengan perempuan

yaitu 1,7:1 (Al-Ghizawi, 2007). Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sarika Mauli di wilayah kerja puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie, Banda

Aceh pada tahun 2013, pneumonia lebih banyak ditemukan pada anak perempuan

Page 55: pneumonia pada anak

42

dibandingkan anak laki-laki dengan perbandingan 1,3:1 (Mauli, 2013). Hal ini

bisa terjadi karena pengaruh faktor ekstrinsik lain yang berperan dalam kejadian

pneumonia di daerah tersebut seperti lingkungan tempat tinggal anak atau status

gizi yang kurang dan status imunisasi yang tidak lengkap. Mekanisme mengapa

pneumonia lebih banyak diderita anak laki-laki belum diketahui (Suharjono,

2009). Dari hasil penelitian Hartati (2011) ditemukan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada anak.

Kelompok usia terbanyak menderita pneumonia dalam penelitian ini yaitu

2 - <12 bulan sebesar 43,8%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Febianne Eldrian di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

pada tahun 2001-2004 yang mendapatkan kelompok usia terbanyak pada usia <1

tahun sebesar 46,8% (Eldrian, 2005). Penelitian Yudhi Kurniawan (2012) di

RSUP Nusa Tenggara Barat juga menemukan kelompok usia 0-1 tahun

merupakan kelompok usia yang paling tinggi insiden pneumonia yaitu sebesar

48,6%. Penelitian Suharjono (2009) di Surabaya juga mendapatkan persentase

pasien pneumonia terbesar pada kelompok usia kurang dari satu tahun yaitu

sebesar 61%. Anak kelompok usia kurang dari satu tahun lebih rentan terhadap

penyakit pneumonia karena imunitas yang belum sempurna, saluran pernapasan

yang cukup sempit serta tingginya prevalensi kolonisasi bakteri patogen di

nasofaring. Penelitian di Lombok memperlihatkan pada usap tenggorok anak usia

kurang dari 2 tahun ditemukan S.pneumoniae 48%, yang mana bakteri ini

merupakan penyebab pneumonia pada anak (Price, 2006; Soewigno, 2001).

Status gizi berperan dalam insiden pneumonia pada anak. Dari hasil

penelitian didapatkan anak dengan gizi kurang lebih banyak terkena pneumonia

Page 56: pneumonia pada anak

43

sebanyak 127 anak (62%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Susi Hartati yang menjelaskan kejadian pneumonia pada anak dengan gizi kurang

berpeluang sebesar 6,25 kali dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baik

(Hartati, 2011). Sistem imunitas pada bayi atau balita belum terbentuk sempurna,

maka dari itu bayi akan lebih mudah terkena infeksi bila tidak mendapatkan

asupan gizi yang cukup. Banyak peneliti menemukan hubungan yang signifikan

antara malnutrisi dengan kematian anak yang menderita pneumonia. Di negara

berpenghasilan rendah dan sedang, kekurangan berat badan merupakan faktor

risiko pneumonia (Kurniawan, 2012). Di Sumatera Barat masih banyak anak

balita yang memiliki gizi buruk dimana prevalensi gizi buruk sekitar 17,6% dan

gizi kurang sekitar 14% (Saputra, 2012).

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka Rahmin di

Kota Payukumbuh pada tahun 2011 dan penelitian oleh Dea Yofanda di

Puskesmas Ambacang Kecamatan Kuranji Padang pada tahun 2012, didapatkan

bahwa pneumonia lebih banyak pada anak dengan gizi baik. Penelitian yang

dilakukan oleh Yuda Kurniawan (2012) di Nusa Tenggara Barat juga

mendapatkan insiden pneumonia anak banyak pada anak berstatus gizi baik

sebesar 39,6%. Perbedaan hasil penelitian status gizi yang ditemukan pada daerah

lain dikarenakan faktor risiko lainnya yang ikut mempengaruhi kejadian

pneumonia anak seperti faktor lingkungan, yaitu hunian rumah yang padat,

ventilasi rumah yang tidak baik dan tingginya pajanan terhadap polusi udara serta

asap rokok di daerah tersebut.

Pneumonia pada anak paling banyak ditemukan pada anak dengan status

imunisasi yang belum lengkap. Anak yang belum mendapatkan imunisasi lebih

Page 57: pneumonia pada anak

44

rentan terkena pneumonia. Imunisasi merupakan cara pencegahan terkena

penyakit menular karena kekebalan tubuh anak belum terbentuk sempurna.

Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah

imunisasi pertusis dalam DPT, campak, Haemophilus influenza, dan

pneumokokus (Kartasasmita, 2010).

Pertusis (batuk rejan) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang saluran

pernapasan yang disebabkan oleh Bordetella pertussis. Pertusis dalam kondisi

berat dapat menyebabkan pneumonia. Selain pertusis, campak juga mempunyai

komplikasi pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama

pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi

pneumonia yang timbul pada anak yang sakit pertusis dan campak biasanya berat.

Dengan menurunkan kejadian penyakit pertusis dan campak pada balita melalui

pemberian vaksinasi, kematian anak akibat pneumonia dapat diminimalkan

(Misnadiarly, 2008).

Pada penelitian ini peneliti hanya melihat imunisasi BCG, DPT serta

campak dan ditemukan sebanyak 34,8% anak dengan status imunisasi yang belum

lengkap, 34,3% anak dengan status imunisasi tidak lengkap dan 30,9% anak

dengan status imunisasi yang lengkap. Status imunisasi yang tidak lengkap

merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada anak umur 6-59 bulan, dengan

risiko menderita pneumonia 2,39 kali lebih besar daripada anak dengan status

imunisasi yang lengkap (Annah, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Fanada

(2012) di Palembang juga mendapatkan anak dengan status imunisasi yang tidak

lengkap memiliki risiko 7,6 kali untuk terkena penyakit pneumonia dibandingkan

anak yang status imunisasinya lengkap.

Page 58: pneumonia pada anak

45

Keluhan utama yang ditemukan pada anak dengan pneumonia yaitu sesak

napas sebanyak 174 (97,8%) anak. Peneliti membagi sesak napas menjadi dua

kategori, anak datang dengan lama onset sesak napas 24 jam pertama dan sesak

napas lebih dari 24 jam, dengan tujuan agar bisa mengetahui outcome anak

dengan pneumonia serta ketanggapan orangtua dalam penanganan awal

pneumonia. Dari 97,8% anak yang datang dengan sesak napas, 61,5% diantaranya

datang dengan onset kurang dari 24 jam dan 38,5% datang dengan onset sesak

napas lebih dari 24 jam. Anak yang terlambat datang mencari pengobatan di

tempat fasilitas kesehatan lebih dari 3 hari akan menunjukkan gejala pneumonia

berat dan meningkatkan risiko kematian pada anak (Onyago, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 55,1% anak yang datang dengan

onset sesak napas kurang dari 24 jam pulang dengan perbaikan dan 59,7% anak

yang datang dengan onset sesak napas lebih dari 24 jam pulang dengan perbaikan.

Hal ini belum membuktikan anak yang cepat mencari pengobatan di tempat

fasilitas kesehatan mendapatkan hasil terapi yang lebih baik dibandingkan anak

yang datang lebih lambat. Keberhasilan terapi pada pasien pneumonia anak juga

bergantung pada penyakit penyerta serta komplikasi yang dapat muncul selama

anak dirawat. Peneliti belum menemukan penelitian terkait tentang waktu anak

datang ke rumah sakit dengan keberhasilan terapi.

Gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada pasien pneumonia anak

yang dirawat yaitu demam 92,7% dengan suhu rata-rata 37,6oC, kemudian diikuti

batuk 92,1% dan muntah 39,3%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

yang dilakukan di Nigeria oleh Mustapha (2013), 99,8% anak dengan pneumonia

mengalami batuk, lalu diikuti oleh demam 94,4% dan pilek 40,4%. Penelitian

Page 59: pneumonia pada anak

46

yang dilakukan oleh Nurjannah (2012) juga menemukan batuk sebagai gejala

klinis yang paling banyak dijumpai pada pneumonia anak sebesar 94,4%. Batuk

merupakan ekspirasi eksplosif untuk mengeluarkan sekret dan benda asing dari

saluran trakeobronkial, salah satu bentuk pertahanan paru dari bahan asing dan

infeksius (Braunwald, 1999). Demam merupakan suatu respon tubuh akibat

adanya infeksi oleh bakteri atau virus dimana sel-sel leukosit akan mengeluarkan

pirogen endogen yang memiliki efek melawan infeksi dan juga bekerja pada pusat

termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat sehingga

terjadi peningkatan suhu tubuh (Sherwood, 2001). Perbedaan hasil penelitian

yang ditemukan mungkin karena alloanamnesis oleh ibu yang lebih peka terhadap

demam yang dialami oleh anaknya dibandingkan batuk.

Gejala yang paling menonjol dari pneumonia pada anak yaitu sesak napas.

Pada penelitian ini didapatkan rata-rata frekuensi napas anak pada setiap

kelompok usia berada diatas frekuensi normal (takipneu) dan rata-rata frekuensi

nadi anak kelompok usia >48 – 72 bulan memiliki frekuensi diatas normal yaitu

124 kali/menit. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurjannah (2012) menemukan

bahwa rata-rata frekuensi napas anak dengan pneumonia yaitu 60 kali/menit. Data

penelitian menunjukkan bahwa takipneu pada pneumonia mempunyai nilai

sensitivitas 74% dan spesifitas 67% dibandingkan dengan foto thoraks sebagai

baku emas, maka dinyatakan bahwa takipneu dapat digunakan sebagai tanda klinis

dalam menegakkan diagnosis pneumonia (Palafox, 2000).

Pneumonia dapat menyebabkan elastisitas paru berkurang sehingga

ventilasi paru menurun. Untuk mengkompensasi keadaan ini otot pernapasan

dipaksa bekerja lebih keras sehingga kebutuhan oksigen tubuh tetap terpenuhi.

Page 60: pneumonia pada anak

47

Adanya napas cuping hidung pada 92,7% anak dan retraksi dinding dada pada

86% anak dalam penelitian ini membuktikan kerja otot pernapasan yang

meningkat.

Berdasarkan penelitian ditemukan hasil pemeriksaan auskultasi dada pada

anak dengan pneumonia yang dirawat berupa ronkhi dan wheezing. Dari 178 anak

yang dirawat, 91,6% anak diantaranya terdengar suara napas tambahan berupa

ronkhi dan 14,6% anak terdengar wheezing.

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan

laboratorium dan foto rontgen thoraks. Pemeriksaan laboratorium yang diteliti

berupa jumlah leukosit dan dihitung berdasarkan kelompok usia anak karena

setiap kelompok usia anak memiliki batas jumlah leukosit normal yang berbeda.

Peneliti menemukan 63% pasien pneumonia anak memiliki jumlah leukosit dalam

batas normal dan 32% mengalami leukositosis.. Hal ini berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Ida Bagus Subanada (2010) di Denpasar yang menemukan

jumlah leukosit >15x109/L pada 72% anak dengan pneumonia, dan bakteri

merupakan penyebab paling banyak. Pasien pneumonia anak yang tidak diobati

akan mengalami peningkatan leukosit pada hari kedua, sedangkan pada penelitian

ini leukosit dihitung saat hari pertama anak dirawat di rumah sakit sehingga

jumlah leukosit masih dalam batas normal. Leukosit merupakan salah satu sistem

tubuh yang merusak atau menghancurkan mikroorganisme patogen yang masuk

ke dalam tubuh. Leukosit akan ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi

guna memberikan pertahanan sehingga bila terjadi infeksi akan tampak

peningkatan jumlah leukosit (Subanada, 2010).

Page 61: pneumonia pada anak

48

Pemeriksaan foto rontgen thoraks perlu dilakukan untuk menunjang

diagnosis, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi yang lebih akurat

serta kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumothoraks. Infiltrat tersebar

sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang didapatkan yaitu ditemukan gambaran infitrat pada 96,6% pasien pneumonia

anak yang dirawat. Penelitian yang dilakukan oleh Eldrian (2005) juga

menemukan gambaran foto rontgen thoraks anak dengan pneumonia yang paling

sering yaitu infiltrat 73,21%. Berbeda dengan pemeriksaan laboratorium jumlah

leukosit, pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara

infeksi virus dengan bakteri. Seringkali panas dan takipneu sudah timbul sebelum

terlihat perubahan pada foto rontgen thoraks. Foto rontgen thoraks umumnya akan

kembali normal setelah 3-4 minggu (Asih, 2006).

Prognosis pneumonia pada anak tergantung pada beberapa faktor, salah

satunya yaitu adanya penyakit lain yang menyertai pneumonia. Berdasarkan

penelitian ini, ditemukan 70,2% anak datang dengan penyakit penyerta. Anemia

merupakan penyakit penyerta yang paling dominan pada pasien pneumonia anak

sebesar 30,9%, biasanya anemia yang diakibatkan oleh kekurangan zat besi.

Baskaran dkk dalam sebuah studi menemukan bahwa 83% dari 43 anak-

anak dengan pneumonia antara 3-5 tahun memiliki hemoglobin kurang dari 11

g/dL. Penelitian prospektif lainnya menyebutkan bahwa anemia pada anak

merupakan faktor risiko terjadinya infeksi respiratorik akut bawah (IRA-B),

kejadiannya 5,75 kali lebih besar dari pada kelompok tanpa anemia

(Ramakrishnan, 2006). Risiko kekerapan infeksi pada anak balita, khususnya

infeksi respiratorik, diyakini ada hubungan dengan anemia defisiensi besi, namun

Page 62: pneumonia pada anak

49

beberapa penelitian belum mendapatkan bukti yang bermakna. Meskipun

demikian, data epidemiologis mengenai efek suplementasi besi terhadap insiden

IRA-B belum cukup bermakna. Penelitian terbaru di Nepal melaporkan bahwa

suplementasi besi bersama asam folat dapat mengurangi insiden IRA-B secara

bermakna, kemungkinan besar berkaitan dengan perbaikan fungsi imunitas

(Wirawan, 2012).

Penyakit jantung bawaan juga menyertai pneumonia pada anak sebanyak

11,2%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sadoh di Nigeria didapatkan 11,57%

anak dengan pneumonia mengalami Congenital Heart Disease (CHD), 50%

diantaranya merupakan Ventrical Septal Defect (VSD). Anak dengan CHD seperti

VSD, Atrial Septal Defect (ASD) dan Patent Ductus Arteriosus (PDA) akan

mengalami peningkatan aliran darah ke paru sehingga lebih tinggi risiko

timbulnya pneumonia (Sadoh, 2013).

Terdapat 7,3% anak dengan pneumonia yang disertai dengan asma brokial.

Asma bronkial adalah penyakit yang mendasari pneumonia berulang pada anak.

Banyak anak dengan pneumonia berulang yang terbukti memiliki asma yang tidak

terdiagnosis (Ozdemir, 2010). Hal ini disebabkan oleh karena anak dengan

riwayat asma memiliki risiko saluran pernapasan yang cacat, integritas lendir dan

silia terganggu, serta terdapat penurunan imunitas humoral atau seluler, lokal

maupun sistemik (Sunyataningkamto, 2004).

Pada penelitian ini terdapat 3,9% pasien anak dengan pneumonia yang

disertai dengan Sindrom Down. Pasien dengan sindrom Down cenderung

memiliki defisiensi imun sehingga sering mengalami pneumonia. Selain itu,

seringnya terjadi infeksi saluran napas pada anak dengan Sindrom Down

Page 63: pneumonia pada anak

50

dikarenakan fungsi dan struktur sistem pernapasan yang abnormal, seperti

diameter anteroposterior nasofaring yang sempit mengakibatkan terhambatnya

drainase yang adekuat, pembentukan sinus dan mukosa hidung yang tidak baik,

serta menurunnya aktivitas silia untuk menjaga mukosa hidung agar tetap bersih

(Perrez, 2010).

Komplikasi yang sering muncul pada pasien anak dengan pneumonia yaitu

gangguan asam basa, diantaranya asidosis metabolik 34,8% dan alkalosis

respiratorik 11,8%, diikuti dengan syok septik 3,4% dan septis 2,8%. Pada

pneumonia berat, anak akan mengalami hipoksia sehingga kekurangan basa

bikarbonat (HCO3) yang mengakibatkan turunnya pH darah dibawah 7 dan terjadi

hiperventilasi sebagai mekanisme kompensasi tubuh, keadaan ini disebut dengan

asidosis metabolik.. Kehilangan karbondioksida berlebihan dari paru pada

keadaan produksi normal akan mengakibatkan penurunan PCO2 dan peningkatan

pH sehingga menimbulkan alkalosis respiratorik (Adelman, 2010).

Lama rawatan pasien pneumonia anak tergantung pada status gizi, berat

penyakit serta penyakit penyertanya (Kurniawan, 2012). Peneliti mendapatkan

hasil lama rawatan terbanyak yaitu 5-10 hari sebesar 55%, yang mana Suharjono

(2009), Nurjannah (2010), dan Kurniawan (2012) juga mendapatkan hasil yang

sama. Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang dapat memperpanjang lama

rawatan pasien pneumonia anak yaitu ASI tidak ekslusif, hunian rumah yang

padat, dan hasil rontgen thoraks yang abnormal (Tiewsoh, 2009).

Outcome pasien pneumonia anak yang didapatkan terbanyak yaitu sembuh

atau perbaikan sebesar 56,7%. Sebanyak 36% anak dibawa pulang oleh

Page 64: pneumonia pada anak

51

orangtuanya sebelum kondisi anak memungkinkan untuk pulang, sebagian besar

karena masalah biaya.

Pada penelitian ini ditemukan 7,3% anak pasien pneumonia meninggal

dunia, 78% diantaranya merupakan anak kategori usia 2 - <12 bulan. Penelitian

yang dilakukan sebelumnya oleh Febriane Eldrian mendapatkan bahwa 8,04%

anak meninggal dunia. Hal ini membuktikan bahwa angka mortalitas anak di

Bagian Anak RSUP M.Djamil mulai berkurang karena terapi antibotik yang

diberikan adekuat sehingga banyak anak yang pulang dengan perbaikan.

Penelitian oleh Putu Siadi Purniti di Denpasar mendapatkan angka kematian pada

pasien pneumonia anak sebesar 8,2% (Purniti, 2011). Sedangkan penelitian

Suharjono (2011) di Surabaya menunjukkan angka kematian pasien pneumonia

anak sebesar 2,4%. Penelitian yang dilakukan di Nigeria mendapatkan hasil 9%

anak dengan pneumonia meninggal dunia (Mustapha, 2013).

Page 65: pneumonia pada anak

52

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien pneumonia anak yang

dirawat di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang periode 1 Januari 2010

hingga 31 Desember 2012, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat 352 pasien pneumonia anak yang dirawat di Bagian Anak RSUP DR.

M. Djamil Padang periode Januari 2010-Desember 2012.

2. Pasien pneumonia anak paling banyak ditemukan pada kelompok usia 2-<12

bulan.

3. Pneumonia lebih banyak pada anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan

angka perbandingan 1,25:1.

4. Pneumonia banyak ditemukan pada anak dengan status gizi kurang.

5. Hasil penelitian ditemukan pasien pneumonia paling banyak pada anak dengan

status imunisasi yang belum lengkap.

6. Keluhan utama pasien pneumonia adalah sesak napas, dengan onset sesak

napas kurang dari 24 jam.

7. Gejala klinis pasien pneumonia anak yaitu demam, batuk dan muntah, dengan

hasil pemeriksaan fisik ditemukan suhu rata-rata 37,6O

C, takipneu, takikardi,

nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, ronkhi dan wheezing.

8. Hasil laboratorium terbanyak menunjukkan jumlah leukosit dalam batas

normal.

9. Gambaran rontgen tersering adalah gambaran infiltrat.

Page 66: pneumonia pada anak

53

10. Penyakit penyerta pada pasien pneumonia anak yang paling sering adalah

anemia.

11. Komplikasi pneumonia yang paling sering adalah gangguan keseimbangan

asam basa.

12. Lama perawatan pasien pneumonia anak paling banyak adalah 5-10 hari.

13. Hasil pengobatan (outcome) pasien pneumonia anak yang dirawat di Bagian

Anak RSUP DR. M. Djamil Padang paling banyak adalah dengan perbaikan.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat, pentingnya mengetahui gejala awal pneumonia pada anak

sehingga dapat ditatalaksana lebih awal agar angka kematian pada anak dapat

berkurang.

2. Bagi posyandu, perlu disosialisasikan pentingnya imunisasi dan status gizi

pada anak terkait faktor risiko pneumonia dengan cara membagikan brosur

ataupun memberikan edukasi pada ibu.

3. Bagi rumah sakit, perlu dilakukan upaya resusitasi dan penanganan yang cepat

bagi pasien pneumonia anak serta penegakkan diagnosis yang lebih akurat

agar terapi yang diberikan lebih maksimal.

4. Banyaknya sampel yang masuk kriteria eksklusi karena data rekam medik

yang tidak lengkap pada penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas

kesehatan di rumah sakit yang mencatat rekam medik, baik itu dokter, residen

maupun perawat, agar dapat melengkapi rekam medik pasien sehingga data

penelitian selanjutnya bisa lebih lengkap.

Page 67: pneumonia pada anak

54

5. Bagi pemerintah, perlu dilakukan sosialisasi tentang Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) kepada masyarakat umum agar orangtua tidak perlu lagi

mengkhawatirkan masalah biaya untuk pengobatan anaknya sehingga angka

kejadian pulang atas permintaan sendiri pada pasien pneumonia anak

berkurang.

Page 68: pneumonia pada anak
Page 69: pneumonia pada anak

DAFTAR PUSTAKA

Adelman RD, Solhaug MJ. 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan.

Dalam: Behrman, Kliegman, Arvin. Wahab AS (ed). Ilmu Kesehatan Anak

Nelson (1) Ed 15. Philladelphia: EGC. pp 250-258.

Al-Ghizawi GJ, Al-Sulami AA, Al-Taher SS. 2007. Profile of community – and

hospital – acquired pneumonia cases admitted to Basra General Hospital,

Iraq. Eastern Mediterranean Hlth J, 13 (2), pp 230-240.

Amorim PG, Morcillo AM, Tresoldi AT, Fraga AMA, Peirera MR, Baracat ECM.

2012. Factors associated with complications of community-acquired

pneumonia in preschool children. J Bras Pneumol, 38 (5), pp 614-621.

Annah I, Nawi R, Ansar J. 2012. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Anak Umur

6-59 Bulan di RSUD Salewangan Maros Tahun 2012.Makassar: FKM

UNHAS.

Asih R, Setiawati L, Makmuri.2006. Kuliah Pneumonia dalam Continuing

Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI. Surabaya.

Bernstein D. 2007. Evaluation of The Cardiovascular System. In: Kliegman,

Behrman, Jenson, Staton eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1860.

Bhutta ZA. 2007. Dealing with childhood pneumonia in developing countries:

how can we make a difference?.Arch Dis Child, 92, pp 286–288.

Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al.

2011. Executive Summary: The Management of Community-Acquired

Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical

Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the

Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases. 53

(7), pp 617-630.

Braunwald E. 1999. Batuk dan Hemoptisis. Dalam: Isselbacher KJ, Wilson JD,

Martin JB, Fauci AS, Kasper DL eds. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam (1). Jakarta: EGC. pp 199.

Browne LR, Gorelick MH. 2010. Asthma and Pneumonia. PediatrClin N Am, 57,

pp 1347 – 1356.

Callahan CW. 2005. Pneumonia and Bacterial Pulmonary Infections. In : Panitch,

HB. Pediatric Pulmunologi The Requisites in Pediatrics. Philadelphia:

Elsevier Mosby. pp 151–163

Page 70: pneumonia pada anak

Dahlan Z. 2009. Pneumonia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed

V. Jakarta: Interna Publishing, hal 2196.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Tatalaksana

Pneumonia Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan Indonesia

2010. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2013. Profil Kesehatan Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2012. Padang: Dinas Kesehatan.

Ditjen PP&PL. 2009. Profil Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan

Tahun 2008. Jakarta: Ditjen PP&PL.

Durbin WJ, Stille C. 2008. Pneumonia.Pediatric in Review, 29 (5), pp 147 – 160.

Eldrian F. 2005. Gambaran Pneumonia Anak yang Dirawat di Perjan RS DR. M.

Djamil Padang. Padang: FakultasKedokteran UNAND.

Fanada M, Muda W. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kenten

Palembang Tahun 2012. Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan.

Farha T, Thomson AH. 2005. The burden of pneumonia in children in the

developed world. Paediatr Respir Rev, 6 (2), pp 76-82.

Hartati S. 2011. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian

Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Kebo Jakarta. Depok:

Fakultas Ilmu Keperawatan UI.

Herman. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia

pada anak balita di kab. Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Jakarta:

Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18

Tahun. http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-

anak-idai.html. Diunduh 23 Maret 2013, pukul 21.10 WIB

Kartasasmita, CB. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Dalam: Buletin Jendela

Epidemiologi, 3(3): 22-26

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan

Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Page 71: pneumonia pada anak

Klemm RDW, Labrique AB, Christian P, Rashid M, Shamlm AA, Katz J, et al.

2008. Newborn Vitamin A Supplementation Reduced Infant Mortality in

Rural Bangladesh. Pediatrics, 122, pp 242-250.

Kliegman RM. 2000. Bayi Baru Lahir. In: Kliegman RM, Behrman RE, Arvin,

eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 15th ed. Philadelphia: Saunders

Elsevier. pp 535-542.

Kurniawan Y, Indriyani SAK. 2012. Karakteristik Pasien Pneumonia di Ruang

Rawat Inap Anak Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat.

CDK-191, 39 (3), pp 196 – 197.

Mani CS, Murray DL. 2012. Acute Pneumonia and Its Complication. In: Long SS,

Pickering LK, Prober CG eds. Principles and Practice of Pediatric

Infectious Disease 4th ed. China: Elsevier, pp 235-244.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, ed. 2000.Kapita Selekta

Kedokteran Jilid 2. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius. hal 465 – 469.

Mauli S. 2013. Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2013. Jurnal Karya Tulis

Ilmiah. Banda Aceh

McKinney S, Leonberg B, Spear B. 2011. Growing a Healthier Nation: Maternal,

Infant, Child dan Adolescent Nutrition. In: Eldstein S, ed. Nutrition in

Public Health: a Handbook for Delevoping Programs and Services. 3rd

ed.

United States: JBLearning, pp 163 – 181.

Miall L, Rudolf M, Levene M. 2003. Pediatrics at a Glance. Oxford: Balckwell,

pp 54.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Ed 1. Jakarta:

Pustaka Obor Populer. hal 26-49.

Moran GJ, Talan DA. 2010. Pneumonia. In: Marx J, Hockbeger R, Ronwall eds.

ROSEN‟S Emergency Medicine Conceptual and Clinical Practice. 7th ed

(1). Philadelphia: Elsevier. pp. 927-938.

Muscari ME. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Ed 3. Jakarta: EGC.

hal 229 – 231.

Mustapha MG, Ashir GM, Alhaji MA, Rabasa AI, Ibrahim BA, Mustapha Z.

2013. Presentation, complications and management outcome of

community acquired pneumonia in hospitalized children in Maiduguri,

Nigeria.Niger J Paed, 40 (1), pp 30 –33.

Page 72: pneumonia pada anak

Niessen LW. Hove AT, Hilderink H, Weber M, Mulholland K, Ezzati M. 2009.

Comparative impact assessment of child pneumonia interventions. Bull

World Health Organ, 87(6), pp 472-80.

Nurjannah, Sovira N, Anwar S. 2012. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr.

Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri, 13 (5), pp 324 – 328.

Ohls RK, Christensen RD. 2007. Development of the hematopoietic system. In:

Kliegman, Behrman, Jenson, Staton eds. Nelson Textbook of Pediatrics.

18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 2003.

Onyago D, Kikuvi G, Amukoye E, Omolo J. 2012. Risk factors of severe

pneumonia among children aged 2-59 months in western Kenya: a case

control study,Pan African Medical Journal, 13 (45), pp 1-13.

Ostapchuk M, Roberts DM, Haddy R. 2004. Community-Acquired Pneumonia in

Infants and Children. Am Fam Physician, 70, pp 899-908.

Ozdemir O, Sari S, Bakirtas A, Zorlu P, Ertan U. 2010. Underlying diseases of

recurrent pneumonia in Turkish children. Turk J Med Sci, 40 (1), pp 25-30.

Palafox M, Guiscrafe H, Reyes H, Munoz O, Martinez H. 2000. Diagnostic value

of tachypnoea in pneumonia defined radiologically. Arch Dis Child, 82, pp

41-45.

Pangribowo S, Tryadi A, Indah IS. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi

Pneumonia Balita.Vol 3. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Pdpersi. 2012. Pneumonia pada Anak : UNICEF dan WHO menyebutkan

pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi anak balita.

http://www.pdpersi.co.id/content/article.php?mid=5&catid=9&nid=866.

Diunduh 4 Mei 2013, pukul 08.38 WIB

PDPI. 2003. Pneumonia Nosokomial Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di

Indonesia.

PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di

Indonesia.

Perrez JAH, Guerra JSH. 2010. Community-acquired pneumonia in adults with

Down syndrome. Three clinical cases and a review of the literature. Rev

Med Int Sindr Down, 14 (2), pp 25-30.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit

Edisi 6. Jakarta: EGC.

Page 73: pneumonia pada anak

Purniti PS, Subanada IB, Kari IK, Arhana BNP, Iswari IS, Tarini NMA. 2011.

Surveilans Pneumokokus dan Dampak Pneumonia pada Anak Balita. Sari

Pediatri, 12 (5), pp 359-364.

Rahmin R. 2011. Faktor yang berhubungan dengan kejadian suspek pneumonia

pada balita di wilayah kota Payakumbuh tahun 2011. Skripsi. Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Ramakrishnan K, Harish PS. 2006. Hemoglobin Level as a Risk Factor for Lower

Respiratory Tract Infections. Indian Journal of Pediatrics, Vol 73, pp 881-

883.

Reiterer F. 2013. Neonatal Pneumonia. Chapter 2. InTech. Austria, pp 20-32.

Rudan I, Tomaskovic L, Pinto CB, Campbell H. 2004. Global Estimate of the

incidence of the clinical pneumonia among children under five years of

age.Bulletin of The World Health Organization, 82 (12), pp 895 – 903.

Said M. 29 April 2006. Pneumonia penyebab utama mortalitas anak balita:

Tantangan dan Harapan dalam Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai

GuruBesar Tetap dalam IKA pada FK UI. Jakarta.

Said M. 2008. Pneumonia. Dalam :Rahajoe NN, Supriyatno B (eds). Buku Ajar

Respirologi Anak. Ed 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. Pp 351 –

365.

Sadoh WE, Osarogiagbon WO. 2013. Underlying congenital heart disease in

Nigerian children with Pneumonia. African Health Sciences, 13(3), pp 607

– 612.

Saputra W, Nurrizka RH. 2012. Faktor Demografi Dan Risiko Gizi Buruk Dan

Gizi Kurang. Makara, Kesehatan, 16 (2), pp 95-101.

Schrock KS, Hayes BL, George CM. 2012.Community-Acquired Pneumonia in

Children. Am Fam Physician, 86 (7), pp 661 – 667.

Schultz KD, Fan LL, Pinsky J, Ochoa L, Smith EO, Kaplan SL, et al. 2004. The

Changing Face of Pleural Empyemas in Children: Epidemiology and

Management. Pediatrics, 113 (6), pp1735 – 1740.

Sectish T, Prober CG. 2008. Pneumonia. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson

HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 1795 – 1799.

Setyanto DB. 2009. Pneumonia the forgotten killer of children.DalamIndonesia

Pediatric Respiratory Meeting (IPRM) IV.Yogyakarta.

Page 74: pneumonia pada anak

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Santoso BI (ed). Edisi

2. Jakarta: EGC. pp 604.

Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Widyastuti P (ed). Jakarta:

EGC. pp 223.

Soedarsono. 2010. Pneumonia. Dalam :WibisonoMJ, Winariani, Hariadi S (eds).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu PenyakitParu FK

UNAIR-RSUD Dr.Soetomo. Surabaya. pp 149-179.

Soewignjo S, Gessner BD, Sutanto A, Steinhoff M, Prijanto M, Nelson C, et al.

2001. Streptococcus pneumonia Nasopharyngeal Carriage Prevalence,

Serotype Distribution, and Resistance Patterns among Children on

Lombok Island, Indonesia.Clinical Infection Disease, 32, pp 1039 – 1043.

Subanada IB, Puriniti NS. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungandengan

Pneumonia BakteripadaAnak. Sari Pediatri, 12 (3), pp 184 – 189.

Suharjono, Yuniati T, Sumarno, Semedi J. 2009. Studi penggunaan antibiotika

pada penderita rawat inap pneumonia (penelitian di sub departemen anak

rumkital dr. Ramelan surabaya). Majalah Ilmu Kefarmasian, VI (3), pp

142-155.

Sunyataningkamto, Iskandar Z, Alan RT, Budiman I, Surjono A, Wibowo T, dkk.

2004. The role of indoor air pollution and other factors in the incidence of

pneumonia in under-five children. Paediatrica Indonesiana, 44 (1-2), pp

25-29.

The United Nations Children’s Fund (UNICEF), World Health Organization

(WHO). 2006. Pneumonia the forgotten killer of children.

http://www.unicef.org/publications/index_35626.html. Diunduh 7 Juni

2013, pukul 21.00 WIB.

Tiewsoh K, Lodha R, Pandey RM, Broor S, Kalaivani M, Kabra SK. 2009.

Factors determining the outcome of children hospitalized with severe

pneumonia. BMC Pediatric, 9 (15), pp 1-8.

Victorino CC, Gauthier AH. 2009. The social determinants of child health:

Variations across health outcomes - a population-based cross-sectional

analysis. BMC Pediatrics Journal, 9, pp 53.

Walukow CRA. 2013. Profil Pneumonia Neonatal Di Sub Bagian Neonatologi

Blu Rsu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2009-Juli 2011.

Jurnal Ebm, 1 (1), pp 106-110.

Wirawan IKA, Ariawati K, Subanada ID. 2012. Prevalence and Hematology

Profile of Anemia in Patients With Acute Lower Respiratory Infection.

Medicina (43), pp 89-94.

Page 75: pneumonia pada anak

World Health Organization (WHO). April 2013. Pneumonia.

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/. Diunduh 3 Mei

2013, pukul 20:10 WIB.

Yofanda D. 2012. Hubungan Status Gizi dan Pemberian ASI pada Balita

terhadap Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Kecamatan Kuranji Padang Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas.

Yuwono, Aji T. 2008. Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan

dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja puskesmas

Kawunganten Kabupaten Cilacap. Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang.

Page 76: pneumonia pada anak

LAMPIRAN 1

Page 77: pneumonia pada anak

Lampiran 2

Master Tabel

Page 78: pneumonia pada anak

Lampiran 3

Analisis Data

Frequencies

Statistics

Umur JenisKelamin StatusGizi StatusImunisasi

N Valid 178 178 178 178

Missing 0 0 0 0

Frequency

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 1-<2bulan 21 11.8 11.8 11.8

2-<12bulan 78 43.8 43.8 55.6

12-60bulan 63 35.4 35.4 91.0

>60bulan 16 9.0 9.0 100.0

Total 178 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 99 55.6 55.6 55.6

Perempuan 79 44.4 44.4 100.0

Total 178 100.0 100.0

Page 79: pneumonia pada anak

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Gizi Buruk 21 11.8 11.8 11.8

Gizi Kurang 56 31.5 31.5 43.3

Gizi Baik 99 55.6 55.6 98.9

Gizi Lebih 2 1.1 1.1 100.0

Total 178 100.0 100.0

Status Imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Belum Lengkap 62 34.8 34.8 34.8

Tidak Lengkap 61 34.3 34.3 69.1

Lengkap 55 30.9 30.9 100.0

Total 178 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Keberhasilan Terapi * Sesak

Napas 178 100.0% 0 .0% 178 100.0%

Page 80: pneumonia pada anak

Keberhasilan Terapi * Sesak Napas Crosstabulation

Count

Sesak Napas

Total < 24 jam > 24 jam

KeberhasilanTerapi belum sembuh 41 21 62

sembuh 59 40 99

meninggaldunia 7 6 13

Total 107 67 174

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama Rawatan *

Keberhasilan Terapi 178 100.0% 0 .0% 178 100.0%

Lama Rawatan * Keberhasilan Terapi Crosstabulation

Count

KeberhasilanTerapi

Total Belum Sembuh Sembuh Meninggal Dunia

LamaRawatan <5hari 30 17 6 53

5-10hari 26 65 7 98

11-15hari 6 13 0 19

>15hari 2 6 0 8

Total 64 101 13 178

Page 81: pneumonia pada anak

Lampiran 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama : Osharinanda Monita

Tempat/tanggal lahir : Pekanbaru/16 Oktober 1992

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jalan Tengku Bey Gang Puspasari II No.15 Sei

Mintan, Simpang Tiga-Pekanbaru, Riau

Orang tua

Ayah : Mulyawarman

Ibu : Husnilita, SE

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

B. Riwayat pendidikan

1. SD N 036 Sukajadi Pekanbaru : Tahun 1998 - 2004

2. SMP N 4 Pekanbaru : Tahun 2004 - 2007

3. SMA N 8 Pekanbaru : Tahun 2007 - 2010

4. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas : Tahun 2010 -

sekarang.

C. Kegiatan Organisasi

1. Bendahara Umum Paguyuban Ikatan Mahasiswa Riau (IMR) tahun

2012-2013.

2. Koor. Divisi HRD UKM Jurnalistik BROCA FK UNAND tahun 2012-

2013.