Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SINTESIS 4-[(4’-DIMETILAMINOBENZILIDENA)-AMINO]-N-(2-
PIRIMIDINIL)BENZENASULFONAMIDA DARI SULFADIAZIN DAN p-
DIMETILAMINOBENZALDEHIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yohanna Lu Theodianiarika
NIM : 128114134
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
SINTESIS 4-[(4’-DIMETILAMINOBENZILIDENA)-AMINO]-N-(2-
PIRIMIDINIL)BENZENASULFONAMIDA DARI SULFADIAZIN DAN p-
DIMETILAMINOBENZALDEHIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yohanna Lu Theodianiarika
NIM : 128114134
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
SINTESIS 4-[(4’-DIMETILAMINOBENZILIDENA)-AMINO]-N-(2-
PIRIMIDINIL)BENZENASULFONAMIDA DARI SULFADIAZIN DAN p-
DIMETILAMINOBENZALDEHIDA
Oleh:
Yohanna Lu Theodianiarika
NIM : 128114134
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal:
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.
Panitia Penguji Tanda tangan
1. Dr. Pudjono, S.U., Apt. ………………………
2. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. ………………………
3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana
layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 16 Desember 2019
Penulis,
Yohanna Lu Theodianiarika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia yang diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skripsi “Sintesis 4-
[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzenasulfonamida dari
Sulfadiazin dan p-dimetilaminobenzaldehida” dapat selesai dengan baik. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis
mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. Christine Patramurti, Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dr. Pudjono, S.U., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, kesempatan, bimbingan, serta pengarahan,
selama berjalannya proses skripsi dari awal pengerjaan proposal
skripsi, pemilihan prosedur sintesis, hingga berakhirnya penyusunan
naskah skripsi.
4. Maywan Hariono, Ph.D., Apt. atas gagasan molekul target sintesis
dalam skripsi ini, sehingga didapatkan kedua starting material yang
mudah diperoleh.
5. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji atas segala
masukan, kritik, dan saran.
6. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. selaku dosen penguji atas
segala masukan, kritik, dan saran.
7. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. yang telah meluangkan waktu untuk
diskusi, masukan, dan nasehat selama proses skripsi.
8. Staf Laboratorium Kimia Organik (Markus Suparlan), Kimia Analisis
(Yustinus Kunto Baskoro), Farmakognosi Fitokimia (Yohanes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
Wagiran), Kimia Analisis Instrumentasi (Bimo Putranto) Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah menemani
dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian.
9. Kedua orang tua yang telah memberikan kepercayaan, dukungan,
motivasi, doa, serta kesempatan terhadap setiap pilihan tahap
kehidupan penulis.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, mengingat keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak untuk menyempurnakan karya tulis ini. Penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 16 Desember 2019
Penulis,
Yohanna Lu Theodianiarika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
DAFTAR KETERANGAN LAMBANG DAN SINGKATAN ............................xv
ABSTRAK ........................................................................................................... xvi
ABSTRACT ....................................................................................................... xviii
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
METODE PENELITIAN .........................................................................................3
Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................ 3
Bahan Penelitian ................................................................................................... 3
Alat Penelitian ....................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ............................................................................................... 3
Sintesis Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-
(2-pirimidinil)benzenasulfonamida ....................................................................3
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................4
Sintesis Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-
(2-pirimidinil)benzenasulfonamida ....................................................................... 4
Identifikasi Struktur FT-IR terhadap Senyawa Produk Sintesis ........................... 8
Elusidasi Struktur 1H-NMR terhadap Senyawa Produk Sintesis ........................ 14
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................20
Kesimpulan ......................................................................................................... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
Saran ................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21
LAMPIRAN ...........................................................................................................24
BIOGRAFI PENULIS ...........................................................................................52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Tabel II.
Tabel III.
Tabel IV.
Tabel V.
Rangkuman Analisis Pendahuluan Produk Sintesis dan Starting
Material ............................................................................................ 8
Perbandingan Interpretasi Spektrum Inframerah Starting Material
dengan Senyawa Produk Sintesis ................................................... 13
Variasi Volume Penyusun Buffer Asetat 0,2 M
(Dawson et al., 1986) ...................................................................... 29
Interpretasi terhadap Spektrum Inframerah
p-dimetilaminobenzaldehid ............................................................ 45
Interpretasi terhadap Spektrum Inframerah Sulfadiazin ................. 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Uji KLT penetapan volume DMSO sebagai pelarut dalam
sintesis menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 8:2 ......... 4
Uji KLT endapan dan filtrat hasil destilasi vakum
menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 8:2...................... 6
Uji KLT selama proses pemurnian menggunakan fase gerak
kloroform:metanol = 8:2 .............................................................. 7
Spektrum FT-IR KBr ................................................................... 8
Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis ................................... 9
Spektrum FT-IR p-dimetilaminobenzaldehida ............................. 9
Spektrum FT-IR sulfadiazin ......................................................... 9
Spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis ............................. 14
Kedudukan proton pada 4-dimetilaminobenzaldehida ............... 16
Kedudukan proton pada sulfadiazin (Huschek et al., 2008) ...... 18
Uji titik lebur CH3COONa technical grade ............................... 25
Uji pH larutan asam asetat 0,2 M pada suhu 29℃ ..................... 28
Uji pH larutan buffer asetat 0,2 M yang berasal dari 12 mL
basa konjugat dan 88 mL asam lemah pada suhu 29℃ ............. 30
Mekanisme reaksi adisi-eliminasi nukleofilik antara
sulfadiazin dengan p-dimetilaminobenzaldehida ....................... 33
Rangkaian alat sistem reflux ...................................................... 34
Uji KLT selama proses reflux menggunakan fase gerak
kloroform:metanol = 8:2 ............................................................ 35
Rangkaian alat sistem destilasi vakum ....................................... 36
Suhu proses destilasi vakum ...................................................... 37
Endapan hasil destilasi vakum ................................................... 38
Filtrat hasil destilasi vakum ........................................................ 38
Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 2:8 ......... 40
Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 4:6 ......... 40
Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 6:4 ......... 41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Gambar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
Gambar 33(a).
Gambar 33(b).
Gambar 34(a).
Gambar 34(b).
Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 8:2 ......... 41
Pemisahan fraksi kloroform dari etanol menggunakan corong
pisah ........................................................................................... 43
Serbuk hasil pemurnian .............................................................. 43
Endapan sisa pemurnian ............................................................. 43
Uji titik lebur serbuk hasil pemurnian replikasi 1 ...................... 44
Uji titik lebur serbuk hasil pemurnian replikasi 2 ...................... 44
Spektrum FT-IR p-dimetilaminobenzaldehida ........................... 45
Spektrum FT-IR sulfadiazin ....................................................... 46
Perbesaran daerah δ 2,4-3,5 ppm spektrum 1H-NMR senyawa
produk sintesis ............................................................................ 47
Perbesaran daerah δ 6,6-8,6 ppm spektrum 1H-NMR senyawa
produk sintesis ............................................................................ 48
Perbesaran daerah δ 7,7-8,0 ppm spektrum 1H-NMR senyawa
produk sintesis ............................................................................ 49
Pengaruh substituen pendonor elektron terhadap lingkungan
kimia 1H aromatis dimetilamina ................................................. 50
Pengaruh substituen penarik elektron terhadap lingkungan kimia
1H aromatis dimetilamina ........................................................... 50
Pengaruh substituen pendonor elektron terhadap lingkungan
kimia 1H fenilen sulfonamida ..................................................... 50
Pengaruh substituen penarik elektron terhadap lingkungan kimia
1H fenilen sulfonamida ............................................................... 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Uji Titik Lebur Natrium Asetat Technical Grade .......... 25
Perhitungan dan Pembuatan Larutan Natrium
Asetat 0,2 M ................................................................... 26
Perhitungan dan Pembuatan Larutan Asam
Asetat 0,2 M ................................................................... 27
Perhitungan dan Pembuatan Larutan Buffer
Asetat 0,2 M ................................................................... 29
Pengukuran dan Penimbangan Bahan ............................ 31
Mekanisme Reaksi Senyawa 4-[(4’-dimetilamino
benzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzena
sulfonamida .................................................................... 32
Pengaturan Suhu Reaksi dan Rangkaian Alat Sistem
Reflux .............................................................................. 34
Profil KLT selama Proses Reflux dan Perbandingan
Nilai Rf ........................................................................... 35
Proses dan Hasil Destilasi Vakum ................................. 36
Penimbangan dan Perhitungan Rendemen ..................... 39
Profil KLT Produk Destilasi dalam Berbagai Kombinasi
Volume Sistem Fase Gerak Kloroform:Metanol ........... 40
Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak (Schirmer,
2000) .............................................................................. 42
Proses dan Hasil Rekristalisasi....................................... 43
Uji Titik Lebur Serbuk Hasil Pemurnian ....................... 44
Identifikasi Struktur FT-IR terhadap Starting
Material .......................................................................... 45
Elusidasi Struktur 1H-NMR terhadap Senyawa Produk
Sintesis ........................................................................... 47
Perkiraan Chemical Environment 1H Aromatis
berdasarkan Skema Efek Resonansi ............................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR KETERANGAN LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang dan Singkatan Keterangan
ACS American Chemical Society
cm-1 Satuan bilangan gelombang
DMSO Dimetil sulfoksida
DNA Deoxyribonucleic acid
EDG Electron Donating Group
EWG Electron Withdrawing Group
FT-IR Fourier Transform Infrared Spectroscopy
1H-NMR Proton Nuclear Magnetic Resonance
KLT Kromatografi Lapis Tipis
MSDS Material Safety Data Sheet
PABA Asam p-aminobenzoat
p-DMAB p-dimetilaminobenzaldehida
pH Derajat keasaman
pKa Konstanta disosiasi asam
ppm part per million
B0 Medan magnet terapan
℃ Derajat Celsius
δ Chemical shift
%T Persen transmitan
~ Sekitar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
ABSTRAK
Senyawa basa Schiff 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]benzena
sulfonamida yang telah disintesis dari sulfanilamida dengan p-dimetilamino
benzaldehida diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Sulfadiazin
merupakan senyawa golongan sulfonamida yang mempunyai aktivitas
bakteriostatik efektif. Seperti halnya sulfanilamida, sulfadiazin memiliki gugus
amina aromatik yang bersifat nukleofil, sehingga akan mengadisi karbon karbonil
pada molekul p-dimetilaminobenzaldehida. Penelitian ini bertujuan untuk
mensintesis 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzena
sulfonamida melalui reaksi adisi-eliminasi nukleofilik antara sulfadiazin dan p-
dimetilaminobenzaldehida. Senyawa target sintesis tersebut diharapkan
mempunyai sifat antibakteri lebih baik dibandingkan senyawa sulfanilamida-imina,
karena sulfadiazin memiliki cincin heteroaromatik yang terikat pada gugus amida
sulfon, sehingga dapat meningkatkan aktivitas antibakteri.
Sintesis dilakukan dengan merefluks campuran 2,0 mmol sulfadiazin dan
2,5 mmol p-dimetilaminobenzaldehida menggunakan katalis buffer asetat 0,2 M
pada pH 3,9 dan suhu 90℃ selama 20 jam dalam pelarut dimetil sulfoksida. Adapun
kemurnian produk sintesis ditentukan berdasarkan pengamatan organoleptis, uji
KLT, serta pemeriksaan titik lebur. Sedangkan struktur molekul senyawa produk
sintesis ditetapkan berdasarkan hasil analisis spektrum FT-IR dan 1H-NMR.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa senyawa produk sintesis berupa
serbuk berwarna kuning, tidak berbau, mempunyai rentang lebur 266,3-268,8℃,
larut dalam dimetil sulfoksida, kloroform, dan aseton, praktis tidak larut dalam
metanol, asetonitril, etanol, dan etil asetat. Sedangkan uji KLT dengan sistem fase
gerak kloroform:metanol = 8:2 memberikan nilai Rf 0,89. Elusidasi struktur FT-IR
dan 1H-NMR menunjukkan bahwa senyawa produk sintesis merupakan senyawa 4-
[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzenasulfonamida
dengan rendemen sebesar 89,25%.
Kata kunci: Adisi-eliminasi nukleofilik, antibakteri, basa Schiff, p-dimetil
aminobenzaldehida, sulfadiazin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
ABSTRACT
Schiff base compound 4-[(4’-dimethylaminobenzylidene)-amino]
benzenesulfonamide which has been synthesized from sulfanilamide with p-
dimethylaminobenzaldehyde was known can inhibit bacterial growth. Sulfadiazine
is a compound of sulfonamide that has effectively bacteriostatic activity. As well
as sulfanilamide, sulfadiazine has an amine aromatic group which is nucleophile,
so it can attack carbonyl carbon of p-dimethylaminobenzaldehyde. The objective
of this research for synthesizing 4-[(4’-dimethylaminobenzylidene)-amino]-N-(2-
pyrimidinyl)benzenesulfonamide via a reaction of addition-elimination
nucleophilic between sulfadiazine and p-dimethylaminobenzaldehyde. The target
compound of synthesis is expected to possess a better antibacterial activity than
sulfanilamide-imine derivatives, because sulfadiazine has heteroaromatic ring that
attached to N sulfonamide group, so it can improve antibacterial characteristic.
The synthesis was done by refluxing a mixture of 2.0 mmol sulfadiazine
and 2.5 mmol p-dimethylaminobenzaldehyde with 0.2 M acetate buffer at pH 3.9.
The mixture was stirred for 20 hours in dimethyl sulfoxide at 90℃. The purity of
product synthesis was determined based on an organoleptic observation, thin-layer
chromatography (TLC) test, and melting-point examination. While the molecular
structure of synthesis product was confirmed by the analysis results of FT-IR and 1H-NMR spectrums.
The results showed that the synthesis product was in the form of yellow
powder, odorless, has a melting range of 266.3 to 268.8℃, soluble in dimethyl
sulfoxide, chloroform, and acetone, practically not soluble in methanol, acetonitrile,
ethanol, and ethyl acetate. While the TLC test in chloroform:methanol = 8:2 as the
mobile phase system, provides the score of retention value (Rf) 0.89. Structure
elucidations of FT-IR and 1H-NMR showed that the synthesis compound was a 4-
[(4’-dimethylaminobenzylidene)-amino]-N-(2-pyrimidinyl)benzenesulfonamide
with crude product yield was obtained 89.25%.
Keywords: Addition-elimination nucleophilic, antibacterial, base Schiff, p-
dimethylaminobenzaldehyde, sulfadiazine
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Basa Schiff merupakan senyawa dengan ikatan rangkap karbon–nitrogen, yang
dihasilkan dari reaksi adisi-eliminasi nukleofilik antara arilamina primer dan aldehida
aromatik (Bruice, 2004). Senyawa derivat basa Schiff yang diperoleh dari reaksi antara p-
dimetilaminobenzaldehida dengan amina tiazol heterosiklik, telah terbukti secara in vitro
mempunyai aktivitas antibakteri lebih baik dibandingkan kontrol positif tetrasiklin (Asiri et
al., 2013). Sebaliknya di dalam jurnal berbeda, senyawa sulfanilamida-imina yakni 4-[(4’-
dimetilaminobenzilidena)-amino] benzenasulfonamida diketahui memiliki potensi
antibakteri lebih rendah dibandingkan kontrol positif ciprofloxacin (Kumar et al., 2010).
Kedua hal tersebut mendorong dilakukannya penelitian untuk mengembangkan senyawa
antibakteri dengan cara memodifikasi struktur molekul.
Modifikasi dilakukan dengan menambahkan cincin heteroaromatik, yang bersifat
menarik elektron pada gugus amida sulfon. Dengan adanya cincin heteroaromatik maka akan
meningkatkan sifat asam atom hidrogen yang terikat pada nitrogen amida sulfon.
Peningkatan sifat asam senyawa golongan sulfonamida, menyebabkan kenaikan potensi
antibakteri pada senyawa tersebut. Suatu senyawa sulfonamida dengan gugus
heteroaromatik yang terikat pada amida sulfon seperti sulfadiazin, lebih berpotensi sebagai
antibakteri, dikarenakan nilai pKa sulfadiazin 6,5±0,3 lebih mendekati nilai pKa PABA 6,5
jika dibandingkan dengan nilai pKa sulfanilamida 10,4 (Ware et al., 2006).
Senyawa golongan sulfonamida merupakan antimetabolit PABA, karena senyawa
sulfonamida memiliki kemiripan bangun geometrik dengan PABA. Golongan sulfonamida
berperan sebagai inhibitor kompetitif memperebutkan sisi aktif enzyme dihydropteroate
synthase, sehingga tidak akan terbentuk asam dihidropteroat. Keadaan tidak adanya asam
dihidropteroat, membuat bakteri tidak dapat menjalankan reaksi kondensasi dengan L- asam
glutamat untuk membentuk asam dihidrofolat, sehingga menyebabkan penurunan sintesis
asam tetrahidrofolat dan selanjutnya menghambat biosintesis timidin yang diperlukan saat
pembentukan DNA. Hal ini terjadi pada jenis bakteri yang tidak mampu mengambil asam
folat dari medium. Sedangkan pada manusia, golongan sulfonamida tidak berperan
menghambat pembentukan DNA, dikarenakan manusia tidak mempunyai enzyme
dihydropteroate synthase dan asam folat didapat dari asupan makanan (Lemke et al., 2008).
Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzena
sulfonamida dapat disintesis dengan mereaksikan sulfadiazin dan p-dimetilamino
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
benzaldehida (atau p-DMAB), karena sulfadiazin merupakan senyawa amina aromatik
primer, yang berperan sebagai nukleofil. Sedangkan, C karbonil p-DMAB berperan sebagai
elektrofil karena mengemban muatan parsial positif.
Tujuan penelitian ini adalah mensintesis 4–[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-
N-(2-pirimidinil)benzenasulfonamida dari sulfadiazin dan p-dimetilaminobenzaldehida
dengan katalis buffer asetat 0,2 M pada pH 3,9. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi terkait pemilihan pelarut, katalis, dan kondisi reaksi yang diperlukan
saat mensintesis senyawa target tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
METODE PENELITIAN
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif dengan
dipaparkan fenomena yang terjadi tanpa analisis hubungan sebab akibat di dalamnya.
Bahan Penelitian
Kecuali dinyatakan lain, bahan yang dipakai berkualitas pro analisis. Bahan utama
yang digunakan dalam proses sintesis adalah: p-dimetilaminobenzaldehida (Merck),
sulfadiazin (Sigma Aldrich), dimetil sulfoksida (Merck), asam asetat glasial 100% (Merck),
natrium asetat trihidrat (technical grade, Brataco Chemika), etanol (Merck), metanol
(Merck), kloroform (Merck), KLT silika gel 60 F254 (Merck), indikator pH (Merck), kertas
saring (Schleicher & Schuell), aseton (Merck), asetonitril (Merck), etil asetat (Merck).
Alat Penelitian
Seperangkat peralatan reflux (Duran), Erlenmeyer, labu alas bulat 100 dan 250 mL,
spatula, mikropipet 10-100 µL dan 100-1000 µL (Socorex), pipa kapiler (VITREX
MEDICAL), botol timbang 4,2x8 cm, corong pisah 50 mL, pipet ukur 10 mL, seperangkat
peralatan gelas, pen pH meter (Ohaus), neraca analitik (Ohaus), termometer raksa, magnetic
heated stirrer (Thermo Scientific), labu hisap 100 mL, pompa vakum (GAST), seperangkat
peralatan destilasi (Duran), heating mantle (PILZ), oven (Memmert), lampu UV 254 nm,
melting point system (Mettler Tuledo MP 70). Spektrometer FT-IR Thermo Nicolet Avatar
360 dan Spektrometer JEOL® model JNM-ECZ500R/S1 500 MHz.
Prosedur Penelitian
Sintesis Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzena
sulfonamida
Dalam labu alas bulat yang telah dilengkapi allihn condenser, dimasukkan 0,373
gram (2,5 mmol) p-dimetilaminobenzaldehida; 3 mL dimetil sulfoksida; dan 4 mL buffer
asetat 0,2 M pH 3,9. Larutan diaduk selama 15 menit pada suhu 90℃, kemudian
ditambahkan 0,500 gram (2 mmol) sulfadiazin yang sudah dilarutkan dalam 12 mL DMSO.
Campuran tersebut direfluks menggunakan oil bath selama 20 jam. Jalannya reaksi dimonitor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
memakai KLT dengan fase gerak kloroform:metanol = 8:2. Dipertahankan total volume dimetil
sulfoksida 15 mL.
Setelah proses reflux selesai, pelarut dimetil sulfoksida diuapkan menggunakan sistem
destilasi vakum pada suhu 125℃ dan tekanan hisap 24 mmHg. Serbuk yang tertinggal
dikeringkan memakai oven 70℃ selama 3 hari. Selanjutnya serbuk tersebut direkristalisasi
menggunakan kombinasi sistem solven kloroform:metanol = 8:2 dan kloroform:etanol = 9:1.
Produk pemurnian diuji KLT, titik lebur, kelarutan, serta elusidasi struktur FT-IR dan 1H-NMR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)
benzenasulfonamida
Pada tahap sintesis senyawa target, proses reaksi adisi-eliminasi nukleofilik dapat
berlangsung maksimal jika starting material larut dalam solven (Reger et al., 2010). Berdasarkan
referensi diketahui sulfadiazin lebih larut pada dimetil sulfoksida (DMSO), dibandingkan dalam
aseton, metanol, dan etanol (Jouyban, 2010). Sehingga diperlukan kepastian mengenai jumlah
maksimal volume DMSO yang akan dipakai sebagai pelarut. Mengingat nilai titik didih DMSO
sangat tinggi, yaitu 189℃ (ACS, 2017), maka dari hasil uji KLT, Gambar 1, dapat ditentukan
jumlah maksimal volume DMSO yang digunakan dalam sintesis. Adapun total volume tersebut
terdiri dari 3 mL untuk melarutkan p-DMAB dan 12 mL untuk melarutkan sulfadiazin.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 1. Uji KLT penetapan volume DMSO sebagai pelarut dalam sintesis
menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 8:2
(a) 0,373 gram p-dimetilaminobenzaldehida dalam 3 mL DMSO (atau metanol).
(b) 0,5 gram sulfadiazin dalam 6 mL DMSO.
(c) 0,5 gram sulfadiazin dalam 8 mL DMSO.
(d) 0,5 gram sulfadiazin dalam 10 mL DMSO.
(e) 0,5 gram sulfadiazin dalam 12 mL DMSO.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Pada profil KLT kelarutan 0,5 gram sulfadiazin, terbentuknya tailing spot setelah
proses elusi, Gambar 1(b) sampai Gambar 1 (d), menunjukkan tingginya konsentrasi sampel
totolan yang terdapat dalam fase diam. Menurut David Dolphin (1978) terbentuknya tailing
spot tersebut dapat dihindari dengan menurunkan konsentrasi larutan sampel, sehingga
ditambahkan 2 mL DMSO setiap pengulangan perlakuan. Selain itu, adanya pelebaran spot
pada sampel totolan DMSO, Gambar 1, disebabkan oleh interaksi hidrogen antara gugus
hidroksi silanol dengan atom O gugus sulfoksida (Wall, 2005). Menurut Pan et al. (1999),
gugus OH silanol fase diam bersifat asam dan dikenal sebagai donor proton, sedangkan atom
O gugus sulfoksida dapat terprotonasi. Walaupun secara visual starting material dikatakan
telah larut di dalam sejumlah volume DMSO, namun jika konsentrasi larutan tinggi, maka
dikhawatirkan akan muncul endapan starting material selama proses reflux.
Reaksi sintesis senyawa target merupakan reaksi adisi-eliminasi nukleofilik antara
sulfadiazin dengan p-dimetilaminobenzaldehida. Amina aromatis primer sulfadiazin adalah
nukleofil yang baik, karena memiliki sepasang elektron bebas dan atom N amina bersifat
elektronegatif lemah (Sarker and Nahar, 2007). Pada awal proses reflux, penambahan katalis
buffer asetat 0,2 M pH 3,9 ke dalam larutan p-dimetilaminobenzaldehida bertujuan untuk
memprotonasi atom O karbonil supaya meningkatkan muatan parsial positif atom C
karbonil, sehingga mempercepat tahap adisi nukleofil dan memudahkan gugus hidroksi
tereliminasi dalam bentuk molekul H2O, mengingat gugus hidroksi merupakan gugus pergi
yang jelek (bersifat nukleofil kuat). Perlakuan tersebut juga dimaksudkan untuk menghindari
amina primer sulfadiazin terprotonasi sempurna. Amina bebas yang terprotonasi kehilangan
sifat nukleofilnya karena atom N menjadi bermuatan positif, dan selanjutnya tahap adisi
amina akan berjalan lambat (McMurry, 2008). Mekanisme reaksi disajikan pada Gambar 14.
Apabila proses reflux berjalan pada pH basa, keberadaan anion –OH dapat
mengambil hidrogen amida sulfon, mengingat atom H yang terikat dengan gugus amida
sulfon bersifat asam (Lemke et al., 2008). Sebuah elektron milik atom hidrogen sulfonamida
akan disumbangkan kepada atom N, sehingga N sulfonamida bermuatan negatif dan
cenderung bersifat lebih nukleofil untuk mengadisi atom C karbonil benzaldehida, jika
dibandingkan dengan gugus NH2 aromatis sulfadiazin yang bersifat netral. Kejadian tersebut
tidak diharapkan, karena senyawa target sintesis tidak dapat terbentuk (McMurry, 2008).
Berdasarkan referensi diketahui DMSO memiliki nilai flash point 95℃ pada sistem
cup terbuka (ACS, 2017), sehingga suhu selama proses reflux dipertahankan 90℃. Suhu
reaksi diatur <95℃, karena suhu 95℃ merupakan suhu minimum, dimana pelarut DMSO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
menguap secukupnya untuk membentuk campuran uap yang mudah terbakar jika terkena
udara (Kennedy et al., 2004).
Proses reflux senyawa target berjalan selama 20 jam. Untuk memantau jalannya
reaksi, dilakukan uji KLT setiap 2 jam, dari jam ke-2 sampai jam ke-6, memakai sistem fase
gerak kloroform:metanol = 8:2. Profil KLT selama proses reflux disajikan pada Gambar 16.
Dari profil KLT tersebut dapat dilihat bahwa spot senyawa target yang berwarna kuning
memiliki nilai Rf sebesar 0,89 dan sudah nampak sejak jam ke-2. Nilai Rf spot senyawa
target berbeda dengan nilai Rf spot p-dimetilaminobenzaldehida ataupun sulfadiazin.
Digunakan sistem reflux dengan media cair minyak pada heating bath, untuk
mempertahankan suhu reaksi 90℃, selama 20 jam. Apabila proses reflux dijalankan
memakai water bath, maka air akan menguap ketika suhu hot plate ≥100℃, dan saat air
tersebut menguap, terjadi penambahan air ke dalam water bath, sehingga harus dilakukan
pengaturan suhu kembali, mengingat suhu hot plate yang diterapkan sebesar 165℃. Pada
perlakuan ini dari termometer, Gambar 15, diketahui suhu minyak konstan, apabila tidak
terdapat perubahan suhu ruangan.
Proses sintesis senyawa target tetap memakai metode reflux, walaupun tidak
dijalankan pada kondisi suhu titik didih DMSO. Hal itu karena waktu sintesis berlangsung
20 jam dan dipertahankan total volume DMSO 15 mL, tidak dilakukan penambahan pelarut
DMSO, sehingga diharapkan allihn condenser dapat mencegah keluarnya uap campuran
reflux. Dari hasil pengamatan selama proses reflux berjalan, terdapat tetesan uap dalam
allihn condenser. Rangkaian alat sistem reflux dapat dilihat pada Gambar 15.
Jarak elusi = 4,4 cm Jarak elusi = 4,4 cm
Rf
sulfadiazin = 0,79 Rf p-DMAB = 0,93
Rf senyawa x = 0,89 Rf senyawa x = -
(a) (b)
Gambar 2. Uji KLT endapan dan filtrat hasil destilasi vakum menggunakan fase gerak
kloroform:metanol = 8:2
(a) Sampel endapan hasil destilasi vakum.
(b) Sampel filtrat hasil destilasi vakum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Dilakukan pemisahan destilasi vakum untuk mengeringkan larutan hasil reflux,
dengan memanfaatkan perbedaan titik didih antara senyawa target sintesis dan pelarut
DMSO (Smart, 2002). Proses destilasi vakum berlangsung dalam tekanan hisap 24 mmHg
dan suhu 125℃, selama 60 menit. Pada profil KLT endapan hasil destilasi, Gambar 2(a),
dapat dilihat endapan hasil destilasi sudah terpisah dari pelarut DMSO, dikarenakan tidak
terbentuk pelebaran spot pada spot kuning endapan hasil destilasi. Apabila masih terdapat
DMSO maka terjadi pelebaran spot, akibat adanya interaksi hidrogen antara gugus silanol
dengan atom O gugus sulfoksida (Wall, 2005). Rendemen kotor produk sintesis 89,25%.
Dengan membandingkan kedua profil KLT, Gambar 2, dapat dipastikan bahwa p-
dimetilaminobenzaldehida (atau p-DMAB) sudah tidak terdapat pada endapan hasil
destilasi, karena diketahui residu p-DMAB tersebut berada di dalam filtrat hasil destilasi.
Hal itu lantaran p-DMAB memiliki rentang didih di bawah nilai titik didih pelarut DMSO,
yaitu 176-177℃ (Adegoke, 2011) sedangkan menurut ACS (2017), DMSO mempunyai nilai
titik didih sebesar 189℃. Sementara itu, nilai titik didih sulfadiazin 512,6℃ sehingga residu
sulfadiazin masih tertinggal pada serbuk hasil destilasi.
Jarak elusi = 4,4 cm Jarak elusi = 4,4 cm
Rf p-DMAB = 0,93 Rf p-DMAB = 0,93
Rf sulfadiazin = 0,79 Rf sulfadiazin = 0,79
Rf senyawa x = 0,89 Rf senyawa x = -
(a) (b)
Gambar 3. Uji KLT selama proses pemurnian menggunakan fase gerak
kloroform:metanol = 8:2
(a) Sampel serbuk hasil pemurnian.
(b) Sampel endapan sisa pemurnian.
Endapan hasil destilasi dimurnikan memakai metode rekristalisasi. Berdasarkan
MSDS, sulfadiazin tidak larut dalam kloroform, sedangkan menurut Asiri (2013) diketahui
senyawa sejenis target sintesis larut dalam kloroform, maka prosedur pemurnian dijalankan
tanpa pemanasan menggunakan kombinasi sistem solven kloroform:metanol = 8:2 serta
kloroform:etanol = 9:1. Dari proses pemurnian diperoleh profil KLT, Gambar 3(a), yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
memperlihatkan spot produk sintesis terelusi menjadi satu spot Rf 0,89. Nilai Rf spot
tersebut berbeda dengan nilai Rf spot pembanding starting material, sehingga muncul
dugaan serbuk hasil rekristalisasi telah murni dan didapatkan rendemen bersih sebanyak
42,2%. Tahap elusi KLT dilakukan memakai sistem fase gerak kloroform:metanol = 8:2.
Dari hasil uji titik lebur dapat dikatakan bahwa sampel produk sintesis telah murni,
karena diperoleh jarak lebur ≤ 3℃, dengan nilai 266,3-268,8℃ adapun rentang lebur p-
DMAB adalah 72-75℃ (Adegoke, 2011), sementara rentang lebur sulfadiazin 255-256℃
(Ware et al., 2006), sehingga setiap senyawa memiliki perbedaan nilai titik lebur. Hasil uji
kelarutan Tabel I, menunjukkan senyawa produk sintesis larut dalam dimetil sulfoksida,
kloroform, dan aseton, praktis tidak larut dalam metanol, asetonitril, etanol, dan etil asetat.
Tabel I. Rangkuman Analisis Pendahuluan Produk Sintesis dan Starting Material
Pengamatan Produk Sintesis p-DMAB Sulfadiazin
Organoleptis
Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk
Warna Kuning Putih Putih
Bau Tidak berbau Khas Tidak berbau
Uji KLT
(Kloroform:Metanol = 8:2)
Rf = 0,89 Rf = 0,93 Rf = 0,79
Single spot dan jarak elusi 4,4 cm
Jarak Lebur 266,3-268,8℃ 72-75℃ 255-256℃
Uji Kelarutan
DMSO Larut Larut Larut
Kloroform Larut Larut Tidak larut
Aseton Larut Larut Tidak larut
Metanol Tidak larut Larut Tidak larut
Asetonitril Tidak larut Larut Tidak larut
Etanol Tidak larut Larut Tidak larut
Etil asetat Tidak larut Larut Tidak larut
Produk sintesis dan starting material dikatakan larut dalam solven, jika larutan terlihat tidak keruh dan tidak
terdapat endapan.
Identifikasi Struktur FT-IR terhadap Senyawa Produk Sintesis
Gambar 4. Spektrum FT-IR KBr
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Gambar 5. Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis
Gambar 6. Spektrum FT-IR p-dimetilaminobenzaldehida
Gambar 7. Spektrum FT-IR sulfadiazin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Sekitar 1 mg serbuk produk sintesis dicampur dengan 200 mg KBr hingga
homogen. Campuran tersebut ditekan dalam cetakan menggunakan tekanan tinggi hingga
terbentuk pelet KBr transparan. Identifikasi daerah bilangan gelombang serapan
dilaksanakan pada rentang 4000-400 cm-1. Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis
ditampilkan dalam Gambar 5. Sebagai perbandingan, dilakukan interpretasi terhadap
spektrum inframerah starting material p-dimetilaminobenzaldehida dan sulfadiazin yang
secara berurutan disajikan pada Tabel II.
Spektrum FT-IR memberikan informasi mengenai keberadaan gugus fungsional
utama dalam senyawa produk sintesis. Prinsip spektrometer inframerah adalah mengukur
energi vibrasi molekul melalui pemancaran radiasi inframerah. Jika suatu molekul tidak
menyerap radiasi inframerah pada suatu bilangan gelombang tertentu, maka akan direkam
sebagai 100%T, keadaan itu dikenal dengan base line. Selanjutnya, apabila molekul tersebut
menyerap radiasi inframerah pada bilangan gelombang tertentu, sehingga intensitas radiasi
yang diteruskan berkurang, dan mengakibatkan penurunan %T (persen transmitan), nampak
pada spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut puncak absorpsi (peak). Dalam hal ini,
spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, merekam bilangan gelombang versus
%T, dengan base line direkam pada bagian atas spektrum (Pavia et al., 2015; Stuart, 2004).
Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, memperlihatkan adanya pita
serapan lemah yang dihasilkan oleh vibrasi ulur asimetri komponen metil dalam gugus
dimetilamina pada bilangan gelombang 2941,66 cm-1, sedangkan keberadaan vibrasi ulur
simetri fragmen metil dapat diamati dari puncak absorpsi berintensitas lemah 2872,02 cm-1.
Selain itu puncak absorpsi medium yang terletak di daerah serapan 1369,92 cm-1
memberikan informasi terdapatnya vibrasi sudut komponen metil. Menurut Pavia et al.
(2015), pita absorpsi di sekitar daerah serapan 2962 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
asimetri fragmen metil, sementara keberadaan vibrasi simetri komponen metil diketahui dari
kemunculan puncak absorpsi pada bilangan gelombang 2872 cm-1. Sedangkan vibrasi sudut
komponen metil ditunjukkan oleh puncak absorpsi di sekitar daerah serapan 1375 cm-1.
Pada spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, terlihat puncak absorpsi
lebar dengan intensitas lemah di daerah serapan 3445,95 cm-1, puncak absorpsi itu juga
nampak dalam spektrum FT-IR p-dimetilaminobenzaldehida, Gambar 6, di daerah serapan
3446,48 cm-1. Keberadaan puncak absorpsi tersebut memberikan dugaan KBr yang
digunakan tidak kering, sehingga perlu dilakukan interpretasi terhadap spektrum FT-IR pelet
KBr. Pada spektrum FT-IR KBr, Gambar 4, terlihat puncak absorpsi lebar intensitas medium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
di daerah serapan 3431,20 cm-1. Puncak absorpsi tersebut dihasilkan dari vibrasi ulur O–H.
Selain itu pita absorpsi lemah yang terletak di daerah 1628,63 cm-1 (Gambar 4) memberikan
informasi terdapatnya vibrasi sudut molekul H2O(g). Berdasarkan referensi diketahui, bahwa
KBr bersifat sangat higroskopik, sehingga pita absorpsi vibrasi ulur O–H dapat muncul pada
daerah serapan 3430 cm-1, sedangkan vibrasi sudut molekul H2O(g) terlihat di sekitar daerah
serapan 1600 cm-1 (Pavia et al., 2015; Robinson et al., 2005).
Pada spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, terlihat puncak absorpsi
dengan intensitas lemah di daerah serapan 1228,20 cm-1. Puncak absorpsi tersebut dihasilkan
dari vibrasi ulur C–N amina tersier. Puncak absorpsi itu juga muncul dalam spektrum FT-IR
starting material p-dimetilaminobenzaldehida, Gambar 6, di daerah serapan 1231,20 cm-1.
Menurut Stuart (2004), pita absorpsi yang dihasilkan oleh vibrasi ulur C–N amina tersier
akan nampak pada daerah serapan sekitar 1220 cm-1.
Puncak absorpsi intensitas lemah yang terletak di daerah serapan 3040 cm-1 pada
spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, dihasilkan dari vibrasi ulur C–H sp2,
sedangkan puncak absorpsi intensitas sedang di daerah serapan 812,26 cm-1 terbentuk dari
vibrasi sudut ikatan C–H sp2. Puncak absorpsi vibrasi ulur dan vibrasi sudut tersebut juga
muncul dalam spektrum FT-IR starting material p-dimetilaminobenzaldehida, Gambar 6,
secara berurutan di daerah serapan 3049,72 cm-1 dan 811,45 cm-1. Berdasarkan referensi, pita
absorpsi yang dihasilkan oleh vibrasi ulur C–H sp2 akan terlihat pada rentang daerah serapan
3050-3010 cm-1. Sementara itu, pita absorpsi yang terbentuk dari vibrasi sudut C–H sp2 akan
nampak pada rentang daerah serapan 900-690 cm-1 (Pavia et al., 2015).
Pada spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, terdapat dua puncak
absorpsi intensitas kuat di daerah serapan 1578,37 cm-1 dan 1495,48 cm-1. Kedua puncak
absorpsi tersebut dihasilkan oleh vibrasi ulur C=C cincin aromatis. Berlandaskan referensi,
diketahui pita absorpsi vibrasi ulur C=C aromatis biasanya muncul berpasangan di sekitar
daerah serapan 1600 cm-1 dan 1475 cm-1 (Pavia et al., 2015).
Ciri khas dari spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, adalah terdapat
puncak absorpsi vibrasi ulur C=N di daerah serapan 1605,08 cm-1. Vibrasi ulur C=N
menyerap pada rentang daerah yang sama dengan ikatan C=C. Hal ini karena, atom Cimina
memiliki hibridisasi sp2 (Pavia et al., 2015). Keberadaan puncak absorpsi tersebut
memberikan bukti bahwa senyawa produk sintesis mempunyai gugus C=N. Selain itu, tidak
ditemukan pita absorpsi karbonil (C=O) yang terletak di daerah serapan 1659,52 cm-1
(Gambar 6) dan juga tidak terlihat pita absorpsi duplet amina primer aromatis yang muncul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
pada daerah serapan 3421,88 cm-1 dan 3353,41 cm-1 (Gambar 7), keadaan ini memberikan
dugaan bahwa senyawa target sintesis telah murni dari starting material (Pavia et al., 2015).
Untuk memastikan dugaan tersebut, diperlukan analisis spektrum 1H-NMR.
Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, memperlihatkan pita absorpsi
dengan intensitas lemah di daerah serapan 1263,42 cm-1. Pita absorpsi tersebut dihasilkan
dari vibrasi ulur N–Caromatis fenilen sulfonamida. Pita absorpsi itu juga muncul dalam
spektrum FT-IR starting material sulfadiazin, Gambar 7, di daerah serapan 1262,07 cm-1,
dengan intensitas kuat. Menurut Stuart (2004), puncak absorpsi yang dihasilkan oleh vibrasi
ulur N–Caromatis fenilen sulfonamida terlihat pada rentang daerah serapan 1360-1250 cm-1.
Dalam spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, keberadaan cincin
fenilen sulfonamida ditunjukkan oleh pita absorpsi vibrasi ulur C–H sp2, intensitas lemah,
di daerah serapan 3089,26 cm-1. Selain itu pada daerah serapan 684,19 cm-1 terlihat pita
absorpsi dengan intensitas sedang yang dihasilkan oleh vibrasi sudut ikatan C–H sp2. Kedua
pita absorpsi tersebut juga muncul dalam spektrum FT-IR starting material sulfadiazin,
Gambar 7, secara berurutan di daerah serapan 3100,38 cm-1 (vibrasi ulur) dan 681,15 cm-1
(vibrasi sudut). Menurut Stuart (2004), pita absorpsi vibrasi ulur C–H sp2 biasanya nampak
di rentang daerah serapan 3100-3000 cm-1. Sedangkan pita absorpsi vibrasi sudut C–H sp2
akan terlihat pada rentang daerah serapan 720-667 cm-1 (Pavia et al., 2015).
Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, memperlihatkan puncak
absorpsi dengan intensitas medium yang terletak di daerah serapan 837,96 cm-1. Keberadaan
puncak absorpsi tersebut menunjukkan benzena terdisubstitusi para. Menurut Pavia et al.
(2015), terdapatnya overtone (puncak tambahan) pada rentang daerah serapan 850-800 cm-1
menandakan bahwa cincin aromatis terdisubstitusi para.
Spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, memperlihatkan adanya dua
puncak absorpsi intensitas kuat yang dihasilkan dari vibrasi ulur ikatan O=S=O (gugus
sulfonil) pada bilangan gelombang 1333,39 cm-1 (asimetri) dan 1155,60 cm-1 (simetri).
Menurut Stuart (2004), pita absorpsi yang berada di sekitar bilangan gelombang 1325 cm-1
menunjukkan terjadinya vibrasi asimetri ikatan O=S=O, sementara pita absorpsi yang
terdapat pada rentang bilangan gelombang 1190-1140 cm-1 menandakan adanya vibrasi
simetri yang dihasilkan ikatan O=S=O.
Dalam spektrum FT-IR senyawa produk sintesis, Gambar 5, terlihat pita absorpsi
dengan intensitas lemah di daerah serapan 1549,68 cm-1. Pita absorpsi tersebut dihasilkan
dari vibrasi sudut N–H sulfonamida sekunder. Menurut Pavia et al. (2015), pita absorpsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
yang dihasilkan oleh vibrasi sudut N–H sulfonamida sekunder akan nampak pada daerah
serapan sekitar 1550 cm-1.
Tabel II. Perbandingan Interpretasi Spektrum Inframerah Starting Material dengan
Senyawa Produk Sintesis
Vibrasi Ikatan p-DMAB
(cm-1)
Sulfadiazin
(cm-1)
Senyawa
Produk Sintesis
(cm-1)
Pavia, 2015
Stuart, 2004
(cm-1)
Vibrasi ulur asimetri
C-H sp3 - - 2941,66 (w) ~2962
Vibrasi ulur simetri
C-H sp3 2903,03 (m) - 2872,02 (w) ~2872
Vibrasi sudut C-H sp3 1369,96 (s) - 1369,92 (m) ~1375
Vibrasi ulur C-N
amina tersier 1231,20 (vs) - 1228,20 (w) ~1220
Vibrasi ulur C-H sp2 3049,72 (w) 3036,99 (m) 3040 (w) 3050-3010
- 3100,38 (w) 3089,26 (w) 3100-3000
Vibrasi sudut C-H sp2 811,45 (vs) - 812,26 (m) 900-690
- 681,15 (s) 684,19 (m) 720-667
Vibrasi ulur C=C
aromatis
1590,15 (vs) 1579,91 (vs) 1578,37 (vs) ~1600
- 1492,67 (vs) 1495,48 (s) ~1475
Vibrasi ulur C=N - - 1605,08 (s) ~1600
Puncak tambahan
cincin aromatis
terdisubstitusi para
825,24 (vs) 823,46 (m) 837,96 (m) 850-800
Vibrasi ulur N-Caromatis
fenilen sulfonamida - 1262,07 (s) 1263,42 (w) 1360-1250
Vibrasi ulur asimetri
O=S=O - 1324,92 (vs) 1333,39 (s) ~1325
Vibrasi ulur simetri
O=S=O - 1156,45 (vs) 1155,60 (s) 1190-1140
Vibrasi sudut N-H
sulfonamida sekunder - 1653,48 (s) 1549,68 (w) ~1550
Vibrasi C=O 1659,52 (vs) - - 1700-1660
Vibrasi ulur C-Haldehida 2713,78 (m) - - ~2750
Vibrasi ulur N-H
amina primer aromatis -
3353,41 (s) -
~3300
3421,88 (s) ~3400
vs = very strong, s = strong, m = medium, w = weak, br = broad
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Elusidasi Struktur 1H-NMR terhadap Senyawa Produk Sintesis
Berdasarkan pengamatan selama proses sintesis diketahui senyawa produk sintesis
mudah larut dalam DMSO, selanjutnya ditimbang 5 mg sampel untuk dilakukan uji 1H-
NMR. Spektrum 1H-NMR yang diperoleh ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis
Spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis, Gambar 8, memperlihatkan sembilan
sinyal proton utama dan satu sinyal proton residu yang berasal dari deuterated solvent
DMSO. Berdasarkan teori, sinyal proton residu tersebut, akan mucul di daerah pergeseran
2,50 ppm dan berbentuk quintet. Splitting quintet terbentuk karena adanya pertukaran proton
pada deuterated solvent DMSO, sehingga DMSO-d6 mengalami perubahan rumus molekul
menjadi HD2C-S(=O)CD3. Adapun bentuk splitting quintet dapat diperkirakan memakai
persamaan 𝑚𝑢𝑙𝑡𝑖𝑝𝑙𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦 = 2𝑛I + 1; dimana n = 2 (proton tunggal HD2C dikoplingkan
terhadap 2 atom deuterium), sedangkan nilai Ideuterium = 1 (Silverstein et al., 2005; Pavia et
al., 2015). Perbesaran daerah δ 2,4-3,5 ppm spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis
disajikan pada Gambar 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Sinyal proton singlet, integrasi 6, pada pergeseran kimia 3,016 ppm, Gambar 30,
dihasilkan oleh HA. Berlandaskan jurnal referensi untuk senyawa sejenis golongan imina,
diketahui sinyal proton metil dalam gugus dimetilamina (DMSO-d6) terletak di pergeseran
2,95 ppm (Kumar et al., 2010). Menurut Silverstein et al. (2005), sinyal proton metil yang
berikatan dengan atom N pada gugus fenilamina (M-NPhR) umumnya terlihat di daerah δ
2,6 ppm. Dalam suatu R alkil, atom C (skala Pauling 2,5) lebih bersifat elektronegatif
dibandingkan proton (skala Pauling 2,1) sehingga urutan munculnya sinyal absorpsi 1H-
NMR ialah metil (R-CH3→ δ = 2,6 ppm), metilen (R2-CH2→ δ = 3,05 ppm), dan metin (R3-
CH→ δ = 3,6 ppm). Disamping itu terdapat selisih posisi δ antara teori dengan hasil analisis
sinyal 1H-NMR senyawa target sintesis, hal tersebut diduga karena perbedaan konsentrasi
sampel analisis, jenis pelarut deuterated dan perbedaan substituen pada cincin aromatis.
Sinyal proton duplet, integrasi 2, pada pergeseran kimia 6,781 ppm, Gambar 31,
dihasilkan oleh HI. Berdasarkan jurnal referensi bagi senyawa sejenis golongan imina,
diketahui sinyal proton aromatis HI dan HL dalam pelarut DMSO-d6 terletak pada rentang δ
7,23-7,56 ppm (Kumar et al., 2010). Sedangkan menurut Supuran et al. (1996), dengan
menggunakan pelarut DMSO-d6 sinyal HI dan HL berada pada rentang δ 7,10-7,39 ppm.
Perbesaran daerah δ 6,6-8,6 ppm spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis disajikan
dalam Gambar 31.
Posisi δ kedua sinyal HI dan HL, menunjukkan lebih terperisainya HI dibandingkan
HL. Hal tersebut karena HI berada di posisi ortho terhadap gugus –N(CH3)2 dan terletak meta
terhadap atom C gugus azometin –CH=NPh. Terdapatnya substituen dimetilamina –N(CH3)2
menyebabkan posisi ortho pada benzena lebih terperisai (stabil) dibandingkan posisi meta
(Silverstein et al., 2005). Keadaan ini mampu dijelaskan dari proses delokalisasi pasangan
e- bebas N oleh sistem elektron 𝜋 cincin aromatis. Bentuk resonansi cincin aromatis, Gambar
33(a), memperlihatkan kerapatan elektron yang lebih tinggi di sekitar atom H cincin aromatis
pada posisi ortho terhadap –N(CH3)2 (McMurry, 2008).
Sinyal HL, berbentuk duplet memiliki nilai integrasi 2 dan terletak di pergeseran
kimia 7,740 ppm, Gambar 31. Kerapatan elektron disekitar HL lebih rendah (kurang
terperisai) dibandingkan HI. Kondisi tersebut karena HL berada di posisi meta terhadap gugus
-N(CH3)2 dan terletak ortho terhadap atom C gugus azometin –CH=NPh. Terdapatnya
electron-withdrawing group –CH=NPh menyebabkan posisi ortho pada benzena kurang
terperisai (tidak stabil) dibandingkan posisi meta (Silverstein et al., 2005). Hal itu dapat
dijelaskan melalui sirkulasi donor elektron 𝜋 cincin aromatis menuju substituen –CH=NPh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
yang bersifat menarik elektron secara resonansi dan induktif. Bentuk resonansi cincin
aromatis, Gambar 33(b), menunjukkan efek tarikan elektron terasa paling kuat di posisi ortho
(HL) maupun para terhadap gugus –CH=NPh, sehingga atom HI yang terletak meta pada
cincin aromatis cenderung lebih stabil dan terperisai (McMurry, 2008).
Dalam spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis, Gambar 8, tidak terlihat sinyal
singlet proton karbonil benzaldehida HT yang terletak di pergeseran kimia 9,98 ppm
(Silverstein et al., 2005). Hal tersebut memunculkan dugaan bahwa senyawa target sintesis
telah murni dari starting material 4-dimetilaminobenzaldehida. Dugaan ini diperkuat dengan
adanya kelainan letak δ proton aromatis pada hasil spektrum 1H-NMR senyawa produk
sintesis terhadap molekul 4-dimetilaminobenzaldehida. Perbedaan nilai δ H aromatis
menunjukkan bahwa substituen yang terikat pada cincin aromatis tidak sama.
Gambar 9. Kedudukan proton pada 4-dimetilaminobenzaldehida
Sinyal proton benzena tak tersubstitusi biasanya nampak di daerah pergeseran 7,27
ppm, sedangkan dengan adanya chemical shift (δ) increments untuk proton cincin benzena
terdisubstitusi maka posisi δ HH molekul 4-DMAB dapat diprediksi memakai perhitungan
7,27 + (-0,57) + 0,23 = 6,93 ppm. Nilai -0,57 merupakan δ increments untuk proton benzena
yang berada pada posisi ortho terhadap gugus –N(CH3)2, sementara nilai 0,23 adalah δ
increments bagi proton benzena yang terdapat di posisi meta terhadap gugus aldehida.
Selanjutnya memakai perhitungan tersebut juga diprediksi letak δ HQ yaitu 7,27 + (-0,12) +
0,68 = 7,83 ppm. Nilai -0,12 merupakan δ increments untuk proton benzena yang berada di
posisi meta terhadap gugus –N(CH3)2, sedangkan nilai 0,68 adalah δ increments bagi proton
benzena yang terdapat di posisi ortho terhadap gugus aldehida (Silverstein et al., 2005).
Sinyal HKK’, integrasi 2, terletak pada pergeseran kimia 7,297 ppm (Gambar 31).
Berdasarkan jurnal referensi untuk senyawa sejenis golongan imina, diketahui sinyal proton
fenilen sulfanilamida HKK’ dan HMM’ memiliki nilai δ 7,50 ppm dalam pelarut DMSO-d6
(Kumar et al., 2010). Sedangkan menurut Supuran et al. (1996), dengan menggunakan
pelarut DMSO-d6 sinyal HKK’ dan HMM’ mempunyai nilai δ 7,05 ppm. Intensitas sinyal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
multiplet yang dihasilkan oleh HKK’ dan HMM’ tidak membentuk pola persebaran segitiga
Pascal (bukan first-order spectra). Keadaan itu karena nuclei HK dan HK’ berada pada
lingkungan kimia serupa (chemical-shift equivalent protons di dalam sebuah multiplet yang
sama) tetapi berbeda secara magnetik (non magnetically equivalent). Hal tersebut
disebabkan oleh jenis substituen sulfonamida sekunder pada cincin aromatis. Proton yang
terikat pada atom N gugus amida sekunder HX akan menjalani pertukaran proton dengan laju
lambat, sehingga mengakibatkan proton cincin aromatis (HKK’ dan HMM’) mengalami virtual
coupling (Silverstein et al., 2005).
Posisi δ kedua sinyal HKK’ dan HMM’ menunjukkan lebih terperisainya HKK’
dibandingkan HMM’. Hal tersebut karena HKK’ berada di posisi ortho terhadap atom N
azometin (HC=N–) dan terletak meta terhadap gugus sulfonamida. Terdapatnya substituen
HC=N– menyebabkan posisi ortho pada benzena lebih stabil (terperisai) dibandingkan posisi
meta (Silverstein et al., 2005). Keadaan ini dapat dipahami dari proses delokalisasi pasangan
e- bebas N oleh sistem elektron 𝜋 cincin aromatis. Bentuk resonansi cincin aromatis, Gambar
34(a), memperlihatkan kerapatan elektron yang lebih tinggi di sekitar atom H cincin aromatis
pada posisi ortho terhadap N gugus azometin (McMurry, 2008).
Sinyal HMM’ memiliki nilai integrasi 2 dan terletak di pergeseran kimia 7,954 ppm,
Gambar 31. Kerapatan elektron di sekitar HMM’ lebih rendah (kurang terperisai)
dibandingkan HKK’. Keadaan tersebut karena HMM’ berada di posisi meta terhadap atom N
gugus azometin (HC=N–) dan terletak ortho terhadap gugus sulfonamida (–SO2NHR).
Terdapatnya electron-withdrawing group sulfonil –SO2 menyebabkan posisi ortho pada
benzena kurang terperisai (tidak stabil) dibandingkan posisi meta (Silverstein et al., 2005).
Hal ini dapat dijelaskan melalui sirkulasi donor elektron 𝜋 cincin aromatis menuju substituen
–SO2 yang bersifat menarik elektron secara resonansi dan induktif. Bentuk resonansi cincin
aromatis, Gambar 34(b), menunjukkan efek tarikan elektron terasa paling kuat di posisi ortho
(HMM’) maupun para terhadap gugus sulfonil –SO2 sehingga atom HKK’ yang terletak meta
pada cincin aromatis cenderung lebih stabil dan terperisai (McMurry, 2008).
Selain itu kerapatan elektron di sekitar HMM’ lebih rendah (kurang terperisai)
dibandingkan HL. Kondisi tersebut karena atom O gugus –SO2 lebih bersifat elektronegatif
dibandingkan atom N gugus –CH=NPh. Sedangkan nilai skala elektronegatif Pauling untuk
atom S dan C adalah sama, yaitu 2,5 (Bruice, 2004). Sehingga terlihat sinyal HMM’ terletak
di sebelah kiri sinyal HL pada spektrum 1H-NMR. Perbesaran daerah δ 7,7-8,0 ppm spektrum
1H-NMR senyawa produk sintesis disajikan pada Gambar 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Gambar 10. Kedudukan proton pada sulfadiazin (Huschek et al., 2008)
Pada spektrum 1H-NMR, Gambar 8, tidak terlihat sinyal singlet tajam proton amina
primer HD yang terletak di pergeseran kimia 6,01 ppm dalam pelarut DMSO-d6 (Huschek et
al., 2008) hal tersebut memunculkan dugaan bahwa senyawa target sintesis telah murni dari
starting material sulfadiazin. Dugaan ini diperkuat dengan adanya selisih letak δ proton
fenilen sulfadiazin, terhadap hasil spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis. Perbedaan
nilai δ H aromatis menunjukkan bahwa substituen yang terikat pada cincin aromatis tidak
sama. Menurut Huschek et al. (2008), sinyal HGG’ fenilen sulfadiazin terletak di pergeseran
kimia 6,56 ppm, sedangkan sinyal HPP’ berada di daerah δ 7,61 ppm.
Sinyal HX berbentuk broad singlet memiliki nilai integrasi 1 dan terletak di
pergeseran kimia 11,753 ppm, Gambar 8. Menurut Silverstein et al. (2005), proton yang
terikat pada atom N gugus amida sekunder HX akan menjalani pertukaran proton dengan laju
lambat (proton tidak sepenuhnya terlepas dari atom N), sehingga sinyal yang muncul
berbentuk broad singlet. Dalam keadaan ini jika terdapat proton pada atom C terdekat, maka
proton tersebut akan mengalami kopling terhadap atom H amida sekunder –C(=O)NR–H.
Tetapi, nuclei HX berada dalam lingkungan kimia terisolasi, dimana atom C cincin pirimidin
yang berikatan dengan –N–HX sama sekali tidak mempunyai proton. Berdasarkan persamaan
𝑚𝑢𝑙𝑡𝑖𝑝𝑙𝑖𝑐𝑖𝑡𝑦 = 2𝑛𝐼 + 1; dimana nilai Initrogen = 1, seharusnya sinyal broad singlet HX terdiri
dari 3 puncak lebar. Terbentuknya 3 puncak lebar menunjukkan terjadinya splitting yang
disebabkan oleh nukleus isotop N147 (Silverstein et al., 2005).
Dalam spektrum 1H-NMR, Gambar 8, terlihat HX paling tidak terperisai terhadap
medan magnet terapan B0. Kondisi itu karena adanya penarikan elektron secara resonansi
dan induktif oleh atom O gugus sulfonamida. Pada saat atom O mengalami polarisasi, maka
atom O tersebut cenderung menarik elektron dari atom S, sehingga atom S menjadi
kekurangan elektron (bermuatan positif) dan selanjutnya membuat atom N mendonorkan
pasangan elektron bebas, keadaan ini menyebabkan berkurangnya kerapatan elektron di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
sekitar ikatan N-HX (McMurry, 2008). Menurut Huschek et al. (2008), dalam pelarut
DMSO-d6 sinyal HX berbentuk broad singlet dan memiliki nilai δ 11,27 ppm.
Sinyal HN pada pergeseran kimia 8,400 ppm dihasilkan oleh proton azometin.
Sinyal tersebut memiliki nilai integrasi 1 dan berbentuk singlet, Gambar 31. Berlandaskan
jurnal referensi untuk senyawa sejenis golongan imina, diketahui sinyal proton azometin
dalam pelarut DMSO-d6 terletak di daerah δ 8,18 ppm (Kumar et al., 2010). Sedangkan
menurut Supuran et al. (1996), dengan menggunakan pelarut DMSO-d6 sinyal HN berada di
pergeseran kimia 8,12 ppm.
Terbentuknya sinyal singlet menunjukkan proton azometin HN berada dalam
lingkungan terisolasi, dimana N azometin tidak membentuk garam amonium, karena apabila
terdapat atom H pada N azometin, maka HN akan mengalami kopling terhadap atom H garam
amonium tersebut, dan selanjutnya splitting sinyal HN azometin berbentuk duplet. Selain itu
atom C benzena yang berikatan dengan C azometin sama sekali tidak mempunyai proton
(Silverstein et al., 2005). Proton azometin HN kurang terperisai terhadap medan magnet
terapan B0, karena dalam bentuk 3D proton azometin HN berada di muka bidang (front of
page), sementara medan magnet imbasan yang dihasilkan dari sirkulasi elektron π azometin
terletak pada bidang (plane of page). Kurang terperisainya proton azometin HN juga
diakibatkan oleh sirkulasi awan elektron 𝜋 yang bersifat planar (ring current effect) dari
kedua cincin aromatis di dekat gugus azometin (Silverstein et al., 2005).
Sinyal duplet, integrasi 2, pada pergeseran kimia 8,511 ppm, dihasilkan oleh proton
cincin pirimidin HO. Sinyal tersebut berbentuk duplet, karena atom C terdekat hanya
memiliki satu proton yaitu HJ. Dalam spektrum 1H-NMR, Gambar 31, terlihat HO kurang
terperisai terhadap medan magnet terapan B0. Keadaan itu karena terdapat penarikan
elektron secara induktif oleh atom N cincin pirimidin, sehingga menyebabkan berkurangnya
kerapatan elektron di sekitar ikatan C-HO. Menurut Silverstein et al. (2005), atom N
mempunyai skala Pauling 3,0 sehingga cenderung lebih elektronegatif terhadap atom C,
skala Pauling 2,5. Berlandaskan jurnal referensi diketahui, dalam pelarut DMSO-d6 sinyal
HO berbentuk duplet dan terletak di pergeseran kimia 8,48 ppm (Huschek et al., 2008).
Sinyal triplet, integrasi 1, pada pergeseran kimia 7,054 ppm, dihasilkan oleh proton
cincin pirimidin yaitu HJ. Sinyal tersebut berbentuk triplet, first-order pattern, karena kedua
atom H terdekat (HO) berada dalam lingkungan kimia serupa, selanjutnya multiplikasi sinyal
ditentukan memakai persamaan 𝑛 + 1, dimana n merupakan jumlah proton terdekat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
berada pada lingkungan kimia sejenis. Menurut Huschek et al. (2008), dalam pelarut DMSO-
d6 sinyal HJ berbentuk triplet dan memiliki nilai δ 7,00 ppm.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-(2-pirimidinil)benzenasulfon
amida dapat disintesis dari sulfadiazin dan p-dimetilaminobenzaldehida melalui reaksi adisi-
eliminasi nukleofilik dengan menggunakan katalis 0,2 M buffer asetat pH 3,9. Reaksi
tersebut berlangsung 20 jam pada suhu 90℃. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur
molekul produk sintesis mampu dijelaskan memakai analisis spektrum FT-IR dan 1H-NMR.
Saran
1. Perlu dilakukan analisis kemurnian memakai metode kromatografi cair terintegrasi
spektrometri massa ataupun field desorption spektrometri massa (FD-MS) untuk
menetapkan kadar kemurnian senyawa target produk sintesis.
2. Apabila memungkinkan disarankan optimasi sintesis dengan menggunakan katalis,
prosedur sintesis serta pemurnian yang berbeda sehingga didapatkan suatu langkah kerja
secara efisien lebih cepat dan memperoleh rendemen maksimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
DAFTAR PUSTAKA
Adegoke, O.A., 2011, Analytical, Biochemical and Synthetic Applications of para-
Dimethylaminobenzaldehyde, International Journal of Pharmaceutical Sciences
Review and Research, (4), 17-29.
Asiri, A.M., Khan, S.A., Marwani, H.M., Sharma, K., 2013, Synthesis, Spectroscopic and
Physicochemical Investigations of Environmentally Benign Heterocyclic Schiff Base
Derivatives as Antibacterial Agents on The Bases of In vitro and Density Functional
Theory, Journal of Photochemistry and Photobiology B: Biology, 120, 82-89.
Bruice, P.Y., 2004, Organic Chemistry: Study Guide and Solution Manual, 4th Edition,
Pearson Prentice Hall, USA, p. 747.
Dawson, R.M.C., Elliott, D.C., Elliott, W.H., Jones, K.M., 1986, Biochemical Research, 3rd
Edition, Oxford Science Publications, New York, p. 580.
Dolphin, D., 1978, The Porphyrins: Structure and Synthesis, Volume I, Academic Press,
New York, p. 557.
Huschek, G., Hollmann, D., Kurowski, N., Kaupenjohann, M., Vereecken, H., 2008, Re-
evaluation of The Conformational Structure of Sulfadiazine Species Using NMR and
ab Initio DFT Studies and Its Implication on Sorption and Degradation, Journal of
Environmental Chemistry, 72, 1448-1454.
Jouyban, A., 2010, Handbook of Solubility Data for Pharmaceuticals, CRC Press, USA, pp.
111, 131, 143, 173.
Kennedy, P.M., Gorbett, G.E., 2004, A Phenomenon in Flash Point Testing for Fire Safety
Evaluation, Fire Science & Engineering Conference, 3.
Kumar, S., Niranjan, M.S., Chaluvaraju, K.C., Jamakhandi, C.M., Kadadevar, D., 2010,
Synthesis and Antimicrobial Study of Some Schiff Bases of Sulfonamides, Journal of
Current Pharmaceutical Research, (1), 39-42.
Lemke, T.L., Williams, D.A., Roche, V.F., and Zito, S.W., 2008, Foye’s Principles of
Medicinal Chemistry, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp. 27-28,
99-102, 1036-1038.
McMurry, J., 2008, Organic Chemistry, 7th Edition, Brooks/Cole, USA, pp. 702-704, 710-
712, 924-925.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Organic Chemistry Division, 2017, Common Organic Solvents: Table of Properties,
American Chemical Society, Available at: www.organicdivision .org/wp-
content/uploads/2016/12/organic_solvents.pdf.
Pan, V.H., Tao, T., Zhou, J.W., Maciel, G.E., 1999, Hydrogen Bonding between Acetone
and Silica Gel as Studied by NMR, Journal of Physical Chemistry B, Volume 103,
(33), 6930-6942.
Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., Vyvyan, J.R., 2015, Introduction to Spectroscopy,
5th Edition, Chengage Learning, USA, pp. 15-22, 25-33, 37, 43-44, 46, 56-57, 60, 70-
71, 74-78, 80-83, 86.
Reger, D.L., Goode, S.R., Ball, D.W., 2010, Chemistry: Principles and Practice, 3rd Edition,
Brooks/Cole, USA, p. 475.
Robinson, J.W., Frame, E.M.S., Frame, G.M., 2005, Undergraduate Instrumental Analysis,
6th Edition, Marcel Dekker, USA, p. 244.
Sarker, S.D., and Nahar, L., 2007, Chemistry for Pharmacy Students, John Wiley & Sons,
UK, pp. 82-86, 126, 212-213, 217-218, 225.
Schirmer, R.E., 2000, Modern Methods of Pharmaceutical Analysis, 2nd Edition, CRC
Press, USA, pp. 305-306.
Silverstein, R.M., Webster, F.X., Kiemle, D.J., 2005, Spectrometric Identification of
Organic Compounds, 7th Edition, John Wiley & Sons, USA, pp. 94-95, 101-102, 137-
150, 153-155, 162-163, 188-190, 196-202.
Smart, L., 2002, The Molecular World: Separation, Purification and Identification, The
Open University, UK, pp. 34, 50.
Stuart, B.H., 2004, Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications, John Wiley &
Sons, UK, pp. 5-6, 74-75, 80, 85-86.
Supuran, C.T., Nicolae, A., Popescu, A., 1996, Synthesis of Schiff Bases Derived from
Sulfanilamide and Aromatic Aldehydes: The First Inhibitors with Equally High
Affinity towards Cytosolic and Membrane-Bound Isozymes, Europe Journal
Medicine Chemistry, (31), 431-438.
Wall, P.E., 2005, Thin-Layer Chromatography: A Modern Practical Approach, The Royal
Society of Chemistry, UK, pp. 73-74.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Ware, G.W., Nigg, H.N., Doerge, D.R., 2006, Reviews of Environmental Contamination
and Toxicology, Volume 187, Springer, USA, p. 74.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Lampiran 1. Uji Titik Lebur Natrium Asetat Technical Grade
MSDS Data
Titik lebur CH3COONa (anhidrat) adalah 324℃
Titik lebur CH3COONa.3H2O adalah 58℃
Setting Mettler Tuledo
Operation mode → Melting point
Start temperature → 50,0℃
Waiting time → 10 seconds
Heating rate → 5,0℃/minute
End temperature → 75,0℃
Hasil Uji Titik Lebur
Gambar 11. Uji titik lebur CH3COONa technical grade
Berdasarkan hasil pengujian titik lebur, natrium asetat technical grade yang
dipakai dalam sintesis merupakan natrium asetat trihidrat, karena memiliki nilai rata-rata
titik lebur rendah yaitu 66,15℃. Menurut acuan MSDS nilai titik lebur CH3COONa.3H2O
adalah 58℃. Sehingga pada langkah kerja selanjutnya dapat ditetapkan nilai Mr
CH3COONa technical grade tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Lampiran 2. Perhitungan dan Pembuatan Larutan Natrium Asetat 0,2 M
Perhitungan Larutan Natrium Asetat 0,2 M
Diketahui → Target konsentrasi basa konjugat = 0,2 M
→ Target volume basa konjugat = 250 mL (Keterangan:
Dibuat dalam labu takar
250 mL).
→ Mr CH3COONa.3H2O = 136,08 gram/mol
𝑀 =𝑛𝑚𝑜𝑙
𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑛𝑚𝑜𝑙 = 𝑀 × 𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑛𝑚𝑜𝑙 = 0,2 × 0,25
𝑛 = 0,05 𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑀𝑟 × 𝑛𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑔𝑟𝑎𝑚 = 136,08 × 0,05
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 6,804 𝑔𝑟𝑎𝑚 (Keterangan: 6,804 gram CH3COONa technical grade dalam 250
mL aquadest).
Penimbangan CH3COONa Technical Grade
Kertas timbang = 0,398 gram
Kertas timbang + senyawa = 7,202 gram
Senyawa = 6,804 gram
Pembuatan Larutan Natrim Asetat 0,2 M
CH3COONa (technical grade) ditimbang sebanyak 6,804 gram. Kemudian
dilarutkan dalam 50 mL aquadest menggunakan heated stirrer 50℃. Menurut acuan MSDS
kelarutan CH3COONa.3H2O pada suhu 50℃ adalah 138,8 gram/100 mL. Selanjutnya
larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu dipindahkan ke dalam labu takar
250 mL dan ditambahkan aquadest hingga batas tanda. Dilakukan penggojogan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Lampiran 3. Perhitungan dan Pembuatan Larutan Asam Asetat 0,2 M
Perhitungan Larutan Asam Asetat 0,2 M
Diketahui → Target konsentrasi asam asetat = 0,2 M
→ Target volume asam asetat = 500 mL
(Keterangan: Dibuat
dalam labu takar 500 mL).
→ Mr asam asetat glasial = 60,05 gram/mol
→ Densitas (ρ) asam asetat glasial = 1,05 gram/mL pada suhu
20℃
𝑀 =𝑛
𝑉
𝑀 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑀𝑟𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
0,2 =𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
60,05×
1000
500
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 =0,2 × 60,05
1000500
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 6,005 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑉 =𝑚
𝜌
𝑉 =6,005 𝑔𝑟𝑎𝑚
1,05𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝐿⁄
𝑉 = 5,72 𝑚𝐿 (Keterangan: 5,72 mL asam asetat glasial 100% dimasukkan ke dalam labu
takar 500 mL, kemudian add aquadest hingga batas tanda dan digojog).
Pembuatan Larutan Asam Asetat 0,2 M
Diambil 5,7 mL asam asetat glasial 100% menggunakan pipet ukur 10 mL.
Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL. Selanjutnya ditambahkan aquadest
hingga batas tanda dan digojog. Hasil uji pH larutan asam asetat 0,2 M pada suhu ruang
dapat dilihat dalam Gambar 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Gambar 12. Uji pH larutan asam asetat 0,2 M pada suhu 29℃
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Lampiran 4. Perhitungan dan Pembuatan Larutan Buffer Asetat 0,2 M
Tabel III. Variasi Volume Penyusun Buffer Asetat 0,2 M (Dawson et al., 1986)
CH3COONa.3H2O 0,2 M
mL
CH3COOH 0,2 M
mL
pH
pada 18℃
12,0 88,0 3,8
18,0 82,0 4,0
26,5 73,5 4,2
37,0 63,0 4,4
49,0 51,0 4,6
59,0 41,0 4,8
Perhitungan Konsentrasi (M) Larutan Buffer Asetat pH 3,8 pada 18℃
Diketahui → Konsentrasi larutan CH3COONa.3H2O = 0,2 M
→ Volume larutan CH3COONa.3H2O = 12 mL
→ Konsentrasi larutan CH3COOH = 0,2 M
→ Volume larutan CH3COOH = 88 mL
𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑡 = 𝑀 × 𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑡 = 0,2 𝑀 ×12 𝑚𝐿
1000 𝑚𝐿
𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑡 = 0,0024 𝑚𝑜𝑙
𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ = 𝑀 × 𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ = 0,2 𝑀 ×88 𝑚𝐿
1000 𝑚𝐿
𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ = 0,0176 𝑚𝑜𝑙
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 (𝑀) =𝑛𝑚𝑜𝑙
𝑉𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 =0,0024 𝑚𝑜𝑙
100 𝑚𝐿1000 𝑚𝐿
+0,0176 𝑚𝑜𝑙
100 𝑚𝐿1000 𝑚𝐿
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 0,024 𝑀 + 0,176 𝑀
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 0,2 𝑀
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Perhitungan Ulang terhadap pH Larutan Buffer Asetat 0,2 M dengan Persamaan
Handerson-Hasselbalch
Diketahui → pKa CH3COOH pada 18℃ = 4,64
→ 𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑗𝑢𝑔𝑎𝑡 = 0,0024 mol
→ 𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎ℎ = 0,0176 mol
→ 𝑉𝑏𝑢𝑓𝑓𝑒𝑟 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 0,2 𝑀 = 100 mL
(Keterangan: Larutan buffer
dibuat dalam labu takar 100 mL).
Persamaan Handerson-Hasselbalch
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + log[𝑆𝐴𝐿𝑇]
[𝐴𝐶𝐼𝐷]
𝑝𝐻 = 4,64 + log
0,0024100 𝑚𝐿0,0176100 𝑚𝐿
𝑝𝐻 = 4,64 + log 0,1364
𝑝𝐻 = 4,64 − 0,866
𝑝𝐻 = 3,774 → 𝑝𝐻 = 3,8 (Dawson et al., 1986)
Pembuatan Larutan 0,2 M Buffer Asetat pH 3,8
12 mL larutan sodium asetat 0,2 M dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
Kemudian ditambahkan asam asetat 0,2 M sampai batas tanda dan digojog. Hasil uji pH
larutan buffer asetat tersebut pada 29℃ disajikan dalam Gambar 13.
Gambar 13. Uji pH larutan buffer asetat 0,2 M yang berasal dari 12 mL basa
konjugat dan 88 mL asam lemah pada suhu 29℃
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Lampiran 5. Pengukuran dan Penimbangan Bahan
Penimbangan p-dimetilaminobenzaldehida
Kertas timbang = 0,404 gram
Kertas timbang + senyawa = 0,777 gram
Kertas timbang + sisa = 0,404 gram
Senyawa = 0,373 gram (2,5 mmol)
Penimbangan Sulfadiazin
Erlenmeyer = 62,472 gram
Erlenmeyer + senyawa = 62,972 gram
Senyawa = 0,500 gram (2,0 mmol)
Pengukuran Volume Katalis (Diadaptasi dari Kumar et al., 2010)
Volume buffer asetat 0,2 M = 4 mL; pH 3,9 pada suhu 29℃ (perbandingan volume
katalis dibuat 2x dari langkah kerja jurnal referensi).
Pengukuran Volume Pelarut Dimetil Sulfoksida
Volume total dimetil sulfoksida sebagai pelarut dalam sintesis adalah 15 mL.
Volume total ini diperoleh dari data perlakuan sebelumnya Gambar 1. Dimana dalam
perlakuan tersebut diketahui, jumlah volume dimetil sulfoksida yang paling sesuai untuk
melarutkan 0,500 gram sulfadiazin adalah 12 mL dan volume dimetil sulfoksida yang
diperlukan untuk melarutkan 0,373 gram p-DMAB sebesar 3 mL.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Lampiran 6. Mekanisme Reaksi Senyawa 4-[(4’-dimetilaminobenzilidena)-amino]-N-
(2-pirimidinil)benzenasulfonamida
Ionisasi Buffer Asetat
Protonasi Oksigen Karbonil Senyawa p-dimetilaminobenzaldehida
Pembentukan Senyawa Target Sintesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Gambar 14. Mekanisme reaksi adisi-eliminasi nukleofilik antara sulfadiazin dengan p-
dimetilaminobenzaldehida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Lampiran 7. Pengaturan Suhu Reaksi dan Rangkaian Alat Sistem Reflux
Suhu reaksi dalam LAB = 90℃
Suhu termometer dalam oil bath = 91,5℃
Suhu hot plate = 165℃
Gambar 15. Rangkaian alat sistem reflux
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Lampiran 8. Profil KLT selama Proses Reflux dan Perbandingan Nilai Rf
(a) (b) (c)
Gambar 16. Uji KLT selama proses reflux menggunakan fase gerak
kloroform:metanol = 8:2
Perbandingan Nilai Rf Profil KLT Sampel Larutan Reflux
Jarak elusi = 4,4 cm
Jarak elusi = 4,4 cm
Rf p-DMAB = 0,93 Rf p-DMAB = 0,93
Rf sulfadiazin = 0,77 Rf sulfadiazin = 0,77
Rf senyawa x = 0,89 Rf senyawa x = 0,89
(a) (b)
Jarak elusi = 4,4 cm
Rf p-DMAB = 0,93
Rf sulfadiazin = 0,75
Rf senyawa x = 0,89
(c)
Keterangan → (a) Sampel larutan reflux jam ke-2.
(b) Sampel larutan reflux jam ke-4.
(c) Sampel larutan reflux jam ke-6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Lampiran 9. Proses dan Hasil Destilasi Vakum
Gambar 17. Rangkaian alat sistem destilasi vakum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 18. Suhu proses destilasi vakum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gambar 19. Endapan hasil destilasi
vakum
Gambar 20. Filtrat hasil destilasi
vakum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Lampiran 10. Penimbangan dan Perhitungan Rendemen
Penimbangan Serbuk Hasil Destilasi
Cawan porselen = 23,869 gram
Cawan porselen + isi = 24,551 gram
Cawan porselen + sisa = 23,870 gram
Serbuk hasil destilasi = 0,681 gram
Perhitungan Rendemen Kotor
2,0 mmol 2,5 mmol - -
2,0 mmol 2,0 mmol 2,0 mmol 2,0 mmol
- 0,5 mmol 2,0 mmol ~ 0,002 mol 2,0 mmol
Diketahui → Mr molekul target sintesis = 381,441 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙⁄
→ Berat senyawa teoritis = 0,763 gram
→ Serbuk hasil destilasi = 0,681 gram
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑠𝑖𝑛𝑡𝑒𝑠𝑖𝑠
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠× 100%
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =0,681 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,763 𝑔𝑟𝑎𝑚× 100%
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 89,25%
Perhitungan Rendemen Bersih
Diketahui → Serbuk hasil rekristalisasi = 0,322 gram
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =0,322 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,763 𝑔𝑟𝑎𝑚× 100%
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 42,2%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Lampiran 11. Profil KLT Produk Destilasi dalam Berbagai Kombinasi Volume Sistem
Fase Gerak Kloroform:Metanol
Gambar 21. Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 2:8
Gambar 22. Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 4:6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Gambar 23. Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 6:4
Gambar 24. Uji KLT menggunakan fase gerak kloroform:metanol = 8:2
Terdapatnya sedikit perbedaan nilai Rf antara residu sulfadiazin dengan senyawa
target sintesis, menyebabkan hasil elusi spot endapan produk destilasi terlihat seperti figure
of eight. Sehingga, dipilih sistem fase gerak dengan pemisahan spot paling bagus, untuk
digunakan seterusnya dalam uji KLT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Lampiran 12. Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak (Schirmer, 2000)
Sistem fase gerak yang digunakan terdiri dari pelarut kloroform dan metanol
dengan perbandingan 8:2.
Indeks polaritas sistem fase gerak tersebut dapat dihitung memakai persamaan:
𝑃𝐼𝑆𝑀 = (%𝑆𝑂𝐿𝐴 × 𝑃𝐼𝐴) + (%𝑆𝑂𝐿𝐵 × 𝑃𝐼𝐵)
Keterangan → PISM = Polarity index of solvent mixture
%SOLA = % solvent A
PIA = Polarity index of A solvent
%SOLB = % solvent B
PIB = Polarity index of B solvent
𝑃𝐼𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙𝑒 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚 = (8
10× 𝑃𝐼𝑐ℎ𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑜𝑟𝑚) + (
2
10× 𝑃𝐼𝑚𝑒𝑡ℎ𝑎𝑛𝑜𝑙)
𝑃𝐼𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙𝑒 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚 = (0,8 × 4,4) + (0,2 × 6,6)
𝑃𝐼𝑚𝑜𝑏𝑖𝑙𝑒 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑠𝑦𝑠𝑡𝑒𝑚 = 3,52 + 1,32 = 4,84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Lampiran 13. Proses dan Hasil Rekristalisasi
Penimbangan Kertas Saring
Kertas saring sebelum dipakai = 0,565 gram
Kertas saring sesudah dipakai = 0,575 gram (Masih sedikit basah).
Gambar 25. Pemisahan fraksi kloroform dari etanol menggunakan corong pisah
Gambar 26. Serbuk hasil pemurnian Gambar 27. Endapan sisa pemurnian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Lampiran 14. Uji Titik Lebur Serbuk Hasil Pemurnian
Setting Mettler Tuledo
Operation mode → Melting point
Start temperature → 70,0℃
Waiting time → 10 seconds
Heating rate → 5,0℃/minute
End temperature → 350,0℃
Replikasi 1 Hasil Uji Titik Lebur
Gambar 28. Uji titik lebur serbuk hasil pemurnian replikasi 1
Replikasi 2 Hasil Uji Titik Lebur
Gambar 29. Uji titik lebur serbuk hasil pemurnian replikasi 2
Dikerjakan uji titik lebur sebanyak 2 kali replikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Lampiran 15. Identifikasi Struktur FT-IR terhadap Starting Material
Gambar 6. Spektrum FT-IR p-dimetilaminobenzaldehida
Tabel IV. Interpretasi terhadap Spektrum Inframerah p-dimetilaminobenzaldehid
Bilangan Gelombang
(cm-1)
Pavia et al., 2015
(cm-1) %Transmitan Vibrasi Ikatan
2903,03 ~2872 28,818 (m) Vibrasi ulur simetri C–H sp3
1369,96 ~1375 28,371 (s) Vibrasi sudut C–H sp3
1458,29 ~1460 31,979 (m) Vibrasi sudut C–H sp3
1231,20 1350-1000 26,732 (vs) Vibrasi ulur C–N amina tersier
1590,15 ~1600 25,410 (vs) Vibrasi ulur C=C aromatis
3049,72 3050-3010 33,101 (w) Vibrasi ulur C–H sp2
811,45 900-690 24,338 (vs) Vibrasi sudut C–H sp2
825,24 850-800 26,462 (vs)
Puncak tambahan (overtone)
cincin aromatis terdisubstitusi
para
1659,52 1700-1660 27,235 (vs) Vibrasi C=O
2713,78 ~2750 29,942 (m) Vibrasi ulur C–Haldehida
2823,43 ~2850 29,727 (m) Vibrasi ulur C–Haldehida
vs = very strong, s = strong, m = medium, w = weak, br = broad
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Gambar 7. Spektrum FT-IR sulfadiazin
Tabel V. Interpretasi terhadap Spektrum Inframerah Sulfadiazin
Bilangan Gelombang
(cm-1)
Pavia et al., 2015
(cm-1) %Transmitan Vibrasi Ikatan
3353,41 ~3300 23,164 (s) Vibrasi ulur simetri N–H
amina primer aromatis
3421,88 ~3400 26,310 (s) Vibrasi ulur asimetri N–H
amina primer aromatis
796,19 ~800 23,752 (s) Vibrasi sudut N–H amina
1262,07 1350-1250 35,748 (s) Vibrasi ulur N–Caromatis
fenilen sulfonamida
1492,67 ~1475 17,573 (vs) Vibrasi ulur C=C aromatis
1579,91 ~1600 13,531 (vs) Vibrasi ulur C=C aromatis
3036,99 ~3032 34,414 (m) Vibrasi ulur C–H sp2
3074,38 3150-3050 37,360 (w) Vibrasi ulur C–H sp2
3100,38 ~3100 38,189 (w) Vibrasi ulur C–H sp2
681,15 720-667 23,453 (s) Vibrasi sudut C–H sp2
823,46 850-800 39,864 (m)
Puncak tambahan (overtone)
cincin aromatis
terdisubstitusi para
1156,45 1190-1140 18,300 (vs) Vibrasi ulur simetri O=S=O
1324,92 ~1325 17,132 (vs) Vibrasi ulur asimetri O=S=O
3257,76 ~3250 41,247 (m) Vibrasi ulur N–H
sulfonamida sekunder
1653,48 ~1550 38,543 (s) Vibrasi sudut N–H
sulfonamida sekunder
vs = very strong, s = strong, m = medium, w = weak, br = broad
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Lampiran 16. Elusidasi Struktur 1H-NMR terhadap Senyawa Produk Sintesis
Gambar 30. Perbesaran daerah δ 2,4-3,5 ppm spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Gambar 31. Perbesaran daerah δ 6,6-8,6 ppm spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Gambar 32. Perbesaran daerah δ 7,7-8,0 ppm spektrum 1H-NMR senyawa produk sintesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Lampiran 17. Perkiraan Chemical Environment 1H Aromatis berdasarkan Skema
Efek Resonansi
Gambar 33(a). Pengaruh substituen pendonor elektron terhadap lingkungan kimia 1H
aromatis dimetilamina
Gambar 33(b). Pengaruh substituen penarik elektron terhadap lingkungan kimia 1H
aromatis dimetilamina
Gambar 34(a). Pengaruh substituen pendonor elektron terhadap lingkungan kimia 1H
fenilen sulfonamida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Gambar 34(b). Pengaruh substituen penarik elektron terhadap lingkungan kimia 1H
fenilen sulfonamida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
BIOGRAFI PENULIS
Penulis lahir di Cilacap pada tanggal 3 September 1994.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Mutiara Persada
Yogyakarta pada tahun 2000 sampai dengan 2001, SD Marsudirini
Yogyakarta pada tahun 2001 sampai dengan 2006, SMP Pangudi
Luhur 1 Yogyakarta pada tahun 2006 sampai dengan 2009, SMA N 9
Yogyakarta pada tahun 2009 sampai dengan 2012. Penulis kemudian
menempuh sarjana strata satu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta pada tahun 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI