206
Suatu Analisis Men Untuk Memenuhi P Pada Program Magiste PRO Ekspatriat di Jakarta Expat; ngenai Representasi dan Wacana Kolo TESIS Persyaratan Mendapatkan Gelar Magister Hu er Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Oleh: Fredrik Lamser 116322016 OGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAY UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 onial Kontemporer umaniora (M.Hum) a Dharma Yogyakarta YA PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

  • Upload
    lynhu

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Suatu Analisis Mengenai

Untuk Memenuhi Persyaratan

Pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

Ekspatriat di Jakarta Expat;

Mengenai Representasi dan Wacana Kolonial Kontemporer

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh:

Fredrik Lamser

116322016

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

dan Wacana Kolonial Kontemporer

Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Suatu Analisis Mengenai

Untuk Memenuhi Persyaratan

Pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

i

Ekspatriat di Jakarta Expat;

Mengenai Representasi dan Wacana Kolonial Kontemporer

TESIS

Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Oleh:

Fredrik Lamser

116322016

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2015

dan Wacana Kolonial Kontemporer

Gelar Magister Humaniora (M.Hum)

Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Oleh:Fredrik Larnser

I lo322016

Telah disetujui oleh:

Dr. FX. Baskara T. Wardaya, S.J.Pembimbing I Tanggal: 23/1) /,2 I..5

Dr. Katrin BandelPembimbing II

Ekspatriat di Jakarta Expat; Suatu Analisis Mengenai Representasi danWacana Kolonial Kontemporer

TESIS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Tim Penguji

Ketua : Dr. Alb. Budi Susanto, S.J.

Sekretaris/Moderator : Dr. G. Budi Subanar, S.J.

I ,

Anggota : 1. Dr. FX. Baskara T. Wardaya, S.J.

OVT2. Dr. Katrin Bandel

Yogyakarta, 23 Juli 2015gcktur Program Pascasarjana

5(GSM PAS,

s'G'er"

rof. Dr hgustinus Supratiknya

TESIS

Ekspatriat di Jakarta Expat;

Suatu Analisis Mengenai Representasi danWacana Kolonial Kontemporer

Oleh:Fredrik LamserNIM: 116322016

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tesispada tanggal 23 Juli 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

redrik Lamser

PERNYATAAN KEASL IAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fredrik LamserNIM : 116322016Program : Pascasarjana Ilmu Religi dan Budayalnstitusi : Universitas Sanata Dharrna

menyatakan dengan sesunggulanya bahwa tesis:

Judul : Ekspatriat di Jakarta Expat; Suatu Analisis Mengcnai Representasi

dan Wacana Kolonial Kontemporer

Pembimbing : 1. Dr. FX. Baskara T. Wardaya, S.J.2. Dr. Katrin Bandel

adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam Tesis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan maupun gagasan oranglain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimatatau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikanpengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau menirutulisan orang lain seolah-olah basil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksisesuai dengan peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana llmu Religi dan BudayaUniversitas Sanata Dharma Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora(M.Hum) yang telah saya peroleh.

Yogyakarta, 23 Juli 2015Saya Yang Menyatakan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

PERNYATAAN PERSETUJ UANPUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Fredrik LamserNIM :116322016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan UniversitasSanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Ekspatriat di Jakarta Expat;

Suatu Analisis Mengenai Representasi dan Wacana Kolonial Kontemporer

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hakuntuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentukpangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di interneatau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupunmemberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di YogyakartaPada tanggal : 15 Desember 2015

Yang menyatakan,

Lamser

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

vi

KATA PENGANTAR

Apa yang telah dimulai, sejatinya harus terselesaikan. Kata-kata inilah yang terus

bersemayam di alam pikiran penulis. Tidak mudah memang, berbagai lika-liku pun terjadi

dari proses perkuliahan hingga penulisan dan penyelesaian tesis. Selama hampir empat

tahun berada di ruang lingkup IRB, penulis mengalami petualangan yang sangat luar biasa

dan tentunya takkan pernah terlupakan. Atas kesemuanya itu, penulis sangat bersyukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ingin menghaturkan terima kasih kepada mereka.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada para dosen di Program Magister Ilmu

Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Pak Supratiknya, Romo Budi Susanto,

Romo Benny Juliawan, Romo Bagus Laksana, Pak George Aditjondro, Mba Devy, dan

pada khususnya, Romo Budi Subanar yang senantiasa mengerti kondisi para mahasiswa

“elit”, yang mana penulis termasuk di dalamnya, matur sembah nuwun. Untuk kedua

dosen pembimbing penulis, Romo Baskara T. Wardaya dan Bu Katrin Bandel, terima

kasih atas kesabaran dan bimbingan selama proses penulisan. Begitu pula untuk Pak

Nardi, penulis sangat berterimakasih atas kesempatan selama belajar bersama di Erupsi

Akademia. Serta, penulis pun mengucapkan terimakasih untuk para staf, Mas Mul, Mba

Desy, dan Mba Dita.

Di samping itu, penulis juga berterimakasih kepada para sedulur di IRB; Mas

Doni, Kak Vini, Muji, Arham, Imran, Frans, Irfan, Mando, Zuhdi, Alwi, Kak Lisis, Mba

Gintani, Rendra, Darwis, dan semuanya yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini.

Kepada para rekan kampus Moestopo, KMK dan FISIP. Para peminum kopi sembari

diskusi; Kang Paijo, Kang Lilik, Kang Goro, Bung Kresna dan yang lainnya. Keluarga

Gladi; Romo Mateus Mali dan Ibu Retno Priyani, serta para saudara/i dimanapun berada.

Para penikmat alam; Rangga dan Suksma, serta petualang yang bertemu di perjalanan.

Terlebih ucapan istimewa penulis sampaikan kepada Sarah Monica.

Akhir kata, dengan penuh syukur yang mendalam, penulis sangat berterimakasih

kepada Bapak dan Mama yang memberikan doa, kepercayaan, dan segala dukungan tak

terhingga, serta seluruh keluarga yang senantiasa selalu memberi semangat. Terima kasih.

Salam,

Lamser.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

vii

Lamser, Fredrik. 2015. Ekspatriat di Jakarta Expat; Suatu Analisis Mengenai Representasi

dan Wacana Kolonial Kontemporer. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya,

Universitas Sanata Dharma.

ABSTRAK

Kolonialisme yang mewabah hampir di seluruh dunia telah menyisakan beragam

persoalan. Salah satu persoalan di antaranya adalah perpindahan manusia. Perpindahan

manusia ini menjadi sebuah fenomena yang terus berkelanjutan di masa sekarang. Hal ini

dapat dilihat dari kehadiran orang asing di Indonesia, khususnya ekspatriat. Ekspatriat

menjadi identitas seseorang saat berada di luar negara atau tanah airnya. Oleh karena itu,

ekspatriat sebagai identitas melakukan suatu upaya konstruksi dengan cara mengkodifikasi

dan mengafirmasi orang kulit putih. Hal ini ditemukan atas representasi diri para ekspatriat

di dalam suatu media, yakni Majalah Jakarta Expat.

Dengan melakukan pembacaan terhadap pelbagai imaji dan teks yang tersajikan pada

Majalah Jakarta Expat, penelitian ini juga menemukan bahwa para ekspatriat tidak

memiliki perbedaan yang terlalu jauh dengan orang asing kulit putih di masa kolonial

tempo dulu. Hal itu terlihat dalam wacana kolonial yang masih dimainkan kembali oleh

para ekspatriat di dalam Majalah Jakarta Expat, baik dalam bentuk cover photo maupun

rubrik, termasuk artikel di dalamnya. Alhasil, kehadiran para ekspatriat masih memiliki

sifat kolonial (orientalistik) di masa pasca-kolonial.

Kata Kunci: Ekspatriat, Jakarta Expat, Representasi, Wacana Kolonial, Ruang Ketiga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

vii

Lamser, Fredrik. 2015. Expatriate in Jakarta Expat; An Analysis of Representation and

Contemporary Colonial Discourse. Thesis. Yogyakarta: Religious and Cultural

Studies, Sanata Dharma University.

ABSTRACT

Colonialism has been everywhere in the world along with its consequences. One of the

consequences can be found in the migration phenomenon. The movement process from

one place or country to another can be found until today. It can be seen from the existence

of foreigners in Indonesia, mainly expatriate. Expatriate has become an identity of a

person who stays or lives abroad. Therefore as an identity, expatriate has done a process of

construction through codification and affirmation of white people. This process can be

found in the self representation of expatriate in the Jakarta Expat Magazine.

The research is conducted through close reading of the text and images from the Jakarta

Expat Magazine. The research has found that today’s expatriate is not different from past

time colonial people. It is revealed through the colonial discourse reapplied by the

expatriate in the Jakarta Expat. It can be found in the many cover photo, rubric and article.

Consequently, the existence of expatriate is orientalistic in the postcolonial setting.

Keywords: Expatriate, Jakarta Expat, Representation, Colonial Discourse, Third Space.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................ i

Lembar Persetujuan...................................................................................................... ii

Lembar Pengesahan ..................................................................................................... iii

Pernyataan Keaslian..................................................................................................... iv

Pernyataan Publikasi..................................................................................................... v

Kata Pengantar ............................................................................................................. vi

Abstrak ......................................................................................................................... vii

Abstract......................................................................................................................... viii

Daftar Isi........................................................................................................................ ix

Daftar Gambar............................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 10

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 10

E. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 11

F. Kerangka Teori ................................................................................................. 17

F.1. Representasi .............................................................................................. 17

F.2. Pascakolonial ............................................................................................ 22

F.2.1. Wacana Kolonial.................................................................................... 23

F.2.2. Ruang Ketiga ......................................................................................... 27

F. Metode Penelitian............................................................................................. 29

G. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 30

BAB II INDONESIA DAN ORANG ASING

A. Kehadiran Orang Asing di Nusantara .............................................................. 32

A.1. Penggolongan Masyarakat Asing di Masa Kolonial ................................ 36

A.1.1. Orang Kulit Putih di Masa Kolonial ..................................................... 40

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

x

A.1.2. Media di Masa Kolonial ........................................................................ 42

B. Indonesia di Masa Pasca-kolonial.................................................................... 46

B.1. Orang Kulit Putih; Bule atau Ekspatriat? ................................................. 48

B.1.1. Bule, siapa mereka? ............................................................................... 49

B.1.2. Ekspatriat, melampaui definisi! ............................................................. 57

B.2. Ekspatriat di Indonesia ............................................................................. 64

B.2.1. Perdebatan seputar ekspatriat ................................................................ 65

B.2.2. Media Ekspatriat; Majalah Jakarta Expat ............................................. 71

C. Catatan Penutup ............................................................................................... 74

BAB III EKSPATRIAT DI JAKARTA EXPAT

A. Kisah Para Ekspatriat....................................................................................... 76

B. Ekspatriat dalam Meet the Expats .................................................................... 95

B.1. Identitas Ekspatriat yang non-esensialis................................................... 96

B.2. Representasi Diri Ekspatriat ................................................................... 104

C. Ekspatriat, Melanggengkan Wacana Kolonial............................................... 111

C.1. Cover Photo sebagai Imaji Indonesia ..................................................... 111

C.2. Rubrik sebagai Wacana Pengetahuan..................................................... 130

D. Catatan Penutup ............................................................................................. 157

BAB IV EKSPATRIAT DAN WAJAH BARU KOLONIALISME

A. Analisis Wacana Kolonial Kontemporer Indonesia....................................... 159

A.1. Karakteristik Indonesia .......................................................................... 160

A.2. Stereotipe Indonesia ............................................................................... 170

B. Menafsirkan Ekspatriat .................................................................................. 176

B.1. Hibriditas Ekspatriat ............................................................................... 178

B.2. Ambivalensi Ekspatriat .......................................................................... 180

C. Catatan Penutup ............................................................................................. 184

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 185

B. Saran............................................................................................................... 189

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. An early mixed marriage ...................................................................................... 113

Gambar 2. Chatting on Facebook ........................................................................................... 120

Gambar 3. Pocongan Cilik...................................................................................................... 124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penjajahan yang berakhir pada pertengahan abad silam tidak serta merta memutus

rantai wacana dan praktek kolonialisme. Meskipun berbagai negara terjajah telah

mendapatkan kemerdekaan, namun pengaruh dan efek kolonialisme masih dapat dirasakan

ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek

dari kolonialisme turun-temurun antar generasi. Bahkan, tidak hanya bagi pihak terjajah,

tetapi juga bagi pihak penjajah.

Kolonialisme telah berlangsung berabab-abad lamanya. Berbagai negara dan

bangsa, khususnya Asia dan Afrika, telah menjadi korban. Dengan berambisi keras untuk

melakukan aksi penaklukan hingga ke seberang benua dan melintasi samudera, Eropa

memulai praktek kolonialisme Barat. Karenanya, tibalah kolonialisme di bumi Indonesia –

yang sebelumnya dikenal dengan nama Nusantara.

Kehadiran kolonialisme di Indonesia memiliki serangkaian catatan historis.

Kolonialisme Eropa pernah menguasai perdagangan hingga melakukan penjajahan di

Indonesia lebih dari satu abad lamanya. Secara khusus, penjajahan yang terkait dengan

kekuasaan Eropa atas Asia dan Afrika di akhir abad ke 19 telah disertai dengan kenaikan

status sosial orang kulit putih dan seluruh ciri lahiriah mereka (Alatas, 1998:28). Oleh

karena itu, kolonialisme telah menciptakan suatu jenjang yang menempatkan status sosial

orang kulit putih lebih tinggi dibandingkan dengan pribumi di dalam masyarakat terjajah.

Indonesia sebagai negara terjajah turut mengalami kesenjangan sosial antara orang

kulit putih dengan pribumi. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

2

Jan Jacob Rochussen (1845-1851), terjadi tindakan politik rasial dengan mempertegas

oposisi biner antara pihak penjajah dan terjajah, mengagung-agungkan keindahan kulit

putih dan superioritas moral serta intelektual bangsa kulit putih terhadap bangsa kulit

cokelat.1 Dengan demikian, representasi ras telah menjadi bagian dari salah satu ciri

wacana dan praktik kolonialisme.

Sementara itu, pengaruh sikap superior orang kulit putih semakin nyata ketika

kolonial Belanda membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni, pertama, golongan

bangsa Eropa, terutama Belanda, kedua, golongan bangsa Timur Asing, misalnya, Cina

dan Arab, dan ketiga, golongan kaum pribumi.2 Ironis, meskipun kolonialisme telah

dinyatakan berakhir, namun ciri lahiriah putih dan non-putih masih menjadi nilai dan

tanda sebagai pembeda di dalam masyarakat. Pembedaan nilai dan tanda ini dapat dilihat

dari kehadiran para“expatriate”3 di Indonesia.

Pada umumnya istilah “ekspatriat” tampaknya belum begitu populer atau terdengar

akrab di kalangan masyarakat Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, kehadiran

orang kulit putih lebih sering dikenal maupun disebut sebagai “bule”. Bule menjadi

sebuah panggilan atau sapaan bagi orang kulit putih yang biasanya hadir ke Indonesia,

turis mancanegara, misalnya. Orang kulit putih seperti ini lazim ditemui di berbagai

tempat liburan, kota yang lebih cenderung menawarkan wisata dan sajian eksotis bagi para

pengunjungnya, seperti Bali, Lombok, Yogyakarta, dan lain sebagainya.

Namun demikian, tidak seperti para turis, terdapat juga orang kulit putih yang

kehadiranya di Indonesia sebagai pelajar atau mahasiswa. Mahasiswa semacam ini

1 C. Fasseur, “Cornerstone and Stumbling Block: Racial Classification and the Late Colonial State inIndonesia”, dalam Robert Cribb (ed.), (1994). The Late Colonial State in Indonesia: Political and EconomicFoundations of the Netherlands Indies 1880-1942, KITLV Press, Leiden. Hal. 31-34. (Lebih lanjut lihat,Vissia Ita Yulianto, Pesona Barat. Hal. 60)2 Kartodirjo, S. N. (1975). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Hal. 155-6.3 Dalam Bahasa Indonesia, kata “expatriate” diserap menjadi ekspatriat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

3

acapkali datang ke Indonesia dengan mengikuti program Darmasiswa yang diberikan oleh

pemerintah Indonesia, dan dapat ditemui pada beberapa kampus di Indonesia, seperti,

Universitas Indonesia, Univesitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, maupun

Universitas Sanata Dharma, serta berbagai perguruan tinggi lainnya. Oleh karena itu,

terkait dengan perdebatan istilah bule yang selalu ditujukan bagi orang kulit putih di

Indonesia, perlu kiranya membedakan kehadiran antara orang kulit putih yang ada di

tempat wisata dan lingkungan kampus, yakni dengan membahas tentang ekspatriat.

Berkaitan dengan definisi eskpatriat, penulis merujuk pada beberapa sumber,

diantaranya: Webster Dictionary (2008), yang menjelaskan bahwa berdasarkan pada

etimologinya ekspatriat berasal dari bahasa Latin, ex: out of, and patria: native country,

yang berarti seorang penduduk asli keluar dari negaranya. Sementara itu, New Oxford

Dictionary of English (2008) memberikan penjelasan bahwa terminologi expatriate, is

‘gone - out from one’s country’; as adjective (person) living outside his/her own country.

Artinya ekspatriat adalah seseorang yang tinggal di luar negara asalnya. Berbeda pula

dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang mendefinisikan bahwa ekspatriat

adalah seseorang yang telah melepaskan status kewarganegaraannya, orang yang

meninggalkan negeri asalnya; warga negara asing yang menetap di sebuah negara, orang

yang terbuang maupun tenaga kerja asing.4 Dari beberapa pendefinisian di atas dapat

diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan mengenai definisi ekspatriat,

sehingga penulis beranggapan bahwa yang dimaksud dengan ekspatriat adalah identitas

seseorang yang sedang berada di luar negara atau tanah airnya, dan bukan menjadi suatu

status kewarganegaraan seseorang.

4 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI). Edisi Digital KBBI Offline 1.5.1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

4

Pada kenyataannya tidak semua orang yang sedang berada di luar negara asalnya –

baik untuk sementara waktu atau permanen – dapat menyandang identitas dan

merepresentasikan diri sebagai ekspatriat. Semisal, orang asing – atau dalam bahasa

pemerintah biasa disebut sebagai warga negara asing (WNA) – yang ada di Indonesia;

orang Eropa, Amerika, Australia, Afrika maupun Asia, mereka belum tentu mendapatkan

atau merepresentasikan diri sebagai seorang ekspatriat. Begitu pula sebaliknya dengan

orang Indonesia yang sedang berada di luar tanah air, mereka akan lebih cenderung

mendapatkan sebutan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), imigran maupun orang-

orang diaspora5. Lantas, pertanyaan yang kemudian muncul atas fenomena tersebut

adalah, ada apa dengan identitas ekspatriat sebagai identitas seseorang yang sedang berada

di luar tanah airnya?

Sebagai langkah awal dalam menelusuri perihal ekspatriat, penelitian ini merujuk

pada beberapa sumber penelitian yang terkait. Pertama, sebuah penelitian yang telah

dilakukan oleh Anne-Meike Fechter pada satu dekade silam mengenai kehidupan

transnasional para ekspatriat di Indonesia. Sebagai seorang antropolog, Fechter (2007:vii)

beranggapan bahwa para ekspatriat di Jakarta hidup di dalam gelembung (expatriate

bubble), bahkan tentang siapa itu ekspatriat, ia mengemukakan bahwa persoalan identitas

ekspatriat belum memiliki kejelasan yang pasti, sehingga mendasarkan penggunaan istilah

tersebut sejauh para informannya menyebut diri mereka sebagai ekspatriat.

Senada dengan Fechter terkait dengan pendefinisian ekspatriat, Sian Reiko Upton

(1998) di dalam tesisnya tentang ekspatriat di Papua Nugini juga melakukan penelitian

terhadap delapan individu melalui narasi lisan para respodennya untuk mendapatkan suatu

5 Pemerintah Indonesia cenderung menempatkan warga negaranya yang sedang bekerja di luar negerisebagai Tenaga Kerja Indonesia, seperti yang terjadi di beberapa negara tetangga; Malaysia, Hongkong,Taiwan, Arab Saudi dan lain sebagainya. Sementara itu, pemerintah juga menempatkan identitas orangIndonesia sebagai orang-orang diaspora, semisal, sebagaimana yang telah diakomodir oleh pemerintahterhadap WNI di Amerika, hal ini dapat dilihat pada laman http://www.diasporaindonesia.org/

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

5

pengertian tentang ekspatriat. Secara umum, Upton menempatkan ekspatriat pada

karakterisasi sebagai orang asing yang sedang berada di negara lain dengan melihat

berbagai hal yang terdapat di dalamnya, seperti komunitas mereka, hubungan mereka

dengan penduduk setempat, maupun status orang asing di dalam sebuah negara pasca-

kolonial beserta pengalaman mobilitas.

Kedua penelitian di atas, yakni Fechter dan Upton, melakukan pencarian definisi

ekspatriat melalui narasi lisan. Menarik bahwa Fechter juga merujuk pada lingkaran

kapitalisme yang turut menjadi salah satu unsur pembawa seseorang untuk berada di

negara lain. Adanya perpindahan seseorang keluar negaranya dinilai telah membuat

seseorang menjadi orang asing dan membawa pada suatu identitas tertentu, yakni identitas

ekspatriat. Bahkan, tidak hanya sebatas karena perpindahan negara, akan tetapi kehadiran

ekspatriat di Jakarta juga telah dilingkupi suatu nilai sebagai seseorang yang dianggap

“expert”, dan“exclusive” apabila dibandingkan dengan pribumi maupun orang asing

lainnya. Fechter (2007:5) menjelaskan bahwa ekspatriat yang dianggap “expert”

merupakan suatu gagasan yang seringkali dihubungkan dengan ekspatriat perusahaan, per

definisi memiliki kemampuan yang lebih dan berkualitas dalam bekerja, sedangkan

ekspatriat yang “exclusive” lebih disebabkan mereka memainkan sebuah aturan di dalam

lingkup internasional yang eksklusif maupun menempatkan diri sebagai identitas global.

Di samping itu, merujuk pada sebuah pandangan lain, Robbert A. Cannon (1991)

dalam penelitian mengenai “Expatriate ‘experts’ in Indonesia and Thailand: Profesional

and Personal Qualities for Effective Teaching and Consulting”, berpendapat bahwa

ekspatriat yang dianggap “expert” adalah seseorang yang memerlukan berbagai kualitas

pribadi dan profesional untuk dapat menjadi efektif, seperti harus memiliki keahlian

tertentu, mampu membangun dan menjaga hubungan baik dengan orang-orang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

6

terorganisir dengan baik dan mampu mentransfer informasi dan keterampilan yang

bermanfaat di negara tempat ia ditugaskan. Selanjutnya, Cannon juga menegaskan bahwa

seorang ekspatriat yang “expert” harus menunjukkan keahlian dengan beberapa unsur di

dalamnya, termasuk keahlian teknis, pengetahuan budaya, kemampuan bahasa dan

keahlian dalam hal pendidikan. Oleh karena itu, identitas ekspatriat bukan lagi hanya

sebatas mengenai perpindahan seseorang yang keluar dari negara asalnya, melainkan telah

dilingkupi oleh berbagai macam unsur wacana yang turut mengkonstruksi dan

mempengaruhi identitas, semisal “expert” dan “exclusive”, maupun seseorang yang

acapkali dianggap memiliki suatu nilai lebih jika dibandingkan dengan masyarakat

pribumi. Hal ini menjadi persoalan, karena kehadiran orang kulit putih dengan identitas

diri sebagai ekspatriat telah menghadirkan kembali suatu hubungan manusia yang tidak

setara di Indonesia pada masa pasca-kolonial.

Dalam konteks demikian, penulis juga telah mencoba untuk melakukan

penelusuran tentang beberapa penelitian terkait ekspatriat di Indonesia, dan hasilnya lebih

banyak didominasi oleh kajian seperti persoalan sumber daya manusia, bisnis, maupun

manajemen (Nevendorf, 2008; Musadieq, 2010; Apriyogo, 2013; Puspitasari, dkk, 2014;

Soares, 2014). Dalam hal ini, persoalan ekspatriat sebagai sebuah identitas maupun

representasi diri tampaknya kurang begitu mendapatkan perhatian dalam kajian ilmu

lainnya. Padahal, setidaknya bagi penulis, sebelum melangkah jauh ke dalam persoalan

bagaimana ekspatriat itu beraksi di dalam masyarakat maupun dalam kehidupan sosial, hal

yang perlu diketahui dan diperdalam adalah mengenai persoalan identitas serta bagaimana

upaya representasi dari identitas itu sendiri. Jadi, penelitian ini akan mengarah pada suatu

persoalan mengenai identitas ekspatriat, sekaligus representasi yang mereka lakukan di

dalam kehidupan sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

7

Patut untuk disadari kembali bahwa cakupan identitas ekspatriat dalam lingkup

sosial telah meluas dari sekadar identitas etnis maupun kebangsaan sehingga telah

dihadapkan pada kompleksitas yang tidak mudah untuk dilacak, apalagi jika dibahas

hanya dalam satu sisi saja. Identitas ekspatriat terakumulasi dari beragam unsur perekat,

seperti berbagai kepentingan yang telah melampaui identitas kelahirannya, maupun

konstruksi identitas yang melanjutkan wacana di masa lampau, yang mana keberadaan

orang kulit putih acapkali terkait dengan superioritas, khususnya saat mereka tengah

berada di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia.

Berdasarkan dari penelitian Fechter dan Upton yang menelusuri siapa itu ekspatriat

berdasarkan pada para informannya, maka penelitian ini menelusuri ekspatriat melalui

representasi yang mereka hadirkan di dalam media. Mengapa media? Karena dalam

beberapa tahun belakangan ini para ekspatriat telah menarasikan dan merepresentasikan

identitas diri mereka melalui sebuah media. Secara khusus, media yang ingin dikaji dalam

penelitian ini adalah sebuah media berupa majalah bernama ‘Jakarta Expat’ (JE), yang

disajikan dari, oleh, dan untuk para ekspatriat di Jakarta, serta Indonesia pada umumnya.

Penulis beranggapan bahwa kemunculan Majalah JE adalah suatu bentuk ruang

yang mengambil peranan penting sebagai medium atas keberadaan orang asing untuk

melakukan konstruksi identitas. Melalui Majalah JE, kehadiran orang asing, pada

khususnya orang kulit putih mencoba untuk menghadirkan dan merepresentasikan diri

mereka sebagai ekspatriat di dalam kehidupan masyarakat – baik secara lokal maupun

global. Dengan kata lain, Majalah JE juga dapat dipahami sebagai ruang eksistensi

sekaligus legitimasi atas keberadaan para ekspatriat di dalam masyarakat, sehingga

membedakan dengan orang asing maupun orang kulit putih lainnya, yang mana biasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

8

disebut sebagai “bule”. Bahkan, para ekspatriat cenderung untuk menolak dan menyangkal

apabila mereka disebut sebagai bule.

Di samping menelisik representasi ekspatriat di dalam media, penelitian ini juga

menggunakan perspektif pasca-kolonial untuk melakukan pembacaan terhadap ragam

sajian yang disuguhkan ekspatriat di dalam Majalah JE. Hal ini penulis lakukan guna

memperlihatkan dan mengkritisi media seperti Majalah JE yang acapkali menyajikan

beragam wacana kolonial, baik itu berupa imaji maupun teks kepada para pembacanya,

yakni para ekspatriat. Wacana kolonial yang termuat di dalam Majalah JE secara implisit

telah memunculkan kembali ingatan tentang binerisme antara Barat dan Timur – penjajah

dan terjajah.

Pada Majalah JE, imaji dan teks yang mengandung wacana kolonial dapat dilihat

dari cover photo dan beberapa rubrik di dalamnya, seperti, Moment in History, Feature,

Observations, Culture, dan Literature. Cover photo, misalnya, Majalah JE menggunakan

sebuah foto sebagai pembungkus tema sebuah edisi majalah yang hendak tersajikan.

Dengan kata lain, Majalah JE berupaya untuk memperlihatkan dan menghadirkan imaji

Indonesia kepada para pembacanya melalui sebuah cover photo. Bahkan, foto yang

dijadikan sebagai sebuah cover photo juga disertai dengan suatu artikel terkait tema yang

sedang ditampilkan pada halaman muka Majalah JE.

Begitu pula dengan teks pada beragam rubrik dan artikel di dalam Majalah JE yang

dituliskan oleh para ekspatriat mengandung wacana kolonial kontemporer. Pada rubrik

Moment in History, misalnya, Majalah JE memberikan penjelasan mengenai momen-

momen sejarah di Indonesia pada masa kolonial. Sementara itu, pada rubrik Feature, para

ekspatriat mengungkapkan kisah mengenai suatu tempat tertentu yang terdapat di

Indonesia. Lalu, pada rubrik Observations, para ekspatriat menceritakan sebuah kisah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

9

perjalanan. Kemudian, pada rubrik Culture, para ekspatriat memberikan pemaparan

mengenai budaya yang terdapat di Indonesia. Dan pada rubrik Literature, para ekspatriat

memuat sebuah resensi atas suatu literatur yang berhubungan dengan Indonesia. Dengan

demikian, terdapat beragam wacana mengenai Indonesia atas rajutan teks yang tersajikan

di dalam Majalah JE.

Wacana mengenai citra Indonesia yang disajikan melalui Majalah JE telah

memberikan suatu deskripsi kepada para pembaca, yakni para ekspatriat. Deskripsi ini

mengantarkan kepada karakterisasi dan stereotipe mengenai Indonesia. Dalam konteks

Orientalisme, upaya para ekspatriat ini dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk

merekontruksi dan mereproduksi wacana kolonial tentang Timur seperti Indonesia.

Bahkan wacana kolonial ini diperbaharaui dengan melihat ragam kondisi Indonesia

kontemporer. Jadi, melalui Majalah JE, para ekspatriat kembali melanggengkan wacana

kekuasaan Barat dalam memberikan suatu narasi tentang Timur seperti Indonesia kepada

para pembaca Majalah JE, yakni sesama ekspatriat itu sendiri.

Terakhir, melalui penelitian ini penulis juga berupaya untuk memberikan sebuah

tafsiran terhadap identitas ekspatriat atas imaji dan teks, sejauh yang telah tersajikan di

dalam Majalah JE. Karena bukan menjadi sesuatu yang mustahil bahwa dari beragam

imaji dan teks yang termuat di dalam Majalah JE tercermin ambivalensi dan hibriditas

yang dialami oleh para ekspatriat saat tengah berada di Indonesia. Dengan demikian,

penelitian ini berupaya untuk mengetahui dan menemukan apa yang sesungguhnya terjadi

atas fenomena kehadiran para ekspatriat di Jakarta, baik seputar identitas, representasi

hingga ambivalensi dan hibriditas yang dialami oleh para ekspatriat saat berada di

Indonesia pasca-kolonial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

10

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang mengenai fenomena kehadiran ekspatriat, maka secara

sederhana terdapat beberapa rumusan pertanyaan yang akan dibahas dan dijawab dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana representasi diri ekspatriat di dalam Majalah Jakarta Expat?

2. Bagaimana wacana kolonial mengenai Indonesia dihadirkan melalui imaji dan

teks di dalam Majalah Jakarta Expat?

3. Bagaimana hibriditas dan ambivalensi pengalaman ekspatriat yang tercermin

pada beragam teks di dalam Majalah Jakarta Expat?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi realitas dengan menguraikan

kehadiran orang asing yang merepresentasikan diri sebagai ekspatriat. Selain itu,

penelitian ini juga bermaksud untuk menemukan wacana tersembunyi dari beragam imaji

dan teks tentang Indonesia yang disajikan oleh para ekspatriat di dalam Majalah JE. Oleh

karena itu, dengan memperlihatkan wacana mengenai Indonesia yang telah diberikan oleh

para ekspatriat, penelitian ini dapat menafsirkan dan mendapatkan pemahaman atas

kehadiran para ekspatriat di Indonesia di masa pasca-kolonial.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan suatu

kontribusi pengetahuan bagi khasanah ilmu pengetahuan humaniora, khususnya Kajian

Budaya. Berangkat dari persoalan mengenai ekspatriat di Jakarta, maka kita dapat

memahami dan menanggapi tentang adanya berbagai upaya representasi diri atas sebuah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

11

identitas. Bahkan, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah eksplorasi atas

konstruksi identitas dan representasi, serta mengetahui ragam wacana yang terdapat di

dalamnya, terutama dengan cara suatu penelusuran melalui media seperti Majalah JE.

E. Tinjauan Pustaka

Pada tinjauan pustaka ini, penulis mencoba merujuk beberapa sumber penelitian

yang memiliki kesamaan dalam objek material. Pertama, penelitian Anne Meike Fechter

yang telah tertuang dalam sebuah buku, Transnational Lives: Expatriates in Indonesia

(2007). Di dalam penelitian ini, Fechter berupaya untuk melihat dan mengetahui kondisi

kehidupan ekspatriat di Jakarta dengan menggunakan metode etnografis yang mengarah

pada tema kehidupan transnasional. Melalui penelitiannya, Fechter menemukan bahwa

kehidupan para ekspatriat telah ditandai oleh suatu batas. Kehidupan transnasional para

ekspatriat telah ditandai oleh batas-batas sebanyak oleh ‘arus’, di mana pun ekspatriat itu

berada dan apa pun yang mereka lakukan menjadi batas kunci untuk memahami

kehidupan ekspatriat. Bagi Fechter, hal ini menjadi suatu gagasan yang tidak

dikonseptualisasikan sebagai berlawanan, tetapi saling tergantung satu sama lain.

Penelitian Fechter ini juga mengingatkan bahwa istilah ekspatriat tidak jelas dan

agak sarat nilai, sehingga ia melakukan penelusuran dengan menjelaskan bagaimana

beberapa informannya dalam menggunakan istilah ekspatriat sebagai identitas. Selain itu,

dengan memaparkan konstruksi ekspatriat dan hubungannya dengan Indonesia sebagai

negara dunia ketiga, Fechter menunjukkan berbagai cara para ekspatriat menegosiasikan

hubungan mereka dengan lingkungannya di Indonesia, dan bagaimana mereka

membangun sebuah 'gelembung Barat' yang spasial di dalam kehidupan sosial. Batas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

12

spasial itu muncul seperti dalam praktek perumahan ekspatriat dan melalui komunitas

mereka di Jakarta.

Di samping itu, Fechter juga membahas tentang batasan etnis dan kebangsaan,

dimana ekspatriat tidak hanya terpisah dari masyarakat Indonesia, tetapi telah membagi

masyarakat kulit putih itu sendiri. Ada ekspatriat yang terikat untuk eksis dalam

'gelembung' dan ada juga bentuk-bentuk hidup alternatif sebagai orang asing di Indonesia.

Dengan demikian, penelitian Fechter yang cukup komprehensif ini menjadi sangat

berguna untuk mengetahui dan memberikan suatu pemetaan serta gambaran tentang

bagaimana kondisi ekspatriat di Jakarta, khususnya melihat kehadiran dan kehidupan para

ekspatriat dalam perspektif transnasional.

Kedua, penelitian Sian Reiko Upton tentang Expatriates in Papua New Guinea:

Contructions of Expatriates in Canadian Oral Narratives (1998). Dalam penelitian berupa

tesis ini, Upton menyampaikan bahwa minat para ilmuwan sosial tentang globalisasi,

mobilitas, efek dari kolonialisme dan situasi antar budaya telah memberikan sedikit

perhatian kepada ekspatriat sebagai kelompok transnasional kontemporer. Secara khusus,

Upton melakukan penyelidikan terhadap delapan individu untuk mendefinisikan diri

mereka (orang asing) sebagai ekspatriat melalui narasi lisan dan melihat bagaimana

kehidupan mereka di Papua Nugini. Penelitian Upton menekankan bahwa karakterisasi

ekspatriat dapat dilihat dalam komunitas mereka, hubungan mereka dengan penduduk

setempat; status mereka sebagai orang asing di sebuah negara pasca-kolonial seperti Papua

Nugini maupun pengalaman mobilitas mereka yang sering berpindah ke berbagai negara.

Dalam penelitian ini, secara menarik Upton juga menguji gagasan ilmiah sosial

mengenai ekspatriat dan ide-ide identitas kontemporer terkait hubungannya dengan

mobilitas. Melalui narasi pribadi para ekspatriat, Upton menunjukkan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

13

penggambaran ilmiah (Eric Cohen, 1977 dan Ulf Hanners, 1996), dinilai terlalu sederhana

untuk dapat mengakses kehidupan ekspatriat kontemporer maupun situasi yang kompleks

di mana mereka tinggal. Upton mengingatkan bahwa jika seorang ilmuwan sosial ingin

memahami hubungan global-lokal kontemporer, maka harus melakukan upaya kritis untuk

memeriksa asumsi tentang berbagai kelompok transnasional, dan meletakkannya secara

terbuka, serta melalui penyelidikan etnografi untuk dapat masuk ke dalam makna

pengalaman orang yang mengalami proses transnasional. Meskipun Upton telah berusaha

untuk menunjukkan apa yang dapat dilakukan untuk mengerti beberapa masalah yang ada

atas asumsi ilmiah sosial tentang ekspatriat, namun sebelum konseptualisasi baru dapat

dipetakan ia menyarankan diperlukan banyak penelitian yang lebih empiris. Oleh karena

itu, Upton menekankan bahwa untuk mengetahui para ekspatriat perlu untuk menceritakan

kisah pengalaman mereka, terutama mereka tidak dapat disamakan begitu saja karena

batasan definisi.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Robert A. Cannon tentang “Expatriate

‘Experts’ In Indonesia and Thailand: Profesional and Personal Qualities for Effective

Teaching and Consulting” (1991). Penelitian ini mencoba untuk melihat bagaimana para

ekspatriat “yang ahli”, pada khususnya Cannon melihat keberadaan para ekspatriat

Australia di Indonesia dan Thailand. Dalam penelitian ini Cannon menemukan bahwa para

ekspatriat “yang ahli” memerlukan berbagai kualitas pribadi dan profesional untuk dapat

menjadi efektif, seperti harus memiliki keahlian, mampu membangun dan menjaga

hubungan baik dengan orang-orang sekitar, terorganisir, dapat mentransfer informasi serta

keterampilan yang bermanfaat.

Selain itu, Cannon juga menegaskan bahwa tidak satu pun dari kualitas tersebut

dapat dipandang secara sederhana, tetapi memiliki beragam dimensi; statis dan dinamis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

14

Dimensi statis yaitu, kodrat sebagai kualitas seseorang yang ahli. Cannon menunjukkan

bahwa ekspatriat dianggap sebagai “yang ahli” harus memiliki beberapa unsur, termasuk

keahlian teknis, pengetahuan budaya, kemampuan bahasa dan keahlian dalam pendidikan.

Sementara itu, dimensi dinamis berkaitan dengan kualitas kepemimpinan, keterampilan

berorganisasi, proses pembelajaran, komunikasi dan bahan yang diajarkan.

Selanjutnya, Cannon juga menunjukkan bahwa terdapat kesamaan yang luas antara

ekspatriat di Indonesia dan Thailand, termasuk beberapa perbedaan di dalamnya. Salah

satu perbedaannya adalah terkait kepentingan yang bersifat relatif untuk dapat

meningkatkan hubungan kualitas, sehingga Cannon menyarankan agar penelitian

selanjutnya dapat memvalidasi temuannya dan mengeksplorasi perbedaan tersebut.

Dengan demikian, penelitian ini dapat berguna bagi penulis untuk memperkuat

argumentasi perdebatan mengenai ekspatriat yang acapkali dilabeli sebagai seorang “yang

ahli”.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Mochammad Al Musadieq tentang

“Ekspatriat dan Industri Lintas Negara” (2010). Pada dasarnya penelitian Musadieq ini

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang karakteristik demografi dan culture shock

yang dialami oleh para ekspatriat saat ditugaskan di luar negaranya, seperti di Indonesia.

Berbekal dengan tiga puluh responden, Musadieq menyajikan penelitiannya secara

deskriptif dengan menggunakkan tabel distribusi frekuensi sebagai gambaran bahwa

kebanyakan dari mereka – yang disebut sebagai ekspatriat dalam penelitian ini –sedang

menjalankan tugas atau pekerjaan di luar negeri.

Dengan menggunakan perspektif ilmu administrasi, penelitian yang dilakukan

Musadieq mendapatkan hasil bahwa persoalan seputar informasi dan adaptasi para

ekspatriat adalah peranan kunci dalam pengembangan industri yang bersifat lintas negara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

15

Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa kebanyakan dari respondennya

menjalankan tugas luar negeri yang pertama, sebagai representatif dan membawa keluarga

mereka dalam tugas. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa para ekspatriat

tersebut tidak mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi dengan budaya lokal

Indonesia.

Sementara itu, tanpa mempersoalkan siapa itu ekspatriat, penelitian yang dilakukan

Musadieq menyisir berbagai orang asing yang ada di Malang dan Surabaya. Meskipun di

dalam penelitian ini terdapat orang kulit putih, diantaranya, orang-orang Selandia Baru,

Jerman, Inggris dan Kanada, namun dapat dilihat bahwa sebagian besar respondennya

adalah orang Jepang. Oleh karena itu, setidaknya penelitian ini dapat bermanfaat untuk

memberikan sebuah gambaran bahwa dari seorang peneliti sekalipun masih menempatkan

kehadiran orang asing di Indonesia sebagai ekspatriat.

Kelima, penelitian yang baru saja dilakukan oleh Hernani Agostinho Soares

berbentuk tesis tentang “Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Timor Leste” (2013).

Penelitian Soares menjelaskan bahwa persoalan ekspansi bisnis perusahaan multinasional

di berbagai negara tidak terlepas dari tenaga kerja ekspatriat. Soares melakukan

penelitiannya terhadap dua puluh tujuh respoden, yang sebagian besar berasal dari

berbagai negara di wilayah Asia, serta menyertakan ekspatriat asal Amerika Serikat dan

Australia. Berbekal dari beragam pengertian siapa itu ekspatriat yang telah disediakan oleh

peneliti lain, seperti Hornby (1987), Hill (2001), Desler (2002), Gross (2005), dan lain-

lain, sayangnya Soares hanya meninjau berbagai definisi tersebut. Soares tidak melakukan

penggalian definisi identitas ekspatriat secara mendalam terhadap para respondennya.

Bahkan, secara sederhana Soares hanya menyimpulkan bahwa ekspatriat adalah seseorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

16

yang sedang tinggal dan bekerja pada salah satu perusahaan di luar negeri yang tidak

terdaftar sebagai warga negara.

Berangkat dari sebuah perspektif manajemen, penelitian Soares secara khusus

hanya bertujuan untuk membahas persoalan para ekspatriat yang berada di dalam lingkup

bisnis. Dalam penelitiannya, Soares lebih berupaya untuk menjelaskan beberapa faktor

yang mendukung para ekspatriat dalam melakukan proses adaptasi budaya, diantaranya,

individual, job, organization culture, dan job satisfaction. Meskipun demikian, pada

penelitian ini Soares juga menemukan bahwa para ekspatriat di Timor Leste mengalami

culture shock, mental isolation, recovery, dan adjustment. Hal ini terjadi karena Timor

Leste merupakan sebuah negara baru, yang mana memiliki banyak keterbatasan baik

kondisi keamanan, ekonomi, infrastruktur, maupun hukum. Dengan demikian, penelitian

yang telah dilakukan Soares ini cukup menarik untuk dapat melihat bagaimana keadaan

para ekspatriat di Timor Leste, yang mana bertetangga atau memiliki hubungan historis

dengan Indonesia.

Dari kelima tinjauan yang telah dipaparkan di atas, pada khususnya dari dua

penelitian, yakni Fechter dan Upton, dapat digarisbawahi bahwa persoalan identitas

sekaligus representasi ekspatriat selalu didasarkan pada para respondennya. Sementara

dalam penelitian lainnya, seperti, Cannon, Musadieq, dan Soares lebih cenderung

menempatkan persoalan ekspatriat sebagai bagian dari perputaran roda kapitalisme global

(industri lintas negara). Dengan demikian, melalui penelitian ini penulis berupaya untuk

menggali persoalan identitas ekspatriat melalui representasi diri yang mereka hadirkan di

dalam sebuah media, yaitu Majalah JE.

Representasi di dalam media menjadi suatu alternatif untuk melakukan sebuah

penelusuran, sekaligus dapat membedakan dari penelitian sebelumnya (Fechter dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

17

Upton), sehingga mendapatkan pemahaman yang baru seputar identitas ekspatriat. Di

samping itu, tidak hanya berhenti pada pembahasan rerpresentasi diri ekspatriat, tetapi

melalui penelitian ini penulis juga berupaya membahas ragam wacana kolonial yang

acapkali muncul di dalam Majalah JE. Dengan demikian, dari persoalan representasi dan

wacana kolonial yang muncul, serta ambivalensi dan hibriditas yang dialami para

ekspatriat, maka penelitian ini mencoba untuk memberikan tafsiran terhadap identitas

ekspatriat.

F. Kerangka Teori

Kehadiran para ekspatriat di Jakarta telah memperlihatkan kompleksitasnya.

Berawal dari kehadiran mereka sebagai orang asing di Indonesia. Kemudian secara

khusus, orang kulit putih melakukan konstruksi identitas sebagai ekspatriat sehingga

membedakannya dengan bule maupun orang asing lainnya. Tak pelak ketika mereka

melakukan upaya representasi di dalam suatu media seperti Majalah JE. Oleh karena itu,

guna mendapatkan jawaban-jawaban dari rumusan masalah yang telah diajukan, penelitian

ini menggunakan beberapa pendekatan teori, di antaranya adalah:

F.1. Representasi

Dalam pemahaman Kajian Budaya, suatu identitas diyakini berkaitan dengan

adanya upaya konstruksi melalui representasi. Identitas sebagai suatu konstruksi telah

memperlihatkan budaya yang tidak stabil dan tidak permanen. Oleh karena itu, identitas

acapkali mengalami perubahan yang didasarkan pada ruang dan waktu di mana seseorang

berada.

Namun demikian, seseorang tidak hanya berhenti pada perubahan yang telah

membuatnya memperoleh sebuah identitas, tetapi cenderung akan melakukan suatu upaya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

18

representasi diri yang berhasrat untuk mendapatkan suatu pengakuan dari luar kediriannya.

Sebagaimana Stuart Hall (1991) mengatakan bahwa pada dasarnya suatu identitas selalu

dinyatakan sebagai bentuk representasi diri. Bahkan, ide atau gagasan tentang identitas

merupakan suatu hal yang kontradiktoris karena terdiri dari satu atau lebih wacana yang

berproses melewati atau membatasi yang lainnya.6

Selain itu, gagasan-gagasan teori Stuart Hall mengenai representasi telah banyak

dipaparkan di dalam bukunya, Representation: Cultural Representation and Signifying

Practices (1997).7 Dalam paparan teorinya, Hall menjelaskan bahwa representasi

berhubungan erat dengan produksi makna dari konsep-konsep yang ada dalam pikiran

seseorang. Bahkan, dalam sebuah proses produksi budaya, representasi menjadi penting

karena terkait dengan‘cultural circuit’ sehingga telah menghubungkan makna dan bahasa

bagi budaya (Hall, 1997:15). Guna memudahkan penjabaran teori menjadi lebih

sederhana, Hall menjelaskan bahwa representasi memiliki dua sistem yang membentuk

sebuah diskursus bagi banyak orang. Dua sistem yang dimaksudkan oleh Hall adalah

representasi mental dan makna pada tanda maupun bahasa.

Sistem pertama, yaitu representasi mental (mental representation) dimaknai

sebagai makna yang bergantung pada sistem konsep dan bentuk gambar yang dapat

mewakili atau merepresentasikan dunia. Sementara itu, sistem yang kedua adalah suatu

makna bergantung pada tanda maupun bahasa yang merepresentasikan konsep-konsep

tersebut. Dengan demikian, keberadaan para orang kulit putih, yang mana berupaya untuk

merepresentasikan diri mereka sebagai ekspatriat dapat dimaknai sebagai suatu diskursus,

dan tanda bahasa yang terkait pada suatu konsep identitas.

6 Hall, Stuart. (1991). Old and New Identities, Old and New Etnicities, dalam Anthony D. King (Ed),Culture, Globalization and the World-System Binghamton: The Macmillan Press Ltd. Hal. 49.7 Lihat du Gay, Hall. Et.All. (1997). Representation: Cultural Representation and Signifying Practices.London. SAGE Publications. Hal. 15-25.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

19

Selanjutnya, penjelasan mengenai representasi mental adalah sesuatu yang berada

dalam konsep pikiran seseorang. Dalam representasi mental, seseorang menghubungkan

antara kenyataan dengan konsep yang dimiliki dalam pikiran. Dengan kata lain, melalui

hal-hal nyata yang terlihat, maka dapat tercipta konsep mengenai hal tersebut tanpa

benar-benar berada dalam situasi yang dimaksudkan atau melihat benda yang dibicarakan

(Hall, 1997:17). Semisal, representasi mental mengenai kehadiran orang kulit putih

tentunya menjadi berbeda tergantung pada siapa yang memaknainya, apalagi mengenai

relasi antara subjek dengan objek. Hal tersebut disebabkan representasi mental bukanlah

sesuatu yang tetap, melainkan selalu berubah-ubah. Selain itu, dalam representasi

mental, kesamaan dalam memaknai sesuatu juga sangat erat kaitannya dengan shared

meanings atau shared conceptual map (Hall, 1997:18). Dalam hal ini Majalah JE dapat

dipahami sebagai sebuah sarana untuk dapat menyebarkan pengertian dan konsep

mengenai ekspatriat kepada para pembaca Majalah JE, yakni para ekspatriat itu sendiri.

Berikutnya, proses kedua dalam sistem representasi adalah bahasa. Semua

konsep dalam representasi mental harus dapat diwujudkan melalui suatu bahasa agar

dapat menghubungkannya dengan kenyataan dan mendapatkan makna. Bahasa dapat

diuraikan dengan kode-kode yang terdapat di dalamnya, sedangkan kode yang

dimaksud di sini adalah kode bahasa dan budaya (Hall, 1997:21). Para ekspatriat,

misalnya, berbagi kode yang sama dalam memproduksi maupun mengkonsumsi sesuatu

yang tersaji di dalam medianya. Hal ini dapat dilihat pada Majalah JE yang menghadirkan

sosok ekspatriat di setiap terbitan edisinya. Oleh karena itu, Majalah JE juga telah

memberikan kode-kode untuk memahami bagaimana kehidupan para ekspatriat dan

mengidentifikasi siapa ekspatriat itu, sehingga suatu representasi tidak pernah terlepas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

20

dari realitas sosial yang melingkupi hubungan subjek dengan objek – produsen media

dengan konsumen media.

Representasi juga merekatkan semua tanda menjadi suatu makna. Makna pun

bersifat subjektif, tidak pernah tetap, selalu berubah dan selalu bergerak. Mengenai

persoalan makna ini, Hall mengajukan tiga pendekatan untuk melihat bagaimana suatu

makna dapat bekerja melalui bahasa, yakni reflective approach, intensional approach,

dan constructionist approach.8 Namun demikian, pendekatan konstruksionis adalah

suatu pendekatan yang dapat dinilai lebih dekat dengan wilayah Kajian Budaya.

Karena suatu makna pada dasarnya tidak terkandung begitu saja dalam sebuah tanda,

tetapi dipahami sebagai sesuatu yang terkonstruksi ketika makna tersebut ditafsirkan

oleh penafsir yang juga memiliki serangkaian konsep sesuai dengan budaya yang

dimilikinya.

Dalam pendekatan konstruksionis atau yang biasa juga dapat disebut

sebagai konstruktivis menjelaskan bahwa suatu makna terkonstruksi di dalam

sebuah bahasa. Makna dibangun melalui sistem bahasa dengan menggunakan

konsep representasi. Hal ini dilakukan untuk membuat suatu kata menjadi penuh

makna dan dapat menyampaikannya kepada yang lain. Dalam pendekatan

konstruksionis ini, ekspatriat dapat dipahami oleh siapapun dalam kaitannya untuk

mengetahui dan mengerti apa dan siapakah ekspatriat yang dihadirkan dalam media.

Dengan kata lain, ekspatriat dapat dipahami sebagai konstruksi sosial. Oleh karena itu,

melalui pendekatan konstruksionis, Majalah JE dapat dipahami sebagai bagian dari sebuah

bangunan dan menjadi ruang representasi sekaligus melegitimasi ekspatriat.

8 Du Gay, Hall. Et.All. (1997). Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. London.SAGE Publications. Disarikan dari Hal. 24-6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

21

Meskipun representasi bukan sebuah kebenaran tunggal, namun representasi akan

terus menjadi upaya konstruksi tanpa batas akhir. Representasi ekspatriat di dalam media

telah memperlihatkan konsep mereka terhadap diri dan lingkungannya, khususnya bagi

para pembaca Majalah JE. Dalam hal ini, ekspatriat membicarakan seputar diri mereka

dan membedakan diri mereka dengan orang lain. Karenanya, pembaca dapat mengetahui

bagaimana mereka menyikapi stereotipe-stereotipe yang ada di dalam masyarakat lokal

terhadap orang asing, seperti sebutan bule yang sering ditujukan kepada orang kulit putih.

Dengan demikian, representasi ini tentunya akan berkaitan dengan sistem representasi

yang ada di dalam suatu masyarakat.

Seperti yang telah penulis singgung sebelumnya, representasi tentunya selalu

terkait dengan identitas. Untuk dapat lebih memahami persoalan representasi, penulis

merujuk pada gagasan Stuart Hall yang telah mengajukan sebuah pertanyaan reflektif dan

memberikan dua cara untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut. Hall memaparkan

sebagai berikut:

“Who needs ‘Identity’? …. There are two ways of responding to the question. Thefirst is to observe something distinctive about the deconstructive critique to whichmany of these essentialist concepts have been subjected. …. A second kind ofanswer requires us to note where, in relation to what set of problems, does theirreducibilty of the concept, identity, emerge? I think the answer here lies in itscentrality to the question of agency and politics.” (Hall, 1996:2)

Dari uraian yang telah dipaparkan oleh Hall di atas, pemahaman mengenai

identitas selalu berupaya untuk menemukan sifat anti-esensialis, memperlihatkan suatu

proses konstruksi budaya, dan menyatakan bahwa tidak pernah ada konstruksi identitas

yang sempurna. Bagi Hall, cara pertama untuk menemukan jawaban dari pertanyaan,

‘Siapa yang membutuhkan Identitas?, adalah mengamati sesuatu yang bercirikan khusus

mengenai kritik dekonstruksi untuk membongkar konsep identitas yang esensial. Cara

kedua adalah mengetahui dari mana konsep identitas muncul. Oleh karena itu, Hall

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

22

memberikan sebuah jawaban, yakni meletakkannya pada sentralitas untuk kembali

mempertanyakan agensi dan politik. Politik, bagi Hall, dimaknai sebagai gerakan dari

penanda identitas yang menghubungkan sebuah lokasi politik. Sementara itu, Hall

mengungkapkan bahwa agensi adalah perantara untuk memberikan pengertian kepada

subjek atau identitas sebagai gagasan dari praktik sosial, atau untuk mengembalikan

sebuah pendekatan yang historis. Dengan kata lain, persoalan politik identitas muncul.

Di samping itu, Stuart Hall juga menegaskan bahwa identitas merupakan sesuatu

yang secara aktual terbentuk melalui proses tidak sadar yang melampaui waktu, bukan

kondisi yang terberikan begitu saja dalam kesadaran semenjak lahir. Di dalam identitas

terdapat sesuatu yang bersifat imajiner atau difantasikan mengenai keutuhannya, dimana

identitas menyisakan ketidaklengkapan, selalu dalam proses dan sedang dibentuk (Hall,

1996:4). Singkat kata, Hall mengemukakan bahwa identitas merupakan suatu proses yang

tidak pernah utuh atau sempurna dan tidak pernah akan berakhir.

Dengan demikian, gagasan yang telah diajukan oleh Hall untuk menguraikan

persoalan identitas dan representasi dapat diejawantahkan dalam penelitian ini, khususnya

dalam membahas fenomena orang kulit putih yang merepresentasikan diri sebagai

ekspatriat. Hal ini disebabkan ekspatriat sebagai identitas merupakan sebuah upaya dari

konstruksi sosial, yang mana di dalamnya juga terdapat berbagai muatan seperti imajinasi

dan fantasi akan orang kulit putih yang pernah hadir di Indonesia sebelumnya. Oleh

karena itu, setelah membahas persoalan identitas beserta representasinya, penelitian ini

selanjutnya melangkah untuk menganalisis ekspatriat dengan perspektif pascakolonial.

F.2. Pascakolonial

Bill Ashcroft, Gareth Griffins dan Helen Tiffin dalam buku The Empire Writes

Back: Theory and Practice in Post-colonial Literatures (1990:2), menjelaskan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

23

penggunaan istilah ‘pasca-kolonial’ adalah untuk merujuk pada seluruh budaya yang

terpengaruhi oleh proses imperial sejak saat terjadinya kolonisasi hingga hari ini. Oleh

karena itu, penulis menggunakan perspektif pascakolonial dalam penelitian ini untuk

menganalisis persoalan representasi ekspatriat dan beragam muatan wacana kolonial yang

terdapat di dalam Majalah JE, terutama didasarkan pada imaji dan teks mengenai

Indonesia yang tersajikan di dalam Majalah JE.

Di balik imaji dan teks tersembunyi wacana tertentu. Dengan melihat sajian yang

disuguhkan oleh para ekspatriat di dalam Majalah JE, dapat dicermati bahwa terdapat

kecenderungan wacana kolonial yang bertebaran. Ada yang mengangkat ingatan mengenai

kolonialisme di Indonesia, dan ada pula yang turut memberikan pandangan tentang

Indonesia masa kini, pasca-kolonial. Dengan kata lain, para ekspatriat tengah memberikan

dan menghasilkan pelbagai macam wacana kolonial kontemporer. Dengan demikian,

perspektif pascakolonial pada penelitian ini penulis pergunakan sebagai cara baca untuk

memahami, mengkritisi, dan menganalisis terkait wacana kolonial atas ragam imaji dan

teks mengenai Indonesia yang diberikan oleh para ekspatriat.

Selanjutnya, rujukan perspektif pascakolonial ini penulis bagi menjadi dua

pendekatan teori, yaitu Wacana Kolonial dan Ruang Ketiga. Pertama, teori Wacana

Kolonial ini dipergunakan untuk dapat menganalisis beragam konten yang tersaji di dalam

Majalah JE, seperti imaji dan teks. Kedua, teori Ruang Ketiga dipergunakan untuk dapat

memberikan tafsiran identitas ekspatriat atas ambivalensi dan hibriditas yang dialami oleh

para ekspatriat melalui teks yang termuat di dalam Majalah JE.

F.2.1. Wacana Kolonial

Dalam Kajian Pascakolonial, teori Wacana Kolonial ini berangkat dari pemikiran

Edward Said, Orientalism (1978), yang sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Michel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

24

Foucault untuk dapat mengidentifikasi mekanisme Orientalisme. Ashchroft menegaskan

bahwa Said berupaya memperlihatkan bagaimana wacana kolonial dapat dioperasikan

sebagai instrumen kekuasaan para penjajah, bahkan wacana kolonial telah menjadi

kompleks tanda dan praktek yang mengatur eksistensi sosial dan reproduksi sosial dalam

hubungan kolonial (1998:42).

Selanjutnya, Bill Ashcroft juga menjelaskan bahwa teori wacana kolonial dalam

pandangan Said merupakan teori untuk menganalisis wacana kolonialisme dan penjajahan.

Selain itu, teori wacana kolonial juga dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk

menemukan kekaburan wacana yang mendasari tujuan adanya penjajahan, baik politis dan

material, hingga menunjukkan ambivalensi dari wacana tersebut, yang mana turut

melakukan konstruksi subjek penjajah dan terjajah (1999:15).

Di samping itu, wacana kolonial juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem laporan

yang dibuat oleh kolonial tentang masyarakat kolonial, yang di dalamnya termasuk perihal

kekuasaan dan hubungan antara keduanya, penjajah dan terjajah. Sistem ini menjadi suatu

pengetahuan tentang dunia terjajah (Anscroft, 1999:60). Oleh karena itu, Said berupaya

untuk menunjukkan sejauh mana ‘pengetahuan’ tentang ‘Timur’sebagaimana dihasilkan

dan diedarkan di Eropa itu merupakan pengiring ideologis dari ‘kekuasaan’ kolonial

(Loomba, 2000:43). Dengan demikian, teori wacana kolonial pada penelitian ini

digunakan untuk menemukan makna maupun rekonstruksi wacana mengenai Timur yang

tersajikan di dalam Majalah JE oleh para ekspatriat.

Merujuk pada pandangan John McLeod (2000:32) yang mengemukakan bahwa

teori wacana kolonial pada dasarnya adalah ingin memperlihatkan kolonialisme telah

mempengaruhi berbagai mode representasi. Untuk itu agar dapat memahami lebih jelas

wacana kolonial terkait dengan pengetahuan dunia terjajah, McLeod telah memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

25

penjelasan yang cukup sistematis dalam membaca wacana kolonial berdasarkan

karakteristik dan stereotipe tentang Orientalismenya Edward Said. McLeod memberikan

suatu pemetaan wacana kolonial tersebut sebagai berikut:9

Bentuk Orientalisme yang dirangkum oleh McLeod, diantaranya, pertama,

Orientalism construct is binary divisions, artinya oposisi biner menjadi cara pandang yang

paling fundamental dalam melihat dunia, membaginya menjadi dua, yaitu dunia Barat dan

Timur; di dalamnya terdapat perbedaan seperti, Barat yang beradab, rasional, maju,

sedangkan Timur yang primitif, irasional, berkembang atau terbelakang. Kedua,

Orientalism is a Western Fantasy, yakni menggambarkan Timur sebagai mimpi-mimpi

Barat, bahkan di dalamnya terdapat fantasi dan beragam asumsi yang memiliki perbedaan

radikal, seperti Timur sebagai tempat yang sangat berbeda dengan Barat. Ketiga,

Orientalism is an institution, dalam hal ini Timur ditempatkan sebagai suatu kajian ilmu

yang dipelajari di Barat, sehingga kalangan Barat mendapatkan pengetahuan tentang

Timur. Keempat, Orientalism is literary, maksudnya adalah para kalangan Barat

menjadikan Timur sebagai sumber literatur, dan membuatnya sebagai kumpulan tulisan di

berbagai bidang, seperti, filologi, lexikografi, sejarah, politik, ekonomi maupun novel

hingga lirik puisi. Dan kelima, Orientalism is legitimating, terkait dengan berbagai unsur

yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka menjadi suatu hal yang lumrah bagi Barat untuk

melakukan dominasi dan mendudukkan Timur, khususnya pada masa penjajahan atau

kolonialisme, yang mana Barat dapat membuat berbagai aturan kolonial di tanah Timur.

McLeod juga memberikan pemetaan mengenai stereotipe Orientalisme menjadi

beberapa bagian. Pertama, the Orient is timeless, yang mana Timur ditempatkan sebagai

subjek yang tidak mengalami kemajuan seperti Barat. Kedua, the Orient is strange, Timur

9 Disarikan dari John McLeod. (2000). Beginning Postcolonialism. United Kingdom: Manchester UniversityPress. Hal.40-6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

26

dianggap sebagai yang aneh atau asing, sehingga tidak normal dan berbeda dari kebiasaan

manusia Barat. Ketiga, the Orient makes assumptions about ‘race’, dalam representasi

Barat orang Timur sering diperlihatkan sebagai ras dengan beragam stereotipe maupun

karakter. Keempat, the Orient is feminine, Timur diibaratkan atau ditempatkan oleh Barat

sebagai perempuan yang memiliki sifat pasif, eksotik, dan menggoda. Serta yang kelima

adalah the Oriental is degenerate, Barat telah membuat Timur seakan butuh untuk

diperadabkan karena memiliki kemorosotan moral.

Adanya pandangan Edward Said tentang wacana kolonial juga telah mendapat

sambutan dari Homi K. Bhabha. Bagi Bhabha (1994:66) wacana kolonial dapat dipahami

sebagai sebuah fitur ketergantungan pada sebuah konsep 'ketetapan' dalam mengkonstruki

ideologi terhadap yang lain. Bahkan, ketetapan ini dijadikan sebagai tanda perbedaan

budaya, sejarah maupun ras dalam tatanan wacana. Dengan demikian, kolonialisme

dipahami sebagai sebuah mode paradoks representasi, yang di dalamnya terdapat beragam

wacana.

Selanjutnya, Bhabha (1994:70) menjelaskan bahwa tujuan wacana kolonial adalah

untuk menafsirkan posisi terjajah sebagai sebuah populasi ras yang dianggap rendah dan

berupa bentuk penaklukan sehingga dapat menetapkan berbagai sistem administrasi dan

aturan. Dengan demikian, Bhabha beranggapan bahwa wacana kolonial dapat dipahami

sebagai strategi untuk membedakan antara penjajah dan terjajah, dimana strategi ini

mengandung sejumlah ambivalensi dan pertentangan. Terkait dengan adanya ambivalensi,

Bhabha juga berupaya untuk mengajak kita agar memiliki suatu pemahaman baru, yakni

dengan melepaskan oposisi biner di masa pasca-kolonial – penjajah dan terjajah, Barat dan

Timur – dan masuk ke dalam Ruang Ketiga. Karenanya, melalui penelusuran di dalam

Ruang Ketiga ini terdapat suatu ruang pertemuan antar identitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

27

F.2.2. Ruang Ketiga

Homi K. Bhabha mengemukakan bahwa dikotomi penjajah-terjajah telah

memasuki sebuah ‘ruang baru’ dengan munculnya kondisi pasca-kolonial. Dalam

masyarakat kontemporer, ruang baru tersebut dapat dimaknai sebagai penghilangan

dikotomi penjajah-terjajah secara eksplisit. Oleh karena itu, adanya kehadiran orang kulit

putih di masa pasca-kolonial yang merepresentasikan diri sebagai ekspatriat telah

memasuki ruang baru dalam perjumpaannya dengan masyarakat Indonesia.

Sementara itu, yang dimaksudkan oleh Bhabha mengenai ruang baru di masa

pascakolonial bukanlah sembarang ruang. Untuk dapat mengetahuinya secara jelas,

Bhabha telah mengajukan sebuah model liminalitas guna dapat menghidupkan ruang

persinggungan antara teori dan praktek kolonisasi dalam upaya menjembatani hubungan

timbal balik di antara keduanya. Adanya ruang liminal adalah sebuah ruang yang

menggambarkan tempat pertemuan antara penjajah-terjajah. Ruang ini menjadi tempat

proses interaksi simbolik yang melepaskan antara posisi atas (upper space) dan posisi

bawah (lower space), superior dan inferior. Ruang liminal ini selalu bergerak bebas,

temporal dan sebagai ruang yang memungkinkan untuk terciptanya hibriditas. Dengan

demikian, ruang liminal ini telah mencegah identitas berada di kedua ujung dari ketetapan

polaritas primordial masing-masing, sehingga ruang liminal menjadi bagian interstitial

atau celah sebagai identifikasi yang tetap membuka kemungkinan hibriditas budaya, dan

dimaksudkan untuk mencari pemaknaan identitas di masa pasca-kolonial.

Selanjutnya, bagi Bhabha, liminalitas memerlukan semacam ‘Ruang Ketiga’

(Third Space) yang terbentuk melalui penolakan terhadap oposisi biner, kepastian atau

determinasi pada salah satu titik biner. Bhabha (1994:35) berpendapat bahwa Ruang

Ketiga sebagai “zona ketidaktentuan di mana masyarakat muncul” (the zone of occult

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

28

instability where the people dwell). Di dalam Ruang Ketiga inilah struktur makna dan

referensi merupakan sebuah proses ambivalensi, yang menghancurkan cermin representasi

dan memperluas kode pengetahuan. Ruang Ketiga menciptakan kondisi wacana ucapan

yang memastikan bahwa makna dan simbol budaya tidak memiliki kesatuan atau

ketetapan primordial (fixity); bahkan tanda-tanda yang sama dapat digunakan, ditranslasi,

di-sejarah-ulangkan dan dibaca baru (Bhabha 1994:37).

Melalui Ruang Ketiga, pencarian identitas secara ideal berlangsung menjadi suatu

proses yang tidak pernah berhenti dan senantiasa mengalami perubahan yang selalu

mengalir. Ruang Ketiga ini dapat dilihat seperti gerak sebuah eskalator yang (sedang) naik

turun. Ruang pertama ialah ruang atas (upper space), sementara ruang kedua ialah ruang

bawah (lower space). Kedua ruang ini bergerak naik turun silih-berganti memasuki Ruang

Ketiga, yaitu terdapat ruang di antaranya (in between), sehingga gerakan ini merekayasa

suatu identitas, menjadi satu proses terkait hubungan secara simbolik antara ruang pertama

dan ruang kedua melalui ruang keluar masuk ’in between’, yaitu Ruang Ketiga.

Dalam Ruang Ketiga inilah wacana pascakolonial berlangsung memberikan

tafsiran terhadap bentuk dan imaji yang dibangun melalui interaksi simbolik; daripada

ruang pertama dan ruang kedua. Ruang Ketiga juga dapat dikatakan sebagai penelusuran

terhadap rasa keterasingan dari dalam, dunia yang serba hibrid dan serba sibuk dengan

kekeliruan imaji yang kabur dan tidak sepadan, sehingga dapat memberikan kontribusi

penting bagi pemahaman perbedaan budaya. Karena itu, Bhabha berpendapat bahwa

semua pernyataan dan sistem budaya yang dihasilkan dari Ruang Ketiga sebagai

konstruksi subjektivitas timbal-balik, di mana adanya konstruksi subjektif ini akan

menghasilkan sebuah timbal balik antara budaya etnis satu dengan yang lainnya (Sutrisno

dan Putranto, 2004:145). Pada akhirnya, pergerakan atau proses pencarian identitas terus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

29

berlangsung secara timbal-balas menuju kepada gerak kemodernan ataupun menuju gerak

kesadaran tradisionalis. Dengan demikian, perspektif pascakolonial ini, pada khususnya

Ruang Ketiga, dapat digunakan untuk menemukan dan memberikan tafsiran terhadap

identitas ekspatriat.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis teks terhadap media. Secara khusus,

merujuk pada Paula Saukko (2003:105), metode yang digunakan adalah postmodern texts

and analysis, yakni untuk melihat fenomena sosial dan budaya dari produk media

kontemporer dan wacana yang semakin patuh pada logika ‘posmodern’. Dengan

mengikuti Baudrillard (1983), Sauko menjelaskan bahwa media kontemporer dapat

dicirikan oleh sebuah ‘penanda mengambang’ (floating signifiers), yang mana tidak lagi

mengacu pada petanda tapi penanda lain seperti teks media. Selain menggambarkan cara

bagaimana menganalisis teks-teks posmodern, Sauko pun juga memeriksa gambar dalam

metode ini. Dengan demikian, metode analisis ini merujuk pada pembacaan teks secara

teliti dan berupaya untuk melakukan pengungkapan makna yang tersembunyi dari suatu

teks dan imaji, terutama dalam memahami bahwa pada dasarnya sebuah teks tidak berdiri

sendiri, melainkan memiliki keterkaitan dengan kondisi sosial.

Di samping itu, metode analisis teks juga digunakan untuk dapat menggali

representasi ekspatriat dan wacana kolonial yang terdapat dalam Majalah JE. Karena itu,

metode ini berupaya untuk menguraikan maupun menjelaskan berbagai proses representasi

para ekspatriat, karakteristik dan stereotipe mengenai Indonesia yang dihadirkan kepada

para pembaca, hingga dapat memberikan suatu tafsiran identitas ekspatriat melalui Ruang

Ketiga. Tanpa terkecuali, metode ini berupaya untuk menganalisis aspek material terkait

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

30

diskursus yang terbentuk secara lintas ruang dalam realitas kontemporer baik lokal

maupun global.

Selanjutnya, penelitian ini tersajikan dalam bentuk kualitatif yang dikumpulkan

dari teks media, dokumen, catatan lapangan, maupun beragam artikel lainnya. Secara

teknis, penelitian ini melakukan penggalian data berdasarkan sumber data yang terbagi

menjadi dua bagian. Pertama, data primer merupakan perolehan data yang berasal dari

Majalah JE. Data primer ini berupa imaji dan teks yang terdapat di dalam Majalah JE. Di

samping itu, penelitian ini juga melihat latar belakang kehadiran media dan persebarannya.

Kedua, data sekunder yaitu data-data yang diperoleh dari berbagai sumber bacaan, yang

terdiri dari buku, catatan atau artikel dan dokumen-dokumen lainnya yang terkait dengan

ekspatriat.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian prosedur yang sistematis

sehingga menyediakan data yang signifikan bagi penelitian. Pada penelitian ini penulis

juga melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan berbagai teks yang berkaitan dengan

memuat wacana seputar ekspatriat. Dengan demikian, ada bentuk pendokumentasian

untuk melakukan pengumpulan data, baik yang terekam dalam media, seperti tulis, cetak,

maupun internet untuk menjadi sumber informasi sekaligus data yang terkait dengan

kehidupan para ekspatriat di Jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk lima bab. Bab I merupakan

pendahuluan dari penelitian yang mencakup latar belakang, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

31

Pada Bab II, penulis membahas tentang kehadiran orang asing di Indonesia pada

masa kolonial dan pasca-kolonial. Melalui bab ini juga penulis berupaya memperlihatkan

keberlanjutan kehadiran orang asing, khususnya orang kulit putih yang kini hadir sebagai

ekspatriat, memiliki pola kesamaan seperti yang pernah dilakukan oleh para kolonialis.

Selain itu, dalam bab ini penulis akan berupaya memaparkan perdebatan dan pemahaman

atas identitas orang kulit putih yang acapkali disebut sebagai bule maupun ekspatriat.

Pada Bab III, penulis menarasikan beragam data mengenai para ekspatriat yang

terdapat di dalam Majalah JE, baik itu seputar kisah kehadiran maupun latar belakangnya.

Selain itu, pada bab ini juga, penulis akan membahas persoalan identitas sekaligus

menganalisis representasi diri ekspatriat di dalam Majalah JE. Dan terakhir, penulis akan

memaparkan beragam sajian yang terdapat di dalam Majalah JE, dimulai dari cover photo

Majalah JE hingga ke beragam rubrik maupun artikel terkait dengan wacana kolonial

mengenai Indonesia.

Selanjutnya, pada Bab IV penulis melakukan sebuah upaya analisis terkait dengan

wacana kolonial kontemporer yang terdapat di dalam Majalah JE. Dalam bab ini, penulis

mengaplikasikan cara baca pascakolonial yang kritis terhadap teks yang disajikan oleh

para ekspatriat di dalam Majalah JE. Selain itu melalui Ruang Ketiga ala Homi Bhabha,

penulis pun memberikan suatu tafsiran bagi identitas ekspatriat dengan melihat adanya

hibriditas dan ambivalensi.

Dan terakhir, pada Bab V merupakan suatu rangkaian penutup dari penulis, yang di

dalamnya akan disampaikan kesimpulan, saran dan kritik, termasuk sebuah refleksi kritis

atas penelitian yang telah dilakukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

32

BAB II

INDONESIA DAN ORANG ASING

Pada bab ini, penulis akan secara khusus membahas kehadiran orang asing kulit

putih di Indonesia. Hal ini diletakkan pada sebuah latar, yakni kolonialisme yang telah

dilakukan oleh bangsa Eropa di negara-negara Asia dan Afrika. Kolonialisme yang terjadi

bukan hanya sekadar praktik penjajahan, melainkan juga menghasilkan pelbagai wacana

terkait hubungan penjajah-terjajah. Selain itu, penulis juga membahas kehadiran orang

asing di masa kini, khususnya mengenai kehadiran para ekspatriat, karena terdapat

kesinambungan wacana dan praktik dari masa kolonial ke masa pasca-kolonial. Oleh

karena itu, penulis akan berupaya untuk menemukan dan memperlihatkan pola kesamaan

wacana atas dan praktik orang asing yang terjadi di masa kolonial dan pasca-kolonial.

A. Kehadiran Orang Asing di Nusantara

Alkisah bermula dari kedatangan bangsa Eropa pada awal abab ke-16 saat

melakukan ekspansi ke luar wilayahnya seperti Asia dan Afrika. Karenanya, kehadiran

bangsa Eropa telah memberikan pengaruh bagi perkembangan Nusantara. Bahkan,

ketertarikan berbagai bangsa Eropa, seperti Portugis, Inggris, dan khususnya Belanda telah

menjadikan Nusantara sebagai sebuah negara koloni.

Pada mulanya perdagangan menjadi titik berangkat kedatangan bangsa Eropa di

Nusantara (Ricklefs, 2008:30). Hal ini didasarkan pada kebutuhan suatu wilayah yang

tidak mampu menghasilkan pemenuhannya secara otonom, pada khususnya di wilayah

yang acapkali berganti musim, seperti Eropa. Berkat adanya perdagangan, berbagai

bangsa berhasil menciptakan arus lalu lintas transaksi antar komoditas, sehingga dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

33

memperjual-belikan segala yang dihasilkan oleh suatu wilayah dengan wilayah lainnya –

yang mana tidak dapat dihasilkan di wilayahnya sendiri.

Kesaksian pertama orang Eropa tentang Nusantara hingga saat ini masih tetap

merujuk pada Marcopolo, ketika ia singgah selama beberapa bulan di bandar-bandar

pantai utara Sumatra pada tahun 1291. Meskipun Marcopolo sudah mengunjungi

Nusantara beberapa abad sebelumnya, namun persinggungan sesungguhnya baru terjadi

pada awal abad ke-16, ketika orang-orang Portugis di bawah komando Alfonso de

Albuquerque menetap di bandar Malaka pada tahun 1511 (Lombard, 2008a:59). Oleh

karena itu, bagi banyak kalangan, kehadiran Portugis di Nusantara adalah suatu awal bagi

catatan sejarah Indonesia karena telah memberikan gambaran tentang dunia Nusantara

sebelum ada pengaruh Eropa mana pun.1

Bukti lain yang turut memaparkan bahwa kehadiran bangsa Eropa di Nusantara

yang pertama kali adalah Portugis, juga ditegaskan oleh João de Barros melalui karya

sejarahnya yang besar, Decadas da Asia, pada tahun 1539.2 Di antara negara-negara Eropa

lainnya, Portugis dinilai lebih unggul karena memiliki kemajuan teknologi perkapalan,

ilmu pengetahuan geografi dan astronomi yang memudahkan mereka untuk melakukan

petualangan dalam mengarungi samudera hingga membawa ke benua lain. Dan setibanya

kehadiran orang-orang Portugis di Nusantara, khususnya di wilayah bagian Timur yang

lebih dikenal sebagai kepulauan rempah-rempah, adalah untuk kepentingan perdagangan.

1 J.C. van Leur dalam C.R. Boxer. Dalam Soedjatmoko (Editor). (1995). Historiografi Indonesia; SebuahPengantar. Jakarta: Gramedia. Hal. 189.2 João de Barros (kurang lebih pada tahun 1496-1570) dapat dinamakan sebagai sejarawan “kolonial” besaryang pertama dan seorang Orientalis perintis. Karya besarnya, Decades da Asia memaparkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Bangsa Portugis ketika menemukan dan menaklukan lautan-lautan danNegara-Negara Timur. Lihat C.R. Boxer, Beberapa Sumber Portugis untuk Historiografi Indonesia; SebuahPengantar, dalam Soedjatmoko (Editor). (1995). Historiografi Indonesia; Sebuah Pengantar. Jakarta:Gramedia. Hal. 190.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

34

Selang Portugis, Belanda kemudian hadir mewarisi inspirasi dan strategi Portugis

di Nusantara. Tahun 1596 lazim dikenal, setidaknya oleh para sejarawan Eropa, sebagai

tahun yang menandai kedatangan armada Belanda di perairan Nusantara untuk pertama

kali di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (Lombard, 2008a:61). Namun demikian,

terdapat perbedaan di antara keduanya, Belanda melakukan sesuatu yang tidak dilakukan

oleh Portugis sebelumnya. Belanda mendirikan tempat berpijak yang tetap di Nusantara,

yaitu di Pulau Jawa.3 Dengan demikian, dapat digarisbawahi bahwa apa yang telah

dilakukan oleh Belanda telah menandakan keberadaan orang asing yakni bangsa Eropa

menetap secara permanen di Nusantara – meskipun tidak selamanya.

Atas peristiwa menetapnya orang-orang asing di Nusantara, terjadi proses

peningkatan hubungan interaksi sosial antara para pedagang dengan pribumi – yang mana

lebih cenderung dilakukan oleh kalangan kerajaan. Interaksi ini merupakan tindak lanjut

dari hubungan perdagangan yang telah terjalin antar keduanya, khususnya pihak Belanda

dengan orang-orang Nusantara. Dan seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan

Belanda terhadap Nusantara, maka hubungan antar keduanya mengalami perubahan.

Selain itu, konstelasi yang terjadi di antara negara-negara Eropa turut

mempengaruhi keinginan Belanda untuk menguasai Nusantara guna menjadi sumber

perdagangan yang dapat menghasilkan laba. Keinginan Belanda semakin terbukti dengan

lahirnya politik praktik perdagangan (Company; perusahaan, selanjutnya lebih sering

dikenal atau disebut sebagai kompeni) yang diterapkan sebagai bentuk upaya peningkatan

pengaruh kekuasaan Belanda di Nusantara.

3 Hal ini menjadi perbedaan fundamental antara Portugis dengan Belanda; Belanda tidak hanya membukahubungan perdagangan, tetapi melakukan sebuah penjajahan yang berpusat di Pulau Jawa, yaitu di Batavia.Awalnya mendirikan pusat perdagangan di Banten pada tahun 1603, kemudian sebuah pos di Jaccatra padatahun 1611. Lihat Ricklefs (2008). Hal. 49.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

35

Bergabungnya beberapa perseroan Belanda untuk membentuk Perserikatan

Maskapai Hindia Timur, VOC (Vereenig-de Oost-Indische Compagnie), di Nusantara

telah menjadi pijakan awal bagi sepak terjang Belanda di Nusantara. Terlebih VOC

mendapatkan kewenangan berdasarkan surat izin (oktroi) yang diberikan oleh parlemen

Belanda (Staten Generaal) untuk melakukan peperangan, membangun benteng-benteng

pertahanan, mengadakan perjanjian-perjanjian di seluruh Asia, dan juga mendirikan pusat

penguasaan perdagangan rempah-rempah. Dengan demikian, sebagai salah satu negara

Eropa yang melakukan kolonisasi di Asia dan Afrika, Belanda mulai berambisi untuk

mendapatkan hasil bumi Nusantara dengan melakukan penjajahan terhadap pribumi,

bermula di pulau Jawa hingga merebak ke wilayah lain.4

Suatu momentum penting terjadi di bawah pimpinan Jenderal Jan Pieterszoon

Coen yang telah membuat perubahan besar atas kedudukan Belanda di Nusantara. Di

bawah komando Jenderal Coen, Belanda dapat berhasil menaklukkan Jaccatra5, sehingga

menjadi pusat perdagangan yang strategis di pulau Jawa, dan dipersiapkan secara terbuka

untuk kalangan Eropa dan juga para pedagang Asia. Berkembang hingga tahun 1619, sang

Jenderal Coen kemudian mulai menjalankan politik migrasi dengan mendatangkan orang-

orang Belanda dan Cina ke Batavia (Blusse, 1988:148). Dikarenakan semakin maraknya

dominasi dan penguasaan perdagangan oleh para pendatang, pada khususnya para

pedagang Cina, Belanda sebagai pemegang tampuk kekuasaan pun mulai melakukan

upaya penggolongan di dalam kehidupan masyarakat. Penggolongan masyarakat ini

sengaja diperuntukkan bagi para pengusaha Eropa atau golongan orang kulit putih, dengan

tujuan agar dapat mengamankan berbagai kepentingan perdagangan kolonial di Nusantara.

Dengan demikian, penggolongan masyarakat yang dilakukan oleh Belanda adalah suatu

4 Pada tahun 1830 dimulailah masa penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah Jawa. Untuk pertama kalinyaBelanda mampu mengeksploitasi dan menguasai seluruh pulau ini. Lihat Ricklefs (2008). Hal. 259.5 Jaccatra kemudian berganti nama menjadi Batavia. Lihat dalam paparan Ricklefs (2008). Hal. 54-59.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

36

langkah untuk pertama kalinya dalam mengidentifikasikan masyarakat ke dalam kelompok

atau golongan maupun berdasarkan identitas masing-masing di Nusantara.

A.1. Penggolongan Masyarakat Asing di Masa Kolonial

Dari permulaan penduduk Batavia yang terdiri atas beragam golongan, hidup

terpisah menurut adat-istiadat masing-masing, dan saling bertemu di tengah-tengah

keramaian pasar telah membuat masing-masing golongan memahatkan tempatnya sendiri-

sendiri di dalam masyarakat. Pada awalnya pemerintah Hindia-Belanda menggunakan

kemajemukan yang terdapat di dalam masyarakat sebagai suatu konsep ekonomi, namun

dalam perkembangannya diterapkan untuk maksud-maksud sosial dan politik (Blusse

1988:7). Dengan kata lain, pemerintah kolonial telah melakukan proyek identifikasi di

dalam masyarakat.

Seorang Sejarawan Niemeijer, misalnya, telah melakukan suatu upaya yang cukup

menarik dalam menyajikan alur cerita tentang kondisi kehidupan masyarakat kolonial

abad 17 di Batavia. Niemeijer menguraikan bahwa telah terjadi konfrontasi di dalam

masyarakat yang tinggal di Batavia, antara para pendatang dengan pribumi. Para

pendatang yang dimaksud adalah kalangan Eropa, India, Cina, maupun Melayu dan

beberapa yang berasal dari mancanegara lainnya, sedangkan kalangan pribumi merujuk

pada beberapa kerajaan di Jawa, yang mana acapkali melakukan perlawanan terhadap para

pendatang, khususnya ditujukan bagi orang-orang kulit putih (Niemeijer, 2012:30).

Seiring dengan laju kehidupan sosial di dalam masyarakat yang semakin beragam,

Belanda melakukan penggolongan masyarakat dengan menyematkan berbagai istilah-kata

dalam kehidupan sosial. Utamanya adalah orang Eropa sebagai kalangan dengan berstatus

tinggi di dalam kehidupan masyarakat. Namun demikian, ada pula beberapa sebutan bagi

orang Eropa yang tinggal selama beberapa tahun atau sementara di Batavia, yakni Trekker

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

37

sebagaimana disebut oleh orang Belanda (Blackburn, 2011:83), dan Blijvers untuk

menyebut penduduk tetap, yang melihat Hindia-Belanda sebagai rumah tercintanya

(Gouda, 2007:61). Selain itu, terdapat sebutan Inlander, istilah yang awalnya

diperuntukkan bagi kalangan pribumi, dan selanjutnya ditujukan bagi keturunan dari para

wanita Eropa dan Asia apabila mereka tidak lagi diakui oleh sang ayah yang Eropa. Istilah

inlander ini juga mengalami peyorasi dan berkonotasi merendahkan, yang bersangkutan

adalah orang yang status sosialnya ditempatkan lebih rendah dari status orang Eropa.

Kemudian, ada pula istilah Casado yang ditujukan bagi para penjajah portugis dan

Indo-Portugis, secara khusus diperuntukkan bagi orang Portugis yang menikah dan

menetap di wilayah Asia. Ketika Nusantara berada di bawah naungan pemerintah

HindiaBelanda, para casado ini mendapatkan porsi yang sangat terbatas dalam memainkan

peran dan aktifitas perdagangan. Sementara para peranakan Portugis yang masih dapat

berbicara bahasa portugis mendapatkan sebutan sebagai Mardijker.

Selain itu, terdapat juga istilah Mestizo yang ditujukan pada orang-orang berdarah

campuran, yaitu hasil pernikahan antara kalangan Eropa dengan Asia, khususnya dengan

pribumi. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan Inlander, akan tetapi

cenderung tidak berkonotasi untuk merendahkan mereka yang lahir dari hasil perkawinan

campur. Bahkan, ada juga istilah Masyarakat Merdeka, yaitu status masyarakat yang

dinyatakan sebagai orang bebas, mencakup para pengusaha Eropa, seperti Portugis yang

terlibat dalam aktifitas perdagangan di Nusantara maupun orang-orang Eropa yang bukan

atau tidak lagi menjadi pegawai VOC. Status ini juga telah mendikotomikan orang yang

bebas sebagai para pedagang dan pengusaha dengan orang yang menjadi budak di bawah

naungan suatu golongan masyarakat tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

38

Untuk mempermudah kita dalam melihat kondisi beragamnya penduduk yang

didasarkan pada pengolongan masyarakat, berikut ini adalah sebuah pemetaan laju

perkembangan kependudukan di Batavia. Pemetaan ini sekiranya dapat memberikan

gambaran atas kondisi ruang masyarakat Batavia, yang mana ditempati oleh kalangan

bangsa Eropa, peranakan atau biasa disebut sebagai Mestizo, orang Cina, dan beberapa

kelompok kecil bangsa-bangsa Asia lainnya.

3679

2407

1783

867670

Diagram aneka golonganpenduduk utama, 1699

Cina

Merdeka

Eropa 4199

1038

1279

299 421

Diagram aneka golongan

penduduk utama, 1739

Cina

Merdeka

Eropa

Lain-lain

Intramuros Batavia 1699 dan 1739 (Blusse, 1998:155)

Sajian diagram di atas merupakan suatu ilustrasi untuk dapat melihat dinamika

penduduk di dalam kehidupan sosial Batavia. Berdasarkan diagram tersebut kita juga

dapat mengetahui bahwa kehadiran orang kulit putih di Batavia mengalami pasang surut.

Kondisi pasang surut tersebut tentunya telah menjadi perhatian serius bagi Belanda,

terutama karena laju pertumbuhan Kota Batavia semakin dipenuhi oleh kalangan Cina.

Padahal, jika ditelisik awal tujuan pembangunan Kota Batavia, Coen selaku pemegang

kekuasaan Belanda di Batavia menginginkan orang kulit putih untuk menjadi poros

kekuatan perdagangan.

Sejak didirikan, Batavia dimaksudkan untuk menjadi sebuah wilayah jajahan,

menempatkan kehadiran kalangan Eropa sebagai tulang punggung masyarakat yang baru

di tanah jajahan, didukung dan bertumpu dari ragam penduduk Asia, seperti India dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

39

Cina, serta pribumi. Oleh karena itu, dari diagram di atas kita dapat mengetahui bahwa

para penduduk pribumi tidak berada dalam sebuah pemetaan maupun narasi kolonial

untuk diperhitungkan sebagai bagian yang cukup penting dari dinamika masyarakat.

Dalam narasi kolonial kalangan Eropa, Belanda selalu menjadi pusat perhatian

bagi perkembangan Kota Batavia. Orang Belanda tinggal di lingkungan yang terhormat

dan dikhususkan untuk orang Eropa saja, bahkan pemerintah Hindia-Belanda mengusir

pemilik rumah orang Indonesia dan Cina (de Vries, 1972:28). Sementara itu, golongan

penduduk lainnya seperti peranakan, orang-orang merdeka, maupun pribumi tinggal di

kampung masing-masing. Bahkan, penduduk pribumi tidak mendapatkan akses yang

terbuka untuk masuk ke dalam wilayah Batavia karena Pemerintah Hindia-Belanda

menutup pintu bagi orang-orang pribumi, khususnya orang Jawa sulit memasuki Batavia

dengan alasan mengingat mereka bisa disusupi oleh para infiltran dari Mataram dan

Banten – dua negara yang bermusuhan dengan Kompeni (Blusse, 1998:156). Oleh karena

itu, Batavia telah menjadi kota yang sangat tertutup bagi kalangan di luar orang kulit putih

atau golongan Eropa.

Selain mengenai dinamika kehadiran orang kulit putih di masa kolonial, terdapat

satu fakta menarik mengenai meningkatnya jumlah orang eropa secara besar-besaran

dalam waktu beberapa abad berikutnya. Menurut Lombard (2008:78), pada awal abad ke-

19, jumlah orang Eropa tidak lebih dari beberapa ribu saja, akan tetapi pada tahun 1850

mengalami peningkatan menjadi 22.000 orang. Selanjutnya, pada tahun 1872 orang-orang

Eropa berjumlah sebanyak 36.467 orang, tahun hingga membludak pada tahun 1905

menjadi 80.912 orang. Oleh sebab itu, kehadiran orang Eropa di telah memberikan

pengaruh yang signifikan bagi perkembangan masyarakat Hindia-Belanda di awal abad

ke-20, terutama dalam menguasai tanah perkebunan dan perindustrian serta perdagangan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

40

Dengan demikian, upaya penggolongan masyarakat yang sengaja diciptakan oleh Belanda

telah menjadi komponen penting untuk mengetahui dan memperlihatkan struktur, serta

stereotipe kehidupan sosial masyarakat atas hadirnya para pendatang, baik kalangan Eropa

maupun Asia yang berada di Batavia.

A.2. Orang Kulit Putih di Masa Kolonial

Beberapa kalangan menjelaskan bahwa kehadiran orang kulit putih di Batavia

memiliki beberapa persoalan, baik itu terhadap masyarakat Cina, Arab, Melayu maupun

Pribumi. Seorang Sejarawan Susan Blackburn, misalnya, memberikan penjelasan bahwa

orang Eropa sendiri sangat ambivalen terhadap standar kehidupan perkotaan, bahkan

sebagian besar orang Eropa di Batavia ingin mempertahankan status dominan kelompok

mereka di mata masyarakat (2011:50). Oleh karena itu, dalam hal ini dapat dipahami

bahwa kehadiran orang Eropa di Batavia mengalami pergulatan di dalam kehidupan

masyarakat Batavia yang sudah majemuk, pada khususnya kalangan Barat ingin

mendapatkan posisi yang tinggi dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

Salah satu potret kehidupan masyarakat kolonial di Batavia pun dijelaskan oleh

Blackburn bahwa Orang Eropa jarang sekali bercerita mengenai penduduk Batavia

lainnya, bahkan satu-satunya kontak mereka dengan penduduk pribumi adalah dengan

para para pelayan. Sementara itu, orang Eurasia sangat tidak menyukai dominasi Trekker,

bukan karena tidak dapat bersaing dengan mereka, melainkan karena orang Eurasia tidak

dapat berbicara dalam bahasa Belanda yang baik serta tidak memiliki kesempatan untuk

mendapatkan pendidikan yang baik, bahkan telah menghadapi peraturan diskriminasi.

Sementara itu, keberadaan orang Cina dan Arab dianggap sebagai pengusaha yang sukses

karena menginvestasikan kekayaannya dalam bidang properti. Sebaliknya, orang

Indonesia hanya menjadi pelayan dan melaksanakan tugas untuk orang Belanda, seperti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

41

membawa obor di malam hari dan melaksanakan tugas ronda.6 Dengan demikian, status

dan kedudukan masyarakat pribumi, secara sosial maupun politis berada di bawah orang

asing.

Sejarawan lainnya seperti Frances Gouda, setidaknya telah berupaya untuk

memberikan suatu deskripsi mengenai bagaimana praktik kolonial di Hindia-Belanda.

Dalam paparannya, Gouda menjelaskan bahwa kehadiran orang kulit putih, yakni Belanda

sebagai bangsa kecil mampu melakukan praktik kolonial dengan waktu yang cukup lama

di wilayah peradaban tua dunia seperti Indonesia. Meskipun Belanda dianggap sebagai

bangsa kecil karena tidak memiliki sarana kekuatan militer dan arogansi politik yang

digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa yang lebih berpengaruh di dunia, namun dalam

imajinasi imperium Belanda, ilmu pengetahuan “Oriental” telah menjadi alat kekuasaan,

mengingat pamer kekuatan tanpa ilmu pengetahuan hanya akan sama dengan sikap

menyerang Goliat yang membabi-buta (Gouda, 2007:87). Oleh karena itu, hal ini telah

menandakan bahwa wacana seperti Orientalisme telah berhasil memainkan kekuataan

yang luar biasa untuk dapat melanggengkan kekuasaan kolonial di tanah jajahannya.

Di samping itu, kolonialisme dengan sebuah wacana Orientalisme-nya telah

membentuk struktur-struktur pengetahuan manusia yang sudah ada, bahkan tidak ada

cabang pengetahuan yang luput oleh pengalaman kolonial dalam sejarah dunia penjajah

dan terjajah. Wacana Orientalisme telah memberikan dan memainkan pengaruh yang besar

bagi tatanan dunia, terlebih tak lekang digerus zaman sehingga tetap berlanjut di masa

pasca-kolonial. Namun demikian, penting kiranya untuk menelisik bentuk mekanisme

penyebaran Orientalisme di masa kolonial.

6 Disarikan dari Susan Blackburn. (2011). Jakarta: Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup - Komunitas Bambu.Hal 82-96.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

42

A.2.1. Media di Masa Kolonial

Penemuan mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1436 telah membuat

dinamika dunia berubah sedemikian rupa. Media cetak telah menjadi alat kekuasaan untuk

suatu kepentingan tertentu. Pada masa kolonial, media pun digunakan untuk dijadikan

sebagai alat kekuasaan dalam mengkonstruksi wacana kolonialisme Eropa dan wilayah

koloninya.

Mulanya media yang hadir di masa pemerintahan Hindia Belanda adalah surat

kabar Bataviasche Nouvelles, terbit sejak tahun 1744. Surat kabar pertama ini lebih

cenderung sebagai warta periklanan yang melayani kepentingan perdagangan maupun

kepentingan komersial lainnya seperti kegiatan pelelangan hasil perkebunan, pengumuman

pemerintah jajahan, berita mutasi jabatan, lowongan pekerjaan serta informasi komersial

lainnya.7 Dalam hal ini produksi wacana mengenai tanah koloni, seperti peristiwa,

keadaan masyarakat maupun demografis, kurang mendapatkan perhatian dikarenakan

tujuan utama surat kabar adalah untuk menunjang keuntungan pemerintah Hindia Belanda

dan para pedagang.

Namun demikian, pada masa peralihan Belanda-Inggris terbit sebuah surat kabar

mingguan resmi, Java Government Gazette. Surat kabar ini terbit mulai tahun 1812 hingga

1816 di masa pemerintahan Inggris di Hindia Belanda, yang mana dipimpin oleh seorang

Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Berbagai berita, seperti rincian kehidupan di

Jawa mulai dari pertanian, perdagangan, perbudakan, peperangan, hingga laporan militer

disajikan kepada publik, bahkan persoalan yang terdapat di luar Jawa pun turut dimuat

dalam surat kabar ini.8 Oleh karena itu, surat kabar Java Government Gazette lebih

7 Bedjo Riyanto. Mempermainkan Realitas Dalam Realitas Main-Main. Dalam Budi Susanto S.J. (Ed).(2003). Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 25.8 Lebih lanjut dapat dilihat dalam catatan dan sumber buku Tim Hannigan. (2012). Raffles and the BritishInvasion of Java. Monsoon Books.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

43

komprehensif jika dibandingkan dengan Bataviasche Nouvelles, terutama dalam

membahas wilayah kolonial.

Satu abad berikutnya muncul The Colonial Magazine and Commercial Maritime

Journal, yang terbit pada tahun 1840.9 Sebagai sebuah media komunikasi di antara para

kolonial Eropa, media ini telah memainkan perannya dalam menyebarluaskan wacana

Orientalisme. Bahkan, setiap tahunnya, media ini mampu menghasilkan tiga volume

dengan ratusan halaman di dalamnya. Di dalam media cetak ini terdapat beragam tulisan

mengenai aktifitas kolonial, kondisi wilayah kolonial, keadaan maritim, laporan keuangan

perdagangan, jumlah populasi, karakter masyarakat koloni hingga persoalan geografi.

Dengan demikian, sebagai sebuah alat kekuasaan, para kolonial menghasilkan serangkaian

tulisan dan laporan yang terbungkus di dalam suatu media.

Sebagai contoh, guna menjelaskan suatu persoalan mengenai kolonialisme, The

Colonial Magazine, pada sebuah artikel berjudul, “Colonization of Ancient and Modern

Nations”, memaparkan bahwa kolonisasi merupakan pendudukan dan pengolahan tanah

yang terbuang dalam ketaatan kepada hukum utama surga, yang memutuskan bahwa

manusia harus berbuah dan berkembang biak, memenuhi bumi dan menaklukkannya.

Bahkan melalui artikel ini juga ditegaskan bahwa catatan paling awal dari ras kita

(kolonial) terdiri dari sejarah migrasi sebagai bentuk peradaban.10 Dengan demikian,

paham kolonialisme yang diproklamirkan oleh kalangan Eropa dapat dipahami sebagai

bentuk peradaban yang mengusung keunggulan ras mereka.

Terkait dengan kolonialisme yang terjadi di wilayah Nusantara, The Colonial

Magazine juga memuat beberapa artikel yang membahas tentang beragam kondisi, seperti

di Batavia, Sumatra, Java, Sulawesi, hingga Papua. Semisal pada sebuah artikel berjudul,

9 Dapat dilihat pada laman https://www.nla.gov.au/ferg/issn/14614243.html (Diakses 06 Februari 2015)10 The Colonial Magazine and Commercial Maritime Journal. (1840). Volume 1. Number. 1. Hal. 11.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

44

“Effect of Climate Upon Man”, terpaparkan bahwa meskipun pulau Jawa secara umum

dapat dianggap sehat, namun terdapat pengecualian pada wilayah pantai yang rendah dan

rawa di sekitar pulau, khususnya kota Batavia, yang mana dianggap sebagai pusat

penyakit di Timur. Hal ini dikarenakan lingkungan Batavia yang tertutup pohon-pohon

dan semak-semak sehingga mencegah sirkulasi udara bebas.11 Dalam hal ini dapat

dipahami bahwa para kolonial telah menempatkan wilayah kolonial sebagai tempat

berpenyakit yang dapat mengancam kehidupan mereka. Dengan kata lain, wilayah koloni,

seperti Batavia, dapat menyebabkan kematian para kolonial yang sedang berada di tanah

jajahan. Jadi, terdapat perbedaan yang sangat kontras antara kehidupan para kolonial di

negara mereka yang sehat, sedangkan di wilayah kolonial terdapat jenis penyakit

berbahaya, semisal malaria.

Di dalam The Colonial Magazine ini juga, para kolonial memaparkan beberapa

wilayah yang terdapat di Nusantara seperti, Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi dan Papua.

Disebutkan bahwa Batavia sebagai ibukota Jawa dikatakan berutang untuk industri

pertanian dan keterampilan mekanik kepada sebagian besar orang Cina yang telah

menetap di pulau Jawa.12 Selain itu, tidak hanya mengenai Batavia, tetapi tercatat juga

bahwa kehadiran Belanda bertujuan untuk menundukkan seluruh bagian dalam Sumatera

yang terletak di antara Padang di pantai barat, Siak, dan Indragiri di sebelah timur.13

Sementara itu, dipaparkan bahwa pulau besar Kalimantan (Borneo) telah

mengalami percampuran dengan pengungsi dari negara-negara atau wilayah lain, seperti,

orang China dengan rambut panjang, orang Makasar dengan gigi yang bersinar hitam dan

memakan sirih; dengan pekerjaan yang sama untuk budak wanita, begitu juga dengan

kemampuan yang sama laki-laki; banyak dari mereka bekerja untuk mengarahkan layar,

11 Ibid. Volume 3. Number 10. Hal. 171.12 The Colonial Magazine and Commercial Maritime Journal. (1841). Volume 5. Number 18. Hal. 192.13 Ibid. Volume 6. Number 24. Hal. 489.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

45

sehingga orang-orang ini telah banyak digunakan oleh Belanda, bahkan digunakan untuk

menyampaikan informasi.14

Selain itu, dalam The Colonial Magazine ini juga termuat penjelasan bahwa pada

lingkup yang lebih luas, Nusantara dikenal sebagai awal navigasi Belanda karena terdapat

populasi yang banyak, kuat, suka berperang, dan komersial, serta telah membuat kemajuan

peradaban daripada tetangga mereka, yang telah sepenuhnya bersujud, baik dalam pikiran

dan tubuh, hingga terkenal dapat melakukan otoritas kolonial Belanda, bahkan mereka

dapat meyakinkan bahwa kejahatan mereka tidak berasal dari pihak berwenang di Eropa.15

Dalam hal ini, para kolonial Belanda beranggapan bahwa wilayah Nusantara dapat diajak

untuk menjalin kerja sama, yang sebagaimana bahwa awal hubungan Belanda dengan

beberapa kerajaan di Nusantara adalah perdagangan. Namun demikian, ada wacana

menarik dari uraian di atas, para kolonial menegaskan bahwa kekacauan (penaklukan)

yang terjadi di wilayah kolonial bukan menjadi kejahatan pihak Eropa, melainkan lebih

dikarenakan karakter masyarakat Nusantara yang kuat dan suka berperang.

Berdasarkan beberapa uraian yang terdapat pada The Colonial Magazine and

Commercial Maritime Journal di atas, dapat dipahami bahwa kolonialisme Eropa bukan

hanya sekedar pada bentuk praktek perdagangan yang berujung hingga penaklukan,

melainkan juga mengkonstruksi pengetahuan tentang wilayah-wilayah kolonial. Belanda,

pada khususnya, sebagai pihak kolonial atas beberapa wilayah di Nusantara turut

mengkonstruksi pengetahuan yang subjektif terhadap kondisi maupun kehidupan

masyarakat Nusantara. Oleh karena itu, media di masa kolonial telah sangat berperan

untuk menciptakan dan menyebarluaskan wacana pengetahuan guna melangsungkan

penguasaan atas wilayah kolonial.

14 Ibid. Volume 6. Number 24. Hal. 452.15 Ibid. Volume 7. Number 28. Hal. 478.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

46

B. Indonesia di Masa Pasca-Kolonial

Terdapat suatu masa yang kelam dan turut mengubah kolonialisme Eropa di

Indonesia, yakni dekolonisasi. Dimulai dengan kedatangan Jepang pada tahun 1942,

dekolonisasi menjadi masa-masa yang berat bagi para kolonialis di Indonesia. Orang

Eropa seperti Belanda maupun Eurasia (Indo) mendapatkan perlawanan dari pihak

pribumi. Bahkan para kolonialis tersebut mulai meninggalkan dan melarikan diri dari

Indonesia.

Ketika Indonesia sebagai negara meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Soekarno

semakin menimbulkan pergolakan terhadap para kolonialis. Pergolakan ini memunculkan

gaung dekolonisasi hingga terjadi dimana-mana, mengusir dan menangkap orang Eropa

maupun Eurasia (Indo), hingga mengambil alih atau melakukan nasionalisasi perusahaan

kolonial di Indonesia. Puncak dari dekolonisasi yang terjadi pada akhir 1950an ini

mengakibatkan repatriasi secara besar-besaran ke Eropa.

Dalam kancah internasional, Soekarno pun tidak segan untuk menyerukan politik

dekolonialisasi bagi negara-negara terjajah yang telah dilakukan Barat selama berabad-

abad. Pada Sidang Umum PBB tahun 1960, melalui visi politik dekolonialisasi, Soekarno

menawarkan konsepsi Pancasila sebagai dasar pembangunan dunia ketiga, yakni untuk

“membangun dunia baru” (to rebuild world) sekaligus membangun dunia baru yang lebih

layak bagi negara pasca kolonial agar lebih sederajat dan seimbang posisinya dengan

negara Barat16. Oleh karena itu, dekolonialisasi menjalar ke berbagai bangsa mulai dari

Afrika, Asia, hingga ke Amerika Latin sebagai rangkaian dalam membangun dunia yang

berkeadilan bagi semua bangsa.

16 Lihat Bernhard Dahm. (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Diterjemahkan oleh Hasan BasriJakarta: LP3ES

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

47

Sayangnya, gaung dekolonisasi terhadap penjajahan dan para kolonial tidak

bertahan lama. Setelah masa Soekarno usai dan Soehato mulai memimpin Indonesia

terjadi perubahan haluan. Dengan berdalih untuk meningkatkan ekonomi Indonesia,

Soeharto mengundang para investor asing ke Indonesia. Oleh karena itu, tidak hanya

aliran investasi yang masuk, tetapi orang asing juga turut mendatangi kembali Indonesia,

bahkan menetap untuk sementara waktu maupun permanen. Orang asing di Indonesia ini

acapkali disebut sebagai warga negara asing (WNA), sedangkan orang kulit putih di

Indonesia lebih cenderung disebut bule ataupun londo.

Meski demikian, mengenai sebutan atas keberadaan orang asing di Indonesia,

tampaknya telah mengalami pergeseran identitas menjelang akhir tahun 1990an. Sebuah

buku berjudul Expats in Indonesia (1997) ini setidaknya dapat memberikan pemahaman

mengenai kehadiran orang asing di Indonesia. Richard Mann dalam paparannya secara

umum menempatkan identitas orang asing di Indonesia sebagai ekspatriat. Dengan

demikian, istilah ekspatriat ini muncul dari mereka, yakni orang asing yang berada di

Indonesia.17

Paparan lain mengenai ekspatriat di Indonesia setelah masa Soeharto tumbang

datang dari seorang wartawan, Ishak Rafick. Di dalam bukunya, Rafick mengatakan

bahwa setidaknya terdapat tiga alasan yang turut mendorong dunia bisnis di tanah air

mendatangkan tenaga kerja asing atau yang biasa disebut ekspatriat pada era reformasi di

Indonesia, diantaranya; pertama, kebutuhan perusahaan untuk memperluas pasar ke

manca-negara, sekaligus mendekati sumber-sumber pembiayaan internasional. Kedua,

menganggap kehadiran ekspatriat yang dipekerjakan sebagai lambang bonafiditas. Ketiga,

sebagai suatu tekanan, hal ini biasanya terkait dengan pemberian bantuan atau pinjaman

17 Richard Mann. (1997). Expats in Indonesia; Guide to Living Conditions and Costs. Gateway Books.Berdasarkan data KITAS, Mann menyisir berbagai orang asing berdasarkan negara asal, seperti KoreaSelatan, Jepang, Hongkong, China, USA, India, Australia, Inggris, Thailand, Belanda, dan lain-lain. (Hal.12)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

48

dari lembaga-lembaga donor dari luar negeri kepada negara penerima donor seperti

Indonesia.18

Sejak Indonesia mendapatkan kemerdekaan hingga saat ini terjadi pasang-surut

mengenai kehadiran orang asing di Indonesia. Beragam identitas pun disematkan kepada

orang asing. Terutama beberapa kalangan menyebut orang asing berkulit putih sebagai

bule atau ekspatriat. Oleh karena itu, pada konteks kekinian tampaknya perlu mencermati

identitas orang asing, pada khususnya orang kulit putih di Indonesia.

B.1. Orang Kulit Putih, Bule atau Ekspatriat?

Pada zaman seperti saat ini, tampaknya bukan menjadi kemustahilan untuk dapat

melihat, bertemu maupun berinteraksi dengan orang asing, khususnya orang kulit putih.

Kehadiran mereka dapat dijumpai di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,

maupun kota-kota wisata, seperti Jogjakarta, Bali, Lombok hingga Papua. Tak terkecuali

mereka pun telah hadir di berbagai ruang publik, seperti media televisi, media cetak dan

dunia maya seperti jejaring sosial dan internet.

Pembahasan mengenai kehadiran orang kulit putih di Indonesia masa pasca-

kolonial tentunya adalah suatu langkah yang cukup rumit. Orang kulit putih di Indonesia

seperti dua sisi mata uang, interlinkage, yang tidak dapat dilepaskan begitu saja salah

satunya. Di satu sisi, ada yang menyebut orang kulit putih sebagai bule, dan ekspatriat di

sisi lain. Oleh karena itu, untuk memperjelas kedua sisi tersebut, berikut ini adalah

penjelasan mengenai identitas orang kulit putih yang ada di Indonesia, yakni bule dan

ekspatriat.

18Rafick, Ishak. (2008). Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Jakarta: Ufuk Press. Hal. 74-5.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

49

B.1.1. Bule, Siapa Mereka?

Istilah khusus nan unik ini hanya terdapat di Indonesia. Bule telah menjadi kata

umum di kalangan masyarakat Indonesia yang biasanya disematkan bagi orang kulit putih.

Karenanya, penulis mencoba untuk menelisik apa yang dimaksudkan dari sebuah kata bule

terkait penggunaannya di dalam masyarakat. Pertama, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI, 2008:38,230) memaparkan bahwa bule adalah pelafalan dari kata ‘bulai’, yang

berarti albino, yaitu putih seluruh tubuh dan rambutnya karena kekurangan pigmen (zat

warna). Di samping itu, Merriam Webster Dictionary, mendefinisikan bahwa albino

adalah an organism exhibiting deficient pigmentation; especially: a human being that is

congenitally deficient in pigment and usually has a milky or translucent skin, white or

colorless hair, and eyes with pink or blue iris and deep-red pupil.19 Oleh karena itu, dari

kedua penjelasan tersebut, bule dapat dimaknai sebagai seseorang yang memiliki

kekurangan pigmen, sehingga tubuhnya terbalut dengan kulit yang putih. Dengan kata

lain, secara visual, orang yang disebut bule memiliki perbedaan dengan orang Indonesia,

seperti, warna kulit, mata, dan rambut, atau bercirikan ras kaukasoid.

Terkadang penuturan istilah bule acapkali dimaknai oleh orang kulit putih sebagai

bentuk sarkasme maupun berbau rasis, sehingga orang kulit putih cenderung tidak

menginginkan untuk disebut sebagai bule. Sebagai contoh, hal ini dapat dibahas secara

eksplisit di artikel, “Don’t Call Me Bule!”20 yang dituliskan oleh Anne-Meike Fechter.

Pada artikel “Don’t Call Me Bule!” Fechter memaparkan bahwa mereka, yang adalah

orang asing kulit putih menolak untuk disebut sebagai bule. Oleh karena itu, pada artikel

ini lebih banyak memuat kegundahan para ekspatriat yang merasa terganggu oleh

19 Origin of Albino; Portuguese, from Spanish, from albo white, from Latin albus. First Known Use:1777Masehi. Lihat http://www.merriam-webster.com/dictionary/albino20 Lihat http://www.expat.or.id/info/dontcallmebule.html Artikel ini dituliskan oleh Anne-Meike Fechter ataspermintaan suatu organizing committee pada bulan Juli tahun 2003. [Our appreciation to Anne-MeikeFechter who wrote and contributed this article at the request of the organizing committee. July 2003].

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

50

kebiasaan orang Indonesia ketika menyebut mereka sebagai bule. Hal tersebut dianggap

sebagai bentuk yang merendahkan dan menyakitkan, sehingga ekspatriat cenderung

menolak terhadap panggilan bule yang ditujukan padanya.

Di dalam artikel ini juga terdapat perdebatan cukup panjang di kalangan orang

kulit putih dalam menanggapi panggilan bule yang ditujukan pada mereka. Ada yang

mengganggap bahwa bule adalah kata yang biasa ditujukan bagi orang asing dengan kulit

putih, karena kulit mereka terlihat lebih terang dari kulit orang Indonesia. Ada juga

pandangan baik dari orang Indonesia maupun orang kulit putih yang mengganggap bahwa

istilah bule adalah sebuah kata netral, yang mana selama kata itu diucapkan secara sopan

dan tidak digunakan sebagai sebuah bentuk penghinaan. Selain itu, disebutkan juga bahwa

bagi sebagian besar orang Indonesia menganggap bahwa penyebutan bule sebagai

kebiasaan yang tidak bersalah dengan tidak ada niatan yang buruk. Orang asing yang

memiliki kulit putih acapkali dipanggil bule dalam situasi yang berbeda, seperti sapaan di

jalan, atau dalam percakapan informal dengan orang Indonesia. Jadi, bule adalah kata yang

netral dan juga sebagai kata fungsional – semacam sapaan untuk orang kulit putih.

Sebaliknya, meskipun kata bule memilki ragam variabel, orang kulit putih atau

ekspatriat cenderung menginginkan agar kata bule tidak terperangkap pada stereotipe

tentang orang asing, seperti, orang yang kaya, kasar, dan bodoh, yang bau keju dan tidak

memiliki moral. Karena bagi mereka, menjadi stereotipe seperti tersebut sangat

menjengkelkan, terutama bagi ekspatriat yang merasa bahwa mereka telah beradaptasi

dengan Indonesia secara lebih baik daripada para turis yang hanya sekedar berwisata.

Selanjutnya, orang kulit putih, yang dalam perdebatan artikel ini adalah ekspatriat,

juga tidak ingin kata bule digunakan sebagai kategori ras. Namun demikian, apabila dilihat

lebih cermat dalam artikel ini, penulis menilai bahwa pandangan rasis justru lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

51

dominan disampaikan oleh para ekspatriat terhadap perilaku masyarakat Indonesia. Hal

tersebut dapat dilihat ketika beberapa responden Fechter mengatakan bahwa orang

Indonesia sebagai pelaku rasis, dimana hal itu dikaitkan dengan menyebutkan kurangnya

pendidikan masyarakat Indonesia. Paparan tersebut termuat sebagai berikut:

“An additional sting for expatriates, however, might be that they feel insulted byIndonesians - people whom some consider to be politically backward, andintellectually less capable. In their responses, some expatriates therefore suggest thatIndonesians need more education.”

Secara eksplisit seorang responden Fechter juga mengatakan bahwa Indonesia

merupakan salah satu masyarakat yang paling rasis. Dengan beberapa uraian, responden

Fechter memberikan sebuah pandangan bahwa Indonesia terus-menerus merendahkan

orang lain (termasuk satu sama lain) terkait dengan suku, kelahiran, dan agama. Hal ini

dapat dilihat pada uraian berikut:

“…. Indonesia is one of the most racist societies in which I've ever had the pleasureof living. Indonesians are constantly denigrating others (including one another) bytribe, birthplace, and religion. While, admittedly, this is human nature at its worstand done everywhere, it still has no place in a pluralistic, democratic society.”

Selain itu, seorang responden (ekspatriat) dalam artikel ini juga memuat suatu

anggapan yang mengatakan bahwa Indonesia sebagai tempat yang paling rasis, sehingga

ekspatriat (yang kebanyakan orang kulit putih) telah mengalami rasisme secara pribadi.

Berikut adalah kutipan yang terdapat dalam artikel tersebut:

“However, that Indonesia seems racist to them because they have, for the first time,received racial insults themselves. This is pointed out to them, however, by otherparticipants: ‘I've heard many people describe Indonesia as the most racist placethey've ever been and although I would never argue that it isn't racist, I don't thinkits more racist than other places, but that it is probably the only place where expats(who are mostly white) have experienced racism personally directed at them. Youhave probably lived with racism all around you but until you moved to Indonesiaand became a victim of it you just didn't notice it.” (cetak miring dari penulis)

Dari kutipan di atas, khususnya pada kalimat yang diberi cetak miring dapat

dipahami bahwa kalangan Barat yang sesungguhnya sangat rasis, namun mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

52

seringkali menyangkalnya karena tidak merasakan rasisme yang ditujukan kepada mereka.

Akan tetapi, ketika kalangan Barat berada di Timur seperti Indonesia seoalah-olah mereka

telah merasa mendapatkan sebuah perlakuan rasis, terutama pada saat mendapatkan

panggilan bule yang ditujukan kepada mereka.

Meskipun artikel pendek ini, yang kurang lebih memuat sebanyak dua ribu kata,

berupaya mendamaikan persepsi tentang pemaknaan kata bule, baik di pihak orang kulit

putih maupun pribumi, namun pada akhirnya artikel ini menjadi ambigu. Setelah

memaparkan beragam pandangan, diskusi, dan perdebatan mengenai kata bule, artikel ini

mengatakan bahwa orang kulit putih maupun ekspatriat telah menerima penggunaan

istilah bule, akan tetapi perlu diingat kembali bahwa judul artikel ini telah diberikan

sebuah judul Don’t Call Me Bule!.

Artikel menarik lainnya tentang perdebatan kata bule terdapat pada tulisan Donny

Syofyan dengan judul Understanding The Word ‘Bule’.21 Sebagai penulis dari kalangan

Indonesia, Syofyan mencoba menyumbangkan gagasan tentang pemahaman kata bule.

Syofyan mengemukakan bahwa kata bule biasanya menunjuk pada orang kulit putih

seperti Eropa, Amerika atau Australia, dan terkadang juga ada beberapa orang yang

mengatakan bule Afrika (African bule) terkait dengan mereka yang berasal dari Afrika.

Namun demikian, dalam artikelnya, Understanding The Word ‘Bule’ Syofyan tidak

serta merta secara eksplisit menyebutkan orang asing sebagai ekspatriat. Syofyan – dengan

maupun tanpa sengaja – lebih memilih untuk menggunakan kata “foreigner” dalam

menyebut orang asing di Indonesia. Oleh karena itu, setidaknya perlu untuk menelusuri

lebih mendalam sejauh mana Syofyan memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai

kata bule di dalam artikel pendeknya.

21 Indonesia Expat Issue 116, p. 15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

53

Pertama, Syofyan menjelaskan bahwa orang asing yang telah tinggal di Indonesia

dalam jangka waktu yang panjang dan hidup bertetangga dengan orang lokal masih saja

mendapatkan sebutan sebagai bule. Dalam hal ini, Syofyan menilai bahwa hal tersebut

dirasa cukup mengganggu mereka (orang kulit putih) mengingat tidak ada yang berubah

dalam hubungan bertetangga, sehingga penduduk setempat masih melihat mereka sebagai

orang asing dan belum diterima dalam kehidupan masyarakat lokal. Bahkan Syofyan juga

mengingatkan bahwa terdapat hal yang berbeda ketika orang asing memiliki teman-teman

Indonesia; pribumi tidak akan lagi menyebut orang asing sebagai bule ketika berteman

dengan orang Indonesia, meskipun terkadang jika pribumi ingin memperkenalkan teman

asingnya (yang kulit putih) kepada teman-teman lain namun masih juga sering

menggunakan kata bule.

Dari penjabaran poin pertama ini, penulis menganggap bahwa posisi Syofyan

dalam artikelnya bersikap mendua. Di satu sisi, Syofyan ingin memperlihatkan bahwa ada

keinginan dari orang kulit putih yang hadir di dalam masyarakat Indonesia untuk dianggap

sama dan tidak lagi dibedakan sebagai orang asing karena telah berada cukup lama dan

beradaptasi di Indonesia. Di sisi lain, posisi Syofyan tetap menempatkan bahwa kata bule

adalah kata netral bagi orang kulit putih ketika digunakan untuk memperkenalkan kepada

orang pribumi.

Kedua, Syofyan memaparkan bahwa masih ada pandangan di kalangan orang

Indonesia yang menganggap wisatawan asing dan para petualang yang sedang berkunjung

ke Indonesia disebut sebagai bule, seperti dengan sapaan “mister” dan “miss”. Syofyan

menganggapnya tidak hanya menjadi hal yang terdengar lucu, tapi akhirnya berubah

menjadi hal yang mengganggu orang asing, apalagi karena mereka berasal dari berbagai

negara dan hanya tinggal selama satu atau dua bulan di Indonesia. Dalam hal ini, Syofyan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

54

mencoba membuat perbandingan dengan Barat, dimana orang Barat tidak memberikan

istilah atau nama yang aneh kepada orang asing atau para pendatang baru. Di negara-

negara Barat, orang asing yang tinggal lebih dari satu atau dua bulan untuk bekerja atau

belajar tidak mendapatkan diri mereka benar-benar merasa terganggu seperti di Indonesia.

Hal ini terutama berlaku ketika banyak orang terus berulang-ulang berteriak “bule!” pada

mereka, padahal sebelumnya sudah saling kenal dan bertemu, sehingga suasana seperti itu

membuat orang asing merasa tidak nyaman.

Terkait hal di atas, penulis kembali mengkritisi poin kedua yang disampaikan oleh

Syofyan. Sebagai penulis Indonesia, Syofyan belum dapat melepaskan dikotomi antara

Barat dan Timur. Syofyan masih menempatkan Barat sebagai yang lebih baik. Hal itu

terlihat saat Syofyan membandingkan apa yang dialami oleh para pendatang asing di

Indonesia dengan para pendatang asing di negara-negara Barat. Selain itu, upaya Syofyan

untuk memperlihatkan perbandingan tersebut, baik sadar atau tidak, juga telah

menempatkan Barat sebagai yang superior dibandingkan dengan Indonesia, bahkan

menegaskan bahwa ketidaknyamanan menjadi bagian dari kehadiran orang asing ketika

berada di luar negara-negara Barat.

Ketiga, Syofyan mencoba pada suatu gagasan dengan mempertanyakan tentang

kemungkinan orang asing yang mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat setempat,

sehingga apakah kata “bule” akan menghilang? Mungkinkah itu terjadi di Indonesia? Bagi

Syofyan, penerimaan terhadap keberadaan orang asing, pada tingkat yang cukup serius

karena prasangka publik atas pekerjaan orang asing. Misalnya, banyak orang Indonesia

beranggapan bahwa kebanyakan orang asing kaya, sehingga mereka harus membayar lebih

mahal untuk suatu produk dan jasa yang mereka beli di negara Indonesia. Akan tetapi,

pada kenyataannya tidak semua orang asing adalah kaya. Contoh lainnya, sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

55

wisatawan, orang asing membayar tiket yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan

pengunjung Indonesia. Oleh karena itu, Syofyan merasa tidak menyenangkan ketika

menemukan suatu kejadian dimana setiap kali memasuki objek wisata para turis

mendapatkan diskriminasi antara wisatawan lokal dan mancanegara.

Tidak berhenti sampai disitu, berkaitan dengan wisata mancanegara, Syofyan

merujuk pada beberapa pengalamannya saat mengunjungi tempat-tempat wisata di luar

negeri, seperti di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru. Di sana ia tidak pernah

melihat perbedaan harga antara orang asing dan penduduk setempat, yang ada hanya harga

khusus untuk mahasiswa dan orang tua pensiunan. Selanjutnya, Syofyan beranggapan

bahwa beberapa orang Eropa terutama mereka yang belum pernah mengunjungi Indonesia

akan memiliki beberapa prasangka terhadap Indonesia. Beberapa temannya yang berasal

dari Cekoslovakia, misalnya, berpikir bahwa Indonesia adalah negara dimana orang-

orangnya masih primitif, tinggal di rumah-rumah dalam hutan; tidak ada listrik dan tidak

ada koneksi internet. Sofyan menganggap bahwa kesalahpahaman seperti itu biasanya

terjadi pada orang yang selama ini hanya menetap di negara mereka dan tidak pernah pergi

ke luar negeri.

Persoalan lain dalam poin ketiga pada artikel Syofyan ini adalah mengenai

stereotipe. Stereotipe tersebut muncul saat Syofyan mengemukakan beberapa temannya

yang berpikir bahwa Indonesia adalah negara dimana orang-orangnya masih primitif,

tinggal di rumah-rumah dalam hutan; tidak ada listrik dan tidak ada koneksi internet, yang

mana Sofyan menganggap hal itu sebagai sesuatu kewajaran pada kalangan Barat yang

selama ini hanya menetap di negara mereka dan tidak pernah pergi ke luar negeri. Dalam

hal ini, penulis menanggapi bahwa pendapat Syofyan bukan menjadi suatu pembenaran

belaka atas ketidaktahuan kalangan Barat terhadap Indonesia sehingga masih saja terdapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

56

stereotipe tentang Indonesia sebagai yang primitif. Karena itu, Syofyan telah luput untuk

menyadari bahwa sebelum teman-temannya berkunjung ke Indonesia, terdapat wacana

pengetahuan yang telah disediakan kalangan Barat mengenai dunia Timur, yakni

Orientalism, seperti Asia, yang mana Indonesia termasuk di dalamnya.

Poin terakhir dalam artikel ini, dan sekaligus untuk pertama kalinya Syofyan

menggunakan kata “ekspatriat” sehingga bagi penulis menjadi hal yang sangat ganjil. Pada

dua paragraph terakhir dalam artikel ini, Syofyan menjelaskan bahwa ekspatriat

menganggap “bule” adalah istilah yang sangat kasar dan hal tersebut dapat memiliki arti

yang berbeda tergantung pada konteks penggunaannya. Beberapa orang Indonesia

mengemukakan bahwa “bule” adalah kata yang netral dengan arti positif dan mungkin

negatif. Bahkan Syofyan juga mengemukakan sebuah pendapat lain yang mengatakan

bahwa istilah“bule” adalah kata fungsional untuk menggambarkan orang kulit putih,

bahkan secara linguistik, orang kulit putih atau ekspatriat seharusnya tidak merasa

tersinggung ketika orang menyebut mereka “bule”.

Syofyan menjelaskan bahwa istilah “bule” lebih merupakan bahasa lisan untuk

sehari-hari yang digunakan dalam percakapan. Pada identitas lisan, sebagian masyarakat

Indonesia cenderung menganggap bahwa kata “bule” tidak menghina dan tidak

dimaksudkan untuk menjadi kasar. Dikarenakan istilah ini terikat erat pada wilayah oral,

orang-orang yang berpendidikan tidak akan menyebut orang kulit putih sebagai “bule”

dalam konteks formal, seperti saat rapat. Orang Indonesia yang terpelajar tidak akan

memanggil orang kulit putih sebagai '’bule” kecuali orang tersebut berniat untuk

menghina, karena yang umum terjadi ialah salah tafsir oleh orang Barat bahwa kata

tersebut bermaksud menghina.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

57

Bagi penulis, penekanan yang disampaikan oleh Syofyan pada akhir artikelnya

menjadi semacam “formalitas” untuk memperkuat korelasi gagasan pada awal artikel

terkait istilah “bule” yang selalu diberikan pada orang kulit putih. Padahal pada paragraf-

paragraf sebelumnya, Syofyan tidak secara langsung menyebut orang asing adalah orang

kulit putih. Syofyan juga tidak menggunakan kata “expatriate” secara berkelanjutan, akan

tetapi lebih dominan menggunakan kata “foreigners” untuk menjelaskan orang asing atau

para pendatang di Indonesia.

Setelah melihat muatan artikel ini, penulis beranggapan bahwa posisi Syofyan

dengan beragam pendapat dan pandangannya, dalam upaya untuk memberikan

pemahaman tentang kata “bule”, sebagaimana judul artikelnya, ‘Understanding The Word

‘Bule’, merupakan sebuah penjelasan yang tidak begitu lengkap dan komprehensif. Selain

itu, Sofyan seharusnya melakukan problematisasi yang lebih terfokus pada orang asing

kulit putih atau ekspatriat, sehingga tidak meluas ketika menyebut orang asing sebagai

foreigners. Dengan demikian, pemahaman mengenai orang kulit putih mengenai sebutan

“bule” dan “ekspatriat” akan menjadi lebih jelas dan terang bagi kalangan umum.

B.1.2. Ekspatriat, melampaui definisi!

Sebagaimana yang telah disinggung pada bab sebelumnya, Bab I Pendahuluan,

terdapat beragam penjelasan mengenai pengertian ekspatriat secara etimologi. Merujuk

pada pandangan seorang Sosiolog, Eric Cohen, dalam artikel yang berjudul “Expatriate

Community” (1977), secara konvensional mengatakan bahwa:

Expatriate is conventionally reserved for Westerners who have lived abroad forvarying lengths of time, especially artists, colonials, and generally those with amission of one kind or another.22

Sementara itu, seorang Antropolog, Ulf Hanners (1996) menjelaskan bahwa:

22 Dalam Anne-Meike Fechter. (2007). Transnational Lives: Expatriates in Indonesia. England: Ashgate.Hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

58

Expatriates (or ex-expatriates) are people who have chosen to live abroad for someperiod, and who know when they are there that they can go home when it suitsthem...these are people who can afford to experiment, who do not stand to lose atreasured but threatened, uprooted sense of self.23

Dengan demikian, dari kedua upaya penjelasan maupun pemaparan di atas dapat

diketahui bahwa belum terdapat batasan yang ketat untuk dapat menyebut orang yang

keluar dari negara asalnya sebagai ekspatriat, terutama identitas ekspatriat yang tidak

terkait dengan suatu jenis ras tertentu. Meskipun dari pernyataan Cohen ekspatriat

merujuk pada orang-orang Barat, namun tampaknya perlu untuk menelusuri lebih lanjut

beragam wacana yang terdapat di dalamnya, khususnya orang asing kulit putih yang

merepresentasiskan diri sebagai ekspatriat.

Sebagai salah satu sumber rujukan pustaka dalam penelitian ini, yakni, Anne-

Meike Fechter yang melakukan studi tentang kehidupan transnasional ekspatriat di

Indonesia telah memberikan sumbangsih tentang beragam wacana seputar kehidupan

ekspatriat. Melalui sebuah penelititan, Fechter berupaya untuk dapat memahami ekspatriat

dengan melihat kondisi yang sesungguhnya terjadi di Jakarta. Bertolak pada sebuah artikel

milik Cohen (1977) yang berjudul 'Expatriate Community', Fechter (2007:1) ingin

mengingatkan kembali dengan memperlihatkan suatu pola hubungan relatif yang kontras

dengan keunggulan ekspatriat dalam imajinasi populer, meskipun hal tersebut sering

mengambil bentuk karikatur dan klise. Keberadaan klise ini lebih dikonstruksi oleh

ekspatriat sendiri terkait dengan pengasumsian suatu ‘kebiasaan eksotis’ dan ‘keyakinan

irasional’ yang ditujukan terhadap kalangan pribumi.

Meskipun Fechter tidak mencoba secara sistematis untuk meninjau istilah

‘ekspatriat’ yang longgar dan memiliki beberapa arti, namun ia berupaya membahas

keberadaan ekspatriat yang relevan dalam konteks sekarang. Fechter (2007:1) menjelaskan

23 Dalam Upton, S.R. (1998). Expatriates in Papua New Guinea: Contructions of Expatriates in CanadianOral Narratives. Hal. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

59

bahwa kata ‘expatriate’ berasal dari bahasa Latin; ex yang berarti keluar dan patria yang

berarti negara asal. Selain itu, Fechter juga merujuk pada The New Oxford English

Dictionary (1999) mengenai asal usul penggunaan kata ekspatriat yang ada saat ini, yang

mana kata eskpatriat bermula pada pertengahan abad ke-18 atau dalam bentuk istilah

Latin, diartikan sebagai seseorang yang pergi atau keluar dari negaranya.

Di samping itu, Fechter (2007:1) setidaknya mendeskripsikan bahwa istilah

ekspatriat telah menjadi terkenal dalam beberapa hal. Pertama, semisal dalam tulisan yang

terdapat dalam Lost Generation, penulis Amerika yang tinggal di Paris setelah Perang

Dunia I, termasuk Ernest Hemingway, F. Scott Fitzgerald dan Gertrude Stein. Sebuah

kutipan dari novel Hemingway, The Sun Also Rises, menunjukkan kiasan dari

kemerosotan moral yang terkait dengan keberadaan ekspatriat: “Anda seorang ekspatriat.

Anda telah kehilangan kontak dengan tanah kelahiran. Anda mendapatkan kedudukan

yang tinggi. Standar kepalsuan Eropa telah merusak Anda. Anda minum hingga mati.

Anda menjadi terobsesi dengan seks. Anda menghabiskan seluruh waktu hanya untuk

berbincang-bincang tanpa bekerja. Anda adalah adalah seorang ekspatriat, lihat?"24

Selajutnya, Fechter (2007:2) juga berupaya menunjukkan bahwa kata ekspatriat

sebagai sebuah penggunaan istilah, yang mana untuk konteks sekarang dinilai lebih

relevan berkaitan dengan kolonialisme. Bagi Fechter, belakangan ini hubungan kata-kata

'kolonial' dan 'ekspatriat' juga senantiasa digunakan satu sama lain dalam catatan

kehidupan kolonial. Hal itu dapat terlihat dalam sebuah deskripsi ketika para pria Inggris

yang telah berada terlalu lama dengan iklim tropis di Asia Selatan atau Asia Tenggara

telah mengalami penderitaan dunia yang melelahkan, mengalami keterasingan, dan

kecanduan alkohol. Deskripsi tersebut acapkali digambarkan dalam novel dan cerita

24 “You’re an expatriate. You’ve lost touch with the soil. You get precious. Fake European standars haveruined you. You drink yourself to death. You become obsessed by sex. You spend all your time talking, notworking. You are an expatriate, see?” (Hemingway 1926, Chapter 12). Dalam Fecther (2007). Hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

60

pendek Anthony Burgess, Joseph Conrad dan Somerset Maugham. Asosiasi ini dikaitkan –

dan kadang-kadang kontinuitas – antara masa lalu kolonial dengan permukaan wacana

populer ekspatriat kontemporer; bersantai dan menghirup tonik saat matahari terbenam,

sehingga telah menjadi gambaran ikon dari kehidupan ekspatriat di daerah tropis saat ini.

Hal ini didasarkan pada kemungkinan pengaruh dari cara hidup petugas kolonial Inggris di

India, sehingga Fechter membahas pentingnya hubungan antara kedua kelompok tersebut;

petugas kolonial dan para pendatang yang menjadi ekspatriat.

Kedua, Fechter (2007:2) juga memaparkan bahwa sebuah makna dari istilah

“ekspatriat” dalam hal teknis juga digunakan dalam bidang manajemen sumber daya

manusia internasional. Dalam konteks ini, seorang ekspatriat ditempatkan sebagai

seseorang yang mengambil sebuah tugas internasional untuk majikan (perusahaan

multinasional) mereka. Sebagai orang tetap di dalam suatu perusahaan, langkah-langkah

ini kerapkali juga disebut sebagai transfer intra-perusahaan. Mereka sering disebut sebagai

'ekspatriat bisnis', yang mana perpindahan semacam ini mungkin saja terjadi. Bahkan

suatu model tradisional yang menetapkan bahwa seorang pekerja akan diberikan uang

insentif untuk kepindahannya dan kompensasi atas biaya ketidaknyamanan yang

ditimbulkan akibat adanya relokasi. Hal itu termasuk biaya perpindahan, tiket pesawat,

biaya perumahan, mobil dan supir, asuransi kesehatan, serta biaya sekolah anak-anak

mereka, ditambah lagi gaji yang lebih tinggi untuk mengakomodasi biaya dalam

mempertahankan gaya hidup luar negeri. Ekspatriat perusahaan ini secara khusus

berkaitan dengan tahapan yang berbeda dari 'siklus ekspatriat'; karena itu adalah pilihan

mereka, sebagai bentuk tugas dan repatriasi, remunerasi, dan berdasarkan pada evaluasi

keberhasilan atau kegagalan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

61

Ketiga, terlepas dari kerangka pengertian yang sempit, Fechter (2007:3) juga

menjelaskan istilah ekspatriat yang sering muncul dalam representasi suatu media,

misalnya berkenaan dengan suatu peristiwa ketika orang Inggris pindah ke selatan

Spanyol, Perancis atau Italia secara sementara atau permanen. Bagi Fechter, hal ini terjadi

bukan hanya sebatas lansia yang biasa dianggap sudah pensiun atau sedang liburan, tetapi

juga orang-orang yang meninggalkan pekerjaan mereka dan menjual properti mereka di

Inggris guna mengejar kualitas hidup yang lebih baik di luar negeri, iklim yang lebih

hangat dan biaya hidup yang lebih rendah. Fechter menempatkan ekspatriat semacam ini

telah memperoleh profil yang relatif tinggi dalam imajinasi populer di Inggris, sebagian

hadir melalui beberapa serial di televisi, menyusul relokasi dan pemukiman luar negeri.

Seperti penampilan mereka dalam novel Peter Mayles, A Year in Provence, atau JG.

Ballard, Cocaine Nights, dan fitur berita lainnya, semisal tentang akses kesehatan bagi

warga yang lanjut usia di Spanyol.

Secara khusus, bertolak dari pengamatan di Indonesia, Fechter (2007:3) mulai

menemukan semacam kejelasan dari makna sebuah istilah ‘ekspatriat’. Ekspatriat dengan

berbagai hal yang disertai asosiasi mewah, secara lebih rinci membahas aspek bagaimana

warga Barat di Indonesia berhubungan dan berbicara tentang identifikasi mereka yang

asing vis-à-vis dengan orang Indonesia dan orang-orang di negara mereka. Berdasarkan

pada informannya di Indonesia, yang semuanya adalah orang Euro-Amerika, Fechter

menggambarkan bahwa diri mereka sebagai ekspatriat karena berada pada suatu

perusahaan berskala internasional, sehingga telah membuat seseorang menjadi ekspatriat.

Beberapa dari informannya tidak hanya menerima istilah ekspatriat, ‘but embraced it with

relish’. Ini adalah pengakuan mereka mengenai makna atas status pekerjaan, karena status

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

62

ini telah membuat mereka sampai pada batas tertentu yang membenarkan bahwa

keberadaan ekspatriat relatif mewah.

Keempat, Fechter (2007:3) mengemukakan bahwa pemberian label ‘ekspatriat’

juga telah menandakan mereka dalam mekanisme kapitalisme global, di mana mereka

tidak memiliki kontrol atas diri dan tidak dapat bertanggung-jawab atas kesenjangan yang

dihasilkan di dalam masyarakat. Dasar alasan ini diletakkan pada apa yang biasa disebut

‘hardship ideology’, yang juga menjadi dasar dalam suatu ‘paket ekspatriat’ karena

dikirim ke suatu negara yang “tidak nyaman”, sehingga menjadi wajar apabila

mendapatkan bayaran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara asal. Selain itu,

ideologi ini sering muncul berkaitan dengan konsep dari perusahaan ekspatriat, per

definisi, adalah mereka lebih terampil dan berkualitas untuk dipekerjakan daripada tenaga

kerja lokal, dan karena itu mereka layak digaji jauh lebih tinggi daripada penduduk

setempat. Bahkan ketika para perusahaan mereka memberikan pembenaran lebih lanjut

untuk suatu posisi istimewa ekspatriat dan persepsinya yang sering mendasar atas

perusahaan ekspatriat memiliki nilai yang tinggi.

Di samping itu, Fechter (2007:4) juga meninjau pemikiran Chambers (2005)

berkaitan pada fenomena ekspatriat yang mengacu sebagai ‘capital trap’, sehingga muncul

sinyal yang berjarak antara para profesional dengan masyarakat negara tempat mereka

bekerja. Meskipun terdapat beberapa kesamaan dengan ekspatriat perusahaan, akan tetapi

terdapat beberapa ekspatriat sebagai pekerja sosial yang enggan untuk merujuk diri

mereka sebagai ekspatriat. Hal ini disebabkan kecenderungan yang mengandung konotasi

negatif, seperti keserakahan, kebodohan, dan kurangnya minat pribadi untuk hidup

bersama masyarakat, hingga karakteristik mereka yang tidak ingin diidentifikasi. Hal ini

berkaitan dengan fakta bahwa terdapat para pekerja sosial yang masih cenderung untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

63

dapat mempertimbangkan misi dan motivasi mereka secara fundamental berbeda dengan

sektor korporasi, bahkan mereka lebih menekankan pada sisi humanistik dan bukan

berorientasi pada motif keuntungan.

Kelima, Fechter (2007:5) juga menyebutkan bahwa adanya kelompok lain yang

sebagian tumpang-tindih dengan para pekerja sosial, yaitu generasi muda yang belum

tentu berada di Jakarta karena dikirim melalui perusahaan, tetapi ada yang mengambil

pekerjaan atas inisiatif mereka sendiri. Ada kemungkinan mereka juga menerima gaji yang

kompetitif secara global dan memiliki gaya hidup yang nyaman, tapi tidak selalu

menggambarkan bahwa diri mereka dapat dan mau dikatakan sebagai ekspatriat. Fechter

menyarankan bahwa kelompok ini enggan untuk dihubungkan dengan para ekspatriat tua

dan budaya mereka, karena cenderung akan berkaitan dalam hal kelompok se-negaranya,

berorientasi hidup sosial, terlibat dalam organisasi masyarakat, dan pada umumnya dengan

apa yang mereka anggap sebagai sebuah gaya hidup kuno, yaitu, ekspatriat tradisional.

Bergeser pada suatu pandangan lain, Fechter (2007:5) mencoba melihat bagaimana

bentuk keprihatinan pengetahuan masyarakat Indonesia yang juga cenderung meremehkan

ekspatriat dengan menunjukkan keterlibatan ekspatriat yang tinggal di luar Jakarta,

semisal, pengusaha kecil, guru, seniman, dan mereka yang bekerja untuk sebuah Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Karena itu, Fechter melakukan kritik dengan menyampaikan

bahwa acapkali dalam pemahaman pribumi, istilah ekspatriat selalu diasosiasikan dengan

menunjukkan gaya hidup mewah, kurangnya memiliki kemampuan bahasa, arogansi,

kebodohan, dan mungkin sikap rasis.

Berbekal dengan beberapa definisi dan melihat kondisi realitas para ekspatriat

dalam perspektif transnasional di Indonesia, pada khususnya di Jakarta, akhirnya Fechter

mendapatkan beberapa temuan dan kesimpulan, diantaranya, pertama, kehadiran para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

64

ekspatriat bukanlah sebuah kelompok yang homogen (2007:15). Kedua, kehidupan para

ekspatriat berkaitan dengan sejarah, ras, kebangsaan, hingga gender (2007:34). Ketiga,

arus perpindahan global atau transnasionalisme yang dialami para ekspatriat dilingkupi

dengan hak-hak istimewa migrasi (2007:56). Keempat, ekspatriat perusahaan masih

dilingkupi oleh imajinasi kolonial (2007:80). Kelima, ekspatriat memproduksi identitas,

mengafirmasi, dan berkontestasi dalam kehidupan sosial (2007:100). Terakhir, Fechter

menolak mitos globalisasi mengenai identitas yang bersifat cair maupun yang dianggap

tidak ada lagi batasan dengan memperlihatkan kehidupan transnasional para ekspatriat

(2007:166). Dengan demikian, ekspatriat bukan lagi hanya sekedar pendefinisian semata,

melainkan terjadi suatu proses reproduksi wacana yang turut memapankan ekspatriat

sebagai suatu identitas.

B.2. Ekspatriat di Indonesia

Sebagaimana Loomba (2000:2) mengemukakan bahwa kolonialisme bukanlah

suatu proses identis dalam berbagai bagian dunia yang berbeda, tetapi di mana pun adanya

selalu terjadi hubungan-hubungan yang paling kompleks dan traumatik dalam sejarah

manusia antara penduduknya dengan para pendatang baru. Dalam hal ini, ekspatriat pun

merupakan pendatang baru di sebuah negara seperti Indonesia. Sebagai pendatang baru,

kehadiran para ekspatriat sudah tentu berhadapan dengan penduduk pribumi, sehingga

menghasilkan dinamika di dalam kehidupan masyarakat.

Berdasarkan data mengenai Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)

yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama tahun 2013,

tercatat sebanyak 68.957 orang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia.25

Bahkan pada tahun 2013 sebuah survei dari lembaga perbankan seperti HSBC telah

25 Penjelasan diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Lihathttp://www.tribunnews.com/bisnis/2014/02/09/68957-ekspatriat-bekerja-indonesia-di-2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

65

menempatkan Indonesia di dalam daftar negara yang paling diminati oleh para ekspatriat,

dan berada di tempat paling atas untuk kriteria tempat dan peluang karir terbaik.26 Karena

itu, tidak mengherankan bahwa pada tahun 2014 jumlah ekspatriat di Indonesia masih

berjumlah 68.762 orang.27

Jumlah kehadiran para ekspatriat di Indonesia di atas telah menasbihkan sebuah era

kolonialisme modern. Kolonialisme modern tidak hanya mengambil upeti, harta benda,

dan kekayaan negara dari negara taklukannya, tetapi juga membangun kembali struktur

perekonomian mereka, menarik mereka ke dalam hubungan kompleks dengan negara-

negara induk, sehingga terjadi arus manusia dan sumber daya alam antara negara-negara

koloni dengan negara-negara kolonialnya (Loomba, 2000:3). Dengan demikian, kehadiran

para ekspatriat merupakan praktik atas arus manusia pada masa kolonialisme modern.

B.2.1. Perdebatan seputar ekspatriat

Ekspatriat telah menjadi fenomena budaya di tengah masyarakat kontemporer

Indonesia. Ekspatriat sebagai identitas para pendatang baru atau orang asing tampaknya

memang kurang begitu akrab di sebagian besar telinga masyarakat Indonesia. Namun

demikian, terdapat perdebatan yang cukup menarik untuk diikuti guna mengetahui

keberadaan para ekspatriat di Indonesia. Perdebatan mengenai kehidupan para ekspatriat

di Indonesia ini dipantik oleh dua Antropolog, yakni Anne-Meike Fechter dan Abdul

Kadir.

Hasil penelitian mengenai kehidupan ekspatriat di Indonesia yang disajikan oleh

Fechter dalam buku Transnational Live Expatriates in Indonesia, telah membuat seorang

Abdul Kadir tergugah untuk memberikan suatu tanggapan dalam sebuah artikel terkait

26 HSBC Expat Explorer Survey 2013. p. 8. (Expat Economic League Table; Household Income).27 http://ppid.depnakertrans.go.id/menaker-hanif-jumlah-tka-sebanyak-68-762-orang-pada-tahun-2014/

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

66

masyarakat kulit putih di Indonesia.28 Kadir beranggapan bahwa buku tentang kehidupan

masyarakat kulit putih selama ini hanya diteliti oleh para sejarawan. Semenjak

dekolonisasi era Soekarno di tahun 1957, telah terjadi pengusiran orang kulit putih di

berbagai kota besar seperi Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Malang. Oleh

karena itu, karya penelitian Fechter telah mengundang rasa penasarannya untuk

mengetahui bagaimana masyarakat kulit putih saat ini dapat bertahan hidup di negara

tropis Indonesia, bahkan untuk melihat kembali hal yang membedakan kehidupan mereka

dengan masyarakat kulit putih di zaman kolonial.

Kadir pun mengkritisi bahwa buku tersebut turut menyajikan stereotipe tentang

orang Indonesia dari kacamata orang Barat yang selalu hampir sama dengan pandangan

yang dihasilkan Barat mengenai Indonesia. Kadir beranggapan bahwa kehadiran para

ekspatriat di Indonesia telah membantah pandangan globalisasi selama ini, di mana Arjun

Appadurai berargumen bahwa globalisasi telah membuat cairnya identitas. Baginya,

dengan adanya kehidupan transnasional telah membuat identitas pada batas-batas tertentu.

Identitas dari komunitas kulit putih yang mengaku paling kosmopolit dan internasional ini

justru telah menciptakan dan mempertegas batas-batas itu sendiri; batas antara orang kaya

dan miskin, antara mereka yang putih dan kulit gelap, dan antara yang ‘penjajah’ dan

‘terjajah’ tetap dipelihara, bahkan semakin dipertegas.

Atas adanya tanggapan yang diberikan oleh Kadir, Fechter selaku penyaji buku

pun terpancing untuk memberikan pandangannya dalam sebuah artikel bersambung –

menjadi dua bagian terpisah. Akan tetapi dalam artikel ini, pandangan yang diberikan

Fechter tidak terkait dengan ekspatriat di Jakarta. Dalam artikelnya tersebut, Fechter

28 Hatib Abdul Kadir, Menelisik Masyarakat Kulit Putih di Indonesia, sebuah review buku. Dapat dilihatpada laman berikut: http://etnohistori.org/menelisik-masyarakat-kulit-putih-di-indonesia-review-buku-transnational-lives-hatib-abdul-kadir.html (Diakses 07 April 2013)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

67

berupaya membahas tentang ekspatriat non-perusahaan yang hidup di Kota Yogyakarta.29

Fechter mengatakan bahwa banyak orang asing yang sebagian besar datang ke kota

Yogyakarta tidak dikirim oleh perusahaan, akan tetapi datang karena inisiatif sendiri.

Keputusan mereka untuk tinggal di Yogyakarta berbeda dengan para ekspatriat perusahaan

di Jakarta. Di Yogyakarta banyak ‘ekspatriat independen’ yang memiliki minat lebih

terhadap orang dan perusahaan dalam negeri. Mereka cukup mampu dalam memahami

budaya lokal dan berbahasa Indonesia, dan banyak yang bertekad untuk membangun

hubungan kerja yang erat dengan Indonesia, bahkan terkadang dengan tujuan untuk

menyatu bersama komunitas lokal. Dengan demikian, hal ini menjadi berbeda dengan para

ekspatriat di Jakarta yang seolah-olah tinggal dalam ‘gelembung’ dan menghindar dari

orang pribumi.

Pada artikel yang kedua, Fechter lebih berupaya untuk melihat perbedaan kondisi

ekspatriat di Yogyakarta dengan di Jakarta.30 Dibandingkan dengan ekspatriat di Jakarta,

bagi Fechter para ekspatriat di Yogyakarta kebanyakan tinggal dengan akomodasi yang

sederhana, meski lebih mahal dibandingkan rata-rata rumah-rumah orang Indonesia,

namun dinilai masih lebih murah dari akomodasi di negara asal mereka. Perbedaan lainnya

adalah ekspatriat yang berkeluarga, semisal rencana perjalanan, karena mereka sering

melakukan perjalanan bolak-balik antara Indonesia dengan negara asal dan juga lingkaran

sosial mereka. Oleh karena itu, mereka ditandai sebagai orang-orang yang selalu datang

dan pergi, karena mampu melakukan perjalanan ke Jakarta, Singapura atau ke negara asal

untuk alasan pekerjaan, sosial atau visa. Perbedaan ini terlihat jelas, namun mereka biasa

29 Anne-Meike Fechter, Etnografi Ekspatriat [Bule] di Yogyakarta Bagian 1. 25 April 2012. Dapat dilihatpada laman berikut: http://etnohistori.org/etnografi-ekspatriat-atau-bule-di-yogyakarta-bagian-1-oleh-anne-meike-fechter.html30 Anne-Meike Fechter, Etnografi Ekspatriat [Bule] di Yogyakarta Bagian 2. 27 April 2012. Dapat dilihatpada laman berikut: http://etnohistori.org/etnografi-ekspatriat-atau-bule-di-yogyakarta-bagian-2-oleh-anne-meike-fechter.html

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

68

tinggal dalam bentuk jangka waktu yang tidak lama, mereka pergi untuk sementara, tetapi

akan kembali demi mempertahankan kontak dengan mereka yang masih di sana. Menetap

di Yogyakarta biasanya dianggap sebagai pilihan sementara, yang mana dapat

dipertimbangkan kembali dan kemudian diubah lagi. Mengenai kontak awal mereka

dengan orang Indonesia, sebagian besar dari mereka datang untuk pertama kalinya sebagai

wisatawan atau untuk mengunjungi teman-teman. Seringkali mereka hanya kebetulan di

Indonesia untuk tujuan wisata. Bagaimanapun, Fechter beranggapan bahwa saat mereka

tinggal sementara waktu di Yogyakarta, terjadi pertemuan dengan beberapa orang asing,

dan setelah menyadari seperti apa kemungkinan tempat gaya dan hidup yang ditawarkan,

mereka dapat memutuskan untuk datang kembali.

Fechter melihat bahwa banyak posisi orang asing di Yogyakarta dapat

digambarkan ‘tinggal dalam waktu yang berselang’. Ini berarti bahwa mereka bukan

hanya bersandar pada kenyamanan, dan manfaat dari perbedaan atau dalam kekuasaan,

uang dan status yang ada di antara mereka sebagai warga negara-negara Barat dengan

Indonesia. Mereka tinggal dalam sebuah ‘selisih’ (gap) karena meraka tidak perlu

berintegrasi ke dalam komunitas lokal, sementara pada saat yang sama menjauhkan

mereka dari negara asal. ‘Gap’ menandakan keadaan kepemilikan nilai simbolis, serta

posisi material dan sosial yang memberikan mereka peningkatan peluang pribadi dengan

cara mengukir eksistensi mereka di Yogyakarta. Citra ‘gap’, bukan ‘gelembung’ juga

mengakui upaya mereka untuk terlibat dengan orang Indonesia. Sementara kekuatan

ekonomi mereka yang besar memungkinkan mereka untuk mempunyai kehidupan yang

relatif nyaman untuk tinggal di Yogyakarta. Selain itu, jarak sosial dan budaya juga

memberikan keuntungan yang mungkin tidak tersedia bagi mereka di negara asal mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

69

Keuntungan tersebut muncul karena mereka adalah orang Barat yang berkulit

putih, dan dengan demikian seringkali dianggap unggul bagi orang Indonesia – sebuah

gagasan yang terkadang sama dimiliki oleh orang Barat dan orang Indonesia. Ide

superioritas didasarkan pada beberapa hal: lebih besar pada politik dan kekuasaan

ekonomi; kepemilikan sebagai negara-negara industri yang merupakan asal ‘teknologi

tinggi’, standar pendidikan yang tinggi, standar hidup yang tinggi; negara yang ditandai

dengan efisiensi, kerja keras dan keberhasilan. Hal ini menjadi alasan dasar bagi

munculnya kekaguman terhadap orang asing, hal ini yang menyebabkan pula mereka

mempunyai prestise tertentu dan mempunyai banyak perhatian yang lebih besar, sehingga

selalu mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

Orang asing di Yogyakarta cenderung menganggap moral mereka sedikit lebih

tinggi jika dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di Jakarta. Ekspatriat di Yogyakarta

cenderung sangat kuat menjaga jarak dan membedakan diri dari ekspatriat kaya di Jakarta.

Meskipun ekspatriat di Yogyakarta bangga berbeda dari ekspatriat perusahaan di Jakarta,

namun Fechter tetap menganggap bahwa sikap mereka juga agak ambigu. Orang asing di

Yogyakarta ketika melakukan kunjungan ke Jakarta secara simultan terpesona, ditolak,

dan sering tergoda oleh gaya hidup mewah yang menjadi penghibur rekan-rekan

perusahaan mereka di sana. Asumsi-asumsi mereka tentang posisi yang superior secara

moral lebih lanjut agak terganggu jika melihat relasi mereka dengan ‘budaya Indonesia’

yang sering dibedakan dari ekspatriat perusahaan di Jakarta.

Pada akhirnya Fechter mencoba untuk menjawab suatu pertanyaan mengenai

apakah orang asing Yogyakarta mampu menghindari ‘Hidup dalam gelembung’ seperti

ekspatriat di Jakarta? Fechter berpendapat bahwa gaya hidup mereka lebih cocok jika

diasosiasikan dengan ‘hidup dalam jarak’. Sesuai dengan motivasi mereka untuk tinggal,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

70

minat pribadi mereka dan kompetensi antar budaya sebagai orang asing di Yogyakarta.

Mereka tidak mengasingkan dirinya dan bergaya hidup eksklusif sebagaimana yang

dilakukan oleh ekspatriat di Jakarta. Meskipun kehidupan mereka tampak jauh lebih baik

terintegrasi dengan masyarakat lokal, keberadaan mereka yang nyaman mengandalkan

pada perbedaan dalam hal pendapatan dan status sosial antara diri mereka dan orang

Indonesia, hal ini sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang asing di Jakarta. Gaya

hidup orang asing di Yogyakarta, bagaimanapun, tidak menandai perbedaan yang

mencolok, serta mereka berusaha untuk memperbaikinya baik dengan cara yang substantif

maupun dengan cara membangun citra mereka.

Dari perdebatan di atas, dapat dilihat bahwa masih terdapat kesimpang-siuran

mengenai ekspatriat di Indonesia. Dengan menelisik masyarakat kulit putih di Indonesia,

Kadir beranggapan bahwa kehadiran ekspatriat saat ini memiliki asosiasi dengan latar

kolonial. Kadir menilai bahwa kehadiran ekspatriat di Indonesia pasca-kolonial memiliki

esensi yang masih sama dengan praktik kolonial, seperti penjagaan batas, baik secara fisik

maupun simbolik. Namun demikian, Fechter tidak serta merta untuk mengamini

pandangan yang telah diberikan oleh Kadir, namun sebaliknya ia mencoba untuk

memperlihatkan ekspatriat di luar Jakarta, yakni Yogyakarta. Dalam hal ini, penulis

beranggapan bahwa perdebatan yang terjadi antara Kadir dengan Fechter berujung pada

kebuntuan. Titik berangkat Kadir adalah mencoba untuk memberi resensi dan sedikit

memberi kritik atas karya penelitian Fechter yang telah dibukukan. Sementara itu, Fechter

memberikan tanggapan dengan beralih pada lokus yang berbeda, yakni ekspatriat di

Yogyakarta. Oleh karena itu, pemahaman mengenai kehadiran para ekspatriat di Indonesia

perlu untuk digali lebih mendalam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

71

B.2.2. Media Ekspatriat; Majalah Jakarta Expat

Untuk pertama kalinya media ekspatriat berupa Majalah JE dijalankan oleh

Graham James dan Brian McGill sejak pertengahan tahun 2009.31 Tetapi dalam

perjalanannya Majalah JE tidak berjalan dengan mulus, sehingga pada tahun 2010 sempat

terhenti untuk sementara waktu dan diambil oleh Bartele Santema.32 Berbekal sebuah

tagline “Indonesia's Largest Expatriate Readership”, Majalah JE diproduksi dari, oleh,

dan untuk para ekspatriat dengan tujuan menyapa dan menjaring para ekspatriat di Jakarta.

Tidak puas hanya terbatas memproduksi sebuah majalah ekspatriat di Jakarta, pada

Juni 2012 manajemen yang sama pun berhasil menerbitkan Majalah Bali Expat (BE)

sebagai perpanjangan Majalah JE. Bali sengaja dipilih karena dirasa telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat, terutama terkait dengan kehadiran para ekspatriat di Bali

yang jumlahnya tidak sedikit – walaupun umumnya lebih didominasi oleh para wisatawan.

Meski demikian, setelah Majalah JE terbit sebanyak 110 edisi, dan Majalah BE sejumlah

39 edisi, pada Februari 2014 JE dan BE bergabung menjadi satu publikasi dwi-mingguan

bernama Majalah Indonesia Expat (IE). Majalah IE di upgrade guna didistribusikan ke

seluruh wilayah Indonesia.

Majalah IE terbit pertama kali dengan nomor edisi 111 untuk melanjutkan edisi

Majalah JE sebelumnya. Dengan tetap mencetak 15.000 eksemplar tiap dua minggu dan

30.000 eksemplar per bulannya, kini Majalah IE mulai tersebar dari Sumatera hingga ke

Papua. Khususnya, Majalah IE disebarluaskan di berbagai pulau di Indonesia, seperti

Jawa, Bali, Lombok, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Majalah IE bukanlah

31 Graham James adalah seorang Australia. Pemilik Batavia Cafe di kawasan kota tua Jakarta. Batavia Caféadalah salah satu bangunan buatan Belanda pada tahun 1805 yang dibelinya pada tahun 1991.Ia juga pemiliklembaga Inggris Education Centre yang didirikan pada tahun 1972, Melbourne Institute of Business andTechnology. Sedangkan Brian McGill adalah penggagas sekaligus editor Jakarta Expat.32 Bartele Santema adalah seorang Belanda. Pemilik PT. Koleksi Klasik Indonesia, Bartele Gallery, beberapamedia seperti Newspaper Direct, Jakarta Expat, Bali Expat, Indonesia Expat, Golf Indonesia, dan jugapenulis buku ‘Bugil’ (Bule Gila).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

72

suatu publikasi baru, melainkan peluncuran kembali dan perubahan dari media yang sudah

ada dengan menawarkan sajian konten yang lebih beragam. Majalah IE hadir dengan nama

baru dan menampilkan sebuah nuansa baru.33

Tampaknya telah menjadi sebuah prestasi, dalam hitungan setengah dekade

Majalah JE telah berhasil bermetamorfosa menjadi Majalah IE. Majalah JE yang

merupakan embrio kini telah menjadi Majalah IE dan menjangkau para ekspatriat di

berbagai wilayah Indonesia. Dengan kata lain, majalah ini diproduksi dari Jakarta untuk

Indonesia, yang mana tujuan utamanya adalah para ekspatriat. Berikut ini adalah media

pack Majalah JE dan IE:

Media ekspatriat ini bernama JAKARTA EXPAT yang diterbitkan oleh PT.

Koleksi Klasik Indonesia sejak 29 Juli 2009. JE menyajikan media dengan berbahasa

Inggris dan disebarluaskan secara gratis sebanyak 15.000 eksemplar tiap dua minggu.

Dengan tampilan penuh warna diatas kertas AP 85 gr (glossypaper), JE pun mencetak

sebanyak 24 halaman pada tiap edisinya dan didistribusikan di kawasan Jakarta dan

sekitarnya.

JE menargetkan para pembacanya adalah penutur berbahasa Inggris yang bekerja

di Jakarta dan sekitarnya, dengan kebangsaan; Asia, Amerika, dan Eropa. Ekspatriat yang

ditujukan adalah mereka dengan latar belakang pekerjaan seperti, eksekutif, pemilik

bisnis, manajer, pengelola, seorang ahli, dan pelajar. Selain itu, JE mengangkat berbagai

topik atau konten dengan beragam bahasan, antara lain: Moment in History, Featured

Article, Meet the Expats, Feature Story, Expat Observations, Global Expatriat News,

Literature, Travel, Food & Drink, Lifestyle, Personal Tech and Apps, Properties, Light

33 Indonesia Expat 111th Edition, p.4.Written by Angela Richardson as Editor in Chief.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

73

Entertainment, Clasifieds. Persebaran media JE terdapat di beberapa tempat, seperti yang

dapat dilihat di bawah ini:

Circulation based on number of venues 34

Category Venues Copies

Embassy 59 743

Organization 45 927

School/Courses 67 1627

Apartment 106 5.102

Public Spaces 220 4.281

Companies 143 1.958

Special Event/Marketing and Promotion 640 872

Grand Total 1280 15.000

Semenjak Majalah JE berubah menjadi IE, media ini lebih berupaya untuk

menyapa para ekspatriat di Indonesia secara luas. Namun, tidak banyak berbeda dengan

Majalah JE, IE tetap menjalankan misinya dari Jakarta di bawah naungan PT. Koleksi

Klasik Indonesia. Perbedaan yang terdapat pada Majalah IE hanya tipe kualitas cetak yang

berkurang, yaitu disajikan di atas kertas AP 70gr (glossy paper).

Namun demikian, Majalah IE menambahkan jumlah sajiannya sebanyak 32

halaman pada setiap edisinya dan memperluas area distribusi yang menjangkau berbagai

wilayah Indonesia, antara lain: Jakarta, Bali, Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Batam,

Bintan, Bogor, Gili Trawangan, Jogjakarta, Lombok, Palangka Raya, Samarinda, Soroako,

Surabaya, and Papua Barat. Dengan target pembaca yang masih sama dengan Majalah JE,

IE berupaya menjangkau pembaca dari berbagai negara dan bangsa; Indonesia, Amerika

Utara, Inggris, Australia, Selandia Baru, Eropa, Asia, Asia Tenggara, Afrika, Rusia, dan

34 Media Kit Jakarta Expat, Data as of: September 2012. p.3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

74

Amerika Latin. Hal lain yang ditambah oleh IE adalah sajian topik, seperti, Business

Profile, Property Watch, dan Scams in the City.

Dalam hitungan tahun Majalah JE telah bertransformasi menjadi Majalah IE.

Dalam hal ini Majalah JE yang notabenenya adalah embrio sebuah media mengenai

ekspatriat menjadi perhatian penulis untuk menyelediki awal ketertarikan dan muatan

wacana yang tersajikan di dalamnya. Oleh karena itu, tanpa menghindari Majalah IE,

penulis lebih menekankan pembahasan mengenai ekspatriat dengan berangkat dari

Majalah JE.

C. Catatan Penutup

Kehadiran orang asing di Indonesia bukan lagi hanya dipandang sebagai sebuah

hubungan antar negara-bangsa, melainkan juga tercatat mempunyai beragam tujuan,

seperti perdagangan hingga perluasan kekuasaan yang menghasilkan penjajahan dan

berambisi pada tindakan penaklukan. Pada masa kolonial, kehadiran orang asing di

Indonesia, pada khususnya orang kulit putih telah mengkonstruksi identitas kedirian

mereka sehingga sangat berbeda dengan pribumi. Orang kulit putih menyandang identitas

mulai dari sebutan orang Eropa, Trekker, Blijvers, Kompeni, Londo ataupun Penjajah.

Kini, Indonesia di masa pasca-kolonial, kehadiran orang kulit putih acapkali

disebut sebagai bule, bahkan ada pula yang menolaknya dan berupaya merepresentasikan

diri mereka sebagai ekspatriat. Meskipun dalam definisinya ekspatriat tidak menjelaskan

dan menekankan pada suatu jenis ras tertentu secara khusus, namun pada kenyataan di

dalam masyarakat kontemporer saat ini, kehadiran para ekspatriat selalu cenderung

direpresentasikan oleh orang kulit putih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

75

Selain itu, asosiasi mengenai sebutan bule sebagai ekspatriat lebih terbuka luas

karena dapat mengangkat prestise sebagai orang kulit putih di negara dunia ketiga seperti

Indonesia. Namun sebaliknya para ekspatriat lebih cenderung merasa enggan untuk

disebut sebagai bule karena kekhawatiran mereka yang diperlakukan secara tidak sopan

atau kasar maupun rasis. Bahkan, para ekspatriat pun tidak ingin hanya dianggap sebagai

seorang wisatawan yang sedang berlibur di Indonesia. Oleh karena itu, keinginan para

ekspatriat untuk tidak disamakan dengan bule merupakan sebuah penanda yang berarti

keinginan untuk tetap membedakan diri mereka, baik itu terhadap sesama orang asing

maupun pribumi.

Selanjutnya, setelah melihat bagaimana asal muasal media ekspatriat, maka pada

bab selanjutnya, Bab III, kita akan melihat bagaimana para ekspatriat dihadirkan dalam

Majalah JE. Karena Majalah JE bukan hanya diproduksi sebagai alat pemberi informasi

bagi para ekspatriat, namun juga dipergunakan sebagai ajang representasi diri ekspatriat.

Hal ini dapat dilihat dalam sajian rubrik Meet the Expats yang selalu dihadirkan dalam

Majalah JE pada setiap edisinya. Dengan demikian, kita dapat menelisik bagaimana proses

representasi diri ekspatriat melalui pembacaan kisah kehadiran para ekspatriat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

76

BAB III

EKSPATRIAT DI JAKARTA EXPAT

Pada bab ini, penulis bermaksud untuk menyajikan dan menarasikan beragam data,

dimulai dari kisah para ekspatriat hingga ke imaji dan teks yang memuat wacana kolonial

di dalam Majalah JE. Bahkan secara khusus, pada satu bab ini penulis akan menjawab satu

rumusan pertanyaan mengenai persoalan identitas dan representasi diri ekspatriat melalui

Majalah JE. Persoalan identitas dan representasi memang bukan perkara mudah. Stuart

Hall (1991:49) menjelaskan bahwa pada dasarnya suatu identitas selalu dinyatakan

sebagai bentuk representasi diri, bahkan ide atau gagasan tentang identitas merupakan

suatu hal yang kontradiktoris karena terdiri dari satu atau lebih wacana yang berproses

melewati atau membatasi yang lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat lebih memahami

identitas ekspatriat sekaligus representasinya, pada bagian penulisan ini penulis akan

menyajikan beberapa teks mengenai kisah, pernyataan maupun pandangan yang

disampaikan oleh para orang asing seputar kedirian mereka, termasuk perihal keberadaan

mereka di Indonesia melalui sebuah media, yakni Majalah Jakarta Expat (JE). Hal ini

dikarenakan Majalah JE sebagai sebuah medium publik telah berlaku merepresentasikan

diri para orang asing, khususnya orang kulit putih sebagai ekspatriat, yang mana tersajikan

pada sebuah rubrik “Meet the Expats”.

A. Kisah Para Ekspatriat

Berdasarkan kisahnya, ada yang menjadi ekspatriat karena; berada di tengah

keluarga diplomat yang sering berpindah ke suatu negara, ajakan seorang rekan untuk

terlibat pada suatu peluang bisnis, pemberian tugas pekerjaan oleh perusahaan yang

notebenenya berskala internasional, aktifitas seniman yang memiliki kecenderungan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

77

melakukan perjalanan ke beberapa negara, mengajar di sekolah internasional, tertarik

untuk menetap pada suatu negara tertentu setelah melakukan perjalanan maupun liburan,

pernikahan, riset maupun penelitian. Selain itu, uniknya lagi, ada juga yang bertanya

kepada sang “adidaya pengetahuan” kontemporer, Google, untuk mencari “The cheapest

countries to holiday in for one year”, sehingga membawa seseorang tersebut ke negara

tertentu seperti Indonesia. Tanpa terkecuali, ada juga yang menganggap bahwa setelah

menjalani hidup lebih dari 40 negara, keberadaan dirinya di Indonesia sebagai sebuah

keniscayaan. Dengan demikian, terdapat beragam latar belakang yang turut mengkonstrusi

diri seseorang untuk dapat mendapatkan sebuah identitas hingga merepresentasikan diri

sebagai ekspatriat.

Dengan sebuah pertanyaan awal, seperti “Where do you come from?” dan

beberapa pertanyaan lanjutan lainnya, Majalah JE mulai menggali kisah kehidupan para

orang asing di Indonesia. Dan orang asing itu pun memberikan jawaban atas pertanyaaan

pemantik tersebut. Oleh karena itu, pada penulisan bab ini, penulis sengaja mengambil

beberapa cuplikan narasi seputar ekspatriat, yakni sebanyak dua puluh kisah ekspatriat,

yang kemudian dikelompokkan untuk dapat mengetahui dan mempetakan latar belakang

kehadiran mereka sebagai ekspatriat di Indonesia.

A.1. Keluarga Diplomat

Lahir di dalam sebuah keluarga diplomat tentunya telah membawa seseorang

mengunjungi banyak negara. Hal ini dikarenakan sang diplomat akan cenderung selalu

menyertakan atau membawa anggota keluarganya berpindah ke sebuah negara tempat ia

ditugaskan. Semisal, perjalanan yang dialami oleh Anna Feliciano dan Luke Rowe,

kehidupan keluarga mereka telah menjadi latar kehidupannya saat ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

78

Anna Feliciano1 adalah seorang perempuan keturunan Australia dan Denmark

yang lahir di Canberra, Australia. Pertama kali ia datang ke Indonesia pada tahun 1975

karena mengikuti tugas sang ayah yang bekerja sebagai diplomat. Setelah menjalani

kehidupan di banyak negara, seperti di Rusia, Malaysia, Singapura, Australia, Ghana,

Filipina, Denmark, Singapura, Thailand, dan Amerika, ia pun datang kembali ke Indonesia

pada tahun 1991 untuk terlibat dalam sebuah konservasi satwa liar yang tetap dijalaninya

hingga saat ini. Oleh karena itu, ia merasa telah menjalani setengah hidupnya tinggal di

Indonesia, yakni sekitar 25 tahun. (JE edisi 63:10)

Selanjutnya, kisah sama juga dialami oleh Luke Rowe2, seorang Australia yang

lahir di Geneva, Swiss. Sebagai cucu dari seorang diplomat, sang kakek telah membawa

ayahnya berpindah ke banyak negara sehingga hal tersebut turut melibatkan dirinya

mengalami perjalanan ke berbagai negara. Ia datang ke Indonesia pertama kali pada tahun

1993 selama dua tahun. Kemudian ia memilih kembali ke Indonesia pada tahun 1997

karena melihat adanya suatu peluang pekerjaan di bidang niaga, khususnya real-estate. Ia

pun beranggapan bahwa properti Indonesia di masa depan akan mengalami peningkatan,

apalagi secara serempak perusahaan asing sedang melakukan ekspansi di Indonesia. Oleh

karena itu, ia masih merasa senang berada di Indonesia dan menikmati kelanjutan

1 “I am half Australian and half Danish. I’m officially an Australian, and I was born in Canberra. I believe Ifirst moved to Indonesia because my father was posted here as the Ambassador for Australia in 1975, thenmoved back to Indonesia with my husband and my four children in 1991 until now. So I think that makes atotal of 25 years… that’s half my life! …. Let’s start from the beginning. Born in Australia, moved to Russia,then to Malaysia, then Singapore then we moved back to Australia for a couple of years, until my father wasposted to Ghana. Following that we moved to Indonesia then to the Philippines where my father was postedas Ambassador. After that was Denmark. I moved back to the Philippines then moved to New York Citywhere I got married to my husband. Following that we moved to Singapore then Thailand then back toAmerica to a town called Darien, in Connecticut. Then back again to the Philippines. Lastly and finally backto Indonesia.”2 “I was born in Geneva, Switzerland. My grandfather was serving there as the Australian ambassador. Myfather was in Vietnam as a professional soldier. …. I first moved to Indonesia in 1993 until 1995. I chose tocome back to Indonesia in 1997. I have always specialized in commercial and residential real estate. …. Mylife is focused upon my family, specifically my wife and children. We continue to be happy here inIndonesia. …. .Thanks to my very challenging business life and being able to chase waves, I continue toenjoy living here in Jakarta. I have waited a long time for the Indonesian economy to build and grow in themanner that it is right now.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

79

hidupnya di Jakarta, terutama hal ini disebabkan telah menunggu lama untuk mendapatkan

pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik seperti sekarang ini. (JE edisi 78:10)

Dari kedua kisah di atas, Anna Feliciano dan Luke Rowe, dapat dipahami bahwa

pengalaman pertama yang membawa mereka ke Indonesia adalah keluarga, yakni

keduanya sama-sama berada di dalam keluarga seorang diplomat. Oleh karena itu, mereka

telah mengalami perpindahan dari sebuah negara ke negara lainnya. Namun, perpindahan

yang dialami mereka tentu saja bukan sebatas pada perpindahan negara, melainkan telah

memberikan sentuhan bagi mereka, terutama dengan Indonesia. Hal ini dapat dicermati

ketika Anna Feliciano tergerak untuk terlibat dalam konservasi alam Indonesia, khususnya

Orang Utan, sedangkan Luke Rowe terlibat dalam perkembangan ekonomi dan bisnis

Indonesia, yakni di bidang niaga.

A.2. Bisnis

Di negara Dunia Ketiga seperti Indonesia, bisnis telah menjadi gravitasi bagi para

orang asing untuk turut serta dalam perkembangan suatu negara yang sedang hiruk pikuk

di alam pembangunan, atau dengan kata lain yakni modernisasi. Salah satunya adalah

Roberto Puccini3, seorang perancang mebel yang berasal dari Pisa, Perancis. Ia sengaja

memilih untuk pindah ke Asia, tepatnya pada 27 April 1994 mendarat di bandara Changi,

Singapura. Dalam kisahnya diceritakan bahwa sebelum pindah ke Indonesia ia telah

tinggal di Singapura selama 11 bulan sebagai perancang mebel dapur yang terbuat dari

3 “I’m from Pisa, you know of it? April 27th, 1994 I arrived in Changi Airport, Singapore. I was only going tostay for 11 months, but was so impressed with Singapore and decided to change my life. … When I wasliving in Singapore I had several rich customers from Indonesia who would always say, “Wow!” toeverything even though it was all artificial. I decided to come and see what Jakarta was like and boughtmyself a plane ticket. My friends all said, “It’s dangerous! Don’t go there!” but I didn’t listen. I visitedcompetitors and as it turned out, there were no Italian kitchen products here so I decided to set up shop. …It’s very hard to find people who really want to invest and develop, not just in furniture, but in the staff also.”(Cetak miring dari penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

80

daur ulang kaca dan alumunium, memproduksinya di Italia dan menjualnya kepada para

konsumen di Asia.

Terkait dengan Indonesia, ia pun sengaja pindah ke Jakarta karena mendapatkan

pengalaman ketika menemui beberapa pelanggan kaya yang berasal dari Indonesia sering

berkata “Wow!”. Atas pengalaman ini, ia memberanikan diri untuk datang dan melihat

kondisi di Jakarta, serta mencoba untuk menemukan berbagai kompetitornya. Meskipun

teman-temannya berkata “It’s dangerous! Don’t go there”, namun ketika ia tiba di Jakarta

dan tidak menemukan produk furniture dapur ala Italia, akhirnya ia pun memberanikan

diri untuk mencoba membuka bisnis di Jakarta. Bahkan, ia pun menegaskan bahwa betapa

sulitnya menemukan orang yang sungguh-sungguh ingin berinvestasi, bukan hanya

mengenai mebel, melainkan juga pegawai. (JE edisi 52:8)

Pengalaman serupa juga dialami oleh Ian Smith4, seorang pria yang berasal dari

Sunderland, Inggris. Sejak pertengahan tahun 1994 Smith telah berada di Indonesia, dan

kini pun ia tengah bekerja sebagai salah satu direktur pada sebuah perusahaan

pengembangan permukiman. Bagi Smith, peluang bisnis telah membuat hidupnya berhasil

di Indonesia, sehingga ia pun tidak memiliki rencana untuk kembali ke Inggris dalam

jangka panjang, kecuali hanya untuk sekedar liburan. Terlebih karena Smith akan merasa

rindu dengan beragam hal seperti, kemacetan, banjir, golf, makanan, teman-teman dan

orang-orang sekitarnya. (JE edisi 57:8)

4 “From Sunderland in the North East of England. For a total of more than 16 years in 2 seperate periodssince mid-1994 until now. I’m a Chartered Surveyor and work in the real estate business. Like any real estatemarket, in the shorter term there will be ups and downs, but I believe over the longer term the trend will besteadily upwards. … I currently have no plans to return home to UK except for holiday. I’d miss the macet,the banjir, my friends, the golf, the food and the people although not necessarily in that order.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

81

Hal sama juga dialami oleh Stephane Poggi5, seorang desainer muda berusia 34

tahun yang berasal dari Prancis. Pertama kali ia mendarat di Indonesia adalah pada tahun

2001. Awal mula kedatangan Poggi disebabkan oleh ajakan seorang teman yang

membutuhkan bantuannya untuk mengurus sebuah perusahan furniture yang khas

berdesain gaya Prancis. Sebagai lulusan interior design, akhirnya Poggi pun bekerja untuk

melakukan manajemen perusahaan temannya. Dan waktu yang berjalan cepat telah

membuat dirinya tidak merasa telah menghabiskan waktu selama tujuh tahun di Jakarta.

Dengan melihat peluang bisnis di Jakarta, kini Poggi pun memutuskan untuk fokus dan

membangun gerai design miliknya sendiri, Stephanoccelli Interior Design. Terkait dirinya

sebagai seorang designer interior, Poggi pun memiliki pandangan bahwa rumah kolonial

dan kuil tua China adalah sebuah bangunan atau ruang di Indonesia yang memiliki nilai

estetik, sehingga menjadi penting untuk dapat melihat dan mengerti bagaimana cara orang

hidup sebelum kehadiran manusia di masa kini. Bahkan, ia menganggap bahwa secara

kultural hal tersebut penting untuk mengerti masa lalu dan dapat digunakan untuk masa

depan. (JE edisi 66:10)

Dari ketiga kisah para pebisnis asing di atas, dapat dipahami bahwa kesemuanya

ingin mencoba meraih peruntungan di Indonesia. Namun, ada yang beberapa catatan yang

menarik untuk dicermati, semisal kisah Roberto Puccini ketika ia ingin berkunjung ke

Indonesia, yang mana beberapa temannnya berkata “It’s dangerous! Don’t go there!”.

Peringatan ini tentu saja bukan hanya sekedar sebuah peringatan, melainkan sebuah

pandangan dari mereka sebagai orang asing yang beranggapan bahwa Indonesia adalah

5 “I am French, 34 years old. I graduated from a French school and I am an interior designer. I landed inIndonesia in 2001. A friend of mine needed help to handle her furniture factory which was oriented in Frenchstyle design. After seven years of management, I decided to focus on my main activity and createdStephanoccelli Interior Design. I would say colonial houses or old authentic Chinese temples. To see andunderstand the way people lived before us is important. I think that culturally, it is important to understandthe past to be able to handle the future.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

82

sebuah negara yang berbahaya. Selain itu, Ian Smith juga memiliki pandangan mengenai

Indonesia, khususnya Jakarta, yang dianggap selalu mengalami macet dan banjir. Bahkan

Stephane Poggi, ketika ditanya mengenai salah satu bangunan estetik di Jakarta, ia pun

lebih memilih rumah kolonial dan kuil tua China daripada berbagai bangunan yang ada di

Jakarta. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa Poggi cenderung menegasikan bangunan-

bangunan yang telah dibuat oleh orang Indonesia pasca-kolonial. Dengan kata lain,

bangunan yang dibuat orang Indonesia pasca-kolonial tidak mampu mengungguli nilai

estetik bangunan kolonial maupun kuil tua China.

A.3. Perusahaan

Dunia yang kini terhubung di bawah atap globalisasi tampaknya telah

memudahkan manusia untuk dapat berpindah dari satu negara ke negara yang lain.

Apalagi ketika sebuah perusahaan tempat seseorang bekerja mempunyai jaringan

internasional di berbagai negara belahan dunia. Hal ini yang terjadi pada Anna Rohm6

setelah tinggal hampir 6 tahun untuk bekerja di kawasan Timur Tengah, seperti, Uni

Emirat Arab, Mesir dan Yordania. Oleh karena itu, ia pun berkeinginan untuk mencoba

merasakan kehidupan di negara Asia lainnya. Dan Jakarta sebagai salah satu kota di Asia

yang memiliki ikatan dengan perusahaan tempat ia bekerja telah memudahkan dirinya

untuk datang ke ibukota Indonesia. (JE edisi 59:6)

Senada dengan pengalaman Mario Babin7, seorang CEO asal Kanada, yang bekerja

pada sebuah perusahaan di bidang pelayanan perpindahan dan kesehatan dengan jaringan

6 “I lived in the Middle East for almost 6 years in UAE, Egypt and Jordan. Having worked a good amount oftime in the Middle East I wanted to try out Asia. I came to Jakarta initially (besides the fact that it was Asia)because of the Mandarin Oriental Hotel chain.”7 “I’m originally from Montreal, Canada. I look after two companies; Global Assistance and Healthcare andGlobal Assistance Medical Centre. We have a network of correspondents around the world for emergencyassistance in 78 countries. I came here in 1995 for a year, and a year became a second year, and a second yearbecame a third year. …. I’ve been here for 16 years! Before Indonesia I was in Vietnam, Korea, Australia,China and Switzerland. …. Indonesia comes with the good and bad like every country. Everybody stresses

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

83

korespodensi di 78 negara. Awal mula ia datang ke Indonesia pada tahun 1995 untuk

jangka waktu selama satu tahun, dan satu tahun menjadi tahun kedua, dan tahun kedua

menjadi tahun ketiga, hingga ia telah berada di Indonesia selama 16 tahun. Meskipun

sebelumnya ia pernah berada di Vietnam, Korea, Australia, China dan Swiss, namun

baginya Indonesia adalah sebuah negara yang menarik. Menurutnya, Indonesia sama

seperti setiap negara lainnya yang juga memiliki kebaikan dan keburukan. Di Jakarta, ia

melihat bahwa setiap orang mengalami stress karena kemacetan, akan tetapi jika dicermati

kembali dimana ia sedang berada, Jakarta merupakan sebuah tempat yang fantastik untuk

dijadikan sebagai tempat tinggal. Bahkan ia menyarankan bahwa hidup di Jakarta bisa

menjadi tempat yang indah dan sangat baik jika dapat belajar untuk mengelola stres. (JE

edisi 54:8)

Begitu pula dengan Jean-Baptiste Mounier8, seorang Prancis yang bekerja sebagai

seorang konsultan Informasi Teknologi (IT). Pekerjaan telah membawa dirinya ke

seberang lautan, yakni ke Indonesia. Dengan melihat kondisi Jakarta yang sangat padat, ia

pun beranggapan bahwa Jakarta membutuhkan hiburan, tempat bermain yang tidak berada

di ruang terbuka. Oleh karena itu, ia menciptakan sebuah permainan berbasis teknologi,

yang pada khususnya ditujukan untuk kalangan anak muda. Dalam hal ini, ia menyakini

bahwa tidak ada permainan di dalam ruang tertutup yang cukup untuk kalangan anak

muda di Jakarta. Bahkan, ia beranggapan bahwa orang Indonesia tidaklah gila untuk

melakukan aktifitas di luar ruangan. (JE edisi 51:8)

about traffic, but overall we have our ups and downs and if you look at where you are, it’s a fantastic place tolive. Life can be very good here if you learn to manage the stress. Once you manage the stress it’s a beautifulplace to be.”8 “I am come from France, Grenoble, near the Alps. I started in the overseas army by working at theEconomic Service of the French Embassy, in charge of the ITC market. For many years I was an ITConsultant. I am mainly involved in Web IT projects and more recently, we created Laser Game Indonesia!The idea came a long time ago because I like games and I was looking for this kind of entertainment not longafter I arrived in Jakarta. Of course, Jakarta needs entertainment, needs some playground, not much greenspace either… We believe that there are not enough indoor active games for the youngsters. What’s out thereare outdoor games and Indonesians are not too crazy on outdoor activities.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

84

Dari ketiga kisah orang asing di atas, yang mana mereka bekerja pada perusahaan

berskala internasional dengan mudah dapat berpindah ke negara lain. Anna Rohm,

misalnya, memiliki keinginan untuk dapat merasakan bekerja dan tinggal di negara-negara

Asia lainnya seperti Indonesia. Begitu pula dengan Mario Babin yang tidak menduga

bahwa dirinya dapat tinggal di Indonesia bertahun-tahun. Bahkan Jean-Baptiste Mounier

yang terbawa hingga ke seberang lautan, dari Eropa ke Indonesia, hingga ia dapat

mewujudkan idenya untuk membuat sebuah permainan berbasis teknologi. Hal tersebut

didasarkan pada penilaiannya mengenai orang Indonesia yang membutuhkan sebuah

permainan di dalam ruangan.

A.4. Pengajar

Berkaitan dengan maraknya fenomena sekolah bertaraf internasional, pada

khususnya sekolah-sekolah yang ditujukan untuk anak-anak para ekspatriat, serta lembaga

pengajaran bahasa asing, seperti Bahasa Inggris, maka Native Teacher adalah salah satu

lowongan pekerjaan yang sangat banyak dicari di Indonesia pada saat ini, terutama di

Jakarta. Fenomena ini yang telah mendatangkan Catherine Parent9 untuk menetap di

Jakarta, yang mana sebelumnya ia tinggal di Lebanon dan Singapura. Bermula ia menjadi

seorang pengajar Bahasa Inggris di sebuah lembaga kursus, dan pada saat ini ia telah

menjadi seorang pengajar di Jakarta International School. (JE edisi 56:8)

Pengalaman serupa juga terjadi pada Leonani dan Nani Nahooikaika10, dua

perempuan bersaudara dari Haleiwa, Hawai, yang datang ke Indonesia karena Nani

mendapatkan tawaran sebuah pekerjaan mengajar Hula. Dan kini keduanya bekerja

9 “I lived in Lebanon and Singapore and I also spent one year in Jakarta previously teaching English. … I amthe dance teacher and this is my fifth school year, so four years in total at JIS.”10 “We’re from Haleiwa. Nani was offered a job teaching hula in Indonesia. However, she refused to move toanother country alone, so she convinced me to move with her. We both teach hula at Hawaii A Club BaliResort in Anyer and are in charge of Hawaiian Activities at the Resort. We mainly teach hula to hotel staffand guests and are trying our best to bring the spirit of aloha from Hawaii to Indonesia. …. Life in Anyer isdifferent! Completely different from what life is like at home in Hawaii. Everything is very laid back.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

85

sebagai pengajar Hula di Hawaii A Club Bali Resort, Anyer, dan bertanggung jawab atas

berbagai aktifitas Hawaii di Resort. Pekerjaan utama mereka adalah mengajarkan hula

kepada staf hotel dan tamu, serta mencoba untuk membawa semangat aloha yang terbaik

dari Hawaii ke Indonesia. Bagi mereka, hidup di Anyer sepenuhnya berbeda dengan di

Hawaii, semuanya sangat bertolak belakang. (JE edisi 49:10)

Selain itu, ada juga Kristan Julius11, seorang Amerika yang telah tinggal di Jakarta

lebih dari 20 tahun. Sebagai seorang pengajar internasional, ia telah mengajar di beberapa

negara seperti Yugoslavia, Israel, dan Inggris. Baginya, setidaknya ada tiga hal yang

paling ia sukai tentang Jakarta. Pertama, mengenai orang Indonesia, karena menurutnya

tidak banyak orang yang bermurah hati di dunia ini sehingga ia banyak belajar tentang

bagaimana cara hidup dari orang-orang Indonesia. Kedua, kehidupan Jakarta dengan gaya

yang kacau, yaitu kehidupan malam sebagai kota pesta, yang mana komunitas ekspatriat

dan tuan rumah (orang Indonesia), keduanya saling tau bagaimana caranya membuat hal-

hal yang menyenangkan. Dan yang terakhir, tempat ia bekerja di Jakarta International

School (JIS), menjadi tempat yang sangat menakjubkan untuk bekerja dengan sesama

rekan dan orang muda. Meskipun ia sangat menyukai pekerjaan dan lingkungannya di

Jakarta, namun kenyataan tidak sesuai dengan harapannya untuk tetap tinggal di

Indonesia. Setetah 24 tahun mengajar di JIS, ia pun harus mengikuti sang suami yang

berpindah kerja ke Jerman sebagai seorang konsultan. (JE edisi 72:14)

11 “I’m originally from the United States, but I have been living and teaching internationally in formerYugoslavia, Israel, England and Indonesia for most of my adult life. … First would be the people- there areno more generous-hearted people in the world. I have learned so much about how to live a full life from youall. Second, Jakarta’s lively chaotic lifestyle-it’s a night city and a party town. Both the expatriate communityand our gracious hosts know how to have fun! And last but not least, Jakarta International School, it has beenthe most wonderful place to work with talented colleagues and the best young people imaginable. … I hadmy own “Graduation” party at EP with around 200 members of my Jakarta community last month. It waswonderful to see so many friends together in one place! After 24 years at JIS, my husband, Uwe, and I will beliving in Duesseldorf, Germany, where he has accepted a consultancy.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

86

Dari ketiga pengajar ini dapat dipahami bahwa mereka memiliki kompetensi di

bidangnya masing-masing yang tidak dimiliki orang Indonesia. Karena itu, mereka

mendapatkan peluang untuk bekerja di Indonesia. Catherine Parent, misalnya, sebelumnya

ia pernah tinggal di Libanon dan Singapura hingga mendapatkan pekerjaan sebagai native

teacher di Jakarta dan menjadi seorang guru di JIS. Begitu pula pada Leonani dan Nani

yang berasal dari Hawaii untuk bekerja sebagai pengajar Hula di sebuah hotel kawasan

Anyer. Leonani dan Nani menjalankan pekerjaan mereka hingga ke Indonesia, baik untuk

sekedar hiburan maupun pertukaran budaya. Sementara itu, Kristan Julius yang telah

datang ke Indonesia sejak awal tahun 90an dan mengajar di sebuah sekolah bertaraf

internasional harus berhadapan dengan kenyataan yang mengharuskan dirinya pergi

meninggalkan Indonesia. Dalam hal ini, Kristan Julius sebagai seorang ekspatriat yang

telah lama tinggal di Indonesia juga belum dapat memastikan apakah ia dapat tinggal di

sebuah negara tertentu untuk selamanya atau hanya sementara.

A.5. Seniman

Seperti yang telah dipaparkan oleh Erik Cohen bahwa ekspatriat juga mencakup

para seniman, maka Laila Airlie Dempster12 adalah salah satunya. Tahun 1971 adalah awal

kedatangan dirinya ke Indonesia ketika menghadiri sebuah kongres Internasional gerakan

spiritual yang disebut Subud. Sebagai seorang seniman yang telah melanglang buana ke

banyak negara, ia merasa bahwa pekerjaan utamanya adalah mencakup seluruh dunia.

Dengan membuat karya lukis yang lebih dominan bertemakan tentang Indonesia, maka ia

pun mencoba untuk menyampaikan rasa cintanya kepada Indonesia, terutama terkait

12 “I came to Indonesia in 1971, to a big International congress of a world-wide spiritual movement calledSubud. … I have worked primarily as a portrait artist all over the world, though now, established since 1971in Jakarta, my work, aside from portraits also expresses my love for Indonesia, its people, traditions andlandscapes.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

87

dengan orang-orang Indonesia, tradisi suatu masyarakat, serta pemandangan alam yang

ada di Indonesia. (JE edisi 66:10)

Begitu pula dengan kisah seorang seniman Belanda, yaitu Gerard Mosterd13, yang

di dalam dirinya mengalir darah Jawa dari sang Ibu. Sebagai seorang koreografer yang

bergabung bersama kelompok ballet professional, ia telah menjadi seorang seniman yang

dapat berpergian ke berbagai negara. Di samping itu, ia pun mendirikan sebuah tempat

produksi bernama Kantor Pos yang ditujukan sebagai agensi pertukaran seniman di Asia

dan Eropa dengan menyelenggarakan suatu pertunjukan antar seniman. Baginya, nama

Kantor Pos sengaja dipilih untuk dapat mempersatukan Asia dan Eropa sebagaimana

dengan memperlihatkan pertukaran antara kedua benua, karena keduanya dinilai bagian

yang sama dari Eurasia, walaupun pada umumnya selalu dianggap sebagai dua identitas

yang berbeda. (JE edisi 70:14)

Berdasarkan kisah kedua seniman yang beraktifitas lintas negara di atas dapat

dikatakan bahwa mereka berupaya untuk sebuah pendokumentasian zaman, dan mencoba

untuk mempertemukan ragam karakter yang berbeda. Sebagaimana merujuk pada

pengertian seni, para seniman terus berupaya untuk menangkap situasi kondisi zaman

hingga menuangkannya ke dalam sebuah sajian karya. Dempster, misalnya, berupaya

memindahkan keindahan alam Indonesia ke atas kanvas. Sedangkan Mosterd mencoba

untuk menampilkan gerakan tubuh orang-orang Asia dan Eropa di atas sebuah panggung.

Bahkan upaya Mosterd tidak hanya berhenti sampai di situ, tetapi ia pun mencoba untuk

13 “I was born and raised in the Netherlands. My dad is a blond, my mum is black haired and almond eyedAsian, born in Medan within a mixed East Javanese family. … For eleven years I danced as a professionaldancer worldwide with ballet companies and felt the desire to create physical theatre productions myself. Istarted my production company about three years ago. Kantor Pos is an agency, exchanging Asian andEuropean performing arts. … The name is the Indonesian version of the Dutch word for post office, a placefor international exchange of information. The name unites Asia and Europe as well as expressing theexchange between both continents. Asia and Europe are part of the same Eurasian continent but commonlyregarded as two different identities.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

88

mempertemukan dua identitas yang berbeda, Asia dan Eropa. Dalam hal ini, ia menilai

bahwa di samping perbedaan fisik, terdapat kecenderungan untuk memadukan, atau dapat

dikatakan ingin menciptakan, suatu konsep maupun kondisi hibrid dan mimikri antara para

seniman Asia dan Eropa. Dengan kata lain, Gerard menyadari lebih dulu bahwa ia telah

mengalami hibriditas dalam kediriannya, yang mana dirinya terlahir dari pernikahan

seorang Belanda dengan perempuan Indonesia.

A.6. Liburan dan Petualangan

Sebagai tempat yang menarik di wilayah tropis, sudah tak terbantahkan lagi bahwa

Indonesia telah terbukti banyak menghadirkan para wisatawan dari berbagai mancanegara.

Cuny Schuurmans14 adalah seorang yang termasuk di dalamnya. Awal kedatangannya ke

Indonesia pada tahun 1987 adalah hanya untuk berlibur, hingga akhirnya ia merasa jatuh

cinta dengan Indonesia dan memutuskan untuk pindah secara permanen. Kemudian, ia pun

membuka usaha perjalanan, yang mana kebanyakan para pelanggannya adalah orang

asing, ekpatriat, dan berbagai perusahaan serta kedutaan. Meskipun telah cukup lama

menetap di Indonesia, namun hingga saat ini ia belum mengetahui apakah suatu saat nanti

akan kembali ke negara asalnya. Dalam hal ini ia merasa seperti telah kehilangan

‘sentuhan’ dengan negeri asalnya, yakni, Belanda, dan merasa bahwa Indonesia telah

menjadi rumah baginya.

Terkait perjalanan liburannya di Indonesia, Schuurmans menceritakan sebuah

kisah perjalanannya pada tahun 80an yang menempuh waktu 7 hari dengan menggunakan

14 “We came in 1987 for a holiday and we loved it so much so we decided, also due to family ties, to movehere permanently. ….Our clients are mostly foreigners, expats, both individuals and for companies. We alsoget many embassies booking through us. … Myself and my husband have done a lot of travelling, but wehaven’t yet visited Kalimantan. Once we took a 7-day trip by boat to Irian Jaya and spent a week there whichwas a great experience. You spend the first few days getting accustomed to how sparsely dressed everyone is!When we went there in the 80s, people had never seen a white person so they were so intrigued by us.Everyone would ask you for tobacco, not money. The women smoke and work and the men don’t seem to domuch at all! … We don’t know, although we don’t really feel at home in Holland anymore. We’ve lost touch.We definitely feel that home is here.” (Cetak miring dari penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

89

perahu ke Irian Jaya dan menghabiskan waktu seminggu untuk berada di sana.

Selanjutnya, ia pun menceritakan bahwa pada hari-hari pertama di sana mencoba untuk

terbiasa dengan semua orang Irian yang jarang berpakaian. Di samping itu, orang-orang

Irian juga dideskripsikan begitu tertarik dengan kehadiran mereka karena tidak pernah

melihat orang kulit putih. Bahkan, diceritakan bahwa semua orang Irian lebih cenderung

akan meminta tembakau, bukan uang. (JE edisi 56:8)

Seirama dengan liburan, petualangan juga telah membawa Dave Metcalf15 ke

Indonesia. Sebagai seorang pengembara asal New Zealand, Metcalf telah mendatangi

lebih dari 28 negara di dunia. Tahun 2000 adalah waktu pertama kalinya ia tiba di

Indonesia karena ditempatkan di sebuah perusahaan. Namun, karena ia senang

berkecimpung di dunia petualangan dan fotografi, terutama ketika ia menyadari bahwa

Indonesia adalah salah satu negara di planet ini yang indah untuk dipotret, akhirnya ia rela

mengundurkan diri dari tempatnya bekerja dan memutuskan untuk menjadi seorang

fotografer. Baginya tidak ada keindahan yang mampu menandingi Indonesia karena

terdapat keberagaman dari masyarakat, budaya, arsitektur, maupun pemandangan yang

luar biasa. Pengalamannya selama bertualang di Indonesia telah mendapatkan banyak hal

yang sangat menakjubkan, seperti keramah-tamahan hingga sikap saling menghormati dari

orang setempat. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa Indonesia adalah surga bagi

seorang fotografer yang menunggu untuk ditemukan. (JE edisi 74:10)

15 “I am originally from New Zealand. Thirty-three years ago I took my first overseas trip and I have neverstopped travelling ever since. The wanderlust has taken me to over 28 Countries and I have had someincredible experiences. …I first came to Indonesia in 2000 and moved here with my family in 2001. At thattime I was the Country Manager. I came up on an expat assignment. I became fed up with the corporateworld some time ago and had a plan to return to Indonesia one day and take up photography full time. Mytravel experiences while I lived here gave me an appreciation for Indonesia and its people, and a belief thatthis is one of the most photogenic countries on the planet. It has so much diversity from people, cultures,architecture, unusual landscapes, and people, who love having their photos taken. Wherever I have traveledin Indonesia I have experienced the most wonderful hospitality and respect, and yes, people generallyspeaking love to have their photo taken. … But for me, nothing rivals Indonesia. It is a photographer’sparadise waiting to be discovered, so please come join!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

90

Dari kedua kisah di atas, Cuny Schuurmans dan Dave Metcalf, mereka dapat

dikatakan telah menambatkan hati di Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara tropis

di dunia telah membuat mereka mendapatkan hal yang berbeda dibandingkan dengan

negara asalnya. Di Indonesia pula, mereka mendapatkan liburan dan petualangan yang

merubah jalan kehidupannya. Bahkan, Cunny Schuurmans telah memutuskan untuk

tinggal permanen di Indonesia, sedangkan Dave Metcalf masih ingin terus mengeksplorasi

Indonesia, yang dianggap sebagai surga dunia.

Berdasarkan kisah Schuurmans, berawal dari sebuah perjalanan liburan yang

membawanya ke Irian jaya telah meninggalkan bekas ingatan yang tidak terlupakan. Dari

paparan kisahnya, dapat dicermati bagaimana ia menceritakan pengalamannya sewaktu

berada di Irian Jaya; bertemu dengan suku yang jarang mengenakan pakaian, terlihat

penasaran dan tertarik dengan kehadiran mereka sebagai orang kulit putih, hingga

meminta tembakau kepada mereka, bukan uang. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa

Schuurmans menarasikan orang-orang Irian Jaya dengan menggunakan wacana kolonial.

Schuurmans menempatkan diri sebagai seorang yang modern, sedangkan orang Irian yang

jarang mengenakan pakaian ditempatkan sebagai yang terbelakang. Oleh karena itu,

pemposisian modern dan terbelakang adalah logika kolonial, yakni Barat (penjajah) adalah

bangsa modern, sedangkan Timur (terjajah) adalah bangsa yang terbelakang.

Begitu pula dengan Dave Metcalf yang tersihir atas eksotisme Indonesia.

Eksotisme yang dimiliki Indonesia bukan hanya terletak pada alam, melainkan pada

keragaman masyarakat, budaya, arsitektur, hingga pemandangan yang tidak biasa untuk

ditemukan dimanapun. Oleh karena itu, ia pun rela untuk meninggalkan pekerjaannya

sebagai seorang manajer. Bahkan ia dengan berani menyatakan bahwa Indonesia adalah

surga yang ditunggu untuk ditemukan oleh para fotografer. Dengan demikian, kedua kisah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

91

mereka, Schuurmans dan Metcalf, dapat dipahami sebagai kecenderungan orang asing

melihat Indonesia dari sisi binerisme dan eksotisme, yang mana hal tersebut merupakan

bagian dari karakteristik Timur dihadapan Barat.

A.7. Mencari Negara Baru (yang murah)

Tampaknya menjadi hal unik ketika ada seseorang mencari suatu negara yang

‘murah’ guna menjadi tempat persinggahan untuk jangka waktu sementara. Apalagi pada

akhirnya orang tersebut telah menetap dalam jangka waktu yang cukup lama, bahkan

belum memiliki rencana kepulangan ke negara asalnya. Hal itu yang telah dilakukan oleh

Robert McKinnon16, seorang pria Skotlandia yang mengalami permasalahan visa saat

berada di Australia hingga ia menemukan harga tiket yang termurah adalah ke Jakarta,

Indonesia. Meskipun pada awalnya ia tidak memiliki gambaran tentang negara Indonesia,

namun menjadi hal yang tidak terduga ketika menyadari bahwa dirinya telah berada di

Indonesia lebih dari 20 tahun. Menurutnya, sejak tahun 1998 Indonesia telah mengalami

perkembangan yang kuat dan sekarang menjadi tempat yang sangat baik untuk tinggal dan

bekerja, juga sebagai tempat yang aman untuk hidup. Oleh sebab itu, ia sudah membuat

rumah di Indonesia sehingga tidak berencana untuk pindah dari Indonesia. (JE edisi 60:6)

Kisah unik lainnya datang dari Tim Scott17, seorang Amerika yang datang ke

Indonesia berawal dari penelusurannya di Google untuk mencari negara yang termurah

16 “I had to leave Australia because of visa problems, honestly, and the cheapest ticket out was to Jakarta. Ihad no idea about the country. I have now been here 22 years. I have made my home here. … All countrieschange. Indonesia has grown stronger since 1998 and is now a very nice place to live and work. It is alsosafer place to live. Apart from the people, I’d say the diversity of the food.”17 “A Google search for “The cheapest countries to holiday in for one year” directed me to Asia, so I travelledthrough the Philippines, Thailand, Cambodia, Singapore and Indonesia. While visiting my good friend JamesSpeck in Singapore he turned me on to his friend across the street and she said she was going to have aposition open at the TV production company she works for in Jakarta. I sent a few emails, got an interviewand three months later I’m living in Kemang and overseeing the production of Indonesian Idol Season 6! …When I first arrived I was very surprised how well I could produce TV here without knowing the language.But understanding the culture is another thing! The biggest difficulty is the speed in which people work hereand the level of quality they will accept. You could say that the TV industry here is about 20 years behind theWest, so pushing for the ultimate best quality is very difficult and not something that the market is used to. I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

92

sebagai tempat liburan untuk jangka waktu selama satu tahun. Karena itu, ia telah terbawa

ke Asia; mulai dari Filipina, Thailand, Kamboja, Singapura lalu sampai ke Indonesia.

Keberadaannya di Singapura adalah titik berangkat perjalanan hidupnya untuk berada di

Indonesia. Ketika ia mengunjungi teman baiknya, James Speck di Singapura, seorang

teman lainnya mengatakan bahwa terdapat lowongan pekerjaan di sebuah industri televisi

di Jakarta. Kemudian, ia pun mengirim beberapa surat elektronik hingga mendapatkan

sebuah panggilan wawancara. Dan tanpa diduga tiga bulan kemudian ia telah tinggal di

Kemang dan bekerja untuk mengatur produksi suatu program televisi.

Terkait pekerjaannya di industri televisi, Scott menceritakan bahwa ketika tiba

pertama kali ia sangat terkejut seberapa baik dapat menghasilkan sebuah program televisi

di Jakarta tanpa mengetahui bahasa. Akan tetapi, ia beranggapan lain bahwa kecepatan

adalah inti orang bekerja di Jakarta, sedangkan tingkat kualitas akan diterima begitu saja.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa industri televisi di Indonesia masih berada sekitar

dua puluh tahun di belakang Barat, sehingga untuk mendorong produksi dengan kualitas

terbaik adalah akhir yang sangat sulit dan bukan sesuatu yang dapat digunakan untuk

pasar.

Bagi Scott, hidup di Jakarta tidak pernah membosankan. Ia sangat menikmati

kehidupan dengan banyak orang, mall, maupun aktifitas malam, dan juga terkadang pergi

keluar kota, seperti Bali atau Bandung untuk beberapa kali dalam sebulan. Namun jika

sedang mengalami hari yang buruk dalam pekerjaannya, ia hanya akan pergi ke sebuah,

yakni kafe Eastern Promise di Kemang untuk sekadar melepaskan penat dan tertawa

dengan para ekspatriat lainnya. (JE edisi 79:10)

think I say, “This is good but it’s not good enough, it must be great!” five times a day. … Life in Jakarta isnever dull. I really enjoy the people, the malls and the nightlife but I need some blue sky and fresh air quiteoften. I try to sneak away to Bali or Bandung a couple times a month. If it’s an unusually bad day at workyou’ll find me at Eastern Promise in Kemang venting to the smirking, chuckling expats that have been heremuch longer than me.” (Cetak miring dari penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

93

Tanpa melalui perencanaan sebuah perjalanan, Robert McKinnon dan Tim Scott

akhirnya dapat tiba hingga bekerja di Jakarta, Indonesia. McKinnon, misalnya, dapat

dikatakan bahwa ia bertaruh nasib ketika memilih untuk memutuskan membeli tiket ke

Jakarta. Bahkan tanpa menduga, ia telah menghabiskan waktu selama 22 tahun hingga

telah membuat rumahnya sendiri. Begitu juga dengan yang dialami oleh Tim Scott,

penelusurannya di Google telah membawa dirinya dari benua Amerika hingga benua Asia.

Namun demikian, perpindahan Scott ke Indonesia tidak begitu saja melepaskan sisi

Amerika (Barat) di dalam dirinya. Hal ini terlihat dari pernyataan yang diberikan olehnya

ketika mengatakan bahwa industri televisi di Indonesia tertinggal 20 tahun dari Barat.

Bahkan, ia pun menegaskan bahwa kualitas terbaik dari sebuah produksi program televisi

adalah akhir. Dengan kata lain, ia beranggapan bahwa pasar di Indonesia lebih

mementingkan kuantitas daripada kualitas, sehingga menjadi wajar apabila orang-orang di

industri televisi, misalnya, bekerja dengan memakan waktu yang cukup banyak. Oleh

karena itu, representasi diri Scott sebagai ekspatriat yang merupakan bagian dari identitas

Barat mengandung wacana superior atau unggul dibandingkan dengan Timur seperti

Indonesia.

A.8. Keniscayaan

Siapa yang dapat mengetahui akhir dari perjalanan seseorang? Pertanyaan ini

kiranya yang melandasi kisah Dan Boylan18, seorang Amerika yang lahir di Boston. Ia

telah meninggalkan Boston di usia mudanya untuk bekerja dan tinggal di Hong Kong

18 “I was born in one of the most historic parts of the United States, the outskirts of Boston. I left Boston inmy 20s for Hong Kong and have worked, lived, and had some seriously close scrapes, in more than 40countries since. My trip has been fast and wild and I thank destiny I am still here. … I first visited in 1991when I was 20. As a journalist I covered 1998 and as a Fulbright Scholar I lived south of Blok M in 2001-2002. Those who love Jakarta love her because she is where genesis meets the apocalypse and it often feelslike Van Gogh has painted the street scenes that pass before me. Rumbling bajajs, old Javanese compassionin an Ibu’s eyes, saffron coloured water spraying from pipes as school children sing and the call to prayerwakes you long before sunrise. Jakarta is the biggest city in the tropics and one of the world’s greatest andshe has taught me so much over the years and I love her for her flaws as well as her beauty.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

94

selama beberapa waktu. Sebagai seorang jurnalis, pembuat film, dan pencipta puisi telah

membawanya menjalani lebih dari 40 negara dengan perjalanan waktu yang relatif

singkat. Pertama kali ia mengunjungi Jakarta adalah pada tahun 1991. Kedua kalinya

ketika ia bekerja sebagai jurnalis yang ditugaskan untuk meliput peristiwa 1998. Dan

ketiga, saat ia menerima beasiswa Fulbright pada tahun 2001. Oleh karena itu, ia merasa

bahwa keberadaannya di Indonesia adalah suatu keniscayaan.

Di samping itu, Boylan menganggap bahwa Jakarta merupakan sebuah kota

terbesar di wilayah tropis dan salah satu tempat terbaik di dunia, sehingga telah menjadi

inspirasinya. Ia pun mengatakan bahwa untuk mencintai Jakarta sama dengan seperti

mencintai seorang perempuan, karena awal mula pertemuan memberikan penyingkapkan

dan itu sering terasa seperti karya Van Gogh pada lukisan pemandangan jalan; kegaduhan

bajai, perasaan haru yang terlihat pada mata seorang perempuan tua, seruling pipa

berwarna kuning sebagai nyanyian anak sekolah, dan panggilan doa (Adzan Subuh) yang

membangunkan tidur sebelum matahari bersinar. (JE edisi 80:10)

Hal sama juga diamini oleh Warwick Purser19, seorang Australia yang kini telah

berstatus menjadi Warga Negara Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Republik

Indonesia. Ia telah mendapatkan Naturalisasi karena kontribusinya yang memperkenalkan

produk kerajinan lokal ke pangsa pasar Internasional, terlebih karena dirinya telah

menghabiskan waktu lebih dari empat puluh tahun tinggal di Indonesia. Berawal dari

19 “A one week honeymoon in Bali in 1969, aged 22. I was on my way to London to start work in a biginternational travel agency. The one week became two weeks, then three weeks because I kept delaying mydeparture. On the sixth week after totally falling in love with Indonesia I sent a message and advised thecompany in London I would not be taking up my new job. … To be honest in the beginning I recognized agood business opportunity as so little Indonesian craft product was finding its way to the internationalmarket. Out of Asia pioneered the large-scale export of Indonesian crafts and this found its way into some ofthe largest and most prestigious retailers in the world. Once I saw how the business so visibly changed thelives of the crafts people involved, and at times there were many thousands. … It was possibly the easiestdecision in my life because after forty years living here I had been “groomed” for it for a long time. I hadactually started the process to become an Indonesian citizen and had been warned it would take a long time. Iwas so lucky, when people at “the top” stepped in and the process was reduced to less than a month. I didn’task for special assistance and I was so honored when it was given.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

95

liburan bulan madu di Bali pada tahun 1969 telah membawa dirinya untuk pertama kali ke

Indonesia. Setelah berbulan madu, seharusnya ia melakukan perjalanan ke London untuk

mulai bekerja di sebuah biro perjalanan internasional. Namun waktu yang begitu cepat

berlalu, satu minggu menjadi dua minggu, lalu tiga minggu, dan ia pun selalu menunda

keberangkatannya, hingga minggu keenam dan setelah benar-benar merasa jatuh cinta

dengan Indonesia, pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan di

London. Selanjutnya, berdasarkan pengamatannya mengenai produk kerajinan Indonesia

yang masih sedikit menemukan jalan ke pasar internasional, maka ia pun mencoba sebuah

peluang untuk menjalankan bisnis eksportir di sekitar kawasan Asia Tenggara. Karena,

baginya perkembangan bisnis eksportir dapat mengubah kehidupan banyak orang yang

terlibat pada kerajinan tersebut. (JE edisi 84:10)

Poin menarik dari kisah Dan Boylan dan Warwick Purser adalah ketidak-terdugaan

mereka untuk tinggal di Indonesia. Awal kedatangan mereka di Indonesia sebelumnya

hanya sebuah persinggahan, namun seiring berjalannya waktu telah berubah menjadi

tempat mereka bernaung kehidupan. Bahkan, Warwick Purser pun telah mendapatkan

status kewarganegaraan Indonesia. Terkait hal ini, muncul satu pertanyaan tambahan

mengenai identitas ekspatriat. Apakah orang asing yang sudah mendapatkan naturalisasi

masih menyandang identitas sebagai ekspatriat? Pertanyaan ini akan penulis bahas dalam

analisis mengenai identitas dan representasi diri para ekspatriat di dalam Majalah JE.

B. Ekspatriat dalam Meet the Expats

Melalui sajian dalam rubrik Meet the Expats pada Majalah JE di atas kita telah

melihat latar belakang para pendatang atau orang asing melakukan sebuah upaya

representasi diri sebagai ekspatriat. Dengan kata lain, Majalah JE telah berperan aktif dan

kreatif dalam menghadirkan hingga memaknai ekspatriat sebagai identitas orang asing

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

96

kulit putih di Indonesia. Oleh karena itu, pembahasan mengenai identitas beserta

representasi ekspatriat ini penulis lakukan sebagai berikut:

B.1. Identitas Ekspatriat yang non-esensialis

Ekspatriat sebagai gagasan identitas senyatanya telah menjadi suatu hal yang

problematis dan memiliki beragam kompleksitas. Kompleksitas identitas ekspatriat dapat

dicermati dari berbagai proses wacana yang terkandung di dalamnya seperti yang termuat

di dalam Majalah JE. Melalui Majalah JE, identitas ekspatriat terkonstruksi dengan

menggunakan logika perbedaan terhadap sesama orang asing, sehingga terdapat proses

penginklusian dan pengeksklusian sesama orang asing maupun orang kulit putih yang

sedang berada di Indonesia.

Adanya proses penginklusian di dalam identitas eskpatriat ini tentunya menjadi

telah terkait dengan wacana ras. Wacana ras seakan menjadi senjata mutakhir untuk

mendapatkan legitimasi di dalam suatu kehidupan masyarakat yang majemuk, dan

menegaskan bahwa mereka memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari kebanyakan

orang lainnya. Meskipun ada yang dieksklusikan, namun pada kenyataannya terjadi

pembiasan identitas, semisal terhadap orang kulit putih yang acapkali disebut bule. Alih-

alih alasannya hanya lebih didasarkan pada asal dan rentan waktu keberadaan orang asing

yang sedang berada di luar negaranya, seperti di Indonesia.

Berdasarkan data yang terdapat di dalam Majalah JE, identitas ekspatriat seakan

telah menjadi milik kepunyaan orang kulit putih. Hal ini terlihat dari rubrik Meet the

Expats, yang mana kesemuanya adalah adalah orang kulit putih; Anna Feliciano, Luke

Rowe, Roberto Puccini, Ian Smith, Stephane Poggi, Anna Rohm, Mario Babin, Jean-

Baptiste Mounier, Catherine Parent, Leonani dan Nani Nahooikaika, Kristan Julius, Laila

Airlie Dempster, Gerard Mosterd, Cuny Schuurmans, Dave Metcalf, Robert McKinnon,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

97

Tim Scott, Dan Boylan, dan Warwick Purser. Oleh karena itu, identitas ekspatriat

terkonstruksi atas dasar kehadiran orang kulit putih, khususnya mereka yang ingin

mendapatkan pandangan berbeda dengan orang asing lainnya. Bahkan mereka tidak

tanggung-tanggung merepresentasikan diri sebagai ekspatriat melalui sebuah media yang

hegemonik, sehingga berbeda dari orang asing (imigran) lainnya maupun orang kulit putih

kebanyakan (bule). Media ini tidak hanya berupa sebuah Majalah JE, akan tetapi juga

disebarluaskan di dunia maya melalui sebuah laman www.jakartaexpat.biz yang kini telah

bertransformasi menjadi www.indonesiaexpat.biz.

Pada perkembangannya, wacana identitas ekspatriat telah terbungkus dengan

berbagai wacana lainnya, semisal kisah atau latar belakang kehidupan para ekspatriat,

semisal, keluarga, bisnis, perusahaan, pengajar, seniman, liburan dan petualangan bahkan

hingga ada yang memaknainya sebagai sebuah keniscayaan. Padahal ekspatriat sebagai

identitas bukan merupakan suatu hal yang penuh dan selamanya utuh (fixity). Sebagai

identitas yang juga memasuki dalam lingkup tatanan global, ekspatriat juga dapat

dikatakan menjadi suatu proyek identitas untuk mempertahankan status diri mereka saat

sedang berada diluar negaranya. Hal ini lebih disebabkan pada zaman globalisasi seperti

saat ini, wacana identitas telah berkeliaran bebas kepada siapa saja yang bersedia dan

berkeinginan untuk menggunakan atau merepresentasikannya. Dalam lingkup global, tidak

tertutup kemungkinan juga bahwa identitas ekspatriat dapat menjadi suatu identitas

hegemoni, yang mana seseorang tidak menginginkan untuk kembali pada ikatan

primordial. Bahkan, ekspatriat sebagai sebuah wacana yang mengglobal terus melakukan

suatu upaya konstruksi guna memapankan identitasnya sebagai wujud jati diri. Oleh

karena itu, ekspatriat telah menjadi suatu identitas yang tidak terberikan begitu saja, tetapi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

98

terkonstruksi atas keberadaan diri seseorang secara otonom maupun kelompok yang

sedang berada di luar negara atau tanah airnya.

Terkait mengenai identitas ekspatriat yang selalu berupaya melakukan konstruksi

secara terus menerus, dapat dipahami bahwa identitas tersebut bukanlah sesuatu yang telah

berakhir atau mencapai puncak ketetapannya, sehingga bukan menjadi hal yang mudah

untuk melakukan proses pelacakannya. Apalagi jika dikaitkan dengan beragam

pendefinisian tentang ekspatriat yang belum memiliki kepastian, terutama mengenai

karakteristik ekspatriat sebagai sebuah identitas yang bukan terberikan sejak manusia

lahir.

Merujuk kembali pada pembahasan di dalam Bab I, baik Fechter maupun Upton,

keduanya saling mendasarkan identitas ekspatriat kepada para respondennya masing-

masing. Selain itu, penelitian yang telah mereka lakukan juga telah memposisikan

identitas ekspatriat bagi orang asing kulit putih. Fechter (2007:3), misalnya, seluruh

respondennya adalah Euro-Amerika yang sedang berada di Indonesia. Sementara itu,

Upton (1998) lebih memfokuskan pada orang-orang Kanada yang tengah berada di Papua

Nugini. Dengan demikian, dari kedua penelitian Fechter dan Upton, identitas ekspatriat

muncul sebagai bentuk identitas para pendatang atau orang asing kulit putih di sebuah

negara tertentu.

Namun demikian, kemunculan pembedaan tersebut tentunya disebabkan karena

adanya mobilitas perpindahan manusia. Perpindahan manusia adalah salah satu unsur

utama yang membuat seseorang dapat menjadi ekspatriat. Perpindahan manusia ini telah

menciptakan suatu relasi wacana identitas yang membedakan antara pribumi dengan non-

pribumi. Pembedaan ini menjadi semakin terlihat jelas saat dimunculkan dalam bentuk

representasi, karena di dalamnya terdapat proses identifikasi. Artinya, terjadi suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

99

konstelasi identitas, dimana para pendatang ingin mempertahankan identitasnya agar tidak

hilang ketika berhadapan dengan masyarakat lokal.

Terjadinya konstruksi identitas ekspatriat dapat dipahami sebagai salah satu bentuk

upaya yang dapat menjanjikan ketetapan identitas bagi mereka sehingga telah

memunculkan batas spasial. Dalam hal ini, ekspatriat sebagai sebuah identitas telah

melakukan pembedaan sesama orang asing di Indonesia. Dengan demikian, konstruksi

suatu identitas tidak dapat terpisahkan dari proses identifikasi dan pembedaan.

Merujuk pada pandangan Stuart Hall (1996:1) yang telah mengajukan sebuah

pertanyaan untuk merefleksikan suatu identitas, yaitu Who needs ‘Identity’?, maka jika

dikaitkan dengan persoalan ekspatriat, pertanyaannya pun akan berubah menjadi, “Siapa

yang butuh identitas ekspatriat?”. Atas pertanyaan bernuansa esensialis ini, Hall juga

menyediakan dua cara untuk dapat menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Pertama,

mengamati sesuatu yang bercirikan khusus untuk membongkar konsep identitas yang

esensial dengan melakukan kritik dekonstruksi (1996:2). Dalam hal ini dapat dipahami

bahwa ekspatriat sebagai gagasan merupakan suatu identitas yang kembali dimunculkan

dalam dunia kontemporer. Ciri khas dari identitas ekspatriat ini adalah perpindahan negara

atau keluar dari tanah airnya. Oleh karena itu, identitas ekspatriat bukan sebuah konsep

identitas yang esensial.

Sebelumnya Fechter telah mengingatkan sebuah artikel lama milik Erik Cohen

(1977) yang memaparkan bahwa ekspatriat ditujukan bagi orang Barat yang telah tinggal

di luar negeri untuk jangka waktu panjang, terutama seniman, kolonial dan mereka yang

umumnya memiliki misi dari satu jenis atau lebih.20 Dari penjelasan ini dapat dipahami

bahwa konstruksi identitas ekspatriat bukanlah suatu hal yang baru terjadi pada era

20 Dalam Fecther, A. M. (2007). Transnational Live Ekspatriat in Indonesia. England: Ashgate. Hal. 1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

100

kontemporer saat ini, apalagi ketika terkait dengan persoalan esensialis semata, melainkan

di dalamnya terdapat kandungan historis, yakni kolonialisme Barat. Sebagaimana Cohen

juga menekankan bahwa seorang ekspatriat memiliki keterkaitan erat dengan kolonialisme

Barat di negara-negara Asia di masa kolonial (1977:8). Oleh karena itu, peninjauan

kembali terhadap sejarah kolonial dan melihat kondisi kontemporer ekspatriat menjadi

kunci untuk memahami persamaan maupun perbedaan di masa kolonial hingga pasca-

kolonial.

Seiring laju globalisasi, fenomena ekspatriat pun semakin ramai dalam lingkup

masyarakat global. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sebuah lembaga perbankan

internasional seperti HSBC telah melakukan survei mengenai kehidupan ekspatriat sejak

beberapa tahun terakhir.21 Dalam pandangan lembaga ini, ekspatriat ditempatkan sebagai

salah satu identitas global terkait dengan keberadaan orang-orang yang sedang bekerja di

luar negaranya. Dengan demikian, suatu upaya untuk mendekonstruksi identitas ekspatriat

adalah mendasarkan kembali pengertian gagasan ekspatriat secara sadar dan mendasar,

yakni hanya sebatas pada identitas seseorang saat sedang berada di luar negara asal atau

tanah airnya.

Merujuk kembali kepada pengertian etimologinya, ekspatriat yang berasal dari

bahasa Latin; ex yang berarti keluar, dan patria yang berarti tanah air, maka dapat

dipahami bahwa patria di sini menjadi penanda bagi bangsa-bangsa yang menganggap

tanah airnya sebagai fatherland. Bahkan, Merriam Webster pun memberikan penjelasan

mengenai kata dasar ekspatriat, yakni, patria, yang dalam etimologi bahasa Spanyol

memiliki makna “patria from feminine of patrius of a father, from patr-, pater father”,

21 Dapat dilihat pada laman https://www.expatexplorer.hsbc.com

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

101

dan pertama kali diketahui penggunaannya pada tahun 1768.22 Oleh karena itu, penulis

menganggap bahwa penggunaan identitas ekspatriat hanya menjadi berlaku bagi bangsa-

bangsa, pada khususnya kalangan Barat, yang menganggap tanah airnya sebagai

fatherland, atau dengan kata lain berpaham patriarki. Hal ini yang menjadi pembedaan

dengan bangsa-bangsa Timur, seperti Asia, termasuk Indonesia yang menganggap tanah

airnya sebagai ‘Ibu Pertiwi’, atau dalam istilah lainnya disebut sebagai motherland.

Kedua, jenis jawaban tentang siapa yang membutuhkan identitas ekspatriat ini

mengharuskan kita untuk mengetahui dari mana konsep identitas muncul? Stuart Hall

memberikan sebuah cara untuk menemukan jawaban, yakni meletakkannya pada

sentralitas untuk kembali mempertanyakan agensi dan politik. Politik, bagi Hall, dimaknai

sebagai gerakan dari penanda identitas yang menghubungkan sebuah lokasi politik,

sedangkan agensi adalah perantara untuk memberikan pengertian kepada subjek atau

identitas sebagai gagasan dari praktik sosial, atau untuk mengembalikan sebuah

pendekatan yang historis (1996:2). Dalam hal ini, para ekspatriat mencoba untuk

meletakkan identitas diri mereka pada persoalan lokasi, yakni ketika mereka sedang

berada di luar negara atau tanah airnya. Oleh karena itu, negara atau tanah air (patria) telah

menjadi penanda utama bagi identitas seorang ekspatriat. Namun tidak hanya berhenti

pada persoalan identitas saja, tetapi terdapat agensi yang berperan untuk memberikan

hingga menyerbaluaskan gagasan mengenai identitas ekspatriat ke dalam lingkup sosial.

Dalam persoalan ekspatriat ini, agensi yang dimaksudkan adalah Majalah JE yang telah

memproduksi sebuah media dan menjadi perantara untuk memberikan pengertian sebuah

identitas ekspatriat, baik itu berupa majalah maupun yang termuat pada semua laman di

22 Dapat dilihat pada laman http://www.merriam-webster.com/dictionary/expatriateBandingkan dengan penjelasan mengenai patria dalam http://en.wiktionary.org/wiki/patria

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

102

internet. Dengan demikian, pertautan antara politik dan agensi acapkali melingkari

konstruksi identitas ekspatriat.

Sebagaimana ekspatriat yang juga dibubuhi oleh politik wacana, seperti gerakan

perpindahan manusia yang berada di dalam lingkup kapitalisme global, maka identitas

ekspatriat dikonstruksi dengan membuat sebuah ruang yang membedakan dengan banyak

orang asing lainnya. Sementara itu, menurut Fechter, pemberian label kepada seseorang

sebagai ekspatriat telah menandakan melekatnya mereka di dalam mekanisme kapitalisme

global (2007:3). Artinya, seseorang yang bekerja pada sebuah perusahan berskala

internasional (multinasional corporation) adalah agensi utama dalam memberikan

identitas seseorang sebagai ekspatriat. Dengan kata lain, perusahan multinasional ini telah

membuka kran perpindahan manusia dari negara asal atau tanah airnya, seperti yang

dialami oleh beberapa ekspatriat yang termuat di dalam Majalah JE; Ian Smith, Anna

Rohm, Mario Babin, dan Dave Metcalf. Alhasil, suatu perusahan multinasional telah turut

andil menciptakan dan menandakan seseorang sebagai ekspatriat.

Di Indonesia, misalnya, dapat diketahui bahwa kehadiran orang asing bukan hanya

terdiri dari orang kulit putih saja, melainkan juga terdapat orang-orang dari Asia maupun

Afrika yang bukan putih. Selain itu, orang kulit putih itu sendiri pun terbagi dalam

beberapa bagian, seperti wisatawan, pelajar, pejabat negara, maupun para pekerja sosial

yang memang sering berpindah ke berbagai negara. Namun demikian, pada praktiknya

para ekspatriat di Indonesia, khususnya dilihat melalui Majalah JE, telah direpresentasikan

oleh orang kulit putih, baik itu berlabelkan yang ahli, para pebisnis, atau siapapun mereka

yang memiliki keterkaitan dengan kapitalistik.

Berdasarkan pada data yang telah tersajikan, kita telah mengetahui bahwa latar

belakang kisah kehidupan para ekspatriat adalah karena adanya perpindahan negara;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

103

berasal dari berbagai negara, seperti Amerika, Australia, Prancis, Inggris, Kanada, Hawaii,

Belanda, Selandia Baru, Skotlandia, yang kesemuanya masuk dalam kategori kalangan

Barat. Di samping itu, perjalanan ke berbagai negara yang telah dilalui oleh para ekspatriat

pun jumlahnya tidak sedikit, seperti yang dialami oleh Dan Boylan telah mengunjungi

sedikitnya 40 negara, Dave Metcalf yang telah berpergian tidak kurang dari 25 negara,

maupun Anna Feliciano melebih 10 negara. Dengan demikian, secara sederhana, sekaligus

untuk menjawab sebuah pertanyaan esensialis, siapa yang membutuhkan identitas

ekspatriat, mereka adalah yang sedang berada di luar tanah airnya, terutama untuk

mempertahankan identitas primordial mereka yang tengah terancam bahkan tercerabut

ketika berada di lingkungan yang sangat berbeda seperti di Indonesia. Dengan kata lain,

Hall menjelaskan persoalan ini sebagai bentuk keberadaan identitas kultural yang bukan

pada persoalan esensial, melainkan terkait pada sebuah posisi (1990:226).

Posisi identitas ekspatriat di Indonesia ini yang kemudian menjadi persoalan.

Persoalannya tidak lain adalah mengenai status para ekspatriat dihadapan masyarakat lokal

atau pribumi. Para ekspatriat sebagai orang asing kulit putih menciptakan gelembung

Barat sebagai batas spasial (Fechter, 2007), dan menginginkan bentuk relasi sesama

ekspatriat untuk dapat saling menghubungkan dan menjaring berbagai kepentingan, seperti

peluang ekonomi, politik, sosial, budaya, serta menciptakan ketetapan identitas dan posisi

mereka sebagai ekspatriat dihadapan yang lain – orang diluar diri mereka, seperti orang

asing lainnya yang ada di Indonesia maupun masyarakat pribumi. Oleh karena itu, lewat

Majalah JE para ekspatriat bukan hanya berupaya untuk mengkonstruksi maupun

merepresentasikan diri ke atas mimbar media, melainkan juga menyebarluaskan gagasan

dan wacana seputar ekspatriat, baik dalam skala lokal maupun global.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

104

B.2. Representasi Diri Ekspatriat

Setelah membahas persoalan mengenai identitas ekspatriat, maka langkah

berikutnya yang akan penulis lakukan adalah menguraikan proses representasi diri

ekspatriat di dalam Majalah JE. Di dalam dunia kontemporer seperti saat ini, Majalah JE

dapat dipahami sebagai perangkat yang berperan dalam memberikan beragam wacana

tanpa henti kepada para pembacanya, yang tidak lain adalah ekspatriat itu sendiri. Dengan

kata lain, Majalah JE telah menjadi sebuah ruang bagi para orang kulit putih untuk

merefleksikan dirinya sendiri atas representasi diri para ekspatriat yang tersajikan melalui

suatu media.

Di dalam pemahaman Kajian Budaya, media pun memiliki makna sebagai salah

satu unsur yang turut serta dapat mempengaruhi dan membentuk subjek. Media telah

menjadi suatu wahana untuk dapat mengartikulasikan dan merepresentasikan sebuah

identitas kolektif. Oleh karena itu, dengan menyediakan beragam isi atau substansi di

dalamnya, media tidak kalah pentingnya dalam ikut berperan sebagai pembawa pelbagai

gagasan melalui imaji dan teks serta ideologi yang disuguhkan kepada para pembaca

Majalah JE, yaitu para ekspatriat.

Dengan sebuah tagline yang cukup sederhana, “Indonesia’s Largest Expatriate

Readership”, Majalah JE terus berupaya untuk menyapa dan menjaring para ekspatriat di

Jakarta, dan Indonesia pada umumnya. Sementara itu, pembaca Majalah JE akan

dihadapkan pada sebuah situasi negosiasi yang menjadi penentuan mengenai identitas

dirinya saat sedang berada di luar negara atau tanah airnya. Hal ini terutama terkait dengan

seseorang yang sering berpindah negara, yang mana dirinya akan cenderung mengalami

‘kesadaran mendadak’ atas perubahan identitasnya ketika berhadapan dengan yang lain

(pribumi-non-pribumi atau native-foreigner). Oleh karena itu, melalui Majalah JE yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

105

diperuntukkan bagi para ekspatriat, maka dapat dipahami bahwa media dapat menjadi

peredam kegalauan identitas seseorang yang sedang berada di luar negaranya.

Pada ranah praktis, tidak adanya media khusus ekspatriat yang cukup kuat dan

berperan selain Majalah JE juga memberi peluang bagi terjadinya persilangan kategori-

kategori identitas orang asing. Apakah memang tidak ada kekuatan dominan selain

Majalah JE untuk para ekspatriat di Indonesia? Sebelumnya di wilayah Jogjakarta pernah

terbit media yang serupa, yaitu Jogjamag,23 dengan tagline “for tourists and expats”.

Namun kurang dari setahun media Jogjamag merubah target pembacanya yakni hanya

para turis, dan tagline-nya pun berganti menjadi “your guide to discovering Yogyakarta”.

Oleh karena itu, adanya Majalah JE yang kini telah bertransformasi menjadi Majalah

Indonesia Expat (IE) merupakan satu-satunya media sebagai medium bagi para ekspatriat

di hampir seluruh seantaro Indonesia.

Mengenai representasi diri ekspatriat melalui media, penulis ingin memulai dengan

memperlihatkan bahwa Majalah JE telah memainkan perannya sebagai sebuah ruang

representasi identitas eskpatriat. Pada setiap edisinya yang tertuang di dalam rubrik Meet

the Expats, Majalah JE selalu menyajikan sosok seorang ekspatriat dengan mengulas

berbagai latar belakang kehidupannya. Rubrik Meet the Expats ini dimulai dengan

mengungkapkan asal negara, bagaimana kisah mereka sampai tiba di Indonesia,

membahas seputar aktifitas keseharian atau pekerjaan, hingga merujuk pada pandangan

atau kesan selama mereka berada di Indonesia.

Pada dasarnya, orang asing tidak melulu – secara langsung dan terbuka –

merepresentasikan dirinya sebagai ekspatriat di dalam masyarakat. Namun demikian,

dengan adanya suatu media, seseorang telah mendapatkan sebuah ruang untuk dapat

23 Dapat dilihat pada laman http://www.jogjamag.com

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

106

merepresentasikan diri sebagai ekspatriat. Dengan kata lain, meminjam kerangka pikir

McLuhan (1999), the medium is the message, maka dapat dipahami bahwa Majalah JE

berupaya untuk menyampaikan pesan dengan merepresentasikan orang asing kulit putih

yang termuat di dalam rubrik “Meet the Expats” sebagai ekspatriat. Alih-alih, Majalah JE

telah memberikan pesan kepada para pembacanya tentang siapa dan bagaimana latar

kehidupan seorang ekspatriat di Indonesia.

Berangkat dari pemahaman bahwa Majalah JE telah menjadi suatu ruang bagi

representasi para ekspatriat, maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai proses

produksi budaya. Menurut Stuart Hall (1997:15) representasi menjadi penting karena

terkait ‘cultural circuit’, dan menegaskan bahwa representasi telah menghubungkan

makna dan bahasa bagi budaya, bahkan representasi dengan dua sistemnya membentuk

sebuah diskursus bagi banyak orang. Hal ini dapat terlihat pada Majalah JE yang telah

menjalankan dua fungsi sistem representasi. Pertama, Majalah JE sebagai pemberi makna

identitas, yakni menekankan pada asal muasal seorang ekspatriat. Sebagaimana yang

dilakukan Majalah JE sebagai berikut:

Where do you come from?I am half Australian and half Danish. I’m officially an Australian, and I was born inCanberra. (Anne Feliciano, JE edisi 63:10)Where are you originally from?From Sunderland in the North East of England (Ian Smith, JE edisi 57:8)Where are you from?I’m originally from Montreal. (Mario Babin, JE edisi 54:8)Where are you from?I am come from France, Grenoble, near the Alps. (Mounier, JE edisi 51:8)Let’s start with the basics, where are you from?I’m originally from the United States (Kristan Julius, JE edisi 72:14)

Dari pertanyaan dan jawaban di atas dapat dicermati bahwa asal negara menjadi

sebuah langkah awal untuk dapat merepresentasikan diri orang asing sebagai ekspatriat.

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada awal bab ini, mengenai kisah para ekspatriat,

para ekspatriat cenderung akan mendapatkan pertanyaan pembuka mengenai asal negara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

107

mereka masing-masing dari pihak Majalah JE. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa

pemberi makna identitas seseorang untuk dapat menyandang diri sebagai ekspatriat adalah

mereka yang sedang berada di luar negara atau tanah airnya.

Di samping itu, pemilihan suatu kata tertentu telah merelativasi kepastian identitas

berdasarkan asal usul kewarganegaraan. Hal ini dapat dicermati dalam pemilihan kata

yang merumuskan sebuah pertanyaan, “where are you come from?”. Kata “where” di sini

telah mengarahkan pada asal muasal seseorang, sehingga jawaban yang tersirat maupun

yang tersurat dari pertanyaan tersebut adalah kata“originally”. Kata “originally” ini

menjadi asosiasi dari sebuah rumusan pertanyaan yang diajukan oleh pihak Majalah JE

kepada setiap ekspatriat. Jadi, dalam rubrik Meet the Expats ini, Majalah JE berupaya

untuk merepresentasikan ekspatriat, berawal dari asal wilayah atau kota hingga status

kewarganegaraan.

Kedua, Majalah JE telah merepresentasikan diri para ekspatriat, baik sebagai

konsep maupun bahasa mengenai seorang yang telah menjadi ekspatriat saat berada di luar

negara atau tanah airnya. Konsep mengenai ekspatriat bukan hanya terbatas pada

kepergian seseorang dari negara asalnya, melainkan juga terletak pada rentan waktu

keberadaan di sebuah negara. Sebagaimana yang dilakukan oleh Majalah JE untuk

melakukan penyelidikan atas keberadaan para ekspatriat di Indonesia:

How long have you lived in Indonesia?a total of 25 years… that’s half my life! (Anne Feliciano, JE edisi 63:10)How long have you been in Indonesia?For a total of more than 16 years in 2 seperate periods since mid-1994 untilnow. (Ian Smith, JE edisi 57:8)How long have you been a resident of Jakarta?24 wonderful years! (Kristan Julius, JE edisi 72:14)How long have you been in Indonesia?I came here in 1995…. I’ve been here for 16 years! (Babin, JE edisi 54:8)How long have you been living in Indonesia?15 years now. (Cuny Schuurmans, JE edisi 56:8)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

108

Dari pertanyaan dan jawaban yang tertera di atas, dapat dicermati bahwa terdapat

persoalan rentan waktu yang bermaksud untuk direpresentasikan. Perihal rentan waktu

keberadaan para ekspatriat ini dapat dipahami bukan hanya sebatas angka, melainkan lebih

sebagai sebuah bahasa yang menandakan bahwa mereka telah cukup lama pergi dari

negara atau tanah air mereka masing-masing. Pengajuan pertanyaan “How long ….. ?”

menjadi sebuah penanda waktu bagi identitas ekspatriat. Selain itu, lokasi keberadaan para

ekspatriat juga menjadi petanda diri mereka, seperti di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Oleh karena itu, rentan waktu dan keberadaan mereka di sebuah negara tertentu telah

menjadi sebuah diskursus.

Di samping itu, representasi diri ekspatriat juga dapat dicermati sebagai sebuah

tanda yang membedakan dengan orang asing lainnya. Ekspatriat sebagai tanda,

sekaligus bahasa, dikodifikasi dan diartikulasikan melalui sebuah Majalah JE dengan

cara merepresentasikan diri orang asing. Terutama, makna yang dikonstruksikan atas

upaya representasi ekspatriat ini adalah terkait dengan keberadaan orang kulit putih.

Hal ini dengan jelas dapat terlihat dari dua puluh sampel yang diambil dari Majalah JE

pada rubrik Meet the Expats, yang mana kesemuanya adalah orang kulit putih. Oleh

karena itu, dengan menggunakan sebuah pendekatan konstruktivis, Majalah JE telah

menghadirkan kembali (to represent) suatu pemaknaan mengenai orang asing yang

sedang berada di luar negaranya, terutama mengenai ekspatriat sebagai representasi diri

orang kulit putih sehingga berbeda dengan keberadaan para orang asing lainnya.

Terkait Majalah JE, kontestasi media selalu memiliki keterkaitan dengan wacana

(discourse) dalam menggunakan bahasa (language) sehingga dapat menghasilkan suatu

pemaknaan. Bagi Hall (1992:64), media bukan hanya direproduksi atas suatu realitas,

melainkan berupaya untuk mendefinisikan sesuatu makna, bahkan definisi atas realitas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

109

dipertahankan dan diproduksi melalui semua praktek-praktek linguistik (dalam arti luas)

dengan cara yang selektif mewakili definisi kenyataan. Artinya, dalam hal ini Majalah JE

yang dihasilkan dan disebarluaskan kepada para ekspatriat di Jakarta, dan kini mulai

merambah hampir ke seluruh wilayah Indonesia, merupakan suatu upaya dalam

menciptakan sebuah pemaknaan atas keberadaaan para ekspatriat. Oleh karena itu,

Majalah JE telah menyediakan suatu gagasan identitas bagi mereka, yang mana adalah

orang kulit putih, ketika menjadi orang asing saat berada di luar tanah airnya.

Kenyataannya, Majalah JE tidak hanya sebatas pada memproduksi suatu media,

akan tetapi telah menciptakan wacana kekuasaan lewat bahasa dengan memunculkan

kesadaran tentang keberadaan seseorang dan identitas di tengah masyarakat yang plural.

Majalah JE sebagai alat penyebaran kekuasaan wacana mengenai ekspatriat telah

membuat upaya perbedaan atas berbagai stereotipe terhadap orang asing maupun orang

kulit putih, seperti bule dan turis. Dengan kata lain, Majalah JE merupakan sebuah bentuk

upaya merekonstruksi maupun mendekonstruksi stereotipe tentang kehadiran orang kulit

putih yang selama ini berkeliaran bebas dengan berbagai prasangka di dalam konsep

maupun praktik masyarakat Indonesia. Bahkan, Majalah JE sebagai sebuah media telah

berperan dan melakukan suatu upaya konstruksi serta memproduksi wacana pengetahuan

tentang ekspatriat.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan, yakni melalui delapan latar belakang dan

dua puluh kisah para ekspatriat yang tersajikan di dalam rubrik Meet the Expats, kita dapat

mengetahui bagaimana kehadiran orang asing, pada khususnya orang kulit putih di

Indonesia telah mengalami representasi diri sebagai ekspatriat melalui Majalah JE.

Representasi ini pada dasarnya telah melakukan proses identifikasi terhadap keberadaan

para orang asing di Indonesia, sehingga Majalah JE telah memainkan peran sebagai sarana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

110

pemberi informasi untuk memberikan gambaran dan menyebarkan representasi diri

ekspatriat, yang mana tentunya telah dibentuk atau diimajinasikan oleh media itu sendiri.

Dengan demikian, penulis menarik kesimpulan bahwa para ekspatriat yang tersajikan di

dalam Majalah JE merupakan salah satu bentuk upaya representasi atas konstruksi

identitas ekspatriat, terutama mengenai keberadaan diri mereka sebagai orang asing kulit

putih di sebuah negara yang non putih seperti Indonesia.

Di samping itu, pada era kontemporer saat ini, media juga dapat diyakini bukan

hanya sebagai medium pengantar pesan informasi sosial di dalam suatu masyarakat,

melainkan juga sebagai alat penundukkan dan pemaksaan konsensus oleh sekelompok

orang yang secara ekonomi dan politik dominan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Bab II, mengenai awal mula Majalah JE sebagai media yang diproduksi dari, oleh, dan

untuk para ekspatriat merupakan suatu upaya untuk merepresentasikan dan membuat

legitimasi atas identitas ekspatriat di dalam masyarakat Indonesia.

Dominasi kelas kapitalis juga dapat terlihat dari sebagian besar representasi

ekspatriat yang tersajikan dalam Majalah JE. Ekspatriat yang dihadirkan lebih cenderung

mengarah pada kalangan kelas pebisnis, seperti, Luke Rowe, Roberto Puccini, Ian Smith,

Stephane Poggi, Anna Rohm, Mario Babin, Jean-Baptiste Mounier, Cuny Schuurmans,

Tim Scott, dan Warwick Purser. Bahkan dengan melihat dari titik persebarannya, Majalah

JE pun lebih banyak menempatkan sasarannya kepada para ekspatriat yang berorientasi

pada kelas ekonomi atas, seperti dominannya peredaran di apartemen, sekolah

internasional, perusahaan multinasional dan ruang publik: café, bar, resto, dll. Dengan kata

lain, hal ini senada dengan yang telah diingatkan oleh pandangan Marxisme mengenai

media sebagai sebuah pendekatan ekonomi politik terhadap media dan budaya yang lebih

berpusat pada hal produksi dan distribusi daripada menafsirkan teks (Kellner, 2006:xxvi).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

111

Oleh karena itu, hubungan identitas ekspatriat terhadap media merupakan sebuah

persoalan sebagai orang kulit putih yang memiliki kesamaan, khususnya mereka yang

berada pada posisi kelas ekonomi atas, seperti para pemilik modal maupun yang memiliki

keterkaitan dengan kapitalisme global.

Aktifitas ekspatriat yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi politik juga telah

ditegaskan oleh Alejandro Portes (2003:43) dalam penelitiannya yang menyimpulkan

bahwa semua bukti empiris menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi, politik dan sosial

budaya menghubungkan komunitas ekspatriat dengan negara-negara asal mereka muncul

atas inisiatif para imigran itu sendiri.24 Keberadaan para pendatang di suatu wilayah atau

dalam konteks luasnya di suatu negara adalah membawa suatu kepentingan tertentu, baik

untuk dirinya sendiri, kelompok, maupun negara tempat ia berasal. Dengan kata lain, para

ekspatriat bekerja di luar negaranya dan membawa keuntungan yang didapatkan olehnya

untuk dibawa kembali ke negara asalnya. Oleh karena itu, kehadiran orang asing kulit

putih yang mererpresentasikan diri sebagai ekspatriat merupakan sebuah keniscayaan atas

kepentingan ekonomi dan politik maupun budaya ketika mereka berada di negara dunia

ketiga seperti Indonesia.

C. Ekspatriat, Melanggengkan Wacana Kolonial

C.1. Cover Photo sebagai Imaji Indonesia

Pada bagian ini, penulis akan memulai dengan menampilkan beberapa cover photo

yang terdapat pada halaman muka Majalah JE. Dalam hal ini, penulis memilih beberapa

cover photo untuk memperlihatkan bagaimana Majalah JE berupaya untuk menghadirkan

24 Portes, Alejandro. (2003). Conclusion: Teoretical convergencies and empirical evidence in the study ofimmigrant transnationalism. International Migration Review 37: 874-92. Dalam Andoni Alonso and Pedro J.Oiarzabal (Eds). Diasporas in the New Media Age: Identity, Politic and Community. Reno & Las Vegas:University of Nevada Press. Hal. 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

112

imaji Indonesia kepada para pembacanya. Dalam setiap edisinya, JE selalu memberikan

sebuah foto yang dijadikan cover photo media sebagai ‘pembungkus’ tema yang sedang

tersaji. Foto juga dibubuhi suatu artikel terkait dengan tema yang sedang ditampilkan pada

muka media. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini, dan sebelum menguraikan isi muatan

artikel, penulis akan terlebih dahulu berupaya untuk mengungkapkan pesan yang terdapat

dalam cover photo Majalah JE tersebut.

Sebagaimana Barthes mengatakan bahwa foto tidak pernah dapat berdiri sendiri,

sehingga suatu tulisan berfungsi menjelaskan atau memberi komentar pada foto tersebut

(Sunardi, 2004;159). Hal ini yang terjadi dan akan dibahas pada persoalan beberapa cover

photo Majalah JE. Dikarenakan foto yang dijadikan cover photo Majalah JE diiringi oleh

teks yang turut memberikan dan membangun makna foto. Bahkan, tidak tanggung-

tanggung, Majalah JE pun memberikan teks maupun tulisan yang kiranya jauh dari makna

foto itu sendiri.

Dengan menggunakan pendekatan semiotika, kita akan melihat bagaimana sebuah

foto memiliki kompleksitas di dalamnya, terutama terkait dengan teks yang turut

membangun struktur makna. Merujuk pada pandangan Roland Barthes yang menjelaskan

bahwa foto berita (press) adalah pesan yang dibangun oleh beberapa elemen, seperti teks,

judul, penjelasan maupun sumber pemancar foto (1977:15). Oleh karena itu, dengan

menggunakan semiotika fotografi yang telah disediakan oleh Barthes, maka penulis

berupaya untuk dapat mengungkapkan relasi makna maupun pesan foto yang tersajikan

sebagai cover photo dalam Majalah JE. Beberapa cover photo Majalah JE dapat dilihat

sebagai berikut:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

113

Gambar 1

An early mixed marriage in 1845between a Dutch KNIL soldier

and a girl from Purworedjo.Cover Photo

Jakarta Expat42th Edition

Ketika melihat potret yang dijadikan cover photo pada Majalah JE ini, penulis

menjadi teringat pada sebuah buku, “Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda” karya

Reggie Baay yang terbit pada tahun 2010. Berselang setahun dari terbitnya buku tersebut,

foto ini dimunculkan kembali oleh JE pada edisinya ke 42 yang disertai dengan judul

‘Better Late than Never’. Dari judul tersebut terdapat pula uraian yang disampaikan

melalui suatu narasi untuk menjelaskan bagaimana suatu proses pernikahan campur antara

orang asing dengan orang Indonesia. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa para

pembaca Majalah JE mendapatkan suatu pemahaman mengenai pernikahan campur di

Indonesia. Apalagi terkait dengan pernikahan campur bukanlah suatu hal yang baru terjadi

pada saat ini, melainkan sebelumnya pernah terjadi di masa kolonial Hindia Belanda.

Pesan Fotografis Gambar 1

a. Elemen fotografis

Pada Gambar 1, cover photo tersebut dapat diketahui bahwa sumber pemancarnya

adalah Majalah JE, yang mana di dalamnya terdapat redaksi dan editor. Sementara pihak

penerimanya adalah publik yang membaca, yaitu target pembaca Majalah JE adalah para

ekspatriat. Foto ditransmisikan melalui Majalah JE edisi 42 yang terbit pada 27 April-11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

114

May 2011, dengan judul “Better Late than Never!”. Foto yang ditransmisikan adalah

perkawinan campur antara orang asing atau pihak kolonial dengan pribumi, dengan sebuah

objek (scene) sebuah keluarga, yang terdiri dari ayah dan ibu dengan dua orang anaknya.

Dengan demikian, analogon (turunan atau salinan) dalam cover photo ini adalah imaji

fotografi yang ditampilkan pada foto, dimana foto ini memiliki pesan denotatif yang

menyampaikan citra tentang pernikahan campur, sedangkan pesan konotatifnya adalah

kode kultural maupun stereotipe dari pernikahan campur.

b. Rangkaian Prosedur Konotatif

Pertama, trick eEffects pada foto ini telah menggagalkan keutuhan sebuah keluarga

karena sang ayah berpaling muka dengan tidak menghadap pada kamera. Selain itu,

terdapat juga penanda pada adegan tidak adanya senyum dari objek foto. Hal ini

menimbulkan pemahaman kesadaran yang menjadi tanda (sign) dan selanjutnya dapat

dikodekan bahwa pernikahan campur dianggap sebagai hal yang belum bisa diterima di

dalam masyarakat; baik dari kalangan pribumi maupun Eropa, dimana pada masa kolonial

perempuan pribumi diposisikan sebagai gundik bagi kalangan Eropa. Oleh karena itu,

pada trick effects ini, foto bisa juga menimbulkan rasa penolakan dari kalangan Eropa

ketika sang ayah tidak menghadap pada lensa pemotret.

Kedua, pose pada foto ini dengan jelas menggambarkan sebuah keluarga yang

utuh, terdiri dari seorang ayah dan ibu serta kedua anaknya. Namun, ada ketimpangan

dalam foto tersebut: sang ayah mengenakan seragam tentara lengkap, sang ibu hanya

mengenakan pakaian perempuan khas Jawa, sang anak yang paling besar menggunakan

pakaian bergaya Eropa dengan topi bundar dan sepatu sebagai penandanya, sedangkan

sang anak yang paling kecil dibiarkan telungkup tanpa mengenakan selembar pakaian

apapun. Dengan berpalingnya wajah sang ayah dari lensa kamera, ia yang berasal dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

115

kalangan Eropa seakan tidak ingin memperlihatkan dirinya secara utuh karena telah

menikah dengan perempuan pribumi. Bahkan, foto yang dilatarbelakangi dengan sebuah

rumah kayu khas pedesaan Jawa semakin menguatkan pesan konotatif mengenai kondisi

pribumi yang miskin.

Ketiga, daya tarik objek pada foto ini ditandai oleh dua penanda, yakni penanda

pertama ada pada perempuan Jawa yang – sadar – melihat kamera, dan penanda kedua

pada seorang laki-laki Belanda yang berprofesi sebagai tentara dengan berseragam

lengkap namun berpaling muka dari kamera. Dengan demikian, foto telah menjadi sebuah

sintaksis karena komposisi objeknya terdiri dari sebuah keluarga dan juga menangkap latar

berupa rumah tradisional yang terbuat dari kayu.

Keempat, fotogenia pada foto yang dicetak portrait tersebut telah menjadikan

gambar terlihat lebih sempit. Foto menjadi terfokus pada objek sehingga hanya

menangkap sedikit ruang di belakang objek. Kelima, estetisisme foto menjelaskan tentang

pernikahan campur melalui sebuah foto yang dimuat kembali di dalam sebuah Majalah JE.

Unsur-unsur yang ada pada foto tersebut dikodekan dalam sebuah gambar yang termuat

dalam cetakan media sebuah majalah. Dan terakhir, keenam, sintaksis pada foto ini,

penanda konotasi hanya terdapat pada satu foto tunggal yang termuat di dalam Majalah

JE. Hal itu dikarenakan tidak terdapat foto lain yang dapat membentuk suatu rangkaian

kejadian saling terhubung dan berkesinambungan di dalam media.

c. Teks dan Imaji

Jakarta Expat pada edisi 42 yang terbit 27 April-11 May 2011 memberikan

keterangan foto sebagai “An early mixed marriage in 1845 between a Dutch KNIL

soldierand a girl from Purworedjo” sertajudul “Better Late than Never!”. Pesan teks ini

telah membuat suatu denotasi terhadap pembacanya, sehingga imaji tidak lagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

116

mengilustrasikan kata-kata sebagai sesuatu yang jauh dari luar konteks foto tersebut. Hal

ini yang terjadi pada foto“An early mixed marriage in 1845 between a Dutch KNIL soldier

and a girl from Purworedjo” ketika dihadirkan sebagai sebuah cover photo Jakarta Expat

edisi 42.

d. Dari cover photo menuju artikel

Setelah melihat apa saja pesan yang terkandung di dalam cover photo tersebut,

selanjutnya perlu untuk memperhatikan uraian pada artikel berjudul “Better Late than

Never!” yang turut membangun foto tersebut. Artikel ini berangkat dari kisah yang

dialami oleh Anthony Sutton ketika ingin menikahi seorang perempuan Indonesia. Ia

merasa bahwa kiranya terdapat begitu banyak rintangan yang akan dihadapi apabila

menikah dengan orang Indonesia, seperti, konversi agama, orang tua, upacara pernikahan,

kelahiran bayi, dua kali pembayaran pajak fiskal, dan KITAS. Ia yang telah menghabiskan

waktu dari dua dekade di Indonesia merasa bahwa pemerintah Indonesia tetap saja tidak

berusaha untuk membuat hidup ekspatriat menjadi lebih mudah, terutama berkaitan

dengan hal pernikahan campur.

Melalui artikel ini, Sutton menyampaikan beragam pandangan terkait dengan

kebijakan pemerintah Indonesia terhadap keberadaan orang asing. Awalnya ia merasa

senang ketika pada tahun 2006 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa setiap anak

yang lahir dari perkawinan campur memiliki kewarganegaraan ganda hingga usia 18

tahun. Selanjutnya, pada bulan April tahun 2011 pemerintah Indonesia kembali

mengeluarkan peraturan imigrasi bagi para ekspatriat yang berhak untuk mendapatkan

residensi secara permanen setelah menjalani periode kualifikasi, sehingga para ekspatriat

dapat bekerja tanpa perlu sponsor dan tidak harus melapor ke berbagai kementerian

pemerintah Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

117

Dari segala peraturan yang telah ada, Sutton menegaskan bahwa belum ada

peraturan mengenai pernikahan campur di Indonesia. Ia juga menyertakan berbagai rumor

mengenai biaya yang harus dikeluarkan untuk pernikahan campur di Indonesia, seperti,

biaya sekitar 3000 dolar pertahun dan itu tidak termasuk bagi wanita asing yang menikah

dengan orang Indonesia. Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa diperlukan deposito

sekitar 500 juta rupiah yang harus dibayarkan oleh orang asing ketika ingin menikah

dengan perempuan Indonesia.

Bagi Sutton, meskipun Indonesia telah turut meratifikasi seluruh tumpukan

konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang kesetaraan gender dan hak-hak anak,

namun ia tetap menyebutkan bahwa 'Indonesia masih membuat hidup ekspatriat sangat

sulit dalam persoalan perkawinan campur antar bangsa, seperti, isu atas warisan,

kebangsaan dan kepemilikan properti maupun anak’. Atas kondisi tersebut ia memaparkan

berbagai informasi mengenai beberapa organisasi yang memfasilitasi pernikahan campur

di Indonesia, seperti, Masyarakat Perkawinan Campuran Indonesia (Perca), Tim Advokasi

Perwakinan Campur (TAPC), dan Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB). Secara khusus,

ia juga menegaskan bahwa APAB yang dibentuk pada tahun 2002 dengan tujuan

mengubah undang-undang berkaitan dengan kewarnegaraan telah berhasil mengubah

Undang-Undang Kewarganegaraan yang telah disahkan oleh pemerintah Indonesia pada

tahun 2006.

e. Insignifikasi Fotografis dengan Artikel

Foto an early mixed marriage in 1845 between a Dutch KNIL soldier and a girl

from Purworedjo telah memberikan penanda bahwa pernikahan campur telah terjadi di

masa kolonial. Penanda ini yang menjadi proses dialektis dalam menjembatani suatu

pernikahan campur yang terjadi saat ini antara ekspatriat dengan orang Indonesia. Foto

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

118

yang ditampilkan seakan dipahami sebagai denotasi yang murni atas kondisi realitas,

sehingga foto tersebut telah memberi deskripsi atas kondisi sosial. Padahal secara

pemahaman konotasi, pernikahan campur memiliki beragam latar belakang.

Foto ini juga bukan merupakan suatu foto traumatis karena terdapat artikel pada

foto yang memaparkan tentang pernikahan campur di Indonesia. Konotasi yang dimuat

dalam Majalah JE bersifat ‘perseptif’ yang merupakan bersifat pengandaian. Mode

konotasi lain yang bersifat khusus adalah konotasi ‘kognitif’ yang penandanya terbatas

pada bagian-bagian analogon tertentu. Dengan demikian, pembaca dapat melihat lebih

mendalam terhadap pemaknaan foto melalui pengetahuan teori fotografi. Melalui foto ini

dapat dipahami bahwa Majalah JE berupaya untuk menghubungkan keberadaan objek foto

pernikahan campur pada masa kolonial dengan kondisi saat ini.

f. Kekeliruan Teks pada Imaji

JE memberikan teks foto pada edisi 42 dengan keterangan “an early mixed

marriage in 1845 between a Dutch KNIL soldier and a girl from Purworedjo. Seperti yang

telah penulis sampaikan sebelumnya bahwa foto ini mengingatkan pada cover buku

Reggie Baay, Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda. Baay menjelaskan bahwa foto

tersebut adalah Djoemiha bersama keluarganya. Dan foto tersebut dibuat sekitar tahun

1918.

Menurut penjelasan yang disediakan oleh Baay dapat diketahui bahwa foto

tersebut memuat potret Djoemiha Noerwidjojo yang berasal dari Gombong dan

diperkirakan lahir pada tahun 1891. Djoemiha meninggalkan kampung halamannya dan

pergi mencari pekerjaan ke Bandung pada 1908. Djoemiha pun akhirnya bekerja di sebuah

warung makan di tepi jalan antara Cimahi dan Bandung.Sang laki-laki dalam foto adalah

Alfred Wilhem, lahir di Hamburg, Jerman pada 12 Oktober 1886. Pertama kalinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

119

Wilhem tiba di Batavia pada tahun 1910 saat bekerja pada sebuah perusahaan Jerman.

Setelah berhenti dari pekerjaannya, ia pun ingin mencoba peruntungannya di koloni

Belanda. Wilhem mengajukan permohonan menjadi warga negara Belanda dan

memutuskan untuk bergabung dengan KNIL. Lalu Wilhem ditempatkan dalam pasukan

Zeni di Cimahi. Dan di Cimahi pula Wilhem dan Djoemiha dipertemukan di sebuah

warung makan. Selanjutnya, Wilhem meminta Djoemiha untuk menjadi moentji (sebutan

bagi nyai atau gundik pribumi di dalam tangsi-tangsi tentara kolonial), hingga pada tahun

1915 dan 1916 mereka memperoleh dua orang anak yaitu sepasang anak laki-laki dan

perempuan (Baay, 2010:247).

Dari pemaparan yang disajikan oleh Baay, maka dapat diketahui bahwa teks foto

yang terdapat pada JE edisi ke 42 tersebut adalah sebuah kekeliruan. Majalah JE

mendeskripsikan foto hanya sebagai “an early mixed marriage in 1845 between a Dutch

KNIL soldier and a girl from Purworedjo. Padahal, jika merujuk kepada masa kolonial

pergundikan tidak sama dengan sebuah pernikahan. Pergundikan tidak tercatat sebagai

pernikahan yang sah dalam hukum. Bahkan, mengenai persoalan pergundikan, perempuan

pribumi tidak mendapatkan hak yang penuh sebagai istri maupun seorang ibu atas anak

yang lahir dari suami yang bukan pribumi. Oleh karena itu, artikel yang disematkan pada

foto an early mixed marriage in 1845 between a Dutch KNIL soldier and a girl from

Purworedjo merupakan sebuah absurditas.

Sementara itu, jika merujuk pada Baay diketahui bahwa penjelasan mengenai foto

tersebut dapat dipahami dengan cukup baik; mulai dari keterangan objek di dalam foto,

awal muasal pertemuan hingga kisah perjalanan hidup. Selain itu, Baay juga telah

melakukan upaya dokumentasi dengan cukup baik mengenai pergundikan yang dialami

Djoemiha. Dengan demikian, Majalah JE telah mengalami kesalahan, yang mana sumber

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

120

maupun narasi atas cover photo tidak disampaikan secara lugas dan terbuka kepada para

pembaca.

Gambar 2

Chatting On FacebookBy Alim Boeana

Cover PhotoJakarta Expat

78th Edition

Pada mulanya cover photo Majalah JE ini tidak memuat penjelasan atau suatu

artikel pada edisi terbitnya. Namun pada dua edisi selanjutnya, JE memberikan penjelasan

terkait foto tersebut karena telah mendapat tanggapan maupun komentar dari para

pembaca. Tanggapan itu muncul sebagai reaksi dari cover photo tersebut yang telah

memperlihatkan suku Dani tengah berada di hadapan teknologi, yaitu laptop;

mempertontonkan suku Dani yang masih tradisional dengan modernitas. Beberapa

pembaca menyebutnya sebagai tindakan‘eksploitatif’ dan menuduh ‘rasis’, sehingga

meminta JE untuk segera menarik sirkulasi dan menyatakan permintaan maaf secara resmi

kepada rakyat Papua.

Atas adanya tanggapan tersebut, pihak Majalah JE lebih beranggapan lain dengan

mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah menulis komentar terkait

dengan penyajian cover tersebut. Majalah JE yang diwakilkan oleh Mark Twain,

kemudian memberikan penjelasan mengenai latar belakang pemuatan foto tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

121

Berikut ini adalah penyampaian klarifikasi yang diberikan oleh pihak Majalah JE terkait

dengan penampilan foto masyarakat suku Dani sebagai cover photo:

“This photo was taken by a professional photographer, Alim Boeana, who in 2002was assigned to a documentary for Russian television in Papua about the Dani tribe.Upon filming this documentary, the leader of the tribe, Yale, who is quite a worldlyman and has travelled outside of Indonesia several times to Japan, took thephotographer’s laptop from one of the houses to show his fellow tribesmen. Alimthen saw an opportunity to take a beautiful photograph of Yale and his tribesmenand women, with the aim being to show a contrast between old and new, modernand traditional. Nothing more, nothing less.” (JE edisi 80:3)

Dari pernyataan klarifikasi di atas, pihak Majalah JE mencoba untuk menegaskan

bahwa mereka memperlakukan masyarakat adat Papua dengan hormat, memperlakukan

siapa pun dengan sama– dengan tidak ada perbedaan sama sekali. Bahkan, Majalah JE

beranggapan bahwa memang terkadang sebuah foto tidak sesuai dengan keinginan semua

orang, sehingga JE menginginkan agar para pembaca masih bisa menikmati keindahannya

apa adanya. Selain itu, JE juga menegaskan bahwa bukan menjadi hal terbaik ketika

semua orang harus berpikir sama; karena dengan adanya perbedaan pendapat maka akan

dapat berpacu. Dalam hal ini, penulis memiliki pandangan yang berbeda dengan

pernyataan yang disampaikan oleh pihak Majalah JE. Oleh karena itu, penulis berupaya

untuk membongkar guna mengetahui wacana dibalik sebuah foto dengan cara sebagai

berikut:

Pesan Fotografis Gambar 2

a. Elemen Fotografis

Pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa sumber pemancar pesan adalah Majalah JE,

yang di dalamnya terdapat redaksi dan editor. Sementara pihak penerimanya adalah publik

yang membaca Majalah JE yakni para ekspatriat. Saluran transmisi gambar ini adalah

Majalah JE edisi 78, yang terbit untuk jangka waktu 26 September – 09 Oktober 2012, dan

diberikan sebuah judul “Chatting on Facebook”. Gambar yang ditransmisikan pada foto

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

122

ini adalah masyarakat suku Dani dihadapkan pada modernitas – dengan memperlihatkan

barang teknologi berupa laptop. Objek (scene) dalam cover photo ini adalah masyarakat

suku Dani yang terdiri dari beberapa laki-laki, perempuan, anak-anak, dan seekor anjing,

beserta rumah tradisional dengan latar alam. Oleh karena itu, dengan melihat berbagai

elemen dalam foto ini, maka analogonnya dapat dipahami mengandung pesan konotatif.

b. Rangkaian Prosedur Konotatif

Pertama, trick effects pada foto mengambil kondisi masyarakat suku Dani yang

bermukim di alam terbuka dengan latar rumah tradisional. Hal ini dapat terlihat dari latar

foto yang berupa pepohonan dan bukit. Selain itu, terdapat juga penanda pada adegan

keheranan atau kebingungan dari masyarakat suku Dani ketika melihat sebuah produk

teknologi berupa laptop. Masyarakat suku Dani yang terlihat tidak mengenakan pakaian

juga dapat menjadi tanda yang dapat dikodekan bahwa masyarakat suku Dani masih hidup

dalam kondisi primitif.

Kedua, pose foto ini menggambarkan sebuah mayarakat suku Dani yang terdiri

dari seorang pemimpin suku dan anggotannya. Masyarakat suku Dani secara serempak

tertuju pada laptop dibandingkan menghadap pada lensa kamera. Selain itu, foto juga

dilatarbelakangi dengan beberapa rumah tradisional suku Dani yang terbuat dari kayu

beratap jerami.

Ketiga, daya tarik objek pada foto ini telah ditandai oleh dua penanda, yakni

penanda pertama pada barang teknologi, yaitu laptop, dan penanda kedua pada masyarakat

suku Dani. Dengan demikian, foto ini menjadi sintaksis karena komposisi objeknya tidak

tunggal.

Keempat, fotogenia pada foto yang dicetak landscape ini telah memberikan

gambar lebih luas. Foto memperlihatkan kondisi tempat tinggal masyarakat suku Dani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

123

Bahkan foto juga menangkap keadaan ruang di belakang objek, dimana terdapat kawasan

hutan dan perbukitan yang hijau.

Kelima, estetisme foto ini tengah menggambarkan bahwa masyarakat suku Dani

belum tersentuh dengan modernitas. Hal ini dapat dicermati dari tindakan yang

memperlihatkan barang teknologi berupa laptop. Oleh karena itu, unsur-unsur yang ada

pada foto kemudian dikodekan dalam sebuah gambar yang termuat dalam cetakan media

melalui sebuah publikasi majalah.

Keenam, tidak terdapat sintaksis pada foto ini karena tidak memuat foto lain yang

membentuk suatu rangkaian kejadian untuk dapat saling berkesinambungan pada Majalah

JE. Dengan demikian, penanda konotasi hanya terdapat pada satu foto tunggal yang

termuat dalam Majalah JE saja.

c. Teks dan Imaji

Majalah JE edisi 78, yang terbit 26 September – 09 Oktober 2012 ini telah

memberikan keterangan foto dengan judul “Chatting on Facebook”. Pesan teks tersebut

telah membuat suatu konotasi terhadap para pembaca Majalah JE, sehingga foto yang

mengilustrasikan kata-kata sebagai sesuatu yang menimbulkan beragam pandangan

mengenai konteks foto tersebut. Efek konotasi pada foto ini semakin jelas telah

memunculkan konotasi karena diberikan judul Chatting on Facebook. Judul atas foto

tersebut telah membuat makna yang terbuka sehingga teks telah menduplikasi suatu imaji.

Meskipun teks tercantumkan dalam imaji, namun petanda konotatifnya memungkinkan

berkembang dan mengeksplisitkan sesuatu dari proyeksi imaji tersebut. Bahkan, teks pada

foto ini telah memproduksi petanda secara retroaktif yang diproyeksikan ke dalam imaji,

sehingga pesan konotatif dalam imaji foto ini adalah perbenturan pandangan yang

tradisional dengan modern.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

124

d. Insignifikasi Fotografis

Foto Chatting on Facebook telah memberikan penandaan bahwa masyarakat suku

Dani masih hidup dalam keadaan primitif. Hal tersebut terjadi dengan memperlihatkan

Suku Dani yang tidak mengenakan pakaian sebagaimana mestinya masyarakat modern.

Penandaan ini yang menjadi proses dialektis dalam memberikan imaji bahwa masih

terdapat masyarakat primitif di Indonesia.

Di samping itu, pemberian judul foto “Chatting on Facebook” pada Majalah JE ini

juga mengarahkan pada suatu konotasi tertentu. Facebook, sebagaimana pengertian

fungsinya, merupakan seperangkat media sosial pada perangkat teknologi modern yang

dapat menghubungkan tiap individu secara global. Dalam kasus foto ini, “Chatting on

Facebook” dapat dipahami bahwa Majalah JE berupaya untuk mengkoneksikan

masyarakat suku Dani dengan dunia secara global. Oleh karena itu, pemberian judul foto

“Chatting on Facebook”, yang mana memuat sebuah potret masyarakat suku Dani

meniscayakan komodernan berupa teknologi, seperti laptop, dapat bertemu dan digunakan

oleh sebuah masyarakat tradisional.

Gambar 3

Pocongan Cilikby Melanie Wood

Cover PhotoJakarta Expat

80th Edition

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

125

Cover photo Majalah JE pada edisi ini memperlihatkan seorang anak yang terikat

dalam kain kafan. Di samping itu, foto ini diambil oleh redaksi dari sebuah blog milik

ekspatriat, yaitu Melanie Wood, tanpa memberikan deskripsi tentang foto tersebut. Namun

demikian, jika kita melihat dalam blog Melanie Wood, terdapat sedikit penjelasan

mengenai latar belakang pengambilan foto tersebut.Wood memaparkannya sebagai

berikut:

“This boy bound in a burial shroud and slung into a black tent, magicallydisappeared during a whip-cracking, fire-breathing performance in Suropati Park,Menteng, Jakarta. When the black tent collapsed under a bullwhip blow, the interredboy had vanished.”25

Terkait dengan latar belakang foto yang dijadikan cover photo ini, secara khusus

dijelaskan bahwa pada edisi ini ditujukan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan

hantu, mistik dan misteri di Indonesia. Sebagaimana sang editor Majalah JE, Angela

Richardson menuliskannya sebagai berikut:

“Cultures in Indonesia have a very strong affiliation with the mystic world and thebelief in spirits and ghosts is very common and can actually become a part of day today life. In Bali, paying homage to spirits happens daily by way of presentingbeautifully craftedofferings to their Gods. Java may not be known for such beliefsanymore, but that doesn’t mean the faith in an unseen world is not there. It is acommon belief that when the call to prayer is heard at sundown (Maghrib),apparitions can become visible to the human eye. Of course seeing is believing... AtJakarta Expat HQ we often experience out of norm phenomena, and from researchwe’ve discovered that the back of our office sits on top of an old graveyard. Afterthe call to prayer at around 6pm we often hear strange noises coming from certainparts of the office and there have been reports of staff members seeing an apparitionof a young lady with long, thick black hair. I myself have not seen anything,however the strangest part of this story is that every single day we find a singlestrand of long, thick black hair on top of a certain cabinet which we cannot explain.Nobody has the same length or colour hair and yet we find it in the same placeevery day! A ghost story or an issue with the cleaning lady, perhaps? This storybrings us to our theme this issue – Ghosts, Magic and Mystery.” (JE edisi 80:2)

Bertolak dari kata pengantar yang disajikan oleh editor Majalah JE di atas dapat

dipahami bahwa Angela Richardson sebagai seorang ekspatriat beranggapan bahwa

25 Pocongan Cilik oleh Melanie Wood dapat dilihat di www.gangs-of-indonesia.com (Diakses 29 Agustus2014)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

126

budaya di Indonesia masih dipercaya memiliki afiliasi yang sangat kuat dengan dunia

mistik atau kepercayaan tentang roh dan hantu dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, ia

pun memberikan beberapa contoh, semisal, di Bali masih terdapat aktifitas memberikan

penghormatan kepada roh-roh yang terjadi setiap hari dengan menyajikan suatu

persembahan, dan di Jawa terdapat kepercayaan umum bahwa ketika adzan terdengar saat

matahari terbenam (Maghrib) penampakan bisa terlihat dengan mata manusia.

Dalam hal ini, penulis berbeda pendapat dengan editor Majalah JE, Angela

Richardson, karena budaya dan mistik tidak begitu sederhana seperti yang ia paparkan.

Pertama, kebudayaan masyarakat Bali yang selalu memberikan suatu persembahan

merupakan bagian dari ritual agama Hindu untuk memohon berkah kepada para dewa.

Persembahan ini merupakan bagian ibadah dari masyarakat Bali yang beragama Hindu.

Jadi bukan semata-mata ditujukan kepada roh-roh tertentu.

Begitu pula dengan beberapa masyarakat di wilayah Jawa yang memiliki

kepercayaan umum bahwa saat matahari terbenam dan ketika adzan dikumandangkan

dapat terlihat penampakan hantu adalah tidak benar. Bagi sebagian besar masyarakat Jawa

pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya, terbenamnya matahari merupakan sebuah

peringatan bahwa langit mulai gelap, bahkan menjadi sebuah kewajiban bagi umat Muslim

untuk menunaikan shalat Magrhib, terutama hal ini dikarenakan hampir seluruh penduduk

masyarakat Jawa dan Indonesia beragama Muslim.

Di samping itu, pengalaman para pegawai Majalah JE setelah adzan Mahgrib yang

sering mendengar suara-suara aneh dari bagian-bagian tertentu di kantor mereka,

merupakan bentuk kesadaran mereka atas ambivalensi yang mereka alami sebagai orang

asing ketika berada di Indonesia. Ambivalensi ini merupakan sikap kemenduaan mereka,

yang mana di satu sisi ingin mempercayai adanya penampakan hal gaib seperti hantu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

127

karena menemukan seuntai rambut hitam tebal di atas lemari yang tidak bisa menjelaskan,

namun di sisi lain ingin menyangkal kejadian yang mereka alami. Dengan demikian,

ambivalensi ini dapat dipahami bahwa mereka sebagai ekspatriat tidak melulu berada pada

ketetapan identitas yang utuh sebagai pihak Barat, yakni yang selalu menggungulkan

rasionalitas, akan tetapi keutuhan identitas mereka dapat tergoyahkan dengan hal-hal

irasionalitas yang terdapat pada masyarakat Timur.

Pesan Fotografis Gambar 3

a. Elemen Fotografis

Elemen fotografis dalam foto ini tidak jauh berbeda dengan kedua gambar yang

telah dibahas sebelumnya. Sumber pemancar pesan pun masih sama, yaitu Majalah JE,

beserta redaksi dan editor. Pihak penerima adalah publik yang membaca Majalah JE yakni

para ekspatriat. Gambar ini termuat dalam saluran transmisi Majalah JE edisi 80, yang

terbit 24 Oktober – 06 November 2012, dengan judul “Pocongan Cilik”. Gambar yang

ditransmisikan adalah hal mistik yang ditampilkan melalui salah satu sosok hantu yang

terdapat di Indonesia, yaitu pocong. Objek (scene) dalam foto ini adalah seorang anak

kecil yang terbungkus kain kafan. Dengan demikian, analogon dalam cover photo ini

mengandung pesan konotatif.

b. Rangkaian Prosedur Konotatif

Pertama, trick effects. Foto ini sengaja diambil oleh redaksi dari sebuah blog milik

ekspatriat, yaitu Melanie Wood. Dan menjadi aneh ketika Majalah JE tidak memuat suatu

penjelasan tentang foto ini. Namun jika dicermati dalam blog milik Wood maka dapat

diketahui penjelasan tentang latar belakang pengambilan foto tersebut. Wood menjelaskan

bahwa pengambilan foto tersebut pada sebuah acara yang bernuansa mistik di Taman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

128

Suropati, Menteng, Jakarta. Dengan demikian, trick effects pada foto ini adalah sebuah

pocong cilik dengan nuansa mistik.

Kedua, pose pada foto ini menggambarkan seorang anak kecil laki-laki yang

sedang terikat dalam kain kafan. Dalam foto ini juga terlihat bahwa sang anak tidak

menghadap lensa kamera sang fotografer.

Ketiga, daya tarik objek pada foto ini adalah tunggal. Meskipun pada bagian

belakang objek terlihat beberapa orang yang samar-samar (blur), namun objek tersebut

tidak dapat membangun sebuah foto menjadi sintaksis yang terdiri dari beragam objek.

Keempat, fotogenia pada foto yang dicetak portrait ini telah memberikan gambar

menjadi lebih sempit hingga tidak dapat memperlihatkan kondisi maupun lokasi di sekitar

kejadian. Selain itu, foto ini juga menjadi terbatas karena hanya memperlihatkan sang

anak yang dijadikan sebagai fokus pada lensa kamera.

Kelima, estetisisme foto ini menggambarkan bahwa masih terdapat hal mistik di

dalam masyarakat Indonesia. Unsur-unsur yang ada pada foto ini, seperti pocong

dikodekan dalam sebagai afiliasi yang sangat kuat dengan dunia mistik dan kepercayaan

tentang roh dan hantu dalam kehidupan sehari-hari.

Keenam, tidak ada sintaksis pada foto ini karena tidak terdapat foto lain yang

membentuk suatu rangkaian kejadian yang saling berkesinambungan telah membuat

penanda konotasi hanya terdapat pada satu foto tunggal, yaitu yang termuat dalam Majalah

JE, foto pocongan cilik.

c. Teks dan Imaji

Majalah JE pada edisi 80, terbit 24 Oktober - 06 November 2012, memuat sebuah

foto dengan keterangan judul “Pocongan Cilik”. Pesan teks ini telah membuat suatu

konotasi terhadap pembacanya, sehingga imaji mengilustrasikan kata-kata sebagai sesuatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

129

yang menimbulkan beragam pandangan mengenai konteks foto. “Pocongan” telah

menjadi sebuah konotasi mengenai masyarakat Indonesia yang masih dilingkupi nuansa

mistik, sedangkan “cilik” mengkonotasikan sifat maupun kondisi kekanak-kanakan.

Dalam hal ini, teks yang tercantumkan dalam imaji berkembang dan mengeksplisitkan

sesuatu dari proyeksi imaji. Dengan demikian, teks pada foto ini memproduksi petanda

secara retroaktif yang diproyeksikan ke dalam imaji, sehingga pesan konotatif dalam imaji

tersebut adalah mengenai karakteristik dan stereotipe Indonesia, yakni mistik atau

irasional dan diposisikan sebagai subjek yang masih belum dewasa.

d. Insignifikasi Fotografis

Foto Pocongan Cilik telah memberikan penanda bahwa masyarakat Indonesia

memiliki kepercayaan terhadap hal mistik dan hantu. Penanda ini yang menjadi proses

dialektis dalam memberikan imaji mengenai Indonesia yang mempercayai hal-hal tidak

kasat mata. Meskipun foto ini diambil dalam sebuah acara yang bernuansa mistik, namun

pendokumentasian dalam sebuah foto, terutama ketika menjadi sebuah cover photo media,

telah memberikan afiliasi terhadap dunia mistik dan kepercayaan tentang roh dan hantu

dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat Indonesia.

Dari ketiga foto yang tersajikan sebagai cover photo pada Majalah JE, dapat

diketahui bahwa setidaknya terdapat tiga unsur terkait wacana kolonial. Pertama, Majalah

JE menghadirkan kembali stereotipe tentang pribumi melalui sebuah foto pernikahan

campur, sehingga para ekspatriat telah menghubungkan kepada wacana Timur yang

feminin, memiliki sifat pasif ataupun menggoda Barat. Kedua, Majalah JE menampilkan

foto suku Dani yang dikontraskan dengan modernitas, sehingga telah menempatkan

Indonesia sebagai negara yang masih memiliki masyarakat primitif. Dengan kata lain,

melalui Majalah JE, para ekspatriat telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

130

Timur yang tidak mengalami kemajuan seperti Barat. Dan yang terakhir, Majalah JE

memberikan sajian tentang masyarakat Indonesia yang masih menyimpan kepercayaan

terhadap sesuatu hal yang mistis, atau dalam pandangan Orientalisme, hal ini telah

menempatkan Indonesia sebagai yang aneh atau asing jika dibandingkan dengan Barat

yang mengunggulkan sisi rasionalitas. Oleh karena itu, sebuah foto bukan hanya sekedar

hasil fotografi, melainkan dibalik sebuah foto terdapat muatan wacana yang tersembunyi.

Selain itu, ketiga foto yang telah diuraikan di atas juga dapat dipahami bahwa

Majalah JE tengah menghadirkan wacana kolonial kontemporer. Namun demikian,

persoalan wacana kolonial kontemporer ini akan penulis bahas pada bab selanjutnya untuk

di analisis lebih mendalam. Dan sebelum melangkah pada bab selanjutnya, terlebih dahulu

penulis akan menyajikan ragam rubrik yang terdapat di dalam Majalah JE. Hal ini

dikarenakan penulis mencermati adanya wacana kolonial dalam berbagai rubrik maupun

artikel yang tersajikan di dalam Majalah JE. Oleh karena itu, rubrik maupun artikel yang

termuat di dalam Majalah JE ini akan dipergunakan sebagai data dalam membahas analisis

wacana kolonial kontemporer pada bab selanjutnya.

C.2. Rubrik sebagai Wacana Pengetahuan

Penulis beranggapan bahwa Majalah JE sebagai sebuah media bagi para ekspatriat

sangat sadar mengenai posisi dan status Indonesia yang notabenenya adalah negara dunia

ketiga dan pernah terjajah. Hal ini dapat dicermati melalui beragam rubrik, seperti Moment

in History, Feature, Observations, Culture, dan Literature, yang masing-masing

didalamnya menyajikan artikel dengan memuat seputar Indonesia di masa kolonial. Oleh

karena itu, beberapa artikel yang terdapat pada rubrik Majalah JE ini sengaja penulis

hadirkan kembali guna memperlihatkan bahwa para ekspatriat masih melanggengkan

wacana kolonial tentang Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

131

C.2.1. Moment in History:

Pada rubrik Moment in History ini, Antony Sutton sebagai seorang ekspatriat

acapkali memberikan kontribusi tulisan kepada Majalah JE. Tulisan yang dihasilkan oleh

Sutton lebih banyak memuat tentang Indonesia dengan corak tulisan bernuansa sejarah.

Sebagaimana tulisan-tulisan Sutton dapat dicermati pada dua artikel, They Came to Java

dan Educating the Past di bawah ini.

a. They Came to Java26

Pada artikel ini, dapat dipahami bahwa Antony Sutton bukan hanya ingin

menceritakan bagaimana kehadiran orang asing di Jawa, melainkan juga bermaksud

memberikan beberapa pandangan mengenai Jawa di masa lampau, yang mana kesemuanya

bermuara pada sisi eksostisme Jawa. Hal ini dapat dicermati ketika Sutton memulai narasi

artikel ini dengan mengutip sebuah pandangan dari seorang Alfred Wallace, yang

berpendapat bahwa pada abad ke-19 Jawa merupakan “… pulau tropis terbaik di dunia.”

Selain Wallace, Sutton juga menyebutkan nama yang tidak begitu terkenal, yakni Nicolo

Conti yang pernah berkunjung ke Jawa di abad ke-15 sebagai bagian dari sebuah

perjalanan yang berlangsung selama 25 tahun, dan tidak terlalu terkesan dengan orang-

orang yang ditemuinya di Jawa, sehingga Conti mendeskripsikan bahwa mereka yang di

Jawa 'lebih kejam dan tidak manusiawi daripada bangsa lain; dirasa berdosa karena

mengkonsumsi tikus, anjing dan kucing’.27

Di samping itu, Antony Sutton pun bernostalgia atas pengalaman dirinya pada

tahun 1980an ketika melakukan sebuah perjalanan ke Gunung Bromo. Bahkan, Sutton

26 Jakarta Expat 42th Edition, p.14. Written by Antony Sutton.27 “For the first time in Java I was able to relate to Alfred Wallace, the famed Botanist and long beardgrower who opined, back in the 19th Century that Java was ‘… the finest tropical island in the world.’ ….Not so well known was Nicolo Conti who visited in the 15th Century as part of a journey that lasted 25years. He also was none too impressed by the people he met on Java, describing them as ‘more inhuman andcruel than any other nation.’Among their perceived sins was the consumption of ‘mice, dogs and cats’.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

132

menyandingkan dirinya dengan seorang John Whitehead, yang mana pada satu abad

sebelumnya pernah berada di Bromo untuk melihat ‘salah satu pemandangan terbaik di

Jawa.’ Selain itu, pada artikel ini Sutton juga mengutip catatan perjalanan dari seorang

petualang America, Eliza Scidamore, ketika berkunjung ke Jawa pada akhir abad ke-19

dan tidak terkesan dengan masyarakat Batavia sebagai masyarakat kolonial dengan

propinsi yang sempit, konservatif dan pusat perdagangan. Karena itu, Scidamore tidak

terkesan dengan Belanda, tetapi terkesan dengan orang-orang Jawa dan menganggap Jawa

sebagai ‘bunga dari ras Melayu’, dengan ‘suara yang lembut, sopan santun’.28

Terkait dengan uraian artikel di atas, dapat dipahami bahwa Sutton mencoba

mengajak pembaca untuk melihat gambaran tentang Indonesia di masa lampau, khususnya

Jawa. Dalam hal ini, Sutton bukan hanya ingin menyampaikan kembali mengenai kisah

kedatangan awal mula para orang kulit putih di Indonesia, melainkan mereproduksi

kembali ingatan atau memori tentang orang kulit putih yang pernah hadir di Indonesia

dengan beragam pandangannya. Beberapa diantaranya telah terlihat di atas, seperti

Wallace yang mengemukakan bahwa Jawa merupakan ‘pulau tropis terbaik di dunia’,

Scidamore menganggap Jawa sebagai ‘bunga dari ras melayu’, maupun pandangan Conti

yang mendeskripsikan bahwa Jawa ‘lebih kejam dan tidak manusiawi daripada bangsa

lain; dirasa berdosa karena mengkonsumsi tikus, anjing dan kucing’. Oleh karena itu,

muatan wacana kolonial yang muncul melalui artikel ini adalah esksotisme Jawa, bahkan

di samping itu pandangan Conti telah memberikan sebuah wacana mengenai Jawa

28 “In the 1980’s I ascended Mount Bromo in a mini bus from Malang. A century earlier John Whiteheadarose at 5.30 am in the hill station of Tosari and set out on ponies to see ‘one of the finest sights in Java.’ …American travel writer Eliza Scidamore decried Java as ‘finished’ when she visited towards the fag end ofthe 19th Century. She was unimpressed by Batavian colonial society, ‘narrow, provincial, colonial,conservative and insular.’ As unimpressed by the Dutch she was impressed by the Javanese. Among thebeatitudes she imbued them with they were the ‘flower of the Malay race’, with ‘gentle voices, gentlemanners’.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

133

sebelum kehadiran kalangan Eropa ditempatkan sebagai masyarakat yang barbar dan tidak

beradab.

Sementara itu, meskipun melalui tulisan ini Sutton lebih cenderung untuk

mengutip beberapa pandangan; Wallace, Conti, Scidamore, namun bukan berarti ia tidak

memiliki peran untuk menghadirkan kembali wacana kolonial tentang Timur yang pernah

dikonstruksi di masa kolonial. Dalam hal ini, Sutton telah berkontribusi untuk

menghadirkan wacana kolonial, seperti eksotisme ke hadapan para pembaca Majalah JE di

masa pasca-kolonial. Oleh karena itu, posisi Sutton dalam artikel ini tidak bebas nilai,

tetapi ia terlibat dalam menghasilkan wacana kolonial kontemporer ketika menuliskan

pengalamannya saat berkunjung ke Bromo untuk melihat pemandangan Jawa, bahkan

menyandingkan dirinya dengan John Whitehead.

b. Educating the Past29

Melalui artikel ini, Sutton kembali menyajikan kisah tentang Indonesia, pada

khususnya tentang bidang pendidikan. Dari judul artikel ini saja, Educating the Past, dapat

dipahami bahwa Sutton telah memperlakukan Indonesia perlu mendapatkan pendidikan,

bukan di masa sekarang, namun berangkat dari masa lalu. Ia mulai membuka artikelnya

dengan mengatakan bahwa beban historis Indonesia adalah untuk mengejar ketinggalan

setengah abad terakhir pada zaman globalisasi saat ini, dimana infrastruktur pendidikan di

Indonesia saat ini sedang berjuang untuk mengejar tahun 1970an. Bahkan Sutton juga

menegaskan bahwa dalam bidang pendidikan, Indonesia melupakan konsep seperti

internet, berpikir kreatif dan pengabdian. Sementara itu, ia menyampaikan kondisi ironis

tentang dunia pendidikan Indonesia, yang mana banyak siswa masih duduk untuk belajar

29 Jakarta Expat 94th Edition, p.14 written by Antony Sutton.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

134

hafalan, sementara para guru dinilai masih terpusat pada seputar pengalaman mengajar

dan terus melakukan pengumpulan daftar fakta, tanggal, dan rumus untuk diingat.30

Berdasarkan uraian yang diberikan Sutton dapat dicermati bahwa ia berupaya

untuk memperlihatkan kondisi yang kontras mengenai pendidikan Indonesia pada era

globalisasi saat ini. Dengan kata lain, Sutton menganggap bahwa sistem pendidikan

Indonesia masih jauh mengalami perkembangan dengan sistem pendidikan skala

internasional. Oleh karena itu, Sutton mencoba untuk memperbandingkan kondisi

pembelajaran Indonesia dengan negara lain yang dinilai memiliki perbedaan cukup

signifikan.

Selanjutnya, Sutton pun menuliskan bahwa para siswa di negara lain (tanpa

menyebutkan sebuah negara tertentu) diajarkan untuk merasa nyaman dan diberikan

beberapa pelajaran bahasa yang berbeda sebelum waktu istirahat pertama. Sedangkan di

Indonesia, sistem pengajaran masih ditentukan oleh gagasan lama, yaitu perintah guru

terhadap murid, bahkan dengan ekstrim ia menyebutkan sebagai bentuk hubungan tuan

dan budak (dictated by old notions of master and servant). Bahkan, ia mengambil contoh

pengusiran lima siswa dari sebuah sekolah di Sulawesi yang memiliki keberanian untuk

bersenang-senang dan mempostingnya secara online di internet. Padahal pemerintah

Indonesia telah berusaha dengan niat yang mulia untuk menghabiskan 20% dari anggaran

untuk pendidikan.31

30 “Indonesia’s historical baggage over the last century and a half means that as we tip headlong into thisnew fangled thing people call globalization, Indonesia’s educational infrastructure is struggling to catch upto the 1970s. Forget concepts like the Internet, creative thinking and meritocracy, many students are stillbeing sat in lines to learn rote while the teacher, the epicentre of the learning experience, drones on and on,listing facts, dates and formulae to be remembered.”31 “While students in other countries are being taught to be comfortable in several different languages beforefirst break, thinking here is dictated by old notions of master and servant. Witness the recent expulsion offive students from a school in Sulawesi for having the temerity to have some fun and post it online. Thegovernment strives for its noble intention of spending 20% of its budget on education.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

135

Setelah melihat kondisi pendidikan pada saat ini, Sutton mencoba untuk kembali

ke masa lalu dengan merujuk catatan sejarah pada akhir abad ke-19. Sutton menganggap

bahwa pendidikan Indonesia dianggap cukup baik hanya untuk putra dan putri penguasa

kolonial Belanda dan keturunan Eurasia. Sementara elit pribumi hanya diajarkan untuk

mengambil alih tugas Belanda, dan orang-orang di kampung sengaja diabaikan. Misalnya,

pada tahun 1853 di Surabaya, ada upaya yang dilakukan untuk mendidik rakyat dengan

membuka Maatschappij tot Nut van het Algmeen (Lembaga Kesejahteraan Umum)

sebagai sekolah dasar dengan tujuan mengajar anak-anak Jawa mengenai beberapa dasar

pengetahuan, tapi sekolah itupun ditutup tujuh tahun kemudian. Bagi Sutton, meskipun

ekspansi pendidikan dimulai dari tahun 1870an hingga 1896; Surabaya membuat dua belas

sekolah dasar, delapan diantaranya dijalankan pemerintah, sementara dua lainnya adalah

sekolah Katolik, namun ia menggangap bahwa sebagian besar masyarakat belajar di

pesantren tradisional, dimana terdapat Kyai yang dihormati untuk mengajarkan para siswa

cara membaca Alquran.32

Dari pembacaan atas artikel yang ditulis bergaya satire di atas dapat diketahui

bahwa Sutton mengingatkan kembali bahwa pendidikan atau dalam arti lainnya adalah

pengetahuan menjadi sebuah persoalan yang dinilai sebagai faktor utama bagi kemajuan

suatu bangsa. Namun demikian, secara implisit, narasi yang disampaikan oleh Sutton

melalui artikel ini masih menempatkan pendidikan Indonesia berada di bawah taraf

pendidikan Barat. Selain itu, ia menganggap bahwa pendidikan di Indonesia sebagai

sebuah ironi, dimana sejak masa kolonial Belanda, pendidikan hanya dapat diraih oleh

32 “At the end of the 19th century, education was considered good enough only for the sons and daughters ofthe Dutch colonial masters and their Eurasian offspring. … Despite the ‘expansion’ of the 1870s, by 1896Surabaya boasted a grand total of 12 primary schools, eight of which were government run, with attendanceextended to five years, while two were Catholic. For the vast majority of the population any learning camein the traditional pesentran where respected kyai taught students how to read the Koran.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

136

sekelompok masyarakat, bahkan dengan tegas dikatakan bahwa orang-orang kampung

tidak mendapatkan perhatian akses pendidikan.

Di samping itu, Sutton juga menilai bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia

lebih cenderung untuk belajar di pesantren kepada seorang Kiai yang mengajarkan cara

membaca Alquran. Dalam hal ini, Sutton tampaknya belum begitu mengetahui, atau

memang sengaja mengingkari, bahwa pembelajaran di pesantren bukan hanya untuk

mengetahui cara membaca Alquran, melainkan juga mempelajari beragam ilmu, seperti

ilmu alam, ilmu sosial, bahasa, hingga filsafat. Dengan demikian, melalui artikel ini dapat

diketahui bahwa ketika Sutton menyatakan bahwa Indonesia masih harus mengejar

ketertinggalan lima puluh tahun yang hilang untuk dapat sejajar dengan pendidikan ala

Barat, sehingga hal ini merupakan penanda dari suatu wacana kolonial kontemporer yang

muncul di masa pasca-kolonial.

C.2.2. Feature:

a. Building in the Dutch East Indie in the Colonial Period33

Pada tulisan ini, Heringa memulai narasinya dengan mengatakan bahwa para

wisatawan selalu terkesan dengan kekayaan arsitektur di Indonesia, di samping struktur

asli bangunan tradisional, candi Hindu dan Buddha, seperti Candi Prambanan dan

Borobudur, Keraton Kerajaan Jawa di Yogyakarta, Surakarta dan Cirebon, Masjid sebagai

rumah ibadah umat Muslim, Kuil maupun rumah-rumah Cina di kota-kota pesisir Jawa.

Selain itu, ada juga warna-warni peninggalan kolonial; dari abad ke-17 benteng

Perusahaan Hindia Belanda pada abad 17 di Maluku, gudang tua Belanda di Jakarta,

rumah-rumah dinas pada abad 18, proyek teknik sipil bergaya neo-klasik abad 19, gedung-

gedung publik, pabrik-pabrik dan stasiun kereta api tak lama setelah pergantian abad, serta

33Jakarta Expat 66th Edition, p.4. This article was taken from Ir. F.J.L. Ghijsels, Architect in Indonesia,

initiated by R.W. Heringa, who is the grandson of F.J.L. Ghijsels.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

137

struktur modernistik tahun dua puluhan dan tiga puluhan, serta 'pengembangan kembali

arsitektur' di tahun lima puluhan.34

Bertolak dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa atas nama ‘estetika’

kekayaan arsitektur bangunan yang terdapat di Indonesia, seperti rumah tradisional

penduduk pribumi, candi, keraton, maupun bangunan kolonial Belanda, Heringa

bermaksud ingin menyampaikan sisi lain dari keindahan alam di Indonesia. Dengan kata

lain, ia beranggapan bahwa estetika dari kekayaan arsitektur bangunan yang dimiliki

Indonesia merupakan bagian dari sisi eksotisme.

Namun demikian, Heringa tidak serta merta langsung menganggap bahwa

kekayaan arstitektur yang dimiliki Indonesia adalah murni karya pribumi Indonesia, tetapi

ia berupaya untuk menunjukkan percampuran yang terjadi di zaman kolonial Belanda.

Dalam hal ini, Heringa menekankan bahwa para arsitek di masa kolonial telah

memberikan sumbangsih atas kekayaan arsitektur bangunan Indonesia yang acapkali

memberikan kesan pada para wisatawan. Bahkan Heringa, lebih lanjut, menyatakan bahwa

Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels (1882-1947) secara khusus telah memainkan peranan

penting dalam hal pembangunan di Hindia Belanda, melihat karir Ghijsels dalam jangka

waktu 20 tahun yang menghasilkan berbagai puluhan desain, banyak bangunan dirancang

dan dibangun, seperti Stasiun Kereta Api Kota Batavia dan Hotel des Indes, yang mana

sebagian besar hingga saat ini dikagumi oleh banyak orang.35

34 “Travellers in Indonesia are always impressed by the richness of its architecture. Besides traditional nativestructures, there are Hindu and Buddhist temples, such as the Prambanan and the Borobudur, the kratons(palaces) of Javanese royalty in Yogyakarta, Surakarta and Cirebon, Islamic prayer houses and mosques,Chinese temples and houses in the coastal towns of Java. There is also the colourful colonial inheritance: the17th century Dutch East Indies Company forts in the Moluccas, the old Dutch warehouses in Jakarta, 18thcentury country houses, neo-classical 19th century civil engineering projects, public buildings, factories andrailway stations dating from shortly after the turn of the century, modernistic structures from the twentiesand thirties and the ‘redevelopment architecture’ of the fifties.”35 “Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels (1882 – 1947), in particular, played an important role in this. Hisactive career covered a period of 20 years during which he produced dozens of designs. Many of the

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

138

Di samping itu, Heringa juga mencoba untuk membuat periodisasi mengenai

aktifitas pembangunan di zaman kolonial, seperti Pencerahan Dog Kennel, zaman

Gubernur Jenderal Hindia Belanda di bawah pimpinan Daendels, dan peran arsitek swasta.

Pada masa Pencerahan Dog Kennel, misalnya, Heringa memaparkan bahwa arsitektur

kolonial pada abad kesembilan belas ditandai oleh gaya bangunan Neo-klasik. Kemudian,

pada zaman Gubernur Jenderal Hindia Belanda di bawah pimpinan Daendels, Heringa

menguraikan bahwa Departemen Pekerjaan Umum (Departemen van Burgelijke Openbare

Weken - BOW) bertanggung jawab untuk semua konstruksi sipil di bawah kendali

pemerintah Hindia Belanda. Dan terakhir, mengenai peran arsitek swasta, Heringa

memberikan penjelasan bahwa biro arsitek swasta pertama kalinya didirikan menjelang

akhir hingga dekade pertama abad dua puluh. Biro ini memiliki gaya arsitektur tradisional

berdasarkan campuran dari arsitektur klasik Barat dan ornamen Jawa Kuno, yang mana

pada saat ini masih dapat terlihat pada bangunan beberapa bank, perusahaan asuransi,

rumah perdagangan, dan lembaga-lembaga Katolik Roma di Indonesia.36

Dari artikel ini dapat dicermati bahwa Heringa berupaya untuk mengingatkan

kembali berbagai bangunan peninggalan semasa kolonial dan perkembangan arsitektur di

Indonesia. Dari paparan artikel ini, penulis beranggapan bahwa Heringa ingin

memperlihatkan kembali bahwa kekayaan arsitektur yang dimiliki oleh Indonesia saat ini

tidak terlepas dari tindak tanduk pemerintah kolonial Belanda. Dengan kata lain, Indonesia

sebagai negara kolonial Belanda dianggap sebagai tidak mampu menghasilkan sebuah

buildings Ghijsels designed were built and the majority of these can still be admired today, including theRailway Station Kota Batavia and the Hotel des Indes.”36 “Nineteenth-century colonial architecture was typified by Neo-classical building styles. Since the days ofGovernor General Daendels, the Department of Public Works (Department van Burgelijke Openbare Weken– BOW for short) had been responsible for all civil construction under government control. The first privatearchitects’ bureaux were founded towards the end of the first decade of this century. … The bureau’straditional architectural style, based on an amalgam of classical western architecture and Old Javaneseornamentation, found favour with a number of Indonesian banks, insurance companies, trading houses, andRoman Catholic institutions.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

139

karya arsitektur modern yang otonom. Hal ini yang diperlihatkan oleh Heringa bahwa

beberapa bangunan peninggalan kolonial pada saat ini memiliki kesan arsitektur klasik

(kolonial) sehingga memberikan kesan kehadapan para wisatawan. Dengan demikian,

beberapa bangunan yang dimiliki Indonesia pada saat ini dapat dikatatan sebagai hasil dari

proses mimikri atau peniruan dari arsitektur bergaya Eropa, khususnya pada periode biro

arsitek swasta yang telah dipaparkan oleh Heringa. Dalam hal ini, Indonesia ditempatkan

sebagai bangsa yang telah mengalami percampuran estetika maupun gaya arsitektur

dengan kalangan Eropa, sehingga memberikan sebuah pemahaman bahwa bangunan yang

ada di Indonesia bukan hasil penciptaan murni dari pribumi Indonesia.

b. The Jaksa Position & Jalan Palatehan37

Lewat artikel ini, seorang ekspatriat bernama Kenneth Yeung berupaya untuk

mendeskripsikan perubahan yang terjadi di Jalan Jaksa dan Jalan Palatehan dalam

beberapa dekade terakhir, yang mana kedua tempat ini telah melayani kebutuhan

wisatawan asing dan ekspatriat di Jakarta. Jalan Jaksa digambarkan sebagai jalan sempit di

daerah Menteng yang menjadi satu-satunya tempat bagi para backpacker di Jakarta,

bahkan populer bagi kalangan ekspatriat yang membutuhkan bir murah. Sedangkan

Palatehan, di Blok M, digambarkan sebagai tempat yang menghantui para pria Barat untuk

mencari perempuan yang dapat menemani.38

Yeung mencoba untuk memberikan gambaran singkat mengenai kedua jalan yang

cukup populer bagi para orang asing di Jakarta, baik itu para backpacker maupun para

ekspatriat, yakni Jalan Jaksa dan Jalan Palatehan. Bahkan, Yeung memberikan

kepopuleran dan kekhasan yang dimiliki dari kedua jalan ini. Jalan Jaksa sebagai tempat

37 Jakarta Expat 71th Edition, p.4.Written by Kenneth Yeung.38 “Jalan Jaksa and Jalan Palatehan have been serving the needs of tourists and expatriates in different waysfor decades. Jaksa, a narrow street in Menteng, is Jakarta’s sole backpacker strip and is also popular amongexpats requiring cheap beer. Palatehan, in Blok M, is the main haunt for Western men seeking femalecompany.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

140

minum bir yang murah bagi para ekspatriat, sedangkan Jalan Palatehan maupun Blok M,

sebuah kawasan yang dapat dijadikan para ekspatriat untuk mencari perempuan lokal.

Dan, melalui artikel ini Yeung juga mencoba untuk memberikan sejarah singkat kedua

jalan tersebut. Jalan Jaksa, misalnya, dijelaskan bahwa kawasan ini mendapatkan

keringanan pajak tertentu karena status khusus sebagai lokasi pariwisata, terutama

dikarenakan tidak semua orang asing di Jalan Jaksa adalah orang Barat.

Di samping itu, terdapat beberapa pencari suaka dari Timur Tengah dan Pakistan,

serta rombongan dari Afrika yang sering dikucilkan karena distereotipekan sebagai

gangster terkait keterlibatan mereka dengan obat-obatan terlarang dan kasus penipuan.

Oleh karena itu, para pegawai Imigrasi sesekali merazia Jalan Jaksa, menargetkan para

orang asing agar dapat menunjukkan valid visa.39

Pada artikel Yeung ini terdapat persoalan stereotipikal. Hal ini dapat dicermati

ketika Yeung mencoba untuk mengungkapkan bahwa tidak semua orang asing yang

berkunjung ke Jalan Jaksa adalah kalangan Barat, tetapi terdapat orang-orang Timur

Tengah, seperti Pakistan sebagai pencari suaka, dan banyak orang Afrika yang

distereotipekan sebagai kelompok kriminal. Dalam hal ini, Yeung secara implisit telah

mendikotomikan dirinya sebagai bagian dari Barat sehingga membedakannya dengan

orang-orang Timur Tengah maupun Afrika yang tidak lain telah diidentifikasi sebagai

Timur. Oleh karena itu, melalui artikel ini dapat diketahui bahwa terdapat persoalan

stereotipe mengenai Barat dan Timur yang diberikan oleh Yeung sebagai seorang

ekspatriat kepada para ekspatriat lainnya, yakni para pembaca Majalah JE.

39 “Not all foreigners on Jaksa are Westerners. Some are asylum seekers from the Middle East and Pakistan.There’s a strong contingent of Africans, often unfairly ostracized and stereotyped as gangsters due to theinvolvement of a few in drugs and scams. …. Immigration officials occasionally raid Jaksa, targeting anyforeigner unable to produce a valid visa.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

141

C.2.3. Observations:

a. A Million Dollar Treasure West Java40

Ide dasar dari artikel yang dituliskan oleh Bartele Santema ini adalah sebuah

perjalanan dirinya dalam mencari sebuah peta tua. Ia memulai narasinya dengan

mendeskripsikan anak-anak kampung yang mengintip dari balik jendela rusak. Dan tanpa

rasa sungkan, ia pun mengatakan sebuah perkampungan miskin karena terdapat banyak

rumah yang hanya terbuat dari rotan dan bambu. Karenanya, ia merasa cukup beruntung

memiliki mobil bermesin penggerak empat roda (double gardan) sehingga dapat berjalan

ke atas bukit curam, penuh dengan lubang dan hujan kecil yang telah membuat jalan licin

dan bahkan lebih berbahaya. Selain itu, ia pun menceritakan membawa dua keponakannya

yang sedang berlibur di Indonesia untuk mencari sebuah harta, yang mungkin bernilai

setengah juta dolar, bahkan memberikan nama perjalanan pencarian harta ini adalah

'misteri' paman Bartele di Timur Jauh.41

Pada artikel berjudul “A Million Dollar Treasure West Java” ini, setidaknya

terdapat dua persoalan yang telah dihasilkan oleh Santema, yakni, perkampungan miskin

dan Timur Jauh. Pertama, mengenai kondisi perkampungan miskin, Santema mengatakan

bahwa terdapat banyak rumah yang terbuat dari bambu dan rotan, bahkan di balik barisan

jendela yang rusak anak-anak mengintip untuk melihat dirinya yang tengah mengendarai

sebuah mobil. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa ia telah membandingkan dua hal

berbeda secara bersamaan, yakni, ia merasa sebagai seorang yang kaya karena memiliki

40 Jakarta Expat 50th Edition, p.11.Written by Bartele Santema.41 “The kids in the kampong peeked from behind broken windows. It was a poor kampong and a lot of thehouses were made of just rotan and bamboo. I was lucky to have a 4x4 car, the road up the hill was steep,full of potholes and a slight rain made it slippery and even more dangerous. I brought my two nieces, whowere in Indonesia for a holiday. I explained to them that the treasure I was looking for was probably worthhalf a million dollars. They both stared motionless and empty eyed to the slippery road in front of them. Myniece Aaltje had not seen much of me in her young life, and I am sure she viewed the ‘mystery’ uncleBartele in the Far East.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

142

mobil, sedangkan penduduk setempat dianggap sebagai orang yang miskin. Kedua,

mengenai Timur Jauh, imaji ini muncul dalam pikiran Santema yang sedang mengajak

kedua keponakannya untuk mencari sebuah harta. Imaji ini adalah fantasi Santema yang

menganggap dirinya sama seperti seorang pemburu harta karun layaknya pada beberapa

abad silam, yang mana Barat menjelajah hingga ke Timur Jauh untuk mendapatkan suatu

harta tertentu. Dengan demikian, Santema telah menempatkan dirinya sebagai pihak Barat

yang sedang berburu harta di Indonesia.

Harta yang dimaksudkan oleh Santema pada artikel ini adalah peta tertua Indonesia

yang dibuat oleh orang Sunda dan diperkirakan telah berumur lebih dari 400 tahun.

Menurutnya, karena harta ini adalah benda pusaka atau peninggalan suci, maka tak

seorang pun mampu membelinya, bahkan seorang pemburu harta sekalipun tidak tahu

dimana peta ini berada. Dan, ia kembali merasa telah beruntung karena dapat mengetahui

keberadaan peta ini dari seorang temannya, David Parry.

Singkat cerita, pada akhir artikel ini, Santema menyatakan bahwa untuk saat ini

tidak banyak yang bisa dilakukan untuk peta tertua Indonesia ini sehingga ia membiarkan

saja membusuk di pedalaman kampung. Meski demikian, ia tetap mempertanyakan apakah

peta tua akan benar-benar membusuk? Hingga ia pun mengalami keheranan karena

ternyata peta tua ini dipercaya dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan jujur, untuk suatu

barang yang telah lama, peta masih dalam kondisi yang luar biasa. Bahkan, di akhir artikel

ini, Santema mengajak para pembaca artikelnya dengan mengatakan bahwa “mari kita

berharap bahwa setidaknya sedikit dari sihir Indonesia yang terkenal dapat bekerja untuk

menjaga benda peninggalan suci yang indah”.42

42 “So for now, not much else to do then just let the oldest map of Indonesia rot away in that far awaykampong. But is it really rotting away? Apparently the map can repair itself and to be honest, the map is inremarkable condition for something stuffed away that long. Let’s hope that at least a little bit of the famousIndonesian magic works for that beautiful sacred relic...”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

143

Secara eksplisit, Santema telah memberikan sebuah deskripsi mengenai hal mistik

yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, sihir yang dipercaya oleh

masyarakat Indonesia telah membuat Santema dalam mengalami kemenduaan, antara

ingin mempercayai dan menyangkal. Namun demikian, Santema sebagai seseorang yang

berasal dari Eropa, telah mengalami ambivalensi saat di Indonesia. Hal ini dapat dicermati

ketika Santema berupaya mengajak para pembaca artikelnya untuk berharap agar sihir

Indonesia dapat bekerja untuk menjaga suatu benda peninggalan suci. Dengan demikian,

kondisi yang dialami oleh Santema melalui artikel ini adalah sebuah pencarian diri di

dalam ruang antara (in between), karenanya ia berada pada sikap ambivalen.

b. East is West, and West is, Well... 43

Pada artikel ini Dachlan Cartwright mengawali tulisannya dengan mengutip

beberapa kalimat dari seri novel Athony Burgess, The Long Day Wanes alias The Malayan

Trilogy. Novel yang berlatar di Malaysia ini sengaja dipilih oleh Cartwright untuk

mencoba memberikan deskripsi kepada para pembaca tentang Timur dihadapan Barat.

Oleh karena itu, beberapa kalimat dari novel pertama dari trilogi karya Burgess, Time for a

Tiger, disajikan kembali oleh Cartwright sebagai berikut:

‘East? They wouldn’t know the East if they saw it…That’s where the East is, there,’he waved his hand wildly into the black night. ‘Out there, west. You wasn’t there,so you wouldn’t know. Now I was. Palestine Police from the end of the war until wepacked up. That was the East. You was in India, and that’s not the East any morethan this is…’ ”

Berdasarkan kutipan di atas, Timur menjadi sebuah pertanyaan. Timur tidak

diketahui. Sementara itu, barat tidak dipertanyakan. Timur berada diluar barat. Dalam hal

ini Timur menjadi subjek (Timur menggunakan huruf ‘T’ besar), sedangkan barat hanya

menjadi penunjuk arah (barat menggunakan huruf ‘b’ kecil). Dengan demikian, terdapat

43Jakarta Expat 74th Edition, p.6.Written by Dachlan Cartwright. He is a retired teacher and librarian from

Bandung Institute of Technology.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

144

kontradiksi mengenai Timur sebagai subjek, dan barat sebagai sebuah arah. Kontradiksi

ini pun semakin ditegaskan oleh Cartwright dengan memberi contoh sebagai berikut:

This illustrates the contradiction between cultural perception and geography, whichplaces Australia and New Zealand, far to the “East of Suez”, in the “West”, andsouthwest Asian countries, and, until recently, even North African countries as farwest as Morocco, in the “Near” or “Middle” “East.”

Dalam hal ini yang hendak disampaikan oleh Cartwright adalah kontradiksi antara

persepsi budaya dan geografi. Secara geografi, ia memberikan contoh seperti Australia dan

Selandia Baru, jauh ke “Timur dari Suez”, di “Barat”, dan negara-negara Asia barat daya,

dan, sampai saat ini, bahkan negara-negara Afrika utara sejauh barat Maroko, di “Dekat”

atau “Tengah” “Timur”. Dengan demikian, terdapat pembedaan antara “Timur” sebagai

sebuah subjek dengan “timur” sebagai penanda arah, yang mana dalam geografi dikenal

delapan arah mata angin, seperti, utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, dan

barat. Sementara itu, kontradiksi dalam persepsi budaya dipaparkan Cartwright sebagai

berikut:

Traditionally, the “West” was seen as thrusting, rationalist, materialistic andtechnically superior, whereas the “East” was timeless, spiritual, exotically mystical,and technically backward.

Di sini, Cartwright menjelaskan bahwa secara tradisional, "Barat" dipandang

sebagai memberi dorongan, rasionalis, materialistis dan lebih unggul, sedangkan "Timur"

adalah abadi, spiritual, mistik yang eksotis, dan terbelakang. Jelas bahwa pembedaan

dalam persepsi budaya antara Barat dan Timur ini bukan berdasarkan posisi geografis,

melainkan pada persoalan karakterisasi. Sayangnya, pada tulisan ini, Cartwright tidak

menyinggung asal muasal kontruksi mengenai kontradiksi persepsi budaya yang telah

memiliki karakter masing-masing. Padahal, karakter Barat dan Timur merupakan hasil

suatu konstruksi. Dalam perspektif kolonialisme, kontruksi persepsi budaya antara Barat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

145

dan Timur adalah mekanisme yang telah dibuat oleh Barat. Hal ini dapat diketahui melalui

sebuah kajian ilmu Orientalisme yang telah diproduksi oleh Barat di masa kolonial.

Demi upaya menegaskan kembali tentang Timur, Cartwright pun mengambil

sebuah contoh lain tentang peristiwa perayaan Tahun Baru 2000, dimana saat sekelompok

pelajar dari Bandung Internasional School sedang berlibur di Bali. Dideskripsikan bahwa

para pelajar bangun pagi-pagi dan berlari ke Pantai Kuta untuk menyaksikan matahari

terbit di milenium baru. Namun setelah beberapa saat dan menyadari tidak juga melihat

adanya matahari, salah seorang pelajar jenius menyadari bahwa Pantai Kuta ternyata

menghadap ke barat. Dari contoh ini, Cartwright pun memberikan sebuah pandangan

dengan mengatakan bahwa bisa saja agar adil, para pelajar membuat pernyataan antar

budaya, seperti pemahaman di sekolah mereka, bahwa antara "Timur" dan "Barat"

memiliki perbedaan makna yang sedikit, atau para pelajar bisa saja lebih mengatakan

sebagai Millennially Apocalypse, yang mana dalam eskatologi Islam dipercaya sebagai

salah satu tanda dari akhir dunia matahari akan terbit di barat.44

Tidak cukup dengan beberapa contoh di atas, selanjutnya Cartwright pun mencoba

untuk memperkenalkan teks dari The Ballad of East and West, puisi dari Robert Kipling.

Pada artikel ini, Cartwright menyajikan teks Kipling untuk mendeskripsikan Timur adalah

Timur, dan Barat adalah Barat, sehingga Timur dan Barat tidak pernah bertemu, hingga

bumi dan langit dihadapkan pada kiamat sebagai hari penghakiman Tuhan. Tapi, tidak ada

44 “At New Year in 2000, a group of Bandung International School students, holidaying in Bali, rose earlyand jogged to Kuta Beach to watch the sun rise on the new millennium. Yes, Kuta Beach… After a while,and no sun, one of these expensively educated geniuses realized that Kuta faces west. To be fair, they couldhave been making an intercultural statement. They could have been saying that, in our school, the differencebetween “east” and “west” has little significance. Or they could have been even more millenniallyapocalyptical. In Islamic eschatology, one of the signs of the end of the world in that the sun will rise in thewest...”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

146

batasan antara Timur maupun Barat, baik dari keturunan maupun kelahiran, ketika dua

orang berdiri saling berhadapan saat akhir dunia datang.45

Namun demikian, setelah Cartwright menyajikan persepsi budaya dan geografi

antara Barat dan Timur, ia pun mencoba mengajak para pembaca Majalah JE untuk keluar

dari konteks persepsi budaya dan menjalankan misi untuk mengambil dan memadukan

yang terbaik dari Timur dan Barat agar dapat menjadi toleran, hormat dan memiliki rasa

budaya global. Kecuali jika semua hal dibalik. Oleh karena itu, Cartwright merujuk

kembali pada peristiwa milenium sebelumnya, yang mana para pencari dan peziarah,

termasuk tokoh-tokoh seperti Paracelsus, Blavatsky, Gurdjieff, Ouspensky, dan Husein

Rofe telah membuat ‘Journey to the East’ untuk mencari kebajikan di Asia yang bisa

menerangi mereka tentang arti kehidupan.46

Pada artikel ini, dapat dipahami bahwa Cartwright sebagai orang Barat menyadari

keberadaan dirinya yang sedang berada di Timur. Meskipun Carthwright secara sengaja

mengangkat kembali tema binerisme terkait dengan Barat dan Timur, namun penegasan

atas oposisi biner yang ia sampaikan tentunya telah mengantarkan para pembaca untuk

mengingatkan atau menegaskan kembali bahwa Indonesia adalah Timur. Sementara itu,

terlepas dari persoalan binerisme, Cartwright mengakui kondisi pasca-kolonial di

Indonesia. Karenanya ia pun berani untuk mengajak para pembaca artikelnya guna

mengambil dan memadukan yang terbaik dari Timur dan Barat. Dengan kata lain, melalui

sebuah artikel ini, Cartwright berupaya mengajak para pembaca Majalah JE, yakni para

45 “Oh, East is East, and West is West, and never the twain shall meet, Till Earth and Sky stand presently atGod’s great Judgment Seat; But there is neither East nor West, Border, nor Breed, nor Birth, When twostrong men stand face to face, tho’ they come from the ends of the earth!”46 “So let’s not take the first line out of context, and surely our mission, including the “strong men andwomen” who read Jakarta Expat, is to take and blend the best of “East” and “West” into a tolerant,respectful and flavor some global culture. Unless the whole thing gets reversed. Over the previousmillennium, a host of seekers and pilgrims, including figures like Paracelsus, Blavatsky, Gurdjieff,Ouspensky and Husein Rofe, made the ‘Journey to the East’, seeking in Asia sages who could enlightenthem on the meaning of life.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

147

ekspatriat untuk melakukan suatu proses hibriditas antara Barat dengan Timur di dalam

masyarakat Indonesia.

C.2.4. Culture:

a. Islam in The Netherlands East Indies 47

Melalui artikel ini, Hans Rooseboom berupaya untuk memaparkan kisah mengenai

Islam di masa Hindia Belanda. Rooseboom mengawali artikel ini dengan menuliskan

bahwa penyebaran Islam di Indonesia datang melalui sepanjang rute perdagangan kuno,

yakni Malabar dan Coromandel, yang mana terletak di sekitar pesisir barat daya dan

tenggara India, sekitar jalur perdagangan kuno. Dimana kedua daerah ini telah menjadi

pusat penting bagi perdagangan yang menghubungkan wilayah Asia Timur dengan Timur

Tengah dan Eropa. Serupa dengan penyebaran agama Hindu, yang mana pada beberapa

abad sebelumnya telah dibawa ke Indonesia dengan jalur perdagangan kuno yang sama,

Islam telah diperkenalkan ke Nusantara oleh para pedagang dari bagian India.48

Berdasarkan uraian di atas, Rooseboom telah berlaku anakronik ketika ia

memaparkan Islam datang ke Indonesia. Padahal kedatangan Islam pada saat itu adalah ke

kepulauan Nusantara, sedangkan konsep maupun nama Indonesia belum ada pada saat itu.

Sementara itu, konsep Nusantara ini pun muncul atas ambisi Kerajaan Majapahit untuk

menyatukan kerajaan-kerajaan di luar Jawa. Oleh karena itu, konteks yang disampaikan

oleh Rooseboom mengenai kehadiran Islam di Indonesia tidak ditempatkan pada

pemahaman waktu yang sesuai.

47Jakarta Expat 96th Edition, p.14. Written by Hans Rooseboom. He is a long term resident of Jakarta.

48 “Islam came to Indonesia by way of Malabar and coromandel, the respectively south-western and south-eastern coasts of india, along the age-old trade routes. Both regions were important centres of trade, stagingposts so to speak, connecting the eastern Asian regions with the Middle East and Europe. Similar to thespread of Hinduism, which several centuries previously had been brought to Indonesia along the same traderoutes, Islam was introduced to the archipelago by traders from the Indian subcontinent.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

148

Selanjutnya, melalui artikel ini, Rooseboom menguraikan dua hal seputar Islam di

masa kolonial Belanda, yakni, persoalan jumlah penduduk Muslim di Nusantara dan para

Jamaah Haji yang pergi ke Mekah. Mengenai persoalan jumlah penduduk Muslim di masa

kolonial, Rooseboom merujuk pada data sensus penduduk tahun 1905 yang

memperkirakan jumlah penduduk Nusantara berjumlah 37 juta, dimana sekitar 35 juta,

atau hanya di bawah 95% adalah Muslim, 29,6 juta terdapat di pulau Jawa, sedangkan

sebanyak 5,4 juta berada di luar pulau Jawa.49

Bagi Rooseboom, persoalan jumlah penduduk Islam ini memiliki hubungan

dengan dinamika Jamaah Haji yang berangkat ke Mekah. Rooseboom menguraikan bahwa

pada tahun 1859 jumlah Jamaah Haji diperkirakan sekitar 2.000, tahun 1886 sebanyak

5.000, lalu meningkat menjadi sekitar 7.000 selama dekade berikutnya, hingga pada tahun

1914 jumlah Jamaah Haji dari Nusantara meningkat menjadi 28.000, bahkan ia pun

melompat jauh hingga satu abad selanjutnya, yakni memberikan data mengenai Jamaah

Haji yang berangkat ke Mekah pada tahun 2012 berjumlah lebih dari 200.000.50

Terkait dengan keberangkatan penduduk Muslim ke Mekah di masa kolonial,

Rooseboom membuat sebuah kesimpulan bahwa para Jamaah Haji telah memberikan

pengaruh pada perubahan masyarakat. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan pada

peristiwa di tahun 1917 mengenai kemunculan berbagai sikap intoleransi dan perselisihan

antar agama yang menjadi persoalan umum. Oleh karena itu, sikap intoleransi ini telah

memperkuat kecemasan yang berkepanjangan di kalangan penduduk Eropa dan

pemerintah kolonial. Para Jamaah Haji yang telah pulang dari Mekah dicurigai berkomplot

49 “The population census of 1905 estimates the total population of the archipelago at 37 million, of whichsome 35 million, or just under 95%, were Muslims—29.6m on java and 5.4m on the outer islands.”50 “Whereas in 1859, the yearly number of pilgrims was estimated to be 2,000, the corresponding figure in1886 was 5,000, increasing to some 7,000 during the following decade. In 1914 the number of pilgrims fromthe archipelago had increased to 28,000, and the 2012 number was over 200,000.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

149

untuk melawan sistem politik Belanda dan menabur benih intoleransi serta fanatisme

agama.51

Melalui artikel ini Rooseboom ingin mengatakan bahwa terdapat korelasi antara

meningkatnya jumlah haji di Indonesia dengan sikap intoleransi dan fanatisme di dalam

masyarakat kolonial Belanda. Dengan kata lain, Rooseboom menilai bahwa para Jamaah

Haji telah terlibat menumbuhkan sikap intolerensi dan fanatisme di dalam kehidupan

masyarakat. Bahkan, melalui artikel ini, Rooseboom ingin memberikan suatu wacana

mengenai Islam di masa kolonial, yakni sebagai sumber kekhawatiran bagi pemerintah

kolonial Belanda dan para penduduk Eropa. Dengan demikian, Islam di masa kolonial

telah memberikan dinamika yang cukup signifikan terhadap kehidupan kolonial Belanda,

terutama pada awal abad ke-20.

b. Bandung Heritage Walk52

Melalui artikel ini, Bob Holland menarasikan tulisannya dengan latar semasa

kolonial. Secara tegas, ia pun secara langsung mengawali tulisannya dengan menyatakan

bahwa semuanya dimulai pada awal 1800an ketika penjajahan Belanda, yang dipimpin

oleh Gubernur Jenderal Daendels, memutuskan untuk membangun jalan di seluruh Jawa

dan disebut sebagai Jalan Raya Pos, yang sebagian besar dibangun untuk tujuan

pertahanan. Di samping itu, tujuan utama pembangunan jalan ini untuk membuka akses ke

banyak daerah tertinggal di Jawa, termasuk lembah Bandung– yang sekarang menjadi

tempat tinggal lebih dari sepuluh juta orang.53

51 “These observations, dating from 1917, conclude with the remark that the reverse side of this change wasthat intolerance grew and religious strife became more common. This, in turn, strengthened the lingeringanxiety among the European section of the population and the colonial government. Returning hajjis weresuspected of plotting against the political system and sowing intolerance and fanaticism.”52 Jakarta Expat 101st Edition, p.6.Written by Bob Holland.53 “It all started back in the early 1800s when Dutch colonialists, led by Governor General Daendels,decided to build a road across Java called the Grote Postweg, which was mainly constructed for defencepurposes. This major undertaking opened up access to many underdeveloped areas of Java, including theBandung Basin - now home to over ten million people.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

150

Berdasarkan teks di atas, Holland sebagai seorang ekspatriat telah berlaku

mengagung-agungkan keunggulan kolonial. Dalam hal ini, kolonial Belanda dinilai telah

berjasa dalam pembangunan jalan di pulau Jawa untuk membuka akses ke banyak daerah

tertinggal. Sebaliknya, dengan dalih membuka akses maupun sebagai tujuan pertahanan,

pada kenyataannya pembangunan Jalan Raya Pos yang dilakukan kolonial Belanda adalah

untuk mempercepat dan memperlancar arus perpindahan barang dari pelosok daerah di

Jawa ke pelabuhan di utara, yang mana selanjutnya akan dibawa oleh kolonial Belanda ke

Eropa. Oleh karena itu, pada artikel ini Holland telah menyembunyikan wacana arus

perdagangan di balik pembangunan jalan yang diprakarsai kolonial Belanda.

Sementara itu, dalam narasi perjalanan Holland mengelilingi Kota Bandung, yang

di mulai dari titik 0 km, di depan Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, mengatakan

bahwa Daendels telah memproklamirkan Bandung sebagai tempat yang akan dibentuk

menjadi pusat layanan wisatawan sepanjang jalan trans Jawa. Bahkan, Holland pun

memaparkan berbagai bangunan, seperti, Hotel Preanger yang dibangun pada tahun 1929

dirancang oleh seorang Arsitek Belanda kelahiran Jawa, yakni Wolff Schoemaker, yang

kemudian menjadi pengajar di Bandoengsche Technische– sekarang menjadi Institut

Teknologi Bandung. Kemudian Holland memaparkan beberapa bangunan yang terkait

dengan nama Schoemaker, seperti, di Jalan Braga terdapat gedung tua Majestic Cinema,

yang sekarang telah menjadi Museum Konferensi Asia Afrika, dan Societeit Concordia

Club House yang sekarang disebut sebagai Gedung Merdeka.54

54 “Our walk started from the 0km marker, opposite the Savoy Homann on Jalan Asia Afrika. This landmarkis where Daendels first proclaimed the place from which Bandung would be established as a new centre toservice travellers along the Trans-Java road. Nearby is the Preanger Hotel, which was built in 1929 by aJava-born Dutch architect, Wolff Schoemaker, who went on to be lecturer at the Bandoengsche Technische -now the Bandung Institute of Technology.Our small tour group walked to other buildings close by, many ofthese also associated with Schoemaker’s name. On Jalan Braga we visited the old Majestic Cinema, now theAsian-African Conference Museum, and what used to be the Societeit Concordia Club House, now calledGedung Merdeka”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

151

Holland pun kembali menekankan bahwa kota Bandung telah dibangun oleh

kolonial Belanda, yakni Daendels, dan dimaksudkan sebagai sebuah pusat kota untuk

melayani para wisatawan. Di samping itu, Holland juga memaparkan bahwa beberapa

bangunan tua di kota Bandung, seperti Hotel Preanger, Musium KAA dan Gedung

Merdeka, dibangun oleh seorang arsitek Belanda kelahiran Jawa, Wolff Schoemaker.

Dalam hal ini, Holland telah berupaya untuk mengingatkan peran kolonial Belanda dalam

membangun kota Bandung. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kolonial Belanda

diposisikan sebagai pihak yang telah banyak membangun dan merubah kota Bandung,

awal mula adalah sebuah lembah, dan kini telah menjadi sebuah kota metropolis. Dengan

kata lain, Holland ingin berupaya menegaskan kembali keunggulan Belanda di masa

kolonial.

Lepas dari masa kolonial dan melaju ke masa pasca-kolonial, Holland memaparkan

sebuah perjalanan bersama teman-temannya saat mengelilingi kota Bandung. Holland

menyadari bahwa meskipun ia telah tinggal di Bandung selama bertahun-tahun, namun ia

jarang berkelana ke jantung kota Bandung untuk melihat lebih dekat apa yang ada di sana.

Holland pun menduga bahwa hal ini adalah kasus umum bagi banyak ekspatriat lain yang

tinggal di Bandung – kota yang dulu dikenal sebagai Paris of Java. Sementara itu, para

orang asing dinilai lebih sering duduk di depan Hotel Savoy Homann untuk menikmati bir

dingin di sore hari atau menghadiri beberapa acara malam, sehingga tidak pernah

mengambil waktu untuk menjelajahi ikon bangunan kota Bandung.55

55 “Having lived in Bandung for many years, I have rarely ventured into the heart of Bandung to take acloser look at what’s there. And I suspect this is the case for many other expats living in Bandung andweekend visitors from Jakarta who have been deterred by the heavy traffic congestion downtown; missingout on discovering the fascinating early history of the city and its significant heritage – the city once knownas the Paris of Java. Whilst we had often sat out in the front of the Savoy Homann to enjoy a cold beer in theafternoon, or attended some evening events there. I had never taken time to explore this iconic building andthe many others like it nearby. ”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

152

Melalui artikel ini Holland mencoba untuk memberikan sebuah asumsi atas

keberadaan para ekspatriat di kota Bandung yang lebih sering duduk di depan Hotel Savoy

Homman daripada melihat kota Bandung. Dengan kata lain, para ekspatriat dinyatakan

sebagai sebuah kelompok yang enggan berbaur dengan masyarakat sekitar. Para ekspatriat

lebih cenderung untuk memilih duduk bersama ekspatriat lainnya di sebuah tempat yang

sering dijadikan sebagai tempat berkumpul, seperti Hotel Savoy Homman. Selain itu,

Holland pun menyampaikan perihal gaya hidup para ekspatriat yang lebih sering bersantai

untuk menikmati sebuah bir dingin. Dengan demikian, melalui artikel ini setidaknya

terdapat dua persoalan, pertama, cara pandang Holland yang telah mengagung-agungkan

keunggulan kolonial, atau dalam wacana kolonial disebut sebagai superioritas Barat. Dan

kedua, Holland telah memberikan deskripsi tentang gaya hidup para ekspatriat di

Bandung.

C.2.5. Literature:

a. Unravelled Raffles56

Terry Collins melalui artikel ini pada dasarnya berupaya untuk mengingatkan

kembali para pembaca Majalah JE tentang Sir Thomas Stamford Raffles. Berawal dari

adanya jajak pendapat yang dilakukan oleh BBC pada tahun 2002, yang mana

menempatkan sang petualang dan penjelajah seperti Walter Raleigh terdaftar dalam 100

Britons Greatest, telah membuat Collins untuk mencoba mempertanyakan mengapa

Raffles tidak masuk ke dalam daftar tersebut. Oleh karena itu, Collins pun sengaja

membaca sebuah buku biografi Raffles karya Tim Hannigan, dengan tujuan ingin berbagi

gagasan bahwa Raffles adalah manusia hebat; menemukan Borobudur, mendirikan

56 Jakarta Expat 84th Edition, p.6.Written by Terry Collins.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

153

Singapura dan memiliki sebuah hotel yang dinamakan Raffles sehingga terlihat menjadi

kebanggaan yang cukup.57

Melalui buku biografi Raffles karya Hannigan, Collins mengupas kisah perjalanan

Raffles dan menguraikan berbagai kisah tentang Raffles, seperti, pernah menjadi Letnan

Gubernur Jawa, petugas East India Company, berlayar ke Penang dan menjadi asisten

sekretaris Gubernur Penang (Malaysia), pernikahan Raflles dengan Olivia pada bulan

April 1805, hingga tugas Raffles untuk mengumpulkan informasi tentang Jawa.

Menurut Collins, Hannigan telah melakukan sebuah –mekanisme nilai tukar –

penulisan biografi yang memukai tentang Raffles. Melalui sebuah buku karya Hannigan,

Collins melihat kekayaan latar belakang tentang sejarah Jawa di masa sebelumnya, mulai

dari kehidupan di kesultanan, kerajaan Mataram, Majapahit hingga tentang bagaimana

agama-agama tiba seiring dengan kedatangan para pedagang, yang mana orang Jawa

masih relevan dengan hal mistisisme. Bahkan, di akhir artikel ini, Collins merasa tidak

mampu memuji Hannigan yang telah bekerja sangat cukup, tetapi ia memiliki satu

peringatan tentang buku ini dengan mengatakan bahwa sebuah buku dengan begitu banyak

kekayaan untuk siapapun yang tertarik mengenai Raffles dan Indonesia akan sangat

menguntungkan dari sekedar indeks.58

Melalui artikel ini, Collins bukan hanya berupaya untuk melakukan resensi atas

sebuah buku mengenai biografi Raffles karya Hannigan, melainkan ia juga bermaksud

57 “Our heroes were the adventurers and explorers such as Walter Raleigh who brought us tobacco, potatoesand gold he’d pirated off Spanish buccaneers. In 2002 he was listed in a BBC poll of the 100 GreatestBritons. But Sir Thomas Stamford Raffles wasn’t. Until reading Tim Hannigan’s new published biography,I’d continued to share the notion that Raffles was a great man; discovering Borobodur, founding Singapore,and having a hotel named after him seemed to be credit enough.”58 “Hannigan has done us a great service with his – erm– spellbinding biography. It is packed with a wealthof background about the earlier history of Java, life in the sultanates with their intrigues, of the Mataram andMajapahit kingdoms, about how religions arrived with ill-educated traders, and the still relevant Javanesemysticism, with footnotes where appropriate. I cannot praise Hannigan’s work highly enough, but have onecaveat: a book with such riches for anyone with a smidgeon of interest in Raffles and Indonesia wouldgreatly benefit from an index.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

154

untuk menyampaikan bahwa buku ini memuat sejarah Jawa dan Indonesia. Hal ini terlihat

pada bagian akhir artikel yang disajikan oleh Collins, yakni memberikan sedikit deskripsi

mengenai Jawa. Collins menyinggung sejarah Jawa pada masa lampau, seperti, masa

kerajaan Mataram, Majapahit hingga persoalan orang Jawa yang dinilai masih hidup

dalam mistisisme sebelum para pedagang datang membawa agama. Dalam hal ini, Collins

sebagai seorang ekspatriat telah berlaku sama seperti para penulis ekspatriat lainnya yang

telah banyak dibahas sebelumnya. Collins –dengan maupun tanpa kesadaran– ingin

mengingatkan kembali stereotipe tentang masyarakat Jawa yang berkaitan dengan hal

mistik di masa lampau.

Di samping itu, sebagaimana karya termasyhur Raffles, Histrory of Java, telah

menjadi sebuah literatur bagi Barat untuk memahami Jawa. Begitu pula dengan upaya

Collins dalam meresensi sebuah buku ini, yakni berupaya untuk menjadikan biografi

Raffles karya Hannigan ini sebagai sebuah literatur untuk mengetahui kisah Raffles di

Timur; Singapura maupun Indonesia. Dengan kata lain, berbekal sebuah biografi Raffles,

Hannigan sebagai penulis buku, dan diresensi oleh Collins, masih menjadikan Timur

sebagai sumber literatur bagi kalangan Barat.

b. INDONESIA ETC. Exploring the Improbable Nation59

Melalui artikel ini, Collins kembali melakukan sebuah upaya resensi dan

memberikan pendapat atas sebuah buku karya Elizabeth Pisani. Bagi Collins, karya Pisani

ini dinilai telah memuat sebuah kisah perjalanan tentang Indonesia dengan menarik. Dan,

buku setebal hampir 400 halaman ini pun diulas oleh Collins dengan gaya bahasa satire.

Sebelum membaca buku karya Pisani, Collins merasa telah mempelajari dan

memahami Indonesia, yang menurut dirinya berkilauan samar-samar di dalam kesadaran.

59Indonesia Expat 120th Edition, p.15. Written by Terry Collins.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

155

Akan tetapi, setelah membaca buku karya Pisani, ia seolah-olah merasa telah memperoleh

deskripsi yang tampak jelas. Berangkat dengan menjelaskan kisah Pisani yang berkunjung

ke Indonesia, Collins menempatkan dirinya sebagai penerus informasi untuk memberikan

deskripsi mengenai Indonesia kepada para pembaca Majalah JE, khususnya para orang

asing atau para ekspatriat yang sedang berada di Indonesia.

Collins memaparkan bahwa Pissani telah bertemu banyak budaya yang masih

sangat berakar pada adat istiadat dan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, namun

terdapat orang-orang desa yang mendokumentasikan sebuah ritual pengorbanan ke dalam

ponsel (yang mana) menampilkan pemimpin bangsa yang sakit kepala. Karena itu, Pisani

mengajukan sebuah pertanyaan, jika yang tradisional dan modern hidup berdampingan di

Indonesia, hukum mana yang seharusnya digunakan? Bahkan, karena adanya sistem klan,

ditunjukkan bahwa 'korupsi' banyak terjadi sebagai bentuk gambaran 'patronase', seperti

'posisi' tertentu telah dipesan untuk para anggota klan, dan adanya pertukaran barang

penghormatan – dari babi ke kerbau di pesta pernikahan dan pemakaman di daerah

pedesaan, uang tunai untuk di kota-kota dan pusat pemerintahan – secara tradisional yang

merupakan simbol penghormatan terhadap posisi dalam suatu hirarki.60

Pada artikel ini, Collins cenderung lebih banyak mengutip tulisan Pisani untuk

memperlihatkan gambaran mengenai Indonesia. Dengan mengutip teks yang disediakan

oleh Pisani, Collins pun telah mendeskripsikan budaya Indonesia, seperti orang-orang

yang bersinggungan dengan sebuah teknologi modern; telepon genggam. Bahkan,

deskripsi tradisional dan modern telah berupaya untuk menunjukkan bagaimana kondisi

60 “Many of the cultures she meets are still very much rooted in adat, the traditions carried down through thegenerations, yet “villagers film a ritual sacrifice on their mobile phones [which] presents the nation’sleaders with a headache. If ancient and modern Indonesia co-exist, which should they make laws for?” Sheobserves the clan system and suggests that what many call ‘corruption’ may be best described as‘patronage’. Certain ‘positions’ are ‘reserved’ for members of the clan, and the exchange of items of‘homage’ — from pigs to buffaloes at weddings and funerals in rural areas, to cash in cities and governmentcentres — are traditionally a symbol of respect for the positions in a hierarchy.” (Cetak miring dari penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

156

masyarakat kontemporer Indonesia. Selain itu, Collins, juga memberikan deskripsi

mengenai masalah di Indonesia yang cenderung kausalitas, seperti korupsi karena adanya

sistem patronasi, posisi tertentu telah dipesan untuk anggota klan, dan hewan sebagai nilai

pertukaran, sedangkan uang berlaku untuk di kota dan pemerintahan.

Selanjutnya, mengenai birokrasi, Collins pun masih meneruskan tulisan Pisani

dengan menyampaikan bahwa suatu alasan sering dikatakan sebagai ‘belum dapat

petunjuk’, yang dapat diartikan sebagai ‘saya belum menerima instruksi’, atau disebut juga

istilah lainnya ‘Asal Bapak Senang (ABS) –‘asalkan bapak senang'. Sementara itu, dalam

bidang politik, reformasi telah mengirimkan sistem demokrasi hampir ke semua orang di

pelosok daerah dan membongkar rezim Orde Baru Suharto yang terpusat, yang mana

hampir semua punya kenalan yang dapat membantu (nepotisme, kolusi, korupsi).61

Bertolak dari uraian di atas, Collins yang mengambil beberapa cuplikan dari Pisani

telah menguraikan deskripsi Indonesia pasca-kolonial, seperti budaya, tradisi, ritual,

sosial, ekonomi, birokrasi hingga politik. Berangkat dari kisah yang dituliskan oleh Pisani,

Collins pun menyakini bahwa masih terdapat banyak kisah tentang pengalaman orang

asing di Indonesia. Oleh karena itu, Collins berpendapat masih banyak kisah kontemporer

tentang Indonesia yang belum dipublikasikan, bahkan ia juga menegaskan bahwa

Indonesia adalah negara yang sangat berbeda dari yang dipikirkan oleh para orang asing,

yang mana selama ini sudah merasa tahu.

Namun demikian, pada resensi yang disediakan oleh Collins ini, setidaknya bagi

penulis terdapat lima hal mengenai Indonesia pada masa kontemporer yang hendak

diberikan kepada para pembaca. Pertama, masyarakat tradisional Indonesia yang gagap

61 “In bureaucracies, that translates as the excuse that “belum dapat petunjuk” — ‘I haven’t receivedinstructions yet’ and Asal Bapak Senang (ABS) — ‘as long as father is happy’. ….Within the politicalsphere, following reformasi and the dismantling of Suharto’s centralised Orde Baru, there is now “so muchdemocracy around that almost everyone has someone somewhere in the system delivering for them.” (Cetakmiring dari penulis)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

157

dengan modernitas; pendokumentasian sebuah ritual ke dalam telepon genggam. Kedua,

stereotipe negatif budaya Indonesia pada lingkup birokrasi;sistem patronase. Ketiga,

masyarakat Indonesia yang ‘malas’; alasan ‘belum dapat petunjuk’ Keempat, perubahan

sistem demokrasi pasca reformasi; euphoria masyarakat Indonesia yang menjalankan

sistem desentralisasi. Dan terakhir, sebagaimana judul buku yang diberikan oleh Collins,

“Indonesia, dan lain-lain, menjelajahi bangsa yang mustahil”, atau dengan kata lain,

Indonesia telah dianggap sebagai sebuah bangsa yang lengkara.

D. Catatan Penutup

Jakarta sebagai sebuah kota metropolis yang dipenuhi oleh banyak pendatang,

tidak mengecualikan para orang asing untuk dapat merepresentasikan identitasnya di

dalam masyarakat. Dalam hal ini, pada khususnya orang kulit putih berupaya untuk

merepresentasikan identitas diri mereka sebagai ekspatriat. Kisah perjalanan hidup telah

menjadi bagian dari identitas mereka hingga dapat merepresentasikan diri sebagai

ekspatriat. Meskipun kehadiran orang kulit putih di Indonesia bukan suatu hal yang terjadi

untuk pertama kali, namun kehadiran mereka sebagai ekspatriat pada saat ini telah

mengingatkan kembali pada orang kulit putih di masa kolonial tempo dulu. Hal ini

disebabkan karena para ekspatriat melanjutkan wacana yang serupa dengan para

pendahulunya, yakni para kolonialis.

Berdasarkan ragam sajian yang termuat di dalam Majalah JE, para ekspatriat telah

menempatkan citra Indonesia sama dengan yang pernah dilakukan oleh para kolonial. Para

ekspatriat masih menggunakan wacana orientalisme untuk dijadikan sebagai bekal

pengetahuan dalam memandang maupun memahami karakter dan stereotipe tentang

Indonesia. Dengan kata lain, melalui Majalah JE para ekspatriat masih menempatkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

158

Indonesia berada di bawah posisi mereka, sebagai bagian dari negara dunia ketiga yang

pernah terjajah. Hal ini dapat dicermati, baik melalui cover photo Majalah JE maupun

beragam teks yang mengandung wacana kolonial mengenai Indonesia. Oleh karena itu,

persoalan ini, yang mana merupakan pertanyaan kedua dalam rumusan masalah penelitian

ini, mengenai wacana kolonial mengenai Indonesia yang dihadirkan melalui imaji dan teks

di dalam Majalah Jakarta Expat akan dibahas pada bab selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

159

BAB IV

EKSPATRIAT DAN WAJAH BARU KOLONIALISME

Pada satu bab penulisan ini, penulis akan menjawab dua pertanyaan tersisa yang

telah diajukan pada rumusan masalah penelitian. Pertama, penulis berupaya untuk

melalukan analisis wacana kolonial mengenai karakteristik dan streotipe Indonesia yang

muncul dari imaji dan teks di dalam Majalah JE. Kedua, penulis berupaya untuk

memberikan tafsiran terhadap ekspatriat melalui Ruang Ketiga ala Homi Bhabha atas

representasi diri ekspatriat maupun wacana kolonial yang termuat di dalam Majalah JE.

Dan melalui Ruang Ketiga ini pula, berdasarkan sajian teks yang termuat di dalam

Majalah JE penulis akan menguraikan persoalan hibriditas dan ambivalensi yang dialami

oleh para ekspatriat.

A. Analisis Wacana Kolonial Kontemporer

Berbicara mengenai imaji dan teks sudah tentu melibatkan wacana yang

terkandung maupun yang tersembunyi di dalam wacana itu sendiri. Wacana memainkan

suatu peran dalam menciptakan hingga mengatur suatu pemahaman atas mekanisme

pengetahuan. Bahkan, wacana di dalam sebuah media tidak hanya dapat dipahami sebagai

serangkaian kata atau proposisi dalam teks, akan tetapi telah menjadi sesuatu yang

memproduksi yang lain, seperti sebuah gagasan, konsep atau efek (Eriyanto, 2001:65).

Oleh karena itu, analisis wacana kolonial kontemporer ini berupaya untuk memperlihatkan

wacana dan menemukan makna yang tersembunyi atas imaji dan teks yang tersajikan oleh

para ekspatriat di dalam Majalah JE.

Secara khusus, penulis menemukan beragam wacana kolonial kontemporer pada

beberapa rubrik yang tersajikan di dalam Majalah JE, di antaranya Moment in History,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

160

Feature, Observations, Culture, dan Literature. Penulis berpendapat bahwa kelima rubrik

tersebut memiliki kandungan wacana kolonial yang bersumber dari beragam kajian ilmu

maupun hasil catatan perjalanan dan penelitian para Orientalis – baik di masa kolonial

maupun pasca-kolonial. Dengan kata lain, hal semacam ini dapat dikatakan sebagai“The

Orient became an object suitable for study in academy” (Said, 1978:7). Artinya, Timur

menjadi ragam sumber pengetahuan yang dilembagakan secara formal oleh kalangan

Barat. Pengetahuan tentang Timur tertuang ke dalam berbagai disiplin ilmu, seperti

antropologi, sosiologi, sejarah dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan beragam rubrik

maupun artikel, Majalah JE telah memberikan citra mengenai Indonesia kepada para

pembacanya, yakni para ekspatriat, guna mendapatkan deskripsi maupun pemahaman

tentang Indonesia.

A.1. Karakteristik Indonesia

Berbagai karakteristik mengenai Indonesia dapat ditemukan pada beberapa rubrik

maupun artikel yang tersajikan di dalam Majalah JE. Pada rubrik Moment in History,

misalnya, sejarah dinilai telah menjadi elemen yang sangat penting sebagai salah satu

unsur untuk memahami sebuah objek seperti Indonesia. Dengan memberikan sebuah

artikel, para ekspatriat telah memberikan serpihan-serpihan dari kajian ilmu tentang Timur

(Orient). Meskipun sebuah artikel yang termuat pada rubrik Moment in History ini adalah

suatu bentuk tulisan populer, yang mana dituangkan ke dalam suatu media populer seperti

Majalah JE, namun wacana yang tersembunyi di balik artikel ini juga menggunakan

mekanisme pengetahuan Orientalisme. Dengan demikian, artikel yang termuat di dalam

rubrik Moment in History ini dapat dikatakan sebagai suatu upaya wacana kekuasaan

Barat terhadap Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

161

Pada artikel They Came to Java yang termuat di dalam rubrik Moment in History

ini, Anthony Sutton mencoba untuk memperlihatkan bagaimana kalangan Barat dapat

berfantasi ria dalam memandang Indonesia. Sutton, dengan mengutip pandangan Alfred

Wallace, memaparkan bahwa pada abad ke-19 Jawa merupakan sebuah pulau tropis

terbaik di dunia. Akan tetapi, jika kita menelisik lebih mendalam kisah perjalanan selama

kehidupan Wallace, sebagaimana yang tertuang dalam biografinya, ia hanya mengunjungi

Amazon dan beberapa kawasan di Asia Tenggara. Sementara itu, kawasan tropis lainnya

seperti Afrika absen dari rekening penjelajahan sang petualang Wallace. Oleh karena itu,

Wallace sebagai seorang Barat secara tidak sadar telah memfantasikan Jawa sebagai pulau

tropis terbaik di dunia, sehingga telah meniadakan pulau tropis lainnya. Begitu pula

dengan fantasi Sutton yang turut menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Bromo

pada tahun 1980an, dan menyandingkan hal tersebut dengan seorang petualang John

Whitehead, hingga keduanya sama-sama menilai bahwa Jawa adalah tempat eksotis di

wilayah tropis. Dengan demikian, dalam hal ini Sutton masih menggunakan sudut pandang

yang sama dengan Wallace, yakni berkelanjutan dalam memberikan suatu sisi eksotisme

tentang dunia Timur, seperti Indonesia melalui pulau Jawa.

Di samping itu, bergerak mundur pada kisah di abad-abad sebelumnya, Sutton pun

kembali memaparkan bahwa abad ke-16 adalah sebuah awal perlombaan untuk

mendapatkan kepulauan Rempah di Nusantara. Karena itu, kehadiran Belanda maupun

Inggris yang menjadikan Banten sebagai wilayah menetap kedua negara kolonial ini

seakan telah menjadi lumrah. Namun demikian, pada artikel ini Sutton tidak serta merta

menyinggung atau memberikan suatu penjelasan mengenai bagaimana bentuk kehidupan

kolonialis di negara kolonial. Dengan kata lain, Sutton telah abai terhadap praktik kolonial

sehingga tidak menarasikan apapun yang berkaitan dengan kondisi kehidupan para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

162

kolonialis Eropa, seperti Belanda dan Inggris saat berada di seberang lautan negara-negara

Barat seperti di Timur. Oleh karena itu, atas adanya artikel ini penulis menarik sebuah

kesimpulan bahwa Sutton telah memberikan beberapa wacana kepada para pembaca

Majalah JE, di antaranya, legitimasi negara-negara Barat yang berlomba untuk

mendapatkan Timur (kolonialisme), melalukan dominasi dan menduduki Nusantara karena

menyimpan kekayaan alam yang dapat menyediakan keuntungan bagi Barat, hingga Barat

dianggap lumrah untuk dapat membuat berbagai aturan kolonial di tanah Timur.

Selain itu, dengan mengutip catatan perjalanan Nicolo de Conti, Sutton pun telah

mereproduksi kembali suatu ingatan kepada para pembaca Majalah JE bahwa pada

beberapa abad sebelumnya, yakni di abad ke-15, Jawa dideskripsikan sebagai wilayah

yang lebih kejam dan tidak manusiawi daripada bangsa lain; dirasa berdosa karena

mengkonsumsi tikus, anjing dan kucing. Meskipun Sutton tidak mengafirmasi persepsi

tersebut, namun ia tampaknya berupaya untuk memberikan sebuah deskripsi mengenai

Jawa sebelum kedatangan bangsa Eropa (Barat), yang mana masyarakat Jawa hidup dalam

keadaan barbar bahkan dikatakan primitif. Dalam hal ini muncul wacana mengenai Timur

yang seolah-olah butuh untuk diajarkan dan diperadabkan karena memiliki kemorosotan

moral, sehingga kolonialisme telah menjadi dalih bagi para kolonialis Barat untuk

melakukan penaklukan dan penjajahan.

Melalui artikel They Came to Java ini juga, penulis mencermati bahwa gagasan

pokok Sutton adalah bertujuan untuk mendeskripsikan Indonesia sebagai suatu realitas

yang berbeda dari Barat. Dalam hal ini, Sutton merekonstruksi imaji Indonesia melalui

fantasi dengan menjadikan Timur sebagai sesuatu yang tidak sama dengan Barat. Dengan

kata lain, fantasi yang dilakukan oleh Sutton melalui artikel ini telah memberikan sebuah

kesamaan dirinya seperti dengan yang telah dilakukan oleh para Orientalis Barat pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

163

beberapa abad yang silam. Sutton sebagai seorang ekspatriat telah menggunakan fantasi

dirinya sebagai bagian dari bentuk mekanisme wacana Orientalisme untuk menciptakan

suatu asumsi maupun deskripsi tentang Timur yang sangat berbeda dengan Barat, yang

mana pada artikel ini membahas tentang Jawa.

Selanjutnya, pada artikel Sutton yang lain, Educating the Past, penulis mencermati

bagaimana Sutton telah memberikan suatu deskripsi mengenai Indonesia sebagai bagian

dari Timur yang memiliki perbedaan fundamental dengan Barat. Dengan mengangkat

tema seputar dunia pendidikan, pada artikel Educating the Past ini Sutton mencoba untuk

mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki ketertinggalan dari Barat. Berdasarkan

kacamata Sutton, Indonesia dinilai masih menjalankan sistem pendidikan yang lama,

seperti belajar hafalan maupun mengingat rumus. Sementara itu, pendidikan di Barat

dinilai telah mengalami perkembangan maju dengan mengajarkan para siswa untuk

berpikir kreatif, menggunakan layanan internet, hingga mendapatkan pelajaran bahasa

yang berbeda. Oleh karena itu, pada artikel ini Sutton telah merekonstruksi kembali

oposisi biner antara Barat dan Timur, yang mana Barat dianggap sebagai bangsa maju,

sedangkan Timur sebagai bangsa yang sedang berkembang maupun tertinggal.

Sutton juga mengatakan bahwa pada saat ini pendidikan Indonesia masih

menanggung beban historis untuk mengejar ketinggalan waktu setengah abad terakhir.

Bertolak dari sejarah pendidikan Indonesia, yakni pada masa pemerintahan kolonial

Belanda, Sutton mengingatkan kembali bahwa pendidikan Indonesia belum mencakup

semua golongan masyarakat. Pada akhir abad ke-19, Sutton memaparkan bahwa

pendidikan hanya dapat diterima oleh masyarakat keturunan Eropa maupun Eurasia dan

kalangan elit pribumi, sedangkan orang-orang kampung di pedesaan, bahkan di pedalaman

diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, pada masa kolonial kalangan Eropa “merasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

164

berhak” untuk mendapatkan superioritas mereka karena kalangan pribumi tidak

mendapatkan pendidikan seperti kalangan Barat. Dengan kata lain, Sutton ingin

memperlihatkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia telah memiliki masalah sejak masa

kolonial, sehingga pada saat ini masih tetap berada di bawah standar pendidikan Barat.

Meskipun Sutton pada artikel Educating the Past menyadari bahwa dampak kolonialisme

masih dapat dirasakan hingga saat ini, namun kesadaran Sutton belum cukup kritis karena

tidak memberikan kritik atas aksi kolonialisme Belanda di Indonesia. Sutton seakan hanya

memaparkan tanpa menindaklanjuti atas kondisi yang dialami Indonesia pada masa pasca-

kolonial. Dengan demikian, Sutton telah menegaskan kembali batasan antara Barat dan

Timur melalui bidang pendidikan.

Mengenai rubrik Feature, khususnya artikel Building in the Dutch East Indie in the

Colonial Period turut memainkan wacana kolonial dengan memberikan karakteristik

mengenai Indonesia. Pada artikel ini Heringa lebih banyak memberikan sajian tentang

berbagai bangunan peninggalan kolonial Belanda. Meskipun artikel ini sempat

menyinggung tentang Candi Prambanan dan Borobudur, bangunan Keraton hingga

Masjid, namun bangunan pemerintahan kolonial Belanda tetap menjadi fokus perhatian

Heringa yang utama dalam artikel ini. Fokus tersebut merupakan sebuah bentuk upaya

pembuktian bahwa Barat dinilai lebih unggul daripada pribumi Indonesia mengenai

persoalan arsitektur. Terutama, Heringa berupaya untuk mengungkapkan bahwa Ir. Frans

Johan Louwrens Ghijsels (1882-1947), dinilai telah sangat berperan penting dalam hal

pembangunan gedung-gedung di Hindia Belanda, seperti Stasiun Kereta Api Kota Batavia,

dan Hotel des Indes di Jakarta. Oleh karena itu, melalui artikel ini Heringa berupaya untuk

mengajak para pembaca untuk mengingat kembali peninggalan pemerintah Hindia

Belanda di Indonesia yang telah memiliki pengaruh besar dalam hal modernisasi, bahkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

165

menyimpan suatu nilai yang tinggi dalam seni arsitektur. Dengan kata lain, pada artikel ini

Heringa ingin menegaskan kembali perbedaan antara Barat dengan Timur lewat persoalan

arsitektur.

Selanjutnya pada rubrik Observations, terutama artikel berjudul East is West, and

West is, Well..., yang dituliskan oleh Dachlan Cartwright turut memiliki kandungan

wacana kolonial serupa dengan sebelumnya. Dari judul artikel ini saja telah menegaskan

secara lugas bahwa kata-kata ‘East is West’, dapat dipahami Timur adalah Barat.

Sementara itu dari kata-kata ‘West is, Well…’, penuh interpretasi yang kompleks. “West

is,” yang diakhiri tanda koma dapat dipahami upaya dalam mendefiniskan Barat,

sedangkan “Well…” yang diikuti dengan tanda titik-titik ini dapat dipahami “Baiklah”,

sebuah kata aksensuasi maupun ketegasan yang hendak dijabarkan. Dalam hal ini

Cartwright mencoba untuk membandingkan Timur yang berbeda dengan Barat.

Penjelasan mengenai Timur pun semakin dipertegas ketika Cartwright mengutip

beberapa kalimat milik Anthony Burgess (1956) dari novel Time for a Tiger, dengan

menuliskan, “Timur? ... Di situlah Timur, di situ. … Di luar sana, Barat. Kamu tidak ada

di sana, sehingga kamu tidak akan tahu....". Oleh karena itu, melalui artikel ini Cartwright

mencoba untuk mengawali sebuah persoalan geografi mengenai Barat dan Timur kepada

para pembaca Majalah JE.

Namun demikian, sebuah upaya Cartwright dengan mengutip beberapa teks “The

Ballad of East and West”, dari puisi Rudyard Kipling semakin menunjukkan bahwa

terdapat batasan pada Barat dan Timur yang tidak akan pernah bertemu pada dunia nyata,

bahkan hingga bumi dan langit dihadapkan pada hari kiamat. Dalam hal ini Carthwright

mencoba untuk memperlihatkan bahwa persoalan Barat dan Timur tidak hanya terletak

dan sebatas pada persepsi geografi, tetapi terdapat perbedaan dalam persepsi budaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

166

Secara tradisional, Barat dipandang sebagai pemberi, rasionalis, materialistis dan lebih

unggul, sedangkan Timur dipandang sebagai yang abadi, spiritual, mistik, eksotis, dan

terbelakang. Dengan demikian, rujukan teks yang sengaja dipilih dan dihadirkan oleh

Cartwright dalam artikel ini merupakan suatu upaya untuk membahas kembali persoalan

binerisme antara Barat dan Timur di masa pasca-kolonial. Binerisme ini menjadi

pembedaan yang sangat fundamental maupun radikal untuk dapat memahami bentuk dan

karakteristik antara Barat dan Timur, yang mana dalam hal ini menyangkut para ekspatriat

sebagai bagian dari Barat yang tengah berhadapan dengan Indonesia sebagai Timur.

Terkait persepsi budaya di masa pasca-kolonial, Cartwright pun mencoba untuk

menyajikan suatu kejadian yang menarik mengenai sebuah peristiwa yang dialami

sekelompok pelajar pada saat perayaan tahun baru di Bali. Dari peristiwa ini, Cartwright

mencoba untuk memberikan suatu deskripsi bahwa para pelajar memiliki pemahaman

yang sedikit atas persoalan antara Barat dan Timur di masa pasca-kolonial. Dengan kata

lain, wacana tentang persepsi budaya antara Barat dan Timur yang diberikan oleh

Carthwright ini telah menjadi suatu rangkaian tanda dan praktek dalam merekonstruksi

wacana tentang Indonesia yang adalah Timur di hadapan Barat. Bahkan hal ini dapat

terlihat dari sebuah ajakan Cartwright yang ditujukan kepada para pembaca Majalah JE

untuk keluar dari konteks persepsi budaya, dengan memadukan yang terbaik dari Timur

dan Barat agar dapat menjadi toleran, hormat, dan memiliki rasa budaya global. Oleh

karena itu, ajakan Cartwright ini telah mengarahkan para ekspatriat kepada berbagai tanda

maupun wacana mengenai Barat maupun Timur.

Dengan melihat kembali pada judul artikel yang diberikan oleh Cartwright ini,

East is West, and West is, Well…, maka dapat dipahami terdapat kontradiksi antara Barat

dan Timur. Kontradiksi ini dapat dipahami bukan hanya sekedar teks atau permainan kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

167

pada sebuah artikel, melainkan telah mengkonstruksi suatu wacana yang berefek kepada

para pembaca Majalah JE. Wacana yang dimaksudkan pada artikel ini adalah gagasan

maupun konsep mengenai Barat dan Timur. Oleh karena itu, wacana kolonial mengenai

Barat dan Timur bukan hanya terjadi di masa kolonial, melainkan melalui sebuah artikel

seperti East is West, and West is, Well… yang tersajikan di dalam Majalah JE ini tetap

dilanggengkan oleh seorang ekspatriat seperti Cartwright di masa pasca-kolonial.

Selain itu, wacana kolonial yang turut memberikan karakteristik mengenai

Indonesia juga terdapat pada rubrik Literature. Pada rubrik ini, terdapat dua artikel yang

dituliskan oleh Terry Collins, yakni Unravelled Raflles dan Indonesia, Etc. Exploring the

Improbable Nation. Kedua artikel tersebut merupakan ulasan mengenai sebuah buku yang

terkait dengan Indonesia.

Pada artikel yang pertama, Unravelled Raflles, Terry Collins mencoba untuk

memberikan sebuah resensi mengenai buku biografi Sir Thomas Raffles karya Tim

Hannigan, “Raffles and the British Invansion”, yang terbit pada tahun 2012. Collins, yang

notabenenya adalah seorang ekspatriat berkebangsaan Inggris, menjelaskan bahwa Raffles

memiliki serangkaian catatan dengan sejarah Indonesia. Di samping itu, berdasarkan

berdasarkan pembacaan biografi Raffles karya Hannigan, Collins berupaya menyampaikan

beragam argumentasi dan menyatakan bahwa Raffles adalah sosok manusia yang hebat

pada masa kolonial Inggris. Dengan kata lain, Collins ingin menyampaikan bahwa Raffles

sebagai seorang Inggris sekaligus Orientalis Barat adalah tokoh yang penting dalam

memberikan seluk beluk pengetahuan tentang Jawa.

Hal serupa juga dilakukan oleh Collins pada sebuah artikel berupa resensi sebuah

buku berjudul “Indonesia Etc.: Exploring the Improbable Nation” karya Elizabeth

Pizzani. Dalam hal ini, Collins kembali memberikan sebuah resensi sekaligus memainkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

168

perannya sebagai penerus informasi untuk mendeskripsikan isi buku tersebut. Resensi

yang dibuat Collins ini pada dasarnya diperuntukkan bagi para ekspatriat yang sedang

berada di Indonesia agar dapat mengetahui tentang karakteristik Indonesia. Dengan

demikian, artikel yang dituliskan oleh Collins ini dapat menjadi bekal bagi para ekspatriat

untuk memperoleh suatu deksripsi tentang Indonesia dan masyarakat di dalamnya, terlebih

menjadi tertarik untuk membaca buku “Indonesia Etc.: Exploring the Improbable Nation”

karya Elizabeth Pizzani.

Dari kedua uraian artikel yang dituliskan Collins di atas, dapat dipahami bahwa

rubrik Literature yang tersajikan oleh ekspatriat di dalam Majalah JE ini adalah sebuah

upaya untuk meneruskan informasi atau menyebarkan wacana mengenai Indonesia lewat

suatu literatur. Di samping itu, buku-buku yang telah diulas oleh Collins, yakni Unravelled

Raflles dan Indonesia, Etc. Exploring the Improbable Nation, telah memberikan suatu

karakteristik mengenai Indonesia, yang mana masih menjadi sumber literer bagi Barat.

Oleh karena itu, Collins melalui artikel-artikelnya turut memainkan wacana kolonial

dengan memaparkan buku-buku mengenai Indonesia yang ditulis kalangan Barat.

Selanjutnya, merujuk pada gambar lainnya, yakni Gambar 2, stereotipe tentang

Indonesia juga telah dimunculkan melalui sebuah foto masyarakat suku Dani yang

diberikan sebuah judul Chatting on Facebook. Dimuatnya foto ini sebagai cover photo

Majalah JE pada edisi 78 telah menuai kritik dari para pembaca. Beberapa pembaca

mengatakan bahwa Majalah JE telah melakukan tindakan ‘eksploitatif’ dan ‘rasis’ karena

telah memuat foto masyarakat suku Dani tengah berhadapan dengan sebuah laptop. Dalam

hal ini, sebuah perdebatan muncul mengenai stereotipe rasis tentang masyarakat

Indonesia, pada khususnya masyarakat suku Dani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

169

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya mengenai stereotipe Timur, Majalah

JE lebih cenderung untuk mengalihkan tuduhan eksploitatif dan rasis kepada persoalan

pandangan yang berbeda. Alih-alih pihak Majalah JE yang diwakili oleh Mark Twain

memberikan pernyataan bahwa terkadang sebuah foto tidak sesuai dengan keinginan

semua orang. Namun demikian, merujuk kepada perspektif Orientalisme yang telah

dibedah oleh Edward Said, maka kita dapat memahami bahwa Barat telah

merepresentasikan Timur sebagai ras yang berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa Majalah

JE mencoba untuk merepresentasikan masyarakat suku Dani kepada para pembacanya.

Bahkan, persoalan stereotipe ras ini terhubung dengan pembedaan yang fundamental

antara Barat dengan Timur, yakni Barat sebagai pihak yang beradab maupun modern,

sedangkan Timur ditempatkan sebagai yang primitif maupun tradisional.

Wacana kolonial mengenai karakteristik Indonesia tidak hanya terdapat pada

artikel dan foto, tetapi juga termuat dari kisah para ekspatriat. Dalam kisah Laila Airlie

Dempster, misalnya, dengan membuat karya lukis yang lebih dominan bertemakan tentang

Indonesia, ia mencoba untuk merepresentasikan Indonesia, terutama mengenai orang-

orang Indonesia, tradisi suatu masyarakat, serta pemandangan alam. Begitu pula dengan

Dave Metcalf, setelah berkecimpung di dunia fotografi dan petualangan ia menyadari

bahwa Indonesia adalah salah satu negara di planet Bumi yang indah untuk dipotret.

Bahkan Metcalf dengan berani berpendapat bahwa tidak ada keindahan yang mampu

menandingi Indonesia, karena di dalamnya terdapat keberagaman masyarakat, budaya,

arsitektur, maupun pemandangan yang luar biasa. Oleh karena itu, pandangan yang telah

diberikan oleh Dempster dan Metcalf dapat dipahami sebagai kecenderungan orang asing

dalam mengenali suatu karakteristik Indonesia, yakni pada sisi eksotisme.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

170

A.2. Stereotipe Indonesia

Serupa dengan cara mencermati karakteristik Indonesia melalui imaji dan teks,

maka persoalan stereotipe Indonesia ini juga menempuh yang sama. Pada artikel The

Jaksa Position & Jalan Palatehan, Kenneth Yeung berupaya untuk memberikan deskripsi

atas kondisi perubahan kedua jalan ini, yang mana telah terkenal sebagai tempat yang

melayani kebutuhan para wisatawan asing dan ekspatriat di Jakarta dalam beberapa

dekade terakhir. Dengan kata lain, Yeung secara implisit ingin menyampaikan bahwa

Jalan Jaksa dan Jalan Palatehan merupakan sebuah tempat bagi keberadaan para orang

asing di Jakarta. Bahkan, dengan memberikan catatan tentang kondisi masa lampau kedua

jalan ini, Yeung juga ingin memberikan ragam wacana yang menarik bagi para orang

asing selama berada di Jakarta, seperti kalangan Barat dapat menikmati berbagai suguhan

khas ‘Timur’; penginapan dan bir yang murah maupun hiburan malam di sekitar Jalan

Palatehan.

Di samping itu, melalui artikel The Jaksa Position & Jalan Palatehan ini, Yeung

juga telah memberikan sebuah deskripsi mengenai keberadaan para orang asing. Yeung

menarasikan bahwa tidak semua orang asing di Jalan Jaksa adalah orang Barat, tetapi

terdapat banyak pencari suaka dari Timur Tengah dan Pakistan maupun orang Afrika.

Bahkan Yeung meneruskan suatu wacana mengenai stereotipe orang Afrika sebagai

kelompok kriminal karena terlibat dalam perdagangan obat-obatan terlarang dan kasus

penipuan. Dalam hal ini Yeung acuh dalam mempertanyakan dari mana asal stereotipe

tersebut. Oleh karena itu, stereotipe ini menjadi sebuah pertanyaan, siapa yang telah

memberikan stereotipe negatif kepada orang-orang Afrika di Jalan Jaksa? Apakah

stereotipe itu datang dari orang Indonesia?.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

171

Penulis beranggapan bahwa persoalan stereotipe mengenai ras adalah bagian dari

mekanisme pengetahuan Orientalisme. Sebagaimana Orientalisme telah mendeskripsikan

bahwa Timur memiliki beragam karakter maupun stereotipe, sehingga dalam hal ini

Yeung telah terperangkap pada wacana Orientalisme terkait stereotipe orang Afrika

sebagai kelompok kriminal. Dengan demikian, melalui artikel The Jaksa Position & Jalan

Palatehan ini terdapat sebuah wacana kolonial kontemporer yang telah diberikan oleh

Yeung, yakni stereotipe mengenai orang-orang Afrika, atau dengan kata lain mengenai

karakter dari ras Afrika – di masa pasca-kolonial.

Selanjutnya, pada rubrik Observations, penulis mencermati bahwa sebuah artikel,

A Million Dollars Treasure West Java, juga bermaksud untuk memperlihatkan stereotipe

mengenai Indonesia. Pada artikel ini Santema telah mereproduksi wacana kolonial dengan

mengatakan bahwa Indonesia tidak mengalami perubahan pesat layaknya negara-negara

Barat, khususnya mengenai rasionalitas. Dengan menceritakan kisah perjalanan dalam

pencarian sebuah peta tua Indonesia, Santema menganggap bahwa peta tua yang masih

dalam kondisi baik dianggap sebagai bentuk ‘abadi’ milik bangsa Timur. Abadi yang

dimaksudkan oleh Santema pada artikel ini adalah buah dari kebingungan dirinya ketika

melihat sebuah peta yang telah berumur ratusan tahun masih dapat terjaga dengan kondisi

baik tanpa bantuan seorang ahli yang menjaga, sehingga ia menyatakan bahwa peta tua ini

dianggap mampu menjaga dan memperbaiki kerusakannya secara sendiri melalui hal

mistik. Dengan kata lain, melalui artikel ini Santema memberikan suatu wacana tentang

Indonesia yang dianggap sebagai yang aneh maupun irasional. Dengan demikian, artikel

yang disajikan oleh Santema ini telah memberikan sebuah wacana kolonial kontemporer

kepada para pembaca Majalah JE, yakni dengan memaparkan bahwa masih terdapat

keanehan atau irasional di dalam masyarakat Indonesia pada masa kini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

172

Pada rubrik lainnya, yakni Culture, para ekspatriat kembali beraksi dalam

memberikan stereotipe mengenai Indonesia. Pada artikel yang berjudul Islam in the

Nehterlands East Indies, misalnya, Hans Rooseboom berupaya untuk memaparkan tentang

Islam di masa kolonial Hindia Belanda hingga Indonesia pada konteks kekinian. Melalui

artikel ini, Rooseboom secara rinci menguraikan beberapa peristiwa seputar Islam di

Indonesia, seperti awal mula kehadiran Islam di Nusantara, jumlah penduduk Muslim pada

masa kolonial, hingga persoalan Jamaah Haji yang pergi ke Mekah.

Dalam konteks kolonial, Rooseboom memaparkan bahwa pada tahun 1917 muncul

suatu perubahan terkait kemunculan sikap intoleransi dan perselisihan antar agama,

sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan penduduk Eropa dan pemerintah kolonial.

Menurutnya, perubahan ini sebagai ulah para Jamaah Haji yang telah pulang dari Mekah.

Jamaah Haji dianggap telah membawa masyarakat pada gerakan separatisme maupun

pemberontakan. Bahkan, ia pun memberikan suatu sindiran dengan mengatakan bahwa

meskipun terdapat peningkatan jumlah Jamaah Haji setiap tahun, mulai dari tahun 1859

hingga tahun 2012, namun pada kenyataan tidak turut menyebabkan intoleransi dan

fanatisme agama berkurang di Indonesia. Dengan demikian, pandangan Rooseboom ini

telah dapat dicermati telah memiliki kandungan wacana kolonial, yaitu tidak mengalami

perkembangan yang dinamis, bahkan secara khusus masyarakat Timur masih

distereotipekan sebagai pelaku tindak kekerasan, salah satu diantaranya adalah persoalan

konflik agama.

Stereotipe mengenai Indonesia lainnya juga dapat dicermati pada sebuah cover

photo yang menjadi muka Majalah JE. Cover photo Majalah JE, sebagaimana disajikan

pada bab sebelumnya, Bab III, turut memberikan sumbangan mengenai wacana kolonial.

Oleh karena itu, sebuah foto yang dijadikan sebagai cover photo Majalah JE bukan hanya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

173

sekedar sebagai pembungkus media, melainkan telah memberikan suatu tanda yang

menghubungkan kepada penanda dan petanda.

Pada Gambar 3, misalnya, Majalah JE memuat sebuah foto Pocongan Cilik yang

dijadikan sebagai cover photo untuk dihadirkan kepada para pembaca. Foto tersebut telah

menjadi petanda mengenai hantu, sehingga memberikan penanda bahwa masyarakat

Indonesia masih memiliki kepercayaan terhadap hal mistik dan gaib. Dengan kata lain,

foto tersebut telah mengantarkan kepada wacana mengenai Indonesia sebagai sebuah

negara yang masih dilingkupi hal aneh kepada para pembaca Majalah JE. Dalam hal ini

muncul pertentangan antara Barat dan Timur, yang mana Barat selalu menempatkan

dirinya sebagai yang normal sedangkan Timur dianggap masih memiliki serangkaian hal

aneh yang terdapat di dalam masyarakatnya.

Selain memberikan sebuah foto Pocongan Cilik untuk dijadikan cover photo

Majalah JE pada edisi 80, para ekspatriat secara komprehensif juga mengulas berbagai hal

yang berhubungan dengan hantu, mistik dan misteri di dalam masyarakat Indonesia. Sang

editor Majalah JE, Angela Richardson, melalui catatan editorial secara eksplisit

mengatakan bahwa budaya Indonesia masih memiliki afiliasi yang sangat kuat dengan

dunia mistik dan kepercayaan tentang roh dan hantu dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa contoh pun disebutkan oleh sang editor untuk mendeskripsikan hal mistik dan

hantu masih yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia, seperti, masyarakat Bali

menyajikan suatu persembahan, dan masyarakat Jawa yang mempercayai penampakan

hantu dapat terlihat ketika saat matahari terbenam. Oleh karena itu, cover photo Majalah

JE yang memuat foto pocongan cilik ini dapat dipahami bukan hanya sebagai sebuah

karya fotografi, melainkan telah mengantarkan para ekspatriat kepada sebuah stereotipe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

174

tentang Indonesia, yakni sebagai bangsa Timur yang aneh berbeda dari kebiasaan

kalangan Barat.

Kemudian, melalui kisah kehadiran para ekspatriat di Indonesia kita juga dapat

mengetahui bagaimana stereotipe mengenai Indonesia di dalam persepsi orang asing.

Semisal kisah Roberto Puccini yang ingin datang ke Indonesia, yang mana beberapa

temannnya berkata “It’s dangerous! Don’t go there!”. Dalam hal ini, teman-teman Puccini

yang merupakan kalangan Barat telah memiliki sebuah wacana tentang Indonesia.

Ironisnya, wacana yang ada di dalam benak orang asing mengenai Indonesia adalah

tempat berbahaya. Teman-teman Puccini tersebut, entah sudah pernah atau belum ke

Indonesia, tanpa ragu untuk memperingatkan dengan keras agar ia tidak pergi ke

Indonesia. Oleh karena itu, dari kisah Puccini ini dapat dipahami bahwa masih terdapat

stereotipe negatif mengenai Indonesia yang bersemayam di dalam pikiran orang asing.

Setelah mengetahui beragam wacana kolonial yang menyelimuti Indonesia, dapat

diketahui bahwa pada dasarnya para ekspatriat telah memoles kembali wajah Barat di

masa pasca-kolonial. Dengan menggunakan wacana Orientalisme dalam memandang

maupun menempatkan Timur seperti Indonesia, para ekspatriat telah melanjutkan

kekuasaan wacana kolonial. Para ekspatriat terus mereproduksi wacana kolonial untuk

disajikan kepada para pembacanya, bahkan semakin diperbaharui dengan melihat kondisi

kontemporer Indonesia. Oleh karena itu, wacana yang termuat pada rubrik dan beragam

artikel di dalamnya, cover photo maupun kisah para ekspatriat, telah memberikan kembali

karakteristik maupun stereotipe mengenai Timur di masa pasca-kolonial, yakni melalui

suatu cara Barat dalam merepresentasikan Timur (McLeod, 2000:40).

Selain itu, pemaparan di atas juga dapat dipahami sebagai bentuk dari Latent

Orientalism, yang berarti semacam cetak biru, dan Manifest Orientalism, yang tidak lain

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

175

hanya mempersoalkan perbedaan antara Barat dan Timur, sehingga dunia masih saja

dibangun dari rancangan fundamental yang sama (McLeod, 2000:43). Dalam hal ini, perlu

untuk dipahami bahwa Majalah JE telah berhasil memainkan perannya sebagai sebuah

media untuk disajikan kepada para ekspatriat, dengan memberikan beragam arus wacana

informasi dan pengetahuan, tanpa terkecuali mengenai Indonesia. Oleh karena itu, makna

yang terkandung pada Majalah JE tidak bebas nilai dari wacana kolonial, terutama ketika

terutama dikarenakan para ekspatriat tetap mencari dan mengkonstruksi segala perbedaan

yang terdapat pada keduanya, Barat dan Timur.

Akhirnya, setelah menganilisis wacana kolonial kontemporer yang tersajikan oleh

para ekspatriat di dalam Majalah JE, dapat diketahui bahwa muncul wacana yang serupa

seperti yang pernah dilakukan oleh para kolonialis dalam menghadirkan karateristik dan

stereotipe tentang Timur, khususnya dalam kasus ini adalah Indonesia. Barat, melalui para

ekspatriat, kembali merekonstruksi karakteristik atas perbedaan yang radikal dan berbagai

stereotipe tentang kehidupan masyarakat di luar Barat. Hal ini dapat dilihat dari wacana

yang diusung oleh para ekspatriat melalui Majalah JE dalam memberikan citra mengenai

Indonesia di masa pasca-kolonial. Para ekspatriat mereproduksi wacana kolonial dengan

kondisi kontemporer di Indonesia, baik melalui foto yang dijadikan sebagai cover photo,

ragam rubrik yang didalamnya memuat suatu artikel, hingga pandangan yang diberikan

oleh para ekspatriat mengenai kisah kehadiran mereka di Indonesia, yang mana

kesemuanya tersajikan di dalam Majalah JE.

Dari pemaparan mengenai karakteristik dan stereotipe tentang Indonesia yang telah

dibahas tersebut, maka persoalan yang muncul terkait wacana kolonial kontemporer ini

adalah bagaimana kondisi para ekspatriat di masa pasca-kolonial. Oleh karena itu, guna

mendapatkan jawaban atas persoalan tersebut, penulis berupaya untuk melakukan suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

176

langkah lanjutan guna memeriksa hingga menemukan kondisi sebenarnya atas kehadiran

para ekspatriat maupun atas sajian tentang Indonesia yang termuat di dalam Majalah JE.

Dan selanjutnya, langkah yang penulis lakukan adalah membawa persoalan ekspatriat ke

dalam teori Ruang Ketiga Homi K. Bhabha, terutama guna memberikan tafsiran atas

identitas ekspatriat di masa pasca-kolonial.

B. Menafsirkan Ekspatriat

Pada dasarnya pilihan penulis untuk menggunakan teori Ruang Ketiga ini adalah

sebuah upaya dalam memberikan suatu tafsiran atas kehadiran orang kulit putih dengan

identitas mereka sebagai ekspatriat di Jakarta. Hal ini dikarenakan kehadiran para

ekspatriat telah membuat sekat atau batasan di dalam masyarakat majemuk Indonesia,

pada khususnya di Jakarta. Kembali merujuk pada pandangan Fechter yang mengatakan

bahwa ekspatriat di Jakarta hidup di dalam gelembung (expatriate bubble), maka dapat

dipahami bahwa kehadiran mereka telah membuat pembedaan di dalam masyarakat, baik

sesama orang asing yang sedang berada di Indonesia maupun terhadap pribumi. Oleh

karena itu, para ekspatriat telah melakukan suatu upaya pembedaan (differensiasi) dan

membuat identifikasi (identification) di dalam masyarakat.

Menurut Bhabha (1994:34), persoalan pembedaan merupakan suatu proses

pengucapan (enounciation) budaya sebagai pengetahuan yang berwenang untuk

membangun sistem identifikasi budaya. Identitfikasi budaya menjadi suatu proses

pencarian yang mendasarkan pada pemahaman binerisme antara yang lampau dan saat ini,

maupun modern dan tradisonal (Bhabha, 1994:35). Dalam hal ini, para ekspatriat berupaya

untuk menemukan identitas diri yang utuh melalui sebuah upaya identifikasi dengan

melihat kembali identitas orang asing di masa lampau dan menghadapkan pada kondisi

kontemporer. Oleh karena itu, pada sub bab bagian ini penulis berupaya untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

177

menghidupkan ruang persinggungan antara teori dan praktek, serta melakukan pencarian

identitas yang mana senantiasa selalu mengalami perubahan dan menolak keutuhan suatu

posisi di dalam Ruang Ketiga.

Dalam masa pasca-kolonial, menurut Bhabha (1994;35) Ruang Ketiga merupakan

suatu ruang baru yang dapat dimaknai sebagai penghilangan dikotomi penjajah-terjajah,

sehingga terdapat zona ketidaktentuan di mana masyarakat muncul. Artinya, jika

sebelumnya di masa kolonial terdapat persoalan binerisme identitas yakni, penjajah dan

terjajah terlihat sangat gamblang, yakni orang kulit putih sebagai pihak penjajah atau

pelaku kolonialisme dan pribumi sebagai pihak yang terjajah, maka di masa pasca-

kolonial identitas keduanya terlihat samar-samar dan kurang begitu jelas. Oleh karena itu,

Bhabha menekankan bahwa di dalam Ruang Ketiga terdapat suatu ruang yang

memungkinkan untuk terciptanya hibriditas dengan tujuan untuk mencegah identitas

berada di kedua ujung dari ketetapan polaritas primordial masing-masing.

Di samping itu, melalui Ruang Ketiga ini juga struktur makna dan referensi

merupakan sebuah proses ambivalensi, yang berupaya untuk menghancurkan cermin

representasi dan memperluas kode pengetahuan. Meski demikian, apakah dengan adanya

hibriditas maupun ambivalensi tetap menghilangkan oposisi biner antara ekspatriat sebagai

representasi Barat dengan Indonesia yang direpresentasikan sebagai Timur? Guna

menulusuri pertautan identitas yang terjadi di dalam Ruang Ketiga, maka penulis berupaya

untuk melakukan analisis terhadap berbagai kondisi dan pengalaman ekspatriat dari

beragam kisah para ekspatriat, pada khususnya terkait dengan persoalan hibriditas dan

ambivalensi, maupun wacana kolonial yang termuat pada beragam rubrik dan artikel di

dalam Majalah JE.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

178

B.1. Hibriditas Ekspatriat

Hibriditas di masa pasca-kolonial merupakan hasil dari negosiasi dua ketetapan

yang berbeda. Dalam hal ini, para ekspatriat telah mengalami sebuah pertautan dengan

yang Liyan di luar diri mereka, yakni masyarakat Indonesia. Hibriditas ini yang telah

dialami oleh Kristan Julius, seorang Amerika yang telah menetap di Jakarta dalam rentang

waktu lebih dari 20 tahun. Dari perjalanan dan pengalaman Kristan Julius selama tinggal

di Indonesia, ia berpendapat bahwa tidak banyak orang yang bermurah hati di dunia ini

sehingga ia pun belajar tentang bagaimana cara hidup dari orang-orang Indonesia. Dengan

kata lain, sebagai seorang ekspatriat, ia telah mencoba untuk mempelajari cara hidup

orang Indonesia sehingga mengambil salah satu bentuk ciri masyarakat Timur yang tidak

dimiliki Barat. Dengan demikian, persinggungan yang dialami Kristan Julius ketika berada

di Indonesia telah mengantarkan dirinya pada suatu hibriditas.

Hibriditas serupa juga dialami oleh dua perempuan bersaudara dari Hawaii, yakni

Leonani dan Nani saat bekerja di Indonesia. Mereka tidak hanya bekerja untuk sekedar

mengajarkan Hula di Indonesia, akan tetapi turut terlibat dari sebuah pertukaran budaya.

Wacana pertukaran budaya ini dapat dipahami sebagai bentuk ruang pertemuan antara

Barat dengan Timur di masa pasca-kolonial. Oleh karena itu, praktik pertukaran budaya

telah menjadi sebuah ajang terciptanya hibriditas dari dua entitas yang berbeda.

Selanjutnya, Cuny Schuurmans pun turut mengalami hibriditas selama berada di

Indonesia. Bertolak dari pengalaman dirinya yang datang ke Indonesia pada tahun 1987, ia

merasa telah jatuh cinta dengan Indonesia hingga akhirnya memutuskan untuk pindah

secara permanen. Bahkan hal ini semakin dipertegas oleh Schuurmans dengan mengatakan

bahwa meskipun dirinya adalah seorang Belanda, namun hingga saat ini ia belum

mengetahui apakah suatu saat nanti akan kembali ke negara asalnya, terutama karena ia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

179

merasa seperti telah kehilangan ‘sentuhan’ dengan negeri asalnya, dan merasa bahwa

Indonesia telah menjadi rumah baginya. Sentuhan yang dimaksudkan Schuurmans telah

menandakan bahwa dirinya bukan lagi seorang Barat yang utuh, melainkan ia telah

mendapatkan sebuah sentuhan dengan Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa ia telah berada

di Indonesia untuk waktu yang cukup lama.

Begitu juga dengan yang dialami oleh Tim Scott, seorang Amerika yang sengaja

pindah ke benua Asia. Setelah Scott bekerja pada sebuah industri televisi di Indonesia, ia

pun harus mengalah untuk mengikuti ritme dan cara kerja orang Indonesia dalam

memproduksi sebuah program televisi. Ia mengemukakan bahwa kualitas terbaik dari

sebuah produksi program televisi di Indonesia adalah pencapaian akhir. Hal ini disebabkan

pasar Indonesia lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas, sehingga menjadi wajar

apabila orang-orang di industri televisi bekerja dengan menghabiskan waktu yang cukup

banyak. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa Scott telah menempatkan orang Indonesia

berada di posisi bawah dibandingkan dengan kalangan Barat. Meskipun dalam hal ini

Scott telah merendahkan cara kerja orang Indonesia yang kurang begitu mengedepankan

kualitas, namun ia pun telah bersinggungan dengan Ruang Ketiga pascakolonial, yakni

ketika ia mengalami hibriditas dengan bekerja sesuai dengan cara kerja orang Indonesia.

Berdasarkan persoalan hibriditas yang dialami oleh para ekspatriat saat berada di

Indonesia, dapat diketahui bahwa terjadi persinggungan dua kultur yang tidak sama. Para

ekspatriat sebagai representasi Barat telah memasuki ruang lingkup yang berbeda ketika

berada di Indonesia, sehingga terjalin hubungan antara para ekspatriat saat berada di

Indonesia. Oleh karena itu, terciptanya suatu pembentukan identitas yang baru bagi para

orang asing, khususnya mereka yang merepresentasikan diri sebagai ekspatriat telah turut

menyertakan identitas kultur Indonesia dalam narasi seputar kedirian mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

180

B.2. Ambivalensi Ekspatriat

Bhabha menjelaskan ambivalensi merupakan kemenduaan atau ambiguitas atas

adanya pertemuan dua identitas yang berbeda. Ambivalensi muncul sebagai suatu proses

pencarian dalam Ruang Ketiga untuk menemukan identitas yang tidak benar-benar utuh

dan berada dalam ketetapan masing-masing. Seperti yang disinggung sebelumnya, jika

pada masa kolonial terdapat identitas yang biner, penjajah dan terjajah, maka pada masa

pasca-kolonial dengan menggunakan pemahaman Ruang Ketiga, identitas penjajah dan

terjajah telah dihilangkan guna melakukan pencarian identitas yang baru. Pencarian

identitas di Ruang Ketiga berupaya untuk menemukan dan menunjukkan bahwa identitas

tidak dapat terlepas dari suatu kondisi ambivalensi. Oleh karena itu, perspektif

pascakolonial Homi Bhabha, khususnya Ruang Ketiga, mencoba untuk mengungkapkan

kontradiksi yang melekat dalam wacana kolonial, menyoroti kondisi ambivalensi dan

dapat melihat struktur tekstual pada teks kolonial, yang mana ambivalensi telah

mendestabilkan klaim akan otoritas mutlak atau keaslian yang tidak dapat diragukan.

Pertama, ambivalensi yang dialami oleh seorang ekspatriat dapat dilihat pada

artikel A Million Dollar Treasure West Java tulisan Bartele Santema. Santema, selaku

penulis artikel ini, yang notabenenya adalah seorang Barat sekaligus pimpinan Majalah JE,

telah berada pada posisi ambivalensi ketika mempercayai sesuatu yang dianggap sebagai

hal mistik, yakni irasional yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia. Bahkan, di dalam

teks yang disajikan, Santema secara eksplisit menuliskan beberapa kalimat untuk

mengajak para pembaca untuk mempercayai mistik atau hal gaib di Indonesia, seperti

kasus yang terjadi pada peta tua Indonesia, yang mana masih dianggap dapat bekerja

untuk menjaga suatu benda peninggalan suci. Oleh karena itu, sebagai seorang ekspatriat,

Santema telah mengalami ambivalensi saat dirinya melakukan identifikasi sebagai yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

181

rasional dengan yang hal irasional seperti kepercayaan masyarakat Indonesia yang masih

mempercayai hal mistik.

Ambivalensi yang dialami Santema adalah sebuah pencarian diri di dalam ruang

antara (in between). Santema sebagai ekspatriat yang berasal dari Barat berhadapan

dengan masyarakat Timur yang telah distereotipekan oleh para Orientalis sebagai bagian

dari bangsa Timur yang masih hidup dalam alam mistik dan mempercayai hal-hal gaib.

Dengan demikian, ambivalensi yang dialami oleh Santema telah tersirat maupun tersurat

secara jelas dari teks yang disajikan oleh dirinya terkait sebuah perjalanan saat melakukan

pencarian peta tua Indonesia di tanah pasundan.

Kedua, ambivalensi yang dihadirkan oleh para ekspatriat juga dapat dilihat pada

Majalah JE edisi 80 yang secara khusus membahas tentang hantu, gaib, dan misteri di

Indonesia. Selain pemasangan foto Pocongan Cilik yang dijadikan cover photo majalah JE

edisi 80, para ekspatriat juga turut memberikan penegasan atas ambivalensi yang telah

dialami. Hal ini dapat dilihat ketika para ekspatriat merasa ragu atau berada pada sikap

kemenduaan dalam mempercayai hal gaib atau mistik yang terdapat di dalam masyarakat

Indonesia.

Melalui catatan editorial Majalah JE yang diberikan oleh sang editor, Angela

Richardson, secara terang menuliskan bahwa budaya di Indonesia masih memiliki afiliasi

yang sangat kuat dengan dunia mistik dan kepercayaan tentang roh dan hantu dalam

kehidupan sehari-hari. Bahkan, mereka (dalam hal ini para ekspatriat yang bekerja di

Majalah JE) juga turut menyampaikan pengalamannya yang terkadang mengalami

fenomena hantu dan gaib yang terjadi di kantor Majalah JE. Dari penjelasan ini, kita dapat

memahami bahwa mereka, yakni para ekspatriat telah mengalami ambivalensi atas

fenomena hantu ataupun hal gaib di Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

182

Berdasarkan kemenduaan atau ambiguisitas yang dialami oleh para ekspatriat dari

kedua teks di atas, kita telah melihat ambivalensi dihasilkan pada suatu ruang antara (in

between) di dalam Ruang Ketiga di masa pasca-kolonial. Di satu sisi, para ekspatriat tidak

ingin melepaskan rasionalitasnya, namun di sisi lain ingin mempercayai bahwa terdapat

suatu hal yang tidak dipahami sepenuhnya secara rasional. Dengan demikian, ambivalensi

merupakan sebuah kondisi yang telah melepaskan keutuhan identitas, sehingga berada di

antara dua pertautan wacana.

Ambivalensi yang telah dialami oleh para ekspatriat merupakan suatu bentuk

pembuktian bahwa Barat tidak melulu berada pada posisi atas (upper space) dan

menempatkan masyarakat Indonesia pada posisi bawah (lower space). Dengan kata lain,

ambivalensi yang dialami oleh para ekspatriat telah membuat identitas kalangan Barat

tidak melulu utuh dan berada pada ketetapannya. Bagaimanapun, identitas acapkali

berubah-ubah dan bernegosiasi pada ruang dan waktu tempatnya bernaung. Dengan

demikian, pelacakan terhadap ekspatriat melalui Ruang Ketiga ini telah memberikan suatu

tafsiran bahwa identitas ekspatriat juga mengalami perubahan maupun keambiguan ketika

berhadapan langsung atau secara empiris dengan pribumi, terutama ketika mereka berada

di luar lingkungan asalnya, seperti saat sedang berada di luar tanah airnya atau bangsa dan

negara yang berbeda.

Setelah menelusuri identitas ekspatriat dalam Ruang Ketiga dan melihat

ambivalensinya, maka kita dapat memahami bahwa titik tolak konstruksi identitas maupun

representasi diri ekspatriat sesungguhnya adalah wacana orientalisme. Dalam wacana

orientalisme ini dipaparkan bagaimana karakter dan stereotip masyarakat Timur. Dengan

kata lain, mekanisme Orientalisme maupun wacana kolonial telah dipergunakan oleh para

ekspatriat untuk melakukan identifikasi hingga dapat menempatkan dan meneguhkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

183

identitas diri mereka sebagai ekspatriat. Oleh karena itu, ambivalensi yang dialami oleh

para ekspatriat adalah efek wacana kolonial yang telah mereka konsumsi sebagai

pengetahuan dalam memahami Timur.

Akhirnya, identitas ekspatriat adalah bukan semata hanya persoalan identitas yang

esensialis, melainkan suatu bentuk upaya hasil kontruksi. Ekspatriat sebagai identitas tidak

selalu berada pada ketetapannya yang utuh. Terutama, ketika para ekspatriat juga

mengalami proses ambivalensi karena telah bergerak maju mundur dengan mengangkat

kembali wacana kolonial dan menghadapkannya pada kondisi kontemporer Indonesia.

Dengan kata lain, ekspatriat yang mencoba untuk melampaui wacana kolonial namun tetap

berada pada posisi atau sikap yang ambivalen ketika berhadapan dengan realitas

masyarakat yang berbeda. Dengan demikian, ambivalensi yang terjadi pada ekspatriat

telah menandakan bahwa mereka sebagai representasi Barat tidak memiliki identitas yang

utuh selamanya.

Bagaimanapun, suatu identitas seperti ekspatriat juga turut mengalami proses

kemenduaan atau keambiguaan saat berhadapan dengan yang lain di luar kedirian mereka.

Suatu proses negosiasi atas identitas tidak dapat dihindarkan atau dilepaskan begitu saja di

dalam sebuah realitas, seperti kondisi para ekpatriat saat berhadapan dengan kehidupan

masyarakat Indonesia. Dengan demikian, penulis memberikan sebuah tafsiran bahwa

kehadiran orang kulit putih yang merepresentasikan identitas diri mereka sebagai

ekspatriat di Indonesia pasca-kolonial masih menggunakan kerangka historis kolonialisme.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

184

C. Catatan Penutup

Adanya beragam sajian, baik berupa foto yang dijadikan cover photo maupun teks,

yang mana disediakan oleh para ekspatriat mengenai Indonesia di dalam Majalah JE telah

mereproduksi maupun merekonstruksi wacana kolonial dengan melihat beragam kondisi

kontemporer Indonesia untuk menjadi suatu bekal pemahaman bagi keberadaan mereka.

Oleh karena itu, serangkaian imaji dan teks yang tersajikan di dalam Majalah JE telah

membuktikan bahwa para ekspatriat menghadirkan suatu wacana kolonial kontemporer

mengenai Indonesia di masa pasca-kolonial.

Kini di masa pasca-kolonial para ekspatriat membuat suatu episode baru dengan

kembali memberikan kararakteristik dan stereotipe tentang Indonesia yang masih

diposisikan bahkan ditegaskan sebagai Timur. Melalui Majalah JE, para ekspatriat

kembali merepresentasikan Indonesia kepada kalangan Barat, yakni para pembaca, yang

adalah ekspatriat itu sendiri. Dalam hal ini para ekspariat dapat dikatakan masih memiliki

simtom wacana kolonial, sehingga mereka masih selalu berfantasi dalam memandang

realitas Timur seperti Indonesia yang berbeda dan berada di luar mereka yang Barat.

Di samping itu, pencarian identitas ekspatriat yang telah memasuki ruang baru di

masa pasca-kolonial telah menemukan bahwa mereka juga mengalami hibriditas dan

ambivalensi. Melalui penelusuran beragam teks kisah para ekspatriat, rubrik maupun

artikel hingga cover photo, telah memahami bahwa hibriditas dan ambivalensi yang

dialami para ekspatriat adalah sebuah proses pencarian diri yang tidak pernah mencapai

ketetapannya. Dengan kata lain, dengan merepresentasikan diri sebagai ekspatriat melalui

Majalah JE, mereka tetap memainkan wacana masa lampau sebagai rujukan identitas diri

mereka, sehingga kehadiran para ekspatriat masih memiliki sifat kolonial (orientalistik) di

masa pasca-kolonial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

185

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Melalui penelitian ini, penulis memperoleh pemahaman bahwa persoalan identitas

merupakan fenomena unik sekaligus rumit. Identitas dapat dikatakan unik karena terdapat

pelbagai wacana yang melingkupi di dalamnya sehingga selalu mengalami perubahan

yang tidak pasti. Sementara itu, identitas menjadi pembahasan yang rumit karena identitas

terkait erat dengan bagaimana representasi yang dilakukan untuk dapat menyatakan dan

meneguhkan identitas kediriannya. Dan hal ini yang telah terjadi pada persoalan ekspatriat

sebagai identitas orang asing yang sedang berada di luar tanah airnya seperti di Indonesia.

Oleh karena itu, penelitian ini telah menemukan bahwa tidak terdapat suatu identitas yang

utuh, bahkan kehadiran orang kulit putih yang merepresentasikan diri sebagai ekspatriat

melalui sebuah media, yakni Majalah JE adalah hanya sebuah upaya untuk mengkontruksi

dan membuat legitimasi atas identitas diri yang selalu berubah-ubah.

Di dalam Majalah JE, ekspatriat sebagai identitas yang terus dikonstruksi dan

direpresentasikan oleh orang kulit putih telah menepikan kehadiran orang asing lainnya di

Indonesia. Dalam hal ini, persoalan ras masih menjadi titik tolak untuk dapat menginklusi

dan mengeksklusi orang asing sebagai ekspatriat. Dikarenakan ekspatriat sebagai identitas

belum memiliki batasan yang sangat jelas, maka penelitian ini telah mendapatkan sebuah

temuan bahwa ekspatriat sebagai identitas merupakan konstruksi dan dihadirkan oleh

orang kulit putih melalui sebuah media. Bahkan, secara etimologis, ekspatriat mengalami

penyempitan makna, yakni lebih dikhususkan bagi orang kulit putih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

186

Para ekspatriat kulit putih menggunakan Majalah JE sebagai medium untuk dapat

mengkonstruksi dan berupaya untuk memapankan identitas kediriannya dengan cara

merepresentasikan diri sebagai eskpatriat. Sebagai sebuah media, Majalah JE menjadi

suatu ruang kontestasi wacana seputar identitas kedirian orang asing, khususnya orang

kulit putih untuk mendapatkan identitas ekspatriat. Jadi, melalui Majalah JE terjadi

pengkodifikasian orang kulit putih sebagai ekspatriat, sehingga menegasikan orang asing

lainnya yang sedang berada di Indonesia.

Sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab I dan II, kehadiran orang asing di

Indonesia telah memberikan pengaruh di dalam tatanan kehidupan masyarakat, terutama

ketika kolonialisme mewabah hampir ke seluruh wilayah di dunia. Para kolonial Eropa,

yakni orang kulit putih telah melakukan praktik kolonial dan menciptakan status sosial

mereka lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Kini, kehadiran ekspatriat

yang direpresentasikan oleh orang kulit putih pun kembali kepada wacana masa lalu

kolonial, sehingga membuat pembedaan dan menciptakan ketidaksetaraan di dalam

masyarakat. Dengan demikian, dalam tatanan wacana maupun praktik tidak terdapat

perbedaan yang sangat signifikan antara para kolonial di masa lampau dengan kehadiran

ekspatriat di masa pasca-kolonial.

Secara khusus, pada Bab III, penelitian ini telah berupaya memberikan pemaparan

bagaimana identitas sekaligus representasi diri ekspatriat dilakukan melalui Majalah JE.

Di dalam majalah JE, para ekspatriat telah menciptakan sebuah ruang eksistensi sekaligus

mengkonstruksi pemahaman mengenai siapa itu ekspatriat. Bahkan, setelah mengkaji

sebuah pertanyaan esensialis mengenai identitas, ekspatriat dapat dipahami sebagai

identitas yang bersifat anti-esensialis. Representasi yang dilakukan oleh para ekspatriat di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

187

dalam Majalah JE hanya merupakan artikulasi untuk memberikan deskripsi yang telah

dibentuk atau diimajinasikan oleh media itu sendiri.

Selain itu, melalui majalah JE pula, penelitian ini menemukan bahwa ekspatriat

turut mereproduksi wacana kolonial mengenai Indonesia. Sebagaimana yang telah

dipaparkan pada Bab III dan menyambung pada Bab IV, para ekspatriat acapkali

menghadirkan wacana kolonial mengenai dunia Timur seperti Indonesia. Munculnya

beragam imaji dan teks mengenai Indonesia yang dihadirkan oleh para ekspatriat di dalam

majalah JE ini merupakan suatu wacana kolonial kontemporer di masa pasca-kolonial.

Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa para ekspatriat masih memiliki dan

menghadirkan kembali sikap orientalistik.

Orientalistik yang dilakukan para ekspatriat terlihat secara jelas pada pembahasan

Bab IV setelah menganalisis wacana kolonial yang tersembunyi di balik imaji dan teks di

dalam majalah JE. Dalam hal ini para ekspatriat tidak hanya merekonstruksi wacana

kolonial mengenai karakteristik dan stereotipe dunia Timur seperti Indonesia, tetapi juga

berupaya untuk mereproduksi dengan melihat kondisi Indonesia pada konteks kekinian.

Dengan demikian, meskipun kolonialisme telah dinyatakan berakhir, namun dengan

kehadiran para ekspatriat yang masih melihat dunia seperti papan catur, hitam dan putih,

atau dalam wacana Orientalisme hal ini biasa dikatakan sebagai oposisi biner, Barat dan

Timur, dapat dikatakan sebagai bentuk atau ciri wacana kolonial kontemporer di dalam

arus zaman saat ini.

Selanjutnya, dengan menggunakan Ruang Ketiga, penelitian ini telah berupaya

untuk melepaskan binerisme peninggalan kolonialisme. Melalui Ruang Ketiga dan

menelusuri teks yang terdapat pada Majalah JE, penelitian ini menemukan bahwa

ekspatriat sebagai identitas yang direpresentasikan oleh orang kulit putih tidak juga berada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

188

pada ketetapannya. Di masa pasca-kolonial, dengan bergerak maju mundur, dari masa

kolonial hingga ke masa pasca-kolonial, para ekspatriat dihadapkan pada suatu proses

negosiasi. Alih-alih, para ekspatriat yang mencoba untuk melampaui masa lampau masih

terjebak pada identitas historis (kolonialisme).

Wacana tentang dunia Timur yang telah dikonstruksi oleh para orientalis di masa

kolonialisme, yakni Orientalisme, tetap dipergunakan oleh ekspatriat sebagai landasan

untuk dapat mengenali dan memahami tentang Indonesia. Dengan berbekal catatan atau

pengetahuan tentang Timur, ekspatriat menyajikan kembali dengan pelbagai rubrik seperti

Moment in History, Feature, Observations, Culture, dan Literature kepada para pembaca

Majalah JE, yakni para ekspatriat. Jadi, ekspatriat menjadi serupa dengan para orientalis di

masa kolonial yang telah membuat serangkaian mekanisme pengetahuan tentang dunia

Timur untuk disajikan kepada kalangan Barat, sehingga wacana Orientalisme masih

berkelanjutan di masa pasca-kolonial.

Selain itu, pada analisis Ruang Ketiga, penelitian ini juga telah menemukan bahwa

ekspatriat mengalami hibriditas dan ambivalensi ketika berhadapan langsung dengan

realitas masyarakat Indonesia. Hibriditas dan ambivalensi ini menjadi penanda bahwa

ekspatriat mengalami atau berada pada suatu kondisi negosiasi maupun bersifat

kemenduaan saat bersinggungan dengan kehidupan masyarakat Timur seperti Indonesia.

Dengan demikian, struktur makna yang telah terbangun dalam wacana Orientalisme

menjadi suatu hal yang patut digugat kebenarannya. Terutama, hal ini disebabkan wacana

Orientalisme sesungguhnya hanya merupakan konstruksi pengetahuan tentang Timur guna

melanggengkan kekuasaan Barat pada masa kolonialisme.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

189

B. Saran

Akhir kata dari penelitian ini, penulis menyadari bahwa untuk menguraikan

konstruksi, baik itu dalam persoalan identitas, representasi, maupun mengungkapkan suatu

makna dari wacana yang tersembunyi dari teks masih jauh dari kesempurnaan. Penelitian

yang dilakukan ini merupakan sebuah kegelisahan penulis yang dapat ditindaklanjuti

untuk membawa persoalan atau fenomena ekspartiat lebih mendalam dan melihatnya

dengan ragam sisi. Selanjutnya, kesimpulan-kesimpulan yang ditemukan dalam penelitian

ini diharapkan dapat memantik diskusi lebih jauh. Penulis juga menyarankan agar perlu

untuk melihat beragam wacana yang telah merebak melalui perangkat media, baik

teknologi maupun cetak, yang mana selalu menyuguhkan infomasi hingga menyebarkan

wacana di dalam arus –liar– perkembangan zaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alatas, S. H. (1988). Mitos Pribumi Malas. Jakarta: LP3ES.

Alonso, Andoni and Pedro J. Oiarzabal (Eds). (2010). Diasporas in the New Media Age:

Identity, Politics and Community. Reno & Las Vegas: University of Nevada Press.

Anthony D. King (Ed). (1991).Culture, Globalization and the World System, Binghamton:

The Macmillan Press Ltd.

Aschroft, Bill and Pal Ahluwalia. (1999). Edward Said. New York: Routledge.

Aschroft, Bill. Et.all. (1998). Key Concepts in Post-Colonial Studies. London & New

York: Routledge.

Ashcroft, Bill. Et.all. (1990). The Empire Writes Back: Theory and Practice in Post-

colonial Literatures. London: Routledge.

Baay, Reggie. (2010). Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda. Jakarta: Komunitas

Bambu.

Barthes. Roland. (1977). Image/Music/Text; Essay selected and translated by Stephen

Heath. London: Fontana Press.

Bhabha, H. K. (1994 ). The Location of Cultue . New York : Routledge.

Blackburn, Susan (2011). Jakarta: Sejarah 400 Tahun. Jakarta: Masup - Komunitas

Bambu.

Blusse, L. (1988). Persekutuan Aneh (Bahasa Indonesia ed.). Jakarta: Pustazet Perkasa.

Bongie, Chris. (1991) Exotic Memories: Literature, Colonialism, and the Fin de Siecle.

Standford: Standford University Press.

Burges, Anthony. (1956). Time for a Tiger. United Kingdom: Heinemann.

Dahm, Bernhard. (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta: LP3ES

Desler, Gary. (2002). Human Resource Management, International Edition, 8th Ed. New

Jersey: Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River.

Du Gay, Hall. Et.all. (1997). Representation: Cultural Representation and Signifying

Practices. London: SAGE Publications.

Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS

Pelangi Aksara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Fanon, Frantz. (1986). Black Skin, White Masks. Translated by Charles Lam

Markmann. United Kingdom: Pluto Press.

Fecther, A. M. (2007). Transnational Live Ekspatriat in Indonesia. England: Ashgate.

Gouda, Frances. (2007). Dutch Culture Overseas; Praktik Kolonial Di Hindia Belanda,

1940-1942. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Grossm, Yvone (2005).Common Problems Associated with the Repatriation Process. Sam

Houston State University

Gurevitch, M. T. Bennet, J. Curran and J. Woolacott (Eds.). Culture, Society and the

Media. London: Metheun.

Hall, Stuart (Ed). (1980). Culture, Media, Language: Working Papers in Cultural

Studies, 1972-1979. London: Hutchinson.

Hall, Stuart. (1990). Identity: Community, Culture and Difference. London: Lawrence and

Wishart.

Hall, Stuart and Du Gay, P (Eds). (1996). The Questions of Cultural Identity. London:

SAGE Publications

Hannigan, Tim. (2012). Raffles and the British Invasion of Java. Monsoon Books.

Hill, Charles W.L (2002). Global Business. Second Edition. McGrow-Hill.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional.

Kartodirjo, S. N. (1975). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Kellner, M. G. (2006 ). Media and Cultural Studies (Revised Edition). USA: Blackwell

Publishing.

Lombard, Dennys. (2008). Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 1, Batas-Batas

Pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Loomba, Ania. (2000). Colonialism/Postcolonialism. New York: Routledge.

Mann, Richard. (1997). Expats in Indonesia; Guide to Living Conditions and Costs.

Gateway Books.

McLeod, John. (2000). Beginning Postcolonialism. United Kingdom: Manchester

Univesity Press.

McLuhan, Marshal. (1999). Understanding Media, the Extension of Man. London: The

MIT Press.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Niemeijer, H. E. (2012). Batavia, Masyarakat Kolonial abad XVII . Jakarta: Masup

Jakarta.

Phillpot, Simon. (2000). Rethingking Indonesia. London: Macmillan Press Ltd.

Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi

Rafick, Ishak. (2008). Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Jakarta: Ufuk Press

Said, Edward. (1978). Orientalism. New York: Vintage Books.

Said, Edward. (1993). Culture and Imperialism. London: Chatto & Windus Ltd.

Sauko, Paulo. (2003). Doing Research in Cultural Studies. London: SAGE Publications.

Soedjatmoko (Ed). (1995). Historiografi Indonesia; Sebuah Pengantar. Jakarta:

Gramedia.

Sunardi, St. (2004). Semiotika Negativa. Yogyakarta: Buku Baik.

Susanto, Budi (Ed). (2003). Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakarta:

Kanisius.

Sutrisno, Mudji dan Hendra Putranto (Ed). (2004). Hermeneutika Pascakolonial Soal

Identitas. Yogyakarta: Kanisius

Taylor, Jean Gelman. (2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven: Yale

University Press.

Wallacott, Janet (ed.), Et.all. (1992). Culture, Society, and the Media. London:

Methuen.

Yulianto, Vissia Ita. (2007). Pesona ‘Barat’ di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra.

Young, J.C. R. (2004). White Mythologies: Writing History and the West. London and

New York: Routledge.

Penelitian dan Jurnal

Al Musadieq, Mochammad. (2010). Ekspatriat dan Industri Lintas Negara. Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang.

Apriyogo, Dwi. (2013). Strategi Pengembangan Ekspatriat dalam Internasionalisasi PT.

Semen Indonesia (Persero) Tbk. Program Pascasarjana Universitas Airlangga

Surabaya.

Cannon, R. A. (1991). Expatriate ‘Expert’ In Indonesia and Thailand: Professional

And Personal Qualities for Effective Teaching and Consulting. International

Review of Education. Springer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 205: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Hornby. (1987). The Case of the Aggrieved Expatriate: Case Analyses.

HSBC Expat. (2013). HSBC Expat Explorer Survey.

Nevendorff, Laura. (2008). Hubungan Kepemimpinan Ekspatriat dengan Budaya

Organisasi di Lembaga Donor IHPCP-AusAID di Jakarta, Indonesia. Skripsi

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Jakarta.

Puspitasari, Intan, dkk. (2014). Analisis Gaya Kepemimpinan Lintas Budaya Ekspatriat

(Studi Penelitian pada PT. Haier Sales Indonesia, Jakarta Utara). Dalam Jurnal

Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 8 No. 1 Februari 2014 Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya Malang.

Soares, Hernani Agostinho. (2013). Adaptasi Budaya Para Ekspatriat di Timor Leste.

Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Kristen Satya Wacana

Semarang.

Upton, S.R. (1998). Expatriates in Papua New Guinea: Constructions of Expatriates in

Canadian Oral Narratives. The Faculty of Graduate Studies, Department of

Anthropology and Sociology University of British Columbia.

Media/Majalah

Jakarta Expat 42th Edition

Jakarta Expat 49th Edition

Jakarta Expat 50th Edition

Jakarta Expat 51th Edition

Jakarta Expat 52th Edition

Jakarta Expat 54th Edition

Jakarta Expat 56th Edition

Jakarta Expat 57th Edition

Jakarta Expat 59th Edition

Jakarta Expat 60th Edition

Jakarta Expat 63th Edition

Jakarta Expat 66th Edition

Jakarta Expat 71th Edition

Jakarta Expat 72th Edition

Jakarta Expat 74th Edition

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 206: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - … · ataupun ditemukan pada masa pasca-kolonial. Bagaikan suatu warisan, pengaruh dan efek dari kolonialisme turun-temurun antar generasi

Jakarta Expat 78th Edition

Jakarta Expat 79th Edition

Jakarta Expat 80th Edition

Jakarta Expat 84th Edition

Jakarta Expat 94th Edition

Jakarta Expat 96th Edition

Jakarta Expat 101st Edition

Indonesia Expat 111th Edition

Indonesia Expat 116th Edition

Indonesia Expat 120th Edition

Situs Internet

http://en.wiktionary.org

http://ppid.depnakertrans.go.id

http://www.alfredwallace.org

https://www.expatexplorer.hsbc.com

http://www.expat.or.id

http://www.etnohistori.org

http://www.gangs-of-indonesia.com

http://www.indonesia.go.id

http://www.investor.co.id

http://www.indonesiaexpat.biz

http://www.jakartaexpat.biz

http://www.jogjamag.com

http://www.kerajaannusantara.com

http://sains.kompas.com

http://www.merriam-webster.com

https://www.nla.gov.au

http://www.savoyhomann-hotel.com

http://www.tribunnews.com

http://www.wallace-online.org

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI). Edisi Digital KBBI Offline 1.5.1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI