25
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMANFAATAN UBI JALAR DALAM FORMULASI PENGEMBANGAN BASO NABATI PREBIOTIK BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan oleh: Eko Prames Swara F34062458 (2006) Nur Hidayat F34061189 (2006) Febri Isni Prajayana F34061166 (2006) Sandra Setyawati F34061022 (2006) M. Ramdan Shalihudin F44080044 (2008) INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

PKM Penelitian Baso Prebiotik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PKM Penelitian Baso Prebiotik

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN UBI JALAR DALAM FORMULASI PENGEMBANGAN

BASO NABATI PREBIOTIK

BIDANG KEGIATAN:

PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh:

Eko Prames Swara F34062458 (2006) Nur Hidayat F34061189 (2006) Febri Isni Prajayana F34061166 (2006) Sandra Setyawati F34061022 (2006) M. Ramdan Shalihudin F44080044 (2008)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 2: PKM Penelitian Baso Prebiotik

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul kegiatan : Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam Formulasi Pengembangan Baso Nabati Prebiotik

2. Bidang kegiatan : (√) PKMP ( ) PKMK (Pilih salah satu) ( ) PKMT ( ) PKMM

3. Bidang ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian

(Pilih salah satu) ( ) MIPA (√ ) Teknologi dan Rekayasa ( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora ( ) Pendidikan

4. Ketua pelaksana kegiatan :

a. Nama lenggkap : Eko Prames Swara b. NRP : F34062458 c. Program studi : Teknologi Industri Pertanian d. Alamat rumah/telp. : Kemayoran/081514261226

5. Anggota pelaksana kegiatan : 4 orang

6. Dosen pembimbing :

a. Nama lengkap : Ir. Indah Yuliasih, M.Si. b. NIP : 132 145 717 c.Telp. : 08161187070

7. Biaya kegiatan total :

a. DIKTI : Rp 5.637.500 b. Sumber lain : -

8. Jangka waktu pelaksanaan : 6 Bulan

Bogor, 9 Oktober 2008 Menyetujui, Sekretaris Departemen TIN Ketua Pelaksana Kegiatan Dr. Ir. Sukardi, MM Eko Prames Swara NIP 131 645 108 NRP F34062458 Wakil Rektor Dosen Pembimbing Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Ir. Indah Yuliasih, M.Si. NIP 131 473 999 NIP 132 145 717

Page 3: PKM Penelitian Baso Prebiotik

A. LATAR BELAKANG

Adanya perubahan gaya hidup dan perilaku konsumen dalam

mengkonsumsi bahan pangan menyebabkan adanya peningkatan penyakit saluran

pencernaan. Salah satu contohnya yaitu fenomena kanker saluran pencernaan

(kanker kolon). Gangguan saluran pencernaan lain yang biasa ditemukan adalah

gangguan buang air besar dan infeksi saluran pencenaan karena mikroflora jahat

dalam usus.

Penyakit-penyakit ini tidak terlepas dari mikroorganisme yang tumbuh

pada saluran pencernaan. Mikroba inilah yang membantu dalam proses

pencernaan. Namun, apabila sumber nutrisi yang diperlukan mikroba tidak

tersedia, maka fungsi-fungsi fisiologis tubuh akan terganggu.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai macam

bahan pangan khas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya

adalah ubi jalar. Produksi ubi jalar Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 1.876.434

ton dengan produktivitas sebesar 182.602 Kw/Ha dari 103 Ha. Penggunaan ubi

jalar hanya sebatas pangan substitusi karbohidrat ataupun hanya diolah secara

minimal sabagai pangan langsung jadi. Pengembangan ubi jalar sebagai produk

pangan lain diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah ubi jalar dan

mengangkat citra ubi jalar sebagai salah satu pangan alternatif potensial bagi

masyarakat yang berhasil guna.

Dilihat dari segi nilai gizi, Ubi jalar mengandung komponen zat gizi yang

tidak kalah dengan pangan nabati lainnya. Ubi jalar memiliki rasa yang khas dan

enak. Selain itu, ubi jalar juga mengandung komponen non-gizi yang berguna bagi

tubuh. Contohnya adalah oligosakarida yang berguna sebagai nutrisi bagi bakteri

baik dalam tubuh (prebiotik). Dengan kandungan seperti itu maka prevalensi

terhadap penyakit kanker dan penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi.

Baso merupakan salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh

masyarakat Indonesia. Mungkin hampir semua orang Indonesia tahu dan pernah

mencicipi produk olahan yang berbentuk bulat-bulat ini, karena mudah diperoleh

dan praktis untuk diolah. Namun, baso yang beredar di pasaran tidak memiliki

kandungan gizi yang cukup.

Page 4: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Pembuatan baso yang berbahan baku ubi jalar merupakan salah satu

alternatif diversifikasi pengolahan ubi jalar sebagai produk pangan. Alasan

penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan baso, karena salah satu

fungsi ubi jalar adalah bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan.

Rasa baso yang lebih gurih dan sangat bervariasi, tergantung dari

komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan. Sehingga, mengkonsumsi

baso menjadi pilihan menarik bagi masyarakat. Produk olahan baso dari ubi jalar

yang bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan dapat menjadi

alternatif pilihan masyarakat. Tetapi tentu saja ubi jalar yang dijadikan bahan

makanan perlu diketahui jenis dan juga formulasi yang tepat.

Mengingat hal tersebut di atas maka dirasa perlu untuk melakukan

penelitian tentang formulasi baso yang tepat dan layak untuk dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai makanan fungsional dari ubi jalar.

B. PERUMUSAN MASALAH

a. Baso merupakan makanan yang banyak disukai oleh masyarakat. Selain

rasanya yang enak, baso juga mudah diolah dan harganya relatif terjangkau.

Namun, belum ada baso yang meregulasi dan memodulasi mikroekosistem

populasi bakteri probiotik, selain sebagai sumber protein.

b. Ubi jalar sebagai pangan indigenous Indonesia memiliki keunggulan sebagai

prebiotik yang dapat memberikan nutrisi pada mikroflora saluran pencernaan.

c. Baso prebiotik merupakan baso yang berasal dari bahan baku utama ubi jalar.

Formulasi yang tepat antara ubi jalar dan bahan tambahan lainnya akan

menghasilkan baso prebiotik yang bergizi, murah, dan dapat berperan sebagai

asupan makanan bakteri probiotik dalam tubuh.

C. TUJUAN

Tujuan dari program penelitian ini adalah mendapatkan formulasi baso

dari bahan baku ubi jalar yang tepat, sehingga dapat menjadi produk prebiotik dan

dapat diterima oleh masyarakat luas.

Page 5: PKM Penelitian Baso Prebiotik

D. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah hak paten terhadap

produk yang dihasilkan berupa baso nabati prebiotik dengan formulasi bahan baku

ubi jalar yang tepat.

E. KEGUNAAN PROGRAM

a. Bagi Perguruan Tinggi

Munculnya produk baso ubi jalar prebiotik sebagai pangan

fungsional baru akan memicu jiwa kreatif inovatif mahasiswa dalam

menciptakan sebuah produk pangan olahan baru yang bermanfaat bagi

tubuh, sehat dan praktis. Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim

kompetitif dikalangan mahasiswa untuk bersaing melalui pengembangan

intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara tidak langsung dapat

meningkatkan kualitas perguruan tinggi.

Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan

Tinggi. Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu

pengetahuan dan teknologi khususnya dalam penerapan teknologi yang

dapat dikembangkan lebih lanjut.

b. Bagi Mahasiswa

Pelaksanaan program ini akan merangsang mahasiswa berfikir

positif, kreatif, inovatif dan dinamis. Pelaksanaan program ini menuntut

mahasiswa untuk dapat bekerja dalam tim yang akan menumbuhkan

kesolidan dan kekuatan tim.

Program ini akan menambah wawasan dan pengalaman

mahasiswa dalam berkarya dalam menerapkan teknologi sederhana yang

berhasil guna. Program ini dapat menumbuhkan sikap kepedulian

mahasiswa terhadap tuntutan konsumen dalam bidang pangan.

c. Bagi Masyarakat

Adanya produk ini akan membantu konsumen dalam

pemenuhan kebutuhan prebiotik yang sesuai dengan tren pangan dan

tuntutan masyarakat yang ingin serba praktis, mudah, namun bermanfaat

bagi tubuh. Produk baso prebiotik dapat membantu mengurangi

Page 6: PKM Penelitian Baso Prebiotik

prevalensi terhadap bahaya kanker saluran pencernaan. Dengan adanya

program ini, masyarakat diharapkan mampu lebih peduli terhadap

kebutuhan pangan fungsional.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) biasa disebut ketela rambat (Jawa), Sweet

potato (Inggris), Apichu (Peru) dan Karo-imo (Jepang). Menurut O’ Brien (1972)

diacu dalam Onwueme (1978), ubi jalar diduga berasal dari benua Amerika,

sekitar Amerika tengah atau bagian barat laut Amerika selatan dan telah mulai

ditanam sejak 3000 tahun sebelum masehi.

Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman dikotil karena dapat

menghasilkan biji dari hasil perkawinan antara benang sari dan putik. Ubi jalar

termasuk famili Convolvulaceae yang terdiri atas 45 genus dan 1000 atau lebih

spesies tetapi hanya Ipomoea batatas yang mempunyai nilai ekonomis sebagai

tanaman pangan (Onwueme, 1978). Ubi jalar mempunyai banyak variasi

tergantung dari kultivarnya. Batang ubi jalar ada yang berwarna kuning, hijau atau

jingga, sedangkan akar ubi jalar akan menjadi umbi yang berbentuk panjang atau

agak bulat. Warna kulit umbi ada yang berwarna putih kekuning-kuningan, merah

jingga dan ada yang berwarna ungu pucat (Onwueme, 1978).

Page 7: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar tahun 2004 (Aram III)

No Propinsi Luas Panen

(Ha) Produktivitas

(Kw/Ha) Produksi

(Ton) 1 NAD 2.313 98 22.688 2 Sumut 11.645 96 111.723 3 Sumbar 4.330 125 54.337 4 Riau 1.476 78 11.521 5 Jambi 3.161 84 26.552 6 Sumsel 3.390 66 22.312 7 Bengkulu 5.342 95 50.863 8 Lampung 4.610 96 44.471 9 Babel 610 82 4.991 Sumatera 36.877 95 349.458

10 DKI Jakarta - - - 11 Jabar 29.978 122 366.938 12 Jateng 11.336 126 142.469 13 DI Yogya 635 103 6.520 14 Jatim 15.452 111 171.042 15 Banten 2.892 114 32.971

Jawa 60.293 119 719.940 16 Bali 6.344 114 72.341 17 NTB 1.784 113 20.103 18 NTT 13.864 78 107.465

Bali & NT 21.992 91 199.909 19 Kalbar 2.040 80 16.228 20 Kalteng 2.059 70 14.403 21 Kalsel 2.166 102 22.187 22 Kaltim 2.740 88 24.183

Kalimantan 9.005 86 77.001 23 Sulut 3.740 87 32.391 24 Sulteng 2.911 94 27.231 25 Sulsel 7.346 111 81.189 26 Sultra 3.587 78 27.967 27 Gorontalo 586 90 5.257

Sulawesi 18.170 96 174.035 28 Maluku 1.861 86 15.981 29 Maluku Utara 4.124 88 36.193 30 Papua 30.280 100 303.917

Maluku & Papua 36.265 98 356.091

Luar Jawa 122.309 95 1.156.494

Indonesia 182.602 103 1.876.434

Sumber : Departemen Pertanian, 2004

Page 8: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Menurut Kay (1973), komposisi kimia ubi jalar sangat bervariasi

tergantung dari kultivar, iklim pertumbuhan, tingkat kematangan dan lamanya

penyimpanan setelah dipanen. Umumnya komposisi kimia dari ubi jalar adalah

sebagai berikut : kadar air 50-81%, protein 0.95 – 2.4 %, pati 8 – 29 %, gula

pereduksi 0.2 – 2.5 %, pektin dan karbohidrat selain pati 0.5 – 7.5 % dan total

mineral 0.88 – 1.38%. Ubi jalar juga mengandung beberapa vitamin yang penting

bagi tubuh seperti thiamin sebesar 0.10 mg per 100 gram dan asam askorbat

(vitamin C) sebesar 25 mg per 100 gram. Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Per 100 gram Bahan Segar

Komposisi Jumlah

Ubi jalar putih Ubi jalar merah

Kalori (Kal) 123 123

Protein (g) 1.8 1.8

Lemak (g) 0.7 0.7

Karbohidrat (g) 27.9 27.9

Kalsium (mg) 30 30

Fosfor (mg) 49 49

Zat besi (mg) 0.7 0.7

Vitamin A (SI) 60 7700

Vitamin B1 (mg) 0.9 0.9

Vitamin C (mg) 22 22

Air (g) 68.5 68.5

Bagaian yang dapat

dimakan (%) 86 86

Sumber : Direktorat gizi Departemen Kesehatan RI (1993)

2. Oligosakarida

Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, mempunyai potensi

yang besar mengandung serat makanan dan senyawa oligosakarida. Rafinosa,

stakiosa dan verbakosa adalah oligosakarida yang terdiri dari unit-unit glukosa,

fruktosa dan galaktosa. Ketiga jenis oligosakarida ini terdapat di dalam biji-bijian

Page 9: PKM Penelitian Baso Prebiotik

dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-enzim pencernaan.

Seperti halnya polisakarida bukan pati, oligosakarida ini di dalam usus besar

mengalami fermentasi (Almatsier, 2001).

Oligosakarida ini memiliki ikatan α-galaktosida dan α-galaktoglukosa

seperti yang terlihat pada gambar 2.

α-D-Gal-(1-6)- α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru

Rafinosa

(α-D-Gal-(1-6))2 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru

Stakiosa

(α-D-Gal-(1-6))3 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru

Verbakosa

Gambar 2 Struktur analogi Oligosakarida dari famili rafinosa (Muchtadi, 1989)

Oligosakarida dapat berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik adalah suatu

bahan pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat memberikan suatu efek yang

menguntungkan bagi kesehatan karena adanya seleksi pertumbuhan maupun

peningkatan aktivitas bakteri tertentu di usus besar. Oligosakarida dapat

menstimulasi pertumbuhan Bifidobacterium, oleh karena itu oligosakarida disebut

juga sebagai sebagai Bifidogenic factor (Anonim, 2005).

Menurut Muchtadi (1989) oligosakarida tidak dapat dicerna atau tidak dapat

diserap oleh sistem pencernaan manusia, kemudian mencapai usus besar. Di usus

besar senyawa ini difermentasi oleh bakteri kolon. Hasil fermentasi ini

menyebabkan turunnya nilai pH di usus besar, yaitu pH menjadi di bawah 7

sehingga lingkungan menjadi asam. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi

mkroba di dalam usus besar, presentase bakteri yang menguntungkan seperti

Bifido bacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan presentase mikroba

yang merugikan seperti Clostridium menurun.

Page 10: PKM Penelitian Baso Prebiotik

3. Prebiotik

Prebiotik merupakan nondigestible food ingredient yang mempunyai

pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif

atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon probiotik.

Prebiotik umumnya golongan oligosakarida (2-10 unit monosakarida) dan

termasuk serat makanan karena tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan.

Gambar 3. Struktur Oligosakarida

Manfaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan prebiotik untuk

meregulasi dan memodulasi mikroekosistem populasi bakteri probiotik. Prebiotik

dalam usus, terutama usus besar yang difermentasi oleh bakteri probiotik akan

menghasilkan berbagai produk asam lemak rantai pendek (short chain fatty

acid/SCFA) dalam bentuk asetat, propionat, butirat, L-laktat, karbondioksida dan

hidrogen.

Oleh tubuh, SCFA dapat dipakai sebagai sumber energi, efek stimulasi

selektif terhadap pertumbuhan bakteri probiotik terutama Bifidobacteria dan

Lactobacillus yang akan memberikan efek menguntungkan terhadap kesehatan

antara lain:

1. memperbaiki keluhan malabsorpsi laktosa;

2. meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus oleh kuman patogen

Clostridium perfringen, E. Coli, Salmonella, Shigells, dan Listeria;

3. supresi kanker

Page 11: PKM Penelitian Baso Prebiotik

4. memperbaiki metabolisme lipid, mengurangi kadar kolesterol darah

5. memperbaiki pencernaan

6. stimulasi gastrointestinal

4. Mekanisme Prebiotik Sebagai Anti Kanker

Prebiotik menyediakan nutrisi bagi prebiotik yang mampu menghilangkan

kemapuan enzim yang berperan dalam mengkonversi kompone-komponen pro-

karsinogenik menjadi karsinogenik, yaitu enzim fekal β-glukosidase, β-

glukoronidase, nitroreduktase dan azorereduktase.

Probiotik menekan pertumbuhan bakteri penghasil-enzim-enzim tersebut

dengan memproduksi senyawa-senyawa inhibitor seperti asam-asam organic,

H2O2 serta bakteriosin; memblokir sisi penempelan di saluran pencernaan; dan

berkompetisi dalam penggunaan nutrisi untuk pertumbuhan terhadap beberapa

senyawa-senyawa aditif pemicu prokarsinogenik maupun mutagenik, seperti nitrit,

probiotik dapat secara langsung menghilangkan atau mengikat atau

menetralisirnya (Prangdimurti, 2001).

5. Baso

Baso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah

mengalami proses ekstraksi dan pemasak. Cara pembuatan baso tidak sulit.

Daging digiling halus dengan screw extruder, kemudian dicampur dengan tepung

dan bumbu di dalam alat pencampur yang khusus sehingga bahan tercampur

menjadi bahan pasta yan sanat rata dan halus. Setelah itu pata dicetak bebentuk

bulat dan direbus sampai matang. Baso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa

penambahan bahan kimia apapun (Tarwiyal, 2001).

Page 12: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Baso, merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat

kita. Hampir di setiap tempat dapat kita jumpai produk ini. Di pasar-pasar, di

pinggir jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso

yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan

bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat,

misalnya daging bagian penutup atau bagian gandik, dengan penambahan tepung

yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging yang mengandung jaringan ikat

atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci adalah bakso yang penambahan

tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan

(Auliahazza, 2006).

Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakan

bahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,

fosfat (STPP), dan tawas. Bahan pemutih yang biasa digunakan adalah Titanium

dioksida. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah benzoat, batas

penggunaannya dalam produk pangan maksimum 0,1%. Boraks berupa serbuk

putih yang digunakan pada baso untuk menghasilkan produk yang kering (kasat

dan tidak lengket), bahan ini termasuk bahan kimia yang dilarang penggunaannya

dalam produk pangan. Tawas digunakan dalam air perebus bakso untuk

membantu mengekstrak protein daging, kelebihan STPP ini menyebabkan rasa

pahit pada baso. Untuk menghindari konsumsi bahan tambahan yang terlalu

banyak, baso dapat dibuat sendiri di rumah dengan mengurangi atau menghindari

sama sekali penggunaan bahan-bahan tersebut.

Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan

daging, penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan

pembantu dan bumbu, pencampuran dengan tepung tapioka dan sagu aren,

pembentukan bola-bola dan perebusan.Perebusan baso dilakukan dalam dua tahap

agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat

perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, baso dipanaskan dalam panci

berisi air hangat sekitar 60ºC sampai 80ºC, sampai baso mengeras dan terapung.

Tahap kedua, baso direbus sampai matang dalam air mendidih (Wibowo, 2006)

Page 13: PKM Penelitian Baso Prebiotik

G. METODE PELAKSANAAN PROGRAM

1. BAHAN DAN ALAT

a. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.).

Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl 2%, NaOH 1.0 N, HCl. Bahan-

bahan yang digunakan untuk pembuatan baso prebiotik adalah ubi jalar, tapioka,

sagu, tepung hungkwe, garam, es batu, bawang merah, bawang putih, merica, dan

air.

b. Alat

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah pisau, telenan,

blender, freezer, baskom, sendok pencetak, timbangan, panci perebus, kompor

gas, sarung tangan plastik, ember. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk

pengujian antara lain pH-meter, tanur, cawan porselin, cawan aluminium,

desikator, neraca analitik, oven, penangas air, ayakan 80 mesh, soxhlet,

termometer, peralatan gelas, cawan petri, label, plastik, tabung gas, pisau, dan

piring. Alat ukur yang digunakan adalah TA.XT2 Texture Analyzer dan

chromatometer.

2. METODOLOGI PENELITIAN

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi analisis ubi jalar, baso (daging dan ikan

teri). Analisis ubi jalar meliputi kadar kalori, air, abu, lemak, protein, dan

karbohidrat.

b. Penelitian Utama

1. Formulasi Baso Ubi Jalar Prebiotik

Dari bahan berupa ubi jalar, garam, merica, bawang merah, bawang putih,

merica, sagu, tapioca, tepung hung kwe dan dibuat perbandingan formula baso

nabati prebiotik sebagai berikut :

Page 14: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Tabel 3. Formulasi Pembuatan baso

Bahan Baku Komposisi (gram)

F1 F2 F3 F4 F5

Ubi Jalar 300 400 500 600 700

Tepung Tapioka 50 50 50 50 50

Tepung Hung kwe 40 40 40 40 40

Tepung Sagu 40 40 40 40 40

Bawang Putih 30 30 30 30 30

Bawang Merah 10 10 10 10 10

Merica 7 7 7 7 7

Telur 60 60 60 60 60

Garam 10 10 10 10 10

Es Batu 50 50 50 50 50

2. Proses Pembuatan Baso

Pembuatan baso dilakukan dengan perebusan ubu jalar setengah sampai

matang, kemudian dilakukan penghalusan dengan cara pengilingan kembali

dengan penambahan es batu, garam, dan merica. Setelah tercampur merata ke

dalam ubi jalar lumat ditambahkan tapioka, sagu, tepung hung kwe sedikit demi

sedikit sambil diaduk dan dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen.

Kemudian ditambahkan irisan daun bawang dan seledri. Proses dilanjutkan

dengan pencetakan adonan yang sudah homogen tadi menjadi bentuk bola-bola

baso yang siap direbus. Bola baso direbus dalam air mendidih hingga matang

ditandai dengan bakso mengapung di permukan air. Setelah cukup matang, baso

diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan pada suhu ruang. Lalu baso direbus

kembali hingga benar-benar matang (baso mengapung) dan bakso yang telah

matang tersebut dikemas dalam kantong plastik serta ditutup rapat untuk

kemudian dilakukan pengujian dan analisis.

Produk baso yang dihasilkan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui

karakteristiknya. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia, analisis

mikrobiologi, analisis fisik, dan uji organoleptik.

Page 15: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Metode Analisis

1. Analisis Kimia

a. Analsis Kadar Air (Metode Destilasi Azeotropik)

Pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven. Bahan sebanyak

1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan aluminium. Bahan tersebut

dikeringkan dengan oven pada suhu 100-105ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya

bahan didinginkan pada desikator dan ditimbang.

%100)(

Xcontohawalberat

contohakhirberatcontohawalberatairKadar

−=

b. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin

dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator.

Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin

sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna

putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

%100Xcontohberat

abuberatabuKadar =

c. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5 g baso dalam bentuk potongan-potongan kecil

dibungkus dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi

soxhlet dan di atasnya diletakkan alat kondensor sedangkan labu lemak diletakkan

di bawahnya. Labu lemak diisi dengan pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya

dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu

lemak berwarna jernih kembali.

Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak didestilasi dan ditampung

kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan

kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap dan

didinginkan dalam desikator. Prosedur terakhir labu beserta lemak yang berada di

dalamnya ditimbang untuk mengetahui berat lemak.

Page 16: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :

%100)(

)(% X

gcontohberat

glemakberatlemak =

d. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995)

Baso sebanyak 0,1 gram ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO4

dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1,2 dan 2,5 ml H2SO4 pekat.Setelah itu

didestruksi sampai bening hijau. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan

aquades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH

50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan Hcl 0,02 N.

Proses destilasi dihentikanapabila volumedestilat telah mencapai volume dua kali

volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian ditritrasi dengan

NaOH 0,02N dan indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan

metil blue.

%100007.14)(

% XContohmg

XHClNXblankoHCLmlcontohHClmlN

−=

25,6%Pr% XNotein =

e. Analisis Karbohidrat (AOAC, 1995)

Penentuan kadar karbohidrat menggunakan perhitungan Penentuan kadar

karbohidrat menggunakan by difference dengan cara :

Kadar karbohidrat=!00%-(% air+%abu+%protein+% lemak)

2. Analsis Fisik

a. Uji Kekerasan

Kekerasan diukur dengan alat TA.XT2 Texture Anakyzer. Sampel

diletakkan tepat di bagian tengah sadar alat dan posisi probe di atas sampel. Probe

kemudian dijalankan sampai menyentuh dan masuk ke dalam sampel sehingga

hasil pengukuran (peak) muncul pada grafik. Kekerasan dinyatakan dalam satuan

gf (gramforce) .

Page 17: PKM Penelitian Baso Prebiotik

b. Uji Intensitas Warna

Intensitas warna produk dapat diukur menggunakan chromameter. Sebelum

digunakan untuk mengukur zat warna suatu bahan, chromameter dikalibrasi

dahulu dengan menggunakan caliberate plate yang berwarna putih. Setelah

dikalibrasi, zat warna produk diukur tingkat kecerahannya (L), cahaya pantul yang

menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau (a), dan cahaya pantul yang

menghasilkan warna kromatik campuran biru-kuning (b).

3. Analisis Mikrobiologi

a. Uji Total Bakteri (Fardiaz, 1987)

Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran

menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media NA steril cair

yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10 – 15 ml

dan diratakan dengan gelas drigalsky secara mendatar di atas meja untuk

menyebarkan mikroba agar merata. Cawan berisi tersebut apabila sudah membeku

diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total

bakteri ditetapkan dengan metode Harigan SPC (Standard Plate Count).

b. Uji Total Kapang / Khamir (Fardiaz, 1987)

Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran

menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media APDA steril cair

yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10 – 15 ml

dan diratakan dengan gelas drigalsky secara mendatar di atas meja untuk

menyebarkan mikroba agar merata. Cawan berisi tersebut apabila sudah membeku

diinkubasi dengan posisi cawan terbailk pada suhu 30°C selama 2 hari. Total

bakteri ditetapkan dengan metode Harigan SPC (Standard Plate Count).

4. Uji Organoleptik

a. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)

Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia

sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan

dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap

Page 18: PKM Penelitian Baso Prebiotik

produk yang disajikan. Uji penerimaan yang digunakan adalah uji hedonik.

Panelis yang dipilih adalah mahasiswa, dan masyarakat umum. Sampel diujikan

kepada tiga puluh orang panelis. Panelis tersebut merupakan panelis yang tidak

terlatih.

Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna,

rasa, aroma, tekstur, dan overall. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 sampai

5, dimana 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 =

sangat suka. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis

ragam (ANOVA) dan uji Duncan.

b. Nilai Energi Baso (Almatsier, 2001)

Jumlah energi dapat dihitung berdasarkan kandungan kimia (kandungan

lemak, kandungan protein, dan kandungan karbohidrat) dari produk baso yang

kemudian dikonversikan dengan bilangan konversi masing-masing. Lemak

memiliki bilangan konversi 9 kkal/g, sedangkan karbohidrat dan protein

mempunyai bilangan konversi 4 kkal/g. Hasil konversi dijumlahkan sehingga

diperleh total energi dari baso Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x KH) + (4 kkal/g x P) + (9 kkal/g x L)

Keterangan : P = Protein

KH = Karbohidrat

L = Lemak

c. Rancangan Percobaan

i. Model rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap. Masing-masing percobaan dilakukan dengan dua kali

ulangan (duplo). Perlakuan yang diberikan adalah formulasi ikan teri dan tepung

tapioka serta suhu yang digunakan dalam perebusan baso.

Model yang digunakan adalah

Y ij = µ + Ai + Cij

Page 19: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Keterangan :

Yij = hasil pengamatan respon karena pengaruh perlakuan ke-I

pada ulangan ke j

µ = nilai tengah umum

A i = pengaruh taraf I pada faktor A

Cij = pengaruh galat percobaan taraf ke-I dari faktor A pada

ulangan ke-j

ii. Pengolahan data

Data hasil penelitian diolah secara statistik. Analisis yang dilakukan

meliputi analisis fisik ragam (ANOVA) dan uji Duncan untuk faktor yang

berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan. Faktor yang dianalisis secara

statistik merupakan hasil uji organoleptik.

5. Uji Prebiotik

Pengujian dikembangkan oleh Muchtadi et all (1989). Dilakukan pengujian

secara mikrobiologi dengan menggunakan Lactobacillus casei shirota. Uji ini

dilakukan untuk menguatkan dugaan kandungan prebiotik dalam menumbuhkan

probiotik. Sejumlah ekstrak ditambahkan kedalam media MRSA. Ke dalam media

padat diinokulasikan L. casei shirota lalu diinkubasikan pada kondisi 370C.

Setelah masa inkubasi selesai (2 hari), diamati pertumbuhannya.

Page 20: PKM Penelitian Baso Prebiotik

H. JADWAL KEGIATAN PROGRAM

Kegiatan ini direncanakan akan berlangsung selama 6 bulan.

Kegiatan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi Pustaka

Persiapan alat

dan bahan

Penelitian

Pendahulauan

Penelitian

Utama

Penelitian

Lanjutan

Pengelolaan

Data

Penyusunan

Laporan

Tabel Jadwal Kegiatan Program Penelitian “Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam

Formulasi Pengembangan Baso Nabati Prebiotik”.

Page 21: PKM Penelitian Baso Prebiotik

I. DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

1. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Eko Prames Swara

b. NIM : F34062458

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

2. Anggota Kelompok

a. Nama Lengkap : Nur Hidayat

b. NIM : F34061189

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : Febri Isni Prajayana

b. NIM : F34061166

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : Sandra Setyawati

b. NIM : F34061022

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : M. Ramdan Shalihudin

b. NIM : F44080044

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/SIL

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

Page 22: PKM Penelitian Baso Prebiotik

J. NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING

1. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Indah Yuliasih, M.Si.

2. Golongan Pangkat dan NIP : Golongan IIIC /132 145 717

3. Jabatan Fungsional : Lektor

4. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN

5. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

6. Bidang Keahlian : Teknologi Industri Pertanian

7. Waktu untuk kegiatan PKM : 5 jam/minggu

K. BIAYA

Jumlah Satuan Harga

Satuan (Rp)

Harga Total

(Rp)

Sub Total

(Rp)

1. Bahan baku

Ubi Jalar 50 Kg 2500 125000

705000

Tepung Tapioka 5 Kg 5000 25000

Tepung Sagu 5 Kg 7000 35000

Tepung Hung

Kwe 3 Kg 6000 18000

Es batu 50 bungkus 1000 50000

Garam 5 pack 2500 12500

Telur ayam 8 Kg 12000 96000

STPP 1 Kg 5500 5500

Bawang merah 5 Kg 10000 50000

Bawang putih 7 Kg 9000 63000

Daun bawang 10 Ikat 2000 20000

Daun seledri 10 Ikat 1100 11000

Merica 2 botol 7000 14000

Air dalam

kemasan 5 gallon 9000 45000

Minyak Goreng 10 Kg 13000 130000

Page 23: PKM Penelitian Baso Prebiotik

2. Pembelian peralatan

Pisau stainless

stell 5 buah 10000 50000

1482500

Food Processor 1 Buah 550000 550000

Baskom 5 buah 10000 50000

Gas 3 tabung 60000 180000

Telenan 3 buah 2500 7500

Blender 1 buah 280000 280000

Sendok pencetak 5 buah 5000 25000

Panci perebus 2 buah 120000 240000

Penghancur es 1 buah 5000 5000

Masker 5 buah 3000 15000

Ember 3 buah 20000 60000

Sarung tangan

plastic 5 pasang 4000 20000

3. Biaya analisis

Analisis kimia 550000 1750000

Analisis fisik 250000

Analisisi

mikrobiologi 600000

Uji organoleptik 350000

4. Biaya lain-lain

Studi pustaka 150000 1700000

Pembuatan

proposal 200000

Sewa

laboratorium 4 bulan 150000 600000

Pemeliharaan alat

laboratorium 250000

Biaya transportasi 500000

Total Biaya 5637500

Page 24: PKM Penelitian Baso Prebiotik

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,.

Jakarta

Anonim,2005.Prebiotics.http://www.pdrhealth.com/drug_info/nmdrugprofiles/nutsup drugs/ pre_0.326.sthml. (15 Juli 2005).

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis on Yhe Association of Official

Agriculture Chemistry. Association of Agriculture Chemistry

Washington, D.C.

.Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspita Sari, Sedarwani Y., dan S.

Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Auliahazza, 2006. Mari Membuat Bakso di Rumah. Majalah Sedap Sekejap Edisi

1/IV/2003. diakses pada tanggal 27 September 2007.

Boutin, R. F. 2000. Confectionery. Didalam Food Protein : Processing

Applications. Nkai, S. dan Modler, H. W. (Eds). Wiley_VCH Inc., USA. Buckle, K.A., RA. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.

Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1992. Padanan Bahan Makanan. Direktorat Bina Gizi

Masyarakat. Jakarta. Departemen Pertanian. 2004. http://www.deptan.go.id//. (15 Juli 2005). Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1993. Daftara Komposisi Bahan

Makanan. Bharata, Jakarta.

Fardiaz, D. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya

Informasi, IPB, Bogor.

Frazier, W. C. dan D. C. westhif. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Publ.

Co. Ltd., New Delhi. Gibson, G.R., 1999. Nutritional and health benefits of inulin and oligofructose :

dietary modulation of human gut microflora using the prebiotics oligofructose and inulin. Am. Soc. For Nutr. Sci.1438S. America.

Page 25: PKM Penelitian Baso Prebiotik

Kay, D.E.1973. Root Crops. The Tropical Product Institute, London. Almatsier,S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kemanan Pangan. Pusat

Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB, Bogor. Muchtadi, D. et al. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan . Petunjuk Laboratorioum.

Depdikbud. PAU, IPB. Bogor. Onwueme, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops : Yams, Cassava, Sweet Potato,

and Cocoyams. John Willey and Sons Ltd., New York. Prangdimurti, E. 2001. Probiotik dan Efek Perlindungannya terhadap Kanker

Kolon. Makalah falsafah Sains (pps. 702).Pasca Sarjana. IPB, Bogor.

Soekarto, S. T. 1990. Penilaian Organoleptik. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tingi, PAU Pangan dan

Gizi, IPB, Bogor.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB, Bogor.

Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT

Gramedia, Jakarta. Tarwiyal, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil.

http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 27 September 2007.

Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.