107

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

eksposisi; Alkitab; Surat Kolose; Pertumbuhan Gereja

Citation preview

Pilar-Pilar Kokoh Penopang Gereja

Prinsip Pertumbuhan Gereja dari Surat Kolose Oleh : Pieter G.O. Sunkudon

Palu, Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Palu

Cetakan Pertama Mei 2013.

v + 101 hlm, 14 x 20 cm

Copyright © 2013 ada pada penulis

ISBN 978-602-14125-0-3

Diterbitkan Oleh :

STTII Palu Jl. Wisata Air Terjun Wera, Balumpewa, Dolo Barat, Sigi-

Biromaru, Sul-Teng.

Telp. (0451) 483676, Hp. 0852 4116 5552

E-mail : [email protected]

[email protected]

Dicetak oleh:

Rio Offset

Jl. Tadulako, Palu, Sul-Teng

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun dan

dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. Hak cipta

dilindungi undang-undang.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Kenyataan Ironis

Risalah Tentang Judul

PILAR I : KUALITAS PELAYAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

Metamorfosa

Produktivitas

Karakter

Sinergi

PILAR II : IDENTITAS DIRI JEMAAT (1:2) . . . . . . . . . . . .33

PILAR III : KARAKTER JEMAAT (1:3-14) . . . . . . . . . . . . . 41

PILAR IV : PENGAJARAN ALKITABIAH (1:15 – 3:17) . . .47

Kristologi: Keutamaan Kristus

Misiologi: Penderitaan Dalam Pelayanan

Apologetika: Peringatan Tentang Ajaran Sesat

Karakter: Perilaku Praktis Jemaat

PILAR V : PELAKSANAAN MISI (Kol. 4) . . . . . . . . . . . . . 64

Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

REFLEKSI BAGI GEREJA MASA KINI . . . . . . . . . . . . . . . 66

Evaluasi

Saran Praktis

Pilihan Pribadi Jemaat ”Awam” dalam Gereja

PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89

BIBLIOGRAFI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .93

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis panjatkan, kepada Allah,

dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Penguasa jagad raya itu,

yang oleh kasih dan anugerah-Nya, penulis masih diberi

kesempatan untuk melayani di negeri tercinta Indonesia,

khususnya di kota Palu, Sul-Teng. Anugerah-Nya pulalah yang

memungkinkan penulis dapat menyelesaikan buku kecil ini.

Terima kasih kepada istri (Tinata Syella Rengku) dan

kedua anak penulis (Asael S.B. Sunkudon & Ahren T.C.

Sunkudon), pemberian-Nya yang paling berharga bagi penulis,

serta orang tua kami, yang terus mendorong, memberi semangat,

serta pengertian, dalam mendampingi penulis selama ini.

Rekan-rekan dosen, karyawan, mahasiswa, serta

sahabat-sahabat alumni Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia

Palu, yang selalu memberi inspirasi sekaligus membangkitkan

semangat untuk terus berkarya dan mengembangkan diri.

Para majelis, hamba-hamba Tuhan, serta jemaat

Gereja GKI Palu, yang juga selama ini menjadi sarana bagi

pembentukan “karakter pelayan Tuhan” bagi penulis. Sekaligus

seluruh pelayan Tuhan yang mengabdikan dirinya di gereja-

Pilar-Kokoh Penopang Gereja

gereja di seluruh Nusantara, kepada saudara-saudaralah buku ini

didedikasikan.

Ayat-ayat Alkitab yang dikutip tanpa keterangan

dalam buku ini, adalah dari Alkitab terjemahan baru Lembaga

Alkitab Indonesia tahun 2000. Untuk ayat-ayat dalam bahasa

Yunani, dikutip dari BibleWorks Greek LXX/BNT [CD ROM].

Akhirnya, hanya doa yang dapat penulis sampaikan

kepada Allah, untuk dapat membalaskan kemuliaan hati Anda

sekalian. Kiranya, “Allahku akan memenuhi segala

keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam

Kristus Yesus (Flp. 4:19).” Amin.

PENDAHULUAN

Dalam pengertian teologis, Gereja merupakan

representase riil Tuhan Yesus Kristus di dunia ini. Itulah

sebabnya eksistensi Gereja seharusnya memberi impak yang

signifikan terhadap dunia ini.1 Layantara berkata, “Gereja adalah

instrumen Kristus untuk melaksanakan program keselamatan

Allah bagi dunia. Kristus bekerja di dalam, melalui dan bersama

gereja-Nya demi mengaktualisasi kehendak Allah ini.”2

Berabad-abad lamanya Gereja eksis dan membaur di dunia ini

sehingga telah mempengaruhi sejarah bahkan hal tersebut terjadi

secara represif.

1Bnd. John Stott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan

Kristiani, pen., G.M.A. Nainggolan (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina

Kasih/OMF, 1996), 1-25.

2Hanny Layantara, “Kepemimpinan Gereja Lokal,” Seminar

PATI STTII Yogyakarta, 21-25 Juni 2004.

2 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kenyataan Ironis

Dalam kemajuan zaman yang semakin pesat dan

rentan terhadap degradasi ini, Gereja seharusnya terus menjadi

panduan yang terlihat jelas dalam masyarakat, sebagaimana

mercusuar bagi sebuah kapal di lautan pada kegelapan malam,

sehingga dengan demikian kemerosotan yang begitu menekan

kehidupan manusia dari generasi ke generasi dapat dibendung.

Sebab memang Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerosotan

moral semakin meningkat seiring perkembangan pada segala

aspek kehidupan manusia.

Tanggung-jawab ini bukanlah sesuatu yang ringan

untuk diemban namun hal ini bukanlah realita yang asing bagi

Gereja, sebab untuk itulah Gereja ada, diperlengkapi, diutus ke

tengah-tengah dunia ini serta diberi jaminan penyertaan

langsung oleh Yesus Kristus, Sang Penguasa Jagad itu (Mat.

28:19,20). Dalam tanggung-jawab yang sangat membanggakan

ini, Gereja haruslah benar-benar menampakkan kemajuan yang

dinamis seiring dengan pesatnya perkembangan dunia dalam

segala dimensi kehidupan.

Ironisnya, “Tubuh Kristus” (baca: gereja) masa kini

berada dalam situasi yang terdesak sehingga peninjauan kembali

Pendahuluan 3

terhadap nilai-nilai utama dalam pelayanan merupakan sesuatu

yang bersifat urgen.

Indikasi tentang adanya persoalan dalam hal

pertumbuhan gereja, baik kualitas maupun kuantitas, merupakan

titik tolak tulisan ini. Fenomena yang signifikan tentang aktifitas

pelayanan yang kurang seimbang, merupakan pokok yang masih

sangat membutuhkan perhatian dari semua pihak dalam lembaga

gereja, teristimewa oleh para pemimpin yang adalah penentu

arah bagi sebuah organisasi gereja. Situasi di atas bagi penulis

disebabkan oleh beberapa hal berikut.

Pertama, kurangnya pengetahuan yang benar

tentang unsur-unsur penting dalam pelayanan gereja. Pada era

perkembangan teknologi yang belum pernah terbayangkan oleh

manusia di masa lalu ini, seharusnya berbagai macam dalih

tentang tidak pentingnya pengetahuan teologi, baik yang bersifat

konsepsi maupun terapan, haruslah segera disingkirkan. Namun

fenomena yang patut disayangkan hingga hari ini adalah, masih

ada sebagian orang yang berpikir bahwa pengetahuan teologi

tidaklah perlu ketika seseorang akan terjun dalam pelayanan

secara langsung. Ungkapan-ungkapan yang skeptis bahkan sinis

tentang pendidikan teologi masih sering terdengar dari beberapa

orang percaya termasuk para pelayan Tuhan. Hal ini secara

otomatis menjadi salah satu penyebab tidak-lengkapnya

4 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pengetahuan tentang Alkitab di antara para pelayan Tuhan yang

tetap bertahan pada pemahamannya itu.

Kedua, pemahaman tentang standar Alkitabiah

mengenai perkembangan sebuah gereja sebagai tubuh Kristus

yang simpang-siur. Selanjutnya perbedaan yang disebabkan oleh

berbagai macam alasan, menghasilkan munculnya berbagai

macam standar3 dari berbagai golongan di dalam gereja. Orang

percaya lain berpikir bahwa kuantitas adalah yang utama

sementara itu yang lainnya lagi bertahan bahwa kualitas lebih

dari segala-galanya.4

Ketiga, penekankan yang tidak seimbang terhadap

unsur-unsur dalam pelayanan praktis. Penekanan secara

berlebihan bagi suatu bidang pelayanan namun pengabaian

terhadap bidang pelayanan penting lainnya. Sebagai contoh

langsung berhubungan dengan hal ini adalah mengenai dana

yang dikeluarkan oleh beberapa gereja Tuhan untuk berbagai

3Yang penulis maksudkan di sini adalah standar tentang

seberapa signifikan bertumbuhnya sebuah gereja.

4Fenomena ini juga diamati oleh seorang pakar pertumbuhan

gereja C. Peter Wagner. Wagner berkata, “Kuantitas saja tidak cukup tanpa

kualitas yang sama. . ..” Ia juga menambahkan “…saya tidak yakin kita perlu

untuk menetapkan kualitas melawan kuantitas. Kita bisa dan seharusnya

memiliki keseimbangan.” C. Peter Wagner, Memimpin Gereja Anda Agar

Bertumbuh, peny., Erna Iskandar, Ike Wihana F.B. dan Hosea S.L., pen.,

Indriyati Subandi (Jakarta: Harvest Publishing House, 1995), 24, 25.

Pendahuluan 5

bidang pelayanan, di beberapa gereja terlihat bahwa dana untuk

program pembelian peralatan musik begitu besar, sementara

untuk program misi tidak terlihat sama sekali atau sekalipun

terlihat, diusahakan ditekan agar pengeluaran untuk hal ini

semakin sedikit. Sementara itu, di beberapa gereja terlihat lebih

berkonsentrasi pada pembangunan fisik namun mengabaikan

program pengajaran. Bahkan ada yang lebih tertarik untuk

mendepositokan pemasukan tiap bulannya dibanding

memanfaatkannya untuk kebutuhan pelayanan. Dan masih

banyak hal lainnya yang menunjukan tidak-seimbangnya

penekanan dalam bidang-bidang kompleks dalam pelayanan. Ini

juga merupakan kenyataan dalam keberlangsungan pelayanan

gereja Tuhan.

Keempat, penafsiran terhadap Firman Tuhan yang

tidak konsisten. Permasalahan ini bukanlah merupakan sesuatu

yang baru bagi gereja,5 sebaliknya hal ini merupakan problem

klasik yang bukannya semakin terkikis habis namun semakin

“subur” dan “menjalar” ke berbagai lapisan dan denominasi.

5Kenyataan ini dapat ditemukan dalam surat-surat yang dikirim

oleh rasul-rasul kepada jemaat, yang salah satunya oleh Paulus kepada jemaat

di Kolose. Terlihat jelas di sana bahwa salah satu isu hangat yang dibicarakan

Paulus adalah mengenai pengajaran sesat. Lih. penjelasan tentang latar

belakang Surat Kolose oleh Donald C. Stamps, peny., Alkitab Penuntun

Hidup berkelimpahan, pen., Nugroho Hananiel (Malang: Gandum Mas,

1994), 1986, 1987.

6 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Munculnya berbagai macam pengajaran sumbang merupakan

pembuktian signifikan bagi kenyataan ini. 6

Ditambah lagi, para pengkhotbah (tentu saja tidak

semua) mulai menghindari penelitian Alkitab secara induktif

untuk khotbah-khotbahnya, tidak lagi berfokus pada pesan yang

sesungguhnya, malah menggantinya dengan motivasi-motivasi,

yang bersumber bukan dari Alkitab, akhirnya predikat

”pengkhotbah” yang melekat pada dirinya lebih pantas diganti

dengan ”motivator.” Bukanlah salah jika memberi dorongan

kepada umat melalui khotbah, namun pertanyaannya, apakah itu

yang benar-benar ingin disampaikan Alkitab?

Kelima, sikap yang ”eksklusif” oleh beberapa

anggota dan organisasi gereja. Mungkin secara riil gejala ini

tidak begitu terlihat, namun pada dasarnya pemikiran sempit dan

bahkan apatis terhadap denominasi lain terkadang menjadi

penghalang tercapainya pekabaran Injil “sampai ke ujung

dunia.” Pengintimidasian terhadap denominasi-denominasi baru

yang muncul belakangan masih sering terjadi di beberapa daerah

6Sebagai contoh persolaan ini di masa kini terlihat pada

“kericuhan” yang diciptakan oleh orang-orang yang menyebut dirinya

“pengagum yahweh.” Namun hal ini telah dibantah oleh beberapa orang

seperti I.J. Satyabudi dalam bukunya. Lih. I.J. Satyabudi, Kontroversi Nama

Allah (Jakarta: Wacana Press, 2004).

Pendahuluan 7

di Indonesia,7 sehingga dengan demikian halangan besar

terhadap tumbuh kembangnya Tubuh Kristus bukan saja berasal

dari luar tetapi juga dari dalam Tubuh itu sendiri.

Beberapa pertanyaan yang berusaha dijawab dalam

diskusi ini adalah sebagai berikut: Nilai-nilai apa saja yang

dikemukakan oleh Paulus dalam Surat Kolose mengenai

perkembangan pelayanan gereja yang ideal? Sehingga yang

kedua, apa saja yang dapat menjadi indikator pertumbuhan

gereja yang ideal di masa kini? Ketiga, bagaimana persoalan

ketidak-seimbangan dalam pertumbuhan Gereja ini dapat

diselesaikan berdasarkan Surat Kolose ini?

Risalah Tentang Judul

Penulis menggunakan istilah “risalah”8 pada judul

bagian ini, sebab di dalamnya akan dijelaskan tentang, apa yang

dimaksud penulis dengan judul yang tertera pada sampul buku

ini.

7Sangat disayangkan hal ini masih saja terjadi di kalangan

gereja Tuhan padahal Paulus telah menegurnya sejak awal. Lih. I Korintus

12.

8“risalah” berarti, “yang dikirimkan (surat, utusan, dsb.); surat

edaran (selebaran); karangan ringkas mengenai suatu masalah di ilmu

pengetahuan.” Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1309.

8 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Klausa “Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja,”

digunakan karena penulis menganalogikan tubuh Kristus

sebagai sebuah bangunan, yang di dalamnya harus memiliki

struktur yang lengkap untuk dapat berdiri kokoh.9 Adapun

“Pilar-pilar” di sini menunjuk pada setiap pokok utama, yang

merupakan hasil telaah terhadap Surat Kolose.

Penulis berasumsi bahwa prinsip-prinsip yang

ditemukan dari Surat Kolose, jika diterapkan secara konsisten

dalam sebuah gereja lokal, maka tumbuh-kembang gereja

tersebut dapat dijamin.

9Bandingkan Paulus dalam Efesus 2:19-22.

PILAR I: KUALITAS PELAYAN

Scazzero berkata, “seperti apa para pemimpinnya,

seperti itu juga gerejanya.”1 Tumbuh kembang sebuah gereja

dimulai dari para pelayannya. Penulis sengaja tidak menyebut

“pemimpin” untuk orang-orang yang mengabdi ini, demi

menegaskan tugas mereka yang sesungguhnya.

Metamorfosa

Istilah metamorfosa (juga metamorfosis) dalam dunia

biologi berarti, perubahan susunan seperti berudu menjadi katak;

peralihan bentuk (mis. dari ulat menjadi kepompong, kemudian

menjadi kupu-kupu); istilah ini juga sering digunakan dalam

ilmu geologi dengan arti, proses perubahan struktur batuan krn

peristiwa tekanan dan pemanasan yg sangat tinggi.2

Paulus menggunakan istilah ini dalam konteks

perubahan pola pikir (Rm. 12:2). Istilah serupa juga digunakan

1Peter Scazzero dan Warren Bird, Gereja yang Sehat Secara

Emosional dan Spiritual, peny. Ostaria Silaban, pen. Grace P. Christian

(Batam: Gospel Press, 2005), 27.

2Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1021.

10 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

oleh para penulis Injil ketika menuliskan peristiwa yang dialami

Yesus di atas sebuah gunung (Mat. 17:2; Mrk. 9:2).

Metamorfosis yang dibicarakan di sini juga secara

literal berarti ”berubah,” yakni berubah dalam hal pikiran,

perasaan, dan kehendak, tentu saja kearah yang lebih baik.

Pokok ini muncul dari asumsi penulis bahwa, kualitas seseorang

selalu terjadi melalui proses.

Identitas Paulus

Paulus adalah salah seorang yang memiliki peran

penting dalam Surat Kolose. Selain sebagai penulis, Paulus juga

merupakan bapak rohani, bukan saja bagi beberapa orang yang

namanya disebut dalam Surat, namun lebih dari itu bagi jemaat

secara keseluruhan. Beberapa hal mengenai pribadi kunci ini

akan diuraikan berikut ini.

Paulus, yang juga bernama Saulus ini, disebut dalam

Perjanjian Baru sebanyak seratus delapan puluh kali. Dua puluh

dua kali disebut ”Saulus” dan seratus lima puluh delapan kali

disebut ”Paulus.”3 Sepintas, melihat ”dominasinya” dalam

Perjanjian Baru, dapatlah disimpulkan bahwa pribadi ini

bukanlah pribadi yang patut untuk dilewatkan dalam

3Mary Hartanti Widiasih, “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh

Alkitab Perjanjian Baru (t.k.: t.p., t.t.), 68.

Pilar I: Kualitas Pelayan 11

pembahasan. Bahkan Russell Spittler berkata, ”Selain dari

Kristus sendiri, tidak ada tokoh lain yang begitu penting dalam

Perjanjian Baru seperti Paulus.”4

Penampilan Fisik

Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, secara

fisik sepertinya Paulus bukanlah seorang yang tampan atau

rupawan. Ia dideskripsikan sebagai, ”bertubuh pendek, kakinya

agak bengkok, perawakannya kekar, alisnya tebal hingga saling

bertemu, hidungnya sedikit lengkung. . ..”5 Asumsi ini juga

mendapat penegasan dari beberapa tulisannya sendiri yang

mengindikasikan, betapa Paulus tidak pernah membanggakan

keadaan dirinya secara fisik namun lebih cenderung mengakui

kelemahannya (2 Kor. 10:10; 1 Kor. 2:1,3; 2 Kor. 11:6).6

Namun demikian, penulis masih sedikit meragukan

deskripsi di atas apabila memperhitungkan keanggotaan Paulus

dalam kelompok Farisi sekaligus Sanhedrin.7 Sebab salah satu

persyaratan yang ditekankan untuk menjadi anggota dalam

4Russell P. Spittler, Pertama dan Kedua Korintus (Malang:

Gandum Mas, 1988), 112.

5Sostenis Nggebu, Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem, peny.

Bestiana Simanjuntak dan Ridwan Sutedja (Bandung: Kalam Hidup, 2002),

22.

6Spittler, Pertama, 113.

7Nggebu, Dari Betsaida, 25-27.

12 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kelompok tersebut adalah kesempurnaan fisik.8 Tetapi menurut

penulis diskusi mengenai pokok ini bukanlah sesuatu yang

sangat penting untuk persoalkan lebih jauh, sebab tidak begitu

mempengaruhi penafsiran bagian demi bagian yang akan

diuraikan dalam tesis ini.

Keluarga

Mengenai latar belakang keluarganya, Paulus adalah

seorang dari suku Benyamin yang lahir dan dibesarkan di kota

Tarsus di Kilikia (Kis. 9:11; 21:39; 22:3; Rm. 11:1). Dalam

Kisah Para Rasul 23:6, di hadapan Mahkamah Agama Paulus

mengakui bahwa ia juga adalah keturunan Farisi. Ini

menunjukan bahwa Paulus benar-benar seorang yang bertumbuh

dalam lingkungan keluarga yang sangat religius.

Kewarganegaraan

Berbicara tentang status politiknya, Paulus adalah

seorang warga negara Romawi (Kis. 16:37; 22:25-29). Yang

mana pada masa itu, bangsa Romawi telah menguasai dunia

dengan penerapan berbagai peraturan hukum, mengenai

8Diktat Kuliah: Injil-injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul, sem. I,

1988.

Pilar I: Kualitas Pelayan 13

bermacam-macam kepentingan. Salah satunya adalah

perlindungan terhadap hak-hak warga-negara Roma.9

Pendidikan

Dari banyak sumber terlihat jelas bahwa Paulus

merupakan seorang yang terpelajar. Bahkan berbicara mengenai

kualitas kesarjanaannya, ia adalah seorang cendikiawan yang

sangat cerdas. Keluarga terpelajar merupakan faktor penting

dalam perkembangan inteligensi Paulus. Ia terkondisi dengan

pola pikir edukasi dari dalam keluarganya, ditambah dengan

lingkungan tempat tinggalnya, yaitu kota Tarsus, yang

merupakan kota pendidikan pada masa itu.10

Namun Paulus

tidak menempuh jenjang pendidikannya di kota kelahirannya

itu. Ia belajar di Yerusalem oleh bimbingan guru besar

Gamaliel,11

seorang yang memiliki gelar terhormat ”rabban”

yang berarti ”guru kami.”12

Satu istilah yang dapat menyimpulkan informasi di

atas adalah ”perubahan.” Perubahan yang terjadi secara

progresif baik sebelum maupun sesudah ia mengenal pribadi

9E. A. Judge, “Roma,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,

peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. Broto Semedi, 2:321-

323.

10E. E. Ellis, “Paulus,” dalam Ensiklopedi, Peny. Um. H. A.

Oppusunggu dan yang lainnya, pen. M. H. Simanungkalit, 2:208.

11Illumina: ”Gamaliel,” dalam Ensiklopedi. [CD ROM]

12BibleWorks6: “Gamaliel,” dalam Fauset’s Bible Dictionary,

[CD ROM]

14 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kristus. Perkembangan intelektual dan spiritualnya telah

berlangsung pesat, yang mana hal itu telah terbentuk dengan

dukungan dari lingkungan dan banyak faktor signifikan lainnya.

Produktivitas

Jelas dalam Alkitab bagaimana Paulus telah

mendedikasikan hidupnya untuk Kristus melalui pelayanan Injil.

Banyak hal yang telah dikontribusikan Paulus selama hidupnya

sebagai orang percaya. Namun dalam bagian ini hanya beberapa

hal yang paling menonjol saja yang akan penulis paparkan.

Pertama, penanaman Gereja. Semasa hidupnya

sebagai rasul, Paulus telah begitu aktif terlibat dalam pelayanan

pekabaran Injil bahkan tidak jarang, buahnya adalah sebuah

jemaat baru. Tiga kali bahkan empat perjalanan misinya

bukanlah pekerjaan yang sia-sia, sebaliknya telah membuahkan

banyak jemaat baru serta lebih dari itu telah mengokohkan

keyakinan beberapa di antaranya.13

Kolose bukan salah satu

yang dibukanya, namun Paulus memiliki andil dalam

pembinaannya, walau hanya dengan cara korespondensi.14

Kedua, penulisan Surat. Mungkin pelayanan ini

dapat juga termasuk dalam bentuk pembinaan rohani jemaat.

13Widiasih, “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh, 71-79.

14Kolose 1:1.

Pilar I: Kualitas Pelayan 15

Namun menurut penulis adalah baik jikalau digunakan istilah

”penulisan surat,” sebab pokok yang sedang dibicarakan di sini

adalah mengenai karya-karyanya. Selama pelayanannya, Paulus

telah menulis dan mengirimkan sekian banyak Surat, baik

kepada pribadi maupun komunitas-komunitas Kristen pada

masanya. Dengan ilham Roh Kudus, ia telah membimbing

Jemaat Tuhan, bukan saja pada jaman gereja mula-mula namun

hingga kini. Salah satunya adalah Surat yang dijadikan landasan

tesis ini, yaitu Surat Kolose.15

Ketiga, pemuridan. Dalam perjalanan Paulus sebagai

penginjil, telah dicatat, baik oleh tabib Lukas dalam Kisah Para

Rasul, maupun dalam Surat-suratnya sendiri bahwa ternyata

Paulus bukan saja seorang church planter yang berhasil, namun

juga adalah seorang mentor yang ”jenius” pembentukan

pemimpin baru. Beberapa orang yang berhasil dimuridkannya

tercatat dalam Surat Kolose, mereka adalah Timotius, Epafras,

Tikhikus, Onesimus dan bahkan kemungkinan besar Lukas,

Filemon16

serta beberapa yang lain, pernah dibimbing oleh

Paulus.

Karakter

15Douglas Berglund, “Time Line Paul’s Letters,” dalam Catatan

Kuliah: Kekristenan dan Budaya, MA.Miss (2007).

16Lih. Filemon.

16 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Dalam diskusi tentang karakter Paulus ini, penulis

mencoba untuk memaparkannya secara terbatas, yakni

berdasarkan pengamatan terhadap beberapa bagian dalam Surat

Kolose saja. Beberapa pembagian klausa dalam bagian

pembukaan Surat akan menjadi landasan kajian ini. Sebab,

penulis mengamati beberapa hal menarik sehubungan dengan

karakter Paulus dalam bagian tersebut. Beberapa kutipan berikut

akan dijabarkan untuk menemukan prinsip-prinsip berkenaan

dengan karakter Paulus.

“Rasul Kristus Yesus (1:1).” Karakter Paulus yang

pertama terlihat dari caranya memperkenalkan diri, yakni

sebagai, avpo,stoloj Cristou/ VIhsou/ (avpostolosj Cristou/

Vihsou).17

Dari ungkapan ini dapat dilihat bagaimana Paulus

begitu menyadari akan identitasnya, dalam hal ini berkenaan

posisi dirinya di hadapan Kristus.

Penggunaan istilah avpostolosj yang diterjemahkan

“rasul” oleh Lembaga Alkitan Indonesia, sebelum diadopsi ke

dalam Perjanjian Baru, bukanlah istilah yang dimengerti dalam

konteks, sebagaimana dipahami Gereja pada masa kini. Istilah

ini diambil dari termin pelayaran, yakni dari kata kerja “to send”

17Kolose 1:1. Terj. BibleWorks New Testament [CD ROM]

(selanjutnya untuk ayat-ayat dalam terjemahan bahasa Yunani dikutip dari

BibleWorks New Testament).

Pilar I: Kualitas Pelayan 17

atau “mengutus/mengirim.” Ini menunjuk pada satu atau

sekelompok kapal yang dipimpin untuk melakukan sebuah

ekspedisi kelautan. Hal tersebut bukanlah berbicara tentang

otoritasnya, namun hanya merupakan sebuah kesadaran untuk

menjadi utusan. Bahkan kemudian, istilah ini bisa berarti, biaya,

daftar hasil penjualan dan bahkan juga paspor. 18

Selanjutnya istilah yang diambil dari kata kerja

apostellw ini diterapkan dalam Perjanjian Baru, terhadap

beberapa orang, Yesus sebagai utusan Allah (Ibr. 3:1), pada

utusan Allah untuk berfirman ke Israel (Luk. 11:49), dan utusan

gereja (2 Kor. 8:23; Flp. 2:25). Tapi juga dipakai khusus

mengenai kelompok pejabat tertinggi dalam gereja purba.

Menarik karena istilah ini memiliki pengertian sedikit lebih

dalam dari pada istilah pempw yang yang juga berarti

“mengutus.” Nampaknya apostellw lebih dipahami sebagai

“mengutus dengan tujuan khusus,” sekalipun pada beberapa

bagian kedua istilah ini digunakan tanpa memberi arti yang

berbeda.

Bertolak dari itu, istilah avpostolosj atau rasul yang

diterapkan kepada kedua belas murid, mengacu pada tugas

mereka untuk menjadi utusan-utusan Kristus dengan tujuan

18Ilummina Gold: ”avpostoloj,” dalam Ensiklopedia, Tyndale

House Publishers: 2003. [CD ROM]

18 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pemberitaan namaNya. Dengan modal pengalaman serta

pembelajaran yang intensif bersama Tuhan Yesus. Itulah

sebabnya para rasul adalah pengukur ajaran dalam persekutuan

gereja Tuhan.19

Oleh Paulus gelar ini selalu digunakan dalam surat-

suratnya termasuk dalam Surat Kolose. Hal ini menyiratkan

beberapa hal menarik yang penting untuk dicermati. Pertama,

ini menunjukan kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya

secara penuh di hadapan Kristus. Dengan memperkenalkan diri

sebagai rasul Kristus, Paulus sedang menegaskan bahwa, betapa

ia bertanggung jawab atas tugas yang diebankan kepadanya,

yaitu pemberitaan Injil. Ia meyakini bahwa pertemuannya

dengan Kristus di jalan menuju Damaskus menjadikannya

sebagai saksi dari kebangkitan Kristus (Kis. 9:1-19a; 22:6-16;

26:12-18; bnd. Galatia 1:17).

Kedua, pengakuan kerasulannya juga menunjuk pada

fungsinya sebagai bagian dari pembangunan tubuh Kristus yaitu,

adalah tolok ukur pengajaran dalam gereja. Sebagaimana

ditegaskan dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, bahwa

gereja dibangun atas dasar para rasul dan nabi (Ef. 2:20).

19A. F. Walls, “Rasul,” dalam Ensiklopedi, pen. Sijabat-Runkat,

peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, 2:307

Pilar I: Kualitas Pelayan 19

Ketiga, panggilannya yang jelas juga merupakan

alasan bagi Paulus untuk menekankan gelar istimewa ini.

Panggilan ilahi, yaitu penugasan langsung oleh Tuhan Yesus

merupakan salah satu syarat bagi seorang yang disebut “rasul

Kristus Yesus.” Bahkan keyakinan ini beberapa kali ditegaskan

Paulus dalam surat-suratnya (Rm. 1:1; 1 Kor. 1:1; Gal. 1:1,15,

dsb.).

Dan keempat, pengakuan diri sebagai “rasul Kristus

Yesus” menyiratkan kerendahan hati Paulus untuk tunduk

kepada Kristus yang sebelumnya sangat ditentangnya. Harus

diakui bahwa, ideologi yang telah tertanam dalam diri seseorang

selama puluhan tahun, merupakan hal yang paling sulit untuk

diubah. Kenyataan ini juga berlaku tidak terkecuali kepada

Paulus. Pengubahan keyakinan mengenai Hukum Taurat serta

cara pandang kepada Kristus dan para murid, tentunya bagi

Paulus bukanlah sesuatu yang tidak membutuhkan pergumulan.

Namun pengakuannya sebagai rasul telah membuktikan

kerendahan hatinya untuk berbalik dalam pandangan dan

ideologinya sebelum mengenal Tuhan.20

“Oleh Kehendak Allah (1:1).” Mengenai karakter

Paulus selanjutnya, masih dalam 1:1, yaitu dalam frase dia.

qelh,matoj qeou/ (diav qelh`matojs qeou/). Jika mencermati

20Band. Filipi 3:8.

20 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

hubungan kata demi kata dalam ayat 1 dan 2 berdasarkan

struktur kalimatnya, maka fungsi preposisi yang dipadankan

dengan kata benda dalam bentuk kasus genetif, maka

“diav”pada bagian ini sedang berbicara mengenai suatu “sebab

atau alasan” dari sebuah kegiatan.21

Sementara satu-satunya

kegiatan yang tersirat adalah “menulis surat.” Singkatnya, yang

menjadi penyebab atau alasan dari kegiatan Paulus dalam

menulis Surat Kolose adalah “kehendak Allah.” Namun yang

lebih menarik di sini, bahwa ternyata preposisi ini, dapat

digunakan dengan makna temporal, sehingga menegaskan kurun

waktu atau peristiwa yang terjadi bersamaan dengan tindakan

kata kerja pokok.22

Jadi, adalah sangat logis jika preposisi ini

juga bermaksud untuk menjelaskan bahwa, segala hal, baik

dalam penulisan Surat maupun panggilan serta kerasulannya,

adalah berdasarkan kehendak Allah sendiri. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa, melalui bagian ini terlihat bahwa

sesungguhnya Paulus dalam segala aspek hidupnya berorientasi

pada kehendak Allah.

“Timotius Saudara Kita.” Cara pandang Paulus

terhadap “anak rohani-nya” terlihat di bagian terakhir 1:1,

21Petrus Maryono, Diktat Kuliah: Gramatika dan Sintaksis

Bahasa Yunani Perjanjian Baru, 1994, 68,69.

22Ibid.

Pilar I: Kualitas Pelayan 21

menurut penulis, sapaan “o` avdelfo.j” (o` avdelfosj) atau

“saudara itu” oleh Paulus bagi Timotius merupakan sesuatu

yang unik. Secara literal istilah ini berarti saudara kandung,

tentu saja dalam konteks ini istilah o` avdelfos bukan

dimengerti secara demikian. Namun dalam bagian ini, sapaan

tersebut sangatlah pantas untuk dimengerti secara figuratif, yang

menunjuk pada pengertian anggota komunitas Kristen, dan

assosiasi para pekerja rohani. Bagi orang Yahudi istilah ini bisa

menunjuk pada saudara sebangsanya (Kis. 3:22). Dan terakhir

dimengerti dalam hubungan persahabatan (Mat. 5:22).23

Melihat

berdasarkan istilah yang sama, yang juga digunakan Paulus

ketika menyapa Jemaat, penerima suratnya, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan mengenai prinsip-prinsip yang dimiliki

Paulus dalam hal pemahaman akan hubungannya dengan orang

percaya lainnya. Bagi penulis, dari sapaan di atas, terlihat kasih

sayang dan ketulusan hati kepada sesama orang percaya

sehingga menghasilkan kepedulian yang intens, serta dukungan

yang penuh kepada seorang “anak rohani” untuk menghasilkan

buah dalam pelayanannya.

Realita dan kesimpulan di atas, semakin jelas pada

ayat-ayat selanjutnya. Dalam bagian terakhir ayat 2, Paulus

mengucap berkat bagi jemaat serta mendoakan jemaat untuk

23BibleWorks6: “avdelfo,j, ou/, o brother,” dalam Friberg

Lexicon. [CD ROM]

22 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pertumbuhan rohani mereka pada beberapa ayat selanjutnya

(1:3, 9-11). Bertolak dari itu, penulis tertarik untuk menjabarkan

secara terperinci mengenai berkat yang diucapkan Paulus pada

bagian ini, sebagaimana yang juga biasa ditulisnya dalam surat-

surat lainnya.24

Sinergi

Dalam Surat Kolose Paulus mencantumkan beberapa

nama dari pribadi-pribadi yang berperan penting dan tentu saja

dikenal oleh jemaat, baik yang bersama-sama Paulus maupun

bersama-sama para penerima Surat. Beberapa hal istimewa

berhubungan dengan pribadi-pribadi tersebut juga terkadang

dikemukakan Paulus, sehingga sangat bijaksana jka tidak

dilewatkan untuk disimak.

Tikhikus (4:7,8). ”saudara kita yang kekasih, hamba

yang setia dan kawan pelayan dalam Tuhan. Ia kusuruh

kepadamu dengan maksud, supaya kamu tahu akan hal ihwal

kami dan supaya ia menghibur hatimu.” Yang berperan sebagai

kurir dalam pengiriman Surat Kolose adalah seorang yang

bernama Tikhikus. Berdasarkan Kisah Para Rasul 20:4, ternyata

Tikhikus berasal dari Asia. Sekalipun mungkin Kolose bukanlah

tempat asalnya, namun perjalanannya kali ini juga dapat

24Pokok ini akan dibahas pada bagian berikutnya.

Pilar I: Kualitas Pelayan 23

dikatakan pulang ke kampung halaman. Dalam ekspedisi ini,

bukan hanya Surat Kolose yang dibawa oleh Tikhikus, tetapi

juga sepertinya ada Surat lainnya yaitu, Surat untuk Jemaat di

Efesus.25

Sangat menarik ketika Paulus mendeskripsikan

Tikhikus di hadapan Jemaat Kolose. Ia disebut ”saudara kita

yang kekasih, hamba yang setia dan kawan pelayan dalam

Tuhan.” Citranya dikemukakan Paulus dalam tiga frase yang

positif. Pertama, frase “o` avgaphto.j avdelfo.j” (o` avgaphtosj

avdelfosj). Sebagaimana Timotius, Tikhikus juga disebut

“saudara” oleh Paulus dengan menambahkan kata sifat o`

avgaphtosj. Posisi atributif26

dalam paradigma kata sifat ini

menunjukan suatu penekanan yang khusus.27

Besar

kemungkinan bahwa, hal ini menunjukan pokok yang

dikemukakan di sini adalah bagaimana “kasih” yang layak

diterima oleh tikhikus sebagai saudara, bagaimanapun

keadaannya sebagai pribadi.

Kedua, Tikhikus diterangkan sebagai seorang

“pisto.j dia,konoj” (pistosj dia]konojs), secara sederhana

diterjemahkan “hamba yang setia” oleh Lembaga Alkitab

25Jarry Autrey, Surat Kiriman Penjara (Malang: Gandum

Mas, 1998), 155.

26Lih. Keterangan dalam Saparman, Diktat Kuliah: Bahasa

Yunani, MA.Miss: 2007, 20.

27Maryono, Diktat Kuliah, 61.

24 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Indonesia. Dapat dipahami bahwa keterbatasan bahasa,

seringkali menyebabkan kurang lengkapnya hasil terjemahan

dari teks asli. Itulah sebabnya penting untuk

membandingkannya dengan beberapa Alkitab terjemahan

lainnya. Istilah “trustworthy” dipakai dalam terjemahan The

New American Bible untuk mewakili kata sifat pistosj ini.

Sedangkan dalam terjemahan King James Version disebut

dengan istilah “faithful,” demikian juga dalam beberapa

terjemahan Bahasa Inggris lainnya.28

Namun Dalam Friberg

Lexicon istilah ini dijelaskan sebagai berikut:

(1)Bentuk aktif; (a) seorang yang sedang meyakini,

mempercayai, penuh iman, penuh kepercayaan (Yoh.

20:27); (b) tentunya, sebagai kata sifat percaya (dalam

Kristus) (Kis. 16:1); secara substantive orang percaya (2

Kor. 6:15); oi` pistoioi` pistoioi` pistoioi` pistoi, secara literal orang-orang

percaya, yakni orang Kristen (1Tim. 4:3); pisth,pisth,pisth,pisth, seorang percaya wanita, wanita Kristen (1T 5.16); (2)

bentuk passif; (a) pribadi-pribadi yang dapat dipercaya,

beriman, dapat dijadikan tempat bersandar (Kol. 4:7),

lawan dari istilah a;dikoja;dikoja;dikoja;dikoj (tidak bijak); (b) kesetiaan

Allah (Ibr. 10:23); (c) sehubungan dengan hal-hal,

khususnya berhubungan dengan apa yang disebut yakin,

kenyataan, dapat diterima (1 Tim. 1:15)29

28Beberapa terjemahan tersebut dapat dilihat dalam BibleWorks

6. [CD ROM]

29BibleWorks6: “pisto,j, h,, o,n” dalam Friberg Lexicon.

Pilar I: Kualitas Pelayan 25

Ternyata bahwa, Tikhikus bukanlah seorang pelayan

yang sekadar setia saja, namun kesetiaannya tesebut memiliki

suatu nilai yang lebih. Ia adalah seorang yang percaya,

berkeyakinan dan penuh iman. Sebagaimana seharusnya desain

dari seorang Kristen.30

Ketiga, frase “su,ndouloj evn kuri,w|” (su]ndoulosj evn

kuri^w). Tikhikus bukan hanya disebut sebagai “hamba yang

penuh iman” namun ia juga diterangkan sebagai seorang

“su]ndoulosj” dalam Tuhan. Ada beberap kali kata dasar istilah

ini digunakan dalam Perjanjian Baru, namun dalam bentuk

nominatif maskulin tunggal, hanya empat kali istilah ini dipakai

dalam Alkitab (Mat. 18:29; Kol. 4:7; Why. 19:10; 22:9).31

Dalam setiap konteks ayat-ayat tersebut, istilah ini menunjuk

kepada seseorang, yakni hamba, dengan menekankan

kesejajaran status.

Onesimus (4:9). Dalam perjalanannya, Tikhikus

bersama-sama dengan seorang budak dari seorang kaya di

Kolose yang bernama Filemon,32

yakni Onesimus. Sebelumnya

ia telah melarikan diri, dan dimenangkan oleh Paulus dalam

30BibleWorks6: “Faithful,” dalam Easton’s Bible Dictionay.

31Lih. BibleWorks 6: Keterangan dalam BNM Morph +

Barclay-Newman

32Lih. Surat Filemon.

26 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Penjara. Ada banyak penafsiran mengenai kasus Onesimus

sehubungan dengan Filemon, namun hal yang dapat

disimpulkan di sini bahwa, ada suatu perubahan yang terjadi

dalam dirinya. Apapun pelanggaran yang pernah dilakukannya,

yang jelas adalah kini Onesimus kembali kepada Filemon

dengan membawa sepucuk surat, sekaligus permohonan maaf.

Surat dari Paulus tersebut adalah yang dinamakan Surat Filemon

dalam kanon Perjanjian Baru.33

dari saudara kita yang setia dan

yang kekasih, seorang dari antaramu (bnd. Filemon).

Sekali lagi Paulus menekankan kesejajaran status

dalam Kristus, dalam penjelasannya mengenai Onesimus. Ia

menyebutnya sebagai “saudara kita yang setia dan yang

kekasih,” sekalipun kemungkinan besar, sebelumnya ia dikenal

sebagai seorang yang tidak setia terhadap tuannya Filemon.

Kepada Filemon Paulus seolah-olah mendesak agar Onesimus

dapat diterima dengan penuh keterbukaan.34

Bahkan ia

ditekankan sebagai, “seorang dari antaramu.” Untuk

mengingatkan jemaat pada kebersamaan mereka sebelumnya.

Aristarkus, Markus, Yustus (4:10-11). Dalam

kesusahan Paulus dalam penjara, ada tiga orang yang disebutnya

33Autrey, Surat Kiriman, 155.

34Filemon.

Pilar I: Kualitas Pelayan 27

sebagai “temanku sepenjara,” “teman sekerja” serta

“penghibur,” yaitu Aristarkus, Markus, Yustus. Salah seorang

dari mereka yaitu Markus, kemungkinan besar akan segera

mengunjungi Jemaat Kolose, sehingga Paulus meminta jemaat

agar ”terimalah dia, apabila dia datang kepadamu (4:11).”

Mengenai Markus, sebelumnya Paulus pernah tidak

mengijinkannya untuk turut dalam perjalanan pelayanan, bahkan

hal tersebut sempat meimbulkan perselisihan antara Paulus

dengan Barnabas.35

Namun kali ini terlihat betapa Paulus sangat

senang dengan kehadirannya. Nyata bahwa, tidak ada persoalan

yang dapat menghalangi lancarnya keberlangsungan pelayanan.

Epafras (4:12-13). Peran seorang gembala yang

bernama Epafras dalam pertumbuhan rohani jemaat Kolose,

merupakan hal yang begitu signifikan. Seorang dari Kolose ini

dikatakan telah secara konsisten mendoakan kerohanian jemaat,

sehingga pertumbuhan kearah kedewasaan terus berlangsung

secara progresif. Adapun bentuk partisip kini untuk kata kerja

yang diterjemahkan ”bergumul (avgwnizo,menoj-

avgwnizo!menosj),” sedang menunjukan usaha yang sangat keras

dan intesif dalam mendoakan jemaat,dan dilakukan secara

35Kis. 15:37-39.

28 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

progresif dalam hal waktu.36

Sebagaimana seorang olah-

ragawan yang sedang berjuang dalam sebuah pertandingan

atletik untuk meraih gelar juara.37

Kecintaan Epafras sebagai

seorang gembala terhadap jemaat, mmungkinkan hal tersebut

mampu untuk dilakukannya.

Tidak ada keterangan yang jelas mengapa Epafras

tidak kembali ke Kolose untuk menyampaikan Surat Paulus.

Mengenai hal ini, Autrey mengemukakan dua kemunginan

yaitu, pertama, ”Nampaknya Epafras telah dipenjarakan

bersama Paulus.”38

Namun ia juga berkata, yanga kedua, ”. . .

bisa berarti bahwa Epafras memilih untuk tinggal bersama

Paulus dan tidak ditahan oleh penguasa Romawi.”39

Namun

yang jelas, dialah yang membawa kabar tentang keadaan jemaat

kepada Paulus yang berada di Roma.40

Nimfa (4:15). Selanjutnya Paulus menyapa dengan

salamnya, kepada jemaat yang ada di Laodikia serta seorang

36Fritz Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key To The

Greek New Testament, peny. Cleon L. Roger Jr. (Grand Rapids: Zondervan

Publishing House, 1980), 584.

37Barclay-Newman, “avgwnizo,menoj” dalam Greek English

Dictionary dalam BibleWorks 6.

38Autrey, Surat Kiriman, 156.

39Autrey, Surat Kiriman, 156.

40Kol. 1:7.

Pilar I: Kualitas Pelayan 29

yang rumahnya dipakai sebagai sarana persekutuan, yakni

Nimfa. Nampaknya di sini Nimfa berperan sebagai orang yang

menyediakan akomodasi untuk pelayanan. Nampaknya rumah

Nimfa dipakai sebagai Pos Pelayanan Injil di daerah dekat

Laodikia. Kesejajaran antara ketiga obyek dari kata kerja

imperatif VAspa,sasqe (VAspa!sasqe) yang diterjemahkan

“salam” oleh Lembaga Alkitab Indonesia,41

menunjukan bahwa

jemaat yang berada di rumah Nimfa bukanlah jemaat Laodikia.

Jadi jemaat di rumah Nimfa ini dapat dikatakan sebagai cabang

dari gereja di Laodikia atau dalam istilah yang populer pada

masa kini, Pos Pekabaran Injil (dari jemaat Laodikia). Tidak ada

keterangan mengenai waktu berdirinya Pos Pelayanan ini,

namun kemungkinan besar jemaat yang berada di Laodikia lebih

dahulu berdiri lalu kemudian mereka membuka cabang di rumah

Nimfa. Di sini nampak jiwa misioner dalam diri mereka, baik

jemaat Laodikia maupun Nimfa.

Lukas dan Demas (4:14). Dalam Surat Kolose ini,

Paulus juga tidak lupa menyampaikan salam dari beberapa

orang yang ada bersama-sama dengannya di Roma. Ada dua

nama yang disebutnya, yakni Lukas dan Demas. Menarik karena

tiga kali Paulus menyebut nama kedua orang ini dalam tiga

41Setiap pembahasan yang berhubungan dengan diagram

Bahasa Yunani, dikutip penulis berdasarkan diagram dalam program

Komputer BibleWorks 7. [CD ROM]

30 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

suratnya. Dua kali pencantuman yang dapat dikatakan sama,

dalam hal konteks, yakni dalam Surat kepada jemaat Kolose dan

kepada Filemon yang juga berada di Kolose. Namun penyebutan

yang ketiga, terdapat dalam Surat keduanya kepada Timotius,

yang ditulis Paulus beberapa tahun kemudian.42

Dalam 2 Timotius 4:10-11 Paulus berkata, “karena

Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah

berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan

Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku.”

Bukan pujian yang dikatakan Paulus dalam bagian ini, namun

sebaliknya ungkapan rasa kecewa. Kelihatannya, dari kedua

orang ini, yang tetap bertahan dalam jalur pelayanan hanya

Lukas, sedangkan Demas memilih untuk “mengubah jalur.”

Adapun beberapa tahun kemudian, tabib Lukas menghasilkan

buku dari catatan-catatannya mengenai sejarah gereja, yakni

Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.43

Tidak ada keterangan lebih

42D. Guthrie, “Timotius dan Titus, Surat-surat Kepada” dalam

Ensiklopedi Alkitab, peny. Um. H.A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen.

M.H. Simanungkalit, 2:479.

43Tidak ada keterangan secara biblika mengenai hal ini namun,

“Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil ketiga dan kitab Kis

ditulis oleh seorang non-Yahudi berbahasa Yunani. . .. Ia dokter medis,

berpendidikan dan menjadi kawan seperjalanan Rasul Paulus. Ia bernama

Lukas.” J.N Geldenhuys, “Lukas, Penulis Injil,” dalam Ensiklopedi Alkitab,

pen. Soelarso Sopater, 1:654.

Pilar I: Kualitas Pelayan 31

lanjut mengenai pelayanan Demas, setelah meninggalkan

Paulus.

Arkhipus (4:17). Selanjutnya ada himbauan tentang

pelayanan kepada seorang hamba Tuhan yang bernama

Arkhipus. Kata kerja imperatif kini yang digunakan Paulus pada

kata “perhatikanlah,” lebih jelas dapat diterjemahkan “teruslah

perhatikan.”44

Ini menunjukan bahwa himbauan ini sebenarnya

bukan disebabkan oleh kelalaian Arkhipus dalam hal

melaksanakan tugas-tugas pelayanannya, namun ia hanya terus

diberi dorongan untuk mempertahankan prestasinya.

Adapun mengenai jenis pelayanan yang diterimanya,

nampak berdasarkan istilah diakoni,an (diakoni!an) yang dipakai

di sana bahwa, Arkhipus adalah seorang diaken. Yang mana

secara semantik, kata benda yang berfungsi sebagai obyek

dalam kalimat ini, digunakan dalam berbagai konteks pelayanan.

Dalam Kekristenan, kata ini mengacu pengertian yang cukup

luas. Cakupan pelayanan berhubungan dengan istilah ini yakni,

dapat berupa pelayanan meja sampai kepada pelayanan

pekabaran Injil.45

Jadi ternyata, Arkhipus adalah seorang yang

memiliki tanggung jawab besar dalam jemaat, kepercayaan yang

44Lih. Maryono, Diktat Kuliah, 106.

45W.E. Vine, “Ministering, Ministration, Ministry,” dalam An

Expository Dictionary Of New Testament Words (New Jersey: Fleming H.

Revell Company, 1966), 3:74-75

32 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

diberikan kepadanya telah dijalankan dengan benar dan

dorongan agar mempertahankannya terus diberi oleh Paulus.

Sehingga hasilnya akan menjadi semakin sempurna.

Sebuah konklusi yang dapat ditarik sehubungan

dengan bahasan tentang beberapa pribadi di atas tidak lain

adalah, usaha Paulus dalam menciptakan suatu sinergi dalam

keberlangsungan pelayanan yang tengah dilaksanakan pada

waktu itu. Sapaan-sapaan yang dikemukakan Paulus kepada

pribadi-pribadi di atas juga jemaat, menunjukan konektisitas

yang baik di antara mereka. Keadaan yang sangat kondusif ini

tentu saja ingin terus dipertahankan Paulus dalam pelayanan di

antara mereka, baik antara jemaat dengan para pelayan Tuhan,

jemaat dengan jemaat serta di antara para pelayan Tuhan.

Menurut penulis, ”sinergi” merupakan istilah yang paling tepat

untuk menyimpulkan bagian ini.

PILAR II: IDENTITAS DIRI JEMAAT (1:2)

Sudah menjadi warna dalam tulisan-tulisan Paulus, ketika

ia memberi deskripsi tentang identitas rohani penerima suratnya.

Dalam konteks Surat Kolose, beberapa hal mengenai penerima

suratnya diidentifikasi sebagai ”saudara-saudara yang kudus dan yang

percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera

dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu (1:2).

Kata sifat agi,oij (a`gi!oisj). Menurut informasi dari

Rienecker, “kata sifat ini dapat berarti suatu subtitutive yakni

“saudara-saudara yang kudus” atau juga dapat berarti sebagai

subtitutive yang berindikasi pada suatu tingkatan tertentu dalam

masyarakat yakni “pribadi-pribadi yang kudus.”1 Adapun mengenai

istilah subtitutive dalam kutipan di atas, Hornby dalam Oxford

Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, menjelaskan

sebagai berikut:

Substitute. Sebagai kata benda~ (untuk seseorang atau

sesuatu) seseorang atau sesuatu yang menggantikan, tidakan

untuk atau melayani sebagai seseorang atau sesuatu yang lain.

. .. Substitute. Sebagai verbal. (a) Seseorang/sesuatu yang

1Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key, 564.

34 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menempatkan atau memakai seseorang atau sesuatu pada

posisi seseorang atau sesuatu yang lain. (b) untuk

seseorang/sesuatu yang bertindak atau melayani sebagai

pengganti.2

Bertolak dari itu, kembali pada istilah a`gi!oisj di atas, dapat dilihat

bahwa sesungguhnya ada masa dimana jemaat belum menjadi kudus

dan akhirnya tiba pada suatu titik dimana substansi ini berlaku pada

mereka.

Mengenai istilah ini, Porter menjelaskan bahwa,

Atas dasar karakter dan perilaku Kudus Allah serta sebagai

konsekuensi dari pada karya penyelamatan Kristus, Paulus

menekankan bahwa orang-orang percaya juga telah menjadi

kudus atau telah disucikan. Bagi Paulus, kekudusan atau

kesucian adalah merupakan status dalam karya keselamatan,

dan bahkan lebih penting lagi berkenaan dengan etika serta

kesempurnaan eskatologikal.3

Lebih dari itu Porter juga menambahkan bahwa pemakaian istilah

Orang-orang kudus atau “para Santo” ini menunjuk pada anggota-

anggota komunitas Kristen, yang mana kepada mereka Paulus

mengalamatkan Surat-suratnya. Ia menyapa mereka sebagai orang-

orang kudus. Istilah “kudus” bagi orang Kristen, bukanlah sekadar

sebutan sehubungan dengan kondisi saja. Namun dalam pandangan

2A.S. Hornby, “Substitute,” dalam Oxford Advanced Learner’s

Dictionary Of Current English, peny. Jonathan Crowther, Kathryn Kavanagh

dan Michael Ashby (Oxford: Oxford University Press, 1995), 1192.

3Gerald F. Hawthorne, Ralph Martin dan Daniel G. Reid, Peny.

Um., “Holines, Sanctification,” dalam Dictionary Of Paul And His Letters,

Oleh S.E. Porter (Illinois: InterVarsity Press, 1993), 397.

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 35

Paulus, kekudusan adalah menyangkut dua hal, yakni suatu kondisi

dan juga merupakan sebuah proses, yang mana setiap orang percaya

terlibat dalam pekerjaan Allah, Kristus, atau bahkan Roh Kudus. Hal

ini sejajar dengan penyebutan bagi umat Allah dalam Perjanjian Lama

(bnd. Rom. 12:1; 15:16; Kol. 1:22; 3:12; Ef. 1:4; 5:27).4

Mengenai penggunaan istilah ini dalam Surat Kolose,

Porter menjelaskan bahwa, Kolose 1:28 dan Efesus 4:13 memiliki

perspektif konseptual yang sama terhadap pengudusan, lebih dari itu

penggunaan istilah teleios (“sempurna”) telah merangkum

keseluruhan istilah yang ingin digunakan Paulus untuk Orang

Percaya.5

Frase (toi/j) pistoi/j avdelfoi/j evn Cristw (pistoisj

avdelfoisj evn Cristw). Terjemahan langsung dari posisi atributif

pada ajektifal ini adalah, “saudara-saudara yang percaya dalam

Kristus.” Adapun istilah pistois di atas diambil dari kata adjektif

verbal pisto,j pisto,j pisto,j pisto,j (pistosjj jj) yang menurut Strong’ Concordance dijelaskan:

pisto,j pisto,j pisto,j pisto,j pistos {pis-tos'}. arti: 1) percaya, beriman 1a) seseorang yang menunjukan keyakinan mereka dalam sebuah

transaksi bisnis, suatu eksekusi dari sebuah komando, atau

perintah untuk pembebasan dari suatu tugas 1b) seseorang

yang tetap mempertahankan kepercayaannya secara serius

sekalipun dalam keadaan sulit, layak dipercaya 1c) hal itu

dapat menjadi nyata 2) dapat dengan mudah dipercaya 2a)

mempercayai, meyakini, mengimani 2b) dalam Perjanjian

4Hawthorne, Martin dan Reid, Peny. Um., “Holines,

Sanctification,” dalam Dictionary Of Paul, 397.

5Ibid., 401.

36 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Baru, seseorang yang percaya kepada janji Allah ialah 2b1)

seseorang yang meyakini bahwa Yesus telah bangkit dari

kematian 2b2) seseorang yang meyakini bahwa Yesus adalah

Mesias dan pembawa keselamatan.6

Jadi menurut penjelasan dari kutipan di atas nyata bahwa

tidak semua orang di Kolose mamiliki atribut ini. Apalagi konteks

yang sedang dibicarakan dalam bagian Surat ini adalah para pengikut

Kristus. Yang mana telah terbukti bahwa, memang ketika seseorang

memiliki serta menyadari akan “pistos” dalam dirinya maka

kapabilitasnya dalam berbagai proses iman akan terus berkembang

secara progresif. Sehingga hasil akhirnya adalah pertahanan yang

teguh dalam iman kepada Tuhan Yesus.

Posisi “dalam Kristus” sedang berbicara tentang

hubungannya dengan jemaat Kolose yang sudah berlaku sebelumnya.

Yakni pribadi-pribadi yang memiliki hubungan saudara karena sama-

sama berada dalam Kristus. Berada dalam ikatan keluarga dalam

Kristus. Prinsip relasi ini sama sekali tidak dibatasi oleh hubungan

darah, daerah tempat tinggal, budaya, warna kulit atau hal-hal yang

menonjolkan perbedaan lainnya. Paulus secara tidak langsung telah

menunjukan bahwa apabila seseorang menjadi percaya kepada Kristus

maka secara otomatis ia akan berada pada hubungan yang unik, bukan

saja dengan Kristus sebagai Tuhannya namun juga dengan orang-

orang percaya lainnya di manapun berada, yakni sebagai saudara-

saudaranya.

6BibleWorks6: “pisto,j” dalam Stong’s Cocordance.

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 37

Pada bagian akhir ayat 2 Paulus mengucapkan berkat

yang sangat istimewa bagi jemaat dengan berkata ”Kasih karunia dan

damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu.” Dalam bagian

ini beberapa prinsip mengenai berkat dapat diuraikan. Pertama, ia

mengemukakan isi berkat yang diperuntukan bagi orang percaya

tersebut. Dengan cara yang unik, Paulus sering mengucapkan bagi

jemaat melalui surat-suratnya bahwa, ca,rij umi/n kai. eivrh,nh avpo. qeou/

patro.j h`mw/n (carijs u`mi/n kai eivrhnh avpo qeou/ patros h`mw/n).

Berkat yang diucapkan Paulus di sini bukanlah sekadar berkat jasmani

yang dapat diukur secara indrawi.

Istilah carijs dalam penggunaan umumnya mencakup

aspek yang sangat luas. Dalam penjelasannya mengenai konsep

pilihan dalam konteks keselamatan, Marantika menginformasikan

bahwa, dalam literatur Yunani istilah ini menunjuk pada sesuatu yang

mendatangkan kepuasan dan menjamin sukacita. Suatu keindahan

dalam bentuk obyektif (lahiriah) dan secara subyektif sikap bathin

yang dirasakan terhadap seseorang (bathiniah).7 Artinya juga

berhubungan dengan perasaan timbal balik dari penerima, yaitu rasa

syukur. Syukur dalam bentuk kata kerja pembantu berarti “bagi

kepentingan memperoleh sesuatu.”8 Dalam Perjanjian Baru, arti

carijs berhubungan dengan sukacita dan kepuasan serta keindahan

(Luk. 4:22; Ef. 4:29); perbuatan baik, kasih, karunia, simpati (Luk.

1:3; 2:52; Kis. 7:10,46; 11:23); yang berhubungan dengan Allah

7Chris Marantika, Soteriologi and Spiritual Life (Yogyakarta:

Iman Press, 2001), 5-10.

8BibleWorks6: “ca,rij” dalam Friberg Lexicon.

38 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menyatakan kasihNya tanpa disebabkan kebaikan (Kis. 11:23; Rm.

11:6; 2 Kor. 4:15; 6:1; 2 Tes. 1:2); penggunaan dalam pengucapan

syukur (1 Tim. 1:12; 2 Tim.1:3; 1 Kor. 10:3); Menyatakan faedah-

faedah (berkat-berkat) yang bersumber kepada anugerah keselamatan

dalam Kristus, yang meliputi anugerah keselamatan oleh Yesus (1 Pet.

1:10,13; 2 Kor. 8:9), Kristus pribadi sebagai wujud anugerah

kebenaran (Yoh. 1:8; 1 Kor. 15:8-10), seluruh kondisi keselamatan

seseorang (Rm. 5:2; 1 Pet. 5:12), juga berkat-berkat sementara di

dunia ini (2 Kor. 9:8, 6-7).9

Jadi secara luas dapat dikatakan bahwa, ucapan berkat

yang diucapkan Paulus ini, sekalipun merupakan hal yang sering

diucapkan, bukan berarti bobotnya menjadi ringan. Sebaliknya,

melalui ucapan berkat ini, Paulus ingin selalu mengingatkan setiap

pembaca Suratnya mengenai kebesaran anugrah Allah yang berlaku

atas mereka. Sebab di dalamnya mengandung makna yang sangat

dalam yakni, penebusan, pimpinan, penghiburan kekal serta

pengharapan abadi.

Berkat yang berikutnya ialah, eivrhnh. Istilah yang

dalam bahasa Ibrani disebut ~Al+v' (šälôm) biasanya diucapkan sebagai

salam sapaan.10 Namun makna literal dalam kata ini sesungguhnya

sangat dalam. eivrhnh dalam paradigma tata bahasa Yunani, adalah

9Vine, “Grace” dalam An Expository Dictionary, 1:169-171.

10Kenyataan ini dapat dilihat pada terjemahan istilah eivrhnh

untuk kata šälôm dalam Septuaginta. BibleWorks6: LXX Septuaginta Rahlfs’.

Pilar II: Identitas Diri Jemaat (1:2) 39

sebuah kata benda feminin tunggal yang dalam penggunaannya

ditempatkan pada kasus nominatif, yang menunjuk pada subyek dalam

sebuah kalimat. Jelas bahwa, kata eivrhnh bukanlah sesuatu yang

ditindaki/dikerjakan oleh seseorang atau jelasnya kata kerja, tetapi

eivrhnh adalah sesuatu yang dapat menghasilkan atau menyebabkan

sesuatu terjadi. Sebuah benda yang diberikan bagi seseorang sehingga

dapat dimiliki untuk diaktifkan.

Vine menjelaskan bahwa,

istilah ini mendeskripsikan, (a) hubungan yang harmonis

antara manusia (Mat.10:34; Rm.14:19); (b) antara bangsa

(Luk.14:32; Kis.12:20; Why.6:4); (c) antara sahabat (Kis.

15:33; 1 Kor.16:2; Ibr.11:31); kebebasan dari segala bentuk

gangguan kejahatan (Luk.11:21; 19:42; Kis.9:31; (e) tugas

kenegaraan (Kis.24:2); dalam gereja (1 Kor.14:33); (f)

Keharmonisan hubungan antara Allah dan Manusia, yang

disempurnakan dalam Injil (Kis.10:36; Ef.2:17); nilai dasar

dari suatu peristirahatan dan segala hal yang termuat di

dalamnya (Mat.10:13; Mrk. 5:34; Luk.1:79; 2:29; Yoh.14:27;

Rm.1:7; 3:17; 8:6; juga menjelaskan tentang hubungan yang

tidak terpisahkan hingga pada akhir jaman (Rm. 5:1).11

Dalam konteks Kolose 1:2, Vine menambahkan bahwa “dengan

kesabaran, setiap orang percaya akan dikuatkan dengan segala

kekuasaan.” Ini dimungkinkan oleh Roh Tuhan yang ada dalam

diri setiap orang percaya (Ef. 3:16).12

11Vine, “Peace, Peaceable, Peaceably,” dalam An Expository

Dictionary, 3:167-168.

12Ibid.

40 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kesimpulan yang dapat ditarik di sini ialah bahwa,

bagi Paulus berkat yang paling esensi dalam kehidupan Kristen

adalah berkat rohani yang telah diperuntukan khusus bagi orang

percaya, bukan berkat jasmani yang hanya bernilai untuk masa

kini saja, sekalipun itu berguna. Pemahaman akan bagian yang

istimewa ini, merupakan hal yang sangat penting bagi setiap

orang percaya. Dengan demikian “kelimpahan berkat” dalam

kehidupan Kristen bukanlah berdasarkan materi yang hanya

dapat diukur secara indrawi, serta dapat dimiliki oleh setiap

orang di dunia ini sekalipun tidak percaya. Namum lebih dari itu

berkat yang paling istimewa dan khusus hanya dimiliki orang

percaya, yakni berkat kekal yang sama sekali tidak terbatas oleh

ruang bahkan waktu. Identitas rohani yang dipahami secara

benar oleh setiap orang percaya, akan membawa mereka kepada

pembentukan karakter yang progres sehingga menghasilkan

integritas ideal.

PILAR III: KARAKTER JEMAAT (1:3-14)

Fakta mengenai karakteristik jemaat Kolose jelas

dinyatakan Paulus dalam ungkapan syukur yang sangat mendalam.

Kabar yang diterimanya dari Epafras (1:7) sungguh memberikan

semangat yang baru bagi dirinya sebagai pelayan Tuhan. Nyata bahwa

jerih lelah mereka dalam pelayanan selama ini, baik oleh Paulus

maupun para pelayan Tuhan lainnya termasuk Epafras telah

menghasilkan buah. Beberapa hal mengenai pertumbuhan ini

dikemukakan Paulus secara terperinci.

Dalam dua paragraf selanjutnya setelah ucapan salam

Paulus, penulis mengamati adanya pertumbuhan karakter yang

dinamis dari sisi jemaat Kolose, melalui kebanggaan dan dukungan

Paulus melalui doa dan motivasi. Pada paragraf yang pertama dalam

bagian ini (3-8), Paulus berkata:

Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita

Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, 4 karena

kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus

dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh

karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga.

Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar

dalam firman kebenaran, yaitu Injil, 6 yang sudah sampai

kepada kamu. Injil itu berbuah dan berkembang di seluruh

dunia, demikian juga di antara kamu sejak waktu kamu

42 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan

sebenarnya. 7 Semuanya itu telah kamu ketahui dari Epafras,

kawan pelayan yang kami kasihi, yang bagi kamu adalah

pelayan Kristus yang setia. 8 Dialah juga yang telah

menyatakan kepada kami kasihmu dalam Roh.

Pertama, “imanmu dalam Kristus.” Istilah “iman” yang

digunakan di sini dalam paradigma bahasa Yunani, agak sedikit

berbeda dengan “iman” yang telah dijelaskan sebelumnya. Istilah

pi,stin yang diambil dari akar kata benda feminin tunggal pi,stij, pada

bagian ini berkasus akusatif, yaitu sebagai obyek dalam kalimat.

Dalam kamus Yunani-Indonesia, Newman Jr. menuliskan (mengenai

arti kata), “πιστις, εος f iman, kepercayaan, keyakinan; iman kristen;

kekuatan iman (Rom. 14:22, 23); (?) ajaran (Yud. 3,20); tanggungan,

bukti (Kis. 17:31); janji (1Tim. 5:12)”.1

Lebih lanjut dalam Strongs Exhaustive Concordance Of

The Bible, James Strong mengiformasikan:

Πιστις, - Persuasion. Yaitu percaya dalam atau menerima

kebenaran dari suatu hal; Conviction (dari sebuah kebenaran

agamawi atau kebenaran Allah atau guru agama), sering

dipakai sebagai kepercayaan kepada Kristus untuk

memperoleh keselamatan; secara abstrak menunjuk pada

kualitas dalam pengakuan iman; sistem kebenaran religi (Injil)

itu sendiri:- jaminan, keyakinan, Kepercayaan, iman,

kesetiaan.2

1Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani-Indonesia, Jakarta:

BPK Gunung Mulia,1997), 134.

2James Strong, “Πιστις” dalam Strong Exhaustive

Concordance Of The Bible, (t.k: t.p, t.t), t.h (no. 4102).

Pilar III: Karakter Jemaat (1:3-14) 43

Keyakinan, kepercayaan, kesetiaan, ketaatan, keteguhan dan

sebagainya yang berhubungan erat dengan keselamatan di dalam

Kristus, dapat dikatakan tercitra dalam istilah ini. Dalam kata ini

terlihat potensi yang besar dalam kehidupan kekristenan. Sebab

kesadaran terhadap πιστις membuat seseorang dapat memperoleh

kepenuhan dalam Tuhannya, Yesus Kristus. Suatu pelayanan yang

teraplikasi secara vertikal. Jemaat Kolose memilikinya sehingga rasa

syukur Paulus terungkap dalam Surat ini.

Kedua, iman kepada Kristus di atas dibarengi dengan

“kasihmu terhadap semua orang kudus.” Hal istimewa berikutnya

yang nampak dalam kehidupan orang percaya di Kolose ialah kasih

yang diterapkan kepada saudara-saudara seiman, secara horisontal.

Pelayanan ke dalam ini telah disaksikan dengan jelas oleh Epafras,

seorang pembina rohani, yang tentu saja memahami secara persis

standar rohani sebuah pelayanan. Sehingga laporannya tentang hal ini

kepada Paulus sungguh dapat diterima tanpa ragu.

Istilah avga,ph (avga!ph) dipakai Paulus dalam bagian ini,

dengan jelas menunjukan bentuk kasih yang diterapkan oleh jemaat

Kolose. Yaitu kasih yang secara khusus menunjuk pada kasih yang

tulus tanpa menuntut balas. Dalam jemaat mula-mula, istilah ini

kadangkala mengacu pada kegiatan jamuan kasih yang sering

diadakan di dalam jemaat. Yang mana di dalamnya nampak jelas

44 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

persekutuan yang indah antar personal dalam komunitas Allah.3

Keadaan indah ini jelas menunjukan seberapa signifikan pertumbuhan

karakter jemaat di Kolose pada waktu itu.

Ketiga, Paulus menyimpulkan kedua hal baik di atas

dengan berkata bahwa semuanya itu merupakan, “Injil itu berbuah dan

berkembang di seluruh dunia, demikian juga di antara kamu sejak

waktu kamu mendengarnya dan mengenal kasih karunia Allah dengan

sebenarnya (1:6b).” Buah dari Injil tersebut tidak lain adalah iman dan

kasih dalam jemaat. Bentuk partisip kini pasif dari kata auvxano,menon

(auvxano!menon) menunjuk pada suatu pertumbuhan yang terjadi

secara dinamis. Rienecker menjelaskan bahwa “kata ini menunjuk

pada suatu perkembangan keluar lebih dari bagian sebelumnya,

sehubungan dengan pekerjaan rohani secara personal.”4

Bahkan Paulus menambahkan dalam bagian ini bahwa

pertumbuhan rohani yang diakibatkan penerimaan terhadap Injil oleh

jemaat di Kolose belum pernah mengalami stagnasi. Pertumbuhan ini

telah berlangsung “sejak waktu kamu mendengarnya dan mengenal

kasih karunia Allah dengan sebenarnya (1:6c).” Bentuk aoris, aktif,

indikatif dari istilah hvkou,sate (hvkou!sate) dari akar kata avkou,w

(avkou!w) dan evpe,gnwte (evpe!gnwte) dari kata evpiginw,skw (evpiginw!skw)

menunjukan bahwa, kepentingan peristiwa tersebut bukan terletak

pada unsur waktunya melainkan pada hakekat dari peristiwa itu

3

BibleWorks6: “Agape” dalam ISBE Bible Dictionary.

4Rienecker, “Colossians,” dalam A Linguistic Key, 565.

Pilar III: Karakter Jemaat (1:3-14) 45

sendiri.5 Jadi dalam bagian ini terlihat bahwa ternyata, kelangsungan

pertumbuhan yang dinamis itu bertolak pada peristiwa “pendengaran”

dan “pengenalan,” yang dibicarakan di atas.

Pada paragraf berikutnya yakni dalam ayat 9-14, Paulus

mengemukakan suatu motivasi dengan cara mengemukakan pokok-

pokok doa yang selama ini dinaikannya sehubungan dengan

perumbuhan rohani jemaat. Secara kontekstual, bagian ini jelas

merupakan lanjutan dari ucapan syukur Paulus dalam ayat 3. Ia

melanjutkannya dengan mengemukakan beberapa permohonannya

kepada Allah selama ini untuk jemaat.

Bentuk middle dari dua istilah yang disejajarkan yakni

proseuco,menoi (proseuco!menoi) dan aivtou,menoi (aivtou!menoi),

mengindikasikan bahwa, dalam permohonannya ini, bukan saja jemaat

yang akan menerima keuntungan, namun juga memberikan insentif

bagi Paulus sendiri. Menarik karena untuk istilah aivtou!menoi dalam

terjemahan versi King James diterjemahkan dengan istilah “to

desire,”6 yakni menunjukan permohonan yang sangat kuat,

7 atau dapat

diterjemahkan sebagai “hasrat” dalam Bahasa Indonesia.

Paulus memohon kepada Allah untuk menolong mereka

mengetahui hal-hal yang Dia ingin mereka kerjakan (1:9); memohon

kepada Allah agar memberikan pemahaman rohani yang mendalam

5Lih. Maryono, Diktat Kuliah, 122-123.

6BibleWorks6: Terj. Alkitab King James with Strong’s and

Jenewa Notes.

7Hornby, “desire.” Dalam Oxford Advanced, 315.

46 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

bagi mereka (1:9); Memohon kepada Allah untuk menolong mereka

hidup bagi Nya (1:10); memohon kepada Allah untuk memberikan

pengetahuan yang lebih lagi tentang diri-Nya (1:10); memohon

kepada Allah agar memberikan kepada mereka kekuatan dalam

menghadapi penderitaan (1:11); serta memohon kepada Allah untuk

memenuhi mereka dengan sukacita, kekuatan dan ucapan syukur

(1:11).

Permohonan-permohonan di atas tentu saja erat kaitannya

dengan situasi yang sedang dihadapi jemaat. Yang mana maraknya

pengajaran sesat dalam jemaat sedang berlangsung dengan gencar

serta tekanan-tekanan dari pihak luar, yakni pemerintahan Nero.8

Dalam kondisi ini, Paulus memahami bahwa, pentingnya berdoa untuk

jemaat merupakan hal yang tidak tergantikan oleh apapun. Dan hal

inipun disampaikan kepada jemaat. Urgensi dari situasi ini

memerlukan perhatian yang ekstra dari para pemimpin rohani,

dukungan doa yang intens dan reguler merupakan kebutuhan primer

bagi jemaat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ternyata

dalam hal pertumbuhan rohani sebuah jemaat lokal, peran aktif para

pemimpinnya merupakan faktor yang signifikan.

8Bnd. Merrill C. Tenney, New Testament Survey (Grand Rapids:

Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1987), 7.

PILAR IV:

PENGAJARAN ALKITABIAH (1:15 – 3:17)

Sekali lagi, tidak lepas dari isu pengajaran sesat yang

tengah berkembang di antara jemaat, Paulus kembali menanamkan

konsepsi Kristiani yang konsisten dengan pengajaran Tuhan Yesus ke

dalam jemaat Kolose.1 Sebab dalam Surat inilah ”Paulus

menggambarkan keseluruhan pemahaman teologinya untuk menolong

para pembaca suratnya, agar menemukan kedewasaan sempurna baik

jasmani maupun rohani yang Allah kehendaki bagi umat-Nya.”2

Dengan demikian beberapa hal pokok mengenai pangajaran dalam

Surat Kolose, akan dikaji dalam bagian ini.

Keutamaan Kristus (Kristologi)

Kelihatannya isu Kristologi merupakan pokok yang

marak diselewengkan dalam jemaat. Pengalihan pusat penyembahan,

yakni dari Kristus kepada malaikat menjadi kurikulum para guru

palsu. Filsafat pagan yang kala itu berkembang di tengah-tengah

1Bnd. E.K. Simpson dan F.F. Bruce, Commentary On The

Epistles To The Ephesians And The Colossians (Grand Rapids: WM. B.

Eerdmans Publishing, t.t.), 18.

2N.T. Wright, The Epistles Of Paul To The Colossians And To

Philemon (Illinois: Inter Varsity Press, 1987), 39.

48 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

jemaat sedang berusaha mengguncang iman jemaat kepada Kristus,

sehingga dengan sigap Paulus melakukan tindakan antisipasi.3

Sementara itu filsafat Yunani telah digabungkan dengan legalisme

perayaan-perayaan Yahudi. Dengan demikian, sunat, hukum-hukum

adat istiadat, askese dan hal-hal semacamnya menjadi hal yang sangat

menarik hati.4 Sehingga, beberapa hal pokok mengenai keutamaan

Kristus dikemukakan Paulus sebagai bentuk apologetikanya untuk

mempertahankan pengajaran yang benar.

Pertama, 1:15: “Ia adalah gambar Allah yang tidak

kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.”

Istilah “image”5 dalam Bahasa Inggris diambil dari kata Yunani eivkw.n

(eivkwVn)6 yang berdasarkan konteksnya dapat berarti, rupa, lukisan,

bentuk, bahkan dapat menunjuk pada model sebuah patung pahatan.7

Melanjutkan kalimat dalam bagian ini, frase “imago Dei”8 dalam

Bahasa Latin secara sederhana diterjemahkan “gambar Allah”9 oleh

Lembaga Alkitab Indonesia. Mengamati kerangka dalam ayat 15 ini,

jelas bahwa frase “tidak kelihatan” itu menunjuk pada “Allah” dan

3Charles A. Trentham, The Sheperd Of The Stars (Nashville:

Broadman Press, 1962), 15,16.

4Untuk informasi selengkapnya mengenai ajaran sesat dalam

jemaat Kolose lihat, John Mac Arthur Jr., The Fruitfull Life, peny., David

Sper (Panorama City: Word Of Grace Communications, 1983), 13.

5BibleWorks6: Terj. King James With Strong’s and Jeneva

Notes.

6BibleWorks6: Terj. BibleWorks New Testament (NA27).

7BibleWorks6: “eivkw.n” dalam BNM Morph + Barclay-

Newman.

8BibleWorks6: Terj. Latin Vulgate

9BibleWorks6: Terjemahan Baru (Indonesia)

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 49

bukan pada “gambar.” Itulah sebabnya dalam terjemahan King James

dikemukakan dengan frase “the invisible God.”

Bertolak dari keterangan di atas, dapat diuraikan bahwa,

Kristus yang merupakan pribadi riil yang ada dalam sejarah itu, adalah

representase aktual dari Allah yang tidak nampak secara indrawi.

Sekalipun pada beberapa kasus dalam Perjanjian Lama beberapa

pribadi dikenan Allah untuk “melihat-Nya (Kel. 33:23; Kej.

32:24,30).” Di mana gambaran atau cerminan tentang sifat-sifat Allah,

sepenuhnya terpancar dari Kristus.10 Bahkan, dalam ayat 16, statusnya

adalah Pencipta. Sehingga manusia yang eksistensinya telah

dihancurkan oleh dosa, dapat melihat Allah melalui Kristus.

Sebagaimana Doreen Widjana berkata, “harus ada satu cara yang

disesuaikan dengan keberadaan manusia.”11

Mengenai “cara” yang dimaksud Widjana di atas, Paulus

menjelaskan bahwa,

Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang

memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari

perbuatanmu yang jahat,22 sekarang diperdamaikan-Nya, di

dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk

menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di

hadapan-Nya.12

10John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, pen., Cahya R

(Surabaya: YAKIN, t.t.), 96-111

11Doreen Widjana, Kupasan Firman Allah Surat Kolose

(Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1994), 38.

12Kolose 1:21-22.

50 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Bentuk aorist pasif dari istilah reconciled (diperdamaikan)

menunjukkan bahwa tindakan ini adalah suatu realita yang telah

selesai dilakukan dengan sempurna tanpa membutuhkan tambahan

apapun. Paulus mengingatkan bahwa jemaat Kolose sama sekali tidak

memerlukan mediator lainnya seperti malaikat untuk mencari

kedamaian, sebab semuanya itu telah sempurna dikerjakan oleh

Kristus.13 Sementara, yang dimaksud Paulus “menggenapkan dalam

dagingku” menunjuk pada segala bentuk penderitaan yang dialaminya

dalam pelayanan di tengah-tengah jemaat setelah Yesus naik ke surga.

Selanjutnya yang Kedua, dalam 1:27-28. Paulus berkata,

Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah

pengharapan akan kemuliaan!28 Dialah yang kami beritakan,

apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami

ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang

kepada kesempurnaan dalam Kristus.

Mangenai bagian ini, preposisi evn (evn) yang berpasangan dengan kata

ganti orang dalam bentuk datif tentu saja lebih tepat apabila

diterjemahkan dengan preposisi “di dalam” dalam bahasa Indonesia.

Jadi frase Cristo.j evn umi/n (Cristos evn u`mi/n) dalam bagian ini

secara langsung dapat diterjemahkan “Kristus ada di dalam kamu.”

Itulah sebabnya dalam beberapa terjemahan bahasa Inggris, juga

diterjemahkan dengan Christ in you.14

13Trentham, The Sheperd, 82.

14Lih. Beberapa terjemahan dalam BibleWorks6.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 51

Mengenai pokok ini, James M. Gray menjelaskan bahwa,

tentu saja, ketika Paulus berkata, “Kristus dalam kamu,” berarti bahwa

Kristus dalam gereja yang adalah tubuhNya, sebagaimana status yang

telah ditetapkan sebelumnya. Gereja yang dimaksud di sini juga secara

spesifik menunjuk kepada setiap anggota di dalamnya, yaitu Anda dan

saya secara individual, jika kita telah menerimanya sebagai

Juruselamat kita dan dibaptiskan kedalam tubuhNya secara rohani

oleh Roh Kudus. Sehingga sejak Dia tinggal di dalam kita, faktanya

ialah bahwa Ia adalah pengharapan akan kemuliaan kita, di situlah

terdapat seluruh keyakinan kita.15

Secara praktis Paulus menekankan pada bagian akhir ayat

28 bahwa, orientasi dari kehidupan Kristen sesungguhnya ialah

“kepada kesempurnaan dalam Kristus,” bukan pada upacara-upacara

adat istiadat gabungan, antara budaya Yahudi dan pemikiran Yunani.

Ketiga, dalam 2:2-3 dikatakan,

supaya hati mereka terhibur dan mereka bersatu dalam kasih,

sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan

pengertian, dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, 3

sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan

pengetahuan.

15James M. Gray, The Teaching and Preaching That Counts

(New York: Fleming H. Revell Company, 1978), 15.

52 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kesimpulan sederhana yang dapat ditarik dari ayat ini yaitu, Kristus

adalah pribadi unik16 yang merupakan sumber segala hikmat dan

pengetahuan. Sehingga pengenalan akan Kristus berarti juga

menemukan rahasia Allah yang besar, serta pemahaman yang benar

akan segala polemik dalam kehidupan.

Istilah pa,ntej (pa!ntesj) yang diterangkan sebagai kata

sifat indefinite nominative masculine plural di sini juga sejajar dengan

beberapa istilah lain seperti “pa/j, pa/sa, pa/n gen. panto,j, pa,shj,

panto,j,” yang mana dapat dipahami dalam pengertian, (1) tanpa

artikel, segala (pl. seluruh); segala jenis; seluruhnya, sepenuhnya,

absolut, greatest; (2) dengan artikel entire, whole; all ( pa/j o dengan

partisip.semua orang yang); (3) semua orang, segala sesuatu ( dia.

panto,j selalu, berkesinambungan, selamanya; kata. pa,nta dalam

segal hal, dengan segala hormat).17 Jadi istilah yang dikemukakan

tanpa artikel di atas merupakan keterangan mengenai “hikmat” dan

“pengetahuan” dalam Kristus, bahwa “harta” itu sungguh tak terbatas,

sehingga segala hal yang diperlukan berhubungan sofi,aj (sofiajs)

dan gnw,sewj (gnwsewjs) yang sering menjadi kebanggaan dalam ajaran

yang berkembang dalam jemaat, kini tidak tersebunyi lagi karena

dapat ditemukan sepenuhnya dalam Kristus.

16Lih. paparan oleh Chris Marantika, Kristologi, peny., Nanik

Sutarni, Karel Siahaya, Parlaungan Gultom (Yogyakarta: Iman Press, 2008),

3-17.

17BibleWorks6: “pa,ntej” dalam BNM Morph + Barclay-

Newman.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 53

Sehingga mengenai Kristus, yang keempat, Paulus berkata

dalam 2:9, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh

kepenuhan ke-Allahan.” Kini yang menjadi pusat pengajaran dalam

jemaat Tuhan adalah Yesus Kristus itu sendiri. Sifat Allah yang

transenden menyebabkan manusia sangat tidak mungkin untuk

menjumpaiNya, itulah sebabnya kebutuhan akan inisiatif Allah untuk

menemui manusia dengan caraNya sendiri, merupakan hal yang

bersifat primer. Kehadiran Kristus dalam dunia merupakan tindakan

riil Allah untuk kebutuhan di atas. Dalam hal ini, tubuh jasmani

Kristus sungguh bukanlah suatu batasan bagi seluruh eksistensi Allah

namun keadaan Kristus secara jasmani ini, lebih merupakan bentuk

panyataan-Nya kepada manusia yang terbatas. Jadi dalam kasus ini,

persoalan keterbatasan bukan terletak pada Allah dalam Kristus tetapi

terletak pada manusia itu sendiri.

Itulah sebabnya yang diutamakan Paulus secara praktis,

ketika “sunat” menjadi hal yang sangat esensi dalam paradigma

jemaat, maka Paulus mengemukakan sebuah konsep tentang “sunat”

sebagai titik temu yakni “sunat rohani.”18 Hal ini bersumber dari

pemahaman Paulus yang bersifat komprehensif mengenai Kristus. Di

mana sekalipun Kristus tampil secara jasmani di dunia ini, bukan

berarti bahwa hal-hal yang bersifat jasmani adalah yang pokok.

18Bnd. F.F. Bruce, The Letters Of Paul: An Expanded

Paraphrase (Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company, 1965),

252-253.

54 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kelima, dalam 2:19 terungkap bahwa Kristus adalah “. . .

Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi

satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.”

Di sini eksistensi Kristus dikemukakan sebagai inti yang menyatukan

keseluruhan dari organisme, yang dalam konteks ini adalah Gereja.

Menurut konteks ayat 18, kelihatannya Paulus ingin menegaskan

bahwa, orang yang berada di luar Kristus sama sekali tidak memiliki

kapasitas untuk menjadi patokan pengajaran. Jenis pengajar yang

demikian tidak akan dapat dikenali, kecuali mencermati secara

seksama isi ajarannya sendiri. Dalam konteks Surat Kolose, pengajar-

pengajar sesat ini dapat dikenal dengan, pengalihan fokus dalam

pengajarannya, yakni bukan kepada Kristus tetapi kepada malaikat

(2:18).

Penderitaan Dalam Pelayanan (Misiologi)

Dalam pasal 1:24 – 2:5, Paulus juga menceritakan kepada

jemaat mengenai penderitaan yang dihadapinya secara fisik karena

pelayanan injil. Namun tidak seperti pembicaraan orang pada

umumnya mengenai penderitaan, dalam penyampaian Paulus

penderitaan itu disampaikan bukan dengan nada kesusahan, tetapi

sebaliknya dengan penuh kebanggaan, seolah penderitaan yang

dialaminya adalah sesuatu yang menyenangkan dan menghibur. Ada

beberapa pokok yang dapat dikatakan sebagai alasan Paulus

menyampaikan soal penderitaannya seolah menyampaikan berita

kemenangan besar. Suatu penyampaian tentang penderitaan yang

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 55

disampaikan dengan penuh kebanggaan adalah sesuatu yang unik, dan

pasti ada sesuatu yang perlu untuk dicermati.

Setelah mengamati bagian tentang penderitaan yang

dikemukakan Paulus, ternyata ada tiga hal menarik yang

menyebabkan uniknya pempaian Paulus tentang penderitaan ini.

Penderitaan dalam Pelayanan Injil merupakan kebanggaan Paulus

disebabkan oleh, Pertama, karena di dalamnya Paulus boleh terlibat

langsung dalam rancangan penyelamatan oleh Allah (1:24).

Pernyataan Paulus bahwa, ia ”menggenapkan dalam dagingku apa

yang kurang pada penderitaan Kristus” tentu saja bukan bermaksud

mengatakan bahwa ada yang kurang dalam penderitaan yang dialami

oleh Yesus di atas kayu salib. Tentang “apriori” ini Paulus sendiri

menegaskan bahwa Kristus telah melakukan segala sesuatunya dengan

sempurna tanpa kekurangan suatu apapun.19 Pekerjaan yang dilakukan

Paulus dalam pelayanannya sama sekali tidak menambahkan apa-apa

dalam karya penyelamatan Kristus, “namun demikian,”20 komentar

Brauch, “penderitaan ini merupakan salah satu alat untuk memperluas

penebusan itu dalam kehidupan orang lain.”21 Dapat dikatakan bahwa

kebanggaan Paulus disebabkan oleh keterlibatannya dalam Pekabaran

Injil, bukan saja dalam sebuah jemaat lokal seperti Jemaat Kolose,

tetapi dalam jemaat secara global (ay.25).

19Bnd. Kol. 2:13-15.

20Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus yang Sulit, pen. Fenny

Veronica (Malang: Departemen Literatur SAAT, 2001), 240. 21Brauch, Ucapan Paulus, 240.

56 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Kedua (1:26-29), sukacita dalam penderitaan disebabkan

oleh, Paulus dapat mengetahui kemudian memberitakan rahasia Allah

yang selama ini menjadi suatu janji yang sangat dinantikan (ay. 26).

Pengharapan yang selama ini terlihat secara samar sejak jaman

Perjanjian Lama, kini nampak jelas orang-orang percaya, kemudian di

dalamnya Paulus dipakai Allah sebagai agen pemberitaan rahasia itu.

Itulah sebabnya juga, Paulus memperingatkan jemaat untuk “jangan

mau digeser dari pengharapan Injil (1:23).” Karena memang baginya,

merupakan kerugian yang sangat besar apabila hal tersebut

terelemenir oleh rupa-rupa penyesatan. Sebaliknya suatu

keberuntungan besar ketika ia dapat menerima janji pengharapan yang

sangat dirindukan orang percaya sepanjang Perjanjian Lama.22

Dari apa yang dikemukakan Paulus mengenai pelayanan

yang telah dilewatinya dengan penuh sukacita, sekalipun dalam

penderitaan, nampak jelas bahwa ukan sekadar teori yang

dikemukakan olehnya. Namun lebih dari itu, Paulus sedang

mengajarkan sebuah prinsip dalam pelayanan Pekabaran Injil. Di

mana dalam pengajaran kali ini, unsur pengorbanan merupakan pokok

yang mengemuka.

Peringatan Tentang Ajaran Sesat (Apologetika)

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa, adanya

pengajaran menyimpang dalam jemaat yang dilaporkan Epafras,

22Hawthorne, Martin dan Reid, Peny. Um., “Gospel,” dalam

Dictionary Of Paul, 371.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 57

merupakan dasar signifikan dikirimnya Surat Kolose ini. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa keseluruhan dari pengajaran dalam

Surat ini adalah menyangkut pembelaan terhadap kesesatan tersebut.

Namun penulis merasa perlu untuk memformulasikan pokok ini secara

khusus untuk lebih mudah mensistimatisasi pengajaran-pengajaran

yang ada dalam Surat ini.

Peringatan Paulus untuk mewaspadai pengajaran sesat

dalam 2:8, dapat dikatakan sebagai tindakan responsifnya terhadap

permasalahan yang berkembang dalam jemaat. Krisis pengajaran yang

sedang berlangsung secara represif akan sangat berbahaya bagi

pertumbuhan rohani umat, karena itu aksi protektif dari Paulus sangat

perlu untuk dilaksanakan dan signifikansi ini disadari secara penuh

oleh Paulus sebagai seorang rohaniawan kala itu. Pembelaan iman

dalam Surat ini nampak sangat jelas, dalam ajarannya, Paulus

sekaligus menemplak penyelewengan yang tengah berlangsung, baik

terhadap para penyebarnya maupun terhadap ajaran yang

disebarkannya. Inilah yang penulis maksudkan sebagai pengajaran

mengenai ”apologetika” dalam Surat Kolose.

Perilaku Praktis Jemaat (Karakter)

Secara struktural, Tulisan Paulus ini terbagi dalam dua

bagian, yakni bagian pertama berbicara tentang pokok-pokok yang

bersifat teoritis (1:13 – 2:23), dan yang kedua merupakan pengarahan-

pengarahan yang bersifat praktis bagi kehidupan Orang Percaya (3:1 –

58 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

4:6).23 Bagian ini merupakan uraian beberapa pokok yang

dikemukakan Paulus secara praktis. Pengajaran Paulus dalam bagian

ini berkenaan dengan tiga lini dalam kehidupan Orang Percaya yakni,

berkenaan dengan karakter pribadi, relasi antar personal jemaat serta

dampak kehidupan Orang Percaya terhadap orang luar.

Mengenai karakter pribadi seorang Kristen, paling tidak

ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari pengajaran Paulus. Pertama,

berbicara tentang ”menaklukan dosa.” Dalam pasal 2, Paulus telah

menjelaskan bagaimana posisi seorang yang telah berada dalam

Kristus, yakni seorang yang telah dimerdekakan oleh Kristus, terhadap

segala macam aturan-aturan duniawi. Kemudian, bertolak dari itu

semua, dalam Pasal 3:1 ia menyimpulkannya dengan berkata, ”karena

itu,” seraya melanjutkan dengan beberapa hal pokok mengenai

karakter.

Esensi pertama dalam perubahan hidup yang

dikemukakan Paulus ialah dimulai dari pikiran. Dalam 3:2 ia berkata,

”pikirkanlah perkara yang di atas.” Bentuk imperatif kini untuk kata

kerja fronei/te (fronei/te) ini, menyajikan sebuah perintah untuk

terus mengerjakan kegiatan yang tengah berlangsung,24 sehingga

perintah ini dapat diterjemahkan ”teruslah (dan jangan berhenti)

23Lihat “Kolose, Garis Besar” oleh Donald C. Stamps dan J.

Wesley Adam, peny. Um., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, peny.,

Bertha Gaspersz, pen., Nugroho Hananiel (Malang: Gandum Mas, 1994),

1986.

24Maryono, Diktat Kuliah, 106.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 59

pikirkan.” Adapun pengertian kata perintah yang diambil dari akar

kata frone,w (fronew), berdasarkan data Strong’s Exhaustive

Concordance dapat dipahami dalam beberapa arti antara lain,

“memiliki pengertian, berpikir, kepedulian, perasaan, pola pikir yang

baik, intens pada sasaran, memusatkan pikiran.”25 Itulah sebabnya

dalam New American Standart Bible diterjemahkan “set your mind,”26

dan lebih luas lagi dalam versi King James diterjemahkan “Set your

affection.”27 Jadi Paulus memahami secara persis bahwa, pusat

kendali dalam diri setiap orang adalah dalam pikirannya, sehingga

apabila ingin mangadakan sebuah transformasi progres maka pikiran

haruslah menjadi target yang pertama.

Berikutnya, dalam ayat 5 dikatakan “Karena itu

matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi.” Jika pada kata

perintah sebelumnya Paulus menggunakan bentuk imperatif kini,

waktu pada kata “matikanlah” ditekankan dalam bentuk aorist,

sehingga perintah ini mengacu “pada sebuah tindakan atau tingkah

laku khusus yang mendesak pada situasi khusus.”28 Sehingga secara

literal, istilah avpeqa,nete (avpeqa!nete) dapat berarti “segeralah

matikan.”

Alasan Paulus memberikan imperatif yang bersifat urgen

ini terdapat dalam konteks pasal 2:6 – 3:4, yakni tentang posisi

25BibleWorks6: Strong’s Exhaustive Concordance.

26BibleWorks6: New American Standart Bible.

27BibleWorks6: King James Version.

28Maryono, Diktat Kuliah, 106.

60 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kemerdekaan setiap orang percaya dalam Kristus. Jadi secara singkat

Paulus ingin berkata, karena kamu adalah manusia yang telah

dimerdekakan oleh Kristus, maka “segeralah matikan dalam dirimu

segala sesuatu yang duniawi.” Kemudian ia merinci segala yang

didefinisikan sebagai hal duniawi pada ayat berikutnya.

Masih ada kata kerja dalam bentuk imperatif yang

berikutnya, yakni kata “buanglah (avpo,qesqe- avpo!qesqe).” Namun

ada sedikit perbedaan dari imperatif yang pertama, jika pertama

mengambil bentuk imperatif aorist aktif, maka kata “buanglah”

dikemukakan dengan diatesis medial, yang mana hal ini secara

sederhana mengandung pengertian bahwa, dalam tindakan yang akan

diambil ini, “subyek yang terkena tindakannya sendiri.”29 Bertolak

dari itu dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang melakukan

perintah ini, maka tindakan itu adalah untuk kepentingannya sendiri.

Jika ia tidak lagi “marah” kepada orang lain maka, bukan hanya orang

yang dimarahi itu yang merasa sejahtera, namun si pelaku lebih lagi

akan merasakan dampak positif dari tindakan “membuang” segala

kebiasaan lamanya.

Suatu alasan lebih lanjut juga kemukakan Paulus dalam

ayat 9 dan 10. Ia berkata, “Karena kamu telah menanggalkan

manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru

yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan

yang benar menurut gambar Khaliknya.” Menarik dan lengkap apa

29Saparman, Diktat Kuliah, 29.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 61

yang diuraikan oleh Ellis dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe mengenai

bagian ayat ini. Ia menjelaskan, bahwa “Menanggalkan

(avpekdusamenoi), mangacu kepada saat pertobatan, mengandung

arti melepaskan, seperti melepas gaun, dan menghukum manusia

lama,”30 kemudian menjadi “Neon atau di bagian lain, kainos (mis.Ef.

4:24) . . . yang terus-menerus diperbaharui.”31

Yakni, “kehidupan

bersama di dalam Kristus makin teraktualisasikan di dalam diri

individu Kristen.” “Dengan demikian”32 tambahnya, “gambar Allah,

yang gagal direalisasikan oleh Adam pertama, kini sedang digenapi

oleh putra-putra Adam kedua.” Akibatnya setiap orang percaya

“sedang mengalami suatu perubahan psikologis,” dalam perjalanan

hidup menuju kesempurnaan pada hari pengangkatan.33

Tanggung jawab yang Kedua, karena posisinya yang

“eksklusif,” setiap orang percaya diperintahkan untuk “kenakanlah

belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan

kesabaran (3:12).” Jadi selain perintah untuk mencampakkan

kebiasaan manusia lama, setiap orang percaya juga didorong untuk

“mengenakkan” setiap sifat manusia baru.

Istilah VEndu,sasqe ( VEndusasqe) yang berasal dari stem

evndu,w (evndu!w) diilustrasikan seperti orang yang mengenakkan

30E. Earle Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe,

peny. um. Charles F. Pfeiffer dan Everet F. Harrison (Malang: Gandum Mas,

2001), 3:813.

31Ibid.

32Ibid.

33Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran, 3:813.

62 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pakaiannya. Istilah tersebut menunjuk pada pakaian yang dikenakan

dalam konteks tertentu dan oleh orang-orang tertentu. Dalam hal ini,

pakaian yang dikenakan oleh nabi-nabi jaman dahulu (1 Raj. 19:13; 2

Raj. 1:8; Zak. 13:4) dan dalam Perjanjian Baru, sama dengan pakaian

Yohanes Pembaptis (Mat. 3:4). Menarik di sini bahwa, istilah ini juga

digunakan untuk busana pengantin (Mat. 22:11,12) dan pakaian yang

dikenakan malaikat (Mat. 28:3 – pada hari

kebangkitan Yesus).34 Ternyata fungsi busana yang dimaksud di sini

bukan hanya sekadar pakaian penutup tubuh, namun juga lebih dari itu

menampilkan sifat eksklusif, keanggunan, dan bahkan kemuliaan.

Sifat “belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati,

kelemahlembutan dan kesabaran,” bukanlah “busana” yang dikenakan

karena kebutuhan mentupi tubuh belaka, namun lebih dari itu

merupakan warna khusus dari tampilan individu Kristen, gambaran

keanggunan dan proyeksi kemuliaan dari dalam karena Kristus.

Praksis ketiga yang dihasratkan Paulus untuk diterapkan

jemaat adalah mengenai hubungan, yakni kelanjutan dari pokok yang

telah diuraikan sebelumnya. Prinsip harmonisasi hubungan antar

jemaat dikemukakan Paulus dalam pasal 3 bagian akhir (18-25) dan

pasal 4 awal (1-6). Pada pasal-pasal mengenai hubungan ini, Paulus

menyatakan secara spesifik kepada setiap orang dalam statusnya

masing-masing untuk bertanggung jawab menjaga relasi yang

34Vine, “Clothing, Cloths, Clothes, Cloke, Coat,” dalam An

Expository Dictionary, 199.

Pilar IV: Pengajaran Alkitabiah (1: 15 – 3:17) 63

harmonis. Baik sebagai suami, istri, anak, tuan maupun hamba,

semuanya memiliki tanggung jawab yang sama untuk harmonisasi ini.

Ini disebabkan oleh prinsip bahwa setiap Kristen memiliki

status yang sama di mata Tuhan, yang membedakan hanyalah tugas

yang dipercayakan kepada masing-masing orang. Berdasarkan

paparan Paulus, nyata bahwa kekristenan melampaui batas-batas yang

sering diterapkan manusia, yaitu melampaui batasan gender (3:18-19),

umur (3:20-21), dan bahkan status sosial (3:22 – 4:1).

Pembicaraa mengenai relasi ini tidak hanya disinggung

Paulus sehubungan dengan setiap pribadi, anggota lembaga Allah itu,

namun lebih lanjut ia membahas tentang hubungan setiap orang

percaya dengan Allah (4:2-4) dan dengan orang-orang yang belum

percaya (4:5-6).35

35Kedua pokok ini akan dibahas dalam sub berikutnya.

PILAR V: PELAKSANAAN MISI (Kol. 4:2-6)

Memang secara teknis, pasal 4:2-6 ini masih

berhubungan langsung dengan bahasan mengenai hubungan di

atas, namun penulis membahasnya dalam satu pokok tersendiri,

dengan tujuan untuk memberi penekanan khusus pada bagian

yang penulis golongkan sebagai indikator pertumbuhan gereja

dalam Surat Kolose ini.

Pada dasarnya berbicara tentang misi pekabaran Injil,

doa merupakan unsur yang tidak mungkin untuk dilupakan.

Hubungan dengan Allah dalam doa sangat diperlukan dalam

menjalankan misi agung-Nya. Kewaspadaan dalam doa yang

diminta Paulus, menuntut kesediaan jemaat untuk tetap berfokus

pada kegiatannya dalam misi yang sedang diemban. Secara

spesifik ia ingin supaya kesempatan untuk pemberitaan selalu

dibukakan oleh Allah, Sang Empunya pelayanan. Paulus benar-

benar paham bahwa, dalam tugas pemberitaan Injil, ada oknum,

yang senantiasa berusaha untuk menghalangi dan

Pilar V: Pelaksanaan Misi (4:2-6) 65

menggagalkan, itulah sebabnya campur tangan Allah tidak

mungkin diabaikan.1

Dalam ayat 5-6 Pokok mengenai hubungan dengan

orang di luar Kristen disampaikan Paulus. Inti yang

ditekankannya dalam paragraf ini adalah, ”Hiduplah dengan

penuh hikmat.” Kecerdasan dan pengetahuan yang dimiliki

seseorang memang penting, namun kedua hal tersebut belum

cukup dalam menghadapi segala bentuk permasalahan dalam

pelayanan. Ada banyak polemik yang seringkali dihadapi dalam

misi Pekabaran Injil, itulah sebabnya hikmat ilahi ditekankan

Paulus dalam bagian ini. Kesaksian Kristen tentu saja akan

dengan mudah ditampilkan ketika kunci ini dipahami dengan

tepat.2

Ternyata misi Pekabaran Injil bukan saja merupakan

tanggung jawab para pelayan Tuhan penuh waktu, dalam hal ini

Paulus dan rekan-rekan lainnya. Namun melihat himbauan

sehubungan dengan orang luar kepada jemaat Kolose, dapat

disimpulkan bahwa jemaatpun harus terlibat langsung di

dalamnya, baik dalam hal dukungan doa maupun praksis.

1Ellis, “Kolose,” dalam Tafsiran Alkitab, 816-817.

2Ibid.

REFLEKSI BAGI GEREJA MASA KINI

Dari paparan panjang lebar mengenai Surat Kolose

ini, dapat ditemui sekian banyak pokok tentang eksistensi

sebuah gereja lokal, yang mana di dalamnya berbagai hal

problematik silih berganti mengemuka. Persoalan dari dalam

yang kerap menggerogoti secara perlahan, mengakibatkan

kerapuhan pondasi rohani gereja. Kurikulum penyesatan yang

seolah telah tersusun secara sistematis membuat gereja guncang

dan galau dalam menentukan arah. Dalam kondisi demikian,

gereja perlu ber-refleksi.

Evaluasi

Faktanya adalah bahwa, Gereja di sepanjang zaman

telah mengalami berbagai macam bentuk tantangan, besar

maupun kecil, dari luar maupun dari dalam, sehingga tantangan-

tantangan yang sedemikian bervariasi tersebut memang sudah

merupakan hal yang sangat biasa.1

Bertitik tolak dari realita itu didapati bahwa, salah

satu tantangan yang paling berat bagi gereja adalah mengenai

1Lih. H. Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2004), disadur oleh I.H. Enklaar.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 67

“isi” dalam gereja itu sendiri, baik itu pada kalangan masyarakat

gereja yang awam sampai kalangan pelayan jemaat yang

“seharusnya” paham akan kebenaran. Robert T.S. Nio

menginformasikan bahwa,

Mayoritas penduduk Eropa adalah orang kristiani.

Walaupun demikian berdasarkan jajak pendapat yang

pernah dilakukan di Jerman, hanya satu dari sepuluh

orang yang pergi ke gereja. Lebih dari 90% umat

kristiani di sana tidak mau kegereja lagi, sebab mereka

tidak merasa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari

gereja.2

Sudah sedemikian parahkah keadaan gereja Tuhan masa kini?

Penulis merasa pertanyaan tersebut harus dikemukakan untuk

dijadikan bahan perenungan bagi masyarakat gereja.

Memang benar, fakta-fakta mengenai moralitas yang

tidak berkualitas dalam kebanyakan orang percaya, baik yang

melayani maupun yang dilayani, sudah semakin nyata

tersingkap. Kualitas pelayanan yang semakin hari, semakin tidak

berada pada standar yang diharapkan, adalah suatu kenyataan

yang tak terelakkan, bahkan seorang filsuf Jerman, Freidrich

Nietzhe pernah berkata, “Saya akan bisa percaya kepada Tuhan

2Robert. T.S. Nio, Gereja Duit VS Gereja Allah (Yogyakarta:

Kairos, 2004), 19.

68 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

bila mereka yang yang mengaku Kristen, sedikitnya lebih

terlihat kelakuannya sebagai orang Kristen.”3

Selain itu, penyesatan besar-besaran dalam gereja

terjadi di mana-mana, segala macam konsep teologi di

selewengkan dengan muatan motivasi yang berbeda, baik itu

oleh “uang” maupun oleh karena memang “kekurang-pahaman”

akan kebenaran.4 “Memang penyesatan harus ada, tetapi

celakalah orang yang mengadakannya”5, itulah yang dikatakan

Yesus, sehingga sikap untuk berhati-hati dan tidak membiarkan

diri terlibat di dalamnya adalah suatu keputusan yang paling

bijaksana.

Bertitik tolak dari afirmasi di atas, maka

terevaluasilah bahwa sebenarnya, konsistensi banyak

penatalayan kristen pada prinsip-prinsip yang benar telah sangat

jauh dari sempurna, dan sesungguhnya secara jujur di dalam

gereja masa kini kembali sangat dibutuhkan terjadinya sublimasi

dalam segala aspek, baik konsep maupun praksis.

Saran Praktis

3Nio, Gereja Duit, 19.

4Lih. Erastus Sabdono, “Penyesatan Terselubung Dalam

Gereja”, Solagracia, Ed. 2, 13 Juli 1999, 6-38.

5Matius 18:7b.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 69

Ternyata Tubuh Kristus memang tidak pernah lepas

dari berbagai persoalan, bukan saja pada abad-abad awal namun

hingga kini. Situasi dan kondisi ini tidaklah mungkin untuk

diabaikan, diagnosa yang tepat dan penanganan yang efektif

merupakan kebutuhan yang urgen. Di bawah ini penulis

menawarkan beberapa pokok yang diharapkan dapat

menetralisir problematika yang sedang merambah dalam Gereja

pada masa kini. Sesuai dengan variasi kebutuhan yang ada,

maka intensitas masukan yang akan dikemukakan tertuju pada

beberapa sasaran.

Tanggung Jawab Gereja Secara Organisasi

Dalam menanggapi fenomena yang telah ditemukan

di atas, maka peran aktif Gereja secara organisasi tidaklah

mungkin untuk, untuk dikesampingkan. Dari fakta yang ada,

terlihat bahwa Gereja-gereja Tuhan pada masa kini sedang

terbuai kondisi ”nyaman.” Merasa bahwa apa yang telah dicapai

selama ini sudah memenuhii target dan menjadi puas dengan apa

yang ada.

Pembinaan Warga Gereja

Kesadaran akan panggilan Gereja, kini mulai

menjadi kabur, tujuan utama dari eksistensinya seringkali

menyimpang, bahkan sangat jauh. Terjadi berbagai macam

bentuk penyesatan, yang pada dasarnya disebabkan oleh peluang

70 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

yang diberikan oleh gereja itu sendiri.6 Karena banyak orang

begitu bersemangat untuk terlibat dalam pelayanan, namun tidak

difasilitasi dengan pembekalan pengetahuan yang formil.7

Akhirnya yang terjadi adalah, pembentukan paham “teologi”

berdasarkan pengalaman pribadi. Memang hal ini tidak terjadi di

dalam semua gereja lokal, namun penting untuk dikemukakan,

demi tercapainya pertumbuhan yang menyeluruh dalam Tubuh

Kristus.

Mencontoh dari dalam Firman Tuhan secara

komprehensif, nampak jelas bahwa pendidikan Agama sangat

ditekankan. Prakarsa Allah dalam pendidikan agama adalah

suatu kenyataan yang dikemukakan dalam Perjanjian Lama.

Lebih lanjut dalam Perjanjian Baru, terlihat banyak metode yang

dapat dicontoh dari pola Tuhan Yesus dalam menyampaikan

pengajaran.8

Memang kepada Timotius, Paulus berkata, “akan

datang waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat

(2 Tim. 4:3).” Namun bukan berarti gereja menjadi sinis

terhadap kegiatan pengajaran yang intensif dan beranggapan

6Makmur Halim, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia

(Malang: Gandum Mas, 2000), 79.

7C. Peter Wagner, Gereja Saudara Dapat Bertumbuh (Malang:

Gandum Mas, 1990), 71.

8Paulus L. Kristianto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama

Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2006.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 71

bahwa, tugas tersebut adalah tanggung jawab lembaga lain.

Conner, dalam pembahasanya tentang “Perlunya Doktrin,”

mengemukakan bahwa,

Saat ini ada serangan yang hebat terhadap doktrin

yang sehat. Ada upaya pembelotan terhadap masalah-

masalah doktrin dan ajakan berpaling pada filsafat-

filasafat manusia dan doktrin-doktrin setan. Banyak

gereja tida memiliki waktu untuk mengkhotbahkan atau

mengajarkan doktrin. Mereka telah berpaing kepada

pidato, politik, etika, khotbah dari buku, atau injil sosial

yang mengatakan bahwa doktrin tidak berguna dan

ketinggalan zaman.9

Kenyataan tersebut juga diamati oleh Bailey, hingga ia

menyimpulkan bahwa, “. . . kita mempunyai pendeta-pendeta

yang terampil dalam berkomunikasi, tetapi sayangnya tanpa

pesan.”10

Nyata bahwa kondisi ini bukan hanya terjadi di satu

belahan dunia, namun lebih dari itu telah merasuk ke dalam

gereja secara global.

Jadi sudah jelas bahwa, gereja-gereja masa kini

memerlukan dorongan yang persisten untuk terus memberikan

semangat yang baru dalam praktikal ini. Sebab faktanya adalah,

mengabaikan pengajaran dalam gereja, sama seperti

9Kevin J. Conner, Pedoman Praktis Tentang Iman Kristen,

peny., Firman Panjaitan, pen., Paulus Adiwijaya (Malang: Gandum Mas,

2004), 19.

10Richard W. Bailey, Tujuh Dosa Maut Dalam Gereja Masa

Kini, peny., Soemitro Onggosandjojo, pen., Chris Samuel (Bandung: Kalam

Hidup, 2000), 5.

72 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

membiarkan gereja dan isinya bersama-sama menuju pada suatu

kehancuran. Sebaliknya pelaksanaan formal akan program ini

merupakan usaha pencapaian kehendak Allah, dalam hal ini,

“suatu umat yang akan melakukan pekerjaan baik dalam hidup

ini dan dengan demikian memperlihatkan kepada dunia

meskipun tidak sempurna, tentang Allah yang baik (Ef. 2:10).”11

Pelaksanaan Misi Penginjilan

Fakta Alkitab menunjukan bahwa, benar yang

dikatakan Anthony, “Misi sedunia bukanlah hasil renungan atau

temuan para misiolog, namun merupakan program asali Allah

Tritunggal yang dirancangNya sejak di kekekalan masa

lampau.”12

Memang rencana penyelamatan Allah telah

dirancang sejak lama, yakni sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4

bnd. Kol. 1:26-27),13

namun bukan berarti akan menjadi usang

dan tidak relevan lagi pada masa kini.

Misi Allah yang dimaksud di sini, secara praktis

menunjuk pada aktifitas pemberitaan Injil kepada setiap orang

11Charles C. Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta: Yayasan

ANDI, 1992), Jil.1. bag. X., Keselamatan yang Sangat Besar, pen. R.

Soedarmo, 16.

12Librech Anthony, “Kepemimpinan Pastoral Dalam

Pengembangan Gereja Kota dengan Perspektif Misi Sedunia (Desertasi

D.Min, Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2000), 31.

13Lih. Edward C. Pantecost, Issues in Missology (Grand Rapids:

Baker Book House, 1982), 19.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 73

yang belum mengenal Kristus. Sebagaimana definisi yang

dikemukakan Peters bahwa,

Penginjilan menunjuk kepada fase permulaan dari

pelayanan Kristen, yakni proklamasi dengan kuasa Injil

Yesus Kristus seperti yag dinyatakan dalam Alkitab

melalui kata-kata yang relevan dan jelas dan dengan cara

persuasif disertai tujuan yang pasti untuk menghasilkan

petobat-petobat. Penginjilan adalah penetrasi-penetrasi –

penyerapan, konfrontasi yang tidak hanya sukses dalam

menyapaikan informasi namun menuntut keputusan. Itu

adalah presentasi Injil untuk meyakinkan orang yang

tdak percaya menjadi percaya dalam Yesus Kristus.14

Persoalannya adalah, seringkali para pelaksana misi Allah yang

sebenarnya, yakni gereja, lebih terbuai dengan zona nyaman dan

terjebak dengan berbagai macam bentuk aktifitas yang sama

sekali tidak berdampak pada penyelamatan jiwa manusia yang

dari masa ke masa tetap bersifat urgen. Kebanyakan program

yang ditetapkan seringkali melenceng jauh dari

definisiPekabaran Injil itu sendiri.15

Tujuan utama dari tugas ini dikemukakan dalam

Matius 28:19-20 yakni, “menjadikan semua bangsa murid.”

Tinjauan terhadap teks berikut ini perlu disimak, “karena itu

14George W. Peters, A Biblical Theology of Missions (Chicago:

Moody Press, 1984), 11, 12.

15Lih. Juga definisi oleh John Stott, Fundamentalisme dan

Penginjilan, pen., Gerrit Tiendas dan Stanley Heath (Bandung: Kalam Hidup,

t.t.), 34.

74 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pergilah (poreuqe,ntej-poreuqentes,j aoris, pasif, partisip),

jadikanlah (maqhteu,sate-maqhteusate, aoris, aktif, imperatif:

make a disciple of someone, instruct, cause some one to become

a follewer)16

semua bangsa murid-Ku dan baptislah

(bapti,zontej-baptizontejs, kini, aktif, partisip) mereka dalam

nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah (dida,skontej-

didaskontejs, kini, aktif, partisip) mereka melakukan segala

sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Analisa terhadap

bagian ini menunjukan bahwa tekanan utama dari perintah ini

adalah pada kata perintah dalam bentuk imperatif yakn

“jadikanlah semua bangsa murid.”17

Amanat ini bukan saja diberikan kepada para rasul

namun secara dinamis diteruskan kepada setiap orang percaya

hingga kini, sebab memang sudah merupakan suatu kewajaran

jika seorang yang telah diselamatkan, dituntut untuk membawa

berita keselamatan kepada orang lain.18

16BibleWorks6: “maqhteu,w” dalam BibleWorks New Testament

and Friberg.

17Bnd. Robert E. Colleman, Rencana Agung Penginjilan, pen.,

G.J. Tiendas dan Stanley Heath (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 79.

18Pokok ini dijabarkan panjang lebar oleh Tony Evans, Hal

yang Paling Utama Dalam Kehidupa Rohani, peny., Istiyono Wahyu dan

Ostaria Silaban, pen., Connie Item Corputty (Batam: Gospel Press, 2004),

382-419.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 75

Peran Para Penatalayan Kristen

Dalam setiap pembicaraan mengenai Penatalayanan

Kristen, tentu saja secara otomatis akan kena-mengena dengan

apa yang sering diistilahkan “trilogi penatalayanan kristen”

yaitu, waktu, talenta dan kekayaan. Trilogi ini diyakini setiap

orang percaya sebagai milik Allah, Yang Empunya jagad raya

ini. Oleh sebab itu setiap aspek yang berhubungan dengan hal

tersebut haruslah ditata secara baik sesuai dengan yang telah

ditetapkan Allah, dalam Firman-Nya.19

Namun yang akan

menjadi fokus pemaparan di sini bukanlah pada trilogi tersebut

melainkan lebih dari itu secara langsung pada pribadi yang

menatalayani trilogi tersebut.

Ada beberapa hal yang harus menjadi prinsip hidup

seorang penatalayan, sebagai pemicu pelayanannya menuju pada

suatu hasil yang maksimal. Sehingga seperti dalam

perumpamaan Tuhan Yesus dalam Matius 25:14-30, Tuan itu

kembali dan mengevaluasi apa yang telah dipercayakanNya

kepada hamba-hamba-Nya maka ia mendapati bahwa hamba-

hamba itu adalah hamba yang baik dan setiawan, serta memiliki

kesempatan untuk masuk dalam perjamuan makan bersama-

sama dengan Tuannya. Sebaliknya hamba yang tidak

19Penjelasan mengenai hal ini dijabarkan secara jelas Oleh L.

Anthony dalam Diktat Kuliah: Penatalayanan, 3-7 lihat juga Johny Kalalo,

Diktat Kuliah: Penatalayanan, 8-40.

76 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

menginvestasikan dengan baik apa yang telah ia terima ditolak-

Nya dan secara otomatis mengalami kerugian yang besar.

Demi kepentingan pelayanan, pada bagian ini penulis

mencoba memformulasikan beberapa hal yang dianggap penting

dan dapat menjadi faktor penunjang demi maksimalnya hasil

dari pelayanan itu sendiri.

Kualitas Spiritual

Dalam Keluaran 18, setelah Musa dinasehati Yitro

mertuanya untuk melakukan pendelegasian tugas, dikemukakan

juga kualifikasi untuk menjadi pemimpin-pemimpin di bawah

Musa bahwa, selain “orang-orang yang cakap” juga harus “takut

akan Allah”.20

Itulah sebabnya dalam banyak bagian Firman

Tuhan, “takut akan Tuhan” merupakan hal signifikan, baik itu

berbicara tentang keberhasilan, kebahagiaan (Pkh. 8:12),

kehidupan (Ams. 19:23), hikmat (Ams. 9:10), kesucian (Mzm

19:10), serta berbagai aspek lain dalam kehidupan orang

percaya.

Strauch, berdasarkan kualifikasi yang diberikan

Paulus kepada Titus dan Timotius (1 Tim. 3:2-7 dan Tit. 1:6-9)

menyimpulkan bahwa seorang pelayan Tuhan, yang dalam

pembicaraannya dispesifikasikan kepada penatua, haruslah

20Kel. 18:21.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 77

memiliki kerohanian yang baik, sehingga ia dapat bebas dari

segala bentuk celaan dari luar, juga untuk dapat memberikan

teladan yang baik bagi orang sekelilingnya, sebab seorang

penatua mewakili Allah, dalam hal ini di percayai untuk

mengurus rumah tangga Allah, milik Allah, harta benda Allah,

dan kekayaan Allah.21

Berhubungan dengan itu, Octavianus menyarankan

beberapa hal yang harus dipersiapkan ketika seseorang ingin

menjadi pemimpin rohani, yang notabene juga adalah

penatalayan. Salah satunya adalah persiapan rohani. selanjutnya

menurut Octavianus, dalam persiapan-persiapan berhubungan

dengan kerohanian ini, Tuhan sendirilah yang mengawasi secara

langsung bahkan sampai menjadikannya seorang pemimpin

umat.22

Untuk itu Nouwen berkata, “Diperlukan orang-orang

Kristiani yang bersedia mengembangkan kepekaan mereka

terhadap kehadiran Allah dalam hidup mereka sendiri dan juga

dalam kehidupan sesama.”23

Sehingga, dari ungkapan Nouwen

tersebut terlihat bahwa, kerohanian yang berkualitas dari

seseorang, bukan hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri

21Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan

atau Kependetaan, pen., Hariyono (Yogyakarta: ANDI, 1992), 100-101.

22P. Octavianus, Manajemen Kepemimpinan Menurut Wahyu

Allah (Malang: YPPII, 1991), 69-71.

23Henry J.M. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif, pen., Hary

Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana dan I. Suhayo Pr. (Yogyakarta:

Kanisius, 1992), 138.

78 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

namun lebih dari itu, seharusnya terpancar keluar, sehingga

dapat dirasakan secara langsung oleh orang-orang disekitarnya.

Dalam era yang menuntut segala sesuatu terjadi

secara cepat, seperti sekarang ini, setiap orang, termasuk para

pelayan Tuhan sering dituntut untuk terus menghasilkan sesuatu

dengan instant. Moderisasi yang pesat ini memang

mengakibatkan orang hidup dengan tergopoh-gopoh, hingga

akhirnya lupa diri. Lupa untuk mengevaluasi segala sesuatu,

bahkan seringkali introspeksi di hadapan cermin Firman Tuhan

terabaikan, lebih dari itu makna mendasar dari segala macam

kesibukan yang dijalani tidak dapat diketahui lagi.24

Pembentukan Kepribadian

Salah satu prinsip dasar berhubungan dengan “Dasar-

dasar pelayanan Kristen” yang dikemukakan oleh Ronald W.

Leigh adalah, “Sifat dan sikap pekerja Kristen terhadap orang

lain adalah hal yang teramat penting, bahkan lebih penting

daripada bakat ataupun pendidikan formalnya.”25

Sebab

selanjutnya menurut Leigh, selain seorang pekerja Kristen itu

harus memahami dengan benar kebenaran-kebenaran Alkitab

24Robby Chandra, Bahan Bakar Sang Pemimpin, Peny.,

Krismariana W. (Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2005), 17-23.

25Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1996), pen. Stephen Suleeman, 25.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 79

yang fundamental, ia harus hidup sesuai dengan apa yang

diketahuinya itu dan secara konsisten memberikan teladan

tentang kehidupan Kristen yang muncul dari penerapan akan

ajaran-ajaran Alkitab di dalam kuasa Roh Kudus.26

Berhubungan dengan penatalayanan Kristen, penulis

mencoba untuk menampilkan pentingnya “kepribadian yang

indah” yang tentunya akan cenderung dipandang dari perspektif

orang-orang yang berkonsentrasi di bidang non-religi, secara

khusus kekristenan.

Dalam bagian pendahuluan pada bukunya yang

menampilkan kepentingan Emotional Intelligence daripada IQ

(Intelligence Quantity), Daniel Goleman berkata “Apabila ada

dua sikap moral yang dibutuhkan oleh zaman sekarang, sikap

paling tepat adalah kendali diri dan kasih sayang.”27

Dengan

demikian, dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa sesungguhnya

kepentingan akan pribadi yang baik merupakan kebutuhan

dalam segala bidang.

Kebutuhan akan “kepribadian indah” ini terlihat

begitu mendesak dengan diterbitkannya berbagai macam

literatur yang berhubungan dengan pembangunan-pembangunan

26Leigh, Melayani, 26.

27Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000), pen. T. Hermaya, xiv.

80 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

karakter, baik dari penulis-penulis Kristen yang memakai

berbagai macam pendekatan psikologi maupun dari penulis-

penulis non-Kristen.

Dalam tulisannya, Zig Ziglar mengemukakan secara

panjang lebar betapa pentingnya citra diri yang baik bagi

seorang pemimpin, sebab hal itu akan sangat mempengaruhi

keseluruhan aspek kehidupannya. Sekaligus menawarkan

berbagai macam solusi untuk mengatasi buruknya citra diri

dalam diri seseorang.28

Tidak dapat tidak, kepribadian yang baik haruslah

dimiliki seorang penatalayan Kristen29

, sebab hal tersebut juga

sangat jelas ditekankan oleh Paulus dalam suratnya kepada

jemaat di Roma dengan berkata, “Janganlah membalas

kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi

semua orang! Sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung

padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”30

Tentu saja penekanan Paulus di sini mengenai hubungan

seorang percaya dengan orang-orang yang belum percaya

sehingga, setiap orang percaya yang adalah penatalayan Kristus

28Lih. Zig Ziglar, Sampai Jumpa Di Puncak Sukses (Jakarta:

Binarupa Aksara, 1995), pen. Anton Adiwiyanto, 41-95.

29Lih. Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah

Kepenatuaan Atau Kependetaan, pen. Hariyono (Yogyakarta: Yayasan

ANDI, 1992), 100.

30Roma 12:17,18.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 81

itu dapat menampilkan kesan yang baik bagi tiap pribadi yang

memandangnya.

Signifikansi Profesionalisme

Dengan terjadinya berbagai macam bentuk difusi

dalam setiap aspek kehidupan manusia, istilah profesi

terpengaruh dengan keadaan tersebut sehingga juga mengalami

perubahan makna.31

Campbell menginformasikan bahwa, “Pada

mulanya istilah ini digunakan dalam konteks kehidupan iman,

yaitu “professus” (bhs. Latin): mengakui iman secara terbuka di

hadapan publik.”32

Jadi, ia menyimpulkan, “Petugas gerejani

dapat dipandang sebagai profesionalis yang paling mula-

mula.”33

Namun demikian dalam bahasan ini, istilah

profesionalime akan dipahami sejalan dengan perkembangan

pemahamannya, yaitu dari beberapa pendekatan.34

Sebab, lebih

lanjut Campbell menyimpulkan bahwa, memang konsep modern

mengenai “profesi” mempunyai banyak makna semantik dan

ambiguitas moral, namun dalam membicarakan aktifitas

31Alastair Campbell, Profesionalisme dan Pendampingan

Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 1994), peny. Don S. Browning, pen. Adji A.

Sutama, 23.

32Ibid.

33Ibid.

34Menurut Campbell, ada tiga macam pendekatan ketika orang

memahami istilah ini, yaitu: “pendekatan Ciri-ciri”; “Pendekatan

Fungsional”; “Pendekatan Pergulatan-Kekuasaan”. Ibid, 24-27.

82 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kekristenan, konsep-konsep mengenai profesionalisme dalam

dunia modern tersebut harus dimiliki demi efektivitas “profesi”

itu sendiri.35

Adapun profesionalisme yang dimaksudkan dalam

kaitannya dengan penatalayan Kristen disini, adalah cenderung

sejalan dengan apa yang dikemukakan Campbell dalam

mengantarkan pembahasannya, bahwa “dalam diri seorang

profesional ada keahlian, konsistensi, dan dedikasi yang

sungguh-sungguh mempunyai daya tarik.”36

Tentu saja untuk mencapai suatu keahlian pada

tingkat tertentu, proses yang membutuhkan waktu sangat

diperlukan, baik itu terakreditasi maupun tidak. Sedangkan

kebutuhan akan konsistensi dan dedikasi haruslah muncul dari

dalam diri seseorang baik secara aktif, dalam pengertian tanpa

dorongan dari pihak luar, maupun secara pasif, dalam pengertian

terdorong oleh sesuatu dari luar, apapun itu.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa,

profesionalisme dalam penatalayanan kristen sebenarnya

bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai, namun

membutuhkan kerja keras yang komulatif. Beranjak dari

35Campbell, Profesionalisme, 28.

36Ibid., 7.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 83

paparan di atas maka didapatilah bahwa, dalam berbagai aspek

kehidupan baik yang berhubungan dengan proyek-proyek

sekularis, prinsip ini adalah mutlak harus dimiliki oleh setiap

pribadi yang terlibat di dalamnya37

. Sekalipun memang

penatalayanan Kristen tidak dapat disamakan dengan proyek-

proyek sekuler tersebut, namun paling tidak berbagai macam

proses kerja, baik berhubungan dengan sekuler maupun religi,

menurut penulis tidak terlalu jauh berbeda bahkan, dalam

batasan-batasan tertentu terlihat sama persis. Itulah sebabnya

penulis mencoba mengemukakan prinsip profesionalisme dalam

pembicaraan ini, yang lebih dari Nouwen dalam bukunya

menegaskan bahwa sebenarnya pelayanan itu “berhubungan

dengan sesuatu yang lebih dari sekadar profesionalisme.”38

Kapabilitas Bersinergi

Harus disadari oleh setiap Pelayan Tuhan bahwa,

pekerjaan melayani Tuhan bukanlah milik pribadi, yang

keberhasilannya dapat diraih tanpa rekan pelayan lainnya.

Dalam atmosfir pelayanan ini, setiap orang harus menyadari

secara persis tentang eksistensi orang lain, yang di sekitarnya.

Kepekaan ”tingkat tinggi” terhadap dunia di sekelilingnya harus

37Lih. Winardi, Kepemimpinan Dalam Manajemen (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2000), 16-27.

38Henry JM. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif, pen. Hari

Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana, I. Suharyo Pr (Yogyakarta: Kanisius,

1992), 19.

84 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

dimiliki untuk dapat meraih suatu sukses besar.39

Di sinilah

tuntutan yang mendesak akan kecerdasan pengelolaan emosi

menjadi sangat primer. Lase berkata,

Dalam dunia kerjanya, seorang pekerja melibatkan

seluruh totalitas kepribadiannya yang terdiri dari pikiran,

emosi dan fisik. . .. diketahui bahwa dalam hubungan

dirinya sendiri dengan orang lain, seseorang harus

mampu untuk mengendalikan emosinya yang akan

memberikan dampak positif terhadap dirinya maupun

orang lain.40

Termin inipun telah dikembangkan oleh Patricia Patton dalam

EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk Meraih Sukses

Pribadi dan Karier. Ia mengemukakan bahwa, ”mereka yang

tidak memiliki referensi nilai, fokus yang positif, dan harga diri

akan menemui kesulitan dalam menemukan sumber daya

bathiniah yang diperlukan untuk menangani tantangan-tantangan

yang beragam.”41

Patton juga menekankan bahwa, ”egosentris

dan kesombongan memunculkan masalah-masalah yang

menyebabkab mereka tidak bahagia, frustasi dan marah.”42

39Chandra, Bahan Bakar, 44-46.

40Jason Lase, Motivasi Berprestasi, Kecerdasan Emosional,

Percaya Diri dan Kinerja (Jakarta: PPS FKIP UKI, 2005), 90.

41Patricia Patton, EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk

Meraih Sukses Pribadi dan Karier, peny., Ghufron, pen., HERMES (Malang:

Mitra Media, 1998), 7.

42Patton, EQ, Kecerdasan, 81.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 85

Prinsip sinergi inilah yang diaplikasikan dalam

tumbuh-kembangnya pelayanan Gereja sejak awal. Keberhasilan

demi keberhasilan telah diraih dengan gemilang oleh pribadi-

pribadi yang rela untuk mengesampingkan ego pribadi untuk

mencapai suatu sinergi dengan orang-orang lain di sekitarnya.

Pilihan Pribadi Jemaat ”Awam” dalam Gereja

Memang Gereja secara organisasi serta para

pemimpin umat memiliki tanggung jawab yang besar untuk

pengembangan Tubuh Kristus. Namun demikian, bukan berarti

setiap jemaat tidak perlu untuk introspeksi. Sebab memang pada

dasarnya ”menjadi semakin tua itu pasti, tapi menjadi dewasa

adalah opsi.”

Pada umumnya orang yang mengakui dirinya Kristen

percaya bahwa, Kristus adalah satu-satunya Tuhan dan

Juruselamat dunia ini. Eksistensi Kristus sebagai Allah,

Penguasa jagad raya, jarang diragukan di kalangan orang

Kristen. Bahkan banyak orang Kristen akan berusaha

mempertahankan keyakinan ini, sekalipun seringkali mereka

tidak mengetahui alasan yang cukup.

Namun yang menjadi persoalan besar di sini ialah

mengenai keyakinan mereka akan karya Kristus terhadap diri

mereka secara pribadi. Perasaan kurang terhadap karya

penyelamatan Kristus seringkali muncul, karena berbagai

86 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

macam faktor. Di sinilah letak kepentingan untuk menekankan

kepada setiap Orang Percaya akan identitas baru milik mereka,

sebagai hasil karya penyelamatan Tuhan Yesus Kristus.

Ketidakpastian akan keberadaan mereka di dalam Kristus,

menghasilkan fenomena keragu-raguan akan keselamatan dalam

dirinya. Padahal kepada mereka, citra yang baru telah diberikan

Allah.43

Realita akan krisis identitas juga ditemukan oleh

Denny F. Kilapong dalam penelitian yang dilakukan dalam

rangka penulisan tesis untuk pencapaian gelar Master Of

Theologia di Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia

Yogyakarta, tahun 2005. Sehingga iapun menyarankan, ”setiap

orang Kristen seharusnya berusaha untuk mengenali dirinya di

dalam Kristus, serta membuktikan bahwa hal itu ada dan

mempengaruhi totalitas hidupnya.”44

Signifikansi ini juga merupakan dasar yang kokoh

untuk bertahan dalam kesucian hidup Kristen. Itulah sebabnya,

Evans dengan nada yang sangat praktis berkata,

43Charles Capps, Citra Anda Menurut Allah, pen., Ben Soriton

(Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Imanuel,” 1993), 14.

44Denny F. Kilapong, “Kompatibilitas Identitas Orang Percaya

Dengan Konsitensinya Dalam Kekudusan Pribadi Pada Masa-masa

Pencobaan Berdasarkan 1 Petrus 1:1-25” (Tesis Th.M: Sekolah Tinggi

Theologia Injili Indonesia Yogyakarta, 2005), 161.

Refleksi Bagi Gereja Masa Kini 87

Waktu Anda dilahirkan kembali, Allah meletakan

dalam diri Anda sifat baru yang sebelumnya tidak ada,

sebuah sifat yang sekarang menjadi inti diri Anda. Petrus

menyebutnya ”kodrat ilahi” karena inilah kehidupan

Allah.

Jadi jika Anda sudah mempercayai Yesus Kristus

untuk kehiduan kekal, maka kehidupan Allah menjadi

inti realita baru Anda. Allah menempatkan inti-Nya,

yang adalah roh, di pusat diri Anda.

Itulah mengapa jika Anda berada di dalam

Kristus, maka Anda dalam keadaan sangat baru. Anda

bukan lagi persona yang dulu-dulu, meskipun

kemungkinan Anda melakukan hal-hal yang dulu Anda

lakukan.45

Jadi sangat beralasan jika setiap orang Kristen seharusnya,

bukan saja meyakini akan jaminan keselamatan dari Kristus,

namun lebih dari itu memiliki kapabilitas untuk bertahan dalam

kesucian hidupnya.

Akhirnya sebagaimana pesan Firman Tuhan melalui

Paulus dalam Efesus 2:8-10, penting untuk terus diingatkan

sehubungan dengan produktifitas Kristen. Ia berkata,

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh

iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,

itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang

memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah,

diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan

45Tony Evans, Bebas dari Belenggu Dosa, Peny., Lindon

Saputra, pen., Wim Salampesy (Batam: Gospel Press, 2003), 31.

88 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah

sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.

Demikianlah sebenarnya ”Kristen” penting untuk dipahami oleh

setiap pribadi yang menyandangnya.

PENUTUP

Ada persoalan pelik yang sedang melanda Gereja Tuhan,

beberapa pokok penting dalam pelayanan sedang terabaikan,

sementara masyarakat gereja itu sendiri sedang terbuai dengan

“kenyamanan” yang sebenarnya bersifat semu. Dalam kondisi

inilah seluruh organisme dalam Gereja penting untuk

disadarkan. Faktanya adalah tantangan ini telah dihadapi oleh

gereja dalam sepanjag sejarah, namun demikian seolah-oleh

pembelajaran tidak pernah usai karena kurangnya motivasi.

Dalam kemajuan zaman yang semakin pesat dan rentan terhadap

degradasi ini, Gereja seharusnya terus menjadi panduan yang

terlihat jelas dalam masyarakat, sebagaimana mercusuar bagi

sebuah kapal di lautan pada kegelapan malam, sehingga dengan

demikian kemerosotan yang begitu menekan kehidupan manusia

dari generasi ke generasi dapat dibendung. Sebab memang

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerosotan moral semakin

meningkat seiring perkembangan pada segala aspek kehidupan

manusia.

90 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Tanggung-jawab ini bukanlah sesuatu yang ringan untuk

diemban namun hal ini bukanlah realita yang asing bagi Gereja,

sebab untuk itulah Gereja ada, diperlengkapi, diutus ke tengah-

tengah dunia ini serta di beri jaminan penyertaan langsung oleh

Yesus Kristus, Sang Penguasa Jagad itu (Mat. 28:19,20). Dalam

tanggung-jawab yang sangat membanggakan ini, Gereja

haruslah benar-benar menampakkan kemajuan yang dinamis

seiring dengan pesatnya perkembangan dunia dalam segala

dimensi kehidupan.

Namun demikian, pada kenyataannya “Tubuh Kristus” berada

dalam situasi yang terdesak sehingga penelaahan kembali

terhadap nilai-nilai utama dalam pelayanan merupakan sesuatu

yang bersifat urgen. Prinsip-prinsip yang telah dikembangkan

dari Surat Kolose, merupakan sekelumit penawar yang mungkin

dapat memberi asupan positif kepada gereja, sehubungan

dengan persoalan-persoalan yang seringkali mengguncang

lembaga Allah ini.

Tidak lepas dari tujuan analisa terhadap Surat Kolose tersebut,

maka hasil telaah ini juga sekaligus merupakan indikator dalam

hal tumbuh-kembangnya sebuah gereja lokal. Paling tidak

penulis menemukan beberapa prinsip, baik secara konseptual

maupun praksis. Suatu inspirasi ilahi yang diilhamkan kepada

Penutup 91

Paulus, untuk memberikan penerangan bukan saja bagi jemaat

Kolose, tetapi juga untuk setiap Tubuh Kristus di segala jaman,

dalam berbagai persoalan.

Sejauh analisa penulis terhadap Surat Paulus kepada Jemaat

Kolose ini, ada lima simpulan pokok yang merupakan indikator

dalam pertumbuhan suatu jemaat, sekaligus menjadi titik tolak

penelitian di lapangan. Indikator-indikator tersebut ialah,

Pertama, kualitas para pemimpin rohani. Kualitas yang

dimaksud di sini meliputi, pengetahuan teologia, performa

dalam pelayanan serta karakter/ kesucian hidup. Beberapa hal

yang ditampilkan para pelayan yang dikemukakan dalam Surat

Kolose, dapat menjadi cerminan bagi kehidupan masa kini.

Kedua, kesadaran jemaat tentang identitas dirinya di dalam

Kristus. Bahwa mereka adalah organ-organ dalam satu Tubuh,

yakni Tubuh Kristus, dikuduskan oleh Allah serta memiliki

kapasitas untuk melayani di hadapan Allah yang kudus, yakni

menjadi saksi-saksi Kristus bagi dunia. Bahkan lebih dari itu

setiap Kristen diberikan kapasitas untuk menghadapi berbagai

macam bentuk tantangan hidup, termasuk melawan dosa dan

bertahan dalam kesucian hidup.

Ketiga, karakter jemaat. Dalam hal ini, sudah merupakan hal

yang wajar dan alami, jika seseorang yang telah memiliki

92 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

kapasitas untuk berkarakter indah, menampilkan gaya hidup

yang mengesankan, baik di hadapan Allah maupun manusia.

Jika seorang yang mengaku percaya kepada Kristus

menampilkan karakter baik dalam kehidupannya sehari-hari,

maka dapat dikatakan, hal itu merupakan sesuatu yang wajar.

Namun yang akan menjadi sangat mengherankan, jika seseorang

yang mengaku percaya kepada Kristus, sebagai Tuhan dan

Juruselamatnya, menampilkan karakter buruk dalam

kesehariannya.

Keempat, pengajaran Alkitabiah yang dinamis dalam gereja.

Kepentingan ini disebabkan oleh rentannya penyesatan di dalam

gereja. Pemahaman nilai-nilai teologis yang sering

diselewengkan untuk membelokkan kekristenan dari esensi yang

sebenarnya, menuntut pengajaran yang dinamis dan sistimatis

terus dilaksanakan secara formal di dalam gereja.

Kelima, peran serta jemaat dalam pelayanan misi penginjilan.

Misi pekabaran Injil bukanlah tanggung jawab yang

dipercayakan Allah kepada sebagian orang Kristen, namun

setiap organisme di dalam gereja, termasuk jemaat ”awam”

mengemban tanggung jawab yang sama.

BIBLIOGRAFI

Buku-buku

Arthur Jr., John Mac. The Fruitfull Life. Disunting oleh David

Sper. Panorama City: Word Of Grace Communications,

1983.

Bailey, Richard W. Tujuh Dosa Maut Dalam Gereja Masa Kini.

Disunting oleh Soemitro Onggosandjojo. Diterjemahkan

oleh Chris Samuel. Bandung: Kalam Hidup, 2000.

Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

disadur oleh I.H. Enklaar.

Brauch, Manfred T. Ucapan Paulus yang Sulit. Diterjemahkan

oleh Fenny Veronica. Malang: Departemen Literatur

SAAT, 2001.

Bruce, F.F. The Letters Of Paul: An Expanded Paraphrase.

Grand Rapids: Wm. B. Eermands Publishing Company,

1965.

Campbell, Alastair. Profesionalisme dan Pendampingan

Pastoral. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Disunting oleh

Don S. Browning. Diterjemahkan oleh Adji A. Sutama.

Capps, Charles. Citra Anda Menurut Allah. Diterjemahkan oleh

Ben Soriton. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil

“Imanuel,” 1993.

94 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Chandra, Robby. Bahan Bakar Sang Pemimpin. Disunting oleh

Krismariana W. Yogyakarta: Gloria Usaha Mulia, 2005.

Leigh, Ronald W. Melayani Dengan Efektif. Diterjemahkan oleh

Stephen Suleeman. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Colleman, Robert E. Rencana Agung Penginjilan.

Diterjemahkan oleh G.J. Tiendas dan Stanley Heath.

Bandung: Kalam Hidup, 1996.

Conner, Kevin J. Pedoman Praktis Tentang Iman Kristen.

Disunting oleh Firman Panjaitan. Diterjemahkan oleh

Paulus Adiwijaya. Malang: Gandum Mas, 2004.

Evans, Tony. Bebas dari Belenggu Dosa. Disunting oleh Lindon

Saputra. Diterjemahkan oleh Wim Salampesy. Batam:

Gospel Press, 2003.

________. Hal yang Paling Utama Dalam Kehidupan Rohani.

Disunting oleh Istiyono Wahyu dan Ostaria Silaban.

Diterjemahkan oleh Connie Item Corputty. Batam:

Gospel Press, 2004.

Goleman, Daniel. Emotional Intelligence. Diterjemahkan oleh

T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Gray, James M. The Teaching and Preaching That Counts. New

York: Fleming H. Revell Company, 1978.

Halim, Makmur. Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia.

Malang: Gandum Mas, 2000.

Autrey, Jarry. Surat Kiriman Penjara. Malang: Gandum Mas,

1998.

Kristianto, Paulus L. Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama

Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2006.

Bibliografi 95

Lase, Jason. Motivasi Berprestasi, Kecerdasan Emosional,

Percaya Diri dan Kinerja. Jakarta: PPS FKIP UKI,

2005.

Marantika, Chris. Kristologi. Disunting oleh Nanik Sutarni,

Karel Siahaya, dan Parlaungan Gultom. Yogyakarta:

Iman Press, 2008.

________. Soteriologi and Spiritual Life. Yogyakarta: Iman

Press, 2001.

Nggebu, Sostenis. Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem.

Disunting oleh Bestiana Simanjuntak dan Ridwan

Sutedja. Bandung: Kalam Hidup, 2002.

Nio, Robert. T.S. Gereja Duit VS Gereja Allah. Yogyakarta:

Kairos, 2004.

Nouwen, Henry J.M. Pelayanan yang Kreatif. Diterjemahkan

oleh Hary Kustana, P. Sigit Pramuji Wahyuana dan I.

Suhayo Pr. Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Octavianus, P. Manajemen Kepemimpinan Menurut Wahyu

Allah. Malang: YPPII, 1991.

Pantecost, Edward C. Issues in Missology. Grand Rapids: Baker

Book House, 1982.

Patton, Patricia. EQ, Kecerdasan Emosional, Landasan untuk

Meraih Sukses Pribadi dan Karier. Disunting oleh

Ghufron. Diterjemahkan oleh Hermes. Malang: Mitra

Media, 1998.

Peters, George W. A Biblical Theology of Missions. Chicago:

Moody Press, 1984.

96 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Ryrie, Charles C. Teologi Dasar. Yogyakarta: Yayasan ANDI,

1992. Jil.1. bag. X., Keselamatan yang Sangat Besar.

pen. R. Soedarmo.

Satyabudi, I.J. Kontroversi Nama Allah. Jakarta: Wacana Press,

2004.

Scazzero, Peter dan Warren Bird. Gereja yang Sehat Secara

Emosional dan Spiritual. Disunting oleh Ostaria Silaban.

Diterjemahkan oleh Grace P. Christian. Batam: Gospel

Press, 2005.

Simpson, E.K. dan F.F. Bruce. Commentary On The Epistles To

The Ephesians And The Colossians. Grand Rapids: WM.

B. Eerdmans Publishing, t.t.

Spittler, Russell P. Pertama dan Kedua Korintus. Malang:

Gandum Mas, 1988.

Wagner, C. Peter Memimpin Gereja Anda Agar Bertumbuh.

Disunting oleh Erna Iskandar, Ike Wihana F.B. dan

Hosea S.L. Diterjemahkan oleh Indriyati Subandi.

Jakarta: Harvest Publishing House, 1995.

________. Gereja Saudara Dapat Bertumbuh. Malang: Gandum

Mas, 1990.

Walvoord, John F. Yesus Kristus Tuhan Kita. Diterjemahkan

oleh Cahya R. Surabaya: YAKIN, t.t.

Widiasih, Mary. Hartanti “Paulus” dalam Biodata Tokoh-tokoh

Alkitab Perjanjian Baru. t.k.: t.p., t.t.

Widjana, Doreen. Kupasan Firman Allah Surat Kolose.

Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1994.

Bibliografi 97

Winardi. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2000.

Wright, N.T. The Epistles Of Paul To The Colossians And To

Philemon. Illinois: Inter Varsity Press, 1987.

Ziglar, Zig. Sampai Jumpa Di Puncak Sukses. Diterjemahkan

oleh Anton Adiwiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.

Artikel-artikel

(Dalam Majalah, Kamus, Ensiklopedi, dan yang lainya)

Ellis, E. Earle. “Paulus.” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.

Peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen. M.

H. Simanungkalit, 2:208.

_________. “Kolose.” dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe. Peny.

um. Charles F. Pfeiffer dan Everet F. Harrison. Malang:

Gandum Mas, 2001. 3:813.

Guthrie, D. “Timotius dan Titus, Surat-surat Kepada” dalam

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. peny. Um. H.A.

Oppusunggu dan yang lainnya. pen. M.H.

Simanungkalit. 2:479.

Hawthorne, Gerald F., Ralph Martin dan Daniel G. Reid, Peny.

Um., “Holines, Sanctification,” dalam Dictionary Of

Paul And His Letters. Oleh S.E. Porter. Illinois:

InterVarsity Press, 1993.

Hornby, A.S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of

Current English. peny. Jonathan Crowther, Kathryn

Kavanagh dan Michael Ashby. Oxford: Oxford

University Press, 1995.

98 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

Judge, E. A. “Roma,” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini.

peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, pen.

Broto Semedi, 2:321-323.

Newman Jr, Barclay M. Kamus Yunani-Indonesia. Jakarta: BPK

Gunung Mulia,1997.

Rienecker, Fritz. “Colossians.” dalam A Linguistic Key To The

Greek New Testament. peny. Cleon L. Roger Jr. Grand

Rapids: Zondervan Publishing House, 1980.

Sabdono, Erastus. “Penyesatan Terselubung Dalam Gereja”,

Solagracia, Ed. 2, 13 Juli 1999.

Stamps, Donald C. dan J. Wesley Adam, peny. Um., Alkitab

Penuntun Hidup Berkelimpahan. peny., Bertha Gaspersz,

pen., Nugroho Hananiel. Malang: Gandum Mas, 1994.

Strong, James. “pistiς.” dalam Strong Exhaustive Concordance

Of The Bible, (t.k: t.p, t.t).

Stott, John. Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani.

Diterjemahkan oleh G.M.A. Nainggolan. Jakarta:

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996.

Stott, John. Fundamentalisme dan Penginjilan. Diterjemahkan

oleh Gerrit Tiendas dan Stanley Heath. Bandung: Kalam

Hidup, t.t.

Strauch, Alexander. Manakah Yang Alkitabiah Kepenatuaan

atau Kependetaan. Diterjemahkan oleh Hariyono.

Yogyakarta: ANDI, 1992.

Tenney, Merrill C. New Testament Survey (Grand Rapids: Wm.

B. Eerdmans Publishing Co., 1987), 7.

Bibliografi 99

Trentham, Charles A. The Sheperd Of The Stars. Nashville:

Broadman Press, 1962.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Vine, “Clothing, Cloths, Clothes, Cloke, Coat,” dalam An

Expository Dictionary, 199.

Vine, “Grace” dalam An Expository Dictionary, 1:169-171.

Vine, “Peace, Peaceable, Peaceably,” dalam An Expository

Dictionary, 3:167-168.

Vine, W.E. “Ministering, Ministration, Ministry,” dalam An

Expository Dictionary Of New Testament Words. New

Jersey: Fleming H. Revell Company, 1966. 3:74-75.

Walls, A. F. “Rasul,” dalam Ensiklopedi, pen. Sijabat-Runkat,

peny. Um. H. A. Oppusunggu dan yang lainnya, 2:307

Program-program Komputer

BibleWorks 6: Barclay-Newman, “avgwnizo,menoj” dalam Greek

English Dictionary. [CD ROM]

BibleWorks 6: Keterangan dalam BNM Morph + Barclay-

Newman

BibleWorks: New International Version Testament: NT [CD

ROM

BibleWorks6: “Agape” dalam ISBE Bible Dictionary.

BibleWorks6: “avdelfo,j, ou/, o` brother,” dalam Friberg Lexicon.

[CD ROM]

100 Pilar-pilar Kokoh Penopang Gereja

BibleWorks6: “ca,rij” dalam Friberg Lexicon.

BibleWorks6: “eivkw.n” dalam BNM Morph + Barclay-Newman.

BibleWorks6: “Faithful,” dalam Easton’s Bible Dictionay.

BibleWorks6: “Gamaliel,” dalam Fauset’s Bible Dictionary,

[CD ROM]

BibleWorks6: “maqhteu,w” dalam BibleWorks New Testament

and Friberg.

BibleWorks6: “pa,ntej” dalam BNM Morph + Barclay-Newman.

BibleWorks6: “pisto,j, h,, o,n” dalam Friberg Lexicon.

BibleWorks6: “pisto,j” dalam Strong’s Cocordance.

BibleWorks6: King James Version.

BibleWorks6: New American Standart Bible.

BibleWorks6: Strong’s Exhaustive Concordance.

BibleWorks6: Terj. Alkitab King James with Strong’s and

Jenewa Notes.

BibleWorks6: Terj. BibleWorks New Testament (NA27).

BibleWorks6: Terj. King James With Strong’s and Jeneva

Notes.

BibleWorks6: Terj. Latin Vulgate

BibleWorks6: Terjemahan Baru (Indonesia)

Bibliografi 101

Illummina: ”Gamaliel,” dalam Ensiklopedi. [CD ROM]

Ilummina Gold: ”avpostoloj,” dalam Ensiklopedia, Tyndale

House Publishers: 2003. [CD ROM]

Prosiding, Catatan & Diktat Kuliah, Tesis, dan Desertasi

Anthony, Librech. “Kepemimpinan Pastoral Dalam

Pengembangan Gereja Kota dengan Perspektif Misi

Sedunia.” Desertasi D.Min, Sekolah Tinggi Theologia

Injili Indonesia Yogyakarta, 2000.

Berglund, Douglas. “Time Line Paul’s Letters,” dalam Catatan

Kuliah: Kekristenan dan Budaya, MA.Miss (2007).

Kilapong, Denny F. “Kompatibilitas Identitas Orang Percaya

Dengan Konsitensinya Dalam Kekudusan Pribadi Pada

Masa-masa Pencobaan Berdasarkan 1 Petrus 1:1-25.”

Tesis Th.M: Sekolah Tinggi Theologia Injili Indonesia

Yogyakarta, 2005.

Layantara, Hanny. “Kepemimpinan Gereja Lokal,” Seminar

PATI STTII Yogyakarta, 21-25 Juni 2004.

Maryono, Petrus. Diktat Kuliah: Gramatika dan Sintaksis

Bahasa Yunani Perjanjian Baru, 1994.

Saparman, Diktat Kuliah: Bahasa Yunani, MA.Miss: 2007.