8
Phaeodactylum tricornutum Phaeodactylum tricornutum merupakan salah satu spesies mikroalga yang termasuk dalam golongan Diatom yang termasuk dalam divisi Heterokonta. Mikroalga jenis diatom memiliki peran penting sebagai phytoplankton di laut, penting pada siklus biogeokimia mineral seperti silika, dan untuk fiksasi karbon secara global (Werner, 1977). Klasifikasi Phaeodactylum tricornutum adalah sebagai berikut : Empire : Eukaryota Kingdom : Chromista Subkingdom : Harosa Infrakingdom : Heterokonta Phylum : Ochrophyta Subphylum : Khakista Class : Bacillariophyceae Order : Naviculales Family : Phaeodactylaceae Genus : Phaeodactylum Karakteristik organisme ini yaitu termasuk tipe uniseluler, normalnya dengan satu kromatofor di bagian tengah sel. Terdapat tiga morfotipe sel : Oval (berukuran 8x3 µm, satu katup silika per sel, dapat bergerak lambat atau tidak bergerak pada gumpalan ber-mucigel), bentuk fusi (dengan ukuran 25-35 µm dengan lebih dari dua atau kurang bentukan tumpul, lengan-lengannya agak menekuk, tidak terdapat dinding silika, nonmotil) dan triradiate.

Phaeodactylum tricornutum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Phaeodactylum tricornutum summary

Citation preview

Page 1: Phaeodactylum tricornutum

Phaeodactylum tricornutum

Phaeodactylum tricornutum merupakan salah satu spesies mikroalga yang

termasuk dalam golongan Diatom yang termasuk dalam divisi Heterokonta.

Mikroalga jenis diatom memiliki peran penting sebagai phytoplankton di laut, penting

pada siklus biogeokimia mineral seperti silika, dan untuk fiksasi karbon secara global

(Werner, 1977). Klasifikasi Phaeodactylum tricornutum adalah sebagai berikut :

Empire : Eukaryota

Kingdom : Chromista

Subkingdom : Harosa

Infrakingdom : Heterokonta

Phylum : Ochrophyta

Subphylum : Khakista

Class : Bacillariophyceae

Order : Naviculales

Family : Phaeodactylaceae

Genus : Phaeodactylum

Karakteristik organisme ini yaitu termasuk tipe uniseluler, normalnya dengan

satu kromatofor di bagian tengah sel. Terdapat tiga morfotipe sel : Oval (berukuran

8x3 µm, satu katup silika per sel, dapat bergerak lambat atau tidak bergerak pada

gumpalan ber-mucigel), bentuk fusi (dengan ukuran 25-35 µm dengan lebih dari dua

atau kurang bentukan tumpul, lengan-lengannya agak menekuk, tidak terdapat

dinding silika, nonmotil) dan triradiate.

Phaeodactylum tricornutum tidak diragukan lagi termasuk dalam golongan

Chrysophyta dengan kromatofor berwarna cokelat keemasan, mengandung leukosin

dan minyak, dan menghasilkan dinding sel silika pada tahap tertentu. Genusnya

menunjukkan karakteristik diatom yang mencukupi untuk diikutsertakan ke dalam

kelas Bacillariophyceae. Sifat-sifatnya yaitu : pembelahan vegetatif secara

longitudinal (biasanya tidak terjadi oleh pembentukan endospora), tipe diatom

simetris bilateral dengan valve terbuat dari silika, pergerakan sel oval yang seperti

meluncur, dan pembentukan aukspora.

Pada mulanya, posisi Phaeodactylum tricornutum secara taksonomis

mungkin berada dalam kelas Bacillariaophyceae, namun hal tersebut belum terlalu

Page 2: Phaeodactylum tricornutum

jelas. Struktur katupnya memiliki kemiripan dengan Cymbella spp. sehingga

memungkinkan untuk ditempatkan pada family Cymbellaceae. Di sisi lain, sel oval

menunjukkan hanya terdapat satu katup dan karakter tersebut membedakan P.

tricornutum dari diatom-diatom dari suborder yang ada. Sedangkan pada fase fusi,

P. tricornutum menunjukkan tidak adanya kandungan silika pada dinding selnya. Hal

tersebut menimbulkan justifikasi untuk membentuk suborder baru. Dengan cara

yang sama, berbagai anggota kelas Achnanthaceae diatur sebagai suborder yang

terpisah, Monoraphidineae, berdasarkan kenampakan katup yang tidak sama.Untuk

itu, suborder baru yang diajukan, yaitu Phaeodactylaceae, diresmikan (Lewin, 1958).

P. tricornutum biasanya dijadikan model untuk penelitian terkait dengan

genomnya, karena organisme ini memiliki genom yang kecil, memiliki waktu

generasi yang pendek, dan mudah digunakan dalam proses transformasi genetik

(Apt et.al, 1997). Berdasarkan analisis filogenetik berdasarkan 18S rRNA, P.

tricornutum ditempatkan pada kelompok diatom dengan bentuk simetris bilateral.

Ukuran genomnya yang berbeda dengan diatom lainnya disebabkan oleh perbedaan

konten DNA noncoding.

Sistem reproduksi yang dilakukan oleh Phaeodactylum tricornutum cenderung

berupa reproduksi aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan adanya mitosis

yang diikuti dengan pembelahan sitoplasmik di mana setiap sel anakan menerima

salah satu dari sepasang cangkang/katup yang dimiliki sel induk. Kemudian sel

anakan mensekresikan pasangan katup lainnya yang berukuran lebih kecil.

Sedangkan sel anakan yang menerima satu katup yang lebih besar akan tumbuh

menyamai ukuran sel induk. Hal tersebut akan menghasilkan dua anakan dengan

ukuran salah satunya sama dengan sel induk, sedangkan lainnya lebih kecil. Diatom

yang berukuran lebih kecil dapat mengubah cara reproduksinya menjadi seksual

dengan melakukan proses meiosis dan menghasilkan gamet berflagel, yang tidak

memiliki katup dan berfusi secara berpasangan untuk membentuk zigot. Zigot

tumbuh menjadi ukuran normal sebelum mensekresi katup yang lengkap dengan

bagian atas dan bawah (Russell et.al, 2011). Selain itu, diatom tersebut juga

membentuk auksospora yang berperan dalam pembesaran ukuran diatom sehingga

memiliki ukuran normal menjadi sel vegetatif dan diproduksi juga pada saat tahap

dormansi.

Page 3: Phaeodactylum tricornutum

Gambar 1. Siklus Hidup P. tricornutum

P.tricornutum merupakan mikroalga yang sering digunakan dalam teknologi

rekombinan karena memiliki genom yang mudah digunakan dalam proses

transformasi. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Hempel (2011), diketahui bahwa

P.tricornutum memiliki potensi dalam menghasilkan rantai biopolimer Poly-3-

hydroxybutyrate (PHB) yang merupakan poliester dengan sifat termoplastik. PHB

memiliki sifat yang biodegradable dan produksinya tidak tergantung pada fosil

sebagai sumber sehingga dapat digunakan sebagai bioplastik. Kemampuan tersebut

diperoleh P. tricornutum dengan dilakukan penyisipan gen penghasil enzim

pembentuk PHB yaitu PhaA (keothiolase), PhaB (acetoacetyl-CoA reductase) dan

PhaC (PHB synthase) yang berasal dari bakteri Gram-negatif R. eutropha H16. Hasil

studi tersebut menunjukkan bahwa pada sistem metabolisme P. tricornutum dapat

dihasilkan PHB yang disintesis di sitosol sebesar lebih dari 10,6% dari berat kering

alga. Dari studi tersebut dapat diperoleh potensi pemanfaatan alga sebagai

bioreaktor dalam

menghasilkan

bahan polimer

untuk bioplastik

secara fotosintetik.

Phaeodactylum

tricornutum memiliki

potensi dalam

memproduksi biofuel dengan karakter mixotrophic. Mixotropihic merupakan jenis

Page 4: Phaeodactylum tricornutum

mikroalga yang menggunakan karbon organik dan CO2 dengan metabolisme

fotosintesis dan respirasi secara simultan. Laju pertumbuhan kultur mixotrophic

merupakan jumlah dari laju pertumbuhan sel dalam keadaan fotoautotrof dan

heterotrof. Dengan adanya sifat tersebut, produksi biomassa P. tricornutum dapat

menjadi efisien (Morais, et.al., 2009)

Karakter biodiesel pada P. tricornutum juga telah dipelajari. Jenis asam lemak

dominan yang dihasilkan Phaeodactylum tricornutum adalah linolelaidic (27,13%),

oleic (25,92%) dan myristoleic (50,97%) dengan nilai cetane (CN) sebesar 53,7

(Francisco, et.al, 2009). Nilai cetane menunjukkan kualitas bahan bakar diesel dan

dijadikan indikator primer dalam menilai kualitas biodiesel. Standar ASTM (American

Standard Testing and Material) untuk bahan biodiesel membutuhkan nilai cetane

minimum 47. Nilai standar Eropa dan Australia sebesar 51, sedangkan di Brazil nilai

minimalnya adalah 45. Organisme ini memproduksi biodiesel dengan derajat

ketidakjenuhan paling rendah dibanding mikroalga lainnya. Derajat ketidakjenuhan

mempengaruhi sifat fisik dan bahan bakar yang dimiliki molekul fatty ester yang

dihasilkan karena menunjukkan kestabilan oksidatif biodiesel yang dihasilkan

sehingga mempengaruhi sensivitas saat dilakukan penyimpanan dalam waktu yang

lama.

Phaeodactylum tricornutum juga dapat dimanfaatkan untuk suplemen

makanan hewan yang dibudidayakan, seperti udang penaeid (Penaeus japonicus).

Pada studi yang dilakukan oleh Okauchi dan Tokuda (2003) Phaeodactylum

tricornutum tumbuh dengan baik dalam temperatur 25° sampai 30°C dengan limiting

temperature dan kondisi salinitas sebesar 15°-35°C dan 10 sampai 40 ppt, sehingga

organisme ini bersifat eurythermal dan euryhaline (memiliki toleransi pada

temperatur dan salinitas dengan cakupan yang luas). Medium yang digunakan yaitu

Guillard 4F tanpa vitamin dan silika. Pertumbuhan alga dan fase stasioner dapat

berlangsung lebih dari 21 hari di bawah temperatur kurang dari 30°C. P. tricornutum

Page 5: Phaeodactylum tricornutum

memiliki laju metamorfosis dan ketahanan yang tinggi dibandingkan alga lain

sehingga lebih efisien dalam menghasilkan biomassa. Selain itu, mikroalga ini

mengandung banyak eicosapentaenoic acid (EPA), protein, dan lipid sehingga

kandungan nutrisinya tinggi untuk pakan dalam produksi larva udang penaeid (P.

japonicus).

P. tricornutum memiliki sifat yang sangat toleran terhadap kadar besi (Fe) dan

dapat tumbuh pada kultur dalam keadaan steady-state dengan kadar besi sebesar

50 kali lebih rendah dibanding jenis diatom lainnya seperti Thalassiosira

pseudonana. Fe merupakan mikroelemen yang paling penting yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan alga. Fe terlibat dalam aktivitas enzimatis dan terdapat pada

struktur molekuler sitokrom. Kekurangan Fe akan mengganggu sintesis klorofil dan

laju fotosintesis, namun apabila kelebihan kadar Fe juga akan menurunkan produksi

utama alga tersebut pada ekosistem akuatik. Apabila kekurangan kadar Fe, P.

tricornutum mampu mendapatkan berbagai macam bentuk Fe dengan adanya

kluster gen Fe-regulated seperti FBP1. Kebutuhan terhadap Fe akan dikurangi

dengan subtitusi (penggantian) jenis logam lain dan regulasi aktivitas fotosintesis.

Kompensasi tersebut ditunjukkan dengan down-regulation protein Fe-requiring dan

jalur metabolismenya, seperti respirasi dan pertahanan ROS (Reactive Oxygen

Species), sekaligus melakukan up-regulation dengan alternatif pertahanan Fe-free

ROS dan pergerakan substrat untuk menyalurkan kelebihan elektron dari kloroplas

dan sitosol ke AOX (alternative oksidase) pada mitokondria. Mungkin penyesuaian

fisiologis P. tricornutum yang paling penting pada keterbatasan Fe adalah

kemampuan untuk berlindung dari pencahayaan yang terus-menerus meskipun

tetap menjalankan aktivitas fotosintesis. Hal tersebut menunjukkan bahwa strategi

seluler yang teridentifikasi pada P. tricornutum memberikan pemahaman tentang

hambatan-hambatan metabolisme diatom pada daerah dengan kandungan besi

yang terbatas pada lautan dewasa ini dan memberikan pemahaman bagaimana

pertumbuhan diatom akan dipengaruhi oleh strategi fertilisasi nutrien untuk

mendapatkan CO2 dari atmosfer (Allen, et.al, 2008)

Page 6: Phaeodactylum tricornutum

Guiry, M.D. Phaeodactylum tricornutum Bohlin. http://www.algaebase.org/search/species/detail/?species_id=39314. Diakses pada 19 November 2011 pukul 21:35 WIBRussell, Peter J., et,al. 2011. Biology: The Dynamic Science. Canada : Cengage Learning. pp.570.Hempel, Franziska, et.al. 2011. Microalgae as bioreactors for bioplastic production. Microbial Cell Factories 2011, 10:81Francisco, Erika C., et, al. 2009. Microalgae as feedstock for biodiesel production: Carbon dioxide sequestration, lipid production and biofuel quality. J Chem Technol Biotechnol 2010; 85: 395–403Morais et al. 2009. Phaeodactylum Tricornutum Microalgae Growth rate in heterotrophic and mixotrophic conditions. Engenharia Térmica (Thermal Engineering), Vol. 8 (1) : 84-89.Lewin J. C. 1958. The taxonomic position of Phaeodactylum tricornutum. J. general Microbiol., 18, 427-432.Allen, Andrew E, et.al. 2008. Whole-cell response of the pennate diatom Phaeodactylum tricornutum to iron starvation. PNAS 105(30) : 10438-10443.