33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada konferensi tingkat tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma Italia, para pemimpin negara dan pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara. Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat. Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap propinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain air susu ibu (ASI). Kualitas konsumsi pangan masyarakat Provinsi Bengkulu ditinjau melalui pola pangan harapan (PPH), menunjukkan bahwa skor mutu konsumsi pangan penduduk Provinsi Bengkulu periode 2009-2011 mengalami peningkatan skor PPH mulai dari 72,4 pada tahun 2009 naik menjadi 73,2 pada tahun 2010, kemudian naik lagi pada tahun 2011 menjadi 74,0. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.

Petunjuk Pelaksanaan P@KP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup

umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab

konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada konferensi

tingkat tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma – Italia, para pemimpin negara dan

pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan

sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi

manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara.

Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan

Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang

dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa

apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa

terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan

pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,

sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional

terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional),

rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang

kekurangan gizi di setiap propinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut,

penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan

pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan,

bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis

zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan

yang lengkap zat gizinya selain air susu ibu (ASI).

Kualitas konsumsi pangan masyarakat Provinsi Bengkulu ditinjau melalui pola

pangan harapan (PPH), menunjukkan bahwa skor mutu konsumsi pangan penduduk Provinsi

Bengkulu periode 2009-2011 mengalami peningkatan skor PPH mulai dari 72,4 pada tahun

2009 naik menjadi 73,2 pada tahun 2010, kemudian naik lagi pada tahun 2011 menjadi 74,0.

Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam,

bergizi seimbang, dan aman serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap

produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya

dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok

umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.

2

Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan

secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan

derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek

pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat

yang sebelumnya mengkonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengkonsumsi beras

(padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi

masyarakat setempat.

Pelaksanaan kegiatan P2KP ini merupakan implementasi dari Rencana Strategis

Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai

Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri

Pertanian dengan Presiden RI pada tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk meningkatkan

keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan

tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti

oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini

menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat

melalui basis kearifan lokal serta kerjasama terintegerasi antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan masyarakat. Di tingkat propinsi, kebijakan tersebut harus ditindaklanjuti melalui

Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti melalui Peraturan

Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) ataupun sebagainya.

Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP

diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui

konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui

dua kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat

untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Disamping itu perlu dijalin kerjasama

kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa Corporate Social Responsibility

(CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di bidang pangan maupun

sekitarnya.

Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat kabupaten/kota, baik itu

melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah,

maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan Bupati/Walikota

sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengkoordinasikan Gerakan

P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa

perubahan (agent of change).

Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, Gerakan P2KP ini juga

ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar

3

lebih beragam, bergizi seimbang, dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan

produktif.

Untuk itu, Petunjuk Pelaksanaan Gerakan P2KP tahun 2013 ini ditetapkan sebagai

acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga dapat berjalan dengan baik di tingkat

kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas:

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep KRPL

Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita

untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan dengan

membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi,

sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan demi menunjang ketersediaan sumber

karbohidrat, vitamin, mineral, protein dan lemak untuk keluarga dengan lokasi yang saling

berdekatan sehingga dapat membentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan

lokal. Pendekatannya dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan

(sustainable agriculture) antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan

sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom)

sehingga kelestarian alam pun ikut tetap terjaga.

Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dengan konsep KRPL dilaksanakan

melalui pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP

kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/kota.

Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kemampuan kelompok wanita dalam

pengembangan pangan lokal (budidaya dan pengolahan pangan), dan membudayakan pola

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman diharapkan juga dapat

memicu pengembangan usaha rumah tangga di bidang pangan sebagai bentuk peningkatan

ekonomi keluarga setelah kebutuhan gizi keluarganya terpenuhi.

Di setiap desa mempunyai kebun bibit (pengadaan bibit, pupuk dan kebutuhan

penyemaian benih) untuk memasok kebutuhan bibit tanaman/ternak/ikan bagi anggota

kelompok dan masyarakat, sehingga terciptanya keberlanjutan kegiatan. Pengembangan

kebun bibit ini disarankan agar diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di

Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Litbang Kementerian Pertanian.

Di setiap desa pelaksana P2KP dana bansos juga diarahkan untuk mengembangkan

kebun sekolah (PAUD/TK/SD/SMP/SMA) yang berada di lokasi desa tersebut, pembinaan

dilakukan oleh pandamping desa P2KP sejalan dengan pembinaan yang dilakukan

terhadap kelompok wanita P2KP dan berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan.

Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga menyuplai bibit untuk kebun sekolah.

4

2. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan

membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada

masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku

serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi

terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.

Kepemimpinan formal (Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, hingga Kepala Desa)

berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan

kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama) berperan sebagai

panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik tertulis maupun

melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya

diversifikasi pangan sebagai pemenuh gizi keluarga.

Pelaksanaan gerakan P2KP memerlukan dukungan, peran serta dan sinergi dari

lembaga/instansi dan pemangku kepentingan seperti Kementerian Pertanian (Badan

PSDMP, Badan Litbangtan, Dirjen Tanaman Pangan, Dirjen Hortikultura, dan Dirjen

PPHP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian

Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian

Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Bappenas, BKKBN, lembaga

pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga adat dan agama, BUMN/BUMD, pelaku usaha,

dan organisasi non-pemerintah seperti PKK, SIKIB, Kowani, dan lain sebagainya.

Kerjasama ini dapat dilakukan secara sinergis melalui pelaksanaan gerakan P2KP sesuai

peraturan yang ada.

Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara

lain melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat

penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa.

Lomba Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk

mendukung upaya P2KP. LCM dimaksudkan sebagai bentuk peningkatan diversifikasi

pangan melalui kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal mulai tingkat

kabupaten/kota, propinsi, hingga tingkat nasional.

Pameran diversifikasi pangan dilaksanakan sebagai bentuk promosi pangan lokal yang

antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka pangan lokal, produk olahan pangan

lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran diversifikasi dimaksudkan untuk

memudahkan interaksi antara pemerintah dengan para pengunjung, baik itu masyarakat

umum maupun pelaku usaha. Pada puncak peringatan HPS tingkat nasional, setiap

propinsi diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada

stand masing-masing daerah.

5

No Kegiatan Sub Kegiatan

1.

Gerakan dan kampanye P2KP

Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan

para pemangku kepentingan

Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif

bersama-sama antara pemerintah, akademisi, swasta,

LSM, serta masyarakat

Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan

2.

Lomba Cipta Menu B2SA

Kerjasama dengan PKK

Kerjasama dengan akademisi dan organisasi profesi

Kerjasama dengan pihak swasta

3.

Promosi Media Massa

Pemasangan billboard/baliho gerakan P2KP di tempat-

tempat umum

Penyiaran jingle P2KP di radio

Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi

4. Pameran Diversifikasi Pangan Promosi pangan pokok local

Penyediaan icip-icip produk olahan pangan lokal

Demo masak berbasis pangan lokal

C. Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan gerakan P2KP adalah:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, dalam salah satu pasalnya

menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pangan berdasarkan pada azas kedaulatan,

kemandirian, ketahanan, keamanan, manfaat, keadilan, keberlanjutan dan keadilan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi

Pangan.

3. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi

Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I

Kementerian Negara.

4. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 Tentang Dewan Ketahanan Pangan.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

6. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal;

7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Ketahanan Pangan.

6

9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Tata Hubungan Kerja

Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian

Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).

10. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.05/2012 tentang

Belanja Bantuan Sosial pada Kementerian Negara/Lembaga.

11. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010 tentang Pembangunan yang berkeadilan

• Kementerian PPN/Bappenas bertanggung jawab dalam Penyusunan Rencana Aksi

Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015.

• Pemerintah Propinsi melalui Gubernur diinstruksikan untuk menyusun Rencana Aksi

Daerah Pangan dan Gizi (atau disingkat RAD-PG) pada Tahun 2011

D. Pengertian

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah

maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku Pangan, dan bahan

lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan

makanan atau minuman.

2. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan

perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan

produktif secara berkelanjutan.

3. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi

pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.

4. Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan

pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila

dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

5. Sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman adalah upaya

penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi

pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada masyarakat khususnya ibu

hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.

6. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai

dengan potensi dan kearifan lokal.

7. Beras Analog adalah pangan pokok berbentuk seperti butiran beras padi yang bahan

bakunya dapat berasal dari kombinasi bahan tepung lokal dan atau dicampur dengan

padi.

7

8. Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan

makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka

waktu tertentu.

9. Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan ragam pangan yang didasarkan pada

sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun dari suatu

pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan).

10. Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas

(lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi tempat tumbuhnya

berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan.

11. Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar

mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses

informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk

meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta

meningkatkan kesadaran dalam pelestariaan fungsi lingkungan.

12. Pendamping P2KP adalah penyuluh pertanian/penyuluh tenaga harian lepas - tenaga

bantu penyuluh pertanian (THL-TBPP) atau aparat yang menangani P2KP yang telah

mengikuti pelatihan pendampingan P2KP, dan bertugas untuk mendampingi serta

membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di wilayahnya.

13. Demplot adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi

sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek

pemanfaatan pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.

14. Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara

bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi

sasaran, dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil

mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan

berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta.

15. SL-P2KP adalah suatu tempat pendidikan non-formal bagi masyarakat untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan

pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai

dengan sumberdaya lokal.

16. Laboratorium Lapangan (LL) adalah kawasan/area yang terdapat pada kawasan SL-

P2KP berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan praktek

penerapan teknologi disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.

17. Kebun Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah dengan batas

penguasaan yang jelas, dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis

tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan.

18. Kebun Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan sebagai

tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk

penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik

anggota dan masyarakat desa.

19. Desa atau yang disebut dalam UU No. 32/2004 diartikan sebagai kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur

8

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

20. Desa P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana

kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.

21. Kelompok P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima

manfaat dan pelaksana kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan,

yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang lokasinya

saling berdekatan.

22. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PKBL) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh

perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab

perusahaan terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat perusahaan tersebut berada.

Bentuk tanggung jawab bermacam-macam mulai dari melakukan kegiatan yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian

beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum,

sumbangan yang bersifat sosial dan berguna bagi masyarakat banyak.

23. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk

menghasilkan model pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah

berbasis sumber daya lokal.

24. Rumah Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal

memanfaatkan pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara

berkelanjutan.

25. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan

perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara

intensif untuk dimanfaatkan sumber pangan secara berkelanjutan dengan

mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.

26. Lomba Cipta Menu (LCM) adalah ajang perlombaan tahunan yang diikuti oleh

kelompok wanita dalam menciptakan menu makanan berbasis pangan lokal yang

diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi, dan tingkat nasional.

9

BAB II

TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN

A. Tujuan

1. Tujuan Umum:

Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong

terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi seimbang dan

aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Adapun tujuan dari Petunjuk Pelaksanaan P2KP ini adalah sebagai acuan bagi

pelaksana kegiatan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, sehingga kegiatan P2KP

dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan.

2. Tujuan Khusus:

a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan

pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta

mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu melalui analisis situasi

konsumsi dan pola konsumsi pangan di lokasi P2KP.

b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan

gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil

sumber karbohidrat, vitamin, mineral dan protein untuk konsumsi keluarga.

c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis

sumber daya dan kearifan lokal.

B. Sasaran

1. Sasaran Kegiatan

Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP ialah:

a. Meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pola

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta menurunnya

tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan

pemanfaatan pangan lokal.

b. Berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain

beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.

10

2. Sasaran Lokasi Kegiatan

Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:

a. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di 63

desa baru pada 10 Kabupaten/kota dan 122 desa lanjutan tahun 2012 pada 7

kabupaten/kota di Propinsi Bengkulu.

b. Sosialisasi dan Promosi P2KP di 10 Kabupaten/kota se Provinsi Bengkulu

C. Indikator Keluaran

Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut:

1. Meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang

beragam, bergizi seimbang, dan aman.

2. Meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan

penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal.

3. Terciptanya model pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik

daerah.

4. Meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP.

5. Meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH

pada desa binaan.

11

BAB III

KERANGKA PIKIR

A. Kebijakan

Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 Tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk

memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman;

mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara

lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal,

pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal,

pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan,

pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses

benih dan bibit tanaman, ternak dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan

pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta

pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.

Dalam implementasinya, Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Permentan Nomor

43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan, menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan

perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan

penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.

B. Rancangan Kegiatan

Gerakan P2KP pada tahun 2013 dilakukan melalui 2 kegiatan utama yaitu:

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran

yaitu :

Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2012 yang telah berkembang dan

melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak 22 (dua puluh dua) desa di 3

(tiga) Kabupaten untuk pengembangan kebun bibit;

Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 63 (enam puluh tiga)

desa di 10 (sepuluh) kabupaten/kota dengan rincian kegiatan :

a. Pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok. Kegiatan berupa

pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana

penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan

kandang/kolam.

b. Pengadaan kebun bibit.

c. Pengembangan kebun sekolah.

d. Pengenalan dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk

pembelian sarana pengolahan pangan.

12

Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang diidentifikasi harus memenuhi

kriteria-kriteria, yaitu :

a. kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili

berdekatan dalam satu kawasan sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan

dengan konsep KRPL.

b. Bukan kelompok penerima bansos lainnya di tahun berjalan

c. Memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa

d. Mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan

memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakatdesa

lainnya (surat pernyataan Format 8).

e. Mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara

berkesinambungan (surat pernyataan).

f. Khusus untuk daerah yang sulit memenuhi jumlah anggota kelompok minimal 30

rumah tangga dalam satu desa yang berdomisili secara berdekatan dapat

mengambil anggota kelompok dari desa terdekat dan nama desa yang ditetapkan

sebagai penerima manfaat adalah desa dengan jumlah rumah tangga terbanyak.

2. Sosialisasi dan Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti

gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media massa cetak maupun elektronik,

promosi pola pangan B2SA seperti “One Day No Rice”, Lomba Cipta menu pangan

B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal

berbasis tepung-tepungan, seperti kudapan, mie dan beras analog, gerakan (aksi)

diversifikasi kampanye kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal,

serta melalui pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.

Selain rencana kegiatan utama program P2KP diatas, dilakukan juga kegiatan

pendukung pencapaian indikator keluaran program ini yang dilakukan oleh kabupaten/kota

yang harus dilakukan secara simultan sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud

sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Melengkapi upaya P2KP dilakukan kegiatan Analisis Situasi Konsumsi Pangan di

Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran

kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, khususnya di desa penerima program P2KP.

Kegiatan ini dilakukan di 3 kab/kota terpilih, dengan minimum sampel 6 desa per kab/kota

(desa lama maupun desa baru penerima program) dan masing-masing desa diambil 10-30

rumah tangga sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60-180 rumah

tangga, dan total sampel Provinsi Bengkulu sebesar 180 s.d 540 rumah tangga.

Kegiatan pemantauan survey konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua tahap yaitu

awal dan akhir tahun pelaksanaan program 2013. Metode survey konsumsi/pemantauan

konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan Food Record Method (Pencatatan

konsumsi pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh

penyuluh pendamping desa P2KP dan penyuluh pendamping kab/kota P2KP. Tahap analisis

dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani konsumsi di kab/kota dan provinsi.

13

Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola

Pangan Harapan (PPH). Melalui pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur

indikator keberhasilan program P2KP.

Keberhasilan pelaksanaan gerakan P2KP bergantung pada sinergi kerja sama natara

aparat pemerintah Daerah dari berbagai instansi terkait, penyuluh pendamping dan penerima

manfaat. Agar kegiatan dilaksanakan dengan tepat sasaran maka harus diidentifikasi dengan

benar akar masalah yang ada di lapangan dan melakukan pendekatan yang menyeluruh

kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan sebaiknya dari kelompok-kelompok yang telah

mengakar di masyarakat dan mempunyai keinginan serta komitmen sebagai perintis gerakan

P2KP. Secara utuh, kegiatan ini diarahkan untuk menjadi kebutuhan kelompok/masyarakat

sehingga keberadaan dan perkembangannya akan bersifat berkelanjutan dan tidak sebatas

keproyekan.

Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan gerakan

P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan masyarakat.

Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping P2KP adalah

dari sisi kepemimpinan (leadership), manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship),

disamping kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan menjadi

contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input

intelektual.

Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota diambil dari tenaga penyuluh

ataupun pegawai Badan/Kantor/Unit kerja ketahanan pangan Kabupaten/Kota bersangkutan,

sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga penyuluh yang ada di desa bersangkutan

atau apabila tidak ada maka dapat diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan

kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan

dan membuat laporan secara berkala.

C. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP,

diantaranya dalah mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh

panutan, kampanye dan gerakn, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.

Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh panutan, baik itu pemimpin formal

maupun informal. Peranan para pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan

peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat diwujudkan

melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP.

Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan gerakan P2KP

baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang antara lain dilakukan dengan cara

mengadvokasi para pemimpin, menyosialisasilan kegiatan P2KP kepada para pemangku

14

kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal kepada masyarakat luas secara formal

maupun informal.

Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan kerjasama yang

sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku kepentingan, baik dengan

instansi di lingkup Kementerian Pertanian, Badan PSDMP, Badan Litbangtan, Direktorat

Jenderal Teknis, PPHP, kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta

serta BUMN/BUMD.

D. Strategi

Berdasarkan Perpres Nomor 22 Tahun 2009, gerakan P2KP dilakukan melalui dua strategi

utama, yaitu:

1. Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian

gerakan P2KP adalah masih terbatasnya kebijakan dan peraturan yang berhubungan

dengan proses internalisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan

aman pada tingkat rumah tangga hingga individu. Pengetahuan tentang diversifikasi

pangan yang dimiliki oleh setiap individu, terutama wanita sangat penting dalam

menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang.

Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara

yaitu:

a. Advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam,

bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai tingkatan dan masyarakat.

b. Pendidikan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman melalui jalur

pendidikan formal dan non-formal/penyuluhan.

Bagian dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan

pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut

dilakukan mulai dari pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga,

peningkatan pengetahuan tentang pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk

pengenalan pangan dan pola pangan B2SA.

2. Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal

Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh ketersediaan aneka ragam bahan

pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas

P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan beriringan dengan

pengembangan bisnis pangan dan industri pangan lokal. Oleh karena itu gerakan P2KP

Nasional dan Daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian,

perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian

wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta

15

memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Dalam

kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha pangan lokal skala UMKM.

16

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Persiapan

1. Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Teknis

(Juknis) yang disusun oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan

Gerakan P2KP di Daerah.

2. Mekanisme penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP

a. Aparat kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi dengan

Camat untuk memilih lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih

kelompok yang memenuhi kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi

Identitas penerima manfaat ( nama dan alamat kelompok, jumlah anggota

kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota kelompok, nomor rekening

kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala sekolah).

b. Selanjutnya hasil CPCL tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kuasa

Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan di tingkat

kabupaten/kota untuk dana TP dan KPA yang menangani ketahanan pangan di

provinsi untuk dana dekonsentrasi (Format 1).

c. Keputusan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q

Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada

Badan/Dinas/Kantor/instansi yang menangani ketahanan pangan tingkat propinsi

pada bulan Pebruari 2013.

d. Kelompok yang telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8)

sebelum ditetapkan dengan Keputusan KPA.

3. Mekanisme penetapan pendamping P2KP ;

a. Pendamping P2KP tingkat kab/kota tahun 2013 (bagi kab/kota lama dipilih

pendamping yang sudah mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan

melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan

di Kab/Kota bagi dana TP dan diusulkan ke Provinsi serta ditetapkan melalui

Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana

dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2)

dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman

Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada Badan/Dinas/Kantor/instansi yang

menangani ketahanan pangan tingkat propinsi pada bulan Pebruari 2013.

Selanjutnya seluruh Penyuluh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan

Apresiasi tahun 2013.

b. Pemilihan dan penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi

dengan Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/Tokoh Masyarakat,

kemudian ditetapkan melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang

menangani ketahanan pangan di Kab/Kota bagi dana TP dan diusulkan ke

Provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan

pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada

17

Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan

Pangan serta kepada Badan/Dinas/Kantor/instansi yang menangani ketahanan

pangan propinsi pada bulan Pebruari 2013. Penyuluh yang telah diidentifikasi

harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA.

B. Pelaksanaan

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL

Kegiatan ini dilaksanakan di 63 desa baru di 10 kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari

1 kelompok yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang lokasinya saling

berdekatan dalam satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Melaksanakan sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh penyuluh

pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan

(SL), yang diberikan kepada para Penerima Manfaat.

b. Melaksanakan pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan

(LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan (pangan sumber

karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan

percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi,

administrasi, dan manajemen kelompok.

Luas demplot kelompok berkisar minimal 36 m2 atau disesuaikan dengan

ketersediaan lahan kelompok.

Demplot ditanami berbagai jenis tanaman (sayuran, buah, umbi-umbian), tidak

ditanami hanya satu jenis tanaman saja.

Di dalam lahan demplot juga dapat dibuat kolam ikan dan kandang ternak kecil,

sebagai sarana pembelajaran untuk budidaya pangan sumber protein.

Lahan demplot diusahakan tidak berlokasi terlalu jauh dari tempat tinggal para

anggota, sehingga memudahkan proses pembelajaran dan praktek langsung di

pekarangan.

Pengelolaan lahan demplot merupakan tanggung jawab anggota kelompok

(dibuat jadwal piket secara bergantian).

c. Mengembangkan kebun bibit kelompok yang diarahkan untuk menjadi cikal bakal

kebun bibit desa.

Bibit yang dikembangkan adalah bibit tanaman sayuran, buah, dan umbi

umbian.

Luas kebun bibit ini berkisar minimal 25 m2 atau disesuaikan dengan lahan yang

tersedia.

Peralatan dan media yang digunakan untuk pembibitan antara lain adalah:

polybag (ukuran kecil/sedang/besar), pot, tanah, kompos, sekam, dll serta dapat

memanfaatkan bahan daur ulang sebagai media pembibitan (barang-barang

bekas).

18

Media tanaman untuk perbenihan di kebun bibit dianjurkan untuk menggunakan

campuran tanah, pasir dan pupuk kandang yang sudah matang, dengan

perbandingan 1:1:1 dan atau komposisi lainnya sesuai jenis tanaman.

Kebun bibit kelompok menyuplai bibit untuk anggota kelompok, kebun sekolah

dan dapat juga untuk masyarakat sekitar. Cara distribusi bibit dilakukan sesuai

dengan kesepakatan hasil musyawarah kelompok.

Lokasi kebun bibit diusahakan terletak pada daerah yang strategis dan tidak jauh

dari anggota sehingga mudah dijangkau oleh anggota atau masyarakat yang

membutuhkan bibit dan memudahkan pemeliharaan kebun bibit.

Pengelolaan dan pemeliharaan kebun bibit menjadi tanggung jawab kelompok

dengan pembagian tugas berdasarkan musyawarah kelompok.

d. Mengembangkan pekarangan milik anggota Kelompok Penerima Manfaat sesuai

hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan tiap-

tiap anggota kelompok.

Setiap anggota kelompok dapat mengusulkan kebutuhan untuk masing-masing

pekarangannya dalam musyawarah kelompok yang dituangkan dalam Rencana

Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA).

Lahan pekarangan anggota dapat ditanami berbagai jenis sayuran, buah, dan

umbi-umbian; dibuat kolam ikan; kandang ternak kecil; sesuai dengan

kebutuhan dan luas pekarangannya. Jenis tanaman yang ditanam bervariasi dari

tanaman petik dan cabut serta tanaman semusin dan tanaman tahunan untuk

menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan.

Lahan pekarangan anggota yang dimanfaatkan tidak hanya yang di bagian

depan rumah, tetapi juga lahan pekarangan yang ada di samping atau belakang

rumah.

Pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga dilakukan secara

terus menerus yang didukung oleh ketersediaan bibit dari kebun bibit kelompok.

e. Setiap desa P2KP harus membina minimal 1 (satu) sekolah

(PAUD/TK/SD/MI/SMP/SMU) untuk mengembangkan kebun sekolah dengan

tanaman sayuran, buah dan umbi-umbian, unggas/ternak kecil/ikan. Sekolah yang

dipilih ditetapkan dalam keputusan Kuasa pengguna Anggaran (KPA) yang

Gambar 1 : Contoh Kebun Bibit

19

menangani ketahanan pangan tentang Penetapan Penerima manfaat P2KP

(Format 1).

Pembinaan terhadap kebun sekolah dilakukan oleh pendamping desa P2KP

sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok wanita P2KP dan

berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan.

Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan kepada para siswa yaitu tentang

cara budidaya aneka jenis tanaman, unggas dan ikan di lahan/pekarangan/kebun

milik sekolah, termasuk mensosialisasikan pemanfaatan hasil pekarangan

sebagai sumber pangan keluarga yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman

(B2SA).

Sekolah yang dibina adalah sekolah yang berlokasi di desa P2KP yang dapat

dipilih salah satu dari yang ada di desa (PAUD/TK/SD/MI/SMP/SMU). Khusus

desa yang tidak ada sekolah tersebut dapat melakukan pembinaan di pesantren

dan panti asuhan.

f. Tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang

biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta menggunakan pupuk

dan pestisida yang aman bagi lingkungan dan kesehatan. Dalam membudidayakan

tanaman, perlu menerapkan juga sistem rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah

menanam tanaman secara bergilir di suatu lahan. Tujuan dari rotasi tanaman ini

antara lain adalah untuk meningkatkan produksi tanaman, memanfaatkan tanah-

tanah yang kosong, memperkaya variasi tanaman sehingga yang ditanam tidak itu-

itu saja, memperbaiki kesuburan tanah, serta memperkecil resiko kegagalan panen.

Gambar 2 : Contoh Pengembangan Kebun Sekolah

20

g. Membudidayakan unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau ikan

(lele, nila, mas) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat

sebagai pangan sumber protein hewani.

Kolam ikan dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan terpal (kolam

lahan kering) dan memanfaatkan drum besar sebagai kolam ikan.

Kandang ternak kecil dapat dibuat di sekitar rumah dengan tetap memperhatikan

aspek kesehatan (letaknya tidak terlalu dekat dengan rumah).

h. Mengenalkan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur, bakteri, virus,

serangga) dan cara penanggulangannya.

i. Melakukan pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali dalam sebulan.

j. Melakukan penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman

untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Kegiatan dapat dilakukan melalui praktek

penyusunan menu dan porsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman

k. Demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam,

bergizi seimbang, dan aman.

2. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk:

a. Gerakan atau Kampanye P2KP

Gerakan atau kampanye P2KP dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan

inovatif yang dapat menarik perhatian serta mendidik masyarakat dengan

membentuk pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman

seperti melalui gerakan One Day No Rice, kegiatan mengonsumsi ubi sebelum

makan siang (Manggadong), gerakan konsumsi buah dan sayur, dan lain sebagainya.

Gerakan dan kampanye P2KP dilakukan secara terintegrasi antara Provinsi,

Kabupaten/Kota, dan para pemangku kepentingan sehingga mencapai kesatuan

Gambar 3 : Bagan Sistem Rotasi Tanaman

21

gerak dalam mengampanyekan pangan lokal. Pelaksanaan gerakan dan kampanye

P2KP dapat juga dilakukan melalui aneka perlombaan, seminar diversifikasi pangan,

maupun melalui penyuluhan di berbagai tingkatan. Optimaliasasi peran tokoh

masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam gerakan dan kampanye P2KP akan

membuat upaya sosialisasi dan promosi P2KP berjalan lebih lancar.

b. Lomba Cipta Menu B2SA

Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian

dilanjutkan pada tingkat propinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada puncak

perayaan HPS.

Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang, dan makan malam untuk

tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal.

c. Penayangan Iklan di Media Massa

Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas

kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam

bentuk pemasangan billboard di tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di

radio, maupun penayangan iklan layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal

maupun tingkat nasional.

d. Pameran P2KP

Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya peningkatan

diversifikasi pangan melalui berbagai event seperti Hari Pangan Sedunia, Festival

Pangan Lokal, Agrinex, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan pameran juga dapat

dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur, poster, banner, dan lain

sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema pameran. Melalui pameran

P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan sehingga

dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal.

e. Melakukan sosialisasi mengenai pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi

seimbang, dan aman melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran.

f. Melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain melalui gerakan P2KP seperti

One Day No Rice, dan lain sebagainya.

g. Melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam

bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan lokal.

h. Kunjungan kerja.

i. Pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai bentuk advokasi terhadap

gerakan P2KP.

C. Penerapan Teknologi Pasca Panen

Dalam usaha mendapatkan hasil optimal untuk produk pemanfaatan pekarangan

kelompok dan pengembangan pengolahan pangan lokal, diperlukan penanganan hasilnya

(panen) dengan maksud untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari kandungan gizi,

kesegaran, bebas dari bahan-bahan kimia serta mempunyai daya simpan yang lama.

Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :

22

a. Melaksanakan penerapan tentang “Good Manufacture Processing” (GMP), yang

merupakan penanganan produk pertanian dengan memperhatikan kebersihannya dan

bebas dari kontaminasi dari berbagai organisme yang merugikan untuk menjamin

bahan pangan yang sehat, aman, dan bergizi tinggi. Penerapan GMP dilaksanakan

pada waktu panen dan pengolahan pangan, meliputi cara dan waktu pemanenan,

pemakaian peralatan yang baik dan benar, tata letak ruangan dan pengaturan

peralatan, penanganan sampah dan limbah pertanian, dan lain sebagainya.

b. Bahan pangan yang tidak habis dalam sekali pakai sehingga perlu disimpan agar

memperhatikan berbagai pertimbangan antara lain kelembaban udara, temperatur, cara

penyimpanan, sirkulasi udara sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan

terjamin kualitasnya;

c. Menghindari dan mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia, seperti pestisida, pupuk

berbahan kimia dan obat-obatan dan memanfaatkan bahan-bahan organik maupun

cara mekanis untuk menjamin produk pertanian tersebut sehat, aman dan bebas dari

residu kimia.

d. Menjaga kebersihan bahan pangan dan kemungkinan kontaminasi dari bahan-bahan

yang mengandung bakteri, virus, mikroorganisme yang berbahaya, kotoran, serta zat-

zat yang merugikan dan menganggu kesehatan bagi manusia, terhindar dari penyakit

dan mendukung pola hidup yang aktif, sehat dan produktif.

e. Dalam proses memasak dan mengolah bahan pangan agar dilakukan dimasak dengan

cara yang benar dan tepat untuk menjaga kandungan nutrisi didalam bahan pangan

tersebut tidak berkurang maupun rusak. Apabila akan memasak bahan-bahan pangan

(terutama sayuran dan buah) wajib dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air

bersih dan mengalir untuk menghindari kuman penyakit.

f. Memperhatikan proses pasca panen meliputi cara penyimpanan, pengemasan,

perlakuan terhadap produk pertanian agar tidak mengurangi kandungan gizi dan

terjamin kualitasnya.

g. Menganalisa dan mempertimbangkan proses pengemasan (packaging) yang menarik,

aman dan higienis, serta mempelajari jaringan (link), distribusi dan strategi pemasaran

apabila bahan pangan yang dihasilkan dari budidaya di pekarangan akan dijual agar

menarik dan mampu bersaing dengan produk-produk yang sejenis sehingga mampu

menambah pendapatan (income) keluarga dan berkembang menjadi usaha bisnis skala

keluarga.

D. Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan

Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu diperhatikan pada pengendalian

intern program P2KP antara lain meliputi bidang administrasi, proses keberlangsungan

kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan.

Untuk Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan :

- Kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Pemerima Bansos, Surat

pernyataan kelompok, Keputusan Pendamping Kab/Kota dan Desa, SP2D Pencairan

bansos, , Berita Serah Terima Bansos, Laporan Semester, Laporan Perkembangan,

dan Laporan Akhir P2KP.

23

- Pada proses keberlangsungan kegiatan perlu diperhatikan tentang perkembangan,

ketepatan waktu dalam melaksanakan kegiatan, dan keberlanjutan kegiatan.

- Kualitas kerja yang dihasilkan mengacu pada pengembangan KRPL, pengetahuan

pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk olahan pangan lokal, intensitas

promosi, dan aksi gerakan P2KP berkearifan lokal.

- Peluang resiko yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan,

kualitas kegiatan, kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL,

pencairan dana, kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan,

serta kampanye P2KP.

24

BAB V

PENDAMPING P2KP

A. Tugas Pendamping P2KP Kabupaten/Kota

Pendamping P2KP tingkat Kabupaten/Kota bertugas untuk mendampingi serta

membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di Kabupaten/Kota dengan rincian tugas

sebagai berikut :

1. Bersama aparat Kabupaten/Kota melakukan identifikasi CPCL

2. Melakukan identifikasi potensi budidaya aneka tanaman yang dapat dikembangkan di

pekarangan yang ada di wilayah Kabupaten/Kota.

3. Membimbing dan mendampingi pelaksanaan kegiatan P2KP di seluruh desa penerima

manfaat.

4. Memberikan sosialisasi dan pelatihan P2KP kepada pendamping desa

5. Merekap laporan pelaksanaan kegiatan kelompok P2KP dari para pendamping desa.

6. Bersama aparat Kabupaten/Kota memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan

dilapangan.

7. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan P2KP dan menyerahkannya kepada

badan/Dinas/Kantor/Unit kerja ketahanan pangan di Kabupaten/Kota.

8. Mengumpulkan data dari Pendamping P2KP Desa untuk penghitungan PPH kelompok

P2KP yang diteruskan kepada aparat kabupaten untuk dianalisis.

B. Tugas Pendamping Desa P2KP

Pendamping Desa P2KP bertugas mendampingi serta membimbing secara teknis

kelompok P2KP di desa dengan rincian tugas sebagai berikut :

1. Membimbing kelompok dalam pelaksanaan kegiatan optimalisasi pemanfaatan

pekarangan dengan metode Sekolah lapangan (SL).

2. Melakukan identifikasi potensi desa meliputi kegiatan budidaya (tanaman pangan,

sayuran dan buah, peternakan dan perikanan) dan kegiatan non budidaya (teknologi

pemanfaatan hasil pekarangan, pengolahan pangan lokal, dan usaha lainnya yang terkait

diversifikasi pangan).

3. Membantu kelompok untuk membuat dan mengelola kebun bibit.

4. Memberikan informasi dan memotivasi kelompok untuk menerapkan pola konsumsi

pangan B2SA

5. Melaksanakan praktek penyusunan dan pengolahan menu B2SA bersama kelompok

6. Membantu kelompok dalam penyusunan Rencana Kerja dan Kebutuhan Anggaran

(RKKA) kelompok.

25

7. Melakukan kunjungan dan pertemuan rutin kelompok sesuai dengan yang telah

dijadwalkan.

8. Membantu kelompok dalam pengelolaan dana bansos

9. Berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk kegiatan pengembangan kebun sekolah

10. Membina dan mendampingi pelaksanaan kegiatan pengembangan kebun sekolah

11. Membuat laporan perkembangan kegiatan kelompok dan mengumpulkannya kepada

pendamping Kabupaten/Kota

12. Mengumpulkan data konsumsi anggota kelompok P2KP untuk penghitungan PPH

dengan format yang telah disediakan.

26

BAB V

ORGANISASI DAN TATA KERJA

A. Organisasi

Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada gerakan P2KP sebagaimana

diatur dalam Permentan Nomor 43 tahun 2009 menunjukkan bahwa di Daerah, pelaksanaan

dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan Daerah yang diketuai oleh Gubernur atau

Bupati/Walikota selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan di masing-masing Daerah.

Penanggung jawab kegiatan adalah Badan/Dinas/Kantor yang menangani ketahanan pangan

Daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas

Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perdagangan, Balai Pengembangan

Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan

Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK

tingkat propinsi dan kabupaten/ kota.

Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar gerakan P2KP, Kepala Badan

Ketahanan Pangan selaku Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan membantu Menteri Pertanian

selaku Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan mengkoordinasikan instansi terkait baik itu

kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku kepentingan

(stakeholder) terkait.

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran

dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama

penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan,

penunjang, fasilitasi, dan motivasi. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi

maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP.

B. Tata Kerja

Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan P2KP secara berjenjang dari desa,

kecamatan, kabupaten/kota, propinsi sampai tingkat pusat, Dewan Ketahanan Pangan

berfungsi sebagai simpul koordinasi.

1. Desa

Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilyah di desa P2KP mendukung pelaksanaan

kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima

manfaat dan dengan pihak sekolah pelaksana pengembangan kebun sekolah.

2. Kecamatan

Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (b)

mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan pelaksanaan P2KP di wilayahnya,

27

(c) memberikan masukan kepada Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan

tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL.

3. Kabupaten/Kota

Bupati/Walikota selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan di kabupaten/kota berperan

sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di tingkat

kabupaten/kota adalah Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan.

4. Propinsi

Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan Propinsi berperan sebagai

koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di propinsi adalah

Kepala Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan di tingkat propinsi.

5. Pusat

Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku sekretaris Dewan Ketahanan Pangan cq.

Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab

mulai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta

sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran.

28

BAB VI PEMBIAYAAN

A. Operasional Kegiatan

1. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan Rp. 3.000.000,- (tiga juta

rupiah) untuk pengembangan kebun bibit.

2. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bansos sebesar

Rp. 47.000.000,- (empat puluh tujuh juta rupiah) terdiri dari :

a. Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit

- Pengadaan aneka bibit tanaman sayuran, buah, dan umbi-umbian

- Pengadaan peralatan dan media tanam seperti: polybag, pot, rak, kompos,

pupuk, dll.

- Pembangunan fisik sederhana kebun bibit.

b. Rp. 27.000.000,- (dua puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan

anggota dan Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk demplot.

- Pengembangan demplot anggota sebagai Laboratorium Lapangan (LL) untuk

sarana pembelajaran kelompok dalam mengembangkan pekarangan (Sekolah

Lapangan/SL)

- Pengembangan pekarangan di masing-masing rumah anggota

- Pembelian aneka kebutuhan untuk pekarangan anggota (pot, polybag, pupuk,

bibit, cangkul, garpu, kored, peralatan berkebun, dll.).

- Pembuatan kandang unggas atau ternak kecil dan atau kolam ikan

- Kebutuhan disesuaikan dengan luas pekarangan anggota serta berdasarkan

hasil musyawarah kelompok dan pendamping

c. Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun sekolah;

- Pembelian sarana dan prasarana untuk pengembangan kebun sekolah (bibit,

pupuk, kompos, pot, polybag, cangkul, dll.)

- Penyuluhan kepada para siswa tentang cara budidaya aneka jenis tanaman,

unggas dan ikan di lahan milik sekolah

d. Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pengembangan menu B2SA dari hasil

pekarangan dan atau usaha olehan pangan skala UMKM:

- Membuat olahan pangan lokal

- Membeli peralatan sederhana untuk mengolah hasil pekarangan sebagai

sumber pangan keluarga.

- Praktek/demonstrasi penyusunan menu makan B2SA.

3. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh Badan/Dinas/Kantor yang

menangani ketahanan pangan tingkat propinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran

antara Rp. 100.000.000,- (sertaus juta rupiah) s.d Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah) untuk masing-masing provinsi yang digunakan untuk kegiatan : penayangan ILM,

pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif diversifikasi.

29

Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh kabupaten/kota dengan

menggunakan dana APBD antara lain untuk pembuatan baliho, banner, leaflet,

penayangan jinggle di radio, dll.

B. Pemanfaatan Dana Bansos

Dalam pengelolaan anggaran, KPA/PPK/Satker Badan/Dinas/Kantor yang menangani

ketahanan pangan tingkat propinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok

wanita. Dalam rangka peningkatan efisiensi pemanfaatan dana bansos tahun berjalan dan

sebaran penyerapan anggaran, Dana bansos ditransfer ke rekening kelompok paling lambat

pada tanggal 31 Juli 2013, maka proses atau kegiatan pembinaan dan pendampingan kepada

kelompok penerima manfaat harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan

tepat waktu.

Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan

mekanisme pencairan dana sebagai berikut :

1. Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran

(RKKA), dibantu oleh Penyuluh pendamping P2KP tingkat desa (format 4);

2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos

atau bank lain terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di

propinsi dan/atau kabupaten/kota;

3. Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada PPK propinsi dan kabupaten/kota setelah

diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat

kabupaten/kota;

4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan Ketua

Kelompok Wanita seperti terlihat pada (format 5);

5. Selanjutnya PPK mengajukan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tingkat

kabupaten/kota, bila disetujui KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung

(SPP-LS)seperti terlihat pada Format 6 dan mengajukan kepada pejabat penandatangan

SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran sebagai berikut;

a. Keputusan Kepala Badan/Kantor/Dinas yang menangani ketahanan pangan tentang

Penetapan Kelompok Sasaran (format 1);

b. Rekapitulasi RKKA (format 4) dengan mencantumkan:

1) nama dan alamat kelompok;

2) nama dan alamat ketua kelompok;

3) nama dan alamat anggota kelompok;

4) nama dan alamat sekolah

5) nomor rekening a.n. kelompok;

30

6) nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;

c. Surat perjanjian kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang

pemanfaatan dana (format 5);

d. Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK

tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan (format 7);

6. Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah

Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar

Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;

7. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer

dana bansos ke rekening Kelompok Penerima Manfaat;

8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana Bansos di rekening bank dengan

diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota;

C. Pertanggungjawaban

Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan P2KP tahun 2012 berasal dari

APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD

propinsi, APBD kabupaten/kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate

Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN

yang dialokasikan di Propinsi berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana

tugas pembantuan. Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas

pembantuan dialokasikan di Propinsi.

Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan terdiri dari dua komponen belanja,

yaitu belanja sosial dan belanja barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu

pada Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman

Pengelolaan dan tanggungjawab Dana Bantuan Sosial kementerian Pertanian Tahun

Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata cara

Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

sedangkan pencairan anggaran belanja barang mengacu pada Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

31

BAB VII

PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

A. Pemantauan

Pemantauan dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya monitoring kegiatan

P2KP di lapangan baik dilakukan oleh Pusat, Propinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemantauan

dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Perpres nomor 60 tahun 2009 tentang

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Permentan nomor

23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di

Lingkungan Kementerian Pertanian.

Beberapa hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi,

penggunaan dana, dokumen operasional berupa Juklak, Juknis, persiapan dan pelaksanaan

kegiatan di kelompok penerima manfaat.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi,

dan Pusat secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun. Evaluasi dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani P2KP

serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah

ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan

kegiatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran.

C. Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat

kelompok, desa, kabupaten/kota, propinsi hingga Pusat secara berkala, berkelanjutan, dan

tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa

menyampaikan laporan kepada aparat kabupaten/kota melalui pendamping P2KP Kab/Kota

dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya kab/kota meneruskan laporan tersebut ke

provinsi dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1).

Aparat dan pendmaping Kabupaten/Kota memantau kegiatan lapangan secara berkala

dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan laporan P2KP ke Propinsi sesuai

dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa

serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang perlu penanganan segera atau

dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota.

Propinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil

pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai dengan format yang telah

ditentukan. Selanjutnya Propinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap

kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan

tingkat propinsi.

32

Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan pemantauan kegiatan lapangan

secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Propinsi dan selanjutnya memberikan

umpan balik kepada Propinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang

memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat

Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja Presiden bidang

Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)

Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut: (a) kemajuan

pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator yang ditetapkan; (b)

permasalahan yang dihadapi dan upaya tindak lanjut; (c) saran dan masukan untuk perbaikan

kegiatan yang akan datang.

Alur pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Keterangan:

: Arus pelaporan

: Umpan balik

Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP

BKP Pusat

Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan

Propinsi

Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan

Kabupaten/Kota

Kelompok Penerima

Manfaat dan

PenyuluhPendamping

P2KP

Menteri Pertanian

33

BAB VIII

PENUTUP

Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Gerakan P2KP Tahun 2013 dibuat sebagai acuan bagi

para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP. Penyelenggaraan gerakan

P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang

sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber

daya lokal. Demikian Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) ini juga menjadi acuan bagi

penyusunan Petunjuk Teknis P2KP di kabupaten/kota.

Kepala Badan Ketahanan Pangan

Provinsi Bengkulu

H. MUSLIH Z, SH, M.Si