27
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Batuan Peraga Nomor 59 Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis, didapatkan beberapa kenampakan batuan dengan warna abu-abu kehijauan. Strukturnya terlihat adanya penjajaran dengan derajat tinggi yaitu foliasi schist. Tekstur pada batuan ini adalah terlihat tidak terlihatnya tekstur lama batuan, dan terlihat telah terjadi proses rekristalisasi. Maka tekstur ketahanan butirnya dapat dikatakan kristaloblastik. Tekstur berdasarkan ukuran kristal pada batuan ini dapat dikatakan fameritik, karena kristal-kristalnya dapat dilihat dengan mata. Tekstur berdasarkan hubungan antar kristal pada batuan ini terlihat mineralnya ada yang dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri, namun sebagian ada pula yang dibatasi oleh bidang kristal mineral yang lain. Pada batuan ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk prismatic, maka tekstur berdasarkan bentuk kristalnya adalah nematoblastik. Komposisi mineral dalam batuan ini adalah kuarsa dengan sifat khusus yaitu dengan warna putih bening, kekerasan 7, pecahannya konkoidal, dan

Petrologi Bab IV Pembahasan Metamorf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jangan kopas

Citation preview

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Batuan Peraga Nomor 59Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis, didapatkan beberapa kenampakan batuan dengan warna abu-abu kehijauan. Strukturnya terlihat adanya penjajaran dengan derajat tinggi yaitu foliasi schist. Tekstur pada batuan ini adalah terlihat tidak terlihatnya tekstur lama batuan, dan terlihat telah terjadi proses rekristalisasi. Maka tekstur ketahanan butirnya dapat dikatakan kristaloblastik. Tekstur berdasarkan ukuran kristal pada batuan ini dapat dikatakan fameritik, karena kristal-kristalnya dapat dilihat dengan mata. Tekstur berdasarkan hubungan antar kristal pada batuan ini terlihat mineralnya ada yang dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri, namun sebagian ada pula yang dibatasi oleh bidang kristal mineral yang lain. Pada batuan ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk prismatic, maka tekstur berdasarkan bentuk kristalnya adalah nematoblastik. Komposisi mineral dalam batuan ini adalah kuarsa dengan sifat khusus yaitu dengan warna putih bening, kekerasan 7, pecahannya konkoidal, dan belahannya tidak dapat dilihat dengan jelas. Mineral tersebut adalah mineral kuarsa. Pada suhu dan tekanan permukaan, kuarsa merupakan bentuk mineral yang paling stabil, sehingga kuarsa dapat bertahan terhadap proses metamorfisme. Setelah batas resisten terlampaui, kuarsa cenderung akan berasosiasi dengan sesamanya. Selain kuarsa, terdapat mineral lain yaitu dengan warna hijau, kilapnya mutiara, transparansinya transparan, kekerasan 2-3 skala Mohs dan ceratnya hijau keabu-abuan. Mineral ini adalah klorit. Struktur foliasi pada batuan ini terbentuk karena adanya pengaruh peningkatan tekanan yang diterima oleh batuan. Peningkatan tekanan tersebut juga diikuti oleh peningkatan suhu, sehingga kemungkinan batuan akan mengalami partial melting pun meningkat. Kemudian karena adanya tekanan yang berasal dari segala arah, maka batuan akan mengalami proses deformasi sehingga mengalami perubahan bentuk menjadi lebih pipih. Tekanan yang tinggi yang secara terus-menerus terjadi akan membuat mineral-mineral yang terdapat pada batuan mengalami proses dimana mineral mencari stabilitas dengan adanya segregasi. Kemudian mineral-mineral tersebut membentuk pipih dan akan mencari kelompok-kelompok mineral yang sama dengan bentuk barunya tersebut. Kemudian terjadi proses rekristalisasi dimana mineral-mineral yang berkelompok tersebut mencari stabilitas barunya ketika mineral-mineral yang berkelompok tersebut melebur dan mengalami rekristalisasi. Pada batuan peraga 59 ini terbentuk pada keadaan dimana tekanan sangat tinggi dan suhu juga tinggi sehingga terjadi adanya struktur batuan yang terlihat foliasi schist dengan penjajaran mineral yang telah terlihat mengkristal dengan ukuran yang cukup besar namun belum terorientasi satu arah pada seluruh mineralnya. Metamorfisme seperti ini dapat digolongkan pada derajat metamorfisme tinggi. Pda metamorfisme derajat tinggi ini telah terjadi proses deformasi dan proses segregasi yang intens, dimana telah terjadi perubahan susunan mineral yang telah berkelompok menjadi satu jenis mineral namun belum terjadi pengorientasian kembali mineral, sehingga arah dari mineral-mineral yang telah berkumpul tersebut tidak sama. Metamorfosa dengan agen perubahan yang dominan tekanan tersebut masuk ke dalam metamorfosa regional yang terjadi pada skala yang cukup luas dimana tingkat deformasi tingkat deformasi yang tinggi di bawah tekanan diferensial. Metamorfosa jenis ini akan menghasilkan tingkat foliasi yang sangat kuat seperti pada batuan peraga tersebut. Tekanan diferensial berasal dari gaya tektonik yang berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu dengan yang lainnya. Hasil dari tekanan kompresi pada batuan yang telipat dan adanya penebalan kerak dapat mendorong batuan kea rah bagian bawah sehingga menjadi lebih dalam dan akan memiliki tekanan dan temperature yang lebih tinggi. Diperkirakan, temperature yang mempengaruhi berkisar antara 200-800C dengan tekanan berkisar antara 200-1300 bar. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses metamorfisme yang diawali oleh perubahan struktur kimiawi mineral penyusun batuan. Spesifikasi fasies batuan ini adalah pada fasies greenschist dimana terdapat mineral klorit yang cukup banyak yang merupakan mineral index dari fasies greenschist.

Berdasarkan kenampakannya, batuan peraga ini berasal dari batuan slate dimana terjadi proses metamorfisme yang lebih lanjut sehingga akan terjadi proses segregasi yaitu proses lebih lanjut dari proses deformasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan interpretasi di atas, maka batuan ini adalah Greenschist (berdasarkan fasies metamorfisme).4.2 Batuan Peraga Nomor 206Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis, didapatkan beberapa kenampakan batuan dengan warna putih kebiruan. Strukturnya terlihat adanya penjajaran dengan derajat tinggi yaitu foliasi schist. Tekstur pada batuan ini adalah terlihat tidak terlihatnya tekstur lama batuan, dan terlihat telah terjadi proses rekristalisasi. Maka tekstur ketahanan butirnya dapat dikatakan kristaloblastik. Tekstur berdasarkan ukuran kristal pada batuan ini dapat dikatakan fameritik, karena kristal-kristalnya dapat dilihat dengan mata. Tekstur berdasarkan hubungan antar kristal pada batuan ini terlihat mineralnya dibatasi oleh bidang kristal mineral yang lain. Sehingga dikatakan memiliki tekstur xenoblastik. Pada batuan ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk granular eqidimensional denan batas mineralnya bersifat unsutured atau lebih teraturdan umumya memiliki kristal yang bentuknya anhedral, maka tekstur berdasarkan bentuk kristalnya adalah granuloblastik. Komposisi mineral dalam batuan ini adalah mineral dengan warna hijau, kilapnya mutiara, transparansinya transparan, kekerasan 2-3 skala Mohs dan ceratnya hijau keabu-abuan. Mineral ini adalah klorit. Terdapat juga mineral dengan warna biru kehijauan yang merupakan mineral hasil ubahan dari batuan karbonat yang bernama glaukopan. Terdapat mineral lain yaitu kalsit dengan kenampakannya adalah berwarna putih, ceratnnya putih dengan kekerasan 3 skala Mohs. Struktur foliasi pada batuan ini terbentuk karena adanya pengaruh peningkatan tekanan yang diterima oleh batuan. Peningkatan tekanan tersebut juga diikuti oleh peningkatan suhu, sehingga kemungkinan batuan akan mengalami partial melting pun meningkat. Kemudian karena adanya tekanan yang berasal dari segala arah, maka batuan akan mengalami proses deformasi sehingga mengalami perubahan bentuk menjadi lebih pipih. Tekanan yang tinggi yang secara terus-menerus terjadi akan membuat mineral-mineral yang terdapat pada batuan mengalami proses dimana mineral mencari stabilitas dengan adanya segregasi. Kemudian mineral-mineral tersebut membentuk pipih dan akan mencari kelompok-kelompok mineral yang sama dengan bentuk barunya tersebut. Kemudian terjadi proses rekristalisasi dimana mineral-mineral yang berkelompok tersebut mencari stabilitas barunya ketika mineral-mineral yang berkelompok tersebut melebur dan mengalami rekristalisasi. Pada batuan peraga 59 ini terbentuk pada keadaan dimana tekanan sangat tinggi dan suhu juga tinggi sehingga terjadi adanya struktur batuan yang terlihat foliasi schist dengan penjajaran mineral yang telah terlihat mengkristal dengan ukuran yang cukup besar namun belum terorientasi satu arah pada seluruh mineralnya. Metamorfisme seperti ini dapat digolongkan pada derajat metamorfisme tinggi. Pda metamorfisme derajat tinggi ini telah terjadi proses deformasi dan proses segregasi yang intens, dimana telah terjadi perubahan susunan mineral yang telah berkelompok menjadi satu jenis mineral namun belum terjadi pengorientasian kembali mineral, sehingga arah dari mineral-mineral yang telah berkumpul tersebut tidak sama. Metamorfosa dengan agen perubahan yang dominan tekanan tersebut masuk ke dalam metamorfosa regional yang terjadi pada skala yang cukup luas dimana tingkat deformasi tingkat deformasi yang tinggi di bawah tekanan diferensial. Metamorfosa jenis ini akan menghasilkan tingkat foliasi yang sangat kuat seperti pada batuan peraga tersebut. Tekanan diferensial berasal dari gaya tektonik yang berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu dengan yang lainnya. Hasil dari tekanan kompresi pada batuan yang telipat dan adanya penebalan kerak dapat mendorong batuan kea rah bagian bawah sehingga menjadi lebih dalam dan akan memiliki tekanan dan temperature yang lebih tinggi. Diperkirakan, temperature yang mempengaruhi berkisar antara 200-800C dengan tekanan berkisar antara 200-1300 bar. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses metamorfisme yang diawali oleh perubahan struktur kimiawi mineral penyusun batuan. Spesifikasi fasies batuan ini adalah pada fasies blueschist dimana terdapat mineral glaukopan dan klorit yang cukup banyak yang merupakan mineral index dari fasies blueschist.

Berdasarkan kenampakannya, batuan peraga ini berasal dari batuan slate dimana terjadi proses metamorfisme yang lebih lanjut sehingga akan terjadi proses segregasi yaitu proses lebih lanjut dari proses deformasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan interpretasi di atas, maka batuan ini adalah Blueschist (berdasarkan fasies metamorfisme).4.3 Batuan Peraga Nomor 212Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis, didapatkan beberapa kenampakan batuan dengan warna abu-abu kehitaman, dan dengan strukturnya yang berupa nonfoliasi yaitu hornfelsik. Dapat dikatakan demikian karena terdapat bentuk yang equidimensional dan equigranular dan pada umumnya berbentuk polygonal. Tekstur batuan ini berdasarkan ketahanan butirnya adalah kristaloblastik, karena sudah tidak terlihat kenampakan batuan asalnya dan telah mengalami proses kristalisasi yang lebih lanjut. Tekstur berdasarkan ukuran kristalnya adalah faneritik, dimana mineral-mineral yang terdapat pada batuan ini telah mengalami rekristalisasi yang berlangsung cukup lama sehingga terbentuk mineral-mineral dengan ukuran yang kasar sehingga dapat dilihat oleh mata. Tekstur berdasarkan hubungan antar kristalnya adalah idioblastik, dimana pada masing-masing mineralnya dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri, atau dibatasi oleh mineral-mineral denga hubungan antar butirnya euhedral. Kemudian tekstur berdasarkan bentuk kristalnya adalah granoblastik, diaktakan demikian karena pada tekstur ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral. Komposisi mineral dari batuan ini adalah terdapat garnet dengan kenampakan khususnya adalah berwarna merah, kilap kaca, transparan, kekerasan 6,5-7,5. Lalu ada mineral mika dengan sifar fisiknya adalah berwarna putih keperakan dengan transparansi transparan, kekerasannya 2-2,5 skala Mohs dan bentuknya yang berlembar. Serta terdapat mineral amphibol dengan sifat khusus berwarna hitam, kilap kaca dan ceratnya putih. Batuan peraga ini memperlihatkan bahwa proses pembentukan batuan ini adalah dari penyesuaian batu dengan intensitas suhu yang tinggi yang melebihi batas ketahanan dari batuan sehingga mineral penyusun batu tersebut akan mencari stabilitas dengan mengorientasi susunannya. Mineral-mineral yang mencari stabilitas tersebut akan berkumpul bersama mineral dengan resistensi yang sama. Kemudian setelah mineral mengelompok, tersebut sebagian masih mengalami paparan suhu yang tinggi sehinga terjadi proses deformasi . Deformasi mineral diawali dengan adanya pemipihan mineral dengan teratur sesuai dengan ketahanan atau resistensi mineral tersebut. Dari komposisi mineralnya, dapat terlihat bahwa telah terjadi rekristalisasi. Batuan ini terbentuk pada tekanan yang sangat tinggi dan suhu yang sangat tinggi, dimana batuan ini terbentuk sebelum terjadi partial melting. Batuan ini terbentuk pada kedalaman yang cukup dalam pada zona metamorfisme regional di daerah zona subduksi dimana terbentuk pada zona subduksi paling dalam. Tekanan dan suhu yang diakibatkan karena adanya tumbukan antar lempeng benua dan samudera ini menyebabkan batuan mengalami proses metamorfisme dengan derajat tinggi dimana batuan ini terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi (tekanan > 14 kilobar (> 1,2 Gigapascal), temperatur > 550 C, pada kedalaman > 45 km. Berdasarkan mineral yang terkandung dalam batuannya, serta tingginya tekanan dan suhu yang mempengaruhi pembentukan batuan ini, maka dapat dikatakan bahwa batuan ini masuk dalam fasies eklogit. Pada fasies ini, batuan asal yang telah mengalami proses deformasi, segregasi, reorientasi dengan derajat metamorfisme paling tinggi. Terdapatnya mika dan amphibol dalam batuan kemungkinan karena adanya metamorfisme retrograde. Metamorfisme ini terjadi karena adanya pengangkatan kerak benua dimana batuan ini yang seharusnya terdapat di dalam permukaan bumi dapat terangkat pula. Semuanya adalah akibat proses geologi yang luar biasa yang disebut ekshumasi. Ekshumasi adalah proses terangkatnya batuan dari tempat dalam ke tempat dangkal. Ekshumasi menyebabkan perubahan mineralogi pada eklogit, berlaku proses yang disebut metamorfisme mundur (retrograde metamorphism), yang ditandai oleh: terbentuknya amfibol dan plagioklas sekunder yang berasal dari piroksen dan garnet atau terbentuknya titanit yang berasal dari rutil. Dalam kondisi ekshumasi yang ekstrem, eklogit dapat seluruhnya berubah menjadi amfibolit atau granulit.

Berdasarkan komposisi mineral yang terkandung dalam batuan ini, maka berdasarkan fasies pembentukannya batuan ini terbentuk di fasies eklogit. Sehingga nama batuannya adalah eklogit. 4.4 Batuan Peraga Nomor 47Batuan ini memiliki kenampakan berupa warna abu-abu, stukturnya berupa nonfoliasi kataklastik, yang terlihat adanya protolith batuan sebelumnya. Tekstur batuan berdasarkan ketahanan butirnya adalah relict, dimana tekstur batuan asal masih terlihat jelas pada batuan peraga ini. Berdasarkan ukuran kristalnya adalah faneritik, karena ukuran butir kristalnya masih terlihat jelas oleh mata. Berdasarkan hubungan antar kristalnya adalah euhedral, idioblastik karena pada mineral-mineral penyusunnya dibatasi bidang-bidang kristalnya sendiri. Komposisi dari batuan ini adalah berupa kuarsa dengan sifat khusus yaitu berwarna putih bening, ceratnya colorless, kekerasannya 7. Terdapat pirit dengan sifat khususnya yaitu berwarna emas kehitaman, kilap logam, dan kekerasan 6-6,5 skala mohs. Dan klorit dengan sifat khususnya warna hijau, kilapnya mutiara, transparansinya transparan, kekerasan 2-3 skala Mohs dan ceratnya hijau keabu-abuan. Dan yang terakhir adalah mineral amphibole dengan warna hitam, kilap kaca, cerat putih. Berdasarkan mineral yang terkandung pada batuannya, dan struktur juga tekstur yang menampakkan bagaimana batuan tersebut terbentuk. Interpretasi sementara yang dapat dianalisis adalah batuan ini terbentuk pada daerah dengan dominasi tekanan yang kuat. Tekanan akan mempengaruhi suhu, sehingga setiap kenaikan tekanan pada bar, maka suhu juga akan semakin naik. Batuan ini terbentuk akibat dari deformasi mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang mengalami pergeseran satu dengan yang lainnya di sepanjang suatu zona sesar / patahan. Panas yang ditimbulkan oleh gesekan yang terjadi di sepanjang zona patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan termetamorfkan di sepanjang zona ini. Metamorfosa kataklastik jarang dijumpai sehingga masuk dalam kategori metamorfosa kontak atau lokal. Terdapatnya mineral-mineral yang masih bertahan seperti kuarsa, dan mineral yang baru terbentuk mengindikasikan terdapatnya proses rekristalisasi yang terjadi pada batuan asalnya.

Berdasarkan dari kenampakan tekstur, struktur dan komposisi mineralnya, batuan ini dinamakan breksi kataklastik. 4.5 Batuan Peraga Nomor 229Berdasarkan hasil pengamatan secara megaskopis, didapatkan beberapa kenampakan batuan dengan warna putih kebiruan. Strukturnya terlihat adanya penjajaran dengan derajat tinggi yaitu foliasi slaty. Tekstur pada batuan ini adalah terlihatnya tekstur lama batuan, namun tidak terlihat telah terjadi proses rekristalisasi. Maka tekstur ketahanan butirnya dapat dikatakan relict. Tekstur berdasarkan ukuran kristal pada batuan ini dapat dikatakan afanitik, karena kristal-kristalnya tidak dapat dilihat dengan mata. Tekstur berdasarkan hubungan antar kristal pada batuan ini terlihat mineralnya dibatasi oleh bidang kristal mineral yang lain. Sehingga dikatakan memiliki tekstur xenoblastik. Pada batuan ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk prismatic, maka tekstur berdasarkan bentuk kristalnya adalah nematoblastik. Komposisi dari batuan ini adalah tersusun dari mineral dengan kenampakannya berwarna putih keperakan dengan transparansi transparan, kekerasannya 2-2,5 skala Mohs dan bentuknya yang berlembar. Mineral tersebut adalah mineral mika. Struktur foliasi pada batuan ini terbentuk karena adanya pengaruh peningkatan tekanan yang diterima oleh batuan sehingga terjadi proses dimana batuan asal mengalami deformasi dimana batuan mengalami perubahan bentuk menjadi lebih pipih karena adanya tekanan hydrostatic yang menekan dari segala arah. Jika tekanan tersebut hadir selama proses metamorfosa, maka tekanan ini dapat berpengaruh pada tekstur batuan. Awalnya, butiran yang membundar akan mengalami pemipihan dan arah orientasinya adalah tegak lurus dengan tekanan maksimum dari tekanan hydrostatic batuan. Naiknya tekanan tidak menentukan naiknya suhu, suhu naik dikarenakan oleh adanya kedalaman batuan mengalami proses deformasi tersebut. Semakin dalam deformasi batuan terjadi, maka semakin tinggi suhu yang mempengaruhinya. Kemudian batuan mengalami proses segregasi dimana proses tersebut adalah proses pemisahan mineral-mineral dan pengelompokan mineral-mineral yang sama. Slate merupakan struktur batuan metamorf yang terbentuk dari derajat metamorfosa rendah yang tersusun dari hasil pertumbuhan mineral-mineral lempung dan mika yang memiliki butir halus. Orientasi utama dari lembaran-lembaran mineral tersebut menyebabkan batuan mudah pecah melalui bidang yang sejajar dengan lembaran mineral silikat dan dikenal dengan struktur slaty cleavage. Metamorfosa dengan agen perubahan yang dominan tekanan tersebut masuk ke dalam metamorfosa regional yang terjadi pada skala yang cukup luas dimana tingkat deformasi yang tinggi di bawah tekanan hydrous. Metamorfosa jenis ini akan menghasilkan tingkat foliasi yang tidak cukup kuat seperti pada batuan peraga tersebut. Karena masih terdapat banyak mineral-mineral hydrous pada batuan ini. Tekanan hydrous berasal dari gaya tektonik yang berakibat batuan mengalami tekanan (kompresi), dan tekanan ini umumnya berasal dari dua masa benua yang saling bertumbukan satu dengan yang lainnya. Namun batuan ini terbentuk pada kedalaman yang tidak begitu dalam. Diperkirakan, temperature yang mempengaruhi berkisar antara 200-320C. Hal ini mengakibatkan terjadinya proses metamorfisme yang diawali oleh perubahan struktur kimiawi mineral penyusun batuan. Batuan ini terbentuk pada daerah metamorfosa regional. Fasies dari batuan ini adalah terbentuk pada fasies zeolit yang memiliki tekanan yang cukup tinggi dan suhu yang rendah serta pada kedalaman kurang dari 10 km.

Berdasarkan dari hasil pengamatan di atas, maka batuan ini dinamakan Slate atau batusabak (WT Huang, 1962)4.6 Batuan Peraga Nomor BM71Batuan ini memiliki kenampakan berwarna cokelat keputihan dengan strukturnya yang nonfoliasi hornfelsik. Dapat dikatakan demikian karena terdapat bentuk yang equidimensional dan equigranular dan pada umumnya berbentuk polygonal. Tekstur berdasarkan ketahanan butirnya adalah relict karena tekstur batuan asalnya masih terlihat. Derajat kristalisasi dari batuan ini masih tergolong dalam afanitik, karena butirannya halus dan tidak dapat dilihat dengan mata. Hubungan antar butirnya adalah hypidioblastik dan cenderung subhedral karena batas bidang antara mineralnya masih terlihat ada yang dibatasi oleh bidangnya sendiri dan ada yang dibatasi oleh bidang mineral yang lain. Bentuk kristalnya adalah granoblastik dimana batuan dikatakan demikian karena pada tekstur ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.Komposisi mineral yang terbentuk dari batuan ini adalah terdiri dari monomineral yaitu mineral kuarsa yang memiliki warna putih, kilap kaca, kekerasannya 7, pecahannya konkoidal dan belahan tidak dapat dilihat dengan jelas. Kuarsa merupakan mineral yang stabil, namun apabila terdapat tekanan yang tinggi dan suhu yang tinggi maka kuarsa akan cenderung berasosiasi dengan sesamanya apabila telah melewati batas resistensinya. Strukturnya yang nonfoliasi menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk dari peningkatan intensitas suhu yang lebih dominan daripada tekanan. Suhu yang tinggi akan mempengaruhi batas ketahanan mineral, dimana mineral-mineral penyusun batuan tersebut akan mencari stabilitasnya kembali dengan cara melakukan pengelompokan dan adanya reorientasi mineral. Kemudian setelah berkumpul dengan mineral yang sama, kemudian terjadi deformasi mineral. Deformasi mineral ini diawali oleh adanya tekanan diferensial yang terjadi dari segala arah. Jika tekanan tersebut terjadi secara terus-menerus, maka tekanan ini dapat berdampak pada tekstur batuan. Butiran-butiran yang berbentuk membundar akan berubah menjadi lonjong dan pipih dan arah orientasinya akan cenderung tegak lurus dengan tekanan maksimum dari tekanan diferensial. Kemudian mineral-mineral yang terbentuk tersebut akan mengkristal dan tumbuh dalam kondisi tekanan diferensial dan membentuk orientasi. Kemudian mineral akan terus tumbuh seiring dengan bertambahnya suhu yang terjadi.Protolith dari batuan ini adalah dari batupasir kuarsa dengan kandungan kuarsa yang melimpah pada protolith sehingga menyebabkan batuan tidak mudah mengalami proses metamorfisme karena kuarsa memiliki stabilitas mineral yang cukup tinggi. Untuk melewati stabilitas kuarsa tersebut, maka batuan akan termetamorfisme pada suhu yang sangat tinggi yaitu sekitar di atas 8000C dengan tekanan 5,5 kilobar. Batuan ini kemungkinan terbentuk pada daerah dengan suhu yang dominan.

Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka batuan ini merupakan batuan Kuarsit (WT Huang. 1962)4.7 Batuan Peraga Nomor 207DBatuan peraga ini memiliki kenampakan berupa warnanya hitam kehijauan, dengan struktur nonfoliasi hornfelsik. Dapat dikatakan demikian karena terdapat bentuk yang equidimensional dan equigranular dan pada umumnya berbentuk polygonal. Teksturnya berdasarkan ketahanan butirnyaadalah relict dimana tekstur batuan asal masih terlihat jelas pada batuan peraga ini. Berdasarkan ukuran kristalnya adalah faneritik, karena ukuran butir kristalnya masih terlihat jelas oleh mata. dan cenderung subhedral karena batas bidang antara mineralnya masih terlihat ada yang dibatasi oleh bidangnya sendiri dan ada yang dibatasi oleh bidang mineral yang lain. Bentuk kristalnya adalah granoblastik dimana batuan dikatakan demikian karena pada tekstur ini terlihat mineral penyusunnya berbentuk granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.Batuan ini memiliki komposisi mineral berupa serpentinit dengan warna kehijauan dan cerat berwarna hijau. Kemudian terdapat mineral piroksen dengan warna hijau kehitaman. Dan masih terdapat olivine dengan warna kehijauan.Batuan ini terdiri dari beberapa mineral yaitu mineral primer yang berupa olivine dan piroksen. Serta terdapat mineral baru yaitu mineral serepentin. Mineral tersebut terbentuk karena adanya proses serpentinization dimana terjadi proses hidrasi dan transformasi batuan metamorf ultramafik yang terdapat di mantel bumi. Proses tersebut terjadi di dasar laut pada zona-zona perekahan mantel bumi. Proses ini terjadi dari magma yang keluar di daerah zona perekahan dan kemudian langsung terkena air dengna suhu yang sangat berbeda dari keadaan awalnya. Batuan ultramafik yang terbentuk akan teroksidasi dan terhidrolisis dengna air sehingga membemtuk mineral serpentinit. Dalam prosesnya, air yang masuk pada celah-celah zona rekahan tersebut akan terserap ke dalam batuan sehingga meningkatkan volume batuan dan akan menghancurkan struktur yang telah terbentuk sebelumnya.

Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka batuan ini dinamakan Serpentinit (WT Huang, 1962)4.8 Batuan Peraga Nomor 216Batuan ini memiliki kenampakan berupa warna hitam, stukturnya berupa nonfoliasi kataklastik, yang terlihat adanya protolith batuan sebelumnya. Tekstur batuan berdasarkan ketahanan butirnya adalah relict, dimana tekstur batuan asal masih terlihat jelas pada batuan peraga ini. Berdasarkan ukuran kristalnya adalah faneritik, karena ukuran butir kristalnya masih terlihat jelas oleh mata. Berdasarkan hubungan antar kristalnya adalah euhedral, idioblastik karena pada mineral-mineral penyusunnya dibatasi bidang-bidang kristalnya sendiri. Komposisi dari batuan ini adalah berupa kuarsa dengan sifat khusus yaitu berwarna putih bening, ceratnya colorless, kekerasannya 7. Dan yang terakhir adalah mineral amphibole dengan warna hitam, kilap kaca, cerat putih.Berdasarkan mineral yang terkandung pada batuannya, dan struktur juga tekstur yang menampakkan bagaimana batuan tersebut terbentuk. Interpretasi sementara yang dapat dianalisis adalah batuan ini terbentuk pada daerah dengan dominasi tekanan yang kuat. Tekanan akan mempengaruhi suhu, sehingga setiap kenaikan tekanan pada bar, maka suhu juga akan semakin naik. Batuan ini terbentuk akibat dari deformasi mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang mengalami pergeseran satu dengan yang lainnya di sepanjang suatu zona sesar / patahan. Panas yang ditimbulkan oleh gesekan yang terjadi di sepanjang zona patahan inilah yang mengakibatkan batuan tergerus dan termetamorfkan di sepanjang zona ini. Metamorfosa kataklastik jarang dijumpai sehingga masuk dalam kategori metamorfosa kontak atau lokal. Terdapatnya mineral-mineral yang masih bertahan seperti kuarsa, dan mineral yang baru terbentuk mengindikasikan terdapatnya proses rekristalisasi yang terjadi pada batuan asalnya.

Berdasarkan dari kenampakan tekstur, struktur dan komposisi mineralnya, batuan ini dinamakan breksi kataklastik.