33
Pertunjukan Wayang Golek Risman Sunandar Sunarya Sebagai Bentuk Baru Komunikasi Tradisional (Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Studi Kasus) 1. Konteks Penelitian Pertunjukan wayang golek Risman Sunandar Sunarya menjadi salah satu pertunjukan yang banyak diminati oleh masyarakat sekarang ini, khususnya para anak – anak atau remaja yang baru mengenal pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang golek Risman Sunandar Sunarya sedikit berbeda dengan pertunjukan wayang golek pada umumnya, dikarenakan Risman berusaha menghadirkan lawakan segar ataupun kritik sosial sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak hanya membawakan cerita- cerita seputar pewayangan seperti mahabarata dan ramayana, Risman menyuguhkan cerita tentang penggundulan hutan seperti di acara televisi pojok si cepot pada episode “Area Hijau Tumaritis” karena pada saat itu sedang hangat isu tentang pengalihan hutan kota babakan siliwangi. Selain membawakan cerita yang sedang hangat, Risman pun kerap menghadirkan wayang-wayang baru sesuai dengan cerita yang dipertunjukan seperti wayang berbaju satpam, polisi dan sebagainya. Risman adalah salah satu dalang yang berusaha keluar dari pakem-pakem pewayangan dan berusaha menyesuaikanya dengan kondisi masyarakat sekarang, oleh karena itu Risman sedikit banyak menambahkan dan mengubah cerita serta karakter wayangnya, seperti karakter Yudistira yang mempunyai karakter bijaksana dan tidak suka bercanda, tetapi Risman

Pesan Dalam Pertunjukan Wayang Golek Risman Sunandar Sunarya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Research Proposal

Citation preview

Pertunjukan Wayang Golek Risman Sunandar Sunarya

Sebagai Bentuk Baru Komunikasi Tradisional(Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Studi Kasus)1. Konteks PenelitianPertunjukan wayang golek Risman Sunandar Sunarya menjadi salah satu pertunjukan yang banyak diminati oleh masyarakat sekarang ini, khususnya para anak anak atau remaja yang baru mengenal pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang golek Risman Sunandar Sunarya sedikit berbeda dengan pertunjukan wayang golek pada umumnya, dikarenakan Risman berusaha menghadirkan lawakan segar ataupun kritik sosial sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak hanya membawakan cerita-cerita seputar pewayangan seperti mahabarata dan ramayana, Risman menyuguhkan cerita tentang penggundulan hutan seperti di acara televisi pojok si cepot pada episode Area Hijau Tumaritis karena pada saat itu sedang hangat isu tentang pengalihan hutan kota babakan siliwangi. Selain membawakan cerita yang sedang hangat, Risman pun kerap menghadirkan wayang-wayang baru sesuai dengan cerita yang dipertunjukan seperti wayang berbaju satpam, polisi dan sebagainya.Risman adalah salah satu dalang yang berusaha keluar dari pakem-pakem pewayangan dan berusaha menyesuaikanya dengan kondisi masyarakat sekarang, oleh karena itu Risman sedikit banyak menambahkan dan mengubah cerita serta karakter wayangnya, seperti karakter Yudistira yang mempunyai karakter bijaksana dan tidak suka bercanda, tetapi Risman kadang menyisipkan candaan pada Yudistira dan ternyata ini dapat menghibur para penonton karena tidak menyangka sosok Yudistira dapat bercanda, serta Risman pun menambahkan alat-alat musik seperti keyboard dan gitar untuk menemani gamelan. Tetapi tidak semua orang menyukai perubahan-perubahan yang dibuat oleh Risman. Salah satu masyarakat yang peneliti wawancarai sebagai pra-riset ternyata tidak menyukai perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Risman dikarenakan sudah tidak asli lagi dari wayang-wayang terdahulu.

Gambar 1. Pertujukan wayang Riswa di Televisi

Di Jawa Barat setidaknya ada 5 dalang yang masih sering melakukan pertunjukan wayang yaitu RH Tjetjep Supriadi, Dede Amung, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dan Risman Sunandar Sunarya, tetapi yang agak berbeda dalam pertunjukanya hanya Risman Sunandar Sunarya dengan berusaha keluar dari pakem-pakem perwayangan dan membuat pertunjukan lebih menarik serta disesuaikan dengan perkembangan masalah masalah terkini sebagai bahan cerita dalam pementasanya. Ke-4 dalang lainnya yaitu RH Tjetjep Supriadi, Dede Amung, Asep Sunandar Sunarya, dan Cecep Supriadi masih setia kepada pakem-pakem pewayangan hanya Asep Sunandar Sunarya yang pernah membuat gebrakan dengan tekniknya bisa membuat wayang golek tersebut muntah mie, mengeluarkan asap rokok dan sebagainya, tetapi dalam sisi cerita masih setia pada pakem-pakem pewayangan.Penelitian ini berusaha memahami pakem-pakem yang ada di dalam dunia perwayangan dan apa yang dilakukan para dalang khususnya Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya dengan keluar dari pakem tersebut dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman sebagai bentuk baru dari komunikasi tradisional.2. Kajian LiteraturPertunjukan wayang golek digunakan sebagai sarana komunikasi atau mengkomunikasikan gagasan, norma, moral bahkan digunakan oleh para wali songo sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan agama islam di Indonesia. Salah satu definisi komunikasi tradisional adalah : traditional forms of communication are for instance mytholog, storytelling, songs, proverbs, religious custom, artistic, musical, dance and theatrical elements, as well on pottery, textiles and wood art. (http://www.studymode.com/essays/Traditional-Communication-291109.html diakses tgl 17/3/2014 jam 1). Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa bentuk dari komunikasi tradisional dapat berbentuk cerita, lagu, tarian, pertujukan dan juga dalam pakaian dan seni dari kayu, oleh karena itu wayang golek adalah salah satu bentuk dari komunikasi tradisional, karena didalam suatu pertunjukan wayang terdapat cerita, lagu dan pertunjukan wayang golek itu sendiri.Untuk lebih memahami tentang masalah diatas, maka peneliti melakukan kajian literatur pada penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas tentang masalah yang sama. Pada penelitian Atik Soepandi di desa Giriharja, Kabupaten Bandung, Jawa barat tentang gaya mendalang murid-murid Asep Sunandar Sunarya di padepokan Giriharja 3, menunjukan bahwa Asep Sunandar Sunarya berhasil memotivasi beberapa anak muda yang ingin belajar menjadi seorang dalang wayang golek purwa. Asep Sunandar Sunarya dan padepokannya Giriharja 3 menjadi tempat belajar untuk siapapun yang ingin belajar gaya mendalang. Banyak anak muda yang belajar gaya mendalang padanya, namun hanya beberapa orang saja yang muncul menjadi dalang cukup populer. Dalang-dalang murid Asep Sunandar Sunarya dapat dikategorikan sebagai dalang Turunan-Katurunan-Tuturunan.Dengan demikian bahwa salah satu murid Giriharja yaitu Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya menjadi salah satu dalang yang populer dengan berusaha keluar dari pakem-pakem pewayangan dan menambahkan unsur-unsur kebaruan serta menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat, oleh karena itu Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya memiliki salah satu acara pada stasiun TV lokal yaitu STV dengan program pojok si cepot. Dengan program ini diharapkan wayang golek dapat diterima oleh masyarakat sebagai hiburan serta tidak lepas dari unsur-unsur pesan moral sampai kepada kritik sosial.Banyak orang menggangap bahwa pewayangan adalah berasal dari negri India, tetapi menurut R.Gunawan Djajakusumah dalam bukunya Pengenalan Wayang Golek Purwa di Jawa Barat, hal itu tidak benar. Menurutnya, wayang adalah kebudayaan asli Indonesia (khususnya di Pulau Jawa). Perkataan wayang berasal dari Wad an Hyang, artinya leluhur, tapi ada juga yang berpendapat yaitu dari katabayangan. Adapun yang berpendapat bahwa wayang berasal dari negri India mungkin melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabrata (berasal dari Kitab Suci Hindu). Tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan direkayasa disesuaikan dengan kebudayaan di Jawa.

Di Jawa Barat seni wayang dinamakan Wayang Golek. Artinya, menjalankan seni wayang dengan menggunakan boneka terbuat dari kayu hampir menyerupai muka dan tubuh sosok manusia gambaran wayang. Ada empat macam figur pada wayang golek, yaitu; figur Rahwana (goleknya memakai makuta dengan model sekar kluwih dan ukirannya menyerupai ukiran jaman Kerajaan Pajajaran dan Mataram dengan keturunannya yaitu; Suyudana dan Dursasana), figur Arjuna (menggambarkan sosok pejuang sejati yang tampan dan gagah berani, bajunya memakai supit urang seangkatannya seperti ; Bima dan Gatotkaca), figur Garuda Mungkur (direka muka garuda dengan lidahnya keluar), figur Bineka Sari (seperti pohon cemara disusun ke atas seperti pada wayang Kresna, Baladewa, Arimbi, Rama dan Indra, figur Kuluk, asesoris bajunya memakai gambar garuda atau sumping seperti terdapat pada wayang Batara guru, Karna dan Kumbangkarna. Figur-figur wayang golek tersebut dibuat ada yang menggunakan patokan (ugaran) dan berdasarkan seni bakatnya sendiri (berdasarkan selera masing-masing).

Bagian-bagian seni wayang golek terdiri dari : Dalang (yang memainkan boneka golek berdasarkan ceritanya), goleknya itu sendiri (jumlahnya ratusan), nayaga group atau orang yang memainkan gamelan, kendang, goong, rebab (alat musik gesek) dan juru kawih serta juru alok). Semua bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Satu dengan lainnya bersinergi sesuai irama dan jalan ceritannya.Pertunjukan wayang biasanya dilakukan pada saat adanya kenduri baik kawinan maupun hajatan sunatan, agustusan atau karena hal tertentu (bisanya ini dinamakan ruwatan). Waktunya bisa semalam suntuk atau hanya beberapa jam saja. Isi ceritanya ada yang menganut prinsip galur (diambil secara utuh berdasarkan cerita Ramayana dan Mahabrata) dan ada yang menggunakan prinsip sempalan (mengambil bagian-bagian tertentu yang biasanya menarik penonton seperti; peperangan, dan dialog humor). Pertujukan wayang yang menggunakan prinsip galur waktunya semalam suntuk sedangkan yang sempalan biasanya hanya satu sampai dua jam saja. Bagi masyarakat dari golongan generasi tua dan fanatik terhadap prinsip galur wayang ia akan menyenangi jalan cerita aslinya walaupun ia dengar dan lihat berulang-ulang. Tapi, bagi generasi muda yang haus hiburan serba instant, maka cerita-cerita sempalan adalah paling disukai.Menurut R.Gunawan Djajakusumah terdapat 623 tokoh wayang dan tidak semuanya terpampang dalam satu pertunjukan.2.1 Komunikasi Tradisional

Banyak pakar yang menilai bahwa komunikasi merupakan hal yang fundamental bagi kelangsungan hidup manusia. Komunikasi sangat mutlak diperlukan untuk menjalin hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan erat dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial, di mana manusia selalu memiliki hasrat untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan sesamanya diakui oleh hampir semua agama dan telah ada sejak zaman Adam dan Hawa.

Sifat manusia untuk selalu menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan wujud awal keterampilan manusia dalam berkomunikasi. Keterampilan ini dimulai dengan komunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat, kemudian disusul dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal.

Tidak ada data autentik yang menyebutkan kapan manusia mulai mampu berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hanya saja diperkirakan bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan orang lain secara lisan adalah suatu peristiwa yang berlangsung secara mendadak. Kemampuan ini kemudian berkembang menjadi kemampuan untuk berkomunikasi dalam mengutarakan pikirannya secara tertulis.

Pada perkembangan yang lebih jauh lagi, usaha-usaha manusia untuk berkomunikasi terlihat dalam berbagai bentuk kehidupan mereka di masa lalu. Mereka mendirikan tempat-tempat pemukiman di daerah aliran sungai dan tepi pantai untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan daerah luar dengan menggunakan perahu, rakit, atau sampan. Cangara (2007:4) menambahkan bahwa pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina adalah simbol-simbol komunikasi yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang. Penduduk Asia Tenggara bertani dan mengarungi samudera dengan membaca lambang-lambang isyarat melalui gejala alam, seperti posisi bintang dan gerakan air laut. Selain itu masyarakat Sumeria dan Mesopotamia yang menuangkan tulisannya dalam lempengan tanah liat, kulit binatang, dan batu arca.

Berbagai bentuk kehidupan manusia di masa lampau tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk komunikasi, yaitu komunikasi tradisional yang merupakan generasi pertama dari berbagai bentuk komunikasi yang kita kenal sekarang. Pada masa itu sebagian besar masyarakat berkomunikasi menggunakan cara tradisional dan melalui media yang masih bersifat tradisional pula, sehingga cara komunikasi semacam itu disebut sebagai komunikasi tradisional.

Bertolak dari bermacam peristiwa di masa lampau tersebut, terbukti bahwa komunikasi tradisional merupakan titik awal yang membangun cerita mengenai perjalanan komunikasi manusia yang sebenarnya telah ada sejak zaman Yunani Kuno dalam bentuk tradisi retorika. Komunikasi tradisional menjadi cikal bakal perkembangan komunikasi manusia yang sangat berperan dalam pengembangan komunikasi ke arah yang lebih modern.

Namun sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, komunikasi tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat zaman modern. Oleh karena itu pemahaman mengenai komunikasi tradisional sangat diperlukan mengingat komunikasi tradisional merupakan salah satu unsur penting dalam perkembangan komunikasi manusia. Pembahasan mengenai komunikasi tradisional akan dibahas secara lebih rinci pada bab selanjutnya.

Pada era modern dimana komunikasi tradisional sudah mulai tersisihkan, pemahaman mengenai peranan dan esensi komunikasi tradisional sangat diperlukan, terutama bagi para pembelajar ilmu komunikasi. Makalah ini disusun guna membahas secara lebih detail peranan dan esensi komunikasi tradisional yang meliputi segala macam bentuknya, media komunikasi yang digunakan, kelebihan serta kekurangannya.

2.1.1 Pengertian Komunikasi Tradisional

Komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.

Pada zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat primitif dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan teknologi, komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan, namun masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan komunikasi tradisional, misalnya masyarakat pedesaan di daerah Bali.

2.1.2 Peranan dan Manfaat Komunikasi Tradisional

Pada zaman dahulu, komunikasi merupakan bagian dari tradisi, peraturan, upacara keagamaan, hal-hal tabu, dan lain sebagainya, yang berlaku pada masyarakat tertentu. Komunikasi sebagai bagian dari tradisi memiliki perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lain. Komunikasi tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Komunikasi tradisional mempunyai dimensi sosial, mendorong manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan bersama. Dengan demikian, komunikasi tradisional merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

2.1.2.1 Bentuk-Bentuk Komunikasi Tradisional

Lambang Isyarat

Pada awalnya, orang menggunakan anggota badannya untuk berkomunikasi "bahasa badan" dan bahasa non-verbal. Contohnya dengan gerak muka, tangan, mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat sederhana.Simbol

Simbol-simbol dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan asap di Cina, yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.

Gerakan

Gerakan-gerakan dalam semaphore yang dilakukan untuk menyampaikan sebuah pesan/informasi maupun gerakan-gerakan dalam tarian yang bertujuan menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-bentuk komunikasi tradisional yang menggunakan gerakan.

Bunyi-bunyian

Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda bahaya yang disampaikan dengan sirine atau kentongan.

Kentongan

Kentongan sebagai media komunikasi tradisional masih memegang peranan yang cukup penting terutama di daerah-daerah. Walaupun di masa sekarang ini telah terjadi perkembangan teknologi yang cukup pesat, namun kentongan masih memiliki banyak kegunaan, misalnya di bidang keamanan (sebagai sarana ronda malam) dan bidang informasi (sebagai petunjuk waktu yang dipukul setiap jam dan sarana menginformasikan berbagai peristiwa yang terjadi, seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.

Kulkul

Kulkul merupakan alat komunikasi tradisional yang terdapat di Bali. Kulkul biasanya dipergunakan sebagai tanda panggilan kepada warga untuk berkumpul. Kulkul adalah alat bunyi yang pada umumnya terbuat dari kayu dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali, kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong". Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.

Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari kekuatan magis yang akan ditanamkan pada alat tersebut. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.

Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan untuk memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit. dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah Kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusia adalah Kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusia. Kulkul Manusia terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-Sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan Kulkul Manusia lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang.

Fungsi Kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali pada umumnya melakukan pertemuan rutin warga setiap sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara Kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.

Selain untuk pertemuan rutin, bunyi Kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara Kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya untuk menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, gerhana bulan dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.

Hal-hal yang disebutkan di atas terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali melibatkan kulkul sebagai alat komunikasi. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.

Cerita Rakyat

William R. Bascom (dalam Nurudin, 2005:115) mengemukakan fungsi-fungsi dari folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sistem proyeksi ( projective system )

2. Sebagai pengesahan atau penguat adat.

3. Sebagai alat pendidikan ( pedagogical device )

4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Sebagai sistem proyeksi, folklor menjadi proyeksi angan-angan atau sebagai alat pemuasan impian (wish fulfilment) masyarakat yang termanifestasikan dalam bentuk dongeng. Contohnya dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih.

Cerita Nyi Roro Kidul di Yogyakarta dapat memperkuat adat (bahkan kekuasaan) raja Mataram. Seseorang harus dihormati karena mempunyai kekuatan luar biasa yang ditunjukkan dari kemampuannya dari kemampuannya memperistri mahluk halus. Cerita Katak yang Congkak merupakan alat paksaan dan pengendalian sosial terhadap norma atau nilai masyarakat.

Seni Drama dan Tari (Sendratari)

Sendratari yang dikembangkan di Bali antara lain Arja. Pertunjukan ini biasanya dimulai pada tengah malam oleh pelaku-pelaku yang memainkannya dengan jenaka. Cerita-cerita Arja yang pada dasarnya mengungkapkan tema romantis itu juga menyinggung permasalahan hangat sehari-hari, yang secara komunikatif dapat menggali kesadaran masyarakat mengenai berbagai hal.

Upacara Rakyat

Upacara Rakyat seringkali digunakan untuk memperkuat adanya cerita rakyat. Salah satu contohnya upacara Labuhan (sesaji kepada makhluk halus) yang memperkuat cerita rakyat mengenai makhluk lain selain manusia. Contoh lain, sedekah laut di daerah Cilacap yang digunakan untuk menghormati Nyi Roro Kidul dengan memberikan sesaji.

Wayang

Wayang merupakan salah satu media komunikasi yang biasanya digunakan sebagai sarana hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai sarana hiburan wayang menyajikan berbagai cerita yang bersifat menghibur. Sebagai sarana pendidikan wayang menyajikan cerita-cerita yang sarat makna dan memberikan berbagai pelajaran bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai media pembelajaran anak-anak menggunakan media-media tradisional salah satunya dengan wayang.

Selain itu wayang juga berfungsi sebagai media sosialisasi pada masyarakat. Wayang digunakan sebagai alat untuk mensosialisasikan berbagai persoalan-persoalan dalam masyarakat agar mudah dimengerti dan dicari jalan keluarnya. Penggunaan wayang sebagai alat komunikasi tradisional dinilai efektif karena mampu menarik perhatian masyarakat. Salah satu contoh nyatanya, tanggal 14 Desember 1977 di Kota Bandung pernah digelar pertunjukan wayang golek yang mengangkat tema Keluarga Berencana. Pertunjukan ini bertujuan untuk mensosialisasikan program Keluarga Berencana kepada masyarakat

Dalam pertunjukan ini, proses komunikasi sangat didukung dan ditentukan oleh dalang yang berperan sebagai pribadi kepercayaan yang berdialog dan mengetahui tanggapan penonton dalam waktu seketika. Dalang dalam hal ini bertindak sebagai saluran penerangan dan sumber motivasi. Bersama jurukawih yang melantunkan suara dengan pemilihan kata-kata yang tepat untuk menyentuh hati penonton serta wiraswara yang ketanggapannya diperlukan dalam berdialog untuk menghidupkan percakapan, ketiganya memegang peranan penting dalam membawakan misi menggalakkan Program Keluarga Berencana. Intinya, pertunjukan wayang sebagai salah satu media komunikasi tradisional memberikan gambaran nyata yang lebih mudah dicerna dan dimengerti, serta memberikan sentuhan tersendiri (yang mungkin lebih dalam) pada hati nurani masyarakat yang menyaksikannya.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Komunikasi Tradisional

Keberadaan komunikasi tradisional yang media-medianya biasa dipertukarkan dengan seni tradisional atau seni pertunjukan, menjadikan bentuk komunikasi ini lebih menarik, sederhana, dan mudah dimengerti oleh komunitas sasarannya. Hal itulah yang membuat media komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk rasa persaudaraan.

Pengalaman-pengalaman yang ada menunjukkan bahwa media kesenian tradisional masih tetap disenangi oleh masyarakat. Namun demikian media-media kesenian tersebut tetap harus dikemas dengan baik dan menarik. Buktinya, saat ini media modern seperti televisi seolah berlomba menampilkan pola pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Ini menunjukkan kelebihan/keistimewaan media tradisional yang tidak dimiliki oleh media modern.

Sedangkan kekurangan dari komunikasi tradisional ialah ketidakmampuannya menjangkau ruang dan waktu serta audiens yang lebih luas. Karena keterbatasan itulah komunikasi ini sering dianggap tidak efektif dan kalah bersaing dengan media komunikasi modern yang lebih canggih.3. Fokus Kajian PenelitianBerdasarkan latar belakang penelitian diatas maka fokus kajian penelitian ini adalah ; Bagaimana Pertunjukan Wayang Golek Risman Sunandar Sunarya Sebagai Bentuk Baru Komunikasi Tradisional?

4. Pertanyaan PenelitianBerdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:1. Bagaimana pertunjukan wayang golek yang dilakukan oleh Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya sebagai bentuk baru dari komunikasi tradisional?2. Mengapa Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya melakukan bentuk baru dari komunikasi tradisional dalam pertunjukan wayang golek?5. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu ;

1. Untuk mengetahui bagaimana pertunjukan wayang golek yang dilakukan oleh Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya sebagai bentuk baru dari komunikasi tradisional?.2. Untuk mengetahui mengapa Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya melakukan bentuk baru dari komunikasi tradisional dalam pertunjukan wayang golek.6. Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini membahas tentang bagaimana wayang golek yang dimainkan oleh Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya sebagai komunikasi tradisional dipadukan dengan peralatan modern, seperti gitar, keyboard dan layar yang menggunakan animasi komputer agar menjadi lebih menarik bagi penonton.7. Kegunaan Penelitian1) Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai bahan pengembangan ilmiah dan pemahaman kajian ilmu komunikasi, khususnya wayang golek sebagai satu bentuk dari komunikasi tradisional.2) Kegunaan Praktis Sebagai informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang bentuk baru dari komunikasi tradisional khususnya wayang golek.8. Kerangka PemikiranWayang golek adalah suatu bentuk seni yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam bentuk cerita yang diwakili oleh boneka-boneka yang terbuat dari kayu dan digerakan oleh dalang, dengan berkembangnya zaman, maka budaya tradisional ini semakin terpinggirkan dengan budaya-budaya modern. Perubahan yang terjadi dimasyarakat pun ikut membuat pertunjukan-pertunjukan wayang golek tersisihkan oleh hadirnya televisi dan internet.Salah seorang dalang yang berasal dari bandung yaitu Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya berusaha memadukan seni wayang golek dengan unsur-unsur modern, dengan memasukan alat musik modern seperti gitar, keyboard dan menggunakan layar background sebagai penambah visual. Tujuanya adalah agar pertunjukan wayang lebih menarik serta disukai oleh masyarakat. Tetapi perubahan yang dilakukan oleh Riswa tidak selalu dikatakan bagus oleh masyarakat yang menyukai wayang, beberapa masyarakat ada yang menyenangi wayang golek tradisional yang tidak di tambahkan elemen-elemen modern.9. Metodologi PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan aliran filsafat fenomenologi karena penelitian dengan pendekatan kualitatif menghendaki peneliti ada pada situasi wajar (naturalistik setting) sehingga sering disebut juga metode naturalistik. Secara sederhana penelitian kualitatif adalah meneliti informan sebagai subjek penelitianya dalam lingkungan hidup kesehariannya. Idrus (2002) mengatakan ada 24 ciri pendekatan penelitian kualitatif yaitu ;1. Bersifat alamiah

2. Bersifat dinamis dan berkembang

3. Fokus penelitian

4. Bersifat deskriptif

5. Sasaran penelitian berlaku sebagai subjek penelitian

6. Data penelitian bersifat deskriptif

7. Berfokus kepada proses dan interaksi subjek

8. Subjek terbatas

9. Pemilihan subjek dilakukan secara purposive

10. Kontak personal secara langsung

11. Human instrument

12. Mengutamakan data langsung (first hand)

13. Pengumpulan data dengan observasi terlibat

14. Hubungan antara peneliti dengan informan terjalin akrab

15. Perspektif holistik

16. Berorientasi kepada kasus unik

17. Netralitas empatik

18. Keabsahan data

19. Analisis data dilakukan secara induktif

20. Kebenaran emik

21. Simpulan bersifat subjektif

22. Bersifat lentur (fleksibel)

23. Pentingnya makna terdala, (Depth Meaning)

24. Proses pengumpulan dan analisis data secara simultan(Idrus, 2002: 24)

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah studi kasus, Bogdan (1990) mendefinisikan studi kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu. Dalam pendekatan studi kasus biasanya peneliti akan meneliti satu individu atau unit sosial terentu seperti keluarga, sekolah, kelompok dan lain-lain secara mendalam. Penelitian dengan pendekatan studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai informan atau subjek penelitian, dengan demikian wawancara mendalam adalah salah satu teknik untuk mendapatkan data dari informan atau subjek penelitian. Mulyana (2002:201) menyatakan bahwa studi kasus merupakan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok atau organisasi (komunitas), suatu program atau situasi sosial. Senada dengan itu Cresswell (2007:73) menyatakan bahwa case study research is qualitative approach in which the investigator explores a bounded system (case) or multiple bounded system (cases) over time, througt detailed, indepth dapat collection involving multiple sources of information (e.g. observations, interviews, audiovisual material, document and reports) reports a case description and case based themes. Studi kasus bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang dan sifat-sifat serta karakter khas dari kasus. Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Mulyana (2002:201) bahwa keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Merupakan sasaran utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

2. Menyajikan uraian yang menyeluruh mirip apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

3. Merupakan saran efektif untuk menunjukan hubungan antara peneliti dengan narasumber.

4. Memungkinkan pembaca menemukan konsistensi unternal yang terpercaya.

5. Memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas.

6. Terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.

Cresswel mengatakan ada tiga tipe studi kasus dalam penelitian kualitatif yaitu;

type of qualitative case studies are distinguished by the size of the bounded case, such as whether the case involves one individual, several individuals, a group, an entire program, or an activity. they may also be distinguished in terms of the intent of the case analysis. three variations exist in case study, the single instrumental case study, the collective or multiple case study and the intrinsic case study. (2007:87)Penelitian ini bersifat deskriptif, artinya ia berkenaan dengan suatu penyelidikan intensif tentang individu atau unit sosial yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua data penting yang memiliki keterkaitan dengan perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti.

Sumber data dalam penelitian ini adalah, Dalang Umar "Riswa" Darusman Sunandar Sunarya, Dalang Asep Sunandar Sunarya dan kepala dinas kebudayaan kota Bandung sebagai sumber data utama. Lokasi dan waktu penelitian berada di desa Giri Harja RT.01/01 Kel. Jelekong Kec. Baleendah Kab. Bandung di mulai pada tanggal 10 Maret 2014 sampai dengan 10 November 2014. Teknik pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara dan tinjuan pustaka.10. Keunikan KasusKetertarikan peneliti adalah bagaimana Riswa menggabungkan budaya wayang tradisional dengan elemen-elemen modern, dan berusaha keluar dari pakem-pakem pewayangan yang kaku, serta berusaha mengetahui keinginan penonton dengan menggunakan campuran bahasa-bahasa yang sedang In di masyarakat dan tema-tema ceritapun disesuaikan dengan kejadian-kejadian yang up-todate sehingga ceritanya tidak membosankan.

11. Teknik Pengumpulan DataDalam penelitian kualitatif dikenal beberapa teknik pengumpulan data, teknik tersebut terdiri dari wawancara dan observasi langsung,

Penelitian ini menggunakan beberapa metode tersebut yaitu :

1) Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data ini berarti peneliti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara pewawancara dan terwawancara yang dalam penelitian ini adalah informan.

Pada penelitian kualitatif, wawancara bersifat mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistic dan jelas dari informan (Setiadi 2012:130)

Penelitian ini akan menggunakan jenis wawancara yang dikemukakan oleh Nasution (dalam Setiadi 2012:134) yakni wawancara semi standar atau dalam istilah Esterberg adalah semistuctured interview dan dalam istilah Patton adalah wawancara bebas terpimpin.

Pada pelaksanaannya interviewer akan membuat garis-garis besar pokok pembicaraan yang akan bergerak bebas secara aktif antara pewawancara dan informan. Untuk menjaga hasil wawancara perlu adanya pencacatan data melalui buku jurnal dan alat perekam suara.

Dengan menggunakan metode wawancara diharapkan pada penelitian akan dapat terungkap data mengenai pertunjukan wayang golek risman sunandar sunarya.

2) Obeservasi

Observasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengamatan atau peninjauan dengan cermat (Setiadi 2012:104). Nasution (2003:56 dalam Setiadi 2012:105)) mengungkapkan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, para ilmuan hanya bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Dengan menggunakan dasar penelitian kualitatif yaitu sifatnya yang natural setting maka observasi dalam penelitian ini akan bersifat obeservasi langsung dengan peneliti sebagai instrumennya. Metode observasi dalam pengumpulan data juga dipandang sebagai nafas dari suatu penelitian.

Peneliti memilih teknik observasi dikarenakan dengan berada dilapangan peneliti lebih mampu memahami konsteks data dalam keseluruhan situasi. Peneliti juga berharap akan menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitive atau memang sengaja ingin ditutup-tutupi. Peneliti juga dapat memperoleh gambaran situasional yang nantinya lebih komprehensif (Setiadi 2012 : 111)3) Studi Pustaka Untuk melengkapi observasi, peneliti disini melakukan pengkajian terhadap literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Sumber literatur berasal dari buku sumber yang relevan. 12. Teknik Analisis DataAnalisa data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun berarti menggolongkannya dalam pola, tema, atau kategori. Menurut Nasution (2003 dalam Ardianto 2010:216) analisis data dalam penelitian kualitatif harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh di lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Langkah-langkahnya dapat berupa

1) Mereduksi data.

Data dari lapangan harus ditulis agar dapat dikelompokkan lalu dipilih bagian mana saja yang diambil dan harus dibuang. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data bila diperlukan.

2) Display data.

Pengelompokan data lapangan menjadi berbagai macam grafik, artwork, grafis, dan charts. Proses ini dilakukan agar tidak membuat peneliti tenggelam dalam tumpukan detail.

3) Mengambil kesimpulan dan verifikasi. Peneliti diharuskan mengambil kesimpulan dari data yang telah diperoleh sejak awal. Awalnya kesimpulan akan bersifat tentative, akan tetapi setalah bertambahnya data kesimpulan tersebut akan menjadi lebih baik dan kokoh. Selama penelitian kesimpulan harus senantiasa selalu diverifikasi.

a) Menganalisa data

b) Membuat lembar rangkuman

c) Menggunakan matriks dalam analisis data.

Matriks dapat membantu dalam mengolah dan menganalisis data yang banyak (Nasution 2003:129-134)

Bogdan dan Biklen (Ardianto 2012:201) mengemukakan bahwa analisis data adalah sebuah upaya atau usaha yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilihnya, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dana apa yang akan dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Analisis data kualitatif dapat dipandang sebagai sebuah proses dan juga dipandang sebagi penjelasan tentang komponen-komponen yang perlu ada dalam sesuatu analisis data.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan strategi analisis data dari Milles dan Hubberman yakni model analisis interaksi dengan langkah-langkah yang tak jauh beda dengan model-model lainnya. Cresswel (2007:162) menyarankan agar pada penelitian kualitatif dalam menganalisis data menggunakan satu dari tiga strategi yakni Madison, Huberman dan Miles, dan Wolcott.

1) Data collectionPenelitian ini akan mencari data melalui wawancara semi terstruktur, observasi langsung di kampong jelekong kecamatan baleendah, bandung rumah umar riswa sunandar sunarya, kemudian dilakukanlah pencacatan data. Pengumpulan data dari sumber sekunder juga tidak lupa dilaksanakan.

2) Data reductionData yang telah dicatat lalu akan dikelompokkan, diartikan, dan dibuang bagi yang tidak diperlukan. Jika data dirasa kurang lengkap maka peneliti akan melakukan data collection lagi.

3) Data displayHasil dari data reduction akan berupa sekumpulan informasi yang kemudian disusun kembali agar dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan sementara dan pengambilan tindakan

4) Conclusion drawing/verificationKesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan terus berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas atau gelap sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas.13. Pemeriksaan Keabsahan DataPenelitian yang ilmiah haruslah terdapat ciri-ciri keilmuan tertentu pada cara kerjanya, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya cara-cara yang dilakukan dapat diamati oleh indera manusia. Sedangkan sistematis artinya penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Setiadi 2012:161).

Syarat yang menjadi diterimanya suatu penelitian adalah keilmiahan penelitian tersebut yang didapat dengan cara melihat tingkat objektifitas dan hal ini akan memberikan pengaruh pada pandangan masyarakat terhadap hasil penelitian. Objektif menurut Ardianto (2010:193) mengandung makna bahwa peneliti tidak berpihak kepada siapapun dan apapun. Dengan begitu keabsahan data yang berhubungan langsung dengan tingkat objektifitas sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi dan situasi fakta dan data di lapangan.

Data yang valid menurut Setiadi (2012:162) adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Jadi sebisa mungkin peneliti menampilkan hasil yang sebenarnya tentang apa saja yang telah didapatkan. Setelah dapat menampilkan hasil yang sesungguhnya maka hal lain yang dibutuhkan peneliti adalah bagaimana peneliti meyakinkan peserta dan dirinya untuk mempercayai hasil temuannya, atau setidaknya dapat mempertimbangkannya (Moleong, 2009:321). Maka dari itu dibutuhkanlah teknik pemeriksaan keabsahan data. Meleong (2009:327) menjabarkan beberapa teknik pemeriksaan keabsahan data, salah satu dari teknik tersebut adalah triangulasi, yang akan digunakan dalam penelitian ini. Menurut Ikbar (2012:166) metode triangulasi juga digunakan untuk memperkaya data yang ingin didapatkan. Satori dan Komariah (2012:170) mendefinisikan triangulasi sebagai cara untuk melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dengan macam cara dan waktu. Sedangakan Meleong (2009:330) mengartikannya sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.

Terdapat tiga macam teknik triangulasi yaitu sumber, waktu dan metode atau teknik (Satori dan Komariah, 2012:170). Penelitian ini akan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi waktu. Teknik triangulasi sumber adalah teknik yang sering dilakukan dalam penelitian kualitatif (meleong, 2009:330). Teknik triangulasi sumber menurut Satori dan Komariah (2012:170) adalah suatu cara untuk mencari data dari sumber beragam dan terkait satu dengan lainnya agar kepercayaan penelitian meningkat. Berbeda dengan itu, dalam Meleong (2009:330) mengartikannya dengan suatu cara pengecekan dan pembandingan kembali suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987:331). Peneliti meyakini bahwa dengan mencari kembali informasi dari berbagai sumber lainnya lalu melakukan pembandingan akan menambah derajat kepercayaan dan keabsahan data penelitian. Selanjutnya adalah teknik triangulasi waktu, Satori dan Komariah (2010:171) menyebutkan bahwa dengan pengumpulan data dari waktu yang berbeda-beda maka peneliti dapat memeriksa konsistensi, kedalaman, dan ketepatan suatu data.

14. Daftar Pustaka.Buku

Ardianto, Elvinaro, (2009) Public Relations Praktis, Bandung : WidyapadjajaranBungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta.Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo PersadaCreswell, Jhon W. Qualitative Inquiry and Research Design ; Choosing Among Five Approaches. Sage Publication. 2004Djajakusumah, Gunawan. 1978. Pengenalan Wayang Golek Purwa Di Jawa Barat. Lembaga Kesenian. BandungIdrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Erlangga. Yogyakarta

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru, Jakarta.Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitianya. Widya Padjadjaran, Bandung.

Mulyana, Deddy. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remadja Rosda Karya . BandungMoleong, Lexy J. (2001). Metodologi Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Satori, Dajaman dan Aan Komariah. (2012). Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung : Alfabeta

Setiadi, Nugroho J. (2008) Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untukStrategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta : Kencana

Websitehttp://www.studymode.com/essays/Traditional-Communication-291109.html diakses tgl 17/3/2014 jam 13.00.