51
Perumahsakitan di Indonesia Harimat 1

Perumahsakitan di indonesia harimat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Perumahsakitan di Indonesia

Harimat

1

Page 2: Perumahsakitan di indonesia   harimat

1. Latar belakang

Pemerintah Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi (Law and Order) dan

mensejahterakan rakyat (Welfare). Dalam tataran normatif, ketentuan ini secara eksplisit

tertuang dalam alinea ke 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, yang menyebutkan bahwa, ”Kemudian daripada itu, untuk membentuk

suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Disamping itu, Undang-undang Dasar 1945 pasal 28A juga menyatakan bahwa,

”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya”. Pasal 28 H ayat 1, ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”, pasal 34 ayat 1, ”Fakir miskin dan anak-anak yang

terlantar dipelihara oleh Negara”, dan pasal 34 ayat 3, ”Negara bertanggungjawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Salah satu dari dua sasaran pokok Strategi Kedua dalam Strategi Pembangunan

Indonesia telah menetapkan bahwa rakyat berhak untuk memperoleh akses atas

kebutuhan kesehatan. Ini termasuk dalam upaya pemenuhan hak dasar.

Dalam lingkup yang lebih operasional, Sistem Kesehatan Nasional (Kep Menkes

131Menkes/SK/II/2004) menempatkan Rumahsakit sebagai salah satu bentuk Upaya

Kesehatan Perorangan (UKP) Strata Kedua (RS Tipe C dan B Non Pendidikan) dan UKP

Strata ketiga (RS Tipe A dan B Pendidikan). UKP merupakan salah satu unsur utama

dalam Subsistem Upaya Kesehatan. Subsistem ini bertujuan untuk menyelengarakan

upaya kesehatan yang tercapai oleh masyarakat (accessible), terjangkau (affordable), dan

bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberadaan UKP

ini ditegaskan oleh Peraturan Presiden RI Nomor 7 tahun 2005, mengenai Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 yang menyebutkan adanya

Program UKP yang ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas

pelayanan kesehatan perorangan, melalui kegiatan pokok antara lain pelayanan kesehatan

2

Page 3: Perumahsakitan di indonesia   harimat

bagi penduduk miskin di Kelas III rumah sakit, pembangunan sarana dan prasarana

rumah sakit di daerah tertinggal secara selektif, perbaikan sarana dan prasarana rumah

sakit, pengadaan obat dan perbekalan rumahsakit, peningkatan pelayanan kesehatan

rujukan, dan penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan. Kegiatan Pokok UKP ini

ditetapkan pula dalam Kep Menkes 331/Menkes/SK/V/2006 mengenai Rencana Strategis

Departemen Kesehatan tahun 2005-2009.

Pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan

perumahsakitan karena Pemerintah berkepentingan terhadap pemenuhan pelayanan

kesehatan sebagai bagian dari pelayanan dasar bagi penduduk. Di lain sisi, keberadaan

rumahsakit yang semula merupakan institusi sosial telah banyak mengalami pergeseran.

Rumahsakit Pemerintah dihadapkan pada perkembangan rumahsakit swasta yang padat

modal. Tantangan globalisasi juga membawa rumahsakit pada suatu situasi yang penuh

persaingan. Dana yang terbatas dan kekakuan birokrasi dituding sebagai penyebab utama

ketidakberdayaan Rumahsakit Pemerintah dalam menghadapi perubahan-perubahan dan

tantangan eksternal tersebut.

Tidak adanya aturan khusus yang mengatur seluk beluk perumahsakitan di

Indonesia membuat tidak jelasnya dasar berpijak bagi pengelolaan rumahsakit. Sejak

dulu, aturan mengenai perumahsakitan ditempatkan di bawah aturan payung normatif

yang berlaku umum untuk seluruh organisasi Pemerintah tanpa memandang kekhasan

yang dimiliki oleh masing-masing organisasi tersebut. Aturan mengenai perumahsakitan

di Indonesia juga tersebar pada berbagai kebijakan parsial dan situasional yang

dikeluarkan oleh Depkes.

Berbagai status rumahsakit telah ditetapkan oleh Pemerintah agar mampu

mengakomodir kebutuhan pengelolaan rumahsakit. Keragaman status tersebut antara lain

rumah sakit sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Non Swadana, Swadana, Pengguna

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Perusahaan Jawatan (Perjan), dan Badan

Layanan Umum (BLU). Status ini ditetapkan pada Rumah Sakit Pemerintah yang

kepemilikannya ada di tangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Inti dari perbedaan status RS tersebut terletak pada wewenang otonomi yang

diberikan. Oleh karena itu, untuk memberikan gambaran yang lebih jelas akan

3

Page 4: Perumahsakitan di indonesia   harimat

implementasi dari wewenang tersebut perlu dilakukan suatu studi perbandingan

(benchmarking) terhadap RS yang memiliki status yang berbeda pada kelas yang sama.

2. RumahSakit

2.1. Definisi Rumahsakit

Rumahsakit didefinisikan sebagai suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan

yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan

jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan

rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera, dan melahirkan (Peraturan

Menkes RI Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006). Definisi ini berbeda dengan definisi yang

diusung oleh Kep Menkes Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 yang menyebutkan

rumahsakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara

merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan

yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk

pendidikan tenaga dan penelitian.

Dalam Permenkes 1045 tahun 2006 disebutkan bahwa rumahsakit merupakan

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.

Keberadaan Rumah Sakit Daerah tidak terlepas dari penyerahan sebagian urusan

pemerintahan dalam bidang kesehatan kepada daerah yang diatur melalui PP No. 7 tahun

1987, khususnya pasal 3 , “ kepada Daerah diserahkan urusan pelayanan kesehatan dasar

dan upaya pelayanan kesehatan rujukan”. Sebagai konsekuensi dari urusan yang

diserahkan tersebut maka Daerah mendirikan dan berkewajiban memelihara sarana

kesehatan sebagai tempat penyelenggaraan urusan upaya kesehatan yang telah

diserahkan. Termasuk di dalam sarana yang dimaksud adalah RSU Kelas B, C, dan D

(pasal 11).

2.2. Jenis-jenis rumah sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988,

rumah sakit dimiliki dan diselenggarakan oleh Pemerintah dan swasta. Rumahsakit

Pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah

4

Page 5: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Daerah, TNI (Departemen Pertahanan dan Keamanan) dan POLRI, Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), dan departemen lain. Rumahsakit Swasta dimiliki dan diselenggarakan

oleh Yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas (PT) dan

badan hukum lain.

Rumahsakit Pemerintah terdiri dari rumahsakit umum, rumahsakit khusus antara

lain rumahsakit jiwa, rumahsakit tuberkulosa paru-paru dan lain-lainnya (Kep Menkes

Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997).

Berdasarkan Peraturan Menkes RI Nomor 920/Men.kes/Per/XII/86 disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan Rumahsakit Umum adalah tempat pelayanan yang

menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik,

pelayanan instalasi, dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat nginap.

Rumahsakit Khusus adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan

medik spesialistik tertentu, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan

pelayanan peawatan secara rawat jalan dan rawat nginap.

Secara umum, rumahsakit dapat diklasifikasikan sesuai skema berikut :

Skema 1. Klasifikasi RS di Indonesia

Sampai dengan tahun 2004, terdapat 976 RS Umum di Indonesia, yang terdiri dari

542 RS Pemerintah dan 434 RS Swasta. Dalam kurun waktu 7 tahun tercatat adanya

penambahan sebanyak 83 RSU Swasta, dan 20 RSU Pemerintah. Kenaikan RSU

Pemerintah terbanyak terjadi pada RSU milik Pemerintah Kabupaten/Kota (20 RS),

dimana pertambahan umumnya terjadi pada kurun waktu tahun 2000 – 2004 (19 RS). Ini

5

Rumah Sakit

RS Pemerintah RS Swasta

Umum Non Umum Lembaga sosial Lembaga profit

Depkes

Pemda

TNI/POLRI

BUMN

Dep. lain

Page 6: Perumahsakitan di indonesia   harimat

sejalan dengan diterapkannya desentralisasi dan adanya kecenderungan pertambahan

kabupaten/kota baru yang disertai dengan bertambahnya RSU Kabupaten/kota.

Tabel 1. Jumlah RS Umum di Indonesia berdasarkan pengelolaannya.

No Pengelola 1997 2000 2004

1 Departemen Kesehatan 15 14 13

2 Pemerintah Propinsi 42 42 43

3 Pemerintah Kab/Kota 285 286 305

DEPKES + PEMDA 342 342 361

4 TNI-POLRI 111 110 110

5 Departemen lain/BUMN 69 68 71

PEMERINTAH 522 520 542

6 SWASTA 351 390 434

JUMLAH 873 910 976

Sumber : diolah dari Profil Kesehatan Indonesia 2004

Grafik 1. Pertumbuhan RS Pemerintah menurut jenis kepemilikan RS antara Tahun 1997-2004

Grafik 2. Pertumbuhan RSU Pemerintah dan RSU Swasta Antara Tahun 1997 - 2004

6

Page 7: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Pada saat yang bersamaan juga terjadi peningkatan jumlah RS Khusus sebanyak

53 buah RS, sehingga secara umum terdapat penambahan jumlah RS sebanyak 136 RS

pada kurun waktu tahun 1997 - 2004. Rincian pertambahan RS tersebut dapat dilihat pada

tabel 2 berikut.

Tabel 2. Pertumbuhan jumlah RS di Indonesia antara tahun 1997 - 2004

RUMAH SAKIT

1997 2000 2004

Umum Khusus Total Umum Khusus Total Umum Khusus Total

873 217 1090 910 235 1145 976 270 1246

Diolah dari Profil Kesehatan Indonesia 2004

Grafik 3. Pertambahan RSU dan RSK antara tahun 1997-2004

7

Page 8: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Grafik 4. Capaian Kinerja RS tahun 2004

2.3. Fungsi dan tugas rumah sakit

Rumahsakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Menurut Per Menkes 159b tahun 1988, Rumahsakit bertugas untuk

melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan

penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu

dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan

upaya rujukan. Tugas ini direvisi oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, dimana

rumahsakit mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan

berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

melaksanakan upaya rujukan.

Dengan adanya Per Menkes 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman

Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan, maka Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi RS dinyatakan

tidak berlaku.

8

Page 9: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Berdasarkan Peraturan Menkes 1045 tahun 2006 disebutkan bahwa RS

mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, pendidikan, dan

pelatihan. Rumah sakit juga dapat bertugas untuk melaksanakan penelitian,

pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan berdasarkan kemampuan

pelayanan kesehatan dan kapasitas sumber daya organisasi yang dimiliki.

Rumah sakit mengemban fungsi :

1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

paripurna tingkat sekunder dan tersier.

2. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

4. Pelaksanaan administrasi rumah sakit.

Rumah sakit juga mempunyai fungsi sosial yang mencerminkan upaya pelayanan

medik dengan mempertimbangkan imbalan jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat

dan menyediakan sebagian dari fasilitas pelayanan rawat nginap untuk orang yang kurang

dan atau tidak mampu membayar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Permenkes RI Nomor 920/Men.Kes/Per/XII/86).

2.4. Unsur-unsur dalam rumah sakit

Berdasarkan Per Menkes No. 159b tahun 1988, penyelenggaraan rumah sakit

harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Suatu organisasi rumah

sakit terdiri dari : Unsur Pimpinan, Pembantu Pimpinan, Pelaksanaan Tugas Pokok, dan

Unsur Penunjang Pelaksana Tugas Pokok. Rumah sakit dipimpin oleh seorang Direktur

dan dibantu oleh Wakil Direktur menurut kebutuhan. Ditetapkan pula bahwa Direktur

Rumah Sakit adalah seorang Dokter. Ketetapan ini kemudian direvisi oleh Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 157/Menkes/SK/III/1999 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit

yang menyebutkan bahwa Direktur RS dijabat oleh seorang ahli perumahsakitan.

Depkes kemudian melakukan revisi ulang persyaratan jabatan Direktur RS melalui Kep

9

Page 10: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Menkes dan Kesos Nomor 191/Menkes-Kesos/SK/II/2001 tentang Perubahan Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor 157/Menkes/SK/III/1999 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit.

Dalam Kep Menkes ini ditetapkan bahwa Direktur RS adalah tenaga dokter atau tenaga

kesehatan lain yang mempunyai kemampuan di bidang perumahsakitan, memahami

dan menghayati etika profesi kesehatan khususnya profesi kedokteran.

Rumahsakit mempunyai Dewan Penyantun dan Tim Medik. Dewan Penyantun

bertugas memberi saran atau nasehat kepada direktur rumahsakit, dalam rangka

merencanakan, merumuskan, membimbing dan mengawasi program dan kebijaksanaan

umum. Tim medik bertugas memberi nasehat kepada direktur tentang etik, mutu dan

pengembangan pelayanan medik baik diminta atau tidak.

2.5. Rumahsakit Pemerintah

2.5.1. Klasifikasi rumahsakit

Klasifikasi Rumahsakit Umum Pemerintah terdiri dari :

1. Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas

dan sub-spesialistik luas.

2. Kelas BII mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas

dan subspesalistik terbatas.

3. Kelas BI mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik

sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik.

4. Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan

medik spesialistik sekurang-kurangnya spesialistik 4 dasar lengkap.

5. Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan

medik dasar.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992

tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum dan ditegaskan oleh Per Menkes 1045

tahun 2006, klasifikasi ini mengalami sedikit perubahan dimana Rumah Sakit Umum

Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi rumahsakit umum Kelas A, B, C,

dan D, sebagai berikut :

10

Page 11: Perumahsakitan di indonesia   harimat

1. RSU Kelas A adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. RSU Kelas B adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.

3. RSU Kelas C adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis spesialistik dasar.

4. RSU Kelas D adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis dasar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b tahun 1988, rumahsakit

kelas A dan BII dapat berfungsi sebagai Rumahsakit Pendidikan. Kebijakan ini direvisi

oleh Kep Menkes 983 tahun 1992 sejalan dengan adanya perubahan klasifikasi kelas

rumahsakit, khususnya kelas B, sehingga rumahsakit kelas A dan B dapat berfungsi

sebagai RS Pendidikan.

Per Menkes 1045 tahun 2006 juga membagi kelas RS Khusus menjadi 3 kelas,

yakni RSK Kelas A, B, dan C. Hanya RSK Kelas A yang dapat menyelenggarakan

dan/atau digunakan untuk pelayanan, pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam

bidang pendidikan profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992

disebutkan bahwa pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan medis spesialistik

penyakit dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah, dan kesehatan anak.

Pelayanan medik spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditamah

dengan pelayanan spesialistik telinga, hidung dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit

dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anestesi, rehabilitasi medis, patologi klinis,

patologi anatomi, dan pelayanan spesialistik lain sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan

medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di setiap spesialisasi yang

ada.

Setiap rumahsakit harus menyediakan berbagai jenis dan bahan obat-obatan

sekurang-kurangnya sama dengan yang ditentukan dalam Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN). Setiap rumahsakit juga harus mempunyai peralatan medik dan non medik

sesuai dengan kemampuan pelayanan medik yang ada. Standarisasi pelayanan medik dan

non medik ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

11

Page 12: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Fungsi sosial rumahsakit dilaksanakan dengan menyediakan fasilitas untuk

merawat penderita yang tidak/kurang. Untuk Rumahsakit Pemerintah diharuskan untuk

menyediakan sekurang-kurangnya 75 % dari kapasitas tempat tidur yang tersedia, dan

bagi rumah sakit swasta sekurang-kurangnya 25 % dari kapasitas tempat tidur yang

tersedia.

Terhadap rumahsakit dilakukan akreditasi sekurang-kurangnya setiap 3 tahun

sekali. Akreditasi rumahsakit mencakup penilaian terhadap fisik bangunan, pelayanan

kesehatan, perlengkapan obat-obatan, ketenagaan dan administrasi.

Berikut ini adalah gambaran Rumahsakit Pemerintah berdasarkan kelas

rumahsakit dan jumlah tempat tidur pada tahun 2001.

Tabel 3. Gambaran RS Pemerintah berdasarkan kelas dan jumlah tempat tidur Tahun 2001

Tahun KELAS A KELAS B KELAS C KELAS D

Jumlah Tempat tidur

Jumlah TempatTidur

Jumlah TempatTidur

Jumlah Tempat Tidur

2001 4 3.810 59 20.983 225 23.767 54 2.722

2.5.2 Susunan Organisasi Rumahsakit Pemerintah

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045 tahun 2006 telah menetapkan struktur

organisasi rumahsakit di lingkungan Departemen Kesehatan. Ketetapan ini membatalkan

struktur organisasi sebelumnya yang diatur oleh Kep Menkes 983 tahun 1992.

Unit Struktural yang berada dalam organisasi RS, antara lain Direktur Utama,

Direktur, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi. Berikut ini

adalah eselonisasi dari unit struktural tesebut.

Terdapat 2 (dua) aturan yang mengatur eselonisasi pejabat struktural RS

Pemerintah kelas B, yakni PP Nomor 41 tahun 2007 dan KepMenkes Nomor 1405 tahun

2006. PP Nomor 41 tahun 2007 secara khusus mengatur eselonisasi pejabat struktural RS

Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota), sedangkan Kep Menkes 1405 tahun

2006 mengatur eselonisasi pejabat RS Pemerintah secara umum. Terdapat adanya

ketidakkonsistenan antara ketetapan eselon berdasarkan kedua aturan tersebut yang dapat

terlihat pada penetapan eselon untuk direktur RS Kelas B Non Pendidikan. PP Nomor 8

12

Page 13: Perumahsakitan di indonesia   harimat

tahun 2007 juga mengatur eselonisasi untuk wakil direktur RS Pemerintah, namun secara

eksplisit tidak tercantum jabatan direktur utama seperti yang terdapat dalam Kep Menkes

1045 tahun 2006. Selengkapnya mengenai aturan eselonisasi pejabat struktural RS

Pemerintah dapat dilihat pada tabel 17 berikut.

Tabel 4. Perbedaan Eselonisasi Unit Struktural RS Umum Pemerintah Menurut

KepMenkes 1045 tahun 2006 dan PP 41 tahun 2007.

No Jabatan Kelas A

Kelas B

Pendidikan

Kelas B Non

Pendidikan Kelas C Kelas D

I *) II *) I *) II *) I *) II *) I *) II *) I *) II *)

1 Direktur Utama II a II a II b

2 Direktur II b II b II b II b III a II b III a III a III b III b

3 Wakil Direktur III a III a III a

4 Ka Bag/ Ka Bid III a III b III a III b III b III b III b

5 Ka Subbag dan

Ka Seksi

IV a IV a IV a IV a IV a IV b IV b

Beberapa unit non struktural yang berada dalam organisasi RS antara lain :

1. Satuan Pengawas Intern (SPI), merupakan satuan kerja fungsional yang bertugas

melaksanakan pengawasan intern rumah sakit. SPI berkedudukan di bawah pimpinan

RS, dibentuk, ditetapkan , dan bertanggungjawab kepada pimpinan RS.

2. Komite, merupakan wadah non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi

yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada pimpinan RS dalam

rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan RS. Pembentukan komite

ditetapkan oleh pimpinan RS sesuai kebutuhan RS, sekurang-kurangnya terdiri dari

13

Page 14: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Komite Medik serta Komite Etik dan Hukum. Komite berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada pimpinan RS. Komite dipimpin oleh seorang ketua yang

diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan RS.

3. Instalasi, merupakan unit pelayanan struktural yang menyediakan fasilitas dan

menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian RS. Pembentukan

instalasi ditetapkan oleh pimpinan RS sesuai kebutuhan RS. Instalasi dipimpin oleh

seorang kepala yang dangkat dan diberhentikan oleh pimpinan RS. Kepala instalasi

dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non

medis.

Dalam struktur organisasi RS juga terdapat Kelompok Jabatan Fungsional (KJF)

dan Staf Medik Fungsional (SMF). Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) terdiri dari

sejumlah tenaga fungsional yang terbagi atas berbagai kelompok jabatan fungsional

sesuai dengan bidang keahliannya dan mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai

dengan jabatan fungsional masing-masing. Masing-masing tenaga fungsional berada di

lingkungan unit kerja RS sesuai dengan kompetensinya. Jumlah tenaga fungsional

ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

Staf Medik Fungsional (SMF) merupakan kelompok dokter yang bekerja di

bidang medis dalam jabatan fungsional. SMF mempunyai tugas melaksanakan diagnosa,

pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan,

penyuluhan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan.

14

Page 15: Perumahsakitan di indonesia   harimat

2.5.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Kelas B

2.5.3.1. RS Kelas B Pendidikan

Skema 2. Struktur Organisasi RS Kelas B Pendidikan berdasarkan Kep Menkes 983 tahun 1992.

Skema 3. Struktur Organisasi RS Kelas B Pendidikan berdasarkan Permenkes

15

WAKIL DIREKTURPENUNJANG MEDIK

DAN PENDIDIKAN

DIREKTUR

WAKIL DIREKTURYANMED DAN

KEPERAWATAN

WAKIL DIREKTURUMUM DAN KEUANGAN

MINIMAL 6 INSTALASI

MINIMAL 2 BIDANG

(maksimal 3 seksi)

1. Pelayanan rawat Jalan.2. Rawat Inap3. Rawat darurat4. Bedah sentral5. Perawatan Intensif dan6. Kegiatan bidang Yanmed7. Bidang keperawatan Ketatausahaan dan kerumahtanggaan

MINIMAL 10 INSTALASI

MINIMAL 2 BIDANG

(maksimal 3 seksi)

1. Pelayanan radiologi.2. Farmasi3. Gizi4. Rehabilitasi medis5. Patologi klinis6. Patologi anatomi7. Pemulasaran Jenasah8. Pemeliharaan sarana rumah sakit9. Kegiatan pendidikan10. Pelatihan11. Penelitian12. Pengembangan serta Urusan Ketatausahaan dan kerumahtanggaan

MAKSIMAL 4 BAGIAN

DAPAT DITAMBAH MAKSIMAL 4 INSTALASI

(mengurangi beban Wadir Yanmed)

Bagian :1 Kesekretariatan2 Perencanaan dan rekam medis3. Penyusunan anggaran dan perbendaharaan4. Akuntansi 5. Mobilisasi dana

KOMITE MEDIS DAN STAF MEDIS

FUNGSIONAL

DEWAN PENYANTUN

SATUAN PENGAWAS

INTERN

Page 16: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Nomor 1045 tahun 2006

16

DIREKTUR UTAMA

DIREKTORAT DIREKTORAT DIREKTORAT

MAKSIMAL 3 BIDANG/BAGIAN

TIAP BIDANG MAKSIMAL

3 SEKSI(SUBBAGIAN)

MAKSIMAL 3 BIDANG/BAGIAN

TIAP BIDANG MAKSIMAL

3 SEKSI(SUBBAGIAN)

MAKSIMAL 3 BIDANG/BAGIAN

TIAP BIDANG MAKSIMAL

3 SEKSI(SUBBAGIAN)

KOMISI MEDIS DAN STAF MEDIS

FUNGSIONAL

SATUAN PENGAWAS INTERN

INSTALASI

KELOMPOK JABATAN

FUNGIONAL

INSTALASI INSTALASI

KELOMPOK JABATAN

FUNGIONAL

KELOMPOK JABATAN

FUNGIONAL

Page 17: Perumahsakitan di indonesia   harimat

2.5.3.2. RS Kelas B Non Pendidikan

Skema 4. Struktur Organisasi RS Kelas B Non Pendidikan berdasarkan Kep Menkes 983 tahun 1992.

17

DIREKTUR

WAKIL DIREKTURPELAYANAN

WAKIL DIREKTURUMUM DAN KEUANGAN

MINIMAL 12 INSTALASI

MINIMAL 2 BIDANG

(maksimal 3 seksi)

1. Pelayanan rawat Jalan.2. Rawat Inap3. Rawat darurat4. Bedah sentral5. Perawatan Intensif 6. Pelayanan radiologi.7. Farmasi8. Gizi9. Rehabilitasi medis10. Patologi klinis11. Patologi anatomi12. Pemulasaran Jenasah13. Pemeliharaan sarana rumah sakit14. Kegiatan bidang Pelayanan15. Perawatan16. Urusan Ketatausahaan Dan Kerumahtanggaan

MAKSIMAL 3 BAGIAN

DAPAT DITAMBAH MAKSIMAL 3 INSTALASI

(mengurangi beban Wadir Yanmed)

Bagian :1 Kesekretariatan2 Perencanaan dan rekam medis3. Penyusunan anggaran dan perbendaharaan4. Verifikasi5. Akuntansi 6. Mobilisasi dana

KOMITE MEDIS DAN STAF MEDIS

FUNGSIONAL

DEWAN PENYANTUN

SATUAN PENGAWAS

INTERN

Page 18: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Skema 5. Struktur Organisasi RS Kelas B Non Pendidikan berdasarkan Permenkes Nomor 1045 tahun 2006

18

DIREKTUR UTAMA

DIREKTORAT DIREKTORAT

MAKSIMAL 3 BIDANG/BAGIAN

TIAP BIDANG MAKSIMAL

3 SEKSI(SUBBAGIAN)

MAKSIMAL 3 BIDANG/BAGIAN

TIAP BIDANG MAKSIMAL

3 SEKSI(SUBBAGIAN)

KOMISI MEDIS DAN STAF MEDIS

FUNGSIONAL

SATUAN PENGAWAS INTERN

INSTALASI

KELOMPOK JABATAN

FUNGIONAL

INSTALASI

KELOMPOK JABATAN

FUNGIONAL

Page 19: Perumahsakitan di indonesia   harimat

2.5.3.3. RS Kelas B Menurut PP 8 tahun 2007

Skema 6. Struktur Organisasi RS Kelas B berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2007

19

WAKIL DIREKTURII

DIREKTUR

WAKIL DIREKTURI

WAKIL DIREKTURIII

MAKSIMAL 3 BAGIAN /BIDANG

3 SUBBAG/ 2 SEKSI

MAKSIMAL 3 BAGIAN/BIDANG

3 SUBBAG/2 SEKSI

MAKSIMAL 3 BAGIAN/BIDANG

3 SUBBAG/2 SEKSI

Page 20: Perumahsakitan di indonesia   harimat

2.5.4. Ketenagaan RS Pemerintah

Berdasarkan Permenkes Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988, setiap rumahsakit

mempunyai kategori ketenagaan yang terdiri dari tenaga medik, paramedik perawatan,

paramedik non perawatan dan tenaga non medik. Setiap rumah sakit harus memiliki

tenaga tetap pada setiap kategori ketenagaan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 262/Menkes/Per/VII/1979 tentang

Standarisasi Ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah yang dimaksud dengan tenaga medis

adalah seorang lulusan fakultas kedokteran atau kedokteran gigi dan Pasca Sarjana yang

memberikan pelayanan medis dan pelayanan penunjang medis. Tenaga paramedis

perawatan adalah seorang lulusan sekolah atau akademi perawat kesehatan yang

memberikan pelayanan perawatan paripurna. Tenaga paramedis non perawatan adalah

seorang lulusan sekolah atau akademi bidang kesehatan lainnya yang memberikan

pelayanan penunjang. Tenaga non medik adalah seseorang yang mendapatkan pendidikan

ilmu pengetahuan yang tidak termasuk pendidikan seperti tiga jenis ketenagaan rumah

sakit di atas.

Permenkes Nomor 262 juga menetapkan perbandingan jumlah ketenagaan

minimum untuk setiap kategori ketenagaan tiap-tiap kelas rumahsakit, sebagai berikut :

Tabel 5. Perbandingan jumlah ketenagaan minimum tiap kelas rumahsakit

No Perbandingan Kelas Rumah SakitKelas

A dan B Kelas C Kelas D

1 Tempat tidur : tenaga medis 4 - 7 : 1 9 : 1 15 : 1 x)

2 Tempat tidur : paramedis perawatan 2 : 3 – 4 1 : 1 2 : 1

3 Tempat tidur : paramedis non perawatan 3 : 1 5 : 1 6 : 1

4 Tempat tidur : non medis 1 : 1 4 : 3 3 : 2

Standardisasi ketenagaan berdasarkan Permenkes 262 tahun 1979 ini dirasakan

terlalu berlebihan, karena pemenuhan kebutuhan tenaga tersebut di luar jangkauan

anggaran Pemerintah maupun produksi tenaga yang dihasilkan oleh institusi pendidikan.

20

Page 21: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Penyusunan standardisasi tenaga ini tidak didasari atas kualifikasi tenaga sehingga sulit

digunakan untuk penyusunan lokasi formasi. Penetapan standard ketenagaan dalam

Permenkes 262 tahun 1979 hanya didasarkan pada satu indikator beban kerja, yaitu

jumlah tempat tidur yang tersedia. Karena itu dikembangkan perhitungan kebutuhan

tenaga berdasarkan pendekatan Indicator of staff needs (ISN) (Abdulkarim, 1987).

2.5.4.1. Tata kerja tenaga medis Rumahsakit Pemerintah

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

415a/Menkes/Per/V/1987 tentang Peningkatan Efisiensi Kerja Tenaga Medik di Rumah

Sakit Pemerintah disebutkan bahwa setiap tenaga medis di RS Pemerintah berhak untuk

mendapatkan imbalan jasa medik berdasarkan ketentuan yang berlaku, menjalankan

praktek swasta di luar jam kerja rumah sakit, sesuai dengan profesi dan keahliannya atas

rekomendasi dan atau izin tertulis direktur rumahsakit, serta menjalankan pekerjaan

sesuai dengan profesinya pada jam kerja di instansi Pemerintah luar rumahsakit atas

permintaan resmi instansi tersebut dengan persetujuan tertulis dari direktur rumahsakit.

Sebaliknya, tenaga medis di Rumahsakit Pemerintah dilarang untuk tanpa izin tertulis

yang berwenang menjadi pegawai pada swasta atau negara asing dan menjalankan

praktek di sarana kesehatan swasta di luar jam kerja melebihi 2 (dua) sarana kesehatan

yang alamatnya harus dicantumkan dalam Surat Izin Praktek (SIP), dan melakukan suatu

tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau sengaja tidak melakukan tindakan yang

seharusnya bisa dilaksanakan di Rumahsakit Pemerintah, yang berakibat

mempersulit/merugikan pihak yang dilayani dan atau merugikan Rumahsakitnya.

Bagi tenaga medis yang melanggar akan menerima disamping hukuman sesuai

Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 juga dapat dikenakan tindakan asministratif

sebagai sanksi oleh pimpinan yang diberikan kewenangan menindak. Tindakan

administratif ini antara lain berupa tindakan lisan, teguran tertulis dengan tembusan

dikirimkan kepada atasan yang menindak, pencabutan rekomendasi/izin atasan untuk

melaksanakan praktek swasta dalam suatu jangka waktu tertentu selama-lamanya satu

tahun, serta pencabutan Surat Izin Praktek.

Ancaman hukuman juga dibelakukan pada sarana kesehatan swasta yang

menerima tenaga medik Rumahsakit Pemerintah untuk bekerja alam jam kerja ataupun di

21

Page 22: Perumahsakitan di indonesia   harimat

luar jam kerja tetapi tanpa Surat Izin Praktek (SIP)/izin atasannya adalah merupakan

pelanggaran dan akan ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.5.4.2. Penggunaan tenaga ahli asing bidang kesehatan

Penggunaan tenaga ahli asing bidang kesehatan diatur oleh Surat Edaran Menteri

Kesehatan No. 528/Men.Kes/E/X/1990 Tentang Pengendalian Kerjasama RS dengan

badan Swasta Asing Di Bidang Kesehatan. Kerjasama penggunaan tenaga ahli asing

harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan telah mendapatkan ijin dari

Departemen Tenaga Kerja. Penyeleggaraan kerjasama tersebut harus dituangkan dalam

bentuk Piagam Kerjasama yang menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

2.5.5. Kebijakan Pentarifan

2.5.5.1. Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah

2.5.5.1.1 Kep Menkes Nomor 66/Menkes/SK/II/1987 tentang Pola Tarif Rumah

Sakit Pemerintah

Menurut Kep Menkes Nomor 66/Menkes/SK/II/1987 tentang Pola Tarif Rumah

Sakit Pemerintah, yang dimaksud dengan tarif adalah sebagian atau seluruh biaya

penyelenggaraan kegiatan pelayanan medik dan non medik yang dibebankan kepada

masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Penetapan tarif

didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab

dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Dengan demikian,

biaya penyelenggaraan Rumahsakit Pemerintah dipikul bersama oleh Negara dan

masyarakat dengan memperhatikan kemampuan keuangan Negara dan keadaan sosial

ekonomi masyarakat. Tarif Rumahsakit tidak dimaksudkan untuk mencari laba dan

ditetapkan dengan azas gotong royong, adil dengan mengutamakan kepentingan

masyarakat berpenghasilan rendah.

Pelayanan yang dikenakan tarif dikelompokkan menjadi rawat jalan, rawat

nginap, pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan medik dan terapi, tindakan medik

dan radioterapi, rehabilitasi medik, dan perawatan jenazah.

Penerimaan dari komponen biaya bahan dan alat, serta biaya jasa rumah sakit

seluruhnya disetor ke Kas Negara. Penerimaan dari komponen jasa medik dan jasa medik

22

Page 23: Perumahsakitan di indonesia   harimat

anestesi seluruhnya disetor ke dalam satu rekening antara di Bank Pemerintah atas nama

Menteri Kesehatan, penerimaan ini kemudian disetor ke Kas Negara agar tercatat sebagai

Penerimaan Bukan Pajak Depatemen Kesehatan pada APBN dan 85 % dari jumlah

tersebut dikembalikan untuk menunjang pembiayaan rumahsakit sesuai kebijaksanaan

Menteri Kesehatan.

Berdasarkan Kep Menkes ini, ditetapkan alokasi dari penerimaan tersebut sebagai

berikut :

1. Tetap di Kas Negara ..................................................................... 15 %

2. Tenaga Medik ................................................................................. 50 %

3. Para medik/non medik (perawatan/non perawatan) ...................... 25 %

4. Biaya umum ................................................................................. 10 %

Untuk mencairkan dana pengembalian tersebut, Departemen Kesehatan

membuat nota permintaan serta rencana penggunaannya kepada Departemen

Keuangan melalui Direktorat Jenderal Anggaran. Selanjutnya Ditjen Anggaran akan

menerbitkan SPM untuk selanjutnya dana tersebut disalurkan ke rumah sakit yang

bersangkutan melalui Bank Pemerintah.

23

Page 24: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Skema 7. Alur Penyetoran, alokasi, dan pencairan penerimaan rumah sakit

24

Biaya bahan dan alat

Jasa medik dan jasa medik anestesi

Rek. antara a.n. Menkes

Kas Negara

15 % tetap di Kas Negara

85 % dikembalikan

50 %Tenaga Medik

25 %paramedik

10 %Biaya Umum

Nota permintaan dari Depkes ke Depkeu up. DJA

SPM dari DJA ke Bank Pemerintah

Rumah Sakit Pengguna

ALOKASI

Mekanisme pencairan

MekanismePenyetoran

Page 25: Perumahsakitan di indonesia   harimat

2.5.5.1.2. Kep Menkes Nomor 582/Menkes/SK/VI/ 1997 tentang Pola Tarif

Rumah Sakit Pemerintah.

Pada tanggal 11 Juni 1997 ditetapkan Kep Menkes Nomor 582 tahun 1997

tentang Pola Tarip Rumah Sakit Pemerintah. Keberadaan Kep Menkes ini membatalkan

Kep Menkes tentang pola tarif RS Pemerintah terdahulu (Kep Menkes Nomor

66/Menkes/SK/II/1987). Hal ini terkait dengan adanya berbagai perubahan kebijakan

mengenai rumah sakit dan perkembangan yang terjadi, antara lain dengan

diberlakukannya RS Unit Swadana dan RS Pengguna Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP).

RS Unit Swadana adalah RS Pemerintah yang diberi wewenang untuk

menggunakan semua penerimaan fungsionalnya secara langsung berdasarkan persetujuan

Menteri Keuangan RI.

RS Pengguna PNBP adalah RS Pemerintah Pusat yang memperoleh ijin dari

Menteri Keuangan untuk dapat menggunakan sebagian dari penerimaan fungsionalnya,

setelah terlebih dahulu disetorkan ke Kas Negara.

Berdasarkan Kep Menkes ini, tarif rumahsakit diperhitungkan atas dasar unit cost

dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, rumahsakit setempat lainnya

serta kebijaksanaan subsidi silang.

Kelas perawatan di RS ditetapkan ke dalam Kelas III B, Kelas III A, Kelas II,

Kelas I, dan Kelas Utama. Ditetapkan pula bahwa jumlah tempat tidur di Kelas III A dan

III B sekurang-kurangnya 50 % dari jumlah tempat tidur yang tersedia. Besaran tarif

untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap kelas III A dan Kelas III B milik Depkes RI,

ditetapkan oleh Dirjen Pelayanan Medik atas usulan Direktur RS. Untuk rawat jalan dan

rawat inap kelas III A, II, I, dan Utama dapat dikenakan jasa pelayanan sedangkan pasien

rawat inap Kelas III B tidak dikenakan jasa pelayanan. Besaran tarif untuk rawat inap

kelas II, I, dan utama, ditetapkan oleh Direktur RS setelah mendapat persetujuan dari

Kepala Kanwil Depkes Propinsi setempat.

Pelayanan di RS yang dapat dikenakan tarif dikelompokkan ke dalam pelayanan

rawat jalan, rawat darurat, dan rawat darurat.

25

Page 26: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Besaran tarif rawat jalan di RS ditetapkan berdasarkan perkalian dari unit cost

Break Even Point (BEP) kelas II di masing-masing RS. Karcis pasien tanpa membawa

rujukan dari puskesmas dan RS pemerintah maksimal 4 x karcis pasien rawat jalan

dengan rujukan yang berlaku di masing-masing RS. Untuk karcis pasien yang membawa

rujukan dari puskesmas dan RS Pemerintah ditetapkan sebesar : 1/10 x Unit Cost BEP

Kelas II. Ini berlaku baik untuk kelompok RSU, RS Khusus, dan RS Jiwa.

Besaran tarif rawat darurat ditetapkan sebesar 2 x besaran tarif pada karcis harian,

sedangkan pasien tanpa rujukan ditetapkan maksimal 4 x. Untuk tarif pasien IRDA

(Instalasi Rawat Darurat) Psikiatrik ditetapkan sama dengan tarif perawatan kelas II.

Tarif tindakan medik dan penunjang medik ditetapkan maksimal sebesar tarif tindakan

sejenis Kelas II.

Besaran tarif perawatan didasarkan atas perhitungan unit cost rata-rata rawat inap

di masing-masing RS, yang dihitung melalui metode distribusi ganda (double

distribution) tanpa memperhitungkan investasi dan biaya gaji pegawai. Tarif siang hari

(Day Care) di RS Jiwa ditetapkan sebesar maksimum ½ dari tarif rawat inap Kelas II.

Tarif rawat sehari (One day care) ditetapkan sama dengan tarif perawatan kelas II. Tarif

rawat inap ini tidak termasuk biaya obat-obatan, visite, tindakan medik dan terapi

maupun penunjang diagnostik. Tarif rawat inap Kelas II dijadikan sebagai dasar

perhitungan untuk penetapan tarif kelas perawatan lainnya, dengan pengaturan sebagai

berikut :

Tabel 6. Besaran tarif per kelas perawatan

No Kelas RS Besaran tarif

RS UmumI Kelas III B 1/3 X Unit Cost Kelas II2 Kelas III A 1/3 – 1/2 X Unit Cost Kelas II3 Kelas II 1 X Unit Cost Kelas II4 Kelas I 2 – 9 X Unit Cost Kelas II5 Kelas Utama 10 – 20 X Unit Cost Kelas II

RS Khusus dan RS Jiwa1 Kelas III B 1/3 X Unit Cost Kelas II2 Kelas III A 1/3 – 1/2 X Unit Cost Kelas II3 Kelas II 1 X Unit Cost Kelas II4 Kelas I 2 – 4 X Unit Cost Kelas II5 Kelas Utama 5 – 10 X Unit Cost Kelas II

26

Page 27: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Kep Menkes 582 tahun 1997 juga mengatur mengenai Pengelolaan Penerimaan

Rumahsakit, khususnya dalam hal penerimaan fungsional rumah sakit Unit Swadana dan

Pengguna PNBP. Penerimaan fungsional RS terdiri dari jasa sarana dan jasa pelayanan.

Tabel 7. Rincian perbedaan pola penggunaan penerimaan fungsional antara Unit Swadana, Pengguna PNBP, dan RS lainnya.

No Komponen RS Unit Swadana RS Pengguna PNBP

1 Penggunaan penerimaan fungsional

Seluruhnya dapat digunakan langsung oleh RS

Dapat digunakan sebagian setelah terlebih dahulu disetorkan ke Kas Negara

2 Peyetoran penerimaan Seluruhnya disetor ke dalam satu rekening an. Direktur RS

Disetorkan seluruhnya ke Kas Negara

3 Penggunaan Untuk biaya operasional, pemeliharaan, dan peningkatan SDM

Untuk biaya operasional, pemeliharaan, dan peningkatan SDM

4 Cara penggunaan Setiap tahun anggaran mengajukan Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK) atas rencana penerimaan dan penggunaan biaya jasa sarana serta jasa pelayanan kepada Dirjen Yanmed untuk disampaikan kepada Menkes.

Setiap tahun anggaran mengajukan Rincian Perhitungan DIKS (RP DIKS) atas rencana penerimaan dan penggunaan biaya jasa sarana serta jasa pelayanan kepada Dirjen Yanmed untuk disampaikan kepada Menkes.

5 Alokasi penggunaan 1. Biaya operasional dan Pemeliharan (minimal) ......................................... 50 % 2. Pengeluaran untuk Pengembangan SDM ............................................... 49 % a. Jasa pelayanan (maksimum) ..... 44 % b. Peningkatan SDM (minimum) .... 5 %3. Biaya untuk Pembinaan RS oleh Tim-Tim Pembina ............................ 1 %

1. Biaya operasional dan Pemeliharaan (minimal) ......................................... 50 % 2. Pengeluaran untuk Pengembangan SDM ................................................. 49 % a. Jasa pelayanan (maksimum) ....... 44 % b. Peningkatan SDM (minimum) ...... 5 %3. Biaya untuk Pembinaan RS oleh Tim-Tim Pembina ............................ 1 %

Keterangan : 1. RS lain dapat menggunakan langsung jasa pelayanan2. Instansi pengguna PNBP yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan dapat menggunakan langsung

sebagian dari penerimaan fungsionalnya untuk mendukung biaya operasional, pemeliharaan dan peningkatan SDM yang berkaitan langsung dengan peningkatan pelayanan suatu instansi.

2.5.5.1.3. Pola Tarif Rumahsakit Perjan

Pola Tarif Rumahsakit Perjan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 560/Menkes/SK/IV/2003. Berdasarkan Kep Menkes ini

rumah sakit Perjan berhak memungut biaya sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang

diberikan, sesuai dengan tarif yang berlaku dan seluruh penerimaan merupakan

pendapatan fungsional rumahsakit. Direksi rumahsakit dapat membebaskan sebagian atau

seluruh biaya pelayanan khususnya untuk pasien tidak mampu tanpa mengurangi kualitas

pelayanan, sepanjang tidak menyimpang dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan

(RKAP) pada tahun berjalan.

27

Page 28: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Tarif rumahsakit diperhitungkan atas dasar unit cost dari setiap jenis pelayanan

dan kelas perawatan, yang perhitungannya memperhatikan kemampuan ekonomi

masyarakat, standar biaya dan atau benchmarking dari rumah sakit yang tidak komersial.

Dalam rangka melaksanakan fungsi sosial, tarif pelayanan kelas III di RS Perjan

ditetapkan oleh Menteri. Besaran tarif untuk semua jenis pelayanan di luar kelas III

ditetapkan oleh Direksi RS setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.

Pelayanan yang dapat dikenakan tarif adalah pelayanan rawat jalan, rawat inap,

rawat darurat, rawat siang (Day Care), rawat sehari (One Day Care), dan rawat rumah

(Home Care).

Kelas di rumahsakit Perjan ditetapkan sekurang-kurangnya terdiri dari Kelas I, II,

dan III. Untuk penambahan kelas rawat inap lainnya ditetapkan oleh Direksi. Khusus

untuk jumlah tempat tidur kelas III ditetapkan sekurang-kurangnya 25 % dari jumlah

tempat tidur yang tersedia.

Besarnya tarif untuk setiap pelayanan ditetapkan oleh direksi rumahsakit. Daftar

besaran tarif yang telah ditetapkan oleh direksi rumahsakit dan telah disetujui Dewan

Pengawas disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan setiap awal

Bulan Januari untuk kepentingan pelaporan dan penyusunan anggaran.

2.6. Rumah Sakit Swasta

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 920/Men.Kes/Per/XII/86

tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta Di Bidang Medik, yang diperbaharui oleh

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 84/Menkes/Per/II/1990, disebutkan bahwa

pelayanan kesehatan swasta di bidang medik adalah merupakan bagian integral dari

jaringan pelayanan medik yang diselenggarakan oleh perorangan, kelompok, yayasan

atau badan hukum lainnya yang meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan

(rehabilitatif) disamping upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif).

Beberapa persyaratan yang ditetapkan bagi pendirian RS Umum dan RS Khusus

Swasta sebagai berikut :

1. Untuk RS Umum harus dipimpin oleh seorang dokter yang bekerja penuh (tidak

merangkap pada unit kerja lain) dan telah mempunyai Surat Ijin Dokter (SID) sebagai

penanggungjawab. Untuk RS Khusus harus dipimpin oleh seorang dokter atau dokter

28

Page 29: Perumahsakitan di indonesia   harimat

spesialis sesuai dengan bidangnya yang bekerja penuh (tidak merangkap pada unit

kerja lain) dan telah mempunyai Surat Ijin Dokter (SID) sebagai penanggungjawab.

2. Harus mempunyai gedung yang terdiri dari :

- Bangunan atas ruangan untuk rawat jalan dan gawat darurat

- Bangunan instalasi penunjang medik yaitu laboratorium, radiologi, dan

sebagainya.

- Bangunan pembina sarana rumahsakit yaitu gudang, bengkel, dan sebagainya.

- Bangunan rawat nginap minimal 50 (lima puluh) tempat tidur

- Bangunan administrasi , ruang tenaga medis dan paramedis

- Bangunan instalasi non medis yaitu ruang dapur, ruang cuci, dan sebagainya

- Taman dan tempat parkir

- Bangunan lain yang diperlukan

3. Luas bangunan ditentukan dengan perbandingan minimal 50 m2 (lima puluh meter

persegi) untuk 1 (satu) tempat tidur.

4. Luas tanah untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1 ½ (satu setengah) kali luas

bangunan yang direncanakan.

5. Luas tanah untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai

dasar.

6. Untuk RS Umum, harus mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, perawatan

paramedis non perawatan dan non medis yang berpedoman pada standardisasi

ketenagaan RS Pemerintah. Untuk RS Khusus, harus mempunyai tenaga medis,

paramedis perawatan, paramedis non perawatan dan non medis, dan tenaga medis

spesialistik sesuai dengan kekhususannya yang berpedoman pada standardisasi

ketenagaan RS Pemerintah.

7. Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, non medis dan obat-obatan yang

berpedoman pada standardisasi ketenagaan RS Pemerintah.

8. Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada standardisasi

RS.

9. Diharuskan memberikan pertolongan pertama kepada penderita gawat darurat tanpa

memungut uang muka terlebih dahulu.

29

Page 30: Perumahsakitan di indonesia   harimat

10. Harus menyediakan 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah tempat tidur yang

tersedia untuk orang yang kurang dan atau tidak mampu membayar.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor

098/Yanmed/RSKS/SK/1987 ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Permenkes

920/Menkes/Per/XI/1986. Keputusan Dirjen Yanmed ini kemudian direvisi dengan

Keputusan Dirjen Yanmed Nomor HK. 00.06.3.5.5797 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik Spesialistik. Di Bidang Pelayanan

Medik Dasar juga ditetapkan Keputusan Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat

(Binkesmas) Nomor 664/Binkesmas/DJ/V/1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Upaya

Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Pelayanan Medik Dasar.

Petunjuk Pelaksanaan Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik

Spesialistik mengatur mengenai persyaratan penyelenggaraan Rumah Sakit (nama, lokasi,

organisasi, bangunan, peralatan/kelengkapan, ketenagaan, dan tarif, perijinan RS (ijin

mendirikan RS dan ijin penyelenggaraan, perpanjangan ijin penyelenggaraan,

perluasan/pengembangan RS dan pembukaan cabang RS, serta pengalihan kepemilikan

RS/perubahan status pemilik.

Berbagai aturan penting yang ditetapkan oleh Petunjuk Pelaksanaan ini antara lain

penegasan bahwa penyelenggara RS adalah suatu badan hukum, nama RS tidak boleh

memakai nama orang yang masih hidup, lokasi RS harus sesuai dengan analisa

kebutuhan pelayanan kesehatan dan rencana Umum Tata Ruang Kota/Daerah setempat.

Ijin untuk mendirikan RS berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1

(satu) kali dengan lama berlaku 1 (satu) tahun. Ijin untuk menyelenggarakan RS

ditetapkan berlaku selama 5 (lima) tahun untuk yang sudah lengkap (memenuhi semua

persyaratan), dan dapat diperpanjang lagi. RS yang baru memenuhi persyaratan minimal

operasional diberi ijin uji coba penyelenggaraan selama 2 (dua) tahun.

Kebijaksanaan pentarifan RS swasta ditentukan oleh Badan Hukum Pemilik RS

dengan mempertimbangkan biaya satuan, kemampuan rumahsakit dan kemampuan

membayar dari masyarakat, serta peraturan pola tarif untuk RS swasta yang berlaku atau

berdasarkan Keputusan Menkes Nomor 282/Menkes/SK/III/1993 tentang Pola Tarif RS

Swasta. Hal ini berbeda dengan aturan penentuan tarif yang ditetapkan oleh Keputusan

Dirjen sebelumnya, dimana penentuan tarif ditetapkan oleh Yayasan dan disusun

30

Page 31: Perumahsakitan di indonesia   harimat

berdasarkan fungsi sosial oleh Dewan Direksi dan berpedoman pada komponen tarif yang

ditetapkan Menteri Kesehatan dengan mempertimbangkan pertimbangan Ikatan Profesi

dan Persi setempat. RS diwajibkan memberikan informasi selengkapnya mengenai tarif

kepada penderita/keluarga sebelum diberikan pelayanan.

Khusus untuk tarif kelas III ditetapkan dengan berpedoman pada pagu tarif dari

Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan setempat.

Jumlah tempat tidur minimal diatur sebagai berikut :

- RSU milik badan hukum sosial : 50 tempat tidur

- RSU milik badan hukum lain : 100 tempat tidur

- RS Khusus : 25 tempat tidur

Rumah sakitswasta juga memiliki fungsi sosial antara lain harus memberikan

pertolongan pertama kepada penderita gawat darurat tanpa memuat uang muka terlebih

dahulu. Ketentuan selengkapnya mengenai fungsi sosial RS swasta diatur dalam

Peraturan Menkes Nomor 678 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial RS Swasta.

Terdapat beberapa perubahan terhadap Keputusan Dirjen Yanmed Nomor

HK. 00.06.3.5.5797. Perubahan ini tertuang pada Keputusan Dirjen Yanmed Nomor

HK. 00.06.1.5.787, sebagai berikut :

31

Page 32: Perumahsakitan di indonesia   harimat

Tabel 8. Perubahan atas Keputusan Dirjen Yanmed Nomor HK. 00.06.3.5.5797.

No Keputusan Dirjen Yanmed Nomor HK.

00.06.3.5.5797.

Keputusan Dirjen Yanmed Nomor HK.

00.06.1.5.787

6 Ketenagaan

a. Direktur Rumah Sakit adalah seorang

dokter (dokter umum atau dokter spesialis)

yang mempunyai pengetahuan dan

keterampilan manajemen rumah sakit,

bekerja purna waktu dan

berkewarganegaraan Indonesia dengan

batas umur maksimal 70 (tujuh puluh)

tahun.

a. Direktur Rumah Sakit adalah seorang dokter

(dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis,

atau dokter gigi spesialis) yang mempunyai

pengetahuan dan keterampilan manajemen

rumah sakit, bekerja purna waktu dan

berkewarganegaraan Indonesia dengan batas

umur maksimum 70 (tujuh puluh) tahun

c. Jumlah tenaga medis, paramedis dan non

medis yang dipekerjakan sesuai dengan

kebutuhan dan berpedoman pada kelas

rumah sakit dan peraturan ketenagaan

rumah sakit yang berlaku. Jumlah tenaga

medis purna waktu sesuai dengan kelas

rumah sakit minmal 2 (dua) orang.

c. Jumlah tenaga medis, paramedis dan non

medis yang dipekerjakan sesuai dengan

kebutuhan dan berpedoman pada kelas rumah

sakit dan peraturan ketenagaan rumah sakit

yang berlaku. Rumah Sakit wajib mempunyai

tenaga medis purna waktu (dokter umum,

dokter gigi, dan dokter spesialis purna waktu)

sesuai dengan kelas rumah sakit dan

ketentuan yang berlaku.

2.6.1. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta

Klasifikasi RS adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan pembedaan

bertingkat dan kemampuan pelayanannya. Pengklasifikasian RS Swasta dilakukan untuk

meningkatkan pelayanan rujukan medik. Melalui klasifikasi ini terjadi pembagian kelas

RS Swasta atas dasar derajat kemampuan pelayanan bagi rumah sakit umum swasta.

Berdasarkan Kep Menkes Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi

RS Swasta, klasifikasi RS Swasta terdiri dari :

1. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, memberikan pelayanan mdik bersifat umum.

2. Rumah Sakit Umum Swasta Madya, memberikan pelayanan medik bersifat umum dan

spesialistik dalam 4 cabang.

32

Page 33: Perumahsakitan di indonesia   harimat

3. Rumah Sakit Umum Swasta Utama, memberikan pelayanan medik bersifat umum,

spesialistik, dan subspesialistik.

Sebagai tindak lanjut dari Kep Menkes ini ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pelayanan Medik Nomor 0072/Yanmed/RSKS/SK/1988. Di dalam Petunjuk Pelaksanaan

(Juklak) ini disebutkan bahwa sebagai dasar untuk klasifikasi RSU Swasta digunakan

kriteria sebagai berikut :

A. Manajemen RS

B. Pelayanan Medik Pasien

1. Pelayanan rawat jalan

2. Pelayanan gawat darurat

3. Pelayanan rawat nginap

4. Pelayanan perawatan intensif (pelayanan perawatan kritis)

5. Pelayanan rehabilitasi medik

6. Pelayanan penyuluhan kesehatan masyarakat di RS

7. Pelayanan Keluarga Berencana di RS

8. Pelayanan Gizi di RS

C. Pelayanan penunjang

1. Penunjang medik

2. Penunjang umum :

a. Administrasi

b. Pemeliharaan

c. Pelayanan

D. Pendidikan dan penelitian

Masing-masing kriteria diuraikan dalam perbedaan derajat kualitatif atau

kuantitatif beberapa variabel pokok, yaitu antara lain derajat kemampuan, tenaga ahli

atau profesional untuk melaksanakan kemampuan itu, dan sarana/peralatan sebagai

pendukung.

Untuk melakukan tugas klasifikasi RS, Depkes membentuk tim penilai dan

menyusun alat penilai dan pembobotan nilai bersama pihak lain yang berkaitan. Apabila

suatu RSU swasta memenuhi sekurang-kurangnya 60 % dari nilai skor yang ditentukan

33

Page 34: Perumahsakitan di indonesia   harimat

untuk kelas yang dimaksud, maka RS tersebut digolongkan ke dalam kelas yang sesuai.

Hasil perumusan tim penilai disampaikan kepada Pimpinan Depkes sebagai bahan

pertimbangan dalam penetapan kelas RS. Selanjutnya, Menteri Kesehatan akan

mengeluarkan Surat Keputusan tentang penetapan kelas RS tersebut.

Rumah Sakit yang telah ditetapkan kelasnya, tetapi belum memenuhi kriteria

sepenuhnya, masih harus melengkapi kekurangannya dengan diberi tenggang waktu

selama 5 tahun untuk kelas utama, dan 3 tahun untuk kelas madya dan pratama.

RS tersebut diwajibkan menyusun suatu program untuk melengkapi

kekurangannya pada batas tenggang waktu yang telah ditetapkan dan menyampaikannya

kepada Depkes. Rumah sakit dapat mengajukan permintaan bantuan kepada Depkes

untuk melengkapi persyaratan tersebut yang diajukan bersamaan dengan penyampaian

program di atas. Pada saat berakhirnya tenggang waktu tersebut, RS yang bersangkutan

wajib menyampaikan laporan kepada Depkes RI tentang pelaksanaan program. RS

swasta yang baru diwajibkan memenuhi sekurang-kurangnya 75 % dari nilai tingkatan

kelasnya.

Menurut Juklak ini, dimungkinkan untuk dilakukan peninjauan ulang terhadp

kelas RS swasta. Tata cara penetapan kembali kelas suatu RS sama dengan tata cara

penetapan kelas untuk pertama kali.

Dimungkinkan pula bagi Depkes untuk memberikan bantuan peralatan, tenaga,

dan ambulans sesuai dengan kemampuan dana yang tersedia.

Rumahsakit swasta diharuskan untuk tidak menolak memberikan pelayanan gawat

darurat dan darurat tidak gawat baik yang datang sendiri maupun yang dirujuk oleh unit

kesehatan lain. Penderita yang tidak mungkin dirawat karena keterbatasan fasilitas dan

kemampuan RS perlu dirujuk sesuai dengan tata cara yang berlaku setelah diberi

pertolongan sebaik-baiknya.

RS swasta juga dapat menjadi tempat pendidikan dan penelitian apabila

memenuhi persyaratan yang ditentukan antara lain penyelenggaraan pendidikan dan

penelitian tersebut tidak merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayanan RS dan

memiliki perlengkapan dan kelengkapan sekurang-kurangnya sesuai dengan persyaratan

minimal untuk melaksanakan kurikulum pendidikan.

34