PERTUMBUHAN

  • Upload
    herman

  • View
    179

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PERTUMBUHAN/ PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI ISLAM A. Pertumbuhan/ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Islam Pada Masa Al-Khulafaur-Rasyidin

Kalau masa Rasulullah SAW dianggap sebagai masa penyemaian nilai kebudayaan Islam ke dalam sistem budaya bangsa arab pada masa itu, dengan meluasnya ajaran Islam yang mempunyai sistem budaya yang berbeda-beda, maka pendidikan Islam masa Khulafaurrasyidin ini perlu penanaman nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan subur. Adapun pendidikan masa khulafaurrasyidin ini : 1. Masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H / 632-634 M) Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi masalah ummat yang cukup serius, yang harus diselesaikan dengan cara yang tegas dan pasti. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi Abu Bakar itu sebagai berikut : Kaum murtad Orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi beserta para pendukungnya Kaum yang tidak mau membayar zakat.

Adapun sebab-sebab mereka berbuat demikian adalah : Ajaran Islam belum dipahami benar Motivasi Islamnya bukan karena kesadaran dan keinsyafan iman yang sungguhsungguh tapi karena pertimbangan politik dan ekonomi. Rasa kesukuan yang mendalam, mereka menganggap Islam menempatkan mereka dibawah kekuasaan bangsa Quraisy. Kesalahan memahami ayat-ayat al-Qur'an yang menimbulkan anggapan bahwa dengan wafatnya Rasulullah SAW mereka tidak mempunyai kewajiban melaksanakan ajaran agama Islam.

Dalam menghadapi kaam pemberontak ini, terlebih dahulu mereka dikirimi surat dengan maksud untuk menyadarkan kembali kepada jalan yang benar. Akan tetapi para pemberontak itu tetap membangkang, makanya Abu Bakar memeranginya.[1]

Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasar-dasar kekuatan bagi perjuangan perluasan dawah dan pendidikan Islam.

2. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H / 634-644 M) Setelah Abu Bakar wafat, kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab. Usaha memperluas wilayah Islam yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang gemilang. Wilayah pada masa Umar meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir dan Barqah. Bangsa-bangsa tersebut sebelum Islam masuk ke negaranya telah memiliki kebudayaan dan peradaban lama.

Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan kehidupan dalam segala bidang. Keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya memerlukan pemikiran yang sangat serius. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan tenaga manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian yang memadai bagi kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya. Semangat berdawah dan pendidikan dari kaum muslimin yang berada di daerahdaerah baru menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi. Thomas W. Arnold mengatakan ketentuan-ketentuan khusus mengenai metode dan materi pendidikan dan pengajaran agama bagi para penduduk yang baru masuk Islam segera disusun, demi mencegah kesimpang siuran pemahaman agama, baik yang menyangkut dasardasar pokok iman maupun mengenai ibadah dan muamalah. Langkah-langkah pencegahan ini perlu, mengingat derasnya arus penduduk yang berbondong-bondong masuk Islam. Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk setiap negeri, yang bertugas mengajarkan kepada penduduk setempat tentang isi al-Qur'an dan soal-soal lain yang berhubungan dengan masalah agama.

Pada masa ini bahasa arab mulai menampakkan dirinya sebagai bahasa linguage franka dalam wilayah Islam, selain digunakan sebagai alat komunikasi juga sebagai alat pemahaman al-Qur'an dan agama Islam pada umumnya serta pemersatu kesatu paduan ummat. Dengan demikian kebudayaan Islam mulai terbina.[2]

3. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M) Dalam menjalankan tugas kepiminpinannya Usman bin Affan banyak menghadapi masalah politik yang sangat gawat. Masa enam tahun pertama kebijaksanaannya nampak baik, tapi masa enam tahun terakhir kelemahan-kelemahan pribadinya mulai nampak, sehingga berdampak negatif bagi pemerintahannya.

Kegiatan pendidikan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh para sahabat Rasul menghasilkan ulama tabiin.

Kegiatan pendidikan yang paling besar yang dilakukan Usman bin Affan adalah menyalin sebuah mushaf sebagai rujukan umat Islam yang disebut dengan mushaf usmani karena sebelumnya sudah terjadi perselisihan dalam hal bacaan al-Qur'an.

Pada masa pemerintahan Usman bin AffanTugas mendidik dan mengajar umat diserahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat dan menggaji guru-guru / pendidik. Sedang para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya itu hanya dengan mengharapkan keridhoan Allah semata.

Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada fase pembinaan, pendidikan dan pelajaran. Dalam fase pembinaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar peserta didik memperoleh kemantapan iman, sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah SAW. Dalam fase pendidikan lebih ditekankan pada ilmu-ilmu praktis, dengan maksud agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Pelajaran-pelajaran lain yang sangat penting untuk menunjang pemahaman al-Qur'an dan Hadis juga diberikan seperti pelajaran bahasa arab, menulis, membaca, tata bahasa, syair dan pribahasa.

Tempat belajar masih seperti sebelumnya, mereka belajar di kuttab, di mesjid atau di rumah-rumah yang mereka sediakan sendiri atau ke rumah gurunya.

Demikian sarana dan wahana pendidikan pada masa Usman bin Affan, ia melanjutkan apa yang telah ada. Dia sendiri lebih sibuk menghadapi masalah pemerintahannya.[3]

4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-661 M) Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib diisi dengan kekacauan dikalangan umat Islam sendiri. Sampai-sampai Prof Dr Ahmad Shalabi mengatakan sebetulnya tidak pernah ada barang satu hari pun, keadaan stabil selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Karena itu dapat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mendapat gangguan dan hambatan, terhambat karena adanya perang saudara. Stabilitas dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya perkembangan dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan masyarakat itu sendiri baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pengembangan intelektual dan agama.

Ali sendiri pada saat itu, tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebih penting dan mendesak, yaitu keamanan dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yakni mempersatukan kembali umat Islam. Akan tetapi sayang, Ali belum sempat meraihnya.

B.

Pertumbuhan/ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Islam Pada Masa Bani Umayyah (41-132 H / 661-750 M)

Tewasnya Khalifah Ali bin Abi Thalib memberi kesempatan dan peluang yang baik bagi naiknya Muawiyah menduduki jabatan khalifah, yang telah menjadi idamannya semenjak Usman bin Affan menjabat khalifah.

Naiknya Muawiyah menjadi kholifah berarti sistem baru dalam ke-kholifahan dimulai. Penggantian kholifah tidak dipilih seperti kholifah-kholifah sebelumnya, akan tetapi diwariskan kepada keturunannya.

Dalam mengendalikan pemerintahannya Muawiyah hampir seluruh perhatiannya ditujukan kepada masalah politik dan keamanan. Percaturan politik dan gerakangerakan militer yang terjadi pada masa ini, baik dalam usaha perluasan wilayah Islam maupun dalam menghadapi pemberontakan-pemberontakan, menimbulkan

pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang alam pikiran.[4]

1. Tempat dan Lembaga Pendidikan Awal kegiatan intelektual kaum muslimin lebih menonjol dalam bidang hukum daripada teologi. Dalam periode Daulah Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu: 1) Pendidikan khusus, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak-anak khalifah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan. 2) Pendidikan umum, Pendidikan diperuntukkan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih hidup, ia merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan agama. Adapun bentuk-bentuk pendidikan pada masa ini adalah : a. Pendidikan keluarga Pendidikan Islam mengenal paham pendidikan seumur hidup. Kurikulum pertama bagi anak adalah pengalaman-pengalaman yang dialami dan disaksikan sendiri dalam lingkunagn rumahnya.

b. Kuttab Kuttab ini adalah lanjutan dari pendidikan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan dasar, kuttab telah tersebar di seluruh wilayah Islam, tumbuh dan berkembang tanpa campur tangan dari pemerintahan.

c. Mesjid Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya cakap dan mampu mengajarkan ilmunya kepada orang yang haus ilmu pengetahuan. Dalam mesjid ada dua tingkatan sekolah, yaitu Tingkat menengah, Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah ini dilakukan secara perorangan. Adapun mata pelajarannya adalah al-Qur'an dan tafsirnya, hadist dan fiqh.

[5]

Tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat perguruan tinggi ini dilakukan secara halaqah. Adapun mata pelajarannya adalah tafsir, hadist, fiqh dan syariat Islam.

d. Majlis sastra Majlis sastra ini merupakan gelanggang pembahasan situasi politik dan jalannya roda pemerintahan serta pengembangan ilmu pengetahuan, juga sebagai sarana rekreasi dan kebanggaan kalangan atas.

2. Semangat Ilmu Pengetahuan Rasa haus kaum muslimin terhadap ilmu pengetahuan jelas nampak dalam usahanya mengembangkan ilmu agama dan bahasa, disamping itu perhatian mereka terhadap perpustakaan telah mulai muncul. Mereka juga dihadapkan pada ilmu-ilmu lama yang telah dimiliki bangsa-bangsa yang sudah berkebudayaan dan berperadaban tinggi, hal ini membangkitkan kegiatan usaha menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani, Qibti, Persia dan India ke dalam bahasa arab.

3. Semangat Ijtihad Sarana pendidikan menunjukkan kemajuan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya, yakni zaman khulafaurrasyidin. Materi dan objek ilmu semakin meluas dan bercabang. Disamping itu rasa haus akan ilmu pengetahuan dan dorongandorongan untuk memecahkan persoalan-persoalan baru yang belum ada contohnya dari Rasulullah SAW membangkitkan usaha pengembangan dari ilmu itu sendiri guna memenuhi kebutuhan mereka pada zamannya. Mereka terus belajar dan berijtihad.

[6]

C.

Pertumbuhan/ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

1. Sejarah Awal Berdirinya Dinasti Abbasiyah Awal Berdirinya bani abbasiyah adalah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah pada masa pemerintahan khalifah Hisyam ibn abdi al-Malik muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan bani umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan bani hasyim yang dipelopori keturunan al-Abbas ibn abd al-muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh darigolongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan olehpemerintahan bani umayyah. Pada waktu itu ada beberapa factor yang menyebabkan dinasti umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah umayyah dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun itu berdirilah kekuasaan dinasti bani abbas atau khalifah abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw., dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya.

2. Perkembangan Ilmu dan Ilmuwan yang berpengaruh pada masa Dinasti Bani Abbasiyah Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyahtelah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat study lainnya.

Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain: a. Filsafat(Ilmu yang mempelajari tentang Proses penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah tidak hanya[7]

menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran. Diantara tokoh yang member andil dalam perkembangan ilmu dan filsafat Islam adalah: Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.

b. Ilmu Kalam(ilmu alat:Ilmu yang mempelajari tentang bahasa arab) Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua factor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha, Baqilani, Asyary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.

c. Ilmu Kedokteran(Ilmu yang mempelajari tentang Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah pada masa itu telan didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina.

d. Ilmu Kimia Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Hal ini merupakan suatu perbaikan yang tegas dari cara spekulasi yang ragu-ragu dari Yunani. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan

mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu: Jabir bin Hayyan.

e. Ilmu Hisab(Ilmu yang mempelajari tentang perhitungan,matematika dan waktu) Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung denga tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam[8]

pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. f. Sejarah(Ilmu yang mempelajari tentang sejarah pada masa dinasti abbasiyah) Pada masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin Saad, Muhammad bin Ishaq

g. Ilmu Bumi(Ilmu yang mempelajari tentang selukbeluk bumi dan isinya) Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-9 M, khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab.

h. Astronomi(Ilmu yang mempelajari tentang antariksa dan perbintangan) Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa alKhawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi.

Selain

ilmu

pengetahuan

umum

dinasti

abbasiyah

juga

memperhatikan

pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan antara lain: a. Ilmu Hadis(Ilmu yang mempelajari tentang Hadist-hadist nabi) Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah imam bukhari, hasil karyanya yaitu kitab al-Jami al-Shahih al-Bukhari. Imam muslim hasil karyanya yaitukitab al-Jami al-shahih al-muslim, ibnu majjah, abu daud, at-tirmidzi dan al-nasai.

b. Ilmu Tafsir(Ilmu yang mempelajari tentang Tafsir Al-Qur an) Terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir(ahli ilmu tafsir) dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran. Pertama, metode tafsir bil matsur yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara member penafsiran al-Quran dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode tafsir bi al-rayi yaitu penafsiran al-Quran dengan menggunakan akal lebih banyak dari pada hadits. Diantara tokoh-tokoh mufassir adalah imam al-Thabary, al-suda muqatil bin Sulaiman.[9]

c. Ilmu Fiqih(Ilmu yang mempelajari tentang hukum islam) Dalam bidang fiqih para fuqaha(ulama ahli fiqih) yang ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-adzam atau fiqih alakbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha, imam syafiI menyusun kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab al musnad ahmad bin hambal.

d. Ilmu Tasawuf(Ilmu yang mempelajari tentang hikmah :tasawuf) Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah ihya ulum aldin.dan sebagainya.

[10]