115
i PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang) SKRPSI Disusun dalam rangka untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: ITA SAPITRI NIM. 13160029 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN RADEN FATAH PALEMBANG 2017

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

i

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI

TERHADAP NARAPIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang)

SKRPSI

Disusun dalam rangka untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ITA SAPITRI

NIM. 13160029

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN RADEN FATAH

PALEMBANG

2017

Page 2: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 3: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 4: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 5: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

vi

ABSTRAK

Remisi merupakan pengampunan hukuman yang diberikan kepada

seseorang yang dijatuhi hukuman pidana yang berupa pengurangan masa

hukuman. Remisi diberikan kepada nara pidana dan anak pidana yang melakukan

tindak pidana salah satunya pelaku tindak pidana pembunhan. Sedangkan Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pemberian remisi terhadap

narapidana pembunuhan dan memahami pula bagaimana hukum islam

menanggapi fenomena remisi ini, mengingat tindak pidana pembunuhan ini telah

nyata merampas hak hidup orang lain. Tentu muncul pertanyaan adilkah remisi ini

dilihat dari pihak korban. Kemudian saat ini banyak narapidana yang memperoleh

remisi terutama narapidana yang berada di wilayah hukum kota Palembang. Maka

dari itu penulis tertarik menulis skripsi ini dengan judul: Perspektif Hukum Islam

Tentang Pemberian Remisi Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

Dalam skripsi ini mencoba mengali dan mengkaji pelaksanaan pemberian

remisi pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang baik ditinjau dari Hukum Positif maupun Hukum Islam. Jenis

penelitian ini adalah yuridis empiris, adapun metode pengumpulan data yang

digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, tertier serta teknik analisis data

deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif

terhadap data primer dan data sekunder karena metode yang dipakai dalam

penelitian ini dengan cara penulis melakukan suatu kegiatan untuk menentukan

isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan

permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Penulis lalu menyimpulkan

secara deduktif agar hasi penelitian ini dapat dengan mudah dipahami.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan pemberian remisi dan

pertimbangan yang digunakan dalam pemberian remisi bagi narapidana

pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 jo.

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor

M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-

Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Remisi, yang mana

pelaksanaannya dijadikan dasar SOP bersesuaian dengan aturan di dalam Hukum

Islam yang mengenal remisi dengan istilah Syafa’at. Namun pelaksanaannya

sedikit terkendala karena kondisi LAPAS yang melebihi kapasitas yang ada

sehingga dalam penilaian sulit untuk menentukan siapa yang berhak menerima

remisi.

Kata kunci: Remisi, Tindak Pidana Pembunuhan, Hukum Islam

Page 6: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN
Page 7: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Motto Hidup

“TERSENYUM DENGAN 1 HINAAN MAKA 1000 PUJIAN YANG

DIDAPAT”

Dengan penuh rasa syukur dan terima kasihku yang paling dalam ku

persembahkan skripsi ini:

1. Ayahanda Ahmad Satar dan Ibunda Fatimah

2. Adikku Ayu Ningsih.

3. Ayunda Erna Wati.

4. Sahabatku Ayu, Sumiati, Esy, Vitha, Resta, Yuli, Reni, Lusi, Fitri.

5. Teman-teman fakultas syariah angkatan 2013 terkhusus mahasiswa

Jinayah Siyasah.

6. Agama dan Almamaterku

Page 8: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Terdapat beberapa versi pola transliterasi pada dasarnya mempunyai

beberapa pola yang cukup banyak, berikut ini disajikan pola transliterasi arab latin

berdasarkan keputusan bersama antara Menteri Agama RI dan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 158/1987 dan 0543/b/u/1987.

Konsonan

Huruf Arab Nama

Huruf

Latin

Alif tidak dilambangkan ا

Ba b ب

Ta t خ

Sa s ث

Jim j ج

Ha ح

Kha kh خ

Dal d د

Zal ذ

Ra r ز

Zai z ش

Sin s ض

Syin sy ش

Sad s ص

Dad d ض

Tho th ط

Zho zh ظ

‘ ain‘ ع

Gain g غ

fa’ f ف

Qaf q ق

Kaf k ك

Lam l ه

Mim m

Nun n ن

Waw w و

Ha h ي

، Hamzah ء

ya’ y ي

Page 9: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

ix

Ta (Tamatbutho) ج

Vokal

Vokal bahasa Arab seperti halnya dalam bahasa Indonesia sendiri atas vokal

tunggal dan vokal rangkap.

/

Fathah

/ Kasrah

,

Dhommah

Contoh

متة = Kataba

ذ مس P I P II

Vokal Rangkap

Lambang yang digunakan untuk vokal rangkap adalah gabungan antara harakat

dan huruf, dengan translitersi berupa gabungan huruf.

TandaHuruf Huruf

ي

Fathah dan ya a dan i

و

Fathah dan waw a dan u

kaifa = مف

ala' = عيى

au a حى ه

amana = ا مه

ai atau ay = اي

Page 10: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

x

Mad

Mad atau panjang dilambangkan dengan harakat atau huruf, dengan transliterasi

berupa huruf atau benda.

Contoh:

Harakat dan huruf Tanda baca Keterangan

ايFathah dan alif

atau ya ā

a garis panjang di

atas

Kasroh dan ya ī i dan garis diatas اي

اوDhommah dan

waw ū u dan garis di atas

قو ظثحىل : qā asu ānaka

صا ز مضيه : shāma ramadhāna

:ز مى : ramā

فها مىا فع : fiha manāfi’u

yaktubūna mā yamkurūna : نتثه ما منس ون

i qāla yūsufu liabīhi : اذ قاه ى ظف الت

T ’m b h

Transliterasi untuk ta marbutha ada dua macam :

1. Ta marbutha hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasroh dan

dhommah, maka transliterasinya adalah /t/.

2. Ta marbutha yang mati aau yang mendapat harakat sukun, maka

transliterasinya adalah /h/.

3. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbutha diikuti dengan kata

yang memakai al serta bacaan keduanya terpisah, maka ta marbutha itu

ditranslitersikan dengan /h/.

Page 11: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xi

4. Pola penulisan tetap 2 macam:

Contoh :

Raudatul athfāl زوضح االطفو

al-Madīnah al-munawwarah اىمدىح اىمىى زج

Syaddad (Tasydid)

Syaddad atau Tasydid dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah

tanda, yaitu tanda syaddad atau tasydid. Dalam transliterasi ini tanda syaddah

tersebut dilambangkan dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

زتىا = Robbanā وص ه = Nazzala

Kata Sandang

Diikuti oleh huruf Syamsiah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan dengan huruf /i/

diganti dengan huruf yang langsung mengikutinya. Pola yang dipakai ada dua

seperti berikut.

Contoh :

Contoh Pola Penulisan

Al-tawwābu At-tawwābu اىتىا ب

Al-syamsu Asy-syamsu اشمط

Diikuti Huruf Qomariyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariyah ditransliterasikan dengan aturan

aturan diatas dan dengan bunyinya.

Contoh Pola Penulisan

Al-badī’u Al-badī’u اىثدع

Al-qomaru Al-qomaru اىقمس

Page 12: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xii

Catatan : baik diikuti huruf syamsiah maupun qomariyah, kata sandang ditulis

secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan diberi tanda hubung (-).

Hamzah

Hamzah ditranslitersikan dengan apostrof. Namun hal ini hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Apabila terletak diawal kata

hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisannya ia berupa alif.

Contoh :

Umirtu = أو مسخ a’ na = تاجرو ن

اشهداء = y- yu a ā’u فأت تها = a’tīb ā

Penulisan Huruf

Pada dasarnya setiap kata, aik fi’i , isim maupun huruf ditu is terpisah. Hanya

kata-kata tertentu penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan

dengan kata-kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan. Maka

penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

Penulisan dapat menggunakan salah satu dari dua pola sebagai berikut;

Contoh Pola Penulisan

a nna a ā a u a a a - ā īn وإن ىها ىهى خس اىس اش قه

a auf a - a a a a - ī āna فيى فىا اىنو و اىمصاته

Page 13: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xiii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi allah SWT yang telah senantiasa memberikan nikmatnya,

baik berupa kesehatan dan kesempatan, sehingga ananda dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Selanjutnya sholawat beserta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya Islam

kepada seluruh ummat manusia, sehingga siapa yang berpegang teguh terhadap

risalah Islam yang ia bawa maka akan mendapatkan kebahagiaan abadi dunia dan

akherat.

Alhamdulillah, skripsi yang berjudul tinjauan “Perspektif Hukum Islam

Tentang Pemberian Remisi Terhadap Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.” telah dapat

dirampungkan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah UIN Raden

Fatah palembang.

Penyelesaian Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari peran serta semua

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menghanturkan terima kasih

kepada semua pihak, terutama kepada:

1. kedua orang tuaku, Ibunda Fatimah dan ayahanda Ahmad Satar yang telah

memberikan berbagai nasehat, mengarahkanku dan memberikanku

semangat, do’a dan pengor anan aik materi maupun mori se ama

penulis menimba ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum Uin Raden fatah

Palembang.

Page 14: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xiv

2. Bapak Prof. DR. H. Romi Said Ali, MA. selaku Dekan serta jajaran

Dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang.

3. Bapak Abdul Hadi, M.Ag selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan dalam penulisan dan

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Antoni, SH. M. Hum. Selaku pembimbing II yang telah banyak

mengarahkanku, mengajariku dan memberikan petunjuk bagaimana

pembuatan skripsi yang baik dan benar..

5. Bapak Drs. H. Abd. Amri Siregar, M.Ag. selaku penasehat akademik yang

telah banyak memberikan nesehat dan motivasi kepada saya untuk

meningkatkan kualitas akademik saya.

6. Buat seluruh Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmunya

sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Dan buat seluruh kawan-kawan diskusi Ayu, Lusi, Fitri, Sumi, Esy, Reni,,

Yuli, Vitha, dan semua kawan-kwan diskusi yang tak dapat saya sebutkan

satu persatu, terima kasih buat kalian semua.

8. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang ada di Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Raden fatah Palembang terkhusus mahasiswa

Jinayah Siyasah angkatan 2013.

Tidak ada imbalan yang penulis dapat berikan, selain ucapan terima kasih

dan do’a semoga apa yang di erikan dapat paha a yang er ipat ganda di sisi

Page 15: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xv

Allah SWT. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Aamiin.

a a a u’a aikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pelembang, April 2015

Penulis,

Ita Sapitri

NIM: 13160029

Page 16: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... ii

PENGESAHAN DEKAN ................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................. iv

PENGESAHAN PEMBIMBING ....................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ viii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xvi

DAFTAR TABEL..............................................................................................xviii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................................. 9

D. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 10

E. Metode Penelitian...................................................................................... 12

F. Sistematika Penulisan................................................................................ 17

BAB II: TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG

REMISI

A. Pengertian Pidana Dan Pemidanaan............................................ ............. 18

B. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam ............. 22

C. Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam.26

D. Pengertian Remisi ....................................................................... ............. 42

E. Dasar Hukum Dan Bentuk Remisi .............................................. ............. 45

F. Syarat Dan Prosedur Remisi ....................................................... ............. 48

G. Tujuan Remis Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam ........ ............. 54

BAB III: GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

PEREMPUAN KELAS IIA PALEMBANG

A. Letak Geografis dan Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang ............................................... ............. 57

B. Visi, Misi, dan Moto Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang ................................................................................... ............. 59

Page 17: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xvii

C. Tugas Pejabat Struktural Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang ................................................................................... ............. 60

D. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang ................................................................................... ............. 65

BAB IV: PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM

A. Pelaksaan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Pembunuhan di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang .... ............. 69

B. Tinjauan Hukum Islam Tentang Pemberian Remisi Terhadap Narapidana

Pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang ................................................................................... ............. 85

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. ............. 93

B. Saran ............................................................................................ ............. 94

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. ............. 95

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................... ............. 97

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................ ............. 98

Page 18: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Narapidan/Tahanan 1 November 2016 dan Remisi Umum

Hari Kemerdekaan 17 Agustus 201 di Wiliayah Hukum Sumatera

Selatan

Tabel 2 Jumlah Narapidan/Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang Tahun 2017

Tabel 3 Jumlah Narapidan/Tahanan Tindak Pidana Umum di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang Tahun 2017

Tabel 4 Jumlah Narapidan/Tahanan Tindak Pidana Khusus di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang Tahun 2017

Tabel 5 Jadwal Kegiatan Narapidan/Tahanan Tahun 2016 di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

Tabel 6 Jumlah Remisi Narapidana Berdasarkan Jenisnya Tahun 2016 di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

Page 19: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik

dalam pembukaan maupun tubuhnya menyebutkan secara tegas dalam Pasal 1

ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.1 Dalam konsep Negara

Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika

kehidupan kenegaraan adalah hukum. Oleh karena itu, maka setiap orang harus

tunduk terhadap hukum. Dengan demikian, jika seseorang melakukan suatu

perbuatan yang melanggar hukum, maka hakim akan menjatuhkan putusan berupa

sanksi. Salah satu sanksi yang diberikan yaitu sanksi pidana yang salah satunya

berupa pidana penjara (Pasal 10 KUHP).

Banyak pengertian mengenai arti dari hukum pidana salah satunya adalah

menurut Van Hamel yang mengatakan “ Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar

dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan

ketertiban hukum (rechtsorder), yaitu yang melarang apa yang bertentangan

dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa (sanksi) kepada siapa yang

melanggar larangan-larangan tersebut ”.2

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang

menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana,

serta menentukan sanksi apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

Sifat hukum pidana yang istimewa bukan hanya norma-normanya, melainkan juga

1 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Psl 1 ayat (3). 2 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm.

235.

1

Page 20: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

2

hukuman (sanksi pidananya). Hukuman pidana bersifat siksaan atau penderitaan

(nestapa) yang dijatuhkan terhadap seseorang karena melakukan tindak

pelanggaran atau kejahatan yang ditentukan oleh Undang-Undang Hukum Pidana.

3

Pada hakekatnya tujuan Hukum Pidana ialah mengatur masyarakat

sedemikian rupa sehingga hak dan kepentingan masyarakat itu terlindungi.

Dengan menjatuhkan sanksi pada terpidana yang perbuatannya membahayakan

kepentingan orang lain atau masyarakat, hukum pidana dapat menjaga ketertiban

dan keteraturan dalam masyarakat. Apabila masyarakat tertib dan teratur, maka

segala aktivitas kehidupan masyarakat menjadi tenteram dan aman. Apabila

masyarakat aman dan tenteram, masyarakat dapat bekerja dengan tenang sehingga

tercapainya apa yang menjadi tujuan hukum dan tujuan negara, yaitu menjadikan

masyarakat yang adil dan makmur.4

Sedangkan dalam Hukum Islam jinayah berasal dari kata “jana yajni

jinyah” yang berarti memitik, dosa atau kesalahan. Jinayah menurut bahasa

adalah seseorang yang memanfaatkan sesuatu dengan cara yang salah. Menurut

istilah jinayah adalah perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena dapat

menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa, akal atau harta benda.5

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di

dalam Hukum Pidana Islam, tindak pidana mempunyai macam-macam bentuknya.

Ancaman hukuman yang diberikanpun berbeda antara satu tindak pidana, baik

3 Ibid, hlm. 236.

4 Ibid.

5 Imaning Yusuf, Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam (Palembang: Rafah Press, 2009),

hlm. 1.

Page 21: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

3

dari pidana yang paling ringan maupun yang terberat sekalipun. Salah satu

contohnya adalah tindak pidana pembunuhan. Di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) hukuman bagi tindak pidana pembunuhan berbeda antara

pasal satu dengan pasal yang lain, seperti halnya dalam Pasal 338 KUHP

disebutkan bahwa:

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”,6

Tetapi akan berbeda pula hukumannya jika pembunuhan itu didahului

dengan perencanaan seperti dalam Pasal 339 yang diancam dengan hukuman

seumur hidup. Di dalam KUHP pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana

tambahan seperti yang telah tercantum dalam Pasal 10 KUHP, pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok;

1. Pidana Mati

2. Pidana Penjara

3. Pidana Kurungan

4. Pidana Denda

5. Pidana Tutupan

b. Pidana Tambahan;

1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu

2. Perampasan Barang-Barang Tertentu

3. Pengumuman Putusan Hakim.7

Sedangkan di dalam Hukum Pidana Islam ditinjau dari segi berat ringanya

hukuman, jarimah dapat dibagi tiga bagian antara lain Jarimah hudud, Jarimah

qishash , dan Jarimah ta‟zir.8 Pembunuhan termasuk jarimah atau tindak pidana

yang diancam dengan hukuman qishash. Jumhur ulama fikih, termasuk ulama

Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali, membagi tindak pidana pembunuhan

6 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 134.

7 Ibid, hlm. 6.

8 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah

(Jakarta :

Sinar Grafika, 2006), hlm. 17.

Page 22: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

4

tersebut kepada tiga macam yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan semi

sengaja, dan pembunuhan tersalah.9

Dari ketiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi hukuman

qishash hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu pembunuhan

sengaja.10

Qishash merupakan jenis hukuman yang diberikan kepada Narapidana

yang sesuai dengan apa yang dilakukan. Jika Narapidana itu melakukan tindak

pidana yang menyebabkan matinya seseorang, maka ia wajib dijatuhkan hukuman

mati. Narapidana merupakan Terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan Terpidana adalah

seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.11

Memang dalam sejarah Hukum Pidana di Indonesia, pelaksanaan pidana

mati masih sangat jarang terjadi, dengan alasan kemanusiaan. Sistem penjara yang

sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang secara

berangsur-angsur dipandang sebagai salah satu sistem dan sarana yang tidak

sejalan dengan konsep rehabilitasi sosial. Adapun tujuan rehabilitasi sosial adalah

agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk

melakukan tindak pidana dan kembali menjadi masyarakat yang bertanggung

jawab bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan.12

9 Imaning Yusuf, “Pembunuhan dalam perspektif Hukum Islam”Nurani [Online], Volume

13 Number 2 (2013), hlm. 3. 10

Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah (Tanggerang Selatan: Amzah, 2015), hlm.

6. 11

Undang-undang No. 12 Th 1995 12

Ibid.

Page 23: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

5

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sejak tahun 1964 sistem pembinaan

bagi Narapidana dan Anak Pidana telah berubah secara mendasar yaitu dari sistem

pemenjaraan menjadi pemasyarakatan. Begitupulah dengan institusinya yang

seemula disebut rumah dan rumah pendidikan negara menjadi lembaga

pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan

pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.13

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas

pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut di atas. Tujuan

tersebut diwujudkan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi dengan

tujuan untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Warga

Binaan Pemasyarakatan diharapkan dapat menyadari kesalahan, memperbaiki diri,

dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat. Saat seorang Narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan

oleh pengadilan, hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi ruang

bergeraknya karena ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan.

Tetapi ada hak-hak Narapidana yang tetap dihormati dan dilindungi dalam

Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu

hak dari Narapidana adalah hak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

Hal ini sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa

Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Hal ini

sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

13 Ibid.

Page 24: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

6

12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa Narapidana

berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

tentang Remisi. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada

setiap Narapidana bila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani

pidananya.14

Dengan demikian maka Narapidana tidak akan menjalankan

hukuman yang diberikan secara penuh. Pemberian remisi kepada Narapidana

sering sekali terjadi, sebagaimana dapat penulis contohkan sebagai berikut:

1. Sebanyak 280 Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

Klas III Palembang mendapatkan remisi pada saat peringatan Hari

Ulang Tahun Republik Indonesia ke-71.15

(Sumatera Ekspres, 16

Agustus 2016, Hal. 25)

2. 6 Narapidana yang menghuni Rumah Tahanan Klas II B Baturaja

mendapat remisi bebas pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia

ke-71. Selain 6 Narapidana yang mendapatkan remisi bebas, sebanyak

195 Narapidana mendapatkan remisi mulai dari 1 bulan hingga 6

bulan. (Sumatera Ekspres, 17 Agustus 2016, Hal. 28)16

3. Sebanyak 409 Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Tanjung Raja mendapatkan remisi pada saat peringatan Hari Ulang

14

Keppres RI No.. 174 tahun 1999 Psl. 1. 15

Tajuk, “280 Napi Nikmati Remisi”, dalam Sumatera Ekspres, No. 25, 16 Agustus 2016. 16

Tajuk, “6 Napi Langsung Bebas”, dalam sumatera Ekspres, No. 28, 17 Agustus 2016.

Page 25: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

7

Tahun Republik Indonesia ke-71. (Berita Pagi, 18 Agustus 2016, Hal.

3)17

Dari contoh di atas menunjukan bahwa remisi di Indonesia khususnya di

wilayah hukum Sumatera Selatan sering sekali diberikan kepada Narapidana.

Jumlah Narapidana yang memperoleh remisipun relatif besar, padahal dalam

memperoleh remisi, Narapidana harus memenuhi beberapa persyaratan.

Persyaratan yang harus dipenuhi intinya adalah mematuhi peraturan yang berlaku

di dalam perundang-undangan.

Pemberian remisi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diatur di

dalam beeberapa perundang-undangan antara lain: Undang-Undang No. 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan, Keputusan Presiden RI No, 174 Tahun 1999

tentang Remisi, dan Perundang-Undangan No. M09 NH.0-01 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Putusan Presiden RI No.174 Tahun 1999 tentang Remisi. Keputusan

Memteri Kehakiman dan HAM RI No. M.04-NH.02-01 Tahun 2000 tentang

Remisi. Tambahan Bagi Narapidana dan Anak Didik, Keputusan Menteri

kehakiman dan HAM RI No. M.03-PS.01 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Seumur

Hidup Menjadi Penjara Sementara.18

17

Tajuk, “ Ratusan Napi Terima Remisi HUT RI”, dalam Berita Pagi, No. 3, 18 Agustus

2016. 18

Aditya Pramana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada

Koruptor” (Skripsi Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2012), hlm. 6.

Page 26: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

8

Dengan peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan pemerintah

selalu memperhatikan hak Narapidana untuk mendapatkan remisi yang telah

diatur dalam perundang-undangan. Dalam pemberian remisi ini tidak melihat jenis

tindak pidana yang dilakukan, akan tetapi hanya pada lamanya masa tahanan yang

akan dijalani dan berperilaku baik selama menjalani hukuman. Seperti pada tindak

pidana pembunuhan sekalipun yang tetap mendapat remisi, padahal tindak pidana

pembunuhan ini telah nyata merampas hak hidup orang lain. Tentu muncul

pertanyaan adilkah remisi ini dilihat dari pihak korban. Untuk dapat melihat

gambaran pemberian remisi tersebut, penulis gambarkan dalam tabel jumlah

Narapidana/Tahanan yang mendapatkan remisi di beberapa kota/kabupaten

wilayah hukum Sumatera Selatan adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Jumlah Narapidana/Tahanan 1 November 2016 Dan Remisi Umum Hari

Kemerdekaan 17 Agustus 2016 di Wilayah Hukum Sumatera Selatan

No Wilayah Jumlah Narapidana Jumlah Remisi

1 Palembang 3928 Orang 1650 Orang

2 Lubuk Linggau 1242 Orang 682 Orang

3 Lahat 381 Orang 327 Orang

4 Tanjung Raja 759 Orang 863 Orang

5 Sekayu 624 Orang 607 Orang

6 Muara Enim 923 Orang 961 Orang

7 Banyuasin 605 Orang 481 Orang

8 Kayu Agung 566 Orang 511 Orang

9 Baturaja 417 Orang 398 Orang

10 Prabumulih 271 Orang 223 Orang

11 Martapura 320 Orang 327 Orang

12 Muaradua 152 Orang 152 Orang

13 Pagar Alam 118 Orang 84 Orang

14 Tebing Tinggi 150 Orang 232 Orang

15 Surulangun Rawas 22 Orang 40 Orang Sumber: data diolah dari Kementerian Hukum Dan Hak Aasi Manusia Kantor Wilayah

Sumatera Selatan Tahun 2016

Page 27: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

9

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa jumlah Narapidana/Tahanan

yang mendapatkan remisi terbanyak adalah wilayah hukum Kota Palembang.

Dengan melihat fakta-fakta yang ada di dalam masyarakat serta melihat

banyaknya remisi yang diberikan di wilayah hukum kota Palembang. Penulis

tertarik untuk mengkaji lebih lanjut bagimana remisi itu diberikan, mengingat

hanya narapidana yang mempunyai syarat-syarat tertentu saja yang bisa

mendapatkan remisi itu lebih-lebih untuk kasus seperti pembunuhan. Oleh sebab

itu, penulis membahas lebih lanjut dalam suatu penelitian karya ilmiah (skripsi)

yang berjudul: Perspektif Hukum Islam Tentang Pemberian Remisi Terhadap

Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pemberian remisi kepada Narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pemberian

remisi kepada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Palembang?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :

1. Mengetahui prosedur pemberian remisi kepada Narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

Page 28: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

10

2. Memahami tinjauan Hukum Islam tentang pelaksanaan pemberian

remisi kepada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Palembang.

Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini akan

memperoleh kegunaan sebagai berikut :

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dapat memberikan

ilmu pengetahuan baru mengenai pemberian remisi baik dari sudut

pandang hukum pidana Islam maupun hukum pidana di Indonesia.

2. Aspek Praktis

Hasil studi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan

dan bahan penyuluhan baik secara kumulatif, informatif, maupun

edukatif. Dan dapat bermanfaat bagi kalangan akademis dalam

memehami tinjauan hukum islam terhadap hak narapidana tindak

pidana pembunuhan dalam memperoleh remisi.

D. Penelitian Terdahulu

Dalam rangka mendukung tujuan penelitian skripsi ini, penulis mencoba

mengembangkan tulisan ini dengan didukung oleh buku-buku dan skripsi-skripsi

dari penulis lain. Ada beberapa penelitian tentang remisi antara lain:

Zaenal Arifin, meneliti tentang remisi pada umumnya sehingga belum ada

klasifikasi secara khusus terutama mengenai tindak pidana yang dilakukan.

Page 29: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

11

Dengan kata lain skripsi ini hanya memberikan gambaran umum tentang remisi

baik dilihat dari sudut pandang hukum Islam.19

Aditya Pramana, meneliti tentang pemberian remisi pada koruptor. Skripsi

ini sudah ada klasifikasi secara khusus mengenai pemberian remisi terhadap

narapidana tindak pidana korupsi. Dengan kata lain skripsi ini sudah

memfokuskan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi.20

Lasiyo, meneliti tentang pemberian remisi terhadap koruptor dalam sudut

pandang fiqh jinyah. Skripsi ini merupakan karya tulis yang cukup memberikan

gambaran mengenai remisi, terutama yang menyangkut tentang tindak pidana

korupsi.21

Dari berbagai kajian di atas jelas membedakan dengan penelitian yang

penulis buat. Hal ini nampak jelas dari permasalahan yang diangkat. Peneliti

dalam tulisan ini mengangkat pemberian remisi terhadap suatu tindak pidana

pembunuhan. Sehingga penelitian tentang Pemberian Remisi Terhadap

Narapidana Menurut Perspektif Hukum Islam di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang diharapkan dapat menambah khasanah ilmu dan

wawasan baru terutama di bidang ilmu hukum pada umumnya.

E. Metode Penelitian

1. Bentuk Penelitian

19

Zaenal Arifin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Pada Narapidana”

(Sripsi Sarjana: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009). 20

Aditya Pramana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada

Koruptor” (Skripsi Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2012). 21

Lasiyo, “Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah”

(Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011).

Page 30: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

12

Bentuk Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis empiris. Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa penelitian yuridis empiris

adalah penelitian dengan melakukan pendekatan dengan melihat suatu kenyataan

hukum di dalam masyarakat.22

2. Jenis Data dan Sumber Bahan Hukum

a. Jenis Data

Menurut Zainuddin Ali, di dalam bukunya yang berjudul Metode

Penelitian Hukum menyebutkan bahwa jenis data dalam penelitian

hukum terbagi dua yaitu data primer dan data sekunder. Adapun jenis

data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data primer sebagai

data utamanya dan data sekunder sebagai data penunjang.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

baik melalui wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk

dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Data

yang dimaksud adalah hasil wawancara dengan Kepala Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang dan Narapidana

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokemen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan

22 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 12.

Page 31: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

13

peraturan perundang-undangan.23

Adapun dalam penelitian ini

yang menjadi Data Sekunder adalah Undang-Undang yang

berhubungan dengan masalah yang dibahas seperti Undang-

Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi, buku-buku yang berhubugan dengan masalah yang dibahas

seperti Fiqih Jinayah, Hukum Islam dan buku-buku lain yang

berhubungan dengan penelitian ini.

b. Sumber Bahan Hukum

Menurut Zainuddin Ali, di dalam bukunya yang berjudul Metode

Penelitian Hukum menyebutkan bahwa sumber bahan hukum terbagi

tiga yaitu sumber bahan hukum primer, sekunder dan tertier.24

Adapun

sumber bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

sumber bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Adapun di dalam penelitian ini yang dijadikan seagai Sumber

Bahan Hukum yang mengikat adalah Al-Qur’an, Al-Hadist,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonsesia Tahun 1945

dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan

ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitan sehingga dapat

memberikan penjelasan Bahan Hukum Primer. Adapun Bahan

23 Ibid. hlm. 106 24 Ibid.

Page 32: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

14

Hukum Sekunder dalam penelitian ini adalah Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995, Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 dan penjelasan

terhadap Undang-Undang.

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap Bahan Hukum Primer dan Bahan

Hukum Skunder, seperti kamus, ensiklopedia, website dan lain-

lain. Adapun dalam penelitian ini yang menjadi Bahan Hukum

Tertier adalah Kamus, Indeks Kumulatif, surat kabar dan lain-

lain.25

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang dipilih sebagai tempat untuk melakukan

penelitian dalam rangka menjawab permasalahan ini adalah di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang di Jalan Merdeka Nomor 12, 19

Ilir, Bukit Kecil, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30131, Indonesia Telepon

0711- 350644. Lokasi itu dipilih karena diindikasikan banyaknya Narapidana di

Lembaga pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang yang mendapatkan

remisi.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu alat untuk mengamati gejala yang

diteliti. Dalam hal ini panca indra manusia (penglihatan dan

25 Ibid.

Page 33: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

15

pendengaran) diperlukan untuk menangkap gejala yang diamati.26

Adapun pengamatan yang akan penulis lakukan yaitu dengan melihat

perilaku Narapidana, keadaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Palembang, beserta sikap dan tindakan pejabat di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

b. Wawancara

Metode yang digunakan dalam wawancara ini adalah metode

kuesioner. Menurut Soerjono Soekanto metode kuesioner adalah

metode wawancara yang dilakukan atas dasar daftar pertanyaan yang

telah disusun sebelumya.27

Penulis dalam penelitian ini akan

melakukan wawancara kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang dan Narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang untuk mendapatkan

informasi lebih lanjut.

c. Studi Kepustakaan

Data kepustakaan diperoleh untuk melengkapi data dalam penelitian

ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan cara membaca,

menelaah, mengkaji dan menganalisis buku-buku yang membicarakan

tentang Remisi dan Tindak Pidana Pembunuhan. Hal ini diperlukan

sebagai landasan dalam pengembangan masalah yang diteliti.

5. Populasi Dan Sampel

26 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2010), hlm. 70. 27

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Ind-Hill

Co, 1990), hlm. 116.

Page 34: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

16

Menurut Soerjono Soekanto, Populasi adalah keseluruhan atau himpunan

objek dengan ciri yang sama.28

Dalam penelitian ini ialah Narapidana beserta

pejabat yang berwenang untuk memberikan remisi kepada Narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang sebagai populasinya.

Sedangkan sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi.29

Adapun

Sampel dalam penelitian ini, ditarik dengan mengunakan purposive sampling dan

stratific random sampling. Menurut Soerjono Soekanto Purposive sampling

adalah pengambilan sampel dengan ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti

berdasarkan kemauannya.30

Adapun yang menjadi sampelnya adalah 2 orang

Narapidana Pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang dan 2 orang Narapidana Penganiyayaan. Sedangkan stratific random

sampling menurut Soerjono Soekanto digunakan ketika adanya stratifikasi sosial

yang berbeda.31

Adapun yang menjadi sampelnya adalah 1 orang Kepala Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang, dan 4 orang KASIE Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

6. Teknik Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang mengunakan metode penelitian

bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan

kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi

dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis

28 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Rajawali Pers,

2011), hlm. 118-119. 29 Ibid. hlm. 113 30 Rianto Adi, log.cit. 31 Soerjono Soekanto, op.cit. hlm. 113.

Page 35: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

17

dengan melihat langsung hukum yang ada di dalam perundang-undangan, apakah

telah sesuai dengan hukum yang diterapkan di dalam masyarakat.32

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari penelitian ini,

penulis membuat sistematika pembahasann yang terdiri dari bab-bab sebagai

berikut:

Bab pertama, dimulai dengan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berisi tentang tinjauan umum mengenai pidana dan

pemidanaan beserta tujuannya, tindak pidana pembunuhan, pemberian remisi

dengan bentuk beserta dasar hukum dan prosedurnya, baik ditinjau dari hukum

positif maupun hukum Islam.

Bab tiga, berisi tentang gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang

Bab empat, berisi tentang analisi mengenai pemberian remisi terhadap

narapidana tindak pidana pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Palembang

yang berisikan hasil dari penelitian penulis lakukan.

Bab lima, merupakan penuutup yang berisikan kesimpulan dan saran

dalam penulisan skripsi.

32 Zainuddin Ali, op.cit. hlm. 107.

Page 36: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

18

BAB II

TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

TENTANG REMISI

A. Pengertian Pidana dan Pemidanaan

Secara sederhana, pidana dapat diartikan sebagai hukuman berupa nestapa

yang ditimpahkan negara kepada pelaku tindak pidana. Banyak rumusan

pengertian pidana dari para ahli hukum. Menurut Roeslan Saleh, pidana adalah

reaksi atau delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpahkan

negara pada pembuat delik. Dirumuskan pula oleh R. Soesilo, yang menyebut

pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh Hakim

dengan vonis, kepada orang-orang yang melanggar Undang-Undang Hukum

Pidana.33

Sedangkan menurut Mustafa Abdullah dan Roben Ahmad, pengertian

pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Wirjono

Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana adalah hal yang dipidanakan, yaitu

yang oleh instansi yang berkuasa (vonis hakim) dilimpahkan kepada seorang

oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-

hari dilimpahkan.34

Jadi, dalam sistem hukum kita yang menganut asas praduga tak bersalah

(presumption of ennocence). Pidana sebagai reaksi atas delik yang dijatukan harus

berdasarkan pada vonis Hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya

33

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan (Jakrta: Sinar Grafika, 200), hlm. 9. 34

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah

(Jakarta :Sinar Grafika, 2006), hlm. 137.

18

Page 37: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

19

perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka

harus dibebaskan. Adapun mengenai bentuk pidana yang dijatuhkan utamanya

mengacu pada KUHP. Namun untuk Hukum Pidana Khusus, ternyata ada

perluasan atau penambahan bentuk dan jenis pidana tambahan di luar yang

termaktub dalam KUHP. Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai

berikut:

c. Pidana Pokok;

6. Pidana Mati

7. Pidana Penjara

8. Pidana Kurungan

9. Pidana Denda

10. Pidana Tutupan

d. Pidana Tambahan;

4. Pencabutan Hak-Hak Tertentu

5. Perampasan Barang-Barang Tertentu

6. Pengumuman Putusan Hakim35

Sedangkan Pemidanaan sendiri berasal dari kata “pidana” yang sering

diartikan pula dengan hukuman. Pemidanaan dalam arti umum itu merupakan

bidang dari pembentuk undang-undang karena asas legalitas, yang berasal dari

zaman Aungklarung, yang singkatnya berbunyi: nullumcrimen, nulla poena, sine

preavia lege (penali). Jadi untuk mengenakan poena atau pidana diperlukan

undang-undang (pidana) terlebih dahulu. Pembentuk undang-undanglah yang

menetapkan peraturan tentang pidananya, tidak hanya tentang crimen atau

delictum-nya, ialah tentang perbuatan mana yang dapat dikenakan pidana.36

Pemidanaan dapat pula diartikan dengan penghukuman. Kalau orang

mendengar kata “hukuman”, biasanya yang dimaksud adalah penderitaan yang

35

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 134. 36

Djoko Prakoso, Masalah Pemberian Pidana Dalam Teoridan Praktek Peradilan

(jakarta: Ghalia Indosesia, 1984), hlm. 15.

Page 38: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

20

diberikan kepada orang yang melanggar hukum pidana. Pemidanaan atau

pengenaan pidana berhubungan erat dengan kehidupan seseorang di dalam

masyarakat, terutama apabila menyangkut kepentingan benda hukum yang paling

berharga bagi kehidupan di masyarakat, yaitu nyawa dan kemerdekaan atau

kebebasanya.37

Dalam pandangan masyarakat orang yang telah dikenakan pidana seolah-

olah mendapat cap, bahwa orang tersebut dipandang sebagai orang yang jahat,

yang tidak baik atau orang yang tercela. Oleh karena sangat eratnya hubungan

antara pidana dengan kehidupan seseorang di dalam masyarakat. Maka dapat

dikatakan bahwa dari sekian banyak cabang ilmu hukum, hukum pidanalah yang

paling banyak hubungannya dengan kehidupan orang sehari-hari. Penjatuhan

pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan pidana kita.38

Apabila

proses peradilan yang misalnya berakhir dengan penjatuhan pidana itu berjalan

sesuai asas peradilan, niscaya peradilan kita dinilai baik. Apabila sebaliknya, tentu

saja dinilai sebaiknya pula. Bahkan dapat dicap sebagai ada kemerosotan

kewibawaan hukum.

Memang undang-undang mengatur persamaan semua orang di hadapan

hukum (equality before the law), sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perundangan lainnya. Dalam

kaitan dengan hal ini, maka setiap orang harus diperlakukan sama di dalam

hukum. Untuk mendapat persamaan hukum yang kaitannya dalam pemidanaan.

Sudah sepatutnya dalam pemidanaan, Hakim menjatuhkan sebuah putusan

37

Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Megenai Efektivitas

Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini (Jakrata: Ghalia Indonesia, 1985), hlm. 13. 38

Bambang Waluyo, op.cit.hlm. 34.

Page 39: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

21

pemidanaan yang sesuai dengan syarat-syarat pemidanaan itu sendiri. Adapun

syarat-syarat pemidanaan ialah sebagai berikut:

1. Segi perbuatan dipakai asas legalitas

Asas legalitas menghendaki tidak hanya adanya ketentuan-ketentuan yang

pasti tentang perbuatan yang bagaimana dapat dipidana. Asas legalitas juga

menghendaki ketentuan atau batas yang pasti tentang pidana yang dapat

dijatuhkan. Prof. Sudarto, SH., mengemukakan sebagai berikut:

“Syarat pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan ialah adanya perbuatan

(manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Ini adalah

konsekuensi dari asas legalitas. Rumusan delik ini penting artinya seebagi prinsip

kepastian. Undang-undang pidana sifatnya harus pasti. Di dalamnya harus dapat

diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang diperintahkan.”39

2. Segi Orang atau Pelaku dipakai asas kesalahan

Asas kesalahan menghendaki agar hanya orang-orang yang benar-benar

bersalah sajalah yang dapat dipidana, tiada pidana tanpa kesalahan. Mengenai

masalah yang menyangkut asas kesalahan, adalah dapat diterangkan bahwa

pemidanaan yang berdasar adanya kesalahan, erat sekali hubungannya dengan

keadilan. Akan dirasakan tidak atau kurang adil, apabila seorang yang tidak

bersalah sama sekali, dijatuhi pidana walau betapa ringannya pidana yang

dijatuhkan.40

Keadilan memang terletak di dalam rasa,sehingga akan dirasakan berbeda-

beda menurut rasa keadilan masing-masing pihak. Oleh karena itu, harus ada

ukuran-ukuran yang seharusnya dapat diterima oleh semua pihak. Ukuran-ukuran

yang dapat menyeimbangkan antara tuntutan-tuntutan keadilan menurut

39

Djoko Prakoso dan Nurwachid, op.cit. hlm. 14. 40

Ibid. hlm. 15.

Page 40: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

22

kepentingan terdakwa atau masyarakat. Keadilan berdasarkan keseimbangan yang

demikian itu, kiranya sesuai dengan hakikat dan ideologi Indonesia yaitu

Pancasila. Untuk tercapainya keseimbangan rasa keadilan yang demikian, maka

hakim harus benar-benar cermat di dalam berusaha mencari dan menemukan

kebenaran. Kebenaran yang menyatakan, bahwa memang benar telah terjadinya

suatu kesalahan, sehingga dapat meyakinkan hakim akan adanya kesalahan

seseorang.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan untuk menjatuhkan pidana

terhadap suatu perbuatan ialah perbuatan tersebut harus memenuhi rumusan delik

dalam undang-undang. Jika perbuatan seseorang tidak ada dalam rumusan delik

perundang-undangan, maka orang tersebut tidak dapt dijatuhkan pidana. Di

samping itu, juga harus ada keyakinan hakin bahwa perbuatan tersebut betul-betul

dilakukan oleh orang yang bersalah.

B. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Positif

Tujuan pemidanaan pada hakikatnya, sebagai wujud pemenuhan rasa

keaadilan yang mencerminkan berjalannya sistem peradilan di suatu negara.

Tujuan pemidanaan biasanya dikaitkan dengan teori pemidanaan yang dibagi

dalam tiga golongan besar. Tiga golongan tersebut dapat diuraikan sebgai berikut:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Teori ini mengatakan, bahwa kejahatan sendirilah yang memuat anasir-

anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan. Pidana

Page 41: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

23

merupakan tuntutan yang mutlak, bukan hanya suatu yang perlu dijatuhkan, tetapi

sudah merupakan keharusan.

2. Teori Relatif dan Teori Tujuan

Menurut teori relatif, maka dasar pemidanaan adalah pertahanan tata tertib

masyarakat. Dengan kata lain teori ini mengatakan bahwa tujuan penjatuhan

pidana adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan. Oleh sebab itu, tujuan dari

pemidanaan adalah menghindarkan (prevensi) dilakukannya suatu pelanggaran

hukum Sifat prevensi dari pemidanaan ialah prevensi umum dan prevensi khusus.

Dalam teori prevensi umum seperti yang dikemukakan oleh Von Feuerbach, ialah

jika seseorang terlebih dalu mengetahui bahwa ia akan mendapat suatu pidana

apabila ia melakukan suatu kejahatan. Hal ini berarti bahwa sifat teori prevensi

umum adalah untuk menakuti orang agar tidak melakukan tindak pidana.

Sedangkan prevensi khusus digambarkan Van Hamel ialah sebagai

berikut:

a. Pemidanaan harus memuat suatu anasir menakutkan supaya si pelaku

tidak melakukan niat yang buruk;

b. Pemidanaan harus membuat suatu anasir yang memperbaiki bagi

terpidana, yang nanti memerlukan suatu reclassering;

c. Pemidanaan harus memuat suatu anasir membinasakan bagi penjahat

yang sama sekali tidak dapat diperbaiki lagi;

d. Tujuan satu-satunya dari pemidanaan ialah mempertahankan tata tertib

hukum.41

3. Teori Mengabungkan

Teori ini mendasarkan pada jalan pikiran bahwa pidana hendaknya

didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat.

41

Ibid. hlm. 23.

Page 42: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

24

Hal ini diterangkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salah satu

unsurnya tanpa meghilangkan unsur yang ada. Teori mengabungakan ini dibagi

dalam tiga golongan, ialah:

a. Teori mengabungkan yang menitikberatkan pembalasan, tetapi

membalas itu tidak boleh melampaui batas apa yang perlu dan sudah

cukup untuk dapat memperthankan tata tertib masyarakat;

b. Teori mengabungkan yang menitikberatkan pada pertahanan tata tertib

masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat daripada suatu penderitaan

yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh

terpidana;

c. Teori menggabungkan yang menganggap kedua asas tersebut harus

dititikberatkan sama.42

Setelah penguraian beberapa teori pemidanaan seperti tersebut diatas,

maka bagaimanakah tujuan pemidanaan di Lembaga Pemasyarakatan sendiri.

Sebagimana diuraikan sebelumnya, bahwa Lembaga Pemasyarakatan sebagai

ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk

melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Dengan mengetahui fungsi dari Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri, yaitu

sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan. Penulis menarik kesimpulan bahwa pemidanaan narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan tidak semata-mata bertujuan untuk menghukum orang

atau sebagai pembalasan bagi pelaku tindak pidana. Lebih penting dari itu,

tujuannya adalah melakukan pembinaan bagi narapidana agar setelah keluar dari

Lembaga Pemasyarakatan dapat kembali menjadi manusia yang berkelakuan baik.

42

Ibid. hlm. 18-24.

Page 43: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

25

2. Tujuan Pemidanaan Menurut Hukum Islam

Dalam syariat Islam tujuan pemidanaan adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan

Pengertaian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar

ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya. Disamping mencegah pelaku,

pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar tidak

ikut-ikutan melakukan jarimah. Mereka bisa mengetahui bahwa hukuman yang

dikenakan kepada pelaku, juga akan dikenakan kepada orang lain yang melakukan

perbuatan yang sama

b. Perbaikan dan Pendidikan

Tujuan yang kedua dari pemidanaan adalah mendidik pelaku jarimah agar

ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Disini terlihat

bagaimana syariat perhatian Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya

pemidanaan ini, diharapkan akan timbul dalam diri pelaku suatu kesadara bahwa

ia menjauhi jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena

kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat

rida dari Allah SWT.43

Namun, bila tujuan pemidanaan dalam Islam itu dilihat dari ketetapan

hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad saw., baik yang termuat di

dalam Al-Quran maupun yang terdapat di dalam Al-Hadist, yaitu untuk

kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak. Hal itu dilakukan

dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah serta menolak

43

Ahmad Wardi Muslich, op.cit. hlm. 138.

Page 44: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

26

segala yang tidak berguna bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain tujuannya

adalah untuk kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani, individu,

dan masyarakat.

C. Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif

Sebelum penulis membicarakan tentang tindak pidana pembunuhan,

kiranya perlu diuraikan terlebih dahulu tentang tindak pidana itu sendiri. Dalam

peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ditemukan definisi tindak pidana.

Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini merupakan kreasi teoritis para

ahli hukum. Istilah tindak pidana adalah salah satu istilah dalam bahasa Indonesia

yang biasa dipakai untuk menterjemahkan istilah “strafbaar feit” atau “delict”

dalam bahasa Belanda.44

Dalam ilmu hukum pidana di Indonesia dikenal juga beberapa istilah lain

yang dipakai baik dalam buku-buku maupun dalam undang-undang yang

pengertiannya sama dengan strafbaar feit istilah-istilah tersebut antara lain

perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan yang boleh dihukum, peristiwa pidana,

pelanggaran pidana, dan perbuatan pidana. Pada dasarnya istilah strafbaar feit

dijabarkan secara harfiah terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar, dan feit. Kata straf

berarti pidana dan hukum, kata baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh,

sedangkan feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan

44

Djoko Prakoso, tindak Pidana Penerbangan di Indonesia (jakarta: Ghalia Indonesia,

1983), hlm. 37.

Page 45: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

27

perbuatan. Jadi, istilah strafbaar feit secara singkat bisa diartikan dengan

perbuatan yang boleh dihukum.45

Tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana.

Oleh karena itu, memahami pengertian tindak pidana adalah penting sekali.

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

kejahatan (crime) yang bisa diartikan secara yuridis ataupun kriminologis.

Mengenai pengertian tindak pidana, tidak ada kesatuan pendapat di antara para

sarjana. Untuk itu penulis kemukakan beberapa pendapat dari para pakar hukum.

Simons mengatakan bahwa strafbaar feit atau tindak pidana itu adalah

kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum, dan

berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggung jawab.46

Sedangkan Van Hamel mengatakan bahwa strafbaar feit

atau tindak pidana itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-

undang, bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan

kesalahan.47

Menurut Pompe strafbaar feit atau tindak pidana itu sebenarnya adalah

tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang

telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Jadi dari berbagai

pengertian tindak pidana di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud

dengan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang menurut suatu rumusan

45

Misnawati, “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Putusan Bebas Tidak Murni Dalam

Tindak Pidana Pencuria Yang Dilakukan Oleh Pembantu Rumah Tangga (Studi Putusan

Mahkamah Agung Nomor 653k/Pld/2011” (Skripsi Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2014),

hlm. 15. 46

Chairul Huda, dari „tiada pidana tanpa kesalahan‟ menuju kepada „tiada pertanggung

jawaban tanpa kesalahan (jakarta: Kencana, 2013), hlm. 27. 47 Ibid.

Page 46: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

28

undang-undang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan dapat

dikenakan hukuman pidana.48

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan dari dua sudut pandang yakni

dari sudut teoritis, dan sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan

pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sementara itu

sudut undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan

menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan

yang ada. Menurut Moeljtno, unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan.49

Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang oleh aturan hukum.

Berdasarkan kata mejemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada

perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya, diancam dengan pidana. Hal

ini menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-

benar dipidana. Pengertian diancam merupakan pengertian umum, yang artinya

pada umumnya dijatuhi pidana.

Sedangkan dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP,

dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:

1. Unsur tingkah laku;

2. Unsur melawan hukum;

48

Misnawati, op.cit. hlm. 16 49

Djoko Prakoso,op.cit. hlm. 38.

Page 47: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

29

3. Unsur kesalahan;

4. Unsur akibat konstitutif

5. Unsur keadaan yang menyerupai;

6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;

7. Unsur-unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;

8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;

9. Unsur objek hukum tindak pidana;

10. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;

11. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.50

Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan melawan

hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur

objektif. Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukum

objektif atau subjektif bergantung dari bunyi redaksi rumusan tindak pidana yang

bersangkutan. Unsur yang bersifat subjektif adalah semua unsur yang mengenai

batin atau melekat pada keadaan batin orangnya. Sementara itu, unsur yang

bersifat objektif adalah semua unsur yang berada di luar keadaa batin manusia,

yakni semua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-

keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana.

Dalam kaitannya dengan tindak pidana pembunuhan, pembunuhan berasal

dari Kata “bunuh” berarti mematikan, menghilangkan nyawa. Membunuh artinya

membuat supaya mati, hilangnya nyawa seseoramg. Pembunuh artinya orang atau

alat yang membunuh. Sedangkan pembunuhan sendiri berarti perkara membunuh,

50 Misnawati, op.cit. hlm. 20.

Page 48: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

30

perbuatan atau hal membunuh.51

Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan

adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.52

Pembunuhan adalah

perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, di mana perbuatan

tersebut merupakan kejahatan yang telah diatur dalam ketentuan yang ada dalam

KUHP.

Bentuk pokok dari kejahatan terhadap nyawa yakni adanya unsur

kesengajaan dalam pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang baik

sengaja biasa maupun sengaja yang direncanakan. Pembunuhan sengaja biasa

yakni maksud atau niatan untuk membunuh timbul secara spontan, dan sengaja

yang direncanakan yakni maksud atau niatan atau kehendak membunuh

direncanakan terlebih dahulu, merencanakannya dalam keadaan tenang serta

dilaksanakan secara tenang pula.

Dalam KUHP, bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa

orang lain berupa sengaja (dolus) dimuat dalam bab XIX KUHP pasal 338 s/d 350

dan tidak sengaja (culpa) dimuat dalam bab XXI pasal 359 yang dijelaskan dalam

KUHP buku II tentang kejahatan. Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu

adalah adanya niat yang diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai

selesai serta terpenuhinya unsur-unsur kesengajaan atau unsur-unsur kelalaian

sehingga pidana tersebut dapat dijatuhkan.53

Sanksi pidana bagi pelaku

pembunuhan di atur di dalam KUHP yaitu sebagai berikut:

51

Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia (Bandung: P.T.Alumni, 2005), hlm.

129. 52

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 134. 53

Ibid.hlm.139.

Page 49: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

31

a. Penbunuhan sengaja

1. Pembunuhan pasal 338.

2. Pemunuhan dengan pemberatan pasal 339, dengan hukuman penjara

seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh

tahun.

3. Pembunuhan berencana pasal 340, dengan hukuman mati atau

hukuman seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.

4. Pembunuhan bayi oleh ibunya pasal 341, dengan hukuman selama-

lamanya tujuh tahun.

5. Pembunuhan bayi berencana pasal 342, dengan hukuman

selamalamanya sembilan tahun.

6. Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan pasal 344, dengan

penjara selama-lamanya dua belas tahun.

7. Membujuk atau mengajak orang agar bunuh diri pasal 345, dengan

hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

8. Pengguguran kandungan dengan izin ibunya pasal 346, dengan

hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

9. Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya pasal 347, dengan

hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Dan kalau

perempuan itu yang mati maka, dijatuhi hukuman penjara

selamalamanya lima belas tahun.

10. Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya

pasal 348, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam

Page 50: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

32

bulan. Jika perempuan itu mati , ia dihukum dengan hukuman selama-

lamanya tujuh tahun. Dokter/bidan/tukang obat yang membantu

pengguguran/ matinya kandungan Pasal 349, maka pidana yang

ditentukan dalam pasal 346,347,348 dapat di tambah dengan sepertiga

dan dapat di cabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana

kejahatan di lakukan.

b. Pembunuhan tidak sengaja

1. pembunuhan karena kesalahan pasal 359, dengan hukuman penjara

selama lamanya lima tahun.54

Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan

tindak pidana pembunuhan adalah perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa

seseorang, di mana perbuatan tersebut merupakan kejahatan yang telah diatur

dalam ketentuan yang ada dalam KUHP, bersifat melawan hukum dan dapat

dikenakan pidana.

2. Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam tindak pidana dikenal dengan jarimah. Jarimah

menurut bahasa adalah melakukan perbuatan-perbuatan atau hal-hal yang

dipandang tidak baik, dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan,

kebenaran, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan menurut istilah, Imam Al-

Mawardi mengemukan sebagai berikut:

“Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan

hal-hal yang diwajibkan) yang diancam denga hukum had atau ta’zir”55

54

Ibid. hlm. 134-139. 55 Ahmad Wardi Muslich, op.cit. hlm. 9

Page 51: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

33

Larangan-larangan syara’ tersebut bisa berbentuk melakukan perbuatan

yang dilarang ataupun tidak melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan.

Melakukan perbuatan yang dilarang misalnya seseorang memukul orang lain

dengan benda tajam yang mengakibatkan korbannya luka atau tewas. Adapun

contoh jarimah berupa tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan ialah

seseorang jika tidak memberi makan anakya yang masi kecil atau suami yang

tidak memberi nafkah yang cukup bagi keluarganya.

Dalam bahasa Indonesia, kata jarimah berarti perbuatan pidana atau tindak

pidana. Kata lai yang sering digunakan sebagai padanan istilah jarimah ialah kata

jinayah. Hanya di kalangan fuqaha istilah jarimah pada umumnya digunakan

untuk semua pelanggaran terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’

baik mengenai jiwa ataupun lainnya. Sedangkan jinayah pada umumnya

digunakan untuk menyebutkan perbuatan pelanggaran mengenai jiwa atau

anggota badan, seperti membunuh dan melukai.56

Dari definisi-definisi di atas,

dapat disimpulkan bahwa tindak pidana dalam Islam disebut juga jarimah, yaitu

perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, berkenaan dengan jiwa, harta dan

diancam dengan hukuman had atau ta‟zir.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam hukum Islam, jarimah memiliki unsur umum dan unsur khusus.

Unsur umum berlaku untuk semua jarimah, unsur yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

56

Imaning Yusuf, Fiqih Jinayah Hukum Pidana Islam (Palembang: Rafah Press, 2009),

hlm. 26.

Page 52: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

34

1. Ada nas yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukum bagi

pelakunya;

2. Tingkah laku yang membentuk perbuatan jarimah, baik berupa

perbuatan yang melanggar hukum syara’ (seperti membunuh) maupun

dalam bentuk sikap tidak berbuat sesuatu yang diperintahkan oleh

syara’ (seperti tidak melaksanakn shalat dan menuanaikan zakat);

3. Pelaku jarimah, yaitu orang yang telah mukalaf atau orang yang telah

bisa diminta pertanggung jawabannya secara hukum.57

Sedangkan unsur khusus hanya berlaku untuk masing-masing jarimah dan

berbeda antara jarimah yang satu dengan jarimah yang lain. Abdul Qadir Audah

mengemukakan bahwa unsur-unsur umum untuk jarimah itu ada tiga macam

yaitu:

1. Unsur Formal

Unsur formal jarimah yaitu adanya nas (ketentuan) yang melarang

perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. Pengertiannya adalah bahwa

suatu perbuatan baru dianggap sebagai jarimah yang harus dituntut apabila ada

nas yang melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya dengan hukuman.

Dengan kata lain, tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman kecuali adanya suatu

nas. Ketentuan ini dalam hukum positif disebut dengan istilah asas legalitas.

Dalam membicarakan unsur formal ini, terdapat lima masalah pokok sebagai

berikut:

57 Imaning Yusuf, Fiqih Jinayah Hukum Pidana Islam, op.cit, hlm. 26-27.

Page 53: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

35

a. Asas legalitas dalam hukum pidana Islam;

b. Sumber-sumber aturan-aturan pidana Islam;

c. Masa berlakunya aturan-aturan pidana Islam;

d. Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana Islam;

e. Asas pelaku terhadap siapa berlakunya aturan-aturan pidana Islam.58

2. Unsur Material

Unsur material jarimah yaitu adanya tingkah laku yang membentuk

jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat

(negatif). Pembicaraan tentang unsur material ini mencangkup tiga masalah pokok

yaitu tentang jarimah yang telah selesai, jarimah yang belum selesai atau

percobaan, dan turut melakukan jarimah.59

Adapun hukuman yang diberlakukan pada jarimah yang belum selesai

tidak sama dengan jarimah yang telah selesai atau percobaan. Hal ini karena,

dalam pelaksanaan jarimah terdiri dari tiga fase yaitu fase pemikiran dan

perencanaan, fase persiapan, dan fase pelaksanaan. Pada fase pemikiran atau

perencanaan da fase persiapan, suatu jarimah tidak dianggap sebagai maksiat

yang dijatuhi hukuman. Sedangkan pada fase pelaksanaan, perbuatan pelaku

dianggap sebagai jarimah yang dapat dikenakan hukuman meskipun antara

perbuatan tersebut dengan unsur materialnya masih terdapa beberapa langkah.60

3. Unsur Moral

Unsur ketiga jarimah adalah unsur moral atau pertanggung jawaban.

Unsur moral yaitu pelaku adalah orang yang mukalaf, mukalaf yaitu orang yang

58

Ahmad Wardi Muslich, op.cit. hlm. 29. 59

Ibid. hlm. 59. 60

Ibid. Hlm.61-63.

Page 54: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

36

dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.

Adapun yang dimaksud dengan pertangung jawaban adalah pembebanan

seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang

dikerjakannya dengan kemaua sendiri, di mana orang tersebut mengetahui maksud

dan akibat dari perbuatannya itu. Dalam syariat Islam pertanggung jawaban itu

didasarkan kepada tiga hal:

1. Adanya perbuatan yang dilarang;

2. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri;

3. Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.61

Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula pertanggung

jawaban. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula pertanggung

jawabannya. Dengan demikian orang gila, anak di bawah umur, orang yang

dipaksa, da terpaksa tidak dibebani pertanggung jawaban, karena dasar

pertanggung jawaban pada mereka ini tidak ada.

Sedangkan pembunuhan, Ulama fikih mendefinisikan pembunuhan dengan

perbuatan manusia yang berakibat hilangnya nyawa seseorang. Menurut Wakban

Zuhaili pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa

seseorang. Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa pembunuhan adalah

perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa,

baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.62

Dasar keharaman membunuh, banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah saw. yang menyatakan keharaman membunuh tanpa suatu sebab yang

61 Ibid. hlm. 74 62

Imaning Yusuf, “Pembunuhan dalam perspektif Hukum Islam”Nurani [Online],

Volume 13 Number 2 (2013), hlm. 1.

Page 55: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

37

dihalalkan syarak. Diantara ayat-ayat tersebut adalah: QS. Al-Isra ayat 33, QS. Al-

Isra’ayat 31, QS. Al Maa’idah ayat 32, QS. Al Baqarah ayat 178, QS. Al-

Maa’idah ayat 45 dan HR. Ibnu Majah dari Al-Barra :

.البراء عن ماجو ابن رواه الدنيا زوال هلل عند يعدل المؤمن قتل

Macam-macam Pembunuhan

Jumhur ulama fikih, termasuk ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali,

membagi tindak pidana pembunuhan tersebut kepada tiga macam sebagai berikut:

1. Pembunuhan sengaja yaitu, suatu pembunuhan yang disengaja,

dibarengi dengan rasa permusuhan, dengan menggunakan alat yang

biasanya dapat menghilangkan nyawa, baik secara langsung maupun

tidak, seperti menggunakan senjata, kayu atau batu besar, atau

melukai seseorang yang berakibat pada kematian.

2. Pembunuhan semi sengaja, yaitu suatu pembunuhan yang disengaja

dibarengi dengan rasa permusuhan, tetapi dengan menggunakan alat

yang biasanya tidak mematikan, seperti memukul atau melempar

seseorang dengan batu kecil, atau dengan tongkat atau kayu kecil.

3. Pembunuhan tersalah, yaitu suatu pembunuhan yang terjadi bukan

dengan disengaja, seperti seseorang yang terjatuh dari tempat tidur

dan menimpa orang yang tidur di lantai sehingga ia mati, atau

seseorang melempar buah di atas pohon, ternyata batu lemparan itu

meleset dan mengenai seseorang yang mengakibatkannya tewas.63

Unsur-unsur Pembunuhan Sengaja

1. Yang dibunuh itu manusia yang diharamkan Allah SWT darahnya

(membunuhnya) atau yang dalam istilah fikih disebut ma’sum ad-dam

(terpelihara darahnya).

2. Perbuatan kejahatan itu membawa kematian seseorang, jika perbuatan

kejahatan yang dilakukannya itu tidak berakibat wafatnya korban, atau

kematiannya bukan karena perbuatan tersebut. Maka perbuatan itu

tidak bisa dinamakan dengan pembunuhan sengaja. Jenis perbuatan

63

Ibid. hlm. 3.

Page 56: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

38

yang membawa kepada kematian tersebut bisa berupa pemukulan,

pelukaan, penyembelihan, dibenamkan di air, dibakar, digantung,

diberi racun, dan lain sebagainya.

3. Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang.

Unsur-unsur Pembunuhan Semi Sengaja

1. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian.

2. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.

3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian

korban.

Unsur-unsur Pembunuhan Kesalahan

1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian.

2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan.

3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan

kematian korban.64

Pembunuhan dalam syariat Islam diancam dengan beberapa macam

hukuman, sebagian hukuman pokok dan dan pengganti. Sanksi hukum atas delik

pembunuhan adalah seagai berikut:

a. Terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja, pihak keluarga korban

dapat memutuskan salah satu dari tiga pilihan, yaitu qishash sebagai

hukuman pokok, adalah hukuman pembalasan setimpal dengan

penderitaan korbannya, atau diyat sebagai hukuman pengganti, yaitu

pembunuh harus membayar denda, sejumlah 100 ekor unta, atau 200 ekor

64

Ibid. Hlm. 5-6.

Page 57: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

39

sapi atau 1.000 ekor kambing, atau bentuk lain seperti uang senilai

harganya. Diyat tersebut diserahkan kepada pihak keluarga koraban, bukan

kepada pemerintah; atau pihak keluarga memaafkannya apakah harus

dengan syarat atau tanpa syarat.

b. Terhadap pelaku pembunuhan semi sengaja dan tersalah pihak keluarga

diberikan pilihan, yaitu pelaku membayar diyat sebagai hukuman pokok;

atau membayar kifarah sebagai hukuman pengganti (memerdekakan budak

mukmin, jika tidak mampu, ia (pelaku) diberi hukuman moral yaitu

berpuasa selama dua bulan berturut-turut), atau pihak keluarga

memaafkannya.65

Dalam hal sanksi, yang berupa pencabutan hak waris dan wasiat

merupakan hukuman tambahan. Pembunuhan yang menghalangi hak waris dan

wasiat menurut Jumhur ulama adalah pembunuhan yang melawan hukum serta

tanpa hak baik sengaja, semi sengaja maupun tersalah. Sedangkan menurut ulama

Malikiyah, pembunuhan yang menjadi penghalang warisan dan wasiat adalah

pembunuhan sengaja dan semi sengaja. Dengan demikian pembunuhan tersalah

tidak menghapuskan hak waris dan wasiat.66

Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas

Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur, tetapi

sebab ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang dapat

membatalkan seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut memiliki pengaruh

65

Zainuddin Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar

Grafika, 2015), hlm. 127. 66

Ahmad Wardi Muslich, op.cit. hlm. 157.

Page 58: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

40

yang berbeda-beda terhadap hukuman. Adapun sebab-sebab yang dapat

menggugurkan hukuman adalah :

1. Meninggalnya pelaku tindak pidana,

2. Hilangnya tempat melakukan qishas,

3. Tobatnya pelaku tindak pidana,

4. Perdamaian,

5. Pengampunan (syafa‟at),

6. Diwarisnya qishas,

7. Kadaluarsa (at-taqadum)67

Dari beberapa sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman yang

paling mendekati dengan Remisi adalah sebab yang ke lima yaitu pengampunan.

Pengampunan tersebut berpengaruh terhadap hukuman, sehingga hukuman pokok,

dapat digantikan dengan hukuman pengganti. Jika hukuman pengganti dimaafkan

juga maka segi hukuman yang berkaitan dengan hak manusia, dia sudah bebas.

Akan tetapi, karena jarimah qishash dan diyat terdapat hak Allah (hak

masyarakat) di samping hak manusia maka dalam hal ini hakim masih dibolehkan

untuk menjatuhkan hukuman ta‟zir sebagai imbangan dari hak Allah tersebut.68

Ta‟zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang

hukumannya belum ditentukan oleh syara’. Dengan kata lain ta‟zir adalah

hukuman yang bersaifat edukatif yang ditentukan oleh hakim. Adapun jenis dari

hukuman ta‟zir bermacam-macam, menurut Zainudin Ali jenis hukuman yang

termasuk ta‟zir antara lain hukuman penjara, skors atau pemecatan, ganti rugi,

67

Ibid, hlm. 173. 68

Ibid, hlm. 20.

Page 59: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

41

pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis-jenis hukuman lain yang dipandang

sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya.69

Adapun pidana penjara dalam hukum

pidana Islam dikenal dengan istilah hukuman kawalan, yang merupakan salah satu

cabang dari hukuman ta’zir. Dalam syariat Islam, ada dua macam hukuman

kawalan , yaitu:

a. Hukuman kawalan terbatas

Hukuman kawalan terbatas ini paling sedikit adalah satu hari, sedangkan

batas tertingginya tidak ada kesepakatan dikalangan para fuqaha. Ulama-ulama

Syafi’iyah menetapkan batas tertingginya adalah satu tahun. Mereka mengiaskan

hukuman ini dengan hukuman pengasingan dalam jarimah zina. Sedangkan

fuqaha yang lai menyerahkan batas tertinggi tersebut kepada penguasa negara

(hakim).

b. Hukuman kawalan tidak terbatas

Hukuman kawalan tidak terbatas ini tidak ditentukan masanya terlebih

dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau melakukan

taubat dan pribadinya menjadi baik. 70

Jadi dari uraian di atas, penulis simpulakan bahwa tindak pidana

pembunuhan menurut hukum positif dan hukum Islam adalah suatu perbuatan

yang menyebabkan hilangnya nyawa seseoarang, yang ketentuannya sudah di atur

baik di dalam KUHP maupun Al-Quran dan Al-Hadist dan pertanggung

jawabannya, disesuaikan dengan jenis tindak pidana pembunuhannya

69

Zainuddin Ali, op.cit. hlm. 129. 70

Ibid,

Page 60: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

42

D. Pegertian Remisi

1. Pengertian Remisi Menurut Hukum Positif

Adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga

Pemasyarakatan. Hal ini tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan

untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong

kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang

terjadi jauh sebelumnya, peristilahan Penjara pun telah mengalami perubahan

menjadi pemasyarakatan. Tentang lahirnya istilah Lembaga Pemasyarakatan

dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana

kembali ke masyarakat. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Rahardjo, SH.

yang menjabat Menteri Kehakiman Republik Indonesia saat itu.

Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para

pelanggar hukum. Pembinaan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang

bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan

antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat. Dalam perkembangan

selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964. Sistem

pemasyarakatan ini, ditopang oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan, yang menetapkan, bahwa narapidana berhak :

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya;

2. Mendapatkan perawatan, baik rohani maupun jasmani;

3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

5. Menyampaikan keluhan;

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti masa media lainnya yang

tidak dilarang;

7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukannya;

8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu

lainnya;

Page 61: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

43

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga Mendapatkan pembebasan bersyarat;

11. Mendapatkan cuti menjelang bebas.71

Demikian juga Lembaga Pemasyarakatan melakuan tindakan hukum yang

sesuai dengan ketentuan hukum apapun, haruslah bermuara pada satu produk.

Produk yang diharapkan, yakni bagaimana penjahat setelah keluar dari Lembaga

Pemasyarakatan menjadi baik, dapat diterima di masyarakat. Narapidana tidak

ditolak oleh masyarakat, mempunyai keterampilan hidup yang dibutuhkan,

keseimbangan mental dan fisik pulih. Narapidana dianggap sebagaimana orang

lain yang bukan penjahat dengan dihormati segala hak dan kewajibannya sesuai

dengan harkat dan martabat manusia bebas. Dengan demikian setelah adanya

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang berlaku bagi narapidana, di situ

diterangkan bahwa salah satu hak bagi para narapidana adalah adanya remisi bagi

narapidana penghuni lembaga pemasyarakatan.

Pengertian remisi sendiri adalah Hak setiap narapidana yang dilindungi

dan diatur oleh undang– undang, tanpa membedakan narapidana tindak pidana

umum maupun narapidana tindak pidana khusus seperti korupsi, tindak pidana

pembunuhan, perdagangan orang, terorisme dan lain sebagainya.72

Menurut

Terminologi Hukum Pidana karya Andi Hamzah, remisi mempunyai arti

pengurangan pidana oleh negara bagi narapidana yang berkelakuan baik.73

71 Undang-Undang No. 12 Th 1995 72

Dimas Hario Wibowo,“Pelaksanaan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Tindak

Pidana Korupsi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Semarang” UNNE Law Jaurnal [Online],

Volume 2 Number 1 (2013), Hlm. 14. 73

Andi Hmzah, Terminologi Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 131.

Page 62: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

44

Selain itu pengertian Remisi juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah

republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara

pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, dalam pasal 1 (satu) ayat 6

(enam) yang berbunyi ;

“Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada nara

pidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.”

Sedangkan menurut ketentuan pasal 1 Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1994, tidak memberikan pengertian remisi, namun

menjelaskan “setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara

sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila bersangkutan baik

selama menjalani pidana.74

Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik

kesimpulan tentang pengertian Remisi, yaitu pengampunan atau pengurangan

masa hukuman kepada Narapidana atau Anak Pidana yang sedang menjalakan

hukumannya sesuai dengan syaratsyarat yang berlaku.

2. Pengertian Remisi Menurut Hukum Islam

Istilah remisi di dalam Hukum Islam dikenal dengan istilah pengampunan

(syafa‟at). Pengampunan merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan)

hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa. Pengampunan

merupakan suatu hal yang diutamakan dalam syariat Islam. Pengampuan

merupakan rahmatan lil‟ alami, untuk memberi petunjuk dan pelajaran serta

pendidikan kepada manusia. Hal ini untuk memperbaiki individu serta menjaga

74

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 Psl 1.

Page 63: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

45

masyarakat dari hal-hal yang tidak baik.75

Pemberian pengampuan sudah

dilaksanakan sejak zaman Nabi SAW.

Adapun contoh kasus ampunan yang diberikan Nabi SAW. yang

merupakan salah satu contoh Islam mengenal remisi (syafa‟at) yaitu: Dalam

sejarah Islam Nabi SAW. Wahsyi bin Harb – Ia bertanggng jawab atas kematian

Hamzah, paman Muhammad. Setelah pembunuhan itu, ia melarikan diri dari

Mekkah ke Tha’if. Sebelum Muhammad tinggal di Madinah, ia memohon ampun

padanya dan masuk Islam. Ia juga ikut bertempur melawan nabi palsu,

Musailamah pada masa Khalifah Abu Bakar dan memancung Musailamah dengan

senjata yang sama digunakan saat membunuh Hamzah.

Sarah – Budak wanita Ikrimah bin Abu Jahal, Ia sering menghina Nabi

Muhammad SAW. Maka, ia dijatuhi hukuman mati. Namun, ia dibebaskan setelah

ia memohon dan meminta perlindungan pada Rasulullah SAW. Ia kemudian

masuk Islam dan hidup hingga masa Khalifah Umar. Dalam kesempatan lain

Khalifah Umar juga pernah membebaskan seorang pencuri dari hukuman potong

tangan dengan alasan waktu itu tengah terjadi musim pencekik (kelaparan),

sehingga memaksa orang itu untuk melakukan pencurian.76

E. Dasar Hukum dan Bentuk Remisi

1. Dasar Hukum Remisi

Dasar hukum pemberian Remisi sudah mengalami bebrapa kali perubahan,

bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keputusan Presiden Republik

75

Ahmad Wardi Muslich, log.cit. 76 Aditya Pramana, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada

Koruptor” (Skripsi Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2012), hlm. 34.

Page 64: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

46

Indonesia Nomor. 69 tahun 1999 dan belum sempat diterapkan akan tetapi

kemudian dicabut kembali dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor. 174 Tahun 1999. Remisi yang belaku dan pernah berlaku di Indonesia

sejak jaman belanda sampai sekarang adalah berturut-turut sebagai berikut :

a. Gouvernement besluit tanggal 10 Agustus 1935 Nomor 23 bijblad

Nomor 13515 jo. 9 juli 1841 Nomor 12 dan 26 januari 1942 Nomor 22

merupakan yang diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari

kelahiran Sri Ratu Belanda.

b. Keputusan Presiden Nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat

dalam Berita Negara Nomor 26 tanggal 28 April 1950 Jo. Peraturan

Presiden RI Nomor 1 tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan

Peraturan Menteri Kehakiman RI No .G.8/106 tanggal 10 Januari 1947

jo. Keputusan Presiden RI Nomor 120 tahun 1955, tanggal 23 juli

1955 tentang ampunan.

c. Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1987 jo. Keputusan Menteri

Kehakiman RI Nomor 01.HN.02.01 tahun 1987 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1987, Keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988

tanggal 14 Mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang

Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah Dan Keputusan

Menteri Kehakimanri Nomor 03.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 10

maret 1988 tentang Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara

Page 65: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

47

Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara Berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia N0mor 5 Tahun 1987.

d. Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1999 tentang pengurangan masa

pidana (Remisi).

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 jo.

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik

Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999,

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan No.

M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang

Pemberian Remisi Khusus.

2. Bentuk Remisi

Berdasarkan ketentuan pasal 2 dan 3 Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, dikenal bentuk remisi yaitu:

a. Remisi Umum, adalah remisi yang diberikan pada hari peringatan

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

b. Remisi Khusus, adalah remisi yang diberikan pada hari besar

keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang

bersangkutan, dengan ketentuan jika satu agama mempunyai satu hari

besar keagamaan dalam setahun, maka dipilih hari besar yang paling

dimuliakan yang dianut oleh penganut agama yang bersangkutan,

berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Page 66: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

48

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174

Tahun 199, Pasal 3 ayat (2) dinyatakan, bahwa pemberian remisi

khusus dilaksanakan pada:

1. Setiap Hari Raya idul Fitri bagi Narapidana dan Anak Pidana yang

beragama Islam

2. Setiap Hari Raya Natal bagi Narapidana dan Anak Pidana yang

beragama Kristen

3. Setiap Hari Raya Nyepi bagi Narapidana dan Anak Pidana yang

beragama Hindu

4. Setiap Hari Raya Waisak bagi Narapidana dan Anak Pidana yang

beragama Budha

c. Remisi Tambahan, adalah remisi yang diberikan apabila Narapidana

dan Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana:

1. Berbuat jasa kepada Negara

2. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau

Kemanusiaan

3. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan.77

F. Syarat dan Prosedur Pemberian Remisi

1. Syarat-Syarat Remisi

Pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana yang diberikan oleh menteri

hukum dan HAM melalui kepala kantor wilayah departemen hukum dan HAM,

77

Keppres RI No. 174 Tahun 1999

Page 67: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

49

adalah hak setiap orang yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan, rumah

tahanan, atau cabang rumah tahanan. Pemberian remisi bagi narapidana, anak

pidana dalam pelaksanaannya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi:

1. berkelakuan baik

Adapun yang dimaksud dengan narapidana yang berkelakuan baik adalah

narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindak

disiplin yang dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang

diperhitungkan.78

Dalam berperilaku baik narapidana dilihat dari kesehariannya

dengan sesama narapidana, dalam beribadah, dalam memberikan contoh yang

baik bagi narapidana lainnya, dalam membantu kelancaran tatatertib dalam

LAPAS atau rutan yang bersangkutan.

2. Telah menjalani pidana selama 6 bulan

Bagi narapidana yang sudah menjalani masa pidana enam bulan atau lebih

dan selama itu seorang narapidana harus dapat mempertahankan diri untuk

berkelakuan baik. Maka enam bulan itu dianggap sebagai masa transisi atau

adaptasi bagi narapidana dalam menjalani hukuman. Dalam enam bulan itu

narapidana dapat dilihat dan dinilai juga perilaku dan segala keseharian

kegiatannya dalam menjalankan peraturan dan ketentuan-ketentuan Lembaga

Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan. Di samping syarat remisi di atas

Narapidana dan Anak Pidana dapat mendapatkan remisi tambahan dengan syarat

sebagai berikut:79

78

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-undangan Republik Indonesia Tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Pasal 1 poin 5 79

Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No: M.04-

HN.02.01 TAHUN 2000 Tentang Remisi Tambahan Bagi Narapidana Dan Anak Pidana Pasal 1.

Page 68: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

50

3. Berbuat jasa bagi negara.

Dalam berbuat jasa bagi negara, jasa yang diberikan dalam bentuk

perjuangan untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara. Perbuatan yang

dianggap bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukan perbuatan

yang membantu kegiatan pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Antara lain

berbuat jasa bagi negara ialah:

a. Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan.

b. Ikut menanggulangi bencana alam.

c. Mencegah pelarian dan gangguan keamanan serta ketertiban di lembaga

pemasyarakatan, runah tahanan negara atau cabang rumah tahanan negara.

d. Menjadi donor organ tubuh dan sebagainya

4. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

Dalam melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

kemanusiaan Narapidana dan Anak Pidana melakukan tindakan-tindakan yang

membantu kemajuan negara dan kemanusiaan di antaranya sebagai

berikut:

a. Menemukan inovasi yang berguna untuk pembangunan bangsa dan negara

Republik Indonesia.

b. Turut serta mengamankan lembaga pemasyarakatan atau rutan apabila

terjadi keributan atau huru-hara.

c. Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan bencana alam di

lingkungan lembaga pemasyarkatan, rutan atau wilayah sekitarnya.

Page 69: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

51

d. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di lembaga

pemasyarakatan atau rutan.

Seseorang yang selama dalam masa tahanan melakukan perbuatan yang

membantu kegiatan pembinaan di lembaga pemasyarakatan atau rutan mereka

akan mendapatkan hak remisi seperti halnya Narapidana yang diangkat sebagai

pemuka kerja oleh kepala lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara

atau cabang rumah tahanan.

2. Prosedur Remisi

a. Remisi Umum

Besarnya remisi umum adalah:

a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih

80

Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1);

b. pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;

c. pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;

d. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 5

(lima) bulan; dan

e. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam bulan)

setiap tahun.81

80

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 Psl. 4. 81

Ibid.

Page 70: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

52

b. Remisi Khusus

Besarnya remisi khusus adalah:

a. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.82

Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan dalam

ayat (1);

b. pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan;

c. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1

(satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan

d. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan

setiap tahun.83

c. Remisi Tambahan

Besarnya remisi tambahan adalah:

a. 1/2 (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa

kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara

atau kemanusiaan; dan

b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan

perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan sebagai pemuka.84

Remisi tambahan bagi narpidana yang menjadi donor organ tubuh dan

donor darah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nomor 04 NH.02.01 Tahun 1998 tanggal 14 Mei 1988 tentang Remisi Bagi

Narapidana Yang Menjadi Organ Tubuh dan Donor Darah. Pasal 2 menyebutkan

bahwa setiap narapidana yang menjalani pidana sementara baik pidana penjara,

82

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 Psl. 5. 83

Ibid. 84

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 Psl. 6.

Page 71: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

53

kurungan maupun pidana penganti denda dapat diusulkan untuk mendapatkan

tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan/atau darah. Sebagai

catatan berdasarkan pasal 12 huruf d Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remis. Pidana kurungan pengganti pidana denda

tidak dapat diberikan remisi tambahan.

Pengusulan tambahan remisi tersebut harus ditandai tanda bukti/ surat

keterangan yang sah yang dikeluarkan dari rumah sakit yang melakukan operasi

donor organ tubuh, atau Palang Merah Indonesia yang melakukan pengambilan

darah..Apabila pengusulan tambahan remisi tidak disertai bukti/surat keterangan,

maka akan ditolak.85

Remisi sebagaimana dimaksud diatas tidak diberikan kepada

narapidana dan anak pidana yang:

a. dipidana kurang dari 6 (enam) bulan;

b. dikenakan hukuman disiplin dan didaftar pada buku pelanggaran tata

tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang

diperhitungkan pada pemberian remisi;

c. sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas; atau

d. dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda.86

Prosedur pengajuan remisi selanjutnya remisi diajukan kepada Menteri

Hukum dan Perundang-Undangan oleh Lembaga Masyarakat, Kepala Rumah

Tahanan Negara, atau Kepala cabang Rumah Tahanan Negara. Pengajuan Remisi

dilakukan melalui Kepala Kantor Departemen Hukum dan Perundang-Undangan.

Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan tentang Remisi

diberitahukan kepada Narapidana dan Anak Pidana.

85 Keputusan Menteri Kehakima Repub;ik Indonesia Nomor.04.NH.02.01 Tanggal 4 Mei

1998 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor Tubuh Dan Darah Pasal 3. 86 Keppres RI No. 174 Tahun 1999 Psl. 12.

Page 72: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

54

Pemberitahuan itu disampaikan pada hari peringatan Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus. Mereka yang diberikan

remisi pada peringatan Proklamasi Kemerdekaa Republik Indonesia atau pada hari

besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana. Menteri Hukum

dan Perundang-Undangan mengkonsultasikan hal tersebut dengan Menteri

Agama.87

Metode pencatatan remisi harus didasarkan pada bentuk remisinya da

dicatat dalam daftar sendiri.88

G. Tujuan Remisi Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Tujuan Remisi Menurut Hukum Positif

Tujuan dalam memberikan Remisi menurut Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, yaitu :

1. Sebagai motivator dan stimulasiserta dijadikan alat untuk

mengingatkan Narapidana dan Anak pidana untuk berkelakuan

baik selama berada di Lembaga Permasyarakatan.

2. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan subkultural

tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana akibat perampasan

kemerdekaan. Bahwa secara psikologi, pemberian Remisi ini

mempunyai pengaruh dalam menekan tingkat frustasi (terutama

bagi Narapidana residivis). Sehingga dapat mereduksi atau

meminimalisasikan gangguan keamanan dan ketertiban di

LP/Rutan, yang berupa pelarian dan kerusuhan lainnya.

87

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 88

Keppres RI No. 174 Tahun 1999

Page 73: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

55

3. Bahwa Remisi khusus yang diberikan pada saat hari besar

keagamaan, diharapkan sebagai pemacu warga binaan

pemasyarakatan untuk penyadaran diri sesuai dengan tuntutan

agama dalam kehidupan kesehariannya.

Tujuan pemberian remisi di Indonesia merupakan sebagai motivator untuk

berkelakuan baik,. Melakukan hal-hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri

maupun lingkungan sekitar, sehingga edukasi yang ditanamkan di dalam penjara

yang salah satunya adalah berkelakuan baik. Berkelakuan baik yang merupakan

syarat mutlak pemberian remisi dapat terealisasi hingga Narapidana atau Anak

Pidana kembali ke dalam masyarakat.

2. Tujuan Remisi Menurut Hukum Islam

Sedangkan istilah remisi ini, Islam mengenalnya dangan istilah

pengampunan (Syafa‟at). Tujuan dari pemberian Syafa‟at adalah untuk menjaga

kemaslahatan. Maslahat adalah kenyamanan atau kebahagian dan yang

meyerupainya. Dalam hal ini, pemberian remisi menurut Hukum Islam

dimaksudkan untuk memberikan rasa nyaman atau bahagia dan yang

menyerupainya. Dari pihak pelaku, dapat merasa bahagia dengan pengurangan

hukuman tersebut. Sedangkan pihak korban diharapkan mendapatkan rasa tenang

dengan meberikan maaf kepada pelaku. serta untuk menghormati hak asasi atas

penyesalan (pengajuan salah atau taubat) pelaku tindak pidana. Pengampunan

Page 74: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

56

juga bertujuan untuk menghargai pihak korban yang telah memberikan Syafa‟at

dengan jalan damai sesuai dengan ajuran Rasulullah.89

89

Jamal Al-Banna, Manifesto Fiqih Baru 3 Memahami Paradigma Fiqh Moderat

(Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 85.

Page 75: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

57

BAB III

GAMBARAN UMUM

LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KELAS IIA

PALEMBANG

A. Letak Geografis dan Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang terletak di

jantung ibu kota Provinsi Sumatera Selatan. Letak Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang sangat strategis yaitu di sebelah timur Masjid

Agung SMB II Palembang dan Jembatan Ampera sehingga sangat mudah

dikenali. Lembaga Pemasyarakatan beralamat di Jalan Merdeka Nomor 12, 19 Ilir,

Bukit Kecil, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30131, Indonesia Telepon 0711-

350644.90

Kota Palembang yang sejatinya berada di pulau Sumatera yang budaya

masyarakatnya relatif “keras” berpengaruh pada tingkat kriminalitas yang terjadi

di kota Palembang. Sejalan dengan perkembangan kota Palembang yang semakin

maju yang dibuktikan dengan penataan ruang bangunan gedung kantor dan venue-

venue olahraga yang dipusatkan di daerah Jakabaring. Dengan demikian,

berdampak pada perilaku dan budaya masyarakat yang ada di kota Palembang

sehingga tingkat kriminal yang terjadi sekarang ini cenderung menurun.

Gedung Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

merupakan gedung peninggalan pada jaman penjajahan Belanda yang didirikan

90Dokumentasi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

57

Page 76: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

58

58

pada tahun 1917 yang sebelumnya merupakan gedung Rumah Tahanan Kelas I

Palembang. Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Palembang memiliki

kapasitas hunian awal sebanyak 560. Alih fungsi bangunan dari Gedung Rumah

Tahanan Kelas I Palembang menjadi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA

Palembang sejak tanggal 16 Mei 2011 dengan surat keputusan Kepala Kantor

Wilayah Sumatera Selatan Nomor:W5.Ew5.PL.04.01-473, dan sekarang diubah

kembali menjadi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

yaitupada tanggal 18 Agustus 2016. Adapun Total luas bangunan yaitu 5.062 M2,

dengan 623 M2

untuk Bangunan Kantor dan 4.439 M2

untuk Kamar Hunian. Adapun

rinciannya yaitu:

1. Ruang Perkantoran terdiri dari Ruang Tata Usaha, Umum, Kepegawaian

dan Keuangan, Pertemuan, Kepala LAPAS, Administrasi, Kamtib,

Keamanan, Portatib Kegiatan Kerja, Bimker Dan Lolahasker, Besukan,

Warung Informasi, KPLP, P2U, Binadik, Register, Bimaswat, Komandan

dan Dapur.

2. Blok Hunian untuk Narapidana dan Tahanan sebanyak 4 blok yaitu

Marwah, Syafa, Ah-Rahmah, dan Musdalifah.

3. Ruang Ibadah, Ruang Pertemuan, Koperasi, Bimker, Perpustakaan,

Wartel, Poliklinik dan Gudang.

Page 77: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

59

B. Visi, Misi, Moto, dan Tujuan serta Tri Darma Petugas Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan Palembang

Visi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan Palembang

Menjadi Lembaga Pemasyarakatan Perempuana Kelas IIA Palembang yang

terdepan dalam pelayanan, professional, religious, bersih dan produktif.

Misi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan Palembang

1. Melaksanakan pelayanan pembinaan kepribadian dan kemandirian warga

binaan pemasyarakatan.

2. Melaksanakan registrasi, klasifikasi dan sistem keamanan sesuai

ketentuan yang berlaku.

3. Melaksanakan perawatan bagi warga binaan pemasyarakatan.

4. Melaksanakan bengkel kerja produktif.

Motto Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan Palembang

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang memiliki motto

BERIAS yang merupakan singkatan dari Bersih Rapi Inovatif Aman Sejahtera.

Tujuan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan Palembang

1. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi

manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri dan tidak

mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang

baik dan bertanggung jawab.

2. Memberikan jaminan perlindungan hak tahanan dalam rangka proses

penyidikan, penuturan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Page 78: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

60

Tri Darma Petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Perempuan

Palembang

1. Kami petugas Pemasyarakatan adalah abdi hukum pembina dan

pembimbing pelanggar hukum serta pengayoman masyarakat.

2. Kami petugas Pemasyarakatan wajib bersikap bijaksana dan bertindak

adil dalam melaksanakan tugas.

3. Kami petugas pemasyarakatan bertekad menjadi tauladan dalam

mewujudkan sistem pemasyarakatan

C. Tugas Pejabat Struktural Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Palembang

Adapun struktur organisasi LAPAS Perempuan Kelas IIA Palembang

Sumber: Jurnal Lapas Perempuana Kelas IIA Palembang Tanggal 12 Oktober

2016

Page 79: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

61

Keterangan uraian tugas Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Palembang yaitu:

1. Memimpin Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

2. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pembinaan, kegiatan kerja

administrasi, keuangan dan tata tertib, tugas keamanan serta pengolahan

tata usaha meliputi urusan kepegawaian, keuangan, umum, termasuk

pengawasan dalam rangka tujuan pemasyarakatan Narapidana/Anak

Didik sesuai peraturan yang berlaku.

3. Menetapkan rencana kerja dan program kerja Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

4. Melakukan koordinasi pelaksanaan tugas dengan Pemda dan Instansi

terkait.

5. Mengkoordinasikan tindak lanjut petunjuk yang tertuang dalam laporan

hasil pemeriksaan.

6. Mengikuti rapat kerja.

7. Membina ketatausahaan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

8. Menilai dan mengesahkan penilaian pelaksanaan pekerjaan pejabat

bawahan.

9. Melakukan pembinaan pegawai di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

10. Melakukan pengawasan melekat di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

Page 80: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

62

11. Mengkoordinasikan pengolahan anggaran rutin Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang.

12. Mengkoordinasikan kebutuhan formasi pegawai.

13. Mengkoordinasikan pengendalian administrasi kepegawaian Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

14. Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah

15. Mengkoordinasikan pembuatan dan penyusunan laporan Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang.

16. Mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi perlengkapan.

Tugas Kasubbag TU antara lain:

1. Menyusun rencana kerja tahunan bagian tata usaha.

2. Mengamati dan menilai pelaksanaan pekerjaan kaur umum, kaur

kepegawaian dan staf.

3. Melakukan pembimbing terhadap pekerjaan kaur dan staf.

4. Melaksanaan ketata usahaan bagian tata usaha.

5. Menyusun dan membuat konsep surat.

6. Memeriksa draft dan menandatangani konsep surat yang diajukan

bawahan.

7. Meneliti laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan urusan

kepegawaian, keuangan dan umum.

8. Mengkoordinasikan pendistribusian dan pengelolaan arus surat masuk

dengan sistem kartu kendali dan buku agenda untuk memperlancar

penerimaan informasi.

Page 81: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

63

9. Mengkoordinir pengetikan dan pengiriman surat keluar.

10. Meneliti penyusunan DUK.

11. Mengontrol proses kenaikan pangkat.

12. Mengkoordinir proses pelantikan kenaikan pangkat golongan dan

penyesuaian ijazah.

13. Mengkoordinir pelaksanaan kegiatan kenaikan gaji berkala.

14. Mengkoordinir proses pelaksanaan pengadaan pakaian dinas.

15. Mengkoordinir proses pelaksanaan perawatan gedung, telepon, listrik,

dan air.

16. Mengkoordinir dan meneliti surat pertanggung jawaban penggunaan

anggaran rutin maupun proyek sesuai dengan bukti pengeluaran.

17. Melaksanakan perintah Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Palembang.

18. Melaksanakan kontrol malam.

19. Melaksanakan piket hari libur.

Tugas Kaur Umum

1. Menyusun rencana kerja urusan umum.

2. Melakukan pendistribusian, pengelolaan atas surat masuk dengan sistem

kartu kendali.

3. Meneliti konsep pertanggung jawaban penggunaan biaya pengiriman

surat dinas.

4. Meneliti dan mengkoreksi konsep surat.

5. Menyusun arsip dan dokumen.

Page 82: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

64

6. Menyiapkan bahan tanggapan rastaf sebagai bahan petunjuk penyelesaian

masalah.

7. Mengatur kegiatan, pelayanan, peminjaman, penyimpanan dan

pemeliharaan surat-surat dan dokumen kantor.

8. Mengajukan tagihan pemeliharaan perlengkapan kantor, gedung kantor,

rumah dinas dan biaya langganan telepon.

9. Melaksanakan pemeliharaan kendaraan dinas agar siap untuk digunakan.

10. Mengatur biaya kendaraan dinas sebagai bahan pertanggung jawaban

peggunaan kendaraan dinas.

11. Melakukan pemeliharaan perlengkapan kantor, gedung dan rumah dinas

sesuai anggaran.

12. Melakukan pemeliharaan pesawat telepon, listrik, air dan kebersihan

ruangan.

13. Menyiapkan dan menyusun laporan berkala umum.

14. Mengajukan penghapusan atau penjualan perlengkapan kantor dan

kendaraan dinas sesuai dengan peraturan yang berlaku.

15. Melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan bawahan.

16. Melaksanakan pembinaan pegawai urusan umum.

17. Melaksanakan kontrol malam.

Tugas Kaur KEPEG dan KEU

1. Menyusun rencana kerja urusan kepegawaian dan keuangan.

2. Memeriksa laporan urusan kepegawaian dan keuangan.

3. Menyiapkan pengusulan pengangkatan dalam jabatan struktural.

Page 83: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

65

4. Memeriksa surat pertanggung jawaban belanja.

5. Memeriksa pembuatan daftar gaji/lembur/rapel pegawai.

6. Memeriksa usulan kenaikan pangkat pegawai.

7. Memeriksa usulan kenaikan gaji berkala dan tunjangan pegawai.

8. Memeriksa berkas usulan pembuatan Karis. Karsu, Taspen, Karpeg, dan

Izin Belajar Pegawai.

9. Memeriksa Impasing, KP4, DP3 pegawai.

10. Melaksanakan pencairan dana berdasarkan SPM yang diterima.

11. Memeriksa surat izin cuti pegawai dan penangguhan cuti pegawai.

12. Memeriksa pembuatan daftar urut kepangkatan.

13. Memeriksa pemberian penghargaan dan tanda kehormatan pegawai.

14. Memeriksa rekap absen pegawai.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut Kepala Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang dibantu oleh para pegawai dan staf yaitu

diantaranya Kasibinadik, Kasi Kegiatan Kerja, Kasi Administrasi Kamtib, Kepala

KPLP, Kasubsi Registrasi, Kasubsi Bimker dan Lolahasker, Kasubsi Keamanan,

Kasubsi Sarana Kerja, Kasubsi Portatib, dan pihak-pihak yang diberi kewenangan

yang lainya.

D. Jumlah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Palembang

Kapasitas : 305 Orang

Isi : 418 Orang + 1 Bayi

Hari/ Tanggal : Senin/02 Januari 2017

Page 84: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

66

NARAPIDANA TAHANAN

BI 337 AI 1

BIIa 17 AII 41

BIIb - AIII 20

BIIs 2 AIV -

AV -

JUMLAH 356 JUMLAH 62

Sumber: Data Diolah Dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan

Kelas IIA Palembang Tahun 2017

PIDANA UMUM

PEMBUNUHAN 13 PENIPUAN 10

PERJUDIAN 1 PERAMPOKAN 0

PENCURIAN 11 PENGEROYOKAN 1

PENGANIYAYAAN 11 KDRT 5

PENGGELAPAN 26 LANTAS 1

SENJATA API 1 SENJATA TAJAM 0

UU NO. 36/09 1

Sumber: Data Diolah Dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang Tahun 2017

Sumber: Data Diolah Dari Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang Tahun 2017

E. Dasar Hukum dan Tugas Pokok serta Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA Palembang

PIDANA KHUSUS

NARKOBA 275

TRAFFICKING 9

KORUPSI 7

Page 85: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

67

a. Dasar Hukum Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Negara Nomor

3208).

3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Hukum Acara Pidana.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

8. Standart Minimum Rules (SMR).

9. Petunjuk Pelaksanaan Nomor E.76-UM.01.06 Tahun 1986 tentang

Perawatan Tahanan Rumah Tahanan Negara.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

12. Peraturan Pemerintah 58 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung jawab Perawatan

Tahanan.

Page 86: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

68

13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

14. Permen Kum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.HH.01.PK.04.10

Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan

bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

b. Tugas Pokok Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Palembang

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang merupakan salah

satu unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Kementerian Hukum dan Hak

Asasi manusia Republik Indonesia Kantor Wilayah Sumatera Selatan. Tugas

Pokoknya adalah melaksanakan Pemasyarakata Narapidana dan Anak Didik.

c. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang

1. Melakukan pembinaan dan perawatan Narapidana dan Anak Didik;

2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasi kerja.

3. Melakukan bimbingan sosial kerohanian Narapidana/Anak Didik

Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib dalam lapas.

Page 87: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

69

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Pembunuhan Di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA palembang

Untuk dapat membahas permasalahan pada bab IV ini, ada baiknya penulis

kemukakan apa yang menjadi tujuan dari pemberian remisi sebagaimana yang telah

penulis bahas dalam bab terdahulu. Tujuan remisi di Indonesia merupakan sebagai

motivasi untuk berkelakuan baik, melakukan hal-hal yang bermanfaat, baik untuk

diri sendiri maupun lingkungan sekitar, sehingga edukasi yang ditanamkan di dalam

LAPAS yang salah satunya adalah berkelakuan baik. Hal ini sesuai dengan

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-undangan Republik Indonesia Tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Pasal 1 poin 5.

Dengan demikan pemberian remisi itu merupakan salah satu usaha untuk

melakukan pembinaan bagi narapidana agar setelah keluar dari LAPAS dapat

menjadi manusia yang berkelakuan baik. Pemberian remisi itu dimungkinkan

diberikan kepada setiap narapidana tanpa terkecuali, mengingat pemberian remisi ini

tidak melihat siapa orangnya, apa yang telah ia lakukan, hemat penulis sepanjang ia

memenuhi syarat untuk menerima remisi yang salah satunya berkelakuan baik, maka

ia berhak untuk menerima remisi. Hal ini sejalan dengan tujuan pemidanaan yang

pada hakikatnya merupakan wujud pemunuhan rasa keadilan yang mencerminkan

berjalannya sistem peradilan di suatu negara. Adapun wujud pemenuhan rasa

keadilan, ini dapat terlihat di dalam undang-undang. Undang-undang yang mengatur

mengenai persamaan semua orang di hadapan hukum (equality before the law),

69

Page 88: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

70

sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman..

Adapun yang menjadi dasar pemidanaan menurut teori relatif, maka dasar

pemidanaan adalah pertahanan tata tertib masyarakat. Dalam hal ini penulis menarik

kesimpulan bahwa teori ini menghendaki agar pemidanaan itu dapat menjadi benteng

agar tidak ada lagi suatu kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan adanya

persamaan semua orang di depan hukum maka dengan itu pula setiap narapidana

berhak menerima remisi sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999.

Dengan demikian sesuai dengan peraturan perundang-undangan,dasar hukum

pelaksanaan pemberian remisi yang diterapkan oleh Lembaga Pemasayarakat

Perempuan Kelas IIA Palembang yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 174 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri

Hukum Dan Perundang-Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Dengan demikian apabila Mengacu pada dasar hukum pemberian remisi yaitu

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, Lembaga

Pemasyarakat Perempuan Kelas IIA Palembang memberikan remisi kepada

narapidana. Adapun tujuan dari pemberian remisi ini adalah agar narapidana dapat

Page 89: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

71

berkelakuan baik dengan mengikuti serangkaian kegiatan dan pembinaan yang

diberlakukan oleh Lembaga Pemasayarakat Kelas IIA Palembang, sebagaimana yang

dikemukakan responden inisial CW dan RS sebagai KASUBSI BIMASWAT

(Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan), bahwa seorang

narapidana wajib ikut serta dalam serangkaian yang diberlakukan di Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang. Adapun jadwal kegiatan yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

Tabel V

Jadwal kegiatan narapidana/tahanan Tahun 2016 di LAPAS Perempuan Kelas

IIA Palembang

N0 Uraian

Kegiatan

Waktu pelaksanaan kegiatan

senin Selasa Rabu kamis Jumat sabtu Minggu

1 Kerja bakti - - - - - - 07:00-

12:00

2 Senam

kesegaran

07:00-

08:00

07:00-

08:00

07:00-

08:00

07:00-

08:00

07:00-

08:00

07:00-

08:00

-

3 Poliklinik 08;30

09:00

08;30

09:00

08;30

09:00

08;30

09:00

08;30

09:00

08;30

09:00

-

4 Perpustakaan 09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

-

5 Warung

informasi

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

09:00-

09:30

-

6 Bimbingan

kerja

09:30-

12:00

09:30-

12:00

09:30-

12:00

09:30-

12:00

09:30-

12:00

09:30-

12:00

-

7 Pendidikan

bahasa Inggris

10:00-

12:00

- - - 10:00-

12:00

- -

8 Pendidikan

buta huruf/baca

tulis

- - - 09:00-

11:00

- - -

9 Pendidikan

agama islam

- 10:00-

12:00

10:00-

12:00

- - 10:00-

12:00

-

Sumber:Data Diolah Dari Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA

Palembang Tahun 2016

Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk membina narapidana di

LAPAS. Pembinaana ini bertujuan agar para narapidana dapat hidup dengan teratur.

Mempunyai pola hidup yang sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam

Page 90: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

72

masyarakat. Dengan pola hidup yang teratur ini diharapkan para narapidana setelah

keluar dari LAPAS, mereka sudah terbiasa dengan hidup yang sesuai dengan aturan

yang ada di dalam masyarakat. Hal-hal ini ditanamkan kepada narapidana agar

mereka dapat melupakan sisi negative dari perbuatan mereka yang menyebabkan

mereka masuk ke dalam LAPAS. Hal-hal negative yang biasa mereka lakukan dapat

digantikan dengan pola hidup baru yang diterapkan di LAPAS.

Kegiatan-kegiatan yang yang ada di Lembaga Pemasayarakat Perempuan

Kelas IIA Palembang tersebut diringi dengan melakukan pemibinaan. Adapun

program pembinaan yang diberlakukan Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas

IIA Palembang adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan mental rohani bekerja sama dengan kantor kementerian

agama kota palembang, yayasan majelis ta’lim wattazdkir ratibul haddad

wal at-Thas, majelis tilawatil qur’an dan komunitas layanan konseling

agape gereja protestan injil nusantara, majelis jemaat gereja protestan

indonesia barat immanuel. Hal ini dimaksudkn agar mental para

narapidana dapat terbina, sehingga diri mereka dapat berkelakukan sesuai

dengan tuntutan agama mereka masing-masing. Hal ini pada akhirnya,

menyebabkan mereka dapat diterima kembali di dalam masyarakat.

2. Pembinaan intelektual dan wawasan kebangsaan melalui: penyuluhan

hukum mengikutsertakan WBP, mengikuti Apel bersama setiap tanggal

17 dan upacara hari besar nasional. Hal ini dimaksudkan agar

menumbuhkan rasa nasionalisme di dalam diri narapidana. Rasa

nasionalisme dalam diri narapidana dapat mencegah bentuk

Page 91: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

73

pengkhianatan terhadap negara, misalnya narapidana saat keluar dari

LAPAS tidak ikut bergabung menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia).

3. Pembinaan kemasyarakatan sosial untuk menunjang sistem

pemasyarakatan yaiu memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan

dan penghidupan warga binaan pemasyarakatan sebagai individu dan

anggota masyarakat maka dalam melaksanakan progran tersebut kepada

para WBP diberikan cuti menjelang bebas (CMB), cuti bersyarak (CB),

pelepasan bersyarat (PB). Hal ini dimaksudkan agar setelah narapidana

kembali ke dalam masyarakat mereka dapat bersosialisasi di dalam

masyarakat sebagai pribadi baik yang mengikuti aturan dan norma-norma

yang ada di dalam masyarakat.

4. Pembinaan kemandirian latihan keterampilan yaitu menjahit, salon, dan

merangkai bunga (mute). Hal ini dimaksudakan agar setiap narapidana

setelah keluar dari LAPAS dapat bersikap mandiri tidak bergantung

dengan orang lain. Dalam hal ini narapidana yang sudah mandiri dapat

bekerja sesuai dengan keahlian mereka masing-masing.

5. Pembinaan olahraga dilaksanakan setiap hari yaitu senam pagi dan

khususnya hari selasa, kamis, sabtu,dilakukan olahraga bola Volly,

Badminton, Tenis Meja. Hal ini dimaksudkan agar narapidana terbiasa

hidup sehat, dengan hidup sehat diharapkan pola piker merekapun bisa

lebih baik lagi.

Adapun program pembinaan tersebut dimaksudkan agar tumbuh rasa sadar

di dalam diri setiap narapidana. Melalui pembinaan ini terbangun pribadi yang lebih

Page 92: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

74

baik. Pribadi yang sesuai aturan yang berlaku, baik dari sudut pandang masyarakat,

negara, maupun agama, sehingga sejalan dengan tujuan didirikannya LAPAS.

Kegiatan-kegiatan maupun pembinaan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh

LAPAS, agar tujuan dalam pemberian remisi dapat terealisasi. Kegiatan-kegiatan

maupun program ini menjadi tolak ukur bagi LAPAS dalam menentukan siapa yang

berhak untuk menerima remisi.

Kegiatan-kegiatan dan program pembinaan tersebut dijadikan sebagai tolak

ukur dalam pemberian remisi, hal ini senada dengan syarat dalam pemberian remisi.

Adapun syarat-syarat yang diatur di dalam perundang-undangan untuk menerima

remisi adalah sebagai berikut:

5. berkelakuan baik

Adapun yang dimaksud dengan narapidana yang berkelakuan baik adalah

narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindak

disiplin. Hal ini dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang

diperhitungkan.91

Dalam berperilaku baik narapidana dilihat dari kesehariannya

dengan sesama narapidana, dalam beribadah, dalam memberikan contoh yang baik

bagi narapidana lainnya, dalam membantu kelancaran tata tertib dalam LAPAS atau

RUTAN yang bersangkutan.

6. Telah menjalani pidana selama 6 bulan

Bagi narapidana yang sudah menjalani masa pidana enam bulan atau lebih

dan selama itu seorang narapidana harus dapat mempertahankan diri untuk

berkelakuan baik. Maka enam bulan itu dianggap sebagai masa transisi atau adaptasi

91

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-undangan Republik Indonesia Tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Pasal 1 poin 5

Page 93: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

75

bagi narapidana dalam menjalani hukuman. Dalam enam bulan itu narapidana dapat

dilihat dan dinilai juga perilaku dan segala keseharian kegiatannya dalam

menjalankan peraturan dan ketentuan-ketentuan Lembaga Pemasyarakatan atau

Rumah Tahanan.Di samping syarat remisi di atas Narapidana dan Anak Pidana dapat

mendapatkan remisi tambahan dengan syarat sebagai berikut:92

7. Berbuat jasa bagi negara.

Dalam berbuat jasa bagi negara, jasa yang diberikan dalam bentuk perjuangan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara. Perbuatan yang dianggap

bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukanperbuatan yang membantu

kegiatan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.Antara lain berbuat jasa bagi negara

ialah:

e. Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan;

f. Ikut menanggulangi bencana alam;

g. Mencegah pelarian dan gangguan keamanan serta ketertiban di lembaga

pemasyarakatan, rumah tahanan negara atau cabang rumah tahanan negara;

h. Menjadi donor organ tubuh dan sebagainya

8. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

Dalam melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan

Narapidana dan Anak Pidana melakukan tindakan-tindakan yang membantu

kemajuan negara dan kemanusiaan

92

Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No: M.04-

HN.02.01 TAHUN 2000 Tentang Remisi Tambahan Bagi Narapidana Dan Anak Pidana Pasal 1.

Page 94: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

76

Sedangkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Lembaga Pemasayarakat

Perempuan Kelas IIA Palembang yang merupakan hasil wawancara penulis kepada

RP yang merupakan kepala Sub Seksi Registrasi. Beliau mengatakan bahwa syarat

untuk memperoleh remisi adalah sebagai berikut:

1. Berkelakuan baik

Adapun yang dimaksud dengan berkelakuan baik adalah narapidana yang

mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindak disiplin yang dicatat

dalam buku letter F selama kurun waktu 6 bulan. Adapun tindak disiplin yang dicatat

dalam buku letter F adalah berupa pelanggaran disiplin di Lembaga Pemasayarakat

Perempuan Kelas IIA Palembang. Pelanggaran disiplin ini dibagi menjadi 3, yaitu

pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat. Pelanggaran ringan

tidak akan dicatat di buku letter F, hanya diberi hukuman berupa tutupan sunyi yaitu

ditempatkan disuatu ruang kosong seorang diri selama dua minggu. Sedangkan

pelanggaran sedang dan berat yang akan dicatat di buku letter F.

Dalam berkelakuan baik narapidana dilihat dari kesahariannya dengan sesama

narapidana, dalam beribadah, dalam memberikan contoh yang baik bagi narapidana

lainnya. Membantu kelancaran tata tertib dalam LAPAS seperti yang dilakukan oleh

narapidana Yeyen dan Ani. Mereka berdua membantu Ibu Citra dalam membuat

daftar absen kegiatan sehari-hari para narapidana. Serta ikut serta dalam semua

kegiatan yang diadakan oleh Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA

Palembang.

2. Telah menjalani pidana selama 6 bulan

Page 95: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

77

Bagi narapidana yang sudah menjalani masa pidana enam bulan atau lebih

dan selama itu seorang narapidana harus dapat mempertahankan diri untuk

berkelakuan baik. Maka enam bulan itu dianggap sebagai masa transisi atau adaptasi

bagi narapidana dalam menjalani hukuman. Dalam enam bulan itu narapidana dapat

dilihat dan dinilai juga perilaku dan segala keseharian kegiatannya dalam

menjalankan peraturan dan ketentuan-ketentuan Lembaga Pemasayarakat Perempuan

Kelas IIA Palembang. Jika dalam kurun waktu 6 bulan narapidana tersebut tercatat di

buku letter F maka Ia tidak akan diajukan dalam sidang TPP (Tim Pengamat

Pengawasan) yang dilaksanakan oleh tim BIMASWAT.

3. Telah ada Eksekusi dari Kejaksaan.

Eksekusi dilakukan oleh kejaksaan dengan mengirimkan surat perintah

menjalankan putusan pengadilan yang dikirim kepada Lembaga Pemasyarakatan.

Surat perintah ini merupakan salah satu syarat dalam menerima remisi. Jika eksekusi

ini belum diberikan kepala Lembaga Pemasyarakatan maka pemberian remisi tidak

dapat dilakukan.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa antara aturan ditertulis di dalam

perundang-undangan maupun syarat-syarat yang diterapkan oleh Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang sudah sesuai. Kesesuaian itu

tampak dari adanya pertentangan antara aturan di peundang-undangan maupun Di

dalam LAPAS, sehingga syarat-syarat dalam pemberian remisi sudah memenuhi

standar aturan yang berlaku di Indonesia yang ditetapkan Direktorat Jendral Hukum

dan HAM

Page 96: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

78

Apabila narapidana telah memenuhi syarat-syarat untuk menerima remisi,

maka ada beberapa tahapan atau prosedur dalam penerimaan remisi ini. Adapun

prosedur yang harus dilalui oleh narapidana dalam menerima remisi yang diatur

dalam peundang-undangan adalah sebagai berikut:

Prosedur pengajuan remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan Perundang-

Undangan oleh Lembaga Masyarakat, Kepala Rumah Tahanan Negara, atau Kepala

cabang Rumah Tahanan Negara. Pengajuan Remisi dilakukan melalui Kepala Kantor

Departemen Hukum dan Perundang-Undangan. Keputusan Menteri Hukum dan

Perundang-Undangan tentang Remisi diberitahukan kepada Narapidana dan Anak

Pidana.

Pemberitahuan itu disampaikan pada hari peringatan Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus. Mereka yang diberikan remisi

pada peringatan Proklamasi Kemerdekaa Republik Indonesia atau pada hari besar

keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana. Menteri Hukum dan

Perundang-Undangan mengkonsultasikan hal tersebut dengan Menteri Agama.93

Metode pencatatan remisi harus didasarkan pada bentuk remisinya dan dicatat dalam

daftar sendiri.94

Sedangkan Tahapan atau prosedur remisi yang dilaksanakan oleh Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang adalah sebagai berikut:

1. Sidang TTP (Tim Pengamat Pengawasan)

Sidang ini dilaksanakan oleh tim BIMASWAT (Bimbingan Kemasyarakatan

dan Perawatan) Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang. Sidang

93

Keppres RI No. 174 Tahun 1999 94

Keppres RI No. 174 Tahun 1999

Page 97: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

79

ini dipimpin oleh Kepala Sub Seksi BIMASWAT. Narapidana yang akan mengikuti

sidang TPP ialah mereka yang tidak tercatat di buku letter F dan telah menjalani

pidana selama enam bulan atau lebih serta sudah di eksekusi oleh kejaksaan. Tim ini

akan memutuskan nama-nama narapidana yang akan diusulkan untuk meneriman

remisi.

2. Penyerahan kepada KALAPAS

Daftar nama narapidana yang memperoleh remisi, yang diperoleh dari sidang

TPP diserahkan kepada Kepala LAPAS. Kepala LAPAS bersama dengan tim

Register memeriksa kelengkapan berkas narapidana tersebut.

3. Penyerahan kepada KANWIL

Setelah semua kelengkapan berkas telah terpenuhi. Daftar nama narapidana

yang memperoleh remisi diserahkan kepada KANWIL Sumatera Selatan untuk

diproses lebih lanjut.

4. Penyerarahan kepada Kementerian Hukum dan HAM

5. Upacara pemberian remisi

Setelah penetapan nama narapidana yang memperoleh remisi, LAPAS akan

mengadakan upacara untuk memberikan selamat kepada narapidana yang

memperoleh remisi.

Dari penjelasan di atas penulis simpulkan bahwa prosedur dalam perundang-

undangan maupun yang diterapkan oleh Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas

IIA Palembang sudah bersesuain. Aturan di LAPAS dibuat dengan mengikuti

standar diperundang-undanagn dan menyesuaikan kondisi di LAPAS, sehingga

Page 98: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

80

prosedur yang dilalui oleh narapidana tidak sulit dan tidak pula bertentangan dengan

perundang-undangan.

Dari syarat maupun prosedur dalam pemberian remisi yang ditetapkan

Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang, penulis mengambil

kesimpulan bahwa ketentuan untuk menerima remisi ini dapat dikatakan mudah. Hal

ini tampak dari observasi pengamat sendiri mengenai keadaan lingkungan Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang yang kondusif. Hal ini berdampak

dengan perilaku narapidana yang sebagian besar dapat berkelakuan baik. Senada

dengan apa yang diungkapkan penulis. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis

terhadap beberapa narapidana di Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA

Palembang. Mereka menyebutkan bahwa kondisi lingkungan di Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang sudah cukup baik.

Oleh karena prosedur maupun syarat-syarat dalam menerima remisi tergolong

mudah, banyak narapidana yang menerima remisi lebih dari sekali dalam setahun.

Hal ini memungkinkan dikarenakan macam remisi yang adapun beragam. Ada remisi

umum, remisi, khusus, serta remisi tambahan. Untuk dapat melihat gambaran

pemberian remisi tersebut, penulis gambarkan dalam tabel jumlah narapidana yang

mendapatkan remisi sesuai dengan jenis remisi yang didapatkan di Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang adalah sebagai berikut:

Tabel VI

Jumlah Remisi Narapidana Berdasarkan Jenisnya Tahun 2016 di Lembaga

Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang

No Macam Remisi Pembagiannya Jumlah Narapidana yang

memperoleh remisi

1 Remisi Umum Remisi 17 Agustus 159 Orang

2 Remisi Khusus 1. Remisi Natal 4 Orang

Page 99: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

81

2. Remisi Idul Fitri 159 Orang

3. Remisi Nyepi 0

4. Remisi Waisak 1 Orang

5. Remisi Imlek 0

6. Remisi Anak 1 Orang

7. Remisi Sakit Belum Ada SK-nya

3 Remisi

Tambahan

Remisi Dasawarsa 1 Orang

Sumber:Data Diolah Dari Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA

Palembang Tahun 2016

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa jumlah narapidana yang

menerima remisi umum dan remisi khusus (remisi Idul Fitri) jumlahnya sama. Hal

ini dapat diindikasikan, bahwa yang menerima remisi umum maupun khusus adalah

narapidana yang sama. Menurut penjelasan oleh staf registrasi bahwa seoarang

narapidana dapat menerima remisi beberapa kali dalam setahun selama Ia memenuhi

ketentuan dalam menerima remisi. Beliau juga mengatakan, biasanya pengajuan usul

pemberian remisi itu, baik remisi umum, remisi khusus, maupun remisi tambahan

dilakukan serentak oleh petugas di Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA

Palembang.

Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa dalam menerima remisi tidak ada

syarat maupun prosedur khusus. Antara narpidana yang satu dan yang lain itu

dianggap sama. Hal ini sesuai dengan asas Hukum Pidana yaitu persamaan semua

orang di hadapan hukum (equality before the law) dan itu juga berlaku bagi seorang

narapidana pembunuhan. Maka dari itu seorang narapidana pembunuhanpun berhak

untuk menerima remisi jika Ia telah memenuhi syarat-syarat dalam menerima remisi.

Page 100: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

82

Dalam kasus pembunuhan ini, seorang narapidana pembunuhan bahkan

mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan remisi. Kesempatan ini

mereka dapatkan, karena penjatuhan vonis pidana yang mereka dapatkanpun lebih

besar. Dengan kata lain dengan lebih lamanya mereka berada di LAPAS, maka

semakin besar pulalah kesempatan mereka untuk memndapatkan remisi. Hal itu

semua diungkapkan pula oleh 4 orang narapidana yang ditentukan penulis melalui

purposive sampling yaitu 2 orang narapidana pembunuhan dan 2 orang lagi adalah

narapidana penganiayaan.

Adapun hasil wawancara yang penulis lakukan dengan ke empat narapidana

ini adalah:

1. Ida adalah narapidana kasus pembunuhan yang berusia 55 tahun. Ia

membunuh suaminya karena tidak tahan dengan perilaku suaminya yang

suka melakukan penganiyaan terhadap dirinya. Ida mengatakan bahwa ia

dijatuhkan pidana 8 tahun. Ida telah menjalani pidana selama 2 tahun dan

ia telah memperoleh remisi sebanyak 3 kali. Remisi pertama yaitu remisi

17 Agustus ia yang memperoleh remisi selama 3 bulan. Selanjutnya ia

memperoleh remisi khusus yaitu remisi hari raya Idul Fitri ia memperoleh

remisi selama 1 bulan. Terakhir ia memperoleh remisi dasawarsa yaitu

selama 3 bulan. Jadi jika ditotalkan ia mendapatkan remisi selama 7

bulan.

2. Martini adalah narapidana kasus pembunuhan yang berusia 19 tahun. Ia

membunuh tetangganya, hal ini dapat terjadi karena martini merasa

tersinggung dengan omongan yang diucapkan oleh tetangganya itu. Ia

Page 101: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

83

dijatuhkan pidana selama 6 tahun. Martini telah menjalani masa pidana

selama 1 tahun 8 bulan. Martini mendapatkan remisi 17 Agustus selama 1

bulan dan ini untuk pertama kalinya ia mendapatkan remisi.

3. Ria susanti adalah narapidana kasus penganiayaan yang berusia 21 tahun.

Ia menganiaya adik kandungnya, karena tidak suka dengan tindakan

adiknya yang suka mengambil uangnya tanpa meminta terlebih dahulu. Ia

dijatuhkan pidana selama 1 tahun 2 bulan. Ria telah menjanani pidana

selama 5 bulan. Ia belum pernah memperoleh remisi. Menurut keterangan

yang ia berikan bahwa ia akan memperoleh remisi setelah ia menjalani

masa tahanan selama 6 bulan. Menurut perkiraannya ia akan memperoleh

remisi khusus yaitu remisi hari Natal.

4. Tuti adalah narapidana kasus penganiyaan yang berusia 22 tahun. Ia

adalah seorang pembantu ruumah tangga. Ia menganiaya majikan yang

seorang anak polisi, karena ia tidak suka dengan perlakuan anak

majikannya itu. Hal in terjadi karena anak majikannya itu, menuduhnya

mencuri. Ia dijatuhkan pidana selama 1 tahu 7 bulan dan telah menjalani

masa pidana selama 9 bulan. Ia telah memperoleh remisi yaitu remisi 17

Agustus selama 1 bulan.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap keempat narapidana

tersebut. Mereka sepakat mengatakan bahwa seorang narapidana pembunuhanpun

berhak mendapatkan remisi karena menurut mereka hal ini sudah menjadi haknya

narapidana. Seorang narapidana pembunuhanpun berhak untuk mendapatkan remisi

karena mereka juga mempunyai kesempatan untuk melakukan perbaikan diri.

Page 102: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

84

Perbaikan diri yang mereka dapat lakukan di dalam LAPAS yaitu dengan

berkelakuan baik dan mengikuti seluruh kegiatan yang dilakukan di LAPAS

Perempuan Kelas IIA palembang. Sebagaimana hal-hal tersebut yang merupakan

syarat mutlak dalam memperoleh hak remisi.

Dengan demikian dari hasil observasi dan wanwancara yang penulis lakukan

di Lembaga Pemasayarakat Perempuan Kelas IIA Palembang. Penulis dapat

menyimpulkan bahwa seorang narapidana pembunuhan juga berhak mendapatkan

remisi. Hal ini sudah sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

174 Tahun 1999 dan yang dterapkan pula oleh LAPAS Perempuan Kelas IIA

Palembang dengan catatan mereka memenuhi syarat dalam memperoleh remisi yaitu:

1. berkelakuan baik adalah narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku

baik yang diatur di dalam perundang-undagan maupun yang diterapkan di

dalam LAPAS serta ikut serta dalam setiap kegiatan yang dilakukan

LAPAS.

2. Telah menjalani pidana selama 6 bulan terhitung sejak masa tahanan

sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

Pasal 14. Dalam waktu 6 bulan ini seorang narapidana harus

mempertahankan diri untuk berkelakuan baik.

3. Berbuat jasa bagi negara atau kemanusiaan, jasa yang diberikan dalam

bentuk perjuangan untuk kelangsungan hidup negara dan melakukan

perbuatan yang bermafaat bagi manusia. Adapun contohnya adalah

dengan menghasilkan karya, menanggulangi bencana alam, menjaga

keamanan dan ketertiban di dalam LAPAS.

Page 103: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

85

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Terhadap

Narapidana Pembunuhan Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas

IIA palembang

Sebagaimana dengan pembahasan pertama, untuk dapat membahas

bagaimana tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Terhadap Narapidana

Pembunuhan Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA palembang. Ada

baiknya penulis kemukakan syarat-syarat untuk memperoleh remisi yang diterapkan

LAPAS yaitu sebagai berikut:

1. berkelakuan baik

2. Telah menjalani pidana selama 6 bulan

3. Telah ada Eksekusi dari Kejaksaan

Dari penjelasan di atas, bahwa setiap pelaku tindak pidana pembunuhan akan

mendapatkan pengurangan masa hukuman, dengan syarat mereka telah memenuhi

kriteria-kriteria dari pada syarat-syarat yang ditentukan oleh Keputusan Presiden dan

Keputusan Menteri. Adapun syarat-syarat yang diperuntukkan bagi pelaku

pembunuhan agar mereka dapat merasakan pengurangan masa tahanan adalah,

berkelakuan baik, masa tahanan sudah mencapai 6 bulan, telah ada eksekusi dari

kejakasaan.

Dengan syarat itu mereka akan mendapatkan remisi, sebagaimana yang sudah

ada Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri. Sebagaimana dalam Islam sendiri

al-Qur’an telah menjelaskan tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama

dan mereka mau menyadari perbuatannya, dalam artian mereka mau kembali ke jalan

Page 104: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

86

Allah dan Allah akan menerima taubat mereka selagi mereka mau mengakui

kesalahan mereka.

Surah asy-Syura ayat 40 menjelaskan tentang seharusnya setiap perbuatan

harus ada balasannya akan tetapi untuk memaafkan dan memberikan kesempatan

seseorang untuk merubah dirinya itulah yang lebih baik karena Allah membenci

orang-orang yang selalu melakukan kedzaliman. Dan seharusnya balasan suatu

kejahatan adalah kejahatan yang serupa dengan kejahatan itu. Akan tetapi Pemberian

remisi yang dikemukakan oleh menteri kehakiman dan menteri hukum sebagai

anjuran kepada seseorang yang melakukan kejahatan diberikan kesempatan,

melakukan perbuatan yang biasa merubah dirinya sendiri, agar setelah mereka keluar

dari lembaga pemasyarakatan dapat diterima oleh masyarakat. Allah sendiri

menerima taubat seseorang yang ingin kembali ke jalan Allah, sebagimana telah

diterangkan dalam surah Al-Furqan ayat 70 yaitu sebagai berikut:

حسىت وما ن هللا سفى ساسحيما ءال مه وءا مه وعمو عمال صيحا فاء هءك يثذ ه هللا سءا وحم

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seseorang yang menyesali perbuatannya,

bertekad untuk tidak mengulanginya serta bermohon ampun kepada Allah, tidak

mengulagi perbuatan yang pernah ia lakukan, kalau semua itu telah mereka penuhi

niscaya Allah akan mengampuni mereka sehingga mereka terbebaskan ancaman

siksa bahkan akan diganti oleh Allah dosa-dosa mereka dengan kebajikan. Dan

diteruskan ayat seterusnya yakni ayat 71yaitu:

و مه وا ب عمو صيحا فاء و, يتى ب ءىي هللا مىتا يا

Bahwasannya Allah akan memberikan keanugerahannya taufiq dan hidayah,

sehingga dari saat ke saat niat dan tekatnya untuk mendekat kepada Allah semakin

Page 105: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

87

kukuh dan amalnya akan semakin baik dan bertambah. Di samping itu juga dalam

surat al-Ma'idah dijelaskan, meskipun seseorang pernah melakukan perbuatan pidana

atau kejahatan terhadap orang lain dan mereka mau menjalankan pidananya

sebagaiman mestinya pidana yang mereka terima dan mereka mau memperbaiki diri,

maka Allah menerima taubatnya karena Allah maha Pemurah lagi maha Penyayang

Q.S al-Ma'idah ayat 39 sebagai berikut:

فمه تا ب مه تعذ ظيم, وءصيح فاءن هللا يتى تعيي, ءن هللا غفى ساسحيم

Diteruskan dengan Q.S an-Nisa' ayat 17, di situ juga menerangkan bahwasanya

ketika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama berkat

kebodohannya, dalam artian karena sangat marah, panik, emosi, dorongan hawa

nafsu, dan sebagainya, meskipun seperti itu kalau mereka mau menyadari dan

melakukan hal yang terbaik setelah melakukan itu Allah pasti akan memutuskan hal

yang terbaik pula bagi mereka karena Allah Maha Bijaksana.

ءوما ا وتى ت عيي هللا ىيز يه تعيى ن اىسىء وخهي ثم يتى تى ن مه قش ية فاء وهءك يتى ب هللا عييحم ا وما ن هللا

عييما

Dari semua keterangan di atas telah dijelaskan bahwasannya setiap kita

melakukan tindakan, entah itu tindakan terhadap diri kita ataupun terhadap orang lain

sebaiknya kita pikirkan terlebih dahulu kemanfaatan dari perbuatan itu. Semisal,

ketika menentukan putusan hukuman terhadap orang yang bersalah, kita harus

memberikan kesempatan kepada orang tersebut untuk merubah segala perbuatan

mereka yang meresahkan masyarakat, seperti dorongan untuk meninggalkan

perbuatannya atau kalau toh mereka terkena hukuman pidana, maka bagi penegak

hukum harus memberikan mereka kesempatan untuk melakukan kebaikan seperti

Page 106: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

88

misalnya lembaga pemasyarakatan yang telah menaungi para narapidana untuk

merubah kehidupannya agar setelah mereka keluar dari lembaga tersebut mereka

dapat diterima oleh masyarakat, meskipun orang itu pernah melakukan pebuatan

pidana.

Sanksi pidana dilahirkan sebagai salah satu upaya untuk tercapainya tujuan

dari hukum tersebut yaitu kemaslahatan yang menyeluruh bagi masyarakat. Pidana

atau sanksi baik di hukum positif dan hukum Islam diterapkan meskipun dalam

prakteknya tidak disenangi oleh yang tertimpa pidana tersebut. Melihat kondisi

seperti ini maka pidana tersebut harus mempunyai nilai yang baik dan ideal antara

lain:

1. Harus mampu mencegah seseorang melakukan maksiat atau mempunyai

fungsi prefentif dan mampu menjerakan setelah perbuatan.

2. Memberikan hukuman kepada seseorang bukan berarti membalas

dendam melainkan demi kemaslahatan.

3. Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga seseorang tidak terjatuh

kepada kejahatan.

4. Hukuman digambarkan sebagai sugesti agar orang tidak melakukan

kejahatan.

Dari adanya hukuman di atas, menurut hukum pidana Islam, hukuman

tersebut sangatlah ideal bagi pelaku yang melakukan tindak pidana karena sudah

sesuai dengan apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi dalam Islam juga mengenal

konsep pemaafan dalam mengganti pidana terhadap seseorang yang telah melakukan

kejahatan. Menurut Abdul Qadir Audah pemaafan adalah salah satu sebab hapusnya

Page 107: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

89

hukuman, baik pemaafan itu diberikan si korban atau walinya, atau Ulil Amri akan

tetapi pemaafan itu bukan sebab umum gugurnya hukuman, melainkan sebagai sebab

khusus gugurnya hukuman pada setiap jarimah selain jarimah hudud.

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad memaafkan adalah memaafkan

qisas atau diyat tanpa imbalan apa-apa. Sedang menurut Imam Malik dan Imam Abu

Hanifah pemaafan terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan pelaku atau

terhukum. Jadi menurut kedua ulama’ terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qisas

tanpa imbalan apa-apa. Adapun memaafkan diyat itu, bukan pemaafan, melainkan

perdamaian. Orang yang berhak memaafkan qisasadalah orang yang berhak

menuntutnya.

Penjelasan tersebut memberikan, bahwa pemaafan adalah salah satu hapusnya

hukuman qisas, dan yang berhak memaafkan adalah ahli waris. Sedang Ulil Amri

atau hakim dapat memaafkan kalau itu ada kemaslahatannya. Adapun sebagai

dasarnya Q.S al-Baqarah ayat 178 sebagai berikut:

ياء يها اىذ يه ءامىىا متة عيينم اىقصا ص في اىقتيي اىحش وىعخذ تا ىعثذ واالء وثي تا االءوثي, ومه عفي ى,

ذد ر ىل في مىاءخي شيءىفاتثا ىمعشوف وءيءاءىي تا ء حمه ر ىل تخفيف مه, ستنم وسحمح, فمىاعتذ ي تع

,عزابءىيم

Dari dalil di atas bahwa qisas adalah suatu alternatif, yaitu bahwa seseorang

yang melakukan pembunuhan dapat dimaafkan dengan ganti rugi (diyat), atausama

sekali tanpa diyat. Artinya pembunuh dimaafkan secara mutlak. Namun demikian

Ulil Amri (penguasa) dapat memberi hukuman. Apabila si Ahli waris memaafkan

dengan cuma-cuma tanpa diyat, atau si ahli waris itu anak kecil atau gila, maka

hakim berhak memberikan hukumannya tergantung kepada kemaslahatan umum.

Page 108: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

90

Sayyid Sabiq menambahkan, dalam kitabnya, Fiqh Sunnah, alternatif

memberikan ampunan atau hukum qisas penentuannya diberikan kepada wali si

terbunuh. Mereka adalah ahli waris si terbunuh, bilamana mereka menghendaki

boleh menuntut hukuman qisas atau memberi ampunan, seandainya ada dari salah

satu di antara mereka memaafkan maka gugurlah qisas itu, sebab ia adalah

merupakan salah satu dari ahli waris yang tidak terpisah dari anggota lainnya.

Pemaafan ini merupakan konsep yang paling baik. Jika dipandang dari

nilaiihsan terhadap sesama manusia konsep ini sangatlah ideal, jika kondisi

masyarakat tersebut sudah sangat berbudaya hukum dan taat hukum. Para ulama’

sepakat bahwa pemaafan lebih utama dari pada menuntutnya. Sebagai dasar

pemikiran bahwa Allah pun menganggap pemaafan lebih mulia dari pada penjatuhan

sanksi dalam surat al-Maidah ayat 45 sebagai berikut:

فمىتصذ قات, فهىومفا سجى

Disamping itu, ada satu h}adis| yang diriwayatkan oleh Anas Ibn

Malikberkata bahwa setiap ada perkara qisas yang dilaporkan kepada Rasulullah

beliau selalu memerintahkan orang-orang yang akan melakukan qisas tersebut untuk

memaafkan.Dan dalam surat asy-Syura ayat 40 juga menjelaskan. Dan seharusnya

balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa dengan kejahatan itu. Maka

barang siapa memaafkan, yakni sedikitpun tidak menuntut haknya, atau mengurangi

tuntutannya sehingga tidak terjadi pembalasan yang serupa itu, lalu menjalin

hubungan yang harmonis dan berbuat baik terhadap orang yang pernah

menganiayanya secara pribadi, karena sesungguhnya Allah itu mencintai orang-

Page 109: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

91

orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain. Sesungguhnya Allah sangat

membenci orang-orang yang selalu berbuat kezaliman dimuka bumi.

Dalam keterangan pada ayat diatas sebagai anjuran untuk kita agar selalu

memaafkan dan berbuat baik itu, tujuannya adalah agar tidak terjadi pelampauan

batas atau penempatan sesuatu bukan pada tempatnya, karena perbuatan yang

sedemikian itu sangat dibenci oleh Allah. Sebenarnya kalau kita sadar pemaafan

tersebut akan lebih menyentuh psikologis kepada pelaku kejahatan dari pada

penjatuhan sanksi. Dengan pemaafan tersebut pelaku akan berpikir betapa mulianya

kasih Allah yang memberikan melalui si korban atas keluarganya, meskipun akan

melihat betapa agungnya perbuatan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan, pemberian remisi di

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA palembang telah sesuai dengan apa

yang diamanahkan di dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini sesuai dengan unsur

pemaafan, yang mana permerintah seolah-olah telah memberikan maaf kepada

pelaku terhadap kasus pidana yang dilakukannya dalam hal ini adalah kasus

pembunuhan. Pemaafan ini diberikan karena pelaku telah melakukan perbuatan baik

yang memenuhi unsur-unsur seseorang untuk dimaafkan atas kesalahan yang

dilakukannya. Hal ini telah sesuai dengan aturan di dalam Al-Quran dan Al-Hadist.

Unsur pemaafan ini tujuan akhirnya adalah untuk kemaslahatan bersama,

yang mana pemerintah berupaya untuk meningkatkan keamanan dan ketentraman

masyarakat. Melalui pemberian remisi, setiap orang sekalipun ia seoarang narapidana

pembunuhan akan merasakan keamanan dan ketentraman. Dengan demikian rasa

Page 110: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

92

keadilan dapat dirasakan oleh setiap orang melalui pemberian kesempatan berbuat

baik kembali. Maka dari itu narapidana dapat kembali ke jalan Allah SWT.

Page 111: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari urian pokok masalah di atas maka, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Adapun prosedur pemberian remisi yang diberlakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang adalah sebagai berikut:

a. Sidang TTP (Tim Pengamat Pengawasan) yaitu sidang yang

dilaksanakan untuk memutuskan nama-nama narapidana yang akan

diusulkan untuk memperoleh remisi.

b. Penyerahan daftar nama narapidana yang memperoleh remisi kepada

Kepala LAPAS

c. Penyerahan daftar nama narapidana yang memperoleh remisi kepada

KANWIL

d. Penyerarahan daftar nama narapidana yang memperoleh remisi kepada

Kementerian Hukum dan HAM

e. Upacara pemberian remisi yaitu upacara yang sengaja dilaksanakan

sebagai wujud peresmian narapidana dalam memperoleh remisi.

2. Ditinjau dari Hukum Islam, pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas IIA palembang telah sesuai dengan apa yang diamanahkan di

dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Hal ini sesuai dengan unsur pemaafan, yang

ada di dalam Islam yang tujuannya akhirya adalah untuk kemaslahatan

bersama, agar narapidana kembali ke jalan Allah SWT.

93

Page 112: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

94

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan:

1. Pemerintah diharapkan memperbaiki fasilitas LAPAS. Dalam hal ini,

Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan sebaiknya memperhatikan

kembali kondisi LAPAS khususnya fasilitas LAPAS Perempuan Kelas IIA

Palembang. Misalnya dengan menambah jumlah kamar, memerluas ruang

ibadah, dan memperluas ruang belajar.

2. Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan sebaiknya menambah jumlah

petugas LAPAS Perempuan Kelas IIA Palembang. Mengingat jumlah

narapidana yang ada di dalam LAPAS Perempuan Kelas IIA Palembang telah

melebihi kapasitas yang ada sehingga jumlah petugas ada yang dirasa tidak

cukup untuk mengurus segala susuatu yang ada di lapas.

3. Sebagaimana yang kita ketahui Al-Quraan dan Al-Hadist merupakan sumber

hukum yang kebenaraanya tidak diragukan lagi. Oleh karena itu dalam

Pemberian remisi kepada narapidana sebaiknya mengadaopsi pada Hukum

Islam yang sesuai dengan Al-Quraan dan Al-Hadist, sehingga maksud dan

tujuan pemberian remisi tersebut yaitu membuat Narapidana dan Anak Pidana

bertobat dan tidak mengulangi kejahatannya lagi tercapai dan diterima di

masyarakat.

Page 113: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

95

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Al-Banna, Jamal. Manifesto Fiqih Baru 3 Memahami Paradigma Fiqh Moderat

(Jakarta: Erlangga, 2008)

Adi, Rianto. Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2010)

Ali, Zainuddin. Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia (Jakarta:

Sinar Grafika, 2015)

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2015)

Arifin, Zaenal . “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Pada

Narapidana ” (Sripsi Sarjana: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009)

Hadikusuma, Hilman. Bahasa Hukum Indonesia (Bandung: P.T.Alumni, 2005)

Hamzah , Andi. KUHP dan KUHAP (Jakarta: Rineka Cipta, 2006)

Hamzah, Andi. Terminologi Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2007)

Huda, Chairul. dari „tiada pidana tanpa kesalahan‟ menuju kepada „tiada

pertanggung jawaban tanpa kesalahan (jakarta: Kencana, 2013)

Irfan, Nurul dan Masyrofah. Fiqh Jinayah, (Tangerang Selatan:Amzah, 2012)

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No:

M.04-HN.02.01 TAHUN 2000 Tentang Remisi Tambahan Bagi Narapidana

Dan Anak Pidana

Keputusan Menteri Kehakima Repub;ik Indonesia Nomor.04.NH.02.01 Tanggal 4

Mei 1998 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi Donor

Tubuh Dan Darah

Lasiyo, “Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah”

(Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011)

Misnawati, “Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Putusan Bebas Tidak Murni Dalam

Tindak Pidana Pencuria Yang Dilakukan Oleh Pembantu Rumah Tangga

(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 653k/Pld/2011” (Skripsi Sarjana

UIN Raden Fatah Palembang, 2014)

95

Page 114: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

96

Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah.

(Jakarta: Sinar Grafika, 2006)

Prakoso, Djoko. Masalah Pemberian Pidana Dalam Teoridan Praktek Peradilan

(jakarta: Ghalia Indosesia, 1984)

Prakoso, Djoko dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Megenai

Efektivitas Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini (Jakrata: Ghalia Indonesia,

1985)

Prakoso, Djoko. tindak Pidana Penerbangan di Indonesia (jakarta: Ghalia Indonesia,

1983)

Pramana, Aditya. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada

Koruptor” (Skripsi Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2012)

Soekanto, Soerjono. Ringkasan Metode Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Ind-

Hill Co, 1990)

Sugiarto,Umar Said. Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2015)

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Rajawali Pers,

2011)

Surat Interuksi Kepala Dektorat Permasyarakatan No. J.H.G8/506 Tanggal 17 Juni

1964

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

Wibowo, Dimas Hario Wibowo,“Pelaksanaan Pemberian Remisi Terhadap

Narapidana Tindak Pidana Korupsi Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Semarang” UNNE Law Jaurnal [Online], Volume 2 Number 1 (2013)

Waluyo, Bambang. Pidana dan Pemidanaan (Jakrta: Sinar Grafika, 2000)

Yusuf, Imaning. Fiqh Jinayah Hukum Pidana Islam (Palembang: Rafah Press, 2009)

Yusuf , Imaning. “Pembunuhan dalam perspektif Hukum Islam” Nurani [Online],

Volume 13 Number 2 (2013)

Page 115: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI …eprints.radenfatah.ac.id/1018/1/ITA SAPITRI (13160029).pdf · Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Palembang . 1 BAB I PENDAHULUAN

97

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Biodata Pribadi

Nama : Ita Sapitri

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 15 Febuari 1994

Alamat : Jl. Harapan 1 RT.026 RW.06 N0.131 Kelurahan

Silaberanti Palembang

Warga Negara : Indonesia

Nama Orang Tua

Ayah : Satar

Ibu : Fatimah

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 96 Palembang 2006

2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) NEGERI 15 Palembang 2009

3. Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (SMA) NEGERI 15 Palembang 2012