Upload
nguyenduong
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KIAI DI PONDOK
PESANTREN ULUMUL QURAN BOJONGSARI
KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
IIN INDRIYANI
1112015000046
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2
3
4
5
vii
ABSTRAK
IIN INDRIYANI. 1112015000046. Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai
Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok. Skripsi. Jakarta:
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.2017
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh infromasi mengenai kerjasama
kiai dengan masyarakat di Kelurahan Duren Mekar. Dalam penelitian ini terdapat
dua variabel yang akan diteliti yaitu kerjasama kiai dan masyarakat. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pendekatan
kualitatif. Narasumber dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di
lingkungan sekitar Pondok Pesantren. Adapun narasumber yang diambil
berjumlah 8 orang. Teknik analisis data menggunakan uji credibility (validitas
internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reabilitas), dan
uji corfirmability (obyektifitas). Dalam mengumpulkan data penelitian
menggunakan metode wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan kerjasama kiai dengan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kerjasama kiai dengan masyarakat di Kelurahan Duren Mekar terjalin dengan
sangat baik, hal ini dikarenakan banyaknya kegiatan baik di lingkungan luar
Pondok Pesantren maupun di lingkungan sekitar Pondok Pesantren yang
dilakukan secara bersama-sama oleh kiai maupun masyarakat sekitar.
Kata Kunci : Kiai, Masyarakat, dan Pondok Pesantren.
viii
ABSTRACT
IIN INDRIYANI. 112015000046. Society Perception to Kiai in Islamic
Boarding School Ulumul Quran Bojongsari Depok City. THESIS.
JAKARTA. Majoring Social Science Education. Faculty of Tarbiyah And
Teachers Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University Of Jakarta.
2017
This research ains to obtain the information about kiai contribution with
the society in Duren Mekar village. In this research there are two variables that
will be examined, these are the kiai contribution and the society. Method used in
this research is interview method with qualitative approach. The informant in this
research are people who lives near the islamic boarding school. Meanwhile for
the informant that taken are 8 (eight) people. The technique of data analysis make
use of credibility test, transferability test, dependability test, and confirmability
test. The collecting research data take the interview method which include
questions related kiai contribution with the society. Result from the research
showimg that contribution the kiai with society in Duren Mekar village is firmly
established, this matter cause many good activities outside the environment of
islamic boarding school or in the environment of islamic boarding school that
conducted jointly with the kiai as well as society.
Key words : Kiai, The Society and Islamic Boarding School.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, dan para sahabatnya serta
seluruh muslimin dan muslimah.
Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Laporan
skripsi ini membahas mengenai “Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok
Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok”.
Selaknjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan
yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan
motivasi dari berbagai pihak, penulis menyadari bahwa keberhasilan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak
yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya :
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial.
3. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial dan Dosen Pembimbing Skripsi I.
4. Bapak Prof. Dr. Rusmin Tumanggor,M.A selaku Dosen Pembimbing
Akademik
5. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku Dosen Pembimbing
Skripsi II yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan
pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penulisan skripsi.
x
6. Seluruh Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis untuk
mengikuti perkuliahan.
7. Seluruh staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta Staff Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang telah memberikan
kemudahan dalam pebuatan surat-surat dan sertifikat.
8. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu penulis dalam menyediakan serta peminjaman
literatur yang dibutuhkan.
9. Ucapan terimakasih yang tiada henti dan penghargaan penulis berikan
dengan rendah hati kepada orang tua, ayahanda Edi Susiyanto dan Ibu
Titik Setyowati yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi
serta semangat dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga selalu dalam keadaan sehat wal‟afiat.
10. Adik-adikku tercinta Erik Firman Susanto dan Farizki Firman Tri
Susanto serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan
dukungan agar cepat dalam menyelesaikan skripsi serta dapat lulus
tepat waktu.
11. Terima kasih kepada Mas Krisna Mahardika Yoso Prawiro yang telah
banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membentu
penulis dalam menyelesaikan skripsi. Semoga Allah mempermudah
urusan kita.
12. Seluruh teman-teman jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(P.IPS) angkatan 2012. Semoga Allah meridhoi segala usaha dan
harapan kita.
13. Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan
dukungannya.
xi
Demikianlah pengantar dari penulis terlepas dari segala kekurangan yang
ada, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga
mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulis selanjutnya.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon, semoga segala bantuan
dari berbagai pihak yang tersebut diatas dibalas oleh-Nya dengan pahala yang
berlipat ganda. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, 21 Februari 2017
Penulis
Iin Indriyani
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Skripsi
Lembar Pernyataan Uji Referensi
Lembar Pernyataan Karya Ilmiah
Abstrak ........................................................................................................... vii
Abstract .......................................................................................................... viii
Kata Pengantar ............................................................................................... ix
Daftar Isi ......................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4
C. Batasan Masalah .................................................................................. 4
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori ......................................................................................... 6
1. Perilaku ........................................................................................... 6
a. Pengertian Perilaku .................................................................... 6
b. Bentuk Perilaku ......................................................................... 9
c. Domain Perilaku ........................................................................ 10
d. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku .......................................... 11
e. Aspek-Aspek Perilaku ............................................................... 12
2. Interaksi Sosial ............................................................................... 14
a. Pengertian Interaksi Sosial ........................................................ 14
b. Interaksi Sosial Sebagai Dasar Proses Sosial ............................ 16
c. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ................................................. 17
d. Ciri-Ciri Interaksi Sosial ........................................................... 18
e. Unsur-Unsur Dalam Interaksi Sosial ......................................... 19
f. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial ......... 20
3. Kerjasama ....................................................................................... 22
a. Pengertian Kerjasama ................................................................ 22
xiii
b. Macam-Macam Kerjasama ........................................................ 23
c. Bentuk-Bentuk Kerjasama ........................................................ 24
4. Pondok Pesantren ........................................................................... 24
a. Pengertian Pondok Pesantren .................................................... 24
b. Pondok Pesantren Konvensional ............................................... 27
c. Pondok Pesantren Kontemporer ................................................ 28
d. Tipologi Pondok Pesantren ....................................................... 29
e. Kiai ............................................................................................ 30
5. Masyarakat ...................................................................................... 32
a. Pengertian Masyarakat .............................................................. 32
b. Ciri-Ciri Masyarakat .................................................................. 33
B. Penelitian Relevan ............................................................................... 35
C. Kerangka Berpikir ................................................................................ 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 45
B. Metode Penelitian ................................................................................ 45
C. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ......................... 48
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................ 52
F. Pengecekan Keabsahan Data ............................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ...................................................................................... 59
1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Ulumul Quran ..................... 59
2. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Ulumul Quran ........................... 60
B. Hasil Penelitian .................................................................................... 60
C. Pembahasan ......................................................................................... 66
1. Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat .......................... 66
2. Perilaku Kiai Dalam Bekerjasama Dengan Masyarakat ................ 67
3. Bentuk-Bentuk Kerjasama Yang Terjadi Antara Kiai Dengan
Masyarakat ...................................................................................... 68
4. Persepsi Masyarakat Tentang Kiai ................................................. 68
5. Mengenai Pondok Pesantren .......................................................... 69
6. Mengenai Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain .................... 69
D. Keterbatasan Masalah .......................................................................... 70
xiv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................. 74
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Relevan ...................................................................... 39
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir ....................................................................... 44
Tabel 3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 48
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara .................................................................. 50
Tabel 3.3 Teknik Analisis Data ................................................................... 53
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Keterangan Wawancara
Instrumen Wawancara
Transkrip Hasil Wawancara
Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu ataupun kelompok masyarakat yang berada di suatu
tempat pastinya saling berinteraksi satu sama lain. Dimana mereka
disatukan secara administratif yang di pegang oleh RT, RW, Kepala
Dusun maupun Kepala Desa. Selain pemimpin secara admisitratif di atas,
terdapat pula seorang pemimpin secara simbolik yang bisa mengatur
kehidupan sosial yang ada di masyarakat mengenai agama, kultur serta
moral yang biasa disebut kiai atau yang lebih banyak dikenal dengan
sebutan ustad.1
Dalam artian bahwa kiai atau ustad kampung memiliki peran dalam
berbagai kegiatan keagamaan, seperti shalat berjamaah di masjid,
syukuran, ceramah agama yang didalamnya memuat nasehat-nasehat
agama, khitanan, dan lain sebagainya merupakan hal yang mengisi atau
memberikan makna maupun mafaat bagi masyarakat itu sendiri. Sehingga
untuk berbagai kegiatan agama di atas mereka membutuhkan pemimpin
yang mereka patuhi dalam hal agama sebagai wadah untuk meminta
nasehat, meminta pertimbangan dalam memutuskan segala sesuatu, dalam
ini peran kiai diperlukan sebagai sosok pemimpin.2
Masyarakat menganggap kiai adalah orang yang suci yang dikaruniai
berkah, karena mempunyai kelebihan, dilihat dari pengetahuannya tentang
suatu ajaran yang diyakininya. Menyatunya kehidupan kiai atau ustad di
masyarakat tidak hanya membuat mereka dekat dengan masyarakat, tetapi
juga mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti gotong royong.
Sehingga tidak ada jarak yang memisahkan, kecuali rasa hormat dan
pelayanan. Setiap individu mempunyai pola interaksi ataupun perilaku
1 Nurhaya,”Peran Sosial Kiai Pada Masyarakat Jawa”,Jurnal Sosiologi Replektif ,Vol.7
No.1 Tahun 2012,hal.8 2 Sudiantara,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat Tradisional
Pedesaan,”Jurnal Sosiologi Islam Vol.1 No.2 ISSN : 2089-0192 Tahun 2011,hal.10
2
sosial dimasyarakat, begitu juga yang ada pada perilaku para kiai dalam
masyarakat pasti berbeda-beda pula perilaku sosial di masyarakat.3
Kehadiran sang kiai di tengah-tengah masyarakat semisal sebuah
payung raksasa. Payung ini begitu besar bentangannya, sehingga memiliki
kesanggupan yang dahsyat menjadi pengayom masyarakatnya. Kehadiran
kiai di suatu daerah, benar-benar terasakan fungsinya untuk menjadi
tumpuan yang teramat efisien bagi umatnya. Sebab apapun
permasalahnnya yang menimpa masyarakatnya, mulai dari problematika
rumah tangga, problem-problem sosial, tradisi kultural, kondisi keamanan,
hingga merebak ke wilayah politik pun, maka sang kiai akan selalu hadir
bersama-sama mereka untuk segera menyelesaikannya. Hubungan timbal
balik inilah yang mengakibatkan tali ikatan antara keduanya (kiai dan
masyarakat) teramat sulit untuk diputuskan. Kiai membutuhkan
masyarakat sebagai tangan panjang melanjutkan misi dakwah agamanya,
masyarakat pun merasa terayomi dengan kehadiran sang kiai. Selanjutnya,
kiai mendapat uluran tangan dari masyarakat baik berupa keuntungan
finansial maupun sumbangan tenaga dan keterampilan mereka.
Karakter kiai masa kini, sebenarnya tak jauh berubah dari
keberadaan kiai masa waktu dulu. Hanya kekentalan
tradisionalitasnya saja yang sedikit agak berbeda. Namun,
perubahan zaman yang begitu pesat dan cepat membuat kiai tak
mampu lagi untuk terus berpacu dengan perkembangan tersebut
sehingga banyak bahasa-bahasa jaman kekinian yang tak sanggup
dijamahnya.. Bahkan tidak saja pada soal urusan agama saja,
melainkan hampir menyeluruh ke pelbagai persoalan kehidupan
secara luas4.
Seperti halnya dalam berinteraksi dengan masyarakat di
lingkungan sekitar, kegiatan ini pun sudah jarang dilakukan dikarenakan
kesibukan kiai itu sendiri. Tak jarang pula ketika mendapat sebuah
undangan pengajian, seorang kiai meminta tolong kepada orang yang
3 Miftah Faridl,”Peran Sosial Politik Kiai Di Indonesia,”Jurnal Sosioteknologi Edisi 7
Tahun 2007,hlm.30 4 Abdul Halim Fathoni,Kegelisahan Kiai,19 Maret 2008,(Langitan.Net),Diakses Pada
Tanggal 17 November 2016
3
menjadi kepercayaannya untuk menggantikannya menghadiri acara
tersebut. Hal ini menjadikan interaksi seorang kiai atau ustad dengan
masyarakat di lingkungan sekitar menjadi agak sedikit berkurang.
Menurut Moore, bagi masyarakat atau kebudayaan manapun,
perubahan cepat berlangsung atau berlaku secara tetap. Kejadian normal
perubahan telah memberikan akibat bagi suatu pengalaman individu dan
masyarakat yang lebih luas dari aspek fungsional masyarakat dalam dunia
modern. Perubahan yang terjadi di masyarakat yaitu munculnya
modernisasi dan peningkatan upaya profesionalisme turut mempersempit
ruang gerak kiai. Perubahan mata pencaharian juga menyebabkan
berkurangnya peran kiai, dikarenakan sebagian besar waktu digunakan
oleh masyarakat sekitar untuk bekerja, sehingga sangat sedikit waktu
tersisa untuk berada di rumah. Sebagian ahli menyatakan bahwa interaksi
merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut
adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami
dinamika. Oleh sebab itu, proses interaksi dalam hal kerjasama antara kiai
dengan masyarakat di lingkungan sekitar perlu ditingkatkan kembali
melalui tradisi-tradisi yang biasa dilakukan seperti selametan, tahlilan,
istighotsah, atau wiridan yang dinggap mempunyai banyak manfaat
seperti menimbulkan rasa persaudaranaan sesama muslim, meningkatkan
rasa persatuan dan kebersamaan antar sesama warga.5
Maka, pesantren sebagai suatu wadah dalam penyebaran Islam yang
diharapkan terus-menerus mewariskan upaya memelihara kontinuitas
radisi Islam yang dikembangkan dari pengalaman sosial masyarakat
lingkunganya. Dengan kata lain pesantren mempunyai hubungan erat
dengan lingkungan sekitarnya khususnya masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pembahasan yang berkaitan
dengan kerjasama antara kiai dengan masyarakat sangat luas. Agar lebih
5 Iva Yulianti Umdatul Izzah,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Mayarakat
Muslim Tradisional Pedesaan”,Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1,No.2,ISSN : 2089-0192,Oktober
2011,hal.11-12
4
fokus maka penelitian ini diberi judul : ”Persepsi Masyarakat Terhadap
Kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka
penulis mengidentifikasi masalah-masalah dalam penelitian sebagai
berikut:
1. Kurangnya interaksi kiai Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an
dengan masyarakat sekitar.
2. Rendahnya tingkat kepedulian kiai Pondok Pesantren Ulumul
Qur‟an dengan masyarakat sekitar.
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam skirpsi ini, menjaga agar
penelitian lebih fokus dan terarah tidak menimbulkan keraguan dan salah
penafsiran, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu
penelitian dibatasi pada Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai Pondok
Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Kiai
Pondok Pesantren Ulumul Quran Bojongsari Kota Depok.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, secara umum tujuan
diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi
masyarakat terhadap kiai Pondok Pesantren Ulumul Quran dalam hal
bekerjasama.
5
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan
atau panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya terkait masalah
tentang kerjasama kiai dengan masyarakat sekitar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Peneliti mendapatkan informasi mengenai kerjasama kiai
pondok pesantren dengan masyarakat sekitar.
2) Dapat memberikan khazanah keilmuan bagi peneliti yang ingin
mengkaji di bidang yang sama.
3) Sebagai salah satu cara untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan.
b. Bagi Pondok Pesantren
Dapat memberikan informasi kepada santri serta pihak terkait
lainnya mengenai kerjasama kiai pondok pesantren dengan
masyarakat di lingkungan sekitar.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Perilaku
a. Pengertian Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi perilaku manusia
pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang
sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian,
dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity)
seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku
manusia. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara
langsung atau secara tidak langsung.
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan
organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik
(keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari perilaku
makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor
keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan
perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan
lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk perkembangan
perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor
dalam rangka terbentuknya perilaku disebut sebagai proses belajar
(learning process)6.
6Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni,(Jakarta;Rineka Cipta,2011),
hal.135-136
7
James P. Chaplin mengatakan bahwa, perilaku adalah
kumpulan dari reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan,
tanggapan dan jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses
berpikir, bekerja, berhubungan seks, dan sebagainya.
Pavlov mengatakan bahwa perilaku adalah keseluruhan atau
totalitas kegiatan akibat belajar dari pengalaman sebelumnya dan
dipelajari melalui proses penguatan dan pengondisian7. Sedangkan
seorang ahli psikologi Skinner (1938) mengemukakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus)
dan tanggapan dan respons. Skinner juga mengungkapkan teori S-
O-R (Stimulus-Organisme-Respon) dimana stimulus terhadap
organisme kemudian organisme merespon8. Ia membedakan
adanya dua respon yaitu :
1) Responden respons atau reflexive response, ialah respon
yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.
Perangsangan-perangsangan yang semacam ini disebut
eliciting stimulasi, karena menimbulkan respons-respons
yang relatif tetap. Responden respons (respondent
behavior) ini mencakup juga emosi respons atau emotional
behavior. Emotional behavior ini timbul karena hal yang
kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan.
2) Operant response atau instrumental respons, adalah respon
yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang
tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing
stimulus atau reinforcer, karena perangsangan-
perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang
demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku
tertentu yang telah dilakukan.
7 Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis,Pengantar Psikologi Untuk
Kebidanan,(Jakarta,Kencana Media Prenada Group,2010),hal.27 8Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan,(Yogyakarta;Graha Ilmu,2011),hal.120
8
Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama
(respondent response atau respondent behavior) sangat terbatas
keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan
yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk
memodifikasikannya sangat kecil. Sebaliknya operant response
atau instrumental behavior merupakan bagian terbesar dari perilaku
manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar,
bahkan dikatakan tidak terbatas. Fokus teori Skinner (1938) ini
adalah pada respons atau jenis perilaku yang kedua ini9. Apabila
kita melihat dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Perilaku tertutup / covert behavior
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi ini masih
dalam batas perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran
atau sikap yang terjadi pada seseorang yang mendapat
rangsangan.
2) Perilaku terbuka / overt behavior
Respon yang terjadi pada seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk nyata dan terbuka. Responnya dalam bentuk
tindakan yang diamati oleh orang lain.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning
(respon perilaku yang diciptakan karena adanya kondisi tertentu).
Menurut Skinner adalah sebagai berikut :
1) Melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang merupakan
penguat berupa reward atau hadiah bagi perilaku yang akan
dibentuk.
9Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, h.136-137
9
2) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki.
3) Menggunakan secara urut komponen sebagai satu tujuan
sementara.
4) Melakukan pembentukan perilaku dengan urutan komponen
tersebut10
b. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
ojek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam yakni :
1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat
oleh orang lain. Oleh sebab itu perilaku ini masih
terselubung (covert behavior), atau perilaku tertutup.
2) Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat di
observasi secara langsung. Oleh karena itu perilaku ini
sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut
overt behavior atau perilaku terbuka.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan
sikap merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan yang masih bersifat terselubung, dan disebut ‘covert
behavior’. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons
seseorang terhadap stimulus (practice) adalah „overt behavior‟11
.
c. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun
dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik
10
Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan, hal 121 11
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.138-139
10
atau faktor-faktor lain yang bersangkutan. Determinan perilaku ini
dapat dibagi menjadi dua yaitu :
Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupaka faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang.
Benyamin S. Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi tiga perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain ranah
atau kawasan, yaitu12
:
1) Kognitif (cognitive)
2) Afektif (affective)
3) Psikomotor (psyhcomotor)
Ranah psikomotor ini menurut teori Skinner sama dengan
tindakan atau praktik (practice). Dalam perkembangan selanjutnya
oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil
pendidikan, ketiga domain ini diukur dari :
1) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (knowledge)
2) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi
pendidikan yang diberikan (attitude)
3) Praktik (praksis), atau tindakan yang dilakukan oleh peserta
didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan
(practice).
Terbentuknya sebuah perilaku baru, terutama pada orang
dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu
terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek
12
Sinta Fitriani,Promosi Kesehatan, hal.128
11
luarnya. Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan Nasional
kita, ketiga kawasan perilaku ini disebut : cipta (kognisi), rasa
(emosi), dan karsa (konasi). Tokoh pendidikan kita ini
mengajarkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk dan atau
meningkatkan kemampuan manusia yang mencakup, cipta, rasa,
dan karsa tersebut. ketiga kemampuan tersebut harus
dikembangkan bersama-sama secara seimbang, sehingga terbentuk
manusia Indonesia yang seutuhnya (harmonis)13
.
d. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai
dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam
pemahamannya terhadap perilaku. Di bawah ini diuraikan beberapa
bentuk-bentuk perubahan perilaku yang dikelompokkan menjadi
tiga, yakni :
1) Perubahan alamiah (natural change)
Perilaku manusia selalu berubah, dimana sebagian
perubahan itu disebabkan karena kejadi alamiah. Apabila
dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan
lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka
anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan
mengalami perubahan.
2) Perubahan rencana (planned change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
3) Kesediaan untuk berubah (readiness to change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program
pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering
terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima
inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya).
13
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.146-147
12
Tetapi sebagian orang lagi sangat lambat untuk
menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini
disebabkan karena pada setiap orang mempunyai
kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang
berbeda-beda. Setiap orang dalam suatu masyarakat
mempunyai kesediaan untuk berubah yanag berbeda-
beda, meskipun kondisinya sama14
.
e. Aspek – Aspek Perilaku
1) Pengamatan
Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat,
mendengar, meraba, membau, dan mengecap. Kegiatan –
kegiatan ini biasanya disebut sebagai modalitas pengamatan.
2) Perhatian
Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa perhatian adalah
kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu
objek dan merupakan kesadaran seseorang dalam aktivitas.
Secara umum perhatian dapat dikelompokkan :
a) Berdasarkan Intensitas
Ada banyak atau tidaknya keasadaran individu dalam
melakukan kegiatan dengan intensitas ataupun tanpa
intensitas. Apabila semakin banyak kesadaran terhadap
kegiatan, maka semakin intensif perhatian.
b) Berdasarkan Objeknya
Adalah perhatian yang timbul akibat luas tidaknya
objek yang berkaitan dengan perhatiannya. Perhatian
berdasarkan objek dibedakan menjadi perhatian
terpencar dan perhatian terpusat.
14
Soekidjo Notoatmodjo,Kesehatan Mayarakat:Ilmu dan Seni, hal.165-166
13
c) Berdasarkan Timbulnya
Terdiri dari perhatian spontan dan perhatian disengaja.
Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul tanpa
diinginkan oleh individu. Perhatian disengaja adalah
perhatian yang timbul akibat adanya usaha – usaha
untuk memberikan perhatian.
d) Berdasarkan Daya Tariknya
Berdasarkan dari objeknya yang menjadi perhatian
adalah obejk-objek yang menari, baru, asing, dan
menonjol. Manusia sering mencari hal-hal baru, aneh,
dan menarik pembicaraan. Sementara dari segi
subjektivitas yang menjadi perhatian adalah apabila
berhubungan dengan fungsi, kepentingan, tingkat
kebutuhannya, kegemaran, pekerjaan, jabatan, atau
sejarah hidup.
3) Tanggapan
tanggapan adalah gambaran dari hasil suatu penglihatan,
sedangkan pendengaran dan penciuman merupakan aspek yang
tinggal dalam ingatan.
4) Fantasi
Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang
telah ada. Namun tidak selamanya tanggapan-tanggapan baru
selalu sama dengan tanggapan-tanggapan sebelumnya.
5) Ingatan (Memory)
Segala macam kegiatan belajar melibatkan ingatan. Jika
seseorang tidak mengingat apapun mengenai pengalamannya
berarti dia tidak dapat belajar apapun. Dengan demikian, kita
tidak dapat melakukan sesuatu meskipunya hanya sebatas
percakapan yang sangat sederhana. Untuk berkomunikasi
manusia selalu mengingat pikiran-pikiran yang akan
14
diungkapkan guna memunculkan setiap pikiran baru. Dengan
ingatan orang mampu merefleksikan dirinya.
6) Berpikir
Berpikir adalah aktivitas idealistis menggunakan simbol-simbol
dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk
bicara. Melalu berpikir orang selalu meletakkan hubungan
antara pengertian dan logika berpikir. Artinya, melalui berpikir
orang mampu memberikan pengertian, asumsi, dan menarik
kesimpulan. Berpikir menjadi ukuran keberhasilan seseofrang
dalam belajar, berbahasa, berpikir, dan memecahkan masalah.
7) Motif
Adalah dorongan dalam diri yang mengarahkan seseorang
melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuannya. Motif
tidak dapat diamati, namun dapat terlihat melalui bentuk-
bentuk perilakunya15
.
2. Interaksi Sosial
a. Pengertian
Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial
dapat didefinisikan sebagai hubungan-hubungan timbal balik
antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, serta
antara individu dengan kelompok16
.
Para ahli sosiologi lebih sering menggunakan istilah interaksi
sosial, yang jika dirumuskan interaksi merupakan gambaran “aksi
seseorang atau sekelompok orang” yang mendapat “reaksi dari
seseorang atau sekelompok orang lainnya”. Aksi dan reaksi
tersebut disederhanakan dalam satu konsep yang disebut dengan
interaksi sosial atau lebih tepatnya disebut “antar-aksi”. Interaksi
sosial merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari
15
Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis,Pengantar Psikologi Untuk
Kebidanan,(Jakarta,Kencana Media Prenada Group,2010),hal.29-36 16
C.Dewi Wulansari,Sosiologi:Konsep dan Teori,(Bandung;Refika Aditama,2009), Hal.34
15
hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak
statis, selalu mengalami dinamika. Kemungkinan yang muncul
ketika satu manusia berhubungan dengan manusia yang lainnya
adalah :
1) Hubungan antar individu satu dengan individu lain,
2) Individu dengan kelompok,
3) Kelompok dan kelompok.17
Menurut Soekanto (1997) ada empat pola interaksi sosial yaitu,
kerjasama (cooperation), persaingan (competition), pertentangan
(conflict), dan akomodasi (accomodation).
Sedangkan menurut Gillin & Gillin (dalam Soekanto, 1997) ada
dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya
interaksi sosial yaitu, proses asosiatif dan poses disasosiatif. Proses
asosiatif terdiri dari akomodasi, asimilasi dan akulturasi,
sedangkan proses disasosiatif meliputi persaingan dan pertentangan
atau pertikaian yang mencakup kontroversi dan konflik18
.
Interaksi sosial terjadi sejak dua orang bertemu saling menyapa,
berjabat tangan, saling berbicara, dan bahkan berkelahi. Walaupun
mereka bertemu tidak saling berbicara atau menyapa atau berjabat
tangan, interaksi sosial itupun telah terjadi. Hal ini disebabkan
karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang
meyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan ataupun syaraf
orang-orang bersangkutan, misalnya wangi, bau keringat, suara
berjalan-jalan atau sebagainya. Semua itu menimbulkan kesan di
dalam pikiran seseorang yang kemudian melakukan tindakan apa
yang akan dilakukannya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi
disebabkan oleh karena kelompok-kelompok tersebut merupakan
17
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip,Pengantar Sosiologi,(Jakarta;Kencana,2012) 18
Tri Dayakisni dan Hudaniah,Psikologi Sosial,(Malang;UMM Press,2012), Hal.105
16
yang biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.
Hubungan ini misalnya antara dua partai politik. Interaksi sosial
terjadi secara kentara apabila terjadi pertentangan antara
kepentingan-kepentingan orang perorang dengan kepentingan-
kepentingan kelompok atau orang perorang dengan kepentingan
mereka masing-masing.
b. Interaksi Sosial Sebagai Dasar Proses Sosial
Proses sosial pada hakikatnya adalah pengaruh timbal balik
antara berbagai bidang kehidupan bersama. Kehidupan bersama itu
dapat terlihat dari berbagai segi atau aspek kehidupan seperti
ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, hamkam, dan sebagainya.
Soerdjono Dirdjosisworo (1982) menyebutkan bahwa proses
sosial dimaksud adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat
apabila orang perorang atau kelompok-kelompok manusia saling
bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan tersebut
atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang
menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Dengan
demikian, proses sosial dapat dirumuskan sebagai pengaruh timbal
balik antara individu dengan individu dan dengan kelompok
mengenai berbagi aspek kehidupan.
Hal ini disebabkan bahwa awal dari proses sosial itu terjadi
adanya interaksi sosial karena terdapat hubungan sosial yang
dinamis menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia,maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia.
Menurut Soerjono Soekanto (1988) kebutuhan tersebut diatas
harus dipenuhi, sebab apabila hal ini mengalami halangan, maka
17
akan timbul ketidakpuasan dalam wujud rasa cemas, emosi yang
berlebih-lebihan, rasa takut dan seterusnya.
c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
1) Kerjasama
Kerjasama adalah suatu kegiatan dalam proses sosial dalam
usaha mencapai tujuan bersama dengan cara saling membantu
dan saling tolong-menolong dengan komunikasi yang efektif.
2) Pertikaian
Pertikaian adalah bentuk inter-relasi sosial dimana terjadi
adanya usaha-usaha salah satu pihak berusaha menjatuhkan
pihak yang lainnya atau berusaha melenyapkan pihak lain yang
dianggap sebagai saingannya. Ini terjadi karena perbedaan
pendapat yang dapat mengangkat masalah-masalah ekonomi,
politik, kebudayaan, dan sebagainya.
3) Persaingan
Persaingan adalah suatu kegiatan yang berupa perjuangan
sosial untuk mencapai tujuan dan bersaing namun berlangsung
secara damai, setidak-tidaknya tidak saling menjatuhkan.
Bentuk kegiatan ini biasanya dalam hal :
a) Mendapatkan status sosial
b) Memperoleh jodoh
c) Mendapat kekuasaan
d) Mendapatkan nama baik
e) Akomodasi
4) Akomodasi
Akomodasi adalah suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau
konflik yang terjadi mendapatkan penyelesaian, sehingga
terjalin kerjasama yang baik kembali19
.
19
C.Dewi Wulansari,Sosiologi:Konsep dan Teori, Hal 34-39
18
d. Ciri-ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak cukup hanya dijelaskan sebagai hubungan
timbal balik antar manusia berdasarkan pola-pola tertentu, sebab
interaksi sosial tetap didasarkan pada ciri-ciri atau karakter
tertentu. Agar dapat dikategorikan sebagai bentuk interaksi, maka
hubungan timbal balik antar manusia tersebut harus memiliki ciri-
ciri tertentu yaitu20
:
1) Harus ada pelaku yang jumlahnya lebih dari satu.
Kriteria ini merupakan prasyarat mutlak sebab tidak akan
mungkin terjadi aksi dan reaksi dari tindakan manusia jika
tidak ada teman atu lawan yang terlibat dalam proses
tersebut. Artinya interaksi sosial itu terjadi ketika seseorang
atau sekelompok orang melakukan aksi kemudian ada
pihak lain yang menanggapi aksi-aksi tersebut.
2) Adanya komunikasi antara para pelaku dengan
menggunakan simbol-simbol. Yang dimaksud simbol-
simbol ini adalah benda, bunyi, gerak, atau tulisan yang
memiliki arti. Adapun komunikasi merupakn hubungan
timbal balik antara seseorang atau sekelompok orang
dengan pihak lain menggunakan simbo-simbol yang berupa
suara, tulisan, dan gerakan sehingga kedua belah pihak
terjadi saling menafsirkan apa yang sedang dilakukan pihak
lain.
3) Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau,
kini, dan akan datang yang menentukan sifat dari aksi yang
sedang berlangsung.Yang menentukan sifat aksi yang sedang
berlangsung. Interaksi sosial akan senantiasa terjadi dalam
ruang dan waktu, artinya kapan dan dimana saja.
20
M.Sitorus,Berkenalan dengan Sosiologi untuk SMU kelas 2 dan
3,(Jakarta;Erlangga,2003), h.16
19
4) Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak
sama dengan yang diperkirakan oleh para pengamat.
Interaksi sosial dilihat dari bentuknya terdapat dua bentuk yang
pokok, yaitu integrasi dan konflik. Jika interaksi tersebut berbentuk
integrasi (penyatuan), maka masing-masing pihak memiliki tujuan
yang sama yang ingin dicapai. Akan tetapi jika interaksi sosial
berbentuk konflik (perpecahan), maka bisa saja tujuan yang hendak
dicapai oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik
tersebut adalah memenangkan pertikaian, menyingkirkan lawan,
dan sebagainya.
e. Unsur-unsur Dalam Interaksi Sosial
Para ahli sosiologi memahami tindakan manusia dari sudut
pandang perilakunya. Tindakan manusia dipahami sebagai
perbuatan, perilaku atau aksi yang dilakukan oleh manusia untuk
mencapai tujuan tertentu21
. Tujuan dari tindakan manusia sangat
beragam dan kompleks artinya jika tindakan yang dilakukan adalah
untuk memperoleh benda-benda kebutuhan pokok dalam
kehidupannya, maka tindakan ekonomi. Tindakan manusia
sebenarnya tidak jauh dari aktivitas yang saling memberikan aksi
dan interaksi. Manusia mampu melakukan berbagai tindakan
seperti membaca, menulis, berkomunikasi, merespons pendapat
orang lain dalam hubungan di dalam kehidupan di masyarakat.
Dari konsep tersebut dapat dikaji lebih lanjut mengapa manusia
melakukan tindakan, dari mana sumber tindakan tersebut, apa yang
melatarbelakangi munculnya tindakan tersebut dan lain – lain.
Tindakan manusia dibedakan dalam dua macam yaitu :
21
M.Sitorus,Berkenalan dengan Sosiologi untuk SMU kelas 2 dan 3, hal.12
20
1) Tindakan yang terorganisasi
Artinya tindakan yang dilatarbelakangi oleh seperangkat
kesadaran sehingga apa yang dilakukannya tersebut di
dorong oleh tingkat keasadaran yang berasal dari dalam
dirinya.
2) Tindakan yang dilakukan tanpa kesadaran
Yaitu tindak refleks yang tidak dikatagorikan sebagai
tindakan sosial, sebab tindakan itu tidak terorganisasi
melalui kesadaran diri.
Tindakan terorganisasi tidak sepenuhnya muncul begitu saja di
dalam setiap individu manusia, sebab tidak ada satupun manusia yang
melakukan tindakan terorganisasi tanpa melalui proses latihan atau
proses belajar. Tindakan terorganisasi merupakan tindakan yang
terkoordinasi oleh kesadaran pusat (pusat saraf otak), sehingga
memunculkan aktivitas organ tubuh22
.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi
Sosial
Berlangsungnya suatu interaksi sosial terutama antara individu
dan kelompok didasari oleh beberapa faktor, yakni :
1) Faktor Peniruan (Imitasi)
Imitasi merupakan tindakan manusia untuk meniru tingkah
pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. Imitasi banyak
dipengaruhi oleh tingkat jangkauan indranya yaitu sebatas
yang dilihat, didengar, dan dirasakan23
. Gejala peniruan
yang kuat peranannya dalam interaksi sosial, tampak jelas
dalam dunia mode, adat-istiadat, dunia usaha, perilaku
kejahatan, dan lain sebagainya. Faktor peniruan ini sangat
22
Elly M.Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,(Jakarta;Kencana,2011),Hal. 23
Elly M.Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi, Hal.67
21
berperan dalam pergaulan hidup manusia dan timbulnya
perubahan masyarakat.
2) Faktor Sugesti
Faktor sugesti dipahami sebagai tingkah laku yang
mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya, yaitu
ketika seseorang memberikan pandangan taua sikap dari
dalam dirinya lalu diterimanya dalam bentuk sikap dan
perilaku tertentu. Dari sugesti tersebut, kemudian
memunculkan norma-norma dalam kelompok, prasangka-
prasangka sosial (social prejudices), norma-norma (susila),
dan sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh kinerja akal yang
setelah melalui proses belajar ia tidak hanya sekedar
memindahkan apa yang ia proses (ia tanggapi) dari pihak
luar, tapi melalui akal ia mulai melakukan identifikasi dan
pertimbangan – pertimbangan lebih lanjut terhadap apa
yang iatanggapi. Ini disebabkan oleh aneka faktor yang
berhubungan dengan sugesti seperti :
a) Sugesti karena hambatan berpikir.
b) Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah.
c) Sugesti karena otoritas .
d) Sugesti karena mayoritas.
e) Sugesti karena pandangan hidup (will of believe).
3) Faktor Identifikasi
Faktor identifikasi dimaksudkan timbul ketika seseorang
mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada norma-
norma peraturan-peraturan yang harus dipenuhi, dipelajari,
dan ditaatinya. Adapun identifikasi lebih di dorong oleh
keinginan mengikuti jejeknya, ingin mencontoh, ingin
belajar dari orang lain yang dianggap ideal. Dengan
demikian, dalam identifikasi biasanya terdapat keinginan
22
menjadi seperti orang lain terutama sifat-sifat yang melekat
pada dirinya.
4) Faktor Simpati
Faktor simpati dimaksudkan adalah faktor tertariknya
seseorang atau sekelompok orang terhadap orang atau
kelompok orang yang lain. Faktor simpati muncul bukan
dari pemikiran yang logis rasional tetapi berdasarkan
penialain perasaan, sebagaimana dalam proses identifikasi.
Simpati tidak sama dengan identifikasi sebab simpati di
dorong ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang
lain. Akibat dari simpati adalah dorongan simpatisan (orang
yang tertarik) untuk menjalin hubungan kerjasama antar
dua orang atau lebih yang setaraf. Adapun simpati,
seseorang dapat merasa berpikir dan bertingkah laku
seakan-akan ia adalah orang lain.24
3. Kerjasama
a. Pengertian Kerjasama
Secara etimologi kerjasama berasal dari bahasa Inggris
“Cooperation” yang memiliki arti yang sama yakni kerjasama.
Kerjasama merupakan kegiatan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Kerjasama
kemudian berkembang dengan munculnya pengertian-pengertian
baru yang lebih kontemporer sesuai dengan pergerakan zaman.
Kerjasama pada masa lalu identik dalam usaha perdagangan, pada
masa sekarang kerjasama menyentuh semua bidang. Baik ekonomi,
sosial, maupun politik25
.
Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu
Pengantar” mengemukakan bahwa kerjasama dapat dijumpai
24
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,hal.69-71 25
Anon,Pengertian Kerjasama Menurut Para Ahli,2014
(http//:www.duniapelajar.com),diakses pada tanggal 17 November 2016
23
dalam setiap kehidupan sosial mulai dari anak-anak hingga
kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan hingga ke dalam
komunitas sosial. Kerjasama dapat terjadi karena didorong oleh
kesamaan tujuan atau manfaat yang akan di peroleh dalam
kelompok tersebut.
Charles H. Cooley memberikan gambaran tentang
kerjasama dalam kehidupan sosial. Kerjasama timbul jika orang
menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan
pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengadilan terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan ini
melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan yang sama
dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam
kerjasama yang berguna26
.
Sedangkan menurut beberapa ahli, Zaimudin
mengemukakan bahwa kerjasama merupakan seseorang yang
memiliki kepedulian dengan orang lain atau sekelompok orang
sehingga membentuk suatu kegiatan yang sama dan
menguntungkan seluruh anggota dengan dilandasi rasa saling
percaya antar anggota serta menjunjung tinggi adanya norma yang
berlaku27
.
b. Macam-Macam Kerjasama
Dilihat dari alasan yang mendasari lahirnya kerjasama, maka
kerjasama dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut :
1) Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation). Yaitu
bentuk kerjasama atas dasar spontanitas.
2) Kerjasama langsung (Direct Cooperation). Yaitu bentuk
kerjasama sebagai reaksi atas adanya instruksi dari atasan.
26
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip.Pengantar Sosiologi,hal.78 27
Samhis Setiawan,Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para
Ahli,2016,(http//:www.gurupendidikan.com),diakses pada tanggal 17 November 2016
24
c. Bentuk-Bentuk Kerjasama
Adapun bentuk kerjasama jika dilihat dari motif
pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi lima bentuk,
sebagai berikut :
1) Kerukunan (Harmony), kerjasama semacam ini terwujud
dalam gotong royong dan tolong-menolong.
2) Kooptasi (Cooptation), yaitu peroses penerimaan unsur-
unsur baru oleh pemimpin sebuah organisasi yang di
tujukan dalam rangka mencegah terjadinya gangguan atau
guncangan dalam organisasi tersebut28
.
3) Join venture yaitu bentuk kerjasama beberapa perusahaan
dalam mengembanhkan bidang usaha tertentu. Satu sebagai
pemodal dan pihak lainnya mengelola usaha atau proyek
tertentu.
4) Bargaining, yaitu kerjasama pertukaran barang atau jasa
antara dua organisasi atau dua negara.
5) Koalisi (Coalition), yaitu kerjasama antara dua pihak yang
memiliki kepentingan atau tujuan yang sama29
.
4. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren bisa disebut
dengan pondok saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok
pesantren. Secara esensial, semua istilah ini mengandung makna
yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi
penginapan santri sehari-hari dapat dipandang sebagai pembeda
antara pondok dengan pesantren. Pada pesantren santrinya tidak
29
Anon,Pengertian Kerjasama dan Macam-Macam Bentuk Kerjasama Beserta
Contohnya,2016,(http://www.bukupedia.net),diakses pada tanggal 17 November 2016
25
disediakan asrama (pemondokan) di komplek pesantren tersebut,
mereka tinggal di seluruh penjuru desa sekeliling pesantren (santri
kalong) dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama
Islam diberikan dengan sistem wetonan yaitu para santri datang
berduyun duyun pada waktu-waktu tertentu.
Sebenarnya penggunaan gabungan kedua istilah secara integral
yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih
mengakomodasikan karakter keduanya. Pondok pesantren menurut
M.Arifin berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama
(komplek) di mana santri – santri menerima pendidikan agama
melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di
bawah kedaulatan leadership seseorang atau beberapa orang kiai
dengan ciri khas yang bersifat kharismatik dan independen dalam
segala hal. Terus terang, tak banyak referensi yang menjelaskan
tentang pondok pesantren pertama berdiri dan bagaimana
perkembangannya pada zaman permulaan. Bahkan, istilah pondok
pesantren, kiai, dan santri masih diperselisihkan.
Menurut Hasbullah dalam bukunya yang berjudul “Kapita
Selekta Pendidikan Islam”, istilah pondok didefinisikan sebagai
tempat tinggal sederhana bagi kyai bersama para santrinya.30
Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi
pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan
tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan
wilayah Islam di negara-negara lain. Keadaan kamar-kamar pondok
biasanya sangat sederhana mereka tidur di atas lantai tanpa kasur.
Papan-papan dipasang pada dinding untuk menyimpan koper dan
barang-barang lain. Para santri tidak boleh tinggal di luar komplek
30
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Keagamaan Dalam Mayarakat ( Jakarta, Asra Buana Sejahtera,2009) ,hal.59
26
pesantren, kecuali mereka yang berasal dari desa-desa di sekeliling
pondok.31
Terlepas dari kata itu, karena yang dimaksudkan dalam istilah
pesantren dalam pembahasan ini adalah sebuah lembaga
pendidikan dan pengembangan agama Islam, dan pengembangan
Islam di Tanah Air (khususnya di Jawa) dimulai oleh Wali Songo,
maka model pesantren di Pulau Jawa juga mulai berdiri dan
berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Keberadaan
pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama sekaligus
sebagai pusat penyebaran agama Islam diperkirakan sejalan dengan
gelombang pertama dari proses pengislaman didaerah Jawa yang
berakhir sekitar abad ke – 16.
Dikalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam
menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Sebagian mereka
menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan
Syeikh Magribi dari Gujarat, India, sebagai pendiri atau pencipta
pondok pesantren. Data-data historis tentang bentuk institusi,
materi, metode atau secara umum sistem pendidikan pesantren
yang dibangun Syeikh Magribi tersebut sulit ditemukan hingga
sekarang. Pesantren dalam pengertian hakiki, sebagai tempat
pengajaran para santri meskipun bentuknya sangat sederhana telah
dirintisnya. Pengajaran tersebut tidak pernah diabaikan oleh
penyebar Islam, lebih dari itu kegiatan mengajar santri menjadi
bagian terpadu dari misi dakwah Islamiyah.
b. Pondok Pesantren Konvensional
Sebagaimana diketahui bahwa Islam masuk dan berkembang di
Nusantara melalui perdagangan internasional yang berpusat di kota
– kota pelabuhan, maka masyarakat Islam di Nusantara pada
31
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai
(Jakarta,LP3ES 1982), hal.44-48
27
permulaannya adalah adalah masyarakat kota. Pembentukan
masyarakat ini tentunya mempengaruhi asal-usul lembaga
pendidikan pesantren yang belum terbentuk itu. Kota-kota menjadi
pusat-pusat studi Islam yang dikembangkan oleh para ulama di
sana. Namun, kemudian pesantren tumbuh dan berkembang
dipedesaan, bahkan belakangan ini sebagian besar pesantren
berlokasi di pinggiran dan pedesaan.
Nurcholis Madjid mengemukakan, seandainya Indonesia tidak
pernah dijajah, pesantren-pesantren tidak akan terlalu jauh
terperosok ke dalam daerah pedesaan yang terpencil seperti
sekarang, melainkan tentunya akan berada di kota –kota pusat
kekuasaan atau ekonomi, sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh
dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di Barat
yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas walaupun
demikian, hal yang tetap sama adalah isi pengajarannya yang
diberikan melalui kitab-kitab kuning.
Pendidikan yang dilangsungkan di pesantren memiliki
karakteristik yang khas dengan orientasi utama melestarikan dan
mendalami ajaran Islam serta mendorong para santri untuk
menyampaikannya kembali pada masyarakat. Dari sini dapat
diketahui peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang
berpengaruh besar terhadap pengembangan agama Islam di
Nusantara. Dalam pandangan Martin Van Bruinessen, tradisi
pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pondok pesantren
Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa merupakan suatu
tradisi agung (great tradition). Karakteristik tradisi yang dimaksud
secara konvensional dikemukakan, misalnya oleh Zamakhsyari
Dhofier yaitu pondok, masjid, pengajian, kitab-kitab Islam klasik
(kitab kuning), santri, dan kyai.
Karakteristik yang sama dikemukakan oleh Departemen
Agama, yaitu kyai sebagai pimpinan pondok pesantren, santri yang
28
bermukim di asrama dan belajar kepada kyai, asrama sebagai
tempat tinggal para santri, pengajian sebagai bentuk pengajaran
kyai terhadap para santri, serta masjid sebagai pusat pendidikan
dan pusat kompleksitas kegiatan pondok pesantren. Pondok
pesantren kovensional tidak mengenal suatu bentuk kurikulum
yang baku. Pembelajaran biasanya berlangsung mengikuti pola
pengajaran tuntas kitab yang dijadikan rujukan utama suatu pondok
pesantren sesuai dengan keahlian kyainya. Dengan kata lain,
pembelajaran yang dilangsungkan di pesantren bersandar pada
tamatnya suatu kitab yang dipelajari, bukan pada pemahaman
secara tuntas terhadap suatu topik bahasan dan juga tidak
ditentukan lamanya santri belajar di pondok sebagaimana yang
terjadi pada pesantren modern dengan sistem pendidikan
klasikalnya32
.
c. Pondok Pesantren Kontemporer
Lembaga pendidikan agama tradisional merupakan ranah bagi
para sultan muslim dan imam untuk menyebarkan agama Islam dan
mengajak orang orang yang beragama Hindhu untuk memeluk
agama Islam. Al-Quran dan Hadist, dua sumber utama dalam
Islam, diterima oleh kebanyakan sultan muslim sebagai dasar
hukum kerajaan, sementara Islam dinyatakan sebagai dasar
program pendidikannya. Selama era kerajaan Islam, bagi seorang
muslim, memperoleh pengetahuan agama dan komitmen untuk
menerapkannya sangat penting untuk menaikkan status politik dan
sosial. Islam merupakan prasyarat bagi pengangkatan sultan dan
pembantu sultan. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan
utama waktu itu sangat berperan dalam mendidik masyarakat dan
calon pemimpin masyarakat. Sistem pendidikan tradisonal Islam
32
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Kagamaan Dalam Masyarakat,(Jakarta, Asra Buana Sejahtera,2009), hal.55-62
29
seperti surau (Minangkabau) dan pesantren (Jawa) juga
memberikan respons terhadap kemunculan dan ekspansi sistem
pendidikan modern Islam ini33
.
d. Tipologi Pesantren
Secara umum pondok pondok pesantren dapet dikategorikan
menjadi dua, yaitu pesantren salafiyah dan pesantren khalafiyah.
Pesantren salafiyah sering disebut sebagai pesantren tradisional
atau konvensional, sedangkan pesantren khalafiyah disebut
pesantren modern atau kontemporer. Pondok pesantren salafiyah
adalah pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem
pendidikan khas pondok pesantren baik kurikulum maupun metode
pendidikannya. Bahan ajar meliputi ilmu-ilmu agama Islam
dengan menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab sesuai
dengan tingkat perjenjangannya. Pembelajaran di pondok
pesantren diselenggarakan dengan cara non-klasikal maupun
klasikal. Jenis pondok pesantren seperti ini pun dapat meningkat
dengan membuat kurikulum sendiri, dalam arti kurikulum model
pondok pesantren yang bersangkutan. Metode yang digunakan
pondok pesantren salafiyah atau tradisional adalah wetonan,
sorogan, muhawarah, mudzakarah, dan majlis ta’lim. Di
pesantren, metode ini dipergunakan pada santri tingkat rendah
yang baru menguasai al-Quran. Melalui metode ini, perkembangan
intelektual santri dapat ditangkap kyai secara utuh.
Sementara itu, pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren
yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah, dengan kurikulum
disesuaikan dengan kurikulum pemerintah, baik Departemen
Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional pesantren
khalafiyah biasanya juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan
33
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Kagamaan Dalam Masyarakat, Hal. 65-70
30
jalur sekolah, baik itu jalur sekolah umum, maupun sekolah berciri
khas agama Islam. Bahkan, ada beberapa pesantren yang telah
menyelenggarakan pendidikan tingkat tinggi (perguruan tinggi)34
.
e. Kiai
Definisi kiai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sebutan bagi alim ulama‟ (orang yang cerdik dan pandai dalam
agama Islam). Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam Indonesia
disebutkan bahwa kyai di kalangan masyarakat tradisional Jawa,
merupakan tokoh keagamaan kharismatik yang bisa
dibandingkan dengan ajengan di masyarakat Jawa Barat, syekh di
masyarakat Minangkabau Sumatera Barat. Untuk penyebutan istilah
kyai di Indonesia memang berbeda-beda, tetapi substansinya
memiliki peran dan tugas yang sama. Untuk persoalan ini, dalam
jurnal Syamsul Ma‟arif mengenai pola hubungan patron-client
kiai dan santri di pesantren, Ali Maschan Moesa berkata bahwa
“ulama juga mempunyai sebutan yang berbeda di setiap daerah,
seperti Kyai (Jawa), Ajengan (Sunda), Tengku (Aceh), Syekh
(Tapanuli), Buya (Minangkabau), Tuan Guru (Nusa Tenggara,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah)”.
Selain itu, terdapat sebutan „Kyai‟, yang merupakan gelar kehormatan
bagi para ulama pada umumnya.35
Sedangkan Zamakhsyari Dhofier menjelaskan kiai merupakan
gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada ahli agama Islam
yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar
kitab-kitab klasik kepada para santrinya. Di Jawa Barat disebut
ajengan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ulama yang memimpin
pesantren disebut kiai. Di Indonesia sekarang banyak juga ulama
yang cukup berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar “kiai”
34
Mundzier Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap Perilaku
Kagamaan Dalam Masyarakat, hal 86-88 35
Mansur Hidayat,”Model Komunikasi Kyai Dengan Santri Di Pesantren”,Jurnal
Komunikasi ASPIKOM Vol.2 Nomor 6, Januari 2016,hlm 386-388
31
walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Gelar kiai biasanya
dipakai untuk menunjuk para ulama dari kelompok Islam
tradisional. Dhofier menyebut kyai adalah sebagai elemen yang
paling essensial dari pesantren yang seringkali disebut sebagai
pendiri pesantren.
Dalam penelitiannya, asal-usul penyebutan kyai dalam bahasa
Jawa digunakan dalam tiga jenis gelar yang berbeda yaitu :
1) Sebagai gelar kehormatan untuk barang-barang yang antik
dan berharga seperti penyebutan „Kyai Garuda Kencana’
bagi kereta emas di Keraton Yogyakarta.
2) Gelar kehormatan bagi orang tua pada umumnya.
3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli
agama atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar
kitab- kitab Islam klasik kepada santrinya.
Para kiai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Islam,
seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami
keagungan Tuhan dan rahasia alam, sehingga dengan demikian
mereka dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau,
terutama oleh kebanyakan oraang awam. Dalam beberapa hal, mereka
menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk pakaian yang
merupakan simbol kealiman yaitu kopiah dan surban36
.
Martin van Bruinessen menyatakan bahwa kiai memainkan
peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Dia bertindak sebagai
seorang pembimbing spiritual bagi mereka yang taat dan pemberi
nasehat dalam masalah kehidupan pribadi mereka, memimpin ritual-
ritual penting serta membacakan doa pada berbagai acara penting.
Banyak kiai Jawa yang juga dipercaya mempunyai kemempuan
penglihatan batin dan ilmu kesaktian tertentu, mereka bertindak
36
Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren:Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai,(Jakarta,LP3ES,1982),hal.55-56
32
sebagai orang yang dapat melakukan penyembuhan spiritual dan
mengusir roh jahat, membuat jimat-jimat atau mengajarkan berbagai
teknik kekebalan tubuh.
Meskipun kebanyakan kiai di Jawa tinggal di daerah pedesaan,
mereka merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial,
politik, dan ekonomi masyarakat Jawa. Sebab dalam suatu kelompok,
para kiai yang memiliki pengaruh yang amat kuat di masyarakat Jawa,
merupakan kekuatan penting dalam kehidupan37
.
5. Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat
Menurut pendapat Ralp Linton, masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telah hidup dana bekerja sama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri
mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah
dirumuskan dengan jelas.
Menurut Mc Clever, masyarakat adalah sustu sistem dari
kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerjasama antara
berbagai kelompok, berbagai golongan dan pengawasan tingkah
laku serta kebebasan-kebebasan individu (manusia). Keseluruhan
yang selalu berubah inilah yang dinamakan dengan masyarakat.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat
selalu berubah.
Selo Soemardjan mengemukakan bahwa masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama dimana menghasilkan
kebudayaan.
37
Iva Yulianti Umdatul Izzah,”Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat
Muslim Tradisonal Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1,No.2, ISSN:2089-0192,Oktober
2011,hal.35
33
Maka, dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kumpulan
manusia yang membentuk suatu kelompok yang hidup bersama-
sama dan saling membantu satu sama lain dalam hubungannya atau
saling berinteraksi.
b. Ciri-Ciri Masyarakat
Ciri-ciri masyarakat adalah sebagai berikut :
1) Masyarakat adalah manusia yang hidup berkelompok.
Kelompok inilah yang nantinya membentuk suatu
masyarakat. Mereka mengenali antara yang satu dengan
yang lain dan saling ketergantungan. kesatuan sosial
merupakan perwujudan dalam hubungan sesama
manusia ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat
meneruskan hidupnya tanpa bergantung kepada
manusia lain.
2) Masyarakat ialah yang melahirkan kebudayaan
Dalam konsepnya tidak ada masyarakat maka tidak ada
budaya, begitupun sebaliknya. Masyarakatlah yang
akan melahirkan kebudayaan dan budaya itu pula
diwarisi dari generasi ke generasi berikutnya dengan
berbagai proses penyesuaian.
3) Masyarakat yaitu yang mengalami perubahan.
Sebagaimana yang terjadi dalam budaya masyarakat
juga turut mengalami perubahan. Suatu perubahan yang
terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari dalam
masyarakat itu sendiri.
4) Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi.
Salah satu perwujudan dari masyarakat ialah
terdapatnya hubungan dan bekerja sama diantara ahli
dan ini akan melahirkan interaksi. Interaksi ini boleh
saja berlaku secara lisan maupun tidak dan komunikasi
34
berlaku apabila masyarakat bertemu diantara satu sama
lain.
5) Terdapat kepemimpinan.
Dalam hal ini pemimpin adalah terdiri daripada ketua
keluarga, ketua kampung, ketua negara, dan lain
sebagainya. Dalam suatu masyarakat Melayu awal
kepemimpinannya bercorak tertutup, hal ini disebabkan
karena pemilihan berdasarkan keturunan.
6) Adanya Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial yaitu meletakkan seseorang pada
kedudukan dan juga peranan yang harus dimainkannya
di dalam masyarakat.
Masyarakat sebenarnya menganut sistem adaptif (mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan) oleh karena masyarakat
merupakan wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan
tentunya juga untuk dapat bertahan. Selain itu juga masyarakat sendiri
juga mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar
masyarakat itu dapat hidup secara terus-menerus. Kebutuhan-
kebutuhan masyarakat tersebut sebagai berikut :
a) Masyarakat membutuhkan adanya populasi (population
replacement).
b) Masyarakat membutuhkan informasi
c) Masyarakat membutuhkan energi
d) Masyarakat membutuhkan materi
e) Masyarakat membutuhkan sistem komunikasi
f) Masyarakat membutuhkan sistem produksi
g) Masyarakat membutuhkan sistem distribusi
h) Masyarakat membutuhkan sistem organisasi sosial
i) Masyarakat membutuhkan sistem pengendalian sosial
35
j) Masyarakat membutuhkan perlindungan terhadap ancaman
yang tertuju pada jiwa dan harta bendanya.38
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang mengkaji tentang masalah perilaku interaksi kiai
pondok pesantren dengan masyarakat sejauh yang penulis ketahui sudah
banyak. Beberapa penelitian baik yang menggunakan studi kepustakaan
maupun studi lapangan diantaranya sebagai berikut :
1. Fajar Adzananda Siregar (2008) dengan penelitiannya yang
berjudul “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren
Al-Asmaniyah Kampung DukuhPinang, Tangerang, Banten”
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan menggunkan metode penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian ini mengkaji tentang pola komunikasi yang digunakan
sehari – hari dalam berbagai kegiatan proses belajar mengajar ilmu
agama. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pola
komunikasi yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di
Pondok Pesantren Al-Asmaniyah secara umum menggunakan tiga
macam pola yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi antar
kelompok, dan komunikasi instruksional. Sedangkan metode yang
digunakan dalam proses belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-
Asmaniyah ini menggunakan beberapa macam metode diantaranya
adalah metode ceramah, metode hafalan, dan metode latihan serta
metode membaca dan menyimak39
.
38
Anon,Pengertian Masyarakat Dan Ciri-Ciri
Masyarakat,(http://www.pengertianpakar.com),diakses pada tanggal 17 November 2016 39
Fajar Adzananda Siregar,”Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren Al-
Asmaniyah Kampung Dukuh Pinang, Tangerang, Banten”,Skripsi pada Fakultas Dakwah dan
Komunikasi,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,Jakarta,2008,hal.68,tidak
dipublikasikan.
36
2. Samsul Bahri (2008) dengan penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap
Perilaku Keagaamaan Masyarakat Kampung Banyusuci, Bogor,
Jawa Barat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan
masyarakat Kampung Banyusuci terhadap ajaran – ajaran agama
Islam menjadi lebih mendalam dengan adanya pondok pesantren
yang berada di kampung mereka. Begitu pula dengan pola pikir
mereka, yang pada awalnya masih sangat kolot (tradisional) lambat
laun menjadi lebih maju dalam hal pendidikan, ekonomi, serta
pengamalan praktek keagamaan. Maka dengan berdirinya pondok
pesantren di sana masyarakat sekitar kampung tersebut menjadi
lebih memahami ajaran agama Islam untuk bekal menjalankan
ibadah dan dengan bekal pemahaman agama, mereka akan malu
kalau seandainya mereka tidak menjalankan ajaran tersebut. Pondok
pesantren yang berdiri disana mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pembentukan perilaku masyarakat Kampung
Banyusuci, hal itu tercermin dalam tingkah laku perbuatan dalam
keseharian yang sarat dengan pengaruh ajaran agama.40
3. Deden Mukhlis (2015) dengan penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian
Santri ( Studi Kasus di Ponpes Al-Amiin Parungpanjang Bogor)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian ini mengkaji tentang gaya kepemimpinan
kyai di Pondok Pesantren Al–Amiin Parungpanjang Bogor,
40
Samsul Bahri,”Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku
Keagaamaan Masyarakat Kampung Banyusuci, Bogor, Jawa Barat”,Skripsi pada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,Jakarta,2008,hal,71,tidak dipublikasikan
37
termasuk pada gaya kepemimpinan kharismatis dan demokratis. Hal
ini di dukung dengan kewibawaan, keteladanan, dan kharisma kyai
yang membuat santri tertarik untuk mengikutinya. Selain itu, kyai
juga terbuka terhadap pendapat, saran dan kritik dari para santri,
memberikan kesempatan santri untuk berkreatifitas, mengadakan
musyawarah jika ada masalah, dan membuat keputusan dengan adil
demi kepentingan bersama.41
4. Kunti Zakiyah (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Pola
Relasi Kyai dan Santri ( Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan
Kyai di Pondok Pesantren Pancasila, Blotongan, Sidorejo, Salatiga)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Metode yang
digunakan dalama penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil
penelitian yang mengkaji tentang pola relasi antara kyai dan santri
di Pondok Pesantren Pancasila ini merupakan hubungan antara kyai
dan santri yanag diwarnai dengan kepercayaan, wibawa, dan
kharisma tersebut merupakan nilai – nilai tradisi yang terdapat di
pesantren. Persepsi santri terhadap kepemimpinan kyai di Pondok
Pesantren Pancasila adalah kepemimpinana kharismatik karena
dikagumi oleh banyak santri-santri (pengikut). Adapun kekaguman
tersebut di sebabkan oleh karakteristik kyai yang khas (daya
tariknya sangat memikat). Kepemimpinan di Pondok Pesantren
Pancasila pun sangat bernuansa moral karena otoritas kyai dalam
masalah kedalam ilmu, ketinggian pribadi dan pengelolaan yang
hati – hati dalama hubungan – hubungan personal.42
41
Deden Mukhlis,”Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian
Santri (Studi Kasus Di PonPes Al-Amiin Parungpanjang Bogor)”,Skripsi pada Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,Jakarta,2015,hal.69,tidak dipublikasikan. 42
Kunti Zakiyah,”Pola Relasi Kyai Dan Santri (Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan
Kyai di Pondok Pesantren Pancasila,Blotongan,Sidorejo,Salatiga)”,Skripsi pada Jurusan
Tarbiyah,Program Studi Pendidikan Agama Islam,Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga,Salatiga,hal.166,tidak dipublikasikan.
38
5. Zainal (2012) dengan penelitiannya yang berjudul “Kiai Dan
Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif
Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead Di Desa
Gadu Barat Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”. Institut
Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan dengan paradigma
devinisi sosial (penelitian kualitatif). Hasil dari penelitian ini adalah
pola pendekatan yang dilakukan kiai di Desa Gadu Barat ini
merupakan pola yang dibangun untuk peningkatan nilai-nilai
keagamaan yang mampu merubah keadaan yang sangat terbelakang
dan pasif menjadikan salah satu kelambanan dalam berkembang
mulai dari sisi sosial, ekonomi, dan yang paling penting agama.
Karena kondisi inilah aktifitas keagamaan menjadi pasif akibat
kurangnya kesadaran masyarakat karena minimnya pengetahuan
keagamaan yang menyebabkan kelambanan masyarakat untuk
berkembang. Pola yang dibangun dengan interaksi yang dilakukan
kiai pada masyarakat menjadikan sesuatu yang berbeda dan dapat
mengembangkan aktifitas yang sebelumnya staknan, sehingga
mampu hidup kembali dengan pesan yang mempunyai makna dan
simbol yang dimunculkan ke hadapan masyarakat dengan adanya
kumpulan yang dibangun dengan interaksi yang sangat intensif
dalam setiap minggunya.43
43
Zainal,”Kiai Dan Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif
Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead Di Desa Gadu Barat Kecamatan Ganding
Kabupaten Sumenep”,Skripsi pada Fakultas Dakwah,Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya,Surabaya,hal.97,tidak dipublikasikan
39
Berdasarkan keterangan di atas, penulis merumuskan tabel penelitian
relevan sebagai berikut :
Gambar Tabel 2.1
Penelitian Relevan
No
Nama Peneliti
Tahun Judul Metode
penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Fajar Adzananda
Siregar (2008)
Pola
Komunikasi
Kyai dan Santri
di Pondok
Pesantren Al-
Asmaniyah
Kampung
DukuhPinang,
Tangerang,
Banten
Jenis : Deskriptif
analisis kualitatif
Sumber : Primer
dan Sekunder
Lokasi : Pondok
Pesantren Al-
Asmaniyah,
Kampung
Dukuhpinang,Tan
gerang,Banten
Hasil dalam
penelitian ini
adalah diketahui
bahwa pola
kemunikasi yang
dilakukan dalam
proses belajar
mengajar
menggunakan tiga
macam pola yaitu
: komunikasi
antar pribadi,
komunikasi antar
kelompok, dan
komunikasi antar
instruksional.
Sama – sama
meneliti
tentang
interaksi
kiai.
Pada
penelitian ini
hal yang
diteliti
adalah pola
komunikasi
kiai dan
santri di
Pondok
Pesantren
tersebut.
2. Samsul Bahri
(2008)
Pengaruh
Pondok
Pesantren
Ummul Quro
Al-Islami
Terhadap
Perilaku
Keagaamaan
Masyarakat
Kampung
Banyusuci,
Bogor, Jawa
Barat
Jenis : Field
Research
(penelitian
kualitatif)
Sumber :
Primer dan
Sekunder
Lokasi :
Kampung
Banyusuci RT
04/RW 04,
Leuwimekar,
Leuwiliang,
Bogor
Hasil dalam
penelitian ini
dengan berdirinya
Pondok Pesantren
di Kampung
Banyusuci,
masyarakat
sekitar kampung
tersebut menjadi
lebih memahami
ajaran agama
Islam untuk bekal
menjalankan
ibadah.
Sama-sama
meneliti
tentang
Interaksi
kiai.
Pada
penelitian ini
hal yang
diteliti yaitu
perilaku
keagaamaan
masyarakat
di Kampung
Banyusuci,
Bogor
3. Deden Mukhlis
(2015)
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan
Kyai Terhadap
Sikap
Kemandirian
Santri ( Studi
Kasus di Ponpes
Al-Amiin
Parungpanjang
Bogor)
Jenis :
deskriptif
kuamtitatif
Sumber :
Primer dan
Sekunder
Lokasi :
Pondok
Pesantren Al-
Amin,
Hasil dari
penelitian ini
adalah bahwa
gaya
kepemimpinan
kiai di Pondok
Pesantren Al-
Amin termasuk
pada gaya
kepemimpinan
Sama-sama
meneliti
tentang
interaksi kiai
Pada
penelitian ini
hal yang
diteliti yaitu
gaya
kepemimpin
an kiai.
40
Parungpanjang
, Bogor
demokratis. Hal
ini didukung
dengan
kewibawaan,
keteladanan, dan
kharisma kiai
yang membuat
santri segan dan
menghormatinya.
4.
Kunti Zakiyah
(2012)
Pola Relasi
Kyai dan Santri
( Persepsi Santri
Terhadap
Kepemimpinan
Kyai di Pondok
Pesantren
Pancasila,
Blotongan,
Sidorejo,
Salatiga)
Jenis :
penelitian
kualitatif
Sumber :
Primer dan
Sekunder
Lokasi :
Komplek Putra
dan Komplek
Putri Pondok
Pesantren
Pancasila.
Hasil penelitian
ini adalah bahwa
hubungan antar
kiai dengan santri
yang diwarnai
dengan
kepercayaan,
wibawa, dan
kharisma tersebut
merupakan nilai-
nilai tradisi yang
terdapat di
Pondok
Pesantren.
Sama-sama
meneliti
tentang
interaksi
kiai.
Pada
penelitian ini
hal yang
diteliti yaitu
relasi kiai
dengan
santri di
Pondok
Pesantren.
5. Zainal (2012) Kiai Dan
Peningkatan
Nilai-Nilai
Keagamaan
Masyarakat
Dalam
Perspektif Teori
Interaksionisme
Simbolik
George Herbert
Mead Di Desa
Gadu Barat
Kecamatan
Ganding
Kabupaten
Sumenep
Jenis :
Paradigma
Devinisi Sosial
(penelitian
kualitatif)
Sumber :
Primer dan
Sekunder
Lokasi : Desa
Gadu Barat,
Kec.Gading,
Kab.Sumenep
Hasil penelitian
ini adalah bahwa
pola pendekatan
yang dilakukan
kiai merupakan
pola yang
dibangun untuk
meningkatkan
nilai-nilai
keagamaan yang
mampu merubah
keadaan yang
sangat
terbelakang dan
pasif.
Sama-sama
meneliti
tentang
interaksi
kiai.
Pada
penelitian ini
hal yang
diteliti
adalah kiai,
aparatur
desa serta
masyarakat
terkait
dengan nilai-
nilai
keagaaman,
dalam
perspektif
Teori
Interaksionis
me Simbolik
George
Herbert
Mead.
41
Berdasarkan penelitian relevan diatas, terdapat beberapa penelitian sejenis
yang peneliti temukan berhubungan dengan penelitian ini terkait interaksi kiai
baik dengan santri di Pondok Pesantren maupun dengan masyarakat sekitar, tetapi
sebenarnya penelitian tersebut masing-masing terpisah, hanya berkaitan dengan
interaksi kiai. Namun topik yang benar-benar mengkaji tentang interaksi kiai
dalam hal bekerja sama dengan masyarakat belum diteliti. Dari kelima penelitian
diatas yakni penelitian mengenai santri, kiai, dan masyarakat dalam hal
berinteraksi baik dalam bentuk komunikasi, relasi (gaya kepemimpinan), serta
peran pondok pesantren di masyarakat.
42
G. Kerangka Berpikir
Interaksi sosial merupakan kegiatan manusia dan manusia, bukan
manusia dengan benda mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan
demikian, selama aksi dan reaksi tersebut tidak terjadi antara manusia
dengan manusia, maka aktivitas tersebut bukanlah interaksi sosial. Maka,
indikator (tolak ukur) dari interaksi sosial adalah adanya aksi dan reaksi,
walaupun dua orang saling bertemu tersebut tidak saling berbicara, atau
saling menegur, atau saling berjabat tangan atau tidak tukar-menukar
tanda.
Kerjasama merupakan salah satu bentuk dari interaksi sosial,
dimana dalam kerjasama dapat dijumpai dalam setiap kehidupan sosial
mulai dari anak-anak hingga kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan
hingga ke dalam komunitas sosial.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang
melembaga di Indonesia, dimana kiai dan santrinya hidup secara
bersama-sama dalam suatu asrama. Kiai bagi masyarakat merupakan
pemimpin kharismatik, seorang yang dianggap panutan dan mempunyai
kelebihan baik pengetahuan tentang agama Islam maupun kelebihan
lainnya. Oleh karena itu jalinan interaksi berupa kerjasama antar kiai
dengan masyarakat perlu dilakukan untuk saling membantu satu sama
lain.
Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis merumuskan bagan
kerangka berpikir sebagai berikut:
43
Bagan 2.1
Kerangka Berpikir
Perilaku
Interaksi
Persaingan Kerjasama Pertentangan Akomodasi
Kooptasi Kerukunan Join
Venture Bergaining
Pondok
Pesantren
Kyai
( Pimpinan
Pondok
Pesantren)
Masyarakat
Koalisi
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kelurahan Duren Mekar RT 05/05,
Duren Mekar, Sawangan-Kota Depok, Jawa Barat. Dasar pertimbangan
memilih pondok pesantren ini sebagai tempat penelitian adalah adanya
gejala kurangnya interaksi antara kiai dengan masyarakat sekitar, seperti
rendahnya tingkat kepedulian serta bekerja sama yang dimiliki oleh kiai di
Pondok Pesantren ini.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian secara khusus dan
mendalam berkenaan dengan perilaku kiai serta interaksi yang terjadi
dengan masyarakat sekitar, dalam kaitan inilah penelitian dilakukan.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu melalui pendekatan kualitatif
yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian
yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang
objektif dalam rangka mengetahui dan memahami kiai dalam bekerjasama
dengan masyarakat sekitar. Berdasarkan jenisnya, penelitian ini termasuk
penelitian studi kasus, yaitu yang berkaitan dengan interaksi kiai dalam hal
bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu rancangan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian studi kasus.
Studi kasus itu sendiri adalah uraian dan penjelasan komprehensif
mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu
organisasi (komunitas), suatu program atau suatu sistuasi sosial.44
Pengertian yang lain, studi kasus bisa berarti metode atau strategi dalam
44
Deddy Mulyana,Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung;PT.Remaja
Rosdakarya,2010),hal.201
45
penelitian, bisa juga berarti hasil dari suatu penelitian sebuah kasus
tertentu. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari,
menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya
secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar45
. Desain penelitian
seperti ini akan memberikan gambaran secara sistematis tentang informasi
ilmiah yang berasal dari subjek atau objek penelitian.
Pada umumnya alasan menggunakan metode kualitatif karena
permasalahan belum jelas, holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan
metode penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner,
pedoman wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi
sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori46
.
C. Jenis Dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden
maupun yang berasal dari dokumen – dokumen baik dalam bentuk
statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan untuk penelitian
yang dimaksud.
Sumber data menurut Lofland dan Lofland (1984) sebagaimana
yang dikutip oleh Lexi J.Moleong bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana hasil penelitian
didapatkan melalui dua sumber data, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil
wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang
45
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,(Jakarta;PT.Bumi
Aksara,2013),hal.116 46
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R &
D,(Bandung;Alfabeta,2011),Cet.4,Hal.292
46
dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan
dan sebenarnya di lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dari
literatur dan dokumen serta data yang diambil suatu organisasi
yaitu Pondok Pesantren Ulumul Quran.
2. Sumber Data
Sumber data yang dimaksudkan semua informasi baik yang
merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa / gejala baik
secara kuantitatif dan kualitatif.47
Yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data
disebut responden, responden yaitu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan peneliti baik pertanyaan tulisan maupun lisan.
Dalam memilih responden, peneliti memilih responden yang
mempunyai peran sebagai tokoh masyarakat di lingkungan sekitar
yakni Bapak Ata Permana selaku Ketua RT 05/05 serta masyarakat
sekitar.
47
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung,PT.Remaja
Rosdakarya,2005),hal.157
47
Tabel 3.1
Jenis Dan Sumber Data Penelitian
No. Jenis Data Sumber Data
1. Kerjasama Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
2. Perilaku Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
3. Bentuk-bentuk kerjasama Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
4. Kiai Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
5. Pondok pesantren Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
6. Tingkat Kepedulian Dengan Orang
Lain
Ketua RT serta masyarakat
Sekitar
D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan48
.
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan dimana
48
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung;CV.Alafabeta,2014),hal.62
48
dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik. Menurut
Kartono terdapat dua pihak dengan kedudukan yang berbeda dalam
proses wawancara49
. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden
yang lebih medalam.
Tabel 3. 2
Pedoman Wawancara
49
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,(Jakarta,PT.Bumi
Aksara,2013),hal.160
49
No Indikator Pertanyaan
1. Identitas Narasumber
a. Nama Siapa nama Bapak/Ibu?
b. Jenis Pekerjaan Apa pekerjaan yang Bapak/Ibu
tekuni saat ini?
c. Tingkat Pendidikan Apa pendidikan terakhir
Bapak/Ibu?
2. Pola Interaksi
(Menurut Soekanto, ada empat
pola interaksi sosial yaitu :
kerjasama (cooperation),
persaingan ( competition),
pertentangan (conflict), dan
akomodasi (accomodation)
Dalam kehidupan sehari-hari,
apakah Bapak/Ibu pernah melihat
kiai di Pondok Pesantren tersebut
berinteraksi (kerjasama) dengan
masyarakat sekitar?
3. Perilaku
(Menurut James P. Chaplin
bahwa, perilaku adalah kumpulan
dari reaksi, perbuatan, aktivitas,
gabungan gerakan, tanggapan, dan
jawaban yang dilakukan
seseorang seperti proses berpikir,
bekerja dll)
Bagaimana taanggapan Bapak/Ibu
mengenai perilaku kiai dalam
berinteraksi dengan masyarakat
(dalam hal bekerja sama)?
4. Bentuk – bentuk Kerjasama
(Dilihat dari motif
pelaksanaannya, dapat
dikelompokkan menjadi 5 bentuk
yaitu kerukunan (Harmony),
Kooptasi (Cooptation), Join
Apabila masyarakat tengah
mengadakan kegiatan lingkungan
(gotong royong), apakah dalam hal
ini kiai ikut terlibat?
50
2. Dokumentasi
Menurut K.G. Esteberg, dokumen adalah segala sesuatu
materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia. Dokumen
yang dimaksud adalah segala catatan baik berupa catatan dan
Venture, Bargaining, Koalisi
(Coalition)
5. Persepsi Masyarakat Tentang Kiai
(Menurut Zamakhsyari Dhofier
kiai merupakan gelar yang
diberikan oleh masyarakat kepada
ahli agama Islam)
Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu
seperti apa sosok kiai di zaman
sekarang?
6. Pondok Pesantren
(menurut M.Arifin berarti, suatu
lembaga pendidikan agama Islam
yang tumbuh serta diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama (komplek) di mana santri
– santri menerima pendidikan
agama melalui sistem pengajian
atau madrasah
Dengan adanya Pondok Pesantren
di lingkungan ini, apakah
Bapak/Ibu ketika melakukan
kegiatan gotong royong melibatkan
para santri yang ada di Pondok
Pesantren tersebut?
7. Tingkat Kepedulian Terhadap
Orang Lain
(Menurut beberapa ahli, Zaimudin
mengemukakan bahwa kerjasama
merupakan seseorang yang
memiliki kepedulian dengan
orang lain atau sekelompok
orang)
Bagaimana Tanggapan Bapak/Ibu
apabila ketika mengundang seorang
kyai untuk mengisi ceramah di
tempat Bapak/Ibu beliau tidak
datang/digantikan?
51
kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat
berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto,
undang- undang, notulen,blog, halaman web, foto, dan lainnya50
.
Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan
data-data yang diperlukan dlam permasalahan penelitian lalu
ditelaah secara intens, sehingga dapat mendukung dan menambah
kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian51
.
E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu suatu
analisis yang berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan
dan makna dari data yang dinyatakan dalam bentuk penyataan-pernyataan,
tafsiran-tafsiran setelah menggali data dari beberapa orang informan kunci
yang ditabulasikan dan dipresentasikan sesuai dengan hasil temuan
(observasi) dan wawancara mendalam penulis dengan para informan, hasil
pengumpulan data tersebut diolah secara manual, direduksi selanjutnya
hasil reduksi tersebut dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu
(display data) dan kemudian disajikan dalam bentuk content analisis
dengan penjelasan-penjelasan, selanjutnya diberi kesimpulan, sehingga
dapat menjawab rumusan masalah, menjelaskan dan terfokus pada
representasi terhadap fenomena yang hadir dalam penelitian 52
.
Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas
dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Langkah – langkah analisis ditunjukkan pada gambar
berikut :
50
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif:Dasar-Dasar,(Jakarta,PT.Indeks,2012),hal.61 51
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif,(Bandung,CV.Alfabeta,2013),hal.149 52
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Ibid., Hal.294
52
Gambar 3.3
Teknik Analisis Data
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang
pokok, memfokuskan pada hal –hal yang penting, dicari tema
dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan
peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek- aspek tertentu.53
Tahapan reduksi data merupakan bagian kegiatan analisis,
sehingga pilihan-pilihan peneliti tentang bagian data mana
yang dikode, dibuang, pola-pola mana yang meringkas
sejumlah bagian tersebut, cerita-cerita apa yang berkembang,
merupakan pilihan-pilihan analisis. Dengan begitu, proses
reduksi data dimaksudkan untuk lebih menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data yang
tidak diperlukan, serta mengorganisasi data dehingga
53
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.92
53
memudahkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan yang
kemudian akan dilanjutkan dengan verifikasi54
.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles
dan Huberman (1984) menyatakan bahwa yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.55
3. Conclusion Drawing / Verification
Tahap akhir dari pengumpulan data adalah verifikasi dan
pengambilan kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan
arti data yang telah ditampilkan. Pemebrian makna ini tentu
saja sejauh pemahaman peneliti dan interpretasi yang
dibuatnya. Beberapa cara yangdapat dilakukan dalam proses ini
adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan tema
yang sama, pengemlompokkan dan pencarian kasus-kasus
negatif (kasus khas, berbeda, mungkin pula penyimpangan dari
kebiasaan yang ada di masyarakat).
Miles dan Huberman (1992) dalam Idrus menyatakan
bahwa dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis
kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin ada, alur sebab akibat, dan preposisi.
Dalam penelitian kualitatif ini, penarikan kesimpulan dapat
saja berlangsung saat proses pengumpulan data berlangsung,
54
Muhammad Idrus,Metode Penelitian Ilmu Sosial,(Yogyakarta,Erlangga,2009),hal.150 55
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.95
54
baru kemudian melakukan reduksi dan penyajian data. Hanya
saja ini perlu disadari bahwa kesimpulan yang dibuat itu
bukanlah hasil dari kesimpulan final. Hal ini karena setelah
proses penyimpulan tersebut, peneliti dapat saja melakukan
verifikasi hasil temuan ini kembali ke lapangan.
Proses verifikasi hasil temuan ini dapat saja berlangsung
singkat dan dilakukan oleh peneliti tersendiri, yaitu dilakukan
secara selintas dengan mengungat hasil-hasil temuan terdahulu
dan melakukan cek silang (cross check) dengan temuan
lainnya.56
F. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah kriteria
tertentu57
. Ada empat kriteria yang dapat digunakan, yaitu meliputi uji
credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),
dependability (reabilitas), dan confirmability (obyektifitas).
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil
penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan triangulasi.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu. Dalam bahasa sehari-hari triangulasi dikenal
dengan istilah cek dan ricek yaitu pengecekan data.58
Dengan
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu.
1) Triangulasi Sumber
56
Muhammad Idrus,Metode Penelitian Ilmu Sosial, hal.151-152 57
Imam Gunawan,Metode Penelitian Kualitatif;Teori dan Praktek,hal.217 58
Nusa Putera,Penelitian Kualitatif:Proses & Aplikasi,(Jakarta,Indeks,2011),hal.189
55
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah
dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member
check) dengan tiga sumber data tersebut.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Data diperoleh
dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Bila
dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut,
menghasilkan data yang berbeda-beda maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana
yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar,
karena sudut pandangnya berbeda-beda.
3) Triangulasi Waktu
Waktu juga mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu
dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan wawancara, observasi
atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda,
maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai
ditemukan kepastian datanya.59
2. Uji Transferability
Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil
penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Nilai
transfer bergantung pada pemakai hingga manakala hasil penelitian
59
Sugiyono,Memahami Penelitian Kualitatif,hal.127
56
tersebut dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain.
Peneliti sendiri tidak menjamin “validitas eksternal” ini sendiri.
Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang
sedemikian jelasnya, suatu hasil penelitian dapat diberlakukan
(transferability), maka laporan tersebut memenuhi standar
transferability. Mengenai hal ini Nasution (1988) dalam Djam‟an
Satori mengatakan bahwa pemakai yakni, sampai manakah hasil
penelitian itu dapat mereka gunakan dalam konteks dalam situasi
tertentu. Karena itu, transferbilitas hasil penelitian itu diserahkan
kepada pemakainya.60
3. Uji Dependability
Dalam penelitian kuantitatif, depenbility disebut reliabilitas.
Suatu penelitian yang reliabel adalah apabila orang lain dapat
mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. sedangkan
dalam penelitian kualitatif, uji depenability dilakukan dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
4. Uji Konfirmability
Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah
disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji
konfirmability mirip dengan uji depenability, sehingga
pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan denga
proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari
proses penelitian yang dilakukan, maka peneliti tersebut telah
memenuhi standar konfirmability.61
60
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif,hal.165 61
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R &
D,(Bandung;Alfabeta,2011),Cet.4,hal.274
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum Pondok Pesantren Ulumul Qur’an
Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an adalah lembaga pendidikan yang
mencita-citakan terwujudnya dua kompetensi pada tamatannya yaitu
kontemporer keguruan dan kompetensi keulamaan. Alasan yang
mendasari cita-cita itu adalah bahwa kompetensi keguruan sesungguhya
dihajatkan oleh setiap manusia karena ia harus mendidik, setidak-
tidaknya mendidik dirinya sendiri dan mendidik keluargannya. Adapun
kompetensi keulamaan, karena ulama merupakan pewaris Nabi. Dengan
cita-cita itu mendidik anak didiknya menjadi ulama, PPUQ ikut serta
dalam menciptakan kelompok manusia yang berkewajiban meneruskan
dan mengembangkan risalah Islam.
Cita-cita itu tidak mudah diwujudkan dan tidak dapat dicapai
dalam waktu singkat. Banyak sarana dan prasarana pendidikan yang
harus diadakan dan banyak biaya pendidikan yang harus dibayar. Tidak
dapat dihindari bahwa setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan
harus didahului oleh peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
karena semakin baik pula kualitas pendidikan. Ini berarti, semakin besar
pula yang harus dibayar. Prinsip itu telah dilaksanakan oleh PPUQ
sejak pendiriannya 21 tahun yang lalu. Selama kurun waktu itu, PPUQ
telah menyelenggarakan pendidikan tingkat menengah, yang disebut
KMI, dengan memungut iuran dalam jumlah kecil dari peserta
didik. Pondok pesantren yang dipimpin oleh K.H. Edi Junaedi, S.Ag ini
berlokasi di Jl. H.Suhaemi, Parung Tengah, RT 05/RW03 Kelurahan
Duren Mekar, Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
58
2. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Ulumum Qur’an
a. Visi Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an :
1) Beriman
2) Berilmu
3) Terampil
b. Misi Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an
1) Menanamkan dasar-dasar keimanan melalui bimbingan
intensif, pembiasaan dan keteladanan.
2) Mengembangkan potensi edukatif dan inovatif.
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat
Berdasarkan analisis hasil transkrip wawancara dan observasi
dengan delapan informan, yaitu : (1) Bapak Ata Permana selaku Ketua
RT 05/03, (2) Ibu Siti Bayati, (3) Ibu Linda, (4) Ibu Herni Herawati,
(5) Ibu Rodiyah, (6) Ibu Siti, (7) Bapak Saripudin, dan (8) Ibu Iyoh.
Dalam kaitannya dengan pola interaksi antara kiai di Pondok
Pesantren Ulumul Qur‟an dengan masyarakat sekitar menurut
penjelasan dari Bapak Ata Permana selaku Ketua RT 05/03 serta
informan yang lain dalam wawancara dikemukakan sebagai berikut :
“Hampir setiap hari kiai pengasuh pondok pesantren
Ulumul Qur‟an berinteraksi dengan masyarakat. Beliau
sering mengadakan acara pengajian setiap malam Kamis
bagi warga sekitar yang di lingkungan Pondok Pesantren”.
Berdasarkan data hasil dari wawancara dengan para informan,
maka dapat disimpulkan bahwa pola interaksi sosial antara kiai
dengan masyarakat sering terjadi. Hal ini ditandai dengan
diadakannya pengajian rutin setiap satu minggu sekali untuk warga
sekitar Pondok Pesantren. Beberapa informan juga mengemukakan
bahwa kiai pengasuh pondok pesantren tersebut dinilai sangat baik
dan ramah.
59
2. Gambaran Perilaku Kiai Dalam Bekerjasama Dengan Masyarakat
Menurut James P. Chaplin mengatakan perilaku adalah kumpulan
dari reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan, gerakan, tanggapan, dan
jawaban yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja,
berhubungan seks, dan lain-lain.
Dalam kaitannya mengenai perilaku kiai menurut penjelasan
wawancara dari beberapa informan dikemukakan bahwa :
“Perilaku kiai terhadap masyarakat sekitar pondok sangat
ramah, baik dan sering bergaul”.
Sehubungan dengan penjelasan dari beberapa informan diatas,
ditegaskan kembali oleh Ibu Herni Herawati mengenai perilaku kiai
dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut :
“Alhamdulillah kalo pak haji Edi mah .. dari istrinya aja
kalo setiap minggu nih .. setiap minggu sekali hari jumat..
istrinya tuh ngasih janda-janda gitu.. ngamplop.. gitu
orangya.. gak ini sih .. ama masyarakat ga jaga jarak dia”.
Sementara itu ibu Iyoh menjelaskan mengenai perilaku kiai dalam
bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut :
“Dia mah orangnya enak .. H. Edi mah walaupun orangnya
gini mah.. dia gak pernah ada bermasalah sama masyarakat.
komplain kemanapun gak ada .. ama yatim .. janda ..
pokonya nyampur terus.. kalo janda .. yatim sebulan sekali
dikasih duit .. kalo ibu ibu pengajian satu bulan sekali
sembako.. orangnya mah gaul banget..”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kiai dalam
bekerjasama dengan masyarakat terjalin sangat baik, ramah, dan
senang bergaul. Hal ini dibuktikan dengan adanya santunan selama
sebulan sekali dari kiai Pondok Pesantren tersebut kepada anak yatim
60
piatu serta janda yang terdapat di lingkungan sekitar pondok pesantren
tersebut.
3. Gambaran Bentuk - Bentuk Kerjasama Yang Terjadi Antara Kiai
Dengan Masyarakat
Berkaitan dengan bentuk – bentuk kerjasama yang terjadi antara
kiai dengan masyarakat sekitar pondok pesantren menurut penjelasan
beberapa informan dikemukakan bahwa :
“Ketika di lingkungan sekitar warga tengah mengadakan
kegiatan gotong royong, kiai pondok pesantren sering ikut
membantu warga”.
Selanjutnya untuk menegaskan penjelasan diatas, ditegaskan
kembali oleh Ibu Herni mengenai bentuk kerjasama yang terjadi antara
kiai dengan masyarakat sebagai berikut :
“Kalo kerja bakti mah saya gak pernah liat.. Cuma kalo
suami saya mah suka ngomong.. jarang-jarang suka ada
gitu..pak haji Edi mah ..lewat sumbangan gitu.. kalo
masalah bantu saya gak tau dah .. suka ngasih sumbangan ..
kalo enggak yaa makanan..”
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
bentuk kerjasama kiai dengan masyarakat sekitar terjalin dengan baik,
hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kegiatan gorong royong yang
di adakan warga sekitar. Kiai tersebut tidak hanya membantu secara
fisik, akan tetapi membantu pula secara materil.
4. Gambaran Persepsi Masyarakat Tentang Kiai
Kiai banyak memiliki peran dalam berbagai kegiatan keagamaan,
seperti shalat berjamaah di masjid, syukuran, ceramah agama yang di
dalamnya memuat nasehat-nasehat agama dan lain sebagainya
merupakan hal yang mengisi atau memberikan makna maupun
manfaat bagi masyarakat itu sendiri.
61
Berkaitan dengan persepsi masyarakat tentang kiai menurut
penjelasan beberapa informan di kemukakan bahwa :
“Dalam persepsi masyarakat sekitar sosok kiai zaman
sekarang terutama di lingkungan sekitar RT05/05 terkesan
ramah, mungkin dikarenakan kiai tersebut memimpin
sebuah pondok pesantren jadi agak sedikit memiliki
kesibukan”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan beberapa informan
terkait mengenai persepsi masyarakat mengenai sosok kiai di zaman
sekarang, banyak yang mengemukakan bahwa kiai di zaman sekarang
masih terkesan memiliki perilaku yang baik dan ramah dengan warga
sekitar, akan tetapi sedikit memiliki kesibukan dikarenakan sebagian
besar didedikasikan untuk pondok pesantren yang ia pimpin.
5. Gambaran Mengenai Pondok Pesantren
Dalam hal bekerja sama, pondok pesantren biasanya sering
mengikut sertakan para santrinya baik dalam kegiatan gotong royong
bersama warga mapun kegiatan lainnya untuk turut ikut serta
membantu.
Berkaitan dengan keterlibatan santri dalam hal bekerja sama
dengan masyarakat menurut penjelasan dari beberapa informan
mengemukakan bahwa :
“Ketika warga sekitar mengedakan kegiatan gotong royong,
para santri dari pondok pesantren tersebut turut ikut serta
membantu warga”.
Selanjutnya Ibu Herni menjelaskan sebagai berikut :
“Anak santrinya kadang ikut.. kadang nih kalo acara
pesantren warga juga dilibatkan.. misalkan kaya acara
samenan gitu ya.. terus maulid nabi.. kadang dia ngadain
nih masyarakat yang laki laki nih bantuin apa misalkan..
jaga parkiran gitu.. kan banyak tuh dari alumni-alumni
Ulumul Qur‟an pada dateng dia itu.. warga dipanggil apa
kita bantuin kue gitu.. kadang orang perempuannya”.
62
Selanjutnya, Ibu Siti menjelaskan mengenai keterlibatan santri
dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai berikut :
“Santri.. ya ikut.. kalo masang bendera baru santri dah tuh ..
tapi kalo tahlilan .. ikut ada orang meninggal ikut ..
shalatin.. kan kalo orang kampung mah yang nyolatin kan
dikasih amplop kan kaga dibolehin.. santrinya mah dibawa
semua”.
Sedangkan menurut Ibu Siti Bayati, menjelaskan mengenai
keterlibatan santri dalam bekerja sama dengan masyarakat sebagai
berikut :
“Ikut.. kalo diizinin yaa keluar .. kalo enggak yaa enggak..
harus jelas keluarnya”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan diatas,
disimpulkan bahwa ketika warga sekitar sedang mengadakan suatu
kegiatan baik itu gotong royong, maupun kegiatan yang lainnya.
Santri di Pondok Pesantren Ulumul Qur‟an tersebut sering turut ikut
membantu warga sekitar. Meskipun terkadang para santri tersebut
diharuskan izin terlebih dahulu kepada pengasuh pondok pesantren.
6. Gambaran Mengenai Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain
Menurut Zaimuddin, kerjasama merupakan seseorang yang
memiliki kepedulian dengan orang lain atau sekelompok orang
sehingga membentuk suatu kegiatan yang sama dan menguntungkan
seluruh anggota dengan dilandasi rasa saling percaya antar anggota.
Berdasarkan paparan diatas, mengenai tingkat kepedulian terhadap
orang lain apabila kiai tersebut dibutuhkan oleh masyarakat sekitar,
Ibu Herni menjelaskan sebagai berikut :
63
“Dateng dia pasti .. diundang ke pengajian .. diundang
hajatan orang deket dia juga pasti dateng.. enggak dia mah
.. gak pernah diwakilin.. dia mending gak dateng kalo
diwakilin orangnya .. pasti dateng dia mah.. gak pernah
jaga orangnya kondangan-kondangan juga pasti dia
dateng..”
Selanjutnya menurut penjelasan dari Bapak Ata Permana Selaku
Ketua RT setempat mengemukakan bahwa :
“Yaa dia mah.. alhamdullillah .. kalo untuk lingkungan sini
yaa orangnya langsung.. kalo diganti sih enggak pernah ..
dalam acara apapun.. orang kematian dan lain-lain”.
Selanjutnya menurut penjelasan dari Ibu Siti, mejelaskan sebagai
berikut:
“Enggak.. dia mah sendiri .. mau tahlilan.. tujuh hari dia
mah Ceramah.. enggak nolak dia mah .. disempet sempetin
..”
Sedangkan menurut penuturan dari Ibu Linda, mengenai tingat
kepedulian terhadap orang lain, menjelaskan sebagai berikut :
“Kalo lagi sakit itu.. yaa dia punya utusan.. kadang-kadang,
tapi kalo bisa mah dia dateng”.
Dan, berdasarkan beberapa penjelasan dari beberapa informan
dikemukakan bahwa :
“Apabila warga mengadakan acara, maka kiai tersebut akan
berkenan bahkan menyempatkan diri untuk menghadiri
acara tersebut”.
Berdasarkan hasil dari wawancara diatas, maka disimpulkan bahwa
tingkat kepedulian terhadap orang lain, dalam hal ini apabila kiai
tersebut mendapat suatu undangan untuk menghadiri acara yang
64
diselenggarakan oleh warga, ia menyempatkan dirinya untuk dapat
hadir baik itu sebagai penceramah atau sebagai tokoh masyarakat saja.
C. Pembahasan
1. Interaksi Sosial Antara Kiai Dengan Masyarakat
Pesantren menurut banyak kalangan memiliki kontribusi dalam
pengembangan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa nilai-nilai yang
dikembangkan dilembaga pendidikan Islam tersebut sarat dengan nilai
persaudaraan dan prinsip-prinsip lain untuk penataan kehidupan
bermasyarakat.
Relasi antara pesantren dan masyarakat tidak heran berlangsung
dalam suasana penuh kedekatan dan perasudaraan. Masyarakat di satu
sisi menerima manfaat keberadaan pesantren dalam hal transmisi dan
transfer ilmu pengetahuan keislaman, disisi lain pesantren memiliki
watak yang tak bisa dilepaskan dari pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Dengan lain ungkapan, kedekatan antara pesantren dan
masyarakat yang terjalin dalam suasana mutualistik dalam melahirkan
komposisi masyarakat yang berkapasitas dan santri-santri pesantren
yang tidak saja intelek secara keilmuan, tetapi juga memiliki kearifan
dan kebijakan dalam proses internalisasi keislaman di tengah
kehidupan masyarakat.62
Dari temuan penelitian menunjukkan bahwa secara faktual
interaksi yang terjadi antara kiai dengan masyarakat sekitar. Adapun
interaksi yang dibangun oleh kiai tersebut terjalin cukup baik. Hal ini
dibuktikan dengan diadakannya kegiatan positif seperti pengajian
setiap satu minggu sekali bagi warga sekitar.
62
Lanny Oktavia dkk,Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi
Pesantren,(Jakarta,Tim Penulis Rumah Kitab,2014),hal.161-162
65
2. Perilaku Kiai Dalam Bekerja Sama Dengan Masyarakat
Dalam berkegiatan sehari-hari baik ketika di pondok pesantren
maupun dilingkungan sekitar, kiai tersebut memiliki kepribadian yang
sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat sekitar. Perilaku yang
dimaksudkan menurut masyarakat yaitu kepribadian yang dimiliki oleh
kiai tersebut, selain ramah dan sopan, kiai tersebut dinilai cukup
mudah bergaul. Masyarakat juga sering mendapatkan bantuan dari
beliau, selama satu bulan sekali beliau meyantuni para janda serta anak
yatim baik itu berupa materil maupun non materil. Hal ini dilakukan
supaya komunikasi serta kerjasama antara kiai dengan masyarakat
terjalin dengan sangat baik.
3. Bentuk-Bentuk Kerjasama Antara Kiai Dengan Masyarakat
Kerjasama merupakan seseorang yang memiliki kepedulian dengan
orang lain atau sekelompok orang sehingga membentuk suatu kegiatan
yang sama dan menguntungkan seluruh anggota dengan dilandasi rasa
saling percaya antar anggota serta menjunjung tinggi adanya norma
yang berlaku63
.
Dari temuan penelitian secara faktual bahwa bentuk kerjasama
yang dilakukan antara kiai dengan masyarakat setiap harinya terjalin
dengan baik. Bentuk kerjasama yang biasa dilakukan yaitu gotong
royong, kiai tersebut tidak hanya membantu warga sekitar secara fisik
namun juga secara finansial baik itu berupa sumbangan (uang) maupun
berupa makanan yang disediakan untuk warga sekitar.
4. Persepsi Masyarakat Tentang Kiai
Dalam masyarakat tradisional, seorang dapat menjadi kiai atau
disebut kiai karena ia diterima masyarakat sebagai kiai, karena orang
yang datang meminta nasehat kepadanya, atau mengirimkan anaknya
63
Samhis Setiawan,Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para
Ahli,2016,(http//:www.gurupendidikan.com),diakses pada tanggal 17 November 2016
66
supaya belajar kepada kiai. Kiai juga merupakan figur sentral dalam
dunia pesantren dan juga faktor determinan terhadap maju dan
mundurnya sebuah pondok pesantren. Bagi masyarakat kiai dianggap
sebagai panutan yang mempunyai kelebihan baik pengetahuan tentang
agama Islam maupun kelebihan lainnya.
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian mengenai persepsi
masyarakat tentang kiai yang memimpin pondok pesantren tersebut
menurut penjelasan beberapa warga sekitar yang menjadi narasumber,
kiai memiliki perilaku yang ramah, baik serta sopan. Beliau juga tidak
pernah menjaga jarak komunikasi dengan warga sekitar pondok.
5. Pondok Pesantren
Pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan
sebutan “kiai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam
lingkungan komplek pesantren.64
Santri juga merupakan salah satu elemen yang penting dalam suatu
lembaga pesantren. Dalam penelitian ini santri juga dapat berinteraksi
serta melakukan kerjasama dengan masyarakat. Berdasarkan temuan
penelitian mengenai keikutsertaan santri pondok pesantren dalam
bekerja sama dengan masyarakat terlihat saat acara acara yang biasa
berlangsung, seperti acara kerja bakti, acara peringatan hari nasional,
dan lain-lain. Dalam hal ini santri yang berada di pondok pesantren
tersebut diperbolehkan untuk ikut serta dalam membantu masyarakat
sekitar.
64
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren:Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai,(Jakarta,LP3ES,1982),hal.44
67
6. Tingkat Kepedulian Terhadap Orang Lain
Secara kebahasaan, peduli berarti memperhatikan atau
menghiaraukan. Kepedulian berarti meperhatikan atau menaruh
perhatian terhadap sesuatu. Meski demikian, kepedulian yang
dimaksud bukanlah berarti mencampuri setiap urusan orang lain, akan
tetapi lebih pada membantu atau menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan individu atau bersama.
Sifat peduli atau peka terhadap sesama sesuai dengan kodrat
penciptaan manusia yang tidak dapat hidup tanpa berhubungan dengan
manusia lainnya. Kerjasama dengan orang lain dapat terbina dengan
baik apabila masing-masing pihak memiliki kepedulian.
Oleh karena itu, sikap ini sangat dianjurkan dalam Islam.
Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah
seperti sebuah bangunan dimana baginya saling
menguatkan bagian yang lain.” [HR.Muslim].65
Berdasarkan temuan penelitian mengenai tingkat kepedulian
terhadap orang lain yang dilakukan oleh kiai adalah apabila ketika
masyarakat mengadakan acara dan mengundang kiai untuk menghadiri
acara tesebut, maka beliau menyempatkan diri untuk berkenan hadir
baik itu sebagai penceramah maupun hanya sebagai tokoh masyarakat
saja.
D. Keterbatasan Masalah
Keterbatasan Penelitian ini adalah :
1. Keterbatasan waktu untuk melakukan wawancara dengan
responden.
2. Keterbatasan sumber data serta administrasi.
65
Lanny Oktavia.dkk,Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi
Pesantren,(Jakarta,Tim Penulis Rumah Kitab,2014),Hal.170
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan pembahasan diatas sebagaimana telah
diuraikan pada bagian sebelumnya, maka hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kiai Pondok Pesantren
Ulumul Quran dalam bekerjasama dengan masyarakat terjalin sangat baik,
hal ini dibuktikan dengan diadakannya pengajian rutin bagi masyarakat
seminggu sekali yang bertempat di Pondok Pesantren tersebut. Beliau juga
sering memberikan santunan kepada para janda serta anak yatim di
lingkungan tersebut. hal ini dilakukan untuk saling menjaga komunikasi
serta kerjasama antara kiai dengan masyarakat. Beliau tidak hanya menjadi
tokoh masyarakat saja, akan tetapi dalam kegiatan yang sering dilakukan
oleh warga sekitar, beliau sering hadir untuk turut ikut serta membantu
warga. Bantuan yang diberikan pun tidak hanya fisik namun juga secara
finansial. Tingkat kepedulian terhadap orang lain yang dimiliki oleh kiai
dalam bekerjasama, apabila ada masyarakat yang membutuhkan bantuan
beliau, beliau sering menyempatkan diri untuk dapat memberikan bantuan.
Misalnya dalam acara pengajian dirumah warga, pernikahan, syukuran,
hingga acara kematian. Beliau menghadiri acara tersebut baik hanya
sebagai penceramah saja ataupun sebagai tokoh masyarakat.
69
B. Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat diajukan beberapa
saran, antara lain :
1. Bagi Pondok Pesantren, hendaknya apabila ada warga yang
membutuhkan pertolongan hendaknya para santri diperbolehkan
untuk turut ikut serta membantu.
2. Bagi Kyai, hendaknya memberikan kebijakan yang longgar
terhadap para santri untuk turut ikut serta berkegiatan dengan
masyarakat.
3. Bagi peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut dan secara
mendalam berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap kiai
dalam hal bekerjasama.
70
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Dayakisni,Tri dan Hudaniah. Psikologi Sosial, Malang: UMM Press, 2012
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta, LP3ES, 1982
Fitriani, Sinta ., Promosi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek, Jakarta:
PT.Bumi Aksara, 2013
Idrus, Muhammad. Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta, Erlangga, 2009
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya, 2005
Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007
Oktavia, Lanny dkk., Kumpulan Bahan Ajar: Pendidikan Karakter Berbasis
Tradisi Pesantren, Jakarta, Tim Penulis Rumah Kitab, 2014
Pieter, Herri Zan dan Lubis, Namora Lumongga., Pengantar Psikologi Untuk
Kebidanan, Jakarta, Kencana Media Prenada Group, 2010
Putera, Nusa., Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, Jakarta, Indeks, 2011
Sarosa, Samiaji., Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, Jakarta, PT.Indeks , 2012
Satori, Djam‟an dan Komariah, Aan., Metodologi Penelitian Kualitatif, CV.
Alfabeta
Setiadi, Elly M. dan Kolip, Usman. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi dan Permasalahannya,
Jakarta: Kencana, 2013
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2015
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:CV.Alfabeta, 2014
71
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D, Bandung :
Alfabeta, 2011
Suparta, Mundzier., Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap
Perilaku Keagamaan Dalam Mayarakat, Jakarta, Asra Buana Sejahtera,
2009
Wulansari, C. Dewi., Sosiologi:Konsep dan Teori Bandung: Refika Aditama,
2009
Sumber Jurnal :
Faridl, Miftah ., “Peran Sosial Politik Kiai Di Indonesia”, dalam Jurnal
Sosioteknologi, Edisi 7, Tahun 2007
Hidayat, Mansur , “Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren”, Jurnal
Komunikasi ASPIKOM, Vol.2, No.6, Januari 2016
Izzah, Iva Yulianti Umdatul, “Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada
Masyarakat Muslim Tradisonal Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1,
No.2, ISSN:2089-0192, Oktober 2011
Nurhaya, “Peran Sosial Kiai Pada Masyarakat Jawa”, Jurnal Sosiologi Replektif,
Vol.7, No.1 Tahun 2012
Sudiantara, “Perubahan Pola Hubungan Kiai Dan Santri Pada Masyarakat
Tradisional Pedesaan”, Jurnal Sosiologi Islam,Vol.1, No.2 ISSN : 2089-
0912, Tahun 2011
Sumber Skripsi :
Bahri, Samsul, “Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku
Keagamaan Masyarakat Kampung Banyusuci”, Bogor Jawa Barat, Skripsi pada
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008
Mukhlis, Deden, “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kyai Terhadap Sikap Kemandirian
Santri (Studi Kasus Di PonPes Al-Amiin ParungPanjang Bogor)”, Skripsi pada
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015
Siregar, Fajar Azananda, “Pola Komunikasi Kyai dan Santri di Pondok Pesantren Al-
Asmaniyah Kampung DukuhPinang”, Tangerang Banten”, Skripsi Pada Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
72
Zainal, “Kyai dan Peningkatan Nilai-Nilai Keagamaan Masyarakat Dalam Perspektif
Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead di Desa Gadu Barat
Kecamatan Ganding Kabupaten Sumenep”, Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut
Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2012
Zakiyah, Kunti, “Pola Relasi Kyai dan Santri (Persepsi Santri Terhadap Kepemimpinan
Kyai di Pondok Pesantren Pancasila, Blotongan, Sidorejo, Salatiga)”, Skripsi pada
Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri Salatiga, 2012
Sumber Website :
Anon, “Pengertian Kerjasama dan Macam-Macam Bentuk Kerjasama Beserta
Contohnya”, dikutip dari http://www.bukupedia.net, diakses pada tanggal 17
November 2016
Anon, “Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat”, dikutip dari
http://www.pengertianpakar.com di akses pada 17 November 2016
Fathoni, Abdul Halim, “Kegelisahan Kiai”, dikutip dari http://www.langitan.net, diakses
pada tanggal 1 November 2016
Setiawan, Samhis., “Penjelasan Bimbingan Beserta Kerjasama Menurut Para Ahli”,
dikutip dari http://www.gurupendidikan.com, diakses pada tanggal 17 November
2016
73
74
75
76
77
78