13
Bab 2 Persaingan dan Daya Saing Industri Oleh : Prof. Dr. Rina Indiastuti Terminologi persaingan adalah suatu konsep yang kerap digunakan dalam ilmu ekonomi untuk mengerti bagaimana pembentukan harga pasar dan keputusan penetapan harga oleh suatu perusahaan atau penjual. Pengertian persaingan mengalami perubahan sejalan dengan aplikasi ilmu ekonomi oleh kalangan perusahaan atau penjual. Pengertian pertama dari persaingan, seperti yang dijelaskan pada teori klasik, yaitu struktur pasar (market structure) khususnya pasar persaingan sempurna untuk produk identik (homogin) yang melibatkan banyak penjual dan banyak pembeli. Shepherd (1997) menyebutkan aplikasi struktur pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan (competitive market structure) yang memiliki kinerja pasar yaitu biaya murah (lower costs) dan harga rendah (lower prices). Sejalan dengan perkembangan jenis barang yang dibutuhkan maka bentuk pasar persaingan sempurna menjadi sulit ditemukan pada dunia praktek hingga berkembang definisi kedua, persaingan merupakan suatu proses dinamik yang dilakukan antar perusahaan atau penjual untuk tujuan memenangkan persaingan dan ekspansi. Praktek strategi yang diaplikasikan yaitu menurunkan harga (cut prices), mengiklankan barang/jasa (advertise), investasi untuk R&D, dan strategi lainnya. Pada definisi kedua ini, persaingan merupakan suatu proses dinamik dibandingkan suatu kondisi ekuilibrium statik sehingga makna persaingan bukan hanya menurunkan harga namun mencakup komponen- komponen perilaku besaing (competitive behavior) yang dilakukan setiap perusahaan yang ingin mampu bersaing di pasar. Pada teori klasik, aplikasi persaingan dikenali melalui terbentuknya harga pasar keseimbangan (statik) yang dicapai akibat semua perusahaan atau penjual memiliki perilaku bersaing untuk menetapkan harga jual merujuk pada harga pasar keseimbangan (lihat gambar 1). Harga pasar keseimbangan Pe menjadi acuan suatu perusahaan dalam menetapkan harga jual. Rujukan harga keseimbangan sekaligus menjadi rujukan keputusan produksi yang mencapai laba maksimum. 1

Persaingan Dan Daya Saing

Embed Size (px)

Citation preview

Bab 2 Persaingan dan Daya Saing IndustriOleh : Prof. Dr. Rina IndiastutiTerminologi persaingan adalah suatu konsep yang kerap digunakan dalam ilmu ekonomi untuk mengerti bagaimana pembentukan harga pasar dan keputusan penetapan harga oleh suatu perusahaan atau penjual. Pengertian persaingan mengalami perubahan sejalan dengan aplikasi ilmu ekonomi oleh kalangan perusahaan atau penjual. Pengertian pertama dari persaingan, seperti yang dijelaskan pada teori klasik, yaitu struktur pasar (market structure) khususnya pasar persaingan sempurna untuk produk identik (homogin) yang melibatkan banyak penjual dan banyak pembeli. Shepherd (1997) menyebutkan aplikasi struktur pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan (competitive market structure) yang memiliki kinerja pasar yaitu biaya murah (lower costs) dan harga rendah (lower prices).Sejalan dengan perkembangan jenis barang yang dibutuhkan maka bentuk pasar persaingan sempurna menjadi sulit ditemukan pada dunia praktek hingga berkembang definisi kedua, persaingan merupakan suatu proses dinamik yang dilakukan antar perusahaan atau penjual untuk tujuan memenangkan persaingan dan ekspansi. Praktek strategi yang diaplikasikan yaitu menurunkan harga (cut prices), mengiklankan barang/jasa (advertise), investasi untuk R&D, dan strategi lainnya. Pada definisi kedua ini, persaingan merupakan suatu proses dinamik dibandingkan suatu kondisi ekuilibrium statik sehingga makna persaingan bukan hanya menurunkan harga namun mencakup komponen-komponen perilaku besaing (competitive behavior) yang dilakukan setiap perusahaan yang ingin mampu bersaing di pasar.Pada teori klasik, aplikasi persaingan dikenali melalui terbentuknya harga pasar keseimbangan (statik) yang dicapai akibat semua perusahaan atau penjual memiliki perilaku bersaing untuk menetapkan harga jual merujuk pada harga pasar keseimbangan (lihat gambar 1). Harga pasar keseimbangan Pe menjadi acuan suatu perusahaan dalam menetapkan harga jual. Rujukan harga keseimbangan sekaligus menjadi rujukan keputusan produksi yang mencapai laba maksimum. Gambar 1 Perusahaan pada Struktur Pasar Persaingan Sempurna

Rp Rp

A S MC Pe E p1 P AC B D Q q Qc q1

Pasar Suatu perusahaan

Jika ada perusahaan yang menjual harga lebih tinggi dari Pe maka pembeli akan beralih ke perusahaan lain yang menawarkan harga Pe karena kurva permintaan sulit berubah. Perusahaan jika mungkin akan menjual dengan harga lebih rendah dari Pe untuk tujuan meningkatkan jumlah penjualan. Perusahaan yang memiliki biaya marjinal (MC) dan biaya rata-rata (AC) lebih rendah dibandingkan pesaing maka akan mampu memperoleh laba per-unit (P-AC) lebih besar dibandingkan pesaing atau akan mampu menjual lebih banyak pada harga relative murah dibandingkan pesaing. Harga keseimbangan pasar akan terjaga jika setiap perusahaan yang mempunyai kesamaan struktur MC menyesuaikan jumlah produksi untuk dijual di pasar sebesar q1 pada harga p1 atau dikenal sebagai kondisi perusahaan bekerja pada kondisi laba maksimum.

Stigler (1957) dan McNulty (1968) selanjutnya memberikan kontribusi pada evolusi pengertian persaingan. Pada pasar persaingan sempurna tidak diperlukan strategic interaction karena harga pasar merupakan rujukan untuk kegiatan operasional yang mereka harus lakukan. Pada pasar persaingan (competitive market), pesaing dan sumberdaya dapat masuk dan keluar pasar tampa hambatan.

Pada pasar persaingan sempurna, strategi efisiensi untuk menghasilkan produk dengan biaya relatif murah (lower cost) menjadi strategi yang umum dilakukan oleh perusahaan untuk bersaing atau merintis ekspansi di dalam jangka panjang. Kondisi ini yang menjadi elaborasi definisi pertama konsep persaingan yang menjamin terwujudnya efisiensi perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk mendapatkan laba maksimum. Jika suatu perusahaan tidak mampu bekerja efisien sehingga biaya rata-rata diatas Pe maka perusahaan berpotensi untuk bangkrut atau exit dari pasar. Perusahaan yang mampu efisien di dalam jangka panjang atau bekerja pada skala ekonomis (economies of scale) akan sekaligus menciptakan hambatan (barrier) bagi perusahaan baru (new entrants) untuk masuk pasar. Asumsi yang digunakan pada kondisi ini adalah sifat produk yang homogin atau standard. Dari perspektif sosial, akibat yang ditimbulkan dari praktek persaingan pada pasar persaingan (competitive market) adalah terwujudnya efisiensi dengan indikasi harga produk relatif murah sehingga memunculkan kesejahteraan social dengan indikasi diperolehnya surplus konsumen (consumer surplus) sebesar AEPe dan surplus produsen (producer surplus) sebesar PeEB (lihat Gambar 1).

Perbesaran ukuran pasar untuk produk homogin sulit dilakukan sekalipun produksi sudah dilakukan efisien. Praktek efisiensi yang dilakukan di dalam jangka panjang yaitu yang mengarah pada economies of scope melengkapi economies of scale sehingga produk yang beredar di pasar tetap dengan harga bersaing namun semakin berkualitas dan beragam. Economies of scope yang dilakukan sejumlah perusahaan akan mampu meningkatkan permintaan pasar sehingga kondisi keseimbangan berubah dinamis. Pada definisi inilah persaingan diartikan sebagai suatu proses dinamik merespon terhadap harga pasar yang mungkin bukan harga keseimbangan (disekuilibrium). Proses dinamik memungkinkan kondisi yang tercapai adalah serangkaian kondisi ketidakseimbangan (dynamic disequilibrium). Dari perspektif bisnis, suatu perusahaan atau penjual akan menerapkan perilaku atau action yang diharapkan berbeda dengan pesaing agar mampu bersaing untuk tujuan mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar (market share). Berikut akan diilustrasikan praktek persaingan yang terjadi pada evolusi produk, misalnya dari TV hitam putih menjadi TV berwarna. Gambar 1 dimisalkan merupakan praktek persaingan pasar TV hitam putih pada periode 1. Persaingan yang tinggi mengakibatkan harga pasar Pe menjadi rujukan harga para perusahaan dan penjual sekaligus menjamin terjadinya efisiensi di tingkat perusahaan dan secara agregat akan mewujudkan Pareto optimum di tingkat makro. Seandainya terjadi perlemahan tingkat persaingan yang ditunjukan dengan peningkatan dominasi beberapa perusahaan sehingga harga ditawarkan lebih tinggi dari Pe mengakibatkan terjadinya inefisiensi dan pengurangan surplus produsen akibat pengurangan jumlah produk yang terjual dan pengurangan surplus konsumen karena harus membayar dengan harga lebih mahal. Kenaikan harga lebih tinggi dapat dihindarkan pada periode 2 jika sudah diaplikasikan perbaikan teknologi dalam rangka economies of scale atau yang terjadi adalah penurunan harga sekaligus peningkatan output. Total surplus yang terjadi pada periode 2 lebih besar dibandingkan periode 1 akibat penekanan biaya produksi sekaligus peningkatan jumlah produksi. Penyesuaian yang dilakukan antara periode 1 dan periode 2 mencerminkan terjadinya efisiensi dinamis (dynamic efficiency).Praktek efisiensi dinamis yang populer adalah inovasi produk TV hitam putih menjadi TV berwarna. Diasumsikan MC perusahaan pada periode 2 sama dengan competitive market supply pada periode 1. Produksi TV berwarna hasil dari economies of scope akan mampu meningkatkan ukuran pasar dan willingness to pay sehingga kurva demand bergeser ke kanan. Peningkatan willingness to pay terjadi akibat kesuksesan pencapaian efisiensi di level industri dan makro pada periode 1 yang efek tetesnya pada peningkatan daya beli konsumen. Peningkatan daya beli masyarakat sebagai efek dari ekspansi perusahaan yang direalisasikan dengan meningkatkan penggunaan input termasuk input tenaga kerja. Peningkatan penggunaan input secara agregat akan menurunkan tingkat pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat dan efeknya pada perbesaran ukuran pasar dan kesediaan membayar dengan harga lebih tinggi untuk produk yang semakin berkualitas.

Secara struktur pasar, aplikasi pasar persaingan sempurna yang terjadi pada periode 1 berubah menjadi pasar persaingan tidak sempurna (imperfect market competition) dengan bentuk yang paling banyak ditemui adalah struktur pasar persaingan monopolistik (dimisalkan terjadi pada periode 2). Perusahaan yang menghadapi struktur pasar persaingan monopolistic memiliki kesempatan efisiensi dan menumbuhkan output melalui praktek economies of scope pada periode transisi antara periode 1 dan periode 2. Peningkatan ragam produk yang disertai efisiensi akan meningkatkan surplus masyarakat (social surplus) sekaligus peningkatan penggunaan input (employment). Walaupun praktek pasar persaingan monopolistik memungkinkan munculnya dominasi satu atau beberapa perusahaan namun efek negatif praktek monopoli berupa welfare loss dapat dikendalikan melalui kebijakan persaingan, seperti di Indonesia mempunyai UU No 5 tahun 1999.Perubahan struktur pasar tersebut yang menjadi dasar bahwa praktek persaingan dewasa ini tidak menerapkan persaingan harga saja, namun menerapkan praktek kualitas persaingan yang diartikan sebagai usaha untuk memenangkan persaingan dengan menghasilkan produk lebih berkualitas, dan inovasi produk baru. Terhadap kondisi ini, pemikiran Schumpeter (1912) menjadi sangat relevan karena persaingan dinamik akan memunculkan produk baru hasil R&D dan perbaikan teknologi serta sekaligus akan menyingkirkan produk dan teknologi lama yang sudah tidak memiliki nilai tambah. Kualitas persaingan tersebut yang disertai oleh promosi penjualan akan mengakibatkan harga pasar keseimbangan sebagai hasil interaksi penawaran dan permintaan akan menjadi akan sulit ditentukan bahkan perusahaan dominan dapat mendikte permintaan karena memiliki kekuatan menguasai pasar (market power). Perusahaan melalui mekanisme persaingan dinamis akan bekerja efisien dan inovatif untuk menjamin keunggulan kualitas dan pertumbuhan margin (laba) sehingga perusahaan dan industri mampu tumbuh progresif di dalam jangka panjang yang selanjutnya memunculkan keunggulan bersaing (competitive advantage), yaitu kemampuan untuk menawarkan kualitas superior untuk tingkat harga yang sama, atau menawarkan kualitas yang sama pada tingkat harga lebih murah.

Pada gambar 2, output industry tumbuh dari Qc menjadi Q. Harga rata-rata pasar walaupun meningkat sebagai konsekuensi dari produk semakin berkualitas dan beragam, namun surplus konsumen bertambah. Penambahan surplus produsen lebih besar dibandingkan penambahan surplus konsumen sehingga dapat dimengerti bahwa laba perusahaan juga meningkat. Perusahaan X yang melakukan perbaikan kualitas dan diferensiasi produk yang menghadapi pasar persaingan monopolistik dapat sukses mencapai keunggulan bersaing sekaligus membukukan pertumbuhan laba karena hasil praktek efisiensi sehingga mampu menghasilkan output lebih banyak (q1) namun juga mampu menawarkan harganya dibawah harga rata-rata pasar (P < Pe). Gambar 2 Keunggulan Bersaing Perusahaan X pada Pasar Persaingan Monopolistik

Rp Rp

A

S=MC MC

Pe Pe E D

AC

B D MR Q q

Qc Q q1 q Pasar Suatu perusahaan

Pada pasar persaingan monopolistic akan menghasilkan kualitas persaingan yang akan menjadi rujukan penentuan strategi bersaing perusahaan untuk tumbuh di dalam jangka panjang. Perusahaan yang sukses bersaing di dalam jangka panjang dimungkinkan karena memiliki kemampuan untuk menciptakan, menemukan, dan melakukan inovasi terhadap produk termasuk perbaikan layanan ke konsumen. Hal ini yang mendorong perusahaan untuk memperhatikan dan mengimplementasikan aspek stratejik dari kegiatan inovasi berbasis R&D. Semakin banyak perusahaan melakukan proses dan kegiatan inovasi maka perusahaan dan industri akan mengalami pertumbuhan sekaligus daya saing. Efek makro yang ditimbulkan adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan.

Dampak sosial dari praktek persaingan adalah bekerjanya perusahaan atau penjual secara efisien sehingga menguntungkan masyarakat. Secara teoritis, jika terjadi praktek monopoli sehingga berpotensi menjadi tidak efisiens maka harus dicegah melalui regulasi. Praktek persaingan harus dijaga melalui regulasi dan kebijakan persaingan agar perusahaan yang tumbuh dan sukses dalam ekspansi tidak mengarah pada praktek monopoli. Esensi proses persaingan adalah keberlanjutan kreativitas sekaligus menghindarkan praktek pemupukan kekuatan penguasaan pasar (monopoli power) yang berlebihan sehingga memunculkan monopolis.Praktek persaingan dinamis akan menjamin pertumbuhan industry melalui perubahan struktur industri akibat perubahan output dan harga secara endogen dan simultan. Pertumbuhan industri adalah hasil dari interaksi tiga komponen yaitu teknologi, ukuran pasar dan strategi persaingan. Teknologi akan menentukan skala ekonomis (economies of scale), skop ekonomis (economies of scope), rasio biaya transaksi dan biaya produksi dalam rangka mencari struktur produksi yang paling efisien. Mengingat proses persaingan berjalan melalui creative destruction maka entry dari perusahaan potensial menjadi sulit dihalangi.

Pada industri apapun, teknologi yang digunakan akan mempengaruhi derajat economies of scale dan economies of scope. Kemunculan beberapa perusahaan dominan mengarah pada adanya hubungan praktek persaingan monopolistik dan contestable market. Secara makro, munculnya perusahaan dominan namun mampu bekerja dengan low cost menjadi penting karena memudahkan untuk meningkatkan output industri secara progresif seperti contoh perusahaan otomotif Jepang yang lebih efisien dibandingkan perusahaan Amerika sehinggi dinilai sukses pada saat meningkatkan penjualan di berbagai Negara dunia.

Tentang contestability, menurut Baumol, Panzar, and Willing (1982) dipraktekan dengan menghindarkan sunk cost dan menjadikan perusahaan mudah melakukan hit-and run entry, seperti dipraktekan oleh perusahaan baru yang masuk industri penerbangan di Indonesia saat ini yang melakukan leasing pesawat untuk menekan biaya total untuk tujuan penetapan harga bersaing dan jika perlu harga termurah. Strategi Contestable market diartikan sebagai suatu praktek persaingan melalui low cost yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang bersaing ketat satu sama lain sehingga harga yang terbentuk adalah harga bersaing (competitive price). Dari uraian diatas, praktek persaingan dinamis berpengaruh positif terhadap pertumbuhan daya saing perusahaan, industry, dan negara. Pertumbuhan dan pembangunan daya saing industri dijelaskan lebih rinci oleh Porter (1996) melalui model persaingan seperti pada Gambar 2. Ada 4 (empat) daya atau factor yang dapat dimiliki dan diakses untuk menentukan derajat persaingan antar perusahaah di suatu industry, yaitu konsumen, pemasok sumberdaya, calon pesaing potensial, dan produk substitusi. Pemanfaatan empat daya atau factor tersebut dan besarnya derajat persaingan antar pesaing akan mempengaruhi besaran laba yang diperoleh di dalam jangka pendek dan jangka panjang.Porter mengungkapkan faktor-faktor tersebut merujuk pada teori mikroekonomi yang menjelaskan faktor-faktor struktur pasar yaitu jumlah pembeli (konsumen), jumlah dan ukuran perusahaan atau penjual, sifat produk (identik atau terdeferensiasi), dan hambatan masuk atau keluar pasar yang merupakan ancaman dari calon perusahaan baru. Dalam teori mikroekonomi, struktur pasar diklasifikasikan menjadi apakah persaingan sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, atau monopoli. Dapat disimpulkan bahwa model five forces dari Porter dapat pula digunakan untuk menjelaskan struktur industri yang meliputi struktur pasar dan ketersediaan (akses) sumberdaya melalui pemasok. Selanjutnya, struktur pasar secara konseptual menentukan karakteristik permintaan dan ketersediaan sumberdaya menentukan karakteristik penawaran.

Gambar 1 Penentu Persaingan Suatu Industri

Tabel berikut menjelaskan indicator pengukuran setiap factor.NoFaktorPengertianIndikator pengukuran

1Ancaman dari calon perusahaan baru (new entrants)Calon perusahaan baru merupakan ancaman jika memiliki kapasitas, pangsa pasar, dan memiliki akses pada sumberdaya Ukuran asset perusahaan baru Efisiensi perusahaan baru

Penguasaan sumberdaya khususnya material, penolong dan capital

Akses pada jalur distribusi

2Posisi tawar konsumen atau pembeli (power of customers) Jumlah volume pembelian. Semakin besar volume pembelian maka kapasitas industri yang dibutuhkan semakin besar Sifat produk apakah standard atau sedikit berbeda

Elastisitas permintaan yang diukur dari besarnya proporsi pengeluaran konsumen (proporsi kuantitas yang dibeli dan besarnya biaya pembelian) untuk produk industri. Semakin kecil proporsi maka pembeli tidak akan sensitf terhadap perubahan harga

Tingkat kualitas produk industri

3Posisi tawar pemasok input (power of suppliers) Tingkat dominasi beberapa pemasok Posisi tawar pemasok (jumlah pemasok dibandingkan jumlah perusahaan pencari input)

Besarnya switching cost merespon keleluasaan memilih pemasok Sifat keterkaitan dan kemitraan pemasok dan industri pengguna input

4Produk substitusi (substitute products)Menunjukan trade-off harga dan kinerja produk Perbedaan harga antar produk yang dapat disubstitusikan Elastisitas substitusi yang juga dapat mendeskripsikan market power Perbedaan manfaat antar produk yang dapat disubstitusikan

5Keberadaan pesaingPersaingan yang dilakukan para pesaing berbentuk persaingan harga, introduksi produk dan iklan. Jumlah pesaing dan konsentrasi pasar Pertumbuhan industri Tingkat diferensiasi produk Tingkat switching cost Besarnya fixed cost untuk produksi

Tingkat utilitas kapasitas

Tingkat hambatan (barrier) keluar pasar Variasi strategi yang dilakukan pesaing

Sebagai penutup, praktek persaingan dinamik mutlak dibutuhkan oleh suatu perekonomian yang mengalami pertumbuhan daya beli atau perbesaran ukuran pasar karena praktek persaingan dinamik akan mendorong pertumbuhan output industri dan pertumbuhan daya saing industri. Praktek persaingan dinamik berbasis inovasi akan mendorong perusahaan dan industri bekerja lebih efisien saat meningkatkan jumlah output produksi dan memperbesar ukuran pasar. Efek makro keuntungan persaingan dinamik adalah peningkatan surplus social (konsumen plus produsen). Hasil penelitian Cuilenburd and Slaa (1995) menunjukan ada korelasi positif antara persaingan dan inovasi untuk industry telekomunikasi menggunakan data Negara-negara OECD. Untuk mempromosikan inovasi, tingkat perkembangan ekonomi suatu Negara menjadi mediasi penting, atau diartikan sebagai penjamin terjadinya persaingan dinamik. Di lain pihak, jika persaingan dipraktekan tidak dinamik karena tidak kondusifnya perekonomian suatu Negara atau dikatakan masih bersifat statik maka perusahaan akan mengalami inefisiensi sehingga mengalami penurunan daya saing relatif terhadap pesaing. Implikasinya bagi Negara yang mencatat perkembangan kondisi ekonomi maka secara teoritis akan kondusif untuk mendorong praktek efisiensi dinamis. Jikapun praktek efisiensi dinamis sulit diimplementasikan maka banyak perusahaan di suatu Negara akan mengalami penurunan daya saing maka industri tersebut akan kalah bersaing dengan industry dari Negara lain yang mempraktekan persaingan dinamik. Konsep pengukuran tingkat persaingan dari waktu ke waktu walaupun tidak akurat dilakukan namun ada beberapa pendekatan yang telah diaplikasikan.Pertama, ukuran CR4 (four largest firm ratio) dan ukuran HHI (Herfindahl and Hirschman Index). Ukuran ini dikembangkan atas rujukan bahwa persaingan pasar akan didominasi oleh beberapa perusahaan jika terjadi konsentrasi pada beberapa perusahaan yang memiliki kekuatan menguasai pasar. Perhitungan HHI menggunakan rumus:

(1)

Dimana MSi adalah pangsa pasar setiap perusahaan. Angka HHI maksimum adalah 10.000 (kuadrat dari 100). Angka HHI mendekati 10.000 mengindikasikan ada konsentrasi kekuatan pasar pada beberapa perusahaan, dan sebaliknya jika mendekati 1 mengindikasikan praktek persaingan yang ketat.

Pengukuran tingkat persaingan kedua adalah indeks efisiensi yang lebih aplikatif untuk mengukur persaingan dinamik, dengan rumus:

(2)

Dimana CIc,t adalah indek persaingan pasar produk c pada periode t, MSit adalah pangsa pasar perusahaan i periode t, RIt adalah tingkat perubahan pangsa pasar perusahaan i periode t dibandingkan periode t-1. Indikator pangsa pasar yang diukur menggunakan besaran omset atau revenue dapat diganti pula oleh besaran laba. Jika terjadi perubahan angka CIc,t mengindikasikan persaingan dinamik. Bagi regulator, signal persaingan dinamik dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan persaingan.Informasi mengenai tingkat persaingan (degree of competition) suatu industri tertentu berguna sebagai dasar keputusan conduct dan strategi bersaing perusahaan pada industri tersebut serta penetapan kebijakan oleh regulator. Test dapat dilakukan terhadap demand apakah sama atau berbeda dengan marginal revenue. Pada teori mikroekonomi, praktek persaingan sempurna ditandai oleh kondisi perusahaan yang menghadapi demand atau harga sama dengan marginal revenue. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka praktek persaingan dikenali sebagai persaingan tidak sempurna. Indikasi praktek persaingan juga dapat dikenali melalui deviasi harga terhadap MC yang mengindikasikan adanya market power. Praktek persaingan akan membuat market power menjadi terbatas (limited market power). Ukuran lain adalah selisih P dan C.Daya saing indonesia, world bankReferensi

Baumol, W.J., Panzar, J.C., and Willing, R.D. 1982. Contestable markets and the theory of industry structure. San Diego: Harcourt Brace-Javanovich.

Cuilenburg, J,V., and Slaa, P. 1995. Competition and innovation in telecommunications an empirical analysis of innovative telecommunication in the public interest. Telecomunications policy, Vol. 19.

Demsetz,H. 1973. Industry structure, market rivalry, and public policy. Journal of law and economics, Vol 16.

Porter, M.E. 1996. On competition. Harvard business school.

Mc Nulty, P. 1968. Economic theory and the meaning of competition. Quarterly Journal of Economics 82: 639-656.

Shepherd, W.G. 1997. The Economics of Industrial Organization, 4th Edition, Prentice Hall.Schumpeter, J. A. 1912. The theory of economic development. Cambridge, Mass: Harvard University Press.Stigler, G.J. 1957. Perfect competition, historically contemplated. Journal of Political Economy 65: 1-17.

9

_1282917893.unknown

_1282918304.unknown