Pernikahan Dini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu kesehatan masyarakat

Citation preview

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pernikahan Dini

Perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, (Jamali. A, 2006).

Menurut Puspitasari dalam Jamali. A (2006) perkawinan adalah suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita, hidup bersama dalam rumah tangga, melanjutkan keturunan menurut ketentuan hukum syariat islam.

Ada banyak pengertian pernikahan dini, disini akan menyebutkan dua diantaranya. Yang pertama yaitu menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan. Beliau mengatakan pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative. Sedangkan Al-Quran mengistilahkan ikatan pernikahan dengan mistaqan ghalizhan , artinya perjanjian kokoh atau agung yang diikat dengan sumpah, (Luthfiyah, 2008).Menurut Peraturan menteri Agama No.11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah bab IV pasal 7 menyatakan bahwa syarat pernikahan dini adalah Apabila seorang calon mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat izin tertulis kedua orang tua.Sedangkan menurut Dlori (2005) mengemukakan bahwa : pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini bisa dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang. Jika dilihat dari sudut pandang Islam bahwa dalam Islam telah diberi keluasan bagi siapa saja yang sudah memiliki kemampuan untuk segera menikah dan tidak mundur untuk melakukan pernikahan bagi mereka yang sudah mampu bagaimana yang akan dapat menghantarkannya kepada perbuatan haram (dosa) karena selain itu Rasulullah telah memberikan panduan bagi laki-laki kapan saja untuk mencari pasangan yang memiliki potensi kesuburan untuk memiliki keturunan ,(shaheed,2007).2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini

Menurut Alfiyah (2010), ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai dilingkungan masyarakat kita yaitu :

2.2.1 Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena adanya keluarga yang hidup digaris kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.2.2.2 Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.2.2.3 Faktor Orang Tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

2.2.4 Media Massa

Gencarnya expose seks dimedia massa menyebabkan remaja modern kian permisif terhadap seks.

2.2.5 Faktor Adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.

2.2.6 Keluarga Cerai ( Broken Home )

Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena berbagai alasan, misalnya: tekanan ekonomi, untuk meringankan beban orang tua tunggal, membantu orang tua, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup.

Menurut Puspitasari dalam Jaya dinigrat A (2006) sebab-sebab utama dari perkawinan usia dini adalah :

2.2.1 Keinginan untuk segera mendaptkan tambahan anggota keluarga.

2.2.2 Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.

2.2.3 Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari keturunan adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Puspitasari dalam suryono (1992) disebabkan oleh:

2.2.1 Masalah ekonomi keluarga.

2.2.2 Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya).

Adapun menurut shappiro, 2000 hal-hal yang mempengaruhi perkawinan usia muda antara lain:

2.2.1 Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah perkawinan

2.2.2 Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.

2.2.3 Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi, sehingga pelariannya adalah kawin.2.3. Skema faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan dini

Gambar 1. Skema faktor-faktor penyebab pernikahan dini

2.4. Akibat/Dampak Pernikahan Dini

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Ahmad, 1996) resiko diartikan sebagai bahaya/kerugian/kerusakan. Sedangkan pernikahan diartikan sebagai suatu perkawinan, sementara dini yaitu awal/muda. Jadi perkawinan dini merupakan perkawinan yang dilakukan pada usia yang masih muda yang dapt merugikan (Anonymous, 2013).

Dlori (2005) mengemukakan bahwa pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena demikian inilah maka pernikahan dini dapat dikatakan sebagai pernikahan yang terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang. Nikah usia dini pada wanita tidak hanya menimbulkan persoalan hukum, melanggar undang-undang tentang pernikahan, perlindungan anak dan Hak Asasi Manusia, tapi juga menimbulkan persoalan bisa menjadi peristiwa traumatik yang akan menghantui seumur hidup dan timbulnya persoalan resiko terjadinya penyakit pada wanita serta resiko tinggi berbahaya saat melahirkan, baik pada si ibu maupun pada anak yang dilahirkan. Resiko penyakit akibat nukah usia dini beresiko tinggi terjadinya panyakit kanker leher rahim, neoritis depesi, dan konflik yang berujung perceraian ,(kawakib, 2009).

Menurut Lenteraim (2010) pernikahan dini memiliki beberapa dampak sebagai berikut :2.4.1 Kesehatan Perempuan

2.4.1.1 Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri

2.4.1.2 Resiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi

2.4.1.3 Beresiko pada kematian usia dini

2.4.1.4 Meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI), ingat 4T2.4.1.5 Study epidemiologi kanker serviks: resiko meningkat lebih dari 10x bila jumlah mitra seks 6/lebih atau bila berhubungan seks pertama dibawah usia 15 tahun2.4.1.6 Semakin muda wanita memiliki anak pertama, semakin rentang terkena kanker serviks

2.4.1.7 Resiko terkena penyakit menular seksua2.4.2 Kualitas Anak

2.4.2.1 Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan nutrisi yang harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri 2.4.2.2 Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun rata-rata lebih kecil dan bayi dengan BBR memiliki kemungkinan 5-30x lebih tinggi untuk meninggal

2.4.3 Keharmonisan Keluarga dan Perceraian

2.4.3.1 Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian

2.4.3.2 Ego remaja yang masih tinggi

2.4.3.3 Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah

2.4.3.4 Perselingkuhan

2.4.3.5 Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua

2.4.3.6 Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional2.4.3.7 Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi

Tanpa kita sadari menurut Hidayat (2010) banyak dampak dari pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, ada pula yang berdampak bagi psikis dan kehidupan remaja yaitu seperti :2.4.1 Kanker leher rahim

Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang akan menjadi kanker. Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner. Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut metaplasia. Kalau ada HPV menempel, perubahan menyimpang menjadi dysplasia yang merupakan awak dari kanker. pada usia lebih tua, diatas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal, serta pendarahan setelah senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.2.4.2 Neuritis depresiDepresi berat atau neuritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil,si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya. Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi dari pada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 %. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan. Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena kecelakaan, kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.2.4.3 Konflik yang berujung perceraian

Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya dia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, dia mencoba bertanggung jawab atas hasil perubahan yang dilakukan bersama pacaranya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan? Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja? Pernikahan dini atau menikah dalam usia muda, memiliki dua dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang punggungnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayaka proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dibilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologis, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini biasanya mulai timbul tradisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan dibawah umur 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri hatus melayani suami dan suami tidak bisa kemana-mana karena harus bekerja untuk belajar bertanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian dan pisah rumah.2.4.4 Resiko kehamilan usia dini

Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2005 usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun atau kurang dari usia tersebut adalh beresiko. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologi dan kesiapan soial/ekonomi. Secara umum, seorang perempuan dikatakan siap secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa di jadikan pedoman kesiapan fisik. Penyulit pada kehamilan pada remaja, lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara umur 20 sampai 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu mampu perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya keguguran, persalinan prematur, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan kelainan bawaan dan mudah terjadi infeksi (Manuaba,1998)

2.4.5 Resiko Persalinan Usia Dini

Melahirkan terutama kelahiran bayi pertama mengandung resiko kesehatan bagi semua wanita. Bagi seorang wanita yang kurang dari usia 17 tahun yang belum mencapai kematangan fisik, resikonya semakin tinggi. Remaja usia muda, terutama mereka yang belum 15 tahun lebih besar kemungkinannya mengalami kelahiran secara prematur (prematur labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat dari wanita yang lebih tua berusia 20 tahun ke atas. Lagi pula bayi

mereka lebih besar kemungkinan lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun dari pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa ,(Manuaba,1998).

2.5. Upaya Mencegah Pernikahan DiniUpaya preventif ahli kesehatan masyarakat dalam masalah pernikahan dini dapat menggunakan teori perubahan perilaku dari Green (1999), yaitu dipengaruhi oleh 3 faktor (predisposing, enabling, dan reinforcing factor).2.5.1 Predisposing FactorAdanya faktor yang menginisisaasi terjadinya pernikahan dini pada remaja. Faktor ini antara lain adalah faktor nilai dan norma yang berkembang di masyarakat sekitar tempat tinggal remaja. Mereka beranggapan bahwa jika seorang anak tidak segera menikah maka akan timbul julukan perawan tua. Hal inilah yang memicu terjadinya pernikahan dini pada remaja.Sebagai ahli kesehatan masyarakat kita harus mampumengadakan upaya preventif dengan cara memberdayakan remaja akan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan remaja sehingga produktivitas remaja meningkat. Selain meningkatkan ilmu pengetahuan para remaja dengan adanya pemahaman remaja tentang pentingnya pendidikan maka akan membentuk pola pemikiran remaja untuk menunda usia pernikahan karena ia sedang menuntut pendidikan, sehingga masalah pernikahan dini beserta dampak negatifnya berkurang.

2.5.2 Enabling FactorMerupakan faktor pendorong terjadinya perilaku. Pendorong terjadinya pernikahan dini pada remaja antara lain persepsi keluarga bahwa dengan menikahkan anaknya, maka dapat meringankan beban ekonomi keluarga.

Oleh karena itu, sebagai ahli kesehatan masyarakat, hendaknya bisa :

2.5.2.1 Bekerjasama dengan perangkat desa atau kelurahan agar lebih teliti dalam mengeluarkan surat keterangan umur untuk persyaratan pernikahan bagi warganya sehingga tidak ada yang memanipulasi umur pernikahan sehingga lolos dalam persyaratan pernikahan. 2.5.2.2 Adanya acara yang bermanfaat bagi remaja. Dapat dilakukan dengan meningkatkan keikutsertaan remaja dalam ekstrakurikuler di sekolah dan di karang taruna desa.2.5.2.3 Adanya fasilitasn bimbingan dan konseling remaja di sekolahnya agar mendukung remaja untuk memperoleh informasi informasi mengenai tahap perkembangan remaja pada umumnya.2.5.2.4 Adanya program wajib belajar 12 tahun.

2.5.2.5 Bekerjasama dengan KUA agar lebih ketat mengeluarkan persyaratan menikah

2.5.3 Reinforcing Factor 2.5.3.1 memberikan pemahaman pada keluarga tentang masa pertumbuhan dan perkembangan, serta tugas perkembangan yang seharusnya dipenuhi oleh remaja pada umumnya.

2.5.3.2 Bekerjasama dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam memberikan pemahaman kepada remaja dan keluarga mengenai dampak negative pernikahan dini dan menjadikan tokoh masyarakat sebagai panutan untuk tidak melakukan pernikahan dini.2.6. Peran Ahli Kesehatan Masyarakat dalam Upaya Edukasi Sebagai ahli kesehatan masyarakat, dapat memberikan upaya edukasi pada masyarakat mengenai dampak negatif pernikahan dini, meliputi :

2.6.1 Memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi mengenai kanker serviks2.6.2 Memberikan edukasi tentang undang undang perkawinan2.6.3 Mengadakan lomba karya ilmiah remaja tentang pernikahan dini dan dampaknya

2.6.4 Membuka konseling mengenai masalah remaja di instansi pendidikan termasuk dalam layanan BK

2.6.5 Memberikan pendidikan kepada ibu-ibu PKK tentang pernikahan dini dan dampaknya sehingga dapat diterapkan di keluarganya.2.7. Perlunya Dilakukan Surveilans Atau Screening

Berdasarkan uraian di atas, menurut kelompok kami perlu dilakukan surveilan mengenai masalah pernikahan dini. Sebelumnya berkaitan tentang surveilans, yaitu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit dan masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang memperbesar resikonya melalui proses pengumpulan data, pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien. Surveilans yang dimaksud disini khususnya adalah surveilans epidemiologi. Surveilans epidemiologi memiliki banyak ruang lingkup, diantaranya : penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan, masalah kesehatan, kesehatan matra, kesehatan kerja, dan kecelakaan kerja. Menurut kelompok kami, masalah pernikahan dini termasuk di dalam surveilans perilaku kesehatan, berdasarkan data RISKESDAS tahun 2010 yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk Negara dengan presentasi pernikahan usia muda ranking 37 di dunia Perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun (11,7 % P : 1,6 %L). diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun -lebih dari 56,2 persen sudah menikah. (BKKBN,2010) , Sehingga perlu dilakukan surveilans untuk memantau kasus pernikahan dan dapat digunakan untuk dasar pembuat kebijakan. Selain itu, akibat dari pernikahan dini salah satunya yaitu kanker leher rahim dikarenakan organ reproduksi belum matang. Di Indonesia angka kematian ibu dan anak dan angka kematian akibat penyakit reproduksi masih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan surveilans yang mampu memberikan dukungan upaya program terkait dengan kesehatan ibu, anak dan penyakit organi reproduksi dalam daerah kerja Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional.BAB 3

KASUS3.1 Kasus pernikahan dini di Kulon Progo, Yogyakarta

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu Kabupaten yang ada di DIY. Menurut data yang ada di Kabupaten Kulon Progo, kasus pernikahan usia dini sejak tahun 2006 hingga akhir 2012 terjadi pasang surut dan sempat meledak di tahun 2008. Berdasarkan laporan dari Kantor Kemenag Kabupaten Kulon Progo, bila sepanjang tahun 2006 hanya terjadi 19 kasus, di tahun 2007 naik menjadi 41 kasus dan di tahun 2008 membengkak hingga 68 kasus. Selanjutnya di tahun 2009 sedikit turun menjadi 54 kasus dan tahun 2010 turun lagi menjadi 36 kasus. Kemudian tahun 2011 naik lagi menjadi 37 kasus dan tahun 2012 turun menjadi 29 kasus.

Ukuran usia yang dijadikan patokan sebagai pernikahan usia dini adalah UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 di mana seorang laki-laki diperbolehkan menikah pada usia 19 tahun ke atas dan perempuan dan perempuan pada usia 16 tahun ke atas. Fluktuasi kasus pernikahan usia dini ini perlu diwaspadai, karena tampaknya ada kaitan antara jumlah kasus pernikahan usia dini dengan besarnya persentase calon pengantin (catin) hamil. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, bila di tahun 2006 kasus catin hamil baru 9,9% maka di tahun 2007 kasusnya naik menjadi 13,32% dan tahun 2008 turun menjadi 10,24%. Namun di tahun 2009 naik lagi menjadi 11,20% dan tahun 2010 menjadi 11,66%. Pada tahun 2011 kasusnya masih mengalami kenaikan menjadi 11,78% dan baru akhir tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 8,18%. Dalam kurun waktu 3 tahun di Kulonprogo terjadi peningkatan permintaan dispensasi pernikahan disebabkan banyak remaja berusia 12 15 tahun yang telah hamil akibat berhubungan seksual sebelum menikah, selama tahun 2011, paling tidak ada 70 kasus permintaan dispensasi karena remaja yang telah hamil.

Sebenarnya beberapa SKPD telah mempunyai program untuk Kesehatan Reproduksi Remaja seperti BPMPDP dan KB yang mempunyai program PIK R dari data yang ada, hingga akhir 2012 jumlah kelompok PIK Remaja baru mencapai 40 kelompok yang terdiri dari 22 PIK Remaja Jalur Sekolah dan 18 jalur non sekolah dan tersebar di 12 kecamatan se Kabupaten Kulon Progo. Pelaksanaan program tersebut belum mampu menjawab akan kebutuhan informasi kesehatan reproduksi dimasyarakat. Permasalahan seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) seakan menjadi berita yang selalu muncul dalam perbincangan masyarakat. Apalagi ditambah dengan belum berperannya lembaga pemerintah di dalam pemenuhan hak untuk masyarakat.

Kata tabu untuk isu kesehatan reproduksi seakan masih menjadi sejata utama di masyarakat untuk menjauhi informasi mengenai kesehatan reproduksi. Padahal sebenarnya remaja dan masyarakat faktanya membutuhkan informasi tersebut. Ada sebuah kontribusi terhadap penurunan angka pernikahan dini seandainya pemenuhan pendidikan kesehatan dan reproduksi ini diberikan.

3.2 Analisa kasus pernikahan dini di Kulon Progo, YogyakartaMenurut paparan kasus tersebut, maka pengingkatan kasus pernikahan dini pada remaja adalah dikarenakan oleh calon penganrin yang hamil sebelum dilakukan pernikahan yang sah. Kejadian ini terjadi pada remaja umur 12 15 tahun dan mengingkatkan dispensasi untuk mengadakan pernikahan di bawah umur yang telah ditentukan. Dari kejadian terebut, maka sangat dibuthkan penyebaran informasi dampak kehamilan tidak diinginkan akibat pernikahan dini. Pemerintah juga telah membentuk berbagai metode yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi tersebut pada remaja, diantaranya melalui kegiatan PIK Remaja. Namun ternyata usaha ini belum juga meningkatkan penhetahuan remaja tentang dampak negatif pernikahan dini. Maka dari itu, dibutuhkan penyebaran informasi yang lebih intensif pada remaja dan keluarganya tentang pernikahan dini dan kesehatan reproduksi untuk mengurangi ketabuan masyarakat tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh pernikahan dini beserta dampak negatif pada kesehatan reproduksinya.

BAB 4

PENUTUP4.1 Kesimpulan

Pernikahan dini merupakan sebuah perkawinan dibawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pernikahan dini, yaitu terdapat faktor internal dan eksternal. Faktor internal : ekonomi, pendidikan, faktor orang tua, broken home. Dan faktor eksternal yaitu, media massa, adat.

Dampak dari pernikahan dini sangat kompleks, dapat mempengaruhi kesehatan perempuan dikarenakan usia yang masih belum cukup, kualitas bayi yang dilahirkan tidak sesempurna misalnya bayi lahir dengan berat badan rendah,bahkan dapat memicu kematian bayi dan ibu. keharmonisan keluarga dan berdampak perceraian dikarenakan ego dari masing-masing pasangan masih labil dan belum dewasa sepenuhnya. Penyakit fisik yang dapat ditimbulkan dari pernikahan dini yaitu kanker leher rahim dikarenakan organ reproduksi yang belum matang. Organ reproduksi akan matang jika wanita telah berusia minimal 20 tahun dan neuritris deresi. Upaya preventif ditujukan kepada faktor-faktor yang beresiko yaitu para remaja yang dapat dilakukan dengan memperkuat penegakkan hukum sehingga remaja yang ingin melakukan pernikahan dini dapat berpikir dua kali, mensosialisasikan Undang-Undang terkait pernikahan anak di bawah umur, serta sanksi-sanksi yang diberikan.

Upaya edukasi ditujuan kepada sasaran yaitu remaja, dan dapat ditujuan kepada orang tua. Disini peran orangtua juga sangat penting. Penyuluhan tentang dampak dari pernikahan dini tidak hanya diberikan kepada sasaran utama remaja, tetapi juga harus diberikan kepada orangtua, guru di sekolah. Karena tanpa orangtua juga paham atau mengerti tentang dampak yang diakibatkan dar pernikahan dini hasilnya tidak akan maksimal. Setelah orangtua sadar dan mengerti sebaiknya menunggu usia anak cukup untuk menikah akan dapat mengontrol anak jika anak menginginkan menikah di usia muda. Begitu juga penyuluhan pada guru sekolah(SD dan SMP), guru akan dapat memberikan wawasan kepada anak didiknya mengenai dampak yang diakibatkan dari ernikahan dini, dan guru dapat memotivasi anak didik untuk lebih fokus kepada pendidikan mereka terlebiha dahulu untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

4.2 Saran Sebagau ahli kesehatan masyarakat, hendaknya dapat melakukan upaya preventif untuk pencegah terjadinya atau berkembangnya kasus pernikahan dini pada remaja. Karena masa masa pertumbuhan baik fisik maupun psikologis pada masa remaja sangat menentukan akan bagaimana remaja ersebut menjalani hidupnya di masa mendatang. Upaya ini tidak akan berhasil jika tidak diimbangi atau dibantu oleh berbagai pihak terkait se[erti instansi pendidikan dimana remaja tersebut bersekolah, keluar, dan masyarakat sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku remaja tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bila ahli kesehatan masyarakat dapat melakukan upaya kerjasama untuk melakukan upaya upaya tersebut.DAFTAR PUSTAKA

Ahmad dan Santoso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1996.

Ahmad, Pencegahan Pernikahan Usia Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.)

2010 di akses pada tanggal 3 Desember 2014.

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2009

Alfyah, Sebab-sebab Pernikahan Dini, Jakarta, EGC, 2010

Alfiyah, Pernikahan Dini, (http//alfiyah23.student.umm.ac.id.) 2010 di akses pada

tanggal 3 Desember 2014.BKKBN. Policy Brief Pusat penelitian dan Pengembangaan Kependudukan, Perkawinan Muda di Kalangan Perempuan. 2011. Diakses pada 13 Desember 2014.BKKBN, Kesiapan Kehamilan, (http://www.BKKBN.co.id), Hindari Kawin

Muda Agar Hidup Bahagia, 2005, di akses pada tanggal 3 Desember 2014.

Burhani,R,BKKBN : Nikah Usia Muda Penyebab Kanker Serviks.

(http://www.antaranews.com), 2009, di akses pada tanggal 3 Desember 2014.Depkes RI, Resiko Pada Kehamilan Usia Dini, Dirjen Bina Kepustakaan

Masyarakat, 2005

Dlori, Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan, Media Abadi, 2005

Glasier A, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial, Jakarta, EGC, 2006

Jamali A, Undang-undang Pernikahan, Jakarta, 2008

Lenteraim, Pernikahan Usia Muda. (http://lenteraim.com), 2010 di akses pada

tanggal 3 Desember 2014.

Luthfiyah, D. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 Tahun), 2008

(http://nyna0626.com) di akses pada tanggal 3 Desember 2014.

Manuaba, Resiko Kehamilan Pada Usia Dini, Jakarta, 1998

Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin. Obstetri Ginekologi

dan Keluarga Berencana, Editor. Lia Astika Sari, EGC, Jakarta, 2001

Notoatmodjo, S. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Selemba Medika, Jakarta, 2003

Puspitasari, Reproduksi Sehat, Jakarta, EGC, 2006Shappiro, Frank. Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia. Cetakan Ke1.

Jakarta. Restu Agung. 2000.

http://pkbikulonprogo.wordpress.com/2013/12/19/kasus-pernikahan-dini-kulon-progo/diakses tanggal 4 Desember 2014.26