Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERLINDUNGAN PRAKTIK KEPERAWATAN DALAM MEWUJUDKAN
KEPASTIAN HUKUM DALAM MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN
PASIEN
Gilang Dwi Diantama1
Magister Ilmu Hukum, Universitas Wisnuwardhana Malang
Abstrak :
Dalam undang-undang yang dimaksud Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada
individu, kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Sedangkan Perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Di Indonesia
sekitar 60% tenaga kesehatan merupakan perawat. Banyaknya jumlah perawat di Indonesia ini turut
mempengaruhi layanan kesehatan masyarakat, dan ini diperhatikan dalam undang-undang. Perawat
sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan selain itu perawat perlu mempraktikan ilmunya
secara otonom sehingga ada kejelasan atas kewenangan dan batas tangung jawab dalam melakukan
pelayanan kesehatan, undang-undang keperawatan yang telah disahkan oleh pemerintah dapat
memberi kepastian dan jaminan hukum bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam
melaksanakan pelayanan keperawatan, selain juga dapat menjadi kepastian dan jaminan hukum bagi
pasien (masyarakat) yang akan memanfaatkan pelayanan keperawatan. Dengan adanya undang-
undang ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, dan mutu pelayanan keperawatan, serta
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang merujuk kepada Standar Praktik
Keperawatan. Pelaksanaan Standar Praktik Keperawatan yang dilaksanakan dan dipatuhi seperti yang
diatur dalam Undang-undang Keperawatan memberikan kepastian hukum bagi perawat maupun
pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan yang prima sehingga dapat terjadi peningkatan
derajat kesehatan.
Kata Kunci : Keperawatan, Kepastian Hukum, Peningkatan derajat Kesehatan
Abstract :
In the legislation referred to nursing is an orphanage activity to individuals, groups, or
communities, both in a sick and healthy state. While the nurse is a person who has graduated higher
education nursing, both in and outside the country recognized by the Government in accordance with
the provisions of the legislation. In Indonesia about 60% of health workers are nurses. The number of
Indonesian nurses also affects public health services, and this is noted in the law. Nurses strongly
affect the quality of health services other than that nurses need to practice their knowledge
autonomously so that there is clarity on the authority and boundaries of responsibility in conducting
health services, the law of nursing that has been Authorized by the Government can provide assurance
and legal guarantees for health workers, especially nurses in the performance of nursing services, but
also can be a certainty and a guarantee of the law for patients (people) who will utilize Nursing
Service. With this legislation expected to improve accessibility, and quality of nursing services, and
can increase the degree of public health that refers to the standard of nursing practice. Implementation
of the standards of nursing practice implemented and complied as stipulated in the Nursing law
provides legal certainty for nurses and patients in obtaining excellent nursing services so that it can
occur Increased degrees of health.
Keywords: Nursing, legal certainty, improving the degree of health
1 Alamat Korespondensi : [email protected]
A. Pendahuluan
Kesehatan sebagai hak asasi ma
nusia yang diakui secara
konstitusional dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 seba gai hak warga
negara dan tanggung ja wab negara.
Pelayanan kesehatan meru pakan hal
yang penting yang harus di jaga dan
ditingkatkan kualitasnya sesu ai
standar pelayanan yang berlaku agar
masyarakat dapat merasakan kualitas
layanan dan hak-haknya dapat terpenu
hi.
Dalam Undang-undang Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan me
nyebutkan; “Untuk mewujudkan dera
jat kesehatan yang setinggi-tingginya,
diselenggarakan upaya kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
upaya kesehatan perseorangan dan upa
ya kesehatan masyarakat. Upaya kese
hatan tersebut diselenggarakan dalam
bentuk kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabi
litatif yang dilaksanakan secara terpa
du, menyeluruh, dan berkesinambung
an”.2 Perundang-undangan yang me
ngatur sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia adalah dasar operasional
atau landasan bagi pemerintah dalam
memberikan pelayanan keseahatan
kepada masyarakat. Profesi keperawa
tan merupakan aspek penting dalam
pembangunan kesehatan. Profesi Pera
wat merupakan salah satu tenaga kese
hatan yang diatur dalam Peraturan Pe
merintah Nomor 32 Tahun 1996 ten
tang Tenaga Kesehatan dan diperjelas
pula dengan tercitnya Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Kepera
watan.
2 Penjelasan Undang-Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Dalam lingkup pelayanan
keseha tan, profesi perawat merupakan
tenaga kesehatan terbesar yang dalam
melaksa nakan pelayanan keperawatan
selalu berhadapan langsung dengan
pasien dan tenaga kesehatan / profesi
lainnya. Sudah semestinya yang
menjadi perha tian ialah di dalam
menjalankan tugas nya cukup sering
profesi perawat ber singgungan
dengan masalah hukum, se perti
gugatan malpraktek sebagai aki bat
dari kesalahan dan kelalaian yang
dilakukannya, ataupun bila harapan pa
sien terhadap perawat tidak sesuai de
ngan kenyataan. Terlebih lagi tenaga
keperawatan bukanlah sekedar profesi
yang pasif di belakang meja.
Menurut Sri Praptiningsih per
awat dalam profesinya sebagai salah
satu tenaga kesehatan menjalankan
tiga (3) fungsi pelayanan yaitu:3
“1. Fungsi independen atau fungsi
mandiri, adalah those activities that
are considered to be within nursing’s
scope of diagnosis and treatment
(tindakan-tindakan yang menjadi kewe
nangan/lingkup keperawatan yang
meli puti diagnosis dan tindakan
kepera watan). Dalam fungsi ini
tindakan keperawatan tidak
membutuhkan ad vise atau permintaan
dari dokter dan profesi lainnya.
2. Fungsi interdependen, adalah
carried out in conjuction with other
health team members, (tindakan yang
bersifat kolaboratif dengan tenaga
kesehatan lain), berupa pemberian
pelayanan keperawatan yang diberikan
bersama tenaga kesehatan lain. Kewe
nangan yang dimiliki dalam menja
3 Sri Praptiningsih. Kedudukan
Hukum Perawat dalam Upaya Pela
yanan Kesehatan di Rumah Sakit. PT.
Rajagrafindo Persada , Jakarta, 2006,
hlm 126.
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 57
lankan fungsi ini disebut sebagai
kewenangan delegasi karena diperoleh
dengan adanya pendelegasian tugas
dari anggota tim kesehatan lainnya.
3. Fungsi dependen yang berdasarkan
advis dan/atau permintaan profesi lain
berupa tindakan perawat untuk
membantu profesi lain melaksanakan
tindakan – tindakan tertentu.4 “
Undang-undang No. 38 tahun
2014 tentang Keperawatan pada pasal
28 - 35 yang mengatur standar Praktik
Profesi Keperawatan. Diatur bahwa
wewenang perawat adalah melakukan
asuhan keperawatan, upaya promotif
(peningkatan kesehatan), preventif
(pen cegahan penyakit), rehabilitative
(pe mulihan) dan pemberdayaan
masyara kat dan pelaksanaan tindakan
kepera watan.
Berdasarkan ketentuan tersebut
dalam memberikan pelayanan serta
penyelenggaraan praktik keperawatan
diatur dalam Undang-undang Nomor.
38 tahun 2014 tentang Keperawatan
pada pasal 28-35 tentang Praktik
Profesi Keperawatan. Serta dalam UU
No. 38 tahun 2014 tentang Kepera
watan pada pasal 19-25 tentang Izin
Praktik Keperawatan.
Pasien adalah orang yang
memili ki kelemahan fisik atau
mentalnya menyerahkan pengawasan
dan perawa tannya, menerima dan
mengikuti pe ngobatan yang
ditetapkan oleh tenaga kesehatan atau
para medis yang di obati dirumah
sakit.
Menurut Pasal 1 ayat (4) Un
dang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, menyatakan:
“Pasien adalah setiap orang yang
mela kukan konsultasi masalah
kesehatan nya untuk memperoleh
pelayanan kese hatan yang diperlukan,
baik secara lang sung maupun tidak
langsung di Rumah Sakit”.5
Perawat dalam melaksanakan
pela yanan kesehatan berperan sebagai
penyelenggara Praktik Keperawatan,
pemberi Asuhan Keperawatan, penyu
luh dan konselor bagi Klien (dalam
hal ini Pasien), pengelola Pelayanan
Kepe rawatan, dan peneliti
Keperawatan. Pe layanan
Keperawatan yang diberikan oleh
Perawat didasarkan pada penge tahuan
dan kompetensi di bidang ilmu
keperawatan yang dikembangkan sesu
ai dengan kebutuhan Klien, perkem
bangan ilmu pengetahuan, dan
tuntutan globalisasi. Pelayanan
kesehatan terse but termasuk
Pelayanan Keperawatan yang
dilakukan secara bertanggung jawab,
akuntabel, bermutu, dan aman oleh
Perawat yang telah mendapatkan
registrasi dan izin praktik. Praktik
keperawatan sebagai wujud nyata dari
Pelayanan Keperawatan dilaksanakan
secara mandiri dengan berdasarkan pe
limpahan wewenang, penugasan
dalam keadaan keterbatasan tertentu,
penu gasan dalam keadaan darurat,
ataupun kolaborasi.6
B. Pembahasan
1. Perlindungan Praktik
Keperawa tan dalam
mewujudkan Kepasti an
Hukum Untuk Meningkat kan
Derajat Kesehatan Pasien
Secara yuridis Undang-undang
Keperawatan dtujukan untuk hak asasi
manusia akan butuhan kesehatan yang
5Lihat pada Pasal 1 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. 6Penjelasan Umum Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Kepera watan, hlm 4.
58 MAKSIGAMA :Volume 12 Nomor 1 periode Mei 2018 Hal. 56-67
diakui secara konstitusional dalam
UUD Negara Republik Indonesia Ta
hun 1945 sebagai hak warga negara
dan tanggung jawab negara. Hak asasi
bidang kesehatan ini harus
diwujudkan melalui pembangunan di
bidang kese hatan dalam hal fasilitas,
sumberdaya manusia hingga produk
hokum yang di keluarkan pemerintah
diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan perorang an, keluarga,
masyarakat, dan semua profesi dalam
lingkup kesehatan. Dia tur pula
peraturan hukum yang secara khusus
Undang-undang Nomor 38 Ta hun
2014 tentang Keperawatan, Un dang-
undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan, Permenkes Nomor
HK. 02.02/Menkes/148/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Prak tik
Perawat jo Permenkes Nomor 17 ta
hun 2013 tentang Perubahan atas, Un
dang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Undang-undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit untuk pelayanan keperawatan da
lam pelaksanaan standar praktik
kepera watan.
Penyelenggaraan pelayanan kese
hatan diwujudkan melalui pemberian
layanan kesehatan yang didukung oleh
sumber daya kesehatan, baik tenaga
profesi kesehatan maupun tenaga non-
kesehatan. Perawat dalam melaksana
kan pelayanan kesehatan berperan
seba gai pelaksana atau penyelenggara
Prak tik Keperawatan, pemberi
ASKEP (Asuhan Keperawatan),
penyuluh dan konselor bagi pasien,
Pelayanan Kepe rawatan yang
diberikan oleh Perawat didasarkan
pada keilmuan dan kom petensi di
bidang keperawatan yang
dikembangkan sesuai dengan kebutu
han Klien, perkembangan ilmu
pengeta huan, dan Pelayanan
kesehatan terse but termasuk
Pelayanan Keperawatan yang
dilakukan secara bertanggung ja wab,
bermutu, dan aman oleh Perawat yang
telah mendapatkan STR (Surat Tanda
Registrasi) dan SIP (Surat Izin
Praktik). Praktik keperawatan sebagai
wujud nyata dari layanan Asuhan
Keperawatan dilaksanakan secara man
diri dan juga dapat dilakukan berdasar
kan pelimpahan wewenang,
penugasan dalam keadaan darurat,
ataupun kola borasi antar lintas profesi
dalam ling kup kesehatan. Untuk
menjamin pelin dungan terhadap
pasien atau masya rakat sebagai
penerima Pelayanan Asu han
Keperawatan dan untuk menjamin
pelindungan terhadap Perawat sebagai
pelaksana dalam pemberian layanan
asuhan keperawatan, diperlukan regu
lasi sebagai paying hokum mengenai
keperawatan secara komprehensif
yang diatur dalam undang-undang.
Selain sebagai kebutuhan
perlindungan dan kepastian hukum
bagi perawat, pera turan ini juga
ditujukan sebagai peme nuhan
kebutuhan Perawat dalam ling kup
dunia, sehingga sistem keperawa tan
Indonesia dapat dikenal oleh Negara
luar dan kondisi ini sekaligus dapat
mengangkat citra dan harkat martabat
bangsa Indonesia di bidang kesehatan.
Berdasarkan itu, maka dibentuk
undang-undang tentang keperawatan
untuk memberikan kepastian hukum
dan pelindungan hukum serta untuk
menata dan melengkapi berbagai pe
rangkat hukum yang mengatur penye
lenggaraan Praktik Keperawatan yng
bermutu, dan aman sesuai dengan per
kembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada Undang-Undang ini
dibahas juga pengaturan mengenai je
nis perawat, pendidikan tinggi kepera
watan,STR, SIP, SIPP (izin praktik),
sampai dengan registrasi ulang, hak
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 59
dan kewajiban bagi perawat dan klien,
kelembagaan terkait dengan perawat
PPNI (organisasi profesi, kolegium,
dan konsil), pengembangan, Pembina
an, dan pengawasan bagi anggota
perawat, serta sanksi-sanksi jika
melanggar.
Dalam penegakan hukum ada ti
ga unsur yang harus selalu diperha
tikan yaitu unsur keadilan, unsur
kepas tian hukum dan unsur
kemanfaatan. Jika dalam menegakan
hukum hanya diperhatikan kepastian
hukum saja ma ka unsur lain harus
dikorbankan. Demi kian pula kalau
diperhatikan unsur kea dilan maka
unsur kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum juga harus dikor
bankan dan begitu selanjutnya. Itulah
yang disebut dengan antimony yaitu
sesuatu yang bertentangan namun
tidak dapat diperhatikan satu sama
lainnya. Dalam menegakan hukum
harus ada kompromi antara ketiga
unsur tersebut. Meski dalam
prakteknya tidak selalu mudah
menjalankan kompromi secara
seimbang antara ketiga unsur
tersebut.7
Menurut Gustav Radbruch
tujuan hukum yaitu keadilan,
kepastian dan kemanfaatan. Keadilan
harus mempu nyai posisi pertama dan
paling utama dari pada kepastian dan
kemanfaatan. Mochtar
Kusumaatmadja menyatakan bahwa
untuk mencapai ketertiban diusa
hakan adanya kepastian hukum dalam
pergaulan manusia di masyarakat, kare
na tidak mungkin manusia dapat meng
embangkan bakat secara optimal tanpa
7 Sudikno Mertokusumo, Mengenal
Hukum, hlm 161. Penerbit Universitas
Atmajaya Yogyakarta: Yogyakarta
adanya kepastian hukum dan keterti
ban.8
Pengertian kepastian hukum me
nurut Sudikno9: Kepastian hukum
adalah sebuah jaminan bahwa hukum
tersebut harus dijalankan dengan cara
yang baik. Kepastian hukum meru
pakan tujuan utama dari hukum itu
sendiri. Kepastian hukum adalah suatu
jaminan bahwa suatu hukum harus
dijalankan dengan baik dan tepat.
Kepastian merupakan tujuan utama
dari hukum. Jika tidak ada kepastian
hukum maka hukum akan kehilangan
jati diri serta makna dari hokum
tersebut . Jika hukum tidak memiliki
jati diri maka hukum tidak lagi
digunakan sebagai pedoman perilaku
seseoang.
Berdasarkan penjelasan diatas,
jika dihubungkan dengan analisis Per
lindungan Bagi Praktik Keperawatan
dalam rangka Mewujudkan Kepastian
Hukum maka dengan terbit nya Un
dang-undang No. 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan, hal tersebut
harus dijadikan landasan dasar bagi
profesi Keperawatan dalam memberi
kan asuhan keperawatan yang bermutu
dengan upaya melaksanakan seusai
Standar Praktik Keperawatan dan keil
muannya kepada pasien yang telah
diatur berdasarkan kompetensi pera
wat, sehingga dapat terwujud
kepastian hukum didalam pelayanan
keperawa tan, dan dapat meningkatkan
derajat kesehatan
Secara yuridis, undang-undang
keperawatan adalah adanya amanat
Undang-undang Dasar 1945 pasal 28
ayat (1), serta UU No. 36 tahun 2009
pasal 63 ayat (1), (2), (3), dan (4).
8Mochtar Kusumaatmadja, Pengan
tar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Perta
ma, Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu
Hukum, hlm 3. 9 Op Cit, Sudikno, hlm. 165.
60 MAKSIGAMA :Volume 12 Nomor 1 periode Mei 2018 Hal. 56-67
“Keperawatan adalah sebuah entitas
yang telah diakui secara yuridis,
dalam hal penyembuhan, pemulihan,
dan pengendalian, berdasarkan ilmu
kepera watan. Hal ini kemudian
pengaturan lebih lanjut secara profesi
di atur dalam undang-undang
Keperawatan.
Selain itu, secara kuantitas, bah
wa sekitar 60% tenaga kesehatan meru
pakan perawat. Banyaknya jumlah
pera wat di Indonesia ini sangat
mempeng aruhi pelayanan kesehatan
pada masya rakat, dan ini sangat
diperhatikan da lam undang-undang.
Dalam landasan filosofis, bahwa
pelayanan keperawatan merupakan ba
gian integral dari pelayanan kesehatan
masyarakat. Dengan demikian,
perawat sangat mempengaruhi kualitas
pelaya nan kesehatan.
Secara teknis pula ditambahkan
bahwa perawat perlu mengamalkan
keilmuannya secara otonom dan
mandi ri sehingga ada kejelasan atas
kewe nangan dan batas tangung jawab
dalam pelayanan kesehatan, untuk
output pela yanan yang optimal dalam
melayani masyarakat. .
Dalam mewujudkan kepastian
hu kum yang mengandung arti, yakni
ada nya kejelasan, tidak menimbulkan
taf sir yang berbeda, dan dapat dilaksa
nakan. Hukum harus berlaku tegas
didalam masyarakat, mengandung ke
terbukaan sehingga siapapun dapat
memahami makna atas suatu peraturan
tersebut. Hukum yang satu dengan
yang lain tidak boleh tumpang tindih
sehingga menjadi sumber keraguan.
Kepastian hukum menjadi perangkat
hukum suatu negara yang mampu men
jamin hak dan kewajiban setiap manu
sianya sesuai dengan budaya yang
ada.
2. Penerapan Hukum dalam pelak
sanaan standar praktik kepera
watan korelasinya dengan prin
sip kepastian hukum Penegakan hukum merupakan
usaha untuk mewujudkan ide-ide dan
konsep hukum yang diharapakan
rakyat menjadi kenyataan. Penegakan
hukum merupakan suatu proses yang
melibatkan banyak hal.
Joseph Goldstein membedakan
penegakan hukum pidana menjadi 3
bagian yaitu:10
1) Total enforcement, yakni ruang
lingkup penegakan hukum pidana
sebagaimana yang dirumuskan
oleh hukum pidana substantif (sub
tantive law of crime). Penegakan
hukum pidana secara total ini
tidak mungkin dilakukan sebab
para pe negak hukum dibatasi
secara ketat oleh hukum acara
pidana yang antara lain mencakup
aturanaturan penangkapan,
penahanan, pengge ledahan,
penyitaan dan pemeriksa an
pendahuluan. Disamping itu
mungkin terjadi hukum pidana
substantif sendiri memberikan
bata san-batasan. Misalnya
dibutuhkan aduan terlebih dahulu
sebagai sya rat penuntutan pada
delik-delik aduan (klacht
delicten). Ruang lingkup yang
dibatasi ini disebut sebagai area
of no enforcement.
2) Full enforcement, setelah ruang
lingkup penegakan hukum pidana
yang bersifat total tersebut diku
rangi area of no enforcement
dalam penegakan hukum ini para
penegak hukum diharapkan pene
gakan hukum secara maksimal.
10
Ibid, hlm. 39.
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 61
3) Actual enforcement, menurut Jo
seph Goldstein full enforcement
ini dianggap not a realistic expec
tation, sebab adanya keterbatasan
keterbatasan dalam bentuk waktu,
personil, alat-alat investigasi,
dana dan sebagainya, yang
kesemuanya mengakibatkan
keharusan dilaku kannya
discretion dan sisanya ini lah
yang disebut dengan actual
enforcement sebagai suatu proses
yang bersifat sistemik, maka pene
gakan hukum pidana menampak
kan diri sebagai penerapan hukum
pidana (criminal law application)
yang melibatkan pelbagai sub sis
tem struktural berupa aparat kepo
lisian, kejaksaan, pengadilan dan
pemasyarakatan. Termasuk dida
lamnya tentu saja lembaga pena
sehat hukum. Dalam hal ini pene
rapan hukum haruslah dipandang
dari 3 dimensi:
a. Penerapan hukum dipandang
sebagai sistem normatif (nor
mative system) yaitu penera
pan keseluruhan aturan
hukum yang menggambarkan
nilai-ni lai sosial yang
didukung oleh sanksi pidana.
b. Penerapan hukum dipandang
sebagai sistem administratif
(administrative system) yang
mencakup interaksi antara ber
bagai aparatur penegak
hukum yang merupakan sub
sistem peradilan diatas.
c. Penerapan hukum pidana me
rupakan sistem sosial (social
system), dalam arti bahwa
dalam mendefinisikan tindak
pidana harus pula diperhi
tungkan pelbagai perspektif
pemikiran yang ada dalam
lapisan masyarakat.
Penegakan hukum merupakan
suatu usaha untuk mewujudkan ide-
ide keadilan, kepastian hukum dan
keman faatan sosial menjadi
kenyataan. Jadi penegakan hukum
pada hakikatnya ada lah proses
perwujudan ide-ide. Penega kan
hukum adalah proses dilakukannya
upaya tegaknya atau berfungsinya nor
ma-norma hukum secara nyata sebagai
pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernega
ra.11
Sementara itu, Lawrence M.
Friedman melihat bahwa keberhasilan
penegakan hukum selalu menyaratkan
berfungsinya semua komponen system
hukum. Sistem hukum dalam pandang
an Friedman terdiri dari tiga kompo
nen, yakni komponen struktur hukum
(legal structure), komponen substansi
hukum (legal substance) dan kompo
nen budaya hukum (legal culture).
Struktur hukum (legal structure) meru
pakan batang tubuh, kerangka, bentuk
abadi dari suatu sistem. Substansi hu
kum (legal substance) aturan-aturan
dan norma-norma actual yang diper
gunakan oleh lembaga-lembaga,
Kenya taan, bentuk perilaku dari para
pelaku yang diamati di dalam sistem.
Adapun kultur atau budaya hukum
(legal cul ture) merupakan gagasan-
gagasan, si kap-sikap, keyakinan-
keyakinan, hara pan-harapan dan
pendapat tentang hu kum.
Karakter hukum positif dalam
wujudnya sebagai peraturan peraturan
perundang-undangan, di samping
diten tukan oleh suasana atau
konfigurasi politik momentum
11
Soerjono Soekanto, Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan
Hukum
Cetakan Kelim, 2004, Jakarta : Raja
Grafindo Persada,hlm 4
62 MAKSIGAMA :Volume 12 Nomor 1 periode Mei 2018 Hal. 56-67
pembuatannya, juga berkaitan erat
dengan komitmen moral serta
profesional dari para anggota legislatif
itu sendiri. Oleh karena semangat
hokum (spirit of law) yang dibangun
berkaitan erat dengan visi pembentuk
undang-undang, maka da lam konteks
membangun hukum yang demokratis,
tinjauan tentang peran pem bentuk
undang-undang penting dila kukan.
1) Ketentuan dalam KUHPidana:
Dalam beberapa kasus ada
kecenderungan pasien yang mera
sa dirugikan membawa kasusnya
ke kepolisian. Artinya dia mela
porkan baik terhadap rumah sakit
maupun tenaga kesehatan ke kepo
lisian dengan pasal tertentu tergan
tung dari kasusnya. Pasal pidana
tersebut diantaranya Pasal 340,
344, 345, 359, 360, dan 361
KUHP mengatur tentang perbua
tan maupun tindakan yang dapat
melukai hingga menghilangkan
nyawa seseorang.
2) Dalam KUHPerdata
Rumah sakit dan tenaga
kese hatan termasuk perawat
didalam nya dalam memberikan
pelayanan kesehatan terhadap
pasien di sam ping mempunyai
resiko atas tuntu tan secara pidana
maka aspek hu kum lainnya yang
harus diperha tikan dengan
seksama adalah tuntu tan secara
perdata. Tuntutan ini atau gugatan
secara perdata ini diajukan oleh
pihak yang merasa dirugikan.
Sebagaimana lazim hubung
an hukum antara satu pihak de
ngan pihak lainnya menurut keten
tuan KUHPerdata adalah lahir ka
rena suatu persetujuan atau karena
undang-undang. Kalau antara pera
wat dengan pasien dalam pelaya
nan kesehatan tersebut dilakukan
atas dasar adanya suatu
perjanjian, termasuk pilihan
penyelesaian bila ada sengketa
diantara mereka. Bila ada salah
satu pihak yang diang gap
melanggar perjanjian, melaku kan
tapi tidak sesuai dengan kese
pakatan, melakukan apa yang dila
rang atau sama sekali tidak mela
kukan. Maka pihak yang merasa
dirugikan tersebut dapat melayang
kan gugatan di Pengadilan yang
telah disepakati dalam perjanjian
tersebut.
Namun dalam hal-hal yang
khusus terutama bila pasien dalam
keadaan gawat darurat maka
person in charge yang muncul
dan membantu menangani adalah
tena ga kesehatan terutama
perawat. Penanganan tersebut
tidak menga kibatkan tuntutan
bila pasien kem bali normal.
Namun bila penang anan terhadap
pasien tersebut me ngakibatkan
kondisi yang semakin parah
bahkan meninggal dunia, bila
tidak mendapat penjelasan yang
baik dan diterima baik oleh pihak
pasien maupun keluarganya dan
tidak ada perjanjian atau in form
consent sebelumnya maka hal ini
akan membawa tuntutan secara
perdata. Dengan kata lain walau
tidak ada perjanjian sebe lumnya
tapi karena ada salah satu pihak
yang marasa dilanggar hak nya.
Dan pelanggaran tersebut di
anggap merugikan maka dia biasa
nya akan melakukan gugatan seca
ra perdata didasarkan pada Pasal
1365 atau 1366 KUHPerdata. Disi
ni munculnya hubungan hukum
yaitu perjanjian yang lahir karena
undang-undang sebagaimana
yang dimaksud Pasal 1233 KUH
Perdata.
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 63
Pada Pasal 1365 KUHPer
data menentukan bahwa tiap per
buatan melawan hukum yang me
ngakibatkan kerugian pada orang
lain mewajibkan orang yang mela
kukan perbuatan tersebut untuk
mengganti kerugian.12
Oleh
karena itu Mariam Darus
Badrulzaman dalam Rancangan
Undang-undang (RUU) Perikatan
berusaha memate rialisasikannya
dengan rumusan lengkap dalam
undang-undangn tersebut, sebagai
berikut:13
(1) Suatu perbuatan mela
wan hukum yang mengaki
batkan kerugian kepada
orang lain, mewajibkan
orang yang karena
kesalahan atau kelalaiannya
menerbit kan kerugian itu
mengganti kerugian
tersebut.
(2) Melanggar hukum
adalah tiap perbuatan yang
melang gar hak orang lain
atau ber tentangan dengan
kepatutan yang harus
diindahkan da lam
pergaulan kemasyaraka tan
terhadap pribadi atau harta
benda orang lain.
(3) Seorang yang sengaja
tidak melakukan sesuatu per
buatan yang wajib
dilakukan nya, disamakan
dengan se seorang yang
12
R. Subekti dan Tjitrosudibio,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Jakarta: PT. Pradnya Paramitra, 2003,
hlm 263. 13
St. Remy Sjahdeini dkk., Naskah
Akademis Dalam Peraturan Perundang-
undangan tentang PErbuatan Melawan
Hukum, Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional. Departemen
Kehakiman RI, 1993/1994 hlm 18.
melakukan se suatu
perbuatan yang terla rang
karenanya melanggar
hukum.
Dalam Pasal 32 pada Undang-
undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan diatur ketentuan yang harus
dipatuhi dimana setiap orang termasuk
tenaga kesehatan rumah sakit dilarang
mengabaikan atau menelantarkan
orang lain yang memerlukan perto
longan kesehatan, padahal orang ter
sebut mampu memberikan
pertolongan kesehatan. Dan adanya
larangan bagi setiap orang yang
dengan sengaja un tuk melakukan
perbuatan yang dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan orang lain atau
dengan sengaja menu larkan suatu
penyakit yang ada pada dirinya atau
yang ada pada orang lain yang
membahayakan jiwa orang tersebut.
Dengan adanya ketentuan ter sebut
maka pihak Rumah Sakit mau pun
tenaga kesehatan yang berwenang
menangani pasien tersebut harus hati-
hati dengan adanya ketentuan tersebut.
Pertanggungjawaban Perawat bi
la dilihat dari ketentuan dalam KUH
Perdata maka dapat dikategorikan da
lam 4 prinsip sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban langsung
dan mandiri (Personal liability)
berda sarkan Pasal 1365 BW dan
Pasal 1366 BW. Berdasarkan
Ketentuan pasal tersebut maka
seorang pera wat yang melakukan
kesalahan dalam melaksanakan
fungsi inde pendennya yang
mengakibatkan kerugian pada
pasien maka ia wa jib memikul
tanggung jawabnya secara
mandiri.
b. Pertanggungjawaban dengan asas
zaakwarneming berdasarkan pasal
1354 BW.
64 MAKSIGAMA :Volume 12 Nomor 1 periode Mei 2018 Hal. 56-67
c. Pertanggungjawaban dengan asas
respondent superior atau
vicarious liability atau lets the
master answer maupun khusus di
ruang bedah dengan asas the
captain of the ship melalui pasal
1367 BW. Bila dikaitkan dengan
pelaksanaan fungsi perawat maka
kesalahan yang terjadi dalam
menjalanjan fungsi independen
perawat akan melahirkan bentuk
pertanggungja waban diatas.
Sebagai bagian dari tim maupun
orang yang bekerja dibawah
perintah rumahsakit, pera wat
akan bersama-sama bertang gung
jawab akan kerugian yang
menimpa pasien.
d. Dalam hal ini konsep pertanggung
jawaban terjadi seketika bagi
seseo rang perawat yang berada
dalam kondisi tertentu harus
melakukan pertolongan darurat
dimana tidak ada orang lain yang
berkompeten akan hal itu.
Gugatan berdasarkan wanpres
tasi seorang perawat akan dimintai per
tanggungjawaban apabila terpenuhi un
sur-unsur wanprestasi yaitu:
a. Tidak mengerjakan kewajiban
nya sama sekali; dalam konteks
ini apabila seseorang perawat ti
dak mengerjakan semua tugas
dan wewenang yang melekat
pada dirinya.
b. Mengerjakan kewajiban tetapi
ter lambat; dalam hal ini apabila
ke wajiban sesuai fungsi tersbut
dila kukan terlambat yang
mengaki batkan kerugian pada
pasien. Contoh kasus seorang
perawat yang tidak membuang
kantong urine pasien dengan
kateter seca ra rutin setiap hari.
Melainkan 2 hari sekali dengan
ditunggu sam pai penuh.
Tindakan tersbut me
ngakibatkan pasien mengalami
infeksi saluran urine dari kuman
yang berasal dari urine yang
tidak dibuang yang telah kontak
dengan lingkungan luar pasien.
c. Mengerjakan kewajiban tetapi
tidak sesuai dengan yang seha
rusnya; suatu tugas yang dilaku
kan asal-asalan. Contoh seorang
perawat yang mengurangi aliran
infus pasien dimalam hari hanya
karena tidak mau terganggu isti
rahatnya.
d. Mengerjakan yang seharusnya
tidak boleh dilakukan; dalam hal
ini apabila seorang perawat mela
kukan tindakan medis yang
tidak mendapat delegasi dari
dokter, seperti menyuntik pasien
tanpa perintah, melakukan infus
tapi belum terlatih.
Dengan adanya Undang-undang
bagi profesi perawat dapat menghin
dari fenomena yang berpotensi tidak
menjamin kepastian hokum, jika
terjadi tidak adanya kepastian hokum
dalam profesi perawat dapat mengaki
batkan perlindungan hukum tidak ter
jamin, dan pada akhirnya penyelengga
raan kesehatan yang dilaksanakan oleh
perawat menjadi tidak efektif, hal itu
dapat mengakibatkan penurunan ting
kat kesehatan pada masyarakat.
C. Penutup
1. Bagi perawat telah dibentuk dan
diterbitkannya Undang-undang
Nomor. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan Adapun tujuan
pera turan tersebut disamping
sebagai perlindungan hokum
bagi profesi Perawat, juga
memberikan tujuan yangbaik
untuk memberikan per
lindungan bagi pasien dalam
rangka memberikan dan menda
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 65
patkan pelayanan asuhan yang
bermutu dan berkelanjutan guna
memenuhi kebutuhan dasar
manu sia
2. Perawat harus dapat
menjalankan praktik asuhan
keperawatan de ngan lebih
tanggung jawab agar terpenuhi
hak dan kewajiban pa sien yang
akan berdampak juga bagi
perawat untuk terpenuhi hak dan
kewajiban perawat dalam
mengelola pasien dalam pelaya
nan keperawatan di seluruh tem
pat pelayanan kesehatan.
3. Jika terjadi permasalahan yang
dapat menimbulkan terjadinya
sengketa dapat diselesaikan baik
secara perdata, pidana maupun
administratif yang sesuai dengan
prosedur hukum yang ada de
ngan terlebih dahulu dilakukan
musyawarah. diselesaikan bersa
ma.
4. Organisasi Profesi Keperawatan
Harus Selalu Proaktif Dalam
Membela Kepentingan Anggota
Untuk Mendapatkan Kepastian
Hukum Dalam Pelaksanaan Pro
fesi Keperawatan.
Daftar Pustaka
Buku
Depkes RI. 2004. Perawat Kesehatan
Masyarakat. Departemen
Keseha tan Republik Indonesia.
Hans Kelsen. 2013. Teori Umum Ten
tang Hukum dan Negara. Ceta
kan Ke VIII. Bandung.
Penerbit Nusa Media.
Harmien Hadiati Koeswadji. 2003. Hu
kum dan Masalah Medik.
Bagian Pertama. Surabaya.
Airlangga University Press.
Ismani, Mila. 2001. Etika Keperawa
tan. 2001. Jakarta. Widya Medi
ka.
Komalawati. Veronica. 2002. Peranan
Informed Consent Dalam Tran
saksi Terapeutik. Bandung. PT.
Citra Aditya Bakti.
Kozier, B. Fundamental Of Nursing
Concept and Procedures. 2004.
California. Wesley Publ. Comp.
Kusnanto. 2003. Profesi dan Praktik
Keperawatan Profesional. Jakar
ta: EGC.
L. J. Van Apeldoorn. 1996. Pengantar
Ilmu Hukum. Jakarta. Pradnya
Paramita.
Lawrence M, Friedman. 1977. Law
and Society An Introduction.
New Jersey. Prentice Hall Inc.
Lawrence M. Friedman. 1984. Ameri
can Law: An invalueable guide
to the many faces of the law, and
how it affects our daily lives.
New York. W.W. Norton &
Company.
Leden Marpaung. 2005. Asas-Teori-
Praktik Hukum Pidana. Jakarta.
Sinar Grafika.
Lili Rasyidi. 1998. Filsafat Hukum.
Bandung. Remadja Karya.
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief
Sidharta. 2000. Pengantar Ilmu
Hukum, Suatu Pengenalan Perta
ma Rua.
Mubarak, Wahit Iqbal. 2005. Pengan
tar Keperawatan Komunitas.
Jakarta. CV Sagung seto.
Perry, Potter. 2005. Fundamental Ke
perawatan (buku I. edisi 7).
2005. Jakarta. Salemba Medika.
Riduan Syahrani. 1999. Rangkuman
Intisari Ilmu Hukum. Bandung.
Penerbit Citra Aditya Bakti.
Ridwan HR. 2008. Hukum Adminis
trasi Negara. Jakarta. RajaGra
findo Persada.
Robert, Priharjo. 2008. Konsep dan
Prespektif Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: EGC.
66 MAKSIGAMA :Volume 12 Nomor 1 periode Mei 2018 Hal. 56-67
Ronny Hanitijo, Soemitro. Metode pe
nelitian Hukum dan Jurumetri.
Jakarta. Ghalia Indonesia.
Soerjono Soekanto, Sri Mamuji. 2004.
Penelitian Hukum Normatif
"Suatu Tinjauan Singkat", Jakar
ta. PT Raja Grafindo Persada.
Sri Praptiningsih. 2006. Kedudukan
Hukum Perawat dalam Upaya
Pelayanan Kesehatan di Rumah
Sakit. Jakarta. PT. Rajagrafindo
Persada.
Stanhope, Lancaster. 2000. Commu
nity and Public Health Nursing.
(5th ed). St Louis United States:
Mosby Inc.
Sudikno Mertokusumo. Kemanfaatan
Hukum.
Suhrawardi K. Lunis. Etika Profesi
Hukum, Cetakan Kedua. Jakarta.
Sinar Grafika.
Susanti Adi Nugroho. 2009. Mediasi
Sebagai alternative penyelesai
an Sengketa. Jakarta. Telaga
Ilmu Indonesia.
Suwignyo, G. 2007. Manajemen Kiner
ja Pelayanan Rumah Sakit. Ja
karta. Sagung Seto.
Theo Huijbers. Filsafat Hukum dalam
lintasan sejarah, cet VIII. Yogya
karta. Kanisius.
Triwibowo, C. 2010. Hukum Kepera
watan: Panduan Hukum dan
Etika bagi Perawat. Yogya
karta: Pustaka Book Pulisher.
W. Friedmann. 1990. Teori dan
Filsafat Hukum. Jakarta. PT.
Rajawali Press.
Wila Chandra. 2001. Hukum Kedok
teran. Bandung. PT. Mandar
Maju.
Perundang-undangan
Undang-undang Dasar 1945 amande
men ketiga
Undang-undang Nomor 38 tahun 2014
tentang Keperawatan
Undang-undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-undangan
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit
Undang-undang Nomor 29 tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.02.02/
MENKES/148/I/2010 tentang
Izin Dan Penyelenggaraan Prak
tik Perawat
Perlindungan Praktik Keperawatan Dalam Mewujudkan Kepastian
Hukum Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Pasien,
Gilang Dwi Diantama 67