71
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders menjadi topik yang sangat menarik dan semakin banyak dibahas di dunia maupun Indonesia, baik di mass media, seminar ataupun konferensi. Hal ini berkaitan dengan adanya kesadaran suatu perusahaan atau institusi untuk tidak hanya menghasilkan laba setinggi-tingginya, tetapi juga bagaimana laba tersebut dapat memberikan manfaat kepada masyarakat untuk meningkatkan kehidupan mereka menjadi lebih baik, Fenomena perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat inilah yang memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Kemunculan model sosial ekonomi mendorong perusahaan- perusahaan untuk menerima suatu tanggung jawab sosial selain memaksimalkan nilai shareholder (Caroll, 1979; Freeman, 1984). Bowen (1953) dalam Moneva (2007) menyatakan bahwa konsep CSR saat ini telah tumbuh secara eksponen, yang mana didorong oleh suatu pengembangan lingkungan yang kompleks dan terus-menerus. Globalisasi, bencana alam dan perubahan industri skala besar telah menimbulkan perhatian baru dan harapan antar warga negara, konsumen, aparat pemerintah, dan investor atas dampak dari aktivitas ekonomi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (WCED, 1987). Menurut Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) CSR merupakan mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke

Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders menjadi topik yang sangat

menarik dan semakin banyak dibahas di dunia maupun Indonesia, baik di mass media,

seminar ataupun konferensi. Hal ini berkaitan dengan adanya kesadaran suatu perusahaan

atau institusi untuk tidak hanya menghasilkan laba setinggi-tingginya, tetapi juga bagaimana

laba tersebut dapat memberikan manfaat kepada masyarakat untuk meningkatkan kehidupan

mereka menjadi lebih baik, Fenomena perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat inilah

yang memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal

sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).

Kemunculan model sosial ekonomi mendorong perusahaan-perusahaan untuk menerima

suatu tanggung jawab sosial selain memaksimalkan nilai shareholder (Caroll, 1979; Freeman,

1984). Bowen (1953) dalam Moneva (2007) menyatakan bahwa konsep CSR saat ini telah

tumbuh secara eksponen, yang mana didorong oleh suatu pengembangan lingkungan yang

kompleks dan terus-menerus. Globalisasi, bencana alam dan perubahan industri skala besar

telah menimbulkan perhatian baru dan harapan antar warga negara, konsumen, aparat

pemerintah, dan investor atas dampak dari aktivitas ekonomi pada pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) (WCED, 1987).

Menurut Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) CSR merupakan mekanisme bagi suatu

organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial

ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab

organisasi di bidang hukum. Selain itu, perusahaan juga dapat memperoleh legitimasi dengan

memperlihatkan tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media termasuk

dalam laporan tahunan perusahaan (Oliver, 1991; Haniffa dan Coke, 2005; Ani, 2007 dalam

Machmud dan Djakman, 2008). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Sayekti dan Wondabio

(2007) menyatakan bahwa dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan

memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka

panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan

akan direspon positif oleh para pelaku pasar, sehingga dampak dari CSR ini berpengaruh

terhadap laba perusahaan.

Penerapan CSR oleh suatu perusahaan merupakan bentuk komitmen perusahaan

berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan

tetap mengedepankan peningkatan kualitas hidup karyawan beserta keluarganya, komunitas

Page 2: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

lokal dan masyarakat luas yang nantinya akan diaplikasikan melalui strategi perusahaan,

apakah berorientasi stakeholders atau berorientasi shareholder. Selain itu strategi perusahaan

dalam mencapai tujuan bisnis tidak hanya pada tenaga kerja tetapi secara umum tujuan dari

bisnis adalah menyediakan produk berupa barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

konsumen serta memperoleh keuntungan dari aktivitas yang dilakukan. Tujuan dari bisnis

merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh para pelaku bisnis dari usaha yang mereka

lakukan dan merupakan cerminan dari berbagai hasil yang diharapkan bisa dilakukan oleh

bagian-bagian organisasi perusahaan yang akan menentukan kinerja perusahaan dalam jangka

waktu yang panjang.

Page 3: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

BAB II

ISI

A. Perlindungan Konsumen

1. Konsep Awal Perlindungan Konsumen

Secara historis mengenai hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden

Amerika Serikat John F. Kennedy “Presiden yang pertama kali mengangkat martabat konsumen”

saat menyampaikan pidato revolusioner di depan kongres (US Congress) pada tanggal 15 Maret

1962 tentang hak konsumen, yang diberi judul A Special Massage of Protection the Consumer

Interest. dalam masyarakat internasional lebih dikenal dengan "Declaration of Consumer Right".

Presiden John F. Kennedy menyebut empat hak dasar konsumen atau the four consumer

basic rights, yaitu;

1. Hak untuk mendapat/memperoleh keamanan (the right to safety). Konsumen memiliki hak

untuk memperoleh perlindungan atas keamanan produk dan jasa. Misalnya, makanan dan

minuman yang dikonsumsi harus aman bagi kesehatan konsumen dan masyarakat umumnya.

Produk makanan yang aman berarti produk tersebut memiliki standar kesehatan, gizi dan

sanitasi serta tidak mengandung unsur yang dapat membayakan manusia baik dalam jangka

pendek maupun panjang. Di AS hak ini merupakan hak pertama dan tertua serta paling tidak

kontroversial karena hak ini didukung dan disetujui oleh kalangan bisnis dan konsumen atau

yang dikenal sebagai pemangku kepentingan (stake holders).

2. Hak untuk memilih (the right to choose). Konsumen memiliki hak untuk mengakses dan

memilih produk/jasa pada tingkat harga yang wajar. Konsumen tidak boleh ditekan atau

dipaksa untuk melakukan pilihan tertentu yang akan merugikan dirinya. Jenis pasar yang

dihadapi konsumen akan menentukan apakah konsumen bebas memilih atau tidak suka

membeli produk atau jasa tertentu. Namun, dalam struktur pasar monopoli, konsumen dan

masyarakat umum digiring berada dalam posisi yang lemah dengan resiko mengalami

kerugian bila tidak memilih atau membeli produk dan jasa dari kaum monopolis.

3. Hak untuk memperoleh informasi (the right to be informed). Konsumen dan masyarakat

memiliki hak untuk memperoleh informasi yang sejelas jelasnya tentang suatu produk/jasa

yang dibeli atau dikonsumsi. Informasi ini diperlukan konsumen atau masyarakat, agar saat

memutuskan membeli tidak terjebak dalam kondisi resiko yang buruk yang mungkin timbul.

Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk,

misalnya efek samping dari mengkonsumsi suatu produk, dan adanya peringatan dalam

label/kemasan produk.

Page 4: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

4. Hak untuk didengarkan (right to be heard). Konsumen memiliki hak untuk didegarkan

kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait dengan hak untuk memperoleh informasi.

Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur oleh UUPK. Namun, masih ada saja pelaku

pe-bisnis manufaktur, distribusi, dunia perbankan dan jasa lainnya acap kali tidak

berorientasi pada konsumen dan atau membiarkan bawahan atau cabang atau penyalur

mencari lubang ketidaktahuan konsumen tentang hak hak konsumen yang sengaja ditutupi

tutupi demi memperoleh laba.

Kemudian muncul beberapa hak konsumen selain itu, yaitu hak ganti rugi, hak pendidikan

konsumen, hak atas pemenuhan kebutuhan dasar dan hak atas lingkungan yang sehat.

Selanjutnya, keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang

dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pada pasal 3, 8, 19, 21 dan

pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers

Union- IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, hak untuk memperoleh

kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh pendidikan

konsumen, hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Masyarakat

Ekonomin Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga menyepakati lima hak

dasar konsumen, yaitu ; hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van

zijn gezendheid en veiligheid), hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van

zijn economische belangen), hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding), hak atas

penerangan (recht op voorlichting en vorming), hak untuk didengar (recht om te worden gehord).

Dua dekade kemudian setelah Kennedy menyampaikan pidato, pada tanggal 15 Maret 1983, maka

Hari Hak Konsumen dirayakan untuk pertama kali, dan setelah perjalanan panjang gerakan

konsumen sejak pidatonya, hak konsumen akhirnya diterima secara prinsip oleh pemerintah

seluruh dunia dalam Sidang Majelis Umum PBB (UN General Assembly) tanggal 9 April 1985.

Pengakuan hak konsumen dilakukan melalui adopsi UN guidelines for Consumers Protection.

Lobi yang konsisten oleh kelompok konsumen berdasarkan guidelines tersebut merupakan

kesinambungan untuk meningkatkan dan memperkuat perlindungan hukum bagi kelanjutan

gerakan konsumen di dunia; baik di negara berkembang maupun di Negara maju. Usai Presiden

Amerika Serikat John F. Kennedy sesudah itu, L.B. Johnson, menambahkan perlu dikembangkan

konsep product warranty and product liability.

Seiring dengan perkembangan zaman, seluruh aktivitas konsumen sangat perlu

diperhatikan. Perhatiannya diwujudkan dalam bentuk perlindungan, yaitu :

1. Perlindungan atas kerahasiaan konsumen ( consumer privacy ). Menurut Alboukrek

(2003), mengetahui informasi personal bukan merupakan hal baru. Dan konsumen

Page 5: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

umumnya tidak mengetahui apakah data mereka tersebar atau tidak. Sehingga yang

perlu dipahami lebih mendalam ialah bagaimana seluruh data konsumen dapat

digunakan sesuai regulasinya. Hane (2012) menyatakan bahwa beberapa hak yang

dimiliki oleh konsumen berkaitan dengan consumer privacy ialah :

a. Individual control, bahwa konsumen memiliki hak untuk mengendalikan data

– data pribadi termasuk ketika data tersebut akan digunakan oleh perusahaan.

b. Transparency, bahwa konsumen memiliki hak untuk mudah dalam

menggunakan dan mengakses informasi

c. Respect of context, bahwa konsumen memiliki hak untuk mengetahui bahwa

perusahaan akan mengambil, menggunakan dan mengungkapkan informasi

konsumen sesuai dengan yang telah dijanjikan di awal kesepakatan.

d. Secure, bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan keamanan atas

data informasi mereka.

e. Access and accuracy, bahwa konsumen memiliki hak untuk mengakses dan

mengubah data dengan format yang ada bilamana konsumen merasa hal

tersebut perlu untuk dilakukan.

f. Focused collection, bahwa konsumen memiliki hak untuk membatasi data

personal yang akan dibagikan dan dijaga oleh perusahaan.

g. Accountability, bahwa konsumen memiliki hak agar data mereka dijaga

dengan cara yang benar sesuai dengan Undang – Undang Hak Perlindungan

Konsumen.

2. Perlindungan atas dampak produk terhadap konsumen ( product liability ). Product

liability dialamatkan pada penjual dan pabrik yang mengeluarkan produk tersebut

Menurut Vargo (1995) product liability mendasarkan pada dua prinsip hukum yaitu

kealpaan / negligence dan adanya ketegasan sebuah kewajiban / strict liability.

Kealpaan / negligence secara sederhana diartikan perilaku yang tidak masuk akal

sehingga dengan ada prinsip ini produsen harus berkewajiban untuk membayar

kerusakan yang terjadi. Strict liability tidak melihat apakah produk tersebut masuk

akal atau tidak namun hanya melihat kecacatan sebuah produk. Untuk melihat adanya

strict liability maka konsumen harus membuktikan tiga elemen yaitu,

a. Causation, yaitu penyebab yang harus dibuktikan oleh konsumen

b. Damage, yaitu kerusakan yang harus dibuktikan oleh konsumen

c. Defect, yaitu kecacatan yang harus dibuktikan oleh konsumen.

Page 6: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Untuk menentukan adanya defect maka beberapa elemen yang harus di analisa yaitu,

a. The product unsefulness, yaitu nilai guna dari produk tersebut. Produk

dinyatakan memiliki defect bila nilai guna dari produk tersebut tidak ada.

b. The availability of safer product to meet the same need, yaitu ketersediaan

keamanan dari produk yang ditawarkan. Produk dinyatakan defect bila ketiadaan

fungsi keamanan.

c. The likelihood and probable seriousness of injury, yaitu adanya kemungkinan

terjadinya cedera dari produk yang ditawarkan. Produk dinyatakan defect bila

adanya kemungkinan akan menimbulkan cedera bagi penggunannya.

d. The obviousness of the danger, yaitu adanya bahaya nyata dari produk yang

ditawarkan.

e. The public expectation of the danger, yaitu adanya kemungkinan dari pemikiran

konsumen terhadap bahaya yang akan terjadi di produk yang ditawarkan.

Bentuk nyata dari perlindungan ini antara lain :

Code of conduct yang diberikan oleh perusahaan terhadap ketidaknyamanan yang

diterima konsumen.

Penarikan produk baik secara sukarela maupun atas adanya perjanjian. Termasuk dalam

penarikan produk bila kesalahan atas produk diketahui oleh produsen sendiri. Menurut

Welling (1991), penarikan produk / recall pasti berhubungan dengan biaya produksi.

Membentuk layanan keluhan pelanggan

Memiliki sertifikat kualitas seperti ISO, SNI ( Standar Nasional Indonesia ).

Membentuk lembaga arbitrase / mediator antara konsumen dan produsen

Jaminan / warranty atas kerusakan produk

Sedangkan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada konsumen yaitu :

1. Perlindungan atas hak konsumen dengan membentuk badan khusus di legislatif

2. Perlindungan adanya bahan berbahaya dalam produk. Bentuk nyata dari perlindungan

ini antara lain :

a. Mewajibkan semua produk untuk lolos dari BP-POM

b. Melakukan razia atas produk – produk kadaluwarsa

3. Perlindungan terhadap harga yang harus dibeli oleh konsumen. Bentuk nyata dari

perlindungan ini antara lain :

Page 7: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

a. Menetapkan HET ( Harga Eceran Tertinggi ) untuk produk yang berkaitan

dengan konsumsi utama konsumen.

b. Menetapkan harga tiket tertinggi ketika musim libur panjang

2. Teori Hubungan Produsen dan Konsumen

Secara keseluruhan tidak terlihat bahwa kekuatan-kekuatan pasar mampu menghadapi

semua pertimbangan konsumen tentang keamanan, bebas risiko dan nilai. Kegagalan pasar,

yang ditujukan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh konsumen yang tidak rasional

ketika memilih, dan pasar terkonsentrasi, berarti menolak argumen yang berusaha

menunjukan bahwa pasar saja sudah mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi

konsumen. Jadi konsumen harus dilindungi dengan mengunakan struktur hukum pemerintah

dan juga inisiatif sukarela dari pelaku bisnis yang bertanggungjawab. Menurut Ruggles, et al

(1955) seperti yang dikutip oleh Nurohman (2009), produksi merupakan setiap proses yang

menciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu barang. Sedangkan konsumsi merupakan

penggunaan barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan. Sehingga kemitraan konsumen

dan produsen merupakan hubungan simbiosis mutualisme, dimana keduanya saling

membutuhkan, dan saling memberikan keuntungan satu sama lainnya. Terdapat tiga

pendekatan mengenai hubungan antara produsen dan konsumen. Pendekatan tersebut ialah :

Pandangan Kontrak Kewajiban Produsen terhadap Konsumen.

Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen, hubungan antara

perusahaan dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan

kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan

kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk,

konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak

perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada

konsumen dengan karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju

membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela

menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan produk sesuai

dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada

konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang

mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan

gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk

mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban untuk memahami sifat produk ,

menghindari misrepesentasi, dan menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan

Page 8: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

bertindak sesuai kewajiban-kewajiban tersebut,perusahaan berartim menghormati hak

konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata

lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk

dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual

mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak realistis mengasumsikan

bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini

difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen

dengan sukarela setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu ,

maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau

dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban

kontrak dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa

diperbaiki, aman dan sebagainya.

Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki banyak kesempatan

untuk memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan sukarela

menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat atau kerusakan yang

disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua karusakan yang mungkin terlewati saat

memeriksanya. Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan.

Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang memaksa .

Kenyataanya, pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti yang diasumsikan .Seorang

konsumen yang harus membeli ratusan jenis komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala

sesuatu tentang semua produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi produk.

Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk memperoleh dan memproses

informasi untuk dipakai sebagai dasar membuat keputusan.Kelemahan teori ini adalah adanya

asumsi bila terdapat keterbukaan informasi yang sama bagi pembeli dan penjual. Artinya

adanya asumsi konsumen mengetahui dengan pasti informasi apa saja yang melekat dalam

produk tersebut termasuk kerentanan produk tersebut.

Teori Due Care.

Mendasarkan diri pada asumsi pembeli dan konsumen adalah tidak sejajar, bahwa

kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan mengingat perusahaan memiliki

pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh konsumen. Produsen yang lebih tahu

untuk desain tangki bensin harus dimana agar tidak terbakar ketika tabrakan, komponen mana

yang tidak tahan panas sehingga membahayakan, atau berapa kekuatan ban yang baik

sehingga tidak aman untuk digunakan. Produsen yang tahu bahan jenis apa yang dicampurkan

sebagai pengawet dengan jumlah berapa banyak yang masih aman untuk konsumsi manusia.

Page 9: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Pembeli kebanyakan tidak tahu. Di sini yang berlaku adalah caveat vendor: biarkan penjual

yang harus berhati-hati. Saat ini terlalu banyak produk yang canggih, dimana sebagai

konsumen kita tidak tahu carakerjanya, menggunakan bahan apa, berbahaya atau tidak dan

sebagainya. Menurut pandangan due care, produsen tidak hanya berkewajiban untuk

memberikan produk yang sesuai dengan klaim yang dibuatnya (seperti teori kontrak) tetapi

juga wajib memperhatikan dampak produk, mencegah, mengambil langkah-langkah yang

diperlukan untuk memastikan produk mereka aman dan konsumen punya hak untuk

memperoleh jaminan ini walau secara eksplisit mereka sudah melakukan tanda tangan

kontrak dan tidak menyebutkan hal ini atau sebaliknya.

Menurut teori ini, seorang produsen tidak bisa dikatakan lalai secara moral jika kerugian yang

terjadi tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Contoh, pemakai mobil yang ceroboh sehingga

mengakibatkan kecelakaan pada dirinya, tidak tercakup dalam tanggung jawab produsen

tentunya. Akan tetapi ketika desain mobil tidak memperhitungkan perangkat pengaman,

bahan ban yang mudah meledak di tengah jalan termasuk dalam lingkup tanggung jawab

produsen.

Tugas untuk meberikan perhatian.

Menurut teori “due core (memberi perhatian), perusahaan dikatakan memberikan

perhatian yang memadai jika mereka melakukan langka-langka untuk mencegah

pengaruh-pengaruh merugikan yang dapat diperkirakan terjadi akibat pengunaan produk

mereka oleh konsumen,setelah melakukan pengamatan atas cara bagaimana produk

tersebut digunakan untuk dan setelah mengatisipasi semua kemungkinan kesalahan

penggunaannya.

Kelemahan Teori “due core”

Hambatan utama teori “due core” adalah tidak ada metode yang menjelaskan untuk

menentukan kapan seorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai.

Dengan kata lain tidak ada peraturan yang tepat guna menentukan sejauh mana sebuah

perusahaan perlu memberikan jaminan keamanan atas produknya.

Teori social cost , perusahaan wajib menanggung semua kerugian termasuk kerugian yang

secara tidak langsung diderita bukan oleh konsumen. Sebuah pabrik memproduksi suatu

produk, dan selain produk, yaitu pencemaran atau polusi, maka sebenarnya biaya polusi itu

ada. Namun seringkali perusahaan tidak menanggung biaya ini. Konsumen yang membeli

produk dari perusahaan tersebut juga tidak menanggung social cost ini karena perusahaan

tidak membebankan biaya tersebut dalam proses produksi. Akibatnya rumah yang dekat

daerah polusi yang akan terkena dampaknya. Dalam hal ini, etika melihat terjadi

Page 10: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

ketidakadilan. Maka dalam kasus ini, teori keadilan menyatakan bahwa biaya pengendalian

polusi harus ditanggung oleh pihak yang menyebabkan polusi dan yang memperoleh

keuntungan darinya yakni produsen dan konsumen, sementara keuntungan pengendalian

polusi wajib diberikan kepada pihak yang selama ini menanggung social cost dalam hal ini

orang-orang miskin tersebut.

Kelemahan teori ini ialah dengan adanya bentuk tanggung jawab yang lebih besar kepada

produsen, akan menyebabkan kenaikan harga yang berdampak merugikan konsumen.Selain

itu bila seluruh biaya kelalaian di tanggung oleh produsen, maka konsumen akan berlaku

ceroboh karena merasa tidak memiliki beban tanggung jawab.

3. UU No. 8 Tahun 1999 (UUPK) Instrumen Hukum Bagi Perlindungan Konsumen di

Indonesia

Pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung

tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka produk yang memiliki

kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan

sekaligus mendapatkan kepastian atas produk yang diperoleh dari perdagangan tanpa

mengakibatkan kerugian konsumen. Dengan semakin terbukanya pasar nasional sebagai

akibat dari proses globalisasi ekonomi juga tetap harus menjamin peningkatan kesejahteraan

masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan produk maupun jasa yang

diperolehnya dipasar. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan untuk

mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga

tercipta perekonomian yang sehat. Maka pada tanggal 20

April 1999 dibentuk Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen ; yang terdiri dari 15 Bab dan 65 Pasal. Esensi dari diundangkannya UU No. 8

Tahun 1999 (UUPK) Tentang Perlindungan Konsumen ini adalah untuk mengatur prilaku

pelaku usaha dengan tujuan agar konsumen dapat terlindung secara hukum. Hal ini berarti

bahwa upaya untuk melindungi kepentingan konsumen yang dilakukan melalui perangkat

hukum diharapkan mampu menciptakan norma hokum perlindungan konsumen. Pada sisi lain

diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap usaha yang bertanggung jawab, serta

peningkatkan harkat dan martabat konsumen. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dalam

upaya memberikan perlindungan kepada konsumen menetapkan enam pokok materi yang

menjadi muatan UU yaitu mengenai larangan-larangan, tanggungjawab produsen, tanggung

gugat produk, perjanjian atau klausula baku, penyelesaian sengketa dan tentang ketentuan

pidana. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 pasal 1 butir (2) dijelaskan bahwa konsumen adalah ;

Page 11: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”.

Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai

pemakai barang dan/atau jasa. Sesuai bunyi penjelasan Pasal 1 butir (2) UU No. 8 Tahun

1999 kata pemakai menekankan konsumen adalah konsumen akhir (ultimade consumer). UU

No. 8 Tahun 1999 dalam penjelasannya mengenai konsumen menegaskan bahwa didalam

kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir

adalah pengguna atau pemanfaat akhir suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah

konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk

lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-Undang ini adalah konsumen akhir. Hal ini pun

diperkuat oleh pendapat Nasution yang mengatakan bahwa ; “Konsumen akhir yaitu setiap

orang yang mendapatkan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, digunakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk

keperluan komersil.” Adapun menurut Shidarta istilah pemakai sebagaimana yang dijelaskan

oleh Pasal 1 butir (2) UUPK adalah menekankan bahwa, konsumen adalah konsumen akhir

(ultimate consumer). Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan

tersebut, sekaligus menunjukkan, barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil

transaksi jual beli. Artinya sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya

dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain,

dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak harus kontraktual (the

privitiy of contract). Berdasarkan dari definisi konsumen dan penjelasan tentang konsumen

akhir, maka secara garis besar ada beberapa poin utama yang dapat dirangkum mengenai

konsumen, yaitu;

Pertama, konsumen adalah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/

atau jasa yang tersedia di dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain. Kedua, barang dan/jasa diperoleh melalui mekanisme

pemberian prestasi dengan cara membayar uang, namun dapat juga barang dan/atau jasa

diperoleh tidak melalui mekanisme pemberian prestasi dengan cara membayar uang.

Mekanisme seperti ini dikenal dengan istilah the privitiy of contract. Sebagai contoh

seseorang memperoleh parsel pada hari lebaran, isi paketnya adalah makanan dan minuman

kaleng yang dibeli oleh si pengirim dari pasar swalayan, namun konsumen akhir dari

makanan dan minuman itu adalah si penerima parsel dengan tanpa harus mengeluarkan

sejumlah uang. Ketiga, barang dan/atau jasa yang telah diperoleh tidak untuk diperdagangkan

Page 12: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

kembali. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen oleh pelaku usaha, maka pihak

konsumen dapat mengadukannya kepada lembaga yang berwenang, seperti tercantum dalam

Undang UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pasal 45 ayat (1) ;

“Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang

bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan

yang berada dilingkungan peradilan umum”

Konsumen bisa meminta bantuan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat (LPKSM) terlebih dahulu untuk meminta bantuan hukum atau bisa langsung

menyelesaikan masalahnya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen

juga bias mendatangi sub Direktorat Pelayanan Pengaduan di Direktorat Perlindungan

Konsumen, Departemen Perdagangan. Disini setelah dilakukan proses konfirmasi, pejabat

yang bersangkutan akan melakukan analisis terhadap masalah yang diadukan, kemudian

diadakan klarifikasi kepada konsumen dengan cara meminta bukti-bukti dan kronologi

kejadian. Baru kemudian dilakukan proses klarifikasi terhadap pelaku usaha. Seandainya

pelaku usaha menyanggah tuduhan dan tidak ada titik kejelasan, akan dilakukan beberapa

langkah seperti mediasi atau konsiliasi. Kemudian pada Pasal 45 ayat (2); Seandainya kedua

media diatas belum menghasilkan suatu keputusan, penyelesaian sengketa dapat dilakukan

dengan ;

1. Pelimpahan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

2. Melakukan jalur yuridis (pengadilan) secara formil.

Direktorat Perlindungan Konsumen merupakan unit operasional dibawah Direktorat

Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI. Fungsi dan peran

direktorat ini sangat terkait dengan penanganan isu-isu konsumen yang melekat dengan

pembangunan sector perdagangan. Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan

perlindungan konsumen sesuai Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang berada pada Menteri Perdagangan secara hierarki (struktural dan fungsinya)

dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, yang kemudian

dilaksanakan oleh Direktorat Perlindungan Konsumen. Sesuai dengan tugas pokok, fungsi

dan perannya yang mengacu pada Keputusan Menteri Perdagangan No.01/MDag/Per/3/2005,

upaya tersebut terkait dengan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur,

bimbingan teknis, serta evaluasi pelaksanaan di bidang kerjasama, informasi dan publikasi

perlindungan konsumen, analisis penyelenggaraan perlindungan konsumen, bimbingan

konsumen dan pelaku usaha, pelayanan pengaduan serta fasilitasi kelembagaan perlindungan

konsumen. Dalam upaya pengembangan perlindungan konsumen, sebagaimana diamanatkan

Page 13: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

oleh Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan

Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional maka

dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Namun demikian, operasional lembaga

ini baru terlaksana pada 5 Oktober 2004, sesuai Keppres Nomor 150 Tahun 2004. BPKN

yang dibentuk Pemerintah merupakan lembaga independen yang berfungsi memberikan saran

dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen

di Indonesia. Aktivitas BPKN yang menonjol saat ini adalah penyusunan grand scenario

kebijakan perlindungan untuk memastikan kecenderungan dan prioritas penanganan

perlindungan konsumen yang efektif di masa datang, serta peningkatan dan perumusan

amandemen Undang-undang Perlindungan Konsumen, sebagai pertimbangan bagi pemerintah

untuk penyempurnaan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Tugas dari BKPN adalah

sabagai berikut ;

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan

kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen,

2. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundangundangan yang

berlaku di bidang perlindungan konsumen,

3. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan

konsumen,

4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat,

5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan

memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen,

6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha; dan

7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

LPKSM adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang perlindungan

konsumen. Pada Pasal 44 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa LPKSM memiliki

kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Tugas LPKSM, adalah :

1. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban

dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa,

2. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya,

3. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan

konsumen,

Page 14: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan

atau pengaduan konsumen,

5. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan

perlindungan konsumen.

LPKSM posisinya amat strategis dalam ikut mewujudkan perlindungan konsumen. Saat ini

LPKSM telah berkembang sebanyak kurang lebih 200 lembaga yang tersebar di berbagai

propinsi, kabupaten dan kota. Selain menyuarakan kepentingan konsumen, lembaga ini juga

memiliki hak gugat (legal standing) dalam konteks ligitasi kepentingan konsumen di

Indonesia.

Hak gugat tersebut dapat dilakukan oleh lembaga konsumen (LPKSM) yang telah memenuhi

syarat, yaitu bahwa LPKSM yang dimaksud telah berbentuk Badan Hukum atau Yayasan

yang dalam anggaran dasarnya memuat tujuan perlindungan konsumen. Gugatan oleh

lembaga konsumen hanya dapat diajukan ke Badan Peradilan Umum (Pasal 46 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen). Sedangkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK) adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang

menyelesaikan permasalahan konsumen diluar pengadilan secara murah, cepat dan

sederhana”. Badan ini sangat penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia.

Anggota-anggotanya terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku

usaha. Tugas-tugas utama BPSK diantaranya ;

1. Menangani permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrasi;

2. Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan konsumen;

3. Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi;

4. Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi aturan;

4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah salah satu masalah yang cukup mendasar (substansial) dalam

konstelasi pembangunan nasional di sebuah negara, termasuk Indonesia. Hal tersebut

memerlukan satu pengaturan yang sarat dengan perhatian dari berbagai stratifikasi sosial

(lapisan masyarakat), sebagaimana upaya perlindungan konsumen di Indonesia pada dewasa

ini, antara lain hendak meletakkan prinsip konsumen sebagai pemakai, pengguna atau

pemanfaat barang dan/atau jasa yang perlu diberikan perlindungan hukum. Di Amerika

Serikat pengertian konsumen meliputi korban produk yang cacat yang bukan hanya meliputi

pembeli, tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan

pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Adapun makna dari

Page 15: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurut pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999, tujuan

dari Perlindungan ini adalah;

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi

diri,

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses

negatif pemakaian barang dan/atau jasa,

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-

haknya sebagai konsumen,

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum

dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan

konsumen.

Adapun Asas perlindungan konsumen yang tertuang dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999

adalah;

a. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan

perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

b. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan

memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya

dan melaksanakan kewajibannya secara adil,

c. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku

usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

e. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan

memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara

menjamin kepastian hukum.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen menurut Gunawan Wijaya adalah tingkat

kesadaran akan haknya memang masih sangat rendah. Hal ini terkait dengan faktor rendahnya

Page 16: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

pendidikan konsumen. Oleh karena itu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen dimaksudkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi

pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan

upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya

pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha.

Berdasarkan kondisi yang dipaparkan di atas, untuk sampai kepada hakikat dari perlindungan

konsumen yang ideal, tidak saja memerlukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif

dan komprehensif, tetapi perlu juga tentang peraturan pelaksanaan, pembinaan aparat, pranata

dan perangkat-perangkat yudikatif, administratif dan edukatif serta sarana dan prasarana

lainnya, agar nantinya undang-undang tersebut dapat diterapkan secara efektif dimasyarakat.

5. Hak dan Kewajiban Konsumen

Dalam UU No.8 Tahun 1999 Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4, yakni ;

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Hak tersebut diatas pada intinya adalah untuk meraih kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen. Sebab masalah tersebut merupakan hal yang paling utama dalam perlindungan

konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, tidak

aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam

masyarakat. Juga untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa yang dikehendakinya

berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan

Page 17: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

yang merugikan, konsumen berhak untuk di dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan

yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.

Sedang kewajiban konsumen diatur dalam pasal 5 UUPK yaitu ;

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara patut;

6. Tanggung jawab bisnis terhadap konsumen

Tanggung jawab perusahaan kepada pelanggan jauh lebih luas daripada hanya

menyediakan barang atau jasa. Perusahaan mempunyai tanggung jawab ketika

memproduksi dan menjual produknya, yang akan didiskusikan kemudian.

- Praktik tanggung jawab produksi

Produk sebaiknya dihasilkan dengan cara yang menjamin keselamatan pelanggan.

Produk sebaiknya memiliki label peringatan yang semestinya guna mencegah kecelakaan

yag dapat ditimbulkan dari penggunaan yang salah. Untuk beberapa produk, informasi

mengenai efek samping yang mungkin terjadi perlu disediakan.

- Praktik Tanggung Jawab Penjualan

Perusahaan perlu petunjuk yang membuat karyawan tidak berani menggunakan strategi

penjualan yang terlalu agresif atau advertensi yamg menyesatkan dan juga memakai

survei kepuasan pelanggan untuk meyakinkan bahwa pelanggan diperlakukan dengan

semestinya oleh karyawan bagian penjualan.

- Cara Perusahaan Menjamin Tanggung Jawab Sosial kepada Pelanggan

Perusahaan dapat menjamin tanggung jawab social kepada pelanggannya dengan

beberapa tahap yaitu:

a. Manajemen kualitas

Capecio dan Moorehouse dalam Smith (1999) tersebut menjelaskan bahwa TQM

adalah sebagai proses manajemen dan satuan disiplin yang harus dikoordinir untuk

memastikan bahwa organisasi telah secara konsisten menjalankan program sesuai

dengan yang direncanakan dan telah memenuhi permintaan atau kebutuhan

pelanggan. Dengan demikian menurut Capecio dan Moorehaouse dalam Smith

(1999) TQM merupakan sebuah proses manajemen yang harus dikendalikan dengan

baik guna memenuhi permintaan dan kebutuhan para pelanggan, sehingga para

pelanggan merasa puas dengan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.

Beberapa konsep yang telah diuraikan di atas maka nampak jelas bahwa sebenarnya

Page 18: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Total Quality Management merupakan sebuah proses manajemen yang harus

dikendalikan dan membutuhkan partisipasi seluruh unsur yang ada dalam sebuah

organisasi maupun persahaan. Dengan mengimplementasikan TQM tersebut,

diharapkan mampu meningkatkan kualitas manajemen dan mampu meningkatkan

daya saing perusahaan. Hal itu harus dilakukan oleh para perusahaan guna

menghadapi persaingan diera global seperti saat sekarang ini. Seiring dengan adanya

globalisasi saat ini maka standarisasi manajemen telah menjadi isu utama, diman

yang lebih khusus adalah standarisasi sistem manajemen Kualitas. Untuk itu suatu

perusahaan harus mempersiapkan kerangka sistem manajemen kualitas bagi

perusahaan, guna menuju kearah yang diinginkan sesuai dengan sasaran atau tujuan

akhir yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan. Hal itu dalam

pengertian bahwa tujuan atau sasaran kualitas perusahaan dapat tercapai sesuai

dengan keinginan yang diharapakan oleh para pelanggan atau investor perusahaan

yang bersangkutan. Salah satu standar manajemen Kualitas bagi negara maju dan

bahkan negara-negara berkembang adalah ISO 9001:2000. standar ini merupakan

sarana atau sebagai alat untuk dapat mencapai tujuan Kualitas dalam menerapakan

Total Quality Control atau yang lebih dikenal dengan Total Quality Management

yang diharapkan mampu mejawab perkembangan globalisasi yang akhirnya menuju

efisiensi dan efektifitas perusahaan yang bersangkutan. Istilah TQM dewasa ini

lazim dan merupakan metode yang biasa digunakan oleh manajer untuk memberikan

bukti pengendalian yang diperlukan untuk memuaskan pelanggan dan kebutuhan

pemegang saham. Elemen yang mendasar dalam manajemen kualitas adalah

pemecahan masalah, yang keberadaannya harus dipahami secara sungguh-sungguh

dan menyeluruh oleh seluruh element yang ada dalam sebuah perusahaan.

Penciptaan produk yang berkualitas pada dasarnya adalah untuk memenuhi

permintaan pelanggan. Penciptaan produk yang berkualitas tersebut dapat menjadi

suatau pekerjaan menyibukkan bagi perusahaan. Penciptaan produk yang berkualitas

tersebut, disamping menyibukan perusahaan juga tidak bisa terlepas dari

meningkatnya biaya produksi yang besar. Namun diyakini bahwa upaya untuk

menciptakan produk yang berkualitas itu dapat memuaskan pelanggan dan dapat

mendatangkan manfaat serta keuntungan yang lebih bagi sebuah perusahaan.

Keuntungan yang secara umum langsung dirasakan perusahaan adalah dengan

meningkatnya pangsa pasar sebagai dampak positif dari kepuasan para pelangga.

Page 19: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Sehingga peningkatan permintaan akan didikuti dengan peningkatan volume dan

efisiensi produksi perusahaan.

b. Ciptakan kode etik. Perusahaan dapat menciptakan kode etik bisnis yang

memberikan serangkaian petunjuk untuk kualitas produk, sekaligus sebagai petujuk

bagaimana karyawan, pelanggan, dan pemilik seharusnya dipelihara.

c. Pantaulah semua keluhan. Perusahaan harus yakin bahwa pelanggan mempunyai

telephone yang dapat mereka hubungi apabila mereka mempunyai keluhan mengenai

kualitas produk atau bagaimana mereka diperlakukan oleh para karyawan.

Perusahaan dapat berusaha mencari sumber keluhan dan harus dapat menyakinkan

bahwa problem tersebut tidak timbul lagi.

d. Umpan balik pelanggan. Perusahaan dapat meminta pelanggan untuk memberikan

umpan balik atas barang atau jasa yang mereka beli akhir-akhir ini, walaupun

pelanggan tidak menghubungi untuk memberikan keluhan. Proses ini dapat

mendeteksi beberapa masalah lain dengan kualitas produk atau cara perlakuan

terhadap pelanggan.

- Cara Konsumerisme Menjamin Tanggung Jawab terhadap Pelanggan.

Tanggung jawab perusahaan terhadap pelanggan didorong tidak hanya oleh perusahaan,

tetapi juga oleh sekelompok konsumen tertentu. Konsumerisme mewakili permintaan

kolektif pelanggan dimana bisnis memenuhi kebutuhan mereka.

7. Prestasi terhadap Konsumen

Konsumen saat ini sudah teredukasi dengan baik mengenai barang dan jasa yang mereka beli, &

lebih waspadakan hak mereka. Perusahaan juga harus mau mendengarkan konsumen&

memberikan reaksi positif sesuai dengan hak-hak mereka.

B. Keanekaragaman Tenaga Kerja

1. Latar Belakang

Keanekaragaman tenaga kerja dapat muncul karena adanya imigrasi dari negara lain,

pertumbuhan penduduk dan pola pergeseran kerja. Kesempatan yang sama di hadapan hukum

dan perubahan harapan sosial telah merubah suatu perusahaan untuk mengelola

keanekaragaman tenaga kerja dengan efektif. Pada beberapa perusahaan telah membuat

langkah besar dalam reformasi kemajuan, seperti : reformasi dalam kebijakan dan praktik

untuk menarik keterampilan dan kontribusi perusahaan yang semakin bervariasi.

Contoh :

Page 20: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

MARRIOTT INTERNATIONAL, INC (NYSE: MAR) adalah perusahaan penginapan

terkemuka dengan lebih dari 3.400 properti penginapan di 68 negara dan wilayah. Marriott

International mengoperasikan dan waralaba hotel di bawah Marriott, JW Marriott, The Ritz-

Carlton, Renaisans, Residence Inn, Courtyard, TownePlace Suites, Fairfield Inn, Holiday Inn

dan nama merek Bulgari, mengembangkan dan mengoperasikan resort liburan kepemilikan di

bawah Marriott Vacation Club, The Ritz-Carlton Tujuan Club dan Grand Residences oleh

Marriott merek; lisensi dan mengelola seluruh kepemilikan merek perumahan, termasuk The

Ritz-Carlton Residences, JW Marriott dan Marriott Residences Residences; beroperasi

Marriott Executive Apartments; menyediakan perumahan perusahaan dilengkapi melalui

perusahaan Marriott Execustay divisi, dan mengoperasikan pusat-pusat konferensi.

Perusahaan ini berkantor pusat di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat, dan memiliki sekitar

137.000 karyawan di akhir tahun 2009. Hal ini diakui oleh FORTUNE ® sebagai salah satu

perusahaan terbaik untuk bekerja, dan oleh Newsweek sebagai salah satu perusahaan besar

terhijau di Amerika. Pada tahun fiskal 2009, Marriott International melaporkan penjualan dari

operasi yang dilanjutkan sebesar hampir $ 11 miliar.

Marriott International, mempekerjakan 143.000 pekerja di 68 negara, pada karyawan

mereka terdapat 30 bahasa yang berbeda dan terdapat 50 budaya yang berbeda. Banyak

karyawan Marriott di Amerika Serikat adalah imigran. Pada masing-masing karyawan

memiliki kehidupan yang sangat kompleks dan bervariasi. Dalam upaya untuk memenuhi

kebutuhan karyawannya, Marriott International mendirikan program telepon bebas pulsa,

dimana para karyawan dapat melakukan konsultasi mengenai berbagai masalah pribadi sesuai

bahasa yang digunakan oleh masing-masing karyawan di setiap negara. Di Atlanta, Marriott

membangun sebuah pusat perawatan anak. Di Boston, perusahaan mensponsori serangkaian

seminar ayah (fatherhood seminars) untuk memberikan dukungan kepada ayah bekerja.

Marriott mendirikan program-program inovatif untuk membantu dan mempertahankan

karyawan yang berkomitmen dengan latar belakang yang berbeda.

Marriott Corporation dengan keragaman tenaga kerja yang luar biasa pada setiap

dimensi dapat menjadi manfaat besar untuk bisnis, karena memberikan mereka bentuk

pandangan yang lebih luas untuk merekrut bakat, pola pikir, pengalaman, dan kemampuan

untuk mengarahkan perusahaan ke arah yang lebih efektif dengan pelanggan yang beragam

yang tersebar di 68 negara. Namun, hal itu juga menimbulkan tantangan besar, seperti bisnis

harus memenuhi mandat hukum kerja sama dan membantu orang yang sangat berbeda dalam

latar belakang, nilai, harapan untuk dapat bersosialisasi dan berhasil di tempat kerja.

Page 21: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

2. Organisasi Multikultur

Globalisasi telah memberikan dampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak

terkecuali juga angkatan kerja. Dengan menghilangnya batas-batas Negara memudahkan

angkatan kerja untuk bekerja di negara mana pun sesuai dengan keahliannya. Akibatnya,

suatu organisasi akan memiliki keragaman (diversitas), baik dari kultur, ras, umur, gender,

skill, maupun pendidikan. Kondisi ini mempengaruhi organisasi, baik pengaruh positif

maupun negatif. Sisi positifnya keragaman angkatan kerja (diversitas) adalah dapat

meningkatkan keefektifan organisasi, akan mempertinggi moral karyawan, memberikan akses

yang lebih besar terhadap segmen-segmen pasar yang baru, dan meningkatkan produktivitas.

Adapun sisi negatifnya adalah akan mempertajam ketegangan antarkaryawan karena

diversitas menimbulkan konflik yang disebabkan oleh perbedaan kultur yang akhirnya akan

mengganggu kinerja organisasi. Untuk mengurangi dampak negatif keragaman angkatan

kerja, maka organisasi harus mengelola diversitas tersebut dengan baik agar memberikan

keunggulan kompetitif bagi organisasi. Caranya adalah dengan menciptakan organisasi

multikultur.

Menurut Cox (1991) organisasi multikultur ditentukan oleh enam dimensi, yakni

akulturasi, integrasi struktural, integrasi formal, bias kultural, identifikasi organisasional, dan

konflik antarkelompok. Dimensi pertama, akulturasi adalah metode untuk memadukan

kelompok dominan dan minoritas agar dapat beradaptasi satu dengan lainnya serta mengatasi

perbedaanperbedaan budaya antarmereka. Kedua, integrasi struktural mengetahui profil atau

keadaan budaya anggota-anggota organisasi, seperti perekrutan dan penempatan kerja.

Ketiga, integrasi formal mengenali hubungan-hubungan penting yang berkaitan dengan

kegiatan yang sering terjadi atau yang dilakukan di luar jam kerja formal. Untuk mengetahui

sejauh mana kelompok minoritas dilibatkan dalam jaringan informal atau di luar jam kerja

formal. Keempat, bias kultural, terdapat dua komponen bias kultural, yakni kecurigaan atau

prasangka terhadap anggota-anggota organisasi yang lain berdasarkan pada identitas budaya,

sedangkan yang kedua adalah adanya diskriminasi terhadap anggota-anggota dari kelompok

minoritas. Kelima, identifikasi organisasional berkaitan dengan perasaan memiliki, kesetiaan,

dan komitmen para anggota terhadap organisasi. Keenam, konflik antarkelompok berkaitan

dengan perselisihan, ketegangan, dan pertentangan antarkelompok budaya yang terdapat

dalam organisasi. Dengan enam dimensi ini ditemukanlah ciri-ciri organisasi multikultur,

yakni sebagai berikut.

Page 22: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

a. Pluralisme merupakan proses akulturasi yang terjadi melalui proses pengadopsian

beberapa norma antara anggota kelompok budaya mayoritas dengan minoritas atau

sebaliknya.

b. Integrasi struktural secara penuh, yakni kelompok minoritas terintegrasi secara penuh di

seluruh fungsi, level, dan kelompok-kelompok kerja yang ada dalam suatu organisasi.

c. Integrasi secara penuh ke dalam internal network. Kelompok minoritas terintegrasi dalam

aktivitas-aktivitas sosial dan jaringan-jaringan informal di luar jam kerja normal

organisasi.

d. Tidak adanya prasangka dan diskriminasi, artinya tidak terdapat prasangka dan

diskriminasi yang didasarkan perbedaan di antara anggota organisasi.

e. Tidak ada perbedaan dalam identifikasi organisasional berdasarkan kelompok yang

beridentitas kultural, yaitu adanya rasa ikut memiliki, kesetiaan, dan komitmen terhadap

organisasi yang dimiliki oleh seluruh anggota organisasi.

f. Tingkat konflik antarkelompok rendah, yaitu rendahnya konflik yang terjadi

antarkelompok yang berbeda-beda di dalam organisasi.

Proses globalisasi akan menuntut suatu organisasi agar mampu mengelola keragaman

angkatan kerja untuk meraih keunggulan kompetitif. Selain topik itu, dalam sajian ini juga

diutarakan mengenai keunggulan kompetitif, integrasi sumbersumber keunggulan, tantangan

kompetitif, tantangan memimpin keragaman angkatan kerja, peranan fleksibilitas tempat kerja

dalam mengelola keragaman, dan simpulan.

3. Perubahan dalam Menghadapi Tenaga Kerja

Setiap orang adalah unik, seperti setiap karyawan dalam sebuah organisasi. Individu juga

sama dalam banyak hal, beberapa di antaranya lebih mudah terlihat daripada yang lain.

Keragaman mengacu pada variasi dalam karakteristik manusia yang penting yang

membedakan orang satu sama lain. Dimensi utama dari keanekaragaman usia, etnis, jenis

kelamin, kemampuan mental atau fisik, dan ras. Dimensi sekunder keanekaragaman termasuk

karakteristik seperti gaya komunikasi, status keluarga, dan bahasa pertama. Karakteristik

individu yang berbeda dengan jelas mempengaruhi nilai-nilai, peluang, dan persepsi dirinya

dan orang lain di tempat kerja. Keanekaragaman tenaga kerja di antara karyawan dengan

demikian merupakan tantangan dan kesempatan untuk bisnis.

Pada awal abad ke-21, pertimbangkan tren utama dalam keanekaragaman tenaga kerja yaitu

sebagai berikut :

1. Lebih banyak perempuan bekerja dibandingkan sebelumnya.

Page 23: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Pada tahun 2012, Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat memperkirakan bahwa 47

persen dari seluruh pekerja adalah perempuan, hampir sama dengan bagian mereka dari

populasi. Salah satu efek dari kecenderungan ini adalah bahwa istri dari pria bekerja juga

bekerja untuk mengubah sifat tanggung jawab mereka dalam keluarga.

2. Imigran sangat membentuk ulang atau mempengaruhi tempat kerja.

Antara tahun 2000 hingga 2005, hampir 8 juta imigran memasuki Amerika Serikat-yang

terbesar dalam jangka waktu 5-tahun dalam sejarah bangsa. Negara asal imigran

terkemuka sekarang adalah Meksiko, India, Cina, Filipina, El Salvador, Brasil, dan

Vietnam. Imigran kini mencapai sekitar 15 persen dari total pekerja di Amerika Serikat

yang meningkatkan keanekaragaman bahasa dan budaya di tempat kerja

3. Meningkatnya keanekaragaman etnis dan rasial.

Hispanic (didefinisikan oleh Sensus sebagai orang keturunan Spanyol atau Amerika

Latin), sekarang sekitar 13 persen pekerja berada di Amerika Serikat, diperkirakan akan

menjadi 15 persen pada tahun 2012. Asia diharapkan menjadi segmen yang tumbuh

paling cepat dari angkatan kerja. Proporsi Afrika-Amerika diperkirakan akan terus stabil

sekitar 12 persen. Pada 2012, tenaga kerja Amerika Serikat diproyeksikan menjadi sekitar

35 persen non kulit putih (kategori ini termasuk orang-orang asal Hispanic).

4. Tenaga kerja akan terus bertambah tua.

Pengusaha harus menemukan cara baru untuk mengakomodasi usia pensiun pekerja dan

segera mempersiapkan regenerasi tenaga kerja.

Keanekaragaman tenaga kerja menciptakan banyak isu dan masalah diantara para pekerja.

Pembahasan ini akan mempertimbangkan cara untuk menghadapi perubahan tempat kerja

saat ini, dan implikasinya bagi manajemen. Hukum dan peraturan jelas mengharuskan

perusahaan memberikan kesempatan yang sama dan menghindari diskriminasi dan pelecehan.

Bagaimana memenuhi dan melampaui mandat ini merupakan tantangan yang berkelanjutan

untuk pebisnis yang berusaha menuai keuntungan dari populasi yang terintegrasi dengan baik

dan para pekerja yang memiliki budaya yang beragam. Kita beralih pertama yang dua

dimensi penting dari keanekaragaman di tempat kerja, yaitu : jenis kelamin dan ras.

4. Jenis Kelamin dan Ras di Tempat Kerja

Jenis kelamin dan ras adalah dimensi utama yang terpenting dari keanekaragaman

tenaga kerja. Perempuan dan warna kulit menjadi isu utama jenis kelamin dan ras di tempat

kerja. Namun sifat partisipasi mereka dalam angkatan kerja telah berubah menjadi tantangan

baru untuk bisnis.

Page 24: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Salah satu perubahan yang paling signifikan dalam setengah abad terakhir telah

menjadi tenaga kerja tumbuh kekuatan partisipasi perempuan. Selama periode setelah Perang

Dunia II, proporsi perempuan yang bekerja di luar rumah meningkat secara dramatis. Pada

tahun 1950, sekitar sepertiga dari wanita dewasa yang bekerja. Proporsi ini meningkat hampir

terus, sejak berada pada angka 59 persen pada tahun 2004. Partisipasi tingkat (proporsi

perempuan dalam angkatan kerja) meningkat untuk semua kelompok perempuan, namun

peningkatan yang paling dramatis telah di antara perempuan menikah, ibu dari anak-anak,

dan perempuan kelas menengah, mereka yang sebelumnya telah paling mungkin untuk

tinggal di rumah. Tingkat partisipasi laki-laki agak menurun selama periode ini, antara tahun

1950 dan 2004, proporsi laki-laki dewasa yang bekerja turun dari 86 persen menjadi 73

persen.

Perempuan telah memasuki angkatan kerja untuk banyak alasan yang sama pria.

Mereka membutuhkan penghasilan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga mereka.

Memiliki pekerjaan dengan gaji juga memberikan kemerdekaan bagi psikologis dan

kenyamanan wanita. Biaya hidup yang tinggi memberikan tekanan keuangan pada keluarga,

sering mendorong wanita untuk mauk ke dalam angkatan kerja hanya untuk mempertahankan

standar terbiasa hidup atau untuk menempatkan anak-anak sampai perguruan tinggi atau

perawatan untuk orang tua mereka. Kelemahan-kelemahan dan ketidakpastian rencana

pensiun dan program perawatan kesehatan sering berarti bahwa perempuan, maupun laki-laki,

perlu menabung, berinvestasi, dan merencanakan masa depan. Ketika perempuan mengalami

perceraian, mereka tidak lagi mengandalkan penghasilan pasangannya untuk dukungan bagi

kebutuhan hidup sehari-hari.

Peningkatan pesat dari partisipasi angkatan kerja perempuan di tahun-tahun pasca

perang juga mencerminkan perluasan segmen ekonomi yang pengusaha besar perempuan.

Pada tahun 1940, sekitar sepertiga dari semua pekerjaan Amerika Serikat adalah kerah putih

(tidak membutuhkan tenaga kerja manual); pada tahun 1980, lebih dari setengah adalah kerah

putih. Pekerjaan profesional, teknis, dan layanan juga tumbuh relatif terhadap perekonomian.

Penciptaan posisi baru dalam bidang tradisional dikelola oleh perempuan dihasilkan apa yang

disebut permintaan perempuan ke dalam angkatan kerja. "Pekerjaan perempuan" lebih berarti

sehingga lebih banyak perempuan bekerja.

Tingkat partisipasi angkatan kerja bagi kaum minoritas, tidak seperti perempuan,

selalu tinggi. Sebagai contoh, pada tahun 1970 sekitar 62 persen dari seluruh bangsa Afrika-

Amerika (laki-laki dan perempuan digabungkan) bekerja; angka itu sekitar 67 persen hari ini.

Tingkat partisipasi juga telah secara konsisten tinggi untuk sebagian kelompok minoritas

Page 25: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

lainnya, karena Asia telah mencapai 67 persen, dan Hispanic telah mencapai 71 persen.

Perubahan kunci di sini telah merubah pandangan mengenai warna kulit dalam beberapa

dekade terakhir dan telah meruntuhkan diskriminasi dan segregasi dalam dunia kerja.

Minoritas telah menjadi lebih baik diwakili dalam jajaran manajer, profesional, dan

perdagangan terampil.

Wajah sukses di Amerika Serikat adalah beragam, seperti tenaga kerja tersebut.

Pertimbangkan Jenny Ming, presiden divisi Old Navy dari Gap, Ins. Mulai tahun 1998

sampai 2006. Ming berimigrasi bersama keluarganya dari Macao (sebuah negara kepulauan

di lepas pantai Cina) ketika ia berusia 9 tahun. Dia kemudian ingat dalam sebuah wawancara

bahwa ketika masih muda, ia mencintai segalanya tentang Amerika, terutama Halloween.

Setelah menyelesaikan pendidikannya dalam sistem universitas publik, Ming mengambil

pekerjaan pertamanya sebagai asisten manajer departemen untuk Mervyn. Dia pindah dengan

cepat di dunia ritel, menjadi eksekutif puncak di Old Navy ketika dia hanya 39. Sebuah profil

di BusinessWeek menceritakan keberhasilan Ming untuk “bakat luar biasa untuk memprediksi

bahwa pakaian hip-looking saat itu akan menarik bagi massa, kemudian membuat taruhan

besar pada produksi jumlah besar diperlukan untuk meyakinkan bahwa model pakaian

tersebut akan terkenal”.

Grafik 1. Proportion of Women in the Labor Force 1970-2009 In US

Grafik 2. Proportion of Women in the Labor Force 1970-2009 In Indonesia

Page 26: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

5. Kesenjangan Upah berdasarkan Faktor Jenis Kelamin dan Ras (Gender & Racial

Gap Pay)

Salah satu hal yang terjadi terus-menerus di dunia kerja adalah bahwa perempuan dan

orang-orang selain berkulit putih menerima gaji lebih rendah dari orang-orang berkulit putih.

Perbedaan ini, yang disebut kesenjangan gaji, yang terjadi selama tiga dekade terakhir. Tapi

pada tahun 2004 laki-laki berkulit hitam dan perempuan berkulit putih masih diterima hanya

sedikit lebih dari tiga-perempat dari upah laki-laki berkulit kulit putih; perempuan berkulit

hitam memperoleh sekitar 69 persen. (Data ini didasarkan pada pekerja penuh waktu saja).

Kesenjangan upah untuk perempuan Hispanic menurun sekitar 7 persen selama dua dekade

terakhir, dan bahwa untuk pria Hispanic, hanya 1 persen. Penelitian terbaru oleh dua ekonom

menunjukkan bahwa kesenjangan gaji berdasarkan jenis kelamin, sekarang 77 persen, karena

wanita bekerja lebih sedikit dan lebih mungkin untuk meluangkan waktu untuk membesarkan

anak.

Para ahli tidak sepakat tentang penyebab kesenjangan upah antara wanita dan pria.

Beberapa percaya kesenjangan gender karena merupakan bukti diskriminasi; lain percaya

kesenjangan mencerminkan pilihan perempuan untuk mengejar pekerjaan dengan gaji rendah

atau kemajuan lambat karena banyak waktu yang diperlukan untuk tanggung jawab kepada

keluarga. Banyak pengamat setuju, bagaimanapun, bahwa kesenjangan gaji tetap sebagian

karena apa yang disebut segregasi pekerjaan. Istilah ini mengacu pada konsentrasi yang tidak

adil dari kelompok, seperti kelompok minoritas atau perempuan, dalam kategori pekerjaan

tertentu. Kesenjangan bayaran tinggi untuk pekerja Hispanic, misalnya, sebagian

mencerminkan konsentrasi mereka dalam beberapa pekerjaan bergaji rendah. Empat puluh

empat persen dari pembungkus daging, 40 persen pekerja pemeliharaan dasar, 39 persen

pekerja pertanian, dan 38 persen dari pembersih rumah tangga asal Hispanic, menurut Biro

Page 27: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Sensus, meskipun Hispanic membuat hanya 13 persen dari angkatan kerja sebagai

keseluruhan. Meskipun perempuan, untuk bagian mereka, telah membuat langkah besar

dalam memasuki pekerjaan di mana mereka sebelumnya kurang terwakili, masih banyak

terkonsentrasi di pekerjaan seks beberapa diketik yang beberapa telah disebut "ghetto kerah

merah muda". Perempuan masih lebih banyak sebesar 98 persen menjadi guru Taman Kanak-

kanak (TK), 92 persen menjadi penjaga toko buku, 99 persen menjadi perawat kebersihan

gigi, dan 92 persen menjadi resepsionis. Menghilangkan kesenjangan gaji akan membutuhkan

program-program bisnis dan kebijakan pemerintah yang dapat menciptakan peluang bagi

perempuan dan orang selain berkulit putih untuk keluar dari pekerjaan lebih terpisah dimana

dapat mendapatkan gaji dan kesempatan untuk mobilitas ke atas lebih besar.

Pekerjaan yang paling bergengsi dan bergaji tertinggi dalam korporasi adalah berada

dalam jajaran manajemen. Karena kebanyakan perusahaan tersebut akan disusun secara

hierarki, posisi untuk pekerjaan yang berada pada jajaran manajemen tidak banyak. Untuk itu,

hanya sebagian kecil pekerja, apapun gender atau ras, dapat berharap untuk mencapai tingkat

atas di dunia bisnis. Orang kulit putih secara tradisional diisi sebagian besar tempat yang

diinginkan. Kewajiban bisnis sekarang adalah untuk memperluas peluang kepemimpinan

tingkat tinggi untuk perempuan dan orang-orang selain berkulit putih.

Grafik 3. The Gender and Race Pay Gap In US

6. Pecahkan Langit-langit Kaca (Breaking the Glass Ceiling)

Page 28: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Seorang wanita yang luar biasa beberapa orang dan warna telah mencapai puncak

kekuasaan di perusahaan Amerika. Pada tahun 2006, Patricia A. Woertz, misalnya, menjadi

presiden dan CEO Archer Daniels Midland, raksasa agribisnis, setelah karir yang sukses di

Chevron, di mana ia naik menjadi presiden eksekutif wakil penyulingan dan pemasaran,

bisnis $ 100 miliar. Ketika Richard Parsons, seorang Afrika-Amerika, menjadi ketua dan

kepala eksekutif AOL Time Warner pada tahun 2002, ditutup kenaikan karir yang luar biasa

dari jalan-jalan di Bedford-Stuyvesant, sebuah lingkungan miskin di New York City, untuk

memimpin salah satu yang terbaik- perusahaan dikenal di dunia.

Meskipun wanita dan orang selain berkulit putih kompeten dalam mengelola tenaga

kerja dan organisasi, mereka jarang mencapai posisi tertinggi di perusahaan. Pendakian

mereka tampaknya akan dipatahkan oleh sebuah penghalang tak terlihat, kadang-kadang

disebut langit-langit kaca (glass ceiling). Menurut Catalyst, sebuah organisasi advokasi bagi

para eksekutif wanita, pada tahun 2002 hanya 16 persen dari petugas (dan 1 persen kepala

eksekutif) dari perusahaan terkemuka adalah perempuan. Kurang dari 1 persen dari

perusahaan Fortune yang dipimpin oleh seseorang dari selain berkulit putih. Di Eropa,

keragaman di jajaran atas juga jarang. Sebuah studi pada tahun 2005 dari 360 perusahaan

terkemuka di Uni Eropa dan Skandinavia menemukan bahwa hanya satu perusahaan,

Vodafone, memiliki chief executive dari kelompok minoritas (dia adalah Arun Sarin, warga

negara Amerika kelahiran India), hanya 3 perusahaan yang dipimpin oleh seorang wanita.

Perempuan dan minoritas juga jarang di papan perusahaan. Sebuah studi pada tahun

2005 melaporkan bahwa hanya 17 persen dari anggota dewan dari Fortune perusahaan adalah

perempuan, dan hanya 15 persen adalah orang selain berkulit putih. Beberapa perusahaan

berdiri keluar sebagai pengecualian, di Alcoa, IBM, Hewlett-Packard dan Jaringan Kesehatan

Wellpoint, sebagian besar direktur adalah perempuan atau kelompok minoritas.

Pada tahun 2006, suatu hukum (unususal law) mendukung keragaman ruang rapat

mulai berlaku di Norwegia. Ini mengamanatkan bahwa, pada tahun 2008, 40 persen direktur

perusahaan dalam perusahaan Norwegia besar adalah perempuan. "Wanita akan memiliki

tempat di mana kekuasaan ada," kata menteri Norwegia anak-anak dan kesetaraan. "Ini ...

akan menjadi contoh untuk pusat masyarakat lainnya." Penentang, termasuk banyak dalam

komunitas bisnis, mengeluh bahwa hal itu akan memaksa orang-orang yang berpengalaman

banyak dari dewan perusahaan. Selain itu, kata mereka, itu akan melanggar prinsip dasar

bahwa para pemegang saham harus dapat memilih orang yang mereka inginkan. Dalam dua

tahun sebelumnya, representasi perempuan di dewan perusahaan telah naik dari 8 persen

menjadi 16 persen, untuk mengantisipasi pelaksanaan hukum.

Page 29: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Kegagalan untuk mencapai pekerjaan paling atas dalam beberapa kasus adalah karena

kurangnya pengalaman atau pendidikan yang tidak memadai. Karena gender dan ras yang

telah membuat perempuan dan minoritas keluar dari manajemen sampai beberapa tahun

terakhir, hanya sedikit memiliki waktu untuk memperoleh pengalaman bertahun-tahun yang

khas yang paling tinggi eksekutif. Juga, dalam beberapa tahun sebelumnya perempuan dan

minoritas dilarang untuk memasuki sekolah lulusan teknik, ilmu, bisnis, dan hukum.

Tradisional parthways kepada manajemen paling atas. Bahkan sebagai hambatan telah

diturunkan, meskipun, kelompok-kelompok ini tetap kurang terwakili di tingkat eksekutif.

Apa terus memegang perempuan dan kaum minoritas kembali? Sebuah studi di

Harvard Business Review melaporkan bahwa hambatan utama adalah dinding kaca,

kesempatan lebih sedikit untuk bergerak ke samping ke dalam pekerjaan yang mengarah ke

atas. Perempuan dan manajer minoritas yang sering ditemukan pada posisi staf, seperti

hubungan masyarakat atau sumber daya manusia, bukan di posisi lini di daerah inti seperti

pemasaran, penjualan, atau produksi di mana mereka dapat memperoleh keterampilan

manajemen yang luas yang diperlukan untuk promosi. Masalah lain adalah bahwa dalam

mengisi posisi teratas. Penyebab lainnya adalah kurangnya perusahaan komitmen terhadap

keragaman dan akuntabilitas terlalu sedikit di tingkat manajemen puncak untuk kesempatan

kerja yang sama. Namun, kemajuan terbaru oleh perempuan dan minoritas dalam eksekutif

menunjukkan bahwa langit-langit kaca akhirnya dapat dipecahkan.

7. Women and Minority Bussiness Ownership

Kenanekaragaman tenaga kerja (workforce diversity) merupakan suatu istilah yang

digunakan untuk menggambarkan perbedaan tenaga kerja secara demografis terutama yang

berkaitan dengan umur, jenis kelamin, ras, asal negara, dan karakteristik fisik. Semakin

meningkatnya keanekaragaman tenaga kerja membuat semua organisasi harus menyadari arti

penting praktik pemberian kerja yang adil.

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman tenaga kerja akan

meningkatkan kemampuan karyawan terkait dengan inovasi, problem solving maupun

menciptakan peluang bisnis baru. Selain itu, perspektif dan pengalaman yang beraneka ragam

juga dapat dijadikan sumber untuk membangun keunggulan bersaing.Tetapi di sisi lain,

kondisi tenaga kerja yang beraneka  ragam juga seringkali memunculkan prasangka secara

budaya (cultural bias) dalam bentuk: (1)  prejudice (anggapan negatif serta sikap tidak

rasional terhadap orang-orang tertentu karena identitas kelompok mereka yang minoritas), (2)

discrimination (prasangka yang merugikan kaum minoritas karena menolak mereka untuk

mendapatkan kesempatan secara penuh sebagai anggota organisasi), contoh: glass ceiling

Page 30: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

effect (adanya suatu hambatan yang tidak terlihat jelas, menghalangi wanita dan pekerja

minoritas dalam mencapai tingkatan tertentu dalam tanggung jawab organisasional).

Wanita dan pekerja minoritas harus menghindari hambatan glass ceiling effect dan

menjadi seorang pemimpin atau menjalankan bisnis mereka sendiri. Tahun 2006, berdasarkan

penelitian Women’s business research, lebih dari 10 juta bisnis, 48% dari semua itu di

Amerika telah dimiliki dan dicontrol oleh wanita. Sebagai contoh, seorang wirausaha

perempuan yang sukses, Cathrine Huges, Pendiri dan CEO dari Radio One, sebuah

perusahaan yang memiliki lebih dari 50 stasiun radio, terutama dipasar perkotaan. Hughes,

merupakan perempulan kulit hitam, memulai bisnisnya pada tahun 1980, ketika dia menjado

general manager di Howard University’s FM station, dengan membeli stasiun RnB yang telah

tutup. Selama beberapa tahun, Huges tidur distasiun radionya, dan menjalankan talksow pagi

hari, dan disore haji berjalan kaki untuk menjadi periklanan. Dipertengahan 1980an, stasiun

radionya telah berubah menjadi radio yang sehat yang dapat menghasilkan laba, dan hughes

mulai memiliki stasiun radio lainnya. Ditahun 2006, perusahaanya telah beroperasi dengan 70

stasiun radio. “saya telah menentukan untuk membuat ini berhasil” kata Hughes.

Beberapa tahun terakhir ini, wanita telah membentuk bisnis-bisnis baru yang hampir

dua kali dari tingkat laki-laki. Walaupun kebanyakan dari mereka memimpin di perusahaan-

perusahaan kecil. Secara kolektif, mereka telah mempekerjakan lebih dari 19 juta orang di

amerika dan menghasilkan penjualan 2,5 triliun dollar.

8. Equal employment opportunity

Pada awal tahun 1960an, Presiden Amerika telah mempromosikan tentang persamaan

perlakuan terhadap karyawan, yaitu Equal Employment Opportunity. Peraturan pemerintah

Amerika yang diterapkan di banyak bisnis diantaranya mengatur tentang :

Diskriminasi berdasarkan ras,warna kulit,agama, gender, kewarganegaraan,cacat mental

dan fisik, atau umur dilarang didalam semua pratik pegawai/pekerja. Termasuk

memperkerjakan, mempromosikan, klasifikasi pekerjaan, dan tugas, kompensasi, dan keadaan

pekerjaan lainnya.

Kontraktor-kontraktor pemerintah harus menulis rencana aksi afrimatif secara detail

bagaimana mereka bekerja secara positif untuk menyelesaikan efek masa lalu dan sekarang

dari diskriminasi didalam tenaga kerja mereka. Bagaimanapun, rencana aksi afrimatif ini

harus bersifat sementara dan fleksibel, didesain untuk memperbaiki diskriminasi masa lalu,

dan tidak mengakibatkan diskriminasi terbalik terhadap orang kulit putih dan laki-laki.

Page 31: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

Laki-laki dan perempuan harus menerima pembayaran yang sama untuk performa kerja

yang sama, dan para pakerja tidak boleh didiskriminasi pada dasar kehamilan.

Persamaan kesempatan bagi para pekerja diindonesia juga sudah dilakukan. Komitmen

pemerintah dalam peningkatan Persamaan hak dalam kesempatan kerja bagi setiap warga

indonesia termasuk penyandang cacat telah tertian dan tercatat di UUD 1945 pasal 27 ayat 2

“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

dan pasal 28D ayat 2 “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

Yang dimaksudkan dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan sendiri maupun

masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kerja Penca adalah

penduduk/seseorang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat menggangu

atau merupakan rintangan dan hambatan bagi yang melakukan kegiatan secara selayaknya.

Kesamaan kesempatan kerja bagi penyandang cacat juga telah diatur didalam UU No 4

tahun 1997. Didalam Bab 4 pada pasal 13,14, dan 27 pemerintah berusaha dalam hal

kesamaan kesempatan kerja bagi para penyandang cacat dan menmberikan apresiasi bagi

perusahaan yang mempekerjaan penyandang cacat.

Dalam pasal 13 menyatakan “Setiap Penyandang Cacat mempunyai kesamaan

kesempatan untukmendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis derajat kecacatannya.”. Pasal

14 menyatakan “Perusahaan Negara dan Swasta memberikan Kesempatan dan perlakuan

yang sama kepada Penyandang Cacat dengan mempekerjakan Penyandang Cacat

diperusahaannya dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya yang

jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan atau kwalifikasi perusahaan.”. Dan

dalam pasal 27 pemerintah memberikan apresiasi bagi perusahaan, dimana pasal ini berbunyi

“Pemerintah memberikan penghargaan kepada perusahaan yang mempekerjakan Penyandang

Cacat.”

9. Affirmative Action

Tindakan afirmatif mengacu pada kebijakan yang mengambil faktor termasuk "ras,

warna kulit, agama, jenis kelamin atau asal-usul kebangsaan" menjadi pertimbangan dalam

rangka memperoleh manfaat kelompok terwakili dengan mengorbankan kelompok mayoritas,

biasanya sebagai cara untuk mengatasi pengaruh dari sejarah diskriminasi. Fokus kebijakan

tersebut berkisar dari pekerjaan dan pendidikan dengan kontrak masyarakat dan program

kesehatan. "Aksi afirmatif" adalah tindakan yang diambil untuk meningkatkan representasi

Page 32: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

perempuan dan minoritas di bidang ketenagakerjaan, pendidikan, dan bisnis dari mana

mereka telah historis dikecualikan. Aksi afirmatif atau di Eropa dikenal sebagai diskriminasi

positif menunjuk kepada kebijakan yang bertujuan untuk menyebarluaskan akses

ke pendidikan atau pekerjaan bagi kelompok non-dominan secara sosial-politik berdasarkan

sejarah (terutama minoritas atau perempuan). Motivasi untuk aksi afirmatif adalah

mengurangi efek diskriminasi dan untuk mendorong institusi publik seperti

universitas, rumah sakit, dan polisi untuk lebih dapat mewakilit populasi.

Affirmative Action Istilah ini berasal di Amerika Serikat, dan pertama kali muncul di

eraPresiden John F. Kennedy 's Executive Order 10925. Istilah ini digunakan untuk merujuk

kepada langkah-langkah untuk mencapai non-diskriminasi. Pada tahun 1965, Presiden

Lyndon Johnson yang dikeluarkan Executive Order 11246 federal yang mengharuskan

kontraktor untuk mengambil "tindakan tegas" untuk menyewa tanpa memandang ras, agama,

dan asal nasional. Pada tahun 1968, jenis kelamin telah ditambahkan ke dalam daftar anti-

diskriminasi. Pencocokan prosedur di negara-negara lain juga dikenal sebagai reservasi di

India, diskriminasi positif di Inggris dan ekuitas kerja di Kanada.

Tindakan afirmatif merupakan upaya untuk mempromosikan kesempatan yang sama.

Hal ini sering dilembagakan dalam pengaturan pemerintah dan pendidikan untuk memastikan

bahwa kelompok-kelompok minoritas dalam suatu masyarakat termasuk dalam semua

program. Pembenaran untuk tindakan afirmatif adalah untuk mengkompensasi masa lalu,

penganiayaan diskriminasi atau eksploitasi oleh kelas penguasa budaya, atau untuk mengatasi

diskriminasi yang ada.

10. Pelecehan Seksual dan Rasial

Peraturan pemerintah melarang kedua pelecehan seksual dan rasial. Dari dua jenis, kasus

pelecehan seksual lebih banyak terjadi, dan hukum meliputi mereka lebih baik didefinisikan.

Tapi kasus pelecehan ras adalah berkembangnya kekhawatiran bagi majikan.

Pelecehan seksual di tempat kerja terjadi ketika setiap karyawan, wanita atau pria,

mengalami berulang, perhatian seksual yang tidak diinginkan atau ketika di tempat kerja-

kondisi bermusuhan atau mengancam dengan cara seksual. Ini mencakup baik perilaku fisik -

misalnya, menyentuh sugestif - serta pelecehan verbal, seperti sindiran seksual, lelucon, atau

proposisi. Pelecehan seksual tidak terbatas pada tindakan nyata dari individu rekan kerja atau

supervisor, tetapi juga dapat accur jika iklim kerja sebuah perusahaan adalah terang-terangan

dan ofensif seksual atau mengintimidasi karyawan. Wanita adalah target pelecehan seksual

Page 33: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

paling adalah ilegal, dan AS Kerja Komisi Persamaan Kesempatan (EEOC) diberdayakan

untuk menuntut atas nama korban.

11. Apakah Para Pebisnis Dapat Melakukan: Keragaman Kebijakan dan Praktik

Semua bisnis, tentu saja, diharuskan untuk mematuhi hukum yang mewajibkan

kesempatan kerja sama dan melarang pelecehan seksual dan rasial; mereka yang gagal untuk

melakukannya risiko tuntutan hukum mahal dan ketidaksetujuan publik. Tetapi tidak cukup

hanya untuk mengikuti hukum. Yang terbaik perusahaan dikelola melampaui kepatuhan,

mereka menerapkan berbagai kebijakan dan praktek untuk membuat tempat kerja ramah, adil,

dan mengakomodasikan kepada seluruh karyawan.

Perusahaan yang mengelola keragaman efektif mengambil sejumlah tindakan terkait,

selain mematuhi semua hukum yang relevan. Penelitian menunjukkan bahwa tindakan tersbut

meliputi berikut ini.

1. Articulasi misi keragaman yang jelas, tujuan yang ditetapkan, dan memegang

tanggung jawab seorang manager.

Sebuah contoh dari perusahaan yang telah melakukannya adalah pemberi pinjaman

hipotek Fannie Mae. Misi perusahaan secara keseluruhan adalah untuk meningkatkan

Amerika. Ini berarti, tentu saja bahwa perusahaan bekerja dengan kelompok yang sangat

beragam pelanggan. Fannie Mae mengakui bahwa salah satu cara untuk melakukan hal ini

dengan baik, dalam kata-kata salah satu ikatan yang ditulis intinya, adalah "untuk

sepenuhnya memanfaatkan keterampilan, bakat, dan potensi dari semua karyawan kami."

Mengembangkan Kantor perusahaan Keanekaragaman dan Kehidupan Kerja tujuan,

melakukan pelatihan, mengelola program mentoring, dan memantau kepatuhan pada

semua tingkatan. Tiga - perempat dari perusahaan Fortune 500 memiliki program

keragaman, sebagian besar pelatihan yang dirancang untuk mempromosikan kepekaan

dan kesadaran. Di United Parcel Service, senior - manajer tingkat yang diperlukan untuk

menghadiri satu - keragaman bulan dan tentu saja kepemimpinan. Langkah penting

lainnya adalah untuk menghargai manajer. Di Monsanto, misalnya, sebagian dari semua

bonus yang dibayarkan kepada "orang manajer" didasarkan pada seberapa baik

departemen mereka memenuhi tujuan keragaman berbagai.

2. Menyebarkan jaringan yang luas dalam perekrutan, untuk menemukan area yang

paling beragam atas kandidat yang memenuhi syarat

Mereka yang bertanggung jawab dari kedua perekrutan dan promosi perlu mencari semua

pekerja yang mungkin memenuhi syarat - baik di dalam dan luar perusahaan. Hal ini

Page 34: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

sering melibatkan bergerak di luar kata-dari mulut ke mulut jaringan, yang dapat

menghasilkan kumpulan pelamar yang mirip dengan orang yang sudah bekerja untuk

perusahaan atau pekerjaan tertentu. Usaha sukses salah satu perusahaan untuk

mempromosikan keragaman dalam praktik mempekerjakan dan mempromosikan gambar

ini dalam contoh sebagai berikut.

Sebagai bagian dari kesepakatan untuk menyelesaikan seks - diskriminasi gugatan class

action, Home Depot, Inc, memperkenalkan inovasi baru, sebuah mempekerjakan

komputerisasi dan sistem promosi yang disebut Job Program Preferensi, atau JPP untuk

pendek. Perusahaan ini menginstal dan mengisi kuesioner tentang pengalaman dan tujuan

parir mereka. Karyawan tersebut didorong untuk menggambarkan aspirasi di jangka

panjang kehidupan mereka. Komputer JPP kemudian membuat saran tentang pekerjaan

mereka tidak mungkin berpikir tentang itu cocok ambisi mereka. Pada tahun-tahun

pertama setelah sistem diperkenalkan, jumlah manajer perempuan di Home Depot

meningkat sebesar 30 persen, dan jumlah manajer minoritas sebesar 28 persen.

3. Identify wanita menjanjikan dan orang-orang warna, dan menyediakan mereka

dengan mentor dan jenis bantuan lain.

Apa teknik bekerja untuk menghancurkan langit-langit kaca? Satu studi dari sekelompok

eksekutif wanita yang sangat sukses menemukan bahwa sebagian telah dibantu oleh

tingkat atas pendukung dan dengan kesempatan ganda untuk mendapatkan keterampilan

yang penting. Beberpa perusahaan telah mempromosikan mobilitas oleh mentor dan

menugaskan - konselor yang lebih senior – untuk para wanita yang menjanjikan dan

manajer minoritas dan dengan menyediakan peluang yang mencakup luas pengalaman lini

manajemen. Di American Express, misalnya, manajer bertanggung jawab untuk

mengembangkan bakat 'beragam in2004, 2.000 perempuan berpartisipasi dalam program

mentoring perusahaan. Pimipnan Amex dan CEO, Kenneth Chenault, adalah Afrika-

Amerika.

4. Mendirikan dewan keragaman untuk memantau tujuan perusahaan dan kemajuan ke

arah mereka

Sebuah dewan keragaman adalah suatu kelompok manajer dan karyawan yang

bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana tindakan tertentu

dalam memenuhi tujuan keragaman organisasi. Terkadang, sebuah dewan keragaman

akan dibentuk dalam unit bisnis tertentu. Sebuah contoh dari perusahaan yang telah

digunakan secara efektif adalah dewan keragaman Pitney Bowes, pembuat mesin

komunikasi bisnis. Perusahaan ini mengadopsi serangkaian perencanaan keragaman

Page 35: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

strategis, masing-masing menetapkan tujuan yang spesifik untuk periode lima tahun

mendatang. Keanekaragaman dewan didirikan di setiap unit bisnis untuk melaksanakan

program untuk memenuhi tujuan thes, dan setiap kemajuan tahun dinilai. Sebuah Dewan

Komite Penanggung jawab Perusahaan mengawasi program secara keseluruhan. Pitney

Bowes telah berulang kali telah ditunjuk untuk daftar pengusaha terbaik dari wanita dan

orang kulit berwarna.

Bisnis yang mengelola keragaman efektif menikmati advantagewhile prinsip strategis

etika fundamental, mendikte bahwa semua karyawan harus diperlakukan dengan adil dan

dengan menghormati hak-hak dasar manusia, ada juga bottom line keuntungan untuk

melakukannya.

Perusahaan yang mempromosikan kesempatan kerjasama yang umumnya lebih baik

dalam menarik dan mempertahankan pekerja dari semua latar belakang. Hal ini semakin

penting sebagai area tenaga kerja terampil tumbuh lebih beragam.Bisnis dengan karyawan

dari berbagai latar belakang dapat sering lebih efektif melayani pelanggan yang juga adalah

beragam.Pasar global menuntut tenaga kerja dengan keterampilan bahasa, kepekaan budaya,

dan kesadaran akan perbedaan nasional dan lainnya di seluruh pasar.

12. Menyeimbangkan Pekerjaan dan Kehidupan

Sifat dari keluarga dan kehidupan keluarga telah berubah, baik di Amerika Serikat dan di

banyak negara lain. Kelompok-kelompok utama di mana orang hidup hanya sebagai beragam

seperti tenaga kerja itu sendiri. Salah satu yang paling menonjol dari perubahan ini adalah

bahwa dual-keluarga berpenghasilan telah menjadi jauh lebih umum. Menurut Sensus data

terbaru AS, dalam dua pertiga dari pasangan menikah dengan anak-anak (65%), kedua orang

tua bekerja setidaknya paruh waktu. Ini naik dari hanya sepertiga dari familiies seperti pada

tahun 1976.

13. Penitipan Anak dan Pelayanan Panti Jompo

Salah satu isu penting untuk bisnis yang mendukung pekerja dengan tanggung jawab

untuk anak dan saudara tua. Permintaan untuk penitipan anak sangat besar dan berkembang.

Jutaan anak-anak membutuhkan perawatan sehari-hari, terutama keluar hampir 7 dari setiap

10 anak yang ibunya memiliki pekerjaan. Sebuah sumber masalah utama utama stres yaitu di

tempat kerja bagi orangtua yang bekerja prihatin anak-anak mereka, dan masalah penitipan

anak adalah alasan utama mengapa karyawan gagal untuk masuk kerja.

Para bisnis telah menemukan program perawatan anak, selain untuk mengurangi absensi dan

keterlambatan, juga meningkatkan produktivitas dan merekrut bantuan dengan meningkatkan

Page 36: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

kedudukan perusahaan dan membantu untuk mempertahankan karyawan berbakat. Di tahun

2003, 95 persen perusahaan besar AS memberikan beberapa jenis bantuan perawatan anak,

termasuk pelayanan rujukan, tergantung perawatan tanggung jawab, dan voucher. satu dari 10

perusahaan besar yang disediakan di tempat jasa penitipan anak. anexample adalah Johnson

Wax, konsumen produk perusahaan yang peduli pada 400 anak-anak di negara pusat kesenian

di Racine, Wisconsin, kantor pusatnya. "Ini bukan keuntungan," jelas juru bicara perusahaan.

"Ini memutuskan bisnis yang baik karena kita ingin menarik yang terbaik."

14. Bekerja Fleksibilitas

Dewasa ini sistem pasar kerja di banyak negara mengalami perubahan sebagai akibat

perubahan orientasi ekonomi global. Pasar kerja kini didorong ke arah bentuk yang lebih

fleksibel (flexible labour market) bersamaan dengan menguatnya liberalisasi perekonomian

dunia. Pasar kerja yang fleksibel – berikut sistem produksi yang fleksibel (flexible

production) – diyakini oleh para pendukungnya dapat lebih merangsang pertumbuhan

ekonomi serta memperluas pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di

tengah iklim kompetisi ekonomi global yang semakin ketat.

Sejalan dengan perubahan tersebut, peran negara dalam mengatur bekerjanya pasar kerja

serta bentuk tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan warganya pun mengalami

perubahan. Peran dan tanggung jawab negara tersebut cenderung menyurut. Hal ini terlihat

dari menurunnya alokasi anggaran untuk tanggung jawab negara yang berkaitan dengan

kesejahteraan warganya (lihat Lindert, 2004). Demikian pula regulasi negara yang mengatur

bekerjanya pasar tersebut berkurang. Sebaliknya, bekerjanya pasar kerja dan penyelenggaran

kesejahteraan tersebut lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar itu sendiri.

Dinamikanya diserahkan langsung kepada hubungan antara pemodal dengan para pekerja

atau pencari kerja. Melalui praktek hubungan-hubungan kerja di tingkat perusahaan,

fleksibilitas pasar kerja diasumsikan dapat menghasilkan efek-efek positif bagi pertumbuhan

ekonomi maupun keadilan sosial. Oleh sebab itu fleksibilitas kini menjadi modus utama

operasi modal di banyak sektor.

Dalam kenyataan, perkembangan fleksibilitas pasar kerja menghasilkan efek yang

beragam. Di banyak negara, khususnya negara berkembang, fleksibilitas justru menciptakan

masalah yang tidak kecil baik bagi kelompok pekerja maupun kelompok masyarakat miskin

(Gallie & Vogler, 1995; Vecernik, 2001; Caraway: 2007, Beleva & Tsanov, 2001). Alih-alih

berdampak positif, pasar kerja yang fleksibel justru memiliki kerentanan dalam menciptakan

degradasi kondisi kerja, ketidakpastian pendapatan dan kesejahteran serta melemahnya posisi

Page 37: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

tawar dari pekerja. Pasar kerja fleksibel menghasilkan pembagian kesempatan kerja dengan

mengorbankan kualitas kesempatan kerja itu sendiri. Tingkat kerawanan yang lebih tinggi

terjadi dalam pasar kerja yang memiliki suplai angkatan kerja tidak terampil yang berlebih

(over supply). Di dalam konteks ini, menyurutnya peran negara dari sejumlah peran

pelindungan sosial ekonominya justru membuat efek negatif dari fleksibilitas pasar kerja

semakin menjadi lebih besar.

Situasi dan dampak tersebut terjadi pula di dalam sistem pasar kerja di Indonesia yang

sedang berubah ini. Upaya fleksibilisasi pasar kerja secara keras dilakukan baik oleh

pemerintah maupun pengusaha melalui kebijakan dan praktek ketenagakerjaan. Langkah-

langkah ini ternyata menghasilkan berbagai dampak negatif di kalangan pekerja hampir di

berbagai sektor. Dampak negatif bahkan juga dirasakan oleh para pencari kerja serta

kelompok-kelompok masyarakat yang bergantung kehidupannya dari para pekerja dan

pencari kerja tersebut. Ketidaksesuaian antara perencanaan kebijakan ketenagakerjaan

dengan kondisi obyektif angkatan kerja, kondisi institusi-institusi pasar tenaga kerja,

kebijakan makro perekonomian dan – yang lebih terpenting – menurunnya tanggung jawab

negara terhadap perlindungan pekerja dan kesejahteraan warganya menjadi faktor-faktor

kunci yang menyebabkan luasnya dampak negatif tersebut.

15. FLEKSIBILITAS PASAR KERJA: ASUMSI DAN REALITAS

Pembedahan secara kritis terhadap sistem pasar kerja fleksibel harus dimulai dari telaah

terhadap asumsi-asumsi yang mendasarinya dan bentuk-bentuk kebijakan yang menjadi

turunannya.  Perbandingan antara asumsi-asumsi pemikiran tersebut dengan pola-pola

kebijakan nyata tentang pasar kerja serta keadaan obyektif pasar kerja akan memberi

gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan yang terjadi di seputar pasar kerja

fleksibel.

Asumsi-asumsi Fleksibilitas Pasar Kerja

Pasar kerja fleksibel merupakan sebuah institusi dimana pengguna tenaga kerja

(employer) dan pekerja serta pencari kerja bertemu pada suatu tingkat upah tertentu dimana

kedua belah pihak memiliki keleluasaan dalam menentukan keputusan untuk bekerjasama

tanpa hambatan sosial politik. Keleluasaan ini merupakan bentuk strategi adaptasi masing-

masing terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya (Meulders &

Wilkin, 1991; Ul Haque, 2002).   

Menurut para pendukung gagasan pasar kerja fleksibel, prinsip-prinsip pasar kerja ini

diasumsikan menghasilkan dua efek positif sekaligus. Pertama, persaingan yang terbuka dan

bebas–intervensi non-ekonomi di dalam pasar yang fleksibel akan menghasilkan

Page 38: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kedua, fleksibilisasi pasar kerja akan menghasilkan

pemerataan kesempatan kerja yang pada gilirannya dapat menciptakan perbaikan tingkat

pendapatan dan pengurangan tingkat kemiskinan. Pasar diserahkan sepenuhnya kepada

pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan pertukaran rasional (Rapley, 1997). Berbagai

peraturan yang membatasi dan menghambat gerak para pelaku ekonomi tersebut ditiadakan. 

Di dalam pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di antara pengguna tenaga kerja

(employer) dengan tenaga kerja (pekerja atau pencari kerja) dipandang sebagai kondisi yang

perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.  Pengguna tenaga kerja bebas

mencari tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja

bebas memilih pengguna tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga kerja

(Islam, 2001).  Kebutuhan rasional pengguna ditentukan oleh jenis dan kapasitas produksi

yang dibutuhkan sesuai dengan persaingan yang dihadapinya dalam pasar komoditas.

Kebutuhan rasional tenaga kerja ditentukan oleh seberapa jauh pendapatan yang diberikan

oleh pengguna tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Islam, 2001).

Di dalam sistem pasar kerja yang fleksibel, keleluasaan dan kebutuhan-kebutuhan

tersebut diasumsikan dapat saling terpenuhi.  Hal ini karena pemakai kerja mendapat

kemudahan untuk merekrut dan memberhentikan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhannya. 

Hambatan regulasi dan campur tangan negara untuk merekrut dan melakukan PHK dikurangi

atau bahkan ditiadakan. Biaya rekrutmen dan PHK diperkecil. Model hubungan kerja

berdasarkan sistem kontrak dan outsourcing diterapkan dan diperluas cakupannya untuk

memungkinkan fleksibilisasi tersebut.  Jam kerja dan besaran upah difleksibilisasikan sesuai

dengan siklus bisnis atau fluktuasi permintaan pasar akan barang atau jasa yang diproduksi.

Fleksibilisasi seperti ini akan menciptakan efisiensi produksi dan maksimalisasi keuntungan

modal.

Dari sisi tenaga kerja, pekerja didorong untuk tidak terikat pada satu pemberi kerja

(employer) dalam jangka waktu lama, melainkan dapat berpindah-pindah pekerjaan dengan

pilihan tingkat pendapatan yang lebih baik. Kemudahan berpindah kerja tersebut diasumsikan

dapat membuka peluang kesempatan kerja yang lebih besar kepada lebih banyak pencari

kerja karena pekerjaan akan menjadi selalu tersedia bagi para pencari kerja (World Bank,

2005, 2006).  Konsep keamanan lapangan kerja (employment security) menjadi lebih utama

dibanding keamanan kerja (job security).

Fleksibilitas pasar kerja juga dianggap mempunyai fungsi penting dalam memecahkan

masalah dualisme pasar kerja.  Fleksibilitas pasar kerja menjamin terbukanya peluang para

pekerja di sektor informal untuk berpindah ke sektor formal yang lebih aman dan

Page 39: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

mensejahterakan (World Bank, 2005; World Bank 2006).  Dengan semakin banyak orang

bekerja di sektor formal, maka akan lebih banyak pekerja yang memperoleh jaminan

perlindungan hukum formal, tunjangan kesehatan, pendidikan dan pensiun, dan peningkatan

keterampilan. Keseimbangan gender pun dianggap menjadi lebih baik karena para perempuan

yang dominan di ekonomi informal dapat berpindah ke sektor formal.  Dengan demikian

sektor informal yang dipandang rentan terhadap eksploitasi kerja serta memiliki tingkat

produktifitas yang lebih rendah akan berkurang dominasinya dan berganti ke arah dominasi

sektor formal yang lebih aman dan produktif.

Sementara itu dari sisi hubungan kerja, fleksibilitas pasar kerja dapat mengurangi

dominasi  serikat buruh yang dianggap terlalu mempertahankan kepentingan aristokrasi

pekerja tetap dengan mengorbankan kesempatan kerja bagi penganggur  (Douglas, 2000).

Serikat buruh dengan kekuatan kolektifnya juga dianggap menghambat fleksibilitas modal

dalam menghadapi fluktuasi tekanan pasar.  Fleksibilitas biaya tenaga kerja dan fleksibilitas

cara produksi yang diperlukan oleh modal untuk melakukan efisiensi biaya produksi sering

tidak dapat dengan mudah dilakukan karena mendapat tekanan serikat buruh.  Untuk itu peran

serikat buruh sebagai basis kekuatan kolektif mulai dikurangi atau setidaknya didorong ke

arah bentuk yang lebih korporatis.  Selain itu melalui bentuk hubungan kerja kontrak dan

outsourcing, sistem kolektivisme dalam hubungan industrial mulai digeser ke arah

individualisme. Individualisasi juga dilakukan terhadap sistem pengupahan dan penyelesaian

perselisihan. Individualisasi hubungan-hubungan kerja tersebut dianggap sebagai kunci

penting untuk mendorong produktivitas dan mengurangi kontrol kolektif serikat buruh

terhadap kepentingan-kepentingan produksi dan ekspansi modal.

Keseluruhan prinsip pasar kerja fleksibel tersebut diyakini mempunyai efek positif bagi

kebutuhan pertumbuhan ekonomi dan pemecahan masalah pengangguran serta kemiskinan.

Prinsip-prinsip tersebut dipandang sangat sesuai dengan dominasi sistem perekonomi liberal

yang berkembang meluas dewasa ini.  Sebaliknya sistem pasar kerja yang kaku dipandang

tidak dapat memberi peluang bagi pertumbuhan ekonomi dan pemecahan masalah

pengangguran dan kemiskinan.  Pasar kerja seperti ini dianggap cenderung tertutup

khususnya bagi penganggur dan kelompok pekerja ekonomi informal untuk masuk ke sektor

formal. Hal ini karena pekerja-tetap selalu mempunyai kecenderungan untuk berusaha

mempertahankan keamanan dan keuntungan kerja (World Bank, 1995; Douglas, 2000). Di

tingkat produksi, kekakuan sistem pasar kerja (labour market rigidity) juga dianggap tidak

memacu produktivitas kerja karena tingkat kompetisi di antara pekerja cenderung rendah

akibat rasa aman dalam pekerjaannya (World Bank, 2006). Pasar kerja yang kaku membuat

Page 40: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

biaya tenaga kerja menjadi tidak fleksibel karena jumlah dan jenis pekerja yang digunakan

tidak dapat menyesuaikan fluktuasi tekanan persaingan dalam pasar komoditas.

Oleh para pendukungnya, pasar kerja yang kaku diyakini tidak sesuai lagi untuk kondisi

perekonomian global yang semakin kompetitif dan liberal dewasa ini.  Sebaliknya pasar kerja

yang fleksibel adalah sistem pasar yang dianggap paling tepat bagi kelompok sosial manapun

(World Bank, 2005). Namun di sisi lain sistem tersebut juga memerlukan serangkaian kondisi

struktural penunjang.  Pasar kerja fleksibel memerlukan dukungan sebuah kebijakan pasar

kerja yang koheren dan terintegrasi dengan sistem hubungan industrial, strategi industrialisasi

dan sistem jaminan sosial yang baik.  Secara lebih spesifik struktur pasar kerja yang ditandai

oleh suplai yang besar dari buruh terampil, aksesibilitas yang luas terhadap informasi

mengenai pasar kerja dan penarikan sumber dana untuk jaminan sosial yang diredistribusikan

secara merata menjadi faktor-faktor penting yang menentukan efektivitas pasar tersebut . 

Untuk mendukung asumsi-asumsi positif ini negara juga didorong untuk menciptakan

berbagai institusi yang menjamin bekerjanya pasar kerja fleksibel dengan optimal. Sejumlah

instrumen regulasi yang dianggap terlalu ketat membatasi kebebasan dicabut atau diperlunak.

Aturan-aturan yang terlampau protektif bagi pekerja dihilangkan. Negara juga didorong untuk

melegalkan sistem kontrak kerja seluas mungkin untuk menjamin keleluasaan bergerak

pekerja maupun modal. Sejalan dengan prinisip pasar bebas, pengurangan campur tangan

negara bukan hanya dilakukan terhadap pengaturan pasar kerja tapi juga pada sistem

perlindungan sosial.

16. Tantangan Memimpin Keragaman Angkatan Kerja

Keragaman angkatan kerja selain memberikan keunggulan bagi perusahaan juga

memunculkan permasalahan. Sehubungan dengan itu, pemimpin yang mengelola angkatan

kerja akan menghadapi enam tantangan yang dikaitkan dengan tahap dan karakteristik

organisasi, yaitu tahap intoleran dan apresiasi. Pada tahap intoleran organisasi tidak mengakui

adanya manfaat diversitas, sedangkan pada tahap toleran anggota yang beragam secara aktif

dilibatkan dalam rutinitas dan aktivitas harian, namun skill dan bakat mereka belum

dimanfaatkan sepenuhnya. Pada tahap apresiasi organisasi telah menerima dan terlibat secara

aktif. Organisasi telah benarbenar berkomitmen dan menyertakan anggota yang beragam dan

rutinitas pekerjaan, praktik, pemanfaatan, dan partisipasi sehingga tumbuh penghargaan yang

tulus. Dalam mengelola keragaman angkatan kerja terdapat enam tantangan yang muncul

dalam organisasi dan memerlukan perhatian yang efektif. Keenam tantangan tersebut adalah

sebagai berikut.

Page 41: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

(1) Dinamika kekuatan yang berubah, meningkatnya keragaman maka komitmen dan

keeratan antara anggota akan berkurang. Dinamika keragaman berinteraksi dengan

struktur kekuasaan yang tidak stabil dan dapat mengakibatkan turunnya kinerja, baik

organisasi maupun individu.

(2) Beragamnya opini, dengan meningkatnya keragaman angkatan kerja maka pemimpin

harus mensintesis keragaman opini dengan tetap menghargai dan mempertahankan

integritas dan wibawa.

(3) Kesadaran akan kurangnya empati, pemimpin harus dapat memahami perasaan dan

mengantisipasi reaksi yang mungkin timbul dari berbagai golongan. Kesuksesan

ditentukan oleh kemampuan memotivasi karyawannya.

(4) Tokenisme, yang nyata dan dirasakan karena karyawan direkrut untuk kepentingan

tertentu. Pemimpin harus menghilangkan tokenisme dengan menentukan standar dan

mengkomunikasikan ke seluruh anggota dan melaksanakannya secara konsisten.

(5) Partisipasi, untuk mengatasi kekacauan partisipasi dapat diterapkan sistem rasi //dengan

memilih tugas dan training ke dalam langkah-langkah dan mengidentifikasikan orang-

orang yang akan bertanggung jawab memberikan wewenang dan

mengkomunikasikannya dengan yang lain.

(6) Tantangan inertia (kelambanan), untuk mengatasi hal ini pemimpin harus mengubah cara

berpikirnya, memiliki visi dan tujuan organisasi yang kuat, serta mengkomunikasikannya

dengan jelas.

Keenam tantangan ini harus mendapat perhatian dari pemimpin yang mengelola

keragaman angkatan kerja dalam suatu organisasi sehingga dapat meraih keunggulan

kompetitif.

17. Mengelola keanekaragaman dalam organisasi untuk Meraih Keunggulan Kompetitf

Agar keragaman angkatan kerja memberikan keunggulan bagi organisasi, organisasi

perlu dikelola dengan baik. Terdapat tiga paradigma dari pengelolaan angkatan kerja, yaitu

sebagai berikut.

(1) The discrimation and fairness paradigma, yaitu menganggap bahwa pimpinan menilai

keragaman angkatan kerja sebagai kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil. Jadi,

semua karyawan diberi perlakuan sejajar dan dihormati serta tidak ada kelompok yang

diberi perlakuan yang lebih daripada yang lain.

(2) The acces-and-legitimacy paradigma, yaitu menjunjung tinggi adanya perbedaan

kultural, ras, gender antarkaryawan yang berguna membantu pencapaian segmen pasar

yang bermacam-macam.

Page 42: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

(3) The learning-and-effectiveness paradigma, yaitu mengakui adanya perbedaaan kultural di

antara karyawan juga memberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dan

kesempatan untuk berkembang secara bersama-sama.

Agar keragaman angkatan kerja dalam suatu organisasi dapat menghasilkan keunggulan

kompetitif, organisasi harus berada pada tahap sebagai multikultur organisasi. Organisasi

semacam ini memiliki ciri, yakni organisasi yang menghargai, mempromosikan, dan secara

proaktif mengelola keragaman kultural angkatan kerja untuk meminimumkan konflik dan

memaksimumkan keunggulankeunggulan yang dapat diperoleh dari keragaman angkatan

kerja tersebut (Bruhn, 1996). Hal ini diperkuat oleh pendapat Cox dan Black (1991) yang

menyatakan bahwa perbedaan yang muncul akibat keragaman angkatan kerja jika tidak

dikelola dengan baik akan menimbulkan pertentangan di tempat kerja yang mengarah kepada

konflik di antara mereka yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja organisasi.

Sehubungan dengan itu, keragaman angkatan kerja harus dikelola dengan baik agar

menghasilkan keunggulan kompetitif bagi organisasi. Keunggulan kompetitif bagi organisasi

yang dapat diperoleh dari pengelolaan keragaman angkatan kerja ada enam dimensi, yaitu

biaya, penguasaan sumber daya, pemasaran, kreativitas, pemecahan masalah, dan fleksibilitas

organisasi. Keragaman tenaga penjualan akan memberikan keunggulan kompetitif bagi

perusahaan dalam memasarkan produknya dengan memanfaatkan wawasan tenaganpenjualan

untuk memahami kultur konsumen dan pasar yang menjadi sasarannya. Kemampuan

organisasi untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi karyawan dari keragaman latar

belakang budaya akan mengarahkan kepada] keunggulan kompetitif dalam struktur biaya,

pemeliharaan kualitas sumber daya yang tinggi, kreativitas, pemecahan masalah, dan

fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Jenis keunggulan

kompetitif dan dimensi keunggulan kompetitif yang dicapai dari mengelola keragaman

angkatan kerja dapat diperinci dalam tabel berikut.

Page 43: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1
Page 44: Perlindungan Konsumen Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja1

DAFTAR PUSTAKA

Alboukrek, Karen (2003). Adapting to a new world of E-Commerce :The need dor uniform consumer protection in the Intermational. Vol. 35 pg. 452

Baron, D.P. (2005). Business and Its Environment. 5th ed. NJ: Pearson Int.

Hane, Paula J (2012). Privacy Issue in digital age. Infotoday.com

Lawrence, A.T dan Weber, J. (2008). Business and Society: Stakeholders, Ethic and Public Policy. 12th ed. NK : MC Graw Hill.

Nurrohman, Dede. (2009). Realitas Produsen dan Konsumen dalam Etika Ekonomi Islam. AHKAM, Vol 11 Hal 187-199l

Vargo, John F (1995). Understanding Product Liability. Mechanical Engineering. Vol. 117. Pg. 46

Welling, Linda. (1991). A Theory of Voluntary Recalls and Product Liability. Southern Economic Journal. Vol. 57 pg. 1092