12
Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 111 PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF KEWAJIBAN INDONESIA BERDASAR PRINSIP-PRINSIP DAN NORMA-NORMA HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum. Siti Muslimah, S.H., M.H. Sasmini, S.H., LL.M. Email: [email protected] [email protected] [email protected] Abstract This research is conducted to get a legal argumentation related to responsibility of Indonesia on protection of its citizen, especially migrant workers. The question will be answered by determining the norms and principles that underlie Indonesia in protecting the human rights of its citizens. The sources of this research are international conventions, customary international law, doctrine, legal instruments in Indonesia and some of publications concerning the state responsibility to protect migrant workers. The legal sources collected by study documentation are analyzed by interpretation and content analysis. The results show that the general legal principles in which become basic of Indonesia associated with its obligation to provide protection of human rights of women migrant workers are based on the principle of nationality/citizenship of Indonesia, the principle of pacta sunt servanda, the principle of exhaustion of local remedies, the shift in meaning of the sovereignty principle and recognition principles theory of natural rights which inherent in every human being. While the norms are contained in the Migration for Employment Convention (Revised), 1949 (No. 97), the Convention on Migrant Workers (Supplementary Provisions), 1975 (No. 143), United Nations Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families 1990. Key words: human rights, migrant workers, obligations, international law Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memperolah gambaran yang lebih mendalam mengenai tanggung jawab Negara Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negaranya, khususnya pekerja migran. Penulis mencoba menjawab permasalahan tersebut dari sisi normatif yaitu dengan mendasarkan pada norma-norma dan prinsip-prinsip yang mewajibkan setiap negara termasuk Indone- sia untuk melindungi hak asasi warga negaranya. Bahan penelitian yang digunakan meliputi perjanjian- perjanjian internasional, doktrin, hukum kebiasaan internasional, peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta beberapa publikasi yang terkait dengan kewajiban negara atas perlindungan pekerja migran. Bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi dokumen selanjutnya dianalisis melalui interpretasi teks dan analisis isi. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip hukum umum yang menjadi dasar Indonesia terkait dengan kewajibannya untuk memberikan perlindungan HAM pekerja migran didasarkan pada prinsip nasionalitas, prinsip pacta sunt servanda, prinsip exhaustion of local remedies, pergeresan makna prinsip kedaulatan dan diakuinya prinsip teori hak-hak kodrati yang melekat dalam diri setiap manusia. Sedangkan norma-normanya terdapat dalam Konvensi Migrasi untuk Pekerjaan (Revisi), 1949 (No. 97), Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan-Ketentuan Tambahan), 1975 (No. 143), United Nations Convention on The Protection of The Rights of All Migran Workers and Member of Their Families tahun 1990. Kata kunci: hak asasi manusia (HAM), pekerja migran, kewajiban, hukum internasional

PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 111

PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF KEWAJIBANINDONESIA BERDASAR PRINSIP-PRINSIP DAN NORMA-NORMA HUKUM

INTERNASIONAL

Oleh:Sri Lestari Rahayu, S.H., M.Hum.

Siti Muslimah, S.H., M.H.Sasmini, S.H., LL.M.

Email:[email protected]

[email protected]@gmail.com

Abstract

This research is conducted to get a legal argumentation related to responsibility of Indonesia onprotection of its citizen, especially migrant workers. The question will be answered by determiningthe norms and principles that underlie Indonesia in protecting the human rights of its citizens. Thesources of this research are international conventions, customary international law, doctrine, legalinstruments in Indonesia and some of publications concerning the state responsibility to protectmigrant workers. The legal sources collected by study documentation are analyzed by interpretationand content analysis. The results show that the general legal principles in which become basic ofIndonesia associated with its obligation to provide protection of human rights of women migrantworkers are based on the principle of nationality/citizenship of Indonesia, the principle of pacta suntservanda, the principle of exhaustion of local remedies, the shift in meaning of the sovereigntyprinciple and recognition principles theory of natural rights which inherent in every human being.While the norms are contained in the Migration for Employment Convention (Revised), 1949 (No. 97),the Convention on Migrant Workers (Supplementary Provisions), 1975 (No. 143), United NationsConvention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families1990.

Keywords: human rights, migrant workers, obligations, international law

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memperolah gambaran yang lebih mendalam mengenai tanggung jawabNegara Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negaranya, khususnyapekerja migran. Penulis mencoba menjawab permasalahan tersebut dari sisi normatif yaitu denganmendasarkan pada norma-norma dan prinsip-prinsip yang mewajibkan setiap negara termasuk Indone-sia untuk melindungi hak asasi warga negaranya. Bahan penelitian yang digunakan meliputi perjanjian-perjanjian internasional, doktrin, hukum kebiasaan internasional, peraturan perundang-undangan diIndonesia, serta beberapa publikasi yang terkait dengan kewajiban negara atas perlindungan pekerjamigran. Bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi dokumen selanjutnya dianalisis melaluiinterpretasi teks dan analisis isi. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip hukum umumyang menjadi dasar Indonesia terkait dengan kewajibannya untuk memberikan perlindungan HAM pekerjamigran didasarkan pada prinsip nasionalitas, prinsip pacta sunt servanda, prinsip exhaustion of localremedies, pergeresan makna prinsip kedaulatan dan diakuinya prinsip teori hak-hak kodrati yang melekatdalam diri setiap manusia. Sedangkan norma-normanya terdapat dalam Konvensi Migrasi untukPekerjaan (Revisi), 1949 (No. 97), Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan-Ketentuan Tambahan), 1975(No. 143), United Nations Convention on The Protection of The Rights of All Migran Workers andMember of Their Families tahun 1990.

Kata kunci: hak asasi manusia (HAM), pekerja migran, kewajiban, hukum internasional

Page 2: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 112

A. PendahuluanPerlindungan buruh migran merupakan bagian

hak atas pekerjaan dan hak dalam bekerja yangmerupakan hak asasi setiap manusia (HAM). Hak-hak ini diatur dalam Pasal 23 Universal Declarationof Human Rights (UDHR) dan Pasal 6 InternationalCovenant on Economic, Social and Cultural Rights(ICESCR) 1966 (Majda El Muhtaj, 2008: 182-183).Hak atas pekerjaan dan hak dalam bekerja sebagaibagian HAM akan melekat pada diri setiap orang,dan negara berkewajiban untuk menghormati,melindungi dan memenuhi HAM (Manfred Nowak,2003:48). Kewajiban untuk menghormati berartibahwa negara harus menjamin agar kebijakannyatidak melanggar HAM warga negaranya; melindungidapat dilakukan dengan mencegah setiappelanggaran yang dilakukan oleh pihak ketiga danmelakukan penyelidikan dan penghukuman bagiyang melanggar; sedangkan memenuhi berartimenciptakan suatu kondisi yang memungkinkansetiap individu menikmati hak atas pekerjaanmisalnya dengan penyediaan informasi pekerjaanatau menciptakan lapangan pekerjaan (Margaret L.Satterthwaite, 2005: 11). Berdasarkan Pasal 2 ayat1 ICESCR negara peratifikasi harus memenuhikewajiban-kewajiban yang ditentukan dalamkonvensi tersebut secara progresif.

Indonesia telah meratifikasi ICESCR melaluiUU No 11 Tahun 2005 sehingga Indonesiaberkewajiban untuk menghormati, melindungi danmemenuhi hak-hak yang diatur dalam konvensitersebut, salah satunya adalah menyediakanlapangan pekerjaan dan akses informasi ataspekerjaan bagi warga negaranya. Namun demikian,karena kondisi perekonomian, lowongan pekerjaanyang tersedia di dalam negeri terbatas, tingkatkebutuhan hidup semakin tinggi telah menyebabkanbanyak warga negara Indonesia yang mencaripekerjaan ke luar negeri. Jumlah pekerja migrantersebut dari tahun ke tahun semakin meningkat.Sebanyak 387.304 orang Indonesia per-tahunmencari kerja di luar negeri (Jorge Bustamante,2006:2). Perkiraan jumlah pekerja migran dari In-donesia pada tahun 2010 mencapai 2.700.000 or-ang (International Organization for Migration/IOM,2010: 4).

Besarnya animo dan besarnya jumlah pekerjamigran Indonesia tersebut di satu sisi mempunyainilai positif, yaitu mengatasi sebagian masalahpenggangguran di dalam negeri, namun demikiandi sisi lain, besarnya jumlah pekerja migran jugamempunyai sisi negatif berupa resiko kemungkinanterjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadappekerja migran. Tenaga kerja migran seringdijadikan obyek perdagangan ( traff icking) ,perbudakan, kerja paksa serta perlakuan lain yang

melanggar HAM. Maret 2005 sampai denganDesember 2010 tercatat 3.696 orang korban yangdiperdagangkan, 90% adalah perempuan dan anak-anak (International Organizational for Migration,2010: 18). Pelanggaran HAM pekerja migranperempuan, khususnya pada sektor rumah tanggajuga sering terjadi, hal ini karena perempuan adalahkelompok yang rentan terhadap pelanggaran HAM(Jennifer S Hainfurther, 2008: 4). Oleh karenanya,perlindungan HAM sangat diperlukan bagi pekerjamigran perempuan.

Permasalahan yang akan dibahas dalamtulisan ini ada dua hal. Pertama, mengapa negaraharus bertanggungjawab untuk melindungi warganegaranya, termasuk pekerja migran berdasarkanprinsip-prinsip dan norma-norma dalam hukuminternasional?. Kedua, bagaimana bentuk tanggungjawab Indonesia untuk melindungi warga negaranyayang menjadi pekerja migran berdasar norma dalamhukum internasional khususnya hukum HAMinternasional?. Secara rinci, untuk membahaspermasalahan tersebut, artikel ini akan membahastiga hal utama. Pertama, penulis akan membahastentang konsep tanggungjawab dan kewajibannegara untuk melindungi warga negaranya(termasuk didalamnya adalah pekerja migran) dalamhukum internasional. Kedua, penulis akanmenyajikan prinsip hukum internasional yangmewajibkan negara untuk melindungi hak pekerjamigran. Ketiga, penulis akan membahas norma-norma hukum internasional yang mewajibkan Indo-nesia untuk melindungi warga negaranya yangmenjadi pekerja migran, khususnya adalah pekerjamigran perempuan. Dan akhirnya artikel ini akanmencoba untuk memberikan suatu kesimpulan dansejumlah rekomendasi atas tanggung jawab Indo-nesia untuk melindungi HAM pekerja migran,khususnya pekerja migran perempuan.

B. Metode PenelitianJenis penelitian yang penulis pergunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian hukumnormatif. Bahan hukum yang digunakan adalahbahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukumprimer meliputi konvensi internasional, hukumkebiasaan internasional dan beberapa peraturanperundang-undangan di Indonesia yang mengaturpekerja migran. Sedangkan bahan hukum sekundermeliputi semua publikasi yang membahas kewajibannegara dan perlindungan HAM pekerja migran.Pengumpulan bahan hukum dilakukan denganmenggunakan studi dokumentasi bahan hukum.

Penelitian hukum merupakan suatu prosesuntuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsiphukum, maupun doktrin-doktrin hukum gunamenjawab isu hukum yang dihadapi dalam rangka

Page 3: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 113

menghasilkan suatu argumentasi, teori atau konsepbaru sebagai preskripsi dalam menyelesaikanmasalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2005:35). Pengumpulan bahan hukum dilakukanmelalui studi kepustakaan dengan caramengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevanyang kemudian dilakukan identifikasi dan klasifikasisesuai kebutuhan penulis. Dalam artikel ini, isuhukum penelitian diarahkan untuk menemukannorma dan prinsip-prinsip hukum yang mengaturtentang tanggung jawab negara untuk memberikanperlindungan terhadap pekerja migran perempuan.Untuk menjawab permasalahan tersebut makabahan hukum dianalisis dengan menggunakaninterpretasi dan analisis isi atas norma-normahukum internasional.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan1. Konsep Kewajiban dalam Hukum HAM

InternasionalKewajiban sering dim aknai sebagai

keharusan untuk melakukan sesuatu. Dalamkonteks HAM negara terikat kewajiban untukmemberikan jam inan perlindungan danpenghormatan hak asasi bagi setiap individu.Sejak diterimanya prinsip bahwa HAM takdapat dibagi-bagikan (indivisible) dan salingbergantung satu sama lain (interdependent),secara perlahan-lahan kewajiban-kewajibantersebut diterima negara-negara. ManfredNowak menyebutkan kewajiban-kewajibannegara tersebut m eliputi tiga hal yaituberkewajiban untuk menghormati (obligationsto respect), berkewajiban untuk melaksanakan(obligations to fulfill) dan berkewajiban untukmelindungi (obligation to protect) hak asasimanusia (Manfred Nowak, 2003: 48-50).

Obligation to respect HAM mengacu padakewajiban untuk menahan diri dari intervensinegara. Kewajiban untuk menghormati adalahkewajiban untuk t idak mengintervensipelaksanaan dan penikmatan atas HAM,dimana kewajiban ini mensyaratkan negarauntuk menahan diri atas intervensi baik secaralangsung atau tidak langsung atas penikmatanHAM. Penghormatan hak ekonomi, sosial danbudaya mewajibkan negara tidak membuathukum, kebijakan atau tindakan-tindakan lainyang berpotensi m elanggar HAM, sertamencabut hukum dan membatalkan kebijakan,tindakan-tindakan administratif serta programkegiatan yang tidak sesuai dengan ICESCRdan konvensi internasional lain (ManisuliSsenyonjo, 2009: 23).

Kewajiban m emenuhi mensyaratkannegara untuk mengambil tindakan legislasi,

administrasi, penganggaran, yudisial, promosidan tindakan-tindakan lain yang tepat/layakuntuk menjamin terpenuhinya realisasi penuhatas hak ekonomi, sosial dan budaya.Kewajiban memenuhi ini dibagi menjadi tigayaitu kewajiban m emfasilitasi, m empro-mosikan dan menyediakan setiap sarana danprasarana yang diper lukan menjaminterpenuhinya HAM setiap orang (ManisuliSsenyonjo, 2009: 25).

Kewajiban melindungi mensyaratkannegara mengambil langkah-langkah yangmencegah aktivitas-aktivitas yang berpotensimelanggar HAM yang dilakukan oleh pihakketiga baik individu, kelom pok individu,korporasi, atau pihak lainnya dengan mem-buat dan mengimplementasikan kebijakan,peraturan perundang-undangan, keputusanpengadilan dalam kerangkan penegakanhukum. Negara berkewajiban mengambillangkah- langkah yang diper lukan ataumelakukan upaya seoptimal mungk inmencegah, menghukum, menyelidiki setiapkerusakan yang disebabkan oleh pihak ketiga.Selain itu, negara berkewajiban memberikanupaya remidi dengan kompensasi, restitusi,rehabilitasi, pemuasan, dan jaminan untukterulangnya per ist iwa tersebut melaluiamandemen UU atau penghapusan institusitertentu (Manisuli Ssenyonjo, 2009: 24).

2. Prinsip-prinsip Kewajiban Negara Indone-sia dalam Melindungi Pekerja M igranPerempuan

Prinsip hukum adalah pikiran dasar yangumum dan abstrak atau merupakan latarbelakang peraturan konkrit dalam suatu sistemhukum tertentu. (Sudikno Mertokusumo, 2007:5-11). Dapat dikatakan bahwa prinsip hukummerupakan landasan filosofis dalam suatusistem hukum. Berdasarkan review bahanhukum prins ip-pr ins ip hukum umuminternasional yang menjadi dasar kewajibannegara untuk memberikan perlindungan HAMpekerja migran perempuan adalah prinsipnasionalitas Indonesia, prinsip pacta suntservanda, prinsip exhaustion of local remedies,pergeresan makna prinsip kedaulatan, dandiakuinya prinsip teori hak-hak kodrati yangmelekat dalam diri setiap manusia.a. Penerimaan Teori Hak Kodrati oleh

Masyarakat InternasionalBerdasarkan sejarah historisnya,

gagasan HAM sebenarnya bersumberdari teori hak kodrati (natural rights theory)yang bermula dari teori hukum alam (natu-

Page 4: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 114

ral law theory) (Rhona K.M. Smith, dkk,2008: 12). Hak kodrati melihat bahwa hakasasi manusia ada, terutama karenakodrat seseorang sebagai manusia, tidaktergantung pada afiliasi politik, ikatankultural, agama, atau relasi sosial apapun,karena manusia adalah martabat yangterberi (given), sehingga unik dan taktergantikan. Teori hak-hak kodrati tersebutm emberikan kontribusi yang sangatpenting atas pengakuan HAM. Teoritersebut menyerukan dan menegaskanuntuk memberikan perlindungan HAMkepada setiap manusia dan memberikanjaminan untuk kebebasan dan kesetaraanbagi setiap manusia. Teori tersebutmemberikan ruang bagi jaminan dandukungan dalam sistem perlindungan hakasasi manusia, baik pada level domestikmaupun internasional (Jerome J. Shestackdalam Rhonda L. Callaway, 2007: 22).Pencapaian tertinggi -teori hak kodratiadalah diakuinya manusia secara individusebagai subyek yang diberkahi hak-hakdalam masyarakat dan menempatkannyadalam sistem hukum dan sosialmasyarakat. HAM tersebut merupakanhak-hak alamiah yang melekat dan tidakdapat dicabut oleh siapapun (ManfredNowak, 2003: 9).

Pada awal munculnya gagasan teorihak kodrati banyak dipersoalkan batas-batas kekuasaan para raja dan para ulamagereja yang masing-masing mengklaimbahwa kekuasaannya bersifat mutlak dansegala titah-titahnya bersifat universal danmengikat siapapun (SoetandyoWignjosoebroto, 2005:2). Berdasarkan haltersebut salah seorang kaum terpelajarpasca-renaisans, Thomas Paine, JeanJacques Rousseau, John Locke dan filsuflain pada abad 17 dan 18 mengajukanpemikiran mengenai teori hak-hak kodrati.Negara sebagai wakil Tuhan di dunia yangdiber ikan mandat untuk menjagaketertiban, apapun yang dilakukan semata-mata untuk untuk melindungi hak-hakkodrati setiap individu, yaitu hak untukhidup, kekebasan, keamanan, kekayaan,kebahagiaan dan lain sebagainya (ManfredNowak, 2003: 9). Dalam bukunya, “TheSecond Treatise of Civil Government anda Letter Concerning Toleration” Lockemengajukan sebuah postulasi pemikiranbahwa semua individu dikaruniai oleh alamhak yang melekat atas hidup, kebebasan,

dan kepemilikan, yang merupakan milikmereka sendiri dan tidak dapat dicabutatau dipreteli oleh negara. Melalui suatu‘kontrak sosial’ (social contract ),perlindungan atas hak yang tidak dapatdicabut ini diserahkan kepada negara.Tetapi menurut Locke, apabila penguasanegara mengabaikan kontrak sosial itudengan melanggar hak -hak kodratiindividu, maka rakyat di negara itu bebasmenurunkan sang penguasa danmenggant ikannya dengan suatupemerintah yang bersedia menghormatihak-hak tersebut. Melalui teori hak-hakkodrati ini, maka eksistensi hak-hakindividu yang pra-positif m endapatpengakuan kuat (Rhona K.M. Smith, dkk,2008: 12). Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati inilah yang melandasimunculnya revolusi hak dalam revolusiyang meletup di Inggris, Amerika Serikatdan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.

Namun demik ian, pemik iranmengenai hak-hak kodrati ini banyakmendapat tentangan dari filsuf lain antaralain Edmund Burke, Jeremy Bentham,John Austin. Burke menuduh parapenyusun “Declaration of the Rights of Manand of the Citizen” mempropagandakan“rekaan yang menakutkan mengenaipersamaan manusia”. Walaupun banyakmandapatkan tentangan, teori hak-hakkodrati tidak kehilangan pamornya. Padamasa akhir Perang Dunia II munculgerakan untuk menghidupkan kembaliteori hak kodrat i di masyarakatinternasional. Pengalaman buruk duniainternasional dengan peristiwa HolocaustNazi, membuat dunia berpaling kembalikepada gagasan John Locke tentang hak-hak kodrati. Setelah kebiadaban luar biasaterjadi menjelang maupun selama PerangDunia II, gerakan untuk menghidupkankembali hak kodrat i menghasilkanrancangan instrumen internasional utamamengenai hak asasi manusia. Hal inidim ungkinkan dengan terbentuknyaPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada1945, yang menegaskan kembalikepercayaan terhadap HAM, terhadapmartabat dan kemuliaan manusia,terhadap kesetaraan hak-hak laki-laki danperempuan, dan kesetaraan negara besardan kecil. Dar i s inilah dimulaiinternasionalisasi gagasan HAM. Sejaksaat itulah masyarakat internasional

Page 5: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 115

bersepakat menjadikan HAM sebagai“suatu tolok ukur pencapaian bersamabagi semua rakyat dan semua bangsa”(“a commond standard of achievement forall peoples and all nations”). Hal ini ditandaidengan diterimanya oleh masyarakatinternasional suatu rezim hukum hak asasimanusia internasional yang disiapkan olehPBB atau apa yang kem udian lebihdikenal dengan “International Bill of Hu-man Rights” (Rhona K.M. Smith, dkk,2008: 12-15).

Dengan demikian, teori hak kodratiyang muncul karena adanya hukum alamyang merupakan landasan atau dasar bagisetiap negara untuk melindungi HAMsetiap individu, dalam hal ini adalah warganegaranya, baik yang berdomisili di dalammaupun diluar wilayahnya. Teori hakkodrati membebankan kewajiban kepadanegara untuk melindungi HAM warganegaranya, dimana dalam konsep hukumalam, negara adalah wakil Tuhan di duniayang diberikan mandat untuk melindungihak kodrati setiap warganya, sehinggaapapun yang dilakukan negara adalahsemata-mata untuk untuk melindungi hak-hak kodrati setiap individu, seperti hakuntuk hidup, kekebasan, keamanan,kekayaan, kebahagiaan dan lainsebagainya. Teori hak-hak kodrati inimuncul sebagai reaksi masyarakat atasotoritas penguasa yang absolut padamasa itu. Melalui teori ‘kontrak sosial’ (so-cial contract), yang dikembangkan olehLocke, perlindungan atas HAM setiapindividu diserahkan kepada negara. Tetapi,apabila penguasa negara mengabaikankontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka rakyat di negaraitu bebas menurunkan sang penguasa danmenggant ikannya dengan suatupemerintah yang bersedia menghormatihak-hak tersebut.

b. Pergeseran Makna Prinsip KedaulatanNegara

Kedaulatan dalam bahasa Inggrisdikenal dengan istilah souvereignty yangberasal dari kata latin superanus yangberarti yang teratas. Berdasarkan asalkatanya tersebut, kedaulatan diartikansebagai kekuasaan tertinggi. Kedaulatannegara berarti kekuasaan tertinggi dalamnegara;negara memilik i monopolikekuasaan; suatu sifat khas organisasimasyarakat yang tidak membenarkan or-

ang lain mengambil tindakan sendiriapabila ia dirugikan. Namun demikian,ruang lingkup kekuasaan tertinggi tersebutdibatasi oleh batas wilayah negaratersebut, artinya bahwa suatu negarahanya memiliki kekuasaan tertinggi didalam batas wilayahnya sendiri. Dengandemikian, pengertian kedaulatan negarasebagai kekuasaan tertinggi mengandungdua pembatasan penting, yaitu kekuasaanitu terbatas pada wilayah negara yangmemiliki kekuasaan itu dan kekuasaan ituberakhir ketika berhadapan dengankekuasaan negara lain (MochtarKusumaatmadja, Etty R Agoes, 2003: 16-18).

Konsep kedaulatan negara modernberkem bang pesat sejak ditandata-nganinya Perjanjian Westphalia 1684 yangtelah mengakhiri 80 konflik agama yangterjadi di Eropa dan m enghasilkanketentuan baru hukum internasional yangmendasari terbentuknya sistem negaramodern. Dasar dan sistem negara mod-ern tersebut adalah pengakuan ataskarakter berdaulat dari suatu negara danmenolak adanya campur tangan oleh pihakluar dalam masalah internal. Konsep inimenciptakan tatanan dan stabilitas didalam hubungan internasional karenanegara-negara berdaulat, di bawah sistemWestphalian, negara dipandang setara,tanpa memandang ukuran atau kekayaanyang berbeda-beda satu sama lain.Prinsip kedaulatan yang setara dari semuanegara adalah salah satu prinsip dasar didalam Piagam PBB (perjanjian yangditetapkan oleh PBB pada tahun 1945).Sebuah negara berdaulat memilik iyurisdiksi atau kontrol penuh atas wilayahkekuasaannya. Di bawah s istemkedaulatan negara, negara-negara laintidak semestinya melakukan intervensi didalam urusan internal dari negara lain.

Namun demikian, sedikit demi sedikitkonsep kedaulatan westphalia yangmenolak adanya intervensi urusan inter-nal negara tersebut oleh pihak lain mulaibergeser pada abad 20. Pada abad inisejarah menunjukkan bahwa banyaksekali pembunuhan dan kekejajaman yangdilakukan oleh negara. Puluhan jutamanusia telah tewas dibunuh, disiksa,kelaparan dan meregang nyawa diberbagai belahan dunia akibat kejahatan-kejahatan yang dikenal sebagai

Page 6: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 116

pemusnahan massal, kejahatan perang,kejahatan terhadap kemanusiaan danpembersihan etnis. Selama Perang Dunia(PD) Pertama, pem bunuhan massalterhadap orang-orang Armenia telahmemakan korban jiwa sebesar lebih darisatu juta orang. Kemudian, pada PD IIrejim Nazi menewaskan 11 juta orang,termasuk 6 juta orang Yahudi dan jugajutaan tawanan perang dan orang Gipsi.Di Kamboja, hampir dua juta manusiadibunuh di bawah rejim pemerintahanKhmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot.Di banyak negara lainnya juga, berbagaipembunuhan terjadi terhadap kaum sipil,seperti di Guatemala dan Bangladesh.Pada dekade 1990-an, dunia kembalidikejutkan dengan pembunuhan massalyang terjadi di Bosnia dan Rwanda, lebihdari satu juta orang tewas dibunuh dankomunitas internasional gagal untuk men-cegah terjadinya pemusnahan massal.

Berdasarkan realitas sejarah ter-sebut, pemaknaan prinsip kedaulatannegara westphalia yang tidak menghen-daki adanya campur tangan atau intervensiurusan internal suatu negara m ulaibergeser. Dalam tatanan kenegaraan,pemerintah sebagai otoritas tertinggidalam suatu negara sebelumnya hanyabertanggungjawab atas kewajiban antarnegara, tetapi sejak diterimanya HAMkonsep kedaulatan westphalia mulaibergeser, ketentuan HAM internasionalyang baru membentuk seperangkat normayang dimaksudkan untuk mengaturhubungan pemerintah dengan rakyatnya.Negara oleh sejumlah instrumen HAMinternasional dilekati kewajiban yaituberkewajiban m enghorm ati (m elak -sanakan melindungi HAM negaranya.Kewajiban-kewajiban yang dibebankaninstrumen HAM internasional terhadapnegara-negara tersebut harus dilaksa-nakan negara dengan prinsip effective-ness, yaitu negara harus melakukanlangkah-langkah yang positif dalamkerangka menjamin HAM warga negara-nya, baik melalui upaya pemajuanmaupun perlindungan HAM (penegakanhukumnya). Jaminan perlindungan HAMtersebut berlaku untuk seluruh warganegaranya di manapun ia berada, dantidak terbatas pada warga negara nyasaja, tetapi juga terhadap orang asing diwilayah teritorialnya.

Dalam konteks hubungan kedaulatannegara dengan HAM, ketika negara tidakmelaksanakan kewajiban-kewajiban yangdibebankan oleh hukum internasionaltersebut, baik berkewajiban menghormatimelaksanakan melindungi HAMnegaranya, sistem hukum internasionalmenyediakan mekanisme monitoring danenforcement sampai pada pengadilan HAMinternasional. Hal ini merupakan wujudbahwa kedaulatan negara sekarangtidaklah mutlak merupakan kekuasaantertinggi yang tidak dapat diintervensipihak lain. Dalam konteks HAM, konsepkedaulatan, konsep imunitas negara dapatdisimpangi ket ika negara t idakmelaksanakan atau melanggar kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh hukuminternasional untuk melakukan pemajuandan perlindungan HAM. Pergeserankonsep kedaulatan inilah yang kemudianmendasari setiap negara untuk melindungiHAM warga negaranya, tanpa ada suatudiskriminasi apapun.

c. Prinsip the Exhaustion of Local Remediesdalam Mekanisme Penegakan HAM

Hukum HAM internasional mengenalprinsip “exhaustion of local remedies”,yang mengharuskan penggunaan seop-timal mungkin semua upaya hukum yangtersedia di tingkat nasional terlebih dahulusebelum m enggunakan mek anismeremedi di tingkat regional dan internasionaldalam kerangka penegakan HAM. Jadimekanisme pemenuhan dan penegakaninternasional hanya diperlukan apabilamekanisme remedi nasional tidak bekerjasecara efektif, sehingga korban yangmerasa belum mendapatkan keadilan..Pengadilan nasional merupakan pintupertama yang harus dilalui dalam usaham enagih pertanggungjawaban bagipelanggaran berat hak asasi manusia.Pengadilan internasional tidak dapat sertamerta menggantikan peran pengadilannasional, tanpa melewati pengadilannasional suatu negara. Jadi peranpengadilan internasional (apakah yangpermanen atau ad hoc) hanya bersifatkomplementer, artinya melengkapi prosespertanggungjawaban ditingkat nasional.Kalau proses di dalam negeri sudahberjalan dengan memuas, maka peranpengadilan internasional tidak diperlukanlagi. Kecuali proses yang berjalan di dalampengadilan nasional lebih ditujukan untuk

Page 7: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 117

melindungi tersangka (atau dijalankandengan tidak jujur), maka terbuka bagipengadilan internasional m engambilperannya. Prinsip ini juga dikuatkan dalamstatuta Roma m engenai Mahkam ahPidana Internasional. Dengan demikian,prinsip exhaustion of local remediesmengisyaratkan bahwa negara memilikitugas yang utama dalam pemenuhan danpenegakan hukum HAM. Hal inidisebabkan, mekanisme pemenuhan danpenegakan HAM di tingkat nasional pintupertama yang harus dilalui dalam usahamenagih pertanggungjawaban seseorangketika melakukan pelanggaran berat hakasasi manusia.

Munculnya prinsip exhaustion of lo-cal remedies ini banyak diilhami olehkonsep the functional theory of interna-tional law. Penulis mengidentifikasi bahwafungsi hukum internasional hampir samadengan konsep fungsi hukum padaumumnya. Hukum paling sedikit berfungsiuntuk mencapai dua target utama yaituketertiban umum dan untuk mewujudkankeadilan (Budiono Kusumohamidjojo,2004: 166). Ketertiban umum merupakansuatu keadaan yang menyiratkan suatuketeraturan yang diterima umum sebagaisuatu kepantasan minimal yangdiperlukan, supaya kehidupan bersamatidak berubah menjadi anarki. Hukumdapat mempertahankan tertib hukum ituhanya jika hukum itu berhasil menjagakeseimbangan antar kepentingan manusiayang selalu bertentangan satu sama lain.Artinya, tertib hukum itu hanya dapatditegakkan jika hukum itu mendatangkankeadilan, yaitu melindungi kepentingandan cita-cita dasar manusia bagi merekayang berkepentingan terhadap tertibhukum itu (Budiono Kusumohamidjojo,2004: 170-171). Dengan demikian, hukumjuga berfungsi sebagai alat pelindungankepentingan manusia, dimana agarkepentingan tersebut dapat terlindungi,hukum harus dilaksanakan secara profes-sional, sehingga akan terwujud tujuanhukum yaitu keadilan, kepastian dankemanfaatan hukum bagi masyarakat.

Dalam konteks hukum internasional,beberapa penulis telah mengkaji fungsihukum internasional, di antaranya HerschLauterpacht dalam artikelnya “The Func-tion of Law in the International Commu-nity” menyatakan bahwa fungsi hukum

internasional tidak lebih selain fungsipengadilan. Philip Allott mendeskripsikanbahwa The true function of law in the in-ternational community is precisely thesame as the true function of law in anyhuman society (Philip Allott, 1998:396).Oleh Kelsen, fungsi esensial hukuminternasional adalah untuk menentukanruang lingkup validitas hukum nasional,termasuk dalam menentukan wilayahteritorialnya, orang, barang dan waktu.

Oleh karena itu, agar hukum inter-nasional dapat berfungsi sebagai alatperlindungan kepentingan dan menjagaketertiban umum dalam masyarakat,hukum harus dilaksanakan secara profes-sional sehingga akan terwujud tujuanhukum yaitu keadilan, kepastian dankemanfaatan hukum bagi masyarakat.Selanjutnya, dalam konsep hukuminternasional mengenai hubungan antarahukum internasional dan hukum nasional,berdasarkan prinsip kedaulatan negara,maka hubungan antara keduanya bersifatkoordinasi. Hal demikian berarti bahwakedudukan antara hukum internasionaldan hukum nasional adalah setara, tidakada hukum yang lebih tinggi. Dengandemikian, mekanisme penegakan hukuminternasional biasanya menggunakanmekanisme penegakan di tingkat nasionalter lebih dahulu. Berdasar konseppemenuhan dan penegakan HAM, makamekanisme pemenuhan dan penegakan-nya menggunakan mekanisme di tingkatnasional terlebih dahulu sebelum dibawake mekanisme regional atau interna-sional. Konsep inilah yang dikenal denganprinsip exhausted of local remedies.

Berdasarkan prinsip exhaustion oflocal remedies, negara memiliki tugasyang utam a dalam pem enuhan danpenegakan hukum HAM. Oleh karena itu,tersedianya sebuah mekanisme pene-gakan yang efektif di tingkat nasionalmenjadi tanggung jawab setiap negaradalam kerangka pemajuan dan perlin-dungan HAM warga negaranya. Haldemikian karena mekanisme pemenuhandan penegakan HAM di tingkat nasionalmerupakan pintu pertama yang harusdilalui dalam usaha menagih pertanggung-jawaban seseorang ketika melakukanpelanggaran berat HAM, sehingga negaraharus dibebank an k ewajiban untukmelindungi HAM warga negaranya dan

Page 8: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 118

memastikan berbagai upaya penegakanHAM ditingkat nasional sebagaimanaimplementasi dari prinsip exhaustion oflocal remedies dapat terlaksana secaraefektif.

d. Prinsip Pacta Sunt ServandaTerkait penegakan hukum inter-

nasional, kewajiban-kewajiban yangdibebankan terhadap subyek-subyekhukumnya termasuk salah satunya negaradikaitkan dengan kewajiban moral. Negaradengan etikat baiknya melaksanakansem ua ketentuan-ketentuan hukuminternasional baik yang muncul karenaperjanjian internasional, hukum kebiasaaninternasional, prinsip hukum um umataupun kaedah-kaedah hukum inter-nasional lainnya yang disetujui olehm asyarakat internasional (Sum aryoSuryokusumo, 2003: 1). Dalam halperjanjian internasional, negara-negaraterikat kewajiban untuk melaksanakankarena adanya prinsip mendasar yaituprinsip pacta sunt servanda. Prinsip inimerupakan salah satu dari prinsip hukuminternasional paling tua yang mengandungarti bahwa setiap perjanjian mengikat parapihak perjanjian tersebut dan harusdilaksanakan oleh mereka dengan itikadyang baik . Per janj ian itu harusdilaksanakan, walaupun ada perbedaanpendapat mengenai sifat aturan yangabsolut dan persyaratan yang menuruthukum mungkin dapat dikesampingkan.Menurut prins ip ini negara terikatmelaksanakan kewajiban-kewajibannyadengan itikad sesuai perjanjian tersebut(Sumaryo Suryokusumo, 2003: 2). Prinsippacta sunt servanda ini merupakan prinsipmendasar dalam hukum internasional .Prinsip ini kemudian telah dimasukkandalam Konvensi Wina 1969 mengenaiHukum Perjanjian yang menyatakanbahwa: “Setiap perjanjian yang berlakuadalah mengikat para pihak perjanjiantersebut dan harus dilaksanakan olehmereka dengan tikad baik”.

Instrumen-instrumen HAM interna-sional, dalam hal ini adalah perjanjianinternasional membebankan kewajiban-kewajiban kepada negara, antara laintercantum dalam Pasal 2 KovenanInternasional Hak-hak Ekonomi, Sosialdan Budaya; Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Polit ik ; KonvensiInternasional Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Rasial; Konvensi Peng-hapusan Segala Bentuk Diskriminasiterhadap Perempuan; KonvensiMenentang Penyiksaan dan Perlakuanatau Penghukuman Lain yang Kejam,Tidak Manusiawi dan MerendahkanMartabat Manusia; serta Pasal 4 KonvensiHak Anak. Secara umum masing-masingpasal dalam instrumen-instrumen HAMinternasional juga membebankankewajiban kepada negara-negara anggotauntuk menghormati menjamin melak-sanakan HAM yang diatur dalaminstrumen-instrumen HAM tersebut.

Dengan dem ikian, berdasark anprinsip pacta sunt servanda maka negara-negara terikat pada konvensi-konvensiHAM internasional tersebut mempunyaikewajiban hukum dan moral untukmelaksanakan setiap kewajiban yangdiatur dalam konvensi, diantaranya yaitu, yaitu kewajiban untuk menghormati (dutyto respect), kewajiban untuk menjamin(duty to ensure) dan kewajiban untukmenegakkan (duty to enforce/protect)HAM. Oleh karena itu, prinsip pacta suntservanda menjadi dasar bagi setiap negarauntuk memberikan perlindungan HAMkepada seluruh warga negaranyawalaupun mereka tidak berdomisili di da-lam wilayahnya. Indonesia sebagai negaraperatifikasi instrumen-instrumen HAMiniternasional, oleh karenanya berdasar-kan prinsip pacta sunt servanda, Indone-sia dibebankan kewaj iban untukmelindungi HAM warga negaranya.

e. Prinsip Nasional/Kewarganegaraan Indo-nesia

Di Indonesia, konsep perlindunganterhadap warga negara terdapat dalamPembukaan UUD Negara Republik Indo-nesia, khususnya pada alenia keempatyaitu tentang tujuan negara. Adapun empattujuan atau cita-cita ideal Negara Indone-sia yaitu: (i) melindungi segenap bangsaIndonesia dan seluruh tumpah darah In-donesia; (ii) meningkatkan kesejah-teraanumum; (ii) mencerdaskan kehidupanbangsa; dan (iv) ikut melaksanakanketertiban dunia berdasarkankemerde-kaan, perdamaian yang abadi,dan keadilan sosial.

Dalam rangka mencapai keempattujuan yang merupakan cita-cita idealbangsa Indonesia, khususnya dalamrangka melindungi segenap Bangsa Indo-

Page 9: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 119

nesia dan seluruh tumpah darah Indone-sia, memunculkan prinsip yang disebutdengan prins ip nasionalitas ataukewarganegaraan. Prinsip nasionalitas inidibedakan menjadi dua yaitu prinsipnasionalitas aktif dan pasif. Rasionalitasprinsip ini bahwa negara dan warganegaranya tetap mempunyai hubungan/ikatan walaupun warga negara Indonesiatersebut tidak berada di wilayah Indone-sia, dalam artian warga negara tersebuttidak berdomisili di Indonesia karenabekerja atau menempuh pendidikan di luarnegeri. Dapat disimpulkan bahwa asasnasionalitas ini tetap melekat pada warganegara Indonesia dimanapun ia berada,demikian juga bahwa Indonesia sebagainegara yang selalu mempunyai ikatandengan warga negaranya harus tetapmemberikan perlindungan dimanapunmereka berada. Berdasarkan prinsip inisetiap negara wajib untuk memberikanperlindungan sepenuhnya terhadap warganegaranya,walaupun warga negaranya ituberada di luar negeri.

Berdasarkan konsep prinsip nasio-nalitas yang melekat pada Negara Indo-nesia dan Warga Negara Indonesia, makadalam konteks perlindungan HAM pekerjamigran perempuan, negara berkewajibanuntuk memberikan perlindungan terhadappekerja migran perempuan. Bentuk-bentuk perlindungan tersebut dapatdiwujudkan dalam bentuk pengaturansecara norm atif dalam perundang-undangan yang berpihak pada pekerjamigran maupun fasilitasi-fasilitasi lain yangdiperlukan dalam rangka m enjam inpelaksanaan kewajiban negara dalammelindungi HAM peker ja m igran,khususnya perempuan karena merekaadalah kelom pok yang rentan akanpelanggaran HAM.

4. Norma-norma tentang Kewajiban NegaraIndonesia dalam M elindungi PekerjaMigran Perempuan

Norma merupakan perumusan suatupandangan obyektif mengenai penilaian atausikap yang seyogyanya dilakukan atau tidakdilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untukdilakukan. Dalam arti sempit norma adalah nilaiyang terdapat dalam peraturan konkrit (SudiknoMertokusumo, 2007: 5-11). Norma-norma yangmembebankan kewajiban kepada negara untukmemberikan jaminan perlindungan HAM bagi

pekerja migran perempuan akan diuraikan baikyang berasal dari norma hukum internasionalmaupun norma hukum nasional.a. Konvensi Migrasi untuk Pekerjaan

(Revisi), 1949 (No. 97)Konvensi No. 97 memuat sejumlah

ketentuan yang dirancang untuk mem-bantu para migran untuk beker ja.Misalnya, k onvensi ini menyerukannegara-negara agar setelah meratifikasikonvensi ini memberikan informasi yangrelevan pada negara anggota ILO yang laindan organisasi itu sendir i, untukmengambil langkah-langkah melawan pro-paganda menyesatkan, dan memfasilitasikeberangkatan, perjalanan , dan jugapenerimaan para migran. Konvensi ini jugam em inta negara-negara yang telahmeratifikasi konvensi agar memposisikanmigrant yang secara sah berada dalamwilayahnya, dengan perlakuan yang samaseperti warganegaranya sendiri dalammenerapkan berbagai hukum danperaturan yang berkenaan dengankehidupan kerja mereka, tanpadiskrim inasi berdasarkan kewarga-negaraan, ras, agama ataupun jeniskelamin.

Konvensi ini bertujuan untuk: 1)mengatur kondisi-kondisi dimana migrasiperburuhan terjadi; dan 2) memberikanperlindungan khusus untuk kategoripekerja yang sangat rentan sementaramereka dipekerjakan di negara-negara laindi luar negaranya sendiri. Konvensitersebut tidak membedakan antara migranyang permanen atau sementara. Meskipundemikian, ketentuan-ketentuan tertentudalam Konvensi No. 97 hanya terkaitdengan pekerja-pekerja m igran dankeluarga-keluarga mereka yang telahditerima secara permanen, misalnyaketentuan yang melindungi pekerja-pekerja ini terhadap pemulangan hanyaberdasarkan ketidakmampuan untukbekerja. Konvensi ini meliputi merekayang diterima secara reguler sebagaimigran untuk pekerjaan. Konvensi inimencakup langkah- langkah untukmengatur kondisi-kondisi dimana terjadimigrasi untuk pekerjaan, seperti: 1)langkah-langkah perlindungan umumterkait pemberian layanan-layanan gratisuntuk membantu migran; 2) aksesinformasi; 3) langkah-langkah menanggapipropaganda yang menyesatkan,

Page 10: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 120

perjalanan, dan kedatangan migran,transfer pendapatan mereka; dan 4)langkah-langkah yang terkait denganpem ulangan pekerja m igran secarapermanen. Konvensi ini menyediakanlangkah-langkah yang bertujuan untukmemastikan kesetaraan perlakuan antarapekerja migran reguler dan warga negarasehubungan jaminan sosial, kondisipek erjaan dan kondisi hidup, pajakpekerjaan dan akses keadilan. Konvensiini menuntut implementasi kebijakankesetaraan perlakuan antara warga negaradan pekerja migran reguler. Kategori-kategori migran yang tidak termasukdalam cakupan konvensi ini adalah: 1)pelaut; 2) pekerja di garis perbatasan ; 3)anggota profesi liberal atau artis yangmasuk untuk jangka waktu yang pendek;dan 4) mereka yang mempekerjakan dirisendiri dan tidak tercakup dalam konvensiini.

b. Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan-Ketentuan Tambahan), 1975 (No. 143)

Konvensi Konvensi no. 143 dalambagian I nya membahas masalah migrasidalam kondisi teraniaya, dan bagian IImengenai persamaan kesempatan danperlakuan. Negara-negara yang telahmeratifikasi konvensi ini mempunyaipilihan untuk menerima keseluruhaninstrumen, atau salah satu dari keduabagian tersebut. Konvensi ini menentukanbahwa negara-negara peratifikasi harusmenghormati hak asasi mendasar darisemua pekerja migran. Mereka juga harusmencegah terjadinya migrasi gelap, danmenghentikan kegiatan perdaganganmanusia. Selanjutnya, negara-negaraperatif ikasi harus m enetapkan danmemberlakukan kebijakan untuk menjamindiberikannya perlindungan yang samadalam hal pekerjaan dan perburuhan,jaminan sosial, serikat pekerja dan hakbudaya.

Konvensi ini bertujuan untuk: 1)mengatur kondisi-kondisi dimana migrasiperburuhan terjadi; dan 2) memberikanperlindungan khusus untuk kategoripekerja yang sangat rentan sementaramereka dipekerjakan di negara lain diluardari negara mereka sendiri. Konvensi inimerupakan upaya pertama yang dilakukanoleh kom unitas internasional untukmenangani masalah-masalah yang timbul

dari migrasi ireguler dan pekerjaan ilegalbagi para migran. Konvensi ini mencakupketentuan-ketentuan untuk standar-standar perlindungan minimum baik untukpekerja migran reguler maupun ireguler.Tanpa menantang hak negara untukmengatur arus migrasi, Konvensi inimenetapkan kewajiban umum bagi negarauntuk: 1) menghormati hak-hak asasimanusia dasar bagi semua pekerjamigran; 2) menyediakan langkah-langkahperlindungan khusus untuk pekerja migranyang telah kehilangan pekerjaan merekadan bagi mereka yang berada dalamsituasi-situasi ireguler. Konvensi tersebutmenegaskan: a) untuk mengatur arusmigrasi; dan b) hak pekerja-pekerja migranuntuk dilindungi, baik apabila merekamemasuki negara tersebut secara reguleratau tidak, dengan atau tanpa dokumen-dokumen resmi. Konvensi tersebut jugamenekankan pentingnya berkonsultasipada perwakilan-perwakilan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerjasehubungan dengan hukum, peraturandan langkah-langkah lain yang diberikan,dan dirancang untuk mencegah danmenghapuskan migrasi dalam kondisi-kondisi yang diwarnai denganpenyelewengan.

Konvensi ini menuntut pemberlakuanketentuan kesetaraan kesempatansehubungan dengan akses migranterhadap pekerjaan, hak-hak serikatpekerja, hak-hak budaya dan kebebasan-kebebasan individual dan kelompok.Meskipun demikian, Konvensi ini jugamengijinkan pembatasan yang terbataspada kesetaraan kesempatan dalamakses pekerjaan. Kebijakan nasional yangdiharuskan dalam Konvensi ini tidak hanyaharus mempromosikan tetapi juga harusmenjamin kesetaraan kesempatan danperlakuan dalam pekerjaan dan jabatanbagi para pekerja migran dan anggota-anggota keluarga mereka yang berada diwilayah teritorial negara dimana merekabekerja secara legal. Kategori-kategorimigran yang dikecualikan dari cakupanKonvensi ini adalah: (1) pelaut, (2) pekerja-pekerja di wilayah perbatasan (3) anggota-anggota profesi liberal dan artis-artis yangmasuk untuk jangka waktu yang pendek;dan (4) mereka yang mempekerjakan dirisendiri.

Page 11: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 121

c. United Nations Convention on The Pro-tection of The Rights of All Migran Work-ers and Member of Their Families tahun1990.

Dalam rangka pengaturan danperlindungan HAM pekerja migran dalamhukum internasional, salah satuperkembangan yang paling signifikanadalah dengan dibentuknya United Na-tions Convention on The Protection of TheRights of All Migran Workers and Mem-ber of Their Families tahun 1990.Terobosan utama Konvensi Internasionaltentang Perlindungan Hak Semua PekerjaMigran dan Anggota Keluarganya adalahbahwa orang-orang yang mem enuhikualifikasi sebagai pekerja migran sesuaiketentuan-ketentuannya, berhak untukmenikmati hak asasi manusia apapun sta-tus hukum nya. Konvensi ini berlakuterhadap semua pekerja migran dananggota keluarga mereka, terlepas darijenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa,agama/keyakinan, pendapat politik ataupendapa lainnya, asal kewarganegaraan,etnis, suku, status pernikahan, kelahiran,atau status lainnya. Perlindungannyamencakup semua proses migrasi-darisebelum keberangkatan, keberangkatan,transit, tinggal, pekerjaan, dan proseskembali ke daerah asal.

Bagian VI Konvensi ini menetapkansejumlah kewajiban pada negara-negarapihak dengan maksud memajukan“kondisi yang baik, setara, manusiawi danberdasar hukum,” bagi m igrasiinternasional pekerja migran dan anggotakeluarganya. Persyaratan ini mencakuppembuatan kebijakan tentang migrasi;pertukaran informasi dengan negara-negara pihak lainnya; ketentuan mengenaiinformasi pada para majikan, pekerja danorganisasinya mengenai kebijakan, hukumdan peraturan-peraturan; dan bantuan padapekerja migran dan anggota keluarganya.Konvensi ini juga menetapkan sejumlahaturan bagi rekrutmen pekerja migran, dan

bagi kepulangan mereka ke negara asal.Ia juga merinci langkah-langkah yangharus diambil untuk memberantas migrasigelap dan ilegal

D. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsiphukum umum yang menjadi dasar Indonesia terkaitkewajibannya memberikan perlindungan HAMpekerja migran perempuan adalah prinsipnasionalitas/kewarganegaraan Indonesia, prinsippacta sunt servanda, prinsip exhaustion of localremedies, pergeresan makna prinsip kedaulatandan diakuinya prinsip teori hak-hak kodrati yangmelekat dalam diri setiap manusia. Selanjutnya,norma-normanya terdapat dalam Konvensi Migrasiuntuk Pekerjaan (Revisi), 1949 (No. 97), KonvensiPekerja Migran (Ketentuan-Ketentuan Tambahan),1975 (No. 143), United Nations Convention on TheProtection of The Rights of All Migran Workers andMember of Their Families tahun 1990, UUD 1945,UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No 39Tahun 2004 tentang Penempatan dan PerlindunganTKI di Luar Negeri, Inpres No 6 Tahun 2006 tentangKebijakan Reformasi Sistem Penempatan danPerlindungan TKI, Peraturan Presiden Nomor 81Tahun 2006 tentang Pembentukan BNP2TKI.

E. SaranBerdasarkan simpulan, Indonesia berkewajiban

memberikan perlindungan HAM secara optimalkepada pekerja migran perempuan. Untuk lebihmengoptimalkan perlindungan HAM pekerja migranIndonesia perlu segera melakukan revisi atas UUNo 39 tahun 2004 tentang Penempatan danPerlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negerikarena Indonesia baru meratifikasi InternationalConvention on the Protection of the Rights of AllMigrant Workers and Members of Their Families,1990. Setelah diratifikasinya Konvensi Migran 1990,maka konvensi ini akan menjadi acuan perbaikanperaturan perudang-undangan nasional yangberkaitan dengan buruh migran berbasiskan standarHAM Internasional.

Page 12: PERLINDUNGAN HAM PEKERJA MIGRAN: KAJIAN NORMATIF …

Yustisia Vol.2 No.1 Januari – April 2013 Perlindungan HAM Pekerja Migran... 122

DAFTAR PUSTAKA

Budiono Kusumohamidjoyo. 2004. Filsafat Hukum, Probkematik Ketertiban yang Adil. Jakarta:

Grasindo

International Organization of Migration. 2010. Migrasi Tenaga Kerja dari Indonesia. IOM: Jakarta.

Konvensi Migrasi untuk Pekerjaan (Revisi), 1949 (No. 97).

Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan-Ketentuan Tambahan), 1975 (No. 143).

Manfred Nowak. 2003. Introduction to the International Human Rights Regim. Martinus NijhoffPublisher: Leiden.

Jennifer S. Hainsfurther. 2008. “ A Rights-Based Approach: The Utilization of Cedaw to Protect theHuman Rights of Migrant Workers”.American University International LawReview.

Jerome J. Shestack dalam Rhonda L. Callaway. 2007. Exploring International Human Rights:Essensial Readings: United State of America: Lynne Rienner Publisher

Jorge Bustamante. 2006. Report of the Special Rapporteur on the human rights of migrans. HumanRights Countil

Manisuli Ssenyonjo. 2009. Economic, Social and Cultural Rights in International Law. North America(US and Canada): Hart Publishing.

Majna El Muhtaj. 2008. Dimensi-dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.

Mattias Kumm. 2004. The Legitimacy of International Law: A Constitutionalist Framework of Analysis.The European Journal of International Law Vol. 15 no.5.

Margaret L. Satterthwaite. 2005. Crossing Borders, Claiming Rights: Using Human Rights Law toEmpower Women Migrant Workers. YaleHumanRights and Development Law Journal.

Mochtar Kusumaatmadja, Etty R Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PenerbitPT Alumni.

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media. Perpres No 81 Tahun 2006

tentang Pembentukan BNP2TKI

Philip Allott. 1998. “The True Function of Law in The International Community”. Indiana Journal ofGlobal Legal Studies. Spring. 1998

Rhona KM Smith. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi ManusiaUniver- sitas Islam Indonesia.

Rhonda L. Callaway. 2007. Exploring International Human Rights: Essential Readings. USA: LynneRienner Publisher

Soemaryo Suryokusumo. 2003. “Aspek Moral dan Etika dalam Penegakan Hukum Internasional”.Makalah. Seminar tentang “Pembangunan Hukum Nasional VIII diselenggarakan oleh BadanPembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003.Sudikno Mertokusumo. 2007. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Soetandyo Wignjosoebroto. 2002. Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta :Elsam dan Huma

UN Convention on The Protection of The Rights of All Migran Workers and Member of Their Familiestahun 1990.