62
Tangguh berkat reformasi Juni 2016

PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

  • Upload
    lamcong

  • View
    240

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Tangguh berkat reformasiJuni 2016

Supported by funding from the Australian Government (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT), under the Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA) program.

Page 2: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA Tangguh berkat reformasi

Juni 2016

Page 3: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Page 4: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Kata pengantar

Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia (Indonesia Economic Quarterly/IEQ) mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk menyajikan perkembangan utama perekonomian Indonesia dalam tiga bulan terakhir, dan menempatkan dalam konteks jangka panjang dan global. Berdasarkan perkembangan ini, serta perubahan kebijakan dalam periode tersebut, laporan ini menyediakan perkembangan terkini secara rutin tentang prospek perekonomian dan kesejahteraan sosial Indonesia. Kedua, laporan IEQ ini memberikan penilaian mendalam terhadap isu-isu ekonomi dan kebijakan tertentu, dan analisis terhadap tantangan pembangunan jangka menengah Indonesia. Laporan ini ditujukan untuk khalayak luas termasuk pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, pelaku pasar keuangan, serta komunitas analis dan profesional yang terlibat dan mengikuti perkembangan ekonomi Indonesia.

IEQ merupakan laporan Bank Dunia di Jakarta dan mendapatkan bimbingan editorial dan strategis oleh dewan editorial yang dipimpin oleh Rodrigo Chaves, Country Director untuk Indonesia. Laporan ini disusun oleh tim Macroeconomic and Fiscal Management Global Practice, dibawah bimbingan Shubham Chaudhuri, Practice Manager, Ndiame Diop, Lead Economist, dan Hans Beck, Senior Economist. Tim utama penyusun laporan ini dipimpin oleh Elitza Mileva, Country Economist dan bertanggung jawab di bagian A, pengeditan dan produksi, tim inti terdiri dari Magda Adriani, Arsianti, Masyita Crystallin, Indira Maulani Hapsari, Ahya Ihsan, Taufik Indrakesuma, Yue Man Lee, Dhruv Sharma, Violeta Vulovic, dan Kelly Wyett. Dukungan administrasi diberikan oleh Titi Ananto. Diseminasi dilakukan oleh Jerry Kurniawan, GB Surya Ningnagara, Kurniasih Suditomo, Nugroho Sunjoyo, dan Suryo Utomo Tomi, dibawah bimbingan Dini Sari Djalal.

Edisi ini juga mencakup kontribusi dari Christopher Juan Costain dan Tatiana Nenova (BagianB.1, Tingginya bunga pinjaman), Babatunde Abidoye, Massimiliano Cali, dan Stephen Marks (Pomona College) (Bagian B.2, Perlindungan perdagangam dan harga domestik), Ndiame Diop dan Fitria Fitrani (Bagian C.1, Menghidupkan daya saing industri manufaktur), Taufik Indrakesuma dan Matthew Wai-Poi (Bagian C.2, Kebijakan fiskal dan ketimpangan). Laporan ini juga mendapat masukan yang penting dari Nathaniel Adams, Sarah Moyer, Shudhir Shetty, Nikola L. Spatafora, Amanda Apsden dan Nikhilesh Bhattacharya (Australia Department of Foreign Affairs and Trade), Ben Bingham (IMF), David Nellor (Australia Indonesia Partnership for Economic Governance).

Laporan ini disusun oleh para staf International Bank for Reconstruction and Development Bank Dunia, dengan dukungan pendanaan dari Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan atau Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT) melalui program Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA). Temuan-temuan, interpretasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan di dalam laporan ini tidak mencerminkan pandangan AusAID dan Pemerintah Australia, para Direktur Pelaksana Bank Dunia atau pemerintah yang diwakilinya. Bank Dunia tidak menjamin ketepatan data-data yang termuat dalam laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi-informasi lain yang digambarkan pada setiap peta di dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Bank Dunia mengenai status hukum dari wilayah atau dukungan atau penerimaan dari batas-batas tersebut. Semua foto merupakan Hak Cipta Bank Dunia, kecuali Bagian B, yang merupakan Hak Cipta Masyitha Mutiara Ramadhan. Semua Hak Cipta dilindungi.

Untuk mendapatkan lebih banyak analisis Bank Dunia tentang ekonomi Indonesia:

Untuk informasi mengenai Bank Dunia serta kegiatannya di Indonesia, silakan berkunjung ke website ini www.worldbank.org/id Untuk mendapatkan publikasi ini melalui e-mail, silakan hubungi [email protected]. Untuk pertanyaan dan saran berkaitan dengan publikasi ini, silakan hubungi [email protected].

Page 5: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Daftar isi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii 

RINGKASAN EKSEKUTIF: TANGGUH BERKAT REFORMASI ...................................... I 

A. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN FISKAL TERKINI ............................................... 1 

1.  Ekonomi dunia belum mendukung ............................................................................................... 1 2.  Lemahnya kondisi kuartal pertama menandakan risiko pertumbuhan ......................................... 2 3.  Inflasi IHK mengalami moderasi namun harga bahan pangan tetap bergejolak ......................... 5 4.  Sektor swasta mencatat aliran keluar modal bersih pada kuartal satu 2016 .................................. 7 5.  Pertumbuhan kredit dalam negeri tetap lemah walaupun ada pelonggaran moneter ................. 10 6.  Realisasi anggaran meningkat namun penerimaan masih lemah ................................................ 11 7.  Penanganan hambatan penerimaan fiskal menjadi prioritas ....................................................... 16 

B. BEBERAPA PERKEMBANGAN TERKINI PEREKONOMIAN INDONESIA .......... 17 

1.  Mengapa bunga pinjaman dan margin bunga bersih di Indonesia tinggi? ................................. 17 a.  Komponen apa yang mendorong tingginya NIM di Indonesia? ..................................................................... 18 b.  Faktor struktural apa sajakah di balik tingginya NIM? ................................................................................... 19 c.  Mendorong bank untuk menurunkan tingkat suku bunga dapat merugikan pertumbuhan jangka panjang 20 

2.  Biaya dari proteksi perdagangan di Indonesia ............................................................................ 23 a.  Kenapa kebijakan pembatasan non-tarif berpotensi membahayakan?........................................................... 23 b.  Apakah dampak NTM terhadap harga-harga dalam negeri? ......................................................................... 25 c.  Apakah produsen dalam negeri terlindungi? ................................................................................................... 28 

C. INDONESIA 2018 DAN SELANJUTNYA: TINJAUAN PILIHAN ............................... 29 

1.  Membangkitkan daya saing industri ........................................................................................... 29 a. Perjalanan manufaktur Indonesia: keluar jalur akibat krisis tahun 1997 .............................................................. 29 b. Ekspor manufaktur: Menelusuri lebih dari sekadar angka agregat ...................................................................... 31 c. Mengembalikan daya saing manufaktur ............................................................................................................... 32 d. Bagaimana membuat manufaktur kembali menjadi mesin pendorong pertumbuhan ....................................... 36 

2.  Kebijakan fiskal dapat menargetkan lebih baik penurunan ketimpangan .................................. 39 a.  Belanja publik pada tahun 2012 kurang efektif mengatasi Ketimpangan ....................................................... 40 b.  Reformasi subsidi BBM ikut membantu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan .................................. 42 

LAMPIRAN: INDIKATOR GAMBARAN EKONOMI INDONESIA ................................ 44 

Page 6: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Momentum pertumbuhan dan perdagangan dunia melemah… ............................ 2 Gambar 2: …sementara perdagangan komoditas bersih Indonesia sedikit meningkat .......... 2 Gambar 3: Konsumsi dan investasi swasta mendukung pertumbuhan pada kuartal 1 2016…. 3 Gambar 4: Pendapatan riil petani padi menurun sejak kuartal 4 2015 ...................................... 3 Gambar 5: Indikator kepercayaan usaha mengalami peningkatan .......................................... 4 Gambar 6: Inflasi menurun seiring dengan penurunan lanjutan harga energi… ..................... 5 Gambar 7: …sementara harga bahan pangan masih bergejolak .............................................. 5 Gambar 8: Penurunan investasi lain mendorong defisit neraca pembayaran .......................... 8 Gambar 9: Impor turun lebih lambat dibanding kuartal-kuartal sebelumnya ......................... 8 Gambar 10: Sektor swasta Indonesia menurunkan pinjaman luar negeri mereka .................... 9 Gambar 11: Aliran masuk modal ke pasar berkembang diperkirakan sedikit naik selama 2016

................................................................................................................................ 9 Gambar 12: Volatilitas valuta pasar berkembang meningkat pada kuartal 2 2016 ................... 10 Gambar 13: Suku bunga kebijakan BI yang baru adalah reverse repo 7-hari .......................... 11 Gambar 14: Pertumbuhan pinjaman dan simpanan terus menurun ........................................ 11 Gambar 15: Pungutan penerimaan tahun berjalan mencatat penurunan yang besar… .......... 12 Gambar 16: …termasuk pajak penghasilan badan dan PPN ................................................... 12 Gambar 17: Suku bunga di Indonesia lebih tinggi daripada di negara-negara yang setara

lainnya .................................................................................................................... 18 Gambar 18: NIM di Indonesia juga lebih tinggi daripada di negara-negara setara di ASEAN

dan G20 .................................................................................................................. 18 Gambar 19: Biaya overhead yang tinggi berkontribusi pada NIM yang lebih tinggi … ......... 19 Gambar 20: … demikian pula pendapatan non-bunga yang rendah ....................................... 19 Gambar 21:Tren pembebasan perdagangan mulai terlihat ..................................................... 23 Gambar 22: Pembatasan perdagangan menjaga tetap tingginya harga tepung terigu setelah

tahun 2008 ............................................................................................................. 26 Gambar 23: Hasil estimasi menunjukkan kebijakan perdagangan baru-baru ini

meningkatkan harga lintas sektor ........................................................................ 26 Gambar 24: Barang konsumen, terutama bahan pangan, mencatat kenaikan harga terbesar

karena kebijakan pembatasan perdagangan ........................................................ 27 Gambar 25: Tingkat proteksi lebih tinggi bila dihitung berdasarkan nilai tambah ............... 27 Gambar 26: Pertumbuhan manufaktur Indonesia tidak seperti sebelumnya… ..................... 30 Gambar 27: …dan ekonomi mengalami de-industrialisasi prematur ..................................... 30 Gambar 28: Pangsa pasar manufaktur Indonesia di dunia tertahan pada tingkat yang rendah

.............................................................................................................................. 30 Gambar 29: Produk teknologi rendah mendominasi ekspor Indonesia .................................. 31 Gambar 30: Sejumlah ekspor teknologi menengah meningkat tajam … ............................... 32 Gambar 31: …sementara ekspor teknologi tinggi telah menyusut belakangan ini ................ 32 Gambar 32: REER mencatat apresiasi yang kuat pada tahun 2000-2011… ............................ 33 Gambar 33: …dengan depresiasi belakangan ini yang terkait kenaikan pertumbuhan ekspor

manufaktur ........................................................................................................... 33 Gambar 34: Rendahnya rata-rata upah bulanan manufaktur di Indonesia…......................... 34 Gambar 35: … namun biaya tenaga kerja unit relatif tinggi ................................................... 34 Gambar 36: Kebijakan fiskal di Indonesia belum cukup efektif dalam menurunkan

ketimpangan ......................................................................................................... 40 Gambar 37: Tahun 2012, belanja terbesar dialokasikan untuk subsidi energi dan belanja

terkecil dialokasikan untuk bantuan tunai ............................................................ 41 Gambar 38: Bantuan tunai langsung – yang paling efektif dalam menurunkan ketimpangan

– memiliki alokasi anggaran paling rendah .......................................................... 41 

Page 7: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Gambar 39: Dari semua program transfer, PKH, program bantuan paling efektif, juga memiliki anggaran terkecil ................................................................................... 42 

Gambar 40: Namun belanja pendidikan akan mengurangi Ketimpangan ............................. 42 

DAFTAR GAMBAR LAMPIRAN

Lampiran Gambar 1: Pertumbuhan PDB riil .......................................................................... 44 Lampiran Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB pengeluaran ................................................ 44 Lampiran Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB produksi ...................................................... 44 Lampiran Gambar 4: Penjualan mobil dan sepeda motor ...................................................... 44 Lampiran Gambar 5: Indikator konsumen ............................................................................. 44 Lampiran Gambar 6: Indikator produksi industri .................................................................. 44 Lampiran Gambar 7: Neraca pembayaran .............................................................................. 45 Lampiran Gambar 8: Komponen neraca berjalan ................................................................... 45 Lampiran Gambar 9: Ekspor barang ...................................................................................... 45 Lampiran Gambar 10: Impor barang ...................................................................................... 45 Lampiran Gambar 11: Cadangan devisa dan arus modal ........................................................ 45 Lampiran Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter ............................................................ 45 Lampiran Gambar 13: Rincian IHK bulanan .......................................................................... 46 Lampiran Gambar 14: Perbandingan inflasi beberapa negara ................................................ 46 Lampiran Gambar 15: Harga beras domestik dan internasional ............................................ 46 Lampiran Gambar 16: Tingkat kemiskinan dan pengangguran ............................................. 46 Lampiran Gambar 17: Indeks saham regional ........................................................................ 46 Lampiran Gambar 18: Nilai tukar dollar AS ............................................................................ 46 Lampiran Gambar 19: Imbal hasil obligasi pemerintah 5-tahunan dalam mata uang lokal .. 47 Lampiran Gambar 20: Spread obligasi dolar AS kelompok negara-negara EMBI Global ..... 47 Lampiran Gambar 21: Pertumbuhan kredit komersial, pedesaan dan deposito ................... 47 Lampiran Gambar 22: Indikator sektor perbankan ................................................................ 47 Lampiran Gambar 23: Utang pemerintah ............................................................................... 47 Lampiran Gambar 24: Utang luar negeri ................................................................................ 47 

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pada kasus dasar (base case), pertumbuhan PDB diproyeksikan pada 5,1 persen untuk tahun 2016 .......................................................................................................... iii 

Tabel 2: Pada keadaan dasar (base case), pertumbuhan PDB diproyeksikan pada 5,1 persen untuk 2016 dan 5,3 persen untuk 2017 ........................................................................... 7 

Tabel 3: Defisit neraca berjalan diperkirakan akan sedikit meningkat pada tahun 2016 ......... 9 Tabel 4: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran yang lebih rendah

dibanding APBN 2016 ................................................................................................. 15 

DAFTAR TABEL LAMPIRAN

Lampiran Tabel 1: Realisasi dan anggaran belanja Pemeritah ............................................... 48 Lampiran Tabel 2: Neraca pembayaran ................................................................................. 48 Lampiran Tabel 3: Perkembangan indikator ekonomi makro Indonesia .............................. 49 Lampiran Tabel 4: Sekilas indikator perkembangan Indonesia ............................................. 50 

Page 8: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Ringkasan Eksekutif: Tangguh berkat reformasi

Dengan pemulihan global yang masih tertundan, ketahanan perekonomian Indonesia lebih baik dibanding negara ekportir komoditas lainnya,

Sejumlah data global kuartal pertama yang mengecewakan menunjukkan bahwa pemulihan dunia yang diproyeksikan untuk 2016 belum dimulai. Pada tanggal 7 Juni, Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan globalnya sebesar setengah poin persentase, menjadi 2,4 persen. Separuh dari revisi ini diakibatkan oleh perkiraan perlambatan pertumbuhan negara-negara berkembang yang merupakan eksportir komoditas menjadi hanya 0,4 persen tahun ini. Ekonomi Indonesia terlihat lebih baik dibandingkan dengan kinerja negara-negara eksportir komoditas lainnya, dengan proyeksi pertumbuhan PDB sebesar 5,1 persen untuk tahun 2016. Dibandingkan dengan negara-negara pembandingnya di wilayah yang sama, perkiraan pertumbuhan Indonesia lebih tinggi dibanding Malaysia (4,4 persen) dan Thailand (2,5 persen), namun lebih rendah dibanding Filipina (6,4 persen) dan Vietnam (6,2 persen).

Kebijakan moneter yang kuat dan kenaikan investasi publik telah mendukung ekonomi, sementara deregulasi telah mendorong kepercayaan usaha…

Sejumlah kebijakan yang baik telah berkontribusi kepada daya tahan Indonesia. Pertama, kebijakan moneter dan kurs tukar valuta yang berhati-hati, bersama dengan kondisi keuangan internasional yang lebih baik dibanding setahun yang lalu, berkontribusi terhadap penurunan inflasi dan menstabilkan Rupiah. Faktor-faktor tersebut, serta lebih rendahnya harga energi, mendorong konsumsi rumah tangga secara agregat. Kedua, belanja infrastruktur publik menjadi prioritas bagi ruang fiskal Indonesia yang terbatas. Selain itu, peraturan-peraturan yang ditetapkan pada kuartal pertama 2016 sebagai bagian dari paket-paket kebijakan ekonomi tampaknya akan menghasilkan peningkatan jangka menengah yang lebih berarti dalam kebijakan perdagangan dan iklim investasi, dibanding peraturan-peraturan yang diumumkan pada kuartal yang lalu. Sementara peraturan-peraturan terbaru merupakan campuran dari aturan yang membatasi dan melonggarkan, tindakan-tindakan terakhir diperkirakan akan lebih banyak bersifat melonggarkan. Semua peraturan tersebut, secara bersama-sama, dapat menandai titik balik dalam pembuatan kebijakan publik, yang pada gilirannya dapat mendorong -peningkatan sentimen dunia usaha.

Page 9: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i i Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

…namun risiko penurunan pertumbuhan semakin meningkat

Namun prospek Indonesia yang lebih baik dari rata-rata tersebut juga terpengaruh oleh risiko penurunan yang jelas. Semakin melambatnya pertumbuhan negara-negara berkembang utama, lemahnya pemulihan pada negara-negara maju, volatilitas pasar keuangan dunia, dan periode rendahnya harga komoditas yang lebih panjang dari perkiraan, merupakan risiko-risiko global utama. Risiko-risiko fiskal dalam negeri juga meningkat, dengan RAPBN-P 2016 yang diserahkan ke DPR pada tanggal 2 Juni mengasumsikan penerimaan yang signifikan dari pengampunan pajak. Jika aliran masuk dana dari pengampunan pajak itu tidak memenuhi harapan, maka potongan belanja tambahan harus dilakukan, sehingga meningkatkan risiko terhadap momentum belanja infrastruktur. Akhirnya, aturan-aturan deregulasi yang terakhir memfokuskan pada peningkatan prosedural. Pengecualian terhadap hal ini adalah pelonggaran terhadap sejumlah pembatasan investasi asing, walau banyak sektor masih tertutup atau setengah tertutup terhadap investasi asing. Dibutuhkan lebih banyak perubahan fundamental dalam kebijakan perdagangan dan iklim investasi, dan juga implementasi yang efektif pada tingkat nasional dan daerah, untuk mendorong kenaikan berkelanjutan dalam investasi swasta.

Pertumbuhan PDB pada kuartal pertama 2016 sebesar 4,9 persen yoy, dengan belanja publik yang lebih rendah dari perkiraan

Pertumbuhan PDB riil Indonesia mencapai 4,9 persen tahun-ke-tahun (year-on-year, yoy) pada kuartal pertama tahun 2016, sedikit lebih lambat dari perkiraan terutama karena belanja publik yang lebih rendah dari perkiraan. Pertumbuhan konsumsi swasta tetap bertahan pada 5 persen yoy, walau pendapatan riil yang stagnan terus membebani konsumsi rumah tangga pada desil distribusi pendapatan yang paling rendah, seperti petani padi. Pertumbuhan investasi tetap melambat ke 5,6 persen yoy pada kuartal pertama 2016, dibanding 6,9 persen pada kuartal terakhir tahun 2015, karena lebih rendahnya belanja modal pemerintah pusat. Walau dengan permulaan tahun yang lambat, investasi pemerintah diperkirakan akan meningkat pada kuartal-kuartal berikut, mengikuti tren historis.

Defisit neraca berjalan menyusut ke 2,1 persen dari PDB, dengan impor yang turun lebih cepat dibanding ekspor

Ekspor dan impor terus menurun baik secara volume dan nilai. Penurunan ekspor secara luas itu didorong oleh rendahnya permintaan global, apresiasi kurs tukar valuta sebesar 3,1 persen pada kuartal pertama 2016, dan melemahnya harga untuk semua komoditas utama dibanding kuartal pertama 2015. Impor bahan mentah dan barang modal menurun, sementara impor barang-barang konsumsi (tidak termasuk BBM) meningkat secara tahun-ke-tahun untuk pertama kali sejak kuartal empat 2014. Defisit neraca berjalan menyusut ke 2,1 persen dari PDB karena penurunan impor yang lebih tajam dibanding ekspor secara kuartalan.

Sektor swasta mencatat aliran keluar modal bersih pada kuartal 1 tahun 2016

Walau dengan peningkatan pada saldo neraca berjalan, neraca pembayaran mencatat defisit tipis pada kuartal pertama 2016. Investasi langsung (Foreign Direct Investment) sedikit berkontraksi dibanding kuartal yang lalu menjadi 2,2 miliar dolar AS. Aliran modal portofolio tetap kuat pada 4,4 miliar dolar AS, didorong seluruhnya melalui hutang pemerintah jangka panjang. Namun investasi lain mencatat defisit kuartalan akibat aliran keluar simpanan swasta dan penurunan pinjaman asing oleh sektor swasta.

Risiko-risiko fiskal masih bertahan, karena RAPBN-P 2016 secara signifikan bergantung kepada

Beralih ke kebijakan fiskal, pada akhir bulan April penerimaan menurun sebesar 9,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2015, terutama karena lebih rendahnya harga komoditas, permintaan dalam negeri dan sejumlah perubahan kebijakan dan administrasi. Pada saat yang bersamaan, jumlah pengeluaran meningkat sebesar 9,2 persen. Menanggapi prospek penerimaan yang lebih rendah, Pemerintah menyerahkan RAPBN-P 2016 kepada DPR. Proyeksi penerimaan hanya lebih rendah sebesar Rp 88,0 triliun dibanding APBN, karena dampak negatif dari kondisi

Page 10: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

i i i Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

penerimaan pengampunan pajak

makroekonomi yang lebih lemah dari perkiraan diimbangi dengan perkiraan penerimaan dari pengampunan pajak yang signifikan. Sasaran penerimaan dari pengampunan pajak yang besar ini meningkatkan risiko potensi pemotongan pengeluaran tambahan yang besar, termasuk kepada proyek-proyek belanja yang diprioritaskan, di paruh kedua tahun ini.

Prospek dasar (baseline) PDB sebesar 5,1 persen untuk tahun 2016 tidak berubah

Melihat ke depan, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan PDB pada 5,1 persen pada tahun 2016 dan 5,3 persen pada tahun 2017, tetap sama dengan proyeksi pada Triwulanan bulan Maret 2016 (Tabel 1). Konsumsi swasta diperkirakan akan sedikit meningkat karena inflasi yang moderat, Rupiah yang relatif stabil, lebih rendahnya harga energi, perkiraan kenaikan dalam batas pajak penghasilan pribadi, dan gaji ke-14 untuk pegawai negeri. Pengeluaran pemerintah, terutama pengeluaran modal, diproyeksikan akan meningkat pada tiga kuartal berikut sejalan dengan tren historis. Perhitungan Bank Dunia menunjukkan bahwa 90 persen dari sasaran investasi APBN 2016 dapat dicapai dengan proyeksi penerimaan yang bahkan lebih rendah dibanding APBN-P 2016, kenaikan defisit fiskal hingga 2,8 persen dari PDB, dan pemotongan pengeluaran yang bukan merupakan prioritas (lihat Bagian 6). Menuju akhir tahun 2016 dan setelahnya, prospeknya akan bergantung kepada peningkatan investasi swasta berkat upaya reformasi iklim usaha oleh Pemerintah dan pemulihan bertahap dalam pertumbuhan dan perdagangan internasional.

Tabel 1: Pada kasus dasar (base case), pertumbuhan PDBdiproyeksikan pada 5,1 persen untuk tahun 2016

2015 2016p 2017p

PDB riil (Persen perubahan tahunan)

4,8 5,1 5,3

Indeks harga konsumen

(Persen perubahan tahunan)

6,4 3,9 4,4

Saldo neraca berjalan

(Persen dari PDB)

-2,1 -2,3 -2,5

Saldo anggaran (Persen dari PDB)

-2,6 -2,8 Tidak ada

Sumber: BI; BPS; Kementerian Keuangan; perhitungan staf Bank Dunia

Tingginya harga bahan pangan dalam negeri merupakan salah satu biaya distrosi perdagangan dalam ekonomi Indonesia

Selama beberapa bulan terakhir, inflasi IHK juga mengalami moderasi, menjadi 3,3 persen yoy pada bulan Mei. Namun inflasi IHK yang kecil itu sesungguhnya menutupi inflasi harga bahan pangan yang tetap tinggi (sebesar 7,7 persen yoy pada bulan Mei). Salah satu alasan mengapa inflasi bahan pangan dalam negeri tetap tinggi sementara harga bahan pangan dunia mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir, adalah proteksi perdagangan. Menurut data yang dikumpulkan oleh Bank Dunia dan Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG), jumlah aturan non-tarif tingkat produk (non-tariff measures, NTM) untuk impor Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2009 dan 2015, memperluas jumlah produk yang tercakup ke dalam NTM hingga lebih dari 38 persen. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa pada tahun 2015 harga beras giling dalam negeri ternyata 68 persen lebih tinggi bila dibanding keadaan tanpa peraturan perdagangan. Dengan memperhitungkan bahwa sejumlah produk tertentudigunakan sebagai barang jadi dan masukan (input) ke produksi, analisis tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2015, seluruh kebijakan perdagangan telah meningkatkan biaya hidup di Indonesia sebesar 7,4 persen dibandingkan skenario tanpa pembatasan perdagangan.

Tingginya suku bunga dan margin bunga bersih (net interest margin) di

Inflasi yang moderat juga merupakan salah satu alasan Bank Indonesia (BI) memotong BI Rate hingga tiga kali sepanjang tahun ini. Namun penurunan BI Rate belum sepenuhnya mempengaruhi ke suku bunga simpanan dan pinjaman perbankan. Hal ini mendukung persepsi bahwa bank-bank di Indonesia

Page 11: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

iv Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Indonesia disebabkan oleh struktur pendapatan dan pengeluaran bank, dangkalnya pasar keuangan dan crowding out akibat pinjaman luar negeri pemerintah

menetapkan suku bunga dan margin bunga bersih (net interest margin, NIM) yang terlalu tinggi. Penelitian oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa berbagai tantangan dalam struktur pendapatan dan pengeluaran perbankan Indonesia, terutama rendahnya pendapatan biaya, tingginya biaya overhead, tingginya rasio modal, dan rendahnya cadangan untuk kredit macet, merupakan penjelasan untuk tingginya tingkat NIM. Analisis empiris lanjutan menunjukkan bahwa pasar ekuitas dan hutang yang kurang berkembang, pasar bank yang cenderung oligopolistis dan pengaruh penurunan belanja investasi swasta karena kenaikan suku bunga (crowding out) pinjaman pemerintah merupakan penentu utama dari NIM di Indonesia. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa solusi berkelanjutan jangka panjang untuk tantangan seperti itu adalah dengan memperbesar ukuran pasar finansial dan meningkatkan persaingan.

Beberapa prioritas kebijakan Pemerintah yang berjalan dapat membantu membangkitkan daya saing manufaktur, namun masih banyak yang perlu dilakukan

Tajamnya penurunan pendapatan ekspor komoditas menyebabkan peningkatan ekspor bukan komoditas menjadi prioritas utama. Komposisi ekspor Indonesia saat ini sangat didominasi oleh produk-produk “berteknologi rendah” (sepertiga dari ekspor manufaktur pada tahun 2014), diikuti oleh ekspor industri teknologi menengah sebesar 28 persen. Ekspor teknologi tinggi (terutama elektronik) menurun pasca krisis tahun 1997. Jadi bagaimana Indonesia dapat membuat manufaktur kembali menjadi mesin pertumbuhan? Pemerintah dapat mempertimbangkan memfokuskan upayanya dalam mendukung industri-industri (ekspor) yang bertumbuh sangat cepat walau menghadapi banyak rintangan dan memberdayakan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Kemitraan yang transparan dan strategis dengan sektor swasta merupakan hal yang penting. Menjaga inflasi tetap rendah melalui investasi dalam produktivitas pertanian dan melalui penurunan hambatan perdagangan akan mendukung pertumbuhan ekspor melalui pembatasan apresiasi kurs tukar valuta riil. Akhirnya, kenaikan belanja infrastruktur dan reformasi peraturan, yang telah menjadi prioritas kebijakan, akan membantu meningkatkan daya saing.

Kebijakan fiskal di Indonesia belum efektif dalam menurunkan ketimpangan, walau telah dibantu oleh reformasi subsidi BBM

Baru-baru ini perhatian dialihkan kepada pengembangan fiskal jangka pendek dan dampaknya terhadap pertumbuhan. Namun, kebijakan fiskal juga merupakan alat utama yang tersedia bagi pemerintah untuk menurunkan ketimpangan. Ketimpangan di Indonesiayang telah meningkat sejak awal tahun 2000an dan sebagian besar penduduk Indonesia berpendapat bahwa hal ini perlu segera diatasi dengan tindakan yang tepat.1 Pilihan kebijakan pajak dan belanja disusun dengan pertimbangan untuk menurunkan ketidaksetaraan pada sejumlah negara. Di Brasil, misalnya, koefisien Gini (suatu ukuran ketidaksetaraan) lebih rendah sebesar 14 poin setelah memperhitungkan dampak kebijakan fiskal pada tahun 2009. Menurut suatu penelitian Bank Dunia, kebijakan fiskal di Indonesia pada tahun 2012 menurunkan koefisien Gini hanya sebesar 2,5 poin. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa Pemerintah mengalokasikan belanja dana terkecil untuk program-program yang paling efektif dan sebaliknya. Namun reformasi subsidi BBM tahun 2015, dan kompensasi bagi penduduk miskin, telah membantu menurunkan ketidaksetaraan, karena penghematan belanja diarahkan kembali kepada bidang infrastruktur, kesehatan dan bantuan sosial.

1 Bagian B.2 dari Triwulanan edisi bulan Maret membahas perhatian publik tentang kenaikan

ketidaksetaraan di Indonesia.

Page 12: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

1 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

A. Perkembangan ekonomi dan fiskal terkini

1. Ekonomi dunia belum mendukung

Data terkini belum menunjukkan tanda-tanda dimulainya pemulihan global

Data produksi dan perdagangan bulanan dunia menunjukkan kegiatan ekonomi yang lambat pada kuartal pertama. Selain itu, minat risiko investor internasional untuk aset-aset negara berkembang menyusut seiring dengan ketidakpastian terkait kebijakan moneter AS mendatang Faktor-faktor tersebut menyebabkan perkiraan pertumbuhan dunia tahun 2016 menjadi lebih rendah. Menurut proyeksi terkini Bank Dunia, pertumbuhan global diproyeksikan sebesar 2,4 persen, sama dengan laju pada tahun 2015. Sedikit peningkatan dalam iklim usaha Indonesia di internasional berasal dari kenaikan sebagian harga-harga komoditas pada beberapa bulan terakhir. Secara keseluruhan, risiko penurunan terhadap prospek jangka pendek Indonesia terkait kondisi luar negeri meningkat.

Bukannya meraih momentum seperti yang diperkirakan, pertumbuhan dan perdagangan dunia kembali menyusut pada kuartal pertama 2016…

Data perdagangan dan industri bulanan dunia menunjukkan awal yang lemah tahun 2016. Menurut data CPB World Trade Monitor bulan Maret 2016, volume impor dunia mengalami kontraksi sebesar 1,8 persen pada kuartal pertama dibanding tiga bulan sebelumnya (Gambar 1).2 Negara-negara maju mencatat momentum impor yang cukup positif, didorong oleh zona Euro dan Jepang, sementara pasar-pasar berkembang mengalami kontraksi lanjutan, terutama di Asia dan Amerika Latin. Produksi industri dunia (tidak termasuk konstruksi) hanya tumbuh sebesar 0,2 persen pada periode yang sama, dengan momentum negatif di AS dan Jepang serta momentum positif dengan peningkatan pada zona Euro dan negara-negara maju lainnya pada kuartal pertama tahun 2016. Di antara negara berkembang, pertumbuhan produksi industri tetap positif namun melambat di Asia, sementara pertumbuhan produksi industri masih negatif di Amerika Latin sejak bulan Desember 2014. Selain itu, volatilitas pasar keuangan global telah sedikit meningkat pada beberapa bulan terakhir, seiring dengan pengumuman kenaikan suku bunga

2 CPB Netherlands Bureau for Economic Policy Analysis: http://www.cpb.nl/en/figure/cpb-world-

trade-monitor-march-2016.

Page 13: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

2 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

oleh Bank Sentral AS, walaupun data ekonomi AS masih memperlihatkan kondisi beragam.

Gambar 1: Momentum pertumbuhan dan perdagangan dunia melemah… (data penyesuaian musiman tiga bulan pada pertumbuhan tiga bulanan, persen)

Gambar 2: …sementara perdagangan komoditas bersih Indonesia sedikit meningkat (indeks, 2011=100)

Catatan: Pengamatan terakhir pada bulan Maret 2016. Sumber: CPB Netherlands Bureau for Economic Policy Analysis; perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: Indeks harga perdagangan tertimbang bersih dari enam komoditas ekspor utama Indonesia (karet, logam dasar, batubara, minyak, gas, dan minyak sawit). Sumber: BPS; World Bank; perhitungan staf Bank Dunia

…namun harga-harga sejumlah komoditas ekspor utama Indonesia telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir

Pada saat yang bersamaan, sejumlah harga komoditas dunia meningkat dalam beberapa bulan terakhir, mendorong sedikit peningkatan pada rasio perdagangan (terms of trade) Indonesia (Gambar 2). Harga-harga karet, logam dasar, batubara, dan minyak sawit telah meningkat sejak bulan Januari maupun Februari 2016. Harga-harga minyak dunia juga mencapai titik terendah pada bulan Januari, namun peningkatan harga minyak mentah akan menurunkan rasio perdagangan bersih Indonesia karena Indonesia adalah importir minyak bersih (walau kenaikan harga minyak memang membawa peningkatan penerimaan negara). Secara keseluruhan, indeks harga perdagangan tertimbang Bank Dunia untuk enam komoditas ekspor utama Indonesia meningkat sebesar 9,0 persen pada kuartal pertama 2016 dibanding kuartal terakhir 2015, namun tetap lebih rendah sebesar 19,6 persen dari nilainya satu tahun yang lalu.

2. Lemahnya kondisi kuartal pertama menandakan risiko pertumbuhan

PDB pada kuartal pertama 2016 tumbuh 4,9 persen yoy, dengan belanja publik lebih rendah dari perkiraan

PDB riil Indonesia meningkat 4,9 persen tahun-ke-tahun (year-on-year, yoy) pada kuartal pertama 2016, sedikit lebih lambat dari perkiraan terutama karena belanja publik yang lebih lemah dari perkiraan (Gambar 3). Konsumsi swasta masih bertahan, didukung oleh rendahnya tekanan inflasi pada kuartal pertama dan Rupiah yang stabil. Walau tahun 2016 dimulai dengan lambat, investasi Pemerintah diperkirakan akan meningkat mengikuti perkembangan historis. Prospek pertumbuhan untuk tahun 2016 masih tetap pada 5,1 persen yoy, yang didukung oleh kenaikan permintaan dalam negeri secara perlahan, termasuk percepatan belanja modal Pemerintah. Namun prospek itu dapat terpengaruh oleh risiko-risiko fiskal dan luar negeri signifikan yang tidak menguntungkan.

-2.5

-2.0

-1.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

Jan-15 Apr-15 Jul-15 Oct-15 Jan-16

ImporProduksiindustri

0

20

40

60

80

100

120

Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16

Page 14: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

3 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Konsumsi swasta tetap bertahan…

Laju pengeluaran konsumsi swasta mencapai 5,0 persen yoy, laju yang sama dengan paruh kedua tahun 2015. Rupiah yang stabil dan inflasi yang rendah mendukung belanja rumah tangga secara keseluruhan, sementara pendapatan riil yang stagnan terus membebani konsumsi rumah tangga pada desil distribusi pendapatan terendah. Menurut Sakernas bulan Agustus 2015, rata-rata upah nasional meningkat sebesar 0,1 persen yoy secara riil (setelah deflasi IHK) setelah turun sebesar 2,2 persen yoy pada tahun 2014. Namun rata-rata upah bulanan riil dalam bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan, dimana sepertiga tenaga kerja bekerja, menurun sebesar 2,3 persen yoy pada tahun 2015. Di antara petani, petani padi belakangan ini mengalami tekanan dari penurunan pendapatan riil mereka. Rasio perdagangan (terms of trade) petani padi, yaitu perbandingan antara harga yang mereka terima untuk produksi dibanding biaya yang dibayarkan untuk produksi dan investasi, menurun pada kuartal keempat 2015 (Gambar 2). Kondisi perdagangan untuk semua petani tidak menurun pada periode yang sama.

Gambar 3: Konsumsi dan investasi swasta mendukung pertumbuhan pada kuartal 1 2016… (kontribusi terhadap pertumbuhan PDB yoy, poin persentase)

Gambar 4: Pendapatan riil petani padi menurun sejak kuartal 4 2015 (indeks terms of trade petani, data dengan penyesuaian musiman)

Catatan: *Perbedaan statistik meliputi perubahan persediaan. Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: Terms of trade petani adalah rasio indeks harga produsen yang diterima petani dibanding indeks biaya yang dibayar petani untuk produksi dan investasi. Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

…sementara belanja konsumsi publik melemah

Berbeda dengan bertahannya belanja rumah tangga secara keseluruhan, belanja konsumsi Pemerintah menurun ke 2,9 persen yoy, dari 7,1 dan 7,3 persen yoy pada dua kuartal sebelumnya. Namun, belanja publik pada kuartal pertama 2016 secara umum sejalan dengan tren historis rendahnya pengelolaan pada kuartal pertama, dan jauh lebih tinggi dibanding tingkatan rata-rata yang tercatat selama lima tahun terakhir(lihat Bagian 6).

Penurunan belanja modal Pemerintah juga berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan investasi tetap

Investasi tetap meningkat sebesar 5,6 persen yoy pada kuartal pertama 2016, dibanding 6,9 persen pada kuartal terakhir tahun 2015. Perlambatan itu disebabkan oleh penurunan belanja Pemerintah pusat – hanya Rp 10 triliun pada tiga bulan pertama tahun 2016 (5 persen dari target anggaran tahunan). Porsi investasi Pemerintah pusat pada kuartal pertama hanya mencapai 1,0 persen dari jumlah nominal investasi tetap, dibanding 13,3 persen pada kuartal keempat 2015. Walau terdapat peningkatan yang signifikan dalam pencairan belanja modal publik pada periode yang sama tahun lalu (lihat Bagian 6), sangat rendahnya porsi investasi Pemerintah pusat menunjukkan bahwa sebagian besar pertumbuhan investasi pada

-4

-2

0

2

4

6

8

10

Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16

Stat. discrepancy*Net exportsInvestmentGovernment consumptionPrivate consumptionGDP

96

98

100

102

104

106

108

110

112

Jun-13 Dec-13 Jun-14 Dec-14 Jun-15 Dec-15

Semua petani

Petani padi

Page 15: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

4 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

kuartal pertama ditopang oleh sektor swasta. Hal ini memperlihatkan fakta bahwa keuntungan dunia usaha pada sejumlah sektor, seperti barang-barang konsumsi dan telekomunikasi, meningkat secara signifikan pada kuartal terakhir tahun 2015 dan kuartal pertama tahun ini.3

Tidak terdapat kontribusi ekspor bersih terhadap pertumbuhan

Volume ekspor menurun sebesar 3,9 persen yoy, sementara volume impor menurun sebesar 4,2 persen yoy. Dengan demikian, ekspor bersih berkontribusi sebesar 0 poin persentase terhadap pertumbuhan PDB yoy, suatu kemajuan dibanding kontribusi negatif pada kuartal sebelumnya. Namun terdapat tanda-tanda tentatif bahwa perdagangan mungkin telah mencapai titik terendahnya, karena laju penurunan ekspor dan impor riil telah melambat secara signifikan pada kuartal pertama 2016. Sebagai perbandingan, volume ekspor dan impor menyusut masing-masing sebesar 6,4 persenyoy dan 8,1 persen yoy pada kuartal penutup tahun 2015.

Sejumlah indikator sentimen baru-baru ini mengalami peningkatan, namun beberapa data lainnya memberi gambaran yang beragam

Tingkat kepercayaan usaha dan konsumen telah membaik dalam beberapa bulan terakhir. Indeks kegiatan usaha BI meningkat tajam pada awal tahun 2016 dan indeks manager pembelian Nikkei/Markit (purchasing manager index, PMI) meningkat melampaui 50 pada bulan Maret, yang menandakan peningkatan kegiatan (Gambar 5). Setelah agak melemah pada kuartal pertama tahun 2016, penjualan semen komersial meningkat pada bulan April. Namun, impor barang modal kembali menurun pada kuartal pertama, sebesar 18,9 persen yoy. Serupa dengan itu, kepercayaan usaha meningkat pada empat bulan pertama tahun ini, namun indikator-indikator konsumsi bulanan lainnya memberikan gambaran beragam. Penjualan sepeda motor mengalami kontraksi sebesar 8,3 persen yoy pada bulan April, sementara penjualan mobil meningkat hingga 3,6 persen yoy (dari laju pertumbuhan negatif yang tercatat sejak bulan Agustus 2014).

Gambar 5: Indikator kepercayaan usaha mengalami peningkatan (indeks, poin)

Catatan: Nilai PMI di atas 50 menunjukkan peningkatan kegiatan ekonomi. Sumber: BI; Nikkei/Markit; perhitungan staf Bank Dunia

Pada skenario dasar (base case), pertumbuhan PDB pada 5,1 persen untuk tahun 2016 tetap sama seperti IEQ edisi Maret 2016…

Proyeksi Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB tetap pada 5,1 persen untuk 2016 dan 5,3 persen untuk 2017, walau dengan belanja publik yang lebih rendah dari perkiraan pada kuartal pertama. Konsumsi swasta diperkirakan akan sedikit meningkat karena inflasi yang moderat, Rupiah yang relatif stabil, dan penurunan harga energi pada bulan April. Pengumuman kenaikan batas pajak penghasilan pribadi PTKP dari Rp 36 juta ke Rp 54 juta per tahun pada tahun 2016, serta gaji bulan ke-14 bagi pegawai negeri sipil, akan memberikan dorongan tambahan bagi belanja rumah tangga. Proyeksi dasar (baseline) itu juga memperhitungkan percepatan belanja Pemerintah,

3 Berdasarkan data dari sekitar 100 perusahaan besar yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia.

0

10

20

30

40

50

60

Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16

PMI

Kegiatan usaha: realisasi

Kegiatan usaha: perkiraan

Page 16: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

5 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

terutama belanja modal, pada tiga kuartal berikut sesuai dengan tren historis. Namun, prospek pada akhir 2016 dan kedepannya akan bergantung pada peningkatan pertumbuhan investasi swasta sebagai respon dari upaya reformasi iklim usaha Pemerintah dan lambatnya pemulihan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Walau masih menurun pada tahun 2016, ekspor telah direvisi naik karena data kuartal pertama yang lebih baik dari perkiraan.

… namun risiko penurunan terhadap proyeksi tersebut meningkat

Skenario dasar (baseline) juga tergantung pada risiko-risiko penurunan yang signifikan. Dari dalam negeri, kekurangan penerimaan yang lebih tinggi dari proyeksi akan menghambat rencana-rencana pembangunan infrastruktur Pemerintah (lihat Bagian 6), sementara pertumbuhan kredit yang masih lemah dapat menghambat pemulihan investasi swasta (lihat Bagian 5). Dari sisi eksternal, risiko-risiko utama mencakup lebih lemahnya pertumbuhan dan perdagangan global dibanding perkiraan serta tingkat volatilitas pasar keuangan global yang lebih besar (lihat Bagian 1). Terdapat risiko-risiko peningkatan terkait dengan potensi penerimaan dari program Pengampunan Pajak, yang akan mendorong belanja Pemerintah dan swasta. Investasi tetap dapat terbantu oleh suntikan modal kepada BUMN, jika disetujui oleh DPR sebagai bagian dari APBN-P 2016 (lihat Bagian 6).

3. Inflasi IHK mengalami moderasi namun harga bahan pangan tetap bergejolak

Tekanan inflasi melemah, sebagian berakibat dari penurunan harga energi…

Inflasi IHK tahun berjalan tidaklah besar, sebagian karena rendahnya harga energi. Pemerintah menurunkan harga BBM sebesar 11,5 persen pada bulan April. Sebagai akibatnya, rata-rata ongkos transportasi turun sebesar 2,4 persen bulan-ke-bulan. Inflasi IHK terus turun ke 3,3 persen yoy pada bulan Mei, dari 3,4 persen yoy pada bulan April (Gambar 6). Selain itu, inflasi inti, yang tidak menyertakan harga-harga bahan pangan dan energi yang lebih bergejolak, mengalami perlambatan selama enam bulan terakhir, hingga 3,4 persen yoy pada bulan Mei.

Gambar 6: Inflasi menurun seiring dengan penurunan lanjutan harga energi… (perubahan yoy, persen)

Gambar 7: …sementara harga bahan pangan masih bergejolak (perubahan yoy, persen)

Catatan: Harga bahan pangan adalah rata-rata tertimbang dari komponen harga bahan pangan mentah dan olahan dari IHK. Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: BPS; Bank Dunia; perhitungan staf Bank Dunia

0

4

8

12

16

May-14 Jan-15 Sep-15 May-16

IHK

Beras

Pangan

Inti

-80

-40

0

40

80

120

May-14 Jan-15 Sep-15 May-16

Ramadan

Kedelai

Ramadan

Beras

BawangCabai

Daging

Gula

Page 17: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

6 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

…sementara harga bahan pangan terus bertahan tinggi

Namun, inflasi IHK yang stabil ini menutupi inflasi harga bahan pangan yang tetap bertahan tinggi. Pada bulan Mei, harga bahan pangan mentah meningkat sebesar 7,7 persen yoy dan harga bahan pangan olahan meningkat sebesar 6,1 persen. Harga sejumlah bahan pangan utama, seperti beras, bawang, cabai, dan daging sapi, tetap tinggi, yang mencerminkan kurangnya pasokan dan tantangan distribusi (Gambar 7). Antara bulan Oktober 2015 dan Maret 2016, inflasi harga beras mengalami moderasi yang signifikan, kemungkinan besar disebabkan karna ijin impor yang lebih besar oleh Pemerintah pada periode tersebut. Namun pada bulan April dan Mei inflasi harga beras kembali meningkat – menjadi 5,3 persen yoy pada bulan Mei dari 1,6 persen yoy pada bulan Maret.

Inflasi diperkirakan akan tetap moderat, namun harga bahan pangan menjadi risiko yang signifikan menjelang Idul Fitri

Bank Dunia memproyeksikan rata-rata inflasi IHK tahunan sebesar 3,9 persen untuk tahun 2016, dan meningkat ke 4,4 persen untuk tahun 2017. Inflasi diperkirakan berada di batas sasaran BI sebesar 3-5 persen per tahun. Harga bahan pangan diperkirakan akan tetap bergejolak terutama selama bulan Ramadan dan libur Lebaran, dari 5 Juni hingga 7 Juli. Bagian B.2 dari Triwulanan ini memberikan bukti-bukti dampak inflasi dari pembatasan perdagangan internasional. Guna membatasi inflasi harga bahan pangan untuk jangka pendek, Pemerintah dapat menerapkan kebijakan pengijinan impor untuk komoditas-komoditas bahan pangan utama.

Page 18: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

7 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Tabel 2: Pada keadaan dasar (base case), pertumbuhan PDB diproyeksikan pada 5,1 persen untuk 2016 dan 5,3 persen untuk 2017 (persentase perubahan, kecuali dinyatakan lain)

Tahunan YoY pada kuartal empat Revisi tahunan

2015 2016 2017 2015 2016 2017 2016 2017

1. Indikator ekonomi utama

Jumlah pengeluaran konsumsi 4,9 4,8 5,2 4,8 5,0 4,0 -0,2 0.0

Pengeluaran konsumsi swasta 4,8 5,1 5,2 5,0 5,1 4,0 0,2 0,0

Konsumsi pemerintah 5,4 3,0 4,9 2,9 3,7 4,2 -3,0 -0,3

Pembentukan modal tetap bruto 5,1 5,2 5,3 5,6 4,6 4,2 0,1 0,1

Ekspor barang dan jasa -2,0 -1,1 3,6 -3,9 3,4 2,7 2,8 0,0

Impor barang dan jasa -5,8 -1,0 2,8 -4,2 1,5 2,6 -1,2 0,0

Produk Domestik Bruto 4,8 5,1 5,3 4,9 5,4 4,0 0,0 0,0

2. Indikator luar negeri

Neraca pembayaran (Miliar AS$) -1,1 1,4 5,8 - - - -0,1 -1,9 Saldo neraca transaksi berjalan

(miliar AS$) -17,8 -21,1 -24,9 - - - 0,0 1,1 Sebagai bagian dari PDB

(persen) -2,0 -2,3 -2,5 - - - 0,0 0,0 Neraca perdagangan (Miliar

AS$) 4,8 4,2 3,0 - - - 2,1 4,9 Saldo neraca keuangan & modal

(miliar AS$) 17,1 22,5 30,7 - - - -0,1 -3,0

3. Indikator Fiskal Pendapatan pem. pusat (% dari

PDB) 13,1 12,1 - - - -0,1 - Pengeluaran pem. pusat (% dari

PDB) 15,7 14,9 - - - -0,2 -

Neraca fiskal (% dari PDB) -2,6 -2,8 - - - 0,0 -

Neraca primer (% dari PDB) -1,2 -1,4 - - - -0,1 -

4. Pengukuran ekonomi lainnya

Indeks harga konsumen 6,4 3,9 4,4 4,8 4,0 4,7 -0,1 -0,2

Deflator PDB 4,2 2,9 4,5 4,0 3,6 4,5 -1,7 -0,4

PDB nominal 9,2 8,1 10,1 9,2 8,8 10,1 -1,8 -0,4

5. Asumsi ekonomi

Kurs tukar (Rp/AS$) 13389 13300 13300 - - - -500,0 -500,0 Harga minyak mentah Indonesia (AS$/barel) 49 40 49 - - - 0,0 2,0 Catatan: Angka ekspor dan impor merujuk kepada volume dari neraca nasional. Semua angka-angka berdasarkan PDB yang direvisi dan diubah tahun dasarnya. Asumsi kurs tukar dan harga minyak mentah adalah berdasar rata-rata terbaru. Revisi-revisi adalah relatif dibanding proyeksi pada Triwulanan edisi bulan Maret 2016. Sumber: BPS; BI; CEIC; proyeksi staf Bank Dunia

4. Sektor swasta mencatat aliran keluar modal bersih pada kuartal satu 2016

Penurunan pada jenis investasi lainnya menghasilkan defisit yang kecil pada neraca pembayaran

Penurunan yang besar dalam investasi lain mendorong defisit yang kecil dalam neraca pembayaran untuk kuartal pertama, setelah surplus yang besar pada kuartal sebelumnya (Gambar 8). Defisit neraca berjalan menyusut ke 2,1 persen dari PDB. Namun perbaikan ini disebabkan oleh penurunan kuartalan yang lebih tajam dalam impor ketimbang ekspor. Pada kuartal pertama 2016, saldo neraca keuangan Indonesia juga mengalami penurunan akibat aliran keluar modal bersih sektor swasta, walau aliran masuk modal ke obligasi pemerintah masih tetap kuat. Risiko-risiko

Page 19: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

8 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

pembiayaan luar negeri terkait lemahnya perdagangan dan volatilitas aliran modal jangka pendek masih tetap tinggi.

Gambar 8: Penurunan investasi lain mendorong defisit neraca pembayaran (AS$ miliar)

Gambar 9: Impor turun lebih lambat dibanding kuartal-kuartal sebelumnya (kontribusi ke pertumbuhan tahun-ke-tahun, poin persentase)

Catatan: Neraca dasar = investasi langsung + saldo neraca berjalan. Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia

Defisit neraca berjalan menyusut ke 2,1 persen dari PDB pada kuartal 1 2016, karena impor turun lebih cepat dibanding ekspor

Defisit neraca berjalan sedikit membaik ke 2,1 persen dari PDB, dari 2,4 persen pada kuartal sebelumnya. Neraca perdagangan masih mencatat surplus pada 1,6 miliar dolar AS. Baik ekspor maupun impor masih terus menurun, masing-masing sebesar 12,3 persen yoy dan 12,5 persen yoy. Penurunan ekspor tercatat pada seluruh kategori sebagai akibat dari lemahnya permintaan global, apresiasi kurs tukar valuta riil sebesar 3,1 persen pada kuartal pertama 2016, dan melemahnya harga untuk semua komoditas utama dibanding kuartal pertama 2015.4 Impor untuk bahan mentah maupun barang modal mencatat penurunan, sementara impor barang-barang konsumsi (kecuali BBM) memberikan kontribusi sebesar 1,8 poin persentase terhadap pertumbuhan impor yoy, yang merupakan kontribusi pertumbuhan positif pertama (yoy) sejak kuartal pertama tahun 2014 (Gambar 9).

Aliran keluar modal bersih sektor swasta mendorong penurunan dalam neraca keuangan

Beralih ke neraca keuangan, sektor swasta mencatat aliran keluar modal bersih, sementara aliran masuk modal bersih sektor publik mencatat nilai positif (Gambar10). Investasi langsung mencatat kontraksi kecil dibanding kuartal sebelumnya menjadi 2,2 miliar dolar AS. Aliran portofolio juga sedikit lebih rendah, namun masih kukuh pada 4,4 miliar dolar AS, yang sepenuhnya didorong oleh pinjaman pemerintah jangka panjang. Namun pinjaman pemerintah sedikit lebih rendah dibanding kuartal pertama tahun lalu, akibat langkah-langkah pembiayaan awal pemerintah pada kuartal akhir 2015. Investasi lainnya mencatat defisit kuartalan, yang didorong oleh aliran keluar modal simpanan swasta, serta penurunan pinjaman luar negeri oleh sektor swasta.

4 Harga CPO dan karet meningkat pada kuartal pertama tahun ini dibanding kuartal akhir 2015.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Current account Direct investmentPortfolio investment Other investmentOverall balance Basic balance

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

Mar-14 Mar-15 Mar-16

FuelCapitalConsumer goods net of fuelsRaw materials net of fuelImports

Page 20: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

9 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 10: Sektor swasta Indonesia menurunkan pinjaman luar negeri mereka (miliar AS$)

Gambar 11: Aliran masuk modal ke pasar berkembang diperkirakan sedikit naik selama 2016 (rata-rata bergerak empat kuartalan, miliar AS$)

Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: The Institute of International Finance; perhitungan staf Bank Dunia

Defisit neraca berjalan diperkirakan akan melebar menjadi 2,3 persen dari PDB pada 2016 dan 2,5 persen pada 2017

Bank Dunia memperkirakan defisit neraca berjalan untuk tahun 2016 dan 2017 masing-masing berada pada 2,3 dan 2,5 persen dari PDB (Tabel 3). Mengingat perkembangan harga komoditas yang bervariasi sampai pada tahun 2016, dan penurunan penerimaan ekspor pada kuartal pertama 2016, ekspor tampaknya akan tetap lemah selama tahun 2016. Namun, neraca perdagangan diperkirakan akan tetap positif, karena impor diperkirakan akan turun lebih besar dibanding ekspor. Secara keseluruhan, aliran masuk modal ke Indonesia diperkirakan akan sedikit meningkat selama sisa tahun 2016, sejalan dengan perkiraan kenaikan aliran modal ke ekonomi-ekonomi berkembang secara umum (Gambar 11). Aliran bersih ke obligasi pemerintah tampaknya akan sedikit lebih rendah dibanding tahun 2015, akibat pra-pembiayaan Pemerintah sebesar 3,5 miliar dolar AS pada bulan Desember 2015.

Tabel 3: Defisit neraca berjalan diperkirakan akan sedikit meningkat pada tahun 2016 (miliar AS$ kecuali dinyatakan lain)

2015 2016 2017 Keseluruhan neraca pembayaran

-1,1 1,4 5,8

Sebagai % dari PDB -0,1 0,2 0,6

Neraca berjalan -17,7 -21,1 -24,9

Sebagai % dari PDB -2,0 -2,3 -2,5 Neraca perdagangan

barang 13,3 12,6 13,8

Neraca perdagangan jasa -8,3 -8,4 -10,8 Penerimaan -28,2 -30,7 -33,4 Transfer 5,5 5,4 5,5

Neraca modal dan keuangan 17,1 22,5 30,7 Sebagai % dari PDB 2,0 2,4 2,9

Investasi langsung 9,9 9,9 11,3

Investasi portofolio 16,7 13,7 18,1 Derivatif keuangan 0,0 0,0 -0,1 Investasi lain -9,8 -1,1 1,4

Catatan:     Neraca dasar -7,7 -11,2 -13,6

Sebagai % dari PDB -0,9 -1,2 -1,5 Catatan: Neraca dasar = investasi langsung bersih + saldo neraca berjalan. Sumber: BPS; perhitungan staf Bank Dunia

-5

0

5

10

15

20

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Financial derivativesNet public capital flowsNet private capital flowsFinancial account

0

50

100

150

200

250

300

350

0

5

10

15

20

25

30

Mar-12 Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

forecastIndonesia (LHS)25 emerging markets (RHS)

Page 21: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

10 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

5. Pertumbuhan kredit dalam negeri tetap lemah walaupun ada pelonggaran moneter

Kondisi keuangan relatif ketat dengan melemahnya pertumbuhan kredit dan penurunan aliran masuk modal

Seperti pada banyak pasar berkembang, harga-harga aset keuangan di Indonesia telah terkena dampak kenaikan ketidakpastian pasar keuangan dunia. Kondisi kredit dalam negeri Indonesia masih ketat, dengan tingkat pertumbuhan kredit yang hampir mencapai nilai terendah dalam tujuh tahun terakhir. Lebih lanjut, pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (pemotongan BI Rate selama tiga kali berturut-turut pada awal tahun ini) belum secara efektif mempengaruhi suku bunga pinjaman dan simpanan. Dalam upaya untuk menjawab tantangan ini, BI mengumumkan perubahan kerangka kebijakan moneternya: dari tanggal 19 Agustus 2016, alat kebijakan utamanya adalah suku bunga reverse repo 7 hari.

Harga-harga aset keuangan bersifat volatil selama kuartal kedua

Pemulihan Rupiah yang tercatat pada kuartal pertama 2016 terhenti pada kuartal kedua. Bersama dengan mata uang pasar berkembang lainnya, Rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS pada periode akhir Maret dan kemudian pulih kembali, menghasilkan depresiasi keseluruhan sebesar 0,5 persen antara akhir Maret dan 13 Juni (Gambar 12). Sebagai perbandingan, pada periode yang sama, JP Morgan Emerging Market Currency Index (EMCI) terdepresiasi sebesar 1,5 persen. Tren penurunan yang tercatat sejak awal tahun ini dalam imbal hasil (yield) obligasi pemerintah berlanjut pada kuartal kedua 2016. Yield obligasi 10-tahun turun sebesar 33 basis poin antara 31 Mei dan 13 Juni menjadi 7,6 persen. Yield obligasi ini jauh lebih rendah dibanding satu tahun lalu ketika pasar-pasar berkembang menghadapi pembalikan arah aliran modal asing.

Gambar 12: Volatilitas valuta pasar berkembang meningkat pada kuartal 2 2016 (Indeks, 4 Jan = 100)

Sumber: BI; JP Morgan; perhitungan staf Bank Dunia

Ekuitas Indonesia juga tercatat turun dari keuntungan sebelumnya

Setelah meningkat 5,5 persen pada kuartal pertama 2016, Indeks Harga Saham Gabungan terkoreksi sebesar 0,5 persen sejak 31 Maret. Kinerja lintas sektor bervariasi, dengan pertanian turun 8,3 persen antara 31 Maret dan 14 Juni. Di lain pihak, sektor pertambangan meningkat 13,6 persen, didorong oleh stabilisasi harga komoditas, sementara infrastruktur meningkat 5,6 persen pada periode yang sama.

Pengaruh pelonggaran moneter ke penurunan suku bunga pinjaman dan simpanan masih terbatas…

Dengan relatif stabilnya Rupiah serta inflasi yang berada di dalam batas sasaran 3 hingga 5 persen, BI menurunkan suku bunga kebijakan utamanya dari 7,5 persen pada bulan Desember 2015 ke 6,5 persen pada bulan Juni 2016 (Gambar 13). Walaupun pelonggaran kebijakan moneter telah mempengaruhi JIBOR, dampaknya terhadap suku bunga pinjaman dan simpanan perbankan masih belum terlihat.

85

90

95

100

105

110

115

Jan-16 Mar-16 May-16

JP Morgan EMCI

Dolar AS/Rupiah

Page 22: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

11 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

…dan pertumbuhan pinjaman dan simpanan masih lemah, sementara kredit bermasalah (NPL) merayap naik

Pertumbuhan kredit, hampir di seluruh sektor dan jenis pinjaman, tetap lemah, dimana hampir menyentuh nilai terendahnya selama tujuh tahun terakhir (Gambar 14). Pertumbuhan pinjaman investasi sedikit meningkat ke 12,2 persen yoy pada bulan April 2016, dari 11,6 persen yoy pada bulan Maret. Pinjaman modal kerja, yang merupakan sekitar 45 persen dari seluruh pinjaman, tumbuh sedikit sebesar 4,8 persen yoy pada bulan April, turun dari 6,4 persen yoy pada bulan Maret. Pertumbuhan simpanan juga terus menurun, menyentuh angka terendah dalam 12 tahun. Kredit bermasalah (non-performing loan, NPL) meningkat menjadi 2,9 persen dari seluruh pinjaman pada bulan April, dari 2,7 persen pada bulan Januari. Namun Rasio Kecukupan Modal (capital adequacy ratio, CAR) mencapai 22 persen pada bulan Maret (data terkini), jauh di atas batas minimum BI sebesar 8 persen, selaras dengan kerangka aturan global Basel III.

Gambar 13: Suku bunga kebijakan BI yang baru adalah reverse repo 7-hari (persen per tahun)

Gambar 14: Pertumbuhan pinjaman dan simpanan terus menurun (pertumbuhan yoy, persen)

Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; perhitungan staf Bank Dunia

BI mengubah suku bunga kebijakan utamanya dalam upaya peningkatan efektivitas kebijakan moneter

Pada tanggal 15 April, BI mengumumkan perumusan ulang kerangka kebijakan moneternya. Mulai tanggal 19 Agustus 2016, suku bunga kebijakan utama akan bergeser dari BI Rate (acuan) ke suku bunga reverse repo 7 hari. BI berencana menetapkan koridor suku bunga 75 basis poin yang simetris (dan lebih sempit) di atas dan di bawah reverse repo rate 7 hari tersebut. Perubahan instrumen kebijakan ini – dari suku bunga acuan menjadi suku bunga efektif (reverse repo) – dimaksudkan untuk meningkatkan mekanisme transmisi dari suku bunga kebijakan BI dan suku bunga perbankan. Pada jangka pendek, perubahan instrumen kebijakan ini diperkirakan tidak akan mempengaruhi suku bunga pasar antar bank secara signifikan, karena suku bunga overnight telah mendekati suku bunga overnight deposit facility selama beberapa tahun terakhir (akibat surplus likuiditas sistem perbankan). Revisi kerangka tersebut adalah langkah yang positif, namun keberhasilannya perlu didukung dengan penanganan tantangan-tantangan lain, seperti tidak adanya jalur kredit antar bank dan tidak meratanya distribusi likuiditas pada sektor perbankan.

6. Realisasi anggaran meningkat namun penerimaan masih lemah

Memasuki empat bulan pertama tahun fiskal, pelaksanaan

Pengumpulan penerimaan antara bulan Januari dan April mencatat penurunan yang cukup besar, sebesar 9,8 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2015, terutama karena turunnya harga-harga komoditas dan permintaan dalam negeri, serta

4

5

6

7

8

9

May-15 Sep-15 Jan-16 May-16

reverse repo 7-hari

O/N JIBOR BI rate

O/N deposit facility

O/N lending facility

5

7

9

11

13

15

17

Jan-15 Apr-15 Jul-15 Oct-15 Jan-16 Apr-16

Pertumbuhan simpanan

Pertumbuhanpinjaman

kebijakan bunga BI

Page 23: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

12 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

APBN 2016 menghadapi sejumlah tantangan

sejumlah perubahan kebijakan dan administrasi penerimaan. Di sisi lain, total belanja meningkat sebesar 9,2 persen, didukung oleh kuatnya pertumbuhan belanja barang (66 persen yoy) dan belanja modal (106 persen yoy). Dalam hal pelaksanaan anggaran hal ini merupakan peningkatan yang signifikan walaupun dalam hal dukungan terhadap pertumbuhan PDB angka ini berada di bawah perkiraan. Pencairan meningkat sebesar 89 persen untuk barang dan 39 persen untuk modal dibanding angka rata-rata lima tahun terakhir, yang tampaknya didukung oleh pengadaan dini yang diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Penerimaan tahun berjalan melemah karena berlanjutnya penurunan harga migas…

Beralih ke penerimaan, realisasi pada empat bulan pertama tahun 2016 menunjukkan penurunan yang besar yaitu sebesar 9,8 persen (Gambar 15). Penerimaan terkait migas berkontribusi sebesar 2,4 poin persentase terhadap penurunan keseluruhan penerimaan, yang merupakan cerminan dari penurunan harga migas internasional sebesar 34,6 persen pada bulan Januari-April 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu dan apresiasi Rupiah sebesar 4,7 persen. Penerimaan migas melemah meski terdapat kenaikan rata-rata produksi minyak harian sebesar 2,6 persen dibanding empat bulan pertama tahun 2015.

Gambar 15: Pungutan penerimaan tahun berjalan mencatat penurunan yang besar… (kontribusi ke pertumbuhan penerimaan yoy, persen)

Gambar 16: …termasuk pajak penghasilan badan dan PPN (pertumbuhan yoy, persen)

Catatan: O&G adalah migas, N-O&G adalah non-migas; LGST adalah PPnBM. Sumber: Kementerian Keuangan; perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: PIT – PPh pribadi pasal 21 dan 25/UU PPh No. 36 Tahun 2008; CIT – PPh badan pasal 25; WT – pemotongan pajak pasal 22; FWT – pemotongan pajak final pasal 4(2) UU PPh; LGST – PPnBM. Sumber: Kementerian Keuangan; perhitungan staf Bank Dunia

…sebagian juga karena moderasi dalam permintaan dalam negeri…

Selain itu, pajak penghasilan dari sektor non-migas berkontribusi 1,8 poin persentaseterhadap penurunan penerimaan pada periode yang sama, walau terdapat kenaikan PDB nominal sebesar 8,0 persen yoy pada kuartal pertama 2016. Serupa dengan itu, pungutan PPN berkontribusi 2,5 poin persentase terhadap penurunan penerimaan, yang didorong oleh PPN dalam negeri (turun 9,1 persen yoy) dan PPN impor (turun 12,3 persen yoy) (Gambar 16). Sementara penurunan PPN impor sejalan dengan lemahnya impor (-5,4 persen yoy secara nominal pada kuartal pertama), penerimaan PPN dalam negeri menyusut walau dengan pertumbuhan nominal konsumsi swasta sebesar 8,3 persen yoy. Peningkatan 39 persen yoy dalam restitusi PPN selama empat bulan pertama tahun 2016 kemungkinan juga telah berkontribusi terhadap penurunan penerimaan PPN bruto sebesar 1,3 persen yoy.

-10

-5

0

5

10

15

Jan-Apr 2014 Jan-Apr 2015 Jan-Apr 2016

O&G related revenues Income taxes N-O&GVAT/LGST ExcisesInternational trade taxes Other

-20

-10

0

10

20

30

40 Jan-Apr 2014 Jan-Apr 2015 Jan-Apr 2016

Page 24: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

13 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

…serta perubahan dalam kebijakan pajak dan administrasi …

Selain faktor-faktor makro global dan dalam negeri, perubahan dalam kebijakan pajak dan administrasi juga dapat berkontribusi terhadap penurunan penerimaan. Pungutan pajak penghasilan pribadi hanya meningkat sebesar 0,2 persen dibanding bulan Januari-April 2015 (dibanding rata-rata tahun 2014-2015 sebesar 13 persen). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kenaikan dalam batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 24,3 juta ke Rp 36,0 juta, dalam peraturan yang diterbitkan pada tahun 2015 untuk mendukung belanja rumah tangga.5 Pajak penghasilan badan bukan migas menyusut sebesar 11,3 persen yoy, sebagian karena penurunan keuntungan perusahaan di sejumlah sektor, seperti pertambangan non-migas. Direktorat Jenderal Pajak juga melaporkan kenaikan restitusi pajak badan bukan migas sebesar 66,5 persen pada periode bulan Januari-April 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain itu, cukai berkontribusi sebesar 3,6 poin persentase terhadap penurunan penerimaan, karena adanya perubahan aturan pembayaran cukai oleh produsen tembakau.6 Terakhir, ketidakpastian yang berlanjut tentang UU Pengampunan Pajak kemungkinan telah berdampak negatif terhadap moral wajib pajak dan upaya administrasi perpajakan. Sebagai contoh, Direktorat Jenderal Pajak diberitakan telah menyatakan bahwa pihaknya menunda proses-proses pemeriksaan pajak sementara menunggu keputusan DPR tentang UU Pengampunan Pajak.7

Pemerintah telah mengusulkan RAPBN-P 2016, dengan target penerimaan yang lebih rendah…

Menanggapi berlanjutnya moderasi dalam harga-harga komoditas dan penurunan permintaan dalam negeri, Pemerintah menurunkan proyeksi penerimaan sebesar Rp 88,0 triliun menjadi Rp 1.734,5 triliun dalam RAPBN-P 2016 (yang diperkirakan akan disetujui pada bulan Juli) (Tabel 4). Dalam RAPBN-P itu, penerimaan terkait migas direvisi turun sebesar Rp 67,3 triliun, penerimaan pertambangan bukan pajak turun sebesar Rp 24,3 triliun, dan PPN turun sebesar Rp 97,5 triliun. Namun proyeksi pajak penghasilan non-migas direvisi naik sebesar Rp 103,4 triliun untuk mencerminkan perkiraan yang lebih optimistis terkait penerimaan dari program Pengampunan Pajak sekitar Rp 165 triliun.8

… defisit fiskal yang lebih besar dan sejumlah penyesuaian belanja…

Dengan prospek penerimaan yang lemah, Pemerintah mengusulkan untuk menurunkan keseluruhan belanja sekitar Rp 48 triliun (2,3 persen dari jumlah anggaran), meningkatkan defisit fiskal ke 2,5 persen dari PDB, dan menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2016 sebesar Rp 19 triliun. Pemotongan belanja itu diperkirakan akan menggunakan sejumlah langkah-langkah, termasuk penurunan alokasi kementerian/lembaga sebesar Rp 50 triliun untuk belanja yang bukan merupakan prioritas, seperti biaya perjalanan, honorarium, biaya rapat, dan lainnya;9 pemotongan lanjutan biaya subsidi BBM sebesar Rp 23 triliun dengan menurunkan subsidi tetap maksimum per liter untuk solar; dan menurunkan transfer ke daerah sebesar Rp 8,3 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebesar Rp 4,7 triliun melalui penurunan bagi hasil. Di sisi lain, RAPBN-P 2016 juga mengusulkan peningkatan sebesar Rp 39 triliun dalam bidang pengeluaran lain seperti subsidi

5 Peraturan Menteri Keuangan PMK No 122/PMK.010/2015. 6 Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 20/PMK.04/2015, diterbitkan 2 Februari 2015. Sebelumnya, produsen diperkenankan untuk menunda pembayaran cukai dua bulan setelah memesan pita cukai, tanpa menghiraukan bulan pemesanannya. Mulai tahun 2015, semua pembayaran pita harus dilakukan sebelum 31 Desember dari tahun tersebut. Akibatnya, hampir tidak ada pembayaran pada bulan Januari dan Februari 2016 dan pembayaran bulan penuh pertama mulai diterima pada bulan Maret.

7 http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/17/tax-office-reluctant-mood-tax-amnesty-stalls.html 8 http://jakartaglobe.beritasatu.com/business/finance-minister-big-hopes-tax-amnesty/ 9 INPRES No. 4 Tahun /2016.

Page 25: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

14 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

listrik,10 subsidi bukan energi, persiapan Asian Games 2018, dan program-program fasilitas rumah tahanan. Secara keseluruhan, pemotongan belanja itu relatif kecil, jauh di bawah proyeksi penurunan belanja yang diproyeksikan oleh Bank Dunia sebesar Rp 236 triliun (lihat di bawah).

…serta kenaikan Dana Investasi Pemerintah untuk mendukung investasi infrastruktur

RAPBN-P 2016 juga mengusulkan peningkatan Dana Investasi Pemerintah dari Rp 58 triliun ke Rp 92,5 triliun. Kenaikan ini termasuk peningkatan suntikan modal kepada PLN sebesar Rp 13,6 triliun (untuk mendukung program penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 35.000 MW), Rp 6,8 triliun bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan Rp 16 triliun untuk mendukung penyediaan tanah bagi pembangunan infrastruktur.

Bank Dunia sedikit merevisi turun proyeksi penerimaan tahun 2016, yang mencerminkan revisi prospek makroekonomi

Perubahan dalam proyeksi makroekonomi Bank Dunia – khususnya melemahnya PDB nominal, impor, dan pertumbuhan konsumsi swasta, serta penguatan Rupiah – dibanding Triwulanan edisi bulan Maret, telah mendorong revisi terhadap proyeksi penerimaan 2016 dari Rp 1.547 triliun pada bulan Maret ke Rp 1.506 triliun (Tabel 4). Proyeksi itu tidak menyertakan potensi penerimaan dari pengampunan pajak, karena masih belum pasti kapan UU Pengampunan Pajak akan ditetapkan dan dilaksanakan.11 Dengan asumsi-asumsi tersebut, kekurangan penerimaan tahun 2016 dapat mencapai Rp 316 triliun (2,5 persen dari PDB) dari sasaran APBN. Bila dibandingkan dengan RAPBN-P 2016, sebagian besar dari perbedaan dengan proyeksi penerimaan Bank Dunia umumnya terkait dengan asumsi hasil pengampunan pajak tersebut.

Proyeksi defisit fiskal 2016 tetap sebesar 2,8 persen dari PDB

Untuk mengimbangi sebagian dari penurunan penerimaan, Pemerintah dapat meningkatkan defisit fiskal dalam batas aturan 3 persen dari PDB dan menurunkan pengeluaran bukan prioritas untuk mengedepankan investasi publik demi mendukung pertumbuhan. Bila diasumsikan bahwa Pemerintah akan menggunakan pilihan-pilihan ini, Bank Dunia memproyeksikan defisit fiskal sebesar 2,8 persen dari PDB untuk 2016, tidak berubah dibanding proyeksi pada Triwulanan edisi bulan Maret 2016. Proyeksi-proyeksi tersebut mencerminkan tingkat pencairan belanja sebesar 89 persen dari seluruh APBN dan kenaikan defisit fiskal dibanding sasaran sebesar 2,5 persen dari PDB pada RAPBN-P 2016. Walau dengan perkiraan defisit fiskal 2016 yang lebih besar dibanding APBN, risiko-risiko keuangan tetap terjaga. Pada tanggal 7 Juni 2016, Pemerintah telah memperoleh sekitar Rp 440 triliun dalam sekuritas dan pinjaman multilateral, dari kebutuhan pendanaan bruto 2016 sebesar Rp 708 triliun yang diperkirakan oleh Bank Dunia.

10 Biaya subsidi listrik lebih tinggi akibat penundaan pelaksanaan penyesuaian tarif bagi rumah tangga dengan pasokan daya 450 VA dan 900 VA (hingga Juli), yang awalnya direncanakan mulai berlaku pada bulan Januari 2016.

11 Pengalaman internasional menunjukkan bahwa dampak penerimaan pengampunan pajak sangat beragam dan tergantung pada rancangan dari program tersebut. Faktor-faktor kunci mencakup kredibilitas bahwa langkah reformasi ini merupakan peluang satu kali saja dan informasi wajib pajak tidak akan digunakan untuk kepentingan lain; penegakan pajak yang lebih baik; denda pasca pengampunan yang lebih tinggi; serta struktur tarif pajak dan denda yang layak diterapkan. Pengampunan cenderung menghasilkan penerimaan lebih ketika tarif pajak standar diberlakukan. Sebagai contoh, Irlandia memungut 1,9 persen dari PDB pada tahun 1988 dengan membebaskan bunga dan denda, tapi tidak dengan menurunkan tarif pajak. Sebaliknya, Italia memungut hanya 0,1 persen dari PDB pada tahun 2001, karena sejumlah besar penurunan tarif pajak (berikut beberapa faktor lain) berkontribusi terhadap dampak penerimaan yang rendah. Sumber: Baer. K. and E. Le Borgne, 2008, “Tax amnesties: theory, trends, and some alternatives,” IMF.

Page 26: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

15 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Tabel 4: Bank Dunia memproyeksikan penerimaan dan pengeluaran yang lebih rendah dibanding APBN 2016(triliun Rp, kecuali dinyatakan lain)

2015 2016 2016 2016 2016 2016

Realisasi

Audit APBN RAPBN-P

Selisih antara

RAPBN-P dan APBN

Bank Dunia (Juni)

Jan – Apr

A. Penerimaan 1.508 1.822 1.734 -88 1.506 387

1. Penerimaan pajak 1.240 1.547 1.527 -20 1.304 321

Pajak penghasilan 602 757 844 87 652 186

Migas 50 41 24 -17 n.a. 12

Bukan migas 553 716 819 103 n.a. 174

PPN/PPNBM 424 572 474 -98 448 101

Pajak properti 29 19 18 -1 31 1

Cukai 145 146 148 2 134 19 Pajak perdagangan internasional

35 40 36 -4 34 11

Bea impor 31 37 33 -4 31 11

Pajak ekspor 4 3 3 0 4 1

Pajak lainnya 6 12 7 -5 6 2

2. Penerimaan bukan pajak 256 274 205 -69 200 66 Pendapatan sumber daya alam

101 125 50 -75 51 17

Migas 78 79 28 -51 n.a. 11

Bukan Migas 23 46 22 -24 n.a. 6 Pendapatan bukan pajak lainnya

155 149 155 6 149 49

3. Hibah 10 2 2 0 2 0

B. Pengeluaran 1.806 2.096 2.048 -48 1.860 545

1. Pemerintah pusat 1.173 1.326 1.289 -37 1.150 276

Pegawai 281 348 n.a. 306 97

Barang 232 325 n.a. 255 42

Modal 215 202 n.a. 183 18

Pembayaran bunga 156 185 192 7 183 64

Subsidi 186 183 189 6 162 40

Subsidi energi 119 102 98 -4 97 30

BBM 61 64 41 -23 42 18

Listrik 58 38 57 19 55 13

Subsidi non-energi 67 81 91 10 65 10

Hibah 4 4 8,5 5 2 0

Sosial 97 55 n.a. 54 12

Pengeluaran lain-lain 10 25 n.a. 6 2

2. Transfer ke daerah 623 770 758 -12 710 269

Neraca keseluruhan -298 -273 -313 -353 -158

(% dari PDB) -2,6 -2,2 -2,5 -2,8

Asumsi

Pertumbuhan PDB riil (%) 4,8 5,3 5,2 5,1

IHK (yoy, %) 6,4 4,7 4,0 3,9

Kurs tukar (Rp/AS$) 13.458 13.900 13.500 13.300

Harga minyak (AS$/barel) 51 50 40 40

Catatan

PDB nominal 11.541 12.716 12.635 12.480

Catatan: Proyeksi Bank Dunia tidak menyertakan potensi penerimaan dari pengampunan pajak. Sumber: Kementerian Keuangan; Proyeksi staf Bank Dunia

Page 27: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

16 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

7. Penanganan hambatan penerimaan fiskal menjadi prioritas

Pemulihan ekonomi global yang diharapkan masih belum menunjukkan kepastian…

Walau proyeksi Bank Dunia untuk Indonesia belum berubah dari Triwulanan edisi bulan Maret 2016, risiko-risiko penurunan telah meningkat. Risiko-risiko penurunan perekonomian luar negeri berhubungan dengan naiknya ketidakpastian yang terjadi belakangan ini. Sebagai contoh, waktu dan potensi dampak dari kenaikan suku bunga Bank Sentral AS, serta hasil referendum Inggris tentang keanggotaan UE, telah meningkatkan volatilitas pasar keuangan beberapa minggu terakhir. Di Tiongkok, laju dan cara penerapan upaya-upaya penyeimbangan dan pengumpulan kembali juga memiliki potensi risiko-risiko global. Faktor-faktor tersebut berkontribusi pada sikap tunggu dan lihat (wait-and-see) yang diambil oleh para investor terhadap pasar-pasar sedang berkembang.

…dan terdapat risiko bahwa kenaikan harga komoditas baru-baru ini mungkin tidak berlanjut…

Kedua, terdapat ketidakpastian tentang prospek harga-harga komoditas. Seperti dibahas pada Bagian 1, ketidakpastian itu telah meningkat pada beberapa minggu terakhir. Namun kenaikan itu mungkin hanya bersifat sementara karena, ditilik dari proyeksi dasar (baseline), pertumbuhan global diperkirakan meningkat hanya secara moderat pada jangka menengah. Hal ini sekali lagi menyiratkan ketidakpastian yang lebih tinggi bagi investor Indonesia dan untuk penerimaan fiskal.

…sementara di dalam negeri, risiko fiskal telah meningkat sejak Triwulanan bulan Maret 2016 terbit…

Ketidakpastian yang tinggi juga terkait dengan situasi dalam negeri. Kegiatan ekonomi, terutama belanja publik, kurang berpengaruh pada awal tahun dan indikator-indikator dengan frekuensi tinggi menunjukkan isyarat yang bervariasi. Hal ini menyiratkan semakin tingginya risiko-risiko penurunan terhadap prospek Indonesia berdasarkan perhitungan Bank Dunia, terutama terkait dengan keterbatasan ruang fiskal. Pemerintah menyerahkan RAPBN-P 2016 ke DPR pada tanggal 2 Juni, yang merupakan langkah teramat penting guna melindungi belanja investasi publik, sebagai tumpuan ekonomi.

…karena RAPBN-P 2016 membutuhkan penyesuaian lanjutan untuk mengelola risiko fiskal secara lebih baik

Namun, seperti dibahas pada bagian sebelumnya, revisi anggaran yang diusulkan oleh Pemerintah belum cukup mencerminkan penurunan kondisi makroekonomi sejak APBN 2016 dibahas di DPR tahun lalu. Khususnya, rancangan anggaran perubahan terakhir menyertakan kenaikan penerimaan pajak bukan migas sebesar 48,1 persen dibanding hasil perhitungan awal penerimaan tahun 2015. Bahkan bila pengampunan pajak disetujui oleh DPR dan dilaksanakan sebelum akhir tahun 2016 pun, akan sulit untuk memenuhi sasaran pungutan pajak yang demikian besar.

Page 28: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

17 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

B. Beberapa perkembangan terkini perekonomian Indonesia

1. Mengapa bunga pinjaman dan margin bunga bersih di Indonesia tinggi?

Suku bunga pinjaman di Indonesia dianggap terlalu tinggi

Dalam beberapa bulan terakhir ini, telah ada banyak diskusi dan perdebatan kebijakan seputar persepsi bahwa suku bunga dan margin bunga bersih (net interest margin, NIM) yang dikenakan oleh bank-bank Indonesia lebih tinggi dari yang sepatutnya. Selain itu, transmisi kebijakan penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia pada tiga bulan pertama tahun 2016, untuk suku bunga pinjaman dan suku bunga deposito bank sejauh ini masih terbatas (lihat Bagian A.5). Dalam upaya mendorong suku bunga deposito yang lebih rendah, pada bulan Oktober 2014 Otoritas Jasa Keuangan telah membatasi (capped) suku bunga deposito yang dikenakan oleh bank-bank besar pada 200 atau 225 basis poin di atas tingkat suku bunga BI (BI Rate), tergantung pada tingkat modal intinya. OJK memperketat pembatasan suku bunga deposito menjadi 75 dan 100 basis poin di atas BI Rate pada bulan Maret 2016. Artikel ini berupaya untuk menyoroti faktor-faktor penentu tingkat suku bunga dan margin di Indonesia serta peran kontribusi dari faktor struktural maupun kebijakan.12

Suku bunga di Indonesia memang yang tertinggi di wilayah ini, dengan risiko sovereign dan sektor swasta merupakan faktor penting

Baik suku bunga nominal maupun riil, serta imbal hasil obligasi pemerintah, selama ini di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya di G20 dan ASEAN (Gambar 17). Selain itu, selisih antara suku bunga bank dan imbal hasil obligasi pemerintah di Indonesia selama ini jauh lebih tinggi ketimbang di negara-negara tetangga. Hal ini berarti bahwa, meskipun faktor-faktor risiko sovereign (risiko kerugian yang mungkin timbul akibat kegagalan pemerintah dari negara penerbit surat utang untuk memenuhi kewajibannya (bunga & pokoknya) – pent.) dapat berperan penting dalam penetapan suku bunga bank, namun Indonesia tetaplah merupakan pencilan (outlier)di antara negara-negara ASEAN dalam hal premi risiko (risk premia) sektor swasta.

12 Artikel mengenai topik ini, yang dipicu oleh perlambatan pertumbuhan kredit di tahun 2009, dimuat di IEQ edisi bulan Juni 2010 (hlm. 26-33).

Page 29: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

18 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 17: Suku bunga di Indonesia lebih tinggi daripada di negara-negara yang setara lainnya (rata-rata tahun 2010-2015, persen per tahun) 

Gambar 18: NIM di Indonesia juga lebih tinggi daripada di negara-negara setara di ASEAN dan G20(pendapatan bersih bunga bank sebagai bagian dari rata-rata pendapatan dari aset penghasil bunga, persen)

Sumber: CEIC; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Finstat; perhitungan staf Bank Dunia

a. Komponen apa yang mendorong tingginya NIM di Indonesia?

NIM merupakan ukuran profitabilitas bank

Salah satu cara untuk memahami faktor apa yang dapat menjelaskan tingginya suku bunga di Indonesia adalah dengan menganalisa faktor-faktor penentu NIM. NIM adalah nilai pendapatan bersih bunga bank sebagai bagian dari rata-rata pendapatan aset penghasil bunga (total penghasilan). Hal ini mencerminkan pinjaman yang terealisasi, berbeda dengan selisih (spread) suku bunga, yang merupakan indikasi dari tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh bank.

NIM selama ini tinggi dan akan tetap demikian di Indonesia

NIM Indonesia secara signifikan lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan dengan NIM di negara-negara setara di wilayah dan di antara negara-negara G20 (Gambar 18).13 Koefisien variasi dari NIM di Indonesia sepanjang periode 1999-2015 adalah yang terendah kedua (13,4 persen) di negara-negara ASEAN yang dianalisa, yakni setelah Vietnam (12,2 persen). Ini juga jauh lebih rendah daripada di pasar keuangan yang lebih maju seperti Singapura (51,1 persen), Korea Selatan (48,1 persen), dan Hong Kong (37,1 persen). NIM yang tinggi, serta variasinya yang rendah, dapat menunjukkan adanya tantangan struktural dalam sektor keuangan Indonesia.

Perbankan Indonesia memiliki biaya operasional (overhead) yang tinggi

Salah satu komponen dari NIM adalah biaya operasional (overhead), dan biaya tidak langsung ini di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara setara (Gambar 19). Hal ini mencerminkan tantangan geografis yang dimiliki Indonesia dan barangkali sistem keuangan Indonesia yang tidak terlalu inklusif. Jika bank ingin memenuhi target rasio profitabilitasnya (return on equity), biaya operasional yang semakin tinggi akan menuntut sumber pendapatan yang lebih tinggi pula, baik melalui pendapatan non-bunga (pendapatan provisi) maupun NIM.

Pendapatan non- bunga yang rendah juga mendorong naiknya NIM …

Pendapatan non-bunga di Indonesia lebih rendah daripada di negara-negara lain, sehingga bank lebih mengandalkan pendapatan bunga (Gambar 20). Hal ini menyiratkan perlunya NIM yang tinggi untuk menghasilkan rasio profitabilitas yang setara. Perlu dicatat bahwa rasio profitabilitas perbankan Indonesia tidak lebih tinggi

13 Negara-negara setara di ASEAN termasuk Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam; Negara-negara setara di kelompok G20 - Tiongkok, India, Meksiko, Afrika Selatan, dan Turki.

-2 0 2 4 6 8 10 12

Lending-inflation

Lending-deposit

Deposit-5yr gov bondyield

Lending-5yr gov bondyield

Thailand Malaysia Philippines Indonesia

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2005 2007 2009 2011 2013

IDN Regional average G20 peers

Page 30: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

19 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

dari negara-negara pembanding. Ini tidak berarti bahwa bank-bank tersebut sangat kompetitif. Hal ini mungkin bisa terjadi akibat adanya ketidakefisienan di beberapa bidang yang dikompensasi oleh margin bunga yang tinggi.

Gambar 19: Biaya overhead yang tinggi berkontribusi pada NIM yang lebih tinggi … (biaya overhead sebagai bagian dari total aset, persen)

Gambar 20: … demikian pula pendapatan non-bunga yang rendah (pendapatan non-bunga sebagai bagian dari total pendapatan, persen)

Sumber: Finstat; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Finstat; perhitungan staf Bank Dunia

… demikian pula rasio permodalan yang tinggi …

Demikian pula halnya dengan rasio permodalan yang sedikit lebih tinggi di Indonesia, yang kemudian membuat bank memerlukan pendapatan yang lebih besar dan margin bunga yang lebih tinggi pula. Menurut data Bankscope, rasio modal terhadap aset dari perbankan Indonesia 2 persen lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga setara, serta 4 persen lebih tinggi dari negara-negara G20 setara di tahun 2014. Tingginya permodalan secara langsung berkontribusi terhadap NIM, karena hal ini akan meningkatkan jumlah aktiva produktif tanpa biaya bunga yang besar.

… dan penurunan dana pencadangan kerugian kredit (loan loss provision)

Komponen paling menarik dari NIM adalah yang berhubungan dengan pencadangan dana (provisioning, yaitu pengeluaran yang dicadangkan untuk mengimbangi kredit bermasalah). Secara historis, jumlah kredit bermasalah (non-performing loan, NPL) di Indonesia tercatat cukup tinggi, tetapi telah membaik, dan ini akan meningkatkan NIM. Menurut data Bankscope, tingkat NPL di Indonesia tahun 2010-2014, yaitu sebesar 2,0 persen dari kredit kotor, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Jerman (2,8 persen) dan Belanda (3,0 persen). Mungkin dapat dikatakan bahwa efek dari kondisi pasar global, harga komoditas yang menurun, dan pertumbuhan di Tiongkok yang melambat bisa berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia yang membutuhkan peningkatan pencadangan dana. Kinerja perbankan pada kuartal pertama 2016 menunjukkan bahwa tren ini akan muncul.

b. Faktor struktural apa sajakah di balik tingginya NIM?

Analisa regresi membantu mengidentifikasi faktor-faktor struktural di balik tingginya NIM

Analisis mengenai rincian komponen NIM dapat menjadi titik awal yang bisa menjelaskan tingginya margin bunga di Indonesia, akan tetapi hal tersebut tidak menjelaskan faktor apa saja dalam perekonomian yang mendasarinya. Untuk tujuan inilah, analisa regresi dilakukan sesuai dengan literatur akademis.

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

2005 2007 2009 2011 2013

IDN Regional average G20 peers

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2005 2007 2009 2011 2013

IDN Regional average G20 peers

Page 31: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

20 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Salah satu faktor tersebut adalah pasar keuangan yang dangkal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terbatasnya jumlah lembaga keuangan non-bank dan belum berkembangnya pasar ekuitas dan utang menyebabkan minimnya pilihan pendanaan selain dari pinjaman bank. Pada tahun 2015, 79 persen dari total aset sistem keuangan dipegang oleh bank. Nilai dan jumlah penerbitan saham telah menurun sejak tahun 2013. Utang korporasi sebagai bagian dari PDB di Indonesia adalah yang terendah di antara negara-negara setara di ASEAN, berada di bawah Filipina. Studi global menunjukkan pentingnya peranan pasar utang jika berfungsi secara optimal, yaitu menjadi alternatif pilihan pembiayaan bagi para peminjam selain pinjaman dari bank komersial. Selain itu, seiring dengan semakin ketatnya standar internasional untuk tingkat permodalan bank dalam beberapa tahun terakhir, di banyak negara, pasar utang kini bertindak sebagai saluran yang penting bagi pembiayaan dengan jangka waktu yang lebih panjang; hal yang sangat berbeda dengan struktur pinjaman bank komersial yang berjangka pendek.

Walau sektor perbankan tidak terlalu terkonsentrasi, namun ada tanda-tanda rendahnya persaingan

Namun demikian, sektor perbankan di Indonesia tidaklah terlalu oligopolistik. Indeks Herfindahl, suatu ukuran konsentrasi pasar, dari 15 bank papan atas Indonesia berdasarkan total aset adalah 0,049 pada tahun 2015, turun dari 0,058 pada tahun 2011.14 Posisi Indonesia cukup baik bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Misalnya indeks Herfindahl tercatat 0,068 untuk semua bank di Uni Eropa, 0,210 di Belanda, dan 0,308 di Finlandia. Hal ini juga tercermin pada konsentrasi yang lebih rendah di lembaga-lembaga keuangan terbesar: 13 bank terbesar di Indonesia menguasai sekitar 83 persen aset, suatu angka yang setara atau bahkan dilampaui oleh 5 bank terbesar di Belgia, Estonia, Belanda, atau Finlandia.15 Namun, konsentrasi pasar yang rendah tidak selalu menghalangi bank dari berperilaku tidak kompetitif (begitu pula sebaliknya). Rendahnya variasi margin bunga yang dibahas di atas dapat menunjukkan adanya persaingan antar bank yang rendah dan tingginya tingkat kebijaksanaan diskresi dalam penetapan tingkat suku bunga pinjaman.16

Pinjaman pemerintah menurunkan NIM

Keseimbangan fiskal muncul sebagai faktor penentu penting dari NIM. Meskipun analisa yang disajikan di sini tidak mengidentifikasi mekanisme transmisinya, ada kemungkinan bahwa hal ini mencerminkan adanya tekanan pada tingkat suku bunga deposito karena bank dan Pemerintah bersaing untuk mendapatkan dana. Obligasi pemerintah adalah suatu pengganti atau substitusi bagi deposito. Dalam hal ini, rasio pinjaman terhadap deposito yang tinggi, sebesar 93,3 persen pada tahun 2014, telah menjadi faktor yang berpotensi memperburuk, karena likuiditas perbankan sudah cukup ketat sejak tahun 2009.

c. Mendorong bank untuk menurunkan tingkat suku bunga dapat merugikan pertumbuhan jangka panjang

Pembatasan tingkat suku bunga merugikan pertumbuhan jangka panjang …

Beralih ke persoalan pembatasan tingkat suku bunga bank, ada sejarah panjang dari pemerintah di seluruh dunia yang berusaha untuk membatasi tingkat suku bunga pinjaman, dan banyak literatur yang membahas argumen tersebut secara komprehensif.17 Bukti menunjukkan bahwa penetapan batasan pada tingkat suku

14 Departemen Kehakiman Amerika Serikat menggambarkan suatu pasar dengan indeks Herfindahl antara 0,15 dan 0,25 sebagai “konsentrasi sedang.” 15 Sumber: Bank Sentral Eropa, 2014, Indikator-indikator keuangan struktural. 16 Suatu analisa tentang perilaku terkoordinasi oleh bank-bank, yang berada di luar cakupan artikel ini, diperlukan untuk memberikan bukti atas persaingan pasar yang rendah. 17 Secara khusus disampaikan dalam Demirguc-Kunt, A., T. Beck, dan P. Honohan, 2008, “Finance for all?: Policies and pitfalls in expanding access,.” Washington, DC: Bank Dunia.

Page 32: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

21 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

bunga membebani kerugian pertumbuhan ekonomi jangka panjang karena beberapa alasan.

… dengan membatasi keuangan inklusif (financial inclusion) …

Pertama, suku bunga yang sangat tinggi pada lembaga keuangan mikro (di atas 40 persen per tahun di beberapa negara) dapat dibenarkan oleh jumlah pinjaman yang kecil dan biaya operasional yang tinggi.18 Bahkan untuk pinjaman yang lebih besar, upaya untuk memberlakukan tingkat suku bunga rendah dapat membuat rumah tangga berpendapatan rendah, yang ingin meminjam dan yang layak untuk mendapatkan pinjaman pada tingkat suku bunga tinggi, tersisih (sementara bunga yang tinggi diperlukan untuk menutup biaya pemrosesan pinjaman). Meskipun banyak negara masih memberlakukan plafon tingkat suku bunga (interest rate ceilings), plafon ini telah diperlunak atau diberlakukan dengan pengecualian.19 Apabila terdapat permasalahan pada suku bunga, bank menjadi semakin selektif untuk memilih nasabah yang layak, dan semakin mengesampingkan nasabah yang lebih miskin karena dibutuhkan biaya transaksi yang relatif tinggi dibandingkan pendapatan bunga yang akan diterima bank.

… memberlakukan biaya tambahan dan penyediaan layanan yang tidak perlu…

Kedua, beberapa argumen berpendapat bahwa pembatasan tingkat suku bunga perlu diberlakukan, karena para pemberi pinjaman memiliki posisi oligopolistik yang memungkinkan mereka untuk mengambil rente (rent) melalui tingkat suku bunga yang berlebihan. Sementara ada kebutuhan nyata untuk menanggapi praktik monopoli, hal ini harus dilakukan melalui peningkatan persaingan di sektor keuangan tersebut. Jika tidak, bank akan menggunakan kekuatan pasar mereka untuk memberlakukan struktur biaya yang kabur (opaque), seperti biaya jasa dan denda, mengakibatkan biaya kredit yang jauh melebihi tingkat suku bunga yang ditetapkan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah melalui produk bundling (bundling adalah strategi untuk menggabungkan penjualan beberapa produk menjadi satu paket penjualan – pent.) di mana peminjam harus membeli layanan lain untuk mendapatkan akses ke pinjaman.

… menurunkan insentif untuk berinovasi …

Ketiga, insentif yang tepat adalah kunci untuk mendorong bank memperluas layanan ke segmen masyarakat yang selama ini dikesampingkan. Utamanya, bank tidak akan berinvestasi dalam teknologi baru jika mereka tidak dapat memperoleh biayapemulihan (cost recovery) dan akan berusaha untuk mengurangi kualitas layanan yang diberikan guna mengakomodasi tingkat suku bunga yang lebih rendah.

… membatasi layanan perbankan hanya untuk klien dengan kualitas lebih tinggi dan debitur yang ada …

Keempat, jika bank tidak diperbolehkan untuk menetapkan tingkat suku bunga yang dapat mengimbangi risiko mereka yang lebih besar terkait dengan pinjaman untuk perusahaan-perusahaan kecil dan masih baru, mereka cenderung berkonsentrasi pada perusahaan-perusahaan yang lebih besar dan sudah mapan, yakni dengan mereka telah memiliki hubungan pinjam-meminjam sebelumnya. Dengan cara ini, mereka dapat menghindari biaya transaksi yang lebih tinggi dari menciptakan hubungan pinjam-meminjam yang baru.

… menyebabkan ketidakcukupan modal (undercapitalization)

Selain itu, penelitian di Eropa menunjukkan bahwa di negara-negara yang membatasi tingkat suku bunga, perusahaan-perusahaan cenderung melakukan pinjaman yang berlebihan, yang mengakibatkan kemungkinan gagal bayar yang lebih besar. Pada dasarnya, pemberian dukungan terhadap kredit mendorong perusahaan-perusahaan untuk terlalu mengandalkan utang dalam struktur modal mereka.20 Kecenderungan 18 Lihat berbagai publikasi yang disiapkan oleh Consultative Group untuk Membantu Masyarakat Miskin (http://www.cgap.org/publications)

19 Lihat Policis 2004; Helms dan Reille 2004; Goodwin-Groen 2007. 20 Policis, 2006, “Economic and social risks of consumer credit market regulations.”

Page 33: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

22 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

bagi operasi perusahaan …

ini juga terlihat di antara para peminjam ritel di AS, dimana kejadian gagal bayar pada kartu kredit secara signifikan lebih tinggi di negara-negara bagian yang membatasi tingkat suku bunga.21

… dan menciptakan insentif untuk alokasi kredit yang diatur secara buruk

Akhirnya, di setiap pasar di mana akses ke produk memang dibatasi, terciptalah insentif untuk alokasi produk yang sulit didapat (scarce), memberikan peluang bagi korupsi. Selain itu, adalah penting agar fokus pada suku bunga tidak mengabaikan para depositor, yang tentunya berhak atas tingkat pengembalian yang wajar. Pengalaman akhir akhir ini memberikan banyak contoh di mana represi keuangan telah menurunkan imbal hasil bagi para depositor. Pengekangan keuangan dipraktikkan di negara-negara OECD, seperti Inggris dan Amerika Serikat, sampai munculnya liberalisasi pasar pada tahun 1980-an. Contoh yang lebih baru, termasuk di Asia Timur, telah dikaitkan dengan perkembangan kegiatan perbankan bayangan (shadow banking) dan investasi berlebihan dalam peralatan modal.

Solusi jangka panjangnya yang berkelanjutan adalah dengan meningkatkan ukuran pasar dan memperbaiki persaingan

Secara keseluruhan, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa, walaupun bisa saja ada saatnya bank menetapkan suku bunga yang sangat tinggi sehingga kualitas kredit terpengaruh secara negatif (karena pengusaha hanya akan melakukan pinjaman untuk investasi berisiko tinggi jika imbal hasilnya pun tinggi), solusinya adalah dengan berupaya untuk memperbesar pasar keuangan dan dengan menetapkan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan persaingan antar bank. Pembatasan suku bunga hanya akan menurunkan persaingan.

21 Lihat catatan kaki nomor 17.

Page 34: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

23 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

2. Biaya dari proteksi perdagangan di Indonesia

Paket-paket kebijakan ekonomi telah meniadakan beberapa batasan non-tarif…

Indonesia baru-baru ini telah mulai membalikkan tren proteksi perdagangan yang berlaku pada tahun-tahun sebelumnya. Sejak bulan September 2015, Pemerintah telah mengumumkan dan melaksanakan sebagian dari rangkaian 12 paket reformasi dengan penekanan yang kuat pada penurunan batasan non-tarif. Sebagai contoh, Kementerian Perdagangan telah menghapus sejumlah persyaratan untuk impor dan ekspor berbagai produk (seperti penghapusan izin impor spesifik produk serta izin ekspor spesifik produk untuk sejumlah besar produk). Kementerian Perdagangan juga menghapus syarat label Bahasa Indonesia sebagai bagian dari deklarasi impor, sehingga barang impor kini dapat dilabeli on-shore dibandingkan diberikan label di negara produsen sebelum pengiriman. Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menyusun daftar jasa prioritas bagi barang masukan farmasi dan makanan serta obat-obatan, yang mencakup lebih dari 2000 lini produk.

… menghasilkan kebijakan-kebijakan perdagangan yang lebih membebaskan, dibanding dengan kebijakan yang membatasi untuk diberlakukan sejauh ini sepanjang tahun 2016

Reformasi-reformasi tersebut hadir setelah selama beberapa tahun Indonesia menjadi salah satu pengguna batasan perdagangan utama di dunia menurut data Global Trade Alert (Gambar 21). Dalam empat kuartal terakhir, rasio kebijakan yang membebaskan perdagangan dibanding dengan yang membatasi telah meningkat, suatu tren yang menguat pada dua kuartal terakhir dan memuncak pada kuartal pertama 2016 dengan jumlah kebijakan yang membebaskan perdagangan tiga kali lebih banyak dibanding kebijakan yang membatasi. Peringkat Indonesia di dunia dalam hal kebijakan pembatasan telah menurun selama tiga kuartal berturut-turut – dari peringkat 3 pada kuartal kedua 2015 ke peringkat 8 pada kuartal pertama 2016. Sebaliknya, peringkatnya terkait kebijakan yang membebaskan naik – dari peringkat 12 ke 6. Reformasi-reformasi perdagangan ini adalah perubahan arah yang penting, mengingat peningkatan proteksi dagang baru-baru ini yang diterapkan utamanya melalui kebijakan pembatasan non-tarif (non-tariff measures, NTMs) kian intensif.

Gambar 21:Tren pembebasan perdagangan mulai terlihat (Jumlah kebijakan pembebasan dan pembatasan perdagangan)

Sumber: Global Trade Alert diakses pada 10 Mei 2016; perhitungan staf Bank Dunia

a. Kenapa kebijakan pembatasan non-tarif berpotensi membahayakan?

Sementara Indonesia telah menurunkan tarif impor, Indonesia juga

Seperti hampir semua negara lain di dunia, Indonesia secara bertahap menurunkan tarif impornya ke titik yang tidak lagi menjadi hambatan yang signifikan bagi perdagangan untuk sebagian besar produk.22 Rata-rata tarif yang berlaku di Indonesia turun dari 7,7 persen pada tahun 1996 menjadi 2,3 persen pada tahun

22 Pengecualian yang penting adalah kenaikan dalam tarif impor Indonesia pada sejumlah besar barang konsumen yang diluncurkan pada bulan Agustus tahun lalu.

0

16

0

6

12

6

0 14

19

0

28

9

37

6

12

5

0 0 1 0 14

0 01

18

1

10

4

21

3

11

16

0

5

10

15

20

25

30

35

4012

Q1

12Q

2

12Q

3

12Q

4

13Q

1

13Q

2

13Q

3

13Q

4

14Q

1

14Q

2

14Q

3

14Q

4

15Q

1

15Q

2

15Q

3

15Q

4

16Q

1

Restricting Liberalizing

Page 35: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

24 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

meningkatkan kebijakan pembatasan non-tarif perdagangan (non-tariff measures, NTM)

2013.23 Di sisi lain, penggunaan NTM telah berkembang. Menurut data yang dikumpulkan Bank Dunia dan Kemitraan Australia Indonesia untuk Tata Kelola Ekonomi (Australia Indonesia Partnership for Economic Governance, AIPEG), jumlah NTM untuk produk pada ekspor Indonesia meningkat dua kali lipat antara tahun 2009 dan 2015, sehingga jumlah produk yang tercakup dalam NTM meningkat hingga lebih dari 38 persen.24,25 Pada sisi ekspor, yang lebih jarang menerapkan NTM, jumlah NTM untuk produk meningkat empat kali lipat dan jumlah produk yang tercakup meningkat tiga kali lipat.

NTM bertujuan melindungi pelanggan namun dapat mendistorsi pasar dalam negeri secara signifikan

NTM seringkali merupakan tanggapan terhadap permintaan masyarakat untuk pelacakan produk dan perlindungan pelanggan terhadap berbagai risiko, seperti bahan pangan yang tidak sehat, produk-produk yang merusak lingkungan hidup, obat-obatan palsu, mainan yang berbahaya dan sebagainya.26 Namun, NTM juga dapat menjadi hambatan perdagangan yang signifikan dan pada keadaan tertentu digunakan oleh Pemerintah dengan tujuan proteksi murni seiring dengan aturan perdagangan global yang kian mempersulit penggunaan tarif impor. NTM dapat melindungi produsen atau perantara dalam negeri, sehingga meningkatkan keuntungan mereka, namun meningkatkan harga dan/atau menurunkan ketersediaan bagi para pengguna produk.

NTM di Indonesia adalah gabungan kebijakan spesifik produk yang sangat membatasi dan kebijakan yang tidak terlalu menghambat namun bercakupan luas

Di Indonesia banyak NTM menetapkan pembatasan kuantitas pada ekspor dan impor, seperti kuota (seperti pada impor tepung terigu), pelarangan (seperti ekspor produk mineral mentah atau produk setengah jadi, kayu gelondongan dan rotan) dan izin impor wajib (seperti untuk gula, beras, minuman keras, buah dan sayur segar dan terproses, ternak dan produk ternak, produk-produk baja dasar, telepon selular dan komputer tablet). Kebijakan-kebijakan ini berpotensi mendistorsi pasar dalam negeri, karena secara signifikan membatasi kemampuan mengimpor produk-produk tersebut. NTM yang lain memiliki pembatasan perdagangan yang lebih ringan namun memiliki cakupan yang lebih luas. Sebagai contoh, inspeksi pra-pengiriman disyaratkan untuk impor sebagian besar bahan pangan dan minuman terproses, produk-produk perawatan diri, obat tradisional, hampir seluruh produk pakaian dan tekstil jadi, alas kaki, kebanyakan alat listrik rumah tangga, produk-produk elektronik konsumen, dan mainan anak-anak. Inspeksi karantina dilakukan untuk hampir semua produk primer dan manufaktur yang mengandung bahan tanaman atau hewan. Inspeksi itu meningkatkan baik waktu maupun biaya perdagangan, yang dapat menaikkan harga dalam negeri dan menurunkan ketersediaan dari produk-produk tersebut.

23 Rata-rata dihitung dengan memboboti masing-masing tarif dengan bagian impor produk untuk setiap mitra negara (sumber: Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia). Sedapat mungkin, tarif spesifik telah diubah ke tarif yang setara dan telah disertakan ke dalam perhitungan tarif mean tertimbang. 24 Artikel ini menjelaskan sejumlah temuan dari Marks, S.V., September 2015, “Non‐tariff trade regulations in Indonesia: Measurement of their economic impact”: http://research.pomona.edu/stephen-marks/files/2016/05/Analysis-of-NTM-in-Indonesia.pdf

25 Pengumpulan data yang lebih menyeluruh dan lebih baru oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia menunjukkan bahwa persentase produk yang termasuk ke dalam setidaknya satu NTM adalah 62 persen di Indonesia.

26 Lihat Cadot and Malouche (2012) “Non-tariff measures – a fresh look at trade policy’s new frontier,” Washington DC: The World Bank.

Page 36: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

25 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

b. Apakah dampak NTM terhadap harga-harga dalam negeri?27

Bagian ini membahas perkiraan biaya dari distorsi perdagangan terhadap ekonomi Indonesia

Terlepas dari tujuannya, salah satu pengaruh utama dari NTM adalah kenaikan harga barang perdagangan di dalam negeri akibat kenaikan biaya perdagangan dan/atau penurunan pasokan barang-barang di dalam negeri. Tingkat nominal proteksi (nominal rate of protection, NRP) memberikan suatu perkiraan atas dampak dari seluruh kebijakan pembatasan yang mendistorsi perdagangan (tarif dan non-tarif) terhadap harga-harga dalam negeri. Perkiraan tersebut sangat penting karena menggambarkan besarnya biaya distorsi perdagangan terhadap ekonomi Indonesia.

Sebagai contoh antara tahun 2011 dan 2014, NTM mengakibatkan harga tepung terigu lebih tinggi 22 persen dibanding bila tanpa kebijakan tersebut

Pendekatan perkiraan NRP yang ideal – yang hanya dapat diterapkan pada sejumlah kecil produk akibat kurangnya data – mengukur perbedaan antara perubahan harga barang di Indonesia sebelum dan setelah penetapan kebijakan perdagangan dan perubahan yang sama untuk barang tersebut di pasar rujukan yang tidak menerapkan kebijakan pembatasan perdagangan tersebut. Sebagai contoh, harga eceran tepung terigu di Indonesia masih tetap tinggi setelah tahun 2008, sementara harga kulakan tepung terigu di Amerika Serikat menurun tajam (Gambar 22). Kenaikan selisih (spread) antara kedua harga tersebut berasal dari serangkaian tindakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia antara bulan Oktober 2008 dan tahun 2014, termasuk peraturan anti-dumping dan kuota impor.28 Akibatnya, impor tepung terigu pada tahun 2014 lebih rendah sebesar 73,6 persen dibanding tahun 2011 dan harga tepung terigu akan 22 persen lebih tinggi bila tanpa kebijakan-kebijakan tersebut.29

Pada kasus lain, larangan impor hortikultura tahun 2012 di pelabuhan Jakarta mengakibatkan kenaikan harga hingga 8 persen di ibukota

Contoh lain dari biaya distorsi perdagangan adalah pelarangan penggunaan pelabuhan Jakarta, Tanjung Priok, untuk mengimpor produk-produk hortikultura ke Pulau Jawa. Sejak bulan Juni 2012, produk-produk yang biasanya diimpor langsung melalui Tanjung Priok harus melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.30 Perbandingan perubahan harga buah-buahan dan sayur mayur di Jakarta dibanding perubahan di Surabaya, dengan perubahan keseluruhan harga di kedua kota itu sebagai faktor pengendali, menunjukkan bahwa pembatasan ini meningkatkan harga hortikultura sebesar 8,2 persen di Jakarta dibanding Surabaya.

27 Bagian ini menyajikan sejumlah temuan dari Marks, S.V., September 2015, “Non‐tariff trade regulations in Indonesia: Measurement of their economic impact”: http://research.pomona.edu/stephen-marks/files/2016/05/Analysis-of-NTM-in-Indonesia.pdf

28 Secara khusus, Pemerintah memprakarsai penyelidikan anti-dumping pada bulan Oktober 2008 dan kemudian menetapkan bea anti-dumping untuk impor tepung terigu dari Turki pada tahun 2009, bea pengaman sementara sebesar 20 persen untuk semua impor tepung terigu, dan bea anti-dumping sementara bagi India, Sri Lanka, dan Turki pada tahun 2013, diikuti dengan kuota impor keseluruhan sementara pada tahun 2014.

29 Pendekatan ini dilengkapi oleh metode lain yang lebih tidak intensif-data yang memungkinkan penghitungan NRP untuk sejumlah besar barang-barang di Indonesia. Satu pendekatan adalah membandingkan harga eceran dari produk-produk yang sama di Jakarta dan Singapura dan memperhitungkan perbedaan biaya hidup antara dua kota tersebut. Karena Singapura tidak menetapkan tarif impor untuk hampir seluruh barang, dan relatif bebas dari pembatasan perdagangan apapun, perbandingan itu seharusnya mengisolir pengaruh harga dari pembatasan perdagangan di Indonesia. Metode kedua adalah membandingkan harga kulakan dalam negeri dari suatu barang, bersih dari biaya penanganan dan margin kulakan, dengan harga batas termasuk biaya, asuransi, dan pengiriman. Kedua harga itu seharusnya sama kecuali terdapat biaya-biaya dari melewati batas wilayah.

30 Produk-produk hortikultura dapat diimpor melalui melalui Bandara internasional Jakarta Soekarno-Hatta namun hanya untuk produk-produk kelas atas.

Page 37: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

26 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

Gambar 22: Pembatasan perdagangan menjaga tetap tingginya harga tepung terigu setelah tahun 2008 (harga tepung terigu Indonesia dan AS, dolar AS/kg)

Gambar 23: Hasil estimasi menunjukkan kebijakan perdagangan baru-baru ini meningkatkan harga lintas sektor (perbedaan harga dibanding skenario perdagangan bebas, persen)

Catatan: Harga rujukan AS dari kota Minneapolis. Sumber: Kementerian Perdagangan Indonesia; Buku Tahunan Tepung Departemen Pertanian AS, Jasa Riset Ekonomi; perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: Marks dan Rahardja (2012);31 perhitungan staf Bank Dunia

Hasil menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan perdagangan baru-baru ini berkontribusi terhadap lebih tingginya harga dalam negeri, terutama untuk bahan pangan

Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara keseluruhan NRP Indonesia meningkat hampir tiga kali lipat antara tahun 2008 dan 2015 sejalan dengan kenaikan NTM (Gambar 23). Sektor yang paling terproteksi adalah tanaman pangan: harga bahan pangan dalam negeri pada tahun 2015 secara rata-rata 33 persen lebih tinggi dibanding bila tidak ada pembatasan perdagangan. Selain itu, NRP bagi tanaman pangan lebih dari dua kali lipat dibanding pada tahun 2008. Kenaikan serupa pada NRP teramati pada sektor-sektor utama lain, seperti bahan pangan, minuman, dan tembakau (dari 4,5 pada tahun 2008 ke 13,7 persen pada tahun 2015) serta peralatan mesin dan transportasi (dari 3,4 ke 7,8 persen). Lonjakan lebih besar tercatat pada NRP peternakan dan produknya, dari 0,7 persen pada tahun 2008 ke 8,8 persen pada tahun 2015. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan menyebabkan harga bahan pangan dan peralatan modal tetap tinggi, sehingga meningkatkan biaya bagi rumah tangga dan produsen dalam negeri.

Harga gabah kering giling, gula, daging dan buah-buahan Indonesia lebih tinggi 20 persen akibat pembatasan perdagangan

Pada tingkat produk, barang-barang konsumen, khususnya produk bahan pangan, merupakan delapan dari sepuluh produk dengan NRP tertinggi pada tahun 2015 (Gambar 24). Pada tahun 2015, harga gabah kering giling dalam negeri lebih tinggi sebesar 68 persen dibanding bila tidak ada kebijakan pembatasan perdagangan. Minuman keras, gula, daging, dan buah-buahan memiliki NRP di atas 20 persen pada tahun 2015, naik dari hampir mendekati nol pada tahun 2008 (kecuali gula). Sementara kebijakan pembatasan perdagangan tidak mempengaruhi harga semen pada tahun 2008, kebijakan tersebut meningkatkan harganya sebesar 11,6 persen dibanding harga perdagangan bebas pada tahun 2015.

Pada sejumlah kasus – produk pertambangan

Pada ujung spektrum yang lain, pertambangan bukan migas, serta sektor kehutanan, memiliki NRP yang negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa harga dalam negeri dari produk-produk tersebut menerima subsidi, misalnya melalui pajak ekspor dan/atau

31 Marks, S. V. dan S. Rahardja, April 2012, “Effective rates of protection revisited for Indonesia,” Bulletin of Indonesian Economic Studies 47, 53–80.

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

1.00

Harga kulakan, tepung bakery, Minneapolis

Harga eceran rata-rata tepung terigu,

-20

-10

0

10

20

302008 NRP 2015 NRP

Page 38: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

27 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

bukan migas dan kehutanan – harga dalam negeri lebih rendah berkat subsidi

larangan ekspor. Subsidi ini meningkat antara tahun 2008 dan 2015. Sebagai contoh, harga bijih perak (NRP tahun 2015 sebesar -90,5 persen, dari +2,9 persen pada 2008) dan bijih timah (-56,8 persen, dari 0 persen pada 2008) menerima subsidi yang besar. Besarnya nilai negatif NRP tersebut mencerminkan dampak larangan ekspor terhadap mineral mentah, yang bertujuan mendorong penambahan nilai dalam negeri.

Gambar 24: Barang konsumen, terutama bahan pangan, mencatat kenaikan harga terbesar karena kebijakan pembatasan perdagangan (perbedaan harga dibanding skenario perdagangan bebas, persen)

Gambar 25: Tingkat proteksi lebih tinggi bila dihitung berdasarkan nilai tambah (perbedaan nilai tambah per unit output dibanding skenario perdagangan bebas, persen)

Sumber: Marks dan Rahardja (2012); perhitungan staf Bank Dunia Sumber: Marks dan Rahardja (2012); perhitungan staf Bank Dunia

Kenaikan harga yang didorong proteksi perdagangan lebih tinggi setelah memperhitungkan pengaruhnya pada harga input…

Kenaikan harga pada sektor tertentu akibat kebijakan pembatasan perdagangan juga mempengaruhi tingkat proteksi pada sektor-sektor ekonomi lain yang menggunakan barang-barang tersebut sebagai masukan (input) produksi mereka. Dengan memperhitungkan pengaruh tersebut, perkiraan tingkat efektif proteksi (effective rates of protection, ERP) memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang dampak harga dari kebijakan pembatasan pendistorsi perdagangan terhadap ekonomi secara keseluruhan, memperkuat nilai distorsi yang dicatat oleh NRP. ERP didefinisikan sebagai seberapa besar proporsi nilai tambah per unit keluaran (output) dengan kebijakan distortif melampaui tingkat pada skenario perdagangan bebas.32 Dalam hal ERP, harga-harga tanaman pangan lebih tinggi 83 persen pada tahun 2015 dibanding skenario perdagangan bebas (Gambar 25). Sejalan dengan ini, harga dalam negeri untuk logam dan bahan kimia lebih tinggi masing-masing sebesar 65 persen dan 58 persen, akibat pembatasan perdagangan. Proteksi yang diberikan kepada para produsen di sektor-sektor tersebut bergantung tidak hanya pada hambatan perdagangan impor pada produk yang sama, namun juga pada subsidi perdagangan untuk input yang mereka gunakan (mis. pupuk untuk tanaman pangan, mineral dll.). Seperti pada NRP, perkiraan tersebut menunjukkan peningkatan besar bila dibandingkan tahun 2008 pada seluruh sektor.

32 ERP diperkirakan dengan menggunakan NRP sektoral yang dipasangkan dengan tabel input-output

yang menunjukkan jumlah input yang digunakan suatu sektor dari sektor lain dari ekonomi. Perkiraan itu menggunakan metode Humphrey, yang mengasumsikan bahwa kebijakan perdagangan mempengaruhi harga jasa secara langsung maupun tidak langsung: kebijakan mendorong harga jasa hingga harga input yang diperdagangkan yang digunakan untuk memproduksi jasa-jasa itu meningkat, dan juga karena pekerja diasumsikan meminta upah nominal yang lebih tinggi untuk

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60 2008 NRP 2015 NRP

-30

-10

10

30

50

70

90 2008 ERP 2015 ERP

Page 39: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

28 Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA

…menyebabkan peningkatan sebesar 7,4 persen dari biaya hidup secara keseluruhan di Indonesia

Agregasi perkiraan ERP menunjukkan bahwa secara keseluruhan kebijakan perdagangan meningkatkan biaya hidup di Indonesia sebesar 7,4 persen dibanding dengan skenario tanpa pembatasan perdagangan. Sebagian besar pengaruh ini disebabkan oleh pembatasan impor beras: jika pembatasan non-tarif untuk beras ditiadakan dan hanya tarif impor beras yang berlaku, kenaikan biaya hidup akibat kebijakan perdagangan akan menurun menjadi 4,7 persen. Selain itu, bila hanya tarif impor dan pajak ekspor yang berlaku pada tingkatannya sekarang, kenaikan biaya hidup hanya mencapai 2,9 persen, sehingga menegaskan bahwa sebagian besar pengaruh terhadap kenaikan biaya hidup berasal dari NTM.

c. Apakah produsen dalam negeri terlindungi?

Data menunjukkan bahwa pergerakan harga beras internasional diteruskan ke pedagang kulakan dalam negeri namun tidak ke harga produsen…

Salah satu tujuan kebijakan publik yang paling menonjol dari aturan pembatasan perdagangan adalah perlindungan produsen dalam negeri dari persaingan impor. Hal ini jelas, misalnya, pada kasus beras. Impor gabah kering giling kualitas menengah berada di bawah monopoli yang ketat oleh Bulog. Namun data menunjukkan bahwa sementara proteksi perdagangan telah meningkatkan harga beras dalam negeri secara signifikan, proteksi itu tidak berdampak signifikan terhadap harga beras di tingkat petani padi. Selama periode tahun 1998-2003, ketika monopoli impor beras dihapuskan, sebagian besar perubahan dalam harga beras internasional diteruskan ke harga kulakan dalam negeri namun tidak kepada harga produsen beras.33 Di sisi lain, selama periode dengan pembatasan perdagangan (setelah tahun 2003) perubahan harga internasional tidak diteruskan baik ke harga kulakan maupun harga produsen.

…secara konsisten dengan besarnya kekuatan pasar kulakan dan pengusaha penggilingan dibanding dengan petani padi

Hasil di atas mengkonfirmasi bahwa pembatasan perdagangan umumnya melindungi pasar beras konsumen Indonesia dari pergerakan harga internasional. Tidak adanya pengaruh terhadap harga petani selama masa pembebasan perdagangan konsisten dengan kuatnya pengaruh pasar oleh pedagang besar dan usaha penggilingan padi dibanding dengan petani padi. Kekuatan pasar yang berat sebelah ini menyiratkan bahwa harga-harga internasional yang lebih rendah tidak diteruskan ke produsen beras, karena margin mereka telah ditekan oleh pedagang besar dan usaha penggilingan dan tidak menyisakan ruang bagi penyesuaian turun selanjutnya dalam jangka pendek. Hasil itu juga menyiratkan bahwa ketika terjadi kenaikan pada harga internasional, pengaruh dari kenaikan itu tertahan pada tingkat pedagang besar dan tidak diteruskan kepada petani padi. Karena itu, pembatasan perdagangan mungkin bukan merupakan alat yang efektif untuk melindungi pendapatan petani, setidaknya pada sektor beras.

mengkompensasikan harga yang lebih tinggi untuk seluruh barang dan jasa sehingga upah riilnya tetap konstan.

33 Analisis itu berdasarkan pada harga bulanan dan menggunakan model Vector Error Correction. Model itu sesuai karena rangkaiannya turut terintegrasi, seperti dikonfirmasikan melalui uji Engle-Granger. Masing-masing harga dalam negeri (pada perbedaan pertama) diregresikan terhadap harga internasional (juga pada perbedaan pertama) dan pada jedanya sendiri. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan harga 10 persen pada harga internasional mendorong penurunan harga kulakan sebesar 2 persen. Pada sisi lain, tidak ada tanggapan yang signifikan secara statistik pada harga-harga produsen.

Page 40: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA29

C. Indonesia 2018 dan selanjutnya: Tinjauan pilihan

1. Membangkitkan daya saing industri

a. Perjalanan manufaktur Indonesia: keluar jalur akibat krisis tahun 1997

Kinerja manufaktur Indonesia merosot pasca krisis keuangan Asia…

Pertumbuhan manufaktur Indonesia mengalami kemunduran struktural setelah krisis keuangan Asia tahun 1997/98. Pertumbuhan manufaktur riil merosot dari 11 persen per tahun pada periode 1990-96 menjadi 4,8 persen pada periode 2001-14. Rendahnya kinerja manufaktur pasca tahun 2000 ini tampaknya menurunkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan (Gambar 26). Kuatnya korelasi antara pertumbuhan manufaktur dan keseluruhan pertumbuhan ekonomi tidaklah mengejutkan karena manufaktur masih mencakup hampir seperlima dari jumlah produksi (output) dan 13 persen dari keseluruhan lapangan kerja di Indonesia.

… dan Indonesia mengalami “de-industrialisasi prematur”

Setelah mengalami kenaikan kuat pada tahun 1990an, proporsi manufaktur dalam total output mengalami penurunan tajam sejak tahun 2005, membuka jalan bagi pesatnya pertumbuhan jasa-jasa rendah keterampilan yang menyerap tenaga kerja yang keluar dari kegiatan pedesaan34 Saat perekonomian mencapai tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi, sektor jasa diharapkan melampaui manufaktur. Hal ini disebabkan oleh jauh lebih tingginya peningkatan permintaan untuk jasa dibandingkan untuk manufaktur, sejalan dengan kenaikan pendapatan rumah tangga.35 Namun untuk Indonesia, perubahan struktural ini terjadi pada tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan sebelum industrialisasi mencapai kematangan, yang mencerminkan “de-industrialisasi” yang prematur (Gambar 27).36

34 Lihat World Bank, 2014, “Indonesia development policy review: Avoiding the trap.” 35 Lihat Chenery, H., S. Robinson, and M. Syrquin, eds., 1986, “Industrialization and growth: A comparative study,” Oxford, U.S.: Oxford University Press untuk Bank Dunia.

36 Rodrik D. (2015) menghubungkan fenomena ini, yang juga terlihat pada banyak negara berkembang, dengan globalisasi dan kemajuan teknologi hemat tenaga kerja pada bidang manufaktur. Lihat Rodrik, D., 2015, “Premature Deindustrialization,” NBER Working Paper No. 20935.

Page 41: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA30

Gambar 26: Pertumbuhan manufaktur Indonesia tidak seperti sebelumnya… (pertumbuhan dalam PDB dan output manufaktur riil, persen)

Gambar 27: …dan ekonomi mengalami de-industrialisasi prematur (manufaktur sebagai bagian dari PDB, persen)

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: UN-COMTRADE; perhitungan staf Bank Dunia

Pangsa manufaktur Indonesia di dunia tertahan pada tingkat yang rendah

Rendahnya kinerja manufaktur juga terlihat pada data ekspor. Setelah pernah menjadi salah satu pemain besar bidang manufaktur di dunia, pangsa manufaktur Indonesia di pasar dunia kini tertahan di kisaran 0,6 persen selama 15 tahun terakhir (Gambar 28). Ekspor juga tidak berkembang di Malaysia, namun pangsanya dua kali lipat dibanding Indonesia. Tren pada kedua negara ini sangat berlawanan dengan Tiongkok di mana pangsa pasarnya meningkat dari 2,5 persen ke 17 persen dari permintaan dunia. Yang lebih mengejutkan adalah kini Indonesia berada di belakang Vietnam, satu negara yang bahkan belum terdengar di pasar manufaktur dunia pada awal tahun 1990an.

Gambar 28: Pangsa pasar manufaktur Indonesia di dunia tertahan pada tingkat yang rendah (bagian pasar manufaktur dunia, persen)

Sumber: UN-COMTRADE; perhitungan staf Bank Dunia

Komoditas telah melampaui manufaktur sebagai ekspor terbesar Indonesia sejak tahun 2006

Lemahnya kinerja ekspor manufaktur merupakan sisi lain dari lonjakan ekspor komoditas pada periode tahun 2003-12. Dari tahun 2000 hingga 2010, harga rujukan internasional untuk batubara, CPO, karet, dan minyak mentah masing-masing meningkat tiga kali lipat dalam dolar AS riil. Akibatnya, sektor komoditas melampaui manufaktur sebagai ekspor terbesar Indonesia pada tahun 2006. Saat ini, tujuh dari sepuluh produk ekspor teratas Indonesia merupakan produk komoditas dan sekitar 60 persen dari ekspor Indonesia merupakan komoditas atau terkait dengan komoditas. Sebagian besar komoditas tersebut diekspor dalam bentuk

0

2

4

6

8

10

12

14

16

199

019

91

199

219

93

199

419

95

199

620

01

200

220

03

200

420

05

200

620

07

200

820

09

201

020

11

201

220

13

201

4

GDPManufacturing growth

Pasca krisis 1997/98

Sebelum krisis 1997/98 Tiongkok

1990 Tiongkok 2005

Tiongkok 2014

Indonesia 1990

Indonesia 2005

Indonesia 2014

Malaysia 1990

Malaysia 2005

Malaysia 2014

Thai 1990

Thailand 2005 Thailand

2014

10

15

20

25

30

35

40

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

PDB per kapita, PPP (konstan 2011 int USD)

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

1990 1995 2000 2005 2010 2015

Indonesia MalaysiaVietnam China (RHS)

Page 42: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA31

mentah, yang menunjukkan keterkaitan yang lemah antara sektor manufaktur dan komoditas.

b. Ekspor manufaktur: Menelusuri lebih dari sekadar angka agregat

Bagaimana sektor manufaktur Indonesia berubah sejak krisis tahun 1997/98?

Dengan tajamnya penurunan penerimaan ekspor komoditas sejak tahun 2012, upaya mendorong ekspor non-komoditas menjadi prioritas utama bagi Indonesia. Agar kebijakan-kebijakan industri terinformasikan secara memadai, sangatlah penting untuk mencermati lebih dari sekadar angka-angka agregat serta meneliti dinamika ekspor pada tingkat cabang industri. Jenis industri mana yang mendorong ekspor manufaktur selama 25 tahun terakhir? Bagaimana perubahan komposisi ekspor manufaktur? Apa saja kontribusi sektor teknologi rendah, menengah, dan tinggi terhadap kinerja ekspor?

Sayangnya ekspor manufaktur teknologi tinggi mengalami penurunan tajam

Dengan didasari laporan Diop dan Ghali (2012), 37 berikut kami petakan produk-produk ekspor Indonesia berdasarkan tingkat teknologi.38 Komposisi ekspor Indonesia sangat didominasi oleh produk-produk berteknologi rendah (sepertiga dari ekspor manufaktur pada tahun 2014), walau telah menurun dari puncaknya sebesar 43 persen pada tahun 1993 (Gambar 29). Penurunan ini membuka jalan bagi kenaikan berkelanjutan dalam ekspor teknologi menengah yang pada tahun 2014 mencapai 28 persen dari keseluruhan ekspor, meningkat dari 10 persen pada tahun 2000. Namun tren paling tajam adalah pada industri teknologi tinggi yang, setelah kenaikan awal pada tahun 1990an (dari 1 persen pada tahun 1990 ke 12 persen pada tahun 2000), mencatat penurunan tajam pada tahun-tahun berikutnya ke 4 persen pada tahun 2014.

Gambar 29: Produk teknologi rendah mendominasi ekspor Indonesia (bagian dari jumlah ekspor, persen)

Sumber: UN-COMTRADE, digit HS4 dan kode industri OECD; perhitungan staf Bank Dunia

Di dalam industri teknologi rendah dan menengah, minyak sawit, ban karet, dan mobil yang dibuat seluruhnya mencatat

Kenaikan berkelanjutan dalam ekspor teknologi menengah mencerminkan kuatnya kinerja minyak sawit, ban karet (teknologi rendah-menengah), mobil yang dibuat seluruhnya (completely built), suku cadang otomotif, dan serat kabel terisolasi (teknologi menengah-tinggi) (Gambar 30). Ekspor ban karet bertumbuh rata-rata

37 N. Diop dan S. Ghali, 2012, “Are Jordan and Tunisia's exports becoming more technologically sophisticated? Analisis menggunakan database ekspor yang sangat terpilah,” MNA Working Paper No. 56, Bank Dunia.

38 Produk-produk dicatat pada tingkat digit HS-6 dengan sektor asalnya, menggunakan kode industri ISIC REV2. Klasifikasi lanjutan menurut tingkat teknologi (teknologi rendah, rendah-menengah, menengah-tinggi dan tinggi dari OECD) memungkinkan penelitian produk-produk tertentu yang mendorong pertumbuhan dan taraf pendakian tangga teknologi Indonesia pada tahun 1990-2014.

0

9

18

27

36

45

High technology Medium-high technology

Medium-low technology Low-technology

Page 43: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA32

prestasi ekspor terbaik Indonesia

sebesar 24,8 persen per tahun selama periode tahun 2002-11.39 Ekspor mobil meningkat dari 1.258 unit pada tahun 2002 ke 207.691 unit pada tahun 2015. Peningkatan ini mengagumkan, namun tertinggal dibanding Thailand yang mengekspor mobil enam kali lebih banyak dibanding Indonesia dan merupakan pusat ekspor mobil regional.

Gambar 30: Sejumlah ekspor teknologi menengah meningkat tajam … (bagian dari jumlah ekspor, persen)

Gambar 31: …sementara ekspor teknologi tinggi telah menyusut belakangan ini (bagian dari jumlah ekspor, persen)

Sumber: UN-COMTRADE, digit HS4 dan kode industri OECD; perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: UN-COMTRADE, digit HS4 dan kode industri OECD; perhitungan staf Bank Dunia

Ekspor teknologi tinggi keluar jalur setelah krisis 1997

Ekspor peralatan kantor dan komputer, radio dan TV, serta peralatan komunikasi menurun setelah krisis tahun 1997 (Gambar 31). Satu-satunya titik terang dalam sektor teknologi tinggi adalah kenaikan ekspor obat-obatan yang tumbuh dari tingkat yang sangat rendah.

c. Mengembalikan daya saing manufaktur

i. Menjaga inflasi agar tetap rendah dan menghindari apresiasi kurs tukar valuta riil yang terlalu besar

Apresiasi kurs tukar valuta riil berperan penting dalam lemahnya kinerja manufaktur pada tahun 2003-2014

Salah satu faktor utama pendorong penurunan relatif sektor manufaktur Indonesia adalah apresiasi kurs tukar valuta efektif (real effective exchange rate, REER). REER adalah kurs tukar valuta nominal efektif (nilai suatu mata uang dibanding rata-rata tertimbang dari sejumlah valuta asing) yang dibagi suatu deflator harga relatif atau indeks biaya. Kenaikan tajam harga komoditas pada tahun 2003-2012 menciptakan banjir pendapatan, mendukung aliran masuk modal asing, dan mendorong kenaikan permintaan akan jasa-jasa yang bukan diperdagangkan secara internasional (seperti transportasi, logistik, dan real estate) serta kenaikan harga jasa-jasa tersebut. Hal itu mendorong apresiasi REER (Gambar 32).

Sektor manufaktur menerima dampak terbesar ketika harga meningkat

Perusahaan-perusahaan pada sektor-sektor yang bukan diperdagangkan secara internasional (seperti hotel, restoran, dan perdagangan ritel) dapat mengakomodasi kenaikan harga dengan meneruskannya kepada pelanggan. Namun perusahaan-perusahaan dalam sektor yang dapat diperdagangkan, seperti manufaktur,

39 Investasi asing langsung yang terjadi belakangan ini dapat membantu pertumbuhan lebih lanjut sektor ini. Pada tahun 2013, Hankook Tire dari Rep. Korea dan Pirelli Tyre S.p.A dari Italia membuka pabrik produksi dunia mereka di Indonesia (bekerja sama dengan PT. Astra Indonesia).

0

2

4

6

8

10

12

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

1.6

1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 2011 2014

Rubber tyres

Cars

Automotive spareparts

Palm oil prod (RHS)

Insulated cable fiber

0

1

2

3

4

5

6

1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 2011 2014

Office & computer equipment

Radio, TV & commmunication equipment

Page 44: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA33

merupakan penerima harga dan tidak dapat meneruskan kenaikan itu kepada harga-harga bukan diperdagangkan. Karenanya, kenaikan dalam harga barang-barang bukan diperdagangkan relatif terhadap barang-barang yang dapat diperdagangkan merupakan rintangan bagi industri manufaktur, karena membuat sektor-sektor itu menjadi kurang menguntungkan dibanding sektor jasa atau sektor-sektor sumber daya yang sedang meningkat.40

Ke depannya, REER dapat mendukung ekspor, bila inflasi terjaga tetap rendah

Terutama akibat faktor-faktor global (seperti kekuatan dolar AS dan rendahnya harga komoditas), Rupiah tidak lagi tertekan menuju apresiasi berkelanjutan. Sebagai contoh, Rupiah terdepresiasi sebesar 16 persen secara perdagangan tertimbang nominal sejak bulan Desember 2012. Selain itu, dengan rendahnya harga komoditas, daya tarik relatif kegiatan-kegiatan manufaktur bagi para investor yang mencari tingkat pengembalian yang tinggi dapat dipulihkan. Ke depannya, REER dapat mendukung ekspor, bila inflasi dijaga tetap rendah. Walau inflasi diproyeksikan akan lebih rendah dibanding tiga tahun terakhir (3,9 persen pada tahun 2016 dibanding rata-rata 6,5 persen pada tahun 2013-15), terdapat bukti bahwa pembatasan perdagangan (batasan tarif dan bukan tarif) mendorong peningkatan harga dalam negeri, baik bagi konsumen maupun produsen (lihat Bagian B.2). Karenanya sangat penting untuk menurunkan batasan-batasan itu guna mendukung daya saing.

Gambar 32: REER mencatat apresiasi yang kuat pada tahun 2000-2011… (indeks, 2000=100)

Gambar 33: …dengan depresiasi belakangan ini yang terkait kenaikan pertumbuhan ekspor manufaktur (pertumbuhan ekspor bukan komoditas yoy, kiri; perubahan REER yoy, kanan; persen)

Catatan: Penurunan dalam REER menunjukkan apresiasi. Sumber: BIS; perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: Penurunan dalam REER menunjukkan apresiasi. Sumber: BIS; perhitungan staf Bank Dunia

40 Untuk pengembangan teoritis, lihat Corden, W. M., 1984, “Booming sector and Dutch disease economics: Consolidation and survey,” Oxford Economic Papers 36, 359–80; dan Corden, W. M. and J. P. Neary, Desember 1982, “Booming sector and de-industrialisation in a small open economy,” Economic Journal, 92(368), 825–48. Untuk uji empiris dari konsep-konsep tersebut, lihat Rodrik, D., 2008, “The real exchange rate and economic growth,” Brookings Papers on Economic Activity 2008(2); and Havrylyshyn, O., 2010, “Does the global crisis mean the end of export-led open-economy strategies?”, laporan yang disiapkan untuk Bank Dunia.

60

70

80

90

100

110

120

-15

-10

-5

0

5

10

15-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Feb-12 Aug-12 Mar-13 Sep-13 Apr-14 Oct-14

Non-commodity exports

Real effective exchange rate (rhs)

Page 45: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA34

ii. Kenaikan produktivitas tenaga kerja

Walau Indonesia memiliki biaya tenaga kerja terendah di Asia, keunggulan itu hilang akibat rendahnya produktivitas

Pola biaya tenaga kerja Indonesia sangat menarik. Walaupun Indonesia memiliki biaya tenaga kerja terendah dalam dolar AS di Asia, keunggulan ini hilang ketika disandingkan dengan produktivitas tenaga kerja (Gambar 34 dan Gambar 35). Pada tahun 2014, biaya tenaga kerja-unit—rasio antara upah pekerja dibanding jumlah yang mereka hasilkan—lebih tinggi dibanding Filipina, Vietnam, dan Malaysia, bukan karena upah yang dibayar namun karena kecilnya jumlah yang dihasilkan (kenaikan biaya tenaga kerja unit di Thailand mencerminkan masalah yang sama). Malaysia menunjukkan bagaimana produktivitas tenaga kerja yang tinggi sangat penting bagi daya saing biaya. Walau dengan tingginya upah manufaktur, tenaga kerja Malaysia masih tetap berdaya saing karena memiliki produktivitas yang tinggi. Biaya tenaga kerja unit mereka sedikit lebih tinggi dibanding Indonesia, walau upahnya lebih tinggi 7 hingga 8 kali lipat. Upah di Tiongkok meningkat tiga kali lipat sejak tahun 2005, namun tidak tersedianya data menghalangi upaya penghitungan biaya tenaga kerja unit mereka. Karenanya, belum jelas apakah Tiongkok mengalami penurunan daya saing biaya, karena kenaikan upah dapat diimbangi dengan kenaikan produktivitas.

Gambar 34: Rendahnya rata-rata upah bulanan manufaktur di Indonesia… (dalam dolar AS riil tahun 2012)

Gambar 35: … namun biaya tenaga kerja unit relatif tinggi (2012 = 100)

Sumber: CEIC; perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; perhitungan staf Bank Dunia

Lonjakan komoditas membalik kenaikan Indonesia pada rantai nilai manufaktur

Produktivitas tenaga kerja bergantung kepada jenis produksi (misalnya, produksi bernilai tambah rendah dibanding tinggi), tingkat teknologi yang digunakan, tingkat keterampilan pekerja, dan gangguan pekerjaan. Indonesia secara bertahap mendaki rantai nilai manufaktur pada tahun 1990an, namun tren itu berbalik arah ketika harga komoditas melonjak naik dan terjadi penurunan ekspor teknologi tinggi sebagai bagian dari ekspor manufaktur keseluruhan. Yang kini dibutuhkan adalah kembali menarik FDI ke manufaktur, namun dalam konteks strategi industri yang dirancang dengan baik dengan fokus pada peningkatan nilai tambah untuk meningkatkan produktivitas sektor manufaktur secara keseluruhan.

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2005 2007 2009 2011 2013

China Indonesia Malaysia

Philippines Thailand Vietnam

80

90

100

110

120

130

140

150

2011 2012 2013 2014

Indonesia Malaysia Thailand

Vietnam Philippines

Page 46: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA35

iii. Menurunkan biaya logistik dan operasi usaha

Indonesia memiliki biaya tidak langsung yang lebih tinggi dari negara-negara pembandingnya

Selain itu, survei menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengeluarkan biaya-biaya tidak langsung yang besar akibat buruknya logistik, kesenjangan dalam infrastruktur, dan prosedur izin dan lisensi yang membatasi. Hal ini melemahkan perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Indonesia dibanding negara-negara pembandingnya yang beroperasi dengan biaya lebih rendah. Perubahan kebijakan untuk menurunkan biaya lgoistik serta mempermudah fasilitasi perdagangan dan pengurangan hambatan non tarif (non-tariff measures), sangat penting seiring dengan berkembangnya rantai nilai dunia dimana efisiensi impor sangat penting untuk keberhasilan ekspor.

Buruknya logistik adalah salah satu alasan utama dari tingginya biaya

Logistik yang baik merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan pasokan pasar dalam negeri yang efisien dan berdaya saing internasional. Dengan kisaran 24 persen dari PDB, biaya logistik—pengiriman barang-barang dalam suatu negara, serta ke dan dari negara tersebut--merupakan biaya yang tinggi di Indonesia, sementara Thailand mencatat kisaran 16 persen dari PDB.41 Bagi Indonesia, perbedaan itu bernilai sekitar 70 miliar dolar AS dalam tambahan biaya per tahun.

Biaya transportasi dan penanganan peti kemas merupakan kontributor utama tingginya biaya logistik

Survei terbaru Bank Dunia terhadap manufaktur pada aglomerasi utama Indonesia menunjukkan rincian biaya logistik. Jumlah biaya logistik rata-rata mencerminkan biaya transportasi dan penanganan peti kemas (45 persen dari jumlah), biaya persediaan (26 persen), pergudangan (17 persen) dan administrasi logistik (17 persen). Biaya persediaan jauh lebih tinggi dibanding sejumlah pesaing Indonesia: hanya 13 persen dari jumlah biaya di Malaysia dan 16 persen di Thailand.

Perusahaan menyimpan persediaan yang tinggi untuk berjaga-jaga atas ketidakpastian hubungan dengan daerah pedalaman

Tingginya biaya persediaan mencerminkan ketidakpastian dalam mata rantai pasokan. Sumber ketidakpastian utama terletak pada hubungan dengan daerah pedalaman. Biaya membawa peti kemas ke pelabuhan utama Jakarta, Tanjung Priok, dua kali lipat dibanding Malaysia, walau jaraknya sama. Survei terhadap 83 perusahaan pengiriman darat yang beroperasi di Jabotabek mengungkapkan penyebabnya: waktu tunggu dan diam yang berkepanjangan akibat kemacetan; antrian panjang di pelabuhan; dan rendahnya efisiensi dalam sinkronisasi pengiriman dan pengambilan kargo.

Sulitnya memperoleh izin, membayar pajak dan melaksanakan kontrak

Prosedur-prosedur peraturan, perizinan, dan lisensi pada tingkat pusat juga sangat rumit, sehingga menambah biaya dan waktu. Selain izin konstruksi, secara global, pembayaran pajak dan pelaksanaan kontrak merupakan prosedur-prosedur yang paling menyulitkan (Bank Dunia, Survei Doing Business 2016).42

iv. Menyusun strategi industri yang kuat dan menyeluruh

Pengalaman Indonesia menunjukkan tidak adanya strategi

Kenyataan bahwa ekspor teknologi tinggi (terutama elektronik) secara semu menghilang setelah krisis tahun 1997 menunjukkan tidak adanya strategi industri yang kuat dan berbasis dalam negeri di Indonesia. Indonesia menerima penanaman modal asing langsung (foreign direct investment, FDI) dari Jepang, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura pada awal tahun 1990an. Namun alih teknologi

41 Lihat Bagian C.1 pada Triwulanan edisi bulan Maret 2016 untuk rincian dari tantangan yang dihadapi oleh sistem logistik pengiriman Indonesia.

42 Kinerja terburuk Indonesia adalah: memulai usaha (peringkat 173), pelaksanaan kontrak (170) dan membayar pajak (148). Dalam izin konstruksi, peringkat Indonesia adalah 107, di bawah rata-rata Asia Timur dan Pasifik (Filipina pada peringkat 59, Tiongkok 90, Thailand 26, dan Malaysia 18).

Page 47: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA36

industri yang kuat dan menyeluruh

maupun pengembangan kapasitas dari sisi rancangan, rekayasa, dan pengembangan produk, yang membutuhkan keterlibatan pemerintah, belum signifikan. Kegiatan operasional manufaktur terutama terfokus pada pencampuran dan perakitan, yang membuat Indonesia rawan terhadap perubahan dalam strategi lokasi multinasional, karena tidak ada negara yang dapat terus menjaga daya saingnya dalam bidang perakitan dan manufaktur ringan selamanya. Suatu pembelajaran utama dari pengalaman Indonesia adalah untuk meningkatkan industri dan mendaki tangga teknologi, dibutuhkan keterlibatan pemerintah dan kemitraan dengan sektor swasta.

Pengalaman di Asia Timur dan dunia dapat menjadi masukan berharga bagi strategi industri baru Indonesia

Negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea, Singapura, dan Taiwan memberikan contoh yang jelas tentang keberhasilan pelaksanaan kebijakan industri. Banyak negara berkembang yang mencoba meniru pengalaman tersebut namun gagal, karena dukungan pemerintah terperangkap oleh kepentingan pribadi. Indonesia kini dapat menarik pembelajaran dari keberhasilan dan kegagalan dari seluruh dunia untuk menyusun kebijakan industri yang kuat dan menyeluruh. Yang terutama dibutuhkan adalah fokus kebijakan dan dukungan yang pragmatis, akuntabel, dan transparan untuk industri-industri yang menjanjikan, seperti industri yang telah berjalan baik selama 25 tahun dan berhasil melewati berbagai rintangan. Pengalaman global menunjukkan bahwa kunci utama keberhasilan kebijakan industri adalah: menghubungkan dukungan dengan kriteria keberhasilan, daya saing di pasar dunia dan mempertahankan daya saing.

KEK dapat menjadi perangkat strategis untuk mendukung industrialisasi dengan kondisi tertentu

Pemerintah telah mengumumkan penetapan sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK), yang dapat membantu menurunkan beban peraturan untuk sektor-sektor yang menjanjikan dengan cepat dan memberikan lingkungan yang bersahabat untuk membangun basis pasokan bagi investor-investor besar. Tiongkok adalah contoh penerapan KEK untuk mendukung pembangunan industri di daerah pesisir. Namun efektivitas KEK akan bergantung pada kepatutan perencanaan dan perancangannya. Menimbang apa yang menjadi rintangan daya saing di Indonesia (lihat di bawah), KEK perlu dirancang sebagai iklim mikro yang mendukung pertumbuhan produktivitas perusahaan dengan penekanan pada sejumlah kecil sektor yang menunjukkan kinerja kuat dan bukan sekadar tempat perusahaan menikmati insentif pajak.43 Selain itu, dengan hanya menekankan pada sejumlah kecil sektor, Pemerintah dapat mempertimbangkan mendorong kerjasama pemerintah-swasta guna mempersempit kesenjangan keterampilan melalui pusat-pusat pelatihan dan sekolah-sekolah khusus. Investasi yang terfokus pada penelitian dan pengembangan yang menyasar sektor-sektor menjanjikan tersebut juga merupakan kunci untuk bergerak menjadi yang terdepan dalam teknologi dunia.

d. Bagaimana membuat manufaktur kembali menjadi mesin pendorong pertumbuhan

Empat rangkaian kebijakan akan membantu Indonesia menjawab tantangan tersebut

Berakhirnya lonjakan harga komoditas membuka peluang bagi Indonesia untuk kembali membangkitkan daya saing manufakturnya. Pembelajaran dari pengalaman Indonesia sendiri, sejumlah keberhasilan global, serta berbagai kegagalan dari seluruh dunia dapat memberi informasi yang berharga untuk strategi industri Indonesia yang baru. Berikut sejumlah langkah nyata yang dapat membantu keberhasilan Indonesia.

43 Kawasan ekonomi umumnya ditetapkan untuk bertindak sebagai katalis bagi perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih luas. Tujuan khususnya pada masing-masing negara beragam, dari menarik FDI hingga menciptakan lapangan kerja dan bereksperimen dengan reformasi.

Page 48: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA37

Pertama, kemitraan strategis dan transparan dengan sektor swasta adalah hal yang penting

KEK dapat menjadi perangkat strategis bagi keterlibatan Pemerintah, bila mereka dirancang sebagai iklim mikro yang mendukung pertumbuhan produktivitas perusahaan, dengan fokus pada sejumlah kecil sektor yang menunjukkan kinerja yang kuat dan tidak sekadar menjadi tempat bagi perusahaan untuk menikmati insentif pajak. Dengan fokus pada sektor-sektor tersebut, kerjasama pemerintah-swasta dapat dirancang untuk membantu menurunkan kesenjangan keterampilan (melalui pemberian pelatihan terfokus) dan melaksanakan investasi terfokus pada penelitian dan pengembangan yang menargetkan sektor-sektor yang menjanjikan untuk mendukung pengembangan produk dalam negeri.

Kedua, menjaga rendahnya inflasi akan membantu membatasi apresiasi REER

Menjaga inflasi yang rendah dengan berinvestasi dalam produktivitas pertanian dan menurunkan batasan perdagangan akan mendukung pertumbuhan ekspor melalui penurunan tekanan apresiasi REER. Kenyataannya, serangkaian apresiasi berkepanjangan REER pada tahun 2003-2012 memang telah menghambat daya saing manufaktur. Apresiasi tersebut utamanya didorong oleh inflasi di Indonesia yang lebih tinggi dibanding dengan para mitra dagangnya.

Ketiga, belanja infrastruktur yang lebih tinggi dan reformasi peraturan dapat mendorong daya saing

Selain itu, Pemerintah Indonesia memiliki rencana ambisius untuk menutup kesenjangan infrastruktur pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah, sejak bulan September 2015, juga telah mulai menurunkan pembatasan peraturan melalui serangkaian “paket kebijakan”. Untuk menekan biaya logistik, kuncinya adalah memperkuat koordinasi antar lembaga negara untuk pelaksanaan kebijakan logistik yang lebih baik, memangkas peraturan yang menghambat dalam rantai pasokan, dan memperkecil kesenjangan dalam infrastruktur logistik. Jika dilaksanakan dengan baik, kebijakan-kebijakan tersebut dapat menurunkan biaya logistik dan biaya pelaksanaan usaha di Indonesia secara signifikan, sehingga mendukung daya saing Indonesia secara keseluruhan.

Keempat, kebijakan perlu terfokus pada sektor-sektor yang menjanjikan

Tidak semua sektor dapat mendukung strategi industri yang berhasil, dan memfokuskan pada kekuatan suatu negara adalah hal yang penting. Pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan fokus pada upaya-upaya mendukung industri yang tumbuh dengan sangat cepat walau menghadapi banyak rintangan dan telah menunjukkan kapasitas yang kuat untuk ekspor selama 25 tahun terakhir. Memberdayakan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah, bila diperlukan, akan menjadi bagian utama dari strategi tersebut. Contohnya industri ban karet, yang menggunakan karet Indonesia sebagai bahan mentah, memprosesnya sesuai dengan standar kualitas internasional, dan menjual produk jadinya ke industri mobil dalam negeri yang berkembang dan ke pasar dunia adalah contoh hal yang dapat dilakukan.

Namun tantangan pelaksanaan harus diatasi. Sejumlah faktor dapat menjadi titik awal

Indonesia beruntung karena memiliki pilihan-pilihan reformasi yang jelas dan kepemimpinan yang siap mengatasi tantangan-tantangan daya saing negara. Namun seperti pada reformasi bidang-bidang lain, kesulitannya terletak pada pelaksanaan reformasi dalam kerangka kelembagaan dan desentralisasi yang rumit. Dalam konteks ini, mengenali titik awal dan menggunakannya untuk mendorong maju reformasi adalah hal yang penting. “Paket kebijakan” yang baru diluncurkan memberikan kerangka untuk pelaksanaan banyak reformasi yang dibutuhkan. Selain itu, momentum yang diciptakan oleh kemungkinan pembaruan keterlibatan Indonesia dalam Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership, TPP) dan perjanjian perdagangan bebas dengan UE dapat menjadi jangkar lain untuk reformasi. Jika Indonesia hendak mencapai sasaran-sasarannya, sekarang adalah

Page 49: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA38

waktu untuk melaksanakan semua upaya agar kembali ke status yang pernah diraihnya sebagai salah satu kekuatan manufaktur utama.

Page 50: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA39

2. Kebijakan fiskal dapat menargetkan lebih baik penurunan ketimpangan

Ketimpangan di Indonesia meningkat selama 15 tahun terakhir

Ketimpangan di Indonesia meningkat sejak awal 2000an dan banyak penduduk Indonesia merasa bahwa perlu segera diambil tindakan yang tepat. Selama krisis keuangan Asia tahun 1997-98, tingkat kemiskinan meningkat tajam, sementara indikator ketimpangan koefisien Gini menurun, karena penduduk kaya merasakan dampak terbesar. Sejak itu, koefisien Gini meningkat dari 30 poin pada tahun 2000 menjadi 41 poin pada tahun 2014, merupakan yang tertinggi yang pernah tercatat. Konsekuensi daritidak adanya upaya untuk mengatasi tingginya tingkat ketimpangan tersebut dapat berakibat serius. Tingginya ketimpangan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meperlambat laju penurunan kemiskinan. Terdapat juga bukti bahwa kabupaten-kabupaten di Indonesia dengan tingkat ketimpangan yang lebih tinggi memiliki tingkat konflik yang lebih tinggi pula. Masyarakat juga memiliki pandangan serupa: 88 persen penduduk Indonesia yang disurvei pada tahun 2014 berpendapat bahwa sangat mendesak bagi Pemerintah untuk menangani masalah ketimpangan.

Kebijakan fiskal merupakan pilihan utama untuk menurunkan ketimpangan ini…

Kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat utama yang tersedia bagi pemerintah untuk menurunkan ketimpangan, baik untuk jangka panjang maupun pendek. Kebijakan fiskal – bagaimana dan untuk apa saja Pemerintah membelanjakan dana, serta bagaimana Pemerintah mengumpulkan dana untuk membiayai pembelanjaan tersebut – adalah satu dari empat tanggapan kebijakan utama untuk mengatasi ketimpangan, seperti yang ditemukan melalui penelitian terbaru Bank Dunia.44 Pada jangka panjang, peningkatan alokasi anggaran untuk kesehatan dan belanja yang lebih efektif dari alokasi pendidikan sebesar 20 persen sesuai dengan peraturan dapat membantu anak-anak miskin dan yang berada di daerah-daerah terpencil untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja modern. Pada saat yang sama, peningkatan investasi di bidang infrastruktur tidak hanya akan menurunkan harga bahan pangan dan barang-barang lain yang dikonsumsi oleh kaum miskin dan rentan miskin, tetapi juga membuat perusahaan-perusahaan dan pekerja menjadi lebih produktif, sehingga mendorong penciptaan kesempatan kerja untuk tenaga terampil bagi para pekerja dengan keterampilan lebih tinggi yang lulus dari sistem pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Selain itu, kebijakan fiskal dapat menurunkan ketimpangan dalam jangka pendek dengan meningkatkan pendapatan melalui pajak yang lebih besar yang dibayar oleh rumah tangga yang lebih mampu dan belanja dengan cara yang paling menguntungkan penduduk miskin dan rentan.

44 Laporan Bank Dunia tahun 2015 “Ketimpangan yang Semakin Lebar: Mengapa ketimpangan semakin lebar, mengapa hal ini penting, dan apa solusinya?” membahas penyebab, konsekuensi dan usulan kebijakan tanggapan secara lebih rinci. Tersedia pada: http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/08/indonesia-rising-divide

Page 51: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA40

…dan sejumlah negara berkembang berhasil melaksanakannya

Di sejumlah negara, terutama di Amerika Latin yang memiliki ketimpangan tertinggi dibanding wilayah lain, pilihan kebijakan belanja dan pajak diambil dengan pertimbangan untuk menurunkan ketimpangan. Perubahan ketimpangan di suatu negara melalui kebijakan fiskal dapat dilihat ketika distribusi pendapatan pasar (market incomes) dari upah, suku bunga, sewa dan transfer, dan remitansi dibandingkan dengan pendapatan akhir (final incomes) setelah seluruh pajak dibayar, jasa digunakan ditambah seluruh biaya terkait, transfer publik diterima (setelah memperhitungkan seluruh dampak kebijakan fiskal). Di Brasil, sebagai contoh, koefisien Gini yang dihitung untuk pendapatan pasar mencapai 14 poin lebih tinggi dibanding pendapatan akhir, menunjukkan penurunan ketimpangan yang sangat besar karena kebijakan fiskal pada tahun 2009 (Gambar 36). Di Afrika Selatan, penurunan koefisien Gini pada tahun 2010 bahkan lebih besar lagi, mencapai 17,5 poin. Penurunan sebesar 6 poin atau lebih juga terlihat di Costa Rica, Uruguay, Meksiko, dan Bolivia pada beberapa tahun terakhir. Namun koefisien Gini di Indonesia pada tahun 2012 hanya menurun sebesar 2,5 poin, nomor dua terkecil setelah Etiopia, pada sampel berjumlah 12 negara.

Gambar 36: Kebijakan fiskal di Indonesia belum cukup efektif dalam menurunkan ketimpangan (Penurunan koefisien Gini dari pendapatan pasar ke pendapatan akhir, poin)

Catatan: Armenia (Younger dkk. 2014); Bolivia (Paz dkk. 2014); Brasil (Higgins dan Pereira 2014); Etiopia (Woldehanna dkk. 2014); Meksiko (Scott 2014); Peru (Jaramillo 2014); Uruguay (Bucheli dkk. 2014); Lustig (2014) berdasar pada Costa Rica (Sauma dkk. 2014), El Salvador (Beneke de Sanfeliu dkk. 2014), dan Guatemala (Cabrera dkk. 2014); Afrika Selatan (Inchauste dkk. 2014); perhitungan staf Bank Dunia untuk Indonesia berdasarkan pada Susenas 2012.45

a. Belanja publik pada tahun 2012 kurang efektif mengatasi Ketimpangan

Studi Bank Dunia meneliti tentang dampak kebijakan fiskal terhadap ketimpangan di Indonesia…

Penelitian “Komitmen pada Kesetaraan (Commitment to Equity)46” diprakarsai oleh Bank Dunia untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap ketimpangan di Indonesia dengan menggunakan data tahun 2012. Penelitian itu menganalisis 57 persen dari seluruh belanja pemerintah, yang mencakup bantuan sosial, subsidi energi dan pensiun. Dua komponen terbesar – subsidi energi (sebagian besar untuk BBM)47 dan pendidikan – menyumbang sebesar 69 persen dari jumlah belanja sosial, subsidi, dan pensiun (Gambar 37). Sesuai UU, pendidikan harus menerima 20 persen dari seluruh anggaran. Hanya 5 persen dari anggaran dialokasikan untuk kesehatan dan kurang dari 3 persen untuk bantuan sosial melalui bantuan tunai bagi rumah tangga miskin dan rentan miskin. Karena alasan metodologis, penelitian itu

45 Untuk seluruh rujukan lihat Inchauste, G. dan N. Lustig, akan terbit pada tahun 2016, “The distributional impact of fiscal policy: Evidence from developing countries”, Bank Dunia.

46 “Commitment to Equity” adalah proyek bersama untuk Center for Inter-American Policy and Research (CIPR), Tulane University, dan Inter-American Dialogue, dirancang untuk menganalisis dampak perpajakan dan belanja sosial terhadap Ketimpangan dan kemiskinan di masing-masing negara.

47 Reformasi pemerintahan baru pada tahun 2015 sangat menyusutkan belanja untuk subsidi BBM.

-20

-18

-16

-14

-12

-10

-8

-6

-4

-2

0

Page 52: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA41

tidak mengikutsertakan belanja perumahan dan perkotaan serta subsidi-subsidi lain (umumnya untuk pupuk dan bibit) yang relatif kecil.

…menemukan bahwa Pemerintah mengalokasikan belanja paling sedikit untuk program-program yang paling efektif dan sebaliknya

Penelitian tersebut menemukan bahwa pada tahun 2012 Indonesia mengalokasikan belanja paling kecil justru untuk program-program yang paling efektif dari segi biaya untuk menurunkan ketimpangan. Pemerintah justru mengalokasikan belanja paling besar untuk program-program yang paling tidak efektif. Hal ini dapat terlihat pada indeks efektivitas, yang dihitung melalui perubahan koefisien Gini dari pendapatan pasar ke pendapatan akhir untuk suatu program dibagi proporsi belanja program tersebut terhadap PDB. Subsidi energi, yang dari segi biaya paling tidak efektif dalam menurunkan ketimpangan, menerima alokasi tertinggi pada tahun 2012 (3,7 persen dari PDB) (Gambar 38). Sebaliknya, bantuan langsung, yang memiliki indeks efektivitas tertinggi, menerima alokasi belanja terendah (0,3 persen dari PDB). Efektivitas sektor pendidikan hanya setengah dibandingkan dengan bantuan langsung, namun karena besarnya jumlah belanja yang dialokasikan (2,6 persen dari PDB) maka sektor ini memiliki pengaruh keseluruhan yang paling besar. Efektivitas kesehatan hanya sepertiga dibandingkan dengan bantuan langsung dalam menurunkan ketimpangan, dan hanya memiliki pengaruh yang kecil karena rendahnya alokasi belanja sektor tersebut (0,9 persen dari PDB).

Gambar 37: Tahun 2012, belanja terbesar dialokasikan untuk subsidi energi dan belanja terkecil dialokasikan untuk bantuan tunai (Belanja publik menurut jenis, terhadap jumlah belanja sosial, pensiun, dan subsidi dalam persen)

Gambar 38: Bantuan tunai langsung – yang paling efektif dalam menurunkan ketimpangan – memiliki alokasi anggaran paling rendah (Indeks efektivitas, kiri; belanja per PDB dalam persen, kanan)

Catatan: APBN 2012 setelah audit; perhitungan staf Bank Dunia Catatan: Efektivitas adalah perubahan koefisien Gini dari pendapatan pasar ke pendapatan akhir untuk suatu program dibagi belanja program dalam persen dari PDB. Catatan: Susenas 2012, APBN 2012, perhitungan staf Bank Dunia

Program yang paling efektif yaitu bantuan tunai juga menerima alokasi anggaran yang paling rendah

Dalam belanja bantuan tunai sendiri, anggaran paling kecil dialokasikan pada Program Keluarga Harapan (PKH), yaitu program bantuan tunai bersyarat Indonesia. Setiap Rupiah yang dibelanjakan untuk PKH dapat menurunkan ketimpangan sebesar 2,5 kali lebih besar dibanding setiap Rupiah yang dibelanjakan untuk Raskin, program distribusi beras Pemerintah bagi rakyat miskin, namun besar anggaran untuk Raskin mencapai lebih dari 10 kali lebih besar dibanding PKH (Gambar 39). Belanja sebesar empat kali lipat lebih besar dari PKH digunakan untuk Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan akibat penargetan yang buruk, efektivitas BSM bahkan lebih buruk dibandingkan Raskin. Sebaliknya, sebagian besar belanja untuk

4% 4%

9%

33%

2%

8%

36%

5%

Cash Transfers

Non-contributory pensions

Health

Education

Housing/Urban

Contributory Pensions

Energy Subsidies

Non-Energy Subsidies

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

DirectTransfers

Education Health Subsidies

Budget (RHS) Effectiveness Index (LHS)

Page 53: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA42

pendidikan dihabiskan untuk sekolah dasar dan menengah pertama, yang memiliki dampak pengurang ketimpangan terbesar, karena rumah tangga yang lebih miskin cenderung memiliki jumlah anak yang lebih banyak dibanding rumah tangga yang lebih mampu (Gambar 40). Sebagai pembanding, belanja untuk pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan ketimpangan, karena sangat sedikit anak-anak dari keluarga paling miskin yang melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Gambar 39: Dari semua program transfer, PKH, program bantuan paling efektif, juga memiliki anggaran terkecil (Indeks efektivitas, kiri; belanja per PDB dalam persen, kanan)

Gambar 40: Namun belanja pendidikan akan mengurangi Ketimpangan (Indeks efektivitas, kiri; belanja per PDB dalam persen, kanan)

Catatan: Lihat catatan untuk Gambar 4. Catatan: Susenas 2012, APBN 2012, perhitungan staf Bank Dunia

Catatan: Lihat catatan untuk Gambar 4. Catatan: Susenas 2012, APBN 2012, perhitungan staf Bank Dunia

Pengalaman internasional menunjukkan bahwa perbaikan pungutan pajak juga dapat membantu dalam mengatasi masalah ketimpangan

Walaupun dampak terbesar terhadap ketimpangan tampaknya bergantung kepada pilihan jenis belanja, bagaimana cara pemerintah meningkatkan pendapatan juga penting. Jika terlalu banyak dihabiskan pada redistribusi dan belanja sosial lain terdahap pendapatan, kerangka fiskal menjadi tidak berkelanjutan. Sebagai contoh, bantuan tunai di Brasil kini mencapai 4 persen dari PDB, sehingga penerimaan dari pajak juga harus ditingkatkan. Di Indonesia, menurut penelitian Bank Dunia, pajak-pajak tidak langsung, seperti PPN dan cukai tembakau, bersifat relatif netral dan tidak memiliki banyak pengaruh terhadap ketimpangan. Pungutan pajak pendapatan pribadi tidaklah tinggi, hanya 10 persen dari jumlah penerimaan pajak, atau sekitar 1,9 persen dari PDB. Peningkatan kepatuhan dan perluasan basis pajak akan meningkatkan penerimaan dan menurunkan ketimpangan. Di negara-negara lain, pajak pendapatan pribadi akan secara signifikan meningkatkan penerimaan dan lebih banyak ditanggung oleh penduduk mampu, sehingga secara langsung membantu menurunkan ketimpangan dan mendanai belanja yang berpihak pada kaum miskin.

b. Reformasi subsidi BBM ikut membantu menurunkan kemiskinan dan ketimpangan

Beberapa kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, ditambah dengan bantuan bagi kaum miskin, berujung pada

Pada bulan Juni 2013 dan November 2014, menanggapi tingginya harga minyak internasional dan lemahnya kurs Rupiah, Indonesia meningkatkan harga BBM bersubsidi sebesar 30 persen atau lebih. Seperti pada tahun-tahun yang lalu (tahun 2005 dan 2008), Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) juga dilaksanakan pada tahun 2013 sebagai kompensasi bagi kaum miskin dan rentan miskin. Bantuan itu diberikan kepada 25 persen rumah tangga paling miskin di Indonesia sebesar Rp 150.000 (12 dolar AS) per bulan selama tujuh bulan. Pada

0.0

0.1

0.1

0.2

0.2

0.3

0

50

100

150

200

250

300

350

PKH Raskin BSM

Spending as % GDP Effectiveness Index

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

Primary JuniorSecondary

SeniorSecondary

Tertiary

Spending as % GDP Effectiveness Index

Page 54: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA43

reformasi subsidi BBM…

tahun 2014, Presiden Joko Widodo meningkatkan harga BBM segera setelah menjabat. Langkah ini dibarengi pula oleh pembayaran BLSM sebagai kompensasi bagi kaum miskin. Namun, pada bulan Desember 2014, penurunan yang tajam dalam harga minyak mengakibatkan harga Pemerintah berada di atas harga pasar. Pemerintah menanggapi dengan menghapus sebagian besar subsidi BBM dan mengalokasikan kembali belanja ke bidang infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial.

… membawa dampak positif bagi penurunan kemiskinan dan Ketimpangan

Pembayaran BLSM memiliki dampak yang signifikan (walau bersifat sementara) terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Pada tahun 2013, Bank Dunia memperkirakan bahwa tingkat kemiskinan akan lebih tinggi sebesar 2,5 poin persentase akibat pengaruh langsung maupun tidak langsung dari peningkatan harga BBM, bila tidak terdapat BLSM.48 Selain itu, karena pembayaran BLSM hanya untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin, bantuan itu juga berkontribusi terhadap penurunan ketimpangan. Dengan gabungan BLSM dan alokasi ulang belanja ke kebijakan-kebijakan yang lebih efektif, dampak keseluruhan dari kebijakan fiskal dalam menurunkan ketimpangan untuk tahun 2013, 2014, dan 2015 tampaknya lebih tinggi dibanding tahun 2012. Penelitian Bank Dunia yang masih berjalan mencoba mengkuantisir pengaruh-pengaruh tersebut dan akan memperbaharui hasil-hasil penelitian “Komitmen pada Kesetaraan” yang dijelaskan di atas.

48 Lihat bagian B.2 Triwulanan edisi bulan Desember 2013 untuk pembahasan yang lebih rinci.

Page 55: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA44

LAMPIRAN: INDIKATOR GAMBARAN EKONOMI INDONESIA

Lampiran Gambar 1: Pertumbuhan PDB riil(persen)

Lampiran Gambar 2: Kontribusi terhadap PDB pengeluaran (kontribusi terhadap pertumbuhan PDB riil yoy, persen)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Catatan: * sudah termasuk perubahan inventori. Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 3: Kontribusi terhadap PDB produksi (kontribusi terhadap pertumbuhan PDB riil yoy, persen)

Lampiran Gambar 4: Penjualan mobil dan sepeda motor (pertumbuhan penjualan penyesuaian musim, persen)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 5: Indikator konsumen(tahun dasar pernjualan eceran 2010=100)

Lampiran Gambar 6: Indikator produksi industri (indeks difusi PMI dan pertumbuhan sektor industry, yoy, persen)

Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BPS; Nikkei/Markit: ; Perhitungan staf Bank Dunia

0

2

4

6

8

0

1

2

3

4

Mar-10 Mar-12 Mar-14 Mar-16

kuartal ke kuartal, penyesuaian musim (kkk sa)

Tahun ke tahun, kanan

Rata-rata kkk sa

-4

-2

0

2

4

6

8

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Private cons. Gov cons.Investment Net exportsStat.discrepancy* GDP

0

2

4

6

8

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Agriculture Mining and constr.Manufacturing Comm & transportTrade, hotel & rest Other servicesGDP

-40

-20

0

20

40

Apr-13 Apr-14 Apr-15 Apr-16

Penjualan sepeda motor

Penjualan mobil

Cement sales

80

100

120

140

160

180

200

May-13 May-14 May-15 May-16

Index penjualan ritel BI

Indeks konsumen survey, BI

-10

0

10

20

45

50

55

60

May-13 May-14 May-15 May-16

Manufaktur PMI

Produksi sektor industri, kanan

Page 56: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA45

Lampiran Gambar 7: Neraca pembayaran(miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 8: Komponen neraca berjalan(miliar dolar AS)

Sumber: BI; Perhitungan staff Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staff Bank Dunia

Lampiran Gambar 9: Ekspor barang (miliar dollar AS)

Lampiran Gambar 10: Impor barang (miliar dollar AS)

Sumber: BPS; Perhitungan staff Bank Dunia Sumber: BPS; Perhitungan staff Bank Dunia

Lampiran Gambar 11: Cadangan devisa dan arus modal(miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 12: Inflasi dan kebijakan moneter(persen)

Sumber: BI; Kementerian Keuangan; Perhitungan staff Bank Dunia Sumber: BPS; BI; Perhitungan staff Bank Dunia

-16

-8

0

8

16

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Current account Capital and financial

Errors and omissions Overall BoP inflows

-12

-8

-4

0

4

8

Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Perdagangan barang

Perdagangan jasa Pendapatan primer

Pendapatan sekunder

Neraca perdagangan

0

3

6

9

12

15

18

May-14 Nov-14 May-15 Nov-15 May-16

Minyak dan gas

Pertanian

Manufaktur

Pertambangan

Total ekspor (fob)

0

3

6

9

12

15

18

May-14 Nov-14 May-15 Nov-15 May-16

Minyak dan gas

Barang konsumsi

Barang modal

Barang mentah

Total impor (cif)

-4

-2

0

2

4

6

8

0

25

50

75

100

125

150

Apr-14 Oct-14 Apr-15 Oct-15 Apr-16

Equities SUN SBI Global bondsAliran masuk portfolio:

Cadangan devisa, kiri

-1.0

0.2

1.4

2.6

3.8

-4.0

0.0

4.0

8.0

12.0

May-13 May-14 May-15 May-16

Inflasi inti, tahun ke tahun

Inflasi headline, tahun ke tahun

Inflasi utama, bulan ke bulan, kanan

Tingkat bunga BI

Page 57: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA46

Lampiran Gambar 13: Rincian IHK bulanan(persen kontribusi terhadap pertumbuhan bulanan)

Lampiran Gambar 14: Perbandingan inflasi beberapa negara (perubahan, yoy)

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia *Catatan: May 2016; lainnya data bulan April. Sumber: BPS; CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 15: Harga beras domestik dan internasional (perbedaan harga persen kiri, harga kulakan Rp per kg, kanan)

Lampiran Gambar 16: Tingkat kemiskinan dan pengangguran (persen)

Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang; FAO; Perhitungan staf Bank Dunia

Sumber: BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 17: Indeks saham regional(indeks harian, mata uang lokal, 14 Juni 2013=100)

Lampiran Gambar 18: Nilai tukar dollar AS (indeks bulanan, May 2013=100)

Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia

-1

0

1

2

3

4

May-13 May-14 May-15 May-16

Core AdministeredVolatile Headline

-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7

Singapore

Japan

Thailand *

Korea

USA

Philippines

Malaysia

China

Indonesia *

India

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

0

20

40

60

80

100

120

May-13 May-14 May-15 May-16

Harga beras lokal IR64-II

Beras Vietnam 5% pecah

Persentasi perbedaan harga, kiri

0

4

8

12

16

20

24

2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015

Tingkat kemiskinan

Tingkat pengangguran

50

100

150

200

250

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Shanghai-China

SET-Thailand

JSI-Indonesia

SGX-Singapore

BSE-India

40

60

80

100

May-13 May-14 May-15 May-16

Brazil

South Africa

Turkey

Indonesia

India

Page 58: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA47

Lampiran Gambar 19: Imbal hasil obligasi pemerintah 5-tahunan dalam mata uang lokal (persen)

Lampiran Gambar 20: Spread obligasi dolar AS kelompok negara-negara EMBI Global (basis poin)

Sumber: CEIC; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: JP Morgan; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 21: Pertumbuhan kredit komersial, pedesaan dan deposito (pertumbuhan tahun ke tahun, persen)

Lampiran Gambar 22: Indikator sektor perbankan (bulanan, persen)

Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Gambar 23: Utang pemerintah (persen terhadap PDB; miliar dolar AS)

Lampiran Gambar 24: Utang luar negeri (persen terhadap PDB; miliar dolar AS)

Sumber: BI; MoF; Perhitungan staf Bank Dunia Sumber: BI; Perhitungan staf Bank Dunia

0

2

4

6

8

10

Jun-12 Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Indonesia

United StatesThailand

Malaysia

Singapore-240

-180

-120

-60

0

60

120

180

240

300

360

420

Jun-13 Jun-14 Jun-15 Jun-16

Indonesia obligasi dolar AS strippedspreads

Perbedaan Indonesia spreads dan EMBIG bonds stripped spreads, kanan

5

10

15

20

25

30

Apr-12 Apr-13 Apr-14 Apr-15 Apr-16

Deposito swasta

Kredit bank komersial dan kredit pedesaan

0

1

2

3

4

5

0

20

40

60

80

100

Mar-12 Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16

Rasio pengembalian aset-ROA, kanan

Rasio pinjaman terhadap deposito,

Rasio likuiditas terhadap aset

Rasio kredit bermasalah, kanan

Rasio kecukupan modal

0

75

150

225

300

0

15

30

45

60

2008 2010 2012 2014 2016

Utang dalam negeri, kananUtang luar negeri, kananTotal utang terhadap PDB

Maret

0

80

160

240

320

0

15

30

45

60

2008 2010 2012 2014 2016

Private external debt, RHSPublic external debt, RHSTotal external debt to GDP, LHS

Maret

Page 59: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA48

Lampiran Tabel 1: Realisasi dan anggaran belanja Pemeritah(triliun rupiah)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi Realisasi APBN

A. Penerimaan dan hibah 1,211 1,338 1,439 1,550 1,508 1,822

1. Penerimaan pajak 874 981 1,077 1,147 1,240 1,547

2. Penerimaan non-pajak 331 352 355 399 256 274

B. Pengeluraran 1,295 1,491 1,651 1,777 1,807 2,096

1. Pemerintah pusat 884 1,011 1,137 1,204 1,183 1,326

2. Transfer ke pemerintah daerah 411 481 513 574 623 770

C. Neraca utama 9 -53 -99 -93 -142 -89

D. Surplus/defisit -84 -153 -212 -227 -298 -273

(persen dari PDB) -1.1 -1.8 -2.2 -2.1 -2.6 -2.2 Catatan: Budget balance sebagai persentase dari PDB menggunakan PDB yang direvisi dengan tahun dasar yang disesuaikan. Sumber: Kementerian Keuangan; Perhitungan staf Bank Dunia

Lampiran Tabel 2: Neraca pembayaran (miliar dolar AS)

2014 2015

2014 2015 2016

Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

Neraca Pembayaran 15.2 -1.1 2.4 1.3 -2.9 -4.6 5.1 -0.3

Persen dari PDB 1.7 -0.1 1.1 0.6 -1.3 -1.9 2.2 -0.1

Neraca berjalan -27.5 -17.7 -6.0 -4.1 -4.3 -4.2 -5.1 -4.7

Persen dari PDB -3.1 -2.0 -2.7 -1.8 -1.9 -1.7 -2.2 -2.0

Neraca perdagangan -3.0 5.0 -0.1 1.2 1.5 2.0 0.2 1.6

Pendapatan bersih & transfer berjalan -24.5 -22.6 -5.8 -5.4 -5.8 -6.2 -5.3 -6.3

Neraca modal & keuangan 45.4 16.9 9.6 5.0 1.8 0.2 9.8 4.2

Persen dari PDB 5.1 2.0 4.4 2.2 0.8 0.1 4.3 1.8

Investasi langsung 14.7 9.9 5.0 1.7 3.7 1.8 2.8 2.2

Investasi porfolio 26.1 16.7 1.9 8.5 5.6 -2.2 4.9 4.4

Investasi lain 4.1 -9.8 5.0 -5.2 -7.4 0.6 2.2 -2.4

Kesalahan & pembulatan -2.6 0.0 -1.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Cadangan devisa* 111.6 101.7 111.9 111.6 108.0 101.7 105.9 107.5

Catatan: * Cadangan devisa pada akhir periode. Sumber: BI; BPS; Perhitungan staf Bank Dunia

Page 60: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA49

Lampiran Tabel 3: Perkembangan indikator ekonomi makro Indonesia

2000 2005 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Neraca Nasional (% perubahan)1

PDB riil    4.9 5.7 6.2 6.2 6.0 5.6 5.0 4.8

Investasi riil   11.4 10.9 8.5 8.9 9.1 5.0 4.6 5.1

Konsumsi riil   4.6 64.0 4.1 5.1 5.4 5.7 4.7 4.9

Swasta 3.7 0.9 4.8 5.1 5.5 5.5 5.3 4.8

Pemerintah 14.2 6.6 0.3 5.5 4.5 6.7 1.2 5.4

Ekspor rill, barang dan jasa    30.6 16.6 15.3 14.8 1.6 4.2 1.0 -2.0

Impor riil, barang dan jasa    26.6 17.8 17.3 15.0 8.0 1.9 2.2 -5.8

Investasi (% PDB)    20 24 31 31 33 32 33 33

Nominal PDB (milyar dolar AS)    165 286 755 893 918 913 890 862

PDB per kapita (dolar AS)    857 1,396 3,167 3,688 3,741 3,668 3,530 3,374

Anggaran Pemerintah Pusat (% GDP)2

Penerimaan dan hibah    20.8 16.8 14.5 15.5 15.5 15.1 14.7 13.1

Penerimaan bukan pajak    9.0 5.0 3.9 4.2 4.1 3.7 3.8 2.2

Penerimaan pajak    11.7 11.7 10.5 11.2 11.4 11.3 10.9 10.7

Pengeluaran    22.4 17.3 15.2 16.5 17.3 17.3 16.8 15.7

Konsumsi    4.0 2.8 3.6 3.8 3.9 4.1 4.0 4.5

Modal    2.6 1.1 1.2 1.5 1.7 1.9 1.4 1.9

Bunga pinjaman    5.1 2.2 1.3 1.2 1.2 1.2 1.3 1.4

Subsidi    6.3 4.1 2.8 3.8 4.0 3.7 3.7 1.6

Surplus/defisit    -1.6 -0.6 -0.7 -1.1 -1.8 -2.2 -2.1 -2.6

Utang Pemerintah    97.9 44.3 24.3 22.8 22.6 24.1 23.8 25.6

Utang luar negeri pemerintah    51.4 23.4 11.1 10.2 9.9 11.2 10.2 10.8

Total utang luar negeri (juga utang swasta)    87.1 47.1 26.8 25.2 27.5 29.2 32.9 36.0

Neraca Pembayaran (% PDB)3

Neraca pembayaran keseluruhan    .. 0.2 4.0 1.3 0.0 -0.8 1.7 -0.1

Neraca transaksi berjalan    4.8 0.1 0.7 0.2 -2.7 -3.2 -3.1 -2.0

Ekspor, barang dan jasa    42.8 35.0 22.0 23.8 23.0 22.5 22.3 19.8

Impor, barang dan jasa    33.9 32.0 19.2 21.2 23.2 23.2 22.7 19.2

Transaksi berjalan    8.9 2.9 2.8 2.7 -0.2 -0.7 -0.3 0.6

Neraca transaksi keuangan    .. 0.0 3.5 1.5 2.7 2.4 5.1 2.0

Penanaman modal langsung, neto    -2.8 1.8 1.5 1.3 1.5 1.3 1.7 1.2

Cadangan devisa bruto (USD billion)    29.4 34.7 96.2 110.1 112.8 99.4 111.6 101.7

Moneter (% change)3

Deflator PDB1    20.4 14.3 8.3 7.5 3.8 5.0 5.4 4.2

Suku bunga Bank Indonesia (%)    .. 9.1 6.5 6.0 5.8 7.5 7.8 7.5

Kredit domestik    .. 24.3 22.8 24.6 23.1 21.6 11.6 10.4

Nilai tukar Rupiah/Dolar AS (rata-rata)4    8,392 9,705 9,087 8,776 9,384 10,460 11,869 13,389

Harga-harga (% perubahan)1

Indeks harga konsumen (akhir periode)    9.4 17.1 7.0 3.8 3.7 8.1 8.4 3.4

Indeks harga konsumen (rata-rata)    3.7 10.5 5.1 5.3 4.0 6.4 6.4 6.4

Harga minyak mentah Indonesia (US$ per barel)5    28 53 79 112 113 107 60 36

Sumber: 1 BPS dan kalkulasi staf Bank Dunia, angka PDB sudah menyesuaikan dengan SNA 2008. 2 Kementerian Keuangan, dan perhitungan staf bank dunia (untuk tahun 2000 meliputi 9 bulan), 3 BI, 4 IMF, 5 CEIC

Page 61: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

T a n g g u h b e r k a t r e f o r m a s i P e r k e m b a n g a n T r i w u l a n a n P e r e k o n o m i a n I n d o n e s i a

Juni 2016 THE WORLD BANK | BANK DUNIA50

Lampiran Tabel 4: Sekilas indikator perkembangan Indonesia

2000 2005 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Kependudukan1

Penduduk (juta) 213 227 242 245 248 251 254 258 Tingkat pertumbuhan penduduk (%) 1.3 1.2 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 1.3 Penduduk perkotaan (% terhadap total) 42 46 50 51 51 52 53 .. Rasio ketergantungan (% penduduk usia kerja) 55 54 51 51 50 50 49 ..

Angkatan Kerja2

Angkatan kerja, total (juta) 98 106 117 117 120 120 122 122 Laki-laki 60 68 72 73 75 75 76 77 Perempuan 38 38 45 44 46 45 46 46

Kontribusi tenaga kerja sektor pertanian (%) 45 44 38 36 35 35 34 33 Kontribusi tenaga kerja sektor industri (%) 17 19 19 21 22 20 21 22 Kontribusi tenaga kerja sektor jasa (%) 37 37 42 43 43 45 45 45 Tingkat pengangguran, total (% angkatan kerja) 8.1 11.2 7.1 7.4 6.1 6.2 5.9 6.2

Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan3

Konsumsi rumah tangga, median (Rp 000 per bulan) 104 211 374 421 446 487 548 623 Garis kemiskinan nasional (Rp 000 per bulan) 73 129 212 234 249 272 303 331 Jumlah penduduk miskin (juta) 38 35 31 30 29 28 28 29 Penduduk miskin (% penduduk dibawah garis kemiskinan) 19.1 16.0 13.3 12.5 12.0 11.4 11.3 11.2

Di perkotaan 14.6 11.7 9.9 9.2 8.8 8.4 8.3 8.3 Di perdesaan 22.4 20.0 16.6 15.7 15.1 14.3 14.2 14.2

Laki-laki sebagai kepala rumah tangga 15.5 13.3 11.0 10.2 9.5 9.2 9.0 9.3 Perempuan sebagai kepala rumah tangga 12.6 12.8 9.5 9.7 8.8 8.6 8.6 11.1 GINI indeks 0.30 0.35 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 Kontribusi konsumsi pada 20% kelompok termiskin (%) 9.6 8.7 7.9 7.4 7.5 7.4 7.5 7.2 Kontribusi konsumsi pada 20% kelompok terkaya (%) 38.6 41.4 40.6 46.5 46.7 47.3 46.8 47.3 Pengeluaran pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat (% PDB)4 .. 0.4 0.4 0.4 0.4 0.6 0.5 0.6

Kesehatan dan Gizi1

Tenaga kesehatan (per 1,000 people) 0.16 0.13 0.29 .. 0.20 .. .. Tingkat kematian balita (per 1000 anak usia dibawah 5 tahun) 52 42 33 32 30 29 28 27 Tingkat kematian bayi lahir (per 1000 kelahiran hidup) 22 19 16 16 15 15 14 14 Tingkat kematian bayi (per 1000 kelahiran hidup) 41 34 27 26 25 24 24 23 Rasio kematian persalinan (perkiraan, per 100,000 kelahiran hidup) 265 212 165 156 148 140 133 126 Imunisasi campak (% anak usia dibawah 2 tahun) 74 77 78 80 85 84 77 .. Total pengeluaran untuk kesehatan (% GDP) 2.0 2.8 2.9 2.7 2.9 2.9 2.8 .. Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan (% GDP) 0.7 0.8 1.1 1.1 1.2 1.2 1.1 ..

Pendidikan3

Angka partisipasi murni (APM) SD, (%) .. 92 92 92 93 92 93 97 APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 48 48 49 49 50 48 49

Angka partisipasi murni pendidikan tingkat menengah, (%) .. 52 61 60 60 61 65 66 APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 50 50 50 49 50 50 51

Angka partisipasi murni universitas/pendidikan tinggi, (%) .. 9 16 14 15 16 18 20 APM perempuan (% dari total partisipasi) .. 55 53 50 54 54 55 56

Angka melek huruf Dewasa (%) .. 91 91 91 92 93 93 95 Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (% terhadap PDB)5 .. 2.7 3.5 3.6 3.8 3.8 3.6 .. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (% terhadap APBN)5 .. 14.5 20.0 20.2 20.1 20.0 19.9 20.6

Air Bersih dan Kesehatan lingkungan1

Penduduk dengan akses air bersih disempurnakan (% tot penduduk) 78 81 85 85 86 86 87 87 Di perkotaan (% penduduk perkotaan) 91 92 93 93 94 94 94 94 Di perdesaan (% penduduk perdesaan) 68 71 76 77 77 78 79 80

Penduduk dengani akses kesehatan lingkungan (% tot penduduk) 44 53 57 58 59 60 61 61 Di perkotaan (% penduduk perkotaan) 64 70 70 71 71 72 72 72 Di perdesaan (% penduduk perdesaan) 30 38 44 45 46 47 48 48

Lainnya1

Pengurangan resiko bencana (skala 1-5; 5=terbaik) .. .. .. 3.3 .. .. .. .. Proporsi perempuan yang duduk di parlemen (%)6 8 11 18 18 19 19 17 17

Sumber: 1 World Development Indicators; 2 BPS (Sakernas); 3 BPS (Susenas) dan Bank Dunia; 4 Kementerian Keuangan dan perhitungan staf Bank Dunia dan hanya termasuk pengeluaran aktual untuk Raskin, Jamkesmas, BLT, BSM, PKH (kecuali tahun 2012 dari APBN-perubahan; 5 Kementerian keuangan; 6 Inter-Parliamentary Union

Page 62: PERKEMBANGAN TRIWULANAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Resilience through reformsJune 2016

Supported by funding from the Australian Government (Department of Foreign Affairs and Trade, DFAT), under the Support for Enhanced Macroeconomic and Fiscal Policy Analysis (SEMEFPA) program.