15
GEODINAMIKA BUSUR SUNDA ARTADI PRIA S NIM. 22410008 PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS KEBUMIAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

GEODINAMIKA BUSUR SUNDA

ARTADI PRIA SNIM. 22410008

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS KEBUMIAN

FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI DAN KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Page 2: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang oleh data-data geofisika lainnya, Puspito (1993, dalam 7) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 wilayah zona tektonik besar yaitu:

1. Busur Kepulauan Sunda (Sunda barat dan timur) Memanjang ~3000 km, dimulai dari barat laut Andaman sampai ke Flores.

2. Busur Kepulauan Laut Banda dimulai dari selatan pulau Sumba melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera.

3. Zona Tumbukkan Laut Maluku Merupakan zona dengan kondisi tektonik dan kegempaan yang paling kompleks. Interaksi tumbukkan antara busur kepulauan Sangihe ke arah timur dengan busur kepulauan Halmahera kearah barat.

Perkembangan tektonik Busur Sunda menjadi suatu hal yang menarik untuk diulas, termasuk di dalamnya perbedaan pendapat mengenai pergerakan rotasi busur sunda. Antara yang berlawanan arah atau searah dengan jarum jam. Selain itu slab Indo-Australia yang menunjam dibawah busur sunda (kerak benua eurasia) juga memiliki bentuk dan kharakteristik yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kerak Indo-Australia memiliki sifat dan umur yang berbeda. Di sebelah timur, slab yang menunjam di bawah busur sunda merupakan kerak benua Australia, di Jawa dan Sumatera lempeng Indo-Australia yang menunjam merupakan kerak samudera. Dua hal di atas yaitu, perkembangan tektonik busur sunda, bentuk dan kharakteristik slab di bawah busur sunda akan menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini.

2. PERKEMBANGAN TEKTONIK BUSUR SUNDA

Posisi Indonesia terletak di batas selatan dari lempeng benua Eurasia, di tepi dataran Sunda (Van Bemmelen 1949, Hamilton 1979, Hutchison 1989, Katili 1979 dalam 1). Busur Sunda aktif mulai masa eocene (Garwin et. al 2002, Hall 2002, Hamiton 1977 dalam 1) dengan implikasinya adalah subduksi lempeng Indo-australia di bawah batas dataran Sunda.

Dataran Sunda adalah lempeng benua utama Asia Tenggara yang terdiri dari Indo-China, Thay-Malay Peninsula, Sumatera, Borneo, Paparan Sunda dan Jawa (1). Di Sumatera jejak subduksi yang berkorelasi dengan aktivitas magmatik dimulai pada awal Mesozoic atau akhir Paleozoic (McCourt et al. 1996 dalam 1). Batas dari dataran sunda pada masa cretaceous adalah sepanjang Sumatera hingga Jawa Barat dan ke arah Kalimantan bagian tenggara (Hamilton, 1979 dalam 1). Pada masa ini ditemukan bukti batuan metamorf dengan tekanan tinggi dan suhu rendah di Jawa Tengah dan Kalimantan bagian Tenggara yang berkorelasi dengan subduksi (Parkinson et al. 1998 dalam 1).

Page 3: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Gambar 1. Zona batas lempeng Indonesia. Area gelap terang merupakan zona tumbukan antara lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Filipina. Garis putus-putus menunjukkan perkembangan batas tepi dari dataran Sunda pada tingkatan waktu yang berbeda. (Hall dan Wilson, 2000. dalam 1)

Subduksi di jawa terjadi mulai masa pertengahan eocene dan membentuk barisan gunung berapi di bagian selatan Jawa. Pada Masa ini (45 juta tahun lalu) gambar 2, pemisahan antara Autralia dan Antartika semakin meningkat. Dan Australia mulai bergerak ke utara. Pada 15 juta tahun lalu, mulai terjadi collision antara Australia dan Eurasia. Tumbukan ini membuat dataran Sunda bergerak berlawanan arah dengan jarum jam, terutama Kalimantan dan Jawa.

Gambar 2.Rekonstruksi Tektonik Indonesia (Hall, 2002)

Page 4: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Tapponier (1982) menginterprestasikan bahwa Asia Tenggara merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang bergerak ke arah Tenggara. Pergerakan ini disebabkan oleh interaksi antara lempeng Hindi-Australia dan lempeng Eurasia. Pada interaksi ini kerak benua India menabrak lempeng Asia 40-50 juta tahun yang lalu. Tapponier memperkirakan perkembangan geotektonik di Asia Tenggara merupakan refleksi dari fase ekstrusi yang bergerak dari Eurasia yang berputar searah jarum jam pada saat Paleogen. Fragmen ini dinamakan lempeng Sunda Kecil, gambar 3. Menurut Harjono et al (2008) Sumatera berotasi searah jarum jam yang diawali pergerakannya ke arah barat laut, dan tidak terlepas dari tumbukan antara India-Eurasia, gambar 4.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Model laboratorium tektonik ekstrusi Asia Tenggara (b) Rekonstruksi tektonik Asia Tenggara akibat tumbukan India (Tapponier et al. 1982)

Gambar 4. Perkembangan tektonik di Selat Sunda dan sekitarnya tidak terlepas dari peran mikro Sumatra yang bergerak ke arah baratlaut, dan bersamaan dg proses Tabrakan India-Eurasia. Area merah muda merupakan area bukaan, akibat sesar geser Sumatera. Garis putus-putus di bawah area merah muda merupakan bagian kecil dari lempeng mikro sumatera yang bergerak ke arah barat laut (Handayani dan Harjono, 2008)

28 jt yl

13 jt yl5 jt yl

LS

Page 5: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Menurut JM Wittaker et al. (2007) dataran Sunda adalah Jawa dan Sumatera, pergerakan rotasi Sumatera dan Jawa adalah searah jarum jam yang diakibatkan tumbukan antara India-Eurasia. Warthon Fossil Ridge (WFR) yang mulai aktif 80 juta tahun lalu dimodelkan telah bermigrasi dari ujung jawa timur bergerak ke Sumatera. WFR mensubduksi kedalam busur Sunda mulai dari 70 juta tahun lalu. Subduksi dari ridge ini mengakibatkan terbentuknya slab window, yaitu semacam bukaan di bawah lempeng yang disubduksi akibat ridge yang terbuka tidak membentuk kerak lempeng baru karena tidak adanya air laut sebagai pendingin. WFR berhenti membuka 42 juta tahun yang lalu, gambar 5.

Gambar 5. Rekonstruksi pergerakan WFR di bawah lempeng Eurasia di mulai 80 juta tahun yang lalu hingga sekarang. Panah hijau merupakan vektor dari indo-australia dan panah merah vektor dari Eurasia (Whittaker et al.,2007).

Sedangkan dari pengukuran GPS di Sumatera dan selat sunda, laju vektor kecepatan pergerakan deformasi disekitar Selat Sunda hampir 0 mm/thn, dan laju kecepatan makin besar ~50 mm/thn kearah barat laut. Sehingga seolah-olah Selat sunda merupakan sumbu dari pergerakan atau rotasi dari Sumatera. Laju regangan geodetik utama dan rotasi strain di Kawasan Selat Sunda, dengan laju rotasi regangan geodetik searah jarum jam dan membukanya (extension) Selat Sunda (. Subarya (2010, dalam 6)).

Menurut interpretasi tomogram gelombang P yang dilakukan Sri widiyantoro (4) pada kedalaman 975 Km, terdapat anomali positif yang diindikasikan sebagai sisa slab yang tersubduksi di masa lampau. Anomali positif ini memiliki pola kelurusan agak lebih datar dibandingkan pola subduksi yang sekarang terjadi. Terletak lebih ke selatan di Sumatera bagian barat dan lebih ke utara di sumatera bagian timur. Pola ini terjadi kemungkinan akibat pergerakan Sumatera yang berotasi searah jarum jam, gambar 6.

Page 6: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Gambar 6. Peta anomali seismik gel P untuk lapisan di kerak (kiri) dan mantel bawah (kanan). (model ak135, kennet dkk. 1995). Inset adalah posisi sumatera sekarang dan 60 Ma. Garis hitam gambar disebelah kanan adalah intrpretasi zona subduksi di Sumatera pada 60 juta tahun lalu (Sabbeq dan Widiyantoro, 2004).

Sedangkan pergerakan Jawa dan Kalimantan ke selatan yang kemungkinan diakibatkan tumbukan India-Eurasia. Telah diintrpretasikan oleh Sri Widiyantoro (3) melalui citra tomogram gelombang P dan S di batas busur sunda bagian timur, gambar 7. Implikasi dari tomogram ini menghasilkan kemungkinan migrasinya palung sunda ke arah samudera hindia.

(a)

(b)

Page 7: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Gambar 7: (a) Plot data gempabumi yang digunakan, garis merah merupakan irisan penampang pada gambar 7b (b) Citra Tomografi pada penampang vertikal data waktu tempuh gel. P dan S. (Widiyantoro, 2002 dalam 3)

Dari gambar 7.b slab yang tersubduksi mengalami pembelokan atau defleksi dan terakumulasi di bagian batas mantel atas dan turun ke bawah akibat gravitasi. Struktur semacam ini disebut kink. Defleksi semacam ini akibat adanya kontras viskositas antara mantel atas dan mantel bawah. Selain itu struktur kink di timur busur Sunda diperkirakan adanya pergeseran batas subduksi ke arah samudera hindia. Pergeseran ini seperti yang dimodelkan di dalam laboratorium, gambar 8.

Gambar 8. (Courtesy Rob van der hilst, 1995), Hasil laboratorium. Dua Lapisan fluida dengan viskositas berbeda. Viskositas mantel atas lebih rendah dari mantel bawah dan viskositas slab yang dimodelkan secara fisis lebih besar dari kedua mantel. Defleksi slab karena perbedaan viskositas juga karena bergesernya corong tempat memasukkan slab.

Sehingga bisa diinterpretasikan palung Sunda bagian timur telah mengalami migrasi secara signifikan, karena blog Indonesia berputar searah jarum jam mendekati Samudera Hindia ke selatan. Migrasi ini tidak signifikan di bagian barat busur Sunda, yang konsisten semakin menghilangnya struktur kink ini ke bagian barat. Selain itu struktur kink ini juga diakibatkan gaya aksi-reaksi, ketika slab menabrak mantel bawah maka reaksi dari slab ini akan mundur kebelakang. Pada penampang horisontal tomografi gelombang S pada kedalaman di sekitar 1200 Km, gambar 9. Lokasi slab atau area dengan dengan kecepatan tinggi terletak di sebelah utara dari lokasi busur Sunda sekarang. Anomali positif atau slab ini bisa diinterpretasikan sebagai zona subduksi pada puluhan juta tahun lalu (3). Posisi slab ini sesuai dengan yang dimodelkan Wen dan Andersen (1995), yaitu 110 juta tahun lalu posisi subduksi slab berada di bawah kalimantan sekarang. Dan juga sesuai dengan data paleo vulkanisme yang berkorelasi dengan subduksi di bawah kalimantan (Katili, 1975), (3).

Page 8: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Gambar 9: Penampang horisontal tomografi gel. S pada kedalaman 1200 Km (Widiyantoro,2002 dalam 3)

3. STRUKTUR SLAB LITOSFER DI BAWAH BUSUR SUNDA (STUDI TOMOGRAFI)

(a)

(b)

(c)

Page 9: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

Gambar 10: (a) Distribusi data dan Lokasi penampang vertikal pada (b) Penampang Vertikal di bawah A.Banda, B. Lombok, C. Jawa, D. Sumatera (c) Kartun 3d yang menggambarkan struktur seismik di bawah busur sunda. (Widiyantoro dan Van der hilst, 1996)

Struktur zona subduksi di bawah busur sunda ditandai oleh adanya lempeng Indo-Australia yang menunjam secara komplek seperti yang ditunjukkan oleh kartun 3d pada gambar 10.(c). Di sini dapat dilihat bahwa slab mantel atas dan mantel bawah di bawah Sumatera terputus (hasil interpretasitomogram pada gambar 10.(b).D). Jika observasi ini benar maka implikasinya akan sngat menarik, sebab putusnya slab ini kemungkinan besar akan merambat ke arah timur (Jawa dan kepulauan di timurnya). Hal ini berarti bahwa kemungkinan besar suatu waktu nanti busur Sunda akan mempunyai slab yang dangkal saja, sebab bagian slab yang dalam yaitu yang sudah terpisah dari slab mantel atas akan lenyap oleh adanya arus konveksi di mantel bawah (4). Selain itu, terputusnya slab di Sumatera ini kemungkinan karena adanya tarikan akibat rotasi dari sumatera. Karena slab yang menunjam di dalam mantel sudah lebih lemah karena proses pemanasan. Maka Sumatera yang berotasi, menyebabkan terpisahnya antara slab bagian atas dan bawah (Sri widiyantoro, kuliah geodinamika lanjut ITB)

Subduksi di bawah Banda (gambar 10 (b).A) merupakan subduksi yang relatif lebih dangkal dibandingkan dengan suduksi di Jawa. Ini dikarenakan lempeng yang tersubduksi walaupun berumur tua tapi merupakan lempeng benua Australia, sehingga memiliki gaya bouyency yang lebih tinggi. Zona Busur Sunda Jawa dan Bali (gambar 10 (b).B & C), penunjaman hampir tegak lurus. Subduksi sampai kedalaman 650 km, makin ke utara distribusi gempa makin dalam. Subduksi dengan sudut hampir tegak lurus merupakan kharakteristik subduksi kerak samudera yang berumur tua. Berbeda dengan Jawa subduksi di bawah Sumatera merupakan subduksi pendek dengan sudut penunjaman yang landai. Kedalaman gempa di sini hanya mencapai 300 Km. Kerak samudera yang tersubduksi di bawah Sumatera merupakan kerak samudera yang berumur muda. Kerak samudera ini dulunya merupakan zona pemekaran lantai samudera atau ridge, yang dikenal dengan sebutan Warthon Fossil Ridge (WFR). Umur batuan yang lebih muda akan memiliki gaya bouyency yang lebih besar. Sehingga slab tidak mudah untuk masuk ke dalam mantel dan memiliki gaya gesek terhadap lempeng benua Eurasia lebih besar. Hal inilah yang mengakibatkan Sumatera memiliki gempa-gempa yang lebih besar dibandingkan dengan daerah Jawa. Selain itu juga karena arah penunjaman yang miring atau obliq.

Page 10: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

4. KESIMPULAN

Bentuk dan sudut penunjaman di busur sunda beragam. Bentuk slab di sumatera berupa zona penunjaman pendek dan di Jawa hingga Lombok berupa zona penunjaman penuh diskontinuitas. Sumatera memiliki sudut penunjaman yang lebih landai di mulai dari sumatera utara dan semakin bertambah curam ke timur hingga ke jawa.Dari interpretasi model laboratorium (tapponier et al., 1982), Pengukuran Laju regangan geodetik (C. Subarya, 2010), Interpretasi tomografi (struktur kink dan remnant slab di sumatera), data paleo vulkanis dan penelitian ilmiah lainnya. Busur sunda bergerak ke selatan dan sumatera berotasi searah jarum jam, diduga karena tumbukan antara lempeng benua India terhadap Eurasia.

Page 11: Perkembangan Tektonik Dan Geodinamika Busur Sunda

DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, R & Smyth, 2008.Cenozoic arc processes in Indonesia: Identifi caution of the key influences on the stratigraphic record in active volcanic arcs. The Geological Society of America, Special Paper 436.

2. J.M. Whittaker , R.D. Müller, M. Sdrolias & C. Heine, 2007. Sunda-Java trench kinematics, slab window formation and overriding plate deformation since the Cretaceous. Earth and Planetary Science Letters 255 (2007) 445–457.

3. Widiyantoro, S., 2002. Migrasi Palung Sunda: Implikasi dari Citra Tomografi Seismik. Jurnal Teknologi Mineral, Vol. X/I, 30-37.

4. Widiyantoro, S., 2007. Fisika dan Struktur Interior Bumi. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

5. Handayani, L dan Harjono, H, 2008. Perkembangan Tektonik Daerah Busur Muka Selat Sunda dan Hubungannya dengan Zona Sesar Sumatera. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 18 No 2 (2008) 31-40.

6. Heri Harjono. Presentasi Kuliah: Bencana Kebumian. FITB-ITB.7. Andri Dian, N. Presentasi Kuliah: Geodinamika Lanjut. FITB-ITB.