54
PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN D I S U S U N OLEH KELOMPOK 1 NAMA NPM DETIRA PUTRI 1006010020 M. MUKTAR NASUTION 1006010016 NUR AINUN 1006010031 SITI AISYAH 1006010003 WINDA SARI 1006010005 DOSEN PENGAMPUH: SAMIO,M.S,S.Pd SEMESTER III PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

Perkembangan Sosiologi Pendidikan, Kelompok 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkembangan Sosiologi Pendidikan

Citation preview

PERKEMBANGAN SOSIOLOGI PENDIDIKAND

I

S

U

S

U

NOLEHKELOMPOK 1

NAMANPM

DETIRA PUTRI1006010020

M. MUKTAR NASUTION1006010016

NUR AINUN1006010031

SITI AISYAH1006010003

WINDA SARI1006010005

DOSEN PENGAMPUH:SAMIO,M.S,S.Pd

SEMESTER III

PENDIDIKAN BAHASA INGGRISFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS AL-WASHLIYAH

MEDAN2011

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirrahim.Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT . Karena atas rahmat dan nikmat Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul Perkembangan Sosiologi Pendidikan. Makalah ini disusun untuk memperoleh nilai tugas kelompok mata kuliah Sosiologi Pendidikan. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalahnya kepada manusia untuk membimbing umatnya ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang masalah yang berhubungan dengan judul makalah. Untuk mempermudah penyusunan makalah ini penulis mengambil variabel yang menyangkut sosiologi pendidikan, diantaranya penulis akan memaparkan pengertian sosiologi pendidikan, tujuan , dan kontribusi sosiologi dalam dunia pendidikan, serta contoh perkembangannya di Indonesia dan secara global. Penulis berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan mudah-mudahan pembahasan ini dapat menjadi bahan acuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapi para mahasiswa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, masih banyak terdapat kejanggalan dan kekurangan dikarenakan kurang luasnya wawasan penulis, oleh karena itu penulis sangat mengharap kritik dan saran ataupun sanggahan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempunaan makalah ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga segala bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT dan memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 06 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISIKata Pengantar...i

Daftar Isi.iii

BAB IPendahuluan.1

A. Latar Belakang Masalah.1

B. Perumusan Masalah.1

C. Tujuan Makalah...2

BAB IIPembahasan..3

A. Definisi Sosiologi Pendidikan3

1. Sejarah Istilah Sosiologi.3

2. Definisi Sosiologi Pendidikan4

B. Tujuan Sosiologi Pendidikan..8

C. Kontribusi atau Peran Sosiologi Pendidikan..14

D. Perbandingan Perkembangan Sosiologi Pendidikan.24

BAB IIIPenutup29

Kesimpulan.29

Daftar Putaka.iv

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu usaha yang berjalan secara terus menerus untuk menjadikan manusia ( masyarakat ) mencapai taraf kemakmuran. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit untuk berkembang bahkan terbelakang.

Dewasa ini, tidak ada yang bisa memungkiri signifikansi pendidikan bagi pengembangan manusia dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Semakin luas wawasan pendidikan semakin besar kemungkinan kita menimbang dengan lebih baik apa yang harus dikerjakan di masa depan dan bagaimana mengerjakannya dalam rangka menciptakan reformasi dan pemberdayaan manusia yang lebih beradab dan santun.

Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.

Perkembangan masyarakat pada abad 20 ini tidak dapat lepas dari berbagai macam pengaruh masuknya tata nilai budaya yang baru. Perubahan struktur masyarakat menyebabkan lahirnya berbagai topik kajian sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.B. Perumusan Masalah

Agar masalah yang akan dibahas tidak terlalu luas, maka penulis membatasi

Permasalahan sepanjang hal-hal yang berkaitan dengan:

1. Definisi sosiologi pendidikan.2. Tujuan sosiologi pendidikan.3. Kontribusi sosiologi dalam dunia pendidikan.4. Perbandingan perkembangan sosiologi pendidikan secara global dengan di Indonesia.C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai jawaban atas permasalahan yang ada dalam makalah. Serta sebagai tambahan nilai tugas kelompok mata kuliah Sosoiologi Pendidikan . Diharapkan makalah ini juga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan tentang dunia pendidikan.

BAB II

PEMBAHASANA. Definisi Sosiologi Pendidikan

1. Sejarah Istilah sosiologi(1842) Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia. Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain

Spencer" Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tnnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi. mile Durkheim ilmuwan sosial Perancis berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademisEmile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.

(1876) Di Inggris

Spencer" Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.

Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.2. Definisi Sosiologi Pendidikan

a.Sosiologi

Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda maksudnya, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini menjadi satu kesatuan yang terpisahkan. Terutama dalam system memberdayakan manusia, dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan tersebut.

Sosiologi adalah:1. Ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok 2. Penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial Menurut para ahli pengertian sosiologi adalah:

1. Pitirim SorokinSosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral) .

2. Roucek dan Warren Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok 3. William F.

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=William_F._Ogburn&action=edit&redlink=1" Ogburn dan Mayer F.

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mayer_F._Nimkopf&action=edit&redlink=1" Nimkopf

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.

4. J.A.A Von Dorn dan C.J. Lammers Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.5. Max Weber Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

6. Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok yaitu :

Pengetahuan (knowledge)

Tersusun secara sistematis

Menggunakan pemikiran

Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain

Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan antara lain :

Sosiologi bersifat empiris

Sosiologi bersifat teoritis

Sosiologi bersifat kumulatif

Sosiologi bersifat nonetis

Namun ada karakteristik yang membedakan sosiologi dengan disiplin sosial yang lain, yaitu (Soekamto, 1999)

Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial, yaitu kelompok ilmu yang mempelajari peristiwa atau gejala-gejala sosial

Sosiologi bersifat kategoris yaitu tidak normatif, membicarakan obyeknya secara apa aqdanya (des sein) dan bukan bagaimana seharusnya (das sollen)

Sosiologi bersifat generalis, yaitu Sosiologi meneliti atau mencari prinsip atau hukum-hukum umum interaksi manusia

Sosiologi bersifat abstrak yaitu wujud kesatuannya yang bersifat umum atau terpisah-pisah

Sosiologi merupakan ilmu yang umum, yaitu mempelajari umum yang ada pada setiap interaksi umum. Yaitu mempelajari gejala-gejala yang khusus

Sosiologi termasuk ilmu murni yaitu tujuan penelitian Sosiologi semata-mata demi perkembangan ilmu itu sendiri bukan untuk kepentingan kehidupan praktis

Aplikasi Sosiologi yaitu Sosiologi pendidikan. Sosiologi merupakan sebuah disiplin yang dihasilkan dari persilangan antara ilmu pendidikan dengan Sosiologi. Sosiologi pendidikan merupakan salah satu cara Sosiologi memfokuskan kajiannya pada masalah pendidikan, baik secara umum maupun khusus.Ada beberapa pengertian mengenai Sosiologi Pendidikan, diantaranya (Gunawan, 2000)

Menurut Dictionary of Sociolo, Sosiologi Pendidikan merupakan Sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental

Menurut Nasution, Sosiologi pendidikan merupakan ilmu untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik

Menurut FG Robbins, Sosiologi pendidikan merupakan Sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan

Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan merupakan studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi Sosiologi yang diterapkan.b.Pendidikan

Secara Epistomology ( bahasa ) arti Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu Paedagogik. Paedegogik terdiri dari dua suku kata yaitu Paeda yang artinya anak dan Gogos yang artinya membimbing. Jadi, secara bahasa Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan membimbing anak yang dilakukan oleh orang-orang dewasa.

Definisi maha luas dari arti pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah hidup.

2. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.

3. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.

Definisi maha sempit dari arti pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah sekolah.

2. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai pendidikan formal.

3. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.

Definisi alternatif atau luas terbatas dari arti pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.

2. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, arti dari pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak.

2. Pendidikan berarti daya upaya untuk mengajukan perkembangan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak-anak.Menurut Frederick J. Mc. Donald, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat manusia. Jadi secara umum pengertian Sosiologi pendidikan adalah studi mengenai bagaimana institusi publik dan pengalaman individu memengaruhi pendidikan dan hasilnya. Studi ini lebih mempelajari sistem sekolah umum di masyarakat industri modern, termasuk perluasan pendidikan tinggi, lanjut, dewasa, dan berkelanjutan.

E. Goerge Payne (dalam Faisal dan Yasik, 1985) yang merupakan bapak sosiologi pendidikan memberikan penekanan bahwa dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok sosial dan proses sosial terdapat hubungan yang saling terjalin, di mana di dalam interaksi sosial itu individu memperoleh dan mengorganisasikan pengalamannya. Berikut ini adalah beberapa pengertian-defenisi sosiologi pendidikan menurut para ahli:

1. F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.

2. H.P. Fa irchild dalam bukunya Dictionary of Sociology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.

3. Pro f. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikan dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.

4. F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

5. E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.

6. Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.B. Tujuan Sosiologi Pendidikan

Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.

2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.

3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.

4. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.

5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.

6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal hal pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.

Tujuan Sosiologi Pendidikan

Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah :

Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.

Merumuskan tujuan pendidikan

Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan

Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi

Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan

Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat

Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat

Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato (427-327 BC), pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman Romawi, seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC), pendidikan mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan, pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik (baik versi Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-1800-an), melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke (1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.

Menurut Nasution (1999:2-4) ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai berikut:

1. analisis proses sosiologi

2. analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat,

3. analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat

4. alat kemajuan dan perkembangan social

5. dasar untuk menentukan tujuan pendidikan

6. sosiologi terapan, dan

7. latihan bagi petugas pendidikan.

Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.

Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut merupakan sesuatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi segala implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut, sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.

Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim uapaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi pendidikan itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah memanusia. Itulah sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3 adalah untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujaun nasional. Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan: (1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesia (3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam ragka mencapai tujuan nasional.

Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk menciptakan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berpradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang sadar akan hak dan kewajibannya, demokratis, bertanggungjawab, berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam bidang iptek dan seni, budaya dan agama (Tilaar, 1999). Dengan demikian proses pendidikan yang berlangsung haruslah menciptakan arah yang segaris dengan upaya-upaya pencapaian masyarakat madani tersebut.

Menurut pandangan Nurcholis Majid mengemukakan bahwa masyarakat madani itu adalah masyarakat yang berindikasi seperti termaktub dalam piagam madinah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW (Tilaar, 2000).

Saat ini kita mengalami perubahan yang begitu cepat dan drastic, sehingga terjadi perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam melihat berbagai nilai yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Langgulung (1993:389) kelompokpertama melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedangkan nilai-nilai baru belum muncul yntuk menggantikan yang lama, sedang kelompok kedua melihat keruntuhan nilali-nilai lama itu, tetapi dalam waktu yang bersamaan dapat melihat bagaimana nilai-nilai lama itu, menyelinap masuk kedalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya.

Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak terperhatikan oleh masyarakat. Namun dalam memperhatikan nilali-nilai yang berkembang tersebut, arah yang menjadi anutan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidaklah sama. Tidak semua masyarakat secara terarah memahami arah dan tujuan hidup secara benar. Arah dan tujuan yang benar menurut Mulkham (1993:195) adalah secara garis besar arah dan tujuan hidup manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, mengenai kebenaran, tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap terakhir adalah berbuat ikhsan secara dan secara individual maupun social yangb terealisasi dalam laku ibadah.

Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang efektif dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota komunitas dan masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan kecerdasan dan penguasaan ilmu pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan semakin popular dan terinternalisasi dalam diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.

Dan tujuan sosiologi pendidikan yang lain adalah:

1. Menganalisis proses sosialisasi anak 2. Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat 3. Menganalisis interaksi sosial di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat 4. Membantu menentukan tujuan pendidikan 5. Melatih guru melakukan analisis sosial agar dapat memberikan sumbangan pemikiran secara cepat dan tepat atas masalah pendidikan C. Kontribusi atau Peran Sosiologi Pendidikan

Kontribusi Sosiologi Terhadap Sistem Sekolah Sebagai Suatu Organisasi

Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia menjadi sedemikian kompleks, sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuankemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan di masa yang akan datang. Beberapa faktor telah melatarbelakangi terbentuknya lembaga-lembaga tertentu untuk mengelola alokasi pemenuhan kebutuhan di antaranya, (1) pertumbuhan jumlah populasi manusia yang mempengaruhi tingkat penguasaan dan ketersediaan sumber daya alam, (2) kompleksnya pranata kebudayaan dan mekanisme pengetahuan beserta teknologi terapan, dan (3) implikasi tingkat akal budi dan mentalitas manusia yang kian rasional.

.Secara singkat, terbentuknya lembaga pendidikan merupakan konsekuensi logis dari taraf perkembangan masyarakat yang sudah kompleks. Sehingga untuk mengorganisasikan perangkat-perangkat pengetahuan dan keterampilan tidak memungkinkan ditangani secara langsung oleh masing-masing keluarga. Perlunya pihak lain yang secara khusus mengurusi organisasi dan apresiasi pengetahuan serta mengupayakan untuk ditransformasikan kepada para generasi muda agar terjamin kelestariaannya merupakan cetak biru kekuatan yang melatarbelakangi berdirinya sekolah sebagai lembaga pendidikan.

Walaupun wujudnya berbeda-beda dalam tiap-tiap negara, keberadaan sekolah merupakan salah satu indikasi terwujudnya masyarakat modern. Dalam hal ini para sosiolog telah melakukan ikhtiar ilmiah untuk menentukan taraf evolusi perkembangan masyarakat manusia. Dimulai dari Auguste Comte (1798-1857) dengan karyanya yang berjudul Course de philosophie Positive (1844). Beliau menekankan hukum perkembangan masyarakat yang terdiri dari tiga jenjang, yaitu jenjang teologi dimana manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat adikodrati. Taraf perkembangan selanjutnya disusul pencapaian manifestasi kemampuan manusia untuk menangkap fenomena lingkungan dengan menyandarkan pada kekuatan-kekuatan metafisik atau abstrak. Hingga pada level tertinggi, taraf positif. Iklim kehidupan demikian ditandai dengan prestasi kemampuan manusia untuk menjelaskan gejala alam maupun sosial berdasar pada deskripsi ilmiah melalui pemahaman kekuasaan hukum objektif (Sunarto, 2000: 3). Dari pengertian tersebut perwujudan manusia positivis hanya mampu ditopang oleh orientasi pendidikan yang sudah terlembaga secara mantap melalui aplikasi fungsi sekolah-sekolah modern.

Di lain pihak, tak kalah pentingnya buah pikiran Emile Durkheim (1858-1912) berupa buku yang berjudul The Division of Labour in Society (1968) juga menganalisis kecenderungan masyarakat maju yang di dalamnya terdapat pembagian kerja dalam pemetaan bidang-bidang ekonomi, hukum, politik, pendidikan, kesenian dan bahkan keluarga. Gejala tersebut merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi industri yang di dalamnya memerlukan memerlukan spesialisasi peran untuk mengusung keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup para anggotanya (Johson, 1986: 181-184). Sekali lagi ilustrasi di atas hanya dapat tercermin pada konteks organisasi lembaga pendidikan yang telah mampu memproduk manusia profesional dengan spesifikasi keahlian. Sedangkan untuk mewujudkan figur-figur manusia itu hanya mampu dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan modern.Dari kedua pernyataan ilmiah para tokoh sosiologi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan sekolah yang mewarnai dunia kehidupan manusia saat ini merupakan sebuah keniscayaan peradaban modern yang lekat dengan renik-renik pergulatan ilmu pengetahuan dan aplikasi teknologi mutakhir. Sementara melihat konteks sosial yang terbentuk dapat dijawab pula sekolah juga masuk dalam kategori-kategori organisasi pada umumnya yang mengemban konsekuensi-konsekuensi organisatoris.

Oleh karena itu keberadaan sekolah patut dimasukkan sebagai salah satu organisasi yang memanfaatkan mekanisme birokratis dalam mengelola kerja-kerja institusinya.

Beberapa prinsip penerapan birokrasi juga terdapat dalam lembaga sekolah antara lain:a.Aturan dan prosedur yang ketat melalui birokrasi,b. Memiliki hierarki jabatan dengan struktur pimpinan yang mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda-beda,c. Pelaksanaan adminstrasi secara professional,d. Mekanisme perekrutan staf dan pembinaan secara bertanggung jawab,e. Struktur karier yang dapat diidentifikasikan, danf. Pengembangan hubungan yang bersifa formal dan impersonal. (Robinson, 1981: 241).

Masih dalam lingkup sekolah sebagai organisasi formal, beberapa ahli telah menyajikan pranata-pranata manajemen yang berbeda-beda dalam menerapkan fungsi manajemen di sekolah (Robinson, 1981). Di antaranya adalah sebagai berikut.a. Manajemen IlmiahPokok-pokok dari manajemen ilmiah antara lain: Menggunakan alat ukur dan perbandingan yang jelas dan tepat, Menganalisis dan membandingkan proses-proses yang telah dicapai, dan Menerima hipotesis terkuat yang lulus dari verifikasi serta menggunakannya sebagai kriteria tunggal

Implikasinya jelas, penerapan kriteria tunggal bagi sekolah demi mencapai maksimalisasi hasil-hasil belajar secara efisien dan efektif. Tampak jelas jenis manajemen ini berkarakter mekanistis, ketat, mengutamakan hasil kuantitatif, serta cenderung mengesampingkan unsur-unsur manusiawi di dalam prosesnya .

b. Sistem Sosio-teknis

Sebagai sistem sosio-teknis, sekolah mencakup banyak hal yang menjadi input organisasi, namun stafnya akan mengetahui sifat input-inputnya. Dengan begitu sekolah dapat menentukan instrumen-instrumen pengolahan demi menjamin hasil yang optimal. Sampai disini definisi sosio-teknis memberikan titik tekan pada pengamatan dan pengelompokan jenis-jenis masukan dalam sekolah lalu ditindaklanjuti dengan cara-cara yang relevan dengan bahan mentah tersebut. Manajemen sosio-teknis masih menggunakan prinsip manajemen formal, sehingga beberapa unsur yang melekat pada prinsip manajemen ilmiah juga dimiliki oleh sistem sosio-teknis .

c. Pendekatan Sistemik

Model pengelolaan yang paling banyak digunakan adalah bentuk teori sistem. Ciri khas pendekatan ini adalah pengakuan adanya bagian-bagian suatu sistem yang terkait erat pada keseluruhan. Hubungan timbal balik itu mengisyaratkan detail bagian yang cukup kompleks dan proses interaksi secara keseluruhan dalam sebuah organisasi. Implikasi lain, batas-batas antar bagian harus diketahui dengan tegas dalam mengidentifikasi komponen-komponen lembaga sekolah.

Secara internal model teori sistem, mengadopsi penanganan lembaga formal pada umumnya untuk menggerakkan roda organisasi. Akan tetapi pendekatan ini juga memperhatikan sistem sosial yang bekerja di luar sekolah. Tiap sekolah berusaha pula menampung tuntutan-tuntutan dari para orang tua siswa, industri setempat, pendapat profesional dan kebijaksanaan pendidikan .

d. Pendekatan Individual

Baik pendekatan manajemen maupun pendekatan sistem cenderung membendakan organisasi. Organisasi dipandang seakan-akan seperti makhluk besar yang mengatasi dan mengecilkan peran anggota-anggotanya (terutama para murid). Sebagai antitesisnya, maka pendekatan individual mengakomodasi nilai-nilai kemanusiaan dalam organisasi. Akan tetapi pada perkembangannya pendekatan individual memiliki dua keompok pandangan yakni :

1) Teori Pasif

Pandangan yang menekankan pengamatan input pendidikan secara kolektif. Dimana sudut terpenting yang harus diperhatikan oleh sekolah adalah proses kematangan pribadi para siswa yang harus difasilitasi, diakomodasi kebutuhannya dan dibimbing menuju kedewasaan. Oleh karena itu, proporsi organisasi sekolah yang cenderung mekanistis harus dipola menjadi fleksibel agar para anggotanya bisa berekspresi dengan optimal (Robinson, 1981: 252).

2) Teori Aktif

Konstruksi pendekatan yang mengutamakan kemampuan aktif para siswa untuk menginterpretasikan makna-makna normatif dan tindakan-tindakan yang diharapkan berdasarkan iklim kesadaran mereka. Menurut Silverman (1970) proses sosialisasi di sekolah bukanlah imperatif-imperatif moral yang memaksa akan tetapi justru sekolah menjadi pembantu para siswa dalam mendokumentasi dan memantapkan makna-makna kehidupan yang didapat oleh mereka sendiri. Pendekatan ini sangat kental dengan pengaruh aliran fenomenologis dalam sosiologi. Oleh karena itu teori aktif bermaksud menekankan makna-makna tafsiran budaya yang didapat oleh individu-individu di dalam mempersepsikan fungsi sekolah bagi mereka (Robinson, 1981: 254).

Dari sini analisis yang bisa disajikan untuk mengamati keberadaan sekolah sebagai lembaga formal dalam aktivitas pendidikannya terbagi menjadi dua lahan persoalan yakni:

a.Penafisiran multi-konsep tentang tujuan organisasi beserta alokasi peran yang sinergis

Sudah menjadi konsekuensi bagi setiap organisasi untuk menetapkan tujuan lembaga. Berbeda dengan organisasi pada umumnya, sekolah memiliki ciri khas yang agak unik, khususnya dari objek yang menjadi tujuannya. Dengan menetapkan posisi peran kelembagaan yang bertugas untuk membekali peserta didik seperangkat pengetahuan dan keterampilan maka sekolah telah mengumandangkan jenis tujuan yang bersifat abstrak. Hal ini tentu saja berbeda dengan lembaga lain yang jelas-jelas memiliki objek tujuan konkrit. Contohnya lembaga perusahaan, tentunya bagi siapa saja akan jelas memahami arti mencari keuntungan maksimal bagi perusahaan. Baik itu manajer pemasaran, direktur pabrik, buruh angkutan, sopir, sampai tenaga administrasi akan jelas mengartikan definisi tujuan tersebut. Sementara sekolah memiliki tujuan yang bersifat multi-penafsiran dan agak kabur.Selain itu, dimensi abstrak yang menjadi titik tolak penafsiran para praktisi sekolah dapat memunculkan hambatan besar untuk menyatukan pemahaman makna tujuan pendidikan antar posisi. Berdasarkan struktur organisasi yang terbentuk, guru bertugas sebagai pelaksana pengajaran kepada siswa, supervisor berfungsi membina para guru dan tugas formal administratur sekolah ialah untuk mengkoordinasikan dan memadukan berbagai ragam aktivitas dalam lingkungan sekolah. Masing-masing pemegang posisi mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam hubungan dengan posisi lain. Sudah tentu kompleksitas peranan menimbulkan nilai sosial yang berbeda-beda dan apabila ditarik dalam suatu prospek tujuan maka akan melibatkan bermacam-macam penafsiran.

Dipandang dari sudut tujuannya ternyata lembaga sekolah harus melakukan bermacam-macam proses penyatuan pandangan baik dari wilayah internal maupun asumsi-asumsi publik di lingkup eksternal. Telaah sosiologis telah memberikan sumbangan konseptual untuk membedah objek tujuan sekolah dalam pola pola hubungannya dengan pihak internal maupun luar lembaga sekolah.

b. Kompleks permasalahan di sekitar orientasi lintas posisi dalam koridor efisiensi dan efektivitas

Kompleks pertentangan tersebut merupakan derivasi dari perangkat-perangkat manusia yang memiliki peran-peran spesifik di lembaga sekolah. Banyak buku teks yang mengemukakan tentang peranan guru dan adminsitratur pendidikan seolah-olah harmonis dan serba sinergis. Padahal kenyataan membuktikan, salah satu faktor yang memberatkan kerja organisasi adalah gejala kesalahpahaman untuk memahami kawan sekerja berkenaan dengan hak dan kewajiban yang berbeda sesuai dengan status pekerjaannya.

Kecenderungan yang terjadi, hampir semua tanggung jawab dan tugas sekolah yang berhubungan dengan siswa selalu dilimpahkan kepada seorang guru. Sedangkan pemberitaan fungsi-fungsi peran yang berbeda baik dari aspek bimbingan konseling, pelayanan birokrasi dan keuangan, serta peran penegak ketertiban dan kedisplinan tidak pernah tersiar secara utuh kepada para siswa.Tentu saja dalam hal ini sumbangsih teori sosiologi cukup strategis guna memberikan gambaran komprehensif tentang gurita konflik yang terbentuk di lingkungan sekolah dalam kaitan pertentangan antar peran. Dengan begitu, para praktisi pendidikan diharapkan memiliki bahan mentah yang lengkap mengenai pola-pola sosial yang tersusun di dunia pendidikan formal beserta varian-varian permasalahannya .Sekolah sebagai suatu sistem, juga dipandang sebagai sebuah organisasi yang berskala luas. Sebagai suatu organisasi, sekolah mempunyai tujuan organisasi. Tujuan itu yang menjadi arah dan mengarahkan sistem sosial bersangkutan. Dalam organisasi sekolah terdapat suatu arus jaringan kerja dari sejumlah posisi yang saling berkaitan (guru, supervisor dan administrator) di dalam rangka mencapai tujuan organisasi.Berdasarkan model organisasi bisa dikatakan bahwa tugas sekolah adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada anak didik. Dalam hubungan ini supervisor berfungsi membina para guru supaya bisa bertugas secara lebih efektif dan tugas formal para administrator sekolah ialah untuk mengkoordinasikan dan memadukan berbagai ragam aktivitas dalam lingkungan sistem sekolah. Para pemegang posisi mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam hubungannya dengan pemegang posisi lain di dalam sistem interaksi mereka.Di antara para guru berbeda-beda pandangan mengenai tujuan sekolah. Begitu juga dengan para praktisi lembaga sekolah lainnya juga tidak mempunyai kesamaan dalam pandangan tuuan pendidikan. Bukti penelitian menunjukkan salah satu sumber utama yang melahirkan konflik dikalangan masyarakat praktisi mengenai tujuan dan program sekolah. Dan mereka tidak sadar akan kontroversi pertentangan mengenai tujuan sekolah. Dan perbedaan itu sering tidak muncul ke permukaan untuk dibahas secara terbuka. Sehingga hal ini menyebabkan adanya penghalang utama untuk keefektifan tindakan kelompok dan harmonisnya hubungan sosial.Kesamaan pendapat mengenai batasan peranan para pemegang posisi pendidikan juga meragukan. Mereka yang bekerja bersama-sama dalam dunia pendidikan, seringkali tak memiliki pandangan atau pendapat yang sama mengenai hak dan kewajiban yang terkait dengan posisinya masing-masing.

Di dalam sekolah juga terdapat konflik intern, yaitu masalah harapan dari pihak lainnya kepada pihak lainnya antar pemegang posisi. Satu sama lain saling memberikan harapan. Harapan ini terkait tugas-tugas yang harus dijalankan oleh setiap pemegang posisi. Begitu juga orang tua wali menginginkan pengaturan masalah kediplinan sekolah, besar uang sekolah, penerimaan murid baru, kelulusan dan lain sebagainya.

Memandang sekolah sebagai suatu organisasi formal, dari kacamata sosiologis menisyaratkan adanya rintangan organisasi yang besar untuk berfungsi secara efektif. Kesimpulan pembahasan ini, ada dua penyebab masalah dalam sekolah. Yaitu kurangnya kata persetujuan mengenai tujuan organisasi sekolah itu sendiri dan kurangnya kesepakatan tentang batasan peranan dari masing-masing pemegang posisi pendidikan .

2. Kontribusi Sosiologi Terhadap Kegiatan Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial

Suatu analisis tentang struktur kompetisi beserta pengaruhnya terhadap prestasi belajar di sekolah menengah, secara nyata mempunyai implikasi untuk mengisolasikan kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi hasil belajar suatu kelas. Gordon dan Bpookover ahli dari Amerika menyarankan pentingnya tinjauan sosiologis di dalam mengkaji struktur dan fungsi ruangan kelas sebagai suatu sistem sosial.

Dewasa ini penelaahan sosiologis dan sosio-psikologis mengenai ruangan kelas sebagai suatu sistem, sudah tak diragukan lagi nilai guna dan kontribusinya. Kontribusi empiris utama dari para sosiolog selama ini, yaitu di dalam menelaah struktur sosiometrik di kelas, dan memilihkan sumber-sumber tekanan dan ketegangan yang dihadapi guru-guru di kelas. Telaah sosiometrik mengungkapkan bahwa ruangan kelas, di dalamnya terdapat anak-anak idiola dan penyendiri, mengenai para guru, hasil penelitian menunjukkan, bahwa kerapkali para guru tidak mengetahui hubungan-hubungan antar pribadi di kalangan murid-muridnya di kelas. Mereka tidak menunjukkan kepekaan yang tinggi mengenai bagaimana sesungguhnya para muridnya mereaksi satu sama lain, mereka sering kali membiarkan bias pribadinya dalam menghadapi para siswanya ketimbang menggunakan asesmen yang tepat melalui sosiometri.

Hal lain yang menyebabkan ketegangan kejiwaan para guru pengajar di kelas salah satunya karena benturan antara struktur otoritas sekolah dengan status profesional guru-guru itu sendiri. Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas di sekolah sudah tentu perlu mengawasi, mengkoordinasikan, dan memadukan semua kegiatan yang berlangsung di sekolah, termasuk juga terhadap sajian pelajaran yang diberikan guru (sesuai dengan kurikulum dan batasan bahan untuk satu semester/tahun). Untuk itu para guru harus bekerja dengan bertanggung jawab (sebagai hamba kurikulum) dan jika tidak maka kepala sekolah bisa menindak guru dengan memberikan sanksi. Hal seperti ini sebenarnya bertentangan dengan tugas seorang guru sebagai tenaga profesional yang memiliki otonomi untuk mengembangakan aktivitasnya dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Otoritas kepala sekolah menimbulkan kekecewaan bagi guru dan bisa mengacaukan pengajaran di kelas. Sehingga menimbulkan adanya jarak sosial antara guru dan kepala sekolah.

Penyebab ketegangan lainnya tumbuh dari perbedaan norma antara yang dianut guru dengan norma yang dianut siswa dalam hubungannya dengan perilaku siswa. Para guru mengharapkan para murid berprestasi sebaik mungkin sesuai potensinya. Sementara itu para siswa tak seberapa konsentrasi dengan harapan gurunya. Mereka lebih berorientasi pada struktur informal dan nilai-nilai dikalangan mereka sendiri. Mereka memiliki sifat asli yang dibawanya dari lingkungannya sendiri. Hal ini mempunyai pengaruh besar terhadap penampilan mereka di sekolah. Jika tiak ada kesesuaian dengan nilai-nilai yang diharapkan guru, maka guru akan bisa tersiksa di dalam proses transaksi pengajarannya dengan para siswa.

Kontribusi lainnya adalah mengenai perilaku siswa yang suka menyendiri. Kekuatan kelompok teman sekelasnya mempunyai pengaruh besar terhadap anak-anak yang terisolasi. Hambatan utama untuk menyembuhkan anak penyendiri bukan terletak pada diri anak itu sendiri, tetapi terletak pada konteks kelas itu sendiri. Selama ini para guru dan bimbingan konseling berasumsi bahwa bimbingan individual adalah satu-satunya cara penyembuhan. Kita harus menyadarkan para guru dan pembimbing bahwa melalui perubahan iklim kelompok/kelas juga suatu alternatif lain yang tak kalah pentingnya dibanding cara individual. Untuk itu dituntut untuk mengeksplorasi bagaimana adanya kehidupan kelas sebagai suatu sistem sosial.Analisis sosiologi juga mengungkapkan ada hubungan yang erat antara tingkah laku dan sikap seseorang dengan latar belakang kelompok atau aspirasi yang digandrunginya. Anak-anak sekolah pada umumnya cenderung untuk membentuk sebuah kelompok atau GANK. Kelompok-kelompok tersebut merupakan tempat berlabuh yang harus diperhitungkan dalam upaya pembinaan tingkah laku siswa. Konsekuensi pentingnya adalah agar pengajar bisa efektif dalam mendidik siswanya maka perlu adanya usaha membendung kekuatan-kekuatan kelompok yang bisa mengacaukan arah pembinaan anak didiknya, dan berupaya mengubah nilai-nilai atau norma-norma kurang sehat di kalangan klik-klik siswa itu sendiri .

3. Kontribusi Sosiologi Terhadap Lingkungan Eksternal Sekolah

Sekolah sebagai suatu sistem tidak berdiri ssendiri dalam dunia hampa. Ia berada dan berfungsi, sebagiannya bergantung pada lingkungan eksternalnya. Sudut pandang sosiologis seperti itu mempunyai banyak implikasi dalam analisis sistem persekolahan.

Implikasi pertama ialah, dengan adanya perubahan-perubahan demografis di dalam sistem sosial yang lebih besar (masyarakat), secara materiil akan mempengaruhi komposisi kesiswaan pada suatu sistem sekolah dan hal itu menyebabkan sering kali ada modifikasi kurikulum. Jumlah urbanisasi yang besar menuntut mereka membutuhkan persekolahan. Fenomena di satu pihak menyebabkan sekolah-sekolah di desa kekurangan murid dan sebaliknya sekolah di kota tidak muat menampung banyaknya siswa yang mau masuk sekolah. Hal tersebut mengungkapkan betapa pentingnya pendekatan tersendiri dalam perencanaan sekolah baik di desa atau di kota yang jarang diperhatikan dunia pendidikan.

Aspek kedua adalah terkait struktur kelas sosial di masyarakat. Dari hasil penelitian, menyatakan bahwa kebanyakan aspek-aspek dalam penunaian fungsi persekolahan diengaruhi oleh fenomena kelas sosial. Pelaksanaan penilaian beserta kriteria yang digunakan dalam eveluasi hasil belajar siswa tampaknya ada hubungan dengn posisi kelas sosial siswa dan guru. Selain itu mobilitas aspirasi para siswa, angka putus sekolah, partisipasi siswa dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler, tingkah laku berpacaran siswa, dan pola persahabatan di kalangan siswa, tampaknya juga dipengaruhi oleh karakter sosial-ekonomi dari keluarga/orang tua siswa.

Aspek yang ketiga adalah stuktur kekuasaan di masyarakat. Pengelolaan program pendidikan di sekolah-sekolah membutuhkan topangan dana yang tidak sedikit, dan hal itu sedikit banyak mempengaruhi mutu program dan hasil pendidikan. Seberpa banyak subsisi ke dunia pendidikan, baik dari pemerintah lokal atau nasional, kenyataannya bergantung pada para pengambil kebijakan di lingkungan struktur kekuasaan yang ada. Sehingga tidak heran jika para administratur pendidikan juga menunjukkan minatnya untuk menelaah struktur kekuasaan yang berlangsung di masyarakat, dan untuk itu lazimnya menyertakan ahli-ahli sosiologi.

Kontribusi keempat sosiologi terhadap lingkungan eksternal sekolah adalah penelitian rantaian penghubung antara sekolah dengan masyarakat. Keberadaan badan pertimbangan sekolah biasanya diasumsikan dengan tidak adanya proporsional asal strata para anggota badan pertimbangan sekolah (strata atas terhadap strata ekonomis) mengakibatkan adanya bias konservatif dalam pertimbangan-pertimbangannya. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tingkah laku para anggota badan pertimbangan dan memotivasinya untuk menduduki jabatan tersebut terhadap penampilan dan kepuasan kerja para penilik kepala. Faktor lain seperti agama, pekerjaan, dan penghasilan terhadap tingkah laku para anggota. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa serba sulit bagi perkembangan sekolah, meskipun seringkali diabaikan, dengan adanya variabel tingkah laku kelompok kecil orang-orang awam dalam badan pertimabangan sekolah. Hal ini menyebabkan adanya upaya untuk meningkatkan mutu anggota badan pertinbangan sekolah.

Kontribusi yang kelima yaitu bertolak dari telaahan terhdap konflik antara peranan dimana para tenaga kependidikan dihadapkan pada benturan kepentingan dari posisi yang dipegangnya dalam sistem persekolahan dengan posisinya di dalam sistem sosial lain. Banyak harapan-harapan yang terkait dengan posisi guru, dalam kenyataannya berbenturan dengan harapan-harapan posisi lain yang dipegangnya di luar sistem persekolahan.

Hasil penemuan-penemuan diatas menyokong suatu prosisi bahwa konflik antar peranan di antara posisi di sistem persekolahan dengan lingkungan eksternal, merupakan sumber potensial utama lahirnya ketegangan di kalangan praktisi pendidikan, termasuk juga bagi para guru. Dengan tinjauan dan analisis sosiologis, para praktisi pendidikan bisa secara lebih realistis dan peka mengkaji kekuatan-kekuatan majemuk yang ada dan berlangsung dalam konteks penyelenggaraan pendidikan. Dengan sokongan penglihatan dan konsep-konsep sosiologis para praktisi pendidikan bisa lebih jeli memperhitungkan faktor-faktor organisasi, budaya, dan personal di lingkungan kerjanya masing-masing .

D. Perbandingan Perkembangan Sosiologi

a. Perkembangan Sosiologi Secara GlobalSebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan pandangan baru pada saat itu. Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun 1876. Ia menerapkan teeori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian.

Seorang Amerika Lester F. Ward yang menerbitkan bukunya Dynamic Sociology dalam tahun 1883, menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh para sosiolog.

Seorang Perancis, Emile Durkheim menunjukkan pentingnya metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya Rules of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895, menggambarkan metodologi yang kemudian ia teruskan penelaahannya dalam bukunya berjudul Suicide yang diterbitkan pada tahun 1897. Buku itu memuat tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia merencanakan disain risetnya dan kemudian mengumpulkan sejumlah besar data tentang ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri dan dari data tersebut ia menarik suatu teori tentang bunuh diri.

Kuliah-kuliah sosiologi muncul di berbagai universitas sekitar tahun 1890-an. The American Journal of Sociology memulai publikasinya pada tahun 1895 dan The American Sociological Society (sekarang bernama American Sociological Association) diorganisasikan dalam tahun 1905. Sosiolog Amerika kebanyakan berasal dari pedesaan dan mereka kebanyakan pula berasal dari para pekerja sosial; sosiolog Eropa sebagian besar berasal dari bidang-bidang sejarah, ekonomi politik atau filsafat.

Urbanisasi dan industrialisasi di Amerika pada tahun 1900-an telah menciptakan masalah sosial. Hal ini mendorong para sosiolog Amerika untuk mencari solusinya. Mereka melihat sosiologi sebagai pedoman ilmiah untuk kemajuan sosial. Sehingga kemudian ketika terbitnya edisi awal American Journal of Sociology isinya hanya sedikit yang mengandung artikel atau riset ilmiah, tetapi banyak berisi tentang peringatan dan nasihat akibat urbanisasi dan industrialisasi. Sebagai contoh suatu artikel yang terbit di tahun 1903 berjudul The Social Effect of The Eight Hour Day tidak mengandung data faktual atau eksperimental. Tetapi lebih berisi pada manfaat sosial dari hari kerja yang lebih pendek.

Namun pada tahun 1930-an beberapa jurnal sosiologi yang ada lebih berisi artikel riset dan deskripsi ilmiah. Sosilogi kemudian menjadi suatu pengetahuan ilmiah dengan teorinya yang didasarkan pada obeservasi ilmiah, bukan pada spekulasi-spekulasi.

Para sosiolog tersebut pada dasarnya merupakan ahli filsafat sosial. Mereka mengajak agar para sosiolog yang lain mengumpulkan, menyusun, dan mengklasifikasikan data yang nyata, dan dari kenyataan itu disusun teori sosial yang baik.

Bapak Pendiri Sosiologi (The Founding Fathers Of Sosiology) yang sampai kini pikirannya masih dipakai dalam teori sosiologi, yaitu Auguste Comte, Karl Marx, Max Weber, dan Emile Durkheim. Pandangan mereka telah memberi stimulan diskusi panjang tentang pelbagai persoalan terkait dgn kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Pandangan mereka juga digunakan dalam disiplin ilmu social lain seperti ilmu politik, ekonomi, antropologi, dan sejarah.

b. Perkembangan Sosiologi di IndonesiaSejak jaman kerajaan di Indonesia sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia. Misalnya saja Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri PAduka Mangkunegoro dari Surakarta, mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek Sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations).

Ki Hajar Dewantoro, pelopor utama pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan di bidang sosiologi terutama mengenai konsep-konsep kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dengan nyata di praktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.

Pada masa penjajahan Belanda ada beberapa karya tulis orang berkebangsaan belanda yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai perhatiannya seperti Snouck Hurgronje, C. Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll. Dalam karya mereka tampak unsur-unsur Sosiologi di dalamnya yang dikupas secara ilmiah tetapi kesemuanya hanya dikupas dalam kerangka non sosiologis dan tidak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Sosiologi pada waktu itu dianggap sebagai Ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain Sosiologi ketika itu belum dianggap cukup penting dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan, terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.

Kuliah-kuliah Sosiologi mulai diberikan sebelum Perang Dunia ke dua diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta. Inipun kuliah Sosiologi masih sebagai pelengkap bagi pelajaran Ilmu Hukum. Sosiologi yang dikuliahkan sebagin besar bersifat filsafat Sosial dan Teoritis, berdasarkan hasil karya Alfred Vierkandt, Leopold Von Wiese, Bierens de Haan, Steinmetz dan sebagainya.

Pada tahun 1934/1935 kuliah-kuliah Sosiologi pada sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan. Para Guru Besar yang bertaggung jawab menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan dan bentuk susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam pelajaran hukum.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM . Beliau memberika kuliah dalam bahasa Indonesai ini merupakan suatu yang baru, karena sebelum perang dunia ke dua semua perguruan tinggi diberikan da;am bahasa Belanda. Pada Akademi Ilmu Politik tersebut, sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan dalam Jurusan Pemerintahan dalam Negeri, hubungan luar negeri dan publisistik. Kemudian pendidkikan mulai di buka dengan memberikan kesempatan kepara para mahasiswa dan sarjana untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuan tentang sosiologi.

Buku Sosiologi mulai diterbitkan sejak satu tahun pecahnya revolus fisik. Buku tersebut berjudul Sosiologi Indonesai oleh Djody Gondokusumo, memuat tentang beberapa pengertian elementer dari Sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai Filsafat.

Selanjutnya buku karangan Hassan Shadily dengan judul Sosilogi Untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan merupakan buku pelajaran pertama yang berbahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern.

Para pengajar sosiologi teoritis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene Maatschapppijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maatschapppij.

Buku-buku Sosiologi lainnya adalah Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas karya Mayor Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum perang dunia kedua pada universitas Leiden di Belanda. Beliau juga menulis buku berjudul Pengantar Sosiologi Pengetahuan, Hukum dan politik terbit pada tahun 1967. Penulis lainnya Selo Soemardjan menulis buku Social Changes in Yogyakarta pada tahun 1962. Selo Soemardjan bersama Soelaeman Soemardi, menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia dirangkum dalam buku Setangkai Bunga Sosiologi terbit tahun 1964.

Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mngkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.

Penelitian-penelitian sosiologi di Indonesai belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh karena masyarakat masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat majemuk yang mencakup berates suku.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanIstilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy, yang diterbitkan dalam tahun 1838.Sosiologi pendidikan merupakan suatu disiplin yang menjadi perhatian, baik ahli sosiologi maupun ahli pendidikan, dan keduanya telah memberikan konstribusi berharga. Prof. Stewart juga mengemukan tentang masalah dalam sosiologi pendidikan mengenai mata kuliah guru, seperti juga disarankan oleh Mannheim, ada tiga mata kuliah (mata ajaran) untuk dikuliahkan pada lembaga pendidikan guru, diantaranya: Sosiologi mengajar, Sosiologi Pendidikan, Sosiologi untuk guru. Dan ketiganya akan memperluas pendidikan guru dalam sosiologi pendidikan. Dalam bukunya Jehsen, perkembangan sosiologi pendidikan, ialah memperdebatkan kedua istilah antara Educational Sosiologi dan Sociology Education yang sama-sama memantapkan adanya satu disiplin ilmu yaitu sosiologi pendidikan itu sendiri. Jensen juga berpendapat, bahwa sosiologi merupakan suatu bidang telaahan praktis, memperhatikan segi-segi sosiologis maupun sosial psikologis yang relevan atau berkaitan secara logis dengan permasalahan-permasalahan pendidikan.

Di Indonesia sendiri, sebenarnya para raja dan pemimpin di Indonesia sudah mempraktikkan unsur-unsur Sosiologi dalam kebijakannya begitu pula para pujangga Indonesia.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya member kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (kemudia menjadi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik UGM .

Dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan politik atau Fakultas Ilmu Sosial. Sampai saat ini belum ada Universitas yang mengkhususkan sosiologi dalam suatu fakultas sendiri, namun telah ada Jurusan Sosiologi pada beberapa fakultas Sosial dan Politik UGM, UI dan UNPAD.

Banyak nama atau orang Indonesia yang menjadi ahli atau sosiolog besar dalam perkembangan sosiologi di Indonesi. Diantaranya adalah Prof. Dr. Selo Soemardjan, Prof Dr Paulus Wirutomo dan Arief Budiman

DAFTAR PUSTAKAMudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Putri, Detira. dkk. 2010. Makalah Pendidikan Indonesia di Masa Depan. Makalah

tidak diterbikan. Medan: Universitas Al-washliyah Medan.

Samingan. 2009. Makalah Pendidikan Masa Depan Indonesia. Makalah tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Islam Sunan Kalijaga.

Tirtarahaja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Marucill (2008). Perkembangan Sosiologi Pendidikan. http://marucill83.wordpress.com/2008/11/05/perkembangan-sosiologi-pendidikan/. 05 November 2008.

H. Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).

Muhadjirin, Muhammad Aiz (2008). http://muhammadaiz.wordpress.com/materi-sosiologi-pendidikan/

Padil, Moh, Supriyatno, Triyo. 2007. Sosiologi Pendidikan. UIN Press : Malang.Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. Usaha Nasional : Surabaya.Robinson, Philip. 1986. Sosiologi Pendidikan. C.V Rajawali : Jakarta.

Putwanto, Joko dkk (2011). Kontribusi Sosiologi dalam Dunia Pendidikan. http://blog.uin-malang.ac.id/jokopurwanto/2011/04/27/78/ , 27 April 2011.

ii

i

iii

iv

ii

1

29

7

27

26

25

24

28

23

22

21

20

19

18

17

16

15

14

13

12

11

10

9

6

5

4

3

2

30

8

Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. Sosiologi Pendidikan. PT. Ciputat Press. Jakarta, Hal 1

Redja Mudyahardjo,Pengantar Pendidikan ( Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2001 ),hlm. 3.

Ibid, hlm. 6.

Ibid, hlm. 11.

Drs. H. Muhyi Batubara, M. Sc. Sosiologi Pendidikan. PT. Ciputat Press. Jakarta, Hal 8