25
2.1 Kegiatan Pembelajaran 2 Perkembangan Seni Rupa Nusantara Sejak dahulu telah terjadi saling pengaruh-mempengaruhi dalam kebudayaan antara suatu bangsa (termasuk Nusantara) dengan bangsa lain. Bentuk kebudayaan Nusantara sekarang merupakan hasil perkembangan selama berabad- abad, dan dalam perkembangan tersebut sejumlah kebudayaan luar misalnya Cina, Hindu, Islam dan Barat telah turut memberikan andil bagi terbentuknya kebudayaan/kesenian Nusantara ini. Percampuran kebudayaan suata bangsa dengan kebudayaan bangsa pendatang disebut akulturasi. Dalam proses akulturasi, peranan kebudayaan asli lebih kuat dibandingkan dengan kebudayaan luar yang datang. Bangsa Eropa yang modern dan maju pun tidak luput dari pengaruh bangsa lain sebelumnya, contohnya Bangsa Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir Kuno, Arab dll. Dalam uraian sekarang akan diutarakan pengaruh-pengaruh seni rupa mancanagara, terutama gaya dan temanya yang mempengaruhi karya seni rupa di Nusantara. Secara umum perkembangan seni rupa Nusantara dibagi dalam 4 periode sebagai berikut: A. Periode Prasejarah, Periode prasejarah adalah periode dimana unsur-unsur atau pengaruh kebudayaan Hindu/Buddha, Islam dan Barat belum sampai di kepulauan Nusantara. Zaman ini memiliki ciri budaya yang paling tua dan murni. Benda- benda bersejarah (yang kemudian diketegorikan sebagai karya seni rupa) pada periode ini tidak jauh berbeda dengan bentuk karya seni rupa dari kebudayaan prasejarah dibelahan dunia lainnya. Karya seni rupa yang dihasilkan pada periode ini adalah Lukisan, Bangunan Megalit, Seni patung/arca dan Seni kriya. Pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-benda prasejarah yang kemudian dikategorikan sebagai karya seni ini umumnya

Perkembangan Seni Rupa Nusantara - Direktori File UPIfile.upi.edu/Direktori/FPSD/JUR._PEND._SENI_RUPA/... · 2012-03-08 · rupa di Nusantara. Secara umum perkembangan seni rupa Nusantara

  • Upload
    others

  • View
    32

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

2.1

Kegiatan Pembelajaran 2

Perkembangan Seni Rupa Nusantara

Sejak dahulu telah terjadi saling pengaruh-mempengaruhi dalam

kebudayaan antara suatu bangsa (termasuk Nusantara) dengan bangsa lain. Bentuk

kebudayaan Nusantara sekarang merupakan hasil perkembangan selama berabad-

abad, dan dalam perkembangan tersebut sejumlah kebudayaan luar misalnya Cina,

Hindu, Islam dan Barat telah turut memberikan andil bagi terbentuknya

kebudayaan/kesenian Nusantara ini. Percampuran kebudayaan suata bangsa

dengan kebudayaan bangsa pendatang disebut akulturasi. Dalam proses akulturasi,

peranan kebudayaan asli lebih kuat dibandingkan dengan kebudayaan luar yang

datang.

Bangsa Eropa yang modern dan maju pun tidak luput dari pengaruh

bangsa lain sebelumnya, contohnya Bangsa Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir

Kuno, Arab dll. Dalam uraian sekarang akan diutarakan pengaruh-pengaruh seni

rupa mancanagara, terutama gaya dan temanya yang mempengaruhi karya seni

rupa di Nusantara.

Secara umum perkembangan seni rupa Nusantara dibagi dalam 4 periode

sebagai berikut:

A. Periode Prasejarah,

Periode prasejarah adalah periode dimana unsur-unsur atau pengaruh

kebudayaan Hindu/Buddha, Islam dan Barat belum sampai di kepulauan

Nusantara. Zaman ini memiliki ciri budaya yang paling tua dan murni. Benda-

benda bersejarah (yang kemudian diketegorikan sebagai karya seni rupa) pada

periode ini tidak jauh berbeda dengan bentuk karya seni rupa dari kebudayaan

prasejarah dibelahan dunia lainnya. Karya seni rupa yang dihasilkan pada periode

ini adalah Lukisan, Bangunan Megalit, Seni patung/arca dan Seni kriya.

Pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu

sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-benda

prasejarah yang kemudian dikategorikan sebagai karya seni ini umumnya

2.2

memiliki nilai magis atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap kekuatan

tertentu yang ada diluar manusia. (animisme dan dinamisme). Semakin unik atau

besar ukurannya semakin besar pula daya magis yang dimilikinya.

Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa prasejarah ini dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Seni Lukis

b. Bangunan Megalitik

c. Seni Patung/Arca

d. Seni Kriya

Patung prasejarah berasal dari Batu Gajah Sumatra Selatan

Replika seni rupa prasejarah, arca menhir ”Tadu Lako” dari

Lembah Besoa, Kecamatan Poso

2.3

Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif tangan manusia

Di Gua Abba, Darembang, Irian Jaya

Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif manusia dan perahu

erletak di Risatot, Pulau Arguni, Teluk MacCluer, Irian Jaya.

2.4

Seni Bangunan Prasejarah ”Punden Berundak”

Bangunan megalit ”Dolmen”

Nekara (kiri) dan moko (kanan) merupakan seni kriya zaman prasejarah

2.5

B. Periode Hindu - Buddha

Periode Hindu-Buddha pada perkembangan seni rupa di Nusantara sering pula

disebut sebagai era seni rupa Klasik. Pengaruh yang datang berangsur-angsur dari

Persia, Cina dan India secara perlahan diadaptasi oleh masyarakat di kepulauan

Nusantara. Secara positif sekitar abad V dapat dikatakan kebudayaan India telah

masuk dan berasimilasi dengan kebudayaan Nusantara. Pengaruh kebudayaan

Hindu dan Buddha ini pengaruhnya meluas diseluruh kepulauan Nusantara

kecuali di sebagian wilayah Indonesia Timur. Periode ini berlangsung antara abad

V hingga abad XV Masehi.

Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini

diantaranya seni arsitektur, seni patung/arca, seni relief dan benda-banda kriya.

Seni Arsitektur mendominasi karya seni rupa penninggalan zaman ini terutama

bangunan-bangunan sakral seperti candi. Baberapa diantaranya sangat terkenal

seperti candi Prambanan dan Borobudur di Jawa Tengah. Candi borobudur bahkan

menjadi salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia”.

Seperti halnya zaman presejarah, pola kehidupan dan sistem kepercayaan

masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya

seni yang dihasilkannya. Benda-benda prasejarah yang kemudian dikategorikan

sebagai karya seni ini umumnya memiliki nilai sakral atau dibuat dengan landasan

keyakinan terhadap Hindu dan Buddha atau penghormatan terhadap penguasa

yang dianggap titisan atau keturunan dewa.

Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada

zaman Hindu-Buddha ini dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Seni Arsitektur

b. Seni Relief

c. Seni Patung/Arca

d. Seni Kriya

2.6

Patung dari zaman Indonesia Hindu,

menggambarkan tokoh Prabu Kertarajasa (kiri) dan Ratu Kendedes (kanan)

Candi Borobudur, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu

2.7

Candi Prambanan, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu

C. Periode Seni Rupa Islam

Walaupun kebudayaan Islam telah masuk ke kepulauan Nusantara sejak abad

VII, tetapi kekuasaan politik yangdipengaruhi kebudayaan Islam baru muncul

sekitar abad XIII. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, jenis kesenian (seni rupa)

yang) berkembang sejak masuknya pengaruh kebudayaan Islam sangat

dipengaruhi kebudayaan asal dari mana penyebar agama Islam tersebut berasal.

2.8

Pada perkembangannya di Nusantara, kebudayaan Islam ini bahkan berasimilasi

dengan kebudayaan masyarakat setempat yang sudah dipengaruhi terlebih dahulu

oleh kebudayaan Hindu dan Buddha. Proses asimilisi dan akulturasi ini bahkan

memperkaya khasanah seni budaya Nusantara.

Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini

diantaranya seni arsitektur, seni relief/hias ornamen kaligrafi dan benda-banda

kriya. Seni Arsitektur peninggalan zaman ini terutama diantaranya bangunan-

bangunan sakral seperti masjid dan makam serta bangunan profan seperti istana.

Selain mengadaptasi kebudayaan Hindu dan Buddha, seni bangunan pada masa ini

dipengaruhi pula dengan bentuk-bentuk bangunan asli daerah. Sifat dari

kebudayaan Islam yang dibawa dan berkembang di kepulauan Nusantara ini

menyebabkan munculnya berbagai ragam bentuk mesjid diberbagai daerah di

Nusantara. Berdirinya mesjid agung dilingkungan pusat pemerintahan pada setiap

daerah di Indonesia merupakan pengaruh dari sistem pemerintahan yang di

wariskan kebudayaan Islam di Indonesia.

Seperti halnya zaman sebelumnya, pola kehidupan dan sistem kepercayaan

masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya

seni yang dihasilkannya. Benda-benda budaya yang kemudian dikategorikan

sebagai karya seni yang berkembang pada zaman ini tidak hanya yang memiliki

nilai sakral atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap agama atau

penghormatan terhadap penguasa. Banyak benda-benda profan di buat untuk

keperluan sehari-hari. Keyakinan untuk tidak menggambarkan mahluk hidup pada

kebudayaan Islam menyebabkan seni lukis dan patung tidak terlalu berkembang.

Kondisi ini justru menyebabkan seni relief dan ukir serta seni ornamentik yang

berlandaskan tulisan kaligrafi berkembang pesat. Benda-benda kriya seperti Batik,

wayang, dan benda-benda pusaka berkembang pada masa ini merupakan

perpaduan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan sebelumnya (Hindu-

Buddha) dan dengan kepercayaan masyarakat setempat.

Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada

zaman Islam ini dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Seni Arsitektur (seni bangunan)

2.9

b. Seni Kriya

c. Seni Kaligrafi

Lukisan kaligrafi dengan objek tokoh pewayangan “Semar”

Lukisan kaca dengan objek kaligrafi

2.10

Karya seni rupa zaman Islam di Indonesia

nisan putri raja Pasai (kanan) dan Maulana malik Ibrahim di Gresik (kiri)

Seni bangunan masjid kuno di Aceh

2.11

2.12

D. Periode Seni Rupa Baru

Berbeda dari zaman-zaman sebelumnya, ekspresi dalam karya seni rupa baru

memiliki fungsi tidak semata-mata untuk kepentingan rituil. Walaupun tetap

memiliki fungsi untuk mengisi bathin manusia, karya seni rupa baru Indonesia

atau Nusantara ini cenderung berkembang mengikuti arah perkembangan seni

rupa Modern di Barat (Eropa). Kategorisasi karya seni rupa Baru di Nusantara ini

seperti juga perkembangannya di Eropa merujuk pada karya seni lukis dan patung.

Perkembangan seni rupa baru di Nusantara ini umumnya dibagi ke dalam

beberapa masa yaitu:

1. Masa Perintisan Raden Saleh. Periode ini dinamai sesuai dengan nama

tokoh perupa pada masa itu yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman yang

dilahirkan di Terbaya, Semarang tahun 1807 dan wafat di Bogor pada tahun

1880. Raden Saleh dianggap sebagai bapak seni rupa Modern Indonesia

karena beliau dianggap orang Indonesia pertama yang mendapat pendidikan

dan berkarya seni rupa Modern. Raden saleh menguasai teknik melukis

realistis naturalistis yang sangat mendetail sebagai warisan tradisi seni lukis

Renaisan Eropa pada masa itu.

2.13

Lukisan karya Raden Saleh

2. Periode Indonesia Molek atau “Mooi Indie”. Lebih dari setengah abad

setelah meninggalnya Raden Saleh, barulah dikenal pelukis-pelukis pribumi

seperti Abdullah Suryosubroto putra dari dokter Wahidin Sudirohusodo

pendiri “Boedi Utomo”, Wakidi, dan Pringadi. Ciri khas karya pada periode

ini sesuai dengan namanya, menggambarkan pemandangan alam Nusantara

yang indah. Gagasan melukisakan pemandangan alam yang indah ini tidak

hadir begitu saja, tetapi dipengaruhi konsumen seni lukis pada masa itu yang

menggemari lukisan pemandangan alam Nusantara. Ciri yang menyimpang

dari masa itu adalah yang dilakukan oleh Basuki Abdullah putra dari

Abdullah Suryosubroto yang melukis objek manusia, hal yang beru dilakukan

lagi oleh pelukis pribumi sejak era Raden Saleh. Pada masa ini pula dikenal

Rudolf Bonet, pelukis asal Nederland yang banyak berjasa mengilhami

pelukis dan seniman tradisional Bali, memberikan warna modern pada karya-

karya seni rupa Bali.

2.14

Lukisan karya Rudolf Bonnet

Lukisan pemandangan karya Pringadie

3. Periode setelah Berdirinya PERSAGI. Periode PERSAGI adalah masa

dalam perkembangan seni lukis Indonesia yang ditandai dengan berdirinya

perkumpulan Persatuan Ahli Gambar Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1938

yang didirikan oleh Agus Djaya dan Sudjojono. Berbeda dengan masa

2.15

sebelumnya, era pelukis PERSAGI ini seperti juga pengaruh perkembangan

seni rupa di Eropa lebih bersifat individual dengan menonjolkan ekspresi

seniman secara pribadi. Penggambaran objeknya tidak lagi melulu melukiskan

keindahan dengan gaya realis naturalis, tetapi cenderung impresif dan

ekspresif. Pada masa ini mulai dikenal pelukis perempuan seperti Maryati

Affandi dan Suleha Angkama.

Lukisan karya Sudjojono

4. Periode zaman Pendudukan Jepang 1942-1945. Sesuai dengan namanya,

periode ini menunjukkan perkembangan atau aktivitas seni rupa di Indonesia

sejak pendudukan Jepang di tahun 1942 hingga Proklamasi Kemerdekaan

pada tahun 1945. Walaupun masa pendudukan Jepang ini relatif hanya

sebentar, tetapi kesempatan yang diberikan pemerintah Pendudukan Jepang

terhadap perkembangan kesenian di Indonesia cukup memberikan dorongan

bagi para seniman Indonesia. Salah satu dukungan tersebut diantaranya

dengan memberikan fasilitas kegiatan melukis dan pameran bagi seniman-

seniman Indonesia yang diwadahi oleh Bagian Seni Rupa kantor Keimin

2.16

Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Pada msa inilah dikenal nama-nama

pelukis seperti Otto Djaja, Henk Ngantung, Hendra Gunawan, Affandi, Barli

Sasmitawinata, Muchtar Apin, Trubus dsb. Dari sekian nama tersebut,

Affandi menjadi salah satu pelukis yang paling menonjol, karya-karyanya

tidak saja diakui di Indonesia tetapi juga diakui di Eropa sebagai salah satu

karya ekspresionis terbaik dunia.

Potret diri karya Affandi

5. Periode pendirian sanggar-sanggar 1945-1950. Periode pendirian sanggar-

sanggar ini ditandai terutama karena momentum Proklamasi kemerdekaan

Indonesia. Kebebasan yang dihirup bangsa ini setelah melepaskan dari dari

penjajahan Belanda dan Jepang sedikit banyak berpengaruh terhadap

semangat untuk mendirikan sanggar-sanggar seni rupa di berbagai daerah di

Indonesia seperti di Padang, Medan, Ujung Pandang, Bandung, Yogyakarta,

Surakarta, Madiun, Surabaya dan Jakarta. Corak dan gaya lukisan yang

dihasilkan seniman pada periode ini cukup bervariasi, warna-warna tradisi

(motif-motif dekoratif) yang bersumber dari kebudayaan lokal juga mewarnai

bentuk dan gaya lukisan yang dihasilkan seniman pada masa ini. Salah satu

tema yang cukup menonjol adalah tema-tema perjuangan. Hal tersebut

2.17

tidaklah mengherankan karena situasi dan kondisi setelah tahun 1945

memaksa bangsa Indonesia menghadapi perang revolusi fisik hingga tahun

1949.

6. Periode setelah tahun 1950. Periode ini kerap juga disebut sebagai periode

pendidikan formil seni rupa. Pada periode ini peran sanggar digantikan oleh

berdirinya perguruan tinggi seni rupa seperti ASRI di Yogyakarta dan

Departemen Seni Rupa di Sekolah Tinggi Teknik Bandung yang sekarang

dikenal dengan nama Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi

Bandung. Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan formil dalam bidang seni

rupa ini semakin memperkokoh perkembangan seni rupa Modern di

Indonesia. Perkembangan ini semakin diperkuat dengan berdirinya lembaga-

lembaga pendidikan guru seni rupa (Jurusan Pendidikan Seni Rupa) di seluruh

IKIP di Indonesia. Melalui lembaga-lembaga pendidikan formil ini konsep

dan teknik berkarya seni rupa Modern dipelajari dan dimasyarakatkan

termasuk mengembangkan jenis-jenis seni rupa lainnya seperti seni patung

dan seni grafis.

7. Periode Gerakan Seni Rupa Baru. Periode GSRB merupakan periode

terakhir dari perkembangan seni rupa Modern di Indonesia. Para perupa

akademis dari beberapa perguruan tinggi seni rupa di Yogyakarta dan

Bandung mendeklarasikan gerakan seni rupa baru yang menentang

kemapanan pakem dan konsep seni modern yang sudah berakar kuat dalam

kurikulum pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Para perupa ini juga

menentang dominasi seniman atau perupa senior dalam peta seni rupa

Indonesia yang dianggap kurang memberikan tempat bagi para perupa yang

lebih junior seperti keikut sertaan seniman dalam event-event internasional

mewakili Indonesia yang diwakili oleh seniman tertentu saja. Para perupa

muda ini juga mempertanyakan kecenderungan dominasi karya seni lukis di

2.18

atas karya-karya seni rupa lainnya. Dalam salah satu kegiatan pameran yang

bertajuk Gerakan Seni Rupa Baru, para perupa muda ini menampilkan

berbagai bentuk karya seni rupa yang “menyimpang” dari bentuk karya seni

rupa sebelumnya. Mereka menggunakan berbagai medium yang tidak lazim

digunakan dalam berkarya seni seperti penggunaan benda-benda keperluan

sehari-hari. Perkembangan ini sebenarnya tidak terjadi begitu saja,

perkembangan seni rupa pasca modernisme di Eropa dan Amerika diduga

mempengaruhi pemikiran dan konsep para perupa muda ini. Gerakan seni

rupa Postmodern yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Seni Rupa

Kontemporer” ini selanjutnya mewarnai karya-karya seni rupa di Indonesia.

Walaupun kurikulum pendidikan tinggi seni rupa hingga saat ini belum

mengadaptasi jenis kesenian ini, tetapi sebagai sebuah fenomena yang

mendunia, gerakan seni rupa Kontemporer telah menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari perkembangan seni rupa di Indonesia. Seni rupa

Kontemporer tidak lagi mengenal penggolongan jenis karya seni rupa seperti

seni lukis, seni patung atau seni grafis. Para penganut gerakan ini cenderung

menggolongkan jenis karya seni rupa pada dimensi kebentukannya saja

seperti karya seni dua dimensi, tiga dimensi atau multi dimensi. Salah satu

keunikan yang merupakan perkembangan termutakhir seni rupa Kontemporer

di Indonesia adalah digunakannya teknologi informasi dan komunikasi

sebagai medium berkarya seni, sesuatu yang tidak mungkin ada pada periode

atau masa-masa sebelumnya. Pada periode terakhir ini kita menjumpai

bentuk-bentuk karya seni rupa yang unik perpaduan antara seni dan teknologi

canggih seperti video art, web art, celluler art, dsb.

2.19

Karya Jim Supangkat yang diatampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru

Karya seni rupa yang ditampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru

2.20

Seni rupa kontemporer tiga dimensi dari bahan batu dan komputer

yang dimanfaatkan sebagai tiang antene parabola

2.21

Rangkuman

Perkembangan tema dan gaya pada karya seni rupa Nusantara telah

mencapai periode seni klasik yang dapat kita saksikan pada berbagai macam

benda kerajinan dan bangunan tradisional. Seni klasik di sini artinya seni yang

dianggap telah mencapai mutu tinggi (puncak). Zaman seni rupa Indonesia-Hindu

seringkali disebut oleh para ahli sejarah seni rupa sebagai masa seni rupa Klasik di

Indonesia. Perhatikan bagaimana mutu bangunan-bangunan bersejarah berikut

hiasannya di Nusantara. Karya seni rupa Nusantara klasik lainnya yang juga

dianggap bernilai tinggi adalah seni wayang (wayang kulit, wayang golek).

Perhatikan, di mana letak perbedaan gaya wayang golek dengan wayang kulit.

Perhatikan juga bagaimana kekhasan watak-watak tokoh digambarkan secara

mengagumkan. Amatilah tema apa yang ada pada ukiran Toraja, patung Asmat,

Tanimbar atau Bali. Masih banyak peninggalan karya seni Nusantara yang dapat

dijelaskan.

Pada zaman yang lebih kemudian. gaya dan aliran dalam seni rupa

Nusantara dipengaruhi perkembangan seni di Eropa. Contoh, karya senirupawan

Raden Saleh menganut aliran Romantisme, karena ia berguru ke Eropa yang pada

waktu itu aliran Romantisme di sana sedang populer. Setelah masa kekosongan

perkembangan (Raden Saleh tidak mempunyai murid yang dapat melanjutkan

perkembangan seni), muncullah para pelukis pribumi seperti Pringadie, Abdoellah

Sr., Basoeki Bdullah, yang menganut aliran Naturalisme, Sudjojono, tokoh yang

tergolong beraliran Realisme, dan Affandi yang beraliran Ekspresionisme.

Selanjutnya berbagai aliran bermunculan sebagai akibat pengaruh perkembangan

seni modem di Barat. Seniman modern Indonesia antara lain: A. Sadali, But

Mukhtar, Sunaryo, Amri Yahya, Rusli, Hardi, Jeihan, Pirous, dan sebagainya.

Perkembangan paling akhir dalam dunia seni rupa di Indonesia adalah

munculnya gerakan seni rupa Kontemporer. Gerakan yang diawali sejak

kemunculan “Gerakan Seni Rupa Baru” pada pertengahan tujuhpuluhan ini kerap

menggunakan/memadukan berbagai medium dalam berkarya, memadukan

berbagai cabang seni (musik dan gerak) serta menggunakan pula teknologi

2.22

informasi/komunikasi seperti televisi, video dan komputer (web art) sebagai basis

karya-karyanya. Penganut gerakan ini tidak lagi menggunakan batasan-batasan

(penggolongan) seni seperti seni lukis, patung, grafis atau pembagian seni murni

dan seni pakai. Pembagian yang dikenal atau lazim digunakan kelompok ini

hanyalah seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Gerakan seni rupa Kontemporer

di Indonesia umumnya dikenali dengan karya-karya instalasi, performen dan

video art.

Latihan

Cobalah kumpulkan berbagai reproduksi foto atau gambar karya seni rupa

Indonesia dari berbagai sumber literatur seperti buku, majalah, koran, media

elektronik dsb. Kemudian deskripsikan berbagai karya seni tersebut dan cobalah

untuk membuat analisis dengan membandingkan berbagai unsir-unsur visual, latar

belakang isi dan tema yang terdapat pada karya-karya tersebut. Diskusikan hasil

analisis tersebut bersama rekan mahasiswa atau dosen anda.

Test Formatif

Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang

disediakan

1. Karya seni rupa dibawah ini termasuk karya seni rupa prasejarah Nusantara

kecuali….

a. Lukisan Gua

b. Nekara

c. Dolmen

d. Arca Budha

2. Dolmen termasuk karya seni bangunan zaman….

a. prasejarah

b. Indonesia purba

c. Majapahit

d. Islam

3. Termasuk karya seni rupa Indonesia Islam:

a. Kaligrafi dan Nisan

b. Kaligrafi dan arca

c. candi dan kaligrafi

d. Kaligrafi dan Relief

4. Karya seni bangunan yang terkenal dari zaman Indonesia Hindu adalah

a. Candi c. Istana

2.23

b. Makam d. semuanya benar

5. Salah satu ciri dari seni rupa Indonesia Islam adalah

a. miskin hiasan

b. objek raja atau dewa

c. menghindari penggambaran yang

realisitis

d. semuanya benar

6. Salah karya seni rupa dua dimensi zaman Indonesia Islam

a. lukisan dinding

b. lukisan binatang

c. lukisan perjuangan

d. lukisan kaca

7. Masa perintisan seni rupa baru di Indonesia ditandai oleh seorang tokoh

pelukis yang terkenal yaitu....

a. Raden Saleh

b. Dr. Wahidin

c. Basuki Abdullah

d. Pringadi

8. Karya seni rupa masa ”moi indie” ditandai dengan karya lukis yang

menggambarkan objek...

a. petani

b. pemdangan

c. perjuangan

d. manusia

9. Era seni rupa indonesia baru setelah tahun 1950 ditandai dengan

a. berdirinya lembaga politik

kebudayaan

b. munculnya seni rupa

kontemporer

c. berdirinya lembaga pendidikan seni

rupa

d. lahirnya gerakan seni rupa Baru

10. Sifat-sifat yang di tunjukkan pendukung seni rupa kontemporer di Indonesia

diantaranya adalah:

a. individualitas dan universalisme

b. anti tradisi dan komunal

c. meniadakan pengkotak-kotakan seni

d. semuanya benar

Daftar Pustaka

Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield

Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto,

1994.

“Bavf-Naf# 1” katalog The Bandung Video, and New Media Art Forum, 7-11

Agustus 2002, Jejaring Artnetworkers, Bandung, 2002

Bonnef, Marcel, Komik Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Forum

Jakarta Paris, Jakarta, 1998

Danto, Arthur C., After The End of Art Contemporary Art and The Pole of

History, Priceton University Press, William Street, Princeton, New

Jersey, 1995.

Dermawan, Budiman, 1988, Pendidikan Seni Rupa untuk SMA Kelas 1 Semester 1

dan 2, Bandung: Ganeca Exact Bandung.

2.24

Diah Latifah dan Harry Sulastianto, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Ganeca

Exact: Bandung, 1994.

Direktorat Jendral Kebudayaan, 1979, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Departeman

Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pencatatan

Kebudayaan Daerah.

”Eksotika Dotkom”, Katalog Pameran Agus Wage, Oktober 2000.

”Evaluasi Sembilan” Katalog Pameran Seni Rupa, Purna Budaya Yogyakarta, 9-

14 Juli 2002.

Ganda Prawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa

PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, Asikin, “ Menyimpang dari Tradisi Modernisasi”, dalam Forum Keadilan,

no 23, Tahun V, 24 Februari 1997

Hertz, Richard, Theories of Contemporary Art, Prentice-Hall, Inc. Englewood

Cliffs, New Jersey, 1985.

Holt, Claire. 200. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia Diterjemahkan

Oleh R.M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan

Indonesia.

Juih, L. Julius, (et. al.). 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 2

SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira.

Juih, L. Julius, at al, 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 3 SLTP

Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira.

Kavolis, Vytautas, History On Art’s Side Social Dynamic In Efflorescences,

Cornel University Press, Itacha, New York, 1972.

Latifah, Diah dan Sulastianto, Harry, 1994, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I,

Bandung: Ganeca Exact.

McCloud, Scott, Understanding Comics (Memahami Komik), Alih Bahasa S.

Kinanti , Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta, Jakarta, 2001.

“Modernism, Modernity, and Contemporary World Art: Contemporary

Indonesian Art In A Global Perspective”, Katalog Pameran Seni

Kontemporer GNB, Contemporary Indonesian Art, 28 April-28 May

1995 TIM Jakarta, 1995.

Pasca Modernisme: Populisme Budaya Massa dan Garda depan”, (terj.) Nug.

Kartjasungkana, Prisma, edisi 1 Januari 1993., LP3ES, Jakarta,

1993.Pelfrey, Robert and Marry Pelfrey, Art and Mass Media, Harper &

Row, London, 1986.

Pirous, Iwan Meulia, “Makna Modernitas bagi Seniman Seni Rupa Modern

Indonesia”, dalam Antropologi Indonesia, Th. XXIV. No 62, Jurusan

Antropologi FISIP UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2000.

Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU kelas I, Erlangga, Jakarta, 1994.

Riyanto, Didik, Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap Batik Printing,CV.Aneka,

Solo, 2002.

Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni,

Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press,

Semarang, 1993

2.25

”Setengah Abad Seni Grafis Indonesia”, Katalog Pameran Seni Grafis,

Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta, Jakarta,

2000.

Setyobudi, et.al., 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk SLTP Kelas 3.

Jakarta: Erlangga.

Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio

Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2000

Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Kanisius,

Yogyakarta, 1996.

Sumartono, (et al.), Outlet,Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia,

Yayasan Seni Cemeti. Yogyakarta, 2000.

Sumartono, “Penelitian Sejarah Seni Rupa Setelah Krisis Modernisme” dalam

Jurnal Seni, edisi I/01-Mei 1991, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 1991.

Supangkat, Jim. “Seni Rupa dan Reformasi” dalam HU. KOMPAS, edisi Minggu,

13 September 1998

Supangkat, Jim. 1996. Multi Kulturalisme/Multimodernisme. Majalah Kalam

Edisi 8. Jakarta.Suradi, A. Prayitno, Membuat Aneka Barang Kerajinan

Cideramata, Humaniora Utama Press, Bandung, 1999.

Syafii, dkk., 2002. Materi Pembelajaran Kertakes SD. Jakarta : Universitas

Terbuka.

Thomson, Jhon B., Ideology and Modern Culture, Polity Press, Cambridge UK,

1990.

Walker, Jhon A., Art In The Age Of Mass Media, Pluto Press, London, 1994.

Yamin, Muhammad, Lukisan Sedjarah, Djambatan, Djakarta, 1956.