33
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) PERKEBUNAN KOPI ARABIKA BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Perkebunan Kopi Arabika

  • Upload
    onri

  • View
    667

  • Download
    5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kopi Arabika

Citation preview

Page 1: Perkebunan Kopi Arabika

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PERKEBUNAN KOPI ARABIKA

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Page 2: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2 b. Tujuan ................................ ................................ ...................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 4 a. Organisasi ................................ ................................ ................. 4 b. Pola Kerjasama ................................ ................................ .......... 6 c. Penyiapan Proyek ................................ ................................ ........ 7 d. Mekanisme Proyek ................................ ................................ ...... 8 e. Perjanjian Kerjasama ................................ ................................ .. 9

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ....... 11 a. Peluang Pasar ................................ ................................ .......... 11 b. Produksi Kopi ................................ ................................ ........... 13 c. Situasi Persaingan ................................ ................................ ..... 14

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 17 a. Kesesuaian Lingkungan ................................ .............................. 17 b. Pembukaan Lahan ................................ ................................ ..... 18 c. Penanaman dan Penaungan ................................ ........................ 18 d. Pemupukan ................................ ................................ .............. 19 e. Pengendalian Hama ................................ ................................ ... 19 f. Pemanenan ................................ ................................ .............. 20 g. Pasca Panen ................................ ................................ ............. 21

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 23 a. Umum ................................ ................................ ..................... 23 b. Kebutuhan Biaya Investasi ................................ ......................... 24 c. Proyeksi Laba Rugi ................................ ................................ .... 25 d. Neraca ................................ ................................ .................... 26 e. Proyeksi Arus Kas ................................ ................................ ..... 27 f. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 28

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 29 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 29 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 29

7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 31

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 32

Page 3: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 2

1. Pendahuluan

a. Latar Belakang

Pembangunan pertanian yang berbasis agribisnis dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya, sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut memungkinkan terbentuknya suatu kemitraan usaha yang ideal antara usaha besar (inti) dengan petani (plasma).

Sektor usaha perkebunan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang melalui usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta nasional atau asing. Perkebunan rakyat bercirikan usaha skala kecil, pengelolaan secara tradisional, produktivitas rendah dan tidak mempunyai kekuatan menghadapi pasar. Di lain pihak, perkebunan besar yang memiliki skala usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dengan teknologi tinggi, sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi pasar. Kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan melakukan kemitraan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Salah satu komoditas perkebunan yang dapat dikembangkan melalui kemitraan usaha tersebut adalah kopi.

Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun perkebunan besar. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang. Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian, produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai yang didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan volume ekspor sampai dengan September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang dinilai dengan US$. Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.

Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha. Untuk itulah dalam laporan ini akan dibahas pola kemitraan terpadu dengan melihat aspek kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis budidaya,

Page 4: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 3

finansial, Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam komoditas ekspor.

b. Tujuan

Tujuan penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu (KM-PKT) komoditas kopi adalah untuk :

1. Memberikan informasi kepada perbankan tentang model kemitraan terpadu yang sesuai dan layak dibiayai dengan kredit perbankan untuk komoditas kopi;

2. Dipergunakan oleh para mitra usaha petani yang bermitra dalam pengembangan kemitraan usaha komoditas kopi;

3. Mendorong pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas penghasil devisa negara.

Page 5: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 4

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Page 6: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 5

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Page 7: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 6

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.

Page 8: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 7

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.

Page 9: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 8

Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Page 10: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 9

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.

Page 11: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 10

Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit

bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang

lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-

panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang

disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya

oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Page 12: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 11

3. Aspek Pemasaran

a. Peluang Pasar

Hal-hal yang dipaparkan dalam aspek pemasaran ini, terdiri dari peluang pasar, produksi (sebagai pendekatan sisi penawaran) dan situasi persaingan. Dalam hal ini, perlu dijelaskan bahwa terdapat sejumlah aspek yang perlu mendapat perhatian.

Harga jual kopi yang diterima pelaku pasar kopi dalam jangka panjang terbukti fluktuatif disebabkan kondisi permintaan dan penawaran di pasar internasional. Khusus untuk Indonesia saat ini, harga yang diterima oleh para produsen sangat dipengaruhi oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika, sehingga perhitungan kelayakannya perlu mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga sehubungan dengan apresiasi rupiah di masa depan.

Selama ini, kekhawatiran terhadap produksi kopi yang melimpah lebih mengarah pada jenis Kopi Robusta. Produksi Kopi Arabika di Indonesia hanya sekitar 5% dari produksi total, sehingga jenis kopi ini masih mempunyai peluang pasar yang tinggi, karena sekitar 70% permintaan kopi dunia adalah untuk Kopi Arabika.

Volume ekspor kopi Indonesia tahun 1990 - 1997 cenderung menurun, namun nilai ekspornya cenderung meningkat. Dari Tabel 1. Terlihat bahwa pada tahun 1990, volume ekspor kopi mencapai 422.161 dan berkurang menjadi 372.958 ton pada tahun 1997. Dalam periode tersebut terjadi penurunan volume ekspor 69.203 ton.

Tabel 1. Realisasi Ekspor Kopi dari Indonesia

Tahun Volume / Nilai Ekspor

1990 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

442.161 377.201

1991 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

380.656 372.416

1992 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

259.349 236.775

1993 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

349.916 344.208

1994 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

289.303 745.803

1995 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

230.199 606.469

1996 Volume (ton) Nilai (ribu US $)

366.602 595.268

Page 13: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 12

1997 s/d Sept Volume (ton) Nilai (ribu US $)

372.958 577.914

Sumber : *BPS

Namun demikian, dalam kurun waktu yang sama nilai ekspornya meningkat dari US$ 377.201.000 pada tahun 1990, menjadi US$ 577.914.000 pada tahun 1997. Suatu peningkatan US$ 200.713 dalam kurun waktu 7 tahun. Peningkatan nilai ekspor ini disebabkan oleh peningkatan harga kopi (lihat Tabel 2) kualitas kopi yang diekspor dan adanya suatu usaha pengolahan kopi mentah (green beans) menjadi kopi masak (roasted beans) dan kopi bubuk.

Permintaan biji kopi di pasaran dunia cukup tinggi, yaitu sekitar 5,5 juta ton, tetapi 70% kopi yang diminta adalah dari jenis arabika dan kopi jenis ini hanya 5% dari produksi kopi di Indonesia. Kopi Arabika selain banyak diminta pasar luar negeri, juga harganya lebih tinggi dari kopi robusta, bahkan pada tahun 1997, harga kopi tersebut lebih tinggi US$ 2,54 (lihat Tabel 2). Melihat potensi tersebut pemerintah berupaya untuk meningkatkan pangsa produksi kopi arabika sampai 30%. Untuk itu pemerintah, melalui Dirjenbun telah melakukan usaha-usaha peningkatan produktivitas dan ekstensifikasi kebun kopi.

Tabel 2. Perkembangan Harga Kopi Ekspor (FOB dalam US $/kg) No Jenis Kopi 1993 1994 1995 1996 1997 1. 2.

Kopi Arabika Kopi Robusta

2,19 1,04

3,73 2,15

3,31 3,06

2,58 2,07

4,18 1,64

Sumber : Deperindag 1998

Tabel 3. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Kopi

di Beberapa Kota di Indonesia (dalam Rp/kg)

Jenis Mutu Kota

1997 1998 Des Jan Mar Apr Mei Jun Jul Agt

Arabika Medan U. Pandang

4.900 11.353

4.900 16.841

- 23.417

4.900 25.417

- 30.000

- 30.000

- 30.667

- 31.000

Robusta Mutu I

Medan Surabaya U. Pandang

3.100 7.589 3.875

3.100 9.402 6.563

- 15.700 16.000

- 17.125 19.333

- 18.042 19.000

- 18.042 19.000

- 22.000 22.000

- 22.750 22.000

Mutu IV Bdr Lampung Surabaya

5.520 5.692

6.508 6.767

11.700 9.875

12.050 11.323

15.500 13.125

15.500 13.125

20.067 17.917

16.500 18.250

Mutu VI Bdr Lampung 5.413 6.438 10.800 12.200 13.600 13.600 19.067 16.100

Asalan Palembang Bdr Lampung

4.000 4.867

4.000 5.953

4.000 9.500

4.000 10.800

4.000 11.783

4.000 11.783

15.500 13.533

15.500 13.250

Sumber : Badan Agribisnis Deptan www.fintrac.com/indag/,11/08/1998

Page 14: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 13

Dengan mengingat bahwa kenaikan harga belakangan ini lebih disebabkan oleh depresi nilai rupiah dan agar studi ini lebih adaptif terhadap kemungkinan penurunan harga, maka harga jual rata-rata yang digunakan dalam studi ini adalah masih dalam bentuk biji gelondong basah, dengan komposisi biji berwarna merah, kuning dan hijau dengan perbandingan 7 : 2 : 1. Harga untuk kondisi tersebut diasumsikan Rp. 3.500/kg

b. Produksi Kopi

Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur. Dari keseluruhan sentra produksi tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia. Pada tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. Pada Tabel 4 dapat dilihat perkembangan luas areal produksi kopi di Indonesia.

Tabel 4. Luas Areal Dan Produksi Kopi di Indonesia

Tahun Keterangan Nilai

1990 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.069.848 412.767

1991 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.119.854 428.305

1992 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.133.898 436.930

1993 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.147.567 438.868

1994 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.140.385 450.191

1995 Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.167.511 457.801

1996*) Luas Areal (ha) Produksi (ton)

1.178.363 478.851

1997**) Luas Areal (ha) roduksi (ton)

1.179.843 485.889

Keterangan : *) Angka sementara **) Angka estimasi per 11 Maret 1998. Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id

Menurut FAO, pada tahun 1997, diantara negara-negara penghasil kopi di dunia, luas panen kopi di Indonesia berada ditingkat keempat sesudah Brazil, Cote d' Ivoire dan Colombia (lihat Tabel 5). Walaupun demikian, produktivitas perkebunan kopi di Indonesia masih rendah dan berada di urutan ke -53 (yaitu 375 kg/ha) dari 80 negara penghasil kopi dunia.

Page 15: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 14

Produktivitas perkebunan kopi yang tertinggi adalah negara Martineque (2,5 ton/ha), kemudian disusun oleh China dan Vietnam, masing-masing 2, 0 dan 1,8 ton/ha.

Tabel 5. Luas Panen Perkebunan Kopi di Beberapa Negara (ha)

Tahun Brazil Cote 'd Ivoire

Colombia Indonesia Mexico Dunia

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997

2.905.818 2.767.439 2.498.489 2.257.197 2.097.650 1.868.027 1.989.890 2.036.460

1.323.900 1.215.000 1.220.000 1.225.000 1.385.000 1.415.000 1.405.000 1.405.000

1.000.000 1.020.000 1.085.000 955.000 926.000 1.042.541 965.000 1.041.480

746.759 760.308 793.000 810.000 797.000 810.000 810.000 800.000

587.235 643.264 686.222 697.839 741.311 724.974 745.386 750.541

11.308.960 11.169.320 10.968.100 10.570.840 10.521.870 10.572.160 10.677.660 10.748.880

Sumber : FAO, http://www.fao.org

c. Situasi Persaingan

Produksi kopi dunia pada tahun 1998/1999 diperkirakan akan mencapai 6,45 juta ton (107, 5 ribu karung), lebih tinggi 14% dari angka yang diperbarui untuk tahun 1997/1998. Dari jumlah tersebut, diperkirakan 2,14 juta ton berasal dari Brasilia dan 396 ribu ton (6.600 ribu karung) dari Indonesia (lihat Tabel 6). Kopi yang diekspor oleh negara-negara penghasil kopi diperkirakan akan mencapai 4,87 juta ton atau meningkat 7% dari tahun sebelumnya.

Ditinjau dari aspek pasar, peningkatan produksi dan ekspor dari negara penghasil kopi tersebut akan menurunkan harga kopi di pasaran dunia. Harga kopi arabika dari Brasilia di pasar (spot market) New York pada bulan mei 1998 adalah US$ 1,25/lb (US$ 2,5/kg), lebih rendah 12% dari bulan sebelumnya dan turun 41% dibandingkan bulan Mei 1997.

Tabel 6. Perkiraan Produksi Kopi Dunia (green beans)

oleh USDA (satuan dalam ribuan karung @ 60 kg) Wilayah dan Negara 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99

NORTH AMERIKA 19.387 19.265 18.693 18.410

SOUTH AMERKA 34.712 43.250 38.390 51.375

AFRIKA 18.491 20.274 17.563 18.257 ASIA

Page 16: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 15

India 3.717 3.417 3.800 3.500 Indonesia 5.800 7.900 7.000 6.600 Laos 150 150 150 150 Malaysia 158 160 160 160 New Caledonia 5 5 5 5 Papua New Guinea 1.000 1.075 900 1.000

Philppines 876 980 700 725 Sri Langka 60 60 60 60 Thailand 1.300 1.400 1.300 1.300 Vietnam 3.937 5.783 5.450 5.800 Yemen 150 175 150 150 ASIA total 17.153 21.105 19.675 19.450 WORLD TOTAL 89.743 103.894 94.321 107.492

Sumber : Coffe new : http:/www.vinews.com, Last updated 7/21/98

Peningkatan produksi dunia tersebut tidak sejalan dengan yang terjadi di Indonesia. Produksi kopi di Indonesia pada tahun 1998/99 diperkirakan 396 ribu ton, berkurang 5,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengaruh kekeringan akibat El NiNo. Namun demikian konsumsi kopi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 124 ton pada tahun 1997/1998 menjadi 125,4 ribu ton pada tahun 1998/99. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi ini disebabkan oleh tingkat konsumsi per kapita yang masih rendah, yaitu sekitar 629 gram pada tahun 1996/97 dan harga kopi yang diperkirakan akan meningkat sesuai dengan peningkatan kurs dollar. Kondisi tersebut akan berpeluang untuk lebih memacu usaha ekspor kopi keluar negeri. Di Amerika Serikat, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari 35 negara pengekspor kopi ke negara tersebut (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai Ekspor Kopi Mentah (raw coffee) dari 35 Negara Pengekspor Kopi ke

Amerika Serikat Sampai Bulan Mei 1998 (ribu US$) CALENDER YEARS (JAN-DEC) JANUARY - MAY

COMPARISONS 1997 RANK 1997

IMPOR MARKET 1997 1998 LEADING 35 COUNTRY SUPPLIER COLOMBIA MEXICO BRAZIL GUATEMALA PERU INDONESIA COSTA RICA VIETNAM EL SAVADOR HONDURAS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

656.539 545.814 450.081 393.688 168.191 139.684 126.013 104.031 100.433 67.772

222.909 365.244 162.379 203.239 9.964 36.442 45.158 69.342 41.480 46.395

254.100 309.768 102.429 186.327 21.785 36.945 83.304 76.726 66.954 101.854

Page 17: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 16

ETHIOPIA ECUADOR THAILAND INDIA DOMINICAN REPUBLIK UGANDA SWITZERLAND KENYA NICARAGUA PAPUA NEW GUINEA PANAMA BURUNDI COTE D' IVOIRE VENEZUELA SINGAPORE UNITED KINGDOM GUINEA LEEWARD-WINDWARD ISLAND YEMEN MADAGASKAR JAMAICA & DEP FRANCE SOUTH AFRICA, REPUBLIC OF TANZANIA GERMANY REST OF WORLD

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 -

60.279 60.157 45.949 36.632 34.031 33.551 25.489 18.802 16.683 15.606 14.770 13.171 13.729 11.964 6.075 5.647 3.596 3.469 3.180 3.000 2.872 2.868 2.798 2.692 2.572 15.127

19.607 8.295 34.049 4.216 16.341 9.753 9.684 6.153 9.962 2.911 7.456 0 1.510 9.391 3.620 305 3.017 371 1.248 1.182 1.185 1.208 617 1.296 1.125 4.906

25.529 9.485 34.102 11.203 29.503 6.179 1.425 7.318 18.896 1.568 13.264 3.347 19.795 900 786 906 1.330 81 1.380 5.414 507 803 161 1.263 2.235 5.239

Sources : US Bureau Of The Census Trade Data in Cofee News. www.binews.com, Last Updated 7/21/98

Page 18: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 17

4. Aspek Produksi

a. Kesesuaian Lingkungan

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2 varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika telah disebarkan luaskan di sentra-sentra penghasil kopi. Klon-klon tersebut antara lain adalah Kartika 1 dan 3 , USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido de timor dari Timor-Timur. Kedua klon yang terakhir masih dikembangkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan untuk jenis robusta, klon-klon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA 237, BP 234, BP 42 dan BP 288.

Dalam aspek produksi ini, hal-hal yang dibahas menyangkut kesesuaian lingkungan ; pembukaan lahan ; penanaman dan penaungan; pemupukan; pengendalian hama ; penyakit dan gulma; pemangkasan; pemanenan ; serta pasca panen dan mutu kopi.

Dalam aspek ini hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan bibit bersetifikat, terutama apabila proyek membutukan bibit dalam jumlah besar. Untuk itu perlu kerja sama dengan Dinas Perkebunan setempat atau langsung menghubungi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember. Demikian juga dalam hal kerawanan menghadapi serangan penyakit. Selain itu, karena kopi Arabika mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat.

Dalam hal pengolahan, kemungkinan tidak setiap lokasi pengembangan (ekstensifikasi, intensifikasi) terdapat usaha besar yang mempunyai fasilitas pengolahan kopi basah (wet processing) menjadi kopi biji (kopi beras). Dalam hal ini, petani kopi bisa menjual kepada eksportir kopi dalam bentuk biji kopi beras. Karena itu, dalam rancangan proyek perlu ditambahkan fasilitas pengolahan untuk menghasilkan biji kering tersebut.

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari lokasinya dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan <100 mm per bulan)

Page 19: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 18

selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan.

Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga.

Angin berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica.

b. Pembukaan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi.

Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

c. Penanaman dan Penaungan

Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan.

Tanaman kopi robusta dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha. Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang mengandung bintil akar.

Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

Page 20: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 19

d. Pemupukan Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk an organik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos.

Tabel 8. Dosis Pemupukan Tanaman Kopi (gram/poho/tahun)

Tahun ke Urea TSP KCl 1 2 x 25 2 x 20 2 x 20 2 2 x 50 2 x 40 2 x 40 3 2 x 75 2 x 60 2 x 40 4 2 x 100 2 x 80 2 x 40 5 - 10 2 x 150 2 x 120 2 x 60 > 10 2 x 200 2 x 160 2 x 80

Sumber : Buku Kegiatan Teknis Operasional Budidaya Kopi, Dit Jen Perkebunan,1996

Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Dosis pemupukan mulai dari tahun pertama sampai tanaman berumur lebih dari 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan Tahun 0 (penanaman pertama).

e. Pengendalian Hama

Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei), penggerek cabang coklat dan hitam (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis).

Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embum jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea).

Page 21: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 20

Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata.

f. Pemanenan

Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan yang rimbum dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur.

Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan peremajaan.

Panen

Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.

Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitasnya tanaman seperti terlihat pada Tabel 9. Rata-rata produktiitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha.

Page 22: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 21

Tabel 9. Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% (kg/ha)

Tahun ke Asumsi (kg/ha) 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

350 400 450 550 600 650 650 600 550 500 500 450 450 400 400 400 350 350 300 300

g. Pasca Panen

Tanaman kopi ditanam untuk menghasilkan buah kopi yang fungsi utamanya digunakan sebagai bahan minuman penyegar. Dengan demikian penanganan pasca panen yang baik akan menentukan kualitas biji kopi yang dihasilkan. Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah (wet process) dan cara kering (dry process). Pengolahan cara basah (mutu WIB) memerlukan proses yang cukup memakan waktu dan tenaga, antara lain dengan melakukan proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di perkebunan besar. Sedangkan cara kering (mutu OIB) untuk perkebunan dan GB untuk rakyat), umumnya dilakukan oleh petani karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah. Kedua cara tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya, baik yang diproses dengan cara kering dan cara basah dapat dilihat pada Tabel 10 dan 11.

Page 23: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 22

Tabel 10. Syarat Mutu Ekspor Kopi GB atau OIB

Jenis Mutu

Triaga %

w/w max

Kadar Air% w/w, max

Lolos Ayakan

8 Mesh,%

w/w,

Kotoran % w/w

max max

Bau Apek Dan

bulukan

Permukaan Biji

EK - I (GB 3/5% ) 5 14,5 2 0,5 Bebas - EK - II (GB 5/7%) 7 14,5 2 0,5 Bebas - EK - III (GB 10/12%) 12 14,5 2 1 Bebas - ROB 20 -25 (GB 20/25%) 23 14,5 2 2 Bebas -

AP - I 5 14,5 2 0 Bebas Halus dan Mengkilap

AP - II 7 14,5 2 0 Bebas Halus dan Mengkilap

AP - III 12 14,5 2 1 Bebas Halus dan AP - 15 15 14,5 2 1 Bebas Mengkilap Sumatera Arabica DP 2 14,5 2 0 Bebas - Arabica Kalosi DP 2 14,5 2 0 Bebas - Arabica Ratepao 2 14,5 2 0 Bebas - Arabica Bali DP 3 14,5 2 0 Bebas - Arabica Bali Sp 3 14,5 2 0 Bebas - Sumber : Amir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Tabel 11. Syarat Mutu Ekspor Kopi Biji WIB untuk jenis Robusta

Jenis Mutu

Triaga% W/w max Dimakan

bubuk 1 lubang %, w/w

max

Kadar Air, %

w/w max

Ukuran Biji

< 5,5 mm %

w/w, max

Kotoran %

w/w, max

Bau busuk

Bintik Bintik (spot) Biji

Hitam

Biji ter

bakar

Biji Pecah

WIB I 0,25 0,25 0,25 5 14 2,5 0,5 Bebas Bebas WIB II 1 5 - 14 - 0,5 Bebas -

Sumber : Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Page 24: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 23

5. Aspek Keuangan

a. Umum

Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para petani plasma akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar. Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap petani dengan luas lahan 2 ha yang akan melakukan ekstensifikasi ataupun intensifikasi kebun kopinya.

a. Untuk kegiatan ekstensifikasi Perusahaan inti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai kegiatan pembukaan lahan sampai tanaman menghasilkan. Pemberian kredit, dengan demikian meliputi semua kegiatan pembangunan tanaman dan non-tanaman, serta telah memasukkan bunga masa konstruksi (IDC) selama 3 tahun;

b. Untuk kegiatan intensifikasi diasumsikan petani sudah mempunyai kebun kopi yang sudah berbuah (umur 5 - 10 tahun), dengan sumber dananya sendiri. Mengikat pada umumnya kebun petani kurang terpelihara, maka asset petani berupa kebun dinilai 75% dari nilai investasi standar. Angka 75% ini, dalam aplikasinya harus disesuaikan dengan kondisi kebun petani. Dengan demikian, pemberian kredit hanya digunakan untuk pembelian beberapa peralatan pertanian kecil (non-tanaman) dan sebagian besar biaya tanaman menghasilkan tahun ke-1.

Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah skim Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) dengan bunga 16% per tahun. Untuk ekstensifikasi, selama tanaman belum menghasilkan plasma diberikan masa tenggang (grace period) dengan bunga pinjaman 14% per tahun. Pembayaran angsuran kredit (bunga dan pokok) untuk proyek ekstensifikasi dimulai pada waktu tanaman petani sudah menghasilkan, yaitu pada tahun ketiga; sedangkan untuk proyek intensifikasi angsuran kredit (bunga dan pokok) dilakukan pada tahun itu juga (pada saat panen).

Parameter teknis untuk perhitungan analisa keuangan proyek ekstensifikasi dapat dilihat pada Lampiran A-17, dengan asumsi harga tetap pada tahun ini; sedangkan hasil perhitungannya secara terinci dapat dilihat pada Lampiran A-01 - A16. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual, maka dilakukan analisa sensitifitas, dengan berbagai variabel perubahan harga (Lampiran A-18).

Adapun para meter teknis untuk memperhitungkan analisa keuangan proyek intensifikasi dapat dilihat pada Lampiran B-17; sedangkan hasil

Page 25: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 24

perhitungannya secara terinci dapat dilihat pada Lampiran B01-B16. Selanjutnya dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual, maka dilakukan analisa sensitifitas, dengan berbagai variabel perubahan harga (Lampiran B-18). Jenis kopi yang digunakan sebagai dasar perhitungan kelayakan usaha ini adalah untuk jenis kopi arabika.

b. Kebutuhan Biaya Investasi

Biaya investasi untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi kebun kopi rakyat digunakan untuk biaya investasi tanaman dan non tanaman. Perincian biaya investasi untuk 2 ha kebun kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kebutuhan Biaya Kebun Kopi Arabika

Kebutuhan Biaya Nilai (Rp per 2 Ha)

Ekstensifikasi Intensifikasi A. INVESTASI TANAMAN - Tahun 0 (TBM 0) 13.667.580 10.160.610 - Tahun 1 (TBM 1) 2.664.600 1.998.450 - Tahun 2 (TBM 2) 2.509.200 1.881.900 Jumlah Investasi Tanaman 18.841.280 14.040.960 B. INVESTASI NON TANAMAN 1.680.800 1.770.200 Total Investasi Tan + Non Tanaman

23.022.080 15.811.160

Biaya Umum 600.000 176.739 JUMLAH INVESTASI 20.522.080 15.987.899 Bunga masa Konstruski (IDC) 6.631.304 0 JUMLAH KESELURUHAN 27.753.384 15.987.899

Biaya investasi ekstensifikasi tanaman kopi pada Tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), pembuatan lubang, penanaman tanaman pelindung dan tanaman kopi, serta pembuatan teras. Sedangkan biaya Tahun Ke-1 (TBM-1) dan ke 2 (TBM-2) digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit.

Investasi non tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana kebun, seperti jalan kebun, dan juga digunakan untuk pembayaran jaminan kredit ini dijaminkan ke perusahaan penjamin kredit seperti Perum PKK, Askrindo atau PKPI. Selain itu dimasukkan juga dalam komponen biaya tersebut adalah biaya umum (management fee) yang besarnya maksimum 5% dan harus jelas perincian penggunaannya.

Page 26: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 25

Untuk intensifikasi kebun kopi, biaya yang diperlukan adalah pembelian sarana produksi, peralatan pertanian kecil dan biaya tenaga kerja. Bantuan kredit perbankan diberikan untuk pembelian sarana produksi pertanian, peralatan pertanian dan biaya tenaga kerja untuk pemangkasan. Jumlah kebutuhan biaya untuk intensifikasi tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kebutuhan Dana untuk Intensifikasi Kebun Kopi Arabika

Kebutuhan Biaya Nilai (Rp/ha)

Sumber Dana (Rp/ha) Perbankan Sendiri

Sarana Produksi - Pukuk 668.800 668.800 0 - Pestisida + angkutan

218.250 218.250 0

Peralatan pertanian 885.100 885.100 0 Investasi Lainnya 88.370 88.370 0 Tenaga kerja 678.400 217.600 460.800 Jumlah 2.538.920 2.078.120 460.800

c. Proyeksi Laba Rugi

Proyeksi laba/rugi memberikan gambaran tentang keuntungan atau kerugian usaha perkebunan kopi arabika di masa mendatang. Asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan laba atau rugi ini adalah menyangkut kualitas biji kopi yang dijual oleh petani. Petani dapat menjual kopinya kepada Perusahaan Inti dalam bentuk glondongan basah atau kopi tanduk kering. Produktivitas lahan (selama tahun ke-3) sampai akhir tahun ke-11. Sedangkan untuk pola intensifikasi tanaman menghasilkan dianggap mulai tahun ke-1 (sekalipun sebelumnya sudah menghasilkan dengan produktivitas relatif rendah) hingga tahun ke-9. Lihat Tabel 14.

a. Pada pola ekstensifikasi, pada tahun pertama kopi berbuah (tahun ke 3) keuntungan petani hanya 3,5 juta/tahun (profit margin 28,9%), maka pada tahun berikutnya, keuntungannya meningkat sejalan dengan peningkatan produktivitas kebun. Keuntungan tersebut mencapai puncaknya pada tahun ke -8 dan ke-9, yaitu Rp. 15,7 juta/tahun (profit margin 69,1%). Pada tahun ke-11, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 12,5 juta/tahun (profit margin 61,9%). Secara rinci proyeksi laba-rugi tersebut terdapat pada Lampiran A-02;

b. Pada pola intensifikasi, pada tanaman kopi berbuah, keuntungan petani hanya Rp. 7,1 juta/tahun (profit margin 57,7%), maka pada tahun ke-6 dan ke-7, keuntungan menjadi Rp. 15,1 juta/tahun (profit margin 66,2%). Pada tahun ke 9, keuntungan bersih petani sebesar Rp. 11,9 juta/tahun (profit) margin 64,9%). Secara rinci proyeksi laba-rugi tersebut terdapat pada lampiran B-02.

Page 27: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 26

Tabel 14. Proyeksi Laba-Rugi Tahun ke-3 dan Tahun ke-11 Kebun Kopi Arabika

Uraian

Nilai (Rp/2 Ha) Ekstensifikasi Intensifikasi

Tahun ke-3 Tahun ke-11

Tahun ke -3

Tahun ke- 9

Hasil Penjualan 12.250.000 19.250.000 12.250.000 19.250.000 Jumlah Biaya Usaha

8.309.727 5.288.169 4.395.753 6.043.895

Pajak dan lain-lain 394.027 1.396.183 785.425 1.320.611 Laba bersih 3.546.246 12.565.648 7.068.822 11.855.495

d. Neraca

Proyeksi Neraca (dihitung pada akhir tahun) terus menunjukkan peningkatan seperti tampak pada Tabel 15.

a. Untuk proyek Ekstensifikasi , kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun menjadi Rp. 97,3 juta pada akhir tahun ke -11 jika perolehan hasil usaha tersebut ditanamkan kembali kedalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai sisa aktiva tetap adalah Rp. 16,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian juga akumulasi Tabungan Hari Depan (THD) telah mencapai Rp. 9,7 juta. Dengan posisi tersebut, petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya. Secara rinci, proyeksi Neraca tersebut dapat dilihat pada Lampiran A-01;

b. Untuk proyek Intensifikasi, kekayaan petani meningkat dari Rp. 0 pada awal tahun menjadi Rp. 120,6 juta pada akhir tahun ke 9 jika perolehan hasil usaha tersebut ditanamkan kembali ke dalam proyek ini. Pada tahun tersebut, nilai sisa aktiva tetap adalah Rp. 9,1 juta dan tidak memiliki hutang ke bank, demikian juga akumulasi Tabungan Hari Depan telah mencapai Rp. 10,7 juta. Dengan posisi tersebut petani sudah mampu mandiri untuk melanjutkan usahanya. Secara rinci proyeksi tersebut dapat dilihat pada Lampiran B-01.

Page 28: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 27

Tabel 15. Proyeksi Neraca Kebun Kopi Arabika

Uraian

Nilai (Rp/2 Ha) Ekstensifikasi Intensifikasi

Tahun ke-3 Tahun ke-11

Tahun ke -1

Tahun ke- 9

Akiva lancar 364.129 81.271.613 8.769.700 111.512.135 Tabungan Hari Depan

354.625 9.734.371 706.882 10.656.423

Hutang Bank 27.753.384 0 2.970.640 0 Laba Ditahan (489.356) 97.343.708 7.068.822 106.564.230 Total Asset 27.264.028 96.701.468 24.080.422 120.605.190

e. Proyeksi Arus Kas

Dengan mengatur seluruh dana pembiayaan dari bank dan adanya grace period selama 2 tahun (untuk proyek Ekstensifikasi), maka selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan yaitu selama 5 tahun, dimulai pada tahun ke-3 hingga tahun ke-7. Setelah tahun ke-8 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka dapat membiayai sendiri usahanya. Secara rinci proyeksi Arus Kas tersebut dapat dilihat pada Lampiran A-03.

Demikian pula, untuk proyek Intensifikasi, selama masa proyek berlangsung tidak terjadi defisit anggaran. Petani dapat mengembalikan pokok dan bunga pinjaman dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu selama 3 tahun, dimulai pada tahun ke-1 hingga tahun ke-3. Setelah tahun ke-4 petani sudah dapat mandiri, artinya dari tabungan mereka, petani dapat membiayai sendiri usahanya. Secara rinci, proyeksi Arus Kas tersebut dapat dilihat pada Lampiran B-03.

Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), Break Even Point (BEP) dan Pay-back Period, seperti tampak pada Tabel 16.

Tabel 16. Kriteria Kelayakan Usaha Kebun Kopi Rakyat

Kriteria Kelayakan Ekstensifikasi Intensifikasi NPV (df = 16%) Rp. 10,36 juta Rp. 35,67 juta Net B/C 5,03 7,8 IRR 28,27% 63,67% BEP 1,927 kg 427 kg Pay back Period 4 tahun 8 bulan 2 tahun 8 bulan

Page 29: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 28

Untuk melihat perbandingan analisa kelayakan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A-04 (proyek Ekstensifikasi) dan Lampiran B-04 (proyek Intensifikasi).

f. Analisis Sensitivitas

Dengan pertimbangan bahwa harga jual kopi arabika cenderung fluktuatif dalam pasar internasional, serta harga-harga saat ini lebih banyak dipengaruhi deprisiasi rupiah terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana penurunan harga dari asumsi yang dikemukakan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang diukur dengan perubahan Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), dan Pay-back Period.

Hasilnya untuk proyek Ekstensifikasi dapat dilihat pada Tabel 17, sedangkan untuk proyek Intensifikasi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 17. Analisa Sensitivitas untuk Proyek Ekstensifikasi

No Harga Jual Kopi B/C IRR Payback Period

1. Normal (sesuai asumsi) 5,03 28,27% 4 tahun 8 bulan 2. Harga jual Rp. 3.250 -/kg 4,65 26,34% 5 tahun 1 bulan 3. Harga jual Rp. 2.750-/kg 3,87 22,17% 5 tahun 7 bulan 4. Harga jual Rp. 2.250,-/kg 3,09 17,45% 6 tahun 10 bulan

Tabel 18.

Analisa Sensitivitas Untuk Proyek Intensifikasi No Harga Jual Kopi B/C IRR Payback Period 1. Normal (sesuai asumsi) 7,8 63,67% 2 tahun 8 bulan 2. Harga jual Rp. 3.250,-/kg 7,11 58,22% 3 tahun 3. Harga jual Rp. 3.000,-/kg 6,42 52,69% 3 tahun 2 bulan 4. Harga jual Rp. 2.500,-/kg 5,05 41,23% 4 tahun 9 bulan 5. Harga jual Rp. 2. 050-/kg 3,81 30,25% 5 tahun 8 bulan 6. Harga jual Rp. 1.500,-/kg 2,30 15,34% 7 tahun 7 bulan

Seperti tampak pada Tabel 6 dan Tabel 7, agar usaha ini layak secara finansial, maka tingkat harga jual kopi (biji basah) minimal Rp. 2.250/kg untuk Proyek Ekstensifikasi dan Rp. 1.500/kg untuk Proyek Intensifikasi.

Page 30: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 29

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Pembangunan perkebunan kopi rakyat dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan, konstruksi sampai pasca konstruksi. Dengan demikian aktivitas pembangunan perkebunan ini akan berdampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek maupun para petani peserta proyek.

Pengembangan usaha perkebunan ini akan memberikan contoh positif bagi sistem usaha tani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing dan seeing is be leaving.

Sebagaimana diuraikan dalam analisis finansial, pengembangan proyek perkebunan kopi rakyat ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, seperti peningkatan jasa transportasi, jasa perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya, serta peningkatan perolehan devisa negara, karena komoditas kopi ini termasuk salah satu komoditas ekspor.

Terbukanya hutan atau termanfaatkan 'lahan tidur' yang dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin baiknya aksebilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut.

b. Dampak Lingkungan

Pembukaan kawasan untuk proyek perkebunan dengan pola kemitraan terpadu, dimana plasmanya berasal dari masyarakat petani setempat akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, hayati maupun sosial ekonomi.

Secara ekologis dampak dari proyek perkebunan ini akan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem hutan keterkaitannya dengan ekosistem atau sub-ekosistem lainnya. Perubahan ini akan terus berlanjut pada komponen-komponen lingkungan laiinya, antara lain satwa liar, hama dan penyakit tanaman, air, udara , transportasi dan akhirnya berdampak pula pada komponen sosial, ekonomi, budaya, serta komponen kesehatan lingkungan.

Untuk itu perlu adanya telaah lingkungan yang berguna memberikan informasi lingkungan, mengidentifikasi permasalahan lingkungan, kemudian

Page 31: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 30

mengevaluasi dampak penting yang timbul untuk kemudian disusun suatu alternatif tindakan pengelolaannya untuk penanggulangan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.

Telaah Amdal yang berkaitan dengan pembangunan proyek perkebunan ini, yang harus dilakukan antara lain, identifikasi permasalahan lingkungan, yaitu telaah 'holistik' terhadap seluruh komponen lingkungan yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pengembangan proyek perkebunan ini, seperti perubahan tata guna lahan, iklim mikro, tanah, vegetasi, satwa, hama dan penyakit tanaman, sosial ekonomi, sosial budaya, kesehatan lingkungan dan sebagainya.

Page 32: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 31

7. Kesimpulan 1. Analisa permintaan dan penawaran menunjukkan bahwa sampai saat

ini komoditas kopi merupakan komoditas andalan ekspor non-migas

2. Kopi adalah komoditas yang bebas dijual belikan, sehingga dalam menerapkan pola kemitraan untuk komoditas tersebut perlu dibuat nota kesepakatan yang mengikat setiap pihak, serta saling menguntungkan antara petani dan mitra usaha besar.

3. Pola kemitraan yang dikembangkan adalah Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) dengan mekanisme closed system yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang bermitra, yaitu petani (plasma) mitra usaha besar dan perbankan.

4. Dengan unit usaha 2 ha/petani, maka kebutuhan biaya untuk ekstensifikasi kebun kopi arabika adalah 27.753.384/2 ha (termasuk IDC). Biaya tersebut digunakan untuk investasi tanaman, non tanaman, management fee dan asuransi kredit. Sedangkan kebutuhan biaya untuk intensifikasi adalah Rp. 15.259.649/2ha. Dengan mempertimbangkan asset petani, maka kredit yang diberikan adalah Rp. 2.078.639/ha. Kredit tersebut digunakan untuk sarana produksi pada TM-1 dan beberapa kebutuhan investasi non tanaman.

5. Sesuai dengan proyek aliran kas untuk Proyek Ekstensifikasi kredit ini akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 7 tahun dengan grace period selama 2 tahun, yaitu selama tanaman belum menghasilkan. Dari proyek tersebut juga terlihat bahwa sejak tanaman mulai menghasilkan petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak pernah mengalami defisit. Untuk proyek intensifikasi kredit akan dapat dilunasi oleh petani dalam waktu 3 tahun, tanpa grace period. Dari proyeksi tersebut juga terlihat bahwa petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan kas usahanya tidak pernah mengalami defisit.

6. Hasil analisa keuntungan menunjukkan untuk Proyek Ekstensifikasi, dengan skim KKPA yang berbunga 16% per tahun usaha ini menguntungkan. IRR 28,27% dan B/C nya sebesar 5,03. Untuk proyek Intensifikasi, IRR 63,67% dan B/C 7,8.

7. Berdasarkan analisa sensitifitas, agar memenuhi kelayakan finansial untuk proyek Ekstensifikasi harga jual minimal kopi adalah Rp. 2.250/kg, sedangkan untuk proyek Intensifikasi Rp. 1.500/kg

8. Dilihat dari aspek pemasaran, teknis budidaya dan finansial, usaha pengembangan kebun kopi arabika ini layak untuk dikembangkan dengan kredit perbankan.

Page 33: Perkebunan Kopi Arabika

Bank Indonesia – Perkebunan Kopi Arabika 32

LAMPIRAN