106
i PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Skripsi Oleh LINA WIDIATI 014314006 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

i

PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA

DAN PRIBUMI PASCA 1965

(Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap)

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma

Skripsi

Oleh

LINA WIDIATI

014314006

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

ii

ii

Page 3: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

iii

iii

Page 4: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

iv

HALAMAN MOTTO

Kebahagiaan

Adalah untuk mereka yang menangis

Mereka yang tersakiti

Mereka yang lebih mencari

Dan mereka yang telah mencoba

Karena merekalah yang bisa menghargai

Betapa pentingnya orang

Yang telah menyentuh kehidupan mereka

(

penulis)

Hargailah cita-cita dan impianmu, karena

kedua hal ini adalah anak jiwamu

dan cetak biru prestasi puncakmu

(Napoleon Hill)

”Kalian masih muda. Jangan sia-siakan usia itu.

Terus bekerja dan bekerja. Kalau sudah tua, kalian

Tidak bisa apa-apa lagi selain hanya menanti panggilan

Kubur”

(Pramoedya Ananta Toer)

iv

Page 5: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terimakasih Tuhan Yesus atas segala kebaikanmu

dan keajaibanmu sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan

Sebuah persembahan untuk :

Perjalanan hidupku...................

papa, mama tercinta di Cilacap yang selalu memberikan aku cinta, kasih

sayang, doa dan dukungan.

For my lovely ”Pupus” (mas X-na) yang selalu ada dalam setiap hari -hariku,

setia menemaniku yang selalu memberikan masukan, diskusi, serta

motivasi, doa, cinta, ketulusan dan pengorbanan.

Untuk kedua kakakku dan kakak ipar, kedua adikku, dan kedua

keponakanku, serta Uwa dan Eyang putri.

Dan semua keluargaku di Cilacap, serta untuk semua teman baikku,

sahabat sejatiku, dan orang -orang tersayang yang telah memberikan

dorongan dan semangat dan menjadi kekuatanku, yang telah membuatku

tertawa ataupun sedih, kehadiran kalian sangat berarti bagiku dalam

menentukan sikap dan membantuku lebih dewasa, aku percaya kalian

memang diberikan Tuhan Yesus u ntukku.

v

Page 6: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

vi

vi

Page 7: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Besar

karena atas berkat, rahmat dan kuasanya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

sastra pada Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum tentu berhasil jika tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Hery Santosa M. Hum., selaku Ketua Prodi Jurusan Ilmu Sejarah,

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis materi skripsi

ini. Terima kasih atas masukan -masukan, nasihat serta bimbingan yang Bapak

berikan kepada penulis selama penyu sunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Silverio, R. L. A. Sampurno M. Hum., selaku pembimbing skripsi

yang dengan penuh kesabaran memberikan dorongan, bimbingan, koreksi kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Dr. Baskara T. Wardaya, Drs. G. Moedjanto,

Drs. H. Purwanta, MA., serta seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Sejarah

yang telah memberikan ilmu selama penulis merampungkan studi di Sanata

Dharma ini.

vii

Page 8: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

viii

4. Seluruh staf kesekretariatan Sastra khususnya Mas Tri, yang telah memberikan

kemudahan dalam membuatkan surat izin penelitian sehingga dapat membantu

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, staf

Perpustakaan Daerah di Cilacap, staf Badan Pusat Statistik di Cilacap, yang telah

memberikan pelayanan peminjaman dan izin menggunakan buku -buku yang

telah dibutuhkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi

responden dalam penyu sunan skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku papa dan mama tercinta, terima kasih atas segala usaha, kerja

keras, dan air mata serta doa yang kalian berikan. Tidak akan pernah aku lupakan

jerih payah kalian sampai sepanjang hayat.

8. Kekasih sekaligus kakak yang terbaik untukku Mas Krisna ”pupus” terima kasih

atas segala perhatian, dorongan, dan semangatnya, serta atas pengorbanan,

kesetiaan, kasih sayang, cinta dan ketulusan yang menjadikan sebuah kekuatanku

untuk selalu terus maju da lam belajar dan berkarya.

9. Devid terima kasih telah mengajariku arti dari sebuah hidup, kedewasaan dan

cinta. Percayalah Tuhan pasti akan memberikan segala sesuatunya yang indah

kepada kita tepat pada waktunya.

10. Semua keluargaku di Cilacap, Eyang putri, Uwa, Mbak Ria + Mas Hendro,

Mbak Wiwik + Mas Dhani, Dek Andre, Dek Enno, si kecil Agung n Ayu, terima

viii

Page 9: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

ix

kasih karena kalian yang selama ini telah menjadi inspirasiku dan kekuatanku

sampai skripsi ini selesai.

11. Sahabatku Dwi Anita Septiani di Psikologi ”02 UGM, dweek.....terima kasih atas

segala kebaikkanmu, perhatianmu dan diskusinya, serta kesediaanmu

menemaniku di saat aku takut, mendengarkanku di saat aku curhat, membantuku

di saat aku sedang terpuruk, terima kasih dweek semoga kamu selalu sukses

dalam meraih impianmu. Amien.

12. Sahabatku Yuli, Diach, Mei (di Cilacap), serta teman-temanku eks kost lampar

38 especially to: Martina, k. Dian, k. Wuyi, Y. Erna Sari, Lucy, Nita, Iin. Dan

teman-temanku Villa n Gagak, Nanang n Retno, I never forget you all and thanks

for everythings.

13. Teman-teman semua yang di Ilmu Sejarah angkatan 2001, Erna, Ajeng, Riska,

Tholo, Thaji, Hendrik, Tatto, Enno, Lazarus, Krisna ”gedhe”, Krisna ”Pupus”,

Bertha, Eka ”gundhul”, Edi, pak Eko, dan Gus Adhit, terima kasih untuk

semuanya, kalian adalah teman -temanku yang selama ini telah menjadikan suatu

kenangan tersendiri dalam hidupku selama di kota Jogjakarta ini.

14. Waah, temen-temen baruku nech, yang telah memberikan aku semangat dan

warna baru dalam kehidupanku, yang bisa memberi aku pengertian tentang arti

dari sebuah persahabatan yang sesungguhnya ( Dewi, Anis, Purna, Suprex, Arex,

Enthong, Susi, Andre, Wisnu, Heri, Nur, Edi, Ipul, Catur, Eka, Rahayu) I will

always remember you. Terimakasih atas semuanya muaaaahhhhh……

ix

Page 10: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

x

15. Jogjakarta yang sudah membuat aku dewasa dan menemukan kesederhanaan,

ketulusan, kesetiaan, kebahagiaan yang hakiki……terus dan tetaplah menjadi

Jogja yang indah dan berhati nyaman.

Penulis menyadari se penuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu penulis dengan senang hati bersedia menerima sumbangan

baik pikiran, kritik, maupun saran yang membangun guna penyempurnaan. Semoga

skripsi ini berguna bagi siapa pun khususnya bagi masya rakat yang mencintai sejarah

dan kebudayaan. Amien.

Yogjakarta, 08 Maret 2006

PENULIS

x

Page 11: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. i

HALAMAN MOTTO .............................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................. vi

KATA PENGANTAR.............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ..... ....................................................................................................... xi

ABSTRAK................................................................................................................ xiv

ABSTRACT ...... ....................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

1.2. Rumusan Permasalahan ........................................................................ 4

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 4

1.4. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 5

1.5. Landasan Teori ...................................................................................... 7

1.6. Metodologi Peneli tian........................................................................... 12

1.7. Sistematika Penulisan ........................................................................... 13

BAB II ETNIK TIONGHOA DAN ETNIK JAWA DI CILACAP PASCA

1965 ... ....................................................................................................... 15

2.1. Latar Belakang Masuknya Etnik Tionghoa di Cilacap .................... 15

2.2. Sekitar Pasca 1965.............................................................................. 19

2.3. Penduduk dan Lingkungan Sosio Kultural ....................................... 21

xi

Page 12: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

xii

2.2.1. Data Demografis....................................................................... 21

2.2.2. Pendidikan................................................................................. 22

2.2.3. Bahasa........................................................................................ 24

2.2.4. Agama dan adat istiadat............................................................ 27

2.2.5. Mata Pencaharian...................................................................... 29

2.4. Interaksi Etnik Tionghoa dan Etnik Jawa di Cilacap ....................... 31

BAB III TRADISI PERKAWINAN CAMPUR ETNIK TIONGHOA DAN

ETNIK ETNIK JAWA DI CILACAP................................................... 36

3.1. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan................................................ 36

3.1.1. Praktik upacara perkawinan di Cilacap periode

1965-1971-an............................................................................ 36

3.1.2. Tujuan perkawinan menurut undang-undang

No. I Tahun 1974..................................................................... 36

3.1.3. Syarat sahnya perkawinan menurut undang-undang

No. I Tahun 1974.................................................................... 41

3.1.4. Perkawinan campur antara kewarganegaraan menurut

Undang-undang No. I Tahun 1974 ........................................ 43

3.1.5. Sangsi bagi yang melanggar peraturan perkawinan

Campuran menurut UU No. 1 Tahun 1974 ............................ 44

3.2. Perkawinan campur etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap ................ 45

3.2.1. Tujuan perkawinan menurut adat............................................ 45

3.2.3. Perkawinan ideal dan pembatasan jodoh

etnik Tionghoa dan etnik Jawa ................................................ 45

3.2.4. Syarat sahnya suatu perkawinan campur antara etnik

Tionghoa dan Jawa .................................................................. 51

3.2.5. Tata cara perkawinan bagi perkawinan etnik Tionghoa

Dan Jawa di Cilacap ............................................................... 53

BAB IV DAMPAK PERKAWINAN CAMPUR SETELAH MENIKAH........ 58

4.1. Adat menetap sesudah kawin ......................................................... 58

4.2. Hubungan suami dan istri serta suami istri dan kerabat............... 62

4.3. Adat perceraian................................................................................ 72

4.4. Hukum waris.................................................................................... 76

4.5. Hal mengenai pendidikan anak...................................................... 77

xii

Page 13: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

xiii

BAB V PENUTUP............................................................................................... 80

5.1. Simpulan.......................................................................................... 80

5.2. Saran................................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii

Page 14: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

xiv

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Perkawinan Campur Antara Etnik Tionghoa Dan Pribumi

Pasca 1965, Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Dalam skripsi ini

menampilkan tiga permasalahan; Pertama, mengu raikan dan mendeskripsikan tentang

etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap pasca 1965 . Kedua, untuk mengetahui tradisi

perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Ketiga, menguraikan

dampak dari perkawinan campur setelah menikah.

Skripsi ini menggunakan pendekatan sosiologi antropologi. Hal ini dimaksudkan

untuk menganalisa permasalahan dengan melihat perubahan yang terjadi dalam

kehidupan sosial masyarakat terutama pada etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode studi literatur dan metode wawancara. Dalam

skripsi ini pula menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Dan dari penelitian ini

diketahui bahwa terjadinya perkawinan campur an tara etnik Tionghoa dan pribumi yang

ada di Cilacap dikarenakan adanya suatu pembauran dan hubungan interaksi yang cukup

erat diantara kedua etnik tersebut sehingga menimbulkan adanya suatu ketergantungan

atau adanya saling membutuhkan satu sama lain. Maka hal seperti itulah yang

menimbulkan terjadinya suatu perkawinan campur diantara kedua etnik tersebut. Selain

itu perkawinan campur terjadi juga karena adanya keinginan dari etnik Tionghoa untuk

mendapatkan pengakuan dan status yang jelas tentang identitas nya sebagai Warga

Negara Indonesia agar dapat diterima menjadi bagian dari masyarakat Indonesia

khususnya di wilayah Cilacap.

Perkawinan campur sudah ada sejak pada masa pemerintahan Belanda di

Cilacap, namun pada saat itu perkawinan campur yang di lakukan oleh para pelaku

perkawinan campur mendapat pertentangan dari pihak Belanda, karena pemerintah

Belanda tidak menyetujui kalau etnik Tionghoa menikah dengan pribumi, akhirnya

mereka yang akan melakukan perkawinan campur, menikah tanpa ada peresmian dari

pemerintah maupun agama, sehingga perkawinannya tidak di akui oleh masyarakat

karena tidak sah menurut hukum agama dan undang -undang. Tetapi sejak terhapusnya

pemerintahan Belanda di Indonesia, walaupun etnik Tionghoa selalu mendapat berbagai

macam kecaman dari pihak Indonesia, namun masalah perkawinan campur tidak

menjadi hambatan bagi mereka. Bahkan pemerintah Cilacap telah membuat kebijakan

yang adil terhadap pelaku perkawinan campur, dan keberadaan perkawinan campur pun

sudah di akui oleh hukum, agama, dan masyarakat.

xiv

Page 15: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

xv

ABSTRACT

This mini -thesis entitled Cross Marriage Between Tionghoa Ethnic and

Indigenous Ethnic Post 1965, Case Study of Tionghoa and Javanese People in Cilacap.

In this mini -thesis it revealed three cases: First, analysis about the Tionghoa ethnic and

Javanese ethnic in Cilacap post 1965. Second is to know about the tradition of cross

marriage between Tionghoa ethnic with Javanese ethnic in Cilacap. Third, analysis the

post-marriage impact of cross marriage.

This mini -thesis used the anthropology sociological approach. It means to

analyse the problems by considering the changes that happened in the social life of

society especially to the Tionghoa and Javanese ethnic in Cilacap. Research method

used literary study method and intervi ew method. This mini -thesis also used

methodology of literary research. In this research it known that the existence of cross

marriage between Tionghoa ethnic with Javanese ethnic in Cilacap was caused by an

assimilation and the closely relations of mutual interaction between those two ethnics.

Thus, it emerged the existence of interdependence of mutual needs. Such conditions

emerged the existence of cross marriage between those two ethnics. Besides, cross

marriage is happened because by the willingness of Tionghoa ethnic to get the

confession and clear status about their identity as Indonesia inhabitants in order could be

received as the part of Indonesian community, especially in Cilacap regions.

Cross marriage has been held since Nederland government was in Cilacap.

However in that time, the cross marriage has been conducted by the doers of cross

marriage got contradicted from the part of Nederland government, because Nederland

government did not agree if Tionghoa ethnic marry with indigenous. Finally thos e would

hold cross marriage, married without any legalization of either from the government and

religion. Thus their marriage was not confessed by the community because it perceived

illegal from the perception of religions and laws. However, after the elimination of

Nederland government from Indonesia, although Tionghoa ethnic always get various

lampooning from Indonesian government, however the problems of cross marriage were

barriers to them. Even tough, the Cilacap government has established fair policie s

toward the doer of cross marriage, and the existence of cross marriage has been

confessed by laws, religions and society.

xv

Page 16: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah sebagai ilmu telah mengalami perkembangan yang cukup pes at,

terutama setelah ilmu-ilmu lain banyak berkembang . Penulisan sejarah tidak lagi

didominasi oleh masalah politik, tetapi juga menjangkau berbagai aspek kehidupan

manusia .

1

Tentu saja aspek kehidupan manusia yang dibicarakan dalam kajian sejarah

sangat luas. Salah satu dari aspek kehidupan itu adalah perkawinan campur, yaitu

perkawinan campur antara dua etnik yang berbeda atau yang berbeda agama atau

kepercayaan.

Dalam penelitian tentang perkawinan campur a ntara etnik Tionghoa dan

Jawa di Cilacap ini penulis bermaksud untuk menggambarkan bagian dari masyarakat

Indonesia yaitu masyarakat Tionghoa sebagai pendatang yang hidup dan menetap di

Cilacap. Masyarakat Tionghoa di Cilacap ini, mempunyai beragam kebudayaan yang

sangat khas serta kecerdikannya di dalam bidang perekonomian khususnya perdagangan

yang perkembangannya sangat maju pesat, yang sampai saat ini menjadi panutan bagi

masyarakat Cilacap. Kehidupan etnik Tionghoa sebagai etnik minoritas di Cilacap

walaupun banyak mendapat pertentangan dan perlawanan khususnya dalam bidang

kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1965-an, tetapi keberadaanya sebagai etnik

1

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Gramedia: Jakarta,

1993. hlm. 37.

Page 17: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

2

minoritas masih terus dipertahan kan dan kebudayaannya juga masih terus dikembangkan

sampai saat ini. Yang paling menarik perhatian untuk penulis kembangkan dalam

penulisan mengenai etnik Tionghoa ini, yaitu kehidupan perkawinan campurnya yang

mereka lakukan dengan pribumi yang sampai saa t ini masih terus dilakukan oleh kedua

etnik tersebut. Perkawinan campur ini menghasilkan etnik Tionghoa peranakan. Hal ini

membuktikan bahwa komunitas Tionghoa di Cilacap kebanyakan adalah hasil dari

perkawinan campur dari pada pendatang aslinya. Ini dibu ktikan dengan adanya jumlah

Tionghoa peranakan yang jumlahnya lebih besar dibanding dengan Tionghoa totok di

Cilacap. Dan adanya perkawinan campur ini juga yang menyebabkan lunturnya

kebudayaan leluhur asli etnik Tionghoa. Dalam hal ini penulis juga akan m engambil

latar belakang waktu pasca 1965 sampai pada kira-kira kurun waktu sepuluh tahun

kedepan atau sampai pembatasan tahun 1974.

Perkawinan campur terjadi karena adanya suatu hubungan interaksi yang

cukup erat di antara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Keeratan itu terjadi karena di

antara kedua pihak sama-sama saling membutuhkan untuk menghasilkan keuntungan

bagi masing -masing pihak. Dalam hal ini, etnik Jawa di Cilacap membutuhkan etnik

Tionghoa untuk membantu perkembangan perekonomiannya atau ber guru dalam bidang

perdagangan karena pribumi menganggap bahwa etnik Tionghoa sangat cerdik dan

pandai di dalam bisnis perdagangannya. Sedangkan etnik Tionghoa membutuhkan

pribumi untuk melindungi keberadaannya di Cilacap agar mereka dapat diakui secara

layak dan pantas sebagai masyarakat minoritas di Cilacap. Maka dari itu, terjadilah

Page 18: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

3

adanya suatu simbiosis mutualisme bagi kedua etnik tersebut yang akhirnya

menyebabkan adanya suatu perkawinan campur di antara kedua etnik itu.

Perkawinan campur yang terjadi di Cilacap, pelaksanaannya sudah tidak lagi

didominasi oleh faktor -faktor perbedaan suku, ras, etnik, agama, politik, kebudayaan,

dan lain sebagainya, karena pemerintah di Cilacap sudah membuat suatu kebijakan yang

adil terhadap pelaku perkawinan campur, d an keberadaan perkawinan campur pun sudah

di akui oleh hukum, agama, dan masyarakat luas.

Pada umumnya para pelaku perkawinan campur ini setelah menikah mereka

akan membuat suatu kebudayaan baru dalam kehidupan sehari -hari mereka, baik dalam

hal mendidik a nak maupun di dalam berbagai hal. Hasil dari perkawinan campur yang

biasa di sebut dengan Tionghoa Peranakan biasanya mereka lebih terbuka dalam

menerima kebudayaan baru, dan mereka juga lebih pandai berbaur dengan orang -orang

pribumi bila di banding denga n orang Tionghoa Totok yang sulit untuk berinteraksi atau

bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Beranjak dari uraian di atas, maka penelitian ini akan mencoba

mendeskripsikan Perkawinan Campur Antara Etnik Tio nghoa dan Jawa Pasca 1965

dengan mengambil studi kasus etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap. Cilacap merupakan

sebuah kota kecil yang berada di selatan samudera Indonesia, sebelah utara berbatasan

dengan kabupaten Banyumas, sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Kebumen

dan sebelah barat berbatasan dengan propinsi Jawa Barat. Tepatnya di kabupaten

Cilacap propinsi Jawa Tengah. Kota Cilacap selain sebagai salah satu kota industri yang

perkembangannya sangat pesat di Indonesia juga merupakan sebagai salah satu tempat

Page 19: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

4

berbaurnya berbagai macam etn ik yang terdiri dari etnik Menado, Sunda, Arab,

Tionghoa, dan lain -lain. Dari sekian banyak etnik tersebut , ternyata etnik Tionghoa

adalah etnik yang mempunyai jumlah dan perkembangan yang sangat pesat bila

dibanding dengan etnik -etnik lain dan umumnya mereka telah banyak berbaur dengan

pribumi .

B. Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang terjadinya perkawinan campur di Cilacap?

2. Bagaimana proses terjadinya perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa di

kota Cilacap?

3. Bagaimana dampak dari perkawinan campur setelah menikah bagi kedua pihak?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah:

Mengetahui tentang kehidupan dari orang -orang etnik Tionghoa dari segi sosial

budaya, ekonomi, dan politik terutama mengenai perkawinan campuran yang terjadi di

dalam masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Cilacap pada khususnya.

Manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Secara teoretis penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbanga n terhadap

perkembangan dan pendalaman studi tentang sejarah pada umumnya.

Page 20: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

5

2. Secara praktis hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran

kepada semua lapisan masyarakat dalam hidup bermasyarakat di Indonesia y ang

berasal dari beragam etnis.

D. Tinjauan Pustaka

Buku-buku yang membahas tulisan khusus tentang kebudayaan

perkawinan campur antara etnik sudah cukup banyak. Buku itu antara lain Kultur Cina

dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilas i kultural yang ditulis oleh P. Hariyono yang

berisi tentang stereotipe-stereotipe yang melekat kuat di antara etnik Tionghoa dan

Jawa di Yogyakarta. Masalah asimilasi atau pembauran antara kelompok pribumi

(suku Jawa) yang mayoritas, Suku Jawa memiliki pengaruh luas dalam percaturan

pembauran ini, dengan minoritas Tionghoa lebih menonjol dibandingkan dengan

kelompok minoritas lainnya seperti Arab, India bahkan Belanda dan Jepang yang

pernah menjajah Indonesia secara langsung. Dalam buku ini juga membahas tentang

perkawinan campuran etnik Tionghoa dan pribumi studi kasus etnik Tionghoa di

Yogyakarta.

Selain itu buku yang berjudul Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia

yang ditulis oleh Leo Suryadinata, membahas tentang peranan etnis Tionghoa di Asia

Tenggara umumnya dan di Indonesia khususnya dari jaman kolonial sampai masa kini.

Dan juga memuat tentang kebijakan -kebijakan pemerintah tentang minoritas Tionghoa

di Indonesia dari jaman kolonial sampai masa kini. Keadaan etnis Tionghoa di negara -

negara Asia Tenggara terkait dengan konsep bangsa dan kebijakan pemerintah tempat

Page 21: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

6

mereka berada. Tak terkecuali di Indonesia. Dinamika keadaan mereka di negeri ini,

secara tidak langsung, merefleksikan watak penguasa pada masanya, setidaknya sejak

masa demokrasi liberal hingga masa pasca Orde Baru ini. Dan juga buku yang

berjudul Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum

Agama karangan Hilman Hadikusuma yang berisi tentang aturan tata tertib

perkawinan yang tidak saja menyangkut warga negara Indonesia tetapi juga

menyangkut warga negara asing, karena bertambah luasnya pergaulan bangsa

Indonesia. Selain itu juga membahas tentang budaya perkawinan dan aturan yang

berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa yang dipengaruhi oleh

pengetahuan, pengalaman , kepercayaan dan keagamaan yang dianut oleh masyarakat

yang bersangkutan. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa Indonesia bukan saja

dipengaruhi adat budaya masyarakat setempat, tetapi juga dipengaruhi ajaran agama

Hindhu, Buddha, Islam dan Kristen, bah kan dipengaruhi budaya perkawinan barat.

Jadi walaupun bangsa Indonesia kini telah memiliki hukum perkawinan nasional

sebagai aturan pokok, namun adalah kenyataan bahwa di kalangan masyarakat

Indonesia masih tetap berlaku adat dan tata-upacara perkawinan yang berbeda-beda.

Bertolak dari kepustakaan atau sumber-sumber di atas, dari beberapa

sumber yang akan digunakan sebagai referensi pada penulisan ini, tidak dijumpai

sumber yang mendeskripsikan seluk beluk perkawinan campur antara etnik T ionghoa

dan Jawa secara lebih lengkap, yakni mulai dari latar belakang terjadinya perkawinan

campur sampai pada dampak pasca perkawinan campur dalam kehidupan sehari -hari

mereka.

Page 22: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

7

E. Landasan Teori dan Batasan Permasalahan

1. Landasan Teori

Skripsi atau penelitian ini berjudul “ Perkawinan Campuran Antara Etnik

Tionghoa dan Pribumi Pasca 1965 (studi kasus etnik Jawa dan Tionghoa di Cilacap)”.

Untuk dapat memberikan penjelasan yang mendalam tentang pembahasan tersebut

maka dibutuhkan beberapa konsep yang dianggap mampu untuk membantu

menjelas kan tentang pembahasan tersebut.

Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan pribumi di Cilacap terjadi

karena antara etnik Tionghoa dan pribumi sama-sama mau berinteraksi dan mau

berbaur satu sama lain sehingga hal i ni menimbulkan suatu hubungan yang cukup baik

di antara keduanya. Mereka sama-sama saling membutuhkan baik dalam hubungan

perekonomian maupun dalam pergaulan sehari -hari. Dengan keeratan yang mereka

jalin tidak jarang menimbulkan terjadinya perkawinan camp ur di antara kedua etnik

tersebut, buktinya di Cilacap banyak sekali yang telah melakukan perkawinan campur

antar etnik terutama etnik Tionghoa dengan pribumi.

Interaksi di dalam suatu masyarakat sangat perlu dan harus dilakukan karena

tanpa interaksi akan sulit untuk melakukan suatu hubungan di antara satu dengan yang

lainnya. Selain itu juga pasti akan sulit untuk masuk ke dalam suatu budaya yang

sudah melekat di masyarakat.

Ada sebuah teori yang membahas masalah ini yaitu teori integrasi yang

dikemukakan oleh Parsons. Parsons mengatakan bahwa unsur -unsur kebudayaan asing

dapat diterima oleh masyarakat setempat apabila kebudayaan asing tersebut dapat

Page 23: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

8

menyesuaikan diri dengan b entuk kebudayaan setempat dan sesuai dengan kepribadian

masyarakat setempat

2

. Dari teori ini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebuah

kebudayaan asing agar dapat diterima oleh masyarakat setempat maka harus dapat

bekerjasama dengan kebudayaan asli, sehingga terjadi apa yang disebut asimilasi yaitu

percampuran dua buah kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat proses asimilasi terjadi

apabila ada : (i) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang

berbeda-beda, (ii) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, dan

yang terakhir (iii) kebudayaan golongan -golongan tadi masing -masing berubah

sifatnya yang khas, dan juga unsu r-unsurnya masing -masing berubah wujudnya

menjadi unsur -unsur kebudayaan campuran

3

.

Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap

merupakan sebagai salah satu bukti adanya suatu integrasi yang terjadi di dalam

masyarakat Cilacap. Para pelaku perkawinan campur agar mereka dapat diterima

dengan baik oleh masyarakat Cilacap, maka mereka harus dapat menyesuaikan diri

dengan budaya asli dan l ingkungan masyarakat Cilacap. Teori inilah yang akhirnya

menjawab suatu permasalahan tentang terjadinya perkawinan campur beda etnik yaitu

etnik Tionghoa dan pribumi yang ada di Cilacap.

2

Parsons, Mitla Town Of The Souls, Chicago: University of Chicago Press, 1963. hlm. 536

3

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi , Jakarta : Rineke Cipta, 1990. hlm. 255

Page 24: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

9

3. Batasan Permasalahan

Perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah suatu

peristiwa yang sakral bagi seorang pria dan wanita karena perkawinan merupakan

tanda penyatuan hati antara mereka atas dasar cinta. Meskipun sebenarnya cinta tidak

cukup sebagai dasar seseorang untuk melakukan pernikahan, karena berh asil tidaknya

suatu perkawinan tidak hanya ditentukan atas dasar cinta tapi masih ada dasar yang

lain yaitu kesiapan dari kedua pihak yang akan menikah, baik itu secara fisik maupun

secara mental

4

.

Perkawinan campuran dapat diartikan sebagai peristiwa bertemunya

sepasang (calon) suami istri yang berlainan etnis yang sama-sama bermaksud untuk

membentuk suatu rumah tangga (keluarga) yang berdasarkan kasih sayang, yang

disahkan secara resmi dengan upacara tertentu.

5

Dalam hal ini maka perlu adanya

suatu pembahasan mengenai etnis. Untuk itu ada baiknya dipahami terlebih dahulu

tentang etnis.

Etnis berasal dari bahasa Yunani, “ethnos” yang berarti rakyat atau bangsa

yang menunjukkan suatu kelompok dengan perasaan etnisitas bersama sebagai etnik.

Dalam buku Ensiklopedia Indonesia dikatakan bahwa etnik berkaitan dengan suatu

4

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

Hukum Agama, Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm. 7

5

P. Hariyono, Kultur Cina Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural, Pustaka Sinar Harapan

: Jakarta, 1993. hlm 102

Page 25: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

10

kelompok sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu

karena adat, agama, bahasa, dan sebagainya.

6

Kelompok etnik adalah “ suatu bentuk kelompok baik kelompok ras maupun

yang bukan kelompok ras, yang secara sosial dianggap berada dan telah

mengembangkan strukturalnya sendiri”.

Kelompok etnik: sejumlah orang yang memiliki persamaan ras dan warisan

budaya yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya. Dengan kata lain, suatu

kelompok etnik adalah kelompok yang diakui oleh masyarakat dan oleh kelompok

etnik itu sendiri sebagai suatu kelompok yang tersendiri. Walaupun perbedaan

kelompok dikaitkan dengan nenek moyang tertentu, namu n ciri-ciri pengenalnya dapat

berupa bahasa, agama, wilayah, kediaman, bentuk fisik, atau gabungan dari beberapa

ciri tersebut.

7

Perkawinan menurut etnik Tionghoa adalah suatu bentuk untuk melanjutkan

hidup klan, sehingga pemilihan jodoh lebih banyak melibatkan keluarga besarnya.

Dalam memilih pasangan hidupnya biasanya baik, laki -laki maupun perempuan

membuat suatu persyaratan yang tidak sama bagi semua bangsa di dunia. Secara

umum biasanya masing -masing pihak akan menelusuri latar belakang hidup pihak

yang bersangkutan dengan cara melihat Shio, She atau Marga si calon atau dengan

cara meramal calon pasangannya ala orang Tionghoa, jika mereka tid ak mempunyai

6

Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, Ichtiar Baru: Jakarta, 1980. hlm. 301.

7

Horton, Paul. B. & Hunt, Cester, Sosiologi, Erlangga: Jakarta, 1992. hlm 61.

Page 26: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

11

Shio, She, atau Marga yang sama, maka dilakukan pertukaran Men Hu Die, artinya

kesepakatan persyaratan dari kedua belah pihak.

Sedangkan perkawinan menurut etnik Jawa dimaksudkan untuk membentuk

suatu rumah tangga yang berdiri sendiri. Pemilih an calon pasangan merupakan urusan

pribadi, keluarga besar memang memegang peranan penting dalam pemilihan calon

pasangan. Hanya saja keluarga besar menyarankan agar pemilihan pasangan harus

benar-benar memperhatikan prinsip bibit yang berarti asal -usul si calon, bebet yang

berarti kelakuan/baik tidaknya watak dan sikap si calon, dan bobot yang berarti

kekayaan dan pekerjaannya. Hal itu dilakukan karena keluarga hanya ingin

mengetahui asal -usul dan status sosial si calon

Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan tentang

terjadinya suatu perkawinan campur antar etnik yang ada di Cilacap. Terjadinya

perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa harus membutuhkan adanya

suatu interaksi dan hubungan yang erat di antara kedua etnik tersebut di dalam suatu

masyarakat, sehingga dapat memudahkan mereka untuk dapat memilih si calon

pasangan mengenai status dan asal -usulnya. Maka dalam penulisan mengenai

perkawinan campuran ini tidak akan lepas j uga menceritakan pembauran yang

dilakukan oleh orang Tionghoa dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam

penelitian ini masyarakat adalah sangat penting, karena dipakai sebagai suatu tokoh

atau sebagai pelengkap sumber. Maka penulisan ini menggunakan pendekatan dari

ilmu sosial khususnya sos iologi dan juga akan menggunakan pendekatan antropologi.

Page 27: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

12

F. Metodologi Penelitian.

a. Metode pengumpulan data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis dan data

lisan, maka pengumpulan data yang digunakan dalam penel itian ini adalah metode studi

literatur, yakni metode pengumpulan data dengan cara memanfaatkan sumber -sumber

tertulis yang ada.

Karena periode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah periode

kontemporer, maka mau tidak mau, penggunaan metode wawancara harus dipergunakan

dalam penelitian ini.

b. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan ke dalam

pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data

8

. Dari pengertian di atas

dapat dinyatakan bahwa sebuah analisis merupakan bagian dari suatu penelitian dan

proses ini merupakan proses yang penting. Di dalam proses analisis juga terdapat

proses verivikasi, dimana data yang sudah diperoleh di lapangan dipil ah-pilah kembali

atau dengan kata lain dilakukan pengorganisasian untuk menentukan mana data yang

sekiranya relevan dengan tujuan penulisan dan mana yang tidak. Hal ini dilakukan

agar tujuan penulisan dapat tercapai dengan baik dan tulisan yang disajikan t idak

keluar dari jalur.

8

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Karya CV, 1989.

hlm.112

Page 28: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

13

Data-data yang diperoleh dari penelitian kepustakaa n dan lapangan diolah

dan dianalisis secara kualitatif, artinya semua data yang diperoleh akan dianalisis

berdasarkan pada apa yang telah dinyatakan oleh responden dan nara sumbe r secara

tertulis dan nyata serta mempelajari gejala dan masalah yang timbul dalam praktek

sebagai suatu yang utuh. Setelah data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan

dengan menggunakan metode berpikir deduktif yaitu suatu pola pikir yang

berdasarkan pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian ditarik suatu kesimpulan

yang bersifat khusus.

c. Historiografi atau penulisan

Historiografi adalah proses mengkisahkan kembali peristiwa yang sudah

ada berdasarkan data-data yang ada. Dalam proses historiografi dilakukan interpretasi.

Interpretasi adalah penafsiran terhadap sumber -sumber yang ada yang telah diyakini

kebenarannya untuk memperoleh hasil yang maksimal dan mendekati kebenaran dari

suatu peristiwa. Proses ini dilakukan untuk menghindari unsur subye ktivitas. Bentuk

penulisan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Di mana dalam penulisan ini

peristiwa-peristiwa yang ada tidak hanya diceritakan secara kronologis tetapi juga

mengandung analisis.

G. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan penulisan skri psi ini dibagi menjadi enam bab sebagai

berikut:

Page 29: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

14

Bab 1 merupakan pendahuluan yang berisi lata r belakang dan

permasalahan, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka

teori dan pendekatan, metode penelitian dan penggu naan sumber serta sistematika

penulis.

Bab II mendeskripsikan latar belakang terjadinya perkawinan campur

antara etnik Tionghoa dan etnik Jawa di Cilacap.

Bab III berisi tentang proses perkawinan campur antara etnik Tionghoa

dan pribumi pasca 1965. Bagian ini merupakan bagian yang s ecara rinci

mengemukakan tentang praktik perkawinan pasca 1965, pengertian dan tujuan

perkawinan, syarat syahnya perkawinan, dan tata cara perkawinan menurut adat

yang dipakai dalam prosesi pernikahan yang dilaksanakan.

Bab IV berisi tentang bagaimana proses setelah be rlangsungnya

perkawinan, yang menyangkut tentang adat menetap sesudah perkawinan, hubungan

antara suami dan istri dan antara suami istri dengan kerabatnya, hal perceraian,

hukum waris, dan hal pendidikan anak -anaknya.

Bab V merupakan kesimpulan yang menjawab permasalahan yang

diajukan.

Page 30: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

15

BAB II

ETNIK TIONGHOA DAN ETNIK JAWA DI CILACAP

PASCA 1965

A. Latar belakang masuknya etnik Tionghoa di Cilacap

Berdiamnya etnik Tionghoa di Cilacap adalah akibat migrasi, karena adanya

suatu perdagangan yang mereka lakukan dengan berbagai pedagang -pedagang lain di

Nusantara kurang lebih sejak tahun 413 M, perdagangan yang dilakukan dengan

perlahan meninggalkan beberapa kelompok etnik Tionghoa di pelabuhan -pelabuhan

Nusantara. Jumlah ini tentu makin meningkat, mengingat kekayaan Nusantara yang luar

biasa itu. Walaupun agak perlahan dan bertahap, kemudian terjadilah perkawinan

campur antara etnik Tionghoa Totok dengan pribumi. Hubungan tersebut melahirkan

kelompok Tionghoa Peranakan . Pada tahap ini menurut Hans J. Daeng, para generasi-

generasi awal Tionghoa Peranakan itu pasti ditarik ke dalam lingkungan pergaulan

dengan golongan Tionghoa Totok, mereka dididik menjadi Tionghoa Totok

9

.

Sejak abad ke-17 hingga 20, posisi etnik Tionghoa di Cilacap makin diperkuat

lantaran mereka dibutuhkan Belanda sebagai pedagang -antara. Mereka diharapkan

menjadi penghubung dalam bidang perdagangan antara pribumi dengan Belanda yang

memiliki jaringan perdagangan yang jauh lebih luas. Kasarnya, Tionghoa menguasai

9

Hans. J. Daeng, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan , Pustaka Pelajar: Yogyakarta,

2002. hlm. 275.

Page 31: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

16

pasar-pasar desa sampai ke pelabuhan -pelabuhan besar. Semuanya terpelihara dalam

sistem jaringan pekerjaan yang saling m enguntungkan.

Etnik Tionghoa yang ada di Cilacap, sebenarnya berasal dari beberapa

kelompok dari berbagai daerah dan beberapa propinsi di negara Cina, di antaranya yaitu

Fukien dan Kwangtung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Setiap imigran yang

datang ke Cilacap menggunakan bahasa Hokkien, Toechiu, Hakka, dan Kanton yang

demikian besar perbedaannya, sehingga pembicaraan dari bahasa yang satu tak dapat

dimengerti pembicara dari yang lain

10

. Walaupun etnik Tionghoa perantau itu, terdiri

dari paling sedikit empat suku -bangsa, namun dalam pandangan masyarakat Cilacap

pada umumnya hanya terbagi ke dalam dua golongan yaitu Peranakan dan Totok

11

.

Masyarakat Tionghoa di Cilacap bukan merupakan masyarakat minoritas

homogen. Dari sudut kebudayaan, etnik Tionghoa terbagi menjadi dua golongan yaitu

golongan Peranakan dan golongan Totok. Golongan Peranakan adalah etnik Tionghoa

yang sudah lama tinggal di Cilacap atau hasil dari perkawinan campur dengan pribumi

dan umumnya sudah berbaur. Mereka berbahasa Indonesia sebagai bahasa sehari -hari

dan bertingkah laku seperti pribumi. Golongan Totok adalah etnik Tionghoa yang sulit

beradaptasi dan tidak pernah berbaur dengan masyarakat pribumi, umumnya mereka

membuat komunitas sendiri yang mereka lakukan bersama dengan sesama orang

Tionghoa Totok. Namun dengan berhentinya migrasi dari Tiongkok, jumlah Totok sudah

10

Kontjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia , Djambatan: Jakarta, 2002. hlm.

351

11

Ibid, hlm. 352.

Page 32: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

17

menurun dan keturunan Totok pun telah mengalami pembauran. Karena itu, generasi

muda Tionghoa di Cilacap sebetulnya sudah mengalami Peranakan

12

.

Penggolongan tersebut bukan hanya berdasarkan kelahiran saja, artinya:

golongan Peranakan itu, bukan hanya etnik Tionghoa yang lahir di Cilacap atau hasil

perkawinan campuran antara etnik Tionghoa dengan pribumi, sedangkan golongan

Totok bukan hanya etnik Tionghoa yang lahir di negara Tionghoa. Penggolongan

tersebut juga menyangkut soal derajat penyesuaian atau akulturasi dari para perantau

Tionghoa itu terhadap kebudayaan Indonesia yang berada di sekita rnya, sedangkan

derajat akulturasi itu tergantung kepada jumlah generasi para perantau itu yang telah

berada di Cilacap dan kepada intensitas perkawinan campuran yang telah terjadi diantara

para perantau itu dengan etnik Jawa di Cilacap.

Salah satu hal yang perlu diterangkan mengenai soal identifikasi etnik

Tionghoa, ialah soal kewarganegaraan yang merupakan suatu hal yang rumit. Dalam

zaman kolonial semua etnik Tionghoa yang ada di Indonesia, secara yuridis diperlukan

sebagai satu golongan yang dikenakan s istem hukum perdata yang berbeda dengan

orang pribumi, ialah hukum untuk orang Timur Asing. Dalam negara Cina, yang

menetapkan ke-dwinegaraan bagi etnik Tionghoa di Indonesia, agar mereka dapat

dikenakan aturan-aturan hukum Hindia-Belanda. Keadaan ini diwa risi oleh negara kita,

waktu Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada kita, pada tahun 1949. pada waktu

itu semua etnik Tionghoa di Indonesia mempunyai ke -dwinegaraan, yaitu menjadi warga

negara Cina sekaligus merangkap menjadi warga negara Indonesia.

12

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia , Pustaka LP3ES Indonesia:

Jakarta, 2002. hlm. 17.

Page 33: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

18

Sistem kekerabatan etnik Tionghoa di Cilacap sangat kuat. Seperti yang

terlihat dalam hubungan yang terjalin antara lapisan buruh dan lapisan majikan, mereka

hidup bersama tanpa ada suatu perbedaan yang mencolok. Hal ini disebabkan karena

ikatan kekeluargaan yang terjalin diantara mereka sangat harmonis, sehingga perbedaan

diantara lapisan buruh dan lapisan majikan pun hampir tidak kentara.

Pada umumnya etnik Tionghoa di Cilacap mempunyai mata pencaharian

sebagai pedagang. Mereka umumnya para pedagang yang dapat membina hubungan

baik dengan para penguasa pribumi. Mula-mula di Banten, tetapi kemudian di Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Para usahawan Tionghoa ini berfungsi sebagai penghubung

antara Indonesia dengan dunia luar, terutama antara Indonesia dengan Tiongkok.

Mengenai agama, di Cilacap umumnya orang menganggap bahwa etnik

Tionghoa itu memeluk agama Buddha. Memang di negara Cina sebagian besar

rakyatnya memeluk agama Buddha, tetapi di Cilacap etnik Tionghoa adalah pemeluk

agama Buddha, Kungfu-tse, Tao, Protestan, Katholik, atau Islam. Mengenai agama

Buddha, Kungfu-tse, dan Tao ketiga-tiganya dipuja bersama-sama oleh suatu unit

perkumpulan yang bernama perkumpulan Sam Kauw Hwee atau yang lebih terkenal

dengan sebutan perkumpulan tiga agama.

Pada masa Orde Lama di Indonesia dikenal ada enam agama yang diakui oleh

pemerintah, hal ini tercantum dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang menyatakan bahwa

pemerintah mengakui agama Islam, Protestan, Katholik Roma, Buddha, Hindhu dan

Konghucu. Tapi dalam perkembangannya agama Konghuc u sejak zaman Orde Baru

tidak lagi diakui sebagai agama di Indonesia, melainkan sebagai ajaran etika atau bentuk

Page 34: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

19

filsafat yang mengajarkan kebijakan tertentu. Pernyataan ini tertuang dalam surat

Menteri Agama kepada Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 Desember 1979.

B. Sekitar Pasca 1965

Pasca 1965 merupakan suatu peralihan dari demokrasi terpimpin menuju ke

pemerintah Orde Baru. Pada zaman demokrasi terpimpin (1959 -1965), kebijakan

integrasi dan asimilasi mulai dilaksanakan secara bertahap. Mula -mula warga negara

Indonesia keturunan Tionghoa tidak diperbolehkan mendirikan sekolah -sekolah

Tionghoa, aktivitas etnik Tionghoa asing pun mulai dibatasi. Namun, kebijakan

asimilasi secara total baru dib erlakukan sejak lahirnya Orde Baru (1965-1998). Seluruh

peraturan yang ada pada masa demokrasi terpimpin dan masa-masa sebelumnya telah

dihapus secara total. Peraturan ganti nama mulai di umumkan pada pemerintahan Orde

Baru. Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dihimbau mengganti nama

Tionghoanya menjadi nama yang berbau ”Indonesia”

13

.

Dalam bidang budaya, pemerintah Orde Baru rupanya ingin mengikis habis

kebudayaan Tionghoa. Pada pemerintah ini mu ncul peraturan pemerintah No. 14 Tahun

1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Tionghoa yang menyatakan

pelarangan tradisi dan adat istiadat Tionghoa mulai diberlakukan. Peraturan -peraturan

pelarangan itu misalnya tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dan Cap gomeh, tidak

boleh main barongsai, semua kelenteng harus diubah menjadi Vihara, agama Konghucu

tidak diakui, belajar ketionghoaan tidak diperbolehkan, koran dan publikasi bahasa

13

Leo Suryadinata, op. cit, hlm. 15.

Page 35: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

20

Tinghoa tidak diizinkan, hanya sebuah koran setengah tionghoa y ang diasuh oleh militer

yang boleh terbit, dan koran ini dikenal dikalangan masyarakat Tionghoa sebagai koran

iklan

14

.

Akan tetapi tidak semua kebijakan bersifat asimilasi, peratura n diskriminasi

terus dijalankan sehingga minoritas Tionghoa merasa dirinya berbeda dengan kelompok

pribumi. Misalnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) etnis Tionghoa dibedakan.

Perbedaannya terletak pada penulisan agama dan kewarganegaraannya, misalnya bagi

etnik Tionghoa yang beragama Konghucu di dalam KTP tidak dapat ditulis dan harus

menuliskan agama lainnya dan perbedaan tulisan WNI/WNA. Dan perubahan

pemakaian nama Tionghoa harus diubah menjadi nama yang berbau Indonesia, jika

mereka menginginkan pembuatan KT P yang sah untuk menjadi Warga Negara

Indonesia (WNI). Sejak saat itu, makin lama makin banyak orang Tionghoa WNI yang

terpelajar memberikan nama Jawa atau nama Indonesia lainnya kepada anak -anak

mereka yang baru dilahirkan, sebagian besar dari mereka meng harapkan bahwa

keberadaan akan status mereka sebagai warga minoritas harus benar-benar diterima

sebagai warga setanah air yang sungguh-sungguh oleh warga negara lainnya

15

.

C. Penduduk dan Lingkungan Sosio Kultural

1. Data Demografis

Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap setiap tahun terus bertambah, menurut

hasil registrasi penduduk pada akhir tahun 1974 mencapai 1.187. 495 jiwa yang terdiri

14

Ibid

15

Mely G. Tan, Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia Suatu Masalah Pem binaan Kesatuan

Bangsa , Gramedia: Jakarta, 1981. hlm.25

Page 36: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

21

dari laki-laki 591.088 jiwa dan perempuan 596.407 jiwa. Selama 5 tahun terakhir rata -

rata penduduk per tahun sebesar 0,87 persen. Komposisi penduduk berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan penduduk laki -laki lebih sedikit dari perempuan , yang

diindikasikan pula oleh angka sex ratio sebesar 999 persen. Sementara itu dari distribusi

penduduk menurut kecamatan, memperlihatkan kecamatan Kawunganten adalah yang

paling banyak penduduknya yaitu sebesar 106.149 jiwa diikuti kecamatan Sidareja

sebesar 96.843 jiwa kemudian kecamatan Kedungreja sebesar 95.429 jiwa. Sedangkan

yang berpenduduk paling kecil adalah kecamatan Dayeuhluhur, yaitu sebesar 35.076

jiwa. Sementara itu bila dilihat dari latar belakang etnis dari suku, mayoritas

penduduknya bere tnis Jawa. Sedangkan para imigran yang berasal dari etnis lain adalah

Tionghoa, Arab, Sunda, dan lain sebagainya, dan etnis Tionghoa menempati jumlah

terbanyak diantara etnis pendatang lainnya di wilayah Cilacap.

Etnik Tionghoa mulai tinggal dan menetap di Cilacap kira-kira pada abad ke –

20, imigran Tionghoa yang masuk ke Cilacap menjadi semakin beragam. Mereka tidak

lagi didominasi oleh pedagang kelas menengah atau saudagar kaya, namun dari berbagai

lapisan sosial, seperti tukang -tukang, pedagang kecil, dan buruh. Perubahan ini tentu

saja ada pengaruhnya terhadap proses penyesuaian mereka dalam membentuk sistem

dan struktur sosial komunitas Tionghoa di lingkungan yang mereka tempati. Jumlah

etnik Tionghoa pada saat mereka datang dan menetap di Cilacap menc apai kira-kira

kurang dari 67.884 jiwa, tetapi pada akhir tahun 1974 jumlahnya meningkat drastis kira -

kira mencapai lebih dari 67.884 jiwa. Mereka hidup dengan tidak mengelompok tetapi

terpisah-pisah dan menyebar di setiap sudut kota cilacap.

Page 37: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

22

Para imigran dari negeri Tiongkok ini bukan berasal dari satu kelompok suku

bangsa, melainkan terdiri dari berbagai suku bangsa dan daerah yang saling terpisah.

Setiap imigran Tionghoa yang masuk membawa muatan unsur -unsur kebudayaan.

Tetapi tidak semua beban kebudayaa n negeri leluhur, mereka terapkan di tempat baru.

Unsur-unsur kebudayaan yang dirasakan menghambat kelangsungan hidup mereka di

tempat baru, sudah tentu mereka lepaskan.

Secara kuantitas etnik Tionghoa tergolong minoritas, namun dalam waktu

yang relatif singkat mereka berhasil menduduki posisi dominan pada sektor ekonomi di

wilayah Cilacap. Maka tidaklah heran jika dalam waktu yang singkat mereka berhasil

mengubah nasib dan menaikkan tingkat kehidupan sosial mereka. Faktor sistem sosial

dan kultural dari etnik Tionghoa sangat berperan penting dalam membantu sesama

Tionghoa, yaitu dengan cara bekerja sama dalam sebuah kongsi dagang yang mereka

dirikan sendiri untuk membantu keberhasilan usaha mereka. Dengan cara ini akumulasi

modal akan terjaga dan hanya berputar di lingkungan mereka.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya me ningkatkan

kualitas hidup masyarakat. Pemerintah Cilacap dalam memperhatikan upaya tersebut

antara lain dengan mewujudkan penyediaan sarana/prasarana pendidikan dan

peningkatan kualitas tenaga pengajar. Perhatian pemerintah tersebut sesungguhnya

tidaklah cukup tanpa disertai partisipasi aktif masyarakat.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan kantor

Departemen Agama Kabupaten Cilacap, jumlah murid SD dan MI tahun 1974 sebanyak

Page 38: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

23

131.092 anak atau menurun sebesar 3 persen dibandingkan tahun1 970 yang tercatat

138.283 murid.

Hal yang sama juga terjadi pada murid SLTP/sederajat, yang mengalami

penurunan dari 84.973 murid pada tahun 1970 menjadi 82.865 murid pada tahun1974.

sedangkan jumlah murid SLTA/sederajat mengalami peningkatan dari 38.501 m urid

pada tahun 1970 menjadi 39.181 murid pada tahun 1974.

Sistem pendidikan di Cilacap umumnya mempunyai kualitas yang baik. Tidak

ada pendidikan yang membeda -bedakan suku, ras, dan kebudayaan. Para migran

Tiongkok ini pun telah menyekolahkan anak -anak mereka bukan ditempatkan pada

sekolah khusus pendidikan Tionghoa saja, melainkan mereka membebaskan anak -anak

mereka dalam memilih sekolah dan membebaskan mereka berbaur bersama orang -orang

pribumi. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh para imigran keluarga Tionghoa

peranakan. Tetapi berbeda pula bagi keluarga Tionghoa totok yang sangat

memperhatikan pendidikan budaya leluhur, sehingga mereka lebih suka memasukkan

sekolah anak-anak mereka ke sekolah khusus Tionghoa. Karena, mereka mengharapkan

anak-anak mereka tidak akan terpengaruh oleh kebudayaan luar dan tetap

mengembangkan kebudayaan asli leluhur mereka. Menurutnya, jika hal tersebut terjadi

maka akan mempengaruhi perkembangan keturunannya, terutama dalam

mempertahankan budaya dan sifat -sifat keaslian mereka. Selain itu, Tionghoa totok yang

kolot sangat mengutamakan kedekatan dengan sesama golongan puritan, sebab mereka

merasa aman jika tetap berada dalam kelompok yang sama

16

.

16

Wawancara dengan Bapak Wahyudi, 17 Juni 2006, di Cilacap.

Page 39: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

24

Ada pandangan bahwa pendidikan dapat mengangkat status sosial seseorang

atau keluarga. Pandangan ini dapat berakibat bagi seseorang yang tidak berpendidikan,

mereka akan merasa minder atau rendah terhadap teman-temannya yang berpendidikan.

Di lain hal kesadaran dari pihak-pihak yang mempunyai pendidikan tinggi untuk

membangun masyarakat, khususnya Cilacap dapat di lihat dari terbentuknya berbagai

organisasi keremajaan seperti remaja masjid, perkumpulan kelompok pemuda,

karangtaruna dan kelompok remaja lainnya. Melalui organisasi ini mereka berbaur

bersama untuk mewujudkan pembangunan di daerahnya. Hal ini dicapai dengan

peningkatan potensi yang dimiliki oleh masyarakat Cilacap tersebut. Berbeda dari

Tionghoa totok yang sulit berbaur atau beradaptasi dengan pribumi, kehidupan kaum

peranakan yang sifatnya lebih terbuka dan lebih mudah beradaptasi atau berbaur dengan

pribumi, selalu memperhatikan keaktifan dalam setiap kegiatan organisasi ataupun

lainnya. Oleh karena itu, tidak sedikit dari etnik Tionghoa golon gan peranakan mau

mengikuti setiap perkumpulan yang diadakan di wilayahnya.

3. Bahasa

Bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Tiap masyarakat yang ada di Indonesia

mempunyai suatu kepribadian dan bahasa. Kepribadian dan bahasa ini tercermin dalam

kebudayaannya. Dengan kata lain, tiap-tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri,

begitu pula dalam hal bahasa, di tiap masyarakat pasti juga mempunyai suatu bahasa

sendiri yang perbedaannya sangat khas

17

.

17

Drs. Mahjunir, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudayaan , Bhratara: Jakarta,

1976. hlm 74

Page 40: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

25

Bahasa sebagai sistem simbol untuk berkomunikasi akan benar -benar

berfungsi apabila pikiran, gagasan, dan konsep yang diacu atau diungkapkan lewat

kesatuan dan hubungan yang bervariasi dari sistem simbol itu dimiliki bersama oleh

penutur dan penanggap tutur

18

.

Bahasa Jawa dalam arti sebenarnya dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Disebut orang Jawa apabila yang bersangkutan memiliki bahasa ibu bahasa Jawa

yang sebenarnya. Jadi orang Jawa adalah penduduk asli bagian tengah dan timur pulau

Jawa yang berbahasa Jawa

19

. Sarana utama untuk berkomunikasi dengan orang lain agar

tidak terjadi konflik atau pertentangan adalah ”tata krama” dan ”unggah-ungguh”, yaitu

suatu bentuk interaksi langsung yang menyangkut perilaku dan tutur kata. Bahasa Jawa

mempunyai tingkatan yaitu bahasa ” ngoko” , ”kromo”, dan ”kromo inggil”

20

.

Dalam pergaulan hidup sehari -hari maupun hubungan sosial hidup sehari -hari,

mereka berbahasa Jawa dan berbahasa Indonesia. Bahasa Jawa ditinjau dari kriteria

tingkatannya, ada tiga macam, yaitu bahasa Jawa ngoko, bahasa Jawa kromo, dan bahasa

Jawa

kromo inggil

. Bahasa Jawa

ngoko

dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab,

dan terhadap orang yang lebih muda usianya, serta lebih rendah derajat dan status

perekonomiannya atau kelas menengah ke bawah. Bahasa Jawa kromo dipergunakan

untuk berbicara dengan yang belum d ikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur

maupun derajatnya, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi derajat perekonomiannya

18

Chaedar Alwasilah, Sosiologi Bahasa , Angkasa: Bandung, 1985. hlm. 81

19

Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup

Jawa, Gramedia: Jakarta, 1984. hlm.11.

20

Suwaji Bastomi, Seni dan Budaya Jawa, IKIP Semarang: Semarang, hlm.45.

Page 41: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

26

atau kelas menengah ke atas

21

. Bahasa Jawa Kromo inggil merupakan bahasa yang halus

sekali, bahasa untuk menghormat orang yang mereka hormati. Sedangkan bahasa

Indonesia merupakan bahasa sehari -hari yang dipergunakan di sekolah -sekolah,

perusahaan-perusahaan, dan kantor-kantor sipil maupun non sipil dan juga bagi

keluarga-keluarga yang status perekonomiannya lebih tinggi.

Warga Cilacap pada umumnya dalam pergaulan sehari -hari mempergunakan

bahasa Jawa dan juga bahasa Indonesia. Bahasa Jawa pada jaman dahulu sering

dipergunakan bagi mereka yang status perekonomiannya rendah atau menengah ke

bawah, namun sekarang pengguanaann ya sudah menyeluruh, sedangkan bahasa

Indonesia dipergunakan oleh mereka yang status perekonomiannya menengah ke atas.

Keragaman suku bangsa di Cilacap ini memunculkan beberapa bahasa yang

berlainan. Maka dalam interaksi sosialnya, sukar bagi mereka untuk dapat saling

berkomunikasi satu sama lain. Tetapi dengan berjalannya waktu mereka dituntut harus

bisa menggunakan bahasa yang dipergunakan pribumi demi untuk melaksanakan

fungsinya sebagai pedagang, mempertahankan mata pencaharian, dan memperoleh

perlindun gan keamanan dari masyarakat setempat demi kelangsungan hidup sebagai

warga Cilacap. Satu hal yang lazim pada semua masyarakat minoritas untuk melakukan

hal seperti itu. Selain itu, dalam interaksi sosial ekonomi mereka menggunakan bahasa

Melayu Tionghoa untuk berkomunikasi. Dialek Tionghoa sendiri dipertahankan oleh

keluarga-keluarga Tionghoa totok yang menghendaki kemurnian adat dan tradisi mereka

sebagai bahasa komunikasi dalam keluarga dan diantara mereka yang satu suku bangsa.

21

Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia , Djambatan: Yogyakarta, 1971.

hlm.327

Page 42: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

27

Faktor lain yang ikut mendorong hilangnya bahasa asli adalah proses

perkawinan campur yang dilakukan dengan orang -orang setempat yang selanjutnya akan

melahirkan generasi peranakan. Hal itu semakin diperkuat ketika generasi Tionghoa

peranakan mendapat pendidikan Barat, yang membua t mereka cenderung menggunakan

bahasa Belanda atau Melayu untuk berkomunikasi dan mulai melupakan bahasa asli

leluhur mereka. Sedangkan untuk menjalin hubungan dengan masyarakat pribumi,

mereka menggunakan bahasa setempat karena tuntutan untuk dapat berkomunikasi

dengan masyarakat setempat

22

.

4. Agama dan Adat Istiadat

Pada masa koloni Belanda di Cilacap, keberadaan etnik Tionghoa tetap

mempertahankan orientasinya sebagai orang Indonesia yang tetap mempertahankan

kebudayaan Tionghoa. Pada hakekatnya etnik Tionghoa yang tinggal dan menetap di

Cilacap mampu beradaptasi dengan budaya Cilacap. Apalagi etnik Tionghoa yang sudah

lama tinggal di Cilacap dan sudah merasa menjadi bagian dari masyarakat Cilacap

meskipun secara etnik (ras) mereka berbeda. Etnik Tionghoa yang mempunyai

pemikiran seperti tersebut di atas dinamakan inklusif yaitu mampu menyesuaikan dan

menerima budaya khususnya budaya di mana ia ting gal. Tetapi masih banyak juga dari

etnik Tionghoa yang mempunyai pemikiran sebaliknya, yaitu etnik Tionghoa yang

masih condong pada pola pemikiran dan budaya Tionghoa. Hal ini sering dilakukan oleh

anggota kelompok Tionghoa yang masih kolot dan hanya mempe rhatikan kebudayaan

22

Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa , Pustaka LP3ES Indonesia: Jakarta, 2002.

hlm.34.

Page 43: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

28

leluhurnya saja atau yang sering disebut dengan Tionghoa kongkoan . Mereka selalu

tampil eksklusif dalam berkelompok namun tetap berorientasi pada budaya Tionghoa.

Golongan Tionghoa terutama Tionghoa peranakan yang lebih terbuka dalam

hal menerima pengaruh kebudayaan, agama, dan kepercayaan setempat mendapat

simpati positif dari kalangan pribumi dibandingkan kelompok Tionghoa totok yang

kehidupannya lebih cenderung tertutup. Hal tersebut terjadi karena kelompok Tionghoa

peranakan tidak terlalu fanatik memegang ajaran leluhur. Akibatnya lambat laun dan

secara tidak disadari, mereka telah melahirkan sebuah kebudayaan baru yang

memadukan unsur kebudayaan Tionghoa dengan pribumi maupun unsur kebudayaan

asing lain yang pada akhirnya membuat ide ntitas mereka berbeda sendiri, suatu identitas

sebagai orang peranakan pribumi, tetapi juga tidak asing. Meskipun demikian, golongan

peranakan sebenarnya bukan merupakan golongan ras, seperti orang Tionghoa totok.

Bahkan di Jawa yang menganut sistem patria kal, peranakan Tionghoa dari ayah pribumi

digolongkan sebagai pribumi. Maka jelas bahwa golongan Tionghoa peranakan

merupakan golongan tersendiri yang didasarkan atas penggunaan nama keluarga,

kebudayaan khas yang mereka wujudkan, dan atas dasar identitas diri

23

.

Kebudayaan dan acara-acara keagamaan Tionghoa juga sering dilaksanakan di

Cilacap, seperti misalnya dalam upacara tahun baru Imlek dan cap gomeh. Dalam

pelaksanaan upacara tersebut biasanya mereka mengadakan atraksi barongsai dengan

berjalan mengelilingi kota Cilacap. Warga yang melihat pun sangat antusias dan

23

Noordjanah, Andjarwati, Komunitas Tionghoa di Surabaya 1900 -1946, Mesiass: Semarang,

2004. hlm. 44-45

Page 44: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

29

menghormati jalannya upacara -upacara yang biasa di lakukan oleh masy arakat Tionghoa

di Cilacap. Kebudayaan Tionghoa yang ada di Cilacap sampai sekarang masih terus

dikembangkan dan masih tetap dipertahankan walau pada masa pasca Orde Baru banyak

mendapat pertentangan dan pelarangan.

5. Mata Pencaharian

Masyarakat Cilacap khususnya yang bermukim di perkotaan memiliki tingkat

pendidikan yang berbeda, sehingga dalam hal mata pencahariannya pun dapat dikatakan

heterogen. Sebagian besar penduduk kota Cilacap memiliki mata pencaharian sebagai

nelayan dan pedagang, sehingga sebagi an besar dari mereka mempunyai tingkat

pendidikan hanya sampai tingkat atas (SMU) saja. Bagi mereka yang mempunyai

tingkat pendidikan tinggi umumnya mereka bekerja sebagai pegawai negeri sipil,

perangkat desa, guru, POLRI

24

.

Sejak awal golongan Tionghoa sudah dikenal sebagai pedagang, baik

pedagang hasil bumi maupun pedagang barang -barang dari negeri mereka sendiri.

Dalam hal pekerjaan khususnya dalam hal berdagang, etnik Tionghoa te rkenal sangat

ulet dan teliti sehingga tidak heran bila perdagangan yang dilakukan oleh etnik Tion

ghoa cepat berhasil dan bisa maju pesat perkembangannya. Namun pada akhirnya

mereka lebih dikenal sebagai pedagang perantara. Pada masa -masa selanjutnya akti vitas

ekonomi mereka tidak bisa lepas dari situasi politik yang diperankan oleh penguasa

Belanda yang akhirnya lebih banyak membatasi gerak mereka. Namun memasuki abad

24

Wawancara dengan Sdr. Irwan, 14 Juni 2006, di Cilacap

Page 45: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

30

ke-20, terjadi perkembangan yang sangat pesat terhadap aktivitas perekonomian etnik

Tionghoa ini

25

.

Kedudukan ekonomi etnik Tionghoa pada masa sekarang adalah warisan

sejarah kolonial. Karena politik Belanda, etnik Tionghoa menjadi orang tengah

(middlemen) antara Belanda dan pribumi. Di pulau Jawa mereka dibatasi pada

perdagangan. Hal ini bisa terlihat p ada etnik Tionghoa yang berada di Cilacap bahwa

derajat sosial etnik Tionghoa ditinjau dari sudut ekonomi dalam masyarakat lebih tinggi

atau menempati strata atas dilihat dari pola hidup mereka yang sudah sangat baik.

Masyarakat Tionghoa di Cilacap sebagia n besar mempunyai mata pencaharian

sebagai pedagang. Diantara mereka yang sukses sebagai pedagang besar mereka lebih

banyak menempati perkampungan pecinan di sepanjang jl. A. Yani atau sebelah selatan

alun-alun Cilacap. Selain itu juga di daerah sepanjang jl. LE. Martadinata atau di depan

Pasar Gede Cilacap. Pada umumnya mereka berdagang sembako, elektronik, sepatu dan

tas, fashion, dan lain sebagainya. Selain sebagai pedagang, banyak dari etnik Tionghoa

juga berprofesi sebagai nelayan. Pada umumnya mereka adalah nelayan yang kaya raya

karena sebagian besar dari mereka mempunyai perlengkapan -perlengkapan alat-alat

nelayan yang sangat komplit seperti perahu bahkan tak jarang yang mempunyai kapal,

jaring, mesin perahu, dan yang lainnya. Mereka umumnya menyebar dan bermukim di

sepanjang pantai Teluk Penyu Cilacap.

Dengan keadaan etnik Tionghoa yang dianggap sebagai etnik pendatang yang

sukses di wilayah Cilacap, maka tak sedikit warga Cilacap yang berguru atau meniru

25

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia , Djambatan: Jakarta, 2002.

hlm.367

Page 46: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

31

kesuksesan etnik Tionghoa tersebut seperti misalnya kepandaian dan keuletan dalam

berdagang.

D. Interaksi Etnik Tionghoa dan Etnik Jawa di Cilacap

Masyarakat Tionghoa di Cilacap merupakan kaum minoritas homogen (berasal

dari beberapa ras dan kebudayaan. Dilihat dari pola interaks i etnik Tionghoa dengan

orang pribumi, interaksi etnik Tionghoa dengan pribumi sangat erat. Ditinjau dari

kedudukan sosial (social position) orang etnik Tionghoa berada sejajar dengan pribumi

di Cilacap, bila ditinjau dari faktor ekonomi etnik Tionghoa mem ang lebih makmur di

bandingkan orang pribumi

26

. Dengan adanya faktor tersebut, etnik Tionghoa cenderung

berada di atas orang pribumi dalam pola interaksinya. Orang pribumi di Cilacap l ebih

banyak bekerja mengadu nasib kepada etnik Tionghoa yang tergolong sangat mampu

ekonominya sebagai kuli angkut, penjaga gudang, tukang pukul dan pembantu rumah

tangga. Selain itu hubungan interaksi etnik Tionghoa dengan pribumi dalam kehidupan

sehari-hari juga sangat harmonis dan penuh dengan kekeluargaan.

Pada hakekatnya etnik Tionghoa yang tinggal dan menetap di Cilacap mampu

beradaptasi dengan budaya setempat. Apalagi orang Tionghoa yang sudah lama menetap

dan tinggal di Cilacap dan sudah merasa menj adi bagian dari masyarakat Cilacap

meskipun secara etnik (ras) mereka berbeda. Biasanya etnik Tionghoa yang mampu

melakukan adaptasi dengan budaya setempat atau melakukan suatu pembauran adalah

kelompok Tionghoa peranakan karena mereka lebih bisa terbuka d alam hal menerima

26

Wawancara dengan Bapak Edi, 17 Juni 2006, di Cilacap.

Page 47: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

32

pengaruh dari kebudayaan luar. Sedangkan kelompok Tionghoa totok adalah mereka

yang sulit untuk beradaptasi dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Kelompok ini cenderung lebih tertutup dan tidak pandai berbaur dengan masy arakat

sekitar

27

.

Orang Tionghoa yang ada di Cilacap merupakan orang Tionghoa yang berasal

dari beragam asal-usul. Ada Tionghoa Hokian yang pandai berdagang, Tionghoa Hong

Fu yang ahli pertukangan dan mebel, Tionghoa Heng Hua yang ahli mesin dan Tionghoa

Hu Pei yang ahli gigi. Meski mereka beragam suku atau fam-nya, namun dimanapun

berada mereka tetap mengedepankan sikap persaudaraan. Termasuk di Cilacap, meski

terdapat perbedaan adat-istiadat yang berlaku, dalam posisi di perantauan mereka selalu

mengutamakan rasa kekeluargaan. Dalam berdagangpun mereka jarang memandang

pedagang Tionghoa lainnya sebagai pesaing. Dari semangat bersatu dan bersaudara

inilah mereka jadi besar dan eksis.

Selain semangat kekeluargaan tersebut, masyarakat etnik Tionghoa di Cilacap

juga memiliki sikap toleransi yang cukup tinggi bahkan sikap yang dimiliki oleh orang

Tionghoa inilah yang banyak menguntungkan mereka karena dalam bidang

perdagangannya mereka bi sa menjangkau masyarakat luas

28

.

Interaksi atau pembauran yang terjadi antara etnik Tionghoa dan Jawa di

Cilacap adalah sangat erat, dan memiliki rasa persaudaraan yang begitu tinggi. Mereka

juga sama-sama mempunyai sikap sali ng menghormati dan bekerjasama dengan baik,

27

Wawancara dengan Bpk. Wahyudi, 17 Juni 2006, di Cilacap

28

Ibid

Page 48: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

33

karena mereka sama-sama saling membutuhkan satu sama lain. Sehingga tidak heran

banyak di antara mereka telah melakukan perkawinan campur

29

.

Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dengan Jawa di Cilacap umumnya

dilakukan oleh etnik Tionghoa peranakan. Karena Tionghoa peranakan yang lebih

terbuka dalam hal menerima pengaruh kebudayaan setempat yang kemudian juga bisa

menerima adan ya suatu perkawinan campur. Terjadinya perkawinan campur karena

masing-masing pihak saling membutuhkan. Karena di satu sisi orang pribumi sangat

tergantung dengan kesuksesan etnik Tionghoa dalam hal perekonomiannya, sedangkan

disisi lain etnik Tionghoa jug a sangat membutuhkan pribumi untuk melindungi sebagai

masyarakat minoritas dan juga untuk mendapatkan pengakuan yang sah tentang

keberadaan status kewarganegaraannya agar dapat diakui oleh masyarakat sekitar

dimana mereka tinggal

30

.

Selain itu, perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa terjadi karena,

ada alasan dari orang Tionghoa yaitu bahwa mereka mau melakukan perkawinan campur

dengan etnik Jawa karena pada umumnya orang Tionghoa yang ada di Cilacap tidak

mau bahkan malu dipanggil dengan sebutan ”Cina” karena menurutnya ada suatu

pendiskriditan komunitas yang menjadikan masyarakat Tionghoa enggan disebut Cina.

Maka dari itu, orang Tionghoa mau melakukan perkawinan campur dengan pribumi agar

mendapat keturunan dari pribumi dan mendapat status pengakuan sebagai warga

29

Wawancara dengan Ibu Bhe Lian Fang, 16 Juni 2006, di Cilacap.

30

Ibid

Page 49: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

34

Indonesia. Karena menurutnya jika orang Tionghoa memiliki status sebagai keturunan

orang Indonesia maka lama-kelamaan status sebagai orang Cina nya akan berkurang

31

.

Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap umumnya

sudah dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena perkawinan yang mereka lakukan

sudah sah menurut hukum dan agama. Setelah menikah, masing -masing pelaku

perkawinan campur juga lebih bisa terbuka dalam hal me nerima pengaruh kebudayaan.

Mereka biasanya membuat suatu kebudayaan baru di dalam kehidupan sehari -hari

mereka terutama dalam hal mendidik anak dan dalam kehidupan sehari -hari mereka.

Membuat suatu kebudayaan baru di dalam mendidik anak biasanya, cara mer eka

mendidik anak sifatnya lebih terbuka dan bebas dalam hal apapun. Dalam penggunaan

bahasa untuk berkomunikasi sehari -hari mereka di rumah, biasanya mereka mendidik

anak-anak mereka dengan memakai bahasa Indonesia dan bahasa Cina hanya sebagai

formalitas saja atau bahkan mereka membebaskan anak -anaknya untuk memilih bahasa

apapun yang akan mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Sedangkan, pada saat hari -

hari besar keagamaan maupun hari -hari besar lainnya mereka merayakan bersama -sama

tanpa saling membedak an, namun ada juga di antara mereka yang tidak pernah

merayakan kedua-duanya. Tetapi walaupun demikian, mereka dapat saling menghormati

dan hidup rukun di dalam suatu lingkungan masyarakat dan rumah tangga yang

harmonis

32

.

31

Ibid

32

Ibid

Page 50: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

35

BAB III

TRADISI PERKAWINAN CAMPUR ETNIK TIONGHOA DAN

ETNIK JAWA DI CILACAP

A. Tinjauan umum tentang perkawinan di Cilacap

1. Praktik upacara perkawinan pasca 1965 - 1974-an

Perkawinan merupakan sumbu tempat berputarnya seluruh hidup

kemasyarakatan, dan merupakan saat peralihan dari masa remaja ke masa dewasa dan

sampai pada masa berkeluarga. Oleh sebab itu perkawinan merupakan masalah yang

sangat penting dalam hidup setiap manusia di kalangan masyarakat Jawa di daerah

Cilacap. Biasanya upacara perkawinan i ni merupakan upacara yang terbesar dan paling

meriah bila dibandingkan dengan upacara inisiasi yang lain. Dalam pelaksanaan upacara

perkawinan menurut adat Jawa, berbagai unsur adat Jawa saling bertemu, diantaranya

unsur religi. Perkawinan ini merupakan fa se penting pada proses pengintegrasian

manusia di dalam tata alam yang sakral. Dikatakan orang, bahwa perkawinan adalah

menutupi taraf hidup lama dan membuka taraf hidup baru.

Praktik upacara perkawinan di wilayah Cilacap pada periode tahun 1965 -1999

itu diadakan sesuai dengan tradisi dan adat yang berlaku di wilayah tersebut.

Perkembangan praktik upacara selamatan khususnya upacara selamatan perkawinan juga

sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari pola perilaku masyarakat Cilacap itu sendiri. Pola

kelakuan suatu masyarakat lebih banyak bersumber kepada adat dan agama. Kedua

sumber itu dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku baik secara individu maupun

Page 51: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

36

kelompok sosial. Adat adalah kebiasaan yang normatif, adat juga berasal dari laku

perbuatan dan kebiasaan masyarakat. Adat tidak boleh diubah oleh siapapun, hanya

interpertasinya saja yang boleh disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Sebagai orang Jawa, masyarakat Cilacap yang masih mengikuti tradisi yang

serba perlambang, sebagai bentuk ungkapan iman dan tauhid nya yang mengikuti ajaran

Islam. Tradisi Jawa yang banyak mengandung lambang, tidak harus dianggap sebagai

menyekutukan Tuhan. Lambang -lambang dan tradisi itu merupakan ciri khas orang

Jawa. Penggunaan lambang-lambang dan tradisi ini diikuti oleh sebagian masyarakat

Jawa yang masih mempercayainya, baik itu yang berasal dari agama Islam maupun

Kristen.

Pada periode ini upacara selamatan perkawinan banyak mengalami perubahan.

Perubahan ini terjadi lebih ditunjang oleh keadaan ekonomi masyarakat di Cilacap pad a

masa itu. Kehidupan ekonomi masyarakat di Cilacap yang rendah berdampak pula

dalam pelaksanaan upacara selamatan perkawinan. Sebelum tahun 1965, upacara

selamatan perkawinan menurut tradisi Jawa tidak terlepas dengan berbagai menu

makanan yang disediakan , baik itu menu makanan untuk prosesi adat bagi pengantin

maupun untuk para tamu undangan. Dalam upacara midodareni sampai pada upacara

panggih (ketemunya pengantin) di pelaminan. Apabila kedua pengantin telah duduk di

pelaminan dengan baik, maka dimulaila h acara-acara berikutnya, yaitu acara makan nasi

walimahan (nasi dengan lauk pauk pindang antep ). Pengantin pria mengepalkan nasi

untuk disuapkan kepada pengantin wanita. Sedangkan di daerah Banyumas, pada waktu

acara dulang-dulangan masih ada upacara lain yaitu upacara panggang. Kedua

Page 52: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

37

pengantin masing -masing memegang paha ayam yang sudah di panggang kiri dan

kanan, kemudian kedua pengantin tersebut sama -sama menarik sampai ayam tersebut

terbelah menjadi dua dan kemudian pengantin saling menyuapkan ayam yan g sudah

terbelah menjadi dua itu. Setelah selesai, para tamu yang menghadiri upacara

perkawinan itu kemudian makan bersama dengan menu makanan yang sederhana dan

pulang dengan dibawakan sebungkus ” jajanan pasaran ” seperti jenang, wajik,

lemper,dan lain -lain. Sebagai ciri khas masyarakat Jawa di Cilacap. Selain disuguhkan

berbagai macam menu makanan, pada waktu itu juga disuguhkan makanan nasi rames

yang dianggap dapat menambah tingginya ”prestise” keluarga

33

.

Setelah tahun 1965 sudah mengalami perubahan. Menu makanan pada upacara

selamatan perkawinan, baik itu untuk acara dulangan pengantin maupun untuk para

tamu undangan. Setelah tahun 1965, menu makanan untuk acara dulangan pengantin

sudah lebih modern, biasanya mereka menggunakan nasi kuning dengan lauk pauknya

yang istimewa, bahkan tidak jarang mereka menggunakan roti pengantin yang sangat

mewah. Sedangkan acara penarikan ayam panggang sudah mulai dihilangkan seiring

dengan perubahan jaman yang lebih modern dewasa ini. Dan untuk para tamu undangan,

menu makanan lebih diistimewakan, tak jarang bagi mereka menjamu tamunya dengan

berbagai lauk pauk seperti daging, ayam, buah-buahan, roti, berbagai kue lapis, dan lain -

lain.

Praktik upacara perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Cilacap juga

dilaksanakan oleh para pelaku perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan pribumi di

33

DEPDIKBUD, Tradisi dan Kebiasaan Makan Pada Masyarakat Tradisional di Jawa Tengah ,

Jakarta, 1997. hlm. 65-66

Page 53: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

38

Cilacap, walaupun pada pasca 1965 sampai pada tahun 1974 yang melaksanakan

perkawinan campur jumlahnya tidak sebanyak perkawinan biasa pada umumnya seperti

perkawinan (Jawa dengan Jawa, Cina dengan Cina,dll) tetapi, praktik upacara

perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan pribumi pasca 19 65 pelaksanaannya lebih

meriah dan lebih mendapat simpati positif dari kalangan masyarakat Cilacap bila di

banding dengan perkawinan biasa pada umumnya, karena pelaksanaan praktik

perkawinan campur dilakukan dengan sangat unik yaitu melibatkan dua adat dan

kebudayaan masing -masing pihak dalam proses pelaksanaan upacara perkawinannya

34

.

Jumlah perkawinan campur etnik Tionghoa dan pribumi di Cilacap dari tahun

1964 sampai dengan tahun 1974 menurut data yang diperoleh dari Kantor

Kependudukan Catatan Sipil Cilacap menerangkan bahwa jumlah perkawinan campur

antara etnik Tionghoa dan pribumi sekian diantara jumlah perkawinan Tionghoa dengan

Tionghoa. Berikut ini adalah data perkawinan Tionghoa dengan pribumi dan Tionghoa

dengan Tionghoa beserta prosentasenya

35

.

34

Wawancara dengan Bapak Wahyudi, 17 Juni 2006, di Cilacap.

35

Data diperoleh dari Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cilacap

Page 54: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

39

TAHUN CINA-PRIBUMI CINA-CINA PROSENTASE

1964 5 11 45,45%

1965 8 15 53,33%

1966 6 20 30%

1967 10 25 40%

1968 11 28 39,29%

1969 6 20 30%

1970 7 32 21,88%

1971 8 24 33,33%

1972 6 25 24%

1973 5 15 33,33%

1974 10 16 62,5%

Dari data di atas dapat kita lihat bahwa pada tahun 1967, 1968 dan tahun 1974

mengalami peningkatan perkawinan campur. Tetapi jika kita lihat dan bandingkan dari

besarnya prosentase perkawinan orang Cina dengan orang Cina maka pada tahun 1974

lah yang mempunyai prosentase yang paling tinggi.

Kesimpulan dengan melihat data tersebut adalah bahwa setiap tahun selalu

terjadi pratik perkawinan campur antara orang pribumi dengan orang Tionghoa.

Eksistensi penganut perkawinan campur memang memiliki banyak persyaratan yang

rumit tetapi hal itu tidak membuat halangan bagi orang yang akan melakukan

Page 55: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

40

perkawinan campur. Apalagi setelah tahun 1974 sudah ada Undang -undang yang

mengatur tentang perkawinan campur.

2. Tujuan Perkawinan Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Tujuan perkawinan menurut Undang -undang No. 1 Tahun 1974 adalah untuk

membentuk keluarga (rumah-tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar

masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai

kesejahteraan spiritual dan material. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat

hubungannya dengan keturunan, di mana pe meliharaan dan pendidikan anak -anak

menjadi hak dan kewajiban orang tua. Dengan demikian yang menjadi tujuan

perkawinan menurut perundangan adalah untuk kebahagiaan suami istri, untuk

mendapatkan keturunan dan menegakkan keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang

bersifat parental (keorangtuaan).

36

3. Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

Di Indonesia perkawinan akan dianggap sah apabila telah memenuhi ketentuan

dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hu kum masing-

masing agama dan kepercayaannya itu”.

36

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

Hukum Agama , Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm. 22.

Page 56: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

41

Jadi perkawinan yang sah menurut hu kum perkawinan nasional adalah perkawinan yang

dilaksanakan menu rut tata tertib aturan-aturan hukum yang berlaku dalam agama Islam,

Kristen/Katolik, Hindhu/Budha. Kata “hukum masing-masing agama” berarti hukum

dari salah satu agama itu masing-masing, bukan berarti “hukum agamanya masing-

masing” yaitu hu kum agama yang dianut oleh kedua mempelai atau keluarganya.

Perkawinan yang sah jika terjadi perkawinan yang dilaksanakan menurut tata

tertib aturan salah satu agama, agama calon suami atau agama calon istri, bukan

perkawinan yang dilaksanakan oleh setiap agama yang dianut kedua calon mempelai dan

atau keluarganya. Jadi perkawinan telah dilaksanakan menurut hu kum Islam, kemudian

dilakukan lagi perkawinan menurut hukum Kristen dan atau hukum Hindhu/Budha,

maka perkawinan itu menjadi tidak sah, demikian sebaliknya.

37

4. Perkawinan campur antar kewarganegaraan menurut Undang-undang No. 1

Tahun 1974

Perkawinan campuran yang biasanya dilaksanakan di Indonesia dilakukan

menurut Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 59(2). Perkawinan

campuran itu tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat -syarat

perkawinan yang ditentukan oleh hu kum yang berlaku bagi pihak masing -masing telah

dipenuhi (pas 60 UU no. 1-1974 ayat [1] ). Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat

tersebut telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan

perkawinan campur antar kewarganegaraan, maka oleh mereka yang menurut hukum

37

Ibid, hlm, 26 dan 27.

Page 57: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

42

yang berlaku bagi pihak masing -masing berwenang mencatat perkawinan, diberi surat

keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi (UU no. 1-1974 [2]).

38

Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.

Barangsiapa melangsungkan perkawinan campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu

kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti

keterangan yang disebut dalam pas. 60 [4] UU no. 1-1974 dimaksud dihukum dengan

hukuman kurungan selama -lamanya satu bulan.

39

Menurut pasal 58 UU no.1-1974 menyatakan bahwa ‘bagi orang-orang yang

berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh

kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraan,

menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam UU Kewarganegaraan RI yang berlaku’.

5. Sangsi bagi yang melanggar peraturan perkawinan campur menurut UU

No. 1 Tahun 1974

Menurut perundangan yang berlaku di Indonesia apabila terjadi pelanggaran

terhadap pasal-pasal tertentu dari peraturan perundangan yang mengatur tentang

perkawinan, maka bagi mereka yang melarangnya dapat dikenakan hukuman kurungan,

hukuman denda dan atau khusus bagi pegawai negeri dan anggota ABRI dapat

dikenakan hukuman administratif. Ketentuan-ketentuan yang memuat ancaman

hukuman tersebut terdapat dalam UU no. 1-1974 pasal 61 (2-3), UU No. 22-1946 pasal

38

Ibid, hlm 15.

39

Ibid, hlm. 16.

Page 58: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

43

16-17, Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken) S.

1898-158, pasal 45 (1); PP no. 10-1983 pasal 16-17; Peraturan Menteri Agama no. 3-

1975 pasal 54 dan keputusan Menhamkan ABRI no. Kep/B/12/III/1972 pasal 24

40

.

Pada umumnya di dalam masyarakat, bagi mereka yang telah melakukan

pelanggaran di dalam perkawinannya maka hukuman bagi mereka adalah mereka a kan

dikucilkan oleh masyarakat sekitar tempat mereka tinggal dan pasti mereka juga tidak

akan pernah diakui lagi oleh masyarakat sekitar sebagai warga masyarakat tempat

tinggal di mana mereka tinggal.

B. Perkawinan campur etnik Tionghoa dan Jawa di Cilacap

1. Tujuan perkawinan menurut adat

Tujuan perkawinan menurut etnik Tionghoa adalah selain untuk membentuk

keluarga yang berbahagia, juga untuk memperoleh keturunan. Karena keturunan bagi

orang etnik Tionghoa sangatlah penting, terutama anak laki-laki yang nantinya akan

meneruskan garis keluarganya. Sedangkan menurut masyarakat Jawa tujuan perkawinan

adalah untuk bebrayan urip , artinya hidup bersama -sama dan bekerjasama serta

mengadakan hubungan seksual dan mendapat keturunan keseluruhannya secara sah ,

artinya mendapat pengesahan hukum dan pengakuan masyarakat. O leh karena itu suatu

perkawinan bukan hanya kepentingan dua orang anggota pasangan saja tetapi juga

melibatkan dua keluarga asal dan masyarakat.

41

40

Ibid, hlm. 196

41

DEPDIKBUD, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah , Jakarta, 1978/1979. Hlm.

45.

Page 59: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

44

Beranjak dari uraian diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tujuan

perkawinan menurut adat adalah membentuk unit keluarga secara sah, yang anggota-

anggotanya saling bekerjasama untuk menyusun suatu rumah tangga yang otonom dan

yang mempunyai hak untuk melakukan hubungan seksual dengan sah dan berusaha

untuk mempunyai keturunan se cara sah pula.

2. Perkawinan ideal dan pembatasan jodoh menurut etnik Tionghoa dan

Jawa

Semua masyarakat di dunia mempunyai larangan -larangan terhadap

pemilihan jodoh bagi anggota -anggota keluarganya, termasuk juga bagi masyarakat di

Jawa khususnya di Cil acap. Di dalam masyarakat orang jawa yang berasal dari lapisan

berpendidikan di kota -kota misalnya, hampir tidak ada pembatasan asal saja mereka

ingat bahwa mereka tidak boleh memilih jodohnya yang mempunyai ikatan darah atau

saudara kandung, karena menurut sebagian besar kepercayaan orang Jawa bahwa

menikah dengan saudara kandung atau yang masih mempunyai ikatan darah sangat

diharamkan, selain itu dalam perundangan juga di larang.

Untuk melaksanakan tujuan perkawinan seperti tersebut di atas, mereka

khususnya yang akan melakukan perkawinan campur (etnik Tionghoa dengan pribumi)

mempunyai bermacam -macam penilaian terhadap penentuan pasangannya dalam

perkawinan. Mereka mengetahui bahwa perkawinan mana yang tidak disukai, yang

diperbolehkan dan perkawinan yang diharapkan. Faktor-faktor yang biasanya dipakai

untuk penilaian adalah hubungan kerabat, latar belakang sosial ekonomi, dan usia.

Page 60: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

45

Dahulu faktor agama juga diperhitungkan. Mereka mengharap, kawin dengan orang

yang mempunyai persamaan agama sangatlah lebih baik dari pada yang beda agama.

Tetapi, unsur ini sudah mulai sedikit peminatnya .

Pada umumnya seseorang yang telah melakukan perkawinan campur beda

etnik khususnya etnik Tionghoa dan Jawa, mereka mengatakan perkawinan itu ideal atau

perkawinan itu adalah kurang baik, adalah adat dan hukum agama. Tetapi dari hasil

pengamatan dan wawancara menunjukkan bahwa , pertimbangan itu tidak terletak pada

adat dan hukum agama, melainkan pada logika. Apa yang dikatakan adat bahkan tidak

berlaku sama sekali dalam pasanga n perkawinan campur beda etnik dan beda

kebudayaan ini . Di bawah ini akan di uraikan mengenai fak tor-faktor penghambat dan

pendorong yang biasanya dipakai sebagai bahan pertimbangan, untuk pembatasan jodoh

perkawinan campur beda etnik.

Umur anak dianggap masak untuk kawin . Karena periode yang

dipergunakan dalam penelitian ini pada kurun waktu 1971 -an maka orang-orang yang

diwawancaraipun adalah orang-orang yang telah melakukan perkawinan campur kira-

kira pada tahun tersebut. Maka mengenai umur dalam suatu perkawinan, rata-rata

mereka menikah pada usia 15 tahun bagi seorang perempuan dan 16/17 tahun bagi

seorang laki-laki. Hal ini biasa terjadi pada masyarakat Jawa jaman dahulu karena pada

umumnya mereka masih bersifat k olot.

42

Menurut etnik Tionghoa faktor usia juga tidak

dipermasalahkan . Bagi mereka, jika mereka mempunyai anak perempuan asalkan sudah

dinilai dewasa dan mereka sudah menstruasi mereka diperboleh kan menikah dengan

42

Wawancara dengan Bapak Wahyudi, 17 Juni 2006, di Cilacap.

Page 61: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

46

syarat seorang laki-laki yang akan menikahinya harus sudah mapan dan siap secara

lahir-batin. Hal ini dilakukan demi untuk kebahagiaan sang putrinya. Dan begitu juga

sebaliknya bagi orang etnik Tionghoa yang mempunyai anak laki -laki biasanya anak

laki-laki tersebut harus sudah mempunyai pekerjaan tetap dahulu baru bisa menikah.

43

Faktor agama dan adat sebagai penentu suatu perkawinan . Masyarakat

Indonesia yang bersifat majemuk khususnya dalam perspektif agama. Sebagian besar

memeluk agama Islam, dan kira-kira tiga persen dari rakyat Indonesia memeluk agama

Kristen katolik. Hubungan antara orang-orang Islam dan orang-orang Katolik tidaklah

selalu mulus, walaupun c ukup jarang terjadi konfrontasi langsung antara para pemeluk

kedua agama besar tersebut. Salah satu penyebab dari keadaan itu kiranya adalah

kurangnya pengetahuan yang benar tentang pandangan agama lain. Oleh karenanya,

hubungan antara mereka sering kali l ebih didasari oleh berbagai prasangka atau bahkan

salah sangka. Begitu juga dengan adat istiadat yang berbeda-beda di negara kita yang

harus kita patuhi dan kita hormati.

Dalam suatu perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa yang harus

dilaksanakan dengan perbedaan agama dan adat mereka (suami/istri) mengaku bahwa

perbedaan agama dan adat tidak merupakan sebagai penghalang atau kendala yang besar

untuk melangsungkan suatu pernikahan. Yang terpenting bagi mereka adalah cinta dan

kebersamaan yang terjalin untuk bisa sukses dalam mengarungi bahtera rumah

tangganya. Mereka adalah sepasang suami/istri yang beragama Islam dan Katolik.

Dalam upacara perkawinannya mereka melangsungkan pemberkatan perkawinan di

43

Wawancara dengan Ibu Purwani, 17 Juni 2006, di Cilacap.

Page 62: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

47

Gereja dengan cara Katolik. Tetapi setelah 14 tahun usia perkawinan sang suami yang

orang etnik Jawa dan beragama Islam memutuskan untuk di baptis dan menjadi Katolik.

Begitu juga dengan pasangan yang lainnya, mereka juga mengakui hal yang sam a bahwa

perbedaan agama dan adat tidak pernah menjadi suatu kendala bagi mereka untuk

melangsungkan suatu perkawinan. Tetapi kebanyakan dari mereka yang sudah resmi

menjadi suami/istri telah pada akhirnya memeluk agama Kristen/Katolik.

Dalam pandangan keluarga kedua belah pihak, sebenarnya mereka sangat

menentang keras perkawinan beda agama dan beda adat. Menurut salah seorang dari

keluarga etnik Tionghoa, mereka memang tidak pernah merestui keturunannya menikah

dengan Orang Jawa apalagi bagi keluarga Tionghoa yang mempunyai anak perempuan

tidak akan pernah diperbolehkan menikah dengan orang Jawa dengan alasan bahwa

Orang Jawa sering melakukan poligami dan tidak tekun dalam mencari nafkah dan pasti

hidupny a akan miskin. Selain itu etnik Tionghoa juga mengan ggap jika didalam satu

keluarga ada yang menikah campur antara kewarganegaraan maka keturunan didalam

lingkungan keluarga

She/marga

tidak akan jelas.

44

Begitu juga sebaliknya bagi sebagian

orang Jawa yang masih memperhitungkan bibit, bebet, bobot

45

. Mereka tidak akan

pernah setuju untuk merestui anaknya melakukan perkawinan dengan beda adat dan

agama dengan alasan itu semua demi untuk kebahagiaan anak -anaknya.

46

44

Wawancara dengan Ibu Elisabet Ragawati (Bhe Lian Fang), 19 Juni 2006, di Cilacap.

45

Bibit adalah asal-usul si calon, bisa di lihat dari sifat, latar belakang pendidikan, dan penyakit

yang ada pada si calon harus benar-benar di teliti dengan baik. Bebet adalah asal-usul keluarga atau

ketuunannya, apakah si calon berasal dari keluarga baik-baik, terhormat, atau sebaliknya. Sedangkan

Bobot adalah yang berarti kekayaan, dan pekerjaannya.

46

Wawancara dengan bapak Wahyudi, 19 Juni 2006, di Cilacap.

Page 63: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

48

Tetapi hal seperti itu tidak mempengaruhi atau menjadi suatu halangan bagi

laki-laki dan perempuan yang akan melakukan perkawinan campur, karena menurut

mereka cinta dan janji setia sehidup semati adalah hal yang paling penting dibandingkan

yang lainnya dalam melangsungkan suatu perkawinan.

Latar belakang ekonomi dan sosial. Pada umumnya orang lebih suka

memilih pasangan perkawinan dengan orang yang mempunyai tingkat derajat sosial

yang setingkat. Mereka pada umumnya mengatakan bahwa perbedaan latar belakang

sosial ekonomi seringkali dapat menjadikan sumber ketegangan. Keteganga n akibat

perbedaan latar belakang ekonomi dan sosial ini dapat dihilangkan karena salah satu dari

pasangan yang keadaan ekonominya lemah dapat menutupnya dengan kelebihan di

dalam bidang yang lain, misalnya karena menunjukkan kerja yang rajin dan tekun.

Kejadian ini umum terjadi di kalangan petani. Bagi sebagian masyarakat Jawa yang

masih mempunyai keturunan dari keluarga bangsawan yang masih berusaha memelihara

gelar kebangsawanannya, membatasi pekawinan anaknya dengan orang -orang yang

tidak mempunyai gela r kebangsawanan. Dan bagi orang Jawa golongan biasa dan bukan

merupakan keturunan keluarga bangsawan pada umumnya mereka juga mempunyai

prinsip yang sama hanya perbedaannya bukan gelar keba ngsawanan yang dipertahankan

tetapi adalah derajat kepandaiaian atau keberhasilan si pemuda di dalam bidang usaha.

47

Dalam hal ini orang Jawa baik yang berasal dari keluarga keturunan bangsawan sampai

keturunan orang biasa sekalipun , mereka pada umumnya masih mempertahankan prinsip

bibit, bebet, bobot bahwa mereka mengharapkan anaknya menikah dengan orang yang

47

DEPDIKBUD, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah , Jakarta, 1978/1979. hlm.

50-51.

Page 64: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

49

berasal dari keluarga baik-baik (misalnya b ukan dari keluarga pencuri dan pembunuh,

dan lain -lain.), selain itu mereka juga meng harapkan anaknya menikah dengan orang

yang sudah mempunyai pekerjaan tetap dan sudah mempunyai tempat tinggal pribadi.

Hal ini terjadi karena pada jaman dahulu pada umumny a istri tidak bekerja. Supaya

kebutuhan rumah tangga tercukupi, maka suami harus mempunyai pangkat yang tinggi

atau pandai mencari nafkah.

Bagi etnik Tionghoa mengenai latar belakang ekonomi dan sosial dalam

pemilihan calon pasangan anaknya, mereka juga pa da umumnya hampir mempunyai

prinsip yang sama dengan orang Jawa yaitu ingin memberikan sesuatu yang terbaik

untuk anaknya. Hanya saja dalam hal ini orang etnik Tionghoa sangat memperhatikan

keturunan dari She/Marga bahwa kelak dikemudian hari mereka mengha rapkaan

anaknya menikah dengan orang yang masih mempunyai keturunan she/marga yang

sama agar semakin terjalin erat antara She/Marga yang satu dengan yang lainnya. Selain

itu, orang etnik Tionghoa juga mengharapkan anaknya menikah dengan orang yang

lebih kaya dan mempunyai status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dirinya. Ini

dikarenakan orang Tionghoa tidak ingin setelah anaknya menikah hidupnya akan

sengsara dan selalu bergantung dengan usaha kedua orang tuanya.

Tetapi hal demikian bukan merupakan sua tu ukuran bagi pasangan yang

telah melakukan perkawinan campur. Hal yang terpenting bagi mereka adalah apabila

sudah siap untuk menikah berarti bagi seorang suami harus dapat menjadi pelindung

bagi keluarganya. Bahwa ia harus dapat melindungi keluarga terh adap rintangan atau

kesukaran apapun baik moril maupun material. Dia adalah tempat berlindung dan

Page 65: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

50

bergantung dari seluruh anggota keluarganya dan selalu membuat keluarga tenang dan

tenteram. Selain itu juga harus sudah siap secara lahir batin menafkahi ist ri dan anggota

keluarga yang lain. Jadi suami harus dapat memenuhi ekonomi rumah tangganya.

3. Syarat sahnya suatu perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa

Orang melakukan perkawinan dengan tujuan untuk hidup bersama dan juga

untuk mempunyai keturunan yang s ah menurut hukum dan agama yang berlaku , artinya

mendapat pengesahan hukum dan pengakuan masyarakat. O leh karena itu suatu

perkawinan bukan hanya kepentingan dua orang anggota pasangan saja , tetapi juga

melibatkan dua keluarga asal dan masyarakat. Karena itu orang yang akan melakukan

perkawinan dikenakan kepadanya syarat -syarat itu antara lain adalah.

Umur. Bagi seorang perempuan diharapkan sesudah menstruasi dan si pria

sesudah mencapai umur dewasa dan sudah pandai di dalam bekerja. Dan sudah

mempunyai pekerjaan sendiri, karena sesudah perkawinan diharapkan kepada pasangan

itu untuk hidup berumah tangga sendiri artinya mampu mencukupi kebutuhan hidup

sendiri. Tetapi kadang-kadang syarat tersebut tidak di pandang terlalu penting bagi

mereka yang mempunyai keluarga yang kaya raya, karena jika salah seorang dari

pasangan tersebut berasal dari keluarga orang kaya maka setelah menikah mereka akan

tinggal serumah dengan keluarga tersebut dan kehidupan rumah tangga mereka pun

sudah terjamin.

Mas kawin. Mas kawin adalah sejumlah harta kekayaan yang diberikan oleh

pihak laki -laki kepada pihak perempuan sebelum upacara perkawinan berlangsung.

Page 66: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

51

Wujudnya kadang-kadang berupa sejumlah uang atau barang, binatang atau bahan

makanan

48

. Sekarang orang lebih suka menempuh jalan yang mudah, ialah

keseluruhannya diwujudkan dalam bentuk uang. Begitu juga yang telah dilakukan oleh

sebagian besar pasangan yang melakukan perkawinan campur ini. Mereka lebih suka

mas kawinnya berbentuk uang karena menurut mereka uang tidak terlalu banyak

merepotkan mereka.

Besar kecilnya mas kawin (bride-price) itu tentu berbeda-beda pada berbagai

suku bangsa di duni a. Kadang-kadang besar kecilnya mas kawin harus ditetapkan secara

bermusyawarah antara kedua pihak yang bersangkutan, dan sesuai dengan kedudukan,

kepandaian, kecantikan, umur, dan sebagainya.

Mengenai siapakah yang sebenarnya harus membayar mas kawin itu , dan

kepada siapakah mas kawin harus diberikan biasanya ada tiga kemungkinan, berikut

penjelasannya:

a) Mas kawin diberikan kepada kaum kerabat gadis dengan atau

tidak dengan diterangkan lebih lanjut siapakah diantara kaum

keluarga si gadis yang menjadi o rang penerima mas kawinnya.

b) Mas kawin diberikan kepada si gadis sendiri

c) Mas kawin untuk sebagian diberikan kepada gadis, dan sebagian

kepada kaum kerabat si gadis. Fungsinya yaitu tentu u ntuk

memperkuat hubungan baik antara kedua kelompok kerabat.

Disini menjadi lebih jelas bahwa dalam suatu perkawinan itu

bukan hanya terjadi pada dua orang individu saja melainkan

semata-mata soal dari seluruh kedua kelompok kekerabatan

49

.

48

Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, P.T. Dian Rakyat:Jakarta, 1974. hlm.

99.

49

Ibid, hlm. 100

Page 67: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

52

4. Tata cara perkawinan bagi perkawinan campur etnik Tionghoa dan Jawa

di Cilacap

Perkawinan campur antara etnik Tionghoa dan Jawa khususnya di Cilacap

yang terjadi pada periode kira-kira tahun 1971-an merupakan perkawinan yang sangat

langka karena pada tahun tersebut hanya sedikit orang yang melakukan perkawinan

campur. Hal ini terjadi karena faktor adat dan kebudayaan yang dipegang oleh

masyarakat Jawa di Cilacap pada jaman dahulu masih sangat kuat. Maka, bagi sebagian

besar orang Jawa yang masih mementingkan kebudayaan adat mengharuskan mereka

yang akan melakukan perkawinan campur beda etnik, proses pelaksanaan upacara

pernikahan harus menggunakan adat Jawa

50

. Kebijakan ini juga sama pula dengan

sebagian besar etnik Tionghoa yang sangat mementingkan kebudayaan leluhurnya,

mereka juga mengharapkan perkawinan tersebut harus menggunakan adat Tionghoa.

Oleh karena itu, maka biasanya pelaksanaan perkawinan dil aksanakan dengan

menggunakan dua adat di tempat yang terpisah, yaitu di rumah pihak etnik Jawa dan di

rumah pihak etnik Tionghoa. Tetapi pelaksanaannya bergantian. Biasanya yang pertama

kali mendapat giliran yaitu di rumah pihak mempelai putri barulah kemu dian di rumah

pihak laki -laki

51

.

Upacara perkawinan mempunyai maksud dan tujuan untuk menyatukan dua

insan dalam satu keluarga yang disahkan oleh lembaga perkawinan secara sah. Upacara

perkawinan merupakan pengumuman kepada khalayak masyarakat, sekaligus menjalani

50

Wawancara dengan Ibu Purwani, 17 Juni 2006, di Cilacap.

51

Ibid.

Page 68: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

53

upacara pasangan tersebut menapak ke jenjang kedewasaan berumah tangga. Sehingga

dengan demikian pasangan tersebut telah layak memasuki gerbang rumah tangga

sekaligus memasuki komunitas masyarakat dengan status telah berkel uarga

52

.

Untuk menuju ke proses upacara perkawinan, terlebih dahulu diadakan

upacara pertunangan dan lamaran. Upacara pertunangan dimaksudkan sebagai tanda

pengikat sementara sebelum diresmikan dalam suatu perkawinan antara seorang pria dan

wanita yang ditandai den gan melakukan tukar cincin sebagai tanda pengikat. Sedangkan

upacara lamaran dimaksudkan untuk menanyakan apakah si gadis tersebut sudah di

lamar orang lain atau belum, bila belum, keluarga laki -laki mengajukan permohonan

supaya gadis yang telah menjadi pi lihan anaknya diijinkan oleh pihak perempuan untuk

dilamar. Setelah pihak perempuan mengijinkan anaknya untuk dilamar oleh laki -laki

pilihannya, barulah pihak laki -laki melakukan kunjungan ke rumah perempuan untuk

melamar. Setelah itu barulah kemudian memb uat suatu kesepakatan mengenai hari

pernikahan.

Sesudah adanya kesepakatan bersama mengenai hari pernikahan, maka

diadakan peresmian hubungan antara pemuda dan si gadis dengan diadakannya upacara

perkawinan. Dalam penggunaan adat atau agama tergantung dari apa agama yang dianut

oleh kedua mempelai dan menurut tata cara adat setempat. Upacara perkawinan

diadakan dengan memakai kedua adat menurut tata cara Tionghoa dan Jawa atau bahkan

hanya memakai salah satu di antara kedua adat tersebut. Karena masing-masing di antara

mereka ada yang tidak mempermasalahkan tentang adat mana yang mau dipakai dalam

52

H. Ramli Nawawi, Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosobo

Propinsi Jawa Tengah, Balai Kajian Sejarah:Yogyakarta, 2002. hlm. 73.

Page 69: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

54

tata cara proses perkawinan campur. Menurut mereka adat manapun yang akan dipakai

semua sama saja yang terpenting dalam hal ini adalah maknanya dan nilainya. Biasa nya

mereka melakukan akad nikah atau ijab kabul di depan penghulu atau pemberkatan

perkawinan di Gereja, dan kemudian pencatatan perkawinan di lakukan di Catatan Sipil

karena secara hukum agama, negara maupun adat hubungan keduanya telah sah

53

.

Demikianlah proses tata cara perkawinan menurut adat Jawa dan adat

Tionghoa, bahwa dalam hal pelaksanaan upacara perkawinan campur beda adat dan

suku bangsa ini, tidak begitu sulit menentukan adat mana yang akan dipakai dalam tata

upacara perkawinan yang akan berlangsung. Karena dengan kebijakan kedua pihak,

mereka sama-sama melaksanakan dua adat tanpa ada paksaan dan hambatan dari luar.

Dan semuanya tidak ada permasalahan dan perbedaan.

Proses perkawinan campur yang berlangsung dengan menggunakan adat

yang berbeda inipun umumnya berjalan dengan sukses dan sempurna. Para kerabat

kedua pihak yang berlainan etnis ini dalam merayakan pernikahan kerabatnya itu,

umumnya membaur akrab dan hubungan persaudaraan pun terjalin dengan sangat

harmonis.

Pada umumnya kedua mempelai pelaku perkawinan campur beda etnik yang

sudah resmi menjadi suami istri, mereka akan membuat sebuah kebudayaan baru dalam

menjalani kehidupan rumah tangganya. Dan sifatnya menjadi lebih terbuka dalam hal

menerima kebudayaan. Membuat sebuah keb udayaan baru, karena setelah menikah

mereka sudah mulai meninggalkan tata cara adat yang berasal dari kedua pihak (Jawa

53

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

Hukum Agama, Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm. 97-99

Page 70: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

55

dan Tionghoa), tetapi mereka menggabungkan kedua unsur kebudayaan tersebut

menjadi satu tanpa ada suatu perbedaaan. Biasanya ini dilakuk an dalam hal mendidik

anak dan dalam merayakan hari-hari besar keagamaan atau yang lainnya.

Selain itu suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama dalam

perkawinan, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan

bermasyarakat. Kedudukan yang seimbang ini dibarengi dengan adanya hak dan

kewajiban yang sama pula untuk membina dan menegakkan rumah tangga dengan dasar

saling mencintai, menghormati, setia, dan memberi bantuan lahir batin.

Setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, akibat hukum dari perkawinan

campur beda etnik dan kebudayaan terhadap kedudukan suami istri adalah sama rata dan

tidak ada perbedaan, karena perkawinan yang mereka lakukan menurut negara telah

dianggap sah karena telah memenuhi syarat sahnya perkawinan menurut Pasal 2 ayat (2)

UU No. 1 Tahun 1974. dan perkawinan mereka juga telah mendapatkan akta perkawinan

yang sah dari Kantor Catatan Sipil. Walaupun mereka telah menikah dengan latar

belakang etnik yang berbeda, tetapi mereka tetap hidup berdampingan secara rukun dan

damai di dalam lingkungan masyarakat sekitar. Dan oleh masyarakat sekitar, keberadaan

perkawinan mereka umumnya juga telah diakui secara sah. Jadi, tidak ada suatu

permasalahan yang rumit bagi para pelaku perkawinan campur dimata negara dan

masyarakat sekitar.

Page 71: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

56

BAB IV

DAMPAK PERKAWINAN CAMPUR SETELAH MENIKAH

A. Adat Menetap Sesudah Kawin

Pada umumnya orang Jawa tidak mempersoalkan tempat menetap seseorang

sesudah ia kawin. Seseorang bebas menentukan apakah ia menetap di sekitar tempat

kediaman kerabat sendiri atau kerabat istrinya atau tempat tinggal yang baru yang

terpisah dari kerabat kedua belah pihak.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat tinggal sesudah

perkawinan. Di antaranya adalah umur pasangan, keadaan ekonomi orang tua, tempat

bekerja suami/istri. Dan pengharapan dari orang tua kedua belah pihak

54

.

Apabila keadaan ekonomi pasangan itu belum kuat, sedang keadaan ekonomi

orang tua salah satu anggota pasangan lebih kuat daripada yang lain, serta mereka tidak

bekerja pada suatu tempat yang mengharuskan mereka berpisah dengan tempat asal

mereka sendiri atau tempat asal pasangannya, maka biasanya mereka akan tinggal

bersama atau berdekatan dengan orang tua salah satu pihak yang keadaan ekonominya

lebih kuat.

Menurut beberapa informan mengatakan bahwa pasangan suami istri di daerah

Cilacap yang baru menikah selalu memilih tempat tinggalnya di rumah orang tua istri.

Hal ini disebabkan kemungkinan orang tua gadis mengharapkan anak menantu laki -

54

DEPDIKBUD, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah , Jakarta, 1978/1979. hlm.

86.

Page 72: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

57

lakinya tinggal bersama atau berdekatan dengan dia, sehingga banyak waktu yang dapat

diberikan untuk membantu pekerjaa nnya atau bebas biaya hidupnya. Kemungkinan yang

lain adalah permintaan si istri. Si istri dengan bertempat tinggal bersama atau berdekatan

dengan orang tuanya sendiri, akan merasa lebih banyak mendapat perlindungan yang

lebih mudah atau bebas di dalam men gatur rumah tangga atau bekerja untuk

kepentingan rumah tangga. Bila dibandingkan dengan mereka tinggal bersama atau

berdekatan dengan mertua perempuan. Ia akan terus menerus diawasi dan senantiasa

hidupnya selalu terus diatur dan tidak bebas

55

.

Pada kalangan bangsawan keraton, pola menetap sesudah kawin mula -mula

adalah patrilokal, ialah mendiami satu rumah keluarga pihak l aki-laki, sampai

mempunyai anak satu atau dua, dan selanjutnya pindah untuk bertempat tinggal sendiri

atau neolokal

56

. Hal seperti ini juga biasa terjadi bagi kalangan orang-orang yang

mengerti akan tanggungjawabnya sebagai lelaki. Pada umumnya sesudah

perkawinannya, pihak lelaki menginginkan istrinya untuk sementara memilih tempat

tinggal bersama atau berdekatan dengan orang tua pihak lelaki. Menurutnya, ini

disebabkan karena pihal lelaki menyadari bahwa sudah seharusnyalah pihak lelaki yang

bertanggung jawab akan kesejahteraan keluarganya.

Pasangan suami istri sesudah perkawinanya, sebagian besar memilih tempat

tinggalnya untuk beberapa tahun sebelum bisa memiliki rumah sendiri, tinggal

dilingkungan dekat kelu arga pihak istri. Ini mengakibatkan keluarga pihak istri lebih

55

Wawancara dengan sdr. Diah, Pada tanggal 28 Agustus 2006, di Cilacap.

56

DEPDIKBUD, Op.cit, hlm.87.

Page 73: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

58

banyak mengawasi, mengatur dan juga memberi andil dalam pertumbuhan yang baru itu.

Akibatnya walaupun suami yang menjadi kepala keluarga tetapi si istri mempunyai

pengaruh yang lebih besar.

Menurut para antropolog, ada beberapa paling sedikit tujuh kemungkinan adat

menetap sesudah nikah, yaitu:

1. Adat utrolokal, yang memberi kemerdekaan kepada tiap pengantin baru untuk

menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami atau di sekitar pusat

kediaman kaum kerabat istri;

2.

Adat virilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar pusat

kediaman kaum kerabat suami;

3. Adat uxorilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar

pusat kediaman kaum kerabat istri;

4. Adat bilokal, yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal berganti -

ganti, pada suatu masa tertentu sekitar pusat kediaman kerabat suami, pada lain

masa tertentu sekitar pusat kediaman kaum kerabat istri;

5. Adat neolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tin ggal sendiri di

tempat kediaman yang baru, tidak mengelompok sekitar tempat kediaman

kaum kerabat suami maupun istri;

6. Adat avunkulokal , yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal menetap

sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu dari suami;

7. Adat natolokal, yang menentukan bahwa pengantin baru tinggal terpisah,

suami tinggal sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri, dan si istri

tinggal di sekitar pusat kediaman kaum kerabatnya sendiri pula

57

.

Adat menetap sesudah nikah antara lain mempengaruhi pergaulan kekerabatan

dalam suatu masyarakat. Kalau misalnya dalam suatu masyarakat ada adat virilokal,

dengan sendirinya di tempat -tempat, desa-desa, atau daerah-daerah lokal akan

mengelompok menjadi suatu keluarga yang terikat oleh suatu hubungan kekerabatan

yang dapat diperhitungkan melalui garis orang laki -laki. Dalam tiap keluarga batih

dalam suatu masyarakat serupa itu anak-anak akan terutama bergaul dengan kaum

kerabat dari pihak ayahnya, sedangkan kaum kerabat dari pihak ibu yang semuanya

57

Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, P.T. Dian Rakyat, 1974, hlm.102-103

Page 74: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

59

tinggal di tempat-tempat, desa-desa, atau daerah-daerah lain, kurang mereka kenal.

Demikian tiap adat menetap sesudah nikah menentukan dengan kaum kera bat manakah

orang akan banyak bergaul

58

.

Bagi etnik Tionghoa dalam hal mem ilih tempat tinggal setelah kawin, pada

umumnya tidak berbeda jauh seperti yang telah terjadi pada masyarakat Jawa di daerah

Cilacap. Hanya saja bagi sebagian etnik Tionghoa yang masih memperhatikan adat dan

kebudayaan leluhurnya, biasanya mereka mengingin kan anaknya yang telah menikah

campur dengan orang Jawa, mengharuskan mereka untuk memilih tempat tinggal

berdekatan dengan anggota lingkungan keluarga Tionghoa. Hal ini disebabkan karena

kekhawatiran pihak keluarga etnik Tionghoa akan hilangnya status ana knya sebagai

orang keturunan Tionghoa dan kekhawatiran akan pudarnya budaya dan tradisi

ketionghoaannya. Maka bagi sebagian besar pasangan yang telah melakukan perkawinan

campur yang belum memiliki tempat tinggal pribadi, mereka lebih memilih untuk

tinggal bersama salah satu pihak dari keluarga Tionghoa.

Tetapi, para pelaku kawin campur beda etnik yang ada di Cilacap, umumnya

setelah kawin mereka memilih tempat tinggal sementara yaitu mengikuti pihak suami

dan tinggal menetap bersama suami dalam lingkungan kerabat suami, entah itu yang

laki-laki (Jawa maupun Tionghoa). Karena menurutnya, sudah sewajarnyalah pihak istri

(Jawa maupun Tionghoa) harus mengikuti jejak langkah sang suami. Bagi yang sudah

mempunyai tempat tinggal pribadi, mereka umumnya lebih memil ih lokasi jauh dengan

58

Ibid, hlm. 103-104

Page 75: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

60

lingkungan dari keluarga pihak istri maupun suami, tetapi masih di dalam kota yang

sama

59

.

B. Hubungan Suami dan Istri Serta Suami Istri dan Kerabat

a. Hubungan suami dan istri

Dengan terjadinya suatu perkawinan, maka masing -masing pihak akan

mengenalkan semua anggota kerabatnya dan mau tidak mau masing -masing pihak juga

harus masuk dan membaur menjadi satu dalam suatu ikatan kerabatnya itu. Mema ng

benar, bahwa dengan terjadinya suatu ikatan perkawinan, jumlah anggota kerabat dari

masing-masing asal pasangan menjadi bertambah besar, namun masing -masing kerabat

asal satu sama lain tidak saling mempunyai ikatan kekerabatan.

Secara ideal, si suami mengembangkan sumber mata pencaharian hidupnya

dan biasanya sering berada di luar rumah bahkan tak jarang mereka merantau ke negeri

orang, dan meninggalkan istri sendiri di rumah. Sedangkan si istri mengatur rumah

tangga, menyediakan makan untuk suami dan anak-anaknya, merawat anak-anaknya,

dan bila perlu ikut membantu pekerjaan suami. Di -harapkan si istri dan suami

mengurangi hubungan dengan teman -temannya, walaupun dengan anggota kerabatnya

sendiri. Suami istri diharapkan menggunakan seluruh waktunya untuk keperluan rumah

tangga

60

.

59

Wawancara dengan Ibu Purwani, 17 Juni 2006, di Cilacap.

60

Arif Budiman, Pembagian Kerja Secara Seksual Sebuah Pembahasan Sosiologis Tentang

peran Wanita di Dalam Masyarakat, P.T. Gramedia: Jakarta, 1981. hlm. 17.

Page 76: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

61

Sikap dan tingkah laku satu terhadap yang lain adala h saling menghormat, dan

memandang sederajat. Walaupun si suami di dalam urusan -urusan keluarga diletakkan di

depan, tetapi keputusan-keputusan yang diambil biasanya adalah hasil konsultasi dengan

istrinya. Apabila si suami menentukan sesuatu maksud tetapi si istri tidak menyetujuinya

maka biasanya si suami menggagalkan maksud tersebut. Di dalam urusan keuangan

rumah tangga, biasanya istrinyalah yang mengaturnya. Begitu pula di dalam pendidikan

anak-anak si istrilah yang mempunyai peranan lebih besar daripa da suami.

Di bawah ini dijelaskan tentang beberapa hal masalah yang sering timbul

dalam kehidupan di dalam rumah tangga atau akibat dari hukum perkawinan, yaitu:

Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 akibat hukum dari perkawinan ada

tiga yaitu:

1. Masalah suami istri

Masalah suami istri diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 34, yang

intinya:

1) Pasal 30 suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2) Pasal 31 suami istri mempuny ai kedudukan dan hak yang seimbang baik dalam

rumah tangga maupun dalam masyarakat dan masing -masing pihak berhak untuk

melakukan perbuatan hukum.

3) Pasal 32 suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap yang

ditentukan oleh suami istri bersama.

4) Pasal 33 suami istri saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

5) Pasal 34 kewajiban suami untuk melindungi istrinya dan memenuhi segala

kebutuhannya semampunya dan sebaliknya istri men gatur urusan rumah tangga

sebaik-baiknya.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 30 sampai dengan pasl 34 seperti

yang diuraikan di atas, dapat diketahui: antara suami-istri diberikan hak dan

Page 77: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

62

kedudukan yang seimbang baik dalam kehidupan rumah tan gga maupun pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat

61

.

Adanya hak dan kedudukan yang seimbang ini dibarengi d engan suatu

kewajiban yang sama pula untuk membina dan menegakkan rumah tangga yang

diharapkan akan menjadi dasar dari susunan masyarakat. Dalam membina rumah tangga

itu, diperlukan saling cinta mencintai, hormat -menghormati, setia, dan memberi bantuan

lahir batin. Suatu rumah tangga yang dibina, haruslah mempunyai tempat kediaman

yang tetap, yang untuk itu haruslah ditentukan secara bersama.

Persamaan yang lain adalah dalam hal melakukan perbuatan hukum. Suami

istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Umpamanya seorang istri

dapat saja mengadakan perjanjian, jual -beli dan lain -lain perbuatan hukum sendiri tanpa

memerlukan bantuan atau pendampingan dari suaminya, bahkan diberi kesempatan yang

sama untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan apab ila salah satu pihak melalaikan

kewajibannya.

Berdasarkan kodrat dan untuk pembagian kerja, antara suami dan istri

diberikan perbedaan. Suami diberi kewajiban untuk melindungi istrinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai denga n

kemampuannya. Dinyatakan dengan tegas, bahwa suami adalah ”kepala keluarga”

sedangkan istri adalah ”ibu rumah tangga” istri sebagai ibu rumah tangga tentulah harus

mengatur urusan rumah tangga itu dengan sebaik -baiknya.

61

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

Hukum Agama , Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm. 119-120

Page 78: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

63

Mewajibkan istri untuk mengurus ru mah tangga menjadi kendala bagi istri

untuk bekerja di luar rumah. Bekerjanya istri di luar rumah di satu sisi mengurangi

waktu istri untuk melaksanakan kewajibannya sebagaimana diwajibkan oleh undang -

undang perkawinan. Di sisi lain bekerjanya sang istri a dalah merupakan hak asasi

baginya sebagai manusia untuk juga mengaktualisasikan dirinya, untuk menjamin

kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Oleh karena suami seharusnya dapat

memahami adanya persamaan antara pria dan wanita untuk memperoleh pendapatan

atau penghasilan sendiri tersebut.

Urusan rumah tangga sebenarnya dapat dilakukan bersama-sama auami dan

istri bila suami dapat menyadarai bahwa ketentuan yang mendudukkan istri sebagai

pengurus rumah tangga (pasal 34 ayat[2] UU No.1 Tahun 1974) telah menyebabkan istri

yang ingin bekerja untuk menghasilkan uang di luar rumah menjadi terhambat.

2. Masalah orang tua dan anak

Masalah orang tua dan anak diatur dalam pasal 42 sampai dengan pasal 44,

sedangkan masalah hak dan kewajiban orang tua diatu r dalam pasal 45 sampai pasal 49

yang intinya:

1) Pasal 42 anak yang sah adalah anak yang lahir dalam ikatan perkawinan

2) Pasal 43 anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya.

3) Pasal 44 suami dapat menyangkal sah tidaknya seorang anak apabila dapat

membuktikan istrinya berzinah dan anak tersebut itu akibat dari perzinahan

tersebut.

4) Pasal 45 orang tua wajib memelihara dan mendidik anaknya dengan sebaik -

baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdidri sendiri. Hal ini tetap berlaku

meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

5) Pasal 46 anak wajib menghormati dan mentaati kehendak orang tua dan wajib

memelihara orang tua semampunya dan saudara lurus ke atas, bila mereka

memerlukan bantuan.

Page 79: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

64

6) Pasal 47 anak yang mencapai usia 18 tahun dan belum pernah menikah ada di

bawah kekuasaan orang tuanya dalam hal melakukan perbuatan hukum.

7) Pasal 48 orang tua dilarang memindahkan hak atau menggadaikan barang-

barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum

menikah, kecuali kepentingan anak itu mendesak.

8) Pasal 49 orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak apabila ia

telah melalaikan kewajibannya dan berkelakuan buruk, meskipun begitu mereka

tetap wajib untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

Ketentuan dalam pasal 42 sampai dengan pasal 49 yang telah diuraikan di atas

dapat diketahui bahwa:

Masalah sahnya seorang anak yang terpenting adalah pernyataan bahwa yang

dianggap anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat

perkawianan yang sah.

Tentang hak dan kewajiban antara orang tua dan anak ditentukan bahwa orang

tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik -baiknya, sampai anak itu kawin

atau dapat berdiri sendiri dan terus walaupun perkawinan antara orang tua itu putus. Di

samping kewajiban itu, orang tua menguasai pula anaknya sampai anak usia 18 tahun

atau belum pernah kawin. Kekuasaan itu juga meliputi untuk mewakili anak tersebut.

Mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Kekuasaan tersebut dapat diminta atas permintaan orang tua yang lain,

keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau

pejabat yang berwenang, dengan alasan kalau orang tua tersebut sangat melalaikan

kewajibannya atau berkelakuan buruk sekali.

Pembatasan lain terhadap kekuasaan orang tua, adalah larangan terhadap orang

tua untuk memindahkan atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya.

Kecuali kalau kepentingan anak itu menghendaki.

Page 80: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

65

Kewajiban anak terhadap orang tua pertama sekali adalah untuk menghormati

dan mentaati kehendak orang tua yang baik. Dan apabila anak telah dewasa, maka

berdasarkan kemampuannya, anak tersebut wajib memelihara orang tuanya.

3. Masalah harta benda

Masalah harta benda diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37 yang

intinya:

1) Pasal 35, harta benda yang diperoleh selama perkawinan merupakan ha rta

bersama, sedangkan harta yang diperoleh masing -masing sebagai hadiah atau

warisan di bawah penguasaan masing -masing sepanjang tidak ditentukan lain

oleh para pihak.

2) Pasal 36, terhadap harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas

persetujuan bersama, dan terhadap harta bawaan suami istri mempunyai hak

penuh untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

3) Pasal 37, bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut

hukum masing -masing.

Ketentuan dalam pasal 35 sampai dengan pasal 37 yang telah di uraikan di atas

dapat di ketahui bahwa:

Tentang harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama. Kalau suami istri masing -masing membawa harta ke dalam perkawinannya

atau dalam perkawinannya itu masing -masing mempunyai harta karena hadiah atau

warisan, maka harta tersebut tetap dikuasai oleh masing-masing pihak, kecuali kalau

ditentukan untuk menjadi harta bersama.

Tentang harta bersama, baik suami atau istri dapat menggunakan dengan

persetujuan salah satu pihak. Sedang mengenai harta bawaan, suami atau istri

mempunyai hak sepenuhnya masing -masing atas harta bendanya. Selanjutnya

ditentukan, apabila perkawinan putus, maka tentang harta bersama, dinyatakan diatur

Page 81: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

66

menurut hukumnya masing -masing. Adapun yang dimaksud dengan ”hukumnya” itu

adalah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya

62

.

b. Hubungan suami istri dengan kerabatnya

Pada masyarakat Jawa, sebuah perkawinan tidak hanya menandakan

bersatunya laki-laki dan wanita sebagai suami istri, tetapi juga terjadinya penggabungan

dua keluarga menjadi suatu jaringan hubungan keluarga yang luas. Intensitas hubungan

dalam sebuah jaringan keluarga tergantung dari hubungan sedarah, ataukah hubungan

karena perkawinan. Implikasi dari asal-usul hubungan ini juga berpengaruh dalam

penggunaan istilah kekerabatan.

Erat atau kurang eratnya hubungan dengan kerabat asal, banyak dipengaruhi

oleh pengaruh tempat tinggal pasangan itu. Hubungannya dengan sibli ng dari masing-

masing pasangan ada semacam oblisetion untuk saling membantu. Ini akan lebih

tampak apabila ayah atau mertua laki-laki sudah meninggal dunia. Pasangan itu

berkewajiban untuk membantu biaya sekolah adiknya, mengawinkan adik

perempuannya dan menjadi wali dalam perkawinan adik perempuannnya. Hubungan

pasangan itu dengan sibling dari masing -masing pasangan adalah sangat erat. Yang

muda memberi hormat kepada ipenya yang lebih tua. Sering terjadi kerjasama ekonomi

antara pasangan itu dengan siblin g dari salah satu pihak.

Hubungan dengan keluarga besar yang terpenting adalah dengan mertua.

Secara ideal, anak menantu, mertua, dan sesama saudara ipe diperlakukan seperti anak

sendiri, orang tua sendiri, dan saudara sendiri. Anak mantu diharapkan bersikap lebih

62

Ibid, hlm. 122.

Page 82: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

67

hormat, memakai bahasa halus di dalam komunikasi dengan mertua. Begitu pula

sebaliknya. Hubungan ibu mertua dengan menantu laki -laki, lebih bersikap keibuan,

lebih hangat dibandingkan dengan hubungannya dengan menantu perempuan, konflik

sering terjadi apabila mereka tinggal bersama dalam satu rumah

63

.

Dalam masyarakat Jawa hubungan kekerabatan juga amat dijunjung tinggi,

apalagi mereka yang hidup dan tinggal di desa. Karena di desa-desa hubungan antara

sesama keluarga dekat maupun lingkungan desa dan kerabat lainnya sangat diutamakan.

Bahkan, hubungan mereka akan terjalin lebih erat dan harmonis bila dibandingkan

dengan mereka yang hidup dan tinggal di kota. Maka dari itu di dalam setiap hubungan

kekerabatan, baik pada pergaulan atau individu, sering terjadi perbedaan dalam setiap

hubungan kekerabatannya.

Batas dari pergaulan-pergaulan kekerabatan seringkali mempunyai banyak

perbedaan. Perbedaan tersebut muncul pada golongan priyayi dan golongan menengah

pada masyarakat Jawa. Orang Jawa yang berasal dari golongan priyayi adalah lapisan

dari pegawai negeri, terutama dari keluarga-keluarga pamong praja, yang biasanya

mempunyai pengetahuan yang amat luas tentang kaum kerabatnya. Perhatian yang besar

terhadap kaum kerabatnya itu disebabkan karena orang priyayi biasanya mempunyai

kesempatan lebih luas untuk berhubungan dengan kaum kerabatnya, karena kemampuan

kaum priyayi yang tergolong pandai dalam berkomu nikasi dengan kerabatnya.

Sedangkan pada golongan menengah ke bawah adalah mereka yang berasal dari

golongan buruh, pegawai biasa, bahkan masyarakat awam sekalipun, mereka adalah

63

Depdikbud, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah , Jakarta, 1978/1979. hlm. 89.

Page 83: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

68

orang-orang yang mempunyai pandangan lebih sempit akan pengetahuan tentang

kekerabatan. Mereka biasanya lebih senang bergaul dengan orang -orang yang berada di

lingkungan terdekatnya saja atau di dalam desanya saja, daripada dengan kaum

kerabatnya yang tinggal di desa lain, kota lain, atau daerah lain yang jauh. Hal ini

disebabkan karena faktor pendidikan yang umumnya lebih rendah daripada kaum

priyayi sehingga golongan kaum menengah ke bawah kurang bisa berkomunikasi secara

luas.

Batas hubungan kekerabatan seringkali juga amat berbeda dengan batas

pengetahuan tentang kerabat dan den gan batas pergaulan kekerabatan. Hubungan

kekerabatan menghubungkan sejumlah kerabat yang bersama -sama memegang suatu

kompleks dari hak-hak, kewajiban-kewajiban yang tertentu. Hak-hak itu adalah

misalnya hak untuk mewarisi harta, gelar, benda -benda pusaka, lambang-lambang, hak

untuk menempati suatu kedudukandan lain -lain; sedangkan kewajiban -kewajiban adalah

misalnya untuk melakukan aktivitas -aktivitas kooperatif dan kewajiban untuk

melakukan aktivitas produktif bersama

64

.

Batas-batas dari hubungan kekerabatan ditentukan oleh prinsip -prinsip

keturunan atau principle of descent. Prinsip-prinsip itu mempunyai suatu akibat yang

sifatnya selektif, karena prinsip itu menentukan siapakah diantara kaum kerabat biologis

yang tak terbatas jumlahnya itu akan jatuh di dalam batas hubungan kekerabata, dan

siapakah akan jatuh di luar batas itu. Dengan demikian prinsip keturunan itu juga

mempunyai fungsi sebagai prinsip untuk menentukan keanggotaan dalam kelompok -

64

Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta, 1974. Hlm. 129

Page 84: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

69

kelompok kekerabatan yang bersifat lineal atau ancestor-oriented. Prinsip keturunan

tersebut mempunyai empat macam prinsip, yaitu:

1. Prinsip patrilineal atau patrilineal descent, yang menghitungkan hubungan

kekerabatan melalui pria saja, dan karena itu mengakibatkan bahwa bagi tiap

individu dalam masyarakat semua kaum kerabat ayahnya masuk di dalam batas

hubungan kekerabatannya, seda ngkan semua kaum kerabat ibunya jatuh di luar batas

itu.

2. Prinsip matrilineal atau matrilineal descent , yang menghitungkan hubungan

kekerabatan melalui pria saja, dan karena itu mengakibatkan bahwa bagi tiap

individu dalam masyarakat semua kerabat ibunya masuk dalam batas hubungan

kekerabatnnya, sedangkan semua kaum kerabat ayahnya jatuh di luar batas itu.

3.

Prinsip bilineal atau bilineal descent , yang menghitungkan hubungan kekerabatan

melalui pria saja untuk sejumlah hak dan kewajiban tertentu, dan mel alui wanita saja

untuk sejumlah hak dan kewajiban yang lain, dan karena itu mengakibatkan bahwa

bagi tiap individu dalam masyarakat kadang -kadang semua kaum kerabat ayahnya

masuk dalam batas hubungan kekerabatannya, sedangkan kaum kerabat ibunya jatuh

di luar batas itu, dan kadang-kadang sebaliknya.

4. Prinsip bilateral atau bilateral descent , yang menghitungkan hubungan kekerabatan

melalui pria maupun wanita

65

.

Sedangkan kekerabatan yang dikutip oleh Koentjaraningrat dapat

dikategorikan menjadi 3 kelompok, yang sebenarnya menyangkut fungsi -fungsi sosial

dari kelompok-kelompok kekerabatan itu, ialah:

1.

Kelompok kekerabatan berkorporasi, atau dengan istilah Murdock, corparate

kingroups. Kelompok-kelompok semacam ini bia sanya bersifat exklusif.

Biasanya kelompok ini jumlahnya kecil, artinya jumlah warganya tidak banyak.

Dalam kelompok ini biasanya yang dibahas menyangkut sistem hak dan

kewajiban para individunya terhadap jumlah harta produktif, harta konsumptif,

atau harta pusaka yang menentu.

2. Kelompok kekerabatan kadang kala (occasional kingroups) , kelompok-kelompok

ini biasanya besar, mempunyai banyak anggota. Kelompok semacam ini hanya

berkumpul dan bergaul secara kadang -kala, atau secara occasional saja.

3. Kelompok kekerabatan menurut adat (circumscriptive kingroups ), kelompok-

kelompok ini jumlahnya sangat besar sehingga para warganya tidak lagi saling

mengenal, apalagi berada dalam suatu hubungan pergaulan terus -menerus dan

intensif. Para anggota bisa mengenal satu sama lain hanya melalui tanda -tanda

65

Ibid, hlm. 129-130

Page 85: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

70

yang ditentukan oleh adat. Rasa kepribadian kelompok biasanya juga hanya

ditentukan oleh tanda -tanda adat itu saja

66

.

Hubungan kekerabatan yang terjalin antara dua keluarga pelaku perkawinan

campur, khususnya di Cilacap umumnya terjalin sangat erat, mereka sudah tidak lagi

didominasi oleh faktor perbedaan suku, adat, dan kebudayaan. Tetapi, hubungan mereka

lebih erat terjalin karena faktor kekeluargaan yang besar, terlebih jik a pasangan suami

istri telah memberikan keturunan pada kedua pihak, maka hubungan kekerabatannya pun

akan terjalin dengan lebih erat lagi.

Pada umumnya, hasil dari perkawinan campur, yaitu Tionghoa peranakan yang

mempunyai sifat terbuka dalam menerima peng aruh dari kebudayaan manapun, dalam

memilih pergaulan dengan siapa mereka harus bergaul tidak begitu dipermasalahkan.

Biasanya, eratnya suatu jalinan kekerabatan dipengaruhi oleh faktor tempat tinggal di

mana mereka tinggal.

C. Adat Perceraian

Pada umumnya aturan tentang perkawinan dan perceraian di dalam hukum

adat dipengaruhi oleh agama yang dianut masyarakat adat yang bersangkutan. Jadi

anggota-anggota masyarakat adat yang menganut agama Islam dipengaruhi oleh hukum

perkawinan dan perceraian Islam, yang menganut agama Kristen/Katolik dipengaruhi

oleh hukum Kristen/Katolik, yang menganut agama Hindhu/Buddha dipengaruhi hukum

Hindhu/Buddha. Sejauh mana pengaruh hukum agama itu terhadap anggota -anggota

66

Ibid, hlm. 109-110.

Page 86: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

71

masyarakat adat tidak sama, dikarenakan sendi adat dan lingkungan masyarakat yang

berbeda-beda, walaupun dalam satu daerah lingkungan adat yang sama.

Bagi masyarakat Indonesia, yang sebagian besar mayoritas penduduknya

beragama Islam, pengaturan persoalan perceraian banyak dipengaruhi oleh hukum

Islam. Walaupun demikian di dalam pelaksanaannya hukum adat setempat masih banyak

berpengaruh. Misalnya pada masyarakat Jawa Tengah yang sistim keke rabatannya

bilateral, nampak ada kecenderungan, bahwa perceraian berdasarkan kata sepakat dari

suami dan istri. Sedangkan menurut hukum Islam adalah tidak demikian. Alasan untuk

putusnya hubungan perkawinan atau perceraian menurut hukum Islam yang untuk

sebagian besar diikuti oleh sebagian masyarakat Jawa Tengah, adalah: karena

meninggalnya salah seorang dari pasangan, yang disebut cerai mati dan ada karena cerai

hidup

67

.

Perceraian yang disebabkan karena matinya salah seorang anggota pasangan,

tidak banyak menimbulkan suatu persoalan yang mengakibatkan retaknya hubungan,

justru masing -masing anggota asal pasangan tersebut turut bersimpati dan ikut

membantu meringankan beban penderitaan akibat matinya salah satu pasangan.

Persoalan yang menyangkut perceraian mati ini baru timbul, jika pasangan tersebut tidak

mempunyai keturunan, sedangkan karena sesuatu hal perlu diadakan pembagian

warisan. Dan mengenai cerai hidup, ini bisa terjadi karena adanya beberapa sebab yaitu

67

DEPDIKBUD, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah , Jakarta, 1978/1978.

hlm. 92

Page 87: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

72

talaq-taklid, riddah atau murtad, syiqoq, Li’an, Chulk, fasch, yang kesemuanya diatur

dalam hukum perceraian menurut agama Islam

68

.

Selain itu faktor-faktor penyebab adanya perceraian yang lainnya adalah,

akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh pihak suami maupun istri, padahal mereka

masih terikat hubungan perkawinan yang sah. Dan penyebab lainnya adalah faktor -

faktor kebutuhan ekonomi yang seringkali menyebabkan ketegangan dan sikap yang

kaku dan permusuhan yang tak kunjung padam.

Di dalam agama Katolik putusnya perkawinan dikarenakan perceraian (cerai

hidup) pada dasarnya tidak boleh terjadi. Agama Katolik adalah satu-satunya agama

yang menolak perceraian

69

. Hal ini dikarenakan bahwa perceraian di kalangan ummat

Katolik tidak bisa terjadi, ada kemungkinan orang Katolik melakukan percer aian di

Kantor Catatan Sipil dan tidak ada halangan dari pihak agama. Tetapi jika hal itu terjadi

berarti yang bersangkutan melakukan perceraian sipil dan belum memperoleh perceraian

Gerejani, sehingga ia tidak boleh melakukan perkawinan keagamaan Katolik

70

.

Sesungguhnya dalam agama Katolik ada perkawinan yang tak terceraikan dan

ada yng boleh diceraikan. Hal mana dapat dilihat dari sifat sakramental perkawinan itu.

Perkawinan yang disebut Ratum et consummatum (perkawinannya sah dan kedua suami

istri sudah bersetubuh) tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan

68

Ibid, hlm. 92.

69

J. Konigsmann, Pedomam Hukum Perkawinan Geredja Katolik, Nusa Indah Ende Flores,

1989. hlm. 99.

70

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat

Hukum Agama, Mandar Maju: Bandung, 2003. hlm.166.

Page 88: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

73

atas alasan apapun selain oleh kemati an

71

. Sedangkan perkawinan Ratum (perkawinan

yang sah tetapi kedua suami istri belum bersetubuh) atau perkawinan antara orang yang

telah dibaptis atau antara orang yang dibaptis dan tidak dibaptis, dapat diputusk an oleh

Sri Paus atas alasan yang wajar berdasarkan permintaan keduanya atau salah seorang

dari mereka, meskipun pihak yang lain tidak menyetujuinya

72

.

Menurut UU no. 1-1974 pasal 38 mengatakan bahwa perkawinan dapat putus

karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Perceraian hanya dapat

dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha

dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian har us

ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai

suami istri. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan tersendiri (pasal 29 [1 -3] ) gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan .

Tata cara mengajukan gugatan tersebut diatur dalam peraturan perundangan tersendiri

(pasal 40 [1-2] )

73

.

Menurut pasal 19 PP no. 9-1974 dikatakan bahwa perceraian dapat terjadi

karena alasan-alasan sebagai berikut:

a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut -turut tanpa

izin pihak lain dan tanpa ada alasan yang s ah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

71

Kitab Hukum Kanonik 1141

72

Kitab Hukum Kanonik 1142

73

Hilman Hadikusuma, Loc.cit, hlm. 162.

Page 89: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

74

c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih

berat setelah perkawinan berlangsung.

d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

f) Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

74

.

Di dalam kasus perkawinan campur beda etnik yang terjadi khususnya di

daerah Cilacap, setelah peneliti melakukan penelitian, peneliti tidak menemukan adanya

perceraian di dalam rumah tangga mereka. Mereka umumnya hidup rukun dan damai.

Karena, selain mereka hidup rukun dan damai, mereka juga penganut agama Katolik

yang pantang bagi mereka untuk melakukan perceraian.

D. Hukum Waris

Masalah harta benda dan pembagian warisan ini terhadap seorang pria dan

wanita berbeda. Bagi seorang wanita dia tidak berhak lagi mewaris dari orang tuanya

apabila ia telah menikah. Sehingga apabila ada orang tua yang sangat sayang terhadap

anak perempuannya, maka ia memberikan sejumlah harta kepada anak perempuannya

sebelum dia menikah, karena apabila seorang wanita telah menikah maka ia dianggap

telah keluar dri keanggotaannya dalam keluarga orang tuanya dan masuk ke dalam

keluarga suaminya, sehingga harta yang diberikan orang tuanya tadi menjadi harta

bersama dalam perkawinan tersebut. Sedangkan seorang anak laki -laki berhak mewaris

seluruh harta benda dari orang tuanya, yang nantinya juga akan menjadi harta bersama

dalam perkawinan tersebut. Tapi apabila salah satu atau kedua suami istri itu meninggal

74

Ibid, hlm. 171-172.

Page 90: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

75

dunia maka harta tersebut akan jatuh pada anaknya, dan bila mereka tidak mempunyai

anak maka harta tersebut jatuh pada keluarga suaminya. Sedangkan apabila terjadi

perceraian maka seorang istri akan dipulangkan ke rumah orang tuanya bersama dengan

semua harta yang dibawanya sebelum menikah.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974 akibat hukum terhadap harta benda berbeda

dengan pelaku perkawinan campur. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 harta benda dalam

perkawinan dibedakan antara harta benda bawaan yaitu harta yang dibawa suami atau

istri sebelum menikah. Sedangkan menurut perkawinan campur beda etn ik tidak ada

perbedaan antara harta bawaan dan harta bersama. Karena harta yang dibawa istri

sebelum menikah secara otomatis menjadi harta bersama setelah menikah, begitu juga

dengan harta yang diperoleh selama perkawinan. Dan terhadap harta masing -masing

pihak mempunyai hak yang sama.

E. Hal mengenai pendidikan anak

Pada umumnya suami istri pasangan perkawinan campur setelah menikah dan

mempunyai anak, wajib memelihara dan mendidik anaknya sampai anak itu kawin.

Mereka umumnya memberikan kebebasan bagi an ak-anaknya dalam memilih agama dan

melaksanakan kebudayaannya. Dalam hal ini peran orang tua hanya mengarahkan

anaknya ke hal-hal yang positif dan pemilihan itu tergantung pada anaknya.

Sistim pendidikan bagi kedua orang tua beda adat dan kebudayaan yang

diterapkan kepada anak-anaknya lebih bersifat terbuka, para orang tua sudah tidak lagi

didominasi oleh faktor pengaruh adat dan kebudayaan yang berbeda, tetapi mereka

Page 91: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

76

justru menerapkan pendidikan kepada anaknya bagaimana cara menghargai dan

menerima perbeda an kebudayaan itu untuk dipadu menjadi suatu persamaan di dalam

lingkungan keluarga, agar di dalam lingkungan keluarga tersebut tidak ada suatu

perbedaan lagi. Para orang tua juga tidak mengharuskan bahwa anaknya harus dididik

secara Tionghoa atau bahkan dididik secara Jawa. Semuanya itu mereka serahkan

seutuhnya kepada kebijakan si anak sendiri di dalam menjalani hidup.

Dalam melaksanakan upacara-upacara kebesaran seperti tahun baru Imlek,

upacara sekatennan , dan hari-hari besar lainnya yang menyangkut keb udayaan Jawa dan

Tionghoa, umumnya para orang tua membebaskan anaknya untuk mengikuti semua

perayaan tersebut baik dari sisi adat Jawa maupun Tionghoa. Para orang tua wajib

memperkenalkan kedua kebudayaan tersebut bukan menjadi ssuatu perbedaan

melainkan s uatu persamaan yang harus mereka jalani dalam kehidupan sehari -hari.

Dalam hal memilih tempat sekolah, para orang tua juga membebaskan anaknya

bersekolah di tempat sekolah yang mereka inginkan. Tidak ada sekolah khusus untuk

anak-anak mereka. Di dalam pergaulan dengan keluarga maupun sesamanya, orang tua

juga tidak membatasi harus dengan siapa anaknya bergaul. Justru bagi sebagian besar

Tionghoa peranakan yang sifatnya lebih terbuka dalam menerima kebudayaan, mereka

umumnya lebih pandai bersosialisasi dan p andai bergaul dalam lingkungan keluarga

maupun lingkungan sekitarnya.

Page 92: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

77

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Perkawinan campuran antara etnik Tionghoa dan pribumi yang terjadi pasca

1965 umumnya sudah tidak sepert i yang terjadi pada masa kolonial. Perkawinan campur

yang terjadi pada masa kolonial itu pelaksanaannya tidak sah. Dikatakan tidak sah

karena proses perkawinan biasanya tidak diakui oleh pemerintah, hukum, dan agama .

Karena pada waktu itu, pemerintah Belanda tidak setuju kalau etnik Tionghoa menikah

dengan pribumi. Padahal, segala macam aturan dan hukum pada waktu itu masih berada

di bawah kekuasaan Belanda. Sedangkan perkawinan campuran antara etnik Tionghoa

dan pribumi pasca 1965 pelaksanannya sah dan sudah diakui oleh pemerintah, hukum,

dan agama, karena sudah tidak ada campur tangan lagi dari pihak kolonial, dan dengan

diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang hukum adat dan hukum

agama semakin membuka kesempatan luas bagi mereka yang aka n melakukan

perkawinan campur beda etnik dan kebudayaan, terutama etnik Tionghoa dan pribumi.

Setelah berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, akibat hukum dari perkawinan

menurut pandangan masyarakat sekitar pada umumnya dan masyarakat Cilacap pada

khususnya terhadap perkawinan campur, mendapat pengaruh yang positif dan

keberadaan mereka sangat di terima dalam masyarakat karena telah memenuhi syarat

sahnya perkawinan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang

Page 93: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

78

perkawinan. Dan perkawinan mereka juga telah mendapatkan akta perkawinan yang sah

dari Kantor Catatan Sipil.

Pada umumnya hambatan terbesar yang sering terjadi bagi sepasang calon suami

istri yang akan melakukan perkawinan campur adalah faktor dari keluarga kedua pihak.

Hal ini disebabkan karena masing -masing keluarga kedua pihak sangat menentang keras

jika anak-anak mereka melakukan perkawinan campur beda etnik. Alasan etnik

Tionghoa menentang adanya perkawinan campur bagi anak -anaknya karena, mereka

menganggap bahwa orang-orang Jawa biasanya hidupnya malas dan tidak mau bekerja

keras. Selain itu juga mereka menganggap bahwa orang Jawa identik dengan poligami

dan hanya memanfaatkan harta kekayaannya saja. Sedangkan alasan bagi orang Jawa

menentang perkawinan campur, karena orang Jawa yang hidupnya masih

mempertahankan prinsip bibit, bebet, dan bobot merasa takut kalau anaknya melakukan

perkawinan campur maka status sosialnya menjadi tidak jelas.

Tetapi, bagi sebagian besar mereka yang akan melakukan perkawinan campur,

hambatan tersebut bukan merupakan sebagai penghalang untuk mereka melangkah ke

jenjang pernikahan. Karena bagi mereka faktor pendorong yang terpenting untuk

melaksanakan perkawinanannya yaitu untuk hidup bersama dan mempunyai keturunan

yang sah. Selain itu juga karena rasa saling mencintai sudah cukup bagi mereka untuk

melangsungkan perkawinannya.

Proses berlangsungnya perkawinan campur bagi etnik Tionghoa dan pribumi

khususnya di Cilacap pada umumnya dalam memilih adat mana yang akan dipakai untuk

pelaksanaan upacara adat tidak terlalu sulit, karena masing-masing pihak mempunyai

Page 94: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

79

kebijakan sendiri dalam menentukan adat mana yang akan dipakai. Bagi sebagian besar

etnik Tionghoa dan Jawa yang masih mementingkan adat leluhurnya maka, mereka akan

melangsungkan prosesi adat asal dari masing-masing pihak yang bersangkutan. Tetapi,

bagi mereka yang tidak terlalu mementingkan adat leluhurnya maka, biasanya mereka

hanya menggunakan adat dari salah satu pihak, bahkan tak jarang bagi mereka ada yang

sama sekali tidak menggunakan adat manapun atau mereka melangsungkan

pernikahannya hanya dengan upacara pemberkatan di gereja saja.

Hasil dari perkawinan campur yang sering disebut dengan Tionghoa peranakan

mempunyai karakter berbeda dengan Tionghoa totok dan pribumi. Mereka umumnya

mempunyai sikap yang lebih terbuka dan fleksibel dalam hal menerima pengaruh

kebudayaan, agama, dan adat setempat. Pada umumnya Tionghoa peranakan hidupnya

mendapat simpati yang positif bagi kalangan pribumi dibandingkan kelompok Tionghoa

totok.

Kehidupan sehari -hari mereka yang telah melangsungkan perkawinan campur

antara etnik Tionghoa dan pribumi khususnya di Cilacap, pada umumnya sudah tidak

lagi didominasi oleh adat masing -masing pihak, melainkan mereka dapat dikatakan

sebagai hasil dari sebu ah sintesa (akulturasi) dari dua budaya yang berbeda menjadi satu

budaya yang baru.

B. Saran.

Sebuah penelitian sangat penting untuk menjaga agar sumber -sumber sejarah

tidak hilang. Untuk itu saya berharap agar pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah

Page 95: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

80

Cilacap dapat membantu para peneliti yang berminat melakukan penelitian guna

mengumpulkan bukti -bukti sejarah Cilacap. Hal ini agar para peneliti merasa mendapat

dukungan.

Di Cilacap masih terdapat tempat-tempat bersejarah dan berbagai bentuk

kebudayaan yang belum terungkap dan diteliti. Hal ini sudah sepantasnya menjadi

perhatian semua pihak karena tempat-tempat bersejarah tersebut merupakan peninggalan

masa lalu yang berharga. Semua itu dapat memperkaya khasanah sejarah lokal dan

sejarah Nasional. Jika dibiarkan maka hal ini akan sangat disayangkan karena seiring

dengan berjalannya waktu tidak mungkin semua itu dapat hilang. Mengingat pentingnya

semua itu maka penulis menyarankan kepada masyarakat luas pada umumnya dan

masyarakat Cilacap pada khususnya:

Saran kepada seluruh lapisan masyarakat pribumi pada umumnya dan

masyarakat Cilacap pada khususnya agar tidak ada lagi diskriminasi terhadap kaum

minoritas seperti etnik Tionghoa. Semoga dengan adanya perkawinan campur dapat

mempererat hubungan dan hidup berdampingan dengan damai antar berbagai etnik

khususnya etnik Tionghoa dan pribumi di Cilacap.

Page 96: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

81

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. 1985, Sosiologi Bahasa , Angkasa: Bandung.

Andjarwati, Noordjanah. 2004, Komunitas Tionghoa di Surabaya 1900 -1946, Mesiass:

Semarang.

Bastomi, Suwaji. Seni dan Budaya Jawa , IKIP Semarang: Semarang.

Budiman, Arif. 1981, Pembagian Kerja Secara Seksual Sebuah Pembahasan Sosiologis

Tentang Peran Wanita di Dalam Masyarakat , P.T. Gramedia: Jakarta.

Daeng, Hans. J., 2000, Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan , Pustaka Pelajar:

Rosdakarya Bandung

DEPDIKBUD. 1997, Tradisi dan Kebiasaan Makan Pada Masyarakat Tradisional di

Jawa Tengah, Jakarta.

____________. 1978/1979,

Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah,

Jakarta.

_____________. 1984, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka: Jakarta.

Hadikusuma, Hilman. 2003, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan

Hukum Adat dan Hukum Agama, Mandar Maju: Bandung.

Hadiwardoyo, Purwa, A.L., 2004, Persiapan dan Penghayatan Perkawinan Katholik,

Kanisius: Yogyakarta.

_______________________., 1990, Perkawinan Menurut Islam dan Katholik

Implikasinya Dalam Kawin Campur , Kanisius: Yogyakarta.

Hariyono, P., 1993, Kultur Cina dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural,

Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Horton, Paul. B. & Hunt, Cester, 1992, Sosiologi, Erlangga: Jakarta.

Kartodirdjo, Sartono. 1993, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah ,

Gramedia: Jakarta.

Koentjaraningrat, 2002, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan: Jakarta.

Page 97: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

82

_____________, 1990, Sejarah Teori Antropologi II, UI Press: Jakarta.

_____________, 1974, Beberapa Pokok Antropologi Sosial , P.T. Dian Rakyat: Jakarta.

_____________, 1990, Pengantar Ilmu Antropologi , Rineke Cipta: Jakarta.

Konigsmann, J., 1989, Pedoman Hukum Perkawinan Geredja Katholik , Nusa Indah

Ende Flores.

Lawang, Roberts M.Z., 1986, Pengantar Sosiologi , Karunika: Jakarta.

Mahjunir, 1976, Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudayaan , Bhratara:

Jakarta.

Moedjanto, G., 1998, Indonesia Abad ke-20 Jilid II, Kanisius: Yogyakarta.

Mulyana, Dedy. 2000, Komunikasi Antar Budaya , Remaja Rosdakarya: Jakarta.

Nawawi, Ramli. H., 2002, Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten

Wonosobo Propinsi Jawa Tengah, Balai Kajian Sejarah: Yogyakarta.

Nasikun, 2001, Sistem Sosial Indonesia , Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Parsons, 1963, Mitla Town Of The Souls, Chicago: University Of Chicago Press.

Shadily, Hasan. 1980, Ensiklopedia Indonesia, Ichtiar Baru: Jakarta.

Soekanto, Soerono. 1990,

Sosiologi Suatu Pengantar,

Rajawali Pers: Jakarta.

Suryadinata, Leo. 2002, Negara Dan Etnis Tionghoa Kasus Indonesia , Pustaka LP3ES

Indonesia: Jakarta.

Suseno, Frans Magnis. 1984, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang

Kebijaksanaan Hidup Jawa, Gramedia: Jakarta.

ARTIKEL

Kedaulatan Rakyat, 4 Februari 2007.

Cilacap Dalam Angka 1971

Kerjasama Badan Perencanaan Pemban gunan Daerah Kabupaten Cilacap dengan Badan

Pusat Statistik Kabupaten Cilacap.

Page 98: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

83

Page 99: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

84

DAFTAR RESPONDEN

1. NAMA :Bpk. Wahyudi

UMUR :54 th

PEKERJAAN :Guru SMU

ALAMAT :Jl. MT. Hariyono Donan Cilacap

2. NAMA :Ibu Purwani

UMUR :48 th

PEKERJAAN :Guru SMU

ALAMAT :Jl. MT. Hariyono Donan Cilacap

3. NAMA :Bpk. Edi

UMUR :55th

PEKERJAAN :Wiraswasta

ALAMAT :Jl. Katamso Cilacap

4. NAMA :Ibu Elisabeth Ragawati (Bhe Lian Fang)

UMUR :49th

PEKERJAAN :Wiraswasta

ALAMAT :Jl. Katamso Cilacap

5. NAMA :Bpk. Toto

UMUR :56th

PEKERJAAN :Pedagang

ALAMAT :Jl. Layur Kebon Jati Cilacap

6. NAMA :Ibu Monika

UMUR :57th

PEKERJAAN :Wiraswasta

ALAMAT :Jl. Rambutan Tegalreja Cilacap

7. NAMA :Sdr. Irwan

UMUR :26th

PEKERJAAN :PNS

ALAMAT :Karangpucung Cilacap

8. NAMA :Sdr. Diach

UMUR :25th

PEKERJAAN :Ibu rumah tangga

ALAMAT :Karangpucung Cilacap

Page 100: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

85

9. NAMA :Bpk. Yohanes

UMUR :56th

PEKERJAAN :Wiraswasta

ALAMAT :Jl. Perkutut Donan Cilacap

10. NAMA :Bpk. Awan Irawan

UMUR :55th

PEKERJAAN :Pedagang

ALAMAT :Gumilir Indah Cilacap

11. NAMA :Bpk. Asyong

UMUR :55th

PEKERJAAN :Pedagang

ALAMAT :Jl. A. Yani Cilacap

Page 101: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

86

Page 102: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

87

Page 103: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

88

Page 104: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

89

Page 105: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

90

Page 106: PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI …1].pdf · PERKAWINAN CAMPUR ANTAR ETNIK TIONGHOA DAN PRIBUMI PASCA 1965 (Studi Kasus Orang Tionghoa dan Jawa di Cilacap) Diajukan

91